28
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2016 KEMEN-LHK. pengolahan Sampah. Baku Mutu Emisi. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2016 TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA TERMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Menteri perlu menetapkan Baku Mutu Emisi; b. bahwa pengolahan sampah secara termal berpotensi memberikan dampak kepada lingkungan hidup melalui pelepasan emisi; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Sampah secara Termal; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); www.peraturan.go.id

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA - …ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/bn/2016/bn1311-2016.pdfc. menghitung beban Emisi dan kinerja pembakaran; dan d. menyusun laporan pemantauan sumber

  • Upload
    lamthuy

  • View
    227

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

BERITA NEGARA

REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2016 KEMEN-LHK. pengolahan Sampah. Baku Mutu

Emisi.

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR P.70/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2016

TENTANG

BAKU MUTU EMISI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH

SECARA TERMAL

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 ayat (2)

huruf e Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,

Menteri perlu menetapkan Baku Mutu Emisi;

b. bahwa pengolahan sampah secara termal berpotensi

memberikan dampak kepada lingkungan hidup melalui

pelepasan emisi;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

tentang Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan

Pengolahan Sampah secara Termal;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4851);

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -2-

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009

Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5059);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 86, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3853);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 333, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5617);

5. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Nomor P.18/Menlhk-II/2015 tentang Organisasi dan

Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

2015 Nomor 713);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN

KEHUTANAN TENTANG BAKU MUTU EMISI USAHA

DAN/ATAU KEGIATAN PENGOLAHAN SAMPAH SECARA

TERMAL.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Sampah Rumah Tangga adalah sampah yang berasal

dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak

termasuk tinja dan sampah spesifik.

2. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga adalah sampah

rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial,

kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial,

fasilitas umum dan/atau fasilitas lainnya.

3. Pengolahan Sampah secara Termal adalah proses

pengolahan sampah yang melibatkan pembakaran bahan

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -3-

yang dapat terbakar yang terkandung dalam sampah

dan/atau menghasilkan energi.

4. Emisi adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang

dihasilkan dalam suatu kegiatan yang masuk dan/atau

dimasukkannya ke dalam udara ambien yang

mempunyai atau tidak mempunyai potensi sebagai

unsur pencemar.

5. Pencemaran Udara adalah masuknya atau

dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke

dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga

melampaui baku mutu lingkungan yang telah

ditetapkan.

6. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya

disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain

yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya,

baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup,

dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,

serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup

lain.

7. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya

disebut Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau

kegiatan yang mengandung B3.

8. Baku Mutu Emisi adalah ukuran batas atau kadar

maksimum dan/atau beban emisi maksimum yang

diperbolehkan masuk atau dimasukkan ke dalam udara

ambien.

9. Sistem Pemantauan Terus Menerus (Continuous

Emissions Monitoring System) yang selanjutnya disingkat

CEMS adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur

kuantitas kadar suatu parameter emisi dan laju alir

melalui pengukuran secara terus menerus.

10. Kondisi Normal adalah kondisi operasi yang sesuai

dengan parameter desain operasi.

11. Kondisi Tidak Normal adalah kondisi operasi di luar

parameter operasi normal dan masih dapat dikendalikan

terhadap sistem peralatan atau proses yang sedang

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -4-

dalam kondisi tidak normal, sehingga baku mutu emisi

usaha dan/atau kegiatan terlampaui.

12. Keadaan Darurat adalah kondisi yang memerlukan

tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi terhadap

sistem peralatan atau proses yang diluar Kondisi Normal

atau karena alasan keselamatan.

13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

Pasal 2

Peraturan Menteri ini bertujuan untuk memberikan batasan

Baku Mutu Emisi dan kewajiban melakukan pemantauan

Emisi kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan

Pengolahan Sampah secara Termal.

Pasal 3

(1) Pengolahan Sampah secara Termal hanya dapat

dilakukan terhadap Sampah Rumah Tangga dan sampah

sejenis rumah tangga yang tidak mengandung B3,

Limbah B3, kaca, Poli Vinyl Clorida (PVC), dan

aluminium foil.

(2) Pengolahan Sampah secara Termal sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi Baku Mutu

Emisi tercantum dalam Lampiran I yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 4

(1) Terhadap Pengolahan Sampah secara Termal, wajib

dilakukan pemantauan Emisi untuk mengetahui

pemenuhan ketentuan Baku Mutu Emisi.

(2) Pemantauan emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan pada seluruh sumber Emisi usaha dan/atau

kegiatan Pengolahan Sampah secara Termal.

Pasal 5

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -5-

Pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4

dilakukan dengan tahapan:

a. menyusun rencana pemantauan Emisi;

b. memantau Emisi;

c. menghitung beban Emisi dan kinerja pembakaran; dan

d. menyusun laporan pemantauan sumber Emisi.

Pasal 6

Rencana pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 huruf a paling sedikit meliputi:

a. penetapan penanggung jawab kegiatan pemantauan

Emisi;

b. pengadaan, pengoperasian, pemeliharaan, perbaikan

sarana dan prasarana pemantauan Emisi; dan

c. identifikasi, penamaan, dan pengkodean seluruh sumber

Emisi.

Pasal 7

(1) Identifikasi, penamaan, dan pengkodean seluruh sumber

emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c

paling sedikit terdiri atas:

a. sumber Emisi utama;

b. Emisi fugitif;

c. proses yang menyebabkan terjadinya Emisi;

d. titik koordinat, parameter utama, dan parameter

pendukung yang dihasilkan sumber Emisi;

e. pencatatan data aktivitas, faktor Emisi, faktor

oksidasi, dan konversi Emisi; dan

f. pemilihan metodologi yang digunakan untuk

menghitung Emisi.

(2) Parameter utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf d meliputi:

a. Partikulat;

b. Sulfur Dioksida (SO2);

c. Nitrogen Oksida (NOx);

d. Merkuri (Hg);

e. Hidrogen Klorida (HCl);

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -6-

f. Hidrogen Fluorida (HF);

g. Karbon Monoksida (CO); dan

h. Dioksin dan Furan.

(3) Parameter pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf d meliputi:

a. Karbon Dioksida (CO2);+

b. Oksigen (O2);

c. Temperatur; dan

d. Laju alir.

(4) Identifikasi, penamaan, dan pengkodean seluruh sumber

Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun

sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran II yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Menteri ini.

Pasal 8

(1) Terhadap sumber Emisi yang telah diidentifikasi, diberi

penamaan, dan pengkodean sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 dilakukan pemantauan Emisi.

(2) Pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan cara:

a. terus menerus; atau

b. manual.

Pasal 9

(1) Pemantauan Emisi dengan cara terus menerus

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a

dilakukan terhadap proses pengolahan sampah dengan

kapasitas lebih besar dari 1000 (seribu) ton per hari.

(2) Pemantauan Emisi dengan cara terus menerus

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib

menggunakan CEMS yang memiliki spesifikasi

memantau dan mengukur parameter Partikulat, Sulfur

Dioksida (SO2), Nitrogen Oksida (NOx), Hidrogen Fluorida

(HF) dan Laju Alir.

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -7-

Pasal 10

(1) Hasil pemantauan dengan cara terus menerus

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun dalam

bentuk laporan yang mencakup:

a. data hasil pemantauan Emisi rata-rata setiap jam;

b. hasil pemantauan Emisi rata–rata harian;

c. lama waktu dan besaran kadar parameter hasil

pengukuran;

d. informasi mengenai terjadinya hasil pengukuran

yang melebihi baku mutu Emisi;

e. lama waktu CEMS tidak beroperasi;

f. ringkasan terhadap Kondisi Tidak Normal; dan

g. pencatatan produksi harian.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun

sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Menteri ini.

Pasal 11

(1) Terhadap hasil pemantauan Emisi dengan cara terus

menerus harus dilakukan pengendalian mutu dan

jaminan mutu.

(2) Pengendalian mutu dan jaminan mutu sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan

CEMS:

a. dioperasikan sesuai dengan spesifikasi kinerja

sebagaimana tertulis dalam manual;

b. seluruh bagiannya berfungsi; dan

c. dikalibrasi sesuai dengan spesifikasi alat dan jadwal

yang tertulis dalam manual;

(3) Data hasil pemantauan Emisi dengan cara terus

menerus dianggap valid jika:

a. data rata–rata 1 (satu) jam paling sedikit terdiri dari

75% (tujuh puluh lima persen) hasil pembacaan

data menit yang sah; dan

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -8-

b. data rata–rata harian paling sedikit terdiri dari 75%

(tujuh puluh lima persen) dari hasil pembacaan

rata–rata 1 (satu) jam.

(4) Tata cara pengendalian mutu dan jaminan mutu disusun

oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai

dengan format tercantum dalam Lampiran IV yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Menteri ini.

Pasal 12

(1) Hasil pemantauan Emisi dengan cara terus menerus

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 memenuhi baku

mutu jika 95% (sembilan puluh lima persen) atau lebih

data hasil pengukuran rata-rata harian selama 3 (tiga)

bulan memenuhi baku mutu.

(2) Data hasil pemantauan Emisi dengan cara terus

menerus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk

Kondisi Tidak Normal.

Pasal 13

(1) Dalam hal peralatan pemantauan Emisi menggunakan

CEMS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mengalami

kerusakan dan tidak dapat digunakan dalam jangka

waktu paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1

(satu) tahun, penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan wajib:

a. melakukan pemantauan Emisi dengan cara manual;

dan

b. melakukan pencatatan secara mandiri.

(2) Pemantauan Emisi dengan cara manual sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling sedikit

1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan.

(3) Pencatatan secara mandiri sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b dilakukan sampai dengan peralatan

CEMS beroperasi kembali.

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -9-

Pasal 14

(1) Pemantauan Emisi dengan cara manual sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b wajib dilakukan

terhadap sumber Emisi utama, parameter utama dan

parameter pendukung pada proses produksi selain

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).

(2) Pemantauan Emisi dengan cara manual sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit 1 (satu)

kali dalam 6 (enam) bulan.

(3) Pemantauan Emisi dengan cara manual untuk

parameter partikulat dilakukan dengan menggunakan

metoda isokinetik.

(4) Hasil pemantauan Emisi dengan cara manual disusun

dalam bentuk laporan dengan melampirkan:

a. nilai laju alir di masing-masing titik lintas dan data

hasil perhitungannya;

b. foto pengambilan contoh Emisi di setiap cerobong

oleh petugas laboratorium yang beratribut lengkap;

c. foto cerobong Emisi dan kelengkapan sarana teknis

cerobong yang dipantau;

d. foto lubang contoh Emisi cerobong yang diambil

emisinya dengan dilengkapi peralatan pengambilan

uji Emisi; dan

e. tanggal pengambilan contoh Emisi yang tertera di

setiap foto.

(5) Laporan hasil pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud

pada ayat (4) disusun sesuai dengan format tercantum

Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 15

Pemantauan emisi dengan cara manual sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 wajib dilakukan oleh

laboratorium terakreditasi dan teregistrasi di Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -10-

Pasal 16

(1) Terhadap hasil pemantauan Emisi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 15

dilakukan:

a. perhitungan beban Emisi; dan

b. perhitungan kinerja pembakaran.

(2) Hasil pemantauan Emisi dengan cara terus menerus

dapat digunakan untuk menghitung beban Emisi jika

hasil pemantauannya memenuhi ketentuan dalam Pasal

12.

(3) Hasil pemantauan Emisi dengan cara manual dapat

digunakan untuk menghitung beban Emisi jika hasil

pemantauannya memenuhi ketentuan dalam Pasal 15.

Pasal 17

(1) Perhitungan beban Emisi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 16 ayat (1) huruf a meliputi:

a. penghitungan beban Emisi parameter utama dan

Karbon Dioksida (CO2) dari seluruh sumber emisi

yang berada dalam area usaha dan/atau

kegiatannya;

b. perhitungan rata-rata hasil pemantauan Emisi

dalam rata-rata jam dengan satuan yang

disesuaikan dengan satuan baku mutu untuk

parameter partikulat, Sulfur Dioksida (SO2),

Nitrogen Dioksida (NO2), Karbon Monoksida (CO),

dan parameter lainnya sesuai dengan baku mutu

Emisi; dan

c. pendokumentasian bukti-bukti yang dapat

menunjukkan kebenaran perhitungan data aktivitas

yang digunakan sebagai pendukung untuk

perhitungan beban Emisi.

(2) Tata cara penghitungan beban Emisi sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VI

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Menteri ini.

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -11-

Pasal 18

(1) Perhitungan kinerja pembakaran sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b dilakukan dengan

mengunakan konsentrasi Emisi Karbon Dioksida (CO2)

dan Karbon Monoksida (CO) pada cerobong gas buang.

(2) Tata cara penghitungan kinerja pembakaran

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam

Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 19

(1) Laporan pemantauan sumber Emisi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 5 huruf d paling sedikit memuat:

a. hasil pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 15;

b. hasil penghitungan beban Emisi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 17; dan

c. hasil penghitungan kinerja pembakaran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun

paling sedikit:

a. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk

perencanaan pemantauan Emisi;

b. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk hasil

pemantauan Emisi dengan cara terus menerus

menggunakan CEMS;

c. 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan untuk hasil

pemantauan Emisi dengan cara manual karena

CEMS mengalami kerusakan; dan

d. 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan untuk hasil

pemantauan Emisi dengan cara manual.

Pasal 20

(1) Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 wajib

disampaikan kepada pejabat pemberi izin lingkungan.

(2) Dalam hal izin lingkungan diterbitkan oleh gubernur

atau bupati/walikota, laporan sebagaimana dimaksud

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -12-

pada ayat (1) disampaikan dengan tembusan kepada

Menteri.

(3) Data laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

disampaikan dalam bentuk softfile meliputi:

a. data perencanaan pemantauan Emisi;

b. data pemantauan Emisi dengan menggunakan alat

CEMS;

c. data pemantauan Emisi dengan cara manual oleh

laboratorium terakreditasi dan teregistrasi;

d. data pemantauan kualitas udara ambien; dan

e. foto hasil pengambilan Emisi cerobong dan udara

ambien.

Pasal 21

Selain kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

sampai dengan Pasal 20, penanggung jawab usaha dan/atau

kegiatan wajib melakukan:

a. pengelolaan data dan informasi pemantauan emisi;

b. pengelolaan Emisi fugitif; dan

c. penanggulangan Keadaan Darurat Pencemaran Udara.

Pasal 22

(1) Pengelolaan data dan informasi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 21 huruf a dilakukan melalui kegiatan

penyusunan, pencatatan, penyimpanan, penjaminan

mutu data dan informasi pemantauan emisi.

(2) Data dan infomasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

untuk pemantauan Emisi dengan cara terus menerus

paling sedikit berupa :

a. catatan aktifitas kalibrasi, perbaikan, pemeliharaan,

serta penyesuaian yang dilakukan termasuk

rekaman digital dan/atau rekaman grafik;

b. petunjuk operasional pemantauan Emisi dan data

dari hasil CEMS; dan

c. catatan kejadian Kondisi Tidak Normal, tanggal

mulai kejadian, nama fasilitas atau unit, penyebab

kejadian, keluhan masyarakat dan upaya

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -13-

penanganan yang dilakukan dalam jangka waktu 3

x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah

terjadinya Kondisi Tidak Normal.

(3) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

untuk pemantauan Emisi dengan cara manual paling

sedikit berupa :

a. jam operasi produksi, kandungan parameter utama

dalam bahan bakar dan jumlah bahan bakar yang

gunakan, dan jadwal pemeliharaan;

b. nama laboratorium, tanggal pengambilan contoh,

nama petugas pengambil contoh, tanggal dilakukan

analisis uji contoh, metode analisis contoh, dan

hasil analisis laboratorium; dan

c. kejadian Kondisi Tidak Normal, tanggal mulai

kejadian, nama fasilitas atau unit, penyebab

kejadian, keluhan masyarakat dan upaya

penanganan yang dilakukan dalam jangka waktu 3

x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah

terjadinya Kondisi Tidak Normal.

(4) Kondisi Tidak Normal sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) huruf c meliputi gangguan sumber energi listrik dari

pihak ketiga, kondisi pada saat mematikan,

menghidupkan, percobaan, dan/atau gangguan pada

penangkap debu, serta bahan baku atau bahan mentah,

dan bahan bakar yang tidak memenuhi spesifikasi.

(5) Data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dan ayat (3) wajib disimpan paling singkat selama 5

(lima) tahun sejak data dan informasi dihasilkan.

Pasal 23

(1) Pengelolaan Emisi Fugitif sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 21 huruf b dilakukan melalui:

a. pelaksanaan tata graha yang baik;

b. perawatan dan inspeksi peralatan secara berkala;

dan

c. pelaksanaan proses produksi sesuai prosedur

operasional standar.

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -14-

(2) Pengelolaan Emisi Fugitif sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) menjadi bagian dari pelaksanaan keselamatan

dan kesehatan kerja usaha dan/atau kegiatan

Pengolahan Sampah secara Termal.

Pasal 24

(1) Dalam melakukan penanggulangan Keadaan Darurat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf c,

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan wajib:

a. memiliki struktur organisasi dan mekanisme

penanganan Keadaan Darurat;

b. memiliki prosedur untuk menganalisa resiko,

respon terhadap Keadaan Darurat dan pemulihan

pasca kondisi darurat;

c. memiliki rencana, program, prosedur tanggap

darurat, pelatihan, evaluasi, dan penyempurnaan

rencana tanggap darurat;

d. memiliki peralatan dan sistem komunikasi

penanganan Keadaan Darurat; dan

e. melaksanakan penanggulangan Keadaan Darurat

sesuai dengan prosedur yang ditetapkan termasuk

kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta

benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,

pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta

pemulihan prasarana dan sarana.

(2) Dalam hal terjadi Keadaan Darurat, penanggung jawab

usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) wajib melaporkan terjadinya Keadaan Darurat

kepada menteri, gubernur, dan bupati/walikota, sesuai

dengan kewenangannya dalam bentuk:

a. laporan tertulis pendahuluan paling lama 1 x 24

(satu kali dua puluh empat) jam; dan

b. laporan tertulis secara lengkap paling lama 5 (lima)

hari kerja sejak terjadinya kondisi darurat.

(3) Format pelaporan Keadaan Darurat sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran VIII

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -15-

Peraturan Menteri ini.

Pasal 25

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal

diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya

dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 12 Agustus 2016

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN

KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SITI NURBAYA

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 1 September 2016

DIREKTUR JENDERAL

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -16-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -17-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -18-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -19-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -20-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -21-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -22-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -23-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -24-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -25-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -26-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -27-

www.peraturan.go.id

2016, No.1311 -28-

www.peraturan.go.id