10
Bentuk – Bentuk Diskriminasi Gender dan Contoh Kasus Berikut ini bentuk – bentuk diskriminasi gender dan contoh kasusnya : 1. Marginalisasi Marginalisasi adalah bentuk diskriminasi gender berupa peminggiran atau proses penyisihan terhadap perempuan, yang terjadi di negara berkembang pada umumnya. Peminggiran terjadi di rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan negara. Pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh prempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki- laki. Contoh kasus : Berdasarkan wawancara kelompok kami dengan ibu pedagang kue dan kripik yang terbuat dari beras pulut pada tanggal 17 Maret 2014 di lingkungan Mesjid Azizi Stabat Langkat, ibu Indah yang berusia 35 tahun sudah berprofesi sebagai penjual jajanan keliling sejak lima tahun terakhir. Bukan hanya ibu Indah yang berprofesi ini, tetapi masih banyak perempuan yang berjualan kue dan kripik yang terbuat dari beras pulut keliling, baik yang berusia muda maupun tua.

Bentuk Bentuk Gender Yana

  • Upload
    seno

  • View
    223

  • Download
    9

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gender

Citation preview

Bentuk Bentuk Diskriminasi Gender dan Contoh Kasus

Berikut ini bentuk bentuk diskriminasi gender dan contoh kasusnya :

1. Marginalisasi

Marginalisasi adalah bentuk diskriminasi gender berupa peminggiran atau proses penyisihan terhadap perempuan, yang terjadi di negara berkembang pada umumnya.Peminggiranterjadidi rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan negara. Pemiskinan atas perempuan maupun laki-laki yang disebabkan jenis kelamin merupakan salah satu bentuk ketidakadilan yang disebabkan gender.Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh prempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh tenaga laki-laki.

Contoh kasus :

Berdasarkan wawancara kelompok kami dengan ibu pedagang kue dan kripik yang terbuat dari beras pulut padatanggal 17 Maret 2014 di lingkungan Mesjid Azizi Stabat Langkat, ibu Indah yang berusia 35 tahun sudah berprofesi sebagai penjual jajanan keliling sejak lima tahun terakhir. Bukan hanya ibu Indah yang berprofesi ini, tetapi masih banyak perempuan yang berjualan kue dan kripik yang terbuat dari beras pulut keliling, baik yang berusia muda maupun tua.

Ibu Indah dan kawan kawannya melakukan pekerjaan ini setiap hari dengan berjalan mengelilingi jalan, gang yang ada di Stabat terutama seputaran mesjid Azizi. Mereka tetap bertahan dengan pekerjaan ini walaupun pendapatan yang minim hal ini disebabkan sulitnya mencari pekerjaan. Pekerjaan ini sudah menjadi pemusatan para perempuan dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya. Dari kasus ini dapat kita simpulkan Ibu Indah dan kawan kawannya mengalami diskriminasi gender berupa marginalisasi yaitu peminggiran terhadap perempuan. Peminggiran disini terlihat dari pemusatan perempuan dalam satu profesi yang memiliki pendapatan rendah. Dan perempuan disini sudah mengalami kemiskinan karena tidak memiliki pekerjaan yang layak dan tidak mencukupi kebutuhan mereka.

2. Subordinasi

Subordinasi pada dasaranya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lainnya.Sudah sejak dahulu ada pandangan yang menempatkan kedudukan dan peran perempuan lebih rendah dari laki-laki.Banyak kasus dalam tradisi, tafsiran ajaran agama maupun dalam aturan birokrasi yang meletakkan kaum perempuan sebagai subordinasi dari kaum laki-laki.Kenyataan memperlihatkan bahwa masih ada nilai-nilai masyarakat yang membatasi ruang gerak terutama perempuan dalam kehidupan.

Contoh kasus :

Perempuan penyapu jalan yang berlokasi di sekitar UNIMED. Pandanganmasyarakat tentang kedudukan perempuan nomor dua dan yang pantas melakukan kegiatan bersih bersih seperti menyapu adalah pekerjaan perempuan. Pandanganyang seperti itu kami akhirnya melakukan observasi di sekitar jalan kampus unimed.Memang dari yang kami teliti pekerjaan tertentu (penyapu jalanan) dilakukan hanyalah oleh kaum perempuan.Jika dikaitkan dengan analisa subordinasi di atas, yang mengatakan laki-laki selalu lebih tinggi dari perempuan memang berkaitan.Dimana pekerjaan menyapu di beberapa tempat pada umumnya mayoritas penyapu jalan adalah dari kaum perempuan.Pekerjaan menyapu sudah membudaya ditujukan kepada pihak perempuan, kaum laki-laki tidak di percayai untuk hal pekerjaan tersebut.Kepercayaan maupun kenyakinan yang menjadi pandangan umum ini masih terus berlangsung, Bahwasanya perempuan lebih cocok atau lebih ideal untuk pekerjaan menyapu jalanan dibanding kaum laki-laki.

Ini tentu sudah jelas mematok pekerjaan tertentu untuk satu jenis kelamin saja.Sudah terjadi subordinasi dikalangan ibu-ibu penyapu tersebut.Subordinasi ini sudah membudaya karena pandangan umum dikalangan masyarakat yang mengharuskan penyapu itu haruslah perempuan.

Ibu-ibu yang kami teliti juga berpendapat yang sama dengan pandangan umum di dalam masyarakat tersebut. Karena sudah lamanya hal itu terbudaya akhirnya keadaan pasrah mereka menerima keadaan yang terus terjadi.Anggapan tadi menimbulkan simbol, bahwa pada umumnya perempuan lah yang idealnya menjadi pekerja domestik (penyapu jalan).Hal ini bisa terbukti karena yang mendominasi pekerjaan penyapu jalan maupun penyapu lainnya adalah perempuan. Namun sebenarnya laki-laki juga bisa melakukan pekerjaan tersebut, tidak seharusnya hanya perempuan yang menjadi penyapu dijalanan atau di tempat-tempat lain.

Padahal seharusnya perempuan diletakkan pada posisi sebagai koordinator dalam urusan kebersihan jalan maupun tempat-tempat umum (publik).Karena perempuan lebih memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kebersihan dan juga keindahan.Jadi untuk urusan dilapangan lebih cocok diberikan kepada kaum laki-laki karena perkerjaan menyapu jalan menuntut untuk memiliki tenaga dan ketahanan fisik yang tinggi seperti yang dimiliki oleh laki-laki.Perempuan hanya mengawasi dan mengarahkan bagian-bagian mana yang perlu dibersihkan dan menciptakan keindahan di jalan maupun di ruangan publik bukan sebagai pekerja lapangan yang dapat menguras banyak tenaga.

3. Stereotipe

Stereotif (citra buruk) adalah pandangan yang keliru terhadap perempuan, dimana pelebelan atau penandaan yang sering sekali bersifat negative secara umum melahirkan ketidakadilan gender.Salah satu stereotif yang berkembang berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin.

Banyak pandangan masyarakat yang melihat sifat dari individu tersebut dari perilaku kehidupannya sehari-hari. Misalnya pada masyarakat desa yang beranggapan negative pada seorang wanita jika ia pulang ke rumah terlalu malam. Karena wanita yang pulang terlalu lama dianggap oleh masyarakat sebagai wanita tuna susila.Padalah anggapan tersebut belum tentu benar dengan kenyataan yang sebenarnya. Bisa saja wanita tersebut pulang malam karena ada pekerjaan yang menuntut ia harus pulang malam dan juga bisa karena adanya hambatan di jalan.Anggapan-anggapan masyarakat yang memandang negative beberapa perilaku ini dapat dikatakan sebagai stereotype.Stereotype muncul dari anggapan masyarakat itu sendiri dan juga karena adanya pengaruh dari adat istiadat setempat.

Contoh kasus :

Bedasarkanpenelitian kami di lapangan Stadion Universitas Negeri Medan pada hari rabu 12 Maret 2014, kami telah mendapatkan sebuah kasusyang berkaitan dengan bentuk-bentuk diskriminasi gender. Disini kami mendapatkan informan yang berkaitan dengan masalah stereotype.Berdasarkan hasil wawancara kami dengan informan ,yang mana ibu ini adalah seorang ibu rumah tangga, dan berjualan di depan Stadion Universitas Negeri Medan.

Disini kami melihat bahwa ibu ini sedang merokok dan juga setelah kami wawancara memang ibuHeni adalah seorang wanita yang sukamerokok. Setiap wanita yang suka merokok dalampandanganmasyarakatyaitu di anggap wanita yang tidak baik.Karena orang yang merokok itu lebih dominan ke hal-hal yang negatif dan tidak baik.Merokok itu juga bagi perempuan dapat mengganggu janin dari perempuan tersebut.Dalam anggapan masyarakat wanita yang suka merokok dianggap preman, jantan atau tomboy karena merokok lebih identik dengan laki-laki.Berbeda halnya dengan pria yang merokok yang selalu diaanggap biasa atau wajar saja bagi sebagian masyarakat.

Memang ibu ini tidak selalu merokok, tetapi ia merokok hanya pada saat sedang stress atau sedang dalam masalah. Disini sebelumnya ibu tersebut telah ditegur oleh petugas satpam UNIMED agar tidak berjualan di sekitas stadion unimed. Kemudian ibu tersebut memohon agar tetap bisa berjualan di wilayah tersebut tetapi tetap juga tidak diperbolehkan dan bahkan barang dangannya hamper diangkut oleh petugas tersebut. Hal ini membuat dirinya merasa stress dan untuk mengungkapkannya atau melampiaskan kekesalannya ia melampiaskannya dengan cara merokok. Stereotype pada ibu ini lagi bertambah karena ia memakai jilbab yang notabenenyamenandakan bahwa ia merupakan seorang yang beragama islam. Seharusnya ia tidak merokokkarena merokok dalam pandangan agama islam dilarang dikarenakan dapat merusak tubuh. Dengan memakai jilbab yang diasosiasikan sebagai seorang muslimah menambah kesan negative kepada ibu tersebut akibat ia merokok tadi.

Sekarang merokok tidak hanya dilakukan oleh kaum pria tetapi pada wanitapun perilaku merokok kini sudah sering dijumpai. Merokok pada kaum wanita pada sebagian masyarakat masih dianggap hal yang tabu atau tidak baik untuk dilakukan. Akan tetapi pada sebagaian masyarakat yang lain wanita yang merokok merupakan hal yang sudah biasa. Hal ini tergantung kepada masyarakat dimana individu tersebut tinggal yang dapat memunculkan kesan-kesan terhada wanita yang merokok itu seperti apa. Jika dalam masyarakat wanita yang merokok itu dianggap biasa saja maka wanita yang merokok tidak dicap negative, tetapi apabila dalam masyarakat wanita yang merokok dianggap tidak baik maka wanita yang merokok itu akan dicap negative. Kembali lagi munculnya anggapan-anggapan negative ini muncul dari kebiasaan dan adat istiadat masyarakat itu sendiri bukan muncul dari anggapan individu sendiri.

4. Violence (Kekerasan)

Berbagai bentuk tindak kekerasan terhadap prempuan sebagai akibat perbedaan muncul dalam berbagai bentuk.Kata kekerasan merupakan terjemahan dari violence artinya suatu serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang.Oleh karena itu kekerasan tidak hanya menyangkut serangan fisik saja seperti perkosaan, pemukulan dan penyiksaan tetapi bersifat non fisik seperti pelecehan seksual sehingga secara emosional terusik.

Pelaku kekerasan bermacam-macam, ada yang bersifat individu, baik di dalam rumah tangga sendiri maupun di tempat umum, ada juga di dalam masayarakat itu sendiri.Pelaku bisa saja suami/ayah, keponakan, sepupu, paman, mertua, anak laki-laki, tetangga, majikan.

Contoh kasus :

Dari informan yang kami temui bahwa ia telah mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Ibu Erna adalah seorang penyapu jalan, ia menyapu jalan di sekitar kawasan unimed dari mulai siang hingga sore hari. Kekerasan yang dialaminya semasa masih menjadi istri telah mengakibatkan perceraian.Ia mengaku bercerai setelah mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan dari suaminya. Sebelumnya ia enggan menceritakan apa yang menyebabkan perceraian itu terjadi.

Penyebab terjadinya perceraian karena ketidak cocokan antara suami dan istri akibat masalah ekonomi.Memang banyak alasan mengapa suami istri itu bisa bercerai tetapi akar dari percerian tersebutpada umumnya di masyarakat adalah masalah ekonomi. Masalah ekonomi menjadi penyebab utama dalam kasus perceraian ini.Disini informan tidak terlalu terbuka dalam menjelaskan bagaimana kekerasan yang dialaminya sehingga mereka bisa bercerai.Namun dari yang kami lihat bahwa gaji suami yang rendah tidak dapat mencukupi kebutuhan keluarga mereka sehingga lama-kelamaan timbul masalah.Setelah itu muncul percekcokan diantara suami istri tersebut dan akhirnya bercerai.

Setelah bercerai ibu ini sekarang menanggung beban sebagai tulang punggung keluarganya.Ia harus menafkahi anak-anaknya agar tetap bisa bertahan hidup. Iamemiliki tiga orang anak yang harus dinafkahinya. Dan dari penuturannya ketiga anaknya sekarang tidak bersekolah lagi akibat malu karena tidak membayar uang sekolah.Padalah anak tersebut sering mendapatkan juara di kelasnya.

Perceraian yang diakibat masalah ekonomi dapat mengakibatkan masalah juga bagi anaknya. Perceraian juga dapat mengakibatkan kekerasan secara psikologis yaitu trauma baik dialami oleh sang istri maupun anak-anaknya. Sehingga kekerasan jenis ini sangat sulit dan juga lama dalam proses penyembuhan trauma akibat perceraian yang terjadi dalam keluarga.

5. Double Burden

Peran ganda adalah bentuk diskriminasi gender dimana beban/ peran kerja yang dilakukan oleh jenis kelamin terlalu banyak. Terdapat ketidakadilan diantara laki laki dan perempuan dalam tugas dan tanggung jawab. Perempuan memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat dan terus menerus, terutama dalam mengurus rumah tangga.bagi perempuan di rumah mempunyai beban kerja lebih besar dari laki laki. Sembilan puluh persen (90%) pekerjaan domestik/ RT dilakukan oleh perempuan, belum lagi jika di jumlahkan dengan pekerjaan di luar rumah.

Contoh kasus :

Berdasarkan penelitian kami dilapangan tanggal 12 Maret 2014yang lokasinya di lingkungan Universitas Negeri Medan, kami menemukan kasus yang berkaitan dengan bentuk diskriminasi gender peran ganda. Dalam penelitian ini, kami menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara. Berdasarkan hasil wawancara kami dengan ibu Sari, ibu Sari adalah seorang ibu rumah tanggga yang berusia 43 tahun, dia memiliki tiga orang anak, Satu sudah menikah dan 2 lagi masih duduk di bangku SMP, suaminya berprofesi sebagai tukang beca.

Ibu Sari sebagai istri yang memiliki peran ganda dalam kehidupan rumah tangganya yaitu sebagai pencari nafkah dengan berjualan jajanan dan minuman di Stadiun UNIMED dan berperan sebagai ibu rumah tangga, semua pekerjaan rumah dikerjakan sendiri tanpa bantuan suaminya, seperti memasak, mencuci, menyapu rumah dll. Ibu Sari sudah berjualan di UNIMED sejak tahun 2003 dan sampai sekarang masih menjalankan usaha ini. Hal ini disebabkan penghasilan suaminya sebagai tukang beca tidak mencukupi kebutuhan keluarga. Apa lagi memiliki dua anak yang masih sekolah tentu membutuhkan biaya pendidikan yang harus dipenuhan setiap bulan.

Dari keterangan diatas dapat kami simpulkan ibu Sari mengalami diskriminasi gender yaitu peran ganda (Double Burden) yaitu peran kerja jenis kelamin terlalu banyak. Hal ini terlihat dari profesi ibu sari sebagai penjual jajanan dan minuman di Stadiun Unimed dan pekerjaan rumah tangga di kerjakan sendiri tanpa bantuan suaminya. Disini terdapat ketidakadilan antara laki laki atau suaminya dengan ibu Sari sendiri dalam tugas dan tanggung jawab yang berat dan terus menerus dalam mengurus rumah tangga. Seharusnya suami ibu Sari ikut serta membantu dalam menyelesaikan tugas rumah tangga, karena ibu sari sudah membantu suami mencari nafkah dengan bekerja diluar rumah dari pagi sampai sore.