Upload
ruskanulmaarif
View
231
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
g
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1 Transfer Pemerintah Pusat
Transfer pemerintah pusat tidak lain adalah dana perimbangan. Dana
ini dibentuk untuk mendukung pendanaan program otonomi. Dana
perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan Anggaran
Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah
untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
Sebelum diatur dengan UU No. 25 Tahun 1999 yang kemudian diganti
dengan UU No. 33 Tahun 2004, Dana Perimbangan dialokasikan sebagai (i)
bagian bagi hasil pajak/ bukan pajak dan (ii) bagian sumbangan dan bantuan
sesuai dengan ketentuan UU No. 5 Tahun 1974. Dalam memori penjelasan
UU No. 33 Tahun 2004 disebutkan bahwa selain dimaksudkan untuk
membantu daerah dalam mendanai kewenangannya.
Dana perimbangan bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber
pendanaan pemerintahan antara pusat dan daerah serta untuk mengurangi
kesenjangan pendanaan pemerintahan antar-daerah. Ketiga komponen Dana
Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari pemerintah serta
merupakan satu kesatuan yang utuh.
10
Salah satu peran transfer dari pemerintah pusat adalah adanya
kewajiban untuk menjaga tercapainya standar pelayanan minimum di setiap
daerah. Daerah-daerah dengan sumber daya yang sedikit memerlukan
bantuan (subsidi) agar dapat mencapai standar pelayanan minimum itu. Jika
dikaitkan dengan postulat Musgrave (1983) yang menyatakan bahwa peran
redistributif (pemerataan) dari sektor publik akan lebih efektif dan cocok jika
dijalankan oleh pemerintah pusat, maka penerapan standar pelayanan
minimum di setiap daerah pun akan lebih bisa dijamin pelaksanaannya oleh
pemerintah pusat. Fisher (1996) memberikan gambaran bahwa transfer
sudah merupakan fenomena umum yang terjadi di semua Negara di dunia
terlepas dari system pemerintahannya dan bahkan sudah menjad ciri yang
paling menonjol dari hubungan keuangan antara pusat dan daerah.
2.1.1.1 Jenis Dana Perimbangan
1. Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar
daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi (UU no.33 tahun 2004).
Secara definisi DAU diartikan sebagai berikut (Sidik, dalam Kuncoro,
2004). Salah satu komponen dari Dana Perimbangan pada APBN, yang
11
pengalokasiannya didasarkan atas konsep Kesenjangan Fiskal atau
Celah Fiskal (Fiscal Gap), yaitu selisih antara Kebutuhan Fiskal dengan
Kapasitas Fiskal. 2) Instrumen untuk mengatasi horizontal imbalance,
yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah di mana penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh
daerah. 3) Equalization grant, yaitu berfungsi untuk menetralisasi
ketimpangan kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil
Pajak dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam yang diperoleh daerah.
Henley, et.al (dalam Mardiasmo, 2004) mengidentifikasi beberapa
tujuan pemerintah pusat memberikan dana bantuan dalam bentuk grant
kepada pemerintah daerah, yaitu: a) Untuk mendorong terciptanya
keadilan antar wilayah (geo-graphical equity); b) Untuk meningkatkan
akuntabilitas (promote accountability); c) Untuk meningkatkan sistem
pajak yang lebih progresif; dan d) Untuk meningkatkan keberterimaan
(acceptability) pajak daerah.
Pengalokasian DAU lebih diprioritaskan pada daerah yang mempunyai
kapasitas fiskal rendah. Dimana daerah yang memiliki kapasitas fiskal
tinggi akan mendapatkan alokasi DAU yang relative lebih rendah agar
dapat mengurangi disparitas fiskal antar daerah dalam era otonomi.
Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut:
12
1) Dana alokasi Umum ditetapkan sekurang-kurangnya 25% dari
penerimaan dalam negeri yang ditetapkan APBN. 2) Dana alokasi umum
untuk daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-
masing 10% dan 90 % dari dana alokasi umum yang ditetapkan diatas.
Dari dana alokasi umum untuk suatu daerah kabupaten/kota tertentu
ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah dana alokasi umum untuk
daerah kabupaten/kota yang ditetapkan APBN dengan porsi daerah
kabupaten/kota yang bersangkutan. Porsi daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah
kabupaten/kota diseluruh Indonesia.
DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah
yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan
keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang
mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.
2. Dana Bagi Hasil
A. Dana Bagi Hasil Pajak
Dana bagi Hasil Pajak adalah bagian daerah yang berasal dari
penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, pajak penghasilan pasal 25 dan 29 wajib pajak orang pribadi
dalam negeri dan pajak penghasilan pasal 21.
13
Menurut Bird dan Vaillancourt (2000), banyak Negara menggunakan
sistem bagi hasil pajak dengan mendistribusikan suatu persentase tetap
pajak-pajak nasional tertentu, misalnya pajak pendapatan atau pajak
pertambahan nilai ke pemerintah daerah. Untuk menambah pendapatan
daerah dalam rangka pembiayaan pelaksanaan fungsi yang menjadi
kewenangannya dilakukan dengan pola bagi hasil penerimaan pajak dan
bukan pajak (SDA) antara pusat dan daerah.
Alokasi Dana Bagi Hasil Pajak dilaksanakan seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah sejak adanya Undang-undang No. 25 tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah sebagaimana
telah diubah dengan Undang - undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah
Daerah.
Adapun alokasi dana bagi hasil pajak bumi dan bangunan bagian
daerah menurut peraturan menteri keuangan no. 23/PMK.07/2009 adalah
penerimaan Negara dari pajak bumi dan bangunan dibagi dengan
imbangan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah.
Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 90% (sembilan
puluh persen) dibagi dengan rincian sebagai berikut: 1) 16,2% (enam
belas dua persepuluh persen) untuk provinsi yang bersangkutan. 2)
64,8% (enam puluh empat delapan persepuluh persen) untuk
14
kabupaten/kota yang bersangkutan. 3) 9% (sembilan persen) untuk biaya
pemungutan.
Sementara itu penerimaan Negara dari dana bagi hasil biaya
perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan imbangan 20%
untuk pemerintah dan 80% untuk daerah rincian alokasi untuk dana bagi
hasil biaya hak atas tanah dan bangunan daerah yaitu 16% untuk provinsi
bersangkutan, dan 64% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan.
Penerimaan Negara dari pph Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
dan pph 21 dibagikan kepada daerah sebesar 20%, dengan rincian 8%
unruk provinsi yang bersangkutan dan 12% untuk kabupaten/kota provinsi
yang bersangkutan.
B. Dana Bagi Hasil Sumber daya Alam
Dana bagi Hasil Sumber daya alam adalah bagian daerah yang
berasal dari penerimaan dari penerimaan sumber daya alam kehutanan,
pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi,
pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi
Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam dilaksanakan seiring
dengan pelaksanaan otonomi daerah sejak adanya Undang-undang No.
25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
sebagaimana telah diubah dengan Undang - undang Nomor 33 Tahun
15
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan
Pemerintah Daerah.
Alokasi DBH kehutanan yang berasal dari Iuran Izin Usaha
Pemanfaatan Hutan (IIUPH) untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan
rincian16% untuk provinsi yang bersangkutan dan 64% untuk
Kabupaten/kota penghasil. Sementara DBH kehutanan yang berasal dari
Provinsi Sumber Daya Hutan (PSDH) untuk daerah sebesar 80% dibagi
dengan rincian 16% untuk provinsi yang bersangkutan, 32% untuk
Kabupaten/Kota penghasil dan 32% untuk Kabupaten/kota lainnya dalam
provinsi bersangkutan. DBH kehutanan yang berasal dari Dana Reboisasi
(DR) sebesar 40% dibagi kepada Kabupaten/Kota penghasil untuk
mendanai kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan.
Untuk alokasi DBH pertambangan umum yang berasal dari Iuran tetap
untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang
bersangkutan, dan 64% untuk Kabupaten/Kota penghasil. DBH
pertambangan umum yang berasal dari Iuran eksplorasi untuk daerah
sebesar 80% dibagi dengan rincian 16% untuk provinsi yang
bersangkutan, 32% untuk Kabupaten/Kota penghasil dan 32% untuk
Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. DBH
pertambangan umum yang berasal dari Iuran ekspliotasi untuk daerah
sebesar 80% dibagi dengan rincian 26% untuk provinsi yang
16
bersangkutan, dan 54% untuk Kabupaten/Kota dalam provinsi
bersangkutan.
Alokasi DBH perikanan untuk daerah sebesar 80% dibagikan dengan
porsiyang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota.
Alokasi DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% berasal dari
penerimaan Negara suber daya alam pertambangan minyak bumi dari
wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi komponen
pajak dan pungutan lainnya. Dengan rincian sebesar 15% di bagi untuk
provinsi yang bersangkutan sebesar 3%, 6% untuk kabupaten/kota
penghasil, dan 6% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang berangkutan. DBH pertambangan minyak bumi sebesar 0,5% dibagi
dengan rincian sebesar 0,1% untuk provinsi yang bersangkutan, 0,2%
untuk kabupaten/kota penghasil dan 0,2% untuk seluruh kabupaten/kota
lainnya dalam provinsi bersangkutan. DBH pertambangan minyak dan
bumi dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh
kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.
Alokasi DBH pertambangan minyak bumi sebesar 15,5% berasal dari
penerimaan Negara suber daya alam pertambangan minyak bumi dari
wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak
dan pungutan lainnya. Dengan rincian dari 15%, di bagi untuk provinsi
yang bersangkutan sebesar 5%, dan 10% untuk seluruh kabupaten/kota
lainnya dalam provinsi yang berangkutan. DBH pertambangan minyak
17
bumi sebesar 0,5% dibagi dengan rincian sebesar 0,17% untuk provinsi
yang bersangkutan, dan 0,33% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya
dalam provinsi bersangkutan. DBH pertambangan minyak dan bumi
dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota
dalam provinsi yang bersangkutan.
Alokasi DBH pertambangan gas bumi sebesar 30,5% berasal dari
penerimaan Negara sumber daya alam pertambangan gas bumi berasal
dari wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan setelah dikurangi
komponen pajak dan pungutan lainnya. Sebesar 30% dibagi dengan
rincian 6% untuk provinsi yang bersangkutan, 12% untuk kabupaten/kota
penghasil dan 12% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi
yang bersangkutan. Sebesar 0,5% dibagi dengan rincian 0,1% untuk
provinsi yang bersangkutan, 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil dan
0,2% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan.
DBH pertambangan gas bumi dibagikan dengan porsi yang sama besar
untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.
Alokasi DBH pertambangan gas bumi sebesar 30,5% berasal dari
penerimaan Negara suber daya alam pertambangan minyak bumi dari
wilayah provinsi yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak
dan pungutan lainnya. Dengan rincian dari 30%, di bagi untuk provinsi
yang bersangkutan sebesar 10%, dan 20% untuk seluruh kabupaten/kota
lainnya dalam provinsi yang berangkutan. DBH pertambangan gas bumi
18
sebesar 0,5% dibagi dengan rincian sebesar 0,17% untuk provinsi yang
bersangkutan, dan 0,33% untuk seluruh kabupaten/kota lainnya dalam
provinsi bersangkutan. DBH pertambangan gas bumi dibagikan dengan
porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang
bersangkutan.
Alokasi DBH pertambangan panas bumi berasal dari setoran bagian
pemerintah, iuran tetap dan iuran produksi. DBH pertambangan panas
bumi untuk daerah sebesar 80% dibagi dengan rincian16% untuk provinsi
yang bersangkutan, 32% untuk kabupaten/kota penghasil, dan 32% untuk
seluruh kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
Penyaluran DBH sebagaimana yang dilaksanakan berdasarkan
realisasi penerimaan sumber daya alam tahun anggaran berjalan.
Penyaluran DBH ini dilakukan secara triwulan.
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan
tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan
khusus di daerah tertentu yang merupakan urusan daerah dan sesuai
dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana
19
dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai
standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan daerah.
DAK memiliki karakter yang paling spesifik di antara dana transfer
lainnya di mana DAK hanya dapat digunakan sesuai dengan menu
kegiatan yang ditetapkan oleh Departemen Teknis yang terkait dengan
bidang alokasi DAK. Berdasarkan klasifikasi Hyman, DAK dapat
dikategorikan sebagai matching grant karena adanya kewajiban
penyediaan dana pendamping dan sekaligus restricted grant karena
karakternya sebagai categorical grant-in-aid.
2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu
anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam
pengertian umum, anggaran berimbang yaitu suatu kondisi di mana
penerimaan sama dengan pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu
pengeluaran lebih kecil dari penerimaan (G < T). Sedangkan anggaran defisit
yaitu anggaran pengeluaran lebih besar dari penerimaan (G > T). Anggaran
surplus digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah inflasi.
Sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi
masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
APBD/N merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan
ekonomi. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu
20
tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk
mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan
tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan
mandiri.
Menurut Mamesha (1995) APBD merupakan rencana operasional
keuangan daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan
pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan
proyek-proyek daerah dalam satu tahun anggaran tertentu dan pihak lain
mneggambarkan perkiraan penerimaan dan sumber-sumber penerimaan
daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud.
Sementara itu menurut Halim (2004) APBD adalah rencana pekerjaan
keuangan (financial workplan) yang dibuat untuk jangka waktu tertentu.
Dalam waktu mana badan legislatif (DPRD) memberikan kredit kepada badan
eksekutif (kepala daerah) untuk melakukan pembiayaan guna kebutuhan
rumah tangga daerah sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar
penetapan anggaran dan yang menunjukkan semua penghasilan untuk
menutupi pengeluaran tadi.
Menurut Bastian (2000) APBD merupakan “pengejawantahan rencana
kerja Pemerintah Daerah (Pemda) dalam bentuk satuan uang untuk kurun
waktu satu tahun dan berorientasi pada tujuan kesejahteraan publik.
Dan menurut Saragih (2003) APBD adalah dasar dari pengelolaan
keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu, umumnya satu tahun.
21
Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan
manfaat pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas
agenda- agenda pembangunan tahunan. Di bidang pengelolaan pendapatan
daerah, akan terus diarahkan pada peningkatan PAD. Untuk merealisasikan
hal tersebut akan dilakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi dengan
mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang telah ada maupun
menggali sumber-sumber baru. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan
peningkatan pendapatan daerah beberapa hal penting yang perlu dilakukan
antara lain dengan memperbaharui data obyek pajak, peningkatan pelayanan
dan perbaikan administrasi perpajakan, peningkatan pengawasan terhadap
wajib pajak, peningkatan pengawasan internal terhadap petugas pajak, dan
mencari sumber-sumber pendapatan lainnya yang sesuai dengan
perundang-undangan yang berlaku. Sementara pada sisi belanja, kebijakan
pengelolaan belanja daerah diarahkan untuk meningkatkan fungsi pelayanan
kepada masyarakat, dengan mengupayakan peningkatan porsi belanja
pembangunan dan melakukan efisiensi pada belanja aparatur. Dalam
kaitannya dengan pembiayaan, akan terus diupayakan peningkatan
penyertaan modal pada beberapa badan usaha milik daerah agar dapat
menghasilkan peningkatan PAD. Selanjutnya disiplin dan efisiensi anggaran
akan secara konsisten dipertahankan dan dilaksanakan guna meningkatkan
SiLPA tanpa mempengaruhi penurunan kinerja SKPD. Bersamaan dengan
itu, kebijakan pembiayaan defisit akan diarahkan penanggulangannya melalui
22
sumber selain pinjaman daerah, mengingat masih terbatasnya sumber
pendapatan asli daerah dan belum dinamisnya sektor industri maupun jasa
sebagai basis penerimaan daerah.
2.1.3 Belanja Modal
Definisi belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang
dugunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset
lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta
melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang
ditetapkan pemerintah. Aset tetap tersebut dipergunakan untuk operasional
kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untuk dijual.
Menurut Halim (2004) belanja modal merupakan belanja pemerintah
daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah
asset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang
bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada kelompok belanja administrasi
umum.
Belanja modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang
menghasilkan aktiva tetap tertentu (Nordiawan 2006). Terdapat tiga cara
untuk memperoleh aset tetap pemerintah daerah yaitu membangun sendiri,
menukarkan dengan asset tetap lainnya, atau juga dengan membeli.
Pemerintah daerah biasanya melakukan dengan cara membangun sendiri
23
atau membeli. Belanja modal memiliki karakteristik spesifik dan menunjukkan
adanya berbagai pertimbangan dalam pengalokasiannya.
Untuk memberikan kemudahan dalam mekanisme pelaksanaan APBN
dan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga, maka
diterbitkan Perdirjen Perbendaharaan No. PER-33/PB/2008 tentang pedoman
penggunaan AKUN pendapatan, belanja pegawai, belanja barang dan
belanja modal sesuai dengan BAS.
Menurut Perdirjen Perbendaharaan tersebut, suatu belanja
dikategorikan sebagai belanja modal apabila:1) Pengeluaran tersebut
mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset lainnya yang
menambah masa umur, manfaat dan kapasitas; 2) Pengeluaran tersebut
melebihi batasan minimum kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang
telah ditetapkan pemerintah; 3) Perolehan aset tetap tersebut diniatkan
bukan untuk dijual. Sayang tidak dijelaskan bagaimana cara mengetahui niat
bukan untuk dijual atau untuk dijual.
karakteristik aset lainnya adalah tidak berwujud, akan menambah aset
pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, dan nilainya
relatif material. Belanja modal juga mensyaratkan kewajiban untuk
menyediakan biaya pemeliharaan.
24
2.1.4 Suku Bunga
Menurut Karl dan Fair (2001), suku bunga adalah pembayaran tahunan
dari suatu pinjaman, dalam bentuk presentase dari pinjaman yang diperoleh
dari jumlah bunga yang diterima tiap tahun dibagi dengan jumlah pinjaman.
Sedangkan menurut samuelson (2001), suku bunga adalah harga yang harus
dibayar karena meminjam uang untuk jangka waktu tertentu.
Dalam teori makro Keynes, suku bunga erat kaitannya dengan
investasi. Keputusan apakah suatu investasi akan dilaksanakan atau tidak,
tergantung kepada perbandingan antara besarnya keuntungan yang
diharapkan (yang dinyatakan dalam persentase per satuan waktu) di satu
pihak dan biaya penggunaaan dana atau tingkat bunga di lain pihak.
Dalam asumsi klasik dimana yang terjadi adalah full employment, maka
Klasik berpendapat bahwa suku bunga ditentukan oleh faktor yang tersedia
dalam masyarakat dan permintaan dana modal untuk investasi.
2.1.5 Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi secara singkat merupakan kenaikan output
perkapita dalam jangka panjang,pengertian ini menekankan pada tiga hal
yaitu proses, output per kapita, dan jangka panjang. Proses menggambarkan
perkembangan perekonomian dari waktu ke waktu yang lebih bersifat
dinamis, output per kapita mengaitkan aspek output total (GDP) dan aspek
jumlah penduduk, sedangkan jangka panjang menunjukkan kecenderungan
25
perubahan perekonomian dalam jangka tertentu yang didorong oleh proses
intern perekonomian (self generating).
Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu
proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti
barang-barang modal (gedung-gedung, peralatan dan material) yang rusak.
Namun untuk menumbuhkan perekonomian diperlukan investasi-investasi
baru sebagai tambahan stok modal. Jika dianggap ada hubungan ekonomis
secara langsung antara besarnya stok modal (K) dan output total (Y), maka
setiap tambahan bersih terhadap stok modal akan mengakibatkan kenaikan
output total sesuai dengan rasio output modal tersebut.
Menurut teori pertumbuhan Solow-Swan, pertumbuhan ekonomi
tergantung pada pertambahan penyediaan faktor-faktor produksi (penduduk,
tenaga kerja, dan akumulasi modal) dan tingkat kemajuan teknologi.
Pandangan ini didasarkan pada analisis klasik, bahwa perekonomian akan
tetap mengalami tingkat pekerjaan penuh (full employment) dan kapasitas
peralatan modal akan tetap sepenuhnya digunakan.
Pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat
kuantitatif dan biasanya diukur menggunakan data produk domestik bruto
(PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar dari barang-barang akhir dan
jasa-jasa yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu
tertentu.
26
2.2 Hubungan Antar Variabel
2.2.1 Hubungan Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal
Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar pembentuk
anggaran pemerintah daerah, tujuan dari transfer DAU adalah untuk
memperkuat kondisi fiskal daerah dan mengurangi ketimpangan antar
daerah.
Dengan adanya transfer DAU ini, daerah bisa lebih fokus terhadap
penggunaan PAD yang dimiliki guna untuk membiayai belanja modal yang
menunjang tujuan pemerintah yaitu meningkatkan pelayanan publik.
Semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah baik dari DAU
maupun PAD, maka daerah akan mampu memenuhi dan membiayai semua
keperluan yang diharapkan oleh masyarakat.
Dalam penelitian Holtz-Eakin, et.al (1994) menunjukkan adanya
keterkaitan erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja
modal. Prakosa (2004) serta Harianto dan adi (2007) memberikan fakta
empirik dimana DAU mempunyai pengaruh positif terhadap belanja modal
pemerintah daerah.
Hal ini menunjukkan bahwa besarnya dana DAU akan memberikan
dampak yang berarti bagi peningkatan belanja modal.
27
2.2.2 Hubungan Dana Bagi Hasil Pajak terhadap Belanja Modal
Bagi hasil pajak merupakan pajak yang dialokasikan oleh pemerintah
pusat untuk didistribusikan antara pusat dan daerah otonom berdasarkan
potensi daerah masing-masing. Sehingga transfer dana bagi hasil pajak ini
juga mendorong pemerintah daerah untuk secara intensif menggali sumber
penerimaannya.
Melalui pengaturan dana bagi hasil pajak, daerah diharapkan mampu
mengelola keuangannya dan mengalokasikannya untuk belanja-belanja
pembangunan daerah secara tepat sesuai dengan kebutuhan
pembangunan. Dana bagi hasil pajak merupakan salah satu sumber
pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal
dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan yang
bukan berasal dari PAD dan DAU.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Alfan H.Harahap (2009)
menunjukkan dana bagi hasil pajak berpengaruh positif terhadap belanja
modal.
2.2.3 Hubungan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam terhadap Belanja
Modal
Dana Bagi Hasil SDA merupakan salah satu komponen dana
perimbangan yang memiliki peranan dalam menyelenggarakan otonomi
28
daerah karena penerimaannya didasarkan oleh potensi daerah penghasil.
Setiap daerah dituntut untuk dapat menggali potensi SDA yang ada dan
mengelolanya sehingga pendapatan daerah dapat terus meningkat dan
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dapat
berkurang.
Melalui kebijakan bagi hasil SDA diharapkan masyarakat daerah
dapat merasakan hasil dari sumber daya alam yang dimilikinya., hal ini
karena selama pemerintahan orde baru hasil SDA lebih banyak dinikmati
oleh pemerintah pusat sehingga terjadi ketimpangan pembangunan antara
daerah yang satu (Jawa) dengan daerah yang lain (Luar Jawa).
Alokasi dana bagi hasil SDA untuk investasi sektor kunci dalam
perekonomian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini
dapat berjalan bila di tunjang dengan regulasi dan alokasi dana yang
diberikan pada pos belanja modal.
Penelitian yang dilakukan oleh lembaga penyelidikan ekonomi dan
masyarakat (LPEM) FE-UI 2001 Dari studinya dihasilkan bahwa Dana Bagi
Hasil Sumber Daya Alam (DBHSDA) memperburuk disparitas antar daerah
dan Dana Alokasi Umum (DAU) cukup efektif untuk mengurangi disparitas
antar daerah. DBHSDA ternyata sangat menguntungkan daerah yang kaya
akan SDA dan tidak akan mempengaruhi daerah yang miskin SDA.
Sedangkan untuk kondisi makroekonomi dampak DBHSDA dan DAU, baik
29
secara terpisah maupun bersama-sama ternyata hanya berdampak sedikit
terhadap pertumbuhan konsumsi dan investasi.
2.2.4 Hubungan Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal
Dana Alokasi Khusus (DAK) adalah dana yang berasal dari APBN,
yang dialokasikan kepada Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan
tertentu (UU No. 33 Tahun 2004). Dana dekonsentrasi dan dana tugas
pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian negara,
yang digunakan untuk melaksanakan urusan daerah, secara bertahap
dialihkan menjadi dana alokasi khusus.
Dana alokasi khusus digunakan untuk menutup kesenjangan
pelayanan publik antardaerah dengan memberi prioritas pada bidang
pendidikan, kesehatan, infrastruktur, kelautan dan perikanan, pertanian,
prasarana pemerintahan daerah, dan lingkungan hidup.
2.2.5 Hubungan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting
untuk mengetahui dan mengevaluasi hasil pembangunan yang
dilaksanankan. Syaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah
tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan
pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan
secara luas sehingga mencakup pengeluaran yang sifatnya meningkatkan
produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002).
30
Jika PEMDA menetapkan anggaran belanja pembangunan lebih
besar dari pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaran daerah ini
akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (Saragih, 2003).
Peningkatan pelayanan publik secara berkelanjutan akan meningkatkan
sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan
fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya.
Infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah akan
berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan prasarana
memadai maka masyarakat dapat melakukan aktivitas sehari – harinya
secara aman dan nyaman yang akan berpengaruh pada tingkat
produktivitasnya yang semakin meningkat, dan dengan adanya infrastruktur
yang memadai akan menarik investor untuk membuka usaha di daerah
tersebut. Dengan bertambahnya belanja modal maka akan berdampak
pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat
dan bertambahnya investor akan meningkatkan pendapatan asli daerah
(Abimanyu, 2005).
2.2.6 Hubungan Suku Bunga terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan
jumlah investasi di suatu negara, baik yang berasal dari investor domestik
maupun dari investor asing, khususnya pada jenis invesatsi portfolio yang
umunya berjangka pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan
31
berpengaruh pada perubahan jumlah permintaan dan penawaran di pasar
uang domestik.
Tingkat bunga menentukan jenis-jenis investasi yang akan memberi
keuntungan kepada para pengusaha. Para pengusaha akan melaksanakan
investasi yang mereka rencanakan hanya apabila tingkat pengembalian
modal yang mereka peroleh melebihi tingkat bunga. Dengan demikian
besarnya investasi dalam suatu jangka waktu tertentu adalah sama dengan
nilai dari seluruh investasi yang tingkat pengembalian modalnya adalah
lebih besar atau sama dengan tingkat bunga. Apabila tingkat bunga menjadi
lebih rendah, lebih banyak usaha yang mempunyai tingkat pengembalian
modal yang lebih tinggi daripada tingkat suku bunga. Semakin rendah
tingkat bunga yang harus dibayar para pengusaha, semakin banyak usaha
yang dapat dilakukan para pengusaha. Semakin rendah tingkat bunga
semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha (Sukirno, 1998).
2.2.7 Hubungan Transfer Pemerintah Pusat terhadap Pertumbuhan
Ekonomi
Transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah merupakan satu
dari beberapa pilar pokok desentralisasi fiskal. Implikasi dari transfer
dana, pemerintah pusat memberikan bagi hasil pajak dan bagi hasil sumber
daya alam pada daerah yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan
vertikal. Distribusi sumber daya alam dan pajak tidak merata disemua
32
daerah. Oleh sebab itu, pemerintah pusat memberikan dana alokasi umum
yang bertujuan untuk fiscal equalizations dan mengurangi kesenjangan
antar daerah.
The Impact of Fiscal Decentralization Process to Indonesian Regional
Economies: A Simultaneous Econometrics Approach ” dilakukan oleh
Bambang P.S Brodjonegoro, 2001 Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan model makro ekonometrik simultan untuk melihat dampak
desentralisasi fiskal terhadap perekonomian Indonesia. Hasil studi
menunjukkan bahwa dengan skema DAU, DBHSDA, dan Dana Bagi Hasil
Pajak Penghasilan (DBHPPh) disparitas ekonomi antar daerah akan
semakin meningkat. Yang ditunjukkan oleh meningkatnya angka indeks
williamson. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi daerah, dengan skema
yang sama menghasilkan tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda antar
daerah, daerah yang kaya SDA dan menerima DAU tinggi menunjukkan
tingat petumbuhan yang tinggi, demikian sebaliknya.
2.3Tinjauan Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan transfer pusat, belanja
modal dan pertumbuhan adalah sebagai berikut: 1) Alfian H.Harahap tahun
2009, Pengaruh Dana Bagi Hasil pajak dan Dana Bagi Hasil Sumber Daya
Alam terhadap Belanja Modal. Variable yang digunakan yaitu dana bagi hasil
pajak, dana bagi hasil SDA, dan belanja modal. Hasil penelitian ini
33
menunjukkan bahwa secara simultan kedua variabel independen
berpengaruh positif terhadap belanja modal, dan secara parsial dana bagi
hasil pajak berpengaruh signifikan positif terhadap belanja modal sedangkan
dana bagi hasil SDA tidak berpengaruh terhadap belanja modal. 2) Friska
Sihite tahun 2009, Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
Dana Alokasi Khusus dan Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Daerah di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah, Dana
Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi, namun variabel Belanja Modal tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. 3) Gunawan Wahyudi Septian
tahun 2008, Pengaruh belanja modal terhadap pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan asli daerah di Indonesia. Hasil dari penelitian ini yaitu
pendapatan asli daerah dipengaruhi oleh belanja modal dan belanja modal
juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
2.4 Kerangka Konseptual dan Hipotesis2.4.1 Kerangka Konseptual
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang memberikan kesimpulan
adanya pengaruh DAU, DBH, DAK dan belanja modal terhadap pertumbuhan
daerah, maka penulis membuat kerangka konseptual atas penelitian ini
sebagai berikut:
34
Gambar 2.1Kerangka Konseptual
Dana alokasi umum, dana bagi hasil dan dana alokasi khusus adalah
bagian dari transfer pemerintah pusat yang memiliki kontribusi yang besar
dalam sumber penerimaan daerah dalam struktur APBD.
Pengalokasian anggaran belanja modal yang tinggi dapat memacu
pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan fiskal yang selanjutkan akan
menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Belanja modal yang
dilakukan digunakan untuk pembangunan sehingga masyarakat dapat
menikmati pembangunan tersebut. Dengan tersedianya infrastruktur yang
baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas di berbagai
sektor. Sehingga produktivitas masyarakat semakin tinggi dan pada akhirnya
akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi.
35
Suku Bunga (Q)
DAK (X3)
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
(Y)
(Y
Belanja Modal (Z)
DBH (X2)
DAU (X1)
Suku Bunga (R)
DAK (X3)
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
(Z)
(Y
Belanja Modal (Y)
DBH (X2)
DAU (X1)
2.4.2 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan gambaran sementara terhadap rumusan masalah
penelitian karena jawaban yang diberikan masih berdasarkan teori yang
relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui
pengumpulan data (Sugiono 2003).
Berdasarkan kerangka konseptual dan uraian teoritis tersebut, maka
penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh positif dan suku bunga
berpengaruh negatif terhadap Belanja Modal di Kabupaten/Kota
Sulawesi Selatan.
2. Belanja Moda berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di
kabupaten/kota Sulawesi Selatan.
3. Transfer Pemerintah Pusat berpengaruh positif dan suku bunga
berpengaruh negative terhadap pertumbuhan ekonomi di
Kabupaten/Kota Sulawesi Selatan melalui variabel belanja modal.
36