Upload
gitamarthavindiarti
View
79
Download
13
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Masalah gizi yang dialami oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah
anemia. Anemia merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti
lebih dari 600 juta manusia, perkiraan prevalensi anemia secara global adalah sekitar
51%. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi anemia gizi
pada ibu hamil di Indonesia sebesar 33,8%, sedangkan anemia di Sulawesi Selatan
sebesar 46,7%. Dan pada tahun 2010 data Riskesdas tidak ditemukan data mengenai
prevalensi anemia pada ibu hamil yang realible. Anemia defisiensi zat besi lebih
cenderung berlangsung di negara sedang berkembang, dibanding Negara yang sudah
maju. 36% atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800 juta orang di
Negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di
Negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi
12 juta orang.
Bahan makanan yang mengandung zat besi tinggi salah satunya adalah tanaman
kelor. Tanaman kelor (Moringa oleifera) yang dikenal dengan nama murong atau
barunggai. Daunnya berwarna hijau pucat menyirip ganda dengan anak daun
menyirip ganjil dan helaian daunnya bulat telur.
Biskuit adalah produk panggang dalam bentuk potongan kecil dan mempunyai
tekstur atau konsistensi yang kering, renyah, dan tekstur yang lebih rapat. Sedangkan
menurut Wallington (1993) biskuit adalah produk yang memiliki struktur dan rupa
yang tipis, memiliki rasa yang manis dan kadar air yang rendah. Sifat masing-masing
biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula, dan lemak,
kondisi dari bahan – bahan tersebut pada saat ditambahkan dalam campuran, metode
pencampuran penanganan adonan dan metode pemanggangan.
Dari berbagai data dan informasi yang telah disampaikan sebelumnya, maka
dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai analisis zat gizi makro dan
mikro pada produk biskuit Moringa oleifera kaya zat besi.
1
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui perubahan nilai gizi (Fe) dan organoleptik setelah
penambahan tebung labu kuning dan tepung daun kelor pada produk
biskuit
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui Mutu Organoleptik biscuit dengan subtitusi tepung
kelor dan tepung labu kuning.
2. Mengetahui kadar zat besi yang terkandung dalam biscuit dengan
subtitusi tepung daun kelor dan tepung labu kuning.
1.3. Manfaat
1. Meningkatkan kadar zat besi pada produk guna menanggulangi anemia
2. Menggurangi angka penderita anemia melalui olahan produk makanan
dari kelor salah satunya yaitu biskuit
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil
Gizi selama kehamilan adalah salah satu faktor penting dalam menentukan
pertumbuhan janin. Dampaknya adalah berat badan lahir, status nutrisi dari ibu yang
sedang hamil juga mempengaruhi angka kematian prenatal, keadaan kesehatan
neonatal, dan pertumbuhan bayi setelah kelahiran.
Kehamilan adalah suatu keadaan yang istimewa bagi seorang wanita sebagai
calon ibu, karena pada masa kehamilan akan terjadi perubahan fisik yang
mempengaruhi kehidupannya. Pola makan dan gaya hidup sehat dapat membantu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim ibu (Proverawati, 2009).
Kebutuhan gizi pada ibu hamil menyebabkan meningkatnya metabolisme
energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan.
Peningkatan enegi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi
dan metabolisme tubuh ibu sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat
hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Bagi ibu hamil, pada
dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan dibandingkan kebutuhan normalnya
wanita, namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan
beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium (Nasution, 1988).
Menurut S Sayoga (2007) gizi yang baik sangat dibutuhkan bagi seorang ibu
hamil. Makanan yang dikonsumsi ibu bukanlah untuk ibu sendiri tetapi dikonsumsi
pula oleh sang bayi. Sehingga seorang ibu hamil wajib memperhatikan kebutuhan
gizinya. 3 bulan pertama kehamilan, asupan energy tidak perlu ditingkatkan bila
seorang ibu hamil mengkonsumsi makanan bergizi. Sedangkan 2 trimester akhir,
tubuh ibu hamil membutuhkan tambahan 300 kalori per hari dibanding sebelum
hamil, sedang asupan protein 60 gram sehari, yaitu 20 – 36 % lebih tinggi dari
kebutuhan normal. Kebutuhan akan energi dan zat – zat bergantung pada berbagai
factor seperti umur, gender, berat badan, aktifitas dan lain – lain.
3
Zat gizi mikro meliputi vitamin dan mineral. Vitamin merupakan zat organik
yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil agar tubuh dapat berfungsi normal.
Vitamin dikelompokkan menjadi vitamin larut lemak (vitamin A, D, Edan K) dan
vitamin larut air ( vitamin B kompleks dan vitamin C). Vitamin C (asam askorbat)
ditemukan pada buah dan sayuran. Kurangnya asupan buah dan sayuran dapat
menyebabkan asupan vitamin C ikut berkurang, yang mengakibatkan timbulnya
seperti scurvy.
Menurut Widaya Karya Pangan dan Gizi, (2004) Kategori Kecukupan tingkat
konsumsi Zat Gizi Mikro adalah dalam tabel berikut ini:
4
Vitamin C merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan tubuh
untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin tidak dapat
dihasilkan oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus
diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Vitamin C atau asam askorbat adalah
komponen penting dalam makanan karena berguna sebagai antioksidan dan memiliki
sifat farmakologis.
Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia,antara
lain dalam memproduksi sel darah merah. Sel ini sangat diperlukan untuk
mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Zat besi berperan sebagai pembawa
oksigen, bukan saja oksigen pernapasan menuju jaringan, tetapi juga dalam jaringan
atau dalam sel (Brock dan Mainou-Fowler 1986; King 2006). Zat besi bukan hanya
diperlukan dalam pembentukan darah, tetapi juga sebagai bagian dari beberapa
enzim hemoprotein (Dhur et al1989). Enzim ini memegang peran penting dalam
proses oksidasi-reduksi dalam sel. Sitokrom merupakan senyawa heme protein yang
bertindak sebagai agens dalam perpindahan elektron pada reaksi oksidasi-reduksi di
dalam sel. Zat besi adalah mineral makro, fungsi zat besi didalam setiap sel,
bekerjasama dengan rantai protein pengangkut elektron yang berperan dalam
langkah-langkah akhir metabolism energi. Protein-protein ini memindahkan
hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen.
Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan sampai remaja.
Defisiensi besi berpengaruh negative terhadap otak terutama pada reseptor saraf, jika
kepekaan reseptor saraf dapat berakibat hilangnya reseptor tersebut sehingga daya
konsentrasi dan daya ingat kurang serta kemampuan belajar terganggu.
(Almatsier,2002)
Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800 – 1000 mg untuk
mencukupi kebutuhan yang terdiri dari :
1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300 – 400 mg zat dan
mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan.
2. Janin membutuhkan zat besi 100 – 200 mg
3. Pertumbuhan plasenta membutuhkan zat besi 100 – 200 mg
4. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan.
Selama periode setelah melahirkan 0,5 – 1 mg besi perhari dibutuhkan untuk laktasi, 5
dengan demikian jika cadangan pada awalnya direduksi, maka pasien hamil dengan
mudah bisa mengalami kekurangan besi (Riswan,2003).
Menurut Almatsier, 2002. Asam folat merupakan salah satu vitamin B,
dibutuhkan untuk pembentukan sel baru termasuk sel syaraf dan darah merah. Setiap
orang membutuhkannya apalagi saat sedang hamil, asam folat sangat penting. Jika
seorang wanita yang akan hamil memiliki cukup asam folat di dalam tubuhnya, maka
jika dia hamil hal ini dapat mencegah terjadinya gangguan otak dan sumsum tulang
belakang pada janin, dan untuk mencegah gangguan yang dikenal dengan istilah
neural tube defects ini seorang wanita membutuhkan asam folat setiap hari mulai
sejak belum hamil. Defisiensi asam folat dapat menimbulkan peradangan pada lidah,
diare, murung, dan kebingungan, gangguan orientasi, kurang darah dan lain-lain.
Gangguan karena defisiensi asam folat sebelum hamil juga menimbulkan gagalnya
pembentukan syaraf, bibir sumbing, gangguan jantung dan kelainan saluran kemih.
Sedangkan defisiensi asam folat selama kehamilan dapat meningkatkan resiko
kelahiran lebih awal, BBLR, gangguan tumbuh kembang janin, berperan dalam
abortus spontan kehamilan seperti kerusakan plasenta dan bahkan tekanan darah
tinggi saat hamil. Asupan asam folat yang cukup, juga dapat melindungi janin dari
serangan penyakit yang diderita si ibu, pengaruh obat yang dikonsumsi dan
meminimalisasi pengaruh buruk asap rokok bagi ibu yang merokok atau sering berada
di lingkungan perokok saat hamil.
Ibu hamil kekurangan asam folat menyebabkan meningkatnya resiko anemia,
sehingga ibu mudah lelah letih, lesu dan pucat serta bisa menyebabkan keguguran.
Kebutuhan asam folat untuk ibu hamil dan usia subur sebanyak 400 mikrogram/hari
atau sama dengan 2 gelas susu. Mengkonsumsi asam folat tidak hanya ketika hamil,
tetapi sebelum hamil juga sangat dianjurkan. Asam folat juga sangat penting dalam
membantu pembelahan sel. Asam folat bisa mencegah anemia dan menurunkan resiko
terjadinya NTD (Neurel Tube Deffects) dan sebagai anti depresan.
Bahan makanan yang kaya dengan asam folat antara lain adalah sayur-sayuran
seperti bayam, asparagus, lobak cina, kacang-kacangan, kuning telur, hati dan ginjal.
6
2.2. Anemia pada Ibu Hamil
Menurut WHO (1992) anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin
lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan (Tarwoto,
dkk, 2007 : 30).
Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin
dibawah nilai normal. Pada penderita anemia lebih sering disebut dengan kurang darah,
kadar sel darah merah dibawah nilai normal (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 114).
Ibu hamil dikatakan anemia jika hemoglobin darahnya kurang dari 11gr%.
Bahaya anemia pada ibu hamil tidak saja berpengaruh terhadap keselamatan dirinya,
tetapi juga pada janin yang dikandungnya (Wibisono, Hermawan, dkk, 2009 : 101).
Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat besi.
Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk anemia pada kunjungan pertama
kehamilan. Bahkan, jika tidak mengalami anemia pada saat kunjungan pertama, masih
mungkin terjadi anemia pada kehamilan lanjutannya (Proverawati, 2011 : 129).
Anemia juga disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan yang mengandung
zat besi atau adanya gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh (Wibisono, Hermawan,
dkk, 2009 : 101).
Bila kadar Hb < 7gr% maka gejala dan tanda anemia akan jelas. Nilai ambang
batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil berdasarkan kriteria
WHO tahun 1972 ditetapkan 3 kategori yaitu:
a. Normal > 11gr%
b. Ringan 8-11gr%
c. Berat <8gr%
(Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 114)
Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah, pucat dan
mudah pingsan walaupun tekanan darah masih dalam batas normal (Feryanto,
Achmad, 2011 : 37).
Menurut Proverawati (2011) banyak gejala anemia selama kehamilan, meliputi:
a. Merasa lelah atau lemah
b. Kulit pucat progresif
c. Denyut jantung cepat
d. Sesak napas
e. Konsentrasi terganggu
7
Menurut Tarwoto,dkk, (2007:13) penyebab anemia secara umum adalah:
a. Kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya faktor
kemiskinan.
b. Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare.
c. Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak,
perdarahan akibat luka.
Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekuangan zat besi.
Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb. Oleh
karena itu disebut “Anemia Gizi Besi”.
Anemia gizi besi dapat terjadi karena hal-hal berikut ini:
a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi
kebutuhan.
b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.
c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
(Feryanto, Achmad, 2011 : 37-38)
Patofisiologi Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah
karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan
pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% pada trimester II
kehamilan dan maksimum terjadi pada pada bulan ke-9, menurun sedikit menjelang
aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 :
115).
Tubuh berada pada resiko tinggi untuk menjadi anemia selama kehamilan jika:
a. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan
b. Hamil dengan lebih dari satu anak
c. Sering mual dan muntah
d. Tidak mengkonsumsi cukup zat besi
e. Hamil saat masih remaja
f. Kehilangan banyak darah (misalnya dari cedera atau selama operasi)
(Proverawati, Atikah, 2011 : 134)
Pengaruh Zat besi terutama sangat diperlukan di trimester tiga kehamilan.
Wanita hamil cenderung terkena anemia pada trimester ketiga, karena pada masa ini
janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan
pertama sesudah lahir (Sinsin, Lis, 2008 : 65 ).
8
Tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga
menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup
mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil anemia meningkatkan frekuensi
komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Resiko kematian maternal, angka
prematuritas, berat badan bayi lahir rendah dan angka kematian prenatal meningkat.
Pengaruh anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga
terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (Abortus, partus prematurus), gangguan
proses persalinan (atonia uteri, partus lama), gangguan pada masa nifas (daya tahan
terhadap infeksi dan stress, produksi ASI rendah) dan gangguan pada janin (abortus,
mikrosomia, BBLR, kematian perinatal) (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 114-115).
2.3. Biskuit
Biskuit adalah produk panggang dalam bentuk potongan kecil dan mempunyai
tekstur atau konsistensi yang kering, renyah dan tekstur pori yang lebih rapat. Biskuit
meupakan produk yang berukuran tipis dengan kadar air relatif rendah (±5%),
adonannya digiling menjadi lembaran-lembaran tipis yang kemudian dipotong atau
dipanggang. Atau dapat dikatakan bahwa biskuit merupakan produk yang diproleh
dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan
lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang dizinkan
dengan kadar protein tidak boleh kurang dari 9% dan kadar air tidak boleh lebih dari
5% (Utami,1991).
Menurut Wallington (1993) biskuit adalah produk yang memiliki struktur dan
rupa yang tipis, memiliki rasa manis dan kadar air yang rendah. Sifat masing-masing
biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunkan, proporsi gula dan lemak, kondisi
dari bahan-bahan tersebut pada saaat ditambahkan dalam campuran, metode
pencampuran, penanganan adonan dan metode pamanggangan.
9
Secara umum menurut Faridi (1994) komposisi kimia biscuit setiap 100 gram
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3. Komposisi Zat Kimia Biskuit per 100 g Bahan
Kandungan Jumlah
Kalori (kkal) 458
Air (%) 2.2
Karbohidrat (%) 75.1
Protein (%) 6.9
Lemak (%) 14.4
Vit B1 (mg) 0.09
Besi (mg) 2.7
Kalium (mg) 62
Fosfor (mg) 87
Biskuit memiliki kadar air yang rendah dengan tingkat kekerasan, kerapuhan
dan kerenyahan yang bervariasi. Perbedaan kadar air yang terdapat pada biskuit akan
memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit. Tektur pada bikuit dikatakan rapuh
bila dapat dipatahkan dengan mudah tanpa didahului oleh adanya perubahan bentuk
saat diberi tekanan (Anonymousa, 2002).
Berdasarkan jenisnya, produk biskuit dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu
biskuit manis dan biskuit asin. Biskuit manis atau disebut juga biskuit keras
merupakan jenis biskuit dengan rasa manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk
pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar
lemak tinggi atau rendah. Sedangkan biskuit asin atau disebut juga kreker merupakan
jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi atau
pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan relatif renyah, serta bila
dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-lapis (Anonymousb, 2006).
10
2.3.1. SNI Biskuit
Tabel 4. Syarat Mutu Biskuit
2.4. Kelor
Pohon kelor adalah salah satu tanaman yang paling luar biasa yang pernah
ditemukan. Hal ini mungkin terdengar sensasional, kelor terbukti secara ilmiah
merupakan sumber gizi berkhasiat obat yang kandungannya diluar kebiasaan
kandungan tanaman pada umumnya. Sehingga kelor diyakini memiliki potensi untuk
mengakhiri kekurangan gizi, kelaparan, serta mencegah dan menyembuhkan berbagai
penyakit di seluruh dunia.
Andrew Young, mantan Walikota Atlanta dan Duta Besar Amerika,
menyebutkan: “Moringa shows great promise as a tool to help overcome some of the
most severe problems in developing world-malnutrition, deforestation, impure water
and proverty. The tree does best in the dry regions where these problem a worst.”
Pada tahun 1999, adalah Fuglie LJ yang pertama kali mempublikasikan hasil
penelitiannya yang mengejutkan dunia tentang kandungan nutrisi Kelor dan tertuang
dalam buku “The Miracle Tree: Moringa oleifera: Natural Nutrition for the Tropics”
(Church World Service, Dakar. 68 pp.;). Buku yang memicu gelombang penelitian
ilmiah lanjutan tentang Kelor ini, kemudian direvisi tahun 2001 dan dipublikasikan
kembali dalam judul : “The Miracle Tree: The Multiple Attributes of Moringa”.
Menurut hasil penelitiannya, daun Kelor ternyata mengandung vitamin A,
vitamin C, Vit B, kalsium, kalium, besi, dan protein, dalam jumlah sangat tinggi yang
mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia. Bahkan, seperti tampak pada
Gambar 1. Perbandingan Nutrisi Daun Kelor Segar dan Serbuk, dengan beberapa
sumber nutrisi lainnya, jumlahnya berlipat-lipat dari sumber makanan yang selama ini
digunakan sebagai sumber nutrisi untuk perbaikan gizi di banyak belahan negara.
Tidak hanya itu, Kelor pun diketahui mengandung lebih dari 40 antioksidan. Kelor 11
dilaporkan mengandung 539 senyawa yang dikenal dalam pengobatan tradisional
Afrika dan India (Ayurvedic) serta telah digunakan dalam pengobatan tradisional
untuk mencegah lebih dari 300 penyakit.
Gambar 1: Perbandingan Nutrisi Daun Kelor Segar dan Serbuk, dengan beberapa sumber nutrisi
lainnya. (Diolah dari : Fuglie LJ (1999) The Miracle Tree: Moringa oleifera: Natural Nutrition for the
Tropics. Church World Service, Dakar. 68 pp.; revised in 2001 and published as The Miracle Tree:
The Multiple Attributes of Moringa, 172 pp.)
Tahun 2006, Wiley InterScience mempublikasikan artikel berjudul “Moringa
oleifera: A Food Plant with Multiple Medicinal Uses”. Artikel tersebut merupakan
ulasan tentang penggunaan bagian-bagian tanaman kelor sebagai obat penyembuh.
Disebutkan, berbagai bagian dari tanaman Kelor berisi mineral penting dan merupakan
sumber protein yang baik, vitamin, β-karoten, asam amino fenolat dan berbagai asam
amino essensial lainnya. Kelor menyediakan kombinasi yang kaya dan langka dari
zeatin, quercetin, β - sitosterol, asam caffeoylquinic dan kaempferol.
Selain memiliki kekuatan sebagai pemurni air yang efektif dan nilai gizi yang tinggi.
Kelor sangat penting untuk pengobatan alami. Berbagai bagian dari tanaman
Kelor seperti daun, akar, biji, kulit kayu, buah, bunga dan polong dewasa, bertindak
sebagai stimulan jantung dan peredaran darah, memiliki anti-tumor, anti-piretik, anti-
epilepsi, anti-inflamasi, anti-ulcer, anti-spasmodic, diuretik, anti-hipertensi,
menurunkan kolesterol, antioksidan, anti-diabetik, hepatoprotektif, anti-bakteri dan
anti-jamur. Saat ini Kelor sedang diteliti untuk digunakan dalam pengobatan berbagai
penyakit dalam sistem kedokteran, khususnya di Asia Selatan. Kelor memang
merupakan Tanaman Ajaib anugrah Tuhan untuk umat manusia.
12
Salah satu hal yang membuat Kelor menjadi perhatian dunia dan memberikan
harapan sebagai tanaman sumber nutrisi yang dapat menyelamatkan jutaan manusia
dari kekurangan gizi, adalah Kelor kaya serta padat dengan kandungan nutrisi dan
senyawa yang dibutuhkan tubuh untuk menjadi bugar. Seluruh bagian tanaman Kelor
dapat dimanfaatkan untuk penyembuhan, menjaga dan meningkatkan kualitas
kesehatan manusia dan terutama sumber asupan gizi keluarga. Bahkan, kandungan
Kelor diketahui berkali lipat dibandingkan bahan makanan sumber nutrisi lainnya.
Kandungan senyawa Kelor telah diteliti dan dilaporkan oleh While Gopalan, el
al., dan dipublikasikan dalam All Thing Moringa (2010). Senyawa tersebut meliputi
Nutrisi, Mineral, Vitamin dan Asam Amino. Menurut penelitiannya, kandungan
senyawa dari Kelor dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar dan Serbuk Daun Kelor
13
2.5. Labu Kuning
Labu kuning juga dikenal kaya akan karotenoid yang berfungsi sebagai
antioksidan. Beta karoten merupakan salah satu jenis karotenoid, disamping
mempunyai aktivitas biologis sebagai provitamin-A, juga dapat berperan sebagai
antioksidan yang efektif pada konsentrasi oksigen rendah (Sinaga,2011).
Penelitian Kandlakunta, et al.(2008), menyatakan bahwa kandungan beta
karoten pada labu kuning sebesar 1,18mg/100 g.Manfaat lain labu kuning adalah
mengobati demam, migrain, diare, penyakit ginjal, serta membantu menyembuhkan
radang.
Tabel 6. Komposisi Zat Gizi Tepung Labu Kuning Segar per 100 Gram Bahan
Pembuatan Tepung Labu Kuning
Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil
panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti umbi-
umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi,
sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam
distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung
merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena
lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat
gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis.
Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air relatif sedikit dan ramah
14
lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati (http://www.suaramedia.com,
2010).
Tahapan pembuatan tepung dari buah labu kuning sebagai berikut: Labu
kuning harus dipilih yang mengkal, yaitu buah sudah tua tetapi belum masak
optimum. Buah dipanen kira-kira 5-10 hari lebih awal dari umur panen semestinya.
Buah yang masak optimum tidak sesuai dibuat tepung karena kadar airnya tinggi,
daging buahnya lembek, serta kadar patinya rendah. Setelah dikupas kulitnya, labu
dibelah-belah dan dilakukan pemblansiran, yaitu perlakuan dengan uap panas selama
5-10 menit. Dalam skala rumah tangga, tahapan ini dapat dilakukan seperti mengukus
nasi tetapi tidak perlu ditutup. Selanjutnya labu dirajang dengan ketebalan 0,1-0,3 cm.
Hasil perajangan tersebut dinamakan sawut. Pengeringan sawut dilakukan sampai
diperoleh kadar air sekitar 14 persen.
Agar lebih efisien, penepungan sawut dilakukan dalam dua tahapan, yaitu
penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan
penggilingan/penepungan menggunakan saringan lebih halus (80 mesh). Penggilingan
sawut kering menjadi tepung labu kuning dapat menggunakan mesin penepung beras.
Tepung Labu Kuning
Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60
mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning, kadar air +13%. Kondisi
fisik tepung labu kuning ini sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan dasar dan suhu
pengeringan yang digunakan. Semakin tua labu kuning, semakin tinggi kandungan
gulanya. Oleh karena kandungan gula labu kuning yang tinggi ini, apabila suhu yang
digunakan pada proses pengeringan terlalu tinggi, tepung yang dihasilkan akan
bergumpal dan berbau karamel (Hendrasty, 2003).
Kualitas tepung labu kuning ditentukan oleh komponen penyusunnya yang
menentukan sifat fungsional adonan maupun produk tepung yang dihasilkan serta
suspensinya dalam air. Protein tepung labu kuning mengandung protein jenis gluten
yang cukup tinggi sehingga mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif
dan elastis. Sifat ini akan berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk
makanan lain yang memerlukan pengembangan volume. Tepung labu kuning
mempunyai kualitas tepung yang baik karena mempunyai sifat gelatinisasi yang baik,
15
sehingga akan dapat membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas
maupun elastisitas yang baik, sehingga roti yang dihasilkan, akan berkualitas baik
pula. Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi. Karbohidrat ini sangat
berperan dalam pembuatan adonan pati. Granula pati akan melekat pada protein
selama pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati dan protein akan
menimbulkan kontinuitas struktur adonan (Hendrasty, 2003).
Adapun enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah amylase,
protease, lipase dan oksidase. Enzim amylase akan menghidrolisis pati menjadi
maltosa dan dekstrin, sedangkan enzim protease berperan dalam pemecahan protein
sehingga akan mempengaruhi elastisitas gluten (Sufi, 1999).
Tepung labu kuning mengandung 77,65% karbohidrat, 0,08 % lemak, 5,04 %
protein, 11,14 % air, 5,89 % abu. Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan protein
tepung labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan tepung pisang, tepung sukun,
tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar.
2.6. Mutu Organoleptik
Pengujian sensori atau pengujian dengan indra atau dikenal juga
dengan pengujian organoleptik sudah sejak manusia mulai menggunakan inderanya
untuk menilai kualitas dan keamanan suatu makanan dan minuman. Barang yang
direspon secara positif oleh indera manusia karena menghasilkan kesan subjektif yang
menyenangkan dan memuaskan harapan konsumen disebut memiliki kualitas sensori
yang tinggi. Pengujian sensori mengedepankan metode ilmiah untuk menjelaskan
fenomena sensori. Analisi sensori adalah disiplin ilmu yang membutuhkan
standarisasi dan pengedalian yang tepat pada setiap tahap persiapan, pengukuran
respon, analisis data dan interpretasi hasil. Oleh karenanya dibutuhkan pencatatan dan
dokumentasi yang cermat. Panelis adalah orang atau sekelompok orang yang menilai
dan memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji. Analisis sensoriadalah suatu
proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi atribut-atribut produk
melalui lima panca indra manusia: indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba,
dan pendengaran. Analisis sensori juga melibatkan suatu pengukuran, yang dapat
bersifat kuantitatif ataupun kualitatif.
Uji kesukaan atau penerimaan (preference or hedonic test) bertujuan
mengidentifikasi tingkat kesukaan dan penerimaan suatu produk. Uji afeksi
16
(penerimaan dan kesukaan) bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan pada suatu
produk yang dapat dikenali oleh konsumen dan berpengaruh terhadap kesukaan dan
penerimaan. Uji ini bergantung pada batas antara analisa sensori dengan riset
konsumen serta memiliki metode kriteria rekrutmen panel yang berbeda dari uji
pembedaan dan uji deskripsi (Setyaningsih, 2010).
Uji organoleptik terhadap suatu makanan adalah penilaian dengan
menggunakan alat indera, yaitu penglihatan, pengecap, pembau, dan pendengar.
Adapun hasil uji organoleptik pada produk bakasang yang akan dinilai meliputi uji
penampakan, bau, rasa dan tektur. Penampakan merupakan parameter oganoleptik
yang penting karena merupakan sifat sensoris pertama dilihat oleh konsumen. Pada
umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan menarik. Bau
merupakan daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk suatu
makanan. Dalam hal ini bau lebih banyak dipengaruhi oleh indra pencium. Umumnya
bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran dari
4 macam bau yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Rasa merupakan faktor penentu
daya terima konsumen terhadap produk pangan. Faktor rasa memegang peranan
penting dalam pemilihan produk oleh konsumen. Rasa merupakan respon lidah
terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan. Pengindraan rasa terbagi
menjadi empat rasa, yaitu manis, asin, pahit, dan asam. Konsumen akan memutuskan
menerima atau menolak produk dengan empat rasa tersebut. Tekstur merupakan
segala hal yang berhubungan dengan mekanik, rasa, sentuhan, penglihatan dan
pendengaran yang meliputi penilaian terhadap kebasahan, kering, keras, halus, kasar,
dan berminyak. Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan menggunakan jari,
gigi, dan langit-langit. Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan,
keempukan dan mudah dikunyah (Purwaningsih, 2011).
Dalam pengujian ranking panelis diminta untuk mengurutkan intensitas sifat
yang dinilai. Uji ranking dapat digunakan untuk mengurutkan intensitas, mutu atau
kesukaan konsumen, dalam rangka memilih yang terbaik atau menghilangkan yang
terjelek. Pada uji ranking ini digunakan panelis terlatih (untuk uji ranking pembedaan)
atau digunakan panelis tak terlatih (untuk uji ranking kesukaan). Untuk uji ranking
pembedaan mula-mula dilakukan seleksi dan latihan panelis, sedang untuk uji ranking
17
kesukaan panelis diambil yang tidak terlatih. Selanjutnya, kepada panelis disajiakan
sampel-sampel yang akan dinilai dengan dilengkapi kuesioner (Kartika, 2010).
Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi tiga langkah yaitu
persiapan, tabulasi, dan penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian. Kegiatan
dalam langkah-langkah persiapan antara lain, mengecek nama dan kelengkapan
identitas pengisi, mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrumen
pengumpulan data (termasuk pula kelengkapan lembaran instrumen barangkali ada
yang terlepas atau sobek), mengecek macam isian data. Beberapa hal yangtermasuk
dalam kegiatan tabulasi antara lain memberikan skor (scoring) terhadap item-item
yang perlu diberikan skor, memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberikan
skor, mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasikan dengan teknik analisa
yang akan digunakan, serta memberikan kode (coding) dalam hubungan dengan
pengolahan data jika akan menggunakan komputer (Arikunto,1993).
Proses perhitungan frekuensi yang terbilang di dalam masing-masing kategori
disebut tabulasi. Oleh karena itu hasil perhitungan demikian hampir selalu disajikan
dalam bentuk tabel, maka istilah tabulasi sering diartikan sebagai proses penyusunan
data ke dalam bentuk tabel. Tabulasi (dalam arti menyusun data ke dalam bentuk
tabel) merupakan tahap lanjutan dalam rangkaian proses analisa data. Dengan tabulasi
data lapangan akan segera tampak ringkas dan tersusun ke dalam suatu tabel yang
baik, data dapat dibaca degan mudah dan maknanya akan mudah dipahami
(Sumarsono, 2004).
Evaluasi sensori merupakan analisis yang menggunakan manusia sebagai
instrument. Salah satu uji sensori yang digunakan meluas adalah uji afektif secara
kuantitatif. Uji afektif bertujuan untuk menilai respon pribadi (kesukaan atau
penerimaan) dari produk tertentu, atau karakteristik produk spesifik tertentu. Uji
afektif kuantitatif dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu uji pemilihan/preferensi
(preference)dan uji penerimaan (acceptance) berarti mengukur tingkat kesukaan
terhadap suatu produk semetara uji preferensi menunjukan ekspresi dipilihnya satu
produk yang menonjol dibandingkna dengan produk lain (Silvana, 2010).
Uji organoleptik (metode hedonik) dilakukan untuk menentukantingkat
kesukaan atau penerimaan panelis produk untuk dikeringkanmanisan tomat. Tes ini
18
dilakukan terhadap warna, rasa dan aroma.Panelis terdiri dari 15 orang, kriteria yang
diukur tingkat preference dari hasil analisis kimia kuantitatif. Data yang diperoleh
dari setiap perlakuan. Data dalam bentuk jumlah air, kadar kandungan abu dan isi
vitamin C. Para panelis uji organoleptik menemukan jumlah data adalah
tingkat preferensi rasa, warna dan aroma, tekstur hasil tes dengan menggunakan data
yang diperoleh baik penerometer besarnya tingkatkekerasan dan kelembutan.
(Buntaran, 2009).
Flavor merupakan salah satu atribut bahan pangan atau produk pangan yang
berperan penting dalam penerimaan atau penolakan suatu makanan atau minuman
oleh konsumen. Aroma dari suatu bahan dapat ditimbulkan oleh satu atau beberapa
komponen yang merupakan karakteristik aroma bahan pangan tersebut, sedangkan
komponen lainnya hanya memberikan nuansa terhadap keseluruhan flavor. Dengan
demikian, identifikasi character impact compound perlu dilakukan untuk mengetahui
pentingnya peranan suatu komponen atau beberapa komponen terhadap flavor yang
ditimbulkan oleh suatu bahan pangan (Apriyantono, 2004).
Terdapat dua metode evaluasi sensori yang umum digunakan untuk analisa
oragnoleptik (warna, rasa dam aroma) pada bubuk coklat, yaitu uji kesukaan
(preference test) ataupun uji triangle. Uji kesukaan dilakukan dengan tujuan
menentukan produk yang paling disukai dan biasanya dilakukan oleh panelis umum,
baik yang sudah terlatih maupun belum terlatih. Sedangkan uji triangle dilakukan
apabila akan ditentukan penggantian jenis produk dengan tujuan produk pengganti
tidak berbeda signifikan dengan produk standar, biasanya dilakukan oleh panelis yang
sudah terlatih (Wahyudi, 2008).
Evaluasi inderawi dilakukan oleh sebuah panel yang dipilih secara acak dari
16 anggota yang dinilai sampel dalam hal penampilan, konsistensi aroma, dan rasa.
Skor didasarkan pada skala sembilan poin hedonis dimana 1 adalah sangat menyukai
dan 9 adalah seperti sangat. Rata-rata nilai yang diterima dari diet masing-masing
untuk setiap sensorik atribut dibandingkan dengan menggunakan t-test (Samuel,
2006).
Metodologi profil sensori merupakan dasar dari analisis deskriptif kuantitatif,
mendefinisikan sebuah produk dengan jumlah minimal kata dan dengan efisiensi
19
maksimum, menggunakan lembar mencicipi yang tepat, yang dapat direproduksi dan
dipahami oleh semua. Profil tekstur untuk varietas kacang yang berbeda yang
merupakan ciri khas dari pasar Spanyol dilakukan. Kondisi optimum untuk sampel
dan kartu mencicipi didirikan, dan panel dilatih. Hasil tekstur profil menunjukkan
perbedaan yang signifikan antara varietas dan bahkan di antara asal-usul yang berbeda
untuk varietas yang sama (Calvo, 1999).
Uji duncan atau juga dikenal sengan istilah Duncan Multipel Range Test
(DMRT) memiliki nilai kritis yang tidak tunggal tetapi mengikutri urutan rata-rata
yang dibandingkan. Nilai kritis uji duncan dinyatakan dalam nilai least significant
range. Uji duncan digunakan untuk menguji perbedaan di antara semua pasangan
perlakuan yang ada dari percobaan tersebut, serta masih dapat mempertahankan
tingkat signifikasi yang ditetapkan (Santoso, 2005).
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode
eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah biskuit moringa oleifera yang telah
dibuat. Sedangkan sampel yang ditarik dari populasi penelitian adalah unit observasi
yaitu olahan produk biskuit moringa oleifera sebagai unit eksperimen, unit analisis
kandungan zat gizi makro dan mikro pada produk biskuit moringa oleifera yang
dibuat.
Besar sampel dalam penelitian ini didasarkan pada formula produk biskuit
moringa oleifera. Penarikan sampel pada penelitian ini dilakukan adalah uji
organoleptik dengan metode test hedonik pada produk biskuit moringa oleifera yang
telah dibuat.
Tabel 7. Formulasi Biskuit dengan Subtitusi Tepung Daun Kelor dan Tepung Labu
Kuning
Taraf Perlakuan
(t.terigu : t.kelor : t.labu kuning)
Replikasi
1 2 3
P0 (100 : 0 : 0) X11 X12 X13
P1 (75 : 15 : 10) X21 X22 X23
P2 (50 : 25 :25) X31 X32 X33
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1. Tempat
Penelitian ini di laksanakan di laboratorium Ilmu Pangan Jurusan Gizi
Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.
3.2.2. Waktu
Penelitian ini dilakukan pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 19 Juni 2015
21
3.3 Alat dan Bahan
3.3.1. Alat :
Pisau 3 buah
Mixer 1 buah
Talenan 3 buah
Sendok 3 buah
Ayakan tepung 100 mash 1buah
Timbangan 100g 1 buah
Baskom 2 buah
Blender 1 buah
Cetakan 5 buah
Pengaduk 3 buah
Rolling pin 1 buah
Loyang 4 buah
Nampan 1 buah
Oven 1 buah
3.3.2. Bahan:
600 g mentega
300 g gula halus
6 btr telur
600 g tepung terigu
50 g susu skim bubuk
500 g kelor
500 g labu kuning
22
Tabel 8. Komposisi dan Formulasi Bahan Biskuit dengan Subtitusi Tepung Daun Kelor
dan Tepung Labu Kuning dalam Satu Resep
Tabel 9. Kandungan Zat Gizi pada Biskuit dengan Subtitusi Tepung Daun Kelor dan
Tepung Labu Kuning dalam Satu Resep
Kandungan GiziTaraf Perlakuan
P0 (100:0:0) P1 (75:15:10) P2 (50:25:25)
Energi (Kkal) 2707,7 2530,7 2370,2
Karbohidrat (g) 256,1 228,7 200,8
Protein (g) 35,3 36,8 37,3
Lemak (g) 173,9 174,1 174,3
Fe (mg) 3,9 11,8 17
Vitamin C (mg) 0,5 7,2 13,6
23
Bahan P0 (100:0:0) P1 (75:15:10) P2(50:25:25)
Tepung Terigu (g) 200 150 100
Tepung Kelor (g) 0 30 50
Tepung Labu Kuning (g) 0 20 50
Mentega (g) 200 200 200
Gula Halus (g) 100 100 100
Telur (g) 100 100 100
Susu Skim Bubuk (g) 50 50 50
Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa adanya peningkatan zat gizi
(protein, lemak, Fe, dan Vitamin C) pada taraf perlakuan yang berbeda. Pada taraf
perlakuan antara P0 dan P1 adanya peningkatan zat gizi (protein = 9,2 %, lemak =
0,3%, Fe = 269,5%, vitamin c = 1433,1%) dan untuk taraf perlakuan antara P1 dan P2
adanya peningkatan zat gizi (protein = 2,7%, lemak = 0,3%, Fe = 74,6, vitamin c =
135,9).
3.4. Prosedur
24
3.5. Prosedur Pengumpulan Data
Cara penilaian :
25
Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode hedonik (skala
verbal) dimana panelis diminta untuk membedakan tingkat kesukaannya melalui
berbagai istilah yang telah dicantumkan dalam formulir penilaian pada lampiran 2 .
Dengan jumlah panelis agak terlatih sebanyak 20 orang dari mahasiswa
Jurusan Gizi D-IV Tingkat 2 Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang dengan
Kriteria sebagai berikut :
- Bersedia menjadi panelis.
- Dalam keadaan sehat.
- Tidak mempunyai pantangan terhadap sampel.
- Tidak dalam keadaan lapar atau kenyang.
- Tidak merokok.
Panelis diminta untuk mengisi formulir penilaian organoleptik (formulir penilaian
organoleptik “Uji Mutu Hedonik”).
Cara Analisis data :
Hasil uji mutu hedonik ditabulasi menurut parameter mutu organoleptik yang
diuji (Aroma, Rasa, Warna dan Kerenyahan).
Melakukan analisis statistik menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
yang diuji dengan Friedman Test.
DAFTAR PUSTAKA
26
Depkes.2007. Laporan Nasional Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia
Arisman. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC
Winarti S. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Putra, Ngarah Pratama.2012. Makalah Biskuit
(THPUB).http//www.pratamaputra37.blogspot.com/2012/06/makalah-biskuit-thp-
ub.html. diakses pada 9 juni 2015
Anonim.2013.Anemia pada Ibu Hamil.http//blogspot.com/2013/03/anemia-pada-ibu-
hamil_7.html.diakses pada 10 juni 2015.
Arnolfredo.2014.Laporan Uji Sensoris Uji Kesukaan.
http://arnolfredo.blogspot.com/2014/12/laporan-uji-sensoris-uji-
kesukaan.html.Diakses pada tanggal 11 juni 2015
Lampiran 1
27
Resep Biskuit
(Menghasilkan 10 porsi = 400 g = 20 keping)
Bahan :
200 g mentega
100 g gula halus
2 btr telur
200 g tepung terigu
50 g susu skim bubuk
Cara membuat :
1. Campur tepung terigu dan susu, kemudian di ayak.
2. Kocok mentega dan gula halus hingga putih, masukkan telur satu per satu, aduk rata.
Kemudian masukkan campuran tepung sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga rata.
3. Masukkan adonan kedalam plastik segitiga, gunting bagian ujung plastik. Spuitkan
adonan kedalam loyang lainnya, aduk rata.
4. Panggang dalam oven dengan suhu 170C selama 25 menit hingga matang, angkat.
Nilai gizi per porsi :
Energi : 290,5 kal
Protein : 5,4 g
Lemak : 17,7 g
Karbohidrat : 28 g
Lampiran 2
Formulir Penilaian Organoleptik “Uji Mutu Hedonik”
28
UJI MUTU HEDONIK
Nama : ……………………………..
Tanggal uji : ……………………………..
Contoh : biscuit dengan subtitusi tepung daun kelor dan tepung labu
kuning
Kriteria mutu yang dinilai : Aroma, Rasa, Warna dan Kerenyahan
Instruksi :
Dihadapan saudara disajikan 3 buah contoh “Biskuit dengan subtitusi tepung daun kelor dan
labu kuning”. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap aroma, rasa, warna, dan
kerenyahan dengan menggunakan skala penilaian sebagai berikut :
1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Suka
4 = Sangat suka
Kode ContohKriteria Penilaian
Aroma Rasa Warna Kerenyahan
604
921
171
Lampiran 3.
Daftar Nama Panelis
29
No Nama Kelompok
1 Lensi Merrilin C 1
2 Afrizal Ikhsanul F 1
3 Nurul Aisyah 1
4 Febry Ayu R 1
5 Nur Ayu Arianti 1
6 Rosita A 2
7 Inmas Maula Agistin 2
8 Eviful Dewi R 2
9 Nafilah Putri P 2
10 Devi Rachma 2
11 Rofi’ah Nugraheni 3
12 Ryda Eka R.P 3
13 Ummul Fadilah R 3
14 Firda Lidya 3
15 Agustina Sri 3
16 Reizita Hariani 4
17 Wildanny Nur M 4
18 A’idah hasna’ul F 4
19 Eka dessy P 4
20 Shofi Naqiyyah A 4
30
31