28
BIOSTRATIGRAFI 6.1 PENDAHULUAN Biostratigrafi adalah cabang stratigrafi yang didasarkan pada pengetahuan tentang fosil yang ada dalam batuan. Ilmu ini memanfaatkan kisaran kronostratigrafi dari berbagai spesies fosil untuk (1) mengkorelasikan penampang-penampang stratigrafi; dan (2) menafsirkan lingkungan pengendapan. Sebelum ada data seismik, metoda biostratigrafi merupakan satu-satunya cara yang dimiliki para ahli geologi untuk meng-korelasikan bagian-bagian penampang yang umurnya "sama" (dalam batas resolusi biostratigrafi). Walau demikian, kebanyakan fosil yang digunakan para ahli paleontologi sebelum pertengahan abad ini bukan organisma yang hidup di dalam kolom air laut (plankton), melainkan organisma dasar laut (bentos). Dengan demikian, korelasi-korelasi yang dibuat waktu itu sebenarnya lebih menunjukkan kesamaan kondisi lingkungan dan fasies pengendapan; bukan kesamaan waktu (Loutit dkk, 1988). Karena itu, tidak mengherankan jika banyak satuan litostratigrafi lama mengandung kumpulan fosil bentonik yang sifatnya khas. Hal inilah yang kemudian menyebabkan timbulnya praktek pengkorelasian satuan-satuan litostratigrafi. Dewasa ini, praktek korelasi dalam analisis cekungan lebih banyak dilakukan berdasarkan seismik stratigrafi, bukan bio-stratigrafi. Walau demikian, bersama-sama dengan metoda penanggalan lain seperti isotope stratigraphy (Emery & Robinson, 1993) dan magnetostratigrafi, biostratigrafi memegang peranan penting dalam memberikan kontrol umur terhadap korelasi seismik stratigrafi (Armentrout, 1987; Loutit dkk, 1988; McNeil dkk, 1990). Selain itu, tanpa batuan biostratigrafi, seismik strati-grafi hanya akan memiliki penerapan yang sangat terbatas dalam menganalisis daerah dengan struktur yang rumit. Bab ini akan memperlihatkan bagaimana data biostratigrafi dapat dipadukan dengan teknik-teknik lain untuk meningkatkan penafsiran sekuen stratigrafi. 6.2 FOSIL DAN ZONA BIOSTRATIGRAFI 6.2.1 Fosil Semua tipe fosil sebenarnya berpotensi untuk dapat diterapkan pada sekuen stratigrafi. Walau demikian, untuk menentukan umur batas sekuen dan maximum flooding surface secara akurat, diperlukan adanya fossil events yang memiliki kebenaan kronostratigrafi. Hal ini dapat dicapai melalui pengintegrasian marker taxa dari jenis fosil yang berbeda-beda. Fosil yang paling berguna adalah fosil yang, ketika berevolusi, memperlihatkan perubahan morfologi secara cepat dan tegas sedemikian rupa sehingga mudah dikenal tanpa keraguan. Persyaratan lain yang perlu dimiliki oleh index fossils adalah memiliki penyebaran yang luas sehingga dapat dikorelasikan dalam satu cekungan atau antar cekungan serta memiliki kelimpahan yang relatif tinggi. Beberapa tipe fosil seperti amonit, goniatit, dan foraminifera besar sebenarnya memiliki kelebihan tersendiri dibanding fosil lain. Namun, ukurannya yang relatif besar memperkecil kemungkinannya untuk dapat terkandung dalam keratan pengeboran atau inti bor. Karena itu, berbagai jenis fosil kecil (umumnya berukuran beberapa mikron hingga kurang dari beberapa milimeter) saja yang biasa digunakan dalam biostratigrafi. Ada tiga kategori fosil yang paling banyak digunakan oleh para ahli

BIOSTRATIGRAFI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

stratigrafi

Citation preview

  • BIOSTRATIGRAFI

    6.1 PENDAHULUAN

    Biostratigrafi adalah cabang stratigrafi yang didasarkan pada pengetahuan tentang fosil

    yang ada dalam batuan. Ilmu ini memanfaatkan kisaran kronostratigrafi dari berbagai spesies

    fosil untuk (1) mengkorelasikan penampang-penampang stratigrafi; dan (2) menafsirkan

    lingkungan pengendapan.

    Sebelum ada data seismik, metoda biostratigrafi merupakan satu-satunya cara yang

    dimiliki para ahli geologi untuk meng-korelasikan bagian-bagian penampang yang umurnya

    "sama" (dalam batas resolusi biostratigrafi). Walau demikian, kebanyakan fosil yang

    digunakan para ahli paleontologi sebelum pertengahan abad ini bukan organisma yang hidup

    di dalam kolom air laut (plankton), melainkan organisma dasar laut (bentos). Dengan

    demikian, korelasi-korelasi yang dibuat waktu itu sebenarnya lebih menunjukkan kesamaan

    kondisi lingkungan dan fasies pengendapan; bukan kesamaan waktu (Loutit dkk, 1988).

    Karena itu, tidak mengherankan jika banyak satuan litostratigrafi lama mengandung

    kumpulan fosil bentonik yang sifatnya khas. Hal inilah yang kemudian menyebabkan

    timbulnya praktek pengkorelasian satuan-satuan litostratigrafi.

    Dewasa ini, praktek korelasi dalam analisis cekungan lebih banyak dilakukan berdasarkan

    seismik stratigrafi, bukan bio-stratigrafi. Walau demikian, bersama-sama dengan metoda

    penanggalan lain seperti isotope stratigraphy (Emery & Robinson, 1993) dan

    magnetostratigrafi, biostratigrafi memegang peranan penting dalam memberikan kontrol

    umur terhadap korelasi seismik stratigrafi (Armentrout, 1987; Loutit dkk, 1988; McNeil dkk,

    1990). Selain itu, tanpa batuan biostratigrafi, seismik strati-grafi hanya akan memiliki

    penerapan yang sangat terbatas dalam menganalisis daerah dengan struktur yang rumit.

    Bab ini akan memperlihatkan bagaimana data biostratigrafi dapat dipadukan dengan

    teknik-teknik lain untuk meningkatkan penafsiran sekuen stratigrafi.

    6.2 FOSIL DAN ZONA BIOSTRATIGRAFI

    6.2.1 Fosil

    Semua tipe fosil sebenarnya berpotensi untuk dapat diterapkan pada sekuen stratigrafi.

    Walau demikian, untuk menentukan umur batas sekuen dan maximum flooding surface secara

    akurat, diperlukan adanya fossil events yang memiliki kebenaan kronostratigrafi. Hal ini

    dapat dicapai melalui pengintegrasian marker taxa dari jenis fosil yang berbeda-beda. Fosil

    yang paling berguna adalah fosil yang, ketika berevolusi, memperlihatkan perubahan

    morfologi secara cepat dan tegas sedemikian rupa sehingga mudah dikenal tanpa keraguan.

    Persyaratan lain yang perlu dimiliki oleh index fossils adalah memiliki penyebaran yang luas

    sehingga dapat dikorelasikan dalam satu cekungan atau antar cekungan serta memiliki

    kelimpahan yang relatif tinggi. Beberapa tipe fosil seperti amonit, goniatit, dan foraminifera

    besar sebenarnya memiliki kelebihan tersendiri dibanding fosil lain. Namun, ukurannya yang

    relatif besar memperkecil kemungkinannya untuk dapat terkandung dalam keratan

    pengeboran atau inti bor. Karena itu, berbagai jenis fosil kecil (umumnya berukuran beberapa

    mikron hingga kurang dari beberapa milimeter) saja yang biasa digunakan dalam

    biostratigrafi. Ada tiga kategori fosil yang paling banyak digunakan oleh para ahli

  • biostratigrafi: (1) mikrofosil (misalnya foraminifera, ostracoda, diatom, calpionellida,

    radiolaria, ganggang kapur, dan conodonta); (2) nanofosil (misalnya cocolith dan discoaster);

    serta (3) palinomorf (misalnya dinoflagelata, chitinozoa, acritarch, tasmanitida, serbuksari,

    dan spora). Salah satu kelebihan utama dari mikrofosil adalah bahwa, jika lingkungannya

    sesuai, akan ditemukan dalam jumlah yang melimpah. Gambar 6-1 memperlihatkan kisaran

    stratigrafi untuk beberapa kategori fosil yang biasa digunakan dalam industri perminyakan.

    Keberadaan organisma yang kemudian menjadi fosil merupakan fungsi dari evolusi,

    kondisi lingkungan, dan geografi. Terawetkan tidaknya suatu organisma tergantung pada

    susunan mineral dan kimia tubuh organisma itu, pada lingkungan dimana tubuh organisma itu

    terendapkan, dan pada sejarah diagenesis setelah tubuh organisma tertutup oleh sedimen yang

    diendapkan kemudian. Ketidakhadiran fosil indeks tertentu, baik karena keterbatasan

    biofasies atau karena tidak terawetkan, merupakan faktor pembatas bagi studi biostratigrafi

    dan menjadi penghalang utama dalam usaha penafsirannya.

    6.2.2 Skema-Skema Zonasi Fosil dan Resolusi Biokronostratigrafi

    Organisma berevolusi, berkembang, dan kemudian punah akibat interaksi antara

    organisma dengan lingkungannya. Datum pemunculan pertama (first appearance datum,

    FAD) dan datum pemunculan terakhir (last appearance datum, LAD) suatu organisma dalam

    rekaman batuan merupakan titik-titik penting dalam korelasi biostratigrafi. Peristiwa lain,

    misalnya kelimpahan maksimum, juga sering dipakai sebagai kriteria korelasi. Walau

    demikian, kelimpahan maksimum hendaknya ditangani secara hati-hati mengingat faktor-

    faktor lokal, misalnya laju sedimentasi, dapat mempengaruhi kelimpahan fosil dalam

    rekaman batuan.

    Waktu biostratigrafi diukur dalam biokronozona (biochronozone) yang didasarkan pada

    pemunculan dan kepunahan fosil secara global. Bolli dkk (1985) menyusun suatu sintesis

    yang menyeluruh terhadap berbagai kategori fosil bahari yang kemudian digunakan untuk

    menyusun skema biokronozona. Kisaran global suatu spesies fosil mungkin tidak dapat

    ditemukan dalam suatu cekungan akibat keterbatasan lingkungan atau geografi. Pada kondisi

    seperti itu, biozona yang didasarkan pada pengetahuan mengenai pemunculan pertama dan

    pemunculan terakhir setiap spesies fosil yang ditemukan mungkin hanya memiliki nilai

    korelatif lokal. Hal ini mengandung pengertian bahwa korelasi global dari suatu tipe fosil

    memerlukan adanya diagram sekuen stratigrafi seperti yang dibuat oleh Haq dkk (1987).

    Resolusi kronostratigrafi yang dapat diperoleh dari fosil indeks tergantung pada waktu

    geologi, jumlah kategori fosil yang digunakan, dan lingkungan pengendapan. Resolusi suatu

    kategori fosil dihitung dengan cara membagi rentang waktu geologi fosil tersebut dengan

    jumlah biozona. Resolusi kronostratigrafi rata-rata untuk beberapa tipe fosil diperlihatkan

    pada tabel 6-1.

    Skema-skema biozona yang diterbitkan hingga dewasa ini menggunakan titik-titik

    pemunculan pertama dan pemunculan akhir untuk menentukan biozona. Di lain pihak,

    puncak biozona yang dipakai dalam industri perminyakan ditentukan ber-dasarkan titik-titik

    pemunculan terakhir, sedangkan pertumpangtindihan antar biozona dijadikan dasar untuk

    menentukan subzona. Hal ini terjadi karena sampel yang paling banyak dimiliki oleh para

    ahli biostratigrafi yang bekerja di dunia perminyakan adalah keratan pengeboran yang ketika

    terangkut bersama-sama dengan lumpur pengeboran biasanya dikenai efek sisa dan

  • kontaminasi oleh material yang terletak di bagian atas sumur pengeboran. Walau demikian,

    penelitian reservoar yang mendetil menggunakan data pemunculan awal untuk membuat

    skema biozona karena inti bor dan side-wall core biasanya dapat diperoleh. Data itu

    selanjutnya digunakan untuk membuat diagram korelasi yang mendetil dengan tujuan

    mengetahui kesinambungan dan variasi reservoar pada arah lateral.

    Skema biozona lokal biasanya lebih mendetil dan memiliki resolusi kronostratigrafi yang

    lebih tinggi dibanding skema biozona global atau regional. Sebagai contoh, biozona

    nannofosil Miosen AkhirPlistosen di Teluk Meksiko memiliki resolusi rata-rata 0,375Ma.

    Resolusi gabungan dari beberapa kategori fosil bahkan bernilai lebih tinggi dari itu. Sebagai

    contoh, resolusi gabungan rata-rata dari nannofosil dan foraminifera untuk Miosen Akhir

    Plistosen di Teluk Meksiko adalah sekitar 0,2Ma.

    6.3 ANALISIS LINGKUNGAN PURBA

    6.3.1 Bentos dan Palinofasies

    Organisma yang hidup di dasar laut atau dalam sedimen dasar laut disebut bentos. Dalam

    industri perminyakan, foraminifera bentonik sering dipakai untuk menentukan lingkungan

    bahari purba (Van Gorsel, 1988). Walau demikian, organisma lain seperti ganggang kapur

    bentonik, conodonta, dan ostracoda juga tidak jarang digunakan (gambar 6-2). Foraminifera

    bentonik hidup dalam lingkungan yang bervariasi, mulai dari tepi laut hingga laut-dalam

    (Murray, 1973, 1992). Organisma bentos juga tahan terhadap variasi kondisi lingkungan

    seperti temperatur, kadar oksigen, salinitas, kondisi substrat, dan tingkat penetrasi cahaya

    (gambar 6-3). Pada lingkungan batial dan abisal, sifat-sifat fisik air laut yang berlapis

    misalnya akibat per-bedaan kadar bahan makanan, oksigen, salinitas, dan temperatur

    mengontrol penyebaran organisma bentonik. Di paparan, faktor-faktor yang mengontrol

    penyebaran organisma bentonik adalah energi arus, tipe substrat, salinitas, temperatur, dan

    intensitas cahaya. Karena itu, ada suatu hubungan umum antara organisma bentonik dengan

    kedalaman (gambar 6-4).

    Metoda lain untuk menentukan lingkungan adalah analisis palinofasies (palynofacies;

    lihat gambar 6-5). Metoda ini terbukti cukup ampuh, khususnya pada sistem sungai-delta

    seperti dalam kasus di Provinsi Brent dan Laut Utara (Denison & Fowler, 1980; Hancock &

    Fisher, 1981; Parry dkk, 1981; Nagy dkk, 1984).

    6.3.2 Plankton

    Organisma yang hidup melayang-layang dalam kolom air disebut plankton. Penyebaran

    plankton bahari juga dikontrol oleh parameter-parameter lingkungan seperti salintas, pasokan

    oksigen, temperatur, dan ketersediaan bahan makanan. Fitoplankton (phytoplankton)

    dikontrol oleh intensitas cahaya, yang nilainya akan menurun dengan bertambahnya

    kedalaman atau dengan makin keruhnya air. Karena itu, fitoplankton tidak hidup di daerah air

    turbid seperti di sekitar sistem delta yang berlumpur. Parameter lingkungan bahari berbeda-

    beda, tergantung pada asal-usul air, iklim, geografi, dan kedalaman. Keberadaan suatu

    plankton juga dipengaruhi oleh tingkat toleransi yang dimilikinya terhadap parameter-

    parameter lingkungan tersebut di atas. Sebagai contoh, radiolaria dan foraminifera planktonik

    jarang ditemukan di paparan, sedangkan dinoflagelata dan acritarch dapat hidup mulai dari

  • lingkungan laut tepi hingga laut terbuka (gambar 6-6). Karena itu, penyebaran fosil plankton

    tertentu secara kasar dapat pula dikaitkan dengan massa air, kedalaman, dan jaraknya

    terhadap daratan.

    Nisbah mikrofosil plantonik terhadap bentonik (Murray, 1976) dan nisbah dinocyst laut-

    "dalam" terhadap dinocyst laut-"dangkal" memberikan informasi mengenai tingkat "kelautan"

    dan upwelling.

    6.3.3 Biofasies

    Suatu kumpulan organisma yang mencirikan lingkungan pengendapan tertentu disebut

    biofasies. Komposisi fosil dalam setiap biofasies merupakan fungsi dari kondisi lingkungan,

    redistribusi post-mortem oleh aliran gravitasi, dan sejarah diagenesis batuan. Sebagian besar

    spesies fosil dapat digunakan untuk mencirikan lingkungan. Walau demikian, ukurannya

    yang kecil, daya pengawetannya yang relatif tinggi, dan penyebarannya yang luas

    menyebabkan foraminifera bentonik menjadi tipe fosil istimewa untuk digunakan sebagai

    dasar penentuan biofasies. Penyebaran sedimen hanya merupakan salah satu dari sekian

    parameter lingkungan yang mengontrol biofasies. Jadi, sebenarnya tidak ada hubungan

    sederhana antara biofasies dengan jenis sedimen. Meskipun demikian, pada lingkungan laut

    dangkal, hubungan biofasies dengan energi gelombang dan pasut demikian erat dan, oleh

    karena itu, hubungan antara biofasies dengan besar butir sedimen juga cukup erat di wilayah

    tersebut.

    Pada sistem pengendapan progradasional dan retrogradasional, parameter lingkungan

    mengontrol penyebaran kumpulan fosil. Karena itu, dalam sistem tersebut, biofasies juga

    berpindah-pindah ke arah laut dan ke arah darat. Dengan demikian, data fosil secara vertikal

    dalam sistem pengendapan progradasional dan retrogradasional mencerminkan sejarah

    batimetri suatu cekungan. Dengan data itu dapat dikesimpulkan apakah tepi cekungan telah

    berprogradasi, beretrogradasi, atau beragradasi.

    Dalam sistem progradasional dan retrogradasional, batas antar biofasies merupakan

    bidang diakron (Armentrout, 1987). Akibatnya, datum-datum pemunculan pertama dan

    pemunculan terakhir yang berimpit dengan perubahan lingkungan tidak harus diartikan

    sebagai sebagai titik-titik kelahiran dan kepunahan spesies tertentu, melainkan mungkin

    hanya sekedar batas biofasies diakron yang berkaitan dengan proses progradasi dan

    retrogradasi dalam cekungan tersebut (gambar 6-7).

    6.3.3.1 Biofasies Bahari

    Penafsiran lingkungan bahari purba berdasarkan biofasies bentonik dan planktonik

    biasanya didasarkan pada pengetahuan kita mengenai batimetri paparan dan samudra masa

    sekarang. Sebenarnya sebagian besar biofasies masa kini hanya dapat digunakan untuk

    menafsirkan lingkungan bahari purba sejak masa transgresi terakhir atau sejak awal

    highstand systems tract terakhir, pada saat mana garis pantai terletak cukup jauh di daratan.

    Sewaktu posisi muka air laut relatif rendah, atau ketika garis pantai maju jauh hingga

    mendekati tekuk paparan (shelf break), biofasies paparan dan biofasies batial atas akan

    terletak saling berdekatan (gambar 6-8). Pada kondisi itu, biofasies proximal dan distal akan

    dicampuradukkan oleh arus. Bahkan, aliran gravitasi menuju wilayah perairan yang lebih

  • dalam akan menyebabkan usaha penafsiran lingkungan pengendapan purba menjadi jauh

    lebih kompleks dan sukar untuk dilakukan.

    Penentuan indikator-indikator lingkungan bahari yang paling dalam pada setiap kumpulan

    fosil akan menolong kita untuk membedakan indikator biofasies laut-dalam dari indikator

    semu (hasil pengangkutan oleh aliran gravitasi). Sayang sekali, biofasies batial memiliki

    resolusi batimetri yang relatif lebih rendah dibanding resolusi batimetri yang dimiliki oleh

    biofasies paparan. Karena itu, rekaman perubahan muka air laut relatif praktis tidak (atau

    hanya sedikit, kalau ada) terindikasikan oleh biofasies laut-dalam. Walau demikian,

    pergantian dari zaman es ke zaman interglasial (dan sebaliknya) mempengaruhi sifat-sifat

    massa air laut seperti kadar oksigen, temperatur, dan pasokan bahan makanan sedemikian

    rupa sehingga peristiwa itu masih tampak rekamannya dalam biofasies laut-dalam.

    6.3.3.2 Biofasies Terestris

    Kumpulan-kumpulan fosil dari lingkungan terestris dapat memberikan informasi

    mengenai kondisi iklim dan kondisi berbagai lingkungan yang terletak di sekitar cekungan

    (gambar 6-9). Kumpulan mikroflora mengindikasikan iklim kering-hangat (warm-arid),

    ranoff yang rendah, serta potensi terbentuknya sistem karbonat bahari di daerah lintang

    rendah. Mikroflora dari lingkungan basah (humid) mengindikasikan adanya proses

    pemasokan klastika yang lebih tinggi ke dalam cekungan serta potensi ter-bentuknya sistem

    pengendapan fluvial dan delta. Lingkungan basah biasanya juga memiliki vegetasi subur,

    yang menutupi atau menjebak sedimen, sedangkan lingkungan kering mendorong terjadinya

    erosi sedimen yang cepat serta terendapkannya kembali sedimen berbutir kasar.

    Kumpulan fosil daratan dan air tawar dapat diangkut menuju lingkungan bahari

    didekatnya oleh aktivitas angin (khususnya untuk kasus bissacate pollen) atau, lebih umum

    lagi, oleh sistem sungai (untuk miospores, charophytes, ostracoda, dan material rombakan

    tumbuhan). Secara umum dapat dikatakan bahwa melimpahnya fosil asal-daratan dalam suatu

    lingkungan bahari mengindikasikan bahwa lingkungan tersebut terletak dekat dengan influx

    sungai. Meningkatnya kandungan miospores dan bissacate, relatif terhadap miospores

    berornamen dan non-seccate pollen, dalam endapan bahari mengindikasikan bahwa

    lingkungan dimana sedimen itu diendapkan terletak dekat daratan (Batten, 1974).

    6.4 BIOSTRATIGRAFI DAN SEKUEN STRATIGRAFI

    Pengetahuan kita mengenai biostratigrafi sekuen pengendapan masih relatif terbatas,

    didasarkan pada pendapat sejumlah ahli biostratigrafi yang melakukan penelitian dengan cara

    memadukan data biostratigrafi dengan data sumur dan data seismik.

    Sebagian besar pengetahuan kita berasal dari hasil-hasil penelitian di Teluk Meksiko

    (Armentrout, 1987; Loutit dkk, 1988; Allen dkk, 1991; Armentrout & Clement, 1991;

    Armentrout dkk, 1991). Walau demikian, ada juga ahli yang mencoba melakukan penelitian

    biostratigrafi sekuen di tempat lain, misalnya McNeil dkk (1990) di MacKenzie Basin, Jones

    dkk (1993) di Northwest Shelf (Australia), dan Partington dkk (1993) terhadap endapan Jura

    di Laut Utara. Hasil-hasil penelitian yang disebut terakhir ini banyak menambah pengetahuan

    kita mengenai topik yang menarik ini.

  • 6.4.1 Batas Sekuen dan Bidang-Bidang yang Korelatif Dengannya

    Batas sekuen adalah suatu bidang kronostratigrafi penting yang terbentuk akibat

    penurunan muka air laut relatif yang cukup besar. Jika batas sekuen itu merupakan bidang

    erosi yang cukup kuat, maka pada bidang itu akan terdapat hiatus biostratigrafi yang dicirikan

    oleh penindihan fosil-fosil yang berumur relatif muda terhadap fosil-fosil yang umurnya

    relatif jauh lebih tua serta oleh ketidakhadiran fosil indeks. Perbedaan umur dan lingkungan

    yang diindikasikan oleh kumpulan fosil dalam batuan-batuan yang terletak di atas dan di

    bawah batas sekuen merupakan fungsi dari besaran penurunan muka air laut relatif (McNeil

    dkk, 1991) dan dari lokasinya di dalam cekungan. Penurunan muka air laut relatif,

    sebagaimana telah dibahas pada Bab 2, berkisar mulai dari penurunan dramatis akibat

    aktivitas tektonikyang mengakibatkan terbentuknya bidang ketidakselarasan tegashingga

    penurunan lemah yang dicirikan oleh perubahan fasies yang relatif samar. Kasus yang kedua

    ini menyebabkan terbentuknya apa yang disebut sebagai batas sekuen tipe-2. Walau

    demikian, terlepas dari besaran penurunan muka air laut, perubahan komposisi kumpulan

    fosil pada kedua sisi batas sekuen akan berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lain. Di

    wilayah perairan yang cukup dalam, praktis tidak terjadi perubahan biofasies. Makin ke arah

    darat, perubahan itu makin jelas. Pada tempat-tempat yang terletak di atas tekuk paparan, di

    paparan, dan di dataran pantai, perubahan biofasies sering disertai dengan kehadiran jejak-

    jejak erosi dan ketidakhadiran indeks biokronostratigrafi. Dengan demikian, hiatus yang

    dipresentasikan oleh suatu batas sekuen makin besar ke arah darat.

    Batas sekuen utama yang terbentuk akibat pengaruh tektonik biasanya dicirikan pula oleh

    kehadiran lapisan-lapisan yang telah terputar serta oleh jejak-jejak erosi dan penyingkapan di

    atas permukaan air laut. Ketikakselarasan yang menjadi batas sekuen biasanya juga disertai

    oleh perubahan tiba-tiba dalam rekaman fosil: hilangnya spesies penciri umur serta

    pertindihan dua biofasies yang jauh berbeda. Sebagai contoh, di atas batas sekuen itu terdapat

    endapan paralik dengan kumpulan serbuk-sari dan spora, sedangkan di bagian bawahnya

    terdapat sedimen hemipelagik dengan kumpulan foraminifera plankton, nannfosil, dan

    dinocyst.

    Kemampuan untuk mengenal batas-batas sekuen, khususnya yang bersifat samar, dengan

    menggunakan biostratigrafi terbatasi oleh resolusi fosil indeks yang ada. Jika tidak ada fosil

    indeks, Armentrout & Clement (1991) berpendapat bahwa kelimpahan fauna minimum

    berpotensi untuk dapat digunakan sebagai penciri perioda-perioda regresi maksimum dan,

    oleh karena itu, dapat digunakan sebagai penciri batas sekuen. Gaskell (1991) menunjukkan

    bahwa ada satu korespondensi antara peningkatan laju kepunahan foraminifera bentonik

    dengan penurunan muka air laut yang cepat dan, oleh karena itu, juga ber-asosiasi dengan

    batas sekuen tipe-1. Walau demikian, korespondensi seperti itu tidak akan tampak apabila

    proses penurunan muka air laut berlangsung lambat.

    Kesukaran untuk mengenal reworked fossil merupakan salah satu masalah utama dalam

    biostratigrafi. Padahal kemampuan untuk mengenal reworked fossil sangat penting artinya

    mengingat kehadiran fosil seperti itu erat kaitannya dengan proses erosi yang terjadi pada

    batas sekuen. Sesungguhnya reworked fossil seringkali menjadi komponen paleontologi

    utama dalam sedimen yang diendapkan dengan cepat. Kehadiran reworked fossil, bersama-

    sama dengan adanya peningkatan kelimpahan fosil terestris dalam endapan laut-dalam dapat

    digunakan untuk mengenal batas sekuen (gambar 6-13).

  • 6.4.2 Lowstand systems tract

    Penurunan muka air laut yang cukup besar menyebabkan terbentuknya batas sekuen tipe-

    1 dan pergeseran fasies secara tiba-tiba ke arah cekungan sedemikian rupa sehingga fasies

    laut-dangkal menindih fasies laut yang lebih dalam. Pada dasarnya lowstand systems tract

    dikenali keberadaannya berdasarkan kehadiran perubahan biofasies yang tiba-tiba, dimana

    biofasies itu makin ke atas mengindikasikan wilayah perairan yang lebih dangkal, atau oleh

    superposisi kumpulan fosil terestris di atas kumpulan fosil bahari. Pada cekungan yang lebih

    dalam, lowstand systems tract dikenal oleh adanya peningkatan laju pasokan sedimen

    silisiklastik dan sedimen yang mengandung reworked fossils, namun memiliki kelimpahan

    fosil setempat yang rendah (Armentrout dkk, 1991). Bidang erosi yang ada di bawah endapan

    lowstand biasanya tidak tersebar luas dalam cekungan laut-dalam dan seringkali hanya

    terbatas dalam sistem alur atau pada sisa-sisa lereng lokal yang tidak stabil. Bentos batial

    juga tampaknya tidak cukup sensitif untuk memperlihatkan suatu tanggapan khusus terhadap

    perubahan batimetri yang berasosiasi dengan penurunan muka air laut (Armentrout dkk,

    1991).

    Lowstand systems tract terdiri dari dua komponen: lowstand fan, dan lowstand wedge.

    Lowstand fan (gambar 6-10) merupakan produk aliran gravitasi, dimana aliran gravitasi itu

    sendiri terjadi akibat pasokan sedimen yang diangkut oleh sungai mem-bypass paparan dan

    lereng benua bagian atas melalui lembah torehan dan ngarai bawah-laut (lihat Bab 9).

    Akibatnya, lowstand fan kemungkinan banyak mengandung organisma daratan dan kumpulan

    reworked fossils yang tererosi dari paparan dan lereng benua (Van Gorsel, 1988)d yang

    terangkut bersama-sama dengan reworked fossil asal-daratan. Jadi, endapan lowstand fan

    dapat dikenal dari kehadiran exotic fossil assemblages yang tertanam dalam serpih bahari

    yang mengandung fosil-fosil setempat.

    Lowstand fan yang diendapkan dengan cepat umumnya tidak mengandung fosil laut-

    dalam in situ (Armentrout, 1991). Hal itu mengakibatkan sulitnya menempatkan lowstand fan

    ke dalam konteks kronostratigrafi. Stewart (1987), berdasarkan hasil penelitian bio- dan

    sekuen-stratigrafi terpadu terhadap endapan Paleogen di Laut Utara, menyatakan bahwa

    kumpulan-kumpul-an mikrofosil jarang terdapat dalam Forties lowstand fan. Sebagai

    gantinya, kipas itu didominasi oleh agglutinated foraminifera yang memiliki kisaran umur

    panjang.

    Kipas yang diendapkan dengan cepat mengandung rip-up clasts yang tererosi dari lereng

    samudra sewaktu sebagian besar sedimen diangkut menuju laut-dalam. Jika terfosilkan, rip-

    up clasts akan memberikan nilai umur maksimum untuk pembentukan kipas. Jika tidak

    mengandung fosil setempat, umur lowstand fan dapat ditentukan umurnya dengan cara

    menentukan umur serpih condensed section yang terletak di atas dan di bawah kipas. Interfan

    lobes dapat mengandung fosil setempat.

    Reworked fossils memberikan informasi mengenai khuluk provenansi sedimen. Informasi

    itu secara tidak langsung akan mengindikasikan tipe kipas yang akan terbentuk: apakah kipas

    yang didominasi oleh pasir, lumpur, atau campuran pasir-lumpur. Kipas yang kaya akan pasir

    biasanya terdiri dari sejumlah lapisan pasir masif, terbentuk cepat, dan miskin akan fosil

    sehingga sukar ditentukan umurnya. Lowstand fan yang kaya akan lumpur biasanya terbentuk

  • pada rentang waktu yang cukup lama, mud prone, dan memiliki kandungan fosil setempat

    yang lebih tinggi sehingga umurnya relatif mudah untuk ditentukan.

    Lowstand wedge mulai terbentuk pada saat muka air laut mulai naik kembali setelah

    sebelumnya turun dengan cepat. Lowstand wedge terdiri dari parasekuen progradasional dan

    aggradasional (gambar 6-11) yang mengandung kumpulan fosil setempat, mulai dari

    kumpulan proksimal hingga kumpulan distal. Kumpulan fosil itu berubah secara berangsur

    pada arah lateral. Khusus pada penampang vertikal prograding lowstand wedge, terlihat pula

    gejala biofasies shallowing-upward, mulai dari biofasies laut-dalam, laut-dangkal, laut tepi,

    hingga biofasies non-bahari. Aggradational wedge tidak memperlihatkan gejala seperti itu,

    melainkan memperlihatkan kesamaan biofasies dari bawah ke atas. Gejala seperti yang

    disebut terakhir ini terjadi baik di bagian lereng maupun topset. Karena itu, lowstand wedge

    memiliki karakter biostratigrafi yang mirip dengan prograding highstand shelf-edge systems

    tract atau aggrading highstand shelf-edge systems tract.

    Untuk kasus cekungan yang miskin akan bahan makanan, proses sediment by-passing

    pada waktu posisi muka air laut rendah menyebabkan meningkatnya kadar makanan dalam

    cekungan dan, pada gilirannya, menaikkan produktivitas plankton. Jika hal ini terjadi, maka

    bagian distal dari lowstand wedge dapat dikenal keberadaannya dari fakta melimpahnya fosil

    planktonik dalam serpih hemipelagik yang terkondensasikan dan terletak di atas endapan

    kipas dasar cekungan. Jika tidak ada kipas, kumpulan fosil dalam serpih distal lowstand

    wedge akan mirip dengan kumpulan fosil highstand systems tract yang terbentuk

    sebelumnya.

    Sewaktu lowstand systems tract terbentuk, lebar paparan mencapai nilai minimum,

    sedangkan energi gelombang pada paparan waktu itu mencapai nilai maksimum. Paparan

    pada waktu itu biasanya dicirikan oleh bentos epifauna dan kemungkinan akan

    memperlihatkan gejala penurunan kadar plankton ke arah darat, tergantung penyebaran arus.

    Dekatnya jarak antara dan cekungan laut-dalam pada waktu itu dapat dibuktikan dengan

    banyaknya material tumbuhan dalam endapan cekungan.

    Shelf-margin systems tract berasosiasi dengan batas sekuen tipe-2 (lihat Bab 2). Endapan

    shelf-margin systems tract dicirikan oleh tumpukan-tumpukan parasekuen progradasional dan

    aggradasional. Kumpulan fosil dalam shelf-margin systems tract memiliki pola hubungan

    biofasies proksimal-distal seperti yang diperlihatkan oleh prograding- dan aggrading

    highstand systems tract. Hiatus erosional dan non-depositional yang terbentuk pada sisi-darat

    dari coastal onlap point tidak memiliki besaran yang cukup tinggi untuk dapat diditeksi

    dalam rekaman fosil (McNeil dkk, 1990). Karena itu, shelf-margin systems tract sukar

    ditentukan keberadaannya berdasarkan kumpulan fosil, bahkan mungkin akan tertukar

    dengan highstand systems tract.

    6.4.3 Bidang Transgresi

    Bidang transgresi memisahkan lowstand systems tract dari transgressive systems tract.

    Bidang ini ditandai oleh jejak-jejak reworking dan winnowing sedimen yang terjadi in situ.

    Kedua proses itu menyebabkan fosil sukar terawetkan dalam urutan asli. Hardground dan

    endapan yang kaya akan glaukonit juga berasosiasi dengan bidang transgresi. Proses-proses

    diagenesis yang menyebabkan terbentuknya hardground dan endapan-endapan di atas makin

    memperkecil kemungkinan terawetkannya fosil pada bidang transgresi.

  • Keberadaan bidang transgresi dapat ditafsirkan berdasarkan bukti adanya kumpulan fosil

    bahari di atas kumpulan fosil tepi laut atau non-bahari. Namun, bukti itu sebenarnya kurang

    kuat karena peristiwa transgresi minor dapat menyebabkan timbulnya gejala seperti itu.

    Sebagaimana diketahui, peristiwa transgresi minor menyebabkan terbentuknya batas-batas

    parasekuen. Jika pasokan sedimen ke dalam paparan terbatas sewaktu terjadi transgresi, maka

    bidang transgresi akan terletak dalam condensed section yang mengandung maximum

    flooding surface. Perlu dicamkan bahwa bidang transgresi mengindikasikan batas biofasies

    retrogradasional dan, oleh karena itu, merupakan bidang diakron.

    6.4.4 Transgressive systems tract

    Transgressive systems tract disusun oleh retrogradational parasequence sets yang

    memperlihatkan gejala pendangkalan-ke-atas sebagaimana terlihat dalam data kumpulan fosil

    (Armentrout, 1991). Pada retrogradational parasequence sets itu terlihat banyak kumpulan

    fosil distal terletak di atas kumpulan fosil proksimal. Pada arah vertikal, biofasies dalam

    transgressive systems tract berubah berturut-turut dari biofasies terestris, paya-paya, laut-

    dangkal, hingga akhirnya biofasies laut-dalam. Biofasies laut dalam pada transgressive

    systems tract dapat berupa kumpulan fosil dari lingkungan laut terbuka atau dari lingkungan

    laut tertutup, tergantung pada paleogeografi (gambar 6-12).

    Transgresi yang terjadi menghasilkan ceruk (niche) baru yang kemudian dapat diisi oleh

    organisma. Tingginya laju penaikan muka air laut yang disertai oleh rendahnya pasokan

    sedimen menyebabkan banyak wilayah yang semula merupakan daratan kemudian tertutup

    oleh massa air. Jejak-jejak daratan purba itu mungkin berupa rekaman fosil flora daratan. Di

    daerah iklim hangat, wilayah seperti itu berpotensi menjadi rawa batubara (coal swamp).

    Lapisan batubara akan makin menebal sejalan dengan terus berlangsungnya transgresi (lihat

    Bab 11). Lingkungan air payau di dataran pantai yang tertutup dan berkembang sejalan

    dengan pembentukan transgressive systems tract dicirikan oleh kumpulan-kumpulan flora

    dan fauna yang hanya memiliki sedikit toleransi terhadap salinitas yang rendah. Kumpulan-

    kumpulan flora dan fauna tersebut tidak terlalu beragam dan biasanya terbentuk di bawah

    kondisi energi rendah serta didominasi oleh flora dan fauna yang hidup di daerah berlumpur.

    Kumpulan-kumpulan flora dan fauna tersebut merupakan biofasies retrogradasional yang

    bersifat diakron.

    Endapan shoreface dalam transgressive systems tract juga terdiri dari biofasies

    retrogradasional yang bersifat diakron. Marine flooding events yang memisahkan parasekuen

    tidak jarang dicirikan oleh jejak-jejak fosil bahari, walaupun periodisitas setiap individu

    parasekuen kebanyakan masih berada di bawah resolusi biostratigrafi.

    Sejalan dengan pengurangan laju pasokan sedimen ke arah paparan dan cekungan

    sewaktu terjadi transgresi, kepekatan air juga menurun. Akibatnya, mikrofauna bahari yang

    biasa hidup di wilayah perairan yang bersih, termasuk foraminifera besar dan berbagai

    spesies rumput laut, dapat berkembang dengan baik (Van Gorsel, 1988). Pengurangan

    pasokan sedimen juga menyebabkan terbentuknya condensed section yang luas di dalam

    cekungan. Condensed section itu melimpah akan kumpulan fosil, termasuk fosil plankton

    penciri yang dapat dengan relatif mudah ditentukan umurnya. Shaffer (1987) menggunakan

    gejala melimpahnya nannofosil, yang berkaitan dengan perioda iklim hangat, untuk mengenal

    transgresi bahari pada paparan purba.

  • Dalam cekungan laut-dalam, kumpulan fosil bahari dalam condensed section pelagik

    umumnya melimpah, sangat beragam, dan didominasi oleh taxa penciri yang memiliki

    penyebaran sangat luas. Pembentukan kipas bawah-laut sewaktu ber-langsungnya transgresi

    bahari, seperti dikemukakan oleh Galloway (1989), dapat dikenal keberadaannya dari

    hadirnya reworked microfossils laut-dangkal yang terangkut menuju laut-dalam dan

    kemudian diendapkan dalam condensed shales laut-dalam.

    6.4.5 Maximum flooding surface

    Maximum flooding surface memisahkan transgressive systems tract dengan highstand

    systems tract serta merepresentasi-kan kondisi transgresi maksimum. Pembentukan

    condensed section secara luas pada drowned shelf dan cekungan laut-dalam dapat

    berlangsung pada waktu itu sebagai akibat relatif sedikitnya sedimen dibanding ruang

    akomodasi yang ada. Condensed section itu biasanya memiliki rekaman sinar-gamma dan

    sonic log yang tinggi, hal mana berasosiasi dengan konsentrat uranium dalam sedimen

    berdensitas tinggi namun kaya akan material organik. Dalam penampang seismik, condensed

    section akan tampak sebagai downlap surface utama. Walau demikian, perlu dipahami bahwa

    tidak semua condensed section mencirikan maximum flooding surface. Condensed section

    dapat terbentuk oleh banyak proses dan setiap waktu. Sebagai contoh, condensed section

    dapat terbentuk pada tinggian bawahlaut (submarine high) atau akibat perpindahan cuping

    delta. Kelimpahan fosil plankton juga dapat terjadi tanpa harus berkaitan dengan proses

    pembentukan condensed section dan dapat dikontrol oleh efek-efek iklim lokal, misalnya

    upwelling (Simmons & Williams, 1992).

    Maximum flooding surface merepresentasikan penyebaran paling jauh ke arah darat dari

    organisma plankton laut terbuka yang beragam dan bentos laut-dalam (Loutit dkk, 1988;

    Allen dkk, 1991; Armentrout & Clement, 1991; Armentrout dkk, 1991) (gambar 6-12).

    Condensed section yang berasosiasi dengan maximum flooding surface terdiri dari endapan

    yang secara biostratigrafi bersifat khas dan biasanya kaya akan fosil plankton. Karena itu,

    condensed section sangat berpotensi untuk diketahui umurnya dan dapat dikorelasikan dari

    satu cekungan ke cekungan yang lain, bahkan pada skala global. Karena itu pula endapan

    tersebut merupakan event yang lebih mudah dikorelasikan dibanding batas sekuen, karena

    yang disebut terakhir ini kadang-kadang sukar untuk ditentukan umurnya atau bahkan sukar

    untuk dikenali dari kacamata biostratigafi.

    Di tepi cekungan, maximum flooding surface dari suatu condensed section dapat dikenal

    dari influks tiba-tiba plankton bahari yang relatif seragam dan terletak diantara kumpulan

    bentos laut dangkal dan kumpulan fosil terestris. Di paparan, maximum flooding surface

    dapat dikenal dari kehadiran plankton laut terbuka dan, mungkin juga, fauna bentonik

    wilayah perairan yang lebih dalam. Dalam cekungan laut-dalam, kekurangan sedimen dapat

    menyebabkan terbentuknya endapan yang kaya akan fosil. Jika peristiwa kekurangan

    sedimen itu terjadi pada sedimen klastika, maka karbonat pelagik yang terdiri dari sisa-sisa

    mikrofosil pengandung kapur, akan dapat terbentuk. Peristiwa yang disebut terakhir ini juga

    dapat menyebabkan proses pengendapan berlangsung lambat dan, pada gilirannya, akan

    menyebabkan terjadinya pelarutan fosil pengandung kapur.

    6.4.6 Highstand systems tract

  • Aggrading highstand systems tract terbentuk ketika laju pasokan sedimen sama dengan

    laju pembentukan akomodasi yang terjadi akibat penaikan muka air laut relatif. Paket

    endapan ini dicirikan oleh tumpukan endapan yang mengandung kumpulan fosil paparan dan

    terestris, tanpa adanya kesan pendangkalan ke arah atas.

    Progradational highstand systems tract terbentuk ketika laju pasokan sedimen melebihi

    akomodasi. Akomodasi itu sendiri terbentuk akibat penaikan muka air laut relatif. Pada

    dasarnya, paket endapan ini dicirikan oleh kumpulan fosil dimana makin ke atas makin

    mengindikasikan wilayah perairan yang lebih dangkal (gambar 6-13). Pada penampang

    melintang yang lengkap, dari bawah ke atas, paket endapan ini berturut-turut mungkin terdiri

    dari endapan laut-dalam, endapan laut-dangkal, endapan transisi, hingga endapan darat.

    Walau demikian, gejala perubahan seperti itu mungkin diselingi oleh sejumlah rumpang kecil

    yang mencerminkan parasekuen dan bidang transgresi minor.

    Pada awal pembentukan highstand systems tract, delta paparan atau pantai menempati

    wilayah yang luas. Pada waktu itu, lebar paparan mencapai nilai maksimum dan energi

    gelombang mencapai nilai minimum. Dengan rendahnya energi arus pasut, sebagian besar

    sedimen yang diendapkan di daerah itu berupa sedimen berbutir sangat halus seperti lanau

    dan lempung. Kumpulan fosil pada paparan yang kaya akan lumpur itu didominasi oleh

    kumpulan bentonik yang biasa menggali lubang dalam sedimen berbutir halus. Wilayah

    paparan yang masih sangat dipengaruhi oleh pasut, di tempat mana terdapat endapan sisa

    yang berbutir kasar, didominasi oleh kumpulan bentos epifauna dan unsur-unsur plankton.

    Kumpulan fosil paparan sangat dipengaruhi oleh kehadiran delta paparan dan berasosiasi

    dengan sedimentasi yang cepat, peningkatan turbiditas, dan pengurangan salinitas. Pada

    lingkungan yang kaya akan bahan makanan itu, banyak ditemukan kumpulan fosil bentos

    yang didominasi oleh spesies infauna. Organisma planktonik jarang ditemukan, meskipun

    kelompok-kelompok tertentu seperti dinocyst dan acritarch (yang dapat beradaptasi dengan

    lingkungan ini) serta nanofosil (yang mudah terangkut dari laut terbuka karena sangat

    ringan), juga memiliki potensi korelasi biostratigrafi yang cukup tinggi.

    Jika volume sedimen cukup tinggi dan waktunya memungkinkan, progradasi highstand

    systems tract dapat mencapai tepi paparan yang semula dibentuk oleh lowstand wedge.

    Dengan demikian, delta itu berubah statusnya menjadi delta tepi paparan (shelf-edge delta)

    yang mampu memasok sedimen serta organisma terestris dan paparan menuju cekungan

    wilayah yang dalam.

    Bagian topset dari endapan highstand dapat terdiri dari endapan paparan, endapan paralik,

    dan endapan fluvial beserta kumpulan-kumpulan fosil laut-dangkal dan terestris yang

    berasosiasi dengannya. Proporsi setiap endapan dan kumpulan fosil pada bagian topset

    endapan highstand tergantung pada khuluk progradasi yang terjadi. Dalam proses progradasi

    miring yang ekstrim, endapan highstand sebagian besar akan berupa endapan lereng dan

    endapan paparan, dengan sedikitt endapan yang mengindikasikan lingkungan paralik dan

    fluvial. Akomodasi yang terbentuk sewaktu posisi muka air laut tinggi akan menyebab-kan

    terbentuknya endapan yang mengandung kumpulan fosil laut-dangkal dan terestris.

    Prograding highstand slope terdiri dari endapan aliran gravitasi dan endapan hemipelagik

    yang sering memperlihatkan jejak erosi, nendatan, dan kortorsi. Karena itu, endapan tersebut

    sering mengandung kumpulan fosil yang terdiri dari fosil asing dan fosil selingkungan.

    Prograding highstand slope dapat ditafsirkan keberadaannya pada penampang vertikal,

  • namun tidak dapat ditentukan semata-mata dari gejala pendangkalan seperti yang terindikasi

    dari kumpulan-kumpulan fosil bentos maupun planton (Van Gorsel, 1988). Perubahan

    vertikal, dari bawah ke atas, melaluil biofasies yang berbeda-beda akibat berprogradasinya

    highstand slope ke arah laut, menghasilkan jejak kepunahan semu dan pada gilirannya akan

    menyebabkan korelasi diakron (Armentrout, 1987).

    Dalam cekungan yang dalam, sedimentasi yang berlangsung lambat pada highstand

    toesets yang mengarah ke pusat cekungan menghasilkan condensed section yang mungkin

    mengandung banyak kumpulan fosil laut-dalam yang mirip dengan condensed section pada

    transgressive systems tract dan maximum flooding surface (Armentrout & Clement, 1991).

    Sedimentasi yang berlangsung lebih cepat dalam cekungan-dalam mengindikasikan erosi

    lereng melalui persitiwa nendatan, aliran rombak-an, dan arus turbid atau mungkin melalui

    peristiwa bypassing. Peristiwa-peristiwa itu pada gilirannya menyebabkan masuknya

    komponen-komponen fosil laut terbuka, lereng, atau paparan ke dalam endapan laut-dalam

    dan kemudian bercampur dengan fosil laut-dalam. Turbidit umumnya tidak mengandung fosil

    selingkungan (McNeil dkk, 1990) dan sering mengandung reworked fossils yang berasal dari

    bagian atas lereng.

    6.5 KESIMPULAN

    Karakter biostratigrafi dari paket endapan sedimen dikontrol oleh interaksi antara kondisi

    lingkungan, evolusi organisma, dan perubahan proses pengendapan yang berkaitan dengan

    perubahan alas kikis. Akibatnya, hanya ada sedikit "hukum" yang dapat disimpulkan

    mengenai hubungan antara biostratigrafi dan sekuen stratigrafi. Secara umum, keteraturan

    yang ada dapat dinyatakan sbb:

    1. Setiap kelompok fosil tidak dapat memberikan data umur yang cukup akurat untuk endapan

    Fanerozoikum. Demikian pula, setiap kelompok fosil tidak dapat memberikan tafsiran

    lingkungan purba yang cukup mendetil untuk semua lingkungan pengendapan.

    Penggabungan dua atau lebih kelompok fosil akan memberikan data umur yang lebih akurat

    dan, oleh karena itu, dapat meningkatkan resolusi biostratigrafi. Setiap individu fosil dapat

    menyebabkan timbulnya kesimpulan umur dan lingkungan pengendapan yang tidak benar

    dan, pada gilirannya, dapat menyebabkan timbulnya model-model geologi yang tidak sahih.

    2. Pemunculan terakhir atau ketidakhadiran prematur (premature disappearance) suatu fosil

    dari penampang stratigrafi dapat terjadi akibat hambatan lingkungan lokal. Karena itu, kedua

    hal itu mungkin lebih mengindikasikan biofasies daripada peristiwa kepunahan (gambar 6-

    14a). Korelasi yang didasarkan pada biofasies umumnya bersifat diakron dan mencermin-kan

    peristiwa progradasi atau retrogradasi.

    3. Resolusi fosil dapat terhambat oleh sedimentasi yang berlangsung cepat dan oleh derajat

    diagenesis (gambar 6-14b). Resolusi tertinggi, mungkin oleh fossil event (satuan stratigrafi

    terkecil yang dapat dikenali keberadaannya berdasarkan data fosil), mungkin tidak dapat

    diterapkan pada semua keadaan.

    4. Kemampuan untuk mengenal dan menentukan umur batas sekuen, bidang transgresi, atau

    maximum flooding surface dengan memakai metoda biostratigrafi tergantung pada resolusi

    fosil secara aktual dan pada resolusi fosil secara semu yang ditentukan oleh pola pengambilan

    sampel. Jarak antar titik pengambilan sampel hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga

  • dapat memecahkan masalah geologi dan, idealnya, cukup dekat apabila dilakukan di sekitar

    tempat dimana bidang-bidang pembatas penting diperkirakan berada. Gambar 6-15

    menyajikan ringkasan yang memperlihatkan kelebihan dan kekurangan dari berbagai tipe

    sampel. Secara khusus, perhatikan keterbatasan resolusi keratan pengeboran dibanding inti

    bor.

    5. Kita harus selalu berhati-hati apabila mencoba mengikatkan fosil dengan seismic event

    karena kedua-duanya dapat memiliki galat yang berasosiasi dengan konversi kedalaman. Hal

    ini terutama penting artinya untuk mengenal bahwa ikatan fosil dan seismic event dalam

    condensed section dapat berbeda cukup jauh apabila dikorelasikan dengan paket sedimen

    yang lebih besar, misalnya ketika mengkorelasikan condensed section dengan prograding

    highstand systems tract.

    6. Biostratigrafi dan isotop stratigrafi khususnya sangat berguna untuk mengkalibrasi dan

    mengkorelasikan batas-batas sekuen dan maximum flooding surface ketika data seismik

    kurang mendukung akibat kompleksnya tatanan struktur.

    7. Trend biofasies dapat digunakan untuk mengenal trend progradasi, agradasi, dan

    retrogradasi serta dapat dipakai untuk memperkirakan waktu akumulasi endapan klastika

    pada paparan atau waktu bypassing menuju laut-dalam. Biofasies akan memperlihatkan

    gejala pendangkalan ke atas pada lowstand dan highstand systems tract. Pada transgressive

    systems tract, biofasies akan memperlihatkan gejala pendalaman ke atas.

    8. Maximum flooding surface dicirikan oleh kumpulan fosil yang beragam dan memiliki

    penyebaran yang luas.

    9. Batas sekuen berasosiasi dengan erosi, hiatus biostratigrafi, dan perombakan.

    10. Luasnya penyebaran planktonic markers dalam maximum flooding surface yang ada dalam

    condensed section menyebab-kan maximum flooding surface merupakan bidang yang penting

    artinya untuk tujuan korelasi biokronostratigrafi.

    11. Pengenalan lingkungan purba dalam systems tract dengan menggunakan kumpulan fosil

    dapat memberikan indikasi umum mengenai tipe, penyebaran, dan kandungan pasir dalam

    setiap fasies.

  • rekaman stratigrafi dan manfaatnya

    Pendahuluan

    Startigrafi analisis berasal dari kata stratigrafi dan analisis. Startigrafi merupakan ilmu

    mengenai strata atau urutan batuan berlapis dalam hal ini batuan sedimen, mengenai

    pengelompokan dan pengurutan kelompok atau tubuh batuan. Sehingga stratigrafi analisis

    adalah ilmu yang fokus mempelajari pada aspek karakter dan atribut suatu batuan yang

    kemudian dianalisis dan diinterpretasi sehingga dapat sampai pada bagaimana origin dan

    sejarah geologi pembentukan batuan tersebut. Karakter meliputi tekstur dan komposisi

    batuan, sedangkan atribut meliputi struktur sedimen dan fosil. Untuk dapat menganalisis

    diperlukan suatu konsep stratigrafi yaitu urutan dari batuan yang tertua sampai batuan yang

    termuda dan bagaimana hubungan stratigrafinya. Prinsip dasar yang digunakan adalah hukum

    superposisi, horisontalitas, cross cutting relationship, dan petrogenesis.

    Pembahasan

    Dalam stratigrafi analisis mengacu pada dua pokok bahasan utama yaitu lingkungan

    pengendapan dan dinamika sedimentasi. Dari lingkungan pengendapan akan dihasilkan fasies

    sedimentasi sedangkan dari dinamika sedimentasi akan dihasilkan sekuen stratigrafi.

    Keduanya akan tercermin dalam rekaman stratigrafi yang dapat meninterpretasikan

    bagaimana kondisi geologi di suatu daerah.

    Lingkungan pengendapan

    Merupakan suatu tempat di permukaan bumi yang memungkinkan bagi sedimen

    untuk terakumulasi, yang secara fisik, kimia, dan biologi dapat dibedakan dengan tempat

    disekitarnya, contohnya sungai, delta, lagun, dan laut dangkal sampai laut dalam. Analisis

    fasies pengendapan dilakukan dengan pengamatan geometri, litologi, struktur sedimen, arah

    arus purba, dan fosil. Komponen-komponen yang terekam dalam satu tubuh batuan tersebut

    kemudian diinterpretasi bagaimana lingkungan pengendapannya.

    Dinamika sedimentasi

    Dipengaruhi oleh tiga hal yaitu

    Suplai sedimen : ketersediaan atau banyak sedikitnya material sedimen yang diendapkan, hasil

    dari proses erosi batuan yang ada sebelumnya, meliputi jumlah dan ukuran butir dari material

    sedimen.

    Eustasi : naik turunya muka air laut akibat glasiasi maupun regional (tektonik). Deglasiasi

    menyebabkan naiknya muka air laut, garis pantai maju (trangresi) mengakibatkan terjadinya

    pendalaman. Glasiasi menyebabkan turunnya muka air laut, garis pantai mundur (regresi)

    mengakibatkan terjadinya pendangkalan.

    Tektonik : berupa uplifting (pengangkatan) dan subsidence (penurunan), akan berpengaruh

    pada besar kecilnya ruang akomodasi untuk menampung influks sedimen. Dimana uplifting

    akan menyebabkan ruang akomodasi berkurang, dan subsidence menyebabkan ruang

    akomodasi bertambah.

    Iklim : tidak berpengaruh signifikan, akan berpengaruh pada batuan karbonat yang

    membutuhkan kondisi lingkungan tertentu yaitu hangat, dangkal, dan jernih.

    Sekuen stratigrafi

  • Urutan lapisan batuan yang relatif selaras, yang berhubungan secara genetis, pada bagian atas

    dan bawah dibatasi oleh ketidakselarasan atau keselarasan.

    Rekaman Stratigrafi

    Rekaman stratigrafi merupakan suatu hasil pencatatan dan pemerian secara obyektif

    dan lengkap suatu tubuh batuan terutama batuan sedimen serta korelasinya dengan tubuh

    batuan yang lain baik secara vertikal maupun secara lateral dengan maksud untuk

    merekonstruksi tempat, proses, pengaruh kondisi organik dan anorganik, serta

    perkembangannya dalam ruang (paleogeografi) dan waktu (sejarah geologi).

    Selalu mencerminkan

    - Siklus/perulangan

    - Pola transgresi-regresi

    - Ketidakselarasan-keselarasan

    Hubungan ketiga parameter dinamika sedimentasi akan mempengaruhi rekaman stratigrafi

    yang dihasilkan.

    Bila suplai sedimen >>> ruang akomodasi terjadi pola progradasi (mengkasar ke atas)

    Bila suplai sedimen

  • Struktur sedimen adalah sebuah kunci untuk interpretasi seting pengendapan batuan sedimen.

    Menurut Tucker (1991), struktur sedimen dibagi menjadi empat kelompok yakni :

    a) Struktur erosi : sole mark,scour,slump,flute cast

    b) Struktur pengendapan : current ripple, wavy, flasher,lentikuler, cross bedding, gradasi,

    laminasi dan perlapisan

    c) Struktur pasca pengendapan : load cast, mud crack, convolute bedding, styolite

    d) Struktur biogenic : track, trail dan burrow

    Adapun kegunaan struktur sedimen adalah sebagai berikut:

    Sebagai acuan dalam menginterpretasi lingkungan pengendapan yang meliputi mekanisme

    transportasi, arah aliran arus, kedalaman air, kekuatan arus/angin dan kecepatan relatif arus.

    Mengetahui proses-proses yang membentuk struktur sedimen seperti :

    Proses fisik: pergerakan arus, transportasi, suplai sedimen, dan aliran massa.

    Proses kimia: pelarutan serta reaksi antar komponen batuan sedimen.

    Proses biogenik: aktivitas organisme.

    Untuk menentukan top dan bottom suatu lapisan batuan.

    Untuk menentukan arah arus purba dan paleogeografi suatu daerah.

    4) Fosil

    Fosil merupakan benda alam yang berupa tubuh atau cangkang organisme, bekas,

    jejak atau sisa kehidupannya, yang oleh proses alamiah terawetkan dan terekam terutama

    dalam batuan sedimen terutama yang berbutir halus (Rahardjo, Wartono, dalam Panduan

    Praktikum Mikropaleontologi, 2008).

    Berdasarkan ukurannya, fosil dibagi menjadi dua yakni makrofosil dan mikrofosil.

    Dalam perekaman data stratigrafi, informasi mengenai mikrofosil merupakan sumber yang

    lebih baik untuk kepentingan analisis geologi selanjutnya. Kelompok mikrofosil umumnya

    merupakan fosil indeks yakni sebagai penentu umur batuan dan kondisi ekologis purba.

    Mikrofosil mudah dijumpai dalam jumlah banyak sehingga sebagian besar masih bisa

    terhindar dari proses abrasi dan oleh karenanya analisis statistis lebih mudah dilakukan.

    5) Struktur geologi

    Struktur geologi adalah bentuk arsitektur batuan akibat deformasi yang terjadi pada

    kulit bumi. Deformasi ini bisa menghasilkan struktur-struktur seperti kekar, sesar, lipatan,

    foliasi, lineasi, dll.

    Informasi mengenai struktur geologi perlu direkam seakurat mungkin untuk

    memudahkan usaha pengolahan data. Data struktur geologi ini sangat penting untuk

    kepentingan litostratigrafi. Usaha pengolahan data tersebut dikenal dengan istilah analisis

    struktur. Analisis struktur dibagi menjadi tiga yakni analisis deskriptif, analisis kinematik dan

    analisis dinamik. Dalam proses perekaman data di lapangan dilakukan analisis deskriptif.

    Analisis ini menekankan pada pengenalan, pemerian dan pengukuran orientasi (kedudukan

    struktur) di lapangan (Sudarno, dalam handout Geologi Struktur, 1999). Sedangkan analisis

    kinematik dan dinamik merupakan analisis tingkat lanjutan yang dilakukan dalam pengolahan

    atau interpretasi data.

    Contoh lingkungan pengendapan delta

    Delta Plain

    Merupakan bagian dataran dari delta yang terdiri dari endapan sungai yang lebih dominan

    daripada endapan laut dan membentuk suatu dataran rawarawa. Material yang didominasi

  • berupa sedimen berbutir halus, seperti serpih organik dan batubara. Dataran delta plain

    tersebut digerus oleh channel pensuplai material sedimen dan membentuk suatu percabangan.

    Sedimen pada channel dicirikan oleh batupasir lempungan. Dibagi menjadi :

    Upper delta plain

    Dominan endapan sungai (braided dan meandering) dengan adanya bidang erosi.

    Menunjukkan kecenderungan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang umum dijumpai

    adalah cross bedding, ripple cross stratification scoure and fill dan lensalensa lempung.

    Endapan point bar membawa sedimen berupa pasir halus dan rombakan material organik

    serta lempung yang terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadinya banjir.

    Lower delta plain

    Dominan serpih dan shale yang kaya material organik sehingga memiliki potensi

    berkembangnya batubara.

    Delta Front

    Merupakan bagian dari delta dengan energi yang tinggi dan sedimen secara tetap

    dipengaruhi oleh adanya proses pasang-surut, arus pantai dan gelombang. Delta front

    terbentuk pada lingkungan laut dangkal dan akumulasi sedimennya berasal dari distributary

    channel. Batupasir yang diendapkan dari distributary channel tersebut membentuk endapan

    bar (mouth bar). Pada penampang stratigarfi, endapan bar tersebut memperlihatkan distribusi

    butiran mengkasar ke atas. Mouth bar yang merupakan bagian dari delta front, terjadi

    pengendapan dengan kecepatan tinggi, sedimen umumnya tersusun atas pasir yang

    diendapkan melalui proses fluvial,sehingga berpotensi menjadi reservoir.

    Pro delta

    Merupakan bagian dari delta yang berada di laur delta front. Prodelta merupakan

    kelanjutan delta front ke arah laut dengan perubahan litologi dari batupasir bar ke endapan

    batulempung dan selalu ditandai oleh zona lempungan tanpa pasir. Merupakan bagian distal

    dari delta, yang hanya terdiri dari akumulasi lanau dan lempung serta fasies mengkasar ke

    atas memperlihatkan transisi dari lempungan prodelta ke fasies batupasir dari delta front.

    Litologi dari prodelta ini banyak ditemukan bioturbasi yang merupakan karakteristik

    endapan laut. Pro delta,terdiri dari akumulasi lanau dan lempung yang mengkasar ke

    atas,sehingga berpotensi menjadi source rock.

    Kesimpulan

    Analisis stratigrafi pada suatu daerah

    - Meliputi analisis pengamatan fasies pengendapan dan sekuen stratigrafi (rekaman

    stratigrafi).

    - Analisis fasies pengendapan dilakukan dengan pengamatan/observasi geometri, litologi,

    struktur sedimen, arah arus purba, dan fosil; interpretasi lingkungan pengendapan dan

    paleogeografi, serta prediksi dengan membuat model fasies.

    - Analisis sekuen stratigrafi untuk mengetahui bagaimana dinamika sedimentasi terjadi,

    yang dikontrol oleh tiga hal utama yaitu suplai sedimen, eustasi, dan tektonik.

    Kegunaan rekaman stratigrafi untuk analisis geologi suatu daerah

    Dari penjelasan singkat di atas, kegunaan rekaman stratigrafi untuk analisis geologi

    suatu daerah sangatlah banyak. Beberapa di antaranya adalah :

  • Untuk menentukan lingkungan pengendapan maupun asal mula jadi dari batuan sedimen yang

    dapat diinterpretasi dari litologi khas, kandungan mineral indeks, struktur sedimen yang khas,

    dll.

    Untuk menentukan pola morfologi dari suatu cekungan pengendapan, seperti kelerengan dasar

    cekungan yang dapat diinterpretasi dari geometri.

    Untuk menentukan paleobatimetri dari suatu daerah yang dapat diinterpretasi dari kandungan

    fosil bentonik insitu.

    Untuk menentukan perubahan pola garis pantai purba (daratan atau laut, regresi atau transgresi)

    yang dapat diinterpretasi dari rekaman stratigrafi yang mempunyai finning upward atau

    coarsening upward.

    Untuk menentukan perubahan dari luas cekungan atau perubahan ruang akomodasi di suatu

    wilayah dapat diinterpretasi dari rekaman stratigrafi yang berupa depositional fasies (ruang

    akomodasi 0 atau positif) atau erosional surface (ruang akomodasi menjadi negatif).

    Untuk menentukan fluktuasi iklim purba di suatu wilayah dapat diinterpretasi dari siklus atau

    perulangan litologi yang dijumpai di lapangan.

    Untuk menentukan kecepatan arus purba di suatu daerah yang dapat diinterpretasi dari ukuran

    butir dari suatu litologi yang kemudian di cocokkan dengan diagram Hjulstrom. Dan lain

    sebagainya.

  • PALEONTOLOGI

    Paleontologi merupakan cabang ilmu dari geologi yang mempelajari tentang fosil.Fosil

    sendiri adalah sisa atau jejak organism yang tersimpan dalam batuan pada proses alam yang

    menunjukkan adanya kehidupan pada masa lalu. Fosil adalah tanda adanya kehidupan di

    masa geologis lampau lebih dari 11.000 tahun yang lalu.Fosil yang merupakan tubuh

    organism baik utuh maupun kepingan disebut sebagai body fossil. Fosil yang merupakan

    tapak atau jejak organism disebut sebagai trace fossil.Proses pengawetan fosil ada beberapa

    macam antara lain:

    1. Permineralisasi

    proses pengawetan dimana rongga dalam cangkang terisi oleh mineral yang diendapkan

    oleh air tanah yang memasukinya, sehingga terbentuk cetakan bagian dalam dari

    cangkang. Mineral pengisi bisa sama atau lain dengan mineral pembentuk cangkang asli.

    2. Replacement

    Terjadi jika cangkang, rangka, tulang atau jaringan lain terubah oleh mineral lain. Suatu

    cangkang disebut sebagai mengalami rekristalisasi apabila bentuk asli masih terawetkan

    tetapi tersusun oleh kristal dari mineral yang berbeda

    3. Rekristalisasi

    4. Mold dan cast

    lubang atau lekukan yang bentuk- nya mirip dengan organisme aslinya dan ini disebut

    sebagai mold. Apabila mold kemudian terisi sedimen, maka akan terbentuk apa yang

    disebut cast

    5. Compression fossil

    proses pengawetan yang diakibatkan oleh proses reduksi molekul organik yang kompleks

    dari jaringan organisme akibat tekanan sedimen.

    6. Bioimmuration

    Batuan adalah benda alam yang tersusun oleh mineral yang terdiri dari batuan beku,

    sedimen dan metamorf. Batuan sedimen banyak ditemukan di permukaan kerak bumi. Batuan

    sedimen mempunyai sifat berlapis, baik perlapisan yang tipis dan perlapisan yang

    tebal.batuan yang mengandung fosil ditemukan pada batu lempung yang kaya akan fosil

    moluska yang terdapat di Sangiran, batu gamping yang kaya dengan fosil balanus yang

    terdapat di Klayu Sragen,perselingan batu gamping dan napal kaya dengan fosil foraminifera

    terdapat di Temas Bayat, batu pasir yang berstruktur silang siur kaya dengan fosil vertebrata

    terdapat di Trinil Ngawi.

    Beberapa syarat agar organism yang mati dapat terawetkan sebagai fosil yaitu:

    1. Memiliki cangkang yang keras

    2. Berjumlah banyak dan berukuran kecil

    3. Cepat terkubur oleh batuan sedimen yang relative impermeable

    4. Setelah terkubur tidak terkorosit oleh air

    5. Lapisan pengandungnya tidak rusak dengan proses pelapukan, tektonik, magmatic

    atau metamorfik.

  • Jenis fosil :

    a. Fosil yang berupa fragmen

    Fosil merupakan fragmen, dimana fragmen ini bisa mengalami perubahan dan ada yang tidak

    bisa mengalami perubahan.

    b. Fosil tidak terubah.

    Pada fosil ini, organisme yang terawetkan komposisi semula tidak mengalami perubahan.

    c. Fosil terubah

    Pada fosil ini, komposisi fosilnya telah mengalami perubahan. Perubahan itu dapat berupa :

    Permineralisasi : bagian-bagian organisme yang porous terisi oleh mineral-mineral sekunder

    Replacement : mineral sekunder mengganti semua material fosil yang asli

    Rekristalisasi : butiran halus pada mineral asli menyusun kembali ke dalam kristal yang

    lebih besar dari material sebelumnya.

    d. Fosil jejak atau bekas

    Dibedakan menjadi :

    Track, trail dan burrow

    Track adalah jejak berupa tapak, trail ialah jejak berupa seretan, sedangkan burrow berupa

    jejak galian dari organisme penggali

    Mold, Cast, dan Imprint

    Mold ialah cetakan yang terbentuk oleh fosil dimana fosil tersebut terlarutkan seluruhnya,

    cast ialah mold yang terisi oleh mineral sekunder membentuk jiplakan secara kasar mirip

    dengan fosil asli.

    Cuprolite

    Cuprolit ialah fosil yang berupa kotoran dari hewan. Dari kotoran ini, dapat diketahui

    makanan, tempat hidup, dan ukuran relatifnya.

    Fosil kimia

    Fosil kimia ialah fosil yang berupa keadaan kiimia pada masa lampau seperti jejak asam

    organik.

    e. Fosil indeks

    Fosil indek adalah fosil yang digunakan sebagai penunjuk waktu geologi. Fosil ini meliputi 2

    keadaan, yaitu :

    Fosil yang mempunyai kisaran yang panjang : fosil terdapat pada beberapa batuan yang

    berasal dari beberapa jaman geologi yang berurutan.

    Fosil dengan kisaran yang pendek : fosil yang hanya terdapat pada batuan yang berasal dari

    satu jaman geologi tertentu saja, atau bahkan hanya berasal dari sebagian jaman tertentu.

    Kegunaan bentuk awetan fosil :

    1. Fosil biocoenosis(pencampur dari tua ke muda)

    Penentuan umur & Rekonstruksi Paleoekologi

    2. Fosil thanatocoenosis(pencampur dari muda ke tua)

    Indigeneous yaitu penentuan umur bdan rekontruksi paleoekologi. Exotic yaitu penentuan

    umur. Remanie yaitu penentuan hubungan dengan batuan sebelum dan sesudahnya.

    Tugas ahli Paleontologi yaitu melakukan identifikasi fosil yang ditemukan, melakukan

    rekontruksi kondisi utuh organism yang memfosil tersebut, melakukan analisis terhadap

    kondisi dab fungsi morfologi dari organism, melakukan analisis terhadap ekosistem organism

    yang memfosil pada saat organism masih hidup.

  • LITOSTRATIGRAFI

    Litostratigrafi merupakan .cabang ilmu stratigrafi berdasarkan karakteristik litologi. dan

    hubungan stratigrafinya. Litologi yang diamati ketika melakukan observasi di lapangan

    meliputi jenis batuan, kenampakan fisik batuan seperti warna, mineral, komposisi, dan

    ukuran butir, struktur geologi, dan gejala lain pada tubuh batuan. Kandungan fosil juga harus

    diamati apabila terdapat pada tubuh batuan, karena merpakan salah satu komponen batuan.

    Litostratigrafi memiliki tingkatan satuan dari kecil ke besar, yaitu:

    1. Perlapisan merupakan bagian dari anggota. 2. Anggota adalah bagian dari suatu formasi. Tingkat penyebarannya tidak melebihi

    penyebaran formasi.

    3. Formasi adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi yang secara litologi dapat dibedakan dengan jelas dan dengan skala yang cukup luas cakupannya

    untuk dipetakan dipermukaan atau ditelusuri dibawah permukaan. Formasi dapat

    terdiri dari satu litologi atau beberapa litologi yang berbeda, dengan ketebalan antara

    satu hingga ribuan meter.

    4. Kelompok/Grup adalah satuan litostratigrafi yang terdiri dari dua formasi atau lebih yang memiliki keseragaman ciri litologi.

    5. Supergrup adalah kombinasi dari beberapa kelompok.

    Litostratigrafi berguna untuk menentukan korelasi atau hubungan stratigrafi antara satuan di

    atas dengan satuan di bawahnya, dan dengan satuan litologi lainnya.

    BIOSTRATIGRAFI

    Biostratigrafi merupakan cabang ilmu stratigrafi yang bergantung pada zonasi fisik biota,

    baik dalam ruang dan waktu, dalam rangka membangun posisi stratigrafi relatif (yaitu tua,

    muda, dan umur yang sama) dari batuan sedimen antara daerah geografis yang berbeda.

    Biostratigrafi menggunakan fosil sebagai alat untuk menentukan korelasi stratigrafi. Tujuan

    dari biostratigrafi adalah dengan menggunakan fosil dalam tubuh batuan untuk membentuk

    korelasi antara waktu yang sama pada stratigrafi batuan. Kehadiran spesies fosil tertentu pada

    dua daerah geografis menunjukkan batuan yang mengandung fosil yang sama terendapkan

    pada waktu yang sama. Contohnya: satu section batuan pada daerah yang sama memiliki

    litologi berupa batulempung dan batunapal, sedangkan section lainnya berupa batugamping.

    Namun apabila kandungan fosil yang terdapat pada kedua section tersebut sama, maka

    diperkirakan terbentuk pada waktu yang sama.

    Biostratigrafi memiliki tingkatan satuan dari kecil ke besar, yaitu:

    1. Zonula

    2. Sub-Zona

    3. Super Zona

  • Perbedaan antara Litostratigrafi danm Biostratigrafi

    Penggolongan lapisan-lapisan batuan pada litostratigrafi didasarkan pada ciri-ciri fisik

    batuan dan litologi tanpa memperhatikan waktu atau kandungan fosil, sedangkan

    penggolongan lapisan-lapisan batuan pada biostratigrafi didasarkan pada kandungan

    dan penyebaran fosilnya yang memiliki ciri-ciri khusus

    Tingkatan satuannya. Pada litostratigrafi, tingkatan satuannya dari besar ke kecil

    meliputi Kelompok Formasi Anggota Perlapisan, sedangkan pada biostratigrafi, tingkatan satuannya dari besar ke kecil meliputi Super Zona Sub-Zona Zonula

    Terdapat beberapa istilah yang digunakan dalam konsep fasies ini, yaitu:

    1. Lithofacies yang memperlihatkan karakteristik suatu litologi batuan dilihat dari proses fisika dan kimia yang aktif pada waktu pengendapan sedimen. Hal ini dapat diketahui

    dari keterdapatan struktur sedimen yang ada pada tubuh batuan yang tersingkap.

    2. Biofacies yang memperlihatkan kehadiran flora dan fauna 3. Ichnofacies yaitu struktur fosil yang terekam dalam sedimen atau substrat lainnya

    oleh aktivitas organisme pada masa lampau.

    Kombinasi antara lithofacies, biofacies, dan ichnofacies menyusun fasies-fasies sedimen,

    yang nantinya akan digunakan untuk merekonstruksi lingkungan pada saat pengendapan

    sedimen. Sebagai contoh, struktur sedimen wave ripples pada lithofacies, keterdapatan

    hermatypic corals pada biofacies dan ichnofacies menunjukkan bahwa sedimen terendapkan

    di air laut yang dangkal.

  • Gambar 1: Distribusi Ichnofasies Laut Dalam (klik untuk memperbesar)

    Gambar 2: Biofasies pada Trilobita (klik untuk memperbesar)

    Gambar 3: Geometri Fasies / Hubungan Litostratigrafi (klik untuk memperbesar)

    Source: Slide of Stratigraphy: Concepts Related to Subdivision of Rock Record

  • Pengertian Fasies

    Fasies merupakan suatu tubuh batuan yang memiliki kombinasi karakteristik yang

    khas dilihat dari litologi, struktur sedimen dan struktur biologi memperlihatkan aspek fasies

    yang berbeda dari tubuh batuan yang yang ada di bawah, atas dan di sekelilingnya.

    Fasies umumnya dikelompokkan ke dalam facies association dimana fasies-fasies

    tersebut berhubungan secara genetis sehingga asosiasi fasies ini memiliki arti lingkungan.

    Dalam skala lebih luas asosiasi fasies bisa disebut atau dipandang sebagai basic architectural

    element dari suatu lingkungan pengendapan yang khas sehingga akan memberikan makna

    bentuk tiga dimensi tubuhnya (Walker dan James, 1992).

    Menurut Slley (1985), fasies sedimen adalah suatu satuan batuan yang dapat dikenali

    dan dibedakan dengan satuan batuan yang lain atas dasar geometri, litologi, struktur sedimen,

    fosil, dan pola arus purbanya. Fasies sedimen merupakan produk dari proses pengendapan

    batuan sedimen di dalam suatu jenis lingkungan pengendapannya. Diagnosa lingkungan

    pengendapan tersebut dapat dilakukan berdasarkan analisa faises sedimen, yang merangkum

    hasil interpretasi dari berbagai data, diantaranya :

    1. Geometri :

    a) regional dan lokal dari seismik (misal : progradasi, regresi, reef dan chanel)

    b) intra-reservoir dari wireline log (ketebalan dan distribusi reservoir)

    2. Litologi : dari cutting, dan core (glaukonit, carboneous detritus) dikombinasi dengan log

    sumur (GR dan SP)

    3. Paleontologi : dari fosil yang diamati dari cutting, core, atau side wall core

    4. Struktur sedimen : dari core

    Model Fasies (Facies Model)

    Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies adalah

    suatu model umum dari suatu sistem pengendapan yang khusus ( Walker , 1992).

    Model fasies dapat diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram

    blok atau grafik dan kesamaan. Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio ukuran yang

    bertujuan untuk membandingkan framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan.

    model fasies memberikan prediksi dari situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari

    interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu cara

  • untuk menyederhanakan, menyajikan, mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang

    diperoleh secara acak.

    Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :

    a) Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi, dan bentuk

    lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework

    b) Model Geometrik empat dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi oleh

    waktu .

    c) Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple, analisis trend

    permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk mengetahui beberapa

    parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi respon dari suatu elemen dengan

    elemen lain dalam sebuah proses-respon model.

    Facies Sequence

    Suatu unit yang secara relatif conform dan sekuen tersusun oleh fasies yang secara

    geneik berhubungan. Fasies ini disebut parasequence. Suatu sekuen ditentikan oleh sifat fisik

    lapisan itu sendiri bukan oleh waktu dan bukan oleh eustacy serta bukan ketebalan atau

    lamanya pengendapan dan tidak dari interpretasi global atau asalnya regional (sea level

    change). Sekuen analog dengan lithostratigrafy, hanya ada perbedaan sudut pandang. Sekuen

    berdasarkan genetically unit.

    Ciri-ciri sequence boundary :

    1. membatasi lapisan dari atas dan bawahnya.

    2. terbentuk secara relatif sangat cepat (

  • Sekelompok asosiasi fasies endapan fasies digunakan untuk mendefinisikan

    lingkungan sedimen tertentu. Sebagai contoh, semua fasies ditemukan di sebuah fluviatile

    lingkungan dapat dikelompokkan bersama-sama untuk menentukan fasies fluvial asosiasi.

    Pembentukan dibagi menjadi empat fasies asosiasi (FAS), yaitu dari bawah ke atas.

    Litologi sedimen ini menggambarkan lingkungan yang didominasi oleh braided stream

    berenergi tinggi.

    a. Asosiasi fasies 1

    Asosiasi fasies terendah di unit didominasi oleh palung lintas-stratifikasi, tinggi

    energi braided stream yang membentuk dataran outwash sebuah sistem aluvial. Trace fosil

    yang hampir tidak ada, karena energi yang tinggi berarti depositional menggali organisme

    tidak dapat bertahan.

    b. Asosiasi fasies 2

    Fasies ini mencerminkan lingkungan yang lebih tenang, unit ini kadang-kadang

    terganggu oleh lensa dari FA1 sedimen. Bed berada di seluruh tipis, planar dan disortir

    dengan baik. Bed sekitar 5 cm (2 in) bentuk tebal 2 meter (7 ft) unit "bedded sandsheets"-

    lapisan batu pasit yang membentuk lithology dominan fasies ini.

    Sudut rendah (

  • dengan salib melalui seperai pada unit dasar arus overlain oleh riak. Baik shales batu pasir

    dan hijau juga ada. Unit atas sangat bioturbated, dengan kelimpahan Skolithos - sebuah fosil

    biasanya ditemukan di lingkungan laut.

    Hubungan Antara Fasies, Proses Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

    Lingkungan pada semua tempat di darat atau di bawah laut dipengaruhi oleh proses

    fisika dan kimia yang berlaku dan organisme yang hidup di bawah kondisi itu pada waktu itu.

    Oleh karena itu suatu lingkungan pengendapan dapat mencirikan proses-proses ini. Sebagai

    contoh, lingkungan fluvial (sungai) termasuk saluran (channel) yang membawa dan

    mengendapkan material pasiran atau kerikilan di atas bar di dalam channel.

    Ketika sungai banjir, air menyebarkan sedimen yang relatif halus melewati daerah

    limpah banjir (floodplain) dimana sedimen ini diendapkan dalam bentuk lapis-lapis tipis.

    Terbentuklah tanah dan vegetasi tumbuh di daerah floodplain. Dalam satu rangkaian batuan

    sedimen channel dapat diwakili oleh lensa batupasir atau konglomerat yang menunjukkan

    struktur internal yang terbentuk oleh pengendapan pada bar channel. Setting floodplain akan

    diwakili oleh lapisan tipis batulumpur dan batupasir dengan akar-akar dan bukti-bukti lain

    berupa pembentukan tanah.

    Dalam deskripsi batuan sedimen ke dalam lingkungan pengendapan, istilah fasies

    sering digunakan. Satu fasies batuan adalah tubuh batuan yang berciri khusus yang

    mencerminkan kondisi terbentuknya (Reading & Levell 1996). Mendeskripsi fasies suatu

    sedimen melibatkan dokumentasi semua karakteristik litologi, tekstur, struktur sedimen dan

    kandungan fosil yang dapat membantu dalam menentukan proses pembentukan. Jika cukup

    tersedia informasi fasies, suatu interpretasi lingkungan pengendapan dapat dibuat. Lensa

    batupasir mungkin menunjukkan channel sungai jika endapan floodplain ditemukan

    berasosiasi dengannya. Namun bagaimanapun, channel yang terisi dengan pasir terdapat juga

    di dalam setting lain, termasuk delta, lingkungan tidal dan lantai laut dalam. Pengenalan

    channel yang terbentuk bukanlah dasar yang cukup untuk menentukan lingkungan

    pengendapan.

    Fasies pengendapan batuan sedimen dapat digunakan untuk menentukan kondisi

    lingkungan ketika sedimen terakumulasi.

    Lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa variasi yaitu :

    1. Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan sifat khas

    dari setting pengendapan [Gould, 1972].

    2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan Sloss,

    1963].

  • 3. Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan biologi dari

    daerah yang berdekatan [Selley, 1978].

    4. Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan mempengaruhi

    pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk pengendapan yang khas [Shepard

    dan Moore, 1955].

    Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan

    biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh tekstur

    khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies

    sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur,

    dan karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit

    batuan yang memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.