38
1 BAB II KAJIANPUSTAKA 2.1 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) 2.1.1 Insidensi & Epidemiologi BPH merupakantumor jinak yang paling sering pada laki-laki, insidennya berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH meningkatdari 20% pada laki berusia 41-50 tahun, 50% pada laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki berusia diatas 80 tahun. Meskipun bukti klinis belum muncul, namun keluhan obstruksi juga berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun + 25% laki-laki mengeluh gejala obstruksi pada saluran kemihbagianbawah , meningkat hingga usia 75 tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau aliran pada saat berkemih. (Cooperberg , 2013). Gambar 2.1. Angka Kejadian BPH Berdasarkan Usia di Beberapa Negara (Roehrborn , 2012).

Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

  • Upload
    vukhue

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

1

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

2.1.1 Insidensi & Epidemiologi

BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki,

insidennya berhubungan dengan usia. Prevalensi histologis BPH

meningkat dari 20% pada laki berusia 41-50 tahun, 50% pada laki usia

51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki berusia diatas 80 tahun.

Meskipun bukti klinis belum muncul, namun keluhan obstruksi juga

berhubungan dengan usia. Pada usia 55 tahun + 25% laki-laki mengeluh

gejala obstruksi pada saluran kemih bagian bawah, meningkat hingga usia

75 tahun dimana 50% laki-laki mengeluh berkurangnya pancaran atau

aliran pada saat berkemih. (Cooperberg, 2013).

Gambar 2.1. Angka Kejadian BPH Berdasarkan Usia di Beberapa Negara (Roehrborn, 2012).

Page 2: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

2

Di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar, selama tahun 2013

terdapat 103 pasien dengan BPH yang menjalani operasi, dari total 1161

pasien urologi yang menjalani operasi.

Faktor-faktor resiko terjadinya BPH masih belum jelas, beberapa

penelitian mengarah pada predisposisi genetik atau perbedaan ras.

Kira-kira 50% laki-laki berusia dibawah 60 tahun yang menjalani operasi

BPH memiliki faktor keturunan yang kemungkinan besar bersifat

autosomal dominan, dimana penderita yang memiliki orangtua menderita

BPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang

normal. (Cooperberg, 2013).

2.1.2 Anatomi

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak inferior dari

buli-buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Berbentuk

seperti buah kemiri dengan ukuran 4x3x2,5 cm dan berat kurang lebih 20

gram. Kelenjar ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang

terbagi dalam beberapa daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral,

zona transitional, zona preprostatik dan zona anterior (Mc Neal, 1970).

Secara histopatologi, kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan

stroma. Komponen stroma terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh

darah, saraf dan jaringan interstitial yang lain. Prostat menghasilkan suatu

cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan

Page 3: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

3

ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior

untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat

ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume

ejakulat. Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatis dan

parasimpatis dari plexus prostatikus. Pleksus prostatikus menerima

masukan serabut parasimpatis dari corda spinalis S2-4 dan simpatis dari

nervus hipogastrikus T10-L2. Stimulasi parasimpatis meningkatkan

sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatis

menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra posterior seperti

pada saat ejakulasi. Sistem simpatis memberikan inervasi pada otot polos

prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli. Pada tempat tersebut banyak

terdapat reseptor adrenergic α. Rangsangan simpatis mempertahankan

tonus otot polos tersebut. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak

atau berubah menjadi tumor ganas, dapat terjadi penekanan uretra

posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih.

(Cooperberg, 2013).

2.1.3 Etiologi

Etiologi BPH belum sepenuhnya dimengerti, tampaknya bersifat

multifaktor dan berhubungan dengan endokrin. Prostat terdiri dari elemen

epithelial dan stromal dimana pada salah satu atau keduanya dapat

muncul nodul hiperplastik dengan gejala yang berhubungan dengan BPH.

Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya

Page 4: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

4

hiperplasia prostat adalah:

1) Teori Dihidrotestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang

sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari

testosteron di dalam sel prostat oleh 5α-reduktase dengan bantuan

koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor

androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya

terjadi sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel

prostat.

2) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan

kadar estrogen relative tetap sehingga perbandingan antara estrogen :

progesteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen didalam

prostat berperan didalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat

dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap

rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen

dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Hasil akhir

dari semua keadaan ini adalah meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel

baru akibat rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang

telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat

jadi lebih besar.

3) Interaksi stromal-epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensasi dan pertumbuhan

Page 5: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

5

sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma,

mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis

suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu

sendiri secara intrakrin atau autokrin serta mempengaruhi sel-sel epitel

secara parakrin. Stimulasi itu sendiri menyebabkan terjadinya proliferasi

sel-sel epitel maupun sel stroma.

4) Berkurangnya kematian sel prostat

Pada jaringan normal terdapat keseimbangan antara laju proliferasi

sel dengan kematian sel. Pada saat pertumbuhan prostat sampai pada

prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang

mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang

mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara

keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan

masa prostat.

5) Teori Sel Stem

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu

dibentuk sel-sel baru. Didalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem yaitu

sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ektensif.

Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon androgen

sehingga jika hormone ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada

kastrasi, menyebabkan apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH

dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi

produksi yang berlebihan pada sel stroma maupun sel epitel.

Page 6: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

6

Observasi dan penelitian pada laki-laki jelas mendemontrasikan

bahwa BPH dikendalikan oleh sistem endokrin, di mana kastrasi

mengakibatkan regresi pada BPH dan perbaikan keluhan. Pada penelitian

lebih lanjut tampak korelasi positif antara kadar testosteron bebas dan

estrogen dengan volume pada BPH. Hal ini berhubungan dengan

peningkatan estrogen pada proses penuaan yang mengakibatkan induksi

dari reseptor androgen yang menjadikan prostat lebih sensitif pada

testosteron bebas. Namun belum ada penelitian yang mendemontrasikan

peningkatan reseptor estrogen level pada penderita BPH. (Cooperberg,

2013).

6) Teori Inflamasi

Sejak tahun 1937, terdapat hipotesa bahwa BPH merupakan peyakit

inflamasi yang dimediasi oleh proses imunologi. Uji klinis terbaru juga

menunjukkan adanya hubungan antara proses inflamasi pada prostat

dengan LUTS. Di Silverio mendapatkan 43% gambaran inflamasi pada

histopatologi dari 3942 pasien BPH (De Nunzio, dkk. 2011). Sementara

penelitian dari Daniels, dkk. menemukan adanya prostatitis pada 83% dari

pasien dengan BPH. Dikatakan bahwa pasien dengan prostatitis memiliki

risiko delapan kali lebih besar untuk terjadinya BPH (Krieger, 2008).

Data penelitian menunjukkan bahwa pasien dengan inflamasi kronik

pada prostat memiliki risiko lebih tinggi terhadap progresifitas BPH dan

terjadinya retensi urin. Pada pasien dengan volume prostat yang kecil,

hanya yang disertai dengan proses inflamasi yang mengalami gejala

Page 7: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

7

obstruksi. Inflamasi prostat juga dikaitkan dengan pembesaran volume

prostat, semakin berat derajat inflamasi, semakin besar volume prostat

dan semakin tinggi nilai IPSS. Sampai saat ini masih belum dapat

dijelaskan efek inflamasi terhadap LUTS (De Nunzio, dkk. 2011).

2.1.4 Patologi

BPH terbentuk pada zona transisional. Merupakan proses hiperplasi

akibat dari peningkatan jumlah sel. Secara mikroskopik tampak pola

pertumbuhan yang berbentuk noduler yang terdiri dari jaringan stromal dan

ephitelial, stroma terdiri dari jaringan kolagen dan otot polos. (Cooperberg,

2013).

Penampilan komponen-komponen BPH secara histologis yang

beragam menjelaskan potensial respon terhadap pengobatan. Terapi

dengan α-bloker memberikan respons yang baik pada pasien BPH dengan

komponen dominan otot polos, sementara bila komponen yang dominan

adalah ephitel, memberikan respons yang baik terhadap 5-α reduktase

inhibitor. Penderita BPH dengan komponen dominan kolagen kurang

respon terhadap medikamentosa.

Page 8: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

8

Gambar 2.2. Anatomi Kelenjar Prostat (Cooperberg, 2013)

Pembesaran nodul pada zona transitional menekan zona luar pada

prostat yang mengakibatkan terbentuknya surgical capsule. Kapsul ini

memisahkan zona transisional dengan zona perifer, dan juga merupakan

batas dilakukannya prostatektomi terbuka.

2.1.5 Patofisiologi

Keluhan dari BPH diakibatkan oleh adanya obstruksi dan sekunder

akibat dari respon kandung kemih. Komponen obstruksi dapat dibagi

menjadi obstruksi mekanik dan dinamik. Pada hiperplasi prostat, obstruksi

mekanik terjadi akibat penekanan terhadap lumen uretra atau leher buli,

yang mengakibatkan resistensi bladder outlet. Sebelum pembagian zona

klasifikasi dari prostat, ahli urologi membagi menjadi 3 lobus yaitu 2 lobus

Page 9: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

9

lateral dan 1 lobus medial. Ukuran prostat pada pemeriksaan rectal

toucher (RT) memiliki korelasi yang kurang terhadap timbulnya gejala,

karena pada RT lobus medial kurang atau tidak teraba.

Komponen obstruksi dinamik menjelaskan berbagai jenis keluhan

penderita. Stroma prostat terdiri dari otot polos dan kolagen, yang

dipersyarafi oleh saraf adrenergik. Tonus uretra pars prostatika diatur

secara autonom, sehingga penggunaan α-blocker menurunkan tonus ini

dan menimbulkan disobstruksi.

Keluhan pada saat berkemih pada pasien BPH akibat dari respons

sekunder kandung kemih. Obstruksi pada kandung kemih mengakibatkan

hipertrofi dan hyperplasia dari otot detrusor disertai penimbunan kolagen,

pada inspeksi tampak penebalan otot detrusor berbetuk sebagai

trabekulasi, apabila berkelanjutan mengakibatkan terjadinya hernia

mukosa diantara otot detrusor yang mengakibatkan terbentuknya

divertikel. (Cooperberg, 2013)

2.1.6 Gejala Klinis

Tidak semua BPH menimbulkan gejala. Sebuah penelitan pada pria

berusia di atas 40 tahun, sesuai dengan usianya, sekitar 50% mengalami

hiperplasia kelenjar prostat secara histopatlogis. Dari jumlah tersebut,

30-50% mengalami LUTS, yang juga dapat disebabkan oleh kondisi lain.

(Roehrborn, 2008)

Page 10: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

10

Gambar 2.3. Hubungan Antara BPH, LUTS, Pembesaran Prostat (BPE), dan Obstruksi Kandung Kemih (BOO) Pada Pria Berusia Lebih Dari 40

Tahun (Roehrborn, 2012).

Gejala BPH terbagi menjadi gejala obstruktif dan iritatif. Gejala

obstruksi berupa hesistansi, penurunan pancaran urin, rasa tidak tuntas

saat berkemih, double voiding, mengejan saat berkemih dan urin menetes

setelah berkemih. Gejala iritatif berupa urgensi, frekuensi dan nokturia

(Cooperberg, 2013). Gejala-gejala tersebut disebut sebagai gejala saluran

kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Syndrome (LUTS).

Page 11: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

11

Gambar 2.4. Keluhan LUTS Berdasarkan Usia Pada Tujuh Negara yang Berbeda (Roehrborn, 2008)

LUTS dapat dibagi menjadi gejala penampungan, pengosongan, dan

pasca miksi. Umumnya, LUTS dikaitkan dengan adanya obstruksi yang

diakibatkan oleh pembesaran kelenjar prostat. Namun penelitian lebih

lanjut menunjukkan bahwa LUTS tidak hanya disebabkan oleh adanya

kelainan pada prostat. Adanya gangguan dari kandung kemih dapat juga

menyebabkan LUTS, misalnya peningkatan aktivitas otot detrusor,

gangguan kontraktilitas pada fase penampungan, dan penurunan aktivitas

otot detrusor pada fase pengosongan. Kondisi lain baik kondisi urologis

maupun neurologis juga dapat berkontribusi terhadap adanya LUTS. (EAU

Guidelines, 2014).

Gambar 2.5. Penyebab LUTS pada Pria (EAU Guidelines, 2014).

Page 12: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

12

Terdapat beberapa metode kuisioner yang tersedia saat ini bagi para

klinisi untuk mengukur tingkat gejala saluran kemih bagian bawah. Metode

tersebut di antaranya adalah Boyarsky, Madsen–Iversen, Maine Medical

Assessment Program (MMAP), Danish symptom score (DAN-PSS-1), AUA

symptom score, IPSS, Bolognese instrument. (Donovan dkk., 1996)

International Prostate Symptom Score (IPSS), yang dikembangkan

oleh American Urological Association, merupakan kuisioner yang paling

sering digunakan. IPSS merupakan pengembangan dari AUA symptom

score yang ditambah dengan satu pertanyaan mengenai kualitas hidup.

Telah dilaporkan bahwa IPSS merupakan metode yang dapat dipercaya

dan cukup sederhana, di mana tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan

dan sosial demografi. (Ozturk dkk., 2011)

IPSS dibuat sedemikian rupa sehingga pasien dapat melengkapinya

sendiri, dengan hasil yang lebih baik bila disertai dengan bantuan dari

petugas kesehatan. Ozturk, dkk membuktikan bahwa nilai dari IPSS yang

dilengkapi oleh pasien sendiri dengan nilai IPSS yang dilengkapi oleh

pasien dengan bantuan petugas kesehatan tidak berbeda secara

signifikan. IPSS saat ini telah divalidasi dan diterjemahkan ke dalam

bahasa yang berbeda-beda di banyak negara.

Pedoman dari American Urological Association (AUA) menyatakan

bahwa IPSS merupakan kuisioner yang telah tervalidasi untuk digunakan

dalam menilai tiga gejala penampungan (frekuensi, nokturia, dan urgensi),

Page 13: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

13

dan empat gejala pengosongan buli (rasa tidak tuntas, intermiten,

mengedan, dan pancaran yang lemah). IPSS juga menilai tingkat dari

gangguan yang dirasakan, dengan satu pertanyaan tambahan mengenai

kualitas hidup. (McVary dkk., 2010)

IPSS berisi tujuh pertanyaan mengenai gejala dan satu pertanyaan

untuk menilai kualitas hidup, dimana pasien dapat menilai keluhan secara

kuantitatif dalam skala 0-5. Nilai maksimal dari IPSS adalah 35. Derajat

gejala saluran kemih bagian bawah dikelompokkan menjadi tiga, nilai 0-8

derajat ringan, 9-19 derajat sedang, dan 20 ke atas derajat berat. IPSS

hanya digunakan untuk menilai beratnya gejala, dan bukan merupakan

faktor diagnostik untuk menegakkan adanya BPH. (EAU Guidelines, 2012).

Anamnesa yang lengkap dan mendalam dilakukan untuk

menyingkirkan etiologi penyebab yang lain seperti ISK, neurogenik bladder,

striktur uretra dan kanker prostat.

Bozdar, dkk. melakukan penelitian mengenai outcome dari TURP

dalam hubungannya dengan LUTS. Dari total 70 pasien dengan BPH yang

disertai dengan keluhan LUTS, rata-rata IPSS pra operasi adalah 22,5

(rentang 20-35). IPSS pasca operasi dievaluasi setelah 6 minggu dan 12

minggu. Pada evaluasi 6 minggu pasca TURP, 81% pasien dengan LUTS

ringan, 15,7% dengan LUTS sedang, dan 2,9% dengan LUTS berat. Pada

evaluasi kedua (12 minggu pasca TURP), terdapat 88,6% pasien dengan

LUTS ringan, 10% dengan LUTS sedang, dan 1,5% dengan LUTS berat.

(Bozdar, 2010). Sampai saat ini belum ada penelitian yang menilai IPSS

Page 14: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

14

pasien BPH pasca TURP di Indonesia.

Page 15: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

15

Gambar 2.6. International Prostate Symptoms Score (IPSS) dalam Bahasa Indonesia (IAUI Guidelines, 2003)

Sebuah penelitian di Thailand mencoba mencari penyebab LUTS yang

menetap setelah TURP. Hasil penelitian menunjukkan penyebab yang

paling banyak adalah adanya hiperaktivitas detrusor (54%), residual

obstruksi bladder outlet (16%), kelemahan sphincter (8%), dan

hipokontraktilitas detrusor (4%) (Anutrakulchai, 2005).

2.1.7 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan fisik berupa colok dubur dan pemeriksaan neurologis

dilakukan pada semua penderita. Yang dinilai pada colok dubur adalah

ukuran dan konsistensi prostat. Pada pasien BPH, umumnya prostat

teraba licin dan kenyal. Apabila didapatkan indurasi pada perabaan,

waspada adanya proses keganasan, sehingga memerlukan evaluasi yang

lebih lanjut berupa pemeriksaan kadar Prostat Spesific Antigen (PSA) dan

transrectal ultrasound serta biopsi. (Cooperberg, 2013).

2.1.8 Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk menyingkirkan infeksi dan

hematuria. Serum kreatinin diperiksa untuk evaluasi fungsi ginjal.

Insufisiensi renal didapatkan dari 10% penderita dengan prostatism dan

Page 16: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

16

dibutuhkan pemeriksaan saluran kemih bagian atas. Pasien dengan

insufisiensi renal memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami komplikasi

pasca operasi. Pemeriksaan PSA serum biasanya dilakukan pada awal

terapi namun hal ini masih kontroversi. (Cooperberg, 2013).

PSA adalah glikoprotein yang diproduksi terutama di sel epitel yang

tersusun pada duktus kelenjar prostat. PSA terutama terdapat pada

jaringan prostat, dan juga terdapat dalam jumlah kecil pada serum. Adanya

kerusakan pada struktur jaringan prostat, seperti penyakit pada prostat,

inflamasi, atau trauma, menyebabkan PSA lebih banyak memasuki sistem

sirkulasi. Peningkatan kadar PSA serum menjadi penanda penting dari

berbagai penyakit prostat, termasuk diantaranya BPH, prostatitis, dan

kanker prostat (Caroll, dkk., 2013).

Nilai normal dari PSA adalah di bawah 4 ng/ml (Wadgaonkar, dkk.,

2013). Dikatakan tingkat inflamasi pada prostat berkorelasi positif dengan

nilai PSA (Gui-zhong, dkk., 2013).

Kultur urin dilakukan untuk mengidentifikasi adanya infeksi saluran

kemih. Dalam keadaan normal, urin bersifat steril. Saluran kemih terdiri

dari ginjal, sistem pengaliran (kaliks, pyelum, dan ureter), dan kandung

kemih (penyimpanan urin). Pada wanita, urin keluar dari kandung kemih

melalui uretra yang bermuara dekat dengan vagina. Pada pria, urin keluar

dari kandung kemih ke uretra melewati jaringan prostat. (Shoskes, 2011).

2.1.9 Pencitraan

Page 17: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

17

Pencitraan saluran kemih bagian atas (IVP dan USG) dianjurkan

apabila didapatkan kelainan penyerta dan atau terdapat komplikasi

misalnya hematuria, ISK, insufisiensi renal dan riwayat batu ginjal.

Sistoskopi tidak direkomendasikan untuk dianostik tetapi digunakan untuk

terapi invasif. Pemeriksaan tambahan berupa cystometrogram dan profil

urodinamik dilakukan pada pasien yang dicurigai memiliki kelainan

neurologis. Pemeriksaan flow rate dan residu post miksi merupakan

pemeriksaan tambahan (Cooperberg, 2013).

2.1.10 Diagnosa Banding

Obstruksi saluran kemih bagian bawah lain seperti striktur uretra,

kontraktur pada leher buli, batu buli atau keganasan prostat. Riwayat

instrumentasi uretra, uretritis atau trauma harus dieksklusi untuk

menyingkirkan striktur uretra atau kontraktur leher buli. Hematuria dan

nyeri umumnya berhubungan dengan batu buli-buli, keganasan prostat

dapat terdeteksi awal dari colok dubur dan peningkatan PSA.

Infeksi saluran kemih dapat menyerupai gejala iritatif dari BPH. Dapat

diidentifikasi dari urinalisis dan kultur, walaupun infeksi saluran kemih ini

dapat merupakan komplikasi dari BPH. Keluhan iritatif juga dapat

berhubungan dengan keganasan kandung kemih terutama karsinoma in

situ, di mana pada urinalisis didapatkan hematuria. Riwayat kelainan

neurologis, stroke, DM dan cedera tulang belakang dapat mengarah ke

neurogenic bladder. Umumnya didapatkan penurunan sensibilitas pada

Page 18: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

18

perineum dan ekstremitas inferior dan penurunan tonus sphincter ani dan

reflek bulbokavernosus, mungkin didapatkan perubahan pola defekasi.

(Cooperberg, 2013).

2.1.11 Penatalaksanaan

Terapi spesifik berupa observasi pada penderita gejala ringan hingga

tindakan operasi pada penderita dengan gejala berat. Indikasi absolut

untuk pembedahan berupa retensi urine yang berkelanjutan, infeksi saluran

kemih yang rekuren, gross hematuria rekuren, batu buli akibat BPH,

insufisiensi renal dan divertikel buli. (Cooperberg, 2013).

1) Watchful waiting

Penderita dengan BPH yang simptomatis tidak selalu mengalami

progresi keluhan, beberapa mengalami perbaikan spontan. Watchful

waiting merupakan penatalaksanaan terbaik untuk penderita BPH dengan

nilai IPSS 0-7. Penderita dengan gejala LUTS sedang juga dapat dilakukan

observasi atas kehendak pasien.

2) Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi

resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab

obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa

(adrenergic alfa blocker) dan mengurangi volume prostat sebagai

komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormone

testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase.

Page 19: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

19

Selain kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan

fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas.

Tabel 2.1. Klasifikasi Terapi Medikamentosa pada BPH (Cooperberg,

2013)

3) Operatif

Tindakan operatif dilakukan apabila pasien BPH mengalami retensi

urin yang menetap atau berulang, inkontinensia overflow, ISK berulang,

adanya batu buli atau divertikel, hematuria yang menetap setelah

medikamentosa, atau dilatasi saluran kemih bagian atas akibat obstruksi

dengan atau tanpa insufisiensi ginjal (indikasi operasi absolut). Selain itu

adanya gejala saluran kemih bagian bawah yang menetap setelah terapi

konservatif atau medikamentosa merupakan indikasi operasi relatif.

(Oelke, M., dkk., 2013).

Page 20: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

20

- TURP (Transurethral Resection of the Prostate)

95% terapi operatif dari penderita BPH dapat dilakukan cara

endoskopi, di mana tindakan ini menggunakan pembiusan spinal dan lama

perawatan yang relatif singkat. TURP menjadi gold standard tindakan

operatif pada penderita BPH. Dikatakan TURP dapat mengurangi gejala

saluran kemih bagian bawah dan menurunkan IPSS pada 94,7% kasus.

(Bozdar, 2010).

Di Indonesia, tindakan Transurethral Resection of the Prostate (TURP)

masih merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH. Pada pasien

dengan keluhan derajat sedang, TURP lebih bermanfaat daripada watchful

waiting. TURP lebih sedikit menimbulkan trauma dibandingkan prosedur

bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih singkat.

Secara umum TURP dapat memper-baiki gejala BPH hingga 90%,

meningkatkan laju pancaran urine hingga 100% (IAUI Guidelines, 2003).

Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi sebanyak 18-23%, dan

yang paling sering adalah perdarahan sehingga membutuhkan transfusi.

Timbulnya penyulit biasanya pada reseksi prostat yang beratnya lebih dari

45 gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-IV, dan lama reseksi lebih dari 90

menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari 1% (IAUI Guidelines, 2003).

Penyulit yang timbul di kemudian hari adalah: inkontinensia stress

<1% maupun inkontinensia urge 1,5%, striktura uretra 0,5- 6,3%, kontraktur

leher buli-buli yang lebih sering terjadi pada prostat yang berukuran kecil

0,9-3,2%, dan disfungsi ereksi. Angka kematian akibat TURP pada 30 hari

Page 21: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

21

pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok usia 65-69 tahun dan 1,9%

pada kelompok usia 80-84 tahun. Dengan teknik operasi yang baik dan

manajemen perioperatif (termasuk anestesi) yang lebih baik pada dekade

terakhir, angka morbiditas, mortalitas, dan jumlah pemberian transfuse

berangsur-angsur menurun (IAUI Guidelines, 2003).

Resiko atau komplikasi dari TURP antara lain ejakulasi retrograde

sekitar 75%, impotensi 5-10%, inkontinensia 1%, dan komplikasi lain berupa

perdarahan, striktur uretra, kontraktur leher buli, perforasi dari kapsul

prostat, dan sindrom TURP. (Cooperberg, 2013).

- Transurethral Incicion of the Prostat

Penderita dengan LUTS sedang atau berat dan prostat yang kecil

seringkali memiliki hiperplasia dari komisura posterior (elevasi leher buli),

di mana hal ini merupakan indikasi untuk insisi prostat. Keuntungannya

berupa tindakan lebih cepat, morbiditas lebih rendah dengan resiko

ejakulasi retrograde lebih rendah (25%).

- Prostatektomi terbuka

Diindikasikan pada prostat yang terlalu besar untuk dilakukan

tindakan endoskopik, juga dapat dilakukan pada penderita dengan

divertikulum buli atau didapatkannya batu buli. Prostatektomi terbuka

dibagi menjadi 2 cara pendekatan yaitu suprapubik (Millin procedure) dan

retropubik (Freyer procedure).

4) Terapi Minimal Invasive

- Terapi laser ( TULIP)

Page 22: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

22

- Transurethral Electrovaporization of the Prostat

- Microwave Hypertermia

- Transurethral Needle Ablation of the Prostat

- High Intencity Focused Ultrasound

- Stent Intraurethral

2.2. Peran Inflamasi pada BPH

Pada prostat terdapat sel-sel inflamasi (leukosit) yang bertambah

seiring bertambahnya usia. Sel-sel ini terdiri dari limfosit B dan T,

makrofag, dan sel mast. Penyebab adanya infltrasi dari sel inflamasi pada

jaringan prostat masih belum jelas. Beberapa hipotesa telah dikemukakan,

di antaranya adalah infeksi bakteri, infeksi virus, refluks urin dengan

inflamasi kimiawi, faktor makanan, hormone, respon autoimun, dan

kombinasi dari beberapa faktor tersebut (De Nunzio, dkk. 2011).

Telah ditemukan penyebab infeksi seperti E. coli (bakteri gram

negatif), beberapa jenis virus seperti Human Papilloma Virus (HPV), virus

herpes simpleks tipe 2, dan sitomegalovirus, juga organisme yang

menyebar secara seksual seperti Neisseria gonorrhoea, Chlamydia

trachomatis, Treponema pallidum, and Trichomonas vaginalis. Selain

infeksi, refluks urin juga bisa menyebabkan inflamasi dengan adanya

kristal asam urat yang mengaktifkan makrofag dan mencetuskan

pengeluaran sitokin. Penyebab lain yang mungkin adalah respon autoimun.

Dengan adanya trauma pada prostat akibat beberapa etiologi yang telah

disebutkan, lapisan epitel yang rusak akan melepascan antigen yang

Page 23: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

23

mencetuskan terjadinya proses autoimun. Estrogen secara umum telah

dipertimbangkan sebagai hormon pro inflamasi, diperkirakan menginduksi

inflamasi dengan mempengaruhi produksi Interferon-γ (IFN-γ) pada

limfosit. Estrogen juga menstimulasi Interleukin 4 (IL-4) yang akan menjadi

growth factor-β (TGF-β). Faktor makanan yang berpengaruh dalam proses

ini adalah makanan yang tinggi lemak, di mana pada percobaan binatang

terbukti meningkatkan distribusi dan aktivitas sel mast dan makrofag pada

prostat (De Nunzio, dkk. 2011).

Proses inflamasi pada prostat mencetuskan pelepasan sitokin.

Sitokin dan faktor pertumbuhan tidak hanya berinteraksi degan efektor

imunologi, namun juga dengan sel epitel dan stroma dari prostat. Kramer

dkk. pertama kali mengkonfirmasi bahwa jaringan BPH mengandung

limfosit T, limfosit B, makrofag yang teraktivasi secara kronis dan

menyebabkan pelepasan sitokin, yang menyebabkan pertumbuhan

fibromuskular pada BPH. Sitokin pro inflamasi yang terlibat di antaranya

adalah Interleukin-6 (IL-6), IL-8, dan IL-5. Pada saat sel T mencapai batas

tertentu, sel-sel di sekitarnya menjadi target dan dihancurkan,

meninggalkan ruang yang digantikan oleh nodul fibromuskuler (De Nunzio,

dkk. 2011).

Penna dkk bahwa sel stroma pada prostat dapat menjadi antigen

yang mengaktivasi alloantigen CD4 untuk memproduksi IFN-γ dan IL-17.

IFN-γ dan IL-17 akan mencetuskan produksi IL-6 dan IL-8, di mana IL-6

merupakan faktor pertumbuhan autokrin dan IL-8 adalah inductor parakrin

Page 24: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

24

dari fibroblast growth factor 2 (FGF-2). Keduanya merupakan kunci dari

pertumbuhan sel epitel dan stroma prostat. Selain itu, pro inflamasi TGF-β

telah tebukti meregulasi proliferasi dan diferensiasi stroma pada BPH.

Sumber lain dari mediator inflamasi adalah adanya hipoksia lokal yang

terjadi, di mana mencetuskan adanya neovaskularisasi dan diferensiasi

fibroblas menjadi myofibroblas (De Nunzio, dkk. 2011).

Penelitian dari Daniels, dkk. menemukan adanya prostatitis pada 83%

dari pasien dengan BPH. Dikatakan bahwa pasien dengan prostatitis

memiliki risiko delapan kali lebih besar untuk terjadinya BPH (Krieger,

2008). Penelitian dari REDUCE memiliki hasil yang hampir sama, di mana

disebutkan 21,6% tidak didapatkan inflamasi, 78,4% terdapat inflamasi

(Nickel, dkk. 2008).

Inflamasi pada jaringan prostat diklasifikasikan menurut gambaran

histologi dan menurut agresivitasnya. Menurut gambaran histologi, tidak

adanya gambaran inflamasi prostat dikategorikan menjadi derajat 0,

derajat 1 adanya infiltrat sel inflamasi yang tersebar tanpa adanya nodul,

derajat 2 terdapat nodul tanpa berhubungan satu sama lain, dan derajat 3

bila terdapat area inflamasi yang luas dengan penyatuan. Sementara

menurut agresivitasnya, inflamasi prostat dibagi menjadi derajat 0 bila

tidak terdapat hubungan antara sel inflamasi dengan epitel, derajat 1 bila

terdapat hubungan sel inflamasi dengan epitel, derajat 2 bila terdapat

infiltrasi interstitial dengan kerusakan glandular, dan derajat 3 bila terjadi

kerusakan glandular lebih dari 25% (De Nunzio, 2011).

Page 25: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

25

Tabel 2.2. Derajat Histologis dan Agresivitas pada Inflamasi Prostat (Sciarra, 2007).

2.3 Prostate Spesific Antigen (PSA) sebagai self-antigen

Pengukuran Prostate Spesific Antigen (PSA) telah digunakan secara

luas untuk mendeteksi dini keganasan dan memonitor terapi pada prostat.

Perlu ditekankan bahwa PSA tidaklah spesifik untuk kanker prostat, namun

PSA secara spesifik diproduksi oleh jaringan prostat. Kelainan pada

prostat selain keganasan juga dapat mempengaruhi kadar PSA serum,

seperti misalnya BPH atau prostatitis. (Amirrasouli dkk., 2010).

PSA adalah glikoprotein yang diproduksi terutama di sel epitel yang

tersusun pada duktus kelenjar prostat. PSA terutama terdapat pada

jaringan prostat, dan juga terdapat dalam jumlah kecil pada serum. Adanya

kerusakan pada struktur jaringan prostat, seperti penyakit pada prostat,

inflamasi, atau trauma, menyebabkan PSA lebih banyak memasuki sistem

sirkulasi. Peningkatan kadar PSA serum menjadi penanda penting dari

berbagai penyakit prostat, termasuk diantaranya BPH, prostatitis, dan

kanker prostat (Caroll, dkk., 2013).

Page 26: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

26

Nilai normal dari PSA adalah di bawah 4 ng/ml (Wadgaonkar, dkk.,

2013). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat inflamasi pada

jaringan prostat berkorelasi positif dengan nilai PSA. Inflamasi

meningkatkan kadar PSA serum, penyebab paling memungkinkan adalah

adanya kerusakan integritas dari duktus pada prostat yang mengakibatkan

keluarnya PSA dari lumen duktus dan acinus ke interstitial. (Gui-zhong,

dkk., 2013).

Salah satu penelitian awal mengenai kadar PSA dengan inflamasi

histologis dilakukan oleh Brawn (1991), dengan kesimpulan bahwa

inflamasi pada prostat menyebabkan kenaikan kadar PSA serum.

Penelitian oleh Irani (1997) menunjukkan adanya hubungan antara

agresifitas inflamasi dengan peningkatan kadar PSA. Simardi (2004)

menyimpulkan bahwa luasnya inflamasi berkorelasi dengan peningkatan

PSA serum. Kandirali (2007) memodifikasi metode grading dari Irani, dan

menunjukkan adanya hubungan luas dan agresifitas dari inflamasi pada

prostat dengan peningkatan kadar PSA dan PSA density (PSAD) serta

penurunan kadar free PSA (fPSA). Gui-zhong (2013) menggunakan

klasifikasi prostatitis dari National Institute of Health (NIH), menunjukkan

perluasan dan derajat inflamasi berhubungan dengan peningkatan kadar

PSA serum. (Gui-zhong, dkk., 2013).

Pemeriksaan PSA serum yang umum dilakukan adalah PSA serum

total (tPSA). Perbandingan PSA serum total dengan volume prostat

disebut sebagai PSA density (PSAD). Sebagian besar PSA pada plasma

Page 27: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

27

berikatan dengan inhibitor serine protease seperti α1-antichymotrypsin,

α1-protease inhibitor, dan α2-macroglobulin. 10%-30% dari PSA total (tPSA)

tidak berikatan dengan protein serum, disebut dengan PSA bebas (free

PSA/fPSA). Rasio fPSA dengan tPSA (fPSA/tPSA) disebut sebagai

persentase fPSA. Beberapa penelitian menunjukkan adanya persentase

fPSA yang lebih rendah pada pasien dengan kanker prostat. Hal ini dapat

digunakan sebagai pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mendeteksi

kanker prostat. Partin, dkk melaporkan bahwa f/tPSA pada serum dapat

lebih akurat dalam membedakan kanker prostat dengan penyakit

nonmalignansi sehingga dapat menghindari adanya biopsi yang tidak

perlu. Nilai normal f/tPSA yang direkomendasikan adalah 0,2-0,25.

(Amirraouli dkk., 2010).

Akhir-akhir ini terdapat dugaan bahwa PSA merupakan suatu

antigen yang menjadi salah satu pencetus terjadinya proses inflamasi

pada jaringan prostat. Sebuah penelitian pada pasien dengan prostatitis,

ditemukan adanya reaksi CD4 sel T dengan plasma seminal, di mana

antigen yang dikenali berasal dari postat. CD4 sel T pada pasien dengan

prostatitis memberikan respon proliferatif terhadap PSA (Ponniah, 2000).

Sampai saat ini, penyebab prostatitis kronis atau sindrom nyeri pelvis

kronis masih belum diketahui. Sejak lama, infeksi telah digambarkan

sebagai penyebabnya. Namun pada kenyataannya, banyak pasien dengan

kronik prostatitis gagal diterapi dengan obat antibakterial. Hipotesa bahwa

prostatitis kronis atau sindrom nyeri pelvis kronis merupakan sebuah

Page 28: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

28

penyakit autoimun didukung oleh beberapa hasil observasi. Pertama,

sifatnya yang kronis, berulang dan episodik konsisten dengan penyebab

autoimun. Kedua, umumnya pada jaringan prostat ditemukan infiltrat dari

sel-sel inflamasi. Penyebab adanya infiltrat tersebut, dan implikasi dari

keberadaannya masih belum diketahui dengan pasti. Yang ketiga, telah

dibuktikan bahwa CD4 sel T pada pasien dengan prostatitis kronis atau

dengan sindrom nyeri pelvis kronis memberikan respon proliferatif

terhadap plasma seminal. Terakhir, didapatkan bahwa sitokin proinflamasi

TNF-α dan IL-1β meningkat pada cairan semen pada pria dengan

prostatitis kronis bila dibandingkan dengan pria normal (Ponniah, 2000).

Penelitian mengenai antigen pada prostat yang dapat menjadi target

respon dari T limfosit muncul dari penelitian mengenai imunoterapi pada

kanker prostat. Pertanyaan utamanya adalah apakah imunoterapi dapat

memberikan perbaikan pada penanganan prostatitis dan kanker prostat

(Ponniah, 2000).

2.4. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi saluran kemih (ISK) adalah sebuah istilah untuk berbagai

kondisi klinis yang bervariasi, mulai dari adanya bakteri pada urin tapa

disertai gejala, sampai infeksi berat pada ginjal yang disertai sepsis. ISK

merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling umum. Diperkirakan

terdapat 150 juta pasien didiagnosa dengan ISK per tahunnya. (Nguyen,

2012).

Page 29: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

29

Dalam keadaan normal, urin bersifat steril. Saluran kemih terdiri dari

ginjal, system pengaliran (kaliks, pyelum, dan ureter), dan kandung kemih

(penyimpanan urin). Pada wanita, urin keluar dari kandung kemih melalui

uretra yang bermuara dekat dengan vagina. Pada pria, urin keluar dari

kandung kemih ke uretra melewati jaringan prostat. (Shoskes, 2011).

Ada beberapa istilah penting dalam membahas ISK. Kontaminasi

adalah adanya organisme yang ada akibat proses pengambilan sampel

atau pada saat proses berkemih. Kolonisasi adalah adanya organisme

dalam urin, namun tidak menyebabkan gejala (bakteriuria asimptomatik).

Dikatakan infeksi saluran kemih bila terdapat reaksi atau respon dari tubuh

terhadap kuman patogen pada saluran kemih. (Shoskes, 2011).

ISK tanpa komplikasi terjadi pada pasien dengan saluran kemih yang

normal. Dikatakan terkomplikasi apabila terdapat infeksi dengan kondisi

yang memungkinkan terjadinya peningkatan bakteri dan penurunan

efektivitas terapi, di mana terdapat salah satu dari kondisi berikut:

- saluran kemih yang abnormal (BPH, batu, neurogenic bladder, dan

sebagainya)

- gangguan kekebalan tubuh

- bakteri multi-drug resistant

Sebagian besar ISK disebabkan oleh naiknya bakteri dari area

periuretra. Terjadinya ISK akibat penyebaran hematogen jarang terjadi,

biasanya disebabkan oleh Staphylococcus aureus, Candida sp,

dan Mycobacterium tuberculosis, dan lebih sering terjadi pada pasien

Page 30: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

30

dengan gangguan kekebalan dan pada neonatus. Sebagian besar ISK

disebabkan oleh spesies bakteri tunggal, setidaknya 80% disebabkan oleh

E. coli. Bakteri penyebab lain yang lebih jarang ditemukan adalah

Klebsiella, Proteus, dan Enterobacter. ISK yang didapat dari lingkungan

rumah sakit, organisme penyebab lebih bervariasi, termasuk di antaranya

Pseudomonas and Staphylococcus. (Nguyen, 2012).

Faktor resiko terjadi ISK (Shoskes, 2011) :

- Aliran urin yang menurun, dapat terjadi karena adanya obstruksi

(BPH, ca prostat, striktur uretra, batu), neurogenic bladder, asupan

cairan yang kurang

- Kolonisasi, akibat aktivitas seksual, spermisida, penurunan kadar

estrogen, obat antimikroba

- Peningkatan kuman, akibat kateterisasi, inkontinensia urin, urin

residu

Diagnosa ISK terkadang sulit ditegakkan dan bergantung pada

pemeriksaan urinalisis dan kultur urin. Pada pemeriksaan urinalisis,

adanya sel darah putih lebih dari tiga per lapangan pandang

mengindikasikan adanya infeksi. Nitrit pada urin diproduksi dari reduksi

nitrat oleh bakteri gram negatif. Gold standard untuk mengidentifikasi ISK

adalah pemeriksaan jumlah bakteri dari kultur urin. Urin harus diambil dan

ditempatkan di wadah steril dan secepatnya dilakukan pemeriksaan kultur.

Apabila pemeriksaan tidak dapat dilakukan dengan cepat, maka urin dapat

disimpan dalam pendingin sampai 24 jam. Bahan kemudian didilusi dan

Page 31: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

31

disebarkan dalam plat kultur. Masing-masing bakteri akan membentuk

koloni, jumlah koloni dihitung disesuaikan per milimeter urin (CFU/mL).

Secara umum, jumlah koloni >100.000 CFU/mL dapat menegakkan ISK

dan menyingkirkan kontaminasi, namun beberapa studi menunjukkan

bahwa kultur urin pada pasien ISK yang signifikan secara klinis dapat

menunjukkan jumlah koloni <100.000 CFU/mL. (Nguyen, 2012).

Pemakaian kateter urin menjadi salah satu faktor yang dapat memicu

terjadinya infeksi pada saluran kemih, termasuk reaksi inflamasi pada

jaringan prostat. Pemakaian kateter urin menurut Strategy for the Control

of Antimicrobial Resistance in Ireland (SARI, 2011) adalah intervensi untuk

mengosongkan kandung kemih dengan cara memasukkan kateter.

Pemakaian kateter urin dikategorikan menjadi jangka pendek (kurang dari

atau sama dengan 28 hari) dan jangka panjang (lebih dari 28 hari).

Sementara menurut panduan dari Infectious Diseases Society of America,

dikatakan jangka pendek bila pemakaian kateter urin kurang dari 30 hari,

dan jangka panjang bila pemakaian lebih atau sama dengan 30 hari

(Hooton, dkk. 2010).

Pembentukan biofilm pada permukaan kateter merupakan faktor yang

paling berperan untuk terjadinya bakteriuria. Biofilm adalah material

organik yang terbentuk dari pertumbuhan koloni mikroorganisme yang

memproduksi substansi mukopolisakarida ekstra seluler. Biofilm ini mulai

terbentuk dari sejak pertama kali kateter dimasukkan, di permukaan dalam

dan luar dari kateter. Organisme yang tumbuh dalam biofilm relatif

Page 32: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

32

terlindung dari antimikroba dan mekanisme perlindungan tubuh (Nicolle,

2014).

Setelah terjadi kolonisasi periuretra, pathogen urin memiliki akses

menuju kandung kemih melalui uretra, menuju ginjal melalui ureter, dan

menuju prostat melalui duktus ejakulatorius. Uretra dan ureterovesicle

junction adalah mekanisme pertahanan yang mencegah naiknya kuman

pathogen. Di dalam kandung kemih, organisme berkembang dan

bertambah, membuat koloni pada mukosa buli, dan menginvasi

permukaan mukosa. Beberapa mekanisme buli dalam mencegah

bakteriuria adalah (Najar, 2009):

1.Mukopolisakarida yang melapisi epitel buli sehingga mencegah

kolonisasi.

2.Protein Tamm-Horsfall yang merupakan komponon uromucoid

melekat pada P-fimbria dan mencegah kolonisasi.

3.Aliran urin dan kontraksi buli yang mencegah terjadinya stasis urin

dan kolonisasi.

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan salah satu penyebab yang

paling umum pada infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan, di

mana 80% di antaranya berhubungan dengan pemakaian kateter urin.

Penelitian prospektif pada 100 pasien, yang dilakukan oleh Jayakumar, dkk

(2011), 32% didapatkan pertumbuhan kuman dari kultur urin pada hari

kelima, sementara 68% tidak didapatkan pertumbuhan kuman pada urin

sampai hari ketujuh.

Page 33: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

33

2.5 Prostatitis

Prostatitis adalah reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat

disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri. Untuk menentukan penyebab

suatu prostatitis, diambil sampel urin dan getah kelenjar prostat melalui uji

4 tabung yang dilakukan oleh Meares (1976).

Uji 4 tabung terdiri atas :

1. 10 cc pertama, contoh urine yang dikemihkan pertama kali (VB1)

yang dimaksudkan untuk menilai keadaan mukosa uretra.

2. Urine porsi tengah (VB2), yang dimaksudkan untuk menilai mukosa

kandung kemih.

3. Getah prostat yang dikeluarkan melalui masase prostat atau

expressed prostatic secretion (EPS), yang dimaksud untuk menilai

keadaan kelenjar prostat.

4. Terakhir, urine yang dikemihkan setelah masase prostat.

Keempat contoh itu dianalisis secara mikroskopik dan dilakukan kultur

untuk mencari kuman penyebab infeksi.

Page 34: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

34

Gambar 2.7. Teknik Pemeriksaan Empat Tabung (Nguyen, 2012).

National Institute of Health (NIH) memperkenalkan klasifikasi

prostatitis dalam 4 kategori yaitu (Krieger, 2008) :

1. Kategori I, prostatitis bakterial akut

2. Kategori II, prostatitis bakterial kronis

3. Kategori III, prostatitis non bakterial kronis atau sindroma pelvik

kronis. Pada kategori ini terdapat keluhan nyeri dan perasaan tidak

nyaman pada daerah pelvis yang telah berlangsung selama 3 bulan.

Kategori ini dibagi menjadi 2 subkategori yaitu, (IIIA) sindroma

pelvik kronis dengan inflamasi dan (IIIB) yaitu sindroma pelvik

kronis tanpa inflamasi.

4. Kategori IV, prostatitis inflamasi asimtomatik

Page 35: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

35

2.5.1 Prostatitis Bakterial Akut

Prostatitis bakterial akut adalah inflamasi pada prostat yang

berkaitan dengan ISK. Diperkirakan infeksi diakibatkan oleh adanya infeksi

uretra yang naik ke atas atau refluks dari urin yang terinfeksi pada buli-buli.

Invasi bakteri menyebabkan leukosit (polimorfonuklear, limfosit, sel

plasma, dan makrofag) terlihat di sekitar sel acinus pada prostat. Sering

terjadi edema dan hyperemia pada sel stroma prostat. Pada infeksi yang

berkepanjangan, dapat ditemukan gambaran nekrosis pada bermacam

derajat dan pembentukan abses. (Nguyen, 2012).

Prostatitis bakterial akut lebih sering terjadi pada laki-laki dewasa,

merupakan diagnosis urologi yang paling umum pada pria di bawah 50

tahun. Gejala umum berupa demam, menggigil, lemas, nyeri sendi, nyeri

otot, nyeri pada punggung bawah atau perineal. Gejala saluran kemih

berupa frekuensi, urgensi, dan disuria. Retensi urin dapat terjadi akibat dari

pembengkakan prostat. Pada pemeriksaan colok dubur, teraba kelenjar

prostat membesar, ireguler dan hangat, disertai dengan nyeri. Hasil

urinalisa menunjukkan adanya sel darah putih dan terkadang sel darah

merah. Pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis. PSA level

biasanya meningkat.

Diagnosa prostatitis ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskopis

dan kultur cairan prostat, uji 4 tabung. Namun pada prostatitis bakterial

akut, masase prostat tidak disarankan karena nyeri dan dapat

menyebabkan bakteremia. Kateter urin melalui uretra juga sebaiknya

Page 36: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

36

dihindari. (Nguyen, 2012).

Kuman penyebab paling sering adalah kuman E. coli. Bakteri gram

negatif lain yang menyebabkan adalah Proteus, Klebsiella, Enterobacter,

Pseudomonas, dan Serratia. (Nguyen, 2012). Terapi diberikan antibiotika

yang sensitif terhadap kuman penyebab infeksi dan bila perlu pasien harus

dirawat di rumah sakit guna pemberian obat secara parenteral. Antibiotika

yang dipilih adalah golongan fluroquinolone, trimetoprim–sulfametoksazol

dan golongan aminoglikosida. Setelah keadaan membaik antibiotika per

oral diteruskan hingga 30 hari. (Murphy, 2009).

Jika terjadi gangguan miksi sampai menimbulkan retensi urin,

sebaiknya dilakukan pemasangan kateter suprapubik karena dalam

keadaan ini tindakan pemasangan kateter transuretra kadang-kadang sulit

dan akan menimbulkan infeksi (Murphy, et al., 2009).

2.5.2 Prostatitis bakterial kronis

Prostatitis bakterial kronis terjadi karena adanya infeksi saluran

kemih yang sering berulang. Gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah

disuria, urgensi frekuensi, nyeri perineal dan kadang-kadang nyeri saat

ejakulasi atau hematospermi. Pada pemeriksaan colok dubur mungkin

teraba krepitasi yang merupakan tanda dari suatu kalkulosa prostat.

Uji 4 tabung tampak pada EPS dan VB3 didapatkan kuman yang lebih

banyak daripada VB1 dan VB2, di samping itu pada pemeriksaan

mikroskopik pada EPS tampak oval fat body.

Page 37: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

37

Pada prostatitis bakterial akut, hampir semua antibiotika dapat

menembus dinding plasma epitelium dan masuk ke dalam sel-sel kelenjar

prostat, tetapi pada infeksi kronis tidak banyak jenis antibiotika yang dapat

menembus dinding tersebut. Jenis antimikroba yang dapat digunakan

adalah trimetoprim–sulfametoksasol, doksisiklin, minosiklin, karbenisilin

dan fluoroquinolone Antimikroba diberikan dalam jangka lama hingga

pemeriksaan kultur ulangan tidak menunjukkan adanya kuman (Murphy et

al, 2009).

2.5.3 Prostatitis non bakterial

Sesuai dengan klasifikasi dari NIH, kategori III dibagi menjadi 2

subkategori, yaitu IIIA (prostatitis non bakterial dengan inflamasi) dan IIIB

(prostatitis non bakterial tanpa inflamasi). Prostatitis non bakterial adalah

reaksi inflamasi kelenjar prostat yang belum diketahui penyebabnya

(Krieger, 2008). Beberapa faktor yang dikemukakan menjadi peyebab

prostatitis non bakterial atau nyeri pelvis kronis adalah infeksi, autoimun,

penyakit neurologi dan penyakit psikiatri (Murphy, dkk. 2009).

Sindrom metabolik juga dikatakan sebagai salah satu faktor yang

mencetuskan terjadinya inflamasi pada prostat. Kupelion dkk (2008) dan

Ozden (2007) menyatakan bahwa pasien dengan sindrom metabolik

secara signifikan berhubungan dengan kadar testosteron yang rendah, dan

memiliki nilai PSA yang lebih tinggi (Gorbachinsky, 2010). Jaringan

adiposa mensekresi berbagai macam substansi bioaktif yang dikenal

Page 38: Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) BPH merupakan tumor ... II.pdfBPH memiliki resiko 4x lipat lebih besar dibandingkan dengan yang normal. (Cooperberg, 2013). 2.1.2 Anatomi Prostat

38

sebagai adipositokin, yang dapat menyebabkan resistensi insulin dan

memiliki efek proinflamasi. Ditemukan juga peningkatan kadar sitokin

termasuk resistin, leptin, TNF-α, IL-6, CRP, fibrinogen, dan inhibitor aktivator

plasminogen 1 (PAI-1) pada pasien dengan obesitas (De Nunzio, 2012).