Author
donhi
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Bidang Unggulan : Ekonomi/Pengentasan Kemiskinan Kode/Nama Rumpun ilmu: 571/manajemen
LAPORAN AKHIR
PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI TAHUN I
ANALISA PERSEPSI KEWIRAUSAHAAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PENSUTERAAN DI KABUPATEN WAJO
PROVINSI SULAWESI SELATAN
TIM PELAKSANA :
Dr.Hj.Nuraeni Kadir, SE.M.Si ( Ketua ) NIDN :0015035602 Prof.Dr.Abd.Rahman Kadir, SE, M.Si ( Anggota ) NIDN :0005026402 Prof.Dr.H.Syamsu Alam, SE, M.Si ( Anggota ) NIDN :0003076003 Dr. Abdul Razak Munir, SE, M.Si , M.Mktg ( Anggota ) NIDN :0006127403
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi nasional dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2005 –
2014) mengalami perubahan naik turun sesuai dengan trend kegiatan perekonomian
nasional. Mengukur pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari kegiatan
investasi, inflasi, impor dan ekspor yang secara langsung berdampak terhadap
kegiatan usaha ekonomi Indonesia secara umum dan kegiatan ekonomi masing-
masing provinsi.
Upaya untuk menjamin pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan dan
kestabilan perlu kebijakan pemerintah untuk menumbuhkan dan menggairahkan
aktivitas perekonomian yang ada di Indonesia melalui kebijakan peningkatan
kewirausahaan masyarakat untuk turut berpartisipasi dalam sektor ekonomi
potensial. Memahami urgensi upaya menggalakkan kewirausahaan yang dilakukan
oleh pemerintah kepada masyarakat atau inisiatif masyarakat dalam mengembangkan
kewirausahaan, kenyataannya masih rendah. Hal ini dikarenakan motif dan perilaku
masyarakat masih rendah tingkat kesadaran dan motivasi untuk menjadi enterpreneur
yang mampu mengembangkan kewirausahaan yang memiliki prospektif memajukan
ekonomi.
Menurut data statistik tahun 2014, tingkat persepsi kewirausahaan masyarakat
Indonesia baru mencapai 3.3% dari jumlah penduduk Indonesia yang mencari
pekerjaan di sektor perekonomian. Hal ini mengindikasikan bahwa keinginan untuk
berwirausaha masih rendah. Sementara data statistik tahun 2014 untuk skala
2
masyarakat Sulawesi Selatan, partisipasi kewirausahaan baru sekitar 2.9% dari
masyarakat yang mencari dan menciptakan lapangan kerja. Persentase ini menjadi
pertimbangan bagi Pemerintah Sulawesi Selatan untuk berupaya menggiatkan
tingkat sensitivitas dan simultan dalam upaya meningkatkan tingkat persepsi
kewirausahaan dalam menciptakan berbagai lapangan usaha.
Salah satu lapangan kerja yang potensial untuk dikembangkan di Provinsi
Sulawesi Selatan untuk beberapa kabupaten yang memiliki potensi pertenunan sutera
alam. Beberapa daerah yang menjadi sentra produksi sutera adalah Wajo, Bone, dan
Bulukumba. Sutera Sulawesi Selatan menjadi salah satu pengembangan kompetensi
usaha daerah. Pengembangan tenun sutera alam ini tidak bersinergi dengan upaya
dalam menumbuhkan semangat atau gairah masyarakat untuk memiliki persepsi
kewirausahaan pertenunan sutera. Kenyataannya di antara pelaku usaha tersebut
tidak memiliki persepsi kewirausahaan yang mampu mengembangkan usaha
persuteraan ini menjadi usaha yang potensial dan memiliki perspektif nilai ekonomis
yang tinggi. Terjadi kesenjangan dalam memahami persepsi kewirausahaan yang
mampu meningkatkan nilai tambah ekonomis dengan strategi pengembagnan usaha
yang harus dijalankan oleh masyarakat. Data usaha dan jumlah usaha pertenunan
sutera alam Sulawesi Selatan dapat diamati pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1
3
Potensi Pertenunan Sutera Alam Sulawesi Selatan
No Kota/Kabupaten Unit Usaha
Tenaga Kerja(orang)
Nilai Produksi (Rp)
1. Bantaeng Sulaman bordir Pakaian Jadi dr Tekstil
12 90
34
260
20.625 1.328.892
2. Barru Sutera Alam tenun
23
61
904.500
3. Bone Industri Pemintalan Sutera
18
40
9.300
4. Enrekang Pemintalan Benang Sutera Pertenunan Kain Sutera
587 12
2962
72
4.826.816 562.450
5. Bulukumba Sutera Alam tenun Tenun Sutera
20 334
55
668
83.526
21.165.750 6. Gowa
Industri Pertenunan
458
778
608.610 7. Jeneponto
Industri Pertenunan /Sulaman
329
338
95.100 8.
Luwu Industri Pemintalan Benang
2
9
28.125
9. Luwu Utara Industri Pemintalan Benang
1
20
20.000
10. Makassar Kerajinan Sutera
2
12
325.600
11. Maros Pakaian Jadi tekstil
129
234
11.069.250
12. Palopo Industri Tekstil
29
122
3.528.480
13 Pare-Pare Sulaman Bordir
85
104
770.100
14. Pinrang Pertenun Sutera Gedongan
275
388
2.575.000
15. Selayar Pakaian Jadi Tekstil
134
190
602.680
16. Sidrap Industri Pemintalan Benang Pertenunan
79
1.256
201
2.230
41.500 877.500
17. Sinjai Industri Pakaian Jadi
7
25
399.000
18. Soppeng Pertenunan ATBM Pemintalan Benang
3 35
63 94
640.656 2.119.420
19. Takalar Pakaian Jadi tekstil
43
145
500.000
20. Toraja Industri Pertenunan
153
320
215.200
21. Toraja Utara Industri Pertenunan
65
100
23.780.000
22. Wajo Kain Sutera Polos Pertenunan
7 86
19.596
544
33.557.664 3.414.000
Sumber: Disperindag Sulsel, 2014
4
Berdasarkan data yang ditunjukkan di atas, memperlihatkan bahwa gairah
kewirausahaan beberapa kabupaten dan kota yang memiliki potensi sutera di
Sulawesi Selatan masih rendah dilihat dari unit usaha, tenaga kerja dan nilai produksi
yang dihasilkan. Atas dasar ini maka perlu upaya perbaikan persepsi masyarakat
tentang kewirausahaan dan memberi tahu strategi pengembangan usaha pensuteraan
yang maju dan berkembang.
Fenomena yang ditemukan di masyarakat, seperti pada kasus pengembangan
usaha pensuteraan yang ada di Kabupaten Wajo yang dulu dikenal sebagai pemasok
produksi sutera yang terbesar di Sulawesi Selatan, namun saat ini gairah masyarakat
menurun untuk menekuni usaha tenun sutera alam. Kesenjangan yang menjadi
permasalahan dihadapi oleh masyarakat yang bergelut di bidang pensuteraan
dikarenakan rendahnya tingkat persepsi kewirausahaan yang dimiliki dan tidak
memiliki strategi pengembangan usaha yang maju dan berkembang.
Atas permasalahan ini, maka untuk memperbaiki dan meningkatkan persepsi
kewirausahaan masyarakat, khususnya petani sutera, perlu diperkenalkan Business
Model Canvas (BMC) atau kanvas model bisnis dan membantu melakukan analisis
strategi pengembangan usaha melalui pendekantan strength, weakness, opportunity,
threats yang biasa di singkat SWOT. Strond (2010:69) menyatakan bahwa untuk
mengatasi permasalahan gap tentang persepsi dan strategi pengembangan usaha yang
menurun, perlu direkomendasikan untuk menerapkan konsep BMC dan SWOT
sebagai solusi untuk meningkatkan pengembangan usaha. Hendlic (2010:58)
menyatakan BMC dan SWOT merupakan solusi untuk memperbaiki pengembangan
usaha.
5
Sementara untuk melihat strategi yang tepat dalam menentukan
pengembangan usaha maka digunakan analisa SWOT. Analisa ini penting untuk
melihat apa yang menjadi kekuatan dari usaha yang dikembangkan, menutupi
kelemahan yang dimiliki dalam berusaha, memahami keluhan yang tepat untuk
melakukan usaha dan ancaman apa yang dihadapi dalam menghadapi risiko usaha.
Rangkuti (2005:15) menyatakan bahwa SWOT merupakan analisa yang penting dan
utama untuk melakukan strategi pengembangan usaha.
Menyimak pentingnya pengembangan usaha di bidang pertenunan sutera yang
ada di Kabupaten Wajo dengan kenyataan yang terlihat banyak petani sutera yang
mau meninggalkan usaha yang telah digelutinya sejak lama dengan alasan usaha ini
kurang memiliki prospektif yang menguntungkan. Pertimbangan yang dikemukakan
ini merupakan sebuah persepsi yang belum menemukan sebuah model yang tepat
untuk mengembangkan persepsi kewirausahaan yang berorientasi nilai tambah
ekonomi dan belum mencoba menerapkan strategi pengembangan yang berorientasi
pada kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman untuk mengetahui posisi strategi
usaha yang dilakukan, apakah berada pada diagram pertumbuhan agresif
(aggressive), pemanfaatan peluang (diversification), peninjauan kembali (defensive)
dan tidak menguntungkan (turn around).
Atas dasar tersebut peneliti tertarik untuk mengangkat sebuah judul yang
berkaitan dengan pengabdian kepada masyarakat dalam meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petenun sutera di Kabupaten Wajo yaitu: ANALISA PERSEPSI
KEWIRAUSAHAAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA
PENSUTERAAN KABUPATEN WAJO PROVINSI SULAWESI SELATAN.
6
1.2 Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang , maka masalah penelitian ini adalah:
1. Bagaimana persepsi kewirausahaan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan?
2. Bagaimana strategi pengembangan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui persepsi kewirausahaan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Untuk menganalisis strategi pengembangan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
1.4 Implikasi Penelitian Implikasi penelitian yang diharapkan sebagai berikut :
1. Bagi usaha pensuteraan, sebagai bahan masukan dalam memahami persepsi kewirausahaan dan strategi pengembangan usaha pensutraan di Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan akan memperkaya pengembangan teori model bisnis dan strategi pengembangan bisnis serta menjadi sumbangan pemikiran bagi peneliti lain yang ingin meneliti lebih jauh dan mendalam terhadap hal yang belum terungkap dalam penelitian ini.
3. Bagi peneliti, menjadi hal yang bermanfaat dalam menerapkan model bisnis dan strategi pengembangan bisnis.
1.5 Urgensi Penelitian Urgensi penelitian ini adalah persepsi kewirausahaan dan strategi
pengembangan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
1.6 Hipotesis Penelitian Berdasarkan masalah di atas, maka diajukan hipotesis penelitian ini adalah:
1. Diduga persepsi kewirausahaan untuk menjalankan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Diduga strategi pengembangan usaha untuk meningkatkan pensuteraan di Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
1.7.Target Capain:
7
Untuk mewujudkan model dan strategi kewirausahaan yang mandiri ditengah
persaingan pasar persuteraan.
Sasarannya:
Sasaran penelitian untuk model bisnis kanvas berdasarkan sembilan elemen kunci berupa
customer segment, customer relationship, customer channel, revenue structure, value
proposition, key activities, key resource, cost structure, dan key partners:
a. Key partner yaitu menjaga kemitraan dengan para petenun sutera untuk keberlanjutan
usaha pensuteraan.
b. Key activities yaitu menggalakkan kegiatan promosi tenun sutera menjadi fokus
untuk pengembangan usaha pensuteraan.
c. Value proposition yaitu menerapkan proposisi nilai pasar yang menguntungkan
untuk pengembangan usaha pensuteraan.
d. Customer relationship, yaitu memperbaiki hubungan pelanggan dalam hal ini antara
hubungan petani dan petenun, serta petenun dengan pedagang.
e. Customer segmen, yaitu meningkatkan fokus pada segmen pelanggan lokal dalam
memasarkan produk tenun sutera.
f. Key resources, yaitu meningkatkan ketersediaan modal usaha sebagai sumber daya
kunci pengembangan usaha pensuteraan.
g. Channels, yaitu memberdayakan produksi tenun sutera melalui saluran usaha
rumahan sebagai bentuk pengembangan usaha pensuteraan.
h. Revenue stream, yaitu meningkatkan pendapatan melalui pengembangan usaha
pensuteraan dengan target produksi lokal dan nasional.
Selanjutnya sasaran untuk strategi pengembangan usaha pensuteraan yaitu strategi agresif
(Aggressive Strategy), dimana usaha pensuteraan dituntut lebih agresif dalam
menggunakan kekuatannya untuk menghadapi peluang pasar yang besar.
BAB II
8
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Persepsi
Sugihartono (2007: 8) mengemukakan bahwa persepsi adalah kemampuan otak
dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang
masuk ke dalam alat indera manusia. Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut
pandang dalam penginderaan. Ada yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau
persepsi yang positif maupun persepsi negatif yang akan mempengaruhi tindakan
manusia yang tampak atau nyata.
Walgito (2004: 70) mengungkapkan bahwa persepsi merupakan suatu proses
pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme
atau individu sehingga menjadi sesuatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang
integrated dalam diri individu. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh
individu dengan berbagai macam bentuk. Stimulus mana yang akan mendapatkan
respon dari individu tergantung pada perhatian individu yang bersangkutan.
Berdasarkan hal tersebut, perasaan, kemampuan berfikir, pengalaman-pengalaman
yang dimiliki individu tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil
persepsi mungkin akan berbeda antar individu satu dengan individu lain.
Rakhmat (2007: 51) menyatakan persepsi adalah pengamatan tentang objek,
peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi
dan menafsirkan pesan. Sedangkan, Suharman (2005:23) menyatakan persepsi
merupakan suatu proses menginterpretasikan atau menafsir informasi yang diperoleh
melalui sistem alat indera manusia. Menurutnya ada tiga aspek di dalam persepsi yang
9
dianggap relevan dengan kognisi manusia, yaitu pencatatan indera, pengenalan pola,
dan perhatian.
Penjelasan di atas dapat ditarik suatu kesamaan pendapat bahwa persepsi
merupakan suatu proses yang dimulai dari penglihatan hingga terbentuk tanggapan
yang terjadi dalam diri individu sehingga individu sadar akan segala sesuatu dalam
lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.
2.2 Konsep Strategi
Berbicara mengenai konsep strategi, terlebih dahulu menjelaskan mengenai
konsep strategi sebagai suatu metodologi yang membantu dalam membuat, menilai
secara kritis dan mengkomunikasikan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
yaitu keyakinan tentang kebenaran yang masuk akal atau plausible tentang hasil
kebijakan organisasi. Maksud dari metodologi yang erat hubungannya dengan
aktivitas intelektual dan praktis dalam strategi, menurut Antonio (2009:85)
menyatakan bahwa strategi disebut juga logic of inquiry yaitu kegiatan pemahaman
manusia mengenai pemecahan masalah sebagai kunci dari metodologi yang
digunakan dalam menganalisis kebijakan organisasi dan merumuskan masalah untuk
mencari solusi sesuai dengan tingkat kebutuhan dinamika organisasi.
Maksud dari uraian pernyataan di atas mengenai strategi merupakan kebijakan
yang menjadi proses untuk menghasilkan pengetahuan dalam proses kebijakan.
Menurut E.S. Quade (2009:75) yang mendeskripsikan strategi sebagai suatu bentuk
analisis yang menghasilkan dan meyakinkan informasi sedemikian rupa, sehingga
dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dan pembuat keputusan.
10
2.3 Konsep Kewirausahaan
Kewirausahaan memiliki arti yang berbeda-beda antar para ahli atau sumber
acuan karena beragam pula titik berat dan penekanannya. Richard Cantillon (1775),
misalnya mendefenisikan kewirausahaan sebagai bekerja sendiri (self-employment).
Seorang wirausaha membeli barang saat ini pada harga tertentu dan menjualnya pada
masa yang akan datang dengan harga tidak menentu. Jadi defenisi ini lebih
menekankan pada bagaimana seseorang menghadapi resiko atau ketidakpastian.
Berbeda dengan Cantillon, menurut Penrose (1963) kegiatan kewirausahaan
mencakup identifikasi peluang di dalam sistem ekonomi. Menurut Harvey
Leinbenstein (1968,1979), kewirausahaan mencakup kegiatan yang dibutuhkan
untuk menciptakan atau melaksanakan perusahaan pada saat semua pasar belum
terbentuk atau belum teridentifikasi dengan jelas atau komponen fungsi produksinya
belum diketahui sepenuhnya.
Bygrave (1993) mendefinisikan kewirausahan sebagai penciptaan organisasi
baru untuk meraih peluang. Wirausaha menurut Bygrave (1997) adalah seorang yang
mampu menciptakan usaha baru, termasuk membeli badan usaha yang sudah ada.
Suryana (2004) mengatakan bahwa kewirausahaan adalah sikap, jiwa dan
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna
bagi dirinya dan orang lain. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan
peluang dalam mengembangkanusahanya dengan tujuan untuk meningkatkan
kehidupannya. Berarti kewirausahaan adalah sikap kreatif dan terampil
memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya.
11
Menurut McClelland (1961), orang yang telah menjadi wirausaha umumnya
mempunyai tingkat kebutuhan yang lebih tinggi bila dibandingkan orang lain.
Penelitian McClelland ini kemudian menemukan bahwa wirausaha adalah peraih
keberhasilan tingkat tinggi, dimana karakteristik yang sama ditemukan pada
eksekutif perusahaan sukses. Dorongan untuk keberhasilan tersebut tampak dalam
pribadi yang ambisius memulai perusahaan barunya dan kemudian mengembangkan
perusahaan tersebut pada orang tertentu.
Berdasarkan beberapa pengertian dari kewirausahaan (entrepreneur)
sebelumnya disimpulkan bahwa kewirausahaan menyangkut tiga hal penting yaitu
pertama, kreativitas dan inovasi. Kedua, bentuk dari organisasi ekonominya. Dan
ketiga, resiko dan ketidakpastian. Ketiga hal yang membentuk konsep kewirausahaan
ini identik dengan kemampuan para pengusaha dalam dunia usaha business.
2.4 Konsep Strategi Pengembangan Bisnis
Strategi pengembangan bisnis mempunyai kaitan yang erat dengan kegiatan
saluran distribusi, di mana saluran distribusi merupakan bagian dari strategi
pengembangan bisnis yang diterapkan oleh perusahaan dalam meningkatkan
peningkatan penjualan suatu produk/jasa (Vincent Gaspersz, 2008:74).
Tinjauan lain dari Umar Zain (2000:207) mengenai definisi strategi
pengembangan bisnis adalah dua suku kata yang memiliki makna yang luas, yaitu
“strategi” dan “bisnis”. Dimana “strategi” berarti melakukan cara, teknik, taktik dan
langkah-langkah yang mengajak untuk mendapatkan keuntungan. Sedangkan
“bisnis” adalah aktivitas dari pelaksanaan cara atau metode penjualan dan pembelian
suatu produk/jasa. Jadi, strategi pengembangan bisnis adalah melakukan cara yang
12
tepat untuk mengajak penjual atau pembeli untuk mendapatkan keuntungan dari
metode yang digunakan dalam transaksi jual beli produk/jasa melalui saluran
distribusi yang jelas.
Ini menjadi pemikiran para ahli pemasaran untuk memberikan berbagai batasan
atau definisi yang konsisten, bahwa strategi pengembangan bisnis adalah suatu
aktivitas untuk mengajak penjual atau pembeli dalam mendapatkan keuntungan dari
metode yang digunakan dalam transaksi jual beli suatu produk/jasa. Sehingga,
menurut Tunggal Amin Praja (2007:55), “unsur yang melekat dari strategi
pengembangan bisnis adalah teknik menjual, membeli dan mempromosikan suatu
produk/jasa atau komoditi, sehingga memperoleh keuntungan penerapan strategi
pengembangan bisnis tanpa mengabaikan saluran distribusi”.
2.5 Strategi Pengembangan Bisnis dalam Posisi Persaingan
Pesaing memang bisa merupakan ancaman. Namun, pesaing yang tepat justru
dapat memperkuat, bukannya memperlemah, posisi bersaing perusahaan di banyak
industri, pesaing yang baik justru dapat menunjang berbagai tujuan strategis yang
memungkinkan meningkatnya keunggulan bersaing jangka panjang suatu perusahaan
serta bertambah baiknya struktur industri. Dengan demikian seringkali lebih
menguntungkan bagi perusahaan itu jika terdapat satu pesaing, yang baik atau lebih
dan bahkan jika perusahaan ini dengan sengaja memperkecil bukan berupaya
memperbesar, pangsa pasarnya. Membesarnya pangsa pasar seringkali merupakan hal
yang lebih buruk dari pada semakin kecilnya pangsa pasar. Sekaligus perusahaan
harus memusatkan usahanya untuk menyerang para pesaing yang buruk sambil
13
mempertahankan posisi relatifnya terhadap para pesaing yang baik. Prinsip-prinsip
ini berlaku bagi semua pemilik pangsa pasar baik yang besar maupun yang kecil.
Strategi dalam posisi persaingan menurut Porter (2004 : 191) adalah cara
sebuah perusahaan dapat memahami dan mempengaruhi berbagai pesaingnya guna
meningkatkan keunggulan bersaingnya serta memperbaiki struktur pemasaran
perusahaan. Hal ini dapat membantu perusahaan mengidentifikasi pesaing yang layak
diserang serta pesaing yang tidak layak diserang karena menguntungkan
kedudukannya sendiri dan struktur pemasaran perusahaan dalam memenangkan
persaingan.
2.6 Model Bisnis Canvas (Business Model Canvas – BMC)
Model bisnis menjadi salah satu yang paling menonjol di antara konsep
manajemen lain. Penyebab utama kepopuleran model bisnis adalah karena ditengarai
banyak organisasi yang tumbuh pesat karena kemampuannya menciptakan model
bisnis yang tepat. Kanvas model bisnis atau lebih dikenal dengan busienss model
canvas (BMC) merupakan konsep model bisnis yang dikembangkan oleh Osterwalder
dan Pigneur (2010:18) yaitu suatu model bisnis yang rumit menjadi sederhana melalui
pendekatan kanvas, ditampilkan dalam satu lembar kanvas, berisi peta sembilan
elemen (kotak). Karena kesederhanaannya, metode kanvas dapat mendorong
sebanyak mungkin karyawan yang terlibat dalam pengembangan model bisnis
perusahaannya, sebagaimana ditunjukkan gambar kanvas model bisnis sebagai
berikut:
Gambar 1
14
Business Model Canvas
Sumber: Osterwalder dan Pigneur (2010:18)
BMC adalah sebuah model bisnis gambaran logis mengenai bagaimana sebuah
perusahaan menciptakan, menghantarkan dan menangkap sebuah nilai (Osterwalder,
2010). Canvas ini membagi business model menjadi 9 buah komponen utama,
kemudian dipisahkan lagi menjadi komponen kanan (sisi kreatif) dan kiri (sisi logik).
Persis seperti otak manusia. Kesembilan komponen yang ada tersebut adalah sebagai
berikut, (diurut dari kanan ke kiri):customer segment, customer relationship,
customer channel, revenue structure, value proposition, key activities, key resource,
cost structure, dan key partners.
Customer Segment (CS) yaitu menentukan segmen target customer dari bisnis
yang akan dikembangkan. Posisikan diri pada sisi customer untuk Penggunaan BMC
memperhatikan apa yang dilihat, didengar, dipikirkan dan dilakukan, menjadi
15
keinginan dan tujuan, rasa takut, dan harapan. Value Proposition (VP) yaitu
memperkirakan kebutuhan customer yang sudah diidentifikasi pada customer
segment. Berdasarkan kebutuhan itu, selanjutnya dapat didefinisikan value (nilai) apa
yang akan diberikan agar mampu memenuhi kebutuhan customer. Value yang
diberikan itu akan menjadi nilai inti dari kegiatan bisnis.
Customer Relationship (CR) yaitu mendefinisikan hubungan antara perusahaan
dan customer. Macam-macam jenis hubungan mulai dari memberikan bantuan
personal perorangan kepada setiap customer, dengan memanfaatkan komunitas, atau
bahkan berupa ‘self service’, yaitu tidak berhubungan langsung dengan customer.
Channel (CH) yaitu cara untuk mencapai customer. Channel ini adalah jalur antara
perusahaan dengan customer, bagaimana delivery dari value yang diberikan akan
mampu mencapai customer dengan baik.
Revenue Stream (RS) yaitu representasi dari jalur penerimaan uang yang akan
diterima dari setiap customer segment. Definisikan cara tertentu untuk menghasilkan
revenue dari setiap customer segment. Key Resource (KR) adalah sumber daya utama
yang menjelaskanmengenai aset terpenting yang diperlukan dalam membuat model
bisnis kerja. Setiap model bisnis memerlukan sumber daya utama yang
memungkinkan perusahaan untuk membuat dan melebihi proposisi nilai, mencapai
pasar, memelihara hubungan dengan segmen pelanggan, dan memperoleh
pendapatan.
Key Activities (KA) adalah kegiatan utama yang menjelaskan hal terpenting
yaitu perusahaan harus membuat model bisnis. Setiap model bisnis dibuat untuk
sejumlah kegiatan utama. Hal ini merupakan tindakan yang paling penting bagi
16
perusahaan sehingga harus maksimal untuk dapat menghasilkan operasi yang
berhasil.
Key Partners (KP) adalah kunci kemitraan yang menjelaskan jaringan pemasok
dan mitra yang membuat pekerjaan model bisnis. Perusahaan menjalin kemitraan
untuk banyak alasan, dan kemitraan menjadi landasan model bisnis.Perusahaan
membentuk aliansi untuk mengoptimalkan model bisnisnya, mengurangi resiko, atau
memperoleh sumber daya. Ada empat jenis kemitraan yaitu strategi aliansi antara
non-pesaing, strategi kemitraan antara pesaing, usaha bersama untuk
mengembangkan bisnis baru dan hubungan pembeli-pemasok untuk menjamin
pasokan yang dapat diandalkan
Cost Structure adalah struktur biaya yang menggambarkan semua biaya yang
dikeluarkan dalam mengoperasikan model bisnis ini. Blok bangunan ini menjelaskan
biaya yang paling besar terjadi antara biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk dapat
menghasilkan value proposition yang ditujukan pada Customer Segment sehingga di
peroleh Revenue Stream. Biaya tersebut dapat dihitung relatif mudah setelah
mendefinisikan sumber daya utama, kegiatan utama, dan kunci kemitraan.
2.7 Konsep SWOT
Analsis SWOT digunakan untuk melihat kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan. Dengan melihat kekuatan yang
dimiliki serta mengembangkan kekuatan tersebut dapat dipastikan bahwa perusahaan
akan lebih maju dibanding pesaing yang ada. Demikian juga dengan kelemahan yang
dimiliki harus diperbaiki agar perusahaan bisa tetap eksis. peluang yang ada harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh perusahaan agar volume penjualan dapat
17
meningkat. Dan ancaman yang akan dihadapi oleh perusahaan haruslah dihadapi
dengan mengembangkan strategi pengembangan bisnis yang baik.
SWOT menurut Sutojo (2002 : 8) adalah untuk menentukan tujuan usaha yang
realistis, sesuai dengan kondisi perusahaan dan oleh karenanya diharapkan lebih
mudah tercapai. swot adalah singkatan dari kata-kata strength (kekuatan perusahaan)
weaknesses (kelemahan perusahaan), opportunities (peluang bisnis) dan threats
(hambatan untuk mencapai tujuan).
Analisis SWOT menurut Rangkuti (2002 : 19) adalah bagaimana perusahaan
melihat kekuatan dan kelemahan yang dipakai akibat pengaruh dari dalam perusahaan
(internal capability) dan bagaimana perusahaan melihat peluang dan ancaman dari
lingkungan luar yang perlu diketahui untuk menyusun strategi yang efektif.
Definisi dari faktor-faktor penilaian tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan (Strength) adalah sumber daya, keterampilan dan keunggulan relatif
perusahaan dan keinginan pasar yang dilayani perusahaan atau diharapkan untuk
dilayani.
b. Kelemahan (Weakness) adalah keterbatasan atau kekurangan yang secara berarti
mengurangi kinerja perusahaan.
c. Peluang (Opportunities) adalah suatu yang paling menguntungkan dalam suatu
lingkungan perusahaan.
d. Ancaman (Threat) adalah situasi yang tidak menguntungkan perusahaan. Bentuk
ancaman yang dihadapi perusahaan datang dari pesaing.
2.8 Penelitian Terdahulu
18
1. Line Hvilsom (2012). Business Model Components and Their Interrelations: A
Study of Understandings and Interpretations of Busienss Models and A Single
Case Study of Liz Claiborne. Department of International Economis and
Management, Copenhagen Business School. Rekomendasi untuk menggunakan
model bisnis kanvas sebagai sebuah persepsi bisnis dalam menerapkan strategi.
Model ini sangat membantu untuk mengembangkan bisnis melalui sembila unsur
penting dalam keberhasilan pemasaran bisnis dalam mendukung strategi yang
tepat digunakan.
2. Alexander Ostewalder dan Yves Pigneur (2009). Business Model Generation.
Business and Design. ISBN: 978-2-8399-0580-0. Model bisnis kanvas
merupakan sebuah model bisnis yang tepat dalam melakukan persepsi bisnis
yang maju dan berkembang. Ada sembilan unsur kanvas yang dapat dituangkan
dalam aktivitas pemasaran bisnis.
3. Mark G Livinston (2012). The Reinvention of Business: New Operating Models
for the Nex Generation Enterprise. A Report by Harvard Busienss Review
Analytic Service. Kewirausahaan sangat mendukung model bisnis kanvas untuk
mengelola sebuah persepsi bisnis dalam aktivitas pemasaran yang menerapkan
strategi analitik dengan menggunakan sembilan elemen penilaian bisnis.
4. Manajemen Forum.Com. (2010). Business Model Canvas. Executive
Development Program. http://www.forummanajemen.com. Model bisnis kanvas
menjadi solusi yang tepat dalam pengembangan kewirausahaan melalui
penerapan persepsi bisnis yang memiliki strategi memenangkan persaingan.
5. Wisnu Sakti Dewobroto (2013). Penggunaan Business Model Canvas sebagai
Dasar untuk Menciptakan Alternatif Strategi Bisnis dan Kelayakan Usaha. Jurnal
19
Teknik Industri. ISSN: 1411-6340. Rekomendasi hasil penelitian dengan
Business Model Canvas dapat disimpukan bahwa terdapat 9 area yang harus
menjadi fokus strategi salon mobil 21 DUA SATU. Value dari salon mobil harus
menekankan pada produk premium, kenyamanan fasilitas tempat dan hasil akhir
yang berkualitas serta bergaransi. Hal ini berdasarkan dari segmentasi utama
salon mobil yaitu wiraswasta, pegawai swasta atau mahasiswa yang berusia
antara 25 – 54 tahun. Selain tempat yang dekat dengan sentra onderdil BSD city
Serpong, konsumen tertarik akan penawaran membership yang mempunyai
fasilitas utama salon mobil bergaransi.
6. Fitri Fatimah Patmana Putri (2014) Analisis Inovasi Model Bisnis Menggunakan
Pendekatan Business Model Canvas. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Telkom. Rekomendasi hasil penelitian menemukan bahwa terdapat ancaman
yang harus diantisipasi seperti memperbaiki website yeng merupakan channel
penting bagi Bebek Garang. Bebek Garang harus membuat sistem delivery yang
lebih efisien. Bebek Garang harus menambahkan value propositions kepada
pelanggan melalui kenyamanan pelanggan agar tidak terjadi perpindahan
pelanggan kepada pesaing, karena hal tersebut merupakan antisipasi Bebek
Garang terhadap ancaman yang akan datang.
7. Abu Hafs Al Faruq (2014) Analisis Pengembangan Bisnis pada PT. Bonli Cipta
Sejahtera dengan Pendekatan Business Model Canvas. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Telkom. Hasil penelitian merekomendasikan model bisnis
PT.Bonli Cipta Sejahtera saat ini sudah cukup baik jika ditinjau dari aspek-aspek
Business Model Canvas. Saran bagi PT.Bonli Cipta Sejahtera agar menambah
media online dan offline untuk lebih menjangkau pelanggan, yang kedua
20
menjaga hubungan baik dengan pelanggan melalui IT, yang ketiga menambah
varian jenis kue agar pelanggan tidak bosan, yang keempat memberikan promo-
promo khusus kepada pelanggannya, yang kelima membuat delivery service agar
memudahkan pelanggan melakukan pembelian dan saran yang terakhir membuat
anak perusahaan agar menambah pendapatan perusahaan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
21
Penelitian ini dirancang untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan dan tujuan yang hendak dicapai serta menguji hipotesis. Rancangan
penelitian menurut Kerlinger (2000) merupakan suatu struktur penyelidikan yang
disusun sedemikian rupa, sehingga peneliti memperoleh jawaban untuk pertanyaan-
pertanyaan penelitian, dibedakan sebagai berikut:
1. Penelitian ini merupakan penelitian exploratory yaitu berusaha untuk mencari
hubungan-hubungan yang relatif baru, dan explanatory yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara menjelaskan gejala yang ditimbulkan oleh suatu obyek
penelitian.
2. Ditinjau dari aspek datanya adalah penelitian ex post facto, yang berarti setelah
kejadian yaitu penelitian yang bersifat pencarian empirik yang sistematik.
3. Ditinjau dari tujuannya adalah studi kausal yang berusaha menjelaskan persepsi
kewirausahaan dan strategi pengembangan usaha pensuteraan Kabupaten Wajo
Provinsi Sulawesi Selatan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan
tepatnya pada industri pensuteraan. Tempat lokasi penelitian ini dipilih dengan
alasan memudahkan peneliti memperoleh data penelitian baik bersifat data primer
maupun data sekunder, demikian pula peneliti banyak mengetahui mengenai kondisi
lingkungan kerja, termasuk untuk melihat persepsi kewirausahaan dan strategi
pengembangan usaha pensuteraan.
Waktu penelitian dilakukan berdasarkan lama waktu kegiatan penelitian mulai
dari melakukan usulan penelitian, kegiatan survei lapangan, pembuatan proposal,
22
kegiatan penelitian, pengumpulan data penelitian, sampai dengan perampungan hasil
penelitian dan proses kegiatan penyelesaian penelitian yang membutuhkan waktu
kurang lebih 1 (satu) bulan persiapan, 1 (satu) bulan persiapan pengumpulan data dan
pembuatan hasil penelitian dan 1 (satu) bulan proses kegiatan penyelesaian studi.
Jumlah waktu yang digunakan selama 3 (tiga) bulan.
3.3 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan:
1. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data melalui tanya jawab langsung kepada
sejumlah responden terpilih yang berkaitan dengan persepsi kewirausahaan dan
strategi pengembangan usaha pensuteraan Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi
Selatan.
2. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data di mana peneliti terlibat langsung untuk
mengamati persepsi kewirausahaan dan strategi pengembangan usaha
pensuteraan Kabupaten Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
3. Studi dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-
buku maupun jurnal yang berkaitan dengan topik pembahasan.
4. Penyebaran kuesioner digunakan untuk mendapatkan data kuantitatif terdiri dari
variabel bebas dan variabel terikat. Teknik pengukuran, menggunakan Skala
Likert. Teknik ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan kepada responden
untuk dijawab sesuai dengan tingkat penerimaan responden. Sifat pertanyaan
tertutup, artinya jawaban sudah ditentukan oleh peneliti, responden tinggal
memilih jawaban yang tersedia. Jawaban terdiri dari empat kategori yaitu 4,3,2,1,
23
di mana masing-masing jawaban akan ditabulasikan, sehingga diperoleh nilai
rata-ratanya.
3.4 Populasi dan Teknik Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah para petenun sutera yang menjalankan
usaha pensuteraan sebanyak 231` orang.
Sampel adalah kumpulan sampling unit yang dipilih dari suatu kerangka
sampling. Emory dan Cooper (1991) mengemukakan bahwa sampel adalah bagian
dari populasi yang dipilih secara cermat untuk mewakili populasi. Singarimbun
(1995) bahwa penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu
populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
Menggunakan rumus Slovin sebagai berikut.
n = 21 NeN
+
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Besar Populasi
e = Tingkat Kepercayaan (5% = 0.05)
3.5 Analisis Data
Untuk membuktikan hipotesis yang dikemukakan penulis, maka metode
analisis model bisnis canvas untuk mengetahui persepsi kewirausahaan dan analisis
24
SWOT untuk mengetahui strategi pengembangan usaha pensuteraan Kabupaten
Wajo Provinsi Sulawesi Selatan.
Model bisnis canvas (business model canvas – BMC) sebagai dasar untuk
menciptakan alternatif strategi pengembangan bisnis dan kelayakan usaha
pensuteraan, yang dibagi menjadi dua yaitu pertama untuk mengetahui skema garis
besar strategi perusahaan dengan memetakan bisnis usaha pensuteraan dalam BMC
dan kedua, melihat kelayakan bisnis dari sisi finansial melalui analisa reveneu stream
(pendapatan) dan cost structure (biaya) ada BMC yang telah dibuat.
Analisis SWOT adalah suatu analisis untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan serta peluang dan ancaman yang dihadapi oleh usaha pensuteraan dalam
penerapan BMC. Hal ini dilakukan untuk menentukan bobot dan rating dari faktor
internal yaitu kekuatan, kelemahan dan faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman.
5. SWOT (Strenghts, Weaknesess, Opportunities dan Threats) adalah pendekatan
analisis untuk menentukan formulasi strategi pengembangan bisnis di masa
mendatang.
a. Kekuatan (strenghts) adalah faktor-faktor internal perusahaan yang
mendukung atau mempunyai keunggulan untuk pencapaian perkembangan
pasaran. Kekuatan yang dimaksud meliputi sumber daya manusia, sumber
daya keuangan, kepemimpinan pasar, hubungan pelanggan dan kepemilikan
usaha pensuteraan
b. Kelemahan (weaknesses) adalah faktor-faktor internal perusahaan yang
menghambat atau membatasi perkembangan pasar. Kelemahan yang
25
dimaksud berupa sumber daya keuangan, kemampuan manajemen,
keterampilan pemasaran dan citra usaha pensuteraan.
c. Peluang (opportunities) adalah faktor-faktor di luar lingkungan perusahaan
yang menguntungkan dalam perkembangan pasar. Peluang yang dimaksud
berupa segmen pasar, perubahan kompetisi atau kebijakan, teknologi dan
peningkatan hubungan dengan pelanggan atau pemilik usaha pensuteraan.
d. Ancaman (threats) adalah faktor-faktor di luar lingkungan perusahaan yang
merupakan ancaman bagi perusahaan sehingga menghambat perkembangan
pasar. Ancaman yang dimaksud berupa pertumbuhan pasar yang lambat,
persaingan yang tidak sehat, kemajuan teknologi dan perubahan kebijakan
pengembangan usaha pensuteraan.
3.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah gambaran tentang fokus pengamatan penelitian
meliputi pengembangan usaha, persepsi kewirausahaan berdasarkan model BMC dan
strategi pengembangan usaha melalui SWOT. Lebih jelasnya ditunjukkan kerangka
konseptual sebagai berikut:
Gambar 5
Kerangka Konseptual
Usaha Pensuteraan
Persepsi Kewirausahaan BMC
Strategi Pengembangan Usaha SWOT
Pengembangan Kewirausahaan
26
3.7 Kerangka Model Operasional Penelitian
Gambar 6 Kerangka Model Operasional Penelitian
USAHA PENSUTERAAN DI KABUPATEN WAJO
Persepsi Kewirausahaan
PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN
Business Model Canvas
- Customer Segment - Value Proposition - Channel - Customer Relationship - Revenue Stream - Key Resources - Key Activities - Key Partnership - Cost Structure
Strategi Pengembangan
SWOT
- Strength - Weakness - Opportunity - Threats
PENGEMBANGAN USAHA
27
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN
4.1. Anggaran Biaya
Tabel 4.1 Ringkasan Anggaran Biaya Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi yang Diajukan Setiap Tahun
No. Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan (Rp)
Tahun I Tahun II 1. Honor Tim Peneliti 19.800.000 19.800.000 2. Peralatan Penunjang 10.800.000 8.400.000 3. Bahan Habis Pakai 2.400.000 2.400.000 4. Perjalanan 18.000.000 18.000.000 5. Lain-lain 9.000.000 9.000.000 Total 60.000.000 57.600.000
4.2. Jadwal Penelitian
Adapun jadwal kegiatan penelitian ini secara lebih rinci dapat disajikan pada tabel
berikut. Tabel 4.2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
Waktu Penelitian
Uraian Kegiatan Bulan Ke - 05 06 07 08 09 10 11 12
Tahun Pertama (I)
Administrasi Perizinan Pembuatan Kuesioner/Instrumen
Uji Coba Kuesioner Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan Data/Kuesioner FGD (Focus Group Discussion)
Tabulasi Data Pengolahan dan Analisis Data Pembuatan Laporan Penelitian
Tahun Kedua (II)
Pengumpulan Data Tambahan Pengolahan dan Analisis Data Pembuatan Laporan Penelitian Seminar Laporan Penelitian Publikasi Hasil Penelitian
28
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1.Hasil Penelitian
1. Gambaran Usaha Pensuteraan di Kabupaten Wajo
Sengkang yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Wajo letaknya kurang
lebih 250 km dari Makassar Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan. Sejak dahulu
dikenal sebagai kota niaga karena masyarakatnya yang sangat piawai dalam
berdagang. Berbagai macam kebutuhan hidup seperti pakaian, sepatu, tas, barang
elektronik, kain dan kain sarung bahkan kebutuhan pokok lainnya konon
memiliki harga yang relatif murah jika dibandingkan di daerah lainnya. Tidak
mengherankan jika Sengkang menjadi salah satu kota dengan perputaran
ekonomi yang sangat tinggi di Sulawesi Selatan.
Disamping dikenal sebagai kota niaga, sarung sutera menjadikan ibukota
Kabupaten Wajo semakin akrab ditelinga dan hati orang-orang yang pernah
berkunjung ke kota ini, kelembutan dan kehalusan tenunan sarung sutera
Sengkang sudah sedemikian dikenal bahkan hingga kemancanegara.
Menengok ke masa lalu, aktivitas masyarakat Wajo dalam mengelola
persuteraan sudah dilakukan secara turun temurun baik diusahakan sebagai
kegiatan sampingan maupun dikelola dalam skala industri rumah tangga bahkan
sampai industri menegah dan Industri Modern.
Hampir disetiap kecamatan di daerah ini ditemukan kegiatan persuteraan.
Mulai dari kegiatan proses hulu sampai ke hilir.Kegiatan pemeliharaan ulat sutera
yang dipusatkan di Kecamatan Sabbang Paru.Kemudian di proses melalui dengan
29
cara dipintal dan menjadi benang hingga ke proses penenunan dan menjadi
selembar kain sutera.Pembuatan kain sutera dulunya dipusatkan di Kecamatan
Tanasitolo saja, namun sekarang sudah tersebar ke beberapa kecamatan seperti
Pammana, Tempe, Majauleng dan sebagian di Sabbangparu.
Bahasa lokal (Bugis) sutera disebut dengan "Sabbe", dimana dalam proses
pembuatan benang sutera menjadi kain sarung sutera masyarakat pada umumnya
masih menggunakan peralatan tenun tradisional yaitu alat tenun gedogan atau
yang dinamakan masyarakat Wajo adalah “Tennung Bola” dengan berbagai
macam motif yang diproduksi seperti motif "Balo Tettong" (bergaris atau tegak),
motif "Makkalu" (melingkar), motif "Mallobang" (berkotak kosong), motif "Balo
Renni" (berkotak kecil). Diproduksi dengan mengkombinasikan atau
menyisipkan "Wennang Sau" (lusi) timbul serta motif "Bali Are" dengan sisipan
benang tambahan yang mirip dengan kain damas.
Industri tenun sutera mulai dikembangkan di Kabupaten Wajo pada tahun
1965 oleh seorang tokoh perempuan yang juga seorang bangsawan "Ranreng
Tua" Wajo yaitu Datu Hj. Muddariyah Petta Balla'sari yang melihat potensi
pengembangan sutera di Wajo dengan memprakarsai dan memperkenalkan alat
tenun baru dari Thailand yang mampu memproduksi sutera asli (semacam Thai
Silk) dalam skala besar.
Beliau juga mendatangkan seorang ahli pertenunan dari Thailand untuk
mengajarkan penggunaan alat tenun tersebut kepada masyarakat setempat
sekaligus menularkan berbagai ilmu pertenunan sehingga mampu menghasilkan
produksi sutera yang berkualitas tinggi. Berawal dari prakarsa inilah sehingga
30
memacu ketekunan dan membuka wawasan kreativitas masyarakat dan pengrajin
yang lain untuk mengembangkan kegiatan persuteraan di Kabupaten Wajo.
Diketahui bahwa Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya industri sutera.
Industri sutera merupakan industri tradisional yang sudah berkembang di
masyarakat Sulawesi Selatan. Pertenunan rakyat (gedogan) ini dengan cepat
berkembang karena tradisi masyarakat yang suka menenun dan masyarakat
memakai sarung sutera untuk berbagai macam upacara adat seperti perkawinan
dan pesta panen. Berikut ditunjukkan beberapa gambar hasil produksi sutera
sebagai berikut:
Gambar 7
Hasil Produksi Kain Sutera Tenunan sutera tradisional ini juga menjadi salah satu komoditi
perdagangan.Saat ini usaha tenunan sutera di Sulawesi Selatan semakin
berkembang sejak digunakannya Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) serta Alat
Tenun Mesin (ATM), dibandingkan alat tenun tradisional atau gedogan.
Dibandingkan alat tenun gedogan, kedua peralatan tenun ini dapat menghasilkan
tenunan dengan ukuran dan desain lebih beragam dalam waktu produksi yang
lebih singkat, memenuhi permintaan pasar yang tinggi. Berikut ditunjukkan
gambar alat tenun tradisional dan alat tenun mesin ang digunakan untuk membuat
kain sutera.
31
Gambar 8 Alat Tenun Sutera Tradisional dan Mesin
ATBM dan ATM memang lebih efektif serta menguntungkan bagi
pengrajin dan pengusaha. Pada tahun 2012, sebanyak 1.976 unit usaha tenunan
sutera Sulawesi Selatan sudah menggunakan ATM dan 8.676 unit Usaha
menggunakan ATBM (Disperindag, 2013). Perkembangan ini ternyata tidak serta
merta menghilangkan alat tenun gedogan dari kegiatan pertenunan sutera
Sulawesi Selatan karena hingga saat ini, terutama di kabupaten Wajo yang
merupakan sentra utama perajin tenunan sutera Sulawesi Selatan masih
ditemukan penggunaan alat tenun gedogan oleh perajin setempat. Padahal secara
logis, menilik dari segi produktivitas dan nilai ekonomi, perajin gedogan tentu
mengalami kesulitan untuk bersaing dalam industri pertenunan sutera
didaerahnya.
Persuteraan alam merupakan rangkaian kegiatan agroindustri yang
dimulai dari penanaman murbei, pembibitan dan pemeliharaan ulat sutera
(Bombyx mori. L), permintalan benang, penenunan kain, sampai pada pemasaran
kain sutera. Usaha ini termasuk pada usaha industri rumah tangga yang relatif
mudah dikerjakan, berteknologi sederhana, bersifat padat karya, cepat
menghasilkan dan bernilai ekonomis tinggi. Kegiatan persuteraan alam juga
merupakan salah satu upaya rehabilitasi lahan dan konservasi tanah, serta
merupakan salah satu kegiatan yang dapat meningkatkan daya dukung dan
32
produktivitas lahan terutama pada lahan-lahan yang belum optimal
dimanfaatkan. Lebih jelasnya ditunjukkan gambar di bawah ini:
Gambar 9 Penanaman Murbei, Pembibitan dan Pemeliharaan Ulat Sutera
Sebagai negara berhutan tropis Indonesia memiliki potensi yang besar
bagi pengembangan agroindustri persuteraan alam ini, meskipun pada
kenyataannya belum secara maksimal dikelola menjadi industri massa yang
terintegrasi dari hulu ke hilir. Padahal, sebagaimana dikatakan Susatijo (2008),
kegiatan persuteraan alam ini mempunyai peran yang cukup strategis, antara lain
karena: 1) dapat melibatkan tenaga kerja, termasuk petani; 2) membuka
kesempatan usaha; 3) memberi kesempatan mengembangkan ekonomi
kerakyatan; 4) meningkatkan pendapatan petani; 5) meningkatkan devisa; dan 6)
membuka peluang dibidang jasa.
Sulawesi Selatan selama ini dikenal sebagai salah satu sentra persuteraan
alam di Indonesia, meskipun dalam lima tahun terakhir ini mengalami penurunan
produksi yang cukup signifikan (Antara News, 21/12/2010). Berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No. 664/Kpts-II/2002 tanggal 7 Maret 2002,
terkait wilayah kerja Balai Persuteraan Alam meliputi Sulawesi dan sekitarnya,
sentra produksi persuteraan alam di Sulawesi Selatan.
33
Menyimak masalah persuteraan alam di Sulawesi Selatan haruslah melihat
rangkaian mata rantai pada persuteraan alam dari segmen usaha hulu sampai pada
segmen usaha hilir.Setiap tahapannya memiliki permasalahan sendiri-sendiri
serta kendala teknik. Sumber daya manusia dan teknologinya saling
mempengaruhi dan pada masing-masing tahapan mata rantai melibatkan
kelompok masyarakat seperti petani, pengrajin, pengusaha.Hasil yang berbeda
secara kumulatif muncul pada mutu produksi kokon, benang bahkan sampai pada
mutu kain sutera yang menjadi hasil akhir dari rangkaian mata rantai proses
produksi persuteraan alam.
2. Karakteristik Responden
Karakteristik responden merupakan gambaran mengenai identitas yang
menjelaskan umur, pendidikan terakhir dan pengalaman yang dimiliki responden.
Karakteristik responden ini menjadi penting untuk menjelaskan keterkaitannya
dengan persepsi kewirausahaan dan strategi pengembangan usaha persuteraan di
Kabupaten Wajo. Responden dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 235
responden berdasarkan rumus Slovin. Berikut dapat dilihat detail data
karakteristik responden penelitian ini:
34
Tabel 2 Karakteristik Responden
No Respoden berdasarkan Klasifikasi
Jumlah Responden F %
1 Umur (Tahun)
31 – 40 17 7,2 41 – 50 81 34,5 51 – 60 84 35,7
> 60 53 22,6 Total 235 100.0
2 Pendidikan
SD 117 49.8 SMP 87 37.0 SMA 31 13.2
Total 235 100.0
3 Pengalaman (Tahun)
1 – 10 10 4,3 11 – 20 71 30,2
> 20 154 65,5 Total 235 100.0
Sumber: Data Primer Diolah, 2016.
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa frekuensi responden berdasarkan
umur umumnya berusia antara 51 – 60 tahun yaitu ada sebanyak 84 orang atau
35.7% dan berusia antara 41 – 50 tahun sebanyak 81 orang atau 34.5%. Hal ini
menunjukkan bahwa responden yang berkecimpung dalam usaha sutera dalam
penelitian ini sebagian besar merupakan responden yang sudah memahami betul
usaha persuteraan yang digelutinya, melihat usia yang dimiliki juga ada yang
telah berusia lanjut, artinya sudah paham betul tentang persuteraan dan tidak mau
beralih ke bidang usaha lain.
35
Dilihat dari tingkat pendidikan, umumnya responden adalah tamatan
sekolah dasar (SD) yaitu ada 117 orang atau 49.8%. Ini berarti bahwa responden
yang berkecimpung dalam usaha pensuteraan rata-rata berpendidikan rendah,
sehingga perlu mendapatkan pelatihan dan pembimbingan yang intensif atas
usahanya dari pihak-pihak terkait terutama pemerintah. Hal ini secara tidak
langsung memerlukan kebijakan pemerintah untuk berfokus pada peningkatan
pelatihan baik teknis dan manajerial kepada para petenun sutera.
Selanjutnya pengalaman responden terlihat umumnya memiliki
pengalaman > 20 tahun yaitu sebanyak 154 orang atau 65.1%. Ini menunjukkan
bahwa responden sudah sangat berpengalaman dalam berkecimpun dalam bidang
persuteraan, dan hal tersebut didukung dengan usia yang dimiliki renponden.
Melalui pengalaman kerja yang dimilikinya, responden akan lebih mampu
memunculkan jiwa kewirausahaannya, di mana orientasi kewirausahaan
merupakan cerminan jiwa seseorang yang berdasarkan pada disiplin diri,
motivasi positif, keberanian atas resiko dan kepercayaan diri.
3. Persepsi Kewirausahaan Pensuteraan dengan Pendekatan BMC
Persepsi kewirausahaan persuteraan diterapkan berdasarkan kanvas model
bisnis atau yang lazim disebut dengan Business Model Canvas atau BMC yang
dianalisis secara statistik deskriptif dengan menginterprestasikan nilai rata-rata
dari masing-masing unsur elemen kanvas untuk memberikan gambaran persepsi
kewirausahaan pensuteraan berdasarkan tanggapan responden. Lebih jelasnya
diuraikan sebagai berikut:
36
a. Customer Segment yaitu pangsa pasar yang potensial untuk memasarkan
produk dan jasa usaha pensuteraan. Berikut tanggapan responden untuk
elemen kanvas customer segment pada Tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 3 Frekuensi/Prosentase BMC untuk Elemen Segmen Pelanggan
(Customer Segment)
Indikator Skor Jawaban Responden
Mean 1 2 3 4 F % F % F % F %
SP1 36 15.3 127 54.0 70 29.8 2 0.9 2.16
SP2 20 8.5 11 4.7 176 74.9 28 11.9 2.90
SP3 0 0.0 13 5.5 217 92.3 5 2.1 2.97
Rata-rata Mean Segmen Pelanggan (SP) 2.68 Sumber: Data primer diolah (2016).
Tabel 3 dapat diketahui bahwa umumnya responden memberikan
jawaban yang berbeda-beda. Untuk segmen pelanggan sutera internasional
kebanyakan responden menjawab kurang setuju (54%) dengan mean 2.16,
segmen pelanggan sutera nasional seluruh responden menjawab setuju
(74.9%) dengan mean 2.90 dan segmen pelanggan sutera lokal kurang setuju
(92.3%) dengan mean 2.97. Rata-rata mean untuk ketiga unsur elemen
segmen pelanggan yaitu 2.68 yang berarti bahwa kanvas model bisnis untuk
segmen pelanggan perlu dioptimalkan, agar mampu mencapai segmen
pelanggan sutera internasional dalam rangka pengembangan usaha
persuteraan di Kabupaten Wajo.
37
b. Value Proposition yaitu kelayakan nilai produk dan jasa usaha pensuteraan
yang ditawarkan. Berikut tanggapan responden untuk elemen kanvas value
proposition pada Tabel 4 sebagai berikut:
Tabel 4 Frekuensi/Prosentase BMC untuk Elemen Proposisi Nilai
(Value Proposition)
Indikator Skor Jawaban Responden
Mean 1 2 3 4 F % F % F % F %
PN1 1 0.4 57 24.3 176 74.9 1 0.4 2.75
PN2 55 23.4 139 59.1 39 16.6 2 0.9 1.95
PN3 87 37.0 78 33.2 70 29.8 0 0.0 1.93
Rata-rata Mean Proposisi Nilai (PN) 2.21 Sumber: Data primer diolah (2016).
Tabel 4 dapat diketahui bahwa umumnya responden memberikan
jawaban yang berbeda-beda. Untuk proposisi nilai pasar yang
menguntungkan kebanyakan responden menjawab setuju (74.9%) dengan
mean 2.75, nilai produksi mengalami peningkatan responden menjawab
kurang setuju (59.1%) dengan mean 1.95 dan pengadaan bahan mentah
umumnya menjawab tidak setuju (37%) dengan mean 1.93. Rata-rata mean
untuk ketiga unsur elemen proposisi nilai yaitu 2.21 yang berarti bahwa
kanvas model bisnis dilihat dari proposisi masih kurang optimal, sehingga
perlu ada upaya inovasi untuk meningkatkan kelayakan nilai atas produk dan
jasa usaha persuteraan yang ditawarkan dalam pengembangan usaha
pensuteraan di Kabupaten Wajo, khususnya dalam hal nilai produksi dan
38
ketersediaan bahan mentah yang dinilai masih sangat minim dalam
pengadaannya.
c. Channel yaitu saluran yang digunakan untuk memasarkan produk dan jasa
usaha pensuteraan. Berikut tanggapan responden untuk elemen kanvas
channel pada Tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 5 Frekuensi/Prosentase BMC untuk Elemen Saluran (Channel)
Indikator Skor Jawaban Responden
Mean 1 2 3 4 F % F % F % F %
S1 3 1.3 3 1.3 226 96.2 3 1.3 2.97 S2 147 62.6 52 22.1 35 14.9 1 0.4 1.53 S3 4 1.7 36 15.3 183 77.9 12 5.1 2.86
Rata-rata Mean Saluran (S) 2.45 Sumber: Data primer diolah (2016).
Tabel 5 dapat diketahui umumnya responden memberikan jawaban
setuju, yaitu saluran usaha rumah produksi (96.2%) dengan mean 2.97,
saluran usaha industri ditanggapi tidak setuju (62.6%) dengan mean 1.53 dan
saluran usaha perdagangan ditanggapi setuju (77.9%) dengan mean 2.86.
Rata-rata mean untuk ketiga unsur elemen saluran yaitu 2.45 yang berarti
bahwa kanvas model bisnis untuk keberadaan saluran pemasaran masih perlu
ditingkatkan khususnya saluran usaha industri yang menunjukkan mean yang
rendah harus menjadi perhatian untuk dikembangkan karena saluran menjadi
hal penting dalam memasarkan produk persuteraan di Kabupaten Wajo.
d. Customer Relationship yaitu interaksi antara pelaku usaha dengan pelanggan
dalam transaksi produk dan jasa usaha pensuteraan. Berikut tanggapan
39
responden untuk elemen kanvas customer relationship pada Tabel 6 sebagai
berikut:
Tabel 6 Frekuensi/Prosentase BMC untuk Elemen Hubungan Pelanggan
(Customer Relationship)
Indikator Skor Jawaban Responden
Mean 1 2 3 4 F % F % F % F %
HP1 197 83.8 26 11.1 11 4.7 1 0.4 1.22
HP2 1 0.4 7 3.0 216 91.9 11 4.7 3.01
HP3 0 0.0 5 2.1 223 94.9 7 3.0 3.01
Rata-rata Mean Hubungan Pelanggan (HP) 2.41 Sumber: Data primer diolah (2016).
Tabel 6 dapat diketahui umumnya responden memberikan jawaban
setuju. Jawaban responden mengenai hubungan petani dengan pedagang
adalah tidak setuju (83.8%) dengan mean 1.22, hubungan petani dengan
petenun yaitu setuju (91.9%) dengan mean 3.01 dan hubungan petenun
dengan pedagang yaitu setuju (94.9%) dengan mean 3.01. Rata-rata mean
untuk ketiga unsur elemen saluran yaitu 2.41 yang berarti bahwa kanvas
model bisnis ditentukan oleh terjalinnya hubungan pelanggan. Namun perlu
ada keeratan dalam hubungan pelanggan khususnya antara petani dan
pedagang yang menunjukkan mean yang rendah. Melalui hubungan
pelanggan yang masih perlu ditingkatkan baik antar petani, petenun dan
40
pedagang akan mendukung dalam pengembangan usaha pensuteraan di
Kabupaten Wajo.
e. Revenue Stream yaitu sumber aliran keuntungan atas pengadaan barang dan
jasa usaha pensuteraan. Berikut tanggapan responden untuk elemen kanvas
revenue stream pada Tabel 7 sebagai berikut:
Tabel 7 Frekuensi/Prosentase BMC untuk Elemen Aliran Pendapatan
(Revenue Stream)
Indikator Skor Jawaban Responden
Mean 1 2 3 4 F % F % F % F %
AP1 33 14.0 69 29.4 121 51.5 12 5.1 2.48 AP2 0 0.0 0 0.0 234 99.6 1 0.4 3.00 AP3 0 0.0 1 0.4 222 94.5 12 5.1 3.05
Rata-rata Mean Aliran Pendapatan (AP) 2.84 Sumber: Data primer diolah (2016).
Tabel 7 dapat diketahui umumnya responden yang memberikan
jawaban setuju untuk aliran pendapatan berdasarkan penyediaan bahan
mentah (51.5%%) dengan mean 2.48, aliran pendapatan berdasarkan tenunan
gedongan atau mesin dengan jawaban setuju (99.6%) dengan mean 3.00 dan
aliran pendapatan berdasarkan produksi lokal dan nasional dengan jawaban
setuju (94.5%) dengan mean 3.05. Rata-rata mean untuk ketiga unsur elemen
aliran pendapatan yaitu 2.84 yang berarti bahwa kanvas model bisnis
41
ditentukan oleh aliran pendapatan untuk pengembangan usaha pensuteraan di
Kabupaten Wajo.
f. Key Resources yaitu sumber daya kunci yang digunakan untuk
mengembangkan usaha pensuteraan. Berikut tanggapan responden untuk
elemen kanvas key resources pada Tabel 8 sebagai berikut:
Tabel 8 Frekuensi/Prosentase BMC untuk Elemen Sumber Daya Kunci
(Key Resources)
Indikator Skor Jawaban Responden
Mean 1 2 3 4 F % F % F % F %
SDK1 3 1.3 5 2.1 144 61.3 83 35.3 3.31
SDK2 0 0.0 1 0.4 231 98.3 3 1.3 3.01
SDK3 0 0.0 3 1.3 227 96.6 5 2.1 3.01
Rata-rata Mean Sumber Daya Kunci (SDK) 3.67
Sumber: Data primer diolah (2016).
Tabel 8 dapat diketahui responden memberikan jawaban setuju untuk
sumber daya kunci berupa modal usaha (61.3%) dengan mean 3.31,
berdasarkan sumber daya usaha dengan jawaban setuju (98.3%) dengan mean
3.01 dan tenaga kerja dengan jawaban responden setuju (96.6%) dengan
mean 3.01. Rata-rata mean untuk ketiga unsur elemen sumber daya kunci
yaitu 3.67 yang berarti bahwa sumber daya kunci dalam kanvas model bisnis
42
menentukan pengembangan usaha pensuteraan, khususnya ketersediaan
modal usaha bagi petani dan petenun sutera dalam mengembangkan usaha
pesuteraan di Kabupaten Wajo.
g. Key Activities yaitu aktivitas kunci yang menjadi fokus pengembangan usaha
pensuteraan. Berikut tanggapan responden untuk elemen kanvas key activities
pada Tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9 Frekuensi/Prosentase BMC untuk Elemen Aktivitas Kunci
(Key Activities)
Indikator Skor Jawaban Responden
Mean 1 2 3 4 F % F % F % F %
AK1 118 50.2 83 35.3 32 13.6 2 0.9 1.65 AK2 0 0.0 2 0.9 214 91.1 19 8.1 3.07
AK3 0 0.0 2 0.9 185 78.7 48 20.4 3.20 AK4 0 0.0 1 0.4 225 95.7 9 3.8 3.03
Rata-rata Mean Aktivitas Kunci (AK) 2.74 Sumber: Data primer diolah (2016).
Tabel 9 menunjukkan aktivitas kunci berupa budidaya ulat sutera
sebagai aktivitas kunci umumnya memberikan jawaban tidak setuju (50.2%)
dengan mean 1.65, penenungan sutera sebagai aktivitas kunci dengan
jawaban setuju (91.1%) dengan mean 3.07, kegiatan promosi sutera dengan
jawaban responden sangat setuju (78.7%) dengan mean 3.20 dan kegiatan
penjualan sutera dengan jawaban setuju (95.7%) dengan mean 3.03. Rata-rata
mean untuk keempat unsur elemen aktivitas kunci yaitu 2.74 yang berarti
43
bahwa aktivitas kunci dalam hal budidaya ulat sutera masih perlu
ditingkatkan dalam kanvas model bisnis dalam rangka pengembangan usaha
pensuteraan di Kabupaten Wajo.
h. Key Partnership yaitu orang-orang yang menjadi mitra kunci dalam
pengembangan usaha pensuteraan. Berikut tanggapan responden untuk
elemen kanvas key partnership pada Tabel 10 sebagai berikut:
Tabel 10 Frekuensi/Prosentase BMC untuk Elemen Kemitraan Kunci
(Key Partnership)
Indikator Skor Jawaban Responden
Mean 1 2 3 4 F % F % F % F %
KK1 176 74.9 38 16.2 21 8.9 0 0.0 1.34 KK2 0 0.0 0 0.0 184 78.3 51 21.7 3.22
KK3 0 0.0 4 1.7 212 90.2 19 8.1 3.06 KK4 0 0.0 5 2.1 189 80.4 41 17.4 3.15
Rata-rata Mean Kemitraan Kunci (KK) 2.69 Sumber: Data primer diolah (2016).
Tabel 10 menunjukkan kemitraan kunci dengan petani ulat sutera
umumnya memberikan jawaban tidak setuju (74.9%) dengan mean 1.34,
kemitraan kunci dengan para petenun sutera dengan jawaban setuju (78.3%)
dan mean 3.22, kemitraan kunci dengan para pedagang sutera dengan
jawaban responden setuju (90.2%) dan mean 3.06, serta kemitraan kunci
dengan para pelanggan dengan jawaban setuju (80.4%) dan mean 3.15. Rata-
rata mean untuk keempat unsur elemen kemitraan kunci yaitu 2.69. Ini berarti
44
kemitraan kunci ditujukan kepada para petenun, pedagang dan pelanggan
dalam mendukung pengembangan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo.
i. Cost Structure yaitu struktur penggunaan anggaran berdasarkan biaya yang
dikeluarkan dalam mengelola usaha pensuteraan. Berikut tanggapan
responden untuk elemen kanvas cost structure pada Tabel 11 sebagai berikut:
Tabel 11 Frekuensi/Prosentase BMC untuk Elemen Struktur Biaya
(Cost Structure)
Indikator Skor Jawaban Responden
Mean 1 2 3 4 F % F % F % F %
SB1 160 68.1 47 20.0 27 11.5 1 0.4 1.44 SB2 5 2.1 36 15.3 193 82.1 1 0.4 2.81 SB3 3 1.3 1 0.4 231 98.3 0 0.0 2.97 SB4 3 1.3 71 30.2 160 68.1 1 0.4 2.68 SB5 3 1.3 8 3.4 224 95.3 0 0.0 2.94
Rata-rata Mean Struktur Biaya (SB) 2.57 Sumber: Data primer diolah (2016).
Tabel 11 menunjukkan struktur biaya untuk biaya pembibitan
umumnya memberikan jawaban tidak setuju (68.1%) dan mean 1.44, struktur
biaya untuk biaya alat dan perlengkapan tenun umumnya memberikan
jawaban setuju (82.1%) dengan mean 2.81, struktur biaya untuk biaya tenaga
kerja umumnya memberikan jawaban setuju (98.3%) dengan mean 2.97,
struktur biaya untuk biaya promosi umumnya memberikan jawaban setuju
(68.1%) dengan mean 2.68 dan struktur biaya untuk biaya transportasi
umumnya memberikan jawaban setuju (95.3%) dengan mean 2.94. Rata-rata
45
mean untuk kelima unsur elemen kemitraan kunci yaitu 2.57. Ini berarti
struktur biaya dalam kanvas model bisnis ditentukan oleh ketersediaan biaya
alat dan perlengkapan, biaya untuk tenaga kerja, kegaitan promosi dan
transportasi dalam mendukung pengembangan usaha pensuteraan di
Kabupaten Wajo.
Berdasarkan frekuensi dan persentase tanggapan responden di atas
mengenai persepsi kewirausahaan persuteraan yang dianalisis secara statistik
deskriptif dengan menginterprestasikan nilai rata-rata dari masing-masing unsur
elemen kanvas, berikut digambarkan kanvas model bisnis sebagai persepsi
kewirausahaan dalam pengembangan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo:
46
Gambar 7 Kanvas Model Bisnis untuk Pengembangan Usaha Persuteraan
di Kabupaten Wajo
Key Partner Menjaga kemitraan dengan para petenun sutera untuk keberlanjutan usaha pensuteraan (mean = 3.22)
Key Activities Menggalakkan kegiatan promosi tenun sutera menjadi fokus untuk pengembangan usaha pensuteraan (mean = 3.20)
Value Proposition Menerapkan proposisi nilai pasar yang menguntungkan untuk pengembangan usaha pensuteraan (mean = 2.75)
Customer Relationship Memperbaiki hubungan pelanggan dalam hal ini antara hubungan petani dan petenun, serta petenun dengan pedagang (mean = 3.01)
Customer Segmen Meningkatkan fokus pada segmen pelanggan lokal dalam memasarkan produk tenun sutera (mean = 2.97)
Key Resources Meningkatkan ketersediaan modal usaha sebagai sumber daya kunci pengembangan usaha pensuteraan (mean = 3.31)
Channels Memberdayakan produksi tenun sutera melalui saluran usaha rumahan sebagai bentuk pengembangan usaha pensuteraan (mean = 2.97)
Cost Structure Pembiayaan untuk tenaga kerja dan transportasi menjadi hal penting untuk pengembangan usaha pensuteraan yang lebih maju (mean = 2.97)
Revenue Stream Meningkatkan pendapatan melalui pengembangan usaha pensuteraan dengan target produksi lokal dan nasional (mean = 3.05)
Sumber: Data setelah diolah, 2016
47
Berdasarkan gambar di atas, yang menunjukkan nilai mean dari masing-
masing kanvas model bisnis untuk pengembangan usaha persuteraan, selanjutnya
ditunjukkan skema kanvas model bisnis untuk mempertegas gambaran
penerapannya sebagai berikut:
Gambar 8 Nilai Mean pada Sembilan Elemen Kanvas Model Bisnis
Kanvas model bisnis menunjukkan gambaran logis dalam menciptakan
nilai untuk pengembangan persuteraan berdasarkan sembilan elemen kunci
berupa customer segment, customer relationship, customer channel, revenue
structure, value proposition, key activities, key resource, cost structure, dan key
partners dengan mean:
i. Key partner yaitu menjaga kemitraan dengan para petenun sutera untuk
keberlanjutan usaha pensuteraan, dengan mean = 3.22.
48
j. Key activities yaitu menggalakkan kegiatan promosi tenun sutera menjadi fokus
untuk pengembangan usaha pensuteraan, dengan mean 3.20.
k. Value proposition yaitu menerapkan proposisi nilai pasar yang menguntungkan
untuk pengembangan usaha pensuteraan, dengan mean 2.75.
l. Customer relationship, yaitu memperbaiki hubungan pelanggan dalam hal ini antara
hubungan petani dan petenun, serta petenun dengan pedagang, dengan mean 3.01.
m. Customer segmen, yaitu meningkatkan fokus pada segmen pelanggan lokal dalam
memasarkan produk tenun sutera, dengan mean 2.97.
n. Key resources, yaitu meningkatkan ketersediaan modal usaha sebagai sumber daya
kunci pengembangan usaha pensuteraan, dengan mean 3.31.
o. Channels, yaitu memberdayakan produksi tenun sutera melalui saluran usaha
rumahan sebagai bentuk pengembangan usaha pensuteraan, dengan mean 2.97.
p. Revenue stream, yaitu meningkatkan pendapatan melalui pengembangan usaha
pensuteraan dengan target produksi lokal dan nasional, dengan mean 3.05.
4. Pengembangan Usaha Pensuteraan melalui SWOT
Pengembangan usaha pensuteraan melalui analisis SWOT yang
menunjukkan hasil analisis kekuatan dan kelemahanan sebagai faktor internal
serta peluang dan ancaman sebagai faktor eksternal.
a. Analisis Kekuatan dan Kelemahan dalam Faktor Internal
Hasil analisis pada lampiran 4 menunjukkan rata-rata tanggapan
responden untuk faktor internal atas pengembangan usaha pensuteraan
ditunjukkan pada Tabel 12 di bawah ini:
49
Tabel 12 Hasil Rata-rata Tabulasi Tanggapan Responden
untuk Faktor Internal
Item Pernyataan Rata-rata
Tanggapan Responden
Kekuatan
Ketersediaan sumber daya manusia 3.14 Ketersediaan sumber daya keuangan 3.10 Kepemimpinan pasar petenunan sutera 3.02 Hubungan pelanggan 3.11 Kepemilikan usaha pensuteraan 3.06 Rata-rata Total Skoring 15.43
Kelemahan
Ketersediaan sumber daya keuangan 3.36 Kemampuan manajemen 2.92 Keterampilan pemasaran 2.69 Citra usaha pensuteraan 2.70 Rata-rata Total Skoring 11.76
Faktor Internal 27.10 Sumber: Data setelah Diolah, 2016.
Berdasarkan hasil analisa terhadap variabel yang dirating dan bobot
sesuai dengan kriteria faktor strategi internal yang telah ditentukan, maka
diperoleh hasil bahwa nilai bobot x rating atas faktor kekuatan senilai 15.43
dan kelemahan senilai 11.67 sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai bobot
kekuatan yang lebih besar senilai (positif) 3.76 dari kekuatan yang ada,
dengan perhitungan sebagai berikut :
S = 15.43
W = 11.67
S – W = 3.76
50
b. Analisis Peluang dan Ancaman dalam Faktor Eksternal
Hasil analisis pada lampiran 4 menunjukkan rata-rata tanggapan
responden untuk faktor eksternal atas pengembangan usaha pensuteraan
ditunjukkan pada Tabel 13 di bawah ini:
Tabel 13 Hasil Rata-rata Tabulasi Tanggapan Responden
untuk Faktor Eksternal
Item Pernyataan Rata-rata
Tanggapan Responden
Peluang
Segmen pasar pensuteraan 3.27 Perubahan kebijakan pemerintah 3.12 Pemanfaatan teknologi 2.48 Peningkatan hubungan pelanggan 3.10 Rata-rata Total Skoring 11.97
Ancaman
Pertumbuhan pasar yang lambat 3.10 Persaingan yang tidak sehat 1.52 Kemajuan teknologi 2.68 Perubahan kebijakan pengembangan usaha pensuteraan 2.18
Rata-rata Total Skoring 9.48 Faktor Eksternal 21.46
Sumber: Data setelah Diolah, 2016
Berdasarkan hasil analisa terhadap variabel yang dirating dan bobot
sesuai dengan kriteria faktor strategi eksternal yang telah ditentukan, maka
diperoleh hasil bahwa nilai bobot x rating atas faktor peluang senilai 11.97
dan ancaman senilai 9.48, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai bobot
peluang yang lebih besar senilai (positif) 2.49 dari ancaman yang ada, dengan
perhitungan sebagai berikut :
51
O = 11.97
T = 9.48
O – T = 2.49
Berdasarkan hasil analisis perbandingan kekuatan (S) dan kelemahan
(W) dan peluang (O) dengan ancaman (T) maka dapat digunakan formulasi
analisis swot untuk pengembangan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo yang
dapat digambarkan melalui skema berikut ini :
Gambar 8 Peta Analisis SWOT untuk Strategi Pengembangan Usaha Pensuteraan
di Kabupaten Wajo
Sumber : Hasil penelitian setelah diolah, 2016
Berdasarkan gambar diagram di atas diketahui bahwa posisi strategi
pengembangan usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo berada pada kuadran I
yaitu strategi agresif (Aggressive Strategy. Ini berarti usaha pensuteraan dituntut
lebih agresif dalam menggunakan kekuatannya untuk menghadapi peluang pasar
52
yang besar dalam kegiatan kewirausahaan, sehingga fokus strategi
pengembangan usaha pensuteraan adalah menggunakan kekuatan untuk
mengambil keuntungan dari peluang yang ada. Untuk itu, perusahan
menggunakan strategi agressive dalam menjalankan usaha pensuteraannya.
Berdasarkan hasil analisis formulasi swot dalam penerapan strategi
pemasaran, maka dapat disajikan matriks tows untuk strategi pengembangan
persuteraan yang dapat digambarkan melalui Tabel 14 berikut ini:
53
Tabel 14 Matriks SWOT Strategi Pengembangan Persuteraan di Kabupaten Wajo
Internal Factor
Eksternal Factor
Strength - Ketersediaan SDM - Ketersediaan sumber
daya keuangan - Kepemimpinan pasar - Hubungan pelanggan - Kepemilikan usaha
pensuteraan
Weakness - Ketersediaan sumber
daya keuangan - Kemampuan manajemen - Keterampilan pemasaran - Citra usaha pensuteraan
Opportunity - Segmen pasar
pensuteraan - Perubahan kebijakan
pemerintah - Pemanfaatan teknologi - Peningkatan hubungan
pelanggan
Strategy SO - Meningkatkan
kompetensi SDM untuk meraih segmen pasar yang luas
- Memanfaatkan sumber daya keuangan untuk membeli mesin-mesin baru
- Kepemimpinan pasar pensuteraan melalui peningkatan hubungan pelanggan
Strategi WO - Menerapkan promosi
untuk meraih segmen pasar pensuteraan
- Menetapkan harga jual yang tepat untuk meningkatkan pendapatan usaha
- Menjaga hubungan pelanggan untuk menciptakan citra usaha pensuteraan
Threats - Pertumbuhan pasar yang
lambat - Persaingan yang tidak
sehat - Kemajuan teknologi - Perubahan kebijakan
usaha pensuteraan
Strategi ST - Menerapkan strategi
agresif dengan pemanfaatan teknologi dalam menawarkan produk tenun sutera secara online
- Menjalin kerjasama dengan para petani dan pedagang tenun sutera
- Menjalankan kebijakan pemerintah untuk pengembangan usaha pensuteraan
Strategi WT - Meningkatkan
kemampuan manajemen pemasaran untuk menghadapi persaingan
- Meningkatkan keterampilan penggunaan teknologi untuk pertumbuhan pasar pensuteraan
- Memperbaiki citra perusahaan melalui pengembangan usaha yang lebih kreatif
Sumber: Data setelah diolah, 2016
54
5.2.Persepsi Kewirausahaan Usaha Pensuteraan melalui Pendekatan BMC
Business Model Canvas yang diterapkan dalam pengembangan usaha
pensuteraan di Kabupaten Wajo merupakan sebuah model bisnis gambaran logis
mengenai bagaimana sebuah usaha menciptakan, menghantarkan dan menangkap sebuah
nilai. Canvas ini membagi business model menjadi 9 buah komponen utama, kemudian
dipisahkan lagi menjadi komponen kanan (sisi kreatif) dan kiri (sisi logik). Persis seperti
otak manusia. Berikut diuraikan penggunaan kesembilan komponen kanvas model bisnis:
a. Customer Segment (CS) yaitu menentukan segmen target customer dari usaha
pensuteraan yang dikembangkan. Posisikan diri pada sisi customer untuk
Penggunaan Business Model Canvas memperhatikan apa yang dilihat,
didengar, dipikirkan dan dilakukan, menjadi keinginan dan tujuan, rasa takut,
dan harapan. Untuk pengembangan usaha pensuteraan, segmen pelanggan
lokal yang menjadi perhatian untuk ditingkatkan dalam memasarkan produk
tenun sutera.
b. Value Proposition (VP) di mana harus memperkirakan kebutuhan customer
yang sudah diidentifikasi pada customersegment. Berdasarkan kebutuhan itu,
selanjutnya dapat didefinisikan value (nilai) apa yang akan diberikan agar
mampu memenuhi kebutuhan customer. Value yang diberikan itu akan
menjadi nilai inti dari kegiatan usaha pensuteraan yang dijalankan, sehingga
penerapan proposisi nilai pasar yang menguntungkan menjadi hal yang
menentukan dalam pengembangan usaha pensuteraan.
55
c. Customer Relationship (CR), sebagai hubungan antara usaha yang dijalankan
dengan customer. Macam-macam jenis hubungan mulai dari memberikan
bantuan personal perorangan kepada setiap customer, dengan memanfaatkan
komunitas, atau bahkan berupa ‘selfservice’, yaitu tidak berhubungan
langsung dengan customer. Hasil dari kanvas model bisnis untuk
pengembangan usaha pensuteraan yaitu memperbaiki hubungan pelanggan
dalam hal ini hubungan antara petani dan petenun serta petenun dengan
pedagang.
d. Channel (CH) sebagai saluran untuk mencapai customer. Channel ini adalah
jalur antara usaha yang dijalani dengan customer, bagaimana delivery dari
value yang diberikan akan mampu mencapai customer dengan baik.
Memberdayakan produksi tenun sutera melalui saluran usaha rumahan
sebagai bentuk pengembangan saluran usaha pensuteraan.
e. Revenue Stream (RS) yaitu representasi dari jalur penerimaan uang yang akan
diterima dari setiap customer segment. Dalam hal ini harus memahami cara
tertentu untuk menghasilkan revenue dari customer segment dengan
peningkatan pendapatan melalui pengembangan usaha pesuteraan dengan
target produksi lokal dan nasional.
f. Key Resource (KR) merupakan sumber daya utama atau kunci yang
menjelaskan mengenai aset terpenting yang diperlukan dalam membuat
model bisnis kerja. Setiap usaha yang dijalankan memerlukan modal usaha
yang memungkinkan usaha tersebut dapat berjalan, dan hal ini menajdi
sumber daya kunci dalam mendukung pengembangan usaha pensuteraan.
56
g. Key Activities (KA) adalah kegiatan utama yang menjelaskan hal terpenting
yaitu perusahaan harus membuat model bisnis. Setiap model bisnis dibuat
untuk sejumlah kegiatan utama. Hal ini merupakan tindakan yang paling
penting bagi perusahaan sehingga harus maksimal untuk dapat menghasilkan
operasi yang berhasil. Seperti kunci sumber daya, diwajibkan untuk membuat
dan melebihi proposisi nilai, pencapaian pasar, mempertahankan hubungan
pelanggan,dan pendapatan yang diperoleh, seperti kunci sumber daya,
kegiatan tergantung pada jenis model bisnis. Dalam hal ini kegiatan promosi
tenun sutera menjadi fokus untuk pengembangan usaha pensuteraan.
h. Key Partners (KP) adalah kunci kemitraan yang menjelaskan jaringan
pemasok dan mitra yang membuat pekerjaan model bisnis. Menjalin
kemitraan untuk banyak alasan, dan kemitraan menjadi landasan model
bisnis. Usaha pensuteraan membentuk aliansi untuk mengoptimalkan model
bisnisnya, mengurangi resiko, atau memperoleh sumber daya. Diketahui
bahwa ada empat jenis kemitraan yaitu strategi aliansi antara non-pesaing,
strategi kemitraan antara pesaing, usaha bersama yaitu usaha untuk
mengembangkan bisnis baru, dan hubungan pembeli-pemasok untuk
menjamin pasokan yang dapat diandalkan. Untuk itu menjaga kemitraan
dengan para petenun sutera sebagai bentuk keberlanjutan dari usaha
pensuteraan.
i. Cost Structure adalah struktur biaya yang menggambarkan semua biaya yang
dikeluarkan dalam mengoperasikan model bisnis ini. Blok bangunan ini
menjelaskan biaya yang paling besar terjadi antara biaya-biaya yang harus
57
dikeluarkan untuk dapat menghasilkan. Value Proposition yang ditujukan
pada Customer Segments sehingga didapat Revenue Stream. Biaya tersebut
dapat dihitung relatif mudah setelah mendefinisikan Sumber Daya Utama,
Kegiatan Utama, dan Kunci Kemitraan. Struktur pembiayaan untuk tenaga
kerja dan transportasi menjadi hal penting dalam pengembangan usaha
pensuteraan yang lebih maju.
Memahami pentingnya persepsi kewirausahaan melalui penerapan kanvas
model bisnis, dengan menerapkan sembilan elemen kunci, menjadikan pelaku wirausaha
mampu menciptakan dan mempertimbangkan usaha yang tepat dalam membangun atau
mendesain bisnis yang akan dikembangkan. Hal ini didukung oleh teori model, teori
penciptaan, teori nilai tambah dan teori komparatif. Teori-teori ini menjadi penting dalam
melihat persepsi kewirausahaan yang dapat dikembangkan, termasuk dalam hal ini
kewirausahaan di bidang persuteraan.
Teori model yang dikemukakan oleh Cohran (2008:46) bahwa model
inisiatif adalah model penting dalam membuat sebuah persepsi usaha atau pengembangan
usaha. Model yang dimaksud adalah membuat desain yang digunakan dengan
menggunakan metode sederhana melalui pertimbangan inisiatif atau ide yang menjadi
solusi dalam memecahkan permasalahan di bidang usaha. Model inisiatif yang dimaksud
termasuk di antaranya adalah kanvas model bisnis yaitu sebuah model yang sederhana
dengan menggunakan sembilan elemen untuk menciptakan atau membuat sebuah usaha
yang maju dan berkembang.
Teori penciptaan dari Madderl (2010:36) yang mengemukakan bahwa
58
menciptakan sesuatu tidak terlepas dari persepsi yang dianalisa menjadi suatu wujud yang
memiliki nilai tambah. Persepsi yang dimaksud adalah memahami sesuatu yang dapat
dianalisa dalam menghasilkan suatu bentuk atau usaha. Teori penciptaan ini sangat
relevan dengan penerapan kanvas model bisnis yang menjadi sebuah persepsi penting
bagi pelaku usaha untuk menuangkan persepsinya melalui sembilan elemen penting
dalam menciptakan usaha.
Teori nilai tambah dari Hendrik (2009:75) yang mengemukakan bahwa persepsi
dan model usaha adalah sebuah nilai tambah dalam pengembangan usaha. Artinya setiap
aktivitas yang melalui persepsi dan penciptaan model usaha yang dapat berkembang dan
maju merupakan sebuah nilai tambah. Ini relevan dengan pemahaman seseorang atau
pengusaha yang mampu mengembangkan persepsinya melalui indikator kunci termasuk
di antaranya sembilan elemen penting yang harus dilakukan oleh pengusaha untuk
membangun usaha yang berkembang dan maju.
Teori komparatif dari Jhingan (2008:19) yang menyatakan perbedaan
keuntungan dan pemanfaatan antara satu potensi dengan potensi lainnya akan
menghasilkan penciptaan nilai tambah yang komparatif satu sama lainnya. Hal ini relevan
dengan upaya penciptaan persepsi kewirausahaan yang dimiliki masing-masing orang
dalam memanfaatkan potensinya untuk melakukan persaingan dalam menciptakan
produk yang memiliki nilai ekonomis yang dapat memberikan nilai keuntungan dan
manfaat.
5.3.Strategi Pengembangan Usaha Penstuteraan berdasarkan SWOT
Berdasarkan matriks SWOT, dapat disajikan beberapa strategi pemasar
melalui hasil analisis SWOT sebagai berikut:
59
q. Strategi SO (Strengths – Opportunities)
Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan dalam
memanfaatkan peluang. Upaya-upaya yang dilakukan dalam pengembangan
usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo sebagai berikut :
1) Meningkatkan kompetensi SDM untuk meraih segmen pasar yang luas.
2) Memanfaatkan sumber daya keuangan untuk membeli mesin-mesin baru.
3) Kepemimpinan pasar pensuteraan melalui peningkatan hubungan
pelanggan.
r. Strategi WO (Weaknesses – Opportunities)
Strategi WO adalah strategi yang meminimalkan kelemahan untuk
memanfaatkan peluang, sehingga upaya dilakukan dalam pengembangan
usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo adalah :
1) Menerapkan promosi untuk meraih segmen pasar pensuteraan.
2) Menetapkan harga jual yang tepat untuk meningkatkan pendapatan usaha.
3) Menjaga hubungan pelanggan untuk menciptakan citra usaha
pensuteraan.
s. Strategi ST (Strengths – Treaths)
Strategi ST adalah strategi yang menggunakan kekuatan untuk
mengatasi ancaman, sehingga yang perlu dilakukan dalam pengembangan
usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo adalah:
60
1) Menerapkan strategi agresif dengan memanfaatkan teknologi dalam
menawarkan produk tenun sutera secara online.
2) Menjalin kerjasama dengan para petani dan pedagang tenun sutera.
3) Menjalankan kebijakan pemerintah untuk pengembangan usaha
pensuteraan.
t. Strategi WT (Weaknesses – Treaths)
Strategi WT adalah strategi yang meminimalkan kelemahan dan
menghindari ancaman, sehingga yang perlu dilakukan dalam pengembangan
usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo yaitu:
1) Meningkatkan kemampuan manajemen pemasaran untuk menghadapi
persaingan.
2) Meningkatkan keterampilan penggunaan teknologi untuk pertumbuhan
pasar pensuteraan.
3) Memperbaiki citra perusahaan melalui pengembangan usaha yang lebih
kreatif.
Berdasarkan uraian tersebut, menegaskan bahwa pemasaran produk tidak hanya
membutuhkan pemasaran eksternal, tetapi juga pemasaran internal. Pemasaran eksternal
menggambarkan aktivitas normal yang dilakukan oleh perusahaan dalam mempersiapkan
produk, menetapkan harga, melakukan distribusi dan mempromosikan produk yang
bernilai superior kepada para pelanggan. Bila ini bisa dilakukan dengan baik, maka
pelanggan akan terikat dengan usaha yang dijalankan, sehingga laba jangka panjang bisa
terjamin. Pemasaran internal menggambarkan tugas yang diemban dalam rangka melatih
dan memotivasi para petenun sutera (sebagai aset utama dan ujung tombak pelayanan)
61
agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas dan menjualnya kepada pelanggan
dengan baik. Tak kalah pentingnya adalah pemberian penghargaan dan pengakuan yang
sepadan dan manusiawi. Aspek ini bisa membangkitkan inovasi, moral kerja, rasa
bangga, loyalitas dan rasa memiliki setiap orang dalam usaha yang dijalani yang pada
gilirannya dapat memberikan kontribusi untuk pengembangan usaha pensuteraan.
Untuk menentukan tujuan usaha yang realistis, sesuai dengan kondisi perusahaan
dan oleh karenanya diharapkan lebih mudah tercapai. SWOT adalah singkatan dari kata-
kata Strength (kekuatan perusahaan) Weaknesses (kelemahan perusahaan), Opportunities
(peluang bisnis) dan Threats (hambatan untuk mencapai tujuan). Apabila teknik SWOT
analisis tersebut diterapkan dalam kasus menentukan tujuan strategi pengembangan usaha
dapat diutarakan sebelum menentukan tujuan-tujuan pemasaran yang ingin dicapai,
hendaknya harus mampu menganalisis kekuatan dan kelemahan, peluang usaha yang ada,
berbagai macam hambatan yang mungkin timbul.
Dalam menjalankan suatu usaha dalam hal ini pengembangan usaha pensuteraan,
mempunyai kekuatan dan kelemahan tertentu untuk menghadapi persaingan dan
ancaman. Kekuatan dapat menjadi faktor pendukung tercapainya tujuan usaha, sedangkan
kelemahan dapat menjadi penghambat. Kekuatan yang dapat menunjang upaya mencapi
tujuan strategi pengembangan usaha adalah ketersediaan sumber daya manusia dan
keuangan, kepemimpinan pasar pensuteraan, hubungan pelanggan dan kepemilikan usaha
pensuteraan. Walaupun selama masa tertentu persaingan pasar meningkat kesetiaan
pelanggan terhadap produk tenun sutera dapat melindungi pemasaran produk dari
penggerogotan pangsa pasar oleh produk saingan. Pada saat meningkatnya persaingan
pasar, kesetiaan pelanggan terhadap suatu menjadi faktor pendukung tujuan
62
mempertahankan hasil penjualan tahunan, untuk itu perlu menjaga hubungan dengan
pelanggan. Dengan demikian kelemahan yang dimiliki dapat diatasi dengan tetap
menjaga citra usaha pensuteraan melalui peningkatan ketersediaan
63
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka disimpulkan
sebagai berikut:
1. Persepsi kewirausahaan persuteraan diterapkan berdasarkan kanvas model bisnis
atau yang lazim disebut dengan Business Model Canvas atau BMC. Dilihat dari
segmen pelanggan yang menjadi perhatian yaitu segmen pelanggan lokal, dengan
menerapkan proposisi nilai pasar yang menguntungkan menjadi hal yang
menentukan dalam pengembangan usaha, selanjutnya memperbaiki hubungan
pelanggan (antara petani ulat sutera dengan petenun, dan petenun dengan
pedagang), mempberdayakan saluran usaha rumahan untuk pengembangan usaha
pensuteraan, meningkatkan aliran pendapatan dari masing-masing segmen
pelanggan, menyediakan modal usaha sebagai sumber daya kunci, fokus pada
kegiatan promosi tenun sutera dalam pengembangan usaha, menjaga kemitraan
untuk keberlanjutan usaha dan meningkatkan struktur pembiayaan baik tenaga
kerja maupun biaya transportasi untuk memasarkan produk tenun sutera.
2. Diagram hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa posisi strategi pengembangan
usaha pensuteraan di Kabupaten Wajo berada pada kuadran I yaitu strategi
agresif (agressive strategy). Berarti usaha pensuteraan dituntut lebih agresif
dalam menggunakan kekuatan usahanya untuk menghadapi peluang pasar yang
besar dalam kegiatan kewirausahaan pengembangan pensuteraan di Kabupaten
64
Wajo, sehingga fokus strategi pengembangan usaha pensuteraan adalah
menggunakan kekuatan untuk mengambil keuntungan dari peluang yang ada.
6.2.Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka disarankan:
1. Memperbaiki persepsi kewirausahaan petani dan para petenun yang menggeluti
usaha persuteraan untuk senantiasa memperhatikan sembilan elemen kanvas
model bisnis/usaha, sehingga dalam menjalankan usaha mampu memahami
berbagai pertimbangan dan menciptakan usaha persuteraan yang maju dan
berkembang.
2. Bagi pihak wirausaha di bidang persuteraan perlu meninjau kembali berbagai
peluang pasar dalam pengembangan usaha persuteraan dengan meminimalkan
masalah internal seperti ketersediaan modal usaha dan pemanfaatan teknologi
tepat guna untuk meningkatkan kualitas tenun sutera sebagai potensi yang perlu
dikembangkan menghadapi persaingan pasar.
3. Bagi pengembang kewirausahaan menjadikan kanvas model bisnis sebagai acuan
dalam mengembangkan persepsi kewirausahaan yang akan digeluti dan
menggunakan analisis SWOT untuk mengetahui strategi yang tepat dalam
pengembangan usaha persuteraan.
DAFTAR PUSTAKA
65
Alma Buchari, 2002, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, edisi revisi, cetakan kelima, Alfabeta, Bandung
Angipora, P. Marius, 2002, Dasar-Dasar Pemasaran, edisi revisi, cetakan kedua, Raja
Grafindo Persada, Jakarta Assauri, Sofyan, 2004, Manajemen Pemasaran, Dasar, Konsep dan Strategi, edisi kedua,
cetakan ketujuh, Rajagrafindo Persada, Jakarta Cravens, David W, 2006, Pemasaran Strategis, Edisi IV, jilid I, PT Gelora Aksara
Pratama, , Jakarta Ferreira, Diogo, 2012. Financial Projection Based on Business Model Canvas. Computer
and Engineering, Lisboa University. Frederickson, 2004. Marketing Performance. Published by Harper T & Row, New York. Hartanto, Eko, 2010. Technopreneurship, aspek-aspek penting dalam bisnis berbasis
teknologi. PT. Elex Media Komputindo. 2010. Jhisper, Sharpe, 2001. The Stratified of Consumer In The Service Marketing. 10th Edition,
Prentice Hall, Ohio University Press. Kartajaya, Hermawan., 2003, Yuswihady., Madyani, Dewi., Indrio, D.B., Marketing In
Venus, edisi pertama, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Kasmir dan Jakfar, 2006. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana, Jakarta. Kotler, Philip, 2002, Manajemen Pemasaran, edisi Millenium, cetakan kesepuluh,
Prenhalindo, Jakarta. Murphy, Michael, 2006. Application of Marketing Performance. Journal of Human
Resource, Vol. 5, 1-10. http://google.com. Narver, Valerie, and Slater, MD, 1994. The Concept of Customer Marketing. The
McGraw-Hill Companies. Inc. USA. Nelson, William, 2006. Marketing and Strategy in Marketing. McMIllan, Canada. Nitisemito, Alex. S. 1998. Marketing. Jakarta: Ghalia Indonesia.
66
Osterwalder, Alexander dan Yves Pigneur, 2010. Business Model Generation. John Willey & Sons, Hoboken – NJ.
Prawirosentono, Suyadi, 2002, Pengantar Bisnis Modern, cetakan pertama, Bumi
Aksara, Jakarta Porter, Michael E, 2004, Strategi Bersaing : Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing,
cetakan kesembilan, Erlangga, Jakarta Rangkuti, Fredy, 2002, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, cetakan ketiga,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sutojo, Siswanto, 2002, Strategi Manajemen Pemasaran, cetakan pertama, Damar Mulia
Pustaka, Jakarta Sugiyono, 2000, Metode Penelitian Administrasi, cetakan ketujuh, Alfabeta, Bandung Swastha, Basu dan Ibnu Sukotjo, 2000, Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi
Perusahaan Modern), edisi keempat, Liberty, Yogyakarta Sumarni Murti, 2000, Manajemen Pemasaran, edisi revisi (kelima), cetakan pertama,
Liberty, Yogyakarta Sunarto, 2003, Prinsip-Prinsip Pemasaran, AMUS, Yogyakarta Tjiptono, Fandy, 2002, Strategi Pemasaran, edisi kedua, cetakan pertama, ANDI,
Yogyakarta Tjiptono Fandy, 2002, Manajemen Jasa, edisi kedua, cetakan ketiga, ANDI Offset,
Yogyakarta Warren J. Keegan., 2003, Manajemen Pemasaran Global, Edisi ke VI, Jilid I, PT
Prenhalindo.