13
MORFOLOGI DARAH Dewi Esti Restiani (G84120010) Anastasia Armimi (G84120083) Hanung Safrida Nurlaila (G84120073) Agustinus Hadi Prasetyo (G84120080) M Maftuchin Sholeh (G84100003) DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Bikklin 1 Morfologi Darah

Embed Size (px)

Citation preview

ii

PENDAHULUAN

Sebagian besar komposisi tubuh terdiri atas cairan yang dipertahankan dalam rentang stabil sehingga kadar air tubuh mencapai 60 % berat badan pada orang dewasa. Keseimbangan cairan tersebut dipertahankan untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, pH, serta suhu tubuh sehingga organ tubuh dapat berfungsi secara optimal. Cairan tubuh terdiri atas cairan intraseluler (ion Mg, ion fosfat, dan cairan K), cairan ekstraseluler (plasma, cairan transseluler, dan cairan interstisial. Total cairan tubuh sebanyak 40 L, terdiri atas 25 L cairan intraseluler dan 15 L cairan ekstraseluler (Sherwood 2007).Asupan air diperoleh dari minuman dan makanan, serta dari hasil samping oksidasi seluler dalam tubuh. Asupan air dari makanan dan minuman pada keadaan normal sebanyak 2100 mL per hari, sedangkan dari oksidasi seluler hanya sebanyak 200 mL per hari, sehingga total asupan air setiap harinya dapat mencapai 2300 mL (Guyton dan Hall 2006). Fauziyati (2008) menyatakan bahwa cairan tubuh secara normal dikeluarkan melalui (1) insensible water lose, yaitu melalui evaporasi dari traktus respitorius dan difusi kulit sebesar 700 mL; (2) keringat sebesar 100 mL/hari (tidak banyak aktivitas dan suhu lingkungan sejuk); (3) feses sebanyak 100 mL/hari; dan (4) urin mulai dari 500 mL/hari pada keadaan dehidrasi hingga 20 L per hari pada orang yang minum sangat banyak.Darah beredar dalam sistem pembuluh darah yang tertutup dan menyusun sekitar 68 % berat badan. Secara keseluruhan, darah meiliki berat jenis sekitar 1.060, viskositas sebesar 3.65.3, titik beku sekitar 0.55 0C, dan pH sekitar 7.4. Darah tersusun atas dua komponen, yaitu substansi padat (45 %) dan substansi cair (55 %). Substansi padat terdiri atas eritrosit, leukosit, dan trombosit, sedangkan substansi cair meliputi plasma darah yang 90 92 % tersusun atas air dan di dalamnya terlarut banyak senyawa-senyawa kimia (Sumardjo 2006).Darah memiliki peranan penting dalam tubuh, sebab darah berfungsi sebagai alat transportasi, pertahanan, dan pengaturan (homeostasis). Beberapa contoh fungsi darah sebagai alat transpor adalah (a) transpor zat makanan yang telah diserap dalam usus ke jaringan-jaringan yang membutuhkan; (b) transpor zat sampah atau zat buangan produk metabolisme dari seluruh jaringan ke alat-alat ekskretori; (c) transpor oksigen dari paru-paru ke jaringan; (d) transpor karbondioksida dari jaringan ke paru-paru; dan (e) transpor zat pengatur atau hormon dari sumbernya ke bagian tubuh tertentu. Darah juga berperan dalam menjaga kekebalan tubuh terhadap infeksi kuman dan benda asing oleh sel darah putih dan antibodi yang beredar, sedangkan sebagai pengatur, darah berfungsi mengatur stabilitas suhu tubuh, keseimbangan antara cairan darah dan jaringan, serta pemeliharaan kesetimbangan asam-basa dalam tubuh (Sumardjo 2006).Penyakit atau kelainan pada tubuh seseorang dapat dideteksi menggunakan pengujian tertentu, misalnya pengujian terhadap morfologi darah. Pengujian tersebut bertujuan mengetahui bentuk darah, jumlah eritrosit dalam darah, kadar hemoglobin dalam darah, dan golongan darah seseorang. Menurut Warni (2009), penetuan morfologi sel darah merah (eritrosit) dapat dilakukan menggunakan metode pengolahan citra dan jaringan saraf tiruan (JST).

Tujan praktikum adalah membuktikan morfologi darah yang terkait dengan anemia. Selain itu, praktikum juga bertujuan agar praktikan terampil melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, dan penggolongan darah.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Praktikum dilakukan pada hari Selasa, 17 Februari 2015 pukul 08.0011.00 WIB di Laboratorium Pendidikan Departemen Biokimia IPB.

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu plat hemasitometer, mikroskop, pipet hemoglobin, kapas, lanset steril, tabung pengencer hemometer, spektrofotometer, kaca objek, dan tusuk gigi, sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah darah, alkohol 70 %, HCl 0.1 N, dan natrium sitrat 2.5 %.Prosedur PenelitianDarah segar untuk pemeriksaanUjung jari dibersihkan dengan alkohol 70 %, lalu dibiarkan hingga benar-benar mengering. Bagian jari yang akan ditusuk dipegang agar tidak bergerak dan mengurangi rasa sakit. Ujung jari tersebut segera ditusuk dengan cepat menggunakan lanset steril dengan arah tegak lurus pada garis-garis sidik jari kulit. Tusukan yang dilakukan harus cukup dalam agar darah mudah keluar. Darah dibiarkan mengalir dan jangan ditekan. Darah tersebut selanjutnya ditampung dalam sebuah tabung untuk pemeriksaan selanjutnya.Kadar hemoglobinSebanyak 5 mL HCl 0.1 N dimasukkan ke dalam tabung pengencer hemometer. Darah diisap menggunakan pipet hemoglobin hingga garis tanda 20 L. Darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet dihapus, lalu darah tersebut dialirkan ke dalam dasar tabung pengencer yang berisi HCl. Pipet tersebut selanjutnya diangkat sedikit, lalu HCl yang jernih diisap ke dalam pipet 2 atau 3 kali agar darah yang masih tertinggal dalam pipet dapat dibersihkan. Darah dan HCl dicampur agar dapat bereaksi sehingga menghasilkan warna coklat tua. Larutan tersebut selanjutnya diukur nilai absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.Menghitung eritrositPipet eritrosit diisi dengan cara memegang pipet pada ujungnya, lalu ditempatkan pada darah segar sehingga darah dapat masuk sampai tanda 0.5. Ujung pipet tersebut dimasukkan pada larutan natrium sitrat 2.5 % tepat hingga garis 101. Ujung pipet ditutup menggunakan jari, lalu dikocok selama 1530 detik (pipet diletakkan dalam keadaan horizontal). Darah tersebut selanjutnya diteteskan pada plat hemasitometer, lalu diamati menggunakan mikroskop. Hasil pengamatan tersebut digambar pada peta hemasitometer sehingga jumlah eritrosit dapat dihitung. Penentuan golongan darahDua buah kaca objek disiapkan, lalu diberi tanda A (untuk kaca objek pertama) dan tanda B (untuk kaca objek lainnya). Kaca objek A ditetesi serum anti A, sedangkan kaca objek B ditetesi serum anti B. Darah diteteskan pada kaca objek A, dicampurkan menggunakan tusuk gigi, dan diamati proses aglutinasi yang terjadi berdasarkan penggolongan darah system ABO. Hal yang serupa dilakukan juga pada kaca objek B.HASIL DAN PEMBAHASAN

Hemoglobin merupakan molekul yang terdapat di dalam eritrosit atau sel darah merah. Molekul ini mengandung hampir dua per tiga mineral besi (Fe) yang diperlukan oleh tubuh. Satu sel eritrosit dapat mengangkut sekitar 250 juta molekul hemoglobin. Satu molekul hemoglobin mengikat empat ion ferro (Fe2+) (Kadri 2012).

Hemoglobin manusia pada umumnya berbentuk HbA. Rantai globin pada HbA terdiri dari dua rantai dan dua rantai (22). Hemoglobin memiliki dua ikatan dimer, yaitu ()1 dan ()2. Rantai mengandung 141 asam amino, sedangkan rantai mengandung 146 asam amino. Hemoglobin HbA memiliki total asam amino residu sebanyak 574. Keempat subunit hemoglobin diikat oleh interaksi non kovalen dengan hidrofobik, ionik, dan ikatan hidrogen (Satyanarayana dan Chakrapani 2013). Struktur hemoglobin dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur hemoglobin (Ciesla B 2012)

Hemoglobin bertanggung jawab besar dalam transpor oksigen ke dalam jaringan dari paru-paru. Hemoglobin juga berfungsi untuk transpor karbondioksida yang berasal dari jaringan menuju paru-paru (Satyanarayana dan Chakrapani 2013). Besi aktif dalam bentuk ferro (Fe2+) yang terkonjugasi dalam gugus heme dapat berubah menjadi ion besi inaktif atau ferri (Fe3+). Hal tersebut dapat terjadi apabila darah terkontaminasi oleh obat-obatan atau faktor pengoksidasi lainnya. Ion besi yang terdapat dalam hemoglobin harus berada dalam bentuk ion Fe2+ agar dapat berikatan dengan oksigen. Daya ikat antara hemoglobin dengan oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah pH, temperatur, dan konsentrasi 2,3-bisphosphoglycerate (2,3-BPG) pada sel darah merah. Satu molekul hemoglobin dapat mengikat empat molekul oksigen (Fajria 2011). Setiap orang memiliki konsentrasi hemoglobin yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.Tabel 1 Konsentrasi hemoglobin

Jenis kelaminAbsobansi[Hb] (g/dL)

Laki-Laki0.36613.457

Perempuan0.33912.460

Contoh perhitungan (laki-laki):

Absrobansi terkoreksi

= 0.501 0.135 = 0.366

[Hb]

= Absorbansi terkoreksi x 36.77 g/dL = 13.457 g/dL

Konsentrasi normal hemoglobin berbeda berdasarkan jenis kelamin. Menurut Lee M (2009), konsentrasi hemoglobin normal pada laki-laki adalah 14-17.5 g/dL atau 140-175 g/L, sedangkan pada perempuan adalah 12.3-15.3 g/dL atau 123-153 g/L. Berdasarkan percobaan, jumlah hemoglobin laki-laki lebih banyak (13.457 g/dL) dibandingkan jumlah hemoglobin perempuan (12.460 g/dL). Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi hormonal yang tidak stabil pada wanita pada saat-saat tertentu, misalnya saat menstruasi dan masa kehamilan. Hasil percobaan hemoglobin masih dalam kadar yang normal walaupun kadar hemoglobin laki-laki kurang dari kadar hemoglobin normal. Hal yang dapat menyebabkan anemia adalah kadar hemoglobin dengan jumlah yang kurang dari 13 g/dL pada laki-laki.

Metode yang digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin dalam darah adalah metode Sahli. Metode ini didasarkan dengan hidrolisis hemoglobin oleh HCl menjadi globin ferroheme. Ferroheme dioksidasi menjadi ferriheme yang akan bereaksi dengan ion Cl- membentuk ferrihemechorid yang disebut dengan hematin atau hemin. Hematin merupakan larutan berwarna cokelat. Hematin dibandingkan dengan warna standar (Bachyar 2002).Eritrosit atau sel darah merah merupakan komponen darah yang paling banyak, dan berfungsi sebagai pengangkut atau pembawa oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh dan membawa kardondioksida dari seluruh tubuh ke paru-paru. Nilai normal eritrosit pada pria berkisar 4,7-6,1 juta sel/l darah, sedangkan pada wanita berkisar 4,2-5,4 juta sel/l darah (Murray et al. 2012). Seperti halnya konsentrasi hemoglobin, jumlah eritrosit dalam tiap individu juga dapat dihitung dan jumlahnya akan berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil pengamatan jumlah eritrosit yang disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah eritrosit

Jenis kelaminJumlah eritrosit

Laki-laki1.0x105

Perempuan1.3x105

Contoh perhitungan :

Jumlah sel yang terlihat di hemasitometer = 10

Jumlah sel eritrosit sebenarnya

= 10 x 104 = 1x 105Jumlah eritrosit yang terhitung dalam percobaan menunjukkan bahwa jumlah eritrosit pada perempuan (1.3 x 105) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah eritrosit laki-laki (1.0 x 105). Hasil tersebut menunjukkan perbedaan yang sangat jauh dengan literatur. Perbedaan ini disebabkan karena ada faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internalnya adalah jumlah eritrosit sangat bervariasi di antara jenisnya, bahkan berbeda di antara individu dalam jenisnya, karena cairan plasma selalu keluarmasuk dinding kapiler. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi jumlah eritrosit yaitu umur, jenis kelamin, latihan (olahraga), status gizi, laktasi, kehamilan, pelepasan epinefrin, volume darah (hemodilusi/ hemokonsentrasi), fase siklus estrus, ketinggian tempat, dan faktor lingkungan lainnya (Sutami 2002). Eritrosit yang tinggi bisa ditemukan pada kasus hemokonsentrasi, PPOK (penyakit paru obstruksif kronik), gagal jantung kongestif, perokok, preeklamsi, dan lain-lain, sedangkan eritrosit yang rendah bisa ditemukan pada anemia, leukemia, hipertiroid, penyakit sistemik seperti kanker dan lupus (Poedjiadi 2009).

Natrium sitrat berfungsi sebagai buffer dengan pH 4-5 untuk menjaga keasaman dalam plasma darah (Erwin etal 2013). Selain itu, Na-Sitrat juga berfungsi sebagai anti koagulan. Antikoagulan adalah zat yang mencegah penggumpalan darah dengan cara mengikat kalsium atau dengan menghambat pembentukan trombin yang diperlukan untuk mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin dalam proses pembekuan. Natrium sitrat konsentrasi 3,8% digunakan untuk pemeriksaan LED (laju endap darah) atau ESR (erythrocyte sedimentation rate) dan penggunaannya adalah 1 bagian sitrat berbanding 4 bagian darah (Suhartono 2004).Penggolongan darah manusia dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya sistem Rhesus (Rh), sistem ABO, Lewis (Le), Kell, Puffy (Fy), dan Kidd (Jk). Sistem yang paling umum dikenal umum adalah sistem ABO yang lebih dikenal dengan golongan darah A, B, O dan AB. Penggolongan darah ini membantu dalam proses donor darah dalam keadaan tertentu (Sofro 2004). Sistem penggolongan darah yang digunakan dalam praktikum adalah sistem ABO dan hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.Tabel 3 Penggolongan darah

ProbandusSerum anti ASerum Anti BGolongan darah

Laki-laki+-A

Perempuan--O

Keterangan:

(+): terjadi penggumpalan

(-) : tidak terjadi penggumpalanGlikoprotein yang berperan dalam proses penentuan golongan darah adalah mukopolisakarida. Gugus penentu antigen terletak pada gugus hidrat arang yang ditambahkan pada prekursornya. Semua glikoprotein antigen golongan darah ABO memiliki struktur dasar yang serupa (Sofro 2004).

Darah memiliki antigen dan antibodi yang menjadi penentu golongan darah. Antigen berada pada sel-sel darah merah dan antibodi berada dalam serum darah. Golongan darah A memiliki antigen A dan anti-B serum sedangkan golongan darah B memiliki antigen B dan anti-A dalam serum. Golongan darah AB tidak memiliki anti-A maupun anti-B dalam serum dan golongan darah O tidak memiliki antigen A dan antigen B (Hartanto 2005).

Reaksi yang akan terlihat ketika terjadi reaksi antara antigen dan antibodi adalah aglutinasi. Aglutinasi adalah suatu proses penggumpalan yang dapat diamati dengan mata. Reagen yang digunakan dalam pemeriksaan golongan darah antara lain anti-A, anti-B yang dibuat dari antibodi monoklonal yang disekresi dari suatu kultur sel yang disebut hibridomas (Hartanto 2005).Golongan darah A akan mengalami aglutinasi jika darahnya dicampurkan dengan serum anti-A seperti pada probandus laki-laki (Munasir). Sebaliknya jika darah yang ditetesi dengan serum anti-B mengalami penggumpalan menunjukkan golongan darah B. Probandus perempuan (Mayang) tidak menunjukkan penggumpalan darah ketika darah probandus dicampurkan dengan serum anti-A maupun anti-B, sehingga dapat dipastikan bahwa probandus memiliki golongan darah O. Sebaliknya golongan darah AB akan mengalami penggumpalan ketika darahnya dicampurkan dengan serum anti-A dan anti-B. Data yang diperoleh dari kedua probandus menunjukkan kesesuaian dengan literature (Hartanto 2005).SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Konsentrasi hemoglobin dapat ditentukan menggunakan teknik spektrofotometri dengan metode Sahli, sedangkan jumlah eritrosit dapat dihitung menggunakan peta hemasitometer. Hasil percobaan menunjukkan bahwa konsentrasi hemoglobin pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, sedangkan hasil pada percobaan jumlah eritrosit menunjukkan hasil yang berlawanan. Selain itu, penggolongan darah dapat ditentukan menggunakan sistem ABO. Saran

Uji terhadap penggolongan darah sebaiknya dilakukan oleh semua praktikan sehingga rasio antara golongan darah A, B, AB, dan O dapat diketahui. Selain itu, instrumentasi praktikum ini sebaiknya dimaksimalkan dari jumlah agar mahasiswa dapat melakukan percobaan sendiri. DAFTAR PUSTAKABachyar. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC.Ciesla B. 2012. Hematology in Practice 2nd Edition. Philadelphia (US): Davis Plus.

Erwin, Etriwati, Muttaqien, Pangestiningsih TW, Widyarini S. 2013. Ekspresi insulin pada pankreas mencit (Mus musculus) yang diinduksi dengan streptozotocin berulang. Jurnal Kedokteran Hewan 7(2):97-100.

Fajria MA. 2011. Pengukuran zat besi dalam bayam merah dan suplemen penambah darah serta pengaruhnya terhadap peningkatan hemoglobin dan zat besi dalam darah [skripsi]. Depok (ID): Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Fauziyati A. 2008. Adaptasi fisiologi selama puasa. Logika. 5(1):335.

Guyton AC, Hall. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia (US): Elsevier Saunders.

Hartanto F. 2005. Hubungan golongan darah O dengan kejadian syok pada penderita demam berdarah dengue [Tesis]. Depok (ID): Universitas Indonesia

Kadri H. 2012. Hemoprotein dalam tubuh manusia. Jurnal Kesehatan Andalas. 1(1):22-30.

Lee M. 2009. Basic Skills in Interpretting Laboratory Data 4th Edition. USA: American Society of Health System Pharmacy.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2012. Biokimia Harper. Jakarta (ID): EGC.Poedjiaji A. 2009. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): UIP.Satyanarayana U, Chakrapani U. 2013. Biochemistry 4th Edition. Haryana (IN): Elsevier.Sherwood L. 2007. Human Physiology 6th Ed. Kanada (CA): Thomson Broke.Sofro AS. 2004. Keanekaragaman Genetik. Yogyakarta (ID): Andi Offset.Suhartono E, Fujiati, Roselina P. 2004. Pengaruh vitamin C terhadap jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin pada tikus wistar galur Sparague Dawley yang dipajan sinar UV. Jurnal Kedokteran YARSI. 12(1):42-45.Sumardjo D. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta (ID): EGC.

Sutami HS. 2002. Biologi Jilid 2. Bogor (ID): IPB Press.Warni E. 2009. Penentuan morfologi sel darah merah (eritrosit) berbasis pengolahan citra dan jaringan saraf tiruan. J. Ilmiah Elektrikal Enjiniring. 7(3):1-9.

Lampiran 1Judul lampiranDEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

EMBED Word.Picture.8

Dewi Esti Restiani (G84120010)

Anastasia Armimi (G84120083)

Hanung Safrida Nurlaila (G84120073)

Agustinus Hadi Prasetyo (G84120080)

M Maftuchin Sholeh (G84100003)

MORFOLOGI DARAH

_1485764416.doc