28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud Membuat peta deliniasi structural rapat, structural renggang, fluvial, dan denudasional Menghitung persen kelerengan dan menganalisis menggunakan klasifikasi Van Zuidam, (1983) Membagi satuan peta topografi berdasar perbadaan kerapatan kontur (perbedaan sudut lereng). Membuat sayatan topografi yang melewati semua satuan yang ada Menentukan tata guna lahan. 1.2 Tujuan Mampu membuat peta deliniasi structural rapat, structural renggang, fluvial, dan denudasional Mampu menghitung persen kelerengan dan menganalisis menggunakan klasifikasi Van Zuidam, (1983). Mampu membagi satuan peta topografi berdasar perbadaan kerapatan kontur (perbedaan sudut lereng). 1

Bentang Alam Fluvial

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Salah satu Bentang Alam yang ada yaitu Bentang Alam Fluvial. Proses proses fluviatil meliputi Erosi, transportasi, dan sedimentasi. Contoh Pola Pengaliran yaitu dendritik, rectangular, radial

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Maksud Membuat peta deliniasi structural rapat, structural renggang, fluvial, dan denudasional Menghitung persen kelerengan dan menganalisis menggunakan klasifikasi Van Zuidam, (1983) Membagi satuan peta topografi berdasar perbadaan kerapatan kontur (perbedaan sudut lereng). Membuat sayatan topografi yang melewati semua satuan yang ada Menentukan tata guna lahan.1.2 Tujuan Mampu membuat peta deliniasi structural rapat, structural renggang, fluvial, dan denudasional Mampu menghitung persen kelerengan dan menganalisis menggunakan klasifikasi Van Zuidam, (1983). Mampu membagi satuan peta topografi berdasar perbadaan kerapatan kontur (perbedaan sudut lereng). Mampu membuat sayatan topografi yang melewati semua satuan yang ada. Mampu menentukan tata guna lahan.1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum LaboratoriumTempat: Ruang Seminar Lt. 3, Gedung Pertamina Sukowati .Hari/tanggal: Rabu, 26 Maret 2014Waktu: 18.30-20.30 WIB

BAB IIDASAR TEORI

2.1 Proses FluviatilBentang alam fluvial merupakan satuan geomorfologi yang erat hubungannya dengan proses fluviatil. Sebelum lebih jauh membahas tentang bentang alam fluviatil lebih dahulu dibahas pengertian tentang proses fluviatil. Proses fluviatil adalah semua proses yang terjadi di alam, baik fisika maupun kimia yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan bumi, yang disebabkan oleh aksi air permukaan. Di sini yang dominan adalah air yang mengalir secara terpadu/terkonsentrasi (sungai) dan air yang tidak terkonsentrasi (sheet water).2.2 Macam Macam Proses FluviatilProses fluviatil dapat dikelompokkan menjadi tiga macam proses yaitu:1.Proses Erosi Menurut Sukmana, 1979, proses erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah yang disebabkan oleh pergerakan air atau angin. Sedangkan Arsyad, 1982, mendefinisikan proses erosi sebagai peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atu bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain.Menurut Holy, 1980, berdasarkan agen penyebabnya, agen penyebab erosi dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu erosi oleh air, erosi oleh angin, erosi oleh gletser dan erosi oleh salju. Dalam bentang alam ini, agen penyebab erosi yang paling dominan adalah air.2.Proses TransportasiProses transportasi adalah proses perpindahan/pengangkutan material yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi. Sungai mengangkut material hasil erosinya dengan berbagai cara, yaitu:a. Traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.b. Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara menggelinding di dasar sungai.c. Saltasi, yaitu material terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungaid. Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan bercampur dengan air sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.e. Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan memben-tuk larutan kimia.3. Proses SedimentasiAdalah proses pengendapan material karena aliran sungai tidak mampu lagi mengangkut material yang di bawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang, maka material yang berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru kemudian material yang lebih halus dan ringan.Bagian sungai yang paling efektif untuk proses pengendapan ini adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena biasanya pada bagian kelokan ini terjadi pengurangan energi yang cukup besar.Ukuran material yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke arah hilir, energi semakin kecil, material yang diendapkan pun semakin halus.2.3 Pola PengaliranBentuk-bentuk tubuh air disebut sebagai pengaliran (drainage) meliputi danau, laut, sungai, rawa dan sejenisnya. Melalui erosi dan penimbunan (deposisi) yang dilakukan oleh air yang mengalir secara terus menerus, maka dapat menyebabkan perubahan dan perkembangan dari tubuh air tersebut.Satu sungai atau lebih beserta anak sungai dan cabangnya dapat membentuk suatu pola atau sistem tertentu yang dikenal sebagai pola pengaliran (drainage pattern). Pola ini dapat dibedakan menjadi beberapa macam variasi bergantung struktur batuan dan variasi lotologinya. a. Pola Pengaliran Rectangular Adalah pola pengaliran di mana anak-anak sungainya membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utamanya. Pola ini biasanya terdapat pada daerah patahan yang bersistem teratur.b. Pola pengaliran dendriticAdalah pola pengaliran berbentuk seperti pohon dan cabang-cabangnya yang berarah tidak beraturan. Pola ini berkembang pada daerah dengan batuan yang resistensinya seragam, lapisan sedimen mendatar, batuan beku massif, daerah lipatan, dan daerah metamorf yang kompleksc. Pola pengaliran sejajar/parallelAdalah pola pengaliran yang arah alirannya sejajar. Pola ini berkembang pada daerah yang lerengnya mempunyai kemiringan nyata, dan batuan-nya bertekstur halus.d. Pola pengaliran trellisadalah pola pengaliran yang berbentuk seperti daun dengan anak-anak sungai sejajar, sungai utamanya biasanya memanjang searah dengan jurus perlapisan batuan. Pola ini banyak dijumpai pada daerah patahan atau lipatan.e. pola pengaliran radialAdalah pola pengaliran yang arah-arah pengalirannya menyebar ke segala arah dari uatu pusat. Umumnya berkembang pada daerah dengan struktur kubah stadia muda, pada kerucut gunungapi, dan pada bukit-bukit yang berbentuk kerucut.f. pola pengaliran annularAdalah pola pengaliran di mana sungai atau anak sungainya mempunyai penyebaran yang melingkar, sering dijumpai pada daerah kubah berstadia dewasa.g. pola pengaliran multi basinalDisebut juga sink hole, adalah pola pengaliran yang tidak sempurna, kadang tampak kadang hilangyang disebut sebagai sungai bawah tanah, pola ini bekembang pada daerah karst atau batugamping.2.3 Genesa Pembentukan lembah SungaiSiklus lembah sungai dibagi menjadi tiga tingkatan (stadia) yaitu muda dewasa dan tuaA. stadia muda, dicirikan oleh:- biasanya di daerah hulu- sungai sangat aktif, erosi berlangsung cepat- erosi vertikal lebih kuat daripada erosi lateral- lembah sungai mempunyai profil berbentuk V- gradien sungai curam, terdapat jeram dan air terjun- anak sungai sedikit dan kecil- aliran sungai deras (energi pengangkutan besar)- bentuk sungai relatif lurusB. stadia dewasa, ditandai oleh:- kecepatan aliran mulai berkurang- gradien sungai sedang, tidak terdapat jeram dan air terjun- mulai terbentuk dataran banjir dan tanggul alam- erosi lateral (ke samping) lebih kuat dari erosi vertical- mulai terbentuk meander sungai- pada tingkat ini sungai mencapai kedalaman paling besarC. stadia tua, ditandai oleh:- kecepatan aliran semakin berkurang- lebih banyak sedimentasi daripada erosi- berkembang di daerah hilir- banyak terbentuk sungai meander, danau tapal kuda dan tanggul alam- terjadi pelebaran lembah walaupun sangat lembat

BAB IIIMETODOLOGI

3.1. Praktikum Laboratorium3.1.1. Alat dan Bahana. Peta Topografi Untuk mengetahui ketinggian suatu tempat dengan bantuan garis kontur, serta menentukan delineasi, pola pengaliran sungai dan jalan.b. Kertas Milimeter Block Sebagai media menggambar profil eksagrasi sayatan peta topografi daerah vulkanik.c. Kertas Kalkir Sebagai media mewarnai dan menggambar pola pengaliran serta jalan di daerah vulkanik pada peta topografi. d. Pensil WarnaAlat untuk mewarnai delineasi dan membuat pola pengaliran serta jalan dari peta topografi daerah vulkanik.e. Alat Tulis Standar (Pensil, Pulpen, Penghapus, Penggaris) Sebagai alat untuk menggambar sayatan peta topografi dan menggambar di kertas kalkir.f. Selotip Sebagai alat bantu untuk menempelkan kertas kalkir pada peta topografi.g. Kalkulator Sebagai alat bantu menghitung persen kelerengan daerah vulkanik.

3.2. Diagram Alir Praktikum3.2.1. Delineasi dan MorfometriMulai

Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan(peta topografi, kertas kalkir, pensil warna, selotip)

Meletakkan kertas kalkir di atas peta topografi, rekatkan dengan selotip

Mewarnai daerah structural rapat dengan warna ungu, renggang dengan warna ungu muda, fluvial dengan warna hijau, dan denudasional dengan warna coklat

Membuat sayatan pada 5 garis kontur disetiap masing masing satuan, serta diukur panjang sayatan

Menghitung persen kelerengan pada tiap sayatan, kemudian dicari rata rata. Lalu hitung beda ketinggian

Gunakan data yang telah didapat lalu analisis menggunakan klasifikasi Van Zuidam (1983)

Selesai

3.2.2 Profil SayatanMulai

Buat garis sayatan sepanjang 30 cm pada peta topografi dengan melewati satuan structural rapat, structural renggang, fluvial, dan denudasional

SelesaiPlot titik titik yang telah diketahui ketinggiannya pada millimeter block. Kemudian hubungkan titik titik tersebut sehingga membentuk garis relief daratanHitung ketinggian pada garis kontur yang dilewati oleh sayatan, menggunakan perbedaan interval konturIK = x25000 = 12,5Buat hasil sayatan pada millimeter block dengan profil exagrasi. Pada skala horizontal ialah 1:25000 dan skala vertical ialah 1:12500

BAB IVPERHITUNGAN MORFOMETRI

4.1 Fluvial 4.1.1 % LerengMasing masing sayatan yang memotong garis kontur dihitung persen kelerengannya dengan menggunakan rumus :

% Lereng= h/ d 100 %

Keterangan :d = panjang garis 25000 IK= 25000 = 12,5 cmh= 1 12,5 = 12,5 cm

Diperoleh hasil sebagai berikut : Sayatan 1= Sayatan 2= Sayatan 3= Sayatan 4= Sayatan 5= Jumlah = 44,5 % Rata-rata % lereng = 8,91 %

4.1.2 Beda TinggiDari perhitungan garis kontur pada peta topografi dapat diketahui beda tinggi pada daerah fluvial dengan cara mencari selisih tinggi maksimal-tinggi minimum yaitu: Beda Tinggi 214-128 = 86 m

4.2 Struktural Rapat 4.2.1 % LerengMasing masing sayatan yang memotong garis kontur dihitung persen kelerengannya dengan menggunakan rumus :

% Lereng= h/ d 100 %

Keterangan :d = panjang garis 25000 IK= 25000 = 12,5 cmh= 5 12,5 = 62,5 cm

Diperoleh hasil sebagai berikut : Sayatan 1= Sayatan 2= Sayatan 3= Sayatan 4= Sayatan 5= Jumlah = 227,07 % Rata-rata % lereng = 45,4 %

4.2.2 Beda TinggiDari perhitungan garis kontur pada peta topografi dapat diketahui beda tinggi pada daerah fluvial dengan cara mencari selisih tinggi maksimal - tinggi minimum yaitu: Beda Tinggi 770 - 500 = 270 m

4.3 Struktural Renggang 4.3.1 % LerengMasing masing sayatan yang memotong garis kontur dihitung persen kelerengannya dengan menggunakan rumus :

% Lereng= h/ d 100 %

Keterangan :d = panjang garis 25000 IK= 25000 = 12,5 cmh= 5 12,5 = 62,5 cm

Diperoleh hasil sebagai berikut : Sayatan 1= Sayatan 2= Sayatan 3= Sayatan 4= Sayatan 5= Jumlah = 42,72 % Rata-rata % lereng = 8,54 %

4.2.2 Beda TinggiDari perhitungan garis kontur pada peta topografi dapat diketahui beda tinggi pada daerah fluvial dengan cara mencari selisih tinggi maksimal - tinggi minimum yaitu: Beda Tinggi 375 - 204 = 171 m

BAB VPEMBAHASANPada hari Rabu tanggal 26 Maret 2014 kami melakukan praktikum Geomorfologi dengan acara Bentang Alam Fluvial. Dalam praktikum tersebut pertama kami melakukan pewarnaan pada peta deliniasi, yang terbagi dalam daerah structural rapat, structural ranggang, daerah fluvial, dan denudasional. Kemudian kami melakukan pewarnaan terhadap pola pengaliran sungai dan jalan. Setelah itu dilakukan perhitungan persen kelerengan pada daerah daerah tersebut. Kemudian yang terahir ialah membuat sayatan pada peta topografi yang melalui daerah structural rapat, renggang, daerah fluvial, dan denudasional5.1 FluvialPada daerah satuan fluvial dilakukan pewarnaan pada peta deliniasi dengan warna hijau. Pewarnaan juga dilakukan terhadap tepian sungai yang menggambarkan tentang dataran banjir. Di daerah tersebut ada beberapa nama sungai yang dilakukan pewarnaan diantaranya ialah Kali Tjomal, Kali Bodjong, Kali Wakung, dan lainnya. Daerah tersebut merupakan daerah fluvial karena daerah tersebut terkena proses fluviatil, atau akibat dari aktivitas air permukaan. Kemudian dilakukan perhitungan morfometri pada daerah tersebut, yang didapatkan hasil persen kelerengan sebesar 8,91%. Dengan hasil tersebut, kemudian dilakukan analisis menggunakan klasifikasi Van Zuidam, (1983) dan didapatkan hasil bahwa daerah tersebut memiliki morfologi berupa daerah bergelombang miring.Pada daerah tersebut, sungai itu memiliki pola pengaliran jenis dendritic. Karena memiliki pola aliran yang berbentuk menyerupai pohon yang bercabang cabang. Pola pengaliran ini dapat terbentuk karena pada saat air mengalir dari sumbernya, terdapat kekar kekar, yang mengakibatkan air masuk ke dalam celahnya sehingga menerobos batuan dan membentuk cabang aliran baru. Selain itu, pola pengaliran dendritic terbentuk karena disebabkan oleh litologi yang ada di sekitarnya. Litologi pada daerah dengan pola pengaliran dendritic yaitu cenderung seragam, dan berupa batuan yang sifat nya lunak (soft rock) yaitu batuan sedimen. Pada peta topografi, terlihat bahwa sungai tersebut terdapat morfologi adanya channel bar dan point bar. Channel bar merupakan endapan yang berada di tengah sungai. Channel bar dapat terebentuk karena beberapa faktor, yaitu karena tepian sungai yang lebar, karena perbedaan kedalaman di tengah sungai. Biasanya sungai tersebut pada bagian tengahnya dangkal. Selain itu dapat terjadi pula karena mungkin saat banjir, air membawa material yang cukup besar, yang kemudian kehilangan energi angkut, sehingga material tersebut terendapkan di tengah sungai. Lalu terdapat material lain yang ikut tersangkut, dan terendapkan di tengah sungai. Sehingga membentuk endapan yang cukup besar yang ada di tengah sungai. Kemudian setelah dilihat dari ciri cirinya ditemukan adanya meander, cabang cabang sungai dan dilihat dari bentuk sungai yang cukup lebar, maka dapat diinterpretasikan bahwa sungai tersebut termasuk ke dalam stadia dewasa.5.2 DenudasionalPada pembuatan peta deliniasi, daerah denudasional diberi warna coklat. Daerah yang merupakan satuan denudasional ini meliputi Bandjaranjar, Randudongkal, Karangmontjol, Sumurkidang, dan lainnya. Daerah itu disebut denudasional karena daerah tersebut terlihat adanya hasil dari aktivitas manusia, atau sebagai daerah yang digunakan sebagai masyarakat beraktivitas. Hal tersebut dapat dilihat pada peta topografi yang ditemukan adanya jalan raya maupun jalan kecil yang digunakan sebagai akses manusia. Selain itu juga terdapat garis garis yang lurus atau tegas, yang menjadi batas antara daerah satu dengan yang lainnya. Pada daerah denudasional, terlihat bahwa daerah tersebut terdapat pada kontur yang sangat renggang. Hal ini menandakan bahwa daerah tersebut memiliki ketinggian yang relatif datar. Sehingga sangat cocok digunakan sebagai areal pemukiman warga. Karena daerahnya yang datar, dapat digunakan warga untuk beraktivitas dengan mudah.Daerah denudasional dapat terbentuk karena adanya erosi yang terjadi pada sebuah dataran sehingga menyebabkan daerah tersebut tidak sebagai daerah dataran yang terjal. Erosi mengakibatkan hilangnya sebagian permukaan tanah sehingga tanah menjadi memiliki ketinggian yang relatif sama. Karena adanya proses tersebut maka manusia memanfaatkannya sebagai areal pemukiman, dan tempat masyarakat beraktivitas. Pada daerah tersebut memiliki tata guna lahan sebagai areal pemukiman warga, persawahan, perkebunan, akses jalan, dan sebagainya. 5.3 Struktural RapatPada daerah structural rapat, dibuat pada peta deliniasi dengan warna ungu tua. Daerah yang diwarnai dengan ungu tua menggambarkan bahwa daerah tersebut memiliki kontur yang rapat, dan daerah yang terjal. Daerah structural rapat meliputi Gunung Wisnu, Gunung Wadasgumantung, Djangkung, Gunung Djenggol, Igir Sebenda, dan lainnya. Kemudian pada daerah ini dilakukan pehitungan persen kelerengan yang didapatkan hasil sebesar 45,4%. Selain itu juga dihitung beda tinggi dengan mencari selisih antara Top Hill dan Down Hill yang didapatkan hasil sebesar 270 m. Dari kedua data tersebut, kemudian dilakukan analisis menggunakan klasifikasi Van Zuidam, (1983) dan hasilnya diketahui bahwa daerah tersebut memiliki morfologi berupa daerah berbukit terjal. Ini merupakan salah satu alasan mengapa daerah ini disebut sebagai structural rapat. Pada daerah structural rapat, terdapat sungai sungai yang mengalirinya, yang memiliki pola pengaliran dendritic. Karena pada peta terlihat bahwa sungai tersebut mengalir dan memiliki anakan sungai yang bercabang, yang menyerupai cabang pohon. Pola pengaliran ini terbentuk karena adanya kekar yang menimbbulkan celah sempit sehingga air mudah masuk dan menerobos, lalu membentuk cabang sungai baru. Sungai tersebut termasuk ke dalam stadia dewasa. Karena menurut interpretasi saya sungai tersebut sudah mulai memiliki cabang cabang, yang merupakan penciri sungai stadia dewasa. Pada daerah tersebut dapat di interpretasikan bahwa daerah tersebut memiliki litologi berupa batuan beku dan batuan sedimen. Batuan beku tersebut merupakan hasil dari material vulkanik yang juga menyusun daerah perbukitan tersebut. Selain itu juga terdapat batuan sedimen yang juga menjadi salah satu faktor pendukung terbentuknya sungai dengan pola pengaliran dendritic. Pada daerah seperti ini biasanya dapat ditemukan banyak sekali kekar atau rekahan yang paling banyak ditemukan di daerah sungai. Karena kekar merupakan salah satu faktor terbentuknya cabang sungai.Daerah dengan structural rapat memiliki tata guna lahan sebagai daerah untuk tempat wisata, atau untuk berjalan jalan. Karena letaknya yang tidak terlalu jauh dari pemukiman warga, bisa jadi daerah ini menjadi tempat warga berekreasi.5.4 Struktural RenggangPada daerah structural renggang dibuat peta deliniasi dengan diberi warna ungu muda. Daerah dengan warna ungu muda memiliki kontur yang cukup renggang, sehingga dapat dikatakan bahwa daerah tersebut lebih landai. Daerah yang termasuk ke dalam structural renggang meliputi Genitri, Mritja, Simaling, Bulakan dan lainnya. Kemudian pada daerah tersebut juga dilakukan perhitungan morfometri yang dicari persen kelerengannya yang didapatkan hasil sebesar 8,54% dan beda tinggi sebesar 171 m. Dengan data tersebut kemudian dilakukan analisis menggunakan klasifikasi Van Zuidam, (1983) dan didapatkan kesimpulan bahwa daerah tersebut memiliki morfologi berupa daerah bergelombang miring hingga berbukit bergelombang. Dengan diketahui morfologi tersebut juga menjadi alasan bahwa daerah tersebut termasuk kedalam structural renggang. Pada daerah tersebut juga memiliki pola pengaliran sungai berupa dendritic, karena alirannya yang cabangnya menyerupai cabang pohon. Pada sungai yang ada pada daerah tersebut juga termasuk ke dalam stadia dewasa, karena ditemukan adanya cabang cabang sungai yang menjadi pencirinya. Pada daerah ini biasanya terdapat litologi berupa batuan beku dan sedimen. Batuan tersebut biasanya berukuran relative lebih kecil dan bentuknya yang lebih membundar. Karena telah tertransportasi cukup jauh. Daerah tersebut juga biasanya dapat ditemukan struktur berupa kekar atau bahkan patahan. Struktur kekar juga menjadi salah satu penyebab terbentuknya sungai. Pada daerah itu memiliki tata guna lahan sebagai areal persawahan, perkebunan dan perumahan penduduk. Karena daerah yang relative landau, sehingga sangat cocok untuk digunakan manusia dalam beraktivitas, dan menjadi tempat tinggal.5.5 Korelasi antara Satuan Fluvial, Denudasional, Struktural Rapat, dan Struktural Renggang Pada peta topografi tersebut terlihat bahwa daerah yang ada pada peta tersebut terdapat korelasi yang berhubungan setelah dilakukan analisis. Pada daerah structural rapat telah diketahui bahwa daerah tersebut merupakan daerah yang cukup terjal dan curam. Sehingga pada daerah tersebut tidak ditemukan adanya perumahan, maupun jalan yang digunakan oleh masyarakat untuk beraktivitas sehari hari. Pada daerah dengan structural rapat juga ditemukan banyak sungai sungai kecil yang menjadi sumber air yang kemudian sungai sungai tersebut berkumpul di daerah yang memiliki kontur renggang dan menjadi sebuah sungai yang besar. Sungai yang besar terletak di daerah dekat pemukiman yang dapat menjadi sumber air bagi warga setempat. Kemudian pada daerah structural renggang mulai ditemukan adanya jalan raya dan perumahan penduduk. Karena daerah yang relative lebih landau, sehingga dapat digunakan sebagai areal pemukiman dan persawahan. Setelah itu pada satuan denudasional terlihat bahwa satuan tersebut terletak di daerah yang sangat landau, sehingga mudah untuk dibangun areal perumahan dan tempat masyarakat beraktivitas. Pada daerah tersebut juga terdapat sungai yang cukup besar yang aliran airnya berasal dari daerah structural rapat. Pada daerah denudasional ditemukan banyak jalan raya yang menjadi akses warga untuk berpergian.

BAB VIPENUTUP

6.1 KesimpulanPada praktikum yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Pada peta topografi tersebut dapat dibuat peta deliniasi yang terbagi atas daerah dengan structural rapat yang diberi warna ungu, structural renggang warna ungu muda, fluvial warna hijau, dan denudasional warna coklat. Pada daerah structural rapat dihasilkan persen kelerengan sebesar 45,4% dan beda tinggi sebesar 270 m, maka termasuk ke dalam morfologi berbukit terjal. Pada structural renggang memiliki persen kelerengan 8,54% dan beda tinggi 171 m, maka termasuk ke dalam morfologi berbukit bergelombang, dan pada fluvial persen kelerengan sebesar 8,91% dan beda tinggi 86m maka termasuk kedalam bergelombang miring hingga berbukit bergelombang.Pada satuan rapat tata guna lahan sebagai daerah tempat wisata, pada structural renggang sebagai areal persawahan dan pemukiman, fluvial sebagai sumber air, dan denudasional sebagai pemukiman penduduk6.2 SaranSetelah melakukan praktikum dan analisa, maka terdapat beberapa saran bagi para penduduk sekitar daerah tersebut. Untuk daerah yang memiliki structural rapat dapat digunakan sebagai tempat wisata atau mendaki gunung, lalu untuk daerah structural renggang dapat digunakan sebagai areal persawahan dan perkebunan, daerah fluvial dapat digunakan sebagai saluran irigasi, sumber air, PLTA dan lainnya. Kemudian daerah denudasional sebagai areal pemukiman.

DAFTAR PUSTAKA

http://aryadhani.blogspot.com/2009/05/bentang-alam-fluvial.html (Diakses pada hari Rabu tanggal 2 April 2014 pukul 08.00 WIB)

LAMPIRAN20