Upload
akhmat-tokobuku-intensif
View
157
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
stratigrafi
Citation preview
BIOSTRATIGRAFI
6.1 PENDAHULUAN
Biostratigrafi adalah cabang stratigrafi yang didasarkan pada pengetahuan tentang fosil
yang ada dalam batuan. Ilmu ini memanfaatkan kisaran kronostratigrafi dari berbagai spesies
fosil untuk (1) mengkorelasikan penampang-penampang stratigrafi; dan (2) menafsirkan
lingkungan pengendapan.
Sebelum ada data seismik, metoda biostratigrafi merupakan satu-satunya cara yang
dimiliki para ahli geologi untuk meng-korelasikan bagian-bagian penampang yang umurnya
"sama" (dalam batas resolusi biostratigrafi). Walau demikian, kebanyakan fosil yang
digunakan para ahli paleontologi sebelum pertengahan abad ini bukan organisma yang hidup
di dalam kolom air laut (plankton), melainkan organisma dasar laut (bentos). Dengan
demikian, korelasi-korelasi yang dibuat waktu itu sebenarnya lebih menunjukkan kesamaan
kondisi lingkungan dan fasies pengendapan; bukan kesamaan waktu (Loutit dkk, 1988).
Karena itu, tidak mengherankan jika banyak satuan litostratigrafi lama mengandung
kumpulan fosil bentonik yang sifatnya khas. Hal inilah yang kemudian menyebabkan
timbulnya praktek pengkorelasian satuan-satuan litostratigrafi.
Dewasa ini, praktek korelasi dalam analisis cekungan lebih banyak dilakukan berdasarkan
seismik stratigrafi, bukan bio-stratigrafi. Walau demikian, bersama-sama dengan metoda
penanggalan lain seperti isotope stratigraphy (Emery & Robinson, 1993) dan
magnetostratigrafi, biostratigrafi memegang peranan penting dalam memberikan kontrol
umur terhadap korelasi seismik stratigrafi (Armentrout, 1987; Loutit dkk, 1988; McNeil dkk,
1990). Selain itu, tanpa batuan biostratigrafi, seismik strati-grafi hanya akan memiliki
penerapan yang sangat terbatas dalam menganalisis daerah dengan struktur yang rumit.
Bab ini akan memperlihatkan bagaimana data biostratigrafi dapat dipadukan dengan
teknik-teknik lain untuk meningkatkan penafsiran sekuen stratigrafi.
6.2 FOSIL DAN ZONA BIOSTRATIGRAFI
6.2.1 Fosil
Semua tipe fosil sebenarnya berpotensi untuk dapat diterapkan pada sekuen stratigrafi.
Walau demikian, untuk menentukan umur batas sekuen dan maximum flooding surface secara
akurat, diperlukan adanya fossil events yang memiliki kebenaan kronostratigrafi. Hal ini
dapat dicapai melalui pengintegrasian marker taxa dari jenis fosil yang berbeda-beda. Fosil
yang paling berguna adalah fosil yang, ketika berevolusi, memperlihatkan perubahan
morfologi secara cepat dan tegas sedemikian rupa sehingga mudah dikenal tanpa keraguan.
Persyaratan lain yang perlu dimiliki oleh index fossils adalah memiliki penyebaran yang luas
sehingga dapat dikorelasikan dalam satu cekungan atau antar cekungan serta memiliki
kelimpahan yang relatif tinggi. Beberapa tipe fosil seperti amonit, goniatit, dan foraminifera
besar sebenarnya memiliki kelebihan tersendiri dibanding fosil lain. Namun, ukurannya yang
relatif besar memperkecil kemungkinannya untuk dapat terkandung dalam keratan
pengeboran atau inti bor. Karena itu, berbagai jenis fosil kecil (umumnya berukuran beberapa
mikron hingga kurang dari beberapa milimeter) saja yang biasa digunakan dalam
biostratigrafi. Ada tiga kategori fosil yang paling banyak digunakan oleh para ahli
biostratigrafi: (1) mikrofosil (misalnya foraminifera, ostracoda, diatom, calpionellida,
radiolaria, ganggang kapur, dan conodonta); (2) nanofosil (misalnya cocolith dan discoaster);
serta (3) palinomorf (misalnya dinoflagelata, chitinozoa, acritarch, tasmanitida, serbuksari,
dan spora). Salah satu kelebihan utama dari mikrofosil adalah bahwa, jika lingkungannya
sesuai, akan ditemukan dalam jumlah yang melimpah. Gambar 6-1 memperlihatkan kisaran
stratigrafi untuk beberapa kategori fosil yang biasa digunakan dalam industri perminyakan.
Keberadaan organisma yang kemudian menjadi fosil merupakan fungsi dari evolusi,
kondisi lingkungan, dan geografi. Terawetkan tidaknya suatu organisma tergantung pada
susunan mineral dan kimia tubuh organisma itu, pada lingkungan dimana tubuh organisma itu
terendapkan, dan pada sejarah diagenesis setelah tubuh organisma tertutup oleh sedimen yang
diendapkan kemudian. Ketidakhadiran fosil indeks tertentu, baik karena keterbatasan
biofasies atau karena tidak terawetkan, merupakan faktor pembatas bagi studi biostratigrafi
dan menjadi penghalang utama dalam usaha penafsirannya.
6.2.2 Skema-Skema Zonasi Fosil dan Resolusi Biokronostratigrafi
Organisma berevolusi, berkembang, dan kemudian punah akibat interaksi antara
organisma dengan lingkungannya. Datum pemunculan pertama (first appearance datum,
FAD) dan datum pemunculan terakhir (last appearance datum, LAD) suatu organisma dalam
rekaman batuan merupakan titik-titik penting dalam korelasi biostratigrafi. Peristiwa lain,
misalnya kelimpahan maksimum, juga sering dipakai sebagai kriteria korelasi. Walau
demikian, kelimpahan maksimum hendaknya ditangani secara hati-hati mengingat faktor-
faktor lokal, misalnya laju sedimentasi, dapat mempengaruhi kelimpahan fosil dalam
rekaman batuan.
Waktu biostratigrafi diukur dalam biokronozona (biochronozone) yang didasarkan pada
pemunculan dan kepunahan fosil secara global. Bolli dkk (1985) menyusun suatu sintesis
yang menyeluruh terhadap berbagai kategori fosil bahari yang kemudian digunakan untuk
menyusun skema biokronozona. Kisaran global suatu spesies fosil mungkin tidak dapat
ditemukan dalam suatu cekungan akibat keterbatasan lingkungan atau geografi. Pada kondisi
seperti itu, biozona yang didasarkan pada pengetahuan mengenai pemunculan pertama dan
pemunculan terakhir setiap spesies fosil yang ditemukan mungkin hanya memiliki nilai
korelatif lokal. Hal ini mengandung pengertian bahwa korelasi global dari suatu tipe fosil
memerlukan adanya diagram sekuen stratigrafi seperti yang dibuat oleh Haq dkk (1987).
Resolusi kronostratigrafi yang dapat diperoleh dari fosil indeks tergantung pada waktu
geologi, jumlah kategori fosil yang digunakan, dan lingkungan pengendapan. Resolusi suatu
kategori fosil dihitung dengan cara membagi rentang waktu geologi fosil tersebut dengan
jumlah biozona. Resolusi kronostratigrafi rata-rata untuk beberapa tipe fosil diperlihatkan
pada tabel 6-1.
Skema-skema biozona yang diterbitkan hingga dewasa ini menggunakan titik-titik
pemunculan pertama dan pemunculan akhir untuk menentukan biozona. Di lain pihak,
puncak biozona yang dipakai dalam industri perminyakan ditentukan ber-dasarkan titik-titik
pemunculan terakhir, sedangkan pertumpangtindihan antar biozona dijadikan dasar untuk
menentukan subzona. Hal ini terjadi karena sampel yang paling banyak dimiliki oleh para
ahli biostratigrafi yang bekerja di dunia perminyakan adalah keratan pengeboran yang ketika
terangkut bersama-sama dengan lumpur pengeboran biasanya dikenai efek sisa dan
kontaminasi oleh material yang terletak di bagian atas sumur pengeboran. Walau demikian,
penelitian reservoar yang mendetil menggunakan data pemunculan awal untuk membuat
skema biozona karena inti bor dan side-wall core biasanya dapat diperoleh. Data itu
selanjutnya digunakan untuk membuat diagram korelasi yang mendetil dengan tujuan
mengetahui kesinambungan dan variasi reservoar pada arah lateral.
Skema biozona lokal biasanya lebih mendetil dan memiliki resolusi kronostratigrafi yang
lebih tinggi dibanding skema biozona global atau regional. Sebagai contoh, biozona
nannofosil Miosen AkhirPlistosen di Teluk Meksiko memiliki resolusi rata-rata 0,375Ma.
Resolusi gabungan dari beberapa kategori fosil bahkan bernilai lebih tinggi dari itu. Sebagai
contoh, resolusi gabungan rata-rata dari nannofosil dan foraminifera untuk Miosen Akhir
Plistosen di Teluk Meksiko adalah sekitar 0,2Ma.
6.3 ANALISIS LINGKUNGAN PURBA
6.3.1 Bentos dan Palinofasies
Organisma yang hidup di dasar laut atau dalam sedimen dasar laut disebut bentos. Dalam
industri perminyakan, foraminifera bentonik sering dipakai untuk menentukan lingkungan
bahari purba (Van Gorsel, 1988). Walau demikian, organisma lain seperti ganggang kapur
bentonik, conodonta, dan ostracoda juga tidak jarang digunakan (gambar 6-2). Foraminifera
bentonik hidup dalam lingkungan yang bervariasi, mulai dari tepi laut hingga laut-dalam
(Murray, 1973, 1992). Organisma bentos juga tahan terhadap variasi kondisi lingkungan
seperti temperatur, kadar oksigen, salinitas, kondisi substrat, dan tingkat penetrasi cahaya
(gambar 6-3). Pada lingkungan batial dan abisal, sifat-sifat fisik air laut yang berlapis
misalnya akibat per-bedaan kadar bahan makanan, oksigen, salinitas, dan temperatur
mengontrol penyebaran organisma bentonik. Di paparan, faktor-faktor yang mengontrol
penyebaran organisma bentonik adalah energi arus, tipe substrat, salinitas, temperatur, dan
intensitas cahaya. Karena itu, ada suatu hubungan umum antara organisma bentonik dengan
kedalaman (gambar 6-4).
Metoda lain untuk menentukan lingkungan adalah analisis palinofasies (palynofacies;
lihat gambar 6-5). Metoda ini terbukti cukup ampuh, khususnya pada sistem sungai-delta
seperti dalam kasus di Provinsi Brent dan Laut Utara (Denison & Fowler, 1980; Hancock &
Fisher, 1981; Parry dkk, 1981; Nagy dkk, 1984).
6.3.2 Plankton
Organisma yang hidup melayang-layang dalam kolom air disebut plankton. Penyebaran
plankton bahari juga dikontrol oleh parameter-parameter lingkungan seperti salintas, pasokan
oksigen, temperatur, dan ketersediaan bahan makanan. Fitoplankton (phytoplankton)
dikontrol oleh intensitas cahaya, yang nilainya akan menurun dengan bertambahnya
kedalaman atau dengan makin keruhnya air. Karena itu, fitoplankton tidak hidup di daerah air
turbid seperti di sekitar sistem delta yang berlumpur. Parameter lingkungan bahari berbeda-
beda, tergantung pada asal-usul air, iklim, geografi, dan kedalaman. Keberadaan suatu
plankton juga dipengaruhi oleh tingkat toleransi yang dimilikinya terhadap parameter-
parameter lingkungan tersebut di atas. Sebagai contoh, radiolaria dan foraminifera planktonik
jarang ditemukan di paparan, sedangkan dinoflagelata dan acritarch dapat hidup mulai dari
lingkungan laut tepi hingga laut terbuka (gambar 6-6). Karena itu, penyebaran fosil plankton
tertentu secara kasar dapat pula dikaitkan dengan massa air, kedalaman, dan jaraknya
terhadap daratan.
Nisbah mikrofosil plantonik terhadap bentonik (Murray, 1976) dan nisbah dinocyst laut-
"dalam" terhadap dinocyst laut-"dangkal" memberikan informasi mengenai tingkat "kelautan"
dan upwelling.
6.3.3 Biofasies
Suatu kumpulan organisma yang mencirikan lingkungan pengendapan tertentu disebut
biofasies. Komposisi fosil dalam setiap biofasies merupakan fungsi dari kondisi lingkungan,
redistribusi post-mortem oleh aliran gravitasi, dan sejarah diagenesis batuan. Sebagian besar
spesies fosil dapat digunakan untuk mencirikan lingkungan. Walau demikian, ukurannya
yang kecil, daya pengawetannya yang relatif tinggi, dan penyebarannya yang luas
menyebabkan foraminifera bentonik menjadi tipe fosil istimewa untuk digunakan sebagai
dasar penentuan biofasies. Penyebaran sedimen hanya merupakan salah satu dari sekian
parameter lingkungan yang mengontrol biofasies. Jadi, sebenarnya tidak ada hubungan
sederhana antara biofasies dengan jenis sedimen. Meskipun demikian, pada lingkungan laut
dangkal, hubungan biofasies dengan energi gelombang dan pasut demikian erat dan, oleh
karena itu, hubungan antara biofasies dengan besar butir sedimen juga cukup erat di wilayah
tersebut.
Pada sistem pengendapan progradasional dan retrogradasional, parameter lingkungan
mengontrol penyebaran kumpulan fosil. Karena itu, dalam sistem tersebut, biofasies juga
berpindah-pindah ke arah laut dan ke arah darat. Dengan demikian, data fosil secara vertikal
dalam sistem pengendapan progradasional dan retrogradasional mencerminkan sejarah
batimetri suatu cekungan. Dengan data itu dapat dikesimpulkan apakah tepi cekungan telah
berprogradasi, beretrogradasi, atau beragradasi.
Dalam sistem progradasional dan retrogradasional, batas antar biofasies merupakan
bidang diakron (Armentrout, 1987). Akibatnya, datum-datum pemunculan pertama dan
pemunculan terakhir yang berimpit dengan perubahan lingkungan tidak harus diartikan
sebagai sebagai titik-titik kelahiran dan kepunahan spesies tertentu, melainkan mungkin
hanya sekedar batas biofasies diakron yang berkaitan dengan proses progradasi dan
retrogradasi dalam cekungan tersebut (gambar 6-7).
6.3.3.1 Biofasies Bahari
Penafsiran lingkungan bahari purba berdasarkan biofasies bentonik dan planktonik
biasanya didasarkan pada pengetahuan kita mengenai batimetri paparan dan samudra masa
sekarang. Sebenarnya sebagian besar biofasies masa kini hanya dapat digunakan untuk
menafsirkan lingkungan bahari purba sejak masa transgresi terakhir atau sejak awal
highstand systems tract terakhir, pada saat mana garis pantai terletak cukup jauh di daratan.
Sewaktu posisi muka air laut relatif rendah, atau ketika garis pantai maju jauh hingga
mendekati tekuk paparan (shelf break), biofasies paparan dan biofasies batial atas akan
terletak saling berdekatan (gambar 6-8). Pada kondisi itu, biofasies proximal dan distal akan
dicampuradukkan oleh arus. Bahkan, aliran gravitasi menuju wilayah perairan yang lebih
dalam akan menyebabkan usaha penafsiran lingkungan pengendapan purba menjadi jauh
lebih kompleks dan sukar untuk dilakukan.
Penentuan indikator-indikator lingkungan bahari yang paling dalam pada setiap kumpulan
fosil akan menolong kita untuk membedakan indikator biofasies laut-dalam dari indikator
semu (hasil pengangkutan oleh aliran gravitasi). Sayang sekali, biofasies batial memiliki
resolusi batimetri yang relatif lebih rendah dibanding resolusi batimetri yang dimiliki oleh
biofasies paparan. Karena itu, rekaman perubahan muka air laut relatif praktis tidak (atau
hanya sedikit, kalau ada) terindikasikan oleh biofasies laut-dalam. Walau demikian,
pergantian dari zaman es ke zaman interglasial (dan sebaliknya) mempengaruhi sifat-sifat
massa air laut seperti kadar oksigen, temperatur, dan pasokan bahan makanan sedemikian
rupa sehingga peristiwa itu masih tampak rekamannya dalam biofasies laut-dalam.
6.3.3.2 Biofasies Terestris
Kumpulan-kumpulan fosil dari lingkungan terestris dapat memberikan informasi
mengenai kondisi iklim dan kondisi berbagai lingkungan yang terletak di sekitar cekungan
(gambar 6-9). Kumpulan mikroflora mengindikasikan iklim kering-hangat (warm-arid),
ranoff yang rendah, serta potensi terbentuknya sistem karbonat bahari di daerah lintang
rendah. Mikroflora dari lingkungan basah (humid) mengindikasikan adanya proses
pemasokan klastika yang lebih tinggi ke dalam cekungan serta potensi ter-bentuknya sistem
pengendapan fluvial dan delta. Lingkungan basah biasanya juga memiliki vegetasi subur,
yang menutupi atau menjebak sedimen, sedangkan lingkungan kering mendorong terjadinya
erosi sedimen yang cepat serta terendapkannya kembali sedimen berbutir kasar.
Kumpulan fosil daratan dan air tawar dapat diangkut menuju lingkungan bahari
didekatnya oleh aktivitas angin (khususnya untuk kasus bissacate pollen) atau, lebih umum
lagi, oleh sistem sungai (untuk miospores, charophytes, ostracoda, dan material rombakan
tumbuhan). Secara umum dapat dikatakan bahwa melimpahnya fosil asal-daratan dalam suatu
lingkungan bahari mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut terletak dekat dengan influx
sungai. Meningkatnya kandungan miospores dan bissacate, relatif terhadap miospores
berornamen dan non-seccate pollen, dalam endapan bahari mengindikasikan bahwa
lingkungan dimana sedimen itu diendapkan terletak dekat daratan (Batten, 1974).
6.4 BIOSTRATIGRAFI DAN SEKUEN STRATIGRAFI
Pengetahuan kita mengenai biostratigrafi sekuen pengendapan masih relatif terbatas,
didasarkan pada pendapat sejumlah ahli biostratigrafi yang melakukan penelitian dengan cara
memadukan data biostratigrafi dengan data sumur dan data seismik.
Sebagian besar pengetahuan kita berasal dari hasil-hasil penelitian di Teluk Meksiko
(Armentrout, 1987; Loutit dkk, 1988; Allen dkk, 1991; Armentrout & Clement, 1991;
Armentrout dkk, 1991). Walau demikian, ada juga ahli yang mencoba melakukan penelitian
biostratigrafi sekuen di tempat lain, misalnya McNeil dkk (1990) di MacKenzie Basin, Jones
dkk (1993) di Northwest Shelf (Australia), dan Partington dkk (1993) terhadap endapan Jura
di Laut Utara. Hasil-hasil penelitian yang disebut terakhir ini banyak menambah pengetahuan
kita mengenai topik yang menarik ini.
6.4.1 Batas Sekuen dan Bidang-Bidang yang Korelatif Dengannya
Batas sekuen adalah suatu bidang kronostratigrafi penting yang terbentuk akibat
penurunan muka air laut relatif yang cukup besar. Jika batas sekuen itu merupakan bidang
erosi yang cukup kuat, maka pada bidang itu akan terdapat hiatus biostratigrafi yang dicirikan
oleh penindihan fosil-fosil yang berumur relatif muda terhadap fosil-fosil yang umurnya
relatif jauh lebih tua serta oleh ketidakhadiran fosil indeks. Perbedaan umur dan lingkungan
yang diindikasikan oleh kumpulan fosil dalam batuan-batuan yang terletak di atas dan di
bawah batas sekuen merupakan fungsi dari besaran penurunan muka air laut relatif (McNeil
dkk, 1991) dan dari lokasinya di dalam cekungan. Penurunan muka air laut relatif,
sebagaimana telah dibahas pada Bab 2, berkisar mulai dari penurunan dramatis akibat
aktivitas tektonikyang mengakibatkan terbentuknya bidang ketidakselarasan tegashingga
penurunan lemah yang dicirikan oleh perubahan fasies yang relatif samar. Kasus yang kedua
ini menyebabkan terbentuknya apa yang disebut sebagai batas sekuen tipe-2. Walau
demikian, terlepas dari besaran penurunan muka air laut, perubahan komposisi kumpulan
fosil pada kedua sisi batas sekuen akan berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain. Di
wilayah perairan yang cukup dalam, praktis tidak terjadi perubahan biofasies. Makin ke arah
darat, perubahan itu makin jelas. Pada tempat-tempat yang terletak di atas tekuk paparan, di
paparan, dan di dataran pantai, perubahan biofasies sering disertai dengan kehadiran jejak-
jejak erosi dan ketidakhadiran indeks biokronostratigrafi. Dengan demikian, hiatus yang
dipresentasikan oleh suatu batas sekuen makin besar ke arah darat.
Batas sekuen utama yang terbentuk akibat pengaruh tektonik biasanya dicirikan pula oleh
kehadiran lapisan-lapisan yang telah terputar serta oleh jejak-jejak erosi dan penyingkapan di
atas permukaan air laut. Ketikakselarasan yang menjadi batas sekuen biasanya juga disertai
oleh perubahan tiba-tiba dalam rekaman fosil: hilangnya spesies penciri umur serta
pertindihan dua biofasies yang jauh berbeda. Sebagai contoh, di atas batas sekuen itu terdapat
endapan paralik dengan kumpulan serbuk-sari dan spora, sedangkan di bagian bawahnya
terdapat sedimen hemipelagik dengan kumpulan foraminifera plankton, nannfosil, dan
dinocyst.
Kemampuan untuk mengenal batas-batas sekuen, khususnya yang bersifat samar, dengan
menggunakan biostratigrafi terbatasi oleh resolusi fosil indeks yang ada. Jika tidak ada fosil
indeks, Armentrout & Clement (1991) berpendapat bahwa kelimpahan fauna minimum
berpotensi untuk dapat digunakan sebagai penciri perioda-perioda regresi maksimum dan,
oleh karena itu, dapat digunakan sebagai penciri batas sekuen. Gaskell (1991) menunjukkan
bahwa ada satu korespondensi antara peningkatan laju kepunahan foraminifera bentonik
dengan penurunan muka air laut yang cepat dan, oleh karena itu, juga ber-asosiasi dengan
batas sekuen tipe-1. Walau demikian, korespondensi seperti itu tidak akan tampak apabila
proses penurunan muka air laut berlangsung lambat.
Kesukaran untuk mengenal reworked fossil merupakan salah satu masalah utama dalam
biostratigrafi. Padahal kemampuan untuk mengenal reworked fossil sangat penting artinya
mengingat kehadiran fosil seperti itu erat kaitannya dengan proses erosi yang terjadi pada
batas sekuen. Sesungguhnya reworked fossil seringkali menjadi komponen paleontologi
utama dalam sedimen yang diendapkan dengan cepat. Kehadiran reworked fossil, bersama-
sama dengan adanya peningkatan kelimpahan fosil terestris dalam endapan laut-dalam dapat
digunakan untuk mengenal batas sekuen (gambar 6-13).
6.4.2 Lowstand systems tract
Penurunan muka air laut yang cukup besar menyebabkan terbentuknya batas sekuen tipe-
1 dan pergeseran fasies secara tiba-tiba ke arah cekungan sedemikian rupa sehingga fasies
laut-dangkal menindih fasies laut yang lebih dalam. Pada dasarnya lowstand systems tract
dikenali keberadaannya berdasarkan kehadiran perubahan biofasies yang tiba-tiba, dimana
biofasies itu makin ke atas mengindikasikan wilayah perairan yang lebih dangkal, atau oleh
superposisi kumpulan fosil terestris di atas kumpulan fosil bahari. Pada cekungan yang lebih
dalam, lowstand systems tract dikenal oleh adanya peningkatan laju pasokan sedimen
silisiklastik dan sedimen yang mengandung reworked fossils, namun memiliki kelimpahan
fosil setempat yang rendah (Armentrout dkk, 1991). Bidang erosi yang ada di bawah endapan
lowstand biasanya tidak tersebar luas dalam cekungan laut-dalam dan seringkali hanya
terbatas dalam sistem alur atau pada sisa-sisa lereng lokal yang tidak stabil. Bentos batial
juga tampaknya tidak cukup sensitif untuk memperlihatkan suatu tanggapan khusus terhadap
perubahan batimetri yang berasosiasi dengan penurunan muka air laut (Armentrout dkk,
1991).
Lowstand systems tract terdiri dari dua komponen: lowstand fan, dan lowstand wedge.
Lowstand fan (gambar 6-10) merupakan produk aliran gravitasi, dimana aliran gravitasi itu
sendiri terjadi akibat pasokan sedimen yang diangkut oleh sungai mem-bypass paparan dan
lereng benua bagian atas melalui lembah torehan dan ngarai bawah-laut (lihat Bab 9).
Akibatnya, lowstand fan kemungkinan banyak mengandung organisma daratan dan kumpulan
reworked fossils yang tererosi dari paparan dan lereng benua (Van Gorsel, 1988)d yang
terangkut bersama-sama dengan reworked fossil asal-daratan. Jadi, endapan lowstand fan
dapat dikenal dari kehadiran exotic fossil assemblages yang tertanam dalam serpih bahari
yang mengandung fosil-fosil setempat.
Lowstand fan yang diendapkan dengan cepat umumnya tidak mengandung fosil laut-
dalam in situ (Armentrout, 1991). Hal itu mengakibatkan sulitnya menempatkan lowstand fan
ke dalam konteks kronostratigrafi. Stewart (1987), berdasarkan hasil penelitian bio- dan
sekuen-stratigrafi terpadu terhadap endapan Paleogen di Laut Utara, menyatakan bahwa
kumpulan-kumpul-an mikrofosil jarang terdapat dalam Forties lowstand fan. Sebagai
gantinya, kipas itu didominasi oleh agglutinated foraminifera yang memiliki kisaran umur
panjang.
Kipas yang diendapkan dengan cepat mengandung rip-up clasts yang tererosi dari lereng
samudra sewaktu sebagian besar sedimen diangkut menuju laut-dalam. Jika terfosilkan, rip-
up clasts akan memberikan nilai umur maksimum untuk pembentukan kipas. Jika tidak
mengandung fosil setempat, umur lowstand fan dapat ditentukan umurnya dengan cara
menentukan umur serpih condensed section yang terletak di atas dan di bawah kipas. Interfan
lobes dapat mengandung fosil setempat.
Reworked fossils memberikan informasi mengenai khuluk provenansi sedimen. Informasi
itu secara tidak langsung akan mengindikasikan tipe kipas yang akan terbentuk: apakah kipas
yang didominasi oleh pasir, lumpur, atau campuran pasir-lumpur. Kipas yang kaya akan pasir
biasanya terdiri dari sejumlah lapisan pasir masif, terbentuk cepat, dan miskin akan fosil
sehingga sukar ditentukan umurnya. Lowstand fan yang kaya akan lumpur biasanya terbentuk
pada rentang waktu yang cukup lama, mud prone, dan memiliki kandungan fosil setempat
yang lebih tinggi sehingga umurnya relatif mudah untuk ditentukan.
Lowstand wedge mulai terbentuk pada saat muka air laut mulai naik kembali setelah
sebelumnya turun dengan cepat. Lowstand wedge terdiri dari parasekuen progradasional dan
aggradasional (gambar 6-11) yang mengandung kumpulan fosil setempat, mulai dari
kumpulan proksimal hingga kumpulan distal. Kumpulan fosil itu berubah secara berangsur
pada arah lateral. Khusus pada penampang vertikal prograding lowstand wedge, terlihat pula
gejala biofasies shallowing-upward, mulai dari biofasies laut-dalam, laut-dangkal, laut tepi,
hingga biofasies non-bahari. Aggradational wedge tidak memperlihatkan gejala seperti itu,
melainkan memperlihatkan kesamaan biofasies dari bawah ke atas. Gejala seperti yang
disebut terakhir ini terjadi baik di bagian lereng maupun topset. Karena itu, lowstand wedge
memiliki karakter biostratigrafi yang mirip dengan prograding highstand shelf-edge systems
tract atau aggrading highstand shelf-edge systems tract.
Untuk kasus cekungan yang miskin akan bahan makanan, proses sediment by-passing
pada waktu posisi muka air laut rendah menyebabkan meningkatnya kadar makanan dalam
cekungan dan, pada gilirannya, menaikkan produktivitas plankton. Jika hal ini terjadi, maka
bagian distal dari lowstand wedge dapat dikenal keberadaannya dari fakta melimpahnya fosil
planktonik dalam serpih hemipelagik yang terkondensasikan dan terletak di atas endapan
kipas dasar cekungan. Jika tidak ada kipas, kumpulan fosil dalam serpih distal lowstand
wedge akan mirip dengan kumpulan fosil highstand systems tract yang terbentuk
sebelumnya.
Sewaktu lowstand systems tract terbentuk, lebar paparan mencapai nilai minimum,
sedangkan energi gelombang pada paparan waktu itu mencapai nilai maksimum. Paparan
pada waktu itu biasanya dicirikan oleh bentos epifauna dan kemungkinan akan
memperlihatkan gejala penurunan kadar plankton ke arah darat, tergantung penyebaran arus.
Dekatnya jarak antara dan cekungan laut-dalam pada waktu itu dapat dibuktikan dengan
banyaknya material tumbuhan dalam endapan cekungan.
Shelf-margin systems tract berasosiasi dengan batas sekuen tipe-2 (lihat Bab 2). Endapan
shelf-margin systems tract dicirikan oleh tumpukan-tumpukan parasekuen progradasional dan
aggradasional. Kumpulan fosil dalam shelf-margin systems tract memiliki pola hubungan
biofasies proksimal-distal seperti yang diperlihatkan oleh prograding- dan aggrading
highstand systems tract. Hiatus erosional dan non-depositional yang terbentuk pada sisi-darat
dari coastal onlap point tidak memiliki besaran yang cukup tinggi untuk dapat diditeksi
dalam rekaman fosil (McNeil dkk, 1990). Karena itu, shelf-margin systems tract sukar
ditentukan keberadaannya berdasarkan kumpulan fosil, bahkan mungkin akan tertukar
dengan highstand systems tract.
6.4.3 Bidang Transgresi
Bidang transgresi memisahkan lowstand systems tract dari transgressive systems tract.
Bidang ini ditandai oleh jejak-jejak reworking dan winnowing sedimen yang terjadi in situ.
Kedua proses itu menyebabkan fosil sukar terawetkan dalam urutan asli. Hardground dan
endapan yang kaya akan glaukonit juga berasosiasi dengan bidang transgresi. Proses-proses
diagenesis yang menyebabkan terbentuknya hardground dan endapan-endapan di atas makin
memperkecil kemungkinan terawetkannya fosil pada bidang transgresi.
Keberadaan bidang transgresi dapat ditafsirkan berdasarkan bukti adanya kumpulan fosil
bahari di atas kumpulan fosil tepi laut atau non-bahari. Namun, bukti itu sebenarnya kurang
kuat karena peristiwa transgresi minor dapat menyebabkan timbulnya gejala seperti itu.
Sebagaimana diketahui, peristiwa transgresi minor menyebabkan terbentuknya batas-batas
parasekuen. Jika pasokan sedimen ke dalam paparan terbatas sewaktu terjadi transgresi, maka
bidang transgresi akan terletak dalam condensed section yang mengandung maximum
flooding surface. Perlu dicamkan bahwa bidang transgresi mengindikasikan batas biofasies
retrogradasional dan, oleh karena itu, merupakan bidang diakron.
6.4.4 Transgressive systems tract
Transgressive systems tract disusun oleh retrogradational parasequence sets yang
memperlihatkan gejala pendangkalan-ke-atas sebagaimana terlihat dalam data kumpulan fosil
(Armentrout, 1991). Pada retrogradational parasequence sets itu terlihat banyak kumpulan
fosil distal terletak di atas kumpulan fosil proksimal. Pada arah vertikal, biofasies dalam
transgressive systems tract berubah berturut-turut dari biofasies terestris, paya-paya, laut-
dangkal, hingga akhirnya biofasies laut-dalam. Biofasies laut dalam pada transgressive
systems tract dapat berupa kumpulan fosil dari lingkungan laut terbuka atau dari lingkungan
laut tertutup, tergantung pada paleogeografi (gambar 6-12).
Transgresi yang terjadi menghasilkan ceruk (niche) baru yang kemudian dapat diisi oleh
organisma. Tingginya laju penaikan muka air laut yang disertai oleh rendahnya pasokan
sedimen menyebabkan banyak wilayah yang semula merupakan daratan kemudian tertutup
oleh massa air. Jejak-jejak daratan purba itu mungkin berupa rekaman fosil flora daratan. Di
daerah iklim hangat, wilayah seperti itu berpotensi menjadi rawa batubara (coal swamp).
Lapisan batubara akan makin menebal sejalan dengan terus berlangsungnya transgresi (lihat
Bab 11). Lingkungan air payau di dataran pantai yang tertutup dan berkembang sejalan
dengan pembentukan transgressive systems tract dicirikan oleh kumpulan-kumpulan flora
dan fauna yang hanya memiliki sedikit toleransi terhadap salinitas yang rendah. Kumpulan-
kumpulan flora dan fauna tersebut tidak terlalu beragam dan biasanya terbentuk di bawah
kondisi energi rendah serta didominasi oleh flora dan fauna yang hidup di daerah berlumpur.
Kumpulan-kumpulan flora dan fauna tersebut merupakan biofasies retrogradasional yang
bersifat diakron.
Endapan shoreface dalam transgressive systems tract juga terdiri dari biofasies
retrogradasional yang bersifat diakron. Marine flooding events yang memisahkan parasekuen
tidak jarang dicirikan oleh jejak-jejak fosil bahari, walaupun periodisitas setiap individu
parasekuen kebanyakan masih berada di bawah resolusi biostratigrafi.
Sejalan dengan pengurangan laju pasokan sedimen ke arah paparan dan cekungan
sewaktu terjadi transgresi, kepekatan air juga menurun. Akibatnya, mikrofauna bahari yang
biasa hidup di wilayah perairan yang bersih, termasuk foraminifera besar dan berbagai
spesies rumput laut, dapat berkembang dengan baik (Van Gorsel, 1988). Pengurangan
pasokan sedimen juga menyebabkan terbentuknya condensed section yang luas di dalam
cekungan. Condensed section itu melimpah akan kumpulan fosil, termasuk fosil plankton
penciri yang dapat dengan relatif mudah ditentukan umurnya. Shaffer (1987) menggunakan
gejala melimpahnya nannofosil, yang berkaitan dengan perioda iklim hangat, untuk mengenal
transgresi bahari pada paparan purba.
Dalam cekungan laut-dalam, kumpulan fosil bahari dalam condensed section pelagik
umumnya melimpah, sangat beragam, dan didominasi oleh taxa penciri yang memiliki
penyebaran sangat luas. Pembentukan kipas bawah-laut sewaktu ber-langsungnya transgresi
bahari, seperti dikemukakan oleh Galloway (1989), dapat dikenal keberadaannya dari
hadirnya reworked microfossils laut-dangkal yang terangkut menuju laut-dalam dan
kemudian diendapkan dalam condensed shales laut-dalam.
6.4.5 Maximum flooding surface
Maximum flooding surface memisahkan transgressive systems tract dengan highstand
systems tract serta merepresentasi-kan kondisi transgresi maksimum. Pembentukan
condensed section secara luas pada drowned shelf dan cekungan laut-dalam dapat
berlangsung pada waktu itu sebagai akibat relatif sedikitnya sedimen dibanding ruang
akomodasi yang ada. Condensed section itu biasanya memiliki rekaman sinar-gamma dan
sonic log yang tinggi, hal mana berasosiasi dengan konsentrat uranium dalam sedimen
berdensitas tinggi namun kaya akan material organik. Dalam penampang seismik, condensed
section akan tampak sebagai downlap surface utama. Walau demikian, perlu dipahami bahwa
tidak semua condensed section mencirikan maximum flooding surface. Condensed section
dapat terbentuk oleh banyak proses dan setiap waktu. Sebagai contoh, condensed section
dapat terbentuk pada tinggian bawahlaut (submarine high) atau akibat perpindahan cuping
delta. Kelimpahan fosil plankton juga dapat terjadi tanpa harus berkaitan dengan proses
pembentukan condensed section dan dapat dikontrol oleh efek-efek iklim lokal, misalnya
upwelling (Simmons & Williams, 1992).
Maximum flooding surface merepresentasikan penyebaran paling jauh ke arah darat dari
organisma plankton laut terbuka yang beragam dan bentos laut-dalam (Loutit dkk, 1988;
Allen dkk, 1991; Armentrout & Clement, 1991; Armentrout dkk, 1991) (gambar 6-12).
Condensed section yang berasosiasi dengan maximum flooding surface terdiri dari endapan
yang secara biostratigrafi bersifat khas dan biasanya kaya akan fosil plankton. Karena itu,
condensed section sangat berpotensi untuk diketahui umurnya dan dapat dikorelasikan dari
satu cekungan ke cekungan yang lain, bahkan pada skala global. Karena itu pula endapan
tersebut merupakan event yang lebih mudah dikorelasikan dibanding batas sekuen, karena
yang disebut terakhir ini kadang-kadang sukar untuk ditentukan umurnya atau bahkan sukar
untuk dikenali dari kacamata biostratigafi.
Di tepi cekungan, maximum flooding surface dari suatu condensed section dapat dikenal
dari influks tiba-tiba plankton bahari yang relatif seragam dan terletak diantara kumpulan
bentos laut dangkal dan kumpulan fosil terestris. Di paparan, maximum flooding surface
dapat dikenal dari kehadiran plankton laut terbuka dan, mungkin juga, fauna bentonik
wilayah perairan yang lebih dalam. Dalam cekungan laut-dalam, kekurangan sedimen dapat
menyebabkan terbentuknya endapan yang kaya akan fosil. Jika peristiwa kekurangan
sedimen itu terjadi pada sedimen klastika, maka karbonat pelagik yang terdiri dari sisa-sisa
mikrofosil pengandung kapur, akan dapat terbentuk. Peristiwa yang disebut terakhir ini juga
dapat menyebabkan proses pengendapan berlangsung lambat dan, pada gilirannya, akan
menyebabkan terjadinya pelarutan fosil pengandung kapur.
6.4.6 Highstand systems tract
Aggrading highstand systems tract terbentuk ketika laju pasokan sedimen sama dengan
laju pembentukan akomodasi yang terjadi akibat penaikan muka air laut relatif. Paket
endapan ini dicirikan oleh tumpukan endapan yang mengandung kumpulan fosil paparan dan
terestris, tanpa adanya kesan pendangkalan ke arah atas.
Progradational highstand systems tract terbentuk ketika laju pasokan sedimen melebihi
akomodasi. Akomodasi itu sendiri terbentuk akibat penaikan muka air laut relatif. Pada
dasarnya, paket endapan ini dicirikan oleh kumpulan fosil dimana makin ke atas makin
mengindikasikan wilayah perairan yang lebih dangkal (gambar 6-13). Pada penampang
melintang yang lengkap, dari bawah ke atas, paket endapan ini berturut-turut mungkin terdiri
dari endapan laut-dalam, endapan laut-dangkal, endapan transisi, hingga endapan darat.
Walau demikian, gejala perubahan seperti itu mungkin diselingi oleh sejumlah rumpang kecil
yang mencerminkan parasekuen dan bidang transgresi minor.
Pada awal pembentukan highstand systems tract, delta paparan atau pantai menempati
wilayah yang luas. Pada waktu itu, lebar paparan mencapai nilai maksimum dan energi
gelombang mencapai nilai minimum. Dengan rendahnya energi arus pasut, sebagian besar
sedimen yang diendapkan di daerah itu berupa sedimen berbutir sangat halus seperti lanau
dan lempung. Kumpulan fosil pada paparan yang kaya akan lumpur itu didominasi oleh
kumpulan bentonik yang biasa menggali lubang dalam sedimen berbutir halus. Wilayah
paparan yang masih sangat dipengaruhi oleh pasut, di tempat mana terdapat endapan sisa
yang berbutir kasar, didominasi oleh kumpulan bentos epifauna dan unsur-unsur plankton.
Kumpulan fosil paparan sangat dipengaruhi oleh kehadiran delta paparan dan berasosiasi
dengan sedimentasi yang cepat, peningkatan turbiditas, dan pengurangan salinitas. Pada
lingkungan yang kaya akan bahan makanan itu, banyak ditemukan kumpulan fosil bentos
yang didominasi oleh spesies infauna. Organisma planktonik jarang ditemukan, meskipun
kelompok-kelompok tertentu seperti dinocyst dan acritarch (yang dapat beradaptasi dengan
lingkungan ini) serta nanofosil (yang mudah terangkut dari laut terbuka karena sangat
ringan), juga memiliki potensi korelasi biostratigrafi yang cukup tinggi.
Jika volume sedimen cukup tinggi dan waktunya memungkinkan, progradasi highstand
systems tract dapat mencapai tepi paparan yang semula dibentuk oleh lowstand wedge.
Dengan demikian, delta itu berubah statusnya menjadi delta tepi paparan (shelf-edge delta)
yang mampu memasok sedimen serta organisma terestris dan paparan menuju cekungan
wilayah yang dalam.
Bagian topset dari endapan highstand dapat terdiri dari endapan paparan, endapan paralik,
dan endapan fluvial beserta kumpulan-kumpulan fosil laut-dangkal dan terestris yang
berasosiasi dengannya. Proporsi setiap endapan dan kumpulan fosil pada bagian topset
endapan highstand tergantung pada khuluk progradasi yang terjadi. Dalam proses progradasi
miring yang ekstrim, endapan highstand sebagian besar akan berupa endapan lereng dan
endapan paparan, dengan sedikitt endapan yang mengindikasikan lingkungan paralik dan
fluvial. Akomodasi yang terbentuk sewaktu posisi muka air laut tinggi akan menyebab-kan
terbentuknya endapan yang mengandung kumpulan fosil laut-dangkal dan terestris.
Prograding highstand slope terdiri dari endapan aliran gravitasi dan endapan hemipelagik
yang sering memperlihatkan jejak erosi, nendatan, dan kortorsi. Karena itu, endapan tersebut
sering mengandung kumpulan fosil yang terdiri dari fosil asing dan fosil selingkungan.
Prograding highstand slope dapat ditafsirkan keberadaannya pada penampang vertikal,
namun tidak dapat ditentukan semata-mata dari gejala pendangkalan seperti yang terindikasi
dari kumpulan-kumpulan fosil bentos maupun planton (Van Gorsel, 1988). Perubahan
vertikal, dari bawah ke atas, melaluil biofasies yang berbeda-beda akibat berprogradasinya
highstand slope ke arah laut, menghasilkan jejak kepunahan semu dan pada gilirannya akan
menyebabkan korelasi diakron (Armentrout, 1987).
Dalam cekungan yang dalam, sedimentasi yang berlangsung lambat pada highstand
toesets yang mengarah ke pusat cekungan menghasilkan condensed section yang mungkin
mengandung banyak kumpulan fosil laut-dalam yang mirip dengan condensed section pada
transgressive systems tract dan maximum flooding surface (Armentrout & Clement, 1991).
Sedimentasi yang berlangsung lebih cepat dalam cekungan-dalam mengindikasikan erosi
lereng melalui persitiwa nendatan, aliran rombak-an, dan arus turbid atau mungkin melalui
peristiwa bypassing. Peristiwa-peristiwa itu pada gilirannya menyebabkan masuknya
komponen-komponen fosil laut terbuka, lereng, atau paparan ke dalam endapan laut-dalam
dan kemudian bercampur dengan fosil laut-dalam. Turbidit umumnya tidak mengandung fosil
selingkungan (McNeil dkk, 1990) dan sering mengandung reworked fossils yang berasal dari
bagian atas lereng.
6.5 KESIMPULAN
Karakter biostratigrafi dari paket endapan sedimen dikontrol oleh interaksi antara kondisi
lingkungan, evolusi organisma, dan perubahan proses pengendapan yang berkaitan dengan
perubahan alas kikis. Akibatnya, hanya ada sedikit "hukum" yang dapat disimpulkan
mengenai hubungan antara biostratigrafi dan sekuen stratigrafi. Secara umum, keteraturan
yang ada dapat dinyatakan sbb:
1. Setiap kelompok fosil tidak dapat memberikan data umur yang cukup akurat untuk endapan
Fanerozoikum. Demikian pula, setiap kelompok fosil tidak dapat memberikan tafsiran
lingkungan purba yang cukup mendetil untuk semua lingkungan pengendapan.
Penggabungan dua atau lebih kelompok fosil akan memberikan data umur yang lebih akurat
dan, oleh karena itu, dapat meningkatkan resolusi biostratigrafi. Setiap individu fosil dapat
menyebabkan timbulnya kesimpulan umur dan lingkungan pengendapan yang tidak benar
dan, pada gilirannya, dapat menyebabkan timbulnya model-model geologi yang tidak sahih.
2. Pemunculan terakhir atau ketidakhadiran prematur (premature disappearance) suatu fosil
dari penampang stratigrafi dapat terjadi akibat hambatan lingkungan lokal. Karena itu, kedua
hal itu mungkin lebih mengindikasikan biofasies daripada peristiwa kepunahan (gambar 6-
14a). Korelasi yang didasarkan pada biofasies umumnya bersifat diakron dan mencermin-kan
peristiwa progradasi atau retrogradasi.
3. Resolusi fosil dapat terhambat oleh sedimentasi yang berlangsung cepat dan oleh derajat
diagenesis (gambar 6-14b). Resolusi tertinggi, mungkin oleh fossil event (satuan stratigrafi
terkecil yang dapat dikenali keberadaannya berdasarkan data fosil), mungkin tidak dapat
diterapkan pada semua keadaan.
4. Kemampuan untuk mengenal dan menentukan umur batas sekuen, bidang transgresi, atau
maximum flooding surface dengan memakai metoda biostratigrafi tergantung pada resolusi
fosil secara aktual dan pada resolusi fosil secara semu yang ditentukan oleh pola pengambilan
sampel. Jarak antar titik pengambilan sampel hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga
dapat memecahkan masalah geologi dan, idealnya, cukup dekat apabila dilakukan di sekitar
tempat dimana bidang-bidang pembatas penting diperkirakan berada. Gambar 6-15
menyajikan ringkasan yang memperlihatkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai tipe
sampel. Secara khusus, perhatikan keterbatasan resolusi keratan pengeboran dibanding inti
bor.
5. Kita harus selalu berhati-hati apabila mencoba mengikatkan fosil dengan seismic event
karena kedua-duanya dapat memiliki galat yang berasosiasi dengan konversi kedalaman. Hal
ini terutama penting artinya untuk mengenal bahwa ikatan fosil dan seismic event dalam
condensed section dapat berbeda cukup jauh apabila dikorelasikan dengan paket sedimen
yang lebih besar, misalnya ketika mengkorelasikan condensed section dengan prograding
highstand systems tract.
6. Biostratigrafi dan isotop stratigrafi khususnya sangat berguna untuk mengkalibrasi dan
mengkorelasikan batas-batas sekuen dan maximum flooding surface ketika data seismik
kurang mendukung akibat kompleksnya tatanan struktur.
7. Trend biofasies dapat digunakan untuk mengenal trend progradasi, agradasi, dan
retrogradasi serta dapat dipakai untuk memperkirakan waktu akumulasi endapan klastika
pada paparan atau waktu bypassing menuju laut-dalam. Biofasies akan memperlihatkan
gejala pendangkalan ke atas pada lowstand dan highstand systems tract. Pada transgressive
systems tract, biofasies akan memperlihatkan gejala pendalaman ke atas.
8. Maximum flooding surface dicirikan oleh kumpulan fosil yang beragam dan memiliki
penyebaran yang luas.
9. Batas sekuen berasosiasi dengan erosi, hiatus biostratigrafi, dan perombakan.
10. Luasnya penyebaran planktonic markers dalam maximum flooding surface yang ada dalam
condensed section menyebab-kan maximum flooding surface merupakan bidang yang penting
artinya untuk tujuan korelasi biokronostratigrafi.
11. Pengenalan lingkungan purba dalam systems tract dengan menggunakan kumpulan fosil
dapat memberikan indikasi umum mengenai tipe, penyebaran, dan kandungan pasir dalam
setiap fasies.
rekaman stratigrafi dan manfaatnya
Pendahuluan
Startigrafi analisis berasal dari kata stratigrafi dan analisis. Startigrafi merupakan ilmu
mengenai strata atau urutan batuan berlapis dalam hal ini batuan sedimen, mengenai
pengelompokan dan pengurutan kelompok atau tubuh batuan. Sehingga stratigrafi analisis
adalah ilmu yang fokus mempelajari pada aspek karakter dan atribut suatu batuan yang
kemudian dianalisis dan diinterpretasi sehingga dapat sampai pada bagaimana origin dan
sejarah geologi pembentukan batuan tersebut. Karakter meliputi tekstur dan komposisi
batuan, sedangkan atribut meliputi struktur sedimen dan fosil. Untuk dapat menganalisis
diperlukan suatu konsep stratigrafi yaitu urutan dari batuan yang tertua sampai batuan yang
termuda dan bagaimana hubungan stratigrafinya. Prinsip dasar yang digunakan adalah hukum
superposisi, horisontalitas, cross cutting relationship, dan petrogenesis.
Pembahasan
Dalam stratigrafi analisis mengacu pada dua pokok bahasan utama yaitu lingkungan
pengendapan dan dinamika sedimentasi. Dari lingkungan pengendapan akan dihasilkan fasies
sedimentasi sedangkan dari dinamika sedimentasi akan dihasilkan sekuen stratigrafi.
Keduanya akan tercermin dalam rekaman stratigrafi yang dapat meninterpretasikan
bagaimana kondisi geologi di suatu daerah.
Lingkungan pengendapan
Merupakan suatu tempat di permukaan bumi yang memungkinkan bagi sedimen
untuk terakumulasi, yang secara fisik, kimia, dan biologi dapat dibedakan dengan tempat
disekitarnya, contohnya sungai, delta, lagun, dan laut dangkal sampai laut dalam. Analisis
fasies pengendapan dilakukan dengan pengamatan geometri, litologi, struktur sedimen, arah
arus purba, dan fosil. Komponen-komponen yang terekam dalam satu tubuh batuan tersebut
kemudian diinterpretasi bagaimana lingkungan pengendapannya.
Dinamika sedimentasi
Dipengaruhi oleh tiga hal yaitu
Suplai sedimen : ketersediaan atau banyak sedikitnya material sedimen yang diendapkan, hasil
dari proses erosi batuan yang ada sebelumnya, meliputi jumlah dan ukuran butir dari material
sedimen.
Eustasi : naik turunya muka air laut akibat glasiasi maupun regional (tektonik). Deglasiasi
menyebabkan naiknya muka air laut, garis pantai maju (trangresi) mengakibatkan terjadinya
pendalaman. Glasiasi menyebabkan turunnya muka air laut, garis pantai mundur (regresi)
mengakibatkan terjadinya pendangkalan.
Tektonik : berupa uplifting (pengangkatan) dan subsidence (penurunan), akan berpengaruh
pada besar kecilnya ruang akomodasi untuk menampung influks sedimen. Dimana uplifting
akan menyebabkan ruang akomodasi berkurang, dan subsidence menyebabkan ruang
akomodasi bertambah.
Iklim : tidak berpengaruh signifikan, akan berpengaruh pada batuan karbonat yang
membutuhkan kondisi lingkungan tertentu yaitu hangat, dangkal, dan jernih.
Sekuen stratigrafi
Urutan lapisan batuan yang relatif selaras, yang berhubungan secara genetis, pada bagian atas
dan bawah dibatasi oleh ketidakselarasan atau keselarasan.
Rekaman Stratigrafi
Rekaman stratigrafi merupakan suatu hasil pencatatan dan pemerian secara obyektif
dan lengkap suatu tubuh batuan terutama batuan sedimen serta korelasinya dengan tubuh
batuan yang lain baik secara vertikal maupun secara lateral dengan maksud untuk
merekonstruksi tempat, proses, pengaruh kondisi organik dan anorganik, serta
perkembangannya dalam ruang (paleogeografi) dan waktu (sejarah geologi).
Selalu mencerminkan
- Siklus/perulangan
- Pola transgresi-regresi
- Ketidakselarasan-keselarasan
Hubungan ketiga parameter dinamika sedimentasi akan mempengaruhi rekaman stratigrafi
yang dihasilkan.
Bila suplai sedimen >>> ruang akomodasi terjadi pola progradasi (mengkasar ke atas)
Bila suplai sedimen
Struktur sedimen adalah sebuah kunci untuk interpretasi seting pengendapan batuan sedimen.
Menurut Tucker (1991), struktur sedimen dibagi menjadi empat kelompok yakni :
a) Struktur erosi : sole mark,scour,slump,flute cast
b) Struktur pengendapan : current ripple, wavy, flasher,lentikuler, cross bedding, gradasi,
laminasi dan perlapisan
c) Struktur pasca pengendapan : load cast, mud crack, convolute bedding, styolite
d) Struktur biogenic : track, trail dan burrow
Adapun kegunaan struktur sedimen adalah sebagai berikut:
Sebagai acuan dalam menginterpretasi lingkungan pengendapan yang meliputi mekanisme
transportasi, arah aliran arus, kedalaman air, kekuatan arus/angin dan kecepatan relatif arus.
Mengetahui proses-proses yang membentuk struktur sedimen seperti :
Proses fisik: pergerakan arus, transportasi, suplai sedimen, dan aliran massa.
Proses kimia: pelarutan serta reaksi antar komponen batuan sedimen.
Proses biogenik: aktivitas organisme.
Untuk menentukan top dan bottom suatu lapisan batuan.
Untuk menentukan arah arus purba dan paleogeografi suatu daerah.
4) Fosil
Fosil merupakan benda alam yang berupa tubuh atau cangkang organisme, bekas,
jejak atau sisa kehidupannya, yang oleh proses alamiah terawetkan dan terekam terutama
dalam batuan sedimen terutama yang berbutir halus (Rahardjo, Wartono, dalam Panduan
Praktikum Mikropaleontologi, 2008).
Berdasarkan ukurannya, fosil dibagi menjadi dua yakni makrofosil dan mikrofosil.
Dalam perekaman data stratigrafi, informasi mengenai mikrofosil merupakan sumber yang
lebih baik untuk kepentingan analisis geologi selanjutnya. Kelompok mikrofosil umumnya
merupakan fosil indeks yakni sebagai penentu umur batuan dan kondisi ekologis purba.
Mikrofosil mudah dijumpai dalam jumlah banyak sehingga sebagian besar masih bisa
terhindar dari proses abrasi dan oleh karenanya analisis statistis lebih mudah dilakukan.
5) Struktur geologi
Struktur geologi adalah bentuk arsitektur batuan akibat deformasi yang terjadi pada
kulit bumi. Deformasi ini bisa menghasilkan struktur-struktur seperti kekar, sesar, lipatan,
foliasi, lineasi, dll.
Informasi mengenai struktur geologi perlu direkam seakurat mungkin untuk
memudahkan usaha pengolahan data. Data struktur geologi ini sangat penting untuk
kepentingan litostratigrafi. Usaha pengolahan data tersebut dikenal dengan istilah analisis
struktur. Analisis struktur dibagi menjadi tiga yakni analisis deskriptif, analisis kinematik dan
analisis dinamik. Dalam proses perekaman data di lapangan dilakukan analisis deskriptif.
Analisis ini menekankan pada pengenalan, pemerian dan pengukuran orientasi (kedudukan
struktur) di lapangan (Sudarno, dalam handout Geologi Struktur, 1999). Sedangkan analisis
kinematik dan dinamik merupakan analisis tingkat lanjutan yang dilakukan dalam pengolahan
atau interpretasi data.
Contoh lingkungan pengendapan delta
Delta Plain
Merupakan bagian dataran dari delta yang terdiri dari endapan sungai yang lebih dominan
daripada endapan laut dan membentuk suatu dataran rawarawa. Material yang didominasi
berupa sedimen berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara. Dataran delta plain
tersebut digerus oleh channel pensuplai material sedimen dan membentuk suatu percabangan.
Sedimen pada channel dicirikan oleh batupasir lempungan. Dibagi menjadi :
Upper delta plain
Dominan endapan sungai (braided dan meandering) dengan adanya bidang erosi.
Menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang umum dijumpai
adalah cross bedding, ripple cross stratification scoure and fill dan lensalensa lempung.
Endapan point bar membawa sedimen berupa pasir halus dan rombakan material organik
serta lempung yang terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadinya banjir.
Lower delta plain
Dominan serpih dan shale yang kaya material organik sehingga memiliki potensi
berkembangnya batubara.
Delta Front
Merupakan bagian dari delta dengan energi yang tinggi dan sedimen secara tetap
dipengaruhi oleh adanya proses pasang-surut, arus pantai dan gelombang. Delta front
terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan akumulasi sedimennya berasal dari distributary
channel. Batupasir yang diendapkan dari distributary channel tersebut membentuk endapan
bar (mouth bar). Pada penampang stratigarfi, endapan bar tersebut memperlihatkan distribusi
butiran mengkasar ke atas. Mouth bar yang merupakan bagian dari delta front, terjadi
pengendapan dengan kecepatan tinggi, sedimen umumnya tersusun atas pasir yang
diendapkan melalui proses fluvial,sehingga berpotensi menjadi reservoir.
Pro delta
Merupakan bagian dari delta yang berada di laur delta front. Prodelta merupakan
kelanjutan delta front ke arah laut dengan perubahan litologi dari batupasir bar ke endapan
batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa pasir. Merupakan bagian distal
dari delta, yang hanya terdiri dari akumulasi lanau dan lempung serta fasies mengkasar ke
atas memperlihatkan transisi dari lempungan prodelta ke fasies batupasir dari delta front.
Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang merupakan karakteristik
endapan laut. Pro delta,terdiri dari akumulasi lanau dan lempung yang mengkasar ke
atas,sehingga berpotensi menjadi source rock.
Kesimpulan
Analisis stratigrafi pada suatu daerah
- Meliputi analisis pengamatan fasies pengendapan dan sekuen stratigrafi (rekaman
stratigrafi).
- Analisis fasies pengendapan dilakukan dengan pengamatan/observasi geometri, litologi,
struktur sedimen, arah arus purba, dan fosil; interpretasi lingkungan pengendapan dan
paleogeografi, serta prediksi dengan membuat model fasies.
- Analisis sekuen stratigrafi untuk mengetahui bagaimana dinamika sedimentasi terjadi,
yang dikontrol oleh tiga hal utama yaitu suplai sedimen, eustasi, dan tektonik.
Kegunaan rekaman stratigrafi untuk analisis geologi suatu daerah
Dari penjelasan singkat di atas, kegunaan rekaman stratigrafi untuk analisis geologi
suatu daerah sangatlah banyak. Beberapa di antaranya adalah :
Untuk menentukan lingkungan pengendapan maupun asal mula jadi dari batuan sedimen yang
dapat diinterpretasi dari litologi khas, kandungan mineral indeks, struktur sedimen yang khas,
dll.
Untuk menentukan pola morfologi dari suatu cekungan pengendapan, seperti kelerengan dasar
cekungan yang dapat diinterpretasi dari geometri.
Untuk menentukan paleobatimetri dari suatu daerah yang dapat diinterpretasi dari kandungan
fosil bentonik insitu.
Untuk menentukan perubahan pola garis pantai purba (daratan atau laut, regresi atau transgresi)
yang dapat diinterpretasi dari rekaman stratigrafi yang mempunyai finning upward atau
coarsening upward.
Untuk menentukan perubahan dari luas cekungan atau perubahan ruang akomodasi di suatu
wilayah dapat diinterpretasi dari rekaman stratigrafi yang berupa depositional fasies (ruang
akomodasi 0 atau positif) atau erosional surface (ruang akomodasi menjadi negatif).
Untuk menentukan fluktuasi iklim purba di suatu wilayah dapat diinterpretasi dari siklus atau
perulangan litologi yang dijumpai di lapangan.
Untuk menentukan kecepatan arus purba di suatu daerah yang dapat diinterpretasi dari ukuran
butir dari suatu litologi yang kemudian di cocokkan dengan diagram Hjulstrom. Dan lain
sebagainya.
PALEONTOLOGI
Paleontologi merupakan cabang ilmu dari geologi yang mempelajari tentang fosil.Fosil
sendiri adalah sisa atau jejak organism yang tersimpan dalam batuan pada proses alam yang
menunjukkan adanya kehidupan pada masa lalu. Fosil adalah tanda adanya kehidupan di
masa geologis lampau lebih dari 11.000 tahun yang lalu.Fosil yang merupakan tubuh
organism baik utuh maupun kepingan disebut sebagai body fossil. Fosil yang merupakan
tapak atau jejak organism disebut sebagai trace fossil.Proses pengawetan fosil ada beberapa
macam antara lain:
1. Permineralisasi
proses pengawetan dimana rongga dalam cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan
oleh air tanah yang memasukinya, sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari
cangkang. Mineral pengisi bisa sama atau lain dengan mineral pembentuk cangkang asli.
2. Replacement
Terjadi jika cangkang, rangka, tulang atau jaringan lain terubah oleh mineral lain. Suatu
cangkang disebut sebagai mengalami rekristalisasi apabila bentuk asli masih terawetkan
tetapi tersusun oleh kristal dari mineral yang berbeda
3. Rekristalisasi
4. Mold dan cast
lubang atau lekukan yang bentuk- nya mirip dengan organisme aslinya dan ini disebut
sebagai mold. Apabila mold kemudian terisi sedimen, maka akan terbentuk apa yang
disebut cast
5. Compression fossil
proses pengawetan yang diakibatkan oleh proses reduksi molekul organik yang kompleks
dari jaringan organisme akibat tekanan sedimen.
6. Bioimmuration
Batuan adalah benda alam yang tersusun oleh mineral yang terdiri dari batuan beku,
sedimen dan metamorf. Batuan sedimen banyak ditemukan di permukaan kerak bumi. Batuan
sedimen mempunyai sifat berlapis, baik perlapisan yang tipis dan perlapisan yang
tebal.batuan yang mengandung fosil ditemukan pada batu lempung yang kaya akan fosil
moluska yang terdapat di Sangiran, batu gamping yang kaya dengan fosil balanus yang
terdapat di Klayu Sragen,perselingan batu gamping dan napal kaya dengan fosil foraminifera
terdapat di Temas Bayat, batu pasir yang berstruktur silang siur kaya dengan fosil vertebrata
terdapat di Trinil Ngawi.
Beberapa syarat agar organism yang mati dapat terawetkan sebagai fosil yaitu:
1. Memiliki cangkang yang keras
2. Berjumlah banyak dan berukuran kecil
3. Cepat terkubur oleh batuan sedimen yang relative impermeable
4. Setelah terkubur tidak terkorosit oleh air
5. Lapisan pengandungnya tidak rusak dengan proses pelapukan, tektonik, magmatic
atau metamorfik.
Jenis fosil :
a. Fosil yang berupa fragmen
Fosil merupakan fragmen, dimana fragmen ini bisa mengalami perubahan dan ada yang tidak
bisa mengalami perubahan.
b. Fosil tidak terubah.
Pada fosil ini, organisme yang terawetkan komposisi semula tidak mengalami perubahan.
c. Fosil terubah
Pada fosil ini, komposisi fosilnya telah mengalami perubahan. Perubahan itu dapat berupa :
Permineralisasi : bagian-bagian organisme yang porous terisi oleh mineral-mineral sekunder
Replacement : mineral sekunder mengganti semua material fosil yang asli
Rekristalisasi : butiran halus pada mineral asli menyusun kembali ke dalam kristal yang
lebih besar dari material sebelumnya.
d. Fosil jejak atau bekas
Dibedakan menjadi :
Track, trail dan burrow
Track adalah jejak berupa tapak, trail ialah jejak berupa seretan, sedangkan burrow berupa
jejak galian dari organisme penggali
Mold, Cast, dan Imprint
Mold ialah cetakan yang terbentuk oleh fosil dimana fosil tersebut terlarutkan seluruhnya,
cast ialah mold yang terisi oleh mineral sekunder membentuk jiplakan secara kasar mirip
dengan fosil asli.
Cuprolite
Cuprolit ialah fosil yang berupa kotoran dari hewan. Dari kotoran ini, dapat diketahui
makanan, tempat hidup, dan ukuran relatifnya.
Fosil kimia
Fosil kimia ialah fosil yang berupa keadaan kiimia pada masa lampau seperti jejak asam
organik.
e. Fosil indeks
Fosil indek adalah fosil yang digunakan sebagai penunjuk waktu geologi. Fosil ini meliputi 2
keadaan, yaitu :
Fosil yang mempunyai kisaran yang panjang : fosil terdapat pada beberapa batuan yang
berasal dari beberapa jaman geologi yang berurutan.
Fosil dengan kisaran yang pendek : fosil yang hanya terdapat pada batuan yang berasal dari
satu jaman geologi tertentu saja, atau bahkan hanya berasal dari sebagian jaman tertentu.
Kegunaan bentuk awetan fosil :
1. Fosil biocoenosis(pencampur dari tua ke muda)
Penentuan umur & Rekonstruksi Paleoekologi
2. Fosil thanatocoenosis(pencampur dari muda ke tua)
Indigeneous yaitu penentuan umur bdan rekontruksi paleoekologi. Exotic yaitu penentuan
umur. Remanie yaitu penentuan hubungan dengan batuan sebelum dan sesudahnya.
Tugas ahli Paleontologi yaitu melakukan identifikasi fosil yang ditemukan, melakukan
rekontruksi kondisi utuh organism yang memfosil tersebut, melakukan analisis terhadap
kondisi dab fungsi morfologi dari organism, melakukan analisis terhadap ekosistem organism
yang memfosil pada saat organism masih hidup.
LITOSTRATIGRAFI
Litostratigrafi merupakan .cabang ilmu stratigrafi berdasarkan karakteristik litologi. dan
hubungan stratigrafinya. Litologi yang diamati ketika melakukan observasi di lapangan
meliputi jenis batuan, kenampakan fisik batuan seperti warna, mineral, komposisi, dan
ukuran butir, struktur geologi, dan gejala lain pada tubuh batuan. Kandungan fosil juga harus
diamati apabila terdapat pada tubuh batuan, karena merpakan salah satu komponen batuan.
Litostratigrafi memiliki tingkatan satuan dari kecil ke besar, yaitu:
1. Perlapisan merupakan bagian dari anggota. 2. Anggota adalah bagian dari suatu formasi. Tingkat penyebarannya tidak melebihi
penyebaran formasi.
3. Formasi adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi yang secara litologi dapat dibedakan dengan jelas dan dengan skala yang cukup luas cakupannya
untuk dipetakan dipermukaan atau ditelusuri dibawah permukaan. Formasi dapat
terdiri dari satu litologi atau beberapa litologi yang berbeda, dengan ketebalan antara
satu hingga ribuan meter.
4. Kelompok/Grup adalah satuan litostratigrafi yang terdiri dari dua formasi atau lebih yang memiliki keseragaman ciri litologi.
5. Supergrup adalah kombinasi dari beberapa kelompok.
Litostratigrafi berguna untuk menentukan korelasi atau hubungan stratigrafi antara satuan di
atas dengan satuan di bawahnya, dan dengan satuan litologi lainnya.
BIOSTRATIGRAFI
Biostratigrafi merupakan cabang ilmu stratigrafi yang bergantung pada zonasi fisik biota,
baik dalam ruang dan waktu, dalam rangka membangun posisi stratigrafi relatif (yaitu tua,
muda, dan umur yang sama) dari batuan sedimen antara daerah geografis yang berbeda.
Biostratigrafi menggunakan fosil sebagai alat untuk menentukan korelasi stratigrafi. Tujuan
dari biostratigrafi adalah dengan menggunakan fosil dalam tubuh batuan untuk membentuk
korelasi antara waktu yang sama pada stratigrafi batuan. Kehadiran spesies fosil tertentu pada
dua daerah geografis menunjukkan batuan yang mengandung fosil yang sama terendapkan
pada waktu yang sama. Contohnya: satu section batuan pada daerah yang sama memiliki
litologi berupa batulempung dan batunapal, sedangkan section lainnya berupa batugamping.
Namun apabila kandungan fosil yang terdapat pada kedua section tersebut sama, maka
diperkirakan terbentuk pada waktu yang sama.
Biostratigrafi memiliki tingkatan satuan dari kecil ke besar, yaitu:
1. Zonula
2. Sub-Zona
3. Super Zona
Perbedaan antara Litostratigrafi danm Biostratigrafi
Penggolongan lapisan-lapisan batuan pada litostratigrafi didasarkan pada ciri-ciri fisik
batuan dan litologi tanpa memperhatikan waktu atau kandungan fosil, sedangkan
penggolongan lapisan-lapisan batuan pada biostratigrafi didasarkan pada kandungan
dan penyebaran fosilnya yang memiliki ciri-ciri khusus
Tingkatan satuannya. Pada litostratigrafi, tingkatan satuannya dari besar ke kecil
meliputi Kelompok Formasi Anggota Perlapisan, sedangkan pada biostratigrafi, tingkatan satuannya dari besar ke kecil meliputi Super Zona Sub-Zona Zonula
Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam konsep fasies ini, yaitu:
1. Lithofacies yang memperlihatkan karakteristik suatu litologi batuan dilihat dari proses fisika dan kimia yang aktif pada waktu pengendapan sedimen. Hal ini dapat diketahui
dari keterdapatan struktur sedimen yang ada pada tubuh batuan yang tersingkap.
2. Biofacies yang memperlihatkan kehadiran flora dan fauna 3. Ichnofacies yaitu struktur fosil yang terekam dalam sedimen atau substrat lainnya
oleh aktivitas organisme pada masa lampau.
Kombinasi antara lithofacies, biofacies, dan ichnofacies menyusun fasies-fasies sedimen,
yang nantinya akan digunakan untuk merekonstruksi lingkungan pada saat pengendapan
sedimen. Sebagai contoh, struktur sedimen wave ripples pada lithofacies, keterdapatan
hermatypic corals pada biofacies dan ichnofacies menunjukkan bahwa sedimen terendapkan
di air laut yang dangkal.
Gambar 1: Distribusi Ichnofasies Laut Dalam (klik untuk memperbesar)
Gambar 2: Biofasies pada Trilobita (klik untuk memperbesar)
Gambar 3: Geometri Fasies / Hubungan Litostratigrafi (klik untuk memperbesar)
Source: Slide of Stratigraphy: Concepts Related to Subdivision of Rock Record
Pengertian Fasies
Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang
khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies
yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya.
Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies
tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan.
Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural
element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna
bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).
Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali
dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen,
fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan
batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan
pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum
hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :
1. Geometri :
a) regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)
b) intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)
2. Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi dengan log
sumur (GR dan SP)
3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core
4. Struktur sedimen : dari core
Model Fasies (Facies Model)
Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah
suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus ( Walker , 1992).
Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram
blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio ukuran yang
bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan.
model fasies memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari
interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu cara
untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang
diperoleh secara acak.
Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :
a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi, dan bentuk
lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework
b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi oleh
waktu .
c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple, analisis trend
permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk mengetahui beberapa
parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi respon dari suatu elemen dengan
elemen lain dalam sebuah proses-respon model.
Facies Sequence
Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara
geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik
lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau
lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level
change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen
berdasarkan genetically unit.
Ciri-ciri sequence boundary :
1. membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.
2. terbentuk secara relatif sangat cepat (
Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan
lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah fluviatile
lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.
Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas.
Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream
berenergi tinggi.
a. Asosiasi fasies 1
Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, tinggi
energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial. Trace fosil
yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali organisme
tidak dapat bertahan.
b. Asosiasi fasies 2
Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang
terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis, planar dan disortir
dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit "bedded sandsheets"-
lapisan batu pasit yang membentuk lithology dominan fasies ini.
Sudut rendah (
dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik shales batu pasir
dan hijau juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil
biasanya ditemukan di lingkungan laut.
Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses
fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu.
Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai
contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan
mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel.
Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah
limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis.
Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan
sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan
struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan
diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain
berupa pembentukan tanah.
Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies
sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang
mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies suatu
sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan
kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup
tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa
batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan
berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir terdapat juga
di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan
channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan
pengendapan.
Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi
lingkungan ketika sedimen terakumulasi.
Lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi yaitu :
1. Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan sifat khas
dari setting pengendapan [Gould, 1972].
2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan Sloss,
1963].
3. Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan biologi dari
daerah yang berdekatan [Selley, 1978].
4. Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan mempengaruhi
pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk pengendapan yang khas [Shepard
dan Moore, 1955].
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan
biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh tekstur
khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies
sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur,
dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit
batuan yang memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.