40
Proposal Penelitian “Pola Asuh Anak Broken Home” (Studi Analisis Pola Asuh Anak di Kalangan Buruh Pabrik Bulu Mata Palsu Best Lady Purbalingga) Oleh : Anggoro Febrianto F1A009047 Diajukan untuk menyusun skripsi pada Program Strata Satu (S1) Sosiologi fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN SOSIOLOGI

Broken Home

Embed Size (px)

DESCRIPTION

free

Citation preview

Page 1: Broken Home

Proposal Penelitian

“Pola Asuh Anak Broken Home”

(Studi Analisis Pola Asuh Anak di Kalangan Buruh Pabrik Bulu Mata Palsu Best Lady

Purbalingga)

Oleh :

Anggoro Febrianto

F1A009047

Diajukan untuk menyusun skripsi

pada Program Strata Satu (S1) Sosiologi

fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Jenderal Soedirman

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

JURUSAN SOSIOLOGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2014

Page 2: Broken Home

A. Judul : “Pola Asuh Anak Broken Home” (Studi Analisis Pola Asuh Anak di

Kalangan Buruh Pabrik Bulu Mata Palsu Best Lady Purbalingga)

B. Ruang lingkup : Sosiologi Keluarga

C. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat yang

umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga juga merupakan anggota dari

masyarakat sebab masyarakat terbentuk dari hubungan antar individu, kemudian

berkembang menjadi sebuah kelompok yang semakin besar. Dapat dikatakan bahwa

masyarakat adalah gabungan dari keluarga-keluarga. Keluarga mempunyai hubungan

sosial dalam masyarakat, dari yang terkecil yaitu tetangga terdekat, kampung, daerah

kemudian Negara.

Di dalam setiap keluarga pasti ada masalah yang terjadi dengan orang tua.

Salah satu masalah yang kerap terjadi adalah pertengkaran antara kedua orang tua

yang seringkali berakhir dengan perceraian. Penyebab kasus perceraian terjadi karena

tidak harmonisnya hubungan antara suami dan istri di dalam rumah tangga,

perselingkuhan hingga faktor ekonomi. Ketidakharmonisan yang disebabkan karena

faktor ekonomi adalah ketika suami tidak memenuhi kewajiban untuk memberi

nafkah bagi keluarganya. Menurut direktorat jenderal bimbingan masyarakat islam

pada tahun 2008 angka perceraian mencapai sekitar 200.000 kasus per 2 juta

pasangan menikah. Angka ini meningkat pada tahun 2009, menjadi sekitar 250.000

kasus. Menurut Data dari Kementrian Departemen Agama RI, dari Direktorat Bimas

Islam, pada tahun 2010, ada 285.184 perkara perceraian per 2 juta pasangan yang

menikah. Terbanyak adalah pihak istri yang mengajukan gugat cerai, yaitu sekitar

70%, dengan alasan penyebab perceraian terbesar adalah masalah ekonomi. Rata-rata

menyebutkan bahwa perceraian dipicu lantaran suami tidak dapat memenuhi

kebutuhan ekonomi keluarga1.

1 http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/artikel/735-fenomena-meningkatnya-angka-perceraian-ketika-cinta-saja-tidak-lagi-cukup.html diakses pada tanggal 26 September 2013

1

Page 3: Broken Home

Kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan

peningkatan pendapatan perkapita keluarga. Sebagai contoh dari peningkatan

kebutuhan ekonomi yaitu biaya pendidikan yang semakin mahal serta perkembangan

teknologi. Meskipun biaya SPP digratiskan oleh pemerintah, namun biaya seperti

sumbangan pembangunan, buku, seragam dan lain-lain tidak digratiskan. Contoh

lainnya adalah kebutuhan akan teknologi seperti telepon genggam. Hampir setiap

bulan mengeluarkan model terbaru membuat seseorang ingin segera memiliki telepon

genggam tersebut. Padahal kebutuhan untuk memiliki telepon genggam model baru

tersebut tidak begitu mendesak. Peningkatan kebutuhan yang tidak begitu penting

inilah yang menjadi tuntutan bagi suami atau istri yang tidak terpikirkan sebelumnya.

Di Kabupaten Purbalingga sendiri hingga kamis sidang (15/8) saja sudah ada

80 kasus permohonan perceraian.2

Tabel 1. Kasus permohonan perceraian pada tahun 2012 dan 2013.

Permohonan perceraian Tahun 2012 Tahun 2013 s/d 15 agustus

Cerai talak 567 kasus 11 kasus

Cerai gugat 1.784 kasus 69 kasus

Total 2.351 kasus 80 kasus

Sumber : Suara merdeka.

Dengan melihat banyaknya kasus perceraian yang terjadi di Kabupatan Purbalingga

yang didominasi dengan kasus gugat cerai mengindikasikan bahwa lebih banyak

wanita yang meminta perceraian. Kebutuhan ekonomi yang semakin mendesak

membuat seorang istri tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada penghasilan yang

didapat oleh suami. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga membuat istri

mencari pekerjaan. Hal tersebut yang membuat sang istri mempunyai bargaining

position yang lebih tinggi daripada suaminya. Berdasarkan keputusan Gubernur Jawa

Tengah H. Bibit waluyo bahwa UMK untuk wilayah barlingmascakeb adalah Rp

864.859 3. Dengan UMK sebesar Rp 864.859 tersebut kebutuhan ekonomi keluarga

jauh dari cukup. Kecilnya gaji yang didapat oleh suami inilah yang mungkin menjadi

2 http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/08/16/233818/Perceraian-Naik diakses pada tanggal 26 September 20133 http://banyumasnews.com/2011/11/25/upah-minimum-di-bralingmascakeb-belum-penuhi-kebutuhan-hidup-layak/ diakses pada tanggal 22 November 2013

2

Page 4: Broken Home

alasan para perempuan di Purbalingga berani untuk menggugat cerai suaminya karena

kebutuhan untuk dirinya tidak terpenuhi.

Budaya patriarki membuat laki-laki berkuasa dalam keluarga. Istri harus

menuruti perkataan suami, begitu pula dengan anak-anak. Budaya patriarki membuat

perempuan menjadi terpinggirkan. Perempuan hanya diijinkan mengerjakan pekerjaan

rumah seperti mengurus anak dan suami, memasak dan membereskan rumah saja.

Kegiatan mencari nafkah hanya dilakukan oleh laki-laki saja. “Selama bertahun-

tahun, masyarakat telah memenjarakan wanita dalam empat dinding rumah dan

mempercayakan kepada mereka fungsi melayani keluarga, suami dan anak-anak tanpa

imbalan apa-apa kecuali makan untuk mereka, pakaian dan atap diatas kepala mereka”

(Saadawi,2001:327).

Perempuan berhak memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri.

Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini mempunyai hak untuk merdeka atau

mempunyai kebebasan. Menurut E. Kristi Poerwandari dalam ihromi (1995:314)

perempuan sebagai seorang individu memiliki harapan-harapan, kebutuhan-

kebutuhan, minat-minat dan perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri yang

seoptimal mungkin demi pengembangan dirinya. Emansipasi wanita yang

berkembang di masa sekarang ini membuat perempuan bisa bekerja diluar rumah.

Budaya patriarki yang selalu membuat laki-laki berkuasa perlahan-lahan berubah.

Seorang istri tidak sepenuhnya bergantung kepada suami. Seorang istri dapat bekerja

dan mempunyai penghasilan sendiri. Hilangnya rasa “saling ketergantungan” ini yang

mendorong seorang istri untuk bisa menggugat cerai suaminya.

Menurut Erna karim dalam buku bunga rampai sosiologi keluarga

(Ihromi,1999:144) bertambah banyak kemudahan dan alternatif yang ada di

masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, memberi peluang kepada

berkurangnya “saling ketergantungan” antara pasangan suami-istri. Seorang laki-laki

dapat memenuhi kebutuhan biologis dan seksualnya tanpa pelayanan istri. Demikian

pula dengan kaum wanita. Kesempatan bekerja dan memperoleh penghasilan yang

cukup membuat seorang istri memiliki sumber daya pribadi sehingga mengurangi

ketergantungan pada suami. Selain itu, menurunnya stigma terhadap perceraian

dimana semakin banyak orang berstatus duda atau janda, memberikan peluang kepada

suami atau istri yang bercerai untuk menikah kembali.

Dengan berpisahnya kedua orang tua, maka anak merupakan korban dari

keputusan untuk berpisah kedua orang tuanya. Dampak negatif pada anak akibat dari

3

Page 5: Broken Home

perceraian orang tuanya adalah timbulnya kenakalan remaja seperti menggunakan

narkoba, minum-minuman keras, mencuri dan lain-lain. Perceraian diantara bapak

dengan ibu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi4 remaja

(Kartono,1992:59). Apabila kedua orang tua bercerai maka sang anak harus ikut

dengan salah satu orang tuanya. Masalah keputusan untuk tinggal dengan ayah atau

ibunya maka hal ini diputuskan oleh pengadilan siapa yang memperoleh hak asuh

sang anak. Permasalahannya adalah bagaimana cara orang tua tersebut harus

mengasuh dan memberikan perhatian pada sang anak yang notabene harus dilakukan

seorang diri. Sebagai contoh umum anak korban dari keputusan orang tua untuk

berpisah adalah Abdul Qodir Jaelani alias Dul anak dari seorang musisi terkenal di

Indonesia. Sejak orang tuanya berpisah, dul ikut dengan ayahnya sehingga apapun

keinginannya dapat dipenuhi oleh orang tuanya. Di usianya yang masih menginjak 13

tahun dul sudah diberikan mobil pribadi oleh ayahnya. Sehingga pada akhirnya hari ia

mengalami sebuah kecelakaan yang menewaskan 7 orang.

Dul adalah contoh kecil dari anak broken home, masih banyak lagi anak-anak

lain yang tidak seberuntung Dul sebagai anak dengan latar belakang ekonomi atas.

Berbeda halnya dengan yang dialami oleh Titus Wahyu Nugroho (16) warga Kedurus

VIII, surabaya. Titus harus dipenjara karena tertangkap tangan ketika melakukan

pencurian tabung gas elpiji 3kg di sebuah warung. Titus diketahui tinggal bersama

ibunya yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Kedua orang tua titus telah

bercerai ketika titus masih kecil5. Normalnya pengasuhan anak diberikan kepada sang

ibu selama sang ayah mencari nafkah.

Penelitian akan dilakukan di sebuah pabrik bulu mata palsu yang berlokasi di

kota Purbalingga. Pabrik bulu mata ini bernama pabrik bulu mata best lady. Best lady

merupakan pelopor kemitraan khususnya pada produk bulu mata imitasi di kabupaten

purbalingga. Pabrik bulu mata palsu best lady ini beralamat di Perum. Wirasana, Jl

Bhayangkara 19-20, Wirasana, Purbalingga. Selain Best Lady, di Purbalingga sendiri

ada pabrik bulu mata lainnya seperti PT. Shin Han Creatindo, PT. Royal Korindah

dan PT. Sophian Indonesia. Berikut adalah tabel angka perceraian buruh pabrik bulu

mata di Purbalingga.

4 Delinquent berasal dari kata latin”delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal dan lain-lain. Delinkuensi selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak dibawah usia 22 tahun.5 www.merdeka.com/peristiwa/broken-home-abg-16-tahun-3-kali-keluar-masuk-bui.html diakses pada tanggal 20 november 2013

4

Page 6: Broken Home

Tabel 2. Nama pabrik dan jumlah buruh yang bercerai

Nama Pabrik Jumlah buruh yang

bercerai

1. PT. Shin Han

Creatindo

20

2. PT. Royal Korindah 30

3. PT. Sophian Indonesia 7

4. PT. Best Lady 15

Sumber : Data perusahaan PT. Shin Han Creatindo, PT. Royal Korindah, PT. Sophian

Indonesia dan PT. Best Lady

.Tingginya perceraian di kalangan buruh pabrik best lady ini yang menjadi

pertimbangan bagi peneliti untuk menjadikan best lady sebagai tempat penelitian.

Dengan bercerainya orang tua, maka pengasuhan anak dan mencari nafkah harus

dilakukan secara bersamaan. Permasalahan inilah yang mendorong peneliti untuk

meneliti pola asuh yang diterapkan oleh orang tua yang bekerja sebagai buruh di

pabrik bulu mata palsu best lady Purbalingga

A. Rumusan masalah

Bagaimana pola asuh anak broken home dikalangan buruh pabrik bulu mata palsu best

lady purbalingga?

D. TUJUAN PENELITIAN

Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui bagaimana pola asuh yang dilakukan oleh orang tua yang

telah bercerai dikalangan buruh pabrik bulu mata palsu best lady purbalingga .

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

5

Page 7: Broken Home

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran

mengenai gejala-gejala baru yang berkembang di masyarakat, terutama

mahasiswa pada khususnya dan sebagai referensi bagi ilmu-ilmu sosial khususnya

sosiologi.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan lebih mengenai pola asuh

yang dilakukan oleh orang tua yang telah bercerai dikalangan buruh pabrik bulu

mata palsu best lady purbalingga.

F. Landasan Teori dan Tinjauan Pustaka

F.1. Landasan Teori

Permasalahan dalam keluarga menjadi semakin bertambah di era globalisasi

ini. Orang tua disibukkan dengan kegiatan mencari uang, waktu yang digunakan pun

menjadi semakin banyak untuk kegiatan ini. Dengan banyaknya waktu yang

digunakan ini, maka waktu yang tersisa untuk keluarga menjadi berkurang. Waktu

luang yang digunakan untuk sekedar bercengkerama dengan anggota keluarga tersita

karena kesibukkan mencari uang. Ditambah lagi dengan permasalahan akibat dari

perceraian dimana harus menjadi orang tua tunggal bagi anaknya.

Berbicara mengenai keluarga, tidak terlepas dari hubungan yang terjalin

didalamnya. Hubungan yang terjadi di dalam keluarga mencakup kedekatan emosi

antar anggota keluarga dan komunikasi yang terjadi di dalamnya. Hubungan dalam

keluarga ini menjadi penting, sebab keluarga dapat berkembang menjadi lebih baik

karena hubungan yang terjadi di dalamnya bagus. Keluarga juga dapat hancur karena

hubungan didalam keluarga tidak baik. Hubungan yang tidak baik inilah yang

membawa banyak kasus perceraian di dalam keluarga, serta terjerumusnya anak

kearah pergaulan yang negatif. Banyak dari mereka yang melampiaskan kesepiannya

dengan merokok, seks bebas, minuman keras, obat-obatan terlarang bahkan ada yang

sampai menjadi pelacur. Semuanya berawal dari keluarga yang sangat tidak kondusif,

6

Page 8: Broken Home

orangtua yang tidak dewasa yang selalu bertengkar didepan anak-anak mereka tanpa

memikirkan dampak negatif bagi anak-anak mereka6.

Dalam teori Interaksionisme Simbolik milik G. H. Mead dikatakan bahwa

simbol signifikan adalah gesture yang hanya dapat dilakukan oleh manusia. Baru

ketika memiliki simbol-simbol signifikanlah kita dapat benar-benar memiliki

komunikasi (Ritzer, 2010:383). Gesture merupakan sebuah simbol atau tanda yang

ditunjukan dengan gerakan tubuh untuk berkomunikasi dengan individu lain. Dengan

gesture, seseorang dapat memaknai maksud dari seseorang tersebut. Bahasa

merupakan salah satu dari simbol signifikan yang dimaksud oleh Mead tersebut.

Bahasa dapat membuat seseorang untuk dapat memaknai sesuatu. Bahasa merupakan

salah satu alat untuk dapat berkomunikasi secara simbolik kepada individu lain.

Komunikasi dengan gesture hanya akan menyampaikan maksud dari gesture tersebut,

akan tetapi apabila komunikasi dilakukan dengan bahasa maka makna yang akan

disampaikan akan tercapai. Komunikasi pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi

simbolik antara pelaku komunikasi. Terjadi pertukaran pesan antara kedua pihak yang

tengah menjalin komunikasi tersebut. Pertukaran pesan ini dapat berwujud pertukaran

pikiran yang kemudian disimpulkan menjadi sebuah pemaknaan.

Pola pengasuhan dapat dilakukan apabila terjalin komunikasi antara orang tua

dengan anak. Komunikasi dapat disampaikan dalam bentuk gesture atau bahasa.

Sebagai contoh apabila orang tua mengucapkan kata-kata dengan nada tinggi maka

anak akan memaknai bahwa orangtuanya sedang marah. Menurut pendekatan teori

interaksionisme simbolik faktor yang menentukan dalam upaya untuk memahami

perilaku keluarga adalah kajian terhadap interaksi antara para anggota keluarga dan

intepretasi apa yang para individu bersangkutan berikan pada interaksi tersebut.

Karena para anggota keluarga secara terus menerus saling mempengaruhi maka

keluarga adalah suatu unit sosial yang senantiasa bertumbuh, berubah dan bersifat

dinamis (Ihromi,1999:276).

Hubungan antara teori interaksionisme simbolik dengan disharmonisasi yang

terjadi dikeluarga dan broken home adalah ketika komunikasi yang disampaikan

dalam bentuk gesture maupun bahasa tidak dapat tersampaikan dengan baik maka

interaksi yang terjadi antara anggota keluarga tidak tercipta. Individu atau unit-unit

6 http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/14/anak-broken-home-selalu-jadi-cibiran-589708.html diakses pada tanggal 29 November 2013

7

Page 9: Broken Home

tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu saling mencocokan tindakan

mereka satu dengan lainnya melalui proses intepretasi (Ritzer,2011:53). Interaksi

antara anggota keluarga atau komunikasi yang terjalin dengan baik akan menjaga

keharmonisan dalam rumah tangga.

Gesture ataupun bahasa yang digunakan oleh orang tua kepada anaknya adalah

wujud sebuah interaksi di dalam anggota keluarga. Anak kemudian akan

mengintepretasikan maksud dari gesture ataupun bahasa yang digunakan oleh orang

tuanya tersebut. Dengan berjalannya interaksi antar anggota keluarga ini maka

keharmonisan didalammnya akan terjaga. Apabila tidak terjadi maka, akan terjadi

ketidakharmonisan dalam keluarga yang bisa saja menyebabkan perceraian antara

ayah dan ibu. Dengan terjadinya perceraian maka keluarga menjadi tidak utuh lagi.

Jika keluarga tidak bisa menjaga keutuhannya, maka keluarga yang bersangkutan

akan mengalami apa yang dinamakan broken home (Narwoko,2004:237).

George Herbert Mead menerangkan proses terjadinya interaksi adanya unit

paling penting di mana individu terkait satu sama lain dalam setiap perbuatan. Mead

di dalam bukunya Mind, Self and Society mengidentifikasikan empat tahap dasar

orang melakukan perbuatan adalah :

a. Impulse adalah tahap pertama yang melibatkan “stimulus indrawi langsung”

atau rangsangan secara langsung dan reaksi aktor terhadap stimulus tersebut

b. Persepsi adalah tahap kedua di mana aktor mencari, dan bereaksi terhadap

stimulus yang terkait dengan impuls.

c. Manipulasi adalah tahap ketiga, begitu impuls mewujudkan dirinya dan objek

telah dipersepsi, tahap selanjutnya adalah manipulasi objek atau lebih jelasnya

mengambil tindakan dalam kaitannya dengan objek tersebut.

d. Konsumsi adalah tahap terakhir, perbuatan ini mengambil tindakan yang akan

memuaskan impuls awal.

Impulse atau rangsangan melalui stimulus yang secara langsung dalam

penelitian ini dimana individu memiliki kebutuhan untuk berbuat sesuatu. Kenakalan

remaja yang terjadi sekarang merupakan sebuah rangsangan bagi seorang aktor (orang

tua) untuk lebih memperhatikan anaknya. Orang tua merasa ada kebutuhan mendasar

mengenai perkembangan anaknya. Persepsi merupakan bagian individu di mana aktor

8

Page 10: Broken Home

(orang tua) mulai mencari informasi tentang bagaimana orang tua mengasuh anak,

pola asuh apa yang tepat untuk diterapkan bagi anaknya

Tahap manipulasi adalah tahap individu melakukan tindakan yang menurut ia

pola asuh apa yang paling baik diterapkan untuk anaknya demi perkembangan

anaknya, mengingat aktor (orang tua) adalah orang tua tunggal yang mengambil peran

ganda sebagai pencari nafkah dan mengasuh anak.

Konsumsi merupakan tahap terakhir orang melakukan suatu perbuatan dalam

hidupnya, individu mengambil keputusan menggunakan pola pengasuhan yang

dianggapnya tepat akan berdampak bagi pemuasan individu karena anaknya tumbuh

dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan. Keempat bagian perbuatan tersebut

hadir sepanjang waktu sejak awal sampai dengan akhir perbuatan, sehingga masing-

masing perbuatan saling mempengaruhi satu sama lain.

F.2. Tinjauan Pustaka

F.2.1 Keluarga

Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting didalam

masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-

laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk

menciptakan dan membesarkan anak-anak (Ahmadi, 1999:239)

Keluarga mempunyai 3 fungsi pokok yaitu :

1. Fungsi biologi

Keluarga merupakan tempat kelahiran dari anak-anak, fungsi biologis orang

tua adalah melahirkan anak-anak. Fungsi ini mempunyai peran penting dalam

masyarakat, yaitu demi keberlangsungan suatu masyarakat tersebut

2. Fungsi afeksi

Keluarga mempunyai fungsi afeksi yaitu memberikan kasih sayang kepada

setiap anggota keluarga. Fungsi afeksi ini juga berpengaruh kepada

perkembangan pribadi anak. Di dalam masyarakat yang semakin individual ini

fungsi afeksi yang ada dalam keluarga sangat dibutuhkan. Kasih sayang yang

diberikan dalam keluarga ini tidak bisa didapatkan ditempat lain semisal

sekolah ataupun di dalam pergaulan.

3. Fungsi sosialisasi

9

Page 11: Broken Home

Dalam fungsi ini, orang tua mempunyai peranan penting dalam mengajarkan

kepada anaknya tentang tingkah laku, sikap dan nilai-nilai dalam masyarakat.

Hal tersebut diajarkan oleh orang tua melalui interaksi social yang terjadi

dalam keluarga, sehingga berpengaruh kepada perkembangan kepribadian

anak.

F.2.1.1 Keluarga Harmonis

Para ahli berpendapat bahwa konsep dari keluarga yang harmonis sebagai

berikut. Menurut Gymnastiar (dalam Septianingsih, 2007:19-20), bahwa pengertian

rumah tangga yang harmonis dalam islam lebih dikenal dengan sebutan rumah tangga

yang sakinah, mawadah, warahmah, dalam hal ini merupakan keluarga yang diliputi

oleh ketenangan, cinta dan kasih sayang, sehingga akan ditemukan kehangatan dan

kasih sayang yang wajar, tiada rasa tertekan, tiada ancaman, dan jauh dari saling

sengketa perselisihan.

Suadirman (dalam Septianingsih, 2007:19-20), rumah tangga harmonis adalah

suatu bangunan keluarga yang ditandai dengan adanya suasana rumah tangga yang

teratur, tidak banyak terjadi konflik dan peka terhadap kebutuhan rumah tangga.

Makna dari keharmonisan keluarga itu adalah terdapat kesehatan jiwa dari setiap

anggotanya.

Selain itu Surya (dalam Septianingsih, 2007:19-20), keharmonisan keluarga

terwujud dari hubungan antar pribadi yang memberikan suasana emosional,

menyenangkan atau membahagiakan bagi pribadi yang bersangkutan dan pihak lain

yang mengamatinya. Keharmonisan keluarga merupakan wujud dari hubungan antar

pribadi dengan karakteristik : dilandasi oleh satu keterkaitan emosional intrinsik yaitu

timbul dari dalam diri masing-masing pribadi secara alami, bersifat positif, yaitu

terarah kepada sesuatu yang bermakna bagi pribadi masing-masing dan pihak lain,

bersifat suplementer dan komplementer, yaitu masing-masing pribadi saling

menambah dan melengkapi dalam suasana kebersamaan, saling pengertian, dan saling

memiliki, serta dilandasi oleh cinta dan kasih sayang.

Konsep keluarga harmonis juga dikemukakan oleh ahli lain yaitu pranataria

(dalam Septianingsih, 2007:19-20) keharmonisan keluarga yaitu hidup bahagia dalam

10

Page 12: Broken Home

ikatan cinta kasih suami yang didasari oleh kerelaan dan keselarasan hidup bersama.

Suami istri hidup didalam kesenangan lahir batin karena merasa cukup dan puas atas

segala sesuatu yang ada, bisa melaksanakan tugas kerumahtanggaan baik tugas ke

dalam maupun tugas keluar yang berkaitan dengan bidang nafkah, seksual, pergaulan

antar anggota keluarga dan pergaulan dengan masyarakat. Jadi, baik suami maupun

istri mampu melaksanakan peran dan tugas kewajibannya dengan baik dalam rumah

tangganya.

F.2.1.2 Keluarga Disharmonis

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai definisi keluarga harmonis, maka

dapat disimpulkan bahwa keluarga disharmonis adalah apabila pasangan tidak hidup

bahagia dalam ikatan cinta kasih suami istri, tidak memperoleh kesenangan lahir batin

yang menyangkut bidang nafkah, seksual, pergaulan antar anggota rumah tangga,

mempunyai banyak konflik dalam rumah tangga, tidak terjalinnya kerja sama yang

baik dan tidak adanya pengertian serta penerimaan masing-masing pasangan dan

anggota keluarga.

F.2.2 Pola Asuh

Orang tua dan anak tidak dapat dipisahkan dalam setiap lapisan kehidupan

masyarakat. Mengasuh dan merawat anak adalah tugas dan tanggung jawab orang tua.

Dalam perkembangannya, anak membutuhkan orang tua untuk dijadikan contoh.

Tanggung jawab sebagai orang tua dalam mengasuh anak adalah memberikannya

nafkah. Selain memberikan nafkah orang tua juga mempunyai tugas penting dalam

mengasuh anak. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua akan berpengaruh terhadap

pembentukan konsep diri anak.

Menurut Tika Bisono ada 4 macam pola asuh orang tua7 :

1. Pola Asuh penelantar

7 Bisono, Tika. 2013. Pola Asuh Efektif Terhadap Anak (Telaah Peran Orangtua Sebagai Role-Model).

diseminarkan pada tanggal 10 April 2013.

11

Page 13: Broken Home

Karakteristik dan kebiasaan orang tua dalam model pola asuh penelantar ini

adalah umumnya orang tua mengalokasikan waktu dan biaya yang sangat

minim untuk anak-anak. Perannya dalam membentuk karakteristik anak

adalah moody, impulsif, agresif, kurang bertanggung jawab, memiliki self-

esteem rendah serta tidak mau mengalah.

2. Pola Asuh Otoriter

Karakteristik dan kebiasaan orang tua dalam model pola asuh otoriter ini

adalah menetapkan aturan dan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya

dibarengi dengan ancaman. Cenderung memaksa, memerintah, menghukum.

Tidak mengenal kompromi dan pola komunikasi satu arah.

3. Pola Asuh Permisif

Karakteristik dan kebiasaan orang tua dalam model pola asuh permisif ini

adalah orang tua memiliki kebiasaan selalu mengizinkan anak melakukan

berbagai hal dengan pengawasan dan bimbingan yang sangat longgar dan

sangat minim. Bersikap terlalu hangat tanpa syarat pada anak, sehingga

cenderung menjadi orang tua favorit bagi anak-anak.

4. Pola Asuh Demokratis

Karakteristik dan kebiasaan orang tua dalam model pola asuh Demokratis ini

adalah memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi

berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak. Memprioritaskan kepentingan

anak, tetapi tetap dengan sensor batasan, pengawasan dan pengendalian yang

baik dari orang tua. Tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat,

namun tidak berlebihan.

F.2.3 Broken Home

Dalam kamus pendidikan (Saliman,1994:37) broken home artinya adalah

rumah tangga yang berantakan (tidak harmonis), jauh dari suasana nyaman, tenteram

dan damai. Broken home adalah kondisi hilangnya perhatian keluarga atau

kurangnya kasih sayang dari orang tua yang disebabkan oleh beberapa hal. Bisa

karena perceraian, sehingga anak hanya tinggal bersama satu orang tua kandung8.

Pendapat lain mengatakan bahwa broken home merupakan suatu kondisi keluarga

yang tidak harmonis dan orang tua tidak lagi dapat menjadi tauladan yang baik

8 http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/14/anak-broken-home-selalu-jadi-cibiran-589708.html diakses pada tanggal 29 November 2013.

12

Page 14: Broken Home

untuk anak-anaknya. Bisa jadi mereka bercerai, pisah ranjang atau keributan terus-

menerus terjadi dalam keluarga. Broken home dapat disebabkan oleh tujuh faktor9.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan broken home adalah :

1. Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga

2. Sikap egosentrisme masing-masing anggota keluarga

3. Permasalahan ekonomi keluarga

4. Masalah kesibukan orang tua

5. Terjadinya perceraian

6. Perselingkuhan yang mungkin terjadi

7. Jauh dari nilai-nilai agama.

F.2.3.1 Perceraian

Perceraian merupakan terputusnya sebuah keluarga dikarenakan salah satu

atau bahkan keduanya saling meninggalkan sehingga tidak perlu lagi melaksanakan

kewajibannya sebagai seorang suami atau istri. Namun walaupun telah berpisah dan

kewajiban sebagai suami atau istri tidak perlu dilaksanakan lagi, kewajiban sebagai

seorang ayah ataupun ibu masih melekat dalam dirinya. Perceraian dapat disebabkan

karena berbagai hal diantaranya karena salah satu pasangan berselingkuh, suami atau

istri tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya atau bahkan karena

kekerasan yang dialami oleh salah satu pasangan di dalam rumah tangganya.

Menurut Saleh (1980:36) Penyebab terjadinya perceraian berdasarkan pasal 19

PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, disebutkan bahwa perceraian terjadi karena alasan sebagai

berikut:

1. Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi, dan lainnya yang sukar

disembuhkan.

2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain dua tahun berturut-turut tanpa seizin

pihak lain dan tanpa alasan yang sah. 

3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang

lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 

9 http://psikologi05.files.wordpress.com/2012/02/naskah-publikasi.pdf diakses pada tanggal 29 November 2013.

13

Page 15: Broken Home

4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang mengancam

jiwa pihak lain.

5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang sukar disembuhkan

sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.

6. Serta antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus

sehingga tidak ada harapan untuk dirukunkan.

Adapun bentuk dari perceraian dalam agama islam adalah cerai talak dan cerai

gugat. Cerai talak adalah gugatan cerai yang dilayangkan oleh pihak laki-laki atau

suaminya kepada istrinya. Cerai talak ada tiga macam yaitu talak 1, 2 dan 3. Dengan

terjadinya perceraian ini, kedua pasangan dapat kembali rujuk apabila talak yang

dijatuhkan oleh suami hanya mencapai talak 2. Jadi hanya talak 1 dan 2 yang

memperbolehkan kedua pasangan untuk rujuk kembali. Sedangkan untuk talak 3 yang

dijatuhkan oleh suami, maka kedua pasangan tersebut mustahil untuk rujuk kembali.

Adapun syarat untuk rujuk kembali ialah pihak perempuan harus menikah dahulu

dengan laki-laki lain baru kemudian halal baginya untuk kembali dengan mantan

suami yang lama. gugat cerai adalah gugatan perceraian yang dilayangkan dari pihak

perempuan atau istri.

` F.2.4 Hubungan antara keluarga harmonis dan disharmonis dengan broken

home

Masalah sosial yang sering dihadapi oleh keluarga adalah broken home dan

perceraian. Broken home disebakan karena keluarga tidak mampu menjaga

keutuhannya. Keutuhan yang dimaksudkan adalah ketika keluarga tidak mampu

menjaga keutuhan struktur didalammnya yaitu adanya ayah, ibu dan anak-anaknya.

Selain itu juga tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dimana diantara anggota

keluarga tidak saling bertemu muka dan tidak saling berinteraksi satu dengan lainnya

(Narwoko, 2004:237).

Tidak utuhnya sebuah keluarga dapat disebabkan karena ketidakharmonisan

dalam keluarga. Perceraian menjadi salah satu akibat dari ketidakharmonisan dalm

rumah tangga. Diawali dengan sering terjadi percekcokan antara orang tua sehingga

interaksi satu dengan lainnya sehingga interaksi satu dengan lainnya menjadi

terhambat (Narwoko, 2004:238). Dengan terjadinya perceraian maka, keutuhan

struktur dalam keluarga menjadi hilang karena salah satu orang tua harus pergi dari

rumah. Hilang nya salah satu orang tua menjadikan keluarga tersebut mengalami apa

yang dinamakan dengan broken home.

14

Page 16: Broken Home

Dapat disimpulkan bahwa keluarga broken home terjadi karena keluarga tidak

mampu menjaga keutuhan struktur dalam rumah tangga yang awalnya disebabkan

ketidakharmonisan dalam keluarga. Misalnya tidak adanya interaksi antara anggota

keluarga dan sering terjadi pertengkaran antara orang tua sehingga terjadi perceraian

diantaranya.

F.2.5 Penelitian terdahulu

Penelitian mengenai pola asuh sebelumnya telah dilakukan oleh Louis

Nugraheni Wijaya (2012) dari Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universita

Sebelas Maret Surakarta dengan judul “Pola Pengasuhan Remaja Dalam Keluarga

Broken Home Akibat Perceraian (Studi Deskriptif Kualitatif Di Kecamatan Jebres

Kota Surakarta)”. Lokasi penelitian  Di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Propinsi

Jawa Tengah. Sasaran penelitian masyarakat kecamatan Jebers Kota Surakarta engan

hasil penelitian pola pengasuhan remaja dalam keluarga broken home ini orangtua

mengkombinasikan dua pola pengasuhan, yaitu kombinasi antara pola pengasuhan

otoriter-demokratis dan pola pengasuhan permisif-pelantar.10

Persamaan penelitian Louis Nugraheni Wijaya adalah sama-sama meneliti

mengenai pola asuh yang diterapkan oleh keluarga broken home. Perbedaannya

adalah penelitian ini adalah sasaran penelitian yang berlatar belakang pekerjaan

sebagai buruh. Berbeda dengan sasaran penelitian dari louis yang sasaran

penelitiannya warga dengan berbagai macam latar belakang pekerjaan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Asniar Fajarini (2008) yang berjudul Pola

Asuh Anak Dalam Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) Di Desa Karang Duren

Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas dengan sasaran penelitian Warga Desa

Karang Duren Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Hasil penelitiannya adalah

Pola Asuh dalam Keluarga TKW ini ada 5 keluarga menggunakan pola asuh

demokratis, 3 keluarga pola asuh Laissez Faire dan 2 keluarga menggunakan pola

asuh otoriter

Persamaan penelitian Asniar Fajarini yaitu sama-sama meneliti pola asuh yang

dilakukan oleh single parent. Perbadaan penelitiannya adalah sasaran yang diteliti

oleh Asniar merupakan single parent yang masih mempunyai ikatan pernikahan,

sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini sasarannya adalah orang tua yang sudah

tidak mempunyai ikatan pernikahan.

10 http://an.fisip.uns.ac.id/?pilih=lihat&id=480 diakses pada tanggal 26 September 2013

15

Page 17: Broken Home

Penelitian mengenai pola asuh juga dilakukan oleh mizan saroni dengan judul

“Pola pengasuhan anak oleh ibu yang berprofesi sebagai pedagang di pasar wage

purwokerto”. Hasil penelitian ini adalah ibu-ibu pedagang di pasar wage Purwokerto

menerapkan pola asuh demokratis terhadap anak-anaknya.

No Peneliti Judul Metode

Penelitian

Sasaran Penelitian Hasil Penelitian

1 Louis

Nugraheni

Wijaya

(2012)

Pola Pengasuhan Remaja Dalam Keluarga Broken Home Akibat Perceraian (Studi Deskriptif Kualitatif Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta)

Deskriptif

Kualitatif

Masyarakat Kecamatan Jebres Kota Surakarta

pola pengasuhan remaja dalam keluarga broken home ini orangtua mengkombinasikan dua pola pengasuhan, yaitu kombinasi antara pola pengasuhan otoriter-demokratis dan pola pengasuhan permisif-pelanta

2 Asniar

Fajarini

(2008)

Pola Asuh Anak Dalam Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) Di Desa Karang Duren Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Deskriptif

Kualitatif

Warga Desa Karang Duren Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas

Pola Asuh dalam Keluarga TKW ini ada 5 keluarga menggunakan pola asuh demokratis, 3 keluarga pola asuh Laissez Faire dan 2 keluarga menggunakan pola asuh otoriter

3 Mizan saroni (2012)

Pola pengasuhan anak oleh ibu yang berprofesi sebagai pedagang di pasar wage purwokerto

Deskriptif

Kualitatif

Ibu-ibu pedagang di pasar wage Purwokerto

Para ibu pedangang di pasar wage purwokerto menerapkan pola asuh demokratis kepada anaknya.

4 Anggoro Febrianto (2013)

Pola Asuh Anak Dalam Keluarga

Deskriptif

Kualitatif

Buruh pabrik bulu mata palsu Best Lady Purbalingga

16

Page 18: Broken Home

Broken Home di Kalangan Buruh Pabrik Bulu Mata Palsu Best Lady Purbalingga“

G. METODOLOGI DAN METODE PENELITIAN

G.1 Metodologi Penelitian

Penelitian sosial pada hakikatnya adalah kegiatan spionase untuk mencari,

memata-matai, dan menemukan pengetahuan dari “lapangan” yang dapat

dipertanggungjawabkan menurut kaidah-kaidah tertentu-bukan mencari kebenaran-

kebenaran normative yang semata-mata hanya dituntun oleh cara berfikir deduktif

(Bagong Suyanto dan Sutinah, 2008:xxi). Dengan demikian setiap karya ilmiah harus

didasarkan pada penggunaaan metode penelitian tertentu sehingga usaha untuk

menemukan, memata-matai, mengembangkan serta mengkaji kebenaran pengetahuan

harus dilakukan usaha-usaha dengan menggunakan metode-metode dan cara-cara

ilmiah dengan tepat dan benar.

Metode penelitian merupakan suatu alat, prosedur, teknik yang dipilih dalam

melaksanakan penelitian atau dalam mengumpulkan data (Djajasudarma, 2008:3

dalam Bagong Suyanto dan Sutinah). Metode penelitian itu terdiri dari berbagai

macam jenis, karena topik penelitian ini akan menghasilkan data yang berupa data

deskriptif mengenai kata-kata lisan dan kata-kata tertulis, dan tingkah laku yang dapat

diamati mengenai pola asuh yang dilakukan oleh orang tua kapada anaknya. Untuk

meneliti bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya ini,

diperlukan metode penelitian yang dapat menghasilkan data yang mendalam dari

setiap orang tua. Data yang mendalam dapat dihasilkan melalui wawancara yang

mendalam dari setiap informan. Jadi, metode penelitian yang digunakan adalah

metode penelitian kualitatif deskriptif.

17

Page 19: Broken Home

Di dalam penelitian kualitatif tidak mengenal adanya keterwakilan. Pernyataan

yang disampaikan oleh narasumber tidak mewakili seluruh buruh di best lady.

Pernyataan yang disampaikan oleh narasumber, nantinya akan mewakili dirinya

sendiri, bukan orang lain maupun keluarga lain. Penelitian ini berusaha untuk

mendeskripsikan mengenai pola pengasuhan oleh orang tua terhadap anaknya. Pola

asuh yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya pastinya akan berbeda-beda.

G.2 Metode Penelitian

G.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah dipabrik bulu mata best lady purbalingga. Alasan

peneliti memilih tempat ini sebagai lokasi penelitian adalah banyaknya kasus

perceraian di kalangan buruh pabrik bulu mata palsu ini, peneliti juga didukung oleh

informan yang terpercaya yang bekerja di pabrik bulu mata best lady ini, sehingga

memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi selama penelitian dilakukan.

G.2.2 Sasaran Penelitian

Sasaran utama dalam penelitian ini adalah orang tua yang bekerja sebagai

buruh pabrik bulu mata Best Lady Purbalingga. Peneliti mengambil sasaran penelitian

orang tua yang telah mempunyai anak dan berstatus cerai serta usia anak yang masih

berkisar 6-12 tahun. Rentang usia tersebut dipilih karena pada umur 6-12 tahun, anak

memasuki masa sekolah dasar. Pada usia 6-12 tahun anak betul-betul ada dalam

stadium belajar, pengetahuannya bertambah pesat, banyak ketrampilan mulai dikuasai

(Kartono 1995:138). Sasaran pendukung dalam penelitian ini adalah anggota keluarga

yang tinggal serumah dengan sasaran utama.

G.2.3 Teknik Penentuan Informan

Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan tertentu, sesuai kebutuhan atau relevansi peneliti, dengan

memilih informan yang dianggap mengetahui permasalahan secara mendalam

(Sutopo,1998:22).

18

Page 20: Broken Home

G.2.4 Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara Mendalam

merupakan cara pengumpulan data melalui interaksi langsung atau Tanya

jawab antara peneliti dengan narasumber. Wawancara digunakan sebagai teknik

pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk

menemukan permasalahan yang harus diteliti , tetapi juga apabila peneliti ingin

mengetahui hal-hal dari responden yang lebih dalam (Sugiyono, 2010:231).

Wawancara dalam penelitian ini dilakukan peneliti kepada sasaran penelitian yaitu

orang tua yang bekerja sebagai buruh di pabrik bulu mata palsu Best Lady

purbalingga, serta sudah mempunyai anak dan telah bercerai.

b. Observasi

merupakan cara pengumpulan data dengan menyajikan gambaran realistik

perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti

perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran. Dari segi proses

pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant

observation dan non participant observation (Sugiyono 2010:145). Penelitian ini

menggunakan jenis observasi non participant.

c. Dokumentasi

merupakan cara pengumpulan data dengan menyajikan data-data berupa

tulisan, gambar dan karya. Misalnya biografi, kebijakan, catatan harian, foto, gambar

hidup, sketsa, patung, film, dll. Dokumentasi akan mendukung hasil penelitian dari

observasi atau wawancara. Sehingga lebih kredibel atau dapat dipercaya (Sugiyono,

2010:240).

G.2.5 Sumber Data

a. Data Primer

adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber yang berupa kata-kata,

kalimat, dokumen, dan lain-lain.

b. Data Sekunder

adalah data yang diperoleh dari catatan atau buku yang terkait dengan

permasalahan yang akan diteliti. Data sekunder bisa berasal dari jurnal, dokumen,

skripsi ataupun media massa.

19

Page 21: Broken Home

G.2.6 Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data

kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai

tuntas sehingga datanya sudah jenuh (dalam Sugiono, 2010:246). Oleh karena itu,

metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif

dengan model analisis interaktif. Analisa ini terdiri dari empat alur kegiatan yang

terjadi secara bersamaan, antara lain :

a. Pengumpulan data

Merupakan proses mengumpulkan atau menyatukan data-data yang telah

didapat oleh peneliti agar memudahkan dalam merangkum atau memilih pokok

dari data-data yang telah didapat tersebut.

b. Reduksi data

Merupakan proses perangkuman, pemilihan hal-hal pokok, pemfokusan pada

hal-hal yang penting, pemusatan pengertian pada penyederhanaan, pengabstrakan

dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan

(Sugiyono, 2010:247). Dengan demikian data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk

mengumpulkan data selanjutnya dan mencari jika diperlukan.

c. Penyajian data

Merupakan kumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan menyajikan data, maka

akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja

selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami (Sugiyono, 2010:249).

20

Page 22: Broken Home

d. Penarikan kesimpulan

Merupakan satu langkah untuk meringkas data dalam bentuk kesimpulan,

sehingga peneliti dapat mengetahui data apa saja yang telah diperoleh yang dapat

mendukung penelitian dan menjawab masalah yang dirumuskan.

G.2.7 Validasi data

Untuk memperoleh kebenaran dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik

triangulasi. Teknik triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan dan sekaligus

menguji kredibilitas data dari seluruh data yang telah dikumpulkan dari berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber data yang sudah ada (Sugiyono, 2010:241).

Tujuan dari triangulasi bukanlah untuk mencari kebenaran tentang beberapa

fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah

ditemukan. Oleh karena itu, menurut bogdan triagulasi cocok digunakan untuk

mengecek kredibilitas data dari penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif bukan

untuk mencari kebenaran tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap dunia

sekitarnya (dalam Sugiyono, 2010:241).

21

Page 23: Broken Home

Daftar Pustaka

Ahmadi, abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta. PT Rineka Cipta.

Bisono, Tika. 2013. Pola Asuh Efektif Terhadap Anak (Telaah Peran Orangtua Sebagai

Role-Model). Seminar pada tanggal 10 April 2013.

Gordon, Thomas. 1993. Menjadi Orang Tua Efektif ; Petunjuk Terbaru Mendidik Anak yang

Bertanggung Jawab. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.

Ihromi. T.O.1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Ihromi. T.O.1995. Kajian Wanita Dalam Pembangunan. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Kartono, Kartini. 1992. Patologi Sosial 2 ; Renakalan Remaja. Jakarta. Rajawali.

. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung. Mandar Maju.

Khairuddin. 1997. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta. Liberty.

Narwoko. J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2004. Soiologi : Teks Pengantar dan Terapan. Edisi

III. Jakarta. Kencana.

Ritzer, George. 2011. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta. Raja

Grafindo Persada.

Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Klasik edisi kelima. Bantul.

Kreasi Wacana.

Saadawi, El Nawal. 2001. Perempuan Dalam Budaya Patriarki. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Saleh, K. Wantjik. 1980. Hukum Perkawinan Indonesia. .Jakarta. Ghalia Indonesia.

22

Page 24: Broken Home

Saliman dan Sudarsono. 1994. Kamus pendidikan, Pengajaran dan Umum. Jakarta. PT.

Rineka Cipta.

Septianingsih, Dyah Siti. 2007. Keluarga Harmonis (Kajian Tentang Proses Normatif Dari

Struktur Bangunan Perkawinan). Psycho Idea, Tahun 5 No.2, September 2007.ISSN

1693-1076.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Sutopo. 1988. Pengantar penelitian Kualitatif : Dasar-dasar teoritis dan Praktis, UNS,

Surakarta.

Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2008. Metode Penelitian Sosial ; Berbagai Alternative

Pendekatan. Jakarta. Prenada media.

Purnomo, Hanifan Bambang. 1990. Memahami Dunia Anak-anak. Bandung. Mandar Maju.

Sumber lain

http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/artikel/735-fenomena-meningkatnya-angka-perceraian-ketika-cinta-saja-tidak-lagi-cukup.html diakses pada tanggal 26 September 2013

http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/08/16/233818/Perceraian-Naik diakses pada tanggal 26 September 2013

http://banyumasnews.com/2011/11/25/upah-minimum-di-bralingmascakeb-belum-penuhi-kebutuhan-hidup-layak/ diakses pada tanggal 22 November 2013

www.merdeka.com/peristiwa/broken-home-abg-16-tahun-3-kali-keluar-masuk-bui.html diakses pada tanggal 20 november 2013

http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/14/anak-broken-home-selalu-jadi-cibiran-589708.html diakses pada tanggal 29 November 2013.

http://psikologi05.files.wordpress.com/2012/02/naskah-publikasi.pdf diakses pada tanggal 29 November 2013.

http://an.fisip.uns.ac.id/?pilih=lihat&id=480 diakses pada tanggal 26 September 2013

PEDOMAN OBSERVASI

23

Page 25: Broken Home

Tema Observasi : …………………………………………………………………...

Lokasi Observasi : …………………………………………………………………...

Waktu Observasi : …………………………………………………………………...

Jenis Observasi : …………………………………………………………………...

Observer : …………………………………………………………………...

Catatan : …………………………………………………………………....

………………………………………………………………….....

Hal-hal yang perlu diobservasi :

1. Jumlah anak dari informan.

2. Bercerai setelah bekerja di pabrik atau sebelum bekerja.

3. Setelah bercerai Anak ikut siapa.

Pedoman wawancara

24

Page 26: Broken Home

Pedoman wawancara digunakan peneliti sebagai acuan untuk menggali informasi kepada informan, dalam proses wawancara dimungkinkan pertanyaan dapat berkembang jika ada hal yang dianggap penting.

Nama :

Usia :

Alamat :

Daftar pertanyaan yang diajukan untuk sasaran utama.

1. Sudah berapa lama anda bercerai?

2. Mengapa anda bercerai?

3. Berapa anak yang anda punya?

4. Bagaimana cara anda membagi waktu dengan anak anda?

5. Dalam sehari berapa lama anda meluangkan waktu untuk anak?

6. Apabila anak anda mempunyai masalah di rumah, di sekolah maupun di dalam pergaulannya apakah yang anda lakukan? (misalnya bertanya/diam)

7. di dalam pergaulan, apakah anda memberikan kebebasan kepada anak atau menentukan ia harus bergaul dengan siapa dan dimana?

8. bagaimana pola asuh yang ibu terapkan untuk anak-anak ibu? a. demokratis (anak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat)b. otoriter (anak harus menaati peraturan orang tua)c. permisif (anak dibebaskan berbuat sesuatu namun dengan pengawasan anda)d. penelantar (anda cuek dengan apa yang dilakukan oleh anak)

Daftar pertanyaan yang diajukan untuk sasaran pendukung

1. Apa hubungan saudara dengan informan?

2. Menurut anda, bagaimana informan membagi waktunya antara bekerja dan anak?

3. Bagaimana pola asuh yang diterapkan informan kepada anaknya?

25