3
Berdasarkan hasil Susenas BPS diperoleh fakta bahwa seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan naiknya rata-rata pendapatan per kapita, pengeluaran konsumsi masyarakat untuk makanan telah turun 10 persen pada periode 1999 sampai 2004. Dalam literatur ekonomi, hal ini sejalan dengan Hukum Engel (Engle Laws). Hukum Bennet yang melengkapi Hukum Engel menyatakan lebih spesifik bahwa bagian yang paling cepat turunnya dari pengeluaran konsumsi tersebut adalah pengeluaran untuk pangan sereal utama, yaitu beras untuk kasus Indonesia. Dalam konteks peningkatan nilai tambah (value added), bahan pangan pokok (seperti misalnya beras, jagung dan gandum) sering disebut dengan komoditas bernilai rendah (low value commodities), sedangkan komoditas seperti misalnya sayur mayur, hortikultura, ikan, daging, telur, ayam disebut sebagai komoditas bernilai tinggi (high value commodities). Gejala pergeseran komoditas dari yang bernilai rendah ke yang bernilai tinggi seiring dengan peningkatan pendapatan dalam literatur dinamakan “value ladder” atau struktur peningkatan nilai tambah komoditas pertanian. Dalam dunia peternakan hal ini sering dikenal sebagai revolusi peternakan. Revolusi peternakan ditandai dengan kian meningkatnya konsumsi daging, susu dan telur per kapita seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita. Bacalah artikel di internet yang beerjudul "Tradisi Pionir Japfa Comfeed, Kamis, 01 Oktober 2009, Oleh : Taufik Hidayat dan Sigit A. Nugroho. Artikel on line tersebut dapat dibaca di URL di bawah ini. Dalam artiekl tersebut dikatakan bahwa keberanian Japfa masuk ke kategori produk baru berhasil mengantarkan perusahaan ini menjadi pemain yang disegani di bisnis makanan dan minuman. (1) Menurut Anda faktor apa saja yang menjadi kunci sukses PT Japfa dalam memanfaatkan prinsip "value ladder", mengembangkan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan makanan (sosis, susu, bakso, nuggett dan lain-lain)? (2) Ketika berkunjung ke gerai Starbucks di beberapa negara seperti misalnya di Singapura dan Malaysia, betapa bangganya kita bahwa susu yang digunakan oleh Starbucks merupakan produk perusahaan Indonesia bermerek Greenfield, yang diproduksi oleh perusahaan susu group PT Japfa. Sepert diketahui bahwa Greenfield lebih banyak dipasarkan ke luar negeri, seperti Singapura, Hong Kong, Malaysia, Korea, Jepang, Uni Soviet dan Timur Tengah. Komposisi Greenfield saat ini 70% ekspor dan 30% dalam negeri. Menurut Anda faktor-faktor apa saja yang membuat susu Greefield berhasil menembus pasar ekspor? Perlu juga diketahui bahwa pada saat ini Indonesia masih mengimpor susu sebanyak 70 persen dari kebutuhan nasional. Dalam situasi seperti ini, PT Japfa malah berhasil menembus pasar ekspor. 1. apa yang dilakukan oleh PT. JAPFA dengan memanfaatkan value ladder dengan mengembangkan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan makanan adalah suatu bentuk tindakan inovatif dengan penuh resiko dan peluang yang sama besarnya. Jikalau untung ini merupakan bisnis baru dan keuntungannya lebih besar karena pesaing sedikit, tetapi kalau rugi tidak terhitung berapa banyak dana yang terkuras. Kunci sukses dari PT JAPFA antara lain : Butuh perhitungan cermat mengenai peluang dan resiko. Kecermatan dalam menganalisa peluang dan resiko diperlukan apalagi produk yang ditawarkan baru dan bukan merupakan budaya asli Indonesia.

Berdasarkan Hasil Susenas BPS Diperoleh Fakta Bahwa Seiring Dengan Pertumbuhan Ekonomi Dan Naiknya Rata

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Berdasarkan Hasil Susenas BPS Diperoleh Fakta Bahwa Seiring Dengan Pertumbuhan Ekonomi Dan Naiknya Rata

Berdasarkan hasil Susenas BPS diperoleh fakta bahwa seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan naiknya rata-rata pendapatan per kapita, pengeluaran konsumsi masyarakat untuk makanan telah turun 10 persen pada periode 1999 sampai 2004. Dalam literatur ekonomi, hal ini sejalan dengan Hukum Engel (Engle Laws). Hukum Bennet yang melengkapi Hukum Engel menyatakan lebih spesifik bahwa bagian yang paling cepat turunnya dari pengeluaran konsumsi tersebut adalah pengeluaran untuk pangan sereal utama, yaitu beras untuk kasus Indonesia.

Dalam konteks peningkatan nilai tambah (value added), bahan pangan pokok (seperti misalnya beras, jagung dan gandum) sering disebut dengan komoditas bernilai rendah (low value commodities), sedangkan komoditas seperti misalnya sayur mayur, hortikultura, ikan, daging, telur, ayam disebut sebagai komoditas bernilai tinggi (high value commodities). Gejala pergeseran komoditas dari yang bernilai rendah ke yang bernilai tinggi seiring dengan peningkatan pendapatan dalam literatur dinamakan “value ladder” atau struktur peningkatan nilai tambah komoditas pertanian. Dalam dunia peternakan hal ini sering dikenal sebagai revolusi peternakan. Revolusi peternakan ditandai dengan kian meningkatnya konsumsi daging, susu dan telur per kapita seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita.

Bacalah artikel di internet yang beerjudul "Tradisi Pionir Japfa Comfeed, Kamis, 01 Oktober 2009, Oleh : Taufik Hidayat dan Sigit A. Nugroho. Artikel on line tersebut dapat dibaca di URL  di bawah ini.

Dalam artiekl tersebut dikatakan bahwa keberanian Japfa masuk ke kategori produk baru berhasil mengantarkan perusahaan ini menjadi pemain yang disegani di bisnis makanan dan minuman.

(1) Menurut Anda faktor apa saja yang menjadi kunci sukses PT Japfa dalam memanfaatkan prinsip "value ladder", mengembangkan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan makanan (sosis, susu, bakso, nuggett dan lain-lain)?

(2) Ketika berkunjung ke gerai Starbucks di beberapa negara seperti misalnya di Singapura dan Malaysia, betapa bangganya kita bahwa susu yang digunakan oleh Starbucks merupakan produk perusahaan Indonesia bermerek Greenfield, yang diproduksi oleh perusahaan susu group PT Japfa. Sepert diketahui bahwa Greenfield lebih banyak dipasarkan ke luar negeri, seperti Singapura, Hong Kong, Malaysia, Korea, Jepang, Uni Soviet dan Timur Tengah. Komposisi Greenfield saat ini 70% ekspor dan 30% dalam negeri. Menurut Anda faktor-faktor apa saja yang membuat susu Greefield berhasil menembus pasar ekspor? Perlu juga diketahui bahwa pada saat ini Indonesia masih mengimpor susu sebanyak 70 persen dari kebutuhan nasional. Dalam situasi seperti ini, PT Japfa malah berhasil menembus pasar ekspor.

1. apa yang dilakukan oleh PT. JAPFA dengan memanfaatkan value ladder dengan mengembangkan perusahaan yang bergerak dalam pengolahan makanan adalah suatu bentuk tindakan inovatif dengan penuh resiko dan peluang yang sama besarnya. Jikalau untung ini merupakan bisnis baru dan keuntungannya lebih besar karena pesaing sedikit, tetapi kalau rugi tidak terhitung berapa banyak dana yang terkuras. Kunci sukses dari PT JAPFA antara lain :

Butuh perhitungan cermat mengenai peluang dan resiko. Kecermatan dalam menganalisa peluang dan resiko diperlukan apalagi produk yang ditawarkan baru dan bukan merupakan budaya asli Indonesia.

Memiliki keinginan, keberanian dan ulet dalam berusaha di bisnis yang lumayan baru ini di Indonesia.

Research and Development, pentingnya penggunaan subsistem produksi ini guna menunjang mengenai pengembangan serta penemuan yang akan dijadikan startegi oleh PT.JAPFA kedepannya. Dengan mengadakan research, bagaimana nilai nutrisi yang terkandung dalam daging sosis serta komposisi yang terlampir dalam label setiap sosis misalnya dapat menjadikan konsumen merasa aman dalam mengkonsumsi produk baru ini. Selain itu, dengan mencari terobosan-terobosan baru mengenai bagaimana bentuk-bentuk sosis yang disajikan (innovative

Page 2: Berdasarkan Hasil Susenas BPS Diperoleh Fakta Bahwa Seiring Dengan Pertumbuhan Ekonomi Dan Naiknya Rata

designing) guna menarik perhatian konsumen, misalnya bakso juga merupakan ranah Research. Sedangkan untuk pengembangan, awalnya PT JAPFA mengenalkan produk barunya ini di perkotaan yang umumnya budaya barat mulai merambah dan orang sudah mengenal sosis, kemudian merambah pelan-pelan ke pelosok tanah aur melalui kota-kota besar.

Edukasi Pelanggan, Cara ini difungsikan agar konsumen lebih mengenal produk sosis ini. Banyak cara yang digunakan dalam cara ini, antara lain sampling dan edukasi langsung ke konsumen yang ditujukan.

Related to media, hal ini berkaitan dengan promosi yang digunakan PT.JAPFA di pelbagai media, baik cetak maupun elektronik. Penggunaan ambassador juga dilakukan perusahaan agar menarik konsumen membeli produk ini.

2. Faktor-faktor dari susu Greenfield antara lain :

Sekali lagi faktor kecermatan dalam membaca peluang yang ada, potensi pasar susu di luar negeri jauh lebih tinggi untuk produk-produk tertentu. Hal ini yang membuat PT JAPFA berani melawan arus sehingga mampu memiliki value ladder dari produksi susu yang berasal dari Indonesia.

Berani beradu harga susu dengan kompetitor lain tapi dengan kulitas yang terjamin. Masih rendahnya konsumsi masyarakat Indonesia akan susu cair. Value ladder thinking, cara berpikir yang demikian membutuhkan keberanian mengubah bahan

mentah yang harganya rendah menjadi barang olahan yang harganya lumayan tinggi sehingga keuntungan ada pada PT JAPFA dengan menjual ke luar negeri.