17
BHOKBEEBINBa I Kerjasama FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA dengan SKH KEDAULATAN RAKYAT 2010

BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

BHOKBEEBINBa

I

Kerjasama

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMIUNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

denganSKH KEDAULATAN RAKYAT

2010

Page 2: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Problematika Pendidikan Karakter - Sardinian AM

PROBLEMATIKA PENDIDIKAN KARAKTER

Oleh: Sardinian AM(Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta)

[email protected].

Abstrak

Pendidikan karakter bangsa merupakan bagian sangat penting dalampembangunan kehidupan berbangsa dan bemegara. Oleh karena itu pemerintahpada awal tahun 2010 ini segera mencanangkan perlunya pendidikan budaya dank^akter bangsa. Namun harus diingat bahwa selama ini pendidikan karakterdiabaikan, sehingga wajar kalau pendidikan karakter mengalami stagnan disekolah. Pendidikan karakter di Indonesia memang menghadapi berbagaiproblematika. Pertama, karena penyelenggaraan pembangvman yang lebihmenitikberatkan pada pembangunan fisik dan ekonomi. Hal-hal yang tidak terkaitlangsung dengan soal ekonomi, mated dan uang, cenderung diabaikan, termasukpendidikan karakter. Kedua, penyelenggaraan pendidikan yang menekamkan padapenguasaan mated, sehingga cenderung intelektualistik, sehingga pendidik^ disekolah cenderung menjadi menara gading. Pendidikan yang bersifatintelektualistik temyata telah mengabaikan pendidikan karakter. Ketiga,pendidikan karakter mengalami stagnan karena dipandang sulit cara penilaiaimya,terpisah dad kehidupan orang tua dan masyarakat. Di samping itu semuapengembangan pendidikan karakter juga akan menghadapi kendala yang lain,yakni tidak adanya kondisi lingkungan yang kondusif.

Kata kunci; Problematika; pendidikan karakter

Pendahuluan

Pagi-pagi benar, bapak guru sudah datang dengan menaiki sepeda ontel. Tepat di

depan gapura pintu masuk haiaman sekolah, bapak guru turun dad sepedanya. Para peserta

didik berebut untuk membantu guru, ada yang "menuntunkan" sepeda, ada yang

membawakan tasnya. Begitu gembira dan bahagianya sebagai peserta didik, dapat

membantu bapak gurunya, ada yang menuntun sepeda, ada juga yang membawakan

tasnya. Itulah wujud dad penghargaan dan rasa hormat para peserta didik kepada gurunya.

Pemandangan yang begitu unik dan membahagiakan anak-anak di sekolah di tahun 1960-

an itu, sekarang sudah Jarang bahkan tidak lagi kita temukan di sekolah, baik di desa

apalagi di perkotaan. Apologinya, mengatakan bahwa kebiasaan peserta didik tempo dulu

itu sebagai bagian dad kultur feodal, kini sudah berubah, ini di alam.

13

Page 3: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Proceedings Seminar Nasiona! dengan tema"Membangun Pendidikan daiam Perspektif Karakter dan Kebangsaan"

Benarkah apologi tersebut? Anak-anak itu melakukan pekerjaan itu dengan suka

cita, apakah ini feodal? Mari kita bandingkan apa yang terjadi di kalangan para remaja diJepang. Tentu kita sepakat kini Jepang termasuk negara maju, negara modem. Namun

yang sangat menarik tradisi kesantunan, hormat, dan menghargai kepada orang tua,

menjadi bagian hidup sehari-hari. Akhir tahun 2008, penulis pemah berkunjung ke negeri

Sakura ini. Saat man pulang menggiinakan jasa kereta api menuju bandara Narita, penulisdengan dua orang rekan tidak begitu paham kalau naik pesawat Garuda ke Indonesia itu

turun di terminal berapa. Kami bertiga menanyakan kepada seorang remaja putri Jepangdan ia menjawab kalau tidak salah di terminal satu. Kami bertiga terns naik kereta api danmasih bersama remaja putrid tadi. Sesampainya di terminal satu, kami terkejut, remajaputri dengan hak sepatu yang cukup tinggi itu dengan cekatan turun dari kereta api dan larimenuju seorang polisi stasiun dan bertanya kalau ke Indonesia, naik pesawat Garuda itu keterminal berapa, dan setelah mendapat jawaban remaja putri itu kembali lari menghampirikami bertiga yang masih di atas kereta api. Remaja putri itu menyampaikan maaf atasketidaktepatan informasi yang diberikan kepada kami sebelumnya, dan memberi informasibahwa kalau ke Indonesia naik Garuda yang benar turun ke terminal dua. Kami bertigatidak lupa mengucapkan terima kasih dan balik menuju ke terminal dua. Apa di balikcerita ini. Remaja Jepang ini ingin memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada siapasaja, apalagi kepada orang yang lebih tua. Banyak hal yang menarik bagaimana perilakupara remaja/anak-anak muda di Jepang. Kalau naik kereta api, ada orang tua yang berdiridengan empatinya anak muda itu memberikan tempat duduk itu kepada orang tua yangberdin di dekatnya. Ketika para remaja sedang beijalan melewati depan orang tua yangsedang duduk, para remaja itu pim membungkukkan badan sebagai pertanda hormatkepada orang yang lebih tua. Di sekolah pun para pelajar membersihkan lingkungansekolahnya sendiri, kaca jendela, pintu, bahkan kamar mandi dan WC, Begitu juga adayang piket menyapu halaman. Anak-anak ini penulis lihat begitu ew/py-nya melakukanpekeijaan itu semua. Pandangan semacam ini agak lain dengan di Indonesia. Kalau di

sekolah itu ada piket, para siswa yang bertugas membersihkan sesuatu terasa ada beban,

lain lagi dengan mahasiswa, kalau membuang sampah di halaman, atau merokok yang

abunya jatuh ke mana-mana, kalau ditegur perilakunya yang mengotori lantai itu, mereka

menjawab, "kan sudah ada tukang sapunya pak!" Membandingkan dua pengalaman antara

apa yajig teijadi negara modern Jepang dengan yang terjadi di Indonesia itu, mana yang

14

Page 4: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Problematika Pendidikan Karakter - Sardiman AM

bemuansa feodal, mana yang lebih demokratis, apakah kalau membuang sampah

sembarangan itu demokratis, apakah hidup tertib dan disiplin itu bertentangan dengan nilai

demokrasi? Inilah konteks kehidupan remaja yang perlu kita renungkan.

Terlepas dari itu semua, yang jelas kini menunjukkan bahwa muncul perilaku-

perilaku dari sebagian remaja dan peserta didik kita yang cenderung semau gwe, tidak

tegur sapa, kurang hormat dan menghargai guru ataupun orang tua. Mereka "menghargai"

guru sebatas di ruahg kelas saat guru menyampaikan materi pelajaran. Setelah itu lepaslah

ikatan antara guru dan peserta didik. Berkembanglah di tengah kehidupan masyarakat

berbagai masalah sosial dan kenakalan remaja, seperti perkelahian antar pelajar, bentuk-

bentuk kekerasan antar geng, seperti Geng Nero, minum-minuman keras, narkoba,

pelecehan seksual, indisiplin, hedonis, dan kurang menghargai karya-karya budaya

bangsa. Spontan ada pihak-pihak yang mengatakan bahwa perilaku pelajar dan remaja

yang demikian itu karena di sekolah tidak lagi mengembangkan pendidikan budi pekerti.

Pendidikan budi pekerti atau pendidikan karakter di sekolah mengalami stagnasi.

Mengapa mengalami stagnasi? Pertanyaan inilah yang akan coba dijawab dengan

mengangkat tulisan singkat dengan tajuk: "Problematika dalam Pendidikan Karakter."

Apa dan Mengapa Perlu Pendidikan Karakter

Secara konseptual istilah pendidikan karakter ini sering disamakan dengan

pendidikan nilai, pendidikan religius, pendidikan budi pekerti, pendidikan akhlak mulia,

atau pendidikan moral (Samsuri, 2009; 1 dan lihat Darmiyati Zuchdi, 2008: 5). Dalam

kehidupan berbangsa, pendidikan karakter atau yang sering disebut dengan nation and

character building senantiasa merupakan hal yang amat filosofis dan esensial dalam

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan politik, sosial, ekonomi,

hukum, keamanan, serta penguasaan IPTEKS hams menyatu dengan pembangunan

karakter manusia sebagai pelaku dan penggunanya, sehingga tujuan pembangunan itu

mencapai sasaran, yakni kesejahteraan, kemaslahatan dan kedamaian hidup umat manusia

itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan karakter menjadi sangat penting dalam berbagai

kegiatan pembangunan, dan secara khusus menjadi faktor dan perspektif yang sangat

mendasar dalam kegiatan pembangunan di bidang pendidikan itu sendiri. Sebab, selama

ini banyak terlontar kritik bahwa penyelenggaraan pendidikan kita telah kehilangan moralpendidikan (ALPTKI, 2009: 2). Dengan demikian para lulusan bangku pendidikan ada

15

Page 5: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Proceedings Seminar Nasional dengan tema"Membangun Pendidikan dalam Perspektif Karakter dan Kebangsaan"

sesuatu yang kurang, yakni aspek moralitas, aspek budi pekerti luhur. Sebagai contoh,masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapatbocoran soal, berhasil masuk ke perguruan tinggi tetapi menggunakan jasa pegokian,sudah berhasil sebagai pegawai atau pejabat tetapi ijazah palsu. Inilah cacat moral yangmenggambarkan belum menjadi lulusan dan manusia seutuhnya. Oleh karena itu,pendidikan karakter perlu dikembangkan untuk membantu mengatasi kekurangan dan

mengobati cacat fundamental tersebut.

Pendidikan karakter, pendidikan moral, atau pendidikan budi pekerti itu dapatdikatakan sebagai proses untuk penyempumaan diri manusia, merupakan usaha manusia

untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang berakhlak mulia, manusia yangberkeutamaan ( Doni Koesoema A., 2007: 81). Dikatakan manusia berkeutamaan makapada diri manusia itu mengalir kebiasaan-kebiasaan atau perilaku baik sebagai hasil dariproses intemalisasi nilai-nilai utama, atau nilai-nilai positif seperti keyakinan kepadaSang Pencipta, jujur, saling menghormati antar sesama, peduli, sabar dan berlaku santunpercaya diri, tahan uji dan bermoral tinggi, tertib dan disiplin, demokratis dan bertanggungjawab dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan demikian pendidikan karakter merupakanproses pembudayaan dan pemanusiaan.

Dalam konteks persekolahan, pendidikan karakter akan mengantarkan pesertadidik dengan potensi yang dimilikinya dapat menjadi insan-insan yang beriman danbertaqwa;, berakhlak mulia; hidup tertib dan disiplin sesuai dengan peraturan yang ada-santun dan menghormati para guru, para orang tua; jujur dan rajin belajar, menghargaisesama dan peduli terhadap lingkungannya. Para peserta didik dengan potensi yangdimilikinya, dapat berlatih berpikir kritis, kreatif, dan inovatif; percaya diri danmembangun kemandirian; bangga, menghargai dan ikut melestarikan hasil karya budayabangsa sendiri; mengembangkan rasa persatuan dan kebangsaan. Terkait dengan ini makadalam pengembangan pendidikan karakter di sekolah, institusi pendidikan atau sl^ahharus menjadi lingkungan yang kondusif. Sekolah hams menjadi sebuah komunitas^wahana persaudaraan tempat berkembangnya nilai-nilai kebaikan ata„ ^n j 1 1* 1, nilai-nilai utama.Pendidikan karakter akan senantiasa mengembangkan akhlak mulia dan kebiasaanbaik bagi para peserta didik (Kirsten Lewis. 1996: 8). Dalam pengembangl'3<rr®karakter, guru harus juga bekeija saraa dengan keiuarga atau orang tua/wal" ^Posisi dan peran keiuarga dalam hal ini tidak sekedar tercatat atau format-.'

imaiitas, tetapi hams

16

Page 6: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Problematika Pendidikan Karakter - Sardinian AM

lebih efektif dalam bentuk control terhadap program pembinaan kepada peserta didik

(Howard Kerschenbaum, 1995: 244). Bahkan menurut Cletus R. Bulach (2002: 80), orang

tua dan guru perlu membuat kesepakatan tentang nilai-nilai utama apa yang perlu

dibelajarkan misalnya: respect for self, others, and property; honesty, self-

control/discipline. Dalam kaitan ini Thomas Lickona (2000: 48) menyebutkan beberapa

nilai kebaikan yang perlu dihayati dan dibiasakan dalam kehidupan peserta didik agar

tercipta kehidupan yang harmonis di lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat.

Beberapa nilai itu antara lain: kejujuran, kasih sayang, pengendalian diri, saling

menghargai/menghormati, keijasama, tanggimg jawab, dan ketekunan. Pendidikan

k^akter bukan sekedar memiliki dimensi integratif, dalam arti mengukuhkan moral

intelektual peserta didik atas dasar nilai-nilai kebaikan, sehingga menjadi pribadi yang

mantap dan tahan uji, pribadi-pribadi yang cendekia, mandiri dan bemurani, tetapi juga

bersifat kuratif secara personal maupun sosial. Dengan demikian pendidikan karakter

sebenamya dapat menjadi salah satu langkah imtuk menyembuhkan penyakit sosial (Doni

Koesoema A., 2007: 116). Dalam konteks keindonesiaaan, pendidikan karakter adalah

proses menyaturasakan sistem nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya Indonesia dalam

dinanuka kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Pendidikan karakter

bangsa merupakan suatu proses pembudayaan dan transformasi nilai-nilai kemanusiaan

dan nilai-nilai budaya bangsa (Indonesia) tmtuk melahirkan insan atau warga negara yangberperadaban tinggi, warga negara yang berkarakter. Karakter bangsa adalah sebuah

keunikan suatu komunitas yang mengandung perekat kultural bagi setiap warga negara

(ALPTK, 2009: 3). Karakter bangsa menyangkut perilaku yang mengandung nilai-nilai

kemanusiaan secara ummn dan nilai-nilai keindonesiaan yang bersumber pada nilai-nilai

Pancasila. Esensi nilai-nilai keindonesiaan ini harus menjadi bagian penting dalam

pengembangan pendidikan karakter bangsa. Namun harus diingat bahwa pendidikan

karakter bangsa tidak hanya berurusan dengan transformasi dan intemalisasi nilai-nilai

kepada peserta didik, tetapi bahwa pendidikan karakter juga merupakan proses usaha

bersama untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif untuk berkembangnya

nilai-nilai kebaikan, sebagai wahana setiap individu dapat menghayati eksistensi dirinya

sebagai insan yang merdeka dan bertanggung jawab, sebagai makhluk individu, sosial dan

ciptaan Tuhan.

17

Page 7: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Proceedings Seminar Nasiona! dengan tema"Membangun Pendidikan daiam Perspektif Karakter dan Kebangsaan"

Uraian tersebut memberikan petunjuk bahwa apa yang dimaksud pendidikankarakter tidak lain sebuah proses dan hakikat pendidikan yang sesungguhnya. Artinyahakikat pendidikan yang sesungguhnya adalah pendidikan karakter itu sendiri, Sebabkegiatan pendidikan adalah proses untuk membangun kepribadian dan mendewasakan diripeserta didik menjadi manusia yang seutuhnya, baik jasmani maupun ruhani. Gambaranmanusia seutuhnya ini telah tertera pada rumusan tujuan pendidikan nasional. Dijelaskandi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas bahwa pendidikan nasional berfungsimengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yangbermartabat dalam rangka meneerdaskan kehidupan bangsa. bertujuan untukmengembangkan potensi peserta dIdik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu. eakap, kreatif, mandiri.dan menjadi ™rga negara yang demokraUs serta bertanggung jawab. Inilah rumusantujuan pendtdtkan yang sesungguhnya, pendidikan yang umh, Aspek-aspek yangterkandung dalam nunusan tujuan pendidikan ini, baik yang terkait dengan aspek jasmanimaup™ roham; ̂ pek materiil maupun moral; aspek duniawl maupun ukhrowi-keeertoan mtelektual, emostonal maupun spiritual; dimensi personal, soelal-kultural'tntelektu^. maupun spiritual; baik kognitif. afektif maupun psikomotorik; baik eipta, rasa"maupun karsa.

Namun sayang dalam pelaksanaan pendidikan diA-A-'i. ' . pcnaioucan di lapangan, rumusan tuiuanpendtdtkan nastonal yang begin, komprehensif itu tidak sepenuhnya dined

Penyelenggaraan pendidikan kita leblh pragmads dengan tetap menektuL Tpenguasaan mat^ ajar, dan kurang memperhatlkan pengembangan moral dan kenrib dsebagai unsur yang fundamental dalam kehidupan manusia. Pnbadian

Menghadapi berbagai Kendala

Sudah disinggung dl atas bahwa dalam tataran praktik, pendidikan w, u.memperbatikan pengembangan moral dan kepribadian nee.«cenderung ditekankan pada penguasaan materi. Dengan demikian 'menjadi kurang mendapat perhatian. Pendidikan karakter di karaktermenghadapi beberapa kendala atau boleh dikatakan mengalami k memangdemikian? Ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam ^engapakarakter di Indonesia. ^ ̂̂"ibangan pendidikan

18

Page 8: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Proceedings Seminar Nasiona! dengan tema"Membangun Pendidikan dalam Perspektif Karakter dan Kebangsaan'

Uraian tersebut meraberikan petimjuk bahwa apa yang dimaksud pendidikana^ter ndak lain aebuah proses dan hakikat pendidikan yang sesungguhnya. Artinyaakdcat pendidikan yang sesungguhnya adalah pendidikan karakter itu sendiri Sebab

kegiatan pendidikan adalah pmses untuk membangun kepribadian dan mendewasakan diripeserta didik menjadi manusia yang seutuhnya, baik jasmani maupun luhani. Gambamnmanusia seutuhnya ini teiah terteia pada nimusan tujuan pendidikan nasional. Dijelaskandi dalam UU No. 20 tahun 2003 tentane Si^irfilfntac u^uyjo icniang Msdiknas bahwa pendidikan nasional berfungsimengembangkan kemampuan dan membentiit «,ofoiail memoentuk watak serta peradaban bangsa yangbermartabat dalam rangka mencerdaskan kehirlnnan u ^

Kehidupan bangsa, bertujuan untukmengembangkan potensi peserta didik agar meniadi •. j T, , manusia yang beriman dan bertaqwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia seh«t h -i .A • ^®nlmu, cakap, kreatif, mandiridan menjadi warga negara yang demokratis serta berfantujuan pendidikan yang sesungguhnya, pendidikan yirut^^As 7"^terkandung dalam nimnsan tujuan pendidikan ini. baik yang terkait dengra^rrjasZu'maupun roham; aspek materiil maupun moial; aspek dunia ■kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual- d' • ^ ukhrowi;mteiektual, maupun spiritual; baik kognitif, afektif maupun psikc77.'maupun karsa. onk, baik cipta, rasa,

Namun sayang dalam pelaksanaan pendidikan di lapannanpendidikan nasional yang begin, kompiehensif itu tidak , iPenyelenggaraan pendidikan kita lebih piagmatis denganpenguasaanmateri ajar, dan kurangmemperhatikanpengemban., Masebagai unsur yang fundamental dalam kehidupan man,..;,

Menghadapi berbagai Kendala

Sudah disinggung di atas bahwa dalam tataian praktik nend H nmemperhatikan pengembangan moral dan kepribadian ' ^cenderung ditekankan pada penguasaan materi. Dengan deliW^ Pendidikanmenjadi kurang mendapat perhatian. Pendidikan karakte karaktermenghadapi beberapa kendala atau boleh dikatakan mengalam" ^ memangdemikian? Ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam^' Mengapakarakter di Indonesia. P®^8embangan pendidikan

18

Page 9: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Problematika Pendidikan Karakter - Sardiman AM

Secara nasional, yang pertama persoalan tersebut nampaknya tidak dapatdilepaskan dari paradigma dan kebijakan serta arah pembangunan nasional di OrdeBaru. Kita tahu bahwa setelah Indonesia memasuki era Orde Baru, terjadilah perubahankebijakan pembangunan. Dengan dilatarbelakangi sejarah di era sebelumnya (Orde Lama)yang ditandai dengan hingar bingamya persoalan politik dan ideologi, yang terkesanmelupakan pembangunan ekonomi, sehingga kesejahteraan masyarakat menjaditerabaikan, maka pemerintahan Orde Baru mengambil kebijakan dengan menitikberatkanpembangunan di bidang fisik dan ekonomi. Seiring dengan modemisasi danberhembusnya paham materialisme, maka pembangunan ekonomi di era Orde Baru seperti

ukan jalan lapang, sehingga pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan.Sudah barang tentu hal ini dipandang banyak orang sebagai bentuk keberhasilan Ordearu. Dampaknya, hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan persoalan ekonomi,

materi, dan uang, pada umumnya tidak begitu menarik dan dipandang tidak marketable.Pembangunan yang bertumpu pada economic margin or gain (Soemamo Soedarsono,2009.114), juga telah membawa perubahan pandangan dan perilaku masyarakat.Masyarakat cenderung berilaku pragmatis dan mengorbankan idealisme sebagai wargabangsa. Pemenuhan kebutuhan jangka dekat lebih diutamakan. Bidang pendidikan yang

merupakan lahan kegiatan investasi masa depan (yang tidak secara langsung dapat

dinikmati), juga kurang mendapatkan porsi sebagairaana mestinya. Pada hal melalui

pendidikan akan dipersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Aspek

moralitas dan pendidikan karakter yang merupakan aspek fundamental dalam kegiatan

pembangunan, kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu knsis ekonomi dan moneter

yang menyeruak di tahun 1997/1998 mudah berlanjut menjadi knsis muldimensional yang

kemudian bermetamorfosis menjadi knsis intelektual dan hati nurani atau krisis akhlak

dan moral (Soemamo Soedarsono, 2009:115).

Selanjutnya, kemunduran pendidikan karakter itu juga disebabkan oleh

pelaksanaan pendidikan kita selama ini. Banyak kntik yang terlontar, terkait denganparadigma pembangunan yang lebih pragmatis, menyebabkan pendidikan kita jugaterpengaruh oleh prgamatisme. Pendidikan yang berlangsung melalui proses pembelajaran

lebih menitikberatkan pada kegiatan penguasaan materi, sehingga pembelajaran yangberlangsung lebih banyak merupakan proses menghafal informasi dan mengakumulasi

fakta. Pendekatan esensialisme masih begitu kuat pengaruhnya dalam pengembangan

19

Page 10: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Problematika Pendidikan Karakter - Sardimcm AM

Secara nasional, yang pertama persoalan tersebut nampaknya tidak dapatdilepaskan dari paradigma dan kebijakan serta arah pembangunan nasional di masa Orde

Baru. Kita tahu bahwa setelah Indonesia memasuki era Orde Baru, terjadilah perubahankebijakan pembangunan. Dengan dilatarbelakangi sejarah di era sebelumnya (Orde Lama)yang ditandai dengan hingar bingamya persoalan poiitik dan ideologi, yang terkesan

meiupakan pembangunan ekonomi, sehingga kesejahteraan masyarakat menjaditerabaikan, maka pemerintahan Orde Baru mengambil kebijakan dengan menitikberatkanpembangunan di bidang fisik dan ekonomi. Seiring dengan modemisasi danberhembusnya paham materialisme, maka pembangunan ekonomi di era Orde Baru sepertimenemukan jalan lapang, sehingga pertumbuhan ekonomi terus mengalami peningkatan.Sudah barang tentu hai ini dipandang banyak orang sebagai bentuk keberhasilan OrdeBaru. Dampaknya, hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan persoalan ekonomi,materi, dan uang, pada umumnya tidak begitu menarik dan dipandang tidak marketable.

Pembangunan yang bertumpu pada economic margin or gain (Soemamo Soedarsono,2009:114), juga telah membawa perubahan pandangan dan perilaku masyarakat.

Masyarakat cenderung berilaku pragmatis dan mengorbankan idealisme sebagai warga

bangsa. Pemenuhan kebutuhan jangka dekat lebih diutamakan. Bidang pendidikan yang

merupakan lahan kegiatan investasi masa depan (yang tidak secara langsung dapat

dinikmati), juga kurang mendapatkan porsi sebagaimana mestinya. Pada hal melalui

pendidikan akan dipersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Aspek

moralitas Hgn pendidikan karakter yang merupakan aspek fundamental dalam kegiatanpembangunan, kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu krisis ekonomi dan moneteryang menyeruak di tahun 1997/1998 mudah berlanjut menjadi krisis muldimensional yangkemudian bermetamorfosis menjadi krisis intelektual dan hati nurani atau krisis akhlakdan moral (Soemamo Soedarsono, 2009:115).

Selanjutnya, kemunduran pendidikan karakter itu juga disebabkan olehpelaksanaan pendidikan kita selama ini. Banyak kritik yang terlontar, terkait denganparadigma pembangunan yang lebih pragmatis, menyebabkan pendidikan kita jugaterpengaruh oleh prgamatisme. Pendidikan yang berlangsung melalui proses pembelajaranlebih menitikberatkan pada kegiatan penguasaan materi, sehingga pembelajaran yangberlangsung lebih banyak mempakan proses menghafal informasi dan mengakumulasi

fakta. Pendekatan esensiaiisme masih begitu kuat pengaruhnya dalam pengembangan

19

Page 11: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Proceedings Seminar Nasiona! dengan tema"Membangun Pendidikan dalam Perspektif Karakter dan Kebangsaan'

kunkulum di Indonesia (lihat Wayan Lasmawan, 2009:1). Pendidikan kita lebih banyakmelatih otak kiri, sehingga cenderung intelektualistik. Perkembangan dari kecendenmganitu dan adanya pengaruh Negara-negara maju, maka pendidikan kita lebih berorientasipada inovasi dan eksperimentasi yang bersifat teknologis, tetapi kurang membangunperspektif tujuan dan kebutuhan asasi, lebih didominasi oleh pencarian pengetahuanteknologis daripada pencarian tujuan filosofis yang lebih arif dan mendasar. Kemajuandan kualitas masyarakat lebih diartikan sebagai perubahan dalam penggunaan alat-alatteknologi ketimbang kemajuan dan kualitas dalam arti tujuan kehidupan yang asasi.(Sodiq A. Kuntoro, 2008:4) Pendidikan kita lebih berorientasi kekinian, dari masa depan.Sebab dalam praktiknya peserta didik yang dipikir praktisnya, yang penting dapatmengeijakan soal, rapomya baik dan naik kelas, NEM nya baik dan lulus. Oleh karena ituwajar kalau pembelajaran kita ini lebih banyak menjawab dan sangat minim bertanyaKalau meminjam bahasa filsafat dari Erich Fromm (1987), pendidikan kita cenderungmengambil paradigma "memiliki", ketimbang "menjadi". Dari kesemua itu pendidikankita telah kehilangan ruhnya sebagai proses memanusiakan manusia. Paradigmapendidikan kita yang demikian itu telah menyebabkan kurang memperhatikan pendidikanmoral dan kepribadian anak, pendidikan karakter menjadi stagnan.

Problem berikutnya, masih terkait dengan penyelenggaraan pendidikan yangterpengaruh oleh pragmatisme, yakni teknik penilaian. Penilaian pun harus vano m u«•! I t • ^ niuuQiidilakukan. Tagihan untuk penguasaan materi dipandang lebih mudah dapat dikurPendidikan karakter yang terkait dengan aspek nilai, moral dan kepribadian, dipandangsangat sulit untuk diukur. Sebagai akibat dari kuatnya pengaruh aliran positivisme, telahmembawa kebiasaan bahwa tagihan-tagihan penyelenggaraan pendidikan lebih bersifatakademik, dapat dikuantifikasikan, selalu observable, dan dapat diukur secara nyataDengan alasan objektivitas, maka dikembangkan instrumen penilaian (soal-soal tes) yangjuga mendekati kepastian, misalnya soal dengan pilihan ganda. Dengan demikianpendidikan karakter yang menyangkut pembiasaan moral dan perilaku baik danpenanaman nilai-nilai keutamaan akan sulit cara melakukan Denilniar, ^, , , , pcmiaian. Dengan alas an inimaka pendidikan karakter kurang mendapat perhatian dari para pendidik Seben

kalau ada kemauan bias saja dikembangkan penilaian untuk nenHinivA- ,uu 1 1 . pendidikan karakter. Harusdiingat bahwa menekankan penilaian pendidikan vansyang semata-mata pada kemammmnakademik-mtelektualistik telah meredusir keseluruhan proses nenHiH uproses pendidikan yang hanya pada

20

Page 12: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Proceedings Seminar Nasiona! dengan tema"Membangun Pendidikan daiam Perspektif Karakter dan Kebangsaan'

kimkulum di Indonesia (lihat Wayan Lasmawan, 2009:1). Pendidikan kite iebih banyakmelatih otak kiri, sehingga cendening inteiektuaiistik. Perkembangan dari kecendemnganItu dan adanya pengaruh Negara-negara raaju, maka pendidikan kita iebih bercrientasipada inovasi dan eksperimentasi yang bersifat teknologis, tetapi kurang membangunpeispektif tujuan dan kebutuhan asasi, Iebih didominasi oleh pencarian pengetahuanteknoiogis daripada pencarian tujuan filosofls yang iebih arif dan mendasar, Kemajuandan kualitas masyarakat iebih diartikan sebagai perabahan dalam penggunaan aiat-alatteknologi ketimbang kemajuan dan kualitas dalam arti tujuan kehidupan yang asasi.(Sodiq A. Knntoro, 2008:4) Pendidikan kita Iebih berorientasi kekinian, dari masa depan.Sebab daiam praktiknya peserta didik yang dipikir piaktisnya, yang penting dapatmengeijakan soai, rapomya baik dan naik kelas, NEM nya baik dan lulus. Oleh karena ituwajar kalau pembelajatan kita ini Iebih banyak menjawab dan sangat minim beitanyaKalau meminjam bahasa filsa&t dari Erich Fromm (1987), pendidikan kita cendemngmengambil paradigma "memiliki", ketimbang "menjadi". Dari kesemua itn pendidikankita telah kehiiangan ruhnya sebagai proses memanusiakan manusia. Paradi apendidikan kiU yang demikian itu telah menyebabkan kurang memperhatikan pendid^moral dan kepribadian anak, pendidikan karakter menjadi stagnan.

Problem berikutnya, masih terkait dengan penyelenggaraan pendidikan vanterpengaruh oleh pragmatisme, yakni teknik penilaian. Penilaian pun harus yane d hdilakukan. Tagihan untuk penguasaan mated dipandang Iebih mudah dapat dikurPendidikan karakter yang terkait dengan aspek nilai, moral dan kepribadian, dipandan.^sangat sulit unhik diukur. Sebagai akibat dari kuatnya pengaruh aliran positivisme, telahmembawa kebiasaan bahwa tagihan-tagihan penyelenggaraan pendidikan Iebih blmifat

emik dapat dikuantifikasikan. selalu observable, dan dapat diukur secara nyataengsn ^ objektivitas, maka dikembangkan instrumen penilaian (soal-soal tes) yang

juga men ekati kepastian. misalnya soal dengan pilihan ganda Dengan d -i,-pendidikan karakter yang menyangkut pembiasaan moral dan ne I k. ™penanaman nilai-nilai keutamaan akan sulit eara meiakukan penilaian nmaka pendidikan karakter kurang mendapat perhatian dari para ne h hT ™kalau ada kemauan bias saja dikembangkan penilaian untuk nenH-.f. ' ' 'diingat bahwa menekankan peniiaian pendidikan yang semat ' ' ̂akademik-intelektualistik telah meredusir keseiuruhan proses J7T kemampuan

P ndidikan yang hanya pada20

Page 13: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Problematika Pendidikan Karakter - Sardinian AM

satu dimensi, dan sering mengabaikan aspek yang fundamental dalam kehidupan, yakni

pengembangan karakter. Makna pribadi seseorang bagaikan sekumpulan barang produksi

yang dapat dikuantifikasi dan distandardisasi, tegas Doni Koesoema A. (2007). Tanpa

terasa temyata kita telah menyederhanakan persoalan yang sebenamya fundamental, yakni

melakukan pengembangan dan penilaian pendidikan secara nyata dan substansial.

Masih terkait dengan penyelenggaraan pendidikan yang bersifat intelektualistik,

temyata telah menjebak lembaga pendidikan/sekolah sebagai menara gading, lembaga

yang "terpisah" dari orang tua dan masyarakat. Sebab dengan sifat intelektualistik telah

melahirkan kesan bahwa pengembangan kecerdasan intelektual itu memang tugas dan

bidangnya guru-gum. Dengan demikian peran dan keterlibatan para orang tua atau

masyarakat menjadi lebih kecil. Orang tua dan masyarakat tidak terlibat dalam

pengembangan kecerdasan intelektual anak-anaknya (dalam arti yang sesungguhnya

secara stmktural), semua telah diserahkan kepada sekolah. Inilah yang semakin

meneguhkan peran sekolah sebagai lembaga pendidikan yang tugas pokoknya

mengembangkan kecerdasan intelektual. Dengan posisi ini jelas bahwa pendidikan

karakter tidak dapat berjalan dengan baik.

Di atas sudah dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan

pendidikan karakter mengalami stagnan atau tidak berlangsung secara terencana di

sekolah, yakni paradigma pembangunan yang menitikberatkan pada pembangunan fisik

dan ekonomi, pendidikan yang intelektualistik, serta cara penilaiannya yang sulit, Namunpada akhir tahun 2009 Presiden SBY telah menegaskan perlunya pendidikan karaktersebagai pilar pembangunan, dan pada awal tahun 2010 ini telah dicanangkan olehKementerian Pendidikan Nasional bahwa pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai

gerakan nasional. Temyata penegasan presiden dan dicanangkannya pendidikan budayadan karakter bangsa oleh Kementerian Pendidikan Nasional, dampaknya cukup luar biasa.

Banyak pihak, terutama Kementerian Pendidikan Nasional terns menggulirkan,

mensosialisasikan, dan menyusun program-program pelaksanaan pendidikan karakter.

Sekalipun digelorakan oleh pemerintah, bahkan juga presiden, namun bukan berarti tidak

ada problem yang akan dihadapi. Problem utamanya adalah penciptaan lingkungan yang

kondusif, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam

konteks ini problem yang cukup berat adalah program-program siaran di media massa dan

21

Page 14: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Proceedings Seminar Nasional dengan tema"Membangun Pendidikan dalam Perspektif Karakter dan Kebangsaan"

penggunaan alat komunikasi yang tidak bertanggung jawab. Ini semua harus kita waspadaikalau program pendidikan karakter itu ingin berhasil.

Penutup

Pendidikan karakter merupakan upaya yang amat penting dalam membangunkarakter bangsa. Pendidikan karakter bangsa merupakan suatu proses pembudayaan dantransformasi mlai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya Indonesia untuk melahirkanmsan atau warga negara yang berperadaban tinggi atas dasar kasih sayang dan salingmenghargai. Oleh karena itu keberhasilan pendidikan karakter akan dapat mengatasi carutmarutnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara (Mendiknas mengistilahkankehidupan dengan fenomena sirkus, lib. Harian KR, 3 Mei 2010). Meminjam kata-katadari Soemamo Soedarsono, maka keberhasilan pendidikan karakter akan + i

'"sngantarkanangsa Indonesia " dari gelap menuju terang"Untuk mendorong keberhasilan pendidikan karakter di Indonesia, maka

memperhatikan beberapa hal seperti telah dijelaskan di atas.1. Secara historis harus diingat bahwa pembangunan yang hanva nipr,;*-i u

^^'^inkberatkanpembangunan fisik dan ekonomi, akan menuai kerapuhan moral, kenrihaH- j.... ' '^'^Pnoadian dan jatidin bangsa. •'

2. Paradigma pendidikan yang cenderung intelektualistik harus segera Hink u t..... . . . aiubah ke arahpendidikan berbasis karakter, untuk mengembalikan makna nenHiH-i,

' • ^"^"uioikan yanesesungguhnya. ^ ^

3. Mestinya lembaga pendidikan, tidak semata-mata teijebak pada aliran.. . . Positivisme,teiapi periu mengembangkan pendidikan yang mendasarkan pada. . . "!>aiai pendidikandan nakikat tujuan asasinya, termasuk harus diusahakan mengembangkanpenilaian untuk pendidikan moral atau pendidikan karakter.

4. Keberhasilan pendidikan karakter sangat tergantung pada kondisi lingkungankondusif.

DAFTAR PUSTAKA

ALPTKI. (2009). Pemikiran tentang Pendidikan Karakter dalam »;« i • .Pendidikan Nasional, Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kej^nd'^k"''

22

Page 15: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Proceedings Seminar Nasionat dengan tema

"Membangun Pendidikan dalam Perspektif Karakter dan Kebangsaan"

penggunaan alat komunikasi yang tidak bertanggung jawab. Ini semua hams kita waspadai

kalau program pendidikan karakter itu ingin berhasil.

Penutup

Pendidikan karakter mempakan upaya yang amat penting dalam membangnn

karakter bangsa. Pendidikan karakter bangsa mempakan suatu proses pembudayaan dan

transformasi nilai-nilai kemanusiaan dan nilai-nilai budaya Indonesia untuk melahirkan

insan atau warga negara yang berperadaban tinggi atas dasar kasih sayang dan saling

menghargai. Oleh karena itu keberhasilan pendidikan karakter akan dapat mengatasi camt

mamtnya kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bemegara (Mendiknas mengistilahkan

kehidupan dengan fenomena sirkus, lib. Harian KR, 3 Mei 2010). Meminjam kata-kata

dari Soemamo Soedarsono, maka keberhasilan pendidikan karakter akan mengantarkanbangsa Indonesia " dari gelap menuju terang"

Untuk mendorong keberhasilan pendidikan karakter di Indonesia, maka perlumemperhatikan beberapa hal seperti telah dijelaskan di atas.

1. Secara historis hams diingat bahwa pembangunan yang hanya menitikberatkanpembangunan fisik dan ekonomi, akan menuai kerapuhan moral, kepribadian dan jatidiri bangsa.

2. Paradigma pendidikan yang cenderung intelektualistik hams segera diubah ke arahpendidikan berbasis karakter, untuk mengembalikan makna pendidikan yangsesungguhnya.

3. Mestinya lembaga pendidikan, tidak semata-mata teqebak pada aliran positivismetetapi perlu mengembangkan pendidikan yang mendasarkan pada filsafat pendidikandan hakikat tujuan asasinya, termasuk hams diusahakan mengembangkan carapenilaian untuk pendidikan moral atau pendidikan karakter.

4. Keberhasilan pendidikan karakter sangat tergantung pada kondisi lingkungan yangkondusif.

DAFTAR PUSTAKA

ALPTKI. (2009). Pentikiran tentang Pendidikan Karakter dalam Bingkai Utuh v*Pendidikan Nasional, Asosiasi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan

22

Page 16: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

Problematika Pendidikan Karakter - Sardinian AM

Bulach, Cletus R. (2002). "Implementing a Character Education Curriculum andAssessing Its Impact on Student Behavior", ProQuest Education JournalDec.2002.

Darmiyati Zuchdi. (2008). Humanisasi Pendidikan: Menemukan Kembali PendidikanYang Manusiawi, Jakarta: Bumi Aksara.

Doni Koesoema A. (2007). Pendidikan Karakter, Jakarta: Grasindo.

Eric Fromm. (1976). Memiliki dan Menjadi — Tentang Dua Modus Eksistensi (alihbahasaF. Soesilohardo), Jakarta: LP3ES

Kedaulatan Ral^at, Yogyakarta, 3 Mei 2010

Kirschenbaum, Howard. (1995). 100 Ways to Enhance Values and Morality in Schoolsand Youth Settings, Boston-London-Toronto-Sydney- Tokyo-Singapore: Allyn andBacon.

Lewis, Kirsten (1996). "Character Education Manifesto", News, Boston University.

Lickona, Thomas. (2000). "Talks About Character Education", wawancara oleh EarlyChilhood Today, ProQuest Education Journal, April, 2000.

Samsuri. (2009). "Mengapa Perlu Pendidikan Karakter", Makalah, disajikan padaworkshop tentang Pendidikan Karakter oleh FISE UNY. Yogyakarta.

Sodiq A. Kuntoro. (2008). "Sketsa Pendidikan Humanis Religius", Makalah, disampaikanpada diskusi dosen FIP UNY, 5 April 2008.

Soemamo Soedarsono. (2009). Karakter Mengantarkan Bangsa dari Gelab MenujuTerang, Jakarta: Kompas Gramedia.

Wayan Lasmawan. (2009). "Merekonstruksi Ke-IPS-an Berdasarkan ParadigmaTeknohumanistik", Makalah, disajikan pada Seminar tentang Pendidikan IPS olehFIS Undiksa, 30 Oktober, 2009.

Sardiman AM, M.Pd (FISE UNY) Judul makalah: Problematika dalam pendidikan

karakter.

Pertanyaan Tri Murtiningsih, M.Pd (Univ. 11 Maret Solo)

a. Konsep pendidikan yang cocok untuk sekolah umum agar bisa anak didiknyaberkarakter seperti di pondok?

b. Bagaimana cara penjaminan mutu di sekolah, terkait dengan pendidikan karakter

ini?

Jawaban:

a. Dalam pembelajaran guru jangan sekedar penguasaan materi, sehinggapendidikan cenderung hanya intelektualistik. Pendidikan di sekolah jangan terjebak

menjadi menara gading yang terpisah dari kelaurga dan masyarakat.

23

Page 17: BHOKBEEBINBa - UNYstaffnew.uny.ac.id/upload/130814615/lainlain/11... · 2021. 2. 26. · masih sering terdengar bahwa sudah lulus tetapi sewaktu ujian "ngepek", atau dapat bocoran

i9Proceedings Seminar Nasionai dengan tema j

"Membangun Pendidikan dalam Perspektif Karakter dan Kebangsaan"

b. Penjaminan mutu di sekolah semestinya tidak hanya terbatas pada pencapaiankinerja atau prestasi akademik, tetapi harus ada penilaian kineija/prestasi nonakademik siswa. Ke depan kementerian pendidikan nasionai harus jugamengembangkan sistem penilaian karakter siswa yang unggul.

24