Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 31
Korespondensi: Catur Nugroho S.Sos., M.I.Kom. Universitas Telkom Bandung. Jl. Telekomunikasi, Sukapura,
Dayeuhkolot, Bandung, Jawa Barat 40257. No. HP, WhatsApp: 085228191449 Email: [email protected]
Submitted: September 2019 | Accepted: Desember 2019 | Published: Januari 2020
P-ISSN 2620-3111 | E-ISSN 2685-3957 | Website: https://jurnal.unma.ac.id/index.php/jika/
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR
(STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
Nova Nafisatul Maula1, Catur Nugroho2
1,2 Universitas Telkom, Bandung
ABSTRACT Nowadays, there are many automotive communities such as motorcycle community in Indonesia,
but sometimes the motorcycle community has bad cultural identity in society. The culture would
be succesfully formed if uses the good interaction, norms and rules, so that will create a positive
identity in the society, such as Depok Tiger Club or DeTiC. Depok Tiger Club is a group of
people who have a hobby in two-wheel drive which ride Honda Tiger, established since 2004,
they are one of the motorcycle communities that known as safety riding and safe from alcohol and
drugs consumption. Good identity of Depok Tiger Club is certainly inseparable from the role of
culture they have. This study aims to know the culture through interactions, norms and rituals of
Depok Tiger Club. This study used a qualitative approach with Ethnographic methods. The
research data was obtained through direct interviews and observation with six administrators and
members of Depok Tiger Club and one person from the public society. The results of this study is
Depok Tiger Club has a culture that contains typical symbols in social interaction, social norms
and rituals, such as in social interaction are language and attributes that they obey: uniforms and
stickers, social norms that exist in Depok Tiger Club represented by the Statutes, Household and
Regulatory Organizations must be adhered together, then the ritual, there are several activities
always done routine.
Key Words: Culture, Group, Social Interaction, Social Norms, Ritual Culture
ABSTRAK
Komunitas otomotif seperti komunitas motor di Indonesia sekarang ini sudah banyak,
namun terkadang komunitas motor memiliki identitas budaya buruk dari masyarakat.
Sebenarnya jika budaya tersebut dibentuk dengan interaksi, norma dan aturan yang baik
akan menciptakan identitas yang positif dimata masyarakat, seperti komunitas motor
Depok Tiger Club atau DeTiC. Depok Tiger Club ini sekumpulan orang yang memiliki
hobi dalam berkendara roda dua yang kebetulan pada Honda Tiger, berdiri sejak tahun
2004, mereka merupakan salah satu komunitas motor yang dikenal dengan safety riding
dan jauh dari alkohol dan narkoba. Identitas baik yang dimiliki Depok Tiger Club ini
pasti tidak terlepas dari peranan budaya yang mereka miliki, karena melalui budaya
tersebutlah suatu kelompok dapat membedakan dirinya dengan masyarakat umum. Maka
dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui budaya: interaksi sosial, norma-norma
sosial dan ritual yang ada pada Depok Tiger Club. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode Etnografi. Data penelitian ini diperoleh melalui
wawancara langsung dan observasi dengan enam orang pengurus dan anggota Depok
Tiger Club dan satu orang dari masyarakat umum. Hasil dari penelitian ini adalah Depok
Tiger Club memiliki budaya yang mengandung simbol-simbol khas dalam interaksi
sosial, norma-norma sosial dan ritual. Dalam interaksi sosial terdapat simbol bahasa dan
atribut yang sangat mereka patuhi, seperti seragam dan stiker, norma-norma sosial yang
ada pada Depok Tiger Club direpresentasikan melalui Anggaran Dasar, Rumah Tangga
dan Peraturan Organisasi yang harus dipatuhi bersama, kemudian dalam ritual terdapat
beberapa kegiatan yang selalu dilakukan rutin.
Kata kunci: Budaya, Kelompok, Interaksi Sosial, Norma Sosial, Ritual Kebudayaan
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 32
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
PENDAHULUAN
Depok Tiger Club atau yang biasa disingkat dengan DeTiC adalah salah satu
komunitas motor pecinta Honda Tiger, lahir pada tanggal 11 September 2004 dan di
deklarasikan pada 11 Maret 2005, memiliki visi dan misi menjadi patner dengan seluruh
lapisan masyarakat di Kota Depok, serta memberikan contoh yang baik sebagai bikers
yang santun, tertib dan aman dalam berlalu lintas serta bebas dari alkohol dan narkoba.
Komunitas motor yang terdapat di Indonesia sekarang ini sudah cukup banyak, ditambah
dengan tingginya tingkat kepemilikan motor yang tidak sejajar dengan keamanan dan
kenyamanan masyarakat ketika berada di jalanan Ibu Kota dan sekitarnya, seperti di
Depok. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melalui www.depoknews.id
menetapkan Depok sebagai Kota darurat aksi pembegalan yang kebanyakan dilakukan
oleh pelajar-pelajar yang bergabung pada geng motor.
Selain dipercaya sebagai representasi hobi, interaksi, relasi, sosial dan bisnis,
ternyata DeTiC ini juga memiliki eksistensi sampai keluar Jabodetabek. Sebagai
komunitas motor yang sudah berdiri lama ini, DeTiC memiliki basic value dalam
mencapai misinya, yakni terus mengembangkan open minded communication, basic
belief, mutual respect dan integrity. Basic value tersebut dituangkan kepada kegiatan-
kegiatan yang selama ini dilakukan oleh DeTiC. Adapun beberapa kegiatan yang
dilakukan oleh DeTiC adalah Kopi Darat (Kopdar), Musyawarah Besar, melakukan
pelatihan safety riding kepada perusahaan-perusahaan dan masyarakat, bakti sosial
sampai ikut serta membantu polisi dalam memberantas kejahatan di Kota Depok, seperti
kasus pembegalan, dan semua kegiatan tersebut DeTiC salurkan melalui media-media
sosial mereka yaitu website, instagram, facebook, twitter dan Youtube Channel.
Dilatar belakangi dengan ditengah-tengah isu geng motor yang semakin banyak
terbentuk dan anarkis, menggunakan narkoba dan miras, menganiaya masyarakat,
membunuh dan membuat keresahan sosial di Depok, ada satu komunitas motor, yaitu
DeTiC yang peduli dengan keamanan masyarakat, taat berlalu lintas, banyak melakukan
kegiatan sosial, tidak menggunakan narkoba dan miras sampai ikut serta membantu pihak
polisi dalam penangkapan begal. Diberitakan dari www.bikersdepokunite.blogspot.co.id,
semenjak tahun 2012, komunitas motor di Depok sudah mencapai sebanyak 127
komunitas motor yang sama-sama mengklaim komunitasnya sebagai komunitas motor
yang mengutamakan keselamatan (safety riding), salah satunya adalah DeTiC.
Namun yang membedakan DeTiC dari komunitas motor lain adalah kegiatan-
kegiatan sosial mereka yang inspiratif, seperti pemberian pelatihan safety riding di
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 33
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
beberapa perusahaan besar, prestasi-prestasi mereka yang sudah disertifikasi internasional
sebagai pelatih safety riding dalam berkendara sepeda motor dan DeTiC ini masuk dalam
kemitraan kepolisian Depok.
Berdasarkan perbedaan-perbedaan ini, terlihat pasti ada suatu budaya yang sudah
lama diterapkan oleh DeTiC, sehingga dari budaya tersebut menghasilkan norma-norma
sosial dan ritual dalam setiap interaksinya yang cukup efektif dalam menjalankan dan
atau menjadi anggota suatu komunitas motor yang berprestasi. Dari penjelasan peneliti di
atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Budaya Komunitas
Motor (Studi Etnografi pada Depok Tiger Club)”.
Adapun fokus penelitian ini adalah pada budaya yang dimiliki oleh Depok Tiger
Club, namun budaya pada penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu interaksi sosial, norma-
norma sosial dan ritual yang ada dan berlaku pada Depok Tiger Club. Tujuan dari
penelitian yaitu mengetahui interaksi sosial di kalangan Depok Tiger Club, mengetahui
norma-norma sosial yang berlaku di kalangan Depok Tiger Club, dan menetahui ritual-
ritual yang dimiliki oleh Depok Tiger Club.
Budaya dan Wujud Kebudayaan
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni (Anwar & Adang, 2013:
179). Sedangkan menurut Soerjono Soekanto dalam Anwar & Adang (2013:180) budaya
adalah:
“Sebuah sistem nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang
mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk, atau secara institusi nilai yang
dianut oleh suatu organisasi yang diadopsi dari organisasi lain baik melalui
reinventing maupun re-organizing.” (Anwar & Adang, 2013:180).
Berdasarkan penjelasan definisi budaya di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya
adalah cara hidup yang dianut oleh sebuah kelompok dari generasi ke generasi,
sedangkan untuk kebudayaan sendiri adalah:
“Keseluruhan pemikiran dan benda yang dibuat oleh diciptakan oleh manusia
dalam perkembangan sejarahnya. Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan
norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika
dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang
layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.” (Anwar & Adang, 2013: 181).
Setiap kebudayaan memiliki wujud yang berbeda-beda, menurut J.J Hoenigman dalam
Anwar & Adang (2013:185-186), wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga:
1. Gagasan (Wujud Ideal)
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 34
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh.
2. Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu.
3. Artefak (Karya)
Arefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan,
dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal yang
dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan.
Komunitas dan Kelompok
Komunitas menurut Ralph Linton dalam Soekanto (2003:24) adalah sekelompok
manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur
diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-
batas yang dirumuskan dengan jelas. Sedangkan definisi lainnya, masyarakat adalah
orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan, Selo Soemardjan
dalam Soekanto (2003: 24).
Dalam Liliweri (2014: 19), kelompok adalah kumpulan orang-orang yang bersatu
karena mempunyai identitas yang sama, yang terikat karena mempunyai perasaan dan
kepentingan yang sama, sekaligus membedakan karakteristik mereka dengan orang-orang
lain yang ada dalam masyarakat tempat mereka tinggal. Adapun definisi kelompok
lainnya adalah kumpulan dari individu yang berinteraksi satu sama lain, pada umumnya
hanya untuk melakukan pekerjaan, untuk meningkatkan hubungan antar individu, atau
bisa saja untuk keduanya (Anwar dan Adang, 2013: 219).
Dari definisi tentang komunitas di atas, dapat disimpulkan bahwa komunitas
termasuk dalam kelompok sosial, karena mereka memiliki tujuan dan struktur yang
disepakati bersama, sehingga rutin menjalin interaksi yang menyatukan mereka dalam
dunia sosial.
Interaksi Sosial
Interaksi merupakan kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan sosial
sehari-hari, seperti yang dikatakan oleh Onong Uchjana (2003: 395-396):
Interaksi berarti proses pemindahan diri pelaku yang terlibat secara mental ke
dalam posisi orang lain. Dengan demikian, mereka mencoba mencari makna yang
oleh orang lain diberikan kepada aksinya memungkinkan terjadinya komunikasi
atau interaksi. Interaksi tidak hanya berlangsung melalui gerak-gerak secara fisik
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 35
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
saja, melainkan melalui lambang-lambang yang maknanya perlu dipahami.
(Effendy, 2003: 395-396).
Sedangkan interaksi sosial menurut Maryati dan Suryawati (2003) dalam Anwar
& Adang (2013: 194), interaksi sosial adalah kontak atau hubungan timbal balik atau
interstimulasi dan respon antar individu, antar kelompok atau antar individu dan
kelompok. Dengan kata lain interaksi sosial dapat terjadi antar individu, ataupun antar
kelompok dan individu antar kelompok.
Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial tidak selamanya berjalan dengan tindakan yang positif, terkadang
tindakan negatif pun dilakukan demi memenuhi tujuan yang sudah disepakati bersama,
menurut Anwar & Adang (2013:196), bentuk-bentuk interaksi sosial berdasarkan
prosesnya terbagi menjadi dua, yaitu sosiatif dan disosiatif.
Tabel 1 Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial Berdasarkan Proses
No Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Berdasarkan Proses
Asosiatif Disosiatif
1 Kerjasama; merupakan upaya bersama
antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok dan kelompok dengan
kelompok untuk mencapai tujuan yang sudah
disepakati bersama.
Persaingan; merupakan proses sosial, dimana antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok
dan kelompok dengan kelompok bersaing dalam
mencari keuntungan melalui bidang-bidang
kehidupan, tanpa adanya kekerasan.
2 Akomodasi; merupakan suatu keadaan yang
seimbang dalam interaksi antar individu,
individu dengan kelompok, atau kelompok
dengan kelompok yang ada sangkut pautnya
dengan norma-norma dan nilai sosial yang
ada di masyarakat tersebut.
Kontravensi; yaitu interaksi sosial yang kondisinya
ada diantara persaingan dan pertentangan.
3 Asimilasi; merupakan upaya mengurangi
perbedaan-perbedaan dan meningkatkan
kesatuan dalam mencapai tujuan bersama.
Pertentangan; yaitu proses sosial dimana antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok
dan kelompok dengan kelompok berupaya memenuhi
tujuannya dengan melanggar atau menantang pihak
yang lain disertai dengan anacaman dan tindak
kekerasan.
Sumber: Adaptasi Anwar & Adang (2013: 196)
Penjelasan bentuk-bentuk interaksi sosial berdasarkan proses di atas, dapat
digunakan sebagai tinjauan pustaka peneliti dalam menganalisis bentuk interaksi yang
terdapat di Depok Tiger Club ini.
Norma Sosial
Norma menurut Anwar & Adang (2013:192) adalah hasil buatan manusia sebagai
makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan
norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisi tata
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 36
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar. Norma sosial
menurut Anwar & Adang (2013: 193), terbagi menjadi lima macam dilihat dari
sanksinya, yaitu:
1. Tata Cara; merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan sanksi
yang ringan terhadap pelanggarnya.
2. Kebiasaan; merupakan cara bertindak yang digemari oleh masyarakat dan
dilakukan berulang-ulang, mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari
tata cara.
3. Tata Kelakuan; merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama
dan ideologi yang dianut masyarakat. Tata kelakuan di satu pihak memaksakan
suatu perbuatan dan di lain pihak melarang suatu perbuatan sehingga secara
langsung ia merupakan alat pengendalian sosial agar anggota masyarakat
menyesuaikan tindakan-tindakan itu.
4. Adat; merupakan norma yang tidak tertulis namun kuat mengikat sehingga
anggota masyarakat yang melanggar adat akan menderita karena sanksi keras
yang kadang secara tidak langsung seperti pengucilan, dikeluarkan dari
masyarakat, atau harus memenuhi persyaratan tertentu.
5. Hukum; merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis.
Sanksinya tegas dan merupakan suatu rangkaian aturan yang ditujukkan kepada
anggota masyarakat yang berisi ketentuan, perintah, kewajiban dan larangan agar
tercipta ketertiban dan keadilan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa seluruh anggota harus
menyesuaikan diri terhadap norma-norma yang berlaku, menurut Jewell, LN & Sieggall
M (1990) dalam (Gurning, et.al, 2012) penyesuaian anggota kelompok dengan norma
tersebut adalah bagian dari diterima menjadi anggota kelompok tersebut.
Adapun menurut Anwar & Adang (2013: 193) norma sosial dapat dilihat dari
sumbernya, yaitu terbagi menjadi empat:
1) Norma agama, yakni ketentuan hidup yang bersumber dari ajaran agama (wahyu
dan relevasi).
2) Norma kesopanan, ketentuan hidup yang berlaku dalam interaksi sosial
masyarakat.
3) Norma kesusilaan, ketentuan yang bersumber pada hati nurani, moral, atau filsafat
hidup.
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 37
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
4) Norma hukum, ketentuan tertulis yang berlaku dari kitab undang-undang suatu
Negara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan norma sosial sangatlah dibutuhkan
sebagai pedoman kebudayaan yang ada dan diterapkan oleh Depok Tiger Club, dan dari
jenis-jenis norma sosial dilihat dari sanksi dan sumbernya ini, penulis dapat
mengidentifikasi norma sosial apa saja yang diterapkan oleh DeTiC.
Ritual Kebudayaan
Ritual menurut Victor Turner dalam Sambas (2015:187) dapat diartikan
“…sebagai perilaku tertentu yang bersifat formal, dilakukan dalam waktu tertentu secara
berkala…” Adapun ritual kebudayaan menurut Mowen (1995) dalam Sambas
(2015:180):
“Ritual kebudayaan adalah kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat. Ritual budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang terstandardidasi
yang secara periodik diulang memberikan arti dan meliputi penggunaan simbol-
simbol budaya” (Sambas, 2015: 180).
Dalam hal ini ritual juga memiliki peranan-peranan tersendiri dalam menjalankan
sebuah kelompok sosial, seperti yang dijelaskan oleh Victor Turner dalam Sambas
(2015:187) ritual memiliki empat peranan, yaitu: 1) Ritus dapat menghilangkan konflik;
2) Ritus dapat mengatasi perpecahan dan membangun solidaritas masyarakat; dan 3)
Ritus mempersatukan dua prinsip yang bertentangan. Dengan ritus orang mendapat
kekuatan dan motivasi baru untuk hidup dalam masyarakat sehari-hari
METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
paradigma konstruktivis. Menurut Bogdan dan Taylor (1975: 5) dalam Moleong (2014: 4)
metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilku dang dapat diamati.
Pada penelitian kualitatif ini, penulis menggunakan pendekatan studi Etnografi.
Menurut Harris (1968) dalam Creswell (2014: 125), etnografi merupakan suatu desain
kualitatif yang penelitiannya mendeskripsikan dan menafsirkan pola yang sama dari nilai,
perilaku, keyakinan dan bahasa dari suatu kelompok berkebudayaan-sama. Sedangkan
menurut Spradley (2007: xiv), etnografi merupakan alat yang fundamental untuk
memahami masyarakat kita sendiri dan masyarakat multikuktural di seluruh dunia.
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 38
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
Sumber: Jurnal Ilmu Komunikasi, Vol.2, No.2, Oktober 2012
Gambar 1 Siklus Penelitian Etnografi
Pertama, pemilihan suatu proyek etnografi. Siklus ini dimulai dengan memilih
suatu proyek penelitian etnografi dengan mempertimbangkan ruang lingkup penelitian.
Ruang lingkup penelitian dapat berjarak sepanjang satu kontinum dari etnografi makro ke
etnografi mikro. Makro etnografi dalam konteks ini dapat berupa: kompleksitas
masyarakat, multipleksitas komunitas, studi komunitas tunggal, multipleksitas institusi-
institusi sosial, institusi sosial tunggal dan multipleksitas situasi sosial. Sementara mikro
etnografi berupa situasi sosial tunggal. Pada penelitian ini, lingkup penelitian berada pada
makro etnografi karena meneliti tentang studi komunitas tunggal taitu Depok Tiger Club
(DeTiC).
Kedua, pengajuan pertanyaan etnografi. Dalam penelitian etnografi, peneliti
dapat mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan (1) suatu diskriptif tentang
konteks (2) analisis tema-tema utama, (3) interpretasi perilaku cultural. Adapun pada
penelitian ini, pertanyaan etnografi yang akan diajukan kepada Depok Tiger Club
(DeTiC) yaitu interaksi sosial, norma-norma sosial dan ritual yang terdapat dalam DeTiC.
Ketiga, pengumpulan data etnografi. Pada penelitian, peneliti mengumpulkan
data dengan wawancara dan observasi partisipan melalui keikutsertaan peneliti di
beberapa kegiatan Depok Tiger Club (DeTiC).
Keempat, pembuatan rekaman etnografi. Pada tahap ini, peneliti mencatat dan
mengambil gambar/foto dari hasil wawancara maupun observasi di lapangan.
Kelima, analisis data etnografi. Dalam penelitian etnografi, analisis data tidak
dilakukan diakhir pekerjaan, tetapi dilakukan pada saat melakukan pekerjaan. Karena
analisis data tidak perlu menunggu data terkumpul banyak. Analisis data yang dilakukan
pada saat penelitian membuat data semakin kuat dan jelas.
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 39
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
Keenam, penulisan sebuah etnografi. Mengingat sifat etnografi yang natural,
maka pemaparannya harus dilakukan secara natural, seperti layaknya proses alami yang
dialami seorang manusia ketika berada dalam sebuah lingkungan budaya. (Arif, 2012:
176-178).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Interaksi Sosial yang ada di Kalangan Depok Tiger Club
Proses pemberian dan penerimaan suatu pesan dalam sebuah kelompok itu selalu
ditandai dengan interaksi atau komunikasi antara sesamanya, secara langsung ataupun
tidak langsung, seperti yang didefinisiakan oleh Onong Uchjana (2003: 395-396):
“Interaksi berarti proses pemindahan diri pelaku yang terlibat secara
mental ke dalam posisi orang lain. Dengan demikian, mereka mencoba
mencari makna yang oleh orang lain diberikan kepada aksinya
memungkinkan terjadinya komunikasi atau interaksi. Interaksi tidak
hanya berlangsung melalui gerak-gerak secara fisik saja, melainkan
melalui lambang-lambang yang maknanya perlu dipahami.” (Effendy,
2003: 395-396).
Definisi di atas menjelaskan interaksi sosial yang terjadi pada Depok Tiger Club,
interaksi sosial pada hal ini sangat terlihat dari interaksi internal antara pengurus dan
anggota, selain dari kegiatan-kegiatan yang harus diikuti oleh anggota ada beberapa
lambang dan bahasa yang juga harus dimengerti oleh anggota, seperti soan, molor, kepala
suku, mentor, ketua umum, safety riding, safety officer, dan lain sebagainya. Interaksi
sosial ini memiliki beberapa bentuk berdasarkan prosesnya yaitu asosiatif dan disosiatif,
namun pada hasil penelitian ini, Depok Tiger Club masuk kedalam bentuk Interaksi
Sosial Asosiatif, yatu Kerjasama, Akomodasi dan Asimilasi.
Table 2 Interaksi Sosial Asosiatif Depok Tiger Club No Interaksi Sosial Asosiatif pada Depok Tiger Club
Asosiatif Keterangan
1 Kerjasama; merupakan upaya bersama
antara individu dengan individu, individu
dengan kelompok dan kelompok dengan
kelompok untuk mencapai tujuan yang
sudah disepakati bersama.
Pada bagian ini, kerjasama yang terjadi di Depok
Tiger Club yaitu:
1. Upaya pembentukan komunitas motor yang tertib
lalu lintas.
2. Bidak (Biker Anti Kejahatan), kerjasama ini
dilakukan antara Depok Tiger Club dengan
anggota komunitas motor lain dengan tujuan
memberantas kekerasan lalu lintas seperti
pembegalan, dan hal in juga sempat diikutsertai
dengan pihak kepolisian Depok.
3. Kerjasama dengan perusahaan helm NHK dan
kepolisian dalam membagikan helm gratis
kepada masyarakat yang melalui jalan dengan
menggunakan helm yang tidak layak pakai.
4. Kerjasama antar anggota dalam melaksanakan
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 40
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
nikah masal, sunat masal, pelatihan safety riding
dan santunan kepada anak yatim.
2 Akomodasi; merupakan suatu keadaan
yang seimbang dalam interaksi antar
individu, individu dengan kelompok, atau
kelompok dengan kelompok yang ada
sangkut pautnya dengan norma-norma dan
nilai sosial yang ada di masyarakat tersebut.
Untuk akomodasi pada Depok Tiger Club
disimbolkan dengan adanya AD/RT berisi aturan-
aturan atau norma yang harus dipatuhi oleh seluruh
anggota, dari pengurus sampai anggota itu sendiri,
selain akomodasi yang terjalin antar anggota, juga
terjalin dengan masyarakat umum, seperti
diadakannya pengaduan masyarakat umum terhadap
selurruh anggota Depok Tiger Club yang ketahuan
melanggar aturan-aturan lalu lintas di jalanan.
3 Asimilasi; merupakan upaya mengurangi
perbedaan-perbedaan dan meningkatkan
kesatuan dalam mencapai tujuan bersama.
Pada asimilasi ini, di Depok Tiger Club
melakukannya, seperti di kalangan internal, tidak
memandang usia, status dan pekerjaan semua anggota
di DeTiC diangap sama tidak berbeda, dianggap
seperti keluarga walaupun tidak sedarah. Kemudian
untuk meningkatkan kesatuan ada yang namanya
brotherhood, dimana brotherhood ini memiliki
makna kesolidaritasan yang terjalin antara anggota
DeTiC maupun komunitas Tiger lainnya.
Sumber: olahan peneliti
Berdasarkan penjelasan bentuk interaksi di atas dapat disimpulakn bahwa
interaksi yang terjalin dalam Depok Tiger Club bukan hanya dengan anggota saja
melainkan dengan masyarakat umum. Interaksi yang terjalin dengan masyarakat umum
ini sangat terbuka, khususnya pada pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran lalu
lintas yang dilakukan oleh anggota Depok Tiger Club, pengaduan ini diadakan dengan
tujuan membentuk anggota Depok Tiger Club sebagai biker taat lalu lintas dan sebagai
bukti bahwa mereka mematuhi norma-norma safety riding yang terdapat di dalamanya.
Adapun alur pengaduan tersebut dimulai dari laporan masyarakat kepada humas Depok
Tiger Club melalui email ataupun sosial media yang dimiliki, kemudian akan diteruskan
kepada tata tertib Depok Tiger Club, lalu setelah itu akan di datangkan kedua belah pihak
yang bersangkutan untuk mengklarifikasi pengaduan yang ditujukan. Jika anggota yang
dilaporkan terbukti bersalah maka akan ditindak sesuai dengan sanksi yang tertera dalam
AD/RT mereka, walaupun jika tidak berbukti maka akan diselesaikan dengan
musyawarah dan tanpa kekerasan antar kedua belah pihak yang bersangkutan.
Pengadu /
masyaraka
t
Sosial
Media
LINE
Perihal yang
diadukan
Klarifikasi
Humas Tatib
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 41
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
Sumber: Adapatasi dari penjelasan Informan
Gambar 2 Alur Pengaduan Masyarakat
Norma-Norma Sosial yang Berlaku di DepokTiger Club
Norma atau aturan memanglah selalu dijadikan pedoman benar salahnya suatu
tindakan, tidak dalam kehidupan masyarakat luas saja melainkan dalam kelompok-
kelmpok pun terdapat norma-norma tersebut, seperti pada Depok Tiger Club, semua
tindakan mereka diataur dalam AD/RT yang mereka susun dan sepakati untuk dipatuhi
bersama, tidak memandang status stau pekerjaan, siapapun yang melanggar AD/RT
tersebut akan dikenakan sanksi sesuai dengan apa yang tertulis dalam AD/RT. Mengenai
sanksi-sanksi yang terdapat dalam AD/RT DeTiC itu mengenai pelanggaan lalu lintas,
pelanggaran lalai kopdar, pelanggaran menjadi anggota baru, dan sebagainya. Hal ini
sesuai dengan definisi norma menurut Anwar & Adang (2013:192) adalah hasil buatan
manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja.
Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam
masyarakat berisi tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.
Adapun norma sosial menurut Anwar & Adang (2013: 193), norma sosial dilihat
dari sanksinya terbagi menjadi lima macam, yaitu:
1. Tata Cara; merupakan norma yang menunjuk kepada satu bentuk perbuatan
sanksi yang ringan terhadap pelanggarnya. Pada Depok Tiger Club tata cara
yang diterapkan seperti teguran kepada anggota yang melakukan pelanggaran
ringan, seperti tidak memakai sepatu saat kopdar, tidak menggunakan helm
saat keluar rumah.
2. Kebiasaan; merupakan cara bertindak yang digemari oleh masyarakat dan
dilakukan berulang-ulang, mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar
dari tata cara, dalam kebiasaan ini, Depok tiger Club melakukan kebiasaan-
kebiasaan dalam kegiatan-kegiatannya, misalkan ritual sbelum mengadakan
touring, namun hal ini akan lebih dibahas pada fokus penelitian mengenai
ritual.
3. Tata Kelakuan; merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran
agama dan ideologi yang dianut masyarakat. Tata kelakuan di satu pihak
memaksakan suatu perbuatan dan di lain pihak melarang suatu perbuatan
sehingga secara langsung ia merupakan alat pengendalian sosial agar anggota
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 42
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakan itu. Jelas pada norma sosial ini,
tata kelakukan, masih terkait dengan aturan-aturan dalam AD/RT yang
menjelaskan tentang perbuatan yang dilarang seperti mengkonsumsi alkohol,
narkoba, main perempuan dan sebagainya dan jika melanggarnya akan
dikenakan SP sampai pemecatan.
4. Adat; merupakan norma yang tidak tertulis namun kuat mengikat sehingga
anggota masyarakat yang melanggar adat akan menderita karena sanksi keras
yang kadang secara tidak langsung seperti pengucilan, dikeluarkan dari
masyarakat, atau harus memenuhi persyaratan tertentu. Adapun adat yang
terdapat pada Depok Tiger Club ini seperti melanggar AD/RT namun saat
ditindak melawan dan tidak terima bersalah, maka yang bersangkutan akan
dipandang jelek oleh seluruh anggota DeTiC.
5. Hukum; merupakan norma yang bersifat formal dan berupa aturan tertulis.
Sanksinya tegas dan merupakan suatu rangkaian aturan yang ditujukkan
kepada anggota masyarakat yang berisi ketentuan, perintah, kewajiban dan
larangan agar tercipta ketertiban dan keadilan.
Adapun menurut Anwar & Adang (2013: 193) norma sosial dapat dilihat dari
sumbernya, yaitu terbagi menjadi empat, yaitu Norma Agama, Norma Kesopanan, Norma
Kesusilaan dan Norma Hukum. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, norma-
norma sosial yang berlaku di Depok Tiger Club ini jika dilihat dari sumbernya yaitu
masuk kedalam norma kesopanan, norma kesusilaan dan norma hukum.
1. Norma kesopanan, ketentuan hidup yang berlaku dalam interaksi sosial
masyarakat. Norma kesopanan dalam Depok Tiger Club ini, seperti berinteraksi
sesama anggota, pengurus sampai masyarakat luar dengan sopan, berkendara
motor dengan mematuhi lalu lintas (safety riding), tidak mengkonsumsi alkohol,
minuman keras, narkoba dan seluruh anggota tidak diperkenankan untuk
menambahkan asessoris yang membahayakan.
2. Norma kesusilaan, ketentuan yang bersumber pada hati nurani, moral, atau filsafat
hidup. Norma kesusilaan dalam Depok Tiger Club ini seperti saling tolong
menolong antar teman, komunitas motor lain, masyarakat dan pemerintah dalam
melakukan acara kerjasama dan baksti sosial seperti kampanye safety riding,
nikah massal, santunan anak yatim dan menangkap begal.
3. Norma hukum, ketentuan tertulis yang berlaku dari kitab undang-undang suatu
Negara. Norma hukum pada Depok Tiger Club ini adalah seluruh aturan mengenai
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 43
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
safety riding, Depok Tiger Club membuat aturan tersebut sesuai dengan undang-
undang yang sudah disetujui Negara dan kepolisian mengenai undang-undang lalu
lintas.
Ritual yang Dimiliki Depok Tiger Club
Menjadi komunitas motor selalu ada kebiasaan yang sudah lama dilakukan,
begitulah Depok Tiger Club, komunitas motor ini memiliki ritual yang unik dan
kompleks dalam kegiatannya, seperti ritual sebelum touring, selain pencetusan touring
harus ada penentuan petugas-petugas, seperti safety officer, Voridjer, Road Caption,
Sweeper, technical, medical, hal itu harus sudah menjadi kebiasaan yang selalu diulang-
ulang sebelum touring. Seperti yang diungkapkan oleh Victor Turner dalam Sambas
(2015:187) ritual dapat diartikan “…sebagai perilaku tertentu yang bersifat formal,
dilakukan dalam waktu tertentu secara berkala...”.
Selain berkala, dalam ritual-ritual yang dijalankan oleh Depok Tiger Club juga
memiliki simbol-simbol yang terkandung di dalamnya, seperti kode-kode atau isyarat
safety riding, seragam, bendera dan sticker pada saat touring. Hal ini juga dikatakan ole
Mowen (1995) dalam Sambas (2015:180):
“Ritual kebudayaan adalah kegiatan-kegiatan rutin yang dilakukan oleh
kelompok masyarakat. Ritual budaya sebagai urutan-urutan tindakan yang
terstandardidasi yang secara periodik diulang memberikan arti dan meliputi
penggunaan simbol-simbol budaya” (Sambas, 2015: 180).
Berdasarkan ritual-ritual yang dimiliki oleh Depok Tiger Club ini, masing-masing
memiliki peranan kepada keorganisasian Depok Tiger Club itu sendiri, menurut Victor
Turner dalam Sambas (2015:187) ritual memiliki empat peranan, yaitu:
1. Ritus dapat menghilangkan konflik. Konflik yang terjadi dalam Depok Tiger
Club ini berasal dari internal dan eksternal komunitas, dalam konflik internal
sering terjadi miskomunikasi antara anggota, dan hal tersebut selalu diselesaikan
dengan ritual mereka yang menggunakan jalan musyawarah dengan saling
mengingatkan bahwa mereka bersatu dalam satu komunitas, satu bendera dan
selalu bersama tidak saling bermusuhan. Adapun konflik eksternal yang sering
terjadi yaitu pengaduan masyarakat kepada pengurus mengenai anggota Depok
Tiger Club yang melanggar lalu lintas, untuk meminimalisir konflik tersebut
mereka memiliki ritual wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) setiap
berkendara, dan jika ritual itu dilanggar maka akan disanksi sesuai dengan apa
yang dilanggarnya, ini bertujuan bukan hanya meminimalisir konflik antar
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 44
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
masyarakat saja, melainkan untuk menegaskan kepada anggota dan masyarakat
bahwa komunitas Depok Tiger Club ini, bukan seperti komunitas motor pada
umumnya, yang merasa raja jalanan, anarkis dan sebagainya.
2. Ritus dapat mengatasi perpecahan dan membangun solidaritas masyarakat.
Melakukan kegiatan-kegiatan positif, itulah ritual yang selalu dilakukan oleh
Depok Tiger Club dalam mengatasi dan membangun solidaritas masyarakat,
contohnya sebagai komunitas motor yang kadang masih dipandang masyarakat
sebelah mata, Depok Tiger Club sering memberikan pelatihan safety riding
kepada perusahaan, ojek sampai masyarakat umum. Budaya ini lah yang
menjadikan Depok Tiger Club dipandang baik oleh masyarakat dan komunitas
motor Depok lainnya.
3. Ritus mempersatukan dua prinsip yang bertentangan. Berdasarkan hasil
wawancara dan observasi informan mengatakan bahwa dalam internal sering
sekali terjadi konflik, contohnya dalam melaksanakan touring, terkadang
beberapa anggota tidak ingin ikut serta jika ada anggota yang mereka tidak sukai
atau hubungan berkotak-kotak, namun pertentangan tersebut dapat diselesaikan
dengan menggabungkan mereka kedalam penugasan yang sama, contoh kedua
belah pihak ditugaskan menjadi medical officer dan technical officer saat touring,
dimana saat touring mereka berada di posisi depan-belakang dengan tugas harus
saling berkomunikasi dan membantu satu sama lain agar touring berjalan dengan
lancar.
4. Dengan ritus orang mendapat kekuatan dan motivasi baru untuk hidup dalam
masyarakat sehari-hari. Mars dan pelantikan, dua kegiatan yang menjadi ritual
Depok Tiger Club, yang berhasil menciptakan motivasi di diri anggota untuk
mematuhi lalu lintas bukan semata-mata untuk terhindar dari surat peringatan,
melainkan untuk keselamatan mereka sendiri dan orang lain.
Kebudayaan tidak hanya berwujud alat musik tradisonal, tarian tradisonal saja,
sekarang ini wujud kebudayaan sudah beragam baik itu dari gagasan, aktivitas dan
artefak, menurut J.J Hoenigman dalam Anwar & Adang (2013:185-186), wujud
kebudayaan dibedakan menjadi tiga:
1. Gagasan (Wujud Ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Begitu pun yang terdapat dalam Depok
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 45
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
Tiger Club, kebudayaan mereka bermula dari gagasan membentuk suatu
komunitas motor Tiger dengan dilandasi norma-norma dan ritual yang disepakati
dari generasi ke generasi.
2. Aktivitas (Tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat itu. Wujud kedua dari kebudayaan ini jelas terdapat pada
Depok Tiger Club, aktivitas mereka mulai dari kopi darat, rapat kerja, touring,
bakti sosial, kerajasama, orientasi, pelantikan, semua aktivitas itu adalah salah
satu wujud kebudayaan dari Depok Tiger Club.
3. Artefak (Karya)
Arefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan,
dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal yang
dapat diraba, dilihat dan didokumentasikan. Adapun wujud kebudayaan ketiga ini
dalam Depok Tiger Club berupa bendera, seragam, sticker, kaos dan jaket.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tentang budaya komunitas motor (studi etnografi
pada Depok Tiger Club) yang telah diuraikan dan dianalisa pada bab IV, maka peneliti
menarik kesimpulan sebagai berikut:
Depok Tiger Club merupakan komunitas motor dengan nilai kekeluargaan yang
tinggi, simbol dari keseriusan dalam menjalankan komunitas motor ini, mereka memiliki
struktur organisasi, visi, misi, AD/RT dan aturan yang harus dipatuhi dan dipahami oleh
seluruh anggota. Dalam menjalankan suatu komunitas mustahil tidak pernah terlepas dari
konflik, adapun konflik yang pernah terjadi yaitu antar internal dan eksternal, namun
DeTiC ini mengatasinya dengan jalan musyawarah dan menghindari jalan kekerasan.
Untuk komunikasi dengan anggota, DeTiC sangat terbuka, mendengarkan aspirasi dan
kritikan dari seluruh anggota dan anggota sendiri pun memiliki hak berbicara yang sama
dengan pengurus, jadi tidak ada perbedaan dalam hak berbicara, hal tersebut membuat
komunikasi dalam komunitas motor ini semakin intersif dan interaksi antar anggota pun
semakin terasa nyaman sehingga terciptanya suatu pandangan yang sama. Adapun untuk
lebih mengintensifan komunikasi dan interaksi diadakan pertemuan dan kegiatan, seperti
kopi darat (kopdar), touring, kerjasama dan bakti sosial. Dari interaksi tersebut
terkandung makna-makna dan simbol-simbol yang sudah disepakati oleh seluruh anggota
Depok Tiger Club, simbol tersebut berupa bahasa, isyarat, gambar dan warna, seperti
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 46
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
contohnya simbol dari kerjasama yang pernah mereka lakukan dan juga AD/RT sebagai
simbol aturan dan pedoman yang harus dipatuhi seluruh anggota.
Depok Tiger Club ini merupakan komunitas motor yang memiliki norma atau
aturan yang bisa dibilang cukup ketat. Adapun norma-norma atau aturan yang berlaku
tersebut tertulis lengkap dalam AD/RT mereka, diantaranya dilarang keras melanggar
aturan, mengkonsumsi alkohol dan narkoba, melanggar lalu lintas dan membawa
perempuan liar, adapun norma atau aturan tersebut dibarengi dengan sanksi-sanksi yang
sudah ditetapkan bersama, yaitu peringatan lisan, surat peringatan 1, surat peringatan 2,
surat peringatan 3, skorsing dan pemecatan.
Depok Tiger Club ini merupakan salah satu komunitas motor yang memiliki ritual
atau kebiasaan yang cukup banyak dalam kegiatan-kegiatannya, diantaranya dalam acara
pelantikan, kopi darat (kopdar), touring. Pertama, pada ritual pelantikan dan acara-acara
resmi DeTiC selalu dan harus dinyanyikan Mars Depok Tiger Club, dan ini sifatnya wajib
dihafal Biker dan Rider. Kedua dalam kegiatan kopi darat (kopdar), kopdar ini bersifat
wajib dan tidak wajib, yang wajib harus dihadiri oleh seluruh anggota itu pada hari Sabtu
di jalann Margonda, dan yang tidak wajib yaitu setiap hari dan berlokasi di secretariat
Depok Tiger Club. Ketiga ritual yang ada pada kegiatan touring mereka, dalam touring
ini selalu ada ritual yang sudah lama dilakukan, yaitu pengawalan, monitoring,
penyambutan dan penjemputan dan keempat ritual pada saat kegiatan pelantikan, yaitu
calon anggota harus touring sejauh 4000 km, 10 kota, 5 provinsi dan 1 luar pulau, calon
anggota juga wajib memenuhi syarat safety riding, dan pada malam pelantikan akan
dilakukan poros mempreteli motor yang akan di susun kembali oleh calon anggota.
JIKA (Jurnal Ilmu Komunikasi Andalan) | Volume 3 | No. 1 | Januari 2020 | Hal 31-47
| 47
BUDAYA KOMUNITAS MOTOR (STUDI ETNOGRAFI PADA DEPOK TIGER CLUB)
(Nova Nafisatul Maula, Catur Nugroho)
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Yesmil & Adang. (2013). Sosiologi untuk Universitas. Bandung: PT. Rafika
Aditama.
Creswell, John W. (2014). Reseach Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Effendi, Onong Unhjana. (2007). Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra
Aditya Bakti.
Gurning, et.al. (2012). Komunikasi Kelompok pada Komunitas Kompas MuDA/ejurnal
Mahasiswa Universitas Padjajaran, 1(1), 13.
Liliweri, Alo. (2014). Sosiologi dan Komunikasi Organisasi. Jakarta: Cahaya Prima
Sentosa.
Moch Choirul, Arif. (2012). “Etnografi Virtual Sebuah Tawaran Metodologi Kajian
Media Berbasis Virtual”. Jurnal Ilmu Komunikasi. Volume 2, No. 2, ISSN: 2088-
981X. (diakses pada 24 Agustus 2016, pukul 20.46 WIB).
Moleong, Lexy J. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Sambas, Syukriadi. (2015). Sosiologi Komunikasi. Bandung: CV Pustaka Setia.
Soekanto, Soejono. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo.
Spradley, James P. (2007). Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
http://depoktigerclub.or.id