Upload
deni-darmawan
View
294
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
free
Citation preview
Proposal Penelitian
“Pola Asuh Anak Broken Home”
(Studi Analisis Pola Asuh Anak di Kalangan Buruh Pabrik Bulu Mata Palsu Best Lady
Purbalingga)
Oleh :
Anggoro Febrianto
F1A009047
Diajukan untuk menyusun skripsi
pada Program Strata Satu (S1) Sosiologi
fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Jenderal Soedirman
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN SOSIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
A. Judul : “Pola Asuh Anak Broken Home” (Studi Analisis Pola Asuh Anak di
Kalangan Buruh Pabrik Bulu Mata Palsu Best Lady Purbalingga)
B. Ruang lingkup : Sosiologi Keluarga
C. Latar Belakang Masalah
Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat yang
umumnya terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga juga merupakan anggota dari
masyarakat sebab masyarakat terbentuk dari hubungan antar individu, kemudian
berkembang menjadi sebuah kelompok yang semakin besar. Dapat dikatakan bahwa
masyarakat adalah gabungan dari keluarga-keluarga. Keluarga mempunyai hubungan
sosial dalam masyarakat, dari yang terkecil yaitu tetangga terdekat, kampung, daerah
kemudian Negara.
Di dalam setiap keluarga pasti ada masalah yang terjadi dengan orang tua.
Salah satu masalah yang kerap terjadi adalah pertengkaran antara kedua orang tua
yang seringkali berakhir dengan perceraian. Penyebab kasus perceraian terjadi karena
tidak harmonisnya hubungan antara suami dan istri di dalam rumah tangga,
perselingkuhan hingga faktor ekonomi. Ketidakharmonisan yang disebabkan karena
faktor ekonomi adalah ketika suami tidak memenuhi kewajiban untuk memberi
nafkah bagi keluarganya. Menurut direktorat jenderal bimbingan masyarakat islam
pada tahun 2008 angka perceraian mencapai sekitar 200.000 kasus per 2 juta
pasangan menikah. Angka ini meningkat pada tahun 2009, menjadi sekitar 250.000
kasus. Menurut Data dari Kementrian Departemen Agama RI, dari Direktorat Bimas
Islam, pada tahun 2010, ada 285.184 perkara perceraian per 2 juta pasangan yang
menikah. Terbanyak adalah pihak istri yang mengajukan gugat cerai, yaitu sekitar
70%, dengan alasan penyebab perceraian terbesar adalah masalah ekonomi. Rata-rata
menyebutkan bahwa perceraian dipicu lantaran suami tidak dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga1.
1 http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/artikel/735-fenomena-meningkatnya-angka-perceraian-ketika-cinta-saja-tidak-lagi-cukup.html diakses pada tanggal 26 September 2013
1
Kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat tidak diimbangi dengan
peningkatan pendapatan perkapita keluarga. Sebagai contoh dari peningkatan
kebutuhan ekonomi yaitu biaya pendidikan yang semakin mahal serta perkembangan
teknologi. Meskipun biaya SPP digratiskan oleh pemerintah, namun biaya seperti
sumbangan pembangunan, buku, seragam dan lain-lain tidak digratiskan. Contoh
lainnya adalah kebutuhan akan teknologi seperti telepon genggam. Hampir setiap
bulan mengeluarkan model terbaru membuat seseorang ingin segera memiliki telepon
genggam tersebut. Padahal kebutuhan untuk memiliki telepon genggam model baru
tersebut tidak begitu mendesak. Peningkatan kebutuhan yang tidak begitu penting
inilah yang menjadi tuntutan bagi suami atau istri yang tidak terpikirkan sebelumnya.
Di Kabupaten Purbalingga sendiri hingga kamis sidang (15/8) saja sudah ada
80 kasus permohonan perceraian.2
Tabel 1. Kasus permohonan perceraian pada tahun 2012 dan 2013.
Permohonan perceraian Tahun 2012 Tahun 2013 s/d 15 agustus
Cerai talak 567 kasus 11 kasus
Cerai gugat 1.784 kasus 69 kasus
Total 2.351 kasus 80 kasus
Sumber : Suara merdeka.
Dengan melihat banyaknya kasus perceraian yang terjadi di Kabupatan Purbalingga
yang didominasi dengan kasus gugat cerai mengindikasikan bahwa lebih banyak
wanita yang meminta perceraian. Kebutuhan ekonomi yang semakin mendesak
membuat seorang istri tidak lagi bergantung sepenuhnya kepada penghasilan yang
didapat oleh suami. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga membuat istri
mencari pekerjaan. Hal tersebut yang membuat sang istri mempunyai bargaining
position yang lebih tinggi daripada suaminya. Berdasarkan keputusan Gubernur Jawa
Tengah H. Bibit waluyo bahwa UMK untuk wilayah barlingmascakeb adalah Rp
864.859 3. Dengan UMK sebesar Rp 864.859 tersebut kebutuhan ekonomi keluarga
jauh dari cukup. Kecilnya gaji yang didapat oleh suami inilah yang mungkin menjadi
2 http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/08/16/233818/Perceraian-Naik diakses pada tanggal 26 September 20133 http://banyumasnews.com/2011/11/25/upah-minimum-di-bralingmascakeb-belum-penuhi-kebutuhan-hidup-layak/ diakses pada tanggal 22 November 2013
2
alasan para perempuan di Purbalingga berani untuk menggugat cerai suaminya karena
kebutuhan untuk dirinya tidak terpenuhi.
Budaya patriarki membuat laki-laki berkuasa dalam keluarga. Istri harus
menuruti perkataan suami, begitu pula dengan anak-anak. Budaya patriarki membuat
perempuan menjadi terpinggirkan. Perempuan hanya diijinkan mengerjakan pekerjaan
rumah seperti mengurus anak dan suami, memasak dan membereskan rumah saja.
Kegiatan mencari nafkah hanya dilakukan oleh laki-laki saja. “Selama bertahun-
tahun, masyarakat telah memenjarakan wanita dalam empat dinding rumah dan
mempercayakan kepada mereka fungsi melayani keluarga, suami dan anak-anak tanpa
imbalan apa-apa kecuali makan untuk mereka, pakaian dan atap diatas kepala mereka”
(Saadawi,2001:327).
Perempuan berhak memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya sendiri.
Setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini mempunyai hak untuk merdeka atau
mempunyai kebebasan. Menurut E. Kristi Poerwandari dalam ihromi (1995:314)
perempuan sebagai seorang individu memiliki harapan-harapan, kebutuhan-
kebutuhan, minat-minat dan perempuan juga membutuhkan aktualisasi diri yang
seoptimal mungkin demi pengembangan dirinya. Emansipasi wanita yang
berkembang di masa sekarang ini membuat perempuan bisa bekerja diluar rumah.
Budaya patriarki yang selalu membuat laki-laki berkuasa perlahan-lahan berubah.
Seorang istri tidak sepenuhnya bergantung kepada suami. Seorang istri dapat bekerja
dan mempunyai penghasilan sendiri. Hilangnya rasa “saling ketergantungan” ini yang
mendorong seorang istri untuk bisa menggugat cerai suaminya.
Menurut Erna karim dalam buku bunga rampai sosiologi keluarga
(Ihromi,1999:144) bertambah banyak kemudahan dan alternatif yang ada di
masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, memberi peluang kepada
berkurangnya “saling ketergantungan” antara pasangan suami-istri. Seorang laki-laki
dapat memenuhi kebutuhan biologis dan seksualnya tanpa pelayanan istri. Demikian
pula dengan kaum wanita. Kesempatan bekerja dan memperoleh penghasilan yang
cukup membuat seorang istri memiliki sumber daya pribadi sehingga mengurangi
ketergantungan pada suami. Selain itu, menurunnya stigma terhadap perceraian
dimana semakin banyak orang berstatus duda atau janda, memberikan peluang kepada
suami atau istri yang bercerai untuk menikah kembali.
Dengan berpisahnya kedua orang tua, maka anak merupakan korban dari
keputusan untuk berpisah kedua orang tuanya. Dampak negatif pada anak akibat dari
3
perceraian orang tuanya adalah timbulnya kenakalan remaja seperti menggunakan
narkoba, minum-minuman keras, mencuri dan lain-lain. Perceraian diantara bapak
dengan ibu merupakan sumber yang subur untuk memunculkan delinkuensi4 remaja
(Kartono,1992:59). Apabila kedua orang tua bercerai maka sang anak harus ikut
dengan salah satu orang tuanya. Masalah keputusan untuk tinggal dengan ayah atau
ibunya maka hal ini diputuskan oleh pengadilan siapa yang memperoleh hak asuh
sang anak. Permasalahannya adalah bagaimana cara orang tua tersebut harus
mengasuh dan memberikan perhatian pada sang anak yang notabene harus dilakukan
seorang diri. Sebagai contoh umum anak korban dari keputusan orang tua untuk
berpisah adalah Abdul Qodir Jaelani alias Dul anak dari seorang musisi terkenal di
Indonesia. Sejak orang tuanya berpisah, dul ikut dengan ayahnya sehingga apapun
keinginannya dapat dipenuhi oleh orang tuanya. Di usianya yang masih menginjak 13
tahun dul sudah diberikan mobil pribadi oleh ayahnya. Sehingga pada akhirnya hari ia
mengalami sebuah kecelakaan yang menewaskan 7 orang.
Dul adalah contoh kecil dari anak broken home, masih banyak lagi anak-anak
lain yang tidak seberuntung Dul sebagai anak dengan latar belakang ekonomi atas.
Berbeda halnya dengan yang dialami oleh Titus Wahyu Nugroho (16) warga Kedurus
VIII, surabaya. Titus harus dipenjara karena tertangkap tangan ketika melakukan
pencurian tabung gas elpiji 3kg di sebuah warung. Titus diketahui tinggal bersama
ibunya yang berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Kedua orang tua titus telah
bercerai ketika titus masih kecil5. Normalnya pengasuhan anak diberikan kepada sang
ibu selama sang ayah mencari nafkah.
Penelitian akan dilakukan di sebuah pabrik bulu mata palsu yang berlokasi di
kota Purbalingga. Pabrik bulu mata ini bernama pabrik bulu mata best lady. Best lady
merupakan pelopor kemitraan khususnya pada produk bulu mata imitasi di kabupaten
purbalingga. Pabrik bulu mata palsu best lady ini beralamat di Perum. Wirasana, Jl
Bhayangkara 19-20, Wirasana, Purbalingga. Selain Best Lady, di Purbalingga sendiri
ada pabrik bulu mata lainnya seperti PT. Shin Han Creatindo, PT. Royal Korindah
dan PT. Sophian Indonesia. Berikut adalah tabel angka perceraian buruh pabrik bulu
mata di Purbalingga.
4 Delinquent berasal dari kata latin”delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan kemudian diperluas artinya menjadi jahat, a-sosial, kriminal dan lain-lain. Delinkuensi selalu mempunyai konotasi serangan, pelanggaran, kejahatan dan keganasan yang dilakukan oleh anak-anak dibawah usia 22 tahun.5 www.merdeka.com/peristiwa/broken-home-abg-16-tahun-3-kali-keluar-masuk-bui.html diakses pada tanggal 20 november 2013
4
Tabel 2. Nama pabrik dan jumlah buruh yang bercerai
Nama Pabrik Jumlah buruh yang
bercerai
1. PT. Shin Han
Creatindo
20
2. PT. Royal Korindah 30
3. PT. Sophian Indonesia 7
4. PT. Best Lady 15
Sumber : Data perusahaan PT. Shin Han Creatindo, PT. Royal Korindah, PT. Sophian
Indonesia dan PT. Best Lady
.Tingginya perceraian di kalangan buruh pabrik best lady ini yang menjadi
pertimbangan bagi peneliti untuk menjadikan best lady sebagai tempat penelitian.
Dengan bercerainya orang tua, maka pengasuhan anak dan mencari nafkah harus
dilakukan secara bersamaan. Permasalahan inilah yang mendorong peneliti untuk
meneliti pola asuh yang diterapkan oleh orang tua yang bekerja sebagai buruh di
pabrik bulu mata palsu best lady Purbalingga
A. Rumusan masalah
Bagaimana pola asuh anak broken home dikalangan buruh pabrik bulu mata palsu best
lady purbalingga?
D. TUJUAN PENELITIAN
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana pola asuh yang dilakukan oleh orang tua yang
telah bercerai dikalangan buruh pabrik bulu mata palsu best lady purbalingga .
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
5
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
mengenai gejala-gejala baru yang berkembang di masyarakat, terutama
mahasiswa pada khususnya dan sebagai referensi bagi ilmu-ilmu sosial khususnya
sosiologi.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan lebih mengenai pola asuh
yang dilakukan oleh orang tua yang telah bercerai dikalangan buruh pabrik bulu
mata palsu best lady purbalingga.
F. Landasan Teori dan Tinjauan Pustaka
F.1. Landasan Teori
Permasalahan dalam keluarga menjadi semakin bertambah di era globalisasi
ini. Orang tua disibukkan dengan kegiatan mencari uang, waktu yang digunakan pun
menjadi semakin banyak untuk kegiatan ini. Dengan banyaknya waktu yang
digunakan ini, maka waktu yang tersisa untuk keluarga menjadi berkurang. Waktu
luang yang digunakan untuk sekedar bercengkerama dengan anggota keluarga tersita
karena kesibukkan mencari uang. Ditambah lagi dengan permasalahan akibat dari
perceraian dimana harus menjadi orang tua tunggal bagi anaknya.
Berbicara mengenai keluarga, tidak terlepas dari hubungan yang terjalin
didalamnya. Hubungan yang terjadi di dalam keluarga mencakup kedekatan emosi
antar anggota keluarga dan komunikasi yang terjadi di dalamnya. Hubungan dalam
keluarga ini menjadi penting, sebab keluarga dapat berkembang menjadi lebih baik
karena hubungan yang terjadi di dalamnya bagus. Keluarga juga dapat hancur karena
hubungan didalam keluarga tidak baik. Hubungan yang tidak baik inilah yang
membawa banyak kasus perceraian di dalam keluarga, serta terjerumusnya anak
kearah pergaulan yang negatif. Banyak dari mereka yang melampiaskan kesepiannya
dengan merokok, seks bebas, minuman keras, obat-obatan terlarang bahkan ada yang
sampai menjadi pelacur. Semuanya berawal dari keluarga yang sangat tidak kondusif,
6
orangtua yang tidak dewasa yang selalu bertengkar didepan anak-anak mereka tanpa
memikirkan dampak negatif bagi anak-anak mereka6.
Dalam teori Interaksionisme Simbolik milik G. H. Mead dikatakan bahwa
simbol signifikan adalah gesture yang hanya dapat dilakukan oleh manusia. Baru
ketika memiliki simbol-simbol signifikanlah kita dapat benar-benar memiliki
komunikasi (Ritzer, 2010:383). Gesture merupakan sebuah simbol atau tanda yang
ditunjukan dengan gerakan tubuh untuk berkomunikasi dengan individu lain. Dengan
gesture, seseorang dapat memaknai maksud dari seseorang tersebut. Bahasa
merupakan salah satu dari simbol signifikan yang dimaksud oleh Mead tersebut.
Bahasa dapat membuat seseorang untuk dapat memaknai sesuatu. Bahasa merupakan
salah satu alat untuk dapat berkomunikasi secara simbolik kepada individu lain.
Komunikasi dengan gesture hanya akan menyampaikan maksud dari gesture tersebut,
akan tetapi apabila komunikasi dilakukan dengan bahasa maka makna yang akan
disampaikan akan tercapai. Komunikasi pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi
simbolik antara pelaku komunikasi. Terjadi pertukaran pesan antara kedua pihak yang
tengah menjalin komunikasi tersebut. Pertukaran pesan ini dapat berwujud pertukaran
pikiran yang kemudian disimpulkan menjadi sebuah pemaknaan.
Pola pengasuhan dapat dilakukan apabila terjalin komunikasi antara orang tua
dengan anak. Komunikasi dapat disampaikan dalam bentuk gesture atau bahasa.
Sebagai contoh apabila orang tua mengucapkan kata-kata dengan nada tinggi maka
anak akan memaknai bahwa orangtuanya sedang marah. Menurut pendekatan teori
interaksionisme simbolik faktor yang menentukan dalam upaya untuk memahami
perilaku keluarga adalah kajian terhadap interaksi antara para anggota keluarga dan
intepretasi apa yang para individu bersangkutan berikan pada interaksi tersebut.
Karena para anggota keluarga secara terus menerus saling mempengaruhi maka
keluarga adalah suatu unit sosial yang senantiasa bertumbuh, berubah dan bersifat
dinamis (Ihromi,1999:276).
Hubungan antara teori interaksionisme simbolik dengan disharmonisasi yang
terjadi dikeluarga dan broken home adalah ketika komunikasi yang disampaikan
dalam bentuk gesture maupun bahasa tidak dapat tersampaikan dengan baik maka
interaksi yang terjadi antara anggota keluarga tidak tercipta. Individu atau unit-unit
6 http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/14/anak-broken-home-selalu-jadi-cibiran-589708.html diakses pada tanggal 29 November 2013
7
tindakan yang terdiri atas sekumpulan orang tertentu saling mencocokan tindakan
mereka satu dengan lainnya melalui proses intepretasi (Ritzer,2011:53). Interaksi
antara anggota keluarga atau komunikasi yang terjalin dengan baik akan menjaga
keharmonisan dalam rumah tangga.
Gesture ataupun bahasa yang digunakan oleh orang tua kepada anaknya adalah
wujud sebuah interaksi di dalam anggota keluarga. Anak kemudian akan
mengintepretasikan maksud dari gesture ataupun bahasa yang digunakan oleh orang
tuanya tersebut. Dengan berjalannya interaksi antar anggota keluarga ini maka
keharmonisan didalammnya akan terjaga. Apabila tidak terjadi maka, akan terjadi
ketidakharmonisan dalam keluarga yang bisa saja menyebabkan perceraian antara
ayah dan ibu. Dengan terjadinya perceraian maka keluarga menjadi tidak utuh lagi.
Jika keluarga tidak bisa menjaga keutuhannya, maka keluarga yang bersangkutan
akan mengalami apa yang dinamakan broken home (Narwoko,2004:237).
George Herbert Mead menerangkan proses terjadinya interaksi adanya unit
paling penting di mana individu terkait satu sama lain dalam setiap perbuatan. Mead
di dalam bukunya Mind, Self and Society mengidentifikasikan empat tahap dasar
orang melakukan perbuatan adalah :
a. Impulse adalah tahap pertama yang melibatkan “stimulus indrawi langsung”
atau rangsangan secara langsung dan reaksi aktor terhadap stimulus tersebut
b. Persepsi adalah tahap kedua di mana aktor mencari, dan bereaksi terhadap
stimulus yang terkait dengan impuls.
c. Manipulasi adalah tahap ketiga, begitu impuls mewujudkan dirinya dan objek
telah dipersepsi, tahap selanjutnya adalah manipulasi objek atau lebih jelasnya
mengambil tindakan dalam kaitannya dengan objek tersebut.
d. Konsumsi adalah tahap terakhir, perbuatan ini mengambil tindakan yang akan
memuaskan impuls awal.
Impulse atau rangsangan melalui stimulus yang secara langsung dalam
penelitian ini dimana individu memiliki kebutuhan untuk berbuat sesuatu. Kenakalan
remaja yang terjadi sekarang merupakan sebuah rangsangan bagi seorang aktor (orang
tua) untuk lebih memperhatikan anaknya. Orang tua merasa ada kebutuhan mendasar
mengenai perkembangan anaknya. Persepsi merupakan bagian individu di mana aktor
8
(orang tua) mulai mencari informasi tentang bagaimana orang tua mengasuh anak,
pola asuh apa yang tepat untuk diterapkan bagi anaknya
Tahap manipulasi adalah tahap individu melakukan tindakan yang menurut ia
pola asuh apa yang paling baik diterapkan untuk anaknya demi perkembangan
anaknya, mengingat aktor (orang tua) adalah orang tua tunggal yang mengambil peran
ganda sebagai pencari nafkah dan mengasuh anak.
Konsumsi merupakan tahap terakhir orang melakukan suatu perbuatan dalam
hidupnya, individu mengambil keputusan menggunakan pola pengasuhan yang
dianggapnya tepat akan berdampak bagi pemuasan individu karena anaknya tumbuh
dan berkembang sesuai dengan yang diinginkan. Keempat bagian perbuatan tersebut
hadir sepanjang waktu sejak awal sampai dengan akhir perbuatan, sehingga masing-
masing perbuatan saling mempengaruhi satu sama lain.
F.2. Tinjauan Pustaka
F.2.1 Keluarga
Keluarga adalah merupakan kelompok primer yang paling penting didalam
masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-
laki dan wanita, perhubungan mana sedikit banyak berlangsung lama untuk
menciptakan dan membesarkan anak-anak (Ahmadi, 1999:239)
Keluarga mempunyai 3 fungsi pokok yaitu :
1. Fungsi biologi
Keluarga merupakan tempat kelahiran dari anak-anak, fungsi biologis orang
tua adalah melahirkan anak-anak. Fungsi ini mempunyai peran penting dalam
masyarakat, yaitu demi keberlangsungan suatu masyarakat tersebut
2. Fungsi afeksi
Keluarga mempunyai fungsi afeksi yaitu memberikan kasih sayang kepada
setiap anggota keluarga. Fungsi afeksi ini juga berpengaruh kepada
perkembangan pribadi anak. Di dalam masyarakat yang semakin individual ini
fungsi afeksi yang ada dalam keluarga sangat dibutuhkan. Kasih sayang yang
diberikan dalam keluarga ini tidak bisa didapatkan ditempat lain semisal
sekolah ataupun di dalam pergaulan.
3. Fungsi sosialisasi
9
Dalam fungsi ini, orang tua mempunyai peranan penting dalam mengajarkan
kepada anaknya tentang tingkah laku, sikap dan nilai-nilai dalam masyarakat.
Hal tersebut diajarkan oleh orang tua melalui interaksi social yang terjadi
dalam keluarga, sehingga berpengaruh kepada perkembangan kepribadian
anak.
F.2.1.1 Keluarga Harmonis
Para ahli berpendapat bahwa konsep dari keluarga yang harmonis sebagai
berikut. Menurut Gymnastiar (dalam Septianingsih, 2007:19-20), bahwa pengertian
rumah tangga yang harmonis dalam islam lebih dikenal dengan sebutan rumah tangga
yang sakinah, mawadah, warahmah, dalam hal ini merupakan keluarga yang diliputi
oleh ketenangan, cinta dan kasih sayang, sehingga akan ditemukan kehangatan dan
kasih sayang yang wajar, tiada rasa tertekan, tiada ancaman, dan jauh dari saling
sengketa perselisihan.
Suadirman (dalam Septianingsih, 2007:19-20), rumah tangga harmonis adalah
suatu bangunan keluarga yang ditandai dengan adanya suasana rumah tangga yang
teratur, tidak banyak terjadi konflik dan peka terhadap kebutuhan rumah tangga.
Makna dari keharmonisan keluarga itu adalah terdapat kesehatan jiwa dari setiap
anggotanya.
Selain itu Surya (dalam Septianingsih, 2007:19-20), keharmonisan keluarga
terwujud dari hubungan antar pribadi yang memberikan suasana emosional,
menyenangkan atau membahagiakan bagi pribadi yang bersangkutan dan pihak lain
yang mengamatinya. Keharmonisan keluarga merupakan wujud dari hubungan antar
pribadi dengan karakteristik : dilandasi oleh satu keterkaitan emosional intrinsik yaitu
timbul dari dalam diri masing-masing pribadi secara alami, bersifat positif, yaitu
terarah kepada sesuatu yang bermakna bagi pribadi masing-masing dan pihak lain,
bersifat suplementer dan komplementer, yaitu masing-masing pribadi saling
menambah dan melengkapi dalam suasana kebersamaan, saling pengertian, dan saling
memiliki, serta dilandasi oleh cinta dan kasih sayang.
Konsep keluarga harmonis juga dikemukakan oleh ahli lain yaitu pranataria
(dalam Septianingsih, 2007:19-20) keharmonisan keluarga yaitu hidup bahagia dalam
10
ikatan cinta kasih suami yang didasari oleh kerelaan dan keselarasan hidup bersama.
Suami istri hidup didalam kesenangan lahir batin karena merasa cukup dan puas atas
segala sesuatu yang ada, bisa melaksanakan tugas kerumahtanggaan baik tugas ke
dalam maupun tugas keluar yang berkaitan dengan bidang nafkah, seksual, pergaulan
antar anggota keluarga dan pergaulan dengan masyarakat. Jadi, baik suami maupun
istri mampu melaksanakan peran dan tugas kewajibannya dengan baik dalam rumah
tangganya.
F.2.1.2 Keluarga Disharmonis
Berdasarkan pendapat para ahli mengenai definisi keluarga harmonis, maka
dapat disimpulkan bahwa keluarga disharmonis adalah apabila pasangan tidak hidup
bahagia dalam ikatan cinta kasih suami istri, tidak memperoleh kesenangan lahir batin
yang menyangkut bidang nafkah, seksual, pergaulan antar anggota rumah tangga,
mempunyai banyak konflik dalam rumah tangga, tidak terjalinnya kerja sama yang
baik dan tidak adanya pengertian serta penerimaan masing-masing pasangan dan
anggota keluarga.
F.2.2 Pola Asuh
Orang tua dan anak tidak dapat dipisahkan dalam setiap lapisan kehidupan
masyarakat. Mengasuh dan merawat anak adalah tugas dan tanggung jawab orang tua.
Dalam perkembangannya, anak membutuhkan orang tua untuk dijadikan contoh.
Tanggung jawab sebagai orang tua dalam mengasuh anak adalah memberikannya
nafkah. Selain memberikan nafkah orang tua juga mempunyai tugas penting dalam
mengasuh anak. Pola asuh yang diberikan oleh orang tua akan berpengaruh terhadap
pembentukan konsep diri anak.
Menurut Tika Bisono ada 4 macam pola asuh orang tua7 :
1. Pola Asuh penelantar
7 Bisono, Tika. 2013. Pola Asuh Efektif Terhadap Anak (Telaah Peran Orangtua Sebagai Role-Model).
diseminarkan pada tanggal 10 April 2013.
11
Karakteristik dan kebiasaan orang tua dalam model pola asuh penelantar ini
adalah umumnya orang tua mengalokasikan waktu dan biaya yang sangat
minim untuk anak-anak. Perannya dalam membentuk karakteristik anak
adalah moody, impulsif, agresif, kurang bertanggung jawab, memiliki self-
esteem rendah serta tidak mau mengalah.
2. Pola Asuh Otoriter
Karakteristik dan kebiasaan orang tua dalam model pola asuh otoriter ini
adalah menetapkan aturan dan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya
dibarengi dengan ancaman. Cenderung memaksa, memerintah, menghukum.
Tidak mengenal kompromi dan pola komunikasi satu arah.
3. Pola Asuh Permisif
Karakteristik dan kebiasaan orang tua dalam model pola asuh permisif ini
adalah orang tua memiliki kebiasaan selalu mengizinkan anak melakukan
berbagai hal dengan pengawasan dan bimbingan yang sangat longgar dan
sangat minim. Bersikap terlalu hangat tanpa syarat pada anak, sehingga
cenderung menjadi orang tua favorit bagi anak-anak.
4. Pola Asuh Demokratis
Karakteristik dan kebiasaan orang tua dalam model pola asuh Demokratis ini
adalah memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi
berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak. Memprioritaskan kepentingan
anak, tetapi tetap dengan sensor batasan, pengawasan dan pengendalian yang
baik dari orang tua. Tindakan dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat,
namun tidak berlebihan.
F.2.3 Broken Home
Dalam kamus pendidikan (Saliman,1994:37) broken home artinya adalah
rumah tangga yang berantakan (tidak harmonis), jauh dari suasana nyaman, tenteram
dan damai. Broken home adalah kondisi hilangnya perhatian keluarga atau
kurangnya kasih sayang dari orang tua yang disebabkan oleh beberapa hal. Bisa
karena perceraian, sehingga anak hanya tinggal bersama satu orang tua kandung8.
Pendapat lain mengatakan bahwa broken home merupakan suatu kondisi keluarga
yang tidak harmonis dan orang tua tidak lagi dapat menjadi tauladan yang baik
8 http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/14/anak-broken-home-selalu-jadi-cibiran-589708.html diakses pada tanggal 29 November 2013.
12
untuk anak-anaknya. Bisa jadi mereka bercerai, pisah ranjang atau keributan terus-
menerus terjadi dalam keluarga. Broken home dapat disebabkan oleh tujuh faktor9.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan broken home adalah :
1. Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga
2. Sikap egosentrisme masing-masing anggota keluarga
3. Permasalahan ekonomi keluarga
4. Masalah kesibukan orang tua
5. Terjadinya perceraian
6. Perselingkuhan yang mungkin terjadi
7. Jauh dari nilai-nilai agama.
F.2.3.1 Perceraian
Perceraian merupakan terputusnya sebuah keluarga dikarenakan salah satu
atau bahkan keduanya saling meninggalkan sehingga tidak perlu lagi melaksanakan
kewajibannya sebagai seorang suami atau istri. Namun walaupun telah berpisah dan
kewajiban sebagai suami atau istri tidak perlu dilaksanakan lagi, kewajiban sebagai
seorang ayah ataupun ibu masih melekat dalam dirinya. Perceraian dapat disebabkan
karena berbagai hal diantaranya karena salah satu pasangan berselingkuh, suami atau
istri tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya atau bahkan karena
kekerasan yang dialami oleh salah satu pasangan di dalam rumah tangganya.
Menurut Saleh (1980:36) Penyebab terjadinya perceraian berdasarkan pasal 19
PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, disebutkan bahwa perceraian terjadi karena alasan sebagai
berikut:
1. Salah satu pihak berbuat zina, pemabuk, pemadat, penjudi, dan lainnya yang sukar
disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain dua tahun berturut-turut tanpa seizin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang
lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
9 http://psikologi05.files.wordpress.com/2012/02/naskah-publikasi.pdf diakses pada tanggal 29 November 2013.
13
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang mengancam
jiwa pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang sukar disembuhkan
sehingga tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri.
6. Serta antara suami dan istri terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus
sehingga tidak ada harapan untuk dirukunkan.
Adapun bentuk dari perceraian dalam agama islam adalah cerai talak dan cerai
gugat. Cerai talak adalah gugatan cerai yang dilayangkan oleh pihak laki-laki atau
suaminya kepada istrinya. Cerai talak ada tiga macam yaitu talak 1, 2 dan 3. Dengan
terjadinya perceraian ini, kedua pasangan dapat kembali rujuk apabila talak yang
dijatuhkan oleh suami hanya mencapai talak 2. Jadi hanya talak 1 dan 2 yang
memperbolehkan kedua pasangan untuk rujuk kembali. Sedangkan untuk talak 3 yang
dijatuhkan oleh suami, maka kedua pasangan tersebut mustahil untuk rujuk kembali.
Adapun syarat untuk rujuk kembali ialah pihak perempuan harus menikah dahulu
dengan laki-laki lain baru kemudian halal baginya untuk kembali dengan mantan
suami yang lama. gugat cerai adalah gugatan perceraian yang dilayangkan dari pihak
perempuan atau istri.
` F.2.4 Hubungan antara keluarga harmonis dan disharmonis dengan broken
home
Masalah sosial yang sering dihadapi oleh keluarga adalah broken home dan
perceraian. Broken home disebakan karena keluarga tidak mampu menjaga
keutuhannya. Keutuhan yang dimaksudkan adalah ketika keluarga tidak mampu
menjaga keutuhan struktur didalammnya yaitu adanya ayah, ibu dan anak-anaknya.
Selain itu juga tidak adanya keharmonisan dalam keluarga dimana diantara anggota
keluarga tidak saling bertemu muka dan tidak saling berinteraksi satu dengan lainnya
(Narwoko, 2004:237).
Tidak utuhnya sebuah keluarga dapat disebabkan karena ketidakharmonisan
dalam keluarga. Perceraian menjadi salah satu akibat dari ketidakharmonisan dalm
rumah tangga. Diawali dengan sering terjadi percekcokan antara orang tua sehingga
interaksi satu dengan lainnya sehingga interaksi satu dengan lainnya menjadi
terhambat (Narwoko, 2004:238). Dengan terjadinya perceraian maka, keutuhan
struktur dalam keluarga menjadi hilang karena salah satu orang tua harus pergi dari
rumah. Hilang nya salah satu orang tua menjadikan keluarga tersebut mengalami apa
yang dinamakan dengan broken home.
14
Dapat disimpulkan bahwa keluarga broken home terjadi karena keluarga tidak
mampu menjaga keutuhan struktur dalam rumah tangga yang awalnya disebabkan
ketidakharmonisan dalam keluarga. Misalnya tidak adanya interaksi antara anggota
keluarga dan sering terjadi pertengkaran antara orang tua sehingga terjadi perceraian
diantaranya.
F.2.5 Penelitian terdahulu
Penelitian mengenai pola asuh sebelumnya telah dilakukan oleh Louis
Nugraheni Wijaya (2012) dari Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universita
Sebelas Maret Surakarta dengan judul “Pola Pengasuhan Remaja Dalam Keluarga
Broken Home Akibat Perceraian (Studi Deskriptif Kualitatif Di Kecamatan Jebres
Kota Surakarta)”. Lokasi penelitian Di Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Propinsi
Jawa Tengah. Sasaran penelitian masyarakat kecamatan Jebers Kota Surakarta engan
hasil penelitian pola pengasuhan remaja dalam keluarga broken home ini orangtua
mengkombinasikan dua pola pengasuhan, yaitu kombinasi antara pola pengasuhan
otoriter-demokratis dan pola pengasuhan permisif-pelantar.10
Persamaan penelitian Louis Nugraheni Wijaya adalah sama-sama meneliti
mengenai pola asuh yang diterapkan oleh keluarga broken home. Perbedaannya
adalah penelitian ini adalah sasaran penelitian yang berlatar belakang pekerjaan
sebagai buruh. Berbeda dengan sasaran penelitian dari louis yang sasaran
penelitiannya warga dengan berbagai macam latar belakang pekerjaan.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Asniar Fajarini (2008) yang berjudul Pola
Asuh Anak Dalam Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) Di Desa Karang Duren
Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas dengan sasaran penelitian Warga Desa
Karang Duren Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Hasil penelitiannya adalah
Pola Asuh dalam Keluarga TKW ini ada 5 keluarga menggunakan pola asuh
demokratis, 3 keluarga pola asuh Laissez Faire dan 2 keluarga menggunakan pola
asuh otoriter
Persamaan penelitian Asniar Fajarini yaitu sama-sama meneliti pola asuh yang
dilakukan oleh single parent. Perbadaan penelitiannya adalah sasaran yang diteliti
oleh Asniar merupakan single parent yang masih mempunyai ikatan pernikahan,
sedangkan penelitian yang akan dilakukan ini sasarannya adalah orang tua yang sudah
tidak mempunyai ikatan pernikahan.
10 http://an.fisip.uns.ac.id/?pilih=lihat&id=480 diakses pada tanggal 26 September 2013
15
Penelitian mengenai pola asuh juga dilakukan oleh mizan saroni dengan judul
“Pola pengasuhan anak oleh ibu yang berprofesi sebagai pedagang di pasar wage
purwokerto”. Hasil penelitian ini adalah ibu-ibu pedagang di pasar wage Purwokerto
menerapkan pola asuh demokratis terhadap anak-anaknya.
No Peneliti Judul Metode
Penelitian
Sasaran Penelitian Hasil Penelitian
1 Louis
Nugraheni
Wijaya
(2012)
Pola Pengasuhan Remaja Dalam Keluarga Broken Home Akibat Perceraian (Studi Deskriptif Kualitatif Di Kecamatan Jebres Kota Surakarta)
Deskriptif
Kualitatif
Masyarakat Kecamatan Jebres Kota Surakarta
pola pengasuhan remaja dalam keluarga broken home ini orangtua mengkombinasikan dua pola pengasuhan, yaitu kombinasi antara pola pengasuhan otoriter-demokratis dan pola pengasuhan permisif-pelanta
2 Asniar
Fajarini
(2008)
Pola Asuh Anak Dalam Keluarga Tenaga Kerja Wanita (TKW) Di Desa Karang Duren Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Deskriptif
Kualitatif
Warga Desa Karang Duren Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas
Pola Asuh dalam Keluarga TKW ini ada 5 keluarga menggunakan pola asuh demokratis, 3 keluarga pola asuh Laissez Faire dan 2 keluarga menggunakan pola asuh otoriter
3 Mizan saroni (2012)
Pola pengasuhan anak oleh ibu yang berprofesi sebagai pedagang di pasar wage purwokerto
Deskriptif
Kualitatif
Ibu-ibu pedagang di pasar wage Purwokerto
Para ibu pedangang di pasar wage purwokerto menerapkan pola asuh demokratis kepada anaknya.
4 Anggoro Febrianto (2013)
Pola Asuh Anak Dalam Keluarga
Deskriptif
Kualitatif
Buruh pabrik bulu mata palsu Best Lady Purbalingga
16
Broken Home di Kalangan Buruh Pabrik Bulu Mata Palsu Best Lady Purbalingga“
G. METODOLOGI DAN METODE PENELITIAN
G.1 Metodologi Penelitian
Penelitian sosial pada hakikatnya adalah kegiatan spionase untuk mencari,
memata-matai, dan menemukan pengetahuan dari “lapangan” yang dapat
dipertanggungjawabkan menurut kaidah-kaidah tertentu-bukan mencari kebenaran-
kebenaran normative yang semata-mata hanya dituntun oleh cara berfikir deduktif
(Bagong Suyanto dan Sutinah, 2008:xxi). Dengan demikian setiap karya ilmiah harus
didasarkan pada penggunaaan metode penelitian tertentu sehingga usaha untuk
menemukan, memata-matai, mengembangkan serta mengkaji kebenaran pengetahuan
harus dilakukan usaha-usaha dengan menggunakan metode-metode dan cara-cara
ilmiah dengan tepat dan benar.
Metode penelitian merupakan suatu alat, prosedur, teknik yang dipilih dalam
melaksanakan penelitian atau dalam mengumpulkan data (Djajasudarma, 2008:3
dalam Bagong Suyanto dan Sutinah). Metode penelitian itu terdiri dari berbagai
macam jenis, karena topik penelitian ini akan menghasilkan data yang berupa data
deskriptif mengenai kata-kata lisan dan kata-kata tertulis, dan tingkah laku yang dapat
diamati mengenai pola asuh yang dilakukan oleh orang tua kapada anaknya. Untuk
meneliti bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya ini,
diperlukan metode penelitian yang dapat menghasilkan data yang mendalam dari
setiap orang tua. Data yang mendalam dapat dihasilkan melalui wawancara yang
mendalam dari setiap informan. Jadi, metode penelitian yang digunakan adalah
metode penelitian kualitatif deskriptif.
17
Di dalam penelitian kualitatif tidak mengenal adanya keterwakilan. Pernyataan
yang disampaikan oleh narasumber tidak mewakili seluruh buruh di best lady.
Pernyataan yang disampaikan oleh narasumber, nantinya akan mewakili dirinya
sendiri, bukan orang lain maupun keluarga lain. Penelitian ini berusaha untuk
mendeskripsikan mengenai pola pengasuhan oleh orang tua terhadap anaknya. Pola
asuh yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya pastinya akan berbeda-beda.
G.2 Metode Penelitian
G.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah dipabrik bulu mata best lady purbalingga. Alasan
peneliti memilih tempat ini sebagai lokasi penelitian adalah banyaknya kasus
perceraian di kalangan buruh pabrik bulu mata palsu ini, peneliti juga didukung oleh
informan yang terpercaya yang bekerja di pabrik bulu mata best lady ini, sehingga
memudahkan peneliti untuk memperoleh informasi selama penelitian dilakukan.
G.2.2 Sasaran Penelitian
Sasaran utama dalam penelitian ini adalah orang tua yang bekerja sebagai
buruh pabrik bulu mata Best Lady Purbalingga. Peneliti mengambil sasaran penelitian
orang tua yang telah mempunyai anak dan berstatus cerai serta usia anak yang masih
berkisar 6-12 tahun. Rentang usia tersebut dipilih karena pada umur 6-12 tahun, anak
memasuki masa sekolah dasar. Pada usia 6-12 tahun anak betul-betul ada dalam
stadium belajar, pengetahuannya bertambah pesat, banyak ketrampilan mulai dikuasai
(Kartono 1995:138). Sasaran pendukung dalam penelitian ini adalah anggota keluarga
yang tinggal serumah dengan sasaran utama.
G.2.3 Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu, sesuai kebutuhan atau relevansi peneliti, dengan
memilih informan yang dianggap mengetahui permasalahan secara mendalam
(Sutopo,1998:22).
18
G.2.4 Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara Mendalam
merupakan cara pengumpulan data melalui interaksi langsung atau Tanya
jawab antara peneliti dengan narasumber. Wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti , tetapi juga apabila peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih dalam (Sugiyono, 2010:231).
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan peneliti kepada sasaran penelitian yaitu
orang tua yang bekerja sebagai buruh di pabrik bulu mata palsu Best Lady
purbalingga, serta sudah mempunyai anak dan telah bercerai.
b. Observasi
merupakan cara pengumpulan data dengan menyajikan gambaran realistik
perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti
perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran. Dari segi proses
pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi participant
observation dan non participant observation (Sugiyono 2010:145). Penelitian ini
menggunakan jenis observasi non participant.
c. Dokumentasi
merupakan cara pengumpulan data dengan menyajikan data-data berupa
tulisan, gambar dan karya. Misalnya biografi, kebijakan, catatan harian, foto, gambar
hidup, sketsa, patung, film, dll. Dokumentasi akan mendukung hasil penelitian dari
observasi atau wawancara. Sehingga lebih kredibel atau dapat dipercaya (Sugiyono,
2010:240).
G.2.5 Sumber Data
a. Data Primer
adalah data yang diperoleh langsung dari narasumber yang berupa kata-kata,
kalimat, dokumen, dan lain-lain.
b. Data Sekunder
adalah data yang diperoleh dari catatan atau buku yang terkait dengan
permasalahan yang akan diteliti. Data sekunder bisa berasal dari jurnal, dokumen,
skripsi ataupun media massa.
19
G.2.6 Teknik Analisis Data
Miles dan Huberman mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai
tuntas sehingga datanya sudah jenuh (dalam Sugiono, 2010:246). Oleh karena itu,
metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif
dengan model analisis interaktif. Analisa ini terdiri dari empat alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan, antara lain :
a. Pengumpulan data
Merupakan proses mengumpulkan atau menyatukan data-data yang telah
didapat oleh peneliti agar memudahkan dalam merangkum atau memilih pokok
dari data-data yang telah didapat tersebut.
b. Reduksi data
Merupakan proses perangkuman, pemilihan hal-hal pokok, pemfokusan pada
hal-hal yang penting, pemusatan pengertian pada penyederhanaan, pengabstrakan
dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis dilapangan
(Sugiyono, 2010:247). Dengan demikian data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk
mengumpulkan data selanjutnya dan mencari jika diperlukan.
c. Penyajian data
Merupakan kumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan menyajikan data, maka
akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja
selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami (Sugiyono, 2010:249).
20
d. Penarikan kesimpulan
Merupakan satu langkah untuk meringkas data dalam bentuk kesimpulan,
sehingga peneliti dapat mengetahui data apa saja yang telah diperoleh yang dapat
mendukung penelitian dan menjawab masalah yang dirumuskan.
G.2.7 Validasi data
Untuk memperoleh kebenaran dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
triangulasi. Teknik triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan dan sekaligus
menguji kredibilitas data dari seluruh data yang telah dikumpulkan dari berbagai
teknik pengumpulan data dan sumber data yang sudah ada (Sugiyono, 2010:241).
Tujuan dari triangulasi bukanlah untuk mencari kebenaran tentang beberapa
fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah
ditemukan. Oleh karena itu, menurut bogdan triagulasi cocok digunakan untuk
mengecek kredibilitas data dari penelitian kualitatif karena penelitian kualitatif bukan
untuk mencari kebenaran tetapi lebih pada pemahaman subyek terhadap dunia
sekitarnya (dalam Sugiyono, 2010:241).
21
Daftar Pustaka
Ahmadi, abu. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Bisono, Tika. 2013. Pola Asuh Efektif Terhadap Anak (Telaah Peran Orangtua Sebagai
Role-Model). Seminar pada tanggal 10 April 2013.
Gordon, Thomas. 1993. Menjadi Orang Tua Efektif ; Petunjuk Terbaru Mendidik Anak yang
Bertanggung Jawab. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama.
Ihromi. T.O.1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Ihromi. T.O.1995. Kajian Wanita Dalam Pembangunan. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.
Kartono, Kartini. 1992. Patologi Sosial 2 ; Renakalan Remaja. Jakarta. Rajawali.
. 1995. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung. Mandar Maju.
Khairuddin. 1997. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta. Liberty.
Narwoko. J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2004. Soiologi : Teks Pengantar dan Terapan. Edisi
III. Jakarta. Kencana.
Ritzer, George. 2011. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta. Raja
Grafindo Persada.
Ritzer, George dan Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Klasik edisi kelima. Bantul.
Kreasi Wacana.
Saadawi, El Nawal. 2001. Perempuan Dalam Budaya Patriarki. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Saleh, K. Wantjik. 1980. Hukum Perkawinan Indonesia. .Jakarta. Ghalia Indonesia.
22
Saliman dan Sudarsono. 1994. Kamus pendidikan, Pengajaran dan Umum. Jakarta. PT.
Rineka Cipta.
Septianingsih, Dyah Siti. 2007. Keluarga Harmonis (Kajian Tentang Proses Normatif Dari
Struktur Bangunan Perkawinan). Psycho Idea, Tahun 5 No.2, September 2007.ISSN
1693-1076.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.
Sutopo. 1988. Pengantar penelitian Kualitatif : Dasar-dasar teoritis dan Praktis, UNS,
Surakarta.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2008. Metode Penelitian Sosial ; Berbagai Alternative
Pendekatan. Jakarta. Prenada media.
Purnomo, Hanifan Bambang. 1990. Memahami Dunia Anak-anak. Bandung. Mandar Maju.
Sumber lain
http://bimasislam.kemenag.go.id/informasi/artikel/735-fenomena-meningkatnya-angka-perceraian-ketika-cinta-saja-tidak-lagi-cukup.html diakses pada tanggal 26 September 2013
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2013/08/16/233818/Perceraian-Naik diakses pada tanggal 26 September 2013
http://banyumasnews.com/2011/11/25/upah-minimum-di-bralingmascakeb-belum-penuhi-kebutuhan-hidup-layak/ diakses pada tanggal 22 November 2013
www.merdeka.com/peristiwa/broken-home-abg-16-tahun-3-kali-keluar-masuk-bui.html diakses pada tanggal 20 november 2013
http://sosbud.kompasiana.com/2013/09/14/anak-broken-home-selalu-jadi-cibiran-589708.html diakses pada tanggal 29 November 2013.
http://psikologi05.files.wordpress.com/2012/02/naskah-publikasi.pdf diakses pada tanggal 29 November 2013.
http://an.fisip.uns.ac.id/?pilih=lihat&id=480 diakses pada tanggal 26 September 2013
PEDOMAN OBSERVASI
23
Tema Observasi : …………………………………………………………………...
Lokasi Observasi : …………………………………………………………………...
Waktu Observasi : …………………………………………………………………...
Jenis Observasi : …………………………………………………………………...
Observer : …………………………………………………………………...
Catatan : …………………………………………………………………....
………………………………………………………………….....
Hal-hal yang perlu diobservasi :
1. Jumlah anak dari informan.
2. Bercerai setelah bekerja di pabrik atau sebelum bekerja.
3. Setelah bercerai Anak ikut siapa.
Pedoman wawancara
24
Pedoman wawancara digunakan peneliti sebagai acuan untuk menggali informasi kepada informan, dalam proses wawancara dimungkinkan pertanyaan dapat berkembang jika ada hal yang dianggap penting.
Nama :
Usia :
Alamat :
Daftar pertanyaan yang diajukan untuk sasaran utama.
1. Sudah berapa lama anda bercerai?
2. Mengapa anda bercerai?
3. Berapa anak yang anda punya?
4. Bagaimana cara anda membagi waktu dengan anak anda?
5. Dalam sehari berapa lama anda meluangkan waktu untuk anak?
6. Apabila anak anda mempunyai masalah di rumah, di sekolah maupun di dalam pergaulannya apakah yang anda lakukan? (misalnya bertanya/diam)
7. di dalam pergaulan, apakah anda memberikan kebebasan kepada anak atau menentukan ia harus bergaul dengan siapa dan dimana?
8. bagaimana pola asuh yang ibu terapkan untuk anak-anak ibu? a. demokratis (anak diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat)b. otoriter (anak harus menaati peraturan orang tua)c. permisif (anak dibebaskan berbuat sesuatu namun dengan pengawasan anda)d. penelantar (anda cuek dengan apa yang dilakukan oleh anak)
Daftar pertanyaan yang diajukan untuk sasaran pendukung
1. Apa hubungan saudara dengan informan?
2. Menurut anda, bagaimana informan membagi waktunya antara bekerja dan anak?
3. Bagaimana pola asuh yang diterapkan informan kepada anaknya?
25