22
I. Subjetif Nama : EK Umur : 2 tahun BB : 12 kg Jenis kelamin : Perempuan No. RM : 055882 Ruang kelas : Aster Tanggal MRS : 9-3-2010 Keluhan : sesak, panas, batuk,pilek II.Objektif Data klinik Tgl/ keluhan Pana s sesa k Batuk berdah ak pil ek munta h Ma/Mi Bak/ bab asesmen 9/3/10 + + + + + +/+ +/+ Bronkopneumo ni dg asma bronkeale 10/3/10 + - + + - / + -/+ Bronkiolitis dg asma bronkiale 11/3/10 Bronkiolitis dg asma bronkiale Data Laboratorium

Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

I. Subjetif

Nama : EK

Umur : 2 tahun

BB : 12 kg

Jenis kelamin : Perempuan

No. RM : 055882

Ruang kelas : Aster

Tanggal MRS : 9-3-2010

Keluhan : sesak, panas, batuk,pilek

II. Objektif

Data klinik

Tgl/keluhan Panas sesak Batuk

berdahak

pilek muntah Ma/Mi Bak/

bab

asesmen

9/3/10 + + + + + +/+ +/+ Bronkopneumoni

dg asma

bronkeale

10/3/10 + - + + - / + -/+ Bronkiolitis dg

asma bronkiale

11/3/10 Bronkiolitis dg

asma bronkiale

Data Laboratorium

Tgl/lab N RR S BJ pH Leukosit Eritrosit Udem Urin

9/3/10 100x/min 40x/min 38,3 -

10/3/10 104x/min 35x/min 37,7 1,025 6 25 10 - Kuning

agak

keruh,

khas

11/3/10 100x/min 30x/min 37,8 - - - - - -

Page 2: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

III. ASSEMENT

Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru,

pembagian secara anatomis :

Pneumonia lobaris·

Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)· 

Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)

Bronkopneumonia suatu cadangan pada parenkim paru yang meluas sampai bronkioli

atau dengan kata lain peradangan yang terjadi pada jaringan paru melalui cara penyebaran

langsung melalui saluran pernafasan atau melalui hematogen sampai ke bronkus.(Riyadi

sujono&Sukarmin,2009).

Bronkopneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam-macam

etiologi jamur dan seperti bakteri, virus, dan benda asing( Ngastiyah,2005). Pada bagian atas

selama beberapa hari suhu tubuh naik sangat mendadak sampai 39-40 derajat celcius dan

kadang disertai kejang karena demam yang tinggi. Pada anak-anak disebabkan virus Parainfluensa,

Influensa Virus, Adenovirus, RSP.

Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh dan tidak

adanya mekanisme pertahanan paru, sehingga mikroorganisme berkembang biak menimbulkan infeksi

penyakit. Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain

: Inhalasi langsung dari udara, aspirasi dari bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orofaring. Perluasan

langsung dan penyebaran secara hematogen. Pertahanan yang tubuh tidak kuat sehingga mikroorganisme

melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan

sekitarnya.Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi, terjadi pelepasan mediator-

mediator inflasmasi dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan menyebabkan suhu

tubuh pasien meningkat. Bronkopnemonia pasien diduga disebabkan oleh infeksi virus dengan

suhu tubuh pasien 38,3 pada hari pertama dan 37,7 pada hari kedua dan 37,8 pada hari ketiga,

disertai batuk berdahak serta sesak pada hari pertama dan nafsu makan buruk, Peningkatan

leukosit menjadi 2,5 juga disebabkan adanya infeksi mikroorganisme. Pengaktifan jalur komplemen juga

mengakibatkan perpindahan eksudat plasma kedalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan

edema antar kapiler dan alveolus sehingga meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

Page 3: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

karbondioksida mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin sehingga Ph darah pasien menurun

menjadi 6.

Bronkiolitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan bagian bawah yang sering

ditemukan pada bayi-bayi, terjadi akibat obstruksi pada saluran-saluran napas kecil-kecil atau

bronkiolus (Richard,1993). Penyebab utama bronkiolitis adalah infeksi Respiratory Syncitial

Virus (RSV) yang memiliki morbiditas tinggi, terutama pada anak dengan resiko tinggi dan

imunokompromais. Virus lainnya yang menyebabkan bronkiolitis adalah parainfluenza,

influenza dan adenovirus. Virus ditularkan melalui percikan ludah. Meskipun pada orang

dewasa RSV hanya menyebabkan gejala yang ringan, tetapi pada bayi bisa menyebabkan

penyakit yang berat (Syarifuddin,2009).

Bronkiolitis ditandai oleh adanya obstruksi bronkioler yang disebabkan oleh edema

dan penimbunan lendir serta debris-debris seluler maupun yang diakibatkan oleh invasi virus

ke dalam akar-akar yang lebih kecil dari cabang-cabang bronkus (Richard,1993). Invasi virus

menyebabkan obstruksi bronkiolus akibat akumulasi mucus, debris dan edema. Terjadi

retensi aliran udara pernapasan berbanding terbalik (dengan radius lumen pangkat empat),

baik pada fase inspirasi maupun fase ekspirasi. Terdapat mekanisme klep yaitu

terperangkapnya udara yang menimbulkan overinflasi dada. Pertukaran udara yang terganggu

menyebabkan ventilasi berkurang dan hipoksemia, peningkatan frekuensi napas sebagai

kompensasi. Pada keadaan sangat berat dapat terjadi hiperkapnia. Obstruksi total dan

terserapnya udara menyebabkan atelektasis (Arif, 2000).

Manifestasi klinisnya yaitu biasanya didahului infeksi saluran napas atas dengan

batuk pilek, tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak napas makin hebat, disertai napas

cepat dan dangkal. Terdapat dispnu dengan expiratory effort, retraksi otot bantu napas, napas

cepat dangkal disertai napas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah,

ekspirium memanjang atau mengi’. Jika obstruksi hebat suara napas nyaris tak terdengar,

ronki basah halus nyaring kadang terdengar pada akhir atau awal ekspirasi, suara perkusi

paru hipersonor (Arif, 2000).

Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang

berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan, yang

mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya

dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan (Tjen Daniel, 1991).

Page 4: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang

menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus

terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi

dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk

membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini

menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003).

Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada

interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang

menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan

antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan

berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang

merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari

semua faktor- faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil

maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos

bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.

(Tanjung, 2003).

Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama

inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar

bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah

akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi.

Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi

sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional

dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran

mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest. (Tanjung,

2003).

IV. PLAN

Tujuan terapi yang dilakukan adalah mengobati brokopneumoni dan bronkiolitis yang

disertai asma brokiale untuk dapat menghilangkan keluhan yaitu berupa sesak, demam, batuk

dan pilek. Selain itu diberikan pula terapi-terapi lainnya yang dapat meningkatkan kondisi

nyaman dan sehat pasien. Selain itu, dilakukan pula terapi non farmakologis untuk mencegah

Page 5: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

memburuknya kondisi pasien dan mencegah komplikasi. Berikut adalah komposisi terapi

yang diresepkan oleh dokter:

Terapi/tgl 9/3/10 10/3/10 11/3/10

O2 2L/menit √

Infus D5% 10 tpm √ √ √

Inj Ampicillin 2x 500 mg √ √ √

Inj Gentamicin 2x 20 mg √ √ √

Inj Dexa 3x 1/3 Ampul √ √ √

PCT syr 3x1 cth √ √ √

Fartolin syr 3x 1 cth √ √ √

Terdapat beberapa komposisi terapi yang mengalami perubahan, berikut adalah

komposisi terapi yang kami sarankan:

1. Mengobati Brokopneumoni dan Bronkiolitis yang Disertai Asma Brokiale

Berdasarkan patofisiolgi bronkopneumonia, bronkolitis dan asma bronkiale

disebabkan oleh adanya infeksi bakteri dan virus yang menimbulkan inflamasi pada daerah

paru yang menimbulkan manifestasi klinik berupa sesak, demam, batuk dan pilek. Sehingga

terapi farmakologi yang sebaiknya diberikan adalah:

Antibiotik sebagai agen antiinfeksi

Berdasarkan guideline terapi bronkopneumonia pada anak usia dua tahun, first line

terapi antibiotiknya adalah ampicillin. Selain itu ampicillin diberikan untuk mencegah infeksi

nosokomial. Ampicillin yang diberikan adalah dalam bentuk dry syrup agar lebih nyaman

dan mudah pemberiannya pada pasien anak-anak.

Ampicillin dry syrup

Dosis : 50-100 mg/kg/hari

Indikasi : treatment pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri, treatment atau

profilaksis pada infeksi endocarditis, infeksi yang disebabkan bakteri streptococci,

pneumococci, meningcocci, beberapa strain pada H. influenza, Salmonella, Shigella, E.

Coli, Enterobacter dan Klebsiella.

Interaksi : tidak ada interaksi obat dalam resep ini

Page 6: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

Mekanisme : menghambat dinding sel bakteri dengan mengikat satu atau lebih

penicilin-binding protein (PBPs) yang akan menghambat langkah transpeptidasi final

pada sintesis peptidoglikan dalam dinding sel bakteri, sehingga akan menghambat

biosintesis dinding sel. Bakteri akhirnya lisis karena aktivitas yang terus-menerus dari

enzim autolytic dinding sel ketika pembentukan dinding sel terhenti.

Pada terapi yang kami sarankan, kami tidak memberikan gentamicin sebagai

tambahan antibiotik karena terlalu berlebihan, dimana pemberian antibiotic yang terlalu

berlebihan pada anak sangat berbahaya karena dapat membuat anak resisten. Selain itu

menurut Lacy, C.F et al. (2006) terdapat interaksi pada pemakaian gentamicin bersamaan

dengan antibiotic golongan penicillin (Ampicillin) yaitu berupa terjadinya penurunan efek

gentamicin bila dikonsumsi bersamaan dengan penicillin. Selain itu kami tidak memberikan

agen antiviral untuk mengobati infeksi, pada infeksi akibat RSV fisrt line therapy yang

digunakan adalah ribavirin namun batas umur minimal yang dapat diberikan ribavirin

adalah 3 tahun sedangkan pasien baru berusia 2 tahun. Sehingga terapi yang kami sarankan

untuk mengatasi infeksi akibat RSV adalah dengan terapi nonspesifik dengan pemberian

agen yang dapat meningkatkan sistem imun anak misalnya dengan pemberian stimuno.

Stimuno syrup

Kandungan : ekstrak Phyllanthus niruri (meniran, herbal asli Indonesia).

Dosis : 1 sendok takar (5 ml), 1-3 kali sehari.

Indikasi : membantu sistem imun tubuh agar bekerja lebih aktif dan dapat

memperbanyak produksi antibodi sehingga kekebalan tubuh lebih kuat.

Mekanisme : Imunomodulator berperan membuat sistem imun lebih aktif dalam

menjalankan fungsinya menguatkan sistem imun tubuh (imuno stimulator) atau menekan

reaksi sistem imun yang berlebihan (imuno supresan) sehingga kekebalan atau daya tahan

tubuh kita selalu optimal menjaga kita tetap sehat ketika diserang oleh virus, bakteri atau

mikroba lainnya.

Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini

Agen antiinflamasi

Page 7: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

Antiinflamasi yang kami pilih adalah dexamethasone dalam bentuk injeksi karena

untuk memudahkan pemberian pada pasien anak yang sulit bila memakan obat dalam bentuk

tablet. Menurut Dipiro (2005), dexamethasone merupakan antiinflamasi golongan steroid

memiliki daya antiinflamasi yang cukup kuat dan biasa digunakan untuk terapi pada

gangguan sistem pernapasan sehingga baik untuk digunakan pada kasus ini.

Dexamethasone

Dosis : 0,08-0,3 mg/kg/hari atau 2,5-10 mg/m2/hari dibagi dosis setiap 6-12 jam

Indikasi : Sistemik: terutama sebagai anti inflamasi atau imunosupressan agen

dalam berbagai jenis penyakit termasuk diantaranya alergi, dermatologi, endokrin,

hematologi, inflamasi, neoplastic, sistem saraf, renal, respiratori, rematik, dan autoimun;

dapat digunakan dalam management edema cerebral, pembengkakan kronik, sebagai

agen diagnostic.

Interaksi : dapat meningkatkan efek paracetamol.

Mekanisme : menurunkan inflmasi dengn menekan migrasi neutrophil. Menurunkan

produk mediator inflamasi, pembalikan dari kenaikan permeabilitas kapiler, menekan

sistem respon imun normal.

Agen mukolitik dan bronkodilator

Berdasarkan keluhan pasien mengalami sesak dan batuk berdahak untuk pengobatan

gejala tersebut diberikan ekpektoran sebagai obat batuk berdahak yang bekerja dengan cara

membuat hancur formasi dahak sehingga dahak tidak lagi memiliki sifat-sifat alaminya.

Dipilih obat kombinasi sirup bronchitin sirup yang berisi :

Paracetamol 200mg

Indikasi : Meringankan rasa sakit pada sakit kepala, sakit gigi, menurunkan

demam.

Mekanisme : inhibisi sintesis prostaglandin di SSP dan memblok impuls rasa sakit

perifer; produksi antipiresis dari inhibisi hipotalamus pusat regulasi-panas

Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini

Efedrin HCL 8mg

Page 8: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

Indikasi : digunakan untuk obat asma, sebagai bronkodilator (pelega saluran nafas) karena

ia bisa mengaktifkan reseptor beta adrenergik yang ada di saluran nafas.

Mekanisme : efedrin mengaktifkan α-reseptor dan β-reseptor pasca-sinaptik terhadap

noradrenalin secara tidak selektif. Kedua, efedrin juga dapat meningkatkan pelepasan

dopamin dan serotonin dari ujung saraf. Sifatnya tidak selektif dapat mengaktifkan

reseptor alfa adrenergik pada pembuluh darah perifer dapat menyebabkan efek

vasokonstriksi atau penciutan pembuluh darah.

Gliceryl Guaiakolat 50 mg

Indikasi : produksi sputum yang tidak normal.

Mekanisme : memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dnegan meningkatkan volume

dan mengurangi kekentalan sputum yang terdapat ditrakea dan bronki. Dengan

meningkatkan reflek batuk dan memudahkan untuk membuang sputum, menaikkan

volume cairan respiratory dan menurunkan viskositas mukus.

2. Terapi lain-lain

Pada saat masuk rumah sakit pasien datang dengan kondisi sesak yang cukup parah,

sehingga untuk pertolongan pertama diberikan terapi oksigen untuk memenuhi kebutuhan

pasien akan oksigen. Namun terapi oksigen ini hanya diberikan pada hari pertama karena

hari berikutnya sesak pasien sudah mulai berkurang.

O2

Dosis : 2L/menit sampai sesak hilang

Indikasi : untuk mencegah terjadinya hipoksia yaitu keadaan dimana sel-sel dalam

tubuh kekurangan oksigen.

Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep ini

Mekanisme : oksigenase, memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari 21% pada

tekana 1 atm sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Untuk membantu

asupan nutrisi pasien agar pasien memperoleh energi sehingga tidak akan merasa lemas,

diberikan pula infuse D5%

Infus D5%

Page 9: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

Kandungan : Setiap 100 mL dari Injeksi Dekstrosa 5% USP, mengandung dekstrosa

monohidrat 5 g dalam air untuk injeksi. Nilai kalori 170 kkal / L. Osmolaritas adalah 252

mOsmol / L (calc.), yang sedikit hipotonik.

Dosis : 10 tpm

Indikasi : Terapi parenteral untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori karbohidrat

pada pasien yang mengalami dehidrasi.

Mekanisme : Meningkatkan kadar glukosa dalam darah, sehingga dapat memenuhi

kebutuhan akan kalori. Konsentrasi dektrose akan menurun apabila terjadi penurunan jumlah

protein dan nitrogen dalam tubuh, dan juga dapat memicu pembentukan glikogen. Dextrose

merupakan senyawa monosakarida yang sangat cepat diserap. Metabolismenya akan

menghasilkan CO2, air, dan sumber energy.

Interaksi : tidak ada interaksi dengan obat lain dalam resep

Secara singkat terapi yang kami sarankan dapat dilihat dalam table di bawah ini:

Obat 9/3/10 10/3/10 11/3/10

O2 2L/menit √

Infus D5% 10 tpm √ √ √

Ampicillin syrup √ √ √

Inj Dexa 3x 1/3 Ampul √ √ √

Bronchitin syrup 3x ½ cth √ √ √

Stimuno syr 3 x 1 cth √ √ √

KIE

Edukasi Keluarga

Dilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan memberitahukan :

Informasi mengenai penyakit bronkiolitis

Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan penghisap gelembung.

Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit kembali jika didapatkan

gangguan pernafasan

Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari anak dari paparan asap

rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya, melakukan cuci tangan, dll.

Page 10: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

Edukasi petugas medik

Pengawasan

Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem jantung paru dan jika

ada indikasi dilakukan pemasanagpulse oxymetri

Oksigenasi

Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia, sehingga

memperberat penyakitnya.  Pemberian oksigen ketika saturasi oksigen menetap dibawah

91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen menetap diatas 94%.

Pengaturan Cairan

Berikan tambahan cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika didapatkan demam yang naik

turun atau menetap (suhu > 38,5  0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara intravena atau

pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan lewat lambung

karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat lambung yang terisi cairan

dan menekan diafragma ke paru-paru.

MONITORING

a. Awasi frekuensi jantung / irama.

Rasional : Takikardia biasanya ada karena demam/ dehidrasi. Tetapi juga dapat merupakan

respon terhadap hipoksemia.

b. Pertahankan istirahat tidur. Dorong menggunakan teknik relaksasi dan aktifitas senggang.

Rasional : Mencegah terlalu lelah dan menurunkan kebutuhan/ konsumsi oksigen untuk

memudahkan perbaikan infeksi.

c. Tinggikan kepala dan dorong untuk sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.

Rasional : tindakan ini mengingatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran secret

untuk perbaikan ventilasi.

d. Berikan terapi oksigen dengan benar.

Rasional : Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg. Oksigen

diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman dengan tepat dalam

toleransi pasien.

Page 11: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

e. Berikan humidifier tambahan, misalnya nebulizer.

Rasional : Memberikan kelembaban pada membrane mukosa dan membantu pengenceran

secret untuk memudahkan pembersihan.

f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan.

Rasional : Adanya kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau keterbatasan

keuangan dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, dan

atau lambatnya respon terhadap terapi.

Untuk menunjang diagnosis dilakukan beberapa pemeriksaan yaitu sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Radiologis

Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan kavitas dan gambaran air

bronchogram (airspace disease) oleh Streptococcus pneumoniae, segmental disease

(bronkopneumonia) oleh Staphylococcus, virus, atau mikoplasma, dan interstitial disease

( pneumonia interstitial) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen

apical bolus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada

pasien yang tidak sadar, lokasi ini biasa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering

disebabkan oleh Klebsiella, tuberculosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat terjadi

infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia. Ulangan foto perlu dilakukan untuk

melihat kemungkinan adanya infeksi sekunder/ tambahan, efusi pleura penyerta yang

terinfeksi atau pembentukan abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis

ulangan foto dada dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.

2. Pemeriksaan Laboratorium

Leukositosis pada infeksi oleh karena bakteri, leukosit normal/rendah pada infeksi

virus/mikoplasma, infeksi berat dimana sudah tidak ada respon leukosit, serta pada orang

tua. Faal hati mungkin terganggu.

3. Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah. Aspirasi nasotrakeal/ transtrakeal, aspirasi jarum

transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsy. Untuk terapi empiris dilakukan

pemeriksaan apus garam, burri gin, quelling test dan Z neilsen. Kuman yang predominan

pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab infeksi. Kultur

kuman merupakan pemeriksaan utama praterapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi

selanjutnya.

Page 12: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

4. Mpemeriksaan Khusus

titer antibody virus, legionela dan mikoplasma, nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada

kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan

kebutuhan oksigen.

Daftar Pustaka

Arif, Mansjoer, dkk., 2000, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3, FKUI, Jakarta.

Dipiro, 2005, Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth Edition, The McGraw-

Hill Companies, Inc.,USA.

Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2006, Drug Information

Handbook, 14th Edition, AphA, Lexi-Comp Inc, Hudson, Ohio.

Ngastiyah, 1999, Perawatan Anak Sakit, Jakarta : EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses

penyakit. Jakarta: Penerbit EGC.

Richard, C Victor Behrman, 1993, Ilmu Kesehatan Anak Edisi 12, EGC, Jakarta.

Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009, Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1,

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Smeltzer, S. C, Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 Edisi *.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Syarifuddin, Rauf, 2009, Standar Pelayanan Medik, FKUH, Makassar.

Tanjung, D., 2003, Asuhan Keperawatan Asma Bronkial,

http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf, Diakses 21 November

2012.

Page 13: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

Tjen, Daniel, 1991, Alergi dan Asma Bronkhiale, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI 1

Page 14: Bronkopnemonia, Bronkolitis, Asma Bronkodial

BRONKOPNEUMONI, BRONKOLITIS DAN ASMA BRONKIALE

DISUSUN O

Disusun oleh:

KELOMPOK 1

Rupa Lesty (G1F009059)

M. Furqon (G1F009067)

Putri Kusuma Wardani (G1F010001)

Rara Amalia Fadiah (G1F010003)

Rahminawati Ritonga (G1F010005)

Winanti handayani (G1F010007)

Sani Zakkia Alawiyah (G1F010009)

Ifa Muttiatur Rosidah (G1F010011)

Rahmawati Fitria (G1F010013)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2012