65
Biografi Ringkas Mochtar Naim BIOGRAFI RINGKAS MOCHTAR NAIM * AYA dilahirkan di sebuah kota kecil, Sungai Penuh, Kerinci, tahun 1932. Sungai Penuh dan daerah Kerinci waktu itu masuk bagian dari Keresidenan Sumatera Barat; tapi sekarang masuk Provinsi Jambi. S Bapak saya, Naim gelar Sutan Rumah Tinggi, waktu itu jadi pedagang di pasar Sungai Penuh. Punya ruko dengan jualan macam-macam keperluan sehari-hari. Ibu saya, Kamalat, seorang wanita salehah berpenampilan lembut. Keduanya berasal dari Banuhampu, Bukittinggi. Bapak dari Nagari Padang Lua, sedang Ibu dari Nagari Taluak. Waktu itu banyak dari orang-orang sekampung yang juga merantau ke ranah Kerinci itu. Mochtar Naim 1

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

BIOGRAFI RINGKAS MOCHTAR NAIM

*

AYA dilahirkan di sebuah kota kecil, Sungai Penuh, Kerinci, tahun 1932. Sungai Penuh dan daerah Kerinci waktu itu masuk bagian

dari Keresidenan Sumatera Barat; tapi sekarang masuk Provinsi Jambi.

S Bapak saya, Naim gelar Sutan Rumah Tinggi, waktu itu jadi pedagang di pasar Sungai Penuh. Punya ruko dengan jualan macam-macam keperluan sehari-hari. Ibu saya, Kamalat, seorang wanita salehah berpenampilan lembut. Keduanya berasal dari Banuhampu, Bukittinggi. Bapak dari Nagari Padang Lua, sedang Ibu dari Nagari Taluak. Waktu itu banyak dari orang-orang sekampung yang juga merantau ke ranah Kerinci itu.

Nama Mochtar yang diberikan kepada saya ternyata ada sejarahnya. Saya ini rupayanya dilahirkan songsang; kaki dahulu yang keluar. Sebagai tanda penghargaan kepada dokter yang menjawat, karena ibu saya dan saya bersabung dengan nyawa, diberikanlah nama dokter yang

Mochtar Naim 1

Page 2: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

menjawat itu, Mochtar, kepada saya. Konon beliau berasal dari Jawa, termasuk salah seorang pejuang. Meninggal karena disiksa oleh Jepang. Untuk mengingat jasanya, namanya diabadikan menjadi nama Rumah Sakit Umum Pusat di Bukittinggi, RSUP Dr Ahmad Mochtar.

Kami berenam bersaudara. Saya anak ketiga. Anak kelima dan keenam, keduanya perempuan, meninggal waktu masih kecil. Waktu melahirkan adik perempuan yang terkecil, di kampung, ibu meninggal. Ketika itu saya masih berumur 9 tahun, sebelum Jepang masuk. Ayah meninggal ketika saya sudah kuliah di Yogya. Yang masih hidup sekarang ada tiga: kakak perempuan tertua, Justina, 78 tahun, kakak perempuan nomor dua, Kartini, 76, dan saya, 74 tahun. Adik saya, laki-laki, Abuzar, meninggal tahun 1992 (umur 58 tahun), ketika merantau ke Johor, Malaysia. Dari bapak dan ibu yang sama kami juga berkekembangan. Ada dua puluh tiga anak dengan puluhan cucu.

Umur lima tahun saya dibawa pulang oleh nenek ke kampung, di Banuhampu, Bukittinggi. Bersekolah sempat lima tahun di zaman Belanda, kemudian di zaman Jepang dan zaman Republik. SR, SMP, SMA di Bukittinggi. Tamat SMA Negeri Birugo tahun 1951, dan melanjutkan ke UGM, Yogyakarta, tahun 1951, Fakultas HESP (Hukum, Ekonomi, Sosial, Politik). Setahun kemudian juga masuk PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam Nageri) yang baru dibuka (cikal bakalnya IAIN

Mochtar Naim 2

Page 3: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

ataupun UIN sekarang), dan juga Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia (UII). Semua ini dimungkinkan karena waktu itu yang berlaku sistem perkuliahan bebas. Belum pakai sistem SKS seperti sekarang. Tapi jangan coba-coba menempuh ujian jika belum benar-benar siap dengan bahan-bahan dari buku-buku yang dipakai. Banyak dari kami karena terbiasa dengan buku dan bergantung kepada buku jadi kutu buku.

Walau sempat menerima beasiswa selama lk setahun dari Dep P&K di UGM (saya termasuk kelompok lulusan terbaik dari SMA Negeri Birugo Bukittinggi tahun 1951 itu), saya akhirnya berhenti dan hanya melanjutkan di kedua yang lain. Di PTAIN saya juga mendapatkan beasiswa dari Dep Agama. Baik di PTAIN maupun di Fakultas Ekonomi UII saya hanya sampai di tingkat doktoral, karena saya mendapatkan beasiswa dari Institute of Islamic Studies, McGill University, Montreal, Canada, untuk melanjutkan langsung untuk program Master, tahun 1957. Adalah Buya Hamka yang memberikan rekomendasi kepada Profesor Wilfred Cantwel Smith, Direktur Institute, yang waktu itu datang ke Yogya. Buya ketika itu menjadi guru besar dalam bidang Tasawuf dan Sejarah Islam di PTAIN yang saya juga ikut kuliah-kuliah dengan beliau.

Ketika di tingkat doktoral di Fakultas Ekonomi UII saya termasuk yang mendapatkan kuliah-kuliah dari Pak Hatta dan Pak Sumitro Djojohadikusumo.

Mochtar Naim 3

Page 4: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Dengan Pak Hatta kuliah-kuliah diadakan di aula istana negara yang juga diikuti oleh para mahasiswa doktoral Fakultas Ekonomi UGM. Beliau datang sekali sebulan ke Yogya jika tak ada halangan. Beliau banyak menjelaskan mengenai teori-teori ekonomi klasik. Dengan Pak Mitro di ruang kuliah di Mesjid Syuhada, Kota Baru. Pak Mitro memberi kuliah tentang ekonomi makro dan ekonomi Indonesia.

Dalam perjalanan menuju Montreal, Kanada, September 1957, saya tak lupa mengambil peluang untuk mampir-mampir dalam perjalanan. Pertama kali tinggal semalam di hotel mewah, Raffles Hotel, di Singapura, atas biaya KLM, karena tidak ada penerbangan yang langsung ke Baghdad. Saya sengaja mampir di Baghdad karena yang jadi duta besar di sana waktu itu adalah Buya MD Dt Palimo Kayo, sumando kami di Jambu Aia, Taluak, Banuhampu, dan yang saya kenal baik. Hampir seminggu saya di sana sehingga oleh staf kedutaan juga diantar jalan-jalan sampai lebih 100 km ke luar kota. melihat peninggalan sejarah lama.

Saya juga mampir di Kairo, beberapa hari, dan jadi tamu dutabesar pula, ditempatkan di hotel kelas satu menghadap ke Sungai Nil. Melihat piramid, Al Azhar, mesjid-mesjid terkenal, musium, dan tentu saja, Sungai Nil. Anak-anak di sepanjang jalan yang saya lalui suka meneriakkan saya: Shin, Shin, yang artinya: Cina, Cina. Mereka kira saya orang Cina. Lucu juga melihat orang membawa roti

Mochtar Naim 4

Page 5: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

bakar selebar niru hanya dengan ujung baju gamisnya saja, dan meletakkan roti di atas meja tanpa alas sambil memakannya dengan campuran sayuran, daging, dan lain-lain di piring.

Saya juga sempat mampir di Holland dan Inggeris sebelum meneruskan penerbangan ke Montreal. Pertama kali bertemu dengan salju saya sengaja membuka mulut saya lebar-lebar untuk langsung menampung dan merasakannya. Pada musim dingin pertama itu saya merasakan dinginnya suhu sampai 36 di bawah zero Fahrenheit, dengan angin kencang, sehingga ingus yang keluar jadi beku, dan bibir merengkah walau telah dioles dengan salap olesan tertentu.

Belajar di luar negeri untuk pertama kali tentu saja merupakan pengalaman yang sukar untuk dituangkan dalam kata-kata. Walau selama di Yogya saya sengaja mengambil kursus bahasa Inggeris, dan membaca buku-buku yang dalam Bahasa Inggeris, tetapi ketika pertama kali harus membuka mulut untuk berbicara, lucu juga rasanya. Kadang, terasa ada terkatakan tidak. Tetapi waktu dan pembiasaan rupanya adalah obat yang paling mujarab. Saya tak pernah lupa dengan nasehat yang biasa diberikan kepada anak muda yang jolong pergi merantau, waktu di kampung dulu. Kamu boleh ongok (bodoh), tapi tak boleh lebih dari seminggu saja.

Belajar tentang Islam di McGill juga membawa kesan tersendiri. Beda dengan ketika saya belajar

Mochtar Naim 5

Page 6: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Islam di PTAIN yang lebih bersifat normatif dan subyektif. sekarang melihatnya secara obyektif apa adanya. Dan obyek yang sama tidak hanya dipelajari secara tekstual tetapi juga kontekstual. Ibaratnya, rumah yang tadinya biasa kita lihat dari dalam saja, sekarang kita juga lihat dari luar, sambil juga memperbandingkannya dengan rumah yang lain-lain.

Bergaul dengan bermacam suku bangsa, dengan berbagai macam latar belakang budaya, bahasa dan agama, serta warna kulit dan postur tubuh yang berbeda-beda, tentu juga merupakan pengalaman yang sangat menarik, yang semua tentu tak akan terceritakan di sini. Lama-lama kitapun terbiasa, dan kitapun menjadi bagian dari mereka.

Tahun 1960 saya mengakhiri studi saya di McGill dengan mendapatkan MA dalam Islamic Studies, dengan thesis: “The Nahdhatul Ulama Party (1952-1955): An Inquiry into the Origin of Its Electoral Success.” Pembimbing saya waktu itu adalah Profesor Rasyidi, yang sebelumnya jadi dutabesar RI di Kairo, kemudian Pakistan, dan di awal kemerdekaan jadi Menteri Agama pertama. Waktu itu juga mengajar di sana Prof Fazlul Rahman dan Prof Ismail Faruqi, yang kedua-duanya menoreh sejarah dalam dunia peradaban Islam.

Dalam tesis itu saya mencoba menelusuri di mana letak rahasia kesuksesan Partai NU keluar

Mochtar Naim 6

Page 7: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

sebagai pemenang dalam Pemilu 1955, dari hanya 8 kursi setelah keluar dari Masyumi tahun 1952 menjadi 55 kursi dalam Pemilu pertama tersebut. Peranan ulama di tengah-tengah kelompok ummat, terutama di Jawa Timur, ternyata memang sangat krusial dan menentukan. Saya melakukan riset tentang itu di Yale dan Cornell University, Amerika Serikat. Di Cornell saya menemukan bahan kepustakaan yang sangat kaya tentang Indonesia. Tidak jarang saya sampai pagi, sampaipun tertidur, di kantor pusat studi Indonesia Moderen di kampus Cornell, yang letaknya di punggung bukit dengan pemandangan indah ke danau Cayuga. Prof George McT Kahin yang menulis buku tentang gerakan nasionalisme di Indonesia jadi orang nomor satunya di sana waktu itu.

Waktu di Yale saya menjadi asisten dari Prof Karl Pelzer, seorang ahli geografi ekonomi, yang ahli tentang masalah plantation di Sumatera Timur, dan Isidore Dyen, seorang profesor linguistik untuk bahasa-bahasa Malayo-Polinesia di Asia Tenggara dan Pasifik. Ada setahun saya di Yale, di New Haven, dan tinggal bersama keluarga Pelzer di North Haven.

Saya juga mengajar Bahasa Indonesia di Cornell dan menjadi ketua Summer Program mengajarkan Bahasa Indonesia kepada para pengajar Amerika yang akan berangkat ke Indonesia di Oswego College, State University of New York, di tepi danau Ontario. Saya diangkat

Mochtar Naim 7

Page 8: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

sebagai profesor tamu waktu itu. Pernah juga sebentar, beberapa minggu, saya di Univ of Bridgeport, Conn., dengan Prof Justus van der Kroef, ahli masalah-masalah politik Indonesia.

Karena situasi yang tidak menguntungkan di tanah air sebagai akibat pemberontakan PRRI, saya memutuskan untuk melanjutkan studi di New York University, New York, sambil mengajar Bahasa Indonesia di Dept of Anthropology and Sociology. Adalah Professor Rufus Hendon, ahli antropologi Indonesia dan ahli Bahasa Indonesia, yang datang mendekati saya ketika saya sedang duduk-duduk melepaskan lelah di Washington Square di kampus NYU. Beliau langsung bertanya dalam Bahasa Indonesia, apakah saya orang Indonesia. Bermula dari pertanyaan sederhana itu beliau lalu mengajak saya untuk turut mengajar di Program Indonesia di NYU itu. Dengan mengajar saya mendapatkan kuliah-kuliah secara gratis. Saya mengambil program PhD di bidang Sociology.

Sementara itu tahun 1962 saya berumah tangga dengan mendatangkan isteri dari tanah air, kawan sesama mahasiswa di UII, dari Fakultas Hukum, yang kebetulan juga dari Minang, walau berlainan daerah. Asma Hassan dari Batipuah, Padang Panjang, sedang saya dari Banuhampu, Bukittinggi.

Pertemuan kami pertama kali secara berhadap-hadapan punya kisah tersendiri, yang bagi kami tentu saja tidak akan pernah terlupakan. Yang

Mochtar Naim 8

Page 9: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

mempertemukan kami adalah hujan lebat di suatu senja di mesjid Syuhada di Yogyakarta, tak lama sebelum saya berangkat ke Kanada tahun 1957. Kami terkurung dalam mesjid karena hujan lebat. Asma baru selesai kuliah yang tempatnya di ruang kuliah di mesjid itu, sementara tinggalnya jauh di selatan keraton. Saya sendiri tinggal di asrama YASMA, langsung di selatannya mesjid.

Waktu itu ada tiga orang kami yang terkurung dalam mesjid selesai melaksanakan ibadah maghrib. Saya, Asma dan seorang kawan saya seasrama, Aziz. Ketika memperkenalkan diri, Aziz memperkenalkan diri terlebih dahulu. Perkenalkan, saya, Aziz, Abdul Aziz Pattisahusiwa, dari Ambon. Dan sayapun memper-kenalkan diri, saya, Mochtar, Mochtar Naim, juga dari Ambon.

Saya telah berbohong, sambil ketawa dalam hati, dan sekaligus menguji sampai sejauh mana gadis mahasiswi dari Minang ini tahu dan sensitif dengan berbagai macam orang yang datang dari berbagai daerah di Indonesia ini, dengan berbagai bentuk dan ciri-ciri khas kedaerahan dan etnisitasnya. Ternyata ampernya tidak bergoyang. Tidak ada reaksi atau komentar apapun. Sepertinya membenarkan, atau pikirannya sedang ke tempat lain; atau mungkin juga, karena waktu itu tak ada gadis yang langsung menatap wajah seorang pria yang sedang berada di hadapannya.

Demikianlah, karena hujan tak segera mereda, kami usulkanlah agar dia pulang dengan becak

Mochtar Naim 9

Page 10: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

saja, dan spedanya dititipkan di asrama kami. Kami berjanji akan mengantarkan spedanya besok pagi ke rumahnya di Jl Suryoputran di selatan kraton itu. Besoknya kami berdua mengantarkan, disuguhi teh panas, pembicaraan seperlunya, lalu kembali. Tak tahu dia, bahwa Mochtar yang mengaku dari Ambon ini sebenarnya sudah lama mengenal dia. Habis, sekian kali dalam seminggu si dia ini datang kuliah berspeda ke mesjid Syuhada, persis berhadapan dengan asrama. Melalui jendela asrama yang terbuka arah ke mesjid, apa-apa yang terjadi di mesjid itu bisa terlihat walau dari balik kain jendela. Sebagai gadis Minang, Asma sejak dari sononya selalu berpakaian baju kurung dengan selendang tipis penutup rambut walau sekenanya.

Asma yang cantik, periang dan suka bergaul, memang disenangi banyak orang; tak terkecuali dosennya sekalipun. Sayapun, jauh sebelum hari hujan itu sudah jatuh hati juga padanya, walau belum pernah bertemu bertatap-muka sebelumnya. Setelah tahu bahwa saya akan berangkat ke Kanada meneruskan studi, sayapun minta bantuan kepada kakak kelas Asma, Uni Aisyah Aminy, yang namanya kemudian tercatat sebagai anggota parlemen terlama dan tokoh pejuang wanita terkenal di Republik ini. Waktu itu belum lazim kalau pemuda-pemudi yang saling menyenangi menyatakan isi hatinya secara langsung-langsung, jangankan berpegang-pegangan tangan ataupun

Mochtar Naim 10

Page 11: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

berindehoi seperti sekarang ini. Dalam perpisahan yang diadakan di asrama, Uni Aisyah berhasil membujuk Asma untuk juga hadir dan mengantarkan saya dengan sekian banyak kawan-kawan lainnya ke stasiun Tugu besok harinya.

Bagaimanapun, sambil berjauhan, melalui bersurat-suratan, cinta berbalas. Tidak kurang 5 tahun lamanya ikatan itu baru dibuhul dengan perkawinan. Soalnya karena Asma masih harus menyelesaikan kuliahnya, sementara saya juga masih jauh di rantau, di negeri orang.

Setamatnya di Fakultas Hukum UII, tahun 1962, Asma pun berangkat ke New York. Walau dikawinkan di kampung oleh kedua pihak keluarga, tanpa kehadiran seorangpun dari kami, kami ulangi kembali ijab-kabul dan resepsi pernikahan kami di hadapan syeikh dari Maroko dan Konsul Jenderal RI di Konsulat Jenderal RI di Manhattan. Kamipun diharuskan melakukan catatan pernikahan di Catatan Sivil di City Hall sebelumnya, dengan mengangkatkan dua jari tangan kanan, dengan mengucapkan … “Yes, I do,” untuk menjawab pertanyaan apakah kamu siap untuk menjadi suami-isteri.

Tahun 1965 anak pertama kami, Amelia, lahir, dan tahun berikutnya, 13 bulan kemudian, anak kedua kami, Emil, lahir, kedua-duanya di New York.

Selama 8 tahun di New York di zaman Sukarno kami para mahasiswa Indonesia juga terbelah

Mochtar Naim 11

Page 12: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

antara yang pro dan yang kontra rezim Orde Lama. Saya dengan WS Rendra, Muhammadi (kemudian, Prof Dr Muhammadi, Rektor Univ Muhammadiyah Jakarta, pernah sama-sama di PAH II BP MPR), Ahmad Padang (Dr ilmu politik Columbia Univ memilih menetap di New York sebagai sesepuh masyarakat Indonesia dan ketua pengurus mesjid Indonesia di Queens, dan bekerja jadi staf senior di PBB), dan sejumlah lainnya tergolong yang di seberang sana, dan kritis terhadap apapun yang berbau rejimentasi dan indoktrinisasi.

Sebelum program Bahasa Indonesia di NYU ditutup karena memburuknya hubungan Indonesia-Amerika dengan “to hell with American aids” dari Sukarno, saya sudah sempat menyelesaikan semua persyaratan perkuliahan saya untuk PhD di bidang Sosiologi tapi belum lagi menyiapkan disertasi.

Saya sempat bekerja dengan Perutusan Tetap Indonesia ke PBB sebagai tenaga staf lokal di bidang Sosial-Politik di New York sebelum memutuskan pulang ke Indonesia tahun 1968. Saya memilih langsung pulang ke Padang, dengan mampir di beberapa kota di Eropah dan sekaligus naik haji sekeluarga. Kami ikut rombongan haji dari kedutaan, yang berangkat sama-sama dari Kairo, Mesir, dan dari antaranya adalah Pak Mohammad Rum dan Ibu. Waktu kami di New York beliau juga sudah sempat ke rumah kami di Lefrak City, Queens.

Mochtar Naim 12

Page 13: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Di Padang kami mendirikan Pusat Studi Minangkabau (Center for Minangkabau Studies). Selama tiga tahun berturut-turut (1968-1970) saya menggiatkan penelitian-penelitian di bidang masyarakat dan kebudayaan Minangkabau, mengadakan seminar-seminar berskala nasional dan internasional mengenai Minangkabau. Keunikan Minangkabau di dunia akademik adalah karena sistem kekerabatannya yang matrilineal, di mana “women reign but not rule.” Juga sistem sosialnya yang egaliter dan demokratis, dengan orientasi filosofinya yang cenderung sintetik dan universal, bukan sinkretik dan mistik-panteistik seperti di Jawa.

Saya juga menyempatkan diri untuk menjadi tenaga pengajar luar-biasa di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Pertanian Universitas Andalas tanpa pernah berkeinginan untuk menjadi pegawai negeri. Saya juga pernah jadi dosen luar biasa di Fakultas Hukum Muhammadiyah di Bukittinggi, ASKI (Akademi Seni Karawitan Indonesia) di Padang Panjang, dan program Pasca Sarjana di IKIP Padang -- sekarang UNP: Universitas Negeri Padang.

Awal tahun 1971, dengan dorongan dari Dr Peter Weldon yang sudah saya kenal sebelumnya di New York, saya mendapatkan fellowship dari Ford Foundation yang berbasis di Bangkok untuk melakukan penelitian tentang merantau yang saya siapkan sebagai disertasi saya di University of

Mochtar Naim 13

Page 14: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Singapore, dengan judul: “Merantau: Minangkabau Voluntary Migration.” Saya lahir di rantau, merantau ke mana-mana, sambil buminya dipijak, langitnya dijunjung, airnya disauk, rantingnya dipatah. Saya menulis tentang merantau itu, sekarang secara akademik dari segi pandangan sosiologi migrasi. Terjemahannya ke dalam Bahasa Indonesia: “Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau” (373 hlm) diterbitkan oleh Gadjah Mada University Press, tahun 1979, dengan cetak ulang tahun 1984, dan dipakai secara luas di banyak universitas di Indonesia sebagai buku rujukan di bidang sosiologi, dan khususnya sosiologi migrasi.

Untuk melakukan riset tentang merantau, saya beroleh kesempatan mengunjungi banyak daerah dan banyak kota di Indonesia di mana perantau Minang banyak didapatkan. Saya bahkan mendapat kesempatan untuk melakukan riset merantau sampai ke Mindanau dan Sulu di Filipina, di mana, dari catatan sejarah mereka (Tarsila), mereka mengaku bahwa raja mereka (Raja Baginda) berasal dari Minangkabau. Pendiri kota Manila, Raja Suleman, menurut Tarsila mereka, juga berasal dari tanah Minang, melalui jalur Brunei, Serawak, dan Johor. Sebuah paper mengenai merantau telah saya lontarkan sebelumnya di hadapan International Congress of Orientalists yang ke 28 di Canberra, Australia (6-12 Jan 1971), sebelum saya hijrah ke Singapura.

Mochtar Naim 14

Page 15: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Selama sembilan bulan pertama di Singapura (Maret-Des 1971), saya mendapatkan residence research fellowship dari Institute of Southeast Asian Studies, di mana saya memproses hasil penelitian saya mengenai merantau dengan memanfaatkan data processing system IBM dari Univ of Singapore, yang waktu itu masih pakai sistem kartu. Untuk menuliskannya menjadi disertasi dan terdaftar sebagai kandidat doktor di Dept of Sociology, Univ of Singapore, saya sekali lagi dapat post graduate fellowship dari Ford Foundation atas rekomendasi dari Prof Dr Hans-Dieter Evers, ketua Dept of Sociology. Saya tercatat sebagai mahasiswa lulusan pertama program doktor di bidang Sosiologi di universitas tersebut, tahun 1974. Saya dibimbing oleh tiga advisor, Prof Hans-Dieter Evers, Dr Geoffrey Benjamin, dan Dr Peter Weldon. Yang menguji saya termasuk Prof Husein Alatas, Ketua Dept of Malay Studies, juga seorang sosiolog lulusan universitas di Belanda, keturunan Arab dari Jawa Barat, yang adalah juga kawan saya ketika masih di Islam Study Club (ISC) di Yogya dahulu. Profesor Alatas kemudian pindah ke Univ Malaya di KL dan ikut aktif berpolitik dan menulis dengan penanya yang tajam dan digemari. Penguji lainnya termasuk Prof Sandu Singh, Direktur dari Institute of Southeast Asian Studies, dan Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Univ of Singapore.

Mochtar Naim 15

Page 16: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Sementara itu (1973-1974) sayapun diangkat menjadi Research Director dari Regional Institute of Higher Education and Development (RIHED), Singapura. RIHED adalah lembaga penelitian mengenai perguruan tinggi yang disponsori oleh negara-negara Asean. Selama di RIHED saya banyak melakukan kunjungan-kunjungan studi dan seminar ke Malaysia, Thailand dan Indonesia.

Sewaktu masih di Padang, dan sibuk-sibuknya menggerakkan seminar-seminar dan penelitian tentang Minangkabau, anak kami ketiga, Elvira, lahir (1970), dan ketika kami di Singapura, anak kami keempat, Meuthia, bungsu, lahir (1972). Amelia dan Emil sempat masuk sekolah Indonesia di Singapura.

Kembali ke tanah air, tahun 1974, menjadi tenaga ahli yang diperbantukan pada Departemen PUTL (Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik); mula-mula sebagai tenaga peneliti pada Proyek Perencanaan Pembangunan Pasaman Barat, di Bukittinggi, bekerja-sama dengan GTZ dari Jerman Barat. Lalu jadi Kepala Pusat Dokumentasi Perencanaan Kota dan Daerah (PUSIDO) di Bukittinggi, dan kemudian dipindahkan ke Medan, tahun 1978, sebagai Kepala Northern Sumatra Regional Planning. Ketika di Medan, sempat selama satu setengah bulan melakukan study tour ke beberapa negara bagian Amerika Serikat di bagian Selatan dengan tim dari Bappenas dan Dep PUTL. Sementara sebelumnya, ketika masih

Mochtar Naim 16

Page 17: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

bertugas di Bukittinggi, mengikuti UN Seminar on Social Welfare Policies in Asian and Pacific Countries, di Manila, dari 29 Nov sampai 17 Des 1976.

Tahun 1979-1980 jadi Direktur Pusat Latihan Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial (PLPIIS) di Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang, Makasar sekarang. Tahun 1980 kembali ke Padang untuk mempersiapkan Fakultas Sastra dan Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Andalas. Ketika Fakultas Sastra diresmikan, tahun 1982, saya diminta jadi dosen tetap mengajarkan Sosiologi dan mata-mata kuliah terkait. Selama ini saya hanya jadi dosen luar biasa dan tidak pernah meminta jadi pegawai negeri. Di Padang, bahkan di seluruh Sumatera waktu itu, belum ada sosiolog dengan gelar doktor, untuk bisa mengajarkan sosiologi dan ilmu-ilmu terkait. Saya diangkat jadi pegawai negeri sebagai dosen tetap atas desakan Rektor Mawardi Yunus dengan dispensasi dari Presiden, karena saya telah berumur 50 tahun waktu itu.

Tahun 1988 saya pensiun tanpa hak pensiun, karena saya hanya sempat jadi pegawai negeri selama enam tahun, dan tidak pernah meminta kenaikan pangkat. Buah pisang itu rupanya masak di batang sendirinya. Saya masuk dengan pangkat IIIB dan keluar juga IIIB. Prestasi apapun secara akademik yang sudah saya lakukan sebelum diangkat jadi pegawai negeri secara mancanegara rupanya luput dari pertimbangan. Saya hanya

Mochtar Naim 17

Page 18: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

dihitung sebagai fresh dari S3. Ketika saya kemudian diminta oleh Rektor Yurnalis Kamil menyerahkan karya-karya tulis saya untuk dinilai, ternyata nilai kumulatif cumnya melebihi dua kali dari yang diperlukan untuk gelar profesor. Tapi Senat universitas pada waktu itu menolaknya karena saya termasuk dari jumlah yang sedikit di Sumatera Barat dan di Unand khususnya yang kritis dan vokal terhadap Orde Baru. Prof Mawardi Yunus yang adalah juga seorang penghulu (datuk) dan ahli adat, pernah mengatakan kepada saya: di Minang ada pepatah, rumah sudah, tukangnya dibunuh.

Namun gelar profesor, di samping gelar Dr, sering dialamat-kan orang kepada saya, walau pangkat saya resminya cuma IIIB ketika jadi dosen tetap di Unand. Di luar negeri, bagaimanapun, ke manapun dan di manapun saya mengajar atau berseminar saya diperlakukan dan dikualifikasikan sebagai profesor. Sekarangpun, walaupun secara terbuka saya mengatakan bukanlah profesor, tetapi orang dan kawan-kawan, di MPR-RI sebelumnya dan di DPD-RI sekarang, suka saja memanggilkan saya profesor. Karena tidak terlihat ada nada melecehkan, akhirnya saya biarkan saja. Bosan saya tiap kali harus menyangkal hal yang sama. Tapi yang saya, jangankan memanggilkan diri professor, gelar doktorpun tak pernah saya pakai, kecuali kalau terpaksa harus mengisinya dalam formulir yang menanyakan itu.

Mochtar Naim 18

Page 19: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Selama jadi dosen di Unand (1980-1988) saya banyak beroleh kesempatan melakukan kunjungan-kunjungan studi, menghadiri seminar-seminar, di samping juga memberikan kuliah di beberapa universitas di dalam dan luar negeri. Ketika masih dalam memper-siapkan Fakultas Sastra dan Ilmu-Ilmu Sosial di Unand, saya melakukan kunjungan ke berbagai universitas di Belanda, Jerman dan Inggeris. Tujuan utama waktu itu adalah untuk menjalin kerjasama exchange programs ketika Fakultas Sastra dan Ilmu-ilmu Sosial nanti berdiri. Fakultas yang baru sekalipun akan cepat dikenal jika kita terlebih dahulu memperkenalkan diri dan mengajak mereka kerjasama dalam kegiatan perkuliahan dan penelitian bersama. Ketika saya masih aktif di Unand, banyak tenaga-tenaga pengajar luar negeri yang mengajar dan menjadi peneliti tamu di fakultas kami. Saya menghadiri Simposium on the Socio-political and Economic Structures in Minangkabau, dalam kaitannya dengan Inter-Congress of the International Union of Anthropological and Ethnological Sciences, di Amsterdam, bulan April 1981, dengan juga menyampaikan makalah: “Implications of Merantau for Social Organization in Minangkabau” (dimuat di Lynn L Thomas & F von Benda-Beckmann, eds, Change and Continuity in Minangkabau: Local, Regional and Historical Perspectives on West Sumatra, Ohio U Monographs in International Studies, Southeast

Mochtar Naim 19

Page 20: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Asia Series No 71, Center for Southeast Asian Studies, Athens, Ohio, 1985).

Saya menjadi visiting scholar di Universitas Leiden dan memberi seminar pada Universitas Bieleveld di Jerman pada tahun yang sama. Ketika itu yang menjadi Dekan dari Fakultas Sosiologinya adalah Profesor Hans-Dieter Evers, promotor dan advisor saya ketika menyiapkan disertasi di Universitas Singapura. Beliau waktu itu adalah Ketua Jurusan Sosiologi di Universitas Singapura. Saya telah mengenal beliau ketika saya pernah menjadi asisten dan melakukan penelitian di Universitas Yale, sementara beliau sudah profesor juga waktu itu di Yale. Beliau pernah tinggal di Padang melakukan penelitian di bidang sosiologi pembangunan ketika saya sudah di Padang.

Selama Okt-Nov 1983 saya termasuk dari tiga scholar dari Asia (dua lainnya dari RRC dan Nepal) yang diundang oleh Canadian Center for Southeast Asian Studies, Univ of Toronto, Canada, untuk menghadiri 13th Annual Conference, CCSEAS, Univ of Toronto, dan melakukan roving seminar (seminar keliling) ke 11 universitas di Kanada, dari Univ of New Foundland di pantai Timur Atlantik sampai ke Univ of British Columbia di pantai Barat Pasifik, dengan topik bahasan: “Asian Perceptions on the Canadian Development Aid in the Third World Countries.” Pada kesempatan yang sama saya juga mampir di alma mater saya, McGill University, Montreal, menyampaikan makalah

Mochtar Naim 20

Page 21: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

tentang “Labor Migration in Indonesia.” Saya sempat mengunjungi dan berjumpa dengan sejumlah profesor dan berbincang-bincang dengan kawan-kawan kolega Indonesia yang mengambil Islamic Studies di pusat kajian Islam di McGill itu.

Selama musim dingin tahun 1984 saya menjadi Visiting Scholar di University of Kent di Canterbury, England, mempelajari dari dekat bagaimana sebuah fakultas ilmu-ilmu sosial dikelolakan dengan sekian banyak jurusan, program studi dan segala seluk-beluknya. Saya juga memberikan seminar mengenai “Minangkabau Migratory Patterns” yang saya angkatkan dari disertasi saya. Hal yang sama saya lakukan juga sebagai British Council visiting research scholar di SOAS London School of Economics, University of London.

Pada musim panas tahun 1986 saya diundang jadi Visiting Professor di Universitas Frankfurt dalam sebuah program musim panas mengenai Indonesian studies; di mana saya memberikan kuliah-kuliah tentang Peoples and Cultures of Sumatra.

Pada musim gugur tahun 1986 yang sama, selama hampir setahun (1986-1987) saya menjadi Visiting Research Scholar di University of Kyoto Center for Southeast Asian Studies, Jepang. Pada waktu yang bersamaan pada waktu itu juga ada Dr Melly Tan dari LIPI. Saya disponsori oleh Tsuyoshi Kato, professor peneliti di lembaga yang sama,

Mochtar Naim 21

Page 22: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

yang ahli tentang antropologi Minangkabau dan menulis disertasi di Cornell juga mengenai merantau: “Minangkabau Matriliny and Migration.”

Saya di sana melakukan penelitian tentang konflik dan raprosemen budaya Minang dan Jawa: “Conflict and Integration: The Minangkabau and the Javanese in the Dialectics of Nusantara Culture.” Sejak awal 1980-an secara akademik saya telah melansir sebuah konsep dialektika budaya yang waktu itu cukup populer dan sekaligus polemikal dan kontroversial, yaitu perbandingan pola budaya J dan M. Budaya J (Jawa) berada di satu kutub sementara budaya M (Minang) di kutub yang lain dari spektrum budaya Nusantara yang memang sangat beragam. Budaya J melambangkan budaya vertikal, hirarkik, sentripetal, sentralistik, feodalistik, sinkretik, sementara budaya M melambangkan budaya horizontal, egaliter, sentrifugal, desentralistik, demokratik, sintetik. Pergumulan Indonesia sekaligus dilambangkan oleh pergumulan antara kedua kutub budaya yang saling tarik-menarik dalam dialektika budaya Nusantara itu.

Saya pertama kali menyampaikannya tahun 1980 pada sebuah seminar internasional mengenai kebudayaan Minangkabau di Bukittinggi yang memang dihadiri oleh banyak peserta dari mancanegara. Mungkin waktu itu “the right topic in the wrong time,” karena di masa Orde Baru

Mochtar Naim 22

Page 23: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

yang ditekankan adalah keserasian dan keseragaman, bukan konflik dan keragaman. Dunia akademik yang mestinya harus lugas dan apa adanya, dan melihat konflik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan, ternyata juga harus menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi. Apalagi yang namanya akademisi itu rata-rata adalah juga pegawai negeri, dan wajib jadi anggota dari partai pemerintah: Golkar – sementara saya menolaknya. Bagaimanapun, saya harus menanggungkan akibatnya. Rektor Mawardi Yunus sampai garuk-garuk kepala, kok itu yang Bapak angkatkan!, katanya.

Selama di Kyoto saya bersama isteri dan dua anak: Elvira dan Meuthia, yang kedua-duanya masuk sekolah Jepang, Chu Gakko. Meuthia di tingkat SMPnya dan Elvira di tingkat SMA. Mereka nyaris dicemplungkan dalam situasi belajar yang asing sama sekali tanpa mengenal satu patah katapun bahasa Jepang sebelumnya. Untungnya mereka pandai berbahasa Inggeris, sehingga komunikasi dengan guru-guru sedikit banyak tertolong. Setelah melewati masa krisis dalam penyesuaian diri, akhirnya ketagihan. Dan mulai pandai berbahasa Jepang. Bahkan minta ditinggal saja setelah dekat waktu kami harus pulang. Keempat-empat anak kami setelah menyelesaikan SMA mereka di SMA 2 Padang, semua satu per satu masuk ITB, dan sarjana ITB dalam berbagai disiplin ilmu. Tiga dari antaranya

Mochtar Naim 23

Page 24: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

meneruskan ke S2 di luar negeri. Amelia ke Colorado U, dari Teknik Industri di ITB mengambil Business Administration, dengan suami, Indra Januar, ambil S3 di bidang electrical engineering dengan kekhususan dalam fiber optics. Elvira dari Planologi di ITB ke Public Policy di NUS, universitas yang sama dengan saya, bapaknya. Elvira mendapat jodoh seorang sarjana S1 jurusan Metalurgi dari FT UI dan bekerja di Garuda. Meuthia dari S1 Kimia Murni di ITB ke Leeds U di Inggeris, bersama suami, Suyudi, dua-dua mengambil Environmental Economics untuk MSc, dan dua-dua bekerja di KLH. Emil, dari Elektro di ITB, berkerja dengan perusahaan minyak Amerika di Balik Papan. Suka dikirim ke luar negeri oleh perusahaan, dan tiap sebentar mondar-mandir BP-Jkt urusan dinas perusahaan. Emil mendapatkan jodoh dengan sarjana Bahasa Jepang, yang bapaknya dulu juga sekuliah dengan Asma di Fakultas Hukum UII. .

Jarak beberapa minggu saja, pada tahun 1988, saya diundang lagi sebagai research associate di Institute of Developing Economies, Tokyo, untuk enam bulan, sekarang penelitian mengenai pola manajemen rumah makan Padang: “Minangkabau Restaurant Management Patterns: A Search for an Indigenous Prototype of Indonesian Production Sharing Enterprise.” Penelitian ini adalah melanjutkan penelitian yang sama yang saya lakukan bersama beberapa kawan wartawan muda

Mochtar Naim 24

Page 25: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

di Padang dengan survei lapangan yang kami lakukan di kota Padang dan Jakarta. Hasil penelitian bersama ini diterbitkan oleh Yayasan Obor (Mochtar Lubis) dengan judul: Jurus Manajemen Prototipe Ekonomi Pancasila (1988).

Di Tokyo saya melakukan survei perbandingan dengan sejumlah restoran Jepang dengan fokus pada sistem manajemen dan hubungan majikan dengan para karyawan serta sistem penggajian dan bonus-bonusnya. Menarik, memang, memperbandingkan dua sistem manajemen yang jelas berbeda, tapi punya kesamaan dalam semangat kerjasamanya yang dilandaskan kepada kebersamaan yang bersifat sentrifugal, other-oriented, dan bukan sentripetal, ego-oriented. Pada sistem Jepang, kepala ataupun pemilik berperan sebagai “bapak,” tetapi bapak yang memperhatikan kepentingan dan kese-jahteraan anak-anak, artinya, anak buahnya. Sifat paternalismenya memang kental sekali, tetapi paternalisme yang berorientasi sentrifugal, bukan sentripetal.

Di Minang, yang ditekankan adalah kerjasama yang bersifat egaliter dan saling menguntungkan, dengan prinsip profit sharing, syirkah, atau bagi keuntungan, dengan sistem mato (points). Merit seseorang ditentukan kepada fungsi, lama bekerja, kecekatan, kesediaan bekerja sama dengan saling kontrol, dsb. Makin tinggi fungsi, lama berkerja, kecekatan, kesediaan bekerjasama, dsb, itu makin

Mochtar Naim 25

Page 26: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

tinggi jumlah mato yang didapatkan. Karenanya sifatnya dinamis. Namun rentang antara yang paling tinggi dengan yang paling rendah tidak terlalu besar. Pemilik modal mendapatkan bagian keuntungan bervariasi dari 25-30 % di kampung dengan 50 % di rantau. Tukang masak biasanya mendapatkan mato tertinggi, sesudah itu baru kepala hidang, kasir, juru hidang lainnya, dan tukang cuci piring pun ikut ke dalamnya. Oleh karena itu sistem gaji atau upah tidak dikenal. Masa berhitungnya biasanya sekali seratus hari.

Selagi masih aktif mengajar di Unand di tahun 1980-an itu, saya banyak mengarahkan para mahasiswa untuk melakukan peneli-tian-penelitian. Mana-mana penelitian yang didapatkan melalui proyek-proyek dengan Departemen-departemen, dsb, selalu dengan melibatkan tenaga-tenaga mahasiswa, dan di lapangan bersama mereka saya melakukan bimbingan dan melakukan alih pengetahuan dan pengalaman kepada mereka. Pengalaman yang saya dapatkan selama belajar di luar negeri saya berikan pula kepada mereka. Biasanya honor yang didapatkan selalu dibagi dua, separoh untuk saya, dan separoh untuk mereka bersama-sama. Cara-cara seperti ini ternyata berkesan dalam, bagi mereka dan bagi saya juga sebagai pendidik dan pembimbing. Saya tidak pernah melakukan hubungan yang kaku dan formal dengan mereka, tetapi memperlakukan mereka sebagai sahabat dan partner, di dalam maupun di

Mochtar Naim 26

Page 27: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

luar kelas, seperti yang dahulu saya dapatkan ketika saya belajar di Kanada dan Amerika.

Buah ini sempat juga saya petik nikmatnya, ketika saya mencalonkan diri sebagai anggota DPD-RI tahun 2004 yl, di mana tanpa harus melakukan kampanye sekalipun, merekalah ternyata yang merayap ke mana-mana menyebarkan nama saya. Saya sendiri waktu itu bahkan ada di Univ of Michigan, di Ann Arbor, AS, selama lima bulan, ketika orang sedang sibuk-sibuknya memper-siapkan pemilu. Saya baru kembali ke Padang ketika orang sudah mulai berkampanye. Saya tak sekalipun ikut berkampanye seperti orang-orang itu kecuali memberikan ceramah di kampus-kampus dan di mesjid-mesjid. Yang saya ceritakan justeru adalah mengenai pesatnya perkembangan Islam di Amerika seperti yang saya lihat. Menceritakan perkembangan Islam di Amerika, sampai di mesjid dekat kampus University of Michigan, di Ann Arbor, orang shalat Jumat sampai bergantian dua kali, karena mesjidnya yang cukup besar tapi tidak muat untuk sekali berjumat. Bagi audiens ternyata itu lebih menarik daripada mendengarkan janji-janji kosong yang belum tentu akan dipenuhi. Saya hanya di ujung ceramah menitip-kan pesan dengan kata-kata sederhana saja: “Jangan lupa nomor 20.” Kebetulan nomor saya nomor 20, sama dengan nomor Golkar.

Mochtar Naim 27

Page 28: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Tidak tahu saya siapa yang menolong siapa dengan kesamaan angka itu. Di Sumbar Golkar ternyata unggul juga. Mungkin karena Sumbar merasakan nikmat berada di bawah rezim Orde Baru. Pemerintah Orde Baru cenderung memberi hati kepada Sumbar karena pengalaman pahit selama masa PRRI. Untung juga, tuba dibalas dengan madu, untuk pembangunan yang bersifat fisik, tetapi yang bersifat kultural, tidak. Pola M yang mestinya tampil meng-gantikan pola J ketika bandul pendulum beralih ke pola M yang demokratik dan egaliter tidak terjadi di awal pergantian rezim, dari Orde Baru ke era Reformasi. Bukti bahwa pola J dan M harus diterjemahkan dalam konteks dan konstelasi budaya N (Nusantara) yang didominasi oleh budaya J.

Pengalaman belajar dan mengajar di luar negeri, jika diterapkan di tanah air sendiri, memang banyak faedahnya dan memberikan suasana tersendiri yang berbeda dengan yang lainnya. Selama mengajar di Unand, baik ketika masih sebagai pengajar luar biasa di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Pertanian, maupun setelah menjadi dosen tetap di Fakultas Sastra dan Ilmu-ilmu Sosial (yang kemudian dipisah), saya hanya menerapkan prinsip: firm but gentle.

Dalam hal disiplin waktu, saya adalah Pak Hattanya Unand. Biasanya lima menit setelah kuliah dimulai, dan saya sudah ada di depan kelas

Mochtar Naim 28

Page 29: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

teng pada waktunya, pintu ditutup. Tak seorangpun yang bisa masuk lagi, apapun alasannya. Akibatnya, tak satupun yang terlambat, dan mau terlambat. Yang memang terlambat, risikonya, tak bisa masuk. Jadinya, saya lihat, bukan saja yang resmi mendaftar, yang tak resmi mendaftar pun banyak yang ikut di kuliah saya.

Walaupun masih di tahun pertama, saya melaksanakan sistem kuliah aktif. Setelah di hari-hari pertama dijelaskan topik dan ruang lingkup dari perkuliahan, dan dituangkan dalam bentuk silabus, pekerjaan lalu dibagi-bagi dan kelas dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok diskusi, sesuai dengan bab-bab dari buku teks pegangan dan silabus yang dipakai.

Setelah saya memberikan kuliah yang sifatnya memberikan garis besar dari permasalahan yang dibicarakan, masing-masing kelompok tampil menyampaikan resume dari buku-buku yang dibaca, lalu diskusipun terjadi. Saya sendiri tidak pernah duduk terpaku di belakang meja. Atau membikin sketsa-sketsa, matriks-matriks, atau catatan istilah-istilah yang dipakai, di papan tulis, atau mundar-mandir di ruang kelas, sambil melayangkan tunjuk ke mahasiswa untuk menanyakan apapun dari masalah yang sedang dibahas. Arah tunjuk yang tidak pernah diprediksi ke mana perginya menyebabkan mereka juga selalu alert. Dengan diselang-selingi oleh contoh-contoh kasus yang terkait dengan permasalahan,

Mochtar Naim 29

Page 30: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

suasana perkuliahan biasanya ramai dan bergairah. Melalui itu pemantauan bakat dilakukan. Segera bisa diketahui mana mahasiswa yang menonjol, mana yang tidak. Mana yang memang pintar, mana yang medioker. Tetapi tidak ada yang merasa teralienasi. Mana yang menonjol dan memperlihatkan kebolehannya langsung diangkat sebagai asisten dan pemimpin kelompok diskusi – walau baru di tahun pertama.

Hubungan yang hampir tidak mengenal jarak ini bagi para mahasiswa sendiri ternyata menggairahkan dalam belajar dan berekspresi. Lama setelah mereka selesai, yang sekarangpun sudah ada yang jadi doktor dan profesor, hubungan ini tetap akrab, walau fisik berjauhan.

Setelah saya berhenti di Unand kesibukan saya ternyata tidak berkurang, malah bertambah-tambah. Kecuali sibuk dengan berba-gai penelitian pesanan dari berbagai Departemen dan lembaga-lembaga, saya juga banyak diminta untuk memberikan makalah pada berbagai macam seminar, dan ceramah-ceramah. Daftar Karangan dalam buku Kumpulan Karangan ini memperlihatkan bahwa nyaris tidak ada bulan tanpa saya menulis makalah atau tulisan apapun yang dimuat di surat kabar atau di manapun, atau dibukukan.

Sebuah proyek pribadi yang telah saya mulai sejak saya kembali ke Padang dari Makasar di awal 1980-an, dan berlanjut sampai hari ini, adalah

Mochtar Naim 30

Page 31: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

penyusunan Kompendium Al Qur`an yang diklasifikasi-kan secara tematik-maudhu’i menurut pengklasifikasian ilmu pengetahuan cara sekarang. Ide ini bermula ketika saya masih jadi mahasiswa di Institute of Islamic Studies, McGill University, di Montreal, Kanada, akhir 1950-an. Ketika itu kami dibimbing bagai-mana melakukan penelusuran kepustakaan dari masalah yang kita cari. Termasuk tentunya dari apa yang ada dalam Al Qur`an. Waktu itu di samping Fathur Rahman, yaitu buku indeks dalam mencari kata dalam Al Qur`an, juga a.l. ada buku indeks yang sifatnya topikal dari Jules la Baume, misalnya, yang judulnya: Le Koran Analyse. Namun, sistematika pengklasifikasian yang dipakai oleh La Baume tidaklah menurut pengklasifikasian ilmu seperti sekarang tetapi menurut cara dia sendiri. Sejak itu terpikir oleh saya, bagaimana kalau satu waktu saya yang melakukannya. Membaca dan memahami Al Qur`an yang menjadi pegangan hidup orang Islam, ternyata tidaklah segampang seperti yang dikirakan; pada hal Al Qur`an itu dikatakan sebagai hudan, petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Al Qur`an nyatanya lebih untuk dibaca dan dilagukan, tanpa tahu atau perlu tahu tentang yang dibaca dan dilagukan itu. Muslim awam rata-rata tidak tahu di mana letaknya ayat-ayat yang berkaitan dengan sesuatu topik atau mas-alah, sehingga orang Islam dalam kenyataannya jauh dari petunjuk Al Quran itu.

Mochtar Naim 31

Page 32: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Ide ini pertama kali saya lontarkan dalam sebuah pengajian dari kelompok intelektual di Mesjid Maipa, dekat pantai Losari, Makasar. Saya waktu itu jadi Direktur dari Pusat Latihan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial di Unhas akhir 1970-an. Mesjid Maipa satu-satunya mesjid waktu itu yang full AC. Setiap Minggu subuh setelah shalat shubuh berjamaah langsung diikuti dengan pengajian dengan topik yang berbeda-beda dan penceramah yang juga berbeda-beda. Pengunjungnya kebanyakan adalah para sarjana dari berbagai universitas dan perguruan tinggi yang tujuannya adalah juga untuk bersosialisasi dan saling kenal mengenal satu sama lain. Pada waktu itulah saya melontarkan ide untuk secara bersama-sama menyusun ayat-ayat Al Qur`an yang disusun secara topikal itu. Ternyata mendapatkan respons yang positif. Namun sampailah waktunya saya harus kembali ke Padang untuk membantu memper-siapkan Fakultas Sastra dan Ilmu-ilmu Sosial itu, sehingga yang tergarap barulah beberapa juz saja yang dikerjakan secara kolektif bersama-sama dan masih dalam upaya uji-coba dan dengan trial and error.

Proyek inilah yang saya mulai kembali di Padang, yang sekarang saya lakukan sendirian. Untungnya di awal 1980-an itu komputer sudah masuk ke Padang, dan saya termasuk yang mula-mula memanfaatkan komputer untuk melakukan klasifikasi ayat-ayat Al Qur`an secara topikal-

Mochtar Naim 32

Page 33: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

maudhu’i itu. Sekarang sudah lima jilid yang diterbitkan; yaitu Kompendium ayat-ayat Al Qur`an yang berkaitan dengan Fisika dan Geografi (495 halaman); Botani dan Zoologi (228 halaman); Biologi dan Kedokteran (390 halaman); Hukum (761 halaman); dan Ekonomi (250 halaman). Tiga jilid lagi tinggal menerbitkan, yaitu yang berkaitan dengan Qashash atau Kisah-kisah dalam Al Qur`an; Eskatologi, yaitu yang berkaitan dengan Akhirat, ganjaran Surga dan Neraka; dan Himpunan ayat-ayat Do’a dalam Al Qur`an. Ternyata bahwa bahagian besar dari doa-doa yang kita baca setiap hari berasal dari Al Qur`an. Yang belum dimulai sama sekali justru adalah yang paling mendasar, yaitu yang berkaitan dengan aqidah dan etika. Mudah-mudahan Allah memberi kelapangan dan umur panjang untuk bisa menyelesaikan-nya, amin.

Lembaran baru di era 1990-an dan memasuki abad ke 21 ini ternyata juga memberi warna tersendiri, di mana saya mulai mema-suki dunia politik justru di hari sudah mulai berembang petang ini. Sambil saya terus menulis, memberikan ceramah-ceramah dan menyampaikan makalah-makalah di berbagai seminar, dsb, di awal 1990-an saya mulai diajak untuk memasuki dunia politik. Selama ini saya lebih banyak sebagai pengamat yang kritis atau simpatisan pinggiran.

Adalah Pak Natsir yang pertama kali menelepon saya ke rumah di Padang agar saya ikut membantu Partai PPP. Partai PPP katanya

Mochtar Naim 33

Page 34: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

memerlukan dukungan dan keikut-sertaan dari para intelek-tual muslim untuk memperkuat partai dari dalam. Saya sesudah itu juga ditelepon oleh Ismail Hasan Meutareum, Ketua Umum PPP waktu itu, mengajak saya berkiprah di PPP. Ajakan itu kemudian saya terima. Dan saya didudukkan sebagai Ketua Majelis Pertim-bangan Wilayah (MPW) di DPW PPP Sumbar. Jadilah saya setelah itu benar-benar orang partai, tapi orang partai yang ke dalampun suka menyampaikan kritik dan tegur-sapanya. Karena saya ditempatkan di kelompok senior dalam partai, maka sayapun berusaha menempatkan diri sesuai dengan ekspektasi partai. Karenanya saya tidak terlalu jauh mencampuri urusan dalam partai yang banyak digeluti oleh kelompok teras yang duduk dalam DPW dan yang relatif masih lebih muda. Untungnya saya sudah dikenal luas dalam partai, dan dalam masyarakatpun, karena nama dan peranan yang saya mainkan selama ini dalam masyarakat, sehingga sayapun tidak memerlukan penyesuaian diri yang banyak dalam partai. Saya merasakan bahwa kehadiran saya dalam partai-pun didambakan oleh para anggota, dan sayapun senang karenanya.

Ketika Pemilu tahun 1992 dan 1997 dilakukan, nama sayapun dicantumkan sebagai calon untuk duduk di DPR RI. Walau nama saya termasuk yang terletak di papan atas, namun yang terpilih tetap

Mochtar Naim 34

Page 35: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

adalah yang duduk di DPP di Jakarta; karena mereka dicalonkan di daerah mereka masing-masing, dan nama mereka disorongkan dari atas.

Ketika Reformasi terjadi, Prof Deliar Noer mengajak saya untuk ikut mendirikan partai Islam, dengan nama Partai Ummat Islam. Karena PPP yang didorong oleh Suharto untuk legitimasi bagi demokrasi rezim Orde Barunya, waktu itu bukanlah partai yang berdasar Islam, tapi Pancasila, sementara saya menginginkan adanya partai yang berdasar Islam, seperti Deliar Noer dkk, maka sayapun menulis kepada Pimpinan, via Ketua Umum, PPP, untuk keluar dari partai dan bergabung dengan PUI. Di PUI saya ditunjuk menjadi Ketua DPW PUI Sumbar. Tugas saya adalah membentuk partai dan mengembangkannya ke seluruh Sumbar dengan mendirikan cabang dan ranting.

Ketika tiba waktunya DPRD Sumbar, seperti juga DPRD lain-lainnya di seluruh Indonesia, untuk memilih wakil-wakil daerah untuk duduk di MPR-RI, saya dicalonkan. Yang mengusulkannya adalah Forum Ukhuwwah Partai-Partai Islam yang beberapa saat sebelumnya saya ikut menggerakkannya. Walau PUI hanya punya seorang wakil di DPRD Sumbar, tetapi saya didukung oleh hampir semua partai yang ada di DPRD. Karena pada hari pemilihan itu saya telah membikin komitmen sebelumnya untuk memberikan Seminar mengenai “Madrasah

Mochtar Naim 35

Page 36: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Unggulan” di IAIN Pekanbaru, saya minta kepada pimpinan Dewan supaya saya didahulukan memberi-kan orasi untuk menjawab pertanyaan, kenapa saya mencalonkan diri. Begitu saya selesai, dengan jatah waktu hanya tujuh menit, saya langsung pamit dan mengejar pesawat yang ke Pekanbaru. Sore harinya, telepon berdering, ternyata dari isteri, menyatakan bahwa saya terpilih. Saya terpilih dengan urutan terakhir, kelima. Dari cerita-cerita yang saya dengar sesudah itu, betapa kasak-kusuknya kawan-kawan para calon lain-lainnya, dan betapa hangatnya pasar bursa waktu itu.

Dari 1999 sampai 2004 jadilah saya anggota MPR-RI selaku utusan daerah dari Sumbar, bersama empat kawan lainnya. Hari pertama saya ada di gedung MPR saya bagaikan orang udik yang jolong ke kota; walau dunia sudah saya kitari. Karena di MPR tak satupun anggota dari partai yang saya masuki, PUI, saya kelabakan sendiri. Utusan daerah ternyata tak diakui untuk bisa membentuk fraksi sendiri. Yang lain-lain, karena memang tunjukan partai, masuklah mereka ke partai masing-masing, atau masuk ke Utusan Golongan. Tetapi saya, ke mana mau pergi? Namun, begitu utusan daerah tidak dibolehkan membentuk fraksi sendiri, begitu secara spontan datang ajakan dari berbagai fraksi lainnya untuk masuk ke fraksi mereka. Yang tak mengajak, kecuali fraksi TNI-Polri, ada beberapa partai

Mochtar Naim 36

Page 37: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

nasionalis. Setelah saya inap-inapkan, saya menja-tuhkan pilihan pada partai PBB (Partai Bulan Bintang), yang saya tahu adalah titisan dari partai Masyumi, seperti PUI juga, dan yang komitmen mereka terhadap Islam sejalan dengan pikiran saya. Sejak itu sayapun bergabung dengan Fraksi PBB. Yusril Ihza Mahendra sendiri yang langsung meminta saya untuk menggabung.

Ketika Badan Pekerja MPR dibentuk, pimpinan Fraksi PBB menjatuhkan pilihannya menunjuk saya duduk di PAH (Panitia Ad Hoc) II, sementara Sdr Hamdan Zoelfa SH duduk di PAH I. PAH I yang berkaitan dengan amandemen UUD 1945, sedang PAH II berkaitan dengan TAP-TAP MPR. Hanya ada dua jatah yang terse-dia untuk FPBB di BP MPR, sesuai dengan perimbangan jumlah anggota dan jumlah kursi yang tersedia. Sebuah penghormatan bagi saya dan sekaligus juga pengorbanan bagi anggota-anggota Fraksi PBB yang lain-lainnya yang merekapun berhak terpilih untuk duduk di BP itu.

Karena duduk di Badan Pekerja, saya sendirinya harus hadir sepanjang tahun; bukan hanya sekali setahun ketika Sidang Umum diadakan seperti anggota-anggota biasa lain-lainnya. Tugas pokok kami adalah mempersiapkan bahan-bahan yang akan dibahas dan diputuskan di Sidang Pleno BP MPR untuk seterusnya dibawa dan diputuskan pada Sidang Umum MPR berikutnya. Dalam rangka tugas di BP MPR itu saya sempat beberapa kali ikut rombongan MPR ke

Mochtar Naim 37

Page 38: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

luar negeri. Bulan April 2000 saya ikut rombongan Pokja MPR RI ke Yunani, Jerman dan Turki dalam rangka studi perban-dingan mengenai sistem dua kamar yang nanti melahirkan adanya DPD itu.

Rombongan yang sama juga melakukan studi perbandingan ke Korea dan RRC sesudah itu. Di Beijing kami sempat naik ke Tembok Cina, salah satu dari yang disebut lima keajaiban dunia. Saya sendiri naik sampai ke atasnya, dan dapat sertifikat tanda sudah naik dengan membelinya di sebuah gardu di atasnya. Dengan demikian, tiga dari lima keajaiban dunia sudah saya lihat: Piramida, Niagara Falls, dan Tembok Cina, sedang dua lainnya belum: Menara Piza dan Taj Mahal. Mudah-mudahan, siapa tahu.

Saya sendiri dengan didampingi oleh isteri juga melakukan lawatan ke Amerika, Kanada dan Norwegia untuk tujuan yang sama. Di Washington kami menjadi tamu dari Duta Besar Dorojatun Kuntjarayakti yang sudah kami kenal sejak waktu di Singapura dulu; sementara di Oslo, Norwegia, jadi tamu dari kawan akrab Dubes Tarmizi Taher. Di Ottawa juga jadi tamu dari Sekretaris I, Neneng Panggabean, yang ketika kami di New York dulu masih berupa gadis kecil dari kawan kami keluarga Panggabean dari KB Antara, yang ibunya Neneng, Zus De Panggabean, adalah dari Sungai Puar, bersebelahan kampung dengan saya, dan dari keluarga Khairul Saleh.

Mochtar Naim 38

Page 39: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Walau selaku anggota BP MPR, kami-kami yang bukan anggota DPR tidak disediakan perumahan seperti anggota-anggota DPR. Saya karena tak punya rumah di Jakarta, dan tak pula disediakan uang penyewa rumah, dipersilahkan tinggal di hotel, dan hotelnya dipilihkan Hotel Sahid Jaya. Sekretariat Jenderal MPR RI yang mengaturnya. Demikianlah, kami sampai lebih sembilan bulan tinggal di hotel, yang betapapun konfortabelnya, tidak seperti tinggal di rumah sendiri. Juga ngeri kalau harus memikirkan berapa biaya yang dikeluarkan oleh Setjen MPR bagi anggota BP yang ditempatkan di hotel.

Kebetulan salah seorang anggota FPBB, seorang dokter asal Semarang, minta berhenti karena tidak mungkin meninggalkan praktek spesialisnya. Jatah rumah untuknya di kompleks perumahan DPR di Kalibata ternyata tak pernah ditempatinya. Rumah itulah yang akhirnya ditawarkan oleh Fraksi kepada saya untuk ditempati, minimal sampai ada pengganti antar-waktu datang menempatinya nanti.

Jadilah kami suami-isteri dengan dua anak gadis tinggal di perumahan DPR tersebut sampai lk sembilan bulan pula, sampai anggota fraksi pengganti antar-waktu datang menempati rumah itu. Sementara itu, selagi di Kalibata kami sempat mengawinkan kedua anak gadis kami itu, Elvira dan Meuthia, dengan pilihan junjungan mereka masing-masing. Akad nikahnya diadakan selisih

Mochtar Naim 39

Page 40: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

satu hari di Mesjid Kompleks DPR, sedang pestanya barengan di Gedung Serba Guna DPR Kalibata. Elvira dapat kawan hidup orang sekampung dengan saya, dari Banuhampu, Bukittinggi, sementara Meuthia dapat kawan sekantor di Kementerian Lingkungan Hidup yang kebetulan berasal dari Cicaheum, Bandung.

Kami kemudian pindah rumah ke Ciputat, di kawasan Kampung Utan (Jalan Pepaya 72), yang kami sewa sampai kami berangkat ke Leeds, Inggeris, 29 November 2002. Kami ke Leeds dengan dua tujuan, pertama mendampingi Meuthia yang akan melahirkan, sesuai dengan perjanjian semula dengan British Council di Jakarta, dan kedua menjadi Research scholar di Leeds University. Thia karena sudah hamil ketika mau berangkat ke Inggeris berjanji akan mendatangkan ibunya ketika akan melahirkan. Tgl 14 Des 2002 saya berangkat lagi ke Jakarta sendirian memenuhi panggilan wawancara dengan Aminef yang mengurus fellowship dari Fulbright. Dari hasil wawancara, saya langsung dinyatakan lulus untuk mendapatkan scholarship selama enam bulan melakukan riset di University of Michigan di Ann Arbor. Yang menguji saya kebetulan kawan yang mengenal baik saya, dan sayapun mengenal baik mereka: Profesor Dr Parsudi Suparlan, antropolog terkenal dari UI, dan Dr Mochtar Pabottinggi, sosiolog terkenal dari LIPI. Tanggal 4 Januari 2003 saya kembali ke Inggeris, ke Leeds, mendapatkan

Mochtar Naim 40

Page 41: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

cucu laki-laki yang sudah lahir tgl 20 Desember sebelumnya. Mereka memberi nama cucu yang gagah: Ismail Halim Suyudi.

Di Leeds Univ saya melanjutkan pengklasifikasian Ayat-ayat Al Qur`an secara tematik-maudhu’i itu; karenanya saya bergabung dengan School of Theology and Religious Studies. Saya dapat fasilitas yang memadai, ikut seminar-seminar di samping juga memberikan seminar.

Enam bulan di Inggeris merupakan peluang yang luas sekali bukan saja untuk berkontemplasi, melakukan riset dan meman-faatkan perpustakaan yang semuanya sudah terkomputerisasi, di samping juga mengenal Inggeris untuk keempat kalinya dari dekat dengan melakukan kunjungan ke kota-kota yang selama ini baru saya kenal di peta. Bulan Maret, Elvira dan suami, Eri Rusli, dan Zahra, anak mereka, berkunjung ke Leeds, dan kami bersama melancong ke Scotlandia, ke Glasgow dan Edinburg. Bulan April kami pulang ke tanah air untuk mempersiapkan diri terus ke Amerika Serikat, ke Ann Arbor, Michigan.

Semua ini dimungkinkan karena saya tidak lagi duduk di BP MPR, sehingga tidak perlu masuk setiap hari; cukup sekali setahun saja ketika Sidang Umum. Di MPR sementara itu Fraksi Utusan Daerah (FUD) berhasil kami perjuangkan dengan cara yang agak radikal; sampai kami ramai-ramai menyerbu ke rostrum SU MPR segala, karena kami dihadang oleh fraksi lain yang

Mochtar Naim 41

Page 42: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

menentang dimunculkannya FUD ini. Perkelahian fisik bahkan nyaris terjadi.

Bung Karno pernah mengatakan, revolusi suka memakan anaknya sendiri. Itu juga terjadi pada diri saya. Saya termasuk yang getol memperjuangkan berdirinya FUD, walau saya resminya berada di Fraksi PBB, tapi dari Utusan Daerah. Hanya FPBB positif dan bahkan aktif memperjuangkan terbentuknya FUD ini.

Begitu FUD berhasil dilahirkan dan saya secara spontan masuk dan berpindah ke FUD, saya justeru disingkirkan dari kedudukan saya di BP MPR. Rupanya kursi di BP itu jadi barang rebutan di FUD. Banyak yang sebelumnya menasehatkan, seperti banyak kawan-kawan di Utusan Daerah yang bergabung dengan partai-partai yang mereka masuki, agar tidak pindah ke FUD sehingga bisa tetap di BP MPR. Tapi itu bukan tipe saya. Saya masuk FUD dengan risiko apapun, dan dengan prinsip. Dan karena itu pula, karena saya tidak lagi duduk di BP MPR saya bisa ke mana-mana, kembali berlanglang buana. Sebuah blessing in disguise. Makanya saya sampai di Inggeris dan sekarang ke Amerika pula, dua-dua dapat fellowship.

Selama 30 bulan duduk di Badan Pekerja MPR dari FPBB dan sebentar dari FUD, saya sempat membukukan semua pidato dan buah-buah pikiran yang saya sampaikan di forum BP MPR, baik di PAH II yang saya masuki maupun di sidang-sidang pleno BP dan Sidang Umum MPR sendiri. Karena

Mochtar Naim 42

Page 43: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

saya satu-satunya yang mewakili FPBB di PAH II BP MPR, maka sendirinya tiap kali ada giliran pembicaraan atas nama Fraksi saya mau tak mau harus tampil. Untungnya karena agendanya dijadwalkan secara terarah setiap kali masa sidang, maka pidato-pidato yang disampaikan bisa disiapkan secara tertulis terlebih dahulu. Itu semua saya kerjakan sendiri, ketik sendiri, dan sering saya tulis di tengah malam ketika suasana hening sepi, untuk besoknya disampaikan di muka sidang. Sebuah keasyikan tersendiri yang rasanya tak mungkin terbeli, ataupun terulang kembali. Kata Deliar Noer yang memberikan kata pendahuluan dalam buku itu, tradisi Volklsraad yang tidak berkelanjutan. Nyatanya, saya hanya satu-satunya dari lk 700 anggota MPR-RI yang menghimpun seluruh pidato-pidato yang disampaikan (373 halaman) sebagai sekaligus pertanggung-jawaban kepada rakyat yang diwakili.

Dua kawan telah berjasa besar yang memungkinkan buku kumpulan pidato itu terbit dan keluar pada waktunya, yang ketika SU MPR tahun 2002 saya bagi-bagikan kepada seluruh anggota MPR RI secara cuma-cuma. Juga ke anggota-anggota DPRD Sumbar, Gubernur, dan bahkan seluruh menteri dalam kabinet. Kedua kawan tersebut adalah Ketua FUD yang juga Wakil Ketua MPR-RI, Sdr Dr Oesman Sapta, dan Dirut PT Batubara Bukit Asam, Sdr Drs Ismet Harmaini, yang adalah bekas mahasiswa saya sewaktu saya

Mochtar Naim 43

Page 44: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

mengajar di Fakultas Ekonomi Unand di akhir 1960-an dan awal 1970-an.

Di University of Michigan, di Ann Arbor, saya bergabung dengan Center for Southeast Asian Studies, dengan terus melanjutkan riset dan penulisan mengenai Kompendium Al Qur`an. Saya konsentrasi mengenai Eskatologi dan Kisah-kisah dalam Al Qur`an, yang setelah tersusun ternyata cukup tebal juga. Selain berkantor di CSEAS saya juga banyak menghabiskan hari di perpustakaan Central Campus ataupun perpustakaan North Campus yang dekat dari rumah di University Family Housing; cukup berjalan kaki saja. Ke Central Campus ada bus kampus setiap 10 menit dan gratis.

Kota Ann Arbor adalah kota kecil yang nyaris adalah kota kampus. Dekat ke Detroit di sebelah Timurnya dan agak berjauhan ke Barat ke Chicago. Saya yang dahulu di tahun 1960-an biasa bermain di pantai Timur, sekarang mengenali bagian Tengah-Utara Amerika. Kesempatan selama lima bulan di University of Michigan juga berarti ada kunjungan-kunjungan yang saya lakukan ke Chicago, DeKalb, Detroit, Lansing dan East Lansing, dsb, dalam berbagai keperluan. Di Detroit dan sekitarnya, dan sekarang juga Chicago dan sekitarnya, ditemukan banyak komunitas Islam; kebanyakan migran dari Timur Tengah, dan dari India-Pakistan. Mereka punya mesjid-mesjid dan restoran serta tempat berbelanja khas etnik Arab

Mochtar Naim 44

Page 45: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

atau India-Pakistan. Komunitas Indonesia pun biasa melakukan kegiatan pengajian secara rutin sekali sebulan dari rumah ke rumah di Detroit. Di Detroit ternyata ada sejumlah keluarga Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan otomotif terkenal setelah mereka menamatkan sekolah mereka di berbagai perguruan tinggi. Cukup banyak juga wanita-wanita Indonesia yang kawin dengan laki-laki Amerika, yang lakinya masuk Islam.

Ketika masih di Ann Arbor, kami dalam bulan Desember 2003 melakukan kunjungan spiritual ke Selatan, ke Florida dan Atlanta. Ke Kissimmee di Florida menghadiri “Innaugural Conference on Islam for Humanity” dan Muktamar Bersama Indonesian Muslim Students Association (IMSA) dan Malaysian Islamic Study Group (MISG) di Orlando, Atlanta. Perkembangan Islam di bagian Selatan ini ternyata juga cukup mengagumkan. Di Kissimmee, Florida, mereka menyiapkan sebuah pusat Islam lengkap dengan persekolahan, mesjid, pertokoan, rumah sakit, dsb, di atas tanah bekas kompleks perhotelan Ramada Inn yang cukup luas milik pengusaha Yahudi. Banyak dari penduduk setempat, terutama dari kelompok Afro American (Negro) yang masuk Islam, di samping juga migran dari West Indies, Karibea, dan Amerika Latin lainnya. Kesempatan yang sama kami pakai juga untuk melihat-lihat daerah-daerah turis di Florida, termasuk Kennedy Space Center.

Mochtar Naim 45

Page 46: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Rencana kami untuk tinggal di Ann Arbor selama enam bulan terpaksa kami perpendek menjadi lima bulan karena saya sudah dipanggil untuk segera pulang ke Padang melakukan kampanye Pemilu untuk bertanding mendapatkan jatah kursi untuk duduk di DPD-RI. Kendati sebelum berangkat ke Amerika saya sudah mengumpulkan sekitar 3000 tanda tangan dari 2000 yang disyaratkan untuk bisa lolos sebagai calon, nyatanya cukup banyak yang ditolak, karena ternyata bagian banyak dari yang mendukung saya adalah para mahasiswa yang menyerahkan fotokopi Kartu Mahasiswa yang ternyata tidak laku dipakai. Sementara juga ada sejumlah pendukung yang memberikan fotokopi KTP-nya yang sudah kadaluwarsa. Ada sejumlah 100 lebih yang harus didapatkan penggantinya dalam waktu hanya tiga hari sebelum waktu penutupan. Semua itu disanggupi oleh kawan-kawan yang adalah bekas mahasiswa saya yang turun tangan berjibaku meloloskan gurunya untuk duduk di DPD-RI. Iya pula, dalam tiga hari mereka berhasil mendapatkannya sementara saya masih di Ann Arbor. Tidak seorangpun dari mereka, dan tidakpun dari para mahasiswa yang bergabung dalam Yayasan Amal Saleh yang tinggal di asrama-asrama, dan sekarang jadi surau-surau, di sekitar Kampus Air Tawar, yang mau menerima imbalan jerih. Jadilah saya calon resmi untuk kursi di DPD-RI.

Mochtar Naim 46

Page 47: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Seperti yang saya ceritakan di atas sebelumnya, pulang-pulangpun ke Padang di awal Maret 2003 ketika masa kampanye sudah dimulai, saya tidak ikut berkampanye seperti calon-calon lain dengan bermacam kegiatan kampanye di lapangan terbuka, di berbagai kota, dan di manapun, dengan berhabis biaya. Konon ada yang sampai sekian M mengeluarkan dana untuk kampanye, yang saya memikirkannya saja ngeri. Sekian puluh juta rupiah harus dikeluarkan untuk satu kali kampanye terbuka saja. Belum lagi biaya spanduk, ballyhoo, stiker, baju kaos, makan peserta, envelop, transportasi dan entah apa lagi namanya itu. Saya paling-paling hanya dibekali oleh anak-anak di Jakarta dengan sejumlah spanduk dan stiker yang dibikinkan di Jakarta dengan bantuan dana dari kawan-kawan sesekolah dari anak-anak kami. Bagaimanapun, saya memanfaatkan surat kabar untuk menulis dan menyampaikan pesan-pesan dan buah pikiran saya. Kecuali sekali atau dua kali yang khusus berupa advertensi kampanye, satu atau setengah halaman, di dua surat kabar, selainnya tak ada yang saya bayar, karena sifatnya tulisan atau wawancara. Saya juga diwawancarai gratis oleh TVRI dan RRI Padang.

Kebetulan sekali, teman Amerika yang suka mengaku sebagai anak kami (adopted son), Leonardo Stoute, alias Muhd Khalid ibn Waleed, guru silat yang kami jumpai di kampus Univ of

Mochtar Naim 47

Page 48: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Michigan, datang ke Padang. Waleed masuk Islam justeru karena belajar silat Minang. Silat tidak akan tembus jika tidak dijiwai dengan kekuatan dalam, yang artinya adalah kekuatan batin yang ditempa oleh ruh Islam, kata Waleed. Silat, karenanya, berbeda dengan kung fu, taek won do dan karate, yang mengandalkan hanya kepada kekuatan fisik. Waleed sendiri punya sabuk hitam sebelum beralih ke silat. Dan melalui silat ini dia telah mengislamkan orang-orang Amerika sampai ratusan banyaknya.

Kami bawalah dia keliling ke mana-mana sambil mendemon-strasikan kebolehan silat Minangnya. Dan ini tak ayal jadi daya tarik luar biasa di kampus-kampus dan sekolah-sekolah serta madrasah-madrasah; sehingga dalam memperkenalkannya saya tinggal menitipkan kata-kata sederhana itu saja: Jangan lupa nomor 20! Bukan: “pilihlah saya.”

April yang ditunggu tiba. Pekan sunyi, pemilu dengan tenang berlalu, dan saya keluar sebagai pemenang ke empat dari sekian puluh calon yang ikut bertanding. Jadilah saya calon terpilih DPD-RI dari Sumbar. September ke Jakarta. 1 Oktober dilantik. Sejak itu sampai sekarang saya menjadi “senator” dari Sumbar di antara 127 lainnya dari semua provinsi di Indonesia, di mana setiap provinsi, besar atau kecil jumlah atau luas wilayahnya, sama-sama empat orang wakilnya.

Mochtar Naim 48

Page 49: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Di DPD sendiri saya sungkan untuk dicalonkan dalam unsur pimpinan apapun; karena seperti yang saya alami di MPR, kita bisa lebih banyak berbuat dan berkontribusi sebagai anggota biasa. Yang penting kita berbuat dan berbuat secara optimal dan maksimal. DPD adalah tempat kita memikirkan masalah-masalah besar bangsa dan negara, terutama yang ada kaitannya dengan kepentingan daerah.

Sejak kepindahan kembali ke Jakarta, sebentar kami menumpang di rumah anak tertua, Amelia, di Kampung Utan, Jl Solo 7, Ciputat. Kemudian kami mendapatkan sebuah rumah yang cukup memenuhi kebutuhan di Kompleks Inhutani, Ciputat juga. Kami beli dari seorang pembesar polisi yang baru membangun rumah besar di dekatnya. Uangnya termasuk hasil buku Kompendium Al Qur`an yang dipesan oleh Departemen Agama untuk diedarkan ke madrasah-madrasah Aliyah di seluruh Indonesia. Kalau Tuhan menginginkan, semua yang sukar jadi mudah. Kami anak-beranak, empat keluarga tinggal saling berdekatan dan semua di bilangan Ciputat. Emil dan keluarga dengan empat anak yang di Balik Papan. Tapi diapun sering dapat tugas ke Jakarta dari kantornya, sehingga kamipun sering bersua.

Dalam memasuki usia yang sudah berembang petang ini terasa Tuhan sangat sayang pada kami.

*

Mochtar Naim 49

Page 50: Biografi Ringkas Mochtar Naim

Biografi Ringkas Mochtar Naim

Berkiprah selama 10 tahun di MPR-RI (1999-

2004, 2004-2009) dan 5 tahun di DPD-RI (2004-2009), kalau diceritakan semua pasti akan memakan ruangan halaman yang panjang dan waktu yang banyak – sementara yang dinukilkan di sini hanya biografi ringkas saja. Untungnya, baik ketika di MPR-RI sebagai anggota Utusan Daerah mewakili daerah pemilihan Sumatera Barat, maupun di DPD-RI, juga mewakili daerah Sumatera Barat, saya sempat membukukan semua pidato dan tulisan-tulisan ....

Mochtar Naim 50