17
Surey EuroPrevall Prevalesi dan Kebiasan yang Dilaporkan secara Mandiri Mengenai Efek merugikan Reaksi Makanan dan Alergi Makanan Pada Anak Sekolah Dasar Di Vilnius Lithuania Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi reaksi merugikan akibat makanan dan alergi makanan yang dilaporkan secara mandiri pada anak sekolah dasar di Vilnius Lithuania Bahan dan Metode: Universitas Vilnius bekerja sama dengan poyek Europrevall. Sebanyak 4334 anak anak dari 13 sekolah dasar berpartisipasi pada studi ini. Dari 4333 kuesinoer yang disitribusikan, 3084 kuesioner yang dikembalikan. Tahap skrining klinik diikuti oleh sampel untuk melihat analisis darah sampel sebagai penegakan diagnosis alergi makanan. Pada penelitian ini 186 sampel darah IgE dianalisis. Hasil: Setengah dari sampel mengalami penyakit dan gangguan yang disebabkan oleh makanan. Prevalensi dari reaksi negative terhadap makanan ditemukan meningkat pada usia 6-10 tahun. Alergi makanan terdeteksi pada 16,4% sampel. Sampel anak laki- laki lebih sering memiliki alergi makanan dibandingkan anak perempuan . Diare, muntah, ruam (bintik-bintik) dan kulit gatal adalah gejala umum yang paling sering disebutkan. Buah – buahan, berry, susu dan produk susu merupakan makanan yang

BU Budi Alerfi

  • Upload
    permadi

  • View
    215

  • Download
    3

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tgs

Citation preview

Surey EuroPrevall Prevalesi dan Kebiasan yang Dilaporkan secara Mandiri Mengenai Efek merugikan Reaksi Makanan dan Alergi Makanan Pada Anak Sekolah Dasar Di Vilnius Lithuania

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui prevalensi reaksi merugikan akibat makanan dan alergi makanan yang dilaporkan secara mandiri pada anak sekolah dasar di Vilnius LithuaniaBahan dan Metode: Universitas Vilnius bekerja sama dengan poyek Europrevall. Sebanyak 4334 anak anak dari 13 sekolah dasar berpartisipasi pada studi ini. Dari 4333 kuesinoer yang disitribusikan, 3084 kuesioner yang dikembalikan. Tahap skrining klinik diikuti oleh sampel untuk melihat analisis darah sampel sebagai penegakan diagnosis alergi makanan. Pada penelitian ini 186 sampel darah IgE dianalisis.Hasil: Setengah dari sampel mengalami penyakit dan gangguan yang disebabkan oleh makanan. Prevalensi dari reaksi negative terhadap makanan ditemukan meningkat pada usia 6-10 tahun. Alergi makanan terdeteksi pada 16,4% sampel. Sampel anak laki-laki lebih sering memiliki alergi makanan dibandingkan anak perempuan . Diare, muntah, ruam (bintik-bintik) dan kulit gatal adalah gejala umum yang paling sering disebutkan. Buah buahan, berry, susu dan produk susu merupakan makanan yang paling sering ditemukan pada reaksi yang merugikan. Makanan yang paling sering menimbulkan alergi makanan dengan media IgE adalah susu sapi dan hazelnutKesimpulan: Prevalensi hipersensitif makanan mencapai setengah dari populasi sampel yang dilaporkan secara mandiri pada anak anak sekolah dasar . Buah buahan , berry, susu dan produk susu merupaann penyebab sebagain besar alergi/ reaksi makanan yang merugikan pada anak sekolah dasar di Lithuania. Perbedaan prevalensi hipersensitifitas makanan dan IgE sebagai media alergi makanan berhubungan dengan jenis kelamin dan usia yang perlu di analisis secara mendalam untuk menetapkan perkembangan prognosis dan alat untuk mendiagnosa lebih lanjut.

BAB IPENDAHULUAN

Pada beberapa tahun terkahir prevalensi penyakit yang disebabkan alergi makanan semakin meningkat. Menjadi masalah kesehatan yang sangat penting (1). Beberapa faktor risiko dapat menyebabkan alergi makanan yaitu riwayat genetik, paparan allergen, polusi lingkungan dan rendahnya imunitas seseoang pada periode perkembangan yang kritis.Selain itu alergi dapat menjadi penyakit pada masyarakat modern (2).Produk makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi contohnya hipersensitivitas terhadap makanan. Salah satu efek sampingnya adalah alergi terhadap makanan. Akademi EropaAlergi dan Imunologi Klinik (EAACI) yang mengusulkan adanya nomeklatur baru untuk penyakit alergi, sesuai dengan alergi makanan yang disebabkan oleh hipersensitfitas terhadap makanan dengan gejalan munculnya immunoglobulinE (IgE) atau non-IgE, termasuk hypersensitifitas non alergi atau yang disebut intoleransi makanan(3).Alergi terhadap makanan dan bahan-bahan alami atau buatan menyebabkan gangguan fisik dan psikologis, ini merupakan masalah yag serius tidak hanya untuk anak-anak dan orang tua, tetapi juga para staf medis dan masyarakat setempat. Beban financial dan beban sosial berhubungan dengan penyakit ini akan meningkat (4). Diperkirakan jumlah makanan yang dapat menyebabkan reaksi alergi akan berkembag, dan jumlah reaksi alergi yang serius meningkat, tetapi informasi yang dapat dipercaya tentang prevalensi yang tepat pada masalah ini tidak diketahui. Prevalensi alergi makanan pada anak-anak, terutama di usia muda menjadi perhatian utama, karena sejumlah studi menunjukkan bahwa kejadianya lebih tinggi daripada usia dewasa. Seiring dengan semua implikasi sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya maka pencegahan dan pengobatan reaksi alergi terhadap makanan menjadi tantangan para ilmuwan, dokter, politisi, dan masyarakat (5).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

Pada tabel diatas dapat dilihat, dari 4333 anak anak yang dikirimkan kuesioner alergi makanan dan screening alergi, hanya 3084 yang mengembalikan kuesioner.

Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pada populasi anak sekolah yang melaporkan terkena penyakit atau gangguan yang disebabkan oleh konsumsi makanan.Dari total sampel 3084 siswa, hampir separuh anak sekolah (n=1445; 46,9%) mengalami masalah tersebut sedangkan 1649 (53,1%) anak sekolah tidak mengalaminya. Distibusi jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2 di atas.

Reaksi makanan dan alergi makanan terjadi hampir terjadi pada sebagian besar anak sekkolah di Lithunia (46,9%). Hasil ini hampir sama pada penelitian yang dilakukan di Polandia tepatnya di kota Lodz anak-anak yang mengalami reaksi terhadap makanan sebesar 41,6% (9). Pada penelitian yang lain prevalensi hipersensitifits makanan pada anak-anak di Italia (10) cukup rendah yaitu 10,5 % dan di United Aras Emirates (11) yaitu 8%. Para peneliti setuju karena adanya perbedaan konsep mengenai alergi makanan dan gangguan makanan atau yang disebut intoleransi makanan dan intoksifikasi makanan (12)

Pada tabel 3 dapat dilihat jumlah anak sekolah dan prevalensi yang terkena penyakit atau gangguan makan atau makanan berdaarkan umur anak sekolah. Dapat dilihast semakin bertambah umur anak sekolah maka prevalensi terkena penyakit atau gangguan makan semakin meningkat.

Pada tabel 4 dapat dilihat prevalensi anak sekolah yang di diagnosa oleh dokter mengalami alergi makanan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin.

Poporsi alergi makanan yang didagnosa oleh dokter cukup kecil yaitu (16,4%), sedangkan di Polandia proporsi ini lebih besar yaitu 27,7% (9)

Pada tabel 6 dapat dilihat dengan menggunakan analisis IgE dapat dilihat IgE sebagai media dari alaegi makanan lebih banyak ditemukan pada sampel anak laki-laki(26,2%) dibandingkan dengan anak peremuan (17%).

Pada tabel diatas dapat dilihat ringkasan penyeabb dari alergi makanan. Susu sapi menjadi penyebab terbanyak yang menimbulkan alergi makanan.

Pada figure diatas dapat dilihat gejala yang paling muncul akibat makanan yaitu mual muntah dan diare.Prevalensi alergi makanan tergantung pada usia,,dan secara signifikan berbeda antara anak-anak dan orang dewasa. Gejala klinis alergi makanan sering disebut March Atopi.

Pada figure 2 dapat dilihat distrubusi makanan yang menjadi penyebab gejala gangguan makanan, yang paling tinggi disebabkan oleh buah-buahan dan berrie sedangkan yang terendah disebabkan oleh krustasea (udang.kepiting dll).

Alergi makanan lebih banyak disebabka oleh susu dan telur (85%), kedelai (13,6%) dan kacang tanah (20%) (13-16). Penelitian terkini menyatakan prevalensi hypersensifitas makanan berdasarkan usia cenderung mengalami peningkatan, selain itu terdapat hubungan antara jenis kelamin laki-laki dengan alergi makanan(17-18).

Peningkatah prevakensi gejala dan diagnisa asma bronchial, retinitis alerfi dan dermatitis atopic pada anak laki-laki telah diidentifikasi oleh ilmuwan Lithuania(19). Penelitian lainnya yang dilakukan di Lithuania melaporkan prevalensi alergi makanan menjadi rendah (12,8%) pada anak sekolah usia diatas 15 -19 tahun(20). Hal ini menunjukkan prevalensi reaksi terhadap makanan menigkat sampai usia 10 tahun kemudia mulai berkurang setelah usia 10 tahun, namun pada sebagian anak-anak prevalensi ini semakin meningkat. Efek samping dari makanan dan alergi makanan menimbulkan berbagai gejala dan penyakit, biasanya akan mempengaruhi sistem pernafasan dan kulit (21,22). Dalam penelitian ini gejala diare, mual, muntah, ruam,dan kulit gatal menjadi gejala yang paling sering muncul.Gejala ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnta (9, 20, 23, 24).

PEMBAHASAN

Reaksi makanan dan alergi makanan terjadi hampir terjadi pada sebagian besar anak sekkolah di Lithunia (46,9%). Hasil ini hampir sama pada penelitian yang dilakukan di Polandia tepatnya di kota Lodz anak-anak yang mengalami reaksi terhadap makanan sebesar 41,6% (9). Pada penelitian yang lain prevalensi hipersensitifits makanan pada anak-anak di Italia (10) cukup rendah yaitu 10,5 % dan di United Aras Emirates (11) yaitu 8%. Para peneliti setuju karena adanya perbedaan konsep mengenai alergi makanan dan gangguan makanan atau yang disebut intoleransi makanan dan intoksifikasi makanan (12)

Poporsi alergi makanan yang didagnosa oleh dokter cukup kecil yaitu (16,4%), sedangkan di Polandia proporsi ini lebih besar yaitu 27,7% (9)Prevalensi alergi makanan tergantung pada usia,,dan secara signifikan berbeda antara anak-anak dan orang dewasa. Gejala klinis alergi makanan sering disebut March Atopi.

Alergi makanan lebih banyak disebabka oleh susu dan telur (85%), kedelai (13,6%) dan kacang tanah (20%) (13-16). Penelitian terkini menyatakan prevalensi hypersensifitas makanan berdasarkan usia cenderung mengalami peningkatan, selain itu terdapat hubungan antara jenis kelamin laki-laki dengan alergi makanan(17-18).

Peningkatah prevakensi gejala dan diagnisa asma bronchial, retinitis alerfi dan dermatitis atopic pada anak laki-laki telah diidentifikasi oleh ilmuwan Lithuania(19). Penelitian lainnya yang dilakukan di Lithuania melaporkan prevalensi alergi makanan menjadi rendah (12,8%) pada anak sekolah usia diatas 15 -19 tahun(20). Hal ini menunjukkan prevalensi reaksi terhadap makanan menigkat sampai usia 10 tahun kemudia mulai berkurang setelah usia 10 tahun, namun pada sebagian anak-anak prevalensi ini semakin meningkat. Efek samping dari makanan dan alergi makanan menimbulkan berbagai gejala dan penyakit, biasanya akan mempengaruhi sistem pernafasan dan kulit (21,22). Dalam penelitian ini gejala diare, mual, muntah, ruam,dan kulit gatal menjadi gejala yang paling sering muncul.Gejala ini sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnta (9, 20, 23, 24).

Terdapat heterogenitas dalam prevalensi IgE pada alergi makanan dan reaksi negative terhadap makanan pada jenis dan keompok makanan yang berbeda. Alergen yang disebabkan oleh makanan perbedan antar wilayah. Hal ini erat hubungannya engan kebiasaan dan tradisi atau budaya serta gizi, globalisasi dan insutrial memiliki dampat yang sangat besar. Contohnya alergi ikan paling sering ditemui di Skandinavia; kedelai di Jepang; kacang tanah di Amerika dan Inggris; buah-bahan di Asia Tenggara; dan makanan laut di Negara Mediterania(1)

Sebagian besar penduduk diEropa melaporkan reaksi negatif terhadap makanan. Termasuk yan dilaporkan pada European Community Respiratory Health Survey (ECRHS), 19% dari populasimelaporkan suatu penyakit atau gangguan yang disebabkan oleh makanmakanan tertentu, dan 12,2% melaporkan bahwa mereka hampir selalu mengalami penyakit tersebut setelah mengkonsumsi makanan tertentu. Ada perbedaan signifikan prevalensi penyakit yang berhubungan dengan makanan antara berbagai negara mulai dari 4,6% di Spanyol untuk 18% di Swedia dan 19,1% di Australia.Kemungkinan besar, beberapa keluhan ini merupakan akibat respon IgE (8, 25, 26). Hasil dari peneltian ini sesuai dengan penelitian lain, misalnya menurut data dari ilmuwan Jerman, gejala yang berhubungan dengan makanan umum terjadi di antara anak-anak dan remaja. Laporan secara mandiri terbukti pada 1 dari 10 orang yang mengalami gejala tersebut, dan sebesar 4,2 % mengalami gejala klinis (27).

Peneliti Belanda membandingkan hasil hipersensitivitas makanan dandiagnosis alergi makanan dan menemukan bahwa hanya0,8% orang memiliki alergi makanan, sementara 12,4% memilikikeluhan dan dilaporkan memiliki hipersensitivitas makanan(28). Orang cenderung melebih-lebihkan alergi makanan. Karena persepsi alergi makanan yang berbeda beda.Orang bingung membedakan alergi makanan dengan intoleransi makanan atau bahkan dengan kasus keracunan makanan ringan(12). Reaksi maknan yang dilaporkan sendiri memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan diagnosis hipersensitivitas dengan pedoman diagnostik berbasis bukti. Pada anak-anak, reaksi alergi makanan lebih umum terjadi dibandingkan dengan rekasi hipersensitivitas non alergi makanan reaksi, dan 90% yang disebabkan oleh 8n alergen makanan yaitu: susu sapi, kedelai, telur, ikan, kerang, kacang tanah, kacang pohon, dan gluten. Diagnosis harus didasarkan pada potensi alergi makanan. Mengenai prosedur diagnosa hasil yang negatif pada test serologi dan tes kulit termasuk IgE yang ditimbulkan oleh alergi makanan dan jika hasil tes positif, tidak cukup untuk mendiagnosis alergi makanan (29).KESIMPULANPrevalensi hipersensitif makanan mencapai setengah dari populasi sampel yang dilaporkan secara mandiri pada anak anak sekolah dasar . Buah buahan , berry, susu dan produk susu merupaann penyebab sebagain besar alergi/ reaksi makanan yang merugikan pada anak sekolah dasar di Lithuania. Perbedaan prevalensi hipersensitifitas makanan dan IgE sebagai media alergi makanan berhubungan dengan jenis kelamin dan usia yang perlu di analisis secara mendalam untuk menetapkan perkembangan prognosis dan alat untuk mendiagnosa lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA