43
MODUL PENYUSUNAN RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU- PULAU KECIL MODUL 12 MODEL ANALISIS DAYA DUKUNG WILAYAH PESISIR DAN LAUT

Buku 12 - Daya Dukung

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tentang daya dukung kawasan pesisir

Citation preview

MODUL PENYUSUNAN RENCANA ZONASI

WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PROPINSI DAN KABUPATEN/KOTA

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-

PULAU KECIL

DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-

PULAU KECIL

MODUL 12

MODEL ANALISIS DAYA DUKUNG

WILAYAH PESISIR DAN LAUT

0

PANDUAN ANALISIS DAYA DUKUNG WILAYAH

DIREKTORAT TATA RUANG LAUT PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIT KELAUTAN PESISIR DAN PULAU PULAU KECIL

KEMETERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir ditinjau dari berbagai macam peruntukannya merupakan wilayah yang sangat produktif. Wilayah pesisir menyediakan sumberdaya dan jasa lingkungan bagi kegiatan manusia dan pembangunan. Sejarah menunjukkan embrio kota-kota besar yang berkembang di Indonesia pada saat ini berawal dari wilayah pesisir kemudian akibat pertumbuhan jumlah penduduk yang semakin pesat di wilayah pesisir di satu sisi sementara disisi lain kemampuan daya dukung lingkungan pesisir untuk memenuhi kebutuhan manusia dan aktifitasnya semakin menurun maka pertumbuhan kota melebar kearah hulu. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang mempunyai daya dukung yang sangat tinggi, sebagai akibatnya wilayah ini merupakan tempat terkonsentrasinya berbagai kegiatan manusia dan pembangunan. Persoalan yang muncul akibat pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di wilayah pesisir adalah menurunnya daya dukung lingkungan wilayah pesisir untuk menampung aktivitas atau kegiatan per satuan luas. Dalam undang-undang No.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dimaksud dengan daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk pendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain. Daya dukung lingkungan kawasan pesisir dan lautan adalah (Dahuri, 1991) kemampuan kawasan tersebut dalam :

1. Menyediakan ruang (space) untuk kehidupan manusia yang sehat dan nyaman beserta segenap kegiatan pembangunannya;

2. Menyediakan sumberdaya alam untuk kepentingan manusia baik melalui penggunaan langsung maupun melalui proses produksi dan pengolahan;

3. Menyerap atau menetralisir limbah; 4. Melakukan fungsi-fungsi penunjang kehidupan, termasuk siklus

biogeokimia, siklus hidrologi, dan lainnya.

2

Analisis daya dukung lingkungan wilayah pesisir merupakan pendekatan pengelolaan wilayah yang memperhatikan ratio perbandingan aspek-aspek ketersediaan dan kemampuan sumberdaya terhadap jumlah populasi dan aktivitas yang berada diatasnya. Dengan demikian kesinambungan sumberdaya dan aktivitas manusia dimasa yang akan datang dapat terjamin. 1.2 Tujuan Dan Sasaran Tujuan : Penyusunan petunjuk teknis penyusunan analisis daya dukung wilayah pesisir ini bertujuan untuk memberikan panduan dan pedoman teknis kepada pemerintah daerah, dan pelaku pembangunan dalam melaksanakan analisa daya dukung penggunaan ruang bagi kegiatan-kegiatan yang ditempatkan di wilayah pesisir. Sasaran :

Tersusunnya indikator-indikator yang digunakan untuk menganalisa daya dukung untuk tiap-tiap unit kegiatan di wilayah pesisir.

Tersusunnya metode pendekatan analisis daya dukung untuk masing-masing aktivitas di wilayah pesisir dalam unit satuan daya dukung.

1.3 Ruang Lingkup

Lingkup materi yang pembahasan dalam pedoman analisis daya dukung wilayah pesisir ini antara lain dibatasi pada komponen-komponen kegiatan penataan ruang di wilayah pesisir antara lain :

Penilaian daya dukung untuk kegiatan Perikanan. Penilaian daya dukung untuk kegiatan Pariwisata. Penilaian daya dukung Pemukiman Penilaian daya dukung Pelabuhan Penilaian daya dukung kegiatan Pertambangan

3

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PESISIR

2.1 Kondisi dan Karakteristik Wilayah Pesisir.

Kepulauan Indonesia terbentuk oleh proses (endogen) rumit geologi dari gejala konvergensi lempeng (litosfer) menghasilkan bentang alam (fisiografi) yang sangat kompleks. Demikian halnya dengan pantai pulau-pulaunya, terbentuk seiring evolusi geologi dengan ciri masing-masing berdasar proses dan mandala geologinya, yang kemudian terlihat pada keragaman jenis batuan, struktur dan kelurusan, lereng pantai dan perairan bentuk muara sungai dan lain-lain bagian bentang pantai. Kondisi iklim/cuaca (atmosfer) dan laut (biosfer) mengiringi evolusi tersebut memberi pengaruh (eksogen) pada proses pembentukan bentang alam. Kegiatan manusia (biosfer) mulai ikut berpengaruh pada proses evolusi mengubah bentang alam melalui upaya (anthropogenic) mengubah lingkungan untuk kepentingannya sejak zaman Anthroposen. Klasifikasi pesisir dan pantai menurut fisiografi dapat dibedakan atas : a. Pantai-Pesisir Terbuka :

Pantai dan pesisir yang menghadap ke arah laut/samudera lepas ditandai oleh tebing perbukitan curam, pantai berbentang alam kasar, berbukit terjal menerima hempasan kuat gelombang. Pantai datar berpasir adakalanya menyelingi pesisir ini, terbentuk oleh endapan sedimen sungai. Jalur ini umumnya erat kaitannya dengan jalur tumbukan atau penunjaman. Gelombang besar merupakan bagian dari sistim gelombang samudra, namun tsunami adakalanya terjadi menyusul gempa kuat yang sering terjadi di jalur ini. Contoh kota di pesisir ini antara lain: Sibolga, Padang, Bengkulu, Cilacap, dst.

b. Pantai – pesisir yang menghadap cekungan belakang (tepian paparan) Cekungan belakang dari jalur konvergensi tektonik ditandai oleh paparan landai luas dengan alur sungai (dendritic) panjang dan dataran tangkapan hujan luas, mengalir berkelok-kelok melalui rawa dan dataran limpahan banjir, ke pantai berawa dan ber tutupan tebal bakau membentuk muara delta luas dengan pulau pulau delta di depannya. Jenis pesisir ini dijumpai di perairan timur Sumatra utara

4

Jawa dan selatan Irian. Contoh kota yang mewakili dan berada di mintakat ini adalah: Lhokseumawe, Palembang, Jakarta, Semarang, dll.

c. Pesisir menghadap tepian kontinen. Indonesia memiliki dua tepian kontinen, Sunda dan Sahul yang ke arah mana beberapa pulau menghadapnya dengan ciri pantai landai dan sangat stabil dari gejala geologi. Dua paparan tersebut menyisakan bentang alam dataran saat sempat kering ketika susut laut hingga –145 m dari muka laut sekarang. Bentang alam saat susut laut memiliki kemiripan dengan bentang pesisir sekarang, ditandai oleh daerah limpahan banjir, rataan terumbu karang dan bakau serta endapan pasir pantai. Beberapa sisa bentang alam tinggian masih terlihat berupa pulau pulau di perairan ini (Senayang-Lingga-Bangka-Natuna-Karimata dll). Landai dan dangkalnya perairan seringkali menyebabkan kekeruhan akibat agitasi laut saat musim barat sulit hilang. Rataan tipis bakau menutup pesisir perairan. Sisa pematang pantai purba membentuk rataan tipis oleh endapan pasir kuarsa. Terumbu karang kurang pertumbuhannya di perairan ini yang umumnya ditandai oleh air keruh siltasi sedimen agitasi gelombang. Kota-kota yang mewakili antara lain: Tanjung Pinang, Pangkal Pinang, dll.

Klasifikasi pesisir dan pantai menurut morfologinya dapat dibedakan atas :

a. Pantai curam singkapan batuan :

Jenis pantai ini umumnya ditemukan di pesisir yang menghadap laut lepas dan merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curam singkapan batuan volkanik, terobosan, malihan atau sedimen. Jenis pantai ditemukan pantai barat Sumatra, Pulau Simeuleule hingga Enggano, Pantai Selatan Jawa, Nusa Dua-Bali, Pantai selatan Lombok - Flores, Sumba, Sabu, Rote, Timor, Solor - Wetar, Pantai timur Tanimbar, Pantai utara Ceram Irian Jaya.

b. Pantai landai atau datar:

Pesisir datar hingga landai menempati bagian mintakat kraton stabil atau cekungan belakang. Absennya gejala geologi berupa

5

pengangkatan dan perlipatan atau volkanisme, pembentukan pantai dikendalikan oleh proses eksogen cuaca dan hidrologi. Estuari lebar menandai muara dengan tutupan tebal bakau. Bagian pesisir dalam ditandai dataran rawa atau lahan basah. Sedimentasi kuat terjadi di perairan bila di hulu mengalami erosi. Progradasi pantai atau pembentukan delta sangat lazim. Kompaksi sedimen diiringi penurunan permukaan tanah, sementara air tanah tawar sulit ditemukan.

c. Pantai dengan bukit atau paparan pasir:

Pantai menghadap perairan bergelombang dan angin kuat dengan asupan sedimen sungai cukup, umumnya membentuk rataan dan perbukitan pasir. Kondisi kering dan berangin kuat dapat membentuk perbukitan pasir. Air tanah seringkali terkumpul dari air meteorik yang terjebak. Sementasi sedimen terbentuk bila terdapat cukup kelembaban dari air laut (spray) dan terik matahari. Jenis pantai ini berkembang baik di perairan yang menghadap samudra Hindia (Sumatra pantai barat, Jawa, dst.). Paparan pasir juga terbentuk di perairan yang menghadap cekungan dalam di pulau kecil atau gunung api sejauh cukup landai lereng pantai dan sedimen sungai serta agitasi gelombangnya.

d. Pantai lurus dan panjang dari pesisir datar:

Pantai tepian samudra dengan agitasi kuat gelombang serta memiliki sejumlah muara sungai kecil berjajar padanya dengan asupan sedimen, dapat membentuk garis lurus dan panjang pantai berpasir. Erosi terjadi bila terjadi ketidak seimbangan lereng dasar perairan dan asupan sedimen.

e. Pantai berbukit dan tebing terjal:

Bentang pantai ini ditemukan di berbagai mintakat berbeda, yaitu di jalur tumbukan/tunjaman, jalur volkanik, pulau-pulau sisa tinggian di paparan tepi kontinen, jalur busur luar atau jalur tektonik geser. Batuan keras yang terkerat patahan dan rekahan umun dijumpai di kawasan yang gejala tektoniknya kuat. Batuan terobosan atau bekuan tufa dapat membentuk tebing terjal di pantai pulau volkanik. Di kawasan dengan proses pengangkatan dan pelipatan, kecuraman lereng pantai atau bukit adakalanya

6

tergantung arah lipatan dan kemiringan perlapisan dan kekerasan maupun kestabilan batuannya. Terjalnya tebing pantai dan kuatnya agitasi gelombang meniadakan peluang terumbu karang tumbuh, demikian halnya dengan bakau. Tutupan tumbuhan masih mampu tumbuh di lapukan batuan, terutama di kawasan dengan curah hujan memadai.

f. Pantai erosi

Terjadinya erosi terhadap pantai disebabkan oleh adanya: batuan atau endapan yang mudah tererosi, agen erosi berupa air oleh berbagai bentuk gerak air. Gerak air dalam hal ini bisa berupa arus yang mengikis endapan atau agitasi gelombang yang menyebabkan abrasi pada batuan. Erosi tidak hanya berlangsung di permukaan, namun juga yang terjadi di permukaan sedimen dasar perairan.

Erosi maksimum terjadi bila enersi dari agen erosi mencapai titik paling lemah materi tererosi. Pada sedimen lepas di pantai, arus sejajar pantai oleh adanya gelombang atau arus pasang surut sudah mampu menjadi penyebab erosi. Erosi yang terjadi pada dasar perairan akan mengubah lereng yang berdampak pada perubahan posisi jatuhnya enersi gelombang pada pantai. Berikutnya, agitasi gelombang dapat merusak titik terlemah dari apapun yang ditemukan dengan enersi maksimal. Pencapaian titik terlemah dapat terjadi bila saat badai dengan gelombang kuat terjadi bersamaan dengan posisi paras muka laut jatuh pada sisi paling lemah, yaitu permukaan rataan pasir pantai. Erosi diperparah bila sedimen sungai yang menjadi penyeimbang tidak cukup mengganti sedimen yang tererosi.

Jenis pantai dengan ancaman seperti ini terdapat di pesisir barat Sumatra, selatan Jawa dan beberapa tempat yang menghadap perairan dengan agitasi gelombang kuat.

Pada tebing pantai batuan keras, abrasi terjadi pula namun memerlukan waktu lama untuk menghasilkan dampak yang terlihat. Takik pada batuan di ketinggian tertentu diakibatkan kerjaan abrasi ini, bila takik terlalu dalam dan beban tidak dapat

7

tertahan lagi, bagian atas tebing runtuh. Pada beberapa kejadian, takik juga dipercepat dalamnya oleh kegiatan pelubangan biota.

g. Pantai akresi:

Proses akresi terjadi di pesisir yang menerima asupan sedimen lebih dari jumlah yang kemudian dierosi oleh laut. Dengan demikian, akresi merupakan kebalikan dari proses erosi. Keseimbangan yang menyebabkan dua proses tersebut berlangsung bergantian adalah kondisi: berubahnya paras muka laut, perubahan enersi agen erosi, perubahan jumlah sedimen yang tersedia, dan lereng dari dasar perairan. Akresi pantai oleh sedimen halus sering diikuti tumbuhnya bakau yang berfungsi kemudian sebagai penguat endapan baru dari erosi atau longsor. Kecepatan akresi di beberapa pantai dikendalikan oleh intensifnya sedimentasi hasil erosi di hulu.

2.2 Ekosistem Pemanfaatan Wilayah Pesisir a. Bakau

Tutupan bakau memerlukan pesisir landai dengan substrat lumpur atau sedimen halus, serta dekat muara sungai agar tersedia cukup air tawar. Bakau dapat membentuk rataan sangat luas di pesisir tepian pulau kraton atau cekungan belakang yang landai dan luas. Bakau juga tumbuh di pulau-pulau kecil bila menemukan pantai landai dan cukup air tawar. Adakalanya bakau tumbuh di atas rataan terumbu karang.

b. Terumbu karang Terumbu karang tumbuh di perairan hangat, jernih dan terlindung dari agitasi kuat gelombang. Sifat tumbuhnya yang memerlukan sinar matahari, ia selalu berusaha dekat dengan permukaan air laut. Tingkat keragaman komponen terumbu dan kualitas individunya tergantung dari kualitas lingkungan yang dikontrol oleh kondisi fisiko-kimia perairan dan, saat ini, kualitas terumbu karang menurun akibat dampak kegiatan manusia dalam penangkapan ikan. Terumbu karang memiliki banyak fungsi, antara lain: secara fisis melindungi pesisir dari agitasi gelombang, menghasilkan sedimen karbonat penyeimbang dasar perairan dan perlindungan bagi biota laut.

8

c. Bakau di atas terumbu karang

Dinamika perubahan relatif paras muka laut, suplai air tawar dan kemampuan adaptasi biota laut menghasilkan gejala simbiosa antara bakau dan terumbu karang (dan ikan) yang tumbuh di satu ekosistim.

d. Rumput laut

Rataan luas pasir karbonat di terumbu karang pada perairan intertidal memberi peluang tumbuhnya rumput laut (segrass dan seaweed) memperkaya keragaman habitat wilayah perairan. Perairan relatif jernih dengan substrat pasir halus karbonat disukai oleh biota ini.

e. Estuari dan paparan intertidalnya:

Pasang naik dan pasang surut tinggi membentuk estuari, namun meninggalkan juga endapan lumpur luas yang tebal namun muncul saat surut. Rataan ini merupakan habitat subur bagi jenis kerang-kerangan (bivalve)

f. Pantai kering batu gamping:

Di kawasan dengan curah hujan tahunan tipis, lembah dalam sungai mengiris perbukitan undak pantai dengan aliran air hanya saat hujan tiba. Akresi pantai hanya terjadi oleh terangkatnya rataan terumbu membentuk undak pantai baru. Sedimen hasil rombakan terumbu karang terakumulasi di bagian cerukan pantai atau pantai landai membentuk paparan datar. Terbatasnya suplai air tawar dan sedimen sungai menyebabkan perairan terjaga bersih, namun membatasi bakau di periaran yang memperoleh air tawar dari sungai yang lebih teratur aliran air tawarnya. Pantai kering dapat terbentuk pulau dari batuan volkanik di kawasan bercurah hujan rendah. Jatuhan batu di tebing sering menandai jenis pantai ini.

g. Lahan basah (wetland)

Dapat berupa delta atau pesisir berawa bagian pulau yang menghadap mintakat stabil geologi. Kawasan pesisir ini dicirikan oleh dataran berawa tumbuhan tropis di limpahan banjir sungai

9

yang alirannya berkelok hingga dataran supratidal-intertidal di mintakat bakau.

h. Pemukiman Tradisional:

Pantai dan pesisir telah terubah dari bentang dan bentuk semula oleh kebutuhan manusia yang dibangun sepanjang pantai atau pesisir. Pemukiman dan pelabuhan merupakan perubahan yang paling awal dilakukan di pantai.

Diatas perairan: Manusia yang kehidupannya tergantung pada laut merasa nyaman tinggal dan membangun pemukimannya di atas air (Suku Bajo, Orang Laut, dll). Pemukiman dibangun dan disangga oleh tiang kayu di atas batas pasut tertinggi. Diatas pematang pantai : Pemukiman dapat juga dibangun diatas rataan pasir pantai yang terbebas dari pasang tertinggi, di tempat mana manusia dapat memperoleh air tawar dari sumber atau dengan membuat sumur. Kegiatan meramu hutan dan bercocok ringan mulai dilakukan.

i. Pelabuhan

Tempat berlabuh memerlukan perairan tenang terbebas setiap saat dari kesulitan sandar dan memrlukan perairan dalam. Perluasan pelabuhan untuk ukuran kapal lebih besar mengubah bentang alam, yang semula hanya terbuat dari dermaga kayu sederhana menjadi demikian masif terbuat dari bangunan beton dengan turap. Pembangunan pelabuhan mengubah bentang pantai.

j. Kota Pesisir Pembangunan pemukiman berskala besar dari perluasan kota cenderung berdampak pada terubahnya bentang alam wilayah pesisir menjadi blok-blok perumahan yang penataannya lebih didasarkan pada efisiensi ruang semaksimal mungkin. Kondisi demikian tidak lagi mengindahkan keperluan keseimbangan estetika mupun daya dukung lingkungan. Adakalanya pengelolaan limbah pemukiman juga terabaikan dengan dampak semakin buruknya kualitas pantai dan perairan.

10

k. Pantai Reklamasi Reklamasi pantai demi memperoleh lahan lebih luas merupakan kegiatan paling buruk yang mengubah bentang alam asli pantai dan wilayah pesisir. Penataan ruang bentang alam yang diperoleh harus dilakukan dengan perhitungan dan perencanaan yang matang sehingga ruang baru dapat menyatu dengan bentang alam asli disekelilingnya.

l. Tambak (ponds):

Tambak dibangun diperairan intertidal dengan membuka tutupan lahan asli berupa bakau dan lahan rawa. Kegiatan ini mengubah bentang alam dalam skala luas di pesisir datar dengan kisaran pasut tidak terlalu kuat. Seringkali tambak dibuat langsung di perairan pinggir laut, namun seringkali menyisakan rataan tipis bakau sebagai pelindung dan penangkap sedimen. Pertambakan luas dikembangkan di perairan tepian kontinen.

m. Kegiatan Wisata:

Beberapa tempat terpilih sebagai kegiatan hunian wisata, dalam format besar dan modern maupun kecil bernuansa ekowisata. Bentang alam umumnya terubah pada hunian wisata masif dan modern berupa hotel atau bungalow, sementara nuansa asli seringkali justru dipertahankan pada hunian ekowisata.

n. Pertambangan:

Beberapa tempat diwilayah pesisir memiliki potensi pertambangan, seperti minyak bumi, pasir, timah, dan lain-lain. Kegiatan pertambangan pada umumnya menimbulkan konsekuensi perusakan lingkungan yang berat. Oleh sebab itu kegiatan pertambangan harus diawasi secara ketat dan menggunakan teknologi tinggi sehingga kerusakan lingkungan dapat diminimalkan.

2.3 Permasalahan di Wilayah Pesisir

Pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk di wilayah pesisir telah menyebabkan kemampuan lingkungan wilayah pesisir untuk mendukung kegiatan manusia semakin menurun. Sampah sebagai hasil akhir dari konsumsi kegiatan pariwisata, industri,

11

permukiman penduduk, dan perdagangan telah menyebabkan kerusakan ekosistim di wilayah pesisir, dan menurunkan nilai estetika lingkungan.

Berbagai permasalahan ditemukan di wilayah pesisir saat ini antara lain adalah :

1). Penurunan sumberdaya alamiah:

(a) erosi pantai; (b) konversi hutan bakau untuk tata guna lahan lainnya; (c) pengreklamasian wilayah pantai; (d) penangkapan ikan dengan menggunakan dinamit/racun; (e) tangkap lebih dan (e) eksploitasi lebih terhadap hutan bakau.

2). Polusi: (a) sumber-sumber industri (sampah industri); (b) sumber domestik (sampah rumah tangga dan sampah

keras); (c) sumber-sumber dari pertanian (aliran atas bahan-bahan

pestisida dan pupuk; (d) sumber-sumber lain (penggalian/penambangan).

3). Konflik penggunanaan lahan: (a) tidak adanya akses kearah pantai sebagai akibat

padatnya pemukiman pada daerah tersebut; (b) tidak bisa dipergunakan daerah pantai akibat polusi

yang sangat tinggi; (c) konservasi dan preservasi terhadap hutan bakau versus

konversi sumberdaya yang sama untuk dijadikan tambak ikan/udang atau reklamasi menjadi daerah pemukiman atau untuk tujuan-tujuan komersial lainnya.

4). Kerusakan dan kehancuran sebagai akibat bencana alam:

(a) banjir yang diakibatkan oleh badai; (b) gempa bumi; (c) angin topan cyclone, dan (d) tsunami.

12

Wilayah pesisir merupakan aset sumberdaya yang mendukung kegiatan-kegiatan bagi kepentingan manusia. Dalam perencanaan tata ruang wilayah pesisir kegiatan setiap sektor pembangunan memiliki dimensi ambang batas yang ditentukan oleh kesaling hubungan dan keterkaitan kegiatan dengan lingkungan di wilayah pesisir.

13

BAB III PENGERTIAN DASAR DAYA DUKUNG

3.1 Pengertian Dasar Daya Dukung.

Dalam undang-undang No.23 tahun 1997, daya dukung lingkungan didefiniskan kemampuan lingkungan untuk menyerap bahan, energi dan/atau komponen lainnya yang memasuki atau dibuang ke dalamnya. Pelestarian daya dukung lingkungan adalah sejumlah upaya untuk melindungi kemampuan lingkungan untuk menyerap bahan, energi dan/atau komponen lainnya yang memasuki atau dibuang ke dalamnya. Daya dukung wilayah pesisir dapat didefiniskan dengan menentukan jumlah penduduk dan kegiatan di wilayah pesisir yang dapat didukung oleh satuan sumberdaya alam yang tersedia di wilayah pesisir. Pengertian daya dukung lingkungan kawasan pesisir dan lautan dapat juga dipahami sebagai kemampuan kawasan tersebut dalam menyediakan ruang (space) untuk kehidupan manusia yang sehat dan nyaman beserta segenap kegiatan pembangunannya, menyediakan sumberdaya alam untuk kepentingan manusia baik melalui penggunaan langsung maupun melalui proses produksi dan pengolahan, menyerap atau menetralisir limbah, melakukan fungsi-fungsi penunjang kehidupan, termasuk siklus biogeokimia, siklus hidrologi, dan lainnya (Dahuri, 1991). Sedangkan definisi daya dukung dalam pedoman ini adalah kepadatan maksimum kegiatan manusia - seperti pertumbuhan penduduk, penggunaan lahan,pembangunan fisik, dan lain-lain - yang dapat didukung oleh lingkungan wilayah pesisir tanpa menimbulkan penurunan kualitas lingkungan dan kerusakan lingkungan. Secara teoritis, jika kepadatan maksimum dan keterbatasannya dapat diketahui, maka pengelola dapat mengetahui berapa jumlah kegiatan yang akan ditempatkan dan jenis kegiatan apa saja yang bisa diletakkan pada wilayah yang direncanakan. Namun kesulitan dalam

14

perhitungan ini akan semakin tinggi jika wilayahnya semakin besar dan jumlah variabelnya semakin banyak.

Dalam pedoman ini daya dukung wilayah pesisir diklasifikan atas empat kelompok daya dukung, yakni : 1. Daya Dukung Fisik/ Spasial

Jumlah luasan maksimum dari tingkat kesesuaian lahan dan kemampuan lahan diwilayah pesisir untuk menampung kegiatan manusia tanpa menimbulkan dampak signifikan terhadap perubahan ekologinya.

2. Daya Dukung Sosial/Demografi

Derajat kenyamanan, keamanan, keindahan, dan keadilan dalam masyarakat di wilayah pesisir yang ditimbulkan dari kegiatan – kegiatan diwilayah pesisir.

3. Daya Dukung Ekologi

Kemampuaan maksimum ekosistim dan habitat di wilayah pesisir untuk menerima kegiatan di wilayah pesisir tanpa menimbulkan kerusakan dan penurunan kualitas bio-ekologi serta penurunan nilai produktifitas ekosistimnya.

4. Daya Dukung Infrastruktur

Tingkat kerapatan dan kepadatan maksimum infrastruktur (seperti: jaringan jalan, jaringan drainase, pelabuhan, sarana dan prasarana pemukiman), untuk mendukung kegitan-kegiatan di wilayah pesisir.

Secara diagramatis kesalinghubungan daya dukung dalam pembangunan di wilayah pesisir dapat dicontohkanpada gambar 1 sebagai berikut :

15

Gambar 1, Hubungan Daya Dukung dengan Perusakan Hutan Mangrove

Perubaha

n

Konfigur

asi Garis

Pantai

PERUSAKAN HUTAN MANGROVE

Polusi di Wil.

Pesisir

Polusi dari

Industri

Sampah

Rumah

Tangga

Tumpahan

Minyak

Smpah

pertanian

(pestisida,

dll)

Pertambakan.

Pembukaan

Tambak

Pembanguna

n Kanal

Pembanguna

n Tanggul

Kegiatan

Tmabak

Produksi

Garam

Permukiman

Kayu Bakar

Bahan Baku

Rumah

Tanaman

obat-obatan

Pembukaan

Jalan

Aktivitas

Alam

Banjir

Siklon

Sumber

Pendapatan

Sumber Mata

Pencaharian

Kelang

kaan

kayu

baker

Kerusakan

Wil.Tangka

pan Ikan

Peningkat

an Erosi

Hilangny

a Habitat

Pesisir

Penuruna

n

Keanekar

agaman

Hayati

Meningkatnya

Dampak

Kerusaka

n akibat

Siklon

dan

Banjir

Menurunnya Produksi

Perikanan

Meningkatnya tekanan sosial Perubahan Pada Lingkungan

Pesisir

Penurunan Daya Dukung

Wilayah Pesisir

S E

B A

B

MA

SA

LA

H

A K

I B A

T

16

3.2. Konsep Daya Dukung Untuk Penataan Ruang Pesisir

Manusia memiliki kemampuan untuk membuat daya dukung menurun dengan membuat keputusan pengelolaan sumberdaya yang salah, demikian pula sebaliknya manusia dapat meningkatkan atau mengembalikan daya dukung pulau melalui berbagai teknologi yang diterapkan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam. Konsep daya dukung lingkungan muncul ketika kesadaran akan keterbatasan sumberdaya alami maupun buatan untuk mendukung kegiatan manusia yang seiring dengan perubahan waktu populasinya semakin bertambah. Oleh sebab itu konsep daya dukung wilayah pesisir tidak terlepas dari pengetahuan akan kecenderungan pertumbuhan aktivitas di wilayah perencanaan, karena dengan demikian kita dapat mengetahui dan mengukur kemampuan daya dukung lingkungan diwilayah pesisir. Daya dukung di wilayah pesisir memiliki kerumitan dan kompleksitas yang berbeda dengan daya dukung di wilayah daratan, hal ini disebabkan karena wilayah pesisir memiliki keunikan ekosistim dan ekologi yang kompleks dan sangat dinamis. Konsep pengembangan wilayah pesisir yang ada pada saat ini dilakukan dengan membagi wilayah pengembangan kawasan kedalam tiga zona utama, yakni : a. Zona Preservasi, yaitu kawasan yang memiliki nilai ekologis tinggi

seperti tempat berbagai hewan melakukan kegiatan reproduksinya, dan memiliki sifat-sifat alami lain yang unik.

b. Zona Konservasi, yaitu kawasan yang dapat dikembangkan namun secara terkontrol.

c. Zona Pengembangan Intensif, termasuk didalamnya mengembangkan kegiatan budidaya secara intensif.

Dengan mempertimbangkan konsep pengembangan wilayah pesisir seperti diatas maka konsep daya dukung untuk wilayah pesisir dapat dilihat pada gambar 2. Setiap kegiatan manusia membutuhkan sumberdaya sekaligus menimbulkan efek samping sebagai hasil konsumsi sumberdaya. Kebutuhan sumberdaya ini dapat dipenuhi

17

oleh ketersediaan sumberdaya yang ada, dalam hubungan pemanfaatan sumberdaya ini, daya dukung suatu wilayah dapat disimpulkan melampaui daya dukung wilayah pesisir ketika kebutuhan sumberdaya lebih besar dari utilitas sumberdaya yang ada. Kondisi dimana utilitas sumberdaya yang ada masih melebihi kebutuhan akan sumberdaya maka daya dukung wilayah pesisir disimpulkan bahwa pemanfaatan wilayah belum optimal. Efek dari kegiatan manusia dalam batas tertentu dapat diproses kembali oleh alam, kondisi ini amat bergantung dengan tingkat sensitifitas sumberdaya wilayah pesisir. Konsep daya dukung dalam pandangan ini berlaku jika efek samping aktifitas manusia melampaui sensitifitas sumberdaya maka daya dukung wilayah dapat disimpulkan melampaui daya dukung wilayah.

Gambar 2,

Konsep Daya Dukung Wilayah Pesisir

Sebagaimana yang telah digambarkan pada konsep daya dukung wilayah diatas, maka penilaian daya dukung wilayah pesisir merupakan suatu usaha untuk melakukan penilaian atas keseimbangan antar kegiatan manusia dengan ketersediaan sumberdaya diwilayah pesisir. Dengan teridentifikasinya

AKTIVITAS

MANUSIA

SUMBER DAYA

PESISIR

KEBUTUHAN

SUMBERDAYA EFEK SAMPING

DAYA DUKUNG

WILAYAH

UTILITAS SUMBERDAYA

YANG ADA

SENSITIVITAS SUMBERDAYA YANG

ADA

PILIHAN

PEMANFA

ATAN

RUANG

DAYA DUKUNG

WILAYAH

18

keseimbangan tersebut maka perencana dan pengelola wilayah mampu memberikan alternatif-alternatif pemanfaatan ruang yang berkelanjutan.

3.3 Indikator-Indikator Penentu Daya Dukung di Wilayah Pesisir.

Menurut Godschalk and Axler (1977) beberapa indikator yang menentukan daya dukung wilayah adalah : tanah, kelerengan, vegetasi, lahan basah, kenampakan sumberdaya alam, bencana alam, kualitas udara dan air, ketersediaan energi, sedangkan menurut Onishi (1994) beberapa indikator yang menentukan daya dukung wilayah adalah: supply air bersih, sistim pembuangan air kotor, pengolahan limbah, jalur kereta api, jalan, pemukiman. Dalam petunjuk teknis ini indikator daya dukung wilayah pesisir dapat dikelompokkan menurut sektor kegiatan yang terdapat diwilayah pesisir. Indikator daya dukung masing-masing sektor kegiatan di wilayah pesisir ini dapat dilihat pada lampiran tabel 1.

19

BAB IV KRITERIA PENILAIAN DAYA DUKUNG KEGIATAN

DI WILAYAH PESISIR 4.1 Daya Dukung Kegiatan Permukiman A. Daya Dukung Fisik

Daya dukung fisik / spasial di wilayah pesisir untuk kegiatan permukiman dapat dinilai melaui kriteria analisis spasial terutama untuk menganalisis kesesuaian fisik untuk pemukiman. Kriteria penilaian daya dukung ini dilakukan dengan teknik overlay variabel fisik lahan, seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 2 Penilaian Daya Dukung Fisik Permukiman

Kesesuaian Lahan Permukiman

Satuan Baik Sedang Buruk

Subsiden Total - - 30

Banjir tanpa Tanpa jarang-sering

Air tanah cm >75 45-75 <45

Kelerengan % <8 8-15 >15

Kedalaman hamparan batuan

-keras cm >100 50-100 <50

-tipis cm >50 <50 -

Longsor - - Ada

Jarak dari sarana jalan m 0-200

200-500 >500

Jarak dari pantai m >200 50-100 <50

B. Daya Dukung Sosial/Demografi

Kriteria penilaian daya dukung sosial/demografi untuk kegiatan permukiman dapat dilakukan dengan melihat kecenderungan atas perbandingan pertumbuhan penduduk dengan penyediaan permukiman. Indikator pertambahan jumlah penduduk digunakan untuk mengetahui kondisi daya dukung sosial untuk permukiman.

20

Kecenderungan pertumbuhan jumlah penduduk yang terlalu cepat dapat mengindikasikan penurunan daya dukung wilayah pesisir untuk menampung kegiatan permukiman. Tabel 3, contoh perhitungan daya dukung

Tabel 3 Kepadatan Permukiman

Tahun Jumlah

Penduduk Pertumbuhan Permukiman

Kepadatan Permukiman

1985 26000 140,000 5.38

1990 33000 160,000 4.85

1995 39000 200,000 5.13

2000 55000 220,000 4.00

2005 80000 250,000 3.13

C. Daya Dukung Lingkungan

Kriteria penilaian daya dukung lingkungan untuk menampung pertambahan/ peningkatan kegiatan permukiman dapat diukur melalui indikator kulitas air dan kualitas udara, oleh karena permukiman di wilayah pesisir dapat memiliki karakter diatas air maka indikator kualitas terumbu karang di wilayah penghalang (barrier) pantai dapat pula digunakan untuk menentukan indikasi daya dukung lingkungan untuk kegiatan pemukiman. Daya dukung lingkungan ini ditetapkan dalam ambang batas tertentu, ketika ambang batas lingkungan berada diatas nilai ambang yang ditetapkan berarti kemampuan daya dukung lingkungan untuk mendukung kegiatan permukiman telah melampaui ambang batas.

D. Daya Dukung Infrastruktur

Sebagaimana yang telah diutarakan pada tabel indikator diatas bahwa indikator daya dukung infrastruktur untuk kegiatan permukiman dapat dinilai : Sistim pengolahan air bersih; Sistim pengolahan limbah rumah tangga; Sistim transportasi; Sumber energi.

21

Ketersediaan air bersih merupakan faktor utama untuk mendukung kegiatan pemukiman, terutama diwilayah pesisir, dimana air bersih merupakan sumberdaya langka dan sensitif terhadap perubahan ekosistim perairan. Oleh karena kelangkaan air bersih di wilayah pesisir maka dibutuhkan sistim pengolahan air bersih yang mampu mensuplai kebutuhan air bersih untuk kegiatan permukiman, salah satu teknik sistim pengolahan air bersih ini adalah melalui proses desalinisasi.

Ketersediaan sistim pengolahan limbah rumah tangga juga menjadi faktor utama daya dukung infrastruktur bagi kegiatan permukiman, oleh karena kegiatan permukiman memproduksi limbah rumah tangga yang dalam batas tertentu dapat dinetralisir oleh ekosistim di wilayah pesisir secara alami melalui suatu proses bioremediasi. Oleh sebab itu untuk menghitung daya dukung infrastruktur ini dilakukan dengan menghitung kemampuan ekosistim alam untuk melakukan proses biotrofikasi limbah rumah tangga, kelebihan produksi limbah rumah tangga yang dibebankan ke jasa ekosistim pesisir akan menimbulkan ketidakseimbangan yang pada akhirnya akan menimbulkan penurunan daya dukung lingkungan untuk kegiatan permukiman di wilayah pesisir.

Daya dukung infrastruktur seperti sistim transportasi merupakan indikator yang dapat dijadikan acuan penilaian dengan cepat bagi kegiatan permukiman di wilayah pesisir. Sistim transportasi utama di wilayah pesisir adalah sistim transportasi darat dan sistim transportasi air (sungai dan laut). Kepadatan atau kongesti lalu lintas dan kapasitas moda transportasi dapat dijadikan kriteria penilaian daya dukungnya.

Sumber energi merupakan kebutuhan utama bagi pembangunan di wilayah pesisir, oleh karena itu daya dukung infrastruktur permukiman dapat dinilai dari ketersediaan sumber energi berbanding dengan kebutuhan energi bagi permukiman.

4.2 Daya Dukung Kegiatan Kawasan Pelabuhan A. Daya Dukung Fisik

Kriteria penilaian daya dukung fisik untuk kegiatan pelabuhan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

22

Tabel 4 Penilaian Daya Dukung Fisik Pelabuhan

Kesesuaian Lahan Permukiman

Satuan Baik Sedang Buruk

Kedalaman (bathimetri) m >8 6 <4

Kemiringan (Topografi) Landai Datar Curam

Histori Gempa Tidak

Pernah Jarang Sering

Abrasi/Akresi m/tahun Tidak terjadi

Kecil Besar

Tinggi Gelombang m 0,2 0,5 1

Arus m/s Kecil Sedang Besar

B. Daya Dukung Sosial/Demografi

Kriteria penilaian daya dukung sosial/demografi untuk kegiatan pelabuhan antara lain : Perkembangan jumlah eksport dan import melampaui kapasitas

daya tampung pelabuhan; Pertumbuhan jumlah investasi melampaui kapasitas daya dukung

pelabuhan; Pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor informal tidak mampu lagi

diserap kedalam sektor pelabuhan. Effisiensi pelayanan pelabuhan menurun, prosedur pelayanan

yang lamban; C. Daya Dukung Lingkungan

Kriteria penilaian daya dukung lingkungan untuk kegiatan pelabuhan antara lain : Pendangkalan, pertimbangan ini diharapkan agar akses pengguna

jasa pelabuhan tidak terganggu oleh pendangkalan alur pelabuhan;

Kualitas terumbu karang dipertimbangkan sebagai salah satu indikator ambang batas pembangunan pelabuhan yang dapat ditampung di wilayah pesisir;

23

Kualitas mangrove sangat besar mengalami perubahan sebagai dampak dari kegiatan pelabuhan, oleh sebab itu kualitas mangrove dapat dijadikan indikator daya dukung lingkungan untuk kegiatan pelabuhan.

Kualitas perairan, tingkat tekanan dari kegiatan-kegiatan di pelabuhan secara langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan pencemaran di perairan. Pencemaran dibolehkan sampai dirasakan mengganngu secara estitika, dan bila menyebabkan penurunan kualitas dan terganggunya lingkungan dan biota di perairan tersebut.

D. Daya Dukung Infrastruktur Kriteria penilaian daya dukung infrastruktur untuk kegiatan pelabuhan yaitu : Sistim pengolahan air bersih kurang dari kapasitas kebutuhan air

bersih untuk kegiatan-kegiatan di pelabuhan; Sistim pengolahan limbah harus dapat menampung produksi

limbah dari kegiatan pelabuhan sehingga tidak menyebabkan penurunan kualitas lingkungan peairan di wilayah pesisir. Kegiatan pelabuhan yang melampaui daya dukung infrastruktur ini pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan ekosistim perairan di wilayah pesisir;

Sistim transportasi merupakan kriteria daya dukung infrastruktur dalam kegiatan pelabuhan. Perkembangan suatu pelabuhan harus dibarengi dengan penyediaan jaringan transportasi yang memadai, dengan tidak tersedianya peluang pengembangan sistim transportasi akibat keterbatasan-keterbatasan fisik dan lingkungan maka daya dukung pelabuhan akan mengalami penurunan.

Penyediaan energi meruoakan faktor penting bagi keberlanjutan pembangunan pelabuhan di wilayah pesisir, oleh sebab itu daya dukung pelabuhan akan mengalami penurunan seiring dengan keterbatasan penyediaan energi di wilayah pesisir.

24

4.3 Daya Dukung Kegiatan Pariwisata A. Daya Dukung Fisik

Kriteria penilaian daya dukung fisik untuk kegiatan pariwisata dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5 Penilaian Daya Dukung Fisik Pariwisata

Kesesuaian Lahan

untuk Pariwisata Satuan Baik Sedang Buruk

Kelerengan % Landai (0-

8) Berbukit (8-15)

Curam (>15)

Kondisi Lahan Pantai

Pasir Putih

Pasir Lumpur

Tinggi Gelombang

M rendah

(<1) sedang (1-

2) Besar (>3m)

Kecepatan Arus m/detik <0,1 0,1-1 >1

Kecerahan % 90-100 80-89 <80

Keberadaan keanekaragaman karang

% Padat dan beragam

(75%)

Jarang dan tidak beragam (40-75%)

Rusak (40%)

Keberadaan objek yang khas

Ada dan sangat khas

Ada dan cukup khas

Tidak ada

Keterbukaan lahan pantai

phn/ha >400 100 - 400 <100

Bahaya banjir Tidak ada

1-2 kali selama musim piknik

>2 kali selama musim piknik

Perubahan Cuaca

Jarang sedang Sering

B. Daya Dukung Sosial/Demografi

Kriteria penilaian daya dukung sosial/demografi untuk kegiatan pariwisata antara lain :

25

Pertumbuhan jumlah wisatawan disuatu lokasi wisata harus memepertimbangkan daya tampung lokasi sehingga tidak berdesakan yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat kenyamanan dan penurunan daya dukung kawasan.

Pertumbuhan jumlah tenaga kerja sektor pariwisata harus mampu mendukung pertumbuhan jumlah wisatawan dari berbagai budaya dan negara, daya dukung menurun ketika jumlah wisatawan melampaui jumlah tenaga kerja yang mendukung kegiatan wisata.

C. Daya Dukung Lingkungan Kriteria penilaian daya dukung lingkungan untuk kegiatan pariwisata antara lain : Keindahan dan keunikan bentang alam di wilayah pesisir

merupakan obyek yang dapat menarik kegiatan pariwisata, oleh sebab itu penurunan kualitas keunikan bentang alam akan berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan untuk kegiatan pariwisata.

Kualitas terumbu karang di wilayah juga memiliki daya tarik wisata yang tinggi, namun kondisi intensitas kegiatan wisata yang melampaui daya tampung kawasan akan berdampak pada penurunan daya dukung lingkungan. Penilaian daya dukung ini dapat dilakukan dengan membandingkan kemampuan terumbu karang untuk beregenerasi dengan daya tampung kawasan.

Kualitas mangrove memberikan fungsi penting dalam mendukung kegiatan pariwisata, namun demikian intensitas kegiatan wisata yang tinggi sebaliknya akan berpotensi untuk menurunkan kualitas mangrove, oleh sebab itu penilaian daya dukung dilakukan untuk menjaga keseimbangan wilayah untuk kegiatan wisata dan kualitas mangrove.

Kualitas keanekaragaman hayati merupakan faktor penentu dan indikator yang dapat digunakan untuk menilai daya dukung lingkungan. Penurunan jenis keanekaragaman hayati dapat mengindikasikan bahwa kegiatan pariwisata telah melampaui daya dukung lingkungan wilayah pesisir.

D. Daya Dukung Infrastruktur

Kriteria penilaian daya dukung infrastruktur untuk kegiatan pariwisata antara lain :

26

Sistim pengolahan air bersih kurang dari kapasitas kebutuhan air bersih untuk kegiatan pariwisata, untuk itu perlu dijabarkan komponen-komponen kegiatan wisata yang membutuhkan air bersih;

Sistim pengolahan limbah harus dapat menampung produksi limbah dari kegiatan pariwisata sehingga tidak menyebabkan penurunan kualitas lingkungan perairan di wilayah pesisir. Kegiatan pariwisata yang melampaui daya dukung infrastruktur ini pada akhirnya akan menyebabkan kerusakan ekosistim perairan di wilayah pesisir;

Sistim transportasi merupakan kriteria daya dukung infrastruktur dalam kegiatan pariwisata. Perkembangan kegiatan pariwisata harus dibarengi dengan penyediaan jaringan transportasi yang memadai.

Penyediaan energi merupakan faktor penting bagi keberlanjutan pembangunan pariwisata di wilayah pesisir, oleh sebab itu daya dukung lingkungan akan mengalami penurunan seiring dengan keterbatasan penyediaan energi di wilayah pesisir.

4.4 Daya Dukung Kegiatan Industri

A. Daya Dukung Fisik

Kriteria penilaian daya dukung fisik untuk kegiatan industri dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 6 Penilaian Daya Dukung Fisik Industri

Kesesuaian Lahan untuk Industri

Satuan Baik Sedang Buruk

Kecepatan arus Kuat Sedang Lemah

Ketersediaan air tawar Banyak Cukup Kurang

Jarak dengan kawasan konservasi

Jauh Sedang Dekat

B. Daya Dukung Sosial/Demografi

Kriteria penilaian daya dukung sosial/demografi untuk kegiatan industri adalah Jumlah tenaga kerja, kegiatan industri akan menyerap sejumlah

Tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan kegiatan industri tersebut. Industri yang maju, membutuhkan tenaga kerja tidak banyak tapi

27

memiliki ketrampilan yang tinggi sebaliknya industri tradisional membutuhkan tenaga kerja yang banyak walaupun skillnya rendah (padat karya). Daya dukung sosial diukur dari kemampuan daerah tersebut untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dari kegiatan industri yang ada di daerah tersebut.

C. Daya Dukung Lingkungan Kriteria penilaian daya dukung lingkungan untuk kegiatan industri antara lain : Kualitas air dan udara, kegiatan industri akan menghasilkan polusi

udara dan polutan cair yang menganggu kualitas udara dan air di daerah tersebut yang diidikasikan dengan kualitas kesehatan daerah setempat.

Kualitas terumbu karang, limbah kegiatan industri yang dibuang ke laut bisa`menyebabkan kerusakan terumbu karang. Kerusakan karang akan menyebabkan terganggunya biota laut daerah tersebut.

Kualitas keanekaragaman hayati, polusi juga akan menyebabkan perubahan keanekaragaman hayati karena terganggu oleh kegiatan industri.

D. Daya Dukung Infrastruktur

Kriteria penilaian daya dukung infrastruktur untuk kegiatan pelabuhan antara lain: Sistim pengolahan air bersih, indusri akan membutuhkan air bersih

lebih besar, oleh karena itu perlu sistem pengolahan air bersih yang tidak mengan ggu ketersedian air bersih untuk kegiatan lainnya.

Sistim pengolahan limbah industri, dampak utama dari kegiatan industri adalah limbahnya, maka dibutuhkan suatu sistim pengolahan limbah yang dapat memproses limbah dari kegiatan industri menjadi lebih aman terhadap lingkungan.

Sistim transportasi, kegiatan industri memerlukan sistem transpotrasi untuk memasarkan hasil produksi dan kebutuhan bahan bakunya. System transportasi yang baik memungkinkan kegiatan industri menjadi lebih berkembang, sedangkan system transportasi yang tidak baik akan menganggu kegiatan industri secara menyeluruh.

28

Energi, kegiatan indusri memerlukan pasokan energi yang juga besar. Ketersediaan sumber energi yang besar akan membantu berkembangnya kegiatan industri di daerh tersebut.

4.5 Daya Dukung Kawasan Pertambangan

Daya Dukung Fisik Kriteria penilaian daya dukung fisik untuk kegiatan pertambangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7

Penilaian Daya Dukung Fisik Pertambangan

Kesesuaian Lahan untuk

Pertambangan Satuan Baik Sedang Buruk

Kandungan Deposit

Besar Sedang Kecil

Kecepatan arus Kecil Sedang Besar

Tinggi gelombang

Kecil Sedang Besar

Jarak dari kawasan konservasi

Jauh Sedang Dekat

B. Daya Dukung Sosial/Demografi

Kriteria penilaian daya dukung sosial/demografi untuk kegiatan pertambangan antara lain : Jumlah tenaga kerja, kegiatan pertambangan salah satu kegiatan

yang memerlukan tenaga kerja yang banyak dan memiliki ketrampilan tinggi.

Kualitas kesehatan masyarakat, kegiatan pertambangan rentan terhadap perubahan lingkungan skala besar yang akhirnya akan berdampak pada kualitas kesahatan masyarakat.

C. Daya Dukung Lingkungan Kriteria penilaian daya dukung lingkungan untuk kegiatan pertambangan antara lain : Kualitas perairan, perairan dalam kegiatan industri merupakan

penerima produksi limbah, untuk itu daya dukung wilayah pesisir

29

dapat menurun jika kualitas perairan ini menurun yang disebabkan dampak dari kegiatan industri. Dalam melakukan penilaian daya dukung ini pengelolaan wilayah pesisir harus mampu menjawab pertanyaan : sampai seberapa besar penurunan kualitas perairan akan ditimbulkan dari adanya pertambahan setiap satu unit kegiatan pertambangan di wilayah pesisir ?

Kualitas terumbu karang, dapat pula dijadikan faktor penentu dalam melakukan penilaian daya dukung wilayah pesisir untuk kegiatan pertambagan. Pada umumnya semakin intensif kegiatan pertambangan di wilayah pesisir maka penurunan kualitas terumbu karangnya juga akan mengalami penurunan yang cukup besar.

Kualitas keanekaragaman hayati, polutan yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan dapat berdampak langsung terhadap jumlah keanekaragaman hayati dan biota di wilayah pesisir. Dengan demikian kualitas keanekaragaman hayati dan biota dapat mengalami penurunan seiring dengan intensitas kegiatan pertambangan.

D. Daya Dukung Infrastruktur

Kriteria penilaian daya dukung infrastruktur untuk kegiatan pertambangan antara lain : Sistim pengolahan limbah pertambangan merupakan faktor

penting dalam mendukung keberlanjutan pembangunan di wilayah pesisir, untuk penilaian daya dukung infrastruktur ini dilakukan dengan mengamati kecenderungan perkembangan kegiatan pertambangan dengan prediksi jumlah limbah yang di produksi maka daya dukung sistim pengolahan limbah dapat dikalkulasi kemampuannya sampai batas maksimum.

Sistim transportasi yang mendukung kegiatan pertambangan yakni sistim transportasi darat dan laut, daya dukung infrastruktur untuk kegiatan pertambangan ini meningkat seiring dengan peningkatan kegiatan pertambangan, kemampuan ruangpun semakin terbatas untuk menampung peningkatan sistim transportasi. Oleh sebab itu penilaian daya dukung dapat dilakukan dengan memprediksi perbandingan kecenderungan perkembangan kegiatan pertambangan dengan perkembangan sistim transportasi yang ada.

Ketersediaan energi nerupakan faktor vital dalam perkembangan kegiatan pertambangan. Kemampuan penyediaan energi harus

30

dipertimbangkan dalam merencanakan kegiatan pertambangan. Oleh sebab itu penilaian daya dukung ini dapat dilakukan dengan menghitung keseimbangan penyediaan (supply) dan kebutuhan (demand).

4.6 Daya Dukung Kawasan Pertanian A. Daya Dukung Fisik

Kriteria penilaian daya dukung fisik untuk kegiatan pertanian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 8 Penilaian Daya Dukung Fisik Pertanian

Kesesuaian Lahan untuk

Pertanian Satuan Baik Sedang Buruk

Kesuburan tanah

Tinggi Sedang Rendah

Kelerengan & Keadaan Permukaan Tanah

<3% dan 80% dari

wilayah rata

<5% dan 50% dari

wilayah rata

<8% & 40% dari wilayah

rata

pH tanah lapisan atas

0-30 cm 5,5-7,4 <4,0 dan 7,5- 8,0

<3,5 dan >8,5

Kelas Drainase

Terhambat Agak

Terhambat Tidak

Terhambat

Banjir dan Genangan musiman

Tanpa

<2 km tanpa ada

genangan permanen

<1 m

2-7 km adanya

genangan permanen

>=1 m

Batu-batu dipermukaan tanah

<5 % 5-50% >50%

Zone Agroklimat

A1,A2,B1,B2 B3,C1,C2,C3 C3,D1,D2,D3

Ketinggian mdpl <500 500-750 750-1000

Daya Hantar Listrik

<4 4-6 >6

31

B. Daya Dukung Sosial/Demografi Kriteria penilaian daya dukung sosial/demografi untuk kegiatan pertanian antara lain : Jumlah penduduk, akan menunjukkan besarnya kebutuhan

pangan yang harusnya dipenuhi oleh kegiatan pertanian. Pertumbuhan jumlah penduduk akan terus meningkat sedangkan ketersediaan lahan untuk kegiatan pertanian akan semakin menyempit.

C. Daya Dukung Lingkungan

Kriteria penilaian daya dukung lingkungan untuk kegiatan pertanian antara lain : Kualitas air, penggunaa zat kimia pada kegiatan pertanian yang

terbawa sampai ke perairan Kualitas terumbu karang, bisa mengalami kerusakan akibat dari

masuknya polutan yang berasal dari kegiatan pertanian yang dibawa oleh air sehingga masuk ke perairan yang terdapat terumbu karang.

Kualitas keanekaragaman hayati, pemakaian zat kimia pada kegiatan pertanian yang terbawa ke perairan bisa menyebabkan proses eutrofikasi yaitu meningkatnya organisme tertentu akibat melimpahnya nutrient yang berasal dari limbah rumah tangga, pupuk dll. Contoh dari proses eurtrofikasi adalah red tide yaitu terjadinya booming alga merah karena melimpahnya nutrisi makanannya dari pupuk.

D. Daya Dukung Infrastruktur

Kriteria penilaian daya dukung infrastruktur untuk kegiatan pertanian antara lain Sistim pengairan, sangat penting bagi keberhasilan kegiatan

pertanian khususnya padi. Sistim pengairan sangat menentukan kesuburan produksi pertanian, namun intensitas pertanian yang semakin tinggi akan menimbulkan dampak pada kebutuhan sistim pengairan yang memadai. Oleh sebab itu daya dukung dapat dinilai dari perbandingan kecenderungan pertumbuhan intensitas kegiatan pertanian berbanding dengan kecenderungan debit penyediaan sistim pengairan.

32

4.7 Daya Dukung Kawasan Perikanan Tangkap A. Daya Dukung Fisik

Kriteria penilaian daya dukung fisik untuk kegiatan perikanan tangkap dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 9 Penilaian Daya Dukung Fisik Perikanan Tangkap

Kesesuaian Lahan untuk Perikanan

Tangkap Satuan Baik Sedang Buruk

Tinggi Gelombang meter 0-1 1-2 >=3

Kecepatan Arus m/det 0,1-0,3 0,3-0,4 >0,4

Jumlah Hari Hujan hari/thn 150-180 110-150 <110

Penutupan Terumbu Karang % 60-80 40-60 <40

Penutupan Hutan Mangrove % 60-80 40-60 <40

Jarak dari pantai km 0-10 10-20 >20

B. Daya Dukung Sosial/Demografi

Kriteria penilaian daya dukung sosial/demografi untuk kegiatan perikanan tangkap antara lain : Jumlah nelayan merupakan faktor utama dalam menilai daya

dukung bagi kegiatan perikanan tangkap. Peningkatan jumlah nelayan dalam satu kurun waktu dan melampaui produksi perikanan akan berdampak pada penurunan daya dukungnya. Pada kurun waktu tertentu batas maksimal jumlah nelayan yang dapat ditampung di wilayah perairan tangkap akan terlampaui, hal ini dapat diindikasikan dari penurunan jumlah, ukuran dan jenis tangkapan yang diperoleh nelayan.

Akses masyarakat ke wilayah perairan, berkaitan pula dengan jumlah nelayan yang telah melampaui ambang batas wilayah perairan sehingga akses masyarakat ke wilayah perairan terbatas (contoh : penambatan perahu nelayan) Disamping itu akses masyarakat ke wilayah perairan dapat terjadi akibat kegiatan perlindungan dan keamanan seperti batasan zona larangan penangkapan ikan, zona eksplorasi pertambangan, dan zona perlindungan cagar alam dunia.

33

C. Daya Dukung Lingkungan

Kriteria penilaian daya dukung lingkungan untuk kegiatan perikanan tangkap antara lain : Kualitas perairan sangat menentukan produksi perikanan di

wilayah perairan, perubahan kualitas perairan seperti suhu, salinitas, dan kecerahan akan berdampak secara langsung kepada perubahan jumlah ikan dan pola reproduksi ikan di wilayah perairan. Untuk itu penilaian daya dukung ini dilakukan dengan memperhitungkan komponen kualitas perairan, seperti: suhu, salinitas, kecerahan dan arus.

Kualitas terumbu karang merupakan indikator daya dukung lingkungan bagi kegiatan perikanan yang paling menentukan, dimana penilaian dapat dilakukan dengan mengamati kecenderungan perubahan produksi ikan terhadap luasan kerusakan atau kesuburan kualitas terumbu karang yang terdapat di wilayah perairan.

Kualitas mangrove, sama halnya dengan kualitas terumbu karang, penilaian daya dukung lingkungan untuk kegiatan perikanan dapat diamati melalui kecenderungan perubahan produksi ikan terhadap luasan kerusakan atau kesuburan mangrove yang terdapat di wilayah pesisir.

Kualitas keanekaragaman hayati, berkaitan dengan pemanfaatan yang berlkebihan terhadap satu spesies ikan tertentu yang dapat disebabkan harga pasaran dan permintaan yang tinggi. Penurunan kelimpahan spesies perikanan dapat diukur melalui metode perhitungan indeks kelimpahan jenis perikanan. Indikasi penurunan daya dukung lingkungan dapat diamati dari perubahan indeks kelimpahan jenis ikan yang diamati dalam kurun waktu tertentu.

D. Daya Dukung Infrastruktur

Kriteria penilaian daya dukung infrastruktur untuk kegiatan perikanan tangkap antara lain: Jumlah kapal nelayan, banyaknya armada tangkap akan

menunjukkan besarnya kemampuan tangkapan yang bisa dihasilkan oleh nelayan setempat. Makin banyak dan besar armada kapal yang beroperasi makin besar produksi tangkap yang bisa dihasilkan hingga pada batas tertentu kecenderungan

34

peningkatan jumlah armada akan mennyebabkan penurunan hasil tangkapan yang dikenal dengan istilah overfishing.

4.8 Daya Dukung Kawasan Perikanan Budidaya A. Daya Dukung Fisik

Kriteria penilaian daya dukung fisik untuk kegiatan perikanan budidaya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 10 Penilaian Daya Dukung Fisik Perikanan Budidaya

Kesesuaian Lahan untuk Perikanan Budidaya

Satuan Baik Sedang Buruk

Kedalaman meter 8,0-10 4-7 dan 11-

14 <4 dan >=15

Tinggi Gelombang

meter 0-1 1-2 >=3

Kecepatan Arus

meter/detik 0,1-0,3 0,3-0,4 >0,4

Kecerahan % 90-100 80-89 <80

Substrrat Dasar Pasir Pasir

Berlumpur Lumpur

Salinitas ‰ 32-36 27-31 <27 dan >36

Oksigen terlarut mg/l 6-8 3-5 <3

pH Air 7,5-8,5 7,0-7,4 <7 dan >8,5

B. Daya Dukung Sosial/Demografi

Kriteria penilaian daya dukung sosial/demografi untuk kegiatan perikanan budidaya antara lain : Jumlah penduduk, makin besar jumlah penduduk untuk

mendukung kegiatan perikanan budidaya pada batas-batas tertentu akan menyebabkan kecenderungan kepadatan aktivitas perikanan budidaya. Kondisi ini pada akhirnya akan menyebabkan penurunan kemampuan daya dukung wilayah untuk menampung kegiatan perikanan budidaya. Dengan demikian penilaian daya dukung dapat dilakukan dengan melihat kecenderungan pertumbuhan jujmlah penduduk yang diserap oleh kegiatan

35

perikanan budidaya berbanding dengan luas wilayah yang memiliki kesesuaian untuk perikanan budidaya.

C. Daya Dukung Lingkungan Kriteria penilaian daya dukung lingkungan untuk kegiatan pariwisata antara lain : Kualitas perairan, sama halnya dengan perikanan tangkap kualitas

perairan untuk perikanan budidaya sangat menentukan produksi perikanan budidaya, perubahan kualitas perairan seperti suhu, salinitas, dan kecerahan akan berdampak secara langsung kepada perubahan produktifitas perikanan yang dibudidaya di wilayah pesisir. Untuk itu penilaian daya dukung ini dilakukan dengan memperhitungkan komponen kualitas perairan, seperti: suhu, salinitas, kecerahan dan arus.

Kualitas terumbu karang, merupakan indikator daya dukung lingkungan bagi kegiatan perikanan budidaya, dimana penilaian dapat dilakukan dengan mengamati kecenderungan perubahan produksi budidaya terhadap luasan kerusakan atau kesuburan kualitas terumbu karang yang terdapat di wilayah perairan.

Kualitas mangrove, sama halnya dengan kualitas terumbu karang, penilaian daya dukung lingkungan untuk kegiatan perikanan budidaya dapat diamati melalui kecenderungan perubahan produksi budidaya terhadap luasan kerusakan atau kesuburan mangrove yang terdapat di wilayah pesisir.

D. Daya Dukung Infrastruktur Kriteria penilaian daya dukung infrastruktur untuk kegiatan pelabuhan antara lain Sistim pengairan, sangat penting bagi keberhasilan kegiatan

perikanan budidaya khususnya pertambakan di wilayah pantai. Sistim sirkulasi pengairan sangat menentukan keberhasilan budidaya perikanan, namun intensitas kegiatan budidaya perikanan yang semakin tinggi akan menimbulkan dampak pada kebutuhan sistim pengairan. Oleh sebab itu daya dukung dapat dinilai dari perbandingan kecenderungan pertumbuhan intensitas kegiatan budidaya perikanan terutama pertambakan diwilayah pantai berbanding dengan kecenderungan debit penyediaan sistim pengairan.

36

BAB V METODE PENILAIAN DAYA DUKUNG

Metode penilaian daya dukung diwilayah pesisir dapat dilakukan melalui beberapa metode yang disesuaikan dengan isu dan permasalahan yang ingin diselesaikan. Pada dasarnya metode penilaian daya dukung ini dapat dilakukan melalui pendekatan : A. Analisis Bentang Lahan dan Pola Penggunaan Lahan Wilayah Pesisir; B. Pemodelan Dinamika Sistem Untuk Perencanaan Wilayah Pesisir. 5.1 Analisis Bentang Lahan dan Pola Penggunaan Lahan Wilayah Pesisir

Pendekatan ini digunakan untuk mendapatkan gambaran interaksi atau kesalinghubungan antar elemen lingkungan alami dengan elemen lingkungan binaan dalam wilayah pesisir. Pengelompokkan dilakukan untuk mendapatkan gambaran homogenitas karakteristik masing-masing elemen lingkungan yang terdapat dalam ruang. Input data diperoleh dari data peta spasial. Untuk elemen alami digunakan peta-peta seperti peta topografi, bathimetri, curah hujan, geologi dan hidrografi. Sedangkan untuk elemen binaan dapat digunaan peta dari data lapangan seperti zonasi wilayah, peta penggunaan lahan, kondisi sosial, kondisi ekonomi. Dari peta-peta yang dipeoleh akan menunjukkan penampakkan lingkungkungannya baik yang alami maupun binaan. Penampaan lingkungan alami ditambah klasifikasi tapak akan menghasilkan kelompok bentang alami. Analisa perbandingan antara kelompok bentang alami dan binaan yang diperoleh kelompok bentang wilayah pesisir dan lautan. Jika kelopok bentang wilayah pesisir dan lautan sudah diketahui maka diperoleh klasifikasi bentang lahan wilayah pesisir dan penilaian menyeluruh bentang lahan wilayah pesisir. Dua komponen ini dapat digunakan untuk pernilaian daya dukung wilayah pesisir dengan memonitor perubahannya tiap jangka waktu tertentu. Lampiran 2 Gambar 3.Alur proses Analisis Bentang Lahan dan Pola Penggunaan Lahan Wilayah Pesisir

37

5.2 Pemodelan Dinamika Sistem Untuk Perencanaan Wilayah Pesisir

Dengan sifatnya yang lebih dinamis dan terbuka maka pemodelan dinamika sistem dapat digunakan untuk merencanakan model pengembangan disuatu kawasan pesisir. Pemodelan dinamika sisistem dapat menggambarkan hubungan dan perilaku parameter-pareameter yang dipakai pada model pengembangan kawasan pesisir tersebut.

Parameter-parameter utama yang dapat digunakan untuk penilaian daya dukung di wilayah pesisir adalah :

1. Jumlah penduduk

2. Kebutuhan Lahan

3. Pertumbuhan Ekonomi

Setelah menentukan parameter utama maka bisa ditelusuri variabel-variabel yang mempengaruhi masing-masing parameter. Dengan mengetahui persamaan dan hubungan masing-masing variabel maka model dinamika sistim untuk penilaian daya dukung wilayah pesisir dapat dibuat.

Pemodelan dinamika sistem bisa memberikan gambaran kepada perencana tentang:

1. Gambaran keterkaitan antar variabel-variabel yang mempengaruhi kondisi wilayah pesisir

2. Pola perubahan dari masing-masing variabel tiap satuan waktu.

Dengan mengetehui pola perilaku dan hubungan antar perameter diharapkan perencana dapat membuat kebijakan-kebijakan yang paling sesuai untuk dikembangkan pada kawasan tersebut.

38

Gambar 4.

Contoh Diagram Model Dinamika Sistim Daya Dukung Wilayah Pesisir

5.3. Pendekatan Penilaian Batas Perubahan Yang Dapat Diterima (Limit of AccaptebIe Changes)

Pendekatan batas perubahan yang dapat diterima ini menjawab pertanyaan seberapa besar perubahan yang diperbolehkan disuatu tempat dan tindakan-tindakan apa yang diperlukan untuk mengontrol perubahan tersebut. Dengan demikian pendekatan ini meliputi dua kegiatan yakni : - Melakukan penilaian besarnya perubahan yang dapat diterima; - Menjabarkan tindakan-tindakan untuk melindungi atau menerima

perubahan tersebut.

39

Tahapan pendekatan batas perubahan yang dapat diterima ini adalah : 1. Identifikasi isu dan prinsip-prinsip 2. Mendefinisikan elemen kegiatan dan menjabarkan kondisi-kondisi

yang dapat diterima oleh ‘stakeholders’ 3. Menentukan indikator-indikator sumberdaya dan indikator-indikator

sosial 4. Inventarisasi sumberdaya dan kondisi sosial 5. Menentukan standar-standar yang dapat diukur untuk indikator

sumberdaya dan indikator sosial sebagaimana yang dijabarkan pada tahap 3.

6. Mengidentifikasi alternatif-alternatif untuk mengalokasikan elemen-elemen.

7. Menentukan tindakan pengelolaan untuk setiap alternatif. 8. Mengevaluasi dan menetapkan alternatif alookasi yang lebih

diinginkan 9. Implementasi dan Monitoring 5.4. Metode Pencarian Data Daya Dukung Wilayah Pesisir Dan Lautan Pencarian data daya dukung di wilayah pesisir dapat dilakukan melalui beberapa metode yang disesuaikan dengan isu dan permasalahan yang ingin diselesaikan. Beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain :

1. Pendapat para Ahli (Experts Opinion) 2. Konsultasi dan Kuisioner (Consultation and Quisionere) 3. Daftar Pertanyaan (Check List) 4. Analisa Spasial (Spatial Analysis) 5. Analisa Sistim dan Jaringan (Network and system analysis) 6. Matrik (Matrices)

5.4.1. Pendapat para ahli Belum adanya standart perhitungan daya dukung yang telah dibakukan menyebabkan masih adanya kebiasan dalam penilaian daya dukung. Pendapat para ahli diharapkan bisa memberikan penjelasan-penjelasan ilmiah tentang penilaian daya dukung yang akan digunakan.

40

5.4.2. Konsultasi dan Kuisioner Konsultasi dan kuisioner dilakukan terhadap para stake holder untuk mendapatkan masukan-masukan aspirasi dari para stakeholder yang telah memanfaatkan wilayah pesisir tersebut. Konsultasi berupa pertemuan-pertemuan diskusi dengan stake holder, sedangkan kuisioner diberikan dengan mengajukan daftar pertanyaan-pertanyaan yang akan diisi oleh para stake holder. Dengan konsultasi dan kuisioner dapat ditemukan faktor-faktor yang berpengaruh pada daya dukung wilayah pesisir tersebut. Dari faktor-faktor yang mempengaruhi daya dukung dapat ditentukan indikator-indikator penilaiannya sehingga perhitungan dapat dilakukan. 5.4.3. Check list Check list dapat digunakan dengan menghitung kelengkapan dari sumberdaya pesisir yang telah di ketahui sebelumnya. Metode ini bisa digunakan untuk menghitung keanekaragamanan hayati yang ada di wilayah pesisir. Asumsi kelengkapan dimasukkan dengan pemikiran bahwa hilangnya suatu organisme atau komponen dalam suatu ekosistem akan menganggu keseimbangan yang ada di ekosistim tersebut 5.4.4. Analisa Spasial Analisa spasial bisa diperoleh baik dengan pengukuran langsung di lapangan ataupun dengan peta ataupun citra wilayah pesisir. Data spasial akan sangat membantu skala perhitungan daya dukung yang akan dilakukan ataupun memngetahui seberapa jauh pengaruh dari perubahan daya dukung wilayah yang ditinjau. 5.4.5. Analisa Sistem dan Jaringan Analisa sistem dan jaringan dengan menghitung kemampuan dari sistem dan jaringan memenuhi kebutuhan pengembangan dari kegiatan-kegiatan yang ada di wilayah pesisir. Jadi analisa sisem adalam permbandingan antara sisim dan jaringan yang ada di wilayah pesisir tersebut dibandingkan dengan kebiatan dan rencana pengembangann kegiatan.

41

5.4.6. Matrik Pembuatan matriks adalah kompilasi dari beberapa data yang diperoleh dengan tujuan untuk memudahkan analisa lebih lanjut ataupun untuk menunjukkan hubungan dari data-data yang telah diperoleh dalam bentuk tabulasi.