Upload
rusdi-ariawan
View
1.651
Download
10
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bjt Dan Jfet
Citation preview
PUTU RUSDI ARIAWAN
BJT dan JFET
PRAKTIKUM ELEKTRONIKA DASAR
OLEH :
PUTU RUSDI ARIAWAN (0804405050)
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2010
PUTU RUSDI ARIAWAN
PERCOBAAN II
BJT dan JFET
2.1 Tujuan
a. Memeriksa serta menentukan jenis dari BJT (NPN dan PNP) dan JFET
(channel P atau channel N).
b. Meneliti dan mempelajari karakteristik BJT dan JFET.
2.2 Tinjauan Pustaka
Transistor adalah piranti elektronik yang menggantikan fungsi tabung
elektrontrioda, dimana transistor ini mempunyai tiga elektroda , yaitu Emitter,
Collector dan Base. Fungsi utama atau tujuan utama pembuatan transistor
adalah sebagai penguat (amplifier), namun dikarenakan sifatnya, transistor ini
dapat digunakan dalam keperluan lain misalnya sebagai suatu saklar elektronis.
Susunan fisik transistor adalah merupakan gandengan dari bahan semikonduktor
tipe P dan N. Transistor berasal dari kata transfer resistor yang dikembangkan
oleh Berdeen, Schokley, dan Brittam pada tahun 1948 di perusahaan elektronok
Bell Telephone Laboratories. Penamaan tersebut berdasarkan prinsip kerjanya,
yaitu mentransfer ataumemindahkan arus. Pada dasarnya, transistor dan tabung
vakum memiliki fungsi yang serupa; keduanya mengatur jumlah aliran arus listrik.
Untuk mengerti cara kerja semikonduktor, misalkan sebuah gelas berisi air murni.
Jika sepasang konduktor dimasukan kedalamnya, dan diberikan tegangan DC
tepat dibawah tegangan elektrolisis (sebelum air berubah menjadi Hidrogen dan
Oksigen), tidak akan ada arus mengalir karena air tidak memiliki pembawa
muatan (charge carriers). Sehingga, air murni dianggap sebagai isolator. Jika
sedikit garam dapur dimasukan ke dalamnya, konduksi arus akan mulai mengalir,
karena sejumlah pembawa muatan bebas (mobile carriers, ion) terbentuk.
Menaikan konsentrasi garam akan meningkatkan konduksi, namun tidak banyak.
Garam dapur sendiri adalah non-konduktor (isolator), karena pembawa
muatanya tidak bebas. Silikon murni sendiri adalah sebuah isolator, namun jika
sedikit pencemar ditambahkan, seperti Arsenik, dengan sebuah proses yang
dinamakan doping, dalam jumlah yang cukup kecil sehingga tidak mengacaukan
PUTU RUSDI ARIAWAN
tata letak kristal silikon, Arsenik akan memberikan elektron bebas dan hasilnya
memungkinkan terjadinya konduksi arus listrik. Ini karena Arsenik memiliki 5
atom di orbit terluarnya, sedangkan Silikon hanya 4. Konduksi terjadi karena
pembawa muatan bebas telah ditambahkan (oleh kelebihan elektron dari
Arsenik). Dalam kasus ini, sebuah Silikon tipe-n (n untuk negatif, karena
pembawa muatannya adalah elektron yang bermuatan negatif) telah terbentuk.
Selain dari itu, silikon dapat dicampur dengan Boron untuk membuat
semikonduktor tipe-p. Karena Boron hanya memiliki 3 elektron di orbit paling
luarnya, pembawa muatan yang baru, dinamakan "lubang" (hole, pembawa
muatan positif), akan terbentuk di dalam tata letak kristal silikon. Dalam tabung
hampa, pembawa muatan (elektron) akan dipancarkan oleh emisi thermionic dari
sebuah katode yang dipanaskan oleh kawat filamen. Karena itu, tabung hampa
tidak bisa membuat pembawa muatan positif (hole). Dapat disimak bahwa
pembawa muatan yang bermuatan sama akan saling tolak menolak, sehingga
tanpa adanya gaya yang lain, pembawa-pembawa muatan ini akan terdistribusi
secara merata di dalam materi semikonduktor. Namun di dalam sebuah transistor
bipolar (atau diode junction) dimana sebuah semikonduktor tipe-p dan sebuah
semikonduktor tipe-n dibuat dalam satu keping silikon, pembawa-pembawa
muatan ini cenderung berpindah ke arah sambungan P-N tersebut (perbatasan
antara semikonduktor tipe-p dan tipe-n), karena tertarik oleh muatan yang
berlawanan dari seberangnya.
Kenaikan dari jumlah pencemar (doping level) akan meningkatkan
konduktivitas dari materi semikonduktor, asalkan tata-letak kristal silikon tetap
dipertahankan. Dalam sebuah transistor bipolar, daerah terminal emiter memiliki
jumlah doping yang lebih besar dibandingkan dengan terminal basis. Rasio
perbandingan antara doping emiter dan basis adalah satu dari banyak faktor
yang menentukan sifat penguatan arus (current gain) dari transistor tersebut.
Jumlah doping yang diperlukan sebuah semikonduktor adalah sangat
kecil, dalam ukuran satu berbanding seratus juta, dan ini menjadi kunci dalam
keberhasilan semikonduktor. Dalam sebuah metal, populasi pembawa muatan
adalah sangat tinggi; satu pembawa muatan untuk setiap atom. Dalam metal,
untuk mengubah metal menjadi isolator, pembawa muatan harus disapu dengan
PUTU RUSDI ARIAWAN
memasang suatu beda tegangan. Dalam metal, tegangan ini sangat tinggi, jauh
lebih tinggi dari yang mampu menghancurkannya. Namun, dalam sebuah
semikonduktor hanya ada satu pembawa muatan dalam beberapa juta atom.
Jumlah tegangan yang diperlukan untuk menyapu pembawa muatan dalam
sejumlah besar semikonduktor dapat dicapai dengan mudah. Dengan kata lain,
listrik di dalam metal adalah inkompresible (tidak bisa dimampatkan), seperti
fluida. Sedangkan dalam semikonduktor, listrik bersifat seperti gas yang bisa
dimampatkan. Semikonduktor dengan doping dapat dirubah menjadi isolator,
sedangkan metal tidak.
Gambaran di atas menjelaskan konduksi disebabkan oleh pembawa
muatan, yaitu elektron atau lubang, namun dasarnya transistor bipolar adalah
aksi kegiatan dari pembawa muatan tersebut untuk menyebrangi daerah
depletion zone. Depletion zone ini terbentuk karena transistor tersebut diberikan
tegangan bias terbalik, oleh tegangan yang diberikan di antara basis dan emiter.
Walau transistor terlihat seperti dibentuk oleh dua diode yang disambungkan,
sebuah transistor sendiri tidak bisa dibuat dengan menyambungkan dua diode.
Untuk membuat transistor, bagian-bagiannya harus dibuat dari sepotong kristal
silikon, dengan sebuah daerah basis yang sangat tipis. Dalam dunia elektronika,
transistor disimbolkan sebagai berikut :
(a) (b)
Gambar 2.2.1 Transistor BJT (a) tipe pnp (b) tipe npn
PUTU RUSDI ARIAWAN
Kedua jenis PNP dan NPN tidak ada bedanya, kecuali hanya pada cara
pemberian biasnya saja. Bentuk fisik transistor ini bermacam-macam kemasan,
namun pada dasarnya karena transistor ini tidak tahan terhadap temperatur,
maka tabungnya biasanya terbuat dari bahan logam sebagai peredam panas
bahkan sering dibantu dengan pelindung (peredam) panas (heat-sink).
2.2.1 Pengujian Transistor
Dengan menganggap transistor adalah gabungan dua buah dioda, maka
anda dapat menguji kemungkinan kerusakan suatu transistor dengan
menggunakan ohmmeter dari suatu multitester. Kemungkinan terjadinya
kerusakan transistor ada tiga penyebab yaitu :
a. Salah pemasangan pada rangkaian
b. Penangan yang tidak tepat saat pemasangan
c. Pengujian yang tidak professional
Sedangkan kemungkinan kerusakan transistor juga ada tiga jenis, yaitu :
a. Pemutusan
b. Hubung singkat
c. Kebocoran
Pada pengujian transistor kita tidak hanya menguji antara kedua dioda
tersebut, tapi kita juga harus melakukan pengujian pada elektroda kolektor dan
emiternya. Menguji Karakteristik statis BJT dan JFET akan digambarkan dengan
dua cara:
a. Dengan Multimeter.
Karakteristik digambarkan menggunakan kertas milimeter blok dengan
mengukur besar arus
1. karakteristik Ic terhadap Vce dengan mengukur masing-masing besaran
2. karakteristik VBE terhadap IB untuk berbagai nilai VBE
3. karakteristik hfe terhadap IC
b. Dengan Osiloskop
Pada pengukuran ini hanya akan mengukur karakteristik IC terhadap VCE
untuk berbagai nilai IB Input vertikal (Y) dari osiloskop digunakan untuk
mengamati besarnya IC yaitu dengan cara mengukur tegangan pada RC.
PUTU RUSDI ARIAWAN
Sedangkan input horisontal (X) dari osiloskop, digunakan untuk mengamati
besarnya VCE. Gambar yang terbentuk pada layar osiloskop, sumbu horisontal ke
kiri adalah tegangan positif sedangkan arah kanan adalah negatif.
- BJT
Transistor bipolar (BJT) adalah suatu jenis transistor, alat penguat atau
pemilih yang dibuat dari semikonduktor yang dikotori. Transistor bipolar adalah
gabungan dari bagian yang dikotori secara berbeda, bisa NPN atau PNP. N
berarti negatif, dan P berarti positif.
PNP
NPN
Gambar 2.2.2 Lambang rangkaian BJT tipe PNP dan NPN.
- Bias dalam Transistor BJT
Analisis atau disain terhadap suatu penguat transistor memerlukan
informasi mengenai respon sistem baik dalam mode AC maupun DC. Kedua
mode tersebut bisa dianalisa secara terpisah. Dalam tahap disain maupun
sintesis, pilihan parameter untuk level DC yang dibutuhkan akan mempengaruhi
respon AC-nya. Demikian juga sebaliknya. Persamaan mendasar dalam
transistor yang penting adalah :
VBE = 0,7 Volt
IE= (1 + β) IB ≅ IC
IC = β IB
Dalam mencari solusi dari suatu rangkaian, umumnya nilai arus basis IB
yang pertama dihitung. Ketika IB sudah diperoleh, hubungan persamaan di atas
bisa digunakan untuk mencari besaran yang diinginkan. Titik Operasi (Q) Bias
pemberiaan tegangan DC untuk membentuk tegangan dan arus yang tetap.
Tegangan dan arus yang dihasilkan menyatakan titik operasi (quiescent point)
PUTU RUSDI ARIAWAN
atau titik Q yang menentukan daerah kerja transistor. Pada gambar di bawah
ditunjukkan 4 buah titik kerja transistor. Rangkaian bias bisa di-disain untuk
memperoleh titik kerja pada titik-titik tersebut, atau titik lainnya dalam daerah
aktif. Rating maksimum ditentukan oleh Icmax dan VCE max. Daya maksimum
dibatasi oleh kurva Pcmax. BJT bisa di-bias di luar batasan maksimum tersebut,
tapi bisa memperpendek usia piranti atau bahkan merusaknya. Untuk kondisi
tanpa bias, piranti tidak bekerja, hasilnya adalah titik A dimana arus dan
tegangan bernilai nol.
Gambar 2.2.3 Grafik Bias.
Supaya BJT bisa di-bias dalam daerah linear (daerah aktif), beberapa
syarat berikut harus dipenuhi:
- Junction base-emitter dibias maju (forward bias)
- Junction base-collector dibias mundur (reverse bias)
Daerah kerja transistor (cut-off, aktif atau saturasi) ditentukan oleh bias
yang diberikan pada masing-masing junction :
1. Daerah aktif/daerah linear
- Junction base-emitter dibias maju (forward bias)
- Junction base-collector dibias mundur (reverse bias)
2. Daerah saturasi
- Junction base-emitter dibias maju (forward bias)
- Junction base-collector dibias maju (forward bias)
3. Daerah cut-off
PUTU RUSDI ARIAWAN
- Junction base-emitter dibias mundur (reverse bias)
- Junction base-collector dibias mundur (reverse bias)
- Fixed Bias
Bias model ini ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.2.4 Bias Model.
Rangkaian di atas menggunakan transistor npn. Untuk transistor pnp,
persamaan dan perhitungan adalah serupa, tapi dengan arah arus dan polaritas
tegangan berlawanan. Untuk analisis DC, rangkaian bisa di-isolasi (dipisahkan)
dari input AC dengan mengganti kapasitor dengan rangkaian terbuka (open
circuit). Untuk tujuan analisis, supply tegangan VCC bisa dipisahkan menjadi
dua, masing-masing untuk input dan output. Rangkaian pengganti DC menjadi :
Gambar 2.2.5 Bias Model npn.
PUTU RUSDI ARIAWAN
- Bias maju basis-emitter
a. Loop basis-emitter :
Gambar 2.2.6 Loop basis-emiter
Dengan hukum tegangan Kirchhoff :
-VCC + IBRB + VBE = 0
Perhatikan polaritas tegangan drop di RB. Arus basis IB menjadi :
Dan
VBE = VB - VE
b. Loop collector-emitter
VCE = VCC – ICRC
VCE = VC - VE
Saturasi transistor Transistor saturasi jika juction base collector tidak lagi di
bias mundur
VCE = 0 V
ICsat = VCC/RC
PUTU RUSDI ARIAWAN
- Bias Emitter stabil
Gambar 2.2.7 Bias emiter stabil
a. Loop Base-Emitter
VCC – IBRB – VBE – IERE = 0
b. Loop Collector - Emitter
VCC = IERE + VCE + ICRC
Saturasi :
ICsat = VCC/(RC+RE)
- Bias Pembagi Tegangan
Gambar 2.2.8 Bias pembagi tegangan
PUTU RUSDI ARIAWAN
- Bias dengan umpan balik
Untuk meningkatkan stabilitas bisa dilakukan dengan memberikan umpan
balik dari collector menuju base.
Gambar 2.2.9 Bias dengan umpan balik
Persamaan tegangan untuk loop di sebelah kiri ( loop base-emitter) :
VCC – I’CRC – IBRB –VBE-IERE = 0
Perhatikan bahwa arus IC yang masuk ke kaki collector berbeda dengan I’C,
dimana :
I’C = IB + IC
Tapi nilai IB yang jauh lebih kecil bisa diabaikan untuk memperoleh
persamaan yang lebih sederhana (asumsi I’C ≅ IC ≅ βIB dan IC ≅ IE):
VCC – βIBRC – IBRB – VBE - βIBRE = 0
VCC – VBE – βIB(RC +RE)– IBRB = 0
Sehingga :
PUTU RUSDI ARIAWAN
a. Loop collector-emitter
Gambar 2.2.10 Loop collector-emiter
IERE + VCE + I’CRC = VCC
Dengan I’C ≅ IC dan IC ≅ IE maka
VCC = IC(RC + RE) + VCE
VCE = VCC - IC(RC + RE)
- Perbedaan BJT dan JFET
Perbedaan utama antara JFET dengan BJT adalah apabila pada JFET
gerbang dibias mundur sedangkan pada BJT basis dibias maju. Hal ini berarti
arus keluaran pada JFET dikendalikan oleh tegangan gerbang (VGS) sedangkan
pada BJT arus keluaran dikendalikan oleh arus basis (IB). Berdasarkan
pembawa muatan mayoritasnya, JFET dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe-n dan tipe-
p. Perbandingan antara JFET tipe-n dan tipe-p ditampilkan dalam tabel berikut:
PUTU RUSDI ARIAWAN
Table 1.1 Perbandingan JFET tipe-n dan tipe-p
No Keterangan JFET
Kanal n Kanal p
1. Simbol
2. Kurva Karakteristik
3. Rumus ID
4. Kurva Tracer
5. Mode Operasi Depletion
- JFET
FET (juga dinamakan transistor unipolar) hanya menggunakan satu
jenis pembawa muatan (elektron atau hole, tergantung dari tipe FET). Dalam
FET, arus listrik utama mengalir dalam satu kanal konduksi sempit dengan
depletion zone di kedua sisinya (dibandingkan dengan transistor bipolar dimana
daerah Basis memotong arah arus listrik utama). Dan ketebalan dari daerah
perbatasan ini dapat dirubah dengan perubahan tegangan yang diberikan, untuk
mengubah ketebalan kanal konduksi tersebut.
JFET (Junction FET) terdapat isolasi oleh sambungan pn (junction).
Dalam hal ini akan dibahas mengenai bangun JFET saluran n. Ada 2 jenis JFET,
PUTU RUSDI ARIAWAN
yaitu JFET saluran n dan JFET saluran p. Dalam JFET saluran n terdapat 1
bahan semikonduktor n yang membentuk saluran arus antara kedua sambungan
pada ujungnya. Kedua sambungan ini disebut dengan drain (D) atau
pengosongan dan source (S) atau sumber. Di samping balok saluran n dibentuk
dua daerah semikonduktor p+. Semikonduktor p+ adalah semikonduktor p
dengan konsentrasi atom asing yang tinggi, sehingga terdapat banyak pembawa
muatan positif (maka dinamakan p+). Kedua daerah semikonduktor p+
tersambung dan membentuk sambungan keluaran yang disebut sebagai gate (G)
atau gerbang. Antara semikonduktor p dan semikonduktor n terdapat daerah
pengosongan dimana tidak ada pembawa muatan. Karena konsentrasi atom
asing dalam semikonduktor p+ jauh lebih tinggi daripada yang terdapat dalam
semikonduktor n, maka daerah pengosongan lebih jauh masuk ke dalam daerah
semikonduktor n. Besar arus yang mengalir dari drain ke source ditenyukan oleh
resistivitas dari saluran n yang terdapat antara kedua daerah pengosongan di
samping saluran. Resistivitas tersebut tergantung dari konsentrasi pembawa
muatan n dan dari ukuran saluran (panjang, lebar dan tinggi saluran n).
- Grafik Keluaran JFET
Pada voltase drain-source yang kecil arus naik dengan cepat dengan
kenaikan VDS sampai nilai arus tertentu, kemudian arus manjadi hampir konstan
dan hanya naik sedikit ketika VDS semakin besar. Daerah dalam grafik dimana ID
konstan disebut daerah saturasi. Daerah saturasi dimulai pada voltase VDS yang
lebih tinggi daripada voltase VCE pada transistor bipolar yang mana daerah aktif
transistor tercapai. Voltase dimana daerah saturasi mulai disebut sebagai
threshold voltage VT. Besar dari threshold voltage VT tergantung dari voltase VGS
antara gate dan source. Threshold voltage ini merupakan voltase dimana pinch
off mulai terjadi. Ketika IV GSI semakin besar, VT semakin kecil. Terdapat
hubungan sebagai berikut :
VT = VGS – VP = IV PI - IV GSI
dimana
VP : Voltase pinch off, yaitu voltase gate – source dimana arus drain menjadi
nol (kecuali adanya arus bocor yang kecil)
PUTU RUSDI ARIAWAN
2.2.2 Nilai Batas Suatu Transistor
Sebagaimana telah disebutkan bahwa bahan semikonduktor akan
berubah sifat jika menerima panas yang berlebihan. Suhu maksimal sutu
transistor Germanium adalah sekitar 75o C sedangkan jenis Silikon sekitar 150o
C. Daya yang disalurkan pada sebuah transistor harus sedemikian rupa sehingga
suhu maksimalnya tidak dilampaui dan untuk itu diperlukan bantuan pendingin
baik dengan Heat Sink atau dengan kipas kecil (Fan). Pada saat penyolderan
kaki-kaki transistor, harus dipertimbangkan juga temperatur solder dan selain itu
biasanya digunakan alat pembantu dengan jepitan (tang) guna pengalihan
penyaluran panas. Peralihan panas transistor ke pendingin yang baik adalah
dengan bantuan Pasta Silikon yang disapukan antara transistor dengan badan
pendinginnya. Selain itu biasanya pendingin tersebut diberi cat warna hitam guna
memudahkan penyaluran panas.
Doping pada bagian tengah diberikan lebih sedikit dibandingkan dengan
bagian luar (sekitar 10:1). Doping rendah ini mengurangi konduktiviti material
dengan membatasi jumlah elektron bebas. Istilah bipolar berasal dari kenyataan
bahwa elektron dan holes berpartisipasi dalam proses pembangkitan arus. Kaki
kolektor pada transistor NPN selalu berada pada kutub positif, sedangkan kaki
kolektor pada transistor PNP selalu pada kutub negatif.
Pada badan transistor juga tertera huruf dank kode – kode lain. Berikut ini
adalah arti huruf – huruf pengkodean pada komponen elektronika buatan Eropa :
1. Huruf pertama menyatakan bahan semikonduktir yang digunakan untuk
membuat komponen tersebut.
A = Germanium
B = Silikon
C = Arsenida Galium
D = Antimonida Indium
E = Sulfida Cadmium
2. Huruf kedua manyatakan fungsi penerapannya pada rangkaian elektronika.
A = dioda detektor, dioda pencampur, dioda kecepatan tinggi,
B = dioda kapasitas variable,
PUTU RUSDI ARIAWAN
C = transistor frekuensi rendah,
D = transistor daya frekuensi rendah,
E = dioda terobosan,
F = transistor frekuensi radio,
G = macam ragam keperluan
L = transistor daya frekuensi radio,
N = kopling foto,
P = detektor radiasi seperti dioda foto, transistor foto,
Q = generator radiasi seperti LED,
R = piranti kemud dan saklar, seperti TRIAC, dsb,
S = transistor saklar, daya rendah,
T = piranti kemudi dan switching, seperti TRIAC,
U = transistor saklar daya tinggi,
X = dioda pengganda,
Y = penyearah, dioda efisiensi
X = dioda zener, pengatur (regulator).
3. Huruf – huruf atau angka – angka yang lain menyatakan nomor seri.
Untuk transistor – transistor buatan Amerika, kode yang biasa digunakan
adalah 1N, 2N, dan sebagainya. Berbeda dengan Jepang, karena Jepang
menggunakan kode lain lagi, yaitu 2SA, 2SB, dan lain – lain.
2.2.3 Operasi Transistor
Pada gambar 2.2.11a diperlihatkan keping horizontal transistor jenis
NPN. Pengoperasian transistor dapat diterangkan secara kualitatif dalam hal
distribusi potensial pada sambungan (gambar 2.2b). Sambungan emitor
berpanjar maju, dengan efek dari tegangan panjar ebV terjadi penurunan
tegangan penghalang pada sambungan emitor dan memberi kesempatan pada
elektron melakukan injeksi ke basis dimana pada daerah ini miskin elektron
(minoritas). Sambungan kolektor berpanjar mundur; sebagai efek dari
pemasangan tegangan panjar CBV akan menaikkan potensial penghalang pada
sambungan kolektor. Karena daerah basis sangat tipis, hampir semua elektron
yang terinjeksi pada basis tersapu ke kolektor dimana mereka melakukan
rekombinasi dengan lubang yang “disediakan” dengan pemasangan baterai
PUTU RUSDI ARIAWAN
luar. (Sebenarnya terjadi pengambilan elektron oleh baterai eksternal,
meninggalkan lubang untuk proses rekombinasi). Sebagai hasilnya terjadi
transfer arus dari rangkaian emitor ke rangkaian kolektor yang besarnya
hampir tidak tergantung pada tegangan kolektor-basis. Seperti akan kita lihat,
transfer tersebut memungkinkan pemasangan hambatan beban yang besar
untuk mendapatkan penguatan tegangan.
(a) (b)
Gambar 2.2.11 Pengoperasian transistor jenis NPN a). kondisi panjar b).
distribusi potensial
2.2.4 Karakteristik DC
Karakteristik DC dari BJT dapat diprediksi dengan melihat aliran
pembawa muatan melewati sambungan dan ke basis. Dengan sambungan
emitor berpanjar maju dan sambungan kolektor berpanjar mundur (biasa disebut
operasi normal, pengoperasian di daerah aktif).
Komponen terbesar dari arus emitor EI terdiri atas elektron yang
mengalir melewati penurunan tegangan potensial ( EBVV0 ) ke sambungan
emitor-basis. Efisiensi emitor ( ) berharga mendekati satu sehingga arus hampir
terdiri atas semua elektron yang terinjeksi dari emitor. Komponen lain adalah
aliran lubang dari basis yang juga difasilitasi oleh penurunan tegangan
penghalang tersebut. Daerah basis memiliki tingkat doping yang lebih rendah
dibandingkan daerah emitor, sehingga arus lubang relatif lebih rendah. Kedua
jenis muatan mengalir melalui proses difusi.
PUTU RUSDI ARIAWAN
Elektron yang “terinjeksi” dari emitor ke basis dapat mengalir
melalui sambungan emitor-basis secara bebas karena beberapa sebab :
1. tidak ada tegangan yang melawannya,
2. hanya terdapat jarak yang pendek pada daerah basis (tipis) dan
3. hanya terdapat jumlah lubang yang relatif rendah sehingga tidak banyak
elektron yang tertangkap lubang dan hilang, yaitu dengan proses
rekombinasi.
Dengan proses pabrikasi transistor yang benar, kurang lebih 99 - 99,9%
elektron yang terinjeksi berhasil mencapai sambungan basis-kolektor (factor
biasanya berharga sekitar 0,98). Elektron tersebut tidak mengalami
kesulitan akibat penurunan tegangan penghalang.
Arus elektron Ei mendominasi besarnya arus kolektor. Komponen
lain dari arus kolektor berupa arus drift melewati sambungan kolektor-basis
dari pembawa muatan minoritas hasil generasi termal. Jika kita memasang
tegaangan EBV pada sambungan emitor-basis, kita menginjeksi arus yang
diberikan oleh persamaan arus diode :
1TVEBV
eIi CBOE
dimana TV = 25mV pada temperatur ruang. CBOI adalah penulisan
yang benar namun biasanya lebih sering ditulis sebagai OI . Fuge factor ( )
untuk transistor biasanya tidak diperlukan. Tanda negatif hanya untuk memenuhi
perjanjian konvensional, tidak perlu terlalu dirisaukan. Harga arus Ei sangat
tergantung pada tegangan EBv .
Sebagian besar elektron mencapai kolektor atau
EC ii
dimana = 1. Arus lain sebesar
1EEE iii
terlihat sebagai arus basis
1EB ii
PUTU RUSDI ARIAWAN
1
Ci
Ci
yaitu
BC ii .
disebut penguatan arus (current gain ), dimana harganya akan sangat
bervariasi dari satu transistor ke yang lain walaupun mempunyai seri dan tipe
yang sama, dapat berharga serendah 20 dan dapat berharga setinggi 2000,
namun biasanya berharga sekitar 100-200.
2.2.5 Karakteristik Keluaran
a. Konfigurasi Basis-Bersama (Common-Base Configuration).
Rangkaian transistor seperti pada gambar 2.2.12 disebut konfigurasi
basis bersama karena i-v basis digunakan untuk terminal masukan maupun
keluaran. Karakteristik BJT dengan konfigurasi ini dapat kita kembangkan dari
pemahaman kita tentang diode dan pengoperasian transistor.
Gambar 2.2.12 Transistor dengan konfigurasi basis bersama
Karena sambungan emitor-basis seperti diode berpanjar maju, maka
karakteristik masukan rangkaian ini (gambar 2.2.13-b) mirip dengan karakteristik
diode (gambar 2.2.13-a). Terlihat bahwa efek dari tegangan kolektor-basis CBv
cukup kecil. Dengan CBv berharga positif dan emitor hubung terbuka, Ei = 0 volt
PUTU RUSDI ARIAWAN
dan bagian basis - kolektor pada dasarnya berpanjar mundur. ( CBv berharga
negatif akan membuat sambungan kolektor - basis berpanjar maju dan akan
mengalir Ci berharga negatif). Untuk Ei = 0,
Ci ≈ CBOI (lihat gambar 2.2.13-c),
karakteristik kolektor mirip dengan karakteristik diode gambar 2.2.13-a pada
kuadran tiga. Untuk Ei = -5 mA, arus kolektor meningkat sebesar Ei ≈ +5
mA dan menampakkan bentuk kurva. Karena faktor selalu lebih kecil dari
satu 1
maka secara praktis konfigurasi basis -bersama tidak baik
sebagai penguat arus.
(a) (b) (c)
Gambar 2.2.13 Karakteristik transistor NPN untuk konfigurasi basis-bersama
a) karakteristik basis, b) karakteristik emitter, c) karakteristik kolektor
b. Konfigurasi Emitor-Bersama (Common-Emitter Configuration)
Konfigurasi emitor-bersama seperti diperlihatkan pada gambar 2.2.14
lebih sering digunakan sebagai penguat arus. Sesuai dengan namanya
emitor dipakai bersama sebagai terminal masukan maupun keluaran. Arus input
dalam konfigurasi ini adalah Bi , dan arus emitter Ei = BC ii , karenanya
besarnya arus kolektor adalah
CBOBCCBOEC IiiIii
atau
11
CBOBC
Iii
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 2.2.14 transistor dalam konfigurasi emitter bersama
Untuk menyederhanakan persamaan diatas kita telah mendifinisikan “nisbah
transfer arus” sebagai
1
dan kita dapat mencatat besarnya arus cutoff kolektor sebagai
CEOCBOCBO II
I1
1
Dengan demikian bentuk sederhana persamaan arus keluaran (kolektor) dalam
bentuk arus masukan (basis) dan nisbah transfer-arus adalah
CEOBC Iii
(a) (b)
Gambar 2.2.15 Karakteristik transistor NPN untuk konfigurasi emitter bersama
a) karakteristik basis, b) karakteristik kolektor
Bentuk karakteristik emitor-bersama diperlihatkan pada gambar 2.2.15.
besarnya arus masukan Bi relatif kecil untuk tegangan kolektor-emitor lebih
besar 1 V, dan harganya tergantung pada besarnya tegangan sambungan
PUTU RUSDI ARIAWAN
emitor-basis. Untuk BJT silicon misalnya, untuk tegangan panjar maju sekitar 0,7
V akan memberikan Bi yang cukup besar.
Pada gambar 2.2.15-b, untuk Bi = 0 , arus Ci berharga relatif kecil dan
hampir konstan pada harga CEOI . Setiap ada kenaikan arus Bi , akan diikuti
kenaikan arus Ci sebesar Bi . Untuk 98.0 ,
4998.01/98.01/ jelas sedikit perubahan pada Bi akan
memberikan kenaikan yang sangat besar. Sedikit kenaikan pada akan
menghasilkan perubahan yang lebih besar pada , dan efek dari CEv pada
konfigurasi ini akan lebih nampak dibandingkan pada konfigurasi basis-bersama
2.2.6 Karakteristik Masukan
Karakteristik transistor lain yang perlu diketahui adalah karakteristik
masukan, yaitu hubungan eksponensial VI pada sambungan emiter-basis.
Karakteristik masukan pada konfigurasi basis bersama adalah hubungan
antara BEv dengan Ei , sedangkan pada konfigurasi emitor-bersama adalah
hubungan antara BEv dengan Bi .
2.2.7 Karakteristik Transfer-Arus
Karakteristik transfer-arus berupa plot Ci terhadap Bi untuk suatu harga
CEv tertentu. Ini dapat diperoleh dengan mudah dari karakteristik keluaran.
Kemiringan dari kurva yang diperoleh secara langsung akan memberikan harga
dari hubungan :
BC ii
2.2.8 Karakteristik Transfer
Karakteristik i-v dari FET menunjukkan bahwa arus keluaran dapat
dikontrol oleh tegangan masukan, dengan demikian FET dapat digunakan
sebagai “saklar” dengan tegangan sebagai pengontrol. Jika arus keluaran
dilewatkan pada suatu resitor, tegangan yang terjadi mungkin akan lebih besar
dibandingkan tegangan masukan, atau FET dapat digunakan sebagai “penguat”.
PUTU RUSDI ARIAWAN
Karena karakteristik piranti secara individu tidak dapat diketahui secara pasti,
maka biasanya digunakan analisa pendekatan. Pada daerah jenuh, yaitu antara
pinch-off atau turn-on dengan daerah breakdown, arus D ( Di ) hampir tidak
tergantung pada besarnya tegangan D-S ( DSv ), dan “karakteristik transfer” yang
menggambarkan hubungan antara arus keluaran dengan tegangan masukan
diperlihatkan seperti pada gambar 2.2.16.
Dari analisis teori dan pengukuran praktis, dapat diperlihatkan bahwa
karakteristik transfer untuk ketiga jenis FET dapat didekati berbentuk parabolik.
Untuk JFET, arus D pada daerah arus-konstan adalah
Gambar 2.2.16 karakteristik transfer pada arus konstan untuk JFET
2
1P
GSDSSD V
vIi
dimana DSi arus D pada daerah arus-konstan
DSSI nilai DSi dengan G terhubung langsung dengan S
PV tegangan pinch-off
2.2.9 Penguat Sumber-Bersama (Common-Source Amplifier)
Konfigurasi sumber bersama (common-source) paling banyak digunakan
pada penguat FET. Dalam berbagai hal konfigurasi ini mirip dengan konfigurasi
emitor-bersama pada BJT. Isyarat masukan dikenakan pada G-S dan isyarat
keluaran diambil dari D-S. Titik S terhubung dengan masukan dan keluaran.
PUTU RUSDI ARIAWAN
Salah satu bentuk praktis rangkaian sumber bersama diperlihatkan pada gambar
2.2.17. Pada prinsipnya rangkaian ini sama dengan rangkaian dasar penguat
JFET yang telah kita bahas sebelumnya. Pada rangkaian dapat dipasang piranti
JFET, D-MOSFET atau E-MOSFET. Karakteristik rangkaian pada dasarnya
sama untuk ketiga piranti tersebut.
Gambar 2.2.17 Penguat JFET sumber bersama (common-source)
Isyarat yang akan diproses pada sumber bersama diumpankan pada G-
S. Panjar mandiri pada rangkaian diperoleh dengan memasang resistor
sumber 2R . Tegangan ini menentukan karakteristik statik titik pengoperasian
rangkaian. Tegangan isyarat yang datang akan tergabung (superimpossed)
dengan tegangan G. Ini menyebabkan tegangan G bervariasi mengikuti AC.
Variasi ini akan diikuti oleh arus drain DI . Tegangan keluaran yang diambil dari
S-D akan mengalami pembalikan 0180 . Penguatan tegangan adalah sebesar
GSDSV VVA / dengan harga sekitar 5 – 10. Impedansi masukan berharga
sangat tinggi (berorde mega ohm). Impedansi keluaran relatif cukup tinggi
(beberapa kilo ohm) dan pada dasarnya tidak tergantung pada harga LR .
2.2.10 Penguat Gerbang-Bersama (Common-Gate Amplifier)
Konfigurasi gerbang-bersama (common-gate) dalam berbagai hal
mirip dengan konfigurasi basis-bersama pada BJT. Isyarat masukan dikenakan
pada S-G dan isyarat keluaran diambil dari D-G. Konfigurasi gerbang-bersama
dapat digunakan sebagai penguat tegangan tetapi mempunyai penguatan arus
PUTU RUSDI ARIAWAN
lebih kecil dari satu. Konfigurasi ini dapat digunakan untuk piranti JFET, D-
MOSFET atau E-MOSFET.
Gambar 2.2.18 Penguat JFET sumber bersama (common-source)
Salah satu bentuk praktis rangkaian gerbang-bersama diperlihatkan pada
gambar 2.2.18. Pada rangkaian ini digunakan penguat JFET. Panjar mandiri
pada rangkaian diperoleh dengan memasang resistor sumber 1R . Tegangan
ini menentukan karakteristik statik titik pengoperasian rangkaian. Isyarat
masukan dikenakan pada 1R melalui 1C . Variasi yang terjadi pada isyarat
masukan menyebabkaan perubahan pada tegangan S. Pada periode positif
isyarat masukan akan membuat S semakin positif, ini akan membuat DI
semakin negatif. Demikian halnya pada saat periode isyarat masukan negatif,
akan terjadi kenaikan DI . Penurunan tegangan pada 2R akan mengalami
kenaikan atau penurunan mengikuti masukan. Dengan kata lain isyarat masukan
sefase dengan isyarat keluaran.
Penguat gerbang-bersama mempunyai karakteristik yang agak
spesifik. Besarnya penguatan tegangan relatif lebih rendah dibandingkan
penguat sumber bersama, yaitu berharga sekitar 2 - 5. Penguat ini memiliki
impedansi masukan yang sangat rendah (sekitar 200 – 1500 ) dan impedansi
keluaran sedang (sekitar 5 – 15k ). Konfigurasi ini banyak dipakai untuk
penguat isyarat frekuensi radio (RF).
PUTU RUSDI ARIAWAN
2.2.11 Penguat Saluran-Bersama (Common-Drain Amplifier)
Penguat saluran-bersama mempunyai isyarat masukan yang
dikenakan pada G dan isyarat keluaran diambil dari S. D terhubung baik dengan
masukan maupun dengan keluaran. Penguat ini juga disebut sebagai pengikut-
saluran (drain follower) dan memiliki karakteristik mirip dengan rangkaian
pengikut emitor pada transistor BJT. Gambar 2.2.19 memperlihatkan bentuk
praktis rangkaian saluran-bersama dengan menggunakan JFET saluran-n.
Konfigurasi ini memiliki impedansi masukan yang sangat tinggi dengan
memasang 1R . Titik operasi transistor ditentukan oleh 2R . Pada rangkaian ini,
resistor 3R telah digeser dari D ke S. Kombinasi resistor 2R dan 3R membentuk
hambatan beban dan akan menjadi impedansi keluaran.
Gambar 2.2.19 Penguat JFET saluran-bersama (common-drain).
Saat isyarat masukan AC diumpankan ke G, maka akan terjadi
perubahan tegangan G. Titik operasi DC ditentukan oleh resistor 2R . Pada
periode positif isyarat masukan, akan membuat G negatif. Ini akan membuat
saluran-n menjadi semakin konduktif. Dengan bertambahnya arus yang
melewati 3R dan 2R , maka S akan berubah/bergoyang positif. Demikian
sebaliknya pada saat periode isyarat masukan negatif, akan membuat saluran-n
menjadi kurang konduktif. Penguat saluran-bersama banyak digunakan sebagai
piranti penyesuai impedansi (impedance-matching), yaitu untuk menyambung
PUTU RUSDI ARIAWAN
rangkaian dengan beban impedansi tinggi dengan rangkaian dengan beban
impedansi rendah.
2.2.12 PENGGUNAAN TRANSISTOR
Sebagaimana tujuan dari pembuatan transistor, maka transistor awalnya
dibuat untuk menguatkan (amplifier) signal-signal, daya, arus, tegangan dan
sebagainya. Namun dikarenakan karakteristik listriknya, penggunaan transistor
jauh lebih luas dimana transistor ini banyak digunakan juga sebagai saklar
elektronik dan juga penstabil tegangan.
a. Transistor sebagai saklar
Dengan memanfaatkan sifat hantar transistor yang tergantung dari
tegangan antara elektroda basis dan emitter (Ube), maka kita dapat
menggunakan transistor ini sebagai sebuah saklar elektronik, dimana saklar
elektronik ini mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan saklar
mekanik, seperti :
a. Fisik relative jauh lebih kecil,
b. Tidak menimbulkan suara dan percikan api saat pengontakan.
c. Lebih ekonomis.
Prinsip saklar elektronik dengan transistor diperlihatkan seperti gambar
2.2.20 dimana dalam gambar tersebut diperlihatkan kondisi ON dan OFF nya.
Gambar 2.2.20. Prinsip Saklar Transistor
Kondisi OFF terjadi jika IC . RL = 0, dimana dalam kondisi ini tegangan
UBE
PUTU RUSDI ARIAWAN
lebih kecil dari tegangan konduk transistor, sehingga tegangan UCE = UCC.
Sedangkan kondisi ON atau disebut juga kondisi saturasi akan terjadi jika IC . RL
= UCC , dimana dalam kondisi ini UBE sudah mencapai tegangan konduk
transistor sehingga UCE = 0. Selain itu prinsip switching ini juga diterapkan
dalam rangkaian kaskade , yaitu rangkaian yang terdiri dari dua buah transistor
dengan pengutuban berbeda PNP dan NPN yang dihubung seri seperti gambar
2.2.20 dimana saklar ini akan terbuka jika persambungan antara Kolektor
transistor –1 (Q1) dan Basis transistor-2 (Q2) diberikan signal penyulut (trigger).
Gambar 2.2.21 Rangkaian Kaskade Transistor
b. Transistor sebagai pengatur tegangan (Voltage-Regulator)
Gambar 2.2.22. Regulator Tegangan dengan Transistor
Jika terjadi fluktuasi tegangan jala-jala pada sisi input atau jika ada
perubahan beban RL, maka tegangan UCB akan berubah dengan jumlah yang
PUTU RUSDI ARIAWAN
sama, karena UZ tetap konstan sedangkan Ui = UCB + UZ. Pada saat terjadi
perubahan tegangan ini, Uo akan konstan karena UBE praktis tidak terpengaruh
oleh perubahan UCB.
Transistor mempunyai tiga buah elektroda, yaitu Emiter, Basis dan
Kolektor
dan juga terdiri atas dua jenis pengutuban yaitu PNP dan NPN. Transistor dibuat
untuk keperluan penguatan arus, tegangan, daya (Amplifier). Karena karakteristik
listriknya, transistor penggunaannya lebih luas diantaranya dapat digunakan
sebagai saklar elektronik. Kondisi transistor dapat diuji dengan sederhana
dengan menggunakan alat ohmmeter dari sebuah multitester pada tiga titik
pengutuban dan dua arah (Forward dan Reverse), Suhu maksimal untuk
transistor jenis germanium sekitar 75oC, sedangkan silikon sekitar 15 oC Karena
transistor tidak tahan terhadap temperature yang berlebihan, maka biasanya
digunakan peralatan pendingin seperti Heat-Sink, Fan atau Pasta Silikon guna
menurunkan suhu tersebut agar terhindar dari kerusakan.
Transistor Darlington
Transistor Darlington adalah rangkaian elektronika yang terdiri dari
sepasang transistor bipolar (dwi kutub) yang tersambung secara tandem (seri).
Sambungan seri seperti ini dipakai untuk mendapatkan penguatan (gain) yang
tinggi, karena hasil penguatan pada transistor yang pertama akan dikuatkan lebih
lanjut oleh transistor kedua. Keuntungan dari rangkaian Darlington adalah
penggunaan ruang yang lebih kecil dari pada rangkaian dua buah transistor
biasa dengan bentuk konfigurasi yang sama. Penguatan arus listrik atau gain dari
rangkaian transistor Darlington ini sering dituliskan dengan notasi β atau hFE.
Rangkaian transistor Darlington ditemukan pertama kali oleh Sidney Darlington
yang bekerja di Laboratorium Bell di Amerika Serikat. Jenis rangkaian hasil
penemuannya ini telah mendapatkan hak paten, dan banyak dipakai dalam
pembuatan Sirkuit terpadu (IC atau Integrated Circuits) chip. Jenis rangkaian
yang mirip dengan transistor Darlington adalah rangkaian pasangan Sziklai yang
terdiri dari sepasang transistor NPN dan PNP. Rangkaian Sziklai sering dikenal
sebagai rangkaian 'Complementary Darlington' atau 'rangkaian kebalikan dari
Darlington'. Transistor Darlington bersifat seolah-olah sebagai satu transistor
PUTU RUSDI ARIAWAN
tunggal yang mempunyai penguatan arus yang tinggi. Penguatan total dari
rangkaian ini merupakan hasil kali dari penguatan masing-masing transistor yang
dipakai:
Nilai penguatan total dari transistor Darlington bisa mencapai 1000 kali
atau lebih. Dari luar transistor Darlington nampak seperti transistor biasa dengan
3 buah kutub: B (basis), C (Kolektor), dan E (Emitter). Dari segi tegangan
listriknya, voltase base-emitter rangkaian ini juga lebih besar, dan secara umum
merupakan jumlah dari kedua tegangan masing-masing transistornya, seperti
nampak dalam rumus berikut: VBE = VBE1 + VBE2
2.3 Daftar Komponen dan Alat
a. modul praktikum elektronika dasar.
b. Osiloskop dua channel.
c. 2 buah multimeter analog maupun digital.
d. 2 buah variable Power supply
e. kertas milimeter block
f. disket 3½ “ 1,44 MB
g. flash disk
h. mistar
i. Datasheet transistor yang digunakan
2.4 Cara Kerja
2.4.1 Testing kondisi BJT dan JFET
Untuk BJT periksalah kondisi transistor, dengan cara memeriksa dioda
emiter dan dioda kolektor dari transistor.
isilah tabel 2.1.
Untuk JFET periksalah hambatan antara drain dan source untuk gate
pada keadaan terbuka. Kemudian periksa pula hubungan antara gate
dengan source.
Isilah tabel 2.2
PUTU RUSDI ARIAWAN
Tabel 2.1 Resistansi dioda BJT
No BJT AVO Meter
Hambatan Dioda Keterangan keadaan Keterangan
No Seri Type Basis Emiter Basis Kolektor Baik Buruk
1 BC547 NPN Analog
Digital
2 BC557 PNP Analog
Digital
Tabel 2.2 Resistansi channel JFET
FET AVO Meter
Hambatan Keterangan keadaan Keterangan
No Seri Type Drain Source Gate Source Baik Buruk
2SK19 channel-N
Analog
Digital
2.4.2 Karakteristik BJT dan JFET
1.Karakteristik BJT
Buat rangkaian seperti pada gambar 2.1.
Aturlah tegangan catu basis dan tegangan catu kolektor sehingga
didapatkan harga-harga IB dan VCE sesuai dengan tabel 2.3.
Gunakan multimeter untuk mengukur IB (Tegangan dari RB), IC (tegangan
dari RC), dan VCE.
Catat pengamatan anda pada tabel 2.3
Gambar 2.1 Rangkaian karakteristik BJT
PUTU RUSDI ARIAWAN
Tabel 2.2 Hasil pengamatan karakteristik BJT
No
IB VCE VRE IC IE β Keterangan
1 0.1
2 0.2
3 0.3
4 0.4
5 0.5
2. Karakteristik JFET
Buat rangkaian seperti pada gambar 2.2
Aturlah tegangan agar harga VGS dan VDS sesuai dengan tabel 2.4
catat besar ID pada tabel 2.4
Gambar 2.2 Rangkaian karakteristik JFET
Tabel 2.4 Hasil Pengamatan karakteristik JFET
No VGS VDS VRD ID IG Keterangan
1 1.5
2
3
4 2.5
5
PUTU RUSDI ARIAWAN
2.4.3 Karakteristik BJT dan JFET dengan osiloskop
1. Karakteristik transistor
Buat rangkaian seperti pada gambar 2.3.
Gunakan osiloskop dua channel . Input horisontal (X/CH1) hubungkan
dengan E (emitor transistor hubungkan dengan ground osiloskop) dan
input vertikal (Y/CH2) hubungkan dengan ground RC (kolektor sebagai
ground)
Pada layar osiloskop sumbu horisontal arah kiri merupakan tegangan
positif sedangkan arah kanan merupakan tegangan negatif
Besarnya arus kolektor dapat diketahui dengan membagi nilai tegangan
vertikal dengan nilai tahanan RC
Gambar hasilnya pada kertas milimeter block, untuk harga IB 30, 50, dan
75 mA
Gambar 2.3 Rangkaian karakteristik BJT dengan osiloskop
2. Karakteristik JFET
Buat rangkaian seperti pada gambar 2.4.
Gunakan osiloskop dua channel. Input horisontal (X/CH1) hubungkan
dengan DS (drain JFET hubungkan dengan ground osiloskop) dan input
Vertikal (Y/CH2) hubungkan dengan RD (Drain sebagai ground ).
Pada layar osiloskop sumbu horisontal arah kiri merupakan tegangan
positif sedangkan arah kanan merupakan tegangan negatif
Besarnya arus drain dapat diketahui dengan membagi nilai tegangan
vertikal dengan nilai tahanan RD.
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar hasilnya pada kertas milimeter block, untuk harga VGS 0; 0,3; dan
0,7 volt
Gambar 2.4 Rangkaian karakteristik JFET dengan osiloskop
2.4.4 Konfigurasi BJT
2.4.4.1 Emiter stabilized bias
sebelum transistor dirangkai, ukurlah dahulu besarnya hfe transistor
dengan multimeter digital.
Buatlah rangkaian seperti pada gambar 2.6
Setiap mulai mengukur, matikanlah dulu catu daya selama 5 menit (agar
transistor dingin).
Kemudian on-kan catu daya dan segera ukur dan catat nilai dari IB, IC,
VCE, dan VBE.
Setiap 5 menit catatlah nilai dari IB, IC, VCE, dan VBE. Isi tabel 2.6
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 2.5. Konfigurasi Emiter stabilized bias
Tabel 2.6 Hasil Pengamatan Konfigurasi Emiter stabilized bias
No IB IC VCE VBE β Keterangan
1
2
3
4
2.4.4.2 Voltage divider bias
sebelum transistor dirangkai, ukurlah dahulu besarnya hfe transistor
dengan multimeter digital.
Buatlah rangkaian seperti pada gambar 2.7
Setiap mulai mengukur, matikanlah dulu catu daya selama 5 menit (agar
transistor dingin).
Kemudian on-kan catu daya dan segera ukur dan catat nilai dari IB, IC,
VCE, dan VBE.
Setiap 5 menit catatlah nilai dari IB, IC, VCE, dan VBE. Isi tabel 2.7
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 2.6. Konfigurasi Voltage divider bias
Tabel 2.7 Hasil Pengamatan Konfigurasi Voltage divider bias
No IB IC VCE VBE β Keterangan
1
2
3
4
2.4.5 Konfigurasi JFET
2.4.5.1 Fixed bias
Buatlah rangkaian seperti pada gambar 2.9
Setiap mulai mengukur, matikanlah dulu catu daya selama 5 menit (agar
transistor dingin).
Kemudian on-kan catu daya dan segera ukur dan catat nilai dari ID, IG,
VDS, dan VGS.
Setiap 5 menit catatlah nilai dari ID, IG, VDS, dan VGS. Isi tabel 2.9
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 2.7. Konfigurasi Fixed bias
Tabel 2.9 Hasil Pengamatan Konfigurasii Fixed bias
No ID IG VDS VGS Keterangan
1
2
3
4
2.4.5.2 Voltage divider bias
Buatlah rangkaian seperti pada gambar 2.11
Setiap mulai mengukur, matikanlah dulu catu daya selama 5 menit (agar
transistor dingin).
Kemudian on-kan catu daya dan segera ukur dan catat nilai dari ID, IG,
VDS, dan VGS.
Setiap 5 menit catatlah nilai dari ID, IG, VDS, dan VGS. Isi tabel 2.11
PUTU RUSDI ARIAWAN
Gambar 2.8. Konfigurasi Voltage divider bias
Tabel 2.11 Hasil Pengamatan Konfigurasi Voltage divider bias
No ID IG VDS VGS Keterangan
1
2
3
4
PUTU RUSDI ARIAWAN
BIODATA PENULIS
Nama : Putu Rusdi Ariawan
TTL : Denpasar. 19 April 1990
Agama : Hindu
Mahasiswa Teknik Elektro Unv. Udayana
Email : [email protected]
www.facebook.com/turusdi