30
1. Bronkiolitis merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan. Bronkiolitis Etiologi Bronkiolitis akut sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus (50%). Penyebab lainnya ialah parainfluenza virus, Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa virus lain. Palologi Pada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mukus dan eksudat yang liat. Di dinding bronkus dan bronkiolus terdapat inflltrasi sel radang. Radang juga dijumpai peribronkial dan dijaringan interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus menimbulkan emfisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis. Bronkiolitis terjadi ketika bronkiolus tersumbat akibat edema Gambaran klinis Bronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan

Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

1.Bronkiolitis merupakan suatu sindrom obstruksi bronkiolus yang sering diderita bayi dan anak kecil yang berumur kurang dari 2 tahun. Angka kejadian tertinggi rata-rata ditemukan pada usia 6 bulan.

Bronkiolitis

EtiologiBronkiolitis akut sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial virus (50%). Penyebab lainnya ialah parainfluenza virus, Eaton agent (Mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa virus lain.

PalologiPada bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena edema dan akumulasi mukus dan eksudat yang liat. Di dinding bronkus dan bronkiolus terdapat inflltrasi sel radang. Radang juga dijumpai peribronkial dan dijaringan interstitial. Obstruksi parsial bronkiolus menimbulkan emfisema dan obstruksi total menimbulkan atelektasis.

Bronkiolitis terjadi ketika bronkiolus tersumbat akibat edema

Gambaran klinisBronkiolitis akut biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas, disertai dengan batuk pilek untuk beberapa hari, biasanya tanpa disertai kenaikan suhu atau hanya subfebril. Anak mulai mengalami sesak nafas, makin lama makin hebat, pernafasan dangkal dan cepat dan disertai dengan serangan batuk. Terlihat juga pernafasan cuping hidung disertai retraksi interkostal dan suprasternal, anak gelisah dan sianotik. Pada pemeriksaan terdapat suara perkusi hipersonor, ekspirium memanjang disertai dengan mengi ('wheezing'). Ronki nyaring

Page 2: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

halus kadang-kadang terdengar pada akhir ekspirium atau pada permulaan ekspirium. Pada keadaan yang berat sekali, suara pernafasan hampir tidak terdengar karena kemungkinan obstruksi hampir total. Foto Rontgen toraks menunjukkan paru-paru dalam keadaan hipererasi dan diameter antero-po-sterior membesar pada foto lateral. Pada sepertiga dari penderita ditemukan bercak-bercak konsolidasi tersebar disebabkan atelektasis atau radang. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

Diagnosis dan diagnosis bandingDiagnosis ditegakkan atas dasar gambaran klinis yang khas seperti tersebut di atas. Keadaan ini harus dibedakan dengan asma yang kadang-kadang juga timbul pada usia muda. Anak dengan asma akan memberikan respons terhadap pengobatan dengan bronkodilator, sedangkan anak dengan bronkiolitis tidak. Bronkiolitis juga harus dibedakan dengan bronkopneumonia yang disertai emfisema obstruktif dan gagal jantung.

PrognosisAnak biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 - 72 jam. Mortalitas kurang dari 1%. Anak biasanya meninggal karena jatuh dalam keaaan apnu yang lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang disebabkan oleh takipnea dan kurang makan-minum. Komplikasi seperti otitis media akut, pneumonia bakterial dan gagal jantung jarang dijumpai.

Pengobatan dan penatalaksanaanAnak harus ditempatkan dalam ruangan dengan kelembaban udara yang tinggi, sebaiknya dengan uap dingin ('mist-tenf). Keadaan ini dapat mencairkan sekret bronkus yang liat. Untuk tujuan ini dapat juga diberikan pengobatan inhalasi. Oksigen perlu diberikan walaupun anak belum dalam keadaan sianosis. Cairan intravena dengan elektrolit yang diperlukan diberikan untuk mengoreksi asidosis respiratorik dan metabolik yang mungkin timbul dan juga untuk mengoreksi kemungkinan dehidrasi. Antibiotika diberikan apabila tersangka ada infeksi bakterial dan sebaiknya dipilih yang mempunyai spektrum luas. Bila dicurigai Mycoplasma pneumoniae sebagai penyebabnya, obat yang terpilih ialah eritromisin. Tentang pemberian steroid masih belum ada keseragaman. Pemberian sedativum tidak diperkenankan, karena dapat menimbulkan depresi pernafasan. Bila dianggap perlu dapat diberikan kloralhidrat. Bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan indikasi kontra, karena dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi lebih gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.

2. BRONKIOLITIS

Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus yang pada umumnya

disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan gejala–gejala obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis

ditandai oleh batuk, pilek, panas, wheezing pada saat ekspirasi, takipnea, retraksi, dan air

trapping/hiperaerasi paru pada foto dada 

EPIDEMIOLOGI. Bronkiolitis terutama disebabkan oleh Respiratory Syncitial Virus (RSV), 60–90%

dari kasus, dan sisanya disebabkan oleh virus Parainfluenzae tipe 1,2, dan 3, Influenzae B,

Adenovirus tipe 1,2, dan 5, atau Mycoplasma. RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan

merupakan satu-satunya penyebab yang dapat menimbulkan epidemi. Hayden dkk (2004)

mendapatkan bahwa infeksi RSV menyebabkan bronkiolitis sebanyak 45%-90% dan

menyebabkan pneumonia sebanyak 40%. 

Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi usia

6 bulan.1,3 Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV

terbanyak pada usia 2 bulan. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan makin

Page 3: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin oleh karena kadar antibodi

maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan

penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan

immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit yang lebih

berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita, namun bronkiolitis berat lebih sering

terjadi pada laki-Iaki. 

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI. RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran

sedang (80-350nm), termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang

merupakan bagian penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment

protein )yang mengikat sel dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus

dengan sel target dan sel tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi

protektif pada host. Terdapat dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A

menyebabkan gejala yang pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele. Masa

inkubasi RSV 2 - 5 hari. Virus bereplikasi di dalam nasofaring kemudian menyebar dari saluran

nafas atas ke saluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran nafas dan

melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran napas melalui kolonisasi

dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran patologi awal

berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran napas menyebabkan terjadi edema

submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus . 

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mukosilier, mukus tertimbun di

dalam bronkiolus . Kerusakan sel epitel saluran napas juga mengakibatkan saraf aferen lebih

terpapar terhadap alergen/iritan, sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida (neurokinin,

substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran napas. Pada akhirnya kerusakan

epitel saluran napas juga meningkatkan ekpresi Intercellular Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) dan

produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus menjadi

sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel debris

dan mukus serta spasme otot polos saluran napas.Adapun respon paru ialah dengan

meningkatkan kapasitas fungsi residu, menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran

napas, dead space serta meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan

peningkatan kerja sistem pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran napas, hiperaerasi,

atelektasis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolik sampai gagal napas. Karena resistensi

aliran udara saluran nafas berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka

penebalan dinding bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada aliran

udara. Apalagi diameter saluran napas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara

saluran nafas meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi. 

Selama fase ekspirasi terdapat mekanisme klep hingga udara akan terperangkap dan

menimbulkan overinflasi dada. Volume dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali di

atas normal. Atelektasis dapat terjadi bila obstruksi total.Anak besar dan orang dewasa jarang

mengalami bronkiolitis bila terserang infeksi virus. Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi

muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan kontribusi terhadap hal ini. Respon

proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada

saluran napas bawah akan meningkatkan resistensi terhadap penyakit. Akibat infeksi yang

berulang-ulang, terjadi ‘cumulatif immunity’ sehingga pada anak yang lebih besar dan orang

Page 4: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi bronkiolitis dan pneumonia karena RSV. 

Penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari,

sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat sampai 15 hari . Ada 2 macam

fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran napas dan asma: (1) Infeksi

akut virus saluran napas pada bayi atau anak keci seringkali disertai wheezing. (2) Penderita

wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata seringkali mengalami

infeksi virus saluran napas pada saat bayi/usia muda. Infeksi RSV dapat menstimulasi respon

imun humoral dan selular. Respon antibodi sistemik terjadi bersamaan dengan respon imun

lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang lebih buruk. 

MANIFESTASI KLINIS. Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer

dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam dan nafsu

makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh batuk paroksismal,

wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum.

Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang

menderita infeksi saluran nafas atas yang ringan.Bayi mengalami demam ringan atau tidak

demam sama sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi. 

Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit, kadang-kadang disertai

sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu

pernafasan dan retraksi. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru

(terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat ekspirasi yang memanjang , wheezing yang

dapat terdengar dengan ataupun tanpa stetoskop, serta terdapat crackles. Hepar dan lien teraba

akibat pendorongan diafragma karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi

hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien dengan

bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.Ada bentuk kronis

bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena adenovirus atau inhalasi zat toksis (hydrochloric,

nitric acids ,sulfur dioxide). Karakteristiknya: gambaran klinis & radiologis hilang timbul dalam

beberapa minggu atau bulan dengan episode atelektasis, pneumonia dan wheezing yang

berulang. Proses penyembuhan, mengarah ke penyakit paru kronis. Histopatologi: hipertrofi dan

timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan deorganisasi jaringan otot dan elastis

dinding mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan

fibrosis. 

DIAGNOSIS. Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya

epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur

24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya

batuk, pilek, demam dan (4) menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat

menyebabkan wheezing. Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory

Distress Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel

respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor

kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan.Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif

dan berguna untuk menilai derajat keparahan penderita. Saturasi oksigen < 95% merupakan

tanda terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi untuk rawat inap. 

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal. Pada pasien dengan

Page 5: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Kim dkk (2003)

mendapatkan bahwa ada subgrup penderita bronkiolitis dengan eosinofilia.17 Analisa gas darah

dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat

dehidrasi.Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat

paru-paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar,

mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau pneumonia (patchy infiltrates). 

Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan ke bawah.

Pada pemeriksaan x-foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung

yang menyempit, jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter

anteroposterior dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah

paru tampak tersebar. Bayi-bayi dengan bronkiolitis mengalami wheezing untuk pertama

kalinya, berbeda dengan asma yang mengalami wheezing berulang. Asma bronkiale merupakan

diagnosis banding yang tersering. Diagnosis banding bronkiolitis adalah: asma bronkiale,

pneumonia, aspirasi benda asing, refluks gastroesophageal, sistik fibrosis, gagal jantung,

miokarditis . 

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan

nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama,

dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan

pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas

pemeriksaan ini adalah 80-90%.

TATA LAKSANA. Prinsip dasar penanganan bronkiolitis adalah terapi suportif: oksigenasi,

pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi, dan nutrisi yang adekuat. Bronkiolitis ringan

biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat. Bayi dengan

bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Penderita resiko tinggi harus dirawat inap,

diantaranya: berusia kurang dari 3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi,

penyakit paru kronis, defisiensi imun, distres napas. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah

terapi suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian antivirus. 

Penanganan bronkiolitis: 1. Cairan dan nutrisi: adekuat, tergantung kondisi penderita 2.

Oksigenasi dengan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse oxymetry dan bila perlu

dilakukan analisa gas darah. Bila ada tanda gagal napas diberikan bantuan ventilasi mekanik. 3.

Bronkodilator: nebulasi agonis beta2: salbutamol 0,1 mg/kg BB/dosis, diencerkan dengan cairan

normal saline, diberikan 4 – 6 kali per-hari 4. Steroid, pada bronkiolitis berat: deksametason 0,1-

0,2 mg/kg/dosis, IV 5. Antibiotika: penyakit berat, keadaan umum kurang baik, curiga infeksi

sekunder 6. Digitalisasi: bila ada tanda payah jantung Terapi OksigenOksigen harus diberikan

kepada semua penderita kecuali untuk kasus-kasus yang sangat ringan. Saturasi oksigen

menggambarkan kejenuhan afinitas hemoglobin terhadap oksigen di dalam darah. Oksigen

dapat diberikan melalui nasal prongs (2 liter/menit) , masker (minimum 4 liter/menit) atau head

box. 

Terapi oksigen dihentikan bila pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SaO2) pada

suhu ruangan stabil diatas 94%. Pemberian oksigen pada saat masuk sangat berpengaruh pada

skor beratnya penyakit dan lama perawatan di rumah sakit. Penderita bronkiolitis kadang-

kadang membutuhkan ventilasi mekanik, yaitu pada kasus gagal napas, serta apnea berulang. 

Cairan intravena diberikan bila pasien muntah dan tidak dapat minum, panas, distres napas

Page 6: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari

kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of

Inappropriate Anti Diuretic Hormone). 

Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin

timbul. AntibiotikaApabila terdapat perubahan pada kondisi umum penderita, peningkatan

lekosit atau pergeseran hitung jenis, atau tersangka sepsis maka diperiksa kultur darah, urine,

feses dan cairan serebrospinal, secepatnya diberikan antibiotika yang memiliki spektrum luas.

Pemberian antibiotik secara rutin tidak menunjukkan pengaruh terhadap perjalanan bronkiolitis. 

Akan tetapi keterlambatan dalam mengetahui virus RSV atau virus lain sebagai penyebab

bronkiolitis dan menyadari bahwa infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi

sekunder dapat menjadi alasan untuk memberikan antibiotika.Antivirus (Ribavirin)Ribavirin

adalah synthetic nucleoside analogue, menghambat aktivitas virus termasuk RSV. Ribavirin

menghambat translasi messenger RNA (mRNA) virus kedalam protein virus dan menekan

aktivitas polymerase RNA. Titer RSV meningkat dalam tiga hari setelah gejala timbul atau

sepuluh hari setelah terkena virus. 

Karena mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama fase replikasi aktif, maka

pemberian ribavirin lebih bermanfaat pada fase awal infeksi. Efektivitas ribavirin sampai saat ini

masih kontroversi. Dapat terjadi perbaikan SaO2, penurunan penggunaan ventilasi mekanik,

lama perawatan dirumah sakit lebih singkat, dan perbaikan fungsi paru. Tetapi pada penelitian

lain penggunaan ribavirin tidak memberikan efek perbaikan. Perbedaan hasil tersebut

kemungkinan karena desain, metode yang dipakai berbeda termasuk jumlah sampel yang

terlibat, dan keterlambatan dalam memulai terapi. 

Kekurangan dari terapi ribavirin harganya yang mahal, resiko terjadi toksisitas pada pekerja.

Menurut American Academy of Pediatrics/AAP (1996), ribavirin hanya direkomendasikan pada

bronkiolitis dengan kondisi spesifik.Bronkodilator Penggunaan bronkodilator untuk terapi

bronkiolitis telah lama diperdebatkan selama hampir 40 tahun. Terapi farmakologis yang paling

sering diberikan untuk pengobatan bronkiolitis adalah bronkodilator dan kortikosteroid. 

Obat-obat beta2 agonis sangat berguna pada penyakit dengan penyempitan saluran napas

karena menyebabkan efek bronkodilatasi, mengurangi pelepasan mediator dari sel mast,

menurunkan tonus kolinergik, mengurangi sembab mukosa dan meningkatkan pergerakan silia

saluran napas sehingga efektivitas dari mukosilier akan lebih baik. 

Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa pasien-pasien yang diberikan beta2 agonis secara

nebulisasi menunjukkan perbaikan skor klinis dan saturasi oksigen, tetapi beberapa studi yang

lain tidak. Sebuah penelitian meta-analisis oleh Kellner dkk (1996) mengenai efikasi

bronkodilator pada penderita bronkiolitis mendapatkan bahwa bronkodilator menyebabkan

perbaikan klinis yang singkat (short-term improvement) pada bronkiolitis ringan dan sedang. Uji

efikasi salbutamol secara inhalasi terhadap penderita bronkiolitis pernah dilakukan di bagian

anak RS Dr.Soetomo Surabaya pada tahun 1999. Terjadi penurunan skor RDAI pada kelompok

salbutamol terutama menit ke 60 dan rata-rata waktu lama inap menjadi lebih pendek. 

Walaupun pemakaian nebulisasi dengan beta2 agonis sampai saat ini masih kontroversi, tetapi

masih bisa dianjurkan dengan alasan 1.Pada bronkiolitis selain terdapat proses inflamasi akibat

infeksi virus juga ada bronkospasme dibagian perifer saluran napas (bronkioli) 2.Beta agonis

dapat meningkatkan mukosilier 3.Sering tidak mudah membedakan antara bronkiolitis dengan

serangan pertama asma 4.Efek samping nebulasi beta agonis yang minimal dibandingkan

Page 7: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

epinefrin. 

Kortikosteroid Banyak studi terdahulu yang telah dilakukan untuk mencari efektifitas

kortikosteroid untuk pengobatan bronkiolitis. Penelitian pada 61 penderita bronkiolitis anak

dengan menggunakan deksametason oral pada anak yang telah menggunakan nebulasi

salbutamol tidak didapatkan perbedaan antara grup perlakuan dan plasebo pada saturasi

oksigen, laju nafas, skor RDAI dan lamanya rawat inap. Hasil yang hampir sama juga didapatkan

pada pemberian deksamateson intravena pada penderita bronkiolitis, dan ternyata tidak

didapatkan perbedaan pada skor klinis, laju nafas, skor klinis, dan tes fungsi paru pada hari ke 3.

Richter melakukan penelitian nebulasi budesonide pada penderita bronkiolitis saat rawat inap

dan dilanjutkan sampai dengan 6 minggu dan ternyata mendapatkan hasil bahwa tidak

mengurangi gejala bronkiolitis dan tidak mencegah wheezing pasca bronkiolitis. 

Tetapi Schuh dkk (2002) yang melakukan penelitian pada penderita bronkiolitis yang rawat jalan

mendapatkan hasil bahwa dengan pemberian deksametason oral 1 mg/kg BB mengurangi angka

rawat inap penderita bronkiolitis.Penelitian meta-analisis tentang penggunaan kortikosteroid

sistemik pada bayi dengan bronkiolitis menunjukkan perbaikan dalam hal gejala klinis, lama

perawatan dan lama timbulnya gejala. Sedangkan AAP tidak merekomendasikan penggunaan

kortikosteroid pada bayi yang dirawat dirumah sakit dengan bronkiolitis. Pemberian

kortikosteroid oral 1mg/kgbb pada bayi usia 8 mgg-23 bulan dengan bronkiolitis sedang-berat,

terdapat perbaikan klinis pada 4 jam pertama dan penurunan jumlah pasien yang dirawat pada

kelompok studi. 

Tetapi tidak ada perbedaan skor klinis setelah 7 hari terapi.Preparat steroid inhalasi dibuat untuk

mendapatkan efek topikal yang maksimal dengan efek sistemik yang minimal. Beberapa

preparat inhalasi yang tersedia diantaranya Beclomethason propionate, budesonide, flunisolide,

fluticason propionate, triamcinolone acetonide. Perbedaannya terletak pada afinitasnya

terhadap reseptor glukokortikoid, lipofilitas dan bioavaibilitas sistemik. Preparat steroid inhalasi

yang ideal bila memiliki efek topikal yang tinggi, bioavaibilitas sistemik rendah serta proses

inaktivasi di hepar yang cepat dan sempurna, misalnya flutikason, budesonid, mometason. 

Mekanisme kerja kortikosteroid inhalasi , yaitu:- Didalam sel, kortikosteroid menembus membran

sel dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid dalam sitoplasma, yang selanjutnya

menembus nucleus dan berikatan dengan glucocorticoid respon elements (GRE) untuk

meningkatkan transkripsi gen reseptor-β2 dalam paru manusia dan tikus, membutuhkan waktu

6-12 jam. - Menghambat pembentukan sitokin tertentu, seperti IL-1, TNFa, GM-CSF, IL-3, IL-4, IL-

5, IL-6 dan IL-8. - Meningkatkan pembentukan reseptor-β2 dan mencegah reaksi takifilaksis

akibat pemakaian obat agonis β2 jangka panjang- Mempercepat regenerasi sel epitel-

Mengurangi jumlah sel-sel inflamasiPENCEGAHANPencegahan dapat dilakukan dengan

menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama

dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan

masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum,

pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita ISPA. 

Penggunaan imunoglobulin (RSV-IG) pada bayi berumur kurang dari 24 bulan dengan

Bronchopulmonary dysplasia (BPD), bayi prematur (kurang dari 35 minggu) menunjukkan hasil

penurunan signifikan: jumlah yang terinfeksi RSV, jumlah penderita masuk rumah sakit serta

memperpendek waktu perawatan di rumah sakit dan ICU. RSV-IG dapat di toleransi dengan

baik.Palivizumab adalah humanized murine monoclonal anti-F glycoprotein antibody, yang

Page 8: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

mencegah masuknya RSV kedalam sel host. Respigram adalah human polyclonal hyperimmune

globulin , diberikan secara intra vena , juga bisa dipakai sebagai imunoprofilaksis pasif pada

bronkiolitis. Tahun 1998, AAP merekomendasikan Palizumab sebagai profilaksis RSV pada anak

kurang dari 2 tahun dengan penyakit paru menahun, anak yang mendapat terapi RSV dalam 6

bulan pertama dan bayi prematur (32-35 minggu). 

AAP tidak merekomendasikan pada pasien dengan penyakit jantung sianosis atau

immunocompromised karena belum pernah dilakukan penelitian pada kelompok ini. Penelitian

penggunaan vaksin RSV menggunakan virus hidup (live attenuated, subunit, live recombinant)

dan synthetic peptide sampai saat ini tidak memberikan proteksi yang adekuat.

3.

Bronkiolitis

By admin on August 6, 2007

Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas yang umum ditemui pada anak-anak,

terutama pada bayi berusia di bawah 6-12 bulan. Infeksi ini disebabkan oleh virus di paru-paru

yang menyebabkan anak Anda mengalam kesulitan bernapas. Virus yang paling umum

menyebabkan bronkiolitis adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), walaupun bronkiolitis dapat

juga disebabkan oleh virus lain seperti parainfluenza 3 atau adenovirus.

Obat-obatan umumnya tidak menolong bayi yang mengalami bronkiolitis. Yang dibutuhkan

adalah istirahat lebih banyak dan pemberian makan (ASI, formula, atau makanan tambahan

sesuai usia bayi) dalam porsi lebih kecil, namun dengan frekuensi lebih sering. Dengan demikian

anak tidak akan terlalu lelah atau mengalami dehidrasi.

Gejala dan Tanda

Bronkiolitis berawal seperti common cold: hidung berair dan tersumbat. Setelah sekitar sehari

atau dua hari, bayi akan mulai batuk, mengalami demam, dan napasnya akan menjadi cepat

diiringi bunyi mengi. Napas yang cepat ini mengakibatkan bayi mengalami kesulitan makan atau

minum. Sebagian anak dengan masalah ini perlu dibawa ke RS. Otot-otot bantu pernapasan

seperti otot sekitar hidung, leher, dan dada mungkin perlu digunakan sehingga dada bayi dapat

tampak tertarik setiap mengambil napas.

Gejala paling berat umumnya dialami di hari kedua atau ketiga. Bayi dapat sakit selama 7-10

hari dan batuk dapat berlanjut hingga 2-4 minggu.

Page 9: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Pemeriksaan Penunjang

Umumnya bronkiolitis dapat dikenali dari gejala dan tandanya yang khas sehingga pemeriksaan

seperti X-ray dada atau nasopharyngeal aspiration (pengambilan cairan dari rongga belakang

hidung) tidak dilakukan secara rutin.

Penanganan

Penanganan bronkiolitis adalah:

Selalu coba untuk tidak merokok di rumah atau di sekitar bayi Anda, apalagi jika bayi

memiliki kelainan saluran napas atau jantung, sistem kekebalan yang rendah, atau

lahir prematur.

Antibiotik tidak dibutuhkan untuk bronkiolitis karena bronkiolitis disebabkan oleh virus.

Bayi membutuhkan istirahat lebih banyak, dan makan lebih sering dalam porsi lebih kecil.

Pada bayi yang masih dalam masa ASI eksklusif, susui bayi lebih sering, namun dalam waktu

yang lebih pendek setiap kalinya.

Paracetamol dapat diberikan jika anak merasa tidak nyaman.

Anak Anda perlu segera dibawa ke dokter atau RS jika ia:

Mengalami kesulitan bernapas (sangat cepat atau tidak teratur)

Tidak dapat makan seperti biasanya karena batuk atau mengi

Menunjukkan perubahan warna di wajah saat batuk

Tampak biru atau pucat dan berkeringat

Selain itu, jika anak Anda tidak mengalami tanda-tanda bahaya seperti yang disebutkan di atas,

Anda perlu mengunjungi dokter anak Anda jika anak Anda:

Mengalami batuk yang memburuk

Makan kurang dari setengah jumlah makan normalnya atau menolak makanan/minuman

Tampak sangat lelah atau jauh lebih mengantuk dari biasanya

Anda merasa khawatir

Secara umum, penanganan bronkiolitis dapat dirangkum sebagai berikut:

Keparahan Tanda Penanganan

Ringan

Anak sadar, warna kulit merah muda

Dapat makan dengan baik

Saturasi oksigen > 90%. Saturasi oksigen diketahui dengan alat sederhana di kantor dokter atau RS

Dapat ditangani di rumah dengan istirahat dan makan lebih sering dalam porsi kecil. Dapat dilakukan kunjungan follow-up ke dokter dalam 24 jam.

Sedang Salah satu di antara: Bawa ke RS, di RS akan dilakukan:

Page 10: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Kesulitan makan Lemah Kesulitan bernapas,

digunakannya otot-otot bantu pernapasan

Adanya kelainan jantung atau saluran napas

Saturasi oksigen < 90%

Usia kurang dari enam bulan

Pemberian oksigen Pemberian cairan intravena

mungkin diperlukan Observasi setiap jam

Berat

Seperti kriteria untuk kategori sedang, namun: mungkin tidak

membaik dengan pemberian oksigen

menunjukkan episode terhentinya napas

menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau terkumpulnya terlalu banyak karbon dioksida dalam tubuh.

Monitor jantung dan pernapasan Mungkin membutuhkan perawatan

di ICU Membutuhkan tes darah untuk

mengetahui kadar berbagai zat dalam darah

Sumber

Kids Health Information for Parents. Bronchiolitis. Available from http://www.rch.org.au/

Clinical Practice Guideline. Bronchiolitis Guideline. Available from http://www.rch.org.au/

Clinical Guidelines (Hospital). Bronchiolitis – Ongoing Management. Available

from http://www.rch.org.au/

Oleh : dr. Nurul Itqiyah H

4.BronkiolitisPosted: Maret 14, 2011 by dr.Razi in Pediatric (I.Anak) Tag:Batuk, batuk pada anak, Bronkiolitis

0

I. DEFINISI

Bronkiolitis adalah Infeksi virus akut saluran pernapasan bawah yang menyebabkan obstruksi

inflamasi bronkiolus, terjadi terutama pada anak-anak dibawah umur 2 tahun.

II. EPIDEMIOLOGI

Bronkiliotis sering mengenai anak usia di bawah 2 tahun dengan insiden tertinggi pada bayi

umur 6 bulan.Pada daerah yang penduduknya padat insiden bronkiolitis oleh karena RSV

terbanyak pada usia 2 bulan.2. Makin muda umur bayi menderita bronkiolitis biasanya akan

Page 11: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat mungkin terjadi oleh karena

kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody) yang rendah. Selain usia, bayi dan

anak dengan penyakit jantung bawaan, bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan

neurologis dan immunocompromizedmempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya

penyakit yang lebih berat. Penyakit ini menimbulkan morbiditas infeksi saluran napas bawah

terbanyak pada anak.

Dinegara dengan 4 musim, epidemiologi bronkiolitis menunjukkan puncak yang tajam setiap

tahun pada musim dingin antara bulan januari dan maret sampai awal musim semi dan dinegara

tropis banyak ditemukan pada musim hujan. Faktor yang memicu bronkiolitis RSV meningkat

setiap musim dingin belum diketahui. Persentase rendah kasus bronkiolitis ditemukan pada

musim panas. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU dr.Soetomo Surabaya pada tahun 2002 dan

2003, bronkiolitis banyak ditemukan pada bulan januari sampai bulan Mei.

Insiden infeksi Respiratory Sensitial Virus (RSV) sama pada laki-laki dan wanita, namun

bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-laki. Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah

jenis kelamin laki-laki, status sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang besar,

perokok pasif, rendahnya antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air

susu ibu (ASI).

Sekitar 70% kasus bronkiolitis pada bayi terjadi gejala yang berat sehingga harus dirawat di

rumah sakit, sedangkan sisanya biasanya dapat dirawat di poliklinik.

III. ETIOLOGI

Penyebab yang paling banyak adalah Respiratory Sensitial Virus (RSV), kira-kira 45-80 % dari

total kasus bronkiolitis akut. Parainfluenza Virus (PIV) 3 menyebabkan sekitar 25-50% kasus, sedangkan

PIV tipe 1 dan 2, adenovirus tipe 1,2 dan 5, Rinovirus, virus influenza, enterovirus, herpes simplex virus, dan

Mycoplasma pneumonia masing-masing menyebabkan sedikit kasus (< 25%).

Penyebab BronkiolitisAngka kejadian

Respiratory syncytial virus

Parainfluenza virus tipe 3

Parainfluenza virus tipe 1

Parainfluenza virus tipe 2

Adenovirus

Influenza virus (A atau B)

Mycoplasma pneumoniae

+ + + ++ +

+

+

+

Page 12: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Enterovirus

Herpes simplex virus

Rhinovirus

+

+

+

+

+

Data diperoleh dari referensi8

Catatan :               (+ + + +)  >75% kasus

(+ +) 25-50% kasus

(+) <25% kasus

RSV adalah penyebab utama bronkiolitis dan merupakan satu-satunya penyebab yang dapat

menimbulkan epidemi.1Virus RSV lebih virulen daripada virus lain dan menghasilkan imunitas

yang tidak bertahan lama. Penyakit ini merupakan infeksi nosokomial yang paling sering dalam

bangsal pediatrik. Dan infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan gejala klinis.5,7 Virus ini

ditemukan dengan cara kultur, enzyme immunoassay(EIA) atau dengan tes serologik pada

pasien yang dirawat diRS.

Bronkiolitis yang disebabkan oleh virus jarang terjadi pada masa neonatus. Hal ini  karena

antibodi neutralizing dari ibu masih tinggi pada 4-6 minggu kehidupan, kemudian akan menurun.

Antibodi tersebut mempunyai daya proteksi terhadap infeksi saluran napas bawah, terutama

terhadap virus. Bakteri sangat jarang menyebabkan bronkiolitis pada bayi.

Latar belakang genetik tidak begitu jelas.7

IV. PATOGENESIS dan PATOFISIOLOGI

RSV adalah single stranded RNA virus yang berukuran sedang (80-350 nm),

termasuk paramyxovirus. Terdapat dua glikoprotein permukaan yang merupakan bagian yang

penting dari RSV untuk menginfeksi sel, yaitu protein G (attachment protein) yang mengikat sel

dan protein F (fusion protein) yang menghubungkan partikel virus dengan sel target dan sel

tetangganya. Kedua protein ini merangsang antibodi neutralisasi protektif pada host. Terdapat

Page 13: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

dua macam strain antigen RSV yaitu A dan B. RSV strain A menyebabkan gejala pada

pernapasan yang lebih berat dan menimbulkan sekuele.

Sebagian besar infeksi saluran napas ditularkan lewat droplet infeksi. Infeksi primer oleh virus

RSV biasanya tidak menimbulkan gejala klinik, tetapi infeksi sekunder pada anak tahun-tahun

pertama kehidupan akan bermanifestasi berat.

Selain melalui droplet, RSV bisa juga menyebar melalui inokulasi atau kontak langsung dengan

sekresi hidung penderita. Seseorang biasanya aman apabila berjarak lebih 6 feet dari seseorang

yang menderita infeksi RSV. Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam,

dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari.

Masa inkubasi RSV 2-5 hari. Virus ini bereplikasi didalam nasofaring kemudian menyebar dari

saluran nafas atas kesaluran nafas bawah melalui penyebaran langsung pada epitel saluran

nafas dan melalui aspirasi sekresi nasofaring. RSV mempengaruhi sistem saluran nafas melalui

kolonisasi dan replikasi virus pada mukosa bronkus dan bronkiolus yang memberi gambaran

patologi awal berupa nekrosis sel epitel silia. Nekrosis sel epitel saluran nafas menyebabkan

terjadi edema submukosa dan pelepasan debris dan fibrin kedalam lumen bronkiolus.2 Pada

bronkiolus ditemukan obstruksi parsial atau total karena udema dan akumulasi mukus serta

eksudat yang kental. Pada dinding bronkus dan bronkiolus terdapat infiltrat sel radang. Radang

juga bisa dijumpai pada peribronkial dan jaringan interstisial. Obstruksi parsial bronkiolus

menimbulkan emfisema dan obstruksi totalnya menyebabkan atelektasis.

Virus yang merusak epitel bersilia juga mengganggu gerakan mokusilier, mukus tertimbun

didalam bronkiolus. Kerusakan sel epitel saluran nafas juga akan mengakibatkan saraf aferen

lebih terpapar terhadap alergen/iritan sehingga dilepaskan beberapa neuropeptida

(neurokinin, substance P) yang menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas. Pada akhirnya

kerusakan epitel saluran nafas juga meningkatkan ekspresi Intercelluler Adhesion Molecule-

1(ICAM-1) dan produksi sitokin yang akan menarik eosinofil dan sel-sel inflamasi. Jadi, bronkiolus

menjadi sempit karena kombinasi dari proses inflamasi, edema saluran nafas, akumulasi sel-sel

debris dan mukus serta spasme otot polos saluran nafas.

Adapun respon paru ialah dengan meningkatkan kapasitas fungsi residu,

menurunkan compliance, meningkatkan tahanan saluran nafas, dead space serta

meningkatkan shunt. Semua faktor-faktor tersebut menyebabkan peningkatan kerja sistem

pernapasan, batuk, wheezing, obstruksi saluran nafas, hiperaerasi, atelektasis, hipoksia,

hiperkapnia, asidosis metabolik sampai gagal nafas. Karena resistensi aliran udara saluran

berbanding terbalik dengan diameter saluran napas pangkat 4, maka penebalan dinding

Page 14: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

bronkiolus sedikit saja sudah memberikan akibat cukup besar pada aliran udara. Apalagi

diameter saluran nafas bayi dan anak kecil lebih sempit. Resistensi aliran udara saluran nafas

meningkat pada fase inspirasi maupun pada fase ekspirasi. Selama fase ekspirasi terdapat

mekanisme klep sehingga udara akan terperangkap dan menimbulkan overinflasi dada. Volume

dada pada akhir ekspirasi meningkat hampir 2 kali diatas normal. Atelektasis dapat terjadi bila

terdapat obstruksi total. Proses patologik ini menimbulkan gangguan pada proses pertukaran

udara di paru, ventilasi berkurang, dan hipoksemia. Pada umumnya, hiperkapnia tidak terjadi

kecuali pada keadaan yang sangat berat.

Berbeda dengan bayi, Anak besar dan orang dewasa jarang mengalami bronkiolitis bila

terserang infeksi virus karena sudah dapat mentoleransi udema saluran nafas dengan baik.

Perbedaan anatomi antara paru-paru bayi muda dan anak yang lebih besar mungkin merupakan

konstribusi terhadap hal ini.2,5 Respon proteksi imunologi terhadap RSV bersifat transien dan

tidak lengkap. Infeksi yang berulang pada saluran nafas bawah akan meningkatkan resistensi

terhadap penyakit. Akibat infeksi yang berulang-ulang, terjadi cumulatif immunity sehingga

pada anak yang lebih besar dan orang dewasa cenderung lebih tahan terhadap infeksi

bronkiolitis dan pneumonia karena RSV.

Fase penyembuhan bronkiolitis akut diawali dengan regenerasi epitel bronkus dalam 3-4 hari,

sedangkan regenerasi dari silia berlangsung lebih lama dapat mencapai 15 hari.

Ada 2 macam fenomena yang mendasari hubungan antara infeksi virus saluran nafas dan

asma :

Infeksi akut virus saluran nafas pada bayi atau anak kecil seringkali disertai wheezing.

Penderita wheezing berulang yang disertai dengan penurunan tes faal paru, ternyata

seringkali mengalami infeksi virus saluran nafas pada saat bayi/ usia muda.5

Infeksi RSV dapat menstimulasi respon imun humoral dan seluler. Respon antibodi sistemik

terjadi bersamaan dengan respon imun lokal. Bayi usia muda mempunyai respon imun yang

lebih buruk.

IgM adalah bersifat sementara dan tampak terlalu lambat untuk membantu patogenesis

bronkiolitis. Antibodi IgA dan IgG spesifik muncul pada minggu kedua, tetapi umurnya begitu

pendek sehingga penderita mudah dapat mendapat serangan reinfeksi dalam 1 tahun.

Ada beberapa keprihatinan bahwa keparahan gejala pada infeksi selanjutnya mungkin lebih

besar pada penderita yang mempunyai kadar IgE spesifik RSV tinggi, biasanya terjadi defisiensi

fungsi sel supresor antigen-spesifik RSV.

Page 15: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Hampir 70-80% anak dengan infeksi RSV memproduksi IgE dalam 6 hari perjalanan penyakit dan

dapat bertahan sampai 34 hari. IgE-RSV ditemukan dalam sekret nasofaring pada 45% anak

yang terinfeksi RSV dengan mengi, tapi tidak pada anak tanpa mengi. Bronkiolitis yang

disebabkan RSV pada usia dini akan berkembang menjadi asma bila ditemukan IgE spesifik RSV.

Infeksi virus sering berulang pada bayi. Hal ini disebabkan oleh:

1.      Kegagalan sistem imun host untuk mengenal epitope protektif dari virus.

2.      Kerusakan sistem memori respons imun untuk memproduksi interleukin I inhibitor dengan

akibat tidak bekerjanya sistem antigen presenting.

3.      Penekanan pada sistem respons imun sekunder oleh infeksi virus dan kemampuan virus

untuk menginfeksi makrofag serta limfosit. Akibatnya, terjadi gangguan fungsi seperti kegagalan

produksi interferon, interleukin I inhibitor, hambatan terhadap antiobodi neutralizing, dan

kegagalan interaksi dari sel ke sel.

V. IMMUNOPATOLOGI

Ada pendapat bahwa bronkiolitis merupakan hasil dari reaksi kompleks imun antara antibodi

non-neutralizing dengan virus. Pendapat tersebut berdasarkan pengamatan di mana terjadinya

infeksi oleh virus ketika umur masih muda, terutama kurang dari 6 bulan. Saat itu, antibodi yang

secara pasif didapatkan dari ibu masih cukup tinggi.

RSV-Respons IgE Spesifik

Infeksi oleh virus dapat mengakibatkan respons IgE spesifik. Timbulnya IgE spesifik berhubungan

dengan derajat beratnya penyakit. Respons ini disertai peningkatan kadar histamin pada sekret

hidung yang ditemukan pada anak dengan mengi akibat infeksi saluran napas bawah oleh virus

RSV. Hal ini menunjukkan keterlibatan IgE pada infeksi virus, walaupun pada orang dewasa

dikeluarkannya histamin oleh sel basofil kadang-kadang tidak disertai peningkatan kadar IgE.

Ada beberapa penelitian mengenai hubungan antara serum anti RSV IgE dengan kadar IgG

dengan kecenderungan timbulnya mengi di kemudian hari. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa atopi bukan merupakan faktor risiko terjadinya bronkiolitis, tetapi respons IgE merupakan

salah satu faktor yang dapat menunjukkan kecenderungan terjadinya mengi berulang.

Efek Infeksi Virus Terhadap Saluran Napas

Page 16: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Efek infeksi virus terhadap inflamasi saluran napas:

1. Sel epitel

Sel epitel merupakan tempat hidup virus saluran napas. Adanya infeksi ini akan menyebabkan

kerusakan selama replikasi virus. Virus ini juga akan merangsang dikeluarkanya mediator

inflamasi (sitokin) dan kemokin seperti interleukin 6, interleukin 8, interleukin 11, Granulocyt

Macrophag Stimulating Factor (GM-CSF), dan Rantes. Dengan dikeluarkanya mediator kimia

tersebut akan menyebabkan inflamasi.

2. Sel endotel

Kelainan sel endotel akan memberikan gangguan pada saluran napas melalui dua mekanisme:

a. Terjadinya reaksi inflamasi pada sel endotel.

b.Transudasi protein plasma dari pembuluh darah ke mukosa hidung menyebabkan sekresi

hidung dan bendungan.

Adanya transudasi dapat diketahui dengan pengukuran albumin dan IgG. Kedua zat tersebut

akan meningkat puncaknya 2–4 hari setelah infeksi oleh virus. Mekanisme terjadinya transudasi

ini berkaitan dengan aktivasi mediator kinin, sehingga meningkatkan permeabilitas sel endotel.

3. Granulosit

Sel neutrofil merupakan sel inflamasi yang muncul pada saat infeksi akut oleh virus. Sel ini

berfungsi sebagai kemotaksis faktor seperti IL-8 dan leukotrin B4. Kompleks virus RSV dan

antibodi akan merangsang IL-6 dan IL-8 yang disekresi oleh sel neutrofil, sehingga akan

dilepaskan sitokin. Selain itu, virus dapat juga mengaktivasi granulosit, sel mast, dan basofil.

4. Makrofag dan monosit

Adanya infeksi pada saluran pernapasan oleh virus akan menyebabkan dikeluarkanya mediator

kimia dari sel makrofag dan monosit. Selama infeksi saluran napas sitokin: IL-q, TNF alfa, dan IL-

8 dapat ditemukan pada sekret hidung. Pada fase akut ini, sitokin yang dikeluarkan akan

menyebabkan gejala sistemik seperti demam dan malaise. Adanya interleukin I dan TNF alfa

Page 17: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

berhubungan erat dengan timbulnya mengi pada anak-anak dan dapat berkembang menjadi

reaksi alergi serta asma di kemudian hari.

5. T-sel

Infeksi virus dapat merangsang spesifik dan non-spesifik T-sel. T-sel ini dapat menyebabkan

timbulnya asma.

Ada 3 kemungkinan virus dapat menyebabkan eksaserbasi asma:

a.       T-sel membantu membersihkan virus, tetapi tidak berhubungan dengan gejala asma.

b.      Virus T-sel spesifik dapat menyebabkan gejala asma, tetapi bila infeksinya telah berat.

c.       Infeksi virus dengan cepat mengaktivasi T-sel sehingga menyebabkan inflamasi dan

gejala-gejala selama infeksi. Beberapa penelitian menunjukan bahwa infeksi virus menyebabkan

rangsangan terhadap T-sel non-spesifik dan terjadi gangguan pada fungsi paru.

VI. MANIFESTASI KLINIK.

Mula-mula bayi menderita gejala infeksi saluran napas atas yang ringan berupa pilek yang

encer, batuk, dan bersin, kadang-kadang disertai demam yang tidak terlalu

tinggi (subfebrile) dan nafsu makan berkurang. Gejala ini berlangsung beberapa hari. Kemudian

timbul distres respirasi yang ditandai oleh batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi

akan menjadi rewel, muntah serta sulit makan dan minum.2 Timbulnya kesulitan minum terjadi

karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan menghisap. Pada kasus ringan,

gejala menghilang 1–3 hari. Pada kasus berat, gejalanya dapat timbul beberapa hari dan

perjalanannya sangat cepat.

Kadang-kadang, bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama sekali, bahkan ada

yang mengalami hipotermi. Terjadi distres pernapasan dengan frekuensi napas >60 x/menit,

terdapat napas cuping hidung, penggunaan otot pernapasan tambahan, retraksi, dan kadang-

kadang disertai sianosis. Karena bayi mempunyai dinding dada yang lentur, retraksi suprasternal

dan kosta tampak jelas dan tepi kosta terlihat melebar pada setiap pernafasan untuk menambah

volume tidalnya. Retraksi biasanya tidak dalam karena adanya hiperinflasi paru

(terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa teraba karena terdorong diafragma

akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar ronki pada akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Terdapat

Page 18: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

ekpirasi yang memanjang dan wheezing kadang-kadang terdengar dengan jelas. Sering terjadi

hipoksia dengan saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien dengan

bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media dan faringitis.

Ada bentuk kronis bronkiolitis, biasanya disebabkan oleh karena adenovirus atau inhalasi zat

toksis (hydrochloric, nitrit acid, sulfur dioxide). Karakteristiknya : gambaran klinis dan radiologis

hilang timbul dalam beberapa minggu atau bulan dengan episode atelektasis, pneumonia

dan wheezing yang berulang. Proses penyembuhan mengarah pada penyakit paru kronis.

Histopatologi : hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi dan

deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus tersumbat dan

dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis.

VII. DIAGNOSIS.

Diagnosis  bronkiolitis  berdasarkan  gambaran  klinis,  umur  penderita  dan adanya epidemi

RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1) wheezing pertama kali, (2) umur 24

bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik sesuai dengan gambaran  infeksi  virus  misalnya 

batuk,  pilek,  demam  dan  (4)  menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat

menyebabkan wheezing.

Bronkiolitis biasanya terjadi setelah kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang

menderita infeksi saluran napas atas yang ringan.

Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress Assesment

Instrumen (RDAI) yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel respirasi

yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori berat, bila skor kurang 3

dimasukkan dalam kategori ringan.

Tabel . Respiratory Distress Assesment Instrument (RDAI) (dikutip dari Klassen, 1991)

SKOR Skor maksimal0 1 2 3 4

WHEEZING-       Ekspirasi

-       Inspirasi

-       Lokasi

(-)(-)

(-)

AkhirSebagian

≤2 dari 4 lap.paru

½Semua

≥3 dari 4 lap.paru

¾ 

Semua 

42

2

RETRAKSI-      

(-) Ringan Sedang Berat 3

Page 19: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Supraklavikular

-       Interkostal

-       Subkostal

(-)

(-)

Ringan

Ringan

Sedang

Sedang

Berat

Berat

3

3

TOTAL 17

Pulse oximetry merupakan alat yang tidak invasif dan berguna untuk menilai derajat keparahan

penderita. Saturasi oksigen <95% adalah tanda terjadinya hipoksia dan merupakan indikasi

untuk rawat inap.

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung darah lengkap menunjukkan kenaikan tingkat

sedang dan hitung leukosit biasanya normal dengan atau tanpa pergeseran ke kiri. Pada pasien

dengan peningkatan leukosit biasanya didominasi oleh PMN dan bentuk batang. Kim dkk (2003)

mendapatkan bahwa ada subgrup penderita bronkiolitis dengan eosinofilia.

Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q mismatch dan asidosis

metabolik jika terdapat dehidrasi. Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan

menunjukkan kenaikan PCO2 (hiperkapnia), karena karbondioksida tidak dapat dikeluarkan,

akibat edema dan hipersekresi bronkiolus.

Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan. Umumnya terlihat paru-paru

mengembang (hiperaerated). Bisa juga didapatkan bercak-bercak yang tersebar, mungkin

atelektasis (patchy atelectasis) atau pneumonia (patchy infiltrates). Pada x-foto lateral,

didapatkan diameter AP yang bertambah dan diafragma tertekan kebawah. Pada pemeriksaan x-

foto dada, dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan : siluet jantung yang menyempit,

jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior dada

bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horizontal, pembuluh darah paru tampak

tersebar.

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan aspirasi atau bilasan

nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi memerlukan waktu yang lama,

dan hanya memberikan hasil positif pada 50% kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan

pemeriksaan antigen RSV dengan menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas

pemeriksaan ini adalah 80-90%.2,6

VIII. DIAGNOSA BANDING.

Asma

Page 20: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Bayi-bayi dengan bronkiolitis mengalami wheezing untuk pertama kalinya. Berbeda dengan

asma yang mengalamiwheezing berulang. Asma bronkiale merupakan diagnosis banding yang

tersering

Bronkitis

Congestive heart failure

Miokarditis

Udema pulmonum

Pneumonia (virus atau bakteri) à Lymphoid interstitial pneumonia

Aspirasi benda asing atau terpapar zat beracun (zat kimia, asap,toksin)

Broncomalasia

Cystic fibrosis

Gastroesophageal reflux (GER)

Tabel 2. Diagnosis banding pada anak dengan mengi13

DIAGNOSIS TANDA

Asma

-          Riwayat mengi berulang, beberapa diantaranya tidak berkaitan dengan serangan batuk dan pilek-          Hiperinflasi dada

-          Ekspirasi memanjang

-          Pengurangan pemasukan udara (jika berat terjadi obstruksi udara)

-          Respon baik terhadap bronkhodilator

Bronkhiolitis

-          episode pertama mengi pada anak umur < 2 tahun-          Hiperinflasi dada

-          Ekspirasi memanjang

-          Pengurangan pemasukan udara (jika berat terjadi obstruksi udara)

-          Kurang / tidak respon terhadap bronkhodilator

Mengi yang berkaitan -          mengi selalu berhubungan dengan

Page 21: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

dengan batuk dan pilek

disertainya batuk dan pilek-          tidak ada riwayat keluarga yang menderita asma

-          ekspirasi memanjang

-          Pengurangan pemasukan udara (jika berat terjadi obstruksi udara)

-          Respon baik terhadap bronkhodilator

-          Mengi cenderung lebih ringan dari pada asma

Aspirasi benda asing

-          riwayat onset penyumbatan saluran nafas dan mengi secara tiba-tiba.-          Mengi bisa unilateral

-          Perangkap udara dengan hiperresonan dan pergeseran mediastinum

-          Tanda kolaps paru : pengurangan masukan udara dan perkusi tumpul (dull percussion)-          tidak respon terhadap bronkhodilator

Pneumonia

-          batuk dengan nafas cepat-          retraksi dinding dada bawah

-          demam

-          suara nafas kasar

-          napas cuping hidung

-          stridor

IX. TATA LAKSANA

Infeksi oleh virus RSV biasanya sembuh sendiri ( self limited) sehingga pengobatan yang

ditujukan biasanya pengobatan suportif. Prinsip dasar penanganan suportif ini mencakup :

oksigenasi, pemberian cairan untuk mencegah dehidrasi dan nutrisi yang adekuat. Bronkiolitis

ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan peroral yang adekuat. Bayi dengan

bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat inap. Tujuan perawatan di rumah sakit adalah

terapi suportif, mencegah dan mengatasi komplikasi, atau bila diperlukan pemberian antivirus.

Page 22: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Dibagian anak RS Dr.Soetomo selain dengan terapi suportif, juga diberikan secara rutin nebulasi

agonis ß2 pada setiap penderita bronkiolitis. Steroid sistemik diberikan pada kasus-kasus berat.

Antibiotik diberikan jika keadaan umum penderita kurang baik, atau ada dugaan infeksi

sekunder dengan bakteri.

Penanganan bronkiolitis di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Dr.Soetomo adalah :

Cairan dan nutrisi : adekuat, tergantung kondisi penderita.

Oksigenasi dengan oksigen nasal atau masker, monitor dengan pulse oxymetry dan bila

perlu dilakukan analisa gas darah. Bila ada tanda gagal napas diberikan bantuan ventilasi

mekanik.

Bronkodilator : nebulasi dengan agonis ß2 : salbutamol 0,1 mg/kgBB/dosis, diencerkan

dengan cairan normal saline, diberikan 4-6 kali per hari.

Steroid diberikan pada bronkiolitis berat: Dexametason 0,1-0,2 mg/kgBB/dosis IV.

Antibiotik : penyakit berat, keadaan umum kurang baik, curiga infeksi sekunder.

Digitalisasi : bila ada tanda payah jantung.2

TERAPI OKSIGEN

Oksigen harus diberikan kepada semua penderita, hal ini penting untuk menjaga jangan sampai

terjadi hipoksia, sehingga tidak memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan

perfusi ventilasi paru-paru. Oksigenasi dengan kadar oksigen 30-40% sering digunakan untuk

mengoreksi hipoksia.5 Saturasi oksigen menggambarkan kejenuhan afinitas hemoglobin

terhadap oksigen didalam darah. Oksigen dapat diberikan melalui nasal prongs (2 liter/menit),

masker (minimun 4 liter/menit) atau head box. Terapi oksigen dihentikan bila pemeriksaan

saturasi oksigen dengan pulse oximetry (SaO2) pada suhu ruangan stabil diatas 94%. Pemberian

oksigen pada saat masuk sangat berpengaruh pada skor beratnya penyakit dan lama perawatan

di rumah sakit.

Penderita bronkiolitis kadang-kadang membutuhkan ventilasi mekanik, yaitu pada kasus gagal

napas, serta apneu berulang. CPAP( continous positive airway pressure) biasa digunakan untuk

mempertahankan tekanan positif paru. CPAP mungkin memberi keuntungan dengan cara

membuka saluran napas kecil, mencegah air trapping dan obstruksi. Bayi dengan hipoksemia

berat yang tidak membaik dengan ventilasi konvensional membutuhkan ventilasi dengan high-

frequency jet ventilation atau extracorporeal membrane oxygenation (ECMO).

TERAPI CAIRAN

Page 23: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah terjadinya dehidrasi akibat keluarnya cairan

lewat evaporasi, karena pernapasan yang cepat dan kesulitan minum. Jika tidak terjadi dehidrasi

diperlukan pemberian cairan rumatan. Cara pemberian cairan ini bisa intravena atau

nasogastrik. Akan tetapi, harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung karena dapat terjadi

aspirasi dan menambah sesak napas akibat lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma

ke paru-paru.

Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan infus dan diet

sonde/nasogastrik). Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan, kenaikan suhu dan status

dehidrasi. Cairan intravena diberikan bila pasien muntah dan tidak dapat minum, panas atau

distres napas untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan

2/3 dari kebutuhan rumatan untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH

(Sindrome of Inappropriate Anti Diuretik Hormone). Selanjutnya perlu dilakukan koreksi terhadap

kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.

OBAT_OBATAN

Antibiotik

Penggunaan antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita bronkiolitis, karena sebagian

besar disebabkan oleh virus. Penggunaan antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder

oleh kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Kecuali jika terdapat tanda-tanda infeksi

sekunder seperti perubahan pada kondisi umum penderita, peningkatan leukosit atau

pergeseran hitung jenis, atau adanya dugaan sepsis maka perlu diperiksa kultur darah, urine,

feses dan cairan serebrospinalis, untuk itu secepatnya diberikan antibiotik yang memiliki

spektrum luas.

Ribavarin

Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat untuk mengurangi

beratnya penyakit dapat diberikan antivirus.5

Ribavirin adalah synthetic nucleoside analogue, menghambat aktivitas virus termasuk RSV.

Ribavirin menghambat translasi messeger RNA (mRNA) virus kedalam protein virus dan

menekan aktivitas polymerase RNA. Titer RSV meningkat dalam 3 hari setelah gejala timbul atau

10 hari setelah terkena virus. Karena mekanisme ribavirin menghambat replikasi virus selama

fase replikasi aktif, maka pemberian ribavirin lebih bermamfaat pada fase awal infeksi.2

Efektivitas ribavirin sampai saat ini masih kontroversi mengenai efektivitas dan

keamanannya.2,5 Dalam sebuah penelitian dengan pemberian ribavirin ini dapat terjadi

perbaikan SaO2, penurunan penggunaan ventilasi mekanik, lama perawatan di rumah sakit lebih

Page 24: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

singkat, dan adanya perbaikan fungsi paru. Tetapi dalam penelitian lain, penggunaan ribavirin

tidak memberikan efek perbaikan. Perbedaan hasil tersebut kemungkinan karena desain,

metode yang dipakai berbeda termasuk jumlah sampel yang terlibat. Dan keterlambatan dalam

memulai terapi. Kekurangan dari terapi ribavirin, harganya yang sangat mahal.2

American of Pediatric merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan

penyakitnya menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan jantung,

fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada bayi-bayi prematur. Ada

beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan

penyakit jantung dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat

awal. Penggunaan ribavirin biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12–18 jam per hari atau

dosis kecil dengan 2 jam 3 x/hari.5

Bronkodilator (Albuterol, Proventil, Ventolin, Salbutamol dan Epineprin)

Penggunaan bronkodilator untuk terapi bronkiolitis telah lama diperdebatkan hampir selama 40

tahun. Terapi farmakologis yang paling sering diberikan untuk pengobatan bronkiolitis adalah

bronkodilator dan kortikosteroid.

Obat-obatan beta 2 agonis sangat berguna pada penyakit dengan penyempitan saluran napas

karena menyebabkan efek bronkodilatasi, mengurang pelepasan mediator dari sel mast,

menurunkan tonus kolinergik, mengurangi sembab mukosa dan meningkatkan pergerakan silia

saluran napas sehingga efektivitas dari mukosiler akan lebih baik.

Pada beberapa penelitian didapatkan bahwa pasien-pasien yang diberikan beta 2 agonis secra

nebulisasi menunjukkan perbaikan skor klinis dan saturasi oksigen.

Sebuah penelitian meta analisis oleh Kellner dkk (1996) mengenai efikasi bronkodilator pada

penderita bronkiolitis mendapatkan bahwa bronkodilator menyebabkan perbaikan klinis yang

singkat (shot-term improvement) pada bronkiolitis ringan dan sedang.

Studi terbaru Wainwright (2003), menunjukkan hasil bahwa epinefrin secara nebulisasi tidak

menurunkan lama perawatan dirumah sakit. Epinefrin memberi efek alfa dan beta adrenergik.

Walaupun pemakaian nebulisasi dengan beta 2 agonis sampai saat ini masih kontroversi, tetapi

masih bisa dianjurkan dengan alasan.

Pada bronkiolitis selain terdapat proses inflamasi akibat infeksi virus juga ada

bronkospasme dibagian perifer saluran napas (bronkioli)

Page 25: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Beta 2 agonis dapat meningkatkan aktivitas mukosilier

Sering tidak mudah membedakan antara bronkiolitis dengan serangan pertama asma

Efek samping nebulasi beta agonis lebih minimal dibandingkan epineprin.

Kortikosteroid (Prednison dan Metil prednisolon)

Pemakaian kortikosteroid pd bronkiolitis masih kontroversial.3 Banyak studi terdahulu yang telah

dilakukan untuk mencari efektivitas kortikosteroid pada pengobatan bronkiolitis. Penelitian pada

61 penderita bronkiolitis anak dengan menggunakan deksametason oral pada anak yang telah

menggunakan nebulasi salbutamol tidak didapatkan perbedaan antara grup perlakuan plasebo

terhadap saturasi oksigen, laju napas, skor RDAI dan lamanya rawat inap. Hasil yang hampir

sama juga didapatkan pada pemberian deksametason intravena pada penderita bronkiolitis, dan

ternyata tidak didapatkan perbedaan terhadap skor klinis, laju napas, dan tes fungsi paru pada

hari ke-3. Tetapi Schuh dkk (2002) yang melakukan penelitian pada penderita bronkiolitis yang

dirawat jalan mendapatkan hasil bahwa dengan pemberian deksametason oral 1 mg/kgBB

mengurangi angka rawat inap penderita bronkiolitis.

Antikolinergik

Bekerja menghambat kontraksi otot polos pada bronkospasme. Ipratropium (Atrovent)

Keuntungannya masih belum terbukti.

X. PENCEGAHAN

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap rokok dan polusi udara,

membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya dengan membiasakan cuci tangan dan

penggunaan sarung tangan dan masker, isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari

tempat keramaian umum, pemberian ASI, menghindarkan dari kontak dengan penderita ISPA.

Penggunaan imunoglobulin (RSV-Ig) pada bayi berumur kurang dari 24 bulan

dengan Bronchopulmonary dysplasia(BPD), bayi prematur (< 35 minggu) menunjukkan hasil

penurunan signifikan terhadap jumlah yang terinfeksi RSV, jumlah penderita masuk RS serta

memperpendek waktu perawatan. RSV-Ig dapat ditoleransi dengan baik.

Palivizumab adalah humanized murine monoclonal anti F glycoprotein antibody, yang mencegah

masuknya RSV kedalam sel host. Respigram adalah human polyclonal hyperimmune globulin,

diberikan secara intravena, juga bisa digunakan sebagai imunoprofilaksis pasif pada bronkiolitis.

Penelitian penggunaan vaksin RSV menggunakan virus hidup (live attenuated, subunit, live

recombinat) dan synthetic peptide sampai saat ini tidak memberikan proteksi yang adekuat.

Indikasi dirawat pasien bronkiolitis adalah :

Page 26: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

Umur <3 bulan (meningkatnya resiko apneu dan penyakit menjadi lebih berat ).

Usia kehamilan kurang 34 minggu

Adanya faktor resiko

Adanya apneu, takipneu, retraksi, gizi buruk dan agitasi.

Pulse oximetry <95%

Pada foto rontgen terlihat adanya atelektasis.

Kriteria pulang pada pasien ini adalah :

Tidak ada lagi tanda-tanda gawat napas (HR<60 menit) baik ketika istirahat maupun saat

makan.

Retraksi minimal saat istirahat (tidak menangis)

Cairan yang masuk adekuat

Saturasi O2 > 93 %

Umur diatas 2 bulan tanpa riwayat kelahiran prematur

Tidak riwayat penyakit jantung-paru

XI. KOMPLIKASI

Biasanya komplikasinya bisa berupa apneu, pneumonia, sindrom aspirasi, gagal nafas yang

membutuhkan ventilator mekanik, dehidrasi, atrial tachycardia. Pneumothorak dapat juga terjadi

pada penyakit obstruksi yang berat Ada beberapa kelompok pasien yang beresiko tinggi

terhadap infeksi RSV yang berat yaitu : bayi prematur (usia kehamilan <35 minggu), penyakit

jantung kongenital, penyakit paru kronik, fibrosis kistik, dan kelainan fungsi imunologi (bisa

karena kemoterapi, transplantasi, dan kelainan imunodefisiensi kongenital atau didapat)

Komplikasi seperti otitis media akut, pneumonia bakterial dan gagal jantung jarang dijumpai.

XII. PROGNOSIS

Kebanyakan prognosis pasien dengan bronkiolitis adalah baik. Anak biasanya dapat mengatasi

serangan tersebut dalam waktu sesudah 48-72 jam. Prognosis menjadi buruk pada pasien

dengan kelainan imunologi atau penyakit kardiopulmoner yang kronik. Perjalanan penyakit

biasanya 7-10 hari tapi pada beberapa pasien mencapai 3-4 minggu. Sekitar 30-40% anak-anak

dengan bronkiolitis akan timbul wheezing berikutnya hingga umur 7 tahun, yang ditandai

Page 27: Bronkiolitis Merupakan Suatu Sindrom Obstruksi Bronkiolus Yang Sering Diderita Bayi Dan Anak Kecil Yang Berumur Kurang Dari 2 Tahun

dengan peningkatan eosinofil selama infeksi RSV masih ada. Mortalitas karena infeksi RSV

primer kurang dari 1%. Anak dapat meninggal karena komplikasi pneumonia, apneu yang lama,

asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi, karena dehidrasi atau superinfeksi bakteri yang tidak

terobati. Pada beberapa penelitian dinyatakan bahwa pasien yang mempunyai riwayat

bronkiolitis sebelumnya akan menjadi faktor resiko tinggi timbulnya wheezing yang berulang

atau predisposisi terjadinya asma pada masa kanak-kanak. Dan juga bisa dijumpai kelainan

fungsi pernapasan yang minimal pada anak-anak usia sekolah.