42
BRAIN DEATH (MATI OTAK / MATI BATANG OTAK) I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Brain death atau Mati otak atau Mati Batang Otak (MBO) diartikan sebagai berhentinya semua fungsi otak secara total dan ireversibel. Hal ini dikemukakan sebagai irreversible coma oleh komite ad hoc dari fakultas kedokteran Harvard pada tahun 1968 . Awalnya kematian didefenisikan oleh para dokter sebagai berhentinya denyut jantung dan respirasi secara permanen (mati somatik). Perkembangan dalam resusitasi telah menyebabkan defenisi kematian terpaksa ditinjau kembali. Perkembangan medis misalnya ventilator, peralatan dialisis dan infus obat yang mendukung sirkulasi seringkali menopang pasien yang sedang kritis untuk dapat bertahan hidup secara somatik walaupun secara fisiologis sangat parah termasuk di dalamnya kematian otak itu sendiri (11) . Pada orang dewasa di Hongkong, kematian otak yang diakibatkan oleh cedera kepala berat meliputi hingga sekitar 50% dari semua kasus, dan 30% lainnya diakibatkan oleh perdarahan intrakranial. Sisanya disebabkan oleh tumor dan infeksi. Di Amerika, penyebab utama kematian otak adalah cedera kepala dan perdarahan subarachnoid . Batang otak dapat mengalami cedera oleh

Brain Death

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Brain Death

BRAIN DEATH (MATI OTAK / MATI BATANG OTAK)

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Brain death atau Mati otak atau Mati Batang Otak (MBO) diartikan sebagai

berhentinya semua fungsi otak secara total dan ireversibel. Hal ini dikemukakan sebagai

irreversible coma oleh komite ad hoc dari fakultas kedokteran Harvard pada tahun 1968 .

Awalnya kematian didefenisikan oleh para dokter sebagai berhentinya denyut jantung dan

respirasi secara permanen (mati somatik). Perkembangan dalam resusitasi telah menyebabkan

defenisi kematian terpaksa ditinjau kembali. Perkembangan medis misalnya ventilator, peralatan

dialisis dan infus obat yang mendukung sirkulasi seringkali menopang pasien yang sedang kritis

untuk dapat bertahan hidup secara somatik walaupun secara fisiologis sangat parah termasuk di

dalamnya kematian otak itu sendiri(11).

Pada orang dewasa di Hongkong, kematian otak yang diakibatkan oleh cedera

kepala berat meliputi hingga sekitar 50% dari semua kasus, dan 30% lainnya diakibatkan oleh

perdarahan intrakranial. Sisanya disebabkan oleh tumor dan infeksi. Di Amerika, penyebab

utama kematian otak adalah cedera kepala dan perdarahan subarachnoid . Batang otak dapat

mengalami cedera oleh lesi primer ataupun karena peningkatan tekanan pada kompartemen

supratentorial atau infratentorial yang mempengaruhi suplai darah atau integritas struktur otak.

Cedera hipoksia lebih mempengaruhi korteks daripada batang otak (9,23).

Permasalahan mendiagnosis kematian otak menjadi semakin penting akhir-akhir

ini karena semakin sulitnya menentukan pada pasien dengan kerusakan otak apakah kerusakan

tersebut memungkinkan untuk dapat bertahan hidup secara layak dengan bantuan alat pernapasan

dan dengan peralatan pendukung lainnya, dan yang kedua karena sulitnya menjawab pertanyaan

untuk menentukan kapan dapat disimpulkan bahwa lesi serebral tersebut ireversibel sehingga

kematian dapat dipastikan segera dan berbagai persiapan dapat dilakukan untuk memindahkan

Page 2: Brain Death

organ-organ yang masih bermanfaat, khususnya ginjal untuk transplantasi pada pasien yang lain (8).

I.2. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi brain death

2. Mengetahui anatomi, histologi dan epidemiologi brain death

3. Mengetahui etiologi terjadinya brain death

4. Mengetahui faktor resiko terjadinya brain death

5. Mengetahui patofisiologi terjadinya brain death

6. Mengetahui gejala klinis brain death

7. Mengetahui diagnosa banding dari brain death

8. Mengetahui prognosis dan komplikasi brain death

I.3. Manfaat Penulisan

1. Manfaat untuk penulis

- Dapat memberikan wawasan yang luas tentang definisi, patofisiologi, pemeriksaan,

hingga penatalaksanaan dari brain death

- Dapat dijadikan pedoman atau pegangan untuk menghadapi maupun menangani

masalah brain death di kemudian hari

2. Manfaat untuk pembaca

- Dapat menjadikan bahan penulisan ini sebagai menambah wawasan dan mungkin

dapat menjadi referensi

3. Manfaat untuk Institusi Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

- Dapat menjadikan penulisan ini sebagai pustaka untuk perpustakaan sebagai bahan

bacaan mahasiswa yang diharapkan dapat menjadikan tambahan wawasan dan

referensi

II. BATASAN DEFINISI / TERMINOLOGI

Page 3: Brain Death

Mati otak diartikan sebagai berhentinya semua fungsi otak secara total dan ireversibel

termasuk batang otak. Awalnya kematian didefenisikan oleh para dokter sebagai berhentinya

denyut jantung dan respirasi secara permanen (mati somatik). Perkembangan dalam resusitasi

telah menyebabkan defenisi kematian terpaksa ditinjau kembali. Perkembangan medis misalnya

ventilator, peralatan dialisis dan infus obat yang mendukung sirkulasi seringkali menopang

pasien yang sedang kritis untuk dapat bertahan hidup secara somatik walaupun secara fisiologis

sangat parah termasuk di dalamnya kematian otak itu sendiri. Seorang pasien yang telah ditetapkan

mengalami kematian batang otak berarti secara klinis dan legal-formaltelah meninggal dunia.

Hal inidituangkan dalam pernyataan IDI tentangMati dalam SK PB IDI No.336/PBIDI/a.4

tertanggal 15 Maret 1988 yangdisusul dengan SK PB IDI No.231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa

tersebutdinyatakan bahwa seorang dikatakanmati, bila fungsi pernafasan dan jantungtelah berhenti

secara pasti atau irreversible, atau terbukti telah terjadikematian batang otak. (6,11,17)

Di sisi lain, perkembangan bedah transplantasi dan kebutuhan akan organ hidup mengharuskan

adanya fokus perhatian akan etika dan legalitas persetujuan medis tentang kriteria medis

kematian otak. Dengan adanya kriteria kematian otak, seseorang dapat ditetapkan meninggal

secara sah atau legal, Permasalahan mendiagnosis kematian otak menjadi semakin penting akhir-

akhir ini karena semakin sulitnya menentukan pada pasien dengan kerusakan otak apakah

kerusakan tersebut memungkinkan untuk dapat bertahan hidup secara layak dengan bantuan alat

pernapasan dan dengan peralatan pendukung lainnya, dan yang kedua karena sulitnya menjawab

pertanyaan untuk menentukan kapan dapat disimpulkan bahwa lesi serebral tersebut ireversibel

sehingga kematian dapat dipastikan segera dan berbagai persiapan dapat dilakukan untuk

memindahkan organ-organ yang masih bermanfaat, khususnya ginjal untuk transplantasi pada

pasien yang lain.(21)

III. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Page 4: Brain Death

3.1 OTAK

Susunan saraf terdiri dari Susunan Saraf Pusat dan Susunan Saraf Tepi. Susunan Saraf Pusat

dibentuk oleh encephalon dan medulla spinalis. Susunan Saraf tepi dibentuk oleh Nn.Craniales

dan Nn.Spinales. Encephalon terletak dalam cavitas cranii sedangkan medulla spinalis terletak

dalam canalis vertebralis.(12)

Pembagian encephalon adalah sebagai berikut: proencephalon yang terdiri atas telencephalon

dan diencephalon, mesencephalon dan rombencephalon yang terdiri atas metencephalon dan

myelencephalon.

Telencephalon (End Brain) yang menjadi hemisfer serebri , yang terdiri dari korteks

serebri, rinencephalon, basal ganglia [nukleus kaudatus dan nukleus lentikularis

( putamen dan globus palidus), klaustrum, amigdala].

Diencephalon (interbrain) terdiri dari epithalamus, thalamus, subthalamus, hipothalamus.

Mesencephalon (midbrain) yang terdiri dari korpora kuadrigemina (kollikulus superior,

kollikulus inferior), tegmentum (nulleus rubber, subtantia nigra), pedunkulus serebri.

Metencephalon (afterbrain) yang terdiri dari pons dan serebellum.

Myelencephalon (narrow brain) disebut juga medulla oblongata.(12,23)

Telencephalon menjadi hemisfer serebri merupakan bagian yang terbesar dan menempati

fossa anterior dan fossa cranii media. Pada hemisfer serebri terdapat beberapa lobus,

Page 5: Brain Death

yaitu: lobus frontalis, lobus parietalis, lobus occipitalis, lobus temporalis, insula/lobus

sentralis dan lobus limbicus. Sisterna olfaktorius langsung menuju ke korteks serebri

tanpa melalui thalamus sebagai stasiun perantara. Medula oblongata, pons dan serebellum

berada dalam fossa cranii posterior. Struktur susunan saraf pusat terdiri dari substansia

grisea yang merupakan kumpulan nucleus, dan substansia alba yang dibentuk oleh

kumpulan serabut saraf bermyelin.(12)

Oleh fissura media anterior dan fissura media posterior, medulla oblongata terbagi

menjadi dua bagian yang simetris (belahan kiri dan kanan), dan oleh sulcus-sulcus

tersebut tersebut tadi, maka setiap belahan medulla oblongata dibagi menjadi area

ventralis, area lateralis, dan area dorsalis. Area-area tersebut tadi adalah lanjutan ke arah

rostral dari funikulus anterior, funikulus lateralis, dan funikulus posterior medulla

spinalis. Dari sulcus lateralis posterior keluar serabut-serabut saraf yang sama dengan

radix posterior nervi spinalis; serabut-serabut saraf tersebut adalah n. glossofaringeus, n.

vagus dan n. accessorius. N. abducens, n. facialis dan n. vestibulocochlearis

menampakkan diri pada perbatasan medulla oblongata dengan pons, terletak masing-

masing dari medial ke lateral. N. hypoglossus menampakkan diri pada sulkus lateralis

anterior medulla oblongata, diantara piramis dan oliva.(12)

Pons merupakan bagian ventral dari metencephalon yang terletak diantara medulla

oblongata dan pedunculus serebri dan berada di sebelah ventral serebellum. Pada

aspectus ventral terdapat serabut-serabut transversal yang berjalan kearah lateral, bersatu

membentuk pedunculus serebelli medius, masuk ke dalam hemisferium serebelli.

Serabut-serabut tersebut membentuk pars basilaris pontis dan di sebelah dorsalnya

merupakan lanjutan dari medulla oblongata. Serabut-serabut transversal tersebut tadi

adalah bagian dari lintasan yang menghubungkan hemisferium serebri dengan

hemisferium serebelli yang kontralateral. Nervus trigeminus keluar dari permukaan

ventral, di bagian lateral pada perbatasan antara pons dan pedunculus serebelli medius,

yaitu pada pertengahan pons.(12)

Mesencephalon atau mid brain menghubungkan rombencephalon dan prosencephalon.

Terdiri atas pars dorsalis yang membentuk lamina quadrigemina dan corpora

quadrigemina, dan bagian ventral yang bentuknya lebih besar, disebut pedunculus

cerebri. Di dalam mesencephalon terdapat aquaductus cerebri sylvii, suatu saluran yang

Page 6: Brain Death

sempit yang menghubungkan ventrikulus tertius dengan ventrikulus quartus. N.

okulomotorius menampakkan diri pada fossa interpedunkularis. N. trochlearis keluar dari

facies dorsalis mesencephalon di sebelah kaudal dari colliculus inferior. Nucleus

mesencephalicus nervi trigemini, berada di bagian lateral substansia grisea sentralis

sekitar aquaductus serebri sylvii.(12)

Diencephalon menghubungkan mesencephalon dengan hemisferium serebri. Di dalam

diencephalon terdapat ventrikulus tertius. Diencephalon terdiri atas thalamus,

metathalamus, epithalamus, subthalamus dan hypothalamus. Traktus optikus berjalan

mengelilingi hypothalamus dan pars rostralis crus serebri, berjalan melalui foramen

opticum, masuk ke dalam cavitas cranii.(12)

Metabolisme jaringan otak hampir seluruhnya tergantung pada pembakaran glukosa

secara aerobik. Di dalam jaringan otak terdapat sedikit persediaan glukosa dan oksigen. Otak

yang merupakan 2% dari berat tubuh memerlukan kurang lebih 15% – 17% dari cardiac output

dan kurang lebih 20% dari oksigen yang diperlukan oleh seluruh tubuh. Ada tiga faktor utama

yang mempengaruhi vaskularisasi otak yaitu gas-gas dalam darah dan metabolisme yang

merupakan faktor biokimiawi, autoregulasi arteri serebral.(12,13)

- Autoregulasi arteri serebral

Pembuluh serebral menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya sedemikian rupa,

sehingga aliran darah tetap konstan, walaupun tekanan perfusi berubah-ubah. Pengaturan

diameter lumen ini dinamakan autoregulasi. Konstriksi terjadi apabila tekanan intralumenal

melonjak dan dilatasi jika tekanan tersebut menurun. Reaksi dinding pembuluh darah terhadap

fluktuasi tekanan intralumenal itu sangat cepat, yaitu dalam beberapa detik. (13)

Penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg masih dapat berlalu tanpa

menimbulkan gangguan sirkulasi serebral. Tetapi jika tekanan darah sistemik turun samapai di

bawah 50 mmHg, autoregulasi serebral itu tidak mampu lagi memelihara jumlah darah yang

mengalir ke otak (CBF= “cerebral blood flow “) yang normal. Untuk orang-orang sehat tekanan

perfusi sebesar 50 mmHg itu merupakan ambang kritis. Sebanding dengan autoregulasi terhadap

tekanan darah sistemik yang menurun, adalah autoregulasi terhadap tekanan darah sistemik yang

Page 7: Brain Death

melonjak. Batas atas yang masih dapat ditanggulangi autoregulasi ialah 200 mmHg sistolik dan

110-120 mmHg diastolik. Jika tekanan darah sistemik lebih tinggi dari batas atas tersebut, maka

autoregulasi yang mengadakan vasokonstriksi dapat berlalu secara ekstrim, sehingga timbul

vasospasmus.(13)

Autoregulasi tersebut bersifat regional. Jika suatu daerah otak iskemik maka tekanan

intralumenal di wilayah itu lebih rendah daripada di daerah sehat yang berdampingan, sehingga

darah akan mengalir dari wilayah tekanan intralumenal tinggi ke wilayah tekanan intralumenal

rendah. Dengan demikian iskemia regional itu dapat terkompensasi. Autoregulasi yang dikelola

oleh tekanan intralumenal ini bekerja secara bebas, tetapi saling membantu reaksi yang dicptakan

oleh faktor-faktor biokimiawi yang terdapat di otak secara regional. Faktor-faktor tersebut

menyangkut pengelolaan CBF regional agar kebutuhan metabolik regional dapart terpenuhi.(13)

-Faktor-faktor biokimiawi regional

Dalam lingkungan dengan CO2 tinggi arteri serebral berdilatasi dan CBF bertambah

karena resistensi vaskuler menurun. Jika kadar CO2 menurun, arteri serebral menyempit dan

CBF cepat menurun. Kemampuan unuk bereaksi terhadap naik turunnya tekanan CO2 arterial

(PCO2) itu semakin berkurang pada bertambahnya umur. Pada umumnya metabolisme otak

hampir seluruhnya tergantung pada pemecahan oksidatif glukosa dan CO2 yang dihasilkan oleh

proses oksidasi tersebut. Peningkatan metabolisme otak, baik secara regional maupun secara

global, mengakibatkan secara berturut-turut produksi CO2 bertambah, vasodilatasi, CBF menjadi

lebih besar dan dengan demikian mengahsilkan pula bertambahnya jatah O2 dan glukosa untuk

otak.(13)

Iskemi serebri regional akibat stenosis salah satu arteri, namun yang tidak disertai

kemunduran metabolismenya, akan menghasilkan peningkatan PCO2 regional, yang akan

membangkitkan vasodilatasi di arteri-arteri kolateral dan menggiatkan sirkulasi kolateral. Akan

tetapi apabila iskemia melumpuhkan metabolisme regional, mekanisme untuk mengadakan

peningkatan sirkulasi kolateral tidak dapat beroperasi lagi.(13)

Peran O2. Tekanan O2 arterial (PO2) menurun pada keadaan hipoksia atau anoksia karena

sebab apapun. Keadaan tersebut menimbulkan vasodilatasi dan bertambahnya CBF. Sebaliknya

Page 8: Brain Death

PO2 yang meningkat menyebabkan vasokonstriksi dan turunnya CBF. Walaupun reaksi ini

berlaku, inhalasi 100% O2 meningkatkan lebih lanjut jatah O2 yang tersedia untuk suatu daerah

otak yang iskemik (misalnya pada stroke) dengan jalan meningkatkan selisih tekanan antara

arteriol dan kapiler. Sifat pengaruh O2 terhadap dinding pembulh darah belum diketahui. Teapi

reaksi terhadap O2 cepat sekali dan mungkin bereaksi langsung terhadap kemoreseptor yang

berada di dinding pembuluh darah. Vasokonstriksi yang timbul sebagai reaksi terhadap PO2 itu

ternyata tidak terkait pada penurunan PCO2 akibat hiperventilasi. Lagipula, vasokonstriksi dan

vasodilaytasi yang dihasilkan akibat pasang surutnya PO2 tidak sebesar yang diakibatkan oleh

fluktuasi PCO2. namun demikian, selama hipoksia berat berlangsung, efek vasodilatasi akibat

penurunan PO2 menjadi lebih besar. Dan mungkin sekali proses ini mempunyai sangkut paut

dengan dibebaskannya asam laktat oleh otak seketika metabolisme bergeser ke jurusan glikolisis

anaerobik.(13)

Asam laktat. Apabila suatatu daerah otak menjadi iskemik atau anoksik, dalam keadaan

itu metabolisme anaerobick cepat mengambil alih tugas yang sebelumnya dibebankan kepada

metabolisme oksidatif. Metabolisme anaerobic ini banyak menghasilkan asam laktat, yang

merupoakan zat yang melebarkan lumen pembuluh darah (vasodilator).(13)

Konsentrasi ion hydrogen. Apabila pH darah berubah pada binatang atau manusia, akibat

suntikan asam laktat misalnya, maka CBF akan bertambah. Reaksi ini mungkin tidak

mengangkut efek peningkatan CO2. asidemia tampaknya berlalu secara bebas terhadap

peningkatan CBF. Sebaliknya alkalemia cenderung menurunkan CBF.(13)

Pada umunya, penyelidikan-penyelidikan memberikan fakta yang cukup terpercaya,

bahwa efek CO2 lebih besar daripada pengaruh pH dalam penelolaan CBF, oleh karena, biar

bagaimanapun juga bukannya pH darah, tetapi pH intraselular otot polos arterio serebral yang

pada dasarnya paling penting dalam pengelolaan tonus vasomotorik.(13)

Mekanisme pokok yang terurai di atas berlaku bagi otak seluruhnya dan daerah

bagiannya (regional). Dalam keadaan fisiologik, CBF regional bisa meningkat, misalnya di lobus

oksipitalis pada adanya kegiatan visual, atau pada berlangsungnya kejang fokal. Peningkatan

PCO2 dan penurunan PO2 regional akibat peningkatan metabolisme regional itu, akan

Page 9: Brain Death

mempertinggi CBF regional. System regional tersebut bersifat autoregulatorik dan menurunkan

CBF regional, apabila metabolisme regional menurun.(13)

Pada iskemia serebral yang bersifat regional akibat penyumbatan arteri, CO2 tertimbun di

dalam daerah iskemik dan PO2 regional turun. Keadaan ini menggiatkan sirkulasi kolateral untuk

meningkatkan CBF daerahb yang iskemik itu.(13)

Adapun fungsi Susunan Saraf Pusat adalah sebagai berikut: (12)

1. Menerima stimulus dan merekamnya.

2. Memberi respon secara spontan terhadap suatu stimulus ( reflex ).

3. Mengendalikan gerakan.

4. Koordinasi gerakan dan keseimbangan.

5. Mengkoordinasi aktivitas viscera.

6. Tempat perilaku ( behavioral ).

3.2 BATANG OTAK

Page 10: Brain Death

Dalam vertebrata anatomi, batang otak adalah bahagian pada posterior otak, duduk

bersebelahan dan membentuk struktur berterusan dengan saraf tunjang. Batang otak

menyediakan motor utama dan innervation deria ke muka dan leher melalui saraf kranial.

Walaupun kecil, ini merupakan bahagian yang sangat penting otak sebagai sambungan saraf

motor dan sistem deria dari bahagian utama otak ke seluruh pas badan melalui batang otak. Ini

termasuk trek kortikospina (bermotor), posterior-medial ruangan lemniskus laluan (sentuhan

halus, getaran sensasi dan proprioception) dan spinothalamic saluran (kesakitan, suhu, gatal dan

sentuhan). Batang otak juga memainkan peranan yang penting dalam peraturan fungsi jantung

dan pernafasan, biasanya digambarkan sebagai termasuk sumsum belakang oblongata

(myelencephalon), pons (sebahagian daripada metencephalon), dan otak tengah .(10)

Pada anatomi vertebra batang otak merupakan bahagian belakang posterior pada otak,

bersebelahan dan dan struktur berterusan dari saraf tunjang. Batang otak memberikan motor

utama dan penyarafan deria pada muka dan leher melalui saraf kranial, merupakan bagian otak

yang sangat penting sebagai sambungan saraf motor dan sistem deria dari bahagian utama otak

ke seluruh badan melalui batang otak. Ini termasuk trek kortikospina (motor), laluan posterior-

medial ruangan lemniskus (sentuhan halus, sensasi getaran dan proprioception) dan saluran

spinothalamik (kesakitan, suhu, gatal dan sentuhan kasar). Batang otak juga memainkan peranan

Page 11: Brain Death

yang penting dalam peraturan fungsi jantung dan pernafasan. Ia juga mengawal selia sistem saraf

pusat, dan adalah penting dalam mengekalkan kesedaran dan mengawal selia kitaran tidur.

Ia biasanya digambarkan sebagai merangkumi medula oblongata (myelencephalon), pons

(sebahagian daripada metencephalon), dan otak tengah.(10)

IV. HISTOLOGI

Sistem saraf pusat, selanjutnya disebut SSP, terdiri atas otak dan medula spinalis. Keduanya

tersusun atas substansi putih (substansiaalba) dan substansi abu-abu (substansia

grisea). Perbedaan ini terjadiakibat komposisi penyusun substansia alba yakni akson

bermielin; dansubstansia grisea yakni perikarion (soma, badan) sel saraf, dendrit, serta akson

tak bermielin.

a. Otak

Secara keseluruhan otak terbagi atas:

1. Otak besar, atau cerebrum;

2. Otak kecil, atau cerebellum;

3. Batang otak, yang tersusun atas otak tengah (midbrain, mesencephalon ),pons

dan medula oblongata

-Otak besar 

tersusun atas dua belahan (cerebral hemisphere) kiridan kanan. Di bagian tepi luar

(korteks) terdapat substansia grisea, lalusemakin ke dalam dibatasi dengan substansia alba,

dan di bagian palingdalam terdapat nukelus yang merupakan substansia grisea. Lapisan

yangmenyusun otak besar berlekuk-lekuk, membentuk struktur  sulkus dan girus.

Lapisan ini jika ditinjau secara mikroskopik akan terlihat bahwa tersusun atas enam

lapisan, yakni:

1.Lapisan molekular , merupakan lapisan terluar dan terletak tepatdi bawah lapisan pia.

Terdapat sel horizontal (cajal) yang pipihdengan denrit dan akson yang berkontak dengan

sel-sel di lapisanbawahnya (sel piramid, sel stelatte).

Page 12: Brain Death

2.Lapisan granular luar , sebagian besar terdiri atas sel saraf kecil segitiga(piramid) yang

dendritnya mengarah ke lapisan molekular dan aksonnya ke lapisan di bawahnya; sel granula

(stelatte) dansel-sel neuroglia.

3.Lapisan piramid luar , terdapat sel piramid yang berukuran besar (semakin besar dari luar ke

dalam). Dendrit mengarah ke lapisanmolekular; akson mengarah ke substansia alba.

4.Lapisan granular dalam, merupakan lapisan tipis yang banyakmengandung sel-sel

granul (stellate), piramidal, dan neuroglia.Lapisan ini merupakan lapisan yang paling

padat.

5.Lapisan piramidal dalam , sua tu l ap i san yang pa l ing j a rang , banyak mengandung

sel-sel piramid besar dan sedang, selain selstelatte dan Martinotti. Sel Martinotti adalah

sel saraf multipolar yang kecil, dendritnya mengarah ke lapisan atas dan aksonnya kelateral.

6.Lapisan sel multiform, adalah lapis terdalam dan berbatasan d e n g a n s u b s t a n s i a

a l b a , d e n g a n v a r i a n s e l y a n g b a n y a k (termasuk terdapat sel Martinotti) dan sel

fusiform.Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi,inisiasi gerakan

motorik, dan merupakan pusat integrasi informasiyang diterima.

Otak besar merupakan pusat belajar, ingatan, analissi informasi,inisiasi gerakan motorik, dan

merupakan pusat integrasi informasiyang diterima.

-Nukelus

(nucleus; nuclei: jamak) merupakan kumpulan dariperikarion neuron yang terdapat di

dalam SSP (bdk: ganglion di SST).Misal: basal nuclei. Di substansia alba cerebrum terdapat

banyak serat-serat yangmenghubungkan berbagai daerah korteks dalam hemisfer yang

sama( asosiasi) menghubungkan ke nukleus di bawahnya (proyeksi).

Serebelum

juga tersusun atas substansia grisea yang terletak ditepi (dinamakan korteks serebeli).

Korteks serebeli tersusun atas tigalapisan:

1. lapisan molecular, lapisan terluar dan langsung terletak di bawah lapisan pia dan sedikit

mengandung sel saraf kecil, serat saraf tak bermielin, sel stellata dan dendrite sel purkinje

dari lapisan dibawahnya.

2. Lapisan purkinje, disebut lapisan ganglioner, banyak sel-sel purkinje yang besar dan

berbentuk seperti botol dan khas untuk serebellum. Dendritnya bercabang dan memasuki

lapisan molekuler, sementara akson termielinasi menembus substansia alba.

Page 13: Brain Death

3. Lapisan granuler, lapisan terdalam dan tersusun atas sel-sel kecil dengan 3-6 dendrit naik

ke lapisan molecular dan terbagi atas 2 cabang lateral.

b.Medulla spinalis

Medulla spinalis berbentuk silindris panjang dan mengisi canalis vertebralis. Pada setiap segmennya keluas sepasan nervus spinalis. Secara mikroskopis, bagian sustansia grissea tersusun atas sel-sel neuron yang membentuk nucleus, pada bagian tengah terdapat kanalis sentralis. Potongan sustansia grissea menyerupai bentuk kupu-kupu, terdiri dari cornu dorsalis dan cornu  ventralis. Pada bagian sustansia alba terdapat sulcus medianus dorsalis. Sebagian serabut saraf yang memanjang membentuk fasciculus yang menuju atau ke otak.

Selubung otak

1. Duramater : terdapat jaringan pengikat padat2. Arachnoid : merupakan bagian yang kontak dengan duramater, membentuk trabecula,

tanpa pembuluh darah. Terdapat spatium subarachnoidea, yaitu ruangan diantara trabecula yang terisi Liquot Crebrospinalis

3. Piamater : menutupi langsung permukaan susunan saraf pusat. Di beberapa tempat tertentu menonjol kedalam rongga ventrikulus yang dindingnya tidak berkembang yang selanjutnya membentuk pleksus choroideus.

Pleksus choroideus tersusun atas jaringan pengikat longgar dan banyak terdapat sel makrofag, permukannay dilapisi oleh epitel kuboid selapis yang berasal dari sel ependim yang memiliki banyak mikrovili.

 Selubung medulla spinalis

1. Duramater : dipisahkan dengan permukaan kanalis vetebralis oleh spatium epidurale, dilapisi epitel gepeng selapis.

2. Arachnoid : dipisahkan dengan duramater oeh celah sempit.3. Piamater: lebih tebal daripada di daerah otak.

Page 14: Brain Death

V. Epidemiologi

Kematian otak akibat PIS sekitar 50% dengan 3/4 pasien yang hidup.

Perdarahan intraserebral (PIS/ICH) spontan merupakann 6.3-12 % dari semua kasus strok baru

pada tiap tahunnya dan dua pertiganya fatal. Insidens tahunan PIS spontan umumnya sekitar 9

per 100.000 populasi. Pria lebih sering terkena. Dua pertiga berusia antara 45-75 tahun.

VI. Faktor Pencetus

1. trauma, 2. perdarahan intrakranial, 3. hipoksia, 4. tumor otak primer, 5. meningitis, 6. hipoglikemia jangka panjang.

VII. Etiologi

Kematian otak ditandai dengan koma, apneu dan hilangnya semua refleks batang otak.

Diagnosis klinis ini pertama kali disampaikan dalam kepustakaan kedokteran pada tahun 1959

dan kemudian digunakan dalam praktik kedokteran pada dekade berikutnya pada bidang trauma

klinis yang spesifik. Kebanyakan kasus kematian dapat didiagnosis di tempat tidur pasien. (11,18)

Penyebab umum kematian otak termasuk trauma, perdarahan intrakranial, hipoksia,

overdosis obat, tenggelam, tumor otak primer, meningitis, pembunuhan dan bunuh diri. Dalam

kepustakaan lain, hipoglikemia jangka panjang disebut sebagai penyebab kematian otak.(11,4)

Penentuan kematian otak sangat tergantung dari gejala klinis dan hasil laboratorium. Secara

klinis, seseorang dinyatakan mati otak jika semua keadaan berikut ditemukan:

1. Tidak ada respirasi spontan (tidak dapat menghirup napas sendiri).

2. Pupil dilatasi dan terfiksir (mata midriasis, tidak ada reaksi terhadap cahaya).

3. Tidak ada respon terhadap stimulus noksius (rangsang nyeri tidak disertai kedipan mata,

tanpa mimik meringis, tanpa gerakan anggota tubuh manapun).

Page 15: Brain Death

4. Semua anggota tungkai flaksid (tidak ada pergerakan, tanpa tonus otot dan hilangnya

aktivitas refleks pada tangan ataupun kaki).

1. Tidak ada tanda-tanda aktivitas batang otak:

1. Bola mata terfiksasi dalam orbita.

2. Tidak ada refleks kornea.

3. Tidak ada respon terhadap tes-tes kalori.

4. Tidak ada refleks muntah atau batuk.(5)

VIII. Patofisiologi

Patofisiologi penting terjadinya kematian otak adalah peningkatan hebat tekanan

intrakranial (TIK) yang disebabkan perdarahan atau edema otak. Jika TIK meningkat mendekati

tekanan darah arterial, kemudian tekanan perfusi serebral(TPS) mendekati nol, maka perfusi

serebral akan terhenti dan kematian otak terjadi .(10)

Aliran darah normal yang melalui jaringan otak pada orang dewasa rata-rata sekitar 50

sampai 60 mililiter per 100 gram otak per menit. Untuk seluruhotak, yang kira-kira beratnya

1200 –  1400 gram terdapat 700 sampai 840ml/menit. Penghentian aliran darah ke otak secara

total akan menyebabkanhilangnya kesadaran dalam waktu 5 sampai 10 detik. Hal ini dapat

terjadi karenatidak ada pengiriman oksigen ke sel-sel otak yang kemudian

langsungmenghentikan sebagian metabolismenya. Aliran darah ke otak yang terhenti untuk tiga

menit dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang bersifat irreversible.(9)

Sedikitnya terdapat tiga faktor metabolik yang memberi pengaruh kuatterhadap

pengaturan aliran darah serebral. Ketiga faktor tersebut adalahkonsentrasi karbon dioksida,

konsentrasi ion hidrogen dan konsentrasi oksigen.Peningkatan konsentrasi karbon dioksida

Page 16: Brain Death

maupun ion hidrogen akanmeningkatkan aliran darah serebral, sedangkan penurunan konsentrasi

oksigenakan meningkatkan aliran.(22)

Faktor-faktor iskemia dan nekrotik pada otak oleh karena kurangnya aliran oksigen ke

otak menyebabkan terganggunya fungsi dan struktur otak, baik itusecara reversible dan

ireversibel. Percobaan pada binatang menunjukkan alirandarah otak dikatakan kritis apabila

aliran darah otak 23/ml/100mg/menit (Normal55 ml/100mg/menit). Jika dalam waktu singkat

aliran darah otak ditambahkan diatas 23 ml, maka kerusakan fungsi otak dapat diperbaiki.

Pengurangan alirandarah otak di bawah 8-9 ml/100 mg/menit akan menyebabkan infark,

tergantunglamanya. Dikatakan hipoperfusi jika aliran darah otak di antara 8 dan 23

ml/100mg/menit.Jika jumlah darah yang mengalir ke dalam otak regional tersumbat

secaraparsial, maka daerah yang bersangkutan langsung menderita karena kekuranganoksigen.

Daerah tersebut dinamakan daerah iskemik. Di wilayah itu didapati: 1)tekanan perfusi yang

rendah, 2) PO2 turun, 3) CO2 dan asam laktat tertimbun.Autoregulasi dan kelola vasomotor

dalam daerah tersebut bekerja sama untuk menanggulangi keadaan iskemik itu dengan

mengadakan vasodilatasi maksimal.(8)

Pada umumnya, hanya pada perbatasan daerah iskemik saja bisadihasilkan vasodilatasi

kolateral, sehingga daerah perbatasan tersebut dapatdiselamatkan dari kematian. Tetapi pusat

dari daerah iskemik tersebut tidak dapatteratasi oleh mekanisme autoregulasi dan kelola

vasomotor. Di situ akanberkembang proses degenerasi yang ireversibel. Semua pembuluh darah

dibagianpusat daerah iskemik itu kehilangan tonus, sehinga berada dalam keadaanvasoparalisis.

Keadaan ini masih bisa diperbaiki, oleh karena sel-sel otot polospembuluh darah bisa bertahan

dalam keadaan anoksik yang cukup lama. Tetapisel-sel saraf daerah iskemik itu tidak bisa tahan

lama. Pembengkakan sel denganpembengkakan serabut saraf dan selubung mielinnya (udem serebri)

Page 17: Brain Death

merupakan reaksi degeneratif dini. Kemudian disusul dengan diapedesis eritosit dan

leukosit.Akhirnya sel-sel saraf akan musnah. Yang pertama adalah gambaran yang sesuaidengan

keadaan iskemik dan yang terakhir adalah gambaran infark.(9)

Adapun pada hipoglikemia, mekanisme yang terjadi sifatnya umum.Hipoglikemia jangka

panjang menyebabkan kegagalan fungsi otak. Berbagaimekanisme dikatakan terlibat dalam

patogenesisnya, termasuk pelepasan glutamatdan aktivasi reseptor glutamat neuron, produksi

spesies oksigen reaktif, pelepasanZinc neuron, aktivasi poli (ADP-ribose) polymerase dan

transisi permeabilitasmitokondria.(4)

IX. Kriteria Mati Otak

Pada tahun 1959 Mollaret dan Goulon memperkenalkan istilah coma de passé (koma

irreversibel) dalam menggambarkan 23 pasien koma dengan hilangnya kesadaran, refleks batang

otak, respirasi dan dengan hasil elektroensefalogram yang mendatar. Pada tahun 1968, sebuah

komite Ad hoc pada Fakultas Kedokteran Harvard meninjau kembali defenisi kematian otak dan

kemudian diartikan sebagai koma ireversibel atau kematian otak adalah tidak adanya respon

terhadap stimulus, tidak ada gerakan napas, tidak adanya refleks batang otak dan koma yang

penyebabnya sudah diketahui, kondisi tersebut menetap sekurang-kurangnya 6 sampai 24 jam.(14,22)

Pada tahun 1971 Mohandas dan Chou menggambarkan kerusakan batang otak sebagai

komponen penting dari kerusakan otak yang berat. Konferensi perguruan tinggi Medical Royal

dan fakultas-fakultas yang ada di dalamnya di Kerajaan Inggris pada tahun 1976, menerbitkan

sebuah pernyataan mengenai diagnosis kematian otak dimana kematian otak diartikan sebagai

hilangnya fungsi batang otak secara lengkap dan ireversibel. Pernyataan ini memberikan

pedoman yang termasuk di dalamnya perbaikan dalam uji apnea dan memusatkan perhatian pada

batang otak sebagai pusat dari fungsi otak. Tanpa batang otak ini, tidak ada kehidupan. Pada

tahun 1981 komisi presiden untuk studi masalah etik dalam kedokteran biomedis juga penelitian

Page 18: Brain Death

tentang perilaku menerbitkan pedomannya. Dokumen tersebut merekomendasikan kegunaan tes

konfirmasi untuk mengurangi durasi waktu yang dibutuhkan untuk observasi dan

merekomendasikan periode 24 jam bagi pasien dengan gangguan anoksia dan kemudian

menyingkirkan syok sebagai syarat untuk menentukan kematian otak. Akhir-akhir ini Akademi

Neurologi Amerika memberikan kasus berdasarkan bukti dan menyarankan adanya pemeriksaan-

pemeriksaan dalam praktek. Laporan ini secara spesifik mengarah kepada adanya peralatan-

peralatan pemeriksaan klinis dan tes konfirmasi validitas serta adanya deskripsi tentang uji apnea

dalam praktek.(22)

Sehubungan dengan dibutuhkannya konsep kematian otak, maupun metode terstruktur suatu

diagnosis, beragam kriteria telah diterbitkan. Beberapa diantaranya:

1. Kriteria Harvard

Kunci perkembangan diagnosis kematian otak diterbitkan “Kriteria Harvard”, kunci diagnosis

tersebut adalah:

1. Tidak bereaksi terhadap stimulus noksius yang intensif (unresponsive coma).

2. Hilangnya kemampuan bernapas spontan.

3. Hilangnya refleks batang otakdan spinal.

4. Hilangnya aktivitas postural seperti deserebrasi.

5. EEG datar.

Hipotermia dan pemakaian depresan seperti barbiturat harus disingkirkan. Kemudian,

temuan klinis dan EEG harus tetap saat evaluasi sekurang-kurangnya 24 jam kemudian.

1. Kriteria Minnesota

Pengalaman klinis dengan menggunakan kriteria Harvard yang disarankan mungkin

sangat terbatas. Hal ini menyebabkan Mohandes dan Chou mengusulkan “Kriteria

Minnesota” untuk kematian otak. Yang dihilangkan dari kriteria ini adalah tidak

dimasukkannya refleks spinalis dan aktivitas EEG (elektroensefalograf dan masih

Page 19: Brain Death

dipandang sebagai sebuah pilihan pemeriksaan untuk konfirmasi), elemen kunci kriteria

Minnesota adalah:

1.1. Hilangnya respirasi spontan setelah masa 4 menit pemeriksaan.

2. Hilangnya refleks otak yang ditandai dengan: pupil dilatasi, hilangnya refleks

batuk, refleks kornea dan siliospinalis, hilangnya doll’s eye movement, hilangnya

respon terhadap stimulus kalori dan hilangnya refleks tonus leher.

3. Status penderita tidak berubah sekurang-kurangnya dalam 12 jam, dan

4. Proses patologis yang berperan dan dianggap tidak dapat diperbaiki.(6)

Pertimbangan utama dalam mendiagnosis kematian otak adalah sebagai berikut: 1) Hilangnya

fungsi serebral, 2) hilangnya fungsi batang otak termasuk respirasi spontan, dan 3) bersifat

ireversibel. Hilangnya fungsi serebral ditandai dengan berkurangnya pergerakan spontan dan

berkurangnya respon motorik dan vokal terhadap seluruh rangsang visual, pendengaran dan

kutaneus. Refleks-refleks spinalis mungkin saja ada.(1)

EEG merupakan indikator berharga dalam kematian serebral dan banyak lembaga kesehatan

yang memerlukan pembuktian Electro Cerebral Silence (ECS), yang juga disebut EEG datar atau

isoelektrik. Dikatakan EEG datar apabila tidak ada perubahan potensial listrik melebihi 2

mikroVolt selama dua kali 30 menit yang direkam setiap 6 jam. Perlu ditekankan bahwa tidak

adanya respon serebral dan EEG datar tidak selalu berarti kematian otak. Akan tetapi, keduanya

dapat terjadi dan bersifat reversible pada keadaan hipotermia dan intoksikasi obat-obatan

hipnotik-sedatif.(1)

Fungsi-fungsi batang otak dianggap tidak ada jika tidak terdapat reaksi pupil terhadap cahaya,

tidak terdapat refleks kornea, vertibulo-ocular, orofaringeal atau trakea. Tidak ada respon

deserebrasi terhadap stimulus noksius dan tidak ada pernapasan spontan. Untuk kepentingan

dalam praktek, apnea absolut dikatakan terjadi pada pasien, jika pasien tersebut tidak melakukan

usaha untuk menolak penggunaan alat respirasi setidaknya selama 15 menit. Sebagai tes akhir,

pasien dapat dilepaskan dari respirator lebih lama (beberapa menit) untuk memastikan bahwa

PCO2 arteri meningkat di atas ambang untuk merangsang pernapasan spontan.(1)

Page 20: Brain Death

Jika hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa semua fungsi otak hilang, maka pemeriksaan

harus diulang dalam waktu 6 jam untuk memastikan bahwa keadaan pasien bersifat ireversibel.

Jika riwayat dan pengamatan komprehensif yang sesuai terhadap prosedur penggunaan obat-

obatan tidak ada, maka observasi selama periode 72 jam mungkin dibutuhkan untuk memperoleh

reversibilitas walaupun jarang terjadi dalam praktek, studi perfusi serebral menunjukkan

terhentinya sirkulasi intrakranial secara sempurna menyebabkan terjadinya kematian otak.(1)

X. Gejala klinis

Tiga tanda utama kematian otak adalah koma dalam, hilangnya seluruh reflex batang otak

dan apnea. Penilaian klinis untuk menentukan kematian otak sangat mirip di kebanyakan

panduan. Sementara pemeriksaan menyeluruh kadang terhambat oleh kondisi dari cedera yang

dialami pasien, semua panduan menuntut hilangnya respon yang dimediasi saraf pusat terhadap

nyeri. Sebagian pasien mungkin masih menunjukkan beberapa aktivitas spinal refleks yang

mungkin dapat menyesatkan pengamat umum atau klinisi yang tidak berpengalaman. Aktivitas

refleks spinal yang teramati dapat berkisar dari kedutan yang pelan hingga “Tanda Lazarus”

yang lebih kompleks. Tetap adanya refleks-refleks ini tetap sejalan dengan kematian otak seperti

dikonfirmasi oleh uji elektroensefalografi atau absennya aliran darah otak.

Terdapat perbedaan tipis pada berbagai panduan berkaitan dengan penilaian respon pupil

terhadap cahaya dan derajat dilatasi, namun tidak ada dasar ilmiah untuk perbedaan-perbedaan

tersebut yang diidentifikasi dengan jelas. Kebanyakan panduan tidak mencantumkan refleks

okulosefalik atau doll’s eye. Walaupun demikian, Pallis dan Harley merekomendasikan inklusi

respon doll’s eye walaupun tidak dituntut oleh hukum United Kingdom untuk penentuan

kematian otak.

Penentuan apnea persisten dituntut oleh semua panduan walaupun akhir dari evaluasi

tersebut tidak konsisten. Pada negara-negara yang tidak terlalu maju secara teknis, apnea yang

ditentukan oleh pemutusan ventilator mungkin cukup.

XI. Diagnosis dan Pemeriksaan

Page 21: Brain Death

Untuk menegakkan diagnosis kematian otak, penggunaan serangkaian protokol sertifikasi

kematian otak cukup membantu. Daftar A, B, C dan D di bawah ini dapat bermanfaat bagi

dokter. Pada banyak kasus, semua daftar tersebut semestinya digunakan secara sistematik untuk

menegakkan ataupun menyingkirkan diagnosis kematian otak. Bagaimana pun masih perlu untuk

memutuskan diagnosis lain, misalnya apakah suatu gangguan metabolik mengacaukan diagnosis

atau jika penyelidikan tambahan sudah memadai sehingga memungkinkan adanya diagnosis lain.(6)

Daftar A: Garis Besar

1. Tanpa pergerakan spontan, kejang atau gerakan badan lainnya.

2. Tanpa respon terhadap jenis rangsang nyeri apa pun (misalnya menggosok sternum,

penekanan pada kuku jari, penekanan dengan jarum) pada daerah distribusi nervus

kranialis.

3. Hilangnya refleks-refleks batang otak.

4. Pasien bernapas dengan napas bantuan. Uji apnea menunjukkan hilangnya pernapasan

spontan.

5. Menyingkirkan kemungkinan keadaan eksaserbasi.

6. Memastikan kondisi pasien akan kerusakan struktur otak yang tidak dapat diperbaiki.

7. Memastikan bahwa bukti-bukti klinis tidak berubah dengan peninjauan kembali 2 sampai

24 jam kemudian.

Daftar B: Uji Terhadap Hilangnya Refleks-refleks Batang Otak

1. Pupil terfiksasi dan dilatasi, tanpa respon langsung atau tidak langsung terhadap cahaya.

Pupil harus dalam ukuran menengah atau besar. Penggunaan obat seperti atropin dan

obat-obat lain yang menghambat respon pupil terhadap cahaya dipastikan belum

diberikan.

2. Hilangnya refleks kornea.

3. Hilangnya respon vestibulo-okuler terhadap rangsang air dingin (“cold calories”).

Gunakan minimal 120 mm air es dan posisi kepala 30 derajat terhadap sumbu horizontal.

4. Hilangnya refleks batuk.

Page 22: Brain Death

5. Hilangnya respon terhadap kateter yang ditempatkan dalam endotracheal tube ke dalam

trakea.

6. Hilangnya fenomena “doll’s eye”.

Daftar C: Uji Apnea

Langkah 1: Garis arterial, oximeter denyut nadi dan fasilitas untuk pengukuran gas darah arteri.

Langkah 2: Atur ventilasi FI02 ke 1.0.

Langkah 3: Atur ventilasi jika perlu untuk memastikan PaCO2 berada diantara 40 mmHg dan 50

mmHg.

Langkah 4: Gambar sampel ABG nomor 1.

Langkah 5: Mulai stopwatch, cabut ventilator dan masukkan oksigen sebanyak 6 liter/menit

melalui kateter trakea untuk membantu mencegah hipoksia. Perhatikan setiap gerakan yang

memperlihatkan usaha untuk bernapas spontan.

Langkah 6: Setelah 6 menit, gambarkan sampel ABG nomor 2 dan sambungkan kembali

ventilator.

Langkah 7: Hitung peningkatan PaCO2 selama periode apnea. Peningkatan harus lebih dari 10

mmHg dan tidak adanya usaha untuk bernapas spontan harus ada pada uji apnea yang

menunjukkan bahwa tidak ada aktivitas pernapasan spontan yang terjadi.

Daftar D: Menyingkirkan Kemungkinan Kondisi Tambahan

1. Pengaruh obat-obatan depresan susunan saraf pusat (mis. barbiturat, benzodiazepin,

narkotik).

2. Hipotermia – suhu rata-rata (mis. suhu esophagus, rektal) di bawah 32,2 derajat Celcius

(900 F).

3. Gangguan elektrolit (mis. hiponatremia, asidosis metabolik).

Page 23: Brain Death

4. Lanjutan blokade neuromuskuler setelah peemberian agen penghambat neuromuskuler

(tinjau kembali daftar pemberian anestetik dan riwayat ICU; periksa dengan stimulator

saraf; balikkan efek agen tersebut dengan neostigmin).(6)

Jika kriteria klinis kematian telah ditemukan, seseorang tidak dapat ditetapkan “mati

otak” hingga dokter memastikan tidak ada obat bius (mis. kodein, domerol, morfin, kokain,

heroin) dan tidak ada obat-obatan barbiturat (mis. fenobarbital, sekobarbital, nembutal, amytal)

yang telah diberikan 24 jam sebelumnya dan bahwa kematian otak telah ditunjukkan melalui

salah satu dari studi diagnostik berikut:

1. Angiogram serebral (injeksi larutan kontras ke dalam arteri leher untuk melihat arteri di

otak pada film X-ray), menunjukkan tidak ada penetrasi larutan ke dalam arteri otak.

2. Scan aliran darah serebral (scan kepala setelah injeksi substansi radioaktif yang aman

secara intravena) memperlihatkan tidak ada aliran darah di otak.

3. Dua kali EEG (elektroensefalogram atau uji gelombang otak) pada interval 24 jam

menunjukkan tidak ada aktivitas listrik dari otak, mis. EEG datar atau isoelektrik.

Poin ketiga dari ketiga tes di atas paling banyak digunakan karena sangat mudah dilakukan di

tempat tidur pasien.(5,20)

XII. Diagnosis Banding

1. Stroke

Kondisi dimana pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba berhenti sehingga oksigen

dan glukosa tidak dapat dikirim keotak. Dari kejadian ini mengakibatkan sel otak dan

jaringan otak menjadi mati dan akan hilangnyya fungsi dari jaringan otak.

2. Tumor otak

Suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak atau ganas, membentuk masa di intracranial atau

medulla spinalis. Tumor otak terjadi karena adanya poliferasi atau pertumbuhan sel

abnormal secara sangat cepat pada daerah CNS. Sel ini akan terus berkembang mendesak

jaringan otak yang sehat sekitarnya yang mengakibatkan terjadi gangguan neurologi

( gangguan fokal akibat tumor dan meningkatnya tekanan intracranial ).

Page 24: Brain Death

3. Trauma atau cidera kepala

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang

tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak

langsung pada kepala. Cedera kepala merupakan penyakit neurologik yang serius

diantara penyakit neurologik, dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan

lalu lintas. Resiko utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak

akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera yang

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Cedera kulit kepala. Cedera pada bagian

ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cedera dalam. Luka

kulit kepala maupun tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan

abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi.

4. Hipertensi adalah dimana tekanan darah di arteri meningkat, peningkatan ini

menyebabkan jantung harus bekerja lebih kuat dari biasanya untuk mengedarkan darah

melalui pembuluh darah. Hipertensi adalah faktor resiko utama terjadinya stroke,

hipertensi dapat mengakibatkan pecah atau menyempitnya pembuluh darah diotak.

Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan apabila terjadi

penyempitan akan mengakibatkan aliran darah ke otak terganggu dan sel-sel otak akan

mengalami kematian.

XIII. Komplikasi

Kematian.

XIV. Prognosis

Sekarang ini tidak ada kumpulan tanda klinis kecuali tanda kematian batang otak dengan pasti

meramalkan akibat koma. Anak kecil dan dewasa muda dapat mengalami kelainan klinis dini

yang bersifat buruk seperti reflek batang otak yang abnormal dan sebelumnya membaik. Seluruh

skema, untuk prognosis sebaiknya dilakukan tidak hanya sebagai indicator kira-kira dan

keputusan medis harus dipertimbangkan dengan faktor-faktor Lain seperti usia, penyakit yang

mendasari dan kondisi medis umum. Dalam usaha untuk mengumpulkan informasi prognosis

Page 25: Brain Death

dari sekian banyak pasien dengan cedera kepala, ” skala koma Glasgow” telah dipikirkan bahwa

secara empiris mempunyai nilai prediktif dalam kasus-kasus trauma otak. 95% tingkat kematian

pada pasien yang reaksi pupil atau reflex gerakan mata tidak ada 6 jam setelah timbulnya koma

dan 91% tingkat kematian jika pupil tidak reaktif pada 24 jam. (10)

XV. Kesimpulan

Kematian otak adalah hilangnya fungsi otak dan batang otak secara utuh dan irreversible. Hal ini

dianggap juga sebagai kematian seluruh tubuh. Penegakkan diagnose kematian otak biasanya

secara klinis tapi ada syarat-syarat yang dibutuhkan. Hal ini termasuk penyebab primer dan

sekunder serta harus memisahkan dengan hipotermia, intoksikasi obat, keracuna dan kelainan

metabolic. Pada pemeriksaan neurologi menunjukkan kondisi koma, tidak ada tespon cerebral

dengna rangsang luar dan tidak ada reflek batang otak. Apnea tes harus dilakukan pada pasien

dengan criteria kematian otak lainnya. Pemeriksaan tambahan dibutuhkan bila secara klinis tidak

cukup dan sebagai tambahan dari penilaian klinis pada anak-anak. Pemeriksaan EEG dan

radionuclide adalah 2 teknik paling sering digunakan untuk mengkonfirmasi kematian otak.

pemeriksaan EEG lebih baik digunakan pada kondisi TIK yang turun seperti hipotensi dan

kraniotomi. Sedangkan pemeriksaan aliran darah otak lebih baik untuk kondisi hipotermia,

metabolic atau obat.

Page 26: Brain Death

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill Book

Company; 1985.p.258-9.

2. A definition of irreversible coma. Report of the Ad Hoc Committee of the Harvard

Medical School to Examine the Definition of Brain Death. JAMA : the journal of the

American Medical Association

3. Anonym. Brain death [online] 2007 Apr 21, [cited 2007 Apr 30]; Available from URL:

http://en.wikipedia.org/wiki/Brain_death

4. Cryer PE. Hypoglycemia, functional brain failure, and brain death [online] 2007, [cited

2007 Apr 30]; Available from URL: http://www.jci.org/cgi/content/abstract/117/4/868

5. Dimancescu MD. Brain death [online] 2002 Dec 23, [cited 2007 Apr 30]; Available from

URL: http://www.comarecovery.org/artman/publish/BrainDeath.shtml

6. Doyle DJ. The diagnosis of brain death: A checklist approach [online] 1995 Mar 3, [cited

2007 Apr 30]; Available from URL:

http://www.pragmatism.org/shook/biomedical_ethics/Module%20Three/death.htm

7. Guidelines On Certification Of Brain Death, The Hong Kong Society Of Critical Care

Medicine, journal of the Royal College of Physicians of London 1995, 29:381-2.

Page 27: Brain Death

8. Gunther dkk. 2011. Determination of Brain Death: An Overview with a SpecialEmphasis

on New Ultrasound Techniques for Confirmatory Testing. The OpenCritical Care

Medicine Journal,4: 35-43

9. Guyton AC, Hall JE. Aliran darah serebral, cairan serebrospinal, dan metabolisme otak.

Dalam: Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;

1996.hal.975-83.

10. Harrison edisi 13, prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam volume 1, tahun 1995, penerbit

EGC

11. Lazar NM, Shemie S, Webster GC, Dickens BM. 2001. Bioethics for clinicians: 24.

Brain death. Canadian: Journal Of Canadian Medical Association or its licensors; Dapat

diunduh dari: http://www.cmaj.ca/content/164/6/833.full

12. Luhulima JW. Anatomi III susunan saraf pusat jilid II. Makassar : bagian Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin; 2002. hal.1-2,14.

13. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2004.hal.280

14. Phillips BJ. Determining brain death: A summary [online] 2005, [cited 2007 Apr 30];

Available from URL:

http://www.ispub.com/ostia/index.php?xmlFilePath=journals/ijlhe/vol2n2/brain.xmlThe

Internet Journal of Law, Healthcare and Ethics

15. Putz R, Pabst R. Sobotta atlas anatomi manusia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC;1997.

16. RM, Schapiro R, eds. 1999. The definition of death: contemporary controversies.

Baltimore: Johns Hopkins University Press.

17. Reis CE. Brain death [online], [cited 2007 Apr 30]; Available from URL:

http://www.medstudents.com.br/neuro/neuro5.htm

18. Suh SW, Gum ET, Hamby AM, Chan PH, Swanson RA. Hypoglycemic neuronal death is

triggered by glucose reperfusion and activation of neuronal NADPH oxidase [online]

2007 Jan 30, [cited 2007 Apr 30]; Available from URL:

http://www.jci.org/cgi/content/full/117/4/910

Page 28: Brain Death

19. Sohn CH, Lee HP, Park JB, Chang HW, Kim E, Park UJ, et al. Imaging findings of brain

death on 3-tesla MRI. Korean journal of radiology : official journal of the Korean

Radiological Society..

20. Taveras JM, Wood EH. Diagnostic neuroradiology volume II. 2nd ed. Baltimore : The

William & Wilkins Company; 1977.p.650-1.

21. Walton JN. Brains Diseases of the nervous system. 8th ed. New York: Oxford University

Press; 1977.p.1169-70.

22. Wijdicks EFM. The diagnosis of brain death [online] 2001 Apr 19, [cited 2007 Apr 30];

Available from URL: http://content.nejm.org/cgi/content/full/344/16/1215

23. Wilson LM. Sistem saraf dalam Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit edisi

kedua. Jakarta: EGC;1994. hal.902.