5
Injeksi IM dilakukan dengan cara obat dimasukan ke dalam otot skeletal, biasanya otot deltoit atau gluteal. Onset of action IM > SK. Absorpsi obat dikendalikan secara difusi dan lebih cepat daripada SK karena vaskularitas pada jaringan otot lebih tinggi. Kecepatan absorpsi bervariasi bergantung pada sifat fisikokimia larutan yang diinjeksikan dan variasi fisiologi (sirkulasi darah otot dan aktivitas otot). Pemberian IM ke dalam otot dapat membentuk depot obat di otot dan akan terjadi absoprsi secara perlahan-lahan. Adapun kekurangan dari cara IM yaitu nyeri di tempat injeksi, jumlah volume yang diinjeksikan terbatas yang bergantung pada masa otot yang tersedia , dapat terjadikKomplikasi dan pembentukan hematoma serta abses pada tempat injeksi. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari depot otot antara lain kekompakan depot yang mana pelepasan obat akan lebih cepat dari depot yang kurang kompak dan lebih difuse, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa, pelarut yang digunakan, bentuk fisik sediaan, karakteristik aliran sediaan dan volume obat yang diinjeksikan. Contoh bentuk sediaan yang dapat diberikan melalui IM diantaranya emulsi minyak dalam air, suspensi koloid, serbuk rekonstitusi. Daerah tempat penyuntikan digambarkan di bawah ini.

BIBIN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sdfghjk

Citation preview

Injeksi IM dilakukan dengan cara obat dimasukan ke dalam otot skeletal, biasanya otot deltoit atau gluteal. Onset of action IM > SK. Absorpsi obat dikendalikan secara difusi dan lebih cepat daripada SK karena vaskularitas pada jaringan otot lebih tinggi. Kecepatan absorpsi bervariasi bergantung pada

sifat fisikokimia larutan yang diinjeksikan dan variasi fisiologi (sirkulasi darah otot dan aktivitas otot). Pemberian IM ke dalam otot dapat membentuk depot obat di otot dan akan terjadi absoprsi secara perlahan-lahan. Adapun kekurangan dari cara IM yaitu nyeri di tempat injeksi, jumlah volume yang diinjeksikan terbatas yang bergantung pada masa otot yang tersedia , dapat terjadikKomplikasi dan pembentukan hematoma serta abses pada tempat injeksi. Faktor yang mempengaruhi pelepasan obat dari depot otot antara lain kekompakan depot yang mana pelepasan obat akan lebih cepat dari depot yang kurang kompak dan lebih difuse, konsentrasi dan ukuran partikel obat dalam pembawa, pelarut yang digunakan, bentuk fisik sediaan, karakteristik aliran sediaan dan volume obat yang diinjeksikan. Contoh bentuk sediaan yang dapat diberikan melalui IM diantaranya emulsi minyak dalam air, suspensi koloid, serbuk rekonstitusi. Daerah tempat penyuntikan digambarkan di bawah ini.

Suntik. Sebagian orang sangat terbiasa mendengar kata suntik, bahkan ada yang merasa gak berobat kalo gak suntik. Hingga ada yang merasa perlu ke tempat lain (di hari yang sama) untuk suntik ketika dia minta suntik tidak dikabulkan oleh dokter sebelumnya, terutama pasien-pasien dengan penyakit tertentu, misalnya asma, yang merasa nyaman segera setelah injeksi. Sementara sebagian lainnya ngeri tatkala mendengar kata suntik. Baru mendengar kata suntik aja udah keringat dingin. Karenanya tak heran kata suntik masih suka digunakan untuk menakut-nakuti anak kecil. Awas, disuntik dokter atau Awas, disuntik pak matri . Terlepas pro-kontra perlu tidaknya suntik, tak dapat dipungkiri bahwa suntik merupakan salah satu cara pemberian obat melalui parenteral sesuai indikasi yang menyertainya.

Sumber gambar: Marcus M (Asia Images Collection)Khalayak, terutama di pedesaan, mengenal suntik sebagai salah satu cara memasukkan obat ke dalam tubuh (kecuali imunisasi) dan dianggap sebagai bagian dari pengobatan, setidaknya untuk meredakan keluhan yang dilanjutkan dengan obat lain sesuai penyakitnya.

Di sisi lain, Depkes gencar mengkampanyekan kepada masyarakat untuk tidak minta suntik jika tidak perlu sejak tahun 1994. Kala itu, penulis mengikuti sosialisasi kebijakan tersebut yang dilatarbelakangi penghematan anggaran. Kemudian ditambahkan argumen rasionalisasi pada tahun 1996 seiring dengan dimulakannya program Quality Asurance (QA).

Atas dasar itulah maka kita kerap menyaksikan Pusling (Puskesmas Keliling) berlabel kampanye untuk tidak minta suntik jika tidak perlu di beberapa kota di Jawa. (mungkin juga di daerah lain)

JENIS SUNTIKBerdasarkan cara masuknya, suntik terdiri dari:

Injeksi intramuskuler (dimasukkan ke dalam otot), lazimnya suntik di bokong bagian samping atas, paha dan lengan.

Injeksi intravena (melalui pembuluh darah baik), biasa dilakukan untuk mendapatkan efek terapi yang lebih cepat.

Injeksi subkutan (di bawah kulit), dilakukan pada keadaan tertentu untuk kondisi yang khusus, misalnya pada penderita status asmatikus, untuk meredakan sesak dengan cepat.

Injeksi intra-artikuler (ruang sendi), dilakukan untuk penyakit tertentu yang berhubungan dengan sendi.

Dan lain-lain.

Selain itu, suntik dilakukan untuk kepentingan imunisasi, kecuali imunisasi polio (melalui tetesan di mulut).

KETIKA PASIEN MINTA SUNTIKDi daerah pedesaan (terutama), mungkin para dokter kerap menjumpai permintaan suntik dari para pasiennya dengan pelbagai alasan.

Bagaimana sikap dokter ketika si pasien minta suntik ? Jawabannya terpulang kepada masing-masing dokter untuk menjelaskan kepada pasien tentang hubungan antara suntik dengan penyakit yang dideritanya.

Sumber gambar: Blend ImagesMenurut saya, apapun keputusan dokter, tidak memberikan suntikan ataupun memberikan suntikan, sepatutnya memberikan penjelasan yang rasional dan mendidik bagi para pasiennya.

Sebagai contoh, ketika pasien datang dengan status asmatikus yang memerlukan pertolongan segera dan pasien terbiasa dengan injeksi subkutan di lengan untuk segera meredakan sesaknya, sementara saat itu tekanan darah si pasien tinggi (hipertensi) dan dokter tidak berani memberikan suntikan, maka menolak memberikan suntik dengan alasan hipertensi bukanlah alasan yang tepat. Toh Prosedur Tetap menempatkan suntik subkutan sebagai langkah awal pertolongan pada kasus tersebut (selain langkah-langkah lain tentunya). Toh andaikata dirujuk ke RS (itupun kalo gak jauh dari RS), nantinya si pasien akan mendapatkan suntikan berulang kali, apapun kondisi si pasien.

KISAH NYATAKetika awal dioperasikannya Rawat Inap di ndeso kami, para perawat yang masih baru direkrut, mengalami kejadian yang sangat berharga untuk dipetik sebagai pelajaran.

Beberapa kali temen-temen petugas memberikan pertolongan kepada pasien dengan status asmatikus sesuai Prosdur Tetap. Namun, konon karena setengah panik melihat kondisi pasien yang masih megap-megap, diam-diam mereka merujuk pasien ke RS berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan di tengah malam buta. Maklum kebanyakan penderita asma mengalami sesak di tengah malam.

Apa yang terjadi ? Belum setengah jalan si pasien sudah gak sesak lagi. Wa akhirul kalamun, ambulance putar haluan untuk balik ke ndeso lagi. Gak jadi rujuk. Lha wong udah sembuh. Kala itu mereka mengaku merasa gak pede memberikan injeksi berulang sesuai Prosedur Tetap dan instruksi dokter. Eeealaaahhh.

Pada umumnya teman-teman sejawat dokter yang bertugas nun jauh di pedalaman relatif lebih trampil dan lebih berani mengambil keputusan tindakan medis untuk memberikan pertolongan kepada para pasiennya dalam keadaan tertentu lantaran kondisi geografis yang tidak memungkinkan untuk sebentar-sebentar merujuk pasien. Dan ini sangat bermanfaat bagi para dokter tersebut untuk memberikan bimbingan teknis kepada para stafnya, termasuk ketrampilan memberikan suntik manakala memang diperlukan sesuai indikasi.