108
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1................................................Lat ar Belakang Sebagai Negara kepulauan Indonesia yang memiliki perairan pantai sangat baik dan juga memiliki posisi strategis dan berpeluang sebagai pusat perdagangan komoditi perikanan seperti ikan, udang, molusca, rumput laut berada pada posisi persilangan dua benua. Dilihat dari peluang tersebut, maka sangat diperlukan usaha untuk meningkatkan sumberdaya hayati perairan yang masih rendah produktifitasnya. Usaha ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan negara dari segi perikanan. Kegiatan meningkatkan sumberdaya hayati ini dilakukan dengan usaha konservasi dan budidaya. Salah satu sumberdaya hayati laut yang cukup potensi adalah rumput laut atau dikenal dengan sebutan lain seaweeds, ganggang laut, atau agar-agar. Hasil proses ekstraksi rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan tambahan untuk industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain. Selain itu digunakan sebagai pupuk hijau dan komponen pakan ternak maupun ikan (Sujatmiko, 2003 ; Ma´ruf, 2005). Rumput laut atau alga (seaweeds) merupakan salah satu potensi sumberdaya perairan yang sudah lama

Budidaya Rumput Laut

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Budidaya Rumput Laut

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai Negara kepulauan Indonesia yang memiliki perairan pantai sangat

baik dan juga memiliki posisi strategis dan berpeluang sebagai pusat perdagangan

komoditi perikanan seperti ikan, udang, molusca, rumput laut berada pada posisi

persilangan dua benua. Dilihat dari peluang tersebut, maka sangat diperlukan

usaha untuk meningkatkan sumberdaya hayati perairan yang masih rendah

produktifitasnya. Usaha ini diharapkan mampu meningkatkan pendapatan negara

dari segi perikanan. Kegiatan meningkatkan sumberdaya hayati ini dilakukan

dengan usaha konservasi dan budidaya.

Salah satu sumberdaya hayati laut yang cukup potensi adalah rumput laut

atau dikenal dengan sebutan lain seaweeds, ganggang laut, atau agar-agar. Hasil

proses ekstraksi rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau

sebagai bahan tambahan untuk industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil,

kertas, cat dan lain-lain. Selain itu digunakan sebagai pupuk hijau dan komponen

pakan ternak maupun ikan (Sujatmiko, 2003 ; Ma´ruf, 2005).

Rumput laut atau alga (seaweeds) merupakan salah satu potensi

sumberdaya perairan yang sudah lama dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai

bahan pangan dan obat-obatan. Saat ini pemanfaatan rumput laut mengalami

kemajuan yang sangat pesat yaitu agar-agar, algi, karaginan (carrageenan) dan

fulselaran (fulcellaran) yang merupakan bahan baku penting dalam industri

makanan, farmasi, kosmetik, dan lain-lain (Kordi, 2010).

Rumput laut merupakan salah satu komoditi perikanan yang akhir-akhir

ini banyak dibudidayakan oleh masyarakat adalah Eucheuma cottonii. Jenis ini

banyak dibudidayakan karena teknologi produksinya relatif murah dan mudah

serta penanganan pasca panen relatif mudah dan sederhana. Selain sebagai bahan

baku industri, rumput laut jenis ini juga dapat diolah menjadi makanan yang dapat

dikonsumsi langsung.

Rumput laut merupakan salah satu komuditas ekspor dan utama program

revitalisasi perikanan yang berperan penting dalam peningkatan kesejahteraan

Page 2: Budidaya Rumput Laut

2

masyarakat (Parenrengi, et al., 2010 dan Aslan, 2011). Produksi rumput laut

Indonesia ditargetkan meningkat dari tahun 2009-2014 yaitu menjadi 389 persen

(Nurdjana, 2010). Untuk mewujudkan target tersebut diperlukan upaya

optimalisasi potensi sumberdaya untuk budidaya rumput laut. Strategi

pengembangan budidaya rumput laut yang perlu diterapkan adalah mengacu pada

pengelolaan lingkungan perairan berbasis ekoogis, aspek teknologi dalam

budidaya rumput laut dan penataan kawasan sesuai daya dukung lingkungan

(Kamlasi, 2008).

Rumput laut adalah produk unggulan dalam kebijakan pemerintah yang

akan menjadikan Indonesia sebagai penghasil peroduk perikanan laut terbesar

didunia pada tahun 2015. Keoptimisan ini di dasarkan pada peningkatan produksi

rumput laut Indonesia. Tahun 2009 produksi rumput laut sebesar 2,7 juta ton,

selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 3,1 juta ton, selanjutnya pada

tahun 201 naik menjadi 4,3 juta ton. Target produksi rumput laut untuk tahun

20122 adalah sebesar 5,1 juta ton (Siregar dan Mutaqin 2011; KKP2012).

Pencapaian target produk rumput laut ditentukan oleh banyak faktor dan

strategi. Anggadiredja (2007) menyatakan bahwa keberlanjutan agribisnis rumput

laut ditentukan oleh jaminan kualitas dan kontinuitas produksi (sistem produksi),

pasar (jejaring), modal usaha, dan jaminan untuk berusaha (regulasi). Sedangkan

untuk strategi pengembangannya, menurut Keppel (2008), dapat ditempuh melalui

pemetaan dan penataan kawasan budidaya, penguatan kelembagaan dan

pemberdayaan pembudidaya, penciptaan iklim usaha yang kondusif,

pengembangan sarana dan prasarana, serta pengembangan mutu dan nilai tambah.

Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah tentang bibit rumput

laut itu sendiri. Hal ini diperlukan dalam upaya pemenuhan jumlah dan mutu

bibit yang dibutuhkan oleh budidaya. Penyediaan bibit rumput laut untuk

menyediakan bibit rumput laut yang bermutu kepada para petani dengan sasaran

untuk peningkatan produksinya (Akmal et al., 2007).

Selain itu pemenuhan bibit rumput laut juga bertujuan untuk mewujudkan

pusat pengembangan dan produksi bibit yang berkualitas dengan menerapkan

teknologi produksi yang bermutu, dan menciptakan sistem produksi dan distribusi

Page 3: Budidaya Rumput Laut

3

bibit yang efisien dan terkendali untuk mengatasi permasalan ketersediaan bibit

yang bermutu (Akmal, et al., 2007).

Dari sekian jenis komoditi laut yang diolah menjadi produk perikanan,

rumput laut merupakan salah satu komoditi perikanan yang di budidayakan dalam

paktek keahlian.Salah satu jenis rumput laut yang dibudidayakan adalah

Eucheuma cottonii. Jenis ini banyak dibudidayakan karena teknologi produksinya

relatif murah dan mudah serta penanganan pasca panen relatif mudah dan

sederhana. Selain sebagai bahan baku industri, rumput laut jenis ini juga dapat

diolah menjadi makanan yang dapat dikonsumsi langsung.

Usaha rumput laut yang dilakukan petani sering mengalami kegagalan-

kegagalan. Kegagalan dan permasalahan yang dihadapi petani tersebut, dapat

ditanggulangi dengan memperhatikan faktor-faktor berikut : lokasi budidaya,

teknik budidaya, manajemen, bibit, musim dan letak karena faktor-faktor ini akan

sangat berpengaruh terhadap produksi rumput laut yang dibudidayakan.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktek keahlian ini yaitu :

1. Mampu melakukan dan menganalisa teknik budidaya rumput laut dengan

metode longline.

2. Mampu menghitung analisa dan menganalisa usaha budidaya rumput laut.

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam praktek keahlian ini meliputi:

1. Teknik budidaya rumput laut dengan metode longline yang meliputi

pemilihan lokasi, pemilihan bibit, cara penanaman, cara perawatan,

pengendalian hama dan penyakit sampai panen.

2. Analisa usaha meliputi laba/rugi, Break Even point (BEP), Benefit Cost

Ratio (B/C Ratio).

Page 4: Budidaya Rumput Laut

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Rumput Laut

Rumput laut adalah macrobenthic (besar dan melekat), organisme

autothrophic, membutuhkan cahaya untuk keberlangsungan hidupnya sehingga

rumput laut tidak dapat hidup pada kedalaman laut yang tidak ada penetrasi

cahaya. Ukuran, bentuk dan warna rumput laut bervariasi.Rumput laut dapat

ditemukan di beberapa variasi habitat sepanjang pantai dan melekat pada banyak

jenis substrat seperti pasir, lumpur, batu, cangkang hewan laut, karang, kayu dan

jenis rumput laut lainnya (Guanzon, 2003).

Rumput laut dikelompokkan menjadi empat kelas Rhodophyceae

(ganggang merah), Phaeophyceae (ganggang coklat), Chlorophyceae (ganggang

hijau), Chynophyceae (ganggang biru-hijau) untuk menentukan divisi sinar

matahari adalah faktor utama yang diperlukan untuk kehidupan rumput laut terdiri

dari Taksonomi, Morfologi, Habitat dan penyebaran (Ditjenkabud, 2005).

2.1.1 Rhodophyceae

Rumput laut merah atau algae merah memiliki berbagai bentuk dan variasi

warna.Thallus algae merah bervariasi bentuk, tekstur dan warnanya.Bentuk

thallus ada yang silindris, gepeng dan lembaran.Rumpun terbentuk dalam

berbagai jenis percabangan mulai dari yang paling sederhana yaitu bentuk

filament sampai bentuk yang kompleks.Warna thallus beragam, ada merah, ungu,

pirang cokelat dan hijau. Algae merah mengandung pigmen fotosintetik berupa

karotin, xantofil, fikobilin terutama r-fikoeritrin (penyebab warna merah) dan

khlorofil a dan d. Alga merah mempunyai sifat adaptasi kromatik, yaitu

mempunyai kemampuan penyesuaian proporsi pigmen dengan berbagai kualitas

pencahayaan yang dapat menimbulkan berbagai warna thallus. Pada dinding sel

terdapat selulosa dan produk fotosintetik berupa karaginan, agar, furcelaran dan

porpiran.

Page 5: Budidaya Rumput Laut

5

1. Eucheuma Spinosum

Nama daerah rumput laut jenis ini adalah agar-agar (Sulawesi Selatan). Ciri-

ciri rumput laut ini adalah thallus silindris, permukaan licin, cartilaginous, warna

cokelat tua, hijau kuning atau merah ungu. Ciri khusus secara morfologis memiliki

duri yang tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang bervariasi

sehingga membentuk ruas-ruas thallus di antara lingkaran duri. Percabangan

berlawanan atau berselang-seling dan timbul teratur pada deretan duri antar ruas

dan merupakan yang tumbuh pada ruas thallus tetapi agak pendek. Ujung

percabangan meruncing dan setiap percabangan mudah melekat pada substrat yang

merupakan ciri khas E. Spinosum.

Habitat: alga ini tumbuh di perairan dengan persyaratan tumbuhnya, antara

lain substrat batu, air jernih, ada arus atau terkena gerakan air lainnya, kadar garam

antara 28-36 per mil dan cukup sinar matahari.

2. Eucheuma edule

Nama daerah rumput laut jenis ini adalah agar-agar besar (Pulau seribu) dan

agar-agar (Sulawesi). Ciri-ciri rumput laut Eucheuma edule adalah thallus silindris,

permukaan licin, gelatinaeus-cartilaginaeus, warna hijau kuning atau cokelat hijau.

Percabangan berselang-seling dengan interval yang jarang. Pada thallus terdapat

benjolan-benjolan yang sebagian bekembang menjadi duri-duri besar. Ukuran

thallus umumnya lebih besar dari pada jenis Eucheuma lainnya, sehingga rumpun

tampak lebih kokoh tetapi tidak begitu rimbun.

Habitat: pertumbuhan menempel pada batu di daerah rataan terumbung

karang. Kelimpahannya rendah (tidak begitu umum dijumpai) hasil budidaya.

Produksinya masih bersifat alami belum ada dari budidaya, populasinya di alam

tidak begitu banyak seperti E. Spinosum.

3. Eucheuma cottonii

Rumput laut Eucheuma cottonii memiliki ciri-ciri yaitu thallus silindris,

permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah.

Penampakan thallus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks.

Duri-duri thallus terdapat juga sama seperti hal nya dengan E. Spinosum tetapi tidak

Page 6: Budidaya Rumput Laut

6

bersusun melingkari thallus. Percabangan ke berbagai arah dengan batang-batang

utama keluar saling berdekatan di daerah basal (pangkal). Cabang-cabang pertama

dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah

kearah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut tampak ada yang

memanjang atau melengkung seperti tanduk.

Habitat: di alam, pertumbuhannya melekat pada substrat dengan alat

perekat berupa cakram.

4. Eucheuma Serra

Rumput laut Eucheuma serra memiliki ciri-ciri yaitu thallus gepeng,

pinggir bergerigi, permukaan licin, cartilaginous, warna merah atau merah pucat.

Ciri khusus secara morfologis menyerupai bentuk binatang lipan, percabangan

berselang-seling tidak beraturan dan membentuk rumpun yang rimbun.

Habitat: tempat tumbuh umumnya pada daerah yang selalu terkena

gerakan air, dibagian ujung luar terumbu, melekat pada batu.

2.1.2 Taksonomi

Menurut Meiyana, et al., (2001), rumput laut Eucheuma cottonii dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

Phylum : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyaceae

Sub kelas : Florideophycidae

Ordo : Gigartinales

Famili : Soliericeae

Genus : Eucheuma

Spesies : Eucheuma cottonii

2.1.3 Morfologi

Ciri – ciri rumput laut tersebut adalah thallus silindris; permukaan licin;

menyerupai tulamg rawan/muda (cartilageneus); serta berwarna hijau terang,

hijau kuning, dan coklat kemerahan. Percabangan ke berbagai arah dengan

batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah pangkal

Page 7: Budidaya Rumput Laut

7

(basal).Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi tonjolan-

tonjolan (nodulus) dan duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Duri-

duri pada thallus terdapat juga sama seperti halnya dengan E. denticulatum tetapi

tidak tersusun melingkari thallus.

Gambar 1. Rumput laut Eucheuma cottonii

Percabangan bersifat berseling (alternates), tidak teratur, serta dapat

bersifat percabangan dua-dua (dichotomus) atau percabangan tiga-tiga

(trichotomus). Tumbuh melekat ke substrat dengan alat pelekat berupa

cakram.Cabang-cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang

rimbun dengan ciri khusus mengarah ke arah datangnya sinar matahari. Cabang-

cabang tersebut tampak ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk

(Parenrengi dan Sulaeman, 2005).

2.1.4 Habitat dan penyebaran

Rumput laut tumbuh hampir di seluruh bagian hidrosfer sampai batas

kedalaman sinar matahari masih dapat mencapainya. Sinar matahari adalah faktor

utama yang diperlukan untuk kehidupan rumput laut. Pada kedalaman yang tidak

terjangkau sinar matahari rumput laut tidak dapat hidup. Nutrisi untuk

mempertahankan hidupnya berasal dari media air laut yang di serap secara difusi

oleh thallus rumput laut. Tempat hidup cloropichae umumya lebih dekat dengan

pantai, lebih ketengah lagi phaeophyceae dan lebih dalam lagi rhadophyceae

(Farchan dan Mulyono, 2011).

Page 8: Budidaya Rumput Laut

8

Daerah sebaran rumput laut sangat luas, baik yang tumbuh secara alami

maupun yang dibudidayakan. Pada awalnya rumput laut yang tumbuh secara

alami (wildstock) terdapat diseluruh perairan dangkal seluruh indonesia, tetapi

dengan pemanfaatan dan pengambilan rumput laut alami dari alam yang semakin

intensif menyebabkan stok dialam semakin terbatas khususnya pada kelompok

karaginofit.

Rumput laut E. Cottoni memerlukan sinar matahari untuk proses

fotosintesis. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada

lapisan fotik, yaitu kedalaman sejauh sinar matahari masih mampu mencapainya.

Di alam, jenis rumput laut ini berkumpul dalam satu komoditas atau koloni dan

indikator jenisnya (spesies indicator) antara lain jenis-jenis Caulerpa, Hypnea,

Turbibaria, Padina, Gracilaria, dan Gelidium. E. cottoni tumbuh di rataan

terumbu karang dangkal sampai kedalaman 6 m, melekat di batu karang,

cangkang kerang, dan benda keras lainnya. Faktor yang sangat berpengaruh pada

pertumbuhan jenis ini yaitu cukup arus dengan salinitas (kadar garam) yang stabil,

yaitu berkisar 28-34 per mil. Oleh karena itu, rumput laut jenis ini akan hidup baik

bila jauh dari muara sungai. Jenis ini telah dibudidayakan dengan cara diikat pada

tali sehingga tidak perlu melekat pada substrat karang atau benda lainnya.

2.2 Sistem Reproduksi

Perkembangbiakan rumput laut baik dari kelompok Gracilaria maupun

Eucheuma dikenal dalam dua bentuk reproduksi yakni dengan seksual

(generative) dan aseksual (vegetative).

2.2.1 Reproduksi Generatif

Reproduksi rumput laut secara generative atau dikenal juga sebagai

perkembangbiakan secara kawin. Rumput laut diploid (2n) menghasilkan spora

yang haploid (n). Spora ini kemudian menjadi 2 jenis yakni jantan dan betina yang

masing-masing bersifat haploid (n). Selanjutnya rumput laut jantan akan

menghasilkan sperma dan rumput laut betina akan menghasilkan sel telur. Apabila

kondisi lingkungan memenuhi syarat akan menghasilkan suatu perkawinan

dengan terbentuknya zigot yang akan tumbuh menjadi tanaman baru. Seperti

Page 9: Budidaya Rumput Laut

9

halnya yang dilaporkan oleh Seaplant (2004) bahwa silkus hidup rumput laut dari

Eucheuma dikenal dengan trifase yang terdiri dari fase gametofit (N),

tetrasporofit (2N) dan carposporofit (2N).Disebut trifase karena carpogonium

yang telah dibuahi menghasilkan diploid carposporofit bukannya mengeluarkan

carpospora.Apabila kondisi lingkungan memenuhi syarat atau menghasilkan suatu

perkawinan dengan terbentuknya zigot yang akan tumbuh menjadi tanaman

rumput laut (Meiyana, et al., 2001).

2.2.2 Reproduksi Vegetatif

Proses perbanyakan secara vegetatif berlangsung tanpa melalui

perkawinan. Suatu terobosan agronomi yang penting dalam mengembangkan

budidaya Eucheuma adalah ketika disadari bahwa tanaman tersebut tidak harus

melalui siklus seksual untuk menghasilkan bibit yang siap tebar. Hasil vegetative

terbukti dapat bertumbuh dan beberapa varietas telah dikembangkan dengan cara

ini selama lebih dari 30 tahun. Setiap bagian rumput laut yang dipotong akan

tumbuh menjadi rumput laut muda yang memiliki sifat (genotype) seperti

induknya. Perkembangbiakan dengan vegetative lebih umum dilakukan dengan

cara stek dari cabang-cabang thallus yang muda, masih segar, warna cerah dan

memiliki percabangan yang rimbun serta terhindar dari penyakit (Aslan, 2002).

2.3 Kandungan dan Manfaat Rumput Laut

2.3.1 Kandungan rumput laut

Sebagai sumber gizi, rumput laut memiliki kandungan karbohidrat (gula

atau vegetable-gum), protein, sedikit lemak dan abu yang sebagian besar

merupakan senyawa garam natrium dan kalsium. Selain itu, rumput laut juga

mengandung vitamin-vitamin, seperti vitamin A, B1, B2, B6, B!2, dan C;

betakaroten; serta mineral, seperti kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi dan

yodium. Beberapa jenis rumput laut mengandung lebih banyak vitamin dan

mineral penting, seperti kalsium dan zat besi bila dibandingkan dengan sayuran

dan buah-buahan. Beberapa jenis rumput laut juga mengandung protein yang

cukup tinggi. Protein merupakan senyawa penting dan dibentuk oleh gabungan

lebih dari satu asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Tubuh

Page 10: Budidaya Rumput Laut

10

manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk mensintesis asam-asam amino

dan tidak mampu mensintesis 8 macam asam amino yang disebut asam amino

esensial.

Analisis kandungan asam amino dari Gelidium amansii,

Glacilariaverucosa, Grateloupia filicina, Ulva lactuca, dan Enteromorpha sp.

Mengandung asam amino esensial yang lengkap dan jumlahnya relatif lebih tinggi

dibandingkan provisional pattern asam amino yang ditetapkan oleh FAO/WHO.

Dengan demikian, protein yang larut dalam alkali (alkali solube protein) dari

kelima jenis tersebut memiliki kualitas yang baik. Beberapa jenis rumput laut

juga mengandung protein dengan kualitas lebih baik bila dibandingkan dengan

protein dari tanaman darat, meskipun daya cernanya lebih rendah.

2.3.2 Manfaat rumput laut

1. Algin

Algin adalah jenis bahan yang dikandung oleh Phaeophyceae dikenal

dalam dunia industri dan perdagangan karena memiliki banyak manfaat. Dalam

dunia industri, algin berbentuk asam alginik (alginic acid) atau alginat. Asam

alginik adalah suatu getah selaput (membran mucilage), sedangkan alginat adalah

bentuk garam dari asam-asam alginik. Garam alginat ada yang larut dalam air

yaitu sodium alginat, posium alginat dan amonium alginat, sedangkan yang tidak

larut dalam air adalah kalsium alginat. Algin banyak digunakan dalam industri

kosmetik untuk membuat sabun, cream lotion, sampo. Industri farmasi

memerlukannya untuk pembuatan suspensi, emulsifier, stabilizer, tablet, salep,

kapsul, plester dan filter. Dalam industri makanan algin banyak dijadikan sayur,

saos dan mentega. Dalam beberapa proses industri algin juga diperlukan sebagai

bahan additive antara lain pada industri tekstil, kertas, keramik, fotografi,

insektisida, peptisida, pelindung kayu dan pencegah api (Aslan, 2002).

Algin berfungsi sebagai pemelihara bentuk jaringan pada makanan yang

dibekukan, counteract penggetahan dan pengerasan dalam industri roti berlapis

gula, pensuspensi dalam sirup, pengemulsi dalam salad dressing serta

penambahan busa pada industri bir. Di bidang bioteknologi, alginat digunakan

sebagai algin-immobilisasi sel dari yeast pada proses produksi alkohol. Di bidang

Page 11: Budidaya Rumput Laut

11

farmasi dan kosmetik, alginat dimanfaatkan dalam bentuk asam alginat atau

garam sodium alginat dan kalsium alginat.

2. Agar-agar

Agar pertama di produksi di cina sebelum abad ke-17. Dalam skala

industri, pabrik pembuatan agar-agar pertama didirikan di California, Amerika

serikat, pada tahun 1919 yang disusul pembuatan pabrik agar-agar di jepang

hingga saat ini dikenal sebagai produsen agar-agar utama didunia. Di indonesia,

agar-agar mulai diproduksi pada tahun 1930. Saat ini ada beberapa industri

penghasil agar-agar di indonesia bahan bakun utama yang dipakai adalah rumput

laut jenis Glacilaria sp, Paris Hypnea, dan kades Gelidiuam sp. Dari ketiga jenis

tersebut glacilaris sp yang paling banyak digunakan karena lebih murah dan agar–

agar yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan dengan jenis lain. Agar-aagar

merupakan jenis senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan yang tidak larut

dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dalam bentuk gel (Poncomulyo,

2006).

3. Carrageenan

Rumput laut yang tergolong rhodophyceae beberapa diantaranya

mengandung bahan yanag cukup penting yaitu carrageenan. Carragenophyt

adalah kelompok penghasil carrageenan dari kelompok rhodophyceae. Kelompok

ini antara lain adalah condrus, gigartina, eucheuma, dan hypnea. Dalam dunia

industri carrageenan berbentuk garam bila bereaksi dengan sodium, kalsium dan

potasium. Carrageenan merupakan suatu jenis galaktan dan umum digunakan

pada industri makanan, khususnya sebagai emulsifier pada industri minuman.

Carrageenan juga banyak dimanfaatkan pada industri kosmetik, tekstil, obat-

obatan, cat dan juga sebagai materi dasar dari aromatic difuser. Carrageenan

terbagi atas dua fraksi yaitu Kappa carrageenan dan iota carrageenan. Kappa

carrageenan terdapat pada Eucheuma cottonii, E.striatum (E.edule) dan E.

Speciosum (Aslan, 2002).

2.4 Pemilihan Lokasi

Lokasi yang digunakan untuk lahan budidaya rumput laut sangat

mempengaruhi keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Ketepatan dalam

Page 12: Budidaya Rumput Laut

12

memilih dan menentukan lokasi budidaya menjadi kunci keberhasilan usaha

tersebut. Pada tahap ini, diperlukan pertimbangan-pertimbangan mengenai

ekologi, teknis, kesehatan, sosial, dan ekonomi, serta ketentuan dari peraturan dan

perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, perlu juga dipertimbangkan

sektor lainnya, seperti pertanian, pelayaran, pariwisata, pertambangan,

pengawetan dan perlindungan sumberdaya alam, serta kegiatan alam lainnya

(Indriani dan Sumiarsih, 2003).

Pemilihan lokasi merupakan langkah pertama yang sangat penting dalam

menentukan keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Pada tahap ini, diperlukan

pertimbangan-pertimbangan mengenai ekologi, teknis, kesehatan, sosial dan

ekonomi, serta ketentuan dari peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, perlu juga dipertimbangkan sektor lain, seperti pertanian,

pelayaran, pariwisata, pertambangan, pengawetan dan perlindungan sumberdaya

alam, serta kegiatan alam lainnya (Indriani dan Sumiarsih, 2003). Dalam

pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut jenis Euchuema cottonii

persyaratannya adalah sebagai berikut :

a. Letak lokasi sebaiknya jauh dari pengaruh daratan. Lokasi yang langsung

menghadap laut lepas sebaiknya terdapat karang penghalang yang

berfungsi melindungi tanaman dari kerusakan akibat ombak yang kuat.

Ombak yang kuat juga akan menyebabkan keruhnya perairan lokasi

budidaya sehingga mengganggu proses fotosintesis. Disamping itu, akan

timbul kesulitan pada tahap-tahap penanaman, pemeliharaan dan

pemanenan (Pancomulyo, et, al., 2006).

b. Untuk memberi kemungkinan terjadinya aerasi, lokasi budidaya harus

mempunyai pergerakan air yang cukup. Disamping terjadi aerasi, gerakan

air yang cukup juga menyebabkan tanaman memperoleh pemasokan

makanan secara tetap, serta terhindar dari akumulasi debu air dan tanaman

penempel (Anggadiredja, et, al., 2006).

c. Bila menggunakan metode lepas dasar, dasar lokasi budidaya harus keras,

yaitu terbentuk oleh pasir dan karang.

d. Lokasi yang dipilih sebaiknya pada waktu surut yang masih digenangi air

sedalam 30-60 cm. Selanjutnya dijelaskan oleh Puja et al., (2001) bahwa

Page 13: Budidaya Rumput Laut

13

lokasi yang baik untuk budidaya rumput laut dengan metode rakit apung

adalah dengan kedalaman 1-15 meter. Ada dua keuntungan dari genangan

air ini, penyerapan makanan dapat berlangsung terus menerus, dan

tanaman terhindar dari sengatan matahari langsung.

Perairan yang dipilih sebaiknya ditumbuhi komunitas yang terdiri dari

berbagai jenis makro-algae. Bila perairan sudah ditumbuhi rumput laut alami,

maka daerah ini cocok untuk pertumbuhannya.

Ditjenkanbud (2003), mengatakan dalam memilih lokasi untuk budidaya

Eucheuma cottonii harus memperhatikan faktor fisika, kimia dan biologi.

2.4.1 Faktor Fisika

Keberhasilan budidaya rumpput laut dengan pemilihan lokasi yang tepat

merupkan salah satu faktor penentu. Gambaran tentang faktor fisika air laut yang

diperlukan untuk budidaya rumput laut penting diketahui agar tidak timbul

masalah yang dapat menghambat usah itu snediri dan mempengaruhi mutu hasil

yang dikehendaki. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah sebagai berikut :

a. Dasar perairan

Dasar perairan yang paling cocok bagi pertumbuhan Eucheuma spp.

adalah dasar perairan yang stabil yang terdiri dari potongan-potongan karang yang

mati dan bercampur dengan pasir karang. Dasar perairan tidak terlalu keras terdiri

dari pasir, pecahan karang dan tidak ada endapan kotoran (Afrianto dan Liviawati,

1993 dalam Meiyana,et al., 2001). Menurut Ditjenkabud (2003) perairan yang

mempunyai dasar pecahan-pecahan karang yang pasir kasa, dipandang baik untuk

budidaya rumput laut Eucheuma sp. Kondisi dasar perairan yang demikian

merupakan petunjuk adanya pergerakan air yang baik.

Puja,et al., (2001), menjelaskan bahwa perairan yang mempunyai dasar

pecahan karang dan pasir kasar, dipandang baik untuk lokasi budidaya rumput

laut. Menurut Mubarak,et al., (1990), lokasi budidaya rumput laut sebaiknya

terletak pada perairan karang yang bersifat marin atau oseanik dan jauh dari

pengaruh daratan.

Page 14: Budidaya Rumput Laut

14

b. Kedalaman air

Lokasi budidaya dengan kedalaman air pada saat surut terendah minimal

0,40 m sampai kedalaman di mana sinar matahari masih dapat mencapai tanaman

dan petani mampu melakukan kegiatan. Metode budidaya yang akan digunakan

akan sangat ditentukan oleh kedalaman air di lokasi budidaya.

Eucheuma spp. secara alamididapati hidup dan tumbuh dengan baik pada

kedalaman air sekitar 10-30 cm pada surut terendah. Kedalaman perairan yang

baik untuk budidaya rumput laut dengan metode rakit apung adalah 1-15 m.

Kondisi ini untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan

mengoptimalkan perolehan sinar matahari (Puja, et al., 2001). Sedangkan menurut

Kahar (1992), lahan untuk budidaya rumput laut sebaiknya memiliki kedalaman

30-60 cm saat surut.

c. Temperatur air

Temperatur air laut yang baik untuk budidaya Eucheuma spp. berkisar

antara 27-30o C. Kenaikan temperatur yang tinggi akan mengakibatkan thallus

rumput laut berwarna pucat kekuning-kuningan dan tidak sehat (Ditjenkanbud,

2003).

d. Kecerahan

Dalam budidaya rumput laut tingkat kecerahan yang tinggi sangat

dibutuhkan, sehingga penetrasi cahaya dapat masuk kedalam air. Intensitas sinar

yang diterima secara sempurna oleh thallus merupakan faktor utama dalam proses

fotosintesa. Kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 meter

cukup baik bagi pertumbuhan rumput laut (Ditjenkanbud, 2005).

e. Kecepatan arus

Lokasi untuk budidaya rumput laut Eucheuma sp. harus terlindung dari

arus (pergerakan air) dan hempasan ombak yang terlalu kuat. Apabila hal ini

terjadi, arus dan ombak akan merusak dan menghanyutkan tanaman. Pergerakan

air berkisar 0,2-0,4 m/detik. Dengan kondisi seperti ini, akan mempermudah

penggantian dan penyerapan hara yang diperlukan oleh tanaman, tetapi tidak

sampai merusak tanaman.

Kesuburan lokasi tanaman sangat ditentukan oleh gerakan air yang

berombak maupun arus. Gerakan air ini merupakan sarana pengangkut yang

Page 15: Budidaya Rumput Laut

15

paling baik untuk zat makanan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut.

Ombak dan arus merupakan alat pengaduk air yang baik sehingga air menjadi

lebih homogen (Meiyana, et al., 2001).

Arus atau pergerakan air diperlukan juga oleh rumput laut untuk

pertumbuhannya karena arus laut ini membawa zat-zat makanan dan sekaligus

menghanyutkan kotoran-kotoran yang melekat pada tubuhnya (Ditjenkanbud,

2005).

Arus dapat mengatasi kenaikan temperatur air laut yang tajam. Kecepatan

arus yang dianggap cukup untuk budidaya rumput laut berkisar antara 20-40

cm/detik. Untuk pertumbuhannya, Eucheuma spp. membutuhkan gerakan air yang

dominan sepanjang tahun dengan kekuatan sedang. Suatu perairan yang cukup

gerakan air ditandai dengan terdapatnya karang lunak (soft koral) dan kondisi

daunnya (Thalasia, Einhalus) bebas dari debu air (Silt) (Indriani dan Sumiarsih,

2003).

2.4.2 Faktor Kimia

Secara umum faktor kimia sangat menentukan dalam usaha budidaya

rumput laut, karena tanapa faktor ini maka usaha budidaya yang dilaksanakan

tidak akan berjalan dengan baik. Adapun aspek yang mencakup dalam faktor

kimia adalah sebagai berikut :

a. Salinitas

Salinitas untuk pertumbuhan optimal Eucheuma spp. adalah sekitar 28-34

permil dengan nilai optimum salinitas sekitar 33 permil. Eucheuma spp. tumbuh

di alam pada salinitas yang tinggi. Penurunan salinitas akibat masuknya air tawar

akan menyebabkan pertumbuhan Eucheuma spp. Menjadi tidak normal.

Sebaiknya lokasi budidaya jauh dari mulut muara sungai yang debit airnya besar.

Hal tersebut berguna untuk menghindari terjadinya penurunan salinitas yang

tajam serta untuk menghindari adanya endapan lumpur (Ditjenkanbud, 2005).

b. Pencemaran

Adanya pencemaran pada lokasi usaha budidaya rumput laut oleh bekas

solar atau minyak dari pengisian bahan bakar motor tempel dapat mengakibatkan

terjadinya kerontokan atau keguguran pada thallus (Meiyana, et al., 2001).

Page 16: Budidaya Rumput Laut

16

2.4.3 Faktor Biologi

Ciri dari faktor biologi dan lokasi tersebut banyak ditemukan hewan-

hewan pemangsa seperti ikan-ikan herbivora, penyu dan bulu babi dan hewan-

hewan yang hidup di dasar perairan, keadaan seperti ini kurang baik untuk

pertumbuhan rumput laut sedangkan bila di lokasi banyak ditumbuhi rumput-

rumput laut liar yang hidup secara alami disekitar lokasi maka lingkungan

tersebut sangat cocok untuk budidaya rumput laut (Meiyana, et al., 2001).

Selain faktor oseanografis seperti fisika, kimia, biologi dan jenis substrat ,

sinar matahari juga merupakan faktor yang dibutuhkan untuk kehidupan rumput

laut. Pada kedalaman yang tidak ada sinar matahari rumput laut tidak dapat hidup.

Dalam proses kehidupan rumput laut diperlukan nutrisi. Nutrisi ini diperoleh dari

media air laut. Penyerapan nutrisi dilakukan secara difusi oleh thallus yang

dimilki oleh rumput laut. Iklim dan letak geografis sangat menentukan jenis

rumput laut yang dapat tumbuh (Ditjenkanbud, 2005).

Rumput laut mengandung beberapa zat yang penting yang mempunyai

nilai ekonomis. Rumput laut merah (Rhodophyceae) menghasilkan

Floridinstarch, mannoglycerate dan floridosida. Lebih spesifik lagi dikenal

dengan polisakarida berupa agar-agar dan karaginan. Rumput laut coklat

(Phaeophyceae) menghasilkan alginat. Rumput laut hijau (Chlorophyceae)

menghasilkan kanji dan lemak (Ditjenkanbud, 2005).

2.5 Metode Budidaya Rumput Laut

Dalam budidaya rumput laut dikenal tiga cara berdasarkan letak bibit

terhadap dasar perairan yaitu metode dasar, metode lepas dasar, metode apung dan

metode long line.

2.5.1 Metode Dasar

Metode dasar adalah metode pembudidayaan rumput laut menggunakan

benih bibit tertentu, yang telah diikat, kemudian ditebarkan ke dasar perairan, atau

sebelum ditebarkan benih di ikat dengan batu karang. Metode ini juga terbagi atas

dua yaitu : metode sebaran (broadcast) dan juga metode budidaya dasar laut

(bottom farm method).

Page 17: Budidaya Rumput Laut

17

a. Metode Sebaran

Menurut Aslan (2002), metode sebaran pada budidaya rumput laut adalah

suatu cara budidaya dimana bibit tanaman hanya disebarkan di perairan yang

diinginkan. Sebelum disebarkan bibit tanaman di kumpulkan terlebih dahulu,

kemidian di potong-potong hingga beratnya antara 25-30 gram lalu diikat dengan

tali rapia. Setelah diikat, potonga-potongan bibit tersebut di sebarkan yang

dasarnya berbatu karang.

Keuntungan dari metode sebaran adalah :

1) Biaya untuk persiapan material sangat murah

2) Penanaman mudah dilakukan dan tidak banyak memakan waktu

3) Biaya pemeliharaan sangat kecil atau bahkan tidak ada sama sekali

4) Baik untuk dasar perairan keras seperti oerairan yang bebatu karang

Sedangkan kerugian yang ditimbulkandengan menggunakan metode

sebaran adalah :

1) Bibit banyak yang terbawa arus dan ombak

2) Tanaman dapat dimakan ikan dan predator seperti bulu babi

3) Produksi yang dihasilkan rendah

4) Metode ini tidak baik untuk perairan yang dasarnya pasir

b. Metode berkebun

Menurut Aslan (2002), pada metode ini bibit tanaman seberat 100 gram

yang telah diikatkan pada tali rapia, sebelum di tebarkan rumput laut diikat

terlebih dahulupada batu karang atau balok semen kemudian disusun rapih hingga

berjalur-jalur. Ukuran tiap jalur sekitar 120 cm dan jarak antara jalur 60 cm untuk

memudahkan pengawasan. Sedangkan jarak antara tanaman minimal 20 cm.

keuntungan menggunakan metode berkebun adalah :

1) Harga material murah dan tahan lama.

2) Penanaman mudah dilakukan.

3) Biaya pemeliharaan yang diperlukan sedikit.

4) Produksi yang di hasilkan lebih tinggi dibandingkan metode sebaran karena

tanaman disusun rapih seperti kebun satur.

Page 18: Budidaya Rumput Laut

18

Kerugian menggunakan metode berkebun adalah :

1) Tanaman masih mudah rusak, karena letak di dasar perairan

2) Mudah terserang bulu babi dan hewan predator lainnya.

2.5.2 Metode Lepas Dasar

Metode lepas dasar adalah pemeliharaan rumput laut di atas dasar rumput

laut, pada saat surut masih terendam air. Ketinggian air pada saat surut sekitar 0,6

meter.

Metode ini baik diselenggarakan pada dasar perairan yang berpasir atau

pasir berkarang kondisi ini di harapkan tidak banyak bahan organik atau lumpur

yang menenpel di batang yang di pelihara sebagai prasarana pemeliharaan

digunakan kayu sebagai patok. Untuk jalur dapat digunakan kayu atau plastik PE.

Patok ditancapkan pada lahan yang dikerjakan dan panjang dari permukaan tanah

satu meter jarak antara patok untuk merentangkan tali ris sekitar 2,5 meter. Setiap

patok di pasang berjajar dan di hubungkan dengan tali ris polyetilen (PE)

berdiameter 8 mm. Jarak antara tali rentang sekitar 30 cm. Tali ris yang telah

berisi ikatan tanaman di rentangkan pada tali utama dan posisi tanaman berada

pada sekitar 30 cm diatas perairan. Metode lepas dasar di pasang secara berbaris

dengan ukuran total biasanya berukuran 50m x 5m. Setelah itu baru dibuat unit

lainnya. Pada dua unit dengan luas 100m x 5m ini membutuhkan bahan-bahan

sebagai berikut :

a) Patok kayu : panjang 1 m ( diameter 5 cm) sebanyak 275 buah

b) Tali rentang : bahan PE (diameter 3,5 – 4 mm) sebanyak 10 kg

c) Tali ris : bahan PE (diameter 8 mm) sebanyak 15 kg

d) Tali PE (diameter 1-2 mm) sebanyak 1 kg

e) Tali rapia : sejumlah 18 gulung besar

f) Bibit seberat 50 – 100 gram per-ikat sebannyak 500-1000 kg

Produksi rumput laut yang diperoleh dengan metode lepas dasar ukuran

500 m2 untuk setiap musim tanam (mt) adalah sebesar 5000-8000 kg basah atau

620-800 kg kering (dengan konversi sekitar 8:1).

Page 19: Budidaya Rumput Laut

19

2.5.3 Metode Apung

Metode apung merupakan metode budidaya rumput laut yang banyak

digunakan oleh para petani adalah metode rakit apung dan metode longline.

a) Metode Rakit Apung

Menurut Anggadiredja, et al., (2006), metode rakit apung merupakan

budidaya rumput laut dengan cara mengikat rumput laut pada ris (seperti metode

lepas dasar) yang diikatkan pada rakit apung yang terbuat dari bambu. Satu unit

rakit apung berukuran 2,5 x 5 m yang dapat dirangkai menjadi satu dengan

lainnya. Satu rangkaian maksimal 5 unit dengan jarak antar rangkaian sekitar 1

m. Kedua ujung rangkaian diikat dengan tali yang ujungnya diberi pemberat agar

rakit tidak hanyut oleh arus atau gelombang. Jarak tanam antar rumpun rumput

laut sekitar 25 x 25 cm dengan berat bibit 100 gram untuk setiap ikatan. Tanaman

harus selalu ada di bawah permukaan air dan mulaipada minggu keempat hingga

panen tanaman diusahakan pada kedalamn sekitar 30-40 cm di bawah permukaan

air.

Keuntungan menggunakan metode rakit apung antara lain :

1) Lebih banyak digunakan pada lokasi dengan kondisi perairan lebih dalam.

2) Tanaman lebih banyak menerima intensitas cahaya matahariserta gerakan air

yang terus memperbaharui kandungan nutrisi Pada air laut dan mempermudah

penyerapan nutrisi oleh tanaman sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat.

Kerugian menggunakan metode rakit apung antara lain sebagai berikut :

1) Apabila muncul ke permukaan air, tanaman langsung terkena sengatan panas

matahari atau air hujan dakam waktu lama akan berakibat bagian tanam

tersebut memutih kemudian mati.

2) Biaya produksi lebih tinggi dari lepas dasar, terutama untuk pembelian bambu

serta tali jangkar. Sementara itu, bambu lebih mudah rusak dibandingkan

dengan patok kayu pada lepas dasar.

Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk 1 unit usah budidaya rumput

laut berukuran 5m x 2,5 m adalah sebagai berikut :

a) Bambu sebanyak 30 batang

b) Tali rakit PE berdiameter 8 mm sebanyak 9 kg

c) Tali rakit PE ( diameter 3,5 mm – 4 mm ) sebanyak 10 kg

Page 20: Budidaya Rumput Laut

20

d) Jangkar 50 kg sebanyak 12 buah

e) Tali rapia PE ( diameter 1-2 mm) sebanyak 0,5 kg

f) Tempat penjemuran 2 m x 50 m sebanyak 4 unit

g) Peralatan budidaya (keranjang, pisau, gergaji, dan parang)

h) Perahu jukung, sebanyak 1 unit

i) Bibit rumput laut sebanyak 600 kg

Hasil produksi yang diperoleh dari 1 unit yang terdiri dari 20 rakit ukuran

2,5 m x 5 m (asumsi hasil panen 8 kali berat awal ) adalah sebesar 2400 kg –

4800 kg rumput laut basah permusim tananm (MT) atau 262,5 kg – 525 kg

rumput laut kering (dengan konversi sekitar 8:1).

b) Metode Longline

Metode Longline adalah metode budidaya menggunakan tali panjang yang

di bentangkan metode budidaya ini banyak diminati oleh masyarakat karena alat

dan bahan yang digunakan lebih tahan lama, dan mudah didapat. Teknik budidaya

rumput laut dengan metiode ini adalah menggunakan tali sepanjang 50-100 yang

pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar, setiap 25 m diberi

pelampung berupa potongan sterefoam atau botol aqua bekas 500 ml.

(Ditjenkanbud, 2005).

Pada saat pemasangan tali utama harus diperhatikan arah arus pada posisi

sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari terjadinya belitan tali satu

dengan lainnya. Rumput laut sebanyak 50-100 gram diikatkan pada tali sepanjang

dengan jarak antara titk sekitar 25 cm. Jarak antar tali 1 dengan 1 blok 0,5 m dan

jarak anatara blok 1 m dengan mempertimbangkan kondisi arus dan gelombang.

Dalam 1 blok terdapat 4 tali yang berfungsi untuk jalur sampan pengontrolan.

Dengan demikian untuk satu hektar hamparan dapat dipasang 128 tali, dimana

setiap tali dapat ditanam 500 titik atau diperoleh 64.000 titik/ha. Apabila berat

bibit awal yang ditanam antara 50-100 gram. Maqka jumlah bibit yang dibutuhkan

sebesar 3.200-6.400 kg/ha areal budidaya (Ditjenkanbud, 2005).

Sarana dan peralatan yang diperlukan untuk 1 unit usaha budidaya rumput

laut dengan metode longline adalah sebagai berikut :

a. Sarana Pokok

- Tali titik ( ukuran 0,4 cm ) sebanyak 10 kg

Page 21: Budidaya Rumput Laut

21

- Tali jangkar (diameter 10 mm ) sebanyak 50 kg

- Tali jangkat sudut ( diameter 6 mm ) sebanyak 10 kg

- Jangkar tancap dari kayu atau kantong plastik sebanyak 104 buah

- Pelampung sterefoam sebanyak 60 kg

- Pelampung botol aqua/karet sandal secukupnya

b. Sarana penunjang :

- Perahu sampan sebanyak 1 buah

- Timbangan seberat 100 kg

- Waring 50 m3

- Para-para penjemuran dari kayu/ bambu (ukuran 6 m x 8 m )

sebanyak 3 unit

- Pisau kerja 5 buah

- Masker/snorkel 1 buah

- Karung plastik ( ukuran 50 kg ) sebanyak 1.000 lembar

Panen dilakukan setelah mencapai umur 45 hari atau lebih dengan hasil

panen rumput laut basah sebesar 25.600-51.200 kg (asumsi 1 rumpun bibit

menjadi 8 kali lipat saat panen), kemudian dikurangi dengan persediaan benih

untuk musim tanam berikutnya sebanyak 3.200 - 6.400 kg. Maka hasil panen

basah yang siap untuk dikeringkan sebesar antara 22.400 kg – 44.800 kg atau

diperoleh hasil panen rumput laut kering 2.800 - 5.600 kg (konversi dari basah

menjadi kering 8:1) (Ditjenkanbut,2005).

2.6 Pemilihan bibit

Penyediaan bibit yang baik merupakan salah satu kegiatan yang sangat

menentukan keberhasilan usaha budidaya rumput laut.Kegiatan tersebut meliputi

seleksi, penampungan, dan pemotongan thallus.Penyediaan bibit rumput laut

dapat berasal dari alam, budidaya, dan perbenihan baik secara vegetative maupun

generative (Paranrengi, et al., 2007).Peranan kebun bibit merupakan salah satu

upaya yang dapat dilakukan dalam penyediaan bibit yang berkelanjutan

khususnya produksi bibit budidaya yang siap tebar.

Penerapan bioteknologi dalam propagasi bibit merupakan alternatiflain

dalam penyediaan bibit yang memiliki kualitas yang lebih baik melalui

Page 22: Budidaya Rumput Laut

22

peningkatan potensi genetiknya. Pada lokasi yang masih memiliki bibit alam,

budidaya rumput laut dapat menggunakan bibit yang berasal dari alam, tetapi pada

lokasi yang sulit untuk mendapatkan bibit alam maka dapat menggunakan rumput

laut hasil budidaya atau hasil kultur jaringan.

2.6.1 Kriteria bibit yang baik

Menurut Setiadi dan Budiharjo (2000), pemilihan bibit dalam budidaya

rumput laut adalah sebagai berikut:

a. Bibit yang berupa stek dipilih dari tanaman yang segar, dapat diambil

dari tanaman yang tumbuh secara alami ataupun dari tanaman bekas

budidaya. Selain itu, bibit masih baru dan masih muda.

b. Bibit unggul mempunyai ciri bercabang banyak dan bebas dari

penyakit.

c. Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi usaha

budidaya dalam jumlah yang sesuai dengan luas area budidaya.

d. Pengangkutan bibit harus dilakukan dengan hati-hati dan cermat,

dimana bibit harus dalam keadaan basah atau terendam air.

e. Pada saat penyimpanan harus diperhatikan agar tidak terkena bahan

bakar minyak, kehujanan atau kekeringan.

Untuk mendapatkan pertumbuhan rumput laut yang optimal, bibit yang

akan digunakan harus yang berkualitas. Oleh karena itu, perlu dilakukan seleksi

bibit dengan kriteria sebagai berikut:

a. Thallus rumput laut secara morfologi bersih, segar, dan muda (umur

25-35 hari) dimana tanaman yang segar ditandai dengan thallus yang

keras dan berwarna cerah (warna khas rumput laut).

b. Thallus rumput laut bebas dari penyakit

c. Thallus memiliki cabang yang banyak, rimbun dan berujung agak

runcing

d. Bibit harus seragam dan tidak tercampur dengan jenis lain

e. Berat bibit awal diupayakan seragam sekita 50-100 gr per ikatan

Page 23: Budidaya Rumput Laut

23

Menurut kahar (1992), bahwa bibit yang digunakan dalam budidaya

rumput laut harus mono spesies, muda, bersih, segar dan mampu tumbuh secara

optimal. Bibit tanaman yang muda dan bersih akan lebih mudah menyerap

makanan dan melakukan proses fotosintesis. Bibit yang baik berasal dari tanaman

induk yang sehat, segar dan bebas dari jenis lainnya. Bibit yang beli dari petani

lain dibawa dengan sistem pengangkutan yang baik, karena ini akan berpengaruh

terhadap kelangsungan hidup bibit selanjutnya. Menurut Indriani dan Sumiarsih

(2003), dalam pengepakan bibit rumput laut disusun dalam kantong plastik secara

berseling dengan spon basah dan penyusunan bibit tidak boleh dipadakan.

Penyediaan bibit sebaiknya berasal dari lokasi yang sama atau berdekatan

agar tidak memerlukan pengangkutan bibit yang relatif lama sehingga bibit tidak

mengalami stress dan kerusakan. Bibit yang berasal dari lokasi yang sama tidak

memerlukan penyesuaian lingkungan (aklimatisasi) yang lama. Jika tidak

memungkinkan maka pengangkutan bibit harus dilakukan dengan baik dan hati-

hati agar bibit dapat sampai di tempat tujuan dalam keadaan masih segar.

Bibit yang akan ditanam harus yang berkualitas baik agar tanaman dapat

tumbuh sehat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemilihan bibit tersebut dengan

kriteria sebagai berikut:

a. Bibit yang digunakan merupakan thallus muda yang bercabang banyak,

rumbun, dan berujung runcing.

b. Bibit tanaman harus sehat dan tidak terdapat bercak, luka, atau tekelupas

sebagai akibat terserang penyakit ice-ice atau terkena bahan cemaran, seperti

minyak.

c. Bibit rumput laut Eucheuma cottonii harus terlihat segar dan berwarna

cerah, yaitu coklat cerah dan hijau cerah.

d. Bibit harus seragam dan tidak boleh tercampur dengan jenis lain (Berat bibit

awal diupayakan seragam, sekitar 100 gr per ikatan/rumpun).

Menurut Kahar (1992), bahwa bibit yang digunakan dalam budidaya

rumput laut harus mono spesies, muda, bersih, segar dan mampu tumbuh secara

optimal. Bibit tanaman yang muda dan bersih akan lebih mudah menyerap

makanan dan melakukan proses fotosintesis. Menurut Indriani dan Sumiarsih

(2003), bibit rumput laut yang akan ditanam harus muda, bersih dan segar agar

Page 24: Budidaya Rumput Laut

24

memberikan pertumbuhan yang optimum. Bibit yang baik berasal dari tanaman

induk yang sehat, segar dan bebas dari jenis lain.

Bibit yang dibeli dari petani lain dibawa dengan sistem pengangkutan

yang baik, karena ini akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bibit

selanjutnya. Menurut Indriani dan Sumiarsih (2003), dalam pengepakan bibit

rumput laut disusun dalam kantong plastik secara berseling dengan spon basah

dan penyusunan bibit tidak boleh dipadatkan.

2.6.2 Pengepakan bibit

Sebelum diangkut dari satu lokasi ke lokasi lain, bibit yang akan ditanam

sebaiknya dikemas (packing) terlebih dahulu supaya tidak mengalami kerusakan.

Adapun pengepakan dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut.

1) Masukan bibit sehat dan segar kedalam kantong plastik besar yang telah

dilubangi kecil-kecil menggunakan paku untuk aerasi.

2) Kepadatan harus diperhatikan karena bibit harus tetap mempunyai ruang

udara dan harus dijaga tetap dalam keadaan lembab, meskipun tidak

sampai membasahi kertas karton yang digunakan untuk mengemas bibit.

3) Masukan kantong plastik yang telah berisi bibit kedalam kotak karton dan

kardus besar.

4) Apabila perlu ditumpuk, sebaiknya penumpukan kardus tidak lebih dari 3

tumpuk untuk menjaga supaya tetap ada ruang udara dalam kardus atau

karton.

2.6.3 Penanganan bibit dalam pengangkutan

Penanganan bibit dalam pengangkutan dari tempat asal ke lokasi budidaya

dilakukan sebagai berikut.

a) Selama dalam pengangkutan, biarkan bibit tetap lembab/basah, tetapi

tidak sampai meneteskan air.

b) Usahakan agar tidak terkena air tawar, hujan, atau embun karena akan

merusak bibit.

c) Bibit tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.

Page 25: Budidaya Rumput Laut

25

d) Selama perjalanan, usahakan bibit tidak terkena minyak dan kotoran

lainnya.

e) Jauhkan bibit dari sumber panas, seperti mesin mobil atau mesin perahu.

2.6.4 Penyimpanan bibit sebelum ditanam

Sebaiknya, bibit segera ditanam setelah sampai di lokasi budidaya. Lokasi

yang akan digunakan untuk tempat penanaman rumput laut pun harus sudah

disiapkan, termasuk peralatan, bahan, dan tenaga kerja. Apabila karena sesuatu

hal tidak bisa segera ditanam atau waktunya tidak memungkinkan, sebaiknya bibit

dikeluarkan dari kantong plastik dan langsung disiram air laut. Bibit rumput laut

jangan direndam dalam wadah karena akan mengeluarkan lendir (mucus),

kemudian membusuk dan mati. Cara lain yang bisa dilakukan yaitu dengan

memasukan bibit ke dalam jaring plastik, kemudian direndam di dalam laut.

Dengan cara ini, lendir yang keluar langsung hanyut ke dalam air laut sehingga

tidak sempat merusak bibit.

2.7 Penanaman dan Pemeliharaan Rumput Laut

2.7.1 Penanaman Bibit

Kegiatan penanaman untuk semua metode relatif sama dimana penanaman

diawali dengan mengikat rumput laut (bibit) pada tali jalur yang telah dilengkapi

dengan tali pengikat. Berat bibit yang ditanam berkisar antara 50-100 g. Untuk

metode long line penanaman secara horizontal menggunakan jarak tanam minimal

40 cm dan penanaman secara vertikal menggunakan jarak minimal 25 cm x 30

cm. Setelah selesai mengikat rumput laut maka tali jalur yang berisi rumput laut

tersebut diikatkan pada kerangka yang telah tersedia (Runtuboy, et al., 2001).

Pengikatan bibit sebaiknya dilakukan segera setelah pemanenan atau

sesaat setelah bibit sampai di lokasi budidaya. Lokasi yang akan digunakan untuk

tempat penanaman rumput laut harus sudah disiapkan sebelumnya termasuk

peralatan, bahan dan tenaga kerja. Pengikatan bibit rumput laut dikenal dua

metode yakni loop pendek dan loop panjang dengan masing-masing memiliki

kelemahan dan kelebihan. Pada loop pendek pergerakan bibit lebih kaku

dibandingkan dengan loop panjang tetapi pada loop panjang memiliki kelemahan

Page 26: Budidaya Rumput Laut

26

dalam hal mudah terbelit apabila arus relatif besar. Penggunaan loop panjang

memiliki keuntungan dalam hal kemudahan pengikatan bibit.

Apabila karena suatu hal tidak dapat segera dilakukan pengikatan dan

penanaman, sebaiknya bibit segera dikeluarkan dari kantong dan disiram air laut.

Bibit rumput laut tidak baik jika direndam dalam wadah (kontainer) karena akan

mengeluarkan lendir, yang dapat menyebabkan thallus membusuk dan akhirnya

akan mati. Cara lain yang dapat dilakukan yaitu dengan memasukkan bibit ke

dalam jarring kemudian direndam dalam laut, sehingga lendir yang keluar akan

masuk atau larut dalam air laut sehingga tidak merusak thallus bibit rumput laut.

Bibit yang akan ditanam dipilh bibit yang berkualitas sesuai dengan

kriteria yang telah diuraikan sebelumnya. Kepadatan penanaman bibit rumput laut

tergantung dari jenis dan metode budidaya yang akan digunakan. Pada budidaya

Eucheuma penggunaan bibit dengan berat awal berkisar 50-100 gram per ikatan

dengan jarak tanam tidak kurang dari 25 cm. Pengikatan bibit dapat dilakukan di

darat atau langsung di laut khususnya pada metode lepas dasar. Apabila dilakukan

pengikatan di darat sebaiknya dilakukan di tempat yang teduh dan pada pagi atau

sore hari. Penanaman dilakukan segera setelah selesai pengikatan, agar bibit

masih segar dan tidak lama terekspos di darat.

Prinsip metode rawai menggunakan tali panjang yang dbentangkan

sehingga metode tersebut dikenal dengan istilah metode longline. Teknik

budidaya rumput laut metode longline adalah sebagai berikut:

a. Bibit yang akan diikat dengan tali titik (diameter 2,5 mm) kemudian

diikatkan pada tali ris dengan jarak 20, 30, dan 40 cm dengan panjang tali

ris 20 m yang direntangkan pada tali utama (diameter 10 mm). semakin

panjang tali ris yang digunakan, semakin besar kemungkinan untuk terbelit

atau terkait dengan tali ris disampingnya terutama pada saat arus/ombak

yang besar.

b. Tali jangkar dengan diameter 10 mm diikatkan pada kedua ujung tali

utama yang dibawahnya sudah diikatkan pada jangkar, batu karang, batu

pemberat, atau karung yang telah diisi pasir.

Page 27: Budidaya Rumput Laut

27

c. Pelampung yang digunakan adalah derijen 20 L dan botol plastik bekas

pada tali ris yang dapat digunakan untuk mengapungkan rumput laut agar

tetap berada pada posisi yang diinginkan.

d. Pelampung diikat pada tali ris dengan menggunakan tali penghubung

dengan panjang sekitar 10-15 cm supaya rumput laut tidak mengapung di

permukaan.

e. Pada satu betang talin utama, dapat diikatkan beberapa tali ris dengan

jarak antar tali ris sekitar 1 m, untuk menghindari benturan antar tali ris

akibat gelombang atau arus kuat.

Peralatan dan bahan yang diperlukan untuk satu blok terdiri dari 20

bentang tali ris dengan luas satu blok adalah 20 × 20 m adalah sebagai berikut:

a. Tali ris polyetilen diameter 5 mm

b. Tali jangkar dan tali utama polyetilen diameter 10 mm

c. Jangkar / pemberat

d. Bibit rumput laut sebanyak 500 kg

e. Pelampung utama sebanyak 10 buah

f. Pelampung pembantu berupa botol air mineral bekas sebanyak 200 buah

g. Peralatan lainnya berupa pisau, keranjang, dan perahu/sampan.

2.7.2 Pemeliharaan dan Perawatan Bibit

Keberhasilan usaha budidaya rumput laut tidak hanya tergantung pada

pemilihan lokasi dan bibit yang tepat serta metode budidaya yang sesuai, tetapi

juga sangat ditentukan oleh perawatan selama masa pemeliharaan.Perawatan yang

dimaksud, bukan hanya terhadap tenaman itu sendiri tapi juga fasilitas budidaya

yang digunakan. Oleh karena itu peranan pengelola (pembudidaya) rumput laut

sangat diperlukan untuk memperkecil kemungkinan adanya kerusakan khususnya

kekuatan alam yang tak terduga. Perawatan rumput laut yang dapat dilakukan

meliputi;

a. Membersihkan lumpur dan kotoran

Lumpur akan melekat pada tanaman bila pergerakan air kurang atau

kurangnya arus gelombang. Hal ini biasanya terjadi pada musim dimana kurang

angin dan tempat pemeliharaan sangat terlindung. Dalam kondisi demikian, perlu

Page 28: Budidaya Rumput Laut

28

dilakukan pemeliharaan yang sungguh-sungguh, seperti rajin menggoyang-

goyangkan tali jalur agar lumpur yang melekat terlepas. Jika pada tanaman

banyak terdapat banyak lumpur yang melekat maka biasanya akan menyebabkan

tanaman mudah terserang beberapa jenis cacing atau muncul gejala ice-ice.

b. Penyulaman tanaman

Penyulaman pada tanaman perlu dilakukan bila ada tanaman yang rusak

sehingga jumlah tanaman pada setia tali ris tidak berkurang,kerusakan tanaman

dapat disebabkan oleh gelombang besar atau dimakan binatang herbivora,

dilakukan pemagaran disekeliling blok tanaman dengan jaring. Pada umumnya,

serangan ikan akan berkurang bila tanaman berada agak ketengah dan jauh dari

karang hidup (Anggadiredja, et al., 2006).

c. Monitoring pertumbuhan

Pertumbuhan tanaman dapat dipantau dengan cara sampling untuk

mengukur laju pertumbuhannya sehingga produksi rumput laut yang akan dapat

diprediksi. Pemantauan laju pertumbuhan tanaman dengan cara sampling satu kali

dalam seminggu. Pertumbuhan tanaman dapat dikatakan baik bila laju

pertumbuhan hariannya tidak kurang dari 3% (Anggadiredja, et al., 2006).

Sampling dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a) Timbang berat tanaman pada pertama kali smpling (pada usia 7 hari).

b) Timbang kembali tanaman yang sama pada hari ke-14, kemudian hitung laju

pertumbuhannya. Penimbangan sample dan perhitungan laju pertumbuhan

dilakukan berkali-kali setiap 7 hari. Pertumbuhan tanaman dikatakan baik bila

laju pertumbuhan hariannya tidak kurang dari 3%.

d. Penyisipan tanaman dan pergantian sarana yang rusak; dalam masa

pemeliharaan rumput laut, tidak menutup kemungkinan terjadinya bibit atau

tanaman yang rusak atau jatuh akibat iklim yang tidak bersahabat, atau adanya

serangan hama predator. Hal yang sama dapat juga terjadi pada sarana budidaya

yang digunakan. Oleh karena itu, penyisipan tanaman tetap perlu dilakukan bila

ada yang terlepas atau jatuh sehingga jumlah tanaman pada setiap tali ris tidak

berkurang. Kerusakan tanaman dapat disebabkan oleh gelombang yang besar atau

dimakan binatang herbivora seperti ikan baronang dan penyu. Untuk menghindari

serangan predator terhadap tanaman dapat dilakukan dengan cara pemagaran

Page 29: Budidaya Rumput Laut

29

lokasi budidaya dengan menggunakan jarring. Selain itu penggantian sarana

budidaya yang rusak segera dilakukan agar usaha budidaya dapat berjalan dengan

baik.

e. Pemantauan pertumbuhan; perkembangan tanaman sebaiknya dipantau

secara rutin untuk mengetahui laju pertumbuhan rumput laut sehingga produksi

dapat diperkirakan. Selain itu, pembudidaya dapat mempersiapkan langkah

antisipasi dini apabila terjadi penurunan pertumbuhan yang drastic. Laju

pertumbuhan rumput laut dapat diketahui dengan cara pengambilan contoh

beberapa rumput laut untuk ditimbang secara berkala misalnya setiap minggu

selama pemeliharaan berlangsung. Pertumbuhan rumput laut dikatakan baik dan

menguntungkan bila laju pertumbuhan hariannya tidak kurang dari 3%.

Penentuan laju petumbuhan rumput laut diukur pada setiap minggu

(sampling) pengamatan ± 42 hari dengan menggunakan rumus menurut (Atmadja,

et al., 1996).

Keterangan : G = Laju pertumbuhan harian (%)

Wt = Bobot rata-rata akhir (gr)

Wo = Bobot rata-rata awal (gr)

t = Waktu pengujian (hari)

2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Rumput Laut

2.8.1 Jarak Tanam

Jarak tanam adalah jarak antara rumpun atau ikatan rumput laut yang satu

dengan ikatan rumput laut yang lain pada setiap tali dengan jarak tertentu. Jarak

berhubung dengan persatuan luas lahan, semakin luas jarak tanam akan semakin

luas lalu lintas pergerakan air yang membawa unsur hara sehingga pertumbuhan

rumput laut dapat meningkat. Jarak tanam yang digunakan selain mempengaruhi

lalu lintas pergerakan air juga akan menghindari terkumpulnya kotoran pada

G={ t√ WtWo

−1}x100 %

Page 30: Budidaya Rumput Laut

30

thallus yang akan membantu pengudaraan sehingga proses fotosintesis yang

diperlukan untuk pertumbuhan rumput laut dapat berlangsung serta mencegah

adanya fluktasi yang besar terhadap salinitas maupun suhu air. Jarak tanam yang

digunakan untuk menghasilkan rumput laut yang optimal adalah antara 20-25 cm

(Meiyana, et al., 2001).

2.8.2 Berat Awal

Berat awal adalah banyaknya bobot dari rumput laut yang digunakan

sebagai bibit untuk setiap ikatan rumput laut. Berat awal tanaman berhubungan

dengan populasi rumput laut, dalam persatuan luas lahan populasi rumput laut

akan berpengaruh pada pertumbuhan rumput laut. Berat awal yang rendah akan

mengurangi jumlah populasi dalam persatuan luas alahan sehingga pemanfaatan

lahan jadi berkurang sehingga secara ekonomis juga memberikan hasil yang tidak

baik.

Pertumbuhan rumput laut secara vegetatif dengan ujung-unjung dari

thallus akan membentuk percabangan yang baru. Semakin ringan berta awal yang

digunakan ujung-ujung thallus akan semakin sedikit sehingga pertumbuhan yang

terjadi tidak begitu cepat dan semakin besar berat pada ujung thallus akan

semakin banyak sehingga pertumbuhan rumput laut akan lebih meningkat.

Berat wala dari bibit rumput laut yang baik adalah antara 50-150 gram

(Afrianto dan Lipiawati, 1993 dalam Meiyana, et al., 2001). Selanjutnya

dijelaskan oleh Runtuboy, et al., 2001, bahwa berat bibit yang ditanam untuk

menghasilkan pertumbuhan yang baik adalah berkisar anatara 50-100 gram.

Pertumbuhan rumput laut juga dipengaruhi oleh proses fotosintesis, selain

pengaruh berat bibit dan jarak tanam. Dengan metode longline, maka selain

matahari yang diserap tanaman dikatakan memadai karen berada dipermukaan air

yang cenderung masih terjangkau sinar matahari (Meiyana, et al., 2001).

Selanjutnya dijelaskan oleh Aditya dan Ruslan (2004), musim kemarau yang

pangjang dan musim penghujan dengan curah hujan yang tinggi berpengaruh

terhadap pertumbuhan rumput laut.

Page 31: Budidaya Rumput Laut

31

2.9 Hama Dan Penyakit Rumput Laut

Dengan semakin berkembangnya usaha budidaya rumput laut di Indonesia

segala permasalahan dan hambatan yang mungkin terjadi terutama terhadap

kemungkinan serangan hama dan penyakit pada tanaman rumput laut perlu

mendapat diperhatikan khusus. Serangan hama dan penyakit bila dibiarkan dapat

berakibat merununnya produksi. Oleh karena itu perlu diketahui jenis hama dan

penyakit yang menyerang rumput laut sehingga dapat mengambil langkah-

langkah penanggulangannya atau paling tidak dapat memperkecil kerugian. Data

mengenai dampak penyakit terhadap produksi budidaya rumput laut masih sangat

terbatas.

Menurut Aditya dan Ruslan (2004), apabila suatu perairan digunakan

sebagai lahan budidaya rumput laut dalam skala besar maka hama ini tidak

seberapa mengganggu terhadap hasil panen, namun apabila dalam skala kecil

maka serangan serangan hama ini akan terasa besar.

2.9.1 Hama

Beberapa hama yang dapat menyerang rumput laut adalah ikan baronang,

penyu, larva bulu babi, larva teripang dan tanaman pengganggu lainnya.

Pencegahannya dapat dilakukan dengan penentuan lokasi yang tepat,

pengguanaan teknologi yang tepat, isolasi lokasi dengan menggunakan pembatas,

pengontrol rutin (Meiyana, et al., 2001). Sedangkan menurut kuniaastuti, et al.,

(2001), untuk menanggulangi seranagn penyu terhadap tanaman adalah dengan

cara melindungi area budidaya dengan memasang pagar dari jaring atau waring.

Menurut Aditya dan Ruslan (2004), apabila suatu perairan yang digunakan

sebagai lahan budidaya rumput laut dalam skala besar maka hama ini tidak

seberapa mengganggu terhadap hasil panen, namun apabila dalam skala kecil

maka serangan hama ini akan terasa besar.

Hama yang menyerang tanaman budidaya rumput laut berdasarkan ukuran

besar kecilnya hama dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu hama mikro atau

mikro gazer dan hama makro atau makro grazer (Doty, 1987 dalam

Ditjenkanbud, 2005). Untuk mengatasi hama dapat juga menggunakan spesies

rumput laut yang tidak dimakan ikan namun kandungan karagenannya sangat

Page 32: Budidaya Rumput Laut

32

tinggi, contohnya didaerah bali sedang dikembangkan uji coba budidaya rumput

laut dengan sebutan “Rangda”.

1. Hama Mikro

Hama mikro yang menyerang rumput laut, berukuran panjang kurang dari

2 cm dan melekat pada thallus. Menurut Doty (1987), hama mikro yang sering

ditemukan pada rumput laut adalah larva bulu babi (Tripneustus sp.), larva

teripang (Holothuria sp). Selanjutnya dijelaskan bahwa larva bulu babi

(Tripneustes sp.) bersifat planktonik, melayang-layang di dalam air dan kemudian

menempel pada tanaman rumput laut, sehingga larva bulu babi menyebabkan

tanaman gracilaria sp. berwarna kuning dan rusak.Larva teripang (Holothuria sp.)

yang menempel dan menetap pada thallus rumput laut, kemudian tumbuh menjadi

besar.

Larva yang sudah besar akan menjadi hama makro dan dapat memakan

thallus rumput laut secara langsung dengan cara menyisipkan ujung-ujung cabang

rumput laut kedalam mulutnya. Sedangkan Lumut Kutu, berwarna coklat

kehitaman dengan ukuran yang kecil seperti rambut, biasanya menempel dan

menembus jaringan thallus rumput laut menyebabkan terhambatnya penetrasi

cahaya matahari sehingga batang/thallus rumput laut membusuk dan rontok.

Tingkat Penyebaran yang cepat dan menjadi penyebab kerusakan masal pada

budidaya rumput laut (Anggadireja, 2006).

2. Hama Makro

Menurut Anggadireja (2006), tanaman yang biasanya diserang hama

makro adalah tanaman yang berada dekat perairan dengan dasar karang atau

karang berpasir sekitar pantai. Hama makro adalah hama yang berukuran lebih

besar dari ukuran 2 cm. Hama makro yang biasanya menyerang dan dapat

menghancurkan tanaman rumput laut yaitu dari kelompok ikan beronang (Siganus

javus), teritip, dan beberapa marga alga seperti, Ectocarpus, Polysiphonia dan

Enteromorpha.

Hama makro adalah hama yang berukuran lebih besar dari 2 cm. Hama

makro yang paling ganas dan dapat menghancurkan tanaman Eucheuma sp. Yaitu

ikan baronang (Siganus spp) dan penyu hijau (Chelonia midas). Hama lainnya

yaitu bulu babi (Diademma spp.), teripang (Holuthuria sp.), bintang laut

Page 33: Budidaya Rumput Laut

33

(Protoneostes). Ketika masih fase larva, bulu babi dan teripang tergolong dalam

hama mikro.

Pada umumnya, tanaman yang diserang yaitu tanaman yang berada dekat

perairan dengan dasar karang atau karang berpasir sekitar pantai. Serangan ikan

akan berkurang bila rumput laut yang ditanam pada lokasi agak ke tengah.

Sementara, hama Gracilaria sp. Yang ditanam ditambak berupa ikan mujair

(Tillapia), siput kecil, atau sumpil/tritip.

1. Ikan Baronang

Gambar 2. Ikan baronang (Siganus sp) (Sumber :Anggadireja, 2006)

Ikan baronang dikenal oleh masyarakat dengan namakea-kea (Pulau

Seribu), di Jawa Tengah dengan nama biawas dan nelayan-nelayan di Pulau

Maluku menamakan dengan sebutan samadar. Menurut Saanin (1986), ikan

beronang termasuk dalam kingdom animalia, filum chordata, kelas pisces, ordo

perciformes, sub ordo acanthuroidei, famili siganidae, genus Siganus dan spesies

Siganus javus. Oleh karena itu ikan beronang termasuk famili Siginidae dengan

tanda-tanda khusus sebagai berikut D XIII, 10 A VII, 9, P2 I, 3, 1, tubuhnya

membujur dan memipih lateral, dilindungi oleh sisik-sisik yang kecil, mulut kecil

posisinya terminal.Rahangnya dilengkapi dengan gigi-gigi kecil. Punggungnya

dilengkapi oleh sebuah duri yang tajam mengarah ke depan antara neural pertama

dan biasanya tertanam di bawah kulit. Duri-duri ini dilengkapi dengan kelenjar

bisa/racun pada ujungnya.

Page 34: Budidaya Rumput Laut

34

Ikan ini termasuk ke dalam jenis "primary herbivor" yaitu pemakan

plankton nabati tumbuhan.Sesuai dengan morfologi dari gigi dan saluran

pencernaannya yaitu mulutnya kecil, mempunyai gigi seri pada masing-masing

rahang, gigi geraham berkembang sempurna, dinding lambung agak tebal, usus

halusnya panjang dan mempunyai permukaan yang luas, ikan beronang termasuk

pemakan tumbuh-tumbuhan (Saanin, 1986).

Menurut Saanin (1986), serangan ikan beronang umumnya bersifat

musiman sehingga setiap daerah memiliki waktu serangan yang berbeda. Ikan

beronang memakan ujung-ujung thallus gracilaria sp. Tanda pada rumput laut

yang termakan ikan beronang adalah terdapat bekas potongan kecil pada ujung

thallus, tidak semua thallus termakan habis dan rumput laut tidak mengalami

pembusukan. Ikan beronang tidak memakan seluruh thallus.

Thallus yang dimakan hanya percabangan yang paling muda. Biota ini

menjadi salah satu pengganggu pada budidaya rumput laut karena sifat makannya

yang bergerombol dan mencari tumbuhan hijau. Ikan beronang mempunyai mulut

yang kecil. Biota ini juga tidak memakan rumput laut sebagai makanan utama.

Sehingga rumput laut yang dimakan hanya cabang thallus yang baru trubus atau

yang muda saja. Berbeda dengan thallus yang dimakan penyu, ujung thallus yang

termakan akan mudah tumbuh lagi.

Cara melindungi tanaman rumput laut dari serangan ikan baronang dapat

dilakukan waktu penanaman. Awal penanaman rumput laut sebaiknya sebelum

musim benih ikan baronang. Dengan cara tersebut diharapkan kerugian dpat

diperkecil. Penanaman secar serentak juga dapat mengurangi serangan hama ikan

baronang.

Page 35: Budidaya Rumput Laut

35

2. Teritip

Gambar 3. Teritip (Sumber : Sulistiyo, 1988)

Anggadireja (2006) mengatakan, teritip termasuk ke dalam kingdom

animalia, filum arthropoda, subfilum krustasia, kelas maxillopoda, sub kelas

thecostraca, infrakelas cirripedia dan genus Ballanus. Teritip biasanya melekat

pada batu, badan kapal, malah pada badan paus. Teritip mampu bertahan

sekiranya ia terdedah kepada udara semasa air surut. Ketika itu, ia akan menutup

cangkerangnya untuk mengekalkan kelembapan badannya.

Teritip yang mempunyai ukuran lebih besar menempel pada thallus yang

tua sedangkan tertitip ukuran kecil menempel pada thallus muda. Penempelan

teritip biasanya diikuti dengan tumbuhnya lumut di sekitar thallus yang ditempeli.

Sedangkan kerusakan yang timbul adalah thallus yang ditempeli lama kelamaan

akan berwarna putih. Tanda- tanda rumput laut yang di tempeli oleh teritip di

antaranya yaitu terdapat bekas potongan pada percabangan dan ujung thallusnya

serta adanya pembusukan akibat potongan tersebut. Sedangkan kerusakan yang

disebabkan oleh adanya penempelan teritip pada rumput laut adalah timbulnya

lumut di sekitar thallus (Anggadireja, 2006).

Page 36: Budidaya Rumput Laut

36

3. Alga Ectocarpus

Gambar 4.Ectocarpus sp. (Sumber : Aslan, 1991)

Ectocarpus sp. merupakan salah satu jenis dari ganggang cokelat

(Phaeophyceae). Aslan (1991) mengatakan ganggang cokelat umumnya terdapat

di laut, melekat pada batu-batuan dan seringkali terdampar di pantai. Bentuk

tubuhnya menyerupai tumbuhan tingkat tinggi karena memiliki alat yang mirip

akar, batang dan daun. Panjang talusnya dapat mencapai 10 meter.

Menurut Aslan (1991) ganggang ini berwarna kecoklatan karena selain

mengandung klorofil juga mengandung pigmen fukosantin yang merupakan

pigmen dominan dan karoten serta santofil. Cara kita mengenali tumbuhan ini di

pantai adalah dengan mengamati ciri-cirinya, berupa talus berwarna cokelat yang

mempunyai gelembung-gelembung udara berbentuk seperti “buah”.Adanya

gelembung udara ini menyebabkan ganggang cokelat dapat mengapung dalam air

laut. Gelembung udara juga mengandung cadangan udara untuk bernapas.

Ganggang cokelat berkembangbiak secara vegetatif dengan fragmentasi

dan berkembangbiak secara generatif dengan oogami yaitu peleburan

spermatozoid dan ovum membentuk zigot. Kemudian zigot akan tumbuh dan

berkembang menjadi ganggang cokelat dewasa (Aslan, 1991).

Page 37: Budidaya Rumput Laut

37

4. Alga Enteromorpha

Gambar 5.Alga Enteromorpha (Sumber : Aslan, 1991).

Menurut Aslan (1991) Enteromorpha sp. berasal dari kata enteron yang

berarti usus dan morphe yang berarti bentuk. Sel bagian tengah dan ujung berisi

satu pirenoid di setiap selnya. Kloroplasnya sering memiliki bentuk seperti

mangkuk yang tampak di bagian permukaan dengan ukuran yang berbeda

panjangnya pada masing-masing sel. Bentuk dan susunan selnya seperti pada

tumbuhan tingkat tinggi. Alga ini berukuran kecil dan sering membentuk rumpun.

Thallusnya berbentuk tabung dan di dalamnya terdapat ruang silinder. Siklus

hidupnya mengalami pergantian keturunan yang isomorfik, tetapi beberapa

spesies hanya menggunakan zoospora dalam reproduksinya. Zoospora dibebaskan

melalui lubang lateral pada dinding sel. Alga ini digunakan untuk makanan ikan.

5. Bintang Laut (Protoneustes nodosus)

Bintang laut (Protoneustes nodosus) , merupakan hama yang mempunyai

kemampuan memanjat pada tanaman rumput laut dan dapat menutupi cabang-

cabangnya. Cabang-cabang tanaman rumput laut yang ditutupi atau yang

ditempeli bintang laut akan mati serta banyak percabangan yang patah serangan

bintang laut pengaruhnya relatif kecil. Serangan bintang laut tidak terjadi pada

tanaman rumput laut yang jauh dari dasar perairan.

6. Bulu babi

Bulu babi dan bulu babi duri pendek merupakan hama yang merusak

bagian tengah thallus. Serangan bulu babi dapat mengakibatkan bagian cabang

utama thallus terlepas dari tanaman induk serangan bulu babi pengaruhnya relatif

Page 38: Budidaya Rumput Laut

38

kecil dan tidak terasa terutama pada areal budidaya yang cukup luas. Hama bulu

babi tidak dapat menyerang rumput laut yang jauh dari dasar perairan.

7. Penyu hijau (Chelonia midas)

Penyu hijau merupakan hama yang merusak tanaman budidaya paling

ganas. Penyu hijau biasanya menyerang pada malam hari. Hama ini dapat

memnagsa habis tanaman budidaya pada areal tanaman yang tidak begitu luas.

Cara menanggulangi serangan penyu hijau terhadap tanaman rumput laut

adalah dengan melindungi areal budidaya dengan memasang pagar dari jaring.

Pada areal budidaya yang cukup luas serangan hama ini tampak tidak berarti.

Serangan akan tampak terutama pada daerah tepi atau dekat dengan perbatasan

perairan dalam. Selain itu juga untuk menghindari hama dapat juga menanam

rumput laut yang tidak disukai oleh ikan yaitu Halymenia sp.

2.9.2 Pengendalian Hama pada Rumput Laut

Pengendalian terhadap hama mikro yaitu dengan intensif membersihkan

rumput laut,hama ini dapat ditanggulangi dengan melakukan perendaman selama

2-3 menit dalam larutan rinso seperti yang dilakukan oleh pembudidaya rumput

laut di Karimunjawa, Jepara (Sulistyo, 1988).

Pencegahan dilakukan dengan menentukan lokasi budidaya yang efektif

terutama lokasi yang cukup dalam dengan arus yang cukup. Upaya yang

dilakukan untuk menanggulangi hama  makro ini adalah dengan cara

memperbaiki dan atau memodifikasi teknik budi daya, sehingga tanaman

budidaya berada pada posisi permukaan air.

2.10 Penyakit pada Rumput Laut

Menurut Ditjenkanbud (2005), penyakit rumput laut dapat didefinisikan

sebagai salah satu gangguan fungsi atau terjadinya perubahan anatomi atau

struktur yang abnormal. Misalnya adanya perubahan dalam laju pertumbuhan dan

penampakan seperti warna dan bentuk. Perubahan ini pada akhirnya berpengaruh

pada tingkat produktivitas hasil. Terjadinya penyakit umumnya disebabkan oleh

adanya perubahan faktor-faktor lingkungan dan adanya interaksi antara faktor

Page 39: Budidaya Rumput Laut

39

lingkungan (suhu, kecerahan, salinitas, dan lain-lain) dengan jasad patogen

(organisme yang berperan sebagai penyebab penyakit).

2.10.1 Penyakit Ice-ice

Penyakit rumput laut didefinisikan sebagai terganggunya struktur dan

fungsi yang normal, seperti terjadinya perubahan laju pertumbuhan, penampakkan

(warna dan bentuk), serta akhirnya berpengaruh terhadap tingkat produktivitas.

Ice-ice diketahui pertama kali menginfeksi Eucheuma di Philipina pada tahun

1974 merupakan penyakit yang banyak menyerang rumput laut pada saat musim

hujan. Ice-ice merupakan penyakit dengan tingkat infeksi cukup tinggi di negara

Asia penghasil Eucheuma (Philips, 1990).

Ice-ice merupakan penyakit yang banyak menyerang tanaman rumput laut

jenis Eucheuma spp. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1974 di

Pilipina. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya bintik atau bercak-bercak pada

bagian thallus yang lama kelamaan menjadi pucat dan berangsur-angsur menjadi

putih dan akhirnya thallus tersebut terputus. Penyakit ini timbul karena adanya

mikroba yang menyerang tanaman rumput laut yang lemah. Gejala yang terlihat

adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan

pada beberapa cabang menjadi putih, kemudian thallus menjadi putih dan

membusuk.

Adanya perubahan lingkungan seperti arus, suhu dan kecerahan di lokasi

budidaya dapat memicu terjadinya penyakit ice-ice. Tingkat penyerangannya

terjadi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini sesuai dengan pendapat

Ditjenkanbud, (2005) bahwa penyebab ice-ice ini adalah perubahan lingkungan

yang tidak sesuai untuk pertumbuhan yang menyebabkan menurunnya daya tahan

rumput laut tersebut. Sedangkan menurut Doty, 1987 dalam Ditjenkanbud,

(2005) mengatakan bahwa penyebab ice-ice ini adalah karena adanya bakteri

patogen tertentu. Hal ini menjadikan bahwa sebenarnya timbulnya bakteri tersebut

merupakan serangan sekunder. Kemungkinan efektifitas serangan bakteri hanya

terjadi pada saat pertumbuhan tanaman tidak efektif.

Page 40: Budidaya Rumput Laut

40

Gambar 6.Rumput laut Eucheuma cottonii. yang terkena penyakit ice-ice

(Sumber :Kaas and Perez, 1990).

Kaas and Perez (1990) menyebutkan rumput laut dapat tumbuh maksimal

pada pH air berkisar 6 - 9, dengan pH optimum sekitar 7,5 - 8,0 dan salinitas air

sekitar 28 - 34 permil dengan nilai optimum salinitas sekitar 33 permil serta

kandungan unsur Nitrogen dan Phosphor yang cukup untuk penggemukan thallus.

Nutrisi yang dibutuhkan oleh rumput laut diperoleh dari nutrien yang terkandung

di dalam badan air dan akan tumbuh dengan baik pada daerah yang mempunyai

suhu antara 27-30 0C, kondisi air yang jernih dengan tingkat transparansi sekitar

1,5 meter, pergerakan air yang memadai antara 20 - 40 cm/detik serta sinar

matahari yang cukup untuk proses fotosintesisnya.

Menurut Kaas and Perez (1990) penyakit ice-ice merupakan efek

bertambah tuanya rumput laut dan kekurangan nutrisi ditandai dengan timbulnya

bintik/bercak-bercak merah pada sebagian thallus yang lama kelamaan menjadi

kuning pucat dan akhirnya berangsur-angsur menjadi putih dan akhirnya menjadi

hancur atau rontok.Ice-ice dapat menyebabkan thallus menjadi rapuh dan mudah

putus.

Gejala yang diperlihatkan adalah pertumbuhan yang lambat, terjadinya

perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang thallus menjadi putih

dan membusuk. Stress yang diakibatkan perubahan kondisi lingkungan yang

mendadak seperti: perubahan salinitas, suhu air dan intensitas cahaya, merupakan

faktor utama yang memacu timbulnya penyakit ice-ice. Ketika rumput laut

mengalami stress karena rendahnya salinitas, suhu, pergerakan air dan instensitas

cahaya, akan memudahkan infeksi patogen (Mintardjo, 1990).

Page 41: Budidaya Rumput Laut

41

Mintardjo (1990) mengatakan dalam keadaan stress, rumput laut

(misalnya: Gracilaria, Eucheuma atau Kappaphycus) akan membebaskan

substansi organik yang menyebabkan thallus berlendir dan diduga merangsang

banyak bakteri tumbuh di sekitarnya. Kejadian penyakit ice-ice bersifat musiman

dan menular.

Bakteri yang dapat diisolasi dari rumput laut dengan gejala ice-ice antara

lain adalah Pseudomonas spp., Pseudoalteromonas gracilis, dan Vibrio spp.

Agarase (arginase) dari bakteri merupakan salah satu faktor virulen yang berperan

terhadap infeksi ice-ice (Yuan, 1990).

Yuan (1990) mengatakan faktor-faktor predisposisi atau pemicu lainnya

juga dapat menyebabkan ice-ice. Predisposisi itu antara lain serangan hama seperti

ikan baronang (Siganus spp.), penyu hijau (Chelonia midas), bulu babi (Diadema

sp.) dan bintang laut (Protoneostes) yang menyebabkan terjadinya luka pada

thallus. Luka akan memicu terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri. Pertumbuhan

bakteri pada thallusakan menyebabkan bagian thallustersebut menjadi putih dan

rapuh. Selanjutnya, pada bagian tersebut mudah patah dan jaringan menjadi

lunak.Infeksi ice-ice menyerang pada pangkal thallus, batang dan ujung thallus

muda, menyebabkan jaringan menjadi berwarna putih. Pada umumnya

penyebarannya secara vertikal (dari bibit) atau horizontal melalui perantara air.

Infeksi akanbertambah berat akibat serangan epifit yang menghalangi penetrasi

sinar matahari karena thallus rumput laut tidak dapat melakukan fotosintesa.

2.10.2 Penyakit White Spot

Menurut Ditjenkabud (2005), penyakit White spot terdapat pada jenis

rumput laut Laminaria japonica di Cina. Gejala awal penyakit ini ditandai dengan

terjadinya perubahan warna thallus dari coklat kekuning-kuningan menjadi putih

kemudian menyebar ke seluruh thallus dan bagian tanaman membusuk dan

rontok.

Pemberantasan penyakit White spot rumput laut dilakukan dengan

mengganti air tambak dua kali seminggu. Apabila dalam seminggu air tambak

tidak diganti, maka pada thallus tanaman rumput laut akan muncul bercak putih

Page 42: Budidaya Rumput Laut

42

dan dapat menghambat pertumbuhan rumput laut, bahkan dapat menyebabkan

kematian.

Penyakit ice-ice dan white spot biasanya terjadi pada bulan April atau mei

yaitu pada saat kecerahan perairan tinggi. Pada kondisi ini tingkat kelarutan unsur

nitrat tidak tercukupi untuk keperluan fotosintesa sehingga berakibat terjadinya

perubahan warna secara nyata. Penyakit ini dapat ditanggulangi dengan cara

menurunkan posisi tanaman lebih dalam dari posisi semula untuk mengurangi

penetrasi sinar matahari. Cara lain juga dapat dilakukan dengan pemberian pupuk

nitrogen. Akan tetapi saran ini masih perlu dikaji lebih lanjut.

2.10.3 Pencegahan Penyakit Ice-ice dengan Standar Operating Procedure

(SOP)

Mintardjo (1990) mengatakan Serangan penyakit ice-ice harus dapat

dicegah, agar kerugian dapat terkurangi.Untuk itu perlu diterapkan langkah-

langkah kongkret dalam pencegahan penyakit tersebut. Serangan penyakit dapat

dicegah dengan penerapan standar baku dalam kegiatan budidaya rumput laut atau

dikenal dengan Standar Operating Procedure (SOP) yang terdiri dari tiga tahap

kegiatan, yaitu:

a. SOP 1: Penentuan Lokasi Budidaya Rumput Laut

Parameter penting yang harus diperhatikan dalam penentuan lokasi dalam

budidaya rumput laut antara lain:

Suhu 20-28 oC, kecepatan arus 20-40 cm/detik.

Dasar perairan berupa karang dan substrat berpasir .

Kedalaman air minimal 2 meter saat air surut terendah dan maksimum 15

meter.

Salinitas berkisar 28 - 35 ppt dengan nilai optimum adalah 33 ppt.

Kecerahan tinggi, sehingga sinar matahari dapat mencapai rumput laut.

Lokasi bebas dari cemaran terutama minyak dan sampah organik.

b. SOP 2 : Pemilihan Bibit Rumput Laut yang Berkualitas

Kualitas bibit rumput laut sangat menentukan produktivitas, kualitas

produk dan ketahanan terhadap penyakit ice-ice. Penggunaan bibit unggul

merupakan cara yang sangat penting untuk pengendalian penyakit ice-ice.

Page 43: Budidaya Rumput Laut

43

Philiphina telah memiliki bibit unggul, yaitu Kappaphycus striatum galur saccol

yang tahan terhadap ice-ice. Desinfeksi bibit juga perlu dilakukan untuk

meniadakan bakteri oportunistik yang dapat dilakukan dengan cara bibit rumput

laut direndam dalam larutan PK (Potasium Permanganat) dosis 20 ppm. Beberapa

butir SOP untuk penyediaan bibit rumput laut yang berkualitas (Mintardjo, 1990) :

Bibit sebaiknya dipilih dari tanaman yang tumbuh baik, masih segar, tidak

ada bercak-bercak, berwarna homogen serta tidak mudah patah.

Bibit diperoleh dari tanaman rumput laut yang tumbuh secara alami

maupun dari tanaman hasil budidaya.

Bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi usaha

budidaya dan jumlahnya sesuai dengan luas area budidaya.

Pada saat pengangkutan diupayakan agar bibit tetap terendam di dalam air

laut. Apabila pengangkutan dilakukan melalui udara dan darat, sebaiknya

bibit dimasukan ke dalam kotak karton yang dilapisi plastik. Kemudian

bibit disusun secara berlapis dan berselang-seling dan dibatasi dengan

lapisan kapas atau kain yang dibasahi air laut.

Bibit dijaga agar tidak terkena minyak, air hujan, serta kekeringan.

Dalam menjaga kontinuitas produksi rumput laut sebaiknya harus

dilakukan pergantian bibit.

c. SOP 3 : Penerapan Teknologi Budidaya Rumput Laut

Mintardjo (1990) mengatakan Teknik budidaya rumput laut yang

digunakan disesuaikan dengan kondisi lingkungan perairan.Pada perairan yang

relatif tenang, metode budidaya rakit, long line, dan pancang dapat

diterapkan.Pada perairan yang bergelombang besar metode budidaya yang tepat

adalah metode kantong (metode Cidaun).Pembersihan terhadap kotoran yang

melekat pada thallus dan biofouling harus dilakukan secara rutin. Pembersihan

dilakukan sesering mungkin (sebaiknya setiap hari) dengan cara digoyang di

dalam air sampai kotoran lepas.

Menurut Mintardjo (1990) penanaman rumput laut untuk metode rakit,

long line dan pancang sebaiknya dilakukan bukan pada musim gelombang.Untuk

lokasi di pantai barat sebuah pulau penanaman sebaiknya dilakukan pada musim

Page 44: Budidaya Rumput Laut

44

angin timur.Sebaliknya untuk lokasi di pantai timur sebuah pulau penanaman

dilakukan pada musim angin barat.Penanaman rumput laut dengan metode

kantong dapat dilakukan sepanjang tahun dan tidak dipengaruhi oleh musim.Pada

saat bukan musim tanam, sebaiknya dilakukan penanaman rumput laut untuk

penyediaan bibit rumput laut yang berkualitas.

2.11 Pemanenan

Dua hal penting yang harus diperhatikan pada saat panen rumput laut

adalah umur dan cuaca. Hal pertama yaitu umur rumput laut. Umur rumput laut

akan sangat menentukan kualitas dari rumput laut tersebut. Jika rumput laut

tersebut akan digunakan sebagai bibit maka maka pemanenan dilakukan setelah

rumput laut berumur 25-35 hari karena pada saat itu tanaman belum terlalu tua.

Sebaliknya jika rumput laut tersebut akan dikeringkan maka sebaiknya

pemanenan dilakukan pada saat rumput laut tersebut, berumur 1,5 bulan atau lebih

karena pada saat umur tersebut kandungan karaginan cukup tinggi

(Runtuboy, et al., 2011). Menurut Aslan (1995), Kappaphycus alvarezii memiliki

kandungan carrageenan 9,5 %, dalam dunia industri dan perdagangan

carrageenan memiliki fungsi yang sama dengan agar-agar dan alginat.

Hal kedua yang sangat penting pada saat panen adalah cuaca. Jika

pemanenan dan penjemuran dilakukan pada cuaca cerah maka mutu dari rumput

laut tersebut dapat terjamin. Sebaliknya jika pemanenan dan penjemuran

dilakukan pada cuaca mendung akan terjadi proses fermentasi pada rumput laut

tersebut yang menyebabkan mutu tidak terjamin (Runtuboy, et al., 2011).

Menurut Runtuboy, et al., (2001), rumput laut hasil budidaya setelah

dipanen dikeringkan sebagai komoditi perikanan. Mutu hasil produksi budidaya

juga ditentukan oleh cara penanganan pasca panen. Perlakuan penjemuran selalu

mengikuti permintaan pasar, ada yang cukup dijemur langsung, ada yang sebelum

dijemur dicuci dengan air tawar, bahkan ada yang dijemur setelah difermentasi.

Proses penjemuran yang langsung dikeringkan memerlukan waktu 2-4 hari tanpa

dicuci air tawar atau tanpa diputihkan merupakan permintaan yang banyak

diminati oleh pasar.

Page 45: Budidaya Rumput Laut

45

BAB III

METODE PRAKTEK

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek keahlian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Februari 2015 – 12Maret

2016 di perairan teluk Banten kampus BAPPL STP Karangantu, Banten.

3.2 Alat dan Bahan

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan selama praktek

Nama alat dan bahan Satuan Kegunaan

Tali utama 30 × 10 m

(10) mm

Sebagai intruksi lokasi

budidaya

Tali jalur 10 m

(5 mm)

Sebagai substrat pengikat

rumput laut

Tali ris 25 cm

(2.5mm)

Sebagai pengikat rumput laut

pada tali jalur

Botol akua bekas 400 buah Sebagai pelampung

Pelampung dirigen 10 buah Sebagai pelampung tali utama

Pemberat 16 buah Untuk menjaga konstruksi

tidak terbawa gelombang

Pisau 1 buah Alat pemotong

Gunting 1 buah Alat pemotong

Timbangan 1 buah Untuk menimbang berat

rumput laaut

Termometer 1 buah

(10C)

Pengukur suhu

Refraktometer 1 buah

(0 ppt)

Pengukur salinitas

pH paper 1buah

(1 – 14 )

Pengukur ph

Meteran 1 buah

(30 m)

Pengukur pasang surut air

Page 46: Budidaya Rumput Laut

46

Sechi disk 1 buah Pengukur kecerahan

Sikat gigi bekas 4 buah Alat pembersih rumput laut

Curen meter 1 buah Alat pengukur kecepatan arus

E. cotonii 366kg

3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan praktek langsung.Praktek

dilakukan dalam 3 tahap yakni tahap persiapan, tahap kedua penanaman rumput

laut, tahap ketiga meliputi pengukuran data pertumbuhan Eucheuma cotonii

dengan perlakuan yang berbeda pada satu tempat, kemudian membandingkan

pertumbuhan rumput laut yang berbeda jenis pada satu tempat serta,

membandingkan pertumbuhan rumput laut pada tempat yang berbeda dengan

perlakuan yang berbeda.

3.4 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel air dilakukan sebanyak lima kali dengan rentang

waktu 7 hari selama satu siklus pembudidayaan rumput laut yaitu dalam

waktu 1 bulan 15 hari. Hal ini didukung dengan pendapat Hayashi et al.

(2007) bahwa kondisi kualitas rumput laut terbaik dapat dicapai bila rumput

laut dibudidayakan selama 45 hari. Pengukuran parameter fisik dan kimia

dilakukan dengan mengambil sampel air permukaan pada setiap stasiun

pengamatan. Untuk beberapa parameter fisik kimia pengukuran dilakukan

secara langsung di lapangan, sedangkan nitrat, fosfat, dianalisis di

laboratorium FPIK Unhalu.

Pada tahap ini selain dilakukan pengukuran terhadap suhu, salinitas,

kecepatan arus dan kecerahan perairan lokasi budidaya, juga diambil sampel

rumput laut untuk memperoleh data pertambahan berat (pertumbuhan) setiap satu

minggu sekali.

3.4.1 Analisa Data

Untuk menganalisis pengaruh musim, lokasi, dan jarak dari garis pantai

diuji terhadap produksi rumput laut di uji dengan cara Analisi Univariat desain

Faktorial (Steel and Torrie 1982 ; Nazir 2009).

Page 47: Budidaya Rumput Laut

47

3.4.2 Analisa Deskriptif

Didalam analisa data penulis mengunakan metode deskriptif

yaitumenjelaskan atau menggambarkan hasil praktek berdasarkan prinsip-prinsip

ilmiah mengenai teknik pemeliharaan, faktor rumput laut Eucheuma sp. di

perairan teluk banten yang berada di antara Pulau Pisang dan Pulau Lima BAPPL

STP Serang.

3.4.3 Analisa Kuantitatif

Untuk menghitung pertumbuhan  E.Spinosum dan E. cotonii dengan

menggunakan persamaan Yamaguchi sebagai berikut :

Dimana:  Wt = Berat tanaman sesudah t hari;

Wo = Berat tanaman mula-mula;

t = Lama penanaman/ hari

3.4.4 Analisa Laba dan Rugi

Analisa rugi laba dapat diperhitungkan dengan cara mengurangi jumlah

total penerimaan dengan jumlah total biaya, dimana akan didapatkan total

keuntungan. Analisa ini untuk mengetahui prospek usaha pada periode tertentu,

dalam memperoleh laba, rugi atau impas (jumlah pendapatan sama dengan biaya).

Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila total penjualan lebih besar dari total

biaya yang dikeluarkan.

Menurut Kasmir dan Jakfar (2003), analisa laba/rugi dihitung dengan

persamaan :

DGR=(Wt−Wo)

(Wt+Wo ) 1t

x 100 %

2

Page 48: Budidaya Rumput Laut

48

π=TR−TC

Keterangan :π : Total Profit

TC : Total Cost

TR : Total Revenue

3.4.5 Analisa Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

Analisa yang digunakan untuk mengetahui perbandingan ratio hasil yang

diperoleh terhadap suatu jumlah biaya yang dikeluarkan. Semakin besar ratio

biayanya, berarti usaha tersebut semakin menguntungkan.

Rumus analisa B/C Ratio menurut Khairuman dan Amri (2002),

B/CRatio= Total PenerimaanTotal BiayaOperasional

Kreteria : B/C < 1 , Tidak layak

B/C = 1, Impas

B/C > 1 Layak

3.4.6 Analisa Titik Impas (Break even point)

Titik impas adalah suatu kejadian apabila setelah dibuat perhitungan rugi

laba dari suatuu periode kerja atau suatu kegiatan tertentu, perusahaan tidak

memperoleh laba tetapi juga tidak menderita kerugian. Dapat dikatakan

keuntungan sama dengan nol. Jadi, seluruh penghasilan yang didapat sama dengan

biaya yang dikeluarkan. Dalam perhitungan analisa usaha ada dua macam Break

Event Point, yaitu BEP dalam skala unit produksi dan BEP dalam skala rupiah.

Perhitungan BEP menurut Effendi dan Oktariza (2006), dapat

menggunakan rumus :

BEP (Unit) = BiayaTetap

Harga Jualunit

− BiayaVariabelunit

BEP (Rp) = BiayaTetap

1− BiayaVariabelProduksi terjual(Rp .)

Page 49: Budidaya Rumput Laut

49

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Lokasi Budidaya

Lokasi praktek keahlian budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di Desa

Karangantu Teluk Banten merupakan perairan yang terlindung dari hempasan

ombak langsung, karena lokasi kegiatan praktek budidaya tersebut terletak

diantara Pulau Lima dan Pulau Pisang, hal ini didukung oleh pendapat Puja, et al.,

(2001) bahwa lokasi yang terlindung biasanya didapatkan diperairan teluk.

Gambar 7. Lokasi Budidaya Rumput Laut

Dasar perairan disekitar Pulau Pisang terdiri dari lumpur berpasir dan

pecahan karang, dan dasar perairan di sekitar Keramba Jaring Apung (KJA)

adalah lumpur, perairan didekat pulau memiliki pergerakan air yang cukup, hal ini

sesuai dengan pendapat Mubarak, et al., (1990) bahwa dasar perairan berupa

pecahan-pecahan karang dan pasir merupakan kondisi dasar perairan yang sesuai

untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottoni. Kondisi tersebut juga merupakan

indikator adanya gerakan air yang baik.Hal ini sesuai dengan pendapat Meiyana

(2001) yang menyatakan bahwa dasar perairan tidak terlalu keras dan terdiri dari

pasir, pecahan karang, serta tidak ada endapan kotoran baik untuk budidaya

rumput laut. Kemudian Puja, et al., (2001) menyatakan bahwa perairan yang

Pulau Pisang

Pulau Lima

Lokasi budidaya

Page 50: Budidaya Rumput Laut

50

mempunyai dasar pecahan karang dan pasir kasar dipandang baik untuk lokasi

budidaya rumput laut.

Kedalam perairan di lokasi budidaya rumput laut berkisar antara 6-7 meter

dari permukaan air. Hal ini berbeda dengan pendapat Anggadiredja, et al. (2006)

yang menyatakan bahwa lahan untuk budidaya rumput laut sebaiknya memiliki

kedalaman 40 cm.

Lokasi budidaya yang mendukung akan menambah hasil produksi dengan

berkurangnya biaya perawatan atau lebih besarnya tingkat penambahan berat

akhir pada saat panen. Aslan (2012) menyatakan bahwa salah satu penentu

keberhasilan dalam usaha budidaya laut diawali dengan pemilihan lokasi,

memiliki kondisi perairan bagus dan luasan yang cukup sehingga dapat dilakukan

estimasi jumlah unit kermba yang dapat tertampung diareal tersebut sesuai

dengan komoditas yag dikelolanya dan daya dukung lahan.

Adapun hasil parameter kualitas air dilokasi budidaya adalah sebagai

berikut :

1. Suhu

Suhu dilokasi budidaya rumput laut Eucheuma cottonii adalah berkisar

antara 28-30°C. Hal ini sesuai dengan pendapat Ditjenkanbud, (2003) yang

menyatakan bahwa temperatur air laut yang baik untuk budidaya rumput laut

adalah berkisar antara 27-30°C. Kenaikan temperatur yang tinggi akan akan

mengakibatkan thallus rumput laut berwarna pucat kekuning-kuningan dan tidak

sehat. Hal ini diperkuat oleh pendapat Aslan (1995) yang menyatakan bahwa

perkembangan beberapa jenis alga tergantung pada kondisi suhu dan intensitas

cahaya. Menurut Aslan (1995), suhu yang baik untuk pertumbuhan Eucheuma

cottonii adalah berkisar antara 25-30°C. Akan tetapi Eucheuma sp mempunyai

toleransi terhadap suhu 25-30°C dengan fluktruasi harian 4°C.

2. Salinitas

Salinitas perairan dilokasi budidaya adalah berkisar antara 29-32 ppt. Hal

ini sesuai dengan pendapat Aslan (2002), yang mengatakan bahwa rumput laut

merupakan alga laut yang relatif tidak tahan terhadap perbedaan salinitas yang

berada diatas 30 ppt. Menurut Aslan (2002), salinitas yang baik berkisar antara

28-32 ppt dengan nilai optimum 30 ppt.

Page 51: Budidaya Rumput Laut

51

3. Kecerahan

Kecerahan merupakan transparansi perairan yang ditemukan secara visual

dengan menggunakan secchi disk. Adapun nilai kecerahan dilokasi budidaya

adalah 2-4 meter dari permukaan air. Menurut Aslan (2002), tingkat kejernihan air

diukur dengan penampakan kecerahan yang mencapai kedalaman 5 meter atau

lebih. Meskipun demikian kecerahan yang ideal adalah minimal 1,5 meter.

Sedangkan Ditjenkanbud (2005), mengatakan bahwa kecerahan air yang baik

untuk pertumbuhan rumput laut adalah 1-5 meter. Menurut Mubarak, et al.,

(1990) kecerahan suatu perairan berhubungan dengan kekuatan intensitas cahaya

matahari kedalam suatu perairan tersebut.

4. Kecepatan arus

Kecepatan arus dilokasi budidaya adalah 30-60 cm/detik. Menurut

Mubarak, et al., (1990) kecepatan arus yang dianggap cukup untuk budidaya

rumput laut adalah berkisar antara 20-40 cm/detik. Untuk pertumbuhan Eucheuma

sp. membutuhkan gerakan air yang konstan sepanjang tahun dengan kekuatan

sedang. Pendapat ini kemudian didukung oleh Ditjenkanbud (2005), yang

menyatakan bahwa rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan

melalui aliran air yang melewatinya. Pertukaran air yang teratur akan

menguntugkan bagi alga, karena membantu mensuplai nutrient yang sangat

dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut. Suplai zat hara ini dibantu oleh

gerakan ombak dan arus yang memudahkan rumput laut untuk menyerap zat hara,

membersihkan kotoran, dan melangsungkan CO2 dengan O2 (Indriani dan

Sumiarsih, 1991).

Menurut Indriani dan Sumiarsih (2003), suatu perairan yang cukup

gerakan air ditandai dengan terdapatnya karang lunak (Soft Koral) dan kondisi

daun lamun yang bebas dari debu air. Sedangkan gerakan air yang bergelombang ,

ombaknya harus tidak boleh lebih dari 30 cm. Bila arus yang cepat maupun

gelombang yang tinggi, dapat memungkinkan terjadinya kerusakan tanaman

seperti patah ataupun terlepas dari substratnya. Selain itu unsur hara belum sempat

diserap tetapi telah dibawa pergi oleh air.

Page 52: Budidaya Rumput Laut

52

4.2 Faktor – faktor Pendukung Budidaya Rumput Laut

Dalam budidaya rumput laut Eucheuma cottonii, ada beberapa factor yang

sangat mempengaruhi dan mendukung keberhasilan usaha budidaya yaitu sebagai

berikut :

4.2.1 Musim

Kegiatan budidaya rumput laut dipengaruhi oleh musim barat dan musim

timur, musim barat terjadi pada bulan Januari sampai Mei sedangkan musim timur

terjadi pada bulan Juni sampai Desember. Pelaksanaan praktek keahlian budidaya

rumput laut ini dilaksanakan pada saat musim barat, angin dan arus kencang diatas

50 cm/detik, terutama pada malam hari. Hal ini menyebabkan konstruksi budidaya

rusak, terutama pada ikatan tali yang tiba-tiba renggang dan rumput laut yang

telah ditanam terlepas dan jatuh kedasar perairan. Untuk mengantisipasi keadaan

tersebut, maka dilakukan penambahan jarak antara tali jalur yang awalnya 1 meter

menjadi 1,5 meter yang bertujuan untuk menghindari atau mengurangi kekusutan

antara tali jalur pada saat terjadinya angin dan gelombang besar yang

menyebabkan konstruksi rusak.

4.2.2 Tata Letak

Pemasangan tali jalur ditempatkan searah dengan arah arus sehingga

tanaman mendapat aliran atau pergerakan air yang dapat membantu dalam

pembersihan dan pemenuhan nutrisi bagi rumput laut.Lokasi budidaya harus jauh

dari jalur pelayaran umum untuk mencegah dan atau menghindari rusaknya

konstruksi budidaya.

4.3 Penyediaan Bibit

Bibit rumput laut yang digunakan adalah jenis Eucheuma cottonii, yang

diambil dari pembudidaya di daerah Pontang, umur bibit 20 hari sebanyak 500 kg.

Namun jumlah yang ditanam adalah sebanyak 326 kg, sisa yang tidak tertanam

sekitar 174 kg karena banyak yang busuk, sakit dan patah. Berat per titik 100 gr

dengan 3 perlakuan jarak tanam, yaitu jarak tanam 20 cm sebanyak 27 jalur, jarak

Page 53: Budidaya Rumput Laut

53

tanam 30 cm sebanyak 9 jalur dan jarak tanam 40 cm sebanyak 9 jalur.

Penanaman dilakukan dengan metode rawai atau longline.

Berat bibit yang ditanam pada setiap ikatan sudah sesuai pendapat

Afriyanto dan Lifiawati dalam Meiyana (2001) yang menyatakan bahwa berat

awal rumput laut yang baik adalah antara 50-150 gram. Semakin ringat berat awal

yang digunakan ujung-ujung thallus semakin sedikit sehingga pertumbuhan yang

terjadi tidak begitu cepat dan semakin besar berat awal ujung-ujung thallus akan

semakin banyak sehingga pertumbuhan rumput laut dapat lebih meningkat.

Jarak tanam yang dipakai pada budidaya rumput laut Eucheuma cottonii

ini adalah dengan menggunakan tiga perlakuan jarak tanam, yaitu : jarak tanam

20, 30 dan 40 cm. Meiyana (2001), menyatakan bahwa semakin luas jarak tanam

akan semakin luas gerakan air yang membawa unsur hara sehingga pertumbuhan

rumput laut akan meningkat.

Proses pengikatan bibit dilakukan setelah penimbangan. Pengikatan

langsung dilakukan pada tempat penimbangan untuk mengefisienkan pekerjaan

sehingga bibit rumput laut yang akan ditaman tidak mengalami kerusakan yang

nantinya akan menggagu pertumbuhannya.

Menurut Runtuboy (2001), penanaman untuk semua metode relatif sama

dimana penanaman diawali dengan pengikatan bibit rumput laut, bibit yang

ditanam berkisar antara 50-100 gram.

Gambar 8. Bibit Rumput Laut Eucheuma cottonii

Selain bibit rumput laut Eucheuma cottonii biasa (tanpa perlakuan) juga

dilakukan penanaman bibit rumput laut kultur jaringan dari jenis Eucheuma

Page 54: Budidaya Rumput Laut

54

cottonii yang diambil dari Bogor sebanyak 50 rumpun thallus dengan berat per

thallus berkisar antara 0.25 – 1.86 gram. Metode penanaman dilakukan dengan

menggunakan wadah dari sangku yang dilapisi waring.

Gambar 9. (A) Bibit rumput laut kultur jaringan, (B) Wadah budidaya kultur

jaringan

4.3.1 Pemasangan Kontruksi Budidaya

Pemasangan kontruksi budidaya rumput laut dipasang diantara Keramba

Jaring Apung (KJA) dan pulau pisang, dengan luas kontruksi 20 m x 40 m yang

kemudian dipasang jangkar dan pelampung utama pada setiap sudut kontruksi.

Jarak antara tali jalur 1.5 meter dan pada setiap tali jalur diberi pelampung dari

botol bekas sebanyak 10 botol pada masing-masing tali jalur. Meiyana (2001),

menyatakan bahwa jarak antara jalur adalah satu meter kondisi ini memungkinkan

rumput laut bisa mendapatkan unsur hara yang cukup karena semakin luas jarak

tanam akan semakin luar pergerakan air yang membawa unsur hara sehingga

pertumbuhan rumput laut akan meningkat.

Gambar 10. Pemasangan Konstruksi Budidaya

A B

Bibit rumput laut kultur jaringan

Page 55: Budidaya Rumput Laut

55

Sebelum penebaran bibit tali rentang yang sudah berisi bibit kemudian

diberi pelampung dari botol bekas yang dipasang dengan jarak 2

meter/pelampung. Penebaran bibit dilakukan dengan cara menurunkan bibit per

tali rentang yang kemudian tali rentang diikatkan pada tali utama denga jarak

antar tali rentang adalah 1,5 meter. Bibit ditanam dengan kedalam 30 cm dari

permukaan laut. Seperti halnya tanaman darat, penanaman bibit rumput laut harus

memperhatikan jarak tanam. Menurut Meiyana (2001), jarak tanam antar bibit

berkisar antara 20-25 cm dan diusahakan bibit rumput laut tidak menyentuh dasar

perairan karena hala tersebut dapat mengakibatkan tanaman mudah diserang

predator.

4.3.2 Pemasangan Rumput Laut

Penanaman rumput lautEucheuma cottonii biasa dilakukan pada tanggal

09 Februari 2016 dengan metode longline, dimana bibit rumput laut ditimbang

sebanyak 100 gram yang kemudian diikat pada masing-masing tali titik yang

terdapat pada tali jalur. Bibit yang sudah terpasang kemudian dipisah berdasarkan

jarak tanam dan bibit di angkut dengan menggunakan long boat yang kemudian

ditutup dengan menggunakan terpal agar bibit tidak mati akibat sinar matahari.

Gambar 11. (A) Penimbangan bibit sebelum dipasang pada tali titik, (B)

Pengangkutan bibit.

Sebelum penebaran bibit, tali rentang yang sudah diisi bibit kemudian

diberi pelampung dari botol bekas yang dipasang dengan jarak 2 meter per

pelampung, dalam satu rentangan diberi 10 pelampung. Penebaran bibit dilakukan

dengan cara menurunkan bibit per tali rentang yang kemudian tali rentang

A B

Page 56: Budidaya Rumput Laut

56

diikatkan pada tali utama. Jarak antara tali rentang adalah 1.5 meter. Bibit ditanam

dengan kedalaman 50 cm dari permukaan laut.

Gambar 12. Bibit rumput yang sudah dipasang pada kontruksi

Penebaran rumput laut kultur jaringan dilaksanakan pada tanggal 13

februari 2016. Metode penanaman dengan menggunakan wadah sangku yang

dimasukkan kedalam jaring kantong dan diberi pemberat dibagian bawah jaring

agar bentuk jaring simetris. Jaring kemudian diikatkan di aquatec dan atau

kerangka kelas apung.

Rumput laut kultur jaringan diangkut dengan menggunakan toples dan

dilapisi dengan kertas yang sudah dibasahi dengan air laut, kemudian bibit

disusun dengan hati – hati dan ditutup kembali dengan kertas basah, kemudian

toples ditutup rapat. Tujuan pemberian kertas basah adalah agar rumput laut tetap

dalam keadaan lembab dan atau tidak kering, sehingga bibit tidak cepat layu

selama perjalanan atau pengangkutan.

Gambar 13. (A) cara pengangkutan bibit, (B) penebaran bibit rumput laut kultur

jaringan

Bibit rumput laut

A B

Page 57: Budidaya Rumput Laut

57

4.3.3 Pemeliharaan dan Perawatan Thallus

Pemeliharaan rumput laut Eucheuma cottonii biasa (tanpa perlakuan)

dimulai sejak tanggal 9 Februari – 9 Maret 2016. Sedangkan rumput laut kultur

jaringan dimulai sejak tanggal 13 Februari – 5 Maret 2016.

Waktu pembersihan tanam dilakukan sehari sekali dengan cara

membersihkan rumput laut dari lumpur dan hama penempel lainnya. Hal ini

dikarenakan tingkat penempelan lumut dan lumpur yang tinggi yang dipengaruhi

kondisi perairan berlumpur dan kecepatan arus dilokasi kurang baik, kegiatan

perawatan tidak hanya dipusatkan pembersihan kompetitor akan tetapi perawatan

seluruh sarana pendukung kegiatan budidaya.

Kegiatan pemeliharaan bibit yang dilakukan sesuai dengan pendapat Aslan

(2006), bahwa kegiatan pengawasan selama pemeliharaan minimal dilakukan

seminggu sekali, namun bila kondisi perairan yang kurang baik misalnya kondisi

ombak keras serta kondisi perairan yang banyak dipengaruhi keadaan musim

kurang mendukung, perlu pengawasan dua hari sekali.

Cara perawatan selama pemeliharaan dilakukan dengan cara mengikat

thallus dengan menggunakan sikat gigi bekas dan menggerakan tiap ikatan pada

tali ris yang ditanam. Pembersihan bertujuan untuk menghilangkan lumpur dan

kotoran yang menempel pada thallus yang dapat menyebabkan terhambatnya

pertumbuhan rumput laut. Menurut Indriyani dan Sumiarsih (2003), kotoran

sering melekat pada tanaman. Kotoran yang melekat dapat menghambat proses

metabolisme sehingga laju pertumbuhan menurun. Beberapa tumbuhan penempel

sperti Ulva, Hypnea, Chaetomorpha, Entoromorpha sering membelit tanaman dan

konstruksi budidaya sehingga dapat menimbulkan kerusakan.

Perawatan thallus dilakukan sehari sekali dengan cara membersihkan

thallus dari lumpur, sampah dan tanaman yang menempel pada thallus. Selain

pembersihan thallus, juga dilakukan pembersihan lokasi budidaya dari sampah

yang terbawa arus dan juga dilakukan pembersihan tali jalur dan tali utama dari

lumpur dan atau lumut yang menempel dengan cara menyikat tali dengan sikat.

Page 58: Budidaya Rumput Laut

58

Gambar 14. Perawatan Rumput Laut Eucheuma cottonii

Perawatan rumput laut kultur jaringan dilakukan sehari sekali dengan cara

membersihkan jarring dan sangku dari lumpur, teritip, dan tanaman penenmpel

seperti rumput api–api. Perawatan harian rumput laut kultur jaringan dilakukan

dengan cara menyikat jaring dengan menggunakan sikat cuci. Sedangkan untuk

pembersihan menggunakan mesin steam dilakukan tiga hari sekali. Selain

pembersihan wadah, juga dilakukan pembersihan thallus dari hama penempel

seperti spat tiram, cacing, rumput api-api dan balutan karang yang menutupi

thallus.

Gambar 15. Pembersihan Wadah Budidaya Rumput Laut Eucheuma cottonii

Kultur Jaringan

Menurut Setiadi dan Budihardjo (2000), hal-hal yang perlu diperhatikan

selama pemeliharaan rumput laut yaitu pembersihan tanaman dari tumbuhan

penempel, atau predator dan kompetitor lainnya. Tanaman yang rusak dan hilang

karena arus yang besar diganti dengan tanaman yang baru. Selain itu dilakukan

pula monitoring kulaitas air, monitoring pertumbuhan dan perbaikan sarana

budidaya.

Page 59: Budidaya Rumput Laut

59

4.3.4 Monitoring Pertumbuhan

Monitoring pertumbuhan rumput laut dilakukan secara sampling satu

minggu sekali. Sampling rumput laut Eucheuma cottonii biasa (tanpa perlakuan)

dilakukan dengan cara mengambil 3 titik dari masing-masing jarak tanam yang

kemudian ditimbang dan dirata-ratakan. Untuk sampling pertama titik rumput laut

yang akan disampling diambil secara acak, kemudian titik sampel tersebut diberi

tanda dengan menggunakan tali yang berbeda warna antara jarak tanam. Hal ini

dimaksud untuk mempermudah pada saat sampling berikutnya.

Sampling pertumbuhan rumput laut kultur jaringan hanya dilakukan sekali

selama masa pemeliharaan. Hal ini dikarenakan ukuran rumpun rumput laut kultur

jaringan terlalu kecil dan terbatasnya timbangan elektrik selama pemeliharaan.

Sampling rumput laut kultur jaringan dilakukan dengan cara menimbang 15

rumpun thallus yang kemudian hasilnya di rata-ratakan.

1. Metode pengambilan sampel

Pengukuran pertumbuhan dilakukan satu minggu sekali, yang bertujuan

untuk mengetahui tingkat pertumbuhan pada biota yang dipelihara. Adapun cara

atau metode yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Sampel diambil dengan cara membuka beberapa titik yang dianggap

mewakili (masing-masing jarak tanam diambil 3 titik)

b. Rumput laut ditiriskan beberapa saat dan kemudian dilakukan

penimbangan

c. Pemberian tanda pada titik yang telah ditimbang

d. Hasil penimbangan dicatat untuk mengetahui pertumbuhan harian

rumput laut.

Adapun cara menghitung laju pertumbuhan harian rumput laut dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

G = Laju pertumbuhan harian (g/hari)

Wt = bobot akhir rumput laut

G=Wt−Wot

Page 60: Budidaya Rumput Laut

60

Wo = bobot awal rumput laut

t = waktu / lama pemeliharaan (hari).

Berdasarkan hasil pengamatan pertumbuhan rumput laut Eucheuma

cottonii.

minggu ke-1 minggu ke-2 minggu ke-3 minggu ke-40

5

10

15

20

25

Grafik Pertumbuhan Harian

20 cm30 cm40 cm

ADG

(gr)

Gambar 16. Data sampling pertumbuhan harian rumput laut

Berdasarkan grafik pertumbuhan diatas dapat dilihat bahwa pertumbuhan

rumput laut mengalami penurunan pada minggu ke-2 untuk jarak tanam 20 cm

dan 30 cm, dan pada minggu selanjutnya pertumbuhan rumput laut dengan jarak

tanam 20 cm meningkat dan jarak tanam 30 cm meningkat pada minggu ke-3 dan

kembali menurun pada minggu ke-4. Sedangkan untuk jarak tanam 40 cm

mengalami kenaikan yang pesat pada minggu ke-2 dan menurun drastis pada

minggu ke-3 dan ke-4. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : rumput

laut banyak yang terlepas dari ikatan yang disebabkan oleh pergerakan arus dan

gelombang yang sangat kuat. Selain itu juga dipengaruhi oleh banyaknya hama

predator seperti ikan baronang dan penyu disekitar lokasi budidaya.

2. Pembersihan Organisme Penempel

Pembersihan rumput laut dari organisme penempel dilakukan sekali sehari

yang dilakukan pada pagi hari. Pembersihan dilakukan dengan cara

Page 61: Budidaya Rumput Laut

61

membersihkan dengan cara menyikat lumpur yang menempel pada rumput laut

yang dapat mengganggu pertumbuhannya.

3. Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air yang dilakukan meliputi pengamatan disekitar

lokasi budidaya rumput laut, selain untuk mengetahui kondisi lingkungan

budidaya juga mengetahui kondisi perairan yang sewaktu waktu bisa berubah.

Pengukuran parameter kualitas air yang dilakukan selama kegiatan berlangsung

meliputi kecerahan, kecepatan arus, suhu, salinitas dan pH.

a. Kecerahan

Frekuensi pengukuran kecerahan dilakukan satu hari sekali dengan

menggunakan sechi disk yang dilakukan pada pukul 06.00 adan 16.00. Adapun

prosedur pengukurannya adalah sebagia berikut :

1. Menyiapkan secchi disk yang telah diberi tali skala agar dapat mengetahui

tingkat kecerahan yang ada pada lokasi budidaya.

2. Sechi disk dimasukan kedaam perairan yang akan diukur dengan cara

menurunkan perlahan dari terlihat menjadi tidak terlihat dan dari tidak terlihat

menjadi terlihat samar-samar yang kemudian nilainya dirata-ratakan.

3. Catat nilai pengukuran, dan nilai tersebut merupakan niali kecerahan perairan.

b. Suhu

Pengukuran suhu dilakukan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00-16.00

WIB. Adapun prosedur pengukuran suhu yang dilakukan sebagai berikut :

1. Termometer dimasukan kedalam perairan yang akan diukur suhunya pada

kedalaman 50 cm.

2. Diamkan selama 3-5 menit agar skala pada termometer akan stabil.

3. Termometer diangkat dan diposisikan horisontal dalam air sejajar dengan

penglihatan.

4. Angka yang ditunjukan merupakan nilai suhu perairan.

c. Salinitas

Alat yang digunakan dalam mengukur salinitas adalah Refraktometer.

Pengukuran salinitas dilakukan satu minggu sekali pada pukul 17.00 WIB.

Adapun proses pengukuran salinitas adalah sebagai berikut :

1. Ambil air sampel dengan menggunakan botol bekas

Page 62: Budidaya Rumput Laut

62

2. Lakukan kalibrasi pada refraktometer dengan menggunakan air tawar

3. Prisma pada refraktometer dikeringkan dengan menggunakan tissue

4. Ambil air sampel dengan menggunakan pipet tetes, dan kemudian teteskan

diatas prisma

5. Refraktometer akan menunjukan skala konsentrasi garam

6. Angka yang ditunjukan merupakan nilai konsentrasi garam/salinitas.

d. Derajat keasaman (pH)

Alat yang digunakan dalam pengukuran pH adalah kertas pH paper. pH

diukur satu minggu sekali yang diakukan pada pukul 17.00 WIB. Adapun cara

pengukurannya adalah sebagai berikut :

1. Ambil sampel air dengan menggunakan wadah botol bekas

2. Masukkan/celupkan pH paper kemudian dicocokkan dengan

menggunakan indikator pada wadah pH paper tersebut.

3. Warna yang sesuai dengan warna pada pH paper merupakan nilai pH

perairan.

e. Kecepatan arus

Hasil pengukuran kecepatan arus selama kegiatan praktek berlangsung

berkisar antara 30-60 cm/detik. hal ini dipengaruhi oleh angin barat. Angin barat

terjadi pada bulan Januari sampai dengan April. Nilai kecepatan arus selama

kegiatan praktek tidak sesuai dengan pendapat Meiyana (2001), yang menyatakan

bahwa arus yang dianggap cukup untuk budidaya rumput laut berkisar antara 20-

40 cm/detik. kurangnya kecepatan arus dilokasi budidaya menyebabkan tanaman

akan mudah ditempeli lumpur,kompetitor dan kotoran yang mengendap. Selain itu

juga penempelan lumpur dan kotoran akan mempermudah tanaman terserang

cacing jenis nematoda dan muncul gejala ice-ice (Anggadiredja, et al., 2006).

4.4 Hama dan Penyakit

Dalam kegiatan budidaya rumput laut,hama dan penyakit merupakan salah

satu faktor yang menentukan keberhasilan budidaya. Sehingga harus dilakukan

pengendalian terhadap hama dan penyakit selama masa pemeliharaan sampai

panen.

Page 63: Budidaya Rumput Laut

63

4.4.1 Hama

Hama yang ditemukan selama masa pemeliharaan dengan menggunakan

metode longline dan jaring kantong adalah : ikan baronang (Siganus spp), penyu

hijau (Chelonia midas), kepiting, rumput laut Sargasum, dan organisme penempel

seperti lumut, teritip, dan spat tiram. Hal ini didukung oleh pendapat

Ditjenkanbud (2005), yang menyatakan bahwa beberapa hama makro yang sering

ditemukan menyerang pada budidaya rumput laut antara lain : ikan baronang,

bintang laut, bulu babi, dan penyu hijau.

Ikan baronang (Siganus spp) merupakan hama yang paling dominan yang

menyerang rumput laut. Banyaknya ikan baronang tersebut mengganggu rumput

laut yang menyebabkan pertumbuhan rumput laut pada budidaya long line kurang

maksimal hal ini ditandai dengan banyaknya thallus yang tumpul akibat dimakan

ikan baronang tersebut. Selain ukuran terhambatnya pertumbuhan rumput laut,

thallus bekas makan baronang dapat menimbulkan penyakit berupa luka yang

kemudian memudahkan timbulnya penyakit ice-ice.

4.4.2 Penyakit

Adapun penyakit yang ditemukan selama masa pemeliharaan adalah

penyakit ice-ice. Penyakit ini ditandai dengan timbulnya bintik atau bercak-bercak

pada bagian thallus yang lama kelamaan menjadi pucat dan berangsur-angsur

menjadi putih dan akhirnya thallus tersebut terputus.

Penyakit ice-ice timbul karena adanya mikroba yang menyerang tanaman

rumput laut yang lemah. Gejala yang terlihat adalah pertumbuhan yang lambat,

terjadinya perubahan warna menjadi pucat dan pada beberapa cabang menjadi

putih, kemudian thallus menjadi putih dan membusuk.

Menurut Anggadiredja, et al., (2006) penyakit pada rumput laut

merupakan suatu gejala gangguan fungsi atau terjadinya perubahan fisiologis pada

tanaman. Pada umumnya hal ini terjadi akbibat adanya perubahan faktor

lingkungan yang ekstrim seperti perubahan suhu, salinitas, pH, dan tingkat

kecerahan air. Penyakit yang sangat umum terjadi pada rumput laut yaitu penyakit

ice-ice.

Page 64: Budidaya Rumput Laut

64

Adanya perubahan lingkungan seperti : arus, suhu dan kecerahan di lokasi

budidaya dapat memicu terjadinya penyakit ice-ice. Tingkat penyerangannya

terjadi dalam waktu yang cukup lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Trono

(1974), bahwa penyebab ice-ice ini adalah perubahan lingkungan yang tidak

sesuai untuk pertumbuhan yang menyebabkan menurunnya daya tahan rumput

laut tersebut. Sedangkan Uyenco, et al., (1981), mengatakan bahwa penyebab ice-

ice ini adalah karena adanya bakteri patogen tertentu. Hal ini menjadikan bahwa

sebenarnya timbulnya bakteri tersebut merupakan serangan sekunder.

Kemungkinan efektifitas serangan bakteri hanya terjadi pada saat pertumbuhan

tanaman tidak efektif.

Gambar 17. Rumput laut kultur jaringan yang terserang penyakit ice-ice.

Penyakit ice-ice dan White spot biasanya terjadi pada bulan April atau Mei

yaitu pada saat kecerahan perairan tinggi. Pada kondisi ini tingkat kelarutan unsur

nitrat tidak tercukupi untuk keperluan fotosintesa sehingga berakibat terjadinya

perubahan warna secara nyata. Penyakit ini dapat ditanggulangi dengan cara

menurunkan posisi tanaman lebih dalam dari posisi semula untuk mengurangi

penetrasi sinar matahari. Cara lain juga dapat dilakukan dengan pemberian pupuk

Nitrogen. Akan tetapi saran ini masih perlu dikaji lebih lanjut (Aslan, 2005).

4.5 Monitoring Kualitas Air

Monitoring kualitas air dilakukan sehari sekali dengan cara mengukur

parameter fisika yang meliputi suhu, salinitas, pH, kecerahan, dan kecepatan arus.

Sedangkan pengukuran parameter kimia seperti nirat, nitrit, ammonia dan CO2,

dilakukan seminggu sekali dikarenakan terbatasnya alat dan bahan.

Thallus yang terserang penyakit ice-ice

Page 65: Budidaya Rumput Laut

65

Gambar 18. (A) Pengukuran suhu, (B) Pengukuran kecepatan arus, (C)

Pengukuran kecerahan.

Gambar 19. (A) Pengukran Nitrat, (B) Pengukuran Nitrit.

4.6 Panen

Panen dilakukan pada tanggal 09 Februari 2016 selama 29 hari masa

pemeliharaan. Pemanenan dilakukan pada pagi hari, panen secara total yaitu

dengan cara melepas semua tali jalur yang berisi rumput laut yang kemudian

diangkut ke darat menggunakan long boat. Rumput laut yang sudah sampai

didarat kemudian dilepaskan dari tali untuk dilakukan penimbangan untuk

mengetahui biomassa panen. tali jalur dan tali titik kemudian disikat dan dicuci

dengan menggunakan air tawar.

A B C

A B

Page 66: Budidaya Rumput Laut

66

Gambar 20. (A) Panen, (B) penimbangan hasil panen rumput laut

Bibit awal rumput laut atau jumlah rumput laut yang ditebar adalah

sebanyak 326 kg, dan biomassa panen adalah 376 kg dalam pemeliharaan selama

29 hari.

4.7 Analisa usaha

Analisa usaha merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengetahui

layak atau tidak suatu usaha untuk dijalankan. Dengan analisa perusahaan dapat

mengetahui sejauh mana keberhasilan dan kerugian yang diperoleh. Berikut

perhitungan yang dapat digunakan dalam budidaya rumput laut :

4.7.1 Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat

operasional untuk menjalankan produksi. Biaya operasional berdasarkan

fungsinya dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah

biaya yang tidak habis penggunaannya dalam suatu produksi dan besar kecilnya

tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya

yang penggunaannya habis dalam satu kali produksi, dimana besar kecilnya

tergantung besar kecilnya produksi yang dihasilkan.

1. Biaya Tetap

Tabel 2. Biaya Tetap

No Uraian Jumlah

Harga

satuan/kg

(Rp)

Jumlah

(Rp)

1 Tali Utama 9 kg 50.000 450.000

2 Tali Jalur 10 kg 45.000 450.000

3 Tali Titik 5 Gulung 15.000 75.000

A B

Page 67: Budidaya Rumput Laut

67

4 E. Cottonii 326 kg 2.500 815.000

5 Derigen 10 Unit 30.000 300.000

6 Jangkar Semen 6 unit (2 sak) 75.000 150.000

Jumlah 2.240.000

2. Biaya Variabel

Tabel 3. Biaya Tidak Tetap

No Uraian JumlahHarga satuan

(Rp)Total

1 Bensin 40 liter 10.000 400.000

Jumlah 400.000

Total biaya operasional = Biaya tetap + biaya tidak tetap

= Rp. 2.240.000 + Rp. 400.000

= Rp. 2.640.000,-

4.7.2 Analisa Rugi Laba

Tabel 4. Analisa rugi laba

Analisa Rugi laba (Per siklus) Jumlah (Rp)

Total biaya operasionalBiaya tetap dan biaya tidak tetap

2.640.000

Penerimaan376kg x Rp 2.500

940.000

Laba bersihTotal penerimaan – Total biaya

-1.700.000

4.7.3 Analisa Titik impas ( Break Even Point)

Page 68: Budidaya Rumput Laut

68

1. BEP (Unit) = BiayaTetap

Harga Jualunit

− BiayaVariabelunit

= 2.240 .000

2.500−400.000376

= 1.559,88 Kg

2. BEP (Rp) = BiayaTetap

1− BiayaVariabelProduksi terjual(Rp .)

= 2.240 .000

1−400.000940.000

= 3.926.824,-

4.7.4 Benefit Cost Ratio (B/C Ratio)

B/CRatio= Total PenerimaanTotal BiayaOperasional

B/CRatio= 940.0002.640 .000

¿¿

= 0,35<1 = Tidak layak

Dari setiap biaya produksi yang dikeluarkan sebesar Rp 2.640.000 maka

diperoleh penerimaaan Rp 940.000 artinya usaha tersebut tidak layak diteruskan.

Page 69: Budidaya Rumput Laut

69

BAB V

KESIMPULAN

Kegiatan praktek Budidaya Rumput Laut ( Eucheuma cottonii) dilakukan

di perairan Teluk Karangantu, Banten, yang terletak antara Pulau Lima dan Pulau

Pisang. Dasar perairan yang disekitar keramba jaring apung (KJA) adalah lumpur

berpasir, sedangkan di sekitar arah Pulau Pisang adalah pasir bercampur dengan

pecahan karang. Kedalaman perairan adalah 6-7 meter, kecerahan 2-4 meter dan

kecepatan arus 30-60 cm/detik.

Praktek Budidaya Rumput Laut ( Eucheuma cottonii) dilakukan dengan

menggunakan metode longline. Metode longline adalah metode budidaya

menggunakan tali panjang yang di bentangkan yang kemudian diikatkan pada tali

utama. Kontruksi budidaya yang digunakan adalah tali utama ukuran 10 mm, tali

rentang ukuran 5 mm, dan tali jalur 2,5 mm.

Penanaman rumput laut dilakukan dengan cara menurunkan rumput laut

yang telah dipasang pada tali titik yang terikat pada tali jalur. Tali jalur kemudian

diikatkan pada tali utama dengan jarak antar tali adalah 1,5 meter. Sebelum

penanaman, tali jalur yang sudah diikatkan bibit diberi pelampung menggunakan

botol bekas dengan jarak antar pelampung 2 meter. Perlakuan yang digunakan

dalam kegiatan budidaya rumput laut adalah perlakuan dengan jarak tanam 20

cm,30 cm dan 40 cm.

Perawatan rumput laut dilakukan sehari sekali sampai dengan dua kali

sehari. Perawatan rumput laut dilakukan dengan cara membersihkan rumput laut

Page 70: Budidaya Rumput Laut

70

dari lumpur dan hama penempel dengan menggunakan sikat gigi. Selain

pembersihan thallus juga dilakukan pembersihan tali dan lokasi budidaya dari

lumut,teritip, sargasum dan hama penempel lainnya.

Hama yang menyerang rumput laut selama krgiatan praktek berlangsung

adalah ikan baronang, penyu hijau, kepiting, lumut dan sargasum. Sedangkan

penyakit yang menyerang adalah penyakit ice-ice. Penyerangan penyakit ice-ice

diakibatkan karena pengaruh fluktruasi parameter kualitas air, luka dari bekas

gigitan ikan baronang, dan akibat arus dan gelombang yang besar.

Monitoring pertumbuhan dilakukan dengan cara sampling yang dilakukan

sekali seminggu. Sampling dilakukan dengan cara mengambil 3 titik dari masing-

masing jarak tanam yang kemudian ditimbang dan dirata-ratakan. Berdasarkan

hasil monitoring pertumbuhan selam kegiatan praktek berlangsung, didapat hasil

pertumbuhan yang tidak stabil. Hal ini dikarenakan serangan hama seperti ikan

baronang dan penyu serta akibat dari arus dan gelombang yang besar.

Pemanenan rumput laut dilakukan setelah bibit berumur 29 hari.

Pemanenan dilakukan pada pagi hari secara panen total dengan cara melepaskan

tali jalur dari tali utama, kemudian bibit yang ada pada tali jalur diangkut dengan

menggunakan long boat. Selama pengangkutan, bibit ditutup dengan

mengguankan terpal agar rumput laut tidak layu terkena sinar matahari. Bibit

ditampung dengan bak fiber. Bibit rumput laut kemudian dilepas dari ikatannya

dan selanjutnya ditimbang untuk mengetahui bobot akhir atau jumlah total panen.

Dari hasil perhitungan analisa usaha didapatkan hasil bahwa kegiatan

budidaya rumput laut ini kurang menguntungkan dengan kerugian Rp. 1.700.000,

sehingga kegiatan budidaya tersebut tidak layak untuk dilanjutkan.