43
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah gizi yang dialami oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah anemia. Anemia merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia, perkiraan prevalensi anemia secara global adalah sekitar 51%. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi anemia gizi pada ibu hamil di Indonesia sebesar 33,8%, sedangkan anemia di Sulawesi Selatan sebesar 46,7%. Dan pada tahun 2010 data Riskesdas tidak ditemukan data mengenai prevalensi anemia pada ibu hamil yang realible. Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara sedang berkembang, dibanding Negara yang sudah maju. 36% atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800 juta orang di Negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di Negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 12 juta orang. Bahan makanan yang mengandung zat besi tinggi salah satunya adalah tanaman kelor. Tanaman kelor (Moringa oleifera) yang dikenal dengan nama murong atau barunggai. Daunnya berwarna hijau pucat menyirip ganda dengan anak daun menyirip ganjil dan helaian daunnya bulat telur. Biskuit adalah produk panggang dalam bentuk potongan kecil dan mempunyai tekstur atau konsistensi yang kering, 1

biskuit daun kelor

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: biskuit daun kelor

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Masalah gizi yang dialami oleh masyarakat Indonesia salah satunya adalah

anemia. Anemia merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti

lebih dari 600 juta manusia, perkiraan prevalensi anemia secara global adalah sekitar

51%. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi anemia gizi

pada ibu hamil di Indonesia sebesar 33,8%, sedangkan anemia di Sulawesi Selatan

sebesar 46,7%. Dan pada tahun 2010 data Riskesdas tidak ditemukan data mengenai

prevalensi anemia pada ibu hamil yang realible. Anemia defisiensi zat besi lebih

cenderung berlangsung di negara sedang berkembang, dibanding Negara yang sudah

maju. 36% atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800 juta orang di

Negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di

Negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi

12 juta orang.

Bahan makanan yang mengandung zat besi tinggi salah satunya adalah tanaman

kelor. Tanaman kelor (Moringa oleifera) yang dikenal dengan nama murong atau

barunggai. Daunnya berwarna hijau pucat menyirip ganda dengan anak daun

menyirip ganjil dan helaian daunnya bulat telur.

Biskuit adalah produk panggang dalam bentuk potongan kecil dan mempunyai

tekstur atau konsistensi yang kering, renyah, dan tekstur yang lebih rapat. Sedangkan

menurut Wallington (1993) biskuit adalah produk yang memiliki struktur dan rupa

yang tipis, memiliki rasa yang manis dan kadar air yang rendah. Sifat masing-masing

biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunakan, proporsi gula, dan lemak,

kondisi dari bahan – bahan tersebut pada saat ditambahkan dalam campuran, metode

pencampuran penanganan adonan dan metode pemanggangan.

Dari berbagai data dan informasi yang telah disampaikan sebelumnya, maka

dipandang perlu untuk melakukan penelitian mengenai analisis zat gizi makro dan

mikro pada produk biskuit Moringa oleifera kaya zat besi.

1

Page 2: biskuit daun kelor

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Mengetahui perubahan nilai gizi (Fe) dan organoleptik setelah

penambahan tebung labu kuning dan tepung daun kelor pada produk

biskuit

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui Mutu Organoleptik biscuit dengan subtitusi tepung

kelor dan tepung labu kuning.

2. Mengetahui kadar zat besi yang terkandung dalam biscuit dengan

subtitusi tepung daun kelor dan tepung labu kuning.

1.3. Manfaat

1. Meningkatkan kadar zat besi pada produk guna menanggulangi anemia

2. Menggurangi angka penderita anemia melalui olahan produk makanan

dari kelor salah satunya yaitu biskuit

2

Page 3: biskuit daun kelor

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil

Gizi selama kehamilan adalah salah satu faktor penting dalam menentukan

pertumbuhan janin. Dampaknya adalah berat badan lahir, status nutrisi dari ibu yang

sedang hamil juga mempengaruhi angka kematian prenatal, keadaan kesehatan

neonatal, dan pertumbuhan bayi setelah kelahiran.

Kehamilan adalah suatu keadaan yang istimewa bagi seorang wanita sebagai

calon ibu, karena pada masa kehamilan akan terjadi perubahan fisik yang

mempengaruhi kehidupannya. Pola makan dan gaya hidup sehat dapat membantu

pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim ibu (Proverawati, 2009).

Kebutuhan gizi pada ibu hamil menyebabkan meningkatnya metabolisme

energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya meningkat selama kehamilan.

Peningkatan enegi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan

perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi

dan metabolisme tubuh ibu sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat

hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna. Bagi ibu hamil, pada

dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan dibandingkan kebutuhan normalnya

wanita, namun yang seringkali menjadi kekurangan adalah energi protein dan

beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium (Nasution, 1988).

Menurut S Sayoga (2007) gizi yang baik sangat dibutuhkan bagi seorang ibu

hamil. Makanan yang dikonsumsi ibu bukanlah untuk ibu sendiri tetapi dikonsumsi

pula oleh sang bayi. Sehingga seorang ibu hamil wajib memperhatikan kebutuhan

gizinya. 3 bulan pertama kehamilan, asupan energy tidak perlu ditingkatkan bila

seorang ibu hamil mengkonsumsi makanan bergizi. Sedangkan 2 trimester akhir,

tubuh ibu hamil membutuhkan tambahan 300 kalori per hari dibanding sebelum

hamil, sedang asupan protein 60 gram sehari, yaitu 20 – 36 % lebih tinggi dari

kebutuhan normal. Kebutuhan akan energi dan zat – zat bergantung pada berbagai

factor seperti umur, gender, berat badan, aktifitas dan lain – lain.

3

Page 4: biskuit daun kelor

Zat gizi mikro meliputi vitamin dan mineral. Vitamin merupakan zat organik

yang diperlukan oleh tubuh dalam jumlah kecil agar tubuh dapat berfungsi normal.

Vitamin dikelompokkan menjadi vitamin larut lemak (vitamin A, D, Edan K) dan

vitamin larut air ( vitamin B kompleks dan vitamin C). Vitamin C (asam askorbat)

ditemukan pada buah dan sayuran. Kurangnya asupan buah dan sayuran dapat

menyebabkan asupan vitamin C ikut berkurang, yang mengakibatkan timbulnya

seperti scurvy.

Menurut Widaya Karya Pangan dan Gizi, (2004) Kategori Kecukupan tingkat

konsumsi Zat Gizi Mikro adalah dalam tabel berikut ini:

4

Page 5: biskuit daun kelor

Vitamin C merupakan suatu molekul organik yang sangat diperlukan tubuh

untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal. Vitamin tidak dapat

dihasilkan oleh tubuh manusia dalam jumlah yang cukup, oleh karena itu harus

diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Vitamin C atau asam askorbat adalah

komponen penting dalam makanan karena berguna sebagai antioksidan dan memiliki

sifat farmakologis.

Zat besi dalam tubuh berperan penting dalam berbagai reaksi biokimia,antara

lain dalam memproduksi sel darah merah. Sel ini sangat diperlukan untuk

mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Zat besi berperan sebagai pembawa

oksigen, bukan saja oksigen pernapasan menuju jaringan, tetapi juga dalam jaringan

atau dalam sel (Brock dan Mainou-Fowler 1986; King 2006). Zat besi bukan hanya

diperlukan dalam pembentukan darah, tetapi juga sebagai bagian dari beberapa

enzim hemoprotein (Dhur et al1989). Enzim ini memegang peran penting dalam

proses oksidasi-reduksi dalam sel. Sitokrom merupakan senyawa heme protein yang

bertindak sebagai agens dalam perpindahan elektron pada reaksi oksidasi-reduksi di

dalam sel. Zat besi adalah mineral makro, fungsi zat besi didalam setiap sel,

bekerjasama dengan rantai protein pengangkut elektron yang berperan dalam

langkah-langkah akhir metabolism energi. Protein-protein ini memindahkan

hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen.

Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan sampai remaja.

Defisiensi besi berpengaruh negative terhadap otak terutama pada reseptor saraf, jika

kepekaan reseptor saraf dapat berakibat hilangnya reseptor tersebut sehingga daya

konsentrasi dan daya ingat kurang serta kemampuan belajar terganggu.

(Almatsier,2002)

Kehamilan membutuhkan tambahan zat besi sekitar 800 – 1000 mg untuk

mencukupi kebutuhan yang terdiri dari :

1. Terjadinya peningkatan sel darah merah membutuhkan 300 – 400 mg zat dan

mencapai puncak pada 32 minggu kehamilan.

2. Janin membutuhkan zat besi 100 – 200 mg

3. Pertumbuhan plasenta membutuhkan zat besi 100 – 200 mg

4. Sekitar 190 mg hilang selama melahirkan.

Selama periode setelah melahirkan 0,5 – 1 mg besi perhari dibutuhkan untuk laktasi, 5

Page 6: biskuit daun kelor

dengan demikian jika cadangan pada awalnya direduksi, maka pasien hamil dengan

mudah bisa mengalami kekurangan besi (Riswan,2003).

Menurut Almatsier, 2002. Asam folat merupakan salah satu vitamin B,

dibutuhkan untuk pembentukan sel baru termasuk sel syaraf dan darah merah. Setiap

orang membutuhkannya apalagi saat sedang hamil, asam folat sangat penting. Jika

seorang wanita yang akan hamil memiliki cukup asam folat di dalam tubuhnya, maka

jika dia hamil hal ini dapat mencegah terjadinya gangguan otak dan sumsum tulang

belakang pada janin, dan untuk mencegah gangguan yang dikenal dengan istilah

neural tube defects ini seorang wanita membutuhkan asam folat setiap hari mulai

sejak belum hamil. Defisiensi asam folat dapat menimbulkan peradangan pada lidah,

diare, murung, dan kebingungan, gangguan orientasi, kurang darah dan lain-lain.

Gangguan karena defisiensi asam folat sebelum hamil juga menimbulkan gagalnya

pembentukan syaraf, bibir sumbing, gangguan jantung dan kelainan saluran kemih.

Sedangkan defisiensi asam folat selama kehamilan dapat meningkatkan resiko

kelahiran lebih awal, BBLR, gangguan tumbuh kembang janin, berperan dalam

abortus spontan kehamilan seperti kerusakan plasenta dan bahkan tekanan darah

tinggi saat hamil. Asupan asam folat yang cukup, juga dapat melindungi janin dari

serangan penyakit yang diderita si ibu, pengaruh obat yang dikonsumsi dan

meminimalisasi pengaruh buruk asap rokok bagi ibu yang merokok atau sering berada

di lingkungan perokok saat hamil.

Ibu hamil kekurangan asam folat menyebabkan meningkatnya resiko anemia,

sehingga ibu mudah lelah letih, lesu dan pucat serta bisa menyebabkan keguguran.

Kebutuhan asam folat untuk ibu hamil dan usia subur sebanyak 400 mikrogram/hari

atau sama dengan 2 gelas susu. Mengkonsumsi asam folat tidak hanya ketika hamil,

tetapi sebelum hamil juga sangat dianjurkan. Asam folat juga sangat penting dalam

membantu pembelahan sel. Asam folat bisa mencegah anemia dan menurunkan resiko

terjadinya NTD (Neurel Tube Deffects) dan sebagai anti depresan.

Bahan makanan yang kaya dengan asam folat antara lain adalah sayur-sayuran

seperti bayam, asparagus, lobak cina, kacang-kacangan, kuning telur, hati dan ginjal.

6

Page 7: biskuit daun kelor

2.2. Anemia pada Ibu Hamil

Menurut WHO (1992) anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin

lebih rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan (Tarwoto,

dkk, 2007 : 30).

Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin

dibawah nilai normal. Pada penderita anemia lebih sering disebut dengan kurang darah,

kadar sel darah merah dibawah nilai normal (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 114).

Ibu hamil dikatakan anemia jika hemoglobin darahnya kurang dari 11gr%.

Bahaya anemia pada ibu hamil tidak saja berpengaruh  terhadap keselamatan dirinya,

tetapi juga pada janin yang dikandungnya (Wibisono, Hermawan, dkk, 2009 : 101).

Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah kekurangan zat besi.

Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk anemia pada kunjungan pertama

kehamilan. Bahkan, jika tidak mengalami anemia pada saat kunjungan pertama, masih

mungkin terjadi anemia pada kehamilan lanjutannya (Proverawati, 2011 : 129).

Anemia juga disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan yang mengandung

zat besi atau adanya gangguan penyerapan zat besi dalam tubuh (Wibisono, Hermawan,

dkk, 2009 : 101).

Bila kadar Hb < 7gr% maka gejala dan tanda anemia akan jelas. Nilai ambang

batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil berdasarkan kriteria

WHO tahun 1972 ditetapkan 3 kategori yaitu:

a. Normal > 11gr%

b. Ringan 8-11gr%

c. Berat <8gr%

(Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 114)

Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah, pucat dan

mudah pingsan walaupun tekanan darah masih dalam batas normal (Feryanto,

Achmad, 2011 : 37).

Menurut Proverawati (2011) banyak gejala anemia selama kehamilan, meliputi:

a. Merasa lelah atau lemah

b. Kulit pucat progresif

c. Denyut jantung cepat

d. Sesak napas

e. Konsentrasi terganggu

7

Page 8: biskuit daun kelor

Menurut Tarwoto,dkk, (2007:13) penyebab anemia secara umum adalah:

a. Kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi, misalnya faktor

kemiskinan.

b. Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare.

c. Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak,

perdarahan akibat luka.

Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekuangan zat besi.

Zat besi adalah salah satu unsur gizi yang merupakan komponen pembentuk Hb. Oleh

karena itu disebut “Anemia Gizi Besi”.

Anemia gizi besi dapat terjadi karena hal-hal berikut ini:

a. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi

kebutuhan.

b. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi.

c. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.

(Feryanto, Achmad, 2011 : 37-38)

Patofisiologi Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah

karena perubahan sirkulasi yang semakin meningkat terhadap plasenta dan

pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% pada trimester II

kehamilan dan maksimum terjadi pada pada bulan ke-9, menurun sedikit menjelang

aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 :

115).

Tubuh berada pada resiko tinggi untuk menjadi anemia selama kehamilan jika:

a. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan

b. Hamil dengan lebih dari satu anak

c. Sering mual dan muntah

d. Tidak mengkonsumsi cukup zat besi

e. Hamil saat masih remaja

f. Kehilangan banyak darah (misalnya dari cedera atau selama operasi)

(Proverawati, Atikah, 2011 : 134)

Pengaruh Zat besi terutama sangat diperlukan di trimester tiga kehamilan.

Wanita hamil cenderung terkena anemia pada trimester ketiga, karena pada masa ini

janin menimbun cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan

pertama sesudah lahir (Sinsin, Lis, 2008 : 65 ).

8

Page 9: biskuit daun kelor

Tingginya angka kematian ibu berkaitan erat dengan anemia. Anemia juga

menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup

mendapat pasokan oksigen. Pada wanita hamil anemia meningkatkan frekuensi

komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Resiko kematian maternal, angka

prematuritas, berat badan bayi lahir rendah dan angka kematian prenatal meningkat.

Pengaruh anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga

terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (Abortus, partus prematurus), gangguan

proses persalinan (atonia uteri, partus lama), gangguan pada masa nifas (daya tahan

terhadap infeksi dan stress, produksi ASI rendah) dan gangguan pada janin (abortus,

mikrosomia, BBLR, kematian perinatal) (Rukiyah, Ai Yeyeh, dkk, 2010 : 114-115).

2.3. Biskuit

Biskuit adalah produk panggang dalam bentuk potongan kecil dan mempunyai

tekstur atau konsistensi yang kering, renyah dan tekstur pori yang lebih rapat. Biskuit

meupakan produk yang berukuran tipis dengan kadar air relatif rendah (±5%),

adonannya digiling menjadi lembaran-lembaran tipis yang kemudian dipotong atau

dipanggang. Atau dapat dikatakan bahwa biskuit merupakan produk yang diproleh

dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan

lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan makanan yang dizinkan

dengan kadar protein tidak boleh kurang dari 9% dan kadar air tidak boleh lebih dari

5% (Utami,1991).

Menurut Wallington (1993) biskuit adalah produk yang memiliki struktur dan

rupa yang tipis, memiliki rasa manis dan kadar air yang rendah. Sifat masing-masing

biskuit ditentukan oleh jenis tepung yang digunkan, proporsi gula dan lemak, kondisi

dari bahan-bahan tersebut pada saaat ditambahkan dalam campuran, metode

pencampuran, penanganan adonan dan metode pamanggangan.

9

Page 10: biskuit daun kelor

Secara umum menurut Faridi (1994) komposisi kimia biscuit setiap 100 gram

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 3. Komposisi Zat Kimia Biskuit per 100 g Bahan

Kandungan Jumlah

Kalori (kkal) 458

Air (%) 2.2

Karbohidrat (%) 75.1

Protein (%) 6.9

Lemak (%) 14.4

Vit B1 (mg) 0.09

Besi (mg) 2.7

Kalium (mg) 62

Fosfor (mg) 87

Biskuit memiliki kadar air yang rendah dengan tingkat kekerasan, kerapuhan

dan kerenyahan yang bervariasi. Perbedaan kadar air yang terdapat pada biskuit akan

memberikan pengaruh terhadap tekstur biskuit. Tektur pada bikuit dikatakan rapuh

bila dapat dipatahkan dengan mudah tanpa didahului oleh adanya perubahan bentuk

saat diberi tekanan (Anonymousa, 2002).

Berdasarkan jenisnya, produk biskuit dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu

biskuit manis dan biskuit asin. Biskuit manis atau disebut juga biskuit keras

merupakan jenis biskuit dengan rasa manis yang dibuat dari adonan keras, berbentuk

pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar

lemak tinggi atau rendah. Sedangkan biskuit asin atau disebut juga kreker merupakan

jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi atau

pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah asin dan relatif renyah, serta bila

dipatahkan penampangnya potongannya berlapis-lapis (Anonymousb, 2006).

10

Page 11: biskuit daun kelor

2.3.1. SNI Biskuit

Tabel 4. Syarat Mutu Biskuit

2.4. Kelor

Pohon kelor adalah salah satu tanaman yang paling luar biasa yang pernah

ditemukan. Hal ini mungkin terdengar sensasional, kelor terbukti secara ilmiah

merupakan sumber gizi berkhasiat obat yang kandungannya diluar kebiasaan

kandungan tanaman pada umumnya. Sehingga kelor diyakini memiliki potensi untuk

mengakhiri kekurangan gizi, kelaparan, serta mencegah dan menyembuhkan berbagai

penyakit di seluruh dunia.

Andrew Young, mantan Walikota Atlanta dan Duta Besar Amerika,

menyebutkan: “Moringa shows great promise as a tool to help overcome some of the

most severe problems in developing world-malnutrition, deforestation, impure water

and proverty. The tree does best in the dry regions where these problem a worst.”

Pada tahun 1999, adalah Fuglie LJ yang pertama kali mempublikasikan hasil

penelitiannya yang mengejutkan dunia tentang kandungan nutrisi Kelor dan tertuang

dalam buku “The Miracle Tree: Moringa oleifera: Natural Nutrition for the Tropics”

(Church World Service, Dakar. 68 pp.;). Buku yang memicu gelombang penelitian

ilmiah lanjutan tentang Kelor ini, kemudian direvisi tahun 2001 dan dipublikasikan

kembali dalam judul : “The Miracle Tree: The Multiple Attributes of Moringa”.

Menurut hasil penelitiannya, daun Kelor ternyata mengandung vitamin A,

vitamin C, Vit B, kalsium, kalium, besi, dan protein, dalam jumlah sangat tinggi yang

mudah dicerna dan diasimilasi oleh tubuh manusia. Bahkan, seperti tampak pada

Gambar 1. Perbandingan Nutrisi Daun Kelor Segar dan Serbuk, dengan beberapa

sumber nutrisi lainnya, jumlahnya berlipat-lipat dari sumber makanan yang selama ini

digunakan sebagai sumber nutrisi untuk perbaikan gizi di banyak belahan negara.

Tidak hanya itu, Kelor pun diketahui mengandung lebih dari 40 antioksidan. Kelor 11

Page 12: biskuit daun kelor

dilaporkan mengandung 539 senyawa yang dikenal dalam pengobatan tradisional

Afrika dan India (Ayurvedic) serta telah digunakan dalam pengobatan tradisional

untuk mencegah lebih dari 300 penyakit.

Gambar 1: Perbandingan Nutrisi Daun Kelor Segar dan Serbuk, dengan beberapa sumber nutrisi

lainnya. (Diolah dari : Fuglie LJ (1999) The Miracle Tree: Moringa oleifera: Natural Nutrition for the

Tropics. Church World Service, Dakar. 68 pp.; revised in 2001 and published as The Miracle Tree:

The Multiple Attributes of Moringa, 172 pp.)

Tahun 2006, Wiley InterScience mempublikasikan artikel berjudul “Moringa

oleifera: A Food Plant with Multiple Medicinal Uses”. Artikel tersebut merupakan

ulasan tentang penggunaan bagian-bagian tanaman kelor sebagai obat penyembuh.

Disebutkan, berbagai bagian dari tanaman Kelor berisi mineral penting dan merupakan

sumber protein yang baik, vitamin, β-karoten, asam amino fenolat dan berbagai asam

amino essensial lainnya. Kelor menyediakan kombinasi yang kaya dan langka dari

zeatin, quercetin, β - sitosterol, asam caffeoylquinic dan kaempferol.

Selain memiliki kekuatan sebagai pemurni air yang efektif dan nilai gizi yang tinggi.

Kelor sangat penting untuk pengobatan alami. Berbagai bagian dari tanaman

Kelor seperti daun, akar, biji, kulit kayu, buah, bunga dan polong dewasa, bertindak

sebagai stimulan jantung dan peredaran darah, memiliki anti-tumor, anti-piretik, anti-

epilepsi, anti-inflamasi, anti-ulcer, anti-spasmodic, diuretik, anti-hipertensi,

menurunkan kolesterol, antioksidan, anti-diabetik, hepatoprotektif, anti-bakteri dan

anti-jamur. Saat ini Kelor sedang diteliti untuk digunakan dalam pengobatan berbagai

penyakit dalam sistem kedokteran, khususnya di Asia Selatan. Kelor memang

merupakan Tanaman Ajaib anugrah Tuhan untuk umat manusia.

12

Page 13: biskuit daun kelor

Salah satu hal yang membuat Kelor menjadi perhatian dunia dan memberikan

harapan sebagai tanaman sumber nutrisi yang dapat menyelamatkan jutaan manusia

dari kekurangan gizi, adalah Kelor kaya serta padat dengan kandungan nutrisi dan

senyawa yang dibutuhkan tubuh untuk menjadi bugar. Seluruh bagian tanaman Kelor

dapat dimanfaatkan untuk penyembuhan, menjaga dan meningkatkan kualitas

kesehatan manusia dan terutama sumber asupan gizi keluarga. Bahkan, kandungan

Kelor diketahui berkali lipat dibandingkan bahan makanan sumber nutrisi lainnya.

Kandungan senyawa Kelor telah diteliti dan dilaporkan oleh While Gopalan, el

al., dan dipublikasikan dalam All Thing Moringa (2010). Senyawa tersebut meliputi

Nutrisi, Mineral, Vitamin dan Asam Amino. Menurut penelitiannya, kandungan

senyawa dari Kelor dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5. Kandungan Nutrisi Polong, Daun Segar dan Serbuk Daun Kelor

13

Page 14: biskuit daun kelor

2.5. Labu Kuning

Labu kuning juga dikenal kaya akan karotenoid yang berfungsi sebagai

antioksidan. Beta karoten merupakan salah satu jenis karotenoid, disamping

mempunyai aktivitas biologis sebagai provitamin-A, juga dapat berperan sebagai

antioksidan yang efektif pada konsentrasi oksigen rendah (Sinaga,2011).

Penelitian Kandlakunta, et al.(2008), menyatakan bahwa kandungan beta

karoten pada labu kuning sebesar 1,18mg/100 g.Manfaat lain labu kuning adalah

mengobati demam, migrain, diare, penyakit ginjal, serta membantu menyembuhkan

radang.

Tabel 6. Komposisi Zat Gizi Tepung Labu Kuning Segar per 100 Gram Bahan

Pembuatan Tepung Labu Kuning

Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara pengawetan hasil

panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar air tinggi, seperti umbi-

umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi,

sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman dalam

distribusi, serta hemat ruang dan biaya penyimpanan. Teknologi pembuatan tepung

merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena

lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat

gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang serba praktis.

Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air relatif sedikit dan ramah

14

Page 15: biskuit daun kelor

lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati (http://www.suaramedia.com,

2010).

Tahapan pembuatan tepung dari buah labu kuning sebagai berikut: Labu

kuning harus dipilih yang mengkal, yaitu buah sudah tua tetapi belum masak

optimum. Buah dipanen kira-kira 5-10 hari lebih awal dari umur panen semestinya.

Buah yang masak optimum tidak sesuai dibuat tepung karena kadar airnya tinggi,

daging buahnya lembek, serta kadar patinya rendah. Setelah dikupas kulitnya, labu

dibelah-belah dan dilakukan pemblansiran, yaitu perlakuan dengan uap panas selama

5-10 menit. Dalam skala rumah tangga, tahapan ini dapat dilakukan seperti mengukus

nasi tetapi tidak perlu ditutup. Selanjutnya labu dirajang dengan ketebalan 0,1-0,3 cm.

Hasil perajangan tersebut dinamakan sawut. Pengeringan sawut dilakukan sampai

diperoleh kadar air sekitar 14 persen.

Agar lebih efisien, penepungan sawut dilakukan dalam dua tahapan, yaitu

penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh), dan

penggilingan/penepungan menggunakan saringan lebih halus (80 mesh). Penggilingan

sawut kering menjadi tepung labu kuning dapat menggunakan mesin penepung beras.

Tepung Labu Kuning

Tepung labu kuning adalah tepung dengan butiran halus, lolos ayakan 60

mesh, berwarna putih kekuningan, berbau khas labu kuning, kadar air +13%. Kondisi

fisik tepung labu kuning ini sangat dipengaruhi oleh kondisi bahan dasar dan suhu

pengeringan yang digunakan. Semakin tua labu kuning, semakin tinggi kandungan

gulanya. Oleh karena kandungan gula labu kuning yang tinggi ini, apabila suhu yang

digunakan pada proses pengeringan terlalu tinggi, tepung yang dihasilkan akan

bergumpal dan berbau karamel (Hendrasty, 2003).

Kualitas tepung labu kuning ditentukan oleh komponen penyusunnya yang

menentukan sifat fungsional adonan maupun produk tepung yang dihasilkan serta

suspensinya dalam air. Protein tepung labu kuning mengandung protein jenis gluten

yang cukup tinggi sehingga mampu membentuk jaringan tiga dimensi yang kohesif

dan elastis. Sifat ini akan berfungsi pada pengembangan volume roti dan produk

makanan lain yang memerlukan pengembangan volume. Tepung labu kuning

mempunyai kualitas tepung yang baik karena mempunyai sifat gelatinisasi yang baik,

15

Page 16: biskuit daun kelor

sehingga akan dapat membentuk adonan dengan konsistensi, kekenyalan, viskositas

maupun elastisitas yang baik, sehingga roti yang dihasilkan, akan berkualitas baik

pula. Karbohidrat tepung labu kuning juga cukup tinggi. Karbohidrat ini sangat

berperan dalam pembuatan adonan pati. Granula pati akan melekat pada protein

selama pembentukan adonan. Kelekatan antara granula pati dan protein akan

menimbulkan kontinuitas struktur adonan (Hendrasty, 2003).

Adapun enzim yang terkandung dalam tepung labu kuning adalah amylase,

protease, lipase dan oksidase. Enzim amylase akan menghidrolisis pati menjadi

maltosa dan dekstrin, sedangkan enzim protease berperan dalam pemecahan protein

sehingga akan mempengaruhi elastisitas gluten (Sufi, 1999).

Tepung labu kuning mengandung 77,65% karbohidrat, 0,08 % lemak, 5,04 %

protein, 11,14 % air, 5,89 % abu. Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan protein

tepung labu kuning lebih tinggi dibandingkan dengan tepung pisang, tepung sukun,

tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar.

2.6. Mutu Organoleptik

Pengujian sensori atau pengujian dengan indra atau dikenal juga

dengan pengujian organoleptik sudah sejak manusia mulai menggunakan inderanya

untuk menilai kualitas dan keamanan suatu makanan dan minuman. Barang yang

direspon secara positif oleh indera manusia karena menghasilkan kesan subjektif yang

menyenangkan dan memuaskan harapan konsumen disebut memiliki kualitas sensori

yang tinggi. Pengujian sensori mengedepankan metode ilmiah untuk menjelaskan

fenomena sensori. Analisi sensori adalah disiplin ilmu yang membutuhkan

standarisasi dan pengedalian yang tepat pada setiap tahap persiapan, pengukuran

respon, analisis data dan interpretasi hasil. Oleh karenanya dibutuhkan pencatatan dan

dokumentasi yang cermat. Panelis adalah orang atau sekelompok orang yang menilai

dan memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji. Analisis sensoriadalah suatu

proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi atribut-atribut produk

melalui lima panca indra manusia: indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba,

dan pendengaran. Analisis sensori juga melibatkan suatu pengukuran, yang dapat

bersifat kuantitatif ataupun kualitatif.

Uji kesukaan atau penerimaan (preference or hedonic test) bertujuan

mengidentifikasi tingkat kesukaan dan penerimaan suatu produk. Uji afeksi

16

Page 17: biskuit daun kelor

(penerimaan dan kesukaan) bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan pada suatu

produk yang dapat dikenali oleh konsumen dan berpengaruh terhadap kesukaan dan

penerimaan. Uji ini bergantung pada batas antara analisa sensori dengan riset

konsumen serta memiliki metode kriteria rekrutmen panel yang berbeda dari uji

pembedaan dan uji deskripsi (Setyaningsih, 2010).

Uji organoleptik terhadap suatu makanan adalah penilaian dengan

menggunakan alat indera, yaitu penglihatan, pengecap, pembau, dan pendengar.

Adapun hasil uji organoleptik pada produk bakasang yang akan dinilai meliputi uji

penampakan, bau, rasa dan tektur. Penampakan merupakan parameter oganoleptik

yang penting karena merupakan sifat sensoris pertama dilihat oleh konsumen. Pada

umumnya konsumen memilih makanan yang memiliki penampakan menarik. Bau

merupakan daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari produk suatu

makanan. Dalam hal ini bau lebih banyak dipengaruhi oleh indra pencium. Umumnya

bau yang dapat diterima oleh hidung dan otak lebih banyak merupakan campuran dari

4 macam bau yaitu harum, asam, tengik dan hangus. Rasa merupakan faktor penentu

daya terima konsumen terhadap produk pangan. Faktor rasa memegang peranan

penting dalam pemilihan produk oleh konsumen. Rasa merupakan respon lidah

terhadap rangsangan yang diberikan oleh suatu makanan. Pengindraan rasa terbagi

menjadi empat rasa, yaitu manis, asin, pahit, dan asam. Konsumen akan memutuskan

menerima atau menolak produk dengan empat rasa tersebut. Tekstur merupakan

segala hal yang berhubungan dengan mekanik, rasa, sentuhan, penglihatan dan

pendengaran yang meliputi penilaian terhadap kebasahan, kering, keras, halus, kasar,

dan berminyak. Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan menggunakan jari,

gigi, dan langit-langit. Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan,

keempukan dan mudah dikunyah (Purwaningsih, 2011).

Dalam pengujian ranking panelis diminta untuk mengurutkan intensitas sifat

yang dinilai. Uji ranking dapat digunakan untuk mengurutkan intensitas, mutu atau

kesukaan konsumen, dalam rangka memilih yang terbaik atau menghilangkan yang

terjelek. Pada uji ranking ini digunakan panelis terlatih (untuk uji ranking pembedaan)

atau digunakan panelis tak terlatih (untuk uji ranking kesukaan). Untuk uji ranking

pembedaan mula-mula dilakukan seleksi dan latihan panelis, sedang untuk uji ranking

17

Page 18: biskuit daun kelor

kesukaan panelis diambil yang tidak terlatih. Selanjutnya, kepada panelis disajiakan

sampel-sampel yang akan dinilai dengan dilengkapi kuesioner (Kartika, 2010).

Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi tiga langkah yaitu

persiapan, tabulasi, dan penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian. Kegiatan

dalam langkah-langkah persiapan antara lain, mengecek nama dan kelengkapan

identitas pengisi, mengecek kelengkapan data, artinya memeriksa isi instrumen

pengumpulan data (termasuk pula kelengkapan lembaran instrumen barangkali ada

yang terlepas atau sobek), mengecek macam isian data. Beberapa hal yangtermasuk

dalam kegiatan tabulasi antara lain  memberikan skor (scoring) terhadap item-item

yang perlu diberikan skor, memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberikan

skor, mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasikan dengan teknik analisa

yang akan digunakan, serta memberikan kode (coding) dalam hubungan dengan

pengolahan data jika akan menggunakan komputer (Arikunto,1993).

Proses perhitungan frekuensi yang terbilang di dalam masing-masing kategori

disebut tabulasi. Oleh karena itu hasil perhitungan demikian hampir selalu disajikan

dalam bentuk tabel, maka istilah tabulasi sering diartikan sebagai proses penyusunan

data ke dalam bentuk tabel. Tabulasi (dalam arti menyusun data ke dalam bentuk

tabel) merupakan tahap lanjutan dalam rangkaian proses analisa data. Dengan tabulasi

data lapangan akan segera tampak ringkas dan tersusun ke dalam suatu tabel yang

baik, data dapat dibaca degan mudah dan maknanya akan mudah dipahami

(Sumarsono, 2004).

Evaluasi sensori merupakan analisis yang menggunakan manusia sebagai

instrument. Salah satu uji sensori yang digunakan meluas adalah uji afektif  secara

kuantitatif. Uji afektif bertujuan untuk menilai respon pribadi (kesukaan atau

penerimaan) dari produk tertentu, atau karakteristik produk spesifik tertentu. Uji

afektif kuantitatif dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu uji pemilihan/preferensi

(preference)dan uji penerimaan (acceptance) berarti mengukur tingkat kesukaan

terhadap suatu produk semetara uji preferensi menunjukan ekspresi dipilihnya satu

produk yang menonjol dibandingkna dengan produk lain (Silvana, 2010).

Uji organoleptik (metode hedonik) dilakukan untuk menentukantingkat

kesukaan atau penerimaan panelis produk untuk dikeringkanmanisan tomat. Tes ini

18

Page 19: biskuit daun kelor

dilakukan terhadap warna, rasa dan aroma.Panelis terdiri dari 15 orang, kriteria yang

diukur tingkat preference dari hasil analisis kimia kuantitatif. Data yang diperoleh

dari setiap perlakuan. Data dalam bentuk jumlah air, kadar kandungan abu dan isi

vitamin C. Para panelis uji organoleptik menemukan jumlah data adalah

tingkat preferensi rasa, warna dan aroma, tekstur hasil tes dengan menggunakan data

yang diperoleh baik penerometer besarnya tingkatkekerasan dan kelembutan. 

(Buntaran, 2009).

Flavor merupakan salah satu atribut bahan pangan atau produk pangan yang

berperan penting dalam penerimaan atau penolakan suatu makanan atau minuman

oleh konsumen. Aroma dari suatu bahan dapat ditimbulkan oleh satu atau beberapa

komponen yang merupakan karakteristik aroma bahan pangan tersebut, sedangkan

komponen lainnya hanya memberikan nuansa terhadap keseluruhan flavor. Dengan

demikian, identifikasi character impact compound perlu dilakukan untuk mengetahui

pentingnya peranan suatu komponen atau beberapa komponen terhadap flavor yang

ditimbulkan oleh suatu bahan pangan (Apriyantono, 2004).

Terdapat dua metode evaluasi sensori yang umum digunakan untuk analisa

oragnoleptik (warna, rasa dam aroma) pada bubuk coklat, yaitu uji kesukaan

(preference test) ataupun uji triangle. Uji kesukaan dilakukan dengan tujuan

menentukan produk yang paling disukai dan biasanya dilakukan oleh panelis umum,

baik yang sudah terlatih maupun belum terlatih. Sedangkan uji triangle dilakukan

apabila akan ditentukan penggantian jenis produk dengan tujuan produk pengganti

tidak berbeda signifikan dengan produk standar, biasanya dilakukan oleh panelis yang

sudah terlatih (Wahyudi, 2008).

Evaluasi inderawi dilakukan oleh sebuah panel yang dipilih secara acak dari

16 anggota yang dinilai sampel dalam hal penampilan, konsistensi aroma, dan rasa.

Skor didasarkan  pada skala sembilan poin hedonis dimana 1 adalah sangat menyukai

dan 9 adalah seperti sangat. Rata-rata nilai yang diterima dari diet masing-masing

untuk setiap sensorik atribut dibandingkan dengan menggunakan t-test (Samuel,

2006).

Metodologi profil sensori merupakan dasar dari analisis deskriptif kuantitatif,

mendefinisikan sebuah produk dengan jumlah minimal kata dan dengan efisiensi

19

Page 20: biskuit daun kelor

maksimum, menggunakan lembar mencicipi yang tepat, yang dapat direproduksi dan

dipahami oleh semua. Profil tekstur untuk varietas kacang yang berbeda yang

merupakan ciri khas dari pasar Spanyol dilakukan. Kondisi optimum untuk sampel

dan kartu mencicipi didirikan, dan panel dilatih. Hasil tekstur profil menunjukkan

perbedaan yang signifikan antara varietas dan bahkan di antara asal-usul yang berbeda

untuk varietas yang sama (Calvo, 1999).

Uji duncan atau juga dikenal sengan istilah Duncan Multipel Range Test

(DMRT) memiliki nilai kritis yang tidak tunggal tetapi mengikutri urutan rata-rata

yang dibandingkan. Nilai kritis uji duncan dinyatakan dalam nilai least significant

range. Uji duncan digunakan untuk menguji perbedaan di antara semua pasangan

perlakuan yang ada dari percobaan tersebut, serta masih dapat mempertahankan

tingkat signifikasi yang ditetapkan (Santoso, 2005).

20

Page 21: biskuit daun kelor

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode

eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah biskuit moringa oleifera yang telah

dibuat. Sedangkan sampel yang ditarik dari populasi penelitian adalah unit observasi

yaitu olahan produk biskuit moringa oleifera sebagai unit eksperimen, unit analisis

kandungan zat gizi makro dan mikro pada produk biskuit moringa oleifera yang

dibuat.

Besar sampel dalam penelitian ini didasarkan pada formula produk biskuit

moringa oleifera. Penarikan sampel pada penelitian ini dilakukan adalah uji

organoleptik dengan metode test hedonik pada produk biskuit moringa oleifera yang

telah dibuat.

Tabel 7. Formulasi Biskuit dengan Subtitusi Tepung Daun Kelor dan Tepung Labu

Kuning

Taraf Perlakuan

(t.terigu : t.kelor : t.labu kuning)

Replikasi

1 2 3

P0 (100 : 0 : 0) X11 X12 X13

P1 (75 : 15 : 10) X21 X22 X23

P2 (50 : 25 :25) X31 X32 X33

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat

Penelitian ini di laksanakan di laboratorium Ilmu Pangan Jurusan Gizi

Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang.

3.2.2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada :

Hari : Jumat

Tanggal : 19 Juni 2015

21

Page 22: biskuit daun kelor

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1. Alat :

Pisau 3 buah

Mixer 1 buah

Talenan 3 buah

Sendok 3 buah

Ayakan tepung 100 mash 1buah

Timbangan 100g 1 buah

Baskom 2 buah

Blender 1 buah

Cetakan 5 buah

Pengaduk 3 buah

Rolling pin 1 buah

Loyang 4 buah

Nampan 1 buah

Oven 1 buah

3.3.2. Bahan:

600 g mentega

300 g gula halus

6 btr telur

600 g tepung terigu

50 g susu skim bubuk

500 g kelor

500 g labu kuning

22

Page 23: biskuit daun kelor

Tabel 8. Komposisi dan Formulasi Bahan Biskuit dengan Subtitusi Tepung Daun Kelor

dan Tepung Labu Kuning dalam Satu Resep

Tabel 9. Kandungan Zat Gizi pada Biskuit dengan Subtitusi Tepung Daun Kelor dan

Tepung Labu Kuning dalam Satu Resep

Kandungan GiziTaraf Perlakuan

P0 (100:0:0) P1 (75:15:10) P2 (50:25:25)

Energi (Kkal) 2707,7 2530,7 2370,2

Karbohidrat (g) 256,1 228,7 200,8

Protein (g) 35,3 36,8 37,3

Lemak (g) 173,9 174,1 174,3

Fe (mg) 3,9 11,8 17

Vitamin C (mg) 0,5 7,2 13,6

23

Bahan P0 (100:0:0) P1 (75:15:10) P2(50:25:25)

Tepung Terigu (g) 200 150 100

Tepung Kelor (g) 0 30 50

Tepung Labu Kuning (g) 0 20 50

Mentega (g) 200 200 200

Gula Halus (g) 100 100 100

Telur (g) 100 100 100

Susu Skim Bubuk (g) 50 50 50

Page 24: biskuit daun kelor

Berdasarkan tabel 9 dapat diketahui bahwa adanya peningkatan zat gizi

(protein, lemak, Fe, dan Vitamin C) pada taraf perlakuan yang berbeda. Pada taraf

perlakuan antara P0 dan P1 adanya peningkatan zat gizi (protein = 9,2 %, lemak =

0,3%, Fe = 269,5%, vitamin c = 1433,1%) dan untuk taraf perlakuan antara P1 dan P2

adanya peningkatan zat gizi (protein = 2,7%, lemak = 0,3%, Fe = 74,6, vitamin c =

135,9).

3.4. Prosedur

24

Page 25: biskuit daun kelor

3.5. Prosedur Pengumpulan Data

Cara penilaian :

25

Page 26: biskuit daun kelor

Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan metode hedonik (skala

verbal) dimana panelis diminta untuk membedakan tingkat kesukaannya melalui

berbagai istilah yang telah dicantumkan dalam formulir penilaian pada lampiran 2 .

Dengan jumlah panelis agak terlatih sebanyak 20 orang dari mahasiswa

Jurusan Gizi D-IV Tingkat 2 Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang dengan

Kriteria sebagai berikut :

- Bersedia menjadi panelis.

- Dalam keadaan sehat.

- Tidak mempunyai pantangan terhadap sampel.

- Tidak dalam keadaan lapar atau kenyang.

- Tidak merokok.

Panelis diminta untuk mengisi formulir penilaian organoleptik (formulir penilaian

organoleptik “Uji Mutu Hedonik”).

Cara Analisis data :

Hasil uji mutu hedonik ditabulasi menurut parameter mutu organoleptik yang

diuji (Aroma, Rasa, Warna dan Kerenyahan).

Melakukan analisis statistik menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

yang diuji dengan Friedman Test.

DAFTAR PUSTAKA

26

Page 27: biskuit daun kelor

Depkes.2007. Laporan Nasional Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia

Arisman. 2010. Buku Ajar Ilmu Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

Winarti S. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Putra, Ngarah Pratama.2012. Makalah Biskuit

(THPUB).http//www.pratamaputra37.blogspot.com/2012/06/makalah-biskuit-thp-

ub.html. diakses pada 9 juni 2015

Anonim.2013.Anemia pada Ibu Hamil.http//blogspot.com/2013/03/anemia-pada-ibu-

hamil_7.html.diakses pada 10 juni 2015.

Arnolfredo.2014.Laporan Uji Sensoris Uji Kesukaan.

http://arnolfredo.blogspot.com/2014/12/laporan-uji-sensoris-uji-

kesukaan.html.Diakses pada tanggal 11 juni 2015

Lampiran 1

27

Page 28: biskuit daun kelor

Resep Biskuit

(Menghasilkan 10 porsi = 400 g = 20 keping)

Bahan :

200 g mentega

100 g gula halus

2 btr telur

200 g tepung terigu

50 g susu skim bubuk

Cara membuat :

1. Campur tepung terigu dan susu, kemudian di ayak.

2. Kocok mentega dan gula halus hingga putih, masukkan telur satu per satu, aduk rata.

Kemudian masukkan campuran tepung sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga rata.

3. Masukkan adonan kedalam plastik segitiga, gunting bagian ujung plastik. Spuitkan

adonan kedalam loyang lainnya, aduk rata.

4. Panggang dalam oven dengan suhu 170C selama 25 menit hingga matang, angkat.

Nilai gizi per porsi :

Energi : 290,5 kal

Protein : 5,4 g

Lemak : 17,7 g

Karbohidrat : 28 g

Lampiran 2

Formulir Penilaian Organoleptik “Uji Mutu Hedonik”

28

Page 29: biskuit daun kelor

UJI MUTU HEDONIK

Nama : ……………………………..

Tanggal uji : ……………………………..

Contoh : biscuit dengan subtitusi tepung daun kelor dan tepung labu

kuning

Kriteria mutu yang dinilai : Aroma, Rasa, Warna dan Kerenyahan

Instruksi :

Dihadapan saudara disajikan 3 buah contoh “Biskuit dengan subtitusi tepung daun kelor dan

labu kuning”. Saudara diminta untuk memberikan penilaian terhadap aroma, rasa, warna, dan

kerenyahan dengan menggunakan skala penilaian sebagai berikut :

1 = Sangat tidak suka

2 = Tidak suka

3 = Suka

4 = Sangat suka

Kode ContohKriteria Penilaian

Aroma Rasa Warna Kerenyahan

604

921

171

Lampiran 3.

Daftar Nama Panelis

29

Page 30: biskuit daun kelor

No Nama Kelompok

1 Lensi Merrilin C 1

2 Afrizal Ikhsanul F 1

3 Nurul Aisyah 1

4 Febry Ayu R 1

5 Nur Ayu Arianti 1

6 Rosita A 2

7 Inmas Maula Agistin 2

8 Eviful Dewi R 2

9 Nafilah Putri P 2

10 Devi Rachma 2

11 Rofi’ah Nugraheni 3

12 Ryda Eka R.P 3

13 Ummul Fadilah R 3

14 Firda Lidya 3

15 Agustina Sri 3

16 Reizita Hariani 4

17 Wildanny Nur M 4

18 A’idah hasna’ul F 4

19 Eka dessy P 4

20 Shofi Naqiyyah A 4

30

Page 31: biskuit daun kelor

31