26
BIMBINGAN KONSELING KELUARGA “DEGRADASI NILAI, KONDISI KELUARGA MODERN KRISIS KELUARGA, MENANGANI KRISIS KELUARGA” Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bimbingan Konseling Keluarga Dosen Pengampu : Dra. Ni Made Setuti, M.Erg., Kons. Disusun Oleh : Febrianti Hidayah Ramdayani ( 1111011001 ) Nyoman Gede Hadi Purnama ( 1111011002 ) Ni Wayan Winarni Tirta Dewi ( 1111011004 ) Ni Komang Yeni Rusita Dewi ( 1111011005 ) I Made Sumadiyasa ( 1011011103 ) JURUSAN BIMBINGAN KONSELING FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2013

Bimbingan Konseling Keluarga

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BK Keluarga

Citation preview

Page 1: Bimbingan Konseling Keluarga

BIMBINGAN KONSELING KELUARGA

“DEGRADASI NILAI, KONDISI KELUARGA MODERN

KRISIS KELUARGA, MENANGANI KRISIS KELUARGA”

Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Bimbingan Konseling Keluarga

Dosen Pengampu : Dra. Ni Made Setuti, M.Erg., Kons.

Disusun Oleh :

Febrianti Hidayah Ramdayani ( 1111011001 )

Nyoman Gede Hadi Purnama ( 1111011002 )

Ni Wayan Winarni Tirta Dewi ( 1111011004 )

Ni Komang Yeni Rusita Dewi ( 1111011005 )

I Made Sumadiyasa ( 1011011103 )

JURUSAN BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2013

Page 2: Bimbingan Konseling Keluarga

ii  

KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena berkat rahmat beliaulah kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Terselesaikannya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari

pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam proses

penyusunan dan pembuatan makalah ini. Rasa terima kasih kami sampaikan

kepada Ibu dosen pembimbing Dra. Ni Made Setuti, M.Erg., Kons. yang telah

bersedia menuntun dan membantu kami dalam pembuatan makalah ini serta

narasumber dan pihak-pihak lainnya yang turut serta membantu demi

terselesaikannya makalah ini sesuai dengan apa yang telah diharapkan

sebelumnya.

Kami sebagai manusia yang banyak memiliki kekurangan menyadari

bahwa apa yang kami sampaikan dalam makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan baik dalam proses penyampaiannya maupun isi atau hal-hal yang

terkandung di dalamnya. Maka dari itu kami selaku penulis dan penyusun

makalah ini sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang kami

banggakan yang bersifat membangun sehingga dapat membantu kami untuk dapat

lebih menyempurnakan lagi makalah yang kami buat ini. Kami sangat berharap

apa yang kami sajikan dan apa yang kami sajikan dalam makalah ini dapat

memberikan manfaat-manfaat yang sedianya dapat berguna pagi pembaca pada

umumnya dan para calon konselor pada khususnya sehingga apa yang menjadi

tujuan pendidikan di Indonesia serta tujuan Bangsa Indonesia dapat tercapai

sebagaimana yang diharapkan.

Singaraja, 24 Februari 2013

Kelompok 1,

Page 3: Bimbingan Konseling Keluarga

iii  

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1. Latar Belakang Masalah......................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah................................................................... 2

1.3. Tujuan..................................................................................... 3

1.4. Manfaat.................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN......................................................................... 4

2.1. Degradasi Nilai-Nilai............................................................. 4

2.2. Kondisi Keluarga Modern..................................................... 10

2.3. Krisis Keluarga...................................................................... 12

2.4. Upaya Mengatasi Krisis Keluarga......................................... 18

BAB III PENUTUP.................................................................................. 22

3.1. Kesimpulan............................................................................. 22

3.2. Saran....................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 23

Page 4: Bimbingan Konseling Keluarga

 1 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

UU Nomor 10 Tahun 1992, mendefinisikan keluarga sebagai unit

terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami istri dan

anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Menurut Melson

(1980), keluarga adalah kelompok dari individu-individu yang mencari

pemaksimalan sumberdaya materi dan fisik agar mencapai tujuan personal

dan kelompok. Saxton (1990) mengartikan keluarga sebagai hubungan

antara dua atau lebih orang melalui kelahiran, adopsi, atau perkawinan dan

hidup dalam satu rumah tangga.

Keluarga masa kini berbeda dengan keluarga zaman dulu. Dalam

ikatan keluarga, orang-orang mengalami pergolakan dan perubahan yang

hebat khususnya meraka yang hidup di kota. Apabila ditinjau keluarga-

keluarga di daerah yang belum mengalami maupun menikmati hasil

kemajuan teknologi, kemajuan dalam dunia industri dan sebagainya, maka

gambaran mengenai ikatan dan fungsi keluarga adalah jauh berbeda jika

dibandingkan dengan keluarga yang berada di tengah segala kemewahan

materi.

Sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas

selaku penerus keturunan saja. Dalam bidang pendidikan, keluarga

merupakan sumber pendidikan utama, karena segala pengetahuan dan

kecerdasan intelektual manusia diperoleh pertama-tama dari orang tua dan

anggota keluarganya sendiri. Keluarga merupakan produsen dan konsumen

sekaligus, dan harus mempersiapkan dan menyediakan segala kebutuhan

sehari-hari seperti sandang dan pangan. Setiap anggota keluarga dibutuhkan

dan saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka dapat hidup lebih

senang dan tenang. Hasil kerja mereka harus dinikmati bersama. Jelaslah

bahwa keluarga zaman silam, yang belum terkena pengaruh penggantian

tenaga manusia dengan tenaga mesin, atau sudah terpengaruh arus

Page 5: Bimbingan Konseling Keluarga

 2 

 

globalisasi merupakan keluarga yang banyak fungsinya dan kuat ikatan

keluarganya. Masing-masing anggota keluarga mempunyai peranan yang

penting dalam roda kehidupan serta dibutuhkan oleh anggota lainnya.

Sebaliknya keluarga masa kini sudah banyak kehilangan fungsi dan

artinya. Fungsi pendidikan sudah diserahkan pada lembaga-lembaga

pendidikan seperti sekolah-sekolah, sehingga tugas orang tua dalam hal

memperkembangkan segi intelektual anak menjadi lebih ringan. Fungsi

rekreasi juga telah berpindah dari pusatnya dalam keluarga ke tempat-

tempat hiburan di luar rumah, baik bagi anak-anak maupun orang tua. Anak-

anak tidak senang bermai di rumah dan berkumpul dengan keluarga, hal ni

disebabkan orang tua yang hanya sibuk memenuhi kebutuhan materil dan

mengabiakan aspek keakraban dalam keluarga. Dengan pergesaran fungsi

keluarga yang terjadi saat ini, fungsi keluarga menjadi sangat berkurang dan

arti keluarga dan ikatanyya seolah-olah mengalami guncangan. Degradasi

nilai agama, adat istiadat dan nilai sosial yang marak di mayarakat merasuk

ke dalam keluarga. Maka tak heran banyak masalah-masalah timbul di

keluarga pada masa kini, dan menjadi cikal bakal permasalahan-

permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat pada umumnya.

Dengan banyaknya timbul permasalahan-permasalahan yang terjadi

pada keluarga di masa kini, pelayanan konseling khususunya konseling

keluarga (family counseling) sangat diharapkan eksistensinya sebagai

sebagai salah satu cara dalam mengatasai permasalahan-permasalahan yang

terjadi pada suatu keluarga.

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Apa saja degradasi nilai-nilai yang terjadi pada masyarakat yang

sangat mempengaruhi kehidupan keluarga ?

2. Bagaimana kondisi keluarga modern saat ini ?

Page 6: Bimbingan Konseling Keluarga

 3 

 

3. Menjelaskan mengenai krisis keluarga ?

4. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis keluarga

yang terjadi ?

1.3. Tujuan Penulisan.

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan

makalah ini, yaitu:

1. Mendeskripsikan degradasi nilai-nilai yang terjadi pada masyarakat

yang sangat berpengaruh pada kehidupan keluarga.

2. Mendeskripsikan keluarga modern saat ini.

3. Menjelaskan mengenai krisis keluarga.

4. Mendeskripsikan upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi

krisis keluarga.

5. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah BK Keluarga.

1.4. Manfaat Penulisan.

1. Bagi pembaca

Pembaca dapat mengetahui dan memahami materi yang disampaikan

dalam makalah ini terkait dalam mata kuliah yang dibahas.

2. Bagi Penulis

Penulis dapat mengetahui dan memahami kajian awal dalam paparan

materi mata kuliah “Bimbingan Konseling Keluarga”, khususnya

materi tentang Latar Belakang Kehidupan Keluarga. Dan

terselesaikannya tugas mata kuliah BK Keluarga.

Page 7: Bimbingan Konseling Keluarga

 4 

 

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Degradasi Nilai-nilai.

Kehidupan masyarakat khususnya keluarga tidak terlepas dari sistem

nilai yang ada di masyarakat tersebut. Sistem nilai menentukan perilaku

anggota masyarakat. Berbagai sistem nilai ada di masyarakat yaitu agama,

adat istiadat, nilai-nilai sosial, dan nilai kesakralan.

Degradasi Nilai-nilai Agama

Degradasi nilai-nilai agama akhir-akhir ini sangat terasa dan

kentara. Semua agama merasakan bahwa di era kebanyakan umatnya

kurang setia terhadap agama yang dianutnya. Dengan kata lain,

banyak umat saat ini kurang taat beribadah sebagaiman diperintahkan

oleh agamanya. Hal ini juga terasa pada kehidupan keluarga.

Keluarga memerankan peranan penting dalam pendidikan

agama. Namun sebagian besar keadaan keluarga sangat rapuh

sehingga tidak memenuhi syarat-syarat pendidikan, seperti tidak

memiliki/menguasai pengertian, keyakinan dan ketrampilan agama, di

samping tidak mempunyai cukup waktu dan energi untuk mendidik,

serta pendidikannya masih rendah untuk menghadapi persoalan anak

didiknya. Tak hanya itu, situasi dan kondisi keluarga tidak menunjang

pendidikan agama, di samping masuknya pengaruh negatif yang

datang melalui media komunikasi yang ada. Belum lagi keadaan

perumahan dan ruang tinggal yang sangat tidak menunjang dalam

pelaksanaan pendidikan agama.

Di keluarga demikian pula, jarang anak-anak yang menjadikan

ibadah sebagai suatu prioritas utama. Mereka lebih senang menonton

TV atau asyik bermain game atau hal-hal lain yang lebih menarik

untuk mereka lakukan. Orang tua pun tidak memberikan teladan dan

contoh untuk anak-anak mereka. Di samping itu ada pula suatu

Page 8: Bimbingan Konseling Keluarga

 5 

 

keluarga di mana orang tua yang aktif beragama, namun sangat sulit

mengajak anaknya untuk berpartisipasi beribadah. Pengaruh

lingkungan yang materialistis telah menyebabkan kendala-kendala

atau tantangan untuk beribadah sesuai tuntutan agamanya. Karena

keluarga imannya minim, ketika menghadapi hidup yang sulit atau

terjadi masalah, sering mereka cepat terganggu psikisnya atau

kejiwaannya seperti mudah tersinggung, cepat marah, bertengkar, dan

bahkan ada yang pula sampai mengamuk. Banyak kita saksikan dalam

berita-berita di media massa, ada gangguan jiwa yang disebabkan oleh

kesulitan ekonomi samapi seorang ayah beranak lima tega bunuh diri,

sebab tak sanggup menghidupi keluarganya. Tak hanya di dunianya

orang tua, di kalangan remaja pun demikian pula. Ada yang bunuh diri

karena putus dengan pacar. Jika manusia memiliki iman yang kuat,

lalu dihadapkan oleh suatu masalah yang hebat, maka iman yang kuat

tersebut mampu menjadi tameng untuk tidak berbuat negatif terhadap

orang lain.

Kehidupan keluarga yang mengutamakan pencapaian harta

dunia, tampak sibuk. Ibu dan bapak dalam satu keluarga sama-sama

bekerja. Urusan anak diserahkan dengan mudahnya kepada pembantu

rumah tangga ( PRT ) yang notabene rendah pendidikan dan

agamanya. Nah, akibatnya anak-anak yang diasuh oleh pembantu

rumah tangga ( PRT ) selama bertahun-tahun sering mengalami

kemunduran di bidang akhlak. Bahkan tidak tertutup kemungkinan

anak-anak yang diasuh oleh pembantu rumah tangga mengalami

keterbelakangan mental dan kelainan perilaku akibat pola asuh yang

salah.

Degradasi Nilai Adat Istiadat.

Di samping menurunnya nilai-nilai agama, ada pula degradasi

nilai-nilai adat istiadat yang sering disebut tata susila atau kesopanan.

Hal ini terlihat pada perilaku anak dan remaja akhir-akhir ini.

Kekerasan remaja, pengeroyokan teman sebaya, dan lain sebagainya.

Page 9: Bimbingan Konseling Keluarga

 6 

 

Mereka berlaku tidak sopan terhadap orang tua, guru dan orang yang

lebih tua yang lainnya. Di sekolah permasalahan ini juga terasa.

Kebanyakan siswa jarang menyapa atau bahkan sekadar tersenyum

jika lewat di depan guru. Atau ketika lewat di depan guru hendaknya

mengucapkan “permisi atau minta maaf”. Padahal setiap masyarakat

di setiap etnis di Indonesia oleh nenek-nenek zaman dulu selalu

diajarkan jika kita lewat di depan orang tua agar membungkukkan

badan, tangan kanan ke bawah, sambil mengucapkan “maaf pak/bu”.

Saat ini semuanya berubah secara drastis. Yaitu lenyapnya nilai-

nilai adat istiadat dan kesopanan tersebut. Apa sesungguhnya sumber

penyebab dari menghilangnya nilai-nilai kesopanan tersebut? Banyak

sumber penyebab yang dapat disebutkan. Pertama, menghilangnya

kurikulum pendidikan kesopanan di sekolah. Atau dengan bahasa

umum dapat dikatakan bahwa di setiap sekolah tidak berminat untuk

menjadikan adat kesopanan atau adat tata susila sebagai mata

pelajaran muatan lokal. Kedua, kurangnya teladan dari guru dan orang

tua pada umumnya dalam hal adat kesopanan. Misalnya, merokok.

Banyak guru dan orang tua melakukannya di depan anak dan remaja.

Dampaknya adalah anak dan remaja ikut menjadi pecandu rokok. Dan

harus kita akui bahwa merokok adalah jembatan menuju kecanduan

narkoba. Sudah menjadi rahasia pula bahwa sebagian pecandu

narkoba adalah anak muda. Kehancuran hidup anak dan remaja

terlibat narkoba amat memprihatinkan. Yaitu putus sekolah atau

kuliah, kerusakan otak, dan yang parah lagi akibat mengkonsumsi

narkoba membawa efek sampingan penyakit lain seperti hepatitis C

dan bahkan penyakit AIDS yang sampai saat ini belum ada obatnya

itu. Dengan kata lain, penderita akibat kecanduan narkoba telah

menghancurkan kehidupan mereka. Dari sekitar 5 juta pecandu

narkoba di Indonesia, sebagian besar adalah pemuda dan remaja.

Mereka kehilangan masa depan, dan bangsa Indonesia kehilangan

potensi generasi muda. Akibat narkoba, yang berkepanjangan dan

Page 10: Bimbingan Konseling Keluarga

 7 

 

terus meluas di kalangan generasi muda, bangsa ini terjadi lost

generation atau kehilangan generasi penerus bangsa.

Ketiga, melemahnya ekonomi sebagian besar rakyat sebagai

akibat kesulitan ekonomi negara dan meluasnya korupsi. Hal ini

membuat negara tidak mampu membuka lapangan kerja khususnya

untuk generasi muda di kota dan pedesaan. Banyaknya pengangguran

generasi muda sangat berdampak buruk terhadap keamanan dan

ketentraman hidup di masyarakat. Banyak sekali terjadi pencopetan,

pencurian, dan bahkan perampokan yang terjadi di masyarakat saat

ini.

Dampak negatif kelemahan ekonomi adalah banyaknya keluarga

yang tidak lagi melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang yang

lebih tinggi atau para orang tua tidak dapat memberikan pendidikan

yang tepat kepada anaknya. Akibatnya makin banyak anggota

masyarakat yang berpendidikan rendah, dan itu berdampak akan daya

saing masyarakat Indonesia di tingkat dunia.

Degradasi Nilai-nilai Sosial.

Telah umum diketahui dalam era Globalisasi ini sikap

individualistik telah berkembang di masyarakat. Artinya banyak

anggota masyarakat yang hanya mementingkan dirinya sendiri, dan

enggan berbagi kepada orang tidak mampu. Beberapa ciri sikap

individualistik yang berkembang di masyarakat, dapat dilukiskan

sebagai berikut :

Mementingkan diri sendiri dalam segala hal.

Enggan berbagai harta, pikiran, saran dan pendapat.

Tidak mau bergaul terutama dengan orang rendahan.

Memutuskan tali silaturahmi dengan keluarga.

Page 11: Bimbingan Konseling Keluarga

 8 

 

Sikap individualistik ini telah menyebar di masyarakat saat ini.

Tidak ada lagi semangat kegotongroyongan. Yang ada kehidupan

penuh persaingan tak sehat, keras dan saling jegal.

Bahkan sikap individualistik ini merasuk dan terjadi di keluarga.

Mulai dari sikap orang tua terhadap anak dan juga sikap anak terhadap

orang tua. Sikap orang tua yang individualistik biasanya bersumber

dari kesibukan sehingga tidak sempat mencurahkan perhatian dan

kasih sayang. Apalagi jika orang tua bekerja jauh dari rumah dan

terpisah. Anak-anak dibiarkan bersama pembantu tinggal sendiri. Jika

anak telah tumbuh remaja maka timbullah sikap egoisme sebagai

akibat tidak adanya perhatian orang tua. Apalagi jika orang tua hanya

menunjukkan perhatiannya hanya lewat materi, sehingga anak terbiasa

hidup berfoya-foya dengan uang yang banyak. Remaja tersebut terjun

ke dunia hitam dengan bermain seks, ganja, alkohol, dan sebagainya,

Lebih jauh lagi remaja itu terjun ke dunia narkoba, akhirnya tertular

penyakit AIDS karena sering bergantung memakai jarum suntik.

Setelah orang tua sadar akan sikapnya, dan ingin memperbaiki

hubungan dengan anak remajanya, dan ternyata itu sudah terlambat.

Sekarang peran orang tua tinggal mengobati penyakit anaknya karena

menderita akibat narkoba dan tak kalah pentingnya memberikan kasih

sayang serta memotivasi mereka agar tidak putus asa.

Pertanyaan yang penting apakah gejala mementingkan diri

sendiri di masyarakat bersumber dari pendidikan keluarga?

Jawabannya YA. Semua anggota masyarakat berasal dari keluarga.

Aspek penting untuk membina anggota keluarga adalah agama dan

pendidikan. Jika dua hal ini tidak berfungsi, maka dapat dipastikan

anak-anak akan menjadi anggota masyarakat yang tidak diinginkan.

Dia anak nakal, jahat, dan tidak bermoral dan berperikemanusiaan.

Karena itu rumah tangga dengan pimpinan orang tua harus mendidik

anak-anak dengan agama dan pendidikan kemanusiaan, kesopanan,

Page 12: Bimbingan Konseling Keluarga

 9 

 

tanggung jawab, dan rasa belas kasihan kepada orang lain. Jangankan

membunuh, menyakiti hati orang lain saja anak tidak tega.

Di samping keluarga, lembaga pendidikan menjadi sumber

pembentukan sikap dan nilai-nilai sosial. Karena di mana anak didik

yang lama mendapatkan interaksi pendidikan selain di rumah. Di

tempat ini peran guru sangatlah penting untuk mencapai tujuan

tersebut. Karena guru adalah “orang tua” kedua bagi anak didik.

Apabila guru tidak berperan membentuk pribadi siswa, maka dapat

dipastikan tujuan dari pendidikan tidak tercapai. Sebab paling sedikit

ada empat peran pembentukan sekolah terhadap anak didik. Pertama

pembentukan pribadi yang mandiri, sosial, dan moral religius. Kedua,

pembentukan akal dan intelegensi melalui teori dan latihan-latihan,

misalnya mengasah kualitas kemampuan berpikir matematis, logis,

sistematis, dan teknologis. Ketiga, pembentukan emosi dan karakter

jiwa yang sabar, ikhlas, berani bertanggung jawab, serta berakhlak

mulia, dan cinta damai. Sifat-sifat ini amat penting terutama untuk

menghadapi perubahan zaman yang serba drastis tanpa adanya

toleransi. Keempat, pembentukan keterampilan seperti teknis, bahasa,

manajemen, dan sebagainya. Tujuan hal ini adalah agar pelajaran

agama tidak hanya menjadi sekedar teori belaka. Hal ini tidak akan

berkesan jika diberikan teori saja dan akan berakibat agama tidak

mampu membentengi moral anak didik. Selain itu masyarakat juga

berperan dalam membentuk sikap moral dan sosial siswa.

Degradasi Nilai Kesakralan Keluarga.

Terdapat kasus suami membunuh istri, dan sebaliknya. Karena

sepele misalnya tidak terhidang makanan ketika suami pulang kerja,

maka sang suami naik pitam dan langsung memukuli istrinya sampai

mati. Dahulu kala jarang terjadi saling bunuh antara suami dan istri.

Masyarakat dahulu lebih terbimbing prilakunya oleh adat dan agama.

Saat ini masyarakat amat materialistis, egoistis, dan terimbas

prilakunya dari kekejaman-kekejaman manusia yang ditayangkan di

Page 13: Bimbingan Konseling Keluarga

 10 

 

TV, film dan video luar negeri. Padahal bangsa kita sesungguhnya

adalah bangsa yang ramah, sabar, dan teratur. Jadi telah terjadi

degradasi ( penurunan ) kemuliaan dan kesakralan institusi keluarga.

Untuk mengembalikan kesakralan keluarga adalah mempererat basis

pendidikan agama di keluarga terutama orang tua atau calon orang

tua. Sebelum mereka dinikahkan harus ada upaya dari lembaga

pernikahan bekerja sama dengan orang tua si calon mempelai untuk

memberi bimbingan agama. Yaitu bagaimana menjalankan keluarga

berdasarkan agama serta nanti mendidik anak-anaknya beragama.

Berikut adalah beberapa fakta yang terjadi di masyarakat yang

menunjukkan terjadinya degradasi kesakralan keluarga :

a. Seringnya terjadi perceraian.

b. Banyak terjadi perselingkuhan, baik oleh suami maupun istri.

c. Banyak kasus kekejaman dalam keluarga ( KDRT ).

d. Keluarga retak karena perselingkuhan maupun faktor ekonomi.

2.2. Kondisi Keluarga Modern

Keluarga modern mempunyai ciri utama kemajuan dan perkembangan

di bidang pendidikan, ekonomi, dan pergaulan. Kebanyakan keluarga

modern berada di kota-kota. Mungkin juga ada keluarga modern yang

tinggal di pedesaan, akan tetapi jarang berinteraksi dengan masyarakat

pedesaan. Kelengkapan alat transportasi dan komunikasi memungkinkan

mereka cepat berinteraksi di kota yaitu dengan keluarga atau dengan pihak

lainnya.

Pendidikan.

Keluarga modern rata-rata minimal berpendidikan Sekolah

Menengah Atas ( SMA ). Dengan modal pendidikan demikian, mereka

lancar berinteraksi dengan menggunakan bahasa daerah terutama jika

berhadapan dengan orang sekampungnya. Di rumah ada kemungkinan

dua bahasa digunakan, bahasa daerah dan bahasa nasional ( Bahasa

Page 14: Bimbingan Konseling Keluarga

 11 

 

Indonesia). Terutama jika anak-anaknya lahir di kota maka mereka sulit

berbahasa daerah.

Pendidikan menentukan perilaku seseorang, orang yang

berpendidikan lumayan baik akan tampak pada sikap, ucapan, dan

pergaulannya. Demikian pula dengan masyarakat yang berpendidikan

rendah maka sikap, ucapan, dan perbuatannya hanya sesuai dengan

kemampuan pendidikannya. Pada umumnya orang yang berpendidikan

tinggi, pergaulannya akan elit dan luas. Karena pergaulan itu banyak

peluang yang dapat dimanfaatkan asal kreatif dan produktif. Terutama

di bidang ekonomi dan pekerjaan.

Lain halnya dengan keluarga modern di kota-kota, mungkin di

bidang ekonomi mereka berhasil, akan tetapi di bidang lain seperti

moral, perilaku, dan memahami kemodernannya sering mereka lemah.

Misalnya budaya barat yang ditayangkan di TV, video, dan internet,

mereka anggap sebagai rujukan perilaku yang baik. Hal ini

menyebabkan terjadinya krisis moral, penyimpangan perilaku seks,

pecandu alkohol, dan narkoba. Kalau demikian dapat disimpulkan

bahwa kekuatan ekonomi saja tidaklah cukup, seharusnya ada modal

religius dan moral yang baik berdasarkan agama serta norma-norma

yang berlaku. Agama mengajarkan bahwa seharusnya orang yang sudah

berkecukupan ( kaya ) bisa membantu orang yang berekonomi rendah.

Namun setelah zaman atau era reformasi berjalan, banyak timbul

penyakit seperti tindak korupsi semakin marak.

Dari gambaran di atas, keluarga modern mempunyai ciri-ciri

yang nampak yaitu : cinta materi ( materialistis ), cenderung pada

kebebasan, lemah bidang agama, sebagian mereka banyak yang

terjerumus ke hal-hal negatif. Ciri-ciri yang nampak itu amat

bertentangan dengan kemodernan yang sebenarnya. Yaitu kreatif,

produktif, cinta bangsa sendiri, suka menolong orang yang sedang

keadaan susah. Jadi modern dilihat dari segi intelektual dan keimanan.

Page 15: Bimbingan Konseling Keluarga

 12 

 

Keterampilan

Untuk memperoleh keterampilan hidup banyak peluang bagi

keluarga modern. Hal ini disebabkan keadaan ekonomi yang

memadai. Mereka dapat menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-

sekolah seperti SMK ( Sekolah Menengah Kejuruan ). Atau yang

ingin meneruskan anak-anaknya kuliah di perguruan tinggi ( PT ) baik

negeri atau swasta, mereka dapat memilih kejuruan seperti teknik dan

akuntansi. Sedangkan bagi keluarga yang masih terbelakang atau

tertinggal, masih sulit menyekolahkan anak-anak ke tingkat menengah

atas maupun PT. Faktor ekonomi dan pemahaman orang tua amat

menentukan. Di samping itu peluang sekolah di pedesaan, amat

sedikit pilihan yaitu SD dan paling tinggi SMP. Jika ingin ke SMA

dan SMK mereka harus meneruskan pendidikan di kota yang jauh dari

desa mereka. Pasti terbentur soal biaya. Karena itu banyak anak-anak

desa yang hanya tamat SD dan banyak pula yang putus sekolah atau

dropout.

Remaja-remaja desa yang tidak memiliki keterampilan datang

ke kota-kota untuk mencari pekerjaan. Akhirnya mereka menjadi

pengangguran. Ada yang jadi pengamen, gelandangan minta-minta,

dan banyak yang menjadi pencopet dan perampok.

Bagaimana memberikan keterampilan kerja bagi anak-anak desa

dari keluarga miskin? Ini pertanyaan amat sulit. Semestinya

pendidikan 9 tahun dibebaskan dari biaya, disumbang buku-buku, dan

pakaian seragam. Lalu setelah tamat SD 9 tahun, anak-anak itu diberi

latihan latihan keterampilan seperti teknik-teknik untuk siap pakai,

bahasa Inggris, dan komputer. Jika mereka telah terampil, maka

mereka akan mendapatkan pekerjaan. Tapi sayang pemerintah cukup

repot dengan pendidikan karena anggaran biaya pendidikan amat

minim. Sehingga tidak mungkin membuat sekolah atau tempat

pelatihan keterampilan di pedesaan.

Page 16: Bimbingan Konseling Keluarga

 13 

 

2.3. Krisis Keluarga.

Krisis keluarga artinya kehidupan keluarga dalam keadaan kacau, tak

teratur dan terarah, orang tua kehilangan kewibawaan untuk mengendalikan

kehidupan anak-anaknya terutama remaja, mereka melawan orang tua, dan

terjadi pertengkaran terus menerus antara ibu dengan bapak terutama

mengenai soal mendidik anak-anak. Bahkan keluarga krisis bisa membawa

kepada perceraian suami - istri. Dengan kata lain krisis keluarga adalah

suatu kondisi yang sangat labil di keluarga, di mana komunikasi dua arah

dalam kondisi demokratis sudah tidak ada. Jika terjadi perceraian sebagai

puncak dari krisis yang berkepanjangan, maka yang paling menderita adalah

anak-anak. Sering perkara perceraian di pengadilan agama, yang paling

rumit adalah siapakah yang akan mengurus anak-anak. Sering pengadilan

memenangkan hak asuh kepada pihak laki-laki atau bapak. Dalam hal ini

pengadilan agama hanya berdasarkan fakta hukum belaka. Akan tetapi

melupakan faktor psikologis anak. Yaitu ibu memiliki kedekatan psikologis

dengan ibu mulai dari menyusui hingga anak berusia dua tahun. Kemudian

memberi makanan bergizi, memberi sentuhan sentuhan psikologis sehingga

anak cepat tumbuh, cepat pintar berbicara, dan melakukan gerakan-gerakan

fisik lainnya dengan terampil. Hal ini disebabkan ibu lebih banyak punya

waktu untuk mengurus anak. Terutama jika ibu tidak bekerja. Lain halnya

jika anak sering diurus oleh pembantu rumah tangga ( PRT ). PRT tidak

merasa anak itu sebagai anaknya sendiri. Tugasnya hanyalah memberikan

makan, memandikan, mengganti pakaian, dan mengajak bermain. Namun

sentuhan-sentuhan PRT tidak sama dengan sentuhan ibu sendiri yang penuh

kasih sayang. Jika saat ini banyak terjadi kenakalan anak dan remaja, salah

satu faktor penyebab adalah kebanyakan bayi atau anak diurus oleh PRT.

Berikut ini adalah faktor-faktor penyebab terjadinya krisis keluarga,

yaitu:

1. Kurang atau putus komunikasi di antara anggota keluarga terutama

ayah dan ibu.

Sering dituding faktor kesibukan sebagai biang keladi. Dalam

keluarga sibuk, di mana ayah dan ibu keduanya bekerja dari pagi

Page 17: Bimbingan Konseling Keluarga

 14 

 

hingga sore hari. Mereka tidak punya waktu untuk makan siang

bersama, beribadah bersama-sama anggota keluarga. Di meja makan

dan di tempat ibadah, banyak hal yang bisa ditanyakan ayah atau ibu

kepada anak anak. Seperti pelajaran sekolah, teman di sekolah,

kesedihan dan kesenangan yang dialami anak. Dan anak-anak akan

mengungkapkan pengalaman, perasaan, dan pemikiran - pemikirannya

tentang kebaikan keluarga, termasuk kritik terhadap orang tua mereka.

Yang sering terjadi adalah, kedua orang tua pulang hampir malam,

karena jalanan macet. Badan capek, sampai di rumah mata sudah

mengantuk dan tertidur. Tentu orang tua tidak punya kesempatan

untuk berdiskusi dengan anak-anaknya. Lama kelamaan anak-anak

menjadi remaja yang tidak terurus secara psikologis, mereka

mengambil keputusan - keputusan tertentu yang membahayakan

dirinya, seperti berteman dengan anak anak nakal, merokok,

meminum minuman beralkohol, main kebut-kebutan di jalanan

sehingga menyusahkan masyarakat. Dan bahayanya jika dia terlibat

menjadi pemakai narkoba, akhirnya ditangkap polisi, dan orang tua

baru sadar bahwa melepas tanggung jawab terhadap anak adalah amat

berbahaya. Orang tua hanya berusaha mencari uang yang banyak

untuk diberikan kepada anaknya, namun anak akan semakin dimanja

dengan uang tersebut yang pada akhirnya menjerumuskan anak ke

hal-hal yang negatif.

2. Sikap egosentrisme.

Sikap egosentrisme masing-masing suami istri merupakan

pertengkaran terus menerus. Egoisme adalah suatu sifat buruk

manusia yang mementingkan dirinya sendiri. Yang lebih berbahaya

lagi adalah sifat egosentrisme, yaitu sifat yang menjadikan dirinya

pusat perhatian yang diusahakan oleh seseorang dengan segala cara.

Pada orang yang seperti ini, orang lain tidaklah penting. Dia

mementingkan dirinya sendiri dan bagaimana menarik perhatian pihak

lain agar mengikutinya minimal memperhatikannya. Akibat sifat

egoisme atau egosentrisme ini sering orang lain tersinggung, dan tidak

Page 18: Bimbingan Konseling Keluarga

 15 

 

mau mengikutinya. Misalnya ayah dan. Ibu bertengkar karena ayah

tidak mau membantu mengurus anaknya yang kecil yang lagi

menangis. Alasannya ayah akan pergi main badminton. Padahal ibu

sedang sibuk di dapur. Ibu menjadi marah kepada ayah, dan ayah pun

membalas kemarahan tersebut, terjadilah pertengkaran hebat di depan

anak anaknya, suatu hal yang buruk yang diberi contoh oleh

keduanya. Egoisme orang tua akan berdampak terhadap anak, yaitu

timbulnya sikap membandel, sulit disuruh, dan suka bertengkar

dengan saudaranya. Ada pun sikap membandel adalah aplikasi dari

rasa marah terhadap orang tua yang egosentrisme. Seharusnya orang

tua memberi contoh sikap yang baik seperti suka bekerja sama, saling

membantu, bersahabat, dan ramah. Sifat-sifat ini adalah lawan dari

egoisme atau egosentrisme.

3. Masalah ekonomi

Dalam hal ini ada dua jenis penyebab krisis keluarga, yaitu

kemiskinan dan gaya hidup.

Keluarga miskin masih besar jumlahnya di negeri ini. Berbagai

cara diusahakan pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Akan

tetapi tetap saja kemiskinan tidak terkendali. Terakhir pemerintah

memberikan bantuan langsung tunai ( BLT ) pada tahun 2007 dan

2008. Kemiskinan jelas berdampak terhadap kehidupan keluarga. Jika

kehidupan emosional suami istri tidak dewasa, maka akan timbul

pertengkaran. Sebab, istri banyak menuntut hal-hal di luar makan dan

minum. Padahal dengan penghasilan suami sebagai buruh lepas, hanya

dapat memberi makan dan rumah petak tempat berlindung yang

sewanya terjangkau. Akan tetapi yang namanya manusia sering

bernafsu ingin memiliki televisi, radio, dan sebagainya sebagaimana

layaknya sebuah keluarga yang normal. Karena suami tidak sanggup

memenuhi tuntutan istri dan anak-anaknya akan kebutuhan-kebutuhan

yang disebutkan tadi, maka timbullah pertengkaran suami istri yang

sering menjurus ke arah perceraian. Suami yang egois dan tidak dapat

Page 19: Bimbingan Konseling Keluarga

 16 

 

menahan emosinya lalu menceraikan istrinya. Akibatnya terjadilah

kehancuran sebuah keluarga sebagai dampak kekurangan ekonomi.

Berbeda dengan keluarga miskin, maka keluarga kaya

mengembangkan gaya hidup internasional yang serba luks. Mobil,

rumah mewah, serta segala macam barang yang baru mengikuti mode

dunia. Namun tidak semua suami suka hidup glamor atau sebaliknya.

Di sinilah awal pertentangan suami istri, yaitu soal gaya hidup. Jika

istri yang mengikuti gaya hidup dunia, sedangkan suami ingin biasa

saja, maka pertengkaran dan krisis akan terjadi. Mungkin suami

berselingkuh sebagai balas dendam terhadap istrinya yang sulit diatur.

Hal ini jika ketahuan akan bertambah parah krisis keluarga kaya ini,

dan dapat berujung pada perceraian, dan yang menderita adalah anak-

anak mereka.

7. Masalah Kesibukan

Kesibukan, adalah satu kata yang telah melekat pada masyarakat

modern di kota-kota. Kesibukannya terfokus pada pencarian materi

yaitu harta dan uang. Mengapa demikian? Karena filsafat hidup

mereka mengatakan uang adalah harga diri, dan waktu adalah uang.

Jika telah kaya berarti suatu keberhasilan, suatu kesuksesan. Di

samping itu kesuksesan lain adalah jabatan tinggi, kedudukan atau

posisi yang “basah” yang bergelimang uang. Jika ternyata ada orang

yang gagal dalam masalah ekonomi dan keuangan, maka dia menjadi

frustrasi ( kecewa berat ), kadang terlihat banyak orang yang bunuh

diri karena kegagalan ekonomi.

Makna kesuksesan hidup tidaklah semata-mata berorientasi

materi. Ajaran agama mempunyai filsafat atau makna sukses dalam

hidup. Ada tiga ukuran kesuksesan hidup manusia menurut ajaran

agama. Pertama, hidup bermanfaat bagi orang lain. Jika hidup hanya

untuk kepentingan diri dan keluarga saja, sedangkan kepentingan

masyarakat diabaikan, dan masyarakat merasa akan kehadirannya di

dunia adalah tidak bermanfaat, maka orang tersebut tidak sukses sama

sekali kehidupannya. Sebaliknya jika seorang sukses dirinya dapat

Page 20: Bimbingan Konseling Keluarga

 17 

 

dimanfaatkan oleh orang banyak, berarti hidupnya sukses. Orang

banyak sangat membutuhkan kehadirannya karena dengan cara

demikian masyarakat banyak sangat tertolong terutama kaum tak

mampu. Kedua, adanya keseimbangan hidup dunia dan akhirat.

Artinya kesibukan dunia harus diimbangi dengan kegiatan akhirat

yaitu ibadah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mereka beranggapan

bahwa dunia ini adalah akhir perjalanan manusia, sehingga harus

dipuas-puaskan. Ketiga, akhir hidup yang baik yang diterima oleh

Tuhan sebagai akhir yang membahagiakan di akhirat ( bersatu

dengan-Nya ). Banyak orang yang pada akhir hidupnya mengalami

hidup yang buruk. Hidup yang baik yang diberkati oleh Tuhan akan

berakhir dengan membahagiakan. Sedangkan akhir hidup yang jelek

disebabkan akhir hidupnya banyak berbuat kesalahan terhadap Tuhan

dan masyarakat.

Kembali kepada kesibukan orang tua dalam urusan ekonomi

sudah menjadi kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Akan tetapi

sah-sah saja setiap keluarga berusaha mengejar kebahagiaan materi.

Akan tetapi bila tidak mampu, jangan stres, jangan bertengkar, dan

jangan bercerai. Berusahalah sabar dan selalu usaha, mungkin

nantinya akan berhasil.

7. Masalah Pendidikan.

Masalah pendidikan sering merupakan penyebab terjadinya

krisis di dalam keluarga. Jika tingkat pendidikan yang dimiliki suami

istri lumayan maka wawasan tentang kehidupan keluarga dapat

dipahami oleh mereka. Sebaliknya pada suami istri yang

pendidikannya rendah sering tidak dapat memahami liku liku

keluarga. Karena itu sering salah menyalahkan jika terjadi persoalan

dalam keluarga. Akibatnya selalu terjadi pertengkaran yang berujung

perceraian.

6. Masalah perselingkuhan.

Sering kita baca di surat kabar banyak permasalahan suami istri

yang berujung perceraian salah satunya adalah masalah

Page 21: Bimbingan Konseling Keluarga

 18 

 

perselingkuhan. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya

perselingkuhan. Pertama, hubungan suami istri yang sudah hilang

kemesraan dan cinta kasih. Hal ini berhubungan dengan

ketidakpuasan seks, istri kurang berdandan di rumah kecuali jika pergi

ke undangan atau pesta, cemburu baik secara pribadi ataupun atas

hasutan pihak ketiga. Kedua, tekanan pihak ketiga seperti mertua dan

lain-lain ( anggota keluarga lain ) dalam hal ekonomi, dan terakhir,

adanya kesibukan masing-masing sehingga kehidupan kantor lebih

nyaman dari kehidupan keluarga.

7. Jauh dari Agama

Segala sesuatu keburukan perilaku manusia disebabkan dia jauh

dari agama. Sebab agama mengajarkan manusia berbuat baik dan

mencegah orang berbuat keji atau menjauhi nilai-nilai agama.

8. Ketidakberfungsian Sistem Keluarga.

Ada beberapa ketidakberfungsian keluarga menurut Aponte dan

Deusen ( 1980 ) yaitu :

Tembusnya batasan-batasan dan aturan dalam keluarga. Pada

keluarga yang fungsional batasan atau aturan keluarga

dimengerti dan fleksibel. Akan tetapi pada keluarga tak

fungsional akan terjadi sebaliknya, akibatnya akan campur

aduk perilaku.

Terjadi blok-blok dalam keluarga. Misalnya istri membentuk

blok dengan ibunya, untuk melawan suaminya.

Menurunnya kewibawaan. Jika kewibawaan suami/orang tua

sudah hilang atau orang tua/suami otoriter, maka keluarga itu

tidak akan berfungsi.

2.4. Upaya Mengatasi Krisis Keluarga.

Setiap masalah seharusnya ada jalan keluar untuk penyelesaiannya.

Demikian pula dengan krisis keluarga yang merupakan masalah keluarga

yang sangat rumit. Karena harus dicari akar masalahnya, lalu ditemukan

solusinya. Akar masalah dari krisis keluarga bersumber pada: 1) Suami, 2)

Page 22: Bimbingan Konseling Keluarga

 19 

 

Istri, 3) Anak-anak. Jika persoalan keluarga bersumber dari internal ( Ayah,

Ibu, Anak ), mungkin penyelesaiannya akan lebih jelas dan agak mudah.

Akan tetapi jika sumber persoalan ini makin sulit untuk dipecahkan dan

mencari solusinya. Sebagai contoh, adanya pihak ketiga antara suami istri

yaitu orang yang mencintai suami/istri, yang dikenal dengan selingkuh. Hal

ini sulit untuk dibicarakan dengan selingkuhannya itu, karena dapat

dipastikan akan mengelak atau menghilang. Jika dia terus terang maka akan

berbahaya bagi dirinya alias terancam sebagai pengacau rumah tangga orang

lain.

Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan krisis

keluarga. Ada dengan cara-cara tradisional dan ada pula dengan cara

modern atau yang sering disebut dengan cara ilmiah.

Cara pemecahan masalah keluarga dengan sifat tradisional terbagi dua

bagian. Pertama kearifan kedua orang tua dalam menyelesaikan, terutama

yang berhubungan dengan masalah anak dan istri. Istilah kearifan adalah

cara-cara yang penuh dengan kasih sayang, kekeluargaan, memelihara

jangan sampai yang terluka hatinya oleh sikap dan atau perubahan sikap

orang tua. Dengan kata lain kearifan orang tua dapat terjadi jika : 1)

mempunyai cukup waktu di rumah, 2) selalu menciptakan suasana rumah

yang harmonis penuh kasih sayang dan perhatian, 3) kedua orang tua

seharusnya memiliki pengetahuan psikologi anak dan remaja serta cara-cara

membimbing anak. Kedua, bantuan orang bijak ( tokoh agama ), karena

mereka cukup mempunyai kearifan dalam bimbingan agama dan akan

langsung menasehati jika terjadi penyimpangan perilaku pada anak dan

remaja.

Cara ilmiah adalah cara konseling keluarga ( Family Counseling ).

Konseling keluarga adalah upaya bantuan yang diberikan kepada individu

anggota keluarga melalui sistem anggota keluarga ( pembenahan

komunikasi anggota keluarga ) agar potensinya berkembang seoptimal

mungkin dan masalahnya dapat diatasi atas dasar keinginan membantu dari

semua anggota keluarga berdasarkan kerelaan dan kecintaan terhadap

keluarga. Penanganan terhadap keluarga sebagai sistem bertujuan untuk

Page 23: Bimbingan Konseling Keluarga

 20 

 

membantu anggota keluarga yang mengalami gangguan emosi melalui

sistem keluarga. Yaitu setiap anggota memberikan kontribusi positif dan

pemahaman yang mendalam akan hakikat gangguan tersebut. Dengan kata

lain keluarga yang berjasa untuk membantu perkembangan anggotanya dan

menyembuhkan anggota yang terganggu. Cara ini telah dilakukan oleh para

ahli konseling di seluruh dunia. Ada dua pendekatan yang dilakukan dalam

hal ini :

1. Pendekatan individual disebut juga individual konseling, yaitu upaya

untuk menggali emosi, pengalaman dan pemikiran klien.

2. Pendekatan kelompok yaitu diskusi dalam keluarga yang dibimbing

oleh konselor keluarga.

Sebelum kita memasuki konseling keluarga yang amat sangat penting

hendaknya kita mendekati secara individual dengan individual konseling,

yang bertujuan agar : 1) klien dapat mengekspresikan perasaan-perasaan

yang mengganjal, menyakitkan, menyedihkan dan yang melukai hatinya.

Hal ini penting karena perasaan seperti inilah yang menyebabkan individu

berprilaku salah seperti menjadi nakal, lari dari rumah, minum-minuman

keras, dan lain-lain, sehingga akan menyebabkan kedua orang tua menjadi

malu. Kalau hal ini terjadi maka remaja tersebut akan merasa puas. Jika

perasaan-perasaan negatif itu dapat diungkapkan dalam konseling individual

maka klien akan menjadi lega, puas dan agak tenang. 2) setelah muncul

perasaan lega dan agak tenang maka tugas konselor adalah mengungkapkan

pengalaman-pengalaman klien yang berhubungan dengan perasaan negatif

dalam dirinya. Tujuannya adalah agar konselor memahami perilaku-perilaku

apa yang ada di antara orang tua, saudara terhadap dirinya. Dengan

demikian akan mudah konselor untuk memberikan pengarahan di dalam

konseling keluarga nanti terutama terhadap sikap-sikap orang tua dan

saudaranya terhadap diri klien. 3) selanjutnya konselor berusaha

memunculkan pikiran-pikiran sehat klien agar tercipta suatu keluarga yang

utuh.

Konseling keluarga dilakukan setelah permasalahan anggota keluarga

telah dapat diselesaikan oleh konselor secara konseling individu. Dengan

Page 24: Bimbingan Konseling Keluarga

 21 

 

cara demikian tugas konselor keluarga akan lebih ringan dalam membantu

keluarga menyelesaikan masalahnya dan menciptakan keluarga yang utuh

setelah lancarnya komunikasi antara mereka. Di dalam proses konseling

keluarga, konselor berupaya sekuat tenaga agar setiap anggota keluarga

yang terlibat dapat berbicara bebas menyatakan perasaan, pengalaman dan

pemikiran tentang ayah, ibu dan saudara-saudaranya.

Page 25: Bimbingan Konseling Keluarga

 22 

 

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal

sebagai berikut:

Dalam perkembangan era globalisasi ini telah menimbulkan berbagai

gejolak di lingkungan masyarakat seperti salah satunya yaitu degradasi nilai,

degradasi nilai ini menyangkut penurunan atau degradasi berbagai nilai

yang ada di masyarakat seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dan

akibat pengaruh globalisasi ini juga mempengaruhi bagaimana kondisi

keluarga modern saat ini, yang kemudian dapat berkembang ke arah yang

negatif sehingga menimbulkan krisis dalam keluarga tersebut. Untuk

mengatasi krisis keluarga yang telah terjadi tersebut maka dapat dilakukan

dengan beberapa cara yang juga telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

3.2. Saran.

Melalui makalah ini, penulis menyarankan agar mahasiswa sebagai

calon konselor hendaknya memahami paparan tentang “Latar Belakang

Kehidupan Keluarga”, khususnya sebagai pemahaman awal terhadap

realitas bahwa kehidupan keluarga pada masa kini sangat penuh tantangan

dan betapa pentingnya konseling keluarga sebagai sebuah cara yang

strategis dalam mengatasi problem-problem yang terjadi di keluarga.

Page 26: Bimbingan Konseling Keluarga

 23 

 

DAFTAR PUSTAKA

Prayitno, Eiida & Erlamsyah. Bahan Ajar Program Semi-Que IV. Padang : Direktorat Jrnderal Pendidikan Tinggi.

Pujosuwarno, Sayekti. 1994. Bimbingan dan Konseling Keluarga. Yogyakarta : Menara Mas Offset.

Chatib, Munif. 2011. Gurunya Manusia. Bandung : Kaifa.

Gunarsa, D.Singgih. 1981. Psikologi Untuk Keluarga. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Willis, S. Sofyan. 2011. Konseling Keluarga ( Family Counseling ). Bandung : Alfabeta.

Anonimous. 2012. Resume Buku Konseling Keluarga. Diakses pada 27 February 2013 dari http://aderahmatillahconseling.wordpress.com/bimbingan-konseling-keluarga/.

Anonimous. 2012. Review Buku Konseling Keluarga. Diakses pada 27 February 2013 dari http://ajenganjar.blogspot.com/2012/03/bagaimanakah-konseling-keluarga-itu.html.