Upload
lykhanh
View
494
Download
78
Embed Size (px)
Citation preview
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA
PUSAT PENGENDALIAN PEMBANGUNAN EKOREGION SUMATERA
Deskripsi Peta Ekoregion Sumatera
Skala 1 : 250.000
Tim Penyusun
Pengarah: Drs. Amral Fery, M.Si.
(Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera)
Penanggung Jawab Teknis Ahmad Isrooil, S.E.
(Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup)
Koordinator Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc.
Penyusun: Suharyani, SP., M.Si.
Nurul Qisthi Putri, S.H. Leonardo Siregar, S.T. Ferdinand, S.S. M.ES.
Fran David Yuni Ayu Annysha
Tenaga Ahli: Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si. (UGM)
Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. (UGM) Agus Suyanto, S.Hut., M.Sc. (UGM)
Asisten Tenaga Ahli: Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. (UGM) Bahtiar Arif Mujianto, S.Si. (UGM)
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru
Telepon/Fax (0761) 62962
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas kehendakNya Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup (DDDTLH) Ekoregion Sumatera ini dapat diselesaikan.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) menggunakan metode Jasa Ekosistem (Ecosystem Services) dengan pendekatan spasial untuk menentukan DDDTLH Ekoregion Sumatera. Pengintegrasian DDDTLH kedalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) akan lebih mudah dan komprehensif dengan pendekatan spasial karena KRP yang terkait dengan sumberdaya alam dan lingkungan hidup selalu menempati ruang tertentu dan bersinggungan bahkan bertampalan dengan jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem yang tidak lain adalah bentuk lain dari bentang lahan.
Sebagaimana diketahui bersama, pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagai dasar pertimbangan dalam pembangunan sebenarnya telah diamanatkan sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang 32 Tahun 2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, fungsi daya tampung dan daya dukung lingkungan sebagai dasar perencanaan dan pengendalian pembangunan semakin diperjelas.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, amanat daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tertuang pada sejumlah pasal, diantaranya Pasal 12 yang menyebutkan bahwa apabila Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) belum tersusun, maka pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Selain itu, dalam Pasal 15, 16 dan 17 dijelaskan bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup merupakan salah satu muatan kajian yang mendasari
i
penyusunan atau evaluasi rencana tata ruang wilayah (RTRW), rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah (RPJP dan RPJM) serta kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan KLHS dan RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi core business dari kelembagaan lingkungan hidup baik di pusat maupun di daerah.
Hasil kajian DDDTLH Ekoregion Sumatera ini disajikan dalam dua (2) seri buku yang terdiri dari Buku 1 yang berisi deskripsi tentang Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem dan Buku 2 yang berisi deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala1:250.000.
Dengan selesainya kedua buku ini maka salah satu tahapan dalam proses perencanaan pengendalian pembangunan dibidang lingkungan hidup dan kehutanan di Ekoregion Sumatera telah dapat diselesaikan. Tahapan berikutnya adalah bagaimana mengimplementasikan dan mengintegrasikan hasil-hasil kajian ini kedalam perencanaan pembangunan di daerah. Tentu saja untuk sampai ketahap itu bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan upaya-upaya lanjutan seperti misalnya mensosialisasikannya dan melakukan pendampingan kepada pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan pemanfaatan data dan informasi DDDTLH.
Terakhir, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi bagi terwujudnya kedua buku ini baik dari kalangan akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorang yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat diharapkan. Terima kasih.
Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera,
Drs. Amral Fery, M.Si
ii
DDAAFFTTAARR
IISSII
Kata Pengantar i Daftar Isi iii Daftar Tabel v Daftar Gambar vi DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK EKOREGION PULAU SUMATERA .............................................................................. A1
A.1 Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta Ekoregion ................................................................... A1
A.2 Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan Ekoregion Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000.............. A10
A.2.1 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur (M1)................................... A11
A.2.2 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir (M2) ...................................... A14
A.2.3 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut (O1) ............................................................................. A16
A.2.4 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu Karang (O2) ................................................................. A17
A.2.5 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-vulkanik (F1) ............................................................... A18
A.2.6 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2). A20 A.2.7 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-
marin (F3).................................................................... A26 A.2.8 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan
(A1).............................................................................. A29 A.2.9 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng
Gunungapi (V1) ........................................................... A30 A.2.10 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2) A38 A.2.11 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki
Gunungapi (V3) ........................................................... A43 A.2.12 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan
Struktural Patahan (S1.P); .......................................... A46 A.2.13 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Struktural Patahan (S2.P) ........................................... A46 A.2.14 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Pegunungan Struktural Patahan (S3.P1) ….................. A58 A.2.15 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Perbukitan Struktural Patahan (S3.P2) ....................... A58 A.2.16 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan
Struktural Lipatan (S1.L) ….......................................... A61 A.2.17 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Struktural Lipatan (S2.L) ............................................ A61 A.2.18 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar
Perbukitan Struktural Lipatan (S3.L2) ........................ A63 A.2.19 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan
Denudasional (D2) …................................................... A65
iii
A.2.20 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan Denudasional (D3) ................................... A65
A.2.21 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Denudasional (D4) ................................... A67
DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI EKOREGION PULAU SUMATERA
B1
B.1 Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................ B3 B.2 Ekoregion Bentangalam asal proses Organik ............. B5 B.3 Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial ............... B6 B.4 Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik .... B10 B.5 Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik ............ B12 B.6 Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik
(Struktural) ................................................................. B15 B.7 Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional..... B17
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Pulau Sumatera
C1
C.1 Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ................ C1 C.2 Ekoregion Bentangalam asal proses Organik.............. C5
C.3 Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial................ C8
C.4 Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik.... C12
C.5 Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik............ C14
C.6 Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik
(Struktural).................................................................. C18
C.7 Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional..... C26
iv
DDAAFFTTAARR
TTAABBEELL
Tabel Hal.A.1.1 Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan
Beda Tinggi ......................................................................... A3 A.1.2 Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian A5 A.1.3 Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau
Sumatera skala 1 : 250.000 ................................................ A7 A.2.1 Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion
Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat ................................................................... A33
A.2.2 Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat ................................................................................... A53
A.2.3 Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat ................................................................... A56
B.1 Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera .................................. B11 01 Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :
250.000 Aspek Karakteristik Bentanglahan, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Alam Non-Hayati (Abiotik) ... I-1
02 Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Hayati .......................................................... I-18
0.3 Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan Sumberdaya Sosial, Ekonomi, dan Budaya ....................... I-22
v
DDAAFFTTAARR
GGAAMMBBAARR
Gambar Hal. A.1.1 Kenampakan Struktur Kulit Bumi akibat Tenaga dan
Proses Geomorfologi yang bekerja dari dalam maupun permukaan Bumi
A4
A.1.2 Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan A6 A.2.1a Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan
Parbaungan yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
A13
A.2.1b Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu (pasir kuarsa), struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
A14
A.2.1c Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove dengan vegetasi utama Api-api (Avecinea sp.) dan Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
A14
A.2.2a Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei Rampah dengan bentuk pemanfaatan lahan di sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman jagung, ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan kenampakan lahan sawah irigasi tanaman padi, serta perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial di Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
A22
A.2.2b Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (kiri atas) di daerah Batanganai, Padang Pariaman, dengan jenis tanah asosiasi Aluvial-Vertisol yang mengandung lempung cukup tinggi dan akan mengalami retak-retak saat kekurangan air (kanan atas); dan kenampakan Sungai Batanganai yang mengalir sepanjang tahun, dengan material pasir dan batu sungai yang dimanfaatkan penduduk untuk dijual sebagai bahan bangunan
A24
A.2.2c Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) di daerah Kampuang Tengah, Lubuk Basuang, Agam, yang tersusun atas asosiasi tanah Aluvial-
A25
vi
Vertisol. Gambar tengah memperlihatkan adanya endapan kuning kemerahan yang menunjukkan hasil proses reduksi bahan-bahan organik bekas rawa gambut. Gambar bawah berupa vegetasi rawa pamah, yang mengindikasikan biota lahan rawa dataran rendah
A.2.3 Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin di Desa Pantai cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dengan tanah bertekstur pasir (dengan mineral utama pasir kuarsa), dan pemanfaatan lahan berupa Perkebunan Kelapa Sawit. Tanah berupa Aluvial dengan solum sedang (60 cm) berwarna coklat abu-abu gelap
A28
A.2.4a Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi berupa bukit-bukit terisolasi hasil penerobosan magma (intrusif batuan gunungapi) yang ada di sepanjang daerah Sondi dan Saribudolok Kebupatan Simalungun hingga daerah Merek Kabupaten Karo di Provinsi Sumatera Utara. Pemanfaatan lahan yang ada di lereng dan kakinya pada umumnya sebagai lahan-lahan kebun campur tanaman produksi dan buah-buahan, serta perladangan tanaman semusim berupa sayur-sayuran dan palawija
A32
A.2.4b Kenampakan Lembah Anai (kanan atas) sebagai bagian dari Satuan Ekoregion Lereng Vulkanik, dengan Fenomena Air Terjun (kiri dan kanan tengah), terbentuk akibat patahan yang memotong topografi lereng pegunungan yang sangat terjal, sehingga sungai yang mengalir menjadi air terjun yang berada di sisi Jalan Raya Padang – Bukit Tinggi. Tampak aliran sungai (kanan bawah) sebagai kelanjutan dari air terjun, dan bertemu dengan sungai dari bagian hulu pegunungan yang lainnya.
A35
A.2.4d Kenampakan Danau Kawah Maninjau sebagai bagian dari Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi, denagn kekayaan Fauna Endemik Kera Ekor Panjang yang menghuni hutan-hutan di sekitarnya
A36
A.2.4e Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Gunungapi Talang Desa Rawang Gadang, Danau Kembar dengan penggunaan lahan Perkebunan Teh pada Kaki Gunungapi
A37
A.2.4f Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Danau Bawah, Gunungapi Talang
A37
A.2.4g Pemunculan Mataair Panas di Desa Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok, yang merupakan bagian dari Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi
A37
vii
A.2.5a Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan sawah irigasi tanaman padi dan tanaman semusim lainnya (palawija), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal dan ketersediaan sumber air irigasi dari aliran permukaan yang melimpah.
A40
A.2.5b Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian, kopi, dan kakao), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal
A41
A.2.5c Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian dan kopi), dengan tanah Andosol berwarna hitam dan Latosol coklat tua yang subur memiliki solum tebal
A42
A.2.6 Kenampakan Satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi atau Lembah antar Pegunungan Vulkanik di daerah Sungai Landia, Sumatera Barat. Lahan yang subur dengan ketersediaan air yang melimpah, menyebabkan pertumbuhan permukiman cukup pesat dan lahan dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian berupa sawah-sawah irigasi sederhana hingga setengah teknis. Fenomena bentanglahan seperti ini banyak dijumpai antara perbukitan dan pegunungan gunungapi di Sumatera Barat
A46
A.2.7a Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) di sekitar Danau Toba (gambar kanan atas) yang merupakan danau kaldera sekaligus danau patahan yang dikelilingi dinding kubah lava berpola relatif lurus akibat struktur patahan di Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun perbukitan dan pegunungan struktural patahan berupa blok-blok lava basaltis dengan struktur berlapis (gambar bawah), yang mengalami pengangkatan dan patah membentuk dinding tegak memanjang (escarpment) dengan lereng curam hingga sangat curam.
A50
A.2.7b Kenampakan Bidang Patahan (Escarpment) pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) dan aliran Sungai Renun (gambar kanan atas dan tengah) yang mengikuti pola struktur patahan di Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi
A51
viii
Sumatera Utara. Material penyusun berupa batuan beku terobosan diorit porfir (sebagai campuran makan ternak, gambar kiri bawah), batugamping, kalsit dan marmer muda sebagai hasil metamorfosis batugamping (sebagai bahan bangunan, gambar kanan bawah
A.2.7c Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk karena pemotongan topografi akibat struktur patahan, dengan debit aliran yang sangat besar dan berpotensi untuk pengembangan pariwisata alam
A52
A.2.7d Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan dengan jalur bidang patahan (escarpment) yang tegas yang berdampingan dengan Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) dengan batuan penyusun berupa batuan beku Diabast (kiri bawah) dan Batuapung (kanan bawah), yang dijumpai di daerah Batangarai, Padang Pariaman, Sumatera Barat.
A54
A.2.7e Kenampakan Lembah Sihanouk (gambar atas) di Kota Bukit Tinggi, yang merupakan sebuah lembah memanjang yang curam pada lereng gunung berapi (Baranco) dan berasosiasi dengan jalur patahan, sehingga membentuk lembah curam yang dibatasi oleh tebing tegak dan lurus di sisi kanan dan kirinya berbatuan andesit tufaan, sebagai jalan aliran lahar yang berkembang menjadi sungai perenial. Tampak struktur lapisan sedimen sungai berupa endapan laharik di bagian atas lapisan batuan dasar andesit tufaan (gambar kiri bawah), dan keterdapatan fauna endemik berupa kera ekor panjang (gambar kanan bawah) pada hutan di sekitarnya.
A55
A.2.7f Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Taman Hutan Rakyat Hatta dengan lereng sangat curam dan hutan hujan tropis yang rapat (gambar atas), dengan tanah didominasi oleh Podsolik merah kekuningan (gambar kiri bawah), serta banyak pemunculan mataair dan rembesan akibat retakan, struktur patahan, dan pemotongan topografi pada tekuk-tekuk lereng (gambar kanan bawah
A57
A.2.7g Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Danau Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok, dengan aktivitas penambangan rakyat yang sangat intensif (gambar atas); kalsit dan marmer sebagai mineral tambang utama (gambar tengah), serta kenampakan aliran sungai dengan debit besar saat penghujan dan sedimen terlarut sangat tinggi akibat pengolahan lahan dan penambangan (kanan bawah).
A58
A.2.8 Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan, yang
A61
ix
berupa sebuah Graben (gambar atas) di sekitar wilayah Perkotaan Sidikalang, Kecamatan Dairi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kenampakan tanah coklat kekuningan (Latosol) dan merah kekuningan (Podsolik) dengan solum cukup tebal (gambar bawah), yang banyak dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan kebun campur untuk buah-buahan.
x
A - 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK (ABIOTIK) EKOREGION PULAU SUMATERA
Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000
A.1. Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta Ekoregion
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH), pada Bab I Pasal 1 butir (29) dinyatakan bahwa EKOREGION adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Selanjutnya pada Bagian Kedua Pasal 7 ayat (2)
dijelaskan secara lebih terinci bahwa penetapan batas ekoregion dengan
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 2 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
mempertimbangkan kesamaan dalam hal: karakteristik bentang alam (natural landscape), daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna asli, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup. Merujuk terhadap isi UUPPLH tersebut, maka identifikasi bentanglahan geografis memegang peranan penting dalam penyusunan satuan Ekoregion sebagai kerangka dasar bagi perumusan seluruh kegiatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sejak tahap perencanaan hingga pengawasan dan pengendaliannya. Dengan kata lain bahwa satuan ekoregion dapat dideskripsikan sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan (natural landscape) yang diintegrasikan dengan batas wilayah administrasi (regional) dan beberapa komponen lingkungan yang dipandang penting bagi suatu wilayah administrasi.
Menurut Verstappen (1983), bentangalam atau bentanglahan (natural landscape) merupakan bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan (interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air, batuan, tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia. Bentanglahan tersusun atas 8 (delapan) unsur, yaitu: bentuk morfologinya (bentuklahan), batuan, tanah, udara, air, flora dan fauna, serta manusia dengan segala perilakunya terhadap alam. Artinya bahwa dengan memahami bentanglahan sebenarnya sudah cukup untuk mendeskripsikan ekoregion dengan lengkap, karena setiap satuan bentanglahan akan mencerminkan kondisi sumberdaya alam (aspek abiotik), yang mencakup kondisi morfologi, iklim, batuan, tanah, dan air, serta kerawanan lingkungan fisik; mencerminkan keberadaan atau keanekaragaman hayati (aspek biotik); dan mencerminkan bentuk manifestasi atau perilaku manusia terhadap alam (aspek kultural).
Berdasarkan definisi Verstappen (1983) tentang bentanglahan seperti yang telah disebutkan di atas, maka bentanglahan dapat dirinci lagi ke dalam satu-satuan yang lebih kecil dan spesifik, yang disebut dengan bentuklahan (landform). Karakteristik dan dinamika bentuklahan sangat ditentukan oleh perbedaan relief (morfologi), struktur dan proses geomorfologi, material penyusun (litologi), dan waktu (kronologi) (Strahler, 1983 dan Whitton, 1984 dalam Santosa, 1995 dan 2010). Bentuklahan adalah konfigurasi permukaan bumi yang memiliki morfologi atau relief khas, yang dikontrol oleh struktur tertentu, akibat bekerjanya proses-proses geomorfologi pada material batuan penyusunnya, dalam skala ruang dan waktu tertentu (Santosa, 2010). Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf) dapat dirumuskan sebagai:
Lf = ƒ (T, P, S, M, K)
Keterangan: Lf (bentuklahan) T (morfologi atau topografi) P (proses alam) S (struktur geologis) M (material batuan) K (ruang dan waktu kronologis)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Aspek-aspek penyusun satuan bentuklahan adalah morfologi, struktur, proses dan material. Setiap aspek penyusun satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap karakteristik dan sebaran komponen-komponen penyusun lingkungan, seperti: udara, tanah, air, batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, serta perilaku manusia yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan dalam lingkungan tersebut.
Morfologi atau relief merupakan kesan atau kenampakan topografi di permukaan bumi yang berpengaruh terhadap homogenitas dan kompleksitas permukaan bumi, yang dikontrol oleh struktur di dalamnya dan terubah oleh proses geomorfologi yang bekerja pada material penyusunnya dalam skala ruang dan waktu tertentu. Perbedaan relief akan memberikan pengaruh pada tinggi-rendah, panjang-pendek, halus-kasar dan miring tidaknya suatu permukaan bumi (Verstappen, 1983). Aspek morfologi dapat diidentifikasi secara kuantitatif berdasarkan faktor kemiringan lereng dan beda tinggi, serta secara kualitatif berdasarkan kesan konfigurasi permukaan bumi atau relief. Untuk keperluan ini, interpretasi Peta Topografi atau Peta Rupa Bumi dan Citra SRTM (Suttle Radar
Topographic Mission) sangat mendukung dalam klasifikasi kemiringan lereng dan beda tinggi (Santosa, 2010). Pada kegiatan penyusunan Ekoregion Pulau Sumatera berbasis bentanglahan skala 1 : 250.000, klasifikasi morfologi didasarkan atas kriteria yang ditetapkan oleh Verstappen (1983), yang diuraikan dalam Tabel A1.1.
Tabel A1.1. Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi
Lereng (%) Beda Tinggi (meter) Unit Relief Topografi 0 - 3 0 - 5 Datar
Dataran 3 - 8 5 - 25 Berombak / Landai
8 - 15 25 - 75 Bergelombang / Agak miring Lerengkaki / Kaki 15 - 30 50 - 200 Miring
Perbukitan 30 - 45 200 - 500 Agak curam 45 - 65 500 - 1000 Curam
Pegunungan > 65 > 1000 Sangat curam
Sumber: Verstappen (1983) dengan modifikasi
Aspek struktur juga dapat diidentifikasi secara baik berdasarkan pola-pola kelurusan (lineament) dan perbedaan relief yang mencolok dalam citra Landsat, yang didukung oleh informasi dari Peta Geologi, berupa: dip-strike, jalur sesar, jalur lipatan, bidang sesar, dan struktur geologi lainnya. Informasi tentang formasi, jenis dan umur batuan (litologi) penyusun bentuklahan, secara terinci dapat dipelajari dan diidentifikasi berdasarkan hasil interpretasi Peta Geologi (Santosa, 2010). Berdasarkan struktur utamanya, maka di permukaan bumi terdapat paling tidak terdapat 4 (empat) macam struktur, yaitu: struktur berlapis horisontal karena proses deposisional (plain and plato), struktur berlapir mengerucut karena proses erupsi gunungapi (volcanic), struktur berlapis
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 4 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
terlipat (dome and folded) dan struktur berlapis terpatahkan (faulted) akibat proses pengangkatan tektonik (structurally), serta struktur tidak menentu akibat terdenudasi (denudasionally), seperti nampak pada Gambar A1.1.
Genesis dan kronologis proses pembentukan bentuklahan merupakan informasi penting dalam upaya penanganan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Sementara genesis juga mempengaruhi proses strukturisasi permukaan bumi, yang tercermin pada bentuklahannya. Thornbury (1954) menyatakan bahwa struktur geologi merupakan salah satu faktor pengontrol evolusi bentuklahan, sebaliknya bentuklahan dicerminkan oleh struktur geologinya. Konteks lain menyatakan bahwa struktur geologi sangat menentukan struktur geomorfologi, yang memberikan kenampakan yang khas pada bentuklahannya. Untuk mempelajari dan memahami genesis daerah penelitian secara lengkap, maka dilakukan telaah pustaka secara mendalam, berdasarkan berbagai rujukan atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada di daerah penelitian dan sekitarnya. Berbagai referensi yang dapat dijadikan dasar untuk mempelajari genesis wilayah kajian adalah: Bemmelen (1970) dan Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014), yang secara terinci diuraikan dalam dalam Tabel A1.2.
Gambar A1.1.
Kenampakan Struktur Kulit Bumi akibat Tenaga dan Proses
Geomorfologi yang bekerja dari dalam maupun permukaan Bumi
(Sumber: Lobeck, 1939)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 5 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Tabel A1.2. Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian
Sumber Deskripsi Umum
Bemmelen (1970) The Geology of Indonesia
Menjelaskan tentang genesis, stratigrafi geologis, dan berbagai formasi batuan penyusun di setiap bentanglahan asal proses di Indonesia.
Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014) The Outline Geomorphology of Indonesia
Menjelaskan tentang genesis dan berbagai proses geomorfologi masa lampau, serta dinamika bentuklahan yang ada di Indonesia secara umum.
Sumber: Hasil Telaah Pustaka (2015)
Proses geomorfologi merupakan suatu bentuk perubahan fisik maupun kimiawi yang mampu mengikis dan/atau mengangkut material di permukaan bumi (Lobeck, 1939). Proses-proses tersebut mengakibatkan perubahan bentuklahan dalam waktu pendek maupun panjang yang disebabkan oleh tenaga geomorfologi. Lebih lanjut disebutkan bahwa proses yang bekerja pada masa lampau akan berpengaruh terhadap proses masa sekarang, dan proses yang terjadi pada saat ini dapat dipakai untuk menelusur proses yang terjadi pada masa lampau. Proses-proses geomorfik akan meninggalkan bekas pada bentuklahan, dan setiap proses geomorfik yang berkembang memberikan karakteristik tertentu pada bentuklahan (Thornbury, 1954). Proses geomorfologi yang terjadi sekarang lebih bersifat eksogen berupa pelapukan, pentorehan, pengangkutan dan gerak massa batuan, yang ternyata juga telah mengubah struktur geomorfologi aslinya dan menghasilkan bentukan-bentukan yang lebih kecil dan sangat kompleks (Santosa, 2014).
Proses-proses geomorfologi dapat diidentifikasi berdasarkan kenampakan hasil prosesnya, seperti: pelapukan, pelarutan, gerak massa batuan, erosional, deposisional, sesar, dan lipatan, dapat diinterpretasi secara tegas dan cepat melalui citra Landsat atau data penginderaan jauh lainnya. Citra yang digunakan adalah Landsat ETM+ atau Landsat 8 komposit 457, karena kenampakan relief atau morfologi, proses-proses geomorfologi, dan kontrol struktur sangat tegas dan dapat diidentifikasi dengan baik. Klasifikasi dan deliniasi bentuklahan dapat dengan mudah dan akurat dilakukan melalui interpretasi citra komposit tersebut. Di samping itu, identifikasi pola relief juga dapat dilakukan berdasarkan pola kontur dalam Peta Topografi atau melalui kenampakan pada citra Landsat. Berdasarkan asal proses utama (genetik), yang dicirikan oleh perbedaan relief, struktur, proses, dan litologi penyusunnya, maka Verstappen (1983) mengklasifikasikan bentuklahan menjadi 10 (sepuluh) macam, yaitu: bentuklahan asal vulkanik (V), bentuklahan asal fluvial (F), bentuklahan asal marin (M), bentuklahan asal eolian (E), bentuklahan asal struktural (S), bentuklahan asal denudasional (D), bentuklahan asal pelarutan atau solusional (K), bentuklahan asal glasial (G), bentuklahan asal organik (O),
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 6 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dan bentuklahan akibat aktivitas manusia atau antropogenik (A), seperti disajikan dalam Gambar A1.2. Perbedaan setiap satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap keterdapatan dan potensi sumberdaya, serta permasalahan lingkungan yang mungkin terjadi, sehingga satuan bentuklahan dapat dipakai sebagai pendekatan analisis dalam setiap kajian geomorfologi terapan, yang salah satu terapannya adalah dalam penyusunan ekoregion dan karakteristiknya di Pulau Sumatera.
Gambar A1.2. Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan (Santosa, 2014)
Kenampakan relief, struktur dan proses yang terjadi di masa sekarang tidak lepas dari pengaruh tenaga geomorfologi yang bekerja pada litologi penyusun dalam skala ruang dan waktu tertentu. Jenis material penyusun, resistensi (kestabilan mineral) dan
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 7 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
penyebarannya, sangat menentukan proses pelapukan dan erosi yang akan berpengaruh terhadap perkembangan bentuklahannya (Goldich, 1938; Bowen, 1972 dalam Santosa, 1995 dan 2014). Secara umum berdasarkan cara pembentukannya, jenis material penyusun bumi ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: batuan beku akibat pembekuan aliran magma, batuan sedimen akibat proses pengendapan material oleh berbagai tenaga geomorfologi, dan batuan malihan atau metamorfosis akibat proses penekanan yang begitu kuat dan lama dengan suhu yang sangat tinggi, yang menyebabkan perubahan struktur dan tekstur batuan asalnya. Pada penyusunan Peta Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 kali ini, belum memasukkan aspek batuan secara terinci sebagai komponen penyusun bentanglahan lainnya. Berdasarkan pertimbangan komponen morfologi, proses, dan strutkur penyusun bentanglahan, maka klasifikasi satuan Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000, seperti disajikan dalam Tabel A1.3.
Tabel A1.3. Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau Sumatera skala 1 : 250.000
Genesis Lereng & Morfologi
Proses Geomorfologi Struktur Nama Ekoregion Bentanglahan
Marin 0 – 3 % Dataran
Pengendapan lumpur oleh sungai dan gelombang Berlapis
horisontal
M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur
Pengendapan pasir oleh gelombang M2 Dataran Pesisir dengan
Pantai Berpasir
Organik 0 – 3 % Dataran
Proses pembusukan mineral organik dan pembentukan gambut
Berlapis horisontal O1 Dataran Gambut
Proses pertumbuhan terumbu karang pada pulau-pulau kecil lepas pantai
Tidak berstruktur O2 Pulau Terumbu
Fluvial
3 – 8% Dataran berombak
Proses pengendapan material piroklastik gunungapi oleh aliran sungai Berlapis
tersortasi baik (fraksi kasar di bagian bawah, sedang di bagian tengah, dan halus di bagian atas)
F1 Dataran Fluvio-vulkanik
0 – 3% Dataran
Proses pengendapan material aluvium oleh aliran sungai secara murni / umum
F2 Dataran Aluvial
Proses pengendapan oleh aktivitas marin masa lalu (di lapisan bagian bawah) dan tertutup oleh pengendapan aluvium oleh aliran sungai (di lapisan bagian atas)
F3 Dataran Fluvio-marin
Antropogenik
0 – 15% Dataran – Dataran Bergelom-bang
Bentuk adabtasi dan rekayasa manusia terhadap lahan, yang umumnya berasosiasi dengan bentanglahan vulkanik, fluvial, dan marin
Umumnya berlapis horisontal
A1 Dataran Perkotaan
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 8 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Lanjutan Tabel A1.3.
Genesis Lereng & Topografi
Proses Geomorfologi Struktur Nama Ekoregion Bentanglahan
Vulkanik
30 – >45% Bergunung
Proses utama aliran magma (vulkanism): lava dan lahar, pengendapan secara periodik sesuai intensitas erupsi, yang menempati morfologi paling atas Berlapis
secara mengerucut dan mengikuti pola lereng
V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi
15 – 30% Berbukit
Pengendapan aliran piroklastik secara periodik dengan bantuan gravitasi, hujan, atau aliran sungai: kaki gunungapi menempati morfologi bagian tengah, dan dataran kaki gunungapi menempati morfologi paling bawah
V2 Kaki Gunungapi
8 – 15% Dataran Bergelom-bang
V3 Dataran Kaki Gunungapi
Struktural
> 45% Bergunung
Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang keras (batuan beku dan metamorfik), sehingga terbentuk plok patahan (horst)
Berlapis dengan dip-strike yang tegas
S1.P Pegunungan Struktural Patahan (Horst)
Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang plastik (batuan sedimen klastik dan organik), sehingga terlipat membentuk punggungan (antiklinal)
Berlapis terlipat mengikuti pola antiklinal
S1.L Pegunungan Struktural Lipatan (Antiklinal)
30 – 45% Berbukit
Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang keras (batuan beku dan metamorfik), sehingga terbentuk plok patahan (horst)
Berlapis dengan dip-strike yang tegas
S2.P Perbukitan Struktural Patahan (Horst)
Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang plastik (batuan sedimen klastik dan organik), sehingga terlipat membentuk punggungan (antiklinal)
Berlapis terlipat mengikuti pola antiklinal
S2.L Perbukitan Struktural Lipatan (Antiklinal)
8 – 15% Dataran Bergelom-bang
Bagian atau morfologi yang turun (terban atau graben) dari proses tektonik blok pegunungan patahan
Mengikuti struktur pegunungan atau perbukitan blok patahannya
S3.P1
Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan (Terban / Graben)
S3.P2
Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan (Terban / Graben)
Bagian atau morfologi yang turun (sinklinal) dari proses tektonik lipatan
Berlapis terlipat mengikuti pola sinklinal
S3.L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan (Sinklinal)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 9 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Lanjutan Tabel A1.3.
Genesis Lereng & Topografi
Proses Geomorfologi Struktur Nama Ekoregion Bentanglahan
Denudasional
30 – 45% Degradasi permukaan bumi: erosional dan gerak massa batuan sangat dominan
Sangat dipengaruhi oleh tenaga endogennya: volkanik atau tektonik
D2 Perbukitan Denudasional
15 – 35% D3 Lerengkaki Perbukitan Denudasional
3 – 15%
Proses deposisional material rombakan lereng (koluvium), yang dapat terbentuk akibat gaya gravitatif atau atas bantuan aliran sungai
Tidak berstruktur (material tercampur-aduk)
D4 Lembah antar Perbukitan Denudasional
Sumber: Hasil Analisis dan Perumusan Tim Ahli (2015)
Berdasarkan isi dari peraturan dasar UUPPLH Nomor 32 tahun 2009 dan konsep pemikiran dalam penyusunan Peta Ekoregion di atas, maka selanjutnya satuan ekoregion sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan yang terintegrasi dengan wilayah administrasi, dapat dijadikan sebagai kerangka dasar dalam kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Ekoregion merupakan unit analisis terkecil yang dipakai untuk inventarisasi dan analisis data lingkungan yang berbaais bentanglahan. Setiap aspek penyusun satuan bentanglahan akan berpengaruh terhadap karakteristik dan sebaran unsur-unsur penyusun lingkungan yang lain, seperti: tanah, air, batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, keanekaragaman hayati, serta perilaku manusia dalam lingkungan. Hugget (1995) memandang bahwa bentanglahan dapat dipakai sebagai kerangka dasar penyusunan satuan geoekosistem. Geoekosistem dapat pula dipandang sebagai ekoregion bentanglahan, yaitu ekosistem alami yang terbentuk secara genetik dan di dalamnya terkandung sifat-sifat yang relatif tetap, sehingga dapat dipakai sebagai pendekatan dalam inventarisasi karakteristik dan potensi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Secara sistematis, kerangka fikir penyusunan Peta Ekoregion dapat dilihat pada Gambar A1.3.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 10 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A1.3. Pendekatan Kajian dan Kerangka Fikir Penyusunan Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup
A.2. Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan Ekoregion Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000
Berdasarkan hasil analisis dan perumusan satuan ekoregion bentanglahan berdasarkan aspek genesis, morfologi, proses, dan struktur lapisan batuannya, maka Peta Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 terdiri atas 21 (dua puluh satu) satuan ekoregion yang berasal dari 7 (tujuh) genesis atau asal proses utama bentanglahan. Parameter deskripsi dan karakteristik aspek fisik (komponen abiotik) ekoregion bentanglahan yang akan diuraikan meliputi: (a) karakteritik bentanglahan (morfologi, proses pembentukan, struktur, dan material penyusun secara umum); (b) potensi
Implementasi Strategi dan Program Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Karakteristik Lingkungan Hidup Spasial berbasis
Sistem Informasi Geografis
Citra Penginderaan Jauh Peta Topografi Peta Geologi
Interpretasi Relief dan Proses Geomorfologi
Interpretasi Relief dan Kelerengan
Interpretasi Struktur dan Materi Penyusun
Cek Lapangan
Satuan Bentuklahan sebagai Satuan Terkecil Ekologi Bentanglahan
Inventarisasi Data
Analisis dan Evaluasi
Karakteristik Lingkungan A-B-C
Potensi dan Masalah
PETA EKOREGION
Peta Administrasi Peta Daerah Aliran Sungai Komponen Lainnya
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 11 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
sumberdaya alam non-hayati (iklim, mineral, tanah dan penggunaan lahan, air permukaan dan airtanah, serta arahan fungsi lahan sebagai jasa lingkungan secara umum); dan (c) permasalahan sumberdaya alam non-hayati dan kerawanan lingkungan. Selanjutnya deskripsi dan karakteristik setiap satuan ekoregion bentanglahan, akan disampaikan sebagaimana berikut ini.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES MARIN
A.2.1. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur (M1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata
<15 meter. Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) yang berasosiasi dengan
aliran sungai (fluvial) yang membawa material sedimen terlarut tinggi, diendapkan di sepanjang kanan-kiri muara membentuk rataan lumpur (mudflat) atau rawa-rawa payau (salt marsh) dan delta.
Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen terlarut yang tinggi dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai, dan didukung oleh kondisi di sekitar muara yang datar dan gelombang yang tenang, maka bentanglahan pesisir yang seperti ini dapat disebut sebagai pesisir hasil pengendapan dari daratan (sub-aerial deposition coast).
Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa lumpur (mud), yaitu campuran antara lempung dan pasir halus.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara
terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.
Material berupa bahan-bahan aluvium endapan lumpur (campuran lempung dan pasir halus), sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai yang sangat intensif.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 12 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Proses pengendapan material lumpur yang sangat intensif oleh aliran sungai yang bermuara pada bentanglahan ini, sangat berpotensi untuk membentuk lahan-lahan baru, yang berupa rataan pasang-surut (tidal flat) dan delta.
Tanah yang mungkin berkembang dengan kandungan lempung yang tinggi adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Material lempung mempunyai sifat mampu menjerab atau menjebab air apalagi air yang bersifat elektrolit (air asin), sehingga airtanah pada bentanglahan ini secara keseluruhan berasa asin. Substrat berlumpur dengan kandungan airtanah asin, merupakan media pertumbuhan vegetasi magrove yang sangat, yang berpotensi membentuk ekosistem hutan mangrove yang lebat dan mempunyai fungsi sangat penting secara fisik, kimia, ekologis (biologis), sosial ekonomi, dan pendidikan.
Potensi lain dari kondisi tanah lempung bergaram adalah memungkinkan untuk pengembangan area tambak (udang dan bandeng) pada musim penghujan dan tambah garam pada kemarau.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas (perikanan darat), dengan fungsi utama sebagai kawasan lindung sempadan pantai, dengan hutan mangrove sebagai zona lindungnya.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini. Kondisi morfologinya yang berupa dataran yang berada pada bagian paling hilir
aliran sungai dan langsung ketemu laut, maka aliran sungai terhenti, yang berpotensi meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir, drainase buruk, lingkungan kumuh, pencemaran, dan kesehatan masyarakat buruk.
Infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser.
Karena genesisnya merupakan hasil proses pengendapan fluvial dengan material lempung dan berada di sekitar muara sungai, maka juga berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut, yang berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi pula.
Perkembangan rataan pasang surut dan delta yang membentuk lahan-lahan baru, berpotensi terhadap intensitas perubahan garis pantai, konflik sosial berupa status kepemilikan lahan, tata ruang wilayah, dan tumpang-tindih kebijakan di antara instansi terkait.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 13 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Pengendapan material sedimen yang intensif menyebabkan pendangkalan muara (estuari), laguna, dan perairan laut dangkal, yang berpotensi menurunnya produktivitas penangkapan perikanan laut.
Masalah lainnya adalah konversi hutan mangrove untuk lahan tambak (ilegal
logging), pertumbuhan permukiman yang tidak teratur, dan meningkatnya biaya konservasi lingkungan.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi : Pantai Cermin Kanan (Dusun I), Desa Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Swerdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
Koordinat : 47N 0498115; 0402990
Karakteristik : Lereng < 3%, elevasi ±5 meter dpal, material berupa lumpur berpasir (kuarsa), daerah pasang-surut air laut.
Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), air permukaan berupa genangan air laut dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 34.900 µmhos/cm (sangat asin).
Tanah aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu, struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang.
Ekosistem hayati berupa Hutan Mangrove dengan vegetasi dominan Api-api (Avecinea sp.), Nipah (Nifa fruticans), dan mangrove ikutan berupa semak-semak.
Pemanfaatan lahan sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok, dan matapencaharaian utama adalah nelayan dan pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
Permasalahan : Banjir air laut pasang secara periodik dan abrasi pantai.
Gambar A2.1a Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan Parbaungan yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 14 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A2.1b Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu (pasir kuarsa), struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Gambar A2.1c Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove dengan vegetasi utama Api-api (Avecinea sp.) dan Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
A.2.2. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir (M2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata
<15 meter.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 15 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen pasir oleh aktivitas gelombang di sepanjang minatkat pantainya, sehingga bentanglahan ini dapat disebut sebagai pesisir hasil proses pengendapan gelombang (marine deposition coast).
Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium marin berupa pasir marin (sand).
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara
terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.
Material berupa bahan-bahan aluvium endapan pasir marin, sebagai hasil proses pengendapan gelombang.
Proses pengendapan material pasir sangat intensif oleh gelombang yang membentuk berbagai fenomena, seperti: gisik (beach), gisik penghalang (barrier
beach), maupun beting gisik (beach ridges). Tanah relatif belum berkembang, tetapi masih berupa bahan induk tanah (parent
material) atau regolith, sehingga terkadang dapat dikelompokkan sebagai tanah Regosol (tanah pasiran).
Material pasir pada mintakat pantai dan pesisir ini merupakan media potensial untuk menangkap dan menyimpan air hujan, sehingga berpotensi membentuk akuifer yang baik dengan kandungan airtanah yang tawar dan berpotensi sebagai sumber air bersih.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat dikembangkan untuk berbagai fungsi, seperti: kawasan lindung sempadan pantai, pertanian lahan kering tanaman semusim, atau kawasan wisata alam pantai. Pasir marin yang membentuk gisik dan beting gisik dapat berfungsi sebagai peredam gelombang tsunami, sehingga rayapan gelombang (run up) nya tidak sampai jauh ke daratan.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir yang sering muncul lebih disebabkan oleh sifat material pasir penyusunnya, yang merupakan material lepas-lepas dengan panyak pori-pori, sehingga berpotensi untuk terjadinya: intrusi air laut, jika penurapan airtanah di pantai dan pesisirnya melebihi
kemampuan daya tampung akuifernya; pencemaran airtanah akibat buangan limbah dari berbagai aktivitas yang ada di atas
lahannya, baik limbah domestik, pertanian, peternakan, atau pariwisata;
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 16 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
konflik lahan akibat tumpah tindih kepentingan dan kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya permasalahan fungsi ruang, yaitu antara fungsi lindung dan fungsi budidaya sesuai potensi pengembangannya.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ORGANIK
A.2.3. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut (O1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Gambut, seperti diuraikan berikut ini. Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai,
kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%). Asal proses utama adalah aktivitas organik, yaitu hasil pembusukan sisa aktivitas
vegetasi lahan basah, seperti rawa-rawa pada dataran rendah (low land), yang kemudian membentuk lapisan gambut yang relatif tebal dengan penyebaran luas di dataran rendah bagian timur Sumatera.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Gambut, seperti diuraikan berikut ini. Relatif beriklim basah dengan curah hujan tinggi, yang umum terjadi pada
bentanglahan seperti ini. Secara genetik, material penyusun berupa gambut (sedimen organik), sebagai hasil
proses pembusukan dan reduksi bahan-bahan organik pada lingkungan perairan daratan yang menggenang, seperti rawa-rawa.
Potensi sumberdaya mineral adalah gambut dan humus, sebagai bahan organik yang berpotensi menyuburkan tanaman apabila dicampur dengan tepung batugamping.
Pemanfaatan lahan secara umum untuk lahan sawah, kebun, ladang, atau bentuk usaha pertanian lainnya, dan lahan-lahan dibiarkan berupa semak-semak.
Sesuai dengan genesisnya, pada satuan Ekoregion Dataran Gambut mempunyai Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati secara relatif dan rentan atau berpotensi terhadap Kerawanan Lingkungan, yaitu: kualitas sumberdaya air dan tanah yang rendah, karena sifat kemasaman yang
sangat tinggi (pH sangat rendah, mencapai <4), atau kandungan sulfat (SO4=) yang tinggi akibat proses reduksi bahan-bahan organik yang menghasilkan lepisan pirit;
kegiatan pembakaran lahan untuk meningkatkan fungsinya sebagai lahan pertanian, sistem ladang berpindah, khususnya saat musim kemarau;
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 17 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dampak dari kegiatan pembakaran lahan adalah pencemaran udara yang sangat tinggi, hingga mengganggu pandangan (bagi penerbangan dan transportasi darat), sampai kesehatan manusia; serta
dampak pencemaran udara dapat mencapai jarak sangat jauh, hingga ke negara tetangga, bergantung arah dan kecepatan angin, seperti: Malaysia dan Singapura.
A.2.4. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu Karang (O2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang, seperti diuraikan berikut ini. Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai,
kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%). Asal proses utama adalah aktivitas organik (terumbu karang) pada zona laut dangal
(lithoral), yang kemudian mengalami pengangkatan daratan atau penurunan muka air laut, sehingga terumbu karang muncul ke permukaan dan mengalami metamorfosis membentuk batugamping terumbu (CaCO3).
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang, seperti diuraikan berikut ini. Relatif beriklim kering dengan curah hujan rendah (hujan konveksi), yang umum
terjadi pada bentanglahan seperti ini. Secara genetik, material penyusun adalah batuan sedimen organik atau non klastik
berupa batugamping terumbu atau koral sebagai hasil proses pengangkatan dan metamorfosis terumbu karang.
Potensi sumberdaya mineral adalah bahan galian golongan C, berupa batugamping terumbu dan pasir marin sebagai hancuran batugamping terumbu.
Sifat material batugamping terumbu yang banyak diaklas dan lubang-lubang pelarutan, menyebabkan material ini tidak mampu menyimpan air dengan baik. Airtanah dijumpai berupa airtanah dangkal atau airtanah bebas dengan potensi sangat terbatas dan input utama air hujan, dijumpai pada gisik-gisik pantainya yang bermaterial pasir. Mataair juga relatif sulit dijumpai pada satuan ini, dan tidak berkembang sistem hidrologi permukaan.
Kondisi batugamping terumbu yang relatif masih segar, belum memugkinkan proses pembentukan tanah secara baik. Kemungkinan masih berupa bahan induk tanah
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 18 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
yang berupa material pasir terumbu berwarna putih, dan bersifat lepas-lepas (granuler).
Pemanfaatan lahan secara umum untuk pariwisata alam dan jasa lingkungan, permukiman dan berfungsi sebagai habitat keanekaragaman hayati lingkungan perairan laut dangkal (taman laut).
Secara relatif satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang akan rentan atau berpotensi terhadap Permasalahan Sumberdaya Alam non-Hayati dan Kerawanan Lingkungan, sebagai berikut: pencemaran airtanah dan perairan lautnya oleh aktivitas pariwisata; kerusakan ekosistem terumbu karang; kenaikan permukaan air laut dan tsunami pada daerah yang berhadapan dengan
zona penunjaman samudera, seperti di pantai barat Sumatera; serta kekeringan dan degradasi sumberdaya air.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES FLUVIAL
A.2.5. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-vulkanik (F1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 3-8%, beda tinggi rerata
<25 meter. Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahan-
bahan piroklastik endapan lahar, dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan pengendapan secara periodik.
Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lahar dan aliran sungai, berupa pasir, kerikil, dan kerakal, dengan sedikit debu dan lempung.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, seperti diuraikan berikut ini. Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara mulai terasa hangat
hingga panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan wilayah.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 19 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahan-bahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, dan kerakal hasil proses endapan lahar, yang apabila berada di sungai dapat menjadi sumber galian golongan C, sebagai bahan bangunan.
Tanah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir bergeluh, struktur remah hingga sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur.
Mataair sudah jarang dijumpai karena sudah berada di luar jalur sabuk mataair (spring belt). Namun demikian, bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik.
Aliran sungai semakin berkembang dengan lembah sungai semakin melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir, dan persifat mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent).
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif berupa sawah dengan irigasi intensif dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanamn padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk sangat berkembang.
Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sebagian bagian paling bawah dari morfologi gunungapi, sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, diuraikan berikut ini. Kondisi morfologi yang berupa dataran yang luas dan mengarah ke kaki dan lereng
gunungapi merupakan jalur potensial bagi pergerakan angin menuju ke pegunungan, sehingga berpotensi menciptakan angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata.
Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman, pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 20 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Perkebangan kota dengan infrastruktur penutupan permukaan tanah, memicu terjadinya banjir kota pada musim penghujan.
A.2.6. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata
<25 meter. Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahan-
bahan aluvium dari berbagai sumber didaerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land) dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan periodisasi pengendapannya.
Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, seperti diuraikan berikut ini. Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara terasa hangat hingga
panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan wilayah.
Material berupa bahan-bahan aluvium tersortasi dengan baik sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai, dengan jenis mineral bergantung sumber asal material di bagian hulu (hinterland).
Tanah berkembang dengan baik, solum tanah sangat tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur geluh pasir berlempung, struktur gumpal membulat hingga remah dengan sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang sangat subur.
Bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 21 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Aliran sungai mulai kelebihan bebas sehingga membentuk pola saluran mulai berkelok, lembah sungai semakin melebar, landai, dan tidak stabil lagi karena mulai terjadi proses pengendapan beban sedimen terlaut. Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent).
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk pengembangan sawah irigasi intensif dan teknis, dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanaman padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk juga terus berkembang.
Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (pedesaan atau transisi desa-kota), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, diuraikan berikut ini. Kondisi morfologi yang berupa dataran yang sangat luas, berpotensi menciptakan
angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata. Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan
ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman, pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi - 01 : Desa Sei Rampah dan Desa Sukadamai, Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
Koordinat : 47N 0515750; 0384784
Karakteristik : Lereng < 3%, elevasi ±6 meter dpal, material aluvium endapan sungai, Daerah Aliran Sungai Rambang.
Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), airtanah dangkal, air permukaan berupa aliran Sungai Rambang dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 114,5 µmhos/cm (tawar), debit aliran besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna keruh kecoklatan.
Tanah aluvial dengan warna abu-abu gelap (5YR 4/1), solum tebal, tekstur pasir halus, struktur lepas-lepas, drainase agak baik, pH 5 - 5.5, daya dukung rendah (pnetrometer 1.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) relatif sedikit.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 22 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Pemanfaatan lahan berupa lahan pertanian sawah irigasi dengan tanaman padi; kebun campur dengan tanaman berupa jagung, ketela pohon, tebu, dan sagu; serta perkebunan kelapa sawit.
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dan perkotaan dengan pola mengtikuti jalan, dan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
Permasalahan : Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk dataran banjir di sekitar aliran sungai (terbentuk rawa-rawa air tawar yang ditumbuhi vegetasi ilalang).
Gambar A2.2a. Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei Rampah dengan bentuk
pemanfaatan lahan di sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman jagung, ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan kenampakan lahan sawah irigasi tanaman padi, serta perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial di Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 23 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Lokasi - 02 : Desa Pasar Usang, Kecamatan Batanganai, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat
Koordinat : 00° 44’ 24.9” LS; 100° 18’ 57.4” BT
Lokasi - 03 : Desa Kampuang Tengah, Kecamatan Lubuk Basuang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat
Koordinat : 47M 0609842; 9964243
Karakteristik : Relief datar, dengan lereng datar hingga landai (0-15%), topografi dataran, dan elevasi ± 21 meter dpal. Tersusun atas batuan sedimen aluvium sungai, berbatasan dengan aluvium marin. Dikontrol oleh struktur berlapis horisontal tersortasi baik. Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pengendapan dan banjir akibat luapan aliran sungai. Secara genesis, pada awalnya berupa dataran marin dengan endapan material aluvium marin di bagian bawah, dan tertutup oleh material aluvium sungai (fluvial) di bagian atas.
Sumberdaya Udara
Saat pengukuran udara cerah dan cukup panas, suhu 30.9°C, dan kecepatan angin 1.9 - 3.6 meter/detik (sepoi-sepoi).
Sumberdaya Air Terdapat aliran Sungai Batanganai dengan kondisi air agak keruh (sedimen terlarut rendah), tawar, dan tidak berbau. Debit aliran cukup besar dan mengalir sepanjang tahun (perennial), bahkan pada musim penghujan sering meluap yang menyebabkan banjir dan menggenangi permukiman di sekitarnya. Menurut penuturan penduduk, periode banjir ulang berpola 10 tahunan, dengan banjir besar terakhir terjadi pada tahun 2000. Nilai daya hantar listrik (DHL) air sungai sebesar 144 µmhos/cm (air tawar), pH sebesar 8.3, suhu air 30.1°C, dan total sedimen terlarut (TDS) sebesar 96 ppm.
Airtanah relatif dangkal (< 7 meter dpt), tetapi penduduk lebih banyak memanfaatkan air PDAM sebagai sumber air domestik (rumah tangga) yang berasal dari mataair pada tekuk perbukitan di sekitarnya.
Sumberdaya Lahan Tanah penyusun sangat tebal berwarna coklat gelap, bertekstur lempung berdebu, struktur gumpal membulat, konsistensi agak lekat hingga lekat (saat basah), teguh (saat lembab), dank eras (saat kering), dengan drainase baik hingga agak terhambat. Daya dukung sedang hingga tinggi, pH 6 - 7, kandungan bahan organik (BO) tinggi, mangan (Mn) sedang, dan tidak mengandung karbonat (CaCO3), yang menyebabkan tanah relatif subur dan potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan.
Secara umum tanah berupa tanah Aluvial yang mengarah ke Vertisol atau Grumusol dengan kandungan lempung cukup tinggi, sehingga akan lembek saat cukup air (penghujan) dan pecah-pecah ketika kekurangan air (kemarau).
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 24 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Budidaya pertanian tanaman pangan dengan 2 hingga 3 kali padi (irigasi sederhana hingga setengah teknis) dan 1 kali palawija dalam setahun; di samping juga permukiman penduduk dengan pola menyebar dan mengikuti jalan.
Sumberdaya Mineral Terdapat kegiatan penambangan rakyat berupa penambangan pasir dan batu kali (secara tradisional dengan mengambil dari dasar sungai menggunakan perahu), serta tanah urug dengan menggunakan bego dan truk yang mencapai ±100 truk sehari.
Sumberdaya Hayati Fauna endemik berupa babi hutan (celeng) dan ular sawah, selebihnya berupa fauna domestik.
Gambar A2.2b. Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (kiri atas) di daerah Batanganai, Padang Pariaman, dengan jenis tanah asosiasi Aluvial-Vertisol yang mengandung lempung cukup tinggi dan akan mengalami retak-retak saat kekurangan air (kanan atas); dan kenampakan Sungai Batanganai yang mengalir sepanjang tahun, dengan material pasir dan batu sungai yang dimanfaatkan penduduk untuk dijual sebagai bahan bangunan (gambar bawah) (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 25 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A2.2c. Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) di daerah Kampuang Tengah, Lubuk Basuang, Agam, yang tersusun atas asosiasi tanah Aluvial-Vertisol. Gambar tengah memperlihatkan adanya endapan kuning kemerahan yang menunjukkan hasil proses reduksi bahan-bahan organik bekas rawa gambut. Gambar bawah berupa vegetasi rawa pamah, yang mengindikasikan biota lahan rawa dataran rendah. (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 26 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A.2.7. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin (F3)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar dan terkadang agak cekung, kemiringan
lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter. Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) pada masa lalu yang
membentuk endapan lempung marin di bagian bawah, dan sekarang tertutup oleh endapan sungai (fluvial) yang membentuk lapisan aluvial di bagian atas.
Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa campuran lempung dan pasir fluvial, dan endapan lempung marin (biasanya berwarna keabu-abuan) yang membentuk lapisan di bagian bawah.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini merupakan daerah transisi daratan dengan pesisir, sehingga suhu
udara mulai terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan hingga pesisirnya.
Material berupa bahan-bahan aluvium dengan lapisan lempung laut di bagian bawah sebagai tinggalan hasil proses marin masa lalu, dan lapisan lempung berpasir di bagian atas sebagai hasil proses fluvial masa kini.
Tanah yang mungkin berkembang berupa tanah Aluvial Hidromorf atau Aluvial Gleisol dengan solum yang relatif masih tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat, dengan drainase buruk. Jenis tanah lain yang mungkin berkembang pada daerah dengan lempung lebih tinggi dan dominan adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Pada kedua jenis tanah ini seringkali terdapat lapisan gambut yang relatif tebal, yang menyebabkan tanah masam (pH rendah) dan menjadi kendala bagi usaha pengembangan lahan pertanian produktif.
Pola saluran sungai berkelok-kelok (meandering) akibat proses pengendapan material sedimen terlarut yang sangat intensif, lembah sungai lebar, dan pola tali arus sungai berpindah-pindah sehingga membentuk pola teranyam (braided
stream). Efek dari pola dan proses aliran sungai ini menyebabkan pola saluran sungai seringkali berpindah, sehingga banyak dijumpai lembah ditinggalkan (abandon valley), danau tapal kuda (oxbow lake), dan lembah-lembah yang terkubur
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 27 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(burried valley), serta banyak dijumpai fenomena igir di tengah sungai (levee ridges) atau gosong sungai (sand point). Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), debit aliran besar dengan sedimen terlaut yang tinggi, sehingga seringkali air berwarna sangat keruh. Pada bagian muara sungai sering dijumpai rataan lumpur (mud flat), rawa-rawa payau (salt marsh), dan berujung pada pembentukan suatu delta.
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya berupa sawah irigasi dengan pola surjan (selang-seling saluran dan guludan), dengan produktivitas sedang karena berbagai kendala sifat tanah masam dan penggenangan atau banjir. Permukiman juga tumbuh dengan baik, namun terkadang terkendala sumber air bersih dan pengembangan aksesibiltas karena sifat kembang-kerut tanah yang tinggi, menyebabkan bangunan infrastruktur cepat atau mudah rusak.
Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), dengan beberapa kendala alami terkait sifat akuifer aliran sungai. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas dan pengembangan permukiman (pedesaan), dengan keterdapatan kendala pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas akibat sifat tanahnya.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, diuraikan berikut ini. Kondisi morfologinya yang berupa dataran relatif agak cekung dan berada pada
bagian hilir aliran sungai dan merupakan daerah transisi dari fluvial ke wilayah pesisir, maka kecepatan aliran sungai sedikit terhambat, yang menyebabkan meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir.
Material penyusun yang didominasi oleh endapan lempung yang mempunyai sifat kembang kerut tanah yang tinggi, yang menyebabkan bangunan infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser.
Karena genesisnya merupakan hasil proses marin masa lalu, berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut purba pada endapan lempung marin yang telah terkubur oleh endapan fluvial masa kini, yang selanjutnya berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi : Desa Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara
Koordinat : 47N 0494812; 0398053
Karakteristik : Lereng <3%, elevasi ±45 meter dpal, material aluvium endapan pasir kuarsa, Daerah Aliran Sungai Ular.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 28 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Airtanah dangkal, jernih, dengan nilai daya hantar listrik (DHL) <1.000 µmhos/cm (tawar), dan aliran permukaan berupa Sungai Ular dengan debit aliran besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial).
Tanah aluvial dengan warna coklat abu-abu gelap (10YR 3/2), solum cukup tebal (±60 cm), tekstur pasir, struktur lepas-lepas, drainase baik, pH 5.8, daya dukung tinggi (pnetrometer 3 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) relatif sedikit.
Pemanfaatan lahan berupa lahan perkebunan kelapa sawit.
Permasalahan : Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk dataran banjir di sekitar aliran sungai, dan konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.
Gambar A2.3.
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin di Desa Pantai cermin, Kecamatan
Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dengan tanah bertekstur pasir
(dengan mineral utama pasir kuarsa), dan pemanfaatan lahan berupa Perkebunan Kelapa
Sawit. Tanah berupa Aluvial dengan solum sedang (±60 cm) berwarna coklat abu-abu gelap.
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 29 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ANTROPOGENIK
A.2.8. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan (A1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah perkotaan provinsi dan kabupaten atau kota di seluruh Pulau Sumatera.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Perkotaan, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata
<25 meter. Asal-usul terbentuk pada dasarnya karena proses utama aliran sungai (fluvial) yang
mengendapkan bahan-bahan aluvium dari berbagai sumber di daerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land), yang kemudian dikembangkan oleh manusia untuk wilayah perkotaan.
Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.
Pada prinsipnya Potensi Sumberdaya Alam mempunyai kemiripan dengan dataran aluvial, sesuai dengan genesis bentanglahannya, yaitu: beriklim sejuk bagi yang ada di daerah dataran tinggi dan panas bagi yang
berkembang di wilayah pesisir; material penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil proses pengendapan aliran
sungai; tanah yang berkembang adalah tanah-tanah Aluvial yang sangat subur; berpotensi sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat baik dan
persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik;
sungai umumnya mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), dan berpola aliran dendritik;
pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk permukiman, yang berselang-seling dengan pertanian sawah irigasi teknis dengan produktivitas sangat tinggi; dan
pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas sangat mudah.
Perkembangan wilayah berpotensi memicu munculnya berbagai Masalah atau
Kerawanan Lingkungan, seperti: masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang, berupa konversi lahan
sawah menjadi lahan-lahan permukiman;
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 30 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
tumpang tindih kepentingan dalam pengembangan infrastruktur wilayah perkotaan; permasakahan sampah dan limbah perkotaan, yang menyebabkan pencemaran air,
tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya; serta permasalahan banjir kota akibat penutupan permukaan tanah oleh bangunan dan
jalan, serta sistem drainase perkotaan yang buruk atau tidak memadahi, yang menyebabkan proses infiltrasi air hujan menjadi terhambat.
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES VULKANIK
A.2.9. Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi (V1)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi puncak gunungapi dengan relief sangat curam, lereng 30 hingga >45%,
beda tinggi >500 meter, dengan ketinggian >1000 meter dari permukaan air laut. Terbentuk dari proses utama aliran magma (vulkanism), dengan struktur
pengendapan secara periodik dan membentuk sistem perlapisan secara mengerucut. Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil
pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite).
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Karena ketinggiannya yang berada di atas 1.000 meter dari permukaan air laut,
maka sesuai hukum barometris suhu udara sangat dingin dan udara relatif lebih lembab, akibat tingginya kandungan uap air di udara.
Material masih berupa material segar, yang dapat berupa agregat atau bongkahan (block lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar).
Pada gunungapi yang tidak aktif (post volcano) atau masa istirahat, mulai terbentuk tanah-tanah muda yang masih menunjukkan bahan material tanah (parent material atau regolith).
Pada gunung-gunungapi tua, yang pernah mengalami erupsi sangat besar (explosive) atau karena kepotong struktur patahan regional seperti Patahan Semangko, maka banyak dijumpai kaldera, yang kemudian mampu menampung air hujan dan terbentuk danau kaldera (crater), seperti: Danau Toba di Sumatera Utara, Danau Maninjau, Danau Atas dan Bawah di Bukit Tinggi Sumatera Barat, dan sebagainya.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 31 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi lereng gunungapi, mulai mucul mataair topografik sebagai bagian dari jalur pertama sabuk mataair (spring belt)
dan menjadi hulu sebuah sungai (cabang pertama). Pada tekuk lereng di bawah morfologi lereng, mulai muncul aliran sungai yang
bersumber dari sebuah mataair, dengan bentuk lembah vertikal, sangat curam, sempit, dan dalam, sehingga seringkali dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan pembentukan air terjun (waterfall) yang besar akibat pemotongan topografi atau proses pembekuan lava yang tiba-tiba dan membentuk topografi berupa dinding terjal (sudden stop of lava flow), seperti: Lembah Anai dan Sihanouk di Bukit Tinggi. Aliran air dan air terjun tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif pembangkit listrik (mikrohidrolika).
Pada gunungapi dengan ketinggian puncak (kerucut dan lereng) di bawah 1.500-2.000 meter, yang secara hidrogeomorfologi dapat berfungsi sebagai daerah pengisian air hujan (recharge area) atau tangkapan air hujan (cathment area), dan secara keruangan berfungsi sebagai kawasan lindung (protected area).
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya utama akibat ancaman
aliran lava, lahar, dan awan panas, yang langsung mengalir dari kepundan atau kawah utamanya.
Pada gunungapi yang masih aktif, belum terbentuk tanah karena material masih baru (fresh) dan belum menunjukkan tanda-tanda proses pembentukan tanah (pedogenesis).
Pada gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, akibat lereng yang sangat curam, material belum padu, dengan curah hujan tinggi, maka menyebabkan potensi bencana alam berupa longsor lahan.
Tidak ada pemanfaatan apapun yang bersifat budidaya, karena kendala ketinggian, kemiringan lereng, iklim, sumberdaya air dan lahan, serta sulitnya jaringan infrastruktur untuk dibangun.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 32 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi
Gambar A2.4a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi berupa bukit-bukit terisolasi hasil penerobosan magma (intrusif batuan gunungapi) yang ada di sepanjang daerah Sondi dan Saribudolok Kebupatan Simalungun hingga daerah Merek Kabupaten Karo di Provinsi Sumatera Utara. Pemanfaatan lahan yang ada di lereng dan kakinya pada umumnya sebagai lahan-lahan kebun campur tanaman produksi dan buah-buahan, serta perladangan tanaman semusim berupa sayur-sayuran dan palawija. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat
Relief bergunung, dengan lereng curam (>40%) bahkan banyak dijumpai bukit-bukit berlereng tegak (cliff), dan topografi pegunungan, dengan elevasi rerata >1000 meter dpal.
Tersusun atas batuan beku basalt dan andesit hasil aliran lava dengan struktur patahan.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa longsor lahan (landslide) dan jatuhan batuan (rock fall).
Gunungapi kuarter yang relatif masih aktif atau sedang istirahat (post volcano), yang ditandai dengan banyaknya sumber mataair panas dan pemunculan gas-gas belerang.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 33 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Tabel A2.1. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat
Karakteristik Lokasi - 1 Lokasi - 2 Lokasi - 3
Koordinat 47M X = 0648927; Y = 9946527
47M X = 0645228; Y = 9965363
47M X = 0638177; Y = 9966934
Lokasi Cagar Alam Lembah Anai Desa Sungai Landia Danau Kawah Maninjau
Morfologi Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 358 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.107 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.002 m dpal
Morfogenetik Batuan beku andesit, dengan struktur patahan
Batuan beku andesit, dengan struktur patahan
Batuan beku andesit, dengan struktur patahan
Morfoproses Longsor lahan dan jatuhan batuan
Pelapukan, longsor lahan dan jatuhan batuan
Pelapukan, longsor lahan dan jatuhan batuan
Sumberdaya Udara Tidak dilakukan pengukuran
Saat pengukuran udara cerah dan sejuk (siang hari), suhu 27.2°C, dan kecepatan angin 0.8 – 1.7 m/detik (sepoi)
Tidak dilakukan pengukuran
Sumberdaya Air
Air terjun struktur patahan, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 138 µmhos/cm, pH 8.1, suhu 23.3°C, dan TDS 86 ppm Sungai mengalir perenial dengan debit besar
Mataair topografik, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 392 µmhos/cm, pH 7.8, suhu 24.6°C, dan TDS 265 ppm, sebagai sumber air bersih
Air danau, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 79 µmhos/cm, pH 8.6, suhu 29.4°C, dan TDS 53 ppm, sebagai sumber air bersih dan air irigasi Sungai mengalir perenial dengan debit besar
Sumberdaya Lahan
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan konservasi
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan konservasi
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan wisata alam
Sumberdaya Mineral Tidak terindentifikasi Tidak terindentifikasi Tidak terindentifikasi
Sumberdaya Hayati
Flora: hutan Fauna: dilindungi
Flora: hutan Fauna: kera ekor panjang, elang, dll
Flora: hutan kayu manis dan pinus Fauna: kera ekor panjang, elang, dll
Karakteristik Lokasi - 4 Lokasi - 5 Lokasi – 6
Koordinat 47M X = 0687515; Y = 9885666
47M X = 0692341; Y = 9885951
47M X = 0687006; Y = 9898586
Lokasi Rawang Gadang, Danau Kembar, Solok (Gunungapi Talang)
Danau Bawah, Gunungapi Talang
Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok
Morfologi Lereng 25-40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.524 m dpal
Lereng >40% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 1.558 m dpal
Lereng >50% (curam – sangat curam), pegunungan; elevasi 888 m dpal
Morfogenetik Batuan beku andesit dan piroklastik, dengan struktur retakan
Batuan beku andesit, dengan struktur patahan Batuan beku andesit dan laharik
Morfoproses Longsor lahan dan jatuhan batuan
Pelapukan, longsor lahan dan jatuhan batuan
Longsor lahan dan jatuhan batuan
Sumberdaya Udara
Saat pengukuran udara cerah dan sejuk (siang hari), suhu 23.2°C, dan kecepatan angin 7.5 m/detik
Saat pengukuran udara mendung dengan suhu 25°C Tidak dilakukan pengukuran
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 34 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Lanjutan Tabel A2.1.
Karakteristik Lokasi - 4 Lokasi - 5 Lokasi – 6
Sumberdaya Air
Banyak rembesan (seepage) dan mataair (spring) berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL <500 µmhos/cm, pH 6, suhu 21°C
Mataair topografik, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 75 µmhos/cm, pH 6.9, suhu 23.1°C, dan TDS 49 ppm, sebagai sumber air bersih
Mataair panas, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau belereng (hidrotermal); DHL 658 µmhos/cm, pH 8.4, suhu 40°C, dan TDS 429 ppm, sebagai sumber air bersih Mataair panas tidak berbau belerang, berarti akuifer di atas magma dan mengalir karena struktur patahan sebagai mataair panas
Sumberdaya Lahan
Tanah cukup tebal berwarna abu-abu cerah, tekstur lempung berdebu, struktur gumpal lemah, drainase baik, daya dukung sedang (1.5 – 2 kg/cm2), pH 7, kandungan BO, Mn, dan karbonat rendah, termasuk jenis Andosol Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung (di atas) dan perkebunan teh pada lereng
Tanah cukup tebal berwarna abu-abu cerah, tekstur lempung berdebu, struktur gumpal lemah, drainase baik, daya dukung sedang (1.5 – 2 kg/cm2), pH 7, kandungan BO, Mn, dan karbonat rendah, termasuk jenis Andosol Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung (di atas) dan perkebunan tanaman sayuran pada lereng
Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung dan wisata alam
Sumberdaya Mineral
Andesit dan bijih besi, dengan penambangan lokal
Andesit dan pasir batu, penambangan rakyat Tidak terindentifikasi
Sumberdaya Hayati
Flora: hutan Fauna: dilindungi
Flora: hutan dan tanaman pertanian (kubis, tomat, kentang, ubi, bawang merah, markisa) Fauna: tidak teridentifikasi
Flora: hutan Fauna: tidak teridentifikasi
Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH RI (Maret, 2013)
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di Sumatera Barat
Sumberdaya udara
Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 20-25°C dengan angin sepoi-sepoi hingga agak kencang, yang mengindikasikan wilayah pegunungan vulkanik dengan elevasi tinggi.
Sumberdaya air Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang muncul pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih bagi penduduk.
Pada beberapa lokasi terdapat pemotongan topografi akibat patahan yang menyebabkan pembentukan air terjun, dan mengalir sebagai sungai dengan aliran sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 35 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sumberdaya Lahan Tanah penyusun cukup tebal dengan kandungan hara tinggi, bertekstur lempung geluh berdebu hingga berpasir, berupa tanah Andosol.
Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat hingga sangat rapat di bagian kerucut dan lereng, sedangkan pada bagian lereng bawah dan kaki banyak dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan teh dan sayuran.
Sumberdaya Hayati Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk hutan lindung dan tanaman pertanian semusim. Fauna dominan berupa kera, elang, dan lainnya.
Gambar A2.4b.
Kenampakan Lembah Anai (kanan atas) sebagai bagian dari Satuan Ekoregion Lereng Vulkanik,
dengan Fenomena Air Terjun (kiri dan kanan tengah), terbentuk akibat patahan yang memotong topografi
lereng pegunungan yang sangat terjal, sehingga sungai yang mengalir menjadi air terjun yang berada
di sisi Jalan Raya Padang – Bukit Tinggi. Tampak aliran sungai (kanan bawah) sebagai kelanjutan dari
air terjun, dan bertemu dengan sungai dari bagian hulu pegunungan yang lainnya.
(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 36 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A2.4c. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Vulkanik (atas) dengan kondisi hutan tropis yang cukup rapat dan lembah-lembah antar pegunungan vulkanik yang subur (kiri bawah) di daerah Sungai Landia. Tampak bekas aktivitas pembakaran hutan (kanan bawah) untuk pembukaan lahan-lahan pertanian oleh penduduk setempat. (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Gambar A2.4d. Kenampakan Danau Kawah Maninjau sebagai bagian dari Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi, denagn kekayaan Fauna Endemik Kera Ekor Panjang yang menghuni hutan-hutan di sekitarnya (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 37 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A2.4e. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Gunungapi Talang Desa Rawang Gadang, Danau Kembar dengan penggunaan lahan Perkebunan Teh pada Kaki Gunungapi
(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Gambar A2.4f. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Danau Bawah, Gunungapi Talang (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Gambar A2.4g. Pemunculan Mataair Panas di Desa Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok, yang merupakan bagian dari Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 38 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A.2.10. Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi berangsur-angsur dari atas ke bawah mengalami penurunan kemiringan
lereng dari curam ke miring dengan lereng 15 - 30%, beda tinggi rerata 75 - 500 meter.
Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat letusan.
Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite), berupa pasir, kerikil, kerakal, dan bebatuan dengan berbagai ukuran.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Kondisi suhu udara masih terasa dingin dan sejuk karena ketinggiannya, dan udara
relatif masih lembab dengan kandungan uap air yang cukup. Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang dapat berupa
agregat atau bongkahan (seperti blok lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar), sehingga berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan C, berupa pasir, kerikil, kerakal, dan batu, sebagai bahan baku bangunan, industri semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya.
Tanah mulai berkembang dengan solum ke arah bawah semakin tebal, berwarna gelap kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu berlempung (untuk gunungapi tua), berupa tanah-tanah Andosol yang subur.
Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi kaki gunungapi, banyak mucul mataair topografik sebagai bagian dari jalur kedua sabuk mataair (spring belt) dengan debit aliran yang besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi industri air minum dalam kemasan atau PDAM. Mataair ini juga mampu mensuplai aliran sungai secara kontinyu, sehingga umumnya sungai mengalir sepanjang tahun (perenial).
Pola aliran sungai mulai berkembang membentuk pola parallel untuk satu sisi lereng gunungapi atau pola radial sentrifugal untuk keseluruhan keliling tubuh gunungapi. Bentuk lembah sungai masih vertikal, curam, dan agak dalam, sehingga terkadang masih dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan terjunan-terjunan kecil (small waterfall).
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 39 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Lahan mulai dapat dimanfaatkan dan muncul bentuk-bentuk pemanfaatan lahan yang produktif, seperti: hutan produksi, perkebunan, dan pemanfaatan potensi alam untuk pengembangan wisata minat khusus alam pegunungan dengan pemandangan yang indah, udara sejuk, air berlimpah, dan tanah yang subur.
Karena ketinggian, kemiringan lereng, dan kedudukannya di bawah lereng gunungapi, maka bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pengaliran airtanah (flow groundwater) dan daerah resapan air hujan (infiltrasion and percolation area) yang berperan dalam pengisian airtanah ke dalam akuifer, sehingga secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan penyangga (buffer area) dengan pemanfaatan terbatas (hutan produksi terbatas atau perkebunan tanaman tahunan).
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya kedua akibat ancaman
aliran lava, lahar, dan awan panas, yang mengalir melalui lembah-lembah sungainya, serta hujan abu yang dapat tersebar secara meluas di sekitar kepundan gunungapi.
Pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan menjadi lahan-lahan permukiman mulai terjadi, baik pada bentanglahan kaki gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, maupun pada gunungapi gunungapi aktif.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi - 01 : Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
Koordinat : 47N 0501566; 0322220
Karakteristik : Lereng 8-15%, material endapan piroklastik.
Air minum berasal dari air PDAM (mataair), airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman ±50 sampai 120 meter, air permukaan berupa aliran sungai untuk irigasi dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 73,6 µmhos/cm (tawar), debit aliran sedang dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna agak keruh (keputihan).
Tanah Latosol dengan warna abu-abu gelap (10YR 4/1), solum tebal hingga sangat tebal (60 - >120 cm), tekstur lempung pasir berdebu, struktur gumpal membulat lemah, drainase baik, pH 7, daya dukung sedang - tinggi (pnetrometer 2-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedang.
Pemanfaatan lahan berupa lahan pertanian sawah irigasi dengan tanaman padi dan tanaman semusim lainnya.
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan,
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 40 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
Permasalahan : Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.
Gambar A2.5a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Desa Janggirleto, Kecamatan Panei, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan sawah irigasi tanaman padi dan tanaman semusim lainnya (palawija), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal dan ketersediaan sumber air irigasi dari aliran permukaan yang melimpah.
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Lokasi - 02 : Desa Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
Koordinat : 47N 0485448; 0327625
Karakteristik : Lereng 10%, material endapan piroklastik.
Air minum berasal dari air PDAM (mataair), airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman ±50 sampai 120 meter, air permukaan berupa aliran sungai untuk irigasi dengan debit aliran sedang dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna agak keruh.
Tanah Latosol dengan warna coklat gelap (10YR 4/3), solum tebal hingga sangat tebal (>100 cm), tekstur lempung berpasir, struktur
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 41 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
remah, drainase baik, pH 7, daya dukung tinggi (pnetrometer 3-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang.
Pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur dengan tanaman palawija, sayur-sayuran, kopi, dan coklat.
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan-perkotaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
Permasalahan : Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.
Gambar A2.5b. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian, kopi, dan kakao), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Lokasi - 03 : Desa Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
Koordinat : 47N 0459211; 0322619
Karakteristik : Lereng miring, material endapan piroklastik, elevasi 1.378 meter dpal.
Air minum berasal dari air PDAM (mataair) dengan nilai DHL 124,7 µmhos/cm, airtanah dalam dengan akuifer pada kedalaman >100 meter.
Tanah pada lapisan atas berupa Andosol berwarna hitam (2.5Y 2/0), dengan solum 20-40 cm, tekstur debu berpasir, struktur remah, pH 4, drainase baik, daya dukung rendah (pnetrometer 1-1.5 kg/m2), dan BO sedikit; sedangkan pada lapisan bawah berupa tanah Latosol warna coklat kekuningan (10YR 6/8), solum tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal membulat, drainase agak buruk, pH 5-7, daya dukung tinggi (pnetrometer 3-4.5 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 42 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur dengan tanaman palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan (kopi dan durian).
Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok pada daerah yang datar dan mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
Permasalahan : Konversi lahan menjadi lahan-lahan produktif kebun campur dan permukiman akibat perkembangan wilayah yang pesat.
Gambar A2.5c. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian dan kopi), dengan tanah Andosol berwarna hitam dan Latosol coklat tua yang subur memiliki solum tebal. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 43 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A.2.11. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi (V3)
Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Morfologi dataran dengan relief landai hingga bergelombang, kemiringan lereng 8 -
15%, beda tinggi rerata 25 - 75 meter. Terbentuk dari proses utama aliran lava dan lahar (vulkanism), dengan struktur
pengendapan secara periodik yang menunjukkan periodisasi pengendapan akibat letusan, dengan persebaran material dibantu oleh aliran sungai.
Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lahar dan material jatuhan (airborne deposite), berupa pasir, kerikil, dan kerakal.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini. Karena penurunan ketinggian, maka suhu udara mulai terasa hangat hingga panas,
bergantung musim, namun demikian udara relatif masih relatif bersih dan segar karena pengaruh kondisi bentanglahan yang alami.
Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahan-bahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, kerakal, dan bebatuan hasil proses endapan lahar, sehingga berpotensi sebagai bahan galian mineral golongan C, sebagai bahan baku bangunan, industri semen, pembangunan jalan, dan infrastruktur fisik lainnya.
Tanah sudah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir berdebu (untuk gunungapi aktif) atau pasir debu berlempung (untuk gunungapi tua), struktur remah hingga sedikti menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur.
Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi dataran kaki gunungapi, masih dijumpai pemunculan mataair topografik sebagai bagian dari jalur terakhir sabuk mataair (spring belt) dengan debit aliran yang relatif besar, yang berpotensi sebagai sumber air bersih bagi air minum penduduk atau PDAM.
Kondisi morfologi yang landai dengan material penyusun berupa bahan-bahan piroklastik, maka sangat berpotensi untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah dengan baik, sehingga pada bentanglahan ini mulai terbentuk akuifer yang produktif.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 44 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Pola aliran sungai semakin berkembang membentuk pola parallel - dendritik yang mengalir menuju dataran di bagian bawahnya. Bentuk lembah sungai masih cenderung melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir.
Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif berupa sawah dengan irigasi intensif dengan produktivitas tinggi, dan mulai berkembang permukiman penduduk.
Wilayah yang dapat dikatakan berada pada daerah rendah atau bawahan, kemiringan lereng yang landai, dan kedudukannya di bawah kaki gunungapi dengan pemanfaatan yang makin produktif, maka bentanglahan ini secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage
groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan dapat ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian dan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang mudah.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi, diuraikan berikut ini. Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya ketiga akibat ancaman
aliran lahar (banjir lahar) melalui lembah-lembah sungainya, dan hujan abu yang dapat tersebar secara meluas mengikuti arah dan kecepatan angin.
Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan menjadi lahan-lahan permukiman, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, bergantung tingkat perkembangan wilayahnya.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi di Sumatera Barat
Relief datar, dengan lereng datar hingga landai (0-15%), topografi dataran, dan elevasi ± >1000 meter dpal. Tersusun atas batuan sedimen aluvium sungai yang berasal dari hasil pelapukan bahan-bahan piroklastik dan batuan vulkanik pada perbukitan atau pegunungan di sekitarnya.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pengendapan aluvium oleh aliran sungai dan rombakan lereng secara gravitatif (koluvium).
Pada awalnya material berasal dari hasil erupsi gunungapi berupa bahan-bahan piroklastik atau akibat rombakan lereng (pelapukan) batuan penyusun perbukitan atau pegunungan di sekitarnya, yang kemudian terbawa oleh aliran sungai dan diendapkan pada lembah-lembah yang ada di bagian bawah.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 45 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki Gunungapi di Sumatera Barat
Sumberdaya Udara
Saat pengukuran udara cerah dan sejuk, dengan suhu 26,2°C, dan kecepatan angin 3.9 – 6.3 m/detik.
Sumberdaya Air Airtanah relatif dangkal (< 7 meter dpt), tetapi penduduk lebih banyak memanfaatkan mataair sebagai sumber air domestik (rumah tangga) yang berasal dari mataair topografik di perbukitan atau pegunungan sekitarnya. Air dari mataair vulkanik ini umumnya berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL rendah (< 1000 µmhos/cm), pH netral (6 - 7), suhu normal (25 - 30°C), dan TDS rendah (< 100 ppm), yang umumnya dialirkan secara gravitatif. Sungai-sungai relatif kecil mengalir secara perenial dengan debit kecil, air jernih, tawar, dan tidak berbau; DHL rendah (< 1000 µmhos/cm), pH netral (6 - 7), suhu normal (25 - 30°C), dan TDS rendah (< 100 ppm).
Sumberdaya Lahan Tanah relatif tebal, berwarna kecoklatan, tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat, drainase sedang hingga baik, daya dukung sedang hingga tinggi, pH netral, dan kandungan BO sedang hingga tinggi, berupa tanah Aluvial. Lahan berfungsi budidaya, berupa pertanian sawah irigasi dengan pola tanam 2 kali padi dan sekali palawija dalam setahun, dan permukiman yang mengelompok pada lembah.
Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral tidak teridentifikasi dengan pasti, tetapi umumnya berupa tanah urug.
Sumberdaya Hayati Flora umumnya berupa tanaman pertanian. Fauna endemik berupa babi hutan (celeng) dan ular sawah, selebihnya berupa fauna domestik.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 46 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A2.6. Kenampakan Satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi atau Lembah antar Pegunungan Vulkanik di daerah Sungai Landia, Sumatera Barat. Lahan yang subur dengan ketersediaan air yang melimpah, menyebabkan pertumbuhan permukiman cukup pesat dan lahan dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian berupa sawah-sawah irigasi sederhana hingga setengah teknis. Fenomena bentanglahan seperti ini banyak dijumpai antara perbukitan dan pegunungan gunungapi di Sumatera Barat. (Foto; Langgeng W.S., Maret, 2013)
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES TEKTONISME
A.2.12. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan (S1.P); dan
A.2.13. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan (S2.P)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 47 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang
relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya. Untuk S1P, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung,
lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter; sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter.
Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur patahan, dengan kenampakan bidang patahan (escarpment) yang tegas membentuk jalur blok perbukitan/pegunungan kompleks, akibat sifat material batuan penyusunnya yang kompak dan keras.
Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan beku hasil proses aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan lainnya; atau batuan sedimen yang telah mengalami metamorfosis, seperti: kalsit atau marmer, sekis, gneis, atau lainnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang
tinggi membentuk pegunungan atau perbukitan kompleks blok patahan, yang terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan rapat, sehingga udara akan terasa sejuk.
Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang keras dan kompak yang telah berumur sangat tua, bahkan akibat proses pengangkatan dan tekanan tektonik yang kuat menyebabkan proses metamorfosis, sehingga tekstur batuan semakin halus dan kompak dengan struktur yang terubah dan indah. Proses inilah yang menyebabkan pembentukan mineral-mineral batuan mulai yang bernilai ekonomi tinggi, seperti kuarsa, marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi untuk dipoles menjadi batu akik, batu permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel, dan sebagainya.
Potensi sumberdaya mineral lain bagi batuan yang belum mengalami metamorfosis adalah sebagai bahan bangunan, industri semen, industri pakan ternak, kosmetik, dan lainnya.
Sifat batuan penyusunnya yang kompak tidak memungkinkan untuk menyimpan air, akan tetapi keberadaan struktur retakan atau patahan dapat berfungsi sebagai pori-pori sekunder yang akan mengalirkan air hujan dan muncul di bagian tekuk
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 48 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
lerengnya sebagai mataair (spring) atau rembesan (sepage), yang cukup potensial sebagai sumber air bersih masyarakat sekitarnya.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.
Contoh satuan Ekoregion Bentanglahan ini di Pulau Sumatera, adalah: Jalur Perbukitan dan Pegunungan Blok Patahan sepanjang Patahan Semangko di sisi
barat Pulau Sumatera, mulai dari Lampung; Lubuk Linggau di Bengkulu; Sungai Penuh hingga Kerinci di Jambi; Sawah Lunto, Bukit Tinggi, hingga Lubuk Sikaping di Sumatera Barat; Padang Sidempuan, Taruntung, hingga Sidikalang di Sumatera Utara; dan berlanjut hingga Banda Aceh.
Di sepanjang jalur patahan tersebut, terkadang terdapat asosiasi antara batuan gunungapi tua sebagai dasar formasi dengan endaapan batugamping terumbu di bagian atas yang membentuk topografi karst, tetapi keterdapatannya secara lokal-lokal saja (yang tidak nampak jelas pada skala 1 : 250.000), seperti di sebelah selatan Lho-nga, Aceh.
Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada kedua satuan ekoregion bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: sifat batuan penyusunnya yang kompak dan sangat keras, tidak memungkinan
untuk dapat menyimpan air, sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;
sifat batuan yang kompak dengan resistensi tinggi, tidak memungkinkan pembentukan tanah dengan baik, sehingga tanah relatif tipis langsung kontak dengan batuan induk, yang disebut dengan tanah Litosol, miskin hara, dan banyak singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan kritis dan marginal;
genesis bentanglahan sebagai hasil proses pengangkatan tektonik yang membentuk bidang patahan pada topografi perbukitan dan pegunungan, sangat berpotensi sebagai media rambatan gelombang tektonik yang mampu menciptakan gempabumi tektonik (earthquake) yang dahsyah;
kondisi topografi yang demikian dengan struktur batuan penyusun yang banyak retakan dan patahan, ketika terjadi gempabumi yang kuat, sangat berpotensi terhadap kejadian gerak massa batuan berupa longsor batuan (rock slide) atau bahkan jatuhan batuan (rock fall) yang sangat berbahaya dan mengancam keselamatan penduduk di sekitarnya.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 49 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi - 01 : Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara (Celah topografi antara Danau Toba dan Pegunungan Struktural Patahan)
Koordinat : 47N 0443604; 0319351
Lokasi - 02 : Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara (Sungai Renun, sungai anteseden mengikuti struktur patahan pada Pegunungan Struktural Patahan)
Koordinat : 47N 0432308; 0301915
Karakteristik : Lereng 30 - 55%, material batuan beku blok lava yang mengalami pengangkatan dan terbentuk struktur patahan, intrusi diorit porfir, serta batuan metamorfik kalsit dan marmer muda.
Air minum berasal dari mataair dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 31,4 µmhos/cm (tawar), debit aliran sedang hingga besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna jernih, berasa tawar dan dingin. Mengalir Sungai Renun sebagai sungai patahan yang mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan debit aliran sangat besar, dengan pola alur lurus mengikuti struktur patahan. Terdapat Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk akibat patahan dengan debit aliran sangat besar, DHL 41,2 µmhos/cm dengan kondisi air keruh kecoklatan yang menunjukkan sedimen terlarut yang tinggi. Juga terdapat Danau Toba yang dapat dikatakan sebagai Danau Kaldera (Crater) dan sekaligus danau patahan.
Tanah Litosol dengan dengan solum tipis langsung kontak dengan batuan induk, dan Podsolik merah kekuningan dengan solum cukup tebal. Tutupan lahan berupa hutan tropis kerapatan tinggi sebagai kawasan hutan lindung.
Sumberdaya mineral potensial adalah penambangan batugamping dan marmer muda sebagai campuran makanan ternak dan bahan bangunan.
Pemanfaatan lahan lain sebagai kawasan wisata alam dengan perkembangan permukiman pedesaan berpola mengelompok di sekitar Danau Toba atau mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
Permasalahan : Erosi lahan berupa pelapukan batuan, erosi lembah (gully erosion), dan potensi runtuhan batuan (rock fall) pada dinding patahan (escarpment) yang terjal atau karena pemotongan topografi untuk pembuatan jalan, dan ancaman gempabumi tektonik.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 50 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A2.7a. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) di sekitar Danau Toba (gambar kanan atas) yang merupakan danau kaldera sekaligus danau patahan yang dikelilingi dinding kubah lava berpola relatif lurus akibat struktur patahan di Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun perbukitan dan pegunungan struktural patahan berupa blok-blok lava basaltis dengan struktur berlapis (gambar bawah), yang mengalami pengangkatan dan patah membentuk dinding tegak memanjang (escarpment) dengan lereng curam hingga sangat curam. (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 51 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A2.7b. Kenampakan Bidang Patahan (Escarpment) pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) dan aliran Sungai Renun (gambar kanan atas dan tengah) yang mengikuti pola struktur patahan di Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun berupa batuan beku terobosan diorit porfir (sebagai campuran makan ternak, gambar kiri bawah), batugamping, kalsit dan marmer muda sebagai hasil metamorfosis batugamping (sebagai bahan bangunan, gambar kanan bawah). (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 52 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Relief berbukit, dengan lereng miring - agak curam (16-40%) bahkan banyak dijumpai bukit-bukit berlereng tegak (cliff), dan topografi perbukitan, dengan elevasi ± 45 meter dpal hingga >805 meter dpal.
Tersusun atas batuan beku diabas, granit porfir, batuapung (pumice), breksi, dan andesit dengan matrik tufaan, tekstur kasar banyak lubang (porfiritis), dan banyak dijumpai struktur retakan (joint). Dikontrol oleh struktur patahan yang tegas, membentuk lereng tegak memanjang berupa cliff nyata.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pelapukan fisik (physical weathering) berupa pengelupasan dan pecahnya batuan (disintegration), erosional, longsor lahan (landslide), dan jatuhan batuan (rock fall).
Gunungapi kuarter yang mengalami pengangkatan kuat, sehingga terangkat dan patah-patah, sehingga aktivitasnya menurun dan terbentuk jajaran perbukitan vulkanik berstruktur patahan.
Gambar A2.7c.
Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk karena pemotongan topografi akibat
struktur patahan, dengan debit aliran yang sangat besar dan berpotensi untuk
pengembangan pariwisata alam (Foto: Langgeng W.S., November 2015)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 53 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Tabel A2.2. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Karakteristik Lokasi - 1 Lokasi – 2
Koordinat 47M – X = 0646444; Y = 9916969 47M – X = 0651333; Y = 9965862
Lokasi Pasar Usang, Batangarai, Padang Pariaman Perbukitan dan Lembah Sihanok, Bukittinggi
Morfologi Lereng 16 – 40% (miring – agak curam) dan >40% (curam); Berbukit; Elevasi 45 m dpal
Lereng 16 – 40% (miring – agak curam) dan >40% (curam); Berbukit; Elevasi 805 m dpal
Morfogenetik
Batuan beku: diabas, granit porfir, dan batuapung dengan matrik tufaan Struktur: patahan dengan banyak retakan (joint) Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan
Batuan beku: breksi dan andesit dengan matrik tufaan Struktur: patahan dengan banyak retakan (joint) Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan
Morfoproses Pelapukan batuan dan longsor lahan Pelapukan, erosi, dan longsor lahan
Sumberdaya Udara
Saat pengukuran cerah, suhu 30.9°C, angin 1.9-3.6 m/detik
Saat pengukuran cerah, suhu 30.9°C, angin 1.9-3.6 m/detik
Sumberdaya Air Mataair berada pada tekuk lereng perbukitan, sebagai sumber air bersih PDAM dan air minum penduduk
Sungai Sihanok, tawar, jernih, dan tidak berbau; perenial dengan debit sedang; DHL 245 µmhos/cm, pH 8.2, suhu 22.1°C, dan TDS 164 ppm; ancaman pencemaran limbah (sampah) rumah tangga
Sumberdaya Lahan
Tanah tipis, langsung kontak dengan batuan induk, dan miskin hara, berupa Litosol. Lahan berfungsi lindung, berupa hutan, produksi kayu hutan
Tanah tipis, langsung kontak dengan batuan induk, dan miskin hara, berupa Litosol. Lahan berfungsi lindung dengan hutan lindung dan pengembangan wisata alam
Sumberdaya Mineral
Breksi andesit, pasir batu, dan tanah urug Penambangan rakyat tradisional
Batuan andesit tufaan
Sumberdaya Hayati
Flora: hutan kayu Fauna: harimau, orang hutan, tapir, celeng, kijang/rusa, piton, dan ayam hutan
Flora:hutan konservasi Fauna: kera
Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH (Maret 2013)
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Sumberdaya udara
Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 30-32°C dengan angin sepoi-sepoi hingga agak kencang, yang mengindikasikan wilayah perbukitan asal proses kegunungapian dengan struktur patahan.
Sumberdaya air Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang berakibat pemunculan mataair dan rembesan pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih PDAM dan air minum penduduk.
Sungai mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik. Terdapat ancaman pencemaran limbah rumah tangga berupa sampah dan limbah cair.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 54 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sumberdaya Lahan Tanah penyusun sangat tipis dan relatif belum berkembang, bertekstur lempung berpasir, dengan kandungan hara rendah (miskin hara), berupa tanah Litosol.
Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat hingga sangat rapat.
Sumberdaya Hayati Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk hutan lindung. Fauna dominan berupa harimau, tapir, orang hutan, kera, babi hutan (celeng), kijang, ular piton, dan ayam hutan.
Gambar A2.7d. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan dengan jalur bidang patahan (escarpment) yang tegas yang berdampingan dengan Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) dengan batuan penyusun berupa batuan beku Diabast (kiri bawah) dan Batuapung (kanan bawah), yang dijumpai di daerah Batangarai, Padang Pariaman, Sumatera Barat.
(Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 55 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A2.7e. Kenampakan Lembah Sihanouk (gambar atas) di Kota Bukit Tinggi, yang merupakan sebuah lembah memanjang yang curam pada lereng gunung berapi (Baranco) dan berasosiasi dengan jalur patahan, sehingga membentuk lembah curam yang dibatasi oleh tebing tegak dan lurus di sisi kanan dan kirinya berbatuan andesit tufaan, sebagai jalan aliran lahar yang berkembang menjadi sungai perenial. Tampak struktur lapisan sedimen sungai berupa endapan laharik di bagian atas lapisan batuan dasar andesit tufaan (gambar kiri bawah), dan keterdapatan fauna endemik berupa kera ekor panjang (gambar kanan bawah) pada hutan di sekitarnya. (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Relief bergunung-gunung dengan lereng curam hingga sangat curam (>40%) bahkan banyak dijumpai lereng tegak (cliff) pada elevasi yang tinggi.
Tersusun atas batuan beku andesit dengan banyak struktur retakan (joint) dan batuan malihan berupa kalsit dan marmer. Dikontrol oleh struktur patahan yang tegas, membentuk lereng tegak memanjang, jalur patahan Semangko yang berpotensi gempa tektonik.
Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pelapukan fisik (physical weathering) berupa pengelupasan dan pecahnya batuan (disintegration), erosional, longsor lahan (landslide), dan jatuhan batuan (rock fall).
Tufaan
Laharik
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 56 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gunungapi kuarter yang mengalami pengangkatan kuat, sehingga terangkat dan patah-patah, sehingga aktivitasnya menurun dan terbentuk jajaran pegunungan struktural.
Tabel A2.3. Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Karakteristik Lokasi - 1 Lokasi - 2
Koordinat 47M – X = 0670709; Y = 9896230 47M – X = 0699332; Y = 9875897
Lokasi Taman Hutan Rakyat Hatta Danau Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok
Morfologi Lereng >40% (curam – sangat curam); Bergunung; Elevasi 856 m dpal Lereng >40% (curam – sangat curam); Bergunung
Morfogenetik
Batuan beku andesit dengan struktur retakan (joint) Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan
Batuan beku andesit dengan struktur retakan (joint); batuan malihan berupa kalsit dan marmer Genesis: volkanik kuarter yang terangkat dan mengalami patahan (struktur jalur patahan Semangko)
Morfoproses Longsor lahan dan jatuhan batuan Longsor lahan dan jatuhan batuan
Sumberdaya Udara
Saat pengukuran cerah (pagi hari), suhu 24.8°C, angin 0.5 – 3.2 m/detik Hujan deras
Sumberdaya Air
Pemunculan mataair dan rembesan melalui struktur retakan batuan dan pemotongan topografi, bersifat perenial, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL <500 µmhos/cm, pH 7.3, suhu 20°C, dan sebagai sumber air bersih penduduk
Pemunculan mataair dan rembesan melalui struktur retakan batuan dan patahan, bersifat perenial, berasa tawar, jernih, dan tidak berbau; DHL 260 µmhos/cm, pH 7.4, suhu 22.9°C, TDS 174 ppm, dan sebagai sumber air bersih penduduk Sungai mengalir perenial dengan debit fluktuatif dari kecil hingga besar, dengan sedimen terlarut sangat tinggi akibat aktivitas penambangan dan pengolahan lahan pada lereng-lereng pegunungan
Sumberdaya Lahan
Tanah merah kekuningan, cukup tebal (>60 cm), tekstur geluh berlempung, struktur gumpal membulat, daya dukung sedang, pH 5 - 7, dengan sedikit BO dan Mn, berupa tanah Podsolik merah kekuningan. Lahan berfungsi lindung, berupa hutan lindung, dengan tegakan rapat.
Tanah Podsolik merah kekuningan Lahan berfungsi lindung, tetapi banyak pemanfaatan untuk pertanian dan penambangan rakyat
Sumberdaya Mineral Tidak teridentifikasi Kalsit dan marmer, dengan penambangan rakyat
berupa batu pecah untuk perkerasan jalan
Sumberdaya Hayati
Flora: hutan kayu Fauna: harimau, orang hutan, celeng, dan kera ekor panjang
Flora:hutan konservasi Fauna: tidak teridentifikasi
Sumber: Hasil Validasi Lapangan KLH (Maret, 2013)
Karakteristik Sumberdaya Alam pada Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Sumatera Barat
Sumberdaya udara
Udara relatif sejuk dengan suhu berkisar 25-30°C dengan curah hujan tinggi.
Sumberdaya air Sumberdaya air potensial berupa pemunculan mataair dan rembesan, akibat struktur batuan yang retak-retak, keterdapatan patahan, serta pemotongan topografi, yang berakibat pemunculan mataair dan rembesan pada tekuk-tekuk lerengnya, dengan debit
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 57 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
aliran relatif sedang hingga besar, berasa tawar, jernih, dan berkualitas baik, sebagai sumber air bersih bagi penduduk sekitar.
Sungai mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan variasi debit aliran yang besar, berasa tawar, kekeruhan tinggi, dan berkualitas kurang baik. Terdapat ancaman pencemaran akibat sedimen yang sangat tinggi akibat pengolahan lahan pertanian atau perkebunan pada lereng-lereng pegunungan, dan penambangan rakyat (mineral kalsit, marmer, dan andesit).
Sumberdaya Lahan Tanah penyusun cukup tebal, tekstur geluh berlempung, struktur gumpal membulat, dengan kandungan hara rendah (miskin hara), berupa tanah Podsolik merah kekuningan.
Penggunaan lahan berupa hutan yang berfungsi lindung dengan tegakan pohon yang rapat hingga sangat rapat, dan lahan-lahan perkebunan pada lereng dan kaki pegunungan.
Sumberdaya Hayati Flora didominasi oleh pohon-pohon hutan hujan tropis yang cukup lebat membentuk hutan lindung, dan tanaman perkebunan. Fauna dominan berupa harimau, kera ekor panjang, dan babi hutan (celeng).
Gambar A2.7f. Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Taman Hutan Rakyat Hatta dengan lereng sangat curam dan hutan hujan tropis yang rapat (gambar atas), dengan tanah didominasi oleh Podsolik merah kekuningan (gambar kiri bawah), serta banyak pemunculan mataair dan rembesan akibat retakan, struktur patahan, dan pemotongan topografi pada tekuk-tekuk lereng (gambar kanan bawah) (Foto: Langgeng W.S., Maret 2013)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 58 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
A.2.14. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Pegunungan
Struktural Patahan (S3.P1); dan A.2.15. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural
Patahan (S3.P2)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara,
Gambar A2.7g.
Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Danau
Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok, dengan aktivitas penambangan rakyat
yang sangat intensif (gambar atas); kalsit dan marmer sebagai mineral tambang utama
(gambar tengah), serta kenampakan aliran sungai dengan debit besar saat penghujan dan
sedimen terlarut sangat tinggi akibat pengolahan lahan dan penambangan (kanan
bawah). (Foto: Langgeng W.S., Maret, 2013)
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 59 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, dan Lampung; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Pegunungan dan Perbukitan Struktural Patahan, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini mempunyai morfologi, genesis, struktur, dan material
penyusun yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada posisi atau kedudukannya, bahwa S3P1 adalah lembah yang terdapat di antara jalur pegunungan patahan, sedangkan S2P2 adalah lembah yang berada di antara jalur perbukitan patahan.
Morfologi atau topografi berupa lembah di antara jalur pegunungan atau perbukitan dengan relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai terban (graben), yang diapit oleh dua dinding blok patahan (horst) dengan topografi pegunungan atau perbukitan.
Pada dasarnya Potensi Sumberdaya Alam yang dimiliki pada bentanglahan ini mirip dengan bentanglahan pegunungan dan perbukitan struktural patahan di sekitarnya, yaitu: udara alam pegunungan atau perbukitan yang terasa sejuk hingga dingin; potensi sumberdaya mineral-mineral bernilai ekonomi tinggi, seperti: kuarsa,
marmer, granit, granodiorit, dan sebagainya, yang berpotensi untuk batu akik, batu permata, berlian, bahan-bahan ornamen rumah, hotel, dan sebagainya;
potensi sumberdaya mineral sebagai bahan bangunan, industri semen, industri pakan ternak, kosmetik, dan lainnya;
sungai yang berkembang berpola aliran rectangular, dengan sungai utama searah pola lembah patahan (terban) dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama mengikuti pola struktur patahan yang ada; dan
pemunculan mataair (spring) atau rembesan (sepage), yang cukup potensial sebagai sumber air bersih masyarakat sekitarnya.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini memiliki potensi untuk pengembangan kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan, yang terkait dengan fenomena alam geologis dan geografis.
Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini juga dipengaruhi oleh asal-usul pembentukan (genesis) perbukitan dan pegunungan di sekitarnya, yaitu: ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 60 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
tanah relatif tipis langsung kontak dengan batuan induk (tanah Litosol) yang miskin hara, dan banyak singkapan batuan (outcrop), sehingga berpotensi sebagai lahan kritis dan marginal;
berpotensi sebagai daerah terkena dampak gempabumi tektonik (earthquake) yang dahsyah;
berpotensi sebagai daerah terdampak longsor batuan (rock slide) dan jatuhan batuan (rock fall) pada saat terjadi gempabumi tektonik.
Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan
Lokasi : Wilayah Perkotaan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara (sebuah Graben)
Koordinat : 47N 0425783; 0302202
Karakteristik : Lereng 5-15%, material batuan beku diorit yang telah mengalami lapuk tingkat lanjut, elevasi 1.109 meter dpal.
Air minum berasal dari mataair dengan debit aliran sedang hingga besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial). Mengalir sungai yang mengalir sepanjang tahun (perenial) dengan debit aliran cukup besar, DHL 64.3 µmhos/cm dengan kondisi air jernih dan segar.
Tanah yang berkembang berupa Latosol coklat kekuningan dan Podsolik merah kekuningan, dengan solum cukup tebal (>60 cm), tekstur lempung debu berpasir, struktur gumpal membulat, daya dukung rendah (pnetrometer 1.5 kg/m2), pH 5.5 – 7, dan kandungan bahan organik sedikit. Pemanfaatan lahan berupa kebun campur dengan tanaman palawija dan buah-buahan, sawah, dan permukiman.
Permukiman pedesaan dan perkotaan berpola mengelompok di sekitar pada lembah atau mengikuti jalan, dengan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, penduduk atau etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.
Permasalahan : Daerah terdampak jika terjadi gempabumi tektonik.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 61 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambar A2.8. Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan, yang berupa sebuah Graben (gambar atas) di sekitar wilayah Perkotaan Sidikalang, Kecamatan Dairi, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Kenampakan tanah coklat kekuningan (Latosol) dan merah kekuningan (Podsolik) dengan solum cukup tebal (gambar bawah), yang banyak dimanfaatkan sebagai lahan sawah dan kebun campur untuk buah-buahan.
(Foto: Langgeng W.S., November 2015)
A.2.16. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Lipatan (S1.L); dan
A.2.17. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Lipatan (S2.L)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Lipatan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan; sedangkan untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Lipatan menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini juga mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun
yang relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 62 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Untuk S1L, morfologi atau topografi berupa pegunungan dengan relief bergunung, lereng sangat curam dengan kemiringan >45%, beda tinggi rerata >500 meter; sedangkan untuk S2P, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter.
Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang tegas membentuk jalur punggungan (antiklinal) yang berselang-seling dengan jalur lembah (sinklinal) memanjang sejajar punggung lipatan, akibat sifat material batuan penyusunnya yang relatif lunak dan lentur (plastis).
Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan sedimen berlapis yang lunak dan plastik, seperti: batulempung (claystone), batulempung gampingan, batupasir (sandstone), batupasir gampingan, batugamping (limestone), batugamping napalan, atau sejenisnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi pegunungan atau perbukitan yang
tinggi membentuk punggunan antiklinal, yang umunya terlindungi dengan vegetasi berupa tegakan hutan produksi, sehingga udara masih terasa sejuk.
Batuan penyusun berupa batuan-batuan yang lunak dan plastis yang relatif berumur tua, sejenis batulempung, batupasir, dan batugamping dengan percampurannya.
Ketiga jenis batuan utama penyusunnya menunjukkan hasil proses pengendapan pada lingkungan perairan, baik parairan darat (danau, telaga, atau rawa-rawa) maupun perairan laut dangkal (laguna atau zona laut dangkal / lithoral) pada masa lalu (purba), yang berasosiasi dengan tumbuhnya berbagai tumbuhan dan tinggalnya berbagai fauna maupun kehidupan manusia purba. Ketika terjadinya transisi zaman Tersier ke zaman Kuarter yang ditandai dengan zaman periglasial, yang mana bumi mengalami periode kering yang sangat panjang (jutaan tahun), maka kehidupan tumbuhan, hewan, dan manusia purba menjadi punah. Kemudian disusul dengan proses tektonik berupa pengangkatan daratan akibat penunjaman lempeng samudera di bawah lempeng benua, yang menyebabkan proses perlipatan pada daerah yang tersusun atas batuan yang bersifat lunak dan plastis. Kondisi inilah yang dimungkinkan menyebabkan terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses pengendapan material dan perlipatan.
Terjebaknya sisa-sisa kehidupan masa lalu pada proses perlipatan inilah yang menyebabkan pembentukan sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi, yang sangat potensial dijumpai pada jalur perlipatan, seperti yang terdapat di wilayah bagian timur Pulau Sumatera.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 63 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batuan lempung dan batugamping, relatif akan mengalami pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang sering disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan lindung dalam bentuk hutan lindung, cagar alam atau suaka margasatwa, dengan kemungkinan potensi pengembangan sebagai kawasan wisata minat khusus bagi pecinta alam dan pendidikan lingkungan.
Contoh Ekoregian Bentanglahan Pegunungan dan Perbukitan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera adalah: Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Lhokseumawe
hingga Langsa, yang mengapit lembah aliran Sungai Lesten di Provinsi Aceh. Jalur Perbukitan dan Pegunungan Lipatan (Antiklinal) mulai dari Padang Sidempuan
Sumatera Utara, melewati Bangkinang Riau, dan Muara Tembesi Jambi, hingga berlanjut sampai Palembang Sumatera Selatan.
Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: batuan lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air
dan tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;
batuan lempung gampingan relatif membentuk tanah yang miskin hara, sehingga termasuk tanah-tanah marginal yang kurang subur dengan produktivitas rendah;
tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; dan
tanah berlempung bersifat labil dan mudah bergerak perlahan, sehingga pada lereng yang curam berpotensi terhadap gerakan tanah (soil creep) dan nendatan (slump).
A.2.18. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan (S3.L2)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 64 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Morfologi atau topografi berupa lembah di antara jalur perbukitan lipatan dengan relief datar, kemiringan lereng <8%, dan berstruktur sebagai sinklinal, yang diapit oleh dua punggunan antiklinal dengan topografi berupa perbukitan.
Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengangkatan tektonik, yang membentuk struktur lipatan, dengan kenampakan bidang kelurusan (linement) yang tegas membentuk jalur lembah (sinklinal) di antara punggungan (antiklinal) yang mengapitnya, akibat sifat material batuan penyusunnya yang relatif lunak dan lentur (plastis).
Material atau batuan utama penyusunnya berupa batuan-batuan sedimen hasil pengendapan material akibat proses erosi di perbukitannya, dengan material utama penyusunnya bersifat lempungan (clay), lempung bergamping, atau sejenisnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan, seperti diuraikan berikut ini. Bentanglahan ini umumnya berupa topografi cekungan atau lembah sinklinal, yang
relatif terbuka, sehingga udara relatif terasa panas. Batuan penyusun berupa material lempung atau lempung gampingan, bersifat
lentur dan mempunyai daya jerab (jebakan) yang tinggi, dan mudah jenuh air. Sesuai dengan genesis dan karakteristiknya, maka dimungkinkan menyebabkan
terjebak sisa-sisa kehidupan masa lalu pada saat proses pengendapan material dan perlipatan, sehingga berpotensi terhadap sumberdaya alam berupa minyak dan gas bumi.
Sifat batuan penyusunnya yang dominan berupa batulempung dan batugamping, relatif akan mengalami pelapukan dan pedogenesis membentuk tanah yang juga mengandung mineral lempung sangat tinggi, yang disebut sebagai tanah Vertisol atau Grumusol.
Sungai yang berkembang berpola aliran treallis, dengan sungai utama searah pola lembah sinklinal dengan cabang-cabang sungai yang tegak lurus sungai utama dengan jalur pendek dan alur rapat menuruni lereng antiklinal di kanan dan kirinya.
Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat lebih difungsikan sebagai kawasan budidaya yang berpotensi sebagai kawasan pertambangan minyak dan gas bumi.
Contoh Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Lipatan di Pulau Smatera adalah: Lembah Sinklinal mulai dari Prabumulih ke arah utara di Sumatera Selatan. Lembah Sinklinal di bagian tengah Provinsi Riau yang melewati Kota Pekanbaru.
Permasalahan atau Kerawanan Lingkungan yang berpotensi terjadi pada bentanglahan ini mirip dengan jalur perbukitan dan pegunungan lipatannya, yang juga
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 65 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dikontrol oleh kondisi topografi, asal-usul pembentukan (genesis), dan material penyusunnya, yang antara lain: lempung relatif bersifat sebagai akuitard hingga akuiklud (mudah jenuh air dan
tidak mampu menyimpan air dengan baik), sehingga ketika musim kemarau berpotensi terhadap kekeringan dan kekurangan air bersih;
lempung bersifat mudah jenuh air, sehingga berpotensi terjadinya genangan dan banjir pada saat musim penghujan, apalagi dipicu oleh tingginya beban sedimen terlaut dalam aliran sungai yang menyebabkan proses pendangkalan alur sungai sangat cepat;
lempung bersifat mudah menjerab atau menjebak air dalam waktu lama, sehingga berpotensi terdapatnya jebakan-jebakan air laut purba yang menyebabkan airtanah berasa payau hingga asin karena proses pertukaran kation (connate water) atau akibat evaporasi air laut purba yang meninggalkan kristal garam dan mencampuri airtanah (evaporate water);
tanah lempungan relatif miskin hara, sehingga termasuk tanah-tanah marginal yang kurang subur dengan produktivitas rendah;
tanah berlempung mempunyai sifat kembang kerut yang tinggi, sehingga berpotensi terhadap rusaknya infrastruktur jalan aspal dan bangunan; dan
tanah berlempung bersifat labil, mudah bergerak perlahan, dan daya dukung rendah, sehingga pada lereng yang datar berpotensi terhadap proses amblesan tanah (soil creep) dan nendatan (slump).
EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES DENUDASIONAL
A.2.19. Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional (D2); dan A.2.20. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan
Denudasional (D3)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung; sedangkan untuk Ekoregion Bentanglahan Lerengkaki Perbukitan Denudasional menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Kedua bentanglahan ini mempunyai genesis, struktur, dan material penyusun yang
relatif sama, tetapi hanya berbeda pada morfologinya. Untuk D2, morfologi atau topografi berupa perbukitan dengan relief berbukit, lereng
curam dengan kemiringan 30-45%, beda tinggi rerata 75-500 meter; sedangkan
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 66 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
untuk D3, morfologi atau topografi berupa lereng perbukitan dengan relief miring, kemiringan 15-30%, beda tinggi rerata 25-75 meter.
Secara genesis, bentanglahan ini pada awalnya dapat terbentuk akibat aktivitas vulkanik tua berupa lairan lava yang membentuk jalur perbukitan, atau akibat pengangkatan tektonik yang membentuk jalur perbukitan struktural (umumnya struktur patahan) yang juga telah berumur tua. Namun pada perkembangan selanjutnya, proses pelapukan batuan sangat intensif dan akibat morfologinya yang curam, yang menyebabkan proses erosional akibat air hujan sangat intensif pula, dan juga lebih diperparah dengan proses gerakan massa tanah berupa longsor lahan (land slide) yang potensial. Efek dari proses tersebut, maka terbentuklah perbukitan denudasional dengan lereng yang tertoreh membentuk alur-alur atau lembah-lembah erosional yang sangat kompleks.
Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa batuan-batuan beku hasil proses aktivitas gunungapi tua, seperti: diabast, granit, andesit, gabro, dan lainnya; atau batuan sedimen yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah dengan iklim basah, curah
hujan bervariasi dari rendah hingga tinggi, dan mempunyai perbedaan tegas antara musim kemarau dan penghujan.
Material dominan adalah batuan-batuan beku gunungapi tua dan batuan sedimen yang telah mengalami pelapukan tingkat lanjut. Potensi sumberdaya mineral berupa bahan galian C, seperti: batu andesit, breksi, konglomerat, diabast, dan batugamping napalan.
Tanah yang berkembang cukup intensif dengan solum yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat, seperti: Kambisol dan Latosol, serta terkadang juga terbentuk tanah Podsolik berwarna cerah merah kekuningan yang umumnya berkembang pada batuan dasar gunungapi dengan kandungan besi yang tinggi. Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan menengah dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan produksi, yang tersebar pada lerengkaki perbukitan. Sementara pada perbukitannya, tanah relatif lebih tipis dan langsung kontak dengan batuan induk, serta miskin hara, yang disebut dengan tanah Litosol.
Akibat proses erosional dan longsor lahan yang intensif, maka pola aliran sungai seperti cabang-cabang pohon (dendritik), dengan alur rapat sejajar menuruni lereng, dan bertemu di lembah perbukitan menyatu menjadi sungai yang lebih besar. Namun demikian sifat aliran sungai relatif epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 67 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Airtanah relatif sulit didapatkan, kecuali pada lembah-lembah sempit yang ada, itupun dalam jumlah yang sangat terbatas. Umumnya airtanah dijumpai dalam bentuk rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair kontak dan terpotong lereng pada tekuk-tekuk lereng atau lerengkaki perbukitan (contact spring atau topographic spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil.
Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah hutan lindung, hutan produksi terbatas, dan kebun campur; sehingga secara keruangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan lindung dan konservasi tanah dan air.
Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Perbukitan dan Lerengkaki Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Proses utama berupa denudasional yang dicirikan oleh tingkat pelapukan batuan
yang telah lanjut, erosi lereng, dan gerakan massa batuan sangat potensial, yang seringkali terjadi saat musim penghujan.
Sementara pada musim kemarau, maka berpotensi terhadap ancaman kekeringan dan lahan kritis, dan kekurangan air bersih.
Proses ini menyebabkan morfologi perbukitan tidak teratur, banyak alur-alur dan parit-parit erosional (seperti dicakar-cakar), dan degradasi lahan semakin meningkat.
Tanah Kambisol dan Latosol merupakan dua jenis tanah yang telah berkembang, solum tebal, bertekstur lempung bergeluh, dan cukup subur, tetapi mudah mengalami longsor jika mengalami kejenuhan tinggi (saat penghujan) dan berada pada lereng yang miring.
Sementara tanah Litosol adalah tanah tipis dan miskin hara, sehingga umumnya hanya tumbuh semak belukar atau savana.
A.2.21. Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan Denudasional (D4)
Cakupan wilayah untuk satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Denudasional menempati area di sebagian wilayah Provinsi Kepulauan Riau dan Kepulauan Bangka Belitung.
Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 68 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Karakteristik bentanglahan ini mirip dengan perbukitannya, kecuali pada morfologi atau topografinya yang berupa lembah di antara jajaran perbukitan denudasional, dengan relief datar, lereng 3-8%, beda tinggi rerata <25 meter.
Proses pembentukan bentanglahan ini mengikuti dengan proses pembentukan perbukitannya. Namun pada perkembangan selanjutnya, proses yang dominan pada bentanglahan ini adalah deposisional material hasil pelapukan batuan, erosi, dan longsor lahan dari lerengkaki perbukitan di sekitarnya.
Material atau batuan utama penyusunnya umumnya berupa bahan-bahan koluvium yang tercampur aduk sebagai hasil proses deposisional material rombakan lerengkaki perbukitan di sekitarnya.
Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional, seperti diuraikan berikut ini. Satuan bentangkahan ini umumnya menempati daerah dengan iklim lebih sejuk dan
basah dibanding perbukitan di sekitarnya. Material dominan adalah bahan-bahan koluvium hasil proses pengendapan material
terdegradasi dari lerengkaki perbukitan di sekitarnya, yang berpotensi terhadap pembentukan tanah yang lebih intensif.
Tanah yang berkembang berupa tanah Aluvial akibat pengendapan sungai yang mengalir pada lembah tersebut, atau tanah Kambisol dan Latosol dengan solum yang cukup tebal, tekstur lempung berpasir, struktur gumpal lemah, dan drainase agak terhambat. Ketiga jenis tanah ini mempunyai kesuburan menengah hingga tinggi, dan berpotensi untuk pengembangan lahan perkebunan dan hutan produksi, atau bahkan sawah tadah hujan yang cukup produktif.
Sungai yang mengalir relatif bersifat epimeral atau perenial dengan fluktuasi debit aliran sangat tinggi antara musim penghujan dengan kemarau.
Airtanah dangkal dengan penyebaran terbatas. Pada tekuk-tekuk lereng perbukitan banyak dijumpai rembesan (seepage) di antara lapisan batuan yang telah lapuk di bagian atas dan lapisan batuan yang masih padu di bagian bawah, atau dalam bentuk mataair kontak dan terpotong lereng (contact spring atau topographic spring), dengan debit aliran yang umumnya kecil.
Penggunaan lahan alami yang terdapat pada satuan ini adalah permukiman, kebun campur, sawah, dan hutan produksi terbatas, sehingga secara keruangan berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya terbatas.
Potensi Ancaman Bahaya dan Kerawanan Lingkungan sangat dipengaruhi kondisi perbukitan di sekitarnya, yang antara lain: sebagai daerah terdampak longsor lahan dan gerakan massa batuan lainnya, yang
seringkali terjadi saat musim penghujan; daerah terdampak banjir dan genangan saat hujan maksimal; dan daerah terdampak kekeringan dan kekurangan air bersih.
Deskripsi Karakteristik Fisik Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
A - 69 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
SUMBER PENULISAN
Abdul-Gaffar-Karim, Amirudin, Mada-Sukmajati, dan Nur-Azizah, 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ad Hoc Committe in Geography, 1965. The Science of Geography. Academy of Science. Washington
Bemmelen, R.W. van, 1970. The Geology of Indonesia. General Geology of Indonesia and Adjacent Archipelagoes. Government Printing Office. The Haque
Bintarto, R. dan Hadisumarno, S., 1987. Metode Analisa Geografi. LP3ES – IKAPI. Jakarta
Cahya-Murni H.N., 1999. Prospek Profesi Geografi Menyongsong Otonomi Daerah dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah. Makalah Seminar: Dies Natalis Fakultas Geografi, UGM, Yogyakarta
De Rider, 1972. Hydrogeology of Different Types of Plain. ILRI. Wegeningen
Hugget, 1995. Geoecology. John Willey and Sons. New York
King, 1972. Beaches and Coasts. Edward Arnold Publising. London
Lobeck, A.K., 1939. Fundamental of Geomorphology. John Wiley and Sons. New York
Pethick J., 1989. Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold. London
Robert, 1982. Introduction of Structural Geology. John Wiley and Sons. New York
Slaymaker, O. dan Spencer, T., 1998. Physical Geography and Global Environmental Change. Addison Wesley Longman. Singapore
Strahler, N.A. dan Strahler, H.A., 1983 dan 1987. Modern Physical Geography. John Wiley and Sons. New York
Tjia, 2006. Late Quaternary Sea Level Changes in Tectonically Stable Sundaland. Seminar Dosen Tamu dari Malaysia, Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta
Thornbury, 1954. Principles of Geomorphology. John Wiley and Sons. London - New York
Verstappen, H. Th., 1983. Applied Geomorphology: Geomorphological Surveys for Environmental Development. Elsevier. Amsterdam - Oxford - New York
Verstappen, H. Th., 2000. The Geomorphology of Indonesia. ITC. The Netherland
Zuidam, R.A. van and Zuidam, F.I. van Cancelado, 1985. Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and Geomorphologic Mapping. ITC. Smits Publishers. The Hague
Zuidam, R.A., van and Zuidam-Cancelado, F.I., van, 1979. Terrain Analysis and Classification Approach. ITC-Text Book. VII-b. Amsterdam
Hasil Validasi Lapangan
Validasi Peta Ekoregion Pulau/Kepulauan Skala 1 : 500.000 di Sumatera Barat, Kementerian Lingkungan Hidup, Maret 2013
Validasi Peta Ekoregion Sumatera Skala 1 : 250.000 di Sumatera Utara, Kementerian Lingkungan Hidup, Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, November 2015
B - 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI (BIOTIK) EKOREGION PULAU SUMATERA
Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000
Karakteristik Ekoregion Sumatera ditinjau dari aspek sumberdaya hayati pada dasarnya berada dalam kawasan konservasi. Salah satu bentuk kawasan konservasi tersebut adalah Taman Nasional yang ada di Sumatera seperti sebagai berikut ini. (1) TN. Batang Gadis; Sumatera Utara (Mandailing Natal), Taman Nasional Batang Gadis
(TNBG) adalah sebuah taman nasional di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Potensi fauna yang ada di Taman Naional Batang Gadias antara lain harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Naemorhedus
sumatrensis), tapir (Tapirus indicus), kucing hutan (Catopuma temminckii), kancil (Tragulus javanicus), binturong (Arctitis binturong) beruang madu (Helarctos
malayanus), rusa (Cervus unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjac)dan landak
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 2 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(Hystix brachyura). Jumlah burung di kawasan TNBG yang dapat diternukan sampai saat ini adalah 242 jenis. Dari 242 jenis tersebut, 45 merupakan jenis burung yang dilindungi di Indonesia, 8 jenis secara global terancam punah, 11 jenis mendekati terancam punah, seperti jenis-jenis Sunda groundcuckoo, Salvadori pheasant, Sumatran cochoa.
(2) TN. Berbak; Jambi (Tanjung Jabung), Taman Nasional Berbak merupakan kawasan pelestarian alam untuk konservasi hutan rawa terluas di Asia Tenggara yang belum terjamah oleh eksploitasi manusia. Keunikannya berupa gabungan yang menarik antara hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar yang terbentang luas di pesisir Timur Sumatera.
(3) TN Bukit Barisan Selatan, Bengkulu, dan Lampung; (Bengkulu Selatan dan Lampung Utara), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki beberapa hutan dataran rendah di Sumatera yang terakhir kali dilindungi. Sangat kaya dalam hal keanekaragaman hayati dan merupakan tempat tinggal bagi tiga jenis mamalia besar yang paling terancam di dunia: gajah Sumatera, badak Sumatera, dan harimau Sumatera .
(4) TN. Bukit Dua Belas; Jambi, (Sarolangun Bangko, Batanghari, Bungo Tebo), Taman Nasional Bukit Duabelas ini merupakan taman nasional yang relatif kecil, meliputi wilayah seluas 605 km². Di kawasan hutan lindung ini berdiam Suku Anak Dalam atau Suku Kubu atau Orang Rimba. Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan perwakilan bagi hutan hujan tropis di provinsi Jambi.
(5) TN. Bukit Tiga Puluh; Riau dan Jambi; (Bungo Tebo, Indragiri Hulu, dan Indragiri Hilir), Taman Nasional ini terletak di provinsi Riau dan Jambi. Taman seluas 143.143 hektare ini terdiri dari hutan hujan tropis dan terkenal sebagai tempat terakhir spesies terancam seperti orangutan sumatera, harimau Sumatera, gajah sumatera, badak sumatera, tapir Asia, beruang madu dan berbagai spesies burung yang terancam. Taman Nasional Bukit Tiga Puluh juga merupakan tempat tinggal bagi Orang Rimba dan Talang .
(6) TN. Gunung Leuser; Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, (Aceh Tenggara, Aceh Selatan, Aceh Timur, Langkat), Taman nasional ini mengambil nama dari Gunung Leuser yang menjulang tinggi dengan ketinggian 3404 meter di atas permukaan laut di Aceh. Taman nasional ini meliputi ekosistem asli dari pantai sampai pegunungan tinggi yang diliputi oleh hutan lebat khas hujan tropis, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,pariwisata, dan rekreasi..
(7) TN. Kerinci Seblat; Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Bengkulu, (Bengkulu Utara, Rejang Lebong, Kerinci, Muara Bungo, Sarolangun Bangko, Pesisir Selatan, Musi Rawas), Taman nasional ini juga memiliki beragam flora dan fauna.
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Sekitar 4.000 spesies tumbuhan tumbuh di wilayah taman nasional termasuk bunga terbesar di dunia Rafflesia arnoldi, dan bunga tertinggi di dunia, Titan Arum. Fauna di wilayah taman nasional terdiri antara lain Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Gajah Sumatera, Macan Dahan, Tapir Melayu, Beruang Madu, dan sekitar 370 spesies burung..
(8) TN. Sembilang; Sumatera Selatan, (Musi Banyuasin), Taman Nasional Sembilang adalah taman nasional yang terletak di pesisir provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Taman nasional ini memiliki luas sebesar 2.051 km². Taman Nasional Sembilang merupakan habitat bagi harimau Sumatra, gajah Asia, tapir Asia, siamang, kucing emas, rusa Sambar, buaya muara, ikan Sembilang, penyu air tawar raksasa, lumba-lumba air tawar dan berbagai spesies burung.
(9) TN. Siberut; Sumatera Barat, (Padang Pariaman), Di Pulau Siberut tercatat antara lain 896 spesies tumbuhan berkayu, 31 spesies mamalia, dan 134 spesies burung. Terdapat empat spesies endemik primata yang terancam punah. Keempat spesies endemik tersebut adalah siamang Mentawai (bilou, Hylobates klossii), lutung (joja, Presbytis potenziani), monyet Mentawai (simakobu, Simias concolor), dan beruk (bokoi, Macaca pagensis).
(10) TN. Tesso Nilo; Riau, (Pelawan, Indragiri Hulu), Terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia di setiap hektare Taman Nasional Tesso Nilo. Tesso Nillo juga adalah salah satu sisa hutan dataran rendah yang menjadi tempat tinggal 60-80 ekor gajah dan merupakan kawasan konservasi gajah..
(11) TN. Way Kambas; Lampung, (Lampung Tengah), Taman Nasional Way Kambas adalah taman nasional perlindungan gajah yang terletak di daerah Lampung tepatnya di kecamatan labuhan ratu lampung timur, Indonesia. Selain di Way Kambas, sekolah gajah (Pusat Latihan Gajah) juga bisa ditemui di Minas, Riau. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang hidup di kawasan ini semakin berkurang jumlahnya.
Untuk potensi sumberdaya hayati dilihat dari aspek ekoregion dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini.
B.1. Ekoregion Bentangalam asal proses Marin
Keanekaragaman flora fauna pada bentangalam Marin dipengaruhi oleh dinamika
laut di pantai dan pesisir. Bentangalam Marin terbagi atas 2 (dua) satuan ekoregion yaitu M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur dan M2 Dataran Pesisir dengan Pantai
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 4 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Berpasir. Untuk ekorwgion M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur berada di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Sementara untuk ekoregion M2 Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir diketemukan di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.
Katang-katang (Ipome pescapre)
http://ilonghe-jupriadi.blogspot.co.id/2011/02/jenis-jenis-vegetasi.html
Ketapang (Terminalia catapa)
Kedua ekoregion pada bentangalam Marin ini memiliki kondisi flora dan fauna yang relatif sama. Ekoregion ini mempunyai karakteristik minim hara, tanahnya berpori-pori besar dengan permeabilitas tanah sangat baik, memiliki air tanah dangkal, selain itu letaknya yang berdekatan dengan laut menyebabkan udaranya cukup lembab dan berkadar garam tinggi. Tumbuhan berbiji yang hidup di daerah ini beradaptasi pada habitat tanah berpasir, dengan porositas tinggi, berada pada ketinggian 1 - 10 m.dpl, dan dengan curah hujan yang rendah. Terdapat di tepi pantai berpasir atau berkarang yang membentang tidak terlalu jauh dari pantai ke arah darat, vegetasi ini ada dua macam, yang berbentuk terna (formasi pes-caprea) dan yang berbentuk perdu dan pohon (formasi Barringtonia). Komposisi jenis tumbuhan pada komunitas ini sangat beragam seperti ketapang (Terminalia catapa), sawo kecik (Manilkara kauki), waru laut (Hisbiscus
sp.), keben (Baringtonia asiatica) dan nyamplung (Calophyllum inophyllum). Vegetasi di perairan dangkal dekat pantai didominasi oleh lamun (rumput laut) Cymodocea rotundata,
C. serrulata, Halophila ovalis, dan Thalasia hemprichii. Komunitas ganggang laut yang terdapat di perairan dangkal terdiri antara lain atas jenis-jenis marga Gracillaria,
Halimeda, Padina dan Sargassum. Fauna yang ada adalah family Crustacea, ikan, penyu, beragam burung laut (seperti camar).
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 5 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B.2. Ekoregion Bentangalam asal proses Organik
Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses organik
yaitu aktivitas organisme. Menurut satuan ekoregion bentang alam organik ini terdiri dari 2 (dua) ekoregion yaitu O1 Dataran Gambut dan O2 Pulau Terumbu Karang. Ekoregion O1 Dataran Gambut berada di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Ekoregion O2 Pulau Terumbu Karang : Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.
Untuk keanekaragaman hayati di O1 Dataran Gambut sangat ditemtukan oleh ekosistem gambut. Dalam kawasan gambut yang sangat luas, permukaan endapan gambut dapat berbentuk cembung dan merupakan bagian pusat yang tidak pernah terkena banjir. Tebal endapan gambut bervariasi dari 0,5 m hingga 20 m, terdiri atas serasah padat dan berserat, sangat masam (pH < 4) di atas lapisan yang setengah cair dan berisi potongan-potongan kayu. Gambut sangat miskin hara mineral, yang datang hanya dari air hujan. Air yang mengalir dari kawasan gambut berwarna seperti air teh sampai hitam dan sangat masam. Lahan gambut tidak hanya terdapat di pamah, tetapi juga di pegunungan (Steenis dalam Kartawinata, 2013). Di ekoregion ini , ekosistem penyusun hutannya berupa hutan rawa gambut dataran rendah (Lowland peat swamp forest). Whitmore dalam Kartawinata (2013) menyatakan bahwa pembentukan gambut pamah terjadi pada awal masa es sekitar 11.000 tahun yang lalu.
Hutan gambut yang terdapat di Sumatra, yang membentang sepanjang pantai timur. Jenis dipterokarpa ini dilaporkan memegang peran sangat penting dalam hutan gambut dan tidak ada jenis lain yang dapat menandinginya (Whitmore dalam Kartawinata, 2013). Sebagian besar hutan gambut memperlihatkan zonasi hutan melingkar, yang menunjukkan adanya gradasi penurunan perawakan hutan, kerapatan kanopi dan kerapatan pohon dari zona luar ke arah zona terdalam, yang terdiri atas pohon-pohon kerdil seperti pohon-pohon xeromorf. Di Sumatra jenis-jenis pohon yang umum terdapat adalah Alstonia scholaris, Combretocarpus rotundatus, Dactylocladus stenostachys, Ganua
pierrei, Gonystylus bancanus, Palaquium cochlearifolium, Tetramersitaglabra, Tristania
maingayi dan T. obovata, (Anderson 1976). Jenis-jenis dipterokarpa yang khas di hutan rawa gambut adalah Anisoptera marginata, Dipterocarpus coriacea, Dryobalanops rappa,
Shorea balangeran, S. foraminifera, S. inaequalateralis, S. macrantha, S. pachyphilla, S.
platycarpa, S. teysmanniana, dan S.uliginosa, (Ashton1982). Untuk jenis tumbuhan hampir punah dan dilindungi seperti Ramin (Gonystylus bancanus), Mengris/Kempas (Kompassia
malaccensis), Dara-dara (Knema spp.), Suntai (palaquium leiocarpum) serta Balam (Palaquium burckii).
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 6 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Gambut Sumatera
http://ampuh.org/2013/07/jaringan-masyarakat-gambut-sumatera-dideklarasikan/
Bangau Storm (Ciconia stormi) http://xcult-xcult.blogspot.co.id/2012/01/bangau-storm.html
Untuk fauna rawa gambut memiliki keanekaragaman hayati yang sangat penting, diantaranya Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang tercatat sebagai jenis yang sangat kritis terancam punah menurut katerogri IUCN (Critically Endangered), Tapir Asia (Tapirus in dicus, vulnerable), Beruang Madu (Helarctos malayanus, vulnerable), Mentok Rimba (Cairina scutulata, Endangered), Bangau Storm (Ciconia stormi, Endangered).
Untuk keanekaragaman hayati di O2 Pulau Terumbu Karang yang pada dasarnya merupakan batuan gamping, tipe hutannya merupakan varian dari hutan dipterokarpa lahan dataran rendah dengan habitat khusus tanah batu gamping, atau dapat juga merupakan varian dari hutan non-dipterokarpa (Whitmore 1986). Karena habitatnya yang khusus, floranya pun sangat khusus. Dalam hutan ini banyak terdapat spesies endemik dan spesies langka. Komposisi flora hutan batu gampingnya di Pulau Sumatera belum banyak diketahu, namun vegetasi didominasi oleh pandan dan ganggang Eucheuma,
Gelidium dan Sargassum. Secara umum flora yang mendominasi merupakan flora batuan karang mulai dari pandan, berbagai jenis alga alga hijau, coklat, dan merah. Untuk fauna terdapat beragam ikan, lobster, kepitingnya, udang-udangan, kerang, oyster.
B.3. Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial
Keanekaragaman bentangalam ini relatif subur karena ekosistem ini merupakan
ekosistem dataran rendah dan berasal dari proses aliran dan endapan. Bentang Alam Fluvial ini terbagi atas 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu F1 Dataran Fluvio-vulkanik, F2 Dataran Aluvial, F3 Dataran Fluvio-marin. Untuk keanakeragaman hayati pada Ekoregion
Dataran Fluvio-vulkanik dan Dataran Aluvial relative sama karena sangat dipengaruhi
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 7 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
oleh air tawar. Sedangkan keanakeragaman hayati ekoregion F3 Dataran Fluvio-marin berbeda karena dipengaruhi oleh air asin. Untuk flora ekoregion F1 Dataran Fluvio-vulkanik dan F2 Dataran Aluvial merupakan ekosistem rawa gambut yang didominasi jenis-jenis species Rubiaceae, Euphorbiaceae, Pandanus,Eugenia dan Gramineae.
Ekosistem gambut adalah ekosistem lahan basah yang unik dan memiliki potensi besar untuk mendukung kehidupan manusia. Gambut terbentuk dari penimbunan/akumulasi bahan organik di lantai hutan dalam kurun waktu yang sangat lama yaitu antara 3.000-10.0000 tahun (tiga ribu sampai dengan sepuluh ribu). Secara alami, lahan gambut umumnya selalu jenuh air dan tergenang sepanjang tahun. Menurut Driessen (1978), gambut adalah tanah yang memiliki kandungan bahan organic (berat kering) lebih dari 65% (enam puluh lima per seratus) dan ketebalan gambut lebih dari 0,5 m (nol koma lima meter).
Gambut Sumatera http://indobackpaker.blogspot.co.id/2012/05/taman-
nasional-berbak.html
Beruang Madu Sumatera http://daerah.sindonews.com/read/841767/24/gerombolan-
beruang-madu-teror-warga-solok-1394095972
Di daerah tropis, gambut umumnya terbentuk dari batang, cabang, dan akar tumbuh yang memiliki kadar ligin yang tinggi, dibandingkan dengan gambut daerah empat musim yang tersusun dari bahan yang lebih halus. Ekosistem lahan gambut menyediakan habitat penting yang unik bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan, beberapa diantaranya hanya terbatas pada ekosistem gambut. Bahkan di Taman Nasional Berbak Jambi tercatat sekitar 250 (dua ratus lima puluh) jenis burung termasuk 22 (dua puluh dua) jenis burung bermigrasi. Sungai berair hitam juga memiliki tingkat endemisme ikan yang sangat tinggi. Di samping itu, lahan gambut juga merupakan habitat ikan air tawar yang merupakan komoditas dengan nilai ekonomi tinggi dan penting untuk dikembangkan, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan ornamental. Beberapa jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi, termasuk gabus (chana striata), toman (channa micropeltes), jelawat, dan tapah (wallago leeri). Sementara itu, beberapa jenis satwa telah termasuk dalam kategori langka dan terancam punah serta memiliki nilai ekologis yang luar biasa dan tidak
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 8 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
tergantikan, sehingga sangat sulit untuk dikuantifikasi secara finansial. Beberapa jenis tersebut diantaranya adalah harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus). Seluruh jenis tersebut dilindungi berdasarkan peraturan perlindungan di Indonesia serta masuk dalam appendix I CITES dan IUCN Red List dalam katagori endanger species.
Tidak kurang dari 300 (tiga ratus) jenis tumbuhan telah tercatat di hutan rawa gambut Sumatera. Hanya di Taman Nasional Berbak Jambi, misalnya kawasan ini merupakan pelabuhan bagi keanekaragaman genetis dan ekologis dataran rendah pesisir di Sumatera. Sejauh ini telah tercatat tidak kurang dari 260 (dua ratus enam puluh) jenis tumbuhan (termasuk 150 jenis pohon dan 23 jenis palem), sejauh ini merupakan jumlah jenis terbanyak yang pernah diketahui.
Sementara flora pada Ekoregion Dataran Fluvio-marin mempunyai kekayaan jenis tumbuhan hutan mangrove rendah. Jumlah jenis seluruhnya hanya sekitar 60, termasuk 38 jenis yang berupa pohon mangrove sejati. Jenis-jenis utama termasuk Avicennia alba, A.
officinalis, Bruguiera gym norrhiza, B. eriopetala, Ceriops decandra, C. tagal, Lumnitzera
littorea, L. racemosa, Nypa fruticans, Rhizophora apiculata, R. mucronata, R. stylosa,
Sonneratia alba, S. caseolaris, S. ovata, Xylocarpus granatum dan X. moluccensis. Komposisi jenis dan struktur hutan mangrove bervariasi sesuai dengan kondisi habitatnya. Komposisi dan struktur komunitas berkisar dari yang kerdil, jarang dan hanya terdiri atas satu jenis (seperti Rhizophora stylosa) yang tumbuh pada terumbu karang, hingga hutan campuran yang tinggi, rapat, dan tumbuh pada habitat lumpur dengan aliran air yang lamban sepanjang sungai-sungai besar dan muara-muara sungai. Pasokan airtawar yang memengaruhi salinitas, sifat-sifat substrat dan pola pasang surut merupakan faktor yang mengakibatkan pembentukan berbagai zonasi vegetasi. Zonasi yang sederhana hingga yang kompleks dapat dijumpai di berbagai komunitas mangrove. Pola pasang surut berkaitan dengan frekuensi perendaman (inundation). Sepanjang aliran sungai dari hulu hingga muara, pada tanah yang padat yang dipengaruhi air pasang, hutan mangrove dapat didominasi oleh palem Nypa fruticans.
Berdasarkan habitatnya, fauna di mangrove terdiri atas dua tipe yaitu : infauna yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang, dan epifauna yang menempati substrat baik yang keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun yang lunak (lumpur). Berikut ini jenis-jenis satwa yang sering dijumpai di hutan mangrove di Sumatera.
(a) Ikan Ikan menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Ikan-ikan kecil memilih berkembang biak di habitat mangrove untuk menghindari predator. Mangrove menyediakan makanan bagi ikan dalam
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 9 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
bentuk material organik yang berupa guguran vegetasi tanaman, berbagai jenis serangga, kepiting, udang-udangan dan hewan invertebrata.
(b) Kepiting Kepiting merupakan hewan yang paling umum dan mudah ditemukan di areal mangrove. Menurut sejumlah penelitian rata-rata ada 10-70 ekor kepiting di setiap meter persegi hutan mangrove.
Hutan Mangrove
http://www.peristiwaindonesia.com/cukong-pejabat-gunduli-hutan-untuk-kebun-sawit/
Kepiting Bakau http://www.antarasumsel.com/berita/264187/kepiting-bakau-dikembangkan-untuk-kesejahteraan-warga
(c) Moluska Moluska banyak di temukan di hutan mangrove Indonesia. Hewan ini hidup di dalam tanah, permukaan tanah, atau menempel di batang-batang pohon.
(d) Udang-udangan Mangrove juga menjadi habitat udang-udangan (Crustacea) yang memiliki nilai komersial tinggi.
(e) Serangga Serangga yang hidup di hutan mangrove kebanyakan berasal dari ordo Hymenoptera, Diptera danPsocoptera. Serangga memiliki peran penting dalam jaring makanan di hutan mangrove. Beberapa diantaranya menjadi pakan bagi burung air, ikan, dan reptil.
(f) Reptil Reptil yang ditemukan di hutan mangrove biasanya dapat ditemukan juga di lingkungan air tawar atau di daratan. Beberapa diantaranya adalah buaya muara, biawak, ular air, ular mangrove (Boiga dendrophila), dan ular tambak.
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 10 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(g) Amphibia Hewan jenis amphibi jarang ditemukan di areal mangrove. Sejauh ini hanya ada dua jenis amphibi yang sanggup hidup di lingkungan bersalinitas tinggi seperti mangrove, yakni Rana cancrivora dan Rana limnocharis.
(h) Burung Hutan mangrove adalah surga bagi burung air dan burung migrasi lainnya. Setidaknya ada 200 spesies burung yang bergantung pada ekosistem mangrove, atau sekitar 13% dari seluruh burung yang ada di Indonesia. Beberapa di antaranya termasuk burung-burung bangau yang terancam punah, seperti bangau wilwo (Mycteria cinerea), bubut hitam (Centropus nigrorufus), dan bangau tongtong (Leptoptilos javanicus).
(i) Mamalia Mamalia menjadikan habitat mangrove sebagai tempat mencari makan. Beberapa diantaranya adalah babi liar, kelalawar, kancil, berang-berang, dan kucing bakau. Sedangkan untuk mamalia air ada lumba-lumba yang hidup disekitar muara. Bahkan harimau sumatera juga ditemukan berkeliaran di hutan mangrove wilayah Sungai Sembilang, Sumatera Selatan. Primata merupakan salah satu jenis mamalia yang sering mencari makan di hutan mangrove. Diantaranya ada lutung, monyet ekor panjang, dan bekantan. Namun mamalia tersebut tidak ada yang eksklusif hidup di hutan mangrove.
B.4. Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik
Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses
Antropogenik yaitu aktivitas manusia. Bentang alam Antropogenik terpusat di Dataran Perkotaan Kota-kota Provinsi dan Kabupaten di seluruh Ekoregion Sumatera. Akitivitas manusia terutama didorong oleh perkembangan urbanisasi di Sumatera yang dapat diamati dari 3 (tiga) aspek: pertama, jumlah penduduk yang tinggal di kawasan perkotaan; kedua, sebaran penduduk yang tidak merata (penduduk terpusat di kota-kota); serta, ketiga, laju urbanisasi yang tinggi, dimana kota-kota besar di Sumatera, seperti: Medan, Pekanbaru, Palembang, Padang, Banda Aceh dll.
Secara umum ruang terbuka publik di Pulau Sumatera terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau, ruang terbuka hijau (RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi guna mendukung fungsi ekologis, sosial budaya dan arsitektural yang dapat memberi manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 11 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan perencanaan tata ruang wilayah kota harus memuat rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH yang luas minimalnya sebesar 30% dari luas wilayah kota. RTH di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat dimana proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% terdiri dari RTH privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal (Permen PU No. 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan).
Beberapa data menunjukkan bahwa prosentase RTH perkotaan di Sumatera masih kurang. Kota Palembang menunjukkan dari sekitar 400 kilometer persegi luas kota, hanya sekitar 0,28 kilometer persegi atau 0,07 persen yang merupakan area ruang terbuka hijau (RTH). Sementara data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan menunjukkan, RTH Kota Palembang mencapai 12 kilometer persegi atau sekitar 3 % (tiga persen) dari total luas kota. Sementara di Kota Bukittinggi, baru sebesar 7,7% dari luas wilayah. Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan. Pembagian jenis-jenis RTH publik dan RTH privat adalah sebagaimana tabel berikut.
Tabel B.1. Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera
No Jenis RTH Publik RTH Privat
1. RTH Pekarangan a. Pekarangan rumah tinggal V b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha V c. Taman atap bangunan V
2. RTH Taman dan Hutan Kota a. Taman RT V V b. Taman RW V V c. Taman kelurahan V V d. Taman kecamatan V V e. Taman kota V f. Hutan kota V g. Sabuk hijau (green belt) V
3. RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau jalan dan median jalan V V b. Jalur pejalan kaki V V c. Ruang dibawah jalan layang V
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 12 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
No Jenis RTH Publik RTH Privat
4. RTH Fungsi Tertentu a. RTH sempadan rel kereta api V b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi V c. RTH sempadan sungai V d. RTH sempadan pantai V e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air V f. Pemakaman V
Catatan: Taman lingkungan yang merupakan RTH privat adalah taman lingkungan yang dimiliki oleh orang perseorangan/masyarakat/swasta yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas.
B.5. Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik
Di Pulau Sumatera, Bentangalam Vulkanik menurut satuan ekoregion terdiri atas V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi, V2 Kaki Gunungapi, V3 Dataran Kaki Gunungapi. Ketiga Ekoregion tersebut meliputi kawasan Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Ekoregion Bentangalam Vulkanik ini terutama terdapat di sepanjang dan sekitar ekosistem bukit barisan dibagian sisi selatan Sumatera dan Aceh.
Di Aceh, satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi terutama di gunung Seulawah Agam, gunung ureung, dan Burni Telong di Takengon. Berdasar ketinggiannya, satuan ekoregion V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi mencakup Pegunungan/Pegunungan Utara bagian atas 1300-2500m, Pegunungan/Pegunungan Tengah bagian atas 1300-2500m, Pegunungan/Pegunungan Selatan bagian atas 1300-2500m dan Tropalpine >2500m. Potensi ekosistem hayati di didominasi oleh jenis lumut, eldelweis, paku-pakuan dan tumbuhan bawah lainnya seperti Ophiorrhiza sp., Elatostema sp., dan Syzygium sp.
Untuk ekosistem hitannya merupakan bentuk hutan pegunungan atas yang struktur, fisiognomi dan flora hutan pegunungan atas bervariasi. Perubahan tajam yang terjadi dalam jarak dekat, adalah dari hutan yang didominasi pohon mesofil (berdaun ukuran sedang) dengan permukaan kanopi yang tidak rata, ke hutan yang didominasi oleh pohon mikrofil (berdaun ukuran kecil) dengan permukaan kanopi rata dan pohon-pohon yang ramping berbatang bengkok dan tajuk pohon yang rapat. Flora hutan pegunungan atas lebih miskin daripada di hutan pegunungan bawah. Marga-marga yang umum antara lain adalah Dacrycarpus, Daphniphyllum, Drimys, Elaeocarpus, Eurya, Myrsine Papuacedrus,
Pittosporum, Podocarpus, Quintinia, Saurauia, dan Symplocos. Tidak ada jenis dominan tunggal.
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 13 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Eldelweis Gunung Marapi, Sumbar
Sumber: https://langiteduh.wordpress.com/2015/07/07/gunung-marapi-pesona-cadas-dan-taman-edelweis/
Lumut Gunung Singgalang Sumber : : http://travelplusindonesia.blogspot.co.id/2012/06/singgalang-memikat-pendaki-dengan-hutan.html
Untuk satuan Ekoregion Kaki Gunungapi potensi keanekaragaman hayati secara umum terbagi kawasan yang masih alami dan non alami. Untuk yang alami disebut juga sebagai tipe hutan pegunungan bawah (Lower montane forest). Didominasi jenis-jenis suku Fagaceae dan Lauraceae, selain itu terdapat terdapat antara lain adalah Dacrycarpus
imbricatus, Engelhardia spicata, Eugenia banksii, Lithocarpus spp., Palaquium spp., Quercus
spp., Schima wallichii, dan Turpinia pomifera, dan juga paku pohon (Cyathea spp.), yang merupakan jenis-jenis khas pegunungan. Pada pohon-pohon biasanya tumbuh melimpah berbagai jenis epifit dan tumbuhan memanjat (seperti Freycinetia dan Fagraea). Selain itu yang masih terdapat berbagai macam jenis pohon seperti meranti, pinus, cemara, bintangur dan dibeberapa tempat terdapat beberapa tumbuhan khas seperti anggrek hutan sehingga menjadi penyangga kehidupan bagi makhluk hidup di kawasan tersebut. Sementara itu kawasan yang non alami banyak digunakan untuk kegiatan perkebunan dan pertanian rakyat. Di Gunung Seulawah Agam Kabupaten Aceh Besar. Seulawah Agam kaya akan berbagai Fauna seperti Harimau Sumatera (Panthera Tigris Sumatraensis), Monyet/Kedih (Presbytis Thomasi), Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous), dan reptile, serangga dan berbagai species serta satwa-satwa lainnya.
Untuk satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi sebagian besar merupakan wilayah yang banyak digunakan budidaya manusia baik itu pertanian, hutan tanaman dan perkebunan. Untuk produk pertanian meliputi padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, kacang tanah dan beberapa sayur-sayuran. Hutan tanaman biasanya untuk kegiatan suplai industry kehutanan seperti HTI akasia dan untuk perkebunan didominasi perkebunan kelapa sawit, kelapa, karet, kopi, kakao, tembakau dan teh. Untuk kawasan hutan perbukitan meskipun telah banyak mengalami tekanan masyarakat dan sangat rentan terhadap bahaya longsor, tetapi masih menyimpan jenis-jenis pohon berpotensi yang patut dipertahankan kelestariannya. Sebagian besar jenis-jenis pohon hutan primer yang berpotensi ekonomi seperti famili Dipterocarpaceae (yaitu Shorea
retinodes, S. parvifolia, S. javanica, Hopea sp), famil Ebenaceae (seperti Diospyros cauliflora,
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 14 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
D. oblonga, D. diepenhorstii), famil Lauraceae (seperti Actinodaphne multiflors,
Beilschmiedia ludicula, Endiandra rubescens,Nothaphoebe umbelliflora), family (seperti Meliaceae Aglaia odoratissima, A. argentea, A.dookkoo), dan famil Rosaceae (seperti Atuna
racemosa dan Madhuca sericea,) menunjukkan proses regenerasi kurang baik. Untuk individu pohon muda berukuran kecil merupakan pengganti pohon utama. Annonaceae, Euphorbiaceae, Meliaceae, Lauraceae dan Myrtaceae tercatat sebagai suku yang memiliki paling banyak anggota jenisnya.
Harimau Sumatera
sumber : http://alamendah.org/2014/08/06/kumpulan-gambar-dan-wallpaper-harimau/harimau-sumatera-di-atas-pohon/
Burung Rangkong (Buceros Rhinocerous) https://yasminshabrina.files.wordpress.com/2014/01/enggang-rangkong.jpg
Pada kawasan hutan perbukitan terutama pada daerah kaki bukit (ketinggian 200-300 m. dpl.) di beberapa tempat terlihat terbukanya lapisan kanopi akibat penebangan hutan. Pada tempat terbukanya lapisan kanopi ini banyak dijumpai jenis-jenis tumbuhan sekunder seperti Omalanthus populneus, Macaranga tanarius, Macaranga diepenhorstii,
Ficus variegata dan Arenga obtusifolia. Penebangan hutan juga dijumpai pada ekosistem hutan rawa. Di beberapa tempat baik pada hutan rawa yang tergenang secara musiman maupun yang selalu tergenang sering terjadi pembukaan hutan untuk dijadikan areal perladangan. Pada dengan ketinggian 300 m. dpl. Spesies pepohonan secara umum tergolong dalam lima besar, yaitu Paranephelium nitidum,Villebrunea rubescens, Aglaia
odoratissima, Drypetes longifolia, dan Cyathocalyx sumatranus.
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 15 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B.6. Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik (Struktural)
Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam struktural dipengaruhi oleh proses bentuklahan asal struktural, yang secara genetik merupakan dataran tinggi (plato) Pulau Sumatera yang telah mengalami pengangkatan dan perlipatan. Ekoregion struktural terbagi mendominasi di Pulau Sumatera atas 7 (tujuh) ekoregion yang terdiri atas S1P Pegunungan Struktural Patahan, S2P Perbukitan Struktural Patahan, S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan, S1L Pegunungan Struktural Lipatan, S2L Perbukitan Struktural Lipatan dan S3L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan. Sebagian besar Bentangalam Struktural besar berada di Pulau Sumatera bagian tengah dan selatan. Dengan demikian ekoregion bentangalam struktural didominasi oleh pegunungngan, perbukitan dan lembah-lembah yang sebagian besar verada di sepanjang pegunungan bukit barisan mulai dari Aceh sampai Lampung.
Keanekaragaman flora ekoregion S1P Pegunungan Struktural Patahan, S2P Perbukitan Struktural Patahan, S1L Pegunungan Struktural Lipatan, dan S2L Perbukitan Struktural Lipatan relatif sama meliputi hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan atas, hutan subalpin, semak dan padang rumput subalpin, semak dan padang rumput alpin. Dalam lingkungan pegunungan, perbedaan suhu harian lebih besar daripada perbedaan suhu tahunan. Curah hujan yang relative tinggi , kabut sering terbentuk hingga mencapai permukaan tanah sehingga memengaruhi pertumbuhan. Melalui penyaringan oleh dedaunan, kabut berkondensasi menjadi air. Tetesan kabut tersebut dapat menjadi sumber air yang cukup besar. Sepanjang gradasi elevasi terjadi perubahan tanah yang menjadi lebih banyak mengandung humus. Udara yang semakin dingin dan basah mempengaruhi proses penghancuran bahan organik, sehingga tanah menggambut. Jenis lumut, termasuk Sphagnum, banyak terdapat dan merupakan pembentuk gambut (Whitmore 1986). Struktur, fisiognomi dan komposisi vegetasi pegunungan beranekaragam, sebagai hasil interaksi antara flora dan faktor-faktor lingkungan (elevasi, topografi, fisiografi, geologi, tanah, iklim, dan sebagainya.). Batas antara hutan pegunungan bawah dan hutan pegunungan atas tidak selalu nyata, tetapi hutan berubah secara perlahan-lahan, sehingga membentuk suatu kontinum (continuum). Di hutan pegunungan ini banyak terdapat marga tumbuhan seperti Leptospermum, Phylocladus, dan Tristania dan suku-suku daerah iklim sedang (Steenis dkk. 2006). Suku-suku pohon yang lebih banyak terdapat di pegunungan antara lain adalah Aceraceae, Araucariaceae,
Cunoniaceae, Ericaceae, Fagaceae, Lauraceae, Podocarpaceae dan Theaceae (Whitmore 1986).
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 16 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Hutan Dipterokarp
http://ghinaghufrona.blogspot.co.id/2011/07/hutan-hujan-tropika.html
Gajah Sumatera http://www.seputaraceh.com/read/16685/2013/03/07/gajah-sumatera-subspesies-gajah-asia
Untuk keanekaragaman flora ekoregion S3P1 Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, S3P2 Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan, dan S3L2 Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan relatif sama. Ekoregion ini didominasi oleh Hutan dipterokarpa (Lowland dipterocarp forest). Di Sumatera untuk hutan dipterokarpa lahan pamah mencakup sebagian besar lahan darat yang terdapat pada tanah Podsolik Merah Kuning dan gugus tanah yang beraneka (kompleks). Pohon-pohon merupakan bentuk hidup (life form) utama yang berdaun lebar dan sedang dan selalu hijau. Kanopi utama hutan mencapai 20-35 m, dengan pohon yang mencuat tingginya hingga 50 m, biasanya batangnya panjang, lurus dan relatif ramping. Jenis-jenis Dipterocarpaceae marga Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea,
Shorea, Upuna dan Vatica dan merupakan jenis pohon kanopi atas dan jenis pohon mencuat. Hutan hujan tropik dengan dominasi suku dan kerapatan pohon kanopi atas seperti itu sangat unik di dunia. Ciri khasnya adalah bahwa pada suatu lokasi beberapa jenis suku Dipterocarpaceae tumbuh bersama-sama. Di hutan ini suku-suku pohon utama selain Dipterocarpaceae antara lain adalah Annonaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae,
Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae dan Myrtaceae. Suatu jenis bukan Dipterocarpaceae
yang tersebar di hutan ini di Sumatra bagian selatan adalah ulin (Eusideroxylon zwageri).
Jenis fauna yang menonjol harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus).
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 17 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
B.7. Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional
Keanekaragaman flora fauna pada bentang alam ini dipengaruhi oleh proses Denudasional. Dengan demikian bentang lahan ini dipengaruhi oleh proses-proses pelapukan, erosi, gerak masa batuan (mass wating) dan proses pengendapan yang terjadi karena agradasi atau degradasi. Bentang alam Denudasional ini terbagi atas 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu D2 Perbukitan Denudasional, D32 Lerengkaki Perbukitan Denudasional dan D42 Lembah antar Perbukitan Denudasional. Di Pulau Sumatera bentang alam Denudasional ini berada Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung.
Keanekaragaman flora fauna relative sama di 3 (tiga) satuan ekoregion yaitu sama dengan daratan Pulau Sumatera yaitu didominasi oleh Hutan dipterokarpa (dipterocarp
forest). Dengan demikian flora hutannya mencakup jenis-jenis Dipterocarpaceae marga Anisoptera, Balanocarpus, Cotylelobium, Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Para-shorea,
Shorea, Upuna dan Vatica. Ciri khasnya adalah bahwa pada suatu lokasi beberapa jenis suku Dipterocarpaceae tumbuh bersama-sama. Di hutan ini suku-suku pohon utama selain Dipterocarpaceae antara lain adalah Annonaceae, Burseraceae, Euphorbiaceae,
Lauraceae, Meliaceae, Myristicaceae dan Myrtaceae. Suatu jenis bukan Dipterocarpaceae
yang tersebar di hutan ini di Sumatra bagian selatan adalah ulin (Eusideroxylon zwageri). Jenis fauna yang menonjol harimau sumatera (panthera tigris), beruang madu (helarctos malayanus), gajah sumatera (elephas maximus), dan orang utan (pongo pymaeus).
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 18 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
PERMASALAHAN KEANEKERAGAMAN HAYATI EKOREGION PULAU SUMATERA
Sumber: Kompas dalam http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatras-forests-as-per-kompas.html
Deskripsi Karakteristik Hayati Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
B - 19 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
PERMASALAHAN PERAMBAHAN HUTAN DI SEJUMLAH TAMAN NASIONAL EKOREGION PULAU SUMATERA
Sumber: Kompas dalam http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatras-forests-as-per-kompas.html
SUMBER PENULISAN
Barkah, Baba S. 2009. Panduan Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Berbasis Masyarakat di Areal MRPP Kabupaten Musi Banyuasin. Report No. 18. TA.FINAL / SOP No. 01. PSF Rehabilitation. Rev 0. Merang REDD Pilot Project (MRPP). Kerjasama teknis (GTZ Project No. 2008.9233.1) yang didanai dari Kementerian Lingkungan Hidup (BMU) Pemerintah Republik Federal Jerman dan Departemen Kehutanan Kementerian Kehutanan.
Kartawinata, Kuswata. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia. LIPI Press dan Yayasan Obor.
Steenis, Van CGGJ. 2010. Flora Pegunungan Jawa. LIPI Press.
http://lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/14-tomi_eriawan-KL-1.pdf
http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html
http://walhi-sumsel.blogspot.co.id/2010/02/palembang-minim-rth.html
http://keith-travelsinindonesia.blogspot.co.id/2012/04/state-of-sumatras-forests-as-per-kompas.html
C - 1 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
DESKRIPSI KARAKTERISTIK KULTURAL EKOREGION PULAU SUMATERA
Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000
C.1. Ekoregion Bentangalam asal proses Marin
Bentanglahan marin terdiri dari 2 ekoregion yaitu ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur (M1) dan dataran pesisir dengan pantai berpasir (M2).
Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur
Ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur di Pulau Sumatera banyak tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Potensi dari segi kependudukan, sosial ekonomi dan budaya perlu dikenali lebih mendalam supaya dapat dimanfaatkan dengan optimal. Potensi yang ada pada situasi
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 2 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
kependudukan di kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah jumlah penduduk muda yang relatif tinggi. secara keseluruhan, jumlah penduduk di kawasan ini tidak terlalu banyak dan juga tidak terlalu sedikit namun pada kategori sedang. Hal ini diakibatkan oleh tingkat fertilitas yang tinggi disertai dengan tingkat mortalitas atau kematian yang juga masih relatif tinggi. Struktur penduduk pada kawasan ini adalah struktur penduduk muda yang didominasi kelompok anak-anak dan remaja. tingkat kematian diperkirakan tinggi pada kelompok usia dewasa dan usia lanjut. Selain faktor kematian penyebab sedikitnya jumlah penduduk dewasa di kawasan ini adalah tingginya jumlah migrasi keluar. Dperkirakan kelompok dewasa pergi ke daerah lain untuk alasan ekonomi.
Potensi dari segi perekonomian pada kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah berkembangnya kegiatan perekonomian di sektor budidaya perikanan di tambak. Secara keseluruhan masyarakat di sekitar kawasan ini menggantungkan hidupnya pada sektor perikanan. Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh kegiatan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Kondisi pantai yang berlumpur merupakan sebuah potensi bagi kegiatan budidaya perikanan tambak. Selain perikanan, sektor perdagangan dan jasa juga turut berkembang sejalan dengan berkembangnya sumberdaya perikanan.
Potensi dari segi sosial budaya pada kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berlumpur adalah masih terjaganya kearifan lokal yang bersifat kepesisiran di tengah masyarakat di kawasan ini. Sistem sosial budaya masyarakat didominasi budaya bernuansa kepesisiran. Misalnya kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang berpedoman pada musim melaut dan sebagainya. Kearifan lokal masih dipegang teguh oleh masyarakat di kawasan ini. Kearifan lokal yang dijunjung adalah yang berhubungan dengan bagaimana mengelola sumberdaya pesisir dan perikanan. Beberapa contoh kearifan lokal di kawasan pesiisr terkait pengelolaan sumberdaya pesisir dan perikanan adalah tidak menggunakan bahan berbahaya dan beracun untuk menangkap ikan karena dapat merusak ekosistem laut dan mengancam kelestarian lingkungan. Selain itu juga melarang pemanfaatan kawasan pesisir dan pantai untuk kegiatan yang mampu merusak lingkungan misalnya pendirian tempat pengolahan hasil laut yang membuang limbah industri di laut.
Permasalahan dari aspek kultural pada ekoregion ini, diuraikan berikut ini.
(1) Keterbatasan sumber daya manusia dalam bentuk penduduk usia produktif karena migrasi ke perkotaan. Jumlah penduduk yang tinggal di kawasan pesisir lebih banyak kelompok anak-anak dan remaja. Kelompok penduduk dewasa yang produktif lebih memilih melakukan migrasi ke daerah yang dianggap mampu meningkatkan kondisi perekonomiannya. Upaya peningkatan kegiatan budidaya perikanan tambak yang berpotensi mendatangkan keuntungan yang besar perlu
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
segera disosialisasikan kepada masyarakat dengan tujuan menekan angka migrasi keluar penduduk usia produktif.
(2) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik.
(3) Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas. Pengelolaan sumberdaya alam yang terbatas membutuhkan intervensi pemerintah dan swasta sekaligus inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas sumberdaya alam yang ada. Produktivitas yang meningkat akan memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat sehingga mereka mampu untuk meningkatkan kesejahteraannya.
(4) Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. Upaya pelestarian tidak bisa dilakukan hanya dari satu kelompok saja. Upaya pelestarian perlu dukungan dari pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lain di luar yang turut memanfaatkan sumberdaya pesisir. Upaya pelestarian yang terintegrasi akan menciptakan sumberdaya pesisir yang berpotensi secara ekonomi bagi masyarakat setempat.
Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir
Ekoregion dataran pesisir dengan pantai berpasir di Pulau Sumatera banyak terdapat di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Kondisi demografis pada dataran pesisir dengan pantai berpasir memiliki potensi jumlah penduduk yang besar. Kondisi saat ini jumlah penduduk di kawasan ini belum terlalu tinggi dengan struktur penduduk muda yang dominan anak-anak dan remaja. Struktur penduduk muda ini dikarenakan tingkat fertilitas yang masih cukup tinggi di kawasan ini.
Potensi dari kegiatan perekonomian penduduk di kawasan ini adalah budidaya perikanan tambak. Sektor perikanan menjadi andalan kegiatan perekonomian masyarakat setempat. Perikanan yang diupayakan adalah perikanan tangkap maupun budidaya tambak. Selain sumberdaya perikanan yang berkembang di kawasan ini, sektor lain juga turut berkembang di kawasan ini. Sektor pertanian, peternakan, perdagangan dan jasa juga berkembang di kawasan ini seiring dengan berkembangnya sektor perikanan.
Masyarakat di kawasan ekoregion dataran pesisir dengan pantai berpasir memiliki sistem sosial budaya yang bernuansa kepesisiran. segala hal yang berhubungan dengan
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 4 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
kegiatan kemasyarakatan akan dikaitkan dengan budaya melaut dan masa-masa dalam kegiatan budidaya tambak, misalnya masa panen, masa sebar benih dan sebagainya. Kearifan lokal juga masih dipegang teguh masyarakat setempat dalam mengelola sumberdaya pesisir dan perikanan. Misalnya saja tidak menggunakan bahan berbahaya beracun dalam menangkap ikan, menggunakan bahan organik untuk pakan ikan di tambak, menjunjung tinggi kebersamaan dan gotong royong ketika musim panen tiba dimana antarmasyarakat saling membantu dan memberi untuk meminimalkan kesenjangan ekonomi di masyarakat.
Pengoptimalan potensi yang tersimpan di kawasan pesisir dengan pantai berpasir tidak lepas dari bebarapa masalah dalam pengelolaannya. Beberapa masalah tersebut diantaranya, seperti berikut ini.
(1) Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang terbatas. Keterbatasan sumberdaya alam untuk dikelola masyarakat menjadi masalah karena akan menimbulkan kesenjangan ekonomi yang berdampak pada konflik antar masyarakat dan munculnya pengangguran. Pengangguran ini akan muncul jika sumberdaya alam yang dikelola tidak memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat. Penanganan yang serius dari pemerintah perlu dilakukan mengingat struktur penduduk di kawasan ini adalah kelompok muda yang sebentar laginmemasuki usia dewasa produktif. Perluasan kesempatan kerja di tengah keterbatasan sumberdaya alam perlu dipikirkan secara serius dengan melibatkan intervensi pemerintah dan inovasi teknologi. Peningkatan produktivitas lahan dan perluasan kesempatan kerja akan meningkatkan produktivitas masyarakat setempat sehingga masyarakat yang masih belum sejahtera dapat memperbaiki kondisi perekonomiannya.
(2) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas. Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik. peningkatan kualitas sumberdaya manusia perlu digalakkan sesegera mungkin mengingat banyak pemuda muda di kawasan ini. Perbaikan tingkat pendidikanmelalui peningkatan partisipasi sekolah teurtama pada pendidikan tinggi dan yang mengarah pada situasi lokal yaitu kelautan perlu diupayakan. Dari segi kesehatan, perbaikan kualitas kesehatan terutama ketika masa anak-anak perlu diupayakan untuk mendapatkan generasi muda yang sehat dan cerdas.
(3) Belum optimalnya upaya pelestarian sumber daya pesisir dan sekitarnya. Upaya pelestarian tidak bisa dilakukan hanya dari satu kelompok saja. Upaya pelestarian perlu dukungan dari pemerintah, swasta, dan kelompok masyarakat lain di luar yang
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 5 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
turut memanfaatkan sumberdaya pesisir. Upaya pelestarian yang terintegrasi akan menciptakan sumberdaya pesisir yang berpotensi secara ekonomi bagi masyarakat setempat dan berdaya guna bagi masyarakat luar serta pihak pemerintah dan swasta.
C.2. Ekoregion Bentangalam asal proses Organik
Bentanglahan organik meliputi dua ekoregion yaitu 1.) Dataran gambut dan 2.) pulau terumbu karang.
Ekoregion Dataran Gambut
Ekoregion dataran gambut di Pulau Sumatera banyak tersebar di Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Dataran gambut di wilayah Sumatera merupakan salah satu dataran gambut terbesar di Indonesia. Banyak potensi yang ada di ekoregion gambut ini yang belumbanyak dioptimalkan masyarakat Indonesia pada umumnya. Hal ini tentu saja berkaitan dengan keterbatasan dana operasional untuk pengelolaan dataran gambut.
Kondisi kependudukan yang umum di ekoregion dataran gambut ini adalah jumlah penduduk yang relatif lebih sedikit dibandingkan wilayah lain. Tingkat kepadatan penduduk di ekoregion ini rendah karena sebagian besar wilayahnya dijadikan kawasan lindung. Selain itu tingkat migrasi keluar tinggi. Kondisi ini dikarenakan masyarakat yang tinggal di ekoregion ini belum memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengelola lahan gambut di sekitarnya sehingga mereka lebih memilih pindah tempat tinggal di daerah lain untuk meningkatkan kesejahteraannya.
Kegiatan ekonomi di ekoregion ini tergolong masih belum ada perkembangan yang signifikan. Hal ini dikarenakan masyarakat masih tradisional dengan kegiatan pertanian namun belum bisa mengembangkan pertanian di lahan gambut sehingga mereka melakukan kegiatan pertanian di lahan non gambut yang jumlahnya sangat terbatas. Tanaman yang banyak dijumpai di ekoregion ini adalah semak belukar. Potensi pertanian di dataran gambut membutuhkan banyak usaha dari berbagai pihak untuk bisa dioptimalkan.
Kondisi dataran gambut yang membutuhkan banyak syarat dalam pengelolaannya menjadikan masyarakat enggan untuk mulai memanfaatkan lahan gambut untuk kegiatan pertanian. Dataran gambut paling banyak masih dimanfaatkan untuk kawasan lindung. Aturan pengelolaan lahan di dataran gambut lebih banyak diintervensi oleh pemerintah.
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 6 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Hal ini menjadikan keterbatasan pula bagi kelompok-kelompok masyarakat yang berniat untuk melakukan pengelolaan lahan gambut. Oleh karena itu kegiatan ekonomi di dataran gambut belum bisa terlihat apabila hanya mengandalkan sektor pertanian.
Ekoregion dataran gambut memiliki potensi yang sebenarnya bisa dimanfaatkan di berbagai sektor perekonomian tidak hanya di sektor pertanian. Namun demikian ekoregion dataran gambut dengan segala keterbatasannya juga menyimpan potensi permasalahan diantaranya, seperti diuraikan berikut ini.
(1) Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia di ekoregion ini. Rendahnya kualitas SDM ini menjadi isu utama persoalan sosial di ekoregion dataran gambut. Kondisi wilayah yang bisa dikatakan belum teroptimalkan menjadikan wilayah tersebut minus sehingga banyak penduduk yang memiliki berpindah daripada menetap dalam kemiskinan. Penduduk yang masih bertahan untuk tinggal di ekoregion ini pada umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Belum adanya intervensi pemerintah dalam peningkatan sarana prasarana dan kualitas kesehatan dan pendidikan di ekoregion ini menjadikan mereka yang masih bertahan harus menerima fasilitas kesehatan dan pendiidkan seadanya. Kondisi ini yang menjadikan penduduk di ekoregion ini masih belum memiliki kualitas yang baik.
(2) Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber daya lahan. Masyarakat yang masih bergantung pada pertanian di ekoregion ini masih terbatas dalam melakukan pengolahan lahan untuk pertanian. Tidak adanya inovasi dalam pengelolaan lahan yang diberikan pada masyarakat di ekoregion ini menjadikan mereka mengolah lahan gambut sesuai pengetahuan dan pengalaman mereka selama ini. Pengelolaan yang mereka lakukan belum bisa mengoptimalkan potensi lahan gambut sehingga belum memberikan hasil yang maksimal bagi perekonomian masyarakat di ekoregion dataran gambut. Hal ini yang menjadikan banyak penduduk di ekoregion dataran gambut masih berada dalam
(3) Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah. Selain permasalahan kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah, keterbatasan jumlah penduduk juga menimbulkan masalah lain yaitu kurangnya tenaga kerja di ekoregion dataran gambut. Kekurangan tenaga kerja di ekoregion ini terjadi akibat besarnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi keluar akibat situasi perekonomian yang tidak mendukung peningkatan kesejahteraan.
(4) Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat. Benturan kepentingan antara pemerintah dan masyarakat di ekoregion dataran gambut masih belum bisa diselesaikan dengan
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 7 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
sebuah jalan tengah yang solutif. Pada satu sisi, masyarakat mengelola lahan gambut dengan pengetahuan dan pengalaman seadanya untuk meningkatkan perekonomian. Di sisi lain, pemerintah mengupayakan kawasan lindung pada kawasan gambut untuk menghindari degradasi lahan dan kerusakan lingkungan. Upaya penemuan jalan tengah perlu terus dilakukan supaya kepentingan pemerintah untuk melindungi kerusakan lingkungan tidak merugikan masyarakat yang bergantung pada kegiatan pertanian di lahan gambut.
Ekoregion Pulau Terumbu Karang
Bentanglahan organik selanjutnya adalah ekoregion pulau terumbu karang. Ekoregion ini tersebar di kawasan Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Ekoregion pulau terumbu karang memberikan banyak keuntungan apabila dapat dioptimalkan segala potensi yang dimilikinya terutama pada sektor pariswisata yang mengeksplorasi keindahan ekoregion ini.
Potensi sumberdaya sosial dari segi kondisi kependudukan di ekoregion ini adalah jumlah penduduk yang masih sedikit dengan tingkat kepadatan penduduk yang juga masih rendah. Jarangnya jumlah penduduk di ekoregion ini dapat dimanfaatkan melalui pemanfaatan kawasan sebagai kawasan lindung. Tingkat migrasi keluar dari ekoregion ini cukup tinggi karena masyarakat setempat belum bisa mengoptimalkan potensi pulau terumbu karang. Kondisi perekonomian yang lebih baik dan tingkat kesejahteraan keluarga yang lebih terjamin dapat diwujudkan dengan cara bekerja di wilayah lain yang lebih menjanjikan.
Potensi perekonomian yang bisa dikembangkan di ekoregion ini sebagian besar adalah kegiatan budidaya perikanan. Selain itu, struktur ekonomi masyarakat setempat juga ditopang oleh hasil tangkapan dari laut. Selain dua hal tersebut pengoptimalan potensi ekoregion pulau terumbu karang ini dapat dilakukan melalui pembenahan wilayah untuk tujuan pariwisata. Keindahan pulau terumbu karang dapat dieksplorasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Sehingga kegiatan perekonomian tidak bergantung pada budidaya dan nelayan. Kerjasama pemerintah daerah dan pusat dengan pihak swasta perlu digalakkan untuk pembenahan kegiatan pariwisata yang tetap menjunjung kelestarian lingkungan.
Konsisi sosial budaya di ekoregion ini lebih mengacu pada belum adanya jalan tengah atas benturan kepentingan pemerintah dan masyarakat setempat dalam menentukan upaya pengelolaan lahan. Pemerintah dengan segala upaya pelarangannya menghendaki ekoregion pulau terumbu karang untuk kawasan lindung sehingga masyarakat setempat tidak bisa memanfaatkannya untuk segala kepentingan. Kondisi ini
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 8 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
bertentangan dengan keinginan masyarakat yang bergantung dari potensi pulau terumbu karang ini untuk kegiatan budidaya perikanan dan kegiatan nelayan. Oleh karena itu pemerintah seharusnya segera mengupayakan jalan tengah terbaik untuk melindungi ekoregion pulau terumbu karang dan tetap membantu masyarakat setempat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan melalui bantuan dalam kegiatan budidaya dan nelayan serta membuka kesempatan kerja baru di sektor pariwisata di ekoregion ini.
Potensi yang belum teroptimalkan di ekoregion pulau terumbu karang menimbulkan beberapa permasalahan diantaranya, sebagai berikut ini.
(1) Kehidupan ekonomi masyarakat dalam keadaan miskin akibat keterbatasan sumberdaya lahan. Masyarakat yang belum memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mengelola lahan di ekoregion pulau terumbu karang menjadikan mereka hanya memanfaatkan sumberdaya alam masih dengan cara konvensional. Nilai jual yang tidak terlalu tinggi dari kegiatan perekonomian budidaya perikanan dan tangkapan hasil laut menjadikan masyarakat belum mampu memenuhi kriteria untuk dianggap sebagai masyarakat yang mapan secara ekonomi.
(2) Rendahnya jumlah penduduk di ekoregion ini mengakibatkan seringnya ekoregion ini kekurangan sumberdaya tenaga kerja produktif untuk diberdayakan. Jumlah migrasi keluar di kawasan ini menimbulkan penduduk usia produktif banyak yang hilang dan digantikan oleh kelompok penduduk yang belum produktif (anak-anak) dan sudah tidak produktif lagi yaitu lansia. Kegiatan pengelolaan lahan belum bisa optimal juga disebabkan tidak adanya tenaga kerja yang bisa dikaryakan di kawasan ini.
(3) Konflik antara pemerintah dan masyarakat setempat masih saja terjadi. Hal ini mengakibatkan kawasan pulau terumbu karang tidak bisa dikembangkan optimal. Salah satu pihak utamanya pemerintah harusnya lebih mengutamakan kesejahteraan masyarakat namun tetap tidak melupakan kelestarian lingkungan. Hal ini bisa dilakukan melalui kegiatan peningkatan ekonomi kerakyatan melalui pengoptimalan potensi kawasan lindung. Misalnya dalam kegiatan pariwisata yang tetap mengutamakan menjaga kelestarian lingkungan.
C.3. Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial
Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Dataran fluvio-vulkanik, Dataran aluvial, dan Dataran fluvio-marin.
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 9 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik
Ekoregion fluvio-vulkanik di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat besar. Jumlah dan kepadatan penduduk di ekoregion fluvio-marin tersebut seiring waktu terus mengalami pertambahan. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada masa transisi dari penduduk struktur muda ke struktur penduduk dewasa. Dilihatberdasarkan proses demografisnya, fertilitas di ekoregion ini masih tinggi meskipun sedikit demi sedikit terus mengalami penurunan yang kecil. Mortalitas dan mordibitas juga tergolong tinggi meskipun mengalami penurunan karena semakin dekatnya pelayanan kesehatan dan pola hidup masyarakat yang semaikin baik. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini semakin meningkat intensitasnya. Hal ini dikarenakan semakin majunya wilayah sehingga sarana transportasi juga semakin mudah sehingga memudahkan penduduk untuk melakukan perpindahan.
Ekoregion fluvio-vulkanik merupakan daerah yang subur sehingga pertanian merupakan lapangan usaha utama yang dikembangkan oleh penduduk. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion fluvio-vulkanik tergolong berkembang dari sektor pertanian tradisioanal menuju pengembangan sektor pertanian agribisnis. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor industri dengan pertanian sebagai basis usahanya. Pengolahan lahan pertanian terus berkembang dan teknologi-teknologi pertanian mulai diterapkan. Artinya pertanian yang diusahakan kini lebih kompleks dan bervariasi. Dengan demikian pendapatan masyarakat juga akan meningkat dan kesejahteraan penduduk juga akan ikut meningkat pula.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dipegang erat meskipun perlahan mulai berkurang. Gaya hidup modern telah masuk pada generasi muda sehingga kearifan lokal yang dipegang oleh generasi tua lambat laun akan ditinggalkan. Meskipun gaya hidup modern diakui sering mengenai generasi muda, akan tetapi pada kenyataannya generasi tua juga seakan mengikuti arus tersebut. Pelan tapi juga pasti generasi tua juga sedikit demi sedikit terkena dampak modernisasi.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini, seperti diuraikan berikut ini. (1) Kepadatan penduduk mulai terus meningkat, sehingga daya dukung lingkungan
terhadap penduduk menurun. (2) Terjadinya perpaduan budaya lokal dengan budaya pendatang sehingga konflik
sosial meningkat
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 10 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(3) Terjadi degradasi dan alih fungsi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang kompleks.
(4) Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang konsumtif.
Ekoregion Dataran Aluvial
Ekoregion dataran aluvial di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kapulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong tinggi dan cenderung mengalami penambahan setiap waktunya. Hal ini dikarenakan potensi sumberdaya di ekoregion dataran aluvial yang sangat besar berupa tanah yang subur dan dataran yang luas sehingga memungkinkan untuk terus dikembangkan. Selain jumlahnya yang terus bertambah, kepadatan penduduk di ekoregion ini juga terus bertambah.
Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori rendah. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori rendah pula. Sedangkan untuk migrasi (migrasi masuk) tergolong tinggi. Potensi sumber daya yang besar menjadi faktor penarik penduduk dari luar daerah untuk menuju ke daerah ini. Hal inilah yang menyebabkan jumlah dan kepadatan penduduk terus mengalami peningkatan. Selain itu masuknya penduduk yang bermigrasi ke ekoregion ini didominasi oleh penduduk produktif yang mencari pekerjaan. Akibatnya jika dilihat berdasarkan rasio ketergantungannya, rasio ketergantungan penduduk mengalami penurunan. Rasio ketergantungan yang menurun menunjukkan pertanda baik. Artinya ketergantungan penduduk yang tidak produktif menjadi berkurang karena banyaknya penduduk produktif. Meskipun demikian tetap saja kondisi ini harus terus mendapatkan perhatian. Hal ini dikarenakan rasio ketergantungan yang rendah merupakan pertanda baik manakala penduduk yang berusia produktif seluruhnya bekerja. Akan tetapi jika penduduk produktif tersebut menganggur atau mencari pekerjaan maka hal tersebut merupakan pertanda buruk karena jika hal itu terjadi maka daerah tersebut sedang mengalami "demographic disaster" atau bencana demografi.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion dataran aluvial tergolong kompleks. Sektor ekonomi yang diusahakan tidak hanya berkutat pada sektor pertanian tetapi sudah berkembang kepada perdagangan, industri dan jasa. Meskipun sektor pertanian masih menjadi basis akan tetapi sektor pertanian didukung oleh perkembangan sektor industri dan jasa. hal ini ditandai dengan berkembangnya usaha agribisnis dan agropolitan secara bersama-sama. Kemudahan sarana prasara transportasi juga telah membentuk daerah-daerah pusat ekonomi baru sehingga ekonomi masyarakat terus-menerus bergerak ke
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 11 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
arah positif. Dengan kata lain, kondisi ekonomi pada ekoregion ini tergolong baik dengan rata-rata tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi. Meskipun demikian permasalahan kesenjangan tentu saja tetap terjadi. Meskipun secara ekonomi penduduknya dikategorikan memiliki kesejahteraan yang tinggi akan tetapi dilihat dari aspek sosial budaya beberapa permasalahan mulai muncul.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini mulai tergerus. Hal ini dikarenakan telah terjadinya pergesaeran norma sosial di masyarakat dari budaya keluarga dan kekerabatan menjadi budaya ekonomi-bisnis yang berorientasi materi. Bisnis keuangan telah melunturkan nilai sosial dan kekerabatan yang telah dibangun sejak dahulu. Selain itu berbagai kearifan lokal juga dinilai mulai memudar. Akhirnya ketika ada perbedaan pendapat, friksi-friksi serta permasalahan-permasalahan kecil dapat berpotensi menjadi masalah besar dan menimbulkan konfik.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Kepadatan penduduk tinggi, konflik lahan meningkat; (2) Alih fungsi lahan terjadi, daya dukung lingkungan terhadap penduduk menurun; (3) Konflik sosial antara penduduk pendatang dengan penduduk lokal meningkat; (4) Terjadi degradasi lahan sebagai akibat pengolahan lahan yang kompleks; dan (5) Kearifan lokal mulai ditinggalkan dengan diganti gaya hidup modern yang
konsumtif.
Ekoregion Dataran Fluvio-marin
Ekoregion dataran fluvio-marin di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini memiliki jumlah yang besar. Meskipun jumlahnya besar, akan tetapi kepadatan penduduknya belum terlalu tinggi. Berdasarkan strukturnya, struktur penduduk di dataran fluvio-marin tergolong kategori muda. Hal ini berarti penduduk yang ada pada ekoregion ini umumnya berada pada usia muda. Jika digambarkan dalam piramida penduduk, maka bentuk piramida penduduknya dikategorikan piramida ekspansif. Ciri dari piramida ekspansif ini adalah memiliki tingkat fertilitas serta tingkat mortalitas berada pada kategori tinggi. Selain memiliki ciri memiliki tingkat fertilitas dan mortalitas yang tinggi, pada ekoregian ini memiliki ciri migasi yang dilakukan mulai berkembang. Migrasi yang terjadi dilakukan oleh penduduk dewasa menuju daerah perkotaan untuk mencari pekerjaan.
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 12 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh perikanan, baik dari perikanan tangkap maupun perikanan hasil budidaya. Hal ini disebabkan oleh kedekatan dengan laut yang memiliki potensi perikanan untuk dikembangkan. Selain berbasis pada perikanan, sektor lain yang juga berkembang adalah pertanian dan peternakan. Pertanian yang dikembangkan adalah pertanian pesisir yang dilakukan di sepanjang sungai dekat laut maupun di sepanjang pantai. Jenis tanaman yang dikembangkan adalah berupa padi dan palawija. Sedangkan peternakan yang dikembangkan adalah peternakan sapi dan kambing. Pariwisata pada ekoregion dataran fluvio-marin juga mulai dikembangkan. Hal ini akan mendorong ekonomi masyarakat terutama dari segi sektor jasa.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat pesisir masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan pesisir sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih terbatas; (2) Persoalan kemiskinan dominan terjadi sebagai akibat dari sumber daya alam yang
terbatas; dan (3) Sebagai akibat kemiskinan yang masih tinggi, maka upaya untuk melestarikan
sumber daya wilayah pantai menjadi terkendala.
C.4. Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik
Bentuk ekoregion bentanglahan antropogenik umumnya berada di dataran perkotaan yang tersebar di kota-kota propinsi dan kabupaten di seluruh ekoregion Sumatera. Apabila dilihat dari kondisi kependudukannya, ekoregion antropogenik yang berada di dataran perkotaan di Sumatera pada umumnya memiliki jumlah penduduk yang sangat tinggi dengan tingkat kepadatan penduduk yang juga tinggi. Jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi ini terjadi karena besarnya arus migrasi dari perdesaan menuju perkotaan. Migrasi menjadi penentu yang lebih dominan bagi pertambahan jumlah penduduk di pertkotaan dibandingkan dengan fertilitas dan mortalitas. Struktur penduduk di ekoregion ini telah kompleks dan mengarah pada
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 13 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
struktur penduduk tua. Hal ini berarti potensi lansia pada ekoregion ini perlu mendapat perhatian lebih di masa-masa mendatang.
Kondisi sosial ekonomi ekoregion antropogenik di wilayah Sumatera menunjukkan telah terjadi perubahan dalam hal struktur ekonomi. Pergeseran dari struktur ekonomi primer menuju struktur ekonomi sekunder bahkan tersier. Hampir ditinggalkannya sektor primer yaitu pertanian di ekoregion dataran perkotaan lebih disebabkan sudah terbatasnya luasan lahan pertanian. Kegiatan pertanian tidak akan bisa menjadi optimal dalam kondisi keterbatasan lahan dan tidak ada inovasi teknologi pertanian untuk usaha pertanian di lahan yang terbatas. Sektor perekonomian yang berkembang di ekoregion ini adalah sektor jasa. Sementara itu, sektor perdagangan, keuangan, informasi, perbankan, perhotelan dan jasa kemasyarakatan di ekoregion dataran perkotaan semakin maju.
Kondisi sosial budaya yang umumnya terjadi di dataran perkotaan beberapa diantaranya adalah sistem kekerabatan dan kekeluargaan yang sudah mulai pudar di masyarakat. Pudarnya sistem kekeluargaan dan kekerabatan ini dimungkinkan terjadi karena orientasi masyarakat daerah perkotaan yang lebih banyak para pendatang adalah kegiatan ekonomi atau bekerja. Hal ini mengakibatkan mereka lebih disibukkan pada urusan pekerjaan dan segala hal yang berkaitan dengan perekonomian daripada melakukan kegiatan yang bersifat menjalin kekerabatan atau kekeluargaan. Sebagian besar kegiatan pada kelompok masyarakat di dataran perkotaan ini lebih dominan pada nilai ekonomi daripada nilai sosial. Pranata sosial yang ada di tengah masyarakat juga berbasis ekonomi.
Permasalahan yang berpotensi terjadi di ekoregion antropogenik dataran perkotaan diantaranya, seperti diuraikan berikut ini.
(1) Lunturnya norma sosial sebagai akibat dari perkembangan kehidupan modern yang pesat. Masyarakat yang sudah berorientasi pada pekerjaan dan disibukkan dengan masalah ekonomi akan banyak yang mengesampingkan norma-norma sosial di sekitarnya. Selain itu, mereka yang sebagian besar adalah pendatang tidak merasa menjadi bagian dari masyarakat asli sehingga banyak dari mereka yang mengabaikan norma-norma sosial di tempat tinggal barunya.
(2) Banyak terjadi degradasi lahan, polusi dan kelangkaan sumberdaya di ekoregion ini. Hal ini terjadi karena perkembangan industri dan jasa kemasyarakatan di dataran perkotaan.
(3) Lunturnya sistem kekerabatan dan sosial budaya masyarakat yang hidup di dataran perkotaan. Kurang kuatnya ikatan kekerabatan dan kekeluargaan masyarakat perkotaan lebih dikarenakan lebih banyaknya penduduk pendatang yang berasal dari berbagai wilayah yang orientasinya adalah kegiatan ekonomi. Selain itu,
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 14 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
semakin pesatnya kemajuan di dataran perkotaan menyebabkan masyarakat lebih modern yang menjunjung tinggi budaya konsumtif dan gaya hidup hedonis.
(4) Banyak potensi konflik sosial terjadi di ekoregion dataran perkotaan. hal ini dikarenakan struktur sosial yang kompleks di ekoregion ini. Kompleksnya struktur penduduk dari segi demografi, ekonomi, dan sosial budaya mengakibatkan banyak benturan kepentingan sehingga apabila tidak diatasi sejak dini berpotensi menciptakan konflik antar kelompok masyarakat.
C.5. Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik
Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tiga macam, yaitu: Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, Ekoregion Kaki Gunungapi, dan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi.
Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi
Ekoregion kerucut dan lereng Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya, ekoregion ini memiliki ciri-ciri umum yang sama antara provinsi satu dengan lainnya. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini masih sedikit dengan kepadatan rendah. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini dikategorikan sebagai struktur penduduk muda. Artinya penduduk yang tinggal pada ekoregion ini didominasi kelompok umur usia anak dan remaja. Struktur penduduk muda biasanya dicirikan memiliki tingkat kelahiran tinggi, angka kematian tinggi dan tingkat kesakitan juga tinggi. Hal ini sekaligus menandakan pada ekoregion ini memiliki angka ketergantungan (dependency ratio) yang tinggi dimana penduduk usia produktif lebih kecil dibandingkan penduduk usia non-produktif (usia 15 tahun ke bawah dan lansia). Selain itu berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam kategori rendah.
Selain memiliki karakteristik demografis yang sama pada ekoregion ini juga memiliki karakteristik ekonomi yang hampir sama pula. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion ini tergolong dalam kategori ekonomi rendah. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor ekonomi primer dengan pertanian sebagai mata pencaharian utama ekonomi masyarakat. Pengolahan lahan pertanian masih minimal, dominasi pada tanaman tahunan. Selain itu pada ekoregion ini dicirikan kehidupan ekonomi sangat tergantung pada lahan. Artinya jika lahan yang
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 15 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
digarap subur maka akan memberikan kontribusi ekonomi yang baik pada rumah tangganya. Sebaliknya jika kondisi lahan sudah tidak subur maka ekonomi rumah tangga juga akan mengalami penurunan.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di masyarakat masih dijunjung tinggi. Selain itu masyarakat pada ekoregion ini sangat mendukung kelestarian alam dan lingkungan. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini lebih kepada hubungan determinisne lingkungan. Artinya alam dan lingkungan sebagai faktor utama sekaligus sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dikembangkan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari kearifan lokal yang terbentuk dari hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini lebih banyak daripada ekoregion lainnya.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan
masyarakat yang masih rendah; (2) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat tinggi; (3) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan
akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan (4) Persoalan ekonomi akan berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai
dengan peruntukan fungsi kawasan sehingga potensi kerusakan lahan sangat besar.
Ekoregion Kaki Gunungapi
Ekoregion Kaki Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini masih sedikit dengan kepadatan yang masih rendah. Meskipun demikian jika dibandingkan dengan ekoregion kerucut dan lereng Gunungapi jumlah dan kepadatan penduduk di ekoregion ini lebih banyak. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini dikategorikan sebagai struktur penduduk muda. Artinya penduduk yang tinggal pada ekoregion ini didominasi kelompok umur usia anak dan remaja.
Dinamika jumlah penduduk pada ekoregion ini ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Pada ekoregion ini tingkat fertilitasnya tergolong tinggi. Rata-rata anak yang dimiliki biasanya lebih dari dua. Paradigma banyak anak banyak rejeki masih mengakar
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 16 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
kuat pada penduduk yang tinggal di ekoregion ini. Jumlah anak yang banyak dipandang sebagai sebagai modal bagi orang tuanya. Anak yang banyak dapat difungsikan sebagai tenaga keluarga yang membantu pertanian yang mereka usahakan. Selain itu anak yang banyak dipandang oleh penduduk sebagai tabungan hari tua. Artinya ketika tua, anak-anak mereka diharapkan akan meneruskan usahanya dan merawat kehidupan mereka nantinya. Selain memiliki tingkat fertilitas tinggi, tingkat mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong tinggi. Jauhnya dengan sarana kesehatan serta pola hidup sehat yang tidak baik menjadikan angka kematian dan kesakitannya menjadi tinggi. Sedangkan berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam kategori rendah. Dilihat angka ketergantungannya, pada ekoregion ini memiliki angka ketergantungan yang tinggi karena banyaknya usia 15 tahun ke bawah dan lansia.
Selain kondisi demografis yang telah berkembang, kondisi ekonomi pada ekoregion ini juga telah mengalami perkembangan. Struktur ekonomi masyarakat sangat dipengaruhi oleh sektor pertanian. Pada ekoregion ini pengolahan lahan telah berubah dari tanaman tahunan menjadi tanaman tahunan dan semusim. Sektor pertanian masih menjadi tumpuan ekonomi masyarakat. Sektor pertanian juga telah mulai berkembang. Proses mekanisasi pertanian juga mulai diusahakan pada ekoregion ini sehingga hasil yang diperoleh menjadi lebih optimal. Selain mengusahakan pertanian tanaman tahunan dan musiman, sektor peternakan juga telah mulai berkembang. Ternak yang diusahakan antara lain sapi, kambing, kerbau dan babi. Pada ekoregion ini, pengolahan lahan dan peternakan berlangsung saling dukung satu sama lain.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dikembangkan oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Kualitas sumber daya manusia yang terbatas menjadi persoalan sosial utama
masyarakat. Masalah rendahnya kualiatas SDM ini dikarenakan rendahnya pendidikan pada ekoregion ini;
(2) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat kemiskinan masyarakat tinggi;
(3) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 17 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(4) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan.
Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi
Ekoregion dataran kaki Gunungapi di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sudah berkembang dibandingkan ekoregion vulkanik lainnya. Artinya dilihat dari kuantitas, kualitas dan struktur penduduk kondisi kependudukan pada ekoregion ini lebih kompleks. Dilihat berdasarkan kuantitasnya, jumlah penduduk pada ekoregion ini jauh lebih besar daripada ekoregion vulkanik lainnya. Daerah yang datar serta tanah yang lebih subur dan mudah diolah menjadikan alasan penduduk lebih banyak yang bertempat tinggal dan menetap. Secara kualitas, penduduk dapat dilihat berdasarkan pendidikan dan pelatihan formal yang dia miliki. Berdasarkan kualitasnya, penduduk yang berasal dari ekoregion ini cenderung memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ekoregion vulkanik lainnya. Sedangkan berdasarkan struktur penduduknya penduduk pada ekoregion ini telah mengalami perubahan dari penduduk muda menuju penduduk dewasa tahap awal.
Dinamika jumlah penduduk pada ekoregion ini ditentukan oleh migrasi dan hanya sebagian kecil ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Pada ekoregion ini tingkat fertilitasnya sudah cenderung rendah. Hal ini dikarenakan perempuan pada ekoregion ini lebih terdidik sehingga mereka berpikiran rasional dan sudah menganggap anak sebagai sebuah cost. Selain memiliki tingkat fertilitas yang sudah rendah, tingkat mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga sudah berada pada tingkat yang rendah. Pola hidup sehat dan kedekatan dengan fasilitas kesehatan menjadikan angka kematian dan kesakitannya menjadi rendah. Sedangkan berdasarkan migrasinya, migrasi penduduk pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi utamanya pada kelompok usia muda dan usia produktif. Para penduduk yang berusia muda melakukan migrasi dengan motif pendidikan. Selain pendidikan, motif mendapatkan pekerjaan di sektor non-pertanian juga menjadi alasan mengapa penduduk muda meninggalkan daerahnya. Karena banyaknya penduduk muda dan produktif yang melakukan migrasi maka penduduk yang tinggal pada ekoregion ini biasanya adalah penduduk anak-anak dan lansia. Akibatnya jiak dilihat dari beban ketergantungan penduduk, beban ketergantungannya berada pada kategori tinggi.
Selain kondisi demografis yang telah berkembang menjadi lebih kompleks, kondisi ekonomi pada ekoregion ini juga mengalami perkembangan hal serupa. Struktur ekonomi masyarakat telah lebih kompleks, bervariasi sejalan dengan perkembangan industri, perdagangan, dan jasa. Struktur ekonomi masyarakat yang mulanya hanya bertumpu pada
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 18 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
sektor pertanian untuk kebutuhan primer berubah ke sektor pertanian yang berorientasi ekonomi sekunder. Pengolahan lahan pertanian telah bervariasi, semakin kompleks, dan menuju ke arah agribisnis. Akibatnya telah terjadi penurunan kontribusi sektor pertanian terhadap ekonomi masyarakat. Tetapi di sisi lain, sektor industri berbasis pertanian dan jasa kemasyarakatan mulai berkembang.
Berdasarkan kondisi kebudayaan masyarakatnya, hubungan sosial dan kekerabatan bergeser ke hubungan ekonomi. Budaya gotong royong dan norma-norma yang ada di masyarakat mulai ditinggalakan. Selain itu, karena hubungan yang dibangun adalah hubungan ekonomi maka telah terjadi pemanfaatan sumber daya secara optimal bahkan ke arah berlebihan. Akibatnya persoalan lingkungan semakin terlihat. Kearifan lokal yang awalnya dipegang kuat oleh masyarakat sedikit demi sedikit telah mulai ditinggalkan dan berubah menjadi ekonomi berbasis pada pasar (market oriented).
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat ke norma
modern yang berbasis sistem individualis; (2) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat
budidaya pertanian yang berlebihan; dan (3) Kearifan lokal mulai luntur, budaya memelihara lingkungan telah berubah menjadi
sistem ekonomi pasar.
C.6. Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik (Struktural)
Ekoregion bentanglahan vulkanik di Pulau Sumatera terbagi menjadi tujuh macam, yaitu: Pegunungan Struktural Patahan, Perbukitan Struktural Patahan, Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan, Pegunungan Struktural Lipatan, Perbukitan Struktural Lipatan, dan Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan.
Pegunungan Struktural Patahan
Ekoregion Pegunungan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat sedikit. Selain itu kepadatan penduduk pada ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan peruntukan lahan untuk ekoregion ini bukanlah untuk permukiman
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 19 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
akan tetapi peruntukannya untuk kawasa lindung. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada struktur penduduk muda. Dilihat berdasarkan proses demografisnya, fertilitas dan mortalitas di ekoregion ini masih tinggi. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini tergolong tinggi.
Budidaya petanian pada ekoregion ini sangat terbatas dan belum berkembang. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah
penduduk yang rendah; (2) Persoalan sosial yang muncul adalah tingkat pendidikan dan keterampilan
masyarakat yang masih rendah; (3) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat tinggi; (4) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan
akses kesehatan masyarakat yang rendah; dan (5) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi kawasan.
Perbukitan Struktural Patahan
Ekoregion Perbukitan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kapulauan Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong masih sedikit. Meskipun demikian, pertambahan jumlah terjadi dari tahun ke tahun. Kepadatan penduduk pada ekoregion ini juga dikategorikan rendah dengan tipe permukiman cenderung mengelompok. Hal ini
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 20 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
dikarenakan fungsi kawasan ini bukan sebagai kawasan permukiman akan tetapi sebagai hutan lindung.
Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori tinggi pula. Begitu pula untuk migrasi uga tergolong tinggi. Potensi sumber daya yang besar tetapi dengan pengelolaan yang terbatas menjadikan penduduk yang ada di ekoregion ini memilih keluar untuk mencari pekerjaan.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion dataran aluvial tergolong masih sederhana. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan secara terbatas. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Hubungan keduanya adalah determinisme lingkungan dimana masyarakat menganggap bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Penduduk usia produktif terbatas yang disebabkan tingkat migrasi keluar tinggi; (2) Tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat yang masih rendah; (3) Persoalan ekonomi utama adalah rendahnya produktivitas lahan sehingga tingkat
kemiskinan masyarakat tinggi; (4) Persoalan kesehatan utama adalah tingkat kesakitan yang masih relatif tinggi dan
akses kesehatan masyarakat yang rendah; (5) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan
peruntukan fungsi kawasan.
Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan
Ekoregion Lembah antar Pegunungan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 21 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Jambi, Bengkulu, dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini memiliki jumlah yang besar dan terkonsentrasi di lembah antar pegunungan. Kepadatan penduduk pada ekoregion ini senantiasa bertambah dari tahun ke tahun. Berdasarkan strukturnya, struktur penduduk di ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan tergolong kategori muda menuju ke dewasa. Berarti penduduk yang ada pada ekoregion ini umumnya berada pada usia dewasa. Hal ini sekaligus menandakan potensi tenaga kerja cukup optimal karena penduduk produktif tersedia dengan banyak. Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas dan mortalitas pada ekoregian ini masih tinggi. Sedangkan migrasi yang dilakukan oleh penduduk berada pada kategori rendah.
Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh penduduk yang bekerja di sektor pertanian. Ketersediaan air yang melimpah sangat mendukung kegiatan pertanian yang menjadi sektor basis di ekoregion ini. Selain mengembangkan pertanian secara tradisional, penduduk yang berada pada ekoregion ini juga mengembangkan industri rumah tangga berbasis pertanian. Hasil pertanian diolah dan dipasarkan ke berbagai daerah untuk menambah penghasilan rumah tangga. Selain pertanian, industri rumah tangga dan perdagangan usaha yang dikembangkan oleh penduduk di ekoregion ini adalah peternakan. Jenis ternak yang dikembangkan adalah sapi dan kerbau.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat agraris masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Masyarakat berpendapat bahwa lingkungan pertanian yang berada di lembah pegunungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Salah satu kearifan lokal yang masih dipegrang adalah hak ulayat yang masih dipatuhi oleh penduduk sekitar sampai dengan saat ini.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan; (2) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat; dan (3) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat
budidaya pertanian yang berlebihan.
Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan
Ekoregion Lembah antar Perbukitan Struktural Patahan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat,
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 22 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung. Berdasarkan kondisi demografisnya jumlah dan kepadatan penduduk di ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan tersebut seiring waktu terus mengalami pertambahan. Jumlah dan kepadatan penduduk yang tinggi mengelompok di lembah antar perbukitan yang memiliki tanah yang subur. Berdasarkan struktur penduduknya, penduduk di ekoregion ini berada pada masa transisi dari penduduk struktur muda mengarah ke struktur penduduk dewasa. Dilihat berdasarkan proses demografisnya, fertilitas di ekoregion ini masih tinggi meskipun sedikit demi sedikit terus mengalami penurunan. Mortalitas dan mordibitas juga mengalami penurunan karena semakin dekatnya pelayanan kesehatan dan pola hidup masyarakat yang semaikin baik. Sedangkan untuk migrasi di ekoregion ini semakin meningkat intensitasnya. Hal ini dikarenakan semakin majunya wilayah sehingga penduduk dari luar daerah tertarik untuk melakukan perpindahan.
Ekoregion lembah antar pegunungan struktural patahan merupakan daerah yang subur sehingga pertanian merupakan lapangan usaha utama yang dikembangkan oleh penduduk. Berdasarkan kondisi ekonominya, kondisi ekonomi rumah tangga pada ekoregion telah berkembang dari sektor pertanian tradisional menuju pengembangan sektor pertanian agribisnis. Sektor ekonomi yang berkembang adalah sektor industri dengan pertanian sebagai basis usahanya. Pengolahan lahan pertanian terus berkembang dan teknologi-teknologi pertanian mulai diterapkan. Artinya pertanian yang diusahakan kini lebih kompleks dan bervariasi. Dengan demikian pendapatan masyarakat juga akan meningkat dan kesejahteraan penduduk juga akan ikut meningkat pula. Selain pertanian dan industri, sektor lain yang juga berkembang adalah peternakan, perdagangan dan jasa kemasyarakatan.
Arus migrasi yang terus menerus terjadi akan menyebabkan akulturasi budaya. Di sisi lain migrasi yang besar berpotensi menimbulkan konflik antar penduduk lokal dan pendatang. Pemicunya dapat berbagai hal mulai dari perebutan penguasaan sumber daya, perbedaan budaya yang mencolok atau sebab lainnya. Meskipun demikian sampai saat ini sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dipegang erat meskipun perlahan mulai berkurang. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat agraris masih dijunjung. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Oleh karena itu, berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan. Salah satu kearifan lokal yang masih dipegrang adalah hak ulayat yang masih dipatuhi oleh penduduk sekitar sampai dengan saat ini.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara rinci, berbagai permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah;
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 23 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(2) Mulai terjadi konflik antara masyarakat pendatang dengan penduduk lokal sebagai dampak migrasi yang berkembang;
(3) Pertanian berkembang, terjadi eksploitasi terhadap lahan; (4) Persoalan sosial yang ada adalah melemahnya norma sosial masyarakat; dan (5) Terjadi degradasi lahan dan menurunnya sumber daya alam potensial akibat
budidaya pertanian yang berlebihan.
Pegunungan Struktural Lipatan
Ekoregion Pegunungan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, dan Sumatera. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini tergolong sedikit. Selain itu kepadatan penduduk di ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan fungsi ekoregion ini adalah sebagai kawasan lindung. Berdasarkan proses demografinya, tingkat fertilitas pada ekoregion ini tergolong dalam kategori tinggi. Kondisi mortalitas dan mordibitas pada ekoregion ini juga tergolong dalam kategori tinggi pula. Sedangkan untuk migrasi (migrasi keluar) juga tergolong tinggi.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion ini tergolong belum berkembang. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan secara terbatas. Pertanian yang diusahakan lebih banyak berfungsi sebagai tanaman lindung dengan tanaman keras sebagai jenis tanamannya. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Norma sosial di masyarakat masih dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Hubungan keduanya adalah determinisme lingkungan dimana masyarakat menganggap bahwa lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup. Oleh karena itu, berbagai kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan pemeliharaan fungsi kawasan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Secara umum, permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas; (2) Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas; (3) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; dan (4) Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan.
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 24 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Perbukitan Struktural Lipatan
Ekoregion Perbukitan Struktural Lipatan di Pulau Sumatera tersebar di beberapa provinsi seperti Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Secara demografis, jumlah penduduk yang berada pada ekoregion ini sangat rendah. Kepadatan penduduk di ekoregion ini juga sangat rendah. Hal ini dikarenakan fungsi ekoregion ini adalah sebagai kawasan lindung.
Struktur ekonomi masyarakat pada ekoregion ini tergolong belum berkembang. Sektor ekonomi yang diusahakan masih mengandalkan pertanian dengan komoditas tanaman keras. Meskipun tanaman budidaya mulai dikembangkan tetapi disuahakan secara terbatas. Karena statusnya sebagai kawasan lindung, aturan pengelolaan lahan lebih banyak diintervensi pemerintah daerah dengan status lahan sebagai kawasan lindung. Masyarakat lokal kurang memiliki peran dalam mengelola lahan karena memeiliki wewenang yang terbatas. Akibat dari pengelolaan lahan yang terbatas dan pertanian sebagai satu-satunya sektor untuk menggantungkan hidupnya maka kemiskinan menjadi isu yang ada pada ekoregion ini.
Berdasarkan kondisi budaya masyarakatnya, sistem kekeluargaan dan kekerabatan pada ekoregion ini masih sangat tinggi. Budaya gotong royong dan norma-norma masyarakat dijunjung tinggi. Hubungan antara manusia dan lingkungan pada ekoregion ini sangat tinggi. Selain itu berbagai budaya dan kearifan lokal dikembangkan serta dijaga oleh masyarakat untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
Dengan berbagai potensi sumberdaya manusia dari segi sosial, ekonomi dan budaya, terdapat beberapa permasalahan yang berpotensi muncul. Permasalahan yang berpotensi muncul pada ekoregion ini antara lain: (1) Peran kawasan sebagai kawasan lindung berbenturan dengan kepentingan ekonomi
masyarakat; (2) Jumlah penduduk sedikit, jumlah tenaga potensial terbatas; (3) Kemiskinan masih tinggi sebagai dampak dari sumber daya lahan yang terbatas; (4) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah; dan (5) Penduduk lokal memiliki kewenangan yang terbatas dalam mengelola lahan.
Lembah antar Perbukitan Struktural Lipatan
Bentanglahan struktural berikutnya adalah ekoregion lembah antar perbukitan struktural lipatan. Ekoregion ini tersebar di wilayah Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, dan Sumatera Selatan. Kondisi demografi ekonomi dan sosial budaya kawasan ini menyimpan berbagai potensi yang menguntungkan sekaligus potensi masalah. Beberapa potensi menguntungkan dari kawasan ini adalah potensi tenaga kerja produktif yang
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 25 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
berlimpah jumlahnya, sektor pertanian berkembang pesat karena didukung industri pengolahan hasil pertanian, dan sistem kekerabatan masyarakat masih kuat serta kearifan lokal terkait pelestarian bidang pertanian dan pengolahan lahan masih dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat.
Lembah antar perbukitan merupakan lokasi yang strategis bagi perkembangan penduduk. Jumlah penduduk terus bertambah di kawasan ini. Tingkat kepadatan penduduk juga meningkat setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena tingkat fertilitas yang masih cukup tinggi dan tingkat migrasi yang masih rendah. Derajat kesehatan yang baik menyebabkan struktur penduduk mengarah pada struktur dewasa. Oleh karena itu potensi tenaga kerja pada kawasan ini cukup optimal.
Struktur perekonomian masyarakat di ekoregion lembah antar perbukitan struktural lipatan didominasi oleh sektor primer. Kegitan pertanian menjadi andalan di kawasan ini. Sektor pertanian cukup berkembang di sini karena didukung dengan kegiatan budidaya pertanian yang cukup bervariasi dan juga dengan adanya industri rumah tangga yang berbasis pertanian. Industri ini berkembang untuk mendukung pemasaran hasil pertanian dengan cara meningkatkan nilai jual produksi pertanian lokal. Selain usaha pertanian, usaha peternakan dan perdagangan juga berkembang di kawasan ini.
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat masih tergolong kuat dalam hal kekerabatan dan kekeluargaan. Masyarakat di kawasan ini adalah masyarakat pertanian perdesaan yang masih menjunjung tinggi kearifan lokal. Berbagai kearifan lokal yang terkait dengan pelestarian di bidang pertanian dan pengolahan lahan masih dipegang oleh masyarakat di kawasan ini. Misalnya penggunaan pupuk organik menggantikan pupuk kimia, sistem pertanian berganti tiap musim untuk mencegah kerusakan lahan akibat ditanami hanya satu jenis tanaman dan sebagainya.
Beberapa masalah juga masih dihadapi di kawasan ini seiring dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Beberapa masalah tersebut seperti diuraikan berikut ini.
(1) Jumlah penduduk berkembang, mulai terjadi konflik peruntukan lahan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun seiring dengan tingginya tingkat fertilitas akan menyebabkan keterbatasan luasan lahan untuk pertanian, permukiman dan kegiatan usaha yang lain. Oleh karena itu antar individu dan antar kepentingan perlu diberikan sosialisasi terkait peruntukan lahan.
(2) Perkembangan sektor pertanian mengarah pada degradasi lahan. Sektor pertanian yang menjadi andalan, apalagi didukung dengan berdirinya industri rumah tangga untuk pengolahan hasil pertanian menjadikan lahan akan dioptimalkan produktivitasnya. Hal ini tentu akan berakibat fatal apabila tidak diiringi dengan
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 26 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
upaya pelestariaan lahan melalui kegiatan pertanian yang ramah lingkungan dan sistem rotasi dalam bertani.
(3) Persoalan kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Permasalahan pendidikan dan kesehatan yang berhubungan dengan kualitas sumberdaya manusia masih perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah. Pengelolaan sumberdaya alam akan bisa optimal bila didukung dengan kualitas sumberdaya manusia yang baik.
C.7. Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional
Bentanglahan denudasional terdiri dari 3 ekoregion yaitu ekoregion perbukitan denudasional (D2), Lerengkaki Perbukitan Denudasional (D32), dan Lembah Antar Perbukitan Denudasional (D42).
Ekoregion Perbukitan Denudasional
Ekoregion perbukitan denudasional di Pulau Sumatera tersebar di Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung. Situasi kependudukan di ekoregion ini menjelaskan bahwa kawasan ini masih masih jarang penduduk. Penduduk yang tingkal di kawasan ini pada umumnya adalah kelompok penduduk muda yang didominasi oleh anak-anak dan remaja. Hal ini menunjukkan tingkat kelahiran penduduk masih cukup tinggi. angka migrasi pada penduduk di kawasan ini juga rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok penduduk usia produktif tidak banyak di kawasan ini. Apabila melihat kembali struktur penduduk yang didominasi penduduk muda menegaskan bahwa angka kematian dan kesakitan di ekoregion ini juga masih cukup tinggi.
Potensi perekonomian di ekoregion perbukitan denudasional masih belum teroptimalkan. Sektor utama yang menjadi andalan di kawasan ini adalah sektor primer yaitu kegiatan pertanian di lahan dengan komiditas utamanya tanaman tahunan. Pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan pertanian di bentuk lahan denudasional pada masyarakat setempat masih rendah. Hal ini terbukti dari terbatasnya pengelolaan lahan oleh masyarakat setempat sehingga belum bisa meningkatkan harga jual sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan.
Situasi sosial budaya di kawasan perbukitan denudasional pada umumnya menunjukkan gejala sistem kekerabatan yang masih erat. Sistem kekeluargaan dan kekerabatan masih dijunjung tinggi masyarakat setempat. Saling bergantung antar satu sama lain dalam konteks makhluk sosial masih berlaku pada masyarakat yang tinggal di
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 27 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
kawasan ini. Masyarakat memegang teguh pandangan lingkungan sebagai sumber kelangsungan hidup sehingga harus dijaga kelestariannya. Masyarakat setempat seringkali bekerja sama dalam mengupayakan kelestarian lingkungan demi keberlangsungan hidup bersama.
Selain potensi yang masih belum teroptimalkan, beberapa persoalan yang dihadapi di ekoregion ini diantaranya, berikut ini.
(1) Masih banyaknya jumlah penduduk miskin di kawasan ini. Kemiskinan masih belum dapat dihilangkan di kawasan ini karena masih terbatasnya upaya untuk keluar dari kemiskinan yang diketahui masyarakat setempat. Mereka hanya tahu memanfaatkan lahan yang ada untuk kegiatan pertanian sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki selama ini. Selain keterbatasan kemampuan dalam mengelola lahan pertanian, semakin sedikitnya luasan lahan pertanian juga semakin mempersulit masyarakat mengembangkan kegiatan pertaniannya. Kegiatan pertanian yang diupayakan belum menunjukkan hasil yang signifikan terkait dengan peningkatan kesejahteraan.
(2) Pengelolaan lahan di kawasan perbukitan denudasional juga menemui masalah dalam hal keterbatasan jumlah sumberdaya tenaga kerja produktif. Jumlah tenaga kerja yang mengelola lahan semakin sedikit seiring dengan rendahnya pertambahan jumlah penduduk usia produktif di kawasan ini.
(3) Benturan kepentingan antara masyarakat yang mengupayakan lahan untuk kegiatan perekonomian dan pemerintah yang mengupayakan perlindungan kawasan dari kerusakan masih belum menemui jalan tengah. Hal ini menimbulkan pengembangan lahan untuk sektor pertanian mengalami kesulitan akibat perbedaan kepentingan tersebut. Pemerintah perlu mengupayakan pendekatan pada masyarakat melalu program-program peningkatan perekonomian terutama dalam peningkatan produktivitas pertanian. Sehingga masyarakat bisa berdikari dengan luasan lahan yang dimiliki tanpa merusak kawasan lindung yang diupayakan pemerintah
(4) Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat setempat mendorong tindakan pengelolaan lahan yang tidak ramah lingkungan, seperti pembakaran dan ladang berpindah. Masyarakat yang masih banyak berada di bawah garis kemiskinan, banyak yang memanfaatkan lahan pada kawasan lindung untuk kegiatan ekonominya seperti pembukaan lahan untuk pertanian maupun pendirian bangunan untuk kegiatan perdagangan maupun permukiman.
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 28 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
Ekoregion Lerengkaki Perbukitan Denudasional
Ekoregion selanjutnya yang termasuk dalam bentanglahan denudasional adalah ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional. Ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional di Pulau Sumatera banyak tersebar di kepulauan Bangka Belitung. Situasi kependudukan di kawasan ekoregion ini menunjukkan gejala perkembangan jumlah penduduk. Tingkat kepadatan penduduk masih rendah di kawasan ini. Penduduk yang mendominasi di kawasan ini adalah kelompok penduduk muda yaitu anak-anak dan remaja. Besarnya jumlah penduduk muda ini diakibatkan oleh tingkat kelahiran yang masih cukup tinggi di kawasan ekoregion ini. Dinamika jumlah penduduk di kawasan lerengkaki perbukitan denudasional lebih banyak ditentukan oleh kelahiran dan kematian. Hal ini dikarenakan jumlah migrasi yang rendah sehingga tidak berpengaruh terhadap perubahan situasi kependudukan.
Kegiatan perekonomian di kawasan ini didomiasi oleh sektor pertanian. Sektor ini merupakan tumpuan perekonomian masyarakat. Kegiatan pertanian yang diupayakan masih tergolong sederhana. Pengelolaan lahan pertanian dilakukan dengan penanaman tanaman semusim misalnya padi, jagung dan tanaman palawija. Keterbatasan pengetahuan dan keterampilan masyarakat sekitar dalam mengolah lahan menjadikan kurang optimalnya pendapatan yang diterima masyarakat dari hasil pertanian. Hal ini menjadikan tingkat kesejahteraan masyarakat tidak banyak meningkat.
Kondisi sosial budaya yang dapat dijumpai di kawasan lerengkaki perbukitan denudasional adalah masih eratnya sistem kekeluargaan dan kekerabatan masyarakat setempat. Hal baik yang selanjutnya muncul dari keeratan sistem kekerabatan ini adalah kerjasama antar anggota masyarakat untuk menciptakan budaya yang mendukung dan mempertahankan kelestarian lingkungan. Misalnya saja sistem tanam yang berganti tiap musim untuk mencegah kerusakan lahan. Upaya pencegahan pembakaran hutan dalam pembukaan lahan baru terus digalakkan melalui kerjasama antarmasyarakat.
Permasalahan yang masih terjadi di kawasan ekoregion lerengkaki perbukitan denudasional seperti diuraikan berikut ini.
(1) Kemiskinan masih menjadi persoalan serius sebagai akibat keterbatasan sumber daya lahan. Sumberdaya lahan yang dapat diolah untuk kegiatan pertanian semakin sedikit jumlahnya mengingat pembatasan pembukaan lahan baru di kawasan lindung. Selain itu luasan lahan pertanian yang sudah semakin sempit akibat pembangunan kawasan non permukiman yang semakin marak menjadikan masyarakat tidak bisa mengupayakan penembangan pertanian dengan ekstenfikasi pertanian. Pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan lahan yang masih rendah di kalangan masyarakat menyebabkan mereka masih belum
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 29 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
mampumengoptimalkan produktifitas pertanian dengan lahan yang terbatas. Penyuluhan pertanian untuk kegiatan intensifikasi pertanian bagi masyarakat setempat perlu diupayakan pemerintah guna membantu mereka meningkatkan pendapatan dari sektor andalan mereka yaitu pertanian. Melalui peningkatan pendapatan ini diharapkan dapat membantu mereka keluar dari jerat kemiskinan.
(2) Keterbatasan sumber daya tenaga kerja produktif sebagai dampak dari jumlah penduduk yang rendah. Jumlah penduduk usia produktif yang rendah pertumbuhannya menjadikan tenaga kerja produktif untuk menggerakkan roda perekonomian daerah menjadi terbatas. Tingginya jumlah kelahiran yang diiringi dengan tingginya jumlah kematian penduduk menjadikan jumlah penduduk usia produktif semakin sedikit. Hal ini perlu diantisipasi dengan peningkatan derajat kesehatan penduduk dan pembatasan jumlah kelahiran untuk menghindari ledakan jumlah penduduk muda di masa-masa mendatang.
(3) Persoalan konflik terkait dengan fungsi lahan sebagai kawasan lindung dengan kepentingan ekonomi masyarakat. Konflik penggunaan lahan untuk kawasan lindung dan kegiatan ekonomi masyarakat masih perlu terus diupayakan pemecahannya. Kesadaran dari keduabelah pihak perlu diupayakan disini. Pemerintah harus menyadari pentingnya lahan untuk kegiatan perekonomian masyarakat sehingga harus mencarikan solusi yang dapat terus menggiatkan perekonomian masyarakat ketika mereka membatasi penggunaan lahan. Masyarakat juga perlu disadarkan terkait pentingnya kelestarian lingkungan dengan mengupayakan kawasan lindung.
(4) Persoalan ekonomi berdampak pada pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan fungsi kawasan. Jerat kemiskinan yang masih membayangi kelompok masyarakat di kawasan ekoregion lereng kaki perbukutan denudasional menjadikan mereka melakukan berbagai upaya untuk dapat meningkatkan pendapatan mereka. Salah satunya adalah melakukan pengelolaan lahan untuk peningkatan pendapatan namun berseberangan dengan peruntukkan fungsi kawasn. Misalnya membangun permukiman dan kompleks usaha di kawasan untuk lindung atau pertanian. Desakan ekonomi menjadikan masyarakat tidak lagi memperdulikan kepentingan kelestarian lingkungan.
Ekoregion Lembah antar Perbukitan Denudasional
Bentanglahan denudasional selanjutnya adalah ekoregion lembah antar perbukitan denudasional. Ekoregion lembah antar perbukitan denudasional di Pulau Sumatera tersebar di Kep. Riau dan Kep. Bangka Belitung. Kawasan lembah yang pada umumnya sangat subur ini memiliki jumlah penduduk yang tinggi. Tingkat kepadatan penduduk
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 30 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
meningkat setiap tahunnya. Tingginya jumlah penduduk lebih disebabkan karena tingkat fertilitas yang masih tinggi. Dinamika kependudukan di kawasan ini tidak hanya dipengaruhi dari proses kelahiran dan kematian namun juga dipengaruhi oleh arus migrasi, terutama arus migrasi keluar yang terus berkembang. Struktur penduduk di ekoregion lembah antarperbukitan denudasional ini mengarah pada struktur penduduk dewasa. Hal ini dapat terjadi karena kualitas kesehatan masyarakat yang baik sehingga kelompok muda yang tinggi sebagai hasil dari tingginya angka kelahiran dapat bertahan hingga usia dewasa dan produktif. Tingginya jumlah penduduk usia muda menuju dewasa merupakan potensi bagi penyediaan tenaga kerja produktif yang menggerakkan laju perekonomian.
Kegiatan perekonomian di kawasan ekoregion lembah antar perbukitan denudasional masih berbasis pada pertanian. Sektor pertanian di kawasan ini berkembang pesat karena dukungan kesuburan lahan. Oleh karena itu sektor pertanian menjadi andalan di kawasan ini. perkembangan sektor pertanian telah mengarah pada kegiatan perekonomian agribisnis. Kegiatan ini menjanjikan hasil yang lebih baik daripada kegiatan pertanian pada umumnya. agribisnis yang bertumpu pada kegiatan pengolahan hasil pertanian dengan teknologi yang tepat guna menunjukkan semakin berkembangnya kegiatan oertanian dikawasan ini. Selain kegiatan pertanian yang telah mengarah pada agribisnis, kegiatan peternakan dan perdagangan juga mulai berkembang di kawasan ini. Hal ini terjadi karena besarnya jumlah penduduk, sehingga masing-masing dari mereka melakukan berbagai kegiatan perekonomian untuk meningkatkan kesejahteraan.
Situasi sosial budaya masyarakat di kawasan ini sangat kuat dipengaruhi budaya masyarakat pertanian. Hal ini ditunjukkan dari masih eratnya sistem kekerabatan dan masih dijunjung tingginya falsafah gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat di kawasan ini masih sangat mengedepankan kearifan lokal dalam setiap aspek kehidupannya. Misalnya dalam pengelolaan lahan tidak boleh menggunakan pupuk kimiwai berlebihan dan diganti dengan penggunaan pupuk organik.
Kondisi yang cukup stabil pada kawasan lembah antar perbukitan denudasional tidak lepas dari adanya masalah. Beberapa masalah yang dihadapi di kawasan lembah antar perbukitan denudasional diuraikan berikut ini.
(1) Jumlah penduduk yang terus meningkat berdampak pada konflik pengelolaan lahan. Penduduk yang semakin banyak akan menimbulkan semakin sempitnya luasan lahan baik untuk permukiman, pertanian, maupun untuk kepentingan lain. Benturan kepentingan antar masyarakat ini bisa diatasi dengan intervensi pemerintah melalui pengadaan sertifikat kepemilikan tanah yang akan menjadi bukti sah untuk pengelolaan lahan bagi tiap masyarakat.
Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Sumatera 1 : 250.000
C - 31 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion (P3E) Sumatera
(2) Keterbatasan kualitas sumber daya manusia, tingkat pendidikan dan keterampilan masih rendah. Jumlah penduduk yang semakin bertambah setiap tahunnya tidak diiringi dengan peningkatan kualitas penduduk. Tingkat pendidikan dan keterampilan yang masih rendah menjadikan masyarakat belum mampu mengoptimalkan pengelolaan lahan dengan teknik-teknik yang lebih efektif dan efisien namun mampu menghasilkan lebih banyak sehingga dapat meningkatkan pendapatan secara lebih nyata.
(3) Persoalan kemiskinan masih dominan. Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia menjadikan banyak masyarakat yang tinggal di kawasan ekoregion ini belum mendapatkan hasil yang optimal dari pengelolaan lahan, baik dari sektor pertanian maupun yang lain. Peningkata pendapatan yang tidak signifikan menjadikan banyak masyarakat masih terjerat dalam permasalahan kemiskinan. pemerintah perlu melakukan upaya untu menurunkan angka kemiskinan di kawasan yang subur ini melalui berbagai tindakan perbaikan perekonomian masyarakat dengan pertanian sebagai sektor andalan.
LAMPIRAN
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
Tab
el 0
1
Desk
rips
i Kar
akte
rist
ik E
kore
gion
Sum
ater
a Sk
ala
1 : 2
50.0
00
As
pek
Kara
kter
istik
Ben
tang
laha
n, P
oten
si, d
an P
erm
asal
ahan
Sum
berd
aya
Alam
Non
-Hay
ati (
Abio
tik)
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
K
arak
teri
stik
Ben
tan
glah
ang
Pot
ensi
Su
mb
erd
aya
Ala
m N
on-H
ayat
i P
erm
asal
ahan
Su
mb
erd
aya
Ala
m N
on-H
ayat
i
1.
Vulk
anik
V1
Ker
ucut
dan
Le
reng
Gun
unga
pi
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Beng
kulu
, Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
M
orfo
logi
pun
cak
gunu
ngap
i de
ngan
relie
f san
gat c
uram
, le
reng
30
hing
ga >
45%
, bed
a tin
ggi >
500
met
er, d
enga
n ke
tingg
ian
>100
0 m
eter
dar
i pe
rmuk
aan
air l
aut.
Te
rben
tuk
dari
pro
ses u
tam
a al
iran
mag
ma
(vul
kani
sm),
deng
an st
rukt
ur p
enge
ndap
an
seca
ra p
erio
dik
dan
mem
bent
uk si
stem
per
lapi
san
seca
ra m
enge
rucu
t.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
ber
upa
baha
n-ba
han
piro
klas
tik h
asil
peng
enda
pan
alir
an la
va,
laha
r, da
n m
ater
ial j
atuh
an
(air
born
e de
posi
te).
Ka
rena
ket
ingg
iann
ya y
ang
bera
da d
i ata
s 1.0
00 m
eter
da
ri p
erm
ukaa
n ai
r lau
t, m
aka
sesu
ai h
ukum
ba
rom
etri
s suh
u ud
ara
sang
at d
ingi
n da
n ud
ara
rela
tif
lebi
h le
mba
b, a
kiba
t tin
ggin
ya k
andu
ngan
uap
air
di
udar
a.
M
ater
ial m
asih
ber
upa
mat
eria
l seg
ar, y
ang
dapa
t be
rupa
agr
egat
ata
u bo
ngka
han
(blo
ck la
va) m
aupu
n le
pas-
lepa
s (se
pert
i pas
ir d
an k
erik
il en
dapa
n la
har)
.
Pada
gun
unga
pi y
ang
tidak
akt
if (p
ost v
olca
no) a
tau
mas
a is
tirah
at, m
ulai
terb
entu
k ta
nah-
tana
h m
uda
yang
m
asih
men
unju
kkan
bah
an m
ater
ial t
anah
(par
ent
mat
eria
l ata
u re
golit
h).
Pa
da g
unun
g-gu
nung
api t
ua, y
ang
pern
ah m
enga
lam
i er
upsi
sang
at b
esar
(exp
losi
ve) a
tau
kare
na k
epot
ong
stru
ktur
pat
ahan
regi
onal
sepe
rti P
atah
an S
eman
gko,
m
aka
bany
ak d
ijum
pai k
alde
ra, y
ang
kem
udia
n m
ampu
m
enam
pung
air
huj
an d
an te
rben
tuk
dana
u ka
lder
a (c
rate
r), s
eper
ti: D
anau
Tob
a di
Sum
ater
a Ut
ara,
Dan
au
Man
inja
u, D
anau
Ata
s dan
Baw
ah d
i Buk
it Ti
nggi
Su
mat
era
Bara
t, da
n se
baga
inya
.
Pada
bag
ian
teku
k le
reng
di b
awah
mor
folo
gi le
reng
gu
nung
api,
mul
ai m
ucul
mat
aair
topo
graf
ik se
baga
i ba
gian
dar
i jal
ur p
erta
ma
sabu
k m
ataa
ir (s
prin
g be
lt)
dan
men
jadi
hul
u se
buah
sung
ai (c
aban
g pe
rtam
a).
Pa
da te
kuk
lere
ng d
i baw
ah m
orfo
logi
lere
ng, m
ulai
m
uncu
l alir
an su
ngai
yan
g be
rsum
ber d
ari s
ebua
h m
ataa
ir, d
enga
n be
ntuk
lem
bah
vert
ikal
, san
gat c
uram
, se
mpi
t, da
n da
lam
, seh
ingg
a se
ring
kali
diju
mpa
i pe
nyem
pita
n al
iran
(rap
id v
alle
y) d
an p
embe
ntuk
an a
ir
terj
un (w
ater
fall)
yan
g be
sar a
kiba
t pem
oton
gan
topo
graf
i ata
u pr
oses
pem
beku
an la
va y
ang
tiba-
tiba
dan
mem
bent
uk to
pogr
afi b
erup
a di
ndin
g te
rjal
(s
udde
n st
op o
f lav
a flo
w),
sepe
rti:
Lem
bah
Anai
dan
Si
hano
uk d
i Buk
it Ti
nggi
. Alir
an a
ir d
an a
ir te
rjun
te
rseb
ut d
apat
dim
anfa
atka
n se
baga
i ene
rgi a
ltern
atif
pem
bang
kit l
istr
ik (m
ikro
hidr
olik
a).
Pa
da g
unun
gapi
yan
g m
asih
akt
if,
mer
upak
an z
ona
baha
ya u
tam
a ak
ibat
anc
aman
alir
an la
va, l
ahar
, da
n aw
an p
anas
, yan
g la
ngsu
ng
men
galir
dar
i kep
unda
n at
au
kaw
ah u
tam
anya
.
Pada
gun
unga
pi y
ang
mas
ih a
ktif,
be
lum
terb
entu
k ta
nah
kare
na
mat
eria
l mas
ih b
aru
(fre
sh) d
an
belu
m m
enun
jukk
an ta
nda-
tand
a pr
oses
pem
bent
ukan
tana
h (p
edog
enes
is).
Pa
da g
unun
gapi
yan
g tid
ak a
ktif
atau
seda
ng is
tirah
at, a
kiba
t le
reng
yan
g sa
ngat
cura
m,
mat
eria
l bel
um p
adu,
den
gan
cura
h hu
jan
tingg
i, m
aka
men
yeba
bkan
pot
ensi
ben
cana
al
am b
erup
a lo
ngso
r lah
an.
Ti
dak
ada
pem
anfa
atan
apa
pun
yang
ber
sifa
t bud
iday
a, k
aren
a ke
ndal
a ke
tingg
ian,
kem
irin
gan
lere
ng, i
klim
, sum
berd
aya
air d
an
laha
n, se
rta
sulit
nya
jari
ngan
in
fras
truk
tur u
ntuk
dib
angu
n.
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
Pa
da g
unun
gapi
den
gan
ketin
ggia
n pu
ncak
(ker
ucut
da
n le
reng
) di b
awah
1.5
00-2
.000
met
er, y
ang
seca
ra
hidr
ogeo
mor
folo
gi d
apat
ber
fung
si se
baga
i dae
rah
peng
isia
n ai
r huj
an (r
echa
rge
area
) ata
u ta
ngka
pan
air
huja
n (c
athm
ent a
rea)
, dan
seca
ra k
erua
ngan
ber
fung
si
seba
gai k
awas
an li
ndun
g (p
rote
cted
are
a).
V2 K
aki
Gunu
ngap
i
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Beng
kulu
, Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
M
orfo
logi
ber
angs
ur-a
ngsu
r da
ri a
tas k
e ba
wah
men
gala
mi
penu
runa
n ke
mir
inga
n le
reng
da
ri cu
ram
ke
mir
ing
deng
an
lere
ng 1
5 - 3
0%, b
eda
tingg
i re
rata
75
- 500
met
er.
Te
rben
tuk
dari
pro
ses u
tam
a al
iran
lava
dan
laha
r (v
ulka
nism
), de
ngan
stru
ktur
pe
ngen
dapa
n se
cara
per
iodi
k ya
ng m
enun
jukk
an p
erio
disa
si
peng
enda
pan
akib
at le
tusa
n.
M
ater
ial a
tau
batu
an u
tam
a pe
nyus
un b
erup
a ba
han-
baha
n pi
rokl
astik
has
il pe
ngen
dapa
n al
iran
lava
, la
har,
dan
mat
eria
l jat
uhan
(a
irbo
rne
depo
site
), be
rupa
ps
ir, k
erik
il, k
erak
al, d
an
beba
tuan
den
gan
berb
agai
uk
uran
.
Ko
ndis
i suh
u ud
ara
mas
ih te
rasa
din
gin
dan
seju
k ka
rena
ket
ingg
iann
ya, d
an u
dara
rela
tif m
asih
lem
bab
deng
an k
andu
ngan
uap
air
yan
g cu
kup.
Mat
eria
l ber
upa
baha
n-ba
han
piro
klas
tik h
asil
erup
si
gunu
ngap
i, ya
ng d
apat
ber
upa
agre
gat a
tau
bong
kaha
n (s
eper
ti bl
ok la
va) m
aupu
n le
pas-
lepa
s (se
pert
i pas
ir
dan
keri
kil e
ndap
an la
har)
, seh
ingg
a be
rpot
ensi
seba
gai
baha
n ga
lian
min
eral
gol
onga
n C,
ber
upa
pasi
r, ke
riki
l, ke
raka
l, da
n ba
tu, s
ebag
ai b
ahan
bak
u ba
ngun
an,
indu
stri
sem
en, p
emba
ngun
an ja
lan,
dan
infr
astr
uktu
r fis
ik la
inny
a.
Ta
nah
mul
ai b
erke
mba
ng d
enga
n so
lum
ke
arah
baw
ah
sem
akin
teba
l, be
rwar
na g
elap
keh
itam
an, t
ekst
ur p
asir
be
rdeb
u (u
ntuk
gun
unga
pi a
ktif)
ata
u pa
sir d
ebu
berl
empu
ng (u
ntuk
gun
unga
pi tu
a), b
erup
a ta
nah-
tana
h An
doso
l yan
g su
bur.
Pa
da b
agia
n te
kuk
lere
ng d
i baw
ah m
orfo
logi
kak
i gu
nung
api,
bany
ak m
ucul
mat
aair
topo
graf
ik se
baga
i ba
gian
dar
i jal
ur k
edua
sabu
k m
ataa
ir (s
prin
g be
lt)
deng
an d
ebit
alir
an y
ang
besa
r, ya
ng b
erpo
tens
i se
baga
i sum
ber a
ir b
ersi
h ba
gi in
dust
ri a
ir m
inum
da
lam
kem
asan
ata
u PD
AM. M
ataa
ir in
i jug
a m
ampu
m
ensu
plai
alir
an su
ngai
seca
ra k
ontin
yu, s
ehin
gga
umum
nya
sung
ai m
enga
lir se
panj
ang
tahu
n (p
eren
ial)
.
Pola
alir
an su
ngai
mul
ai b
erke
mba
ng m
embe
ntuk
pol
a pa
ralle
l unt
uk sa
tu si
si le
reng
gun
unga
pi a
tau
pola
ra
dial
sen
trifu
gal u
ntuk
kes
elur
uhan
kel
iling
tubu
h gu
nung
api.
Bent
uk le
mba
h su
ngai
mas
ih v
ertik
al,
cura
m, d
an a
gak
dala
m, s
ehin
gga
terk
adan
g m
asih
di
jum
pai p
enye
mpi
tan
alir
an (r
apid
val
ley)
dan
te
rjun
an-t
erju
nan
keci
l (sm
all w
ater
fall)
.
Laha
n m
ulai
dap
at d
iman
faat
kan
dan
mun
cul b
entu
k-be
ntuk
pem
anfa
atan
laha
n ya
ng p
rodu
ktif,
sepe
rti:
huta
n pr
oduk
si, p
erke
buna
n, d
an p
eman
faat
an p
oten
si
alam
unt
uk p
enge
mba
ngan
wis
ata
min
at k
husu
s ala
m
pegu
nung
an d
enga
n pe
man
dang
an y
ang
inda
h, u
dara
se
juk,
air
ber
limpa
h, d
an ta
nah
yang
subu
r.
Pa
da g
unun
gapi
yan
g m
asih
akt
if,
mer
upak
an z
ona
baha
ya k
edua
ak
ibat
anc
aman
alir
an la
va, l
ahar
, da
n aw
an p
anas
, yan
g m
enga
lir
mel
alui
lem
bah-
lem
bah
sung
ainy
a, se
rta
huja
n ab
u ya
ng
dapa
t ter
seba
r sec
ara
mel
uas d
i se
kita
r kep
unda
n gu
nung
api.
Pe
man
faat
an la
han
dan
konf
lik
pena
taan
ruan
g be
rupa
kon
vers
i la
han
men
jadi
laha
n-la
han
perm
ukim
an m
ulai
terj
adi,
baik
pa
da b
enta
ngla
han
kaki
gu
nung
api y
ang
tidak
akt
if at
au
seda
ng is
tirah
at, m
aupu
n pa
da
gunu
ngap
i gun
unga
pi a
ktif.
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 3
Ka
rena
ket
ingg
ian,
kem
irin
gan
lere
ng, d
an
kedu
duka
nnya
di b
awah
lere
ng g
unun
gapi
, mak
a be
ntan
glah
an in
i sec
ara
hidr
ogeo
mor
folo
gi b
erfu
ngsi
se
baga
i dae
rah
peng
alir
an a
irta
nah
(flo
w g
roun
dwat
er)
dan
daer
ah re
sapa
n ai
r huj
an (i
nfilt
rasi
on a
nd
perc
olat
ion
area
) yan
g be
rper
an d
alam
pen
gisi
an
airt
anah
ke
dala
m a
kuife
r, se
hing
ga se
cara
ker
uang
an
dapa
t dite
tapk
an se
baga
i kaw
asan
pen
yang
ga (b
uffe
r ar
ea) d
enga
n pe
man
faat
an te
rbat
as (h
utan
pro
duks
i te
rbat
as a
tau
perk
ebun
an ta
nam
an ta
huna
n).
V3 D
atar
an K
aki
Gunu
ngap
i
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Beng
kulu
, Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
M
orfo
logi
dat
aran
den
gan
relie
f lan
dai h
ingg
a be
rgel
omba
ng, k
emir
inga
n
lere
ng 8
- 15
%, b
eda
tingg
i re
rata
25
- 75
met
er.
Te
rben
tuk
dari
pro
ses u
tam
a al
iran
lava
dan
laha
r (v
ulka
nism
), de
ngan
stru
ktur
pe
ngen
dapa
n se
cara
per
iodi
k ya
ng m
enun
jukk
an p
erio
disa
si
peng
enda
pan
akib
at le
tusa
n,
deng
an p
erse
bara
n m
ater
ial
diba
ntu
oleh
alir
an su
ngai
.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
ber
upa
baha
n-ba
han
piro
klas
tik h
asil
peng
enda
pan
alir
an la
har d
an
mat
eria
l jat
uhan
(air
born
e de
posi
te),
beru
pa p
asir
, ker
ikil,
da
n ke
raka
l.
Ka
rena
pen
urun
an k
etin
ggia
n, m
aka
suhu
uda
ra m
ulai
te
rasa
han
gat h
ingg
a pa
nas,
berg
antu
ng m
usim
, nam
un
dem
ikia
n ud
ara
rela
tif m
asih
rela
tif b
ersi
h da
n se
gar
kare
na p
enga
ruh
kond
isi b
enta
ngla
han
yang
ala
mi.
Mat
eria
l ber
upa
baha
n-ba
han
piro
klas
tik h
asil
erup
si
gunu
ngap
i, ya
ng u
mum
nya
dido
min
asi o
leh
baha
n-ba
han
lepa
s-le
pas,
sepe
rti p
asir
, ker
ikil,
ker
akal
, dan
be
batu
an h
asil
pros
es e
ndap
an la
har,
sehi
ngga
be
rpot
ensi
seba
gai b
ahan
gal
ian
min
eral
gol
onga
n C,
se
baga
i bah
an b
aku
bang
unan
, ind
ustr
i sem
en,
pem
bang
unan
jala
n, d
an in
fras
truk
tur f
isik
lain
nya.
Tana
h su
dah
berk
emba
ng d
enga
n ba
ik, s
olum
tana
h te
bal,
berw
arna
rela
tif g
elap
keh
itam
an, t
ekst
ur p
asir
be
rdeb
u (u
ntuk
gun
unga
pi a
ktif)
ata
u pa
sir d
ebu
berl
empu
ng (u
ntuk
gun
unga
pi tu
a), s
truk
tur r
emah
hi
ngga
sedi
kti m
engg
umpa
l, m
embe
ntuk
tana
h-ta
nah
Aluv
ial y
ang
subu
r.
Pada
bag
ian
teku
k le
reng
di b
awah
mor
folo
gi d
atar
an
kaki
gun
unga
pi, m
asih
diju
mpa
i pem
uncu
lan
mat
aair
to
pogr
afik
seba
gai b
agia
n da
ri ja
lur t
erak
hir s
abuk
m
ataa
ir (s
prin
g be
lt)
deng
an d
ebit
alir
an y
ang
rela
tif
besa
r, ya
ng b
erpo
tens
i seb
agai
sum
ber a
ir b
ersi
h ba
gi
air m
inum
pen
dudu
k at
au P
DAM
.
Kond
isi m
orfo
logi
yan
g la
ndai
den
gan
mat
eria
l pe
nyus
un b
erup
a ba
han-
baha
n pi
rokl
astik
, mak
a sa
ngat
ber
pote
nsi u
ntuk
men
yim
pan
dan
men
galir
kan
airt
anah
den
gan
baik
, seh
ingg
a pa
da b
enta
ngla
han
ini
mul
ai te
rben
tuk
akui
fer y
ang
prod
uktif
.
Pola
alir
an su
ngai
sem
akin
ber
kem
bang
mem
bent
uk
pola
par
alle
l - d
endr
itik
yan
g m
enga
lir m
enuj
u da
tara
n di
bag
ian
baw
ahny
a. B
entu
k le
mba
h su
ngai
mas
ih
cend
erun
g m
eleb
ar, l
anda
i, da
n st
abil,
yan
g be
rfun
gsi
seba
gai m
edia
tran
spor
t mat
eria
l dar
i hul
u ke
hili
r.
Pa
da g
unun
gapi
yan
g m
asih
akt
if,
mer
upak
an z
ona
baha
ya k
etig
a ak
ibat
anc
aman
alir
an la
har
(ban
jir la
har)
mel
alui
lem
bah-
lem
bah
sung
ainy
a, d
an h
ujan
abu
ya
ng d
apat
ters
ebar
seca
ra m
elua
s m
engi
kuti
arah
dan
kec
epat
an
angi
n.
Pe
rkem
bang
an w
ilaya
h m
emic
u m
asal
ah p
eman
faat
an la
han
dan
konf
lik p
enat
aan
ruan
g be
rupa
ko
nver
si la
han
men
jadi
laha
n-la
han
perm
ukim
an, k
onfli
k so
sial
, da
n pe
ncem
aran
air
, tan
ah, d
an
udar
a, b
erga
ntun
g tin
gkat
pe
rkem
bang
an w
ilaya
hnya
.
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 4
Pe
man
faat
an la
han
bers
ifat b
udid
aya
dan
prod
uktif
be
rupa
saw
ah d
enga
n ir
igas
i int
ensi
f den
gan
prod
uktiv
itas t
ingg
i, da
n m
ulai
ber
kem
bang
pe
rmuk
iman
pen
dudu
k.
W
ilaya
h ya
ng d
apat
dik
atak
an b
erad
a pa
da d
aera
h re
ndah
ata
u ba
wah
an, k
emir
inga
n le
reng
yan
g la
ndai
, da
n ke
dudu
kann
ya d
i baw
ah k
aki g
unun
gapi
den
gan
pem
anfa
atan
yan
g m
akin
pro
dukt
if, m
aka
bent
angl
ahan
in
i sec
ara
hidr
ogeo
mor
folo
gi b
erfu
ngsi
seba
gai d
aera
h pe
ncad
anga
n ai
rtan
ah (s
tora
ge g
roun
dwat
er) d
an
daer
ah p
enur
apan
air
tana
h (d
isch
arge
are
a) y
ang
berp
eran
seba
gai c
ekun
gan
hidr
ogeo
logi
den
gan
akui
fer y
ang
pote
nsia
l dan
pen
yeba
ran
luas
. Ole
h ka
rena
itu
seca
ra k
erua
ngan
dap
at d
iteta
pkan
seba
gai
kaw
asan
bud
iday
a pe
rtan
ian
dan
perm
ukim
an
(per
kota
an),
deng
an p
emba
ngun
an in
fras
tukt
ur d
an
akse
sibi
ltas y
ang
mud
ah.
2.
Fluv
ial
F1 D
atar
an F
luvi
o-vu
lkan
ik
Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
M
orfo
logi
dat
aran
den
gan
relie
f dat
ar, k
emir
inga
n
lere
ng 3
-8%
, bed
a tin
ggi
rera
ta <
25 m
eter
.
Terb
entu
k da
ri p
rose
s uta
ma
alir
an su
ngai
(flu
vial
) ya
ng
mem
baw
a m
ater
ial b
ahan
-ba
han
piro
klas
tik e
ndap
an
laha
r, de
ngan
stru
ktur
be
rlap
is te
rsor
tasi
bai
k (k
asar
di
bag
ian
baw
ah d
an h
alus
di
bagi
an a
tas,
seca
ra b
erul
ang)
, ya
ng m
enun
jukk
an
peng
enda
pan
seca
ra p
erio
dik.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
ber
upa
baha
n-ba
han
piro
klas
tik h
asil
peng
enda
pan
alir
an la
har d
an
alir
an su
ngai
, ber
upa
pasi
r, ke
riki
l, da
n ke
raka
l, de
ngan
se
diki
t deb
u da
n le
mpu
ng.
Ka
rena
ked
uduk
anny
a pa
da d
atar
an re
ndah
, mak
a su
hu
udar
a m
ulai
tera
sa h
anga
t hin
gga
pana
s, be
rgan
tung
m
usim
. Kon
disi
uda
ra sa
ngat
dip
enga
ruhi
ole
h ko
ndis
i pe
rkem
bang
an w
ilaya
h.
M
ater
ial b
erup
a ba
han-
baha
n pi
rokl
astik
has
il er
upsi
gu
nung
api,
yang
um
umny
a di
dom
inas
i ole
h ba
han-
baha
n le
pas-
lepa
s, se
pert
i pas
ir, k
erik
il, d
an k
erak
al
hasi
l pro
ses e
ndap
an la
har,
yang
apa
bila
ber
ada
di
sung
ai d
apat
men
jadi
sum
ber g
alia
n go
long
an C
, se
baga
i bah
an b
angu
nan.
Tana
h be
rkem
bang
den
gan
baik
, sol
um ta
nah
teba
l, be
rwar
na re
latif
gel
ap k
ehita
man
, tek
stur
pas
ir
berg
eluh
, str
uktu
r rem
ah h
ingg
a se
diki
t men
ggum
pal,
mem
bent
uk ta
nah-
tana
h Al
uvia
l yan
g su
bur.
M
ataa
ir su
dah
jara
ng d
ijum
pai k
aren
a su
dah
bera
da d
i lu
ar ja
lur s
abuk
mat
aair
(spr
ing
belt
). N
amun
dem
ikia
n,
bent
angl
ahan
ini l
ebih
ber
pera
n se
baga
i cek
unga
n hi
drog
elog
i den
gan
akui
fer s
anga
t pot
ensi
al d
an
pers
ebar
an sa
ngat
mel
uas,
airt
anah
dan
gkal
den
gan
kete
rsed
iaan
ting
gi d
an k
ualit
as b
aik.
Alir
an su
ngai
sem
akin
ber
kem
bang
den
gan
lem
bah
sung
ai se
mak
in m
eleb
ar, l
anda
i, da
n st
abil,
yan
g be
rfun
gsi s
ebag
ai m
edia
tran
spor
t mat
eria
l dar
i hul
u ke
hi
lir, d
an p
ersi
fat m
enga
lir se
panj
ang
tahu
n (p
eren
ial)
, ak
ibat
inpu
t dar
i air
huj
an d
an a
irta
nah
(eff
luen
t).
Pe
man
faat
an la
han
bers
ifat b
udid
aya
dan
prod
uktif
Ko
ndis
i mor
folo
gi y
ang
beru
pa
data
ran
yang
luas
dan
men
gara
h ke
kak
i dan
lere
ng g
unun
gapi
m
erup
akan
jalu
r pot
ensi
al b
agi
perg
erak
an a
ngin
men
uju
ke
pegu
nung
an, s
ehin
gga
berp
oten
si
men
cipt
akan
ang
in p
utin
g be
liung
ap
abila
kon
disi
teka
nan
udar
a tid
ak st
abil
dan
tidak
mer
ata.
Perk
emba
ngan
wila
yah
mem
icu
mas
alah
pem
anfa
atan
laha
n da
n ko
nflik
pen
ataa
n ru
ang
beru
pa
konv
ersi
laha
n sa
wah
men
jadi
la
han-
laha
n pe
rmuk
iman
, pe
ngem
bang
an w
ilaya
h pe
rkot
aan,
kon
flik
sosi
al, d
an
penc
emar
an a
ir, t
anah
, dan
uda
ra,
yang
ber
gant
ung
kepa
da ti
ngka
t pe
rkem
bang
an w
ilaya
hnya
.
Perk
eban
gan
kota
den
gan
infr
astr
uktu
r pen
utup
an
perm
ukaa
n ta
nah,
mem
icu
terj
adin
ya b
anjir
kot
a pa
da m
usim
pe
nghu
jan.
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 5
beru
pa sa
wah
den
gan
irig
asi i
nten
sif d
enga
n pr
oduk
tivita
s san
gat t
ingg
i (da
pat 4
kal
i tan
amn
padi
da
lam
seta
hun)
kar
ena
tana
h ya
ng su
bur d
an
kete
rsed
iaan
air
mel
impa
h, d
an p
erm
ukim
an p
endu
duk
sang
at b
erke
mba
ng.
Be
ntan
glah
an in
i ter
mas
uk d
aera
h ba
wah
an (l
ow la
nd),
seba
gian
bag
ian
palin
g ba
wah
dar
i mor
folo
gi
gunu
ngap
i, se
hing
ga se
cara
hid
roge
omor
folo
gi
berf
ungs
i seb
agai
dae
rah
penc
adan
gan
airt
anah
(s
tora
ge g
roun
dwat
er) d
an d
aera
h pe
nura
pan
airt
anah
(d
isch
arge
are
a) y
ang
berp
eran
seba
gai c
ekun
gan
hidr
ogeo
logi
den
gan
akui
fer y
ang
pote
nsia
l dan
pe
nyeb
aran
luas
. Ole
h ka
rena
itu
seca
ra k
erua
ngan
le
bih
baik
dite
tapk
an se
baga
i kaw
asan
bud
iday
a pe
rtan
ian
(lum
bung
pad
i) da
n pe
ngem
bang
an
perm
ukim
an (p
erko
taan
), de
ngan
pem
bang
unan
in
fras
tukt
ur d
an a
kses
ibilt
as y
ang
sang
at m
udah
.
F2 D
atar
an A
luvi
al
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u, K
ep.
Riau
, Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Beng
kulu
, Sum
ater
a Se
lata
n, K
ep.
Bang
ka B
elitu
ng,
dan
Lam
pung
M
orfo
logi
dat
aran
den
gan
relie
f dat
ar, k
emir
inga
n
lere
ng 0
-3%
, bed
a tin
ggi
rera
ta <
25 m
eter
.
Terb
entu
k da
ri p
rose
s uta
ma
alir
an su
ngai
(flu
vial
) ya
ng
mem
baw
a m
ater
ial b
ahan
-ba
han
aluv
ium
dar
i ber
baga
i su
mbe
r did
aera
h hu
lu
(hin
terl
and)
dan
die
ndap
kan
di b
agia
n ba
wah
(low
land
) de
ngan
stru
ktur
ber
lapi
s te
rsor
tasi
bai
k (k
asar
di
bagi
an b
awah
dan
hal
us d
i ba
gian
ata
s, se
cara
ber
ulan
g),
yang
men
unju
kkan
per
iodi
sasi
pe
ngen
dapa
nnya
.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
ber
upa
baha
n-ba
han
aluv
ium
has
il pe
ngen
dapa
n al
iran
sung
ai,
beru
pa b
atu
dan
kera
kal
mem
bent
uk la
pisa
n di
bag
ian
baw
ah, k
emud
ian
di a
tasn
ya
terb
entu
k la
pisa
n ke
riki
l, pa
sir,
dan
yang
pal
ing
atas
Ka
rena
ked
uduk
anny
a pa
da d
atar
an re
ndah
, mak
a su
hu
udar
a te
rasa
han
gat h
ingg
a pa
nas,
berg
antu
ng m
usim
. Ko
ndis
i uda
ra sa
ngat
dip
enga
ruhi
ole
h ko
ndis
i pe
rkem
bang
an w
ilaya
h.
M
ater
ial b
erup
a ba
han-
baha
n al
uviu
m te
rsor
tasi
de
ngan
bai
k se
baga
i has
il pr
oses
pen
gend
apan
alir
an
sung
ai, d
enga
n je
nis m
iner
al b
erga
ntun
g su
mbe
r asa
l m
ater
ial d
i bag
ian
hulu
(hin
terl
and)
.
Tana
h be
rkem
bang
den
gan
baik
, sol
um ta
nah
sang
at
teba
l, be
rwar
na re
latif
gel
ap k
ehita
man
, tek
stur
gel
uh
pasi
r ber
lem
pung
, str
uktu
r gum
pal m
embu
lat h
ingg
a re
mah
den
gan
sedi
kit m
engg
umpa
l, m
embe
ntuk
tana
h-ta
nah
Aluv
ial y
ang
sang
at su
bur.
Be
ntan
glah
an in
i leb
ih b
erpe
ran
seba
gai c
ekun
gan
hidr
ogel
ogi d
enga
n ak
uife
r san
gat p
oten
sial
dan
pe
rseb
aran
sang
at m
elua
s, ai
rtan
ah d
angk
al d
enga
n ke
ters
edia
an ti
nggi
dan
kua
litas
bai
k.
Al
iran
sung
ai m
ulai
kel
ebih
an b
ebas
sehi
ngga
m
embe
ntuk
pol
a sa
lura
n m
ulai
ber
kelo
k, le
mba
h su
ngai
sem
akin
mel
ebar
, lan
dai,
dan
tidak
stab
il la
gi
kare
na m
ulai
terj
adi p
rose
s pen
gend
apan
beb
an
sedi
men
terl
aut.
Sifa
t alir
an su
ngai
men
galir
sepa
njan
g ta
hun
(per
enia
l), a
kiba
t inp
ut d
ari a
ir h
ujan
dan
ai
rtan
ah (e
fflu
ent)
.
Pem
anfa
atan
laha
n be
rsifa
t bud
iday
a da
n sa
ngat
pr
oduk
tif u
ntuk
pen
gem
bang
an sa
wah
irig
asi i
nten
sif
Ko
ndis
i mor
folo
gi y
ang
beru
pa
data
ran
yang
sang
at lu
as,
berp
oten
si m
enci
ptak
an a
ngin
pu
ting
beliu
ng a
pabi
la k
ondi
si
teka
nan
udar
a tid
ak st
abil
dan
tidak
mer
ata.
Perk
emba
ngan
wila
yah
mem
icu
mas
alah
pem
anfa
atan
laha
n da
n ko
nflik
pen
ataa
n ru
ang
beru
pa
konv
ersi
laha
n sa
wah
men
jadi
la
han-
laha
n pe
rmuk
iman
, pe
ngem
bang
an w
ilaya
h pe
rkot
aan,
kon
flik
sosi
al, d
an
penc
emar
an a
ir, t
anah
, dan
uda
ra,
yang
ber
gant
ung
kepa
da ti
ngka
t pe
rkem
bang
an w
ilaya
hnya
.
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 6
lapi
san
deng
an u
kura
n m
ater
ial s
edim
en h
alus
, be
rupa
deb
u da
n le
mpu
ng.
dan
tekn
is, d
enga
n pr
oduk
tivita
s san
gat t
ingg
i (da
pat 4
ka
li ta
nam
an p
adi d
alam
seta
hun)
kar
ena
tana
h ya
ng
subu
r dan
ket
erse
diaa
n ai
r mel
impa
h, d
an p
erm
ukim
an
pend
uduk
juga
teru
s ber
kem
bang
.
Bent
angl
ahan
ini t
erm
asuk
dae
rah
baw
ahan
(low
land
), se
hing
ga se
cara
hid
roge
omor
folo
gi b
erfu
ngsi
seba
gai
daer
ah p
enur
apan
air
tana
h (d
isch
arge
are
a) y
ang
berp
eran
seba
gai c
ekun
gan
hidr
ogeo
logi
den
gan
akui
fer y
ang
pote
nsia
l dan
pen
yeba
ran
luas
. Ole
h ka
rena
itu
seca
ra k
erua
ngan
lebi
h ba
ik d
iteta
pkan
se
baga
i kaw
asan
bud
iday
a pe
rtan
ian
(lum
bung
pad
i)
dan
peng
emba
ngan
per
muk
iman
(ped
esaa
n at
au
tran
sisi
des
a-ko
ta),
deng
an p
emba
ngun
an in
fras
tukt
ur
dan
akse
sibi
ltas y
ang
sang
at m
udah
.
F3 D
atar
an F
luvi
o-m
arin
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u, K
ep.
Riau
, Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Beng
kulu
, Sum
ater
a Se
lata
n, K
ep.
Bang
ka B
elitu
ng,
dan
Lam
pung
M
orfo
logi
dat
aran
den
gan
relie
f dat
ar d
an te
rkad
ang
agak
ceku
ng, k
emir
inga
n
lere
ng 0
-3%
, bed
a tin
ggi
rera
ta <
25 m
eter
.
Terb
entu
k da
ri p
rose
s uta
ma
aktiv
itas g
elom
bang
(mar
ine)
pa
da m
asa
lalu
yan
g m
embe
ntuk
end
apan
lem
pung
m
arin
di b
agia
n ba
wah
, dan
se
kara
ng te
rtut
up o
leh
enda
pan
sung
ai (f
luvi
al)
yang
m
embe
ntuk
lapi
san
aluv
ial d
i ba
gian
ata
s.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
ber
upa
baha
n-ba
han
aluv
ium
has
il pe
ngen
dapa
n al
iran
sung
ai d
i ba
gian
ata
s ber
upa
cam
pura
n le
mpu
ng d
an p
asir
fluv
ial,
dan
enda
pan
lem
pung
mar
in
(bia
sany
a be
rwar
na k
eabu
-ab
uan)
yan
g m
embe
ntuk
la
pisa
n di
bag
ian
baw
ah.
Be
ntan
glah
an in
i mer
upak
an d
aera
h tr
ansi
si d
arat
an
deng
an p
esis
ir, s
ehin
gga
suhu
uda
ra m
ulai
tera
sa p
anas
ka
rena
pen
garu
h ua
p ai
r lau
t, da
n ak
an se
mak
in a
pabi
la
pada
ben
tang
laha
n in
i ber
kem
bang
wila
yah
perk
otaa
n hi
ngga
pes
isir
nya.
Mat
eria
l ber
upa
baha
n-ba
han
aluv
ium
den
gan
lapi
san
lem
pung
laut
di b
agia
n ba
wah
seba
gai t
ingg
alan
has
il pr
oses
mar
in m
asa
lalu
, dan
lapi
san
lem
pung
ber
pasi
r di
bag
ian
atas
seba
gai h
asil
pros
es fl
uvia
l mas
a ki
ni.
Ta
nah
yang
mun
gkin
ber
kem
bang
ber
upa
tana
h Al
uvia
l H
idro
mor
f ata
u Al
uvia
l Gle
isol
den
gan
solu
m y
ang
rela
tif m
asih
teba
l, be
rwar
na re
latif
gel
ap k
ehita
man
, te
kstu
r lem
pung
ber
gelu
h, st
rukt
ur g
umpa
l mem
bula
t, de
ngan
dra
inas
e bu
ruk.
Jeni
s tan
ah la
in y
ang
mun
gkin
be
rkem
bang
pad
a da
erah
den
gan
lem
pung
lebi
h tin
ggi
dan
dom
inan
ada
lah
tana
h Ve
rtis
ol a
tau
Grum
usol
, st
rukt
ur g
umpa
l den
gan
kons
iste
nsi t
eguh
, dan
dr
aina
se sa
ngat
bur
uk. P
ada
kedu
a je
nis t
anah
ini
seri
ngka
li te
rdap
at la
pisa
n ga
mbu
t yan
g re
latif
teba
l, ya
ng m
enye
babk
an ta
nah
mas
am (p
H re
ndah
) dan
m
enja
di k
enda
la b
agi u
saha
pen
gem
bang
an la
han
pert
ania
n pr
oduk
tif.
Po
la sa
lura
n su
ngai
ber
kelo
k-ke
lok
(mea
nder
ing)
aki
bat
pros
es p
enge
ndap
an m
ater
ial s
edim
en te
rlar
ut y
ang
sang
at in
tens
if, le
mba
h su
ngai
leba
r, da
n po
la ta
li ar
us
sung
ai b
erpi
ndah
-pin
dah
sehi
ngga
mem
bent
uk p
ola
tera
nyam
(bra
ided
str
eam
). Ef
ek d
ari p
ola
dan
pros
es
alir
an su
ngai
ini m
enye
babk
an p
ola
salu
ran
sung
ai
seri
ngka
li be
rpin
dah,
sehi
ngga
ban
yak
diju
mpa
i lem
bah
Ko
ndis
i mor
folo
giny
a ya
ng b
erup
a da
tara
n re
latif
aga
k ce
kung
dan
be
rada
pad
a ba
gian
hili
r alir
an
sung
ai d
an m
erup
akan
dae
rah
tran
sisi
dar
i flu
vial
ke
wila
yah
pesi
sir,
mak
a ke
cepa
tan
alir
an
sung
ai se
diki
t ter
ham
bat,
yang
m
enye
babk
an m
elua
pnya
alir
an
sung
ai p
ada
saat
deb
it al
iran
bes
ar
ketik
a m
usim
pen
ghuj
an, y
ang
berp
oten
si te
rhad
ap p
rose
s pe
ngge
nang
an d
an b
anjir
.
Mat
eria
l pen
yusu
n ya
ng
dido
min
asi o
leh
enda
pan
lem
pung
ya
ng m
empu
nyai
sifa
t kem
bang
ke
rut t
anah
yan
g tin
ggi,
yang
m
enye
babk
an b
angu
nan
infr
astr
uktu
r jal
an a
spal
dan
po
ndas
i ban
guna
n la
inny
a ce
pat
rusa
k, p
atah
, ata
u m
engg
eser
.
Kare
na g
enes
isny
a m
erup
akan
ha
sil p
rose
s mar
in m
asa
lalu
, be
rpot
ensi
unt
uk d
ijum
pain
ya
jeba
kan-
jeba
kan
air l
aut p
urba
pa
da e
ndap
an le
mpu
ng m
arin
ya
ng te
lah
terk
ubur
ole
h en
dapa
n flu
vial
mas
a ki
ni, y
ang
sela
njut
nya
berp
enga
ruh
terh
adap
air
tana
h be
rasa
pay
au h
ingg
a as
in, d
enga
n
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 7
ditin
ggal
kan
(aba
ndon
val
ley)
, dan
au ta
pal k
uda
(oxb
ow
lake
), da
n le
mba
h-le
mba
h ya
ng te
rkub
ur (b
urri
ed
valle
y), s
erta
ban
yak
diju
mpa
i fen
omen
a ig
ir d
i ten
gah
sung
ai (l
evee
rid
ges)
ata
u go
song
sung
ai (s
and
poin
t).
Sifa
t alir
an su
ngai
men
galir
sepa
njan
g ta
hun
(per
enia
l),
akib
at in
put d
ari a
ir h
ujan
dan
air
tana
h (e
fflu
ent)
, deb
it al
iran
bes
ar d
enga
n se
dim
en te
rlau
t yan
g tin
ggi,
sehi
ngga
seri
ngka
li ai
r ber
war
na sa
ngat
ker
uh. P
ada
bagi
an m
uara
sung
ai se
ring
diju
mpa
i rat
aan
lum
pur
(mud
flat
), ra
wa-
raw
a pa
yau
(sal
t mar
sh),
dan
beru
jung
pa
da p
embe
ntuk
an su
atu
delta
.
Pem
anfa
atan
laha
n be
rsifa
t bud
iday
a be
rupa
saw
ah
irig
asi d
enga
n po
la su
rjan
(sel
ang-
selin
g sa
lura
n da
n gu
luda
n), d
enga
n pr
oduk
tivita
s sed
ang
kare
na b
erba
gai
kend
ala
sifa
t tan
ah m
asam
dan
pen
ggen
anga
n at
au
banj
ir. P
erm
ukim
an ju
ga tu
mbu
h de
ngan
bai
k, n
amun
te
rkad
ang
terk
enda
la su
mbe
r air
ber
sih
dan
peng
emba
ngan
aks
esib
iltas
kar
ena
sifa
t kem
bang
-ker
ut
tana
h ya
ng ti
nggi
, men
yeba
bkan
ban
guna
n in
fras
truk
tur c
epat
ata
u m
udah
rusa
k.
Be
ntan
glah
an in
i ter
mas
uk d
aera
h ba
wah
an (l
ow la
nd),
deng
an b
eber
apa
kend
ala
alam
i ter
kait
sifa
t aku
ifer
alir
an su
ngai
. Ole
h ka
rena
itu
seca
ra k
erua
ngan
lebi
h ba
ik d
iteta
pkan
seba
gai k
awas
an b
udid
aya
pert
ania
n te
rbat
as d
an p
enge
mba
ngan
per
muk
iman
(ped
esaa
n),
deng
an k
eter
dapa
tan
kend
ala
pem
bang
unan
in
fras
tukt
ur d
an a
kses
ibilt
as a
kiba
t sifa
t tan
ahny
a.
nila
i day
a ha
ntar
list
rik
tingg
i.
3.
Mar
in
M1
Dat
aran
Pe
sisi
r den
gan
Pant
ai B
erlu
mpu
r
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u, Ja
mbi
, Su
mat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
M
orfo
logi
dat
aran
den
gan
relie
f dat
ar, k
emir
inga
n
lere
ng 0
-3%
, bed
a tin
ggi
rera
ta <
15 m
eter
.
Terb
entu
k da
ri p
rose
s uta
ma
aktiv
itas g
elom
bang
(mar
ine)
ya
ng b
eras
osia
si d
enga
n al
iran
su
ngai
(flu
vial
) ya
ng
mem
baw
a m
ater
ial s
edim
en
terl
arut
ting
gi, d
iend
apka
n di
se
panj
ang
kana
n-ki
ri m
uara
m
embe
ntuk
rata
an lu
mpu
r (m
udfla
t) a
tau
raw
a-ra
wa
paya
u (s
alt m
arsh
) dan
del
ta.
Se
cara
gen
esis
, ben
tang
laha
n in
i ter
bent
uk a
kiba
t
Be
ntan
glah
an in
i ter
leta
k pa
da te
pian
laut
(pes
isir
dan
pa
ntai
), se
hing
ga su
hu u
dara
tera
sa p
anas
kar
ena
peng
aruh
uap
air
laut
, dan
aka
n se
mak
in a
pabi
la p
ada
bent
angl
ahan
ini b
erke
mba
ng w
ilaya
h pe
rkot
aan.
Mat
eria
l ber
upa
baha
n-ba
han
aluv
ium
end
apan
lum
pur
(cam
pura
n le
mpu
ng d
an p
asir
hal
us),
seba
gai h
asil
pros
es p
enge
ndap
an a
liran
sung
ai y
ang
sang
at in
tens
if.
Pr
oses
pen
gend
apan
mat
eria
l lum
pur y
ang
sang
at
inte
nsif
oleh
alir
an su
ngai
yan
g be
rmua
ra p
ada
bent
angl
ahan
ini,
sang
at b
erpo
tens
i unt
uk m
embe
ntuk
la
han-
laha
n ba
ru, y
ang
beru
pa ra
taan
pas
ang-
suru
t (t
idal
flat
) dan
del
ta.
Ta
nah
yang
mun
gkin
ber
kem
bang
den
gan
kand
unga
n le
mpu
ng y
ang
ting
gi a
dala
h ta
nah
Vert
isol
ata
u Gr
umus
ol, s
truk
tur g
umpa
l den
gan
kons
iste
nsi t
eguh
, da
n dr
aina
se sa
ngat
bur
uk. M
ater
ial l
empu
ng
Ko
ndis
i mor
folo
giny
a ya
ng b
erup
a da
tara
n ya
ng b
erad
a pa
da b
agia
n pa
ling
hilir
alir
an su
ngai
dan
la
ngsu
ng k
etem
u la
ut, m
aka
alir
an
sung
ai te
rhen
ti, y
ang
berp
oten
si
mel
uapn
ya a
liran
sung
ai p
ada
saat
de
bit a
liran
bes
ar k
etik
a m
usim
pe
nghu
jan,
yan
g be
rpot
ensi
te
rhad
ap p
rose
s pen
ggen
anga
n da
n ba
njir
, dra
inas
e bu
ruk,
lin
gkun
gan
kum
uh, p
ence
mar
an,
dan
kese
hata
n m
asya
raka
t bur
uk.
In
fras
truk
tur j
alan
asp
al d
an
pond
asi b
angu
nan
lain
nya
cepa
t ru
sak,
pat
ah, a
tau
men
gges
er.
Ka
rena
gen
esis
nya
mer
upak
an
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 8
peng
enda
pan
mat
eria
l se
dim
en te
rlar
ut y
ang
tingg
i da
ri d
arat
an y
ang
diba
wa
oleh
al
iran
sung
ai, d
an d
iduk
ung
oleh
kon
disi
di s
ekita
r mua
ra
yang
dat
ar d
an g
elom
bang
ya
ng te
nang
, mak
a be
ntan
glah
an p
esis
ir y
ang
sepe
rti i
ni d
apat
dis
ebut
se
baga
i pes
isir
has
il pe
ngen
dapa
n da
ri d
arat
an
(sub
-aer
ial d
epos
itio
n co
ast)
.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
nya
beru
pa b
ahan
-ba
han
aluv
ium
has
il pe
ngen
dapa
n al
iran
sung
ai d
i ba
gian
ata
s ber
upa
lum
pur
(mud
), ya
itu ca
mpu
ran
anta
ra
lem
pung
dan
pas
ir h
alus
.
mem
puny
ai si
fat m
ampu
men
jera
b at
au m
enje
bab
air
apal
agi a
ir y
ang
bers
ifat e
lekt
rolit
(air
asi
n), s
ehin
gga
airt
anah
pad
a be
ntan
glah
an in
i sec
ara
kese
luru
han
bera
sa a
sin.
Sub
stra
t ber
lum
pur d
enga
n ka
ndun
gan
airt
anah
asi
n, m
erup
akan
med
ia p
ertu
mbu
han
vege
tasi
m
agro
ve y
ang
sang
at, y
ang
berp
oten
si m
embe
ntuk
ek
osis
tem
hut
an m
angr
ove
yang
leba
t dan
mem
puny
ai
fung
si sa
ngat
pen
ting
seca
ra fi
sik,
kim
ia, e
kolo
gis
(bio
logi
s), s
osia
l eko
nom
i, da
n pe
ndid
ikan
.
Pote
nsi l
ain
dari
kon
disi
tana
h le
mpu
ng b
erga
ram
ad
alah
mem
ungk
inka
n un
tuk
peng
emba
ngan
are
a ta
mba
k (u
dang
dan
ban
deng
) pad
a m
usim
pen
ghuj
an
dan
tam
bah
gara
m p
ada
kem
arau
.
Mel
ihat
kar
akte
rist
ik d
an k
edud
ukan
nya,
mak
a se
cara
ke
ruan
gan
wila
yah
ini l
ebih
bai
k di
teta
pkan
seba
gai
kaw
asan
bud
iday
a pe
rtan
ian
terb
atas
(per
ikan
an
dara
t), d
enga
n fu
ngsi
uta
ma
seba
gai k
awas
an li
ndun
g se
mpa
dan
pant
ai, d
enga
n hu
tan
man
grov
e se
baga
i zon
a lin
dung
nya.
hasi
l pro
ses p
enge
ndap
an fl
uvia
l de
ngan
mat
eria
l lem
pung
dan
be
rada
di s
ekita
r mua
ra su
ngai
, m
aka
juga
ber
pote
nsi u
ntuk
di
jum
pain
ya je
baka
n-je
baka
n ai
r la
ut, y
ang
berp
enga
ruh
terh
adap
ai
rtan
ah b
eras
a pa
yau
hing
ga a
sin,
de
ngan
nila
i day
a ha
ntar
list
rik
tingg
i pul
a.
Pe
rkem
bang
an ra
taan
pas
ang
suru
t dan
del
ta y
ang
mem
bent
uk
laha
n-la
han
baru
, ber
pote
nsi
terh
adap
inte
nsita
s per
ubah
an
gari
s pan
tai,
konf
lik so
sial
ber
upa
stat
us k
epem
ilika
n la
han,
tata
ru
ang
wila
yah,
dan
tum
pang
-tin
dih
kebi
jaka
n di
ant
ara
inst
ansi
te
rkai
t.
Peng
enda
pan
mat
eria
l sed
imen
ya
ng in
tens
if m
enye
babk
an
pend
angk
alan
mua
ra (e
stua
ri),
lagu
na, d
an p
erai
ran
laut
dan
gkal
, ya
ng b
erpo
tens
i men
urun
nya
prod
uktiv
itas p
enan
gkap
an
peri
kana
n la
ut.
M
asal
ah la
inny
a ad
alah
kon
vers
i hu
tan
man
grov
e un
tuk
laha
n ta
mba
k (i
lega
l log
ging
),
pert
umbu
han
perm
ukim
an y
ang
tidak
tera
tur,
dan
men
ingk
atny
a bi
aya
kons
erva
si li
ngku
ngan
.
M2
Data
ran
Pesi
sir
deng
an P
anta
i Be
rpas
ir
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Sum
ater
a Se
lata
n,
dan
Lam
pung
M
orfo
logi
dat
aran
den
gan
relie
f dat
ar, k
emir
inga
n
lere
ng 0
-3%
, bed
a tin
ggi
rera
ta <
15 m
eter
.
Seca
ra g
enes
is, b
enta
ngla
han
ini t
erbe
ntuk
aki
bat
peng
enda
pan
mat
eria
l se
dim
en p
asir
ole
h ak
tivita
s ge
lom
bang
di s
epan
jang
m
inat
kat p
anta
inya
, seh
ingg
a be
ntan
glah
an in
i dap
at
dise
but s
ebag
ai p
esis
ir h
asil
Be
ntan
glah
an in
i ter
leta
k pa
da te
pian
laut
(pes
isir
dan
pa
ntai
), se
hing
ga su
hu u
dara
tera
sa p
anas
kar
ena
peng
aruh
uap
air
laut
, dan
aka
n se
mak
in a
pabi
la p
ada
bent
angl
ahan
ini b
erke
mba
ng w
ilaya
h pe
rkot
aan.
Mat
eria
l ber
upa
baha
n-ba
han
aluv
ium
end
apan
pas
ir
mar
in, s
ebag
ai h
asil
pros
es p
enge
ndap
an g
elom
bang
.
Pros
es p
enge
ndap
an m
ater
ial p
asir
sang
at in
tens
if ol
eh
gelo
mba
ng y
ang
mem
bent
uk b
erba
gai f
enom
ena,
se
pert
i: gi
sik
(bea
ch),
gisi
k pe
ngha
lang
(bar
rier
bea
ch),
mau
pun
betin
g gi
sik
(bea
ch r
idge
s).
Ta
nah
rela
tif b
elum
ber
kem
bang
, tet
api m
asih
ber
upa
baha
n in
duk
tana
h (p
aren
t mat
eria
l) a
tau
rego
lith,
Perm
asal
ahan
yan
g se
ring
mun
cul
pada
ben
tang
laha
n in
i leb
ih
dise
babk
an o
leh
sifa
t mat
eria
l pas
ir
peny
usun
nya,
yan
g m
erup
akan
m
ater
ial l
epas
-lepa
s den
gan
pany
ak
pori
-por
i, se
hing
ga b
erpo
tens
i unt
uk
terj
adin
ya:
in
trus
i air
laut
, jik
a pe
nura
pan
airt
anah
di p
anta
i dan
pes
isir
nya
mel
ebih
i kem
ampu
an d
aya
tam
pung
aku
ifern
ya;
pe
ncem
aran
air
tana
h ak
ibat
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 9
pros
es p
enge
ndap
an
gelo
mba
ng (m
arin
e de
posi
tion
co
ast)
.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
nya
beru
pa b
ahan
-ba
han
aluv
ium
mar
in b
erup
a pa
sir m
arin
(san
d).
sehi
ngga
terk
adan
g da
pat d
ikel
ompo
kkan
seba
gai
tana
h Re
goso
l (ta
nah
pasi
ran)
.
Mat
eria
l pas
ir p
ada
min
taka
t pan
tai d
an p
esis
ir in
i m
erup
akan
med
ia p
oten
sial
unt
uk m
enan
gkap
dan
m
enyi
mpa
n ai
r huj
an, s
ehin
gga
berp
oten
si m
embe
ntuk
ak
uife
r yan
g ba
ik d
enga
n ka
ndun
gan
airt
anah
yan
g ta
war
dan
ber
pote
nsi s
ebag
ai su
mbe
r air
ber
sih.
Mel
ihat
kar
akte
rist
ik d
an k
edud
ukan
nya,
mak
a se
cara
ke
ruan
gan
wila
yah
ini d
apat
dik
emba
ngka
n un
tuk
berb
agai
fung
si, s
eper
ti: k
awas
an li
ndun
g se
mpa
dan
pant
ai, p
erta
nian
laha
n ke
ring
tana
man
sem
usim
, ata
u ka
was
an w
isat
a al
am p
anta
i. Pa
sir m
arin
yan
g m
embe
ntuk
gis
ik d
an b
etin
g gi
sik
dapa
t ber
fung
si
seba
gai p
ered
am g
elom
bang
tsun
ami,
sehi
ngga
raya
pan
gelo
mba
ng (r
un u
p) n
ya ti
dak
sam
pai j
auh
ke d
arat
an.
buan
gan
limba
h da
ri b
erba
gai
aktiv
itas y
ang
ada
di a
tas
laha
nnya
, bai
k lim
bah
dom
estik
, pe
rtan
ian,
pet
erna
kan,
ata
u pa
riw
isat
a;
ko
nflik
laha
n ak
ibat
tum
pah
tindi
h ke
pent
inga
n da
n ke
bija
kan
dala
m
peng
elol
aan
wila
yah
pesi
sir,
khus
usny
a pe
rmas
alah
an fu
ngsi
ru
ang,
yai
tu a
ntar
a fu
ngsi
lind
ung
dan
fung
si b
udid
aya
sesu
ai
pote
nsi p
enge
mba
ngan
nya.
4.
Stru
ktur
al
S1P
Peg
unun
gan
Stru
ktur
al P
atah
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Beng
kulu
, Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
Ke
dua
bent
angl
ahan
ini
mem
puny
ai g
enes
is, s
truk
tur,
dan
mat
eria
l pen
yusu
n ya
ng
rela
tif sa
ma,
teta
pi h
anya
be
rbed
a pa
da m
orfo
logi
nya.
Untu
k S1
P, m
orfo
logi
ata
u to
pogr
afi b
erup
a pe
gunu
ngan
de
ngan
relie
f ber
gunu
ng,
lere
ng sa
ngat
cur
am d
enga
n ke
mir
inga
n >4
5%, b
eda
tingg
i re
rata
>50
0 m
eter
; sed
angk
an
untu
k S2
P, m
orfo
logi
ata
u to
pogr
afi b
erup
a pe
rbuk
itan
deng
an re
lief b
erbu
kit,
lere
ng
cura
m d
enga
n ke
mir
inga
n 30
-45
%, b
eda
tingg
i rer
ata
75-
500
met
er.
Se
cara
gen
esis
, ben
tang
laha
n in
i ter
bent
uk a
kiba
t pe
ngan
gkat
an te
kton
ik, y
ang
mem
bent
uk st
rukt
ur p
atah
an,
deng
an k
enam
paka
n bi
dang
pa
taha
n (e
scar
pmen
t) y
ang
tega
s mem
bent
uk ja
lur b
lok
perb
ukita
n/pe
gunu
ngan
ko
mpl
eks,
akib
at si
fat m
ater
ial
batu
an p
enyu
sunn
ya y
ang
kom
pak
dan
kera
s.
Be
ntan
glah
an in
i um
umny
a be
rupa
topo
graf
i pe
gunu
ngan
ata
u pe
rbuk
itan
yang
ting
gi m
embe
ntuk
pe
gunu
ngan
ata
u pe
rbuk
itan
kom
plek
s blo
k pa
taha
n,
yang
terl
indu
ngi d
enga
n ve
geta
si b
erup
a te
gaka
n hu
tan
rapa
t, se
hing
ga u
dara
aka
n te
rasa
seju
k.
Ba
tuan
pen
yusu
n be
rupa
bat
uan-
batu
an y
ang
kera
s da
n ko
mpa
k ya
ng te
lah
beru
mur
sang
at tu
a, b
ahka
n ak
ibat
pro
ses p
enga
ngka
tan
dan
teka
nan
tekt
onik
yan
g ku
at m
enye
babk
an p
rose
s met
amor
fosi
s, se
hing
ga
teks
tur b
atua
n se
mak
in h
alus
dan
kom
pak
deng
an
stru
ktur
yan
g te
ruba
h da
n in
dah.
Pro
ses i
nila
h ya
ng
men
yeba
bkan
pem
bent
ukan
min
eral
-min
eral
bat
uan
mul
ai y
ang
bern
ilai e
kono
mi t
ingg
i, se
pert
i kua
rsa,
m
arm
er, g
rani
t, gr
anod
iori
t, da
n se
baga
inya
, yan
g be
rpot
ensi
unt
uk d
ipol
es m
enja
di b
atu
akik
, bat
u pe
rmat
a, b
erlia
n, b
ahan
-bah
an o
rnam
en ru
mah
, hot
el,
dan
seba
gain
ya.
Po
tens
i sum
berd
aya
min
eral
lain
bag
i bat
uan
yang
be
lum
men
gala
mi m
etam
orfo
sis a
dala
h se
baga
i bah
an
bang
unan
, ind
ustr
i sem
en, i
ndus
tri p
akan
tern
ak,
kosm
etik
, dan
lain
nya.
Sifa
t bat
uan
peny
usun
nya
yang
kom
pak
tidak
m
emun
gkin
kan
untu
k m
enyi
mpa
n ai
r, ak
an te
tapi
ke
bera
daan
stru
ktur
reta
kan
atau
pat
ahan
dap
at
berf
ungs
i seb
agai
por
i-por
i sek
unde
r yan
g ak
an
men
galir
kan
air h
ujan
dan
mun
cul d
i bag
ian
teku
k le
reng
nya
seba
gai m
ataa
ir (s
prin
g) a
tau
rem
besa
n (s
epag
e), y
ang
cuku
p po
tens
ial s
ebag
ai su
mbe
r air
Perm
asal
ahan
ata
u ke
raw
anan
lin
gkun
gan
yang
ber
pote
nsi t
erja
di
pada
ben
tang
laha
n in
i dik
ontr
ol o
leh
kond
isi t
opog
rafi,
asa
l-usu
l pe
mbe
ntuk
an (g
enes
is),
dan
mat
eria
l pe
nyus
unny
a, y
ang
anta
ra la
in:
si
fat b
atua
n pe
nyus
unny
a ya
ng
kom
pak
dan
sang
at k
eras
, tid
ak
mem
ungk
inan
unt
uk d
apat
m
enyi
mpa
n ai
r, se
hing
ga k
etik
a m
usim
kem
arau
ber
pote
nsi
terh
adap
kek
erin
gan
dan
keku
rang
an a
ir b
ersi
h;
si
fat b
atua
n ya
ng k
ompa
k de
ngan
re
sist
ensi
ting
gi, t
idak
m
emun
gkin
kan
pem
bent
ukan
ta
nah
deng
an b
aik,
sehi
ngga
tana
h re
latif
tipi
s lan
gsun
g ko
ntak
de
ngan
bat
uan
indu
k, y
ang
dise
but d
enga
n ta
nah
Lito
sol,
mis
kin
hara
, dan
ban
yak
sing
kapa
n ba
tuan
(out
crop
), se
hing
ga b
erpo
tens
i seb
agai
laha
n kr
itis d
an m
argi
nal;
ge
nesi
s ben
tang
laha
n se
baga
i ha
sil p
rose
s pen
gang
kata
n te
kton
ik y
ang
mem
bent
uk b
idan
g pa
taha
n pa
da to
pogr
afi
S2P
Per
buki
tan
Stru
ktur
al P
atah
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u, K
ep.
Riau
, Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
0
Beng
kulu
, Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
M
ater
ial a
tau
batu
an u
tam
a pe
nyus
unny
a be
rupa
bat
uan-
batu
an b
eku
hasi
l pro
ses
aktiv
itas g
unun
gapi
tua,
se
pert
i: di
abas
t, gr
anit,
an
desi
t, ga
bro,
dan
lain
nya;
at
au b
atua
n se
dim
en y
ang
tela
h m
enga
lam
i m
etam
orfo
sis,
sepe
rti:
kals
it at
au m
arm
er, s
ekis
, gne
is, a
tau
lain
nya.
bers
ih m
asya
raka
t sek
itarn
ya.
M
elih
at k
arak
teri
stik
dan
ked
uduk
anny
a, m
aka
seca
ra
keru
anga
n w
ilaya
h in
i dap
at le
bih
difu
ngsi
kan
seba
gai
kaw
asan
lind
ung
dala
m b
entu
k hu
tan
lindu
ng, c
agar
al
am a
tau
suak
a m
arga
satw
a, d
enga
n ke
mun
gkin
an
pote
nsi p
enge
mba
ngan
seba
gai k
awas
an w
isat
a m
inat
kh
usus
bag
i pec
inta
ala
m d
an p
endi
dika
n lin
gkun
gan.
Co
ntoh
:
Jalu
r Per
buki
tan
dan
Pegu
nung
an B
lok
Pata
han
sepa
njan
g Pa
taha
n Se
man
gko
di si
si b
arat
Pul
au
Sum
ater
a, m
ulai
dar
i Lam
pung
; Lub
uk L
ingg
au d
i Be
ngku
lu; S
unga
i Pen
uh h
ingg
a Ke
rinc
i di J
ambi
; Saw
ah
Lunt
o, B
ukit
Ting
gi, h
ingg
a Lu
buk
Sika
ping
di S
umat
era
Bara
t; Pa
dang
Sid
empu
an, T
arun
tung
, hin
gga
Sidi
kala
ng d
i Sum
ater
a Ut
ara;
dan
ber
lanj
ut h
ingg
a Ba
nda
Aceh
.
Di se
panj
ang
jalu
r pat
ahan
ters
ebut
, ter
kada
ng te
rdap
at
asos
iasi
ant
ara
batu
an g
unun
gapi
tua
seba
gai d
asar
fo
rmas
i den
gan
enda
apan
bat
ugam
ping
teru
mbu
di
bagi
an a
tas y
ang
mem
bent
uk to
pogr
afi k
arst
, tet
api
kete
rdap
atan
nya
seca
ra lo
kal-l
okal
saja
(yan
g tid
ak
nam
pak
jela
s pad
a sk
ala
1 : 2
50.0
00),
sepe
rti d
i seb
elah
se
lata
n Lh
o-ng
a, A
ceh.
perb
ukita
n da
n pe
gunu
ngan
, sa
ngat
ber
pote
nsi s
ebag
ai m
edia
ra
mba
tan
gelo
mba
ng te
kton
ik
yang
mam
pu m
enci
ptak
an
gem
pabu
mi t
ekto
nik
(ear
thqu
ake)
ya
ng d
ahsy
ah;
ko
ndis
i top
ogra
fi ya
ng d
emik
ian
deng
an st
rukt
ur b
atua
n pe
nyus
un
yang
ban
yak
reta
kan
dan
pata
han,
ke
tika
terj
adi g
empa
bum
i yan
g ku
at, s
anga
t ber
pote
nsi t
erha
dap
keja
dian
ger
ak m
assa
bat
uan
beru
pa lo
ngso
r bat
uan
(roc
k sl
ide)
at
au b
ahka
n ja
tuha
n ba
tuan
(roc
k fa
ll) y
ang
sang
at b
erba
haya
dan
m
enga
ncam
kes
elam
atan
pe
ndud
uk d
i sek
itarn
ya.
S3P1
Lem
bah
anta
r Peg
unun
gan
Stru
ktur
al P
atah
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Beng
kulu
, dan
La
mpu
ng
Ke
dua
bent
angl
ahan
ini
mem
puny
ai m
orfo
logi
, ge
nesi
s, st
rukt
ur, d
an m
ater
ial
peny
usun
yan
g re
latif
sam
a,
teta
pi h
anya
ber
beda
pad
a po
sisi
ata
u ke
dudu
kann
ya,
bahw
a S3
P1 a
dala
h le
mba
h ya
ng te
rdap
at d
i ant
ara
jalu
r pe
gunu
ngan
pat
ahan
, se
dang
kan
S2P2
ada
lah
lem
bah
yang
ber
ada
di a
ntar
a ja
lur p
erbu
kita
n pa
taha
n.
M
orfo
logi
ata
u to
pogr
afi
beru
pa le
mba
h di
ant
ara
jalu
r pe
gunu
ngan
ata
u pe
rbuk
itan
deng
an re
lief d
atar
, ke
mir
inga
n le
reng
<8%
, dan
be
rstr
uktu
r seb
agai
terb
an
(gra
ben)
, yan
g di
apit
oleh
dua
di
ndin
g bl
ok p
atah
an (h
orst
)
Pada
das
arny
a po
tens
i sum
berd
aya
alam
yan
g di
mili
ki
pada
ben
tang
laha
n in
i mir
ip d
enga
n be
ntan
glah
an
pegu
nung
an d
an p
erbu
kita
n st
rukt
ural
pat
ahan
di
seki
tarn
ya, y
aitu
:
udar
a al
am p
egun
unga
n at
au p
erbu
kita
n ya
ng te
rasa
se
juk
hing
ga d
ingi
n;
po
tens
i sum
berd
aya
min
eral
-min
eral
ber
nila
i eko
nom
i tin
ggi,
sepe
rti:
kuar
sa, m
arm
er, g
rani
t, gr
anod
iori
t, da
n se
baga
inya
, yan
g be
rpot
ensi
unt
uk b
atu
akik
, bat
u pe
rmat
a, b
erlia
n, b
ahan
-bah
an o
rnam
en ru
mah
, hot
el,
dan
seba
gain
ya;
po
tens
i sum
berd
aya
min
eral
seba
gai b
ahan
ban
guna
n,
indu
stri
sem
en, i
ndus
tri p
akan
tern
ak, k
osm
etik
, dan
la
inny
a;
su
ngai
yan
g be
rkem
bang
ber
pola
alir
an re
ctan
gula
r,
deng
an su
ngai
uta
ma
sear
ah p
ola
lem
bah
pata
han
(ter
ban)
den
gan
caba
ng-c
aban
g su
ngai
yan
g te
gak
luru
s su
ngai
uta
ma
men
giku
ti po
la st
rukt
ur p
atah
an y
ang
ada;
dan
pem
uncu
lan
mat
aair
(spr
ing)
ata
u re
mbe
san
(sep
age)
,
Perm
asal
ahan
ata
u ke
raw
anan
lin
gkun
gan
yang
ber
pote
nsi t
erja
di
pada
ben
tang
laha
n in
i jug
a di
peng
aruh
i ole
h as
al-u
sul
pem
bent
ukan
(gen
esis
) per
buki
tan
dan
pegu
nung
an d
i sek
itarn
ya, y
aitu
:
ketik
a m
usim
kem
arau
ber
pote
nsi
terh
adap
kek
erin
gan
dan
keku
rang
an a
ir b
ersi
h;
ta
nah
rela
tif ti
pis l
angs
ung
kont
ak
deng
an b
atua
n in
duk
(tan
ah
Lito
sol)
yang
mis
kin
hara
, dan
ba
nyak
sing
kapa
n ba
tuan
(o
utcr
op),
sehi
ngga
ber
pote
nsi
seba
gai l
ahan
kri
tis d
an m
argi
nal;
be
rpot
ensi
seba
gai d
aera
h te
rken
a da
mpa
k ge
mpa
bum
i tek
toni
k (e
arth
quak
e) y
ang
dahs
yah;
berp
oten
si se
baga
i dae
rah
terd
ampa
k lo
ngso
r bat
uan
(roc
k
S3P2
Lem
bah
anta
r Per
buki
tan
Stru
ktur
al P
atah
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u, K
ep.
Riau
, Sum
ater
a Ba
rat,
Beng
kulu
, Su
mat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
1
deng
an to
pogr
afi p
egun
unga
n at
au p
erbu
kita
n.
yang
cuku
p po
tens
ial s
ebag
ai su
mbe
r air
ber
sih
mas
yara
kat s
ekita
rnya
. M
elih
at k
arak
teri
stik
dan
ked
uduk
anny
a, m
aka
seca
ra
keru
anga
n w
ilaya
h in
i mem
iliki
pot
ensi
unt
uk
peng
emba
ngan
kaw
asan
wis
ata
min
at k
husu
s bag
i pec
inta
al
am d
an p
endi
dika
n lin
gkun
gan,
yan
g te
rkai
t den
gan
feno
men
a al
am g
eolo
gis d
an g
eogr
afis
.
slid
e) d
an ja
tuha
n ba
tuan
(roc
k fa
ll) p
ada
saat
terj
adi g
empa
bum
i te
kton
ik.
S1L
Peg
unun
gan
Stru
ktur
al L
ipat
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi, d
an
Sum
ater
a Se
lata
n
Ke
dua
bent
angl
ahan
ini j
uga
mem
puny
ai g
enes
is, s
truk
tur,
dan
mat
eria
l pen
yusu
n ya
ng
rela
tif sa
ma,
teta
pi h
anya
be
rbed
a pa
da m
orfo
logi
nya.
Untu
k S1
L, m
orfo
logi
ata
u to
pogr
afi b
erup
a pe
gunu
ngan
de
ngan
relie
f ber
gunu
ng,
lere
ng sa
ngat
cur
am d
enga
n ke
mir
inga
n >4
5%, b
eda
tingg
i re
rata
>50
0 m
eter
; sed
angk
an
untu
k S2
P, m
orfo
logi
ata
u to
pogr
afi b
erup
a pe
rbuk
itan
deng
an re
lief b
erbu
kit,
lere
ng
cura
m d
enga
n ke
mir
inga
n 30
-45
%, b
eda
tingg
i rer
ata
75-
500
met
er.
Se
cara
gen
esis
, ben
tang
laha
n in
i ter
bent
uk a
kiba
t pe
ngan
gkat
an te
kton
ik, y
ang
mem
bent
uk st
rukt
ur li
pata
n,
deng
an k
enam
paka
n bi
dang
ke
luru
san
(lin
emen
t) y
ang
tega
s mem
bent
uk ja
lur
pung
gung
an (a
ntik
linal
) yan
g be
rsel
ang-
selin
g de
ngan
jalu
r le
mba
h (s
inkl
inal
) mem
anja
ng
seja
jar p
ungg
ung
lipat
an,
akib
at si
fat m
ater
ial b
atua
n pe
nyus
unny
a ya
ng re
latif
lu
nak
dan
lent
ur (p
last
is).
M
ater
ial a
tau
batu
an u
tam
a pe
nyus
unny
a be
rupa
bat
uan-
batu
an se
dim
en b
erla
pis y
ang
luna
k da
n pl
astik
, sep
erti:
ba
tule
mpu
ng (c
lays
tone
),
Be
ntan
glah
an in
i um
umny
a be
rupa
topo
graf
i pe
gunu
ngan
ata
u pe
rbuk
itan
yang
ting
gi m
embe
ntuk
pu
nggu
nan
antik
linal
, yan
g um
unya
terl
indu
ngi d
enga
n ve
geta
si b
erup
a te
gaka
n hu
tan
prod
uksi
, seh
ingg
a ud
ara
mas
ih te
rasa
seju
k.
Ba
tuan
pen
yusu
n be
rupa
bat
uan-
batu
an y
ang
luna
k da
n pl
astis
yan
g re
latif
ber
umur
tua,
seje
nis
batu
lem
pung
, bat
upas
ir, d
an b
atug
ampi
ng d
enga
n pe
rcam
pura
nnya
.
Ketig
a je
nis b
atua
n ut
ama
peny
usun
nya
men
unju
kkan
ha
sil p
rose
s pen
gend
apan
pad
a lin
gkun
gan
pera
iran
, ba
ik p
arai
ran
dara
t (da
nau,
tela
ga, a
tau
raw
a-ra
wa)
m
aupu
n pe
rair
an la
ut d
angk
al (l
agun
a at
au z
ona
laut
da
ngka
l / li
thor
al) p
ada
mas
a la
lu (p
urba
), ya
ng
bera
sosi
asi d
enga
n tu
mbu
hnya
ber
baga
i tum
buha
n da
n tin
ggal
nya
berb
agai
faun
a m
aupu
n ke
hidu
pan
man
usia
pu
rba.
Ket
ika
terj
adin
ya tr
ansi
si z
aman
Ter
sier
ke
zam
an K
uart
er y
ang
dita
ndai
den
gan
zam
an p
erig
lasi
al,
yang
man
a bu
mi m
enga
lam
i per
iode
ker
ing
yang
sang
at
panj
ang
(juta
an ta
hun)
, mak
a ke
hidu
pan
tum
buha
n,
hew
an, d
an m
anus
ia p
urba
men
jadi
pun
ah. K
emud
ian
disu
sul d
enga
n pr
oses
tekt
onik
ber
upa
peng
angk
atan
da
rata
n ak
ibat
pen
unja
man
lem
peng
sam
uder
a di
ba
wah
lem
peng
ben
ua, y
ang
men
yeba
bkan
pro
ses
perl
ipat
an p
ada
daer
ah y
ang
ters
usun
ata
s bat
uan
yang
be
rsifa
t lun
ak d
an p
last
is. K
ondi
si in
ilah
yang
di
mun
gkin
kan
men
yeba
bkan
terj
ebak
sisa
-sis
a ke
hidu
pan
mas
a la
lu p
ada
pros
es p
enge
ndap
an
mat
eria
l dan
per
lipat
an.
Te
rjeb
akny
a si
sa-s
isa
kehi
dupa
n m
asa
lalu
pad
a pr
oses
pe
rlip
atan
inila
h ya
ng m
enye
babk
an p
embe
ntuk
an
sum
berd
aya
alam
ber
upa
min
yak
dan
gas b
umi,
yang
sa
ngat
pot
ensi
al d
ijum
pai p
ada
jalu
r per
lipat
an, s
eper
ti ya
ng te
rdap
at d
i wila
yah
bagi
an ti
mur
Pul
au S
umat
era.
Sifa
t bat
uan
peny
usun
nya
yang
dom
inan
ber
upa
batu
an
lem
pung
dan
bat
ugam
ping
, rel
atif
akan
men
gala
mi
Perm
asal
ahan
ata
u ke
raw
anan
lin
gkun
gan
yang
ber
pote
nsi t
erja
di
pada
ben
tang
laha
n in
i dik
ontr
ol o
leh
kond
isi t
opog
rafi,
asa
l-usu
l pe
mbe
ntuk
an (g
enes
is),
dan
mat
eria
l pe
nyus
unny
a, y
ang
anta
ra la
in:
ba
tuan
lem
pung
rela
tif b
ersi
fat
seba
gai a
kuita
rd h
ingg
a ak
uikl
ud
(mud
ah je
nuh
air d
an ti
dak
mam
pu m
enyi
mpa
n ai
r den
gan
baik
), se
hing
ga k
etik
a m
usim
ke
mar
au b
erpo
tens
i ter
hada
p ke
keri
ngan
dan
kek
uran
gan
air
bers
ih;
ba
tuan
lem
pung
gam
ping
an re
latif
m
embe
ntuk
tana
h ya
ng m
iski
n ha
ra, s
ehin
gga
term
asuk
tana
h-ta
nah
mar
gina
l yan
g ku
rang
subu
r de
ngan
pro
dukt
ivita
s ren
dah;
tana
h be
rlem
pung
mem
puny
ai
sifa
t kem
bang
ker
ut y
ang
tingg
i, se
hing
ga b
erpo
tens
i ter
hada
p ru
sakn
ya in
fras
truk
tur j
alan
asp
al
dan
bang
unan
;
tana
h be
rlem
pung
ber
sifa
t lab
il da
n m
udah
ber
gera
k pe
rlah
an,
sehi
ngga
pad
a le
reng
yan
g cu
ram
be
rpot
ensi
terh
adap
ger
akan
ta
nah
(soi
l cre
ep) d
an n
enda
tan
(slu
mp)
.
S2L
Per
buki
tan
Stru
ktur
al L
ipat
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u, K
ep.
Riau
, Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Sum
ater
a Se
lata
n,
dan
Lam
pung
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
2
batu
lem
pung
gam
ping
an,
batu
pasi
r (sa
ndst
one)
, ba
tupa
sir g
ampi
ngan
, ba
tuga
mpi
ng (l
imes
tone
), ba
tuga
mpi
ng n
apal
an, a
tau
seje
nisn
ya.
pela
puka
n da
n pe
doge
nesi
s mem
bent
uk ta
nah
yang
ju
ga m
enga
ndun
g m
iner
al le
mpu
ng sa
ngat
ting
gi, y
ang
seri
ng d
iseb
ut se
baga
i tan
ah V
ertis
ol a
tau
Grum
usol
.
Mel
ihat
kar
akte
rist
ik d
an k
edud
ukan
nya,
mak
a se
cara
ke
ruan
gan
wila
yah
ini d
apat
lebi
h di
fung
sika
n se
baga
i ka
was
an li
ndun
g da
lam
ben
tuk
huta
n lin
dung
, cag
ar
alam
ata
u su
aka
mar
gasa
twa,
den
gan
kem
ungk
inan
po
tens
i pen
gem
bang
an se
baga
i kaw
asan
wis
ata
min
at
khus
us b
agi p
ecin
ta a
lam
dan
pen
didi
kan
lingk
unga
n.
Cont
oh:
Ja
lur P
erbu
kita
n da
n Pe
gunu
ngan
Lip
atan
(Ant
iklin
al)
mul
ai d
ari L
hoks
eum
awe
hing
ga L
angs
a, y
ang
men
gapi
t le
mba
h al
iran
Sun
gai L
este
n di
Pro
vins
i Ace
h.
Ja
lur P
erbu
kita
n da
n Pe
gunu
ngan
Lip
atan
(Ant
iklin
al)
mul
ai d
ari P
adan
g Si
dem
puan
Sum
ater
a Ut
ara,
m
elew
ati B
angk
inan
g Ri
au, d
an M
uara
Tem
besi
Jam
bi,
hing
ga b
erla
njut
sam
pai P
alem
bang
Sum
ater
a Se
lata
n.
S3L2
Lem
bah
anta
r Per
buki
tan
Stru
ktur
al L
ipat
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Sum
ater
a Ba
rat,
dan
Sum
ater
a Se
lata
n
M
orfo
logi
ata
u to
pogr
afi
beru
pa le
mba
h di
ant
ara
jalu
r pe
rbuk
itan
lipat
an d
enga
n re
lief d
atar
, kem
irin
gan
lere
ng
<8%
, dan
ber
stru
ktur
seba
gai
sink
linal
, yan
g di
apit
oleh
dua
pu
nggu
nan
anti
klin
al d
enga
n to
pogr
afi b
erup
a pe
rbuk
itan.
Seca
ra g
enes
is, b
enta
ngla
han
ini t
erbe
ntuk
aki
bat
peng
angk
atan
tekt
onik
, yan
g m
embe
ntuk
stru
ktur
lipa
tan,
de
ngan
ken
ampa
kan
bida
ng
kelu
rusa
n (l
inem
ent)
yan
g te
gas m
embe
ntuk
jalu
r le
mba
h (s
inkl
inal
) di a
ntar
a pu
nggu
ngan
(ant
iklin
al) y
ang
men
gapi
tnya
, aki
bat s
ifat
mat
eria
l bat
uan
peny
usun
nya
yang
rela
tif lu
nak
dan
lent
ur
(pla
stis
).
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
nya
beru
pa b
atua
n-ba
tuan
sedi
men
has
il pe
ngen
dapa
n m
ater
ial a
kiba
t pr
oses
ero
si d
i per
buki
tann
ya,
Be
ntan
glah
an in
i um
umny
a be
rupa
topo
graf
i cek
unga
n at
au le
mba
h si
nklin
al, y
ang
rela
tif te
rbuk
a, se
hing
ga
udar
a re
latif
tera
sa p
anas
.
Batu
an p
enyu
sun
beru
pa m
ater
ial l
empu
ng a
tau
lem
pung
gam
ping
an, b
ersi
fat l
entu
r dan
mem
puny
ai
daya
jera
b (je
baka
n) y
ang
tingg
i, da
n m
udah
jenu
h ai
r.
Sesu
ai d
enga
n ge
nesi
s dan
kar
akte
rist
ikny
a, m
aka
dim
ungk
inka
n m
enye
babk
an te
rjeb
ak si
sa-s
isa
kehi
dupa
n m
asa
lalu
pad
a sa
at p
rose
s pen
gend
apan
m
ater
ial d
an p
erlip
atan
, seh
ingg
a be
rpot
ensi
terh
adap
su
mbe
rday
a al
am b
erup
a m
inya
k da
n ga
s bum
i.
Sifa
t bat
uan
peny
usun
nya
yang
dom
inan
ber
upa
batu
lem
pung
dan
bat
ugam
ping
, rel
atif
akan
men
gala
mi
pela
puka
n da
n pe
doge
nesi
s mem
bent
uk ta
nah
yang
ju
ga m
enga
ndun
g m
iner
al le
mpu
ng sa
ngat
ting
gi, y
ang
dise
but s
ebag
ai ta
nah
Vert
isol
ata
u Gr
umus
ol.
Su
ngai
yan
g be
rkem
bang
ber
pola
alir
an tr
ealli
s, d
enga
n su
ngai
uta
ma
sear
ah p
ola
lem
bah
sink
linal
den
gan
caba
ng-c
aban
g su
ngai
yan
g te
gak
luru
s sun
gai u
tam
a de
ngan
jalu
r pen
dek
dan
alur
rapa
t men
urun
i ler
eng
antik
linal
di k
anan
dan
kir
inya
.
Mel
ihat
kar
akte
rist
ik d
an k
edud
ukan
nya,
mak
a se
cara
ke
ruan
gan
wila
yah
ini d
apat
lebi
h di
fung
sika
n se
baga
i ka
was
an b
udid
aya
yang
ber
pote
nsi s
ebag
ai k
awas
an
pert
amba
ngan
min
yak
dan
gas b
umi.
Cont
oh:
Perm
asal
ahan
ata
u ke
raw
anan
lin
gkun
gan
yang
ber
pote
nsi
terj
adi p
ada
bent
angl
ahan
ini
mir
ip d
enga
n ja
lur p
erbu
kita
n da
n pe
gunu
ngan
lipa
tann
ya, y
ang
juga
di
kont
rol o
leh
kond
isi t
opog
rafi,
as
al-u
sul p
embe
ntuk
an (g
enes
is),
dan
mat
eria
l pen
yusu
nnya
, yan
g an
tara
lain
:
lem
pung
rela
tif b
ersi
fat s
ebag
ai
akui
tard
hin
gga
akui
klud
(mud
ah
jenu
h ai
r dan
tida
k m
ampu
m
enyi
mpa
n ai
r den
gan
baik
), se
hing
ga k
etik
a m
usim
kem
arau
be
rpot
ensi
terh
adap
kek
erin
gan
dan
keku
rang
an a
ir b
ersi
h;
le
mpu
ng b
ersi
fat m
udah
jenu
h ai
r, se
hing
ga b
erpo
tens
i ter
jadi
nya
gena
ngan
dan
ban
jir p
ada
saat
m
usim
pen
ghuj
an, a
pala
gi d
ipic
u ol
eh ti
nggi
nya
beba
n se
dim
en
terl
aut d
alam
alir
an su
ngai
yan
g m
enye
babk
an p
rose
s pe
ndan
gkal
an a
lur s
unga
i san
gat
cepa
t;
lem
pung
ber
sifa
t mud
ah m
enje
rab
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
3
deng
an m
ater
ial u
tam
a pe
nyus
unny
a be
rsifa
t le
mpu
ngan
(cla
y), l
empu
ng
berg
ampi
ng, a
tau
seje
nisn
ya.
Le
mba
h Si
nklin
al m
ulai
dar
i Pra
bum
ulih
ke
arah
uta
ra
di S
umat
era
Sela
tan.
Lem
bah
Sink
linal
di b
agia
n te
ngah
Pro
vins
i Ria
u ya
ng
mel
ewat
i Kot
a Pe
kanb
aru.
atau
men
jeba
k ai
r dal
am w
aktu
la
ma,
sehi
ngga
ber
pote
nsi
terd
apat
nya
jeba
kan-
jeba
kan
air
laut
pur
ba y
ang
men
yeba
bkan
ai
rtan
ah b
eras
a pa
yau
hing
ga a
sin
kare
na p
rose
s per
tuka
ran
katio
n (c
onna
te w
ater
) ata
u ak
ibat
ev
apor
asi a
ir la
ut p
urba
yan
g m
enin
ggal
kan
kris
tal g
aram
dan
m
enca
mpu
ri a
irta
nah
(eva
pora
te
wat
er);
ta
nah
lem
pung
an re
latif
mis
kin
hara
, seh
ingg
a te
rmas
uk ta
nah-
tana
h m
argi
nal y
ang
kura
ng su
bur
deng
an p
rodu
ktiv
itas r
enda
h;
ta
nah
berl
empu
ng m
empu
nyai
si
fat k
emba
ng k
erut
yan
g tin
ggi,
sehi
ngga
ber
pote
nsi t
erha
dap
rusa
knya
infr
astr
uktu
r jal
an a
spal
da
n ba
ngun
an;
ta
nah
berl
empu
ng b
ersi
fat l
abil,
m
udah
ber
gera
k pe
rlah
an, d
an
daya
duk
ung
rend
ah, s
ehin
gga
pada
lere
ng y
ang
data
r ber
pote
nsi
terh
adap
pro
ses a
mbl
esan
tana
h (s
oil c
reep
) dan
nen
data
n (s
lum
p).
5.
Denu
dasi
onal
D2 P
erbu
kita
n De
nuda
sion
al
Kep.
Ria
u da
n Ke
p.
Bang
ka B
elitu
ng
Ke
dua
bent
angl
ahan
ini
mem
puny
ai g
enes
is, s
truk
tur,
dan
mat
eria
l pen
yusu
n ya
ng
rela
tif sa
ma,
teta
pi h
anya
be
rbed
a pa
da m
orfo
logi
nya.
Untu
k D2
, mor
folo
gi a
tau
topo
graf
i ber
upa
perb
ukita
n de
ngan
relie
f ber
buki
t, le
reng
cu
ram
den
gan
kem
irin
gan
30-
45%
, bed
a tin
ggi r
erat
a 75
-50
0 m
eter
; sed
angk
an u
ntuk
D3
, mor
folo
gi a
tau
topo
graf
i be
rupa
lere
ng p
erbu
kita
n de
ngan
relie
f mir
ing,
ke
mir
inga
n 15
-30%
, bed
a tin
ggi r
erat
a 25
-75
met
er.
Se
cara
gen
esis
, ben
tang
laha
n
Sa
tuan
ben
tang
kaha
n in
i um
umny
a m
enem
pati
daer
ah
deng
an ik
lim b
asah
, cur
ah h
ujan
ber
vari
asi d
ari r
enda
h hi
ngga
ting
gi, d
an m
empu
nyai
per
beda
an te
gas a
ntar
a m
usim
kem
arau
dan
pen
ghuj
an.
M
ater
ial d
omin
an a
dala
h ba
tuan
-bat
uan
beku
gu
nung
api t
ua d
an b
atua
n se
dim
en y
ang
tela
h m
enga
lam
i pel
apuk
an ti
ngka
t lan
jut.
Pote
nsi
sum
berd
aya
min
eral
ber
upa
baha
n ga
lian
C, se
pert
i: ba
tu a
ndes
it, b
reks
i, ko
nglo
mer
at, d
iaba
st, d
an
batu
gam
ping
nap
alan
.
Tana
h ya
ng b
erke
mba
ng cu
kup
inte
nsif
deng
an so
lum
ya
ng cu
kup
teba
l, te
kstu
r lem
pung
ber
pasi
r, st
rukt
ur
gum
pal l
emah
, dan
dra
inas
e ag
ak te
rham
bat,
sepe
rti:
Kam
biso
l dan
Lat
osol
, ser
ta te
rkad
ang
juga
terb
entu
k ta
nah
Pods
olik
ber
war
na ce
rah
mer
ah k
ekun
inga
n ya
ng
umum
nya
berk
emba
ng p
ada
batu
an d
asar
gun
unga
pi
deng
an k
andu
ngan
bes
i yan
g tin
ggi.
Ketig
a je
nis t
anah
Pr
oses
uta
ma
beru
pa d
enud
asio
nal
yang
dic
irik
an o
leh
tingk
at
pela
puka
n ba
tuan
yan
g te
lah
lanj
ut, e
rosi
lere
ng, d
an g
erak
an
mas
sa b
atua
n sa
ngat
pot
ensi
al,
yang
seri
ngka
li te
rjad
i saa
t mus
im
peng
huja
n.
Se
men
tara
pad
a m
usim
kem
arau
, m
aka
berp
oten
si te
rhad
ap
anca
man
kek
erin
gan
dan
laha
n kr
itis,
dan
keku
rang
an a
ir b
ersi
h.
Pr
oses
ini m
enye
babk
an m
orfo
logi
pe
rbuk
itan
tidak
tera
tur,
bany
ak
alur
-alu
r dan
par
it-pa
rit e
rosi
onal
(s
eper
ti di
caka
r-ca
kar)
, dan
de
grad
asi l
ahan
sem
akin
m
enin
gkat
.
D3 L
eren
gkak
i Pe
rbuk
itan
Denu
dasi
onal
Kep.
Ban
gka
Belit
ung
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
4
ini p
ada
awal
nya
dapa
t te
rben
tuk
akib
at a
ktiv
itas
vulk
anik
tua
beru
pa la
iran
la
va y
ang
mem
bent
uk ja
lur
perb
ukita
n, a
tau
akib
at
peng
angk
atan
tekt
onik
yan
g m
embe
ntuk
jalu
r per
buki
tan
stru
ktur
al (u
mum
nya
stru
ktur
pa
taha
n) y
ang
juga
tela
h be
rum
ur tu
a. N
amun
pad
a pe
rkem
bang
an se
lanj
utny
a,
pros
es p
elap
ukan
bat
uan
sang
at in
tens
if da
n ak
ibat
m
orfo
logi
nya
yang
cura
m,
yang
men
yeba
bkan
pro
ses
eros
iona
l aki
bat a
ir h
ujan
sa
ngat
inte
nsif
pula
, dan
juga
le
bih
dipe
rpar
ah d
enga
n pr
oses
ger
akan
mas
sa ta
nah
beru
pa lo
ngso
r lah
an (l
and
slid
e) y
ang
pote
nsia
l. Ef
ek d
ari
pros
es te
rseb
ut, m
aka
terb
entu
klah
per
buki
tan
denu
dasi
onal
den
gan
lere
ng
yang
tert
oreh
mem
bent
uk
alur
-alu
r ata
u le
mba
h-le
mba
h er
osio
nal y
ang
sang
at
kom
plek
s.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
nya
umum
nya
beru
pa b
atua
n-ba
tuan
bek
u ha
sil p
rose
s akt
ivita
s gu
nung
api t
ua, s
eper
ti:
diab
ast,
gran
it, a
ndes
it, g
abro
, da
n la
inny
a; a
tau
batu
an
sedi
men
yan
g te
lah
men
gala
mi p
elap
ukan
ting
kat
lanj
ut.
ini m
empu
nyai
kes
ubur
an m
enen
gah
dan
berp
oten
si
untu
k pe
ngem
bang
an la
han
perk
ebun
an d
an h
utan
pr
oduk
si, y
ang
ters
ebar
pad
a le
reng
kaki
per
buki
tan.
Se
men
tara
pad
a pe
rbuk
itann
ya, t
anah
rela
tif le
bih
tipis
da
n la
ngsu
ng k
onta
k de
ngan
bat
uan
indu
k, se
rta
mis
kin
hara
, yan
g di
sebu
t den
gan
tana
h Li
toso
l.
Akib
at p
rose
s ero
sion
al d
an lo
ngso
r lah
an y
ang
inte
nsif,
m
aka
pola
alir
an su
ngai
sepe
rti c
aban
g-ca
bang
poh
on
(den
drit
ik),
deng
an a
lur r
apat
seja
jar m
enur
uni l
eren
g,
dan
bert
emu
di le
mba
h pe
rbuk
itan
men
yatu
men
jadi
su
ngai
yan
g le
bih
besa
r. N
amun
dem
ikia
n si
fat a
liran
su
ngai
rela
tif e
pim
eral
ata
u pe
reni
al d
enga
n flu
ktua
si
debi
t alir
an sa
ngat
ting
gi a
ntar
a m
usim
pen
ghuj
an
deng
an k
emar
au.
Ai
rtan
ah re
latif
sulit
did
apat
kan,
kec
uali
pada
lem
bah-
lem
bah
sem
pit y
ang
ada,
itup
un d
alam
jum
lah
yang
sa
ngat
terb
atas
. Um
umny
a ai
rtan
ah d
ijum
pai d
alam
be
ntuk
rem
besa
n (s
eepa
ge) d
i ant
ara
lapi
san
batu
an
yang
tela
h la
puk
di b
agia
n at
as d
an la
pisa
n ba
tuan
yan
g m
asih
pad
u di
bag
ian
baw
ah, a
tau
dala
m b
entu
k m
ataa
ir k
onta
k da
n te
rpot
ong
lere
ng p
ada
teku
k-te
kuk
lere
ng a
tau
lere
ngka
ki p
erbu
kita
n (c
onta
ct s
prin
g at
au
topo
grap
hic
spri
ng),
deng
an d
ebit
alir
an y
ang
umum
nya
keci
l.
Peng
guna
an la
han
alam
i yan
g te
rdap
at p
ada
satu
an in
i ad
alah
hut
an li
ndun
g, h
utan
pro
duks
i ter
bata
s, da
n ke
bun
cam
pur;
sehi
ngga
seca
ra k
erua
ngan
ber
pote
nsi
untu
k di
kem
bang
kan
seba
gai k
awas
an li
ndun
g da
n ko
nser
vasi
tana
h da
n ai
r.
Ta
nah
Kam
biso
l dan
Lat
osol
m
erup
akan
dua
jeni
s tan
ah y
ang
tela
h be
rkem
bang
, sol
um te
bal,
bert
ekst
ur le
mpu
ng b
erge
luh,
dan
cu
kup
subu
r, te
tapi
mud
ah
men
gala
mi l
ongs
or ji
ka
men
gala
mi k
ejen
uhan
ting
gi (s
aat
peng
huja
n) d
an b
erad
a pa
da
lere
ng y
ang
mir
ing.
Sem
enta
ra ta
nah
Lito
sol a
dala
h ta
nah
tipis
dan
mis
kin
hara
, se
hing
ga u
mum
nya
hany
a tu
mbu
h se
mak
bel
ukar
ata
u sa
vana
.
D4 L
emba
h an
tar
Perb
ukita
n De
nuda
sion
al
Kep.
Ria
u da
n Ke
p.
Bang
ka B
elitu
ng
Ke
dua
bent
angl
ahan
ini
mem
puny
ai g
enes
is, s
truk
tur,
dan
mat
eria
l pen
yusu
n ya
ng
rela
tif sa
ma,
teta
pi h
anya
be
rbed
a pa
da m
orfo
logi
nya.
Sa
tuan
ben
tang
kaha
n in
i um
umny
a m
enem
pati
daer
ah
deng
an ik
lim le
bih
seju
k da
n ba
sah
diba
ndin
g pe
rbuk
itan
di se
kita
rnya
.
Mat
eria
l dom
inan
ada
lah
baha
n-ba
han
kolu
vium
has
il pr
oses
pen
gend
apan
mat
eria
l ter
degr
adas
i dar
i
Pote
nsi a
ncam
an b
ahay
a da
n ke
raw
anan
ling
kung
an sa
ngat
di
peng
aruh
i kon
disi
per
buki
tan
di
seki
tarn
ya, y
ang
anta
ra la
in:
se
baga
i dae
rah
terd
ampa
k lo
ngso
r
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
5
Ka
rakt
eris
tik b
enta
ngla
han
ini
mir
ip d
enga
n pe
rbuk
itann
ya,
kecu
ali p
ada
mor
folo
gi a
tau
topo
graf
inya
yan
g be
rupa
le
mba
h di
ant
ara
jaja
ran
perb
ukita
n de
nuda
sion
al,
deng
an re
lief d
atar
, ler
eng
3-8%
, bed
a tin
ggi r
erat
a <2
5 m
eter
.
Pros
es p
embe
ntuk
an
bent
angl
ahan
ini m
engi
kuti
deng
an p
rose
s pem
bent
ukan
pe
rbuk
itann
ya. N
amun
pad
a pe
rkem
bang
an se
lanj
utny
a,
pros
es y
ang
dom
inan
pad
a be
ntan
glah
an in
i ada
lah
depo
sisi
onal
mat
eria
l has
il pe
lapu
kan
batu
an, e
rosi
, dan
lo
ngso
r lah
an d
ari l
eren
gkak
i pe
rbuk
itan
di se
kita
rnya
.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
nya
umum
nya
beru
pa b
ahan
-bah
an k
oluv
ium
ya
ng te
rcam
pur a
duk
seba
gai
hasi
l pro
ses d
epos
isio
nal
mat
eria
l rom
baka
n le
reng
kaki
pe
rbuk
itan
di se
kita
rnya
.
lere
ngka
ki p
erbu
kita
n di
seki
tarn
ya, y
ang
berp
oten
si
terh
adap
pem
bent
ukan
tana
h ya
ng le
bih
inte
nsif.
Tana
h ya
ng b
erke
mba
ng b
erup
a ta
nah
Aluv
ial a
kiba
t pe
ngen
dapa
n su
ngai
yan
g m
enga
lir p
ada
lem
bah
ters
ebut
, ata
u ta
nah
Kam
biso
l dan
Lat
osol
den
gan
solu
m y
ang
cuku
p te
bal,
teks
tur l
empu
ng b
erpa
sir,
stru
ktur
gum
pal l
emah
, dan
dra
inas
e ag
ak te
rham
bat.
Ketig
a je
nis t
anah
ini m
empu
nyai
kes
ubur
an m
enen
gah
hing
ga ti
nggi
, dan
ber
pote
nsi u
ntuk
pen
gem
bang
an
laha
n pe
rkeb
unan
dan
hut
an p
rodu
ksi,
atau
bah
kan
saw
ah ta
dah
huja
n ya
ng cu
kup
prod
uktif
.
Sung
ai y
ang
men
galir
rela
tif b
ersi
fat e
pim
eral
ata
u pe
reni
al d
enga
n flu
ktua
si d
ebit
alir
an sa
ngat
ting
gi
anta
ra m
usim
pen
ghuj
an d
enga
n ke
mar
au.
Ai
rtan
ah d
angk
al d
enga
n pe
nyeb
aran
terb
atas
. Pad
a te
kuk-
teku
k le
reng
per
buki
tan
bany
ak d
ijum
pai
rem
besa
n (s
eepa
ge) d
i ant
ara
lapi
san
batu
an y
ang
tela
h la
puk
di b
agia
n at
as d
an la
pisa
n ba
tuan
yan
g m
asih
pa
du d
i bag
ian
baw
ah, a
tau
dala
m b
entu
k m
ataa
ir
kont
ak d
an te
rpot
ong
lere
ng (c
onta
ct s
prin
g at
au
topo
grap
hic
spri
ng),
deng
an d
ebit
alir
an y
ang
umum
nya
keci
l.
Peng
guna
an la
han
alam
i yan
g te
rdap
at p
ada
satu
an in
i ad
alah
per
muk
iman
, keb
un ca
mpu
r, sa
wah
, dan
hut
an
prod
uksi
terb
atas
, seh
ingg
a se
cara
ker
uang
an
berp
oten
si u
ntuk
dik
emba
ngka
n se
baga
i kaw
asan
bu
dida
ya te
rbat
as.
laha
n da
n ge
raka
n m
assa
bat
uan
lain
nya,
yan
g se
ring
kali
terj
adi s
aat
mus
im p
engh
ujan
;
daer
ah te
rdam
pak
banj
ir d
an
gena
ngan
saat
huj
an m
aksi
mal
; da
n
daer
ah te
rdam
pak
keke
ring
an d
an
keku
rang
an a
ir b
ersi
h.
6.
Orga
nik
O1 D
atar
an
Gam
but
Sum
ater
a Ut
ara,
Ri
au, J
ambi
, Su
mat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
To
pogr
afi b
erup
a da
tara
n,
deng
an m
orfo
logi
ata
u re
lief
data
r hin
gga
land
ai,
kem
irin
gan
lere
ng se
cara
um
um 0
-3%
, hin
gga
bero
mba
k (3
-8%
).
Asal
pro
ses u
tam
a ad
alah
ak
tivita
s org
anik
, yai
tu h
asil
pem
busu
kan
sisa
akt
ivita
s ve
geta
si la
han
basa
h, se
pert
i ra
wa-
raw
a pa
da d
atar
an
rend
ah (l
ow la
nd),
yang
ke
mud
ian
mem
bent
uk
lapi
san
gam
but y
ang
rela
tif
teba
l den
gan
peny
ebar
an lu
as
di d
atar
an re
ndah
bag
ian
Re
latif
ber
iklim
bas
ah d
enga
n cu
rah
huja
n tin
ggi,
yang
um
um te
rjad
i pad
a be
ntan
glah
an se
pert
i ini
.
Seca
ra g
enet
ik, m
ater
ial p
enyu
sun
beru
pa g
ambu
t (s
edim
en o
rgan
ik),
seba
gai h
asil
pros
es p
embu
suka
n da
n re
duks
i bah
an-b
ahan
org
anik
pad
a lin
gkun
gan
pera
iran
dar
atan
yan
g m
engg
enan
g, se
pert
i raw
a-ra
wa.
Pote
nsi s
umbe
rday
a m
iner
al a
dala
h ga
mbu
t dan
hu
mus
, seb
agai
bah
an o
rgan
ik y
ang
berp
oten
si
men
yubu
rkan
tana
man
apa
bila
dic
ampu
r den
gan
tepu
ng b
atug
ampi
ng.
Pe
man
faat
an la
han
seca
ra u
mum
unt
uk la
han
saw
ah,
kebu
n, la
dang
, ata
u be
ntuk
usa
ha p
erta
nian
lain
nya,
da
n la
han-
laha
n di
biar
kan
beru
pa se
mak
-sem
ak.
Sesu
ai d
enga
n ge
nesi
snya
, m
enye
baka
n lin
gkun
gan
pada
be
ntan
glah
an in
i sec
ara
rela
tif re
ntan
at
au b
erpo
tens
i ter
hada
p an
cam
an:
ku
alita
s sum
berd
aya
air d
an ta
nah
yang
rend
ah, k
aren
a si
fat
kem
asam
an y
ang
sang
at ti
nggi
(p
H sa
ngat
rend
ah, m
enca
pai <
4),
atau
kan
dung
an su
lfat (
SO4= )
yan
g tin
ggi a
kiba
t pro
ses r
eduk
si
baha
n-ba
han
orga
nik
yang
m
engh
asilk
an le
pisa
n pi
rit;
ke
giat
an p
emba
kara
n la
han
untu
k m
enin
gkat
kan
fung
siny
a se
baga
i la
han
pert
ania
n, si
stem
lada
ng
berp
inda
h, k
husu
snya
saat
mus
im
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
6
timur
Sum
ater
a.
kem
arau
;
dam
pak
dari
keg
iata
n pe
mba
kara
n la
han
adal
ah
penc
emar
an u
dara
yan
g sa
ngat
tin
ggi,
hing
ga m
engg
angg
u pa
ndan
gan
(bag
i pen
erba
ngan
dan
tr
ansp
orta
si d
arat
), sa
mpa
i ke
seha
tan
man
usia
; ser
ta
da
mpa
k pe
ncem
aran
uda
ra d
apat
m
enca
pai j
arak
sang
at ja
uh,
hing
ga k
e ne
gara
teta
ngga
, be
rgan
tung
ara
h da
n ke
cepa
tan
angi
n, se
pert
i: M
alay
sia
dan
Sing
apur
a.
O2 P
ulau
Te
rum
bu K
aran
g
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u, K
ep.
Riau
, Sum
ater
a Ba
rat,
Beng
kulu
, Ke
p. B
angk
a Be
litun
g, d
an
Lam
pung
To
pogr
afi b
erup
a da
tara
n,
deng
an m
orfo
logi
ata
u re
lief
data
r hin
gga
land
ai,
kem
irin
gan
lere
ng se
cara
um
um 0
-3%
, hin
gga
bero
mba
k (3
-8%
).
Asal
pro
ses u
tam
a ad
alah
ak
tivita
s org
anik
(ter
umbu
ka
rang
) pad
a zo
na la
ut
dang
al (l
itho
ral)
, yan
g ke
mud
ian
men
gala
mi
peng
angk
atan
dar
atan
ata
u pe
nuru
nan
muk
a ai
r lau
t, se
hing
ga te
rum
bu k
aran
g m
uncu
l ke
perm
ukaa
n da
n m
enga
lam
i met
amor
fosi
s m
embe
ntuk
bat
ugam
ping
te
rum
bu (C
aCO 3
).
Re
latif
ber
iklim
ker
ing
deng
an cu
rah
huja
n re
ndah
(h
ujan
kon
veks
i), y
ang
umum
terj
adi p
ada
bent
angl
ahan
sepe
rti i
ni.
Se
cara
gen
etik
, mat
eria
l pen
yusu
n ad
alah
bat
uan
sedi
men
org
anik
ata
u no
n kl
astik
ber
upa
batu
gam
ping
te
rum
bu a
tau
kora
l seb
agai
has
il pr
oses
pen
gang
kata
n da
n m
etam
orfo
sis t
erum
bu k
aran
g.
Po
tens
i sum
berd
aya
min
eral
ada
lah
baha
n ga
lian
golo
ngan
C, b
erup
a ba
tuga
mpi
ng te
rum
bu d
an p
asir
m
arin
seba
gai h
ancu
ran
batu
gam
ping
teru
mbu
.
Sifa
t mat
eria
l bat
ugam
ping
teru
mbu
yan
g ba
nyak
di
akla
s dan
luba
ng-lu
bang
pel
arut
an, m
enye
babk
an
mat
eria
l ini
tida
k m
ampu
men
yim
pan
air d
enga
n ba
ik.
Airt
anah
diju
mpa
i ber
upa
airt
anah
dan
gkal
ata
u ai
rtan
ah b
ebas
den
gan
pote
nsi s
anga
t ter
bata
s dan
in
put u
tam
a ai
r huj
an, d
ijum
pai p
ada
gisi
k-gi
sik
pant
ainy
a ya
ng b
erm
ater
ial p
asir
. Mat
aair
juga
rela
tif
sulit
diju
mpa
i pad
a sa
tuan
ini,
dan
tidak
ber
kem
bang
si
stem
hid
rolo
gi p
erm
ukaa
n.
Ko
ndis
i bat
ugam
ping
teru
mbu
yan
g re
latif
mas
ih se
gar,
belu
m m
emug
kink
an p
rose
s pem
bent
ukan
tana
h se
cara
ba
ik. K
emun
gkin
an m
asih
ber
upa
baha
n in
duk
tana
h ya
ng b
erup
a m
ater
ial p
asir
teru
mbu
ber
war
na p
utih
, da
n be
rsifa
t lep
as-le
pas (
gran
uler
).
Pe
man
faat
an la
han
seca
ra u
mum
unt
uk p
ariw
isat
a al
am d
an ja
sa li
ngku
ngan
, per
muk
iman
dan
ber
fung
si
seba
gai h
abita
t kea
neka
raga
man
hay
ati l
ingk
unga
n pe
rair
an la
ut d
angk
al (t
aman
laut
).
Ling
kung
an se
cara
rela
tif re
ntan
ata
u be
rpot
ensi
terh
adap
anc
aman
:
penc
emar
an a
irta
nah
dan
pera
iran
la
utny
a ol
eh a
ktiv
itas p
ariw
isat
a;
ke
rusa
kan
ekos
iste
m te
rum
bu
kara
ng;
ke
naik
an p
erm
ukaa
n ai
r lau
t dan
ts
unam
i pad
a da
erah
yan
g be
rhad
apan
den
gan
zona
pe
nunj
aman
sam
uder
a, se
pert
i di
pant
ai b
arat
Sum
ater
a; se
rta
ke
keri
ngan
dan
deg
rada
si
sum
berd
aya
air.
7.
Antr
opog
enik
A
Dat
aran
Ko
ta-k
ota
Prov
insi
Mor
folo
gi d
atar
an d
enga
n Pa
da p
rins
ipny
a po
tens
i sum
berd
aya
alam
mem
puny
ai
Perk
emba
ngan
wila
yah
berp
oten
si
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
7
Perk
otaa
n da
n Ka
bupa
ten
di
selu
ruh
Ekor
egio
n Su
mat
era
relie
f dat
ar, k
emir
inga
n
lere
ng 0
-3%
, bed
a tin
ggi
rera
ta <
25 m
eter
.
Asal
-usu
l ter
bent
uk p
ada
dasa
rnya
kar
ena
pros
es u
tam
a al
iran
sung
ai (f
luvi
al)
yang
m
enge
ndap
kan
baha
n-ba
han
aluv
ium
dar
i ber
baga
i sum
ber
di d
aera
h hu
lu (h
inte
rlan
d)
dan
dien
dapk
an d
i bag
ian
baw
ah (l
ow la
nd),
yang
ke
mud
ian
dike
mba
ngka
n ol
eh
man
usia
unt
uk w
ilaya
h pe
rkot
aan.
Mat
eria
l ata
u ba
tuan
uta
ma
peny
usun
ber
upa
baha
n-ba
han
aluv
ium
has
il pe
ngen
dapa
n al
iran
sung
ai,
beru
pa b
atu
dan
kera
kal
mem
bent
uk la
pisa
n di
bag
ian
baw
ah, k
emud
ian
di a
tasn
ya
terb
entu
k la
pisa
n ke
riki
l, pa
sir,
dan
yang
pal
ing
atas
la
pisa
n de
ngan
uku
ran
mat
eria
l sed
imen
hal
us,
beru
pa d
ebu
dan
lem
pung
.
kem
irip
an d
enga
n da
tara
n al
uvia
l, se
suai
den
gan
gene
sis
bent
angl
ahan
nya,
yai
tu:
be
rikl
im se
juk
bagi
yan
g ad
a di
dae
rah
data
ran
tingg
i da
n pa
nas b
agi y
ang
berk
emba
ng d
i wila
yah
pesi
sir;
mat
eria
l pen
yusu
n be
rupa
bah
an-b
ahan
alu
vium
has
il pr
oses
pen
gend
apan
alir
an su
ngai
;
tana
h ya
ng b
erke
mba
ng a
dala
h ta
nah-
tana
h Al
uvia
l ya
ng sa
ngat
subu
r;
be
rpot
ensi
seba
gai c
ekun
gan
hidr
ogel
ogi d
enga
n ak
uife
r san
gat b
aik
dan
pers
ebar
an sa
ngat
mel
uas,
airt
anah
dan
gkal
den
gan
kete
rsed
iaan
ting
gi d
an
kual
itas b
aik;
sung
ai u
mum
nya
men
galir
sepa
njan
g ta
hun
(per
enia
l),
akib
at in
put d
ari a
ir h
ujan
dan
air
tana
h (e
fflu
ent)
, dan
be
rpol
a al
iran
den
driti
k;
pe
man
faat
an la
han
bers
ifat b
udid
aya
dan
sang
at
prod
uktif
unt
uk p
erm
ukim
an, y
ang
bers
elan
g-se
ling
deng
an p
erta
nian
saw
ah ir
igas
i tek
nis d
enga
n pr
oduk
tivita
s san
gat t
ingg
i; da
n
pem
bang
unan
infr
astu
ktur
dan
aks
esib
iltas
sang
at
mud
ah.
mem
icu
mun
culn
ya b
erba
gai m
asal
ah,
sepe
rti:
m
asal
ah p
eman
faat
an la
han
dan
konf
lik p
enat
aan
ruan
g, b
erup
a ko
nver
si la
han
saw
ah m
enja
di
laha
n-la
han
perm
ukim
an;
tu
mpa
ng ti
ndih
kep
entin
gan
dala
m p
enge
mba
ngan
in
fras
truk
tur w
ilaya
h pe
rkot
aan;
perm
asak
ahan
sam
pah
dan
limba
h pe
rkot
aan,
yan
g m
enye
babk
an p
ence
mar
an a
ir,
tana
h, d
an u
dara
, yan
g be
rgan
tung
ke
pada
ting
kat p
erke
mba
ngan
w
ilaya
hnya
; ser
ta
pe
rmas
alah
an b
anjir
kot
a ak
ibat
pe
nutu
pan
perm
ukaa
n ta
nah
oleh
ba
ngun
an d
an ja
lan,
sert
a si
stem
dr
aina
se p
erko
taan
yan
g bu
ruk
atau
tida
k m
emad
ahi,
yang
m
enye
babk
an p
rose
s inf
iltra
si a
ir
huja
n m
enja
di te
rham
bat.
Sum
ber:
Has
il In
terp
reta
si C
itra
Peng
inde
raan
Jauh
, Pet
a Ek
oreg
ion,
Pet
a Ge
olog
i, Pe
rum
usan
dar
i Ber
baga
i Sum
ber B
acaa
n, d
an V
erifi
kasi
Lap
anga
n (2
015)
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
8
Tab
el 0
2
Desk
rips
i Kar
akte
rist
ik E
kore
gion
Sum
ater
a Sk
ala
1 : 2
50.0
00
As
pek
Kara
kter
istik
, Pot
ensi
, dan
Per
mas
alah
an S
umbe
rday
a H
ayat
i
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a H
ayat
i P
erm
asal
ahan
Su
mb
erd
aya
Hay
ati
Ekos
iste
m H
ayat
i K
ekh
asan
Flo
ra
Kek
has
an F
aun
a
1.
Vulk
anik
V1 K
eruc
ut d
an L
eren
g Gu
nung
api
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Be
ngku
lu, S
umat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
Vege
tasi
alp
in
Lum
ut d
an tu
mbu
han
baw
ah
Tida
k ad
a fa
una
di k
ubah
la
va
Kond
isi l
ingk
unga
n ya
ng
ekst
rim
V2 K
aki G
unun
gapi
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Be
ngku
lu, S
umat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
Vege
tasi
peg
unun
gnga
n ba
wah
H
utan
, sem
ak d
ll
Har
imau
Sum
ater
a (P
anth
era
Tigr
is
Sum
atra
ensi
s),
Mon
yet/
Kedi
h (P
resb
ytis
Th
omas
i), B
urun
g Ra
ngko
ng (B
ucer
os
Rhi
noce
rous
konv
ersi
hut
an m
enja
di
pem
ukim
an, p
erta
nian
dan
pe
rkeb
unan
ill
egal
logg
ing,
per
amba
han
huta
n da
n pe
rbur
uan
liar.
Ketid
akje
lasa
n ta
pal b
atas
hu
tan
– pe
mic
u ko
nflik
pe
nggu
naan
laha
n, k
ebak
aran
V3 D
atar
an K
aki
Gunu
ngap
i
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Be
ngku
lu, S
umat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
Pert
ania
n, p
erke
buna
n da
n hu
tan
Dip
tero
carp
acea
e
Fam
ili D
ipte
roca
rpac
eae
Har
imau
Sum
ater
a (P
anth
era
Tigr
is
Sum
atra
ensi
s),
Mon
yet/
Kedi
h (P
resb
ytis
Th
omas
i), B
urun
g Ra
ngko
ng (B
ucer
os
Rhi
noce
rous
keba
kara
n , k
onve
rsi h
utan
m
enja
di p
emuk
iman
, per
tani
an
dan
perk
ebun
an
illeg
al lo
ggin
g, p
eram
baha
n hu
tan
dan
perb
urua
n lia
r. Ke
tidak
jela
san
tapa
l bat
as
huta
n –
pem
icu
konf
lik
peng
guna
an la
han
2.
Fluv
ial
F1 D
atar
an F
luvi
o-vu
lkan
ik
Sum
ater
a Ut
ara,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi, S
umat
era
Sela
tan,
dan
Lam
pung
Gam
but d
an d
ipen
garu
hi
Air t
awar
jeni
s-je
nis s
peci
es
Rub
iace
ae, E
upho
rbia
ceae
, Pa
ndan
us,E
ugen
ia d
an
Gra
min
eae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
konv
ersi
hut
an m
enja
di
pem
ukim
an, p
erta
nian
dan
pe
rkeb
unan
ill
egal
logg
ing,
per
amba
han
huta
n da
n pe
rbur
uan
liar.
Ketid
akje
lasa
n ta
pal b
atas
hu
tan
– pe
mic
u ko
nflik
pe
nggu
naan
laha
n, k
ebak
aran
F2 D
atar
an A
luvi
al
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Ben
gkul
u, S
umat
era
Sela
tan,
Kep
. Ban
gka
Belit
ung,
dan
Lam
pung
Gam
but d
an D
ipen
garu
hi
Air t
awar
jeni
s-je
nis s
peci
es
Rub
iace
ae, E
upho
rbia
ceae
, Pa
ndan
us,E
ugen
ia d
an
Gra
min
eae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
keba
kara
n , k
onve
rsi h
utan
m
enja
di p
emuk
iman
, per
tani
an
dan
perk
ebun
an
illeg
al lo
ggin
g, p
eram
baha
n hu
tan
dan
perb
urua
n lia
r.
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 1
9
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
) Ke
tidak
jela
san
tapa
l bat
as
huta
n –
pem
icu
konf
lik
peng
guna
an la
han,
keb
akar
an
F3 D
atar
an F
luvi
o-m
arin
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Ben
gkul
u, S
umat
era
Sela
tan,
Kep
. Ban
gka
Belit
ung,
dan
Lam
pung
Man
grov
e da
n di
peng
aruh
i Ai
r asi
n
jeni
s-je
nis s
peci
es
Rhi
zoph
ora
sp,
Avi
cenn
ia
sp, S
onne
rati
a sp
, B
rugu
iera
sp,
Cer
iops
sp,
N
ypa
sp.
Aves
, ika
n, u
dang
Pe
riop
thal
mus
sp. (
ikan
ge
lodo
k at
au a
nal-a
nal),
be
rbag
ai je
nis m
olus
ca,
Uca
sp., k
epiti
ng
keba
kara
n , k
onve
rsi h
utan
m
enja
di p
emuk
iman
, per
tani
an
dan
perk
ebun
an
illeg
al lo
ggin
g, p
eram
baha
n hu
tan
dan
perb
urua
n lia
r. Ke
tidak
jela
san
tapa
l bat
as
huta
n –
pem
icu
konf
lik
peng
guna
an la
han
3.
Mar
in
M1
Dat
aran
Pes
isir
de
ngan
Pan
tai
Berl
umpu
r
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Jam
bi, S
umat
era
Sela
tan,
dan
La
mpu
ng
form
asi p
es-c
apre
a) d
an
yang
ber
bent
uk p
erdu
dan
po
hon
(for
mas
i Bar
ring
toni
a)
keta
pang
(Ter
min
alia
ca
tapa
), sa
wo
keci
k (M
anilk
ara
kauk
i), w
aru
laut
(His
bisc
us s
p.),
kebe
n (B
arin
gton
ia a
siat
ica)
dan
ny
ampl
ung
(Cal
ophy
llum
in
ophy
llum
).
fam
ily C
rust
acea
, ik
an,
peny
u, b
erag
am b
urun
g la
ut
Laha
n ku
rang
subu
r
M2
Data
ran
Pesi
sir
deng
an P
anta
i Ber
pasi
r
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Su
mat
era
Sela
tan,
dan
La
mpu
ng
form
asi p
es-c
apre
a) d
an
yang
ber
bent
uk p
erdu
dan
po
hon
(for
mas
i Bar
ring
toni
a)
keta
pang
(Ter
min
alia
ca
tapa
), sa
wo
keci
k (M
anilk
ara
kauk
i), w
aru
laut
(His
bisc
us s
p.),
kebe
n (B
arin
gton
ia a
siat
ica)
dan
ny
ampl
ung
(Cal
ophy
llum
in
ophy
llum
).
fam
ily C
rust
acea
, ik
an,
peny
u, b
erag
am b
urun
g la
ut
Laha
n ku
rang
subu
r
4.
Stru
ktur
al
S1P
Peg
unun
gan
Stru
ktur
al P
atah
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Be
ngku
lu, S
umat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
huta
n pe
gunu
ngan
ata
s
Ace
race
ae, A
rauc
aria
ceae
, Cu
noni
acea
e, E
rica
ceae
, Fa
gace
ae, L
aura
-cea
e,
Podo
carp
acea
e da
n Th
eace
ae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
keba
kara
n ¸L
ahan
kri
tis,
pena
mba
ngan
ille
gal,
konv
ersi
la
han,
S2P
Per
buki
tan
Stru
ktur
al P
atah
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Ben
gkul
u, S
umat
era
Sela
tan,
dan
Lam
pung
huta
n pe
gunu
ngan
baw
ah
Ace
race
ae, A
rauc
aria
ceae
, Cu
noni
acea
e, E
rica
ceae
, Fa
gace
ae, L
aura
-cea
e,
Podo
carp
acea
e da
n Th
eace
ae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
keba
kara
n ¸L
ahan
kri
tis,
pena
mba
ngan
ille
gal,
konv
ersi
la
han,
S3P1
Lem
bah
anta
r Pe
gunu
ngan
Str
uktu
ral
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, H
utan
dip
tero
karp
a Je
nis-
jeni
s D
ipte
roca
rpac
eae
mar
ga
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
konv
ersi
hut
an m
enja
di
pem
ukim
an, p
erta
nian
dan
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
0
Pata
han
Beng
kulu
, dan
Lam
pung
A
niso
pter
a, B
alan
ocar
pus,
Co
tyle
lobi
um,
Dip
tero
carp
us,
Dry
obal
anop
s, H
opea
, Pa
rash
orea
, Sho
rea,
Upu
na
dan
Vati
ca d
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
perk
ebun
an
illeg
al lo
ggin
g, p
eram
baha
n hu
tan
dan
perb
urua
n lia
r. Ke
tidak
jela
san
tapa
l bat
as
huta
n –
pem
icu
konf
lik
peng
guna
an la
han,
keb
akar
an
S3P2
Lem
bah
anta
r Pe
rbuk
itan
Stru
ktur
al
Pata
han
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Be
ngku
lu, S
umat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
Hut
an d
ipte
roka
rpa
Jeni
s-je
nis
Dip
tero
carp
acea
e m
arga
A
niso
pter
a, B
alan
ocar
pus,
Co
tyle
lobi
um,
Dip
tero
carp
us,
Dry
obal
anop
s, H
opea
, Pa
rash
orea
, Sho
rea,
Upu
na
dan
Vati
ca d
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
keba
kara
n , k
onve
rsi h
utan
m
enja
di p
emuk
iman
, per
tani
an
dan
perk
ebun
an
illeg
al lo
ggin
g, p
eram
baha
n hu
tan
dan
perb
urua
n lia
r. Ke
tidak
jela
san
tapa
l bat
as
huta
n –
pem
icu
konf
lik
peng
guna
an la
han
S1L
Peg
unun
gan
Stru
ktur
al L
ipat
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, dan
Su
mat
era
Sela
tan
hu
tan
pegu
nung
an a
tas
Ace
race
ae, A
rauc
aria
ceae
, Cu
noni
acea
e, E
rica
ceae
, Fa
gace
ae, L
aura
-cea
e,
Podo
carp
acea
e da
n Th
eace
ae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
keba
kara
n , k
onve
rsi h
utan
m
enja
di p
emuk
iman
, per
tani
an
dan
perk
ebun
an
illeg
al lo
ggin
g, p
eram
baha
n hu
tan
dan
perb
urua
n lia
r. Ke
tidak
jela
san
tapa
l bat
as
huta
n –
pem
icu
konf
lik
peng
guna
an la
han
S2L
Per
buki
tan
Stru
ktur
al L
ipat
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
huta
n pe
gunu
ngan
baw
ah
Ace
race
ae, A
rauc
aria
ceae
, Cu
noni
acea
e, E
rica
ceae
, Fa
gace
ae, L
aura
-cea
e,
Podo
carp
acea
e da
n Th
eace
ae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
konv
ersi
hut
an m
enja
di
pem
ukim
an, p
erta
nian
dan
pe
rkeb
unan
ill
egal
logg
ing,
per
amba
han
huta
n da
n pe
rbur
uan
liar.
Ketid
akje
lasa
n ta
pal b
atas
hu
tan
– pe
mic
u ko
nflik
pe
nggu
naan
laha
n, k
ebak
aran
S3L2
Lem
bah
anta
r Pe
rbuk
itan
Stru
ktur
al
Lipa
tan
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Sum
ater
a Ba
rat,
dan
Sum
ater
a Se
lata
n H
utan
dip
tero
karp
a
Ace
race
ae, A
rauc
aria
ceae
, Cu
noni
acea
e, E
rica
ceae
, Fa
gace
ae, L
aura
-cea
e,
Podo
carp
acea
e da
n Th
eace
ae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
konv
ersi
hut
an m
enja
di
pem
ukim
an, p
erta
nian
dan
pe
rkeb
unan
ill
egal
logg
ing,
per
amba
han
huta
n da
n pe
rbur
uan
liar.
Ketid
akje
lasa
n ta
pal b
atas
hu
tan
– pe
mic
u ko
nflik
pe
nggu
naan
laha
n
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
1
5.
Denu
dasi
onal
D2 P
erbu
kita
n De
nuda
sion
al
Kep.
Ria
udan
Kep
. Ban
gka
Belit
ung
Hut
an d
ipte
roka
rpa
Ace
race
ae, A
rauc
aria
ceae
, Cu
noni
acea
e, E
rica
ceae
, Fa
gace
ae, L
aura
-cea
e,
Podo
carp
acea
e da
n Th
eace
ae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
keba
kara
n , k
onve
rsi h
utan
m
enja
di p
emuk
iman
, per
tani
an
dan
perk
ebun
an
illeg
al lo
ggin
g, p
eram
baha
n hu
tan
dan
perb
urua
n lia
r. Ke
tidak
jela
san
tapa
l bat
as
huta
n –
pem
icu
konf
lik
peng
guna
an la
han
D3 L
eren
gkak
i Pe
rbuk
itan
Denu
dasi
onal
Ke
p. B
angk
a Be
litun
g H
utan
dip
tero
karp
a
Ace
race
ae, A
rauc
aria
ceae
, Cu
noni
acea
e, E
rica
ceae
, Fa
gace
ae, L
aura
-cea
e,
Podo
carp
acea
e da
n Th
eace
ae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
konv
ersi
hut
an m
enja
di
pem
ukim
an, p
erta
nian
dan
pe
rkeb
unan
ill
egal
logg
ing,
per
amba
han
huta
n da
n pe
rbur
uan
liar.
Ketid
akje
lasa
n ta
pal b
atas
hu
tan
– pe
mic
u ko
nflik
pe
nggu
naan
laha
n,
keba
kara
n
D4 L
emba
h an
tar
Perb
ukita
n De
nuda
sion
al
Kep.
Ria
u da
n Ke
p. B
angk
a Be
litun
g H
utan
dip
tero
karp
a
Ace
race
ae, A
rauc
aria
ceae
, Cu
noni
acea
e, E
rica
ceae
, Fa
gace
ae, L
aura
-cea
e,
Podo
carp
acea
e da
n Th
eace
ae
hari
mau
sum
ater
a (p
anth
era
tigr
is),
beru
ang
mad
u (h
elar
ctos
m
alay
anus
), ga
jah
sum
ater
a (e
leph
as
max
imus
), da
n or
ang
utan
(p
ongo
pym
aeus
)
konv
ersi
hut
an m
enja
di
pem
ukim
an, p
erta
nian
dan
pe
rkeb
unan
ill
egal
logg
ing,
per
amba
han
huta
n da
n pe
rbur
uan
liar.
Ketid
akje
lasa
n ta
pal b
atas
hu
tan
– pe
mic
u ko
nflik
pe
nggu
naan
laha
n, k
ebak
aran
6.
Orga
nik
O1 D
atar
an G
ambu
t Su
mat
era
Utar
a, R
iau,
Jam
bi,
Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
huta
n ra
wa
gam
but
data
ran
rend
ah
jeni
s-je
nis p
ohon
yan
g um
um te
rdap
at a
dala
h A
lsto
nia
scho
lari
s,
Com
bret
ocar
pus
rotu
ndat
us, D
acty
locl
adus
st
enos
tach
ys, G
anua
pie
r-re
i, G
onys
tylu
s ba
ncan
us,
Pala
quiu
m c
ochl
eari
foliu
m,
Tetr
amer
sita
glab
ra,
Tris
tani
a m
aing
ayi d
an T
. ob
ovat
a
Har
imau
Sum
ater
a (P
anth
era
tigr
is s
umat
rae)
, Ta
pir A
sia
(Tap
irus
in d
icus
, vu
lner
able
), Be
ruan
g M
adu
(Hel
arct
os m
alay
anus
, vu
lner
able
), M
ento
k Ri
mba
(C
airi
na s
cutu
lata
, En
dang
ered
), Ba
ngau
St
orm
(Cic
onia
stor
mi,
Enda
nger
ed).
keba
kara
n ¸T
anah
yan
g as
am,
konv
ersi
hut
an m
enja
di
pem
ukim
an, p
erta
nian
dan
pe
rkeb
unan
ill
egal
logg
ing,
per
amba
han
huta
n da
n pe
rbur
uan
liar.
Ketid
akje
lasa
n ta
pal b
atas
hu
tan
– pe
mic
u ko
nflik
pe
nggu
naan
laha
n
O2 P
ulau
Ter
umbu
Ka
rang
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Be
ngku
lu, K
ep. B
angk
a Be
litun
g, d
an L
ampu
ng
Vege
tasi
bat
uan
gam
ping
/ter
umbu
oleh
pan
dan
dan
gang
gang
Euc
heum
a,
Gel
idiu
m d
an S
arga
ssum
.
ikan
, lob
ster
, kep
iting
nya,
ud
ang-
udan
gan,
ker
ang,
oy
ster
Laha
n ku
rang
subu
r dan
te
rbat
as
7.
Antr
opog
enik
A
Dat
aran
Per
kota
an
Kota
-kot
a Pr
ovin
si d
an
Ruan
g Te
rbuk
a H
ijau
Berb
agai
ben
tuk
Ruan
g Do
mes
tika
faun
a (f
auna
ta
nam
an m
onok
ultu
r dan
Inva
si
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
2
Kabu
pate
n di
selu
ruh
Ekor
egio
n Su
mat
era
Perk
otaa
n Te
rbuk
a H
ijau
(RTH
) :
tam
an, t
anam
an p
erin
dang
, pe
lihar
aan)
dan
faun
a pe
ngga
nggu
sepe
rti k
ucin
g,
anjin
g, a
yam
, kec
oa, t
ikus
, ci
cak
flora
dan
faun
a Ek
sotik
Sum
ber:
Has
il In
terp
reta
si P
eta
Ekor
egio
n, P
eta
Kaw
asan
Hut
an, P
erum
usan
dar
i Ber
baga
i Sum
ber B
acaa
n, d
an V
erifi
kasi
Lap
anga
n (2
015)
T
abel
03
De
skri
psi K
arak
teri
stik
Eko
regi
on S
umat
era
Skal
a 1
: 250
.000
Aspe
k Ka
rakt
eris
tik, P
oten
si, d
an P
erm
asal
ahan
Sum
berd
aya
Sosi
al, E
kono
mi,
dan
Buda
ya
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
1.
Vulk
anik
V1 K
eruc
ut d
an L
eren
g Gu
nung
api
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Be
ngku
lu, S
umat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
Jum
lah
pend
uduk
mas
ih
sedi
kit d
enga
n ke
pada
tan
rend
ah. S
truk
tur p
endu
duk
mud
a, d
omin
an p
ada
usia
an
ak d
an re
maj
a. T
ingk
at
kela
hira
n tin
ggi,
angk
a ke
mat
ian
dan
kesa
kita
n ju
ga ti
nggi
. Ang
ka m
igra
si
rend
ah
Kond
isi e
kono
mi r
enda
h,
sekt
or e
kono
mi y
ang
berk
emba
ng a
dala
h se
ktor
ek
onom
i pri
mer
. Pe
rtan
ian
men
jadi
tu
mpu
an e
kono
mi
mas
yara
kat.
Peng
olah
an
laha
n m
asih
min
imal
, do
min
asi p
ada
tana
man
ta
huna
n. K
ehid
upan
ek
onom
i san
gat
terg
antu
ng p
ada
laha
n.
Sist
em k
ekel
uarg
aan
dan
keke
raba
tan
mas
ih sa
ngat
tin
ggi.
Mas
yara
kat s
anga
t m
endu
kung
ling
kung
an.
Berb
agai
bud
aya
dike
mba
ngka
n un
tuk
mem
pert
ahan
kan
kele
star
ian
lingk
unga
n.
Mas
yara
kat m
emah
ami
bahw
a lin
gkun
gan
seba
gai
sum
ber k
elan
gsun
gan
hidu
p.
1.
Pers
oala
n so
sial
yan
g m
uncu
l ada
lah
tingk
at
pend
idik
an d
an
kete
ram
pila
n m
asya
raka
t ya
ng m
asih
rend
ah.
2.
Pers
oala
n ek
onom
i uta
ma
adal
ah re
ndah
nya
prod
uktiv
itas l
ahan
se
hing
ga ti
ngka
t ke
mis
kina
n m
asya
raka
t tin
ggi.
3.
Pers
oala
n ke
seha
tan
utam
a ad
alah
ting
kat
kesa
kita
n ya
ng m
asih
re
latif
ting
gi d
an a
kses
ke
seha
tan
mas
yara
kat
yang
rend
ah
4.
Pers
oala
n ek
onom
i be
rdam
pak
pada
pe
ngel
olaa
n la
han
yang
tid
ak se
suai
den
gan
peru
ntuk
an fu
ngsi
ka
was
an
V1 K
aki G
unun
gapi
Ac
eh, S
umat
era
Utar
a,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi,
Jum
lah
pend
uduk
mas
ih
sedi
kit,
suda
h m
ulai
Te
lah
mul
ai a
da
peng
olah
an la
han
deng
an
Kond
isi s
osia
l mas
ih k
uat.
Sist
em k
ekel
uarg
aan
dan
1.
Kual
itas s
umbe
r day
a m
anus
ia y
ang
terb
atas
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
3
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
Beng
kulu
, Sum
ater
a Se
lata
n,
dan
Lam
pung
be
rkem
bang
. Tin
gkat
ke
pada
tan
mas
ih re
ndah
. St
rukt
ur p
endu
duk
mud
a,
dom
inan
pad
a us
ia a
nak
dan
rem
aja.
Tin
gkat
ke
lahi
ran
mas
ih ti
nggi
, An
gka
mig
rasi
mas
ih
rend
ah. D
inam
ika
jum
lah
pend
uduk
dite
ntuk
an o
leh
kela
hira
n da
n ke
mat
ian.
dita
nam
i tan
aman
se
mus
im. P
erta
nian
tela
h m
ulai
ber
kem
bang
. Sek
tor
pert
ania
n m
asih
men
jadi
tu
mpu
an e
kono
mi
mas
yara
kat.
Stru
ktur
ek
onom
i mas
yara
kat
sang
at d
ipen
garu
hi o
leh
sekt
or p
erta
nian
. Pe
tern
akan
tela
h m
ulai
be
rkem
bang
. Pen
gola
han
laha
n da
n pe
tern
akan
be
rlan
gsun
g sa
ling
duku
ng
satu
sam
a la
in.
keke
raba
tan
mas
ih sa
ngat
tin
ggi.
Mas
yara
kat s
anga
t m
endu
kung
ling
kung
an.
Berb
agai
bud
aya
dike
mba
ngka
n un
tuk
mem
pert
ahan
kan
kele
star
ian
lingk
unga
n.
men
jadi
per
soal
an so
sial
ut
ama
mas
yara
kat.
2.
Pe
rsoa
lan
ekon
omi u
tam
a ad
alah
rend
ahny
a pr
oduk
tivita
s lah
an
sehi
ngga
ting
kat
kem
iski
nan
mas
yara
kat
tingg
i. 5.
Pe
rsoa
lan
kese
hata
n ut
ama
adal
ah ti
ngka
t ke
saki
tan
yang
mas
ih
rela
tif ti
nggi
dan
aks
es
kese
hata
n m
asya
raka
t ya
ng re
ndah
6.
Pe
rsoa
lan
ekon
omi
berd
ampa
k pa
da
peng
elol
aan
laha
n ya
ng
tidak
sesu
ai d
enga
n pe
runt
ukan
fung
si
kaw
asan
V3 D
atar
an K
aki
Gunu
ngap
i
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Be
ngku
lu, S
umat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
Jum
lah
pend
uduk
tela
h be
rkem
bang
. Kep
adat
an
pend
uduk
men
ingk
at
bahk
an m
enuj
u tin
ggi.
Stru
ktur
pen
dudu
k te
lah
beru
bah
dari
stru
ktur
m
uda
ke st
rukt
ur d
ewas
a.
Pote
nsi t
enag
a ke
rja
optim
al. F
ertil
itas d
an
mor
talit
as re
ndah
, di
nam
ika
pend
uduk
di
tent
ukan
ole
h pe
rkem
bang
an m
igra
si
pend
uduk
.
Peng
olah
an la
han
tela
h be
rvar
iasi
, sem
akin
ko
mpl
eks,
dan
men
uju
ke
arah
agr
ibis
nis.
Tela
h te
rjad
i pen
urun
an
kont
ribu
si se
ktor
pe
rtan
ian
terh
adap
ek
onom
i mas
yara
kat.
Sekt
or in
dust
ri b
erba
sis
pert
ania
n da
n ja
sa
kem
asya
raka
tan
mul
ai
berk
emba
ng. S
truk
tur
ekon
omi m
asya
raka
t tel
ah
lebi
h ko
mpl
eks,
berv
aria
si
seja
lan
deng
an
perk
emba
ngan
indu
stri
, pe
rdag
anga
n, d
an ja
sa.
Hub
unga
n so
sial
dan
ke
kera
bata
n be
rges
er k
e hu
bung
an e
kono
mi.
Tela
h te
rjad
i pem
anfa
atan
su
mbe
r day
a se
cara
op
timal
bah
kan
ke a
rah
berl
ebih
an. P
erso
alan
lin
gkun
gan
sem
akin
te
rlih
at. K
eari
fan
loka
l te
lah
mul
ai d
iting
galk
an,
beru
bah
men
jadi
eko
nom
i be
rbas
is p
ada
pasa
r (m
arke
t ori
ente
d).
1.
Pers
oala
n so
sial
yan
g ad
a ad
alah
mel
emah
nya
norm
a so
sial
mas
yara
kat k
e no
rma
mod
ern
yang
be
rbas
is si
stem
in
divi
dual
is.
2.
Terj
adi d
egra
dasi
laha
n da
n m
enur
unny
a su
mbe
r da
ya a
lam
pot
ensi
al a
kiba
t bu
dida
ya p
erta
nian
yan
g be
rleb
ihan
3.
Ke
arifa
n lo
kal m
ulai
lu
ntur
, bud
aya
mem
elih
ara
lingk
unga
n te
lah
beru
bah
men
jadi
sist
em e
kono
mi
pasa
r
2.
Fluv
ial
F1 D
atar
an F
luvi
o-vu
lkan
ik
Sum
ater
a Ut
ara,
Sum
ater
a Ba
rat,
Jam
bi, S
umat
era
Sela
tan,
dan
Lam
pung
Jum
lah
pend
uduk
bes
ar,
kepa
data
n te
rus
men
ingk
at. S
truk
tur
Basi
s eko
nom
i mas
yara
kat
bert
umpu
pad
a se
ktor
pe
rtan
ian
yang
lebi
h
Buda
ya p
erta
nian
mas
ih
kuat
, nam
un te
lah
berg
eser
ke
sist
em
1.
Kepa
data
n pe
ndud
uk
mul
ai te
rus m
enin
gkat
, se
hing
ga d
aya
duku
ng
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
4
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
pend
uduk
ber
gese
r dar
i st
rukt
ur m
uda
ke st
rukt
ur
dew
asa.
Fer
tilita
s mas
ih
tingg
i, na
mun
cend
erun
g m
enga
lam
i pen
urun
an.
Mig
rasi
men
ingk
at,
seir
ama
deng
an
kem
udah
an a
kses
wila
yah.
kom
plek
s. Pe
ngol
ahan
la
han
tela
h be
rvar
iasi
, m
enuj
u ke
ara
h ag
ribi
snis
. St
rukt
ur e
kono
mi
mas
yara
kat t
elah
lebi
h ko
mpl
eks,
berv
aria
si
seja
lan
deng
an
perk
emba
ngan
indu
stri
ya
ng b
erba
sis p
ada
hasi
l-ha
sil p
erta
nian
.
ekon
omi m
oder
n be
rbas
is
pasa
r. Te
lah
terj
adi
pem
anfa
atan
sum
ber d
aya
seca
ra o
ptim
al. P
erso
alan
lin
gkun
gan
sem
akin
te
rlih
at.
lingk
unga
n te
rhad
ap
pend
uduk
men
urun
. 2.
Te
rjad
i per
padu
an b
uday
a lo
kal d
enga
n bu
daya
pe
ndat
ang
sehi
ngga
ko
nflik
sosi
al m
enin
gkat
3.
Te
rjad
i deg
rada
si d
an a
lih
fung
si la
han
seba
gai a
kiba
t pe
ngol
ahan
laha
n ya
ng
kom
plek
s. 4.
Ke
arifa
n lo
kal m
ulai
di
tingg
alka
n de
ngan
di
gant
i gay
a hi
dup
mod
ern
yang
kon
sum
tif.
F2 D
atar
an A
luvi
al
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Ben
gkul
u, S
umat
era
Sela
tan,
Kep
. Ban
gka
Belit
ung,
dan
Lam
pung
Pote
nsi s
umbe
r day
a ya
ng
lebi
h op
timal
m
enye
babk
an ju
mla
h pe
ndud
uk te
rus
berk
emba
ng. K
epad
atan
pe
ndud
uk ti
nggi
. Str
uktu
r pe
ndud
uk d
ewas
a,
dom
inan
pad
a pe
ndud
uk
usia
pro
dukt
if. R
asio
ke
terg
antu
ngan
men
urun
, te
naga
ker
ja o
ptim
al.
Fert
ilita
s dan
mor
talit
as
rend
ah, d
inam
ika
pend
uduk
dite
ntuk
an o
leh
perk
emba
ngan
mig
rasi
m
asuk
.
Tela
h te
rjad
i pe
rkem
bang
an se
ktor
in
dust
ri d
an ja
sa y
ang
didu
kung
ole
h pr
oduk
si
pert
ania
n. A
grob
isni
s dan
ag
ropo
litan
ber
kem
bang
. St
rukt
ur e
kono
mi
mas
yara
kat l
ebih
ko
mpl
eks.
Indu
stri
, pe
rdag
anga
n, ja
sa
kem
asya
raka
tan
berk
emba
ng.
Terj
adi p
erge
sera
n no
rma
sosi
al m
enuj
u no
rma
ekon
omi.
Bisn
is k
euan
gan
tela
h m
elun
turk
an n
ilai
sosi
al d
an k
eker
abat
an.
Kear
ifan
loka
l mem
udar
, ek
splo
itasi
sum
ber d
aya
mul
ai b
erke
mba
ng.
Kehi
dupa
n be
rbas
is b
isni
s te
rus b
erke
mba
ng (m
arke
t or
ient
ed).
1.
Kepa
data
n pe
ndud
uk
tingg
i, ko
nflik
laha
n
men
ingk
at
2.
Alih
fung
si la
han
terj
adi,
daya
duk
ung
lingk
unga
n te
rhad
ap p
endu
duk
men
urun
. 3.
Ko
nflik
sosi
al a
ntar
a pe
ndud
uk p
enda
tang
de
ngan
pen
dudu
k lo
kal
men
ingk
at.
4.
Terj
adi d
egra
dasi
laha
n se
baga
i aki
bat p
engo
laha
n la
han
yang
kom
plek
s. 5.
Ke
arifa
n lo
kal m
ulai
di
tingg
alka
n de
ngan
di
gant
i gay
a hi
dup
mod
ern
yang
kon
sum
tif.
F3 D
atar
an F
luvi
o-m
arin
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Ben
gkul
u, S
umat
era
Sela
tan,
Kep
. Ban
gka
Belit
ung,
dan
Lam
pung
Jum
lah
pend
uduk
bes
ar,
kepa
data
n pe
ndud
uk
seda
ng. S
truk
tur p
endu
duk
mud
a, d
itand
ai d
enga
n tin
gkat
kel
ahir
an ti
nggi
. M
igra
si k
elua
r men
uju
perk
otaa
n m
ulai
be
rkem
bang
.
Sekt
or p
erik
anan
lebi
h do
min
an, b
aik
peri
kana
n pr
imer
has
il da
ri la
ut
mau
pun
budi
daya
pe
rika
nan
tam
bak.
Pe
rtan
ian
dan
pete
rnak
an
juga
ber
kem
bang
. St
rukt
ur e
kono
mi
Hub
unga
n so
sial
dan
ke
kera
bata
n ku
at.
Kehi
dupa
n so
sial
pes
isir
do
min
an. K
eari
fan
loka
l te
rkai
t den
gan
budi
daya
pe
rika
nan
mas
ih te
rjag
a.
1.
Pers
oala
n ku
alita
s sum
ber
daya
man
usia
yan
g m
asih
te
rbat
as.
2.
Pers
oala
n ke
mis
kina
n do
min
an te
rjad
i seb
agai
ak
ibat
dar
i sum
ber d
aya
alam
yan
g te
rbat
as
3.
Seba
gai a
kiba
t kem
iski
nan
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
5
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
mas
yara
kat b
erba
sis d
ari
hasi
l lau
t dan
per
tani
an
pesi
sir.
Par
iwis
ata
dan
perd
agan
gan
mul
ai
berk
emba
ng.
yang
mas
ih ti
nggi
, mak
a up
aya
untu
k m
eles
tari
kan
sum
ber d
aya
wila
yah
pant
ai m
enja
di te
rken
dala
.
3.
Mar
in
M1
Dat
aran
Pes
isir
de
ngan
Pan
tai
Berl
umpu
r
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Jam
bi, S
umat
era
Sela
tan,
dan
La
mpu
ng
Jum
lah
pend
uduk
rela
tif
seda
ng. T
ingk
at fe
rtili
tas
tingg
i, tin
gkat
kem
atia
n ju
ga re
latif
ting
gi. M
igra
si
pend
uduk
seki
tar p
esis
ir
cend
erun
g ne
gatif
. St
rukt
ur p
endu
duk
mud
a,
dom
inan
usi
a an
ak-a
nak
dan
rem
aja.
Stru
ktur
eko
nom
i m
asya
raka
t dito
pang
ole
h pe
rika
nan,
bai
k pe
rika
nan
tang
kap
mau
pun
budi
daya
ta
mba
k. K
ondi
si p
anta
i be
rlum
pur l
ebih
be
rpot
ensi
unt
uk
peng
emba
ngan
tam
bak.
Pe
rdag
anga
n da
n ja
sa
berk
emba
ng se
jala
n de
ngan
sum
ber d
aya
peri
kana
n.
Sist
em so
sial
bud
aya
mas
yara
kat b
ernu
ansa
ke
pesi
sira
n. K
eari
fan
loka
l ber
hubu
ngan
den
gan
baga
iman
a m
enge
lola
su
mbe
r day
a pe
sisi
r dan
pe
rika
nan.
1.
Kete
rbat
asan
sum
ber d
aya
man
usia
dal
am b
entu
k pe
ndud
uk u
sia
prod
uktif
ka
rena
mig
rasi
ke
perk
otaa
n 2.
Pe
rsoa
lan
kual
itas s
umbe
r da
ya m
anus
ia y
ang
mas
ih
terb
atas
. 3.
Pe
rsoa
lan
kem
iski
nan
dom
inan
terj
adi s
ebag
ai
akib
at d
ari s
umbe
r day
a al
am y
ang
terb
atas
4.
Be
lum
opt
imal
nya
upay
a pe
lest
aria
n su
mbe
r day
a pe
sisi
r dan
seki
tarn
ya.
M2
Data
ran
Pesi
sir
deng
an P
anta
i Ber
pasi
r
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Su
mat
era
Sela
tan,
dan
La
mpu
ng
Data
ran
pesi
sir d
enga
n pa
ntai
ber
pasi
r m
endu
kung
per
tum
buha
n pe
ndud
uk. J
umla
h pe
ndud
uk se
dang
. Tin
gkat
fe
rtili
tas t
ingg
i. St
rukt
ur
pend
uduk
mud
a, d
omin
an
usia
ana
k-an
ak d
an re
maj
a.
Stru
ktur
eko
nom
i m
asya
raka
t dito
pang
ole
h pe
rika
nan,
bai
k pe
rika
nan
tang
kap
mau
pun
budi
daya
ta
mba
k. P
erta
nian
, pe
tern
akan
, per
daga
ngan
, da
n ja
sa b
erke
mba
ng
seja
lan
deng
an su
mbe
r da
ya p
erik
anan
.
Sist
em so
sial
bud
aya
mas
yara
kat b
ernu
ansa
ke
pesi
sira
n. K
eari
fan
loka
l ber
hubu
ngan
den
gan
baga
iman
a m
enge
lola
su
mbe
r day
a pe
sisi
r dan
pe
rika
nan.
1.
Pers
oala
n ke
mis
kina
n do
min
an te
rjad
i seb
agai
ak
ibat
dar
i sum
ber d
aya
alam
yan
g te
rbat
as
2.
Pers
oala
n ku
alita
s sum
ber
daya
man
usia
yan
g m
asih
te
rbat
as.
3.
Belu
m o
ptim
alny
a up
aya
pele
star
ian
sum
ber d
aya
pesi
sir d
an se
kita
rnya
.
4.
Stru
ktur
al
S1P
Peg
unun
gan
Stru
ktur
al P
atah
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Be
ngku
lu, S
umat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
Jum
lah
pend
uduk
sedi
kit.
Kepa
data
n re
ndah
, m
erup
akan
kaw
asan
lin
dung
. Tin
gkat
mig
rasi
ke
luar
ting
gi.
Budi
daya
per
tani
an b
elum
be
rkem
bang
. Tan
aman
le
bih
bany
ak b
erfu
ngsi
lin
dung
, ber
upa
tana
man
ke
ras.
Atur
an p
enge
lola
an la
han
lebi
h ba
nyak
diin
terv
ensi
pe
mer
inta
h da
erah
de
ngan
stat
us la
han
seba
gai k
awas
an li
ndun
g.
Buda
ya lo
kal t
erka
it de
ngan
pem
elih
araa
n fu
ngsi
kaw
asan
1.
Kete
rbat
asan
sum
ber d
aya
tena
ga k
erja
pro
dukt
if se
baga
i dam
pak
dari
ju
mla
h pe
ndud
uk y
ang
rend
ah
2.
Pers
oala
n so
sial
yan
g m
uncu
l ada
lah
tingk
at
pend
idik
an d
an
kete
ram
pila
n m
asya
raka
t
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
6
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
yang
mas
ih re
ndah
. 3.
Pe
rsoa
lan
ekon
omi u
tam
a ad
alah
rend
ahny
a pr
oduk
tivita
s lah
an
sehi
ngga
ting
kat
kem
iski
nan
mas
yara
kat
tingg
i. 4.
Pe
rsoa
lan
kese
hata
n ut
ama
adal
ah ti
ngka
t ke
saki
tan
yang
mas
ih
rela
tif ti
nggi
dan
aks
es
kese
hata
n m
asya
raka
t ya
ng re
ndah
5.
Pe
rsoa
lan
ekon
omi
berd
ampa
k pa
da
peng
elol
aan
laha
n ya
ng
tidak
sesu
ai d
enga
n pe
runt
ukan
fung
si
kaw
asan
S2P
Per
buki
tan
Stru
ktur
al P
atah
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Ben
gkul
u, S
umat
era
Sela
tan,
dan
Lam
pung
Jum
lah
pend
uduk
mas
ih
sedi
kit,
mul
ai b
erke
mba
ng,
cend
erun
g m
enge
lom
pok
. Ke
pada
tan
rend
ah,
mer
upak
an k
awas
an
lindu
ng. T
ingk
at m
igra
si
ke lu
ar ti
nggi
.
Budi
daya
per
tani
an m
ulai
be
rkem
bang
, wal
au p
un
mas
ih d
omin
an ta
nam
an
kera
s. Ta
nam
an le
bih
bany
ak b
erfu
ngsi
lind
ung.
Peng
elol
aan
laha
n le
bih
bany
ak u
ntuk
upa
ya
perl
indu
ngan
laha
n.
Kebi
jaka
n di
buat
unt
uk
mel
indu
ngi f
ungs
i ka
was
an se
baga
i sat
uan
lindu
ng. B
uday
a lo
kal
terk
ait d
enga
n pe
mel
ihar
aan
fung
si
kaw
asan
1.
Pend
uduk
usi
a pr
oduk
tif
terb
atas
yan
g di
seba
bkan
tin
gkat
mig
rasi
kel
uar
tingg
i 2.
Ti
ngka
t pen
didi
kan
dan
kete
ram
pila
n m
asya
raka
t ya
ng m
asih
rend
ah.
3.
Pers
oala
n ek
onom
i uta
ma
adal
ah re
ndah
nya
prod
uktiv
itas l
ahan
se
hing
ga ti
ngka
t ke
mis
kina
n m
asya
raka
t tin
ggi.
4.
Pers
oala
n ke
seha
tan
utam
a ad
alah
ting
kat
kesa
kita
n ya
ng m
asih
re
latif
ting
gi d
an a
kses
ke
seha
tan
mas
yara
kat
yang
rend
ah
5.
Pers
oala
n ek
onom
i be
rdam
pak
pada
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
7
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
peng
elol
aan
laha
n ya
ng
tidak
sesu
ai d
enga
n pe
runt
ukan
fung
si
kaw
asan
S3P1
Lem
bah
anta
r Pe
gunu
ngan
Str
uktu
ral
Pata
han
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Be
ngku
lu, d
an L
ampu
ng
Kons
entr
asi p
endu
duk
bera
da d
i lem
bah
anta
r pe
gunu
ngan
. Jum
lah
pend
uduk
tela
h be
rkem
bang
. Kep
adat
an
pend
uduk
men
ingk
at.
Stru
ktur
pen
dudu
k
men
gara
h ke
stru
ktur
de
was
a. P
oten
si te
naga
ke
rja
cuku
p op
timal
. Fe
rtili
tas m
asih
ting
gi.
Aspe
k m
igra
si m
asih
re
ndah
.
Sum
ber d
aya
air c
ukup
da
n po
tens
ial u
ntuk
m
endu
kung
keg
iata
n ek
onom
i mas
yara
kat.
Sekt
or p
erta
nian
be
rkem
bang
, bud
iday
a pe
rtan
ian
cuku
p be
rvar
iasi
. Pe
rtan
ian
didu
kung
in
dust
ri ru
mah
tang
ga
berb
asis
per
tani
an. U
saha
Pe
tern
akan
dan
pe
rdag
anga
n ju
ga
berk
emba
ng.
Kehi
dupa
n m
asya
raka
t be
rbas
is p
erta
nian
. Ko
ndis
i mas
yara
kat
dom
inan
pad
a ik
atan
so
sial
yan
g ku
at.
Keke
raba
tan
dan
kego
tong
ro
yong
an m
asih
dom
inan
. Ke
arifa
n lo
kal t
erka
it de
ngan
bud
iday
a pe
rtan
ian.
Hak
ula
yat a
tas
laha
n m
asih
dom
inan
.
1.
Pert
ania
n be
rkem
bang
, te
rjad
i eks
ploi
tasi
te
rhad
ap la
han
2.
Pers
oala
n so
sial
yan
g ad
a ad
alah
mel
emah
nya
norm
a so
sial
mas
yara
kat .
3.
Te
rjad
i deg
rada
si la
han
dan
men
urun
nya
sum
ber
daya
ala
m p
oten
sial
aki
bat
budi
daya
per
tani
an y
ang
berl
ebih
an
S3P2
Lem
bah
anta
r Pe
rbuk
itan
Stru
ktur
al
Pata
han
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Be
ngku
lu, S
umat
era
Sela
tan,
da
n La
mpu
ng
Kons
entr
asi p
endu
duk
bera
da d
i lem
bah
anta
r pe
rbuk
itan.
Jum
lah
pend
uduk
men
uju
tingg
i. Ke
pada
tan
pend
uduk
m
enin
gkat
. Str
uktu
r pe
ndud
uk m
enga
rah
ke
stru
ktur
dew
asa.
Pot
ensi
te
naga
ker
ja cu
kup
optim
al. F
ertil
itas
men
urun
, asp
ek m
igra
si
lebi
h be
rkem
bang
.
Sekt
or e
kono
mi t
elah
be
rvar
iasi
. Duk
unga
n se
ktor
per
tani
an o
ptim
al.
Pert
ania
n te
lah
men
uju
agri
bisn
is. I
ndus
tri
berk
emba
ng, u
saha
pe
tern
akan
, per
daga
ngan
, da
n ja
sa k
emas
yara
kata
n ju
ga te
lah
berk
emba
ng.
Nila
i sos
ial d
an b
uday
a m
asya
raka
t mas
ih k
uat.
Kehi
dupa
n m
asya
raka
t be
rbas
is p
erta
nian
. Ke
kera
bata
n da
n ke
goto
ng
royo
ngan
mas
ih d
omin
an.
Kear
ifan
loka
l ter
kait
deng
an b
udid
aya
pert
ania
n. H
ak u
laya
t ak
an la
han
mas
ih d
omin
an
1.
Pers
oala
n ku
alita
s sum
ber
daya
man
usia
yan
g m
asih
re
ndah
. 2.
M
ulai
terj
adi k
onfli
k an
tara
mas
yara
kat
pend
atan
g de
ngan
pe
ndud
uk lo
kal s
ebag
ai
dam
pak
mig
rasi
yan
g be
rkem
bang
3.
Pe
rtan
ian
berk
emba
ng,
terj
adi e
kspl
oita
si
terh
adap
laha
n 4.
Pe
rsoa
lan
sosi
al y
ang
ada
adal
ah m
elem
ahny
a no
rma
sosi
al m
asya
raka
t .
5.
Terj
adi d
egra
dasi
laha
n da
n m
enur
unny
a su
mbe
r da
ya a
lam
pot
ensi
al a
kiba
t bu
dida
ya p
erta
nian
yan
g be
rleb
ihan
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
8
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
S1L
Peg
unun
gan
Stru
ktur
al L
ipat
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Su
mat
era
Bara
t, Ja
mbi
, dan
Su
mat
era
Sela
tan
Jum
lah
pend
uduk
sedi
kit.
Kepa
data
n re
ndah
, m
erup
akan
kaw
asan
lin
dung
. Tin
gkat
mig
rasi
ke
luar
ting
gi.
Budi
daya
per
tani
an b
elum
be
rkem
bang
. Tan
aman
le
bih
bany
ak b
erfu
ngsi
lin
dung
, ber
upa
tana
man
ke
ras.
Pera
n ka
was
an a
dala
h fu
ngsi
lind
ung.
Atu
ran
peng
elol
aan
laha
n le
bih
bany
ak d
iinte
rven
si
pem
erin
tah.
Ada
nya
buda
ya lo
kal t
erka
it de
ngan
pem
elih
araa
n fu
ngsi
kaw
asan
.
1.
Jum
lah
pend
uduk
sedi
kit,
jum
lah
tena
ga p
oten
sial
te
rbat
as.
2.
Kem
iski
nan
mas
ih ti
nggi
se
baga
i dam
pak
dari
su
mbe
r day
a la
han
yang
te
rbat
as.
3.
Pers
oala
n ku
alita
s sum
ber
daya
man
usia
yan
g m
asih
re
ndah
. 4.
Pe
ndud
uk lo
kal m
emili
ki
kew
enan
gan
yang
terb
atas
da
lam
men
gelo
la la
han
S2L
Per
buki
tan
Stru
ktur
al L
ipat
an
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Ja
mbi
, Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
Jum
lah
pend
uduk
mas
ih
sedi
kit,
mul
ai b
erke
mba
ng,
cend
erun
g m
enge
lom
pok
. Ke
pada
tan
rend
ah,
mer
upak
an k
awas
an
lindu
ng. T
ingk
at m
igra
si
ke lu
ar ti
nggi
.
Budi
daya
per
tani
an m
ulai
be
rkem
bang
, wal
au p
un
mas
ih d
omin
an ta
nam
an
kera
s. Ta
nam
an le
bih
bany
ak b
erfu
ngsi
lind
ung.
Pera
n pe
mer
inta
h da
lam
m
enge
lola
kaw
asan
pe
rbuk
itan
mas
ih
dom
inan
. Sta
tus l
ahan
le
bih
bany
ak s
ebag
ai
kaw
asan
lind
ung.
Bud
aya
loka
l ya
ng b
erke
mba
ng
terk
ait d
enga
n pe
mel
ihar
aan
fung
si
kaw
asan
1.
Pera
n ka
was
an se
baga
i ka
was
an li
ndun
g be
rben
tura
n de
ngan
ke
pent
inga
n ek
onom
i m
asya
raka
t. 2.
Ju
mla
h pe
ndud
uk se
diki
t, ju
mla
h te
naga
pot
ensi
al
terb
atas
. 3.
Ke
mis
kina
n m
asih
ting
gi
seba
gai d
ampa
k da
ri
sum
ber d
aya
laha
n ya
ng
terb
atas
. 4.
Pe
rsoa
lan
kual
itas s
umbe
r da
ya m
anus
ia y
ang
mas
ih
rend
ah.
5.
Pend
uduk
loka
l mem
iliki
ke
wen
anga
n ya
ng te
rbat
as
dala
m m
enge
lola
laha
n
S3L2
Lem
bah
anta
r Pe
rbuk
itan
Stru
ktur
al
Lipa
tan
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Sum
ater
a Ba
rat,
dan
Sum
ater
a Se
lata
n
Lem
bah
anta
r per
buki
tan
adal
ah lo
kasi
stra
tegi
s bag
i ba
gi p
erke
mba
ngan
pe
ndud
uk. J
umla
h pe
ndud
uk te
lah
berk
emba
ng. K
epad
atan
pe
ndud
uk m
enin
gkat
. St
rukt
ur p
endu
duk
m
enga
rah
ke st
rukt
ur
Kegi
atan
eko
nom
i m
asya
raka
t ada
lah
kegi
atan
eko
nom
i pri
mer
, ut
aman
ya te
rkai
t den
gan
peng
olah
an la
han.
Sek
tor
pert
ania
n b
erke
mba
ng,
budi
daya
per
tani
an cu
kup
berv
aria
si.
Pert
ania
n di
duku
ng
Kehi
dupa
n so
sial
bud
aya
mas
ih k
uat.
Sist
em
keke
raba
tan
berb
asis
pe
rdes
aan
cuku
p be
rkem
bang
. Kea
rifa
n lo
kal y
ang
berk
emba
ng
adal
ah b
erba
gai
pele
star
ian
di b
idan
g pe
rtan
ian
dan
peng
olah
an
1.
Jum
lah
pend
uduk
be
rkem
bang
, mul
ai te
rjad
i ko
nflik
per
untu
kan
laha
n 2.
Pe
rkem
bang
an se
ktor
pe
rtan
ian
men
gara
h pa
da
degr
adas
i lah
an.
3.
Pers
oala
n ku
alita
s sum
ber
daya
man
usia
yan
g m
asih
re
ndah
.
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 2
9
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
dew
asa.
Pot
ensi
tena
ga
kerj
a cu
kup
optim
al.
Fert
ilita
s mas
ih ti
nggi
. As
pek
mig
rasi
mas
ih
rend
ah.
indu
stri
rum
ah ta
ngga
be
rbas
is p
erta
nian
. Usa
ha
Pete
rnak
an d
an
perd
agan
gan
juga
be
rkem
bang
.
laha
n.
5.
Denu
dasi
onal
D2 P
erbu
kita
n De
nuda
sion
al
Kep.
Ria
udan
Kep
. Ban
gka
Belit
ung
Jum
lah
pend
uduk
jara
ng.
Stru
ktur
pen
dudu
k m
uda,
do
min
an p
ada
usia
ana
k da
n re
maj
a. T
ingk
at
kela
hira
n tin
ggi,
angk
a ke
mat
ian
dan
kesa
kita
n ju
ga ti
nggi
. Ang
ka m
igra
si
rend
ah
kete
rbat
asan
sum
ber d
aya
alam
men
yeba
bkan
ko
ndis
i eko
nom
i ren
dah,
se
ktor
eko
nom
i yan
g be
rkem
bang
ada
lah
sekt
or
ekon
omi p
rim
er.
Pert
ania
n ya
ng d
apat
di
laku
kan
adal
ah
pert
ania
n la
han
keri
ng.
Peng
olah
an la
han
mas
ih
min
imal
, dom
inas
i pad
a ta
nam
an ta
huna
n.
Sist
em k
ekel
uarg
aan
dan
keke
raba
tan
mas
ih sa
ngat
tin
ggi.
Mas
yara
kat
mem
aham
i bah
wa
lingk
unga
n se
baga
i su
mbe
r kel
angs
unga
n hi
dup.
1.
Pers
oala
n ke
mis
kina
n se
baga
i aki
bat
kete
rbat
asan
sum
ber d
aya
laha
n 2.
Ke
terb
atas
an su
mbe
r day
a te
naga
ker
ja p
rodu
ktif
seba
gai d
ampa
k da
ri
jum
lah
pend
uduk
yan
g re
ndah
3.
Pe
rsoa
lan
konf
lik te
rkai
t de
ngan
fung
si la
han
seba
gai k
awas
an li
ndun
g de
ngan
kep
entin
gan
ekon
omi m
asya
raka
t 4.
Pe
rsoa
lan
ekon
omi
berd
ampa
k pa
da
peng
elol
aan
laha
n ya
ng
tidak
sesu
ai d
enga
n pe
runt
ukan
fung
si
kaw
asan
D3 L
eren
gkak
i Pe
rbuk
itan
Denu
dasi
onal
Ke
p. B
angk
a Be
litun
g
Perk
emba
ngan
jum
lah
pend
uduk
mul
ai te
rlih
at.
Ting
kat k
epad
atan
mas
ih
rend
ah. S
truk
tur p
endu
duk
mud
a, d
omin
an p
ada
usia
an
ak d
an re
maj
a. T
ingk
at
kela
hira
n m
asih
ting
gi,
Angk
a m
igra
si m
asih
re
ndah
. Din
amik
a ju
mla
h pe
ndud
uk d
itent
ukan
ole
h ke
lahi
ran
dan
kem
atia
n.
Pert
ania
n m
asih
se
derh
ana.
Tel
ah m
ulai
ad
a pe
ngol
ahan
laha
n de
ngan
dita
nam
i tan
aman
se
mus
im. S
ekto
r pe
rtan
ian
mas
ih m
enja
di
tum
puan
eko
nom
i m
asya
raka
t. St
rukt
ur
ekon
omi m
asya
raka
t sa
ngat
dip
enga
ruhi
ole
h se
ktor
per
tani
an.
Sist
em k
ekel
uarg
aan
dan
keke
raba
tan
mas
ih sa
ngat
tin
ggi.
Mas
yara
kat s
anga
t m
endu
kung
ling
kung
an.
Berb
agai
bud
aya
dike
mba
ngka
n un
tuk
mem
pert
ahan
kan
kele
star
ian
lingk
unga
n.
1.
Kem
iski
nan
mas
ih m
enja
di
pers
oala
n se
rius
seba
gai
akib
at k
eter
bata
san
sum
ber d
aya
laha
n 2.
Ke
terb
atas
an su
mbe
r day
a te
naga
ker
ja p
rodu
ktif
seba
gai d
ampa
k da
ri
jum
lah
pend
uduk
yan
g re
ndah
3.
Pe
rsoa
lan
konf
lik te
rkai
t de
ngan
fung
si la
han
seba
gai k
awas
an li
ndun
g de
ngan
kep
entin
gan
ekon
omi m
asya
raka
t 4.
Pe
rsoa
lan
ekon
omi
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 3
0
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
berd
ampa
k pa
da
peng
elol
aan
laha
n ya
ng
tidak
sesu
ai d
enga
n pe
runt
ukan
fung
si
kaw
asan
D4 L
emba
h an
tar
Perb
ukita
n De
nuda
sion
al
Kep.
Ria
u da
n Ke
p. B
angk
a Be
litun
g
Pend
uduk
hid
up d
an
berk
emba
ng d
i lem
bah
anta
r per
buki
tan
Denu
dasi
onal
. Jum
lah
pend
uduk
men
uju
tingg
i. Ke
pada
tan
pend
uduk
m
enin
gkat
. Str
uktu
r pe
ndud
uk m
enga
rah
ke
stru
ktur
dew
asa.
Pot
ensi
te
naga
ker
ja cu
kup
optim
al. F
ertil
itas m
asih
do
min
an. M
igra
si k
e lu
ar
daer
ah ju
ga b
erke
mba
ng
Sekt
or e
kono
mi
berb
asis
pe
rtan
ian.
Duk
unga
n se
ktor
per
tani
an o
ptim
al.
Pert
ania
n te
lah
men
uju
agri
bisn
is. U
saha
pe
tern
akan
dan
pe
rdag
anga
n m
ulai
be
rkem
bang
.
Nila
i sos
ial d
an b
uday
a m
asya
raka
t mas
ih k
uat.
Kehi
dupa
n m
asya
raka
t be
rbas
is p
erta
nian
. Ke
kera
bata
n da
n ke
goto
ng
royo
ngan
mas
ih d
omin
an.
Kear
ifan
loka
l ter
kait
deng
an b
udid
aya
pert
ania
n.
1.
Jum
lah
pend
uduk
yan
g te
rus m
enin
gkat
be
rdam
pak
pada
kon
flik
peng
elol
aan
laha
n 2.
Ke
terb
atas
an k
ualit
as
sum
ber d
aya
man
usia
, tin
gkat
pen
didi
kan
dan
kete
ram
pila
n m
asih
re
ndah
3.
Pe
rsoa
lan
kem
iski
nan
mas
ih d
omin
an
6.
Orga
nik
O1 D
atar
an G
ambu
t Su
mat
era
Utar
a, R
iau,
Jam
bi,
Sum
ater
a Se
lata
n, d
an
Lam
pung
Jum
lah
pend
uduk
sedi
kit.
Kepa
data
n re
ndah
, m
erup
akan
kaw
asan
lin
dung
. Tin
gkat
mig
rasi
ke
luar
ting
gi.
Budi
daya
per
tani
an b
elum
be
rkem
bang
. Tan
aman
le
bih
bany
ak b
erup
a se
mak
bel
ukar
.
Pera
n ka
was
an a
dala
h fu
ngsi
lind
ung.
Atu
ran
peng
elol
aan
laha
n le
bih
bany
ak d
iinte
rven
si
pem
erin
tah.
1.
Isu
utam
a pe
rsoa
lan
sosi
al
adal
ah k
ualit
as su
mbe
r da
ya m
anus
ia y
ang
mas
ih
rend
ah
2.
Kem
iski
nan
mas
ih m
enja
di
pers
oala
n se
rius
seba
gai
akib
at k
eter
bata
san
sum
ber d
aya
laha
n 3.
Ke
terb
atas
an su
mbe
r day
a te
naga
ker
ja p
rodu
ktif
seba
gai d
ampa
k da
ri
jum
lah
pend
uduk
yan
g re
ndah
4.
Pe
rsoa
lan
konf
lik te
rkai
t de
ngan
fung
si la
han
seba
gai k
awas
an li
ndun
g de
ngan
kep
entin
gan
ekon
omi m
asya
raka
t
O2 P
ulau
Ter
umbu
Ka
rang
Aceh
, Sum
ater
a Ut
ara,
Ria
u,
Kep.
Ria
u, S
umat
era
Bara
t, Be
ngku
lu, K
ep. B
angk
a
Jum
lah
pend
uduk
sang
at
sedi
kit.
Kepa
data
n re
ndah
, m
erup
akan
kaw
asan
Budi
daya
per
ikan
an le
bih
dom
inan
. Str
uktu
r ek
onom
i pen
dudu
k di
Pera
n ka
was
an a
dala
h fu
ngsi
lind
ung.
Atu
ran
peng
elol
aan
laha
n le
bih
1.
Kehi
dupa
n ek
onom
i m
asya
raka
t dal
am k
ondi
si
kem
iski
nan
seba
gai a
kiba
t
Bab
4
Ekor
egio
n Su
mat
era
1:25
0.00
0
Ke
men
teria
n Li
ngku
ngan
Hid
up d
an K
ehut
anan
Pu
sat P
enge
ndal
ian
Pem
bang
unan
Eko
regi
on (P
3E) S
umat
era
1 - 3
1
No
Gen
esis
B
enta
ngl
ahan
Ek
oreg
ion
P
rovi
nsi
P
oten
si S
um
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Per
mas
alah
an
Sum
ber
day
a So
sial
, Ek
onom
i, d
an B
ud
aya
Kon
dis
i Kep
end
ud
uk
an
Kon
dis
i Sos
ial E
kon
omi
Kon
dis
i Sos
ial B
ud
aya
Belit
ung,
dan
Lam
pung
lin
dung
. Tin
gkat
mig
rasi
ke
luar
ting
gi.
topa
ng o
leh
hasi
l dar
i lau
t. ba
nyak
diin
terv
ensi
pe
mer
inta
h.
kete
rbat
asan
sum
ber d
aya
laha
n 2.
Ke
terb
atas
an su
mbe
r day
a te
naga
ker
ja p
rodu
ktif
seba
gai d
ampa
k da
ri
jum
lah
pend
uduk
yan
g re
ndah
3.
Pe
rsoa
lan
konf
lik te
rkai
t de
ngan
fung
si la
han
seba
gai k
awas
an li
ndun
g de
ngan
kep
entin
gan
ekon
omi m
asya
raka
t
7.
Antr
opog
enik
A
Dat
aran
Per
kota
an
Kota
-kot
a Pr
ovin
si d
an
Kabu
pate
n di
selu
ruh
Ekor
egio
n Su
mat
era
Jum
lah
pend
uduk
sang
at
tingg
i. Ke
pada
tan
pend
uduk
ting
gi. S
truk
tur
pend
uduk
tela
h ko
mpl
eks,
tela
h m
enga
rah
pada
st
rukt
ur tu
a. M
igra
si le
bih
dom
inan
seba
gai p
enen
tu
pert
amba
han
jum
lah
pend
uduk
dar
ipad
a fe
rtili
tas d
an m
orta
litas
Stru
ktur
eko
nom
i m
asya
raka
t tel
ah b
erub
ah.
Tela
h te
rjad
i per
gese
ran
dari
stru
ktur
eko
nom
i pr
imer
men
uju
stru
ktur
ek
onom
i sek
unde
r dan
ba
hkan
ters
ier.
Seko
r jas
a te
lah
berk
emba
ng p
esat
. Pe
rdag
anga
n, k
euan
gan,
in
form
asi,
perb
anka
n,
perh
otel
an d
an ja
sa
kem
asya
raka
tan
sem
akin
m
aju.
Sist
em k
eker
abat
an d
an
keke
luar
gaan
tela
h pu
dar.
Kegi
atan
lebi
h do
min
an
pada
nila
i eko
nom
i da
ripa
da n
ilai s
osia
l. Pr
anat
a so
sial
mas
yara
kat
berb
asis
eko
nom
i.
1.
Tela
h te
rjad
i lun
turn
ya
norm
a so
sial
seba
gai
akib
at p
erke
mba
ngan
ke
hidu
pan
mod
ern
yang
pe
sat
2.
Degr
adas
i lah
an, p
olus
i, da
n ke
lang
kaan
sum
ber
daya
tela
h te
rjad
i kar
ena
perk
emba
ngan
indu
stri
da
n ja
sa k
emas
yara
kata
n 3.
Si
stem
kek
erab
atan
dan
so
sial
bud
aya
tela
h lu
ntur
, di
gant
i den
gan
buda
ya
mod
ern
yang
kon
sum
tif
4.
Terj
adi b
anya
k ko
nflik
so
sial
kar
ena
stru
ktur
so
sial
mas
yara
kat y
ang
kom
plek
s
Sum
ber:
Has
il In
terp
reta
si P
eta
Ekor
egio
n, D
ata
Pote
nsi D
esa,
Dat
a Ka
bupa
ten
Dala
m A
ngka
, Per
umus
an d
ari B
erba
gai S
umbe
r Bac
aan,
dan
Ver
ifika
si L
apan
gan
(201
5)