Upload
pipit-pitrianingsih-suryana
View
67
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
tentang tata cara pembuatan biogas
Citation preview
1
ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG
(PT. WIDODO MAKMUR PERKASA, CIANJUR)
Oleh Muzayin
A 14105576
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN
MUZAYIN. Analisis Kelayakan Usaha Instalasi Biogas Dalam Mengelola Limbah Ternak Sapi Potong (PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur). di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA.
Tingginya konsumsi bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik PLN di Indonesia, menimbulkan permasalahn bagi negara. Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat diperbaharui sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion.
Selama ini kotoran sapi potong dari peternakan PT. Widodo Makmur Perkasa belum ditangani dengan baik, hal tersebut telah mengakibatkan pencemaran dilingkungan sekitar. Proyek instalasi biogas membutuhkan investasi yang cukup besar, perlu ditelaah lebih jauh apakah layak atau tidak layak untuk dilaksanakan. Dengan menggunakan analisis kriteria investasi dapat dilihat bagaimana manfaat investasi yang ditanamkan terhadap biaya yang telah dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan diharapkan dapat memberikan manfaat, tidak hanya manfaat finansial tetapi manfaat lain yang sesuai dengan aspek-aspek kelayakan.
Berdasarkan analisis di atas maka dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian, yaitu: (1) Bagaimana keragaan pengelolaan limbah dengan instalasi biogas dilokasi penelitian (2) Apakah proyek instalasi biogas dilokasi penelitian layak untuk dilaksanakan (3) Bagaimana kepekaan kelayakan proyek terhadap perubahan komponen manfaat dan biaya. Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah (1) Mengkaji keragaan pengelolaan limbah dengan instalasi biogas dilokasi penelitian (2) Menganalisis kelayakan proyek instalasi biogas dilokasi penelitian (3) Menganalisis sensitivitas terhadap kelayakan proyek instalasi biogas jika terjadi perubahan dalam komponen biaya dan manfaat.
Penelitian ini dilaksanakan di PT. Widodo Makmur Perkasa Cianjur. Pemilihan lokasi ini dilaksanakan secara sengaja (purposive) karena di perusahaan tersebut sedang dilakukan proyek pembangunan instalasi pembangkit listrik biogas. Waktu penelitian berlangsung selama tiga bulan yang dimulai bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Juli 2008. Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini, terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung melalui observasi lapangan dan wawancara dengan staff PT. Widodo Makmur Perkasa. Data sekunder diperoleh dari kumpulan data dan laporan pembukuan PT. Widodo Makmur Perkasa. Selain itu, data sekunder diperoleh dari studi literatur serta hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh suatu instansi atau lembaga yang berkaitan dengan penelitian, Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat Penelitian Ternak (PPT) dan internet.
3
Analisis yang dilakukan dalam penelitian adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk memperoleh gambaran pengelolaan limbah dengan instalasi biogas yang meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas. Analisis kelayakan finansial menggunakan perhitungan kriteria-kriteria investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C, Payback Period dan analisis sensitivitas. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan komputer Microsoft Excel dan ditampilkan dalam bentuk tabulasi.
Proyek instalasi biogas yang dikonversi ke energi listrik merupakan usaha mandiri PT. Widodo Makmur Perkasa yang dikelola oleh Divisi Produksi, yang bertanggung jawab terhadap proyek pembangunan instalasi biogas adalah PT AsiaBiogas yang ditunjuk sebagai konsultan proyek. Dalam pelaksanaannya pembuatan instalasi pembangkit listrik biogas ini menerapkan teknologi adopsi dari ABI&PhilBIO Filipina. Berdasarkan data yang diperoleh potensi pasar energi listrik dan pupuk organik cukup tinggi. Dilihat dari segi aspek sosial dan ekonomi diharapkan proyek instalasi biogas ini dapat meningkatkan status sosial dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Berdasarkan analisis pada aspek-aspek penunjang kelayakan proyek yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek finansial menunjukkan bahwa proyek instalasi biogas di PT. Widodo Makmur Perkasa layak untuk dilaksanakan. Secara teknis pendirian instalasi biogas diserahkan kepada PT. AsiaBiogas Indonesia sebagai penanggung jawab dilapangan. Aspek pasar dari proyek instalasi biogas mencakup pangsa pasar yang potensial dari energi listrik dan pupuk organik. Aspek sosial dari proyek instalasi biogas dirasakan terbebasnya lingkungan dari bau maupun limbah kotoran ternak.
Analisis kelayakan finansial proyek instalasi biogas dengan populasi sapi minimal 5000 ekor dengan tingkat diskonto 9 persen menunjukkan nilai NPV positif sebesar Rp. 11.401.465.948, nilai Net B/C sebesar 2,272, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 19 persen dan payback period selama 3,084 tahun. Hasil tersebut membuktikan proyek instalasi biogas di PT. Widodo Makmur Perkasa layak untuk dilaksanakan.
Hasil analisis sensitivitas dengan skenario menunjukkan bahwa pada proyek instalasi biogas ini tidak layak dilaksanakan jika terjadi penurunan jumlah output (feces) sebesar 10 persen disertai dengan penurunan captive market sebesar 10 persen dan kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan tenaga kerja operasional) sebesar 20 persen. Pada kondisi penurunan captive market sebesar 10 persen disertai kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan tenaga kerja operasional) sebesar 20 persen dan kenaikan biaya variabel (tenaga kerja pelaksana dan packaging) sebesar 20 persen usaha masih layak untuk dilaksanakan.
Proyek instalasi biogas ini sangat peka terhadap penurunan jumlah populasi sapi yang mengakibatkan jumlah output (feces) turun, maka disarankan untuk menjaga populasi sapi di atas 5000 ekor. Untuk mengurangi kenaikan biaya investasi peralatan di sarankan pembelian peralatan pada waktu kurs rupiah menguat terhadap dolar, karena sebagian besar peralatan didatangkan dari luar negeri. Investasi proyek instalasi biogas ini cukup tinggi, disarankan untuk meningkatkan produksi karena digester belum optimal untuk produksi, hal ini dapat dilakukan dengan menambah satu mesin genset lagi.
4
ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG
(PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur)
Oleh
MUZAYIN A 14105576
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
5
JUDUL : Analisis Kelayaka Usaha Instalasi Biogas Dalam Mengelola Limbah Ternak Sapi Potong (PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur)
NAMA : Muzayin NRP : A 14105576
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
(Ir. Netti Tinaprilla, MM) NIP. 132 133 965
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
(Prof. Dr. Didy Soepandie, M.Agr) NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
”ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI BIOGAS DALAM
MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT. Widodo Makmur
Perkasa, Cianjur)” MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM
PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN.
Bogor, September 2008
MUZAYIN A 14105576
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pati Jawa Tengah pada tanggal 21 Februari 1982 sebagai
anak dari pasangan Bapak Podho dan Ibu Darni. Penulis adalah anak ke enam dari
enam bersaudara.
Penulis mengikuti pendidikan sekolah dasar di MI Manahijjul Ulum,
Plaosan dan lulus pada tahun 1994. Pendidikan tingkat menengah pertama di MTS
Manahijjul Ulum, Plaosan dan lulus pada tahun 2007. Pendidikan menengah
umum diselesaikan pada tahun 2001 di SMK Pragola Pati, Pati Jawa Tengah.
Pada tahun 2001 penulis diterima di Program Diploma Teknologi Industri Pakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis bekerja di PT. Puspeta Agronusa tahun 2004-2005 sebagai staff
Marketing, bekerja di PT. Swadharma Indotama Finance tahun 2005-2007, dan
bekerja di PT. Widodo Makmur Perkasa tahun 2008 sampai sekarang sebagai staff
Purchasing. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun 2005 di Program
Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
8
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, berkah dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan Salam senantiasa tercurah kepada teladan
terbaik sepanjang zaman yang telah membawa umat dari zaman kegelapan ke
zaman yang terang benderang Nabi Muhammad SAW.
Skripsi yang berjudul ”ANALISIS KELAYAKAN USAHA INSTALASI
BIOGAS DALAM MENGELOLA LIMBAH TERNAK SAPI POTONG (PT.
Widodo Makmur Perkasa, Cianjur)” berisikan mengenai kriteria kelayakan yang
mendukung layak atau tidaknya proyek untuk dilaksanakan dan dikembangkan.
Skripsi ini memuat serangkaian aspek-aspek penunjang kelayakan seperti aspek
teknis, aspek pasar, aspek manajemen dan aspek sosial.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Namun penulis berharap agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
pihak-pihak yang memerlukan.
Bogor, September 2008
Penulis
9
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
segala rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang sudah
memberikan dukungan moril maupun materil, dorongan semangat, bimbingan,
sumbangan pemikiran dan lain-lain. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak dan ibu penulis yang telah memberikan dorongan, motivasi dan
do’a selama ini.
2. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing yang telah dengan
sabar membimbing dan memberikan banyak ilmu kepada penulis dalam
penulisan skripsi.
3. Muhammad Firdaus, SP, Msi, Ph.D selaku dosen penguji utama yang telah
memberikan saran perbaikan yang diperlukan untuk kesempurnaan skripsi
ini.
4. Tintin Sarianti, SP selaku wakil penguji dari komisi pendidikan yang telah
membantu dan memberikan saran kepada penulis dalam penyelesaian
skripsi.
5. Rahmat Yanuar, SP, MSi selaku dosen evaluator pada kolokium penulis.
6. F. Eka Damayanti selaku pembahas yang telah memberikan kritik dan
saran pada seminar penulis.
7. PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur yang telah memberi izin untuk
melakukan penelitian.
10
8. Bapak Hari dan Mas Ali selaku staff PT. Widodo Makmur Perkasa yang
telah memberikan informasi dan data di lapangan.
9. Kakakqu Siti Rukmini dan mas Teguh yang telah memberikan dorongan
baik material maupun motifasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
10. Keluargaqu tercinta kak Hadi, kak Darsuki, mba Kesi, mba Parti yang
telah memberikan motifasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
11. Pak Bagus yang telah memberikan waktu, motifasi kepada penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
12. Anton and keluarga yang telah memberikan semangat kepada penulis.
13. Temen-temen seperjuangan Adi, Ari, Arief, Jam’an, Wawan, Fajar, Ubay,
Restu and yang ga disebutin, makasih atas semangat dan bantuannya.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta membalas
kebaikan semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis.
11
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiv I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah.................................................................. 5 1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 8 1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 8 1.5 Batasan Penelitian .................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Potong............................................................................... 10 2.1 Limbah Peternakan................................................................... 10
2.2.1 Limbah Padat .............................................................. 11 2.2.2 Limbah Cair ................................................................ 11 2.2.3 Limbah Gas ................................................................. 11
2.3 Pengertian dan Sejarah Perkembangan Biogas ........................ 11 2.4 Proses Pembentukan Biogas..................................................... 14 2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Biogas ....................................................................................... 19 2.6 Tipe-Tipe Digester.................................................................... 23 2.7 Hasil Studi Terdahulu............................................................... 26
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis.................................................... 30 3.1.1 Pengertian Proyek ........................................................ 30 3.1.2 Identifikasi Biaya dan Manfaat .................................... 30 3.1.3 Manfaat Proyek ............................................................ 31 3.1.4 Aspek-Aspek dalam Penelitian .................................... 33
3.1.4.1 Aspek Teknis................................................... 33 3.1.4.2 Aspek Institusional-Manajerial ....................... 33 3.1.4.3 Aspek Sosial.................................................... 33 3.1.4.4 Aspek Pasar..................................................... 34 3.1.4.5 Aspek Finansial............................................... 34
3.1.5 Analisis Finansial ......................................................... 34 3.1.6 Kriteria Keputusan Investasi ........................................ 36 3.1.7 Analisis Sensitivitas (Kepekaan).................................. 37
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional............................................. 38
12
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian..................................................... 42 4.2 Jenis dan Sumber Data .............................................................. 42 4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data...................................... 42 4.4 Analisis Kriteria Kelayakan Finansial....................................... 44
4.3.1 Net Presen Value (NPV) ............................................... 44 4.3.2 Internal Rate of Return (IRR) ....................................... 45 4.3.3 Net Benefit Rasio (NBCR) ............................................ 46 4.3.4 Payback Period ............................................................. 46 4.3.5 Analisis Sensitivitas ...................................................... 47
4.5 Asumsi Dasar............................................................................. 48 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah Perusahaan.................................................................... 51 5.2 Letak Geografis Perusahaan ...................................................... 52 5.3 Kelengkapan Data Perusahaan dan Perizinan yang Telah Dimiliki ........................................................................... 53 5.4 Struktur Organisasi Perusahaan................................................. 54 5.5 Sistem Pengelolaan Limbah ...................................................... 57 VI. ASPEK-ASPEK PENELITIAN KELAYAKAN 6.1 Aspek Teknis ............................................................................. 60
6.1.1 Lokasi Proyek dan Penentuan Kapasitas Produksi ........................................................................ 60 6.1.2 Teknologi Pembuatan Biogas ....................................... 62
6.2 Aspek Pasar ............................................................................... 66 6.3 Aspek Institusional-Manajerial ................................................. 69 6.4 Aspek Sosial .............................................................................. 70
6.4.1 Lingkungan ................................................................... 70 6.4.2 Masyarakat .................................................................... 71 6.4.3 Negara ........................................................................... 72
VII. ANALISIS FINANSIAL ENERGI LISTRIK BIOGAS 7.1 Proyeksi Aliran Kas................................................................... 73
7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow) ............................................. 73 7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow).......................................... 74
7.2 Kriteria Kelayakan Finansial ..................................................... 77 7.3 Analisis Sensitivitas................................................................... 79 VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan................................................................................... 83 8.2 Saran ............................................................................................. 85 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 86 LAMPIRAN.............................................................................................. 89
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Perkembangan Populasi Ruminansia Besar, Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007 ........................................................................... 3
3. Kandungan Kimia Kotoran Sapi .................................................... 22
4. Keseimbangan Hara Subsistem Biodigester .................................. 23
5. Hasil Studi Terdahulu .................................................................... 27
6. Kelengkapan Data Perusahaan dan Perizinan yang Telah Dimiliki ................................................................................ 53
7. Kelengkapan Perizinan Perusahaan PT. Widodo Makmur Perkasa ........................................................................................... 54
8. Penggunaan Rata-Rata Energi Listrik Tiap Perusahaan di Wilayah PT. Widodo Makmur Perkasa ........................................................ 67
9. Estimasi Penerimaan (Inflow) Energi Listrik Biogas (Tahunan) ... 74
10. Rincian Biaya Investasi Paket Teknologi Instalasi Pembangkit Listrik Biogas ................................................................................. 75
11. Rincian Biaya Tetap Instalasi Pembangkit Listrik Biogas (Tahunan) ....................................................................................... 76
12. Rincian Biaya Variabel Instalasi Pembangkit Listrik Biogas (Tahunan) ........................................................................... 77
13. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Instalasi Pembangkit Listrik Biogas dengan Tingkat Diskon Faktor........................................... 78
14. Hasil Analisis Sensitivitas pada Tingkat Diskon Faktor 9 persen .......................................................................................... 80
15. Nilai Switching Value pada Penurunan Jumlah Input dan Perubahan Harga Output ................................................................ 82
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Tahapan Pembentukan Gas Metana ................................................... 18
2. Tipe-Tipe Digester ............................................................................. 24
3. Kerangka Pemikiran Operasional....................................................... 41
4. Struktur Organisasi PT. Widodo Makmur Perkasa ............................ 55
5. Denah Peternakan PT. Widodo Makmur Perkasa .............................. 59
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. Estimasi Penjualan Proyek Instalasi Biogas...................................... 89
2. Rincian Nilai Investasi Peralatan Instalasi Biogas ............................ 90
3. Rincian Biaya Tetap Instalasi Biogas................................................ 91
4. Rincian Biaya Variabel Proyek Instalasi Biogas............................... 92
5. Cash Flow Analisis Finansial Instalasi Biogas dengan Tingkat Diskonto 9 Persen ................................................................ 93
6. Laporan Rugi Laba Instalasi Biogas.................................................. 94
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di
dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan
populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta
permasalahan emisi dari bahan bakar fosil memberikan tekanan kepada setiap
negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan. Selain
itu, peningkatan harga minyak dunia hingga mencapai 100 U$ per barel juga
menjadi alasan yang serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama
Indonesia.
Di Indonesia sendiri energi masih menjadi persoalan yang perlu
dipikirkan. Bahkan perusahaan Listrik Negara (PLN) benar-benar menunjukkan
kondisi yang kewalahan atas kebutuhan listrik yang terus meningkat, sedangkan
laju pertumbuhan pembangkit tidak mampu mengiringinya. Total kapasitas
terpasang pembangkit listrik PLN pada 2003 sebesar 21,61 gigawat (GW).
Pembangunan pembangkit listrik yang baru adalah sebesar 1,2 persen per tahun,
sementara kebutuhan listrik meningkat di atas 7 persen per tahun. Karenanya,
untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik, PLN perlu membeli listrik dari
produsen listrik captive power.
Sayangnya sejak melonjaknya harga minyak, captive power yang semula
banyak dimiliki industri lantas beralih ke PLN. Padahal sebelumnya untuk
mencukupi pelanggan, PLN juga membeli listrik dari captive power sehingga
dapat dibayangkan besarnya peningkatan kebutuhan listrik akibat industri beralih
2
membeli listrik dari PLN yang berujung pada kekurangan energi listrik, keadaan
ini diperparah lagi oleh borosnya pemakaian energi.
Tingginya konsumsi bahan bakar minyak untuk pembangkit listrik PLN di
Indonesia akibat dari semakin bertambahnya jumlah permintaan listrik untuk
industri, menimbulkan permasalahan bagi negara. Untuk mengurangi
ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan
energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti
bahan bakar minyak.
Kebijakan tersebut menekankan pada sumber daya yang dapat
diperbaharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber
energi alternatif adalah biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah
organik seperti sampah biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat
dimanfaatkan menjadi energi melalui proses anaerobik digestion. Proses ini
merupakan peluang besar untuk menghasilkan energi alternatif sehingga akan
mengurangi dampak penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik.
Indonesia memiliki potensi sumber daya peternakan yang sangat besar.
Sumber daya tersebut, selain untuk kebutuhan pangan juga berpotensi sebagai
sumber energi dengan cara pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Adanya
isu global tentang keterbatasan dan mahalnya energi menjadikan keberadaan
biogas sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah tersebut. Biogas
sebenarnya adalah teknologi yang sudah lama dikenal. Namun, upaya untuk
memberdayakan semua jenis energi yang ada dan perancangan teknologi
penyimpanan energi yang dihasilkan belum optimal.
3
Jawa Barat dan Banten merupakan wilayah yang terus mengembangkan
instalasi biogas. Beberapa instalasi biogas yang sudah dibangun diantaranya di
daerah Pandeglang, Cijeruk, Bogor dan Pangalengan. Instalasi biogas yang ada di
Jawa Barat pada umumnya menggunakan limbah ternak sapi perah hal ini
disebabkan sentra peternakan sapi perah banyak tersebar luas di wilayah tersebut.
Menurut data dari Dinas Peternakan Jawa Barat bahwa populasi sapi di Jawa
Barat dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Tahun 2006 populasi ternak sapi
di Jawa Barat mencapai 190.465 ekor, tahun 2005 hanya berjumlah 98.494 ekor
sedangkan tahun 2004 mencapai 98.958 ekor dan tahun 2003 berkisar 95.513
ekor. Peningkatan populasi ternak memicu perkembangan sentra peternakan sapi
di Jawa Barat sehingga kotoran sapi yang merupakan bahan baku utama
pembuatan biogas dapat terpenuhi.
Tabel 1. Perkembangan Populasi Ruminansia Besar, di Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007
Tahun Ruminansia Besar Sapi Perah (ekor) Sapi Potong (ekor) Kerbau (ekor)
2003 95.513 223.818 146.758 2004 98.958 232.949 149.950 2005 92.755 234.948 147.157 2006 97.367 254.243 149.444 2007 103.489 272.264 149.030
Sumber: Deptan, 2008
Tabel di atas, menunjukkan bahwa perkembangan ternak ruminansia besar
di Jawa Barat mengalami penambahan populasi tiap tahunnya. Untuk sapi perah
dari tahun 2003 sampai 2007 mengalami peningkatan populasi sebesar 8,35
persen, sapi potong dari tahun 2003 sampai 2007 mengalami peningkatan sebesar
21,64 persen sedangkan untuk kerbau dari tahun 2003 sampai 2007 mengalami
peningkatan sebesar 1,54 persen. Hal tersebut secara tidak langsung akan
mengakibatkan bertambahnya limbah dari ternak tersebut. Apabila tidak
4
dilakukan penanganan secara tepat akan mengakibatkan pencemaran di
lingkungan sekitarnya.
PT. Widodo Makmur Perkasa merupakan salah satu peternakan sapi
potong terbesar di Indonesia yang berlokasi di Cianjur. Keberadaan kawasan
peternakan ini telah melampaui kurun waktu 1 tahun. Peternakan di wilayah
Cianjur merupakan peternakan komersil dengan kapasitas kandang 10.000 ekor.
Dengan asumsi kotoran yang dikeluarkan 31kg/ekor/hari, maka akan terdapat
kotoran yang cukup besar jumlahnya.
PT. Widodo Makmur Perkasa sendiri, masih mengalami permasalahan
dalam penanganan limbah tersebut, dikarenakan belum maksimalnya konsep
perencanaan sistem pengolahan limbah. Potensi pemanfaatan limbah tersebut
salah satunya sebagai sumber energi terbarukan yaitu biogas yang dikonversi ke
energi listrik. Dengan potensi tersebut, limbah yang tadinya sebagai permasalahan
yang cukup serius dilingkungan sekitar, akan menjadi pendapatan berupa energi
listrik dan pupuk organik.
Indonesia merupakan Negara Agraris yang menempatkan hasil bumi
sebagai komoditas andalan. Dewasa ini sebagian besar lahan pertanian mengalami
kerusakan yang diindikasikan dengan penurunan kualitas dan kuantitas hasil
pertanian, untuk mengatasinya dilakukan pemakaian bahan-bahan kimia.
Penggunaan bahan-bahan kimia memang memberikan peningkatan hasil bumi
dalam waktu singkat.
Masalah yang kemudian timbul adalah kerusakan lahan pertanaman dalam
jangka panjang. Kondisi tersebut jelas memerlukan penanganan yang segera dan
tepat, sehingga perlu perbaikan kondisi tanah dengan pemakaian pupuk organik.
5
Pupuk organik merupakan pupuk yang dapat memperbaiki kondisi tanah karena
mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanah.
1.2 Perumusan Masalah
Sebagian besar mesin berbagai jenis industri, digerakkan dengan listrik dan
hampir semua industri yang memproduksi semua komponen produknya sendiri.
Produksi suatu industri dapat menjadi bahan dasar industri lain untuk menjadi
barang kebutuhan konsumennya. Jadi jika proses produksi di suatu industri
terhenti akan menghambat, bahkan menghentikan juga proses produksi industri
lainnya yang terkait.
Pernahkah kita bayangkan apa jadinya jika pasokan listrik untuk sektor
industri terhenti sama sekali. Selain akan banyak pekerja yang menganggur, tentu
banyak sekali kerugian yang akan ditanggung oleh berbagai perusahaan. Terlebih
lagi untuk memulai kembali operasional mesin industri, tidak dapat dilakukan
secara langsung ketika aliran listrik kembali ada, harus menunggu beberapa saat
untuk pengoperasiannya kembali. Dari sini bisa kita hitung berapa banyak waktu
produksi terbuang sia-sia.
Listrik merupakan komponen yang penting bagi PT. Widodo Makmur
Perkasa, karena sebagai penunjang operasional kandang, kantor dan industri
pakan sapi potong. Dengan pemakaian listrik lebih dari 50.000 kwh perbulan, dan
permasalahan energi listrik dari PT. PLN persero saat ini yang kekurangan
pasokan listrik dengan adanya pemutusan arus listrik bergilir, sehingga
operasional industri PT. Widodo Makmur Perkasa terganggu yang mengakibatkan
6
kerugian cukup besar. PT. Widodo Makmur Perkasa berencana membangun
instalasi listrik biogas dengan memanfaatkan limbah kotoran peternakan.
Potensi limbah yang cukup besar, lebih baik dimanfaatkan daripada
dibiarkan menumpuk. Beberapa cara pemanfaatan kotoran sapi antara lain dengan
mengolah kotoran sapi menjadi pupuk organik maupun biogas, yaitu suatu energi
yang dihasilkan dari proses biodegradasi dengan bantuan bakteri dalam kondisi
anaerob pada material organik (kotoran sapi).
Peternakan yang dimiliki oleh PT. Widodo Makmur Perkasa selain
menghasilkan produk peternakan juga menghasilkan limbah (kotoran) dengan
populasi kandang minimal 5000 ekor menghasilkan limbah (kotoran) yang perlu
ditangani dan dipikirkan cara pengendaliannya. Jika diasumsikan seekor sapi
mengeluarkan kotoran sebanyak 31 kg/hari, maka jumlah kotoran yang akan
dibuang ke sungai sekitar 155.000 kg/hari.
Limbah peternakan yang selama ini belum ditangani dengan baik dan
dibuang kesungai secara langsung, akan memberikan dampak yang buruk
terhadap lingkungan sekitar. Dampak tersebut dapat berupa pencemaran air
sungai, bau yang tidak enak dan bibit-bibit penyakit, sehingga dapat mengganggu
masyarakat sekitar lingkungan peternakan. Selain itu, perusahaan akan
mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk pembuangan limbah tersebut
perharinya.
Potensi limbah (kotoran ternak) tersebut, perlu ditangani dan dipikirkan cara
pengendaliannya, agar tidak mengganggu lingkungan sekitar. PT. Widodo
Makmur Perkasa berencana membangun instalasi biogas yang akan dikonversi ke
7
energi listrik, tetapi belum yakin akan keputusan investasi tersebut, apakah
menguntungkan atau tidak. Karena biaya yang dikeluarkan cukup besar untuk
investasi tersebut, waktu yang diperlukan juga lama serta biaya investasi
dikeluarkan di awal tahun. Pada penelitian ini akan dikaji apakah layak atau tidak
investasi instalasi biogas pada PT. Widodo Makmur Perkasa.
Biaya investasi yang cukup besar, terutama untuk generator yang
didatangkan dari Jerman dengan nilai mencapai lebih dari 3 milyar. Diharapkan
analisis kelayakan investasi ini dapat memberikan pertimbangan untuk
perusahaan, apakah layak atau tidak untuk pembangunan instalasi biogas tersebut
dilaksanakan.
Pengolahan limbah yang tepat dapat memberikan nilai ekonomis bagi para
peternak, manfaat yang didapat tidak hanya secara finansial tetapi juga manfaat
sosial. Biogas yang dihasilkan akan dikonversi ke energi listrik sebagai pengganti
energi listrik dari PT. PLN Persero, sedangkan ampas biogas dapat dijadikan
pupuk organik kemasan.
Menurut Gittinger (1986), aspek kelayakan seperti aspek teknis, aspek
pasar, aspek institusional-organisasi-managerial, aspek finansial dan aspek sosial
merupakan kriteria yang perlu dikaji dalam menilai kelayakan proyek. Aspek-
aspek tersebut dipaparkan secara deskriptif untuk mendukung kelayakan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu :
a. Bagaimana keragaan pengelolaan limbah dengan instalasi biogas yang
dikonversi ke energi listrik di lokasi penelitian?
8
b. Apakah proyek instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi potong di
lokasi penelitian layak untuk dilaksanakan?
c. Bagaimana kepekaan kelayakan proyek terhadap perubahan komponen biaya
dan manfaat dalam mengelola limbah di lokasi penelitian?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengkaji keragaan pengelolaan limbah dengan instalasi biogas di lokasi
penelitian.
2. Menganalisis tingkat kelayakan proyek instalasi biogas dalam mengelola
limbah ternak sapi potong di lokasi penelitian.
3. Menganalisis kepekaan kelayakan proyek dalam mengelola limbah ternak
sapi potong di lokasi penelitian.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
tentang pengolahan limbah ternak menjadi biogas melalui teknologi alternatif
bioproses. Penelitian ini juga diharapkan memberi masukan kepada para peternak
sapi potong khususnya di wilayah Cianjur sebagai bahan pertimbangan dalam
pengelolaan limbah yang dihasilkannya sehingga pencemaran limbah organik
yang dihasilkan dapat dikurangi dan sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi
pemerintah dalam menetapkan kebijakan untuk menanggulangi limbah dan
mencari alternatif sumber energi baru.
9
1.5 Batasan Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan di PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur,
Jawa Barat hanya membahas instalasi biogas yang dikonversi ke energi listrik dan
tidak mencakup keseluruhan usaha peternakan. Penelitian hanya dilakukan untuk
satu unit instalasi pembangkit listrik biogas karena diasumsikan biaya pembuatan
instalasi pembangkit listrik biogas lainnya sama. Instalasi pembangkit listrik
biogas yang dibangun diperuntukkan bagi skala besar (industri). Gas yang
dihasilkan digunakan untuk kebutuhan pengganti sumber energi listrik di PT.
Widodo Makmur Perkasa dan industri di sekitar lokasi.
10
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Potong
Bangsa sapi potong di dunia berasal dari sapi primitif dari Asia Tengah
yang mengalami domestikasi. Secara garis besar sapi terdiri dari tiga golongan,
yaitu: Bos indicus (Zebu: berpunuk), Bos taurus, Bos sondaicus (Bos bibos)
(Sugeng, 2006).
Jenis bakalan sapi potong yang ada di Indonesia adalah jenis sapi murni,
impor, dan jenis sapi hasil persilangan. Termasuk sapi lokal adalah sapi bali, sapi
madura, sapi ongol (sapi sumba ongol), sapi peranakan ongol (sapi PO). Jenis sapi
murni impor adalah sapi hereford, sapi shorthorn, sapi aberden angus, sapi
charolais, dan sapi brahman. Jenis sapi hasil persilangan antara lain: sapi santan
gertrudis, sapi breef master, sapi brangus, dan sapi charbray (Siregar, 1999).
Menurut Sarwono dan Arianto (2003), penghambat perkembangan industri sapi
potong antara lain terbatasnya sapi lokal sehingga belum siap mengisi kebutuhan
bakalan industri peternakan (feedlotter) dan beroperasinya Rumah Potong Hewan
(RPH) tradisional dan illegal di hampir seluruh wilayah Indonesia.
2.2 Limbah Peternakan
Menurut Soehardji (1989), limbah adalah semua buangan yang bersifat
padat, cair maupun gas. Sejalan dengan definisi tersebut maka limbah peternakan
adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair maupun
gas.
11
2.2.1 Limbah Padat
Limbah padat adalah semua limbah yang berbentuk padatan atau berada
dalam fase padat. Dalam usaha peternakan limbah padat berasal dari kotoran
ternak, rumput sisa makanan ternak, ternak yang mati, isi rumen dan isi usus hasil
pemotongan (Soehardji, 1989). Komposisi dan nilai produksi urine sapi bervariasi
tergantung pada spesies, berat dan jumlah pakan serta jumlah dan jenis bedding.
2.2.2 Limbah Cair
Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau berada
dalam fase cair. Dalam usaha peternakan limbah cair berasal dari air seni (urine)
ternak, air pencucian kandang, air pencucian pada rumah potong hewan, air
pembersih ruang pemotongan dan darah (Soehardji, 1989).
2.2.3 Limbah Gas
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas atau berada dalam
fase gas. Limbah gas dalam usaha peternakan selalu berhubungan dengan limbah
padat dan cair. Hal ini disebabkan limbah-limbah tersebut dapat dijadikan limbah
gas sebagai fase dekomposisi dari zat kimia yang terkandung pada limbah tersebut
(Soehardji, 1989).
2.3 Pengertian dan Sejarah Perkembangan Biogas
Biogas adalah gas yang timbul jika bahan-bahan organik seperti kotoran
hewan, kotoran manusia, atau sampah direndam di dalam air dan disimpan di
dalam tempat tertutup atau anaerobik (BSTDI, 1977). Biogas merupakan
campuran berbagai gas, biasanya metana (CH4) dan karbondioksida (CO2), juga
hidrogen sulfida (H2S) tergantung dari substrat yang dikandung oleh bahan
12
asalnya. Gas tersebut dihasilkan akibat aktivitas mikroorganisme jenis anaerobik
yaitu bakteri yang bekerja pada kondisi tanpa udara atau oksigen. Sebenarnya
biogas dapat terbentuk secara alami namun untuk mempercepat dan menampung
gas yang terbentuk agar dapat digunakan, diperlukan alat yang memenuhi syarat.
Gas metana tidak berwarna, tidak berbau dan mudah terbakar (Marchaim, 1992).
Volta pada tahun 1776 adalah orang pertama yang mengaitkan gas bakar
ini dengan proses pembusukan bahan sayuran dan Henry pada tahun 1806
mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai metana (Marchaim,
1992). Berbagai negara telah memanfaatkan hasil biogas untuk berbagai
keperluan seperti bahan bakar rumah tangga, penerangan jalan dan menggerakkan
mesin. Pada awal tahun 1896, gas metana yang dihasilkan dari dekomposisi
kotoran hewan secara anaerobik, telah digunakan untuk penerangan jalan di
Exeter, Inggris. Pada tahun 1897, gas metana yang dihasilkan dari dekomposisi
anaerobik kotoran manusia, juga digunakan untuk memberikan penerangan di
Matinga Leper Asylum Bombay, India.
Pemerintah Cina telah mengembangkan biogas sejak tahun 1975, dengan
slogannya “Biogas untuk setiap rumah tangga”. Sebagian besar penduduk Cina
memasang digester (alat pencerna) dengan tipe Fixed Dome Digester dan Bag-
Red Mud Digester. Biogas yang dihasilkan telah memenuhi kebutuhan energi 25
juta orang untuk memasak dan penerangan, selama delapan hingga 10 bulan tiap
tahun. Di Cina Selatan, produksi gas dengan digester skala keluarga menghasilkan
300 m3 tiap tahun (selama 8 bulan). Di Cina Utara, tiap keluarga menghasilkan
biogas 200 m3 tiap tahun, tergantung suhu lingkungan (Marchaim, 1992).
13
Di Vietnam, lebih dari 20 tahun yang lalu biogas telah diperkenalkan
sebagai sumber energi alternatif untuk mengurangi masalah kelangkaan energi
yang selama ini sangat dibutuhkan oleh tiap rumah tangga (RERIC, 1990).
Teknologi biogas dengan digester terbuat dari plastik lebih disukai karena
harganya murah dan desainnya lebih sederhana. Harga digester untuk skala rumah
tangga sekitar US $ 34 pada tahun 1995 hingga 60 pada tahun 2000 (Bui, 2002).
Gas yang dihasilkan tiap rumah tangga yang memiliki enam ekor babi adalah
324.000 liter tiap tahun (Bui dan Anna, 2002).
Di Indonesia, biogas telah dikembangkan sejak lama, namun
perkembangannya tidak pesat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya ketersediaan
lahan sebagai tempat biodigester, mengingat kecilnya kepemilikan lahan oleh tiap
keluarga, sementara lahan yang dibutuhkan cukup luas. Adapun penyebab lainnya
adalah kurangnya pengetahuan masyarakat akan bagaimana pembuatan unit
biogas yang murah dan sederhana. Perkembangan biogas ditujukan kepada
peternak skala rumah tangga, sebagai contoh PT Mulya Tiara Nusa, Jakarta telah
mengusahakan reaktor biogas dari plastik dengan biaya pembuatannya sebesar 1,8
juta rupiah. Lain halnya dengan usaha pembuatan reaktor biogas hasil kerjasama
antara Dinas Pertanian Kota Bogor dengan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak,
IPB telah memanfaatkan kotoran sapi dalam sistem terapung dan sistem tetap di
Desa Kebon Pedes, Bogor. Pembuatan digester sistem terapung membutuhkan
biaya sebesar enam juta rupiah dengan ukuran digester 200 x 200 x 200 cm3. Gas
yang dihasilkan mampu digunakan untuk memasak selama ± dua jam.
14
2.4 Proses Pembentukan Biogas
Pembentukan biogas melalui tiga tahapan proses penting yang masing-
masing tahapan didominasi oleh jenis bakteri pengurai yang berbeda. Masing-
masing tahapan diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Pertama: Pemecahan polimer melalui hidrolisis dan fermentasi.
Kelompok mikroorganisme fakultatif berperan dalam pemecahan substrat
organik. Dengan enzim hidrolitik, polimer dikonversi menjadi monomer sehingga
larut dan dapat dijadikan sebagai substrat bagi mikroorganisme berikutnya.
Kotoran hewan merupakan senyawa organik yang terdiri dari berbagai komponen
terutama karbohidrat, dengan beberapa lipid, protein, dan bahan anorganik.
Sebagian besar karbohidrat selulosa dan serat tanaman lainnya seperti
hemiselulosa dan lignin, komposisi ini tidak hanya ditemukan dalam limbah
pertanian tapi juga limbah hewan, yang sukar dicerna. Untuk melarutkan bahan-
bahan tersebut, dibutuhkan bakteri yang memiliki enzim selulolitik, lipolitik dan
proteolitik. Senyawa-senyawa kompleks ini menunjukkan rasio C/N yang tinggi
sehingga gas metana yang dapat dihasilkan pada akhir proses cukup banyak
(BSTDI, 1977).
Aktivitas selulolitik paling kritis dalam mereduksi material kompleks
menjadi sederhana sehingga dapat dicerna (soluble) dan menjadi komponen
organik. Fraksi terbesar bahan organik pada endapan kotoran adalah selulosa dan
jika residu tanaman dibutuhkan secara langsung, jumlah selulosa akan lebih tinggi
dalam kondisi bahan kering. Selulosa merupakan polimer glukosa rantai panjang
dengan pola percabangan yang kompleks. Bakteri selulolitik mereduksi rantai dan
15
cabang tersebut menjadi dimer dan kemudian menjadi molekul gula monomer,
yang selanjutnya dikonversi menjadi asam organik.
Bakteri selulolitik biasanya dibagi berdasarkan suhu optimal di mana
digesti terjadi. Bakteri mesofilik hidup optimal pada suhu 300-400C (dalam perut
ternak), bakteri termofilik bekerja optimal pada suhu 500-600C di mana pH
optimal kedua bakteri tersebut adalah 6.0 sampai dengan 7.0. Asam organik
diproduksi selama pemecahan selulosa, di mana pH mulai turun selama fermentasi
dan proses digesti, sehingga diperlukan sistem penyangga dengan penambahan
kapur untuk menstabilkannya. Jadi selama proses pembentukan asam dan metana
diharapkan pH tetap tujuh.
Sinergi (kerja sama) antara bakteri selulolitik dan hidrolitik sangat penting
dalam pemecahan material mentah. Penyelidikan menunjukkan bahwa selulosa
yang dihilangkan dengan bahan campuran lebih besar dibandingkan dengan bahan
murni oleh bakteri selulolitik. Secara tidak langsung bahwa kegiatan sinergis
diharapkan sebagai pemanfaatan hasil aktivitas bakteri selulolitik oleh bakteri non
selulolitik.
Konversi selulosa dan kompleks material mentah lainnya menjadi
monomer sederhana menjadi batas awal tahap produksi metana, hal ini terlihat
dari kegiatan bakteri tahap pertama mulai turun. Proses hidrolisis yang terjadi
pada tahap pertama tergantung pada substrat dan konsentrasi bakteri, serta
lingkungan, seperti pH dan suhu.
16
2. Tahap kedua: Tahap produksi asam melalui asetogenesis dan dihidrogenasi.
Komponen bahan terlarut itu dikonversi menjadi asam organik. Asam
organik yang larut terutama asam asetat merupakan substrat bagi tahap yang
terakhir. Komponen monomer yang dibebaskan hasil pemecahan polimer oleh
bakteri hidrolitik selama tahap pertama, substratnya dimanfaatkan bakteri lain
yang menghasilkan asam. Asam yang dihasilkan dari aktivitas metabolisme
karbohidrat adalah asetat, propionat dan laktat. Beberapa spesies bakteri
metanogen hanya mampu memanfaatkan asam asetat. Beberapa spesies bakteri
metanogen dapat memproduksi metana dari gas hidrogen dan CO2, substrat ini
juga dihasilkan selama katabolisme karbohidrat. Metana juga dapat diproduksi
melalui reduksi methanol, yang kemungkinan merupakan hasil dari pemecahan
karbohidrat. Bagaimanapun juga, asam asetat merupakan satu-satunya substrat
yang paling penting (sebesar 70 persen) untuk pembentukan metana.
Proses mikrobiologi pada tahap kedua ini belum dapat dijelaskan, karena
banyak spesies bakteri yang dilibatkan, jumlah asam, H2, CO2 dan alkohol
sederhana yang diproduksi tergantung dari flora yang dikonsumsi oleh ternak dan
kondisi lingkungan (BSTDI, 1977).
3. Tahap ketiga: Tahap pembentukan gas metana melalui proses metanogenesis.
Substrat berupa asam organik didekomposisikan oleh bakteri metanogen
menghasilkan metana dalam kondisi anaerobik melalui dua jalan, yaitu fermentasi
asam asetat menjadi metana dan CO2, atau reduksi CO2 menjadi metana yang
menggunakan gas hidrogen atau asam format yang diproduksi oleh bakteri lain.
Produksi gas metana pada tahap ketiga mengurangi ketersediaan oksigen yang
tersisa. Dan ini menghasilkan residu yang secara biologi stabil.
17
Bakteri metanogen memanfaatkan asam asetat, methanol atau CO2 dan H2
untuk menghasilkan metana. Aktivitas bakteri metanogen juga tergantung pada
bakteri tahap pertama dan tahap kedua dalam menyediakan nutrisi, misal N-
organik direduksi menjadi ammonia sehingga terjadi efisiensi N yang dibebaskan
oleh bakteri metanogen. Bakteri ini juga membutuhkan fosfat dan bahan lain yang
kebutuhannya belum pernah ditentukan.
Bakteri metana sangat sensitif terhadap faktor lingkungan. Karena bersifat
anaerob obligat, pertumbuhannya akan terhambat oleh kandungan oksigen yang
sedikit. Tidak hanya oksigen, tapi tingginya materi pereduksi, seperti nitrit atau
nitrat, dapat menghambat bakteri metanogen.
Bakteri pada tahap pertama dan kedua sama-sama sensitif terhadap
keracunan, tapi responnya tidak begitu terlihat. Biasanya penghentian gas yang
disertai dengan meningkatnya akumulasi asam organik mengakibatkan pH turun.
Dalam keadaan ini memungkinkan keracunan amonium (>1.500-3.000 mg/l total
N amonium pada pH 7.4), ion amonium (>3.000 mg/l total N amonium pada
segala pH), sulfida terlarut (>50-100 mg/l, mungkin >200mg/l), dan garam
terlarut, terhadap logam seperti tembaga, seng dan nikel.
Garam logam alkali dan alkali tanah, seperti natrium, kalium, kalsium,
atau magnesium bisa sebagai perangsang atau sebagai penghambat proses yang
terjadi, tergantung konsentrasinya. Ketiga tahapan disajikan secara sederhana
seperti Gambar 1.
18
Gambar 1. Tahapan Pembentukan Gas Metana (Marchaim, 1992)
Komposis gas yang diproduksi oleh digesti anaerobik sebaiknya 60-70
persen CH4 dan 30-40 persen CO2, dengan sedikit H2S dan sisa gas lainnya yaitu
hidrogen, ammonium dan nitrogen oksida. Komposisi gas merupakan fungsi dari
bahan makanan. Limbah selulosa menghasilkan metana dan CO2. Limbah yang
mengandung protein atau lemak menghasilkan gas metana lebih tinggi.
Gas hidrogen sulfida dan karbondioksida tidak diharapkan keberadaannya,
sehingga perlu dilakukan pemurnian gas tersebut yang terkandung dalam biogas.
Gas ini dapat dipisahkan dengan berbagai metode antara lain water scrubbing,
caustic scrubbing, solid absorption, liquid absorption dan pressure separation
(NRC, 1977). Water scrubbing adalah metode penggunaan air untuk melarutkan
gas CO2 pada tekanan dan suhu tertentu. Hanya sedikit H2S yang dapat
dihilangkan apabila menggunakan metode ini, sedangkan caustic scrubbing
merupakana metode pemurnian kedua gas tersebut dengan menggunakan agen
4 % 20 % Tahap 1 Hidrolisis & { 76 % Fermentasi Tahap 2 Asetogenesis & Dehidrogenesi 24 % 52 % Tahap 3 Tahap 3 Metanogenesis Metanogenesis 28 % 72 %
Kompleks Organik
Asam Organik Berantai Panjang
H2 Asam Asetat
CH4
19
NaOH, KOH dan Ca(OH)2. Sebagai contoh, NaOH direaksikan dengan CO2 akan
menghasilkan natrium karbonat (Na2CO3) dan air. Solid absorption adalah metode
paling sederhana dan murah, adanya ‘spon besi’ yang mengeliminasi gas H2S
dengan cara mencuci gas dalam kondisi kering tanpa unsur lainnya. Spon besi ini
dibuat dari Fe oksida yang dicampur dengan serbuk kayu. Spon besi sebanyak
satu busel (35.2 liter) dapat menghilangkan 3.7 kg S.
Bakteri metanogen pada umumnya sangat sensitif, walaupun semua
kelompok yang dilibatkan pada proses digesti dapat dipengaruhi. Pertumbuhan
bakteri yang lama akibat penghambatan metanogen, dapat menimbulkan
kegagalan pada sistem campuran yang lengkap untuk mengurangi massa bakteri.
Dalam sistem biodigesti yang bekerja dengan baik, karbon adalah satu-
satunya unsur yang hilang dalam jumlah besar. Nitrogen dan fosfor akan tersisa
dalam jumlah yang sama tapi dalam konsentrasi yang lebih tinggi karena bahan
lain sudah terdigesti (Bui dan Preston, 1999).
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Biogas
Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya biogas. Faktor yang
paling berpengaruh adalah suhu, pH, bahan baku, dan potensial redoks.
1. Suhu
Suhu mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Pada suhu mesofilik
(330-380C), pertumbuhan mikroba berkurang. Bakteri metana sangat sensitif
terhadap perubahan suhu yang tiba-tiba, dan suhu optimum untuk stabilitas proses
perlu dikontrol dengan hati-hati dalam selang batasan yang sempit pada suhu
operasinya dan sebaiknya dilindungi dari perubahan suhu yang tiba-tiba. Tingkat
reaksi termofilik lebih besar dari pada mesofilik. Gas yang dihasilkan pada suhu
20
termofilik sebesar dua kali lebih banyak dibandingkan dengan suhu mesofilik.
Untuk itu biodigester perlu ditempatkan dalam lubang di tanah dan dibiarkan
terekspos kepada sinar matahari, kecuali pada sambungan-sambungan antar
tabung plastik yang diikat dengan tali karet, harus dilindungi dari sinar matahari
agar tidak memuai pada saat suhu meningkat sehingga memungkinkan kebocoran
gas.
2. pH
Bakteri sensitif terhadap perubahan pH, dengan pH optimum antara 7.0-
7.2 walaupun pH turun hingga 6.6, produksi gas dapat terpenuhi antara 6.6-7.6.
Dalam kondisi asam yaitu pH 6.2 memiliki sifat toksik bagi bakteri dimana
produksi asam masih berlangsung, sampai pH turun dengan cepat hingga 4.5-5.0.
Asam organik yang diproduksi selama tahap pertama melalui proses fermentasi,
menyebabkan pH menjadi tertekan. Asam ini dapat ditiadakan melalui
penghancuran asam volatil dan pembentukan kembali buffer bikarbonat (HCO3),
selama tahap kedua. Jika asam organik volatil yang terbentuk lebih besar dari
pada metana, maka terjadi ketidakseimbangan sistem, sehingga pH akan terus
menurun. Oleh karena itu dibutuhkan kapasitas penyangga berupa kapur atau agen
lainnya seperti ammonium hidroksida, tapi pemakaiannya harus hati-hati karena
ion ammonium dapat membahayakan (BSTID, 1977).
Sistem pH tergantung pada hasil intermedier yang difermentasikan
menjadi metana dan karbondioksida, yaitu pada konsentrasi alkalinitas dan asam
volatil. Kemungkinannya sedikit untuk membentuk pH menjadi optimum karena
sebagian hasil kontribusi yang berbeda dari berbagai reaksi.
21
Sistem ini biasanya dapat mengganggu fluktuasi konsentrasi asam atau
basa karena buffer alami disediakan oleh ion ammonium dan bikarbonat. Buffer
yang disediakan oleh karbondioksida atau sistem bikarbonat digambarkan sebagai
berikut:
pH = 6.3 + log (HCO3)/CO2 terlarut)
Konsentrasi CO2 terlarut tergantung dari suhu dan tekanan parsial (pCO2)
yaitu volum fraksi gas CO2 di atas fermentor x tekanan total. Khususnya, pada
suhu 350C konsentrasi CO2 terlarut = 0.592 pCO2 liter/liter air. Dengan demikian,
komposisi gas dan tekanan operasi mempengaruhi pH dan akhirnya pelaksanaan
digesti. Jika asam terbentuk pada awal proses digesti sehingga pH turun, proporsi
gas CO2 meningkat, petunjuk lebih lanjut pH turun. Dengan kata lain, sistem
mempunyai derajat pengaturan sendiri dan memudahkan melihat sistem tersebut
menjadi tidak stabil (Pyle, 1982).
Sebaiknya untuk memelihara kecukupan total alkalinitas (CaCO2) nilai
2000-35000 mg/liter biasanya disarankan, ada saat nilainya rendah, sedikit
meningkatkan konsentrasi asam volatil menunjukkan besarnya penurunan pH.
Jika pH turun, sering disarankan dengan penambahan kapur, bagaimanapun juga
kapur bereaksi dengan CO2 untuk menghasilkan kalsium karbonat dan saat
alkalinitas di atas 1000 mg/liter produksinya tidak larut. Sodium bikarbonat
merupakan buffer yang jauh lebih baik. Pada suatu kondisi bahwa pH perlu untuk
diturunkan, asam hidroklorida dapat digunakan (Pyle, 1982).
22
3. Bahan baku
Bahan baku kotoran hewan dan campurannya memiliki potensi yang
berbeda-beda dalam menghasilkan biogas (Wulfert, 1994). Dari berbagai literatur
yang ditulis, kotoran babi menghasilkan biogas yang paling banyak.
Kotoran sapi merupakan limbah organik yang dihasilkan ternak sapi
berupa padatan dan kadang-kadang cairan berupa urin. Seringkali kotoran sapi ini
dibuang ke tempat yang tidak tepat, akibatnya dapat mencemari lingkungan
perairan dan timbul bau yang tidak sedap. Sebagai contoh, PT. Lintas Nusa,
Tasikmalaya memiliki 3000 ekor sapi telah membuang kotoran sapinya ke sungai
Citanduy. Adapun kandungan kimia dari kotoran sapi disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Kimia Kotoran Sapi Senyawa Kandungan (rata-rata % berat)
Hemiselulosa 6.0
Selulosa 34.5
Lemak 14.0
Protein 19.0
Abu 4.0 Sumber: Maki (1954)
Limbah buangan yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik secara
anaerobik berupa effluent dengan rasio C/N paling sedikit 10. Effluent dapat
digunakan sebagai pupuk untuk menjaga kesuburan tanah dan meningkatkan
produksi tanaman (Marchaim, 1992).
23
Tabel 3. Keseimbangan hara subsistem biodigesti Kotoran Biogas N P C
Hewan (kg) (L) (kg/tahun) (kg/tahun) (kg/tahun)
Input 4.320 32 20 622
Biogas Output 324.000 184
Effluent Output 32 20 438 Sumber: Bui, An (2002)
4. Potensi Redoks (Eh)
Pada tahap ketiga yaitu tahap pembentukan metana, produk padatan akan
diubah. Energi yang terlibat dalam reaksi ini adalah sedikit dan jumlah sel bakteri
yang terbentuk juga sedikit; pada kondisi lain, sejumlah ammonia terlarut hasil
dari tahap pertama dan kedua dapat dimanfaatkan oleh bakteri metanogen. Pada
kenyataannya, secara keseluruhan bakteri metanogen tergantung pada tahap
pertumbuhan bakteri. Di samping tergantung pada mereka untuk ketersediaan N
(ammonia) dan keterbatasan substrat dapat dimanfaatkan, potensial redoks (Eh) di
bawah -330 mV dibutuhkan untuk tumbuh. Pada kultur campuran (mixed culture),
aktivitas metabolisme anaerob fakultatif pada tahap pertama untuk mereduksi Eh
menjadi level yang dibutuhkan, bakteri metanogen sendiri tidak dapat
menghasilkan kondisi reduktif (Pyle, 1982).
2.6 Tipe-tipe Digester
Digester merupakan alat pencerna sebagai reaktor terjadinya proses
pencernaan bahan organik secara anaerobik. Adapun berbagai tipe digester secara
garis besar disajikan pada Gambar 2.
24
25
Gambar 2. Tipe-tipe Digester (Marchaim, 1992)
Dari berbagai tipe digester, Batch digester merupakan tipe yang paling
sederhana, di mana pengisian digester hanya dilakukan sekali waktu, di mana
proses dekomposisi hingga menghasilkan gas telah mencapai maksimal,
kemudian baru dilakukan pengisian kembali dalam kondisi digester setelah
dikosongkan. Untuk tipe Fixed Dome Digester yang diterapkan di Cina
merupakan tipe yang dijadikan sebagai standar nasional dengan mempertahankan
harga digester yang murah. Floating Dome digester terbuat dari bahan Fiberglass
Reinforced Plastic (FRP) untuk mengatasi masalah korosi pada bahan sebelumnya
yang terbuat dari baja. Lain halnya dengan Bag-Red Mud digester terbuat dari
plastik yang mempermudah sinar matahari masuk. Tipe ini mirip dengan Plug
Flow digester yang terdiri dari parit beton atau membrane impermeabel.
26
Anaerobic Filter digester merupakan penyempurnaan dari Batch digester yaitu
mengurangi volume reaktornya. Tipe ini digunakan untuk limbah yang terlarut,
misalnya melarutkan kotoran babi hingga mengandung padatan sebesar 2%. Tipe
Anaerobic Baffled Reactor digester merupakan tipe yang baru, bentuknya sama
dengan sistem septik tank, terdapat sekat antara atap dan dasar tangki untuk
saluran limbah cair ke atas dan ke bawah. Pada tipe Anaerobic Contract digester
memanfaatkan kembali cairan yang keluar dari sistem yang masih terdapat potensi
produksi gas sehingga dibuat vacum degasifikasi. Sedangkan UASB digester
merupakan tangki sirkulasi, dengan pengisian limbahnya dari bawah.
2.7 Hasil Studi Terdahulu
Hasil studi terdahulu diperlukan dalam menyusun karya ilmiah. Studi
terdahulu dilakukan untuk melihat sejauh mana metode penelitian yang digunakan
untuk menyelesaikan beberapa model permasalahan khususnya mengenai analisis
kelayakan usaha. Berikut disajikan beberapa studi terdahulu pada Tabel 4.
27
Tabel 4. Hasil Studi Terdahulu No Penulis Tahun Judul Tujuan Alat
Analisis Hasil
1 Rahmawati, E 2007 Studi Kelayakan Pendirian Industri Biodiesel Terpadu dari Jarak Pagar
Untuk mengetahui kelayakan pendirian industri pengolahan jarak pagar
Pasar, Manajemen, Finansial
Layak untuk dikembangkan
2 Nursari, S 2007 Analisis Kelayakan Finansial Proyek Biodiesel Kelapa Sawit
Menganalisis tingkat kelayakan secara finansial proyek biodiesel kelapa sawit
NPV, IRR, Net B/C, Payback Period, Switching Value
Layak untuk dilaksanakan
3 Maryanto, B 2006 Analisis Kelayakan Investasi Pengembangan Pabrik Biodiesel Desa Pangkalan Baru, Riau
Menganalisis kelayakan investasi pengembangan pabrik biodiesel
NPV, IRR, Net B/C, Payback Period
Layak untuk dilaksanakan
4 Wulandari, I 2007 Analisis Kelayakan Proyek Instalasi Biogas Dalam Mengelola Limbah Ternak Sapi Perah
Menganalisis tingkat kelayakan proyek instalasi biogas
Aspek pasar, aspek teknis, aspek sosial, aspek finansial
Layak untuk dilaksanakan
Hasil penelitian Rahmawati (2007), menunjukkan bahwa industri biodiesel
yang terbuat dari jarak pagar dengan menggunakan analisis finansial, diperoleh
beberapa parameter kelayakan yang meliputi NPV sebesar Rp 9.973.949.052, IRR
sebesar 35,52 persen, Net B/C 2,42 dan PBP selama 5 tahun 8 bulan. Keseluruhan
penelitian kriteria kelayakan tersebut menunjukkan bahwa pendirian pabrik
biodiesel dipadukan dengan pemanfaatan produk lain berupa bungkil jarak pagar
dan gliserol di kawasan Pabrik Gula Jatitujuh layak untuk didirikan oleh PT. RNI.
28
Nursari (2006) dalam penelitian yang berjudul analisis kelayakan finansial
proyek biodiesel kelapa sawit pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan,
menunjukkan bahwa prospek pembangunan pabrik biodiesel kelapa sawit adalah
sangat baik. Dari hasil kriteria investasi yang digunakan berturut-turut sebagai
berikut: NPV = Rp 11.358.940.000, IRR = 30 persen, Net B/C = 1,57 dan
Payback Period = 3,43 tahun. Berdasarkan hasil analisis Switching Value
menunjukkan bahwa harga output terendah 2,2 persen, dan kenaikan harga bahan
baku tertinggi 2,7 persen masih dapat dilaksanakan.
Maryanto (2006), dalam penelitian yang berjudul analisis kelayakan
investasi pengembangan pabrik biodiesel desa Pangkalan Baru, Riau
menunjukkan hasil kelayakan usaha pengembangan pabrik biodiesel dengan skala
10.000 kg.hari (standar input), dengan tingkat diskonto 13 persen nilai NPV
Positif sebesar Rp 34.453.254.998, nilai Net B/C sebesar 5,98. Nilai IRR sebesar
110 persen lebih besar dari tingkat diskonto yang ditentukan. Nilai payback
period adalah satu tahun satu bulan. Berdasarkan analisis kelayakan finansial
untuk pengembangan pabrik biodiesel layak untuk dilaksanakan.
Wulandari (2007), dalam penelitian yang berjudul analisis kelayakan
proyek instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi perah (kasus di
Kelurahan Kebon Pedes) menunjukkan nilai NPV sebesar Rp 10,797,029,9, Net
B/C sebesar 1,41 pada tingkat diskonto 16 persen, IRR sebesar 24,17 persen,
payback period selama 10,5 tahun. Berdasarkan analisis finansial tersebut, maka
proyek tersebut layak untuk dilaksanakan.
29
Dari hasil penelitian terdahulu, prospek biodiesel layak untuk
dilaksanakan. Penelitian Wulandari berbeda dari ketiga peneliti yang lain, yaitu
tentang instalasi biogas dari limbah sapi perah, itu pun layak untuk dilaksanakan.
Berbeda dengan penelitian terdahulu terutama penelitian Wulandari, penelitian
tentang analisis usaha instalasi biogas ini selain menganalisis kelayakan finansial
juga menganalisa biogas untuk dikonversi ke energi listrik.
Lebih lanjut penelitian ini dilakukan pada peternakan skala besar dengan
populasi sapi lebih dari 5000 ekor, berbeda dengan penelitian Wulandari yang
skala peternakannya rumah tangga dengan populasi sapi tiga sampai empat ekor.
Biogas yang dihasilkan, diubah menjadi energi listrik untuk kebutuhan perusahaan
sendiri dan industri disekitar lokasi proyek. Hasil sampingan dari instalasi biogas
berupa pupuk organik mempunyai nilai jual tinggi.
30
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Pengertian Proyek
Proyek menurut Gray (2002) adalah kegiatan-kegiatan atau seluruh
aktivitas yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam satu bentuk kesatuan
dengan menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat (benefit) dan
merupakan suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point).
Kegiatan tersebut dapat berbentuk investasi baru yang diselenggarakan oleh
instansi pemerintah, badan-badan swasta atau organisasi-organisasi sosial atau
perorangan.
Rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek adalah siklus
proyek. Siklus proyek terdiri dari tahap-tahap identifikasi, persiapan dan analisis
penilaian, pelaksanaan dan evaluasi (Gittinger, 1986). Evaluasi adalah alat yang
sangat penting dalam suatu proyek yang sedang berjalan dan dapat dilakukan
dalam beberapa kali selama pelaksanaan proyek tersebut. Penilaian terhadap suatu
proyek pada dasarnya untuk mengetahui apakah proyek tersebut layak untuk
dilaksanakan atau dipertahankan kelangsungan hidupnya.
3.1.2 Identifikasi Biaya dan Manfaat
Biaya dan manfaat perlu diidentifikasikan untuk melakukan penilaian
terhadap proyek. Cara paling praktis membandingkan perbedaan barang dan jasa
secara langsung adalah menyatakan dalam nilai satuan uang.
Penilaian secara finansial adalah membandingkan biaya dan manfaat
proyek berdasarkan kompensasi yang diberikan kepada perusahaan. Aktifitas yang
31
memberikan pertambahan nilai bagi perusahaan disebut sebagai manfaat. Biaya
merupakan aktivitas yang mengurangi nilai perusahaan. Secara finansial
penentuan biaya dan manfaat proyek berdasarkan harga pasar.
Penilaian secara ekonomi berpatokan pada masyarakat secara keseluruhan.
Analisis ekonomi menggunakan harga bayangan (shadow price) untuk menilai
biaya dan manfaat. Sebagai patokan dalam analisis ekonomi ialah apa saja yang
secara langsung atau tidak langsung menambah konsumsi barang-barang atau
jasa-jasa sehubungan dengan proyek digolongkan sebagai benefit proyek.
Sebaliknya, apa saja yang mengurangi persediaan barang-barang atau jasa-jasa
konsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung sehubungan dengan
proyek kita golongkan sebagai biaya proyek (Gray, 2002).
3.1.3 Manfaat Proyek
Manfaat proyek dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu manfaat langsung
(direct benefits), manfaat tidak langsung (indirect benefits) dan intangible
benefits. Manfaat dalam penelitian ini merupakan manfaat yang dapat
dikuantifikasi berupa manfaat langsung. Manfaat langsung dapat berupa kenaikan
dalam output fisik dan penurunan biaya.
Menurut Kadariah (1976), kenaikan dalam nilai output fisik disebabkan
oleh:
1. Kenaikan dalam produk fisik, dalam hal ini diasumsikan bahwa permintaan
elastis yang berarti dengan turunnya harga produksi mengakibatkan jumlah
yang diminta naik sedemikian rupa sehingga hasil permintaan total meningkat.
32
2. Perbaikan mutu produk (quality improvement), dalam hal ini jumlah produk
dapat tetap, tetapi kualitasnya naik, sehingga nilai (harga rata-rata) naik dan
dengan demikian jumlah penerimaan total (total revenue) juga naik.
3. Perubahan dalam lokasi dan waktu penjualan. Suatu proyek pemasaran atau
transportasi (marketing or transport project) dapat mengadakan perbaikan
pemasaran hasil produksi dengan jalan mengubah lokasi dan waktu penjualan
produk.
4. Perubahan dalam bentuk (grading and Processing). Proyek-proyek seperti
penggilingan padi; pengalengan sayur-sayuran dan buah-buahan;
penggergajian kayu; dapat mengubah bentuk produk, yang dapat menaikkan
nilai produk dan mempermudah pengangkutan dan penyimpanan.
Penurunan biaya (Cost) dapat berupa:
1. Keuntungan dari mekanisme, seperti penggunaan pompa listrik untuk
mengairi sawah sebagai pengganti sumur timba, penggilingan padi untuk
menganti proses penumbukan padi dengan tangan, penggunaan traktor untuk
mengganti tenaga kerbau , semuanya dapat menyebabkan turunnya biaya per
unit produk.
2. Penurunan biaya pengangkutan karena adanya alat pengangkut produk dari
daerah produksi ke daerah pasar.
3. Penurunan atau penghindaran kerugian seperti proyek pengawetan tanah untuk
menghindari erosi tanah dan proyek penyimpanan/pergudangan (storage
projects) untuk menghindari kerusakan barang.
33
3.1.4 Aspek-Aspek Dalam Penelitian
3.1.4.1 Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut
selesai dibangun. Berdasarkan analisis ini dapat diketahui rancangan awal
penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasi (Husnan dan Suwarsono,
2000)
Analisis ini lebih jauh menyelidiki tentang lokasi tempat proyek, apakah
terdapat persediaan air, listrik, prasarana jalan raya. Aspek teknis juga membahas
mengenai persediaan bahan-bahan mentah yang diperlukan untuk proyek apakah
mencukupi atau tidak, dan apakah barang-barang tersebut (sebagian atau
seluruhnya) harus di datangkan dari tempat lain atau di impor. Secara teknis dari
sisi hasil produksi, analisis ini membahas mengenai ketersediaan fasilitas
penyimpanan dan pengiriman hasil produksi.
3.1.4.2 Aspek Institusional-Manajerial
Aspek ini berhubungan dengan penetapan institusi atau lembaga proyek
yang harus mempertimbangkan pekerjaan-pekerjaan apa yang diperlukan untuk
menjalankan operasi proyek tersebut. Persyaratan-persyaratan yang diperlukan
untuk bisa menjalankan pekerjaan-pekerjaan tersebut dan juga struktur organisasi
yang akan dipergunakan dalam suatu proyek.
3.1.4.3 Aspek Sosial
Aspek sosial mempertimbangkan pola dan kebiasaan-kebiasaan sosial
yang lebih luas dari investasi yang diusulkan. Proyek harus tanggap pada keadaan
sosial dan dampak lingkungan yang merugikan. Pertimbangan mengenai aspek
34
sosial dalam analisis proyek penting untuk kelangsungan proyek, sebab tidak ada
proyek yang akan bertahan lama bila tidak bersahabat dengan lingkungan
(Gittinger, 1986).
3.1.4.4 Aspek Pasar
Aspek pasar perlu dilakukan melihat dari banyaknya perusahaan baru yang
muncul dan adanya kemungkinan memiliki jenis usaha yang sama. Aspek pasar
menjadi mutlak untuk dianalisis agar tidak melakukan kegagalan dalam
menjalankan usaha. Menurut Kadariah et.al, (1999), aspek komersial menyangkut
penawaran input (barang dan jasa) yang diperlukan proyek, baik waktu
membangun proyek maupun pada waktu proyek sudah berproduksi, dan
menganalisis pemasaran output yang akan diproduksi oleh proyek. Para pemasar
menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari
pasar sasaran mereka.
3.1.4.5 Aspek Finansial
Aspek finansial berhubungan dengan pengaruh-pengaruh finansial dari
suatu proyek yang diusulkan terhadap para anggota yang tergabung di dalam
proyek. Aspek ini membandingkan antara pengeluaran dan penerimaan suatu
proyek.
3.1.5 Analisis Finansial
Dalam analisis finansial yang di perhatikan ialah hasil untuk modal saham
(equity capital) yang ditanam dalam proyek, ialah hasil yang harus diterima oleh
petani, pengusaha (businessmen), perusahaan swasta, suatu badan pemerintah,
atau siapa saja yang berkepentingan dalam pembangunan proyek. Hasil finansial
sering juga disebut ”private return”. Analisis finansial ini penting artinya dalam
35
memperhitungkan insentif bagi orang-orang yang turut serta dalam mensukseskan
pelaksanaan proyek. Sebab, tidak ada gunanya untuk melaksanakan proyek yang
menguntungkan dilihat dari sudut perekonomian sebagian keseluruhan, jika para
petani yang menjalankan aktifitas produksi tidak bertambah baik keadaannya.
Perbedaan yang mendasar dalam analisis finansial dengan analisis
ekonomi terdapat di beberapa komponen, yaitu harga, pajak, subsidi dan bunga.
Analisis finansial menggunakan harga pasar untuk unsur-unsur biaya maupun
hasil. Analisis ekonomi menggunakan harga bayangan atau shadow price, ialah
harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya
bagi unsur-unsur biaya maupun hasil. Perhitungan bunga berdasarkan analisis
finansial dibedakan sebagai berikut:
1. Bunga yang dibayar kepada kreditur dianggap sebagai biaya, sedang
pembayaran kembali hutang dari luar proyek dikurangkan dari hasil bruto
sebelum didapatkan arus manfaat.
2. Bunga atas modal proyek (input or paid to entity) tidak dianggap sebagai
biaya, karena merupakan bagian dari “finansial return” yang diterima oleh
modal proyek.
Pajak merupakan biaya yang dibayarkan kepada instansi pemerintah,
sehingga pajak dalam analisis finansial harus dikurangkan dari manfaat proyek.
Perhitungan pajak dalam analisis ekonomi adalah bagian dari hasil netto proyek
yang diserahkan kepada pemerintah untuk digunakan bagi kepentingan
masyarakat sebagai keseluruhan. Subsidi dalam analisis finansial juga
menurunkan biaya proyek, jadi menambah nilai manfaat proyek. Pengaruh subsidi
terhadap harga pasar untuk perhitungan analisis ekonomi adalah menurunkan
36
harga barang-barang input, maka besarnya subsidi harus ditambah pada harga
pasar barang-barang input tersebut.
3.1.6 Kriteria Keputusan Investasi
Keputusan suatu investasi berjalan atau tidak, menggunakan pertimbangan
“Kriteria Keputusan Investasi”. Kriteria keputusan investasi terdiri dari berbagai
metode-metode yang telah menghitung manfaat suatu proyek berdasarkan
perkiraan arus manfaat biaya (benefit-cost flow) perusahaan yang telah
didiskontokan selama umur proyek. Kriteria-kriteria tersebut adalah: Net Present
Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit and Cost Rasio (Net
B/C) dan Payback Period atau masa pengembalian investasi (MPI). Setiap kriteria
dipakai untuk menentukan diterima tidaknya suatu proyek atau dipakai untuk
memberikan urutan berbagai usul investasi menurut keuntungan masing-masing.
Net Present Value (NPV) atau keuntungan bersih dari arus uang saat ini
merupakan jumlah nilai kini dari arus keuntungan bersih (net revenue) tahunan
komulatif mulai saat investasi dimulai (t=0) sampai dengan berakhirnya masa atau
waktu suatu proyek (t=n). NPV berkembang seiring dengan perkembangan umur
proyek. Indeks tahun perlu dilakukan untuk menunjukkan nilai NPV pada tahun
ke-n dari umur proyek. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya NPV adalah
tingkat suku bunga yang dipakai, besarnya biaya investasi, pendapatan dan biaya
produksi.
Kriteria lain adalah IRR yaitu rata-rata tingkat keuntungan internal
tahunan perusahaan yang melaksanakan investasi. Keuntungan utama kriteria IRR
adalah perhitungannya tidak tergantung pada tingkat discount rate sosial yang
berlaku. IRR merupakan discount rate yang membuat NPV sama dengan nol,
37
tetapi tidak ada hubungannya sama sekali dengan discount rate yang dihitung
berdasarkan data diluar proyek sebagai social opportunity cost faktor produksi
modal yang berlaku umum di masyarakat (Gray, 2000).
Nilai Net B/C menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada
setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah. Kriteria investasi Net B/C merupakan
indeks efisiensi yang perhitungannya mempergunakan data yang sama seperti
NPV. Net B/C sebagai indek efisiensi dalam penggunaan modal tidak terpengaruh
pada skala proyek. Kriteria ini merupakan keunggulan Net B/C dalam menghitung
secara tepat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu rupiah
dalam suatu proyek, sehingga besar-kecilnya suatu proyek tetap akan
menunjukkan nilai efisiensi proyek.
Payback period atau masa pengembalian investasi (MPI) merupakan
jangka waktu yang di perlukan untuk pembayaran kembali seluruh investasi yang
dikeluarkan. MPI terjadi pada saat nilai NPV berubah dari nilai negatif menjadi
positif, dapat diartikan juga sebagai jangka waktu pada saat NPV sama dengan
nol.
3.1.7 Analisis Kepekaan (Sensitivitas)
Salah satu keuntungan dari analisis proyek yang dilakukan secara cermat
adalah dapat diketahui kapasitas hasil proyek bila ternyata terjadi hal-hal di luar
perencanaan. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis sensitivitas, yaitu meneliti
kembali suatu analisis untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi
akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger, 1986). Hal ini bertujuan untuk
melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada sesuatu
38
kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit
(Kadariah, 1987).
Perubahan-perubahan pada proyek terjadi akibat tiga faktor utama, yaitu
harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya produksi. Dari ketiga faktor
tersebut, biaya termasuk salah satu yang paling berpengaruh.
Proyek-proyek cenderung sangat sensitif terhadap kenaikan biaya karena
biaya seringkali diperkirakan sebelum proyek dilaksanakan dengan tingkat
discount rate tertentu yang mungkin terlalu besar, padahal manfaat proyek belum
dapat direalisasikan. Hal ini terjadi akibat pengaruh nilai waktu uang (time value
of money).
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Mahalnya tarif dasar listrik untuk industri dan meningkatnya kebutuhan
akan sumber energi listrik telah memicu berkurangnya pasokan listrik dari PT.
PLN persero di Indonesia. Pentingnya sumber energi alternatif sebagai pengganti
energi listrik mendorong seluruh elemen industri di Indonesia untuk
memanfaatkan biogas sebagai sumber energi alternatif yang sederhana dan ramah
lingkungan. Teknologi biogas merupakan salah satu teknik tepat guna yang
mengolah limbah biomassa dan berasal dari lingkungan yang sifatnya dapat
diperbaharui.
Pembangunan instalasi biogas bukanlah teknologi yang baru karena
banyak negara telah memanfaatkannya termasuk Indonesia. Di Indonesia telah
banyak berdiri unit instalasi biogas di berbagai daerah terutama kawasan sentra
peternakan. Hasil biogas banyak dimanfaatkan peternak begitu pula limbahnya
yaitu sebagai pupuk organik.
39
Instalasi biogas yang digunakan dalam mengolah limbah biomassa banyak
dikembangkan pada sentra peternakan di Indonesia, salah satunya adalah
peternakan sapi potong milik PT. Widodo Makmur Perkasa yang berlokasi di
Kabupaten Cianjur. Pembangunan instalasi biogas ini dirasakan cukup perlu
mengingat wilayah peternakan berada di antara perkampungan penduduk, dimana
selama ini limbah ternak langsung dibuang ke sungai yang berakibat pencemaran
sungai dan lingkungan sekitarnya. Biogas sebagai sumber energi alternatif bagi
peternak juga menjadi salah satu tujuan dari dibangunnya instalasi biogas di
kawasan ini.
Limbah peternakan yang cukup besar, merupakan permasalahan cukup
serius yang harus dipikirkan oleh perusahaan. Limbah yang selama ini dibuang
kesungai, mengakibatkan pencemaran air sungai, bau yang tidak enak dan bibit-
bibit penyakit bagi masyarakat sekitar lokasi peternakan. Proyek instalasi biogas
yang dikonversi menjadi energi listrik merupakan penanganan limbah yang tepat
bagi perusahaan, selain untuk memenuhi kebutuhan listrik perusahaan juga untuk
kebutuhan listrik industri disekitar lokasi proyek yang potensi penyerapannya
masih cukup besar.
Analisis kriteria investasi penting untuk melihat kelayakan pelaksanaan
pembangunan instalasi biogas tersebut. Aspek-aspek kelayakan dipaparkan secara
deskriptif untuk mendukung kelayakan usaha. Menurut Gittinger (1986) aspek-
aspek tersebut antara lain aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen, aspek
sosial dan aspek finansial. Aspek finansial yang meliputi : NPV, IRR, Net B/C,
Payback Period, merupakan aspek yang akan di analisa dalam penelitian ini.
40
Dalam menganalisis suatu usaha, biasanya akan menghadapi
ketidakpastian atau perubahan-perubahan yang dapat terjadi pada keadaan yang
telah diperkirakan. Kemungkinan akan terjadinya perubahan-perubahan baik pada
arus manfaat maupun arus biaya, dapat diantisipasi dengan melakukan analisis
Sensitivitas (kepekaan), sehingga perubahan yang terjadi masih memenuhi kriteria
minimum kelayakan usaha. Untuk memperjelas gambaran mengenai penelitian
yang dilakukan, dapat dilihat bagan kerangka pemikiran operasional yang
disajikan dalam Gambar 3.
41
Keterangan: Tidak di analisa Alur proses penelitian
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
Mahalnya Tarif Dasar Listrik Untuk Industri
Sumber Energi Alternatif
Potensi Biogas
Rencana Pembangunan Instalasi
Limbah Peternakan
PT. Widodo Makmur Perkasa: 1. Peternakan 2. Kebijakan PEMDA Cianjur 3. Manajemen Gap Perusahaan
Analisis Kelayakan Investasi Pembangunan Instalasi Biogas
Aspek Finansial: 1. NPV 2. IRR 3. Net B/C 4. Payback Period
Analisis Sensitivitas
Layak Tidak Layak
Saran: Investasi Usaha yang
Menguntungkan
Dapat Diusahakan: 1. Upaya Pengembangan 2. Tujuan Usaha Mendapat
Laba Maksimal
Aspek-Aspek Penunjang Kelayakan: 1. Aspek Teknis 2. Aspek Pasar 3. Aspek Manajemen 4. Aspek Sosial
42
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di PT. Widodo Makmur Perkasa, Kabupaten Cianjur,
Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan
PT. Widodo Makmur Perkasa merupakan peternakan sapi potong yang akan
membangun instalasi biogas dalam pengolahan limbah. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, diharapkan lokasi penelitian dapat memenuhi kriteria yang
dapat memberikan data informasi yang dibutuhkan. Penelitian ini dilakukan pada
bulan Mei 2008 sampai dengan Juli 2008.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan di lapangan dan
wawancara langsung dengan staff dan karyawan PT. Widodo Makmur Perkasa.
Data sekunder diperoleh dari kumpulan data dan laporan pembukuan PT.Widodo
Makmur Perkasa. Selain itu, data sekunder diperoleh dari studi literatur serta hasil
penelitian yang pernah dilakukan oleh suatu instansi atau lembaga yang berkaitan
dengan penelitian, serta data penunjang lain diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS) Jakarta, Pusat Penelitian Ternak (PPT) dan internet.
4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data dan informasi yang telah dikumpulkan, diolah dengan menggunakan
program Microsoft Excel. Data dan informasi dikelompokkan terlebih dahulu ke
dalam komponen arus biaya dan manfaat, dan disajikan dalam bentuk tabulasi
43
yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta untuk mempermudah
proses analisis data.
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai
pelaksanaan pengolahan limbah dengan instalasi biogas. Analisis kuantitatif
digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial pembuatan instalasi biogas
yang diolah dengan menggunakan Software Microsoft Excel.
Aspek teknis pada penelitian ini berdasarkan pada hal-hal yang bersifat
teknis. Penjelasan tersebut meliputi: penjelasan mengenai pembuatan instalasi
biogas dan fasilitas pendukung; konsep teknologi; kebutuhan bahan baku; bahan
pencampur; tenaga kerja; rencana produksi dan rencana penjualan.
Secara teknis proyek dapat dilaksanakan apabila kebutuhan-kebutuhan
proyek dapat terpenuhi, baik kebutuhan akan bahan-bahan maupun kebutuhan
akan fasilitas-fasilitas dan teknologi. Hasil penelitian terhadap aspek teknis akan
menentukan nilai-nilai yang terdapat dalam aspek finansial, sehingga menentukan
layak-tidaknya proyek secara finansial.
Analisis finansial mengolah data menggunakan kriteria kelayakan finansial
yaitu NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period. Pengolahan data tersebut
dilakukan berdasarkan pada kerangka pemikiran yang telah disusun. Selain itu,
dilakukan pula analisis Sensitivitas (kepekaan) untuk melihat kepekaan usaha
pembangunan instalasi biogas dalam menghadapi kemungkinan terjadinya
perubahan.
44
4.4 Analisis Kriteria Kelayakan Finansial
Penerapan kelayakan investasi dilakukan dengan membandingkan antara
besarnya biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diterima dalam suatu
proyek investasi untuk jangka waktu tertentu. Analisis investasi dilakukan dengan
terlebih dahulu menyusun aliran tunai. Dalam analisis finansial diperlukan kriteria
investasi yang digunakan untuk melihat kelayakan suatu usaha. Sebagai kriteria
investasi digunakan beberapa indikator kelayakan investasi yaitu Net Present
Value (NPV), Internal Rate Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (NBCR) dan
Payback Period (PP).
4.4.1 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus
pendapatan yang ditimbulkan oleh investasi (Husnan dan Suwarsono, 2000). NPV
menunjukkan keuntungan yang akan diperoleh selama umur investasi, merupakan
jumlah nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dikurangi dengan biaya
yang dikeluarkan selama waktu tertentu. Rumus yang digunakan dalam
perhitungan NPV adalah sebagai berikut:
( )∑= +
−=
n
tttt
iCB
NPV0 1
Dimana :
Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t
Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t
n = Umur ekonomis proyek
i = Tingkat suku bunga (%)
t = Tingkat investasi (t=0,1,2,…,n)
45
Dalam metode NPV terdapat tiga kriteria kelayakan investasi, yaitu:
1. NPV>0, berarti secara finansial usaha layak dilaksanakan karena manfaat
yang diperoleh lebih besar dari biaya.
2. NPV=0, berarti secara finansial usaha sulit dilaksanakan karena manfaat yang
diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan.
3. NPV<0, berarti secara finansial usaha tidak layak dilaksanakan karena
manfaat yang diperoleh lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan.
4.4.2 Internal Rate of Return (IRR)
IRR adalah nilai discount rate yang membuat NPV dari suatu proyek sama
dengan nol. Internal Rate of Return adalah tingkat rata-rata keuntungan internal
tahunan dinyatakan dalam satuan persen (Gittinger, 1986). Jika diperoleh nilai
IRR lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku, maka proyek layak untuk
dilaksanakan. Sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang
berlaku maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Rumus yang
digunakan dalam menghitung IRR adalah sebagai berikut:
( )21
1121 NPVNPV
NPViiiIRR
−−+=
Keterangan:
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif
I1 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV1
I2 = Tingkat bunga yang menghasilkan NPV2
46
4.4.3 Net Benefit Ratio (NBCR)
Net B/C ratio merupakan angka perbandingan antara nilai kini arus
manfaat dibagi dengan nilai sekarang arus biaya. Angka tersebut menunjukkan
tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu
satuan uang. Kriteria yang digunakan untuk pemilihan ukuran Net B/C ratio dari
manfaat proyek adalah memilih semua proyek yang nilai Net B/C rationya sebesar
satu atau lebih jika manfaat di diskontokan pada tingkat biaya opportunities
capital (Gittinger, 1986), tetapi jika nilai Net B/C <1, maka proyek tersebut tidak
layak untuk dilaksanakan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
∑
∑
=
=
⟨−
⟩−= n
ttt
n
ttt
CB
CBC
BNet
1
1
0
0
Keterangan :
Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t
Ct = Biaya yang dikeluarkan tahun ke-t
i = Tingkat bunga (diskonto)
t = Tingkat investasi (t=0,1,2,…..n)
n = Umur ekonomis proyek
4.4.4 Payback Period
Payback period merupakan jangka waktu periode yang dibutuhkan untuk
membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi
suatu proyek. Semakin cepat waktu pengambilan, semakin baik proyek tersebut
untuk diusahakan. Akan tetapi analisis payback period memiliki kelemahan
karena mengabaikan nilai uang terhadap waktu (present value) dan tidak
47
memperhitungkan periode setelah payback period. Secara sistematis dapat
dirumuskan sebagai berikut :
AIP=
Dimana :
P = Jumlah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal
I = Biaya investasi
A = Benefit bersih tiap tahun (rata-rata keuntungan)
4.4.5 Analisis Kepekaan (Sensitivitas)
a. Analisis sensitivitas dengan skenario
Analisis dengan cara menghitung kembali ukuran kemanfaatan proyek
dengan menggunakan estimasi baru dari satu atau lebih komponen biaya atau
manfaat. Makin tinggi hasil yang diperkirakan, makin sensitif proyek yang
diamati. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengkombinasi komponen-
komponen yang berubah untuk dapat mengestimasi pengaruh perubahan yang
terjadi terhadap asumsi-asumsi yang digunakan dalam mengukur kemanfaatan
proyek.
Analisis sensitivitas pada proyek instalasi biogas ini menggunakan sepuluh
skenario dengan empat variabel. Dasar penentuan skenario tersebut adalah
kondisi-kondisi yang berhubungan dilapangan.
b. Nilai Pengganti (Switching Value)
Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching
value). Menurut Gittinger (1986), pengujian ini dilakukan sampai dicapai tingkat
minimum dimana proyek dapat dilakukan dengan menentukan berapa besarnya
proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol
48
(NPV = 0). NPV sama dengan nol akan membuat IRR sama dengan tingkat suku
bunga dan Net B/C sama dengan satu. Analisis dilakukan pada perubahan harga
input dan output yang terdiri dari empat perubahan, yaitu:
• Penurunan jumlah output
• Penurunan captive market
• Kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan operasional)
• Kenaikan biaya variabel (tenaga kerja pelaksana, packging)
4.5 Asumsi Dasar
Pada proyek pembuatan instalasi biogas, PT. Widodo Makmur Perkasa
menggunakan modal sendiri. Harga yang digunakan adalah harga pada waktu
penelitian, yaitu pada bulan Mei 2008 sampai dengan bulan Juli 2008. Berikut
asumsi dasar yang digunakan untuk perhitungan kelayakan finansial proyek.
1. Sumber modal seluruhnya berasal dari PT. Widodo Makmur Perkasa
2. Harga seluruh peralatan dan biaya-biaya pada analisis ini bersumber dari
survey lapang kepada PT. Widodo Makmur Perkasa dan instansi-instansi
terkait dimana digunakan harga pada saat penelitian dilakukan yaitu Mei-Juni
2008
3. Umur ekonomis proyek ditetapkan 12 tahun. Umur ini ditetapkan berdasarkan
umur pemakaian peralatan instalasi biogas
4. Populasi 5000 ekor, diambil dari populasi minimal
5. Jumlah output yang dibutuhkan per hari 155.000 kg
6. Biogas yang dihasilkan 3.750 sampai 4000 m3 per hari
7. Dikonversi ke listrik 5.833,3333 kwh per hari
8. Tarif dasar listrik Rp 868,3 per kwh untuk industri
49
9. Kurs rupiah terhadap dolar adalah Rp 9.140
10. Harga seluruh input dan output yang digunakan dalam analisis ini adalah
konstan, yang berlaku pada tahun 2008.
11. Dalam satu bulan diasumsikan 30 hari dan setahun terdiri dari 12 bulan.
12. Tanah merupakan modal investasi yang diperlukan sebagai tempat pembuatan
instalasi. Tanah yang diperlukan untuk instalasi 1 ha, untuk menghitung
kelayakan usaha proyek instalasi biogas maka perlu harga jual tanah Rp
40.000 per m2
13. Bahan baku biogas adalah limbah ternak (feces)
14. Perhitungan produksi dalam penelitian ini diasumsikan dilakukan di awal
proses dan seterusnya secara kontinyu sama.
15. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap dan
biaya variabel diasumsikan dikeluarkan pada tahun ke-1, dimana dimulai
kegiatan produksi.
16. Harga jual limbah ternak sebagai output dari biogas diasumsikan sebesar Rp
25/kg.
17. Produk yang dihasilkan diasumsikan semua laku terjual dan habis terpakai
18. Produk sampingan berupa pupuk organik yang dihasilkan 15.500 kg per hari
19. Harga pupuk organik Rp 950 per kg
20. Tingkat suku bunga yang digunakan untuk Discount Faktor dalam analisis
finansial adalah sembilan persen. Tingkat suku bunga ini digunakan
berdasarkan tingkat suku bunga deposito beberapa Bank Pemerintah di
Indonesia selama setahun.
50
21. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progresif berdasarkan UU No.
17 Tahun 2000, yaitu:
Penghasilan ≤ Rp 50 juta akan dikenakan pajak sebesar 10 persen
Penghasilan Rp 50 – 100 juta dikenakan pajak sebesar 15 persen
Penghasilan ≥ Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 30 persen
51
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah Perusahaan
PT. Widodo Makmur Perkasa merupakan salah satu perusahaan yang
bergerak dalam bidang penggemukan (fattening) dan perdagangan (trading) sapi
pedaging. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1997 di mulai di Klaten dengan
nama Koperasi Majelis Taklim Widodo Makmur. Kegiatan perusahaan pada awal
berdirinya hanya melakukan perdagangan sapi lokal yang didatangkan dari
Madura untuk kebutuhan daging di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Barat
khususnya Jakarta. Kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan pada tahun
pertama semakin meningkat yang ditandai dengan bertambahnya populasi sapi
yang ada sehingga dibutuhkan lahan lebih luas sebagai tempat penampungan
ternak sekaligus tempat penggemukan. Kebutuhan tersebut menjadi latar belakang
perusahaan untuk dilanjutkan di Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat pada tahun
1999.
Kondisi pasar ternak sapi sepanjang tahun 2000 semakin membaik
dikarenakan permintaan daging sapi meningkat, maka pada tahun 2001
perusahaan melakukan ekspansi usaha di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat dengan
kapasitas kandang 10.000 ekor. Sapi yang digemukkan adalah sapi impor dari
Australia, dikarenakan permintaan akan daging sapi impor semakin meningkat
dan sebaliknya jumlah populasi sapi bakalan lokal semakin meningkat. Pada
tahun 2004 perusahaan berubah nama menjadi PT. Widodo Makmur Perkasa.
Peningkatan jumlah sapi impor tersebut, mendorong perusahaan
mendirikan cabang feedlot di daerah Cianjur, Jawa barat pada tahun 2007 yang
disebut PT. Pasir Tengah dengan kapasitas kandang 12.000 ekor dan luas lahan
52
kurang lebih 50 ha. Anak perusahaan ini didirikan sebagai antisipasi terhadap
penyediaan ternak untuk kota Jakarta, Bandung dan sekitarnya, karena kebutuhan
daging sapi untuk konsumsi penduduk Jakarta belum terpenuhi serta
memanfaatkan peluang pasar sapi potong.
5.2 Letak Geografis Perusahaan
Secara administratif lokasi PT. Widodo Makmur Perkasa berada di
Kampung Citampele, Desa Mentengsari, Kecamatan Cikalong Kulon, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat. Yang berbatasan langsung oleh:
• Sebelah Utara:
o Peternakan ayam, berjarak sekitar 200 m
o Perkebunan karet
o Kampung Cinangsih dan Desa Mengtengsari berjarak sekitar 3 km
• Sebelah Timur:
o Perkampungan berjarak sekitar 200 m
o Peternakan ayam berjarak sekitar 200 m
• Sebelah Selatan:
o Sekolah Dasar Negeri Jatisari
o Lapangan olah raga (sepak bola)
o Perkebunan karet
• Sebelah Barat:
o Kebun campuran
o Kampung Cinangsih berjarak sekitar 3,5 km
53
5.3 Kelengkapan Data Perusahaan dan Perizinan Yang Telah Dimiliki
Tabel 5. Kelengkapan Data Perusahaan PT. Widodo Makmur Perkasa No Jenis
Perizinan Nomor Instansi/Lembaga
Pemberi Keterangan/ Rekomendasi/Izin
Tgl Dikeluarkan/ Izin/Rekomendasi Diterbitkan dan Tgl Kadaluwarsa
1 Akta Pendirian Perusahaan
Nomor 20 Pengadilan Negeri Cianjur
27 – 04 – 1967
2 Keterangan Terdaftar pada Dirjen Pajak
PEM-1109/WPJ.09/KP.07033/2002
Kantor Pelayanan Pajak Kabupaten Cianjur
Diterbitkan 13 Mei 2002
3 Izin Domisili Perusahaan
500/42/X/PE/2007
Desa Cinangsih, Kec. Cikalong Kulon, Kab. Cianjur
20 Februari 2007
4 SIUP/ Surat Izin Usaha Perdagangan
503/063/PB/B/II/PERDAGIN
Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Cianjur
Tgl Diterbitkan: 23 Februari 2007 Tgl Kadaluwarsa: 23 Februari 2012
5 Angka Pengenal Importir Umum/API-U
10072608 Dinas Perdagangan dan Industri Kabupaten Cianjur
Tgl Diterbitkan: 22 Maret 2007 Tgl Kadaluwarsa: 21 Maret 2012
Sumber : PT. Widodo Makmur Perkasa, 2007
54
Tabel 6. Kelengkapan Perizinan Perusahaan PT. Widodo Makmur Perkasa
No Jenis Perizinan Nomor Instansi/Lembaga Pemberi Keterangan/Rekomendasi/Izin
Tgl Dikeluarkan/Izin/ Rekomendasi dan Kadaluwarsa
1 Rekomensasi Diversifikasi Usaha
525/15a/Perkebunan
Dinas Pertanian Cianjur
2 Izin Peruntukan Penggunaan Tanah/IPPT
648/49/Baap/2007
Bappeda Kabupaten Cianjur
Tgl Diterbitkan: 10 April 2007 Tgl Kadaluwarsa: 1 tahun setelah izin diterbitkan dan dapat diperpanjang 1 kali
3 Persetujuan Izin Investasi Agribisnis Terpadu/Sapi
503/981/PPS Bupati Kabupaten Cianjur
Masa kadaluwarsa izin 1 tahun sejak persetujuan ditetapkan
4 Surat Ketetapan Retribusi Pemakaian Tanah
974/2421-SKR/PP/2007
Dinas Bina Marga Kabupaten Cianjur
Tgl Diterbitkan: 30 Mei 2007
5 Pernyataan Izin Lingkungan/Warga di Sekitar Lokasi
Masyarakat RT 01, RT02, RT 03, RT 04 dan RT 05 RW 04 Dusun IV Citampele Desa Mentengsari BPD Ds. Mentengsari Camat Cikalong Kulon
Tgl Ditetapkan 4 Mei 2007
6 Surat Izin Mendirikan Bangunan/SIMB
641/287-IMB/DCK
Dinas Cipta Karya Kabupaten Cianjur
Sumber : PT. Widodo Makmur Perkasa, 2007
55
5.4 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur Organisasi kegiatan operasional peternakan sapi potong terpadu
milik PT. Widodo Makmur Perkasa disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Struktur Organisasi PT. WIDODO MAKMUR PERKASA
DIREKTUR UTAMA
PENASEHAT BREEDING
PENASEHAT FEEDMILL
DIREKTUR OPERASIONAL
DIREKTUR KEUANGAN
MANAGER FEEDMILL
MANAGER ADMINISTRASI MANAGER
PRODUKSI
MANAGER KEUANGAN
STAF UMUM
STAF PRODUKS
BAG. KESELAMATAN
KERJA DAN LINGKUNGAN
STAF PRODUKSI
56
1) Bagian Produksi yang membawahi bagian feedlot dan feedmill
Bagian pengelolaan lingkungan berada pada bagian feedlot. Pada bagian
ini membidangi tugas bagian lingkungan hidup (pengelolaan limbah, air bersih,
sampah/limbah padat) yang dalam operasionalnya dibantu seksi air dan limbah
(padat dan cair). Bagian ini bertugas untuk menjalankan program-program
berbagai berikut:
1. Melakukan pengelolaan lingkungan yang berpotensi menimbulkan
pencemaran dan melaksanakan implementasi UKL-UPL dan secara berkala
telah melaporkannya pada instansi terkait.
2. Pemantauan kualitas air limbah dari influen dan efluen IPAL.
3. Identifikasi dan pengendalian pencemaran lingkungan hidup.
4. Pemantauan kualitas udara ambient.
5. Pemantauan kualitas air tanah dalam.
6. Pemantauan limbah padat (limbah padat berupa kotoran sapi potong, limbah
padat dari sumber lainnya yaitu sampah domestik, sludge IPAL).
7. Koordinasi dengan instansi terkait berkaitan dengan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup.
8. Berupaya melakukan koordinasi dengan aparat desa, kecamatan dan
puskesmas dalam mengelola, pengendalian, pemulihan kualitas lingkungan
hidup berkaitan dengan aspek sosial ekonomi dan budaya serta aspek
kesehatan masyaraka.
57
2) Bagian Marketing
Bertanggung jawab atas impor sapi bakalan untuk digemukkan dan penjualan
sapi yang sudah memenuhi kriteria bobot jual.
3) Bagian Personalia dan Umum yang membidangi: bagian administrasi dan
umum, bagian data, bagian mekanik, bagian sipil, bagian air dan limbah (cair
dan padat/kotoran), bagian keamanan dan bagian distribusi.
4) Bagian Akuntansi Keuangan
Bertanggung jawab atas arus kas baik masuk maupun keluar, serta laporan
bulanan mencakup laporan rugi laba.
5.5 Sistem Pengolahan Limbah
Sistem pengolahan yang ada hingga saat ini adalah sistem kolam terbuka.
Terdapat lima kolam pembuangan dengan perkiraan dimensi sebesar 40 x 30 x 5
m untuk masing-masing kolam. Terdapat saluran pemisah air hujan dari limbah
sapi yang letaknya 40 m sebelum limbah sampai di sistem kolam terbuka.
Kolam satu adalah kolam pertama dari sistem pengolahan limbah, limbah
dari saluran mengalir ke kolam ini. Kolam ini secara fisik tertutup oleh lumpur
(sludge) berwarna coklat. Di sebagian sisi kolam terlihat lumpur (sludge)
berwarna kehijauan. Pada bagian tengah kolam terlihat gelembung dengan
aktivitas yang lambat, di sekeliling kolam terdapat alang-alang setinggi tiga meter.
Sedangkan gelembung-gelembung yang muncul diduga merupakan aktivitas
mikrobiologis.
Kolam dua merupakan kolam pengolahan sesudah kolam satu. Kondisi
fisik kolam dua tidak jauh berbeda dengan kolam satu, tidak terdapat pergerakan
58
air di permukaan, namun terlihat lumpur (sludge) yang berwarna coklat serta
gelembung gas di beberapa tempat di permukaan.
Di kolam tiga terdapat lumpur coklat yang sudah mengering di
permukaannya. Tidak ada pergerakan air permukaan, namun masih terlihat
gelembung dari dalam kolam dengan pergerakan yang lambat. Kondisi kolam
empat tidak jauh beda dengan kolam tiga, namun volumenya tidak terlalu besar
(kolam tidak penuh). Saluran yang keluar dari kolam empat menuju kolam lima
dibatasi oleh kisi kayu yang berfungsi sebagai penyaring kotoran padat.
Kolam lima adalah titik terakhir dari sistem pengolahan limbah sebelum
limbah mengalir ke sungai. Kondisi lumpur (sludge) di permukaan cenderung
kering. Tidak terdapat aktifitas gelembung udara di kolam ini. Terdapat kisi-kisi
kayu yang berfungsi sebagai penyaring limbah padat yang masih terbawa oleh air.
Kisi ini juga berfungsi sebagai tanggul penahan kelebihan volume limbah sebagai
akibat dari penambahan air hujan yang masuk ke kolam ini. Denah peternakan
sapi PT. Widodo Makmur Perkasa dan sistem pembuangan limbahnya dapat
dilihat pada Gambar 5.
59
Gambar 5. Denah Peternakan PT. Widodo Makmur Perkasa
Genset
Kantor
Areal Pembibitan
Pabrik Pakan
Mess Karyawan Gudang Kandang
Kantor
Kandang
Kandang
Kandang
Kandang
Kandang
Kandang
Kandang
Kandang
Kolam3
Kolam1
Kolam2
Kolam5
Kolam4
Sungai
60
VII ANALISIS FINANSIAL INSTALASI BIOGAS
Analisis finansial merupakan kajian dalam melakukan kelayakan pendirian
proyek instalasi biogas. Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui jumlah
modal, jenis-jenis penggunaannya dalam pendirian dan pelaksanaan operasional
proyek instalasi biogas. Arus tunai proyek energi listrik biogas terdiri dari arus
manfaat dan biaya. Manfaat yang diperhitungkan dibatasi pada manfaat yang
dapat diukur (tangible benefit). Sama halnya dengan biaya sebagai komponen
pengeluaran.
7.1 Proyeksi Aliran Kas
Aliran kas dalam instalasi biogas terdiri dari aliran kas masuk dan aliran
kas keluar. Aliran kas masuk (inflow) berasal dari penerimaan penjualan energi
listrik dan limbah biogas (pupuk organik) yang diusahakan. Arus kas keluar
(outflow) berasal dari pengeluaran biaya investasi dan biaya operasional. Selisih
antara arus kas masuk dengan arus kas keluar merupakan suatu keuntungan atau
kerugian dari proyek instalasi biogas.
7.1.1 Arus Penerimaan (Inflow)
Manfaat atau penerimaan proyek instalasi biogas bersumber dari penjualan
energi listrik dan limbah biogas (pupuk organik) yang dihasilkan. Besarnya
penerimaan sangat bergantung oleh banyaknya feces (limbah ternak) sebagai
bahan baku utama biogas. Energi listrik yang dihasilkan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan listrik PT. Widodo Makmur Perkasa dan industri disekitar
lokasi proyek, maka untuk mendapatkan harga jual energi listrik didasarkan pada
tarif dasar listrik untuk industri yaitu Rp 868,3 per kwh. Arus penerimaan
61
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1. Dengan demikian dapat diketahui
penerimaan selama setahun yaitu sebesar Rp 1.823.430.000.
Penerimaan untuk pupur organik tergantung dari bahan baku (feces) yang
digunakan untuk proses pembentukan biogas, kebutuhan feces perbulan sebesar
4.650 ton untuk menghasilkan energi listrik sebesar 175.000 kwh, dengan hasil
sampingan berupa pupuk organik perbulan sebesar 465 ton, didapat dari
perhitungan bahan baku yang digunakan sebagai output, 10 persen dari output
yang digunakan merupakan limbah padat dari instalasi biogas dengan harga Rp
950/kg, ini didapat penerimaan dari penjualan pupuk organik setahun Rp
5.301.000.000. Jadi total penerimaan keseluruhan instalasi energi listrik biogas
pertahun sebesar Rp 7.124.430.000, selengkapnya data arus penerimaan dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Estimasi Penerimaan (Inflow) Biogas Energi Listrik (Tahunan)
7.1.2 Arus Pengeluaran (Outflow)
Arus pengeluaran dalam analisis finansial instalasi biogas terdiri dari biaya
investasi dan biaya operasional. Arus biaya mencerminkan pengeluaran-
pengeluaran yang akan terjadi selama umur proyek.
A. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal usaha untuk
memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk mewujudkan
suatu proyek. Pada pengusahaan instalasi biogas, biaya investasi dikeluarkan pada
No Uraian Hasil Satuan Harga Nilai (Rp/Tahun) 1 Energi Listrik 2.100.000 kwh 868.3 1.823.430.0002 Pupuk Organik 5.580.000 kg 950 5.301.000.000
Total Penjualan 7.124.430.000
62
awal proyek secara keseluruhan. Biaya investasi secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 2. Biaya investasinya terdiri dari biaya perizinan, pembelian lahan,
bangunan, peralatan, mesin dan sarana pendukung lainnya.
Bangunan yang dibangun terdiri dari CIGAR seluas 1x90x30 m, dengan
biaya sebesar Rp 2.001.660.000 dan tanah seluas 1 Ha dengan harga Rp.
40.000.000. Bangunan atau konstruksi untuk peralatan dan mesin akan dibangun
oleh pihak konsultan yang merupakan paket teknologi, perincian biaya investasi
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rincian Biaya Investasi Paket Teknologi Instalasi Pembangkit Listrik Biogas
B. Biaya Tetap
Biaya tetap yang dikeluarkan pada proyek instalasi biogas terdiri dari
biaya gaji tetap pekerja ahli dan operasional, perawatan, dan PBB. Perincian biaya
tetap selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3. Pengeluaran untuk gaji tenaga
kerja ahli satu orang per tahun sebesar Rp 24.000.000, untuk gaji tenaga kerja
operasional dua orang per tahun sebesar Rp 24.000.000. Biaya perawatan untuk
mesin dan peralatan yang dikeluarkan per tahun sebesar Rp 120.000.000 dan
No Uraian Satuan JumlahHarga/Satuan
(Rp)
Total Investasi
(Rp) 1 Lahan Ha 1 40000000 40000000
2 CIGAR dan Sistem Penanganan Gas Paket 1 2001660000 2001660000
3 Tangki Pencampur dengan Elemen Pemanas Paket 1 1179060000 1179060000
4 Generator Paket 1 3629494000 36294940005 Kontraktor Paket 1 1056995300 10569953006 Pekerjaan Sipil Paket 1 1051100000 1051100000
Total Investasi (Rp) 8958309300
63
untuk PBB per tahun sebesar Rp 2.000.000. Rincian biaya tetap pada proyek
instalasi biogas dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rincian Biaya Tetap Instalasi Energi Listrik Biogas (Tahunan)
C. Biaya Variabel
Biaya variabel dalam instalasi biogas meliputi biaya feces (bahan baku
atau limbah ternak), biaya tenaga kerja pelaksana, biaya packaging dan biaya
pemasaran. Jumlah biaya variabel pada tahun ke tahun di asumsikan sama dengan
biaya tahun pertama. Biaya variabel selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.
Bahan baku (feces) berupa limbah ternak yang dibutuhkan untuk energi
listrik biogas sebesar 55.800 ton per tahun dengan asumsi harga Rp 25/kg, biaya
yang dikeluarkan untuk feces (bahan baku) per tahun sebesar Rp 1.395.000.000.
Tenaga kerja pelaksana digunakan untuk memproduksi limbah biogas yang
berupa ampas atau sludge menjadi pupuk organik, dengan sistem borong untuk
efisiensi biaya penanganan limbah biogas.
Biaya tenaga kerja pelaksana Rp 250/kg digunakan untuk proses limbah
biogas hingga menjadi pupuk organik siap jual, target per bulan 465 ton pupuk
organik biaya yang dikeluarkan per tahun sebesar Rp 1.395.000.000. Pupuk
organik yang siap jual dikemas dengan kemasan 25kg, biaya yang dikeluarkan
untuk packaging pertahun sebesar Rp 267.840.000. Untuk biaya pemasaran
dibebankan sebesar Rp 25/kg dari total pupuk organik yang siap jual, dengan
No Uraian Total 1 Tenaga kerja ahli 24.000.0002 Tenaga kerja operasional 24.000.0003 Biaya perawatan 120.000.0004 PBB 2.000.000
Total Biaya Tetap 170.000.000
64
target penjualan perbulan sebesar 465 ton, biaya yang dikeluarkan untuk
pemasaran per tahun sebesar Rp 139.500.000.
Jumlah biaya variabel yang dikeluarkan dalam satu tahun untuk
operasional instalasi biogas yang dikonversi ke energi listrik dan pengolahan
limbah biogas menjadi pupuk organik adalah sebesar Rp 3.755.340.000. Rincian
biaya variabel yang dikeluarkan per tahun dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Rincian Biaya Variabel Instalasi Biogas Energi Listrik (Tahunan)
7.2 Kriteria Kelayakan Finansial
Analisis kriteria kelayakan finansial digunakan untuk menilai kelayakan
suatu proyek. Dalam penelitian ini digunakan beberapa kriteria kelayakan usaha
yaitu NPV, Net B/C, IRR dan Payback Period.
Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menggunakan tingkat suku
bunga deposito sembilan persen. Tingkat suku bunga sembilan persen merupakan
tingkat suku bunga deposito rata-rata di beberapa Bank Pemerintah yang berlaku
selama tahun 2008. Kriteria ini dilakukan untuk melihat sejauh mana kelayakan
proyek tersebut, jika investor menggunakan modal sendiri untuk
melaksanakannya.
Arus tunai (cash flow) dengan tingkat suku bunga sembilan persen dapat
dilihat pada lampiran 5. Berdasarkan cash flow tersebut dapat di analisis
kelayakan finansial berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Tabel
No Uraian Total (Rp) 1 Feces (Bahan Baku Biogas) 1.395.000.0002 Tenaga Kerja Pelaksana 1.395.000.0003 Packaging 267.840.0004 Pemasaran 139.500.000
Total 3.197.340.000
65
berikut menunjukkan hasil analisis kelayakan finansial usaha proyek instalasi
biogas dengan tingkat suku bunga sembilan persen.
Tabel 12. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Instalasi Biogas dengan Diskon Faktor 9 %
No Indikator Kelayakan Nilai 1 NPV (Rp) 11.401.465.9482 IRR (%) 193 Net B/C 2,2724 Payback Period (tahun) 3,084
Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan instalasi biogas dengan
populasi sapi 5000 ekor, dengan tingkat diskonto sembilan persen nilai NPV yang
dihasilkan dari proyek instalasi biogas adalah sebesar Rp 11.401.465.948 dalam
asumsi bahan baku (feces) beli Rp 25/kg, artinya bahwa nilai sekarang (present
value) dari pendapatan yang diterima bernilai positif selama 12 tahun pada tingkat
diskonto sembilan persen. Dengan hasil analisis NPV tersebut ternyata proyek
instalasi biogas dalam mengelola limbah ternak sapi ini dinyatakan layak untuk
dilaksanakan.
Net B/C yang dihasilkan pada tingkat diskonto sembilan persen yaitu
sebesar 2,272 dengan asumsi bahan baku (feces) beli Rp 25/kg. Nilai tersebut
menunjukkan bahwa setiap pengeluaran biaya sebesar Rp 1,00 akan menghasilkan
manfaat bersih sebesar Rp 2,272 atau dapat disebutkan bahwa pendapatan bersih
yang diperoleh adalah sebesar 2,272 kali dari biaya yang dikeluarkan.
Hasil analisis tersebut juga menunjukkan bahwa nilai IRR yang diperoleh
yaitu sebesar 19 persen dengan asumsi bahan baku (feces) beli Rp 25/kg. Nilai ini
menunjukkan bahwa investor tidak akan rugi jika dana yang dimiliki digunakan
untuk investasi pada proyek instalasi biogas. Kemampuan proyek untuk
mengembalikan modal yang digunakan lebih besar dari discount factor yang
66
digunakan yaitu sebesar sembilan persen. Dengan kata lain ditinjau dari kriteria
IRR, proyek ini telah memenuhi kriteria kelayakan finansial.
Berdasarkan waktu pengembalian investasinya, digunakan analisis
payback period. Dari hasil analisis yang dilakukan, proyek instalasi biogas akan
mencapai titik pengembalian investasi pada saat proyek telah berumur 3,08 tahun
dalam asumsi bahan baku (feces) beli Rp 25/kg. Hal ini menyatakan bahwa
proyek ini dapat mengembalikan modal investasinya sebelum umur proyek
berakhir. Dari hasil analisis finansial dengan menggunakan empat kriteria
kelayakan dan tingkat diskonto sembilan persen, dapat disimpulkan bahwa proyek
instalasi biogas ini layak untuk dilaksanakan.
7.3 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas digunakan untuk mengukur kemampuan proyek
dalam setiap perubahan yang terjadi. Dari hasil analisis ini akan diketahui variabel
mana yang sangat peka jika terjadi perubahan dan akan memberi pengaruh yang
signifikan terhadap keberhasilan proyek.
a. Analisis Skenario
Analisis sensitivitas pada instalasi biogas ini menggunakan 10 skenario
dengan empat variabel yang mempengaruhi yaitu penurunan jumlah output (feces)
yang dapat mempengaruhi inflow, serta captive market, kenaikan biaya tetap
(tenaga kerja ahli dan tenaga kerja operasional) dan biaya variable (tenaga kerja
pelaksana dan packaging). Perubahan yang diamati adalah bagaimana nilai NPV,
Net B/C dan IRR jika terjadi perubahan pada jumlah output dengan penurunan 10
persen, penurunan captive market 10 persen, kenaikan biaya tetap (tenaga kerja
67
ahli dan tenaga kerja operasional) dan biaya variabel (tenaga kerja pelaksana dan
packaging) masing-masing 20 persen. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Hasil Analisis Sensitivitas pada Tingkat Diskonto 9 persen.
Skenario (%) NPV Net B/C
IRR (%)
Penurunan Jumlah Output (feces)
Penurunan Captive Market
Biaya Tetap
(tenaga kerja ahli
dan tenaga kerja
operasional
Biaya Variabel (tenaga kerja
pelaksa, packaging, pemasaran
-10 0 0 0 7.747.690.444 1,864 13 0 +10 0 0 7.747.690.125 1,864 13 0 0 +20 0 11.339.596.927 2,265 19 0 0 0 +20 9.831.038.340 2,097 16 0 +10 +20 0 7.829.035.965 1,873 13 0 +10 +20 +20 6.115.394.206 1,682 11
-10 0 +20 0 7.829.036.283 1,873 13 0 +10 0 +20 6.177.262.872 1,689 11
-10 +10 +20 0 4.497.673.979 1,502 8 -10 +10 +20 +20 2.784.032.220 1,310 5
Pada saat penurunan jumlah output (feces) yang mengakibatkan inflow
turun yang tidak disertai penurunan captive market, biaya tetap (tenaga kerja ahli
dan operasional), biaya variabel (tenaga kerja pelaksana dan packaging) dan
penurunan captive market yang tidak dibarengi dengan perubahan ketiga variabel
lainnya serta kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan operasional) yang tidak
dibarengi dengan perubahan ketiga variabel yang lainnya, dapat dikatakan usaha
instalasi biogas ini masih layak, hal ini disebabkan karena nilai NPV masih
bernilai positif, Net B/C rasio lebih besar dari satu dan IRR masih di atas tingkat
suku bunga deposito sebesar sembilan persen.
Penurunan captive market sebesar 10 persen yang disertai dengan
kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan operasional) dan biaya variabel
68
(tenaga kerja pelaksana dan packaging) masing-masing 20 persen, dapat
dikatakan juga bahwa usaha ini masih layak karena nilai NPV masih positif, Net
B/C rasio lebih besar dari satu dan IRR masih di atas tingkat suku bunga.
Demikian juga pada penurunan captive market sebesar 10 persen yang dibarengi
dengan kenaikan biaya variabel (tenaga kerja pelaksana dan packaging) sebesar
20 persen, usaha ini masih layak karena nilai NPV, IRR dan Net B/C rasio masih
diangka yang diharapkan.
Pada saat penurunan jumlah output (feces) sebesar 10 persen disertai
penurunan captive market sebesar 10 persen, kenaikan biaya tetap dan biaya
variabel masing-masih sebesar 20 persen dapat dikatakan usaha ini tidak layak
untuk dilaksanakan, karena nilai IRR di bawah tingkat diskonto yaitu 5 persen.
Dalam kriteria bisnis usaha ini tidak dapat memberikan keuntungan karena nilai
IRR di bawah tingkat diskon faktor, lebih baik diinvestasikan kepada proyek lain
yang memiliki nilai IRR lebih besar dari diskon faktor.
b. Switching Value (Nilai Pengganti)
Analisis switching value digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan
pada jumlah output (feces) untuk mengahasilkan energi listrik dan kompos
sebagai inflow, penurunan captive market serta biaya outflow sehingga usaha
mendekati keuntungan normal, dimana IRR sama dengan tingkat suku bunga
deposito, NPV mendekati nol, dan Net B/C mendekati satu. Pada usaha pendirian
instalasi biogas ini, dari analisis switching value menunjukkan bahwa usaha ini
akan menjadi tidak layak jika penurunan jumlah output (feces) mengalami
penurunan sebesar 18,428 persen. Untuk perubahan biaya, usaha ini akan tidak
layak jika captive market mengalami penurunan sebesar 12 persen disertai
69
kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan tenaga kerja operasional) sebesar 30
persen dan kenaikan biaya variabel (tenaga kerja pelaksana, packaging) 26,675
persen. Perhitungan analisis switching value dapat dilihat pada Tabel 14. Hasil
perhitungan tersebut menunjukkan usaha instalasi biogas ini sangat peka terhadap
penurunan jumlah output (feces).
Tabel 14. Nilai Switching Value pada Penurunan Jumlah Output (feces) dan Penurunan Captive Market disertai Kenaikan Biaya Tetap dan Variabel
Uraian Perubahan Proposional (%)
Penurunan Jumlah Output (feces) 18,428 Penurunan Captive Market 12 Kenaikan Biaya Tetap (tenaga kerja ahli dan operasional
30
Kenaikan Biaya Variabel (tenaga kerja pelaksana, packaging)
26,675
Satu hal penting lainnya yang dapat dilihat dari kondisi kepekaan usaha
tersebut, adalah jika perhitungan analisis kelayakan finansial didasari oleh tingkat
suku bunga pinjaman, usaha ini akan menjadi tidak layak. Hal ini akan
berpengaruh pada tingkat diskonto yang digunakan, sehingga dapat dikatakan
usaha ini tidak layak dilaksanakan pada kondisi modal yang dipakai bukan milik
sendiri atau sumber modal merupakan modal pinjaman.
70
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada aspek-aspek penunjang kelayakan usaha
yaitu aspek teknis, aspek pasar, aspek manajemen dan aspek sosial menunjukkan
bahwa usaha pendirian instalasi biogas di PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur
layak untuk dilaksanakan.
Pada aspek teknis pengadaan input pada mesin dan peralatan semuanya
masih diimpor dari luar negeri beserta tenaga ahlinya. Hal ini dikarenakan
teknologi yang dipakai adalah adopsi dari perusaahaan PhilBIO yang berlokasi di
Manila, Filipina dan belum tersedia di Indonesia, sehingga menyebabkan biaya
investasi menjadi sangat tinggi. Berdasarkan aspek manajemen, manajemen
instalasi pembangkit listrik biogas ini sangat sederhana karena usaha ini baru akan
didirikan dan PT. Widodo Makmur Perkasa menunjuk PT. AsiaBiogas sebagai
konsultan dalam proyek instalasi biogas ini. Dalam pelaksanaannya di bawah
pengawasan dan tanggung jawab oleh PT. AsiaBiogas. Untuk aspek pasar, potensi
yang cukup besar terhadap peluang pasar energi listrik dan pupuk kompos. Hasil
analisis kelayakan finansial instalasi biogas dengan populasi sapi 5000 ekor dan
menghasilkan energi listrik sebesar 2.100.000 kwh per tahun, dengan tingkat
diskonto sembilan persen nilai NPV sebesar Rp. 11.401.465.948 dengan asumsi
bahan baku (feces) beli Rp 25/kg atau lebih besar dari nol, nilai Net B/C adalah
sebesar 2,272 atau lebih dari 1. Nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 19 persen
atau lebih besar dari tingkat diskonto yang ditentukan. Nilai Payback Period
adalah tiga tahun. Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial maka usaha
instalasi biogas di PT. Widodo Makmur Perkasa layak untuk dilaksanakan.
71
Hasil analisis sensitivitas dengan skenario menunjukkan bahwa pada usaha
instalasi biogas ini akan tidak layak dilaksanakan pada kondisi jika terjadi
penurunan jumlah output (feces) sebesar 10 persen disertai dengan penurunan
captive market sebesar 10 persen, biaya tetap (tenaga kerja ahli dan operasional)
sebesar 20 persen. Sedangkan pada kondisi penurunan captive market sebesar 10
persen disertai kenaikan biaya variabel dan kenaikan biaya tetap menunjukkan
usaha masih layak dilaksanakan.
Analisis Switching Value menunjukkan usaha ini akan tidak layak pada
penurunan populasi lebih dari 18,428 persen dan penurunan captive market
sebesar 12 persen disertai kenaikan biaya tetap (tenaga kerja ahli dan operasional)
yang dapat ditoleris adalah sebesar 30 persen dan kenaikan biaya variabel (tenaga
kerja pelaksana, packaging) sebesar 26,675 persen. Dapat dikatakan usaha
instalasi biogas ini sangat peka terhadap penurunan jumlah output (feces) dan
captive market yang mempengaruhi inflow.
Instalasi biogas di PT. Widodo Makmur Perkasa, Cianjur layak
dilaksanakan pada kondisi modal yang dipakai adalah sepenuhnya modal sendiri.
Usaha ini bagi PT. Widodo Makmur Perkasa bukan hanya sebagai core bussines,
tapi juga sebagai upaya untuk menangani limbah peternakannya dan sebagai
tanggung jawab PT. Widodo Makmur Perkasa terhadap lingkungan dan
masyarakat sekitar.
8.2 Saran
Melihat usaha instalasi biogas ini sangat peka terhadap penurunan jumlah
output (feces) yang akan mengakibatkan penurunan energi listrik yang dihasilkan,
72
maka disarankan usaha ini dijalankan dengan menjaga populasi sapi diatas 5000
ekor dengan cara menjadwalkan impor sapi dengan baik, serta investasi peralatan
yang semuanya diimpor perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap
perubahan kurs rupiah terhadap dolar, sehingga tidak terkena resiko kenaikan
harga peralatan.
Teknologi biogas yang diterapkan merupakan teknologi hasil adopsi dari
PhilBIO yang berada di Manila Filipina, sehingga semua peralatan diimpor dari
Filipina. Sehubungan dengan hal tersebut maka untuk mengurangi kepekaan
terhadap perubahan biaya input dan kenaikan biaya investasi yang terlalu besar
disarankan dengan desain peralatan semaksimal mungkin memakai lokal
fabrikasi. Semua material diimpor dari luar negeri dengan persentase biaya 80
persen dari total biaya investasi peralatan dan mesin yang merupakan “paket
teknologi”. Selain itu untuk mempermudah operasional dan maintenance PT.
Widodo Makmur Perkasa menindak lanjuti ke detail design dengan pelatihan dan
pembelajaran teknologinya. Diharapkan dapat memodifikasi teknologi ke dalam
negeri.
Investasi usaha instalasi biogas ini cukup tinggi, agar usaha ini lebih layak
atau dalam kondisi “aman” untuk dijalankan maka disarankan untuk
meningkatkan pendapatan dengan memperbesar kapasitas produksi. Hal ini dapat
dilakukan dengan menambah populasi ternak dan menambah genset menjadi dua
unit.
73
DAFTAR PUSTAKA
BSTDI, 1977. Methane Generation from Human, Animal and Agricultural Wastes. National Academy of Science. Washington, D.C.
Bui, An and T.R. Preston, 1995. Low-Cost Polyethylene Tube Biodigesters on
Smal Scale Farms in Vietnam. Elektronic Pros. 2nd Intl. Conterence on Increasing Animal Production With Local Resources, Zhanjiang, China, P11.
Bui, An, 2002. Biogas Technology in Developing Countries: Vietnam Case Study.
Proc. Biodigesti Workshop March 2002. Bell. 1973. Proses Pembuatan Biogas. Pustaka Utama. Jakarta. Centre for Policy and Implementation Studies (CPIS). 1992. Panduan Teknik
Pembuatan Kompos dari Sampah: Teori dan Aplikasi. CPIS. Jakarta. Gittinger, J. Price 1986. Analisis Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerjemah
Slamet Sutomo dan Komel Mangiri. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Gray, C,. Payaman S,. Lien K,. P.F.L. Maspaitella, R.C.G. Varlcy. 1992.
Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi Kedua. Penerbit Gramedia. Jakarta. Garrison, R. 1988. Akuntasi Manajemen, Konsep-Konsep untuk Perencanaan,
Pengendalian dan Pengambilan Keputusan. Buku Dua, Edisi Ketiga. Ak Group. Yogyakarta.
Gumelar, R. 2002. Analisis Kelayakan Usaha Proyek Pengolahan Sampah Kota
dengan Pendekatan Nirlimbah di Kelurahan Petamburan Jakarta Pusat. Skripsi. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor
Husnan, S dan S. Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi Keempat.
Penerbit UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Harahap, F., M. Apandi dan S. Ginting, 1980. Gas Bio untuk Rumah Anda. Pusat
Teknologi Pembangunan ITB. Handoyo, O. 1993. Daur Ulang Sampah dalam Makalah Pelatihan Pengelolaan
dan Teknologi Limbah. Proyek Pengembangan Pusat Studi Lingkungan. Bogor.
Indah, Spektra Matrika. 1996. Laporan Akhir Studi Percontohan Biogas Limbah
Manusia di Bandung. DPE. Dirjen Listrik dan Pengembangan Energi. Jakarta.
74
Junus. Muchamad. 1987. Teknik Membuat dan Memanfaatkan Unit Gas Bio. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Kadariah, Lien K,. dan Clive G. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jilid 1.
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Kotler, P. 2004. Manajemen Pemasaran. Penerbit Gramedia. Jakarta. Maki, L.R. 1954. Experment on the Microbiology of Cellulose Decomposision in
Municipal Sewage Treatment Plant. Antonie Van Leen Wenhock Journal of Microbiology and Serology Netherland. 20; 185-200.
Murbandono, L. 2006. Membuat Kompos (Edisi Revisi). Penebar Swadaya. Jakarta. Marchaim, U., 1992. Biogas processes for Sustainable Development. Bull. FAO
Agriculture Services. Rome, 95. Nursari, V. 2006. Analisis Kelayakan Finansial Proyek Biodiesel Kelapa Sawit
Pada Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan, Sumatera Utara. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian Dan Sumberdaya. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
NRC, 1977. Methane Generation From Human, Animal, and Agricultural Wastes.
Washington, D.C. 4; 95-98. Pyle L, 1982. An Aerobic Digestion: The Technical Options. In Biogas technology
in the Thirs Word. A Multidiciplinary Review. Rohmawati, E. 2007. Studi Kelayakan Pendirian Industri Biodiesel Terpadu Dari
Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Di Kawasan Pabrik Gula Jatijutuh, Majalengka, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
RERIC, 1990. News Bulletin of 1990 (Mimeograph). Sugeng, Y.B. 1999. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta. Siregar, S. 2001. Sapi Perah, Jenis Ternak, Pemeliharaan dan Analisis Usaha.
Penebar Swadaya, Jakarta. Sarwono, B. dan H.M. Arianto. 2003. Penggemukan Sapi Potong Secara Cepat.
Penebar Swadaya, Jakarta. Soehardji, H. 1989. Biokonversi Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. Sembiring, Iskandar. 2005. Alat Pembangkit Biogas. Fakultas Pertanian. USU.
75
Sukiaki, E. 2004. Analisis Kelayakan Finansial Pilot Plan Biogas dengan Kompos Sebagai Produk Sampingan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Imbun Bandung. (Studi Kasus di PT. Perusahaan Gas Negara. Jakarta). Skripsi. Program Studi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Simamora, Salundik dan Sri. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar
Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak. Agromedia Pustaka. Jakarta. Wulandari, I. 2007. Analisis Kelayakan Proyek Instalasi Biogas Dalam Mengelola
Limbah Ternak Sapi Perah (Kasus di Kelurahan Kebon Pedes Bogor). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wulfert, K. 1994. Biogas Teknologi, Teknologi Proses Penanganan Limbah
Organik Secara Biologis. BPPT dan BTIG Project. Jakarta.
76
Lampiran 1. Estimasi Penjualan Proyek Instalasi Biogas No Uraian Jumlah Satuan Hasil Satuan Harga Nilai Per Bulan Per Tahun
1 Penjualan Energi Listrik 120.000 m3 Biogas 175.000 kwh 868,3 151.952.500 1.823.430.000
2 Penjualan Limbah Biogas (Pupuk Organik) 465.000 kg 465.000 kg 950 441.750.000 5.301.000.000
Total Penerimaan 593.702.500 7.124.430.000
77
Lampiran 2. Nilai Investasi Peralatan Instalasi Biogas Uraian Satuan Jumlah Harga Total Investasi Umur Ekonomis
Lahan Ha 1 40.000.000 40.000.000 Cigar dan Sistem Penanganan Gas Paket 1 U$D 219.000 20 Tahun Perijinan pembangunan konstruksi CIGAR U$D 7.500 Pemipaan aliran masuk dan buang untuk satu sel CIGAR U$D 12.000 Pelapisan (CIGAR, alas pengering, HDPE 0,75 mm) U$D 52.000 Penutup pelampung CIGAR (HDPE 1 mm dengan pengkait) U$D 47.000 Kumparan HDPE 4 mm, 100 kg @ 7,2/kg U$D 2.000 Sistem penanganan gas, penangkap gas, condensator, katup U$D 22.750 Paket CDM U$D 75.000 Tangki Pencampur dengan Elemen Pemanas Paket 1 U$D 129.000 20 Tahun Tangki pencampur (dilapisi beton) dengan pemanas air U$D 75.000 Peralatan pencampuran U$D 6.000 Pemipaan masuk/keluar yang bisa didaur ulang U$D 4.500 Pompa sirkulasi, jenis selam (2) U$D 4.500 Pompa aliran masuk, jenis selam (2) U$D 4.000 Penukar Panas (gas buang mesin) U$D 35.000 Generator Paket 1 U$D 397.100 20 Tahun 1 Unit Genset 350 KW GE Jenbacher U$D 230.000 Biaya pengiriman U$D 2.800 Panel pengendali GE U$D 17.000 2 travo (step up & step down) U$D 56.000
78
Uraian Satuan Jumlah Harga Total Investasi Umur Ekonomis Landasan travo U$D 5.000 Tiang transmisi U$D 1.500 Perangkat keras (kabel, isolator) U$D 36.500 Kabel genset U$D 27.000 Sistem blower gas (2 terpasang dan 1 cadangan) @ $3.100 U$D 9.300 Pembangkit Tenaga Listrik U$D 12.000 Kontraktor Paket 1 U$D 115.645 Mobilisasi U$D 5.000 Perancangan dan rekayasa ABI&PhilBIO U$D 36.000 Pelapisan dan penutupan instalasi @ $70/m2 U$D 12.145 Manajemen proyek U$D 50.000 Instalasi kelistrikan U$D 7.500 Perijinan untuk membangun pembangkit listrik U$D 5.000 Pekerjaan Sipil Paket 1 U$D 115.000 Saluran buang (beton), perpanjangan R235,750/m U$D 62.500 Biaya penggalian 28.000 m3 @ $1.8755/m3 U$D 52.500 Total Investasi U$D 975.745
79
Lampiran 3. Biaya Tetap Instalasi Biogas
Uraian Satuan Jumlah Harga/Satuan
(Rp)Total Biaya Tetap
(Rp/Tahun)Tenaga Kerja Ahli Orang/Bulan 1 2.000.000 24.000.000Tenaga Kerja Operasional Orang/Bulan 2 1.000.000 24.000.000Biaya Perawatan Bulan 12 10.000.000 120.000.000PBB Tahun 1 2.000.000 2.000.000Total Biaya Tetap 170.000.000
80
Lampiran 4. Biaya Variabel Proyek Instalasi Biogas
Uraian Satuan Kebutuhan/HariHarga/Satuan
(Rp) Total Biaya Variabel
(Rp/Tahun) Feces Kilogram 155000 25 1.395.000.000Tenaga Kerja Pelaksana Kilogram 15500 250 1.395.000.000
Packaging Buah
@25kg 620 1200 267.840.000Pemasaran Kilogram 15500 25 139.500.000Total Biaya Variabel 3.197.340.000
81 Lampiran 5. Cash Flow Analisis Finansial Instalasi Biogas dengan Tingkat Diskonto 9 % Uraian Tahun 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 A. INFLOW
Penjualan Energi Listrik 1823430052 1823430052 1823430052 1823430052 1823430052 1823430052 1823430052 1823430052 1823430052 1823430052 1823430052 1823430052
Penjualan Limbah Biogas 5301000000 5301000000 5301000000 5301000000 5301000000 5301000000 5301000000 5301000000 5301000000 5301000000 5301000000 5301000000
Nilai Sisa 1823430052
Total Inflow 0 7124430052 7124430052 7124430052 7124430052 7124430052 7124430052 7124430052 7124430052 7124430052 7124430052 7124430052 8947860104
B. OUTFLOW
Biaya Investasi
Lahan 40000000 CIGAR dan Sistem Penanganan Gas 2001660000 Tangki Pencampur dengan Elemen Pemanas 1179060000
Generator 3629494000
Kontraktor 1056995300
Pekerjaan Sipil 1051100000
Total Investasi (Rp) 8958309300
Biaya Tetap
Tenaga kerja ahli 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000
Tenaga kerja operasional 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000
Biaya perawatan 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000
PBB 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000
Biaya Variabel
Feces 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000
Tenaga Kerja Pelaksana 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000 1395000000
Packaging 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000
Pemasaran 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000
Total Outflow 8958309300 3367574000 3367574000 3367574000 3367574000 3367574000 3367574000 3367574000 3367574000 3367574000 3367574000 3367574000 3367574000
82 Uraian Tahun 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Pendapatan Sebelum Pajak -8958309300 3756856052 3756856052 3756856052 3756856052 3756856052 3756856052 3756856052 3756856052 3756856052 3756856052 3756856052 5580286104
Pajak 0 1004134535 1004134535 1004134535 1004134535 1004134535 1004134535 1004134535 1004134535 1004134535 1004134535 1004134535 1004134535
Net Benefit -8958309300 2752721517 2752721517 2752721517 2752721517 2752721517 2752721517 2752721517 2752721517 2752721517 2752721517 2752721517 4576151569
DF= 9% 1 0.917431193 0.841679993 0.77218348 0.708425211 0.649931386 0.596267327 0.547034245 0.50186628 0.46042778 0.422410807 0.38753285 0.355534725
PV -8958309300 2525432584 2316910628 2125606081 1950097322 1789080112 1641357901 1505832936 1381498107 1267429456 1162779317 1066770016 1626980790
PV Negatif -8958309300
PV Positif 20359775248
NPV 11401465948
IRR 19%
Net B/C 2.272725195
Payback Period 3.084101429
83 Lampiran 6. Laporan Rugi Laba pada Usaha Instalasi Biogas
Tahun
Uraian 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1.Pendapatan 7124430052 712443005
2 712443005
2 712443005
2 712443005
2 712443005
2 712443005
2 712443005
2 712443005
2 712443005
2 712443005
2 712443005
2
2. Penyusutan Investasi
CIGAR dan S.Penanganan Gas 100083000 100083000 100083000 100083000 100083000 100083000 100083000 100083000 100083000 100083000 100083000 100083000
Tngk.Pncampur dg Elem. Pemns 58953000 58953000 58953000 58953000 58953000 58953000 58953000 58953000 58953000 58953000 58953000 58953000
Generator 181474700 181474700 181474700 181474700 181474700 181474700 181474700 181474700 181474700 181474700 181474700 181474700
Jumlah Penyusutan 340510700 340510700 340510700 340510700 340510700 340510700 340510700 340510700 340510700 340510700 340510700 340510700
3. Biaya Tetap
Tenaga kerja ahli 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000
Tenaga kerja operasional 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000 24000000
Biaya perawatan 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000 120000000
PBB 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000 2000000
4. Biaya Variabel
Feces 1395000000 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0
Tenaga Kerja Pelaksana 1395000000 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0 139500000
0
Packaging 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000 267840000
Pemasaran 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000 139734000
Jumlah Biaya 3+4 3367574000 336757400
0 336757400
0 336757400
0 336757400
0 336757400
0 336757400
0 336757400
0 336757400
0 336757400
0 336757400
0 336757400
0
Jumlah Biaya 2+3+4 3708084700 370808470
0 370808470
0 370808470
0 370808470
0 370808470
0 370808470
0 370808470
0 370808470
0 370808470
0 370808470
0 370808470
0
Rugi Laba 3416345352 341634535
2 341634535
2 341634535
2 341634535
2 341634535
2 341634535
2 341634535
2 341634535
2 341634535
2 341634535
2 341634535
2
Pajak 1004134535 100413453
5 100413453
5 100413453
5 100413453
5 100413453
5 100413453
5 100413453
5 100413453
5 100413453
5 100413453
5 100413453
5
10% 5000000
1634535.2
15% 7500000
84
30% 990000000