26
Tuli Sensorineural pada Sindrom Rubela Kongenital Selley Kenanga 102011129 – C3 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021- 5631731 Email : [email protected] PENDAHULUAN Definisi Congenital Rubella Syndrome Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rubella. Di anak-anak, infeksi biasanya hanya menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa gejala. Infeksi pada orang dewasa dapat menimbulkan keluhan demam, sakit kepala, lemas dan konjungtivitis. Tujuh puluh persen kasus infeksi rubella di orang dewasa menyebabkan terjadinya atralgi atau artritis. Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup. Per definisi CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang di bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat bawaan (Congenital defect) yang paling sering dijumpai ialah tuli sensorineural,

Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pbl blok 23 Tuli Sensorineural

Citation preview

Page 1: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

Tuli Sensorineural pada Sindrom Rubela Kongenital

Selley Kenanga

102011129 – C3

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email : [email protected]

PENDAHULUAN

Definisi Congenital Rubella Syndrome Rubella atau campak Jerman adalah

penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus rubella. Di anak-anak, infeksi biasanya

hanya menimbulkan sedikit keluhan atau tanpa gejala. Infeksi pada orang dewasa

dapat menimbulkan keluhan demam, sakit kepala, lemas dan konjungtivitis. Tujuh

puluh persen kasus infeksi rubella di orang dewasa menyebabkan terjadinya atralgi

atau artritis. Jika infeksi virus rubella terjadi pada kehamilan, khususnya trimester

pertama sering menyebabkan Congenital Rubella Syndrome (CRS). CRS

mengakibatkan terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi

tetap hidup. Per definisi CRS merupakan gabungan beberapa keabnormalan fisik yang

berkembang di bayi sebagai akibat infeksi virus rubella maternal yang berlanjut

dalam fetus. Nama lain CRS ialah Fetal Rubella Syndrome. Cacat bawaan

(Congenital defect) yang paling sering dijumpai ialah tuli sensorineural, kerusakan

mata seperti katarak, gangguan kardiovaskular, dan retardasi mental. 1

PEMBAHASAN

Anamnesis

Kegiatan wawancara antara dokter dengan pasien tentang penyakitnya, dapat

dilakukan langsung kepada pasien (auto-anamnesis), keluarga, orang terdekat, atau

orang yang membawa pasien tersebut (alo-anamnesis). Anamnesis yang baik dan

cermat, sudah dapat memperkirakan penggolongan kehamilan, memperkirakan

prognosisnya dan rancangan tindakan untuk melakukan pertolongan persalinan. Sikap

proaktif sangat diperlukan untuk menghadapi kehamilan normal dengan risiko rendah,

oleh karena setiap saat mungkin terjadi keadaan yang gawat dan memerlukan

intervensi medis sehingga tercapai konsep well born baby dan well health mother.1

Tahapan anamnesis dijabarkan dalam tabel berikut: 2, 3

Page 2: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

Tahap Anamnesis Penjabaran

Identitas diri Ibu:

Nama, Alamat, Telp atau Hp, Umur

Untuk membedakan

Umur primigravida kurang dari 16

tahun atau diatas 35 tahun

merupakan batas awal dan akhir

reproduksi yang sehat.

Lama menikah Batas ideal dan diikuti hamil setelah

dua tahun

Jumlah anak Hati-hati jika jumlah anak melebihi 5

orang

Riwayat persalinan

Pesalinan spontan, aterm dan lahir

hidup

Abortus dan persalinan prematuritas

Persalinan dengan tindakan operasi

transvaginal

Persalinan dengan seksio sesarea

Persalinan letak sungsang

Riwayat penyakit keturunan

Penyakit herediter, misalnya:

- Cacat saat lahir

- Persalinan kembar

Riwayat kehamilan

Tanda-tanda, gejala yang timbul

Adanya infeksi, pengobatan, trauma,

kemungkinan paparan dengan zat

fetotoksik

Riwayat menstruasi

Kotrasepsi: metode, lama,

penerimaan atau alasan penghentian

Selain menanyakan hal yang diatas penting juga untuk menanyakan riwayat

perawatan antenatal guna untuk mengetahui secara lengkap mengenai kondisi

kehamilan ibu pasien. Pada pasien, penting untuk diketahui hasil pemeriksaan nilai

Apgar, berat badan, panjang badan, panjang kepala-pantat, lingkar bahu, lingkar

2

Page 3: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

kepala dan diameter kepala, serta apakah terdapat kelainan pada muka, perifer, genital

atau yang lainnya. 3

Pemeriksaan Fisik

Skor Apgar

Metode yang paling sering digunakan untuk mengkaji penyesuaian segera bayi

baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin adalah sistem skoring Apgar.4 Apgar

adalah seorang dokter ahli anesthesia amerika (1909-1974) yang telah mencetuskan

gagasan untuk melakukan pemeriksaan terhadap bayi baru lahir dengan menilai

sekumpulan gejala sehingga bayi dapat digolongkan menjadi asfiksia sedang, berat

atau lahir dengan vigorous baby.2 Skor Apgar terdiri dari 5 komponen, masing-masing

komponen diberi skor 0, 1, atau 2. Skor Apgar 1 menit digunakan untuk

mengidentifikasi perlu-tidaknya resusitasi segera. Sebagian besar bayi saat lahir

berada dalam kondisi sempurna, seperti ditunjukkan oleh skor Apgar 7-10, bayi

dengan skor 4 sampai 6 pada 1 menit memperlihatkan depresi pernapasan flaksiditas

dan warna pucat hingga biru. Namun denyut jantung dan iritabilitas refleks baik. Bayi

dengan skor 0-3 biasanya memperlihatkan denyut jantung yang lambat dan lemah

serta depresi atau tidak adanya respons refleks. Bayi ini sering mudah diidentifikasi

dan resusitasi, termasuk ventilasi buatan harus segera di mulai. Skor Apgar 5 menit

dan terutama perubahan skor antara 1 menit dan 5 menit merupakan indeks yang

bermanfaat untuk menilai efektivitas upaya resusitasi. 5

Metode evaluasi menurut skor Apgar

Dengan skor Apgar dapat digolongkan kelahiran bayi sebagai berikut: 2

1. Apgar 0-3 dinyatakan asfiksia berat

2. Apgar 4-6 dinyatakan asfiksia sedang

3. Apgar 7-10 dinyatakan vigorous baby (well born baby)

3

Page 4: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Telinga Bayi

Joint Committee of Infant Hearing (1990) menetapkan pedoman risiko tinggi ketulian: 6

1. Riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran bawaan

2. Riwayat infeksi prenatal (TORCH)

3. Kelainan anatomi telinga

4. Lahir prematur (<37 minggu)

5. Berat badan rendah (<1.500 gr)

6. Persalinan dengan tindakan

7. Hiperbilirubinemia (20 mg/dl atau lebih tinggi)

8. Asfiksia berat, nilai Apgar rendah (0-3)

Bayi dengan 3 macam faktor risiko diatas memiliki kecenderungan menderita

4

Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim

Warna kulit

Seluruhnya

biru/pucat

biru

Warna kulit tubuh

normal merah muda,

tetapi tangan dan kaki

kebiruan (Akrosianonis)

Seluruhnya berwarna

merah muda, tidak ada

sianosis

Appearance

Frekuensi

jantungTidak ada < 100 kali/menit > 100 kali/menit Pulse

Respons

refleks

Tidak ada

respons

terhadap

stimulasi

Menyeringai Menangis Grimace

Tonus ototLemas/tidak

ada

Reaksi fleksi

ekstremitas

Reaksi aktif,

ekstremitas dalam

keadaan fleksi

Activity

Pernapasan Tidak adaTangis lemah,

Hipoventalasi

Tangis kuat,

pernapasan baik dan

teratur

Respiration

Page 5: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

ketulian 63 kali lebih besar daripada bayi normal. 6

Menurut ketentuan dari American Joint Committee of Infant Hearing tahun

2000, gold standart untuk skrining pendengaran bayi adalah Automated Otoacoustic

Emissions (AOAE) dan Automated Auditory Brainstem Response (AABR). Program

skrining ini telah dijalankan pada tahun 2001 dan telah diterapkan seutuhnya di

Inggris. 7, 8

•    Automated Otoacoustic Emissions (AOAE)

OAE merupakan respon akustik nada rendah terhadap stimulus bunyi dari luar

yang tiba di sel-sel rambut luar koklea. OAE bermanfaat untuk mengetahui apakah

koklea berfungsi normal, berdasarkan prinsip elektrofisiologik yang objektif, cepat,

mudah, otomatis, non-invasif, dengan sensitivitas mendekati 100%. Kerusakan yang

terjadi pada sel-sel rambut luar koklea, misalnya akibat infeksi virus, obat ototoksik,

kurangnya aliran darah yang menuju koklea menyebabkan sel-sel rambut luar koklea

tidak dapat memproduksi OEA. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk bayi yang

baru berusia 2 hari. Selain juga untuk orang dewasa. Pada bayi, pemeriksaan ini dapat

dilakukan saat beristirahat/tidur. Tesnya tergolong singkat dan tidak sakit, namun

memberi hasil akurat. Hasilnya dapat dikategorikan menjadi dua, yakni pass dan refer.

Pass berarti tidak ada masalah, sedangkan refer artinya ada gangguan pendengaran

hingga harus dilakukan pemeriksaan berikut. 8

•    Automated Auditory Brainstem Response (AABR) atau Automated Brain

Evoked Response Audiometry (BERA)

Tes BERA dapat menggambarkan reaksi yang terjadi sepanjang jaras-jaras

pendengaran, dapat dideteksi berdasarkan waktu yang dibutuhkan dimulai pada saat

pemberian impuls sampai menimbulkan reaksi dalam bentuk gelombang.

Pemeriksaan BERA mempunyai nilai objektifitas yang tinggi, penggunaannya mudah,

tidak invasif, dan dapat dipakai untuk pemeriksaan anak yang tidak kooperatif, yang

tidak bisa diperiksa secara konvensional. 7, 8

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah:

•    Timpanometri.

Timpanometri merupakan sejenis audiometri, yang mengukur impedansi

(tahanan terhadap tekanan) pada telinga tengah. Timpanometri digunakan untuk

membantu menentukan penyebab dari tuli konduktif. Prosedur ini tidak memerlukan

partisipasi aktif dari penderita dan biasanya digunakan pada anak-anak.

5

Page 6: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

Timpanometer terdiri dari sebuah mikrofon dan sebuah sumber suara yang terus

menerus menghasilkan suara dan dipasang di saluran telinga. Dengan alat ini bisa

diketahui berapa banyak suara yang melalui telinga tengah dan berapa banyak suara

yang dipantulkan kembali sebagai perubahan tekanan di saluran telinga. 7

•    Auditory Brainstem Response (ABR)

Cara pemeriksaannya hampir sama dengan OAE. Bayi mulai usia 1 bulan

sudah dapat dilakukan tes ini, Automated ABR yang berfungsi sebagai screening,

juga dengan 2 kategori, yakni pass dan refer. Hanya saja alat ini cuma mampu

mendeteksi ambang suara hingga 40 dB. Sedangkan guna mengetahui lebih jauh

gangguan pendengaran yang diderita, lazimnya dilakukan pemeriksaan lanjutan,

dengan BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry). 7

Pemeriksaan Serologi

a. Antibodi rubella kelas IgM

Pemeriksaan antibodi IgM spesifik ditunjukkan untuk setiap neonatus dengan

berat badan lahir rendah yang juga memiliki gejala klinis rubella bawaan. Adanya

IgM di bayi tersebut menandakan bahwa ia telah terinfeksi secara bawaan, karena

antibodi ini tidak dapat melalui perbatasan (barier) plasenta. 1, 9-10

b. Antibodi rubella kelas IgG

Antibodi IgG spesifik rubella mungkin dapat dihasilkan oleh bayi secara in

vitro. Masuknya IgG maternal melalui perintangan (barier) plasenta, menyebabkan

sulitnya membedakan antara antibodi yang dialihkan (transfer) secara pasif dan

antibodi spesifik yang dihasilkan sendiri oleh bayi.1 Normalnya IgG ditransfer kepada

bayi dan secara perlahan-lahan hilang setelah 6 bulan.9 Jadi bila ditemukan IgG

spesifik rubella yang persisten hingga berumur 6–12 bulan menandakan bahwa

antibodi tersebut dihasilkan oleh bayi dan menandakan adanya infeksi bawaan.

Congenital Rubella Syndrome yang moderat maupun berat dapat dikenali pada saat

kelahiran, tetapi kasus ringan berupa gangguan jantung ringan, tuli sebagian kadang

tidak tertemukan dan baru diketahui beberapa bulan setelah kelahiran. Pemeriksaan

serologis rubella berguna dalam studi epideimologi untuk menentukan keterlibatan

virus rubella sebagai penyebab kehilangan pendengaran sensorineural pada anak-

anak. 1

5 tujuan pemeriksaan serologis rubella, yaitu: 1

6

Page 7: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

1. Membantu menetapkan diagnosis rubella bawaan. Dalam hal ini dilakukan

imunoasai IgM terhadap rubella.

2. Membantu menetapkan diagnosis rubella akut pada penderita yang dicurigai.

Untuk itu perlu dilakukan imunoasai IgM terhadap penderita

3. Memeriksa ibu dengan anamnesis ruam “rubellaform” di masa lalu, sebelum

dan pada awal kehamilan. Sebab ruam kulit semacam ini, dapat disebabkan

oleh berbagai macam virus yang lain

4. Memantau ibu hamil yang dicurigai terinfeksi rubella selama kehamilan sebab

seringkali ibu tersebut pada awal kehamilannya terpajan virus rubella

(misalnya di BKIA dan Puskesmas)

5. Mengetahui derajat imunitas seseorang pascavaksinasi.

Isolasi Virus

Virus rubella dapat diasingkan (isolasi) dari sekret hidung, darah, hapusan

tenggorok, air kemih, dan cairan serebrospinalis penderita rubella dan CRS. Virus

juga dapat diasingkan dari faring 1 minggu sebelum dan hingga 2 minggu setelah

munculnya ruam. Meskipun metode pengasingan ini merupakan diagnosis pasti untuk

menentukan infeksi rubella, metode ini jarang dilakukan karena prosedur

pemeriksaan yang rumit. Hal ini menyebabkan metode pengasingan virus bukan

sebagai metode diagnostik rutin. Untuk pengasingan secara pratama (primer)

spesimen klinis, sering menggunakan perbenihan (kultur) sel yaitu Vero; African

green monkey kidney (AGMK) atau dengan RK-13. Virus rubella dapat ditemui

dengan adanya Cytophatic effects (CPE). 1

Pemeriksaan Patologi

Pemeriksaan patologi memperlihatkan aplasia organ Corti dan sakulus (pars

inferior). Pars superior umumnya normal. 11

Dari kasus ini didapatkan nilai Skor Apgar 9, Berat badan bayi 3 kg, dan

panjang badan 40 cm. Hasil ini bila di sesuaikan dengan pedoman risiko tinggi

ketulian menurut Joint Committee of Infant Hearing (1990) yaitu bayi dengan 3

macam faktor risiko yang telah dijabarkan cenderung menderita ketulian 63 kali lebih

besar daripada bayi normal, maka pasien ini hanya memiliki 1 faktor risiko yaitu

riwayat infeksi prenatal (TORCH).

7

Page 8: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

Working Diagnosis

Congenital Rubella Syndrome (CRS)

Congenital Rubella Syndrome (CRS) atau Fetal Rubella Syndrome merupakan

gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang pada bayi sebagai akibat

infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. CRS dapat mengakibatkan

terjadinya abortus, bayi lahir mati, prematur dan cacat apabila bayi tetap hidup.

Infeksi virus rubella pada trimester I kehamilan memiliki risiko kerusakan yang lebih

besar dibandingkan dengan infeksi setelah trimester pertama. 1

Bayi yang didiagnosis mengalami CRS apabila mengalami 2 gejala kriteria A

(Katarak, glaukoma bawaan, penyakit jantung bawaan [paling sering adalah patient

ductus arteriosus atau peripheral pulmonary artery stenosis], kehilangan

pendengaran, dan pigmentasi retina) atau 1 kriteria A dan 1 kriteria B (purpura,

splenomegali, jaundice, mikrosefali, retardasi mental, meningoensefalitis dan

radiolucent bone disease). Beberapa kasus hanya mempunyai satu gejala dan

kehilangan pendengaran merupakan cacat paling umum yang ditemukan di bayi

dengan CRS. Definisi kehilangan pendengaran menurut WHO adalah batas

pendengaran ≥ 26 dB yang tidak dapat disembuhkan dan bersifat permanen. 1

Epidemiologi

Congenital Rubella Syndrome pertama kali dilaporkan pada tahun 1941 oleh

Norman Greg, seorang ahli optalmologi Australia yang menemukan katarak bawaan

di 78 bayi yang ibunya mengalami infeksi rubella di awal kehamilannya. Berdasarkan

data dari WHO paling tidak 236 ribu kasus CRS terjadi setiap tahun di negara

berkembang dan meningkat 10 kali lipat saat terjadi epidemi.1 Insiden puncak adalah

pada akhir musim dingin dan pada musim semi. Setelah dimulainya program

imunisasi, kasus menurun lebih dari 90%. 9-10

Virus Rubella sangat teratogenik. Waktu infeksi fetus menentukan besarnya efek

teratogen. Secara umum, semakin muda usia kehamilan ketika terjadi infeksi, semakin

besar kerusakan fetus. Infeksi pada trimester pertama kehamilan menimbulkan

abnormalitas bayi pada sekitar 85% kasus. Setelah trimester pertama, bahaya anomali

dapat diabaikan tetapi sering terjadi gangguan penglihatan, pendengaran atau

keduanya.3, 9-10

8

Page 9: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

Berikut presentase terjadinya risiko sindrom rubela kongenital; sebesar 90% terjadi

pada usia <11 minggu, 33% jika terjadi pada usia 15-16 minggu, 10% jika terjadi

pada usia >16 minggu. 12

Etiologi

Virus rubella diasingkan pertama kali pada tahun 1962 oleh Parkman dan

Weller. Rubella merupakan virus RNA yang termasuk dalam genus Rubivirus, famili

Togaviridae, dengan jenis antigen tunggal yang tidak dapat bereaksi silang dengan

sejumlah grup Togavirus lainnya. Virus rubella memiliki 3 protein struktural utama

yaitu 2 glycoprotein envelope, E1 dan E2 dan 1 protein nukleokapsid. Secara

morfologi, virus rubella berbentuk bulat (sferis) dengan diameter 60–70 mm dan

memiliki inti (core) nukleoprotein padat, dikelilingi oleh dua lapis lipid yang

mengandung glycoprotein E1 dan E2. Virus rubella dapat dihancurkan oleh

proteinase, pelarut lemak, formalin, sinar ultraviolet, PH rendah, panas dan

amantadine tetapi relatif rentan terhadap pembekuan, pencairan atau sonikasi. Virus

Rubella terdiri atas dua subunit struktur besar, satu berkaitan dengan envelope virus

dan yang lainnya berkaitan dengan nucleoprotein core. 1

Rubella merupakan salah satu penyebab tersering dari tuli kongenital non-genetik.

Namun dengan adanya vaksin rubela, penyakit ini dapat tereleminasi. Jika seorang

wanita terkena campak Jerman selama 3 bulan pertama kehamilannya, maka besar

kemungkinan bahwa bayinya akan mengalami ketulian sensorineural. 11

Patogenesis

Virus rubella ditransmisikan melalui pernapasan dan mengalami replikasi di

nasofaring dan di daerah kelenjar getah bening. Viremia terjadi antara hari ke-5

sampai hari ke-7 setelah terpajan virus rubella. Dalam ruangan tertutup, virus rubella

dapat menular ke setiap orang yang berada di ruangan yang sama dengan penderita.

Masa inkubasi virus rubella berkisar antara 14–21 hari. Masa penularan 1 minggu

sebelum dan 4 hari setelah onset ruam. Pada episode ini, Virus rubella sangat

menular. 1

Infeksi transplasenta janin dalam kandungan terjadi saat viremia berlangsung. Infeksi

rubella menyebabkan kerusakan janin karena proses pembelahan terhambat. Dalam

sekret faring dan urin bayi dengan CRS, terdapat virus rubella dalam jumlah banyak

yang dapat menginfeksi bila bersentuhan langsung. Virus dalam tubuh bayi dengan

9

Page 10: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

CRS dapat bertahan hingga beberapa bulan atau kurang dari 1 tahun setelah

kelahiran.1 Dengan demikian pasien merupakan ancaman bagi bayi lain serta orang

dewasa yang rentan yang berkontak dengan mereka.10

Kerusakan janin disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya oleh kerusakan sel akibat

virus rubella dan akibat pembelahan sel oleh virus. Infeksi plasenta terjadi selama

viremia maternal, menyebabkan area nekrosis yang tersebar secara fokal di epitel vili

korealis dan sel endotel kapiler. Sel ini mengalami deskuamasi ke dalam lumen

pembuluh darah, menunjukkan bahwa virus rubella di transfer ke dalam peredaran

(sirkulasi) janin sebagai emboli sel endotel yang terinfeksi. Hal ini selanjutnya

mengakibatkan infeksi dan kerusakan organ janin. Selama kehamilan muda

mekanisme pertahanan janin belum matang dan gambaran khas embriopati pada awal

kehamilan adalah terjadinya nekrosis seluler tanpa disertai tanda peradangan. 1

Sel yang terinfeksi virus rubella memiliki umur yang pendek. Organ janin dan bayi

yang terinfeksi memiliki jumlah sel yang lebih rendah daripada bayi yang sehat. Virus

rubella juga dapat memacu terjadinya kerusakan dengan cara apoptosis. Jika infeksi

maternal terjadi setelah trimester pertama kehamilan, frekuensi dan beratnya derajat

kerusakan janin dapat berkurang. Perbedaan ini terjadi karena janin terlindung oleh

perkembangan progresif respon imun janin, baik yang bersifat humoral maupun

seluler, dan adanya antibodi maternal yang di transfer secara pasif. 1

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis sindrom rubela kongenital dapat dikelompokkan menjadi 3

kelompok besar: Efek sementara pada bayi; Manifestasi permanen yang dapat terlihat

pada saat lahir atau menjadi terlihat pada tahun pertama; Abnormalitas perkembangan

yang muncul dan berkembang pada masa kanak-kanak dan remaja. Trias klasik rubela

kongenital terdiri dari katarak, kelainan jantung, serta ketulian. Bayi juga dapat

menunjukkan retardasi mental, ruam, hepatosplenomegali, ikterus, meningoensefalitis

yang bersifat sementara. 9

Berikut manifestasi klinis yang diklasifikasikan sesuai dengan waktu pemaparan

infeksi tiap trimester: 1

a. Infeksi pada trimester pertama

Kisaran kelainan berhubungan dengan umur kehamilan. Risiko terjadinya

kerusakan apabila infeksi terjadi pada trimester pertama kehamilan mencapai 80–

10

Page 11: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

90%. Virus rubella terus mengalami replikasi dan diekskresi oleh janin dengan CRS

dan hal ini mengakibatkan infeksi pada yang rentan. Gambaran klinis CRS

digolongkan menjadi transient, delayed onset, dan permanent. Kelainan pertumbuhan

seperti ketulian mungkin tidak akan muncul selama beberapa bulan atau beberapa

tahun, tetapi akan muncul pada waktu yang tidak tentu.

Kelainan kardiovaskuler seperti proliferasi dan kerusakan lapisan seluruh pembuluh

darah dapat menyebabkan kerusakan yang menyumbat arteri berukuran medium dan

besar dalam sirkulasi pulmoner dan sistemik.

Ketulian yang terjadi pada bayi dengan CRS tidak diperkirakan sebelumnya. Metode

untuk mengetahui adanya kehilangan pendengaran janin seperti emisi otoakustik dan

auditory brain stem responses saat ini dikerjakan untuk menyaring bayi yang berisiko

dan akan mencegah kelainan pendengaran lebih awal, juga saat neonatus. Peralatan

ini mahal dan tidak dapat digunakan di luar laboratorium. Kekurangan inilah yang

sering terjadi di negara berkembang tempat CRS paling sering terjadi.

Kelainan mata dapat berupa apakia glaukoma setelah dilakukan aspirasi katarak dan

neovaskularisasi retina merupakan manifestasi klinis lambat CRS.

Sindrom rubela memanjang (extended rubella syndrome) dapat menyebabkan

panensefalitis progresif dan diabetes tipe 1. Komplikasi ini mungkin belum muncul

secara klinis sampai dekade kedua atau ketiga kehidupan. Namun ini jarang terjadi. 10

b. Infeksi setelah trimester pertama

Virus rubella dapat diisolasi dari ibu yang mendapatkan infeksi setelah

trimester pertama kehamilan. Penelitian serologis menunjukkan sepertiga dari bayi

yang lahir dari ibu yang terinfeksi virus rubella pada umur 16–20 minggu memiliki

IgM spesifik rubella saat lahir. Penelitian di negara lain menunjukkan bahwa infeksi

maternal diperoleh usia 13–20 minggu kehamilan dan dari bayi yang menderita

kelainan akibat infeksi virus rubella terdapat 30-35%, tetapi setelah periode ini

insidennya kurang dari 10%. Ketulian dan retinopati sering merupakan gejala tunggal

infeksi bawaan (congenital) meski retinopati secara umum tidak menimbukan

kebutaan.

c. Infeksi yang terjadi sebelum penghamilan (konsepsi)

Dalam laporan kasus individual, infeksi virus rubella yang terjadi sebelum

penghamilan (konsepsi), telah merangsang terjadinya infeksi bawaan. Penelitian

prospektif lain yang dilakukan di Inggris dan Jerman, yang melibatkan 38 bayi yang

lahir dari ibu yang menderita ruam sebelum masa penghamilan (konsepsi), virus

11

Page 12: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

rubella tidak ditransmisikan kepada janin. Semua bayi tersebut terbukti secara

serologis tidak terserang infeksi virus ini, berbeda dengan 10 bayi yang ibunya

menderita ruam antara 3 dan 6 minggu setelah menstruasi terakhir.

Penatalaksanaan

A. Non Medika Mentosa

Ketulian yang terjadi akibat faktor prenatal dan perinatal biasanya adalah tuli

saraf dengan derajat ketulian berat atau sangat berat bilateral. Habilitasi harus

dilakukan sedini mungkin. Anak dengan tuli saraf berat harus segera dimulai

memakai alat bantu dengar. Dilakukan pula penilaian tingkat kecerdasan oleh

psikolog anak untuk dirujuk dalam pendidikannya. 6

Tidak ada terapi khusus pada tuli sensorineural selain tindakan bedah

implantasi kornea. Jika terdapat sisa pendengaran, dapat digunakan alat bantu

dengar. Pemakaian alat ini bertujuan untuk memperkeras suara sehingga terdapat

dalam rentang frekuensi bicara. Dapat timbul masalah karena penerimaan suara tidak

selektif dan dapat mengakibatkan tekanan berlebihan dari lingkungan serta suara

bising dari sekitarnya, seperti gesekan pakaian. Pada pemakaian alat ini diperlukan

instruksi yang jelas serta perhatian terhadap bentuk telinga. Harus ditekankan bahwa

pemakaian alat bantu hanya merupakan bagian dari proses rehabilitasi umum dan

pendidikan. Orang tua penderita anak kecil yang tuli membutuhkan petunjuk ahli

untuk memberikan dorongan kepada penderita untuk berbicara dan mengembangkan

kemampuan bicara. Banyak anak dengan tuli sedang dapat mengikuti sekolah normal,

tetapi tuli yang lebih berat memerlukan pendidikan khusus baik pada sekolah

tunarungu maupun pada unit gangguan pendengaran yang ada di sekolah normal.

Karena penyebab genetik di dapatkan 50 % anak dengan tuli sensorineural, seringkali

diperlukan konsultasi genetik untuk mencegah terjadinya kembali kasus tersebut pada

anggota keluarga. 13

Pemasangan implan koklea dilakukan pada keadaan tuli saraf berat bilateral atau

tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak mendapat manfaat dengan alat

bantu dengar konvensional. Untuk anak dengan tuli saraf berat sejak lahir, implan

sebaiknya dipasang pada usia 2 tahun. Pasca bedah dilakukan evaluasi serta program

rehabilitasi berupa latihan mendengar, terapi wicara, dll selama kurang lebih 6 bulan.

Perangkat elektronik tersebut harus diperiksa dan dikalibrasi berkala (mapping) setiap

6 bulan untuk anak < 6 tahun dan setiap 12 bulan untuk anak yang berusia > 6 tahun. 6

12

Page 13: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

13

Page 14: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

B. Medika Mentosa

Tidak ada pengobatan spesifik untuk rubella kongenital.9-10, 14

Imunoglobulin profilaktik, dapat mencegah timbulnya ruam, tetapi tidak

mencegah terjadinya viremia rubella. Karena itu virus tetap merupakan bahaya yang

bermakna bagi janin. Karena itu immunoglobulin jarang diindikasikan selama

kehamiilan. 3

Pencegahan

1. Globulin Imun Serum (GIS)

Pada orang yang rentan, proteksi pasif ini dapat diberikan secara bervariasi

dengan injeksi IM, yang diberikan dengan dosis besar (0,25 - 0,50 ml/kg) dalam 7-8

hari pasca pemajanan. Manfaat GIS telah dipertanyakan karena pada beberapa

keadaan, ruam dan manifestasi klinis dapat dicegah atau minimal namun virus tetap

hidup dalam darah. Jadi bentuk pencegahan ini tidak terindikasi, kecuali pada wanita

hamil non-imun. 14

2. Vaksin hidup yang dilemahkan (Vaksin hidup RA 27/3)

Sejak tahun 1979 vaksin ini memberikan banyak manfaat karena ia

menghasilkan antibodi nasofaring dan berbagai variasi antibodi serum, memberikan

proteksi yang lebih baik terhadap reinfeksi, dan sangat menyerupai kekebalan yang

diberikan oleh infeksi alamiah. Vaksin sensitif panas dan cahaya, karenanya vaksin

harus di simpan di dalam lemari es pada suhu 4oC dan digunakan langsung setelah

dilarutkan kembali. Vaksin diberikan secara injek subkutan. Lama persistensi antibodi

rubela pasca vaksinasi tidak tentu tetapi kemungkinan seumur hidup. 14

Untuk melenyapkan rubela dan mencegah sindrom rubela kongenital, dianjurkan

pendekatan komprehensif untuk mengimunisasi populasi orang dewasa. Selain itu

petugas rumah sakit yang rentan yang mungkin terpajan ke pasien dengan rubela atau

yang mungkin berkontak dengan wanita hamil penting dilakukan juga. 10

Wanita hamil tidak boleh diberi vaksin ini, karena vaksin dapat menginfeksi janin.

Dianjurkan imunisasi hanya diberikan pada wanita jika tidak hamil dan kehamilan

dapat dihindari selama 3 bulan setelah vaksinasi. 3, 9-10, 12-14 Kontraindikasi lain meliputi

status defisiensi imun, sakit demam berat, hipersensitivitas terhadap komponen-

komponen vaksin, dan terapi dengan kortikosteroid, antimetabolit dan bahan seperti

steroid. 14

14

Page 15: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

Manifestasi klinis yang mungkin terjadi setelah diimunisasi adalah deman,

limfadenopati khas, ruam dan artritis serta atralgia. Dua sindrom yang tidak biasa

telah dilaporkan; Parestesia tangan dan lengan yang secara rekuren terjadi pada

malam hari berakhir selama 1 jam; Nyeri dibelakang lutut dan keterbatasan gerakan

yang lebih buruk pada pagi hari dan menghilang pada siang hari. Kedua sindrom ini

dapat hilang selama 5 minggu. 14

Komplikasi

Sindrom rubela kongenital memberikan defek yang berbeda tergantung waktu

terpapar virus pada saat hamil sehingga komplikasi yang timbul juga berbeda. 1 Selain

itu, komplikasi dapat timbul dikarenakan deteksi dini yang relatif sulit karena

membutuhkan waktu lama dan biaya mahal. 6

Tuli permanen, manisfestasi klinis yang paling sering terjadi. Retardasi mental dari

sedang hingga parah juga termasuk yang paling umum dapat terjadi. Masalah pada

keseimbangan dan ketrampilan motorik timbul pada anak usia prasekolah.

Diabetes tipe 1 yang mungkin belum muncul sampai dekade kedua atau ketiga

dekade kehidupan. Panensefalitis rubela progresif, komplikasi yang juga timbul

pada dekade kedua atau ketiga ini merupakan kelainan neurologis berat yang tidak

dapat dihindari dapat berlanjut pada kematian. 9-11

15

Page 16: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

Prognosis

Prognosis rubela kongenital bervariasi tergantung dari waktu terpaparnya

infeksi virus atau keparahan komplikasi yang timbul. Hanya sekitar 30% bayi dengan

ensefalitis tampak terbebas dari defisit neuromotor, termasuk sindrom autistik. 14

Kesimpulan

Setelah dilakukan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa wanita bila

pada saat hamil menderita german measles akan mentransfer virus ke janin melalui

plasenta menyebabkan terjadinya sindrom rubela kongenital.

Congenital Rubella Syndrome (CRS) atau Fetal Rubella Syndrome merupakan

gabungan beberapa keabnormalan fisik yang berkembang pada bayi sebagai akibat

infeksi virus rubella maternal yang berlanjut dalam fetus. Infeksi virus rubella pada

trimester I kehamilan memiliki risiko kerusakan yang lebih besar dibandingkan

dengan infeksi setelah trimester pertama. Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis

CRS antara lain adalah isolasi virus, pemeriksaan serologik. Selain itu, pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan untuk memeriksa secara dini CRS yang berupa tuli

sensorineural dapat di periksa dengan Automated Otoacoustic Emissions (AOAE) dan

Automated Auditory Brainstem Response (AABR), kedua alat ini merupakan gold

standar menurut ketentuan dari American Joint Committee of Infant Hearing.

16

Page 17: Blok 23 Tuli Sensorineural Hearing Loss

DAFTAR PUSTAKA

1. Kadek, Darmadi. Gejala rubela bawaan (kongenital). Indonesian Journal of

Clinical Pathology and Medical Laboratory: Maret 2007; 13(2): 63-71.

2. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGF. Pengantar Kuliah Obstetri.

Jakarta: EGC; 2007. h. 359-67.

3. Benson RC, Pernoll ML. Buku saku: Obstetri dan ginekologi. Edisi-9. Jakarta:

EGC. 2008. h. 168, 438-9.

4. Wong DL, Eaton MH, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Buku Ajar

Pediatrik Wong. Jakarta: EGC; 2008. h. 232-3.

5. Leveno KJ, Cunningham FG, Gant NF, Alexander JM, Bloom SL, Casey BM,

Dashe JS, Ssheffield JS, Yost NP. Obstetri Williams: Paduan Ringkas. Edisi

21. Jakarta: EGC; 2009. h. 283-5

6. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, penyunting. Kapita

selekta kedokteran. Jilid-1. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculapius; 2008. h.

88.

7. Mora J. Supporting deaf pupils in early stages: learning from good practice.

Scottish Sensory Centre; University of Edinburgh. Presented on Wednesday 4

february 2009. Acessed on

http://www.ssc.education.ed.ac.uk/courses/deaf/dfeb09i.html, 15 Maret 2014.

8. Gelfand SA. Essentials of audiology. 3rd Ed. New york: Thieme Medical

Publishers; 2009. h. 208-9, 340, 388.

9. Brooks GF, Butel JS, Morse SA, penyuting. Mikrobiologi kedokteran Jawetz,

Melnick, Adelberg. Edisi-27. Jakarta: EGC; 2007. h. 578

10. Cunningham FG, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. Obstetri Williams.

Vol 2. Jakarta: EGC; 2012. h. 1282.

11. Adams GL, Boies LR, Higler PH. Buku ajar: Penyakit THT. Edisi ke-6.

Jakarta: EGC. 2013. h. 23-4, 62, 66, 124

12. Norwitz E, Schorge J. At a Glance: Obstetri dan ginekologi. Edisi Ke-2.

Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007. h. 86-7.

13. Hull D, Johnsston DI. Dasar-dasar pediatrik. Edisi-3. Jakarta: EGC; 2008. h.

297.

14. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson: Ilmu kesehatan anak. Edisi-15. Vol 2.

Jakarta: EGC; 2012. h. 1072-4.

17