165
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Tim Penyusun Pengarah: Drs. Amral Fery, M.Si. (Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera) Penanggung Jawab Teknis Ahmad Isrooil, S.E. (Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup) Koordinator Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc. Penyusun: Suharyani, SP., M.Si. Nurul Qisthi Putri, S.H. Leonardo Siregar, S.T. Ferdinand, S.S. M.ES. Fran David Yuni Ayu Annysha Tenaga Ahli: Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si. (UGM) Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. (UGM) Agus Suyanto, S.Hut., M.Sc. (UGM) Asisten Tenaga Ahli: Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. (UGM) Bahtiar Arif Mujianto, S.Si. (UGM) Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru Telepon/Fax (0761) 62962

Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

  • Upload
    lykhanh

  • View
    494

  • Download
    78

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA

Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera

Skala 1 : 250.000

Tim Penyusun

Pengarah: Drs. Amral Fery, M.Si.

(Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera)

Penanggung Jawab Teknis Ahmad Isrooil, S.E.

(Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup)

Koordinator Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc.

Penyusun: Suharyani, SP., M.Si.

Nurul Qisthi Putri, S.H. Leonardo Siregar, S.T. Ferdinand, S.S. M.ES.

Fran David Yuni Ayu Annysha

Tenaga Ahli: Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si. (UGM)

Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. (UGM) Agus Suyanto, S.Hut., M.Sc. (UGM)

Asisten Tenaga Ahli: Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. (UGM) Bahtiar Arif Mujianto, S.Si. (UGM)

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru

Telepon/Fax (0761) 62962

Page 2: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)
Page 3: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Kata Pengantar

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendakNya Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH) Ekoregion Sumatera ini dapat diselesaikan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) menggunakan metode Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) dengan pendekatan spasial untuk menentukan DDDTLH Ekoregion Sumatera. Pengintegrasian DDDTLH kedalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) akan lebih mudah dan komprehensif dengan pendekatan spasial karena KRP yang terkait dengan sumberdaya alam dan lingkungan hidup selalu menempati ruang tertentu dan bersinggungan bahkan bertampalan dengan jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem yang tidak lain adalah bentuk lain dari bentang lahan.

Sebagaimana diketahui bersama, pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagai dasar pertimbangan dalam pembangunan sebenarnya telah diamanatkan sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, fungsi daya tampung dan daya dukung lingkungan sebagai dasar perencanaan dan pengendalian pembangunan semakin diperjelas.

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, amanat daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang pada sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari

i

Page 4: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup baik di pusat maupun di daerah.

Hasil kajian DDDTLH Ekoregion Sumatera ini disajikan dalam dua (2) seri buku yang terdiri dari Buku 1 yang berisi deskripsi tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem dan Buku 2 yang berisi deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala1:250.000.

Dengan selesainya kedua buku ini maka salah satu tahapan dalam proses perencanaan pengendalian pembangunan dibidang lingkungan hidup dan kehutanan di Ekoregion Sumatera telah dapat diselesaikan. Tahapan berikutnya adalah bagaimana mengimplementasikan dan mengintegrasikan hasil-hasil kajian ini kedalam perencanaan pembangunan di daerah. Tentu saja untuk sampai ketahap itu bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan upaya-upaya lanjutan seperti misalnya mensosialisasikannya dan melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan pemanfaatan data dan informasi DDDTLH.

Terakhir, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terwujudnya kedua buku ini baik dari kalangan akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorang yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat diharapkan. Terima kasih.

Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera,

Drs. Amral Fery, M.Si

ii

Page 5: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

DDAAFFTTAARR

IISSII

Kata Pengantar i Daftar Isi iii Daftar Tabel v Daftar Gambar vi DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK EKOREGION PULAU SUMATERA .............................................................................. A1

A.1 Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta Ekoregion ................................................................... A1

A.2 Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan Ekoregion Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000.............. A10

A.2.1 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur (M1)................................... A11

A.2.2 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir (M2) ...................................... A14

A.2.3 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut (O1) ............................................................................. A16

A.2.4 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu Karang (O2) ................................................................. A17

A.2.5 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-vulkanik (F1) ............................................................... A18

A.2.6 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2). A20 A.2.7 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-

marin (F3).................................................................... A26 A.2.8 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan

(A1).............................................................................. A29 A.2.9 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng

Gunungapi (V1) ........................................................... A30 A.2.10 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2) A38 A.2.11 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki

Gunungapi (V3) ........................................................... A43 A.2.12 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan

Struktural Patahan (S1.P); .......................................... A46 A.2.13 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan

Struktural Patahan (S2.P) ........................................... A46 A.2.14 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar

Pegunungan Struktural Patahan (S3.P1) ….................. A58 A.2.15 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar

Perbukitan Struktural Patahan (S3.P2) ....................... A58 A.2.16 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan

Struktural Lipatan (S1.L) ….......................................... A61 A.2.17 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan

Struktural Lipatan (S2.L) ............................................ A61 A.2.18 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar

Perbukitan Struktural Lipatan (S3.L2) ........................ A63 A.2.19 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan

Denudasional (D2) …................................................... A65

iii

Page 6: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

A.2.20 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan Denudasional (D3) ................................... A65

A.2.21 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Denudasional (D4) ................................... A67

DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI EKOREGION PULAU SUMATERA

B1

B.1 Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................ B3 B.2 Ekoregion Bentangalam asal proses Organik ............. B5 B.3 Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial ............... B6 B.4 Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik .... B10 B.5 Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik ............ B12 B.6 Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik

(Struktural) ................................................................. B15 B.7 Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional..... B17

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Pulau Sumatera

C1

C.1 Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................ C1 C.2 Ekoregion Bentangalam asal proses Organik.............. C5

C.3 Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial................ C8

C.4 Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik.... C12

C.5 Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik............ C14

C.6 Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik

(Struktural).................................................................. C18

C.7 Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional..... C26

iv

Page 7: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

DDAAFFTTAARR

TTAABBEELL

Tabel Hal.A.1.1 Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan

Beda Tinggi ......................................................................... A3 A.1.2 Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian A5 A.1.3 Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau

Sumatera skala 1 : 250.000 ................................................ A7 A.2.1 Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion

Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat ................................................................... A33

A.2.2 Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat ................................................................................... A53

A.2.3 Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat ................................................................... A56

B.1 Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera .................................. B11 01 Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :

250.000 Aspek Karakteristik Bentanglahan, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Alam Non-Hayati (Abiotik) ... I-1

02 Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Hayati .......................................................... I-18

0.3 Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya ....................... I-22

v

Page 8: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

DDAAFFTTAARR

GGAAMMBBAARR

Gambar Hal. A.1.1 Kenampakan Struktur Kulit Bumi akibat Tenaga dan

Proses Geomorfologi yang bekerja dari dalam maupun permukaan Bumi

A4

A.1.2 Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan A6 A.2.1a Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan

Parbaungan yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

A13

A.2.1b Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu (pasir kuarsa), struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

A14

A.2.1c Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove dengan vegetasi utama Api-api (Avecinea sp.) dan Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

A14

A.2.2a Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei Rampah dengan bentuk pemanfaatan lahan di sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman jagung, ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan kenampakan lahan sawah irigasi tanaman padi, serta perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial di Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

A22

A.2.2b Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (kiri atas) di daerah Batanganai, Padang Pariaman, dengan jenis tanah asosiasi Aluvial-Vertisol yang mengandung lempung cukup tinggi dan akan mengalami retak-retak saat kekurangan air (kanan atas); dan kenampakan Sungai Batanganai yang mengalir sepanjang tahun, dengan material pasir dan batu sungai yang dimanfaatkan penduduk untuk dijual sebagai bahan bangunan

A24

A.2.2c Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) di daerah Kampuang Tengah, Lubuk Basuang, Agam, yang tersusun atas asosiasi tanah Aluvial-

A25

vi

Page 9: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Vertisol. Gambar tengah memperlihatkan adanya endapan kuning kemerahan yang menunjukkan hasil proses reduksi bahan-bahan organik bekas rawa gambut. Gambar bawah berupa vegetasi rawa pamah, yang mengindikasikan biota lahan rawa dataran rendah

A.2.3 Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin di Desa Pantai cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dengan tanah bertekstur pasir (dengan mineral utama pasir kuarsa), dan pemanfaatan lahan berupa Perkebunan Kelapa Sawit. Tanah berupa Aluvial dengan solum sedang (60 cm) berwarna coklat abu-abu gelap

A28

A.2.4a Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi berupa bukit-bukit terisolasi hasil penerobosan magma (intrusif batuan gunungapi) yang ada di sepanjang daerah Sondi dan Saribudolok Kebupatan Simalungun hingga daerah Merek Kabupaten Karo di Provinsi Sumatera Utara. Pemanfaatan lahan yang ada di lereng dan kakinya pada umumnya sebagai lahan-lahan kebun campur tanaman produksi dan buah-buahan, serta perladangan tanaman semusim berupa sayur-sayuran dan palawija

A32

A.2.4b Kenampakan Lembah Anai (kanan atas) sebagai bagian dari Satuan Ekoregion Lereng Vulkanik, dengan Fenomena Air Terjun (kiri dan kanan tengah), terbentuk akibat patahan yang memotong topografi lereng pegunungan yang sangat terjal, sehingga sungai yang mengalir menjadi air terjun yang berada di sisi Jalan Raya Padang – Bukit Tinggi. Tampak aliran sungai (kanan bawah) sebagai kelanjutan dari air terjun, dan bertemu dengan sungai dari bagian hulu pegunungan yang lainnya.

A35

A.2.4d Kenampakan Danau Kawah Maninjau sebagai bagian dari Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi, denagn kekayaan Fauna Endemik Kera Ekor Panjang yang menghuni hutan-hutan di sekitarnya

A36

A.2.4e Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Gunungapi Talang Desa Rawang Gadang, Danau Kembar dengan penggunaan lahan Perkebunan Teh pada Kaki Gunungapi

A37

A.2.4f Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Danau Bawah, Gunungapi Talang

A37

A.2.4g Pemunculan Mataair Panas di Desa Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok, yang merupakan bagian dari Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi

A37

vii

Page 10: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

A.2.5a Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan sawah irigasi tanaman padi dan tanaman semusim lainnya (palawija), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal dan ketersediaan sumber air irigasi dari aliran permukaan yang melimpah.

A40

A.2.5b Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian, kopi, dan kakao), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal

A41

A.2.5c Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian dan kopi), dengan tanah Andosol berwarna hitam dan Latosol coklat tua yang subur memiliki solum tebal

A42

A.2.6 Kenampakan Satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi atau Lembah antar Pegunungan Vulkanik di daerah Sungai Landia, Sumatera Barat. Lahan yang subur dengan ketersediaan air yang melimpah, menyebabkan pertumbuhan permukiman cukup pesat dan lahan dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian berupa sawah-sawah irigasi sederhana hingga setengah teknis. Fenomena bentanglahan seperti ini banyak dijumpai antara perbukitan dan pegunungan gunungapi di Sumatera Barat

A46

A.2.7a Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) di sekitar Danau Toba (gambar kanan atas) yang merupakan danau kaldera sekaligus danau patahan yang dikelilingi dinding kubah lava berpola relatif lurus akibat struktur patahan di Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun perbukitan dan pegunungan struktural patahan berupa blok-blok lava basaltis dengan struktur berlapis (gambar bawah), yang mengalami pengangkatan dan patah membentuk dinding tegak memanjang (escarpment) dengan lereng curam hingga sangat curam.

A50

A.2.7b Kenampakan Bidang Patahan (Escarpment) pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) dan aliran Sungai Renun (gambar kanan atas dan tengah) yang mengikuti pola struktur patahan di Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi

A51

viii

Page 11: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Sumatera Utara. Material penyusun berupa batuan beku terobosan diorit porfir (sebagai campuran makan ternak, gambar kiri bawah), batugamping, kalsit dan marmer muda sebagai hasil metamorfosis batugamping (sebagai bahan bangunan, gambar kanan bawah

A.2.7c Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk karena pemotongan topografi akibat struktur patahan, dengan debit aliran yang sangat besar dan berpotensi untuk pengembangan pariwisata alam

A52

A.2.7d Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan dengan jalur bidang patahan (escarpment) yang tegas yang berdampingan dengan Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) dengan batuan penyusun berupa batuan beku Diabast (kiri bawah) dan Batuapung (kanan bawah), yang dijumpai di daerah Batangarai, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

A54

A.2.7e Kenampakan Lembah Sihanouk (gambar atas) di Kota Bukit Tinggi, yang merupakan sebuah lembah memanjang yang curam pada lereng gunung berapi (Baranco) dan berasosiasi dengan jalur patahan, sehingga membentuk lembah curam yang dibatasi oleh tebing tegak dan lurus di sisi kanan dan kirinya berbatuan andesit tufaan, sebagai jalan aliran lahar yang berkembang menjadi sungai perenial. Tampak struktur lapisan sedimen sungai berupa endapan laharik di bagian atas lapisan batuan dasar andesit tufaan (gambar kiri bawah), dan keterdapatan fauna endemik berupa kera ekor panjang (gambar kanan bawah) pada hutan di sekitarnya.

A55

A.2.7f Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Taman Hutan Rakyat Hatta dengan lereng sangat curam dan hutan hujan tropis yang rapat (gambar atas), dengan tanah didominasi oleh Podsolik merah kekuningan (gambar kiri bawah), serta banyak pemunculan mataair dan rembesan akibat retakan, struktur patahan, dan pemotongan topografi pada tekuk-tekuk lereng (gambar kanan bawah

A57

A.2.7g Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Danau Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok, dengan aktivitas penambangan rakyat yang sangat intensif (gambar atas); kalsit dan marmer sebagai mineral tambang utama (gambar tengah), serta kenampakan aliran sungai dengan debit besar saat penghujan dan sedimen terlarut sangat tinggi akibat pengolahan lahan dan penambangan (kanan bawah).

A58

A.2.8 Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan, yang

A61

ix

Page 12: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

berupa sebuah Graben (gambar atas) di sekitar wilayah Perkotaan Sidikalang, Kecamatan Dairi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kenampakan tanah coklat kekuningan (Latosol) dan merah kekuningan (Podsolik) dengan solum cukup tebal (gambar bawah), yang banyak dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan kebun campur untuk buah-buahan.

x

Page 13: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

A - 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK (ABIOTIK) EKOREGION PULAU SUMATERA

Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000

A.1. Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta Ekoregion

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), pada Bab I Pasal 1 butir (29) dinyatakan bahwa EKOREGION adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Selanjutnya pada Bagian Kedua Pasal 7 ayat (2)

dijelaskan secara lebih terinci bahwa penetapan batas ekoregion dengan

Page 14: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 2 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

mempertimbangkan kesamaan dalam hal: karakteristik bentang alam (natural landscape), daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna asli, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup. Merujuk terhadap isi UUPPLH tersebut, maka identifikasi bentanglahan geografis memegang peranan penting dalam penyusunan satuan Ekoregion sebagai kerangka dasar bagi perumusan seluruh kegiatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sejak tahap perencanaan hingga pengawasan dan pengendaliannya. Dengan kata lain bahwa satuan ekoregion dapat dideskripsikan sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan (natural landscape) yang diintegrasikan dengan batas wilayah administrasi (regional) dan beberapa komponen lingkungan yang dipandang penting bagi suatu wilayah administrasi.

Menurut Verstappen (1983), bentangalam atau bentanglahan (natural landscape) merupakan bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan (interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air, batuan, tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia. Bentanglahan tersusun atas 8 (delapan) unsur, yaitu: bentuk morfologinya (bentuklahan), batuan, tanah, udara, air, flora dan fauna, serta manusia dengan segala perilakunya terhadap alam. Artinya bahwa dengan memahami bentanglahan sebenarnya sudah cukup untuk mendeskripsikan ekoregion dengan lengkap, karena setiap satuan bentanglahan akan mencerminkan kondisi sumberdaya alam (aspek abiotik), yang mencakup kondisi morfologi, iklim, batuan, tanah, dan air, serta kerawanan lingkungan fisik; mencerminkan keberadaan atau keanekaragaman hayati (aspek biotik); dan mencerminkan bentuk manifestasi atau perilaku manusia terhadap alam (aspek kultural).

Berdasarkan definisi Verstappen (1983) tentang bentanglahan seperti yang telah disebutkan di atas, maka bentanglahan dapat dirinci lagi ke dalam satu-satuan yang lebih kecil dan spesifik, yang disebut dengan bentuklahan (landform). Karakteristik dan dinamika bentuklahan sangat ditentukan oleh perbedaan relief (morfologi), struktur dan proses geomorfologi, material penyusun (litologi), dan waktu (kronologi) (Strahler, 1983 dan Whitton, 1984 dalam Santosa, 1995 dan 2010). Bentuklahan adalah konfigurasi permukaan bumi yang memiliki morfologi atau relief khas, yang dikontrol oleh struktur tertentu, akibat bekerjanya proses-proses geomorfologi pada material batuan penyusunnya, dalam skala ruang dan waktu tertentu (Santosa, 2010). Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf) dapat dirumuskan sebagai:

Lf = ƒ (T, P, S, M, K)

Keterangan: Lf (bentuklahan) T (morfologi atau topografi) P (proses alam) S (struktur geologis) M (material batuan) K (ruang dan waktu kronologis)

Page 15: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Aspek-aspek penyusun satuan bentuklahan adalah morfologi, struktur, proses dan material. Setiap aspek penyusun satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap karakteristik dan sebaran komponen-komponen penyusun lingkungan, seperti: udara, tanah, air, batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, serta perilaku manusia yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan dalam lingkungan tersebut.

Morfologi atau relief merupakan kesan atau kenampakan topografi di permukaan bumi yang berpengaruh terhadap homogenitas dan kompleksitas permukaan bumi, yang dikontrol oleh struktur di dalamnya dan terubah oleh proses geomorfologi yang bekerja pada material penyusunnya dalam skala ruang dan waktu tertentu. Perbedaan relief akan memberikan pengaruh pada tinggi-rendah, panjang-pendek, halus-kasar dan miring tidaknya suatu permukaan bumi (Verstappen, 1983). Aspek morfologi dapat diidentifikasi secara kuantitatif berdasarkan faktor kemiringan lereng dan beda tinggi, serta secara kualitatif berdasarkan kesan konfigurasi permukaan bumi atau relief. Untuk keperluan ini, interpretasi Peta Topografi atau Peta Rupa Bumi dan Citra SRTM (Suttle Radar

Topographic Mission) sangat mendukung dalam klasifikasi kemiringan lereng dan beda tinggi (Santosa, 2010). Pada kegiatan penyusunan Ekoregion Pulau Sumatera berbasis bentanglahan skala 1 : 250.000, klasifikasi morfologi didasarkan atas kriteria yang ditetapkan oleh Verstappen (1983), yang diuraikan dalam Tabel A1.1.

Tabel A1.1. Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi

Lereng (%) Beda Tinggi (meter) Unit Relief Topografi 0 - 3 0 - 5 Datar

Dataran 3 - 8 5 - 25 Berombak / Landai

8 - 15 25 - 75 Bergelombang / Agak miring Lerengkaki / Kaki 15 - 30 50 - 200 Miring

Perbukitan 30 - 45 200 - 500 Agak curam 45 - 65 500 - 1000 Curam

Pegunungan > 65 > 1000 Sangat curam

Sumber: Verstappen (1983) dengan modifikasi

Aspek struktur juga dapat diidentifikasi secara baik berdasarkan pola-pola kelurusan (lineament) dan perbedaan relief yang mencolok dalam citra Landsat, yang didukung oleh informasi dari Peta Geologi, berupa: dip-strike, jalur sesar, jalur lipatan, bidang sesar, dan struktur geologi lainnya. Informasi tentang formasi, jenis dan umur batuan (litologi) penyusun bentuklahan, secara terinci dapat dipelajari dan diidentifikasi berdasarkan hasil interpretasi Peta Geologi (Santosa, 2010). Berdasarkan struktur utamanya, maka di permukaan bumi terdapat paling tidak terdapat 4 (empat) macam struktur, yaitu: struktur berlapis horisontal karena proses deposisional (plain and plato), struktur berlapir mengerucut karena proses erupsi gunungapi (volcanic), struktur berlapis

Page 16: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 4 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

terlipat (dome and folded) dan struktur berlapis terpatahkan (faulted) akibat proses pengangkatan tektonik (structurally), serta struktur tidak menentu akibat terdenudasi (denudasionally), seperti nampak pada Gambar A1.1.

Genesis dan kronologis proses pembentukan bentuklahan merupakan informasi penting dalam upaya penanganan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Sementara genesis juga mempengaruhi proses strukturisasi permukaan bumi, yang tercermin pada bentuklahannya. Thornbury (1954) menyatakan bahwa struktur geologi merupakan salah satu faktor pengontrol evolusi bentuklahan, sebaliknya bentuklahan dicerminkan oleh struktur geologinya. Konteks lain menyatakan bahwa struktur geologi sangat menentukan struktur geomorfologi, yang memberikan kenampakan yang khas pada bentuklahannya. Untuk mempelajari dan memahami genesis daerah penelitian secara lengkap, maka dilakukan telaah pustaka secara mendalam, berdasarkan berbagai rujukan atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada di daerah penelitian dan sekitarnya. Berbagai referensi yang dapat dijadikan dasar untuk mempelajari genesis wilayah kajian adalah: Bemmelen (1970) dan Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014), yang secara terinci diuraikan dalam dalam Tabel A1.2.

Gambar A1.1.

Kenampakan Struktur Kulit Bumi akibat Tenaga dan Proses

Geomorfologi yang bekerja dari dalam maupun permukaan Bumi

(Sumber: Lobeck, 1939)

Page 17: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 5 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Tabel A1.2. Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian

Sumber Deskripsi Umum

Bemmelen (1970) The Geology of Indonesia

Menjelaskan tentang genesis, stratigrafi geologis, dan berbagai formasi batuan penyusun di setiap bentanglahan asal proses di Indonesia.

Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014) The Outline Geomorphology of Indonesia

Menjelaskan tentang genesis dan berbagai proses geomorfologi masa lampau, serta dinamika bentuklahan yang ada di Indonesia secara umum.

Sumber: Hasil Telaah Pustaka (2015)

Proses geomorfologi merupakan suatu bentuk perubahan fisik maupun kimiawi yang mampu mengikis dan/atau mengangkut material di permukaan bumi (Lobeck, 1939). Proses-proses tersebut mengakibatkan perubahan bentuklahan dalam waktu pendek maupun panjang yang disebabkan oleh tenaga geomorfologi. Lebih lanjut disebutkan bahwa proses yang bekerja pada masa lampau akan berpengaruh terhadap proses masa sekarang, dan proses yang terjadi pada saat ini dapat dipakai untuk menelusur proses yang terjadi pada masa lampau. Proses-proses geomorfik akan meninggalkan bekas pada bentuklahan, dan setiap proses geomorfik yang berkembang memberikan karakteristik tertentu pada bentuklahan (Thornbury, 1954). Proses geomorfologi yang terjadi sekarang lebih bersifat eksogen berupa pelapukan, pentorehan, pengangkutan dan gerak massa batuan, yang ternyata juga telah mengubah struktur geomorfologi aslinya dan menghasilkan bentukan-bentukan yang lebih kecil dan sangat kompleks (Santosa, 2014).

Proses-proses geomorfologi dapat diidentifikasi berdasarkan kenampakan hasil prosesnya, seperti: pelapukan, pelarutan, gerak massa batuan, erosional, deposisional, sesar, dan lipatan, dapat diinterpretasi secara tegas dan cepat melalui citra Landsat atau data penginderaan jauh lainnya. Citra yang digunakan adalah Landsat ETM+ atau Landsat 8 komposit 457, karena kenampakan relief atau morfologi, proses-proses geomorfologi, dan kontrol struktur sangat tegas dan dapat diidentifikasi dengan baik. Klasifikasi dan deliniasi bentuklahan dapat dengan mudah dan akurat dilakukan melalui interpretasi citra komposit tersebut. Di samping itu, identifikasi pola relief juga dapat dilakukan berdasarkan pola kontur dalam Peta Topografi atau melalui kenampakan pada citra Landsat. Berdasarkan asal proses utama (genetik), yang dicirikan oleh perbedaan relief, struktur, proses, dan litologi penyusunnya, maka Verstappen (1983) mengklasifikasikan bentuklahan menjadi 10 (sepuluh) macam, yaitu: bentuklahan asal vulkanik (V), bentuklahan asal fluvial (F), bentuklahan asal marin (M), bentuklahan asal eolian (E), bentuklahan asal struktural (S), bentuklahan asal denudasional (D), bentuklahan asal pelarutan atau solusional (K), bentuklahan asal glasial (G), bentuklahan asal organik (O),

Page 18: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 6 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

dan bentuklahan akibat aktivitas manusia atau antropogenik (A), seperti disajikan dalam Gambar A1.2. Perbedaan setiap satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap keterdapatan dan potensi sumberdaya, serta permasalahan lingkungan yang mungkin terjadi, sehingga satuan bentuklahan dapat dipakai sebagai pendekatan analisis dalam setiap kajian geomorfologi terapan, yang salah satu terapannya adalah dalam penyusunan ekoregion dan karakteristiknya di Pulau Sumatera.

Gambar A1.2. Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan (Santosa, 2014)

Kenampakan relief, struktur dan proses yang terjadi di masa sekarang tidak lepas dari pengaruh tenaga geomorfologi yang bekerja pada litologi penyusun dalam skala ruang dan waktu tertentu. Jenis material penyusun, resistensi (kestabilan mineral) dan

Page 19: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 7 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

penyebarannya, sangat menentukan proses pelapukan dan erosi yang akan berpengaruh terhadap perkembangan bentuklahannya (Goldich, 1938; Bowen, 1972 dalam Santosa, 1995 dan 2014). Secara umum berdasarkan cara pembentukannya, jenis material penyusun bumi ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: batuan beku akibat pembekuan aliran magma, batuan sedimen akibat proses pengendapan material oleh berbagai tenaga geomorfologi, dan batuan malihan atau metamorfosis akibat proses penekanan yang begitu kuat dan lama dengan suhu yang sangat tinggi, yang menyebabkan perubahan struktur dan tekstur batuan asalnya. Pada penyusunan Peta Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 kali ini, belum memasukkan aspek batuan secara terinci sebagai komponen penyusun bentanglahan lainnya. Berdasarkan pertimbangan komponen morfologi, proses, dan strutkur penyusun bentanglahan, maka klasifikasi satuan Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000, seperti disajikan dalam Tabel A1.3.

Tabel A1.3. Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau Sumatera skala 1 : 250.000

Genesis Lereng & Morfologi

Proses Geomorfologi Struktur Nama Ekoregion Bentanglahan

Marin 0 – 3 % Dataran

Pengendapan lumpur oleh sungai dan gelombang Berlapis

horisontal

M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur

Pengendapan pasir oleh gelombang M2 Dataran Pesisir dengan

Pantai Berpasir

Organik 0 – 3 % Dataran

Proses pembusukan mineral organik dan pembentukan gambut

Berlapis horisontal O1 Dataran Gambut

Proses pertumbuhan terumbu karang pada pulau-pulau kecil lepas pantai

Tidak berstruktur O2 Pulau Terumbu

Fluvial

3 – 8% Dataran berombak

Proses pengendapan material piroklastik gunungapi oleh aliran sungai Berlapis

tersortasi baik (fraksi kasar di bagian bawah, sedang di bagian tengah, dan halus di bagian atas)

F1 Dataran Fluvio-vulkanik

0 – 3% Dataran

Proses pengendapan material aluvium oleh aliran sungai secara murni / umum

F2 Dataran Aluvial

Proses pengendapan oleh aktivitas marin masa lalu (di lapisan bagian bawah) dan tertutup oleh pengendapan aluvium oleh aliran sungai (di lapisan bagian atas)

F3 Dataran Fluvio-marin

Antropogenik

0 – 15% Dataran – Dataran Bergelom-bang

Bentuk adabtasi dan rekayasa manusia terhadap lahan, yang umumnya berasosiasi dengan bentanglahan vulkanik, fluvial, dan marin

Umumnya berlapis horisontal

A1 Dataran Perkotaan

Page 20: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 8 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Lanjutan Tabel A1.3.

Genesis Lereng & Topografi

Proses Geomorfologi Struktur Nama Ekoregion Bentanglahan

Vulkanik

30 – >45% Bergunung

Proses utama aliran magma (vulkanism): lava dan lahar, pengendapan secara periodik sesuai intensitas erupsi, yang menempati morfologi paling atas Berlapis

secara mengerucut dan mengikuti pola lereng

V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi

15 – 30% Berbukit

Pengendapan aliran piroklastik secara periodik dengan bantuan gravitasi, hujan, atau aliran sungai: kaki gunungapi menempati morfologi bagian tengah, dan dataran kaki gunungapi menempati morfologi paling bawah

V2 Kaki Gunungapi

8 – 15% Dataran Bergelom-bang

V3 Dataran Kaki Gunungapi

Struktural

> 45% Bergunung

Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang keras (batuan beku dan metamorfik), sehingga terbentuk plok patahan (horst)

Berlapis dengan dip-strike yang tegas

S1.P Pegunungan Struktural Patahan (Horst)

Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang plastik (batuan sedimen klastik dan organik), sehingga terlipat membentuk punggungan (antiklinal)

Berlapis terlipat mengikuti pola antiklinal

S1.L Pegunungan Struktural Lipatan (Antiklinal)

30 – 45% Berbukit

Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang keras (batuan beku dan metamorfik), sehingga terbentuk plok patahan (horst)

Berlapis dengan dip-strike yang tegas

S2.P Perbukitan Struktural Patahan (Horst)

Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang plastik (batuan sedimen klastik dan organik), sehingga terlipat membentuk punggungan (antiklinal)

Berlapis terlipat mengikuti pola antiklinal

S2.L Perbukitan Struktural Lipatan (Antiklinal)

8 – 15% Dataran Bergelom-bang

Bagian atau morfologi yang turun (terban atau graben) dari proses tektonik blok pegunungan patahan

Mengikuti struktur pegunungan atau perbukitan blok patahannya

S3.P1

Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan (Terban / Graben)

S3.P2

Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan (Terban / Graben)

Bagian atau morfologi yang turun (sinklinal) dari proses tektonik lipatan

Berlapis terlipat mengikuti pola sinklinal

S3.L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan (Sinklinal)

Page 21: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 9 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Lanjutan Tabel A1.3.

Genesis Lereng & Topografi

Proses Geomorfologi Struktur Nama Ekoregion Bentanglahan

Denudasional

30 – 45% Degradasi permukaan bumi: erosional dan gerak massa batuan sangat dominan

Sangat dipengaruhi oleh tenaga endogennya: volkanik atau tektonik

D2 Perbukitan Denudasional

15 – 35% D3 Lerengkaki Perbukitan Denudasional

3 – 15%

Proses deposisional material rombakan lereng (koluvium), yang dapat terbentuk akibat gaya gravitatif atau atas bantuan aliran sungai

Tidak berstruktur (material tercampur-aduk)

D4 Lembah antar Perbukitan Denudasional

Sumber: Hasil Analisis dan Perumusan Tim Ahli (2015)

Berdasarkan isi dari peraturan dasar UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 dan konsep pemikiran dalam penyusunan Peta Ekoregion di atas, maka selanjutnya satuan ekoregion sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan yang terintegrasi dengan wilayah administrasi, dapat dijadikan sebagai kerangka dasar dalam kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ekoregion merupakan unit analisis terkecil yang dipakai untuk inventarisasi dan analisis data lingkungan yang berbaais bentanglahan. Setiap aspek penyusun satuan bentanglahan akan berpengaruh terhadap karakteristik dan sebaran unsur-unsur penyusun lingkungan yang lain, seperti: tanah, air, batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, keanekaragaman hayati, serta perilaku manusia dalam lingkungan. Hugget (1995) memandang bahwa bentanglahan dapat dipakai sebagai kerangka dasar penyusunan satuan geoekosistem. Geoekosistem dapat pula dipandang sebagai ekoregion bentanglahan, yaitu ekosistem alami yang terbentuk secara genetik dan di dalamnya terkandung sifat-sifat yang relatif tetap, sehingga dapat dipakai sebagai pendekatan dalam inventarisasi karakteristik dan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Secara sistematis, kerangka fikir penyusunan Peta Ekoregion dapat dilihat pada Gambar A1.3.

Page 22: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 10 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A1.3. Pendekatan Kajian dan Kerangka Fikir Penyusunan Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup

A.2. Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan Ekoregion Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000

Berdasarkan hasil analisis dan perumusan satuan ekoregion bentanglahan berdasarkan aspek genesis, morfologi, proses, dan struktur lapisan batuannya, maka Peta Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 terdiri atas 21 (dua puluh satu) satuan ekoregion yang berasal dari 7 (tujuh) genesis atau asal proses utama bentanglahan. Parameter deskripsi dan karakteristik aspek fisik (komponen abiotik) ekoregion bentanglahan yang akan diuraikan meliputi: (a) karakteritik bentanglahan (morfologi, proses pembentukan, struktur, dan material penyusun secara umum); (b) potensi

Implementasi Strategi dan Program Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Karakteristik Lingkungan Hidup Spasial berbasis

Sistem Informasi Geografis

Citra Penginderaan Jauh Peta Topografi Peta Geologi

Interpretasi Relief dan Proses Geomorfologi

Interpretasi Relief dan Kelerengan

Interpretasi Struktur dan Materi Penyusun

Cek Lapangan

Satuan Bentuklahan sebagai Satuan Terkecil Ekologi Bentanglahan

Inventarisasi Data

Analisis dan Evaluasi

Karakteristik Lingkungan A-B-C

Potensi dan Masalah

PETA EKOREGION

Peta Administrasi Peta Daerah Aliran Sungai Komponen Lainnya

Page 23: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 11 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

sumberdaya alam non-hayati (iklim, mineral, tanah dan penggunaan lahan, air permukaan dan airtanah, serta arahan fungsi lahan sebagai jasa lingkungan secara umum); dan (c) permasalahan sumberdaya alam non-hayati dan kerawanan lingkungan. Selanjutnya deskripsi dan karakteristik setiap satuan ekoregion bentanglahan, akan disampaikan sebagaimana berikut ini.

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES MARIN

A.2.1. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur (M1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata

<15 meter. Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) yang berasosiasi dengan

aliran sungai (fluvial) yang membawa material sedimen terlarut tinggi, diendapkan di sepanjang kanan-kiri muara membentuk rataan lumpur (mudflat) atau rawa-rawa payau (salt marsh) dan delta.

Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen terlarut yang tinggi dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai, dan didukung oleh kondisi di sekitar muara yang datar dan gelombang yang tenang, maka bentanglahan pesisir yang seperti ini dapat disebut sebagai pesisir hasil pengendapan dari daratan (sub-aerial deposition coast).

Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa lumpur (mud), yaitu campuran antara lempung dan pasir halus.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara

terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.

Material berupa bahan-bahan aluvium endapan lumpur (campuran lempung dan pasir halus), sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai yang sangat intensif.

Page 24: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 12 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Proses pengendapan material lumpur yang sangat intensif oleh aliran sungai yang bermuara pada bentanglahan ini, sangat berpotensi untuk membentuk lahan-lahan baru, yang berupa rataan pasang-surut (tidal flat) dan delta.

Tanah yang mungkin berkembang dengan kandungan lempung yang tinggi adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Material lempung mempunyai sifat mampu menjerab atau menjebab air apalagi air yang bersifat elektrolit (air asin), sehingga airtanah pada bentanglahan ini secara keseluruhan berasa asin. Substrat berlumpur dengan kandungan airtanah asin, merupakan media pertumbuhan vegetasi magrove yang sangat, yang berpotensi membentuk ekosistem hutan mangrove yang lebat dan mempunyai fungsi sangat penting secara fisik, kimia, ekologis (biologis), sosial ekonomi, dan pendidikan.

Potensi lain dari kondisi tanah lempung bergaram adalah memungkinkan untuk pengembangan area tambak (udang dan bandeng) pada musim penghujan dan tambah garam pada kemarau.

Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas (perikanan darat), dengan fungsi utama sebagai kawasan lindung sempadan pantai, dengan hutan mangrove sebagai zona lindungnya.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini. Kondisi morfologinya yang berupa dataran yang berada pada bagian paling hilir

aliran sungai dan langsung ketemu laut, maka aliran sungai terhenti, yang berpotensi meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir, drainase buruk, lingkungan kumuh, pencemaran, dan kesehatan masyarakat buruk.

Infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser.

Karena genesisnya merupakan hasil proses pengendapan fluvial dengan material lempung dan berada di sekitar muara sungai, maka juga berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut, yang berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi pula.

Perkembangan rataan pasang surut dan delta yang membentuk lahan-lahan baru, berpotensi terhadap intensitas perubahan garis pantai, konflik sosial berupa status kepemilikan lahan, tata ruang wilayah, dan tumpang-tindih kebijakan di antara instansi terkait.

Page 25: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 13 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Pengendapan material sedimen yang intensif menyebabkan pendangkalan muara (estuari), laguna, dan perairan laut dangkal, yang berpotensi menurunnya produktivitas penangkapan perikanan laut.

Masalah lainnya adalah konversi hutan mangrove untuk lahan tambak (ilegal

logging), pertumbuhan permukiman yang tidak teratur, dan meningkatnya biaya konservasi lingkungan.

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan

Lokasi : Pantai Cermin Kanan (Dusun I), Desa Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Swerdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara

Koordinat : 47N 0498115; 0402990

Karakteristik : Lereng < 3%, elevasi ±5 meter dpal, material berupa lumpur berpasir (kuarsa), daerah pasang-surut air laut.

Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), air permukaan berupa genangan air laut dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 34.900 µmhos/cm (sangat asin).

Tanah aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu, struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang.

Ekosistem hayati berupa Hutan Mangrove dengan vegetasi dominan Api-api (Avecinea sp.), Nipah (Nifa fruticans), dan mangrove ikutan berupa semak-semak.

Pemanfaatan lahan sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok, dan matapencaharaian utama adalah nelayan dan pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.

Permasalahan : Banjir air laut pasang secara periodik dan abrasi pantai.

Gambar A2.1a Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan Parbaungan yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Page 26: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 14 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A2.1b Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu (pasir kuarsa), struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Gambar A2.1c Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove dengan vegetasi utama Api-api (Avecinea sp.) dan Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

(Foto: Langgeng W.S., November 2015)

A.2.2. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir (M2)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata

<15 meter.

Page 27: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 15 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen pasir oleh aktivitas gelombang di sepanjang minatkat pantainya, sehingga bentanglahan ini dapat disebut sebagai pesisir hasil proses pengendapan gelombang (marine deposition coast).

Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium marin berupa pasir marin (sand).

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara

terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.

Material berupa bahan-bahan aluvium endapan pasir marin, sebagai hasil proses pengendapan gelombang.

Proses pengendapan material pasir sangat intensif oleh gelombang yang membentuk berbagai fenomena, seperti: gisik (beach), gisik penghalang (barrier

beach), maupun beting gisik (beach ridges). Tanah relatif belum berkembang, tetapi masih berupa bahan induk tanah (parent

material) atau regolith, sehingga terkadang dapat dikelompokkan sebagai tanah Regosol (tanah pasiran).

Material pasir pada mintakat pantai dan pesisir ini merupakan media potensial untuk menangkap dan menyimpan air hujan, sehingga berpotensi membentuk akuifer yang baik dengan kandungan airtanah yang tawar dan berpotensi sebagai sumber air bersih.

Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat dikembangkan untuk berbagai fungsi, seperti: kawasan lindung sempadan pantai, pertanian lahan kering tanaman semusim, atau kawasan wisata alam pantai. Pasir marin yang membentuk gisik dan beting gisik dapat berfungsi sebagai peredam gelombang tsunami, sehingga rayapan gelombang (run up) nya tidak sampai jauh ke daratan.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir yang sering muncul lebih disebabkan oleh sifat material pasir penyusunnya, yang merupakan material lepas-lepas dengan panyak pori-pori, sehingga berpotensi untuk terjadinya: intrusi air laut, jika penurapan airtanah di pantai dan pesisirnya melebihi

kemampuan daya tampung akuifernya; pencemaran airtanah akibat buangan limbah dari berbagai aktivitas yang ada di atas

lahannya, baik limbah domestik, pertanian, peternakan, atau pariwisata;

Page 28: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 16 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

konflik lahan akibat tumpah tindih kepentingan dan kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya permasalahan fungsi ruang, yaitu antara fungsi lindung dan fungsi budidaya sesuai potensi pengembangannya.

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ORGANIK

A.2.3. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut (O1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Gambut, seperti diuraikan berikut ini. Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai,

kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%). Asal proses utama adalah aktivitas organik, yaitu hasil pembusukan sisa aktivitas

vegetasi lahan basah, seperti rawa-rawa pada dataran rendah (low land), yang kemudian membentuk lapisan gambut yang relatif tebal dengan penyebaran luas di dataran rendah bagian timur Sumatera.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Gambut, seperti diuraikan berikut ini. Relatif beriklim basah dengan curah hujan tinggi, yang umum terjadi pada

bentanglahan seperti ini. Secara genetik, material penyusun berupa gambut (sedimen organik), sebagai hasil

proses pembusukan dan reduksi bahan-bahan organik pada lingkungan perairan daratan yang menggenang, seperti rawa-rawa.

Potensi sumberdaya mineral adalah gambut dan humus, sebagai bahan organik yang berpotensi menyuburkan tanaman apabila dicampur dengan tepung batugamping.

Pemanfaatan lahan secara umum untuk lahan sawah, kebun, ladang, atau bentuk usaha pertanian lainnya, dan lahan-lahan dibiarkan berupa semak-semak.

Sesuai dengan genesisnya, pada satuan Ekoregion Dataran Gambut mempunyai Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati secara relatif dan rentan atau berpotensi terhadap Kerawanan Lingkungan, yaitu: kualitas sumberdaya air dan tanah yang rendah, karena sifat kemasaman yang

sangat tinggi (pH sangat rendah, mencapai <4), atau kandungan sulfat (SO4=) yang tinggi akibat proses reduksi bahan-bahan organik yang menghasilkan lepisan pirit;

kegiatan pembakaran lahan untuk meningkatkan fungsinya sebagai lahan pertanian, sistem ladang berpindah, khususnya saat musim kemarau;

Page 29: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 17 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

dampak dari kegiatan pembakaran lahan adalah pencemaran udara yang sangat tinggi, hingga mengganggu pandangan (bagi penerbangan dan transportasi darat), sampai kesehatan manusia; serta

dampak pencemaran udara dapat mencapai jarak sangat jauh, hingga ke negara tetangga, bergantung arah dan kecepatan angin, seperti: Malaysia dan Singapura.

A.2.4. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu Karang (O2)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang, seperti diuraikan berikut ini. Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai,

kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%). Asal proses utama adalah aktivitas organik (terumbu karang) pada zona laut dangal

(lithoral), yang kemudian mengalami pengangkatan daratan atau penurunan muka air laut, sehingga terumbu karang muncul ke permukaan dan mengalami metamorfosis membentuk batugamping terumbu (CaCO3).

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang, seperti diuraikan berikut ini. Relatif beriklim kering dengan curah hujan rendah (hujan konveksi), yang umum

terjadi pada bentanglahan seperti ini. Secara genetik, material penyusun adalah batuan sedimen organik atau non klastik

berupa batugamping terumbu atau koral sebagai hasil proses pengangkatan dan metamorfosis terumbu karang.

Potensi sumberdaya mineral adalah bahan galian golongan C, berupa batugamping terumbu dan pasir marin sebagai hancuran batugamping terumbu.

Sifat material batugamping terumbu yang banyak diaklas dan lubang-lubang pelarutan, menyebabkan material ini tidak mampu menyimpan air dengan baik. Airtanah dijumpai berupa airtanah dangkal atau airtanah bebas dengan potensi sangat terbatas dan input utama air hujan, dijumpai pada gisik-gisik pantainya yang bermaterial pasir. Mataair juga relatif sulit dijumpai pada satuan ini, dan tidak berkembang sistem hidrologi permukaan.

Kondisi batugamping terumbu yang relatif masih segar, belum memugkinkan proses pembentukan tanah secara baik. Kemungkinan masih berupa bahan induk tanah

Page 30: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 18 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

yang berupa material pasir terumbu berwarna putih, dan bersifat lepas-lepas (granuler).

Pemanfaatan lahan secara umum untuk pariwisata alam dan jasa lingkungan, permukiman dan berfungsi sebagai habitat keanekaragaman hayati lingkungan perairan laut dangkal (taman laut).

Secara relatif satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang akan rentan atau berpotensi terhadap Permasalahan Sumberdaya Alam non-Hayati dan Kerawanan Lingkungan, sebagai berikut: pencemaran airtanah dan perairan lautnya oleh aktivitas pariwisata; kerusakan ekosistem terumbu karang; kenaikan permukaan air laut dan tsunami pada daerah yang berhadapan dengan

zona penunjaman samudera, seperti di pantai barat Sumatera; serta kekeringan dan degradasi sumberdaya air.

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES FLUVIAL

A.2.5. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-vulkanik (F1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 3-8%, beda tinggi rerata

<25 meter. Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahan-

bahan piroklastik endapan lahar, dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan pengendapan secara periodik.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lahar dan aliran sungai, berupa pasir, kerikil, dan kerakal, dengan sedikit debu dan lempung.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, seperti diuraikan berikut ini. Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara mulai terasa hangat

hingga panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan wilayah.

Page 31: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 19 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahan-bahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, dan kerakal hasil proses endapan lahar, yang apabila berada di sungai dapat menjadi sumber galian golongan C, sebagai bahan bangunan.

Tanah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir bergeluh, struktur remah hingga sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur.

Mataair sudah jarang dijumpai karena sudah berada di luar jalur sabuk mataair (spring belt). Namun demikian, bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik.

Aliran sungai semakin berkembang dengan lembah sungai semakin melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir, dan persifat mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent).

Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif berupa sawah dengan irigasi intensif dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanamn padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk sangat berkembang.

Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sebagian bagian paling bawah dari morfologi gunungapi, sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, diuraikan berikut ini. Kondisi morfologi yang berupa dataran yang luas dan mengarah ke kaki dan lereng

gunungapi merupakan jalur potensial bagi pergerakan angin menuju ke pegunungan, sehingga berpotensi menciptakan angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata.

Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman, pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya.

Page 32: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 20 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Perkebangan kota dengan infrastruktur penutupan permukaan tanah, memicu terjadinya banjir kota pada musim penghujan.

A.2.6. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata

<25 meter. Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahan-

bahan aluvium dari berbagai sumber didaerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land) dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan periodisasi pengendapannya.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, seperti diuraikan berikut ini. Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara terasa hangat hingga

panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan wilayah.

Material berupa bahan-bahan aluvium tersortasi dengan baik sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai, dengan jenis mineral bergantung sumber asal material di bagian hulu (hinterland).

Tanah berkembang dengan baik, solum tanah sangat tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur geluh pasir berlempung, struktur gumpal membulat hingga remah dengan sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang sangat subur.

Bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik.

Page 33: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 21 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Aliran sungai mulai kelebihan bebas sehingga membentuk pola saluran mulai berkelok, lembah sungai semakin melebar, landai, dan tidak stabil lagi karena mulai terjadi proses pengendapan beban sedimen terlaut. Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent).

Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk pengembangan sawah irigasi intensif dan teknis, dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanaman padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk juga terus berkembang.

Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (pedesaan atau transisi desa-kota), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, diuraikan berikut ini. Kondisi morfologi yang berupa dataran yang sangat luas, berpotensi menciptakan

angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata. Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan

ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman, pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya.

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan

Lokasi - 01 : Desa Sei Rampah dan Desa Sukadamai, Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara

Koordinat : 47N 0515750; 0384784

Karakteristik : Lereng < 3%, elevasi ±6 meter dpal, material aluvium endapan sungai, Daerah Aliran Sungai Rambang.

Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), airtanah dangkal, air permukaan berupa aliran Sungai Rambang dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 114,5 µmhos/cm (tawar), debit aliran besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna keruh kecoklatan.

Tanah aluvial dengan warna abu-abu gelap (5YR 4/1), solum tebal, tekstur pasir halus, struktur lepas-lepas, drainase agak baik, pH 5 - 5.5, daya dukung rendah (pnetrometer 1.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) relatif sedikit.

Page 34: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 22 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Pemanfaatan lahan berupa lahan pertanian sawah irigasi dengan tanaman padi; kebun campur dengan tanaman berupa jagung, ketela pohon, tebu, dan sagu; serta perkebunan kelapa sawit.

Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dan perkotaan dengan pola mengtikuti jalan, dan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.

Permasalahan : Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk dataran banjir di sekitar aliran sungai (terbentuk rawa-rawa air tawar yang ditumbuhi vegetasi ilalang).

Gambar A2.2a. Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei Rampah dengan bentuk

pemanfaatan lahan di sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman jagung, ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan kenampakan lahan sawah irigasi tanaman padi, serta perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial di Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

(Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Page 35: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 23 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Lokasi - 02 : Desa Pasar Usang, Kecamatan Batanganai, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat

Koordinat : 00° 44’ 24.9” LS; 100° 18’ 57.4” BT

Lokasi - 03 : Desa Kampuang Tengah, Kecamatan Lubuk Basuang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat

Koordinat : 47M 0609842; 9964243

Karakteristik : Relief datar, dengan lereng datar hingga landai (0-15%), topografi dataran, dan elevasi ± 21 meter dpal. Tersusun atas batuan sedimen aluvium sungai, berbatasan dengan aluvium marin. Dikontrol oleh struktur berlapis horisontal tersortasi baik. Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pengendapan dan banjir akibat luapan aliran sungai. Secara genesis, pada awalnya berupa dataran marin dengan endapan material aluvium marin di bagian bawah, dan tertutup oleh material aluvium sungai (fluvial) di bagian atas.

Sumberdaya Udara

Saat pengukuran udara cerah dan cukup panas, suhu 30.9°C, dan kecepatan angin 1.9 - 3.6 meter/detik (sepoi-sepoi).

Sumberdaya Air Terdapat aliran Sungai Batanganai dengan kondisi air agak keruh (sedimen terlarut rendah), tawar, dan tidak berbau. Debit aliran cukup besar dan mengalir sepanjang tahun (perennial), bahkan pada musim penghujan sering meluap yang menyebabkan banjir dan menggenangi permukiman di sekitarnya. Menurut penuturan penduduk, periode banjir ulang berpola 10 tahunan, dengan banjir besar terakhir terjadi pada tahun 2000. Nilai daya hantar listrik (DHL) air sungai sebesar 144 µmhos/cm (air tawar), pH sebesar 8.3, suhu air 30.1°C, dan total sedimen terlarut (TDS) sebesar 96 ppm.

Airtanah relatif dangkal (< 7 meter dpt), tetapi penduduk lebih banyak memanfaatkan air PDAM sebagai sumber air domestik (rumah tangga) yang berasal dari mataair pada tekuk perbukitan di sekitarnya.

Sumberdaya Lahan Tanah penyusun sangat tebal berwarna coklat gelap, bertekstur lempung berdebu, struktur gumpal membulat, konsistensi agak lekat hingga lekat (saat basah), teguh (saat lembab), dank eras (saat kering), dengan drainase baik hingga agak terhambat. Daya dukung sedang hingga tinggi, pH 6 - 7, kandungan bahan organik (BO) tinggi, mangan (Mn) sedang, dan tidak mengandung karbonat (CaCO3), yang menyebabkan tanah relatif subur dan potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan.

Secara umum tanah berupa tanah Aluvial yang mengarah ke Vertisol atau Grumusol dengan kandungan lempung cukup tinggi, sehingga akan lembek saat cukup air (penghujan) dan pecah-pecah ketika kekurangan air (kemarau).

Page 36: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 24 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Budidaya pertanian tanaman pangan dengan 2 hingga 3 kali padi (irigasi sederhana hingga setengah teknis) dan 1 kali palawija dalam setahun; di samping juga permukiman penduduk dengan pola menyebar dan mengikuti jalan.

Sumberdaya Mineral Terdapat kegiatan penambangan rakyat berupa penambangan pasir dan batu kali (secara tradisional dengan mengambil dari dasar sungai menggunakan perahu), serta tanah urug dengan menggunakan bego dan truk yang mencapai ±100 truk sehari.

Sumberdaya Hayati Fauna endemik berupa babi hutan (celeng) dan ular sawah, selebihnya berupa fauna domestik.

Gambar A2.2b. Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (kiri atas) di daerah Batanganai, Padang Pariaman, dengan jenis tanah asosiasi Aluvial-Vertisol yang mengandung lempung cukup tinggi dan akan mengalami retak-retak saat kekurangan air (kanan atas); dan kenampakan Sungai Batanganai yang mengalir sepanjang tahun, dengan material pasir dan batu sungai yang dimanfaatkan penduduk untuk dijual sebagai bahan bangunan (gambar bawah) (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)

Page 37: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 25 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A2.2c. Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) di daerah Kampuang Tengah, Lubuk Basuang, Agam, yang tersusun atas asosiasi tanah Aluvial-Vertisol. Gambar tengah memperlihatkan adanya endapan kuning kemerahan yang menunjukkan hasil proses reduksi bahan-bahan organik bekas rawa gambut. Gambar bawah berupa vegetasi rawa pamah, yang mengindikasikan biota lahan rawa dataran rendah. (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)

Page 38: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 26 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A.2.7. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin (F3)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar dan terkadang agak cekung, kemiringan

lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter. Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) pada masa lalu yang

membentuk endapan lempung marin di bagian bawah, dan sekarang tertutup oleh endapan sungai (fluvial) yang membentuk lapisan aluvial di bagian atas.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa campuran lempung dan pasir fluvial, dan endapan lempung marin (biasanya berwarna keabu-abuan) yang membentuk lapisan di bagian bawah.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini merupakan daerah transisi daratan dengan pesisir, sehingga suhu

udara mulai terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan hingga pesisirnya.

Material berupa bahan-bahan aluvium dengan lapisan lempung laut di bagian bawah sebagai tinggalan hasil proses marin masa lalu, dan lapisan lempung berpasir di bagian atas sebagai hasil proses fluvial masa kini.

Tanah yang mungkin berkembang berupa tanah Aluvial Hidromorf atau Aluvial Gleisol dengan solum yang relatif masih tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat, dengan drainase buruk. Jenis tanah lain yang mungkin berkembang pada daerah dengan lempung lebih tinggi dan dominan adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Pada kedua jenis tanah ini seringkali terdapat lapisan gambut yang relatif tebal, yang menyebabkan tanah masam (pH rendah) dan menjadi kendala bagi usaha pengembangan lahan pertanian produktif.

Pola saluran sungai berkelok-kelok (meandering) akibat proses pengendapan material sedimen terlarut yang sangat intensif, lembah sungai lebar, dan pola tali arus sungai berpindah-pindah sehingga membentuk pola teranyam (braided

stream). Efek dari pola dan proses aliran sungai ini menyebabkan pola saluran sungai seringkali berpindah, sehingga banyak dijumpai lembah ditinggalkan (abandon valley), danau tapal kuda (oxbow lake), dan lembah-lembah yang terkubur

Page 39: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 27 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

(burried valley), serta banyak dijumpai fenomena igir di tengah sungai (levee ridges) atau gosong sungai (sand point). Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), debit aliran besar dengan sedimen terlaut yang tinggi, sehingga seringkali air berwarna sangat keruh. Pada bagian muara sungai sering dijumpai rataan lumpur (mud flat), rawa-rawa payau (salt marsh), dan berujung pada pembentukan suatu delta.

Pemanfaatan lahan bersifat budidaya berupa sawah irigasi dengan pola surjan (selang-seling saluran dan guludan), dengan produktivitas sedang karena berbagai kendala sifat tanah masam dan penggenangan atau banjir. Permukiman juga tumbuh dengan baik, namun terkadang terkendala sumber air bersih dan pengembangan aksesibiltas karena sifat kembang-kerut tanah yang tinggi, menyebabkan bangunan infrastruktur cepat atau mudah rusak.

Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), dengan beberapa kendala alami terkait sifat akuifer aliran sungai. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas dan pengembangan permukiman (pedesaan), dengan keterdapatan kendala pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas akibat sifat tanahnya.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, diuraikan berikut ini. Kondisi morfologinya yang berupa dataran relatif agak cekung dan berada pada

bagian hilir aliran sungai dan merupakan daerah transisi dari fluvial ke wilayah pesisir, maka kecepatan aliran sungai sedikit terhambat, yang menyebabkan meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir.

Material penyusun yang didominasi oleh endapan lempung yang mempunyai sifat kembang kerut tanah yang tinggi, yang menyebabkan bangunan infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser.

Karena genesisnya merupakan hasil proses marin masa lalu, berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut purba pada endapan lempung marin yang telah terkubur oleh endapan fluvial masa kini, yang selanjutnya berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi.

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan

Lokasi : Desa Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara

Koordinat : 47N 0494812; 0398053

Karakteristik : Lereng <3%, elevasi ±45 meter dpal, material aluvium endapan pasir kuarsa, Daerah Aliran Sungai Ular.

Page 40: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 28 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Airtanah dangkal, jernih, dengan nilai daya hantar listrik (DHL) <1.000 µmhos/cm (tawar), dan aliran permukaan berupa Sungai Ular dengan debit aliran besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial).

Tanah aluvial dengan warna coklat abu-abu gelap (10YR 3/2), solum cukup tebal (±60 cm), tekstur pasir, struktur lepas-lepas, drainase baik, pH 5.8, daya dukung tinggi (pnetrometer 3 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) relatif sedikit.

Pemanfaatan lahan berupa lahan perkebunan kelapa sawit.

Permasalahan : Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk dataran banjir di sekitar aliran sungai, dan konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Gambar A2.3.

Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin di Desa Pantai cermin, Kecamatan

Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dengan tanah bertekstur pasir

(dengan mineral utama pasir kuarsa), dan pemanfaatan lahan berupa Perkebunan Kelapa

Sawit. Tanah berupa Aluvial dengan solum sedang (±60 cm) berwarna coklat abu-abu gelap.

(Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Page 41: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 29 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ANTROPOGENIK

A.2.8. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan (A1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah perkotaan provinsi dan kabupaten atau kota di seluruh Pulau Sumatera.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Perkotaan, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata

<25 meter. Asal-usul terbentuk pada dasarnya karena proses utama aliran sungai (fluvial) yang

mengendapkan bahan-bahan aluvium dari berbagai sumber di daerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land), yang kemudian dikembangkan oleh manusia untuk wilayah perkotaan.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.

Pada prinsipnya Potensi Sumberdaya Alam mempunyai kemiripan dengan dataran aluvial, sesuai dengan genesis bentanglahannya, yaitu: beriklim sejuk bagi yang ada di daerah dataran tinggi dan panas bagi yang

berkembang di wilayah pesisir; material penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil proses pengendapan aliran

sungai; tanah yang berkembang adalah tanah-tanah Aluvial yang sangat subur; berpotensi sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat baik dan

persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik;

sungai umumnya mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), dan berpola aliran dendritik;

pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk permukiman, yang berselang-seling dengan pertanian sawah irigasi teknis dengan produktivitas sangat tinggi; dan

pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas sangat mudah.

Perkembangan wilayah berpotensi memicu munculnya berbagai Masalah atau

Kerawanan Lingkungan, seperti: masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang, berupa konversi lahan

sawah menjadi lahan-lahan permukiman;

Page 42: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 30 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

tumpang tindih kepentingan dalam pengembangan infrastruktur wilayah perkotaan; permasakahan sampah dan limbah perkotaan, yang menyebabkan pencemaran air,

tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya; serta permasalahan banjir kota akibat penutupan permukaan tanah oleh bangunan dan

jalan, serta sistem drainase perkotaan yang buruk atau tidak memadahi, yang menyebabkan proses infiltrasi air hujan menjadi terhambat.

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES VULKANIK

A.2.9. Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi (V1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi puncak gunungapi dengan relief sangat curam, lereng 30 hingga >45%,

beda tinggi >500 meter, dengan ketinggian >1000 meter dari permukaan air laut. Terbentuk dari proses utama aliran magma (vulkanism), dengan struktur

pengendapan secara periodik dan membentuk sistem perlapisan secara mengerucut. Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil

pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite).

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Karena ketinggiannya yang berada di atas 1.000 meter dari permukaan air laut,

maka sesuai hukum barometris suhu udara sangat dingin dan udara relatif lebih lembab, akibat tingginya kandungan uap air di udara.

Material masih berupa material segar, yang dapat berupa agregat atau bongkahan (block lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar).

Pada gunungapi yang tidak aktif (post volcano) atau masa istirahat, mulai terbentuk tanah-tanah muda yang masih menunjukkan bahan material tanah (parent material atau regolith).

Pada gunung-gunungapi tua, yang pernah mengalami erupsi sangat besar (explosive) atau karena kepotong struktur patahan regional seperti Patahan Semangko, maka banyak dijumpai kaldera, yang kemudian mampu menampung air hujan dan terbentuk danau kaldera (crater), seperti: Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Maninjau, Danau Atas dan Bawah di Bukit Tinggi Sumatera Barat, dan sebagainya.

Page 43: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 31 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi lereng gunungapi, mulai mucul mataair topografik sebagai bagian dari jalur pertama sabuk mataair (spring belt)

dan menjadi hulu sebuah sungai (cabang pertama). Pada tekuk lereng di bawah morfologi lereng, mulai muncul aliran sungai yang

bersumber dari sebuah mataair, dengan bentuk lembah vertikal, sangat curam, sempit, dan dalam, sehingga seringkali dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan pembentukan air terjun (waterfall) yang besar akibat pemotongan topografi atau proses pembekuan lava yang tiba-tiba dan membentuk topografi berupa dinding terjal (sudden stop of lava flow), seperti: Lembah Anai dan Sihanouk di Bukit Tinggi. Aliran air dan air terjun tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif pembangkit listrik (mikrohidrolika).

Pada gunungapi dengan ketinggian puncak (kerucut dan lereng) di bawah 1.500-2.000 meter, yang secara hidrogeomorfologi dapat berfungsi sebagai daerah pengisian air hujan (recharge area) atau tangkapan air hujan (cathment area), dan secara keruangan berfungsi sebagai kawasan lindung (protected area).

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya utama akibat ancaman

aliran lava, lahar, dan awan panas, yang langsung mengalir dari kepundan atau kawah utamanya.

Pada gunungapi yang masih aktif, belum terbentuk tanah karena material masih baru (fresh) dan belum menunjukkan tanda-tanda proses pembentukan tanah (pedogenesis).

Pada gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, akibat lereng yang sangat curam, material belum padu, dengan curah hujan tinggi, maka menyebabkan potensi bencana alam berupa longsor lahan.

Tidak ada pemanfaatan apapun yang bersifat budidaya, karena kendala ketinggian, kemiringan lereng, iklim, sumberdaya air dan lahan, serta sulitnya jaringan infrastruktur untuk dibangun.

Page 44: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 32 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi

Gambar A2.4a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi berupa bukit-bukit terisolasi hasil penerobosan magma (intrusif batuan gunungapi) yang ada di sepanjang daerah Sondi dan Saribudolok Kebupatan Simalungun hingga daerah Merek Kabupaten Karo di Provinsi Sumatera Utara. Pemanfaatan lahan yang ada di lereng dan kakinya pada umumnya sebagai lahan-lahan kebun campur tanaman produksi dan buah-buahan, serta perladangan tanaman semusim berupa sayur-sayuran dan palawija. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat

Relief bergunung, dengan lereng curam (>40%) bahkan banyak dijumpai bukit-bukit berlereng tegak (cliff), dan topografi pegunungan, dengan elevasi rerata >1000 meter dpal.

Tersusun atas batuan beku basalt dan andesit hasil aliran lava dengan struktur patahan.

Dinamika proses yang potensial terjadi berupa longsor lahan (landslide) dan jatuhan batuan (rock fall).

Gunungapi kuarter yang relatif masih aktif atau sedang istirahat (post volcano), yang ditandai dengan banyaknya sumber mataair panas dan pemunculan gas-gas belerang.

Page 45: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 33 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Tabel A2.1. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat

Karakteristik Lokasi - 1 Lokasi - 2 Lokasi - 3

Koordinat 47M X = 0648927; Y = 9946527

47M X = 0645228; Y = 9965363

47M X = 0638177; Y = 9966934

Lokasi Cagar Alam Lembah Anai Desa Sungai Landia Danau Kawah Maninjau

Morfologi Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 358 m dpal

Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.107 m dpal

Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.002 m dpal

Morfogenetik Batuan beku andesit, dengan struktur patahan

Batuan beku andesit, dengan struktur patahan

Batuan beku andesit, dengan struktur patahan

Morfoproses Longsor lahan dan jatuhan batuan

Pelapukan, longsor lahan dan jatuhan batuan

Pelapukan, longsor lahan dan jatuhan batuan

Sumberdaya Udara Tidak dilakukan pengukuran

Saat pengukuran udara cerah dan sejuk (siang hari), suhu 27.2°C, dan kecepatan angin 0.8 – 1.7 m/detik (sepoi)

Tidak dilakukan pengukuran

Sumberdaya Air

Air terjun struktur patahan, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 138 µmhos/cm, pH 8.1, suhu 23.3°C, dan TDS 86 ppm Sungai mengalir perenial dengan debit besar

Mataair topografik, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 392 µmhos/cm, pH 7.8, suhu 24.6°C, dan TDS 265 ppm, sebagai sumber air bersih

Air danau, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 79 µmhos/cm, pH 8.6, suhu 29.4°C, dan TDS 53 ppm, sebagai sumber air bersih dan air irigasi Sungai mengalir perenial dengan debit besar

Sumberdaya Lahan

Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan konservasi

Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan konservasi

Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan wisata alam

Sumberdaya Mineral Tidak terindentifikasi Tidak terindentifikasi Tidak terindentifikasi

Sumberdaya Hayati

Flora: hutan Fauna: dilindungi

Flora: hutan Fauna: kera ekor panjang, elang, dll

Flora: hutan kayu manis dan pinus Fauna: kera ekor panjang, elang, dll

Karakteristik Lokasi - 4 Lokasi - 5 Lokasi – 6

Koordinat 47M X = 0687515; Y = 9885666

47M X = 0692341; Y = 9885951

47M X = 0687006; Y = 9898586

Lokasi Rawang Gadang, Danau Kembar, Solok (Gunungapi Talang)

Danau Bawah, Gunungapi Talang

Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok

Morfologi Lereng 25-40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.524 m dpal

Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.558 m dpal

Lereng >50% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 888 m dpal

Morfogenetik Batuan beku andesit dan piroklastik, dengan struktur retakan

Batuan beku andesit, dengan struktur patahan Batuan beku andesit dan laharik

Morfoproses Longsor lahan dan jatuhan batuan

Pelapukan, longsor lahan dan jatuhan batuan

Longsor lahan dan jatuhan batuan

Sumberdaya Udara

Saat pengukuran udara cerah dan sejuk (siang hari), suhu 23.2°C, dan kecepatan angin 7.5 m/detik

Saat pengukuran udara mendung dengan suhu 25°C Tidak dilakukan pengukuran

Page 46: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 34 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Lanjutan Tabel A2.1.

Karakteristik Lokasi - 4 Lokasi - 5 Lokasi – 6

Sumberdaya Air

Banyak rembesan (seepage) dan mataair (spring) berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL <500 µmhos/cm, pH 6, suhu 21°C

Mataair topografik, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 75 µmhos/cm, pH 6.9, suhu 23.1°C, dan TDS 49 ppm, sebagai sumber air bersih

Mataair panas, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau belereng (hidrotermal); DHL 658 µmhos/cm, pH 8.4, suhu 40°C, dan TDS 429 ppm, sebagai sumber air bersih Mataair panas tidak berbau belerang, berarti akuifer di atas magma dan mengalir karena struktur patahan sebagai mataair panas

Sumberdaya Lahan

Tanah cukup tebal berwarna abu-abu cerah, tekstur lempung berdebu, struktur gumpal lemah, drainase baik, daya dukung sedang (1.5 – 2 kg/cm2), pH 7, kandungan BO, Mn, dan karbonat rendah, termasuk jenis Andosol Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung (di atas) dan perkebunan teh pada lereng

Tanah cukup tebal berwarna abu-abu cerah, tekstur lempung berdebu, struktur gumpal lemah, drainase baik, daya dukung sedang (1.5 – 2 kg/cm2), pH 7, kandungan BO, Mn, dan karbonat rendah, termasuk jenis Andosol Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung (di atas) dan perkebunan tanaman sayuran pada lereng

Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan wisata alam

Sumberdaya Mineral

Andesit dan bijih besi, dengan penambangan lokal

Andesit dan pasir batu, penambangan rakyat Tidak terindentifikasi

Sumberdaya Hayati

Flora: hutan Fauna: dilindungi

Flora: hutan dan tanaman pertanian (kubis, tomat, kentang, ubi, bawang merah, markisa) Fauna: tidak teridentifikasi

Flora: hutan Fauna: tidak teridentifikasi

Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH RI (Maret, 2013)

Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat

Sumberdaya udara

Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 20-25°C dengan angin sepoi-sepoi hingga agak kencang, yang mengindikasikan wilayah pegunungan vulkanik dengan elevasi tinggi.

Sumberdaya air Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang muncul pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih bagi penduduk.

Pada beberapa lokasi terdapat pemotongan topografi akibat patahan yang menyebabkan pembentukan air terjun, dan mengalir sebagai sungai dengan aliran sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik.

Page 47: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 35 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Sumberdaya Lahan Tanah penyusun cukup tebal dengan kandungan hara tinggi, bertekstur lempung geluh berdebu hingga berpasir, berupa tanah Andosol.

Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat hingga sangat rapat di bagian kerucut dan lereng, sedangkan pada bagian lereng bawah dan kaki banyak dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan teh dan sayuran.

Sumberdaya Hayati Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk hutan lindung dan tanaman pertanian semusim. Fauna dominan berupa kera, elang, dan lainnya.

Gambar A2.4b.

Kenampakan Lembah Anai (kanan atas) sebagai bagian dari Satuan Ekoregion Lereng Vulkanik,

dengan Fenomena Air Terjun (kiri dan kanan tengah), terbentuk akibat patahan yang memotong topografi

lereng pegunungan yang sangat terjal, sehingga sungai yang mengalir menjadi air terjun yang berada

di sisi Jalan Raya Padang – Bukit Tinggi. Tampak aliran sungai (kanan bawah) sebagai kelanjutan dari

air terjun, dan bertemu dengan sungai dari bagian hulu pegunungan yang lainnya.

(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)

Page 48: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 36 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A2.4c. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Vulkanik (atas) dengan kondisi hutan tropis yang cukup rapat dan lembah-lembah antar pegunungan vulkanik yang subur (kiri bawah) di daerah Sungai Landia. Tampak bekas aktivitas pembakaran hutan (kanan bawah) untuk pembukaan lahan-lahan pertanian oleh penduduk setempat. (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)

Gambar A2.4d. Kenampakan Danau Kawah Maninjau sebagai bagian dari Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi, denagn kekayaan Fauna Endemik Kera Ekor Panjang yang menghuni hutan-hutan di sekitarnya (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)

Page 49: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 37 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A2.4e. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Gunungapi Talang Desa Rawang Gadang, Danau Kembar dengan penggunaan lahan Perkebunan Teh pada Kaki Gunungapi

(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)

Gambar A2.4f. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Danau Bawah, Gunungapi Talang (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)

Gambar A2.4g. Pemunculan Mataair Panas di Desa Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok, yang merupakan bagian dari Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)

Page 50: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 38 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A.2.10. Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi berangsur-angsur dari atas ke bawah mengalami penurunan kemiringan

lereng dari curam ke miring dengan lereng 15 - 30%, beda tinggi rerata 75 - 500 meter.

Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat letusan.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite), berupa pasir, kerikil, kerakal, dan bebatuan dengan berbagai ukuran.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Kondisi suhu udara masih terasa dingin dan sejuk karena ketinggiannya, dan udara

relatif masih lembab dengan kandungan uap air yang cukup. Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang dapat berupa

agregat atau bongkahan (seperti blok lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar), sehingga berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan C, berupa pasir, kerikil, kerakal, dan batu, sebagai bahan baku bangunan, industri semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya.

Tanah mulai berkembang dengan solum ke arah bawah semakin tebal, berwarna gelap kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu berlempung (untuk gunungapi tua), berupa tanah-tanah Andosol yang subur.

Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi kaki gunungapi, banyak mucul mataair topografik sebagai bagian dari jalur kedua sabuk mataair (spring belt) dengan debit aliran yang besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi industri air minum dalam kemasan atau PDAM. Mataair ini juga mampu mensuplai aliran sungai secara kontinyu, sehingga umumnya sungai mengalir sepanjang tahun (perenial).

Pola aliran sungai mulai berkembang membentuk pola parallel untuk satu sisi lereng gunungapi atau pola radial sentrifugal untuk keseluruhan keliling tubuh gunungapi. Bentuk lembah sungai masih vertikal, curam, dan agak dalam, sehingga terkadang masih dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan terjunan-terjunan kecil (small waterfall).

Page 51: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 39 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Lahan mulai dapat dimanfaatkan dan muncul bentuk-bentuk pemanfaatan lahan yang produktif, seperti: hutan produksi, perkebunan, dan pemanfaatan potensi alam untuk pengembangan wisata minat khusus alam pegunungan dengan pemandangan yang indah, udara sejuk, air berlimpah, dan tanah yang subur.

Karena ketinggian, kemiringan lereng, dan kedudukannya di bawah lereng gunungapi, maka bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pengaliran airtanah (flow groundwater) dan daerah resapan air hujan (infiltrasion and percolation area) yang berperan dalam pengisian airtanah ke dalam akuifer, sehingga secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan penyangga (buffer area) dengan pemanfaatan terbatas (hutan produksi terbatas atau perkebunan tanaman tahunan).

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya kedua akibat ancaman

aliran lava, lahar, dan awan panas, yang mengalir melalui lembah-lembah sungainya, serta hujan abu yang dapat tersebar secara meluas di sekitar kepundan gunungapi.

Pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan menjadi lahan-lahan permukiman mulai terjadi, baik pada bentanglahan kaki gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, maupun pada gunungapi gunungapi aktif.

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan

Lokasi - 01 : Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara

Koordinat : 47N 0501566; 0322220

Karakteristik : Lereng 8-15%, material endapan piroklastik.

Air minum berasal dari air PDAM (mataair), airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman ±50 sampai 120 meter, air permukaan berupa aliran sungai untuk irigasi dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 73,6 µmhos/cm (tawar), debit aliran sedang dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna agak keruh (keputihan).

Tanah Latosol dengan warna abu-abu gelap (10YR 4/1), solum tebal hingga sangat tebal (60 - >120 cm), tekstur lempung pasir berdebu, struktur gumpal membulat lemah, drainase baik, pH 7, daya dukung sedang - tinggi (pnetrometer 2-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedang.

Pemanfaatan lahan berupa lahan pertanian sawah irigasi dengan tanaman padi dan tanaman semusim lainnya.

Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan,

Page 52: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 40 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.

Permasalahan : Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.

Gambar A2.5a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan sawah irigasi tanaman padi dan tanaman semusim lainnya (palawija), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal dan ketersediaan sumber air irigasi dari aliran permukaan yang melimpah.

(Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Lokasi - 02 : Desa Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara

Koordinat : 47N 0485448; 0327625

Karakteristik : Lereng 10%, material endapan piroklastik.

Air minum berasal dari air PDAM (mataair), airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman ±50 sampai 120 meter, air permukaan berupa aliran sungai untuk irigasi dengan debit aliran sedang dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna agak keruh.

Tanah Latosol dengan warna coklat gelap (10YR 4/3), solum tebal hingga sangat tebal (>100 cm), tekstur lempung berpasir, struktur

Page 53: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 41 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

remah, drainase baik, pH 7, daya dukung tinggi (pnetrometer 3-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang.

Pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur dengan tanaman palawija, sayur-sayuran, kopi, dan coklat.

Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan-perkotaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.

Permasalahan : Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.

Gambar A2.5b. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian, kopi, dan kakao), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Lokasi - 03 : Desa Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara

Koordinat : 47N 0459211; 0322619

Karakteristik : Lereng miring, material endapan piroklastik, elevasi 1.378 meter dpal.

Air minum berasal dari air PDAM (mataair) dengan nilai DHL 124,7 µmhos/cm, airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman >100 meter.

Tanah pada lapisan atas berupa Andosol berwarna hitam (2.5Y 2/0), dengan solum 20-40 cm, tekstur debu berpasir, struktur remah, pH 4, drainase baik, daya dukung rendah (pnetrometer 1-1.5 kg/m2), dan BO sedikit; sedangkan pada lapisan bawah berupa tanah Latosol warna coklat kekuningan (10YR 6/8), solum tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal membulat, drainase agak buruk, pH 5-7, daya dukung tinggi (pnetrometer 3-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang.

Page 54: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 42 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur dengan tanaman palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan (kopi dan durian).

Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.

Permasalahan : Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.

Gambar A2.5c. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian dan kopi), dengan tanah Andosol berwarna hitam dan Latosol coklat tua yang subur memiliki solum tebal. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Page 55: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 43 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A.2.11. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi (V3)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief landai hingga bergelombang, kemiringan lereng 8 -

15%, beda tinggi rerata 25 - 75 meter. Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur

pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat letusan, dengan persebaran material dibantu oleh aliran sungai.

Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lahar dan material jatuhan (airborne deposite), berupa pasir, kerikil, dan kerakal.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Karena penurunan ketinggian, maka suhu udara mulai terasa hangat hingga panas,

bergantung musim, namun demikian udara relatif masih relatif bersih dan segar karena pengaruh kondisi bentanglahan yang alami.

Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahan-bahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, kerakal, dan bebatuan hasil proses endapan lahar, sehingga berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan C, sebagai bahan baku bangunan, industri semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya.

Tanah sudah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu berlempung (untuk gunungapi tua), struktur remah hingga sedikti menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur.

Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi dataran kaki gunungapi, masih dijumpai pemunculan mataair topografik sebagai bagian dari jalur terakhir sabuk mataair (spring belt) dengan debit aliran yang relatif besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi air minum penduduk atau PDAM.

Kondisi morfologi yang landai dengan material penyusun berupa bahan-bahan piroklastik, maka sangat berpotensi untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah dengan baik, sehingga pada bentanglahan ini mulai terbentuk akuifer yang produktif.

Page 56: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 44 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Pola aliran sungai semakin berkembang membentuk pola parallel - dendritik yang mengalir menuju dataran di bagian bawahnya. Bentuk lembah sungai masih cenderung melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir.

Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif berupa sawah dengan irigasi intensif dengan produktivitas tinggi, dan mulai berkembang permukiman penduduk.

Wilayah yang dapat dikatakan berada pada daerah rendah atau bawahan, kemiringan lereng yang landai, dan kedudukannya di bawah kaki gunungapi dengan pemanfaatan yang makin produktif, maka bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage

groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian dan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang mudah.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, diuraikan berikut ini. Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya ketiga akibat ancaman

aliran lahar (banjir lahar) melalui lembah-lembah sungainya, dan hujan abu yang dapat tersebar secara meluas mengikuti arah dan kecepatan angin.

Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan menjadi lahan-lahan permukiman, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, bergantung tingkat perkembangan wilayahnya.

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi

Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi di Sumatera Barat

Relief datar, dengan lereng datar hingga landai (0-15%), topografi dataran, dan elevasi ± >1000 meter dpal. Tersusun atas batuan sedimen aluvium sungai yang berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan piroklastik dan batuan vulkanik pada perbukitan atau pegunungan di sekitarnya.

Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pengendapan aluvium oleh aliran sungai dan rombakan lereng secara gravitatif (koluvium).

Pada awalnya material berasal dari hasil erupsi gunungapi berupa bahan-bahan piroklastik atau akibat rombakan lereng (pelapukan) batuan penyusun perbukitan atau pegunungan di sekitarnya, yang kemudian terbawa oleh aliran sungai dan diendapkan pada lembah-lembah yang ada di bagian bawah.

Page 57: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 45 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi di Sumatera Barat

Sumberdaya Udara

Saat pengukuran udara cerah dan sejuk, dengan suhu 26,2°C, dan kecepatan angin 3.9 – 6.3 m/detik.

Sumberdaya Air Airtanah relatif dangkal (< 7 meter dpt), tetapi penduduk lebih banyak memanfaatkan mataair sebagai sumber air domestik (rumah tangga) yang berasal dari mataair topografik di perbukitan atau pegunungan sekitarnya. Air dari mataair vulkanik ini umumnya berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL rendah (< 1000 µmhos/cm), pH netral (6 - 7), suhu normal (25 - 30°C), dan TDS rendah (< 100 ppm), yang umumnya dialirkan secara gravitatif. Sungai-sungai relatif kecil mengalir secara perenial dengan debit kecil, air jernih, tawar, dan tidak berbau; DHL rendah (< 1000 µmhos/cm), pH netral (6 - 7), suhu normal (25 - 30°C), dan TDS rendah (< 100 ppm).

Sumberdaya Lahan Tanah relatif tebal, berwarna kecoklatan, tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat, drainase sedang hingga baik, daya dukung sedang hingga tinggi, pH netral, dan kandungan BO sedang hingga tinggi, berupa tanah Aluvial. Lahan berfungsi budidaya, berupa pertanian sawah irigasi dengan pola tanam 2 kali padi dan sekali palawija dalam setahun, dan permukiman yang mengelompok pada lembah.

Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral tidak teridentifikasi dengan pasti, tetapi umumnya berupa tanah urug.

Sumberdaya Hayati Flora umumnya berupa tanaman pertanian. Fauna endemik berupa babi hutan (celeng) dan ular sawah, selebihnya berupa fauna domestik.

Page 58: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 46 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A2.6. Kenampakan Satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi atau Lembah antar Pegunungan Vulkanik di daerah Sungai Landia, Sumatera Barat. Lahan yang subur dengan ketersediaan air yang melimpah, menyebabkan pertumbuhan permukiman cukup pesat dan lahan dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian berupa sawah-sawah irigasi sederhana hingga setengah teknis. Fenomena bentanglahan seperti ini banyak dijumpai antara perbukitan dan pegunungan gunungapi di Sumatera Barat. (Foto; Langgeng W.S., Maret, 2013)

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES TEKTONISME

A.2.12. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan (S1.P); dan

A.2.13. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan (S2.P)

Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Page 59: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 47 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang

relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya. Untuk S1P, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung,

lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter; sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter.

Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur patahan, dengan kenampakan bidang patahan (escarpment) yang tegas membentuk jalur blok perbukitan/pegunungan kompleks, akibat sifat material batuan penyusunnya yang kompak dan keras.

Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan beku hasil proses aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan lainnya; atau batuan sedimen yang telah mengalami metamorfosis, seperti: kalsit atau marmer, sekis, gneis, atau lainnya.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang

tinggi membentuk pegunungan atau perbukitan kompleks blok patahan, yang terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan rapat, sehingga udara akan terasa sejuk.

Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang keras dan kompak yang telah berumur sangat tua, bahkan akibat proses pengangkatan dan tekanan tektonik yang kuat menyebabkan proses metamorfosis, sehingga tekstur batuan semakin halus dan kompak dengan struktur yang terubah dan indah. Proses inilah yang menyebabkan pembentukan mineral-mineral batuan mulai yang bernilai ekonomi tinggi, seperti kuarsa, marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi untuk dipoles menjadi batu akik, batu permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel, dan sebagainya.

Potensi sumberdaya mineral lain bagi batuan yang belum mengalami metamorfosis adalah sebagai bahan bangunan, industri semen, industri pakan ternak, kosmetik, dan lainnya.

Sifat batuan penyusunnya yang kompak tidak memungkinkan untuk menyimpan air, akan tetapi keberadaan struktur retakan atau patahan dapat berfungsi sebagai pori-pori sekunder yang akan mengalirkan air hujan dan muncul di bagian tekuk

Page 60: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 48 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

lerengnya sebagai mataair (spring) atau rembesan (sepage), yang cukup potensial sebagai sumber air bersih masyarakat sekitarnya.

Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.

Contoh satuan Ekoregion Bentanglahan ini di Pulau Sumatera, adalah: Jalur Perbukitan dan Pegunungan Blok Patahan sepanjang Patahan Semangko di sisi

barat Pulau Sumatera, mulai dari Lampung; Lubuk Linggau di Bengkulu; Sungai Penuh hingga Kerinci di Jambi; Sawah Lunto, Bukit Tinggi, hingga Lubuk Sikaping di Sumatera Barat; Padang Sidempuan, Taruntung, hingga Sidikalang di Sumatera Utara; dan berlanjut hingga Banda Aceh.

Di sepanjang jalur patahan tersebut, terkadang terdapat asosiasi antara batuan gunungapi tua sebagai dasar formasi dengan endaapan batugamping terumbu di bagian atas yang membentuk topografi karst, tetapi keterdapatannya secara lokal-lokal saja (yang tidak nampak jelas pada skala 1 : 250.000), seperti di sebelah selatan Lho-nga, Aceh.

Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada kedua satuan ekoregion bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: sifat batuan penyusunnya yang kompak dan sangat keras, tidak memungkinan

untuk dapat menyimpan air, sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;

sifat batuan yang kompak dengan resistensi tinggi, tidak memungkinkan pembentukan tanah dengan baik, sehingga tanah relatif tipis langsung kontak dengan batuan induk, yang disebut dengan tanah Litosol, miskin hara, dan banyak singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan kritis dan marginal;

genesis bentanglahan sebagai hasil proses pengangkatan tektonik yang membentuk bidang patahan pada topografi perbukitan dan pegunungan, sangat berpotensi sebagai media rambatan gelombang tektonik yang mampu menciptakan gempabumi tektonik (earthquake) yang dahsyah;

kondisi topografi yang demikian dengan struktur batuan penyusun yang banyak retakan dan patahan, ketika terjadi gempabumi yang kuat, sangat berpotensi terhadap kejadian gerak massa batuan berupa longsor batuan (rock slide) atau bahkan jatuhan batuan (rock fall) yang sangat berbahaya dan mengancam keselamatan penduduk di sekitarnya.

Page 61: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 49 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan

Lokasi - 01 : Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara (Celah topografi antara Danau Toba dan Pegunungan Struktural Patahan)

Koordinat : 47N 0443604; 0319351

Lokasi - 02 : Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara (Sungai Renun, sungai anteseden mengikuti struktur patahan pada Pegunungan Struktural Patahan)

Koordinat : 47N 0432308; 0301915

Karakteristik : Lereng 30 - 55%, material batuan beku blok lava yang mengalami pengangkatan dan terbentuk struktur patahan, intrusi diorit porfir, serta batuan metamorfik kalsit dan marmer muda.

Air minum berasal dari mataair dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 31,4 µmhos/cm (tawar), debit aliran sedang hingga besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna jernih, berasa tawar dan dingin. Mengalir Sungai Renun sebagai sungai patahan yang mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan debit aliran sangat besar, dengan pola alur lurus mengikuti struktur patahan. Terdapat Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk akibat patahan dengan debit aliran sangat besar, DHL 41,2 µmhos/cm dengan kondisi air keruh kecoklatan yang menunjukkan sedimen terlarut yang tinggi. Juga terdapat Danau Toba yang dapat dikatakan sebagai Danau Kaldera (Crater) dan sekaligus danau patahan.

Tanah Litosol dengan dengan solum tipis langsung kontak dengan batuan induk, dan Podsolik merah kekuningan dengan solum cukup tebal. Tutupan lahan berupa hutan tropis kerapatan tinggi sebagai kawasan hutan lindung.

Sumberdaya mineral potensial adalah penambangan batugamping dan marmer muda sebagai campuran makanan ternak dan bahan bangunan.

Pemanfaatan lahan lain sebagai kawasan wisata alam dengan perkembangan permukiman pedesaan berpola mengelompok di sekitar Danau Toba atau mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.

Permasalahan : Erosi lahan berupa pelapukan batuan, erosi lembah (gully erosion), dan potensi runtuhan batuan (rock fall) pada dinding patahan (escarpment) yang terjal atau karena pemotongan topografi untuk pembuatan jalan, dan ancaman gempabumi tektonik.

Page 62: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 50 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A2.7a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) di sekitar Danau Toba (gambar kanan atas) yang merupakan danau kaldera sekaligus danau patahan yang dikelilingi dinding kubah lava berpola relatif lurus akibat struktur patahan di Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun perbukitan dan pegunungan struktural patahan berupa blok-blok lava basaltis dengan struktur berlapis (gambar bawah), yang mengalami pengangkatan dan patah membentuk dinding tegak memanjang (escarpment) dengan lereng curam hingga sangat curam. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Page 63: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 51 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A2.7b. Kenampakan Bidang Patahan (Escarpment) pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) dan aliran Sungai Renun (gambar kanan atas dan tengah) yang mengikuti pola struktur patahan di Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun berupa batuan beku terobosan diorit porfir (sebagai campuran makan ternak, gambar kiri bawah), batugamping, kalsit dan marmer muda sebagai hasil metamorfosis batugamping (sebagai bahan bangunan, gambar kanan bawah). (Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Page 64: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 52 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat

Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat

Relief berbukit, dengan lereng miring - agak curam (16-40%) bahkan banyak dijumpai bukit-bukit berlereng tegak (cliff), dan topografi perbukitan, dengan elevasi ± 45 meter dpal hingga >805 meter dpal.

Tersusun atas batuan beku diabas, granit porfir, batuapung (pumice), breksi, dan andesit dengan matrik tufaan, tekstur kasar banyak lubang (porfiritis), dan banyak dijumpai struktur retakan (joint). Dikontrol oleh struktur patahan yang tegas, membentuk lereng tegak memanjang berupa cliff nyata.

Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pelapukan fisik (physical weathering) berupa pengelupasan dan pecahnya batuan (disintegration), erosional, longsor lahan (landslide), dan jatuhan batuan (rock fall).

Gunungapi kuarter yang mengalami pengangkatan kuat, sehingga terangkat dan patah-patah, sehingga aktivitasnya menurun dan terbentuk jajaran perbukitan vulkanik berstruktur patahan.

Gambar A2.7c.

Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk karena pemotongan topografi akibat

struktur patahan, dengan debit aliran yang sangat besar dan berpotensi untuk

pengembangan pariwisata alam (Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Page 65: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 53 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Tabel A2.2. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat

Karakteristik Lokasi - 1 Lokasi – 2

Koordinat 47M – X = 0646444; Y = 9916969 47M – X = 0651333; Y = 9965862

Lokasi Pasar Usang, Batangarai, Padang Pariaman Perbukitan dan Lembah Sihanok, Bukittinggi

Morfologi Lereng 16 – 40% (miring – agak curam) dan >40% (curam); Berbukit; Elevasi 45 m dpal

Lereng 16 – 40% (miring – agak curam) dan >40% (curam); Berbukit; Elevasi 805 m dpal

Morfogenetik

Batuan beku: diabas, granit porfir, dan batuapung dengan matrik tufaan Struktur: patahan dengan banyak retakan (joint) Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan

Batuan beku: breksi dan andesit dengan matrik tufaan Struktur: patahan dengan banyak retakan (joint) Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan

Morfoproses Pelapukan batuan dan longsor lahan Pelapukan, erosi, dan longsor lahan

Sumberdaya Udara

Saat pengukuran cerah, suhu 30.9°C, angin 1.9-3.6 m/detik

Saat pengukuran cerah, suhu 30.9°C, angin 1.9-3.6 m/detik

Sumberdaya Air Mataair berada pada tekuk lereng perbukitan, sebagai sumber air bersih PDAM dan air minum penduduk

Sungai Sihanok, tawar, jernih, dan tidak berbau; perenial dengan debit sedang; DHL 245 µmhos/cm, pH 8.2, suhu 22.1°C, dan TDS 164 ppm; ancaman pencemaran limbah (sampah) rumah tangga

Sumberdaya Lahan

Tanah tipis, langsung kontak dengan batuan induk, dan miskin hara, berupa Litosol. Lahan berfungsi lindung, berupa hutan, produksi kayu hutan

Tanah tipis, langsung kontak dengan batuan induk, dan miskin hara, berupa Litosol. Lahan berfungsi lindung dengan hutan lindung dan pengembangan wisata alam

Sumberdaya Mineral

Breksi andesit, pasir batu, dan tanah urug Penambangan rakyat tradisional

Batuan andesit tufaan

Sumberdaya Hayati

Flora: hutan kayu Fauna: harimau, orang hutan, tapir, celeng, kijang/rusa, piton, dan ayam hutan

Flora:hutan konservasi Fauna: kera

Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH (Maret 2013)

Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat

Sumberdaya udara

Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 30-32°C dengan angin sepoi-sepoi hingga agak kencang, yang mengindikasikan wilayah perbukitan asal proses kegunungapian dengan struktur patahan.

Sumberdaya air Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang berakibat pemunculan mataair dan rembesan pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih PDAM dan air minum penduduk.

Sungai mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik. Terdapat ancaman pencemaran limbah rumah tangga berupa sampah dan limbah cair.

Page 66: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 54 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Sumberdaya Lahan Tanah penyusun sangat tipis dan relatif belum berkembang, bertekstur lempung berpasir, dengan kandungan hara rendah (miskin hara), berupa tanah Litosol.

Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat hingga sangat rapat.

Sumberdaya Hayati Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk hutan lindung. Fauna dominan berupa harimau, tapir, orang hutan, kera, babi hutan (celeng), kijang, ular piton, dan ayam hutan.

Gambar A2.7d. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan dengan jalur bidang patahan (escarpment) yang tegas yang berdampingan dengan Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) dengan batuan penyusun berupa batuan beku Diabast (kiri bawah) dan Batuapung (kanan bawah), yang dijumpai di daerah Batangarai, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)

Page 67: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 55 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A2.7e. Kenampakan Lembah Sihanouk (gambar atas) di Kota Bukit Tinggi, yang merupakan sebuah lembah memanjang yang curam pada lereng gunung berapi (Baranco) dan berasosiasi dengan jalur patahan, sehingga membentuk lembah curam yang dibatasi oleh tebing tegak dan lurus di sisi kanan dan kirinya berbatuan andesit tufaan, sebagai jalan aliran lahar yang berkembang menjadi sungai perenial. Tampak struktur lapisan sedimen sungai berupa endapan laharik di bagian atas lapisan batuan dasar andesit tufaan (gambar kiri bawah), dan keterdapatan fauna endemik berupa kera ekor panjang (gambar kanan bawah) pada hutan di sekitarnya. (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)

Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat

Relief bergunung-gunung dengan lereng curam hingga sangat curam (>40%) bahkan banyak dijumpai lereng tegak (cliff) pada elevasi yang tinggi.

Tersusun atas batuan beku andesit dengan banyak struktur retakan (joint) dan batuan malihan berupa kalsit dan marmer. Dikontrol oleh struktur patahan yang tegas, membentuk lereng tegak memanjang, jalur patahan Semangko yang berpotensi gempa tektonik.

Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pelapukan fisik (physical weathering) berupa pengelupasan dan pecahnya batuan (disintegration), erosional, longsor lahan (landslide), dan jatuhan batuan (rock fall).

Tufaan

Laharik

Page 68: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 56 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gunungapi kuarter yang mengalami pengangkatan kuat, sehingga terangkat dan patah-patah, sehingga aktivitasnya menurun dan terbentuk jajaran pegunungan struktural.

Tabel A2.3. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat

Karakteristik Lokasi - 1 Lokasi - 2

Koordinat 47M – X = 0670709; Y = 9896230 47M – X = 0699332; Y = 9875897

Lokasi Taman Hutan Rakyat Hatta Danau Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok

Morfologi Lereng >40% (curam – sangat curam); Bergunung; Elevasi 856 m dpal Lereng >40% (curam – sangat curam); Bergunung

Morfogenetik

Batuan beku andesit dengan struktur retakan (joint) Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan

Batuan beku andesit dengan struktur retakan (joint); batuan malihan berupa kalsit dan marmer Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan (struktur jalur patahan Semangko)

Morfoproses Longsor lahan dan jatuhan batuan Longsor lahan dan jatuhan batuan

Sumberdaya Udara

Saat pengukuran cerah (pagi hari), suhu 24.8°C, angin 0.5 – 3.2 m/detik Hujan deras

Sumberdaya Air

Pemunculan mataair dan rembesan melalui struktur retakan batuan dan pemotongan topografi, bersifat perenial, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL <500 µmhos/cm, pH 7.3, suhu 20°C, dan sebagai sumber air bersih penduduk

Pemunculan mataair dan rembesan melalui struktur retakan batuan dan patahan, bersifat perenial, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 260 µmhos/cm, pH 7.4, suhu 22.9°C, TDS 174 ppm, dan sebagai sumber air bersih penduduk Sungai mengalir perenial dengan debit fluktuatif dari kecil hingga besar, dengan sedimen terlarut sangat tinggi akibat aktivitas penambangan dan pengolahan lahan pada lereng-lereng pegunungan

Sumberdaya Lahan

Tanah merah kekuningan, cukup tebal (>60 cm), tekstur geluh berlempung, struktur gumpal membulat, daya dukung sedang, pH 5 - 7, dengan sedikit BO dan Mn, berupa tanah Podsolik merah kekuningan. Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung, dengan tegakan rapat.

Tanah Podsolik merah kekuningan Lahan berfungsi lindung, tetapi banyak pemanfaatan untuk pertanian dan penambangan rakyat

Sumberdaya Mineral Tidak teridentifikasi Kalsit dan marmer, dengan penambangan rakyat

berupa batu pecah untuk perkerasan jalan

Sumberdaya Hayati

Flora: hutan kayu Fauna: harimau, orang hutan, celeng, dan kera ekor panjang

Flora:hutan konservasi Fauna: tidak teridentifikasi

Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH (Maret, 2013)

Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat

Sumberdaya udara

Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 25-30°C dengan curah hujan tinggi.

Sumberdaya air Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang berakibat pemunculan mataair dan rembesan pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit

Page 69: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 57 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih bagi penduduk sekitar.

Sungai mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, kekeruhan tinggi, dan berkualitas kurang baik. Terdapat ancaman pencemaran akibat sedimen yang sangat tinggi akibat pengolahan lahan pertanian atau perkebunan pada lereng-lereng pegunungan, dan penambangan rakyat (mineral kalsit, marmer, dan andesit).

Sumberdaya Lahan Tanah penyusun cukup tebal, tekstur geluh berlempung, struktur gumpal membulat, dengan kandungan hara rendah (miskin hara), berupa tanah Podsolik merah kekuningan.

Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat hingga sangat rapat, dan lahan-lahan perkebunan pada lereng dan kaki pegunungan.

Sumberdaya Hayati Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk hutan lindung, dan tanaman perkebunan. Fauna dominan berupa harimau, kera ekor panjang, dan babi hutan (celeng).

Gambar A2.7f. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Taman Hutan Rakyat Hatta dengan lereng sangat curam dan hutan hujan tropis yang rapat (gambar atas), dengan tanah didominasi oleh Podsolik merah kekuningan (gambar kiri bawah), serta banyak pemunculan mataair dan rembesan akibat retakan, struktur patahan, dan pemotongan topografi pada tekuk-tekuk lereng (gambar kanan bawah) (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)

Page 70: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 58 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

A.2.14. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Pegunungan

Struktural Patahan (S3.P1); dan A.2.15. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural

Patahan (S3.P2)

Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara,

Gambar A2.7g.

Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Danau

Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok, dengan aktivitas penambangan rakyat

yang sangat intensif (gambar atas); kalsit dan marmer sebagai mineral tambang utama

(gambar tengah), serta kenampakan aliran sungai dengan debit besar saat penghujan dan

sedimen terlarut sangat tinggi akibat pengolahan lahan dan penambangan (kanan

bawah). (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)

Page 71: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 59 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Lampung; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini mempunyai morfologi, genesis, struktur, dan material

penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada posisi atau kedudukannya, bahwa S3P1 adalah lembah yang terdapat di antara jalur pegunungan patahan, sedangkan S2P2 adalah lembah yang berada di antara jalur perbukitan patahan.

Morfologi atau topografi berupa lembah di antara jalur pegunungan atau perbukitan dengan relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai terban (graben), yang diapit oleh dua dinding blok patahan (horst) dengan topografi pegunungan atau perbukitan.

Pada dasarnya Potensi Sumberdaya Alam yang dimiliki pada bentanglahan ini mirip dengan bentanglahan pegunungan dan perbukitan struktural patahan di sekitarnya, yaitu: udara alam pegunungan atau perbukitan yang terasa sejuk hingga dingin; potensi sumberdaya mineral-mineral bernilai ekonomi tinggi, seperti: kuarsa,

marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi untuk batu akik, batu permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel, dan sebagainya;

potensi sumberdaya mineral sebagai bahan bangunan, industri semen, industri pakan ternak, kosmetik, dan lainnya;

sungai yang berkembang berpola aliran rectangular, dengan sungai utama searah pola lembah patahan (terban) dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama mengikuti pola struktur patahan yang ada; dan

pemunculan mataair (spring) atau rembesan (sepage), yang cukup potensial sebagai sumber air bersih masyarakat sekitarnya.

Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini memiliki potensi untuk pengembangan kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan, yang terkait dengan fenomena alam geologis dan geografis.

Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini juga dipengaruhi oleh asal-usul pembentukan (genesis) perbukitan dan pegunungan di sekitarnya, yaitu: ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;

Page 72: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 60 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

tanah relatif tipis langsung kontak dengan batuan induk (tanah Litosol) yang miskin hara, dan banyak singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan kritis dan marginal;

berpotensi sebagai daerah terkena dampak gempabumi tektonik (earthquake) yang dahsyah;

berpotensi sebagai daerah terdampak longsor batuan (rock slide) dan jatuhan batuan (rock fall) pada saat terjadi gempabumi tektonik.

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan

Lokasi : Wilayah Perkotaan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara (sebuah Graben)

Koordinat : 47N 0425783; 0302202

Karakteristik : Lereng 5-15%, material batuan beku diorit yang telah mengalami lapuk tingkat lanjut, elevasi 1.109 meter dpal.

Air minum berasal dari mataair dengan debit aliran sedang hingga besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial). Mengalir sungai yang mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan debit aliran cukup besar, DHL 64.3 µmhos/cm dengan kondisi air jernih dan segar.

Tanah yang berkembang berupa Latosol coklat kekuningan dan Podsolik merah kekuningan, dengan solum cukup tebal (>60 cm), tekstur lempung debu berpasir, struktur gumpal membulat, daya dukung rendah (pnetrometer 1.5 kg/m2), pH 5.5 – 7, dan kandungan bahan organik sedikit. Pemanfaatan lahan berupa kebun campur dengan tanaman palawija dan buah-buahan, sawah, dan permukiman.

Permukiman pedesaan dan perkotaan berpola mengelompok di sekitar pada lembah atau mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.

Permasalahan : Daerah terdampak jika terjadi gempabumi tektonik.

Page 73: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 61 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambar A2.8. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan, yang berupa sebuah Graben (gambar atas) di sekitar wilayah Perkotaan Sidikalang, Kecamatan Dairi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kenampakan tanah coklat kekuningan (Latosol) dan merah kekuningan (Podsolik) dengan solum cukup tebal (gambar bawah), yang banyak dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan kebun campur untuk buah-buahan.

(Foto: Langgeng W.S., November 2015)

A.2.16. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Lipatan (S1.L); dan

A.2.17. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Lipatan (S2.L)

Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Lipatan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Lipatan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini juga mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun

yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya.

Page 74: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 62 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Untuk S1L, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung, lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter; sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter.

Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang tegas membentuk jalur punggungan (antiklinal) yang berselang-seling dengan jalur lembah (sinklinal) memanjang sejajar punggung lipatan, akibat sifat material batuan penyusunnya yang relatif lunak dan lentur (plastis).

Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan sedimen berlapis yang lunak dan plastik, seperti: batulempung (claystone), batulempung gampingan, batupasir (sandstone), batupasir gampingan, batugamping (limestone), batugamping napalan, atau sejenisnya.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang

tinggi membentuk punggunan antiklinal, yang umunya terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan produksi, sehingga udara masih terasa sejuk.

Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang lunak dan plastis yang relatif berumur tua, sejenis batulempung, batupasir, dan batugamping dengan percampurannya.

Ketiga jenis batuan utama penyusunnya menunjukkan hasil proses pengendapan pada lingkungan perairan, baik parairan darat (danau, telaga, atau rawa-rawa) maupun perairan laut dangkal (laguna atau zona laut dangkal / lithoral) pada masa lalu (purba), yang berasosiasi dengan tumbuhnya berbagai tumbuhan dan tinggalnya berbagai fauna maupun kehidupan manusia purba. Ketika terjadinya transisi zaman Tersier ke zaman Kuarter yang ditandai dengan zaman periglasial, yang mana bumi mengalami periode kering yang sangat panjang (jutaan tahun), maka kehidupan tumbuhan, hewan, dan manusia purba menjadi punah. Kemudian disusul dengan proses tektonik berupa pengangkatan daratan akibat penunjaman lempeng samudera di bawah lempeng benua, yang menyebabkan proses perlipatan pada daerah yang tersusun atas batuan yang bersifat lunak dan plastis. Kondisi inilah yang dimungkinkan menyebabkan terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses pengendapan material dan perlipatan.

Terjebaknya sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses perlipatan inilah yang menyebabkan pembentukan sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi, yang sangat potensial dijumpai pada jalur perlipatan, seperti yang terdapat di wilayah bagian timur Pulau Sumatera.

Page 75: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 63 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batuan lempung dan batugamping, relatif akan mengalami pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang sering disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol.

Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.

Contoh Ekoregian Bentanglahan Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera adalah: Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Lhokseumawe

hingga Langsa, yang mengapit lembah aliran Sungai Lesten di Provinsi Aceh. Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Padang Sidempuan

Sumatera Utara, melewati Bangkinang Riau, dan Muara Tembesi Jambi, hingga berlanjut sampai Palembang Sumatera Selatan.

Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: batuan lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air

dan tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;

batuan lempung gampingan relatif membentuk tanah yang miskin hara, sehingga termasuk tanah-tanah marginal yang kurang subur dengan produktivitas rendah;

tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; dan

tanah berlempung bersifat labil dan mudah bergerak perlahan, sehingga pada lereng yang curam berpotensi terhadap gerakan tanah (soil creep) dan nendatan (slump).

A.2.18. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan (S3.L2)

Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini.

Page 76: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 64 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Morfologi atau topografi berupa lembah di antara jalur perbukitan lipatan dengan relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai sinklinal, yang diapit oleh dua punggunan antiklinal dengan topografi berupa perbukitan.

Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang tegas membentuk jalur lembah (sinklinal) di antara punggungan (antiklinal) yang mengapitnya, akibat sifat material batuan penyusunnya yang relatif lunak dan lentur (plastis).

Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan sedimen hasil pengendapan material akibat proses erosi di perbukitannya, dengan material utama penyusunnya bersifat lempungan (clay), lempung bergamping, atau sejenisnya.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi cekungan atau lembah sinklinal, yang

relatif terbuka, sehingga udara relatif terasa panas. Batuan penyusun berupa material lempung atau lempung gampingan, bersifat

lentur dan mempunyai daya jerab (jebakan) yang tinggi, dan mudah jenuh air. Sesuai dengan genesis dan karakteristiknya, maka dimungkinkan menyebabkan

terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu pada saat proses pengendapan material dan perlipatan, sehingga berpotensi terhadap sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi.

Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batulempung dan batugamping, relatif akan mengalami pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol.

Sungai yang berkembang berpola aliran treallis, dengan sungai utama searah pola lembah sinklinal dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama dengan jalur pendek dan alur rapat menuruni lereng antiklinal di kanan dan kirinya.

Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan budidaya yang berpotensi sebagai kawasan pertambangan minyak dan gas bumi.

Contoh Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Lipatan di Pulau Smatera adalah: Lembah Sinklinal mulai dari Prabumulih ke arah utara di Sumatera Selatan. Lembah Sinklinal di bagian tengah Provinsi Riau yang melewati Kota Pekanbaru.

Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini mirip dengan jalur perbukitan dan pegunungan lipatannya, yang juga

Page 77: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 65 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air dan

tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;

lempung bersifat mudah jenuh air, sehingga berpotensi terjadinya genangan dan banjir pada saat musim penghujan, apalagi dipicu oleh tingginya beban sedimen terlaut dalam aliran sungai yang menyebabkan proses pendangkalan alur sungai sangat cepat;

lempung bersifat mudah menjerab atau menjebak air dalam waktu lama, sehingga berpotensi terdapatnya jebakan-jebakan air laut purba yang menyebabkan airtanah berasa payau hingga asin karena proses pertukaran kation (connate water) atau akibat evaporasi air laut purba yang meninggalkan kristal garam dan mencampuri airtanah (evaporate water);

tanah lempungan relatif miskin hara, sehingga termasuk tanah-tanah marginal yang kurang subur dengan produktivitas rendah;

tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; dan

tanah berlempung bersifat labil, mudah bergerak perlahan, dan daya dukung rendah, sehingga pada lereng yang datar berpotensi terhadap proses amblesan tanah (soil creep) dan nendatan (slump).

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES DENUDASIONAL

A.2.19. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional (D2); dan A.2.20. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan

Denudasional (D3)

Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung; sedangkan untuk Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan Denudasional menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang

relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya. Untuk D2, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng

curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter; sedangkan

Page 78: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 66 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

untuk D3, morfologi atau topografi berupa lereng perbukitan dengan relief miring, kemiringan 15-30%, beda tinggi rerata 25-75 meter.

Secara genesis, bentanglahan ini pada awalnya dapat terbentuk akibat aktivitas vulkanik tua berupa lairan lava yang membentuk jalur perbukitan, atau akibat pengangkatan tektonik yang membentuk jalur perbukitan struktural (umumnya struktur patahan) yang juga telah berumur tua. Namun pada perkembangan selanjutnya, proses pelapukan batuan sangat intensif dan akibat morfologinya yang curam, yang menyebabkan proses erosional akibat air hujan sangat intensif pula, dan juga lebih diperparah dengan proses gerakan massa tanah berupa longsor lahan (land slide) yang potensial. Efek dari proses tersebut, maka terbentuklah perbukitan denudasional dengan lereng yang tertoreh membentuk alur-alur atau lembah-lembah erosional yang sangat kompleks.

Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa batuan-batuan beku hasil proses aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan lainnya; atau batuan sedimen yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah dengan iklim basah, curah

hujan bervariasi dari rendah hingga tinggi, dan mempunyai perbedaan tegas antara musim kemarau dan penghujan.

Material dominan adalah batuan-batuan beku gunungapi tua dan batuan sedimen yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut. Potensi sumberdaya mineral berupa bahan galian C, seperti: batu andesit, breksi, konglomerat, diabast, dan batugamping napalan.

Tanah yang berkembang cukup intensif dengan solum yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat, seperti: Kambisol dan Latosol, serta terkadang juga terbentuk tanah Podsolik berwarna cerah merah kekuningan yang umumnya berkembang pada batuan dasar gunungapi dengan kandungan besi yang tinggi. Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan menengah dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan produksi, yang tersebar pada lerengkaki perbukitan. Sementara pada perbukitannya, tanah relatif lebih tipis dan langsung kontak dengan batuan induk, serta miskin hara, yang disebut dengan tanah Litosol.

Akibat proses erosional dan longsor lahan yang intensif, maka pola aliran sungai seperti cabang-cabang pohon (dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng, dan bertemu di lembah perbukitan menyatu menjadi sungai yang lebih besar. Namun demikian sifat aliran sungai relatif epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau.

Page 79: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 67 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Airtanah relatif sulit didapatkan, kecuali pada lembah-lembah sempit yang ada, itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Umumnya airtanah dijumpai dalam bentuk rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair kontak dan terpotong lereng pada tekuk-tekuk lereng atau lerengkaki perbukitan (contact spring atau topographic spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil.

Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan kebun campur; sehingga secara keruangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan lindung dan konservasi tanah dan air.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Proses utama berupa denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan batuan

yang telah lanjut, erosi lereng, dan gerakan massa batuan sangat potensial, yang seringkali terjadi saat musim penghujan.

Sementara pada musim kemarau, maka berpotensi terhadap ancaman kekeringan dan lahan kritis, dan kekurangan air bersih.

Proses ini menyebabkan morfologi perbukitan tidak teratur, banyak alur-alur dan parit-parit erosional (seperti dicakar-cakar), dan degradasi lahan semakin meningkat.

Tanah Kambisol dan Latosol merupakan dua jenis tanah yang telah berkembang, solum tebal, bertekstur lempung bergeluh, dan cukup subur, tetapi mudah mengalami longsor jika mengalami kejenuhan tinggi (saat penghujan) dan berada pada lereng yang miring.

Sementara tanah Litosol adalah tanah tipis dan miskin hara, sehingga umumnya hanya tumbuh semak belukar atau savana.

A.2.21. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Denudasional (D4)

Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini.

Page 80: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 68 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Karakteristik bentanglahan ini mirip dengan perbukitannya, kecuali pada morfologi atau topografinya yang berupa lembah di antara jajaran perbukitan denudasional, dengan relief datar, lereng 3-8%, beda tinggi rerata <25 meter.

Proses pembentukan bentanglahan ini mengikuti dengan proses pembentukan perbukitannya. Namun pada perkembangan selanjutnya, proses yang dominan pada bentanglahan ini adalah deposisional material hasil pelapukan batuan, erosi, dan longsor lahan dari lerengkaki perbukitan di sekitarnya.

Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa bahan-bahan koluvium yang tercampur aduk sebagai hasil proses deposisional material rombakan lerengkaki perbukitan di sekitarnya.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah dengan iklim lebih sejuk dan

basah dibanding perbukitan di sekitarnya. Material dominan adalah bahan-bahan koluvium hasil proses pengendapan material

terdegradasi dari lerengkaki perbukitan di sekitarnya, yang berpotensi terhadap pembentukan tanah yang lebih intensif.

Tanah yang berkembang berupa tanah Aluvial akibat pengendapan sungai yang mengalir pada lembah tersebut, atau tanah Kambisol dan Latosol dengan solum yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat. Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan menengah hingga tinggi, dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan produksi, atau bahkan sawah tadah hujan yang cukup produktif.

Sungai yang mengalir relatif bersifat epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau.

Airtanah dangkal dengan penyebaran terbatas. Pada tekuk-tekuk lereng perbukitan banyak dijumpai rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair kontak dan terpotong lereng (contact spring atau topographic spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil.

Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah permukiman, kebun campur, sawah, dan hutan produksi terbatas, sehingga secara keruangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya terbatas.

Potensi Ancaman Bahaya dan Kerawanan Lingkungan sangat dipengaruhi kondisi perbukitan di sekitarnya, yang antara lain: sebagai daerah terdampak longsor lahan dan gerakan massa batuan lainnya, yang

seringkali terjadi saat musim penghujan; daerah terdampak banjir dan genangan saat hujan maksimal; dan daerah terdampak kekeringan dan kekurangan air bersih.

Page 81: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

A - 69 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

SUMBER PENULISAN

Abdul-Gaffar-Karim, Amirudin, Mada-Sukmajati, dan Nur-Azizah, 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ad Hoc Committe in Geography, 1965. The Science of Geography. Academy of Science. Washington

Bemmelen, R.W. van, 1970. The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Government Printing Office. The Haque

Bintarto, R. dan Hadisumarno, S., 1987. Metode Analisa Geografi. LP3ES – IKAPI. Jakarta

Cahya-Murni H.N., 1999. Prospek Profesi Geografi Menyongsong Otonomi Daerah dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah. Makalah Seminar: Dies Natalis Fakultas Geografi, UGM, Yogyakarta

De Rider, 1972. Hydrogeology of Different Types of Plain. ILRI. Wegeningen

Hugget, 1995. Geoecology. John Willey and Sons. New York

King, 1972. Beaches and Coasts. Edward Arnold Publising. London

Lobeck, A.K., 1939. Fundamental of Geomorphology. John Wiley and Sons. New York

Pethick J., 1989. Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold. London

Robert, 1982. Introduction of Structural Geology. John Wiley and Sons. New York

Slaymaker, O. dan Spencer, T., 1998. Physical Geography and Global Environmental Change. Addison Wesley Longman. Singapore

Strahler, N.A. dan Strahler, H.A., 1983 dan 1987. Modern Physical Geography. John Wiley and Sons. New York

Tjia, 2006. Late Quaternary Sea Level Changes in Tectonically Stable Sundaland. Seminar Dosen Tamu dari Malaysia, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta

Thornbury, 1954. Principles of Geomorphology. John Wiley and Sons. London - New York

Verstappen, H. Th., 1983. Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for Environmental Development. Elsevier. Amsterdam - Oxford - New York

Verstappen, H. Th., 2000. The Geomorphology of Indonesia. ITC. The Netherland

Zuidam, R.A. van and Zuidam, F.I. van Cancelado, 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC. Smits Publishers. The Hague

Zuidam, R.A., van and Zuidam-Cancelado, F.I., van, 1979. Terrain Analysis and Classification Approach. ITC-Text Book. VII-b. Amsterdam

Hasil Validasi Lapangan

Validasi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan Skala 1 : 500.000 di Sumatera Barat, Kementerian Lingkungan Hidup, Maret 2013

Validasi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 di Sumatera Utara, Kementerian Lingkungan Hidup, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, November 2015

Page 82: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

B - 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI (BIOTIK) EKOREGION PULAU SUMATERA

Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000

Karakteristik Ekoregion Sumatera ditinjau dari aspek sumberdaya hayati pada dasarnya berada dalam kawasan konservasi. Salah satu bentuk kawasan konservasi tersebut adalah Taman Nasional yang ada di Sumatera seperti sebagai berikut ini. (1) TN. Batang Gadis; Sumatera Utara (Mandailing Natal), Taman Nasional Batang Gadis

(TNBG) adalah sebuah taman nasional di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Potensi fauna yang ada di Taman Naional Batang Gadias antara lain harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Naemorhedus

sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), kucing hutan (Catopuma temminckii), kancil (Tragulus javanicus), binturong (Arctitis binturong) beruang madu (Helarctos

malayanus), rusa (Cervus unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjac)dan landak

Page 83: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 2 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

(Hystix brachyura). Jumlah burung di kawasan TNBG yang dapat diternukan sampai saat ini adalah 242 jenis. Dari 242 jenis tersebut, 45 merupakan jenis burung yang dilindungi di Indonesia, 8 jenis secara global terancam punah, 11 jenis mendekati terancam punah, seperti jenis-jenis Sunda groundcuckoo, Salvadori pheasant, Sumatran cochoa.

(2) TN. Berbak; Jambi (Tanjung Jabung), Taman Nasional Berbak merupakan kawasan pelestarian alam untuk konservasi hutan rawa terluas di Asia Tenggara yang belum terjamah oleh eksploitasi manusia. Keunikannya berupa gabungan yang menarik antara hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar yang terbentang luas di pesisir Timur Sumatera.

(3) TN Bukit Barisan Selatan, Bengkulu, dan Lampung; (Bengkulu Selatan dan Lampung Utara), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki beberapa hutan dataran rendah di Sumatera yang terakhir kali dilindungi. Sangat kaya dalam hal keanekaragaman hayati dan merupakan tempat tinggal bagi tiga jenis mamalia besar yang paling terancam di dunia: gajah Sumatera, badak Sumatera, dan harimau Sumatera .

(4) TN. Bukit Dua Belas; Jambi, (Sarolangun Bangko, Batanghari, Bungo Tebo), Taman Nasional Bukit Duabelas ini merupakan taman nasional yang relatif kecil, meliputi wilayah seluas 605 km². Di kawasan hutan lindung ini berdiam Suku Anak Dalam atau Suku Kubu atau Orang Rimba. Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan perwakilan bagi hutan hujan tropis di provinsi Jambi.

(5) TN. Bukit Tiga Puluh; Riau dan Jambi; (Bungo Tebo, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir), Taman Nasional ini terletak di provinsi Riau dan Jambi. Taman seluas 143.143 hektare ini terdiri dari hutan hujan tropis dan terkenal sebagai tempat terakhir spesies terancam seperti orangutan sumatera, harimau Sumatera, gajah sumatera, badak sumatera, tapir Asia, beruang madu dan berbagai spesies burung yang terancam. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh juga merupakan tempat tinggal bagi Orang Rimba dan Talang .

(6) TN. Gunung Leuser; Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, (Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Timur, Langkat), Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan laut di Aceh. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,pariwisata, dan rekreasi..

(7) TN. Kerinci Seblat; Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu, (Bengkulu Utara, Rejang Lebong, Kerinci, Muara Bungo, Sarolangun Bangko, Pesisir Selatan, Musi Rawas), Taman nasional ini juga memiliki beragam flora dan fauna.

Page 84: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di wilayah taman nasional termasuk bunga terbesar di dunia Rafflesia arnoldi, dan bunga tertinggi di dunia, Titan Arum. Fauna di wilayah taman nasional terdiri antara lain Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Macan Dahan, Tapir Melayu, Beruang Madu, dan sekitar 370 spesies burung..

(8) TN. Sembilang; Sumatera Selatan, (Musi Banyuasin), Taman Nasional Sembilang adalah taman nasional yang terletak di pesisir provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Taman nasional ini memiliki luas sebesar 2.051 km². Taman Nasional Sembilang merupakan habitat bagi harimau Sumatra, gajah Asia, tapir Asia, siamang, kucing emas, rusa Sambar, buaya muara, ikan Sembilang, penyu air tawar raksasa, lumba-lumba air tawar dan berbagai spesies burung.

(9) TN. Siberut; Sumatera Barat, (Padang Pariaman), Di Pulau Siberut tercatat antara lain 896 spesies tumbuhan berkayu, 31 spesies mamalia, dan 134 spesies burung. Terdapat empat spesies endemik primata yang terancam punah. Keempat spesies endemik tersebut adalah siamang Mentawai (bilou, Hylobates klossii), lutung (joja, Presbytis potenziani), monyet Mentawai (simakobu, Simias concolor), dan beruk (bokoi, Macaca pagensis).

(10) TN. Tesso Nilo; Riau, (Pelawan, Indragiri Hulu), Terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia di setiap hektare Taman Nasional Tesso Nilo. Tesso Nillo juga adalah salah satu sisa hutan dataran rendah yang menjadi tempat tinggal 60-80 ekor gajah dan merupakan kawasan konservasi gajah..

(11) TN. Way Kambas; Lampung, (Lampung Tengah), Taman Nasional Way Kambas adalah taman nasional perlindungan gajah yang terletak di daerah Lampung tepatnya di kecamatan labuhan ratu lampung timur, Indonesia. Selain di Way Kambas, sekolah gajah (Pusat Latihan Gajah) juga bisa ditemui di Minas, Riau. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang hidup di kawasan ini semakin berkurang jumlahnya.

Untuk potensi sumberdaya hayati dilihat dari aspek ekoregion dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini.

B.1. Ekoregion Bentangalam asal proses Marin

Keanekaragaman flora fauna pada bentangalam Marin dipengaruhi oleh dinamika

laut di pantai dan pesisir. Bentangalam Marin terbagi atas 2 (dua) satuan ekoregion yaitu M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur dan M2 Dataran Pesisir dengan Pantai

Page 85: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 4 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Berpasir. Untuk ekorwgion M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur berada di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Sementara untuk ekoregion M2 Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir diketemukan di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Katang-katang (Ipome pescapre)

http://ilonghe-jupriadi.blogspot.co.id/2011/02/jenis-jenis-vegetasi.html

Ketapang (Terminalia catapa)

Kedua ekoregion pada bentangalam Marin ini memiliki kondisi flora dan fauna yang relatif sama. Ekoregion ini mempunyai karakteristik minim hara, tanahnya berpori-pori besar dengan permeabilitas tanah sangat baik, memiliki air tanah dangkal, selain itu letaknya yang berdekatan dengan laut menyebabkan udaranya cukup lembab dan berkadar garam tinggi. Tumbuhan berbiji yang hidup di daerah ini beradaptasi pada habitat tanah berpasir, dengan porositas tinggi, berada pada ketinggian 1 - 10 m.dpl, dan dengan curah hujan yang rendah. Terdapat di tepi pantai berpasir atau berkarang yang membentang tidak terlalu jauh dari pantai ke arah darat, vegetasi ini ada dua macam, yang berbentuk terna (formasi pes-caprea) dan yang berbentuk perdu dan pohon (formasi Barringtonia). Komposisi jenis tumbuhan pada komunitas ini sangat beragam seperti ketapang (Terminalia catapa), sawo kecik (Manilkara kauki), waru laut (Hisbiscus

sp.), keben (Baringtonia asiatica) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). Vegetasi di perairan dangkal dekat pantai didominasi oleh lamun (rumput laut) Cymodocea rotundata,

C. serrulata, Halophila ovalis, dan Thalasia hemprichii. Komunitas ganggang laut yang terdapat di perairan dangkal terdiri antara lain atas jenis-jenis marga Gracillaria,

Halimeda, Padina dan Sargassum. Fauna yang ada adalah family Crustacea, ikan, penyu, beragam burung laut (seperti camar).

Page 86: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 5 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

B.2. Ekoregion Bentangalam asal proses Organik

Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses organik

yaitu aktivitas organisme. Menurut satuan ekoregion bentang alam organik ini terdiri dari 2 (dua) ekoregion yaitu O1 Dataran Gambut dan O2 Pulau Terumbu Karang. Ekoregion O1 Dataran Gambut berada di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Ekoregion O2 Pulau Terumbu Karang : Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.

Untuk keanekaragaman hayati di O1 Dataran Gambut sangat ditemtukan oleh ekosistem gambut. Dalam kawasan gambut yang sangat luas, permukaan endapan gambut dapat berbentuk cembung dan merupakan bagian pusat yang tidak pernah terkena banjir. Tebal endapan gambut bervariasi dari 0,5 m hingga 20 m, terdiri atas serasah padat dan berserat, sangat masam (pH < 4) di atas lapisan yang setengah cair dan berisi potongan-potongan kayu. Gambut sangat miskin hara mineral, yang datang hanya dari air hujan. Air yang mengalir dari kawasan gambut berwarna seperti air teh sampai hitam dan sangat masam. Lahan gambut tidak hanya terdapat di pamah, tetapi juga di pegunungan (Steenis dalam Kartawinata, 2013). Di ekoregion ini , ekosistem penyusun hutannya berupa hutan rawa gambut dataran rendah (Lowland peat swamp forest). Whitmore dalam Kartawinata (2013) menyatakan bahwa pembentukan gambut pamah terjadi pada awal masa es sekitar 11.000 tahun yang lalu.

Hutan gambut yang terdapat di Sumatra, yang membentang sepanjang pantai timur. Jenis dipterokarpa ini dilaporkan memegang peran sangat penting dalam hutan gambut dan tidak ada jenis lain yang dapat menandinginya (Whitmore dalam Kartawinata, 2013). Sebagian besar hutan gambut memperlihatkan zonasi hutan melingkar, yang menunjukkan adanya gradasi penurunan perawakan hutan, kerapatan kanopi dan kerapatan pohon dari zona luar ke arah zona terdalam, yang terdiri atas pohon-pohon kerdil seperti pohon-pohon xeromorf. Di Sumatra jenis-jenis pohon yang umum terdapat adalah Alstonia scholaris, Combretocarpus rotundatus, Dactylocladus stenostachys, Ganua

pierrei, Gonystylus bancanus, Palaquium cochlearifolium, Tetramersitaglabra, Tristania

maingayi dan T. obovata, (Anderson 1976). Jenis-jenis dipterokarpa yang khas di hutan rawa gambut adalah Anisoptera marginata, Dipterocarpus coriacea, Dryobalanops rappa,

Shorea balangeran, S. foraminifera, S. inaequalateralis, S. macrantha, S. pachyphilla, S.

platycarpa, S. teysmanniana, dan S.uliginosa, (Ashton1982). Untuk jenis tumbuhan hampir punah dan dilindungi seperti Ramin (Gonystylus bancanus), Mengris/Kempas (Kompassia

malaccensis), Dara-dara (Knema spp.), Suntai (palaquium leiocarpum) serta Balam (Palaquium burckii).

Page 87: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 6 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Gambut Sumatera

http://ampuh.org/2013/07/jaringan-masyarakat-gambut-sumatera-dideklarasikan/

Bangau Storm (Ciconia stormi) http://xcult-xcult.blogspot.co.id/2012/01/bangau-storm.html

Untuk fauna rawa gambut memiliki keanekaragaman hayati yang sangat penting, diantaranya Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang tercatat sebagai jenis yang sangat kritis terancam punah menurut katerogri IUCN (Critically Endangered), Tapir Asia (Tapirus in dicus, vulnerable), Beruang Madu (Helarctos malayanus, vulnerable), Mentok Rimba (Cairina scutulata, Endangered), Bangau Storm (Ciconia stormi, Endangered).

Untuk keanekaragaman hayati di O2 Pulau Terumbu Karang yang pada dasarnya merupakan batuan gamping, tipe hutannya merupakan varian dari hutan dipterokarpa lahan dataran rendah dengan habitat khusus tanah batu gamping, atau dapat juga merupakan varian dari hutan non-dipterokarpa (Whitmore 1986). Karena habitatnya yang khusus, floranya pun sangat khusus. Dalam hutan ini banyak terdapat spesies endemik dan spesies langka. Komposisi flora hutan batu gampingnya di Pulau Sumatera belum banyak diketahu, namun vegetasi didominasi oleh pandan dan ganggang Eucheuma,

Gelidium dan Sargassum. Secara umum flora yang mendominasi merupakan flora batuan karang mulai dari pandan, berbagai jenis alga alga hijau, coklat, dan merah. Untuk fauna terdapat beragam ikan, lobster, kepitingnya, udang-udangan, kerang, oyster.

B.3. Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial

Keanekaragaman bentangalam ini relatif subur karena ekosistem ini merupakan

ekosistem dataran rendah dan berasal dari proses aliran dan endapan. Bentang Alam Fluvial ini terbagi atas 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu F1 Dataran Fluvio-vulkanik, F2 Dataran Aluvial, F3 Dataran Fluvio-marin. Untuk keanakeragaman hayati pada Ekoregion

Dataran Fluvio-vulkanik dan Dataran Aluvial relative sama karena sangat dipengaruhi

Page 88: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 7 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

oleh air tawar. Sedangkan keanakeragaman hayati ekoregion F3 Dataran Fluvio-marin berbeda karena dipengaruhi oleh air asin. Untuk flora ekoregion F1 Dataran Fluvio-vulkanik dan F2 Dataran Aluvial merupakan ekosistem rawa gambut yang didominasi jenis-jenis species Rubiaceae, Euphorbiaceae, Pandanus,Eugenia dan Gramineae.

Ekosistem gambut adalah ekosistem lahan basah yang unik dan memiliki potensi besar untuk mendukung kehidupan manusia. Gambut terbentuk dari penimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu antara 3.000-10.0000 tahun (tiga ribu sampai dengan sepuluh ribu). Secara alami, lahan gambut umumnya selalu jenuh air dan tergenang sepanjang tahun. Menurut Driessen (1978), gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organic (berat kering) lebih dari 65% (enam puluh lima per seratus) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5 m (nol koma lima meter).

Gambut Sumatera http://indobackpaker.blogspot.co.id/2012/05/taman-

nasional-berbak.html

Beruang Madu Sumatera http://daerah.sindonews.com/read/841767/24/gerombolan-

beruang-madu-teror-warga-solok-1394095972

Di daerah tropis, gambut umumnya terbentuk dari batang, cabang, dan akar tumbuh yang memiliki kadar ligin yang tinggi, dibandingkan dengan gambut daerah empat musim yang tersusun dari bahan yang lebih halus. Ekosistem lahan gambut menyediakan habitat penting yang unik bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya hanya terbatas pada ekosistem gambut. Bahkan di Taman Nasional Berbak Jambi tercatat sekitar 250 (dua ratus lima puluh) jenis burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis burung bermigrasi. Sungai berair hitam juga memiliki tingkat endemisme ikan yang sangat tinggi. Di samping itu, lahan gambut juga merupakan habitat ikan air tawar yang merupakan komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan penting untuk dikembangkan, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan ornamental. Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk gabus (chana striata), toman (channa micropeltes), jelawat, dan tapah (wallago leeri). Sementara itu, beberapa jenis satwa telah termasuk dalam kategori langka dan terancam punah serta memiliki nilai ekologis yang luar biasa dan tidak

Page 89: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 8 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

tergantikan, sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi secara finansial. Beberapa jenis tersebut diantaranya adalah harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus). Seluruh jenis tersebut dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan di Indonesia serta masuk dalam appendix I CITES dan IUCN Red List dalam katagori endanger species.

Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan telah tercatat di hutan rawa gambut Sumatera. Hanya di Taman Nasional Berbak Jambi, misalnya kawasan ini merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan ekologis dataran rendah pesisir di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23 jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah jenis terbanyak yang pernah diketahui.

Sementara flora pada Ekoregion Dataran Fluvio-marin mempunyai kekayaan jenis tumbuhan hutan mangrove rendah. Jumlah jenis seluruhnya hanya sekitar 60, termasuk 38 jenis yang berupa pohon mangrove sejati. Jenis-jenis utama termasuk Avicennia alba, A.

officinalis, Bruguiera gym norrhiza, B. eriopetala, Ceriops decandra, C. tagal, Lumnitzera

littorea, L. racemosa, Nypa fruticans, Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. stylosa,

Sonneratia alba, S. caseolaris, S. ovata, Xylocarpus granatum dan X. moluccensis. Komposisi jenis dan struktur hutan mangrove bervariasi sesuai dengan kondisi habitatnya. Komposisi dan struktur komunitas berkisar dari yang kerdil, jarang dan hanya terdiri atas satu jenis (seperti Rhizophora stylosa) yang tumbuh pada terumbu karang, hingga hutan campuran yang tinggi, rapat, dan tumbuh pada habitat lumpur dengan aliran air yang lamban sepanjang sungai-sungai besar dan muara-muara sungai. Pasokan airtawar yang memengaruhi salinitas, sifat-sifat substrat dan pola pasang surut merupakan faktor yang mengakibatkan pembentukan berbagai zonasi vegetasi. Zonasi yang sederhana hingga yang kompleks dapat dijumpai di berbagai komunitas mangrove. Pola pasang surut berkaitan dengan frekuensi perendaman (inundation). Sepanjang aliran sungai dari hulu hingga muara, pada tanah yang padat yang dipengaruhi air pasang, hutan mangrove dapat didominasi oleh palem Nypa fruticans.

Berdasarkan habitatnya, fauna di mangrove terdiri atas dua tipe yaitu : infauna yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang, dan epifauna yang menempati substrat baik yang keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun yang lunak (lumpur). Berikut ini jenis-jenis satwa yang sering dijumpai di hutan mangrove di Sumatera.

(a) Ikan Ikan menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Ikan-ikan kecil memilih berkembang biak di habitat mangrove untuk menghindari predator. Mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam

Page 90: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 9 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

bentuk material organik yang berupa guguran vegetasi tanaman, berbagai jenis serangga, kepiting, udang-udangan dan hewan invertebrata.

(b) Kepiting Kepiting merupakan hewan yang paling umum dan mudah ditemukan di areal mangrove. Menurut sejumlah penelitian rata-rata ada 10-70 ekor kepiting di setiap meter persegi hutan mangrove.

Hutan Mangrove

http://www.peristiwaindonesia.com/cukong-pejabat-gunduli-hutan-untuk-kebun-sawit/

Kepiting Bakau http://www.antarasumsel.com/berita/264187/kepiting-bakau-dikembangkan-untuk-kesejahteraan-warga

(c) Moluska Moluska banyak di temukan di hutan mangrove Indonesia. Hewan ini hidup di dalam tanah, permukaan tanah, atau menempel di batang-batang pohon.

(d) Udang-udangan Mangrove juga menjadi habitat udang-udangan (Crustacea) yang memiliki nilai komersial tinggi.

(e) Serangga Serangga yang hidup di hutan mangrove kebanyakan berasal dari ordo Hymenoptera, Diptera danPsocoptera. Serangga memiliki peran penting dalam jaring makanan di hutan mangrove. Beberapa diantaranya menjadi pakan bagi burung air, ikan, dan reptil.

(f) Reptil Reptil yang ditemukan di hutan mangrove biasanya dapat ditemukan juga di lingkungan air tawar atau di daratan. Beberapa diantaranya adalah buaya muara, biawak, ular air, ular mangrove (Boiga dendrophila), dan ular tambak.

Page 91: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 10 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

(g) Amphibia Hewan jenis amphibi jarang ditemukan di areal mangrove. Sejauh ini hanya ada dua jenis amphibi yang sanggup hidup di lingkungan bersalinitas tinggi seperti mangrove, yakni Rana cancrivora dan Rana limnocharis.

(h) Burung Hutan mangrove adalah surga bagi burung air dan burung migrasi lainnya. Setidaknya ada 200 spesies burung yang bergantung pada ekosistem mangrove, atau sekitar 13% dari seluruh burung yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya termasuk burung-burung bangau yang terancam punah, seperti bangau wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilos javanicus).

(i) Mamalia Mamalia menjadikan habitat mangrove sebagai tempat mencari makan. Beberapa diantaranya adalah babi liar, kelalawar, kancil, berang-berang, dan kucing bakau. Sedangkan untuk mamalia air ada lumba-lumba yang hidup disekitar muara. Bahkan harimau sumatera juga ditemukan berkeliaran di hutan mangrove wilayah Sungai Sembilang, Sumatera Selatan. Primata merupakan salah satu jenis mamalia yang sering mencari makan di hutan mangrove. Diantaranya ada lutung, monyet ekor panjang, dan bekantan. Namun mamalia tersebut tidak ada yang eksklusif hidup di hutan mangrove.

B.4. Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik

Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses

Antropogenik yaitu aktivitas manusia. Bentang alam Antropogenik terpusat di Dataran Perkotaan Kota-kota Provinsi dan Kabupaten di seluruh Ekoregion Sumatera. Akitivitas manusia terutama didorong oleh perkembangan urbanisasi di Sumatera yang dapat diamati dari 3 (tiga) aspek: pertama, jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan; kedua, sebaran penduduk yang tidak merata (penduduk terpusat di kota-kota); serta, ketiga, laju urbanisasi yang tinggi, dimana kota-kota besar di Sumatera, seperti: Medan, Pekanbaru, Palembang, Padang, Banda Aceh dll.

Secara umum ruang terbuka publik di Pulau Sumatera terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau, ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna mendukung fungsi ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberi manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya

Page 92: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 11 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. RTH di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat dimana proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% terdiri dari RTH privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal (Permen PU No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan).

Beberapa data menunjukkan bahwa prosentase RTH perkotaan di Sumatera masih kurang. Kota Palembang menunjukkan dari sekitar 400 kilometer persegi luas kota, hanya sekitar 0,28 kilometer persegi atau 0,07 persen yang merupakan area ruang terbuka hijau (RTH). Sementara data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan menunjukkan, RTH Kota Palembang mencapai 12 kilometer persegi atau sekitar 3 % (tiga persen) dari total luas kota. Sementara di Kota Bukittinggi, baru sebesar 7,7% dari luas wilayah. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Pembagian jenis-jenis RTH publik dan RTH privat adalah sebagaimana tabel berikut.

Tabel B.1. Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera

No Jenis RTH Publik RTH Privat

1. RTH Pekarangan a. Pekarangan rumah tinggal V b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha V c. Taman atap bangunan V

2. RTH Taman dan Hutan Kota a. Taman RT V V b. Taman RW V V c. Taman kelurahan V V d. Taman kecamatan V V e. Taman kota V f. Hutan kota V g. Sabuk hijau (green belt) V

3. RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau jalan dan median jalan V V b. Jalur pejalan kaki V V c. Ruang dibawah jalan layang V

Page 93: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 12 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

No Jenis RTH Publik RTH Privat

4. RTH Fungsi Tertentu a. RTH sempadan rel kereta api V b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi V c. RTH sempadan sungai V d. RTH sempadan pantai V e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air V f. Pemakaman V

Catatan: Taman lingkungan yang merupakan RTH privat adalah taman lingkungan yang dimiliki oleh orang perseorangan/masyarakat/swasta yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas.

B.5. Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik

Di Pulau Sumatera, Bentangalam Vulkanik menurut satuan ekoregion terdiri atas V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi, V2 Kaki Gunungapi, V3 Dataran Kaki Gunungapi. Ketiga Ekoregion tersebut meliputi kawasan Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Ekoregion Bentangalam Vulkanik ini terutama terdapat di sepanjang dan sekitar ekosistem bukit barisan dibagian sisi selatan Sumatera dan Aceh.

Di Aceh, satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi terutama di gunung Seulawah Agam, gunung ureung, dan Burni Telong di Takengon. Berdasar ketinggiannya, satuan ekoregion V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi mencakup Pegunungan/Pegunungan Utara bagian atas 1300-2500m, Pegunungan/Pegunungan Tengah bagian atas 1300-2500m, Pegunungan/Pegunungan Selatan bagian atas 1300-2500m dan Tropalpine >2500m. Potensi ekosistem hayati di didominasi oleh jenis lumut, eldelweis, paku-pakuan dan tumbuhan bawah lainnya seperti Ophiorrhiza sp., Elatostema sp., dan Syzygium sp.

Untuk ekosistem hitannya merupakan bentuk hutan pegunungan atas yang struktur, fisiognomi dan flora hutan pegunungan atas bervariasi. Perubahan tajam yang terjadi dalam jarak dekat, adalah dari hutan yang didominasi pohon mesofil (berdaun ukuran sedang) dengan permukaan kanopi yang tidak rata, ke hutan yang didominasi oleh pohon mikrofil (berdaun ukuran kecil) dengan permukaan kanopi rata dan pohon-pohon yang ramping berbatang bengkok dan tajuk pohon yang rapat. Flora hutan pegunungan atas lebih miskin daripada di hutan pegunungan bawah. Marga-marga yang umum antara lain adalah Dacrycarpus, Daphniphyllum, Drimys, Elaeocarpus, Eurya, Myrsine Papuacedrus,

Pittosporum, Podocarpus, Quintinia, Saurauia, dan Symplocos. Tidak ada jenis dominan tunggal.

Page 94: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 13 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Eldelweis Gunung Marapi, Sumbar

Sumber: https://langiteduh.wordpress.com/2015/07/07/gunung-marapi-pesona-cadas-dan-taman-edelweis/

Lumut Gunung Singgalang Sumber : : http://travelplusindonesia.blogspot.co.id/2012/06/singgalang-memikat-pendaki-dengan-hutan.html

Untuk satuan Ekoregion Kaki Gunungapi potensi keanekaragaman hayati secara umum terbagi kawasan yang masih alami dan non alami. Untuk yang alami disebut juga sebagai tipe hutan pegunungan bawah (Lower montane forest). Didominasi jenis-jenis suku Fagaceae dan Lauraceae, selain itu terdapat terdapat antara lain adalah Dacrycarpus

imbricatus, Engelhardia spicata, Eugenia banksii, Lithocarpus spp., Palaquium spp., Quercus

spp., Schima wallichii, dan Turpinia pomifera, dan juga paku pohon (Cyathea spp.), yang merupakan jenis-jenis khas pegunungan. Pada pohon-pohon biasanya tumbuh melimpah berbagai jenis epifit dan tumbuhan memanjat (seperti Freycinetia dan Fagraea). Selain itu yang masih terdapat berbagai macam jenis pohon seperti meranti, pinus, cemara, bintangur dan dibeberapa tempat terdapat beberapa tumbuhan khas seperti anggrek hutan sehingga menjadi penyangga kehidupan bagi makhluk hidup di kawasan tersebut. Sementara itu kawasan yang non alami banyak digunakan untuk kegiatan perkebunan dan pertanian rakyat. Di Gunung Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar. Seulawah Agam kaya akan berbagai Fauna seperti Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Monyet/Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous), dan reptile, serangga dan berbagai species serta satwa-satwa lainnya.

Untuk satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi sebagian besar merupakan wilayah yang banyak digunakan budidaya manusia baik itu pertanian, hutan tanaman dan perkebunan. Untuk produk pertanian meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah dan beberapa sayur-sayuran. Hutan tanaman biasanya untuk kegiatan suplai industry kehutanan seperti HTI akasia dan untuk perkebunan didominasi perkebunan kelapa sawit, kelapa, karet, kopi, kakao, tembakau dan teh. Untuk kawasan hutan perbukitan meskipun telah banyak mengalami tekanan masyarakat dan sangat rentan terhadap bahaya longsor, tetapi masih menyimpan jenis-jenis pohon berpotensi yang patut dipertahankan kelestariannya. Sebagian besar jenis-jenis pohon hutan primer yang berpotensi ekonomi seperti famili Dipterocarpaceae (yaitu Shorea

retinodes, S. parvifolia, S. javanica, Hopea sp), famil Ebenaceae (seperti Diospyros cauliflora,

Page 95: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 14 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

D. oblonga, D. diepenhorstii), famil Lauraceae (seperti Actinodaphne multiflors,

Beilschmiedia ludicula, Endiandra rubescens,Nothaphoebe umbelliflora), family (seperti Meliaceae Aglaia odoratissima, A. argentea, A.dookkoo), dan famil Rosaceae (seperti Atuna

racemosa dan Madhuca sericea,) menunjukkan proses regenerasi kurang baik. Untuk individu pohon muda berukuran kecil merupakan pengganti pohon utama. Annonaceae, Euphorbiaceae, Meliaceae, Lauraceae dan Myrtaceae tercatat sebagai suku yang memiliki paling banyak anggota jenisnya.

Harimau Sumatera

sumber : http://alamendah.org/2014/08/06/kumpulan-gambar-dan-wallpaper-harimau/harimau-sumatera-di-atas-pohon/

Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous) https://yasminshabrina.files.wordpress.com/2014/01/enggang-rangkong.jpg

Pada kawasan hutan perbukitan terutama pada daerah kaki bukit (ketinggian 200-300 m. dpl.) di beberapa tempat terlihat terbukanya lapisan kanopi akibat penebangan hutan. Pada tempat terbukanya lapisan kanopi ini banyak dijumpai jenis-jenis tumbuhan sekunder seperti Omalanthus populneus, Macaranga tanarius, Macaranga diepenhorstii,

Ficus variegata dan Arenga obtusifolia. Penebangan hutan juga dijumpai pada ekosistem hutan rawa. Di beberapa tempat baik pada hutan rawa yang tergenang secara musiman maupun yang selalu tergenang sering terjadi pembukaan hutan untuk dijadikan areal perladangan. Pada dengan ketinggian 300 m. dpl. Spesies pepohonan secara umum tergolong dalam lima besar, yaitu Paranephelium nitidum,Villebrunea rubescens, Aglaia

odoratissima, Drypetes longifolia, dan Cyathocalyx sumatranus.

Page 96: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 15 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

B.6. Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik (Struktural)

Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam struktural dipengaruhi oleh proses bentuklahan asal struktural, yang secara genetik merupakan dataran tinggi (plato) Pulau Sumatera yang telah mengalami pengangkatan dan perlipatan. Ekoregion struktural terbagi mendominasi di Pulau Sumatera atas 7 (tujuh) ekoregion yang terdiri atas S1P Pegunungan Struktural Patahan, S2P Perbukitan Struktural Patahan, S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan, S1L Pegunungan Struktural Lipatan, S2L Perbukitan Struktural Lipatan dan S3L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan. Sebagian besar Bentangalam Struktural besar berada di Pulau Sumatera bagian tengah dan selatan. Dengan demikian ekoregion bentangalam struktural didominasi oleh pegunungngan, perbukitan dan lembah-lembah yang sebagian besar verada di sepanjang pegunungan bukit barisan mulai dari Aceh sampai Lampung.

Keanekaragaman flora ekoregion S1P Pegunungan Struktural Patahan, S2P Perbukitan Struktural Patahan, S1L Pegunungan Struktural Lipatan, dan S2L Perbukitan Struktural Lipatan relatif sama meliputi hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas, hutan subalpin, semak dan padang rumput subalpin, semak dan padang rumput alpin. Dalam lingkungan pegunungan, perbedaan suhu harian lebih besar daripada perbedaan suhu tahunan. Curah hujan yang relative tinggi , kabut sering terbentuk hingga mencapai permukaan tanah sehingga memengaruhi pertumbuhan. Melalui penyaringan oleh dedaunan, kabut berkondensasi menjadi air. Tetesan kabut tersebut dapat menjadi sumber air yang cukup besar. Sepanjang gradasi elevasi terjadi perubahan tanah yang menjadi lebih banyak mengandung humus. Udara yang semakin dingin dan basah mempengaruhi proses penghancuran bahan organik, sehingga tanah menggambut. Jenis lumut, termasuk Sphagnum, banyak terdapat dan merupakan pembentuk gambut (Whitmore 1986). Struktur, fisiognomi dan komposisi vegetasi pegunungan beranekaragam, sebagai hasil interaksi antara flora dan faktor-faktor lingkungan (elevasi, topografi, fisiografi, geologi, tanah, iklim, dan sebagainya.). Batas antara hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas tidak selalu nyata, tetapi hutan berubah secara perlahan-lahan, sehingga membentuk suatu kontinum (continuum). Di hutan pegunungan ini banyak terdapat marga tumbuhan seperti Leptospermum, Phylocladus, dan Tristania dan suku-suku daerah iklim sedang (Steenis dkk. 2006). Suku-suku pohon yang lebih banyak terdapat di pegunungan antara lain adalah Aceraceae, Araucariaceae,

Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Lauraceae, Podocarpaceae dan Theaceae (Whitmore 1986).

Page 97: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 16 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Hutan Dipterokarp

http://ghinaghufrona.blogspot.co.id/2011/07/hutan-hujan-tropika.html

Gajah Sumatera http://www.seputaraceh.com/read/16685/2013/03/07/gajah-sumatera-subspesies-gajah-asia

Untuk keanekaragaman flora ekoregion S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan, dan S3L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan relatif sama. Ekoregion ini didominasi oleh Hutan dipterokarpa (Lowland dipterocarp forest). Di Sumatera untuk hutan dipterokarpa lahan pamah mencakup sebagian besar lahan darat yang terdapat pada tanah Podsolik Merah Kuning dan gugus tanah yang beraneka (kompleks). Pohon-pohon merupakan bentuk hidup (life form) utama yang berdaun lebar dan sedang dan selalu hijau. Kanopi utama hutan mencapai 20-35 m, dengan pohon yang mencuat tingginya hingga 50 m, biasanya batangnya panjang, lurus dan relatif ramping. Jenis-jenis Dipterocarpaceae marga Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea,

Shorea, Upuna dan Vatica dan merupakan jenis pohon kanopi atas dan jenis pohon mencuat. Hutan hujan tropik dengan dominasi suku dan kerapatan pohon kanopi atas seperti itu sangat unik di dunia. Ciri khasnya adalah bahwa pada suatu lokasi beberapa jenis suku Dipterocarpaceae tumbuh bersama-sama. Di hutan ini suku-suku pohon utama selain Dipterocarpaceae antara lain adalah Annonaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae,

Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae dan Myrtaceae. Suatu jenis bukan Dipterocarpaceae

yang tersebar di hutan ini di Sumatra bagian selatan adalah ulin (Eusideroxylon zwageri).

Jenis fauna yang menonjol harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus).

Page 98: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 17 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

B.7. Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional

Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses Denudasional. Dengan demikian bentang lahan ini dipengaruhi oleh proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau degradasi. Bentang alam Denudasional ini terbagi atas 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu D2 Perbukitan Denudasional, D32 Lerengkaki Perbukitan Denudasional dan D42 Lembah antar Perbukitan Denudasional. Di Pulau Sumatera bentang alam Denudasional ini berada Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung.

Keanekaragaman flora fauna relative sama di 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu sama dengan daratan Pulau Sumatera yaitu didominasi oleh Hutan dipterokarpa (dipterocarp

forest). Dengan demikian flora hutannya mencakup jenis-jenis Dipterocarpaceae marga Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Para-shorea,

Shorea, Upuna dan Vatica. Ciri khasnya adalah bahwa pada suatu lokasi beberapa jenis suku Dipterocarpaceae tumbuh bersama-sama. Di hutan ini suku-suku pohon utama selain Dipterocarpaceae antara lain adalah Annonaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae,

Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae dan Myrtaceae. Suatu jenis bukan Dipterocarpaceae

yang tersebar di hutan ini di Sumatra bagian selatan adalah ulin (Eusideroxylon zwageri). Jenis fauna yang menonjol harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus).

Page 99: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 18 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

PERMASALAHAN KEANEKERAGAMAN HAYATI EKOREGION PULAU SUMATERA

Sumber: Kompas dalam http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatras-forests-as-per-kompas.html

Page 100: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

B - 19 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

PERMASALAHAN PERAMBAHAN HUTAN DI SEJUMLAH TAMAN NASIONAL EKOREGION PULAU SUMATERA

Sumber: Kompas dalam http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatras-forests-as-per-kompas.html

SUMBER PENULISAN

Barkah, Baba S. 2009. Panduan Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat di Areal MRPP Kabupaten Musi Banyuasin. Report No. 18. TA.FINAL / SOP No. 01. PSF Rehabilitation. Rev 0. Merang REDD Pilot Project (MRPP). Kerjasama teknis (GTZ Project No. 2008.9233.1) yang didanai dari Kementerian Lingkungan Hidup (BMU) Pemerintah Republik Federal Jerman dan Departemen Kehutanan Kementerian Kehutanan.

Kartawinata, Kuswata. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia. LIPI Press dan Yayasan Obor.

Steenis, Van CGGJ. 2010. Flora Pegunungan Jawa. LIPI Press.

http://lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/14-tomi_eriawan-KL-1.pdf

http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html

http://walhi-sumsel.blogspot.co.id/2010/02/palembang-minim-rth.html

http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatras-forests-as-per-kompas.html

Page 101: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

C - 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

DESKRIPSI KARAKTERISTIK KULTURAL EKOREGION PULAU SUMATERA

Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000

C.1. Ekoregion Bentangalam asal proses Marin

Bentanglahan marin terdiri dari 2 ekoregion yaitu ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur (M1) dan dataran pesisir dengan pantai berpasir (M2).

Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur

Ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur di Pulau Sumatera banyak tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Potensi dari segi kependudukan, sosial ekonomi dan budaya perlu dikenali lebih mendalam supaya dapat dimanfaatkan dengan optimal. Potensi yang ada pada situasi

Page 102: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 2 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

kependudukan di kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah jumlah penduduk muda yang relatif tinggi. secara keseluruhan, jumlah penduduk di kawasan ini tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit namun pada kategori sedang. Hal ini diakibatkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi disertai dengan tingkat mortalitas atau kematian yang juga masih relatif tinggi. Struktur penduduk pada kawasan ini adalah struktur penduduk muda yang didominasi kelompok anak-anak dan remaja. tingkat kematian diperkirakan tinggi pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut. Selain faktor kematian penyebab sedikitnya jumlah penduduk dewasa di kawasan ini adalah tingginya jumlah migrasi keluar. Dperkirakan kelompok dewasa pergi ke daerah lain untuk alasan ekonomi.

Potensi dari segi perekonomian pada kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah berkembangnya kegiatan perekonomian di sektor budidaya perikanan di tambak. Secara keseluruhan masyarakat di sekitar kawasan ini menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan. Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Kondisi pantai yang berlumpur merupakan sebuah potensi bagi kegiatan budidaya perikanan tambak. Selain perikanan, sektor perdagangan dan jasa juga turut berkembang sejalan dengan berkembangnya sumberdaya perikanan.

Potensi dari segi sosial budaya pada kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah masih terjaganya kearifan lokal yang bersifat kepesisiran di tengah masyarakat di kawasan ini. Sistem sosial budaya masyarakat didominasi budaya bernuansa kepesisiran. Misalnya kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang berpedoman pada musim melaut dan sebagainya. Kearifan lokal masih dipegang teguh oleh masyarakat di kawasan ini. Kearifan lokal yang dijunjung adalah yang berhubungan dengan bagaimana mengelola sumberdaya pesisir dan perikanan. Beberapa contoh kearifan lokal di kawasan pesiisr terkait pengelolaan sumberdaya pesisir dan perikanan adalah tidak menggunakan bahan berbahaya dan beracun untuk menangkap ikan karena dapat merusak ekosistem laut dan mengancam kelestarian lingkungan. Selain itu juga melarang pemanfaatan kawasan pesisir dan pantai untuk kegiatan yang mampu merusak lingkungan misalnya pendirian tempat pengolahan hasil laut yang membuang limbah industri di laut.

Permasalahan dari aspek kultural pada ekoregion ini, diuraikan berikut ini.

(1) Keterbatasan sumber daya manusia dalam bentuk penduduk usia produktif karena migrasi ke perkotaan. Jumlah penduduk yang tinggal di kawasan pesisir lebih banyak kelompok anak-anak dan remaja. Kelompok penduduk dewasa yang produktif lebih memilih melakukan migrasi ke daerah yang dianggap mampu meningkatkan kondisi perekonomiannya. Upaya peningkatan kegiatan budidaya perikanan tambak yang berpotensi mendatangkan keuntungan yang besar perlu

Page 103: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

segera disosialisasikan kepada masyarakat dengan tujuan menekan angka migrasi keluar penduduk usia produktif.

(2) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik.

(3) Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas. Pengelolaan sumberdaya alam yang terbatas membutuhkan intervensi pemerintah dan swasta sekaligus inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas sumberdaya alam yang ada. Produktivitas yang meningkat akan memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat sehingga mereka mampu untuk meningkatkan kesejahteraannya.

(4) Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. Upaya pelestarian tidak bisa dilakukan hanya dari satu kelompok saja. Upaya pelestarian perlu dukungan dari pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lain di luar yang turut memanfaatkan sumberdaya pesisir. Upaya pelestarian yang terintegrasi akan menciptakan sumberdaya pesisir yang berpotensi secara ekonomi bagi masyarakat setempat.

Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir

Ekoregion dataran pesisir dengan pantai berpasir di Pulau Sumatera banyak terdapat di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Kondisi demografis pada dataran pesisir dengan pantai berpasir memiliki potensi jumlah penduduk yang besar. Kondisi saat ini jumlah penduduk di kawasan ini belum terlalu tinggi dengan struktur penduduk muda yang dominan anak-anak dan remaja. Struktur penduduk muda ini dikarenakan tingkat fertilitas yang masih cukup tinggi di kawasan ini.

Potensi dari kegiatan perekonomian penduduk di kawasan ini adalah budidaya perikanan tambak. Sektor perikanan menjadi andalan kegiatan perekonomian masyarakat setempat. Perikanan yang diupayakan adalah perikanan tangkap maupun budidaya tambak. Selain sumberdaya perikanan yang berkembang di kawasan ini, sektor lain juga turut berkembang di kawasan ini. Sektor pertanian, peternakan, perdagangan dan jasa juga berkembang di kawasan ini seiring dengan berkembangnya sektor perikanan.

Masyarakat di kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berpasir memiliki sistem sosial budaya yang bernuansa kepesisiran. segala hal yang berhubungan dengan

Page 104: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 4 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

kegiatan kemasyarakatan akan dikaitkan dengan budaya melaut dan masa-masa dalam kegiatan budidaya tambak, misalnya masa panen, masa sebar benih dan sebagainya. Kearifan lokal juga masih dipegang teguh masyarakat setempat dalam mengelola sumberdaya pesisir dan perikanan. Misalnya saja tidak menggunakan bahan berbahaya beracun dalam menangkap ikan, menggunakan bahan organik untuk pakan ikan di tambak, menjunjung tinggi kebersamaan dan gotong royong ketika musim panen tiba dimana antarmasyarakat saling membantu dan memberi untuk meminimalkan kesenjangan ekonomi di masyarakat.

Pengoptimalan potensi yang tersimpan di kawasan pesisir dengan pantai berpasir tidak lepas dari bebarapa masalah dalam pengelolaannya. Beberapa masalah tersebut diantaranya, seperti berikut ini.

(1) Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas. Keterbatasan sumberdaya alam untuk dikelola masyarakat menjadi masalah karena akan menimbulkan kesenjangan ekonomi yang berdampak pada konflik antar masyarakat dan munculnya pengangguran. Pengangguran ini akan muncul jika sumberdaya alam yang dikelola tidak memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Penanganan yang serius dari pemerintah perlu dilakukan mengingat struktur penduduk di kawasan ini adalah kelompok muda yang sebentar laginmemasuki usia dewasa produktif. Perluasan kesempatan kerja di tengah keterbatasan sumberdaya alam perlu dipikirkan secara serius dengan melibatkan intervensi pemerintah dan inovasi teknologi. Peningkatan produktivitas lahan dan perluasan kesempatan kerja akan meningkatkan produktivitas masyarakat setempat sehingga masyarakat yang masih belum sejahtera dapat memperbaiki kondisi perekonomiannya.

(2) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik. peningkatan kualitas sumberdaya manusia perlu digalakkan sesegera mungkin mengingat banyak pemuda muda di kawasan ini. Perbaikan tingkat pendidikanmelalui peningkatan partisipasi sekolah teurtama pada pendidikan tinggi dan yang mengarah pada situasi lokal yaitu kelautan perlu diupayakan. Dari segi kesehatan, perbaikan kualitas kesehatan terutama ketika masa anak-anak perlu diupayakan untuk mendapatkan generasi muda yang sehat dan cerdas.

(3) Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. Upaya pelestarian tidak bisa dilakukan hanya dari satu kelompok saja. Upaya pelestarian perlu dukungan dari pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lain di luar yang

Page 105: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 5 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

turut memanfaatkan sumberdaya pesisir. Upaya pelestarian yang terintegrasi akan menciptakan sumberdaya pesisir yang berpotensi secara ekonomi bagi masyarakat setempat dan berdaya guna bagi masyarakat luar serta pihak pemerintah dan swasta.

C.2. Ekoregion Bentangalam asal proses Organik

Bentanglahan organik meliputi dua ekoregion yaitu 1.) Dataran gambut dan 2.) pulau terumbu karang.

Ekoregion Dataran Gambut

Ekoregion dataran gambut di Pulau Sumatera banyak tersebar di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Dataran gambut di wilayah Sumatera merupakan salah satu dataran gambut terbesar di Indonesia. Banyak potensi yang ada di ekoregion gambut ini yang belumbanyak dioptimalkan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini tentu saja berkaitan dengan keterbatasan dana operasional untuk pengelolaan dataran gambut.

Kondisi kependudukan yang umum di ekoregion dataran gambut ini adalah jumlah penduduk yang relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah lain. Tingkat kepadatan penduduk di ekoregion ini rendah karena sebagian besar wilayahnya dijadikan kawasan lindung. Selain itu tingkat migrasi keluar tinggi. Kondisi ini dikarenakan masyarakat yang tinggal di ekoregion ini belum memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengelola lahan gambut di sekitarnya sehingga mereka lebih memilih pindah tempat tinggal di daerah lain untuk meningkatkan kesejahteraannya.

Kegiatan ekonomi di ekoregion ini tergolong masih belum ada perkembangan yang signifikan. Hal ini dikarenakan masyarakat masih tradisional dengan kegiatan pertanian namun belum bisa mengembangkan pertanian di lahan gambut sehingga mereka melakukan kegiatan pertanian di lahan non gambut yang jumlahnya sangat terbatas. Tanaman yang banyak dijumpai di ekoregion ini adalah semak belukar. Potensi pertanian di dataran gambut membutuhkan banyak usaha dari berbagai pihak untuk bisa dioptimalkan.

Kondisi dataran gambut yang membutuhkan banyak syarat dalam pengelolaannya menjadikan masyarakat enggan untuk mulai memanfaatkan lahan gambut untuk kegiatan pertanian. Dataran gambut paling banyak masih dimanfaatkan untuk kawasan lindung. Aturan pengelolaan lahan di dataran gambut lebih banyak diintervensi oleh pemerintah.

Page 106: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 6 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Hal ini menjadikan keterbatasan pula bagi kelompok-kelompok masyarakat yang berniat untuk melakukan pengelolaan lahan gambut. Oleh karena itu kegiatan ekonomi di dataran gambut belum bisa terlihat apabila hanya mengandalkan sektor pertanian.

Ekoregion dataran gambut memiliki potensi yang sebenarnya bisa dimanfaatkan di berbagai sektor perekonomian tidak hanya di sektor pertanian. Namun demikian ekoregion dataran gambut dengan segala keterbatasannya juga menyimpan potensi permasalahan diantaranya, seperti diuraikan berikut ini.

(1) Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia di ekoregion ini. Rendahnya kualitas SDM ini menjadi isu utama persoalan sosial di ekoregion dataran gambut. Kondisi wilayah yang bisa dikatakan belum teroptimalkan menjadikan wilayah tersebut minus sehingga banyak penduduk yang memiliki berpindah daripada menetap dalam kemiskinan. Penduduk yang masih bertahan untuk tinggal di ekoregion ini pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Belum adanya intervensi pemerintah dalam peningkatan sarana prasarana dan kualitas kesehatan dan pendidikan di ekoregion ini menjadikan mereka yang masih bertahan harus menerima fasilitas kesehatan dan pendiidkan seadanya. Kondisi ini yang menjadikan penduduk di ekoregion ini masih belum memiliki kualitas yang baik.

(2) Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber daya lahan. Masyarakat yang masih bergantung pada pertanian di ekoregion ini masih terbatas dalam melakukan pengolahan lahan untuk pertanian. Tidak adanya inovasi dalam pengelolaan lahan yang diberikan pada masyarakat di ekoregion ini menjadikan mereka mengolah lahan gambut sesuai pengetahuan dan pengalaman mereka selama ini. Pengelolaan yang mereka lakukan belum bisa mengoptimalkan potensi lahan gambut sehingga belum memberikan hasil yang maksimal bagi perekonomian masyarakat di ekoregion dataran gambut. Hal ini yang menjadikan banyak penduduk di ekoregion dataran gambut masih berada dalam

(3) Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah. Selain permasalahan kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah, keterbatasan jumlah penduduk juga menimbulkan masalah lain yaitu kurangnya tenaga kerja di ekoregion dataran gambut. Kekurangan tenaga kerja di ekoregion ini terjadi akibat besarnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi keluar akibat situasi perekonomian yang tidak mendukung peningkatan kesejahteraan.

(4) Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat. Benturan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat di ekoregion dataran gambut masih belum bisa diselesaikan dengan

Page 107: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 7 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

sebuah jalan tengah yang solutif. Pada satu sisi, masyarakat mengelola lahan gambut dengan pengetahuan dan pengalaman seadanya untuk meningkatkan perekonomian. Di sisi lain, pemerintah mengupayakan kawasan lindung pada kawasan gambut untuk menghindari degradasi lahan dan kerusakan lingkungan. Upaya penemuan jalan tengah perlu terus dilakukan supaya kepentingan pemerintah untuk melindungi kerusakan lingkungan tidak merugikan masyarakat yang bergantung pada kegiatan pertanian di lahan gambut.

Ekoregion Pulau Terumbu Karang

Bentanglahan organik selanjutnya adalah ekoregion pulau terumbu karang. Ekoregion ini tersebar di kawasan Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Ekoregion pulau terumbu karang memberikan banyak keuntungan apabila dapat dioptimalkan segala potensi yang dimilikinya terutama pada sektor pariswisata yang mengeksplorasi keindahan ekoregion ini.

Potensi sumberdaya sosial dari segi kondisi kependudukan di ekoregion ini adalah jumlah penduduk yang masih sedikit dengan tingkat kepadatan penduduk yang juga masih rendah. Jarangnya jumlah penduduk di ekoregion ini dapat dimanfaatkan melalui pemanfaatan kawasan sebagai kawasan lindung. Tingkat migrasi keluar dari ekoregion ini cukup tinggi karena masyarakat setempat belum bisa mengoptimalkan potensi pulau terumbu karang. Kondisi perekonomian yang lebih baik dan tingkat kesejahteraan keluarga yang lebih terjamin dapat diwujudkan dengan cara bekerja di wilayah lain yang lebih menjanjikan.

Potensi perekonomian yang bisa dikembangkan di ekoregion ini sebagian besar adalah kegiatan budidaya perikanan. Selain itu, struktur ekonomi masyarakat setempat juga ditopang oleh hasil tangkapan dari laut. Selain dua hal tersebut pengoptimalan potensi ekoregion pulau terumbu karang ini dapat dilakukan melalui pembenahan wilayah untuk tujuan pariwisata. Keindahan pulau terumbu karang dapat dieksplorasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Sehingga kegiatan perekonomian tidak bergantung pada budidaya dan nelayan. Kerjasama pemerintah daerah dan pusat dengan pihak swasta perlu digalakkan untuk pembenahan kegiatan pariwisata yang tetap menjunjung kelestarian lingkungan.

Konsisi sosial budaya di ekoregion ini lebih mengacu pada belum adanya jalan tengah atas benturan kepentingan pemerintah dan masyarakat setempat dalam menentukan upaya pengelolaan lahan. Pemerintah dengan segala upaya pelarangannya menghendaki ekoregion pulau terumbu karang untuk kawasan lindung sehingga masyarakat setempat tidak bisa memanfaatkannya untuk segala kepentingan. Kondisi ini

Page 108: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 8 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

bertentangan dengan keinginan masyarakat yang bergantung dari potensi pulau terumbu karang ini untuk kegiatan budidaya perikanan dan kegiatan nelayan. Oleh karena itu pemerintah seharusnya segera mengupayakan jalan tengah terbaik untuk melindungi ekoregion pulau terumbu karang dan tetap membantu masyarakat setempat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan melalui bantuan dalam kegiatan budidaya dan nelayan serta membuka kesempatan kerja baru di sektor pariwisata di ekoregion ini.

Potensi yang belum teroptimalkan di ekoregion pulau terumbu karang menimbulkan beberapa permasalahan diantaranya, sebagai berikut ini.

(1) Kehidupan ekonomi masyarakat dalam keadaan miskin akibat keterbatasan sumberdaya lahan. Masyarakat yang belum memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola lahan di ekoregion pulau terumbu karang menjadikan mereka hanya memanfaatkan sumberdaya alam masih dengan cara konvensional. Nilai jual yang tidak terlalu tinggi dari kegiatan perekonomian budidaya perikanan dan tangkapan hasil laut menjadikan masyarakat belum mampu memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai masyarakat yang mapan secara ekonomi.

(2) Rendahnya jumlah penduduk di ekoregion ini mengakibatkan seringnya ekoregion ini kekurangan sumberdaya tenaga kerja produktif untuk diberdayakan. Jumlah migrasi keluar di kawasan ini menimbulkan penduduk usia produktif banyak yang hilang dan digantikan oleh kelompok penduduk yang belum produktif (anak-anak) dan sudah tidak produktif lagi yaitu lansia. Kegiatan pengelolaan lahan belum bisa optimal juga disebabkan tidak adanya tenaga kerja yang bisa dikaryakan di kawasan ini.

(3) Konflik antara pemerintah dan masyarakat setempat masih saja terjadi. Hal ini mengakibatkan kawasan pulau terumbu karang tidak bisa dikembangkan optimal. Salah satu pihak utamanya pemerintah harusnya lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat namun tetap tidak melupakan kelestarian lingkungan. Hal ini bisa dilakukan melalui kegiatan peningkatan ekonomi kerakyatan melalui pengoptimalan potensi kawasan lindung. Misalnya dalam kegiatan pariwisata yang tetap mengutamakan menjaga kelestarian lingkungan.

C.3. Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial

Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Dataran fluvio-vulkanik, Dataran aluvial, dan Dataran fluvio-marin.

Page 109: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 9 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik

Ekoregion fluvio-vulkanik di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat besar. Jumlah dan kepadatan penduduk di ekoregion fluvio-marin tersebut seiring waktu terus mengalami pertambahan. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada masa transisi dari penduduk struktur muda ke struktur penduduk dewasa. Dilihatberdasarkan proses demografisnya, fertilitas di ekoregion ini masih tinggi meskipun sedikit demi sedikit terus mengalami penurunan yang kecil. Mortalitas dan mordibitas juga tergolong tinggi meskipun mengalami penurunan karena semakin dekatnya pelayanan kesehatan dan pola hidup masyarakat yang semaikin baik. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini semakin meningkat intensitasnya. Hal ini dikarenakan semakin majunya wilayah sehingga sarana transportasi juga semakin mudah sehingga memudahkan penduduk untuk melakukan perpindahan.

Ekoregion fluvio-vulkanik merupakan daerah yang subur sehingga pertanian merupakan lapangan usaha utama yang dikembangkan oleh penduduk. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion fluvio-vulkanik tergolong berkembang dari sektor pertanian tradisioanal menuju pengembangan sektor pertanian agribisnis. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor industri dengan pertanian sebagai basis usahanya. Pengolahan lahan pertanian terus berkembang dan teknologi-teknologi pertanian mulai diterapkan. Artinya pertanian yang diusahakan kini lebih kompleks dan bervariasi. Dengan demikian pendapatan masyarakat juga akan meningkat dan kesejahteraan penduduk juga akan ikut meningkat pula.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dipegang erat meskipun perlahan mulai berkurang. Gaya hidup modern telah masuk pada generasi muda sehingga kearifan lokal yang dipegang oleh generasi tua lambat laun akan ditinggalkan. Meskipun gaya hidup modern diakui sering mengenai generasi muda, akan tetapi pada kenyataannya generasi tua juga seakan mengikuti arus tersebut. Pelan tapi juga pasti generasi tua juga sedikit demi sedikit terkena dampak modernisasi.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini, seperti diuraikan berikut ini. (1) Kepadatan penduduk mulai terus meningkat, sehingga daya dukung lingkungan

terhadap penduduk menurun. (2) Terjadinya perpaduan budaya lokal dengan budaya pendatang sehingga konflik

sosial meningkat

Page 110: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 10 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

(3) Terjadi degradasi dan alih fungsi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang kompleks.

(4) Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang konsumtif.

Ekoregion Dataran Aluvial

Ekoregion dataran aluvial di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kapulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong tinggi dan cenderung mengalami penambahan setiap waktunya. Hal ini dikarenakan potensi sumberdaya di ekoregion dataran aluvial yang sangat besar berupa tanah yang subur dan dataran yang luas sehingga memungkinkan untuk terus dikembangkan. Selain jumlahnya yang terus bertambah, kepadatan penduduk di ekoregion ini juga terus bertambah.

Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori rendah. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori rendah pula. Sedangkan untuk migrasi (migrasi masuk) tergolong tinggi. Potensi sumber daya yang besar menjadi faktor penarik penduduk dari luar daerah untuk menuju ke daerah ini. Hal inilah yang menyebabkan jumlah dan kepadatan penduduk terus mengalami peningkatan. Selain itu masuknya penduduk yang bermigrasi ke ekoregion ini didominasi oleh penduduk produktif yang mencari pekerjaan. Akibatnya jika dilihat berdasarkan rasio ketergantungannya, rasio ketergantungan penduduk mengalami penurunan. Rasio ketergantungan yang menurun menunjukkan pertanda baik. Artinya ketergantungan penduduk yang tidak produktif menjadi berkurang karena banyaknya penduduk produktif. Meskipun demikian tetap saja kondisi ini harus terus mendapatkan perhatian. Hal ini dikarenakan rasio ketergantungan yang rendah merupakan pertanda baik manakala penduduk yang berusia produktif seluruhnya bekerja. Akan tetapi jika penduduk produktif tersebut menganggur atau mencari pekerjaan maka hal tersebut merupakan pertanda buruk karena jika hal itu terjadi maka daerah tersebut sedang mengalami "demographic disaster" atau bencana demografi.

Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion dataran aluvial tergolong kompleks. Sektor ekonomi yang diusahakan tidak hanya berkutat pada sektor pertanian tetapi sudah berkembang kepada perdagangan, industri dan jasa. Meskipun sektor pertanian masih menjadi basis akan tetapi sektor pertanian didukung oleh perkembangan sektor industri dan jasa. hal ini ditandai dengan berkembangnya usaha agribisnis dan agropolitan secara bersama-sama. Kemudahan sarana prasara transportasi juga telah membentuk daerah-daerah pusat ekonomi baru sehingga ekonomi masyarakat terus-menerus bergerak ke

Page 111: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 11 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

arah positif. Dengan kata lain, kondisi ekonomi pada ekoregion ini tergolong baik dengan rata-rata tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi. Meskipun demikian permasalahan kesenjangan tentu saja tetap terjadi. Meskipun secara ekonomi penduduknya dikategorikan memiliki kesejahteraan yang tinggi akan tetapi dilihat dari aspek sosial budaya beberapa permasalahan mulai muncul.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini mulai tergerus. Hal ini dikarenakan telah terjadinya pergesaeran norma sosial di masyarakat dari budaya keluarga dan kekerabatan menjadi budaya ekonomi-bisnis yang berorientasi materi. Bisnis keuangan telah melunturkan nilai sosial dan kekerabatan yang telah dibangun sejak dahulu. Selain itu berbagai kearifan lokal juga dinilai mulai memudar. Akhirnya ketika ada perbedaan pendapat, friksi-friksi serta permasalahan-permasalahan kecil dapat berpotensi menjadi masalah besar dan menimbulkan konfik.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Kepadatan penduduk tinggi, konflik lahan meningkat; (2) Alih fungsi lahan terjadi, daya dukung lingkungan terhadap penduduk menurun; (3) Konflik sosial antara penduduk pendatang dengan penduduk lokal meningkat; (4) Terjadi degradasi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang kompleks; dan (5) Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang

konsumtif.

Ekoregion Dataran Fluvio-marin

Ekoregion dataran fluvio-marin di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini memiliki jumlah yang besar. Meskipun jumlahnya besar, akan tetapi kepadatan penduduknya belum terlalu tinggi. Berdasarkan strukturnya, struktur penduduk di dataran fluvio-marin tergolong kategori muda. Hal ini berarti penduduk yang ada pada ekoregion ini umumnya berada pada usia muda. Jika digambarkan dalam piramida penduduk, maka bentuk piramida penduduknya dikategorikan piramida ekspansif. Ciri dari piramida ekspansif ini adalah memiliki tingkat fertilitas serta tingkat mortalitas berada pada kategori tinggi. Selain memiliki ciri memiliki tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi, pada ekoregian ini memiliki ciri migasi yang dilakukan mulai berkembang. Migrasi yang terjadi dilakukan oleh penduduk dewasa menuju daerah perkotaan untuk mencari pekerjaan.

Page 112: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 12 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh perikanan, baik dari perikanan tangkap maupun perikanan hasil budidaya. Hal ini disebabkan oleh kedekatan dengan laut yang memiliki potensi perikanan untuk dikembangkan. Selain berbasis pada perikanan, sektor lain yang juga berkembang adalah pertanian dan peternakan. Pertanian yang dikembangkan adalah pertanian pesisir yang dilakukan di sepanjang sungai dekat laut maupun di sepanjang pantai. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah berupa padi dan palawija. Sedangkan peternakan yang dikembangkan adalah peternakan sapi dan kambing. Pariwisata pada ekoregion dataran fluvio-marin juga mulai dikembangkan. Hal ini akan mendorong ekonomi masyarakat terutama dari segi sektor jasa.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat pesisir masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan pesisir sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas; (2) Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang

terbatas; dan (3) Sebagai akibat kemiskinan yang masih tinggi, maka upaya untuk melestarikan

sumber daya wilayah pantai menjadi terkendala.

C.4. Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik

Bentuk ekoregion bentanglahan antropogenik umumnya berada di dataran perkotaan yang tersebar di kota-kota propinsi dan kabupaten di seluruh ekoregion Sumatera. Apabila dilihat dari kondisi kependudukannya, ekoregion antropogenik yang berada di dataran perkotaan di Sumatera pada umumnya memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi dengan tingkat kepadatan penduduk yang juga tinggi. Jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi ini terjadi karena besarnya arus migrasi dari perdesaan menuju perkotaan. Migrasi menjadi penentu yang lebih dominan bagi pertambahan jumlah penduduk di pertkotaan dibandingkan dengan fertilitas dan mortalitas. Struktur penduduk di ekoregion ini telah kompleks dan mengarah pada

Page 113: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 13 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

struktur penduduk tua. Hal ini berarti potensi lansia pada ekoregion ini perlu mendapat perhatian lebih di masa-masa mendatang.

Kondisi sosial ekonomi ekoregion antropogenik di wilayah Sumatera menunjukkan telah terjadi perubahan dalam hal struktur ekonomi. Pergeseran dari struktur ekonomi primer menuju struktur ekonomi sekunder bahkan tersier. Hampir ditinggalkannya sektor primer yaitu pertanian di ekoregion dataran perkotaan lebih disebabkan sudah terbatasnya luasan lahan pertanian. Kegiatan pertanian tidak akan bisa menjadi optimal dalam kondisi keterbatasan lahan dan tidak ada inovasi teknologi pertanian untuk usaha pertanian di lahan yang terbatas. Sektor perekonomian yang berkembang di ekoregion ini adalah sektor jasa. Sementara itu, sektor perdagangan, keuangan, informasi, perbankan, perhotelan dan jasa kemasyarakatan di ekoregion dataran perkotaan semakin maju.

Kondisi sosial budaya yang umumnya terjadi di dataran perkotaan beberapa diantaranya adalah sistem kekerabatan dan kekeluargaan yang sudah mulai pudar di masyarakat. Pudarnya sistem kekeluargaan dan kekerabatan ini dimungkinkan terjadi karena orientasi masyarakat daerah perkotaan yang lebih banyak para pendatang adalah kegiatan ekonomi atau bekerja. Hal ini mengakibatkan mereka lebih disibukkan pada urusan pekerjaan dan segala hal yang berkaitan dengan perekonomian daripada melakukan kegiatan yang bersifat menjalin kekerabatan atau kekeluargaan. Sebagian besar kegiatan pada kelompok masyarakat di dataran perkotaan ini lebih dominan pada nilai ekonomi daripada nilai sosial. Pranata sosial yang ada di tengah masyarakat juga berbasis ekonomi.

Permasalahan yang berpotensi terjadi di ekoregion antropogenik dataran perkotaan diantaranya, seperti diuraikan berikut ini.

(1) Lunturnya norma sosial sebagai akibat dari perkembangan kehidupan modern yang pesat. Masyarakat yang sudah berorientasi pada pekerjaan dan disibukkan dengan masalah ekonomi akan banyak yang mengesampingkan norma-norma sosial di sekitarnya. Selain itu, mereka yang sebagian besar adalah pendatang tidak merasa menjadi bagian dari masyarakat asli sehingga banyak dari mereka yang mengabaikan norma-norma sosial di tempat tinggal barunya.

(2) Banyak terjadi degradasi lahan, polusi dan kelangkaan sumberdaya di ekoregion ini. Hal ini terjadi karena perkembangan industri dan jasa kemasyarakatan di dataran perkotaan.

(3) Lunturnya sistem kekerabatan dan sosial budaya masyarakat yang hidup di dataran perkotaan. Kurang kuatnya ikatan kekerabatan dan kekeluargaan masyarakat perkotaan lebih dikarenakan lebih banyaknya penduduk pendatang yang berasal dari berbagai wilayah yang orientasinya adalah kegiatan ekonomi. Selain itu,

Page 114: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 14 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

semakin pesatnya kemajuan di dataran perkotaan menyebabkan masyarakat lebih modern yang menjunjung tinggi budaya konsumtif dan gaya hidup hedonis.

(4) Banyak potensi konflik sosial terjadi di ekoregion dataran perkotaan. hal ini dikarenakan struktur sosial yang kompleks di ekoregion ini. Kompleksnya struktur penduduk dari segi demografi, ekonomi, dan sosial budaya mengakibatkan banyak benturan kepentingan sehingga apabila tidak diatasi sejak dini berpotensi menciptakan konflik antar kelompok masyarakat.

C.5. Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik

Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, Ekoregion Kaki Gunungapi, dan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi.

Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi

Ekoregion kerucut dan lereng Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya, ekoregion ini memiliki ciri-ciri umum yang sama antara provinsi satu dengan lainnya. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini masih sedikit dengan kepadatan rendah. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini dikategorikan sebagai struktur penduduk muda. Artinya penduduk yang tinggal pada ekoregion ini didominasi kelompok umur usia anak dan remaja. Struktur penduduk muda biasanya dicirikan memiliki tingkat kelahiran tinggi, angka kematian tinggi dan tingkat kesakitan juga tinggi. Hal ini sekaligus menandakan pada ekoregion ini memiliki angka ketergantungan (dependency ratio) yang tinggi dimana penduduk usia produktif lebih kecil dibandingkan penduduk usia non-produktif (usia 15 tahun ke bawah dan lansia). Selain itu berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam kategori rendah.

Selain memiliki karakteristik demografis yang sama pada ekoregion ini juga memiliki karakteristik ekonomi yang hampir sama pula. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion ini tergolong dalam kategori ekonomi rendah. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor ekonomi primer dengan pertanian sebagai mata pencaharian utama ekonomi masyarakat. Pengolahan lahan pertanian masih minimal, dominasi pada tanaman tahunan. Selain itu pada ekoregion ini dicirikan kehidupan ekonomi sangat tergantung pada lahan. Artinya jika lahan yang

Page 115: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 15 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

digarap subur maka akan memberikan kontribusi ekonomi yang baik pada rumah tangganya. Sebaliknya jika kondisi lahan sudah tidak subur maka ekonomi rumah tangga juga akan mengalami penurunan.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di masyarakat masih dijunjung tinggi. Selain itu masyarakat pada ekoregion ini sangat mendukung kelestarian alam dan lingkungan. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini lebih kepada hubungan determinisne lingkungan. Artinya alam dan lingkungan sebagai faktor utama sekaligus sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dikembangkan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari kearifan lokal yang terbentuk dari hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini lebih banyak daripada ekoregion lainnya.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan

masyarakat yang masih rendah; (2) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat

kemiskinan masyarakat tinggi; (3) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan

akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan (4) Persoalan ekonomi akan berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai

dengan peruntukan fungsi kawasan sehingga potensi kerusakan lahan sangat besar.

Ekoregion Kaki Gunungapi

Ekoregion Kaki Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini masih sedikit dengan kepadatan yang masih rendah. Meskipun demikian jika dibandingkan dengan ekoregion kerucut dan lereng Gunungapi jumlah dan kepadatan penduduk di ekoregion ini lebih banyak. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini dikategorikan sebagai struktur penduduk muda. Artinya penduduk yang tinggal pada ekoregion ini didominasi kelompok umur usia anak dan remaja.

Dinamika jumlah penduduk pada ekoregion ini ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Pada ekoregion ini tingkat fertilitasnya tergolong tinggi. Rata-rata anak yang dimiliki biasanya lebih dari dua. Paradigma banyak anak banyak rejeki masih mengakar

Page 116: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 16 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

kuat pada penduduk yang tinggal di ekoregion ini. Jumlah anak yang banyak dipandang sebagai sebagai modal bagi orang tuanya. Anak yang banyak dapat difungsikan sebagai tenaga keluarga yang membantu pertanian yang mereka usahakan. Selain itu anak yang banyak dipandang oleh penduduk sebagai tabungan hari tua. Artinya ketika tua, anak-anak mereka diharapkan akan meneruskan usahanya dan merawat kehidupan mereka nantinya. Selain memiliki tingkat fertilitas tinggi, tingkat mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong tinggi. Jauhnya dengan sarana kesehatan serta pola hidup sehat yang tidak baik menjadikan angka kematian dan kesakitannya menjadi tinggi. Sedangkan berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam kategori rendah. Dilihat angka ketergantungannya, pada ekoregion ini memiliki angka ketergantungan yang tinggi karena banyaknya usia 15 tahun ke bawah dan lansia.

Selain kondisi demografis yang telah berkembang, kondisi ekonomi pada ekoregion ini juga telah mengalami perkembangan. Struktur ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian. Pada ekoregion ini pengolahan lahan telah berubah dari tanaman tahunan menjadi tanaman tahunan dan semusim. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Sektor pertanian juga telah mulai berkembang. Proses mekanisasi pertanian juga mulai diusahakan pada ekoregion ini sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih optimal. Selain mengusahakan pertanian tanaman tahunan dan musiman, sektor peternakan juga telah mulai berkembang. Ternak yang diusahakan antara lain sapi, kambing, kerbau dan babi. Pada ekoregion ini, pengolahan lahan dan peternakan berlangsung saling dukung satu sama lain.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dikembangkan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Kualitas sumber daya manusia yang terbatas menjadi persoalan sosial utama

masyarakat. Masalah rendahnya kualiatas SDM ini dikarenakan rendahnya pendidikan pada ekoregion ini;

(2) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi;

(3) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan

Page 117: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 17 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

(4) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan.

Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi

Ekoregion dataran kaki Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sudah berkembang dibandingkan ekoregion vulkanik lainnya. Artinya dilihat dari kuantitas, kualitas dan struktur penduduk kondisi kependudukan pada ekoregion ini lebih kompleks. Dilihat berdasarkan kuantitasnya, jumlah penduduk pada ekoregion ini jauh lebih besar daripada ekoregion vulkanik lainnya. Daerah yang datar serta tanah yang lebih subur dan mudah diolah menjadikan alasan penduduk lebih banyak yang bertempat tinggal dan menetap. Secara kualitas, penduduk dapat dilihat berdasarkan pendidikan dan pelatihan formal yang dia miliki. Berdasarkan kualitasnya, penduduk yang berasal dari ekoregion ini cenderung memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ekoregion vulkanik lainnya. Sedangkan berdasarkan struktur penduduknya penduduk pada ekoregion ini telah mengalami perubahan dari penduduk muda menuju penduduk dewasa tahap awal.

Dinamika jumlah penduduk pada ekoregion ini ditentukan oleh migrasi dan hanya sebagian kecil ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Pada ekoregion ini tingkat fertilitasnya sudah cenderung rendah. Hal ini dikarenakan perempuan pada ekoregion ini lebih terdidik sehingga mereka berpikiran rasional dan sudah menganggap anak sebagai sebuah cost. Selain memiliki tingkat fertilitas yang sudah rendah, tingkat mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga sudah berada pada tingkat yang rendah. Pola hidup sehat dan kedekatan dengan fasilitas kesehatan menjadikan angka kematian dan kesakitannya menjadi rendah. Sedangkan berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi utamanya pada kelompok usia muda dan usia produktif. Para penduduk yang berusia muda melakukan migrasi dengan motif pendidikan. Selain pendidikan, motif mendapatkan pekerjaan di sektor non-pertanian juga menjadi alasan mengapa penduduk muda meninggalkan daerahnya. Karena banyaknya penduduk muda dan produktif yang melakukan migrasi maka penduduk yang tinggal pada ekoregion ini biasanya adalah penduduk anak-anak dan lansia. Akibatnya jiak dilihat dari beban ketergantungan penduduk, beban ketergantungannya berada pada kategori tinggi.

Selain kondisi demografis yang telah berkembang menjadi lebih kompleks, kondisi ekonomi pada ekoregion ini juga mengalami perkembangan hal serupa. Struktur ekonomi masyarakat telah lebih kompleks, bervariasi sejalan dengan perkembangan industri, perdagangan, dan jasa. Struktur ekonomi masyarakat yang mulanya hanya bertumpu pada

Page 118: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 18 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

sektor pertanian untuk kebutuhan primer berubah ke sektor pertanian yang berorientasi ekonomi sekunder. Pengolahan lahan pertanian telah bervariasi, semakin kompleks, dan menuju ke arah agribisnis. Akibatnya telah terjadi penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi masyarakat. Tetapi di sisi lain, sektor industri berbasis pertanian dan jasa kemasyarakatan mulai berkembang.

Berdasarkan kondisi kebudayaan masyarakatnya, hubungan sosial dan kekerabatan bergeser ke hubungan ekonomi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di masyarakat mulai ditinggalakan. Selain itu, karena hubungan yang dibangun adalah hubungan ekonomi maka telah terjadi pemanfaatan sumber daya secara optimal bahkan ke arah berlebihan. Akibatnya persoalan lingkungan semakin terlihat. Kearifan lokal yang awalnya dipegang kuat oleh masyarakat sedikit demi sedikit telah mulai ditinggalkan dan berubah menjadi ekonomi berbasis pada pasar (market oriented).

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat ke norma

modern yang berbasis sistem individualis; (2) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat

budidaya pertanian yang berlebihan; dan (3) Kearifan lokal mulai luntur, budaya memelihara lingkungan telah berubah menjadi

sistem ekonomi pasar.

C.6. Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik (Struktural)

Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tujuh macam, yaitu: Pegunungan Struktural Patahan, Perbukitan Struktural Patahan, Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, Pegunungan Struktural Lipatan, Perbukitan Struktural Lipatan, dan Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan.

Pegunungan Struktural Patahan

Ekoregion Pegunungan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat sedikit. Selain itu kepadatan penduduk pada ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan peruntukan lahan untuk ekoregion ini bukanlah untuk permukiman

Page 119: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 19 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

akan tetapi peruntukannya untuk kawasa lindung. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada struktur penduduk muda. Dilihat berdasarkan proses demografisnya, fertilitas dan mortalitas di ekoregion ini masih tinggi. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini tergolong tinggi.

Budidaya petanian pada ekoregion ini sangat terbatas dan belum berkembang. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah

penduduk yang rendah; (2) Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan

masyarakat yang masih rendah; (3) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat

kemiskinan masyarakat tinggi; (4) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan

akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan (5) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan

peruntukan fungsi kawasan.

Perbukitan Struktural Patahan

Ekoregion Perbukitan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kapulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong masih sedikit. Meskipun demikian, pertambahan jumlah terjadi dari tahun ke tahun. Kepadatan penduduk pada ekoregion ini juga dikategorikan rendah dengan tipe permukiman cenderung mengelompok. Hal ini

Page 120: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 20 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

dikarenakan fungsi kawasan ini bukan sebagai kawasan permukiman akan tetapi sebagai hutan lindung.

Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori tinggi pula. Begitu pula untuk migrasi uga tergolong tinggi. Potensi sumber daya yang besar tetapi dengan pengelolaan yang terbatas menjadikan penduduk yang ada di ekoregion ini memilih keluar untuk mencari pekerjaan.

Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion dataran aluvial tergolong masih sederhana. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan secara terbatas. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Hubungan keduanya adalah determinisme lingkungan dimana masyarakat menganggap bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Penduduk usia produktif terbatas yang disebabkan tingkat migrasi keluar tinggi; (2) Tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat yang masih rendah; (3) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat

kemiskinan masyarakat tinggi; (4) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan

akses kesehatan masyarakat yang rendah; (5) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan

peruntukan fungsi kawasan.

Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan

Ekoregion Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,

Page 121: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 21 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Jambi, Bengkulu, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini memiliki jumlah yang besar dan terkonsentrasi di lembah antar pegunungan. Kepadatan penduduk pada ekoregion ini senantiasa bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan strukturnya, struktur penduduk di ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan tergolong kategori muda menuju ke dewasa. Berarti penduduk yang ada pada ekoregion ini umumnya berada pada usia dewasa. Hal ini sekaligus menandakan potensi tenaga kerja cukup optimal karena penduduk produktif tersedia dengan banyak. Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas dan mortalitas pada ekoregian ini masih tinggi. Sedangkan migrasi yang dilakukan oleh penduduk berada pada kategori rendah.

Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Ketersediaan air yang melimpah sangat mendukung kegiatan pertanian yang menjadi sektor basis di ekoregion ini. Selain mengembangkan pertanian secara tradisional, penduduk yang berada pada ekoregion ini juga mengembangkan industri rumah tangga berbasis pertanian. Hasil pertanian diolah dan dipasarkan ke berbagai daerah untuk menambah penghasilan rumah tangga. Selain pertanian, industri rumah tangga dan perdagangan usaha yang dikembangkan oleh penduduk di ekoregion ini adalah peternakan. Jenis ternak yang dikembangkan adalah sapi dan kerbau.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat agraris masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan pertanian yang berada di lembah pegunungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Salah satu kearifan lokal yang masih dipegrang adalah hak ulayat yang masih dipatuhi oleh penduduk sekitar sampai dengan saat ini.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan; (2) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat; dan (3) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat

budidaya pertanian yang berlebihan.

Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan

Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat,

Page 122: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 22 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Berdasarkan kondisi demografisnya jumlah dan kepadatan penduduk di ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan tersebut seiring waktu terus mengalami pertambahan. Jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi mengelompok di lembah antar perbukitan yang memiliki tanah yang subur. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada masa transisi dari penduduk struktur muda mengarah ke struktur penduduk dewasa. Dilihat berdasarkan proses demografisnya, fertilitas di ekoregion ini masih tinggi meskipun sedikit demi sedikit terus mengalami penurunan. Mortalitas dan mordibitas juga mengalami penurunan karena semakin dekatnya pelayanan kesehatan dan pola hidup masyarakat yang semaikin baik. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini semakin meningkat intensitasnya. Hal ini dikarenakan semakin majunya wilayah sehingga penduduk dari luar daerah tertarik untuk melakukan perpindahan.

Ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan merupakan daerah yang subur sehingga pertanian merupakan lapangan usaha utama yang dikembangkan oleh penduduk. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion telah berkembang dari sektor pertanian tradisional menuju pengembangan sektor pertanian agribisnis. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor industri dengan pertanian sebagai basis usahanya. Pengolahan lahan pertanian terus berkembang dan teknologi-teknologi pertanian mulai diterapkan. Artinya pertanian yang diusahakan kini lebih kompleks dan bervariasi. Dengan demikian pendapatan masyarakat juga akan meningkat dan kesejahteraan penduduk juga akan ikut meningkat pula. Selain pertanian dan industri, sektor lain yang juga berkembang adalah peternakan, perdagangan dan jasa kemasyarakatan.

Arus migrasi yang terus menerus terjadi akan menyebabkan akulturasi budaya. Di sisi lain migrasi yang besar berpotensi menimbulkan konflik antar penduduk lokal dan pendatang. Pemicunya dapat berbagai hal mulai dari perebutan penguasaan sumber daya, perbedaan budaya yang mencolok atau sebab lainnya. Meskipun demikian sampai saat ini sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dipegang erat meskipun perlahan mulai berkurang. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat agraris masih dijunjung. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Salah satu kearifan lokal yang masih dipegrang adalah hak ulayat yang masih dipatuhi oleh penduduk sekitar sampai dengan saat ini.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah;

Page 123: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 23 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

(2) Mulai terjadi konflik antara masyarakat pendatang dengan penduduk lokal sebagai dampak migrasi yang berkembang;

(3) Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan; (4) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat; dan (5) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat

budidaya pertanian yang berlebihan.

Pegunungan Struktural Lipatan

Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong sedikit. Selain itu kepadatan penduduk di ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan fungsi ekoregion ini adalah sebagai kawasan lindung. Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori tinggi pula. Sedangkan untuk migrasi (migrasi keluar) juga tergolong tinggi.

Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion ini tergolong belum berkembang. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan secara terbatas. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Hubungan keduanya adalah determinisme lingkungan dimana masyarakat menganggap bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas; (2) Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas; (3) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; dan (4) Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan.

Page 124: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 24 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Perbukitan Struktural Lipatan

Ekoregion Perbukitan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat rendah. Kepadatan penduduk di ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan fungsi ekoregion ini adalah sebagai kawasan lindung.

Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion ini tergolong belum berkembang. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan secara terbatas. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung. Masyarakat lokal kurang memiliki peran dalam mengelola lahan karena memeiliki wewenang yang terbatas. Akibat dari pengelolaan lahan yang terbatas dan pertanian sebagai satu-satunya sektor untuk menggantungkan hidupnya maka kemiskinan menjadi isu yang ada pada ekoregion ini.

Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Selain itu berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.

Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Peran kawasan sebagai kawasan lindung berbenturan dengan kepentingan ekonomi

masyarakat; (2) Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas; (3) Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas; (4) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; dan (5) Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan.

Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan

Bentanglahan struktural berikutnya adalah ekoregion lembah antar perbukitan struktural lipatan. Ekoregion ini tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Kondisi demografi ekonomi dan sosial budaya kawasan ini menyimpan berbagai potensi yang menguntungkan sekaligus potensi masalah. Beberapa potensi menguntungkan dari kawasan ini adalah potensi tenaga kerja produktif yang

Page 125: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 25 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

berlimpah jumlahnya, sektor pertanian berkembang pesat karena didukung industri pengolahan hasil pertanian, dan sistem kekerabatan masyarakat masih kuat serta kearifan lokal terkait pelestarian bidang pertanian dan pengolahan lahan masih dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.

Lembah antar perbukitan merupakan lokasi yang strategis bagi perkembangan penduduk. Jumlah penduduk terus bertambah di kawasan ini. Tingkat kepadatan penduduk juga meningkat setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena tingkat fertilitas yang masih cukup tinggi dan tingkat migrasi yang masih rendah. Derajat kesehatan yang baik menyebabkan struktur penduduk mengarah pada struktur dewasa. Oleh karena itu potensi tenaga kerja pada kawasan ini cukup optimal.

Struktur perekonomian masyarakat di ekoregion lembah antar perbukitan struktural lipatan didominasi oleh sektor primer. Kegitan pertanian menjadi andalan di kawasan ini. Sektor pertanian cukup berkembang di sini karena didukung dengan kegiatan budidaya pertanian yang cukup bervariasi dan juga dengan adanya industri rumah tangga yang berbasis pertanian. Industri ini berkembang untuk mendukung pemasaran hasil pertanian dengan cara meningkatkan nilai jual produksi pertanian lokal. Selain usaha pertanian, usaha peternakan dan perdagangan juga berkembang di kawasan ini.

Kondisi sosial budaya masyarakat setempat masih tergolong kuat dalam hal kekerabatan dan kekeluargaan. Masyarakat di kawasan ini adalah masyarakat pertanian perdesaan yang masih menjunjung tinggi kearifan lokal. Berbagai kearifan lokal yang terkait dengan pelestarian di bidang pertanian dan pengolahan lahan masih dipegang oleh masyarakat di kawasan ini. Misalnya penggunaan pupuk organik menggantikan pupuk kimia, sistem pertanian berganti tiap musim untuk mencegah kerusakan lahan akibat ditanami hanya satu jenis tanaman dan sebagainya.

Beberapa masalah juga masih dihadapi di kawasan ini seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Beberapa masalah tersebut seperti diuraikan berikut ini.

(1) Jumlah penduduk berkembang, mulai terjadi konflik peruntukan lahan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun seiring dengan tingginya tingkat fertilitas akan menyebabkan keterbatasan luasan lahan untuk pertanian, permukiman dan kegiatan usaha yang lain. Oleh karena itu antar individu dan antar kepentingan perlu diberikan sosialisasi terkait peruntukan lahan.

(2) Perkembangan sektor pertanian mengarah pada degradasi lahan. Sektor pertanian yang menjadi andalan, apalagi didukung dengan berdirinya industri rumah tangga untuk pengolahan hasil pertanian menjadikan lahan akan dioptimalkan produktivitasnya. Hal ini tentu akan berakibat fatal apabila tidak diiringi dengan

Page 126: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 26 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

upaya pelestariaan lahan melalui kegiatan pertanian yang ramah lingkungan dan sistem rotasi dalam bertani.

(3) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik.

C.7. Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional

Bentanglahan denudasional terdiri dari 3 ekoregion yaitu ekoregion perbukitan denudasional (D2), Lerengkaki Perbukitan Denudasional (D32), dan Lembah Antar Perbukitan Denudasional (D42).

Ekoregion Perbukitan Denudasional

Ekoregion perbukitan denudasional di Pulau Sumatera tersebar di Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung. Situasi kependudukan di ekoregion ini menjelaskan bahwa kawasan ini masih masih jarang penduduk. Penduduk yang tingkal di kawasan ini pada umumnya adalah kelompok penduduk muda yang didominasi oleh anak-anak dan remaja. Hal ini menunjukkan tingkat kelahiran penduduk masih cukup tinggi. angka migrasi pada penduduk di kawasan ini juga rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok penduduk usia produktif tidak banyak di kawasan ini. Apabila melihat kembali struktur penduduk yang didominasi penduduk muda menegaskan bahwa angka kematian dan kesakitan di ekoregion ini juga masih cukup tinggi.

Potensi perekonomian di ekoregion perbukitan denudasional masih belum teroptimalkan. Sektor utama yang menjadi andalan di kawasan ini adalah sektor primer yaitu kegiatan pertanian di lahan dengan komiditas utamanya tanaman tahunan. Pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan pertanian di bentuk lahan denudasional pada masyarakat setempat masih rendah. Hal ini terbukti dari terbatasnya pengelolaan lahan oleh masyarakat setempat sehingga belum bisa meningkatkan harga jual sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan.

Situasi sosial budaya di kawasan perbukitan denudasional pada umumnya menunjukkan gejala sistem kekerabatan yang masih erat. Sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dijunjung tinggi masyarakat setempat. Saling bergantung antar satu sama lain dalam konteks makhluk sosial masih berlaku pada masyarakat yang tinggal di

Page 127: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 27 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

kawasan ini. Masyarakat memegang teguh pandangan lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup sehingga harus dijaga kelestariannya. Masyarakat setempat seringkali bekerja sama dalam mengupayakan kelestarian lingkungan demi keberlangsungan hidup bersama.

Selain potensi yang masih belum teroptimalkan, beberapa persoalan yang dihadapi di ekoregion ini diantaranya, berikut ini.

(1) Masih banyaknya jumlah penduduk miskin di kawasan ini. Kemiskinan masih belum dapat dihilangkan di kawasan ini karena masih terbatasnya upaya untuk keluar dari kemiskinan yang diketahui masyarakat setempat. Mereka hanya tahu memanfaatkan lahan yang ada untuk kegiatan pertanian sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki selama ini. Selain keterbatasan kemampuan dalam mengelola lahan pertanian, semakin sedikitnya luasan lahan pertanian juga semakin mempersulit masyarakat mengembangkan kegiatan pertaniannya. Kegiatan pertanian yang diupayakan belum menunjukkan hasil yang signifikan terkait dengan peningkatan kesejahteraan.

(2) Pengelolaan lahan di kawasan perbukitan denudasional juga menemui masalah dalam hal keterbatasan jumlah sumberdaya tenaga kerja produktif. Jumlah tenaga kerja yang mengelola lahan semakin sedikit seiring dengan rendahnya pertambahan jumlah penduduk usia produktif di kawasan ini.

(3) Benturan kepentingan antara masyarakat yang mengupayakan lahan untuk kegiatan perekonomian dan pemerintah yang mengupayakan perlindungan kawasan dari kerusakan masih belum menemui jalan tengah. Hal ini menimbulkan pengembangan lahan untuk sektor pertanian mengalami kesulitan akibat perbedaan kepentingan tersebut. Pemerintah perlu mengupayakan pendekatan pada masyarakat melalu program-program peningkatan perekonomian terutama dalam peningkatan produktivitas pertanian. Sehingga masyarakat bisa berdikari dengan luasan lahan yang dimiliki tanpa merusak kawasan lindung yang diupayakan pemerintah

(4) Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat setempat mendorong tindakan pengelolaan lahan yang tidak ramah lingkungan, seperti pembakaran dan ladang berpindah. Masyarakat yang masih banyak berada di bawah garis kemiskinan, banyak yang memanfaatkan lahan pada kawasan lindung untuk kegiatan ekonominya seperti pembukaan lahan untuk pertanian maupun pendirian bangunan untuk kegiatan perdagangan maupun permukiman.

Page 128: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 28 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

Ekoregion Lerengkaki Perbukitan Denudasional

Ekoregion selanjutnya yang termasuk dalam bentanglahan denudasional adalah ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional. Ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional di Pulau Sumatera banyak tersebar di kepulauan Bangka Belitung. Situasi kependudukan di kawasan ekoregion ini menunjukkan gejala perkembangan jumlah penduduk. Tingkat kepadatan penduduk masih rendah di kawasan ini. Penduduk yang mendominasi di kawasan ini adalah kelompok penduduk muda yaitu anak-anak dan remaja. Besarnya jumlah penduduk muda ini diakibatkan oleh tingkat kelahiran yang masih cukup tinggi di kawasan ekoregion ini. Dinamika jumlah penduduk di kawasan lerengkaki perbukitan denudasional lebih banyak ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Hal ini dikarenakan jumlah migrasi yang rendah sehingga tidak berpengaruh terhadap perubahan situasi kependudukan.

Kegiatan perekonomian di kawasan ini didomiasi oleh sektor pertanian. Sektor ini merupakan tumpuan perekonomian masyarakat. Kegiatan pertanian yang diupayakan masih tergolong sederhana. Pengelolaan lahan pertanian dilakukan dengan penanaman tanaman semusim misalnya padi, jagung dan tanaman palawija. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan masyarakat sekitar dalam mengolah lahan menjadikan kurang optimalnya pendapatan yang diterima masyarakat dari hasil pertanian. Hal ini menjadikan tingkat kesejahteraan masyarakat tidak banyak meningkat.

Kondisi sosial budaya yang dapat dijumpai di kawasan lerengkaki perbukitan denudasional adalah masih eratnya sistem kekeluargaan dan kekerabatan masyarakat setempat. Hal baik yang selanjutnya muncul dari keeratan sistem kekerabatan ini adalah kerjasama antar anggota masyarakat untuk menciptakan budaya yang mendukung dan mempertahankan kelestarian lingkungan. Misalnya saja sistem tanam yang berganti tiap musim untuk mencegah kerusakan lahan. Upaya pencegahan pembakaran hutan dalam pembukaan lahan baru terus digalakkan melalui kerjasama antarmasyarakat.

Permasalahan yang masih terjadi di kawasan ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional seperti diuraikan berikut ini.

(1) Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber daya lahan. Sumberdaya lahan yang dapat diolah untuk kegiatan pertanian semakin sedikit jumlahnya mengingat pembatasan pembukaan lahan baru di kawasan lindung. Selain itu luasan lahan pertanian yang sudah semakin sempit akibat pembangunan kawasan non permukiman yang semakin marak menjadikan masyarakat tidak bisa mengupayakan penembangan pertanian dengan ekstenfikasi pertanian. Pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan yang masih rendah di kalangan masyarakat menyebabkan mereka masih belum

Page 129: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 29 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

mampumengoptimalkan produktifitas pertanian dengan lahan yang terbatas. Penyuluhan pertanian untuk kegiatan intensifikasi pertanian bagi masyarakat setempat perlu diupayakan pemerintah guna membantu mereka meningkatkan pendapatan dari sektor andalan mereka yaitu pertanian. Melalui peningkatan pendapatan ini diharapkan dapat membantu mereka keluar dari jerat kemiskinan.

(2) Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah. Jumlah penduduk usia produktif yang rendah pertumbuhannya menjadikan tenaga kerja produktif untuk menggerakkan roda perekonomian daerah menjadi terbatas. Tingginya jumlah kelahiran yang diiringi dengan tingginya jumlah kematian penduduk menjadikan jumlah penduduk usia produktif semakin sedikit. Hal ini perlu diantisipasi dengan peningkatan derajat kesehatan penduduk dan pembatasan jumlah kelahiran untuk menghindari ledakan jumlah penduduk muda di masa-masa mendatang.

(3) Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat. Konflik penggunaan lahan untuk kawasan lindung dan kegiatan ekonomi masyarakat masih perlu terus diupayakan pemecahannya. Kesadaran dari keduabelah pihak perlu diupayakan disini. Pemerintah harus menyadari pentingnya lahan untuk kegiatan perekonomian masyarakat sehingga harus mencarikan solusi yang dapat terus menggiatkan perekonomian masyarakat ketika mereka membatasi penggunaan lahan. Masyarakat juga perlu disadarkan terkait pentingnya kelestarian lingkungan dengan mengupayakan kawasan lindung.

(4) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan. Jerat kemiskinan yang masih membayangi kelompok masyarakat di kawasan ekoregion lereng kaki perbukutan denudasional menjadikan mereka melakukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan pendapatan mereka. Salah satunya adalah melakukan pengelolaan lahan untuk peningkatan pendapatan namun berseberangan dengan peruntukkan fungsi kawasn. Misalnya membangun permukiman dan kompleks usaha di kawasan untuk lindung atau pertanian. Desakan ekonomi menjadikan masyarakat tidak lagi memperdulikan kepentingan kelestarian lingkungan.

Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional

Bentanglahan denudasional selanjutnya adalah ekoregion lembah antar perbukitan denudasional. Ekoregion lembah antar perbukitan denudasional di Pulau Sumatera tersebar di Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung. Kawasan lembah yang pada umumnya sangat subur ini memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Tingkat kepadatan penduduk

Page 130: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 30 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

meningkat setiap tahunnya. Tingginya jumlah penduduk lebih disebabkan karena tingkat fertilitas yang masih tinggi. Dinamika kependudukan di kawasan ini tidak hanya dipengaruhi dari proses kelahiran dan kematian namun juga dipengaruhi oleh arus migrasi, terutama arus migrasi keluar yang terus berkembang. Struktur penduduk di ekoregion lembah antarperbukitan denudasional ini mengarah pada struktur penduduk dewasa. Hal ini dapat terjadi karena kualitas kesehatan masyarakat yang baik sehingga kelompok muda yang tinggi sebagai hasil dari tingginya angka kelahiran dapat bertahan hingga usia dewasa dan produktif. Tingginya jumlah penduduk usia muda menuju dewasa merupakan potensi bagi penyediaan tenaga kerja produktif yang menggerakkan laju perekonomian.

Kegiatan perekonomian di kawasan ekoregion lembah antar perbukitan denudasional masih berbasis pada pertanian. Sektor pertanian di kawasan ini berkembang pesat karena dukungan kesuburan lahan. Oleh karena itu sektor pertanian menjadi andalan di kawasan ini. perkembangan sektor pertanian telah mengarah pada kegiatan perekonomian agribisnis. Kegiatan ini menjanjikan hasil yang lebih baik daripada kegiatan pertanian pada umumnya. agribisnis yang bertumpu pada kegiatan pengolahan hasil pertanian dengan teknologi yang tepat guna menunjukkan semakin berkembangnya kegiatan oertanian dikawasan ini. Selain kegiatan pertanian yang telah mengarah pada agribisnis, kegiatan peternakan dan perdagangan juga mulai berkembang di kawasan ini. Hal ini terjadi karena besarnya jumlah penduduk, sehingga masing-masing dari mereka melakukan berbagai kegiatan perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan.

Situasi sosial budaya masyarakat di kawasan ini sangat kuat dipengaruhi budaya masyarakat pertanian. Hal ini ditunjukkan dari masih eratnya sistem kekerabatan dan masih dijunjung tingginya falsafah gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat di kawasan ini masih sangat mengedepankan kearifan lokal dalam setiap aspek kehidupannya. Misalnya dalam pengelolaan lahan tidak boleh menggunakan pupuk kimiwai berlebihan dan diganti dengan penggunaan pupuk organik.

Kondisi yang cukup stabil pada kawasan lembah antar perbukitan denudasional tidak lepas dari adanya masalah. Beberapa masalah yang dihadapi di kawasan lembah antar perbukitan denudasional diuraikan berikut ini.

(1) Jumlah penduduk yang terus meningkat berdampak pada konflik pengelolaan lahan. Penduduk yang semakin banyak akan menimbulkan semakin sempitnya luasan lahan baik untuk permukiman, pertanian, maupun untuk kepentingan lain. Benturan kepentingan antar masyarakat ini bisa diatasi dengan intervensi pemerintah melalui pengadaan sertifikat kepemilikan tanah yang akan menjadi bukti sah untuk pengelolaan lahan bagi tiap masyarakat.

Page 131: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000

C - 31 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera

(2) Keterbatasan kualitas sumber daya manusia, tingkat pendidikan dan keterampilan masih rendah. Jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya tidak diiringi dengan peningkatan kualitas penduduk. Tingkat pendidikan dan keterampilan yang masih rendah menjadikan masyarakat belum mampu mengoptimalkan pengelolaan lahan dengan teknik-teknik yang lebih efektif dan efisien namun mampu menghasilkan lebih banyak sehingga dapat meningkatkan pendapatan secara lebih nyata.

(3) Persoalan kemiskinan masih dominan. Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia menjadikan banyak masyarakat yang tinggal di kawasan ekoregion ini belum mendapatkan hasil yang optimal dari pengelolaan lahan, baik dari sektor pertanian maupun yang lain. Peningkata pendapatan yang tidak signifikan menjadikan banyak masyarakat masih terjerat dalam permasalahan kemiskinan. pemerintah perlu melakukan upaya untu menurunkan angka kemiskinan di kawasan yang subur ini melalui berbagai tindakan perbaikan perekonomian masyarakat dengan pertanian sebagai sektor andalan.

Page 132: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)
Page 133: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

LAMPIRAN

Page 134: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)
Page 135: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

Tab

el 0

1

Desk

rips

i Kar

akte

rist

ik E

kore

gion

Sum

ater

a Sk

ala

1 : 2

50.0

00

As

pek

Kara

kter

istik

Ben

tang

laha

n, P

oten

si, d

an P

erm

asal

ahan

Sum

berd

aya

Alam

Non

-Hay

ati (

Abio

tik)

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

K

arak

teri

stik

Ben

tan

glah

ang

Pot

ensi

Su

mb

erd

aya

Ala

m N

on-H

ayat

i P

erm

asal

ahan

Su

mb

erd

aya

Ala

m N

on-H

ayat

i

1.

Vulk

anik

V1

Ker

ucut

dan

Le

reng

Gun

unga

pi

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Beng

kulu

, Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

M

orfo

logi

pun

cak

gunu

ngap

i de

ngan

relie

f san

gat c

uram

, le

reng

30

hing

ga >

45%

, bed

a tin

ggi >

500

met

er, d

enga

n ke

tingg

ian

>100

0 m

eter

dar

i pe

rmuk

aan

air l

aut.

Te

rben

tuk

dari

pro

ses u

tam

a al

iran

mag

ma

(vul

kani

sm),

deng

an st

rukt

ur p

enge

ndap

an

seca

ra p

erio

dik

dan

mem

bent

uk si

stem

per

lapi

san

seca

ra m

enge

rucu

t.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

ber

upa

baha

n-ba

han

piro

klas

tik h

asil

peng

enda

pan

alir

an la

va,

laha

r, da

n m

ater

ial j

atuh

an

(air

born

e de

posi

te).

Ka

rena

ket

ingg

iann

ya y

ang

bera

da d

i ata

s 1.0

00 m

eter

da

ri p

erm

ukaa

n ai

r lau

t, m

aka

sesu

ai h

ukum

ba

rom

etri

s suh

u ud

ara

sang

at d

ingi

n da

n ud

ara

rela

tif

lebi

h le

mba

b, a

kiba

t tin

ggin

ya k

andu

ngan

uap

air

di

udar

a.

M

ater

ial m

asih

ber

upa

mat

eria

l seg

ar, y

ang

dapa

t be

rupa

agr

egat

ata

u bo

ngka

han

(blo

ck la

va) m

aupu

n le

pas-

lepa

s (se

pert

i pas

ir d

an k

erik

il en

dapa

n la

har)

.

Pada

gun

unga

pi y

ang

tidak

akt

if (p

ost v

olca

no) a

tau

mas

a is

tirah

at, m

ulai

terb

entu

k ta

nah-

tana

h m

uda

yang

m

asih

men

unju

kkan

bah

an m

ater

ial t

anah

(par

ent

mat

eria

l ata

u re

golit

h).

Pa

da g

unun

g-gu

nung

api t

ua, y

ang

pern

ah m

enga

lam

i er

upsi

sang

at b

esar

(exp

losi

ve) a

tau

kare

na k

epot

ong

stru

ktur

pat

ahan

regi

onal

sepe

rti P

atah

an S

eman

gko,

m

aka

bany

ak d

ijum

pai k

alde

ra, y

ang

kem

udia

n m

ampu

m

enam

pung

air

huj

an d

an te

rben

tuk

dana

u ka

lder

a (c

rate

r), s

eper

ti: D

anau

Tob

a di

Sum

ater

a Ut

ara,

Dan

au

Man

inja

u, D

anau

Ata

s dan

Baw

ah d

i Buk

it Ti

nggi

Su

mat

era

Bara

t, da

n se

baga

inya

.

Pada

bag

ian

teku

k le

reng

di b

awah

mor

folo

gi le

reng

gu

nung

api,

mul

ai m

ucul

mat

aair

topo

graf

ik se

baga

i ba

gian

dar

i jal

ur p

erta

ma

sabu

k m

ataa

ir (s

prin

g be

lt)

dan

men

jadi

hul

u se

buah

sung

ai (c

aban

g pe

rtam

a).

Pa

da te

kuk

lere

ng d

i baw

ah m

orfo

logi

lere

ng, m

ulai

m

uncu

l alir

an su

ngai

yan

g be

rsum

ber d

ari s

ebua

h m

ataa

ir, d

enga

n be

ntuk

lem

bah

vert

ikal

, san

gat c

uram

, se

mpi

t, da

n da

lam

, seh

ingg

a se

ring

kali

diju

mpa

i pe

nyem

pita

n al

iran

(rap

id v

alle

y) d

an p

embe

ntuk

an a

ir

terj

un (w

ater

fall)

yan

g be

sar a

kiba

t pem

oton

gan

topo

graf

i ata

u pr

oses

pem

beku

an la

va y

ang

tiba-

tiba

dan

mem

bent

uk to

pogr

afi b

erup

a di

ndin

g te

rjal

(s

udde

n st

op o

f lav

a flo

w),

sepe

rti:

Lem

bah

Anai

dan

Si

hano

uk d

i Buk

it Ti

nggi

. Alir

an a

ir d

an a

ir te

rjun

te

rseb

ut d

apat

dim

anfa

atka

n se

baga

i ene

rgi a

ltern

atif

pem

bang

kit l

istr

ik (m

ikro

hidr

olik

a).

Pa

da g

unun

gapi

yan

g m

asih

akt

if,

mer

upak

an z

ona

baha

ya u

tam

a ak

ibat

anc

aman

alir

an la

va, l

ahar

, da

n aw

an p

anas

, yan

g la

ngsu

ng

men

galir

dar

i kep

unda

n at

au

kaw

ah u

tam

anya

.

Pada

gun

unga

pi y

ang

mas

ih a

ktif,

be

lum

terb

entu

k ta

nah

kare

na

mat

eria

l mas

ih b

aru

(fre

sh) d

an

belu

m m

enun

jukk

an ta

nda-

tand

a pr

oses

pem

bent

ukan

tana

h (p

edog

enes

is).

Pa

da g

unun

gapi

yan

g tid

ak a

ktif

atau

seda

ng is

tirah

at, a

kiba

t le

reng

yan

g sa

ngat

cura

m,

mat

eria

l bel

um p

adu,

den

gan

cura

h hu

jan

tingg

i, m

aka

men

yeba

bkan

pot

ensi

ben

cana

al

am b

erup

a lo

ngso

r lah

an.

Ti

dak

ada

pem

anfa

atan

apa

pun

yang

ber

sifa

t bud

iday

a, k

aren

a ke

ndal

a ke

tingg

ian,

kem

irin

gan

lere

ng, i

klim

, sum

berd

aya

air d

an

laha

n, se

rta

sulit

nya

jari

ngan

in

fras

truk

tur u

ntuk

dib

angu

n.

Page 136: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

Pa

da g

unun

gapi

den

gan

ketin

ggia

n pu

ncak

(ker

ucut

da

n le

reng

) di b

awah

1.5

00-2

.000

met

er, y

ang

seca

ra

hidr

ogeo

mor

folo

gi d

apat

ber

fung

si se

baga

i dae

rah

peng

isia

n ai

r huj

an (r

echa

rge

area

) ata

u ta

ngka

pan

air

huja

n (c

athm

ent a

rea)

, dan

seca

ra k

erua

ngan

ber

fung

si

seba

gai k

awas

an li

ndun

g (p

rote

cted

are

a).

V2 K

aki

Gunu

ngap

i

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Beng

kulu

, Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

M

orfo

logi

ber

angs

ur-a

ngsu

r da

ri a

tas k

e ba

wah

men

gala

mi

penu

runa

n ke

mir

inga

n le

reng

da

ri cu

ram

ke

mir

ing

deng

an

lere

ng 1

5 - 3

0%, b

eda

tingg

i re

rata

75

- 500

met

er.

Te

rben

tuk

dari

pro

ses u

tam

a al

iran

lava

dan

laha

r (v

ulka

nism

), de

ngan

stru

ktur

pe

ngen

dapa

n se

cara

per

iodi

k ya

ng m

enun

jukk

an p

erio

disa

si

peng

enda

pan

akib

at le

tusa

n.

M

ater

ial a

tau

batu

an u

tam

a pe

nyus

un b

erup

a ba

han-

baha

n pi

rokl

astik

has

il pe

ngen

dapa

n al

iran

lava

, la

har,

dan

mat

eria

l jat

uhan

(a

irbo

rne

depo

site

), be

rupa

ps

ir, k

erik

il, k

erak

al, d

an

beba

tuan

den

gan

berb

agai

uk

uran

.

Ko

ndis

i suh

u ud

ara

mas

ih te

rasa

din

gin

dan

seju

k ka

rena

ket

ingg

iann

ya, d

an u

dara

rela

tif m

asih

lem

bab

deng

an k

andu

ngan

uap

air

yan

g cu

kup.

Mat

eria

l ber

upa

baha

n-ba

han

piro

klas

tik h

asil

erup

si

gunu

ngap

i, ya

ng d

apat

ber

upa

agre

gat a

tau

bong

kaha

n (s

eper

ti bl

ok la

va) m

aupu

n le

pas-

lepa

s (se

pert

i pas

ir

dan

keri

kil e

ndap

an la

har)

, seh

ingg

a be

rpot

ensi

seba

gai

baha

n ga

lian

min

eral

gol

onga

n C,

ber

upa

pasi

r, ke

riki

l, ke

raka

l, da

n ba

tu, s

ebag

ai b

ahan

bak

u ba

ngun

an,

indu

stri

sem

en, p

emba

ngun

an ja

lan,

dan

infr

astr

uktu

r fis

ik la

inny

a.

Ta

nah

mul

ai b

erke

mba

ng d

enga

n so

lum

ke

arah

baw

ah

sem

akin

teba

l, be

rwar

na g

elap

keh

itam

an, t

ekst

ur p

asir

be

rdeb

u (u

ntuk

gun

unga

pi a

ktif)

ata

u pa

sir d

ebu

berl

empu

ng (u

ntuk

gun

unga

pi tu

a), b

erup

a ta

nah-

tana

h An

doso

l yan

g su

bur.

Pa

da b

agia

n te

kuk

lere

ng d

i baw

ah m

orfo

logi

kak

i gu

nung

api,

bany

ak m

ucul

mat

aair

topo

graf

ik se

baga

i ba

gian

dar

i jal

ur k

edua

sabu

k m

ataa

ir (s

prin

g be

lt)

deng

an d

ebit

alir

an y

ang

besa

r, ya

ng b

erpo

tens

i se

baga

i sum

ber a

ir b

ersi

h ba

gi in

dust

ri a

ir m

inum

da

lam

kem

asan

ata

u PD

AM. M

ataa

ir in

i jug

a m

ampu

m

ensu

plai

alir

an su

ngai

seca

ra k

ontin

yu, s

ehin

gga

umum

nya

sung

ai m

enga

lir se

panj

ang

tahu

n (p

eren

ial)

.

Pola

alir

an su

ngai

mul

ai b

erke

mba

ng m

embe

ntuk

pol

a pa

ralle

l unt

uk sa

tu si

si le

reng

gun

unga

pi a

tau

pola

ra

dial

sen

trifu

gal u

ntuk

kes

elur

uhan

kel

iling

tubu

h gu

nung

api.

Bent

uk le

mba

h su

ngai

mas

ih v

ertik

al,

cura

m, d

an a

gak

dala

m, s

ehin

gga

terk

adan

g m

asih

di

jum

pai p

enye

mpi

tan

alir

an (r

apid

val

ley)

dan

te

rjun

an-t

erju

nan

keci

l (sm

all w

ater

fall)

.

Laha

n m

ulai

dap

at d

iman

faat

kan

dan

mun

cul b

entu

k-be

ntuk

pem

anfa

atan

laha

n ya

ng p

rodu

ktif,

sepe

rti:

huta

n pr

oduk

si, p

erke

buna

n, d

an p

eman

faat

an p

oten

si

alam

unt

uk p

enge

mba

ngan

wis

ata

min

at k

husu

s ala

m

pegu

nung

an d

enga

n pe

man

dang

an y

ang

inda

h, u

dara

se

juk,

air

ber

limpa

h, d

an ta

nah

yang

subu

r.

Pa

da g

unun

gapi

yan

g m

asih

akt

if,

mer

upak

an z

ona

baha

ya k

edua

ak

ibat

anc

aman

alir

an la

va, l

ahar

, da

n aw

an p

anas

, yan

g m

enga

lir

mel

alui

lem

bah-

lem

bah

sung

ainy

a, se

rta

huja

n ab

u ya

ng

dapa

t ter

seba

r sec

ara

mel

uas d

i se

kita

r kep

unda

n gu

nung

api.

Pe

man

faat

an la

han

dan

konf

lik

pena

taan

ruan

g be

rupa

kon

vers

i la

han

men

jadi

laha

n-la

han

perm

ukim

an m

ulai

terj

adi,

baik

pa

da b

enta

ngla

han

kaki

gu

nung

api y

ang

tidak

akt

if at

au

seda

ng is

tirah

at, m

aupu

n pa

da

gunu

ngap

i gun

unga

pi a

ktif.

Page 137: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 3

Ka

rena

ket

ingg

ian,

kem

irin

gan

lere

ng, d

an

kedu

duka

nnya

di b

awah

lere

ng g

unun

gapi

, mak

a be

ntan

glah

an in

i sec

ara

hidr

ogeo

mor

folo

gi b

erfu

ngsi

se

baga

i dae

rah

peng

alir

an a

irta

nah

(flo

w g

roun

dwat

er)

dan

daer

ah re

sapa

n ai

r huj

an (i

nfilt

rasi

on a

nd

perc

olat

ion

area

) yan

g be

rper

an d

alam

pen

gisi

an

airt

anah

ke

dala

m a

kuife

r, se

hing

ga se

cara

ker

uang

an

dapa

t dite

tapk

an se

baga

i kaw

asan

pen

yang

ga (b

uffe

r ar

ea) d

enga

n pe

man

faat

an te

rbat

as (h

utan

pro

duks

i te

rbat

as a

tau

perk

ebun

an ta

nam

an ta

huna

n).

V3 D

atar

an K

aki

Gunu

ngap

i

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Beng

kulu

, Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

M

orfo

logi

dat

aran

den

gan

relie

f lan

dai h

ingg

a be

rgel

omba

ng, k

emir

inga

n

lere

ng 8

- 15

%, b

eda

tingg

i re

rata

25

- 75

met

er.

Te

rben

tuk

dari

pro

ses u

tam

a al

iran

lava

dan

laha

r (v

ulka

nism

), de

ngan

stru

ktur

pe

ngen

dapa

n se

cara

per

iodi

k ya

ng m

enun

jukk

an p

erio

disa

si

peng

enda

pan

akib

at le

tusa

n,

deng

an p

erse

bara

n m

ater

ial

diba

ntu

oleh

alir

an su

ngai

.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

ber

upa

baha

n-ba

han

piro

klas

tik h

asil

peng

enda

pan

alir

an la

har d

an

mat

eria

l jat

uhan

(air

born

e de

posi

te),

beru

pa p

asir

, ker

ikil,

da

n ke

raka

l.

Ka

rena

pen

urun

an k

etin

ggia

n, m

aka

suhu

uda

ra m

ulai

te

rasa

han

gat h

ingg

a pa

nas,

berg

antu

ng m

usim

, nam

un

dem

ikia

n ud

ara

rela

tif m

asih

rela

tif b

ersi

h da

n se

gar

kare

na p

enga

ruh

kond

isi b

enta

ngla

han

yang

ala

mi.

Mat

eria

l ber

upa

baha

n-ba

han

piro

klas

tik h

asil

erup

si

gunu

ngap

i, ya

ng u

mum

nya

dido

min

asi o

leh

baha

n-ba

han

lepa

s-le

pas,

sepe

rti p

asir

, ker

ikil,

ker

akal

, dan

be

batu

an h

asil

pros

es e

ndap

an la

har,

sehi

ngga

be

rpot

ensi

seba

gai b

ahan

gal

ian

min

eral

gol

onga

n C,

se

baga

i bah

an b

aku

bang

unan

, ind

ustr

i sem

en,

pem

bang

unan

jala

n, d

an in

fras

truk

tur f

isik

lain

nya.

Tana

h su

dah

berk

emba

ng d

enga

n ba

ik, s

olum

tana

h te

bal,

berw

arna

rela

tif g

elap

keh

itam

an, t

ekst

ur p

asir

be

rdeb

u (u

ntuk

gun

unga

pi a

ktif)

ata

u pa

sir d

ebu

berl

empu

ng (u

ntuk

gun

unga

pi tu

a), s

truk

tur r

emah

hi

ngga

sedi

kti m

engg

umpa

l, m

embe

ntuk

tana

h-ta

nah

Aluv

ial y

ang

subu

r.

Pada

bag

ian

teku

k le

reng

di b

awah

mor

folo

gi d

atar

an

kaki

gun

unga

pi, m

asih

diju

mpa

i pem

uncu

lan

mat

aair

to

pogr

afik

seba

gai b

agia

n da

ri ja

lur t

erak

hir s

abuk

m

ataa

ir (s

prin

g be

lt)

deng

an d

ebit

alir

an y

ang

rela

tif

besa

r, ya

ng b

erpo

tens

i seb

agai

sum

ber a

ir b

ersi

h ba

gi

air m

inum

pen

dudu

k at

au P

DAM

.

Kond

isi m

orfo

logi

yan

g la

ndai

den

gan

mat

eria

l pe

nyus

un b

erup

a ba

han-

baha

n pi

rokl

astik

, mak

a sa

ngat

ber

pote

nsi u

ntuk

men

yim

pan

dan

men

galir

kan

airt

anah

den

gan

baik

, seh

ingg

a pa

da b

enta

ngla

han

ini

mul

ai te

rben

tuk

akui

fer y

ang

prod

uktif

.

Pola

alir

an su

ngai

sem

akin

ber

kem

bang

mem

bent

uk

pola

par

alle

l - d

endr

itik

yan

g m

enga

lir m

enuj

u da

tara

n di

bag

ian

baw

ahny

a. B

entu

k le

mba

h su

ngai

mas

ih

cend

erun

g m

eleb

ar, l

anda

i, da

n st

abil,

yan

g be

rfun

gsi

seba

gai m

edia

tran

spor

t mat

eria

l dar

i hul

u ke

hili

r.

Pa

da g

unun

gapi

yan

g m

asih

akt

if,

mer

upak

an z

ona

baha

ya k

etig

a ak

ibat

anc

aman

alir

an la

har

(ban

jir la

har)

mel

alui

lem

bah-

lem

bah

sung

ainy

a, d

an h

ujan

abu

ya

ng d

apat

ters

ebar

seca

ra m

elua

s m

engi

kuti

arah

dan

kec

epat

an

angi

n.

Pe

rkem

bang

an w

ilaya

h m

emic

u m

asal

ah p

eman

faat

an la

han

dan

konf

lik p

enat

aan

ruan

g be

rupa

ko

nver

si la

han

men

jadi

laha

n-la

han

perm

ukim

an, k

onfli

k so

sial

, da

n pe

ncem

aran

air

, tan

ah, d

an

udar

a, b

erga

ntun

g tin

gkat

pe

rkem

bang

an w

ilaya

hnya

.

Page 138: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 4

Pe

man

faat

an la

han

bers

ifat b

udid

aya

dan

prod

uktif

be

rupa

saw

ah d

enga

n ir

igas

i int

ensi

f den

gan

prod

uktiv

itas t

ingg

i, da

n m

ulai

ber

kem

bang

pe

rmuk

iman

pen

dudu

k.

W

ilaya

h ya

ng d

apat

dik

atak

an b

erad

a pa

da d

aera

h re

ndah

ata

u ba

wah

an, k

emir

inga

n le

reng

yan

g la

ndai

, da

n ke

dudu

kann

ya d

i baw

ah k

aki g

unun

gapi

den

gan

pem

anfa

atan

yan

g m

akin

pro

dukt

if, m

aka

bent

angl

ahan

in

i sec

ara

hidr

ogeo

mor

folo

gi b

erfu

ngsi

seba

gai d

aera

h pe

ncad

anga

n ai

rtan

ah (s

tora

ge g

roun

dwat

er) d

an

daer

ah p

enur

apan

air

tana

h (d

isch

arge

are

a) y

ang

berp

eran

seba

gai c

ekun

gan

hidr

ogeo

logi

den

gan

akui

fer y

ang

pote

nsia

l dan

pen

yeba

ran

luas

. Ole

h ka

rena

itu

seca

ra k

erua

ngan

dap

at d

iteta

pkan

seba

gai

kaw

asan

bud

iday

a pe

rtan

ian

dan

perm

ukim

an

(per

kota

an),

deng

an p

emba

ngun

an in

fras

tukt

ur d

an

akse

sibi

ltas y

ang

mud

ah.

2.

Fluv

ial

F1 D

atar

an F

luvi

o-vu

lkan

ik

Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

M

orfo

logi

dat

aran

den

gan

relie

f dat

ar, k

emir

inga

n

lere

ng 3

-8%

, bed

a tin

ggi

rera

ta <

25 m

eter

.

Terb

entu

k da

ri p

rose

s uta

ma

alir

an su

ngai

(flu

vial

) ya

ng

mem

baw

a m

ater

ial b

ahan

-ba

han

piro

klas

tik e

ndap

an

laha

r, de

ngan

stru

ktur

be

rlap

is te

rsor

tasi

bai

k (k

asar

di

bag

ian

baw

ah d

an h

alus

di

bagi

an a

tas,

seca

ra b

erul

ang)

, ya

ng m

enun

jukk

an

peng

enda

pan

seca

ra p

erio

dik.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

ber

upa

baha

n-ba

han

piro

klas

tik h

asil

peng

enda

pan

alir

an la

har d

an

alir

an su

ngai

, ber

upa

pasi

r, ke

riki

l, da

n ke

raka

l, de

ngan

se

diki

t deb

u da

n le

mpu

ng.

Ka

rena

ked

uduk

anny

a pa

da d

atar

an re

ndah

, mak

a su

hu

udar

a m

ulai

tera

sa h

anga

t hin

gga

pana

s, be

rgan

tung

m

usim

. Kon

disi

uda

ra sa

ngat

dip

enga

ruhi

ole

h ko

ndis

i pe

rkem

bang

an w

ilaya

h.

M

ater

ial b

erup

a ba

han-

baha

n pi

rokl

astik

has

il er

upsi

gu

nung

api,

yang

um

umny

a di

dom

inas

i ole

h ba

han-

baha

n le

pas-

lepa

s, se

pert

i pas

ir, k

erik

il, d

an k

erak

al

hasi

l pro

ses e

ndap

an la

har,

yang

apa

bila

ber

ada

di

sung

ai d

apat

men

jadi

sum

ber g

alia

n go

long

an C

, se

baga

i bah

an b

angu

nan.

Tana

h be

rkem

bang

den

gan

baik

, sol

um ta

nah

teba

l, be

rwar

na re

latif

gel

ap k

ehita

man

, tek

stur

pas

ir

berg

eluh

, str

uktu

r rem

ah h

ingg

a se

diki

t men

ggum

pal,

mem

bent

uk ta

nah-

tana

h Al

uvia

l yan

g su

bur.

M

ataa

ir su

dah

jara

ng d

ijum

pai k

aren

a su

dah

bera

da d

i lu

ar ja

lur s

abuk

mat

aair

(spr

ing

belt

). N

amun

dem

ikia

n,

bent

angl

ahan

ini l

ebih

ber

pera

n se

baga

i cek

unga

n hi

drog

elog

i den

gan

akui

fer s

anga

t pot

ensi

al d

an

pers

ebar

an sa

ngat

mel

uas,

airt

anah

dan

gkal

den

gan

kete

rsed

iaan

ting

gi d

an k

ualit

as b

aik.

Alir

an su

ngai

sem

akin

ber

kem

bang

den

gan

lem

bah

sung

ai se

mak

in m

eleb

ar, l

anda

i, da

n st

abil,

yan

g be

rfun

gsi s

ebag

ai m

edia

tran

spor

t mat

eria

l dar

i hul

u ke

hi

lir, d

an p

ersi

fat m

enga

lir se

panj

ang

tahu

n (p

eren

ial)

, ak

ibat

inpu

t dar

i air

huj

an d

an a

irta

nah

(eff

luen

t).

Pe

man

faat

an la

han

bers

ifat b

udid

aya

dan

prod

uktif

Ko

ndis

i mor

folo

gi y

ang

beru

pa

data

ran

yang

luas

dan

men

gara

h ke

kak

i dan

lere

ng g

unun

gapi

m

erup

akan

jalu

r pot

ensi

al b

agi

perg

erak

an a

ngin

men

uju

ke

pegu

nung

an, s

ehin

gga

berp

oten

si

men

cipt

akan

ang

in p

utin

g be

liung

ap

abila

kon

disi

teka

nan

udar

a tid

ak st

abil

dan

tidak

mer

ata.

Perk

emba

ngan

wila

yah

mem

icu

mas

alah

pem

anfa

atan

laha

n da

n ko

nflik

pen

ataa

n ru

ang

beru

pa

konv

ersi

laha

n sa

wah

men

jadi

la

han-

laha

n pe

rmuk

iman

, pe

ngem

bang

an w

ilaya

h pe

rkot

aan,

kon

flik

sosi

al, d

an

penc

emar

an a

ir, t

anah

, dan

uda

ra,

yang

ber

gant

ung

kepa

da ti

ngka

t pe

rkem

bang

an w

ilaya

hnya

.

Perk

eban

gan

kota

den

gan

infr

astr

uktu

r pen

utup

an

perm

ukaa

n ta

nah,

mem

icu

terj

adin

ya b

anjir

kot

a pa

da m

usim

pe

nghu

jan.

Page 139: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 5

beru

pa sa

wah

den

gan

irig

asi i

nten

sif d

enga

n pr

oduk

tivita

s san

gat t

ingg

i (da

pat 4

kal

i tan

amn

padi

da

lam

seta

hun)

kar

ena

tana

h ya

ng su

bur d

an

kete

rsed

iaan

air

mel

impa

h, d

an p

erm

ukim

an p

endu

duk

sang

at b

erke

mba

ng.

Be

ntan

glah

an in

i ter

mas

uk d

aera

h ba

wah

an (l

ow la

nd),

seba

gian

bag

ian

palin

g ba

wah

dar

i mor

folo

gi

gunu

ngap

i, se

hing

ga se

cara

hid

roge

omor

folo

gi

berf

ungs

i seb

agai

dae

rah

penc

adan

gan

airt

anah

(s

tora

ge g

roun

dwat

er) d

an d

aera

h pe

nura

pan

airt

anah

(d

isch

arge

are

a) y

ang

berp

eran

seba

gai c

ekun

gan

hidr

ogeo

logi

den

gan

akui

fer y

ang

pote

nsia

l dan

pe

nyeb

aran

luas

. Ole

h ka

rena

itu

seca

ra k

erua

ngan

le

bih

baik

dite

tapk

an se

baga

i kaw

asan

bud

iday

a pe

rtan

ian

(lum

bung

pad

i) da

n pe

ngem

bang

an

perm

ukim

an (p

erko

taan

), de

ngan

pem

bang

unan

in

fras

tukt

ur d

an a

kses

ibilt

as y

ang

sang

at m

udah

.

F2 D

atar

an A

luvi

al

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u, K

ep.

Riau

, Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Beng

kulu

, Sum

ater

a Se

lata

n, K

ep.

Bang

ka B

elitu

ng,

dan

Lam

pung

M

orfo

logi

dat

aran

den

gan

relie

f dat

ar, k

emir

inga

n

lere

ng 0

-3%

, bed

a tin

ggi

rera

ta <

25 m

eter

.

Terb

entu

k da

ri p

rose

s uta

ma

alir

an su

ngai

(flu

vial

) ya

ng

mem

baw

a m

ater

ial b

ahan

-ba

han

aluv

ium

dar

i ber

baga

i su

mbe

r did

aera

h hu

lu

(hin

terl

and)

dan

die

ndap

kan

di b

agia

n ba

wah

(low

land

) de

ngan

stru

ktur

ber

lapi

s te

rsor

tasi

bai

k (k

asar

di

bagi

an b

awah

dan

hal

us d

i ba

gian

ata

s, se

cara

ber

ulan

g),

yang

men

unju

kkan

per

iodi

sasi

pe

ngen

dapa

nnya

.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

ber

upa

baha

n-ba

han

aluv

ium

has

il pe

ngen

dapa

n al

iran

sung

ai,

beru

pa b

atu

dan

kera

kal

mem

bent

uk la

pisa

n di

bag

ian

baw

ah, k

emud

ian

di a

tasn

ya

terb

entu

k la

pisa

n ke

riki

l, pa

sir,

dan

yang

pal

ing

atas

Ka

rena

ked

uduk

anny

a pa

da d

atar

an re

ndah

, mak

a su

hu

udar

a te

rasa

han

gat h

ingg

a pa

nas,

berg

antu

ng m

usim

. Ko

ndis

i uda

ra sa

ngat

dip

enga

ruhi

ole

h ko

ndis

i pe

rkem

bang

an w

ilaya

h.

M

ater

ial b

erup

a ba

han-

baha

n al

uviu

m te

rsor

tasi

de

ngan

bai

k se

baga

i has

il pr

oses

pen

gend

apan

alir

an

sung

ai, d

enga

n je

nis m

iner

al b

erga

ntun

g su

mbe

r asa

l m

ater

ial d

i bag

ian

hulu

(hin

terl

and)

.

Tana

h be

rkem

bang

den

gan

baik

, sol

um ta

nah

sang

at

teba

l, be

rwar

na re

latif

gel

ap k

ehita

man

, tek

stur

gel

uh

pasi

r ber

lem

pung

, str

uktu

r gum

pal m

embu

lat h

ingg

a re

mah

den

gan

sedi

kit m

engg

umpa

l, m

embe

ntuk

tana

h-ta

nah

Aluv

ial y

ang

sang

at su

bur.

Be

ntan

glah

an in

i leb

ih b

erpe

ran

seba

gai c

ekun

gan

hidr

ogel

ogi d

enga

n ak

uife

r san

gat p

oten

sial

dan

pe

rseb

aran

sang

at m

elua

s, ai

rtan

ah d

angk

al d

enga

n ke

ters

edia

an ti

nggi

dan

kua

litas

bai

k.

Al

iran

sung

ai m

ulai

kel

ebih

an b

ebas

sehi

ngga

m

embe

ntuk

pol

a sa

lura

n m

ulai

ber

kelo

k, le

mba

h su

ngai

sem

akin

mel

ebar

, lan

dai,

dan

tidak

stab

il la

gi

kare

na m

ulai

terj

adi p

rose

s pen

gend

apan

beb

an

sedi

men

terl

aut.

Sifa

t alir

an su

ngai

men

galir

sepa

njan

g ta

hun

(per

enia

l), a

kiba

t inp

ut d

ari a

ir h

ujan

dan

ai

rtan

ah (e

fflu

ent)

.

Pem

anfa

atan

laha

n be

rsifa

t bud

iday

a da

n sa

ngat

pr

oduk

tif u

ntuk

pen

gem

bang

an sa

wah

irig

asi i

nten

sif

Ko

ndis

i mor

folo

gi y

ang

beru

pa

data

ran

yang

sang

at lu

as,

berp

oten

si m

enci

ptak

an a

ngin

pu

ting

beliu

ng a

pabi

la k

ondi

si

teka

nan

udar

a tid

ak st

abil

dan

tidak

mer

ata.

Perk

emba

ngan

wila

yah

mem

icu

mas

alah

pem

anfa

atan

laha

n da

n ko

nflik

pen

ataa

n ru

ang

beru

pa

konv

ersi

laha

n sa

wah

men

jadi

la

han-

laha

n pe

rmuk

iman

, pe

ngem

bang

an w

ilaya

h pe

rkot

aan,

kon

flik

sosi

al, d

an

penc

emar

an a

ir, t

anah

, dan

uda

ra,

yang

ber

gant

ung

kepa

da ti

ngka

t pe

rkem

bang

an w

ilaya

hnya

.

Page 140: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 6

lapi

san

deng

an u

kura

n m

ater

ial s

edim

en h

alus

, be

rupa

deb

u da

n le

mpu

ng.

dan

tekn

is, d

enga

n pr

oduk

tivita

s san

gat t

ingg

i (da

pat 4

ka

li ta

nam

an p

adi d

alam

seta

hun)

kar

ena

tana

h ya

ng

subu

r dan

ket

erse

diaa

n ai

r mel

impa

h, d

an p

erm

ukim

an

pend

uduk

juga

teru

s ber

kem

bang

.

Bent

angl

ahan

ini t

erm

asuk

dae

rah

baw

ahan

(low

land

), se

hing

ga se

cara

hid

roge

omor

folo

gi b

erfu

ngsi

seba

gai

daer

ah p

enur

apan

air

tana

h (d

isch

arge

are

a) y

ang

berp

eran

seba

gai c

ekun

gan

hidr

ogeo

logi

den

gan

akui

fer y

ang

pote

nsia

l dan

pen

yeba

ran

luas

. Ole

h ka

rena

itu

seca

ra k

erua

ngan

lebi

h ba

ik d

iteta

pkan

se

baga

i kaw

asan

bud

iday

a pe

rtan

ian

(lum

bung

pad

i)

dan

peng

emba

ngan

per

muk

iman

(ped

esaa

n at

au

tran

sisi

des

a-ko

ta),

deng

an p

emba

ngun

an in

fras

tukt

ur

dan

akse

sibi

ltas y

ang

sang

at m

udah

.

F3 D

atar

an F

luvi

o-m

arin

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u, K

ep.

Riau

, Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Beng

kulu

, Sum

ater

a Se

lata

n, K

ep.

Bang

ka B

elitu

ng,

dan

Lam

pung

M

orfo

logi

dat

aran

den

gan

relie

f dat

ar d

an te

rkad

ang

agak

ceku

ng, k

emir

inga

n

lere

ng 0

-3%

, bed

a tin

ggi

rera

ta <

25 m

eter

.

Terb

entu

k da

ri p

rose

s uta

ma

aktiv

itas g

elom

bang

(mar

ine)

pa

da m

asa

lalu

yan

g m

embe

ntuk

end

apan

lem

pung

m

arin

di b

agia

n ba

wah

, dan

se

kara

ng te

rtut

up o

leh

enda

pan

sung

ai (f

luvi

al)

yang

m

embe

ntuk

lapi

san

aluv

ial d

i ba

gian

ata

s.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

ber

upa

baha

n-ba

han

aluv

ium

has

il pe

ngen

dapa

n al

iran

sung

ai d

i ba

gian

ata

s ber

upa

cam

pura

n le

mpu

ng d

an p

asir

fluv

ial,

dan

enda

pan

lem

pung

mar

in

(bia

sany

a be

rwar

na k

eabu

-ab

uan)

yan

g m

embe

ntuk

la

pisa

n di

bag

ian

baw

ah.

Be

ntan

glah

an in

i mer

upak

an d

aera

h tr

ansi

si d

arat

an

deng

an p

esis

ir, s

ehin

gga

suhu

uda

ra m

ulai

tera

sa p

anas

ka

rena

pen

garu

h ua

p ai

r lau

t, da

n ak

an se

mak

in a

pabi

la

pada

ben

tang

laha

n in

i ber

kem

bang

wila

yah

perk

otaa

n hi

ngga

pes

isir

nya.

Mat

eria

l ber

upa

baha

n-ba

han

aluv

ium

den

gan

lapi

san

lem

pung

laut

di b

agia

n ba

wah

seba

gai t

ingg

alan

has

il pr

oses

mar

in m

asa

lalu

, dan

lapi

san

lem

pung

ber

pasi

r di

bag

ian

atas

seba

gai h

asil

pros

es fl

uvia

l mas

a ki

ni.

Ta

nah

yang

mun

gkin

ber

kem

bang

ber

upa

tana

h Al

uvia

l H

idro

mor

f ata

u Al

uvia

l Gle

isol

den

gan

solu

m y

ang

rela

tif m

asih

teba

l, be

rwar

na re

latif

gel

ap k

ehita

man

, te

kstu

r lem

pung

ber

gelu

h, st

rukt

ur g

umpa

l mem

bula

t, de

ngan

dra

inas

e bu

ruk.

Jeni

s tan

ah la

in y

ang

mun

gkin

be

rkem

bang

pad

a da

erah

den

gan

lem

pung

lebi

h tin

ggi

dan

dom

inan

ada

lah

tana

h Ve

rtis

ol a

tau

Grum

usol

, st

rukt

ur g

umpa

l den

gan

kons

iste

nsi t

eguh

, dan

dr

aina

se sa

ngat

bur

uk. P

ada

kedu

a je

nis t

anah

ini

seri

ngka

li te

rdap

at la

pisa

n ga

mbu

t yan

g re

latif

teba

l, ya

ng m

enye

babk

an ta

nah

mas

am (p

H re

ndah

) dan

m

enja

di k

enda

la b

agi u

saha

pen

gem

bang

an la

han

pert

ania

n pr

oduk

tif.

Po

la sa

lura

n su

ngai

ber

kelo

k-ke

lok

(mea

nder

ing)

aki

bat

pros

es p

enge

ndap

an m

ater

ial s

edim

en te

rlar

ut y

ang

sang

at in

tens

if, le

mba

h su

ngai

leba

r, da

n po

la ta

li ar

us

sung

ai b

erpi

ndah

-pin

dah

sehi

ngga

mem

bent

uk p

ola

tera

nyam

(bra

ided

str

eam

). Ef

ek d

ari p

ola

dan

pros

es

alir

an su

ngai

ini m

enye

babk

an p

ola

salu

ran

sung

ai

seri

ngka

li be

rpin

dah,

sehi

ngga

ban

yak

diju

mpa

i lem

bah

Ko

ndis

i mor

folo

giny

a ya

ng b

erup

a da

tara

n re

latif

aga

k ce

kung

dan

be

rada

pad

a ba

gian

hili

r alir

an

sung

ai d

an m

erup

akan

dae

rah

tran

sisi

dar

i flu

vial

ke

wila

yah

pesi

sir,

mak

a ke

cepa

tan

alir

an

sung

ai se

diki

t ter

ham

bat,

yang

m

enye

babk

an m

elua

pnya

alir

an

sung

ai p

ada

saat

deb

it al

iran

bes

ar

ketik

a m

usim

pen

ghuj

an, y

ang

berp

oten

si te

rhad

ap p

rose

s pe

ngge

nang

an d

an b

anjir

.

Mat

eria

l pen

yusu

n ya

ng

dido

min

asi o

leh

enda

pan

lem

pung

ya

ng m

empu

nyai

sifa

t kem

bang

ke

rut t

anah

yan

g tin

ggi,

yang

m

enye

babk

an b

angu

nan

infr

astr

uktu

r jal

an a

spal

dan

po

ndas

i ban

guna

n la

inny

a ce

pat

rusa

k, p

atah

, ata

u m

engg

eser

.

Kare

na g

enes

isny

a m

erup

akan

ha

sil p

rose

s mar

in m

asa

lalu

, be

rpot

ensi

unt

uk d

ijum

pain

ya

jeba

kan-

jeba

kan

air l

aut p

urba

pa

da e

ndap

an le

mpu

ng m

arin

ya

ng te

lah

terk

ubur

ole

h en

dapa

n flu

vial

mas

a ki

ni, y

ang

sela

njut

nya

berp

enga

ruh

terh

adap

air

tana

h be

rasa

pay

au h

ingg

a as

in, d

enga

n

Page 141: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 7

ditin

ggal

kan

(aba

ndon

val

ley)

, dan

au ta

pal k

uda

(oxb

ow

lake

), da

n le

mba

h-le

mba

h ya

ng te

rkub

ur (b

urri

ed

valle

y), s

erta

ban

yak

diju

mpa

i fen

omen

a ig

ir d

i ten

gah

sung

ai (l

evee

rid

ges)

ata

u go

song

sung

ai (s

and

poin

t).

Sifa

t alir

an su

ngai

men

galir

sepa

njan

g ta

hun

(per

enia

l),

akib

at in

put d

ari a

ir h

ujan

dan

air

tana

h (e

fflu

ent)

, deb

it al

iran

bes

ar d

enga

n se

dim

en te

rlau

t yan

g tin

ggi,

sehi

ngga

seri

ngka

li ai

r ber

war

na sa

ngat

ker

uh. P

ada

bagi

an m

uara

sung

ai se

ring

diju

mpa

i rat

aan

lum

pur

(mud

flat

), ra

wa-

raw

a pa

yau

(sal

t mar

sh),

dan

beru

jung

pa

da p

embe

ntuk

an su

atu

delta

.

Pem

anfa

atan

laha

n be

rsifa

t bud

iday

a be

rupa

saw

ah

irig

asi d

enga

n po

la su

rjan

(sel

ang-

selin

g sa

lura

n da

n gu

luda

n), d

enga

n pr

oduk

tivita

s sed

ang

kare

na b

erba

gai

kend

ala

sifa

t tan

ah m

asam

dan

pen

ggen

anga

n at

au

banj

ir. P

erm

ukim

an ju

ga tu

mbu

h de

ngan

bai

k, n

amun

te

rkad

ang

terk

enda

la su

mbe

r air

ber

sih

dan

peng

emba

ngan

aks

esib

iltas

kar

ena

sifa

t kem

bang

-ker

ut

tana

h ya

ng ti

nggi

, men

yeba

bkan

ban

guna

n in

fras

truk

tur c

epat

ata

u m

udah

rusa

k.

Be

ntan

glah

an in

i ter

mas

uk d

aera

h ba

wah

an (l

ow la

nd),

deng

an b

eber

apa

kend

ala

alam

i ter

kait

sifa

t aku

ifer

alir

an su

ngai

. Ole

h ka

rena

itu

seca

ra k

erua

ngan

lebi

h ba

ik d

iteta

pkan

seba

gai k

awas

an b

udid

aya

pert

ania

n te

rbat

as d

an p

enge

mba

ngan

per

muk

iman

(ped

esaa

n),

deng

an k

eter

dapa

tan

kend

ala

pem

bang

unan

in

fras

tukt

ur d

an a

kses

ibilt

as a

kiba

t sifa

t tan

ahny

a.

nila

i day

a ha

ntar

list

rik

tingg

i.

3.

Mar

in

M1

Dat

aran

Pe

sisi

r den

gan

Pant

ai B

erlu

mpu

r

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u, Ja

mbi

, Su

mat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

M

orfo

logi

dat

aran

den

gan

relie

f dat

ar, k

emir

inga

n

lere

ng 0

-3%

, bed

a tin

ggi

rera

ta <

15 m

eter

.

Terb

entu

k da

ri p

rose

s uta

ma

aktiv

itas g

elom

bang

(mar

ine)

ya

ng b

eras

osia

si d

enga

n al

iran

su

ngai

(flu

vial

) ya

ng

mem

baw

a m

ater

ial s

edim

en

terl

arut

ting

gi, d

iend

apka

n di

se

panj

ang

kana

n-ki

ri m

uara

m

embe

ntuk

rata

an lu

mpu

r (m

udfla

t) a

tau

raw

a-ra

wa

paya

u (s

alt m

arsh

) dan

del

ta.

Se

cara

gen

esis

, ben

tang

laha

n in

i ter

bent

uk a

kiba

t

Be

ntan

glah

an in

i ter

leta

k pa

da te

pian

laut

(pes

isir

dan

pa

ntai

), se

hing

ga su

hu u

dara

tera

sa p

anas

kar

ena

peng

aruh

uap

air

laut

, dan

aka

n se

mak

in a

pabi

la p

ada

bent

angl

ahan

ini b

erke

mba

ng w

ilaya

h pe

rkot

aan.

Mat

eria

l ber

upa

baha

n-ba

han

aluv

ium

end

apan

lum

pur

(cam

pura

n le

mpu

ng d

an p

asir

hal

us),

seba

gai h

asil

pros

es p

enge

ndap

an a

liran

sung

ai y

ang

sang

at in

tens

if.

Pr

oses

pen

gend

apan

mat

eria

l lum

pur y

ang

sang

at

inte

nsif

oleh

alir

an su

ngai

yan

g be

rmua

ra p

ada

bent

angl

ahan

ini,

sang

at b

erpo

tens

i unt

uk m

embe

ntuk

la

han-

laha

n ba

ru, y

ang

beru

pa ra

taan

pas

ang-

suru

t (t

idal

flat

) dan

del

ta.

Ta

nah

yang

mun

gkin

ber

kem

bang

den

gan

kand

unga

n le

mpu

ng y

ang

ting

gi a

dala

h ta

nah

Vert

isol

ata

u Gr

umus

ol, s

truk

tur g

umpa

l den

gan

kons

iste

nsi t

eguh

, da

n dr

aina

se sa

ngat

bur

uk. M

ater

ial l

empu

ng

Ko

ndis

i mor

folo

giny

a ya

ng b

erup

a da

tara

n ya

ng b

erad

a pa

da b

agia

n pa

ling

hilir

alir

an su

ngai

dan

la

ngsu

ng k

etem

u la

ut, m

aka

alir

an

sung

ai te

rhen

ti, y

ang

berp

oten

si

mel

uapn

ya a

liran

sung

ai p

ada

saat

de

bit a

liran

bes

ar k

etik

a m

usim

pe

nghu

jan,

yan

g be

rpot

ensi

te

rhad

ap p

rose

s pen

ggen

anga

n da

n ba

njir

, dra

inas

e bu

ruk,

lin

gkun

gan

kum

uh, p

ence

mar

an,

dan

kese

hata

n m

asya

raka

t bur

uk.

In

fras

truk

tur j

alan

asp

al d

an

pond

asi b

angu

nan

lain

nya

cepa

t ru

sak,

pat

ah, a

tau

men

gges

er.

Ka

rena

gen

esis

nya

mer

upak

an

Page 142: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 8

peng

enda

pan

mat

eria

l se

dim

en te

rlar

ut y

ang

tingg

i da

ri d

arat

an y

ang

diba

wa

oleh

al

iran

sung

ai, d

an d

iduk

ung

oleh

kon

disi

di s

ekita

r mua

ra

yang

dat

ar d

an g

elom

bang

ya

ng te

nang

, mak

a be

ntan

glah

an p

esis

ir y

ang

sepe

rti i

ni d

apat

dis

ebut

se

baga

i pes

isir

has

il pe

ngen

dapa

n da

ri d

arat

an

(sub

-aer

ial d

epos

itio

n co

ast)

.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

nya

beru

pa b

ahan

-ba

han

aluv

ium

has

il pe

ngen

dapa

n al

iran

sung

ai d

i ba

gian

ata

s ber

upa

lum

pur

(mud

), ya

itu ca

mpu

ran

anta

ra

lem

pung

dan

pas

ir h

alus

.

mem

puny

ai si

fat m

ampu

men

jera

b at

au m

enje

bab

air

apal

agi a

ir y

ang

bers

ifat e

lekt

rolit

(air

asi

n), s

ehin

gga

airt

anah

pad

a be

ntan

glah

an in

i sec

ara

kese

luru

han

bera

sa a

sin.

Sub

stra

t ber

lum

pur d

enga

n ka

ndun

gan

airt

anah

asi

n, m

erup

akan

med

ia p

ertu

mbu

han

vege

tasi

m

agro

ve y

ang

sang

at, y

ang

berp

oten

si m

embe

ntuk

ek

osis

tem

hut

an m

angr

ove

yang

leba

t dan

mem

puny

ai

fung

si sa

ngat

pen

ting

seca

ra fi

sik,

kim

ia, e

kolo

gis

(bio

logi

s), s

osia

l eko

nom

i, da

n pe

ndid

ikan

.

Pote

nsi l

ain

dari

kon

disi

tana

h le

mpu

ng b

erga

ram

ad

alah

mem

ungk

inka

n un

tuk

peng

emba

ngan

are

a ta

mba

k (u

dang

dan

ban

deng

) pad

a m

usim

pen

ghuj

an

dan

tam

bah

gara

m p

ada

kem

arau

.

Mel

ihat

kar

akte

rist

ik d

an k

edud

ukan

nya,

mak

a se

cara

ke

ruan

gan

wila

yah

ini l

ebih

bai

k di

teta

pkan

seba

gai

kaw

asan

bud

iday

a pe

rtan

ian

terb

atas

(per

ikan

an

dara

t), d

enga

n fu

ngsi

uta

ma

seba

gai k

awas

an li

ndun

g se

mpa

dan

pant

ai, d

enga

n hu

tan

man

grov

e se

baga

i zon

a lin

dung

nya.

hasi

l pro

ses p

enge

ndap

an fl

uvia

l de

ngan

mat

eria

l lem

pung

dan

be

rada

di s

ekita

r mua

ra su

ngai

, m

aka

juga

ber

pote

nsi u

ntuk

di

jum

pain

ya je

baka

n-je

baka

n ai

r la

ut, y

ang

berp

enga

ruh

terh

adap

ai

rtan

ah b

eras

a pa

yau

hing

ga a

sin,

de

ngan

nila

i day

a ha

ntar

list

rik

tingg

i pul

a.

Pe

rkem

bang

an ra

taan

pas

ang

suru

t dan

del

ta y

ang

mem

bent

uk

laha

n-la

han

baru

, ber

pote

nsi

terh

adap

inte

nsita

s per

ubah

an

gari

s pan

tai,

konf

lik so

sial

ber

upa

stat

us k

epem

ilika

n la

han,

tata

ru

ang

wila

yah,

dan

tum

pang

-tin

dih

kebi

jaka

n di

ant

ara

inst

ansi

te

rkai

t.

Peng

enda

pan

mat

eria

l sed

imen

ya

ng in

tens

if m

enye

babk

an

pend

angk

alan

mua

ra (e

stua

ri),

lagu

na, d

an p

erai

ran

laut

dan

gkal

, ya

ng b

erpo

tens

i men

urun

nya

prod

uktiv

itas p

enan

gkap

an

peri

kana

n la

ut.

M

asal

ah la

inny

a ad

alah

kon

vers

i hu

tan

man

grov

e un

tuk

laha

n ta

mba

k (i

lega

l log

ging

),

pert

umbu

han

perm

ukim

an y

ang

tidak

tera

tur,

dan

men

ingk

atny

a bi

aya

kons

erva

si li

ngku

ngan

.

M2

Data

ran

Pesi

sir

deng

an P

anta

i Be

rpas

ir

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Sum

ater

a Se

lata

n,

dan

Lam

pung

M

orfo

logi

dat

aran

den

gan

relie

f dat

ar, k

emir

inga

n

lere

ng 0

-3%

, bed

a tin

ggi

rera

ta <

15 m

eter

.

Seca

ra g

enes

is, b

enta

ngla

han

ini t

erbe

ntuk

aki

bat

peng

enda

pan

mat

eria

l se

dim

en p

asir

ole

h ak

tivita

s ge

lom

bang

di s

epan

jang

m

inat

kat p

anta

inya

, seh

ingg

a be

ntan

glah

an in

i dap

at

dise

but s

ebag

ai p

esis

ir h

asil

Be

ntan

glah

an in

i ter

leta

k pa

da te

pian

laut

(pes

isir

dan

pa

ntai

), se

hing

ga su

hu u

dara

tera

sa p

anas

kar

ena

peng

aruh

uap

air

laut

, dan

aka

n se

mak

in a

pabi

la p

ada

bent

angl

ahan

ini b

erke

mba

ng w

ilaya

h pe

rkot

aan.

Mat

eria

l ber

upa

baha

n-ba

han

aluv

ium

end

apan

pas

ir

mar

in, s

ebag

ai h

asil

pros

es p

enge

ndap

an g

elom

bang

.

Pros

es p

enge

ndap

an m

ater

ial p

asir

sang

at in

tens

if ol

eh

gelo

mba

ng y

ang

mem

bent

uk b

erba

gai f

enom

ena,

se

pert

i: gi

sik

(bea

ch),

gisi

k pe

ngha

lang

(bar

rier

bea

ch),

mau

pun

betin

g gi

sik

(bea

ch r

idge

s).

Ta

nah

rela

tif b

elum

ber

kem

bang

, tet

api m

asih

ber

upa

baha

n in

duk

tana

h (p

aren

t mat

eria

l) a

tau

rego

lith,

Perm

asal

ahan

yan

g se

ring

mun

cul

pada

ben

tang

laha

n in

i leb

ih

dise

babk

an o

leh

sifa

t mat

eria

l pas

ir

peny

usun

nya,

yan

g m

erup

akan

m

ater

ial l

epas

-lepa

s den

gan

pany

ak

pori

-por

i, se

hing

ga b

erpo

tens

i unt

uk

terj

adin

ya:

in

trus

i air

laut

, jik

a pe

nura

pan

airt

anah

di p

anta

i dan

pes

isir

nya

mel

ebih

i kem

ampu

an d

aya

tam

pung

aku

ifern

ya;

pe

ncem

aran

air

tana

h ak

ibat

Page 143: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 9

pros

es p

enge

ndap

an

gelo

mba

ng (m

arin

e de

posi

tion

co

ast)

.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

nya

beru

pa b

ahan

-ba

han

aluv

ium

mar

in b

erup

a pa

sir m

arin

(san

d).

sehi

ngga

terk

adan

g da

pat d

ikel

ompo

kkan

seba

gai

tana

h Re

goso

l (ta

nah

pasi

ran)

.

Mat

eria

l pas

ir p

ada

min

taka

t pan

tai d

an p

esis

ir in

i m

erup

akan

med

ia p

oten

sial

unt

uk m

enan

gkap

dan

m

enyi

mpa

n ai

r huj

an, s

ehin

gga

berp

oten

si m

embe

ntuk

ak

uife

r yan

g ba

ik d

enga

n ka

ndun

gan

airt

anah

yan

g ta

war

dan

ber

pote

nsi s

ebag

ai su

mbe

r air

ber

sih.

Mel

ihat

kar

akte

rist

ik d

an k

edud

ukan

nya,

mak

a se

cara

ke

ruan

gan

wila

yah

ini d

apat

dik

emba

ngka

n un

tuk

berb

agai

fung

si, s

eper

ti: k

awas

an li

ndun

g se

mpa

dan

pant

ai, p

erta

nian

laha

n ke

ring

tana

man

sem

usim

, ata

u ka

was

an w

isat

a al

am p

anta

i. Pa

sir m

arin

yan

g m

embe

ntuk

gis

ik d

an b

etin

g gi

sik

dapa

t ber

fung

si

seba

gai p

ered

am g

elom

bang

tsun

ami,

sehi

ngga

raya

pan

gelo

mba

ng (r

un u

p) n

ya ti

dak

sam

pai j

auh

ke d

arat

an.

buan

gan

limba

h da

ri b

erba

gai

aktiv

itas y

ang

ada

di a

tas

laha

nnya

, bai

k lim

bah

dom

estik

, pe

rtan

ian,

pet

erna

kan,

ata

u pa

riw

isat

a;

ko

nflik

laha

n ak

ibat

tum

pah

tindi

h ke

pent

inga

n da

n ke

bija

kan

dala

m

peng

elol

aan

wila

yah

pesi

sir,

khus

usny

a pe

rmas

alah

an fu

ngsi

ru

ang,

yai

tu a

ntar

a fu

ngsi

lind

ung

dan

fung

si b

udid

aya

sesu

ai

pote

nsi p

enge

mba

ngan

nya.

4.

Stru

ktur

al

S1P

Peg

unun

gan

Stru

ktur

al P

atah

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Beng

kulu

, Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

Ke

dua

bent

angl

ahan

ini

mem

puny

ai g

enes

is, s

truk

tur,

dan

mat

eria

l pen

yusu

n ya

ng

rela

tif sa

ma,

teta

pi h

anya

be

rbed

a pa

da m

orfo

logi

nya.

Untu

k S1

P, m

orfo

logi

ata

u to

pogr

afi b

erup

a pe

gunu

ngan

de

ngan

relie

f ber

gunu

ng,

lere

ng sa

ngat

cur

am d

enga

n ke

mir

inga

n >4

5%, b

eda

tingg

i re

rata

>50

0 m

eter

; sed

angk

an

untu

k S2

P, m

orfo

logi

ata

u to

pogr

afi b

erup

a pe

rbuk

itan

deng

an re

lief b

erbu

kit,

lere

ng

cura

m d

enga

n ke

mir

inga

n 30

-45

%, b

eda

tingg

i rer

ata

75-

500

met

er.

Se

cara

gen

esis

, ben

tang

laha

n in

i ter

bent

uk a

kiba

t pe

ngan

gkat

an te

kton

ik, y

ang

mem

bent

uk st

rukt

ur p

atah

an,

deng

an k

enam

paka

n bi

dang

pa

taha

n (e

scar

pmen

t) y

ang

tega

s mem

bent

uk ja

lur b

lok

perb

ukita

n/pe

gunu

ngan

ko

mpl

eks,

akib

at si

fat m

ater

ial

batu

an p

enyu

sunn

ya y

ang

kom

pak

dan

kera

s.

Be

ntan

glah

an in

i um

umny

a be

rupa

topo

graf

i pe

gunu

ngan

ata

u pe

rbuk

itan

yang

ting

gi m

embe

ntuk

pe

gunu

ngan

ata

u pe

rbuk

itan

kom

plek

s blo

k pa

taha

n,

yang

terl

indu

ngi d

enga

n ve

geta

si b

erup

a te

gaka

n hu

tan

rapa

t, se

hing

ga u

dara

aka

n te

rasa

seju

k.

Ba

tuan

pen

yusu

n be

rupa

bat

uan-

batu

an y

ang

kera

s da

n ko

mpa

k ya

ng te

lah

beru

mur

sang

at tu

a, b

ahka

n ak

ibat

pro

ses p

enga

ngka

tan

dan

teka

nan

tekt

onik

yan

g ku

at m

enye

babk

an p

rose

s met

amor

fosi

s, se

hing

ga

teks

tur b

atua

n se

mak

in h

alus

dan

kom

pak

deng

an

stru

ktur

yan

g te

ruba

h da

n in

dah.

Pro

ses i

nila

h ya

ng

men

yeba

bkan

pem

bent

ukan

min

eral

-min

eral

bat

uan

mul

ai y

ang

bern

ilai e

kono

mi t

ingg

i, se

pert

i kua

rsa,

m

arm

er, g

rani

t, gr

anod

iori

t, da

n se

baga

inya

, yan

g be

rpot

ensi

unt

uk d

ipol

es m

enja

di b

atu

akik

, bat

u pe

rmat

a, b

erlia

n, b

ahan

-bah

an o

rnam

en ru

mah

, hot

el,

dan

seba

gain

ya.

Po

tens

i sum

berd

aya

min

eral

lain

bag

i bat

uan

yang

be

lum

men

gala

mi m

etam

orfo

sis a

dala

h se

baga

i bah

an

bang

unan

, ind

ustr

i sem

en, i

ndus

tri p

akan

tern

ak,

kosm

etik

, dan

lain

nya.

Sifa

t bat

uan

peny

usun

nya

yang

kom

pak

tidak

m

emun

gkin

kan

untu

k m

enyi

mpa

n ai

r, ak

an te

tapi

ke

bera

daan

stru

ktur

reta

kan

atau

pat

ahan

dap

at

berf

ungs

i seb

agai

por

i-por

i sek

unde

r yan

g ak

an

men

galir

kan

air h

ujan

dan

mun

cul d

i bag

ian

teku

k le

reng

nya

seba

gai m

ataa

ir (s

prin

g) a

tau

rem

besa

n (s

epag

e), y

ang

cuku

p po

tens

ial s

ebag

ai su

mbe

r air

Perm

asal

ahan

ata

u ke

raw

anan

lin

gkun

gan

yang

ber

pote

nsi t

erja

di

pada

ben

tang

laha

n in

i dik

ontr

ol o

leh

kond

isi t

opog

rafi,

asa

l-usu

l pe

mbe

ntuk

an (g

enes

is),

dan

mat

eria

l pe

nyus

unny

a, y

ang

anta

ra la

in:

si

fat b

atua

n pe

nyus

unny

a ya

ng

kom

pak

dan

sang

at k

eras

, tid

ak

mem

ungk

inan

unt

uk d

apat

m

enyi

mpa

n ai

r, se

hing

ga k

etik

a m

usim

kem

arau

ber

pote

nsi

terh

adap

kek

erin

gan

dan

keku

rang

an a

ir b

ersi

h;

si

fat b

atua

n ya

ng k

ompa

k de

ngan

re

sist

ensi

ting

gi, t

idak

m

emun

gkin

kan

pem

bent

ukan

ta

nah

deng

an b

aik,

sehi

ngga

tana

h re

latif

tipi

s lan

gsun

g ko

ntak

de

ngan

bat

uan

indu

k, y

ang

dise

but d

enga

n ta

nah

Lito

sol,

mis

kin

hara

, dan

ban

yak

sing

kapa

n ba

tuan

(out

crop

), se

hing

ga b

erpo

tens

i seb

agai

laha

n kr

itis d

an m

argi

nal;

ge

nesi

s ben

tang

laha

n se

baga

i ha

sil p

rose

s pen

gang

kata

n te

kton

ik y

ang

mem

bent

uk b

idan

g pa

taha

n pa

da to

pogr

afi

S2P

Per

buki

tan

Stru

ktur

al P

atah

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u, K

ep.

Riau

, Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Page 144: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

0

Beng

kulu

, Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

M

ater

ial a

tau

batu

an u

tam

a pe

nyus

unny

a be

rupa

bat

uan-

batu

an b

eku

hasi

l pro

ses

aktiv

itas g

unun

gapi

tua,

se

pert

i: di

abas

t, gr

anit,

an

desi

t, ga

bro,

dan

lain

nya;

at

au b

atua

n se

dim

en y

ang

tela

h m

enga

lam

i m

etam

orfo

sis,

sepe

rti:

kals

it at

au m

arm

er, s

ekis

, gne

is, a

tau

lain

nya.

bers

ih m

asya

raka

t sek

itarn

ya.

M

elih

at k

arak

teri

stik

dan

ked

uduk

anny

a, m

aka

seca

ra

keru

anga

n w

ilaya

h in

i dap

at le

bih

difu

ngsi

kan

seba

gai

kaw

asan

lind

ung

dala

m b

entu

k hu

tan

lindu

ng, c

agar

al

am a

tau

suak

a m

arga

satw

a, d

enga

n ke

mun

gkin

an

pote

nsi p

enge

mba

ngan

seba

gai k

awas

an w

isat

a m

inat

kh

usus

bag

i pec

inta

ala

m d

an p

endi

dika

n lin

gkun

gan.

Co

ntoh

:

Jalu

r Per

buki

tan

dan

Pegu

nung

an B

lok

Pata

han

sepa

njan

g Pa

taha

n Se

man

gko

di si

si b

arat

Pul

au

Sum

ater

a, m

ulai

dar

i Lam

pung

; Lub

uk L

ingg

au d

i Be

ngku

lu; S

unga

i Pen

uh h

ingg

a Ke

rinc

i di J

ambi

; Saw

ah

Lunt

o, B

ukit

Ting

gi, h

ingg

a Lu

buk

Sika

ping

di S

umat

era

Bara

t; Pa

dang

Sid

empu

an, T

arun

tung

, hin

gga

Sidi

kala

ng d

i Sum

ater

a Ut

ara;

dan

ber

lanj

ut h

ingg

a Ba

nda

Aceh

.

Di se

panj

ang

jalu

r pat

ahan

ters

ebut

, ter

kada

ng te

rdap

at

asos

iasi

ant

ara

batu

an g

unun

gapi

tua

seba

gai d

asar

fo

rmas

i den

gan

enda

apan

bat

ugam

ping

teru

mbu

di

bagi

an a

tas y

ang

mem

bent

uk to

pogr

afi k

arst

, tet

api

kete

rdap

atan

nya

seca

ra lo

kal-l

okal

saja

(yan

g tid

ak

nam

pak

jela

s pad

a sk

ala

1 : 2

50.0

00),

sepe

rti d

i seb

elah

se

lata

n Lh

o-ng

a, A

ceh.

perb

ukita

n da

n pe

gunu

ngan

, sa

ngat

ber

pote

nsi s

ebag

ai m

edia

ra

mba

tan

gelo

mba

ng te

kton

ik

yang

mam

pu m

enci

ptak

an

gem

pabu

mi t

ekto

nik

(ear

thqu

ake)

ya

ng d

ahsy

ah;

ko

ndis

i top

ogra

fi ya

ng d

emik

ian

deng

an st

rukt

ur b

atua

n pe

nyus

un

yang

ban

yak

reta

kan

dan

pata

han,

ke

tika

terj

adi g

empa

bum

i yan

g ku

at, s

anga

t ber

pote

nsi t

erha

dap

keja

dian

ger

ak m

assa

bat

uan

beru

pa lo

ngso

r bat

uan

(roc

k sl

ide)

at

au b

ahka

n ja

tuha

n ba

tuan

(roc

k fa

ll) y

ang

sang

at b

erba

haya

dan

m

enga

ncam

kes

elam

atan

pe

ndud

uk d

i sek

itarn

ya.

S3P1

Lem

bah

anta

r Peg

unun

gan

Stru

ktur

al P

atah

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Beng

kulu

, dan

La

mpu

ng

Ke

dua

bent

angl

ahan

ini

mem

puny

ai m

orfo

logi

, ge

nesi

s, st

rukt

ur, d

an m

ater

ial

peny

usun

yan

g re

latif

sam

a,

teta

pi h

anya

ber

beda

pad

a po

sisi

ata

u ke

dudu

kann

ya,

bahw

a S3

P1 a

dala

h le

mba

h ya

ng te

rdap

at d

i ant

ara

jalu

r pe

gunu

ngan

pat

ahan

, se

dang

kan

S2P2

ada

lah

lem

bah

yang

ber

ada

di a

ntar

a ja

lur p

erbu

kita

n pa

taha

n.

M

orfo

logi

ata

u to

pogr

afi

beru

pa le

mba

h di

ant

ara

jalu

r pe

gunu

ngan

ata

u pe

rbuk

itan

deng

an re

lief d

atar

, ke

mir

inga

n le

reng

<8%

, dan

be

rstr

uktu

r seb

agai

terb

an

(gra

ben)

, yan

g di

apit

oleh

dua

di

ndin

g bl

ok p

atah

an (h

orst

)

Pada

das

arny

a po

tens

i sum

berd

aya

alam

yan

g di

mili

ki

pada

ben

tang

laha

n in

i mir

ip d

enga

n be

ntan

glah

an

pegu

nung

an d

an p

erbu

kita

n st

rukt

ural

pat

ahan

di

seki

tarn

ya, y

aitu

:

udar

a al

am p

egun

unga

n at

au p

erbu

kita

n ya

ng te

rasa

se

juk

hing

ga d

ingi

n;

po

tens

i sum

berd

aya

min

eral

-min

eral

ber

nila

i eko

nom

i tin

ggi,

sepe

rti:

kuar

sa, m

arm

er, g

rani

t, gr

anod

iori

t, da

n se

baga

inya

, yan

g be

rpot

ensi

unt

uk b

atu

akik

, bat

u pe

rmat

a, b

erlia

n, b

ahan

-bah

an o

rnam

en ru

mah

, hot

el,

dan

seba

gain

ya;

po

tens

i sum

berd

aya

min

eral

seba

gai b

ahan

ban

guna

n,

indu

stri

sem

en, i

ndus

tri p

akan

tern

ak, k

osm

etik

, dan

la

inny

a;

su

ngai

yan

g be

rkem

bang

ber

pola

alir

an re

ctan

gula

r,

deng

an su

ngai

uta

ma

sear

ah p

ola

lem

bah

pata

han

(ter

ban)

den

gan

caba

ng-c

aban

g su

ngai

yan

g te

gak

luru

s su

ngai

uta

ma

men

giku

ti po

la st

rukt

ur p

atah

an y

ang

ada;

dan

pem

uncu

lan

mat

aair

(spr

ing)

ata

u re

mbe

san

(sep

age)

,

Perm

asal

ahan

ata

u ke

raw

anan

lin

gkun

gan

yang

ber

pote

nsi t

erja

di

pada

ben

tang

laha

n in

i jug

a di

peng

aruh

i ole

h as

al-u

sul

pem

bent

ukan

(gen

esis

) per

buki

tan

dan

pegu

nung

an d

i sek

itarn

ya, y

aitu

:

ketik

a m

usim

kem

arau

ber

pote

nsi

terh

adap

kek

erin

gan

dan

keku

rang

an a

ir b

ersi

h;

ta

nah

rela

tif ti

pis l

angs

ung

kont

ak

deng

an b

atua

n in

duk

(tan

ah

Lito

sol)

yang

mis

kin

hara

, dan

ba

nyak

sing

kapa

n ba

tuan

(o

utcr

op),

sehi

ngga

ber

pote

nsi

seba

gai l

ahan

kri

tis d

an m

argi

nal;

be

rpot

ensi

seba

gai d

aera

h te

rken

a da

mpa

k ge

mpa

bum

i tek

toni

k (e

arth

quak

e) y

ang

dahs

yah;

berp

oten

si se

baga

i dae

rah

terd

ampa

k lo

ngso

r bat

uan

(roc

k

S3P2

Lem

bah

anta

r Per

buki

tan

Stru

ktur

al P

atah

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u, K

ep.

Riau

, Sum

ater

a Ba

rat,

Beng

kulu

, Su

mat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

Page 145: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

1

deng

an to

pogr

afi p

egun

unga

n at

au p

erbu

kita

n.

yang

cuku

p po

tens

ial s

ebag

ai su

mbe

r air

ber

sih

mas

yara

kat s

ekita

rnya

. M

elih

at k

arak

teri

stik

dan

ked

uduk

anny

a, m

aka

seca

ra

keru

anga

n w

ilaya

h in

i mem

iliki

pot

ensi

unt

uk

peng

emba

ngan

kaw

asan

wis

ata

min

at k

husu

s bag

i pec

inta

al

am d

an p

endi

dika

n lin

gkun

gan,

yan

g te

rkai

t den

gan

feno

men

a al

am g

eolo

gis d

an g

eogr

afis

.

slid

e) d

an ja

tuha

n ba

tuan

(roc

k fa

ll) p

ada

saat

terj

adi g

empa

bum

i te

kton

ik.

S1L

Peg

unun

gan

Stru

ktur

al L

ipat

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi, d

an

Sum

ater

a Se

lata

n

Ke

dua

bent

angl

ahan

ini j

uga

mem

puny

ai g

enes

is, s

truk

tur,

dan

mat

eria

l pen

yusu

n ya

ng

rela

tif sa

ma,

teta

pi h

anya

be

rbed

a pa

da m

orfo

logi

nya.

Untu

k S1

L, m

orfo

logi

ata

u to

pogr

afi b

erup

a pe

gunu

ngan

de

ngan

relie

f ber

gunu

ng,

lere

ng sa

ngat

cur

am d

enga

n ke

mir

inga

n >4

5%, b

eda

tingg

i re

rata

>50

0 m

eter

; sed

angk

an

untu

k S2

P, m

orfo

logi

ata

u to

pogr

afi b

erup

a pe

rbuk

itan

deng

an re

lief b

erbu

kit,

lere

ng

cura

m d

enga

n ke

mir

inga

n 30

-45

%, b

eda

tingg

i rer

ata

75-

500

met

er.

Se

cara

gen

esis

, ben

tang

laha

n in

i ter

bent

uk a

kiba

t pe

ngan

gkat

an te

kton

ik, y

ang

mem

bent

uk st

rukt

ur li

pata

n,

deng

an k

enam

paka

n bi

dang

ke

luru

san

(lin

emen

t) y

ang

tega

s mem

bent

uk ja

lur

pung

gung

an (a

ntik

linal

) yan

g be

rsel

ang-

selin

g de

ngan

jalu

r le

mba

h (s

inkl

inal

) mem

anja

ng

seja

jar p

ungg

ung

lipat

an,

akib

at si

fat m

ater

ial b

atua

n pe

nyus

unny

a ya

ng re

latif

lu

nak

dan

lent

ur (p

last

is).

M

ater

ial a

tau

batu

an u

tam

a pe

nyus

unny

a be

rupa

bat

uan-

batu

an se

dim

en b

erla

pis y

ang

luna

k da

n pl

astik

, sep

erti:

ba

tule

mpu

ng (c

lays

tone

),

Be

ntan

glah

an in

i um

umny

a be

rupa

topo

graf

i pe

gunu

ngan

ata

u pe

rbuk

itan

yang

ting

gi m

embe

ntuk

pu

nggu

nan

antik

linal

, yan

g um

unya

terl

indu

ngi d

enga

n ve

geta

si b

erup

a te

gaka

n hu

tan

prod

uksi

, seh

ingg

a ud

ara

mas

ih te

rasa

seju

k.

Ba

tuan

pen

yusu

n be

rupa

bat

uan-

batu

an y

ang

luna

k da

n pl

astis

yan

g re

latif

ber

umur

tua,

seje

nis

batu

lem

pung

, bat

upas

ir, d

an b

atug

ampi

ng d

enga

n pe

rcam

pura

nnya

.

Ketig

a je

nis b

atua

n ut

ama

peny

usun

nya

men

unju

kkan

ha

sil p

rose

s pen

gend

apan

pad

a lin

gkun

gan

pera

iran

, ba

ik p

arai

ran

dara

t (da

nau,

tela

ga, a

tau

raw

a-ra

wa)

m

aupu

n pe

rair

an la

ut d

angk

al (l

agun

a at

au z

ona

laut

da

ngka

l / li

thor

al) p

ada

mas

a la

lu (p

urba

), ya

ng

bera

sosi

asi d

enga

n tu

mbu

hnya

ber

baga

i tum

buha

n da

n tin

ggal

nya

berb

agai

faun

a m

aupu

n ke

hidu

pan

man

usia

pu

rba.

Ket

ika

terj

adin

ya tr

ansi

si z

aman

Ter

sier

ke

zam

an K

uart

er y

ang

dita

ndai

den

gan

zam

an p

erig

lasi

al,

yang

man

a bu

mi m

enga

lam

i per

iode

ker

ing

yang

sang

at

panj

ang

(juta

an ta

hun)

, mak

a ke

hidu

pan

tum

buha

n,

hew

an, d

an m

anus

ia p

urba

men

jadi

pun

ah. K

emud

ian

disu

sul d

enga

n pr

oses

tekt

onik

ber

upa

peng

angk

atan

da

rata

n ak

ibat

pen

unja

man

lem

peng

sam

uder

a di

ba

wah

lem

peng

ben

ua, y

ang

men

yeba

bkan

pro

ses

perl

ipat

an p

ada

daer

ah y

ang

ters

usun

ata

s bat

uan

yang

be

rsifa

t lun

ak d

an p

last

is. K

ondi

si in

ilah

yang

di

mun

gkin

kan

men

yeba

bkan

terj

ebak

sisa

-sis

a ke

hidu

pan

mas

a la

lu p

ada

pros

es p

enge

ndap

an

mat

eria

l dan

per

lipat

an.

Te

rjeb

akny

a si

sa-s

isa

kehi

dupa

n m

asa

lalu

pad

a pr

oses

pe

rlip

atan

inila

h ya

ng m

enye

babk

an p

embe

ntuk

an

sum

berd

aya

alam

ber

upa

min

yak

dan

gas b

umi,

yang

sa

ngat

pot

ensi

al d

ijum

pai p

ada

jalu

r per

lipat

an, s

eper

ti ya

ng te

rdap

at d

i wila

yah

bagi

an ti

mur

Pul

au S

umat

era.

Sifa

t bat

uan

peny

usun

nya

yang

dom

inan

ber

upa

batu

an

lem

pung

dan

bat

ugam

ping

, rel

atif

akan

men

gala

mi

Perm

asal

ahan

ata

u ke

raw

anan

lin

gkun

gan

yang

ber

pote

nsi t

erja

di

pada

ben

tang

laha

n in

i dik

ontr

ol o

leh

kond

isi t

opog

rafi,

asa

l-usu

l pe

mbe

ntuk

an (g

enes

is),

dan

mat

eria

l pe

nyus

unny

a, y

ang

anta

ra la

in:

ba

tuan

lem

pung

rela

tif b

ersi

fat

seba

gai a

kuita

rd h

ingg

a ak

uikl

ud

(mud

ah je

nuh

air d

an ti

dak

mam

pu m

enyi

mpa

n ai

r den

gan

baik

), se

hing

ga k

etik

a m

usim

ke

mar

au b

erpo

tens

i ter

hada

p ke

keri

ngan

dan

kek

uran

gan

air

bers

ih;

ba

tuan

lem

pung

gam

ping

an re

latif

m

embe

ntuk

tana

h ya

ng m

iski

n ha

ra, s

ehin

gga

term

asuk

tana

h-ta

nah

mar

gina

l yan

g ku

rang

subu

r de

ngan

pro

dukt

ivita

s ren

dah;

tana

h be

rlem

pung

mem

puny

ai

sifa

t kem

bang

ker

ut y

ang

tingg

i, se

hing

ga b

erpo

tens

i ter

hada

p ru

sakn

ya in

fras

truk

tur j

alan

asp

al

dan

bang

unan

;

tana

h be

rlem

pung

ber

sifa

t lab

il da

n m

udah

ber

gera

k pe

rlah

an,

sehi

ngga

pad

a le

reng

yan

g cu

ram

be

rpot

ensi

terh

adap

ger

akan

ta

nah

(soi

l cre

ep) d

an n

enda

tan

(slu

mp)

.

S2L

Per

buki

tan

Stru

ktur

al L

ipat

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u, K

ep.

Riau

, Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Sum

ater

a Se

lata

n,

dan

Lam

pung

Page 146: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

2

batu

lem

pung

gam

ping

an,

batu

pasi

r (sa

ndst

one)

, ba

tupa

sir g

ampi

ngan

, ba

tuga

mpi

ng (l

imes

tone

), ba

tuga

mpi

ng n

apal

an, a

tau

seje

nisn

ya.

pela

puka

n da

n pe

doge

nesi

s mem

bent

uk ta

nah

yang

ju

ga m

enga

ndun

g m

iner

al le

mpu

ng sa

ngat

ting

gi, y

ang

seri

ng d

iseb

ut se

baga

i tan

ah V

ertis

ol a

tau

Grum

usol

.

Mel

ihat

kar

akte

rist

ik d

an k

edud

ukan

nya,

mak

a se

cara

ke

ruan

gan

wila

yah

ini d

apat

lebi

h di

fung

sika

n se

baga

i ka

was

an li

ndun

g da

lam

ben

tuk

huta

n lin

dung

, cag

ar

alam

ata

u su

aka

mar

gasa

twa,

den

gan

kem

ungk

inan

po

tens

i pen

gem

bang

an se

baga

i kaw

asan

wis

ata

min

at

khus

us b

agi p

ecin

ta a

lam

dan

pen

didi

kan

lingk

unga

n.

Cont

oh:

Ja

lur P

erbu

kita

n da

n Pe

gunu

ngan

Lip

atan

(Ant

iklin

al)

mul

ai d

ari L

hoks

eum

awe

hing

ga L

angs

a, y

ang

men

gapi

t le

mba

h al

iran

Sun

gai L

este

n di

Pro

vins

i Ace

h.

Ja

lur P

erbu

kita

n da

n Pe

gunu

ngan

Lip

atan

(Ant

iklin

al)

mul

ai d

ari P

adan

g Si

dem

puan

Sum

ater

a Ut

ara,

m

elew

ati B

angk

inan

g Ri

au, d

an M

uara

Tem

besi

Jam

bi,

hing

ga b

erla

njut

sam

pai P

alem

bang

Sum

ater

a Se

lata

n.

S3L2

Lem

bah

anta

r Per

buki

tan

Stru

ktur

al L

ipat

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Sum

ater

a Ba

rat,

dan

Sum

ater

a Se

lata

n

M

orfo

logi

ata

u to

pogr

afi

beru

pa le

mba

h di

ant

ara

jalu

r pe

rbuk

itan

lipat

an d

enga

n re

lief d

atar

, kem

irin

gan

lere

ng

<8%

, dan

ber

stru

ktur

seba

gai

sink

linal

, yan

g di

apit

oleh

dua

pu

nggu

nan

anti

klin

al d

enga

n to

pogr

afi b

erup

a pe

rbuk

itan.

Seca

ra g

enes

is, b

enta

ngla

han

ini t

erbe

ntuk

aki

bat

peng

angk

atan

tekt

onik

, yan

g m

embe

ntuk

stru

ktur

lipa

tan,

de

ngan

ken

ampa

kan

bida

ng

kelu

rusa

n (l

inem

ent)

yan

g te

gas m

embe

ntuk

jalu

r le

mba

h (s

inkl

inal

) di a

ntar

a pu

nggu

ngan

(ant

iklin

al) y

ang

men

gapi

tnya

, aki

bat s

ifat

mat

eria

l bat

uan

peny

usun

nya

yang

rela

tif lu

nak

dan

lent

ur

(pla

stis

).

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

nya

beru

pa b

atua

n-ba

tuan

sedi

men

has

il pe

ngen

dapa

n m

ater

ial a

kiba

t pr

oses

ero

si d

i per

buki

tann

ya,

Be

ntan

glah

an in

i um

umny

a be

rupa

topo

graf

i cek

unga

n at

au le

mba

h si

nklin

al, y

ang

rela

tif te

rbuk

a, se

hing

ga

udar

a re

latif

tera

sa p

anas

.

Batu

an p

enyu

sun

beru

pa m

ater

ial l

empu

ng a

tau

lem

pung

gam

ping

an, b

ersi

fat l

entu

r dan

mem

puny

ai

daya

jera

b (je

baka

n) y

ang

tingg

i, da

n m

udah

jenu

h ai

r.

Sesu

ai d

enga

n ge

nesi

s dan

kar

akte

rist

ikny

a, m

aka

dim

ungk

inka

n m

enye

babk

an te

rjeb

ak si

sa-s

isa

kehi

dupa

n m

asa

lalu

pad

a sa

at p

rose

s pen

gend

apan

m

ater

ial d

an p

erlip

atan

, seh

ingg

a be

rpot

ensi

terh

adap

su

mbe

rday

a al

am b

erup

a m

inya

k da

n ga

s bum

i.

Sifa

t bat

uan

peny

usun

nya

yang

dom

inan

ber

upa

batu

lem

pung

dan

bat

ugam

ping

, rel

atif

akan

men

gala

mi

pela

puka

n da

n pe

doge

nesi

s mem

bent

uk ta

nah

yang

ju

ga m

enga

ndun

g m

iner

al le

mpu

ng sa

ngat

ting

gi, y

ang

dise

but s

ebag

ai ta

nah

Vert

isol

ata

u Gr

umus

ol.

Su

ngai

yan

g be

rkem

bang

ber

pola

alir

an tr

ealli

s, d

enga

n su

ngai

uta

ma

sear

ah p

ola

lem

bah

sink

linal

den

gan

caba

ng-c

aban

g su

ngai

yan

g te

gak

luru

s sun

gai u

tam

a de

ngan

jalu

r pen

dek

dan

alur

rapa

t men

urun

i ler

eng

antik

linal

di k

anan

dan

kir

inya

.

Mel

ihat

kar

akte

rist

ik d

an k

edud

ukan

nya,

mak

a se

cara

ke

ruan

gan

wila

yah

ini d

apat

lebi

h di

fung

sika

n se

baga

i ka

was

an b

udid

aya

yang

ber

pote

nsi s

ebag

ai k

awas

an

pert

amba

ngan

min

yak

dan

gas b

umi.

Cont

oh:

Perm

asal

ahan

ata

u ke

raw

anan

lin

gkun

gan

yang

ber

pote

nsi

terj

adi p

ada

bent

angl

ahan

ini

mir

ip d

enga

n ja

lur p

erbu

kita

n da

n pe

gunu

ngan

lipa

tann

ya, y

ang

juga

di

kont

rol o

leh

kond

isi t

opog

rafi,

as

al-u

sul p

embe

ntuk

an (g

enes

is),

dan

mat

eria

l pen

yusu

nnya

, yan

g an

tara

lain

:

lem

pung

rela

tif b

ersi

fat s

ebag

ai

akui

tard

hin

gga

akui

klud

(mud

ah

jenu

h ai

r dan

tida

k m

ampu

m

enyi

mpa

n ai

r den

gan

baik

), se

hing

ga k

etik

a m

usim

kem

arau

be

rpot

ensi

terh

adap

kek

erin

gan

dan

keku

rang

an a

ir b

ersi

h;

le

mpu

ng b

ersi

fat m

udah

jenu

h ai

r, se

hing

ga b

erpo

tens

i ter

jadi

nya

gena

ngan

dan

ban

jir p

ada

saat

m

usim

pen

ghuj

an, a

pala

gi d

ipic

u ol

eh ti

nggi

nya

beba

n se

dim

en

terl

aut d

alam

alir

an su

ngai

yan

g m

enye

babk

an p

rose

s pe

ndan

gkal

an a

lur s

unga

i san

gat

cepa

t;

lem

pung

ber

sifa

t mud

ah m

enje

rab

Page 147: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

3

deng

an m

ater

ial u

tam

a pe

nyus

unny

a be

rsifa

t le

mpu

ngan

(cla

y), l

empu

ng

berg

ampi

ng, a

tau

seje

nisn

ya.

Le

mba

h Si

nklin

al m

ulai

dar

i Pra

bum

ulih

ke

arah

uta

ra

di S

umat

era

Sela

tan.

Lem

bah

Sink

linal

di b

agia

n te

ngah

Pro

vins

i Ria

u ya

ng

mel

ewat

i Kot

a Pe

kanb

aru.

atau

men

jeba

k ai

r dal

am w

aktu

la

ma,

sehi

ngga

ber

pote

nsi

terd

apat

nya

jeba

kan-

jeba

kan

air

laut

pur

ba y

ang

men

yeba

bkan

ai

rtan

ah b

eras

a pa

yau

hing

ga a

sin

kare

na p

rose

s per

tuka

ran

katio

n (c

onna

te w

ater

) ata

u ak

ibat

ev

apor

asi a

ir la

ut p

urba

yan

g m

enin

ggal

kan

kris

tal g

aram

dan

m

enca

mpu

ri a

irta

nah

(eva

pora

te

wat

er);

ta

nah

lem

pung

an re

latif

mis

kin

hara

, seh

ingg

a te

rmas

uk ta

nah-

tana

h m

argi

nal y

ang

kura

ng su

bur

deng

an p

rodu

ktiv

itas r

enda

h;

ta

nah

berl

empu

ng m

empu

nyai

si

fat k

emba

ng k

erut

yan

g tin

ggi,

sehi

ngga

ber

pote

nsi t

erha

dap

rusa

knya

infr

astr

uktu

r jal

an a

spal

da

n ba

ngun

an;

ta

nah

berl

empu

ng b

ersi

fat l

abil,

m

udah

ber

gera

k pe

rlah

an, d

an

daya

duk

ung

rend

ah, s

ehin

gga

pada

lere

ng y

ang

data

r ber

pote

nsi

terh

adap

pro

ses a

mbl

esan

tana

h (s

oil c

reep

) dan

nen

data

n (s

lum

p).

5.

Denu

dasi

onal

D2 P

erbu

kita

n De

nuda

sion

al

Kep.

Ria

u da

n Ke

p.

Bang

ka B

elitu

ng

Ke

dua

bent

angl

ahan

ini

mem

puny

ai g

enes

is, s

truk

tur,

dan

mat

eria

l pen

yusu

n ya

ng

rela

tif sa

ma,

teta

pi h

anya

be

rbed

a pa

da m

orfo

logi

nya.

Untu

k D2

, mor

folo

gi a

tau

topo

graf

i ber

upa

perb

ukita

n de

ngan

relie

f ber

buki

t, le

reng

cu

ram

den

gan

kem

irin

gan

30-

45%

, bed

a tin

ggi r

erat

a 75

-50

0 m

eter

; sed

angk

an u

ntuk

D3

, mor

folo

gi a

tau

topo

graf

i be

rupa

lere

ng p

erbu

kita

n de

ngan

relie

f mir

ing,

ke

mir

inga

n 15

-30%

, bed

a tin

ggi r

erat

a 25

-75

met

er.

Se

cara

gen

esis

, ben

tang

laha

n

Sa

tuan

ben

tang

kaha

n in

i um

umny

a m

enem

pati

daer

ah

deng

an ik

lim b

asah

, cur

ah h

ujan

ber

vari

asi d

ari r

enda

h hi

ngga

ting

gi, d

an m

empu

nyai

per

beda

an te

gas a

ntar

a m

usim

kem

arau

dan

pen

ghuj

an.

M

ater

ial d

omin

an a

dala

h ba

tuan

-bat

uan

beku

gu

nung

api t

ua d

an b

atua

n se

dim

en y

ang

tela

h m

enga

lam

i pel

apuk

an ti

ngka

t lan

jut.

Pote

nsi

sum

berd

aya

min

eral

ber

upa

baha

n ga

lian

C, se

pert

i: ba

tu a

ndes

it, b

reks

i, ko

nglo

mer

at, d

iaba

st, d

an

batu

gam

ping

nap

alan

.

Tana

h ya

ng b

erke

mba

ng cu

kup

inte

nsif

deng

an so

lum

ya

ng cu

kup

teba

l, te

kstu

r lem

pung

ber

pasi

r, st

rukt

ur

gum

pal l

emah

, dan

dra

inas

e ag

ak te

rham

bat,

sepe

rti:

Kam

biso

l dan

Lat

osol

, ser

ta te

rkad

ang

juga

terb

entu

k ta

nah

Pods

olik

ber

war

na ce

rah

mer

ah k

ekun

inga

n ya

ng

umum

nya

berk

emba

ng p

ada

batu

an d

asar

gun

unga

pi

deng

an k

andu

ngan

bes

i yan

g tin

ggi.

Ketig

a je

nis t

anah

Pr

oses

uta

ma

beru

pa d

enud

asio

nal

yang

dic

irik

an o

leh

tingk

at

pela

puka

n ba

tuan

yan

g te

lah

lanj

ut, e

rosi

lere

ng, d

an g

erak

an

mas

sa b

atua

n sa

ngat

pot

ensi

al,

yang

seri

ngka

li te

rjad

i saa

t mus

im

peng

huja

n.

Se

men

tara

pad

a m

usim

kem

arau

, m

aka

berp

oten

si te

rhad

ap

anca

man

kek

erin

gan

dan

laha

n kr

itis,

dan

keku

rang

an a

ir b

ersi

h.

Pr

oses

ini m

enye

babk

an m

orfo

logi

pe

rbuk

itan

tidak

tera

tur,

bany

ak

alur

-alu

r dan

par

it-pa

rit e

rosi

onal

(s

eper

ti di

caka

r-ca

kar)

, dan

de

grad

asi l

ahan

sem

akin

m

enin

gkat

.

D3 L

eren

gkak

i Pe

rbuk

itan

Denu

dasi

onal

Kep.

Ban

gka

Belit

ung

Page 148: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

4

ini p

ada

awal

nya

dapa

t te

rben

tuk

akib

at a

ktiv

itas

vulk

anik

tua

beru

pa la

iran

la

va y

ang

mem

bent

uk ja

lur

perb

ukita

n, a

tau

akib

at

peng

angk

atan

tekt

onik

yan

g m

embe

ntuk

jalu

r per

buki

tan

stru

ktur

al (u

mum

nya

stru

ktur

pa

taha

n) y

ang

juga

tela

h be

rum

ur tu

a. N

amun

pad

a pe

rkem

bang

an se

lanj

utny

a,

pros

es p

elap

ukan

bat

uan

sang

at in

tens

if da

n ak

ibat

m

orfo

logi

nya

yang

cura

m,

yang

men

yeba

bkan

pro

ses

eros

iona

l aki

bat a

ir h

ujan

sa

ngat

inte

nsif

pula

, dan

juga

le

bih

dipe

rpar

ah d

enga

n pr

oses

ger

akan

mas

sa ta

nah

beru

pa lo

ngso

r lah

an (l

and

slid

e) y

ang

pote

nsia

l. Ef

ek d

ari

pros

es te

rseb

ut, m

aka

terb

entu

klah

per

buki

tan

denu

dasi

onal

den

gan

lere

ng

yang

tert

oreh

mem

bent

uk

alur

-alu

r ata

u le

mba

h-le

mba

h er

osio

nal y

ang

sang

at

kom

plek

s.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

nya

umum

nya

beru

pa b

atua

n-ba

tuan

bek

u ha

sil p

rose

s akt

ivita

s gu

nung

api t

ua, s

eper

ti:

diab

ast,

gran

it, a

ndes

it, g

abro

, da

n la

inny

a; a

tau

batu

an

sedi

men

yan

g te

lah

men

gala

mi p

elap

ukan

ting

kat

lanj

ut.

ini m

empu

nyai

kes

ubur

an m

enen

gah

dan

berp

oten

si

untu

k pe

ngem

bang

an la

han

perk

ebun

an d

an h

utan

pr

oduk

si, y

ang

ters

ebar

pad

a le

reng

kaki

per

buki

tan.

Se

men

tara

pad

a pe

rbuk

itann

ya, t

anah

rela

tif le

bih

tipis

da

n la

ngsu

ng k

onta

k de

ngan

bat

uan

indu

k, se

rta

mis

kin

hara

, yan

g di

sebu

t den

gan

tana

h Li

toso

l.

Akib

at p

rose

s ero

sion

al d

an lo

ngso

r lah

an y

ang

inte

nsif,

m

aka

pola

alir

an su

ngai

sepe

rti c

aban

g-ca

bang

poh

on

(den

drit

ik),

deng

an a

lur r

apat

seja

jar m

enur

uni l

eren

g,

dan

bert

emu

di le

mba

h pe

rbuk

itan

men

yatu

men

jadi

su

ngai

yan

g le

bih

besa

r. N

amun

dem

ikia

n si

fat a

liran

su

ngai

rela

tif e

pim

eral

ata

u pe

reni

al d

enga

n flu

ktua

si

debi

t alir

an sa

ngat

ting

gi a

ntar

a m

usim

pen

ghuj

an

deng

an k

emar

au.

Ai

rtan

ah re

latif

sulit

did

apat

kan,

kec

uali

pada

lem

bah-

lem

bah

sem

pit y

ang

ada,

itup

un d

alam

jum

lah

yang

sa

ngat

terb

atas

. Um

umny

a ai

rtan

ah d

ijum

pai d

alam

be

ntuk

rem

besa

n (s

eepa

ge) d

i ant

ara

lapi

san

batu

an

yang

tela

h la

puk

di b

agia

n at

as d

an la

pisa

n ba

tuan

yan

g m

asih

pad

u di

bag

ian

baw

ah, a

tau

dala

m b

entu

k m

ataa

ir k

onta

k da

n te

rpot

ong

lere

ng p

ada

teku

k-te

kuk

lere

ng a

tau

lere

ngka

ki p

erbu

kita

n (c

onta

ct s

prin

g at

au

topo

grap

hic

spri

ng),

deng

an d

ebit

alir

an y

ang

umum

nya

keci

l.

Peng

guna

an la

han

alam

i yan

g te

rdap

at p

ada

satu

an in

i ad

alah

hut

an li

ndun

g, h

utan

pro

duks

i ter

bata

s, da

n ke

bun

cam

pur;

sehi

ngga

seca

ra k

erua

ngan

ber

pote

nsi

untu

k di

kem

bang

kan

seba

gai k

awas

an li

ndun

g da

n ko

nser

vasi

tana

h da

n ai

r.

Ta

nah

Kam

biso

l dan

Lat

osol

m

erup

akan

dua

jeni

s tan

ah y

ang

tela

h be

rkem

bang

, sol

um te

bal,

bert

ekst

ur le

mpu

ng b

erge

luh,

dan

cu

kup

subu

r, te

tapi

mud

ah

men

gala

mi l

ongs

or ji

ka

men

gala

mi k

ejen

uhan

ting

gi (s

aat

peng

huja

n) d

an b

erad

a pa

da

lere

ng y

ang

mir

ing.

Sem

enta

ra ta

nah

Lito

sol a

dala

h ta

nah

tipis

dan

mis

kin

hara

, se

hing

ga u

mum

nya

hany

a tu

mbu

h se

mak

bel

ukar

ata

u sa

vana

.

D4 L

emba

h an

tar

Perb

ukita

n De

nuda

sion

al

Kep.

Ria

u da

n Ke

p.

Bang

ka B

elitu

ng

Ke

dua

bent

angl

ahan

ini

mem

puny

ai g

enes

is, s

truk

tur,

dan

mat

eria

l pen

yusu

n ya

ng

rela

tif sa

ma,

teta

pi h

anya

be

rbed

a pa

da m

orfo

logi

nya.

Sa

tuan

ben

tang

kaha

n in

i um

umny

a m

enem

pati

daer

ah

deng

an ik

lim le

bih

seju

k da

n ba

sah

diba

ndin

g pe

rbuk

itan

di se

kita

rnya

.

Mat

eria

l dom

inan

ada

lah

baha

n-ba

han

kolu

vium

has

il pr

oses

pen

gend

apan

mat

eria

l ter

degr

adas

i dar

i

Pote

nsi a

ncam

an b

ahay

a da

n ke

raw

anan

ling

kung

an sa

ngat

di

peng

aruh

i kon

disi

per

buki

tan

di

seki

tarn

ya, y

ang

anta

ra la

in:

se

baga

i dae

rah

terd

ampa

k lo

ngso

r

Page 149: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

5

Ka

rakt

eris

tik b

enta

ngla

han

ini

mir

ip d

enga

n pe

rbuk

itann

ya,

kecu

ali p

ada

mor

folo

gi a

tau

topo

graf

inya

yan

g be

rupa

le

mba

h di

ant

ara

jaja

ran

perb

ukita

n de

nuda

sion

al,

deng

an re

lief d

atar

, ler

eng

3-8%

, bed

a tin

ggi r

erat

a <2

5 m

eter

.

Pros

es p

embe

ntuk

an

bent

angl

ahan

ini m

engi

kuti

deng

an p

rose

s pem

bent

ukan

pe

rbuk

itann

ya. N

amun

pad

a pe

rkem

bang

an se

lanj

utny

a,

pros

es y

ang

dom

inan

pad

a be

ntan

glah

an in

i ada

lah

depo

sisi

onal

mat

eria

l has

il pe

lapu

kan

batu

an, e

rosi

, dan

lo

ngso

r lah

an d

ari l

eren

gkak

i pe

rbuk

itan

di se

kita

rnya

.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

nya

umum

nya

beru

pa b

ahan

-bah

an k

oluv

ium

ya

ng te

rcam

pur a

duk

seba

gai

hasi

l pro

ses d

epos

isio

nal

mat

eria

l rom

baka

n le

reng

kaki

pe

rbuk

itan

di se

kita

rnya

.

lere

ngka

ki p

erbu

kita

n di

seki

tarn

ya, y

ang

berp

oten

si

terh

adap

pem

bent

ukan

tana

h ya

ng le

bih

inte

nsif.

Tana

h ya

ng b

erke

mba

ng b

erup

a ta

nah

Aluv

ial a

kiba

t pe

ngen

dapa

n su

ngai

yan

g m

enga

lir p

ada

lem

bah

ters

ebut

, ata

u ta

nah

Kam

biso

l dan

Lat

osol

den

gan

solu

m y

ang

cuku

p te

bal,

teks

tur l

empu

ng b

erpa

sir,

stru

ktur

gum

pal l

emah

, dan

dra

inas

e ag

ak te

rham

bat.

Ketig

a je

nis t

anah

ini m

empu

nyai

kes

ubur

an m

enen

gah

hing

ga ti

nggi

, dan

ber

pote

nsi u

ntuk

pen

gem

bang

an

laha

n pe

rkeb

unan

dan

hut

an p

rodu

ksi,

atau

bah

kan

saw

ah ta

dah

huja

n ya

ng cu

kup

prod

uktif

.

Sung

ai y

ang

men

galir

rela

tif b

ersi

fat e

pim

eral

ata

u pe

reni

al d

enga

n flu

ktua

si d

ebit

alir

an sa

ngat

ting

gi

anta

ra m

usim

pen

ghuj

an d

enga

n ke

mar

au.

Ai

rtan

ah d

angk

al d

enga

n pe

nyeb

aran

terb

atas

. Pad

a te

kuk-

teku

k le

reng

per

buki

tan

bany

ak d

ijum

pai

rem

besa

n (s

eepa

ge) d

i ant

ara

lapi

san

batu

an y

ang

tela

h la

puk

di b

agia

n at

as d

an la

pisa

n ba

tuan

yan

g m

asih

pa

du d

i bag

ian

baw

ah, a

tau

dala

m b

entu

k m

ataa

ir

kont

ak d

an te

rpot

ong

lere

ng (c

onta

ct s

prin

g at

au

topo

grap

hic

spri

ng),

deng

an d

ebit

alir

an y

ang

umum

nya

keci

l.

Peng

guna

an la

han

alam

i yan

g te

rdap

at p

ada

satu

an in

i ad

alah

per

muk

iman

, keb

un ca

mpu

r, sa

wah

, dan

hut

an

prod

uksi

terb

atas

, seh

ingg

a se

cara

ker

uang

an

berp

oten

si u

ntuk

dik

emba

ngka

n se

baga

i kaw

asan

bu

dida

ya te

rbat

as.

laha

n da

n ge

raka

n m

assa

bat

uan

lain

nya,

yan

g se

ring

kali

terj

adi s

aat

mus

im p

engh

ujan

;

daer

ah te

rdam

pak

banj

ir d

an

gena

ngan

saat

huj

an m

aksi

mal

; da

n

daer

ah te

rdam

pak

keke

ring

an d

an

keku

rang

an a

ir b

ersi

h.

6.

Orga

nik

O1 D

atar

an

Gam

but

Sum

ater

a Ut

ara,

Ri

au, J

ambi

, Su

mat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

To

pogr

afi b

erup

a da

tara

n,

deng

an m

orfo

logi

ata

u re

lief

data

r hin

gga

land

ai,

kem

irin

gan

lere

ng se

cara

um

um 0

-3%

, hin

gga

bero

mba

k (3

-8%

).

Asal

pro

ses u

tam

a ad

alah

ak

tivita

s org

anik

, yai

tu h

asil

pem

busu

kan

sisa

akt

ivita

s ve

geta

si la

han

basa

h, se

pert

i ra

wa-

raw

a pa

da d

atar

an

rend

ah (l

ow la

nd),

yang

ke

mud

ian

mem

bent

uk

lapi

san

gam

but y

ang

rela

tif

teba

l den

gan

peny

ebar

an lu

as

di d

atar

an re

ndah

bag

ian

Re

latif

ber

iklim

bas

ah d

enga

n cu

rah

huja

n tin

ggi,

yang

um

um te

rjad

i pad

a be

ntan

glah

an se

pert

i ini

.

Seca

ra g

enet

ik, m

ater

ial p

enyu

sun

beru

pa g

ambu

t (s

edim

en o

rgan

ik),

seba

gai h

asil

pros

es p

embu

suka

n da

n re

duks

i bah

an-b

ahan

org

anik

pad

a lin

gkun

gan

pera

iran

dar

atan

yan

g m

engg

enan

g, se

pert

i raw

a-ra

wa.

Pote

nsi s

umbe

rday

a m

iner

al a

dala

h ga

mbu

t dan

hu

mus

, seb

agai

bah

an o

rgan

ik y

ang

berp

oten

si

men

yubu

rkan

tana

man

apa

bila

dic

ampu

r den

gan

tepu

ng b

atug

ampi

ng.

Pe

man

faat

an la

han

seca

ra u

mum

unt

uk la

han

saw

ah,

kebu

n, la

dang

, ata

u be

ntuk

usa

ha p

erta

nian

lain

nya,

da

n la

han-

laha

n di

biar

kan

beru

pa se

mak

-sem

ak.

Sesu

ai d

enga

n ge

nesi

snya

, m

enye

baka

n lin

gkun

gan

pada

be

ntan

glah

an in

i sec

ara

rela

tif re

ntan

at

au b

erpo

tens

i ter

hada

p an

cam

an:

ku

alita

s sum

berd

aya

air d

an ta

nah

yang

rend

ah, k

aren

a si

fat

kem

asam

an y

ang

sang

at ti

nggi

(p

H sa

ngat

rend

ah, m

enca

pai <

4),

atau

kan

dung

an su

lfat (

SO4= )

yan

g tin

ggi a

kiba

t pro

ses r

eduk

si

baha

n-ba

han

orga

nik

yang

m

engh

asilk

an le

pisa

n pi

rit;

ke

giat

an p

emba

kara

n la

han

untu

k m

enin

gkat

kan

fung

siny

a se

baga

i la

han

pert

ania

n, si

stem

lada

ng

berp

inda

h, k

husu

snya

saat

mus

im

Page 150: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

6

timur

Sum

ater

a.

kem

arau

;

dam

pak

dari

keg

iata

n pe

mba

kara

n la

han

adal

ah

penc

emar

an u

dara

yan

g sa

ngat

tin

ggi,

hing

ga m

engg

angg

u pa

ndan

gan

(bag

i pen

erba

ngan

dan

tr

ansp

orta

si d

arat

), sa

mpa

i ke

seha

tan

man

usia

; ser

ta

da

mpa

k pe

ncem

aran

uda

ra d

apat

m

enca

pai j

arak

sang

at ja

uh,

hing

ga k

e ne

gara

teta

ngga

, be

rgan

tung

ara

h da

n ke

cepa

tan

angi

n, se

pert

i: M

alay

sia

dan

Sing

apur

a.

O2 P

ulau

Te

rum

bu K

aran

g

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u, K

ep.

Riau

, Sum

ater

a Ba

rat,

Beng

kulu

, Ke

p. B

angk

a Be

litun

g, d

an

Lam

pung

To

pogr

afi b

erup

a da

tara

n,

deng

an m

orfo

logi

ata

u re

lief

data

r hin

gga

land

ai,

kem

irin

gan

lere

ng se

cara

um

um 0

-3%

, hin

gga

bero

mba

k (3

-8%

).

Asal

pro

ses u

tam

a ad

alah

ak

tivita

s org

anik

(ter

umbu

ka

rang

) pad

a zo

na la

ut

dang

al (l

itho

ral)

, yan

g ke

mud

ian

men

gala

mi

peng

angk

atan

dar

atan

ata

u pe

nuru

nan

muk

a ai

r lau

t, se

hing

ga te

rum

bu k

aran

g m

uncu

l ke

perm

ukaa

n da

n m

enga

lam

i met

amor

fosi

s m

embe

ntuk

bat

ugam

ping

te

rum

bu (C

aCO 3

).

Re

latif

ber

iklim

ker

ing

deng

an cu

rah

huja

n re

ndah

(h

ujan

kon

veks

i), y

ang

umum

terj

adi p

ada

bent

angl

ahan

sepe

rti i

ni.

Se

cara

gen

etik

, mat

eria

l pen

yusu

n ad

alah

bat

uan

sedi

men

org

anik

ata

u no

n kl

astik

ber

upa

batu

gam

ping

te

rum

bu a

tau

kora

l seb

agai

has

il pr

oses

pen

gang

kata

n da

n m

etam

orfo

sis t

erum

bu k

aran

g.

Po

tens

i sum

berd

aya

min

eral

ada

lah

baha

n ga

lian

golo

ngan

C, b

erup

a ba

tuga

mpi

ng te

rum

bu d

an p

asir

m

arin

seba

gai h

ancu

ran

batu

gam

ping

teru

mbu

.

Sifa

t mat

eria

l bat

ugam

ping

teru

mbu

yan

g ba

nyak

di

akla

s dan

luba

ng-lu

bang

pel

arut

an, m

enye

babk

an

mat

eria

l ini

tida

k m

ampu

men

yim

pan

air d

enga

n ba

ik.

Airt

anah

diju

mpa

i ber

upa

airt

anah

dan

gkal

ata

u ai

rtan

ah b

ebas

den

gan

pote

nsi s

anga

t ter

bata

s dan

in

put u

tam

a ai

r huj

an, d

ijum

pai p

ada

gisi

k-gi

sik

pant

ainy

a ya

ng b

erm

ater

ial p

asir

. Mat

aair

juga

rela

tif

sulit

diju

mpa

i pad

a sa

tuan

ini,

dan

tidak

ber

kem

bang

si

stem

hid

rolo

gi p

erm

ukaa

n.

Ko

ndis

i bat

ugam

ping

teru

mbu

yan

g re

latif

mas

ih se

gar,

belu

m m

emug

kink

an p

rose

s pem

bent

ukan

tana

h se

cara

ba

ik. K

emun

gkin

an m

asih

ber

upa

baha

n in

duk

tana

h ya

ng b

erup

a m

ater

ial p

asir

teru

mbu

ber

war

na p

utih

, da

n be

rsifa

t lep

as-le

pas (

gran

uler

).

Pe

man

faat

an la

han

seca

ra u

mum

unt

uk p

ariw

isat

a al

am d

an ja

sa li

ngku

ngan

, per

muk

iman

dan

ber

fung

si

seba

gai h

abita

t kea

neka

raga

man

hay

ati l

ingk

unga

n pe

rair

an la

ut d

angk

al (t

aman

laut

).

Ling

kung

an se

cara

rela

tif re

ntan

ata

u be

rpot

ensi

terh

adap

anc

aman

:

penc

emar

an a

irta

nah

dan

pera

iran

la

utny

a ol

eh a

ktiv

itas p

ariw

isat

a;

ke

rusa

kan

ekos

iste

m te

rum

bu

kara

ng;

ke

naik

an p

erm

ukaa

n ai

r lau

t dan

ts

unam

i pad

a da

erah

yan

g be

rhad

apan

den

gan

zona

pe

nunj

aman

sam

uder

a, se

pert

i di

pant

ai b

arat

Sum

ater

a; se

rta

ke

keri

ngan

dan

deg

rada

si

sum

berd

aya

air.

7.

Antr

opog

enik

A

Dat

aran

Ko

ta-k

ota

Prov

insi

Mor

folo

gi d

atar

an d

enga

n Pa

da p

rins

ipny

a po

tens

i sum

berd

aya

alam

mem

puny

ai

Perk

emba

ngan

wila

yah

berp

oten

si

Page 151: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

7

Perk

otaa

n da

n Ka

bupa

ten

di

selu

ruh

Ekor

egio

n Su

mat

era

relie

f dat

ar, k

emir

inga

n

lere

ng 0

-3%

, bed

a tin

ggi

rera

ta <

25 m

eter

.

Asal

-usu

l ter

bent

uk p

ada

dasa

rnya

kar

ena

pros

es u

tam

a al

iran

sung

ai (f

luvi

al)

yang

m

enge

ndap

kan

baha

n-ba

han

aluv

ium

dar

i ber

baga

i sum

ber

di d

aera

h hu

lu (h

inte

rlan

d)

dan

dien

dapk

an d

i bag

ian

baw

ah (l

ow la

nd),

yang

ke

mud

ian

dike

mba

ngka

n ol

eh

man

usia

unt

uk w

ilaya

h pe

rkot

aan.

Mat

eria

l ata

u ba

tuan

uta

ma

peny

usun

ber

upa

baha

n-ba

han

aluv

ium

has

il pe

ngen

dapa

n al

iran

sung

ai,

beru

pa b

atu

dan

kera

kal

mem

bent

uk la

pisa

n di

bag

ian

baw

ah, k

emud

ian

di a

tasn

ya

terb

entu

k la

pisa

n ke

riki

l, pa

sir,

dan

yang

pal

ing

atas

la

pisa

n de

ngan

uku

ran

mat

eria

l sed

imen

hal

us,

beru

pa d

ebu

dan

lem

pung

.

kem

irip

an d

enga

n da

tara

n al

uvia

l, se

suai

den

gan

gene

sis

bent

angl

ahan

nya,

yai

tu:

be

rikl

im se

juk

bagi

yan

g ad

a di

dae

rah

data

ran

tingg

i da

n pa

nas b

agi y

ang

berk

emba

ng d

i wila

yah

pesi

sir;

mat

eria

l pen

yusu

n be

rupa

bah

an-b

ahan

alu

vium

has

il pr

oses

pen

gend

apan

alir

an su

ngai

;

tana

h ya

ng b

erke

mba

ng a

dala

h ta

nah-

tana

h Al

uvia

l ya

ng sa

ngat

subu

r;

be

rpot

ensi

seba

gai c

ekun

gan

hidr

ogel

ogi d

enga

n ak

uife

r san

gat b

aik

dan

pers

ebar

an sa

ngat

mel

uas,

airt

anah

dan

gkal

den

gan

kete

rsed

iaan

ting

gi d

an

kual

itas b

aik;

sung

ai u

mum

nya

men

galir

sepa

njan

g ta

hun

(per

enia

l),

akib

at in

put d

ari a

ir h

ujan

dan

air

tana

h (e

fflu

ent)

, dan

be

rpol

a al

iran

den

driti

k;

pe

man

faat

an la

han

bers

ifat b

udid

aya

dan

sang

at

prod

uktif

unt

uk p

erm

ukim

an, y

ang

bers

elan

g-se

ling

deng

an p

erta

nian

saw

ah ir

igas

i tek

nis d

enga

n pr

oduk

tivita

s san

gat t

ingg

i; da

n

pem

bang

unan

infr

astu

ktur

dan

aks

esib

iltas

sang

at

mud

ah.

mem

icu

mun

culn

ya b

erba

gai m

asal

ah,

sepe

rti:

m

asal

ah p

eman

faat

an la

han

dan

konf

lik p

enat

aan

ruan

g, b

erup

a ko

nver

si la

han

saw

ah m

enja

di

laha

n-la

han

perm

ukim

an;

tu

mpa

ng ti

ndih

kep

entin

gan

dala

m p

enge

mba

ngan

in

fras

truk

tur w

ilaya

h pe

rkot

aan;

perm

asak

ahan

sam

pah

dan

limba

h pe

rkot

aan,

yan

g m

enye

babk

an p

ence

mar

an a

ir,

tana

h, d

an u

dara

, yan

g be

rgan

tung

ke

pada

ting

kat p

erke

mba

ngan

w

ilaya

hnya

; ser

ta

pe

rmas

alah

an b

anjir

kot

a ak

ibat

pe

nutu

pan

perm

ukaa

n ta

nah

oleh

ba

ngun

an d

an ja

lan,

sert

a si

stem

dr

aina

se p

erko

taan

yan

g bu

ruk

atau

tida

k m

emad

ahi,

yang

m

enye

babk

an p

rose

s inf

iltra

si a

ir

huja

n m

enja

di te

rham

bat.

Sum

ber:

Has

il In

terp

reta

si C

itra

Peng

inde

raan

Jauh

, Pet

a Ek

oreg

ion,

Pet

a Ge

olog

i, Pe

rum

usan

dar

i Ber

baga

i Sum

ber B

acaa

n, d

an V

erifi

kasi

Lap

anga

n (2

015)

Page 152: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

8

Tab

el 0

2

Desk

rips

i Kar

akte

rist

ik E

kore

gion

Sum

ater

a Sk

ala

1 : 2

50.0

00

As

pek

Kara

kter

istik

, Pot

ensi

, dan

Per

mas

alah

an S

umbe

rday

a H

ayat

i

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a H

ayat

i P

erm

asal

ahan

Su

mb

erd

aya

Hay

ati

Ekos

iste

m H

ayat

i K

ekh

asan

Flo

ra

Kek

has

an F

aun

a

1.

Vulk

anik

V1 K

eruc

ut d

an L

eren

g Gu

nung

api

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Be

ngku

lu, S

umat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

Vege

tasi

alp

in

Lum

ut d

an tu

mbu

han

baw

ah

Tida

k ad

a fa

una

di k

ubah

la

va

Kond

isi l

ingk

unga

n ya

ng

ekst

rim

V2 K

aki G

unun

gapi

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Be

ngku

lu, S

umat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

Vege

tasi

peg

unun

gnga

n ba

wah

H

utan

, sem

ak d

ll

Har

imau

Sum

ater

a (P

anth

era

Tigr

is

Sum

atra

ensi

s),

Mon

yet/

Kedi

h (P

resb

ytis

Th

omas

i), B

urun

g Ra

ngko

ng (B

ucer

os

Rhi

noce

rous

konv

ersi

hut

an m

enja

di

pem

ukim

an, p

erta

nian

dan

pe

rkeb

unan

ill

egal

logg

ing,

per

amba

han

huta

n da

n pe

rbur

uan

liar.

Ketid

akje

lasa

n ta

pal b

atas

hu

tan

– pe

mic

u ko

nflik

pe

nggu

naan

laha

n, k

ebak

aran

V3 D

atar

an K

aki

Gunu

ngap

i

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Be

ngku

lu, S

umat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

Pert

ania

n, p

erke

buna

n da

n hu

tan

Dip

tero

carp

acea

e

Fam

ili D

ipte

roca

rpac

eae

Har

imau

Sum

ater

a (P

anth

era

Tigr

is

Sum

atra

ensi

s),

Mon

yet/

Kedi

h (P

resb

ytis

Th

omas

i), B

urun

g Ra

ngko

ng (B

ucer

os

Rhi

noce

rous

keba

kara

n , k

onve

rsi h

utan

m

enja

di p

emuk

iman

, per

tani

an

dan

perk

ebun

an

illeg

al lo

ggin

g, p

eram

baha

n hu

tan

dan

perb

urua

n lia

r. Ke

tidak

jela

san

tapa

l bat

as

huta

n –

pem

icu

konf

lik

peng

guna

an la

han

2.

Fluv

ial

F1 D

atar

an F

luvi

o-vu

lkan

ik

Sum

ater

a Ut

ara,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi, S

umat

era

Sela

tan,

dan

Lam

pung

Gam

but d

an d

ipen

garu

hi

Air t

awar

jeni

s-je

nis s

peci

es

Rub

iace

ae, E

upho

rbia

ceae

, Pa

ndan

us,E

ugen

ia d

an

Gra

min

eae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

konv

ersi

hut

an m

enja

di

pem

ukim

an, p

erta

nian

dan

pe

rkeb

unan

ill

egal

logg

ing,

per

amba

han

huta

n da

n pe

rbur

uan

liar.

Ketid

akje

lasa

n ta

pal b

atas

hu

tan

– pe

mic

u ko

nflik

pe

nggu

naan

laha

n, k

ebak

aran

F2 D

atar

an A

luvi

al

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Ben

gkul

u, S

umat

era

Sela

tan,

Kep

. Ban

gka

Belit

ung,

dan

Lam

pung

Gam

but d

an D

ipen

garu

hi

Air t

awar

jeni

s-je

nis s

peci

es

Rub

iace

ae, E

upho

rbia

ceae

, Pa

ndan

us,E

ugen

ia d

an

Gra

min

eae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

keba

kara

n , k

onve

rsi h

utan

m

enja

di p

emuk

iman

, per

tani

an

dan

perk

ebun

an

illeg

al lo

ggin

g, p

eram

baha

n hu

tan

dan

perb

urua

n lia

r.

Page 153: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 1

9

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

) Ke

tidak

jela

san

tapa

l bat

as

huta

n –

pem

icu

konf

lik

peng

guna

an la

han,

keb

akar

an

F3 D

atar

an F

luvi

o-m

arin

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Ben

gkul

u, S

umat

era

Sela

tan,

Kep

. Ban

gka

Belit

ung,

dan

Lam

pung

Man

grov

e da

n di

peng

aruh

i Ai

r asi

n

jeni

s-je

nis s

peci

es

Rhi

zoph

ora

sp,

Avi

cenn

ia

sp, S

onne

rati

a sp

, B

rugu

iera

sp,

Cer

iops

sp,

N

ypa

sp.

Aves

, ika

n, u

dang

Pe

riop

thal

mus

sp. (

ikan

ge

lodo

k at

au a

nal-a

nal),

be

rbag

ai je

nis m

olus

ca,

Uca

sp., k

epiti

ng

keba

kara

n , k

onve

rsi h

utan

m

enja

di p

emuk

iman

, per

tani

an

dan

perk

ebun

an

illeg

al lo

ggin

g, p

eram

baha

n hu

tan

dan

perb

urua

n lia

r. Ke

tidak

jela

san

tapa

l bat

as

huta

n –

pem

icu

konf

lik

peng

guna

an la

han

3.

Mar

in

M1

Dat

aran

Pes

isir

de

ngan

Pan

tai

Berl

umpu

r

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Jam

bi, S

umat

era

Sela

tan,

dan

La

mpu

ng

form

asi p

es-c

apre

a) d

an

yang

ber

bent

uk p

erdu

dan

po

hon

(for

mas

i Bar

ring

toni

a)

keta

pang

(Ter

min

alia

ca

tapa

), sa

wo

keci

k (M

anilk

ara

kauk

i), w

aru

laut

(His

bisc

us s

p.),

kebe

n (B

arin

gton

ia a

siat

ica)

dan

ny

ampl

ung

(Cal

ophy

llum

in

ophy

llum

).

fam

ily C

rust

acea

, ik

an,

peny

u, b

erag

am b

urun

g la

ut

Laha

n ku

rang

subu

r

M2

Data

ran

Pesi

sir

deng

an P

anta

i Ber

pasi

r

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Su

mat

era

Sela

tan,

dan

La

mpu

ng

form

asi p

es-c

apre

a) d

an

yang

ber

bent

uk p

erdu

dan

po

hon

(for

mas

i Bar

ring

toni

a)

keta

pang

(Ter

min

alia

ca

tapa

), sa

wo

keci

k (M

anilk

ara

kauk

i), w

aru

laut

(His

bisc

us s

p.),

kebe

n (B

arin

gton

ia a

siat

ica)

dan

ny

ampl

ung

(Cal

ophy

llum

in

ophy

llum

).

fam

ily C

rust

acea

, ik

an,

peny

u, b

erag

am b

urun

g la

ut

Laha

n ku

rang

subu

r

4.

Stru

ktur

al

S1P

Peg

unun

gan

Stru

ktur

al P

atah

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Be

ngku

lu, S

umat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

huta

n pe

gunu

ngan

ata

s

Ace

race

ae, A

rauc

aria

ceae

, Cu

noni

acea

e, E

rica

ceae

, Fa

gace

ae, L

aura

-cea

e,

Podo

carp

acea

e da

n Th

eace

ae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

keba

kara

n ¸L

ahan

kri

tis,

pena

mba

ngan

ille

gal,

konv

ersi

la

han,

S2P

Per

buki

tan

Stru

ktur

al P

atah

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Ben

gkul

u, S

umat

era

Sela

tan,

dan

Lam

pung

huta

n pe

gunu

ngan

baw

ah

Ace

race

ae, A

rauc

aria

ceae

, Cu

noni

acea

e, E

rica

ceae

, Fa

gace

ae, L

aura

-cea

e,

Podo

carp

acea

e da

n Th

eace

ae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

keba

kara

n ¸L

ahan

kri

tis,

pena

mba

ngan

ille

gal,

konv

ersi

la

han,

S3P1

Lem

bah

anta

r Pe

gunu

ngan

Str

uktu

ral

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, H

utan

dip

tero

karp

a Je

nis-

jeni

s D

ipte

roca

rpac

eae

mar

ga

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

konv

ersi

hut

an m

enja

di

pem

ukim

an, p

erta

nian

dan

Page 154: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

0

Pata

han

Beng

kulu

, dan

Lam

pung

A

niso

pter

a, B

alan

ocar

pus,

Co

tyle

lobi

um,

Dip

tero

carp

us,

Dry

obal

anop

s, H

opea

, Pa

rash

orea

, Sho

rea,

Upu

na

dan

Vati

ca d

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

perk

ebun

an

illeg

al lo

ggin

g, p

eram

baha

n hu

tan

dan

perb

urua

n lia

r. Ke

tidak

jela

san

tapa

l bat

as

huta

n –

pem

icu

konf

lik

peng

guna

an la

han,

keb

akar

an

S3P2

Lem

bah

anta

r Pe

rbuk

itan

Stru

ktur

al

Pata

han

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Be

ngku

lu, S

umat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

Hut

an d

ipte

roka

rpa

Jeni

s-je

nis

Dip

tero

carp

acea

e m

arga

A

niso

pter

a, B

alan

ocar

pus,

Co

tyle

lobi

um,

Dip

tero

carp

us,

Dry

obal

anop

s, H

opea

, Pa

rash

orea

, Sho

rea,

Upu

na

dan

Vati

ca d

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

keba

kara

n , k

onve

rsi h

utan

m

enja

di p

emuk

iman

, per

tani

an

dan

perk

ebun

an

illeg

al lo

ggin

g, p

eram

baha

n hu

tan

dan

perb

urua

n lia

r. Ke

tidak

jela

san

tapa

l bat

as

huta

n –

pem

icu

konf

lik

peng

guna

an la

han

S1L

Peg

unun

gan

Stru

ktur

al L

ipat

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, dan

Su

mat

era

Sela

tan

hu

tan

pegu

nung

an a

tas

Ace

race

ae, A

rauc

aria

ceae

, Cu

noni

acea

e, E

rica

ceae

, Fa

gace

ae, L

aura

-cea

e,

Podo

carp

acea

e da

n Th

eace

ae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

keba

kara

n , k

onve

rsi h

utan

m

enja

di p

emuk

iman

, per

tani

an

dan

perk

ebun

an

illeg

al lo

ggin

g, p

eram

baha

n hu

tan

dan

perb

urua

n lia

r. Ke

tidak

jela

san

tapa

l bat

as

huta

n –

pem

icu

konf

lik

peng

guna

an la

han

S2L

Per

buki

tan

Stru

ktur

al L

ipat

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

huta

n pe

gunu

ngan

baw

ah

Ace

race

ae, A

rauc

aria

ceae

, Cu

noni

acea

e, E

rica

ceae

, Fa

gace

ae, L

aura

-cea

e,

Podo

carp

acea

e da

n Th

eace

ae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

konv

ersi

hut

an m

enja

di

pem

ukim

an, p

erta

nian

dan

pe

rkeb

unan

ill

egal

logg

ing,

per

amba

han

huta

n da

n pe

rbur

uan

liar.

Ketid

akje

lasa

n ta

pal b

atas

hu

tan

– pe

mic

u ko

nflik

pe

nggu

naan

laha

n, k

ebak

aran

S3L2

Lem

bah

anta

r Pe

rbuk

itan

Stru

ktur

al

Lipa

tan

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Sum

ater

a Ba

rat,

dan

Sum

ater

a Se

lata

n H

utan

dip

tero

karp

a

Ace

race

ae, A

rauc

aria

ceae

, Cu

noni

acea

e, E

rica

ceae

, Fa

gace

ae, L

aura

-cea

e,

Podo

carp

acea

e da

n Th

eace

ae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

konv

ersi

hut

an m

enja

di

pem

ukim

an, p

erta

nian

dan

pe

rkeb

unan

ill

egal

logg

ing,

per

amba

han

huta

n da

n pe

rbur

uan

liar.

Ketid

akje

lasa

n ta

pal b

atas

hu

tan

– pe

mic

u ko

nflik

pe

nggu

naan

laha

n

Page 155: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

1

5.

Denu

dasi

onal

D2 P

erbu

kita

n De

nuda

sion

al

Kep.

Ria

udan

Kep

. Ban

gka

Belit

ung

Hut

an d

ipte

roka

rpa

Ace

race

ae, A

rauc

aria

ceae

, Cu

noni

acea

e, E

rica

ceae

, Fa

gace

ae, L

aura

-cea

e,

Podo

carp

acea

e da

n Th

eace

ae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

keba

kara

n , k

onve

rsi h

utan

m

enja

di p

emuk

iman

, per

tani

an

dan

perk

ebun

an

illeg

al lo

ggin

g, p

eram

baha

n hu

tan

dan

perb

urua

n lia

r. Ke

tidak

jela

san

tapa

l bat

as

huta

n –

pem

icu

konf

lik

peng

guna

an la

han

D3 L

eren

gkak

i Pe

rbuk

itan

Denu

dasi

onal

Ke

p. B

angk

a Be

litun

g H

utan

dip

tero

karp

a

Ace

race

ae, A

rauc

aria

ceae

, Cu

noni

acea

e, E

rica

ceae

, Fa

gace

ae, L

aura

-cea

e,

Podo

carp

acea

e da

n Th

eace

ae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

konv

ersi

hut

an m

enja

di

pem

ukim

an, p

erta

nian

dan

pe

rkeb

unan

ill

egal

logg

ing,

per

amba

han

huta

n da

n pe

rbur

uan

liar.

Ketid

akje

lasa

n ta

pal b

atas

hu

tan

– pe

mic

u ko

nflik

pe

nggu

naan

laha

n,

keba

kara

n

D4 L

emba

h an

tar

Perb

ukita

n De

nuda

sion

al

Kep.

Ria

u da

n Ke

p. B

angk

a Be

litun

g H

utan

dip

tero

karp

a

Ace

race

ae, A

rauc

aria

ceae

, Cu

noni

acea

e, E

rica

ceae

, Fa

gace

ae, L

aura

-cea

e,

Podo

carp

acea

e da

n Th

eace

ae

hari

mau

sum

ater

a (p

anth

era

tigr

is),

beru

ang

mad

u (h

elar

ctos

m

alay

anus

), ga

jah

sum

ater

a (e

leph

as

max

imus

), da

n or

ang

utan

(p

ongo

pym

aeus

)

konv

ersi

hut

an m

enja

di

pem

ukim

an, p

erta

nian

dan

pe

rkeb

unan

ill

egal

logg

ing,

per

amba

han

huta

n da

n pe

rbur

uan

liar.

Ketid

akje

lasa

n ta

pal b

atas

hu

tan

– pe

mic

u ko

nflik

pe

nggu

naan

laha

n, k

ebak

aran

6.

Orga

nik

O1 D

atar

an G

ambu

t Su

mat

era

Utar

a, R

iau,

Jam

bi,

Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

huta

n ra

wa

gam

but

data

ran

rend

ah

jeni

s-je

nis p

ohon

yan

g um

um te

rdap

at a

dala

h A

lsto

nia

scho

lari

s,

Com

bret

ocar

pus

rotu

ndat

us, D

acty

locl

adus

st

enos

tach

ys, G

anua

pie

r-re

i, G

onys

tylu

s ba

ncan

us,

Pala

quiu

m c

ochl

eari

foliu

m,

Tetr

amer

sita

glab

ra,

Tris

tani

a m

aing

ayi d

an T

. ob

ovat

a

Har

imau

Sum

ater

a (P

anth

era

tigr

is s

umat

rae)

, Ta

pir A

sia

(Tap

irus

in d

icus

, vu

lner

able

), Be

ruan

g M

adu

(Hel

arct

os m

alay

anus

, vu

lner

able

), M

ento

k Ri

mba

(C

airi

na s

cutu

lata

, En

dang

ered

), Ba

ngau

St

orm

(Cic

onia

stor

mi,

Enda

nger

ed).

keba

kara

n ¸T

anah

yan

g as

am,

konv

ersi

hut

an m

enja

di

pem

ukim

an, p

erta

nian

dan

pe

rkeb

unan

ill

egal

logg

ing,

per

amba

han

huta

n da

n pe

rbur

uan

liar.

Ketid

akje

lasa

n ta

pal b

atas

hu

tan

– pe

mic

u ko

nflik

pe

nggu

naan

laha

n

O2 P

ulau

Ter

umbu

Ka

rang

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Be

ngku

lu, K

ep. B

angk

a Be

litun

g, d

an L

ampu

ng

Vege

tasi

bat

uan

gam

ping

/ter

umbu

oleh

pan

dan

dan

gang

gang

Euc

heum

a,

Gel

idiu

m d

an S

arga

ssum

.

ikan

, lob

ster

, kep

iting

nya,

ud

ang-

udan

gan,

ker

ang,

oy

ster

Laha

n ku

rang

subu

r dan

te

rbat

as

7.

Antr

opog

enik

A

Dat

aran

Per

kota

an

Kota

-kot

a Pr

ovin

si d

an

Ruan

g Te

rbuk

a H

ijau

Berb

agai

ben

tuk

Ruan

g Do

mes

tika

faun

a (f

auna

ta

nam

an m

onok

ultu

r dan

Inva

si

Page 156: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

2

Kabu

pate

n di

selu

ruh

Ekor

egio

n Su

mat

era

Perk

otaa

n Te

rbuk

a H

ijau

(RTH

) :

tam

an, t

anam

an p

erin

dang

, pe

lihar

aan)

dan

faun

a pe

ngga

nggu

sepe

rti k

ucin

g,

anjin

g, a

yam

, kec

oa, t

ikus

, ci

cak

flora

dan

faun

a Ek

sotik

Sum

ber:

Has

il In

terp

reta

si P

eta

Ekor

egio

n, P

eta

Kaw

asan

Hut

an, P

erum

usan

dar

i Ber

baga

i Sum

ber B

acaa

n, d

an V

erifi

kasi

Lap

anga

n (2

015)

T

abel

03

De

skri

psi K

arak

teri

stik

Eko

regi

on S

umat

era

Skal

a 1

: 250

.000

Aspe

k Ka

rakt

eris

tik, P

oten

si, d

an P

erm

asal

ahan

Sum

berd

aya

Sosi

al, E

kono

mi,

dan

Buda

ya

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

1.

Vulk

anik

V1 K

eruc

ut d

an L

eren

g Gu

nung

api

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Be

ngku

lu, S

umat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

Jum

lah

pend

uduk

mas

ih

sedi

kit d

enga

n ke

pada

tan

rend

ah. S

truk

tur p

endu

duk

mud

a, d

omin

an p

ada

usia

an

ak d

an re

maj

a. T

ingk

at

kela

hira

n tin

ggi,

angk

a ke

mat

ian

dan

kesa

kita

n ju

ga ti

nggi

. Ang

ka m

igra

si

rend

ah

Kond

isi e

kono

mi r

enda

h,

sekt

or e

kono

mi y

ang

berk

emba

ng a

dala

h se

ktor

ek

onom

i pri

mer

. Pe

rtan

ian

men

jadi

tu

mpu

an e

kono

mi

mas

yara

kat.

Peng

olah

an

laha

n m

asih

min

imal

, do

min

asi p

ada

tana

man

ta

huna

n. K

ehid

upan

ek

onom

i san

gat

terg

antu

ng p

ada

laha

n.

Sist

em k

ekel

uarg

aan

dan

keke

raba

tan

mas

ih sa

ngat

tin

ggi.

Mas

yara

kat s

anga

t m

endu

kung

ling

kung

an.

Berb

agai

bud

aya

dike

mba

ngka

n un

tuk

mem

pert

ahan

kan

kele

star

ian

lingk

unga

n.

Mas

yara

kat m

emah

ami

bahw

a lin

gkun

gan

seba

gai

sum

ber k

elan

gsun

gan

hidu

p.

1.

Pers

oala

n so

sial

yan

g m

uncu

l ada

lah

tingk

at

pend

idik

an d

an

kete

ram

pila

n m

asya

raka

t ya

ng m

asih

rend

ah.

2.

Pers

oala

n ek

onom

i uta

ma

adal

ah re

ndah

nya

prod

uktiv

itas l

ahan

se

hing

ga ti

ngka

t ke

mis

kina

n m

asya

raka

t tin

ggi.

3.

Pers

oala

n ke

seha

tan

utam

a ad

alah

ting

kat

kesa

kita

n ya

ng m

asih

re

latif

ting

gi d

an a

kses

ke

seha

tan

mas

yara

kat

yang

rend

ah

4.

Pers

oala

n ek

onom

i be

rdam

pak

pada

pe

ngel

olaa

n la

han

yang

tid

ak se

suai

den

gan

peru

ntuk

an fu

ngsi

ka

was

an

V1 K

aki G

unun

gapi

Ac

eh, S

umat

era

Utar

a,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi,

Jum

lah

pend

uduk

mas

ih

sedi

kit,

suda

h m

ulai

Te

lah

mul

ai a

da

peng

olah

an la

han

deng

an

Kond

isi s

osia

l mas

ih k

uat.

Sist

em k

ekel

uarg

aan

dan

1.

Kual

itas s

umbe

r day

a m

anus

ia y

ang

terb

atas

Page 157: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

3

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

Beng

kulu

, Sum

ater

a Se

lata

n,

dan

Lam

pung

be

rkem

bang

. Tin

gkat

ke

pada

tan

mas

ih re

ndah

. St

rukt

ur p

endu

duk

mud

a,

dom

inan

pad

a us

ia a

nak

dan

rem

aja.

Tin

gkat

ke

lahi

ran

mas

ih ti

nggi

, An

gka

mig

rasi

mas

ih

rend

ah. D

inam

ika

jum

lah

pend

uduk

dite

ntuk

an o

leh

kela

hira

n da

n ke

mat

ian.

dita

nam

i tan

aman

se

mus

im. P

erta

nian

tela

h m

ulai

ber

kem

bang

. Sek

tor

pert

ania

n m

asih

men

jadi

tu

mpu

an e

kono

mi

mas

yara

kat.

Stru

ktur

ek

onom

i mas

yara

kat

sang

at d

ipen

garu

hi o

leh

sekt

or p

erta

nian

. Pe

tern

akan

tela

h m

ulai

be

rkem

bang

. Pen

gola

han

laha

n da

n pe

tern

akan

be

rlan

gsun

g sa

ling

duku

ng

satu

sam

a la

in.

keke

raba

tan

mas

ih sa

ngat

tin

ggi.

Mas

yara

kat s

anga

t m

endu

kung

ling

kung

an.

Berb

agai

bud

aya

dike

mba

ngka

n un

tuk

mem

pert

ahan

kan

kele

star

ian

lingk

unga

n.

men

jadi

per

soal

an so

sial

ut

ama

mas

yara

kat.

2.

Pe

rsoa

lan

ekon

omi u

tam

a ad

alah

rend

ahny

a pr

oduk

tivita

s lah

an

sehi

ngga

ting

kat

kem

iski

nan

mas

yara

kat

tingg

i. 5.

Pe

rsoa

lan

kese

hata

n ut

ama

adal

ah ti

ngka

t ke

saki

tan

yang

mas

ih

rela

tif ti

nggi

dan

aks

es

kese

hata

n m

asya

raka

t ya

ng re

ndah

6.

Pe

rsoa

lan

ekon

omi

berd

ampa

k pa

da

peng

elol

aan

laha

n ya

ng

tidak

sesu

ai d

enga

n pe

runt

ukan

fung

si

kaw

asan

V3 D

atar

an K

aki

Gunu

ngap

i

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Be

ngku

lu, S

umat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

Jum

lah

pend

uduk

tela

h be

rkem

bang

. Kep

adat

an

pend

uduk

men

ingk

at

bahk

an m

enuj

u tin

ggi.

Stru

ktur

pen

dudu

k te

lah

beru

bah

dari

stru

ktur

m

uda

ke st

rukt

ur d

ewas

a.

Pote

nsi t

enag

a ke

rja

optim

al. F

ertil

itas d

an

mor

talit

as re

ndah

, di

nam

ika

pend

uduk

di

tent

ukan

ole

h pe

rkem

bang

an m

igra

si

pend

uduk

.

Peng

olah

an la

han

tela

h be

rvar

iasi

, sem

akin

ko

mpl

eks,

dan

men

uju

ke

arah

agr

ibis

nis.

Tela

h te

rjad

i pen

urun

an

kont

ribu

si se

ktor

pe

rtan

ian

terh

adap

ek

onom

i mas

yara

kat.

Sekt

or in

dust

ri b

erba

sis

pert

ania

n da

n ja

sa

kem

asya

raka

tan

mul

ai

berk

emba

ng. S

truk

tur

ekon

omi m

asya

raka

t tel

ah

lebi

h ko

mpl

eks,

berv

aria

si

seja

lan

deng

an

perk

emba

ngan

indu

stri

, pe

rdag

anga

n, d

an ja

sa.

Hub

unga

n so

sial

dan

ke

kera

bata

n be

rges

er k

e hu

bung

an e

kono

mi.

Tela

h te

rjad

i pem

anfa

atan

su

mbe

r day

a se

cara

op

timal

bah

kan

ke a

rah

berl

ebih

an. P

erso

alan

lin

gkun

gan

sem

akin

te

rlih

at. K

eari

fan

loka

l te

lah

mul

ai d

iting

galk

an,

beru

bah

men

jadi

eko

nom

i be

rbas

is p

ada

pasa

r (m

arke

t ori

ente

d).

1.

Pers

oala

n so

sial

yan

g ad

a ad

alah

mel

emah

nya

norm

a so

sial

mas

yara

kat k

e no

rma

mod

ern

yang

be

rbas

is si

stem

in

divi

dual

is.

2.

Terj

adi d

egra

dasi

laha

n da

n m

enur

unny

a su

mbe

r da

ya a

lam

pot

ensi

al a

kiba

t bu

dida

ya p

erta

nian

yan

g be

rleb

ihan

3.

Ke

arifa

n lo

kal m

ulai

lu

ntur

, bud

aya

mem

elih

ara

lingk

unga

n te

lah

beru

bah

men

jadi

sist

em e

kono

mi

pasa

r

2.

Fluv

ial

F1 D

atar

an F

luvi

o-vu

lkan

ik

Sum

ater

a Ut

ara,

Sum

ater

a Ba

rat,

Jam

bi, S

umat

era

Sela

tan,

dan

Lam

pung

Jum

lah

pend

uduk

bes

ar,

kepa

data

n te

rus

men

ingk

at. S

truk

tur

Basi

s eko

nom

i mas

yara

kat

bert

umpu

pad

a se

ktor

pe

rtan

ian

yang

lebi

h

Buda

ya p

erta

nian

mas

ih

kuat

, nam

un te

lah

berg

eser

ke

sist

em

1.

Kepa

data

n pe

ndud

uk

mul

ai te

rus m

enin

gkat

, se

hing

ga d

aya

duku

ng

Page 158: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

4

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

pend

uduk

ber

gese

r dar

i st

rukt

ur m

uda

ke st

rukt

ur

dew

asa.

Fer

tilita

s mas

ih

tingg

i, na

mun

cend

erun

g m

enga

lam

i pen

urun

an.

Mig

rasi

men

ingk

at,

seir

ama

deng

an

kem

udah

an a

kses

wila

yah.

kom

plek

s. Pe

ngol

ahan

la

han

tela

h be

rvar

iasi

, m

enuj

u ke

ara

h ag

ribi

snis

. St

rukt

ur e

kono

mi

mas

yara

kat t

elah

lebi

h ko

mpl

eks,

berv

aria

si

seja

lan

deng

an

perk

emba

ngan

indu

stri

ya

ng b

erba

sis p

ada

hasi

l-ha

sil p

erta

nian

.

ekon

omi m

oder

n be

rbas

is

pasa

r. Te

lah

terj

adi

pem

anfa

atan

sum

ber d

aya

seca

ra o

ptim

al. P

erso

alan

lin

gkun

gan

sem

akin

te

rlih

at.

lingk

unga

n te

rhad

ap

pend

uduk

men

urun

. 2.

Te

rjad

i per

padu

an b

uday

a lo

kal d

enga

n bu

daya

pe

ndat

ang

sehi

ngga

ko

nflik

sosi

al m

enin

gkat

3.

Te

rjad

i deg

rada

si d

an a

lih

fung

si la

han

seba

gai a

kiba

t pe

ngol

ahan

laha

n ya

ng

kom

plek

s. 4.

Ke

arifa

n lo

kal m

ulai

di

tingg

alka

n de

ngan

di

gant

i gay

a hi

dup

mod

ern

yang

kon

sum

tif.

F2 D

atar

an A

luvi

al

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Ben

gkul

u, S

umat

era

Sela

tan,

Kep

. Ban

gka

Belit

ung,

dan

Lam

pung

Pote

nsi s

umbe

r day

a ya

ng

lebi

h op

timal

m

enye

babk

an ju

mla

h pe

ndud

uk te

rus

berk

emba

ng. K

epad

atan

pe

ndud

uk ti

nggi

. Str

uktu

r pe

ndud

uk d

ewas

a,

dom

inan

pad

a pe

ndud

uk

usia

pro

dukt

if. R

asio

ke

terg

antu

ngan

men

urun

, te

naga

ker

ja o

ptim

al.

Fert

ilita

s dan

mor

talit

as

rend

ah, d

inam

ika

pend

uduk

dite

ntuk

an o

leh

perk

emba

ngan

mig

rasi

m

asuk

.

Tela

h te

rjad

i pe

rkem

bang

an se

ktor

in

dust

ri d

an ja

sa y

ang

didu

kung

ole

h pr

oduk

si

pert

ania

n. A

grob

isni

s dan

ag

ropo

litan

ber

kem

bang

. St

rukt

ur e

kono

mi

mas

yara

kat l

ebih

ko

mpl

eks.

Indu

stri

, pe

rdag

anga

n, ja

sa

kem

asya

raka

tan

berk

emba

ng.

Terj

adi p

erge

sera

n no

rma

sosi

al m

enuj

u no

rma

ekon

omi.

Bisn

is k

euan

gan

tela

h m

elun

turk

an n

ilai

sosi

al d

an k

eker

abat

an.

Kear

ifan

loka

l mem

udar

, ek

splo

itasi

sum

ber d

aya

mul

ai b

erke

mba

ng.

Kehi

dupa

n be

rbas

is b

isni

s te

rus b

erke

mba

ng (m

arke

t or

ient

ed).

1.

Kepa

data

n pe

ndud

uk

tingg

i, ko

nflik

laha

n

men

ingk

at

2.

Alih

fung

si la

han

terj

adi,

daya

duk

ung

lingk

unga

n te

rhad

ap p

endu

duk

men

urun

. 3.

Ko

nflik

sosi

al a

ntar

a pe

ndud

uk p

enda

tang

de

ngan

pen

dudu

k lo

kal

men

ingk

at.

4.

Terj

adi d

egra

dasi

laha

n se

baga

i aki

bat p

engo

laha

n la

han

yang

kom

plek

s. 5.

Ke

arifa

n lo

kal m

ulai

di

tingg

alka

n de

ngan

di

gant

i gay

a hi

dup

mod

ern

yang

kon

sum

tif.

F3 D

atar

an F

luvi

o-m

arin

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Ben

gkul

u, S

umat

era

Sela

tan,

Kep

. Ban

gka

Belit

ung,

dan

Lam

pung

Jum

lah

pend

uduk

bes

ar,

kepa

data

n pe

ndud

uk

seda

ng. S

truk

tur p

endu

duk

mud

a, d

itand

ai d

enga

n tin

gkat

kel

ahir

an ti

nggi

. M

igra

si k

elua

r men

uju

perk

otaa

n m

ulai

be

rkem

bang

.

Sekt

or p

erik

anan

lebi

h do

min

an, b

aik

peri

kana

n pr

imer

has

il da

ri la

ut

mau

pun

budi

daya

pe

rika

nan

tam

bak.

Pe

rtan

ian

dan

pete

rnak

an

juga

ber

kem

bang

. St

rukt

ur e

kono

mi

Hub

unga

n so

sial

dan

ke

kera

bata

n ku

at.

Kehi

dupa

n so

sial

pes

isir

do

min

an. K

eari

fan

loka

l te

rkai

t den

gan

budi

daya

pe

rika

nan

mas

ih te

rjag

a.

1.

Pers

oala

n ku

alita

s sum

ber

daya

man

usia

yan

g m

asih

te

rbat

as.

2.

Pers

oala

n ke

mis

kina

n do

min

an te

rjad

i seb

agai

ak

ibat

dar

i sum

ber d

aya

alam

yan

g te

rbat

as

3.

Seba

gai a

kiba

t kem

iski

nan

Page 159: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

5

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

mas

yara

kat b

erba

sis d

ari

hasi

l lau

t dan

per

tani

an

pesi

sir.

Par

iwis

ata

dan

perd

agan

gan

mul

ai

berk

emba

ng.

yang

mas

ih ti

nggi

, mak

a up

aya

untu

k m

eles

tari

kan

sum

ber d

aya

wila

yah

pant

ai m

enja

di te

rken

dala

.

3.

Mar

in

M1

Dat

aran

Pes

isir

de

ngan

Pan

tai

Berl

umpu

r

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Jam

bi, S

umat

era

Sela

tan,

dan

La

mpu

ng

Jum

lah

pend

uduk

rela

tif

seda

ng. T

ingk

at fe

rtili

tas

tingg

i, tin

gkat

kem

atia

n ju

ga re

latif

ting

gi. M

igra

si

pend

uduk

seki

tar p

esis

ir

cend

erun

g ne

gatif

. St

rukt

ur p

endu

duk

mud

a,

dom

inan

usi

a an

ak-a

nak

dan

rem

aja.

Stru

ktur

eko

nom

i m

asya

raka

t dito

pang

ole

h pe

rika

nan,

bai

k pe

rika

nan

tang

kap

mau

pun

budi

daya

ta

mba

k. K

ondi

si p

anta

i be

rlum

pur l

ebih

be

rpot

ensi

unt

uk

peng

emba

ngan

tam

bak.

Pe

rdag

anga

n da

n ja

sa

berk

emba

ng se

jala

n de

ngan

sum

ber d

aya

peri

kana

n.

Sist

em so

sial

bud

aya

mas

yara

kat b

ernu

ansa

ke

pesi

sira

n. K

eari

fan

loka

l ber

hubu

ngan

den

gan

baga

iman

a m

enge

lola

su

mbe

r day

a pe

sisi

r dan

pe

rika

nan.

1.

Kete

rbat

asan

sum

ber d

aya

man

usia

dal

am b

entu

k pe

ndud

uk u

sia

prod

uktif

ka

rena

mig

rasi

ke

perk

otaa

n 2.

Pe

rsoa

lan

kual

itas s

umbe

r da

ya m

anus

ia y

ang

mas

ih

terb

atas

. 3.

Pe

rsoa

lan

kem

iski

nan

dom

inan

terj

adi s

ebag

ai

akib

at d

ari s

umbe

r day

a al

am y

ang

terb

atas

4.

Be

lum

opt

imal

nya

upay

a pe

lest

aria

n su

mbe

r day

a pe

sisi

r dan

seki

tarn

ya.

M2

Data

ran

Pesi

sir

deng

an P

anta

i Ber

pasi

r

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Su

mat

era

Sela

tan,

dan

La

mpu

ng

Data

ran

pesi

sir d

enga

n pa

ntai

ber

pasi

r m

endu

kung

per

tum

buha

n pe

ndud

uk. J

umla

h pe

ndud

uk se

dang

. Tin

gkat

fe

rtili

tas t

ingg

i. St

rukt

ur

pend

uduk

mud

a, d

omin

an

usia

ana

k-an

ak d

an re

maj

a.

Stru

ktur

eko

nom

i m

asya

raka

t dito

pang

ole

h pe

rika

nan,

bai

k pe

rika

nan

tang

kap

mau

pun

budi

daya

ta

mba

k. P

erta

nian

, pe

tern

akan

, per

daga

ngan

, da

n ja

sa b

erke

mba

ng

seja

lan

deng

an su

mbe

r da

ya p

erik

anan

.

Sist

em so

sial

bud

aya

mas

yara

kat b

ernu

ansa

ke

pesi

sira

n. K

eari

fan

loka

l ber

hubu

ngan

den

gan

baga

iman

a m

enge

lola

su

mbe

r day

a pe

sisi

r dan

pe

rika

nan.

1.

Pers

oala

n ke

mis

kina

n do

min

an te

rjad

i seb

agai

ak

ibat

dar

i sum

ber d

aya

alam

yan

g te

rbat

as

2.

Pers

oala

n ku

alita

s sum

ber

daya

man

usia

yan

g m

asih

te

rbat

as.

3.

Belu

m o

ptim

alny

a up

aya

pele

star

ian

sum

ber d

aya

pesi

sir d

an se

kita

rnya

.

4.

Stru

ktur

al

S1P

Peg

unun

gan

Stru

ktur

al P

atah

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Be

ngku

lu, S

umat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

Jum

lah

pend

uduk

sedi

kit.

Kepa

data

n re

ndah

, m

erup

akan

kaw

asan

lin

dung

. Tin

gkat

mig

rasi

ke

luar

ting

gi.

Budi

daya

per

tani

an b

elum

be

rkem

bang

. Tan

aman

le

bih

bany

ak b

erfu

ngsi

lin

dung

, ber

upa

tana

man

ke

ras.

Atur

an p

enge

lola

an la

han

lebi

h ba

nyak

diin

terv

ensi

pe

mer

inta

h da

erah

de

ngan

stat

us la

han

seba

gai k

awas

an li

ndun

g.

Buda

ya lo

kal t

erka

it de

ngan

pem

elih

araa

n fu

ngsi

kaw

asan

1.

Kete

rbat

asan

sum

ber d

aya

tena

ga k

erja

pro

dukt

if se

baga

i dam

pak

dari

ju

mla

h pe

ndud

uk y

ang

rend

ah

2.

Pers

oala

n so

sial

yan

g m

uncu

l ada

lah

tingk

at

pend

idik

an d

an

kete

ram

pila

n m

asya

raka

t

Page 160: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

6

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

yang

mas

ih re

ndah

. 3.

Pe

rsoa

lan

ekon

omi u

tam

a ad

alah

rend

ahny

a pr

oduk

tivita

s lah

an

sehi

ngga

ting

kat

kem

iski

nan

mas

yara

kat

tingg

i. 4.

Pe

rsoa

lan

kese

hata

n ut

ama

adal

ah ti

ngka

t ke

saki

tan

yang

mas

ih

rela

tif ti

nggi

dan

aks

es

kese

hata

n m

asya

raka

t ya

ng re

ndah

5.

Pe

rsoa

lan

ekon

omi

berd

ampa

k pa

da

peng

elol

aan

laha

n ya

ng

tidak

sesu

ai d

enga

n pe

runt

ukan

fung

si

kaw

asan

S2P

Per

buki

tan

Stru

ktur

al P

atah

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Ben

gkul

u, S

umat

era

Sela

tan,

dan

Lam

pung

Jum

lah

pend

uduk

mas

ih

sedi

kit,

mul

ai b

erke

mba

ng,

cend

erun

g m

enge

lom

pok

. Ke

pada

tan

rend

ah,

mer

upak

an k

awas

an

lindu

ng. T

ingk

at m

igra

si

ke lu

ar ti

nggi

.

Budi

daya

per

tani

an m

ulai

be

rkem

bang

, wal

au p

un

mas

ih d

omin

an ta

nam

an

kera

s. Ta

nam

an le

bih

bany

ak b

erfu

ngsi

lind

ung.

Peng

elol

aan

laha

n le

bih

bany

ak u

ntuk

upa

ya

perl

indu

ngan

laha

n.

Kebi

jaka

n di

buat

unt

uk

mel

indu

ngi f

ungs

i ka

was

an se

baga

i sat

uan

lindu

ng. B

uday

a lo

kal

terk

ait d

enga

n pe

mel

ihar

aan

fung

si

kaw

asan

1.

Pend

uduk

usi

a pr

oduk

tif

terb

atas

yan

g di

seba

bkan

tin

gkat

mig

rasi

kel

uar

tingg

i 2.

Ti

ngka

t pen

didi

kan

dan

kete

ram

pila

n m

asya

raka

t ya

ng m

asih

rend

ah.

3.

Pers

oala

n ek

onom

i uta

ma

adal

ah re

ndah

nya

prod

uktiv

itas l

ahan

se

hing

ga ti

ngka

t ke

mis

kina

n m

asya

raka

t tin

ggi.

4.

Pers

oala

n ke

seha

tan

utam

a ad

alah

ting

kat

kesa

kita

n ya

ng m

asih

re

latif

ting

gi d

an a

kses

ke

seha

tan

mas

yara

kat

yang

rend

ah

5.

Pers

oala

n ek

onom

i be

rdam

pak

pada

Page 161: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

7

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

peng

elol

aan

laha

n ya

ng

tidak

sesu

ai d

enga

n pe

runt

ukan

fung

si

kaw

asan

S3P1

Lem

bah

anta

r Pe

gunu

ngan

Str

uktu

ral

Pata

han

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Be

ngku

lu, d

an L

ampu

ng

Kons

entr

asi p

endu

duk

bera

da d

i lem

bah

anta

r pe

gunu

ngan

. Jum

lah

pend

uduk

tela

h be

rkem

bang

. Kep

adat

an

pend

uduk

men

ingk

at.

Stru

ktur

pen

dudu

k

men

gara

h ke

stru

ktur

de

was

a. P

oten

si te

naga

ke

rja

cuku

p op

timal

. Fe

rtili

tas m

asih

ting

gi.

Aspe

k m

igra

si m

asih

re

ndah

.

Sum

ber d

aya

air c

ukup

da

n po

tens

ial u

ntuk

m

endu

kung

keg

iata

n ek

onom

i mas

yara

kat.

Sekt

or p

erta

nian

be

rkem

bang

, bud

iday

a pe

rtan

ian

cuku

p be

rvar

iasi

. Pe

rtan

ian

didu

kung

in

dust

ri ru

mah

tang

ga

berb

asis

per

tani

an. U

saha

Pe

tern

akan

dan

pe

rdag

anga

n ju

ga

berk

emba

ng.

Kehi

dupa

n m

asya

raka

t be

rbas

is p

erta

nian

. Ko

ndis

i mas

yara

kat

dom

inan

pad

a ik

atan

so

sial

yan

g ku

at.

Keke

raba

tan

dan

kego

tong

ro

yong

an m

asih

dom

inan

. Ke

arifa

n lo

kal t

erka

it de

ngan

bud

iday

a pe

rtan

ian.

Hak

ula

yat a

tas

laha

n m

asih

dom

inan

.

1.

Pert

ania

n be

rkem

bang

, te

rjad

i eks

ploi

tasi

te

rhad

ap la

han

2.

Pers

oala

n so

sial

yan

g ad

a ad

alah

mel

emah

nya

norm

a so

sial

mas

yara

kat .

3.

Te

rjad

i deg

rada

si la

han

dan

men

urun

nya

sum

ber

daya

ala

m p

oten

sial

aki

bat

budi

daya

per

tani

an y

ang

berl

ebih

an

S3P2

Lem

bah

anta

r Pe

rbuk

itan

Stru

ktur

al

Pata

han

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Be

ngku

lu, S

umat

era

Sela

tan,

da

n La

mpu

ng

Kons

entr

asi p

endu

duk

bera

da d

i lem

bah

anta

r pe

rbuk

itan.

Jum

lah

pend

uduk

men

uju

tingg

i. Ke

pada

tan

pend

uduk

m

enin

gkat

. Str

uktu

r pe

ndud

uk m

enga

rah

ke

stru

ktur

dew

asa.

Pot

ensi

te

naga

ker

ja cu

kup

optim

al. F

ertil

itas

men

urun

, asp

ek m

igra

si

lebi

h be

rkem

bang

.

Sekt

or e

kono

mi t

elah

be

rvar

iasi

. Duk

unga

n se

ktor

per

tani

an o

ptim

al.

Pert

ania

n te

lah

men

uju

agri

bisn

is. I

ndus

tri

berk

emba

ng, u

saha

pe

tern

akan

, per

daga

ngan

, da

n ja

sa k

emas

yara

kata

n ju

ga te

lah

berk

emba

ng.

Nila

i sos

ial d

an b

uday

a m

asya

raka

t mas

ih k

uat.

Kehi

dupa

n m

asya

raka

t be

rbas

is p

erta

nian

. Ke

kera

bata

n da

n ke

goto

ng

royo

ngan

mas

ih d

omin

an.

Kear

ifan

loka

l ter

kait

deng

an b

udid

aya

pert

ania

n. H

ak u

laya

t ak

an la

han

mas

ih d

omin

an

1.

Pers

oala

n ku

alita

s sum

ber

daya

man

usia

yan

g m

asih

re

ndah

. 2.

M

ulai

terj

adi k

onfli

k an

tara

mas

yara

kat

pend

atan

g de

ngan

pe

ndud

uk lo

kal s

ebag

ai

dam

pak

mig

rasi

yan

g be

rkem

bang

3.

Pe

rtan

ian

berk

emba

ng,

terj

adi e

kspl

oita

si

terh

adap

laha

n 4.

Pe

rsoa

lan

sosi

al y

ang

ada

adal

ah m

elem

ahny

a no

rma

sosi

al m

asya

raka

t .

5.

Terj

adi d

egra

dasi

laha

n da

n m

enur

unny

a su

mbe

r da

ya a

lam

pot

ensi

al a

kiba

t bu

dida

ya p

erta

nian

yan

g be

rleb

ihan

Page 162: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

8

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

S1L

Peg

unun

gan

Stru

ktur

al L

ipat

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Su

mat

era

Bara

t, Ja

mbi

, dan

Su

mat

era

Sela

tan

Jum

lah

pend

uduk

sedi

kit.

Kepa

data

n re

ndah

, m

erup

akan

kaw

asan

lin

dung

. Tin

gkat

mig

rasi

ke

luar

ting

gi.

Budi

daya

per

tani

an b

elum

be

rkem

bang

. Tan

aman

le

bih

bany

ak b

erfu

ngsi

lin

dung

, ber

upa

tana

man

ke

ras.

Pera

n ka

was

an a

dala

h fu

ngsi

lind

ung.

Atu

ran

peng

elol

aan

laha

n le

bih

bany

ak d

iinte

rven

si

pem

erin

tah.

Ada

nya

buda

ya lo

kal t

erka

it de

ngan

pem

elih

araa

n fu

ngsi

kaw

asan

.

1.

Jum

lah

pend

uduk

sedi

kit,

jum

lah

tena

ga p

oten

sial

te

rbat

as.

2.

Kem

iski

nan

mas

ih ti

nggi

se

baga

i dam

pak

dari

su

mbe

r day

a la

han

yang

te

rbat

as.

3.

Pers

oala

n ku

alita

s sum

ber

daya

man

usia

yan

g m

asih

re

ndah

. 4.

Pe

ndud

uk lo

kal m

emili

ki

kew

enan

gan

yang

terb

atas

da

lam

men

gelo

la la

han

S2L

Per

buki

tan

Stru

ktur

al L

ipat

an

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Ja

mbi

, Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

Jum

lah

pend

uduk

mas

ih

sedi

kit,

mul

ai b

erke

mba

ng,

cend

erun

g m

enge

lom

pok

. Ke

pada

tan

rend

ah,

mer

upak

an k

awas

an

lindu

ng. T

ingk

at m

igra

si

ke lu

ar ti

nggi

.

Budi

daya

per

tani

an m

ulai

be

rkem

bang

, wal

au p

un

mas

ih d

omin

an ta

nam

an

kera

s. Ta

nam

an le

bih

bany

ak b

erfu

ngsi

lind

ung.

Pera

n pe

mer

inta

h da

lam

m

enge

lola

kaw

asan

pe

rbuk

itan

mas

ih

dom

inan

. Sta

tus l

ahan

le

bih

bany

ak s

ebag

ai

kaw

asan

lind

ung.

Bud

aya

loka

l ya

ng b

erke

mba

ng

terk

ait d

enga

n pe

mel

ihar

aan

fung

si

kaw

asan

1.

Pera

n ka

was

an se

baga

i ka

was

an li

ndun

g be

rben

tura

n de

ngan

ke

pent

inga

n ek

onom

i m

asya

raka

t. 2.

Ju

mla

h pe

ndud

uk se

diki

t, ju

mla

h te

naga

pot

ensi

al

terb

atas

. 3.

Ke

mis

kina

n m

asih

ting

gi

seba

gai d

ampa

k da

ri

sum

ber d

aya

laha

n ya

ng

terb

atas

. 4.

Pe

rsoa

lan

kual

itas s

umbe

r da

ya m

anus

ia y

ang

mas

ih

rend

ah.

5.

Pend

uduk

loka

l mem

iliki

ke

wen

anga

n ya

ng te

rbat

as

dala

m m

enge

lola

laha

n

S3L2

Lem

bah

anta

r Pe

rbuk

itan

Stru

ktur

al

Lipa

tan

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Sum

ater

a Ba

rat,

dan

Sum

ater

a Se

lata

n

Lem

bah

anta

r per

buki

tan

adal

ah lo

kasi

stra

tegi

s bag

i ba

gi p

erke

mba

ngan

pe

ndud

uk. J

umla

h pe

ndud

uk te

lah

berk

emba

ng. K

epad

atan

pe

ndud

uk m

enin

gkat

. St

rukt

ur p

endu

duk

m

enga

rah

ke st

rukt

ur

Kegi

atan

eko

nom

i m

asya

raka

t ada

lah

kegi

atan

eko

nom

i pri

mer

, ut

aman

ya te

rkai

t den

gan

peng

olah

an la

han.

Sek

tor

pert

ania

n b

erke

mba

ng,

budi

daya

per

tani

an cu

kup

berv

aria

si.

Pert

ania

n di

duku

ng

Kehi

dupa

n so

sial

bud

aya

mas

ih k

uat.

Sist

em

keke

raba

tan

berb

asis

pe

rdes

aan

cuku

p be

rkem

bang

. Kea

rifa

n lo

kal y

ang

berk

emba

ng

adal

ah b

erba

gai

pele

star

ian

di b

idan

g pe

rtan

ian

dan

peng

olah

an

1.

Jum

lah

pend

uduk

be

rkem

bang

, mul

ai te

rjad

i ko

nflik

per

untu

kan

laha

n 2.

Pe

rkem

bang

an se

ktor

pe

rtan

ian

men

gara

h pa

da

degr

adas

i lah

an.

3.

Pers

oala

n ku

alita

s sum

ber

daya

man

usia

yan

g m

asih

re

ndah

.

Page 163: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 2

9

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

dew

asa.

Pot

ensi

tena

ga

kerj

a cu

kup

optim

al.

Fert

ilita

s mas

ih ti

nggi

. As

pek

mig

rasi

mas

ih

rend

ah.

indu

stri

rum

ah ta

ngga

be

rbas

is p

erta

nian

. Usa

ha

Pete

rnak

an d

an

perd

agan

gan

juga

be

rkem

bang

.

laha

n.

5.

Denu

dasi

onal

D2 P

erbu

kita

n De

nuda

sion

al

Kep.

Ria

udan

Kep

. Ban

gka

Belit

ung

Jum

lah

pend

uduk

jara

ng.

Stru

ktur

pen

dudu

k m

uda,

do

min

an p

ada

usia

ana

k da

n re

maj

a. T

ingk

at

kela

hira

n tin

ggi,

angk

a ke

mat

ian

dan

kesa

kita

n ju

ga ti

nggi

. Ang

ka m

igra

si

rend

ah

kete

rbat

asan

sum

ber d

aya

alam

men

yeba

bkan

ko

ndis

i eko

nom

i ren

dah,

se

ktor

eko

nom

i yan

g be

rkem

bang

ada

lah

sekt

or

ekon

omi p

rim

er.

Pert

ania

n ya

ng d

apat

di

laku

kan

adal

ah

pert

ania

n la

han

keri

ng.

Peng

olah

an la

han

mas

ih

min

imal

, dom

inas

i pad

a ta

nam

an ta

huna

n.

Sist

em k

ekel

uarg

aan

dan

keke

raba

tan

mas

ih sa

ngat

tin

ggi.

Mas

yara

kat

mem

aham

i bah

wa

lingk

unga

n se

baga

i su

mbe

r kel

angs

unga

n hi

dup.

1.

Pers

oala

n ke

mis

kina

n se

baga

i aki

bat

kete

rbat

asan

sum

ber d

aya

laha

n 2.

Ke

terb

atas

an su

mbe

r day

a te

naga

ker

ja p

rodu

ktif

seba

gai d

ampa

k da

ri

jum

lah

pend

uduk

yan

g re

ndah

3.

Pe

rsoa

lan

konf

lik te

rkai

t de

ngan

fung

si la

han

seba

gai k

awas

an li

ndun

g de

ngan

kep

entin

gan

ekon

omi m

asya

raka

t 4.

Pe

rsoa

lan

ekon

omi

berd

ampa

k pa

da

peng

elol

aan

laha

n ya

ng

tidak

sesu

ai d

enga

n pe

runt

ukan

fung

si

kaw

asan

D3 L

eren

gkak

i Pe

rbuk

itan

Denu

dasi

onal

Ke

p. B

angk

a Be

litun

g

Perk

emba

ngan

jum

lah

pend

uduk

mul

ai te

rlih

at.

Ting

kat k

epad

atan

mas

ih

rend

ah. S

truk

tur p

endu

duk

mud

a, d

omin

an p

ada

usia

an

ak d

an re

maj

a. T

ingk

at

kela

hira

n m

asih

ting

gi,

Angk

a m

igra

si m

asih

re

ndah

. Din

amik

a ju

mla

h pe

ndud

uk d

itent

ukan

ole

h ke

lahi

ran

dan

kem

atia

n.

Pert

ania

n m

asih

se

derh

ana.

Tel

ah m

ulai

ad

a pe

ngol

ahan

laha

n de

ngan

dita

nam

i tan

aman

se

mus

im. S

ekto

r pe

rtan

ian

mas

ih m

enja

di

tum

puan

eko

nom

i m

asya

raka

t. St

rukt

ur

ekon

omi m

asya

raka

t sa

ngat

dip

enga

ruhi

ole

h se

ktor

per

tani

an.

Sist

em k

ekel

uarg

aan

dan

keke

raba

tan

mas

ih sa

ngat

tin

ggi.

Mas

yara

kat s

anga

t m

endu

kung

ling

kung

an.

Berb

agai

bud

aya

dike

mba

ngka

n un

tuk

mem

pert

ahan

kan

kele

star

ian

lingk

unga

n.

1.

Kem

iski

nan

mas

ih m

enja

di

pers

oala

n se

rius

seba

gai

akib

at k

eter

bata

san

sum

ber d

aya

laha

n 2.

Ke

terb

atas

an su

mbe

r day

a te

naga

ker

ja p

rodu

ktif

seba

gai d

ampa

k da

ri

jum

lah

pend

uduk

yan

g re

ndah

3.

Pe

rsoa

lan

konf

lik te

rkai

t de

ngan

fung

si la

han

seba

gai k

awas

an li

ndun

g de

ngan

kep

entin

gan

ekon

omi m

asya

raka

t 4.

Pe

rsoa

lan

ekon

omi

Page 164: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 3

0

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

berd

ampa

k pa

da

peng

elol

aan

laha

n ya

ng

tidak

sesu

ai d

enga

n pe

runt

ukan

fung

si

kaw

asan

D4 L

emba

h an

tar

Perb

ukita

n De

nuda

sion

al

Kep.

Ria

u da

n Ke

p. B

angk

a Be

litun

g

Pend

uduk

hid

up d

an

berk

emba

ng d

i lem

bah

anta

r per

buki

tan

Denu

dasi

onal

. Jum

lah

pend

uduk

men

uju

tingg

i. Ke

pada

tan

pend

uduk

m

enin

gkat

. Str

uktu

r pe

ndud

uk m

enga

rah

ke

stru

ktur

dew

asa.

Pot

ensi

te

naga

ker

ja cu

kup

optim

al. F

ertil

itas m

asih

do

min

an. M

igra

si k

e lu

ar

daer

ah ju

ga b

erke

mba

ng

Sekt

or e

kono

mi

berb

asis

pe

rtan

ian.

Duk

unga

n se

ktor

per

tani

an o

ptim

al.

Pert

ania

n te

lah

men

uju

agri

bisn

is. U

saha

pe

tern

akan

dan

pe

rdag

anga

n m

ulai

be

rkem

bang

.

Nila

i sos

ial d

an b

uday

a m

asya

raka

t mas

ih k

uat.

Kehi

dupa

n m

asya

raka

t be

rbas

is p

erta

nian

. Ke

kera

bata

n da

n ke

goto

ng

royo

ngan

mas

ih d

omin

an.

Kear

ifan

loka

l ter

kait

deng

an b

udid

aya

pert

ania

n.

1.

Jum

lah

pend

uduk

yan

g te

rus m

enin

gkat

be

rdam

pak

pada

kon

flik

peng

elol

aan

laha

n 2.

Ke

terb

atas

an k

ualit

as

sum

ber d

aya

man

usia

, tin

gkat

pen

didi

kan

dan

kete

ram

pila

n m

asih

re

ndah

3.

Pe

rsoa

lan

kem

iski

nan

mas

ih d

omin

an

6.

Orga

nik

O1 D

atar

an G

ambu

t Su

mat

era

Utar

a, R

iau,

Jam

bi,

Sum

ater

a Se

lata

n, d

an

Lam

pung

Jum

lah

pend

uduk

sedi

kit.

Kepa

data

n re

ndah

, m

erup

akan

kaw

asan

lin

dung

. Tin

gkat

mig

rasi

ke

luar

ting

gi.

Budi

daya

per

tani

an b

elum

be

rkem

bang

. Tan

aman

le

bih

bany

ak b

erup

a se

mak

bel

ukar

.

Pera

n ka

was

an a

dala

h fu

ngsi

lind

ung.

Atu

ran

peng

elol

aan

laha

n le

bih

bany

ak d

iinte

rven

si

pem

erin

tah.

1.

Isu

utam

a pe

rsoa

lan

sosi

al

adal

ah k

ualit

as su

mbe

r da

ya m

anus

ia y

ang

mas

ih

rend

ah

2.

Kem

iski

nan

mas

ih m

enja

di

pers

oala

n se

rius

seba

gai

akib

at k

eter

bata

san

sum

ber d

aya

laha

n 3.

Ke

terb

atas

an su

mbe

r day

a te

naga

ker

ja p

rodu

ktif

seba

gai d

ampa

k da

ri

jum

lah

pend

uduk

yan

g re

ndah

4.

Pe

rsoa

lan

konf

lik te

rkai

t de

ngan

fung

si la

han

seba

gai k

awas

an li

ndun

g de

ngan

kep

entin

gan

ekon

omi m

asya

raka

t

O2 P

ulau

Ter

umbu

Ka

rang

Aceh

, Sum

ater

a Ut

ara,

Ria

u,

Kep.

Ria

u, S

umat

era

Bara

t, Be

ngku

lu, K

ep. B

angk

a

Jum

lah

pend

uduk

sang

at

sedi

kit.

Kepa

data

n re

ndah

, m

erup

akan

kaw

asan

Budi

daya

per

ikan

an le

bih

dom

inan

. Str

uktu

r ek

onom

i pen

dudu

k di

Pera

n ka

was

an a

dala

h fu

ngsi

lind

ung.

Atu

ran

peng

elol

aan

laha

n le

bih

1.

Kehi

dupa

n ek

onom

i m

asya

raka

t dal

am k

ondi

si

kem

iski

nan

seba

gai a

kiba

t

Page 165: Buku 2 (Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000)

Bab

4

Ekor

egio

n Su

mat

era

1:25

0.00

0

Ke

men

teria

n Li

ngku

ngan

Hid

up d

an K

ehut

anan

Pu

sat P

enge

ndal

ian

Pem

bang

unan

Eko

regi

on (P

3E) S

umat

era

1 - 3

1

No

Gen

esis

B

enta

ngl

ahan

Ek

oreg

ion

P

rovi

nsi

P

oten

si S

um

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Per

mas

alah

an

Sum

ber

day

a So

sial

, Ek

onom

i, d

an B

ud

aya

Kon

dis

i Kep

end

ud

uk

an

Kon

dis

i Sos

ial E

kon

omi

Kon

dis

i Sos

ial B

ud

aya

Belit

ung,

dan

Lam

pung

lin

dung

. Tin

gkat

mig

rasi

ke

luar

ting

gi.

topa

ng o

leh

hasi

l dar

i lau

t. ba

nyak

diin

terv

ensi

pe

mer

inta

h.

kete

rbat

asan

sum

ber d

aya

laha

n 2.

Ke

terb

atas

an su

mbe

r day

a te

naga

ker

ja p

rodu

ktif

seba

gai d

ampa

k da

ri

jum

lah

pend

uduk

yan

g re

ndah

3.

Pe

rsoa

lan

konf

lik te

rkai

t de

ngan

fung

si la

han

seba

gai k

awas

an li

ndun

g de

ngan

kep

entin

gan

ekon

omi m

asya

raka

t

7.

Antr

opog

enik

A

Dat

aran

Per

kota

an

Kota

-kot

a Pr

ovin

si d

an

Kabu

pate

n di

selu

ruh

Ekor

egio

n Su

mat

era

Jum

lah

pend

uduk

sang

at

tingg

i. Ke

pada

tan

pend

uduk

ting

gi. S

truk

tur

pend

uduk

tela

h ko

mpl

eks,

tela

h m

enga

rah

pada

st

rukt

ur tu

a. M

igra

si le

bih

dom

inan

seba

gai p

enen

tu

pert

amba

han

jum

lah

pend

uduk

dar

ipad

a fe

rtili

tas d

an m

orta

litas

Stru

ktur

eko

nom

i m

asya

raka

t tel

ah b

erub

ah.

Tela

h te

rjad

i per

gese

ran

dari

stru

ktur

eko

nom

i pr

imer

men

uju

stru

ktur

ek

onom

i sek

unde

r dan

ba

hkan

ters

ier.

Seko

r jas

a te

lah

berk

emba

ng p

esat

. Pe

rdag

anga

n, k

euan

gan,

in

form

asi,

perb

anka

n,

perh

otel

an d

an ja

sa

kem

asya

raka

tan

sem

akin

m

aju.

Sist

em k

eker

abat

an d

an

keke

luar

gaan

tela

h pu

dar.

Kegi

atan

lebi

h do

min

an

pada

nila

i eko

nom

i da

ripa

da n

ilai s

osia

l. Pr

anat

a so

sial

mas

yara

kat

berb

asis

eko

nom

i.

1.

Tela

h te

rjad

i lun

turn

ya

norm

a so

sial

seba

gai

akib

at p

erke

mba

ngan

ke

hidu

pan

mod

ern

yang

pe

sat

2.

Degr

adas

i lah

an, p

olus

i, da

n ke

lang

kaan

sum

ber

daya

tela

h te

rjad

i kar

ena

perk

emba

ngan

indu

stri

da

n ja

sa k

emas

yara

kata

n 3.

Si

stem

kek

erab

atan

dan

so

sial

bud

aya

tela

h lu

ntur

, di

gant

i den

gan

buda

ya

mod

ern

yang

kon

sum

tif

4.

Terj

adi b

anya

k ko

nflik

so

sial

kar

ena

stru

ktur

so

sial

mas

yara

kat y

ang

kom

plek

s

Sum

ber:

Has

il In

terp

reta

si P

eta

Ekor

egio

n, D

ata

Pote

nsi D

esa,

Dat

a Ka

bupa

ten

Dala

m A

ngka

, Per

umus

an d

ari B

erba

gai S

umbe

r Bac

aan,

dan

Ver

ifika

si L

apan

gan

(201

5)