Upload
nguyenkiet
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BIMBINGAN KONSELING ISLAM TERHADAP ANAK
KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(STUDI KASUS DI LEMBAGA REHABILITASI
YAYASAN JAWOR KOTA SEMARANG)
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
KISWANTORO
1104011
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : 5 (lima) eksemplarHal : Persetujuan Naskah Usulan Skripsi
Kepada. Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarangdi Semarang.
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan
sebagaimana mestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara:
Nama : Kiswantoro
NIM : 1104011
Fak./Jur. : Dakwah / BPI (Bimbingan dan Penyuluhan Islam)
Judul Skipsi : Bimbingan Konseling Islam terhadap Anak Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di
Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang).
Dengan ini telah kami setujui dan mohon agar segera diujikan.
Demikian, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Semarang, Mei 2010
Pembimbing,
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & Tatatulis
Drs. H. Abdul Ghofier Romas H. Abu Rohmat. M.Ag.NIP. 19460412 197611 1 001 NIP. 19760407 200112 1 003
Tanggal : Tanggal :
SKRIPSI
BIMBINGAN KONSELING ISLAM TERHADAP ANAK KORBAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(STUDI KASUS DI LEMBAGA REHABILITASI YAYASAN JAWOR
KOTA SEMARANG)
Disusun Oleh
Kiswantoro
1104011
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 28 Juni 2010
dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji/Dekan/Pembantu Dekan Penguji I
Drs. Ali Murtadho, M.Pd Baidi Bukhori, M.SiNIP. 196901818 199503 1 001 NIP. 19730427 199603 1 001
Sekretaris Dewan Penguji/Pembimbing Penguji II
Dr. H. Abu Rohmat. M.Ag. Komarudin, M.AgNIP. 19760407 200112 1 003 NIP. 19680413 200003 1 001
Pembimbing I,
Drs. H. Abdul Ghofier RomasNIP. 19460412 197611 1 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang
belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, Mei 2010
Penulis
KiswantoroNIM: 1104011
MOTTO
.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkan” (QS. At-Tahrim : 6)
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya tulis skripsi ini bagi mereka yang selalu setia
menemaniku di kala senang dan sedih.
• Almamaterku
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. Tiada kata yang dapat ku
ucap selain terima kasih, dan skripsi ini sebagai wujud rasa terima kasih
untuk semuanya .
• Ayahanda dan Ibunda
Alm. Pardjono dan Hj. Siti Fatimah Paini. Yang selalu mencurahkan
kasih sayang, perhatian yang tiada pernah henti, serta do a dan restu yang
selalu ananda harapkan dalam segala hal .
• Kakak-kakakku
Moch. Darwanto, Nur syafa’ati, Sri Subekti, Pargi Astuti, Slamet
Sismani, dan Djoko Sutrisno. Yang senantiasa memberikan motivasi dan
senyum kebahagiaan .
• Adikku
Sapto Yuli Widayanto. Yang selalu memberikan motivasi dan do .
• Keponakan-keponakanku
Choirul Ana am Pambudi, Muh. Setiadi, Muh. Gus Nadif, Sistri Mumpuni,
Eka Nanda, dan Muh. Adnan. Yang selalu menghiburku dikala sedih dan
senang .
• Calon Istriku Tercinta
Nurul Fatimah S.Sos.I. “Yang selalu memberikan motivasi dan semangat,
serta senantiasa setia menemaniku .
• Sedulur-sedulur Sanggar WADAS
Yang telah menciptakan suasana keakraban sehingga sulit untuk
mengucapkan kata berpisah .
• Teman-Temanku
Agung, Hasyim, Azwar, Saerozi, Sokhi. “Thank s for All, ma af saya selalu
merepoti kalian .
ABSTRAKSI
Penelitian ini berjudul “Bimbingan Konseling Islam Terhadap AnakKorban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga RehabilitasiYayasan Jawor Kota Semarang)”. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi,yakni fungsi sebagai amanah dari Allah SWT dan fungsi sebagai generasi peneruskehidupan di masa depan. Untuk memenuhi harapan dua fungsi tersebut, sudahselayaknya orang tua atau keluarga dapat memainkan peranan penting dalamproses pendidikan dan pengembangan anak. Akan tetapi malah sebaliknya orangtua atau keluarga juga dapat mengganggu perkembangan anak yakni dalampermasalahan kekerasan dalam rumah tangga. Dari uraian tersebut terdapat duapermasalahan yaitu bagaimana dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadapkesehatan mental anak dan pelaksanaan bimbingan konseling Islam di LembagaRehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korban kekerasandalam rumah tangga. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian skripsi iniadalah untuk mengetahui dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadapkesehatan mental anak dan pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam diLembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korbankekerasan dalam rumah tangga.
Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian lapangan, denganpendekatan bimbingan dan konseling Islam, sedangkan spesifikasi penelitian yangdigunakan adalah deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:observasi, interview (wawancara) dan dokumentasi. Metode analisis yang penulisgunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, yang bertujuanmelukiskan secara sistematis fakta dan karakteristik bidang-bidang tertentu secarafaktual dan cermat dengan menggambarkan keadaan atau status fenomena.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dampak kekerasan dalam rumahtangga terhadap kesehatan mental anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawordiantaranya yaitu: depresi, stres, frustasi, ketakutan, kekalutan mental, neurotis,dan psikotis. Dampak tersebut dipengaruhi oleh faktor ekonomi, moral danagama. Bentuk dari kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan tersebutdapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling Islam. Dalampelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi YayasanJawor terhadap kesehatan mental anak korban kekerasan dalam rumah tanggaterdapat beberapa materi, metode, teknik dan proses dalam terapi penyembuhangangguan kesehatan mental. Dalam implementasinya, terlebih dahulu diterapkanmateri bimbingan, diantaranya materi kerohanian dan badaniah. Selanjutnyametode atau cara yang ditempuh atau dilakukan dalam terapi penyembuhan,antara lain dengan terapi pijat, terapi mandi, terapi sholat, terapi dzikir, terapialam, dan terapi kerja. Dan proses bimbingan terapi penyembuhan yang diberikanpembimbing bagi klien penderita gangguan kesehatan mental, yaitu pertamadengan memberikan pemijatan pada sekujur tubuh klien secara rutin, keduamemberikan bimbingan dan melakukan terapi penyembuhan secara keseluruhan,ketiga memberikan penilaian tentang tingkat kesadaran mereka selama menjalaniterapi penyembuhan, dan yang terakhir dengan memberikan bimbingan luar yaitudengan memberikan lapangan pekerjaan yang jelas.
KATA PENGANTAR
ÉO ó¡ Î0«!$#Ç`» uH÷q§•9$#ÉOŠÏm§•9$#
Syukur Alhamdulillah dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah serta inayahNya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas skripsi ini. Sholawat serta salam senantiasa penulis curahkan
kepada nabi Muhammad SAW yang memberikan cahaya terang bagi umat Islam
dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh
gelar sarjana strata satu (S1) pada jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
Dalam perjalanan penulisan skripsi ini telah banyak hal yang dilalui oleh
penulis yang bersifat cobaan, godaan, tantangan, dan lain sebagainya yang sangat
menguras energi cukup lumayan banyak. Semua cobaan, Alhamdulillah dapat
diatasi dan akhirnya dapat membuahkan hasil dengan selesainya skripsi ini yang
diberi judul “Bimbingan Konseling Islam terhadap Anak Korban Kekerasan
dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota
Semarang)”. Untuk itu tidak ada kata yang pantas penulis ucapkan kepada pihak-
pihak yang telah membantu proses pembuatan skripsi ini kecuali dengan Jazakum
Allah Ahsan al Jaza Jaza an Katsira. Terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A., selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang.
2. Drs. H. M. Zain Yusuf, M.M, selaku Dekan Fakultas Dakwah beserta
Pembantu Dekan I, II dan III.
3. Drs. H. Abdul Ghofier Romas dan H. Abu Rohmat M.Ag., selaku
pembimbing I dan II yang selalu meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Drs. Sugiarso, selaku dosen wali studi sejak saya masuk dan tercatat sebagai
mahasiswa Dakwah yang selalu memberikan motivasi, pengarahan dan
bimbingan kepada penulis.
5. Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
6. Para Dosen pengajar dan staf karyawan di lingkungan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang yang telah membantu dalam penyelesaian proses
perkuliahan, urusan birokrasi dan lain sebagainya selama menuntut ilmu di
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
7. Segenap Pengasuh dan Pengurus Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota
Semarang, terimakasih yang tak terhingga atas bantuannya dalam penyusunan
skripsi ini.
8. Ayahanda, Ibunda, Kakak, adik dan saudara-saudaraku yang senantiasa
memberikan motivasi dan mendo’akan disetiap perjalanan penulis dalam
menjalani hidup.
9. Adinda Nurul Fatimah, tidak ada kata yang patut diucapkan selain ucapan
terima kasih atas kebersamaan, bimbingan dan motivasinya.
10. Dan semua saja yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini
yang tidak dapat penulis sebutkan dalam lembaran kertas kecil ini. Sekali lagi
penulis ucapkan: Jazakum Allah Ahsan al Jaza Jaza an Katsira.
Semoga kebaikan dan keikhlasan semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan skripsi ini mendapat balasan dari Allah SWT. Akhirnya
kepada Allah penulis berharap, semoga apa yang telah ada dalam skripsi ini bisa
bermanfaat bagi penulis secara pribadi dan para pembaca pada umumnya. Amin.
Semarang, Mei 2010
Penulis
Kiswantoro
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ........................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ...................................................................... iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................. v
PERSEMBAHAN ........................................................................................ vi
ABSTRAKSI ............................................................................................... vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................. viii
HALAMAN DAFTAR ISI ........................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ................................................................ 7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 8
1.4. Tinjauan Pustaka .................................................................... 9
1.5. Metode Penelitian ................................................................... 10
1.6. Sistematika Penulisan ............................................................. 14
BAB II KESEHATAN MENTAL, KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA, DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
2.1. Kesehatan Mental .................................................................... 17
2.1.1. Pengertian Kesehatan Mental .......................................... 17
2.1.2. Ciri-ciri Kesehatan Mental ............................................. 18
2.2. Kekerasan dalam Rumah Tangga ............................................ 20
2.2.1. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga .................. 20
2.2.2. Ruang Lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga .......... 21
2.2.3. Dampak-dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga ........ 23
2.3. Bimbingan Konseling Islam .................................................... 25
2.3.1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam .......................... 25
2.3.2. Dasar Bimbingan Konseling Islam ................................. 28
2.3.3. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Konseling Islam ............. 30
2.3.4. Metode dan Teknik Bimbingan Konseling Islam ............ 34
2.3.5. Asas-Asas Bimbingan Konseling Islam .......................... 37
BAB III GAMBARAN UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING
YAYASAN JAWOR TERHADAP ANAK KORBAN
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
3.1. Profil Yayasan Jawor ............................................................... 41
3.1.1. Sejarah dan Perkembangan Yayasan Jawor ..................... 41
3.1.2. Visi dan Misi Yayasan Jawor ......................................... 43
3.1.3. Sruktur Organisasi Yayasan Jawor .................................. 44
3.2. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan
Mental Anak di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor ............. 45
3.3. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Yayasan Jawor
Terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga ........ 50
3.3.1. Profil Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga .... 50
3.3.2. Profil Konselor ............................................................... 51
3.3.3. Metode Terapi Penyembuhan ......................................... 53
3.3.4. Proses Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor............ 54
BAB IV ANALISIS BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM
RUMAH TANGGA DI LEMBAGA REHABILITASI YAYASAN
JAWOR KOTA SEMARANG.
4.1. Analisis Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap
Kesehatan Mental Anak............................................................ 57
4.2. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam di Lembaga
Rehabilitasi Yayasan Jawor Terhadap Kesehatan Mental Anak
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga ................................ 60
4.3 Analisis Bimbingan dan Konseling Islam Terhadap Anak Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga di Lembaga Rehabilitasi Yayasan
Jawor ....................................................................................... 68
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ............................................................................ 72
5.2. Saran-saran ............................................................................. 73
5.3. Kata Penutup .......................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai
amanah dari Allah SWT dan fungsi sebagai generasi penerus kehidupan di
masa depan. Untuk memenuhi harapan dua fungsi tersebut, sudah selayaknya
orang tua dapat memainkan peranan penting dalam proses pendidikan dan
pengembangan anak. Proses tersebut dapat diselenggarakan secara langsung
oleh orang tua dalam lingkungan keluarga maupun melalui bantuan jasa orang
lain dalam lingkup pendidikan sekolah (Hidayah, 2000 : 7).
Keluarga merupakan sarana pendidikan awal dalam perkembangan
anak. Hal ini dikarenakan sebelum anak mengenal dunia luar, anak terlebih
dahulu mendapat pendidikan dari lingkup keluarga. Sedangkan disebut
sebagai pendidikan terpenting karena peluang anak untuk belajar dan
memahami sesuatu ilmu dalam lingkup keluarga lebih besar keberhasilannya
karena hal-hal sebagai berikut:
1. Lebih banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga daripada waktu
normal sekolah.
2. Anak memiliki ketergantungan yang kuat terhadap keluarga, baik dalam
lingkup ekonomi, kenyamanan, kasih sayang, maupun keamanan
(Hidayah, 2000 : 2).
Dengan adanya dua hal tersebut, idealnya keluarga dapat menjadi
“sekolah utama” bagi anak untuk memperdalam dan memperluas wawasan
keilmuan yang telah diperoleh di sekolah. Terlebih lagi dengan adanya
ketergantungan kepada orang tua akan semakin membantu memudahkan
orang tua untuk mengarahkan anak dalam proses belajar.
Akan tetapi tidak selamanya dan tidak semua keluarga dapat
memainkan peranan mereka dalam upaya mengembangkan kemampuan
sumber daya manusia yang ada dalam diri anak. Kesibukan orang tua dalam
kegiatan ekonomi tidak jarang menjadikan anak merasa kurang mendapat
perhatian dan kasih sayang dari orang tua mereka. Memang terkadang orang
tua yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi memilih untuk menitipkan
anak mereka kepada orang atau lembaga yang menerima penitipan anak secara
temporer. Namun itu sebenarnya bukanlah solusi tepat, bahkan sebaliknya
dapat menjadi bumerang bagi orang tua apabila kemudian hal itu malah
mampu menggantikan peran orang tua sehingga anak akan menjadi lebih jauh
dari orang tuanya (Arif, 2001 : 4).
Selain permasalahan tersebut di atas, terdapat permasalahan lain yang
dapat mengganggu perkembangan anak yakni permasalahan kekerasan dalam
rumah tangga. Maksud dari kekerasan dalam rumah tangga adalah perilaku
kasar yang dilakukan dalam lingkup anggota keluarga (Muhyari, 2002 : 6).
Pada dasarnya, permasalahan dalam keluarga merupakan hal yang wajar
terjadi, namun bila tidak diselesaikan dengan baik maka permasalahan
tersebut akan menimbulkan konflik keluarga yang berkepanjangan dan
membebani, maka kebahagiaan dalam keluarga tersebut akan berkurang atau
bahkan lama-lama menghilang entah kemana (Pujihastuti, 2006: 19).
Kekerasan dalam rumah tangga dapat berbentuk perilaku kasar, seperti
menampar, memukul, maupun menendang dan dapat pula berbentuk ucapan-
ucapan kasar seperti menghardik, mencaci, dan memaki. Umumnya, korban
dalam kekerasan rumah tangga adalah siapa pun yang dikuasai oleh pemilik
otoritas, bisa suami oleh istrinya, bisa istri oleh suaminya, bisa anak oleh
orang tuanya, bisa para pembantu rumah tangga yang “dimiliki” oleh
majikannya (Tungka, 2007: 07).
Terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga, terdapat dampak-
dampak yang dapat merugikan pihak-pihak dalam keluarga, mulai dari
dampak secara psikologi, dampak fisik, hingga dampak terhadap status
perkawinan. Dampak psikologis dapat berupa timbulnya trauma – dari level
ringan hingga level berat – pada diri anggota keluarga yang menjadi korban,
baik korban dalam yang menjadi obyek sasaran kekerasan maupun obyek
yang menyaksikan kekerasan tersebut. Dampak fisik dapat berupa luka fisik
yang dialami oleh obyek korban kekerasan. Sedangkan dampak status
perkawinan dapat berupa terganggu hingga putusnya hubungan perkawinan
antara suami dan istri (Muhyari, 2002 : 10).
Korban dari kekerasan dalam rumah tangga yang paling rawan adalah
anak-anak. Dikatakan rawan karena kondisi psikologis anak-anak sangat
berbeda dengan kondisi psikologi orang tua dalam menerima perlakuan yang
tidak semestinya. Hal ini disebabkan karena pada masa anak-anak merupakan
fase perkembangan awal psikologi mereka. Jadi apabila terjadi sesuatu hal
yang mengganggu psikologi anak-anak, maka mereka akan mengalami
ketergangguan psikisnya. Terlebih lagi manakala sumber penyebab gangguan
tersebut adalah orang tua mereka sendiri. Trauma yang mereka rasakan akan
lebih besar karena adanya pertentangan terkait dengan peran orang tua sebagai
sumber pelindung dan teladan anak-anak (Ruyanti, 2001 : 7).
Fenomena yang telah dijelaskan di atas, dalam konteks Islam dapat
disebut dengan obyek permasalahan dakwah. Disebut demikian karena adanya
permasalahan yang dapat menimbulkan peluang seseorang ke arah kerusakan
(munkar). Timbulnya peluang kerusakan tersebutlah yang menjadi obyek
sasaran dakwah karena dakwah sendiri pada dasarnya adalah suatu kegiatan
ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang
dilakukan secara individu maupun kelompok supaya timbul dalam dirinya
suatu pengertian, kesadaran dan sikap penghayatan serta pengalaman terhadap
ajaran agama sebagai message yang disampaikan kepadanya dengan tanpa ada
unsur-unsur paksaan (Arifin, 1996: 6).
Bentuk dari kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan
gangguan psikis pada anak (sebagaimana obyek kajian dalam penelitian ini)
dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling. Secara
sederhana, jika disandarkan pada pengertian konseling, tujuan konseling
menurut Rogers dapat dilihat dari pengertian konseling yang ia kemukakan,
sebagaimana dikutip dalam Latipun (2003: 5), yakni :
“The process by which structure of the self is relaxed in the safety ofrelationship with the therapist, and previously denied experiences areperceived and then integrated in to an altered self”.
(Proses hubungan yang aman antara therapis dan diri klien yang penuh dengan
pengalaman-pengalaman dan kemudian menyatu membentuk perubahan diri
klien).
Bimbingan dan konseling yang dimaksud dalam konteks dakwah
tersebut tidak lain adalah bimbingan dan konseling Islam yang menjadikan
nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai sumber dasar pedoman dalam
memberikan bimbingan dan konseling sehingga klien dapat menanggulangi
problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang berpandangan
pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW (Adz-Dzaki, 2002: 89 dan
Hallen, 2002: 17). Secara lebih rinci, Musnamar (1992:34) menyebutkan
bahwa fungsi bimbingan konseling terdiri dari fungsi preventif, fungsi kuratif,
fungsi preservatif, dan fungsi developmental.
Fungsi preventif dapat diartikan sebagai upaya membantu individu
menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri. Fungsi
kuratif diartikan sebagai membantu individu dalam memecahkan masalah
yang sedang dihadapinya. Fungsi preservatif diartikan sebagai upaya
membantu individu menjaga kondisi yang semula tidak baik menjadi baik dan
kebaikan itu bertahan lama. Fungsi developmental diartikan sebagai upaya
untuk membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak
memungkinkannya menjadi sebab munculnya permasalahan baginya.
Terkait dengan permasalahan anak sebagai korban kekerasan dalam
rumah tangga dan keberadaan bimbingan dan konseling Islam, Lembaga
Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor menjadi salah satu lembaga yang
memberikan perhatian terhadap permasalahan tersebut. Nama Jawor sendiri
merupakan kependekan dari Jama ah Wong Rekoso. Jumlah anak yang saat
ini menjadi klien di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor adalah
sebanyak 15 orang anak. Problem gangguan kejiwaan yang ditangani di
Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor Semarang dapat diklasifikasikan
menjadi tiga, yang meliputi : 1) psikologis organik adalah gangguan kejiwaan
yang disebabkan oleh faktor kerusakan saraf otak karena cacat bawaan atau
kecelakaan, 2) psikologis non-organik merupakan gangguan kejiwaan yang
tidak disebabkan oleh kerusakan saraf otak melainkan oleh persoalan lain
yang murni problem psikologis, dan 3) generalis merupakan gabungan antara
psikologis organik dan psikologis non-organik (Wawancara pra penelitian
dengan KH. Muhammad Ja’far; Koordinator Konselor Jawor, tanggal 14
Desember 2009).
Penerapan Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi
Mental Yayasan Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan
tersendiri. Pada umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien
berupa spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda antara
satu dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak sama antara
klien satu dengan lainnya. Namun tidak demikian halnya dengan yang ada di
Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Sifat bantuan psikologis
bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor
Semarang adalah generalis-non-spesifik, yakni anggapan bahwa seluruh klien
berada dalam permasalahan yang sama dan dapat ditangani secara bersama-
sama (Wawancara pra penelitian dengan KH. Muhammad Ja’far; Koordinator
Konselor Jawor, tanggal 14 Desember 2009).
Perbedaan teknik bimbingan dan konseling yang diterapkan di
Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor tersebut merupakan suatu daya
tarik dalam lingkup penelitian, terkait dengan proses bimbingan dan konseling
untuk kesehatan mental. Disebut menarik karena perbedaan karakter anak dan
kedalaman permasalahan kesehatan mental anak tidak menjadi fokus dalam
pemberian bimbingan dan konseling yang berimbas pada perbedaan teknik
bimbingan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan sebuah kajian yang mendalam
terkait dengan proses bimbingan dan konseling yang dilaksanakan di Lembaga
Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis bermaksud untuk
melakukan penelitian yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling di
Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Hasil penelitian tersebut akan
penulis paparkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Bimbingan Konseling
Islam Terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus
di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang)”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini
akan dipusatkan pada masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan bimbingan
dan konseling bagi anak korban kekerasan rumah tangga di Lembaga
Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang. Secara lebih detail, masalah
tersebut penulis rumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan
mental anak?
2. Bagaimana pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di Lembaga
Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak korban
kekerasan dalam rumah tangga?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini tidak lain adalah untuk mencari jawaban atas
permasalahan yang diajukan, yakni:
1. Untuk mengetahui dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap
kesehatan mental anak.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di
Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak
korban kekerasan dalam rumah tangga.
Sedangkan manfaat penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khasanah
keilmuan yang berhubungan dengan bimbingan dan konseling Islam,
khususnya terkait dengan teori bimbingan konseling Islam terhadap anak
korban kekerasan dalam rumah tangga kaitannya dengan kesehatan
mental.
2. Manfaat praktis
Manfaat praktis penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Sebagai media penerapan keilmuan dari teori ke praktek yang selama
ini diperoleh penulis di institusi tempat penulis belajar, khususnya
dalam teori Bimbingan dan Konseling Islam yang berkaitan dengan
bimbingan terhadap kesehatan mental anak.
2) Sebagai tolok ukur kemampuan praktikum penulis, khususnya terkait
dengan praktek penelitian lapangan.
3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam
praktek bimbingan dan konseling Islam khususnya dalam bimbingan
dan konseling Islam terhadap kesehatan mental anak yang menjadi
korban kekerasan dalam rumah tangga.
1.4. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari adanya asumsi plagiarisasi, maka berikut ini akan
penulis paparkan beberapa pustaka yang berhubungan dengan penelitian yang
akan penulis laksanakan.
Pertama, penelitian dengan judul Dimensi Agama dalam Konseling
untuk Isteri Korban Kekerasan oleh Suami (Studi Kasus di LRC-KJHAM)
yang dilakukan oleh Mahmudah tahun 2006. Peneliti mengkaji pentingnya
dimensi agama dalam proses konseling bagi istri korban kekerasan yang
dilakukan oleh LRC-KJHAM di Semarang.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Syaifullah tahun 2001 yang
berjudul Bimbingan Konseling Islam Terhadap Kejiwaan pada Anak di
Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor . Penelitian tersebut mengkaji tentang
latar belakang anak yang mengalami gangguan kejiwaan dan mengkaji tentang
penerapan bimbingan konseling terhadap kejiwaan anak di lembaga
rehabilitasi Yayasan Jawor.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Muhyari, tahun 2007 dengan
judul Pembinaan Mental terhadap Korban Kekerasan di LRC-KJHAM
Semarang (Tinjauan Konseling Islam) . Penelitian tersebut mengkaji kasus-
kasus kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan korban kekerasan serta
bagaimana pembinaan mental bagi perempuan korban kekerasan yang
dilakukan LRC-KJHAM di Semarang dan bagaimana tinjauan konseling
Islam.
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut meskipun sedikit banyaknya
ada kesamaan dengan penelitian sebelumnya, namun pendekatan penelitian
yang disusun saat ini memiliki perbedaan. Dalam hal ini peneliti lebih
memfokuskan pada persoalan “Bimbingan Konseling Islam Terhadap Anak
Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga
Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang)”.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah penelitian lapangan
yang berbasis pada jenis penelitian lapangan kualitatif. Disebut sebagai
penelitian lapangan karena data yang dikumpulkan berasal dari lapangan
(hasil wawancara, dokumentasi, maupun observasi) dan bukan berasal
dari literatur kepustakaan. Sedangkan maksud dari dasar kualitatif adalah
bahwa penelitian ini menggunakan asas-asas penelitian kualitatif di mana
tidak dipergunakan kaidah-kaidah statistik yang merupakan dasar dari
penelitian kuantitatif.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan bimbingan dan konseling Islam. Maksudnya adalah dalam
melakukan analisa terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian
didasarkan atau diperbandingkan dengan teori-teori maupun sudut
pandang keilmuan bimbingan dan konseling Islam.
1.5.2. Sumber dan Jenis Data
Data penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
1) Data Primer
Data primer adalah jenis data yang diperoleh langsung dari
obyek penelitian sebagai bahan informasi yang dicari (Azwar, 1998:
91). Data primer dalam penelitian ini adalah seluruh data yang
berhubungan dengan proses pemberian bimbingan dan konseling bagi
anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan di
Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor. Sumber data primer
adalah konselor dan anak-anak yang menjadi klien. Pada sumber data
konselor, informasi yang dibutuhkan berkaitan dengan proses
pemberian bimbingan dan konseling yang meliputi materi dan metode.
Sedangkan pada sumber data anak-anak yang menjadi klien, informasi
yang akan dicari berkaitan dengan pandangan mereka terhadap proses
pemberian bimbingan dan konseling tersebut. Selain itu, dijadikannya
anak-anak yang menjadi klien sebagai sumber data juga berfungsi
sebagai penyeimbang informasi terkait dengan proses pemberian
bimbingan dan konseling kepada anak-anak korban kekerasan dalam
rumah tangga kaitannya dengan kesehatan mental mereka.
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah jenis data yang mendukung data primer
dan dapat diperoleh di luar obyek penelitian (Hadi, 1993: 11). Data
sekunder dalam penelitian ini adalah meliputi data-data yang
berhubungan dengan teori bimbingan dan konseling Islam serta
kesehatan mental. Sumber data sekunder berupa buku maupun
dokumentasi lain yang berhubungan dan dapat menunjang kebutuhan
informasi tentang obyek penelitian.
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data penelitian juga dipengaruhi dari jenis
sumber data. Dikarenakan jenis sumber data dalam penelitian ini adalah
orang (person) dan kertas atau tulisan (paper) maka untuk memperoleh
dan mengumpulkan data digunakan teknik-teknik sebagai berikut :
1. Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan melakukan percakapan dengan sumber informasi secara
langsung (tatap muka) dengan tujuan untuk memperoleh keterangan
dari seseorang yang relevan dengan yang dibutuhkan dalam penelitian
ini (Koentjoroningrat, 1981: 162). Obyek dan tujuan dari wawancara
dalam penelitian ini adalah:
a. Pengurus Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor.
b. Konselor dengan target data yang berhubungan dengan proses
pemberian bimbingan dan konseling.
c. Anak-anak yang menjadi klien atau pihak keluarga yang
mewakilinya.
2. Observasi adalah metode yang digunakan melalui pengamatan yang
meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan
menggunakan keseluruhan alat indera (Arikunto, 1998: 149). Data
yang dihimpun dengan teknik ini adalah situasi umum Lembaga
Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor yang meliputi kegiatan pemberian
bimbingan dan konseling. Dalam hal ini peneliti berkedudukan
sebagai non partisipan observer, yakni peneliti tidak turut aktif setiap
hari berada lingkungan komunitas Lembaga Rehabilitasi Mental
Yayasan Jawor, namun hanya pada waktu penelitian.
3. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data berupa sumber data
tertulis (yang berbentuk tulisan). Sumber data tertulis dapat dibedakan
menjadi : dokumen resmi, buku, majalah, arsip, ataupun dokumen
pribadi dan juga foto (Sudarto, 2002: 71). Hasil dari metode
dokumentasi di atas akan dipergunakan peneliti untuk membahas pada
bab II dan III, yaitu tentang gambaran umum pemberian bimbingan
dan konseling kepada anak korban kekerasan dalam rumah tangga di
Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor.
1.5.4. Teknik Analisis Data
Proses analisa data merupakan suatu proses penelaahan data
secara mendalam. Menurut Moleong (2002: 103) proses analisa dapat
dilakukan pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan pengumpulan
data meskipun pada umumnya dilakukan setelah data terkumpul. Guna
memperoleh gambaran yang jelas dalam memberikan, menyajikan, dan
menyimpulkan data, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan
metode analisa deskriptif kualitatif, yakni suatu analisa penelitian yang
dimaksudkan untuk mendeskripsikan suatu situasi tertentu yang bersifat
faktual secara sistematis dan akurat (Danim, 2002: 41). Penggunaan
metode ini memfokuskan penulis pada adanya usaha untuk menganalisa
seluruh data (sesuai dengan pedoman rumusan masalah) sebagai satu
kesatuan dan tidak dianalisa secara terpisah.
1.6. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini akan penulis sajikan dalam bentuk laporan skripsi
yang berisikan tiga bagian yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Bagian awal yang isinya meliputi halaman cover, halaman persetujuan
pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan,
halaman deklarasi, halaman kata pengantar, halaman abstrak, halaman daftar
isi.
Bagian isi yang merupakan bagian utama laporan penelitian yang
isinya meliputi:
Bab I : Pendahuluan yang isinya meliputi: latar belakang, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metodologi
penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II : Kesehatan Mental, Kekerasan dalam Rumah Tangga, dan
Bimbingan Konseling Islam. Sub bab kesehatan mental meliputi
pengertian kesehatan mental, ciri-ciri kesehatan mental. Sub bab
Kekerasan dalam Rumah Tangga yang meliputi pengertian, ruang
lingkup kekerasan dalam rumah tangga, dan dampak-dampak
kekerasan dalam rumah tangga. Sub bab Bimbingan Konseling
Islam yang meliputi pengertian, dasar Bimbingan Konseling Islam,
fungsi dan tujuan Bimbingan Konseling Islam, metode dan teknik
Bimbingan Konseling Islam, dan asas-asas Bimbingan Konseling
Islam.
Bab III : Gambaran Umum Bimbingan dan Konseling Islam Yayasan Jawor
terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga. Bab ini
terdiri dari tiga sub bab yakni: pertama, sub bab tentang Profil
Yayasan Jawor yang isinya meliputi sejarah dan perkembangan
Yayasan Jawor, Visi dan Misi Yayasan Jawor, dan Struktur
Organisasi Yayasan Jawor. Kedua, sub bab tentang dampak
kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental anak di
lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor. Sedangkan sub bab ketiga
adalah Bimbingan dan Konseling Islam Yayasan Jawor terhadap
Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga yang isinya
meliputi: profil anak korban kekerasan dalam rumah tangga, profil
konselor, metode terapi penyembuhan, dan proses bimbingan dan
konseling Yayasan Jawor terhadap anak korban kekerasan dalam
rumah tangga.
Bab IV : Analisis Bimbingan dan Konseling Islam terhadap Anak Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga di Lembaga Rehabilitasi Yayasan
Jawor Kota Semarang. Bab ini terdiri dari tiga sub bab yakni:
Analisis dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap
kesehatan mental anak, Analisis pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling Islam di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap
kesehatan mental anak korban kekerasan dalam rumah tangga, dan
Analisis bimbingan dan konseling Islam terhadap anak korban
kekerasan dalam rumah tangga di lembaga rehabilitasi Yayasan
Jawor.
Bab V : Penutup yang isinya adalah kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
KESEHATAN MENTAL, KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA,
DAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
2.1. Kesehatan Mental
2.1.1. Pengertian Kesehatan Mental
Secara etimologi mental hygiene atau biasa disebut ilmu
kesehatan mental, berasal dari kata hygeia dan mental. Hygeia adalah
nama dewi kesehatan Yunani yang berarti ilmu kesehatan sedangkan
mental berasal dari kata latin mens dan mentis, yang berarti jiwa,
nyawa, sukma, ruh, semangat (Kartono, 1989 : 3).
Secara terminologi banyak definisi kesehatan yang dirumuskan
para ahli antara lain :
a. Daradjat (1984 : 4),
Kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian yang sungguh-
sungguh antara fungsi-fungsi kejiwaan terciptanya penyesuaian diri
antara manusia dengan dirinya dan lingkungan.
b. Adz-Dzaky (2002 : 457)
Bahwa mental yang sehat adalah integritasnya jiwa muthmainnah
(jiwa yang tenteram), jiwa radhiyah (jiwa yang meridhai), dan jiwa
mardhiyah (jiwa yang diridhai).
c. Kartono (1984 : 4)
Kesehatan mental adalah kemampuan seseorang memecahkan
segenap keruwetan batin manusia yang ditimbulkan oleh macam-
macam kesulitan hidup, serta berusaha mendapat kebersihan jiwa
dalam pengertian tidak terganggu oleh ketegangan kekuatan dan
konflik terbuka serta konflik batin.
d. Lukluk A. dan Bandiyah (2008 : 56)
Menurut Karl Menninger kesehatan mental adalah penyesuaian
manusia terhadap lingkungannya dan orang-orang lain dengan
keefektifan dan kebahagiaan yang optimal. Dalam mental yang
sehat terdapat kemampuan untuk memelihara inteligensi yang siap
digunakan. Perilaku yang dipertimbangkan secara sosial, dan
disposisi yang bahagia.
Sedangkan kesehatan mental menurut penulis adalah
kemampuan manusia untuk berusaha mendapat kebersihan jiwa yang
tenteram serta penyesuaian diri terhadap dirinya dan lingkungan.
2.1.2. Ciri-ciri Kesehatan Mental
Untuk mengetahui ciri-ciri orang yang mempunyai mental yang
sehat, Yahya Jaya sebagaimana dikutip oleh Umar (1998 : 92)
mengungkapkan beberapa ciri-ciri orang yang mempunyai mental
sehat yaitu :
a. Terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
b. Mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, lingkungannya
secara baik, teruma terhadap perubahan yang biasa terjadi.
c. Mampu mengembangkan segala daya, potensi dan bakat secara
optimal.
d. Adanya keserasian antara fungsi-fungsi kejiwaan.
e. Dapat merasakan kebahagiaan dan kemampuan diri untuk
menghadapi masalah yang biasa terjadi.
f. Memiliki ketahanan mental yang kuat dan tabah menghadapi
cobaan, ujian dan penderitaan yang menimpa dirinya.
g. Dapat menjawab tantangan hidup dengan baik.
h. Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Ada 6 sifat orang yang sehat mental yaitu: (Lukluk A. dan
Bandiyah, 2008 : 57)
1. Sikap terhadap diri sendiri
Yang positif, menekankan pada penerimaan diri, identitas yang
kuat, penghargaan yang realistik terhadap kelebihan dan
kekurangan orang lain.
2. Persepsi atau realitas
Yaitu suatu realistic atas diri sendiri dan dunia, orang, serta benda
yang nyata ada di lingkungan.
3. Kelemahan
Yaitu keutuhan dari kepribadian bebas dan ketidakmampuan
menghadapi konflik dalam diri dan toleransi yang baik terhadap
stres.
4. Kompetensi
Adanya perkembangan kompetensi baik fisik, intelektual,
emosional dan social untuk menanggulangi masalah kehidupan.
5. Otonomi
Ialah keyakinan diri, rasa tanggung jawab dan pengaturan diri yang
kuat, bersama-sama dengan kemandirian yang memadai
menyangkut pengaruh sosial.
6. Pertumbuhan atau aktualisasi diri
Menekankan pada kecenderungan terhadap kematangan yang
meningkat dan kepuasan sebagai pribadi.
2.2. Kekerasan dalam Rumah Tangga
2.2.1. Pengertian Kekerasan dalam Rumah Tangga
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kekerasan adalah
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cidera atau
matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang
orang lain (Kamus Bahasa Indonesia, 1989 : 550).
Di dalam Beijing Plat From of Action No. 113 (dalam Herlina,
Apora : 1998) kekerasan adalah setiap tindakan kekerasan berdasarkan
gender yang menyebabkan atau dapat menyebabkan atau kerugian
secara fisik, seksual atau psikologis terhadap perempuan termasuk
ancaman untuk melaksanakan tindakan tersebut daam kehidupan
masyarakat atau pribadi (Herlina, 1999).
Pengertian KDRT menurut UU PKDRT No. 23 tahun 2004
adalah segala bentuk baik kekerasan fisik, secara psikologis kekerasan
seksual maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan
penderitaan, baik penderitaan secara kemudian memberikan dampak
kepada korban seperti misalnya mengalami kerugian fisik atau bisa
juga memberikan dampak korban menjadi sangat trauma atau
mengalami penderitaan secara psikis.
Sedangkan KDRT menurut penulis adalah segala bentuk
tindakan kekerasan dalam keluarga baik berupa kekerasan fisik
maupun psikologis yang dapat mengakibatkan penderitaan baik berupa
cidera fisik maupun psikologis.
KDRT juga diistilahkan dengan kekerasan domestik. Dengan
pengertian domestik ini diharapkan memang tidak melulu konotasinya
dalam satu hubungan suami istri saja tetapi juga setiap pihak yang ada
di dalam keluarga, jadi bisa saja tidak hanya hubungan suami istri,
tetapi juga hubungan darah bahkan seorang pekerja rumah tangga
menjadi pihak yang perlu dilindungi. Selain ini sering sekali
mendengar atau membaca di Koran, TV, Radio, bahwa pembantu
sering menjadi kekerasan. Kasus kekerasan terhadap pembantu rumah
tangga tersebut sering sekali diselesaikan dengan menggunakan pasal-
pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP). Namun
pada prakteknya hal itu menjadi tidak terlihat karena memang status
mereka yang rentan mendapatkan perlakuan-perlakuan kekerasan.
Oleh karena itu UU PKDRT anti kekerasan domestik dibuat agar dapat
menjangkau pihak-pihak yang tidak hanya dalam hubungan suami istri
tetapi juga pihak lain (www.pemantauperadilan.com pada tanggal 8
Mei 2010).
2.2.2. Ruang Lingkup Kekerasan dalam Rumah Tangga
UU PKDRT membagi ruang lingkup KDRT menjadi 3 bagian
hubungan yaitu pertama hubungan garis keturunan darah misalnya
anak, kedua hubungan suami istri, ketiga hubungan orang yang bekerja
dilingkup dalam keluarga tersebut atau tidak punya hubungan sama
sekali. Dari hasil penelitian LBH APIK ditemukan bahwa KDRT dapat
terjadi di segala tingkatan ekonomi. Kelompok yang rentan menjadi
korban KDRT adalah istri anak dan pembantu rumah tangga.
Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa siapa saja bisa
sangat rentan mendapatkan kekerasan asalkan ia berjenis kelamin
perempuan. Namun tidak menutup kemungkinan suami mendapat
perlakuan kekerasan dari istrinya. KDRT juga mungkin saja dilakukan
oleh ibu kandung terhadap anak kandungnya sendiri. Hal itu juga telah
diantisipasi dalam UU PKDRT, karena seperti telah dijelaskan di atas,
ruang lingkup KDRT adalah kekerasan domestik, artinya hubungan
perkawinan yang tidak hanya dilihat dari segi hukum Negara, tetapi
juga dari hukum adat atau agama (termasuk nikah di bawah tangan dan
hidup bersama). Oleh karena itu yang dilindungi tidak hanya istri, tapi
juga anak pasangan hidup dan pembantu rumah tangga
(www.pemantauperadilan.com pada tanggal 8 Mei 2010).
Korban dari kekerasan dalam rumah tangga yang paling rawan
adalah anak-anak. Dikatakan rawan karena kondisi psikologis anak-
anak sangat berbeda dengan kondisi psikologi orang tua dalam
menerima perlakuan yang tidak semestinya. Hal ini disebabkan karena
pada masa anak-anak merupakan fase perkembangan awal psikologi
mereka. Jadi apabila terjadi sesuatu hal yang mengganggu psikologi
anak-anak, maka mereka akan mengalami ketergangguan psikisnya.
Terlebih lagi manakala sumber penyebab gangguan tersebut adalah
orang tua mereka sendiri. Trauma yang mereka rasakan akan lebih
besar karena adanya pertentangan terkait dengan peran orang tua
sebagai sumber pelindung dan teladan anak-anak (Ruyanti, 2001 : 7).
2.2.3. Dampak-dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga
Dalam UU PKDRT No. 23 tahun 2004 disebutkan dampak-
dampak kekerasan adalah sebagai berikut :
a. Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah tindakan yang bertujuan melukai, menyiksa
atau menganiaya orang lain. Adapun tindakan tersebut dapat
dilakukan dengan memukul dengan menggunakan anggota tubuh
atau alat bantu dan bisa dideteksi dengan mudah dari hasil visum.
b. Kekerasan psikologis
Kekerasan psikologis adalah tindakan yang bertujuan mengganggu
atau menekan emosi korban. Secara kejiwaan biasanya korban
mengalami rasa takut, kurang memiliki kepercayaan diri dan
lainnya.
c. Kekerasan ekonomi
Kekerasan ekonomi adalah tindakan yang dengan sengaja
mengeksploitasi perempuan untuk dapat memenuhi kebutuhan
ekonomi. Dalam hal ini biasanya terjadi dalam rumah tangga yang
mana perempuan mengalami peran ganda. Disisi lain adanya
ketergantungan ekonomi istri pada suami karena istri tidak bekerja.
d. Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang
berkonotasi seksual yang dilakukan sepihak dan tidak diinginkan
oleh orang yang menjadi sasaran. Kekerasan seksual dapat dialami
oleh laki-laki maupun perempuan, namun perempuan yang lebih
banyak mengalaminya. (www.pemantauanperadilan.com pada
tanggal 8 Mei 2010)
Terkait dengan dampak-dampak kekerasan dalam rumah
tangga, dapat merugikan pihak-pihak dalam keluarga, mulai dari
dampak secara psikologis, dampak fisik, hingga dampak terhadap
status perkawinan. Dampak psikologis dapat berupa timbulnya trauma
– dari level ringan hingga level berat – pada diri anggota keluarga yang
menjadi korban, baik korban yang menjadi obyek sasaran kekerasan
maupun obyek yang menyaksikan kekerasan tersebut yaitu anak.
Dampak fisik dapat berupa luka fisik yang dialami oleh obyek korban
kekerasan. Sedangkan dampak status perkawinan dapat berupa
terganggu hingga putusnya hubungan perkawinan antara suami dan
istri (Muhyari, 2002 : 10).
Dari dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga tersebut,
dapat mengganggu psikologi anak yang mengakibatkan terganggunya
kesehatan mental anak. Hal ini disebabkan karena pada masa anak-
anak merupakan fase perkembangan awal psikologi mereka. Jadi
apabila terjadi sesuatu hal yang mengganggu psikologi anak-anak,
maka mereka akan mengalami ketergangguan psikisnya.
Untuk menghadapi permasalahan gangguan psikis pada anak
(sebagaimana obyek kajian dalam penelitian ini) dapat diwujudkan
melalui kegiatan bimbingan dan konseling Islam. Bimbingan dan
konseling yang dimaksud dalam konteks dakwah tersebut tidak lain
adalah bimbingan dan konseling Islam yang menjadikan nilai-nilai
ajaran agama Islam sebagai sumber dasar pedoman dalam memberikan
bimbingan dan konseling sehingga klien dapat menanggulangi
problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang
berpandangan pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW (Adz-
Dzaki, 2002: 89 dan Hallen, 2002: 17).
2.3. Bimbingan Konseling Islam
2.3.1. Pengertian Bimbingan Konseling Islam
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari istilah
bahasa Inggris guidance and counceling (Faqih, 2001 : 1). Kedua kata
merupakan satu kesatuan yang keduanya mengandung pengertian yang
berbeda dengan tujuan dan tugas yang sama.
Bimbingan adalah terjemahan dari kata bahasa Inggris
guidance yang berasal dari kata kerja to guide yang artinya
menunjukkan, memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah tujuan
yang lebih bermanfaat bagi kehidupannya di masa kini dan akan
datang (Arifin, 1994 : 1).
Menurut Bimo Walgito (2004 : 5) bimbingan adalah bantuan
atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau kelompok dalam
menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan dalam kehidupannya
agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya.
Menurut Crow dan Trow, sebagaimana dikutip Hellen (2002 :
4) bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang baik pria
maupun wanita, yang memiliki kepribadian yang baik dan pendidikan
yang memadai kepada seseorang individu dari setiap usia untuk
menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri,
mengembangkan arah pandangannya sendiri, membuat pilihannya
sendiri, dan memikul bebannya sendiri.
Menurut Surya (1998 : 12) bimbingan adalah suatu proses
pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari
pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam
pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri dalam perwujudan
diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan
menyesuaikan diri dalam lingkungan.
Sedangkan bimbingan menurut penulis adalah bantuan atau
pengarahan yang diberikan oleh seseorang kepada individu atau
kelompok untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan permasalahannya
sendiri agar tercapai kemandirian diri.
Melihat pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas
maka dapat diambil kesimpulan bahwa bimbingan adalah proses
bantuan kepada individu atau kelompok yang bersifat psikis (kejiwaan)
agar individu atau kelompok itu dapat mengatasi kesulitan-kesulitan
yang dihadapi membuat pilihan yang bijaksana dalam menyesuaikan
diri dan lingkungannya serta dapat membentuk pribadi yang mandiri.
Konseling berasal dari bahasa Inggris yaitu caunceling dengan
akar kata to caunsel yang artinya memberi anjuran kepada orang
lain secara vis to vis (berhadapan muka satu sama lain) dan juga bisa
diartikan advice yang berarti nasehat atau perintah. (Echols dan
Shadaly, 1992 : 150).
Menurut Priyatno dan Amti (1999 : 105) konseling adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara
konseling oleh seseorang ahli (konselor) kepada individu yang sedang
mengalami suatu masalah (klien) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi oleh klien.
Pendapat Tolbert yang dikutip Winkel (1991 : 63) memberikan
pengertian konseling sebagai suatu proses interaksi yang memudahkan
pengertian diri dalam lingkungan serta hasil-hasil pembentukan atau
klarifikasi tujuan-tujuan dan nilai-nilai yang berguna bagi tingkah laku
yang akan datang.
Sedangkan menurut penulis konseling adalah proses pemberian
bantuan kepada seseorang yang berupa nasehat atau perintah dalam
mengatasi masalah yang dihadapinya.
Dari beberapa rumusan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa konseling adalah suatu proses pemberian bantuan kepada
seseorang yang mengalami masalah, agar seorang atau individu yang
mengalami masalah tersebut dapat mengatasi masalah yang
dihadapinya. Jadi bimbingan konseling adalah usaha pemberian
bantuan kepada seseorang yang mengalami kesulitan baik lahiriyah
maupun batiniyah yang menyangkut kehidupannya di masa kini dan
masa mendatang (Syaifullah, 1999 : 10). Sedangkan konseling Islam
adalah proses pemberian bantuan kepada individu agar menyadari
kembali eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya dalam
kehidupan keagamaannya senantiasa selaras dengan ketentuan dan
petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat (Faqih, 2001 : 62).
Jadi bimbingan konseling Islam menurut penulis adalah usaha
pemberian bantuan baik berupa pengarahan, nasehat, maupun perintah
kepada individu atau kelompok yang mengalami kesulitan dalam
kehidupannya, sehingga tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.
2.3.2. Dasar Bimbingan Konseling Islam
Dalam melangkah pada usaha membantu seorang, diperlukan
adanya dasar yang menjadi pedoman dasar konseling titik pijak untuk
melangkah ke arah tujuan yang diharapkan yakni suatu usaha yang
berjalan baik struktur, terarah, bimbingan konseling Islam adalah
usaha yang memiliki dasar utama dengan berlandaskan pada ketentuan
Al-Qur’an dan As-Sunnah dimana keduanya merupakan sumber
kehidupan umat Islam (Faqih, 2001 : 5).
Dalam melakukan tindakan atau perbuatan hendaknya
didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku, karena itu akan
dijadikan suatu pijakan untuk melangkah untuk mencapai tujuan yang
diharapkan melaksanakan bimbingan konseling Islam didasarkan pada
petunjuk Al-Qur’an dan Al-Hadits baik mengenai ajaran memerintah
atau memberi isyarat agar memberikan petunjuk kepada orang lain.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. :
kš‰ r' ¯» tƒâ¨$̈Z9$#ô‰s%N ä3 ø?uä !$y_×p sà Ïã öq ¨BÏ̀iBöN à6 În/ §‘Öä !$xÿÏ©ur$yJ Ïj9’ÎûÍ‘r߉•Á9$#
“Y‰èd ur×p uH÷qu‘urtûü ÏY ÏB÷s ßJ ù=Ïj9ÇÎÐÈ
Artinya : ”Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamupelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk sertarahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Yunus : 57).(Depag RI, 1989 : 315)
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa tujuan Al-Qur’an Al-
Karim dalam memperbaiki jiwa manusia itu ada empat macam yaitu
mauidah, syifa’, hudan dan rahmat (Badan Wakaf UI, 1991 : 400-405).
a. Mauidah, yaitu pelajaran dari Allah kepada seluruh umat manusia
agar terbimbing mencintai yang hak dan yang benar serta menjauhi
perbuatan yang batil dan jahat, sehingga perbuatan ini betul-betul
dapat tergambarkan dalam perilaku atau perbuatan mereka.
b. Syifa’, yaitu penyembuhan bagi penyakit yang bersarang di dalam
dada manusia seperti syirik, kufur, dan munafik termasuk juga
semua penyakit jiwa yang mengganggu ketentraman jiwa seperti
pendirian putus harapan, memperturutkan hawa nafsu,
menyembunyikan permusuhan, mencintai kebatilan dan kejahatan
serta membenci keadilan.
c. Hudan, yaitu petunjuk pada jalan yang harus menyelamatkan
manusia dari i’tikad yagn sesat dengan jalan membimbing akal dan
perasaan agar beri’tikad benar dengan memperhatikan bukti-bukti
ke jalan allah serta membimbing mereka agar giat beramal dengan
jalan mengutamakan kemaslahatan yang akan mereka dapat,
seperti mengetahui mana perbuatan yang harus dilakukan dan
mana perbuatan yang harus ditinggal.
d. Rahmat, yaitu karena Allah yang memberikan kepada orang-orang
yang mukmin yang dapat mereka petik dari petunjuk-petunjuk
yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2.3.3. Fungsi dan Tujuan Bimbingan Konseling Islam
a. Fungsi Bimbingan Konseling Islam
Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari kegunaan dan
manfaat, ataupun keuntungannya dapat dikelompokkan menjadi
empat fungsi pokok, yaitu: (a) fungsi pemahaman, (b) fungsi
pencegahan, (c) fungsi pengentasan, (d) fungsi pemeliharaan dan
pengembangan (Prayitno dan Erman, 1999 : 197).
1) Fungsi pemahaman
Fungsi pemahaman yang sangat perlu dihasilkan oleh
pelayanan bimbingan dan konseling adalah pemahaman tentang
diri klien beserta permasalahannya oleh klien sendiri dan oleh
pihak-pihak yang akan membantu klien, serta pemahaman
tentang lingkungan klien oleh klien.
a. Pemahaman tentang klien
Pemahaman tentang klien merupakan titik tolak upaya
pemberian bantuan terhadap klien. Sebelum seorang
konselor atau pihak-pihak lain dapat memberikan layanan
tertentu kepada klien, maka mereka perlu terlebih dahulu
memahami individu yang akan dibantu itu. Pemahaman
tersebut tidak hanya sekedar mengenal diri klien, melainkan
lebih jauh lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar
belakang pribadi klien, kekuatan dan kelemahannya, serta
kondisi lingkungannya.
b. Pemahaman tentang masalah klien
Klien amat perlu memahami masalah yang dialaminya,
sebab dengan memahami masalahnya itu ia memiliki dasar
bagi upaya yang akan ditempuhnya untuk mengatasi
masalahnya itu. Betapa banyaknya individu, baik muda
maupun dewasa yang tidak mengetahui (apabila
memahami) bahwa dirinya bermasalah. Pemahaman
masalah oleh individu (klien) sendiri merupakan modal
dasar bagi pemecahan masalah tersebut. Sejak awal
prosesnya, pelayanan bimbingan dan konseling diharapkan
mampu mengantarkan klien memahami masalah yang
dihadapinya. Apabila pemahaman masalah klien oleh klien
sendiri telah tercapai, agaknya pelayanan bimbingan dan
konseling telah berhasil menjalankan fungsi pemahaman
dengan baik.
c. Pemahaman tentang lingkungan yang lebih luas
Secara sempit lingkungan diartikan sebagai kondisi sekitar
individu yang secara langsung mempengaruhi individu
tersebut, seperti keadaan rumah tempat tinggal, keadaan
sosio ekonomi dan sosio emosional keluarga, keadaan
hubungan antar tetangga dan teman sebaya, dan
sebagainya. Paparan singkat lebih lanjut berikut ini
menyangkut beberapa jenis lingkungan yang lebih luas,
seperti lingkungan sekolah bagi para siswa, lingkungan
kerja dan industri bagi para karyawan, dan lingkungan-
lingkungan kerja bagi individu-individu sesuai dengan
sangkut-paut masing-masing.
2) Fungsi pencegahan
Pencegahan didefinisikan sebagai upaya mempengaruhi
dengan cara yang positif dan bijaksana lingkungan yang dapat
menimbulkan kesulitan atau kerugian sebelum kesulitan atau
kerugian itu benar-benar terjadi. Upaya pencegahan yang perlu
dilakukan oleh konselor adalah:
- mendorong perbaikan lingkungan yang kalau diberikan
akan berdampak negatif terhadap individu yang
bersangkutan.
- Mendorong perbaikan kondisi diri pribadi klien.
- Meningkatkan kemampuan individu untuk hal-hal yang
diperlukan dan mempengaruhi perkembangan dna
kehidupannya.
- Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang
akan memberikan resiko yang besar, dan melakukan
sesuatu yang akan memberikan manfaat.
- Menggalang dukungan kelompok terhadap individu yang
bersangkutan.
3) Fungsi pengentasan
Upaya pengentasan masalah pada dasarnya dilakukan
secara perorangan, sebab setiap masalah adalah unik. Masalah-
masalah yang diderita oleh individu-individu yang berbeda
tidak boleh disamaratakan. Untuk itu konselor perlu memiliki
ketersediaan berbagai bahan dan keterampilan untuk
menangani berbagai masalah yang beranekaragam itu.
4) Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu
yang baik yang ada pada diri individu, baik hal itu merupakan
pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah
dicapai selama ini. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling,
fungsi pemeliharaan dan pengembangan dilaksanakan melalui
berbagai pengaturan, kegiatan, dan program. Misalnya di
sekolah, bentuk dan ukuran meja atau kursi murid disesuaikan
dengan ukuran tubuh serta sikap tubuh yang diharapkan
(Prayitno dan Erman, 1999 : 215).
b. Tujuan Bimbingan Konseling Islam
Tujuan umum bimbingan dan konseling adalah untuk
membantu individu mengembangkan diri secara optimal sesuai
dengan tahap perkembangan dan kemampuan dasar dan bakat yang
dimilikinya, berbagai latar belakang yang ada, serta sesuai dengan
tuntutan positif lingkungannya (Prayitno dan Erman, 1999 : 114).
Adapun tujuan khusus bimbingan dan konseling merupakan
penjabaran tujuan umum tersebut yang dikaitkan secara langsung
dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang
bersangkutan, sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu.
Sedangkan tujuan bimbingan konseling Islam adalah
membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia
seutuhnya agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (Faqih,
2001 : 35).
2.3.4. Metode dan Teknik Bimbingan Konseling Islam
Metode bimbingan konseling Islam secara garis besar dapat
diklasifikasikan menjadi dua hal yaitu komunikasi langsung dan tidak
langsung, karena bimbingan konseling Islam dalam hal ini dilihat
sebagai proses komunikasi. Untuk lebih lanjut berikut akan
dikemukakan secara rinci metode-metodenya (Faqih, 2001 : 53).
a. Metode langsung, yaitu metode dimana pembimbing dan konselor
melakukan komunikasi langsung (tatap muka) dengan klien.
Metode ini dapat dirinci :
1) Metode individual.
Adapun metode individual menggunakan teknik, seperti
percakapan pribadi, kunjungan ke rumah, kunjungan dan
observasi kerja.
2) Metode kelompok
Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan klien
dalam kelompok.
b. Metode tidak langsung, yaitu metode bimbingan konseling yang
dilakukan melalui media komunikasi masa, hal ini dapat dilakukan
secara individual maupun kelompok bahkan massal. Sedangkan
metode bimbingan konseling Islam dalam konsep Al-Qur’an
diantaranya: (Faqih, 2001 : 40).
1) Dzikir, yaitu mengingat kepada Allah SWT. Dengan dzikir ini
hati seseorang akan tenteram, sebagai firman Allah dalam Q.S.
Ar-Ro’du ayat 28.
.
Artinya : ”(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati merekamanjadi tenteram dengan mengingat Allah.Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hatimenjadi tenteram”. (Q.S. Ar-Ro’du : 28). (DepagRI, 1989 : 373)
2) Tadarus Al-Qur’an, yaitu membaca dan mendalami Al-Qur’an,
karena orang yang tidak mau membaca Al-Qur’an dan
mendalami hatinya akan terkunci, sebagaimana dituliskan
dalam surat Muhammad ayat 24.
Ÿx sùr&tbrã• / y‰tG tƒšc#uä ö• à)ø9$#ôQ r&4’n? tãA>q è=è%!$ygä9$xÿø%r&ÇËÍÈ
Artinya : ”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quranataukah hati mereka terkunci?” (Q.S. Muhammad :24). (Depag RI, 1989 : 833)
3) Berlaku sabar, orang yang berlaku sabar dalam menghadapi
masalah atau cobaan akan mendapat petunjuk dan rahmat dari
Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat
156-157.
tûï Ï% ©!$#!#sŒÎ)N ßg÷Fu;» |¹ r&×pt7ŠÅÁ •B(#þq ä9$s%$̄RÎ)¬!!$̄RÎ) urÏmø‹ s9Î)tbq ãèÅ_ºu‘ÇÊÎÏÈ
y7Í´ ¯» s9'ré&öN ÍköŽ n=tæÔNºuq n=|¹Ï̀iBöN ÎgÎn/ §‘×pyJ ômu‘ur(š• Í´ ¯» s9'ré&urãN èd
tbr߉tG ôgßJ ø9$#ÇÊÎÐÈ
Artinya : ”(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihiraaji'uun. Mereka Itulah yang mendapat keberkatanyang Sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka danmereka Itulah orang-orang yang mendapatpetunjuk”. (Q.S. Al-Baqarah : 156-157). (Depag RI,1989 : 265)
4) Sholat, adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Sholat akan mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Dengan firman Allah SWT. Q.S. Al-Ankabut : 45.
ã@ø?$#!$tBzÓÇrré&y7ø‹ s9Î)šÆÏBÉ=» tG Å3 ø9$#ÉO Ï%r&urno 4q n=¢Á9$#(žcÎ)no 4q n=¢Á9$#
4‘sS ÷Zs?ÇÆtãÏä !$t± ósxÿø9$#Ì• s3ZßJ ø9$#ur3ã• ø. Ï%s!ur«!$#çŽt9ò2r&3ª!$#urÞO n=÷ètƒ
$tBtbq ãèoY óÁ s?ÇÍÎÈ
Artinya : ”Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu,yaitu Al-Kitab (Al-Quran) dan dirikanlah shalat.Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnyamengingat Allah (shalat) adalah lebih besar(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). danAllah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S.Al-Ankabut : 45). (Depag RI, 1989 : 635)
2.3.5. Asas-Asas Bimbingan Konseling Islam
Telah disebutkan bahwa bimbingan konseling Islam
berlandaskan Al-Qur’an dan hadits nabi. Berdasarkan landasan
tersebut dapat diketahui berbagi asas-asas pelaksanaan bimbingan dan
konseling Islam yang antara lain sebagai berikut : (Faqih, 2001 : 22).
a. Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat.
Bimbingan dan konseling Islam tujuan akhirnya adalah membantu,
atau konseling yaitu orang-orang yang dibimbing agar mereka
senantiasa menyadari akan fitrahnya sebagai manusia yaitu seorang
hamba yang harus mengabdi kepada Tuhannya.
b. Asas Fitrah
Asas ini merupakan bantuan kepada klien atau konseling untuk
mengenal, memahami dan menghayati fitrahnya sehingga gerak
tingkah laku dan tindakannya sesuai dengan fitrahnya.
c. Asas Lillahi Ta’ala.
Asas Lillahi Ta’ala diselenggarakan oleh konselor kepada seorang
klien yang membutuhkan bimbingan dan pertolongan ini karena
Allah SWT.
d. Asas Bimbingan Seumur Hidup.
Asas ini memberkan fasilitas bimbingan kepada seorang klien
untuk selama-lama (seumur hidup) karena bagaimana pun juga
yang namanya manusia mesti suatu saat akan terdapat kesalahan
dan kehilafan. Disinilah perlu di bimbing seumur hidup.
e. Asas Kesatuan Jasmaniah dan Ruhaniah.
Asas ini berusaha membantu individu untuk hidup dalam
keseimbangan jasmaniah dan ruhaniah artinya jasmaniah yang
sehat juga perlu didukung oleh ruhaniah yang sehat demikian
sebaliknya.
f. Asas Keseimbangan Ruhaniah.
Asas ini berusaha menyadari keadaan kodrati manusia tersebut dan
dengan berpijak pada firman Allah SWT dan hadits nabi
membantu klien atau yang dibimbing memperoleh keseimbangan
diri dalam segi mental ruhaniah.
g. Asas Kemaujudan.
Asas ini berlangsung pada manusia menurut citra manusia
memandang seorang individu merupakan suatu maujud (eksistensi)
tersendiri dimana individu mempunyai hak dan ada perbedaan
antara individu satu dengan individu yang lainnya.
h. Asas Sosialitas Manusia.
Manusia merupakan makhluk sosial hal ini diakui dalam konseling
Islam, pergaulan cinta kasih, penghargaan terhadap diri sendiri dan
orang lain, rasa ingin memiliki dan ingin dimiliki. Semuanya
merupakan aspek-aspek yang diperlihatkan dalam konseling Islam
karena hal itu adalah ciri-ciri hakekat manusia.
i. Asas Kekhalifahan Manusia.
Asas ini menerangkan bahwa setiap manusia adalah khalifah walau
dalam lingkup kecil yaitu pemimpin keluarga, oleh karena itu harus
ada tanggung jawab manusia untuk mengatur alam ini karena
semuanya akan diminta pertanggung jawaban dihadapan Allah.
j. Asas Keselarasan dan Keadilan.
Asas ini menginginkan adanya kekerasan keseimbangan keadilan
di dalam diri manusia.
k. Asas Bimbingan Akhlakul Karimah.
Pada dasarnya manusia mempunyai sifat-sifat yang baik, lemah
lembut, kasih sayang dan lain-lain.
l. Asas Kasih Sayang.
Setiap manusia memerlukan cinta kasih dan rasa sayang dari orang
lain. Bimbingan konseling bersandar pada cinta dan kasih sayang.
m. Asas Saling Menghormati dan Menghargai.
Dalam bimbingan konseling antara konselor dengan klien adalah
sama kedudukan yaitu sama-sama sebagai makhluk Allah SWT
hanya saja yang membedakan seorang konselor memberkan
bimbingan tersebut. Hubungan konselor dan klien adalah saling
menghormati sesuai dengan kedudukannya masing-masing sebagai
makhluk Allah SWT.
n. Asas Musyawarah.
Bimbingan konseling Islam dilakukan dengan asas musyawarah
artinya antara pembimbing dengan yang dibimbing terjadi dialog
yang baik. Antara yang satu dengan yang lainya tidak saling
mendeskreditkan atau memojokkan, tidak ada perasaan tertekan
dan keinginan menekan.
BAB III
GAMBARAN UMUM BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
YAYASAN JAWOR TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA
3.1. Profil Yayasan Jawor
3.1.1. Sejarah dan Perkembangan Yayasan Jawor
Melihat perkembangan dan pembangunan bangsa Indonesia
yang begitu pesat beserta kompleksitas yang dihadapi pelakunya,
berakibat telah membawa akses negatif yang menimpa kepada manusia
yang kebanyakan dari mereka kurang mendapat bimbingan agama dan
mental, karena adanya ketidak seimbangan dan ketidak selarasan
antara pembangunan fisik dan non fisik (Daradjat, 1982 : 70).
Berdasarkan realitas di atas pada akhirnya banyak anak korban
kekerasan dalam rumah tangga (Kartono, 1986 :30). Dan diantaranya
kasus yang signifikan adalah banyak masyarakat yang terkena penyakit
gangguan kesehatan mental walaupun berbagai upaya telah dilakukan
pemerintah untuk menanggulangi kasus tersebut baik secara klinis
maupun terapi alternatif. Dalam skripsi ini penulis mencoba
menjelaskan peran lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor dalam
upaya memberikan terapis keagamaan sebagai bentuk proses
bimbingan konseling Islam terhadap klien yang terkena gangguan
kejiwaan dan kesehatan mental.
Lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor terletak di jalan
Anyar Kelurahan Beringin Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang.
Lembaga tersebut didirikan untuk membantu penanganan yang intensif
bagi klien gangguan kejiwaan dan kesehatan mental dengan model
pembinaan dengan pendekatan. Penanganan yang intensif tersebut
bertujuan untuk merubah perilaku klien yang abnormal menjadi
perilaku yang positif (normal) sehingga menjadi bagian dari orang-
orang yang hidup wajar dalam masyarakat. Sekaligus untuk menambah
sikap keimanan yang kuat kepada Allah SWT. Hal tersebut merupakan
visi-misi lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Kota Semarang
sebagaimana yang tertera dalam anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga dan sekaligus sebagai program pokok bimbingan dan
penyembuhan klien penderita gangguan mental. (Hasil Wawancara
dengan KH. Muhammad Ja’far selaku pengasuh Yayasan Jawor pada
tanggal 10 April 2010).
Lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor tersebut berdiri
pada tahun 1990 oleh KH. Muhammad Ja’far dan diakta notariskan
pada tanggal 14 Mei 2004 dengan nomor 24 pada notaris dan PPAT
Sira Rosadina S.H. (Dokumentasi akta notaris lembaga rehabilitasi
mental Yayasan Jawor Kota Semarang). Pendiri tersebut adalah orang
yang peduli concern terhadap permasalahan-permasalahan penyakit
sosial salah satunya gangguan mental, pendiri lembaga rehabilitasi ini
atas inisiatif KH. Muhammad Ja’far. Melihat fenomena kehidupan
sosial masyarakat yang semakin kompleks, sehingga berupaya bekerja
sama dengan masyarakat Desa Kedungpane Kecamatan Ngaliyan
membentuk suatu wadah yang benar-benar memberikan sumbangsih
dalam hal penanganan terhadap klien yang terkena gangguan mental.
(Hasil Survei dan Observasi pada tanggal 20 Februari 2010).
3.1.2. Visi dan Misi Yayasan Jawor
1. Visi
- Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menyembuhkan dan
memperhatikan klien gangguan kesehatan mental.
- Meningkatkan mutu pemberdayaan dan pembinaan klien
gangguan kesehatan mental dalam sebuah penanganan khusus.
- Menjalin hubungan dan kerjasama dengan bahan-bahan
pemerintah atau swasta organisasi-organisasi profesi lainnya
dibidang sosial kemasyarakatan.
- Menumbuhkan kesadaran dan kecintaan serta tanggung jawab
seluruh manusia yang membutuhkan baik moral dan spiritual.
- Mengadakan usaha-usaha kooperatif untuk melayani kebutuhan
klien gangguan kesehatan mental serta usaha-usaha lainnya yang
bermanfaat bagi pelayanan dan kesejahteraan terhadap klien.
2. Misi
- Membangun organisasi lembaga rehabilitasi mental Yayasan
Jawor yang terbuka dan transparan.
- Dengan bimbingan konseling Islam melalui penyembuhan dan
rehabilitasi mental klien diharapkan mampu mengubah sikap
hidup klien untuk selalu bersikap jujur, ikhlas, dan berakhlak
mulia.
- Membangun dan mengembangkan jiwa klien gangguan kesehatan
mental yang tenteram, aman dengan prinsip saling menghormati
terhadap harkat dan martabat kemanusiaan (Dokumentasi
lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor tahun 2004).
3.1.3. Sruktur Organisasi Yayasan Jawor
Untuk menjalankan suatu organisasi dibutuhkan struktur
organisasi. Begitu halnya dengan lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor
juga membutuhkan stuktur organisasi dalam menjalankannya. Adapun
struktur organisasi Yayasan Jawor adalah sebagai berikut :
Struktur Organisasi Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor
Pembina : 1. R. Darmanto
2. Djumar
Ketua : K.H. Muhammad Ja’far
Sekretaris : Rahmah Faradila
Bendahara : Indra Budi
Pembantu Umum :
Bidang Kesehatan : 1. Mahmud
2. Suyanto
Bidang Pendidikan : 1. Mujiyono
2. Yusuf Hermanto
Bidang Logistik : 1. Jaswadi
2. Sugeng Pramono
3.2. Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan Mental
Anak di Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan salah satu
bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dimana angka kejadiannya
meningkat setiap tahun. Namun KDRT bukanlah kasus yang mudah
terungkap karena masyarakat masih menganggap KDRT masalah pribadi
dan tabu untuk dibicarakan. Dampak KDRT terdiri dari dampak jangka
pendek dan jangka panjang. Dampak fisik mudah untuk disembuhkan, akan
tetapi dampak psikologi akan menetap seumur hidup dan mempengaruhi
kesehatan mental korban. Kesehatan mental korban KDRT sangat penting
untuk diteliti dan ditangani secara serius. Alasannya karena korban
merupakan seorang anak yang akan menjadi penerus bangsa. Jika seorang
anak tidak mempunyai kesehatan mental yang optimal, maka kualitas anak
menjadi tidak optimal juga padahal anak-anak tersebutlah yang akan
membangun negara.
Dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan
mental anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor diantaranya yaitu:
depresi, stres, frustasi, ketakutan, kekalutan mental, neurotis, dan psikotis.
Dari hasil wawancara pada tanggal 12 April 2010 dengan Bono,
Sangidun, dan Rohadi yang merupakan sebagian anak korban kekerasan
dalam rumah tangga di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor,
mengungkapkan bahwa rata-rata mereka telah mengalami gangguan
kesehatan mental yang disebabkan oleh faktor ekonomi, moral, dan agama.
Mereka ada yang mengalami depresi, stres dan frustasi karena tertekan
dengan kondisi ekonomi keluarganya serta sering melihat pertengkaran
orangtuanya. Dan juga ada yang mengalami ketakutan dan kekalutan mental
karena sering dimarahi serta tidak diperhatikan oleh orangtuanya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental anak
di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor, diantaranya yaitu faktor ekonomi,
moral dan agama (Hasil Wawancara dengan KH. Muhammad Ja’far selaku
pengasuh Yayasan Jawor pada tanggal 10 April 2010).
a. Faktor ekonomi
Ekonomi merupakan kebutuhan dan keinginan manusia yang
tidak mungkin diperoleh secara mandiri. Untuk memenuhinya manusia
terpaksa melakukan kerja sama, dan sering kali juga terpaksa harus
mengorbankan sebagian keinginannya, atau mengantarnya menetapkan
prioritas dalam melakukan pilihan. Namun ada juga manusia yang sukar
mengendalikan keinginannya, sehingga ia terdorong untuk menganiaya,
baik terhadap sesama manusia, makhluk lain, keluarga, maupun suami-
istri yang mengakibatkan terjadinya kekerasan. Kekerasan yang kerap
terjadi dalam rumah tangga tidak hanya berpengaruh pada salah satu
pasangan suami-istri tetapi juga berdampak pada perkembangan mental
anak-anak.
Anak-anak yang sering melihat pertikaian dan kekerasan orang
tuanya, cenderung akan mengalami masalah dengan kesehatan mentalnya
ketika mereka dewasa. Mereka lebih beresiko mengalami depresi atau
cenderung mengaplikasikan tindakan serupa yang kerap mereka saksikan
semasa kecil dalam kehidupan rumah tangganya kelak.
Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kesehatan mental
masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, dan terjadinya konflik
yang berkepanjangan. Faktor tersebut merupakan penyebab utama dari
korban kekerasan dalam rumah tangga, yang disebabkan karena
kebutuhan pokok dan pangan yang semakin meningkat, lapangan
pekerjaan semakin berkurang dan biaya sekolah bertambah mahal
sehingga memunculkan terjadinya korban kekerasan dalam rumah tangga
yang berimbas pada anak-anak.
b. Faktor moral
Kaitannya dengan moral di lingkungan masyarakat terdapat
banyak sekali yang tidak peduli, bahkan ada orang tua yang tidak
memiliki moral yang baik yang tega menyiksa anaknya sendiri dan tidak
memperhatikannya, sehingga anaklah yang menjadi korban.
Kepribadian yang impulsif, tidak bisa mengendalikan rasa amarah
dan cemburu, kebiasaan agresif yang tak terkendali, atau kecenderungan
menyiksa orang terdekat yang dicintai. Terjadilah penggunaan kekuatan
fisik terhadap pasangan hidup maupun anak yang bisa mencederai atau
mengakibatkan resiko terluka, dari cedera fisik sampai pembunuhan. Hal
ini meliputi tindakan mendorong, membanting, menendang, menampar,
merebut/merampas, memukul, membenturkan, mencekik, mematahkan
tulang, melukai dengan pisau atau pistol, membakar dan membunuh.
Individu seperti ini mempunyai ciri-ciri pokok kepribadian : tak peduli
norma-norma sosial dan hukum, cenderung melakukan tindak kriminal,
suka menganiaya sesama tanpa rasa bersalah, dan berhati dingin dalam
melakukan tindakan kejam luar biasa.
Sedang kekerasan terhadap anak yang bersifat verbal (omongan,
kata-kata) bisa berupa ancaman atau intimidasi, merusak hak dan
perlindungan korban, menjatuhkan mental korban, omongan yang
menyakitkan dan melecehkan, atau memaki-maki dan berteriak-teriak
keras.
Hal tersebut di atas merupakan bentuk moral yang buruk bagi
anak-anak yang sering mendapatkan kekerasan dari orang tuanya,
sehingga anak cenderung akan mengalami masalah dengan kesehatan
mentalnya. Mereka lebih beresiko akan mengalami ketakutan, kekalutan
mental, neurosis dan psikotis.
c. Faktor agama
Agama memberikan petunjuk tentang tugas dan fungsi orang tua
dalam merawat dan mendidik anak, agar dalam hidupnya berada dalam
jalan yang benar, sehingga terhindar dari malapetaka kehidupan, baik di
dunia ini maupun di akhirat kelak
Pengokohan penerapan nilai-nilai agama dalam keluarga
merupakan landasan fundamental bagi perkembangan kondisi atau
tatanan masyarakat yang damai dan sejahtera. Namun sebaliknya, apabila
terjadi pengikisan atau erosi nilai-nilai agama dalam keluarga, atau juga
dalam masyarakat, maka akan timbul malapetaka kehidupan yang dapat
menjungkirbalikkan nilai-nilai kemanusiaan.
Pelaksanaan agama dalam kehidupan sehari-hari dapat
membentengi seseorang dari gangguan jiwa (mental) dan dapat pula
mengembalikan jiwa bagi orang yang gelisah. Karena kegelisan dan
kecemasan yang tidak berujung pangkal itu, pada umumnya berakar dari
ketidak puasan dan kekecewaan, sedangkan agama dapat menolong
seseorang untuk menerima kekecewaan sementara dengan jalan
memohon ridla Allah dan terbayangkan kebahagian yang akan dirasakan
di kemudian hari. Semakin dekat seseorang dengan Tuhan, semakin
banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya serta semakin
mampu menghadapi kekecewaan dan kesukaran dalam hidup dan
sebaliknya. Dan semakin jauh seseorang dari agama, akan semakin sulit
baginya untuk memperoleh ketentraman hidup.
Terganggunya kesehatan mental pada anak disebabkan karena
orang tuanya yang memiliki atau mendalami agama hanya setengah-
setengah, tidak mau melaksanakan dan mengamalkan ajaran agama
dalam kehidupan sehari-hari, serta tidak mempedulikan anaknya kenal
dan dekat dengan agama. Sehingga kehidupan keluarganya berantakan
karena tidak bisa mendidik anak dan keluarganya.
Hal tersebut sangat berpengaruh bagi mental anak karena tidak
mendapatkan kepedulian dan bimbingan tentang agama, sehingga anak
cenderung akan mengalami penyakit mental atau gangguan kesehatan
mental. Mereka lebih berisiko akan mengalami kegelisahan, kecemasan,
dan kenakalan.
Dari ketiga uraian dampak-dampak tersebut yang menjadi korban
akibat kekerasan dalam rumah tangga adalah anak-anak, sehingga anak-anak
mengalami ketergangguan kesehatan mental yang mengakibatkan terjadinya
depresi, frustasi, dan stres yang disebabkan oleh faktor ekonomi; ketakutan,
kekalutan mental, neurotis, dan psikotis yang disebabkan oleh faktor moral;
serta kegelisahan, kecemasan, dan kenakalan yang disebabkan oleh faktor
agama (Hasil wawancara dengan K.H Muhammad Ja’far pada tanggal 10
April 2010).
3.3. Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam Yayasan Jawor Terhadap
Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga.
3.3.1. Profil Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
Di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor jumlah klien atau anak
korban kekerasan dalam rumah tangga ada 15 anak, mulai dari usia 6
sampai 14 tahun. Pada tingkat ekonominya terdiri dari ekonomi
menengah ke bawah, sedangkan tingkat pendidikannya masih di
tingkat SD dan SMP. Adapun rincian data klien Yayasan Jawor adalah
sebagai berikut : (Dokumentasi Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan
Jawor).
DATA KLIENYAYASAN REHABILITASI MENTAL " JAWOR "
JL.Anyar. Beringin. NgalianSEMARANG – JATENG
NO NAMA UMUR L/P ALAMAT PENDIDIKAN KET1 Bono 10 Th L Kusumawardani Smg SD Sekolah2 Arifin 6 Th L Madukoro I / 34 Smg SD -3 Sangidun 12 Th L Senopati 5/8 Ambarawa SLTP Sekolah4 Yanto 9 Th L Abimanyu II Smg SD Sekolah5 Nur Fathan 13 Th L Karanganyar 4/3 Smg SLTP -6 Totok 10 Th L Janggli Lama 7/2 Smg SD -7 Handoyo 8 Th L Pekalongan SD Sekolah8 M.Yusuf 12 Th L Pekalongan SLTP Sekolah9 Makmun 9 Th L Krapyak SD -
10 Doni 14 Th L Jl. Anyar Beringin Smg SLTP -11 M.Sutikno 11 Th L Cepiring I 3/7 Smg SD Sekolah12 Rohadi 13 Th L Sayung Demak SLTP Sekolah13 Imam 8 Th L Silandak Brt 57 Smg SD Sekolah14 Abdul Mufid 12 Th L Wates Rt.5/8 Demak SLTP Sekolah15 Munawar A 10 Th L Jl. Anyar Beringin Smg SD Sekolah
3.3.2. Profil Konselor
Konselor atau disebut pembimbing adalah yang melakukan
penyembuhan terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental di
lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor kota Semarang.
Tujuan bimbingan konseling Islam yang diterapkan lembaga
rehabilitasi mental Yayasan Jawor kota Semarang adalah :
1. Menyembuhkan klien agar sadar kembali secara mental dalam
kehidupan sosial masyarakat.
2. Menanamkan nilai-nilai agama pada diri klien untuk membenahi
dan mengutuhkan iman serta mental yang rapuh bagi klien yang
terganggu jiwanya (Hasil wawancara dengan KH. Muhammad
Ja’far selaku pengasuh Yayasan Jawor pada tanggal 10 April
2010).
Tujuan tersebut disebutkan oleh K.H. Muhammad Ja’far,
sebagaimana termaktub dalam al-qur’an dan as-sunnah. Firman Allah :
82
Artinya : “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadipenawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan AlQuran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yangzalim selain kerugian” (Q.S. Al-Isra’ : 82). (Depag RI,1989: 232).
Dalam firman Allah SWT surat Yunus ayat 57 :
57Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk sertarahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Yunus : 57).(Depag RI, 1989 : 315).
Dari penjelasan ayat Al-Qur’an di atas dapat diketahui bahwa
yang dilakukan konselor di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor
Kota Semarang memiliki tujuan yang jelas dan merupakan proses
penanganan yang sangat penting bagi klien untuk menenangkan,
menentramkan kegoncangan-kegoncangan jiwa dan sekaligus
menghilangkan halusinasi-halusinasi, sugesti-sugesti, perasaan was-
was, takut, sikap menyendiri dan tak tahu arah atau tujuan, serta
bisikan-bisikan iblis yang menyerang dalam sanubarinya.
Dalam upaya memberikan bimbingan terhadap klien penderita
gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor
kota Semarang, maka para pembimbing atau konselor khususnya
mereka yang menjadi pengurus selalu berusaha memantau, mengamati,
mencatat, melayani seluruh aktifitas dan kebutuhan bagi klien.
Misalnya konselor mengusahakan dan mengadakan ketrampilan dan
kesibukan, berupa kerja mengangkati kayu, menggergaji kayu,
menyapu dan sebagainya, mengikuti dan mendengarkan pengajian di
masjid, dan kegiatan lainnya (Hasil wawancara dengan KH.
Muhammad Ja’far selaku Pengasuh Yayasan Jawor pada tanggal 10
April 2010).
3.3.3. Metode Terapi Penyembuhan
Dalam upaya terapi penyembuhan terhadap klien penderita
gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor
kota Semarang, ada enam aspek metode terapi penyembuhan yang
diterapkan yaitu: 1) terapi pijat, 2) terapi mandi, 3) terapi sholat, 4)
terapi dzikir, 5) terapi alam, dan 6) terapi kerja (Dokumentasi lembaga
rehabilitasi Yayasan Jawor tahun 2004). Dari keenam aspek terapi
penyembuhan dalam bimbingan tersebut merupakan satu kesan yang
utuh demi keberhasilan terapi terhadap klien penderita gangguan
kesehatan mental.
3.3.4. Proses Bimbingan dan Konseling Yayasan Jawor
Proses bimbingan terapi penyembuhan yang diberikan
pembimbing bagi klien penderita gangguan kesehatan mental anak
adalah sebagai berikut :
Masa pertama, terapi yang diberikan ini berupa pemijatan pada
sekujur tubuh klien secara rutin dan 2 minggu sekali. Proses pemijatan
saraf ini ditempuh dengan cara uji saraf guna menetralisir urat saraf
yang lemah. Uji saraf ini dilakukan lewat pemeriksaan pemijatan dan
disertai cek-up medis, agar pembimbing mengetahui kondisi tubuh
klien. Terapi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesehatan
pada diri klien yang berguna bagi proses penyembuhan kesehatan
mental klien, karena kesehatan dapat mencegah timbulnya gangguan
atau penyakit mental dan gangguan emosi pada diri klien
Masa kedua, pada tahapan inilah klien mulai dibimbing dan
melakukan terapi penyembuhan secara keseluruhan, baik terapi mandi,
terapi dzikir, terapi sholat, terapi alam, dan terapi kerja dengan tujuan
untuk mencapai kedamaian dan terbebas dari konflik ataupun
keretakan batiniah yang berguna bagi kesehatan mental klien. Adapun
terapi penyembuhan ini harus ditempuh secara kontinyu oleh klien
sampai sembuh total dan senantiasa tidak akan terulang lagi, sehingga
dalam pribadi dan jiwa mereka kembali normal dan menjalankan
ajaran agama Islam dengan baik dan benar.
Masa ketiga, klien menderita gangguan kesehatan mental yang
dibimbing dengan terapi penyembuhan secara intensif oleh
pembimbing untuk lebih menetapkan diri dan memahami pribadi
mereka kepada jalan yang benar, sekaligus meninggalkan jalan yang
sesat dan merugikan bagi diri, keluarga, dan lingkungannya. Pada
tahapan terapi penyembuhan ini klien juga diberi penilaian tentang
tingkat kesadaran mereka selama menjalani terapi penyembuhan. Jika
hasil penilaian bagi klien tersebut semakin baik, maka setelah selesai
mengikuti masa terapi penyembuhan mereka masih mengikuti terapi
penyembuhan dalam bentuk bimbingan luar yaitu diberikan lapangan
pekerjaan yang jelas dengan tujuan agar klien dapat memperoleh
keuntungan ekonomis (termasuk sumber keuangan untuk membelanjai
hidup sehari-hari, untuk mengejar kesuksesan, dan untuk modal bagi
pemeliharaan kesehatan), keuntungan psikologis (menimbulkan rasa
percaya diri, pengendalian dan perwujudan diri, merasa berguna), dan
keuntungan sosial (merupakan tempat bertemunya dengan orang lain,
memiliki status, dan persahabatan) yang kesemuanya itu akan
menunjang kehidupan yang sehat bagi diri sendiri (klien) dan orang
lain (Hasil wawancara dengan KH. Muhammad Ja’far selaku Pengasuh
Yayasan Jawor pada tanggal 10 April 2010).
Dalam implementasinya, materi bimbingan yang diterapkan di
lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor kota Semarang memiliki
enam aspek terapi penyembuhan, yang antara lain:
a. Materi kerohanian, adalah materi yang berkaitan dengan
penyembuhan klien secara transendental, materi ini berupa bacaan-
bacaan Al-Qur’an, bacaan-bacaan dzikir, do’a-do’a, pelajaran
tentang ilmu agama, seperti sholat, wudhu dan lain sebagainya.
Materi sebagai alat untuk meyembuhkan klien secara spiritual
penyakit yang ada dalam batin dan hatinya bisa dibersihkan.
b. Materi badaniah, materi yang merupakan alat untuk
menyembuhkan klien gangguan kesehatan mental dengan perantara
jasmaniah, seperti pengobatan dengan olah raga, senam, mandi, dan
sebagainya (Hasil wawancara dengan Ustadz Mahmud selaku
Pengurus Yayasan Jawor pada tanggal 11 April 2010).
Dari proses bimbingan tersebut di atas, di dalamnya terdapat
unsur-unsur bimbingan diantaranya yaitu: ada pembimbing atau
konselor, klien (yang dibimbing), materi, metode, dan sebagainya.
BAB IV
ANALISIS BIMBINGAN KONSELING ISLAM TERHADAP ANAK
KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI LEMBAGA
REHABILITASI YAYASAN JAWOR KOTA SEMARANG
4.1. Analisis Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Terhadap Kesehatan
Mental Anak.
Gangguan kesehatan mental merupakan bagian dari sasaran
terapeutik (terapi mental) dan bukanlah yang mudah untuk dipahami
melainkan diaplikasikan secara langsung sebagai cara penanganan terhadap
klien sehingga mengetahui kondisi dan gejolak jiwa yang dialami klien
namun lebih dari itu sebagai terapis dituntut untuk mampu memahami
kondisi kesehatan mental yang dialami klien secara mendalam.
Terkait dengan kekerasan dalam rumah tangga, terdapat dampak-
dampak yang dapat merugikan pihak-pihak dalam keluarga yang telah
disebutkan dalam UU PKDRT No. 23 tahun 2004, mulai dari dampak secara
psikologis dan fisik. Dampak secara psikologis dapat berupa timbulnya
trauma – dari level ringan hingga level berat – pada diri anggota keluarga
yang menjadi korban, baik korban yang menjadi obyek sasaran kekerasan
maupun obyek yang menyaksikan kekerasan tersebut. Dampak secara fisik
dapat berupa luka fisik yang dialami oleh obyek korban kekerasan.
Kekerasan dalam rumah tangga dapat berbentuk perilaku kasar,
seperti menampar, memukul, maupun menendang dan dapat pula berbentuk
ucapan-ucapan kasar seperti menghardik, mencaci, dan memaki. Umumnya,
korban dalam kekerasan rumah tangga adalah siapa pun yang dikuasai oleh
pemilik otoritas, bisa suami oleh istrinya, bisa istri oleh suaminya, bisa anak
oleh orang tuanya.
Dampak kekerasan dalam rumah tangga terhadap kesehatan mental
anak di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang diantaranya
yaitu: depresi, stres, frustasi, ketakutan, kekalutan mental, neurotis, dan
psikotis. Dampak tersebut dipengaruhi oleh faktor ekonomi, moral dan
agama. Faktor ekonomi merupakan penyebab utama dari korban kekerasan
dalam rumah tangga, yang disebabkan karena kebutuhan pokok dan pangan
yang semakin meningkat, lapangan pekerjaan semakin berkurang dan biaya
sekolah bertambah mahal sehingga memunculkan terjadinya korban
kekerasan dalam rumah tangga yang disebabkan oleh ekonomi. Pada faktor
moral, kaitannya dengan moral di lingkungan masyarakat terdapat banyak
sekali yang tidak peduli, bahkan ada orang tua yang tidak memiliki moral
yang baik yang tega menyiksa anaknya sendiri dan tidak memperhatikannya,
sehingga anaklah yang menjadi korban. Dan juga ada yang dipengaruhi oleh
faktor agama, yang disebabkan karena orang tua yang memiliki agama
hanya setengah-setengah dan tidak mempedulikan anaknya, sehingga
keluarganya berantakan karena tidak bisa mendidik anak dan keluarganya.
Dari dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga tersebut, dapat
mengganggu psikologi anak yang mengakibatkan terganggunya kesehatan
mental anak. Hal ini disebabkan karena pada masa anak-anak merupakan
fase perkembangan awal psikologi mereka. Jadi apabila terjadi sesuatu hal
yang mengganggu psikologi anak-anak, maka mereka akan mengalami
ketergangguan psikisnya.
Dari beberapa dampak kekerasan dalam rumah tangga sebagaimana
yang ada di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang
menunjukkan adanya titik kesamaan dengan dampak-dampak kekerasan
dalam UU PKDRT No. 23 tahun 2004. Kesamaan tersebut terdapat pada
faktor ekonomi dan psikologis anak.
Bentuk dari kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan
gangguan psikis pada anak yang disebabkan oleh dampak kekerasan dalam
rumah tangga dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling
Islam. Penerapan Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi
Mental Yayasan Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan
tersendiri. Pada umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien
berupa spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda
antara satu dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak
sama antara klien satu dengan lainnya. Namun tidak demikian halnya
dengan yang ada di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan Jawor, sifat
bantuan psikologis bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi
mental Yayasan Jawor Semarang adalah generalis-non-spesifik, yakni
anggapan bahwa seluruh klien berada dalam permasalahan yang sama dan
dapat ditangani secara bersama-sama.
4.2. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Islam di Lembaga
Rehabilitasi Yayasan Jawor Terhadap Kesehatan Mental Anak Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Problematika gangguan kesehatan mental klien yang ditangani di
lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang sebagaimana telah di
jelaskan dalam bab III terdahulu, dalam bab ini sejauh mungkin akan penulis
analisis dengan menggunakan beberapa konsep mengenai faktor-faktor
penyebab gangguan kesehatan mental lewat analisis semacam ini penulis
berharap dapat secara lebih jauh melihat adanya indikasi yang cenderung
menjurus kearah gangguan kesehatan mental Kartini Kartono. Lebih
condong melihat keadaan gangguan kesehatan mental dari sisi demoralisasi
transisi kebudayaan., dinamika agraris menuju masyarakat industri diwarnai
oleh semangat kompetensi individu di segala bidang kehidupan. Dampak
terciptalah sosok yang individualis dan egois mewarnai interaksi sosial
dalam kehidupan sehari-hari maka munculah konflik kemudian menciptakan
ketegangan psikologi yang berujung pada gangguan kesehatan mental.
Gejala sentral di era seseorang yang terjadi ialah kurangnya
penguasaan terhadap konflik-konflik “intra psikis” dan kekalutan batin
sehingga orang tidak tanggap terhadap keadaan lingkungan dan lama
kelamaan menjadi neuritis dan psikotis. Gangguan kesehatan mental
bertumpu pada sisi kebutuhan hidup manusia, dalam gangguan kesehatan
mental untuk dicermati bersama bahwa dari analisis berdasarkan konsep
Kartini Kartono, bila dikaitkan dengan teori Maslow, antara keduanya
cenderung mengerucut dalam persoalan tidak terpenuhinya kebutuhan rasa
aman sebagai basic needs tingkat kedua setelah kebutuhan fisiologi.
Berdasarkan teori Maslow dapat ditarik benang merah bahwa kondisi klien
yang terganggu kesehatan mentalnya tidaklah memungkinkan bagi mereka
untuk mencapai mental yang sehat, karena salah satu penyebabnya adalah
klien terhambat dalam hal pemenuhan fisiologi sebagai basic needs tingkat
pertama. Berdasarkan hal yang menunjukan terpenuhinya basic needs di
kalangan adalah sebagai berikut ;
a. Kebutuhan fisiologi kebutuhan liver pertama tidak terpenuhinya dengan
adanya persoalan pemenuhan kebutuhan hidup.
b. Kebutuhan rasa aman (safety) perasaan cemas dan takut dalam
keseharian klien karena ancaman dari para eksploitir dan aksi tawuran
menunjukan bahwa klien belum terpenuhi akan kebutuhan rasa aman
sebagai basic need level kedua.
c. Kebutuhan akan kasih sayang (mercy) belum terpenuhinya kasih sayang
sebagai kebutuhan level ketiga ditunjukkan dengan adanya problem
keluarga yang ditunjukkan adanya konflik atau pertengkaran antara anak
dengan orang tua.
d. Kebutuhan akan harga diri persoalan hukum dan persoalaaan di
keluarkan dari sekolah sangat mengindikasikan bahwa harga diri klien
dengan sendiri menjadi tidak terhormat di kalangan masyarakat.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri, aktualisasi diri sebagai kebutuhan
manusia level kelima di tandai dari adanya keinginan akan keindahan,
kesempurnaan, keadilan dan kebermaknaan
Keterputusan hubungan dengan keluarga sangat jelas ditunjukkan
dengan adanya problem konflik keluarga antara klien untuk mendapatkan
ketenangan dalam rumah tangga. Dampaknya kasih sayang keluarga sama
sekali tidak diperoleh demikian pula dengan lingkungan sekolah. Sementara
itu keterputusan hubungan antara klien dengan lingkungan masyarakat yang
kurang setabil, sehingga masyarakat cenderung mengklaim klien tersebut
sebagai orang yang kurang atau tidak normal, sehingga peran bimbingan
konseling Islam sebagai upaya terapi mental terhadap klien sangatlah
dibutuhkan secara efektif dan intensif sebagaimana yang ditempuh oleh
lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Kota Semarang.
Secara teoritis penyebab terjadinya gangguan kesehatan mental
dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal merupakan segala hal yang berasal dari dirinya sendiri dan keluarga.
Faktor ini menyikapi banyak berhubungan dengan kekuatan mental (The
Power of Soul) dalam perubahan hidup sehari-hari, sedangkan faktor
eksternal persoalan hidup sendiri, pada umumnya faktor eksternal muncul
pada kontak sosial dalam lingkungan budaya. Gambaran di atas setidaknya
dapat memberikan masukan kepada kita bahwa tidaklah mungkin kita
mengetahui faktor internal dan faktor eksternal kepada klien. Maksimal kita
mendapat informasi dari dokumen Yayasan Jawor perihal gangguan
kesehatan mental klien di sana, itu pun hanya informasi yang diberikan oleh
Pembina dari pihak keluarga pada saat menyerahkan klien. Kendatipun ada
informasi lisan mengenai gangguan kesehatan mental klien dari Pembina
namun hal itu masih dirasa kurang dapat memahami faktor internal dan
faktor eksternal penyebab gangguan kesehatan mental. Menurut pemahaman
penulis, riwayat kasus gangguan kesehatan mental klien di lembaga tersebut
dilatar belakangi oleh banyak faktor (Multy Factor Cause). Tidak penulis
temukan dalam sebuah riwayat kasus ada satu faktor saja yang menjadi
penyebabnya secara garis besar faktor yang menjadi penyebab gangguan
kesehatan mental klien di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang
adalah :
1. Faktor ketahanan mental yang lemah (Mental Defance)
2. Faktor tekanan ekonomi (Economic Pressure)
3. Faktor tekanan keluarga
4. Faktor religius yang rendah
5. Faktor pergaulan yang salah
6. Faktor organis.
Dapat diketahui bahwa klien penderita gangguan kesehatan mental
adalah sebagai orang yang membutuhkan bantuan orang lain dengan kondisi
dan konteks klien yang mengalami kegoncangan hidup yang dialami klien
penderita gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi mental
Yayasan Jawor Kota Semarang, baik depresi, frustasi, kekalutan mental,
hingga sampai pada neuritis dan psikotis. Dalam hal ini sangat
membutuhkan penanganan yang intensif serta bimbingan dan penyembuhan
dalam bentuk terapis dengan materi yang telah ditetapkan senantiasa
mengharapkan kesembuhan secara normal baik psikis maupun fisik,
sehingga dapat diterima kembali dalam masyarakat.
Aktivitas yang dilakukan para pembimbing atau konselor Islam di
lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang merupakan upaya nyata dari
sebuah lembaga dakwah untuk terwujudnya kesehatan mental. Bidang
kesehatan mental yang menjadi fokus aktivitas dakwah di lembaga
rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang menurut pemahaman penulis sangat di
butuhkan oleh seluruh lapisan masyarakat yang rawan gangguan kesehatan
mental, sering dinamika hehidupan modern yang sekesleristik, keberadaan
lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang sekaligus menjadi jawaban
bagi mereka klien yang perlu mendapatkan bimbingan konseling Islam
dalam bentuk mental yang sehat dalam pendekatan agama. Demikian
lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang dalam terapi jiwa seluruh
dengan konsep dasar teoritik fungsi dan tujuan bimbingan konseling Islam,
selain aktivitas para pembimbing dalam menanggulangi gangguan kesehatan
mental klien terdapat relevansi yang erat dalam upaya yang ditempuh
dimana dapat diketahui bahwa pembimbing berstatus agama Islam serta
teknik dan metode penyembuhan menggunakan metode dan materi Islam,
sehingga tepat bila dikatakan sebagai konselor Islam dalam proses
bimbingan konseling Islam.
Hubungan antara klien yang telah sembuh dengan konselor tidaklah
putus begitu juga dengan kesembuhan klien, hubungan tersebut tetap
terjalin, hal ini diterapkan oleh Pembina sebagai upaya untuk malakukan
evaluasi klien yang telah sembuh. Untuk kepentingan tersebut lembaga
rehabiltasi Yayasan Jawor Semarang sengaja mentradisikan budaya
sowan sebagaimana telah penulis jelaskan. Selain itu lembaga rehabilitasi
Yayasan Jawor Semarang juga melakukan kunjungan visiting ke pihak
keluarga mantan klien. Dari survei yang penulis lakukan ada beberapa hal
yang sangat menarik dari pelaksanaan bimbingan konseling Islam di
lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor Semarang secara teoritik masing-
masing klien memiliki karekteristik problem yang berbeda sehingga cara
yang diberikan tidak sama antara satu dengan yang lainnya, tidak demikian
halnya dengan apa yang terjadi di lembaga rehabilitasi mental sama antara
satu dengan yang lainnya merupakan kontradiksi antara teori dengan
kenyataan di lapangan.
Menurut penulis (Kiswantoro) sehat bagi pasien penderita gangguan
kesehatan mental secara mental dan sehat secara mental tersebut dalam
upaya penyembuhan pasien harus memenuhi beberapa elemen, yang
meliputi elemen psikologis, elemen sosiologis, dan elemen spiritualis atau
disingkat dengan psiko-sosio spiritual. Pemahaman penulis berpendapat bila
dijabarkan tentang ciri mental sehat yang sehat telah dikemukakannya
dikaitkan dengan elemen-elemen akan diperoleh titik temunya yaitu :
a. Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan
antar pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan (elemen sosiologi).
b. Bebas dari gangguan kesehatan mental dan penyakit kesehatan mental
(elemen psikologis).
c. Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, sikap, sifat, dan
sebagainya) yang baik dan bermanfa’at bagi diri sendiri dan lingkungan
(elemen psikolis).
d. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, dan berusaha
menerapkan tuntutan agama dalam kehidupan sehari-hari (elemen
spiritualis).
Penulis coba melihat sejauh manakah pula bimbingan konseling
Islam yang diterapkan oleh lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor
Semarang terhadap penderita gangguan kesehatan mental menunjukkan
relevansinya dalam hal membentuk mental sehat secara jasmani dan rohani.
Membahas persoalan pelaksanaan bimbingan konseling Islam yang
diterapkan oleh lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang, maka
langkah-langkah yang diterapkan oleh konselor dalam membimbing klien
penderita gangguan kesehatan mental adalah dengan menggunakan materi
dan metode bimbingan.
Materi bimbingan yang diberikan sebagai alternatif penyembuhan
terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi
mental Yayasan Jawor Semarang meliputi dua hal, yaitu materi rohaniyah
dan materi badaniyah.
Materi rohaniyah adalah materi yang berkaitan dengan penyembuhan
klien secara transindental. Materi ini berupa bacaan-bacaan Al-Qur’an,
dzikir, do’a-do’a, pelajaran tentang ilmu agama seperti sholat, wudhu, dan
lain sebagainya. Materi sebagai alat untuk menyembuhkan klien, secara
spiritual penyakit yang ada dalam batin dan hatinya dapat disembuhkan.
Sedangkan badaniyah adalah materi yang merupakan alat untuk
menyembuhkan klien gangguan kesehatan mental dengan perantara yang
bersifat jasmaniah, seperti pengobatan dengan olah raga, senam, mandi, dan
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab III.
Adapun metode terapi penyembuhan terhadap klien penderita
gangguan kesehatan mental di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor
Semarang ada enam aspek metode terapi penyembuhan yang diterapkan
yaitu : 1) terapi pijat, 2) terapi mandi, 3) terapi sholat, 4) terapi dzikir, 5)
terapi alam, dan 6) terapi kerja. Dari keenam aspek terapi penyembuhan
dalam bimbingan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh demi
keberhasilan terapi terhadap klien penderita gangguan kesehatan mental.
Dari beberapa materi bimbingan dan metode terapi penyembuhan
bagi klien penderita gangguan kesehatan mental sebagaimana yang telah
diterapkan di lembaga rehabilitasi mental Yayasan Jawor Semarang
menunjukkan adanya titik kesamaan dengan bimbingan konseling Islam.
Kesamaan tersebut terdapat dalam proses dan upaya pemberian bantuan
kepada klien (orang yang membutuhkan bantuan) dengan menggunakan
materi dan metode yang jelas-jelas dianjurkan dalam ajaran agama Islam.
Demikian pembahasan mengenai analisis bimbingan dan konseling
Islam terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga di lembaga
rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang. Pelaksanaan bimbingan dan
konseling Yayasan Jawor dapat berjalan dengan baik jika bimbingan dan
konseling Islam yang ada di dalamnya dilaksanakan dengan baik serta
menerapkan materi, metode dan teknik dengan baik pula.
4.3 Analisis Bimbingan Konseling Islam Terhadap Anak Korban
Kekerasan dalam Rumah Tangga di Lembaga Rehabilitasi Yayasan
Jawor Kota Semarang
Suatu lembaga rehabilitasi dalam mencapai hasil yang memuaskan
maka diperlukan suatu kerjasama yang sungguh-sungguh. Apabila lembaga
tersebut mempunyai tujuan dalam menyiarkan agama Islam yang
berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits guna meningkatkan mutu
pemberdayaan dan pembinaan klien gangguan kesehatan mental, maka
dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan bimbingan dan konseling yang
baik, dimana lembaga tersebut harus bekerjasama secara teratur dan terarah.
Bimbingan dan konseling yang dimaksud dalam konteks dakwah
tersebut tidak lain adalah bimbingan dan konseling Islam yang menjadikan
nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai sumber dasar pedoman dalam
memberikan bimbingan dan konseling sehingga klien dapat menanggulangi
problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang
berpandangan pada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW.
Bimbingan konseling Islam merupakan usaha pemberian bantuan
baik berupa pengarahan, nasehat, maupun perintah kepada individu atau
kelompok yang mengalami kesulitan dalam kehidupannya, sehingga tercapai
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam hal ini Yayasan Jawor
sebagai lembaga rehabilitasi dalam menanggulangi atau upaya
penyembuhan anak korban kekerasan dalam rumah tangga memiliki empat
fungsi bimbingan konseling yaitu fungsi preventif, fungsi kuratif, fungsi
preservatif, dan fungsi developmental.
Fungsi preventif dapat diartikan sebagai upaya membantu individu
menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya sendiri. Dalam hal
ini konselor di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor berupaya mempengaruhi
dengan cara yang positif dan bijaksana terhadap lingkungan dan diri klien
yang dapat menimbulkan kesulitan atau kerugian pada klien atau anak.
Fungsi kuratif diartikan sebagai membantu individu dalam
memecahkan masalah yang sedang dihadapinya. Dalam hal ini konselor di
lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor memberikan bimbingan dan konseling
dengan cara memberikan pengarahan, nasehat atau perintah kepada klien
atau anak.
Fungsi preservatif diartikan sebagai upaya membantu individu
menjaga kondisi yang semula tidak baik menjadi baik dan kebaikan itu
bertahan lama. Dalam hal ini konselor di lembaga rehabilitasi Yayasan
Jawor selalu berusaha memantau, mengamati, mencatat, melayani seluruh
aktifitas dan kebutuhan bagi klien atau anak dengan cara mengusahakan dan
mengadakan ketrampilan dan kesibukan, berupa kerja mengangkati kayu,
menggergaji kayu, menyapu dan sebagainya, mengikuti dan mendengarkan
pengajian di masjid, dan kegiatan lainnya
Fungsi developmental diartikan sebagai upaya untuk membantu
individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah
baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak
memungkinkannya menjadi sebab munculnya permasalahan baginya. Dalam
hal ini konselor di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor memelihara segala
sesuatu yang baik yang ada pada diri klien atau anak, baik hal itu merupakan
pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama
ini. Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, pemeliharaan dan
pengembangan dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan, dan
program.
Dalam upaya penyembuhan pada klien atau anak di lembaga
rehabilitasi Yayasan Jawor selain melalui bimbingan dan konseling terdapat
pula terapi-terapi sebagai pendukung dalam penyembuhan. Diantaranya
yaitu terapi pijat, terapi mandi, terapi sholat, terapi dzikir, terapi alam, dan
terapi kerja.
Penerapan Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi
Yayasan Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan tersendiri.
Pada umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien berupa
spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda antara satu
dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak sama antara
klien satu dengan lainnya. Sedangkan sifat bantuan psikologis bimbingan
konseling Islam di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor adalah generalis-
non-spesifik, yakni anggapan bahwa seluruh klien berada dalam
permasalahan yang sama dan dapat ditangani secara bersama-sama.
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa di lembaga rehabilitasi
Yayasan Jawor terdapat bimbingan konseling Islam dalam proses
penyembuhan klien atau anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Hal
itu terbukti pengurus lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor sebagai konselor
telah memberikan bimbingan dan konseling serta melaksanakan fungsi-
fungsi bimbingan dan konseling dalam penyembuhan klien.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari bab-bab terdahulu, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dampak kekerasan dalam rumah
tangga terhadap kesehatan mental anak di lembaga rehabilitasi Yayasan
Jawor Kota Semarang diantaranya yaitu : depresi, stres, frustasi,
ketakutan, kekalutan mental, neurotis, dan psikotis. Dampak tersebut
dipengaruhi oleh faktor ekonomi, moral dan agama. Bentuk dari
kegiatan dakwah untuk menghadapi permasalahan gangguan psikis pada
anak yang disebabkan oleh dampak kekerasan dalam rumah tangga dapat
diwujudkan melalui kegiatan bimbingan dan konseling Islam. Penerapan
Bimbingan Konseling Islam di Lembaga Rehabilitasi Mental Yayasan
Jawor sebagai bantuan psikologis memiliki keunikan tersendiri. Pada
umumnya bantuan psikologis yang diberikan kepada klien berupa
spesifik-non-generalis, yaitu permasalahan klien adalah berbeda antara
satu dengan lainnya sehingga sifat treatmennya khusus, dan tidak sama
antara klien satu dengan lainnya. Sedangkan sifat bantuan psikologis
bimbingan konseling Islam di lembaga rehabilitasi mental Yayasan
Jawor Semarang adalah generalis-non-spesifik, yakni anggapan bahwa
seluruh klien berada dalam permasalahan yang sama dan dapat ditangani
secara bersama-sama.
2. Bimbingan dan konseling mempunyai peranan yang sangat penting dalam
menunjang perkembangan dan keberhasilan terapi penyembuhan gangguan
kesehatan mental. Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam di
Lembaga Rehabilitasi Yayasan Jawor terhadap kesehatan mental anak
korban kekerasan dalam rumah tangga terdapat beberapa materi, metode,
teknik dan proses dalam terapi penyembuhan gangguan kesehatan
mental. Dalam implementasinya, terlebih dahulu diterapkan materi
bimbingan, diantaranya materi kerohanian dan badaniah. Selanjutnya
metode atau cara yang ditempuh atau dilakukan dalam terapi
penyembuhan, antara lain dengan terapi pijat, terapi mandi, terapi sholat,
terapi dzikir, terapi alam, dan terapi kerja. Dan Proses bimbingan terapi
penyembuhan yang diberikan pembimbing bagi klien penderita
gangguan kesehatan mental, yaitu pertama dengan memberikan
pemijatan pada sekujur tubuh klien secara rutin, kedua memberikan
bimbingan dan melakukan terapi penyembuhan secara keseluruhan,
ketiga memberikan penilaian tentang tingkat kesadaran mereka selama
menjalani terapi penyembuhan, dan yang terakhir dengan memberikan
bimbingan luar yaitu dengan memberikan lapangan pekerjaan yang jelas.
Bimbingan dan konseling tersebut diterapkan dalam rangka mempermudah
dan memperlancar serta mempercepat dalam terapi penyembuhan gangguan
kesehatan mental.
5.2. Saran-Saran
Secara umum bimbingan dan konseling Islam Yayasan Jawor sudah
berjalan dengan baik dan lancar, namun masih ada hal yang hendak penulis
sarankan dan perlu diperhatikan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling
Islam Yayasan Jawor, diantaranya;
1. Dalam proses pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam Yayasan Jawor
hendaknya pengurus lebih ditingkatkan dalam pengelolaan dan
pembimbingan dengan menerapkan bimbingan dan konseling yang sesuai
dengan ajaran Islam.
2. Kaitannya dengan fasilitas, hendaknya pengurus memberikan fasilitas tempat
yang lebih layak serta alat yang lebih canggih dalam penyembuhan.
3. Materi yang diterapkan harus disesuaikan dengan kemampuan dan keadaan
para klien. Sehingga para klien mampu menerima, memahami dan
menghayati materi tersebut.
5.3. Penutup
Dengan rasa syukur yang tak terhingga penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, taufiq, hidayah serta
inayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas, yaitu penulisan
skripsi walaupun dalam penulisan ini belum mencapai hasil yang sempurna.
Akhirnya kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangsih
baik berupa pikiran, tenaga maupun do’a, penulis mengucapkan terima kasih
dan penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Adz, Dzaky, Hamdani Bakran, 1992, Konseling dan Psikoterapi Islam, Jakarta :Pustaka Fajar Baru.
Arifin, M, 1996, Psikologi Dakwah (Suatu Pengantar Studi), Surabaya : Al-Ikhlas.
Arikunto, Suharsimi, 1998, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Azwar, Saifudin, 1998, Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Danim, Sudarwan, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : CV PustakaSetia.
Daradjat, Zakiyah, 1984, Kesehatan Mental Perannya dalam Pendidikan danPengajaran, Jakarta : IAIN.
Depag RI, 1989, Al-Qur an dan Terjemahannya, Semarang : Toha Putra.
Faqih, Aunur Rohim, 2001, Bimbingan Konseling dalam Islam, Yogyakarta :LPPAI VII Press.
Hadi, Sutrisno, 1993, Metodologi Research, Jilid I, Cet. XXIV, Yogyakarta : AndiOffset.
Hellen, A, 2002, Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Ciputat Pers.
Koentjoroningrat, 1981, Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta : Gramedia.
Kartono, Kartini, 2000, Hygiene Mental, Bandung : CV. Mandar Maju.
Latipun, 2003, Psikologi Konseling, Malang: UMM Press.
Lukluk A, Zuyina, Siti Bandiyah, 2008, Psikologi Kesehatan, Yogyakarta : MitraCendikia Press.
Moleong, Lexy J., 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : RemajaRosdakarya.
Musnamar, Tohari, 1992, Dasar-Dasar Konseling Islam, Yogyakarta : UII Press.
Prayitno, Erman Amti, 1999, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta :Rineka Cipta.
Pujihastuti, Alifah, 2006, Karena Istri Ingin Dimengerti, Sukoharjo: Samudra.
Skripsi Arif, Safatul, 2001, Peran Orang Tua dalam Membimbing Anak (StudiKasus Terhadap Perilaku Kriminal Anak di Desa Wonorejo), Semarang :IAIN Walisongo.
Skripsi Hidayah, Rehabni, 2000, Korelasi Antara Keharmonisan Keluargadengan Kesehatan Mental, Semarang : IAIN Walisongo.
Skripsi Muhyari, 2002, Pembinaan Mental Terhadap Perempuan KorbanKekerasan di LRC-KJHAM Semarang, Semarang : IAIN Walisongo.
Sudarto, 2002, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Tungka, Meyske S, dkk.2007, Cita Kok Gitu .Kekerasan Dalam Rumah Tangga,Salatiga : Batara Offset.
Walgito, Bimo, 2005, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Yogyakarta :CV. Andi Offset.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Kiswantoro
NIM : 1104011
Tempat / Tgl. Lahir : Semarang, 21 Februari 1984
Alamat Asal : Jl. Blitaran Raya Rt 01 Rw 03 Genuk Semarang 50115
Jenjang Pendidikan:
1. SD Negeri Genuk Sari Semarang, Lulus Tahun 1999
2. SLTP Badan Wakaf 4 Semarang, Lulus Tahun 2001
3. SMU Sultan Agung 1 Semarang, Lulus Tahun 2004
4. Fakultas Dakwah Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) IAIN
Walisongo Semarang Angkatan 2004
Pengalaman Organisasi:
1. Anggota UKMF KSK WADAS Tahun 2005-Sekarang
2. Anggota UKMF KORDAIS Tahun 2006
3. Anggota UKMF DSC Tahun 2006
4. Anggota BEM-J BPI Tahun 2007
Demikian daftar riwayat hidup saya buat dengan sebenar-benarnya, mohon
maklum adanya.
Semarang, Juni 2010
Penulis
KiswantoroNIM: 1104011
DRAF WAWANCARA PENGURUS LEMBAGA REHABILITASI
YAYASAN JAWOR KOTA SEMARANG
1. Bagaimana sejarah dan perkembangan lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor?
2. Apakah visi, misi dan tujuan didirikannya lembaga rehabilitasi Yayasan
Jawor?
3. Bagaimana struktur organisasi lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor?
4. Bagaimana dampak-dampak kekerasan dalam rumah tangga di lembaga
rehabilitasi Yayasan Jawor?
5. Bagaimana profil anak korban kekerasan dalam rumah tangga di lembaga
rehabilitasi Yayasan Jawor?
6. Bagaimana profil konselor lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor?
7. Apakah materi yang diterapkan di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor?
8. Bagaimana metode yang diterapkan di lembaga rehabilitasi Yayasan Jawor?
9. Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan dan konseling Islam lembaga
rehabilitasi Yayasan Jawor?
YAYASAN REHABILITASI MENTAL JAWORKOTA SEMARANG
Office : Jl. Anyar Kelurahan Beringin Kecamatan Ngaliyan Kota Semarang
SURAT KETERANGANNo.
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : KH. Muhammad Ja’far
Jabatan : Pengasuh Yayasan Jawor
Menerangkan bahwa :
Nama : Kiswantoro
Tempat/Tanggal lahir : Semarang, 21 Februari 1984
Fakultas : Dakwah
Jurusan : Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI)
Benar-benar telah melakukan penelitian tentang Bimbingan Konseling Islam
terhadap Anak Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus di Lembaga
Rehabilitasi Yayasan Jawor Kota Semarang). terhitung mulai tanggal 17 Maret
2010 sampai dengan tanggal 17 April 2010.
Demikian surat keterangan ini dibuat untuk dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Semarang, 18 April 2010
Pengasuh Yayasan Jawor
KH. Muhammad Ja’far
DATA KLIENYAYASAN REHABILITASI MENTAL " JAWOR "
JL.Anyar. Beringin. NgalianSEMARANG - JATENG
NO NAMA UMUR L/P ALAMAT PENDIDIKKAN KET
1 Bono 10 Th L Kusumawardani Smg SD Sekolah2 Arifin 6 Th L Madukoro I / 34 Smg SD -
3 Sangidun 12 Th LSenopati 5/8
Ambarawa SLTP Sekolah4 Yanto 9 Th L Abimanyu II Smg SD Sekolah
5Nur
Fathan 13 Th L Karanganyar 4/3 Smg SLTP -
6 Totok 10 Th LJanggli Lama 7/2
Smg SD -7 Handoyo 8 Th L Pekalongan SD Sekolah8 M.Yusuf 12 Th L Pekalongan SLTP Sekolah9 Makmun 9 Th L Krapyak SD -
10 Doni 14 Th LJl. Anyar. Beringin
Smg SLTP -11 M.Sutikno 11 Th L Cepiring I 3/7 Smg SD Sekolah12 Rohadi 13 Th L Sayung Demak SLTP Sekolah13 Imam 8 Th L Silandak Brt 57 Smg SD Sekolah
14AbdulMufid 12 Th L Wates Rt.5/8 Demak SLTP Sekolah
15Munawar
A 10 Th LJl. Anyar. Beringin
Smg SD Sekolah