22
1 UNIVERSITAS INDONESIA BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI PERSUASI DALAM UPAYA PEREKRUTAN ANGGOTA NII MAKALAH NON-SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Dea Fitria Anasty 1006710565 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI INDUSTRI KREATIF PENYIARAN DEPOK 15 JANUARI 2014 Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

1

UNIVERSITAS INDONESIA

BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI

PERSUASI DALAM UPAYA PEREKRUTAN ANGGOTA NII

MAKALAH NON-SEMINAR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Dea Fitria Anasty

1006710565

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

INDUSTRI KREATIF PENYIARAN

DEPOK

15 JANUARI 2014

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 2: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

2

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 3: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

3

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 4: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

4

Brainwash sebagai Bentuk Strategi Komunikasi Persuasi dalam Upaya

Perekrutan Anggota NII

Dea Fitria Anasty dan Askariani Kartono

1. Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

2. Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

Abstrak

Sejak tahun 2011, NII melakukan perekrutan ke sekolah dan kampus untuk menjerat banyak korban guna

mendirikan sebuah negara. Tujuan dibutuhkannya banyak anggota adalah karena NII membutuhkan biaya

operasional yang besar, maka semua anggota nantinya akan menyetorkan sejumlah uang setiap bulannya.

Fenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar dan mahasiswa yang belum

punya penghasilan sendiri, sehingga mereka harus bekerja, melupakan pendidikan dan pergaulan, dan jika

terpaksa, mereka harus mencuri. Strategi yang digunakan NII untuk merekrut anggota adalah dengan strategi

komunikasi persuasi dengan cara brainwash, melalui tahapan-tahapan yaitu selective exposure, fear appeals,

repetition, dan commitment. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu melalui telusuran

dokumen yang terkait dengan NII. Hasil analisis ditemukan bahwa dengan metode brainwash, NII berhasil

mempengaruhi calon korban. Tahapan dari strategi tersebut yaitu dengan menghadirkan teman terdekat/kerabat

(selective exposure), lalu melakukan fear appeals dalam bentuk ancaman-ancaman jika korban tidak bergabung

dengan NII, dan yang paling penting dari keberhasilan strategi ini adalah dengan dilakukan berulang-ulang

(repetition), sampai korban bergabung dengan NII dan melakukan komitmen seumur hidup dan patuh pada

aturan-aturan yang ada di NII.

Kata Kunci

Cuci otak dan komunikasi persuasi

Brainwash as a Form of Persuasive Communication Strategies on The Recruitment of

NII's New Victims

Abstract

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 5: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

5

Since the year 2011, the NII phenomenon in recruiting new victims from many campuses and schools to

establish a state has getting troubling. The idea is to gather a big mount of money to fulfil their operating costs.

Many students have been trapped in the dark circle of NII and abandoned their education to deposit targeted

money every month. There’s must be some particular strategies in persuading adolescent and young adults to

join a religion cult. Concerning this issue, I try to describe those strategies NII did to recruit new victims. The

theory used in this paper is Persuasive Communication with brainwash method. This method requires several

stages such as selective exposure, fear appeals, repetition, and commitment. The results of this analysis is that

with the brainwash method, NII was able to persuade potential new victims. The stages are to bring the new

victims’ closest friends / relatives (selective exposure), then do the fear appeals in the form of threats if they

don't join the NII, and the most important thing is to be done repeatedly (repetition) until the victim join the NII

and make a lifetime of commitment in it.

Keywords:

Brainwash and persuasive communication

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Negara Islam Indonesia atau NII adalah gerakan yang dipimpin oleh S.M.

Kartosoewiryo pada tahun 1949. Setelah beliau wafat dan digantikan oleh beberapa orang,

kini NII dipimpin oleh Abu Toto. Dibawah kepemimpinannya, NII menjadikan Islam sebagai

landasan hukumnya. Sayangnya, seiring dengan berjalannya waktu, NII mengalami

perubahan pada dasar-dasar akidahnya. Hal ini disebabkan karena konsep dasar NII dicampur

dengan aliran Lembaga Kerasulan dan Isa Bugis1.

NII bertujuan untuk mendirikan sebuah negara berdasar atas konsep khilafah

Islamiyah. Para penggeraknya juga ingin menjadikan hukum Islam sebagai hukum negara.

Namun demikian, cara mereka mewujudkan cita-cita tersebut sangat bertolak belakang

dengan akidah Islam yang sebagaimana tertulis di kitab suci. Semua anggota harus menyetor

sejumlah uang untuk mendanai terciptanya Negara Islam Indonesia. Memang harus diketahui

bahwa ujung dari proses ini adalah adanya keinginan untuk memperoleh pendanaan bagi

gerakan NII. Tetapi yang mengkhawatirkan adalah petinggi NII menyamakan tindakan

1 Alia Prima Dewi dalam skripsi “Fenomena NII di Kalangan Mahasiswa”, (Universitas Indonesia,

2007), xii abstrak

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 6: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

6

meminta uang kepada anggota dengan shadaqah dan infaq. Padahal jelas-jelas itu tidak ada

hubungannya dengan shadaqah dan infaq. Mereka mengerti bahwa memperoleh uang

tidaklah mudah. Maka mereka melakukan komunikasi persuasi kepada semua calon

anggotanya agar tetap mendapat uang itu, meskipun dengan cara berbohong. Berbohong

menurut mereka jauh lebih bermanfaat dari pada membiarkan negera dalam keadaan

jahiliyah. NII juga menganggap bahwa harta orang lain adalah harta fai’ atau harta rampasan.

Bahwa artinya harta tersebut bisa diambil dengan cara apapun untuk kepentingan mendirikan

dan menegakkan NII. Fenomena NII ini sudah sangat meresahkan masyarakat Indonesia

karena jaringannya sudah sampai ke kampus-kampus. Mereka ditengarai mencuci otak untuk

mengindoktrinasi sebuah keyakinan tertentu.

Berbagai cara dan strategi dilakukan untuk membangun negara NII guna

mendapatkan sejumlah dana. Oleh karena itu diperlukan banyak orang yang harus direkrut

untuk menjadi anggota untuk dapat menghimpun dana dalam jumlah yang besar setiap

bulannya. Salah satu strategi yang dilakukan adalah strategi cuci otak. Strategi ini dipilih

mengingat sasaran calon anggota NII sebagai korban adalah meliputi semua lapisan, baik

yang berpendidikan maupun yang tidak berpendidikan. Untuk golongan yang berpendidikan,

membutuhkan suatu strategi khusus mengingat mereka memiliki pola pikir dan pertimbangan

yang lebih logis. Jadi, strategi cuci otak dianggap suatu pilihan yang tepat.

Cuci otak secara konseptual sering kali disebut "teori robot."2 Ini adalah sebuah

konsep dimana orang dapat dibuat menjadi robot, sehingga mereka akan melakukan tindakan

atau berperilaku sesuai yang diperintahkan dan dalam cara yang sama sekali berbeda dengan

keyakinan dan nilai-nilai yang sebelumnya mereka anut. Bentuk cuci otak dipopulerkan

dalam sebuah buku terbitan tahun 1959 dan film The Manchurian Candidate (1962), dimana

seorang tentara Amerika di Korea diprogram oleh penculik komunis untuk melakukan

pembunuhan.

Melalui fenomena NII inilah penulis berusaha menggali lebih dalam dengan

menggunakan teori Psikologi Sosial sebagai acuan untuk mendeskripsikan permasalahan

yaitu proses brainwash yang terjadi pada individu sebagai korban NII.

Permasalahan

2 Michael Haag, “Does Brainwash Exist?”. www.jonestown.sdsu.edu.com, 2012. Diakses pada 3

Januari 2014 pukul 16.50

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 7: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

7

Setiap tahun, ribuan remaja dan young adults di seluruh dunia

meninggalkan/melupakan nilai-nilai ajaran yang telah mereka anut sejak kecil bersama

dengan keluarga dan teman-teman mereka, untuk menjadi anggota perekrutan agama dan

politik3. Di Indonesia, ini sudah terjadi sejak tahun 2001. Sejak tahun tersebut, NII mulai

merekrut mahasiswa sebagai tambang emas untuk mendapatkan dana yang dibutuhkan untuk

kegiatan NII. Gerakan NII membuat resah karena mahasiswa yang sudah menjadi anggota

biasanya bermasalah dengan bidang akademis dan pergaulannya sehari-hari, sebab mereka

sibuk bekerja untuk menutupi uang infaq biaya pembangunan negara yang harus disetor tiap

bulan4.

Diantara para korban, ada yang terkena jerat program Qiradh dan lddikhar (tabungan),

sampai sebanyak 250 gram emas, bahkan salah seorang pejabat Bank Indonesia (sekarang

mantan) sampai rela menyerahkan 2,5 kg emas dan dua orang putranya pun, sempat pula

menjadi perampok, yang untuk itu mereka harus merelakan tulang iganya putus lantaran demi

untuk menyelamatkan diri dari kejaran masa, hanya karena mengejar target setoran yang

harus dibayarkan kepada jama’ah. Dana umat yang disedot oleh NII struktural sudah lebih

dari satu triliyun yang kemudian diwujudkan dalam bentuk bangunan mewah Ma’had Al

Zaytun. Untuk bisa mencapai nilai yang begitu tinggi tersebut, dibutuhkan banyak sekali

anggota. Jumlah anggota NII sendiri dari tahun 1993 s/d tahun 2000 adalah sebanyak 60.000

orang, sekalipun banyak keterangan dari mantan NII yang menyatakan bahwa jumlah

anggotanya sekarang lebih dari 100.000 orang, namun diperkirakan terjadi banyak pula yang

keluar ataupun yang masuk5. NII sadar mereka butuh strategi untuk menjerat banyak orang

agar mau masuk ke dalam jaringannya, yaitu dengan cuci otak. Fenomena cuci otak seperti

yang dilakukan NII merupakan suatu hal yang bisa saja terjadi dalam kehidupan sehari-hari,

tentunya dengan intensitas yang berbeda-beda. Cuci otak bisa terjadi setiap saat tanpa

disadari oleh orang yang mengalami.

Berdasarkan fenomena tersebut, yang menjadi fokus permasalahan jurnal ini adalah

pada proses komunikasi persuasi yang dilakukan pihak NII dengan cara brainwash terhadap

calon anggota NII. Juga pada bagaimana individu anggota warga negara bisa terpersuasi

selama proses perekrutan NII. Apa saja pesan-pesan yang disampaikan, juga bagaimana cara

3 James Brian Stiff, Persuasive Communication, (The Guilford Press, 2003), hal. 8

4 Alia Prima Dewi dalam skripsi “Fenomena NII di Kalangan Mahasiswa”, (Universitas Indonesia,

2007), xii abstrak 5 Al-Ustadz Hartono Ahmad, “Bukti Kesesatan Negara Islam Indonesia”,

http://moslemsunnah.wordpress.com, 2011. Diakses pada 3 Januari 2014, pukul 17.03

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 8: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

8

penyampaiannya, sehingga individu bisa terpersuasi. Dengan fakta bahwa “korban” NII

adalah siswa dan mahasiswa, tentunya ada teknik dan strategi tertentu yang digunakan, serta

alasan-alasan mendasar mengapa korbannya adalah remaja umur 15-22 tahun.

TINJAUAN TEORITIS

1. Brainwash

Brainwash atau cuci otak adalah sebuah invasi privasi dimana pelaku berusaha untuk

mengendalikan bukan hanya bagaimana orang lain bertindak, tetapi juga apa yang mereka

pikirkan. Hal tersebut membangkitkan rasa takut yang terdalam akan hilangnya kebebasan

dan bahkan identitas. Istilah itu sendiri mengacu pada program politik di Komunis Cina dan

Korea. Cuci otak dilakukan diberbagi aspek kehidupan, diantaranya agama, politik, iklan dan

media, pendidikan, kesehatan mental, militer, sistem peradilan pidana, kekerasan dalam

rumah tangga, dan penyiksaan6. Menurut Edward Hunter, tujuan brainwash adalah untuk

mengubah pikiran secara radikal sehingga korban menjadi boneka hidup atau robot manusia.

Brainwash dilakukan untuk menciptakan keyakinan baru dan proses berpikir baru yang

diajarkan ke dalam pikiran korban agar menjadi mekanisme yang mendarah daging.

2. Persuasive communication

Komunikasi persuasi sebagai pesan yang ditujukan untuk membentuk, menguatkan,

atau mengubah respons seseorang7. Keefektifan persuasi sangat bergantung pada beberapa

hal, diantaranya adalah kualitas dari sumber atau komunikator yang menyampaikan pesan,

kemudian konten yang disampaikan, bagaimana cara menyampaikan pesan persuasi tersebut,

dan terakhir adalah tujuan dan kemampuan dari objek sasaran.

3. Credibility

Kredibel didefinisikan secara luas sebagai kualitas atau kebenaran bukti8. Seorang

komunikator yang dinilai kredibel, dalam artian, dapat dipercaya pesan-pesan yang

disampaikan, akan jauh lebih bisa mempengaruhi objeknya. Suatu kredibilitas dapat dicapai

6 Kathleen Taylor, Brainwashing: The Science of Thought Control, (Oxford University Press Inc., 2004),

preface 7 James Brian Stiff, Persuasive communication, (The Guilford Press, 2003), hal. 4

8 Brown/Campbell, The Cambridge Handbook of Forensic Psychology, ( Cambridge University Press,

2010), hal. 155

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 9: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

9

dengan banyak cara, misalnya gelar pendidikan, cara penyampaian, dan lain sebagainya.

Expertise dan trustworthiness adalah contoh dari aspek kredibel.

Beberapa aspek kredibilitas menurut Johnson adalah sebagai pribadi dia dapat

menunjukkan sifat-sifat yang bisa diandalkan, bisa diharapkan, dan konsisten. Seseorang juga

harus memiliki intensi atau motif yang baik. Ungkapannya bersikap hangat dan bersahabat.

Memiliki predikat atau cap yang telah diberikan masyarakat menyangkut sifat-sifatnya yang

bisa dipercaya. Bersifat dinamis, yaitu proaktif, agresif, dan empatik9.

4. Expertise

Expertise atau keahlian didefinisikan secara berbeda-beda di berbagai disiplin ilmu.

Di dalam ilmu Psikologi keahlian didefinisikan sebagai kemampuan kognitif manusia yang

diperoleh dengan cara berulang kali melakukan tugas-tugas. Orang-orang yang memiliki

keahlian dalam suatu topik tertentu disebut ahli atau expert. Seorang individu dapat memiliki

berbagai tingkat keahlian dalam topik atau subjek yang berbeda-beda10

. Komunikator yang

berwawasan luas dan mengerti betul tentang apa yang mereka sampaikan, mampu dengan

mudah mentransfer pesan tersebut kepada pendengarnya dan tak jarang berujung pada

perubahan sikap. Berbeda dengan orang-orang yang hanya asal bicara tanpa mengacu pada

suatu sumber tertentu. Seseorang yang melakuan rapid speech dan dapat dengan cepat

mengungkapkan inti-inti dari pesan yang hendak disampaikan, memberikan efek pengaruh

yang lebih besar dibanding orang-orang dengan slower speech atau pengutaraan pesan yang

bertele-tele. Sebab, slower speech dinilai kurang meyakinkan, kurang usaha yang kuat untuk

mencapai makna pesan, dan bodoh11

.

5. Trustworthiness

Trust atau kepercayaan mutlak diperlukan agar suatu relasi tumbuh dan berkembang.

Untuk membangun sebuah relasi, dua orang harus saling mempercayai. Hal ini dilakukan

pada saat menentukan dimana mereka harus mengambil resiko dengan cara saling

mengungkapkan lebih banyak tentang pikiran, perasaan, dan reaksi mereka terhadap situasi

yang tengah mereka hadapi, atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan, dukungan,

dan kerja sama.

9 A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi, (Penerbit Kanisius, 1995), hal. 35

10 Jun Zhang dalam disertasi “Understanding and Augmenting Expertise Networks”, (The University of

Michigan, 2008), hal. 3 11

Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 138

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 10: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

10

Trustworthy atau dapat dipercaya berarti rela menanggapi orang lain yang mengambil

resiko dengna cara yang menunjukan jaminan bahwa orang lain tersebut akan menerima

akibat-akibat yang menguntungkan12

.

Seorang komunikator akan lebih dinilai kredibel jika dia memiliki karakteristik

trustworthy atau bisa dipercaya. Sumber yang terpercaya adalah mereka yang dianggap tulus

dan jujur dalam menyampaikan pesan. Karena value atau nilai dari kepercayaan tersebut,

seseorang yang sebenarnya nonexpert atau tidak ahli, dapat menjadi komunikator yang

kredible13

.

6. Fear Appeal

Fear atau rasa takut umumnya terangsang ketika situasi dianggap sebagai sesuatu

yang mengancam fisik atau psikologis seseorang dan berada diluar kendali seseorang14

. Fear

appeal adalah upaya menakut-nakuti komunikan untuk melakukan perilaku yang diinginkan

komunikator15

. Strategi yang menjadi faktor penting untuk bisa mempersuasi seseorang

adalah emotional appeal. Konsep ini menggambarkan bahwa pesan dapat lebih efektif

mempengaruhi penerima jika pesan itu membangkitkan respon emosional yang kuat pada

penerima. Rasa takut merupakan suatu bentuk emosi. Pesan yang memperingatkan akan

bahaya atau kesulitan jika objek tidak mengikuti apa yang ditawarkan oleh komunikator,

akan menimbulkan ketakutan di diri objek yang membuat mereka berpikir untuk menerima

tawaran si komunikator16

.

Gambar 1.1

Diagram tersebut menunjukkan bahwa pesan yang mengandung ancaman terhadap

rasa takut lawan bicara, akan berpengaruh pada perubahan perilaku17

.

12

A. Supratiknya, Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi, (Penerbit Kanisius, 1995), hal. 26 13

Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 138 14

James Price Dillard, Michael Pfau, The Persuasion Handbook: Developments in Theory and Practice, (Sage Publications, 2002), hal. 291

15 Ibid, hal. 49

16 Ann L. Webber. Op.Cit. hal. 142

17 James Brian Stiff, Persuasive communication, (The Guilford Press, 2003), hal. 33

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 11: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

11

7. Channel: Personal Contact

Channel adalah sarana atau media yang digunakan sender untuk menyampaikan pesan

kepada receiver18

. Ada tiga jenis channel yang digunakan untuk menyampaikan pesan,

diantaranya interpersonal, non-verbal, dan mass media (baik elektronik, ataupun nirkabel). Di

dalam channel interpersonal terhadap komunikasi satu lawan satu antara sender dan receiver.

Saat penyampaian pesan secara interpersonal, termasuk juga di dalamnya komunikasi verbal

dan non-verbal. Ini adalah bentuk pertama dari komunikasi antarmanusia. Ada pula yang

disebut Channel Noise, yaitu gangguan atau hambatan yang terjadi ketika penyampaian

pesan. Noise banyak terjadi di komunikasi massal, sehingga terkadang pesan yang sender

berusaha sampaikan, tidak sesuai dengan apa yang receiver terima. Oleh karena itu, cara

terbaik untuk menyampaikan pesan adalah dengan kontak personal langsung dengan receiver.

Proses persuasi akan lebih terjamin tingkat keefektivannya jika komunikator

melakukan kontak langsung atau secara personal dengan objek atau penerima. Teknik ini

termasuk juga ke dalam salah satu teknik marketing yang disebut door to door marketing19

.

Dinilai akurat untuk mempersuasi objek karena dengan menggunakan teknik kontak personal

ini, akan sulit bagi objek untuk menolak atau menyanggah pesan yang disampaikan oleh

komunikator. Dijelaskan bahwa “Door to door marketing shows that ‘turning off the radio’ is

easier than ‘turning away a living person’.”

8. Selective Exposure & Needs

Selective exposure adalah perilaku yang sengaja dilakukan untuk mencapai dan

mempertahankan kontrol persepsi dari stimulus tertentu20

. Exposure terjadi ketika salah satu

dari lima stimuli berada di dalam jangkuan penerimaan utama dari objek atau penerima

pesan. Stimuli-stimuli tersebut adalah penglihatan, pendengaran, indra perasa, peraba, dan

penciuman. Jika komunikator bisa menguasai setidaknya satu dari kelima stimuli tersebut,

maka keempat lainnya akan dilupakan sejenak oleh objek, dan akan fokus menerima pesan-

pesan yang mengenai salah satu stimuli tadi21

. Dengan menguasai stimuli yang dimiliki oleh

lawan bicara, maka komunikator akan mampu menyampaikan pesan dengan baik dan lawan

bicara pun akan bisa menerima pesan tersebut juga. Kemudian berhubungan dengan selective

18

Uma Narula, Communication Models, (Atlantic Publishers, 2006), hal. 5 19

Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 145 20

Dolf Zillmann, Jennings Bryant, Selective Exposure to Communication, (Routledge, 2008), ch. 1 21

Johan Botha, Cornelius Bothma, Annekie Brink, Introduction to Marketing, (Paarl Printing, 2004), hal. 44

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 12: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

12

exposure adalah needs atau kebutuhan. Sebuah pesan akan lebih persuasif dipihak objek

apabila objek merasa membutuhkan pesan tersebut, bisa tawaran, jasa, atau barang. Ada satu

kebutuhan yang dimiliki oleh objek, sehingga mempengaruhinya untuk menggunakan atau

memakai jasa/barang yang ditawarkan. Beberapa pesan persuasif juga bisa diciptakan untuk

membangkitkan kebutuhan, menghubungkan mereka ke masalah sederhana, dan menjanjikan

solusi dengan produk/tindakan tertentu.

9. Age

“Popular culture often portrays children and remaja as gullible dan labil, quickly

changin their loyalties, open to new ideas.”22

. Kriteria umur ini digunakan seseorang untuk

mengidentifikasi objek yang ingin dipersuasi. Jika mau berhasil, maka kriteria umur harus

dikuasi betul. Seorang komunikator harus tau siapa target objeknya dengan menyesuaikan

dengan cara dia menyampaikan pesan. Remaja dan young adults memiliki sifat yang labil dan

perilaku cenderung berubah-ubah. Sedangkan orang dewasa lebih konservatif dan cenderung

menolak inovasi. Dengan mengetaui hal ini, maka agar bisa merubah perilaku seseorang dan

melakukan persuasi, bijaknya dilakukan kepada remaja dan young adults. Sementara itu, ada

pula konsep yang dinamakan impressionable years hypothesis yang menjelaskan bahwa

anak-anak dan young adults dengan kisaran umur 18 sampai dengan 25 memiliki sikap atau

attitude yang tidak stabil dibanding individu dengan range umur lain. Ini artinya, attitude

mereka lebih cenderung sering berubah untuk menanggapi pengalaman-pengalaman baru,

sama halnya dengan pengaruh sosial, seperti persuasi.

10. Repetition

Repetisi adalah suatu informasi yang diulang-ulang, cepat atau lambat, bila kita tidak

hati-hati dan sadar, akan kita terima sebagai suatu kebenaran. Cara ini paling banyak

digunakan untuk menanam bibit pikiran dan belief suatu produk. Tujuan repetisi atau

pengulangan adalah menembus filter mental yang ada di pikiran sadar, sehingga unit

informasi bisa masuk ke pikiran bawah sadar23

. Manusia dibombardir dengan pesan-pesan

persuasi dari media atau perorangan untuk mempromosikan barang, jasa, ataupun orang.

Penelitian menunjukan bahwa pesan persuasi adalah bagian dari komunikasi persuasif. Dan

jika pesan-pesan tersebut diulang dengan frekuensi yang terus menerus, maka lambat laun

22

Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 147 23

Adi W. Gunawan, The Secret of Mindset, (PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hal. 37

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 13: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

13

subjek pun akan terpengaruh untuk mengikuti apa yang komunikator inginkan24

. Repetisi

sangat penting karena merupakan salah satu upaya terbaik untuk bisa merubah perilaku

seseorang. Tanpa repetisi, pesan yang berbobot sekalipun tidak akan memberi efek berarti

pada objek. Dengan melakukan repetisi penyampaian pesan, perlahan-lahan terbentuklah

sebuah pola diotak objek sesuai dengan apa yang komunikator inginkan. Dan saat itulah

attitude change dapat tercapai.

11. The Power of Commitment

Komitmen didefinisikan sebagai tindakan mengikat diri sendiri, baik secara

intelektual maupun emosional, pada serangkaian kegiatan yang bermakna25

. Komitmen tidak

bergantung pada keadaan. Apapun situasi dan kondisinya, seseorang akan terus berjalan

karena adanya komitmen26

. Tidak semua komunikator mengetahui pentingnya melakukan

sebuah komitmen untuk menegaskan perubahan perilaku. Semua proses perubahan perilaku

akan sia-sia jika tidak ditutup dengan sebuah komitmen. Sebuah komitmen mengikat

komunikator dengan objek terhadap suatu hal yang sudah disepakati bersama. Tanpa adanya

komitmen, objek yang sudah terpengaruh dan berubah perilakunya, bisa kembali lagi ke

perilaku semula. Tetapi dengan dilakukannya komitmen, sudah dipastikan komunikator akan

bisa mengikat objek pada kesepakatan yang sudah dibuat27

.

PEMBAHASAN

Persuasi secara harafiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau hal meyakinkan28

.

Persuasi adalah influence yang dibatasi dengan hanya komunikasi, baik komunikasi verbal

(dengan menggunakan kata-kata), maupun komunikasi non-verbal (dengan menggunakan

gerakan atau bahasa tubuh)29

.

Kebanyakan perilaku individu dipengaruhi oleh lingkungannya. Meski demikian,

tidak mudah untuk mempengaruhi, apalagi merubah perilaku seseorang. Perubahan perilaku

terjadi karena individu menerima informasi dan pengalaman-pengalaman baru. Selain itu,

24

Ann L. Webber, Social Psychology, (Harpercollins, 1992), hal. 148 25

Fidelis E.Waruwu, Membangun Budaya Berbasis Nilai, (PT Alex Media Computindo, 2010), hal. 129 26

Madaliem Lembong H, Treasure: Secret Mining Hidden Potensials, (Penerbit Kanisius, 2006), hal. 98 27

Ann L. Webber. Op.Cit. hal. 151 28

Onong Uchjana Effendy, Human Relations dan Public Relations, (Mandar Maju, 1993), hal. 103 29

Purnawan E.A, Dynamic Persuasion: Persuasi Efektif dengan Bahasa Hipnosis, (PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), hal. 15

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 14: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

14

perubahan perilaku juga termasuk hasil dari persuasi komunikasi, merupakan bentuk dari

pengaruh yang ditujukan untuk merubah kepercayaan, perasaan, dan perilaku seseorang.

Untuk mampu merubah kepercayaan dan perilaku seseorang, haruslah melalui suatu proses

persuasi komunikasi. Teknik inilah yang digunakan pihak NII dalam membujuk dan

mengajak calon korban untuk menjadi anggota.

Dalam sebuah artikel berita berjudul “Beginilah Cara NII Merekrut Saya”30

seorang

mantan calon korban NII menguraikan detail prosesi dia direkrut oleh NII, mulai dari awal

bertemu dengan agen NII, sampai perjumpaannya dengan Presiden NII.

Peristiwa tersebut terjadi pada HD, inisial samaran, pada tahun 2006, sesaat

sebelum dia resmi menjadi mahasiswa di sebuah perguruan tinggi di kawasan Depok, Jawa

Barat. HD bertemu dengan salah seorang dari agen NII di sebuah toko buku. Agen itu

menegur HD, mengajak berbincang dan kemudian meminta HD menjadi responden dari

sebuah penelitian tentang mahasiswa baru yang menurutnya sedang ia lakukan. Dewi,

demikian agen itu memperkenalkan diri, mengaku sebagai mahasiswi dari kampus yang

hendak HD masuki. Mereka bertukar nomor telepon dan janjian bertemu lagi keesokan

harinya. Besoknya, mereka kembali bertemu di sebuah tempat makan di sebuah pusat

perbelanjaan di Kota Depok. Awalnya, Dewi memperlakukan HD layaknya responden

penelitian. Ia menanyakan sejumlah pertanyaan sesuai kuesioner. Setelah pertanyaan

kuesioner habis, Dewi membuka pembicaraan tentang hal lain. Ia bercerita tentang seorang

kawannya yang mengikuti seminar agama di Malaysia. Kepada Dewi, temannya itu

bercerita, seminar tersebut membahas seputar penerjemahan kitab suci Al Quran.

Berdasarkan cerita temannya, tutur Dewi, kaum Islam akan kembali bangkit pada suatu hari.

Kebangkitan Islam dimulai dari sebuah negara yang dilintasi garis khatulistiwa. Negara itu,

kata Dewi, adalah Indonesia. Sejak inilah, HD lantas tertarik dengan cerita Dewi dan kerap

bertanya terus. Dewi akhirnya melakukan penawaran untuk bertemu dengan teman Dewi

yang mengikuti seminar itu. Teman Dewi menjelaskan sambil membuka-buka Al Quran

lengkap dengan terjemahannya. Awalnya, ia menceritakan kebangkitan Islam. Ujungnya, ia

bercerita tentang konsep hijrah. Dengan menggunakan penggalan ayat-ayat Al Quran, ia

menjelaskan konsep hijrah. Seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad, katanya, hijrah itu

diperlukan untuk mengubah nasib menjadi lebih baik. Lalu, bagaimana caranya hijrah di

zaman sekarang? Dengan gaya lugas dan meyakinkan, lelaki itu melanjutkan, hijrah dapat

30

Heru Margianto dalam artikel “Beginilah Cara NII Merekrut Saya”, Kompas, 2011. Diakses pada 28 Desember 2013 pukul 20.39

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 15: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

15

dilakukan dengan berpindah negara. Dari negara Republik Indonesia ke Negara Islam

Indonesia. HD mengaku makin penasaran dengan penjelasannya itu. Apalagi saat si lelaki

itu bercerita bahwa NII itu berada di dalam NKRI. Namun, ideologi negara itu, katanya,

bukan Pancasila. Jika ingin hijrah, maka harus berpindah ideologi dari Pancasila ke

ideologi Islam. HD sempat memberondongnya dengan sejumlah pertanyaan. "Kalau begitu,

hijrah ini gerakan ekstrem kanan, dong? Berusaha mengubah ideologi? Bagaimana bisa di

dalam suatu negara ada negara lain? Seperti apa negaranya? Bagaiamana warganya?

Enggak masuk akal." Lelaki itu menjawab, "Ibaratnya goa yang gelap, jika ingin melihat apa

yang ada di dalam goa, maka Anda harus masuk dulu ke dalam goa."Dalam pertemuan itu,

tak habis-habis pertanyaan HD ungkapkan kepadanya. Lelaki itu pun memutuskan untuk

mengajak HD bertemu langsung dengan Kepala Negara Islam Indonesia. Kepala negara

tersebut, kata dia, akan menjelaskan lebih jauh tentang konsep hijrah.

Hijrah dilakukan tidak sekedar pindah tempat dari Makkah ke Madinah, bahkan tidak

sekedar mendapatkan tujuan duniawi, tapi ada tujuan utama yaitu untuk mencari keridhaan

Allah dan Rasul-Nya31

. NII mengadaptasi konsep ini untuk menggambarkan perpindahan

kewarganegaraan dari Indonesia ke NII. Semua warga NII harus sudah hijrah, karena kalau

tidak, amal ibadahnya akan percuma.

NII mempercayai dan menakut-nakuti korban (fear appeals) bahwa sebesar apapun

amalan yang dilakukan di “negara Indonesia”, tidak akan diijabah atau diterima oleh Yang

Maha Kuasa, karena negara tersebut sudah “kotor” dan dipenuhi dosa-dosa. Jadi, kalau mau

amal ibadahnya diterima, harus pindah ke negara yang masih suci. Setelah setuju dengan

konsep tersebut, selanjutnya calon warga negara harus mengganti namanya dengan nama

islami. Terakhir, jika sudah benar-benar yakin akan bergabung, calon tersebut harus

membayarkan sejumlah uang, sekurang-kurangnya dua juta rupiah, untuk pendanaan negara.

Jika calon tidak punya uang, maka bisa dilakukan proses negosiasi harga. Lalu petinggi NII

menawarkan program cicilan tiga bulan. Tetapi jika calon masih juga tidak menyanggupi,

petinggi NII menyarakan untuk mengambil uang dari keluarga, saudara, kerabat, atau intinya

orang lain.

Keberhasilan seseorang (dalam hal ini pihak NII), untuk mempengaruhi calon korban

sampai pada tahap perubahan perilaku membutuhkan suatu analisis bukan saja dari pihak

31

Shobahussurur dalam artikel “Islam dan Perobahan”, Jakarta, 2011. Diakses pada 3 Januari 2014 pukul 18.46

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 16: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

16

korban namun juga analisis dari sisi pelakunya. Dampak yang ditimbulkan pada korban itu

merupakan hasil dari strategi komunikasi persuasi yang dilakukan pelaku. Ketika tujuan dari

pelaku adalah melakukan cuci otak, maka perlu suatu strategi khusus agar bisa efektif. Proses

cuci otak yang dialami setiap individu tidak sama dan akan berbeda dengan individu lain

tergantung dengan latarbelakang sasaran korbannya. Kriteria yang menjadi acuan sasaran

adalah antara lain dari segi umur, jenis kelamin, dan latar belakang pendidikan. Kemudian

dari sisi calon korban, ada suatu proses pula yang dialami sampai pada tahap perubahan

perilaku dan sikap. Tahapan-tahapan tersebut mulai dari channel, atau media, yang digunakan

pelaku sebagai kontak person, misalnya menggunakan orang terdekat dari calon korban atau

yang dekat dengan lingkungan sosial calon korban, seperti anggota keluarga, teman dari

lingkungan kampus, kerabat, atau teman sepermainan. Setelah mendapatkan orang yang tepat

sebagai perantara, tahapan selanjutnya adalah melakukan pendekatan melalui hobi atau

kegiatan yang sering dilakukan korban (selective exposure). Pembicaraan dari pihak NII ini

akan selalu mengaitkan dengan hobby korban, sehingga obrolan berlangsung santai dan

korban tidak curiga. Dengan melakukan selective exposure, sekaligus aspek atensi atau

perhatian calon korban untuk menjadi anggota baru NII juga dapat tercapai.

Semua itu tidak akan berhasil kalau hanya dilakukan sekali, tetapi harus berkali-kali,

sesuai dengan konsep persuasive communication agar bisa mencapai suatu perubahan

perilaku pada diri korban. Kalau pelaku bisa berhasil merubah perilaku korban, dengan

sendirinya korban menjadi anggota baru NII. Disitulah, korban harus melakukan komitmen.

Tujuan komitmen dilakukan diawal perekrutan ini karena pihak NII tahu betul bahwa

komitmen berperan sangat besar. Seseorang yang sudah melakukan komitmen masuk ke

dalam anggota NII, maka tidak bisa keluar lagi. Berdasarkan dari semua konsep tersebut

diatas, maka kasus tersebut dapat dianalisis lebih dalam lagi.

Credibility: Expertise dan Trustworthiness

Agen-agen yang diturunkan NII ke lapangan untuk merekrut dan menjerat calon

korban memiliki tingkat keahlian dan tingkat kepercayaan yang tidak perlu diragukan lagi.

Agen-agen ini dalam menyampaikan pesannya selalu merujuk pada ayat-ayat Al-Quran

sehingga sulit bagi calon korban untuk menyanggah ajakan untuk bergabung dalam NII.

Bahkan, jika perlu, Presiden NII sendiri yang turun tangan langsung menghasut calon korban.

Seperti penggalan lanjutan artikel berikut:

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 17: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

17

HD berada seorang diri di kamar, menunggu sang kepala negara mengetuk pintu.

Tak lama, terdengar suara ketukan pintu. Tanpa menoleh, HD berdiri, menyambut

kedatangan sang kepala negara. Kemudian tampak di hadapan HD seorang lelaki muda

sekitar 30 tahun mengenakan safari, berdasi, dan memakai peci hitam. Sekilas

penampilannya tampak seperti mantan Presiden Soekarno. Lelaki yang berkulit agak gelap

dan bermata sayu itu adalah sang kepala negara.

Tak heran, calon korban tunduk dan menurut pada presiden NII. Baru dari sisi

pakaiannya saja, komunikator sudah menimbulkan efek segan dan percaya. Sudah dipastikan

isi pesan yang disampaikan oleh komunikator juga berbobot dan kredibel. Dengan aksesoris

peci hitam yang bernuansa Islamiyah, apapun yang komunikator bicarakan berkenaan dengan

ajaran agama Islam, yang juga mengacu pada Al-Quran, bisa dengan cepat diterima oleh

objek. Apalagi objek cuma mahasiswa biasa yang notabene tidak lebih berpengalaman

dibanding komunikator untuk urusan agama Islam. Objek pun terpengaruh karena merasa

bahwa komunikator adalah orang yang ahli dibidangnya, sehingga argumennya tak perlu

diragukan lagi. Dalam tahap ini saja, objek mendapati dirinya terpengaruh oleh komunikator.

Fear Appeals

Respon emosional yang diterima oleh HD sebagai objek adalah mengetahui bahwa

seluruh kegiatan ibadah yang dia selama ini lakukan di “negara Indonesia” sia-sia dan tidak

akan terhitung sebagai amalan ibadah, sebab negara Indonesia sudah “kotor” dan tempat

berbuat maksiat semua warganya. Apalagi, kalau HD tidak hijrah ke NII, maka kegiatan

ibadahnya sampai akhir hayat juga tidak akan dianggap sah. Di sini jelas HD mengalami

disonansi, yaitu dimana ketika informasi dari luar pendiriannya mempengaruhi pendiriannya.

HD merasa apakah benar-benar perlu untuk hijrah ke NII. Hal sensitif mengenai agama ini

jelas memberi pengaruh emosional yang terkadang tak bisa dijelaskan dengan logika.

Ditambah lagi, Dewi sebagai agen komunikator NII terus menginformasikan dampak-dampak

negatif dan kerugian jika tidak bergabung dengan NII, membuat HD takut. Dia kemudian

berpikir bahwa apa yang agen NII katakan adalah benar. Terlebih, persuasi agen NII dengan

strategi ini diikuti dengan rekomendasi saran dan solusi, yaitu hijrah ke NII. HD merasa

bahwa ada solusi bagi ketakutan dan kekhawatirannya (amal ibadahnya tidak diijabah

Tuhan), maka dia pun terpengaruh untuk menerima tawaran itu.

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 18: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

18

Channel: Personal Contact

Ini dipraktikan oleh agen NII yang benar-benar mendatangi langsung calon korban

mereka. Perkara usaha mereka berhasil atau tidak, itu urusan belakangan. Yang penting

mereka melakukan kontak personal dengan calon korban tersebut. Jadi, tidak salah kalau

banyak korban berjatuhan dibawah teknik persuasi NII ini. Hubungan langsung dengan

korban akan sangat jitu untuk mempersuasi mereka. Seperti yang dijelaskan di tinjauan teori,

akan lebih sulit untuk melawan orang secara langsung, dibanding membuang flyer atau

mematikan radio. Agen NII yang diterjunkan pun tidak semata-mata orang asing (selective

exposure). Terkadang ada dari mereka yang teman dekat atau tempat satu tempat kuliah sang

calon korban, sehingga pesan yang disampaikan akan lebih bisa diterima oleh calon korban.

NII mengerti betul bahwa menggunakan channel seperti media massa tidak akan bisa berhasil

merekrut banyak anggota karena banyaknya channel noise, sehingga cara yang ditempuh

adalah interpersonal communication.

Selective Exposure

Cara NII untuk mempersuasi korban adalah dengan melakukan pendekatan selective

exposure dimana hanya hal-hal yang terkait dengan kegiatan dan kegemaran korban saja yang

akan diekspos oleh mereka. Misalnya menggunakan pendekatan hobi dan minat dari korban.

Sehingga ketika mengobrol, agen NII dan calon korban tidak canggung dan bisa langsung

akrab. Kegemaran dan kegiatan calon korban pun menjadi refrensi agen NII untuk

mempersuasi. Kalau calon korban suka datang ke seminar-seminar, maka agen NII akan

menawarkan calon korban untuk ikut ke seminar. Dan dalam kasus HD, HD yang mahasiswa

diajak mengisi kuisioner yang notabene tugas sehari-hari anak kuliahan. HD tidak sadar

bahwa itu adalah jembatan bagi agen NII untuk menjeratnya.

Kriteria Umur Calon Korban

NII mengerti betul target objek yang akan dia jaring untuk menjadi anggota NII.

Korban NII rata-rata anak sekolahan dan kuliahan dengan rentang umur 18-24. Umur tersebut

mengidentifikasi kelabilan dan keterbukaan akan pengalaman-pengalaman baru. Remaja

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 19: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

19

cenderung suka eksplorasi dan memiliki keingintahuan yang tinggi. Itu sebabnya, ketika agen

NII melakukan persuasi untuk bergabung, mereka secara terbuka mengiyakan. Agen NII

tidak menjaring orang dewasa sebagai korbannya, bukan karena alasan lain, tetapi semata-

mata karena usaha tersebut akan sia-sia. Sebab orang dewasa tertutup pada invoasi dan

pengalaman baru.

Repetition

NII mengerti bahwa untuk bisa mencapai sebuah perubahan perilaku, penyampaian

pesan harus secara terus menerus, tidak bisa hanya sekali. Maka agen-agen NII pun setelah

mendapat kontak calon korban, langsung membuntuti sang korban agar tidak lolos dari

jeratan. Secara berkala, agen NII berkomunikasi dan mengajak bertemu. Terkadang hanya

untuk dimintai tolong mengisi kuisioner, sampai datang ke seminar tertentu. Pada intinya,

agen NII ingin meningkatkan keakraban kepada calon korban agar calon korban merasa

nyaman berada di dekat agen NII. Dengan demikian, dapat dengan mudah agen NII

mengajaknya bergabung. Pesan-pesan repetisi ketika sudah diterima oleh calon korban, akan

sangat sulit untuk ditolak.

The Power of Commitment

Dan semua tahapan di atas tidak akan sempurna tanpa adanya komitmen dari HD

untuk bergabung dengan NII. Dalam kasus ini, HD menolak. Karena dia mulai merasa

adanya ketidaklogisan dalam negara tersebut dan cara-caranya yang menghalalkan perbuatan

tercela. Berikut adalah komitmen yang ditawarkan oleh NII sebelum HD bergabung:

1. Mengganti nama HD dengan nama islami.

2. HD harus membayar sejumlah uang untuk biaya pembangunan negara.

3. HD harus menandatangi surat-surat perjanjian anggota.

HD menolak untuk berkomitmen dan dia berhasil lolos sebelum akhirnya benar-benar

masuk ke dalam jerat NII. Seperti yang dijelaskan di tinjauan teori bahwa seberhasil apapun

semua tahapan untuk merubah perilaku seseorang, jika tidak diakhir dengan sebuah

komitmen dari kedua belah pihak, maka usaha tersebut akan sia-sia.

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 20: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

20

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa teknik perekrutan anggota NII adalah dengan

menggunakan teknik persuasi komunikasi, yaitu brainwash dengan tahapan-tahapan selective

exposure, fear appeals, repetition, dan commitment. Agen-agen yang diturunkan untuk

melakukan personal contact dengan calon korban dipilih yang kredibel secara trustworthiness

dan expertise, misalnya perempuan-perempuan berhijab rapi, atau laki-laki dengan pakaian

muslim lengkap, dan selalu mereferensikan ucapannya dengan kalimat-kalimat yang ada di

dalam kitab suci, sehingga mengobrol dengan agen NII saja sudah mampu membuat subjek

penasaran. Rasa penasaran inilah yang berkembang menjadi rasa ingin tahu dan akhirnya

menenggelamkan calon korban ke dalam lembah perekrutan NII yang kelam dan

menyesatkan.

NII menjerat korban dengan kisaran umur 18-25 tahun bukanlah tanpa alasan.

Rentang umur tersebut adalah fase dimana remaja dan mahasiswa sedang mencari jati diri

dan mempertanyakan tentang banyak hal. Mereka terbuka akan inovasi, hal-hal baru, dan

pengalaman-pengalaman baru, sehingga sangat mudah bagi NII untuk masuk ke dalam

idealisme mereka. Calon korban juga biasanya yang tidak memiliki latarbelakang agama

yang kuat. Ini semakin memudahkan NII untuk bisa mempersuasi calon korban. Apalagi NII

tetap mengutamakan trustworthiness dengan mengumbar ayat-ayat Al-Quran. Otomatis calon

korban akan percaya dan mengikuti prosesi perekrutan NII.

NII mendekati korban dengan teknik fear appeals dimana mengumbar hal-hal

menakutkan tentang agama dan amal ibadah yang tidak diterima di akhirat kepada korban.

Dengan meningkatnya rasa takut korban, disitulah NII menawarkan solusi berupa perekrutan

sebagai anggota. Cara ini dilakukan berulang kali. Pihak NII tidak segan mengikuti calon

korban dan membombardirnya dengan tawaran untuk bergabung. Sehingga lambat laun,

calon korban membenarkan informasi dan pesan-pesan dari NII dan bersedia bergabung. Dan

tahapan persuasi diakhiri dengna sebuah komitmen dari korban untuk berjanji dan mengabdi

pada NII sampai akhir hayat.

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 21: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

21

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Botha, Johan, Cornelius Bothma, Annekie Brink. Introduction to Marketing. Republic

of South Africa: Paarl Printing, 2004.

Campbell, Brown. The Cambridge Handbook of Forensic Psychology. USA: The

Cambridge

University Press, 2010.

Dillard, James Price, Michael Pfau. The Persuasion Handbook: Developments in Theory

and

Practice. United Kingdom: Sage Publications, Inc., 2002.

E. A., Purnawan. Dynamic Persuasion: Persuasi Efektif dengan Bahasa Hipnosis. Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Effendy, Onong Uchjana. Human Relations dan Public Relations. Jakarta: Mandar Maju,

1993.

Gunawan, Adi W. The Secret of Mindset. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007.

H, Madaliem Lembong. Treasure: Secret Mining Hidden Potensials. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 2006.

Narula, Uma. Communication Models. New Delhi: Atlantic Publishers, 2006.

Stiff, James Brian. Persuasive communication. United States of America: The Guilford

Press, 2003.

Supratiknya, A. Tinjauan Psikologis: Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius,

1995.

Taylor, Kathleen. Brainwashing: The Science of Thought Control. United States: Oxford

University Press, Inc., 2004.

Waruwu, Fidelis E. Membangun Budaya Berbasis Nilai. Jakarta: PT Alex Media

Computindo,

2010.

Weber, L. Ann. Social Psychology. United Kingdom: Harpercollins, 1992.

Zillmann, Dolf, Jennings Bryant. Selective Exposure to Communication. New York:

Routledge, 2008.

SKRIPSI DAN DISERTASI

Alia Prima Dewi. Fenomena NII di Kalangan Mahasiswa. Depok: Universitas Indonesia,

2007.

Jun Zhang. Understanding and Augmenting Expertise Networks. United States: The

University of Michigan, 2008.

WEBSITE

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014

Page 22: BRAINWASH SEBAGAI BENTUK STRATEGI KOMUNIKASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20368897-MK-Dea Fitria Anasty.pdfFenomena ini meresahkan sebab kebanyakan target sasaran NII adalah pelajar

22

Haag, Michael. Does Brainwash Exist?

http://jonestown.sdsu.edu/AboutJonestown/JonestownReport/Volume10/Haag.htm,

2012.

Ahmad, Al-Ustadz Hartono. Bukti Kesesatan Negara Islam Indonesia.

http://moslemsunnah.wordpress.com/2011/04/25/bukti-kesesatan-nii-negara-islam-

indonesia/, 2011.

Margianto, Heru. Beginilah Cara NII Merekrut Saya. Kompas, 2011.

Shobahussurur. Islam dan Perobahan. Jakarta, 2009.

Brainwash sebagai ..., Dea Fitria Anasty, FISIP UI, 2014