Upload
ani
View
232
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Biosos Kelompok 3.doc
Citation preview
BAB I
1.1 Latar Belakang
Masalah kependudukan dan pangan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. hal ini disebabkan manusia bersama
makhluk hidup yang lainnya memerlukan makanan untuk keberlangsungan
hidupnya. Tanpa pangan manusia tidak dapat bertahan hidup untuk melanjutkan
kebrlangusngan hidupnya. Sehingga pertumbuhan jumlah penduduk di suatu
wilayah harus diimbangi dengan peningkatan sumber bahan makanan di wilayah
tersebut. Thomas Robert Malthus (1798) telah memprediksi bahwa dunia akan
menghadapi ancaman karena ketidakmampuan penyediaan pangan yang memadai
bagi penduduknya. Malthus dalam teorinya mengungkapkan bahwa peningkatan
produksi pangan mengikuti deret hitung dan pertumbuhan penduduk mengikuti
deret ukur sehingga manusia pada masa depan akan mengalami ancaman
kekurangan pangan. Sehingga diperlukan suatu usaha yang maksimal untuk
menciptakan sebuah keseimbangan antara tingkat pertumbuhan penduduk dan
ketersediaan pangan.
Dewasa ini pertumbuhan jumlah penduduk di Seluruh wilayah Indonesia
semakin meningkat. Salah satunya adalah di wilayah Kota Malang. Berdasarkan
catatan Dinas Kependudukan dan Pencatatan sipil (2013) menunjukkan bahwa
Kecamatan Kedungkandang juga menempati pertumbuhan penduduk yang tinggi,
yaitu 191.851 jiwa. Dibandingkan dengan 4 kecamatan yang lainnya seperti
Klojen, Sukun, Blimbing dan Lowokwaru, kecamatan Kedungkandang memiliki
jumlah penduduk tertinggi. Melihat angka jumlah penduduk di Kecamtaan
Kedungkandang yang tinggi tersebut, maka setelah kami survey ada beberapa
tempat diatas bukit yang memiliki keterbatasan akses pangan dan juga air, yaitu
kelurahan Buring/ Puncak Buring.
Pertumbuhan penduduk di Wilayah Kelurahan Buring ini sangat pesat,
namun terbagi dalam dua kelompok wilayah. Wilayah lembah Buring memiliki
kecukupan pangan yang cukup, sedangkan wilayah Puncak Bukit Buring memiliki
kecukupan pangan yang kurang memadai, padahal disana terdapat kampung yang
padat penduduk. Keadaan tersebut muncul karena beberapa faktor, seperti akses
yang jauh dan juga sulit, lahan yang tandus dan perekonomian warga yang masuk
kategori kalangan menengah kebawah. Oleh karena itu dalam makalah ini akan
membahas tentang hubungan makhluk hidup dan lingkungannya terkait dengan
peningkatan jumlah penduduk dengan Ketersediaan sumber bahan makanan di
Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah
untuk makalah ini antara lain sebagai berkut.
1. Bagaimana kondisi kepadatan penduduk di Kelurahan Buring, Kecamatan
Kedungkandang?
2. Bagaimana kondisi ketersediaan sumber bahan makanan di Kelurahan Buring,
Kecamatan Kedungkandang?
3. Bagaimana hubungan antara kepadatan penduduk dengan ketersediaan sumber
bahan makanan di Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penyusunan makalah
ini antara lain sebagai berikut.
1. Mengetahui kondisi kepadatan penduduk di Kelurahan Buring, Kecamatan
Kedungkandang.
2. Mengetahui kondisi ketersediaan sumber bahan makanan di Kelurahan
Buring, Kecamatan Kedungkandang.
3. Mengetahui hubungan antara kepadatan penduduk dengan ketersediaan
sumber bahan makanan di Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang.
BAB I1
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kepadatan Penduduk
Penduduk adalah orang-orang yang berada di dalam suatu wilayah
yang terikat oleh aturan-aturan yang berlaku dan saling berinteraksi satu
sama lain secara terus menerus / kontinu. Dalam sosiologi, penduduk adalah
kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.
Penduduk suatunegara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
• Orang yang tinggal di daerah tersebut
• Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. ( handi putro:
2011)
Sedangkan menurut UUD 1945 pasal 26 ayat 2 “Penduduk adalah Warga
Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia”.
Penduduk merupakan salah satu faktor terpenting selain wilayah bagi
perkembangan negara karena tanpa penduduk negara tidak akan terbentuk. Jumlah
penduduk di suatu wilayah dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan hal
tersebut dikenal sebagai dinamika penduduk. Teori mengenai penduduk pertama
kali dikemukakan oleh Thomas Robert Malthus. Pada permulaan tahun 1798
Malthus menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuhan dan binatang)
apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi
dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Dinamika penduduk atau
perubahan jumlah penduduk dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu Kelahiran
(natalitas), Kematian (mortalitas), dan Migrasi (perpindahan). ( Todaro 2000),
Kepadatan penduduk dapat dihitung dengan membagi jumlah penduduk
dengan luas area dimana mereka tinggal. Kepadatan penduduk di suatu wilayah
tertentu, yang tidak diimbangi dengan tersedianya bahan makanan akan
menimbulkan permasalahan serius terhadap kesejahteraan dan kesehatan
penduduknya. Malthus berpendapat bahwa untuk hidup manusia memerlukan
bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat
dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan
pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami
kekurangan bahan makanan, inilah sumber dari kemelaratan manusia. Selain itu,
dampak lingkungan yang akan dialami apabila terjadinya ledakan penduduk
adalah makin berkurangnya lahan produksi pertanian atau dengan kata lain
terkonversinya lahan pertanian yang ada menjadi pemukiman penduduk sehingga
menurunnya produksi pangan.(haryo saptono: 2012 )
2.3 Penyebab Terjadinya Ledakan Penduduk
Jumlah populasi di suatu Negara akan meningkat sangat cepat pada deret
ukur atau tingkat geometrik. Sedangkan pada saat yang bersamaan persediaan
pangan meningkat menurut deret hitung. Maltus menjelaskan bahwa tidak
seimbangnya laju pertumbuhan penduduk dengan ketersedian pangan dapat
menyebabkan terjadinya ledakan penduduk. Laju pertumbuhan penduduk dapat
terjadi akibat dari 3 faktor pertumbuhan penduduk yaitu kelahiran (fertility),
kematian (mortality) dan juga akibat dari migrasi (migration). Dalam teorinya
tersebut Malthus memiliki kelemahan karena dia tidak memperhitungkan begitu
besarnya dampak sosial dan teknologi dalam mengimbangi laju pertumbuhan
penduduk.( Dalimunthe :2010)
Di negara-negara berkembang perkembangan penduduk sangat pesat
khususnya di daerah perkotaan yang merupakan pusat dari kegiatan ekonomi.
Tingginya perkembangan penduduk kota terutama disebabkan migrasi yang
dilakukan oleh penduduk pedesaan. Urbanisasi merupakan salah satu aspek
migrasi yang akan mempengaruhi pertambahan penduduk perkotaan. Munculnya
urbanisasi yang berlebihan di suatu negara dipicu oleh pesatnya pertumbuhan
penduduk yang didukung oleh menurunnya angka kematian serta adanya
kebijakan pemerintah yang cenderung bias ke kota. Tingginya angka migrasi ke
kota menyebabkan tidak meratanya distribusi penduduk atau persebaran penduduk
sehingga terjadi pemusatan penduduk di perkotaan. Akibatnya kepadatan
penduduk di perkotaan tersebut semakin tinggi. Tingginya angka migrasi ini
disebabkan karena adanya faktor-faktor penarik dan pendorong yang
menyebabkan penduduk pedesaan atau penduduk daerah lain tersebut melakukan
perpindahan kedaerah perkotaan (Dalimunthe : 2010).
2.4 Ketersedian Sumberbahan Pangan
Indonesia sebagai negara agraris sangat berpotensi sebagai penghasil
beras. Pertanian merupakan sumber daya alam terbesar yang dimiliki oleh negera
Indonesia. Sekitar tahun 1984 pertanian Indonesia menjadi sorotan dunia, hal itu
dikarenakan Indonesia mampu berswasembada beras. Namun demikian, tahun-
tahun berikutnya hasil produksi beras Indonesia terus mengalami penurunan
(Ambarinanti, 2007).
Laju peningkatan produksi bahan pangan terutama beras berjalan relatif
lambat dibandingkan dengan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Hal ini
terbukti dengan masih diperlukannya impor beras walaupun hanya sekitar 262
ribu ton pada tahun 2006 (Departemen Pertanian 2008). Bertambahnya jumlah
penduduk setiap tahun secara langsung mengindikasikan peningkatan konsumsi
penduduk. Sedangkan kelambatan peningkatan produksi pangan tersebut
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain konversi lahan sawah dan persaingan
penggunaan air. Dampak secara langsung dari konversi bentuk pemanfaatan lahan
pertanian adalah berkurangnya lahan pertanian yang secara langsung berpengaruh
pada penurunan produksi pertanian.Dampak konversi lahan pertanian terutama
pertanian lahan sawah akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan beras di
daerah- daerah di indonesa. Tingkat kecukupan beras merupakan keberhasilan
pangan. (Harini, 2012).
Pangan dalam arti luas mencakup pangan yang berasal dari tanaman,
ternak dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein lemak dan
vitamin serta mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
Pengertian ketahanan pangan berdasarkan Undang-Undang No. 7/1996 tentang
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan cukup baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata, dan terjangkau (Mulia, tanpa tahun). Menurut Hanani (2009) ketahanan
pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu
2. Dimensi watu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses
3. Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik,
ekonomi dan social
4. Berorientasi pada pemenuhan gizi
5. Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif
Berdasarkan definisi ketahanan pangan disebutkan di atas, setiap lembaga
memberikan pengertian yang berbeda dan berubah-ubah menurut waktu, pada
tingkat global, nasional, sampai kepada skala rumah tangga dan individu. Sedang
ketahanan pangan menurut Suryana (2004) mencakup tiga dimensi kegiatan
ekonomi yang saling terkait menyangkut ketersediaan, distribusi dan konsumsi, di
tunjang oleh pelaku kepentingan (produsen, pengolah, pemasar dan konsumen),
serta di kelola oleh berbagai institusi (sektoral, subsektoral, skala usaha,
pemerintah dan masyarakat) dan melibatkan interaksi timbal balik antar wilayah.
Berikut kerangka sistem ketahanan pangan:
2.3 hubungan antara kepadatan penduduk sama ketersedian pangan
Kebutuhan permukiman sebanding dengan pertumbuhan jumlah
penduduk. Studi terdahulu oleh Siregar (2011) disebutkan bahwa pendorong
petani untuk mengkonversi lahan pertanian adalah karena kemampuan fisik petani
berkurang, ketertarikan pada penawaran harga lahan, alih profesi non pertanian
yang dinilai lebih meningkatkan kesejahteraan.
2.5 Dampak Pertambahan Jumlah Penduduk Kaitannya dengan Sumber
Pangan
Apabila Jumlah penduduk yang selalu mengalami pertambahan pada
setiap tahunnya tidak diimbangi dengan luas wilayah dan lahan produksi pertanian
sebagai sumber pangan maka dengan sendirinya hal tersebut akan mendatangkan
masalah-masalah sosial seperti kemiskinan, kelaparan, kekumuhan kota,
berkurangnya daya dukung lahan, dan lain sebagainya. penduduk yang tidak
diimbangi oleh sistem ketahanan sumber pangan yang baik. Produksi bahan
pangan terutama bahan makanan pokok mempunyai peranan penting dalam
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Kebutuhan hidup manusia yang pertama
(primer) adalah makanan, pakaian dan rumah (R. Bintarto, 1979).
Peningkatan produksi bahan pangan khususnya bahan makanan pokok
merupakan tujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan tersebut. Agar tetap bertahan
hidup, manusia membutuhkan makanan. Bertambahnya jumlah penduduk
menyebabkan bertambahnya jumlah makanan yang dibutuhkan. Ketidak
seimbangan antara jumlah penduduk dengan jumlah makanan yang dibutuhkan
sangat memengaruhi kualitas hidup manusia.
2.6 Gagalnya Ketahanan Pangan di Indonesia
Industri pertanian telah berubah dengan apa yang disebut sebagai green
revolution. Jika dulu masyarakat bercocok tanam, tidak lain adalah upayanya
untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi dirinya, keluarganya dan masyarakat di
lingkungannya.Namun industrialisasi disertai meningkatnya jumlah penduduk
yang drastis dan urbanisasi yang terus meningkat, membutuhkan ketersediaan
bahan pangan yang sangat besar. Green revolution atau revolusi hijau adalah
inovasi manusia di bidang pertanian dengan memanfaatkan teknologi fertilisasi
dan juga rekayasa genetic untuk menghasilkan intensifikasi pertanian untuk
kebutuhan pasar. Ini dilakukan untuk mengubah pertanian yang semula untuk
mencukupi kebutuhan pribadi atau komunitas, menjadi komoditi yang massif
sebagai pendukung industrialisasi masyarakat di perkotaan agar terhindar dari
kelaparan. Banyak yang berpendapat untuk mengatasi krisis pangan perlu
diupayakan intensifikasi pertanian. Indonesia adalah salah satu contoh negara
yang gagal dijadikan prototipe green revolution di negara dunia ke-tiga.
Kegagalan Indonesia salah satunya menyebabkan terjadinya agricultural
involution (Geertz, 1963). Ini adalah upaya intensifikasi pertanian namun tidak
membawa kesejahteraan petani. Kebijakan pangan saat ini diatur oleh invisible
hand. Rakyat sudah tidak lagi diperkenankan untuk mengatur konsumsinya
sendiri. Intensifikasi pertanian menempatkan petani sebagai buruh di tanahnya
sendiri. Mereka menanam tanaman pangan namun bukan untuknya, melainkan
untuk memenuhi mekanisme pasar. Selain itu para petani tidak memiliki kuasa
atas harga yang dihasilkannya sendiri. Akibatnya banyak petani yang tidak dapat
mencapai taraf sejahtera.
Hal inilah yang mendorong pertanian semakin ditinggalkan. Penduduk
desa sudah tidak tertarik lagi untuk mengurusi pertanian. Industrialisasi di kota
tentu lebih menjanjikan kehidupan melalui gaji yang diberikan. Kebijakan
pemerintah nampaknya lebih mendorong kearah sana dengan memasifkan pabrik-
pabrik baru didirikan bahkan menyerobot lahan yang seharusnya dipakai untuk
pertanian. Meningkatnya jumlah industry tentu saja semakin membuat lingkungan
menjadi rusak. Tanah-tanah dan air menjadi tercemar. Belum lagi masalah yang
lebih besar yakni perubahan iklim yang tidak stabil. Manusialah yang
menyebabkan alam tidak bersahabat. Akibatnya alam sudah susah untuk
diandalkan memenuhi kebutuhan manusia. Penyelesaian terhadap krisis pangan
adalah dibutuhkannya pengambil kebijakan yang cerdas. Mereka yang mampu
berfikir ke depan bahwa alam perlu diselamatkan, dan ketahanan pangan harus
diwujudkan untuk membuat manusia dapat pertahan hidup dengan kekurangan
bahan pangan seprti kurangnya pertanian di pedesaan di era sekarang
menyebabkan masyrakat yang kurang mampu berfiki untuk mencari bahan
makanan alternatif seperti umbi ketela pohon.
2.7 Sumber Bahan Makanan Alternatif (umbi- umbian)
Demikian pesatnya tanaman ubi- umbian seperti ketela pohon yang
berkembang di daerah tropis, sehingga ubi kayu dijadikan sebagai bahan
makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung. Pada daerah yang
kekurangan pangan tanaman ini merupakan makanan pengganti dapat pula
dijadikan sebagai sumber kabohidrat utama. Sentra produksi ubi kayu di
Nusantara adalah Jawa, Lampung, dan NTT Keberadaan ketela pohon sangat
membantu terhadap pemenuhan pangan ataupun pakan yang berupa energi
yang didapat dari umbinya. Daun ketela pohon memiliki kandungan protein
yang tinggi dan memiliki kontribusi yang tinggi dalam pemenuhan kebutuhan
ternak sebagai bahan pakan. Disamping kandungan protein yang tinggi, ketela
pohon juga mengandung anti kualitas atau anti nutrisi.
Jenis dan jumlah pangan merupakan informasi yang penting dalam
menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi (Hardinsyah,1994).Secara umum,
faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi dan
harga dimana keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur dan berpengaruh
besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin, selain pendapatan,
faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah harga pangan dan
non pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya beli
yang berarti pendapatan riil berkurang. Keadaan ini menyebabkan konsumsi
pangan berkurang sedangkan faktor sosio-budaya dan religi yaitu aspek sosial
budaya berarti fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan
keadaaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan dan pendidikan masyarakat tersebut.
Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap
pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif karena
mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat
penelitian berjalan dan menyuguhkan apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif
menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang
terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat. Hasil penelitian
berupa data angket yang disebarkan kepada warga. Penelitian dilakukan dengan cara
melakuakan studi literatur dan studi lapangan.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada 18 November Oktober 2015.
2. Tempat penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Kelurahan Buring dengan mengambil sampel
Kecamatan Kedungkandang.
C. Populasi, Sampel, dan Tehnik Sampling
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kelurahan Buring,
sementara sampelnya adalah pwmukiman warga di Kecamatan Kedungkandang
Teknik Sampling yang digunakan adalah dengan Teknik Accidental Sampling yaitu
mengambil sampel secara acak dalam menentukan responden dengan memberikan
angket pada warga sekitar yang ditemui.
D. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dirancang oleh peneliti yaitu sebagai berikut.
1. Melakukan studi literatur mengenai daerah berpenduduk dan pengaruhnya
terhadap jumlah pangan yang tersedia.
2. Melakukan studi lapangan dengan melakukan menyebarkan angket.
3. Menyajikan data kualitatif yang diperoleh dari hasil menyebarkan angket.
4. Menganalisis data yang diperoleh berdasarkan penelitian yang sudah dilakaukan
dari hasil pengumpulan angket.
5. Membahas data yang sudah dianalisis disertai alasan logis dari data yang valid
dan literatur yang relevan..
6. Melaporkan hasil pengkajian dalam bentuk laporan penelitian.
E. Teknik Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan dengan cara studi lapangan. Selain itu juga dengan
menyebarkan angket dan melakukan wawancara kepada penduduk daerah Kelurahan
Buring.
F. Teknik Analisis Data
Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif kualitatif dan didukung hasil
kajian kependudukan atau kepadatan penduduk yang sudah dikumpulkan dari studi
literatur dan dianalisis berdasarkan data yang diperoleh dari angket dan wawancara
untuk dihubungkan antara kepadatan jumlah penduduk dengan ketersediaan bahan
pangan.
Angket Penelitian Hubungan Masalah Biologi Sosial Kepadatan Penduduk dengan Ketersediaan Bahan Makanan
Nama :
Usia :
Alamant :
Berilah tanda centang (v) pada pilihan yang sesuai dengan fakta!
1. Berapa jumlah anggota keluarga anda saat ini?
2. Apakah dalam jangka waktu dua atau tiga tahun terakhir ini, anggora keluarga
anda bertambah?
3. Apakah dalam jangka waktu dua atau tiga tahun terakhir ini, anggora keluarga
anda berkurang?
4. Apaka anda sulit memperoleh bahan makanan di daerah ini?
5. Apakah di daerah ini tersedia lahan penghasil sumber bahan makanan?
6. Apakah daerah ini mudah diakses dalam hal penyetokan sumber bahan
makanan dari luar?
7. Apakah keluarga anda termasuk keluarga konsumtif untuk memenuhi
kebutuhan sumber bahan makanan?
8. Apaha anda memeiliki lahan yang cukup utnuk menanam tanaman sebagai
sumber bahan makanan pengganti?
< 3 3-5
Ya Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
> 5
BAB IV
Analisis dan Pembahasan
4.1 Analisis
Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil penyebaran angket diperoleh
hasil data sebagai berikut:
4.1.1 Angket Pengaruh Jumlah Penduk terhadap Ketersediaan Bahan makanan di
Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang:
Nama :
Usia :
Alamant :
Berilah tanda centang (v) pada pilihan yang sesuai dengan fakta!
1. Berapa jumlah anggota keluarga anda saat ini?
2. Apakah dalam jangka waktu dua atau tiga tahun terakhir ini, anggora
keluarga anda bertambah?
3. Apakah dalam jangka waktu dua atau tiga tahun terakhir ini, anggora
keluarga anda berkurang?
4. Apaka anda sulit memperoleh bahan makanan di daerah ini?
5. Apakah di daerah ini tersedia lahan penghasil sumber bahan makanan?
6. Apakah daerah ini mudah diakses dalam hal penyetokan sumber bahan
makanan dari luar?
< 3 3-5
Ya Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
> 5
7. Apakah keluarga anda termasuk keluarga konsumtif untuk memenuhi
kebutuhan sumber bahan makanan?
8. Apaha anda memeiliki lahan yang cukup utnuk menanam tanaman sebagai
sumber bahan makanan pengganti?
4.1.2 Data Hasil Penelitian
4.1.2.1 Data Angket
Nama Usia
No Soal Angket
1 2 3 4 5 6 7 8
<3 3-5 >5 Y T Y T Y T Y T Y T Y T Y T
Pak Ponimin 60 √ √ √ √ √ √ √ √
Bu Maryati 50 √ √ √ √ √ √ √ √
Bu Miatun 55 √ √ √ √ √ √ √ √
Pak Pariman 55 √ √ √ √ √ √ √ √
Mbak Siti 39 √ √ √ √ √ √ √ √
Sri Suharsimi 47 √ √ √ √ √ √ √ √
Pak Totok 42 √ √ √ √ √ √ √ √
Rosy 27 √ √ √ √ √ √ √ √
Bu Partini 52 √ √ √ √ √ √ √ √
Sujatmiko 51 √ √ √ √ √ √ √ √
Pak Hasim 51 √ √ √ √ √ √ √ √
Mbak Tri 42 √ √ √ √ √ √ √ √
Bu Hariyati 46 √ √ √ √ √ √ √ √
Pak Sutikno 45 √ √ √ √ √ √ √ √
Bu Likah 40 √ √ √ √ √ √ √ √
Bu Murtini 52 √ √ √ √ √ √ √ √
Mbak Ida 31 √ √ √ √ √ √ √ √
Pak Maji 61 √ √ √ √ √ √ √ √
Pak Roub 37 √ √ √ √ √ √ √ √
Pak Huri 56 √ √ √ √ √ √ √ √
Total 4 7 9 11 9 6 14 10 10 13 7 0 20 0 20 10 10
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Dari hasil angket menunjukkan bahwa ada 9 responden yang memiliki jumlah
anggota keluarga lebih dari 5 orang dalam satu rumah, dan ada 7 responden yang
memiliki anggota keluarga antara 3 – 5 jiwa dalam satu rumah, da nada 4 responden yang
memiliki anggota keluarga sejumlah <3 dalam satu rumah.
Dari angket tersebut juga terlihat bahwa masyarakat Kelurahan Buring,
Kecamatan Kedungkandang mengalami pertambahan jumlah anggota dalam jangka
waktu dua sampai tiga tahun terakhir lebih banyak daripda mengalami pengurangan
anggota keuarga. Tercatat dari hasil penelitian anggota keluarga dari 20 responden, ada
11 keluarga yang mengalami pertambahan anggota dalam jangka waktu dua sampai tiga
tahun terakhir, sementara hanya ada 6 keluarga yang menyatakan bahwa dalam jangka
waktu dua samapai 3 tahun terakhir ini mengalami pengurangan jumlah anggota keluarga.
Dari angket juga dapat terbaca bahwa warga merasa kesulitan dlaam
mendapatkan sumber bahan makanan pokok. Hal ini berhubungan dengan pertanyaan
dalam angket yang berhubungan denga ketersediaan lahan dan juga akses menuju daerah
kelurahan buring ini. Keberadaan lahan yang mampu ditanamai tanaman komoditi
sumber makanan seperti padi atau beras tidak mencukupi karena sebagian besar luas
lahan atau tanah di daerah ini merupakan daerah kering. Selain itu kemiskinan atau taraf
hidup yang rendah meyebabkan masyarakat kesulitan untuk menjangkau akses pasar yang
cukup jauh jika tidak ada kendaraan yang mampu dimanfaatkan untuk memudahkan
warga untuk mengakses pasar, apalagi jalur angkot ke daerah tersebut juga tidak ada
sehingga warga merasa kesulitan memperoleh sumber bahan makanan. Kondisi
masyarakat yang konsumtif juga menjadi masalah dalam hal pemenuhan sumber bahan
makanan sebab dengan kondisi produktivitas sumber bahan makanan yang minim akaibat
lahan kering dan kepadatan penduduk di daerah Kelurahan Buring, Kecamatan
Kedungkandang ini menyebabkan semakin berkurangnya sumberbahan makanan di
daerah ini. Berdasarkan angket pula diketahui bahwa setengah atau 10 dari 20 responden
ternyata merupakan warga yang tidak memiliki lahan pribadi untuk dimanfaatkan sebagai
lahan produktif untuk menghasilkan sumber bahan makanan sendiri.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kepadatan Penduduk di Kelurahan Buring, Kecamatan
Kedungkandang
Kelurahan Buring termasuk dalam wilayah Kecamatan Kedungkandang
Kota Malang yang terbagi menjadi 9 (sembilan) Rukun Warga / RW dan 38 (tiga
puluh delapan) Rukun Tetangga /RT dengan penduduk pada Bulan Januari 2014
berjumlah 11.810 orang, terdiri dari 5.831 laki-laki dan 5.979 orang perempuan,
dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 3.448 KK. Batas wilayah Kelurahan
Buring yang memiliki luas ± 510 hektar, dan berada pada ketinggian ± 440 meter
dari permukaan laut. Wilayah Kelurahan Buring Kecamatan Kedungkandang yang
mempunyai luas ± 510 hektar terdiri dari tanah sawah 32 hektar, dan luas lahan
kering 477,7 hektar atau 93,6 %. Kondisi sosial ekonomi terkait Kepala Rumah
Tangga Sasaran/ Miskin tersatat 435 KK dari jumlah KK seluruhnya : 3448 KK
atau 12,61 % yang mayoritas penduduknya mata pencahariannya sebagai petani
dan buruh, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan skala prioritas yang
diutamakan adalah kebutuhan dasar masyarakat. Mata pencaharian sebagian besar
penduduk hanya sebagai petani/pekebun pengarap belum bisa mengentaskan
mereka dari kemiskinan, sehingga Kepala Rumah Tangga Sasaran/ Miskin
tercatat masih tinggi akibat dari pendapatan mereka (Aptika, 2015).
Tabel . laju pertumbuhan penduduk dan Kepadatan Pendudukk
Berdasarkan data tentang kepadatan penduduk (sensus penduduk 2010), di
Kecamatan Kedungkandang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang paling
tinggi dibandingkan dengan kecamatan yang lainnya dari tahun 2000 hingga
2010, yaitu 2,72 dengan kepadatan penduduk 4.374 / km2. Hal ini menunjukkan
bahwa dalam waktu 5 tahun terakhir tersebut kecamatan Kedungkandang
mengalami pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi. Dengan pertumbuhan
penduduk yang sangta tinggi tersebut maka berakibat pada meningkatnya jumlah
penduduk di Kecamatan Kedungkandang. Namun persebaran penduduk di
Wilayah Kecaatan Kedungkandang ini tidak tersebar secara merata.
Tabel . Kepadatan Penduduk di Kecamatan Kedungkandang
Persebaran penduduk di wilayah kedungkandang tidak merata. Ada yang
memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi seperti Kelurahan Kota lama, ada
yang memiliki kepadatan penduduk yang rendah seperti Kelurahan Wonokoyo.
Dari Kelurahan yang ada di Kecamatan Kedungkandang tersebut ada Kelurahan
yang memiliki persebaran tidak merata dan wilayahnya berada di daerah pucak
bukit Buring dan termasuk daerah padat penduduk yaitu 2,331 ribu jiwa/ km2.
Dalam observasi yang dilakukan di daerah Buring yang berada pada
lembah Bukit memiliki tingkat perekonomian menengah keatas atau menengah.
Sedangkan di wilayah Kelurahan Buring di Puncak Bukit terdapat kampung
padat penduduk yang memiliki tingkat perekonomian menengah ke bawah.
Wilayah Buring Lembah Bukit Buring dengan wilayah Puncak Bukit Buring
memiliki jarak akses yang cukup jauh, yaitu >15 Km dengan akses jalan yang
rusak, kurang lebar dan kering. Sehingga untuk menjangkau daerah Buring bagian
lembah memerlukan waktu dan biaya yang cukup banyak.
4.2.2 Ketersediaan Pangan di Kelurahan Buring, Kecamatan
Kedungkandang
Dari hasil angket yang diberikan pada responden yang tingggal di Wilayah
Puncak Bukit Buring menunjukkan bahwa daerah ini sangat sulit untuk dijangkau
dalam pemenuhan kebutuhan pangan dari luar. Faktor yang mempengaruhi hal
tersebut yaitu susahnya akses untuk menjangkau daerah tersebut dan juga
masyarakat yang tinggal disana termasuk masyarakat dengan ekonomi tingkat
menengah ke bawah atau dapat dikatakan miskin. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan pangan yang memadai seperti sayur, lauk, daging dan beras
memerlukan biaya yang lebih mahal karena membutuhkan akomodasi dan
transportasi yang lebih. Selian itu wilayah Puncak Buring memiliki jenis tanah
dan juga lahan yang kering dan tandus. Sehingga yang dapat ditanam di sana
hanya berupa tanaman jagung, tebu, mbothe, bambu dan sengon. Sebagaimana
dikutip bahwa 93,6 % merupakan tanah kering (Aptika, 2015). Sedangkan untuk
padi dan juga sayuran sangat susah untuk ditumbuhkan di sana. Sehingga
ketersediaan bahan makanan pokok cukup sulit untuk di dapatkan.
Ketersediaan sumber bahan makanan subtitusi juga memerlukan waktu
yang lama untuk dapat memanennya. Sumber makanan substitusi yang sudah
digunakan masyarakat Puncak Buring untuk memenuhi kebutuhan pangannya
adalah mbothe dan juga talas. Namun mbothe dan talas ini tidak bisa dipanen
dalam waktu yang singkat, serta tidak bisa semua warga menerapkannya, karena
tidak semua warga memiliki lahan yang digunakan untuk menanamnya.
Berdasarkan data yang sudah didapat diketahui bahwa dengan sekian luas
tanah yang kering menjapai 90% lebih seperti telah dipaparkan sebelumny, warga
sendiri tidak cukup memiliki lahan pribadi yang mampu ditanami atau
dimanfaatkan untuk menghasilkan sumber bahan makanan alternatif, sehingga
warga memanfaatkan lahan kosong yang ada di tanah lapang untuk menanam
bahan makanan alternatif tersebut walaupun dengan kondisi tanah yang kering.
4.2.3 Hubungan Kepadatan Penduduk dan Ketersediaan Pangan di
Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang
Kelurahan Buring merupakan daerah yang mengalami kepadatan
penduduk. Bertambahnya jumlah penduduk menyebabkan bertambahnya jumlah
makanan yang dibutuhkan. Ketidak seimbangan antara jumlah penduduk dengan
jumlah bahan makanan yang tersedia dan dibutuhkan sangat memengaruhi
kualitas hidup manusia.
Hubungan kepadatan penduduk dengan ketersediaan pangan di wilayah
Buring berdasarkan observasi dan juga wawancara yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan. Dimana laju pertumbuhan penduduk
di Kelurahan Buring Kecamatan Kedungkandang sangat tinggi namun
ketersediaan makanannya tidak merata, sehingga terdapat daerah yang memiliki
ketersediaan pangan yang kurang memadai. Ketidak seimbangan ini terjadi karena
beberapa faktor yaitu jarak dan fasilitas akses untuk menuju buring utamanya
Puncak Bukit Buring, kondisi fisik wilayah mburing yang kering dan tandus,
sehingga hanya beberapa jenis tanaman tropis saja yang bisa tumbuh dan ditanam
di sana, sedangkan padi atau sayuran tidak dapat tumbuh di daerah Puncak Bukit
Buring, dan faktor yang terakhir adalah kondisi ekonomi masyarakah Puncak
Bukit Buring.
Kondisi ekonomi masyarakat Puncak Bukit Buring tergolong dalam
masyarakat kelas menengah kebawah. Dimana rata – rata matapencahariannya
adalah tani kebon. Dengan jumlah anggota keluarga seperti yang diperoleh dari
angket yang rata – rata ada >5 orang dala satu keluarga dan kondisi ekonomi yang
menengah kebawah maka sangat dimungkinkan pemenuhan pangan untuk
keluarga juga kurang memenuhi untuk kebutuhan sayur, buah dan daging.
Sehingga kepadatan penduduk yang ada ditinjau dari laju pertumbuhan penduduk
menyebabkan pemenuhan pangan kurang terjamin.
4.2.4 Solusi Permasalahan
Kepadatan jumlah penduduk di puncak Bukit Buring menimbulkan
masalah terkait dengan Ketersedian bahan makanan. Namun keadaan ini dari
tahun ke tahun tidak semakin berkurang namun semkain meningkat dan semakin
bertambah jumah penduduknya. Oleh karena itu solusi bisa digunkan untuk lebih
memperbaiki keadaan yang diakibatkan dari kepadatan penduduk yang ada di
Puncak Bukit Buring antara lain adalah sebagai berikut.
1. Menekan jumlah kelahiran di wilayah Puncak Bukit Buring dengan
melakukan KB
2. Perbaikan akses menuju wilayah Puncak Bukit Buring agar
pendistribusian bahan pangan merata
3. Menbuka sektor pasar di wilayah Puncak Bukit Buring agar lebih
terjangkau untuk pemenuhan kebutuhan pangan
4. Menggunakan sumber bahan makanan pokok alternative/pengganti yang
dapat memenuhi kebutuhan beras sebagai makanan utama masyarakat.
5. Meningkatkan taraf hidup dengan memberikan sosialisasi pada masyarakat
untuk menambah keterampilan atau skill untuk masyarakat lebih mandiri
dengan memanfaatkan bahan makanan alternatif yang diolah menjadi
bahan makanan yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.
6. Memberikan masukan pada pemerintah untuk mengadakan program
pemuliaan tanah agar jumlah luas daerah kering dapat berkurang dan
dimanfaatkan dengan lebih baik.
BAB V
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
1. Kondisi kepadatan penduduk di Kelurahan Buring, Kecamatan
Kedungkandang sangat padat penduduk berdasarkan data Sensus
Tahun 2010 menunjukkan kepadatan penduduk sebesar 4.374
penduduk/Km2. Dan berdasarkan penelitian menunjukkan jumlah
anggota keluarga yang bertambah lebih banyak dari pada jumlah
anggota keluarga yang berkurang.
2. Kondisi umber bahan makanan di Kelurahan Buring, Kecamatan
Kedungkandang tidak terlalu mencukupi akibat kondisi lahan kering,
akses, dan kepadatan jumlah penduduk di daerah tersebut.
3. Hubungan kepadatan penduduk dengan ketersediaan sumber bahan
pangan di Kelurahan Buring, Kecamatan Kedungkandang adalah
mengakibatkan ketersediaan sumber bahan pangan berkurang atau
tidak ada namun sebagian warga memiliki lahan yang dapat
dimanfaatkan untuk menghasilkan bahan makanan alternatif.
6.2 Saran
Saran untuk penelitian ini adalah:
1. Diharapakan peneliti lebih peka sehingga masalah kekurangan
makanan dan kepadatan jumlah penduduk di kelurahan Buring,
Kecamatan Kedungkandang ini dapat tergaldengan optimal
sehingga mamapu diberikan solusi yang solutif.
2. Saran dalam mengatasi masalah ini adalah dengan cara
menjalankan solusi yang sudah ada dan menerapka solusi yang
ditawarkan.
3. Banyak keluhan masyarkat yang hal tersebut dapat menjadi wacana
pemerintah sehingga penelitian ini lebih bermanfaat maka dapat
diusahana dalam penyaluran aspirasi masyarakat terhadap
kekurangan bahan pangan di daerah tersebut.
DAFTAR RUJUKAN
Ambarinanti, Marissa. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Ekspor Beras Indonesia. Bogor : Institut Pertanian Bogor
Aptika. 2015. Dinas Komunikasi dan Informatika. (Online), (http://kelburing.malangkota.go.id/beranda/profil/), diakses 20 Oktober 2015
Candra. 2004. Keragaman Hayati untuk Ketahanan Pangan. (Online). (http://www.deptan.go.id/kln/berita/hayati.pdf), diakses 4 Oktober 2015.
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. 2013. (Online) (http://dispendukcapil.malangkota.go.id/?p=496 ) diakses tanggal 5 Oktober 2015
Hanani, nuhfil.2009. Pengertian Ketahanan Pangan. (Online), (http://nuhfil.lecture.ub.ac.id/files/2009/03/2-pengertian-ketahanan-pangan-2.pdf), diakses 1 Oktober 2015.
Harini, Rika. 2012. Kajian Spasial Valuasi Ekonomi Lahan Pertanian Terkonversi dan Dampaknya terhadap Produksi Pangan di Kabupaten Sleman. Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada
Hendi, Bowoputro. 2011. Analisis Dampak Lalu Lintas Akibat Pembangunan Mx Mall dan Apartemen Veteran Kota Malang.
Lita Lestari. 2010. Dampak Konversi Lahan Pertanian Menjadi Lahan Industri Terhadap Ekonomi Masyarakat Lokal Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Malang: Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Brawijaya
Purnama, Adi. 2004. Diversifikasi Pangan Untuk Mengatasi Krisis Pangan Di Indonesia. Bogor Agricultural University, (Online), (http://www.ipb.ac.id), diakses 3 Oktober 2015.
Sensus penduduk. 2010 dalam Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. 2010.
(online) (http://dispendukcapil.malangkota.go.id/?p=496 ) diakses tanggal
19 Oktober 2015
Saptono, Haryo. 2012. Permasalahan Kependudukan Dan Penanggulangannya.denpasasar. diakses 2 Oktober 2015
Taryono, Ekwarso. 2011. Peranan Otonomi Daerah dalam Mendukung Produksi Pangan di Provinsi Riau. Riau: Fakultas Ekonomi Universitas Riau