32
Bila Bila Seseorang Seseorang yang Anda yang Anda Kasihi Kasihi Meninggal... Meninggal...

Bila Seseorang yangAnda Meninggal · PDF filelis, ”Sama seperti maut datang karena satu orang ma- ... Pada kesempatan itu Yesus berkata, ”Janganlah kamu heran akan hal itu, sebab

Embed Size (px)

Citation preview

BilaBilaSeseorangSeseorangyangAndayangAnda

KasihiKasihiMeninggal...Meninggal...

Apakah seseorang yang Anda kasihitidur dalam kematian?

Apakah Anda masih berduka cita?Apakah Anda membutuhkan bantuan

untuk mengatasi duka cita Anda?Apakah ada harapan bagi

orang-orang mati?Jika ada, apakah itu?

Bagaimana kita dapat merasa pasti?

Dalam brosur ini, pertanyaan-pertanyaanseperti itu akan memperoleh jawaban yangmenghibur dari Alkitab. Kami mengundangAnda untuk membacanya dengan saksama.

”Ah, Tidak Mungkin!”HALAMAN 3

Apakah Normal untuk Merasa seperti Ini?HALAMAN 7

Bagaimana Saya dapat MengatasiDuka Cita Saya?

HALAMAN 14Bagaimana Orang Lain

dapat Membantu?HALAMAN 20

Harapan yang Pasti bagiOrang Mati

HALAMAN 26

� 1994, 2002, 2007Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania

Bila Seseorang yang Anda Kasihi MeninggalPenerbit

Saksi-Saksi Yehuwa IndonesiaJakarta, Indonesia

Cetakan Desember 2014Publ ikasi ini t idak diperjualbel ikan, dan tersediasebagai bagian dari pekerjaan pendidikan Alkitabsedunia yang ditunjang oleh sumbangan sukarela.

Kecual i disebutkan lain, kutipan ayat diambi l dari Alk itabTerjemahan Baru terbitan Lembaga Alkitab Indonesia.

When Someone You Love DiesIndonesian (we-IN)

Made in JapanDibuat di Jepang

”Ah, Tidak Mungkin!”SEORANG pria dari New York (AS) menceritakan, ”Putra

saya, Jonathan, sedang mengunjungi teman-temannya yang

beberapa kilometer jauhnya. Istri saya, Valentina, tidak senangia pergi ke sana. Ia selalu was-was dengan kondisi lalu lintas. Te-

tapi Jonathan menyukai elektronik, dan teman-temannya memi-

liki sebuah bengkel kerja tempat ia dapat memperoleh pengalaman

yang berguna. Saya sedang berada di ru-

mah di Manhattan barat, New York. Istri

saya sedang pergi mengunjungi keluarga-

nya di Puerto Rico. ’Jonathan akan sege-

ra pulang,’ pikir saya. Kemudian bel pintu

berbunyi. ’Itu pasti dia.’ Rupanya bukan.

Ternyata polisi dan tim paramedik. ’Apakah

Anda mengenali SIM ini?’ tanya petugas po-

lisi. ’Ya, itu milik putra saya, Jonathan.’ ’Ada berita buruk untuk

Bapak. Baru saja terjadi kecelakaan, dan . . . putra Bapak, . . . putra

Bapak meninggal.’ Reaksi pertama saya, ’Ah, tidak mungkin!’ Kejut-

an yang ditimbulkannya telah membuat luka dalam hati kami,

yang bahkan bertahun-tahun kemudian belum juga pulih.”

Seorang ayah di Barcelona (Spanyol) menulis, ”Da-

hulu di Spanyol pada tahun 1960-an, kami adalah ke-

luarga yang bahagia. Ada Mar´ıa, istri saya, dan ketiga

anak kami, David, Paquito, dan Isabel, berusia 13, 11,

dan 9 tahun.

”Suatu hari pada bulan Maret 1963, Paquito pulang ke

rumah dari sekolah mengeluh sakit kepala yang sangat

hebat. Kami bingung apa penyebabnya—namun hanya

sebentar saja. Tiga jam kemudian ia meninggal. Penda-

rahan otak tiba-tiba merenggut nyawanya.

”Kematian Paquito terjadi lebih dari 30 tahun yang

lalu. Meskipun demikian, perasaan sakit yang dalam aki-

bat kematian tersebut membekas dalam diri kami sampai

hari ini. Mana ada orang-tua yang ditinggal mati seorang

anak, tidak merasakan sesuatu yang hilang dari diri me-

reka—tidak soal seberapa banyak waktu yang telah ber-

lalu atau seberapa banyak anak yang mereka miliki.”

Dua pengalaman ini, ketika orang-tua kehilangan

anak-anak, memperlihatkan betapa dalam dan lama-

nya luka yang timbul sewaktu seorang anak mening-

’Ada berita buruk untuk Bapak. Baru saja terjadi kecelakaan,

dan . . . putra Bapak, . . . putra Bapak meninggal.’

4 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

gal. Benar sekali pernyataan seorang doktor yang menu-

lis, ”Kematian seorang anak biasanya lebih tragis dan

mengakibatkan trauma dibandingkan kematian seorang

yang lebih tua karena seorang anak bukanlah anggota

keluarga yang diharapkan mati. . . . Kematian seorang

anak memperlihatkan pupusnya impian di masa depan,

hubungan keluarga [menantu, cucu-cucu], pengalaman-

pengalaman . . . yang belum sempat dinikmati.” Dan pe-

rasaan kehilangan yang dalam ini juga dapat terjadi atas

seorang wanita yang kehilangan bayinya karena kegu-

guran.

Seorang istri yang berkabung menjelaskan, ”Suami

saya, Russell, bekerja sebagai seorang tenaga bantuan

medis dalam medan perang di Pasifik selama Perang Du-

nia II. Ia telah menyaksikan dan luput dari beberapa

pertempuran yang mengerikan. Ia kembali ke Amerika

Serikat dan kembali kepada kehidupan yang jauh lebih

tenang. Belakangan ia melayani sebagai seorang roha-

niwan Firman Allah. Pada usia 60-an, ia mulai meng-

alami gejala penyakit jantung. Ia berupaya menjalani

kehidupan yang aktif. Kemudian, suatu hari pada bu-

lan Juli 1988, ia menderita serangan jantung yang pa-

rah dan meninggal. Kepergiannya sangat memilukan

hati. Saya bahkan tidak sempat mengucapkan selamat

jalan. Ia bukan hanya suami saya. Ia adalah sahabat ter-

baik saya. Kami telah menempuh kehidupan bersama-

sama selama 40 tahun. Sekarang tampaknya saya harus

menghadapi kesepian yang lain daripada yang lain.”

Ini hanyalah sedikit dari ribuan tragedi yang menim-

pa keluarga-keluarga di seluruh dunia setiap hari. Seperti

yang akan dikatakan oleh kebanyakan orang yang berdu-

ka cita, sewaktu kematian merenggut anak Anda, suami

Anda, istri Anda, orang-tua Anda, teman Anda, benar se-

kali apa yang dikatakan Paulus sang penulis Kristen bah-

wa itu adalah ”musuh yang terakhir”. Sering kali, reaksi

pertama yang wajar atas berita menyedihkan ini mung-

kin berupa penyangkalan. ”Ah, tidak mungkin! Saya tidak

percaya.” Reaksi-reaksi lain sering kali menyusul, seperti

yang akan kita lihat.—1 Korintus 15:25, 26.

Akan tetapi, sebelum kita membahas perasaan duka

cita, marilah kita menjawab beberapa pertanyaan pen-

ting. Apakah kematian berarti akhir dari orang itu? Apa-

kah ada harapan bahwa kita dapat berjumpa kembali de-

ngan orang-orang yang kita kasihi?

Ada Harapan yang Sejati

Paulus penulis Alkitab menawarkan harapan beru-

pa kelegaan dari ”musuh yang terakhir” tersebut, ke-

matian. Ia menulis, ’Maut akan dibinasakan’. ”Mu-

suh yang terakhir yang akan ditiadakan adalah maut.”

(1 Korintus 15:26, The New English Bible) Mengapa

Paulus dapat merasa begitu yakin akan hal tersebut?

Karena ia telah diajar oleh pribadi yang telah dibangkit-

kan dari antara orang mati, Yesus Kristus. (Kisah 9:

3-19) Itu pula alasannya mengapa Paulus dapat menu-

lis, ”Sama seperti maut datang karena satu orang ma-

nusia [Adam], demikian juga kebangkitan orang mati

datang karena satu orang manusia [Yesus Kristus]. Ka-

rena sama seperti semua orang mati dalam persekutu-

an dengan Adam, demikian pula semua orang akan di-

hidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”

—1 Korintus 15:21, 22.

Yesus sangat berduka cita sewaktu ia bertemu dengan

seorang janda dari Nain dan melihat putranya yang me-

ninggal. Catatan Alkitab memberi tahu kita, ”Setelah

[Yesus] dekat pintu gerbang kota [Nain], ada orang mati

diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya

yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu me-

nyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu,

tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berka-

ta kepadanya: ’Jangan menangis!’ Sambil menghampiri

usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para peng-

usung berhenti, Ia berkata, ’Hai anak muda, Aku berka-

ta kepadamu, bangkitlah!’ Maka bangunlah orang itu

dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menye-

rahkannya kepada ibunya. Semua orang itu ketakutan

dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ’Seorang

nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,’ dan

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 5

’Allah telah melawat umatNya.’ ” Perhatikan bagaimana

Yesus tergerak oleh belas kasihan, sehingga ia mem-

bangkitkan putra janda tersebut! Bayangkan apa yang

diperlihatkan oleh hal tersebut berkenaan masa depan!

—Lukas 7:12-16.

Di sana, di hadapan para saksi mata, Yesus memper-

tunjukkan sebuah kebangkitan yang tak terlupakan. Hal

itu merupakan suatu jaminan akan kebangkitan yang te-

lah ia nubuatkan beberapa waktu sebelum peristiwa ini,

suatu kebangkitan kepada kehidupan di bumi di bawah

”langit yang baru”. Pada kesempatan itu Yesus berkata,

”Janganlah kamu heran akan

hal i tu, sebab saatnya akan

tiba, bahwa semua orang yang

di dalam kuburan akan mende-

ngar suara-Nya, dan . . . akan

keluar.”—Wahyu 21:1, 3, 4; Yo-

hanes 5:28, 29; 2 Petrus 3:13.

Saksi-saksi mata lain dari

suatu kebangkitan adalah Pet-

rus, bersama beberapa orang

lainnya dari antara ke-12 yang

menyertai Yesus dalam perja-

lanannya. Mereka benar-benar

mendengar Yesus yang telah di-

bangkitkan berbicara di Laut

Galilea. Catatannya memberi tahu kita, ”Kata Yesus ke-

pada mereka: ’Marilah dan sarapanlah.’ Tidak ada di an-

tara murid-murid itu yang berani bertanya kepada-Nya:

’Siapakah Engkau?’ Sebab mereka tahu, bahwa Ia ada-

lah Tuhan. Yesus maju ke depan, mengambil roti dan

memberikannya kepada mereka, demikian juga ikan itu.

Itulah ketiga kalinya Yesus menampakkan diri kepada

murid-murid-Nya sesudah Ia bangkit dari antara orang

mati.”—Yohanes 21:12-14.

Oleh karena itu, Petrus dapat menulis dengan sangat

yakin, ”Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus

Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah me-

lahirkan kita kembali oleh kebangkitan Yesus Kristus

dari antara orang mati, kepada suatu hidup yang penuh

pengharapan.”—1 Petrus 1:3.

Rasul Paulus menyatakan harapannya yang pasti se-

waktu ia berkata, ”Aku percaya kepada segala sesuatu

yang ada tertulis dalam hukum Taurat dan dalam ki-

tab nabi-nabi. Aku menaruh pengharapan kepada Allah,

sama seperti mereka juga, bahwa akan ada kebangkitan

semua orang mati, baik orang-orang yang benar mau-

pun orang-orang yang tidak benar.”—Kisah 24:14, 15.

Oleh karena itu, jutaan orang dapat memiliki harap-

an yang teguh untuk berjumpa

dengan orang-orang yang me-

reka kasihi yang hidup kembali

di bumi ini namun di bawah

keadaan-keadaan yang sa-

ngat berbeda. Keadaan-keada-

an yang bagaimana kelak? Pe-

rincian-perincian selanjutnya

berkenaan harapan yang ber-

dasarkan Alkitab bagi orang-

orang yang kita kasihi yang

telah meninggal akan dibahas

dalam bagian terakhir dari bro-

sur ini, dengan judul, ”Harapan

yang Pasti Bagi Orang Mati”.

Namun, pertama-tama mari kita pertimbangkan per-

tanyaan-pertanyaan yang mungkin Anda miliki jika

Anda sedang berduka cita karena kehilangan seseorang

yang dikasihi: Apakah normal untuk berduka cita se-

perti ini? Bagaimana saya dapat mengatasi duka cita

saya? Apa yang dapat orang-orang lain lakukan untuk

membantu saya mengatasinya? Bagaimana saya dapat

membantu orang lain yang berduka cita? Dan yang ter-

utama, Apa yang Alkitab katakan berkenaan harapan

yang pasti bagi orang mati? Apakah saya akan berjum-

pa kembali dengan orang-orang yang saya kasihi? Dan

di mana?

Pertanyaan untuk Direnungkan

Apa reaksi yang wajar terhadap ke-matian seseorang yang dikasihi?

Apa yang Yesus lakukan bagiseorang janda di Nain?

Janji apa berkenaan orang matidiberikan Yesus?

Mengapa Petrus dan Paulus dapatmerasa begitu yakin bahwa akan

ada kebangkitan?

Pertanyaan-pertanyaan apa perlumendapat jawaban?

6 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

menyakitkan saya. Saya tidak ingat lagi apakah ibu saya

pernah mencium atau memeluk kami anak-anak (kami

empat bersaudara). Saya berusia 56 tahun ketika saya

melihat ayah saya meninggal. Saya merasakan kehilang-

an yang luar biasa. Namun, pada mulanya, saya tidak

sanggup menangis.”

Dalam beberapa kebudayaan, orang-orang mengung-

kapkan perasaan mereka secara terbuka. Apakah mereka

sedang gembira atau sedih, orang-orang lain mengetahui

bagaimana perasaan mereka. Di lain pihak, di beberapa

bagian dunia, terutama di Eropa bagian utara dan Inggris,

orang-orang, khususnya kaum pria, telah dibentuk oleh

masyarakat untuk menyembunyikan perasaan mereka,

untuk menekan emosi mereka, untuk tetap tenang dan ti-

dak emosional serta tidak membiarkan perasaan mereka

terbaca. Namun bila Anda kehilangan seseorang yang di-

kasihi, apakah sebenarnya salah untuk memperlihatkan

duka cita Anda? Apa yang Alkitab katakan?

Mereka yang Menangis dalam Alkitab

Alkitab ditulis oleh orang-orang Ibrani dari dae-

rah Laut Tengah sebelah timur, yang berpembawaan

ekspresif. Alkitab memuat banyak contoh dari orang-

orang yang secara terbuka memperlihatkan duka cita

mereka. Raja Daud meratapi kematian Amnon, putra-

nya yang terbunuh. Sesungguhnya, ia ”menangis dengan

suara nyaring”. (2 Samuel 13:28-39) Ia bahkan berdu-

ka cita atas kematian dari Absalom, putranya yang ber-

khianat, yang berupaya merebut takhta. Catatan Alkitab

memberi tahu kita, ”Maka terkejutlah raja [Daud] dan de-

ngan sedih ia naik ke anjung pintu gerbang lalu mena-

ngis. Dan beginilah perkataannya sambil berjalan: ’Anak-

ku Absalom, anakku, anakku Absalom! Ah, kalau aku

mati menggantikan engkau, Absalom, anakku, anakku!’ ”

(2 Samuel 18:33) Daud berkabung seperti ayah mana pun

yang normal. Dan betapa sering orang-tua berharap agar

mereka saja yang mati menggantikan anak-anak mereka!

Tampak sangat tidak wajar jika seorang anak mati sebe-

lum orang-tuanya.

Bagaimana reaksi Yesus terhadap kematian Lazarus te-

mannya? Ia menangis di dekat kuburannya. (Yohanes 11:

30-38) Belakangan, Maria Magdalena menangis sewak-

tu ia mendekati makam Yesus. (Yohanes 20:11-16) Me-

mang, seorang Kristen yang memahami harapan kebang-

kitan dari Alkitab tidak berduka cita sampai tak dapat

dihibur, seperti yang dilakukan oleh mereka yang tidak

Apakah Normal untukMerasa seperti Ini?

SEORANG yang sedang berkabung menulis, ”Sebagai seorang anak di Inggris, saya

diajar untuk tidak mengungkapkan perasaan saya di hadapan umum. Saya ma-

sih ingat ayah saya, seorang mantan perwira militer, berbicara kepada saya sambil

menggertakkan giginya, ’Awas, jangan berani menangis!’ sewaktu ada sesuatu yang

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 7

memiliki dasar Alkitab yang jelas bagi kepercayaan mere-

ka berkenaan keadaan orang mati. Namun sebagai ma-

nusia dengan perasaan-perasaan yang normal, seorang

Kristen yang sejati, bahkan dengan harapan kebangkitan,

benar-benar berduka cita dan meratapi kematian orang

yang dikasihi.—1 Tesalonika 4:13, 14.

Menangis atau Tidak Menangis

Bagaimana dengan reaksi-reaksi kita dewasa ini? Apa-

kah Anda merasa sulit atau malu memperlihatkan pe-

rasaan-perasaan Anda? Apa yang dianjurkan oleh para

penasihat? Pandangan mereka yang modern sering kali

sekadar mengulangi hikmat kuno dari Alkitab yang teril-

ham. Mereka mengatakan bahwa kita hendaknya menya-

takan duka cita kita, bukan memendamnya. Ini meng-

ingatkan kita kepada pria-pria yang setia pada zaman

dahulu, seperti misalnya Ayub, Daud, dan Yeremia, yang

pernyataan duka cita mereka dimuat dalam Alkitab. Me-

reka tentunya tidak memendam perasaan mereka. Maka,

tidak bijaksana untuk mengasingkan diri dari orang-

orang. (Amsal 18:1) Tentu saja, perkabungan diperlihat-

kan dengan cara-cara yang berbeda dalam berbagai ra-

Adalah normal untuk berduka cita dan menangisbila seseorang yang dikasihi meninggal

8 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 9

Kata ”proses” tidak menyatakan bahwa duka citamemiliki jadwal atau program yang ditentukan.

Reaksi-reaksi duka cita bisa terjadi bersamaan danmemakan waktu yang lamanya bervariasi, bergantungkepada orangnya. Daftar ini tidak lengkap. Reaksi-reaksilain mungkin juga diperlihatkan. Berikut ini adalahbeberapa gejala duka cita yang mungkin dialamiseseorang.

Reaksi-Reaksi Awal: Goncangan pertama; perasaantidak percaya, penyangkalan; mati rasa secara emosi;perasaan-perasaan bersalah; kemarahan.

Duka cita yang parah bisa mencakup: Tidakbisa mengingat dan insomnia; kelelahan yang ekstrem;perubahan suasana hati secara tiba-tiba; penilaian danpemikiran yang buruk; meledak dalam tangis; seleramakan berubah, dengan akibat berat badan turun ataunaik; berbagai gejala kesehatan yang terganggu; kelesuan;berkurangnya kesanggupan bekerja; halusinasi—merasakan, mendengar, melihat orang yang meninggal;jika kehilangan seorang anak, permusuhan yang tidakberalasan dengan teman hidup Anda.

Periode membuat diri seimbang: Kesedihan disertainostalgia; lebih banyak kenangan yang menyenangkandari orang yang meninggal, bahkan dibumbui denganhumor.

Proses Berduka Citagam kebudayaan, juga bergantung kepada kepercayaan

agama yang lazim.�

Bagaimana jika Anda merasa ingin menangis? Ada-

lah bagian dari sifat alamiah manusia untuk mena-

ngis. Ingatlah peristiwa kematian Lazarus, ketika Yesus

”mengerang dalam roh dan . . . mengeluarkan air mata”.

(Yohanes 11:33, 35, NW) Ia dengan demikian memperli-

hatkan bahwa menangis merupakan reaksi yang normal

atas kematian orang yang dikasihi.

Hal ini didukung oleh kasus seorang ibu, Anne, yang

kehilangan bayinya yang bernama Rachel karena Sindro-

ma Kematian Anak Mendadak (SIDS). Suaminya berko-

mentar, ”Hal yang mengejutkan adalah Anne maupun

saya tidak menangis pada saat pemakaman. Orang-orang

lain menangis.” Menanggapi hal ini, Anne berkata, ”Ya,

tetapi saya telah banyak menangis untuk kami berdua.

Saya rasa, saya benar-benar mengalami goncangan emosi

beberapa minggu setelah tragedi ini, sewaktu saya akhir-

nya pada suatu hari berada sendirian di rumah. Saya me-

nangis sepanjang hari. Namun saya yakin hal itu justru

membantu saya. Saya merasa lebih baik setelah itu. Saya

harus berkabung atas kematian bayi saya. Saya sangat

yakin bahwa Anda hendaknya membiarkan orang-orang

yang berduka cita menangis. Meskipun merupakan reaksi

yang wajar bagi orang-orang lain untuk berkata, ’Jangan

menangis’, hal itu tidak benar-benar membantu.”

Bagaimana Beberapa Orang Bereaksi

Bagaimana beberapa orang bereaksi sewaktu merasa

kesepian karena kehilangan orang yang dikasihi? Misal-

nya, pertimbangkan Juanita. Ia mengetahui bagaimana

� Misalnya, orang-orang Yoruba di Nigeria memiliki kepercayaan tra-disional akan reinkarnasi jiwa. Maka, sewaktu seorang ibu kehilangananaknya, ada duka cita yang dalam namun untuk jangka pendek saja,karena seperti yang dikatakan oleh sebuah refrain nyanyian Yoruba,”Airnya saja yang tumpah. Kalabas (sejenis labu) tidak hancur.” Menu-rut orang-orang Yoruba, ini berarti bahwa kalabas yang mengandungair tersebut, sang ibu, dapat melahirkan anak lain—barangkali reinkar-nasi dari anak yang mati. Saksi-Saksi Yehuwa tidak mengikuti tradisimana pun yang didasarkan atas takhayul yang berasal dari gagasan pal-su berkenaan jiwa yang tidak berkematian dan reinkarnasi, yang tidakada dasarnya dalam Alkitab.—Pengkhotbah 9:5, 10; Yehezkiel 18:4, 20.

rasanya kehilangan seorang bayi. Ia telah lima kali kegu-

guran. Kini ia mengandung lagi. Maka sewaktu sebuah ke-

celakaan mobil menyebabkannya harus diopname, masuk

akal ia merasa khawatir. Dua minggu kemudian ia me-

lahirkan—secara prematur. Tak lama berselang si kecil

Vanessa lahir—dengan berat badan hanya 0,9 kilogram,

”Saya sangat gembira,” kenang Juanita, ”Akhirnya saya

menjadi seorang ibu!”

Namun kebahagiaannya berumur pendek. Empat hari

kemudian Vanessa meninggal. Juanita mengenang, ”Saya

merasa sangat hampa. Peran saya sebagai ibu dirampas.

Saya merasa tidak utuh lagi. Sedih sekali pulang ke rumah

ke kamar yang telah kami persiapkan untuk Vanessa dan

10 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

Meskipun Monna telah memiliki anak-anak yang lain, iasangat menantikan kelahiran anaknya yang berikut.

Bahkan sebelum kelahirannya, bayi ini telah ia ajak”bermain, berbicara, dan impikan.”

Proses ikatan antara ibu dan anak yang belum lahir

sangat kuat. Ia melanjutkan, ”Rachel Anne adalah bayi

yang menendang-nendang buku yang saya letakkan di atasperut saya, membuat saya tidak bisa tidur pada malam hari.

Saya masih ingat tendangan kecilnya yang pertama,

bagaikan sentuhan yang lembut dan penuh kasih. Setiapkali ia bergerak, saya dipenuhi oleh kasih demikian. Saya

mengenalnya begitu baik sehingga saya tahu sewaktu ia

menderita, sewaktu ia sakit.”

Monna melanjutkan kisahnya, ”Dokter tidakmempercayai saya sampai akhirnya sudah terlambat. Ia

memberi tahu saya agar jangan cemas. Saya yakin saya

merasakan ia meninggal. Ia tiba-tiba saja berbalik dengankuat. Hari berikutnya ia telah meninggal.”

Pengalaman Monna bukanlah kasus yang langka.

Menurut penulis Friedman dan Gradstein, dalam bukumereka Surviving Pregnancy Loss, kira-kira satu juta

wanita dalam satu tahun di Amerika Serikat saja

mengalami kehamilan yang gagal. Tentu saja,jumlahnya di seluruh dunia jauh lebih besar.

Orang-orang sering tidak menyadari bahwa

keguguran atau lahir mati merupakan tragedi

bagi seorang wanita dan sesuatu yang iaingat—barangkali seumur hidupnya.

Misalnya, Veronica, yang kini

berusia 50 tahun lebih,mengenang keguguran yang

dialaminya dan teristimewa

mengingat bayinya yang lahirmati, yang masih hidup sampai

kandungannya berusia sembilan

bulan dan lahir dengan berat6 kilogram. Selama dua minggu

terakhir ia mengandung bayi

yang telah mati. Ia berkata,

”Melahirkan seorang bayi yang telah meninggal merupakan

sesuatu yang buruk sekali bagi seorang ibu.”

Reaksi dari ibu-ibu yang frustrasi ini tidak selalu dapat

dipahami, bahkan oleh wanita-wanita lain. Seorang wanita

yang kehilangan anaknya karena keguguran menulis,

”Apa yang telah saya pelajari dengan cara yang paling

menyakitkan adalah bahwa sebelum hal ini menimpa saya,

saya sama sekali tidak mengetahui apa yang teman-teman

saya harus tanggung. Saya dahulu tidak dapat merasakan

dan tidak mengetahui apa yang mereka alami, persis seperti

sikap yang sekarang saya terima dari orang-orang.”

Problem lain bagi ibu yang sedang berduka cita adalah

perasaan bahwa suaminya tidak merasakan kehilangan

yang sama seperti yang ia alami. Seorang istri

menyatakannya seperti ini, ”Saya sangat kecewa

terhadap suami saya saat itu. Menurut anggapan dia,

saya sama sekali tidak hamil. Ia tidak merasakan duka cita

yang saya alami. Ia benar-benar penuh simpati terhadap

kekhawatiran saya, tetapi tidak terhadap duka cita saya.”

Reaksi ini barangkali wajar bagi seorang suami—ia

tidak mengalami ikatan fisik dan emosi yang sama

dengan sang janin dibandingkan istrinya yang

mengandung. Akan tetapi, ia juga mengalami

kehilangan. Dan penting bagi suami dan istri

untuk menyadari bahwa mereka menderita

bersama-sama, meskipun dalam

cara-cara yang berbeda. Mereka

hendaknya berbagi duka cita. Jika

sang suami menyembunyikannya,

istrinya bisa jadi menganggap ia

tidak berperasaan. Maka,

berbagilah dalam mencucurkan

air mata, pemikiran, dan

rangkulan. Perlihatkan bahwa

Anda saling membutuhkan satu

sama lain seperti yang belum

pernah sebelumnya. Ya, para

suami, perlihatkanlah empati

Anda.

Keguguran dan Lahir Mati—Duka Cita Para Ibu

melihat baju dalamnya yang mungil yang saya belikan

untuknya. Selama beberapa bulan berikutnya, saya mem-

bayangkan kembali kelahirannya. Saya menarik diri dari

pergaulan.”

Suatu reaksi yang ekstrem? Mungkin sulit bagi orang-

orang lain untuk memahami, namun orang-orang, seperti

Juanita, yang telah mengalaminya menjelaskan bahwa

mereka yang berduka cita karena kematian bayi mereka

sama seperti mereka yang berduka cita karena kematian

seseorang yang telah hidup sekian lama. Menurut mereka,

lama sebelum seorang anak lahir, ia telah dikasihi oleh

orang-tuanya. Terjalin suatu ikatan yang istimewa de-

ngan sang ibu. Sewaktu bayi itu meninggal, sang ibu me-

rasa bahwa suatu pribadi utuh telah hilang. Dan inilah

yang perlu dipahami orang-orang lain.

Bagaimana Kemarahan dan PerasaanBersalah dapat Mempengaruhi Anda

Ibu yang lain menyatakan perasaannya sewaktu ia di-

beri tahu bahwa putranya yang berusia enam tahun tiba-

tiba meninggal karena kelainan jantung sejak lahir. ”Saya

mengalami serangkaian reaksi—mati rasa, perasaan ti-

dak percaya, perasaan bersalah, dan kemarahan terhadap

suami saya dan dokter karena tidak menyadari seberapa

serius keadaannya.”

Kemarahan dapat merupakan gejala lain dari duka cita.

Ini bisa jadi kemarahan kepada para dokter atau juru ra-

wat, merasa bahwa dulu mereka seharusnya berbuat le-

bih banyak dalam merawat orang yang meninggal. Atau

bisa jadi kemarahan kepada teman-teman dan sanak sau-

dara yang, tampaknya, mengucapkan atau melakukan se-

suatu yang salah. Beberapa menjadi marah kepada orang

yang meninggal karena mengabaikan kesehatannya. Stel-

la mengenang, ”Saya ingat saya marah kepada suami saya

karena saya tahu seharusnya keadaannya tidak begini. Ia

menderita sakit parah, tapi ia mengabaikan peringatan

dokter.” Dan kadang-kadang kemarahan ditujukan kepa-

da orang yang meninggal karena beban yang ditimpakan

oleh kematiannya kepada mereka yang ditinggalkan.

Beberapa merasa bersalah karena kemarahan—yaitu,

mereka mungkin menyalahkan diri mereka karena mere-

ka merasa marah. Yang lain-lain menyalahkan diri kare-

na kematian orang yang mereka kasihi. ”Sebetulnya dia

tidak perlu mati,” mereka meyakinkan diri, ”seandainya

saja saya menyuruhnya pergi ke dokter lebih awal” atau

”menyuruhnya pergi ke dokter lain” atau ”membuatnya

lebih menjaga kesehatannya.”

Bagi orang-orang lain perasaan bersalah melampaui

hal itu, khususnya bila orang yang mereka kasihi mening-

gal secara mendadak dan tak terduga. Mereka mulai me-

ngenang saat-saat manakala mereka marah kepada orang

yang meninggal atau bertengkar dengan mereka. Atau

Kehilangan seorang anak merupakantrauma yang menyakitkan—simpati

dan empati yang tulus dapatmembantu orang-tua

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 11

mereka mungkin merasa bahwa dulu mereka seharusnya

tidak berlaku demikian terhadap orang yang meninggal.

Proses berduka cita yang berlangsung lama dari ba-

nyak ibu mendukung apa yang banyak ahli katakan, bah-

wa kematian seorang anak meninggalkan suatu kesen-

jangan permanen dalam kehidupan orang-tua, khususnya

sang ibu.

Bila Anda Kehilangan Teman Hidup

Kematian seorang teman hidup merupakan trauma

lain lagi, khususnya jika keduanya menjalani kehidupan

yang sangat aktif bersama-sama. Ini dapat berarti akhir

dari seluruh gaya hidup yang mereka tempuh bersama,

berkenaan perjalanan, pekerjaan, hiburan, dan ketergan-

tungan kepada satu sama lain.

Eunice menjelaskan apa yang terjadi sewaktu suami-

nya tiba-tiba meninggal karena serangan jantung. ”Pada

minggu pertama, saya berada dalam keadaan mati rasa

secara emosi, seolah-olah saya berhenti berfungsi. Saya

bahkan tidak dapat mengecap rasa atau mencium bau.

Namun, akal sehat berjalan terpisah. Karena saya berada

bersama suami saya sewaktu mereka berupaya mensta-

bilkan dengan RJP (Resusitasi Jantung Paru) dan obat-

obatan, saya tidak mengalami gejala penyangkalan yang

biasa. Namun, ada perasaan frustrasi yang kuat, seolah-

olah saya menyaksikan sebuah mobil terjun ke sebuah

12 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

Kematian yang mendadak dari seorang bayi merupakantragedi yang menyedihkan. Suatu hari seorang bayi yang

tampak normal dan sehat tidak bangun lagi. Ini sama sekalitidak diharapkan, karena siapa yang membayangkan bahwaseorang bayi atau anak akan mati sebelum orang-tuanya?Seorang bayi yang menjadi pusat kasih seorang ibu yang takterhingga tiba-tiba menjadi pusat duka citanya yang takterhingga.

Perasaan bersalah mulai meluap-luap. Orang-tua mungkinmerasa bertanggung jawab atas kematian ini, seolah-olahini disebabkan karena kelalaian tertentu. Merekamenanyakan diri mereka, ’Apa yang dapat kamilakukan untuk mencegahnya?’� Dalam beberapa kasus,sang suami, tanpa dasar, mungkin bahkan tanpa disadarimempersalahkan istrinya. Sewaktu ia pergi bekerja, sang bayimasih hidup dan sehat. Sewaktu ia tiba di rumah, bayinyatelah meninggal dalam tempat tidurnya! Apa yang dilakukanistrinya? Di mana dia pada saat itu? Pertanyaan-pertanyaan

� Sindroma Kematian Anak Mendadak (SIDS), yang biasanya terja-di pada bayi-bayi berusia satu sampai enam bulan, adalah istilah yangdigunakan sewaktu seorang bayi yang sehat tiba-tiba meninggal tan-pa penyebab yang dapat dijelaskan. Dalam beberapa kasus, dianggapbahwa kemungkinan ini bisa dihindari jika bayi ditidurkan dalam po-sisi terlentang atau miring bukan tidur telungkup. Akan tetapi, tidakada posisi tidur yang akan mencegah setiap kasus dari SIDS.

yang menjengkelkan ini harus dijernihkan sehingga tidakmenimbulkan ketegangan dalam perkawinan.

Keadaan-keadaan yang tak terduga dan tak dapatdiramalkan menyebabkan terjadinya tragedi tersebut. Alkitabberkata, ”Aku melihat di bawah matahari bahwa kemenanganperlombaan bukan untuk yang cepat, dan keunggulanperjuangan bukan untuk yang kuat, juga roti bukan untukyang berhikmat, kekayaan bukan untuk yang cerdas, dankarunia bukan untuk yang cerdik cendekia, karena waktu

dan nasib dialami mereka semua [”saat dan kejadian

yang tak terduga menimpa mereka semua”, ”NW”].”—Pengkhotbah 9:11.

Bagaimana orang-orang lain dapat membantu sewaktusuatu keluarga kehilangan bayi? Seorang ibu yang berkabungmenanggapi, ”Seorang teman datang dan membersihkanrumah tanpa saya harus mengucapkan apa-apa. Yanglain-lain mempersiapkan makanan bagi kami. Beberapa cukupmembantu dengan memeluk saya—tanpa sepatah kata, hanyamemeluk. Saya tidak mau membicarakannya. Saya tidak mauberulang kali menjelaskan apa yang terjadi. Saya tidakmembutuhkan pertanyaan-pertanyaan yang menyelidik,seolah-olah saya telah gagal melakukan sesuatu. Saya adalahibunya; saya pasti akan berbuat sebisa mungkin untukmenyelamatkan bayi saya.

Sindroma Kematian Anak Mendadak—Menghadapi Duka Cita Tersebut

tebing dan saya tak mampu berbuat apa-apa untuk men-

cegahnya.”

Apakah dia menangis? ”Tentu saja, khususnya sewak-

tu saya membaca ratusan kartu belasungkawa yang

saya terima. Saya menangis membaca setiap kartu. Ini

membantu saya untuk tegar se-

panjang hari tersebut. Tetapi ti-

dak ada yang dapat membantu

jika saya berulang kali ditanya

bagaimana perasaan saya. Jelas

sekali, saya sangat sengsara.”

Apa yang membantu Eunice

untuk menghadapi duka cita-

nya? ”Tanpa disengaja, secara

tidak sadar saya telah mem-

buat keputusan untuk terus me-

lanjutkan kehidupan saya,” ka-

tanya. ”Akan tetapi, apa yang

masih menyakitkan saya ada-

lah sewaktu saya ingat bahwa

suami saya, yang sangat me-

ngasihi kehidupan, tidak ber-

ada di sini untuk menikmati-

nya.”

”Jangan BiarkanOrang-Orang Lain

Mendikte . . .”

Pengarang dari buku Leave-

taking—When and How to

Say Goodbye (Perpisahan—

Kapan dan Bagaimana Meng-

ucapkan Selamat Tinggal) menyarankan ”Jangan biar-

kan orang-orang lain mendikte tindakan atau perasaan

Anda. Proses berduka cita berbeda atas masing-masing

orang. Orang-orang lain mungkin berpendapat—dan

memberi tahu pendapat mereka—bahwa Anda terlalu

berduka cita atau kurang berduka cita. Maafkan mere-

ka dan lupakan hal itu. Dengan berupaya memaksakan

diri Anda kepada cetakan yang diciptakan oleh orang-

orang lain atau oleh masyarakat secara keseluruhan,

Anda menghambat perkembangan untuk memulihkan

kesehatan emosi Anda.”

Tentu saja, setiap orang menangani duka cita mereka

dengan cara-cara yang berbeda.

Kami tidak berupaya menya-

rankan bahwa satu cara pasti

lebih baik daripada cara yang

lain bagi masing-masing orang.

Akan tetapi, bahaya muncul se-

waktu terjadi stagnasi, mana-

kala orang yang dilanda duka

cita tidak dapat menerima ke-

nyataan. Saat itulah, bantuan

mungkin dibutuhkan dari te-

man-teman yang berbelas ka-

s ihan. Alk i tab berkata , ”Se-

orang sahabat menaruh kasih

setiap waktu, dan menjadi se-

orang saudara dalam kesukar-

an.” Maka janganlah takut un-

tuk mencar i bantuan, untuk

berbicara, dan untuk menangis.

—Amsal 17:17.

Duka cita merupakan reaksi

yang normal atas kematian,

dan tidak salah jika duka cita

Anda terbaca oleh orang-orang

lain. Namun pertanyaan-perta-

nyaan selanjutnya membutuh-

kan jawaban: ’Bagaimana saya dapat mengatasi duka

cita saya? Apakah normal untuk merasa bersalah dan

marah? Bagaimana saya harus mengatasi reaksi-reaksi

ini? Apa yang dapat membantu saya bertahan mengha-

dapi perasaan kehilangan dan duka cita?’ Bagian berikut

akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dan be-

berapa pertanyaan lain.

Pertanyaan untuk Direnungkan

Bagaimana duka cita beberapa orang di-pengaruhi oleh kebudayaan mereka?

Contoh-contoh apa kita milikidalam Alkitab berkenaan orang-orang

yang berduka cita dengan terbuka?

Bagaimana beberapa orang bereaksiterhadap kematian dari orang yangdikasihi? Bagaimana Anda bereaksi

dalam keadaan yang sama?

Apa yang membuat kematianseorang teman hidup suatupengalaman yang berbeda?

Bagaimana proses berduka citaberlangsung? Apakah salah

untuk berduka cita?

Apa beberapa aspek dariproses berduka cita?

(Lihat kotak pada halaman 9.)

Keadaan-keadaan khusus apamempengaruhi orang-tua dalam

Sindroma Kematian Anak Mendadak(SIDS)? (Lihat kotakpada halaman 12.)

Bagaimana banyak ibu dipengaruhioleh keguguran atau lahir mati?(Lihat kotak pada halaman 10.)

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 13

14 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

kehilangan kakeknya, Mike tahu apa yang harus diper-

buat. Ia berkata, ”Beberapa tahun yang lalu, saya pasti

akan menepuk bahunya dan berkata, ’Bersikaplah seba-

gai laki-laki.’ Namun kini saya menggenggam tangan-

nya dan berkata, ’Rasakan apa saja yang kau harus ra-

sakan. Itu akan membantumu mengatasinya. Jika kau

mau ditinggalkan sendirian, saya akan pergi. Jika kau

mau ditemani, saya akan tinggal. Tapi jangan takut me-

rasakannya.’ ”

MaryAnne juga merasa sangat sulit untuk menekan

perasaannya sewaktu suaminya meninggal. ”Saya ber-

juang untuk menjadi contoh yang baik bagi orang-orang

lain,” kenangnya, ”sehingga saya tidak memperbolehkan

diri saya mengalami perasaan yang normal. Namun pada

akhirnya saya belajar bahwa berupaya menjadi tiang

yang kuat bagi orang-orang lain tidak membantu saya.

Saya mulai menganalisis keadaan saya dan berkata, ’Me-

nangislah jika kau harus menangis. Jangan berupaya un-

tuk terlalu tegar. Keluarkan semua perasaanmu.’ ”

Jadi, Mike maupun MaryAnne menganjurkan: Biar-

kanlah diri Anda berduka cita! Dan mereka benar.

Mengapa? Karena berduka cita merupakan pengung-

kapan emosi yang dibutuhkan. Mengungkapkan perasa-

an Anda dapat meringankan tekanan yang membebani

Anda. Pernyataan emosi yang wajar, jika disertai dengan

pemahaman dan keterangan yang saksama, memung-

kinkan Anda menaruh perasaan Anda dalam perspektif

yang sepatutnya.

Tentu saja, tidak semua orang menyatakan duka cita

dengan cara yang sama. Dan faktor-faktor seperti apa-

kah orang yang dikasihi meninggal secara tiba-tiba atau

meninggal setelah lama sakit dapat berpengaruh atas re-

aksi emosi dari orang-orang yang ditinggalkan. Namun

satu hal tampak pasti: Memendam perasaan Anda dapat

berbahaya secara fisik maupun emosi. Jauh lebih sehat

untuk mengungkapkan duka cita Anda. Bagaimana? Al-

kitab memuat beberapa saran praktis.

Mengungkapkan Duka Cita—Bagaimana?

Berbicara dapat menjadi pengungkapan yang bergu-

na. Setelah kematian dari kesepuluh anaknya, selain

beberapa tragedi pribadi lain, patriark zaman dahulu,

Ayub, berkata, ”Aku telah bosan hidup, aku hendak me-

lampiaskan [bahasa Ibrani, ”melepaskan”] keluhanku,

aku hendak berbicara dalam kepahitan jiwaku!” (Ayub

1:2, 18, 19; 10:1) Ayub tidak dapat lagi menahan ke-

khawatirannya. Ia perlu membiarkannya lepas; ia harus

”berbicara”. Demikian pula, dramatikus Inggris, Shakes-

Bagaimana Saya dapatMengatasi Duka Cita Saya?

”SAYA merasa sangat sulit untuk menekan perasaan saya,” tutur Mike sewaktu menge-

nang kematian ayahnya. Bagi Mike, menekan duka citanya merupakan tindakan yang

jantan. Namun belakangan ia menyadari bahwa ia keliru. Maka, sewaktu sahabat Mike

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 15

peare, menulis dalam Macbeth, ”Nyatakan kesedihan

dengan kata-kata; duka cita yang terpendam dapat seca-

ra senyap membuat diri kewalahan.”

Jadi mengutarakan perasaan Anda kepada seorang

”sahabat” yang akan mendengarkan dengan sabar dan

penuh simpati dapat memberikan sejumlah kelegaan.

(Amsal 17:17) Mengutarakan pengalaman dan perasa-

an dalam kata-kata sering membuatnya lebih mudah

untuk memahami dan mengatasi kedua hal tersebut.

Dan jika sang pendengar adalah seorang yang juga se-

dang berkabung yang telah dengan efektif mengatasi

perasaan kehilangannya sendiri, Anda mungkin dapat

memperoleh beberapa saran praktis berkenaan bagai-

mana Anda dapat mengatasinya.

Sewaktu anaknya meninggal, se-

orang ibu menjelaskan mengapa

sangat membantu untuk berbicara

kepada wanita lain yang juga per-

nah menghadapi kehilangan yang

serupa, ”Mengetahui bahwa orang

lain telah mengalami hal yang

sama, telah pulih kembali dengan

waras, dan bahwa ia masih ber-

tahan dan kehidupannya meng-

alami keadaan yang bisa dikata-

kan kembali normal benar-benar

menguatkan saya.”

Bagaimana jika Anda tidak me-

rasa leluasa untuk membicarakan

perasaan Anda? Setelah kematian

Saul dan Yonatan, Daud menggubah sebuah nyanyian

ratapan yang sangat emosional yang ke dalamnya ia

mencurahkan duka citanya. Gubahan yang sarat de-

ngan ratapan ini akhirnya menjadi bagian dari catatan

tertulis buku Dua Samuel dalam Alkitab. (2 Samuel 1:

17-27; 2 Tawarikh 35:25) Demikian pula, banyak yang

mengalami bahwa lebih mudah menyatakan diri mere-

ka dengan menulis. Seorang janda menceritakan bahwa

ia menulis perasaannya dan beberapa hari kemudian

membaca apa yang ia tulis. Ia mendapati hal ini suatu

pengungkapan yang berguna.

Tidak soal dengan berbicara atau menulis, meng-

komunikasikan perasaan Anda dapat membantu Anda

mengungkapan duka cita Anda. Ini juga dapat mem-

bantu untuk menjernihkan kesalahpahaman. Seorang

ibu yang berkabung menjelaskan, ”Suami saya dan

saya mendengar tentang pasangan suami-istri yang ber-

cerai setelah kehilangan seorang anak, dan kami ti-

dak mau hal itu terjadi atas diri kami. Maka kapan

saja kami merasa marah, ingin saling mempersalah-

kan, kami akan mendiskusikannya. Saya rasa kami

benar-benar menjadi lebih dekat

satu sama lain dengan melakukan

hal itu.” Maka, menyatakan pe-

rasaan Anda dapat membantu

Anda memahami bahwa meski-

pun Anda mungkin merasakan ke-

hilangan yang sama, orang-orang

lain dapat berduka cita dengan

cara berbeda—dengan langkah

mereka sendiri dan pada jalan me-

reka sendiri.

Hal lain yang dapat memudah-

kan pengungkapan duka cita ada-

lah menangis. Ada ”waktu untuk

menangis”, kata Alkitab. (Peng-

khotbah 3:1, 4) Tentu saja, kema-

tian dari seseorang yang kita ka-

sihi mendatangkan waktu demikian. Mencucurkan air

mata duka cita tampaknya merupakan bagian yang per-

lu dari proses pemulihan.

Seorang wanita muda menjelaskan bagaimana se-

orang sahabat karib membantunya menghadapi keada-

an sewaktu ibunya meninggal. Ia mengenang, ”Sahabat

saya selalu siap membantu saya. Ia menangis bersa-

ma saya. Ia berbicara bersama saya. Saya dapat sangat

Contoh-contoh Alkitabmemperlihatkan bahwa

menulis perasaan Anda dapatmembantu Anda untukmenyatakan duka cita

16 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

berterus terang dengan perasaan saya, dan hal itu yang

penting bagi saya. Saya tidak perlu malu untuk mena-

ngis.” (Lihat Roma 12:15.) Anda hendaknya juga jangan

merasa malu mencucurkan air mata. Seperti yang telah

kita lihat, Alkitab memuat contoh dari pria-pria dan

wanita-wanita yang beriman—termasuk Yesus Kristus

—yang terang-terangan mencucurkan air mata duka

cita dan tidak tampak merasa malu.—Kejadian 50:3;

2 Samuel 1:11, 12; Yohanes 11:33, 35.

Anda mungkin mendapati bahwa untuk beberapa

waktu emosi Anda sedikit tidak dapat diduga. Air mata

mungkin mengalir tanpa tanda-tanda sebelumnya. Se-

orang janda mendapati bahwa berbelanja di pasar swa-

layan (sesuatu yang sering ia lakukan bersama sua-

minya) dapat membuatnya menangis, khususnya jika,

karena terbiasa, ia mengambil makanan yang adalah

kesukaan suaminya. Bersabarlah terhadap diri Anda

sendiri. Dan jangan merasa bahwa Anda harus menahan

air mata. Ingat, menangis merupakan bagian yang wa-

jar dan perlu dari berduka cita.

Mengatasi Rasa Bersalah

Seperti disebutkan sebelumnya, beberapa orang me-

miliki rasa bersalah setelah kehilangan seseorang yang

dikasihi. Ini dapat membantu untuk menjelaskan duka

cita yang sangat parah dari Yakub yang setia sewaktu ia

dikelabui sehingga percaya bahwa putranya, Yusuf te-

lah terbunuh oleh ”binatang buas”. Yakub sendiri yang

mengutus Yusuf untuk memastikan keselamatan sauda-

ra-saudaranya. Maka Yakub boleh jadi ditimpa perasaan

bersalah, seperti ’Mengapa saya menyuruh Yusuf pergi

seorang diri? Mengapa saya menyuruhnya pergi ke dae-

rah yang penuh dengan binatang buas?’—Kejadian 37:

33-35.

Barangkali Anda merasa bahwa ada kelalaian di pi-

hak Anda yang berpengaruh atas kematian seseorang

yang Anda kasihi. Menyadari rasa bersalah tersebut

—yang nyata atau hanya khayalan—merupakan reaksi

duka cita yang normal yang dapat berguna. Dalam hal

ini juga, jangan merasa bahwa Anda harus memendam

perasaan-perasaan itu dalam diri Anda. Mengutarakan

betapa Anda merasa bersalah dapat menyediakan ba-

nyak kelegaan yang dibutuhkan.

Namun, sadarilah bahwa tidak soal seberapa dalam

kasih kita kepada orang lain, kita tidak dapat mengen-

dalikan kehidupannya, kita juga tidak dapat mence-

gah ”saat dan kejadian yang tak terduga” agar tidak

Dalam setiap kebudayaan, orang-orang yang berduka cita senang menerima penghiburan

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 17

menimpa orang-orang yang kita kasihi. (Pengkhotbah

9:11, NW) Lagi pula, tidak diragukan bahwa motivasi

Anda tidak buruk. Misalnya, dengan tidak membuat jan-

ji dengan dokter lebih awal, apakah Anda berniat agar

orang yang Anda kasihi menjadi sakit atau mati? Tentu

saja tidak! Maka apakah Anda benar-benar bersalah ka-

rena menyebabkan kematian orang tersebut? Tidak.

Seorang ibu belajar untuk mengatasi rasa bersalah se-

telah putrinya tewas dalam sebuah kecelakaan mobil. Ia

menjelaskan, ”Saya merasa bersalah karena telah me-

nyuruhnya pergi. Namun saya mulai sadar bahwa tidak

masuk akal untuk merasa demikian. Tidak ada yang sa-

lah dengan menyuruh dia dan ayahnya melakukan sua-

tu tugas. Itu hanyalah kecelakaan yang tragis.”

Anda mungkin berkata, ’Ada banyak hal yang saya

sesali tidak saya katakan atau lakukan.’ Memang, tetapi

siapa di antara kita yang dapat berkata bahwa kita telah

menjadi ayah, ibu, atau anak yang sempurna? Alkitab

memperingatkan kita, ”Kita semua bersalah dalam ba-

nyak hal; barangsiapa tidak bersalah dalam perkataan-

nya, ia adalah orang sempurna.” (Yakobus 3:2; Roma

5:12) Maka, terimalah fakta bahwa Anda tidak sempur-

na. Terus memikirkan segala macam ”seandainya saja”

tidak akan mengubah apa pun, justru akan memperlam-

bat kesembuhan Anda.

Jika Anda memiliki alasan yang kuat untuk perca-

ya bahwa rasa bersalah Anda nyata, bukan khayalan,

maka pertimbangkan faktor yang paling penting dari

segalanya dalam menyembuhkan rasa bersalah—peng-

ampunan Allah. Alkitab meyakinkan kita, ”Jika Eng-

kau, ya [Yehuwa], mengingat-ingat kesalahan-kesalah-

an, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu

ada pengampunan.” (Mazmur 130:3, 4) Anda tidak da-

pat kembali ke masa lalu dan mengubah segala se-

suatunya. Namun, Anda dapat memohon pengampunan

Allah atas kesalahan-kesalahan yang dilakukan dahulu.

Lalu bagaimana? Nah, jika Allah berjanji untuk meng-

ampuni kesalahan-kesalahan Anda yang lewat, bukan-

kah Anda hendaknya mengampuni diri sendiri?—Amsal

28:13; 1 Yohanes 1:9.

Mengatasi Kemarahan

Apakah Anda juga merasa sedikit marah, barangkali

kepada para dokter, juru rawat, teman-teman, atau bah-

kan kepada orang yang meninggal? Sadarilah bahwa hal

ini juga merupakan reaksi yang lazim atas kehilangan.

Barangkali kemarahan Anda merupakan akibat wajar

yang timbul dari perasaan terluka yang Anda rasakan.

Seorang penulis berkata, ”Hanya dengan menyadari ke-

marahan itu—tidak bertindak menuruti kemarahan te-

tapi mengetahui bahwa Anda merasakannya—Anda da-

pat bebas dari pengaruhnya yang merusak.”

Yang juga dapat membantu adalah jika Anda menya-

takan atau berbagi kemarahan. Bagaimana? Tentu saja

bukan dalam luapan kemarahan yang tidak terkendali.

Alkitab memperingatkan kita bahwa kemarahan yang

berlarut-larut sangat berbahaya. (Amsal 14:29, 30) Te-

tapi Anda dapat memperoleh penghiburan dengan mem-

bicarakannya dengan seorang teman yang penuh peng-

ertian. Dan ada yang mengalami bahwa gerak badan

yang penuh semangat merupakan pengungkapan yang

berguna bila mereka marah.—Lihat juga Efesus 4:25, 26.

Meskipun sangat penting bersikap terus terang dan ju-

jur berkenaan perasaan-perasaan Anda, ada yang perlu

diingat. Terdapat perbedaan besar antara menyatakan

perasaan Anda dan menumpahkannya atas diri orang-

orang lain. Tidak perlu menyalahkan orang-orang lain

karena kemarahan dan frustrasi Anda. Maka berhati-ha-

tilah dalam mengutarakan perasaan-perasaan Anda, ja-

ngan dengan cara-cara yang kasar. (Amsal 18:21) Ada

sebuah bantuan yang utama dalam mengatasi duka cita,

dan kita sekarang akan membahasnya.

Bantuan dari Allah

Alkitab meyakinkan kita, ”[Yehuwa] itu dekat kepada

orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan

orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mazmur 34:18) Ya,

18 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

Bersandar kepada teman-teman: Jangan ragu-raguuntuk membiarkan orang-orang lain membantu

jika mereka menawarkannya dan Anda dapat benar-benarmemanfaatkan beberapa bantuan. Maklumilah bahwa itumungkin cara mereka untuk memperlihatkan kepada Andaapa yang mereka rasakan; barangkali mereka tidak dapatmenemukan kata-kata yang tepat.—Amsal 18:24.

Jaga kesehatan Anda: Duka cita dapat melelahkanAnda, khususnya pada masa-masa permulaan. TubuhAnda membutuhkan istirahat yang cukup, olahraga yangmenyehatkan, dan gizi yang sepatutnya lebih daripadasebelumnya. Pemeriksaan diri yang teratur oleh dokterkeluarga Anda mungkin diperlukan.

Tunda keputusan-keputusan penting: Jika mungkin,tunggu setidak-tidaknya beberapa saat sampai Anda berpikirlebih jernih sebelum Anda memutuskan hal-hal sepertiapakah perlu menjual rumah atau mengganti pekerjaan Anda.(Amsal 21:5) Seorang janda mengenang bahwa beberapa harisetelah suaminya meninggal, ia memberikan banyak barangmilik pribadi sang suami. Belakangan, ia menyadari bahwa iatelah memberikan banyak kenang-kenangan yang ia sayangi.

Sabarlah terhadap diri Anda: Duka cita sering kaliberlangsung lebih lama daripada yang disadari kebanyakanorang. Beberapa hal yang terjadi setiap tahun yangmengingatkan kembali kepada orang yang dikasihi dapatmembuka luka lama. Gambar-gambar, lagu-lagu khusus, ataubahkan aroma dapat menyebabkan seseorang menangis.Sebuah studi ilmiah mengenai perkabungan menjelaskanproses duka cita sebagai berikut, ”Orang yang berduka citamungkin berubah-ubah secara dramatis dan cepat dari suatukeadaan perasaan ke keadaan lain, dan pengelakan akanhal-hal yang mengingatkan kepada orang yang meninggalmungkin berganti menjadi perkembangan yang sengaja darikenangan untuk suatu periode waktu.” Tetaplah ingatjanji-janji Yehuwa yang bernilai dalam pikiran.—Filipi 4:8, 9.

Maklumi orang-orang lain: Berupayalah sabar terhadaporang-orang lain. Maklumilah bahwa mereka merasacanggung. Karena tidak tahu apa yang harus dikatakan,mereka mungkin secara teledor mengatakan hal yang salah.—Kolose 3:12, 13.

Berhati-hati dalam menggunakan obat-obat atau

alkohol untuk mengatasi duka cita Anda: Kelegaan

apa pun yang diberikan oleh obat-obat atau alkohol

hanya baik untuk sementara. Obat-obat hendaknya diminum

hanya di bawah pengawasan dokter. Namun waspadalah:

banyak zat mengakibatkan kecanduan. Tambahan pula,

hal ini dapat menunda proses berduka cita. Seorang patolog

memperingatkan, ”Tragedinya harus ditanggung, diderita

dan pada akhirnya dirasionalisasi dan terlalu menunda hal

ini dengan membius [orang] itu dengan obat-obat dapat

memperpanjang atau merusak proses ini.” Kelegaan yang

bertahan akan datang dengan merenungkan

maksud-tujuan yang agung dari Yehuwa.

—Mazmur 1:2; 119:97.

Kembali ke rutinitas yang biasa:

Pertama-tama, Anda mungkin perlu memaksakan diri

untuk pergi bekerja, berbelanja, atau untuk mengerjakan

berbagai tanggung jawab lain. Tetapi Anda akan mendapati

bahwa struktur dari rutinitas Anda yang normal akan sangat

bermanfaat bagi Anda. Tetaplah sibuk dalam pekerjaan

Kristen.—Bandingkan 1 Korintus 15:58.

Jangan takut untuk mengakhiri duka cita yang akut:

Meski tampak aneh, beberapa orang yang berkabung takut

untuk mengakhiri duka cita yang dalam, karena percaya

bahwa hal ini dapat memperlihatkan bahwa kasih

mereka kepada orang yang meninggal telah berkurang.

Sama sekali tidak demikian halnya. Mengakhiri rasa sakit

membuka jalan kepada kenangan-kenangan yang berharga

yang tak diragukan akan selalu bersama Anda.

—Pengkhotbah 3:1, 4.

Jangan terlalu khawatir: Anda mungkin sangat

khawatir, ’Apa yang akan terjadi dengan saya sekarang?’

Alkitab menasihatkan untuk hidup dari hari ke hari.

”Hidup dari hari ke hari sebaliknya dari terlalu

khawatir akan masa depan benar-benar membantu saya,”

kata seorang janda menjelaskan. Yesus berkata kepada

murid-muridnya, ”Janganlah kamu kuatir akan hari besok,

karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri.”

—Matius 6:25-34.

Beberapa Saran Praktis

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 19

di atas segalanya, hubungan dengan Allah dapat mem-

bantu Anda mengatasi kematian dari seseorang yang

Anda kasihi. Bagaimana? Semua saran praktis yang di-

tawarkan sejauh ini didasarkan atas atau selaras dengan

Friman Allah, Alkitab. Menerapkannya dapat membantu

Anda mengatasinya.

Tambahan pula, jangan menganggap rendah nilai

dari doa. Alkitab mendesak kita, ”Serahkanlah kuatirmu

kepada [Yehuwa], maka Ia akan memelihara engkau.”

(Mazmur 55:23) Jika mengutarakan perasaan-pera-

saan Anda kepada teman yang

penuh simpati dapat memban-

tu, betapa jauh lebih memban-

tu bila Anda mencurahkan hati

Anda kepada ”Allah sumber se-

gala penghiburan”!—2 Korin-

tus 1:3.

Bukan doa itu sendiri yang

membuat k i ta merasa l eb ih

baik. Sang ’Pendengar doa’ ber-

janj i untuk memberikan roh

kudus-Nya kepada hamba-

hamba-Nya yang dengan tulus

meminta hal tersebut. (Maz-

mur 65:3; Lukas 11:13) Dan

roh kudus Allah, atau tenaga

aktif, dapat memperlengkapi

Anda dengan ”kekuatan yang melimpah-limpah” un-

tuk bertahan dari hari ke hari. (2 Korintus 4:7) Ingat-

lah: Allah dapat membantu hamba-hamba-Nya yang se-

tia untuk menanggung setiap dan semua problem yang

mungkin mereka hadapi.

Seorang wanita yang kehilangan anaknya menge-

nang bagaimana kuasa doa membantu dia dan sua-

minya melewati kesedihan mereka. ”Jika kami berdua

berada di rumah pada malam hari dan rasa duka cita

menjadi tak tertanggungkan lagi, kami akan berdoa ber-

sama dengan suara keras,” ia menjelaskan. ”Saat perta-

ma kami harus melakukan segala sesuatu tanpa anak

kami—perhimpunan pertama yang kami ikuti, kebakti-

an pertama yang kami hadiri—kami akan berdoa me-

mohon kekuatan. Sewaktu kami bangun di pagi hari dan

kenyataan dari hal itu tampak tak dapat dipikul lagi,

kami akan berdoa kepada Yehuwa untuk membantu

kami. Karena beberapa alasan, sangat menimbulkan

trauma bagi saya untuk berjalan di dalam rumah se-

orang diri. Jadi setiap kali saya pulang ke rumah sen-

dirian, saya akan memanjatkan doa kepada Yehuwa me-

mohon agar membantu saya

mempertahankan sedikit kete-

nangan.” Wanita yang setia ini

dengan teguh dan benar yakin

bahwa doa-doa tersebut sangat

membantu. Anda juga mung-

kin mendapati bahwa, sebagai

tanggapan atas doa-doa Anda

yang terus-menerus, ’damai se-

jahtera Allah yang melampaui

segala akal, akan memelihara

hati dan pikiranmu’.—Filipi 4:

6, 7; Roma 12:12.

Bantuan yang Allah sedia-

kan jelas sangat berguna. Pau-

lus rasul Kristen mengatakan

bahwa Allah ”menghibur kami

dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup

menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-ma-

cam penderitaan”. Memang, bantuan ilahi tidak mele-

nyapkan rasa sakit, namun ini dapat membuatnya lebih

mudah ditanggung. Hal ini tidak berarti bahwa Anda ti-

dak akan menangis lagi atau akan melupakan orang

yang Anda kasihi. Namun Anda dapat pulih. Dan seraya

Anda pulih, apa yang telah Anda alami dapat membuat

Anda lebih penuh pengertian dan simpatik dalam mem-

bantu orang-orang lain mengatasi rasa kehilangan yang

serupa.—2 Korintus 1:4.

Pertanyaan untuk Direnungkan

Mengapa penting untuk membiarkandiri Anda berduka cita?

Bagaimana Anda dapatmengungkapkan duka cita Anda?

Bagaimana Alkitab dapatmembantu Anda mengatasi perasaan

bersalah dan marah?

Dalam cara apa hubungandengan Allah membantu Anda

mengatasi kematiandari orang yang dikasihi?

Apa beberapa saran praktis untukmengatasi duka cita?

”Terpikir oleh saya akan sesuatu yang Anda dapat la-

kukan untuk saya”? Biasanya tidak. Jelaslah, kita perlu

mengambil beberapa inisiatif jika kita benar-benar ingin

membantu dan menghibur orang yang berduka cita.

Sebuah amsal Alkitab berkata, ”Perkataan yang diucap-

kan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas

di pinggan perak.” (Amsal 15:23; 25:11) Dibutuhkan hik-

mat untuk mengetahui apa yang harus dikatakan dan apa

yang jangan dikatakan, apa yang harus dilakukan dan

apa yang jangan dilakukan. Berikut ini adalah beberapa

saran berdasarkan Alkitab yang didapati berguna oleh be-

berapa orang yang berkabung.

Apa yang Harus Dilakukan . . .

Dengarkan: ’Cepatlah mendengar’, kata Yakobus 1:19.

Salah satu hal paling berguna yang dapat Anda lakukan

adalah ikut merasakan kesedihan dari orang yang berka-

bung dengan mendengarkan. Beberapa orang yang ber-

kabung mungkin perlu berbicara mengenai orang yang

mereka kasihi yang telah meninggal, mengenai kecelaka-

an atau penyakit yang menyebabkan kematiannya, atau

mengenai perasaan-perasaan mereka setelah kematian

tersebut. Maka tanyakanlah, ”Apakah Anda ingin mem-

bicarakannya?” Biarkan mereka yang memutuskan. Keti-

ka mengenang saat ketika ayahnya meninggal, seorang

pria muda berkata, ”Saya merasa sangat dibantu sewaktu

orang-orang menanyakan apa yang telah terjadi dan ke-

mudian benar-benar mendengarkan.” Maka dengar-

kanlah dengan sabar dan penuh simpati tanpa perlu me-

rasa bahwa Anda harus menyediakan jawaban atau jalan

keluarnya. Biarkan mereka mengutarakan apa pun yang

ingin mereka katakan.

Tenteramkan hati mereka: Yakinkan mereka bahwa

mereka telah melakukan sebisa mungkin (atau hal-hal

lain yang Anda tahu benar dan positif ). Tenteramkan

hati mereka bahwa apa yang mereka rasakan—kesedih-

an, kemarahan, perasaan bersalah, atau beberapa emosi

lain—sama sekali bukannya tidak lazim. Beri tahu mere-

ka tentang orang-orang lain yang Anda ketahui berhasil

pulih dari kehilangan yang serupa. ”Perkataan yang me-

nyenangkan” demikian merupakan ”obat bagi tulang-tu-

lang”, kata Amsal 16:24.—1 Tesalonika 5:11, 14.

Sediakan Diri: Sediakan diri Anda, tidak hanya bebe-

rapa hari pertama sewaktu banyak teman dan sanak sau-

dara masih ada, tetapi bahkan berbulan-bulan kemudian,

sewaktu orang-orang lain telah kembali ke rutin yang

normal. Dengan cara ini Anda membuktikan diri Anda se-

bagai ”sahabat”, yang selalu siap membantu seorang sa-

habat pada masa ”kesukaran”. (Amsal 17:17) ”Teman-te-

man kami memastikan bahwa setiap malam kami ada

kesibukan supaya kami tidak perlu menghabiskan terlalu

banyak waktu sendirian di rumah,” kata Teresea men-

Bagaimana Orang LainDapat Membantu?

”J IKA ada sesuatu yang dapat saya bantu, jangan segan memberi tahu saya.” Kebanyakan

di antara kita berkata demikian kepada seorang teman atau sanak saudara yang baru

saja berkabung. Ya, kita mengucapkannya dengan tulus. Kita akan melakukan apa saja

untuk membantu. Namun, apakah orang yang berkabung mendatangi kita dan berkata,

20 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

jelaskan, yang anaknya tewas dalam sebuah kecelaka-

an mobil. ”Hal ini membantu kami mengatasi perasaan

hampa yang kami miliki.” Selama bertahun-tahun setelah

itu, hari-hari peringatan, seperti ulang tahun perkawinan

atau tanggal dari kematian itu, dapat merupakan saat

yang penuh tekanan bagi orang yang ditinggalkan. Meng-

apa tidak menandai tanggal-tanggal demikian di kalender

Anda sehingga pada waktu hari itu tiba, Anda dapat me-

nyediakan diri, jika perlu, untuk memberi dukungan yang

penuh simpati?

Ambil inisiatif yang cocok: Apakah ada tugas-tugas

yang perlu dikerjakan? Apakah seseorang diperlukan un-

tuk mengasuh anak-anak? Apakah teman-teman dan sa-

nak saudara yang berkunjung membutuhkan tempat

menginap? Orang-orang yang baru saja berkabung se-

ring kali begitu terguncang sehingga mereka bahkan ti-

dak tahu apa yang perlu mereka lakukan, apa lagi

memberi tahu orang-orang lain bagaimana mereka da-

pat membantu. Jadi jika Anda memperhatikan kebutuhan

yang sebenarnya, jangan menunggu untuk diminta; am-

billah inisiatif. (1 Korintus 10:24; bandingkan 1 Yoha-

nes 3:17, 18.) Seorang wanita yang suaminya mening-

gal mengenang, ”Banyak yang berkata, ’Jika ada yang

dapat saya bantu, jangan segan memberi tahu saya.’

Namun seorang sahabat tidak menanyakannya. Ia lang-

sung pergi ke kamar tidur, menarik sprei dari tempat ti-

dur, dan mencuci hal-hal yang kotor ka-

rena kematiannya. Yang lain mengambil

sebuah ember, air, dan alat-alat pembersih

dan menggosok permadani yang terkena

muntahan suami saya. Beberapa minggu

kemudian, salah seorang penatua sidang

mampir dengan pakaian kerjanya dan ber-

kata, ’Saya yakin pasti ada sesuatu yang

perlu diperbaiki. Apa yang bisa saya per-

baiki?’ Hati saya tersentuh oleh kasih sau-

dara tersebut karena ia memperbaiki pintu

yang engselnya lepas dan karena memper-

baiki sebuah peralatan listrik!”—Banding-

kan Yakobus 1:27.

Bersifat suka menerima tamu: ”Ja-

nganlah kamu lupa memberi tumpangan

[”sifat suka menerima tamu”, NW],” demi-

kian Alkitab mengingatkan kita. (Ibrani

13:2) Kita teristimewa harus ingat un-

tuk memperlihatkan sifat suka meneri-

ma tamu kepada orang-orang yang ber-

duka cita. Sebaliknya daripada undangan

”datanglah kapan saja”, tetapkan hari dan

waktunya. Jika mereka menolak, jangan

cepat menyerah. Anjuran yang lembut

Jika Anda melihat ada kebutuhan yang sesungguhnya,jangan menunggu untuk dimintai bantuan

—ambil inisiatif yang cocok

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 21

mungkin dibutuhkan. Barangkali mereka menolak un-

dangan Anda karena mereka takut kehilangan kendali

atas emosi-emosi mereka di hadapan orang-orang lain.

Atau mereka mungkin merasa bersalah karena menikmati

makan bersama dan pergaulan pada saat seperti itu. Ingat-

lah tentang Lidia, wanita yang suka menerima tamu yang

disebutkan dalam Alkitab. Setelah diundang ke rumah-

nya, Lukas berkata, ”Ia mendesak sampai kami meneri-

manya.”—Kisah 16:15.

Bersabar dan berpengertian: Jangan terlalu terkejut

dengan apa yang mungkin dikatakan oleh orang-orang

yang berkabung pada mulanya. Ingat, mereka mungkin

merasa marah dan merasa bersalah. Jika ledakan emosi

ditujukan kepada Anda, dibutuhkan pemahaman dan ke-

sabaran di pihak Anda untuk tidak menanggapi dengan

perasaan kesal. ”Kenakanlah belas kasihan, kemurahan,

kerendahan hati, kelembahlembutan dan kesabaran,” de-

mikian saran Alkitab.—Kolose 3:12, 13.

Tulis sepucuk surat: Yang sering diabaikan adalah ni-

lai dari sepucuk surat yang menyatakan belasungkawa

atau sebuah kartu yang menyatakan turut berduka cita.

Manfaatnya? Cindy, yang kehilangan ibunya karena kan-

ker, menjawab, ”Seorang teman menulis surat yang indah.

Itu benar-benar membantu karena saya dapat membaca-

nya berulang kali.” Surat atau kartu yang menganjurkan

seperti itu dapat disusun ”dengan sedikit kata-kata”, na-

mun itu hendaknya benar-benar keluar dari hati. (Ibrani

13:22) Anda dapat menulis bahwa Anda turut prihatin

dan Anda memiliki kenangan khusus akan orang yang

meninggal, atau Anda dapat memperlihatkan bagaimana

orang yang meninggal itu telah meninggalkan kesan khu-

sus dalam kehidupan Anda.

Berdoa bersama mereka: Jangan meremehkan nilai

dari doa-doa Anda bersama dan untuk orang yang sedang

berkabung. Alkitab berkata di Yakobus 5:16, ”Doa orang

yang benar . . . sangat besar kuasanya.” (Yakobus 5:16)

Misalnya, mendengarkan Anda berdoa demi kepentingan

mereka dapat membantu mereka menyembuhkan pera-

saan-perasaan negatif seperti rasa bersalah.—Bandingkan

Yakobus 5:13-15.

Apa yang Jangan Dilakukan . . .

Jangan menjauhi mereka karena Anda tidak tahu

apa yang harus dikatakan atau dilakukan: ’Saya

yakin sekarang mereka perlu berada seorang diri,’ kita

mungkin berkata kepada diri kita sendiri. Namun barang-

kali kebenarannya adalah bahwa kita menjauhi mere-

ka karena kita takut akan mengatakan atau melakukan

sesuatu yang salah. Akan tetapi, dihindari oleh teman-

teman, sanak saudara, atau rekan-rekan seiman hanya

membuat orang yang berkabung semakin kesepian, me-

nambah kepada rasa sedih mereka. Ingat, kata-kata dan

tindakan yang paling baik sering kali adalah yang pa-

ling sederhana. (Efesus 4:32) Kehadiran Anda saja da-

pat menjadi sumber anjuran. (Bandingkan Kisah 28:15.)

Mengenang hari ketika putrinya meninggal, Teresea ber-

kata, ”Dalam waktu satu jam, ruang tunggu rumah sa-

kit dipenuhi oleh teman-teman kami; semua penatua dan

istri mereka berada di sana. Beberapa saudari bahkan be-

lum sempat melepaskan rol rambut mereka, beberapa ma-

sih mengenakan baju kerja mereka. Mereka meninggalkan

apa yang mereka kerjakan dan segera datang. Banyak dari

mereka memberi tahu kami bahwa mereka tidak tahu apa

yang harus dikatakan, tetapi itu tidak menjadi soal kare-

na kehadiran mereka saja sangat berarti.”

Jangan mendesak mereka untuk berhenti berdu-

ka cita: ’Sudah, sudah, jangan menangis,’ kita mungkin

ingin berkata demikian. Namun bisa jadi lebih baik un-

tuk membiarkan air mata bercucuran. ”Saya rasa pen-

ting untuk membiarkan orang yang berkabung memper-

lihatkan emosi mereka dan benar-benar melampiaskan

perasaan mereka,” kata Katherine, mengenang kematian

suaminya. Lawanlah kecenderungan untuk memberi tahu

orang-orang lain apa yang harus mereka rasakan. Dan ja-

ngan menduga bahwa Anda harus menyembunyikan pe-

rasaan-perasaan Anda untuk menjaga perasaan mereka.

22 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

Sebaliknya, ”menangislah dengan orang yang menangis”,

demikian saran Alkitab.—Roma 12:15.

Jangan tergesa-gesa menganjurkan mereka untuk

menyingkirkan baju atau barang-barang pribadi

lain dari orang yang meninggal sebelum mereka me-

rasa siap: Kita mungkin merasa bahwa lebih baik bagi

mereka untuk menyingkirkan barang-barang yang meng-

gugah kenangan karena hal-hal itu setidaknya memper-

panjang duka cita. Namun pepatah ”Jauh di mata, jauh di

hati”: mungkin tidak berlaku di sini. Orang yang berka-

bung mungkin perlu perlahan-lahan melepas orang yang

meninggal. Ingatlah gambaran Alkitab berkenaan reaksi

Yakub sewaktu ia dikelabui sehingga percaya bahwa Yu-

suf putranya yang masih remaja telah dibunuh oleh bina-

tang buas. Setelah jubah Yusuf yang berlumuran darah

diberikan kepada Yakub, ”berkabunglah ia berhari-hari

lamanya karena anaknya itu. Sekalian anaknya laki-laki

dan perempuan berusaha menghiburkan dia, tetapi ia me-

nolak dihiburkan”.—Kejadian 37:31-35.

Jangan mengatakan, ’Anda dapat memiliki bayi

Kehadiran Anda di rumah sakit dapat menganjurkan orang yang berkabung

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 23

lagi’: ”Saya benci orang-orang memberi tahu saya bah-

wa saya dapat memiliki anak lagi,” kenang seorang ibu

yang ditinggal mati anaknya. Mereka mungkin bermak-

sud baik, tetapi bagi orang-tua yang berduka cita, ucapan

yang menyatakan bahwa anak yang meninggal bisa di-

gantikan dapat menjadi ’seperti tikaman pedang’. (Amsal

12:18) Seorang anak tidak dapat digantikan oleh anak

lain. Mengapa? Karena masing-masing anak unik.

Bila tidak perlu jangan menghindari menyebut-

kan nama orang yang meninggal: ”Banyak orang bah-

kan tidak mau menyebutkan nama putra saya Jimmy atau

berbicara tentangnya,” kenang

seorang ibu. ”Saya harus akui

saya merasa sedikit terluka se-

waktu orang-orang melakukan

hal itu.” Jadi, tidak perlu meng-

ganti topik percakapan sewak-

tu nama orang yang meninggal

disebutkan. Tanyakan orangnya

apakah ia ingin membicarakan

orang yang ia kasihi. (Banding-

kan Ayub 1:18, 19 dan 10:1.)

Beberapa orang yang berkabung

senang mendengarkan teman-teman mereka mencerita-

kan sifat-sifat istimewa yang membuat mereka menya-

yangi orang yang telah meninggal.—Bandingkan Kisah 9:

36-39.

Jangan tergesa-gesa berkata, ’Ini yang terbaik ba-

ginya’: Berupaya mencari sesuatu yang positif berkena-

an kematian tidak selalu ’menghibur mereka yang tawar

hati’ yang sedang berduka cita. (1 Tesalonika 5:14) Keti-

ka mengenang saat ibunya meninggal, seorang wanita

muda berkata, ”Orang-orang lain berkata, ’Ia tidak men-

derita lagi sekarang’ atau, ’Setidaknya ia berada dalam da-

mai sekarang.’ Tetapi saya tidak suka mendengar hal-hal

semacam itu.” Komentar-komentar demikian secara tidak

langsung dapat menyatakan bahwa orang-orang yang di-

tinggalkan tidak boleh merasa sedih atau bahwa kemati-

an ini tidak berarti. Akan tetapi, mereka bisa jadi mera-

sa sangat sedih karena mereka sangat kehilangan orang

yang mereka kasihi.

Sebaiknya jangan berkata, ’Saya tahu bagaima-

na perasaan Anda’: Apakah memang demikian? Mi-

salnya, mungkinkah Anda mengetahui apa yang dirasa-

kan orang-tua sewaktu seorang anak meninggal jika

Anda sendiri tidak pernah mengalami kehilangan demi-

kian? Dan bahkan jika Anda telah mengalaminya, sada-

rilah bahwa orang-orang mungkin tidak merasakan hal

yang persis sama seperti yang Anda rasakan. (Banding-

kan Ratapan 1:12.) Di lain pihak,

jika tampak cocok, mungkin ada

beberapa manfaat dengan mem-

beri tahu bagaimana Anda telah

pulih dari perasaan kehilangan

orang yang Anda kasihi. Seorang

wanita yang putrinya mati di-

bunuh merasa terbina sewaktu

seorang ibu yang putrinya telah

meninggal memberi tahu dia ba-

gaimana ibu itu kembali kepada

kehidupan yang normal. Ia ber-

kata, ”Ibu dari anak yang meninggal itu tidak mengawali

ceritanya dengan ’Saya tahu bagaimana perasaan Anda’. Ia

sekadar memberi tahu saya segala sesuatu yang ia alami

dan membiarkan saya memberi tanggapan atasnya.”

Membantu orang yang berkabung menuntut kasih sa-

yang, daya pengamatan, dan banyak kasih di pihak Anda.

Jangan menunggu sampai orang yang berkabung datang

kepada Anda. Jangan sekadar berkata, ”Jika ada sesuatu

yang dapat saya bantu . . .” Cari tahu apa ”sesuatu” itu, dan

kemudian ambil inisiatif yang cocok.

Masih ada beberapa pertanyaan: Bagaimana dengan ha-

rapan Alkitab tentang kebangkitan? Hal itu dapat berarti

apa bagi Anda dan orang yang dikasihi yang telah mening-

gal? Bagaimana kita dapat merasa yakin bahwa itu meru-

pakan harapan yang dapat diandalkan?

Pertanyaan untuk Direnungkan

Mengapa berguna untuk turutmerasakan kesedihan dari orang yangberkabung dengan mendengarkan?

Apa beberapa hal yang dapat kitalakukan untuk menghiburorang yang berduka cita?

Kita harus menghindari mengatakanatau melakukan hal apa kepada

seseorang yang berkabung?

24 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 25

Bila kematian menimpa suatu keluarga, orang-tua danjuga sanak keluarga serta teman-teman sering

tidak tahu apa yang harus dikatakan atau dilakukanuntuk membantu anak-anak memahami apa yang telahterjadi. Namun, anak-anak membutuhkan orang-orangdewasa untuk membantu mereka memahami kematian.Pertimbangkan beberapa pertanyaan yang lazim diajukanberkenaan membantu anak-anak mengerti kematian.

Bagaimana Anda menjelaskan kematian kepada

anak-anak? Penting untuk menjelaskannya dengankata-kata yang sederhana. Juga jelaskan dengan benar.Jangan segan menggunakan kata-kata yang sesungguhnya,seperti misalnya ”mati” dan ”kematian”. Sebagai contoh,Anda dapat duduk bersama sang anak, memeluknya, danberkata, ”Suatu hal yang sangat, sangat menyedihkantelah terjadi. Papa menderita karena suatu penyakit yangtidak banyak dialami orang [atau apa pun yang Andaketahui benar], dan dia meninggal. Bukan salah siapapun dia meninggal. Kita akan sangat merindukannyakarena kita mencintainya, dan ia mencintai kita.” Namun,akan berguna untuk menjelaskan bahwa anak tersebut atauorang-tuanya yang masih hidup tidak akan mati hanyakarena ia kadang-kadang sakit.

Anjurkan mereka untuk bertanya. ’Apa itu mati?’ merekamungkin bertanya. Anda dapat menjawab seperti ini,” ’Mati’ berarti tubuh berhenti bekerja dan tidak dapat lagimelakukan hal-hal yang biasa dilakukan—tidak dapatberbicara, melihat, atau mendengar, dan tidak dapatmerasakan apa-apa.” Orang-tua yang percaya kepadajanji-janji Alkitab akan suatu kebangkitan dapatmenggunakan kesempatan ini untuk menjelaskan bahwaAllah Yehuwa mengingat orang yang meninggal dan dapatmenghidupkannya kembali dalam Firdaus di bumi di masadepan. (Lukas 23:43; Yohanes 5:28, 29)—Lihat bagian”Harapan yang Pasti bagi Orang Mati”.

Apakah ada hal-hal yang hendaknya jangan Anda

katakan? Tidak akan membantu untuk mengatakan bahwaorang yang meninggal sedang mengadakan perjalanan jauh.Rasa takut ditinggalkan merupakan kekhawatiran utamaseorang anak, khususnya bila orang-tua yang meninggal.

Diberi tahu bahwa orang yang meninggal sedang bepergianhanya akan memperkuat perasaan si anak bahwa iaditinggalkan dan ia mungkin bernalar, ’Nenek pergi, danpamit pun tidak!’ Juga, hati-hati dengan anak-anak kecil,mengenai berkata bahwa orang yang mati telah pergitidur. Anak-anak cenderung sangat harfiah. Jika sang anakmenyamakan tidur dengan kematian, akibatnya ia akantakut untuk pergi tidur pada malam hari.

Perlukah anak-anak menghadiri upacara

pemakaman? Orang-tua harus mempertimbangkanperasaan anak-anak. Jika mereka tidak ingin pergi,jangan paksa mereka atau dengan satu atau lain caramembuat mereka merasa bersalah karena tidak hadir. Jikamereka ingin hadir, berikan kepada mereka penjelasan yangterperinci berkenaan apa yang akan berlangsung, termasukapakah akan ada peti dan apakah itu akan terbuka atautertutup. Jelaskan juga bahwa mereka akan melihat banyakorang menangis karena mereka sedih. Sekali lagi, biarkanmereka mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Dan yakinkanmereka bahwa mereka dapat meninggalkan acara jikamereka ingin.

Bagaimana anak-anak menanggapi kematian?

Anak-anak sering kali merasa bertanggung jawab ataskematian dari orang yang dikasihi. Karena seorang anakmungkin pernah satu atau beberapa kali merasa marahterhadap orang yang meninggal, sang anak mungkinakan menganggap bahwa pikiran atau kata-kata amarahmenyebabkan kematian. Anda mungkin perlu memberikanpenghiburan, ’Pikiranmu dan kata-katamu tidak membuatorang-orang menjadi sakit, dan juga tidak membuat orangmati.’ Seorang anak kecil perlu diyakinkan berulang kali.

Haruskah Anda menyembunyikan duka cita Anda dari

anak-anak? Menangis di hadapan anak-anak adalahnormal dan juga menyehatkan. Lagi pula, hampir mustahiluntuk sepenuhnya menyembunyikan perasaan-perasaanAnda dari anak-anak; mereka cenderung sangat cerdik dansering dapat mencium adanya sesuatu yang tidak beres.Bersikap jujur berkenaan duka cita Anda membuat merekatahu bahwa adalah normal untuk berduka cita dan untukkadang-kadang memperlihatkan perasaan-perasaan Anda.

Membantu Anak-Anak Memahami Kematian

26

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 27

bahwa ia ada di surga, yah, saya ingin bunuh diri agar

dapat berada bersamanya. Ia sahabat karib saya.”

Tampaknya sangat tidak adil bahwa kematian mem-

punyai kuasa untuk mengambil seseorang yang Anda

kasihi. Dan bila itu terjadi, gagasan bahwa tidak akan

pernah bisa berbicara lagi kepada orang yang dika-

sihi, tertawa bersamanya, atau memeluknya bisa sa-

ngat sulit ditanggung. Kepedihan itu tidak hilang de-

ngan diberi tahu bahwa orang yang Anda kasihi berada

di surga.

Akan tetapi, Alkitab menawarkan harapan yang sa-

ngat berbeda. Seperti yang telah kita perhatikan se-

belumnya, Alkitab memperlihatkan bahwa tidak lama

lagi Anda dapat dipersatukan kembali dengan orang

yang Anda kasihi yang telah meninggal, bukan di sur-

ga yang tidak diketahui, melainkan di sini juga di atas

bumi di bawah keadaan yang damai dan adil-benar.

Dan pada saat itu manusia akan mempunyai prospek

menikmati kesehatan yang sempurna, dan mereka ti-

dak akan pernah mati lagi. ’Tetapi pasti itu hanya kha-

yalan!’ ada yang mungkin mengatakan demikian.

Apa yang dibutuhkan untuk meyakinkan Anda bah-

wa hal ini merupakan harapan yang pasti? Agar mem-

percayai suatu janji, Anda perlu yakin bahwa orang

yang membuat janji itu bersedia dan juga sanggup me-

menuhinya. Maka, siapa gerangan yang menjanjikan

bahwa orang-orang mati akan hidup kembali?

Pada musim semi tahun 31 M, Yesus Kristus de-

ngan berani berjanji, ”Sama seperti Bapa membang-

kitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, de-

mikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang

dikehendaki-Nya. Janganlah kamu heran akan hal itu,

sebab saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di

dalam kuburan [”kuburan peringatan”, NW] akan men-

dengar suara-Nya [Yesus], dan mereka . . . akan keluar.”

(Yohanes 5:21, 28, 29) Ya, Yesus Kristus berjanji bah-

wa jutaan orang yang sekarang mati akan hidup kem-

bali di atas bumi ini dan memiliki prospek untuk tetap

tinggal di atasnya kekal selama-lamanya di bawah ke-

adaan damai seperti di firdaus. (Lukas 23:43; Yohanes

3:16; 17:3; bandingkan Mazmur 37:29 dan Matius 5:5.)

Harapan yang Pastibagi Orang Mati

SEORANG wanita berusia 25 tahun menulis, ”Pada tahun 1981 ibu angkat saya meninggal

karena kanker. Saya dan adik angkat saya sangat terpukul oleh kematiannya. Saya berusia

17 tahun, dan adik laki-laki saya 11 tahun. Saya sangat kehilangan dia. Karena diajarkan

Perasaan Yesus yang lembutsewaktu membangkitkan Lazarus

mencerminkan keinginannya yang kuatuntuk melenyapkan akibat yang

menyedihkan dari kematian

28 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

Berulang kali, ketika menjelaskan bagaimana

mereka mengatasi duka cita mereka,

orang-orang Kristen yang setia berkata, ”Saya ingin

memberi tahu Anda ayat Alkitab favorit saya.” Jika

saudara sedang berduka cita, barangkali beberapa

dari ayat-ayat ini juga akan membantu saudara.

”Terpujilah . . . Bapa yang penuh belas kasihan dan

Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur

kami dalam segala penderitaan kami.”—2 Korintus

1:3, 4.

”Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang

berkenan mengenyangkan segala yang hidup.”

—Mazmur 145:16.

”Ia [Allah] telah menetapkan suatu hari, pada

waktu mana Ia dengan adil akan menghakimi dunia

oleh seorang yang telah ditentukan-Nya, sesudah Ia

memberikan kepada semua orang suatu bukti

tentang hal itu dengan membangkitkan Dia dari

antara orang mati.”—Kisah 17:31.

”Akulah, Akulah yang menghibur kamu.”

—Yesaya 51:12.

”Seperti seseorang yang dihibur ibunya,

demikianlah Aku ini akan menghibur kamu.”

—Yesaya 66:13.

”Inilah penghiburanku dalam sengsaraku, bahwa

janji-Mu menghidupkan aku. Aku ingat

kepada hukum-hukum-Mu yang dari dahulu kala,

ya [Yehuwa], maka terhiburlah aku. Biarlah kiranya

kasih setia-Mu menjadi penghiburanku, sesuai

dengan janji yang Kauucapkan kepada hamba-Mu.”

—Mazmur 119:50, 52, 76.

”Saatnya akan tiba, bahwa semua orang yang di

dalam kuburan akan mendengar suara-Nya, dan

mereka yang telah berbuat baik akan keluar dan

bangkit untuk hidup yang kekal.”—Yohanes 5:28, 29.

Ayat-Ayat yangMemberikan Penghiburan

Karena Yesus yang membuat janji ini, tidak ada keragu-

an untuk menyimpulkan bahwa ia bersedia menepati-

nya. Namun apakah ia sanggup melakukan hal itu?

Kurang dari dua tahun setelah membuat janji terse-

but, Yesus memperlihatkan dengan cara yang penuh

kuasa bahwa ia bersedia dan juga sanggup mengadakan

kebangkitan.

”Lazarus, Marilah ke Luar!”

Kejadian itu sangat mengharukan. Lazarus sakit ke-

ras. Kedua saudaranya, Maria dan Marta, mengirim ka-

bar kepada Yesus, yang berada di seberang Sungai Yor-

dan, ”Tuhan, dia yang Engkau kasihi, sakit.” (Yohanes

11:3) Mereka tahu bahwa Yesus mengasihi Lazarus. Ti-

dakkah Yesus ingin menjenguk sahabatnya yang se-

dang sakit? Anehnya, sebaliknya daripada segera pergi

ke Betania, Yesus tetap tinggal di tempat ia berada sela-

ma dua hari berikutnya.—Yohanes 11:5, 6.

Lazarus meninggal beberapa waktu setelah kabar

tentang penyakitnya dikirimkan. Yesus tahu ketika La-

zarus meninggal, dan ia bermaksud melakukan sesua-

tu. Pada waktu Yesus akhirnya tiba di Betania, sahabat

yang ia kasihi telah meninggal selama empat hari. (Yo-

hanes 11:17, 39) Dapatkah Yesus menghidupkan kem-

bali seseorang yang telah mati selama itu?

Ketika mendengar bahwa Yesus datang, Marta, se-

orang wanita yang gesit, lari menemuinya. (Banding-

kan Lukas 10:38-42.) Tergugah oleh kesedihan Mar-

ta, Yesus meyakinkan dia, ”Saudaramu akan bangkit.”

Ketika Marta menyatakan imannya akan kebangkitan

di masa depan, Yesus dengan jelas memberi tahu dia,

”Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa perca-

ya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.”

—Yohanes 11:20-25.

Setelah tiba di kuburan, Yesus menyuruh agar batu

yang menutup jalan masuk disingkirkan. Kemudian, se-

telah berdoa dengan nyaring, ia memerintahkan, ”Laza-

rus, marilah ke luar!”—Yohanes 11:38-43.

Semua mata menatap ke kuburan. Kemudian, dari da-

Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal 29

lam kegelapan sebuah sosok keluar. Kaki dan tangannya

dibungkus dengan kain kafan, dan wajahnya dibalut de-

ngan sebuah kain. ”Bukalah kain-kain itu dan biarkan

ia pergi,” perintah Yesus. Bagian terakhir dari pembalut

yang dilepaskan jatuh ke tanah. Ya, ia adalah Lazarus,

pria yang telah mati selama empat hari!—Yohanes 11:44.

Apakah Itu Benar-Benar Terjadi?

Kisah mengenai dibangkitkannya Lazarus dimuat

dalam Injil Yohanes sebagai fakta sejarah. Perincian-

nya begitu hidup sehingga hal ini tidak mungkin ha-

nya kiasan. Meragukan kebenarannya dalam sejarah

berarti meragukan semua mukjizat lain dalam Alkitab,

termasuk kebangkitan dari Yesus Kristus sendiri. Dan

menyangkal kebangkitan Yesus berarti menyangkal se-

luruh iman Kristen.—1 Korintus 15:13-15.

Sebenarnya, jika Anda percaya bahwa Allah itu ada,

tidak menjadi masalah bagi Anda untuk percaya kepada

kebangkitan. Sebagai gambaran: Seseorang dapat mere-

kam permintaan dan wasiat terakhirnya, dan setelah ia

meninggal, sanak keluarga dan teman-teman sebenar-

nya dapat dikatakan melihat dan mendengarnya, sera-

ya ia menjelaskan bagaimana warisannya harus diurus.

Seratus tahun yang lalu, hal demikian tidak dapat di-

bayangkan. Dan bagi beberapa orang yang sekarang

hidup di tempat-tempat terpencil di dunia, teknologi

perekaman video tak dapat mereka pahami sehingga

tampaknya seperti mukjizat. Jika prinsip-prinsip ilmiah

yang ditetapkan oleh Pencipta dapat digunakan oleh

manusia untuk menyusun kembali kejadian yang dapat

dilihat dan dapat didengar seperti itu, bukankah sang

Pencipta dapat melakukan jauh lebih banyak? Maka,

bukankah masuk akal bahwa Pribadi yang mencipta-

kan kehidupan sanggup menciptakan kembali kehi-

dupan?

Mukjizat dari pemulihan Lazarus kepada kehidupan

dimaksudkan untuk meningkatkan iman kepada Yesus

dan kebangkitan. (Yohanes 11:41, 42; 12:9-11, 17-19)

Dengan cara yang mengharukan, hal ini juga menying-

kapkan kesediaan dan keinginan Yehuwa dan Putra-

Nya untuk mengadakan kebangkitan.

’Allah Akan Rindu’

Tanggapan Yesus terhadap kematian Lazarus me-

nyingkapkan segi yang sangat lembut dari Putra Allah.

Perasaannya yang dalam pada peristiwa ini jelas me-

nunjukkan keinginannya yang kuat untuk membang-

kitkan orang mati. Kita membaca, ”Setibanya Maria di

tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia

di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: ’Tuhan, se-

kiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.’

Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-

orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka

masygullah hati-Nya [”mengerang dalam roh dan me-

rasa susah”, NW]. Ia sangat terharu dan berkata: ’Di

manakah dia kamu baringkan?’ Jawab mereka: ’Tuhan,

marilah dan lihatlah!’ Maka, menangislah Yesus. Kata

orang-orang Yahudi: ’Lihatlah, betapa kasih-Nya kepa-

danya!’ ”—Yohanes 11:32-36.

Keibaan hati Yesus yang tulus ditunjukkan di sini de-

ngan tiga ungkapan, ”mengerang”, ”merasa susah”, dan

’menangis’. Kata-kata dalam bahasa aslinya yang digu-

nakan untuk mencatat peristiwa yang mengharukan ini

menunjukkan bahwa Yesus sangat tergugah oleh kema-

tian Lazarus sahabat dekatnya dan menyaksikan sau-

dara perempuan Lazarus menangis sehingga ia mencu-

curkan air mata.�

Hal yang begitu luar biasa adalah bahwa Yesus sebe-

lumnya telah menghidupkan kembali dua orang lain.

Dan ia memang sepenuhnya bermaksud melakukan hal

� Kata Yunani yang diterjemahkan ”mengerang” berasal dari katakerja (em·bri·ma�o·mai) yang berarti tergugah dengan pedih ataudengan sangat dalam. Seorang sarjana Alkitab menyatakan, ”Inipasti mengartikan bahwa emosi yang demikian dalam meliputi diriYesus sehingga erangan tanpa sengaja keluar dari hati-Nya.” Ung-kapan yang diterjemahkan ”merasa susah” berasal dari kata Yunani(ta·ras�so) yang menunjukkan gejolak. Menurut seorang leksikografini berarti ”menyebabkan pergolakan di dalam, . . . mempengaruhidengan kepedihan dan kesedihan yang besar”. Ungkapan ’menangis’berasal dari kata kerja Yunani (da·kry�o) yang berarti ”mencucur-kan air mata, menangis dengan senyap”.

30 Bila Seseorang yang Anda Kasihi Meninggal

yang sama atas Lazarus. (Yohanes 11:11, 23, 25) Mes-

kipun begitu, ia ’menangis’. Maka, memulihkan manu-

sia kepada kehidupan, bukan sekadar suatu prosedur

bagi Yesus. Perasaannya yang lembut dan dalam seba-

gaimana diperlihatkan pada peristiwa ini dengan je-

las menunjukkan keinginannya yang kuat untuk mele-

nyapkan akibat yang menyedihkan dari kematian.

Karena Yesus adalah ’gambaran yang tepat dari Allah

Yehuwa’, kita dapat benar-benar mengharapkan bahwa

Bapa surgawi kita juga demikian. (Ibrani 1:3) Mengenai

kesediaan Yehuwa sendiri untuk mengadakan kebang-

kitan, pria yang setia Ayub berkata, ”Kalau manusia

mati, dapatkah ia hidup lagi? . . . Engkau akan me-

manggil, dan akupun akan menyahut; Engkau akan

rindu kepada buatan tangan-

Mu.” (Ayub 14:14, 15) Dalam

bahasa aslinya kata yang diter-

jemahkan ”Engkau akan rin-

du” menyatakan dambaan dan

keinginan Allah yang sung-

guh-sungguh. (Kejadian 31:30;

Mazmur 84:3) Jelaslah, Yehu-

wa pasti sangat menanti-nanti-

kan kebangkitan.

Apakah kita dapat benar-be-

nar percaya akan janji kebang-

kitan ini? Nah, tidak ada ke-

raguan bahwa Yehuwa dan

Putra-Nya bersedia dan juga

sanggup melakukannya. Apa

artinya ini bagi Anda? Anda mempunyai harapan untuk

dipersatukan kembali dengan orang-orang yang Anda

kasihi yang telah meninggal, di atas bumi ini namun di

bawah keadaan yang sangat berbeda!

Allah Yehuwa, yang pada mulanya menempatkan

manusia dalam taman yang indah, telah berjanji un-

tuk memulihkan Firdaus di bumi ini di bawah peme-

rintahan Kerajaan surgawi-Nya di tangan Yesus Kris-

tus yang kini telah dimuliakan. (Kejadian 2:7-9; Matius

6:10; Lukas 23:42, 43) Dalam Firdaus yang dipulihkan

tersebut, keluarga manusia akan memiliki prospek un-

tuk menikmati kehidupan tanpa akhir, bebas dari se-

gala penyakit dan gangguan kesehatan. (Wahyu 21:

1-4; bandingkan Ayub 33:25; Yesaya 35:5-7.) Yang

juga akan lenyap adalah segala kebencian, prasangka

ras, kekerasan etnik, dan tekanan ekonomi. Ke bumi

yang dibersihkan seperti itu-

lah Allah Yehuwa melalui Ye-

sus Kristus akan membangkit-

kan orang mati.

Itulah yang sekarang men-

jadi harapan wanita Kristen

yang disebutkan pada permu-

laan bagian ini. Beberapa ta-

hun setelah ibunya meninggal,

Saksi-Saksi Yehuwa memban-

tunya mempelajari Alkitab de-

ngan saksama. Ia mengenang

kembali, ”Setelah belajar me-

ngenai harapan kebangkitan,

saya menangis. Menakjubkan

untuk mengetahui bahwa saya

akan melihat ibu saya kembali.”

Jika hati Anda juga rindu untuk berjumpa lagi de-

ngan orang yang dikasihi, Saksi-Saksi Yehuwa akan de-

ngan senang hati membantu Anda belajar bagaimana

Anda dapat menjadikan harapan yang pasti ini milik

Anda. Silakan menghubungi mereka di Balai Kerajaan

di daerah Anda, atau menulis ke alamat terdekat yang

tercantum di halaman 32.

Harapan, yang didasarkan ataskorban tebusan Yesus Kristus,

akan memberikan sukacitakepada segala bangsa

Pertanyaan untuk Direnungkan

Sewaktu Lazarus sahabatnya meninggalbagaimana Yesus memperlihatkanbahwa Ia bersedia dan juga sanggup

melaksanakan kebangkitan?

Mengapa kita dapat menerima catatankebangkitan Lazarus dalam Alkitab

sebagai fakta sejarah?

Bagaimana catatan di Yohanes pasal 11memperlihatkan keinginan Yesus yang

kuat untuk melenyapkan akibatyang menyedihkan dari kematian?

Apa yang memperlihatkan bahwaAllah Yehuwa sangat menanti-nantikan

kebangkitan?

we

-IN1

50

11

9

Untuk mendapat lebih banyak informasi,buka www.jw.org/id, atau hubungi Saksi-Saksi Yehuwa.

s