260
PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN 2014 PADANG MENTAWAI Sipora Sioban Pulau Pagai Selatan Sikakap Muara Siberut Muara Sikabaluan PROV. SUMATERA BARAT

BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BUKU LAPORANSTATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

TAHUN 2014

PADANG

MENTAWAI

Sipora

Sioban

Pulau Pagai Selatan

Sikakap

Muara Siberut

Muara Sikabaluan PROV. SUMATERA BARAT

Page 2: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

-Created By : Ushalif Printing Padang-

STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT 2014

Diterbitkan Oleh :

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

Jalan Khatib Sulaiman No. 22 Padang

Tel . 0751 7055231

Fax. 0751 70445232

Website. bapedalda.sumbarprov.go.id

Isi dan materi yang ada dalam buku ini boleh diproduksi dan disebarluaskan dengan tidak mengurangi isi dan arti

dari dokumen ini. Diperbolehkan mengutip isi buku ini dengan menyebutkan sumbernya.

Pelindung dan Pengarah:

Gubernur Sumatera Barat

Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Barat

Penanggung Jawab :

Kepala Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

Koordinator :

Ir. Nasaruddin

Penulis : Desi Widia Kusuma, SSi; Dasril,SP; Ir. Vianti Zami; R. Rina Ariani, SE; Desrizal, ST; M. Sidik Pramono, ST; Prisilla

Yumeri, SE; Azizah, SE; Luce Dwinanda, SP; Dikarama Kaula, ST; Teguh Ariefianto, ST; Adirla Wirmanita, ST;

Novriyanti, ST; Widya Hayati Nufus, SE.

Editor :

Ir. Nasaruddin; Ir. Yantonius; Ir. Novarita ; Ir. Siti Aisyah, MS; Petriawaty, SE, MM.

Design/Lay Out:

Prisilla Yumeri, SE, Azizah, SE

Page 3: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BUKU LAPORANSTATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

TAHUN 2014

PADANG

MENTAWAI

Sipora

Sioban

Pulau Pagai Selatan

Sikakap

Muara Siberut

Muara Sikabaluan PROV. SUMATERA BARAT

Page 4: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat i

GUBERNUR SUMATERA BARAT

KATA PENGANTAR

Terciptanya lingkungan hidup yang bersih dan sehat merupakan hak setiap

warga masyarakat. Namun dalam kenyataannya, lingkungan hidup saat ini

sudah berada pada kondisi yang memprihatinkan. Kegiatan pembangunan

yang sangat pesat lebih mengedepankan pertumbuhan ekonomi semata tanpa

mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan, baik daya dukung maupun

daya tampung lingkungan, aspek pencadangan serta tata ruang sehingga

menimbulkan bencana lingkungan seperti : banjir, longsor, kebakaran hutan,

polusi udara, meningkatnya tumpukan sampah serta berkembangnya berbagai wabah penyakit.

Timbulnya bencana-bencana lingkungan seharusnya menyadarkan kita bahwa telah terjadi

“kesalahan” dalam pemanfaatan sumber daya alam, sementara upaya pemulihannya tidak sebanding

dengan besarnya laju kerusakan lingkungan tersebut. Kalau sudah demikian maka biaya untuk

pemulihan lingkungan akan menjadi lebih besar yang seharusnya dapat digunakan untuk mengentaskan

kemiskinan, pemerataan pendidikan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Tidak akan cukup “energi” pemerintah untuk menyelesaikan berbagai persoalan lingkungan yang

telah terjadi. Oleh sebab itu dibutuhkan sinergisitas antara pemerintah dan masyarakat. Buku Status

Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) ini merupakan salah satu upaya Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan pelaksanaan Standar

Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Lingkungan Hidup. Selain itu juga sebagai wujud tanggung jawab

Pemerintah Daerah dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup. Data dan informasi yang ada

dalam buku SLHD hendaknya jangan hanya dipandang sebagai data dan informasi tanpa makna, namun

data dan informasi tersebut sudah dihimpun dan dianalisis dari program/kegiatan berbagai sektor yang

harus ditindaklanjuti dengan aksi nyata oleh berbagai stakeholder sehingga maksud pembangunan

berkelanjutan dapat tercapai demi kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang.

Semoga buku SLHD ini dapat dimanfaatkan dan akhir kata, kepada semua pihak yang telah turut

berpartisipasi dalam penyusunan buku SLHD tahun 2014 ini, kami ucapkan terima kasih.

Padang, Maret 2015

GUBERNUR SUMATERA BARAT

IRWAN PRAYITNO

Page 5: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat ii

Secara geografis, Sumatera Barat terletak pada koordinat antara 0º,54’ Lintang Utara dan 3º,30’

Lintang Selatan serta 98º,36’ dan 101º,53’ Bujur Timur dan dilalui garis khatulistiwa. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk Sumatera Barat adalah 5.131.882 jiwa, memiliki luas wilayah administrasi 42.297,30 km² dengan 19 daerah kabupaten/kota. Sumatera Barat memiliki potensi sumber daya air di daratan yang cukup besar, terdapat 606 sungai besar dan kecil, 27 diantaranya merupakan sungai lintas provinsi dan 57 sungai lintas kabupaten/kota serta memiliki 238 danau/embung dan telaga. Luas perairan laut Sumatera Barat ± 52.882,42 km² dengan panjang garis pantai 1.378 km, memiliki 375 buah pulau besar dan kecil.

Isu lingkungan hidup prioritas pada tahun 2014 adalah (1) Menurunnya kualitas air sungai perkotaan dan danau yakni Sungai Batang Agam, Sungai Batang Hari dan Danau Maninjau. (2) Meningkatnya jumlah timbulan sampah serta belum terkelolanya limbah B3 dan limbah cair sebagian sumah sakit pemerintah dan hotel. (3). serta isu terkait kebencanaan yaitu banjir, longsor dan kebakaran hutan.

Analisis status kondisi status lingkungan hidup berdasarkan isu prioritas menunjukkan (1) Isu

menurunnya kualitas air sungai perkotaan yakni Sungai Batang Agam, Batang Anai, Batang Ombilin dan Batang Pangian. Hasil perhitungan indeks pencemaran air (IPA) terendah adalah Sungai Batang Anai yaitu 53,83 % selanjutnya Batang Agam 59,81 % dan Batang Hari 65,23 %. Menurunnya kualitas Danau Maninjau disebabkan jumlah KJA sebanyak 16.130 petak yang sudah melebihi daya dukung dan daya tampung Danau Maninjau. (2) Isu peningkatan jumlah timbulan sampah, terbanyak di Kota Padang (472.079,60 m3/hari) dan selanjutnya Kota Solok (186.105 m3/hari). (3) Isu kebencanaan, bencana banjir terdapat kerugian yang cukup besar di Kabupaten Pasaman Barat (Rp. 5.368.650.000) dan Kabupaten Padang Pariaman (4.285.000.000). Adapun bencana kebakaran hutan dan lahan terluas terjadi di Kabupaten Pasaman Barat yakni 70 ha, selanjutnya Kabupaten Agam seluas 40 ha dan Dharmasraya seluas 40 ha.

Analisis tekanan berdasarkan isu prioritas, menunjukkan bahwa peningkatan jumlah penduduk

memberikan tekanan terhadap kualitas lingkungan berupa meningkatnya jumlah timbulan sampah, kurangnya fasilitas Buang Air Besar (BAB) sehingga memanfaatkan sungai sebagai fasilitas MCK. (1) Tekanan terhadap penurunan kualitas air sungai di perkotaan selain akibat dari limbah domestik baik sampah maupun limbah cair, terdapat eberapa aktifitas masyarakat lainnya di sepanjang sempadan sungai seperti : pertambangan emas tanpa izin (PETI), kegiatan pertanian, dan lain-lain. Selanjutnya tekanan terhadap penurunan kualitas air Danau Maninjau sebagai akibat jumlah KJA yang melebihi daya tampung dan daya dukung lingkungan.(2) Tekanan terhadap Limbah B3 serta limbah cair rumah sakit dan hotel akibat belum adanya TPS pengelolaan limbah B3 medis dan belum berfungsinya IPAL sesuai yang dipersyaratkan.

Analisis upaya pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan isu lingkungan prioritas telah dilakukan upaya

untuk mengendalikan kerusakan dan pencemaran melalui penghijauan, reboisasi, perbaikan fisik lainnya, pembinaan dan pengawasan AMDAL, UKL UPL serta tindak lanjut penyelesaian pengaduan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan. Disamping itu, partisipasi masyarakat baik dari dunia pendidikan dengan meningkatnya jumlah Sekolah Adiwiyata maupun dunia usaha melalui program CSR bidang lingkungan serta Gerakan Sumbar Bersih yang melibatkan kelurahan/kecamatan, juga turut andil dalam upaya pengelolaan lingkungan di Sumatera Barat.

Agenda pengelolaan lingkungan hidup Sumatera Barat ke depannya berdasarkan isu lingkungan prioritas

yakni Program pengembangan kerjasama antar daerah dalam pemulihan dan pengendalian pencemaran Sungai Batang Agam, Pengkajian pemulihan kerusakan DAS dan morfologi Sungai Batang Hari, Pembatasan jumlah KJA di Danau Maninjau secara bertahap, Mengembangkan IPAL komunal domestik percontohan dan pengelolaan sampah pada main drainase perkotaan, pengembangan peralatan sederhana untuk pengelolaan limbah cair dan padat domestik serta kegiatan skala kecil, Memfasilitasi kerjasama dan TPS klaster pengelolaan limbah B3 medis di kabupaten/kota serta Program peningkatan kesiap-siagaan menghadapi bencana.

Page 6: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Profil Sumatera Barat I-1

1.2 Manfaat Penulisan Buku SLHD I-2

1.3 Isu Prioritas dan Alasan Penetapan Isu Prioritas I-3

1.4 Analisis SPR I-5

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

2.1 Lahan dan Hutan II-1

2.2 Keanekaragaman Hayati II-12

2.3 Air II-17

2.4 Udara II-59

2.5 Laut, Pesisir dan Pantai II-70

2.6 Iklim II-76

2.7 Bencana Alam II-84

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

3.1 Kependudukan III-1

3.2 Pemukiman III-7

3.3 Kesehatan III-22

3.4 Pertanian III-25

3.5 Industri III-40

3.6 Pertambangan III-43

3.7 Energi III-47

3.8 Transportasi III-52

3.9 Pariwisata III-56

3.10 Limbah B3 III-65

Page 7: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat iv

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

4.1 Rehabilitasi Lingkungan IV-1

4.2 Amdal IV-8

4.3 Penegakan Hukum IV-16

4.4 Peran Serta Masyarakat IV-24

4.5 Kelembagaan IV-40

BAB V AGENDA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

5.1 Prioritas Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Barat V-1

5.2 Agenda Pengelolaan Lingkungan ke Depannya V-2

GALERI FOTO

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat v

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

Tabel 2.1 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012

sampai dengan Tahun 2014

II-7

Tabel 2.2 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012,

Tahun 2013 dan Tahun 2014

II-7

Tabel 2.3 Danau di Provinsi Sumatera Barat II-20

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Tabel 3.1 Persentase Rumah Tangga Miskin di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-8

Tabel 3.2 TPA dengan Daerah Pelayanan dan Sistem TPA di Provinsi Sumatera Barat III-18

Tabel 3.3 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Minuman

Ringan

III-42

Tabel 3.4 Jumlah Pelanggan dan Daya PLTMH di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-46

Tabel 3.5 Jumlah dan Luas Pelabuhan Air di Kabupaten/Kota III-54

Tabel 3.6 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Lokasi Obyek Wisata III-63

Tabel 3.7 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Kegiatan Hotel III-64

Tabel 3.8 Korelasi Antara Kunjungan Wisata Dengan Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan III-64

Tabel 3.9 Beban Limbah Cair dari Kegiatan Hotel III-65

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Tabel 4.1 Rekapitulasi Penanaman Pohon oleh Masyarakat dan Pemerintah Tahun 2014 IV-4

Tabel 4.2 Kegiatan Fisik Lainnya Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 IV-5

Tabel 4.3 Penanaman Pohon Pelindung Pantai Sumatera Barat

IV-6

Page 9: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat vi

Tabel 4.4 Rekapitulasi Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan Pengesahan/ Persetujuannya oleh

Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat Tahun 2014

IV-12

Tabel 4.5 Status Penanganan Pengaduan yang Difasilitasi oleh Bapedalda Provinsi Sumatera

Barat Selama Tahun 2014

IV-21

Tabel 4.6 Perbandingan Jumlah Pengaduan/Kasus Lingkungan Hidup yang masuk dengan yang

diselesaikan pada beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014

IV-23

Tabel 4.7 Peringkat SLHD Kabupaten/Kota Terbaik Tingkat Nasional di Provinsi Sumatera Barat IV-37

Page 10: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat vii

BAB I PENDAHULUAN

BAB II KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

Gambar 2.1 Persentase Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan Sumatera Barat Tahun 2014 II-2

Gambar 2.2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status II-2

Gambar 2.3 Perubahan Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status II-3

Gambar 2.4 Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Hutan Tahun 2012 dan

Tahun 2013

II-4

Gambar 2.5 Lahan Kritis di Sumatera Barat Tahun 2014 II-5

Gambar 2.6 Luas Lahan Kritis, Potensial Kritis dan Agak Kritis di 7 (tujuh) Kabupaten Kota Sumatera

Barat

II-5

Gambar 2.7 Perbandingan Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat Erosi Air di Kabupaten Pesisir

Selatan Tahun 2012 – 2014

II-6

Gambar 2.8 Perkiraan Persentase Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya II-8

Gambar 2.9 Konversi Hutan Tahun 2014 II-9

Gambar 2.10 Konversi Hutan di 7 (Tujuh) Kabupaten/Kota Tahun 2014 II-9

Gambar 2.11 Tujuh Kabupaten/Kota yang Melakukan Konversi Hutan Terluas Tahun 2012 Tahun

2014

II-9

Gambar 2.12 Indeks Tutupan Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Barat II-10

Gambar 2.13 Peta Perubahan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Barat II-11

Gambar 2.14 Flora Yang Dilindungi ( Vanda sumatera ) II-13

Gambar 2.15 Jumlah Jenis Spesies yang Dilindungi per Kabupaten/ Kota II-13

Gambar 2.16 Jumlah Spesies Flora dan Fauna Endemik per Kabupaten/Kota II-14

Gambar 2.17 Jumlah Jenis Spesies Terancam per Kabupaten/Kota II-14

Gambar 2.18 Jenis Species Flora dan Fauna yang Berlimpah per Kabupaten/Kota II-15

Gambar 2.19 Maskot Flora Sumatera Barat II-15

Gambar 2.20 Maskot Fauna Sumatera Barat II-17

Page 11: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat viii

Gambar 2.21 Rasio Debit Sungai Besar di Sumatera Barat yang Lebih dari 50 m3/dtk II-19

Gambar 2.22 Parameter TSS Sungai Batang Arau II-20

Gambar 2.23 Parameter BOD Sungai Batang Arau II-21

Gambar 2.24 Parameter NO2 Sungai Batang Arau, Kota Padang II-21

Gambar 2.25 Parameter Total Phospat Sungai Batang Arau, Kota Padang II-21

Gambar 2.26 Parameter Minyak dan Lemak Sungai Batang Arau, Kota Padang II-22

Gambar 2.27 Parameter TSS Sungai Batang Hari II-22

Gambar 2.28 Parameter COD Sungai Batang Hari II-23

Gambar 2.29 Parameter NO2 Sungai Batang Hari II-23

Gambar 2.30 Parameter Total Posphat Sungai Batang Hari II-23

Gambar 2.31 Parameter Total Coliform Sungai Batang Ulakan II-24

Gambar 2.32 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Agam II-25

Gambar 2.33 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Agam II-25

Gambar 2.34 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Agam II-26

Gambar 2.35 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Phospat Sungai Batang Agam II-26

Gambar 2.36 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Agam II-27

Gambar 2.37 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Agam II-27

Gambar 2.38 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Ombilin II-28

Gambar 2.39 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Ombilin II-28

Gambar 2.40 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Ombilin II-28

Gambar 2.41 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Ombilin II-29

Gambar 2.42 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Ombilin II-29

Gambar 2.43 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS Sungai Batang Ombilin II-29

Gambar 2.44 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Pangian II-30

Gambar 2.45 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Pangian II-30

Page 12: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat ix

Gambar 2.46 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Pangian II-31

Gambar 2.47 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Pangian II-31

Gambar 2.48 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS/Deterjen Sungai Batang Pangian II-31

Gambar 2.49 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Seng (Zn) Sungai Batang Anai II-32

Gambar 2.50 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Fecal Coliform dan Total Coliform Sungai Batang

Anai

II-33

Gambar 2.51 Nilai BOD Danau di Sumatera Barat Tahun 2014 II-34

Gambar 2.52 Nilai COD Danau di Sumatera Barat tahun 2014 II-35

Gambar 2.53 Nilai DO Danau di Sumatera Barat Tahun 2014 II-36

Gambar 2.54 Nilai TSS Danau di Sumatera Barat tahun 2014 II-37

Gambar 2.55 Perbandingan Kualitas Air Danau Tahun 2013 - 2014 II-39

Gambar 2.56 Keramba jaring apung (KJA) yang berkembang di Danau Maninjau II-40

Gambar 2.57 Perkembangan Jumlah KJA di Danau Maninjau II-40

Gambar 2.58 Kematian Ikan dan KJA di Danau Maninjau II-41

Gambar 2.59 Kematian ikan di Danau Maninjau tahun 2014 II-41

Gambar 2.60 Kandungan Oksigen (DO) Pada Saat Kematian Ikan Di Danau Maninjau II- 41

Gambar 2.61 IPA (Indeks Pencemaran Air) pada 5 (lima) Sungai Target SPM tahun 2014 II-45

Gambar 2.62 Indeks Pencemaran Air Batang Agam Tahun 2011-2014 II-45

Gambar 2.63 Kandungan Nitrat pada Air Laut di Sumatera Barat II-46

Gambar 2.64 Kandungan posfat pada air laut di Sumatera Barat II-47

Gambar 2.65 Kandungan Coliform pada Air Laut di Sumatera Barat II-47

Gambar 2.66 Kandungan Coliform pada Muara Sungai di Sumatera Barat II-47

Gambar 2.67 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter TSS II-48

Gambar 2.68 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter pH II-49

Gambar 2.69 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter DO II-50

Gambar 2.70 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter BOD II-50

Page 13: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat x

Gambar 2.71 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter BOD II-51

Gambar 2.72 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter pH II-52

Gambar 2.73 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter DO II-52

Gambar 2.74 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter BOD II-53

Gambar 2.75 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS II-54

Gambar 2.76 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter pH II-54

Gambar 2.77 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter DO II-55

Gambar 2.78 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD II-56

Gambar 2.79 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS II-56

Gambar 2.80 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter pH II-57

Gambar 2.81 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter DO II-58

Gambar 2.82 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD II-58

Gambar 2.83 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Parameter TSP

II-60

Gambar 2.84 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Parameter PM10

II-61

Gambar 2.85 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Parameter CO

II-62

Gambar 2.86 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Parameter O3

II-63

Gambar 2.87 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Parameter SO2

II-63

Gambar 2.88 Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter PM10Tahun

2012 – 2014

II-64

Gambar 2.89 Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter TSP Tahun

2012 – 2014

II-65

Gambar 2.90 Perbandingan Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat

Parameter CO Tahun 2012 – 2014

II-65

Gambar 2.91 Perbandingan Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat

Parameter O3 Tahun 2012 – 2014

II-66

Page 14: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xi

Gambar 2.92 Indeks Pencemar Udara Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 II-67

Gambar 2.93 Perbandingan Indeks Pencemar Udara Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2013 – 2014

II-67

Gambar 2.94 Kualitas Udara Ambien Kondisi Kabut Asap Menurut Indeks Standar Pencemar Udara

(ISPU) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

II-69

Gambar 2.95 Kualitas Udara Ambien Perkotaan Tahun 2013 – 2014 II-70

Gambar 2.96 Luas Tutupan Terumbu Karang Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat II-71

Gambar 2.97 Kondisi Tutupan Terumbu Karang di Provinsi Sumatera Barat II-71

Gambar 2.98 Perbandingan Lokasi Terluas Kerusakan Terumbu Karang II-72

Gambar 2.99 Ekosistem Padang Lamun di Perairan Laut II-72

Gambar 2.100 Luas Area Padang Lamun II-73

Gambar 2.101 Perbandingan Lokasi Terluas Kerusakan Padang Lamun II-73

Gambar 2.102 Perbandingan Kerusakan Padang Lamun II-74

Gambar 2.103 Luas Area Mangrove Di Sumatera Barat II-74

Gambar 2.104 Luas Kerusakan Mangrove di Sumatera Barat II-75

Gambar 2.105 Tingkat Kerusakan Mangrove di Sumatera Barat II-75

Gambar 2.106 Perbandingan Tingkat Kerusakan Mangrove di Sumatera Barat II-76

Gambar 2.107 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Sumatera Barat tahun 2014 II-77

Gambar 2.108 Pos Hujan Sumbar II-78

Gambar 2.109 Jumlah Hari Hujan Sumatera Barat Tahun 2014 II-79

Gambar 2.110 Suhu Rata-rata Bulanan Sumatera Barat Tahun 2014 II-79

Gambar 2.111 Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Sumatera Barat Tahun 2014 II-80

Gambar 2.112 Tekanan Udara Rata-Rata Sumatera Barat Tahun 2014 II-80

Gambar 2.113 Tekanan udara rata-rata Sumatera Barat tahun 2014 II-81

Gambar 2.114 Suhu Udara Rata-rata Sumatera Barat Tahun 2013 – 2014 II-81

Gambar 2.115 Kualitas Air Hujan Sumatera Barat Tahun 2014 II-82

Gambar 2.116 Kualitas Air Hujan Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014 II-82

Gambar 2.117 Perbandingan Jumlah Bengkel Pengguna Bahan Perusak Ozon (BPO) Tahun

2013 - 2014

II-83

Page 15: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xii

Gambar 2.118 Perkiraan Kerugian (Rp) dan Total Area Terendam (Ha) Kabupaten / Kota Yang

Mengalami Bencana Banjir Tahun 2014

II-85

Gambar 2.119 Jumlah Korban Mengungsi Akibat Banjir di 7 ( tujuh ) Kabupaten / Kota Tahun 2014 II-86

Gambar 2.120 Jumlah Korban Meninggal Akibat Banjir Tahun 2014 II-86

Gambar 2.121 Perbandingan Total Luas Area Terendam dan Total Kerugian Akibat Banjir di Sumatera

Barat Tahun 2012 - 2014

II-87

Gambar 2.122 Perbandingan Total Luas Area Terendam dan Total Kerugian Akibat Banjir 19

( Sembilan Belas ) Kabupaten/Kota

II-88

Gambar 2.123 Perbandingan Jumlah Korban Mengungsi dan Korban Meninggal Akibat Bencana Banjir

Tahun 2013 - 2014

II-89

Gambar 2.124 Kejadian Bencana Alam Di Kawasan Pantai Sumatera Barat II-89

Gambar 2.125 Frekuensi Bencana Banjir dan Longsor II-90

Gambar 2.126 Perkiraan Kerugian dan Luas Hutan / Lahan Terbakar Tahun 2014 II-91

Gambar 2.127 Perbandingan Perkiraan Luas Hutan / Lahan terbakar ( Ha ) Tahun 2011 - 2014 II-92

Gambar 2.128 Jumlah Hotspot Kebakaran Hutan di Sumatera Barat Tahun 2011 - 2014 II-93

Gambar 2.129 Frekuensi Bencana Kebakaran Hutan Pada Tahun 2011 - 2014 II-94

Gambar 2.130 Jumlah Korban Meninggal Serta Perkiraan Kerugian Akibat Bencana Tanah Longsor dan

Gempa Bumi Tahun 2014

II-95

Gambar 2.131 Jumlah Korban Kejadian Bencana Tahun 2014 II-96

Gambar 2.132 Jumlah Kerusakan Rumah dan Total Kerusakan Bencana Alam Tahun 2014 II-96

Gambar 2.133 Jumlah Kejadian Bencana di Sumatera Barat II-97

Gambar 2.134 Peta Rawan Bencana Alam Wilayah Sumatera Barat II-98

BAB III TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-2

Gambar 3.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 – 2014 III-2

Gambar 3.3 Kepadatan Penduduk dan Sebaran Penduduk Sumatera Barat Tahun 2014 III-3

Gambar 3.4 Pertumbuhan Penduduk 2 (dua) Tahun Terakhir Tahun 2013 - 2014 III-3

Gambar 3.5 Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-4

Gambar 3.6 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014 III-5

Gambar 3.7 Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-5

Page 16: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xiii

Gambar 3.8 Perbandingan Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2012 – 2014

III-6

Gambar 3.9 Jumlah Kecamatan di Wilayah Pesisir III-6

Gambar 3.10 Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Menurut Tingkat Pendidikan III-7

Gambar 3.11 Tingkat Pendidikan Penduduk Wilayah Pesisir III-7

Gambar 3.12 Jumlah Rumah Tangga dan Rumah Tangga Miskin III-8

Gambar 3.13 Jumlah dan Persentase Penurunan Rumah Tangga Miskin Terbesar di 7

Kabupaten/Kota

III-9

Gambar 3.14 Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin di Perkotaan dan Pedesaan Pada

Tahun 2011-2014

III-9

Gambar 3.15 Jumlah Penduduk dengan Sumber Air Minum di Kabupaten/Kota Tahun 2014 III-10

Gambar 3.16 Persentase Sumber Air Minum di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-10

Gambar 3.17 Jumlah Penduduk dan Persentase Yang Memiliki Akses Air Minum III-11

Gambar 3.18 Jumlah Penduduk Yang Memiliki Akses Air Minum Memenuhi Syarat III-11

Gambar 3.19 Perbandingan Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum di Kota Tahun

2013-2014

III-12

Gambar 3.20 Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar III-12

Gambar 3.21 Perbandingan Penduduk Mempunyai Fasilitas Tempat Buang Air Besar Tahun

2013 - 2014

III-13

Gambar 3.22 Perbandingan Penduduk Yang Memiliki Akses Pembuangan Akhir Tinja Tahun

2013 - 2014

III-13

Gambar 3.23 Jumlah dan Persentase Penduduk Yang Memliki Akses Jamban Tertinggi di 5

Kabupaten/Kota

III-14

Gambar 3.24 Perbandingan Jumlah Penduduk dengan Akses Jamban di 5 Kabupaten /Kota

Tahun 2013-2014

III-14

Gambar 3.25 Jumlah Penduduk dan Perkiraan Timbulan Sampah Tahun 2014 III-15

Gambar 3.26 Kabupaten/Kota dengan Volume Sampah Terbesar Tahun 2014 III-15

Gambar 3.27 Perbandingan Timbulan Sampah Tahun 2012-2014 III-16

Gambar 3.28 Volume Sampah TPA Regional Payakumbuh Tahun 2013-2014 Berdasarkan

Sumbernya

III-16

Gambar 3.29 Jumlah Sampah Yang Masuk dan Dipilah di TPA Regional III-17

Page 17: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xiv

Gambar 3.30 Persentase Sampah Total dan Terpilah di TPA Regional III-17

Gambar 3.31 Persentasi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA di 13 Kabupaten/Kota III-18

Gambar 3.32 Volume Sampah di Masing-masing TPA Tahun 2014 III-18

Gambar 3.33 Nilai pH Lindi pada TPA Regional Payakumbuh III-19

Gambar 3.34 Pengukuran TSS Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh III-19

Gambar 3.35 Pengukuran COD Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh III-20

Gambar 3.36 Pengukuran COD Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh III-20

Gambar 3.37 Persentase Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk III-23

Gambar 3.38 Perbandingan Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk Tahun 2013-2014 III-24

Gambar 3.39 Jumlah Kasus Penyakit Berbasis Lingkungan Di Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-25

Gambar 3.40 Rumah Sakit Pemerintah di Provinsi Sumatera Barat Yang Melakukan

Pengelolaan Limbah

III-25

Gambar 3.41 Luas Lahan dan Produksi Perkebunan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-28

Gambar 3.42 Penggunaan Pupuk per Kabupaten/Kota Tahun 2014 III-28

Gambar 3.43 Proyeksi Pertambahan Luas Tanam Beberapa Komoditi Primadona Provinsi

Sumatera BaratTahun 2014-2015

III-28

Gambar 3.44 Penggunaan Pupuk Untuk Tanaman Padi dan Palawija menurut Jenis Pupuk

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-29

Gambar 3.45 Perbandingan Pemakaian Berbagai Jenis Pupuk Provinsi Sumatera Barat Tahun

2013 - 2014

III-30

Gambar 3.46 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-30

Gambar 3.47 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian per Kabupaten/Kota Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2014

III-31

Gambar 3.48 Perbandingan Luas Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Jenis Penggunaan Baru

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2014

III-31

Gambar 3.49 Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Produksi Per Hektar

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-32

Gambar 3.50 Perbandingan Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2011 – 2014

III-33

Page 18: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xv

Gambar 3.51 Luas Cetak Sawah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 – 2014 III-33

Gambar 3.52 Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-34

Gambar 3.53 Perbandingan Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2012 – 2014

III-35

Gambar 3.54 Jumlah Kotoran Ternak Yang Dihasilkan Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2014

III-35

Gambar 3.55 Emisi Gas Metan (CH4) Berdasarkan Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2014

III-36

Gambar 3.56 Perbandingan Jumlah Hewan Ternak dengan Emisi Gas Methan (CH4)

dari Kegiatan Peternakan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-36

Gambar 3.57 Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-37

Gambar 3.58 Perbandingan Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2012-2014

III-38

Gambar 3.59 Jumlah Kotoran Ternak segar Yang Dihasilkan ternak Unggas Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2014

III-38

Gambar 3.60 Perbandingan Jumlah Hewan Unggas dengan Emisi Gas Methan (CH4) dari

Kegiatan Peternakan Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-39

Gambar 3.61 Jumlah Total Emisi Gas Methan (CH4) dari Hewan Ternak dan Hewan Unggas

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-39

Gambar 3.62 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Sawit III-41

Gambar 3.63 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Karet III-41

Gambar 3.64 Sebaran Lokasi Industri di Wilayah DAS III-42

Gambar 3.65 Jenis dan Jumlah Industri Peserta PROPER Pengawasan Di Provinsi Sumatera Barat. III-43

Gambar 3.66 Sebaran Industri Peserta PROPER Pengawasan Provinsi Sumatera Barat III-43

Gambar 3.67 Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian III-45

Gambar 3.68 Persentase Potensi Lapangan Energi Panas Bumi Sumatera Barat III-46

Gambar 3.69 Potensi Energi Hidro di Provinsi Sumatera Barat III-47

Gambar 3.70 Jumlah Kendaraan Roda 4 dan roda 6 Tahun 2013 dan 2014 III-48

Gambar 3.71 Jumlah Angkutan AKDP dan AKAP Tahun 2012-2014 III-49

Page 19: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xvi

Gambar 3.72 Perkembangan Jumlah Kendaraan Berdasarkan Jenis 2012-2014 III-49

Gambar 3.73 Konsumsi 3 jenis BBM Terbesar Pada Sektor Industri III-49

Gambar 3.74 Konsumsi LPG Rumah Tangga Pada 5 Kabupaten/Kota III-50

Gambar 3.75 Konsumsi Minyak Tanah dan Kayu bakar Rumah Tangga Pada 4

Kabupaten/Kota

III-50

Gambar 3.76 Pemakaian Bahan Bakar Rumah Tangga antar Waktu 2013-2014 III-51

Gambar 3.77 Jumlah Kendaraan dengan Bahan Bakar Bensin dan Solar III-51

Gambar 3.78 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan Dari Sarana Transportasi di 8

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

III-53

Gambar 3.79 Terminal Angkutan Darat di Sumatera Barat III-53

Gambar 3.80 Pelabuhan Laut dan Udara di Provinsi Sumatera Barat III-55

Gambar 3.81 Persentase Penumpang Berdasarkan Sarana Transportasi Tahun 2014 III-55

Gambar 3.82 Perkembangan Jumlah Penumpang Antar Waktu 2012-2014 III-55

Gambar 3.83 Jenis Kendaraan Yang Banyak Disukai Masyarakat antar 2012-2014 III-56

Gambar 3.84 Jenis Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat III-57

Gambar 3.85 Lokasi Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat III-57

Gambar 3.86 Jumlah Pengunjung Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 III-58

Gambar 3.87 Kunjungan Wisata Pada 3 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Dalam

Kurun Waktu 4 tahun

III-59

Gambar 3.88 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014

III-59

Gambar 3.89 Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara Dalam Kurun

Waktu 4 Tahun di Provinsi Sumatera Barat

III-60

Gambar 3.90 Jumlah Hotel dan Restoran di Provinsi Sumatera Barat III-60

Gambar 3.91 Tingkat Penghunian Kamar Akomodasi Lainnya di Sumatera Barat III-61

Gambar 3.92 Rata-Rata Tingkat Hunian Hotel Dalam Kurun Waktu 4 Tahun III-61

Gambar 3.93 Perbandingan Tingkat Hunian Hotel Berbintang Tahun 2013 dan Tahun 2014 III-62

Gambar 3.94 Jenis Kegiatan/Usaha yang memiliki Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3 III-66

Gambar 3.95 Perbandingan Timbulan Limbah Medis RS Pemerintah dan RS Swasta di Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2014

III-67

Page 20: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xvii

BAB IV UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN

Gambar 4.1 Realisasi Kegiatan Penghijauan di Sumatera Barat Tahun 2014 IV-2

Gambar 4.2 Realisasi Kegiatan Reboisasi di Sumatera Barat Tahun 2014 IV-3

Gambar 4.3 Perbandingan Luas Areal Penghijauan Tahun 2013 – 2014 IV-3

Gambar 4.4 Perbandingan Luas Areal Reboisasi Tahun 2013 – 2014 IV-3

Gambar 4.5 Penyebaran Bantuan Bibit Perkebunan IV-6

Gambar 4.6 Jumlah Bank Sampah di Sumatera Barat Tahun 2014 IV-7

Gambar 4.7 Jumlah Dokumen Lingkungan yang Dinilai Pada Komisi Penilai Amdal Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2012 – 2014

IV-10

Gambar 4.8 Persentase Perbandingan Jumlah Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan

Persetujuan/ Pengesahannya oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada

Tahun 2014 per Sektor/Bidang Usaha dan/atau Kegiatan

IV-11

Gambar 4.9 Perbandingan Jumlah/Jenis Dokumen Lingkungan Usaha dan/atau Kegiatan

yang Menjadi Objek PROPER/PROPELIKE Tahun 2014

IV-13

Gambar 4.10 Jumlah Usaha dan/atau Kegiatan yang Menjadi Objek PROPER/ PROPELIKE

Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi Usaha dan/atau Kegiatan

IV-14

Gambar 4.11 Perbandingan Jumlah dan Jenis Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan

Pengesahan/Persetujuannya di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

IV-15

Gambar 4.12 Pengawasan Yang dilakukan Provinsi dan Kab/Kota di Sumatera Barat IV-16

Gambar 4.13 Persentase Penanganan Pengaduan Tahun 2014 yang difasilitasi oleh Bapedalda

Provinsi Sumatera Barat berdasarkan kewenangan

IV-18

Gambar 4.14 Pengaduan/Kasus Lingkungan Hidup Berdasarkan Sektor Kegiatan Yang

Penanganannya Difasilitasi oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

IV-18

Gambar 4.15 Jumlah Pengaduan Lingkungan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2014 IV-19

Gambar 4.16 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup IV-25

Gambar 4.17 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup per

Kabupaten/Kota

IV-26

Gambar 4.18 Perbandingan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup per

Kabupaten/Kota Tahun 2013 - 2014

IV-26

Gambar 4.19 Perbandingan Jumlah Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tahun 2014 per

Kabupaten/Kota Untuk Semua Kategori

IV-29

Page 21: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xviii

Gambar 4.20 Perbandingan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2014

IV-30

Gambar 4.21 Perbandingan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional Tahun 2014 IV-31

Gambar 4.22 Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata dari Tahun 2007 s/d 2014 per

Kategori

IV-32

Gambar 4.23 Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata dari Tahun 2007 s/d 2014 per

Tingkat Pendidikan per Tahun

IV-33

Gambar 4.24 Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata dari Tahun 2017-2014 IV-33

Gambar 4.25 Perkembangan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Sejak Tahun 2012-

2014

IV-33

Gambar 4.26 Perkembangan peringkat PROPER Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2012 s/d 2014 IV-34

Gambar 4.27 Perkembangan peringkat PROPELIKE Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2011 s/d 2014 IV-35

Gambar 4.28 Perbandingan Kota-Kota Penerima Penghargaan Adipura di Provinsi Sumatera

Barat

IV-36

Gambar 4.29 Perbandingan Perolehan Penghargaan Nasional Lingkungan Tahun 2011-2014 IV-38

Gambar 4.30 Jumlah Kegiatan Sosialisasi Lingkungan di Provinsi Sumatera Barat IV-38

Gambar 4.31 Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi dan

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2014

IV-40

Gambar 4.32 Anggaran APBD Instansi Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Barat Tahun

2013 dan 2014

IV-41

Gambar 4.33 Jumlah Personil BapedaldaProvinsi Sumatera Barat Menurut Tingkat Pendidikan tahun

2014

IV-42

Gambar 4.34 Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota

Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2013 dan 2014

IV-43

Gambar 4.35 Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Menurut Tingkat

Pendidikan tahun 2014

IV-43

Gambar 4.36 Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup

Kabupaten/Kota Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2013-

2014

IV-44

Gambar 4.37 Perbandingan Jumlah Personil Kabupaten/Kota Tahun 2013 – 2014

IV-44

Page 22: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat xix

Gambar 4.38 Perbandingan Bentuk Kelembagaan Instansi Bidang Lingkungan Hidup

Kabupaten/Kota Tahun 2013-2014

IV-45

Gambar 4.39 Jumlah Staf Fungsional Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dan Staf yang telah

mengikuti Diklat tahun 2014

IV-45

Gambar 4.40 Jumlah Peserta Diklat Teknis yang diikuti Pegawai Bapedalda

Provinsi Sumatera Barat sampai Tahun 2014

IV-46

Page 23: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Permasalahan Lingkungan Hidup Semakin Lama Semakin Kompleks Yang Membutuhkan Kerjasama Bersifat Multi Sektor.Agenda Pengelolaan Lingkungan Provinsi Sumatera Barat Ke Depannya DidasarkanPada Prioritas Pembangunan 2010 – 2015 Berbasis Isu Lingkungan Hidup Terkait Pemulihan Dan Pengendalian Pencemaran Sungai Dan Danau, Pengendalian Limbah Domestik Dan Limbah B3 SertaProgram Kesiapsiagaan Menghadapi Bencana.

BAB IBAB IPENDAHULUANPENDAHULUAN

Page 24: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Pendahuluan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -1

1.1. Profil Sumatera Barat

Provinsi Sumatera Barat merupakan

salah satu provinsi yang terletak dibagian barat

pulau Sumatera dengan posisi yang sangat

strategis dan merupakan gerbang Indonesia di

wilayah bagian barat. Secara geografis,

Provinsi Sumatera Barat terletak pada

koordinat antara 0º,54’ Lintang Utara dan

3º,30’ Lintang Selatan serta 98º,36’ dan

101º,53’ Bujur Timur sehingga daerah ini dilalui

garis khatulistiwa. Batas wilayah sebelah

barat berbatas langsung dengan Samudra

Hindia, sebelah timur berbatas dengan

Provinsi Riau dan Provinsi Jambi, sebelah

utara berbatas dengan Provinsi Sumatera

Utara dan sebelah selatan berbatas dengan

Provinsi Bengkulu.

Provinsi Sumatera Barat memiliki luas

wilayah administrasi 42.297,30 km² dengan

jumlah penduduk 4.957.619 jiwa, memiliki 19

daerah kabupaten/kota yakni Kabupaten

Padang Pariaman, Kabupaten Agam,

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima

Puluh Kota, Kabupaten Pasaman, Kabupaten

Pasaman Barat, Kabupaten Solok, Kabupaten

Solok Selatan, Kabupaten Pesisir Selatan,

Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Dharmasraya

dan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kota

Padang, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh,

Kota Solok, Kota Pariaman, Kota Sawahlunto

dan Kota Padang Panjang.

Topografi daerah ini cukup bervariasi

mulai dari dataran rendah berupa pantai

sampai dataran tinggi, yang terdiri dari

perbukitan sampai pegunungan, perairan darat

yang terdiri dari sungai besar dan kecil serta

kawasan laut mulai laut dangkal sampai laut

dalam.

Menurut kelas klasifikasi lereng,

Provinsi Sumatera Barat hampir separuhnya

atau sekitar 44% didominasi oleh lahan agak

curam sampai dengan curam. Sementara itu

luas daerah yang sangat curam sekitar 10%.

Dengan demikian dalam pengelolaan lahan

diperlukan analisa kesesuaian lahan serta

kehati-hatian agar lahan tidak mengalami

kerusakan.

Sumatera Barat memiliki potensi

sumber daya air di daratan yang cukup besar,

terdapat 606 sungai besar dan kecil, 27

diantaranya merupakan sungai lintas provinsi

dan 57 sungai lintas kabupaten/kota.

Dengan kondisi alam yang

bergelombang, berbukit dan bergunung serta

banyak dilalui sungai-sungai, maka hal ini

merupakan potensi alam yang sangat besar

yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan

untuk pembangunan pertanian, pariwisata,

pertambangan, jasa lingkungan dan lain

sebagainya. Namun disisi lain hal ini juga

mengandung tanggung jawab yang besar bagi

daerah untuk mengelola dan menjaga

kelestariannya, apalagi sebagian sungai-

Page 25: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Pendahuluan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -2

sungai di Sumatera Barat merupakan hulu dari

sungai-sungai di provinsi tetangga.

Provinsi Sumatera Barat juga memiliki

238 danau/embung dan telaga. Beberapa

danau yang besar dan terkenal diantaranya

adalah Danau Maninjau dengan luas 99,5 km²,

Danau Singkarak dengan luas 130,11 km²,

Danau Diatas dengan luas 31,5 km² dan

Danau Dibawah 14,0 km². Dengan demikian

Danau Singkarak merupakan Danau terbesar

di Sumatera Barat yang terletak di 2 (dua)

kabupaten yaitu Kabupaten Solok dan

Kabupaten Tanah Datar.

Selain ekosistem daratan, potensi

ekosistem pesisir dan laut Provinsi Sumatera

Barat juga cukup besar dengan

keanekaragaman hayati yang cukup tinggi.

Luas perairan laut Sumatera Barat ±

52.882,42 km² dengan panjang garis pantai

1.378 km, memiliki 375 buah pulau besar dan

kecil. Pada wilayah pesisir terdapat potensi

hutan mangrove seluas 42.105,91 ha, terumbu

karang 36.693,27 ha dan padang lamun

2.350,81 ha (Sumber : Profil MIH Sumatera

Barat, 2014)

1.2. Manfaat Penulisan Buku

SLHD

1.2.1. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah

Buku SLHD merupakan kumpulan data

dan informasi yang dihimpun dan dianalisis

dari program/kegiatan berbagai instansi

pemerintah baik tingkat provinsi maupun

kabupaten/kota. Oleh sebab itu buku SLHD

dapat dimanfaatkan untuk menindaklanjuti

berbagai program/kegiatan terkait dengan

upaya pengelolaan lingkungan pada tahun-

tahun berikutnya. Selain itu, dapat juga dipakai

untuk mengevaluasi ketepatan arah kebijakan

pembangunan dan program pembangunan

yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah

Daerah.

Sampai saat ini, buku SLHD sudah

dimanfaatkan untuk penyusunan beberapa

dokumen kebijakan seperti : RAD GRK

Provinsi Sumatera Barat, RAD PLH Provinsi

Sumatera Barat, REDD+, RPJMD 2015-2019,

RKT beberapa instansi dan RENSTRA

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat.

1.2.2. Manfaat Bagi Lingkungan

Di dalam buku SLHD terdapat bahasan

tentang status/kondisi lingkungan. Terjadinya

perubahan kualitas lingkungan yang mengarah

kepada pencemaran dan kerusakan

lingkungan akibat berbagai tekanan dapat

diinventarisasi sehingga dapat ditindaklanjuti

dengan berbagai upaya dan agenda

pengelolaan lingkungan .sesuai program/

kegiatan yang terkait.

Page 26: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Pendahuluan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -3

1.2.3. Manfaat Bagi Masyarakat, Dunia

Pendidikan dan Dunia Usaha

Sesuai Undang-undang No. 32 Tahun

2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang menyatakan bahwa

masyarakat berhak mendapatkan informasi

tentang lingkungan hidup. Oleh sebab itu,

SLHD merupakan salah satu upaya untuk

melaksanakan amanat UU 32 tersebut. SLHD

juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan penelitian karena SLHD berisi data

dan informasi yang sudah dihimpun dan

dianalisis dari program/kegiatan lingkungan

berbagai sektor.

Dunia usaha juga dapat memanfaatkan

buku SLHD karena memuat data dan informasi

potensi sumber daya alam dan kualitas

lingkungan yang sangat dibutuhkan dalam

menginvestasikan modalnya di Sumatera

Barat.

1.3. Isu Prioritas dan Alasan

Penetapan Isu Prioritas

1.3.1. Isu Prioritas

Isu lingkungan hidup Sumatera Barat

pada tahun 2014 antara lain :

a. Isu terkait penurunan kualitas air :

- Menurunnya kualitas air sungai

segmen perkotaan terutama Sungai

Batang Agam, Batang Anai, Batang

Ombilin dan Batang Pangian. Untuk

Sungai Batang Agam, parameter yang

sangat mempengaruhi kualitas sungai

adalah parameter fecal coliform, total

coliform dengan kategori cemar berat

terutama yang berada pada segmen

Kota Bukittinggi dan beberapa titik di

Kabupaten Agam. Total coliform dan

fecal coliform yang cukup besar

terutama pada lokasi yang menerima

limbah Rumah Potong Hewan (RPH)

secara langsung. Pada lokasi ini, air

sungai tidak layak digunakan untuk

minum dan mencuci karena

mengandung bakteri yang tinggi.

- Menurunnya kualitas Sungai Batang

Hari disebabkan adanya limbah

kegiatan PETI skala besar dan

kegiatan domestik.

- Kecenderungan penurunan kualitas

air Danau Maninjau (danau Strategis

dan tujuan Wisata) yang ditandai

dengan kematian ikan pada waktu-

waktu tertentu. Hal ini disebabkan

banyaknya jumlah Keramba Jaring

Apung (KJA) yang sudah melebihi

daya tampung dan daya dukung

Danau Maninjau.

b. Isu terkait limbah :

- Limbah padat (sampah) yaitu

meningkatnya jumlah timbulan

sampah yang tidak sebanding dengan

cakupan pelayanan serta sarana

Page 27: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Pendahuluan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -4

prasarana pengolahan sampah. Pada

umumnya layanan tidak sampai

menjangkau pemukiman yang berada

pada sempadan sungai, danau dan

wilayah pesisir walaupun pemukiman

tersebut cukup padat.

- Belum terkelolanya Limbah B3 dan

limbah cair Rumah Sakit serta Hotel.

c. Isu terkait kebencanaan yaitu banjir,

longsor dan kebakaran hutan. Untuk

bencana banjir, walaupun tidak separah

tahun 2012, kejadian banjir pada lokasi

tertentu menimbulkan kerugian yang

cukup besar. Sedangkan bencana

longsor yang terjadi dengan intensitas

kecil. Adapun bencana kebakaran hutan

dan lahan terluas terjadi di Kabupaten

Pasaman Barat yakni seluas 70 ha,

selanjutnya Kabupaten Agam dan

Dharmasraya masing-masing seluas 40

ha.

1.3.2. Alasan Penetapan Isu Prioritas

Isu prioritas pada tahun 2014 ini

ditetapkan dan dianalisis melalui 2 (dua)

pendekatan yakni :

a. Ketersediaan data, baik data dari hasil

pemantauan dan pengawasan Bapedalda

maupun dari data kegiatan/program

instansi lain terkait.

b. Terjadinya kasus pencemaran dan atau

kerusakan lingkungan.

Adapun alasan penetapan isu

lingkungan pada tahun 2014 dapat dijelaskan

sebagaimana uraian berikut :

a. Isu lahan dan hutan tidak terlalu dibahas

karena data penetapan kawasan hutan

terakhir ditetapkan pada tahun 2013

sementara data laju kerusakan hutan dan

lahan tidak begitu cukup tersedia untuk

menganalisis isu ini. Walaupun pada

kenyataannya tidak dapat dipungkiri

bahwa telah terjadi alih fungsi hutan dan

lahan untuk berbagai kegiatan

pembangunan seperti : pemukiman,

pertambangan, pertanian, dll

a. Isu mengenai pencemaran air sungai di

segmen perkotaan sampai tahun ini

masih tetap menjadi isu lingkungan

prioritas karena berdasarkan data hasil

pemantauan menunjukkan Indek

Pencemaran Air (IPA) sungai di Sumatera

Barat cendrung menurun dari tahun ke

tahunnya. Sungai Batang Agam dan

Sungai Batang Anai menurun sampai

kategori wsapada pada segmen tertentu.

Disamping itu, Sungai Batang Hari yang

merupakan sungai lintas provinsi, juga

menunjukkan penurunan nilai IPA.

Selain penurunan kualitas air sungai

segmen perkotaan, kasus masih

terjadinya kematian ikan yang setiap tahun

hampir terjadi di Danau Maninjau juga

menjadi alasan ditetapkannya sebagai isu

penurunan kualitas air.

Page 28: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Pendahuluan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -5

b. Isu bencana lingkungan pada tahun ini

tetap menjadi isu prioritas karena

geomorfologi Sumatera Barat yang rawan

terhadap bencana geologi menuntut

kewaspadaan guna menghindari kerugian

yang tidak diinginkan.

c. Penetapan isu lingkungan hidup terkait

limbah, didasarkan pada :

- Keterbatasan Pemerintah Kabupaten/

Kota dalam memberikan jangkauan

pelayanan dan kurangnya sarana

serta prasarana pengolahan sampah

seperti TPS (Tempat Pembuangan

Sampah Sementara) menyebabkan

masalah persampahan belum

tertangani secara baik. Isu ini menjadi

prioritas agar Pemerintah

Kabupaten/Kota dapat merumuskan

strategi dan upaya untuk mengatasi

keterbatasan yang ada dan

meningkatkan peran serta masyarakat

dalam mengelola sampah.

Disisi lain sampah juga merupakan

sumber pencemaran utama sungai-

sungai di perkotaan dan sumber dari

emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

- Belum terkelolanya secara baik

limbah cair dan limbah B3 sebagian

Rumah Sakit Pemerintah dan hotel.

Limbah kedua jenis kegiatan ini

memberikan kontribusi yang cukup

berarti terhadap pencemaran di

Sumatera Barat, sehingga isu limbah

cair dan limbah B3 rumah sakit dan

hotel patut menjadi isu prioritas.

1.4. Analisis S-P-R

Isu prioritas dianalisis menggunakan

analisis S-P-R (Statue/Status, Pressure/

Tekanan dan Response/Upaya Pengelolaan

Lingkungan). Pendekatan analisis

menggunakan analisis statistik sederhana,

analisis perbandingan antar lokasi, analisis

perbandingan antar waktu dan analisis

perbandingan dengan baku mutu

pencemaran/kriteria kerusakan. Dalam

mengambil sampel/parameter/lokasi untuk

dianalisis lebih detail maka dilakukan dengan

kriteria :

a. Keterwakilan masalah baik terkait dengan

status, tekanan dan upaya pengelolaan

lingkungan yang telah dilakukan.

b. Keterwakilan lokasi terutama lokasi yang

dapat menggambarkan kondisi kritis yang

patut menjadi perhatian.

c. Keterwakilan parameter terutama

parameter yang menunjukkan kualitas

lingkungan yang cenderung memburuk.

1.4.1. Analisis SPR pada Status

Status yang ingin digambarkan adalah

kondisi media lingkungan hidup yang terkena

dampak. Dalam hal ini adalah sungai-sungai

yang tercemar dan danau yang cenderung

menurun kualitasnya.

Page 29: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Pendahuluan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -6

a. Air

- Sungai perkotaan yang kualitas

airnya cenderung menurun yaitu

Sungai Batang Agam, Batang Anai,

Batang Ombilin dan Batang Pangian.

Untuk Sungai Batang Agam sudah

hampir tercemar pada segmen Kota

Bukittinggi, dimana pada lokasi ini

terdapat RPH yang limbahnya

langsung dibuang tanpa melalui

pengolahan, disamping itu di Sungai

Batang Anai (segmenTanah Datar)

juga terdapat aktifitas domestik dan

tumpukan sampah. Hasil

Perhitungan indeks pencemaran air

(IPA) terendah adalah Sungai

Batang Anai yaitu 53,83 %

selanjutnya Batang Agam 59,81 %.

- Sungai lintas kabupaten/kota dan

lintas provinsi yang sudah

mengalami pencemaran yakni

Sungai Batang Hari karena terdapat

kegiatan pertambangan emas tanpa

izin (PETI) dan galian C.

Berdasarkan data kualitas airnya,

untuk parameter fecal coliform dan

total coli, Sungai Batang Hari sudah

hampir tercemar berat hampir pada

setiap segmen. Disamping itu, data

IPA jug menurun setiap tahunnya.

- Banyaknya jumlah KJA di Danau

Maninjau yakni 16.130 petak,

sementara yang dipersyaratkan

sejumlah 6.000 petak sehingga telah

melebihi daya dukung dan daya

tampung Danau Maninjau. Kondisi ini

menyebabkan kematian ikan dalam

jumlah besar setiap tahunnya akibat

pakan ikan yang mengandung pospat

dan nitrat serta kotoran ikan yang

mengandung amoniak yang

menyebabkan terjadinya eutrofikasi.

1.4.2. Analisis SPR pada Tekanan

Adanya tekanan terhadap lingkungan

memberikan dampak berupa penurunan

kualitas lingkungan. Meningkatnya jumlah

penduduk dari tahun ke tahun ditengarai

sebagai penyebab utama tekanan terhadap

lingkungan yang memberikan efek turunan

pada tekanan lainnya. Berikut gambaran

analisis SPR terhadap tekanan :

a. Kependudukan

Tekanan utama dari kependudukan

adalah meningkatnya jumlah timbulan

sampah yang memerlukan penanganan

serius. Jumlah timbulan sampah tertinggi

terdapat di Kota Padang dan Kota Solok.

b. Pemukiman

Tingginya kebutuhan akan lahan tempat

tinggal/pemukiman akibat meningkatnya

jumlah penduduk sementara keberadaan

lahan semakin susah dan mahal harganya

telah mengakibatkan dimanfaatkannya

sempandan sungai. Dalam kaitannya

Page 30: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Pendahuluan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat I -7

dengan pencemaran air, maka bentuk

tekanan dari pemukiman adalah masih

tingginya jumlah rumah tangga yang tidak

memiliki fasilitas Buang Air Besar (BAB)

sehingga memanfaatkan sungai sebagai

fasilitas MCK. Jumlah rumah tangga yang

tidak memiliki fasilitas BAB tertinggi

terdapat di Kabupaten Kepulauan

Mentawai dan Kota Padang Panjang.

c. Meningkatnya aktifitas/kegiatan di sektor

pembangunan seperti : industri, rumah

sakit, hotel, transpotasi, pertambangan,

pemakaian energi telah menyebabkan

pula tekanan terhadap lingkungan.

1.4.3. Analisis SPR pada Respon

Berbagai upaya pengelolaan

lingkungan telah dilakukan untuk mengurangi

berbagai permasalahan lingkungan di

Sumatera Barat. Upaya tersebut meliputi

rehabilitasi lingkungan, pengawasan

AMDAL/UKL-UPL, penegakan hukum,

peningkatan peran serta masyarakat dan

peningkatan kapasitas kelembagaan.

Beberapa upaya pengelolaan lingkungan yang

telah dilakukan tahun ini antara lain :

a. Kegiatan penghijauan dan reboisasi yang

dilakukan kerjasama antar instansi

pemerintah baik di tingkat provinsi

maupun kabupaten/kota.

b. Turut berpartisipasinya masyarakat,

dunia pendidikan dan dunia usaha dalam

pengelolaan lingkungan. Meningkatnya

jumlah sekolah berwawasan lingkungan

(Adiwiyata) serta adanya kegiatan

Coorporate Social Responsibility (CSR)

perusahaan juga turut andil dalam

perbaikan kualitas lingkungan.

Masyarakat juga membantu dengan

berbagai kegiatan aksi bersama

pemerintah daerah/swasta seperti

pembersihan lingkungan, pembersihan

pantai, penanaman pohon (go green), dll.

c. Kegiatan Adipura dan Gerakan Sumbar

Bersih yang melibatkan kecamatan/

kelurahan di kabupaten/kota untuk

mengurangi jumlah timbulan sampah.

d. Kegiatan pengendalian pencemaran

terhadap industri melalui program

Penilaian Kenerja Perusahaan dan

Kegiatan (PROPER dan PROPERLIKE)

e. Kegiatan pengawasan izin dokumen

lingkungan (AMDAL, UKL-UPL dan

SPPL) serta menindaklanjuti pengaduan

kasus-kasus lingkungan.

f. Berbagai kegiatan pelatihan, bimbingan

teknis, workshop yang telah telah diikuti

dalam rangka peningkatan kapasitas

SDM pengelola lingkungan hidup baik di

tingkat provinsi maupun kabupaten/kota

Page 31: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

BAB IIBAB IIKONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANYAKONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANYA

Isu lingkungan hidup prioritas pada tahun 2014 adalah menurunnya kualitas air sungai perkotaan dan danau yakni Sungai Batang Agam, Sungai Batang Hari dan Danau Maninjau, Meningkatnya jumlah timbulan sampah serta belum terkelolanya limbah B3 dan limbah cair sebagian rumah sakit pemerintah dan hotel serta isu terkait kebencanaan yaitu banjir, longsor dan kebakaran hutan.

Page 32: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-1

2.1. LAHAN DAN HUTAN

Luas kawasan hutan di Sumatera

Barat berdasarkan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 35/Menhut-II/2013

tanggal 15 Januari 2013 lebih kurang 55,39

% sedangkan 44,61 % digunakan untuk

kegiatan lainnya dalam bentuk Areal

Penggunaan Lain (APL) seluas 1.886.837

Ha dari total luas Provinsi Sumatera Barat

yaitu seluas 4.229.730 Ha. Isu utama terkait

dengan lahan dan hutan di Provinsi

Sumatera Barat dalam kurun waktu 5 (lima)

tahun terakhir tidak mengalami perubahan,

yaitu :

1. Alih fungsi lahan (okupasi)/ pemanfaatan

kawasan hutan untuk kegiatan non

kehutanan serta kaitannya dengan

penurunan Gas Rumah Kaca (GRK).

2. Lahan kritis yang cukup luas di beberapa

kabupaten yang belum diikuti upaya

rehabilitasi yang signifikan yaitu di

Kabupaten Kepulauan Mentawai,

Kabupaten Pesisir Selatan dan

Kabupaten Pasaman Barat.

3. Kerusakan hutan di kabupaten/kota.

Analisis terhadap isu lingkungan

terkait hutan dan lahan akan dilakukan

melalui pendekatan–pendekatan sebagai

berikut:

1. Analisis terhadap obyek dan lokasi

dilakukan dengan melihat keterwakilan

masalah, bukan keseluruhan daerah

kabupaten/kota.

2. Analisis dilakukan untuk melihat

kecendrungan dengan membandingkan

antar lokasi, antar waktu dan trend

kerusakan yang terjadi.

3. Analisis perbandingan dengan baku

mutu hanya diterapkan terhadap

bahasan kerusakan tanah. Baku mutu

mengacu kepada Peraturan

Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000

tentang Pengendalian Kerusakan

Tanah Untuk Produksi Biomassa.

4. Pendekatan analisis juga didasarkan

pada Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

(IKLH) untuk parameter tutupan lahan.

2.1.1. Kondisi Lahan dan Hutan

2.1.1.1. Luas Wilayah Menurut

Penggunaan Lahan Utama

Setelah terbitnya Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut-

II/2013 Tanggal 15 Januari 2013, topografi

daerah Sumatera Barat yang didominasi

oleh perbukitan mengakibatkan sebagian

besar kawasan hutan di Sumatera Barat

berstatus kawasan lindung, baik berupa

hutan lindung maupun hutan konservasi.

Luas lahan hutan terluas berada di

Kabupaten Pesisir Selatan seluas 429.765

Ha, sedangkan kota yang memiliki hutan

terkecil luasnya adalah Kota Payakumbuh

seluas 1,58 Ha sebagai hutan kota.

Kabupaten Agam merupakan

kabupaten yang pemanfaatan lahan sebagai

lahan sawah yang sangat luas yaitu 35.521

Ha sedangan lahan sawah terkecil di

Kabupaten Kepulauan Mentawai seluas 1,42

Ha (sumber: Tabel SD-1 Buku Data SLHD

Page 33: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-2

Provinsi Sumatera Barat, 2014). Untuk

kawasan perkebunan terluas berada di

Kabupaten Pasaman Barat yaitu 188.955 Ha

dan lahan perkebunan terkecil berada di

Kabupaten Kepulauan Mentawai seluas

20,57 Ha. Sedangkan daerah yang tidak

memiliki lahan perkebunan adalah Kota

Bukittinggi, Kota Padang Panjang dan Kota

Payakumbuh.

Penggunaan lahan terluas di

Sumatera Barat adalah hutan yang

berjumlah ± 59,49 %, sedangkan sisanya

adalah penggunaan untuk non pertanian ±

2,17 %, sawah 8,51 %, lahan kering 13,86

%, perkebunan ± 15,28 %, dan badan air

0,68 %. Distribusi penggunaan lahan di

Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar

2.1.

Gambar 2.1 Persentase Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan

Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.2. Luas Kawasan Hutan Menurut

Fungsi/Status

Luas kawasan hutan di Sumatera

Barat berdasarkan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 35/Menhut–II/2013

Tanggal 15 Januari 2013 seluas

+2.380.057,32 Ha yang meliputi Kawasan

Konservasi yang terdiri dari Cagar Alam/

Suaka Margasatwa/Taman Wisata/Kawasan

Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam

(KSA/KPA) seluas 806.938,74Ha, Hutan

Lindung (HL) seluas 791.671 Ha, Hutan

Produksi (HP) seluas 360.608 Ha, Hutan

Produksi Terbatas (HPT) seluas 233.210 Ha,

dan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi

(HPK) seluas 187.629 Ha. Luas kawasan

hutan menurut fungsi/status dapat dilihat

pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status

Sumber: Olahan Tabel SD-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 34: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-3

Pada tahun 2011 terjadi perubahan

luas kawasan hutan lindung yang berkurang

sebesar 200.000 Ha. Sedangkan pada tahun

2012 tidak ada perubahan luas kawasan

lindung. Perubahan terjadi lagi pada tahun

2013, dimana berdasarkan Keputusan

Menteri Kehutanan Nomor 35/Menhut-

II/2013 Tanggal 15 Januari 2013 mengalami

perubahan hutan lindung seluas 443 ha.

Untuk lebih jelasnya perbandingan

perubahan luas kawasan hutan menurut

fungsinya dari tahun 2012–2014 dapat dilihat

pada Gambar 2.3. Perubahan fungsi hutan

yang paling besar adalah Kabupaten Solok

Selatan yaitu 198.001 Ha

Gambar 2.3 Perubahan Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status

Sumber : OlahanTabel SD-2D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.3. Luas Kawasan Lindung

Berdasarkan RTRW dan Tutupan

Lahannya

Luas kawasan lindung berdasarkan

RTRW seluas 3.162.299,98 Ha dan kawasan

budidaya seluas 74.365,68. (sumber: Tabel

SD-3A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera

Barat, 2014). Dari total kawasan lindung

terdapat hutan lindung dengan luasan

23,68%, hutan suaka alam dan pelestarian

alam 57,56 %, dan 16,39% kawasan lindung

berada di hutan produksi, hutan produksi

terbatas dan hutan konversi serta 0,52%

kawasan lindung berada di luar hutan.

(Sumber: RTRW Sumatera Barat 2012-

2032).

Kawasan lindung terluas berada di

Kabupaten Lima Puluh Kota yaitu 290.392,9

Ha, diikuti Kabupaten Pesisir Selatan seluas

271.523,4 Ha berupa Taman Nasional

(Taman Nasional Kerinci Seblat) dan Suaka

Alam. Taman Nasional Kerinci Seblat

merupakan taman nasional lintas provinsi

yaitu Provinsi Sumatera Barat, Provinsi

Jambi, Provinsi Bengkulu dan Provinsi

Sumatera Selatan. Untuk segmen Sumatera

Barat meliputi Kabupaten Pesisir Selatan,

Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok

dan Kabupaten Sijunjung.

Berdasarkan RTRW Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2012–2032 didapat

gambaran bahwa pemanfaatan lahan kedua

paling luas adalah untuk pertanian. Areal

pertanian terbesar berada di Kabupaten

Pasaman Barat yaitu 164.373 Ha dan

terkecil di Kota Bukittinggi 598 Ha. Badan

Page 35: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-4

Pertanahan Nasional (BPN) mencatat bahwa

penggunaan lahan sawah ke depannya akan

dikonversi secara terencana melalui RTRW

kabupaten/kota untuk kebutuhan

pemukiman, pusat usaha/perdagangan,

perkantoran, infrastruktur jalan dan

keperluan lainnya.

2.1.1.4. Luas Penutupan Lahan Dalam

Kawasan Hutan dan Luar

Kawasan Hutan

Luas penutupan lahan dalam

kawasan hutan dan non kawasan hutan

dinyatakan dengan luas kawasan Hutan

Tetap (HT) dan kawasan Hutan Produksi

Konversi (HPK) serta Areal Penggunaan

Lain (APL). Hutan Tetap merupakan jumlah

luasan dari Kawasan Suaka Alam dan

Kawasan Pelestarian Alam, Hutan Lindung,

Hutan Produksi Terbatas dan Hutan

Produksi. Gambar 2.5 menggambarkan dari

12 kabupaten/kota yang memiliki luas

penutupan lahan berupa Hutan Tetap terluas

adalah Kabupaten Kepulauan Mentawai

yaitu 420.834Ha. Hutan Produksi Konservasi

terluas di Kabupaten Pesisir Selatan yaitu

374.449,69 Ha, dan Areal Penggunaan Lain

terluas juga berada di Kabupaten Pesisir

Selatan yaitu seluas 17.919,31 Ha.

Perbandingan luas penutupan

lahan pada tahun 2012 dan 2013

menunjukan bahwa terjadi penurunan jumlah

penutupan lahan baik dalam dan luar

kawasan hutan.

Gambar 2.4 Perbandingan Luas Penutupan Lahan Dalam dan Luar Kawasan Hutan

Tahun 2012 dan Tahun 2013

Sumber : Olahan Tabel SD-4A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.5. Luas Lahan Kritis

Luas lahan kritis pada tahun 2014

adalah 339.173,31 Ha. Lahan kritis terluas

terdapat di Kabupaten Dharmasraya yaitu

sebesar 584.139,72 Ha, diikuti Kabupaten

Pesisir Selatan seluas 319.437 Ha dan

Kabupaten Pasaman seluas 154.512,21 Ha.

Kabupaten Padang Pariaman merupakan

kabupaten yang memiliki lahan kritis terkecil

seluas 10.231 Ha. Sedangkan untuk tingkat

kota, lahan kritis terluas adalah Kota Padang

yaitu 6.670 Ha dan Kota Payakumbuh

Page 36: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-5

memiliki luas lahan kritis terkecil yaitu seluas

2.197,26 Ha.

Total luas lahan kritis Provinsi Sumatera

Barat mengalami peningkatan pada tahun

2014 dibandingkan tahun 2013 Bila dilihat

dari kategori lahan kritis yang dibagi

berdasarkan potensial kritis, agak kritis, kritis

dan sangat kritis, maka pada tahun 2014 di 7

( tujuh ) kabupaten/kota menunjukan bahwa

lahan berpotensial kritis seluas 1.425.157

Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 2.5 dan Gambar 2.6.

Gambar 2.5 Lahan Kritis di Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.6 Luas Lahan Kritis, Potensial Kritis dan Agak Kritis di 7 (tujuh) Kabupaten Kota Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-5A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.6. Evaluasi Kerusakan Tanah di

Lahan Kering Akibat Erosi Air

Kerusakan tanah di lahan kering

akibat erosi air tahun 2014 dapat

digambarkan di 4 (empat) kabupaten/kota

yaitu Kota Padang dengan besaran erosi

33,52 mm/10 tahun (melebihi ambang batas

kritis erosi) untuk tebal tanah 100 s/d 150

cm, Kabupaten Agam dengan besar erosi

1,6 mm/10 tahun (melebihi ambang batas

kritis erosi) untuk tebal tanah kurang dari 20

cm, 4,22 mm/10 tahun (melebihi ambang

batas kritis erosi) untuk tebal tanah 20 s/d <

50 cm. Sedangkan besaran erosi yang

Page 37: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-6

mengakibatkan kerusakan tanah di lahan

kering di Kabupaten Pesisir Selatan dan

Kabupaten Dharmasraya pada semua

ketebalan tanah tidak melebihi ambang

batas kritis erosi.

Secara umum kerusakan tanah akibat

erosi terjadi pada ketebalan tanah kurang

dari 20 cm, tebal tanah antara 20 s/d <50 cm

dan 50 s/d < 100 cm. Kerusakan tanah di

lahan kering akibat erosi air mengalami

kecenderungan tetap di tahun 2013 ini. Di

Kabupaten Pesisir Selatan, erosi yang

mengakibatkan kerusakan tanah di lahan

kering masih memenuhi ambang kritis erosi

(PP 150 Tahun 2000). Gambar 2.7

memperlihatkan perbandingan kerusakan

tanah dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun di

Kabupaten Pesisir Selatan.

Gambar 2.7 Perbandingan Kerusakan Tanah di Lahan Kering Akibat

Erosi Air di Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.7. Evaluasi Kerusakan Tanah di

Lahan Kering

Hasil evaluasi kerusakan tanah

pada lahan kering di 8 (delapan)

kabupaten/kota yaitu Kota Padang, Kota

Payakumbuh, Kabupaten Padang Pariaman,

Kabupaten Agam, Kabupaten Pesisir

Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten

Pasaman dan Kabupaten Dhamasraya.

Secara umum menunjukkan bahwa

pengujian tanah bukan dilakukan pada lahan

kering melainkan di lahan pertanian/

perkebunan dengan kualitas tanah yang

cukup baik. Hasil pemantauan dapat

disampaikan bahwa solum tanah di

Sumatera Barat umumnya memiliki solum

tanah lebih besar dari 20 cm dan derajat

kelolosan air antara 0,7 s/d 8 cm/jam serta

kebatuan permukaan lebih kecil dari 40%.

Untuk perbandingan antara tahun

2011–2013, evaluasi tanah pada lahan

kering dapat dilihat di Kabupaten Pesisir

Selatan. Selama 3 (tiga) tahun tidak

mengalami perubahan yang signifikan

dimana hasil pemantauan secara umum

masih memenuhi Ambang Kritis

sebagaimana PP 150 Tahun 2000.

Page 38: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-7

Tabel 2.1 Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Kering Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2014

No. Parameter Ambang Kritis Hasil Pengamatan

2012 2013 2014

1 Ketebalan Solum < 20 cm 39 cm 39 cm 19 cm

2 Kebatuan Permukaan > 40 % 25% 25% 35%

3 Komposisi Fraksi < 18 % koloid; 20% 23% 12%

> 80 % pasir kuarsitik 68% 58% 66%

4 Berat Isi > 1,4 g/cm3 1,1 g/cm

3 2,1 g/cm

3 3,1 g/cm

3

5 Porositas Total < 30 % ; > 70 % 60% 23,19% 27,19%

6 Derajat Pelulusan Air < 0,7 cm/jam ; > 8,0

cm/jam 5 cm/jam 5 cm/jam 3 cm/jam

7 pH (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 4.63 4,77 6,33

8 Daya Hantar Listrik /DHL

> 4,0 mS/cm 6 mS/cm 105 mS/cm 565 mS/cm

9 Redoks < 200 mV 321 mV 321 mV 131 mV

10 Jumlah Mikroba < 102cfu/g tanah

15 cfu/ g tanah

27,8 cfu/ g tanah

17,8 cfu/ g tanah

Sumber : Olahan Tabel SD-7A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.8. Evaluasi Kerusakan Tanah di

Lahan Basah

Hasil pemantauan kualitas tanah di

lahan basah di Sumatera Barat secara

umum belum terjadi kerusakan tanah di

lahan basah (masih memenuhi baku mutu

PP 150 Tahun 2000). Kerusakan tanah di

lahan basah dapat digambarkan bahwa tidak

terjadi perbedaan antara tahun 2012 sampai

dengan tahun 2014. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat sebagaimana Tabel 2.2 berikut.

Tabel 2.2. Evaluasi Kerusakan Tanah di Lahan Basah Kabupaten Pesisir Selatan Tahun 2012, Tahun 2013 dan Tahun 2014

No Parameter Ambang Kritis Hasil Pengamatan

(PP 150/2000) 2012 2013 2014

1 pH (H2O) 1 : 2,5 < 4,5 ; > 8,5 4,63 4,77 12,44

2 Daya Hantar Listrik /DHL > 4,0 mS/cm 6,00 105,00 98,00

3 Redoks < 200 mV 321,00 321,00 159,00

4 Jumlah Mikroba < 102cfu/g tanah 15,00 27,8 34,00 Sumber : Olahan Tabel SD-8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.1.9. Perkiraan Luas Kerusakan Hutan

Menurut Penyebabnya

Pada tahun 2013 kerusakan hutan di

Sumatera Barat seluas 62.535,12 Ha.

Penyebab kerusakan hutan terbesar adalah

perambahan hutan seluas 39.393,31 Ha

(63,99 %), ladang berpindah seluas 16.653

ha (26,63 %), penebangan liar seluas

4.882,31 ha (7,18 %), dan terakhir akibat

kebakaran hutan seluas 1.606,50 Ha

(2,57 %). Berdasarkan luas kerusakan hutan

antar daerah, maka kerusakan hutan

Page 39: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-8

terbesar terdapat di Kabupaten Pasaman

Barat 66.700 Ha dan Kabupaten

Dharmasraya 5.551,55 Ha yang disebabkan

oleh perambahan hutan, termasuk

dimanfaatkannya kawasan hutan untuk

perkampungan dan pertanian. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar

2.8 berikut.

Gambar 2.8 Perkiraan Persentase Luas Kerusakan Hutan Menurut Penyebabnya

Sumber : Olahan Tabel SD-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pada tahun 2014 dapat

digambarkan bahwa terjadi penurunan

kerusakan hutan secara total dibandingkan

tahun 2013 karena kerusakan hutan di

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten

Dharmasraya mengalami penurunan yang

signifikan dari 1.994,00 Ha tahun 2013

menjadi 10,30 Ha pada tahun 2014 untuk

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten

Dharmasraya dari 5.551,55 Ha menjadi 567

Ha.

2.1.1.10. Pelepasan Kawasan Hutan

Yang Dapat Dikonversi Menurut

Peruntukan

Permasalahan mendasar pada

hutan dan lahan salah satunya adalah

konversi kawasan hutan ke areal

penggunaan lain. Konversi hutan yang paling

banyak pada tahun 2014 adalah kegiatan

pertanian sebesar 82,60 % dan perkebunan

sebesar 12,33 %. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 2.9 konversi hutan

terbesar pada tahun 2014 terjadi di

Kabupaten Dharmasraya seluas 24.365 Ha

yang dikonversi untuk perkebunan,

selanjutnya Kabupaten Pasaman seluas

22.267 Ha yang dikonversi untuk areal

perkebunan. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 2.10.

Kecenderungan konversi hutan

pada tahun 2012 - 2014 dapat digambarkan

bahwa telah terjadi penurunan luas hutan

yang dikonservasi dari 543.382,98 Ha

menjadi 158.436,43 Ha pada tahun 2013

dan terus mengalami penurun pada tahun

2014 menjadi 182.411,65 Ha. Bila dilihat

secara parsial dari masing-masing

kabupaten/kota yang mengalami

peningkatan yaitu Kabupaten Pasaman,

Kabupaten Agam, dan Kabupaten Lima

Puluh Kota.

Page 40: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-9

Gambar 2.9 Konversi Hutan Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-10 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.10 Konversi Hutan di 7 (Tujuh) Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-10A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.11 Tujuh Kabupaten/Kota yang Melakukan Konversi Hutan Terluas Tahun 2012 - Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel SD-10B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.1.2 Indeks Kualitas Lingkungan

Hidup Tutupan Hutan dan Lahan

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup

(IKLH) tutupan hutan merupakan salah satu

cara lain untuk menilai kondisi hutan dan

lahan secara cepat. Berdasarkan data luas

hutan primer dan luas hutan sekunder yang

dibandingkan dengan luas kawasan hutan

berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan

telah dilakukan perhitungan Indeks Tutupan

Hutan dan Lahan dengan hasil perhitungan

secara umum menunjukkan bahwa tutupan

Page 41: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-10

hutan dan lahan di Sumatera Barat masih

berkategori baik kecuali Kota Padang

Panjang, Kota Payakumbuh dan Kabupaten

Sijunjung. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar 2.12 berikut.

Gambar 2.12. Indeks Tutupan Hutan dan Lahan Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-1C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 42: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-11

Gambar 2.13. Peta Perubahan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Barat

Page 43: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-12

2.2. KEANEKARAGAMAN

HAYATI

Jenis flora di Indonesia merupakan

bagian dari geografi tumbuhan Indo-Malaya,

Flora Indo-Malaya meliputi tumbuhan yang

hidup di India, Vietnam, Thailand, Malaysia,

Indonesia dan Filipina. Flora yang tumbuh di

Malaysia, Indonesia dan Filipina sering

disebut kelompok flora Malesiana. Hutan di

daerah Malesiana memiliki kurang lebih

248.000 spesies tumbuhan tinggi, didominasi

oleh pohon dari familia Dipterocarpaceae,

yaitu pohon-pohon yang menghasilkan biji

bersayap. Dipterocarpaceae merupakan

tumbuhan tertinggi dan membentuk kanopi

hutan. Tumbuhan yang termasuk famili

Dipterocarpaceae misalnya kruing, meranti,

kayu garu dan kayu kapur.

Hewan-hewan di Indonesia memiliki

tipe oriental (kawasan barat Indonesia) dan

Australia (kawasan timur Indonesia) serta

peralihan. Hewan-hewan di bagian barat

Indonesia (oriental) yang meliputi Sumatera,

Jawa, dan Kalimantan, memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

1. Banyak spesies mamalia yang berukuran

besar, misalnya gajah, banteng, harimau,

badak. Mamalia yang berkantung

jumlahnya sedikit, bahkan bisa dikatakan

tidak ada.

2. Terdapat berbagai macam kera,

misalnya: bekatan, tarsius, orang utan.

3. Terdapat hewan endemik seperti: badak

bercula satu, binturong, monyet, tarsius

dan kukang.

4. Burung-burung memiliki warna bulu yang

kurang menarik, tetapi dapat berkicau.

Burung-burung yang endemik misalnya,

jalak bali, elang jawa, murai mengkilat

dan elang putih.

2.2.1. Flora dan Fauna yang dilindungi

Terdapat 22 jenis hewan menyusui

dan 6 (enam) spesies diantaranya berstatus

endemik yaitu Kambing (Capricornis

sumatraensis), Bokoi/Beruk Mentawai

(Macaca pagensis), Kelinci Sumatera

(Nesolagus netscheri), Harimau Sumatera

(Phantera tigris sumatrae), Simakobu/Simpai

Mentawai (Simias concolor) dan Lutung

Mentawai (Prebitys potenziani). Mamalia

dengan status terancam sebanyak 18 jenis

spesies yaitu Binturong (Artictis binturong,

Menjangan/Rusa Sambar (Cervus,sp.)

Ajag/Anjing Hutan (Cuon alpinus), Beruang

Madu (Helarctos malayanus), Kubung/Tando

(Cynocephalus variegatus), Musang Air

(Cynogole benneti), Kucing Hutan

(Felis bengalensis), Kucing Emas (Felis

temminckii), Owa (Hylobatidae), Landak

(Hystrixbrachyura), Trenggiling (Manis

javanica), Kijang (Mantiacus muntjak),

Harimau Dahan (Neofelis nebulosa), Kukang

(Neocebus coucang) dan Kancil (Tragulus

javanicus).

Sedangkan dari jenis burung ada 6

spesies yang dilindungi yaitu burung Alap-

Alap (Acciptridae), Kuau (Argusianus argus),

Rangkong (Buceros,sp), Bangau Putih

(Egretta,sp), Maleo (Megapodiidae) dan

Page 44: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-13

Burung Merak (Pavomuticus). Sedangkan

spesies yang dilindungi dan berstatus

endemik yaitu Kuau (Argusianus argus). Dari

golongan reptilia yang dilindungi ada dua

spesies yaitu Buaya Muara

(Crocodylusporosus) dan Sanca Bodo

(Phyton molurus) dengan status terancam.

Penyu Tempayan (Caretta caretta) dan

Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)

merupakan hewan yang dilindungi dari jenis

reptilia dengan status terancam dan dalam

jumlah terbatas.

Flora yang dilindungi dan terancam

keberadaannya yaitu: Raflesia (Rafflesia

arnoldi) dan (Nepenthes, sp) sedangkan

spesies yang dilindungi dan berstatus

endemik yaitu Bunga Bangkai

(Amorpophalus titanium) dan Vanda

Sumatera (Vanda sumatreae) pada Gambar

2.14.

2.2.2. Jumlah Jenis Spesies Flora dan

Fauna yang Dilindungi per

Kabupaten / Kota

Jumlah spesies yang dilindungi

terbanyak terdapat di Kabupaten Agam

diantaranya Harimau Sumatera (Panthera

tigris sumatrae) yang sekaligus menjadi

maskot dari Kabupaten ini. Sedangkan

daerah kedua terbanyak yaitu Kabupaten

Pesisir Selatan. Kemudian Kabupaten Solok

Selatan.

Gambar 2.14 Flora Yang Dilindungi (Vanda sumatera)

Gambar 2.15 Jumlah Jenis Spesies yang Dilindungi per Kabupaten/ Kota

Sumber : Olahan Tabel SD 11 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 45: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-14

2.2.3. Jumlah Jenis Spesies Flora dan

Fauna yang Endemik per

Kabupaten/ kota

Jumlah jenis spesies flora dan

fauna yang endemik terbanyak terdapat di

Kota Padang dengan klasifikasi hewan

menyusui sebanyak 8 jenis, burung

sebanyak 4 jenis, reptil sebanyak 13 jenis,

amphibi 1 jenis dan tumbuh-tumbuhan

sebanyak 7 jenis, diketahui juga di Kota

Sawahlunto terdapat 4 jenis spesies yang

endemik dan Kabupaten Sijunjung sebanyak

2 jenis hewan menyusui dan 2 dari jenis

burung.

Gambar 2.16. Jumlah Spesies Flora dan Fauna Endemik per Kabupaten/Kota

Sumber : Olahan Tabel SD-11B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.2.4. Jumlah Jenis Spesies Flora dan

Fauna yang Terancam per

Kabupaten/Kota

Daerah terbanyak yang memiliki

spesies terancam yaitu Kota Padang dari

jenis mamalia dan jenis aves serta reptilia

dan diikuti Kabupaten Agam, spesies yang

terancam dari golongan mamalia dan reptilia

serta aves .

Gambar 2.17. Jumlah Jenis Spesies Terancam per Kabupaten/Kota

Sumber : Olahan Tabel SD-11C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 46: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-15

2.2.5. Jumlah Jenis Spesies Flora dan

Fauna yang Berlimpah per

Kabupaten / Kota

Untuk jenis spesies yang berlimpah

di Kota Padang terdapat 11 jenis ikan,

sedangkan di Kota Pariaman terdapat 13

jenis. Di Kabupaten Padang Pariaman

diketahui dari jenis burung terdapat 2 jenis,

reptil 1 jenis, amphibi 3 jenis, ikan 3 jenis.

Untuk jelasnya dapat dilihat pada gambar

2.18 berikut.

Gambar 2.18 Jenis Species Flora dan Fauna yang Berlimpah per Kabupaten/Kota

Sumber: Olahan Tabel SD-11D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014 2.2.6. Maskot Flora dan Fauna

Andalas (Morus macroura)

Pohon Andalas (Morus macroura)

masih berkerabat dekat dengan pohon

Murbei (Morus alba) yang biasa digunakan

sebagai pakan ulat sutra (Bombyx mori).

Tanaman yang disebut Himalayan Mulberry

atau Sumatra Mulberry ini dalam bahasa

daerah dikenal dengan Andaleh. Sedangkan

dalam bahasa ilmiah pohon yang menjadi

maskot (flora identitas) Sumatera Barat ini

dinamakan Morus macroura yang

bersinonim dengan Morus laevigata. Latar

belakang ditetapkannya pohon andalas

sebagai flora identitas atau maskot

Sumatera Barat tidak terlepas dari

pemanfaatan kayu andalas sebagai bahan

pembangunan rumah adat di daerah

Minangkabau. Namun semakin lama pohon

ini semakin sulit dan langka bahkan untuk

memperoleh kayunya seringkali memerlukan

perjalanan berhari-hari menuju lokasinya di

hutan. Untuk lebih jelas dilihat pada Gambar

2.19 Buah dan daun pohon Andalas yang

menyerupai Murbei.

Gambar 2.19 Maskot Flora Sumatera Barat

Buah dan daun pohon Andalas yang menyerupai Murbei

Page 47: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-16

Pohon Andalas mempunyai tinggi

sekitar 40 meter dengan diameter batang

mencapai 1 meter. Bentuk daun mirip daun

murbai (Morus alba), seperti jantung namun

permukaan daunnya sedikit kasar karena

berbulu. Bagian tepi daunnya bergerigi.

Tangkai daun maupun cabang andalas juga

berbulu, bulu-bulu tersebut bisa

menyebabkan gatal-gatal pada kulit yang

peka. Buah andalas pun mirip dengan buah

murbai. Buahnya berbentuk majemuk,

menggerombol berwarna hijau jika masih

muda dan menjadi ungu kemerahan bila

telah masak. Buahnya berair dan dapat

dimakan dengan rasa asam-asam manis.

Pohon Andalas (Morus macroura)

tumbuh tersebar mulai dari India, China

bagian selatan, Kamboja, Thailand, dan

Indonesia. Di Indonesia tanaman ini hanya

bisa ditemukan di Sumatera dan Jawa

bagian barat. Habitat pohon andalas

terdapat di hutan dataran tinggi dengan

curah hujan yang cukup banyak pada

ketinggian antara 900-2.500 meter dpl.

Pohon yang ditetapkan sebagai tanaman

khas (flora identitas) Provinsi Sumatera

Barat ini terkenal sebagai kayu yang kuat,.

Oleh karenanya kayu andalas sering

dimanfaatkan sebagai bahan bangunan

untuk rumah baik sebagai tiang, balok

landasan rumah, papan dinding, maupun

lantai. Selain itu kayunya juga kerap kali

dipergunakan untuk pembuatan perabot

rumah tangga. Tanaman ini mulai langka

dan sulit ditemukan. Andalas juga

diabadikan menjadi nama perguruan tinggi

tertua di Sumatera Barat yaitu Universitas

Andalas.

Burung Kuau : Argusianus argus

Karakteristik burung ini sangat

mudah dikenali karena memiliki tubuh yang

indah dan spesifik. Tubuh jantan lebih besar

dari pada betina. Beratnya adalah 11,5 kg

dan panjangnya adalah 2 meter. Umumnya,

berwarna dasar kecoklatan dengan

bundaran kecoklatan. Kulit disekitar kepala

dan leher Kuau jantan berwarna kebiruan.

Bagian belakang jambul betina, ditumbuhi

jambul yang lembut. Warna kaki Kuau betina

kemerahan dan tidak mempunyai taji/susuh.

Suara burung kuau terdengar hingga lebih

dari 1 mil. Habitat burung ini di kawasan

hutan, mulai dari dataran rendah sampai

pada ketinggian sekitar 1.300 meter dpl.

Penyebaran burung ini adalah di Sumatera

dan Kalimantan serta juga terdapat di Asia

Tenggara. Burung ini jarang dijumpai di

hutan sekunder dan bekas tebangan sampai

ketinggian 1.300 meter dpl

Ciri-ciri Burung Kuau :

Tubuh yang cukup besar/berat,

berbentuk indah dan panjang umumnya.

Mempunyai bulu berwarna coklat

kemerahan dan kulit kepala berwarna

biru.

Burung jantan dewasa berukuran sangat

besar, panjangnya dapat mencapai

200cm.

Di atas kepalanya terdapat jambul dan

bulu tengkuk berwarna kehitaman.

Page 48: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-17

Burung jantan dewasa juga memiliki

bulu sayap dan ekor yang sangat

panjang, dihiasi dengan bintik-bintik

besar menyerupai mata serangga atau

oceli.

Burung betina berukuran lebih kecil dari

burung jantan, panjangnya sekitar

75cm, dengan jambul kepala berwarna

kecoklatan.

Bulu ekor dan sayap betina tidak

sepanjang burung jantan, dan hanya

dihiasi dengan sedikit oceli.

Gambar 2.20 Maskot Fauna Sumatera Barat

Burung Kuau (Argusianus argus)

2.3. AIR

Kewenangan pengelolaan sumber

air di Sumatera Barat terdiri dari

kewenangan Pemerintah Pusat (sungai-

sungai lintas provinsi), Pemerintah Provinsi

(sungai-sungai lintas kabupaten/kota) dan

Pemerintah Kabupaten/Kota (sungai-sungai

yang berada dalam wilayah administrasi

kabupaten/kota).

Berdasarkan Lampiran III.1

Keputusan Presiden RI No. 12 Tahun 2012

tentang Penetapan Wilayah Sungai, Provinsi

Sumatera Barat terbagi dalam 8 (delapan)

Wilayah Sungai dengan potensi sumberdaya

air yang cukup besar, yakni mencapai lebih

kurang 50.950 juta m3/tahun (36.393 juta

m3/tahun air permukaan dan 14.557

m3/tahun air tanah).

2.3.1. Kondisi Air

2.3.1.1. Inventarisasi Sungai

Provinsi Sumatera Barat memiliki

606 buah sungai, baik skala besar maupun

kecil, dengan rincian sebagai berikut sungai

lintas provinsi sebanyak 27 sungai, sungai

lintas kabupaten/kota sebanyak 81 sungai

dan sungai parsial kabupaten/kota 498

sungai besar dan kecil.

Sungai lintas provinsi di Sumatera

Barat yang dijadikan sebagai target

pemantauan sungai strategis nasional yaitu

Page 49: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-18

Batang Hari (Provinsi Sumatera Barat–

Jambi), Batang Kampar (Provinsi Sumatera

Barat–Riau), dan Sungai Batang Kuantan

(Provinsi Sumatera Barat–Riau).

Untuk sungai lintas kabupaten/kota

di Sumatera Barat yang dijadikan sebagai

target pemantauan tahun 2014 yaitu Sungai

Batang Agam (melewati Kabupaten Agam,

Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, dan

Kabupaten Lima Puluh Kota), Sungai Batang

Pangian (melewati Kabupaten Sijunjung, dan

Kabupaten Dharmasraya), Sungai Batang

Ombilin (melewati Kabupaten Tanah Datar,

Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung), dan

Sungai Batang Anai (melewati Kabupaten

Tanah Datar, Kota Padang Panjang dan

Kabupaten Padang Pariaman).

Sungai-sungai di Sumatera Barat

memiliki panjang, lebar (permukaan dan

dasar) serta kedalaman yang bervariasi.

Sungai Batang Hari adalah yang terpanjang

di Sumatera Barat. Total panjang Sungai

Batang Hari 775 km, sekitar 583 km berada

di Propinsi Jambi dan 192 km berada di

Provinsi Sumatera Barat (Sumber: Dinas

PSDA Provinsi Sumatera Barat Tahun

2012), melintasi Kabupaten Solok (17 km),

Kabupaten Solok Selatan (89 km), dan

Kabupaten Dharmasraya (60 km).

Lebar permukaan sungai di

Sumatera Barat berkisar antara 1,9 s/d 125

m, dan lebar dasar sungai berkisar antara

1,5 s/d 110 m. Bagian rentang dan hilir

sungai pada umumnya melebar seiring

bersatunya beberapa anak sungai ke sungai

utama. Kedalaman sungai juga bervariasi,

yaitu pada kisaran 0,3 s/d 6 m. Sungai

terlebar adalah Sungai Batang Hari (lebar

permukaan mencapai 125 m). Sungai

dengan kedalaman 6 m adalah Sungai

Batang Talo di Kabupaten Pasaman. Untuk

nilai debit, debit minimum bervariasi antara

0,02 s/d 124,69 m3/detik (Sungai Batang

Hari, Kabupaten Dharmasraya), sedangkan

debit maksimum berkisar antara 0,1 s/d

410,98 m3/detik (Sungai Batang Hari,

Kabupaten Dharmasraya).

Berdasarkan perbandingan rasio

debit Sungai Besar di Sumatera Barat yang

lebih dari 50 m3/dtk, Sungai Batang Lolo di

Kabupaten Dharmasraya memiliki rasio debit

tertinggi yakni sebesar 1.711 m3/dtk, disusul

Sungai Batang Painan sebesar 1.600 m3/dtk

dan Sungai Batang Bayang di Kabupaten

Pesisir Selatan, masing-masing sebesar

1.600 m3/dtk dan 1025,99 m3/dtk.

Perbandingan rasio debit sungai besar di

Sumatera Barat dengan rasio debit besar

dari 50 m3/dtk tahun 2014 dapat dilihat pada

Gambar 2.21 berikut.

Page 50: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-19

Gambar 2.21 Rasio Debit Sungai Besar di Sumatera Barat yang Lebih dari 50 m3/dtk

Sumber: Olahan Tabel SD-12B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Debit sungai di Kota Padang

cenderung berfluktuasi cukup tinggi dengan

rasio tertinggi debit antara musim kemarau

dan musim hujan adalah Batang Latuang

sebesar 742,62 m3/dtk, Batang Limau Manis

sebesar 702,32 m3/dtk, dan Batang Arau

sebesar 128,57 m3/dtk. Sungai lain adalah

Batang Gumanti (107,14 m3/dtk), Batang

Sumani (120 m3/dtk), Batang Lembang (50,7

m3/dtk) yang berada di Kabupaten Solok.

Perbandingan rasio debit maksimum/

minimum Sungai di Provinsi Sumatera Barat

Tahun 2012-2014 menunjukkan bahwa tidak

ada perbedaan yang signifikan debit sungai

dari tahun 2012 sampai dengan 2014.

2.3.1.2 Inventarisasi Danau/Waduk/Situ/

Embung

Provinsi Sumatera Barat

mempunyai 4 (empat) danau besar yaitu

Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau

Diatas dan Danau Dibawah yang tersebar

pada 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten

Agam, Kabupaten Tanah Datar dan

Kabupaten Solok. Danau Singkarak

merupakan danau yang paling luas di

Provinsi Sumatera Barat dengan luas 107.8

Km2, Danau Maninjau dengan luas 97.9

Km2, Danau Diatas dengan luas 12.3 Km2

dan Danau Dibawah dengan luas 11.2 Km2 .

Pemanfaatan Danau dari segi sosial budaya

dan ekonomi terutama untuk domestik,

pariwista, perikanan dan pertanian. Danau

Maninjau dan Danau Singkarak

dimanfaatkan untuk sumber air PLTA.

Page 51: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-20

Tabel 2.3 Danau di Provinsi Sumatera Barat

No Nama Danau Luas (Km2) Dalam Max (M) Kategori Luas Danau

1 Danau Singkarak 107.8 268 Medium

2 Danau Maninjau 97.9 169 Kecil

3 Danau Diatas 12.3 44 Kecil

4 Danau Dibawah 11.2 309 Kecil

Sumber: Olahan Tabel SD-13 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

2.3.1.3. Kualitas Air Sungai

Pembahasan kualitas air difokuskan

pada pemantauan sungai-sungai yang

menjadi kewenangan kabupaten/kota

(sungai tersebut berada di dalam wilayah

administrasi kabupaten/kota tertentu) dan

sungai-sungai lintas kabupaten/kota.

Analisis kualitas air sungai difokuskan pada

parameter yang melebihi baku mutu dengan

membandingkan antara baku mutu dan

lokasi pemantauan. Berdasarkan hasil

analisis laboratorium, ditemukan beberapa

parameter di atas ambang baku mutu

kualitas air sungai. Hal ini disebabkan oleh

pengaruh alami maupun kontribusi dari

berbagai sumber pencemar.

a. Sungai Batang Arau (Kota Padang)

TSS

Untuk parameter TSS yang berada di

atas baku mutu yakni pada titik lokasi

Jembatan Lubuk Begalung By Pass,

Jembatan Aur Duri/Pulau Aie, dan Muaro

(Jembatan Siti Nurbaya).

Gambar 2.22 Parameter TSS Sungai Batang Arau

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

BOD

Untuk parameter BOD yang berada di

atas baku mutu yakni pada lokasi Muaro

(Jembatan Siti Nurbaya). Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.23

berikut.

Page 52: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-21

Gambar 2.23 Parameter BOD Sungai Batang Arau

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

NO2

Nilai parameter NO2 yang berada di

atas baku mutu yakni pada lokasi Jembatan

Aur Duri/Pulau Aie, Jembatan Seberang

Padang dan Muaro (Jembatan Siti Nurbaya).

Gambar 2. 24 Parameter NO2 Sungai Batang Arau, Kota Padang

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Total Phospat

Pengukuran parameter Total Phosphat

berada di atas baku mutu yakni pada semua

titik/lokasi pemantauan terutama lokasi

Jembatan Lubuk Begalung, By Pass Kota

Padang.

Gambar 2.25 Parameter Total Phospat Sungai Batang Arau, Kota Padang

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 53: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-22

Minyak dan Lemak (mg/L)

Nilai parameter minyak dan lemak yang

berada di atas Baku Mutu yakni pada semua

titik/lokasi pemantauan. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat sebagaimana Gambar 2.26

berikut.

Gambar 2.26 Parameter Minyak dan Lemak Sungai Batang Arau, Kota Padang

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

b. Sungai Batang Hari (segmen

Kabupaten Dharmasraya)

TSS

Dari kelima titik lokasi pantau, hanya di

titik Batu Bakawik yang kadar TSS-nya

berada di bawah baku mutu. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.27

berikut.

COD dan NO2

Untuk kelima titik lokasi sampling, nilai

parameter COD dan NO2, semuanya berada

di atas baku mutu terutama pada titik sampel

Teluk Lancang. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 2.28 dan Gambar 2.29.

Gambar 2.27 Parameter TSS Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Page 54: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-23

Gambar 2.28 Parameter COD Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan data Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Gambar 2.29 Parameter NO2 Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Total Posphat

Untuk kelima titik lokasi sampling, nilai

parameter Total Posphat yang di atas baku

mutu adalah pada titik lokasi Teluk Lancang.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 2.30 berikut.

Gambar 2.30 Parameter Total Posphat Sungai Batang Hari

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Untuk parameter E. Coli pada semua

titik dan waktu pemantauan berada di atas

baku mutu, demikian juga untuk parameter

Total Coliform lebih dominan berada di atas

baku mutu dan posisi tertinggi saat

pemantauan pada bulan Maret 2014.

Tingginya hasil analisis laboratorium

pada beberapa parameter uji kualitas air

Page 55: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-24

Sungai Batang Hari, disebabkan adanya

kegiatan sebagai berikut:

Aktifitas PETI (proses amalgamasi dan

kerukan bebatuan untuk mendapatkan

emas).

Masuknya residu pupuk dan pestisida

pada lahan pertanian/perladangan di

sepanjang sempadan Sungai Batang

Hari.

Penambangan galian Golongan C

(sirtukil).

Aktifitas domestik (pemanfaatan MCK) di

DAS Sungai Batang Hari.

Pengaruh sedimen yang terbawa arus

saat musim hujan akibat terjadinya

bukaan lahan.

Pembuangan sampah langsung ke

sungai.

c. Sungai Batang Ulakan

Dari parameter uji yang dipantau, yang

melebihi baku mutu adalah parameter Total

Coliform. Berikut Gambar 2.31 parameter

Total Coliform.

Gambar 2.31 Parameter Total Coliform Sungai Batang Ulakan

Sumber : Olahan Tabel SD-14 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

d. Sungai Batang Agam

Kualitas air Sungai Batang Agam

dianalisis berdasarkan golongan Kelas I dan

Kelas II dari segmen Kabupaten Agam, Kota

Bukittinggi, Kota Payakumbuh dan

Kabupaten Lima Puluh Kota dengan titik

pantau yang ditetapkan oleh Peraturan

Gubernur Sumatera Barat Nomor 40 Tahun

2008 tentang Penetapan Klasifikasi Mutu Air

Sungai Batang Agam, Batang Pangian, dan

Batang Lembang. Parameter yang tercemar

terutama TSS, BOD, COD, Fecal Coliform

dan Total Coliform Periode I (Juli) relatif lebih

jelek dibandingkan periode II (September).

Untuk Sumatera Barat, bulan September

sudah termasuk musim hujan.

TSS

Nilai TSS dari hulu sampai hilir hasil

pemantauannya masih berada di bawah

Baku Mutu, baik Periode I maupun Periode I

Page 56: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-25

terutama pada segmen Kabupaten Lima

Puluh Kota Jorong Bumbung, Nagari Situjuh

Kecamatan Situjuh V Nagari (BA-6) yang

banyak penambangan pasir.

Gambar 2.32 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

BOD

Kandungan BOD melebihi Baku Mutu

baik periode I maupun periode II, kecuali

pada BA 6 berada dibawah baku mutu.

Lokasi Nagari Taluak, Kecamatan

Banuhampu Kabupaten Agam (BA-2)

parameter BOD paling tinggi.

Gambar 2.33 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD

Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

COD

Nilai COD melebihi baku mutu terutama

pada titik pantau Kelurahan Balai Panjang,

Kecamatan Payakumbuh Selatan. Untuk

lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 2.34

berikut.

Page 57: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-26

Gambar 2.34 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Total Phospat

Kandungan Total Phospat untuk peride

I dan periode II fluktuatif naik turun baik dari

hilir, rentang dan hulu. Titik yang melebihi

baku mutu paling tinggi adalah Kelurahan

Aur Tajunkang, Tengah Sawah Kecamatan

Kamang Magek Kota Bukittinggi (BA-3)

Gambar 2.35 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Phospat Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Fecal Coli/E. Coli dan Total Coliform

Seluruh lokasi pemantauan memiliki

kandungan E. Coli berada di atas baku mutu

yang dipersyaratkan untuk kualitas air sungai

Kelas I dan Kelas II. Kandungan E.Coli

paling tinggi adalah di titik pantau Kelurahan

Aur Tajunkang, Tengah Sawah Kecamatan

Kamang Magek Kota Bukittinggi (BA-3).

Pada segmen sungai ini sampah dan limbah

cair RPH memberikan kontribusi terhadap

kandungan E-Coli yang tinggi. Untuk Total

Coli tertinggi pada Kelurahan Ibuh, Kec

Payakumbuh Timur.

Page 58: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-27

Gambar 2.36 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Gambar 2.37 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Agam

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

e. Sungai Batang Ombilin

Sungai Batang Ombilin terbagi atas

segmen Kabupaten Tanah Datar, Kota

Sawahlunto dan Kabupaten Sijunjung.

Gambaran kualitas air sungai didasarkan 7

parameter kunci sebagai berikut.

TSS

Nilai TSS dari hulu sampai hilir hasil

pemantauannya masih berada di bawah

baku mutu, baik periode I maupun periode II,

kecuali pada titik bagian rentang hingga hilir

di segmen Kabupaten Sijunjung dimulai

Jorong Batu Gadang Nagari Lima Koto

Kecamatan Koto Tujuh (BM 7) sampai

dengan Jorong Subarag Ombak, Nagari

Muaro Kecamatan Sijunjung, Kabupaten

Sijunjung (BM 10).

.

Page 59: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-28

Gambar 2.38 Hasil Analisis Laboratorium Parameter TSS Sungai Batang Ombilin

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

BOD

Kandungan BOD sebagian melebihi

baku mutu terutama segmen Kota

Sawahlunto yaitu Jorong Lubuk Pinang,

Nagari Ombilin Kecamatan Talawi (BOM3)

sampai Desa Rantih, Nagari Talawi

Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto.

Gambar 2.39 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Ombilin

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014. COD

Nilai COD hampir semua titik

pemantauan melebihi baku mutu kecuali

segmen hulu (BOM 1 dan BOM 2) pada

periode yang masih berada di bawah baku

mutu.

Gambar 2.40 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Ombilin

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 60: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-29

a. E. Coli dan Total Coliform

Seluruh lokasi pemantauan memiliki

kandungan E. Coli dan Total Coliform berada

di atas Baku Mutu yang dipersyaratkan untuk

kualitas air sungai Kelas I dan Kelas II.

Gambar 2.41 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Ombilin

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Gambar 2.42 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Ombilin

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

b. MBAS/Deterjen

Parameter MBAS/Deterjen untuk

pemantauan periode I pada umumnya

berada di atas baku mutu kecuali BOM3,

BOM4, BOM5, BOM6. Sedangkan pada

pemantauan periode II semua berada di

bawah baku mutu.

Gambar 2.43 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS Sungai Batang Ombilin

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Page 61: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-30

f. Sungai Batang Pangian

Analisis kualitas air Sungai Batang

Pangian difokuskan pada parameter yang

melebihi baku mutu dengan membandingkan

antara dua periode waktu pemantauan.

BOD

Kandungan BOD berfluktuatif naik

turun baik pada periode I maupun pada

periode II.

Gambar 2.44 Hasil Analisis Laboratorium Parameter BOD Sungai Batang Pangian

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

COD

Nilai COD pada umumnya melebihi

baku mutu, kecuali BP1 pada periode I dan II

dan BP Takung pada periode I. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.45

berikut

Gambar 2.45 Hasil Analisis Laboratorium Parameter COD Sungai Batang Pangian

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

E. Coli dan Total Coliform

Seluruh lokasi pemantauan memiliki

kandungan E. Coli dan Total Coliform berada

di atas baku mutu yang dipersyaratkan untuk

kualitas air sungai Kelas I dan Kelas II.

Page 62: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-31

Gambar 2.46 Hasil Analisis Laboratorium Parameter E.Coli Sungai Batang Pangian

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.47 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform

Sungai Batang Pangian

Gambar 2.46. Hasil Analisis Laboratorium Parameter Total Coliform Sungai Batang Pangian

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

MBAS/Deterjen

Parameter MBAS/Deterjen berada di

atas baku mutu untuk semua titik

pemantauan (periode I), sedangkan periode

II memenuhi baku mutu.

Gambar 2.48 Hasil Analisis Laboratorium Parameter MBAS/Deterjen Sungai Batang Pangian

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 63: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-32

g. Sungai Batang Anai

Kegiatan disepanjang aliran sungai

dinominasi oleh kegiatan domestik,

pertanian, wisata alam, galian C dan

kegiatan industri pada bagian hilir sungai

Batang Anai. Hasil pemantauan terdapat

beberapa parameter yang berada di atas

Baku Mutu Kelas II Klasifikasi Mutu Air

Sungai Batang Anai. Adapun parameter

yang berada di atas baku mutu adalah :

Parameter Seng (Zn)

Parameter Seng (Zn) bulan September

di seluruh lokasi pemantauan berada di atas

baku mutu dengan kisaran hasil analisa dari

0,155 s/d 0,183 mg/l sedangkan

pemantauan bulan Mei dan Oktober pada

seluruh lokasi pemantauan telah memenuhi

baku mutu. Bulan Juni pada lokasi rentang

segmen Kabupaten Tanah Datar (BA-3 s/d

BA-6) dengan hasil analisa 0,051 sampai

dengan 0,131 mg/l.

Gambar 2.49 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Seng (Zn) Sungai Batang Anai

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Parameter Fecal Coliform dan Total

Coliform

Parameter Fecal Colifrom pada

bulan Juni di seluruh lokasi pemantauan

berada di atas baku mutu sedangkan pada

bulan Mei dan September hanya lokasi

pemantauan pada hulu lokasi Jembatan

masuk Kota Padang Panjang, Kabupaten

Tanah Datar yang berada di atas baku mutu.

Sementara bulan pemantauan Oktober

seluruh lokasi pemantauan telah memenuhi

Baku Mutu. Parameter Total colifrom pada

bulan Mei, Juni dan Oktober di seluruh lokasi

pemantauan telah memenuhi baku mutu

sedangkan pada bulan September berada di

atas Baku Mutu.

Page 64: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-33

Gambar 2.50 Hasil Analisis Laboratorium Parameter Fecal Coliform dan Total Coliform Sungai Batang Anai

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.3.1.4. Kualitas Air Danau/Situ/ Embung

Pembahasan kualitas air danau

dilakukan dengan membandingkan kualitas

air danau antar lokasi terhadap beberapa

parameter penting serta dibandingkan

dengan peraturan yang berlaku tentang

Baku Mutu Kualitas Air sesuai dengan

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun

2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air. Pembahasan

juga akan dilakukan terhadap analisis

perbandingan kualitas air danau antar waktu.

2.3.1.4.1 Perbandingan Kualitas Air Danau

Antar Lokasi Dengan Baku Mutu

Pemantauan kualitas air pada

masing-masing danau dilakukan pada 4

(empat) titik yang mewakili kondisi danau

secara umum. Berdasarkan hasil analisa

kualitas air danau terhadap 4 (empat)

parameter penting yaitu BOD, COD, DO dan

TSS dapat disimpulkan bahwa secara umum

kualitas air danau di Sumatera Barat

tergolong baik.

Page 65: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-34

Parameter BOD

Dari hasil analisa kualitas air

terhadap Danau Singkarak, Danau Maninjau,

Danau Diatas dan Danau Dibawah, diketahui

bahwa rata-rata nilai BOD pada Danau

Dibawah telah melewati batas baku mutu

yaitu rata-rata 3,19 mg/l. Nilai BOD tertinggi

di Danau Dibawah diperoleh pada titik

Jorong Air Tawar Selatan (3,36 mg/l) diikuti

dengan inlet Jorong Air Tawar Selatan

Nagari Kampung Batu Dalam Kec. Danau

Kembar (3.36 mg/L), lokasi inlet Jorong Batu

Dalam Nagari Kampung Batu Dalam Kec.

Danau Kembar (3 mg/L) dan Jorong Selatan

Nagari Kampung Baru Dalam Kec. Danau

Kembar (2.98 mg/L).

Nilai ambang batas BOD untuk

kepentingan prasarana/sarana rekreasi air,

pembudidayaan ikan air tawar, perikanan

sesuai dengan Baku Mutu Kualitas Air Kelas

2 menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82

Tahun 2001 adalah maksimal 3 mg/l. Untuk

kondisi Danau Dibawah dapat dilihat bahwa

perairan Danau Dibawah memiliki kadar

BOD yang melebihi ambang batas di 2 (dua)

lokasi pemantauan yaitu Jorong Air Tawar

Selatan dan Jorong Kapalo Danau Dibawah,

sehingga lokasi ini kurang mendukung untuk

perikanan.

Sementara itu nilai BOD terendah

diperoleh di Danau Singkarak dengan rata-

rata 1,59 mg/l. Hasil pengukuran BOD

Danau Singkarak pada lokasi inlet muara

Sungai Sumani adalah 1.58 mg/L, outlet

Pasar Ombilin/Dam Weir PLTA 1.23 mg/L,

inlet Sungai Sumpur 1.97 mg/L dan outlet

Intake PLTA Singkarak – Malalo (1.58 mg/L).

Gambar 2.51 Nilai BOD Danau di Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-15 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 66: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-35

Nilai BOD5 dapat digunakan

sebagai petunjuk pengkayaan bahan organik

pada ekosistem perairan, peningkatan nilai

BOD5 menunjukkan peningkatan konsumsi

oksigen oleh mikroorganisme pengurai untuk

dekomposisi bahan organik. Perairan alami

nilai BOD berkisar antara 0,5 - 0,7 mg/L,

perairan dengan nilai BOD mencapai 10

mg/L dianggap telah mengalami

pencemaran. Ambang batas BOD untuk

kepentingan prasarana/sarana rekreasi air,

pembudidayaan ikan air tawar, perikanan

sesuai dengan Baku Mutu Kualitas Air Kelas

2 menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82

Tahun 2001 adalah maksimal 3 mg/l.

Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa kondisi perairan danau

Singkarak masih mendukung untuk

perikanan.

Parameter COD

COD (Chemical Oxygen Demand)

atau kebutuhan oksigen kimiawi

menggambarkan jumlah total oksigen yang

dibutuhkan untuk mengoksidasi secara kimia

bahan organik, baik yang bisa didegradasi

secara biologis maupun yang sulit

didegradasi secara biologis menjadi CO2 dan

H2O. Perairan yang mempunyai nilai COD

tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan

perikanan dan pertanian.

Gambar 2.52 Nilai COD Danau di Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-15 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

Rata-rata nilai COD tertinggi dari 4

(empat) danau yang dianalisa, ditemui pada

Danau Dibawah yaitu 19,99 mg/l, dimana

nilai COD paling tinggi diperoleh pada 3

(tiga) titik yaitu pada inlet Jorong Batu Dalam

Nagari Kampung Batu Dalam Kecamatan

Danau Kembar (21.33 mg/L), Jorong Selatan

Nagari Kampung Baru Dalam Kecamatan

Danau Kembar (21.33 mg/L), dan outlet

Jorong Kapalo Danau Dibawah Nagari

Simpang Tanjung Nan IV Kecamatan Danau

Kembar (21.33 mg/L), sedangkan pada inlet

Jorong Air Tawar Selatan Nagari Kampung

Batu Dalam Kecamatan Danau Kembar

nilainya lebih rendah yaitu 16 mg/L.

Walaupun demikian nilai COD pada Danau

Dibawah ini masih berada dibawah batas

baku mutu berdasarkan kepada Baku Mutu

Kualitas Air Kelas 2 menurut Peraturan

Page 67: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-36

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 adalah

maksimal 25 mg/l.

Nilai rata-rata COD terendah

ditemui di Danau Maninjau dengan rata-rata

nilai 8,22 mg/l. Nilai COD terendah di Danau

Maninjau terdapat pada outlet Nagari

Malintang Kecamatan Tanjung Raya (<5.77

mg/L) dan outlet Nagari Kubu Raya

Kecamatan Tanjung Raya (<5.77 mg/L),

sedangkan pada lokasi inlet Nagari Muko –

Muko Kecamatan Tanjung Raya dan inlet

Pasar Maninjau Kecamatan Tanjung Raya

memiliki nilai yang sama yaitu 10.67 mg/L.

Parameter DO

Kandungan kadar oksigen pada

perairan minimum 2 mg/l, hal ini dapat

mendukung kehidupan organisme perairan

secara normal, namun secara umum

kegiatan perikanan dapat berhasil bila

kandungan oksigen sebaiknya tidak boleh

kurang dari 4 mg/l.

Dari hasil pemantauan kualitas air

danau, nilai rata-rata DO baik pada Danau

Singkarak, Danau Maninjau, Danau Diatas

maupun Danau Dibawah telah memenuhi

batas baku mutu (4 mg/l) yaitu masing-

masing rata-rata bernilai 5,59 mg/l, 6,28

mg/l, 5,32 mg/l dan 4,83 mg/l. Hasil

pemantauan menunjukkan bahwa rata-rata

nilai DO terendah diperoleh di Danau

Dibawah. Hasil pemantauan pada titik

masing-masing lokasi dapat dilihat pada

Gambar 2.53.

Gambar 2.53 Nilai DO Danau di Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-15 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dari 4 (empat) titik pengambilan

sampel di Danau Dibawah nilai DO terendah

ditemui pada outlet Jorong Kapalo Danau

Dibawah Nagari Simpang Tanjung Nan IV

Kecamatan Danau Kembar (4.21 mg/L)

selanjutnya inlet Jorong Batu Dalam Nagari

Kampung Batu Dalam Kecamatan Danau

Kembar (4.90 mg/L), inlet Jorong Air Tawar

Selatan Nagari Kampung Batu Dalam

Kecamatan Danau Kembar (5.05 mg/L) dan

Jorong Selatan Nagari Kampung Baru

Page 68: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-37

Dalam Kecamatan Danau Kembar (5.16

mg/L).

Sementara itu nilai rata-rata DO

tertinggi diperoleh pada Danau Maninjau,

dimana nilai DO paling tinggi diperoleh pada

inlet Pasar Maninjau Kecamatan Tanjung

Raya (6.31 mg/L) diikuti outlet Nagari Kubu

Raya Kecamatan Tanjung Raya (6.30 mg/L),

inlet Nagari Muko – Muko Kecamatan

Tanjung Raya (6.27 mg/L), outlet Nagari

Malintang Kecamatan Tanjung Raya (6.23

mg/L).

Kondisi oksigen terlarut di Danau

Maninjau bervariasi dan berada di atas 6

mg/l dengan kata lain berada diatas

kelayakan kandungan oksigen untuk

perairan. Penurunan dan fluktuasi kadar

oksigen terlarut dalam air disebabkan karena

kenaikan suhu air, respirasi dan dekomposisi

bahan organik. Masuknya limbah organik

yang mudah terurai seperti sisa pakan yang

tidak termakan dan feces ke dalam air

merupakan faktor utama yang menyebabkan

penurunan kadar oksigen terlarut dengan

tajam.

Parameter TSS

Secara umum keempat danau

(Danau Singkarak, Danau Maninjau, Danau

Diatas dan Danau Dibawah) yang dipantau

memiliki nilai TSS yang jauh di bawah baku

mutu (50 mg/l) yaitu berkisar 3 mg/l sampai

37 mg/l. Rata-rata nilai TSS tertinggi

dijumpai pada Danau Singkarak yaitu 14,75

mg/l. Dari 4 titik yang dipantau di Danau

Singkarak, titik muara sungai Sumani

memiliki nilai TSS yang paling tinggi

dibandingkan titik lainnya yaitu 37 mg/l

(Gambar 2.54).

Sementara itu rata-rata nilai TSS

terendah diperoleh di Danau Maninjau yaitu

3,75 mg/l. Nilai TSS terendah di Danau

Maninjau adalah pada titik outlet Nagari

Malintang Kecamatan Tanjung Raya (3

mg/L), diikuti titik inlet Nagari Muko – Muko

Kecamatan Tanjung Raya (4 mg/L), inlet

Pasar Maninjau Kecamatan Tanjung Raya (4

mg/L) dan outlet Nagari Kubu Raya

Kecamatan Tanjung Raya (4 mg/L). Selain

itu, nilai TSS terendah juga ditemui pada titik

Jorong Taluak Kinari Simpang Tanjung Nan

IV – Danau Kembar (3 mg/L).

Gambar 2.54 Nilai TSS Danau di Sumatera Barat tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-15 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 69: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-38

Padatan tersuspensi total (TSS)

sangat tergantung kepada kondisi tempat

pengambilan sampel, ambang batas TSS

untuk kepentingan perikanan Baku Mutu

Kualitas Air Kelas 2 untuk perikanan menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun

2001 adalah sebesar 50 mg/l. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi

perairan keempat danau yang dipantau

tersebut berdasarkan nilai TSS masih

mempunyai toleransi untuk kehidupan ikan.

2.3.1.4.2. Perbandingan antar waktu

Analisis perbandingan antar waktu

dilakukan terhadap 3 (tiga) parameter

penting yaitu BOD, COD dan DO. Di tahun

2014, nilai rata-rata pada ketiga parameter

pada masing-masing danau secara umum

mengalami penurunan nilai masing-masing

sebesar 1,68 mg/l untuk parameter BOD,

5,09 mg/l untuk parameter COD dan 1,79

mg/l untuk parameter DO. Penurunan kadar

COD dan BOD menunjukkan terjadinya

peningkatan kualitas air danau, namun

penurunan nilai DO patut diwaspadai

mengingat DO merupakan oksigen bebas

yang ada pada perairan danau dan sangat

penting untuk keberlangsungan organisme

danau. Perbandingan kualitas air danau

pada masing-masing danau terhadap 3 (tiga)

parameter tersebut dapat dilihat pada

Gambar 2.55.

Penurunan nilai BOD terbesar

terdapat di Danau Diatas yaitu dari 6,82 mg/l

menjadi 2,49 mg/l atau turun sebesar 4,33

mg/l dilanjutkan dengan Danau Singkarak

dengan penurunan sebesar 1,2 mg/l,

sedangkan Danau Maninjau maupun Danau

Dibawah memiliki kadar BOD yang tidak jauh

berbeda dengan tahun sebelumnya (2013)

dengan penurunan masing-masing sebesar

0,88 mg/l dan 0,31 mg/l.

Rata-rata nilai COD pada 3 (tiga)

danau yang dipantau yaitu Danau Singkarak,

Danau Maninjau dan Danau Dibawah

mengalami penurunan kadar COD yaitu

masing-masing rata-rata sebesar 10,19 mg/l,

15,98 mg/l dan 4,14 mg/l. Namun berbeda

halnya dengan kadar COD di Danau Diatas,

dimana nilainya pada tahun 2014 mengalami

peningkatan sebesar 9,94 mg/l dibandingkan

dengan tahun 2013, walaupun demikian

peningkatan kadar COD di Danau Diatas

belum mempengaruhi kualitas air danau

secara signifikan jika dibandingkan dengan

baku mutu, dimana nilainya masih berada di

bawah baku mutu.

Page 70: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-39

Gambar 2.55 Perbandingan Kualitas Air Danau Tahun 2013 - 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-15C Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Penurunan rata-rata nilai DO juga

terjadi pada 3 (tiga) danau yang dipantau

yaitu sebesar 0,54 mg/l untuk Danau

Singkarak, 5,64 mg/l untuk Danau Diatas

dan 1,42 mg/l untuk Danau Dibawah,

sedangkan Danau Maninjau pada tahun

2014 terjadi sedikit peningkatan nilai DO

sebesar 0,42 mg/l jika dibandingkan dengan

kadar DO di tahun 2013.

Terjadinya peningkatan atau

penurunan nilai ketiga parameter pada

masing-masing danau tidak terlepas dari

kandungan bahan-bahan lain yang terlarut di

danau seperti bahan organik, zat-zat hara,

limbah pertanian, limbah industri, limbah

rumah makan atau limbah rumah tangga

yang bersumber dari aktivitas di sekitar

kawasan danau. Disamping itu suhu juga

dapat mempengaruhi nilai-nilai tersebut.

2.3.1.4.3. Perkembangan Jumlah Keramba

Jaring Apung dan Kematian Ikan

di Danau Maninjau

Danau Maninjau masih

dimanfaatkan oleh masyarakat untuk

berbagai kebutuhan seperti sumber air baku

air minum, mandi, dan mencuci (MCK).

Kegiatan pembudidayaan ikan dengan teknik

Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan

sumber limbah yang potensial mencemari

danau. Pemanfaatan lainnya yang sangat

penting adalah fungsi ekonomi sebagai

pembangkit tenaga listrik yang menghasilkan

energi rata-rata tahunan sebesar 205 GWH

dengan nilai Rp 71,8 milyar per tahun dan

fungsi wisata dengan pemandangan alam

yang indah, potensi hayati dengan ikan rinuk

dan pensi. Dengan banyaknya aktifitas yang

dilakukan di Danau Maninjau, dapat

meningkatkan beban pencemaran yang

masuk ke perairan danau.

Page 71: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-40

Gambar 2.56 Keramba jaring apung (KJA) yang berkembang di Danau Maninjau

Semenjak tahun 1997, jumlah

Keramba Jaring Apung di Danau Maninjau

meningkat pesat yaitu dari 2.854 petak

menjadi sekitar 18.000 petak di tahun 2014.

Peningkatan jumlah KJA ini telah

meningkatkan beban pencemaran bagi

perairan Danau Maninjau. Banyaknya jumlah

pakan ikan yang diberikan oleh petani KJA

setiap harinya telah menyumbangkan

sejumlah bahan organik yang dapat

menurunkan kualitas air Danau Maninjau.

Menurut kajian LIPI, dengan memperhatikan

daya dukung dan tampungnya, jumlah

keramba yang dipersyaratkan di Danau

Maninjau hanya berjumlah 6.000 petak

keramba dengan ukuran 5 x 5 m.

Perkembangan jumlah KJA di Danau

Maninjau dari tahun 1997 hingga 2014 lebih

lanjut dapat dilihat pada Gambar 2.57.

Gambar 2.57 Perkembangan Jumlah KJA di Danau Maninjau

Sumber : Olahan Tabel SD-15D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Setiap tahunnya di Danau Maninjau

telah terjadi kematian ikan di KJA. Kematian

ikan ini di samping akibat kejadian alam

yang biasa dikenal oleh penduduk setempat

dengan istilah tubo balerang (racun

belerang), juga disebabkan oleh semakin

memburuknya kualitas air Danau Maninjau.

Banyaknya ikan mati di Danau Maninjau

telah menimbulkan kerugian yang tidak

sedikit bagi para petani KJA. Di tahun 2014

kejadian kematian ikan yang terjadi di bulan

Februari, Maret dan Agustus mencapai 659

ton dengan total kerugian sebesar 11,2

milyar rupiah. Jumlah kematian ikan

Page 72: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-41

terbanyak terjadi di bulan Agustus tepatnya

tanggal 10 Agustus 2014 dengan jumlah ikan

mati mencapai 400 ton dan kerugian

mencapai 7,2 milyar rupiah (Gambar 2. 58).

Gambar 2.58 Kematian Ikan dan KJA di Danau Maninjau

Gambar 2.59 Kematian ikan di Danau Maninjau Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-15E, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pada tahun 2014, kematian ikan di

Danau Maninjau semakin sering terjadi. Hal

ini disebabkan oleh terjadinya penurunan

kualitas lingkungan seperti penurunan

permukaan air danau, pencemaran air,

endapan residu pakan ikan, banjir, longsor,

enceng gondok dan degradasi kawasan

daerah tangkapan air serta kegiatan

budidaya perikanan yang berkembang

(±20.179 unit keramba pada tahun 2012)

sudah melebihi daya dukung lingkungan.

Gambar 2.60 Kandungan Oksigen (DO) Pada Saat Kematian Ikan Di Danau Maninjau

Page 73: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-42

Sumber : www.emost.limnologi.org 2014

Pada tanggal 27 Desember 2014

ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) wilayah

Danau Maninjau mengalami kematian

dengan DO pada kedalaman 10 m turun 3

mg/l ke 2 mg/l. Pada tanggal 29 Desember

2014, di KJA wilayah Bayur dan Maninjau

terjadi kematian ikan di 200 KJA atau sekitar

100 sampai 200 ton. Pada tanggal 30

Desember 2014 kadar DO di Danau

Maninjau mengalami penurunan yang sangat

tinggi sehingga mencapai 0 mg/l. Pada saat

kondisi DO mengalami penurunan sampai

pada posisi 0 mg/l, ikan tidak dapat hidup.

Untuk mengatasi permasalahan

yang tengah terjadi di Danau Maninjau,

Pemerintah Daerah Kabupaten Agam telah

membuat Peraturan Daerah Kabupaten

Agam Nomor 5 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Kelestarian Kawasan Danau

Maninjau, dimana telah ditetapkan peraturan

yang mengatur KJA di Danau Maninjau,

meliputi:

1. Daya dukung dan daya tampung untuk

KJA di kawasan danau mengacu kepada

kemampuan perairan Danau Maninjau

mencerna limbah organik dari kegiatan

perikanan yang setara dengan 1.500

(seribu lima ratus) unit dan/atau 6.000

(enam ribu) petak dengan ukuran 5 x 5

meter persegi per petak keramba.

2. Untuk mencapai angka batasan jumlah

unit KJA sebanyak 1.500 (seribu lima

ratus) unit dan/atau 6.000 (enam ribu)

petak dilakukan upaya pengurangan

secara bertahap dalam jangka waktu

paling lama 10 (sepuluh) tahun, 5 (lima)

tahun pertama mencapai angka 11.760

(sebelas ribu tujuh ratus enam puluh)

petak dan 5 (lima) tahun kedua 6.000

(enam ribu).

Dengan ditetapkannya peraturan

daerah tentang penetapan jumlah keramba

jaring apung di kawasan Danau Maninjau,

diharapkan dapat mengurangi kejadian

kematian ikan yang terjadi tiap tahun di

kawasan Danau Maninjau.

Page 74: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-43

2.3.1.5 Kualitas Air Sumur

Berdasarkan pemantauan kualitas

air sumur di beberapa lokasi titik sampling di

Provinsi Sumatera Barat, yaitu di Kabupaten

Agam (pada lokasi pemukiman penduduk

dan RSIA Rizki Bunda) dan Kabupaten

Dharmasraya (di lokasi Gunung Medan,

Sungai Rumbai, Sungai Dareh, Pulau

Punjung) dari hasil analisis laboratorium,

diperoleh data bahwa dari semua parameter

uji pemantauan, parameter yang terindikasi

berada di atas baku mutu adalah arsen (di

lokasi Sungai Dareh dan Pulau Punjung);

Selenium (di Gunung Medan, Sungai

Rumbai, Sungai Dareh, Pulau Punjung);

Krom (di Sungai Rumbai dan Gunung

Kondisi Danau Maninjau Tahun 2014

Jumlah Ikan yang Mati di Danau Maninjau Tahun 2014

Bulan Januari – Maret 2014 sebesar 221 Ton

Bulan Agustus 2014 sebesar445 Ton

Bulan Desember2014sebesar 350Ton (Lokasi di Bayur, Maninjau

dan Linggai)

Pada tahun 2014, kematian ikan di Danau Maninjau semakin sering

terjadi. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan kualitas

lingkungan seperti penurunan permukaan air danau, pencemaran

air, endapan residu pakan ikan, banjir, longsor, enceng gondok dan

degradasi kawasan perbukitan serta kegiatan budidaya perikanan

yang berkembang (±20.179 unit keramba pada tahun 2012) sudah

melebihi daya dukung lingkungan.

Pada tanggal 27 Desember2014 ikan di Keramba Jaring Apung

(KJA) wilayah Danau Maninjau mengalami kematian dengan DO

pada kedalaman 10 m turun 3 mg/l ke 2 mg/l. Pada tanggal 29

Desember2014, ikan di KJA wilayah Bayur dan Maninjau terdapat

kematian ikan lebih kurang 200 KJA atau sekitar 100 sampai

dengan 200 Ton yang tersebar di dua areal tersebut, tidak di

seluruh KJA. Diduga di dua lokasi tersebut hanya yang memiliki

kepadatan tinggi umur ikan > 3 bulan / siap panen.

Page 75: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-44

Medan), Besi, Timbal, dan Air raksa (di

Gunung Medan, Sungai Rumbai, Sungai

Dareh, Pulau Punjung), Fecal Coli dan Total

Coliform (lokasi pemukiman penduduk dan

RSIA Rizki Bunda), mengacu Peraturan

Menteri Kesehatan No. 416 Tahun 1990

tentang Syarat-syarat dan Pengawasan

Kualitas Air (sumber: olahan data Tabel SD-

16 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera

Barat, 2014).

Dari hasil pemantauan terhadap

kualitas air sumur yang dilakukan oleh

perusahaan antara lain PT. Gersindo Minang

Plantation (3 lokasi sampling), PT.

Agrowiratama (3 lokasi sampling), PT.

Transco Pratama CRF (1 lokasi sampling),

PT. Kilang Lima Gunung (2 lokasi sampling),

menunjukkan bahwa hasil analisis

laboratorium untuk semua parameter yang

diuji masih memenuhi baku mutu yang

dipersyaratkan (berdasarkan Baku Mutu PP

No.82 Th 2001 Kualitas Air, Kelas II),

sumber: olahan data Tabel SD-16A Buku

Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

2.3.1.6. Indek Pencemaran Air ( IPA )

Hasil pemantauan sungai dan

target SPM Bidang Lingkungan Hidup di

Provinsi Sumatera Barat, terdiri dari Sungai

Batang Lembang, Batang Agam, Batang

Pangian, Batang Ombilin, Batang Anai

dalam kondisi status mutu tercemar sedang

s/d berat minimal untuk 5 parameter (Nitrit,

BOD-5, MBAS, E.Coli dan Total Coliform).

Dari lima sungai tersebut,

ditetapkan Sungai Batang Agam sebagai

baseline dan dasar perhitungan pencapaian

target indikator IPA, mengingat bahwa

sungai ini termasuk sungai yang dari

pemantauan setiap tahunnya kualitas airnya

cenderung jelek dan melintasi

kabupaten/kota dengan tingkat kepadatan

usaha/kegiatan/penduduk yang relatif lebih

besar daripada sungai target SPM lainnya.

Pengawasan dan pengendalian

pencemaran yang dilakukan selama tahun

2014 masih bersifat mempertahankan mutu

kualitas air sungai (yang diwakili oleh Sungai

Batang Agam) sesuai dengan target tahun

2014 yaitu berada pada kisaran/range 58 <

IPA < 66.

IPA Sungai Batang Agam adalah

sebesar 47,97 atau 82,70%. Dengan nilai

IPA tersebut Sungai Batang Agam termasuk

dalam IKLH kategori waspada. Parameter

yang mempengaruhi kualitas sungai ini

adalah parameter fecal coliform, total

coliform dengan kategori cemar berat

terutama yang berada pada segmen Kota

Bukittinggi dan beberapa titik di Kabupaten

Agam. Parameter ini mengindikasikan

bahwa pengelolaan limbah domestik di

perkotaan sudah sangat urgen untuk segera

dilakukan. Limbah domestik perkotaan

merupakan gabungan dari limbah rumah

tangga, limbah perhotelan, rumah sakit dan

Rumah Potong Hewan (RPH).

Page 76: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-45

2.3.1.6.1.Perbandingan IPA 5 (Lima)

Sungai Target SPM

Gambar 2.61 di bawah ini

menunjukkan bahwa kondisi sungai di

Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014

secara umum adalah kurang baik dengan

nilai IPA 55,05 (kategori sangat kurang).

Nilai ini dihitung berdasarkan nilai IPA rata-

rata 5 sungai yang dipantau pada tahun

2014. Bila dibandingkan dengan 3 sungai

target SPM lainnya yaitu Batang Pangian,

Batang Lembang dan Batang Ombilin, maka

IPA Sungai Batang Agam bersama-sama

dengan Sungai Batang Anai termasuk

kategori waspada. Kondisi sungai seperti ini

terutama disebabkan oleh pengaruh

parameter total coliform dan fecal coliform.

Gambar 2.61 IPA (Indeks Pencemaran Air) pada 5 (lima) Sungai Target SPM tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-14A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.3.1.6.2. Perbandingan dengan tahun lalu

dan beberapa tahun terakhir

Bila Sungai Batang Agam

dibandingkan kondisinya antara tahun 2014

dengan 4 tahun terakhir, dapat disimpulkan

bahwa kondisi Sungai Batang Agam

cenderung menurun. Kondisi kecenderungan

kualitas Sungai Batang Agam selama 4

tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar

2.62 berikut:

Gambar 2.62 Indeks Pencemaran Air Batang Agam Tahun 2011-2014

Sumber : Olahan Tabel SD-14E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 77: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-46

2.3.2. Kualitas Air Laut

Provinsi Sumatera Barat telah

melakukan evaluasi kualitas air laut dengan

fokus pantai objek wisata dan muara sungai

pada 6 (enam) kabupaten/kota di Sumatera

Barat yaitu Kota Padang, Kota Pariaman,

Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten

Agam, Kabupaten Pasaman Barat dan

Kabupaten Pesisir Selatan.

Hasil pemantauan kualitas air laut

tahun 2014 menunjukkan bahwa secara

umum kualitas air laut dan muara sungai

pada objek pemantauan masih tergolong

baik, namun untuk parameter nitrat, posfat

dan MPN Coliform pada 18 sampel air laut

nilainya diatas baku mutu. Sementara itu

untuk 6 (enam) sampel muara sungai, nilai

parameter yang melewati batas baku mutu

adalah MPN Coliform.

Untuk air laut kandungan nitrat

tertinggi ditemui pada sampel air Pantai

Pasir Jambak dengan nilai 4,27 mg/L dan

terendah di Pelabuhan Panasahan dengan

nilai 0,48 mg/L, sedangkan nilai posfat rata-

rata tidak jauh berbeda pada masing-masing

lokasi dengan nilai tertinggi ditemui pada

sampel air Pantai Gandoriah (50 m) dengan

nilai 0,45 mg/L, disamping itu nilai MPN

Coliform tertinggi juga di temui pada sampel

air Pantai Gandoriah (100 m) yaitu

2.400.000/100 ml. Untuk air muara sungai,

nilai MPN Coliform tertinggi ditemui pada

sampel Muara Batang Arau yaitu

1.600.00/100.

Gambar 2.63 Kandungan Nitrat pada Air Laut di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 78: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-47

Gambar 2.64 Kandungan Posfat pada Air Laut di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.65 Kandungan Coliform pada Air Laut di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD 17, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.66 Kandungan Coliform pada Muara Sungai di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD 17, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 79: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-48

Sementara itu tingginya Coliform

pada lokasi merupakan petunjuk bahwa air

tersebut telah mengalami pencemaran oleh

feses manusia atau hewan berdarah panas.

Hal ini disebabkan karena objek pemantauan

juga dimanfaatkan oleh penduduk setempat

untuk tempat MCK.

Perbandingan kualitas air laut dan

muara sungai lebih lanjut dilakukan terhadap

4 (empat) parameter kunci yaitu TSS, pH,

DO dan BOD.

2.3.2.1. Perbandingan Kualitas Air Antar

Lokasi

1. Pantai Wisata

a. Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Berdasarkan hasil uji laboratorium

terhadap sampel air laut pada 6 (enam)

kabupaten/kota dapat diketahui bahwa nilai

TSS di Pantai Sasak Kabupaten Pasaman

Barat lebih tinggi dibandingkan sampel

lainnya, sementara itu nilai TSS terendah

diperoleh pada sampel Pantai Tiku

Kabupaten Agam.

Gambar 2.67 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter TSS

Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Nilai TSS di Pantai Sasak untuk

jarak pengambilan sampel 50 m dan 100 m

dari pantai adalah 48 mg/L dan 51 mg/L, jika

dibandingkan dengan baku mutu nilai ini

telah melewati batas baku mutu yaitu 20

mg/L, sedangkan untuk pantai lainnya nilai

TSS pada masing-masing lokasi masih

berada dibawah batas baku mutu. Jika

dibandingkan nilai TSS pada jarak 50 m

nilainya tidak jauh berbeda dengan sampel

yang diambil pada jarak 100 m pada masing-

masing lokasi.

b. Derajat Kemasaman (pH)

Nilai pH air laut menunjukkan

kandungan asam dan basa di laut. Nilainya

dipengaruhi oleh temperatur, bahan organik

dan kandungan hara lainnya. Derajat

keasaman (pH) dalam suatu perairan

merupakan salah satu parameter kimia yang

penting dalam memantau kestabilan

Page 80: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-49

perairan. Dari hasil analisa laboratorium

terhadap sampel kualitas air laut pada 6

(enam) kabupaten/kota di Sumatera Barat

diketahui bahwa kisaran pH pada sampel

adalah 6 – 8,2 dengan rata-rata pH sebesar

7,48. Dibandingkan dengan baku mutu untuk

pantai wisata, nilai tersebut telah memenuhi

standar baku mutu yaitu 7 -8,5, namun jika

dilihat per lokasi terdapat lokasi yang pHnya

berada dibawah baku mutu, yaitu Pantai

Sasak, Kabupaten Pasaman Barat.

Pantai Sasak baik pada jarak

pengambilan sampel 50 m maupun 100 m

dari pantai memiliki nilai 6,6 dan 6,4.

Sementara itu untuk Pantai Gandoriah pada

jarak 100 m juga memiliki nilai pH yang

rendah yaitu 6, nilai ini lebih rendah jika

dibandingkan dengan nilai pH yang diperoleh

pada jarak 50 m yaitu 7,2.

Gambar 2.68 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter pH

Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Nilai pH tertinggi diperoleh pada

sampel Pasir Jambak dengan jarak

pengambilan sampel 100 m yaitu 8,2

sedangkan pada jarak 50 m nilainya tidak

jauh berbeda yaitu 8,15. Secara keseluruhan

nilai pH pada masing-masing lokasi baik

pada jarak 50 m maupun 100 m tidak jauh

berbeda.

c. Oksigen Terlarut (DO)

Nilai baku mutu DO air laut untuk

wisata bahari menurut Keputusan Menteri

No 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air

Laut adalah 4. Hasil analisa laboratorium

terhadap sampel air laut yang dipantau

diketahui bahwa nilai DO berkisar 5,16 mg/L

– 8,33 mg/L, dengan rata-rata nilai DO 6,72

mg/L. Nilai DO secara keseluruhan untuk

masing-masing lokasi telah memenuhi baku

mutu. Nilai DO tertinggi diperoleh pada

Pantai Tiram dengan jarak pengambilan

sampel 50 m yaitu 8,33 mg/L sedangkan

nilai terendah di peroleh pada Pantai

Cerocok pada jarak pengambilan sampel 50

m yaitu 5,16. Secara umum nilai DO pada

masing-masing lokasi baik pada jarak 50 m

maupun 100 m tidak jauh berbeda.

Page 81: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-50

Gambar 2.69 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter DO

Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

d. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Berdasarkan hasil analisa

laboratorium terhadap sampel air laut pada 6

(enam) kabupaten/kota di Sumatera Barat

diketahui bahwa nilai BODnya berkisar 1,02

mg/L – 7,8 mg/L dengan rata-rata sebesar

2,47. Nilai ini menunjukkan bahwa kualitas

air laut pada lokasi tergolong baik karena

nilainya berada dibawah baku mutu yaitu 10

mg/L.

Nilai BOD tertinggi diperoleh pada

sampel air laut Pantai Sasak, Kabupaten

Pasaman Barat dengan jarak pengambilan

sampel 50 m dari pantai yaitu 7,8 mg/L,

sedangkan pada jarak 100 m nilainya

mengalami penurunan hingga lebih dari

separuhnya menjadi 3,5 mg/L. Meskipun

demikian, nilai tersebut masih berada di

bawah batas baku mutu.

Gambar 2.70 Perbandingan Kualitas Air Laut Antar Lokasi Untuk Parameter BOD

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 82: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-51

Nilai BOD terendah diperoleh pada

Pantai Pasir Jambak, Padang yaitu sebesar

1,02 mg/L untuk jarak 50 m dari pantai dan

1,14 mg/L untuk jarak 100 m. Nilai BOD

pada masing-masing lokasi untuk jarak 50 m

dari pantai tidak berbeda jauh dengan nilai

yang diperoleh pada jarak 100 m.

2. Muara Sungai

a. Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Nilai TSS pada 6 (enam) muara

sungai di 6 (enam) kabupaten/kota berkisar

3 mg/L–18 mg/L, dengan rata-rata 13,5

mg/L. Nilai tersebut menunjukkan bahwa

kualitas air muara sungai pada lokasi

tergolong baik, karena nilainya berada

dibawah baku mutu yaitu 50 mg/L.

Nilai TSS tertinggi diperoleh pada

Muara Batang Pampan, Kota Pariaman dan

Muara Batang Ulakan di Kabupaten Padang

Pariaman dengan nilai masing-masing 18

mg/L, sedangkan nilai terendah diperoleh

pada muara sungai di Pantai Tiku yaitu 3

mg/L.

Gambar 2.71 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter TSS

Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

b. Derajat Kemasaman (pH)

Berdasarkan hasil pemantauan

terhadap 6 (enam) muara sungai di

Sumatera Barat diperoleh data bahwa nilai

pH pada lokasi berkisar 6 – 7,68 dengan

rata-rata nilai 6,9. Sesuai dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air, nilai tersebut telah

memenuhi batas baku mutu untuk kriteria

kelas II, nilai tersebut telah memenuhi baku

mutu, dengan batas baku mutu 6 – 9. Nilai

pH terendah ditemui pada Muara Batang

Ulakan yaitu dengan nilai 6 sedangkan nilai

pH tertinggi diperoleh pada air Muara Batang

Mandeh dengan nilai 7,68 .

Page 83: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-52

Gambar 2.72 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter pH

Sumber : Olahan Tabel SD- 17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

c. Oksigen Terlarut (DO)

Dari hasil pemantauan kualitas air

pada 6 (enam) muara sungai di Sumatera

Barat dapat diketahui nilai DO pada lokasi

berkisar 4,42 mg/L-7,6 mg/L, dengan rata-

rata 6,17 mg/L. Berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air, nilai tersebut memenuhi

batas baku mutu untuk kriteria kelas II,

dengan nilai 4 mg/L.

Nilai DO tertinggi diperoleh pada

muara Batang Ulakan, Kabupaten Padang

Pariaman yaitu 7,6 mg/L, nilai ini

berdasarkan tingkat pencemaran perairan

termasuk kategori tingkat pencemaran

rendah. Sementara itu nilai DO terendah

diperoleh pada muara Sungai Batang

Mandeh Kabupaten Pesisir Selatan, dengan

nilai DO 4,42 mg/L dan termasuk kategori

tingkat pencemaran sedang.

Gambar 2.73 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter DO

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 84: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-53

d. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Hasil analisa laboratorium untuk

parameter BOD diketahui bahwa nilai BOD

pada keenam muara sungai yang dipantau

berkisar 1,26 mg/L – 6,7 mg/L, dengan rata-

rata 3,12 mg/L. Nilai tersebut telah melewati

batas baku mutu, dimana nilai baku mutu

menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82

tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air

dan Pengendalian Pencemaran Air untuk air

dengan kriteria kelas II adalah 3 mg/L.

Nilai BOD terendah didapati pada

sampel muara sungai di Pantai Tiku

sedangkan nilai tertinggi diperoleh pada

muara sungai di Pantai Sasak.

Gambar 2.74 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Untuk Parameter BOD

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.3.2.2. Perbandingan Kualitas Air Antar

Waktu

1. Pantai Wisata

a. Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Secara umum nilai rata-rata TSS

untuk objek pantai wisata di tahun 2014

mengalami perbaikan yaitu dari rata-rata

83,4 mg/L di tahun 2013 menjadi rata-rata

19,3 mg/L di tahun 2014. Penurunan nilai

TSS tertinggi terdapat di Pantai Gandoriah

Pariaman pada jarak pengambilan sampel

50 m dari pantai, dengan besar penurunan

508 mg/L. Selain itu penurunan nilai TSS

yang cukup signifikan juga terjadi di Pantai

Sasak baik pada jarak 50 m maupun 100 m

dengan besar penurunan masing-masing 67

mg/L dan 60 mg/L.

Sementara itu, juga terjadi kenaikan

nilai TSS pada 2 (dua) lokasi yaitu di Pantai

Muaro Kota Padang dan Pantai Tiram

Kabupaten Padang Pariaman. Kenaikan nilai

TSS tertinggi terdapat di Pantai Tiram pada

jarak 100 m dengan besar kenaikan 9 mg/L.

Namun kenaikan nilai ini tidak menyebabkan

nilai TSS pada lokasi berada diatas baku

mutu ( baku mutu: 20 mg/L).

Page 85: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-54

Gambar 2.75 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

b. Derajat Keasaman (pH)

Dibandingkan dengan data tahun

2013, nilai rata-rata pH pada air laut yang di

pantau di tahun 2014 tidak mengalami

perbedaan yang signifikan, yaitu rata-rata

6,8 di tahun 2013 menjadi 7,2 ditahun 2014.

Namun nilai rata-rata yang diperoleh di tahun

2013 lebih rendah jika dibandingkan dengan

baku mutu.

Dari 5 (lima) pantai yang dipantau

3 (tiga) diantaranya mengalami kenaikan

nilai pH yaitu di Pantai Muaro Padang,

Pantai Cerocok dan Pantai Tiram. Namun

demikian kenaikan nilai tersebut masih

berada pada range baku mutu air laut untuk

wisata bahari yaitu 7 – 8,5.

Di tahun 2014, terdapat 2 (dua)

pantai yang memiliki nilai pH dibawah baku

mutu yaitu Pantai Gandoriah dengan jarak

pengambilan sampel 100 m dan Pantai

Sasak, baik dengan pengambilan sampel

pada jarak 50 m maupun 100 m dari pantai.

Gambar 2.76 Perbandingan Parameter pH Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 86: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-55

c. Oksigen Terlarut (DO)

Penurunan kualitas air akibat

pencemaran dapat dilihat dengan

mengamati beberapa parameter kimia,

seperti oksigen terlarut. Kadar oksigen

terlarut dalam suatu perairan diperlukan oleh

organisme untuk pernafasan dan oksidasi

bahan-bahan organik. Jika dibandingkan

dengan hasil pemantauan tahun sebelumnya

(2013), rata-rata nilai DO pada sampel air

laut yang dipantau mengalami penurunan di

tahun 2014 yaitu dari rata-rata 7,1 mg/L

menjadi 6, 7 mg/L.

Gambar 2.77 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter DO

Sumber : Olahan Tabel SD-17, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Penurunan nilai DO terjadi pada 3

(tiga) pantai yaitu Pantai Muaro Padang,

Pantai Cerocok Painan dan Pantai Sasak

Pasaman Barat. Penurunan nilai DO tertinggi

terjadi di Pantai Cerocok Painan pada jarak

pengambilan sampel 50 m dari pantai,

dengan besar penurunan 3,4 mg/L. Nilai DO

pada masing-masing lokasi tergolong baik,

karena memenuhi baku mutu. Sementara itu

untuk Pantai Tiram dan Pantai Gandoriah

nilai DO di tahun 2014 meningkat dari tahun

2013 yang lalu, dimana kenaikan nilai DO

tertinggi ditemui pada Pantai Gandoriah

dengan jarak pengambilan sampel 50 m dari

pantai yaitu 2,87 mg/L.

d. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Dibandingkan dengan tahun 2013,

rata-rata nilai BOD air laut yang dipantau di

tahun 2014 tidak jauh berbeda yaitu rata-rata

3,25 mg/L di tahun 2013 turun menjadi 3,12

mg/L di tahun 2014. Nilai ini masih berada di

bawah baku mutu air laut untuk wisata

bahari, namun menurut derajat pencemaran

berdasarkan nilai BOD5, nilai tersebut

termasuk tercemar ringan.

Penurunan nilai BOD terbesar

diperoleh pada Pantai Sasak dengan jarak

pengambilan sampel 100 m dari pantai yaitu

3,2 mg/L. Disamping itu di Pantai Sasak juga

terjadi kenaikan nilai BOD dengan jarak

pengambilan sampel 50 m dari pantai yaitu

sebesar 4,3 mg/L.

Page 87: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-56

Gambar 2.78 Perbandingan Kualitas Air Laut Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2. Muara Sungai

a. Zat Padat Tersuspensi (TSS)

Rata-rata nilai TSS pada 4 (empat)

muara sungai yang dipantau tahun 2014

lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-

rata TSS tahun 2013. Nilai rata-rata TSS di

tahun 2014 adalah 15 mg/L, sedangkan di

tahun 2013 sebesar 56,5 mg/L.

Dari 4 (empat) muara sungai, dua

diantaranya mengalami kenaikan nilai TSS

jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang

lalu, yaitu Muara Batang Arau dengan

kenaikan sebesar 7 mg/L dan Muara Batang

Mandeh sebesar 2 mg/L. Sementara itu

pada Muara Batang Pampan dan Muara

Sungai di Pantai Sasak terjadi penurunan

nilai TSS yang signifikan jika dibandingkan

dengan tahun 2013 yang lalu yaitu sebesar

20 mg/L dan 155 mg/L.

Baik di tahun 2013 maupun di tahun

2014, nilai TSS pada 3 (tiga) lokasi yaitu

Muara Batang Arau, Muara Batang Mandeh

dan Muara Batang Pampan masih berada

dibawah baku mutu. Sementara untuk Muara

Sungai di Pantai Sasak pada tahun 2013

nilai TSSnya telah melewati batas baku mutu

yaitu 171 mg/L, namun di tahun 2014

menurun menjadi 16 mg/L.

Gambar 2.79 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter TSS

Sumber : Olahan Tabel SD 17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 88: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-57

b. Derajat Keasaman (pH)

Hasil pemantauan terhadap 4

(empat) muara sungai di tahun 2014 rata-

rata nilai pH mengalami peningkatan dari

6,37 di tahun 2013 menjadi 7,11 di tahun

2014. Perbandingan nilai pH tahun 2013 dan

2014 pada masing-masing lokasi, dapat

dilihat pada Gambar 2.80.

Gambar 2.80 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter pH

Sumber : Olahan Tabel SD-17 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Nilai pH baik di tahun 2013 maupun

di tahun 2014 pada masing-masing lokasi

masih berada pada range baku mutu.

Kenaikan nilai pH terjadi pada keempat

muara sungai yang dipantau, dimana

kenaikan nilai tertinggi ditemui pada muara

Batang Arau yaitu sebesar 1,37. Sementara

itu kenaikan terendah ditemui pada muara

Batang Pampan yaitu sebesar 0,17.

c. Oksigen Terlarut (DO)

Secara umum, dari hasil

pemantauan kualitas air pada 4 (empat)

muara sungai terjadi penurunan nilai rata-

rata DO dari 7,38 mg/L di tahun 2013

menjadi 5,69 mg/L di tahun 2014. Nilai rata-

rata ini menunjukkan bahwa tingkat

pencemaran pada titik sampel tergolong

rendah.

Penurunan nilai DO terjadi pada 3

(tiga) muara sungai yaitu muara Batang

Arau, muara Batang Mandeh dan muara

sungai di Pantai Sasak. Penurunan nilai DO

tertinggi ditemui pada sampel muara Batang

Mandeh sebesar 3,9 mg/L. Sementara itu

pada muara Batang Pampan terjadi

kenaikan nilai DO sebesar 2,8 mg/L jika

dibandingkan dengan nilai DO pada tahun

2013. Nilai DO pada masing-masing sampel

baik tahun 2013 maupun 2014 telah

memenuhi baku mutu.

Page 89: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-58

Gambar 2.81 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter DO

Sumber : Olahan Tabel SD-17, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

d. Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Jika dilihat dari nilai BOD, kualitas

air muara sungai yang dipantau pada tahun

2014 mengalami perbaikan dibandingkan

dengan tahun 2013. Hal ini dapat dilihat dari

nilai rata-rata BOD yang mengalami

penurunan dari 5,85 mg/L di tahun 2013

menjadi 3,62 mg/L di tahun 2014. Namun

demikian kondisi ini patut diwaspadai

mengingat nilai ini telah melewati batas baku

mutu.

Gambar 2.82 Perbandingan Kualitas Air Muara Sungai Tahun 2013 – 2014 Parameter BOD

Sumber : Olahan Tabel SD-17, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Perbandingan hasil pengukuran

BOD pada muara sungai tahun 2013 – 2014.

Penurunan nilai BOD tertinggi ditemui pada

muara Batang Pampan dengan penurunan

sebesar 6,06 mg/L. Sementara itu pada

muara Batang Arau nilai BODnya tidak jauh

berbeda dengan hasil yang diperoleh pada

tahun 2013 yaitu 2,9 mg/L menjadi 2,14

mg/L di tahun 2014.

Nilai BOD tahun 2013 pada keempat

sampel telah melewati batas baku mutu,

sedangkan di tahun 2014 nilai BOD muara

Batang Mandeh dan muara sungai di Pantai

Sasak masih berada di atas baku mutu.

Page 90: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-59

2.4. UDARA

Untuk mengetahui terjadinya

pencemaran udara yang mengakibatkan

turunnya kualitas udara perlu dilakukan

upaya pemantauan kualitas udara secara

berkala dan terus menerus sebagaimana

diamanatkan Peraturan Pemerintah Nomor

41 tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara dan Peraturan Menteri

Lingkungan Hidup Nomor 19 tahun 2008

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan

Daerah Kabupaten/Kota.

Pemantauan kualitas udara ambien

tahun 2014 telah dilaksanakan oleh

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat pada 18

kabupaten/kota, dengan lokasi mewakili

kawasan padat lalu lintas sebanyak 17 (tujuh

belas) titik, mewakili kawasan pemukiman

sebanyak 1 (satu) titik dan mewakili kawasan

industri 1 (satu) titik. Disamping itu juga

dilakukan pemantauan pada kondisi kabut

asap pada 8 (delapan) kabupaten/kota.

Pemantauan dilakukan terhadap 5 (lima)

parameter pada masing-masing titik pantau

yaitu SO₂, NO₂, CO, O₃ dan TSP (untuk

kawasan padat lalu lintas) atau PM₁₀ (untuk

kawasan industri, pemukiman dan kondisi

kabut asap).

Berdasarkan hasil analisa

laboratorium, kondisi udara di Provinsi

Sumatera Barat terutama untuk parameter

SO₂, CO, NO₂ dan O₃ masih tergolong baik

karena hasil analisa laboratorium untuk

masing-masing parameter masih berada di

bawah baku mutu. Namun untuk parameter

TSP dan PM10 pada beberapa lokasi nilainya

telah diatas baku mutu.

Untuk menganalisis isu kualitas

udara ambien di Provinsi Sumatera Barat,

maka digunakan pendekatan analisis

statistik yang menunjukkan kondisi rata-rata

dan kondisi ekstrim (maksimum atau

minimum) serta analisis perbandingan antar

lokasi dan baku mutu. Sementara

kecenderungan perubahan menggunakan

pendekatan analisis perbandingan antar

waktu pada lokasi tertentu.

2.4.1 Kualitas Udara Ambien Menurut

Lokasi serta Perbandingan

Menurut Lokasi dan Baku Mutu

Dari hasil pemantauan kondisi

udara di Provinsi Sumatera Barat terutama

untuk parameter SO₂, CO, NO₂ dan O₃

masih tergolong baik karena hasil analisa

laboratorium untuk masing-masing

parameter masih berada dibawah baku

mutu. Namun untuk titik pantau Terminal

Lubuk Alung Kabupaten Padang Pariaman,

Simpang Lubuk Begalung Kota Padang dan

Lapangan Cindua Mato Kabupaten Tanah

Datar, konsentrasi TSP pada udara telah

melewati batas baku mutu yang ditetapkan

PP No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara yaitu sebesar 387,8

µg/Nm³, 430,72 µg/Nm³ dan 236 µg/Nm³

dengan baku mutu 230 µg/Nm³. Untuk titik

pantau depan UKM Center Kota

Payakumbuh juga mendapat perhatian

Page 91: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-60

karena nilai TSP pada lokasi sudah

mendekati batas baku mutu yaitu sebesar

229 µg/Nm³.

Gambar 2.83 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter TSP

Sumber : Olahan Tabel SD-18 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Tingginya nilai TSP disebabkan

oleh aktivitas kendaraan bermotor yang

padat pada lokasi. Disamping kurangnya

pohon peneduh, Simpang Lubeg Padang

dan Terminal Lubuk Alung merupakan jalur

padat lalu lintas yang ramai dilewati

angkutan dalam kota, angkutan antar kota

dalam provinsi, kendaraan pribadi dan truk-

truk pengangkut, sehingga debu yang

muncul akibat dari aktivitas kendaraan

tersebut berkontribusi besar meningkatkan

nilai TSP pada udara ambien di lokasi. Untuk

Lapangan Cindua Mato Batu Sangkar, selain

aktivitas kendaraan bermotor yang ramai

pada lokasi, tingginya nilai TSP

kemungkinan juga disebabkan oleh imbas

dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi

di provinsi tetangga. Kondisi cuaca yang

kering diduga juga turut memicu tingginya

kadar TSP di udara.

Untuk Parameter PM₁₀, dari dua

lokasi yang dipantau yaitu Siteba dan Ulu

Gadut, keduanya memiliki konsentrasi PM₁₀

yang telah melewati batas baku mutu.

Kondisi ini dimungkinkan karena untuk titik

pantau Siteba, lokasi merupakan jalur yang

dilewati angkutan kota, disamping itu cuaca

yang kering serta masih adanya imbas dari

kabut asap yang dialami saat itu, turut

menyumbangkan PM₁₀ di udara. Sama

Page 92: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-61

halnya dengan titik pantau di ulu Gadut,

selain cuaca yang kering serta imbas kabut

asap, sumbangan PM₁₀ di udara juga

dimungkinkan berasal dari emisi pabrik

semen karena titik pantau terletak dekat

dengan pabrik PT Semen Padang.

Secara umum kadar CO pada

seluruh titik pantau masih berada di bawah

batas baku mutu, nilai tertinggi diperoleh

pada titik Simpang Rumbio Kota Solok yaitu

sebesar 9.600 µg/Nm³ diikuti dengan titik

Terminal Aur Kuning, Bukittinggi sebesar

9.162 µg/Nm³. Hal ini patut mendapat

perhatian karena nilai tersebut hampir

mendekati batas baku mutu yaitu sebesar

10.000 µg/Nm³. Kadar CO terendah terdapat

pada titik Siteba.

Gambar 2.84 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter PM10

Sumber : Olahan Tabel SD-18, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan estimasi, jumlah CO

dari sumber buatan diperkirakan mendekati

60 juta ton per tahun. Separuh dari jumlah

ini berasal dari kendaraan bermotor yang

menggunakan bakan bakar bensin dan

sepertiganya berasal dari sumber tidak

bergerak seperti pembakaran batubara dan

minyak dari industri dan pembakaran

sampah domestik. Didalam laporan WHO

(1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO

diudara perkotaan berasal dari emisi

kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok

juga mengandung CO.

Konsentrasi O₃ (Ozon) pada

masing-masing titik pantau juga masih

berada dibawah batas baku mutu. Nilai O₃

tertinggi ditemui pada titik pantau di Simpang

Padang Luar Kabupaten Agam sebesar 145

µg/Nm³, diikuti oleh Kabupaten Pasaman

Barat dengan nilai 94,59 µg/Nm³, dan titik

pantau depan Lapangan Merdeka, Pariaman

sebesar 68,7 µg/Nm³. Sementara itu

konsentrasi O₃ terendah diperoleh pada titik

pantau Sungai Rumbai, Dharmasraya

dengan nilai 4,74 µg/Nm³.

Page 93: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-62

Gambar 2.85 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter CO

Sumber : Olahan Tabel SD-18 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

O₃ termasuk pencemar sekunder

yang terbentuk dari reaksi NOx dan HC

dengan bantuan sinar matahari. Zat ini

berbahaya di lapisan atmosfer rendah dan

merupakan pembentuk kabut asap yang

berbahaya bagi kesehatan dan menimbulkan

efek panas. Evaluasi tentang dampak ozon

dan oksidan lainnya terhadap kesehatan

yang dilakukan oleh WHO task group

menyatakan pemajanan oksidan fotokimia

pada kadar 200-500 μg/m³ dalam waktu

singkat dapat merusak fungsi paru-paru

anak, meningkatkan frekwensi serangan

asma dan iritasi mata.

Kadar SO2 pada masing-masing titik

pantau masih berada di bawah batas baku

mutu. Kadar SO2 tertinggi diperoleh pada

titik Depan PDAM Painan Kabupaten Pesisir

Selatan dengan nilai 33,29 µg/Nm3 diikuti

dengan titik pantau depan puskesmas Ulu

Gadut, Padang, sedangkan kadar SO2

terendah terdapat pada titik di Sungai

Rumbai, Kabupaten Dharmasraya

Sumber SO2 pada lokasi berasal

dari emisi gas buang kendaraan bermotor

terutama kendaraan dengan minyak solar

sulfur tinggi. Sumber SO2 lainnya juga bisa

berasal dari pembakaran bahan bakar arang,

gas, minyak dan kayu.

Page 94: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-63

Gambar 2.86 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter O3

Sumber : Olahan Tabel SD-18 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.87 Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014 Parameter SO2

Sumber : Olahan Tabel SD-18 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Untuk parameter NO2, nilainya

masih berada di bawah baku mutu, nilai

tertinggi ditemui pada titik pantau di Siteba,

Padang yaitu sebesar 22,94 µg/Nm3, diikuti

dengan titik Lubeg, Padang sebesar 22

µg/Nm3 dan nilai terendah pada titik pantau

Sungai Rumbai, Kabupaten Dharmasraya

dengan nilai 4,38 µg/Nm3 (Gambar 2.86)

2.4.2 Analisis Kualitas Udara Ambien

Perbandingan Antar Lokasi dan

Antar waktu

Parameter PM₁₀

Dibandingkan dengan data tahun

2012 dan 2013, nilai PM10 pada kedua titik

yang dipantau cenderung mengalami

peningkatan dari tahun ketahun. Bahkan

untuk tahun 2014 ini nilai PM10 pada kedua

lokasi telah melewati batas baku mutu.

Page 95: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-64

Gambar 2.88 Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter PM10Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-18D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Nilai PM10 di tahun 2014 mengalami

peningkatan rata-rata sebesar lebih dari dua

kali lipat dibandingkan data dua tahun

terakhir, yaitu dari rata 44,405 µg/Nm3 di

tahun 2012 dan 48,23 µg/Nm3 di tahun 2013

menjadi rata-rata 185,475 µg/Nm3 di tahun

2014.

Parameter Debu (TSP)

Rata-rata konsentrasi TSP udara

ambien Sumatera Barat tidak jauh berbeda

dari tahun 2013 yang lalu dan mengalami

penurunan dari tahun 2012. Untuk nilai TSP

pada tahun 2012 rata-rata sebesar 182,4

µg/Nm3 dan mengalami penurunan pada

tahun 2013 menjadi rata-rata 150,6 µg/Nm3,

sementara untuk tahun 2014 rata-rata

sebesar 150,3 µg/Nm3.

Dari Gambar 2.89 dapat dilihat jelas

untuk titik pantau pada Kota Sawahlunto,

Kab. Pasaman Barat, Kota Padang Panjang,

Kota Pariaman, Kab. Agam dan Kab.

Dharmasraya mengalami penurunan TSP

dari tahun sebelumnya. Namun untuk titik

Simp. Lubuk Begalung Padang, Kab. Pesisir

Selatan, Kota Bukittinggi, Kab. Padang

Pariaman, Kota Payakumbuh dan Kota

Solok terjadi peningkatan TSP jika

dibandingkan dengan tahun 2013 yang lalu.

Penurunan nilai TSP tertinggi terjadi pada

titik di Kota Sawahlunto sebesar 190 µg/Nm3

diikuti dengan titik di Kab. Pasaman Barat

sebesar 155,58 µg/Nm3. Peningkatan nilai

TSP tertinggi terdapat pada titik Terminal

Lubuk Alung, Kab. Padang Pariaman yaitu

sebesar 224,3 µg/Nm3 diikuti dengan titik

Simpang Lubeg Padang dengan kenaikan

sebesar 215,72 µg/Nm3.

Page 96: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-65

Gambar 2.89 Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter TSP Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-18D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Parameter CO

Secara umum dibandingkan tahun

2013, nilai rata-rata CO Sumatera Barat

meningkat sebesar 733,09 µg/Nm3, namun

dibandingkan tahun 2012 rata-rata CO turun

dari 5.239,9 µg/Nm3 menjadi 4.134,9

µg/Nm3.

Dibandingkan tahun 2013, kenaikan

nilai CO tertinggi ditemui pada titik depan

PDAM Painan Kabupaten Pesisir Selatan

yaitu sebesar 6.548 µg/Nm3, diikuti dengan

titik Sungai Rumbai Kab. Dharmasraya dan

depan UKM Center Kota Payakumbuh

masing-masing dengan kenaikan sebesar

4.552 µg/Nm3 dan 3.063,3 µg/Nm3.

Penurunan kadar CO terjadi pada 3

(tiga) titik yaitu Simpang Lubuk Begalung

Padang, Siteba Padang dan Term. Lb. Alung

Padang Pariaman dengan penurunan

masing-masing sebesar 7.726 µg/Nm3,

3.098,5 µg/Nm3 dan 5.278 µg/Nm3.

Gambar 2.90 Perbandingan Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter CO Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-18D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 97: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-66

Parameter O₃

Secara umum, nilai rata-rata O₃

pada beberapa titik pantau di Prov.

Sumatera Barat mengalami penurunan jika

dibandingkan data yang diperoleh pada

tahun 2012 dan 2013. Pada tahun 2012 rata-

rata nilai O3 Sumatera Barat sebesar 68,7

µg/Nm3 dan meningkat menjadi rata-rata

sebesar 76,9 µg/Nm3 di tahun 2013,

kemudian di tahun 2014 kembali turun

menjadi 40,8 µg/Nm3. Hasil pemantauan

kualitas udara ambien parameter O₃

terhadap 14 (empat belas) titik pantau di

Prov. Sumatera Barat menunjukkan bahwa

di tahun 2014 nilai O3 pada 12 (dua belas)

titik pantau cenderung mengalami

penurunan jika dibandingkan dengan data

yang diperoleh tahun 2013.

Penurunan nilai O₃ tertinggi diperoleh di

Padang Panjang yaitu sebesar 92,37

µg/Nm³, diikuti titik di Ulu Gadut Padang dan

Terminal Lb. Alung Kab. Padang Pariaman

dengan nilai kenaikan masing-masing

sebesar 69,35 µg/Nm dan 66,2 µg/Nm³.

Kenaikan nilai O₃ terjadi pada 2

(dua) titik yaitu pada titik pantau di Kab.

Pasaman Barat dan Padang Luar, Kab.

Agam dengan kenaikan masing-masing

sebesar 35,98 µg/Nm³ dan 51,97 µg/Nm³.

Penurunan kadar CO tertinggi

diperoleh pada titik Simpang Kota Padang

Panjang yaitu sebesar 12.577,1 µg/Nm³ dan

menjadikan kandungan CO pada titik ini

yang sebelumnya berada diatas baku mutu

menjadi dibawah batas baku mutu yang

telah ditetapkan. Sementara itu kenaikan

nilai CO terjadi pada titik depan Mesjid Al

Munawarah Siteba Padang, Lapangan

Merdeka Pariaman, Terminal Lubuk Alung

Kabupaten.Padang Pariaman dan Simpang

Padang Luar Kabupaten Agam.

Gambar 2.91 Perbandingan Kualitas Udara Ambien Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Barat Parameter O3 Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-18D Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 98: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-67

Kenaikan tertinggi terjadi pada titik

Terminal Lubuk Alung Kabupaten Padang

Pariaman yaitu sebesar 3.797 µg/Nm³,

namun nilainya masih berada dibawah batas

baku mutu yang telah ditetapkan yaitu

10.000 µg/Nm³ sebagiamana gambar 2.90.

2.4.3 Indeks Kualitas Udara

Untuk tahun 2014, nilai rata-rata

IPU Sumatera Barat sebesar 98,5. Angka ini

menunjukkan bahwa kualitas udara

Sumatera Barat tergolong baik. Nilai IPU

tertinggi diperoleh pada titik Sungai Rumbai,

Kabupaten Dharmasraya sementara

terendah diperoleh pada titik Ulu Gadut

Padang.

Dibandingkan dengan tahun 2013,

tahun 2014 ini terjadi perbaikan kualitas

udara ambien Sumatera Barat, dimana nilai

IPU meningkat dari rata-rata 91,79 menjadi

97,28. Peningkatan nilai IPU tertinggi

diperoleh pada titik depan UKM Center Kota

Payakumbuh yaitu mencapai 31,68 diikuti

dengan titik Simpang Padang Panjang

dengan peningkatan sebesar 18,74.

Sementara itu pada titik Taman Segitiga

Sawahlunto terjadi penurunan nilai IPU yang

tidak signifikan yaitu sebesar 0,21.

Gambar 2.92 Indeks Pencemar Udara Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-18C Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.93 Perbandingan Indeks Pencemar Udara Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-18C Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 99: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-68

2.4.4 Kualitas Udara Ambien Dalam

Kondisi Kabut Asap Dan Analisa

Menurut Indeks Standar

Pencemar Udara (ISPU)

Sumatera Barat di tahun 2014

mengalami 2 (dua) kali kabut asap yaitu

pada bulan Februari hingga Maret 2014 dan

bulan September hingga Oktober 2014.

Hampir seluruh kabupaten/kota di Sumatera

Barat merasakan dampak dari kabut asap

akibat kebakaran hutan dan lahan yang

terjadi di provinsi tetangga.

Untuk periode Februari hingga

Maret 2014, pemantauan kualitas udara

ambien dalam kondisi kabut asap dilakukan

pada 7 (tujuh) kabupaten/kota yaitu Kota

Payakumbuh, Kota Pariaman, Kota Padang

Panjang, Kabupaten Tanah Datar,

Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten

Agam dan Kabupaten Lima Puluh Kota.

Untuk Kabupaten Tanah Datar, Kota

Payakumbuh dan Kota Pariaman, lokasi

pemantauan pada kondisi kabut asap

dilakukan pada lokasi yang sama dengan

pemantauan dalam kondisi normal,

sedangkan untuk Kabupaten Agam,

Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten

Pasaman Barat dan Kota Padang Panjang

lokasi pemantauan disesuaikan dengan

permintaan pemerintah daerah masing-

masing.

Untuk kabut asap yang dialami

pada bulan September hingga Oktober 2014,

pemantauan hanya bisa dilakukan pada 1

(satu) daerah yaitu Kabupaten Dharmasraya

dengan lokasi depan Kantor Bupati

Dharmasraya yang dilaksanakan pada bulan

September. Lokasi ini merupakan lokasi

yang berbeda dengan lokasi pemantauan

pada kondisi normal.

Guna mendapatkan gambaran dan

informasi mengenai kondisi kabut asap di

Sumatera Barat, terutama kondisi di bulan

Oktober 2014, berdasarkan citra satelit

MTSAT-14 pada Stasiun GAW Bukit Koto

Tabang (tgl 15 Oktober 2014) pukul 00.00

UTC (07.00 wib) arah gerakan trayektory

masa udara yang masuk ke wilayah

Sumatera Barat bergerak dari Selatan

hingga Tenggara. Hal ini menyebabkan

kejadian kebakaran hutan dan lahan yang

terjadi di Selatan pulau Sumatera

memberikan dampak kabut asap di

Sumatera Barat.

Dari hasil pemantauan kondisi

kabut asap pada beberapa kabupaten/kota

di Sumatera Barat diketahui bahwa kabut

asap secara umum telah mempengaruhi

kualitas udara ambien terutama untuk

parameter PM10, dimana nilainya telah

mendekati bahkan melewati batas baku

mutu yang ditetapkan.

Berdasarkan Indeks Standar

Pencemar Udara (ISPU) terutama untuk

parameter PM10, kualitas udara di Sumatera

Barat pada kondisi kabut asap berkisar

sedang hingga tidak sehat.

Page 100: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-69

Gambar 2.94 Kualitas Udara Ambien Kondisi Kabut Asap Menurut Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) pada Beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-18B Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.4.5 Kualitas Udara Ambien

Perkotaan

Bapedalda Provinsi melalui

Kegiatan Evaluasi Kualitas Udara Ambien

Perkotaan telah memantau kualitas udara

ambien pada 3 (tiga) titik padat lalu lintas di

Kota Padang yaitu di Jalan S. Parman, Jalan

Agus Salim dan Jalan By Pass. Secara

umum, ketiga ruas jalan memiliki

karakteristik yang hampir sama dengan lebar

jalan antara 7,7 m – 14 m, terdiri dari 2

(dua) jalur tanpa faktor pemisah dan bahu

jalan antara 1m -1,5m. Ketiga jalan dilewati

oleh berbagai jenis kendaraan dan

didominasi oleh jenis kendaraan sepeda

motor. Hasil pengukuran evaluasi kualitas

udara perkotaan tahun 2014 menunjukkan

bahwa dari 8 (delapan) parameter yang

dianalisa yaitu SO2, CO, NO2, O3, HC, PM10

dan TSP, untuk parameter HC (hidrokarbon)

pada masing-masing lokasi nilainya telah

melewati batas baku mutu. Nilai HC tertinggi

ditemui pada Jl. S. Parman sedangkan nilai

HC terendah ditemui di Jl. By Pass.

Disamping itu pada titik Jl. Agus Salim, nilai

untuk parameter O3 dan PM10 juga telah

melewati batas baku mutu yaitu masing-

masing 243,39 µg/Nm3 dan 176,27 µg/Nm3

dengan baku mutu 235 µg/Nm3 dan 150

µg/Nm3.

Sama halnya dengan tahun 2014,

nilai HC di tahun 2013 untuk masing-masing

titik sampel juga telah melewati batas baku

mutu. Nilai rata-rata HC di tahun 2014

Page 101: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-70

mengalami peningkatan yaitu dari 167,7

µg/Nm3 di tahun 2013 menjadi rata-rata

727,73 µg/Nm3.

Sumber HC pada lokasi berasal dari

sarana transportasi, kondisi mesin yang

kurang baik dapat menghasilkan HC. Pada

umumnya pada pagi hari kadar HC di udara

tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore

hari kadar HC akan meningkat dan

kemudian menurun lagi pada malam hari.

Gambar 2.95 Kualitas Udara Ambien Perkotaan Tahun 2013 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD 18-E, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014.

2.5 LAUT, PESISIR DAN PANTAI

Pembangunan wilayah pesisir dan

laut Provinsi Sumatera Barat pada

hakekatnya adalah memanfaatkan

sumberdaya pesisir dan laut secara optimal

dengan memperhatikan keseimbangan dan

kelestarian sumberdaya alam dan

lingkungan dalam meningkatkan

kesejahteraan, memperbaiki taraf hidup

masyarakat khususnya masyarakat pesisir

dan memenuhi kesempatan kerja. Isu

lingkungan kritis pengelolaan wilayah pesisir,

laut dan pantai adalah sebagai berikut:

1. Terjadi kerusakan terumbu karang dan

padang lamun hampir diseluruh wilayah

pesisir laut Sumatera Barat

2. Umumnya tutupan mangrove di

Sumatera Barat relatif kecil, terutama di

Kota Padang.

3. Beberapa parameter kualitas air laut di

atas baku mutu.

Untuk menganalisis isu pengelolaan

wilayah pesisir laut di Provinsi Sumatera

Barat, maka digunakan pendekatan analisis

statistik yang menunjukkan kondisi rata-rata

dan kondisi ekstrim (maksimum atau

minimum) serta analisis perbandingan antar

lokasi dan baku mutu. Sementara

kecendrungan perubahan menggunakan

pendekatan analisis perbandingan antar

waktu pada lokasi tertentu.

Page 102: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-71

2.5.1. Luas Tutupan dan Kondisi

Terumbu Karang

Provinsi Sumatera Barat memiliki

terumbu karang dengan luas tutupan

20.458,64 Ha yang tersebar pada 7 (tujuh)

kabupaten/kota di pesisir laut Sumatera

Barat. Tutupan terumbu karang terluas

terdapat di Kabupaten Kepulauan Mentawai

dengan luas tutupan sebesar 17.589,61 Ha

sementara itu luas tutupan terumbu karang

terkecil ditemui di Kota Pariaman dengan

luas 17,33 Ha dan diikuti dengan Kabupaten

Agam seluas 26,70 Ha.

Dari total luas tutupan terumbu

karang di Sumatera Barat hanya 24 % yang

kondisinya sangat baik sedangkan 32 %

dalam kondisi sedang dan 32 % lagi dalam

kondisi rusak (Gambar 2.97). Dari data yang

ada pada 6 (enam) kabupaten/kota di

Sumatera Barat kecuali di Kabupaten

Kepulauan Mentawai, tutupan terumbu

karang yang paling luas mengalami

kerusakan adalah di Kabupaten Padang

Pariaman yaitu sebesar 91,7 % diikuti

dengan Kabupaten Pesisir Selatan yaitu

seluas 54 %, sementara itu kerusakan

tutupan terumbu karang terkecil ditemui di

Kabupaten Agam yaitu sebesar 0,19%

Gambar 2.96 Luas Tutupan Terumbu Karang Pada Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-19 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.97 Kondisi Tutupan Terumbu Karang di Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-19, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 103: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-72

Gambar 2.98 Perbandingan Lokasi Terluas Kerusakan Terumbu Karang

Sumber : Olahan Tabel SD-19B Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dibandingkan dengan tahun 2013,

kerusakan terumbu karang pada 4 (empat)

kabupaten/kota di Sumatera Barat

mengalami peningkatan yang signifikan dari

163,60 Ha di tahun 2013 menjadi 600,68 Ha

di tahun 2014. Luas area kerusakan terumbu

karang yang terbesar ditemui di Kabupaten

Pesisir Selatan yaitu seluas 610,41 Ha di

tahun 2013 dan meningkat menjadi 2.365 Ha

di tahun 2014.

2.5.2. Luas dan Kerusakan Padang

Lamun

Di wilayah pesisir Sumatera Barat,

Padang Lamun ditemukan pada beberapa

lokasi antara lain di perairan Kota Padang,

Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten

Kepulauan Mentawai dan Kabupaten Pesisir

Selatan, dengan total luas area sebesar

598,85 Ha. Tutupan terluas terdapat di

Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu

452,85 Ha dan tutupan terkecil terdapat di

perairan Kota Padang yaitu seluas 4 Ha,

sementara itu Kota Pariaman dan Kabupaten

Agam tidak memiliki area padang lamun

(Gambar 2.99).

Gambar 2.99 Ekosistem Padang Lamun di Perairan Laut

Page 104: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-73

Kerusakan ekosistem padang

lamun di Sumatera Barat rata-rata mencapai

31,7 % dengan kerusakan tertinggi yaitu di

Kabupaten Pesisir Selatan yaitu sebesar 43

%, sementara kerusakan terkecil terjadi di

perairan Kota Padang yaitu sebesar 19 %

namun demikian dari segi luas kerusakan,

Kabupaten Kepulauan Mentawai memiliki

kerusakan area padang lamun lebih besar

dibandingkan daerah lain yaitu sebesar 33 %

dari 452,85 Ha atau sekitar 149,4 Ha.

Gambar 2.100 Luas Area Padang Lamun

Sumber : Olahan Tabel SD-20A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.101 Perbandingan Lokasi Terluas Kerusakan Padang Lamun

Sumber : Olahan Tabel SD-20 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dibandingkan dengan tahun 2013,

kerusakan padang lamun di tahun 2014

pada 2 (dua) kabupaten/kota di Sumatera

Barat yaitu Kota Padang dan Kabupaten

Pesisir Selatan mengalami penurunan.

Page 105: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-74

Gambar 2.102 Perbandingan Kerusakan Padang Lamun

Sumber : Olahan Tabel SD-20C, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.5.3. Luas dan Kerapatan Tutupan

Mangrove

Hutan mangrove terdapat di

sepanjang garis pantai di kawasan tropis,

dan menjadi pendukung berbagai jasa

ekosistem, termasuk produksi perikanan dan

siklus unsur hara. Tekanan yang berlebihan

terhadap kawasan hutan mangrove untuk

berbagai kepentingan tanpa mengindahkan

kaidah-kaidah pelestarian alam telah

mengakibatkan terjadinya penurunan luas

hutan mangrove yang cukup drastis.

Gambar 2.103 Luas Area Mangrove di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-21, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Luas hutan mangrove di Sumatera

Barat khususnya pada 6 (enam)

kabupaten/kota kecuali Kabupaten

Kepulauan Mentawai sebesar 7.253,9 Ha.

Hutan mangrove terluas ditemui di

Kabupaten Pasaman Barat seluas 6.045,5

Ha dengan persentase tutupan mencapai 70

%, sedangkan Kota Pariaman memiliki lokasi

hutan mangrove terkecil dengan luas 25 Ha

dan kerapatan 1.040 pohon/Ha.

Page 106: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-75

Gambar 2.104 Luas Kerusakan Mangrove di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-21A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.105 Tingkat Kerusakan Mangrove di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-21A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Kerusakan mangrove pada 7 (tujuh)

kabupaten/kota di Sumatera Barat mencapai

36.081 Ha dengan rata-rata tingkat

kerusakan mencapai 57 %. Kerusakan

terluas terdapat di Kabupaten Kepulauan

Mentawai seluas 24.672 Ha dengan tingkat

kerusakan 19 %, sementara luas kerusakan

terkecil terdapat di Kota Pariaman namun

tingkat kerusakan mencapai 79 %.

Dibandingkan dengan tahun 2013,

persentase tingkat kerusakan mangrove di

tahun 2014 mengalami peningkatan dari

rata-rata 45 % menjadi 57 %. Di tahun 2013

tingkat kerusakan tertinggi dijumpai di

Kabupaten Agam yaitu sebesar 68 %

sedangkan di tahun 2014 tingkat kerusakan

tertinggi dijumpai di Kota Pariaman yaitu

sebesar 79 %, sementara itu Kabupaten

Kepulauan Mentawai mengalami tingkat

kerusakan yang lebih rendah dibandingkan

kabupaten/kota lainnya baik di tahun 2013

maupun tahun 2014 yaitu sebesar 19 %.

Kenaikan tingkat kerusakan mangrove

terbesar ditemui di Kota Padang dan Kota

Pariaman yaitu masing-masing naik

mencapai 24 %

Page 107: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-76

Gambar 2.106 Perbandingan Tingkat Kerusakan Mangrove di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SD-21B Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.6. IKLIM

Sumatera Barat berdasarkan letak

geografisnya dilalui oleh garis Khatulistiwa

(garis lintang nol derajat) tepatnya di

Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman.

Karena itu Sumatera Barat mempunyai iklim

tropis dengan rata-rata suhu udara 25,8°C

dan rata-rata kelembaban yang tinggi yaitu

85,8% dengan tekanan udara rata-rata

berkisar 995,4 mb. Ketinggian permukaan

daratan Provinsi Sumatera Barat sangat

bervariasi, sebagian daerahnya berada pada

dataran tinggi kecuali Kabupaten Pesisir

Selatan, Kabupaten Padang Pariaman,

Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman dan

Kota Padang.

Secara umum Sumatera Barat

memiliki curah hujan yang tinggi yaitu rata-

rata 322,6 mm/bulan. Dalam tahun-tahun

terakhir ini, keadaan musim di Sumatera

Barat kadang tidak menentu pada bulan-

bulan yang seharusnya musim kemarau

terjadi hujan atau sebaliknya.

Pada tahun 2014, berdasarkan data

yang diperoleh dari 5 (lima) stasiun iklim di

Sumatera Barat yaitu Stasiun Sicincin,

Stasiun BIM Padang, Stasiun Padang

Panjang, GAW Bukittingi dan Stasiun Teluk

Bayur Padang, musim hujan di Sumatera

Barat jatuh di bulan Oktober dengan curah

hujan rata-rata 569,6 mm dan mencapai

puncaknya di bulan November dengan curah

hujan rata-rata 654,8 mm, sedangkan curah

hujan terendah terjadi di bulan Februari

dengan rata-rata curah hujan 146,2 mm.

Sementara suhu rata-rata di Sumatera Barat

tahun 2014 terpantau rata-rata sekitar

24,88°C, dengan suhu terendah 24,2°C dan

tertinggi 25,7°C. Iklim di Sumatera Barat

akan dibahas lebih lanjut pada sub bab

berikutnya.

Page 108: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-77

Pembahasan dalam penulisan kali

ini terdiri dari analisis statistik yang

menunjukkan kondisi rata-rata dan kondisi

ekstrim (maksimum atau minimum) curah

hujan dan suhu di Prov. Sumatera Barat dan

dengan melakukan analisis perbandingan

antar lokasi. Selain itu juga akan dibahas

dalam catatan khusus tentang peredaran

bahan perusak ozon pada bengkel servis AC

dan peralatan pendingin di Sumatera Barat.

2.6.1 Curah Hujan Rata-Rata Bulanan

Berdasarkan data yang diperoleh

dari 5 (lima) stasiun klimatologi di Sumatera

Barat, rata-rata curah hujan di Sumatera

Barat berkisar 31 mm – 1046 mm, dengan

rata-rata curah hujan terendah diperoleh di

bulan Februari sedangkan curah hujan

tertinggi diperoleh di bulan November. Pada

bulan Februari curah hujan terendah

diperoleh dari Stasiun GAW Bukittinggi yaitu

103 mm sementara itu pada bulan

November curah hujan tertinggi diproleh dari

Stasiun Sicincin yaitu 928 mm.

Rata-rata curah hujan terendah

diperoleh dari Stasiun GAW Bukittinggi yaitu

sebesar 221,17 mm/bulan, dimana curah

hujan terendah diperoleh di bulan Juli

sebesar 31 mm dan tertinggi terjadi di bulan

November yaitu 469 mm. Sementara itu rata-

rata curah hujan tertinggi diperoleh dari

Stasiun Teluk Bayur yaitu 383,33 mm,

dengan curah hujan terendah terjadi di bulan

Februari yaitu 128 mm dan tertinggi di bulan

November yaitu 720 mm.

Perbedaan curah hujan mencolok

diperoleh dari Stasiun Padang Panjang

dimana curah hujan tertinggi terjadi di bulan

Oktober yaitu mencapai 1046 mm,

sedangkan curah hujan terendah terjadi di

bulan Maret yaitu 38 mm. (Gambar 2.102)

secara umum terdapat 2 (dua) puncak

musim hujan di Sumatera Barat pada tahun

2014 yaitu pada bulan April dan November

dengan jumlah hari hujan masing-masing 20

hari dan 26 hari, namun rata-rata curah

hujan di bulan April lebih rendah yaitu 406,4

mm dibandingkan dengan rata-rata curah

hujan di bulan November yaitu 654,8 mm,

sedangkan rata-rata curah hujan terendah

terjadi di bulan Februari yaitu 146,2 mm

dengan jumlah hari hujan 7 hari dan bulan

Juli dengan jumlah hari hujan 8 hari (Gambar

2.107).

Gambar 2.107 Curah Hujan Rata-rata Bulanan Sumatera Barat tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-22, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 109: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-78

Gambar 2.108 Peta Pos Hujan Sumbar

Page 110: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-79

Gambar 2.109 Jumlah Hari Hujan Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-22A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.6.2 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan

Suhu rata-rata bulanan di Provinsi

Sumatera Barat berdasarkan hasil

pengamatan pada 5 (lima) Stasiun

Klimatologi berkisar 22,3°C – 27,5°C,

dengan rata-rata suhu 24,8°C. Suhu rata-

rata bulanan tertinggi Sumatera Barat jatuh

pada bulan Mei yaitu 25,7°C dan terendah

pada bulan November 24,2°C. Suhu rata-

rata bulanan tertinggi berdasarkan

pengamatan pada masing-masing stasiun

klimatologi diperoleh pada Stasiun

Klimatologi Teluk Bayur yaitu 27,5°C dan

terendah pada stasiun GAW Bukittinggi yaitu

22,3°C. Pada Stasiun Teluk Bayur suhu

tertinggi terjadi di bulan Februari dan Maret

yaitu 27,8°C sedangkan suhu terendah pada

bulan Agustus yaitu 26,9°C. Suhu tertinggi

yang terpantau dari stasiun GAW Bukittinggi

terjadi di bulan Mei yaitu 22°C dan terendah

terjadi pada bulan Januari yaitu 21,8°C

(Gambar 2.109).

Gambar 2.110 Suhu Rata-rata Bulanan Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-23 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 111: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-80

Gambar 2.111 Rata-rata Suhu Udara dan Kelembaban Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-23A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan pengamatan dari

Stasiun Klimatologi Sicincin, suhu rata-rata

bulanan berkisar 25,8°C dengan

kelembaban rata-rata 85,28 % dan tekanan

udara rata-rata 995,4 mb. Suhu tertinggi

terjadi pada bulan Agustus yaitu 26,8°C

dengan kelembaban 86,9 % dan tekanan

udara 995,9 mb sedangkan suhu terendah

terjadi di bulan November yaitu 25,2°C

dengan kelembaban 89,5 % yang

merupakan kelembaban tertinggi

dibandingkan bulan lainnya dan tekanan

udara 995,4 mb.

Gambar 2.112 Tekanan Udara Rata-Rata Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-23A, Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Kelembaban terendah terjadi di

bulan Februari yaitu 78,8 % dengan suhu

26,4°C dan tekanan udara 994,4 mb. Jika

disandingkan dengan rata-rata curah hujan

di bulan Februari, dimana pada bulan

tersebut merupakan curah hujan terendah

di tahun 2014.

Page 112: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-81

Kecepatan rata-rata angin di

tahun 2014 berkisar 2,5 knot – 4,8 knot

dengan kecepatan tertinggi berkisar 11,7

knot – 19,5 knot. Arah angin dari bulan

Januari hingga bulan Mei dan Agustus

adalah menuju Timur, dan pada bulan-

bulan selanjutnya arah angin tidak tetap

yaitu ke arah Barat-Selatan pada bulan

Juni dan Oktober, arah Utara-Timur di

bulan Juli dan Desember, arah Barat-Utara

di bulan September dan Selatan-Barat di

bulan Oktober.

Gambar 2.113 Tekanan Udara Rata-Rata Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-23A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.114 Suhu Udara Rata-rata Sumatera Barat Tahun 2013 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-23E Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Suhu rata-rata bulanan Sumatera

Barat di tahun 2014 tidak jauh berbeda

dengan suhu rata-rata tahun 2013 yaitu

24,8°C di tahun 2013 dan 24,7°C di tahun

2014. Baik di tahun 2013 maupun tahun

2014 suhu rata-rata tertinggi terpantau

pada Stasiun Klimatologi Teluk Bayur yaitu

26,9°C di tahun 2013 dan meningkat

menjadi 27,5°C di tahun 2014.

Page 113: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-82

2.6.3 Kualitas Air Hujan

Kualitas air hujan Sumatera Barat

ditinjau dari parameter pH, DHL, SO4, NO3,

NH4, Na, Ca2+, dan Mg2+ menunjukkan

bahwa kualitas air hujan di Sumatera Barat

tergolong baik karena nilainya untuk

masing-masing parameter masih

memenuhi batas baku mutu menurut

Permenkes No. 416/MenKes/Per/IX/1990

tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan

Kualitas Air , kecuali untuk nilai pH di bulan

Januari, April, Oktober dan November yang

nilainya dibawah baku mutu. Nilai pH

terendah terjadi di bulan Oktober dengan

nilai 4,52 dan jika dibandingkan dengan pH

hujan asam, nilai ini telah dapat

dikategorikan hujan asam.

Dibandingkan dengan kualitas air

hujan tahun 2013, kualitas air hujan di

tahun 2014 cenderung mengalami

penurunan nilai untuk 5 (lima) parameter

yaitu pH turun sebesar 0,65, SO4 turun

sebesar 0,01 mg/l, Na turun sebesar 0,08

mg/l, Ca2+ sebesar 0,04 mg/l dan Mg2+

sebesar 0,02 mg/l. Sementara itu untuk

parameter DHL, NO3 dan NH4 mengalami

kenaikan nilai masing-masing sebesar 9,79

mg/l, 0,08 mg/l dan 0,09 mg/, dimana nilai

tersebut masih memenuhi batas baku mutu

Gambar 2.115 Kualitas Air Hujan Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-24 Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 2.116 Kualitas Air Hujan Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-24A Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 114: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-83

2.6.2 Catatan Khusus

Isu penipisan lapisan ozon tidak

terkait secara langsung dengan efek

pemanasan global, namun terdapat

beberapa jenis bahan kimia yang memiliki

kontribusi terhadap keduanya. Salah

satunya adalah penggunaan Bahan

Perusak Ozon (BPO) seperti

Chlorofluorocarbons (CFC) dan

Hydrochlorofluorocarbons (HCFC), dimana

selain berpotensi merusak lapisan ozon,

CFC dan HCFC juga merupakan Gas

Rumah Kaca yang dapat memberikan

kontribusi terhadap terjadinya perubahan

iklim.

Bapedalda Provinsi Sumatera

Barat melalui kegiatan Peningkatan

Program Perlindungan Lapisan Ozon dan

Pengendalian Dampak Perubahan Iklim,

pada tahun 2013 – 2014 telah melakukan

pengawasan/monitoring dan evaluasi

terhadap kegiatan/usaha yang disinyalir

menggunakan Bahan Perusak Ozon pada

50 (lima puluh) bengkel servis peralatan

pendingin di 15 Kabupaten/Kota Provinsi

Sumatera Barat yaitu Kota Bukittinggi, Kab.

Padang Pariaman, Kota Pariaman, Kota

Solok, Kota Payakumbuh, Kab. Sijunjung,

Kota Sawahlunto, Kab. Agam, Kab. Lima

Puluh Kota, Kab. Tanah Datar, Kab. Pesisir

Selatan, Kota Payakumbuh, Kab. Pasaman

Barat , Kab.Pasaman dan Kab. Solok.

Pengawasan BPO tahun 2014

terhadap bengkel servis peralatan

pendingin dan AC lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah total bengkel

yang dipantau di tahun 2013, ini

disebabkan pada tahun 2014 ada

penambahan 7 (tujuh) bengkel di

Kabupaten/Kota yang dilakukan pengujian.

Dari total bengkel servis peralatan

pendingin yang dilakukan di masing-

masing Kabupaten/Kota, dibandingkan

hasil pemantauan tahun sebelumnya

(2012 - 2013), jumlah bengkel yang

menggunakan refrigerant yang sudah

dilarang (R-12) di tahun 2014 ini masih ada

(10 %) dari total bengkel yang dipantau,

yang bila dibandingkan dengan tahun lalu

makin berkurang (25,58%).

Gambar 2.117 Perbandingan Jumlah Bengkel Pengguna Bahan Perusak Ozon (BPO)

Tahun 2013 - 2014

Sumber : Olahan Tabel SD-23C Buku SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 115: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-84

Jumlah bengkel yang

menggunakan refrigerant oplosan pada

tahun 2014 ini mengalami peningkatan dari

0,0 % di tahun 2013 menjadi 14 % di tahun

2014. Jumlah bengkel yang menggunakan

refrigerant ramah lingkungan dan yang

masih diizinkan (R-134a dan R-22) di tahun

2014 mengalami peningkatan dari 74,41 %

di tahun 2013 menjadi 76 % di tahun 2014.

2.7. BENCANA ALAM

Permasalahan di Provinsi

Sumatera Barat dari tahun ketahun tentang

bencana masih belum berubah. Secara

geografis, Provinsi Sumatera Barat terletak

pada garis 00 54’ Lintang Utara sampai

dengan 30 30’ Lintang Selatan serta 980

36’ sampai dengan 1010 53’ Bujur Timur

dengan total luas wilayah sekitar 42.297,30

Km2 atau 4.229.730 Ha termasuk ± 391

pulau besar dan kecil di sekitarnya,

Provinsi Sumatera Barat tidak berbeda

dengan wilayah Provinsi lainnya di

Indonesia, tak terlepas dari peristiwa

bencana alam. Disamping itu patahan-

patahan kerak bumi yang banyak terdapat

di Indonesia juga merupakan potensi yang

dapat menyebabkan terjadinya bencana

alam.. Provinsi Sumatera Barat berada di

antara pertemuan dua lempeng benua

besar (lempeng Eurasia dan lempeng Indo-

Australia) dan patahan (sesar Semangko).

Di dekat pertemuan lempeng terdapat

patahan Mentawai. Ketiganya merupakan

daerah seismik aktif. Menurut catatan ahli

gempa wilayah Sumatera Barat memiliki

siklus 200 tahunan gempa besar yang

pada awal abad ke-21 telah memasuki

masa berulangnya siklus.

Sepanjang tahun 2014 Sumatera

Barat telah mengalami beberapa kali

bencana alam baik banjir, tanah longsor,

angin puting beliung dan kebakaran

hutan/lahan. Isu lingkungan strategi terkait

kebencanaan tahun 2014 dirumuskan

berdasarkan rekaman peristiwa bencana

alam terjadi di Sumatera Barat yaitu:

a Frekwensi kejadian bencana yang

sering terjadi di Sumatera Barat pada

tahun ini adalah banjir, longsor, angin

puting beliung dan kebakaran hutan/

lahan

b Terjadinya peristiwa banjir, longsor,

angin puting beliung dan kebakaran

hutan / lahan tahun 2014 telah

menimbulkan kerugian cukup besar.

c Daerah yang secara rutin mengalami

banjir dan longsor dengan luasan

cukup besar berada pada daerah yang

mengalami kerusakan hutan dan

lahan.

2.7.1. Kondisi Umum

2.7.1.1. Bencana Banjir, Korban dan

Kerugian

Sepanjang tahun 2014 di

Sumatera Barat bencana alam berupa

banjir terjadi di alami oleh 14

kabupaten/kota hal ini terjadi karena pada

tahun ini sudah mulai terjadi kenaikan

intensitas hujan. Total kerugian material

dari kejadian ini mencapai Rp.

16.994.725.000,- dengan total area yang

Page 116: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-85

terendam adalah seluas 99.484,55 Ha.

Dari beberapa kota yang mengalami

bencana banjir di tahun 2014, kota terparah

yakni Kota Solok dengan jumlah kerugian

material mencapai Rp.1.980.000.000.000,-

dengan luas area yang terendam adalah 6

Ha. Sedangkan kota yang paling sedikit

mangalami kerugian akibat bencana banjir

tahun 2014 adalah Kota Padang dengan

kerugian materil sebesar Rp.630.000.000,-

dengan luas area yang terendam sebesar

200.00 Ha. Sedangkan kabupaten yang

tingkat kerugiannya terbesar akibat banjir

yakni Kabupaten Pasaman Barat dengan

total kerugian mencapai Rp.

5.368.650.000,- luas area yang terendam

adalah 9,75 Ha. Kabupaten yang paling

sedikit mengalami kerugian material akibat

banjir adalah Kabupaten Lima Puluh Kota

dengan total kerugian sebesar

Rp.18.025.000 area yang terendam adalah

sebesar 187,5 Ha. Sedangkan 5 (lima)

kabupaten/kota yang tidak mengalami

bencana banjir tahun 2014 yaitu Kota

Bukitinggi, Kota Sawahlunto, Kota

Payakumbuh, Kota Pariaman dan

Kabupaten Tanah Datar.

Dari 14 kabupaten/kota yang

mengalami bencana banjir korban jiwa

mengungsi di 7 (tujuh) kabupaten/kota

dengan jumlah pengungsi keseluruhan

sebanyak 6.357 jiwa dan 5 orang

diantaranya meninggal dunia. Dari 7 (tujuh)

kabupaten/kota ini Kota Solok merupakan

daerah yang tertinggi jumlah korban

mengungsi sebanyak 5.046 jiwa.

Sedangkan korban mengungsi paling

sedikit adalah Kabupaten Solok yakni

sebanyak 22 orang. Perkiraan kerugian,

total area terendam dan jumlah orang yang

mengungsi serta meninggal dunia akibat

banjir lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 2.117 berikut.

Gambar 2.118 Perkiraan Kerugian (Rp) dan Total Area Terendam (Ha) Kabupaten / Kota

Yang Mengalami Bencana Banjir Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel BA-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Page 117: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-86

Gambar 2.119 Jumlah Korban Mengungsi Akibat Banjir di 7 ( tujuh ) Kabupaten / Kota Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel BA-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Gambar 2.120 Jumlah Korban Meninggal Akibat Banjir Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel BA-1, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Perbandingan data dari tahun

2012 sampai tahun 2014, maka tahun 2014

di Propinsi Sumatera Barat terjadi

penurunan jumlah angka kerugian akibat

banjir yakni Rp. 16.994.725.000,- dari

luasan area yang terendam 99.484,55 Ha.

Dibanding dengan yang terjadi pada tahun

2012 dengan tingkat kerugian mencapai

Rp.242.864.110.500,- dan luasan area

yang tergenang 793 Ha. Sedangkan pada

tahun 2013 akibat banjir adalah sebesar

Rp.43.276.520.000,- dengan total luasan

area yang terendam 2.254.25 Ha. Akibat

bencana banjir tahun 2012-2014 ini terjadi

penurunan kerugian material yang sangat

signifikan namun terjadi kenaikan yang

sangat signifikan pada total luasan area

yang tergenang akibat banjir menurun dari

793 Ha menjadi 99.484,55 Ha. Bencana

banjir yang terjadi di Sumatera Barat dalam

kurun waktu 3 tahun (2012 - 2014), pada

tahun 2012 mengalami penurunan jumlah

terjadi di 10 (sepuluh) kabupaten/kota,

pada tahun 2013 jumlahnya mengalami

peningkatan yakni 12 kabupaten/kota,

tahun 2014 mengalami peningkatan

menjadi jumlahnya 14 kabupaten/kota,

dibanding dengan yang terjadi pada tahun

2014 dan tahun 2012 total kerugian

mengalami penurunan yang cukup

signifikan tahun ini. Disamping itu

peningkatan luas lahan dengan total area

Page 118: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-87

terendam dalam kurun waktu 3 tahun pada

tahun 2014 mengalami kenaikan yang

disebabkan oleh kondisi tanah sebagai

penyimpan air telah mengalami degradasi.

Perbandingan luas area yang terendam

dan jumlah kerugian tahun 2012 sampai

tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar

.2.121 berikut.

Gambar 2.121 Perbandingan Total Luas Area Terendam dan Total Kerugian Akibat Banjir di Sumatera Barat Tahun 2012 - 2014

Sumber : Olahan Tabel BA-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Apabila dibandingkan tingkat

kerugian antara wilayah perkotaan dan

wilayah kabupaten, beberapa wilayah di

Sumatera Barat mengalami perbedaan

yang cukup mencolok yang terjadi pada

Kota Padang sebagai kawasan perkotaan

akibat banjir yang terjadi tahun 2012

sampai tahun 2014, Kota Padang sering

terjadi bencana banjir dalam tiga tahun

terakhir area yang terluas terendam banjir

yakni pada tahun 2012 dengan tingkat

kerugian mencapai Rp.231.375.000.000,-

dari total luasan area yang tergenang

341.00 Ha, dibandingkan tahun 2013

dengan jumlah angka kerugian akibat banjir

yang dialami sebesar Rp.525.000.000,-

dengan luas area yang terendam sebesar

52 Ha. Hal ini terjadi penurunan angka

kerugian dan luasan area terendam banjir,

pada tahun 2014 wilayah ini mengalami

bencana banjir yakni tingkat kerugiannya

Rp. 630.000.000,- dari luas area yang

terendam 200.00 Ha, terjadi penurunan

yang sangat signifikan dari tingkat

kerugian yang dialami, sedangkan pada

tahun 2014 ini untuk daerah kabupaten

yang tertinggi angka kerugiannya yakni

Kabupaten Pasaman Barat. Apabila

dibandingkan pada tahun 2012 sampai

tahun 2014 untuk tahun ini mengalami

penurunan angka kerugian dibandingkan

pada tahun 2012 dan 2013

yakni sebesar Rp.6.896.250.000,- menjadi

Rp. 5.368.650.000,- taksiran nilai ekonomi

kerugian sebagai dampak dari bencana

banjir, lebih jelasnya dilihat pada Gambar

2.122.

Page 119: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-88

Gambar 2.122 Perbandingan Total Luas Area Terendam dan Total Kerugian Akibat Banjir 19 Kabupaten/Kota

Sumber : Olahan Tabel BA-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Pada tahun 2013, jumlah korban

mengungsi akibat bencana banjir dengan

total 1.057 orang pada 6 (enam) kabupaten

/ kota Kota Solok, Kabupaten Padang

Pariaman, Kabupaten Tanah Datar,

Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok,

dan Kabupaten Limapuluh Kota, jumlah

korban mengungsi terbanyak akibat banjir

di wilayah Propinsi Sumatera Barat adalah

Kabupaten Limapuluh Kota dengan jumlah

710 orang sedangkan korban mengungsi

sedikit yakni di Kabupaten Padang

Pariaman dengan jumlah 2 orang sebagai

dampak yang ditimbulkan akibat banjir

namun jumlah korban jiwa ini dapat

ditekan sehingga tidak ada korban jiwa

sedangkan 2 (dua) Kabupaten yakni

Kabupaten Tanah Datar terdapat 4 orang

meninggal dunia dan Kabupaten Limapuluh

Kota yang mengakibatkan 2 (dua) orang

meninggal dunia. Pada tahun 2014 jumlah

korban mengungsi akibat bencana banjir

jumlah 6.357 orang mengalami

peningkatan korban mengungsi akibat dari

bencana banjir yakni menjadi 7 ( tujuh )

kabupaten/kota yaitu Kota Solok,

Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten

Pesisir Selatan, Kabupaten Solok,

Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten

Pasaman dan Kabupaten Limapuluh Kota,

dengan jumlah korban mengungsi yang

paling tinggi terjadi di Kota Solok yaitu

5.046 orang dan angka korban mengungsi

paling sedikit di Kabupaten Dharmasraya

sebanyak 22 orang. Korban meninggal

dunia selama tahun 2014 terdapat di

wilayah Kabupaten Padang Pariaman yakni

4 (empat ) orang meninggal dunia, dan

Kabupaten Limapuluh Kota dengan

1 (satu) orang namun kabupaten /kota

yang lain, korban jiwa dapat ditekan dari

bencana banjir sehingga tidak ada korban

jiwa tahun ini walaupun mengalami

peningkatan jumlah korban mengungsi dari

1.057 orang menjadi 6.357 orang dengan

korban meninggal dunia menurun dari 6

korban jiwa menjadi 5 orang untuk lebih

jelasnya dapat dilihat perbandingan jumlah

korban bencana banjir tahun 2013 – 2014

seperti gambar 2.123.

Page 120: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-89

Gambar 2.123 Perbandingan Jumlah Korban mengungsi dan Korban Meninggal Akibat Bencana Banjir Tahun 2013 - 2014

Sumber : Olahan Tabel BA-1B, Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Peristiwa kejadian bencana alam

di kawasan pantai dalam kurun waktu

hingga sampai tahun 2014 terjadi di 5

(lima) kabupaten/kota yakni Kota

Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan,

Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten

Agam dan Kabupaten Padang Pariaman.

Kota Pariaman pada tahun 2007 dengan

peristiwa bencana abrasi pantai akibat

kerugian material yang ditimbulkan sebesar

Rp.15.000.000, tahun 2009 terjadi gempa

dengan kerugian material yang ditimbulkan

sebesar Rp.1.125.000.000, dan tahun

2012 terjadi banjir / ROB akibat kerugian

material yang ditimbulkan sebesar

Rp.128.400.000 akibat dampak dari

peristiwa ini, tahun 2008 Kabupaten Pesisir

Selatan terjadi bencana abrasi pantai

dengan dampak ini total kerugian material

sebesar Rp. 760.000, tahun 2009 terjadi

gempa tektonik dengan kerugian materail

sebesar Rp.150.000.000, sedangkan

tahun 2010 terjadi bencana tsunami dan

tahun 2011 terjadi banjir / ROB akibat

kerugian material yang ditimbulkan sebesar

Rp. 310.000. Kabupaten Pasaman Barat

terjadi bencana alam yakni abrasi pantai

pada tahun 2012, di tahun 2007 Kabupaten

Agam terjadi abrasi pantai dan Kabupaten

Padang Pariaman dari tahun 2006 – 2010

terjadi 5 ( lima ) peristiwa bencana alam

yakni abrasi pantai, gelombang pasang,

banjir/ROB, gempa vulkanik dan gempa

tektonik, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar 2.124.

Gambar 2.124 Kejadian Bencana Alam Di Kawasan Pantai Sumatera Barat

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sumatera Barat,2014

Page 121: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-90

Untuk kejadian bencana ini, pada

tahun 2014 terjadi pada 12 Kabupaten/

Kota di Sumatera Barat dengan Frekuensi

bencana banjir dan longsor ini yang paling

sering terjadi yakni di Kota Solok sebanyak

20 kali, karena Kota Solok yang

mempunyai topografi dengan kemiringan

yang cukup tinggi sehingga daerah ini

rentan dengan terjadinya bencana.

Selanjutnya Kota Payakumbuh sebanyak

14 kali, Kota Padang sebanyak 3 (tiga) kali,

Kabupaten Padang Pariaman sebanyak 6

(enam) kali, Kabupaten Tanah Datar

sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten Solok

Selatan sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten

Solok sebanyak 1 (satu) kali, sedangkan di

Kabupaten Pesisir Selatan sering terjadi

bencana banjir dan tanah longsor yakni

sebanyak 16 kali, Kabupaten Pasaman

Barat sebanyak 1 (satu) kali, Kabupaten

Pasaman sebanyak 2 (dua) kali,

Kabupaten Kepulauan Mentawai sebanyak

8 (delapan) kali dan di Kabupaten Agam

sebanyak 7 (tujuh) kali kejadian banjir dan

longsor sedangkan 7 (tujuh) Kabupaten/

Kota lain yang tidak ada terjadi bencana

banjir dan tanah longsor ini yakni Kota

Pariaman, Kota Sawahlunto, Kota

Bukitinggi, Kota Padang Panjang,

Kabupaten Sijunjung, Kabupaten

Dharmasraya, dan Kabupaten Lima Puluh

Kota untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 2.125 dibawah ini.

Gambar 2.125 Frekuensi Bencana Banjir Dan Longsor

Sumber : Olahan Tabel BA-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

2.7.1.2. Bencana Kekeringan, Luas, dan

Kerugian

Sepanjang tahun 2014 tidak

terjadi bencana kekeringan dalam kurun

waktu 1 tahun, tahun 2013 tidak ada terjadi

bencana kekeringan hal ini juga

mengindikasikan telah terjadinya

peningkatan dalam hal pengelolaan

sumberdaya air di lahan pertanian, seperti

peningkatan fungsi irigasi teknis dan fungsi

penyimpan cadangan air tanah di area

pertanian sawah dan menjaga hutan

sebagai daerah tangkapan air dan

kawasan yang berfungsi sebagai daerah

Page 122: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-91

penyimpanan cadangan air sehingga

apabila terjadi bencana kekeringan maka

dampak kerugian yang ditimbulkan dapat

diminimalisir, dampaknya terhadap gagal

panen disamping itu didukung oleh kondisi

cuaca dan perubahan iklim yang cukup

bersahabat.

2.7.1.3. Bencana Kebakaran Hutan /

Lahan, Luas, dan Kerugian

Peristiwa kebakaran hutan / lahan

sepanjang tahun 2014 dengan total

material yang ditimbulkan sebesar

Rp.1.054.000.000,- dengan luasan area

hutan/lahan terbakar seluas 59.2385,66 Ha

di 10 ( sepuluh ) kabupaten/kota yaitu Kota

Payakumbuh, Kota Solok, Kabupaten

Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir

Selatan, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten

Solok, Kabupaten Dharmasraya,

Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten

Agam dan Kabupaten Limapuluh Kota.

Wilayah kota yang terluas yang mengalami

kebakaran hutan yakni Kota Payakumbuh

dengan total luas 38.00 Ha tetapi tidak

menimbulkan kerugian material, sedangkan

kota yang sedikit luas areanya seluas 5.00

Ha dengan kerugian material yang

ditimbulkan sebesar Rp. 20.000.000,- yaitu

Kota Solok. Kabupaten yang terluas

mengalami kebakaran hutan adalah

Kabupaten Kepulauan Mentawai yakni

seluas 592.095,66 Ha tetapi tidak

menimbulkan kerugian material (data ini

merupakan pertimbangan peringkat resiko)

Kabupaten yang sedikit luasan areanya

terjadi kebakaran hutan ini yaitu Kabupaten

Pesisir Selatan dengan luas area sebesar

4,50 Ha dengan total material yang

ditimbulkannya sebesar Rp. 150.000.000,-

sedangkan kerugian material meningkat

pada Kabupaten Agam yakni sebesar Rp.

400.000.000,- dengan seluas area

terendam sebesar 40.00 Ha.

Gambar 2.126 Perkiraan Kerugian danLuas Hutan/Lahan terbakar Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel BA-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Page 123: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-92

Peristiwa kebakaran hutan/lahan

sepanjang tahun 2011 sampai tahun 2014

daerah yang mengalami peningkatan dan

penurunan dari tahun ketahun, dengan luas

area kebakaran hutan sepanjang tahun

2011 seluas 974,65 Ha sebanyak 8

(delapan) kabupaten/kota, tahun 2012 Luas

areal kebakaran hutan/lahan seluas 1.002

Ha sebanyak 6 (enam) kabupaten/kota,

pada tahun 2013 sebanyak 11

Kabupaten/Kota mengalami kebakaran

hutan/lahan seluas 2.288,50 Ha,

sedangkan untuk tahun 2014 luasan area

kebakaran hutan seluas 182 Ha sebanyak

7 (tujuh) kabupaten/kota, kabupaten/kota

ini yang rutin mengalami kerugian

sepanjang 3 tahun terakhir yakni Kota

Solok, Kabupaten Pesisir Selatan,

Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok,

Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten

Agam dan Kabupaten Lima Puluh Kota.

Sepanjang tahun 2011–2014, terlihat

bahwa terjadi peningkatan luas area yang

mengalami kebakaran hutan/lahan terbakar

terjadi pada tahun 2012 dan 2013, dan

pada tahun 2014 ini mengalami penurunan

yang sangat signifikan.

Gambar 2.127 Perbandingan Perkiraan Luas Hutan / Lahan terbakar ( Ha )

Tahun 2011 - 2014

Sumber : Olahan Tabel BA-3A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Berdasarkan data pada Tabel BA-3B Buku

Data SLHD Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014 jumlah hotspot pada kejadian

kebakaran hutan tahun 2014 sejumlah 280

titik api, jumlah titk api ini menurun tajam

jika dibandingkan pada tahun 2012 yakni

sejumlah 686 titik api. Timbulnya jumlah

hotspot penyebab adanya konversi

kawasan gambut menjadi kawasan

perkebunan sawit, maka genangan air

yang harusnya di lahan gambut, menjadi

kering memungkinkan terjadi kesengajaan

karena membuka lahan dengan membakar

akan lebih murah atau menyuburkan tanah,

irit pupuk sehingga rentan terjadi

kebakaran. Kebakaran bukan alam yang

menjadi faktor utama tetapi kesalahan

kebijakan dan praktik manusia itu sendiri.

Sepanjang tahun 2011 sampai 2014

mengalami peningkatan dan penurunan

jumlah titik hotspot. Pada tahun 2011

sejumlah 545 titik api terjadi sebanyak 13

Page 124: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-93

kabupaten/kota, kabupaten yang terbanyak

jumlah hotspot yakni Kabupaten Pesisir

Selatan sebanyak 124 titik api sedangkan

kabupaten dengan jumlah yang terkecil di

Kabupaten Padang Pariaman sebanyak 2

titik api, diwilayah kota yakni pada Kota

Sawahlunto sebanyak 10 titik api, jumlah

titik hotspot pada tahun 2012 sejumlah 686

titik api terjadi di 15 kabupaten/kota,

Kabupaten yang terbanyak yakni

Kabupaten Dharmasraya sebanyak 217

titik api, sedangkan kabupaten dengan

jumlah tterkecil yakni Kabupaten Padang

Pariaman sejumlah 2 titik api, di wilayah

kota hotspot melanda Kota Sawahlunto ,

Kota Padang dan Kota Bukittinggi. Pada

tahun 2013 jumlah titik hotspot sebanyak

460 titik api terjadi di 15 kabupaten/kota,

Kabupaten yang terbanyak jumlah hotspot

masih sama yakni Kabupaten

Dharmasraya sebanyak 113 titik api,

kabupaten dengan jumlah terkecil yakni

Kabupaten Padang Pariaman sejumlah 1

titik api, dan di wilayah kota terjadi di Kota

Payakumbuh, Kota Sawahlunto, dan Kota

Solok. Tahun 2014 jumlah titik hotspot

sebanyak 280 titik api terjadi di 13

kabupaten/kota yang agak menurun

dibandingkan pada tahun 2012 dan 2013,

kabupaten yang terbanyak jumlah hotspot

masih sama yakni Kabupaten

Dharmasraya sebanyak 82 titik api.

Selama 4 (empat) tahun terakhir

Kabupaten Dharmasraya rutin

menimbulkan jumlah titik hotspot namun

untuk tahun 2014 ini mengalami penurunan

yang agak signifikan, dengan jumlah

terkecil yakni Kabupaten Tanah Datar

sejumlah 3 titik api untuk wilayah kota di

Kota Sawahlunto sebanyak 3 titik api dan

Kota Bukittinggi sejumlah 1 titik api untuk

lebih jelasnya bisa dilihat pada Gambar

2.128 berikut

Gambar 2.128 Jumlah Hotspot Kebakaran Hutan di Sumatera Barat Tahun 2011 - 2014

Sumber : Olahan Tabel BA-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Page 125: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-94

Data tahun 2011 sampai 2014 ,

tentang bencana kebakaran hutan di

Provinsi Sumatera Barat, daerah-daerah

yang sering terjadi bencana kebakaran

hutan adalah Kabupaten Lima Puluh Kota,

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok,

dan Kabupaten Pesisir Selatan. Selama

tahun 2011 dengan 10 kali terjadi

bencana kebakaran hutan, pada tahun

2012 kejadian bencana kebakaran hutan

ini pada 3 (tiga) Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat dengan frekuensi bencana

kebakaran hutan paling sering terjadi yakni

di Kabupaten Lima Puluh Kota, Kabupaten

Dharmasraya, dan Kota Padang yakni

sebanyak 4 (empat ) kali, sedangkan pada

tahun 2013 frekuensi bencana kebakaran

hutan sebanyak 1 (satu) kali yaitu di

Kabupaten Agam sedangkan tahun 2014

frekuensi bencana kebakaran hutan

sebanyak 5 (lima) kali di Kabupaten

Pasaman Barat ,Kabupaten Dharmasraya,

Kabupaten Pasaman dan Kota Padang.

Gambar 2.129 Frekuensi Bencana Kebakaran Hutan Pada Tahun 2011 - 2014

Sumber : Badan Peanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat, 2014

2.7.1.4. Bencana Tanah Longsor,

Korban dan Kerugian

Tahun 2014 akibat bencana alam

tanah longsor dan gempa bumi tercatat 3

(tiga) orang meninggal dunia dan total

kerugiannya mencapai Rp. 1.197.000.000,

terdapat 5 (lima) lokasi yang mengalami

bencana tanah longsor, yakni Kota

Sawahlunto, Kabupaten Padang Pariaman,

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pesisir

Selatan, Kabupaten Pasaman Barat dan

Kabupaten Solok Selatan yang mengalami

gempa bumi dengan kerugian finansial

sebesar Rp. 120.000.000,- dan 3 (tiga)

Page 126: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-95

orang meninggal dunia yakni di Kabupaten

Padang Pariaman telah menyebabkan 1

orang meninggal dunia, dan Kabupaten

Sijunjung yang mengakibatkan 2 (dua)

orang meninggal dunia. Kabupaten yang

mengalami kerugian finansial cukup besar

akibat tanah longsor yakni pada Kabupaten

Pasaman Barat dengan jumlah kerugian

Rp.5.351.075.000,- sedangkan di

Kabupaten Tanah Datar jumlah kerugian

mencapai Rp. 390.000.000,- dengan

kerugian finansial yang sedikit, sedangkan

di wilayah kota terjadi di Kota Sawahlunto

dengan kerugian finansial sebesar Rp.

6.226.515.338,-. Secara teknis kabupaten/

kota yang mengalami tanah longsor dan

gempa bumi termasuk daerah rawan

longsor walau sebagian besar daerah ini

mempunyai topografi perbukitan dengan

tingkat kemiringan cukup tinggi.

Selama tahun 2014 bencana alam tanah

longsor dan gempa bumi yang terjadi

dapat dilihat pada gambar 2.130 berikut.

Gambar 2.130 Jumlah Korban Meninggal Serta Perkiraan Kerugian Akibat Bencana

Tanah Longsor Dan Gempa Bumi Tahun 2014

Sumber : Badan Peanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat, 2014

Sepanjang tahun 2014 terjadi 5

(lima) peristiwa bencana yakni bencana

Abrasi, Banjir, Kebakaran, Longsor, dan

Puting Beliung. Peristiwa bencana beserta

korban jiwa yang ditimbulkan selama tahun

2014 adalah terjadi sebanyak 308 dengan

total korban jiwa meninggal sejumlah 12

jiwa dari 5 (lima) peristiwa bencana ini tidak

ada korban hilang dan luka/sakit. Untuk

bencana longsor yang signifikan dengan

total 115 kejadian dengan korban jiwa

meninggal 1 (satu) jiwa, sedangkan korban

jiwa yang terbanyak ditimbulkan adalah

kejadian bencana banjir yakni meninggal

11 jiwa selama tahun 2014, sebagaimana

Gambar 2.131 di bawah ini.

Page 127: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-96

Gambar 2.131 Jumlah Korban Kejadian Bencana Tahun 2014

Sumber : Badan Penanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat, 2014

Peristiwa bencana selama tahun 2014

menimbulkan kerugian material sebanyak

total 185 rumah rusak berat, 127 rumah

rusak sedang dan 276 rumah rusak ringan

yang signifikan yang mengakibatkan rumah

rusak berat ditimbulkan dari bencana

Puting Beliung yakni 89 rumah, 75 rumah

rusak sedang dan 212 mengakibatkan

rumah rusak ringan.

Gambar 2.132 Jumlah Kerusakan Rumah dan Total Kerusakan Bencana Alam

Tahun 2014

Sumber : Badan Peanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 128: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-97

Sebanyak 5 (lima) peristiwa bencana yang

terjadi di Sumatera Barat pada tahun 2014

yakni angin kencang, banjir, hanyut/

tenggelam, kebakaran dan longsor terjadi

di 14 kabupaten/kota kejadian bencana

angin kencang yakni di Kabupaten Padang

Pariaman dengan jumlah 40 bencana banjir

yaitu pada Kabupaten Agam dengan

jumlah 13, sedangkan 9 (sembilan)

kejadian hanyut daerah kabupaten yang

signifikan yakni Kabupaten Pesisir Selatan.

Untuk kejadian kebakaran sebanyak 30

terjadi di 2 (dua) kabupaten yaitu

Kabupaten Padang Pariaman dan

Kabupaten Pesisir Selatan dan sebanyak

26 kejadian longsor daerah kabupaten

yang signifikan yakni Kabupaten Lima

Puluh Kota.

Gambar 2.133 Jumlah Kejadian Bencana Di Sumatera Barat

Sumber : Badan Peanggulangan Bencana Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dari Tabel BA-4D Buku Data

SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

daerah rawan bencana alam terjadi di 13

kabupaten kota yakni Kabupaten

Kepulauan Mentawai, Kabupaten Padang

Pariaman, Kabupaten Tanah Datar,

Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten

Solok Selatan, Kabupaten Solok,

Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Agam,

Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten

Lima Puluh Kota, Kabupaten Pasaman,

Kota Padang, dan Kota Pariaman.

Page 129: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-98

Gambar 2.134 Peta Rawan Bencana Alam Wilayah Sumatera Barat

Page 130: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Kondisi Lingkungan Hidup dan Kecenderungannya

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat II-99

Gempa 30 September 2009

yang lalu mengguncang Sumatera Barat,

telah menimbulkan berbagai macam

kerusakan. Gempa tersebut telah

meluluhlantakkan Kota Padang, Kota

Pariaman dan daerah sekitarnya.

Akibatnya adalah runtuhnya berbagai

macam fasilitas pemerintahan, fasilitas

swasta yang mendukung perekonomian,

hingga fasilitas publik. Fasilitas

pemerintahan yang mengalami kerusakan

parah misalnya adalah Kantor Gubernur

Propinsi Sumatera Barat dan Balaikota

Padang. Gedung milik swasta seperti Plaza

Andalas mengalami kebakaran akibat

goncangan gempa, sedangkan Hotel

Ambacang ambruk dan menyebabkan

banyak korban tewas. Akibat dari rusaknya

berbagai macam fasilitas tersebut adalah

terganggunya kegiatan pemerintahan,

aktivitas perekonomian, serta aktivitas

yang lain, untuk itu Sumatera Barat

membangun sedikitnya 23 tempat evakuasi

tsunami yang memiliki beragam fungsi lain.

Page 131: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

BAB IIITEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Peningkatan jumlah penduduk memberikan tekanan terhadap kualitas lingkungan berupa meningkatnya jumlah timbulan sampah, kurangnya fasilitas Buang Air Besar (BAB)

sehingga memanfaatkan sungai sebagai fasilitas MCK.

Page 132: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-1

3.1. KEPENDUDUKAN

Dalam pelaksanaan pembangunan penduduk

merupakan salah satu sumber daya yang sangat

penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi

suatu negara. Jika dipandang sebagai sumber daya,

maka potensi ini perlu dikembangkan agar dapat

mendatangkan manfaat yang lebih optimal. Akan

tetapi, dalam perkembangannya penduduk yang

seharusnya dapat dijadikan potensi sebagai sumber

daya justru dapat menjadi beban bagi pembangunan

serta lingkungan. Pertumbuhan penduduk yang

demikian pesat dan tidak didukung oleh tingkat

kesadaran dan kemampuan untuk menekan

permasalahan-permasalahan yang dapat muncul telah

menempatkan penduduk pada permasalahan

tersendiri.

Di negara-negara berkembang, dengan

tingkat pendapatan serta pendidikan yang masih

rendah dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi

permasalahan-permasalahan sosial dan lingkungan

kerap menjadi beban tersendiri bagi pemerintah.

Pertumbuhan penduduk yang tinggi ini harus diikuti

oleh penyediaan sarana dan prasarana seperti

perumahan, sarana pendidikan, kesehatan,

penyediaan lapangan kerja, dan lain sebagainya.

Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut

berarti akan mengkonsumsi sumber daya alam yang

lebih banyak, sehingga hal ini menimbulkan tekanan

terhadap lingkungan yang semakin besar pula.

Disamping itu, dengan jumlah penduduk yang tinggi

namun kesadaran terhadap permasalahan lingkungan

yang juga masih rendah mengakibatkan terjadinya

kerusakan dan pencemaran yang semakin

menurunkan kualitas lingkungan.

3.1.1. Sumber Tekanan

3.1.1.1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk,

Pertumbuhan Penduduk dan Kepadatan

Penduduk Menurut Kabupaten/Kota

Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014

memiliki penduduk sebesar 5.131.882 jiwa, jumlah ini

berdasarkan hasil proyeksi penduduk yang dilakukan

oleh BPS Provinsi Sumatera Barat untuk tahun 2014.

Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kota Padang

sebesar 889.561 jiwa diikuti oleh Kabupaten Agam

dengan jumlah 472.995 jiwa dan Kabupaten Pesisir

Selatan dengan jumlah penduduk sebesar 446.479

jiwa, sedangkan jumlah penduduk yang terendah

terdapat di Kota Padang Panjang yaitu sebesar 50.208

jiwa.

Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat

mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 penduduk

Provinsi Sumatera Barat berjumlah 5.066.476 jiwa

mengalami peningkatan pada tahun 2014 menjadi

5.131.882 jiwa, hal ini berarti penduduk Provinsi

Sumatera Barat mengalami peningkatan sebesar

65.406 jiwa.

Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Provinsi

Sumatera Barat adalah sebesar 1,29 % pertahun. Laju

pertumbuhan penduduk tertinggi terdapat di Kota

Solok yaitu sebesar 6,88 % diikuti oleh Kabupaten

Dharmasraya dengan 96 % dan Kabupaten Pasaman

Barat dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar

2,22 %, sedangkan laju pertumbuhan penduduk

terendah terdapat di Kabupaten Solok sebesar -0,11

% pertahun.

Page 133: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-2

Gambar 3.1 Jumlah Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel DE-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Laju pertumbuhan penduduk Provinsi

Sumatera Barat jika dilihat dari tren selama lima tahun

terakhir cenderung mengalami penurunan. Pada tahun

2010 LPP Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar

1,34 %, mengalami peningkatan pada tahun 2011

menjadi 1,39 % dan merupakan LPP tertinggi jika

melihat data 5 tahun terakhir. Laju pertumbuhan

penduduk berikutnya mengalami penurunan menjadi

1,36 % pada tahun 2012, kemudian 1,33 % pada

tahun 2013 dan terakhir di tahun 2014 menjadi 1,29 %.

Gambar 3.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 – 2014

Sumber : Olahan Tabel DE-1E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika melihat sebaran penduduk di Provinsi

Sumatera Barat yang berjumlah 5.131.882 jiwa, Kota

Padang merupakan wilayah dengan sebaran

penduduk tertinggi yaitu 17,33 %, diikuti oleh

Kabupaten Agam dengan sebaran penduduk sebesar

9,22 % dari Kabupaten Pesisir Selatan sebesar 8,70 %

sedangkan penduduk yang terendah sebarannya

terdapat di Kota Padang Panjang sebesar 0,98 %.

Berdasarkan tekanan penduduk terhadap

wilayah, maka daerah di Provinsi Sumatera Barat yang

memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota

Bukittinggi yaitu sebesar 4.773,81 jiwa/km2, diikuti oleh

Kota Padang Panjang dengan kepadatan penduduk

sebesar 2.182,96 jiwa/km2 dan Kota Payakumbuh

dengan kepadatan sebesar 1.562,73 jiwa/km2.

Sedangkan daerah dengan kepadatan penduduk

terendah di Kabupaten Kepulauan Mentawai sebesar

13,91 jiwa/km2. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 3.3 dibawah ini.

Page 134: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-3

Gambar 3.3 Kepadatan Penduduk dan Sebaran Penduduk Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel DE-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika melihat perbandingan laju pertumbuhan

penduduk Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014

dengan tahun yang lalu, pada umumnya laju

pertumbuhan penduduk Kabupaten/Kota cenderung

mengalami penurunan. Laju pertumbuhan penduduk

yang mengalami peningkatan hanya terdapat di Kota

Solok yakni sebesar 2,15 persen di tahun 2013

meningkat menjadi 6,88 persen pada tahun 2014.

Pada tahun 2013, laju pertumbuhan

penduduk tertinggi terdapat di Kabupaten

Dharmasraya diikuti oleh Kabupaten Pasaman Barat

dan Kabupaten Kepulauan Mentawai. Tetapi pada

tahun 2014 laju pertumbuhan penduduk tertinggi ini

terdapat di Kota Solok, diikuti oleh Kabupaten

Dharmasraya dan Kabupaten Pasaman Barat.

Sedangkan laju pertumbuhan penduduk terendah

pada tahun 2013 terdapat di Kabupaten Tanah Datar

dan pada tahun 2014 laju pertumbuhan penduduk

terendah terdapat di Kabupaten Solok. Untuk lebih

jelasnya perbandingan laju pertumbuhan penduduk

tahun 2013 dan tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar

3.4 di bawah ini.

Gambar 3.4 Pertumbuhan Penduduk 2 (dua) Tahun Terakhir Tahun 2013 - 2014

Sumber : Olahan Tabel DE-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 135: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-4

3.1.1.2. Jumlah Penduduk Laki-laki dan

Perempuan

Jika melihat jumlah penduduk Provinsi

Sumatera Barat menurut jenis kelamin, jumlah

penduduk perempuan lebih banyak dibanding

penduduk laki-laki. Jumlah penduduk perempuan di

Provinsi Sumatera Barat adalah sebesar 2.581.895

jiwa, sedangkan jumlah penduduk laki-laki adalah

2.549.987 jiwa, hal ini juga terlihat berdasarkan rasio

jenis kelamin penduduk laki-laki terhadap penduduk

perempuan sebesar 98,76 %. Secara umum daerah-

daerah yang ada di Provinsi Sumatera Barat

didominasi oleh penduduk perempuan. Jumlah

penduduk perempuan terbesar terdapat di Kota

Padang yakni 445.665 jiwa sedangkan jumlah

penduduk laki-laki jumlahnya sebesar 443.896 jiwa.

Dari 19 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi

Sumatera Barat, hanya beberapa daerah saja di yang

dominan laki-laki, yakni Kabupaten Kepulauan

Mentawai, Kabupaten Dharmasraya, Kabupaten

Pasaman Barat dan Kabupaten Solok Selatan.

Gambar 3.5 Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel DE-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan rasio jenis kelamin penduduk

tahun 2013 dan tahun 2014, terjadi kenaikan dari

98,64 % pada tahun 2013 menjadi 98,76 % pada

tahun 2014. Berdasarkan gambar 3.6 dapat dilihat

bahwa rasio jenis kelamin penduduk yang diatas 100

% hanya terdapat di 4 daerah yaitu Kabupaten

Kepulauan Mentawai, Kabupaten Dharmasraya,

Kabupaten Solok Selatan dan Kabupaten Pasaman

Barat yang dapat diartikan bahwa jumlah penduduk

laki-laki di keempat daerah tersebut lebih banyak

dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Secara

umum, rasio jenis kelamin penduduk Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 mengalami

kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2013, hanya

Kabupaten Kepulauan Mentawai yang mengalami

penurunan yakni sebesar 108,05 % pada 2013

menjadi 107,91 % pada tahun 2014.

Page 136: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-5

Gambar 3.6 Rasio Jenis Kelamin Penduduk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014

Sumber : Olahan Tabel DE-2B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.1.1.3. Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut

Provinsi Sumatera Barat memiliki panjang

garis pantai sepanjang 1.378 km dan seluruhnya

bersentuhan dengan Samudera Indonesia dengan

luas perairan laut sebesar 186.580 km². Jumlah

penduduk yang bermukim di wilayah pesisir dan laut

ini adalah sebesar 1.426.491 jiwa atau sebanyak

175.353 rumah tangga (KK). Wilayah yang memiliki

penduduk pesisir dan laut terbesar ada di Kota

Padang sebesar 469.511 jiwa atau 23.566 rumah

tangga dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 31

desa/kelurahan dan jumlah penduduk pesisir dan laut

terkecil berada di Kota Pariaman dengan jumlah

penduduk sebesar 25.622 jiwa atau 5.492 rumah

tangga dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 14

desa/kelurahan.

Gambar 3.7 Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel DE-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat perbandingan jumlah penduduk

wilayah pesisir dan laut tahun 2014 dengan tahun

2013 dan tahun 2012, terjadi peningkatan jumlah

penduduk pesisir dan laut yang cukup signifikan di

Kota Padang dan Kabupaten Pasaman Barat. Jumlah

penduduk pesisir dan laut Kota Padang pada tahun

2013 sebanyak 54.521 jiwa meningkat di tahun 2014

menjadi 469.511 jiwa, sedangkan Kabupaten

Pasaman Barat pada tahun 2013 dengan jumlah

penduduk sebesar 49.951 jiwa meningkat di tahun

2014 menjadi 156.987 jiwa. Untuk daerah yang

mengalami penurunan jumlah penduduk pesisir dan

laut cukup signifikan adalah Kabupaten Padang

Pariaman yakni sebanyak 152.440 jiwa pada tahun

2013 menjadi 65.544 jiwa di tahun 2014.

Page 137: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-6

Gambar 3.8 Perbandingan Jumlah Penduduk di Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel DE-3A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan jumlah kecamatan yang berada

di wilayah pesisir dan laut Sumatera Barat, Kabupaten

Pesisir Selatan merupakan daerah yang memiliki

kecamatan dengan jumlah terbanyak yakni 12

kecamatan dan diikuti oleh Kabupaten Kepulauan

Mentawai sebanyak 10 kecamatan, sedangkan daerah

yang paling sedikit adalah Kabupaten Agam dengan

jumlah 1 kecamatan.

Gambar 3.9 Jumlah Kecamatan di Wilayah Pesisir

Sumber : Olahan Tabel DE-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.1.1.4. Jumlah Penduduk Laki-laki dan

Perempuan Menurut Tingkatan Pendidikan

Berdasarkan tingkat pendidikan penduduk di

Provinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk yang tidak

sekolah masih cukup tinggi angkanya. Penduduk laki-

laki yang tidak sekolah mencapai 366.386 jiwa dan

perempuan mencapai 348.121 jiwa. Sedangkan

jumlah penduduk laki-laki yang berpendidikan SD

mencapai 478.803 jiwa dan jumlah perempuan

berpendidikan SD sebesar 439.000 jiwa. Untuk

Provinsi Sumatera Barat dengan penduduk tidak

sekolah tertinggi terdapat di Kabupaten Agam dengan

jumlah 85.344 jiwa laki-laki dan 81.095 jiwa

perempuan.

Jika dilihat berdasarkan jumlah penduduk

dengan tingkat pendidikan tinggi

(Diploma/Sarjana/S2/S3) di Provinsi Sumatera Barat

angkanya mencapai 293.572 jiwa. Jumlah tertinggi

merupakan tingkat pendidikan Diploma dengan jumlah

96.437 jiwa laki-laki dan 63.842 jiwa perempuan.

Jumlah penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi

terkecil adalah penduduk dengan tingkat pendidikan

S3 yakni berjumlah 1.365 jiwa laki-laki dan 891 jiwa

perempuan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada

Gambar 3.10 di bawah ini.

Page 138: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-7

Gambar 3.10 Jumlah Penduduk Laki-laki dan Perempuan Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber : Olahan Tabel DS-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Sedangkan di wilayah pesisir, penduduk tidak tamat

SLTP di Provinsi Sumatera Barat berjumlah 19.799

jiwa dan jumlah yang tertinggi terdapat di Kabupaten

Pasaman Barat dengan jumlah 19.776 jiwa. Penduduk

yang tamat SLTP berjumlah 25.058 jiwa dan yang

tertinggi terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan

sedangkan penduduk yang tamat SLTA berjumlah

22.518 jiwa dan yang tertinggi terdapat di Kabupaten

Pesisir Selatan.

Gambar 3.11 Tingkat Pendidikan Penduduk Wilayah Pesisir

Sumber : Olahan Tabel DS-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.2. PEMUKIMAN

Pemukiman merupakan suatu kebutuhan

pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia.

Dari deretan lima kebutuhan hidup manusia pangan,

sandang, pemukiman, pendidikan dan kesehatan,

nampak bahwa pemukiman menempati posisi yang

sentral, dengan demikian peningkatan pemukiman

akan meningkatkan pula kualitas hidup. Saat ini

manusia bermukim bukan sekedar sebagai tempat

berteduh, namun lebih dari itu mencakup rumah dan

segala fasilitasnya seperti persediaan air minum,

penerangan, transportasi, pendidikan, kesehatan dan

lainnya.

Page 139: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-8

3.2.1. Sumber Tekanan

Sumber tekanan terhadap pemukiman dapat

dilihat dari banyaknya rumah tangga miskin, jumlah

rumah tangga yang mimiliki fasilitas sumber air minum,

fasilitas tempat buang air besar, falitas jamban dan

tinja.

3.2.1.1. Jumlah Rumah Tangga Miskin

Berdasarkan standar BPS kriteria suatu

rumah tangga disebut miskin bila 1). luas lantai

kurang dari 8 meter per anggota rumah tangga,

2).jenis lantai dari tanah, 3). dinding rumah kayu atau

bambu, 4). tidak memiliki fasilitas MCK, 5). sumber air

minum bukan PDAM, 6). penerangan bukan listrik, 7).

hanya mampu membeli daging maksimal 1 kali

sepekan, 8). frekuensi makan maksimal dua kali

sehari, 9). dalam setahun hanya mampu membeli 1

stel pakaian, 10). tidak mampu berobat ke Puskesmas

jika sakit, 11). lapangan pekerjaan buruh tani, buruh

bangunan dan lainnya, 12). pendapatan total rumah

tangga di bawah Rp 600 ribu per bulan, 13).

pendidikan tertinggi tidak tamat sekolah dan tidak

tamat SD, 14). tidak memiliki tabungan, 15). barang

yang mudah dijual nilainya tidak sampai Rp 500 Ribu,

dan 16). tidak memiliki kompor untuk memasak. Dari

312.640 Kepala Keluarga di 19 Kabupaten/Kota

Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 terdapat 123.532

atau 39,5% KK yang merupakan rumah tangga miskin.

Jumlah rumah tangga miskin terbanyak berada di

Kabupaten Agam dengan jumlah 14.833 rumah

tangga, Kabupaten Pasaman dengan jumlah 14.833

rumah tangga, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Persentase Rumah Tangga Miskin di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

N0. Kabupaten/ Kota Jumlah Rumah Tangga (KK)

Jumlah Rumah Tangga Miskin (KK)

%

1. Kabupaten Agam 23.417 14.833 63,34

2. Kabupaten Pasaman 25.978 15.514 59,72

3. Kota Pariaman 2988 1.595 53.20

4. Kabupaten Sijunjung 12.921 6.180 47,83

5. Kabupaten Pasaman 25.978 15.514 59,72

6. Kabupaten Sijunjung 12.921 6.180 47,83

7. Kota Sawahlunto 2.290 1.050 45,85

8. Kabupaten Pasaman Barat 32.102 14.685 45,74

Sumber : Olahan Tabel SE-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 3.12 Jumlah Rumah Tangga dan Rumah Tangga Miskin

Sumber : Olahan Tabel SE-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 140: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-9

Persentase jumlah rumah tangga miskin

tertinggi ada di Kabupaten Agam sebanyak 63,34 %

diikuti oleh Kabupaten Pasaman 59,72 % dan Kota

Pariaman 53,20 %. Persentase Kabupaten/Kota

dengan jumlah keluarga miskin tertinggi dapat di lihat

pada Tabel 3.1.

Perbandingan jumlah rumah tangga miskin

tahun 2012-2014 meningkat pada 2 Kabupaten/Kota

yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Pasaman

sedangkan 16 Kabupaten/Kota mempelihatkan

kecendrungan menurun. Persentase penurunan rumah

tangga miskin terbesar adalah Kota Bukittinggi dengan

83,57 %, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dan

Kabupaten Tanah Datar dengan 76 %, Kabupaten

Dharmasraya dengan 70,74 % dan Kota Padang serta

Kabupaten Lima Puluh Kota dengan 64 %

sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3.13 berikut.

Gambar 3.13 Jumlah dan Persentase Penurunan Rumah Tangga Miskin Terbesar di 7 Kabupaten/Kota

Sumber : Olahan Tabel SE-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jumlah penduduk miskin di perkotaan dan

pedesaan melihatkan kecendrungan menurun dari

tahun 2012- 2014. Total penduduk miskin perkotaan

dan pedesaan di tahun 2012 adalah 526.909 jiwa dan

pada tahun 2014 menjadi 463.720 jiwa, dengan rata-

rata persentase penurunan penduduk miskin di

perkotaan adalah 7,45 % per tahun sedangkan di

pedesaan adalah 4,56 % per tahunnya sebagaimana

Gambar 3.14.

Gambar 3.14 Perbandingan Jumlah Rumah Tangga Miskin

di Perkotaan dan Pedesaan Pada Tahun 2011-2014

Sumber : Olahan Tabel SE-1B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 141: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-10

3.2.1.2. Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air

Minum

Sumber Air minum yang dimanfaatkan oleh

rumah tangga di Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Barat tahun 2014 adalah ledeng, sumur, sungai, hujan,

kemasan dan lainnya. Penduduk kota lebih banyak

memanfaatkan air minum dari sumber ledeng yaitu

203.471 orang sedangkan penduduk di Kabupaten

lebih banyak memanfaatkan sumur sebagai sumber air

minumnya dengan jumlah 256.704 orang. Secara

keseluruhan ledeng lebih banyak sebagai air minum,

baik penduduk kota maupun kabupaten dengan jumlah

375.051 orang sebagaimana terlihat dalam Gambar

3.15.

Gambar 3.15 Jumlah Penduduk dengan Sumber Air Minum di Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : OlahanTabel SE–2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dilihat dari persentasenya pemakaian air

sumur di kota maupun di kabupaten lebih banyak

dimanfaatkan sebagai sumber air minum yaitu 41 %,

ledeng 40 %, kemasan 7 % dan air hujan 3 % serta

sungai 2 %. Sebagaimana yang terlihat pada Gambar

3.16.

Gambar 3.16 Persentase Sumber Air Minum di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : OlahanTabel SE–2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 142: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-11

Gambar 3.17 Jumlah Penduduk dan Persentase Yang Memiliki Akses Air Minum

Sumber : Olahan Tabel SE–2A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jumlah penduduk yang memiliki akses air

minum yang memenuhi syarat pada tahun 2014

terbanyak di Kota Padang yaitu 748.312 orang,

Kabupaten Pesisir Selatan 333.550 orang, Kabupaten

Agam 353.424 orang dan Kabupaten Padang

Pariaman sebanyak 283.587 orang. Total penduduk

yang memiliki akses air minum yang memenuhi syarat

meningkat di tahun 2014 menjadi 3.962.034 orang dari

3.915.422 orang di tahun 2013 atau meningkat 1,2 %.

Peningkatan di kota adalah 9.243 orang atau 0,1 %

sedangkan peningkatan di kabupaten adalah 37.369

orang atau 0.01 % sebagaimana terlihat pada Gambar

3.18.

Gambar 3.18 Jumlah Penduduk Yang Memiliki Akses Air Minum Memenuhi Syarat

Sumber : OlahanTabel SE–2C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pemanfaatan sumur sebagai sumber air

minum meningkat dari tahun 2013 ke tahun 2014

sebanyak 47.792 orang atau meningkat 16,58 %,

sedangkan ledeng, sungai, hujan dan sumber lainnya

semakin berkurang dimanfaatkan oleh masyrakat kota.

Hal ini diakibatkan karena semakin tingginya tingkat

pencemaran sungai serta kuantitas air sungai yang

mulai berkurang sehingga PDAM Kota mulai

kewalahan dalam pelayanan air dan air sering tidak

mengalir ke rumah penduduk, dan akibatnya

masyarakat lebih memilih sumur karena

ketersediannya setiap hari sebagaimana Gambar 3.19.

Page 143: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-12

Gambar 3.19 Perbandingan Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum di Kota Tahun 2013-2014

Sumber : OlahanTabel SE–2C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.2.1.3. Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas

Tempat Buang Air Besar

Fasilitas tempat buang air besar yang

dimanfaatkan rumah tangga di Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat adalah fasilitas sendiri, bersama,

umum dan bahkan ada yang tidak mempunyai tempat

buang air besar di rumah tangganya. Dari Tabel SP-8,

rumah tangga yang mempunyai fasilitas tempat buang

air besar sendiri adalah 1.793.898 rumah tangga

diikuti oleh fasilitas bersama sebanyak 301.886 rumah

tangga dan umum sebanyak 183.321, sedangkan

407.411 rumah tangga tidak mempunyai fasilitas

tempat buang air besar sebagaimana pada Gambar

3.20.

Gambar 3.20 Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar

Sumber : OlahanTabel SP–8 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dari Tabel SP-8B, pada tahun 2014 Kota

Padang merupakan kota yang memiliki fasilitas tempat

buang air besar sendiri yang paling banyak yaitu

660.516 orang dan terendah Kabupaten Kepulauan

Mentawai. Sedangkan fasilitas tempat buang air besar

bersama paling banyak di Kabupaten Lima Puluh Kota

dan paling sedikit di Kota Padang Panjang. Jumlah

penduduk yang mempunyai fasilitas tempat buang air

bersih sendiri di Provinsi Sumatera Barat tahun 2013

adalah 2.756.321 jiwa dan tahun 2014 adalah

2.791.070. Terjadi peningkatan sebesar 83.780 jiwa

atau (3.09%), sedangkan fasilitas tempat buang air

besar bersama meningkat sebesar 41.922 orang

(8.55 %) dari tahun 2013 sebagaimana terlihat pada

Gambar 3.21.

Page 144: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-13

Gambar 3.21 Perbandingan Penduduk Mempunyai Fasilitas Tempat Buang Air Besar Tahun 2013 - 2014

Sumber : OlahanTabel SP–8 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.2.1.4. Penduduk Yang Memiliki Akses ke

Pembuangan Tinja

Jumlah penduduk yang memiliki akses ke

pembuangan fasilitas IPAL meningkat di tahun 2014

menjadi 532.101 orang dari 8.034 orang di tahun 2013

atau meningkat 65,32 % dan ini berbanding terbalik

dengan kurangnya akses penduduk untuk memiliki

tangki septik di tahun 2014 karena menurun dari

3.273.763 orang pada tahun 2013 menjadi 2.130.092

orang atau turun sebanyak 1.143.671 orang atau

34,93 %. Hal ini terjadi karena beberapa

Kabupaten/Kota mulai menerapkan dan mewajibkan

kompleks pemukiman baru untuk melengkapi dengan

IPAL untuk pengelolaan limbah cairnya. Dari tabel SP-

8A terlihat hanya 3 Kota dan 2 Kabupaten yang telah

memiliki IPAL di tahun 2013, yaitu Kota Padang, Kota

Payakumbuh, Kota Pariaman dan Kabupaten

Dharmasraya serta Kabupaten Solok. Namun di tahun

2014, 19 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

penduduknya telah mulai dilayani oleh IPAL

sebagaimana terlihat pada Gambar 3.22.

Gambar 3.22 Perbandingan Penduduk Yang Memiliki Akses Pembuangan Akhir Tinja

Tahun 2013 - 2014

Sumber : OlahanTabel SP–8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.2.1.5. Penduduk Yang Mempunyai Akses

Jamban

Total jumlah penduduk yang mempunyai

akses jamban di 19 Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Barat adalah 3.593.546 orang dengan

persentase rata-rata per kabupaten/kota adalah 73 %.

Persentase terbanyak penduduk yang punya akses

jamban adalah Kota Solok yaitu 89 % dari jumlah

penduduk, diikuti Kota Sawahlunto dan Kota Pariaman

dengan 85 % serta Kota Payakumbuh dengan 80 %

dari total jumlah penduduk. Berikut dapat dilihat 5

kabupaten/kota yang persentase penduduknya

mempunyai akses jamban, sebagaimana terlihat pada

Gambar 3.23.

Page 145: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-14

Gambar 3.23 Jumlah dan Persentase Penduduk Yang Memliki Akses Jamban Tertinggi di 5 Kabupaten/Kota

Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk

(orang)

Penduduk yang memiliki akses

jamban %

Solok 59.396 52.863 89

Sawahlunto 58.826 50.003 85

Pariaman 80.711 68.605 85

Payakumbuh 122.134 97.708 80

Padang 860.128 679.502 79 Sumber : OlahanTabel SP–8C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Total jumlah penduduk yang memliki akses

jamban menurun pada tahun 2014 dibandingkan tahun

2013. Kota yang memiliki akses jamban terbanyak

adalah Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman,

Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat

dan Kabupaten Solok. Perbandingan jumlah penduduk

yang memiliki akes jamban tahun 2013 -2014 pada ke

5 Kabupaten/Kota dapat dilihat pada Gambar 3.24

Gambar 3.24 Perbandingan Jumlah Penduduk dengan Akses Jamban

di 5 Kabupaten /Kota Tahun 2013-2014

Sumber : OlahanTabel SP–8D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.2.2. Bentuk Tekanan dan Dampak Terhadap

Lingkungan Hidup

3.2.2.1. Perkiraan Jumlah Timbulan Sampah per

Hari

Menurut Undang-Undang No.18 Tahun 2008

sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan manusia

sehari-hari dan/atau dari proses alam yang berbentuk

padat sedangkan menurut SNI 19-2454-2002 tentang

Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, sampah

didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri

zat organik dan zat anorganik yang dianggap tidak

berguna lagi dan harus dikelola agar tidak

membahayakan lingkungan dan untuk melindungi

investasi pembangunan. Sedangkan timbulan sampah

Page 146: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-15

adalah banyaknya sampah yang timbul dari sumber

yang dinyatakan dalam satuan volume (l/orang/hari)

maupun berat perkapita perhari (kg/orang/hari).

Jumlah timbulan ini akan bervariasi nilainya pada satu

waktu dan waktu lainnya, satu daerah dan daerah

lainnya. Hal ini dikarenakan jumlah timbulan sampah

dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya ada atau

tidaknya proses reduksi di sumber, faktor recycle,

faktor geografi dan faktor fisik (lokasi, frekuensi

pengumpulan sampah dan musim), jumlah penduduk

dan tingkat hidup, pola hidup, mobilitas masyarakat,

pola penyediaan kebutuhan, serta cara penanganan

makanan. Klasifikasi timbulan sampah berdasarkan

klasifikasi kota yaitu bervariasi dari 2 – 3,5

l/orang/hari.

Berdasarkan jumlah penduduk total dapat

ditentukan total timbulan sampah yang dihasilkan

dengan jumlah penduduk 4.349.979 jiwa maka didapat

timbulan sampah di Provinsi Sumatera Barat tahun

2014 adalah 680.598,64 (m³/hari). Dari Tabel SP-9

terlihat bahwa Kota Padang dengan jumlah penduduk

terbanyak yaitu 923.076 orang menghasilkan sampah

sebesar 472.097,60 m3 /hari sebagaimana yang dilihat

pada Gambar 3.25

Gambar 3.25 Jumlah Penduduk dan Perkiraan Timbulan Sampah Tahun 2014

Sumber : OlahanTabel SP–9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Timbulan sampah terbesar terdapat di Kota

Padang, yaitu 472.097,60 m³/hari atau 69,36% dari total

timbulan sampah dan disusul oleh Kota Solok dengan

timbulan sampah 186.105 m³/hari atau 27.344% dan

Kabupaten Pasaman Barat dengan persentase 2 %

sebagaima terlihat pada Gambar 3.26.

Gambar 3.26 Kabupaten/Kota dengan Volume Sampah Terbesar Tahun 2014

Sumber : OlahanTabel SP–9B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 147: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-16

Total timbulan sampah per kabupaten/kota

pada tahun 2014 menurun dibandingkan tahun 2013

yaitu 692.280 m3/hari, sedangkan timbulan sampah

tahun 2013 adalah 809.409 m3/hari. Penurunan ini

diperkirakan karena beberapa kabupaten/kota sudah

mulai aktif mengkampanyekan gerakan sumber bersih

termasuk pelaksanaan 3 R sehingga volume sampah

yang dihasilkanpun berkurang. Perbandingan total

timbulan sampah tahun 2012 sampai dengan tahun

2014 dapat dilihat pada Gambar 3.27.

Gambar 3.27 Perbandingan Timbulan Sampah Tahun 2012-2014

Sumber : OlahanTabel SP–9A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

TPA Regional Payakumbuh dibangun karena

adanya komitmen 6 kabupaten/kota untuk

bekerjasama dalam pengelolaan sampah yaitu Kota

Payakumbuh, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang,

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Lima Puluh Kota

dan Kabupaten Agam. Dengan dasar kesepakatan

tersebut Kementerian Pekerjaan Umum melalui Satker

PLP Sumatera Barat membangun Tempat

Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional

Payakumbuh di Kelurahan Kapalo Koto Kecamatan

Payakumbuh Selatan Kota Payakumbuh diatas lahan

seluas 17 Ha. Dari Tabel SP-9C besarnya sampah

yang diterima TPA Regional Payakumbuh dari 5

kabupaten/kota tersebut pada tahun Tahun 2013

adalah 13.154 ton/hari dan tahun 2014 adalah

54.411,15 ton/hari, meningkat sebanyak 75.82 % dari

tahun 2013 sebagaimana dapat dilihat pada Gambar

3.28.

Gambar 3.28 Volume Sampah TPA Regional Payakumbuh Tahun 2013-2014

Berdasarkan Sumbernya

Sumber : OlahanTabel SP–9C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 148: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-17

Berdasarkan Tabel SP-9D total jumlah

volume sampah yang masuk selama 3 hari ke TPA

Regional Payakumbuh adalah 460.890 kg dan yang

telah dilakukan pemilahan adalah 47.825,60 kg atau

9,38 % dari total sampah yang ada. Tergambar bahwa

kegiatan pemilahan sampah yang merupakan program

3R pada sumber belum terlaksana dengan baik,

karena masih rendahnya sampah terpilah dan

tingginya volume sampah yang masuk ke TPA setiap

harinya sebagaimana Gambar 3.29.

Gambar 3. 29 Jumlah Sampah Yang Masuk dan Dipilah di TPA Regional

Sumber : OlahanTabel SP–9D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 3.30 Persentase Sampah Total dan Terpilah di TPA Regional

Sumber : OlahanTabel SP–9D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dari Tabel SP-9E terdapat 2 TPA Regional

dan 3 TPA Kabupaten/Kota untuk melayani sampah

dari 13 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

sebagaimana Tabel 3.2. Teknologi pengelolaan

sampah di TPA pun berbeda tergantung dengan yang

diterapkan oleh masing-masing kabupaten/kota, yaitu

1). Sanitary Landfiil di Kota Bukittinggi, Kota

Payakumbuh, Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah

Datar dan Kabupaten Lima Puluh Kota, 2). Open

Dumping di Kota Padang, Kabupaten Agam dan

Kabupaten Padang Pariaman, serta 3). Control Landfill

di Kota Pariaman, Kota Padang Panjang, Kota Solok,

Kabupaten Solok dan Kabupaten Pesisir Selatan

sebagaimana terlihat pada Tabel 3.2.

Page 149: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-18

Tabel 3.2 TPA dengan Daerah Pelayanan dan Sistem TPA di Provinsi Sumatera Barat

No. Nama TPA Daerah Pelayanan Sistem TPA

1 TPA Air Dingin Kota Padang Open Dumping

2 TPA Sungai Andok Kota Padang Panjang Control Landfill

3 TPA Manggis Kabupaten Agam Open Dumping

4 TPA Ladang Laweh Kab.Padang Pariaman Open Dumping

TPA Regional Payakumbuh 1. Kota Payakumbuh 2. Kota Bukittinggi 3. Kabupaten Agam 4. Kabupaten Lima Puluh Kota 5. Kabupaten Tanah Datar

Sanitary Landfill

5 TPA Regional Solok 1. Kota Solok 2. Kabupaten Solok

Control Landfill

6 TPA Tungkul Selatan Kota Pariaman Control Landfill

7 TPA Gunung Bungkuk Kabupaten Pesisir Selatan Control Landfill Sumber : OlahanTabel SP–9F Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 3.31 Persentasi Sistem Pengelolaan Sampah di TPA di 13 Kabupaten/Kota

Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Total timbulan sampah dari 6 TPA di Provinsi

Sumatera Barat tahun 2014 adalah 419.069,78 m3/hari

dengan jumlah timbulan sampah terbesar adalah di

TPA Regional Payakumbuh (226.702,8 m3/hari), TPA

Aie Dingin Kota Padang (181.818,18 m3/hari), dan

TPA Padang Laweh Kabupaten Padang Pariaman

9.949,30 m3/hari. Volume sampah yang diterima di

masing-masing TPA setiap harinya dapat dilihat pada

Gambar 3.32.

.

Gambar 3.32 Volume Sampah di Masing-masing TPA Tahun 2014

Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 150: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-19

Cairan pekat dari TPA yang berbahaya

terhadap lingkungan dikenal dengan istilah leacheat

atau air lindi. Cairan ini berasal dari proses

perkolasi/percampuran (umumnya dari air hujan yang

masuk kedalam tumpukan sampah), sehingga bahan-

bahan terlarut dari sampah akan terekstraksi atau

berbaur. Cairan ini harus diolah dari suatu unit

pengolahan aerobik atau anaerobik sebelum dibuang

ke lingkungan. Dari pengukuran kualitas lindi di TPA

Regional Payakumbuh yang dilakukan selama 4 kali,

terhadap 5 parameter penentu limbah cair , yaitu

temperatur, pH, TSS, BOD5, COD menunjukkan

bahwa parameter COD dan BOD5 berada di atas baku

mutu, sedangkan pH, temperatur dan TSS berada

pada baku mutu yang diizinkan. Tingginya kualitas

BOD5 dan CO akan memberikan dampak terhadap

pencemaran tanah dan air di sekitar TPA Regional

Payakumbuh, bahkan dapat mencemari sumber air

tanah penduduk. Kualitas TSS, BOD,dan COD dari

lindi di TPA Regional Payakumbuh dapat dilihat pada

Gambar 3.33 s/d Gambar 3.36.

Nilai pH air lindi pada tempat pembuangan

sampah perkotaan berkisar antara 1,5 – 9,5 dan dari

Gambar 3.33 pH Lindi TPA Regional berada pada nilai

7,50 sampai 8,1.

Gambar 3.33 Nilai pH Lindi pada TPA Regional Payakumbuh

Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta

jasad-jasad renik, yang terutama disebabkan oleh

kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan

air. Baku mutu TSS dalam lindi adalah 400 mg/l dan

pengukuran selama 4 kali di TPA Regional

Payakumbuh melihatkan bahwa kandungan TSS lindi

TPA Regional berada pada nilai 214 sampai 345 mg/l

dan masih berada di bawah baku mutu sebagaima

terlihat pada Gambar 3.34. Lindi TPA Regional

Payakumbuh mengandung COD 680-960 mg/l, yaitu

200-300 % di atas baku mutu yang ditetapkan

sebagaimana Gambar 3.35.Kandungan BOD5 pada

lindi TPA Regional Payakumbuh berada 324-554

mg/l dan jauh berada di atas baku mutu sekitar 100%

sebagaimana Gambar 3.36

Gambar 3.34 Pengukuran TSS Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh

Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 151: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-20

Gambar 3.35 Pengukuran COD Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh

Sumber : OlahanTabel SP–9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 3.36 Pengukuran COD Dalam Lindi Pada TPA Regional Payakumbuh

Sumber : OlahanTabel SP–9F Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dampak negatif dari sampah antara lain adalah :

1. Dampak Sampah Bagi Kesehatan

Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang

memadai dan tidak terkontrol merupakan tempat

yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik

bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing

yang dapat menimbulkan penyakit. Potensi bahaya

kesehatan yang dapat ditimbulkan sampah adalah

sebagai berikut:

Penyakit diare, kolera, tifus dan demam

berdarah.

Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya

jamur kulit).

Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai

makanan, seperti cacing.

Sampah beracun, telah dilaporkan bahwa di

Jepang kira-kira 40.000 orang meninggal akibat

mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi

oleh raksa (Hg). Raksa ini berasal dari sampah

yang dibuang ke laut oleh pabrik yang

memproduksi baterai dan akumulator.

2. Dampak Sampah Terhadap Lingkungan

Secara umum rembesan lindi yang sudah

mencapai lebih dari 400 mg/l dari pusat timbunan

sampah menunjukkan betapa cepatnya lindi

tersebut mencemari lingkungan TPA. Bisa

dibayangkan kalau Pemerintah dan Instansi terkait

tidak tanggap atas dampak yang telah ditimbulkan

oleh adanya TPA yang masih menerapkan sistem

open dumping, maka sudah barang tentu akan

Page 152: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-21

berdampak negatif terhadap lingkungan baik

terhadap sifat fisik-kimia-biologis maupun

berdampak pada kesehatan masyarakat

khususnya yang bermukim di sekitar TPA.

Pengaruh pencemaran lindi terhadap lingkungan

disekitar TPA antara lain dapat berpengaruh pada

perubahan sifat fisik air, suhu air, rasa, bau dan

kekeruhan. Suhu limbah yang berasal dari lindi

umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan air

yang tidak tercemar lindi. Hal ini dapat

mempercepat reaksi kimia dalam air, mengurangi

kelarutan oksigen dalam air, mempercepat

pengaruh rasa dan bau.

Terkontaminasinya sumber air tanah dangkal

oleh zat-zat kimia yang terkandung dalam lindi

seperti misalnya nitrit, nitrat, ammonia, kalsium,

kalium, magnesium, kesadahan, klorida, sulfat,

BOD, COD, pH yang konsentrasinya sangat tinggi

akan menyebabkan terganggunya kehidupan

makhluk hidup disekitar TPA. Disamping itu pula

tercemarnya air bawah permukaan yang

diakibatkan oleh lindi berpengaruh terhadap

kesehatan penduduk terutama bagi penduduk

yang bermukim di sekitar TPA. Lindi yang semakin

lama semakin banyak volumenya akan merembes

masuk ke dalam tanah yang nantinya akan

menyebabkan terkontaminasinya air bawah

permukaan yang pada akhirnya akan

menyebabkan tercemarnya sumur-sumur dangkal

yang dimaanfaatkan oleh penduduk

sebagai sumber air minum.

Adanya TPA yang tidak jauh dari kali/sungai, harus

diwaspadai adanya pencemaran oleh lindi. Sungai

tersebut mengalir dan masih dimanfaatkan oleh

sebagian penduduk untuk keperluan sehari-hari

seperti mandi dan mencuci. Jika sungai ini

tercemar oleh adanya rembesan lindi maka akan

berdampak negatif bagi penduduk yang yang

masih memanfaatkan air sungai tersebut, baik

penduduk yang berada di sekitar TPA maupun

penduduk yang berada di hilir disepanjang sungai.

Adanya rembesan lindi yang telah mencemari

lingkungan disekitar TPA berarti melanggar pasal

29 ayat 1 point f Undang-Undang Nomor 18 tahun

2008 tentang Pelarangan Pembuangan Sampah

Dengan Sistem Open Dumping. Disamping Itu

Juga Telah Melanggar Undang-Undang No. 32

Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam

drainase atau sungai yang dikenal sebagai lindi

(leachate) akan mencemari air. Berbagai

organisme termasuk ikan dapat mati sehingga

beberapa spesies akan lenyap, hal ini

mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan

biologis. Penguraian sampah yang dibuang ke

dalam air akan menghasilkan asam organik dan

gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau

kurang sedap, gas ini dalam konsentrasi tinggi

dapat meledak.

3. Dampak Sampah terhadap keadaan sosial dan

ekonomi

Pengelolaan sampah yang kurang baik akan

membentuk lingkungan yang kurang

menyenangkan bagi masyarakat: bau yang

tidak sedap dan pemandangan yang buruk

karena sampah bertebaran dimana-mana.

Memberikan dampak negatif terhadap

kepariwisataan.

Pengelolaan sampah yang tidak memadai

menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan

masyarakat. Hal penting di sini adalah

meningkatnya pembiayaan secara langsung

(untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan

Page 153: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-22

secara tidak langsung (tidak masuk kerja,

rendahnya produktivitas).

Pembuangan sampah padat ke badan air dapat

menyebabkan banjir dan akan memberikan

dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti

jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh

pengelolaan sampah yang tidak memadai,

seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk

pengolahan air. Jika sarana penampungan

sampah kurang atau tidak efisien, orang akan

cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal

ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering

dibersihkan dan diperbaiki.

4. Bahaya Sampah Plastik bagi Kesehatan dan

Lingkungan

NETIZEN Salah satu faktor yang menyebabkan

rusaknya lingkungan hidup yang sampai saat ini

masih tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa

Indonesia adalah faktor pembuangan limbah

sampah plastik. Kantong plastik telah menjadi

sampah yang berbahaya dan sulit dikelola.

Diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun

untuk membuat sampah bekas kantong plastik itu

benar-benar terurai. Namun yang menjadi

persoalan adalah dampak negatif sampah plastik

ternyata sebesar fungsinya juga. Dibutuhkan waktu

1.000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah

secara terdekomposisi atau terurai dengan

sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang sangat

lama. Diperlukan 10-15 generasi agar sampah

plastik terurai dengan asumsi usia harapan hidup

70 tahun. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan

mencemari tanah dan air tanah.

Jika dibakar, sampah plastik akan

menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi

kesehatan yaitu jika proses pembakaranya tidak

sempurna, plastik akan mengurai di udara sebagai

dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya bila

terhirup manusia. Dampaknya antara lain memicu

penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati,

gangguan sistem saraf dan memicu depresi.

Kantong plastik juga penyebab banjir, karena

menyumbat saluran-saluran air, tanggul sehingga

mengakibatkan banjir bahkan yang terparah

merusak turbin waduk.

Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan,

sampah plastik mengemisikan gas rumah kaca ke

atmosfer. Kegiatan produksi plastik membutuhkan

sekitar 12 juta barel minyak dan 14 juta pohon

setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak

hemat energi. Pada tahap pembuangan di lahan

penimbunan sampah (TPA), sampah plastik

mengeluarkan gas rumah kaca.

3.3. KESEHATAN

Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya faktor lingkungan, gaya

hidup/perilaku, ketersediaan fasilitas pelayanan

kesehatan yang memadai, mencukupi dan mudah

diakses, serta faktor genetik/keturunan. Faktor

lingkungan dan perilaku masyarakat memiliki

hubungan timbal balik terhadap kesehatan.

Lingkungan yang tidak sehat disebabkan oleh

tidak/belum adanya pemahaman masyarakat untuk

melakukan pengelolaan lingkungan. Namun jika

masyarakat telah melakukan pengelolaan lingkungan

dengan benar, maka kesehatan tidak akan sulit

didapat. Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 dikatakan bahwa setiap orang

berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk

mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan

kesehatan yang setinggi-tingginya.

Page 154: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-23

3.3.1. Sumber Tekanan

3.3.1.1. Jenis Penyakit Utama Yang Diderita

Penduduk

Jenis penyakit yang paling banyak diderita

penduduk di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014

adalah ISPA (Infeksi saluran pernafasan atas).

Penyakit ini umumnya disebabkan oleh virus dan tidak

saja menyerang anak-anak namun juga orang

dewasa. Jumlah penderita penyakit ISPA yang terdata

pada tahun 2014 di Provinsi Sumatera Barat sebanyak

716.031 jiwa atau sekitar 74,21% dari keseluruhan

kasus penyakit yang terdata di Provinsi Sumatera

Barat. Penyakit selanjutnya yang paling banyak

diderita penduduk adalah penyakit kulit infeksi

sebanyak 105.081 kasus. Jenis penyakit yang paling

sedikit diderita penduduk adalah demam sebanyak

3.387 kasus atau 0,35 % dari keseluruhan kasus

penyakit yang terdata. Perbandingan jenis penyakit

utama yang diderita penduduk Provinsi Sumatera

Barat dapat dilihat pada Gambar 3.37.

Gambar 3.37 Persentase Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk

Sumber : Olahan Tabel DS-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.3.1.2. Perbandingan Jenis Penyakit Utama yang

Diderita Penduduk Tahun 2013-2014

Jika dibandingkan antara tahun 2013 dan

tahun 2014 jumlah kasus penyakit utama yang diderita

penduduk di Provinsi Sumatera Barat ada yang

mengalami peningkatan dan ada yang mengalami

penurunan. Jenis penyakit yang paling signifikan

mengalami penurunan adalah penyakit demam,

dimana pada tahun 2013 jumlah kasusnya sebanyak

78.534 menurun menjadi 3.387 kasus pada tahun

2014. Selanjutnya diikuti oleh penyakit gastritis dengan

jumlah kasus 226.226 pada tahun 2013 menjadi

21.506 kasus pada tahun 2014. Penyakit yang paling

sedikit mengalami penurunan adalah penyakit ronggga

mulut dan gigi dengan jumlah kasus 31.898 pada

tahun 2013 menjadi 5.349 kasus pada tahun 2014.

Jenis penyakit yang mengalami kenaikan

paling signifikan adalah penyakit kulit infeksi dengan

jumlah kasus 68.865 pada tahun 2013 meningkat

menjadi 105.081 kasus pada tahun 2014. Sedangkan

diare merupakan jenis penyakit yang paling sedikit

mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2013

jumlh kasusnya sebanyak 60.746 meningkat menjadi

65.701 kasus pada tahun 2014. Perbandingan jenis

penyakit utama yang diderita penduduk tahun 2013-

2014 dapat dilihat pada Gambar 3.38.

Page 155: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-24

Gambar 3.38 Perbandingan Jenis Penyakit Utama Yang Diderita Penduduk Tahun 2013-2014

Sumber : Olahan Tabel DS-2A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.3.1.3. Penyakit Berbasis Lingkungan

Penyakit berbasis lingkungan merupakan

penyakit yang disebabkan oleh interaksi manusia

dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki

potensi penyakit. Berdasarkan berbagai data dan

laporan, saat ini penyakit berbasis lingkungan masih

menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di

Indonesia. ISPA dan diare yang merupakan penyakit

berbasis lingkungan selalu masuk dalam 10 besar

penyakit di hampir seluruh Puskesmas di Indonesia,

selain Malaria, Demam Berdarah Dengue ( DBD ),

Filariasis, TB Paru, Cacingan, dan Penyakit Kulit.

Masih tingginya penyakit berbasis lingkungan

disebabkan oleh faktor lingkungan serta perilaku hidup

bersih dan sehat yang masih rendah. Berdasarkan

aspek sanitasi, tingginya angka penyakit berbasis

lingkungan banyak disebabkan oleh tidak terpenuhinya

kebutuhan air bersih masyarakat, pemanfaatan

jamban (MCK) yang masih rendah, tercemarnya

tanah, air, dan udara karena limbah rumah tangga,

limbah industri, limbah pertanian, sarana transportasi,

serta kondisi lingkungan fisik lainnya yang

memungkinkan terjadinya penyakit berbasis

lingkungan.

Penyakit berbasis lingkungan yang paling

banyak ditemukan di Provinsi Sumatera Barat pada

tahun 2014 adalah ISPA, diare dan penyakit kulit.

Ketiga penyakit ini terjadi merata hampir diseluruh

kabupaten/kota. Lima daerah terbanyak ditemukannya

penyakit berbasis lingkungan ini adalah Kota Padang,

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Agam, Kabupaten

Pesisir Selatan dan Kabupaten Pasaman Barat.

Penyakit ISPA paling banyak ditemukan di Kota

Padang dengan jumlah kasus sebanyak 129.627.

Selanjutnya diikuti oleh Kabupaten Tanah Datar

sebanyak 101.794 kasus. Kabupaten Agam

merupakan kabupaten dengan kasus diare dan

penyakit kulit terbanyak yaitu 10.161 kasus dan 22.779

kasus. Penyakit ISPA di Kabupaten Pesisir Selatan

sebanyak 86.220 kasus merupakan penyakit ISPA

terbanyak ketiga di Provinsi Sumatera Barat.

Perbandingan penyakit berbasis lingkungan di Provinsi

Page 156: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-25

Sumatera Barat tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 3.39.

Gambar 3.39 Jumlah Kasus Penyakit Berbasis Lingkungan Di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel DS-2B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.3.2. Bentuk Tekanan Dampak Terhadap

Lingkungan

3.3.2.1. Perkiraan Volume Limbah Padat dan

Limbah Cair dari Rumah Sakit

Limbah non medis dapat berupa limbah padat

dan limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan di RS di

luar medis. Limbah padat non medis berasal dari

dapur (berupa sisa makanan dan kemasannya), kantor

(kertas, plastik, dan sebagainya), dan taman (sampah

halaman) sedangkan limbah cair non medis

bersumber dari dapur dan laundry. Limbah B3 padat

atau limbah medis padat adalah limbah padat yang

terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah

benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah

container bertekanan, dan limbah dengan kandungan

logam berat yang tinggi. Sementara itu limbah B3 cair

adalah semua air buangan yang bersumber dari

kegiatan medis rumah sakit. Perkiraan volume limbah

rumah sakit di Kota Padang tahun 2014 dapat dilihat

pada Gambar 3.40.

Gambar 3.40 Rumah Sakit Pemerintah di Provinsi Sumatera Barat Yang Melakukan Pengelolaan Limbah

Sumber: Olahan Tabel SP-10B,C,D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.4. PERTANIAN

Daerah agraris merupakan karakteristik dari

Provinsi Sumatera Barat, hal ini selain ditandai oleh

masih dominannya nilai tambah di sektor pertanian

dalam perekonomian yang juga ditunjukkan oleh

penyerapan tenaga kerja yang tinggi di sektor ini,

sehingga sektor ini menjadi penopang kehidupan

sebagian besar penduduk. Ciri lain juga ditandai

dengan ketersediaan pangan yang cukup dan layak

bagi penduduk Provinsi Sumatera Barat.

Page 157: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-26

Peranan sektor pertanian sangat penting bagi

perekonomian Provinsi Sumatera Barat baik dalam

pembentukan PDRBnya maupun dalam penyerapan

tenaga kerja. Kontribusi sektor pertanian dikisaran 20

% terhadap PDRB mampu menyerap tenaga kerja

sebesar dua kali lipatnya atau sekitar 40 % (BPS

Provinsi Sumatera Barat, 2014). Beberapa data

ketenagakerjaan dan dari hasil Sensus Pertanian BPS

menunjukkan jumlah pekerja sektor pertanian semakin

menurun, salah satunya penyebabnya adalah adanya

tranformasi ekonomi yang mendorong orang semakin

banyak mencari pekerjaan diluar sektor pertanian.

Sektor pertanian semakin ditinggalkan oleh generasi

muda yang umumnya juga memiliki pendidikan lebih

baik atau penduduk usia muda akibatnya mereka yang

bekerja disektor pertanian adalah pekerja dengan usia

tua dengan tingkat pendidikan relatif rendah, sehingga

belum mampu memperbaiki produktivitas sektor

pertanian. Karena memang peningkatan produktivitas

tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah pekerja tapi juga

dipengaruhi oleh kualitas pekerja sektor pertanian. Hal

ini juga terlihat dari data tahun 2014 yang

menunjukkan besarnya alih fungsi lahan pertanian

yang berubah menjadi lahan kering.

Potensi yang besar di sektor pertanian juga

didukung dengan adanya komoditi yang ada termasuk

unggulan atau spesifik. Menurut RPJMD Provinsi

Sumatera Barat tahun 2010-2015, yang termasuk

komoditi unggulan adalah karet, pala, kelapa sawit,

kopi, dan kakao, sedangkan yang ditetapkan sebagai

komoditi spesifik adalah Cassia vera (kayu manis),

gambir, kelapa dan nilam.

Besarnya tekanan lingkungan yang berasal

dari sektor pertanian, dapat juga kita lihat dari data

penggunaan pupuk kimia untuk pertanian,

pertambahan luas lahan pertanian, alih fungsi lahan

pertanian menjadi non pertanian, luas cetak sawah

baru yang berasal dari alih fungsi hutan, jumlah emisi

gas methan yang berasal dari kotoran ternak serta

unggas, dan lain sebagainya. Dalam analisis ini

nantinya akan diuraikan bagaimana kondisi rata-rata

dan kondisi ekstrim dari berbagai kegiatan yang

menyebabkan tekanan terhadap lingkungan serta

analisis dengan membandingkan kondisi antar lokasi

yang ada di kabupaten/kota dan analisis melihat

kecenderungan antar waktu.

3.4.1. Sumber Tekanan

3.4.1.1. Luas Lahan dan Produksi Perkebunan

menurut Jenis Tanaman dan Penggunaan

Pupuk

Luas Lahan perkebunan di Provinsi Sumatera

Barat pada tahun 2014 adalah sebesar 624.421,41

Ha, luas lahan ini merupakan luas dari 22 jenis

tanaman yang ada. Hasil produksi perkebunan dari

seluruh jenis tanaman tersebut mencapai

109.616456,85 ton. Dari luas lahan perkebunan yang

ada, yang terbesar merupakan lahan perkebunan

sawit yakni seluas 231.800 Ha, diikuti dengan lahan

karet dengan luas 143.170 Ha, dan lahan kelapa

dengan luas 71.707 Ha.Jika dilihat dari total hasil

produksi sektor perkebunan, produksi perkebunan

terbesar ini terdapat di Kabupaten Dharmasraya

dengan jumlah 105.962.353 ton.

Hasil produksi perkebunan terbesar

disumbang dari produksi jenis tanaman kelapa sawit

dengan jumlah 102.763.746 ton, diikuti dengan

produksi karet dengan jumlah 3.576.730 ton dan

produksi kelapa dengan jumlah 2.670.840 ton. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.41 di

bawah ini.

Page 158: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-27

Gambar 3.41 Luas Lahan dan Produksi Perkebunan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan data tahun 2014 jumlah

penggunaan pupuk di Provinsi Sumatera Barat adalah

sebesar 69.681.781,67 ton pupuk. Jenis pupuk yang

digunakan antara lain Urea, SP.36, ZA, NPK dan

Organik. Penggunaan pupuk yang terbesar adalah

pupuk jenis ZA yakni dengan jumlah 34.246.895,02

ton, diikuti oleh pupuk urea dengan jumlah

21.614.663,60 ton, dan pupuk SP.36 dengan jumlah

12.871.136,26 ton. Dari 19 Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Barat, penggunaan pupuk untuk

perkebunan yang terbesar terdapat di Kabupaten

Dharmasraya dengan jumlah total 68.402.083 ton,

diikuti oleh Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah

896.678 ton dan Kabupaten Padang Pariaman dengan

jumlah 292.596,94 ton.

Penggunaan pupuk Urea dengan jumlah

21.368.926 ton, pupuk SP.36 dengan jumlah

12.822.148 ton, dan pupuk ZA dengan jumlah

34.211.000 ton, di Kabupaten Dharmasraya

merupakan yang tertinggi di Provinsi Sumatera Barat,

sedangkan pupuk NPK terbesar terdapat di Kabupaten

Agam dengan jumlah 13.445,6 ton dan penggunaan

pupuk organik terbesar terdapat di Kabupaten Padang

Pariaman dengan jumlah 257.168 ton. Untuk lebih

jelasnya penggunaan pupuk per kabupaten/kota dapat

dilihat pada Gambar 3.42 di bawah ini.

Page 159: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-28

Gambar 3.42 Penggunaan Pupuk per Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-3A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Untuk beberapa jenis tanaman primadona

seperti coklat, karet dan kopi pertumbuhan kurang

dapat diproyeksikan sampai tahun berikutnya.

Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan Provinsi

Sumatera Barat pada tahun 2013 luas lahan tanaman

coklat adalah 155.000 Ha meningkat menjadi 165.000

Ha pada tahun 2015. Untuk karet dari 175.000 Ha

meningkat menjadi 177.000 Ha pada tahun 2015, dan

kopi dari 70 Ha meningkat menjadi 75 Ha pada tahun

2015. Proyeksi pertambahan luas tanam komoditi

primadona dapat dilihat pada Gambar 3.43 di bawah

ini.

Gambar 3.43 Proyeksi Pertambahan Luas Tanam Beberapa Komoditi Primadona

Provinsi Sumatera BaratTahun 2014-2015

Sumber : Olahan Tabel SE-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 160: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-29

3.4.1.2. Penggunaan Pupuk Untuk Tanaman Padi

dan Palawija menurut Jenis Pupuk

Penggunaan pupuk untuk jenis tanaman padi

dan palawija terdiri dari pupuk jenis urea, SP.36, ZA,

NPK dan pupuk organik. Untuk penggunaan pupuk

berdasarkan jenis tanamannya dapat dilihat

berdasarkan jenis tanaman padi, jagung, kedelai,

kacang tanah, ubi kayu dan ubi jalar. Penggunaan

pupuk untuk tanaman padi dan palawija secara

keseluruhan berjumlah 37.000.679,63 ton,

penggunaan pupuk terbesar adalah untuk jenis

tanaman padi yakni berjumlah 20.119.797,90 ton,

diikuti oleh jenis tanaman jagung dengan jumlah

16.284.501,42 ton. Untuk penggunaan pupuk jenis

urea pada tanaman padi dan palawija secara

keseluruhan di Provinsi Sumatera Barat berjumlah

25.205.889,51 ton, penggunaan pupuk SP.36

berjumlah 3.414.201,77 ton, pupuk ZA berjumlah

1.564.849,41 ton, pupuk NPK berjumlah 4.753.919,35

ton, dan penggunaan pupuk organik berjumlah

2.061.837,59 ton. Sedangkan penggunaan pupuk

berdasarkan jenis tanaman dapat dilihat pada gambar

3.44 di bawah ini.

Gambar 3.44 Penggunaan Pupuk Untuk Tanaman Padi dan Palawija menurut Jenis Pupuk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-4 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dibandingkan penggunaan pupuk pada

tahun 2013 dan tahun 2014, terjadi peningkatan yang

cukup signifikan pada pupuk jenis urea dan pupuk

NPK. Penambahan jumlah pemakaian pupuk tersebut

bukan disebabkan pertambahan luas areal pertanian

yang signifikan tetapi lebih disebabkan dukungan data

pemakaian pupuk yang lebih lengkap dari

Kabupaten/Kota tahun ini dari sebelumnya.

Penggunaan pupuk urea pada tahun 2013 berjumlah

5.224.246 ton meningkat menjadi 25.205.889,51 ton di

tahun 2014. Untuk pupuk NPK 1.824.717 ton pada

tahun 2013 meningkat menjadi 4.753.919,35 ton di

tahun 2014. Sedangkan jenis pupuk yang mengalami

penurunan adalah jenis pupuk SP.36 dengan jumlah

4.138.769 pada tahun 2013 turun menjadi

3.414.201,77 ton di tahun 2014, untuk pupuk ZA

berjumlah 1.999.353 ton turun menjadi 1.564.849,41

ton pada tahun 2014, dan pupuk organik dengan

jumlah 2.564.674 ton turun menjadi 2.061.837,59 ton

pada tahun 2014. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar 3.45 di bawah ini.

Page 161: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-30

Gambar 3.45 Perbandingan Pemakaian Berbagai Jenis Pupuk Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 - 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-4F Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.4.1.3. Luas Perubahan Penggunaan Lahan

Pertanian

Perubahan penggunaan lahan pertanian

mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Pada tahun 2013 perubahan lahan

pertanian adalah sebesar 1.207.191,73 Ha naik

menjadi 1.310.024,53 Ha di tahun 2014. Perubahan

lahan pertanian di Sumatera Barat pada tahun 2014

secara umum menjadi lahan pemukiman, industri,

tanah kering, perkebunan, semak belukar, tanah

kosong, perairan/kolam, dan peruntukan lainnya.

Perubahan lahan pertanian terbesar adalah menjadi

tanah kering yakni seluas 565.880 Ha, diikuti oleh

perkebunan dengan luas 341.565,07 Ha, dan

peruntukan lainnya dengan luas 214.664 Ha.

Gambar 3.46 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat dari perubahan penggunaan lahan

pertanian di kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat, perubahan terbesar terdapat di Kabupaten

Pesisir Selatan dengan luas 431.931Ha dengan jenis

perubahan paling besar pada tanah kering, hal ini

disebabkan masyarakat yang aktivitasnya beralih ke

sektor lainnya sehingga meninggalkan lahan pertanian

yang ada. Sedangkan perubahan menjadi lahan

perkebunan paling besar terdapat di Kabupaten

Dharmasraya yakni sebesar 156.504 Ha. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.47 di bawah ini.

Page 162: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-31

Gambar 3.47 Luas Perubahan Penggunaan Lahan Pertanian per Kabupaten/Kota

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-5A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika melihat perubahan lahan 2 tahun

terakhir, pada tahun 2012 perubahan lahan pertanian

masih cukup besar yakni sebesar 4.229.731 Ha, turun

menjadi 1.207.191,73 Ha di tahun 2013 dan

mengalami kenaikan lagi pada tahun 2014 menjadi

1.310.024,53 Ha. Kecenderungan perubahan lahan

pertanian mengalami perbedaan setiap tahunnya.

Pada tahun 2012 perubahan lahan pertanian terbesar

adalah menjadi peruntukan lain, sementara itu pada

tahun 2013 perubahan terbesar adalah menjadi lahan

kering, sedangkan perubahan lahan terbesar juga

terdapat pada lahan kering.

Berdasarkan data luas perubahan lahan

pertanian ini dapat disimpulkan bahwa dalam

melaksanakan program peningkatan di sektor

pertanian perlu dilaksanakan secara berkelanjutan.

Program yang dinilai berhasil dalam menekan

terjadinya perubahan lahan pertanian perlu

dipertahankan agar perubahan lahan pertanian ini

dapat ditekan sehingga peningkatan produksi sektor

pertanian dapat dicapai. Perbandingan luas perubahan

lahan pertanian 2012-2014 dapat dilihat pada Gambar

3.48 di bawah ini.

Gambar 3.48 Perbandingan Luas Perubahan Lahan Pertanian Menjadi Jenis Penggunaan Baru

Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2014

Sumber : Olahan Tabel SE-5B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 163: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-32

3.4.1.4. Luas Lahan Sawah menurut Frekuensi

Penanaman, Produksi per Hektar

Frekuensi penanaman pada tanaman padi

dalam satu tahun di Provinsi Sumatera Barat terbagi

atas 1 kali, 2 kali, dan 3 kali. Frekuensi penanaman

yang paling banyak digunakan pada lahan sawah

adalah 2 kali penanaman yakni dengan luas

167.936,66 Ha, selanjutnya 3 kali penanaman dengan

luas 36.855 Ha, dan 1 kali penanaman dengan luas

15.711 Ha. Daerah dengan frekuensi 3 kali

penanaman paling besar luasnya terdapat di

Kabupaten Solok yakni sebesar 14.041 Ha, diikuti

dengan Kabupaten Pesisir Selatan dengan luas 6.910

Ha, dan Kabupaten Solok Selatan dengan luas 5.078

Ha. Untuk daerah dengan frekuensi 2 kali penanaman

paling besar terdapat di Kabupaten Padang Pariaman

dengan luas 55.282 Ha, diikuti oleh Kabupaten Agam

dengan luas 21.079 Ha, dan Kabupaten Pasaman

dengan luas 21.040 Ha, sedangkan daerah dengan

frekuensi 1 kali penanaman paling luas terdapat di

Kabupaten Agam dengan luas 2.489 Ha. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.49 di bawah ini.

Gambar 3.49 Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman dan Produksi Per Hektar Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Secara umum luas sawah yang ada di

Provinsi Sumatera Barat terus mengalami penurunan.

Pada tahun 2014 luas sawah yang ada mencapai

220.503 Ha, mengalami penurunan sebesar 8.622 Ha

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang

mencapai 229.125 Ha. Hal ini dapat terjadi karena

berbagai alasan, misalnya alih fungsi lahan pertanian,

beralihnya mata pencarian petani, bencana alam, dan

lain sebagainya.

Jika dibandingkan dengan data 4 (empat)

tahun terakhir, luas sawah dengan 2 kali frekuensi

penanaman mengalami peningkatan yang cukup

signifikan. Pada tahun 2014 tercatat luas lahan sawah

dengan frekuensi 2 kali penanaman luasnya mencapai

167.936,66 Ha, sedangkan tahun 2013, 2012, dan

2011 tercatat luasnya berturut-turut 140.772 Ha,

151.670 Ha, dan 143.510 Ha. Perbandingan luas

lahan sawah menurut frekuensi penanaman 2011-

2014 dapat dilihat pada Gambar 3.50 berikut.

Page 164: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-33

Gambar 3.50 Perbandingan Luas Lahan Sawah Menurut Frekuensi Penanaman Provinsi Sumatera Barat Tahun 2011 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-7B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pada tahun 2014 luas sawah cetak baru di

Provinsi Sumatera Barat mencapai 304,6 Ha, jumlah

ini mengalami penurunan jika dibandingkan dengan

tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 luas

sawah cetak baru mencapai 500 Ha, sedangkan tahun

2012 mencapai 1.001,1 Ha. Luas sawah cetak baru

tahun 2014 ini hanya terdapat di Kabupaten Pesisir

Selatan dengan luas 186,5 Ha dan Kabupaten

Dharmasraya dengan luas 118,1 Ha. Untuk tetap

menjaga agar target peningkatan hasil produksi padi

meningkat, pemerintah perlu menambah kembali luas

sawah cetak baru karena mengingat sebagian lahan

pertanian yang ada mengalami alih fungsi menjadi

peruntukan lainnya. Hal ini untuk tetap menjaga agar

produksi pertanian khususnya beras di Sumatera

Barat tetap terjaga dan bahkan ditingkatkan dari

sebelumnya.

Gambar 3.51 Luas Cetak Sawah Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-7C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 165: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-34

3.4.1.5. Jumlah Hewan Ternak

Hewan ternak yang ada di Sumatera Barat

dapat dibagi atas 7 (tujuh) jenis yaitu sapi perah, sapi

potong, kerbau, kuda, kambing, domba, dan babi.

Total ternak dari ketujuh jenis tersebut pada tahun

2014 berjumlah 789.238 ekor. Ternak terbesar

jumlahnya dari ketujuh jenis tersebut adalah sapi

potong yakni dengan jumlah 378.789 ekor, diikuti oleh

ternak kambing dengan jumlah 256.704 ekor dan

ternak kerbau dengan jumlah 114.013 ekor. Untuk

jenis sapi potong jumlah terbesar terdapat di

Kabupaten Pesisir Selatan yakni berjumlah 79.266

ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan

jumlah 39.903 ekor dan Kabupaten Solok dengan

jumlah 37.332 ekor. Untuk jenis ternak kambing jumlah

terbesar terdapat di Kabupaten Pesisir Selatan dengan

jumlah 44.355 ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang

Pariaman dengan jumlah 32.750 ekor, dan Kabupaten

Tanah Datar dengan jumlah 30.824 ekor. Sedangkan

untuk ternak kerbau paling tinggi terdapat di

Kabupaten Agam dengan jumlah 19.193 ekor, diikuti

oleh Kabupaten Padang Pariaman dengan jumlah

15.950 ekor, dan Kabupaten Sijunjung dengan jumlah

15.828 ekor. Jumlah hewan ternak berdasarkan jenis

dapat dilihat pada Gambar 3.52 di bawah ini.

Gambar 3.52 Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya,

total jumlah ternak secara umum mengalami

penurunan. Pada tahun 2014 total jumlah ternak

adalah sebesar 789.238 ekor, turun 28.894 ekor

dibandingkan dengan jumlah total ternak pada tahun

2013. Jenis ternak yang mengalami peningkatan

jumlah dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya

jenis sapi potong. Pada tahun 2014 jumlah sapi potong

berjumlah 378.789 ekor mengalami peningkatan dari

tahun 2013 yang berjumlah 373.603 ekor atau

mengalami kenaikan jumlah sebesar 5.186 ekor.

Sedangkan jenis ternak yang mengalami penurunan

jumlah paling besar adalah ternak jenis babi. Pada

tahun 2013 ternak babi berjumlah 49.822 ekor turun

menjadi 31.621 ekor pada tahun 2014. Untuk ternak

jenis kambing, pada tahun 2013 berjumlah 267.655

ekor turun menjadi 256.704 ekor pada tahun 2014.

Untuk ternak jenis kerbau juga mengalami penurunan

jumlah, pada tahun 2013 jumlah kerbau adalah

sebesar 117.905 ekor turun menjadi 114.013 ekor

pada tahun 2014. Untuk lebih jelasnya perbandingan

Page 166: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-35

jumlah ternak 3 (tiga) tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 3.53 di bawah ini.

Gambar 3.53 Perbandingan Jumlah Hewan Ternak Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 3.54 Jumlah Kotoran Ternak Yang Dihasilkan Menurut Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dari jumlah kotoran ternak yang ada, kita

dapat memperkirakan jumlah emisi gas methan yang

dihasilkan. Gas methan merupakan salah satu gas

rumah kaca yang memberikan kontribusi terhadap

terjadinya pemanasan global. Total emisi gas methan

yang dihasilkan dari kotoran ternak pada tahun 2014

berjumlah 175.867.809 ton/tahun. Jumlah ini terbesar

berasal dari sapi potong yang berjumlah 136.527.985

ton/tahun, diikuti oleh kerbau dengan jumlah

33.291.796 ton/tahun, dan kambing dengan jumlah

5.095.617 ton/tahun. Jika dilihat berdasarkan daerah

dengan jumlah gas methan tertinggi, Kabupaten

Pesisir Selatan merupakan daerah yang berada pada

urutan teratas dengan jumlah gas methan sebesar

32.316.494 ton/tahun, diikuti oleh Kabupaten Padang

Pariaman dengan jumlah 19.235.698 ton/tahun, dan

Kabupaten Agam dengan jumlah 18.348.979

ton/tahun. Jumlah gas methan yang dihasilkan

berdasarkan jenis dan wilayah dapat dilihat pada

Gambar 3.55 di bawah ini.

Page 167: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-36

Gambar 3.55 Emisi Gas Metan (CH4) Berdasarkan Jenis Ternak Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat perbandingan jumlah hewan

ternak dan emisi gas methan yang dihasilkan, maka

dapat terlihat bahwa jumlah ternak yang ada

berbanding lurus dengan besarnya emisi gas methan

yang dihasilkan. Pada Gambar 3.56 Kabupaten Pesisir

Selatan, Kabupaten Padang Pariaman merupakan

daerah urutan teratas yang memiliki jumlah ternak dan

emisi gas methan tertinggi dibandingkan dengan

daerah lainnya, sedangkan daerah dengan ternak dan

emisi gas methan terendah terdapat di Kota Bukittinggi

dan Kota Padang Panjang.

Gambar 3.56 Perbandingan Jumlah Hewan Ternak dengan Emisi Gas Methan (CH4) dari Kegiatan Peternakan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-8D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.4.1.6. Jumlah Hewan Unggas dari Jenis Unggas

Berdasarkan data Dinas Peternakan Provinsi

Sumatera Barat total jumlah hewan unggas yang

terdapat di Provinsi Sumatera Barat adalah

32.187.428 ekor. Jumlah unggas ini terbagi atas 4

jenis yakni ayam kampung, ayam petelur, ayam

pedaging, dan itik. Jumlah unggas tertinggi terdapat

pada jenis ayam pedaging dengan jumlah 17.761.996

ekor, diikuti dengan ayam petelur dengan jumlah

8.348.676 ekor, dan ayam kampung dengan jumlah

Page 168: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-37

4.942.749 ekor, sedangkan itik dengan jumlah

1.134.007 ekor. Jumlah ayam pedaging tertinggi

terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah

5.543.388 ekor, diikuti oleh Kabupaten Padang

Pariaman dengan jumlah 4.335.029 ekor dan Kota

Padang dengan jumlah 2.219.612 ekor. Untuk ayam

petelur jumlah tertinggi terdapat di Kabupaten Lima

Puluh Kota dengan jumlah 4.853.297 ekor, diikuti oleh

Kabupaten Tanah Datar dengan jumlah 906.515 ekor,

dan Kota Payakumbuh dengan jumlah 700.625 ekor.

Sedangkan untuk jenis ayam kampung jumlah tertinggi

terdapat di Kabupaten Padang Pariaman dengan

jumlah 1.148.140 ekor, diikuti Kabupaten Pesisir

Selatan dengan jumlah 778.167 ekor, dan Kabupaten

Tanah Datar dengan jumlah 525.930 ekor.

Jika dilihat dari jumlah unggas berdasarkan

kabupaten/kota, maka jumlah unggas tertinggi

terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan jumlah

11.061.363 ekor, diikuti oleh Kabupaten Kabupaten

Padang Pariaman dengan jumlah 6.235.197 ekor, dan

Kota Padang dengan jumlah 3.163.908 ekor. Untuk

lebih jelasnya jumlah unggas menurut jenis dan

daerah dapat dilihat pada Gambar 3.57 di bawah ini.

Gambar 3.57 Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat perbandingan jumlah hewan

unggas dalam tiga tahun terakhir, antara tahun 2013

dan 2014 tidak terjadi perubahan jumlah unggas yang

cukup signifikan, jumlah unggas tahun 2014 sebesar

32.187.428 ekor mengalami penurunan sekitar 2,19

persen atau turun sebesar 721.982 ekor dibandingkan

dengan tahun 2013. Sedangkan peningkatan jumlah

yang cukup signifikan justru terjadi antara tahun 2012

ke tahun 2013, pada tahun 2013 jumlah unggas

adalah 32.909.410 ekor mengalami kenaikan dari

tahun sebelumnya yang berjumlah 13.212.961 ekor

atau naik sebesar 149 persen atau naik sebesar

19.696.449 ekor dibandingkan dengan tahun

sebelumnya. Jumlah hewan unggas dalam 3 (tiga)

tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 3.58 di

bawah ini.

Page 169: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-38

Gambar 3.58 Perbandingan Jumlah Hewan Unggas menurut Jenis Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012-2014

Sumber : Olahan Tabel SE-9B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan jumlah kotoran ternak yang

dihasilkan secara keseluruhan berjumlah 31.963.916

ekor/ton/tahun. Jumlah terbesar adalah kotoran ternak

yang berasal dari ayam pedaging yakni berjumlah

17.712.513 ekor/ton/tahun, diikuti oleh ayam petelur

dengan jumlah 8.164.536 ekor/ton/tahun, ayam

kampung dengan jumlah 4.919.247 ekor/ton/tahun dan

itik dengan jumlah 1.167.620 ekor/ton/tahun. Dilihat

berdasarkan daerah di Sumatera Barat dengan jumlah

kotoran ternak tertinggi terdapat di Kabupaten Lima

Puluh Kota yakni berjumlah 11.061.363

ekor/ton/tahun, diikuti oleh Kabupaten Padang

Pariaman dengan jumlah 6.235.197 ekor/ton/tahun,

dan Kota Padang dengan jumlah 3.163.908

ekor/ton/tahun. Pada Gambar 3.59 di bawah ini dapat

dilihat jumlah kotoran ternak segar yang dihasilkan

tahun 2014.

Gambar 3.59 Jumlah Kotoran Ternak segar Yang Dihasilkan ternak Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-9C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat perbandingan jumlah ternak dan

jumlah emisi gas methan yang dihasilkan dapat

disimpulkan bahwa jumlah ternak yang ada

berbanding lurus dengan jumlah emisi gas methan

yang dihasilkan. Pada Gambar 3.60 dapat dilihat

bahwa Kabupaten Lima Puluh Kota dan Kabupaten

Padang Pariaman yang memiliki jumlah ternak

tertinggi juga memiliki emisi gas methan tertinggi di

Sumatera Barat, sedangkan Kota Bukittinggi dan

Padang Panjang yang memiliki jumlah ternak paling

sedikit juga memiliki kotoran ternak terendah di

Sumatera Barat. Secara keseluruhan jumlah emisi gas

Page 170: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-39

methan yang dihasilkan tahun 2014 di Sumatera Barat

adalah sebesar 1.162.863.819,19 ton/tahun dan

penyumbang emisi terbesar adalah Kabupaten Lima

Puluh Kota dengan jumlah emisi sebesar

450.471.666,55 ton/tahun dan Kabupaten Padang

Pariaman dengan jumlah emisi sebesar

223.246.651,45 ton/tahun.

Gambar 3.60 Perbandingan Jumlah Hewan Unggas dengan Emisi Gas Methan (CH4)

dari Kegiatan Peternakan Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-9D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jumlah total emisi gas methan yang

dihasilkan dari hewan ternak dan unggas di Provinsi

Sumatera Barat tahun 2014 adalah sebesar

1.333.384.902,18 ton/tahun dan jumlah emisi terbesar

berasal dari hewan unggas dengan jumlah

1.162.863.819,19 ton/tahun sedangkan jumlah emisi

yang berasal dari ternak berjumlah 170.521.082,99

ton/tahun. Untuk daerah dengan emisi gas methan

tertinggi terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota

dengan jumlah 466.583.011,10 ton/tahun dan yang

paling rendah terdapat di Kota Padang Panjang

dengan jumlah emisi 555.791,54 ton/tahun. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.61 di

bawah ini.

Gambar 3.61 Jumlah Total Emisi Gas Methan (CH4) dari Hewan Ternak dan Hewan Unggas Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SE-9E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 171: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-40

3.5. INDUSTRI

Pembangunan di sektor Industri merupakan

cara yang tepat dalam menanggulangi masalah

pengangguran dan kemiskinan. Proses kegiatan

industri merupakan penggerak ekonomi di suatu

daerah bahkan masyarakat disekitar industri

mendapatkan nilai tambah dan keuntungan dari

industri. Disisi lain penurunan kualitas lingkungan akan

terjadi karena keberadaan industri. Industri bisa

menyebabkan terjadinya pencemaran dan kerusakan

lingkungan sebagai akibat dari kegiatan industri yang

ada. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang

terjadi dapat dihindari jika limbah yang dihasilkan

dikelola dengan baik dan menerapkan sistem yang

ramah lingkungan.

3.5.1. Sumber Tekanan

Limbah yang dihasilkan umumnya berupa

bahan organik, sintetik, logam berat, bahan beracun

berbahaya yang sulit untuk diurai oleh proses biologi

(nondegradable) selain itu limbah industri bersifat

menetap dan mudah terakumulasi (biomagnifikasi)

bahkan logam berat sebagai sebuah unsur memiliki

sifat menetap di alam tidak dapat dihilangkan. Limbah

yang dihasilkan industri berwujud padat, cair dan gas

akan menyebabkan pencemaran air, udara, tanah dan

limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) jika tidak

dikelola dengan baik. Dengan semakin meningkatnya

industri–industri di Provinsi Sumatera Barat, sumber

tekanan terhadap lingkungan paling utama yang

berasal dari sektor industri adalah :

a. Masih terdapatnya industri kecil yang belum

mengelola limbah cair dan emisi gas buang.

b. Pencemaran limbah cair, udara dan pada

beberapa industri skala besar dan menengah.

c. Masih kurangnya pihak ketiga yang berizin yang

mengelola limbah Bahan Berbahaya dan beracun

yang dihasilkan oleh industri di Sumatera Barat.

3.5.1.1. Jumlah Jenis Industri/Kegiatan Usaha

Industri merupakan salah satu penyumbang

utama pencemaran lingkungan, begitu juga industri-

industri yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat.

Setiap kegiatan industri wajib untuk selalu melakukan

pengendalian pencemaran lingkungan. Jika

pengelolaan ini tidak dilakukan dengan baik dapat

menimbulkan beban pencemaran bagi kualitas sungai

di sekitarnya. Beban pencemaran menunjukkan jumlah

suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau

air limbah yang dibuang ke lingkungan.

Seperti diketahui, sungai seringkali

dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan akhir dari

limbah hasil kegiatan manusia dimana keadaan ini

dapat menambah beban pencemaran sungai. Setiap

jenis industri yang menghasilkan limbah cair

diwajibkan untuk mengelola limbah cairnya sehingga

terjadi penurunan beban pencemaran dan limbah yang

dibuang ke badan air bisa memenuhi baku mutu yang

telah ditetapkan.

Beban pencemaran industri sawit pada tahun

2014 jika dibandingkan dengan beban pencemaran

maksimum, masih berada di bawah baku mutu yang

ditetapkan, namun jika dibandingkan dengan tahun

2013 terjadi kenaikan. Gambaran ini dapat dilihat dari

Gambar 3.62 berikut.

Page 172: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-41

Gambar 3.62 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Sawit

0

0,1

0,2

0,3

0,4

0,5

0,6

0,7

0,8

0,9

BOD COD TSS Minyak/lemak

baku mutu

2013

2014

Sumber : Olahan Tabel SP-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pada Industri karet terjadi perbaikan

pengelolaaan kualitas alir limbah hal ini terlihat dari

penurunan beban pencemaran air jika dibandingkan

dengan tahun 2013. Jika dibandingkan dengan baku

mutu maka beban pencemaran pada tahun 2014 juga

berada dibawah baku mutu, seperti terlihat pada

Gambar 3.63 berikut.

Gambar 3.63 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Karet

0

0,05

0,1

BOD CODTSS

Amoniak

bakumutu

2013

2014

Sumber : Olahan Tabel SP-1B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Pada industri minuman ringan di Provinsi

Sumatera Barat terdapat PT. Coca Cola Botling

Indonesia. Perusahaan ini memiliki proses pembuatan

sirup dan pencucian botol. Air limbah yang dihasilkan

jauh berada dibawah baku mutu dengan baku mutu

parameter COD=600, TSS=540 minyak & lemak=72.

Perbandingan lebih detail dapat dilihat pada Tabel 3.3

berikut.

Page 173: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-42

Tabel 3.3 Perbandingan Antar Waktu dan Baku Mutu Beban Pencemaran Industri Minuman Ringan

No Parameter Baku mutu Beban Pencemaran Air Limbah Industri Minuman

Ringan (g/liter)

Beban Pencemaran limbah cair Industri Minuman Ringan (g/liter)

2013 2014

1 BOD 600 0,000017194 0,004012703

2 TSS 540 0,000020438 0,051591897

3 Minyak/lemak 72 0,000004217 0,002292973

Sumber : Olahan Tabel SP-1C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Air sebagai bahan baku maupun bahan

pendukung dalam proses produksi di industri

menyebabkan pelaku usaha mendirikan industri pada

daerah yang mempunyai kecukupan air. Daerah Aliran

Sungai (DAS) menjadi pilihan yang paling tepat untuk

dijadikan lokasi pendirian industri. Jika dilihat dari

Gambar 3.64 berikut terlihat bahwa 94% industri yang

ada berada di wilayah DAS dan hanya 6% yang tidak

berada di wilayah DAS.

Gambar 3.64 Sebaran Lokasi Industri di Wilayah DAS

Sumber : Olahan Tabel SP-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.5.1.2. Sebaran Industri Peserta PROPER

Pengawasan Provinsi Sumatera Barat

Dilihat dari jenis industri yang terdapat di

Provinsi Sumatera Barat, Agro Industri merupakan

jenis industri terbanyak yang ada di Provinsi Sumatera

Barat dengan jumlah industri sawit 12 industri, karet 4

perkebunan dan pabrik teh 1 serta industri minuman 1.

Sedangkan Manufaktur Prasarana Jasa (MPJ) dengan

peringkat kedua terdiri rumah sakit 2, hotel 1 dan

industri farmasi 1. Sedangkan Pertambangan Energi

Migas (PEM) dengan jumlah pertambangan 3 industri

serta 1 Pembangkit Listrik Tenaga Gas.

Page 174: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-43

Gambar 3.65 Jenis dan Jumlah Industri Peserta PROPER Pengawasan Di Provinsi Sumatera Barat.

0

5

10

15

20

Agro MPJ PEM

Sawit 12

RS, 2 Tambang, 3

Karet, 4

Farmasi, 1 PLTG, 1

Teh, 1

Hotel, 1

Minuman, 1

Sumber : Olahan Tabel SP-1D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dilihat dari sebaran industri peserta PROPER

tiap kabupaten/kota terlihat bahwa industri ini tersebar

di beberapa kabupaten/kota diantaranya Kabupaten

Pasaman Barat 5 perusahaan, Kabupaten Solok

Selatan 2 perusahaan, Kabupaten Dharmasraya 3

perusahaan, Kabupaten Padang Pariaman 1

perusahaan dan Kabupaten Agam 3 perusahaan.

Selanjutnya industri karet menjadi perusahaan

terbanyak kedua yang terdapat di Kota Padang dan

Kabupaten Dharmasraya. Industri semen hanya

terdapat di Kota Padang, industri teh di Kabupaten

Solok dan sisanya terdapat industri minuman, industri

farmasi, dan industri pakan ternak di Kabupaten

Padang Pariaman. Sebaran industri tersebut dapat

dilihat pada Gambar 3.66.

Gambar 3.66 Sebaran Industri Peserta PROPER Pengawasan Provinsi Sumatera Barat

Kabupaten Pasaman Barat; 5

Kota Padang; 5

Kab. Padang Pariaman; 4Kab. Solok Selatan; 2

Kab. Agam; 3

Kab. Dharmasraya; 3

Kota Bukittinggi; 2

Kab. Sijunjung; 1Kota Sawahlunto; 1Kab. Solok; 1 ; 0

Sumber : Olahan Tabel SP-1D, Buku Data SLHD Sumatera Barat, Tahun 2014

3.6. PERTAMBANGAN

Pertambangan merupakan salah satu sumber

daya alam yang potensinya cukup besar di Indonesia.

Kegiatan pertambangan di Indonesia sudah

berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda seperti

PT. Semen Padang yang merupakan pabrik semen

pertama di Indonesia. Contoh lainnya adalah tambang

batu bara Ombilin Sawahlunto yang merupakan lokasi

pertambangan batu bara pertama yang ditemukan

oleh Belanda. Batu bara dari Ombilin ini digunakan

oleh Pabrik Semen Padang untuk proses produksi

pertamanya sampai sekarang.

Page 175: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-44

Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun

2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara

yang dimaksud dengan pertambangan adalah

sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka

penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau

batubara yang meliputi konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan

penjualan, serta kegiatan pascatambang. Kegiatan

pertambangan yang ada di Indonesia yaitu

pertambangan batu bara dan pertambangan mineral

yang terdiri dari mineral logam, mineral bukan logam

dan batuan. Pertambangan mineral logam misalnya

emas, perak, tembaga, timah, nikel, timbal, dan lain-

lain. Sedangkan mineral bukan logam diantranya pasir

kuarsa, belerang, mika, zeolit, kaolin, dolomit, dan

sebagainya. Sementara mineral batuan diantaranya

terdiri dari obsidian, marmer, tanah urug, batu kali,

pasir, kerikil, batu gamping dan lain-lain.

3.6.1 Sumber Tekanan

3.6.1.1 Luas Areal dan Produksi Pertambangan

Menurut Jenis Bahan Galian

Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi

bahan tambang golongan A, B dan C. Bahan tambang

golongan A yang terdapat di Provinsi Sumatera Barat

berupa batu bara yang sebagian besar terdapat di

Kota Sawahlunto, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten

Dharmasraya dan Kabupaten Pesisir Selatan.

Sedangkan bahan tambang golongan B berupa logam

dasar, emas, bijih besi, tembaga, mangan, batu silika

dan timah hitam yang menyebar di wilayah Kabupaten

Sijunjung, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Lima

Puluh Kota, Pasaman, dan Tanah Datar. Bahan

tambang golongan C menyebar hampir di seluruh

kabupaten dan kota yang sebagian besar terdiri dari

pasir, batu, kerikil, batu kapur, clay dan tanah urug.

Jenis bahan galian yang dominan di Kota

Padang adalah batu kapur yang sebagian besar di

eksplorasi dan di produksi oleh PT. Semen Padang.

Luas areal tambang sekitar 206,96 Ha dengan jumlah

produksi hampir delapan juta ton per tahun. Selain

Kota Padang, Kabupaten Agam juga menghasilkan

batu kapur dengan jumlah produksi sebesar 473.040

ton per tahun. Kabupaten Padang Pariaman lebih

didominasi bahan galian C dengan jumlah produksi

mencapai satu juta ton per tahun. Tambang batu bara

di Kabupaten Pesisir Selatan dengan luas areal

15.878,53 Ha, merupakan salah satu daerah penghasil

batu bara terbesar di Provinsi Sumatera Barat. Bijih

besi dihasilkan di Kabupaten Solok dengan produksi

34.000 ton per tahun. Kabupaten Pasaman

merupakan salah satu penghasil emas di Provinsi

Sumatera Barat dengan luas areal mencapai

31.308,61 Ha. Perbandingan luas areal dan jumlah

produksi bahan galian di Provinsi Sumatera Barat

dapat dilihat pada Gambar 3.67.

Page 176: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-45

Gambar 3.67 Luas Areal dan Produksi Pertambangan Menurut Jenis Bahan Galian

Sumber : Olahan Tabel SE-6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.6.1.2 Potensi Energi Panas Bumi

Energi panas bumi atau geothermal energy

adalah energi thermal (panas) yang dihasilkan dan

disimpan di dalam bumi. Proses terbentuknya energi

panas bumi (geothermal) dipicu oleh aktivitas tektonik

di dalam perut bumi. Inti bumi memiliki magma yang

temperaturnya mencapai 5.400 derajat celcius.

Magma ini membuat lapisan bumi di sebelah atasnya

mengalami peningkatan temperatur. Ketika lapisan ini

bersentuhan dengan air maka akan menjadi uap

panas bertekanan tinggi. Inilah energi potensial yang

kemudian dikenal sebagai energi panas bumi atau

geothermal energy.

Pemanfaatan energi panas bumi diyakini

menjadi salah satu sumber energi alternatif. Kelebihan

energi yang dihasilkannya adalah:

1. Panas bumi merupakan salah satu sumber energi

terbersih.

2. Merupakan jenis energi terbarukan yang relatif

tidak akan habis.

3. Ramah lingkungan karena tidak menyebabkan

pencemaran (baik pencemaran udara,

pencemaran suara, serta tidak menghasilkan emisi

karbon dan tidak menghasilkan gas, cairan,

maupun meterial beracun lainnya)

4. Dibandingkan dengan energi alternatif lainnya

seperti tenaga surya dan angin, sumber energi ini

bersifat konstan sepanjang musim.

Selain memiliki potensi bahan tambang,

Provinsi Sumatera Barat juga memiliki potensi energi

geothermal (panas bumi). Energi geothermal di

Provinsi Sumatera Barat sebagian besar berada di

Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Solok dan

Kabupaten Pasaman. Kabupaten Solok Selatan

memiliki cadangan energi geothermal sebesar 606

MWe atau sekitar 80% dari total energi geothermal di

Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan Kabupaten Solok

memiliki potensi energi geothermal sebesar 389 MWe

atau sekitar 44% dari total energi geothermal di

Provinsi Sumatera Barat. Perbandingan potensi energi

Page 177: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-46

geothermal di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 3.68.

Gambar 3.68 Persentase Potensi Lapangan Energi Panas Bumi Sumatera Barat

Sumber: Olahan Tabel SE-6C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.6.1.3 Inventarisasi Pembangkit Listrik Tenaga

Mikro Hidro (PLTMH) / Picohidro

Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga

air skala kecil dengan batasan kapasitas antara 5 kW-

1 MW per Unit. Pembangkit tenaga listrik mikrohidro

pada prinsipnya memanfaatkan beda ketinggian dan

jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air

irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan

memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi

mekanik. Energi ini selanjutnya menggerakkan

generator dan menghasilkan energi listrik.

Provinsi Sumatera Barat telah memanfaatkan

energi mikro hidro sebagai sumber energi listrik.

Daerah terbanyak yang memanfaatkan energi ini

adalah Kabupaten Solok Selatan dengan daya 406 kW

dan jumlah pelanggan sebesar 29% dari total

pelanggan seluruh Sumatera Barat. Selanjutnya

adalah Kabupaten Solok dengan daya 357 kW dan

jumlah pelanggan sekitar 25%. Perbandingan jumlah

pelanggan dan daya PLTMH di Provinsi Sumatera

Barat dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Jumlah Pelanggan dan Daya PLTMH di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

No Lokasi Daya (kW) Jumlah Pelanggan (KK) Persentase Pelanggan (%)

1 Kab. Solok Selatan 406 1930 29

2 Kab. Solok 357 1630 25

3 Kab. Pesisir Selatan 276 1347 20

4 Kab. Pasaman Barat 190 760 14

5 Kab. Pasaman 144 890 12

Sumber : Olahan Tabel SE-6D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.6.1.4 Potensi Energi Hidro

Potensi energi hidro di Provinsi Sumatera

Barat cukup besar karena dilalui oleh beberapa sungai

besar. Empat lokasi dengan potensi energi hidro

terbesar di Provinsi Sumatera Barat berada di DAS

Batanghari, DAS Batang Gumanti, DAS Batang Sikiah

dan DAS Air Haji. Potensi terbesar bersumber dari

DAS Batanghari dengan luas mencapai 14.393,1 Ha,

kapasitas 165,2 MW dan debit 1.148 m3/detik. DAS

Batang Gumanti menempati urutan kedua terbesar

energi hidro dengan luas sebesar 1.530,70 Ha,

kapasitas 135 MW dan debit 129 m3/detik. Sedangkan

DAS Batang Sikiah memiliki potensi luas 438,8 Ha,

kapasitas 20,4 MW dan debit 39 m3/detik. Potensi

Page 178: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-47

energi hidro dari DAS Air Haji dengan luas sebesar

383 Ha, kapasitas 10 MW dan debit 27 m3/detik.

Perbandingan potensi energi hidro di Provinsi

Sumatera Barat dapat dilihat pada Gambar 3.69.

Gambar 3.69 Potensi Energi Hidro di Provinsi Sumatera Barat

Sumber: Olahan Tabel SE-6E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.6.2 Bentuk Tekanan Dampak Terhadap

Lingkungan

Setiap kegiatan penambangan pasti

menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak

positifnya adalah memberikan keuntungan besar bagi

pemilik perusahaan, meningkatnya devisa negara dan

pendapatan asli daerah serta menyediakan lapangan

kerja. Sedangkan dampak negatif dari kegiatan

penambangan adalah rusaknya lingkungan sekitar

pertambangan. Kerusakan lingkungan akibat

pertambangan disebabkan karena kegiatan

pertambangan dilakukan tanpa memperhatikan

kaidah-kaidah lingkungan dengan benar. Akibatnya

terjadi kerusakan tanah, air, udara dan

keanekaragaman hayati disekitar lokasi

pertambangan. Oleh sebab itu, untuk menghindari

berbagai dampak negatif yang mungkin ditimbulkan,

perlu dilakukan pengelolaan pertambangan yang

memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan. Manajemen

pengelolaan lingkungan yang efektif dan efisien dapat

menjadi indikator keberlanjutan kegiatan

pertambangan.

Selain itu, harus diketahui pula bahwa

pengelolaan sumber daya alam hasil penambangan

adalah untuk kemakmuran rakyat sesuai dengan

amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 Pasal 33. Salah satu caranya

adalah dengan pengembangan wilayah atau

community development. Perusahaan pertambangan

wajib ikut memengembangkan wilayah sekitar lokasi

tambang termasuk yang berkaitan dengan

pengembangan sumber daya manusia.

3.7. ENERGI

Indonesia merupakan pemain utama dalam

perekonomian energi dunia, antara lain berperan

sebagai salah satu negara eksportir terbesar di dunia

untuk batu bara dan LNG. Beberapa tahun belakangan

ini, kebutuhan energi meningkat 7-8% per tahun dan

bahan bakar berbasis minyak masih menjadi sumber

energi utama sampai tahun 2014.

Page 179: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-48

Bahan bakar adalah suatu materi apapun

yang bisa diubah menjadi energi. Bahan bakar

mengandung energi panas yang dapat dilepaskan dan

dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar digunakan

manusia melalui proses pembakaran (reaksi redoks)

dimana bahan bakar tersebut akan melepaskan panas

setelah direaksikan dengan oksigen di udara. Proses

lain untuk melepaskan energi dari bahan bakar adalah

melalui reaksi eksotermal dan reaksi nuklir.

Hidrokarbon termasuk di dalamnya bensin dan solar

sejauh ini merupakan jenis bahan bakar yang paling

sering digunakan manusia. Bahan bakar lainnya yang

bisa dipakai adalah logam radioaktif.

Analisis sumber dan bentuk tekanan

dilakukan dengan dengan pembahasan terhadap

jumlah kendaraan, pemakaian bahan bakar bensin

dan solar pada kendaraan, pemakaian bahan bakar

minyak pada sektor industri dan pemakaian bahan

bakar keperluan rumah tangga.

3.7.1. Sumber Tekanan

3.7.1.1. Jumlah Kendaraan menurut Jenis

Kendaraan dan Bahan Bakar yang

Digunakan

Perkembangan jumlah kendaraan di Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2013 dan 2014 dilihat dari

jumlah uji berkala di Dinas Perhubungan Provinsi

Sumatera Barat, jumlah kendaraan umum dalam

provinsi dan antar provinsi serta perkembangan jumlah

kendaraan mobil penumpang, mobil barang dan

kendaraan roda dua. Dari data jumlah kendaraan

yang uji berkala di Dinas Perhubungan Provinsi

Sumatera Barat tahun 2013 dan 2014 pada Tabel SP-

2E diperoleh jumlah kendaraan bermotor roda 4 dan

6 pada tahun 2013 adalah 7.375 unit, sedangkan pada

tahun 2014 adalah 6.209 unit, mengalami penurunan

1.166 unit atau 15,81 %. Selain itu jumlah kendaraan

angkutan umum, baik dalam provinsi (AKDP) maupun

antar provinsi (AKAP) selama tahun 2012 sampai

tahun 2014 memperlihatkan jumlah yang relatif stabil,

bahkan cendrung menurun 10 unit setiap tahunnya.

Begitu juga dengan jumlah kendaraan berdasarkan

jenis, mengalami penurunan sejak tahun 2012

mengalami penurunan (66,74%) untuk kendaraan

mobil penumpang, mobil barang 28,53 % mobil barang

dan sepeda motor 21,89 % per tahun sebagaimana

terlihat pada Gambar 3.70 berikut ini.

Gambar 3.70 Jumlah Kendaraan Roda 4 dan roda 6 Tahun 2013 dan 2014

Sumber : Olahan Tabel SP -2E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 180: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-49

Gambar 3.71 Jumlah Angkutan AKDP dan AKAP Tahun 2012-2014

Sumber : Olahan Tabel SP-2G Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 3.72 Perkembangan Jumlah Kendaraan Berdasarkan Jenis 2012-2014

Sumber: Olahan Tabel SP-2H Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.7.1.2. Konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM)

Untuk Sektor Industri menurut Jenis

Bahan Bakar

Berdasarkan Tabel SP-3 konsumsi bahan

bakar minyak yang dipakai pada sektor indusri di

Provinsi Sumatera Barat didominan oleh solar

(7.003.083 liter), minyak tanah (1.388.370 liter),

diesel (202.79 liter). Jenis BBM lainnya yang

dimanfaatkan juga adalah LPG (246.500 kg), Batubara

(60 ton) dan Biomassa (258.160 ton), sebagaimana

yang terlihat pada Gambar 3.73.

Gambar 3.73 Konsumsi 3 jenis BBM Terbesar Pada Sektor Industri

Page 181: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-50

Sumber: Olahan Tabel SP-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.7.1.3. Konsumsi Bahan Bakar Untuk Keperluan

Rumah Tangga

Pada Tabel SP-4 terdapat 5 jenis bahan bakar yang

dimanfaatkan rumah tangga di Provinsi Sumatera

Barat, yaitu LPG, Minyak Tanah, Briket, dan Kayu

Bakar. Pemakaian LPG paling banyak yang

dikonsumsi rumah tangga adalah Kota Payakumbuh

dan Kabupaten Agam yaitu 14.279.683 (18.45 %),

dari total konsumsi LPG di 8 Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat, yaitu 29.438.110. Bahan

bakar minyak tanah masih digunakan sebagai bahan

bakar domestik dan pemakaian terbanyak ada di Kota

Payakumbuh dan Kabupaten Agam, yaitu 13.682.338

liter atau 72,72% dari total konsumsi, diikuti oleh

Kabupaten Pesisir Selatan 9.735.397 liter dan

Kabupaten Pasaman 400.000 liter. Kayu bakar

masih dimanfaatkan sebagai bahan bakar di 4

Kabupaten/Kota, yaitu Kota Payakumbuh dan

Kabupaten Agam yaitu 7.233.444 liter atau 99,87 %

dari total konsumsi.

Gambar 3.74 Konsumsi LPG Rumah Tangga Pada 5 Kabupaten/Kota

Sumber: Olahan Tabel SP-4 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 3.75 Konsumsi Minyak Tanah dan Kayu bakar Rumah Tangga Pada 4 Kabupaten/Kota

Sumber: Olahan Tabel SP-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Selanjutnya dari Tabel SP-4A, pada 3 Kota

dan 4 Kabupaten terjadi peningkatan pemakaian

bahan bakar jenis minyak tanah pada tahun 2014

sebesar 8.587.769 liter (29.57%) serta penurunan

pemakaian kayu bakar yang cukup tajam, yaitu

Page 182: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-51

20193617 liter (99,99%) sebagaimana pada Gambar 3.76.

. Gambar 3.76 Pemakaian Bahan Bakar Rumah Tangga antar Waktu 2013-2014

Sumber : Olahan Tabel SP-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.7.1.4. Jumlah Kendaraan menurut Jenis

Kendaraan dan Bahan Bakar Yang

Digunakan

Dari Tabel SP-2 jenis kendaraan yang

banyak menggunakan BBM bensin dan solar di

Provinsi Sumatera Barat adalah kendaraan beban,

penumpang pribadi, penumpang umum, bus kecil, dan

kendaraan roda dua dengan total kendaraan adalah

1.180.303 unit kendaraan yang menggunakan bensin

sebagai bahan bakar adalah 951.958 unit (80%) dan

yang menggunakan solar sebagai bahan bakarnya

sebanyak unit 225.345 (20%). Persentase kendaraan

yang menggunakan bensin ini menurun dibandingkan

tahun 2013 dengan persentase 91 %, sedangkan

kendaraan bahan bakar solar meningkat dari 9% pada

tahun 2013. Bahan bakar bensin dan solar paling

banyak digunakan di Kota Padang yaitu 536.720

kendaraan bahan bakar bensin dan 56.163 unit

dengan bahan bakar solar. Bahan bakar bensin

banyak digunakan oleh kendaraan penumpang

pribadi, truk dan kendaraan roda 2, sedangkan solar

banyak digunakan oleh kendaraan beban ,

penumpang umum dan mobil pribadi.

Gambar 3.77 Jumlah Kendaraan dengan Bahan Bakar Bensin dan Solar

Page 183: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-52

Sumber: Olahan Tabel SP-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.7.2. Bentuk Tekanan dan Dampak Terhadap

Lingkungan

Dari hasil Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan

di Indonesia, kendaraan bermotor mempunyai andil

yang sangat besar dalam memberikan kontribusi pada

polusi udara. Konstribusi gas buang kendaraan

bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-

70%, bandingkan dengan industri yang hanya berkisar

antara 10-15%. Sedangkan sisanya berasal dari

rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran

hutan/ladang dan lain-lain. Polusi udara dapat

menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia

melalui berbagai cara, antara lain dengan merangsang

timbulnya atau sebagai faktor pencetus sejumlah

penyakit. Terdapat korelasi yang kuat antara

pencemaran udara dengan penyakit bronchitis kronik

(menahun). Khusus polusi udara yang berasal dari

kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tak

ramah lingkungan, terutama karena masih

mengandung sejumlah Pb, dikhawatirkan akan

menurunkan kualitas sumberdaya manusia, karena

akan menurunkan tingkat kecerdasan anak-anak.

3.8. TRANSPORTASI

Transportasi digunakan untuk memudahkan

manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di

negara maju, transportasi biasanya menggunakan

kereta bawah tanah (subway) dan taksi dan jarang

mempunyai kendaraan pribadi karena sebagian besar

menggunakan angkutan umum sebagai transportasi.

Transportasi terdiri dari transportasi darat, laut, dan

udara. Transportasi udara merupakan transportasi

yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya,

selain memiliki teknologi yang lebih canggih dan

merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan

dengan alat transportasi lainnya.

Untuk menanggulangi peningkatan jumlah

alat transportasi, Pemerintah menggiatkan

pemanfaatan jenis transportasi publik, yaitu seluruh

alat transportasi di mana penumpang tidak bepergian

menggunakan kendaraannya sendiri. Yang termasuk

transportasi publik adalah kereta dan bis, pelayanan

maskapai penerbangan, feri, taxi, dan lain-lain. Jenis

kendaraan (transportasi) yang banyak digunakan di

Sumatera Barat adalah Bendi, Taxi, Bus Penumpang,

Kereta Api, Kapal Laut dan Pesawat Terbang.

3.8.1. Sumber Tekanan

Sumber tekanan dari sektor transportasi

berasal dari kegiatan kendaraan penumpang umum,

sarana pelabuhan laut dan udara dan munculnya

timbulan limbah padat dari sektor transportasi.

3.8.1.1. Perkiraan Volume Limbah Padat

Berdasarkan Sarana Transportasi Darat

Provinsi Sumatera Barat mempunyai terminal

transportasi darat, udara dan air. Kegiatan terminal ini

memberikan tekanan terhadap kualitas lingkungan

hidup terutama terhadap banyaknya limbah padat

yang dihasilkan dari kegiatan terminal darat, udara

maupun air. Pada tahun 2014 diperkirakan jumlah

limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di terminal

udara (Bandara Internasional Minangkabau) sebesar

12,5 m3/hari.

Page 184: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-53

Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan

sarana transportasi darat, udara dan air adalah limbah

padat yang dihasilkan. Kabupaten Padang Pariaman

merupakan kabupaten yang menghasilkan volume

limbah padat terbesar dari kegiatan sarana

transportasi yaitu 148 m3/hari sedangkan Kabupaten

Dharmasraya merupakan kabupaten yang terkecil

menyumbang limbah padat dari kegiatan sarana

transportasi yaitu sebesar 0,66 m3/hari. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.78

berikut.

Gambar 3.78 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan Dari Sarana Transportasi

di 8 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel SP-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.8.1.2. Sarana Transportasi Darat

Pada tahun 2013, ada 37 terminal yang

berada di Kab/ Kota Sumatera Barat yang terdiri dari

berbagai macam tipe terminal darat seperti tipe A, tipe

B dan tipe C. Namun pada tahun 2014 terjadi

penurunan jumlah terminal karena sebahagian besar

terminal tersebut tidak dapat difungsikan sebagaimana

mestinya. Beberapa terminal yang tidak berfungsi

tersebut diantaranya terminal Air Pacah di Kota

Padang. Keadaan terminal yang tidak berfungsi ini

menyebabkan terbentuknya terminal bayangan di

beberapa lokasi

Gambar 3.79 Terminal Angkutan Darat di Sumatera Barat

a. Terminal Air Kuning, Kota Bukittinggi b. Terminal Bareh Solok, Kota Solok

3.8.1.3. Sarana Pelabuhan Laut dan Udara

Page 185: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-54

Sarana transportasi laut terdapat pada

beberapa kota yang berada di wilayah laut dan pesisir.

Terdapat 9 pelabuhan laut yang berada di 4

Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Pesisir Selatan, Kota

Padang, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten

Kepulauan Mentawai dengan luas total 75.933,03 Ha.

Pelabuhan terbanyak ada di Kabupaten Kepulauan

Mentawai yaitu 5 pelabuhan, sedangkan terluas

berada di Kota Padang, yaitu Pelabuhan Teluk Bayur

sebagai pelabuhan utama dengan luas 73.329 Ha.

Jumlah dan luas masing-masing pelabuhan pada

kabupaten/kota dapat dilihat pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Jumlah dan Luas Pelabuhan Air di Kabupaten/Kota

No. Kabupaten Kota Jumlah (buah)

Luas Total (ha)

1. Kota Padang 2 73.329,0

2. Kab.Kepulauan Mentawai 5 2.604,03

3. Kab.Pasaman Barat 1 -

4. Kab.Pesisir Selatan 1 -

TOTAL 9 75.933,03

Sumber: Olahan Tabel SP-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Sarana transportasi laut yang ada di Provinsi

Sumatera Barat mempunyai fungsi yang beragam

diantaranya pelabuhan utama, pengumpul regional,

pelabuhan laut (penumpang dan barang) dan

pelabuhan lokal. Kabupaten Pesisir Selatan

merupakan daerah yang mempunyai banyak

pelabuhan dan dermaga. Terdapat 7 pelabuhan

dengan luas total 162 Ha yang berfungsi sebagai

pelabuhan bongkar muat, lelang ikan, penyeberangan

dan wisata serta pelabuhan pengumpul regional.

Sebagai ibukota Provinsi Sumatera Barat, Kota

Padang memiliki beberapa pelabuhan laut diantaranya

Pelabuhan Teluk Bayur, Pelabuhan Teluk Bungus dan

Pelabuhan Muara. Pelabuhan Teluk Bayur sebagai

pelabuhan utama yang berfungsi sebagai pelabuhan

nasional dan internasional. Pelabuhan Teluk Bungus

merupakan pelabuhan lokal untuk penumpang dan

barang dan Pelabuhan Muara sebagai pelabuhan

pengumpul.

Terdapat 4 bandar udara di Provinsi

Sumatera Barat dengan klasifikasi Internasional,

Perintis, Lokal dan AURI. Internasional Minangkabau

(BIM) yang berada di Kabupaten Padang Pariaman

merupakan bandara bertaraf Internasional dengan

klsifikasi 4D yang diperuntukkan untuk penerbangan

jenis sipil, melayani penerbangan internasional dan

domestik dengan luas 427.766 ha. Pelabuhan udara

khusus militer juga terdapat di Provinsi Sumatera

Barat yaitu Bandar Udara Tabing yang dimiliki oleh

TNI Angkatan Udara dengan luas 84.20 ha. Selain itu

juga terdapat Bandar Udara Rokot, klasifikasi 2B untuk

penerbangan domestik dan jenis sipil yang terdapat di

Kabupaten Kepulauan Mentawai, serta Bandara

Pusako Anak Nagari di Kabupaten Pasaman Barat

dengan luas 10 Ha berfungsi sebagai bandara perintis

penghubung Kabupaten Pasaman Barat dengan

Ibukota Provinsi, Padang.

Page 186: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-55

Gambar 3.80 Pelabuhan Laut dan Udara di Provinsi Sumatera Barat

a. Pelabuhan Laut Teluk Bayur b. Bandara Internasional Minangkabau

3.8.1.4. Jumlah Penumpang Berdasarkan Sarana

Transportasi

Sarana trasnportasi laut, pesawat udara dan

kereta api pada tahun 2014 melayani 3.419.230

penumpang dengan penumpang terbanyak dilayani

oleh jenis angkutan pesawat udara, yaitu 2.745.438

orang atau 80,29% dari total pengguna angkutan

sebagaimana Gambar 3.81 berikut.

Gambar 3.81 Persentase Penumpang Berdasarkan Sarana Transportasi Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel SP-5B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.8.1.5. Perbandingan Antar Waktu

Jumlah penumpang yang memanfaatkan

angkutan pesawat udara meningkat dari tahun 2012

sampai dengan tahun 2014, sedangkan yang

memanfaatkan jasa kapal laut dan kereta menurun

jumlahnya. Hal ini dapat diakibatkan karena jumlah

pesawat udara semakin banyak, harga relatif

terjangkau, cepat dan nyaman, sehingga masyarakat

lebih memilih pesawat udara sebagai sarana

transportasinya. Perkembangan jumlah penumpang

tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.82 berikut.

Gambar 3.82 Perkembangan Jumlah Penumpang Antar Waktu 2012-2014

Sumber: Olahan Tabel SP-5C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 187: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-56

3.8.1.6. Jumlah Kendaraan Angkutan Darat Antar

Waktu

Jumlah kendaraan selalu meningkat setiap

tahunnya. Total kendaraan tahun 2014 di Sumatera

Barat adalah 427.711 unit, meningkat dibandingkan

tahun 2013 yang hanya 407.088 unit. Jenis

kendaraan yang banyak digunakan masyarakat

sampai tahun 2014 adalah jenis sepeda motor roda 2

sebanyak 310.199 unit, mini bus sebanyak 56.274 unit

dan pick up sebanyak 14.668 unit. Gambaran 4 jenis

kendaraan yang banyak dimintai masyrakat dari tahun

2012 sd 2014 dapat dilihat pada Gambar 3.83.

Gambar 3.83 Jenis Kendaraan Yang Banyak Disukai Masyarakat antar 2012-2014

Sumber: Olahan Tabel SP-5D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.8.2. Bentuk Tekanan dan Dampak Terhadap

Lingkungan

Kendaraan bermotor merupakan transportasi

terbanyak di Indonesia dan menjadi sumber pencemar

terbesar di kota-kota besar yang memiliki pengaruh

buruk terhadap kesehatan dan lingkungan. Kerusakan

yang ditimbulkan oleh polusi kendaraan bermotor

adalah timbulnya hujan asam, penipisan lapisan ozon,

perubahan cuaca dan pengaruh negatif yang

ditimbulkan bagi kesehatan seperti penyakit ISPA

(infeksi saluran pernafasan atas), batuk, kanker kulit,

kemandulan, turunnya IQ pada anak.

Kendaraan bermotor juga menimbulkan

polusi getaran dan akan mempengaruhi ketahanan

suatu jalan yang dilewatinya sehingga aspek getaran

ini harus mulai diperhitungkan dalam perencanaan

transportasi yang baru. Polusi suara yang diakibatkan

oleh transportasi udara dengan suara-suara

bervolume tinggi membuat daerah sekitarnya menjadi

bising dan tidak menyenangkan. Tingkat kebisingan

terjadi bila intensitas bunyi melampui 70 desibel (dB).

3.9. PARIWISATA

Pariwisata merupakan salah satu sektor

unggulan yang menyumbang pendapatan daerah

(PAD) provinsi maupun kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat. Adapun obyek wisata yang terdapat

di Provinsi Sumatera Barat adalah obyek wisata alam,

sejarah, bahari dan budaya. Disisi lain kegiatan

pariwisata juga berkontribusi besar terhadap

penurunan kualitas lingkungan apabila tidak dikelola

dengan baik dan apabila tidak bijak menyikapinya

akan memberikan tekanan yang sangat besar

terhadap degradasi media lingkungan.

Issu lingkungan dari kegiatan pariwisata adalah:

1. Penurunan kualitas air akibat tidak dikelolanya

limbah cair baik dari kegiatan hotel dan

kunjungan wisata di wisata alam.

2. Meningkatnya volume limbah padat baik di lokasi

objek wisata dan hotel.

Page 188: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-57

3.9.1. Sumber Tekanan

3.9.1.1. Jenis Obyek Wisata

Obyek wisata alam merupakan obyek wisata yang

sangat banyak jumlahnya di Provinsi Sumatera Barat

yaitu sebanyak 129 obyek dan wisata religius

merupakan jumlah obyek yang sangat sedikit yaitu

sejumlah 4 obyek. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

jenis obyek wisata dan lokasi obyek sebagaimana

Gambar 3.84 dan Gambar 3.85 berikut.

Gambar 3.84 Jenis Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 3.85 Lokasi Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat

Obyek Wisata Lembah Harau di Kabupaten Lima

Puluh Kota

Obyek Wisata Pantai Carocok di Kabupaten

Pesisir Selatan

Obyek Wisata Jembatan Aka di Kabupaten Pesisir

Selatan

Obyek Wisata Jam Gadang di Kota Bukittinggi

Page 189: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-58

3.9.1.2. Tingkat Kunjungan Wisata

Tingkat kunjungan wisata pada tahun 2014

mengalami peningkatan sebesar 1,20 % dari

kunjungan wisata tahun 2013, dimana kunjungan

wisata tahun 2014 sebanyak 15.797.389 orang dan

kunjungan wisata tahun 2013 sebanyak 13.182.076

orang. Kabupaten yang paling tinggi dikunjungi

wisatawan adalah Kabupaten Pesisir Selatan

sebanyak 12.549.484 orang dengan obyek wisata

yang diminati pengunjung adalah wisata bahari hal ini

sesuai dengan kondisi wilayah administrasi yang

berada di pesisir pantai. Sedangkan jumlah kunjungan

wisata terendah adalah Kabupaten Pasaman

sebanyak 11.126 orang. Kota Sawahlunto merupakan

tingkat kunjungan wisata yang tertinggi setelah

Kabupaten Pesisir Selatan sebanyak 450.200 orang.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.86

berikut.

Gambar 3.86 Jumlah Pengunjung Obyek Wisata di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dalam kurun waktu empat tahun, kunjungan

wisata di 3 kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

mengalami peningkatan dari tahun 2011 ke tahun

2014 kecuali Kota Padang yang mengalami penurunan

pada tahun 2011 sebanyak 120.018 orang, tahun

2012 sebanyak 93.721 orang dan tahun 2013

sebanyak 80.994 orang sedangkan pada tahun 2014

Kota Padang mengalami peningkatan kunjungan

wisata sebanyak 103.629 orang. Kabupaten Agam dan

Kota Payakumbuh merupakan kabupaten/kota yang

tingkat kunjungan wisatanya terus meningkat tiap

tahunnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

sebagaimana Gambar 3.87 berikut.

Page 190: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-59

Gambar 3.87 Kunjungan Wisata Pada 3 Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat Dalam Kurun Waktu 4 tahun

Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Disisi lain kunjungan wisata mancanegara

yang berkunjung ke Provinsi Sumatera Barat tahun

2014 sebanyak 49.116 orang yang berasal dari 10

negara yaitu Malaysia, Australia, Singapura, Perancis,

Jerman, Tiongkok, Inggris, Jepang, Hongkong dan

Amerika. Jumlah wisata mancanegara yang paling

banyak mengunjungi Provinsi Sumatera Barat berasal

dari Malaysia sebanyak 37.369 orang sedangkan

Hongkong merupakan wisata mancanegara yang

paling sedikit mengunjungi Provinsi Sumatera Barat

untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana

Gambar 3.88 berikut.

Gambar 3.88 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SP-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dalam kurun waktu empat tahun kunjungan

wisata ke Provinsi Sumatera Barat baik wisatawan

nusantara maupun wisatawan mancanegara

mengalami peningkatan dari tahun 2011 sampai tahun

2014 dimana pada tahun 2011 kunjungan wisatawan

nusantara sebanyak 5.106.321 orang dan kunjungan

wisatawan mancanegara sebanyak 29.638 orang dan

pada tahun 2014 kunjungan wisatawan nusantara

sebanyak 17.786.379 orang dan kunjungan wisatawan

mancanegara sebanyak 49.116 orang. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.89

berikut.

Page 191: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-60

Gambar 3.89 Kunjungan Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Mancanegara Dalam Kurun Waktu 4 Tahun di Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SP-6E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.9.1.3. Jumlah Hotel dan Restoran/Rumah Makan

di Provinsi Sumatera Barat

Kegiatan yang mendukung pertumbuhan

sektor pariwisata salah satunya adalah kegiatan

perhotelan dan restoran/rumah makan. Kota

Bukittinggi merupakan daerah kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat yang memiliki jumlah hotel

terbanyak yaitu 70 hotel hal ini disebabkan Kota

Bukittinggi merupakan kota tujuan wisata. Sedangkan

restoran paling banyak terdapat di Kabupaten

Dharmasraya dengan jumlah 146 restoran. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.90

berikut.

Gambar 3.90 Jumlah Hotel dan Restoran di Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SP-6D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.9.1.4. Tingkat Hunian Hotel di Provinsi Sumatera

Barat

Tingkat hunian hotel di Provinsi Sumatera

Barat sebesar 36,39 % dengan Kabupaten

Dharmasraya merupakan tingkat hunian hotel yang

tertinggi sebesar 56,15% sedangkan Kabupaten Lima

Puluh Kota merupakan tingkat hunian yang paling

rendah yaitu sebesar 6,98 %. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.91 berikut.

Page 192: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-61

Gambar 3.91 Tingkat Penghunian Kamar Akomodasi Lainnya di Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel SP-7D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Rata-rata tingkat hunian hotel yang berada di

enam kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat pada

tahun 2014 mengalami peningkatan seperti Kabupaten

Agam dengan tingkat hunian 35,44 %, Kota Padang

Panjang dengan tingkat hunian 24,35 % dan Kota

Payakumbuh dengan tingkat hunian sebesar 51,50 %.

Sedangkan kabupaten/kota yang mengalami

penurunan tingkat hunian adalah Kabupaten Padang

Pariaman dengan tingkat hunian 28 %, Kota Padang

dengan tingkat hunian 5 % dan Kota Sawahlunto

dengan tingkat hunian 43,65 %. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.92 berikut.

Gambar 3.92 Rata-Rata Tingkat Hunian Hotel Dalam Kurun Waktu 4 Tahun

Sumber : Olahan Data SP-7A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Tingkat hunian hotel berbintang di Provinsi

Sumatera Barat pada tahun 2014 mengalami

penurunan kecuali hotel berbintang 4 yang mengalami

peningkatan pada tahun 2013 sebesar 60,38% dan

tahun 2014 sebesar 64,53%. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat sebagaimana Gambar 3.93 berikut.

Page 193: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-62

Gambar 3.93 Perbandingan Tingkat Hunian Hotel Berbintang Tahun 2013 dan Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel SP-7C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.9.2. Bentuk Tekanan dan Dampak Terhadap

Lingkungan

3.9.2.1. Perkiraan Jumlah Limbah Padat

Berdasarkan Lokasi Obyek Wisata,

Jumlah Pengunjung dan Luas Kawasan

Dampak yang ditimbulkan dari kegiatan

wisata salah satunya adalah limbah padat yang

dihasilkan di objek wisata dan hotel tempat menginap

para wisatawan. Kabupaten Pesisir Selatan

merupakan kabupaten yang menghasilkan volume

limbah padat pada lokasi objek wisata terbesar yaitu

423,1 m3/hari sedangkan Kabupaten Dharmasraya

merupakan kabupaten yang terkecil menyumbang

limbah padat pada objek wisata sebesar 0,06 m3/hari.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Tabel

3.6 berikut.

Page 194: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-63

Tabel 3.6 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Lokasi Obyek Wisata

No Kabupaten/Kota Volume Limbah Padat

(m3/hari)

1 Kota Padang 97,86

2 Kota Bukittinggi 17,77

3 Kota Sawahlunto 2,43

4 Kota Pariaman 8,91

5 Kota Padang Panjang 2,55

6 Kota Payakumbuh 5,04

7 Kabupaten Agam 1,85

8 Kabupaten Solok Selatan 16

9 Kabupaten Lima Puluh Kota 99

10 Kabupaten Dharmasraya 0.06

11 Kabupaten Sijunjung 6,63

12 Kabupaten Pesisir Selatan 423.1

Sumber : Olahan Tabel SP 6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.9.2.2. Perkiraan Beban Limbah Padat dan

Limbah Cair Berdasarkan Sarana

Hotel/Penginapan

Disisi lain kegiatan hotel merupakan salah

satu kegiatan penunjang pariwisata yang berkontribusi

terhadap volume limbah padat yang dihasilkan. Kota

Bukittinggi merupakan penyumbang terbesar limbah

padat yaitu sebesar 70,57 m3/hari sedangkan terendah

pada Kabupaten Pasaman sebesar 0,04 m3/hari.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.7

berikut.

Page 195: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-64

Tabel 3.7 Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan dari Kegiatan Hotel

No Kabupaten/Kota Volume Limbah Padat (m3/hari)

1 Kota Padang 5

2 Kota Bukittinggi 70,57

3 Kabupaten Agam 0,855

4 Kabupaten Tanah Datar 1,23

5 Kabupaten Padang Pariaman 2

6 Kabupaten Lima Puluh Kota 3,13

7 Kabupaten Sijunjung 0,311

8 Kabupaten Pesisir Selatan 24,2

9 Kabupaten Pasaman 0.04

Sumber : Olahan Tabel SP 7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dilihat dari tingkat kunjungan dan hunian

hotel terdapat korelasi yang erat terhadap volume

limbah padat yang dihasilkan dapat digambarkan

bahwa Kabupaten yang tinggi kunjungan wisata akan

menyumbang volume limbah padat baik pada obyek

wisata maupun hotel yaitu Kabupaten Pesisir Selatan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.8

berikut.

Tabel 3.8 Korelasi Antara Kunjungan Wisata Dengan Volume Limbah Padat Yang Dihasilkan

Kabupaten/Kota Limbah Padat Kunjungan Wisata

(orang/tahun) Objek Wisata Hotel

Kota Padang 97.86 5 103.629

Kota Bukittinggi 17,77 70,57 439.201

Kabupaten Agam 1,85 0,855 266.506

Kabupaten Lima Puluh Kota 99 3,13 537.637

Kabupaten Sijunjung 6,63 0,311 64.451

Kabupaten Pesisir Selatan 423.1 24,2 12.549.484

Sumber : Olahan Tabel SP 6 dan SP 7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Hotel sebagai sarana penunjang kegiatan

pariwisata bukan hanya menyumbang volume limbah

padat tetapi limbah cair pun sangat mempengaruhi

degradasi lingkungan apabila tidak dilakukan

pengelolaan dengan baik. Kegiatan hotel di Kota

Bukittinggi merupakan penyumbang beban

pencemaran limbah cair terbesar untuk parameter

BOD yaitu 248,5 ton/tahun dan untuk parameter COD

yaitu 778 ton/tahun sedangkan Kabupaten Sijunjung

merupakan penyumbang terendah untuk parameter

BOD yaitu 0,0134 ton/tahun dan Kabupaten Lima

Puluh Kota untuk parameter COD yaitu 0,23 ton/tahun.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagaimana Tabel

3.9 berikut.

Page 196: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-65

Tabel 3.9 Beban Limbah Cair dari Kegiatan Hotel

No Kabupaten/Kota

Beban Limbah Cair (ton/tahun)

BOD COD

1 Kota Padang 50,09 60,3

2 Kota Bukittinggi 248,5 778

3 Kabupaten Agam 4,86 205,4

4 Kabupaten Tanah Datar 18,12 3,65

5 Kabupaten Sijunjung 0,0134 20,97

6 Kabupaten Pasaman 21 41,5

7 Kabupaten Lima Puluh Kota 1,12 0,23

Sumber : Olahan Tabel SP 7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.10 LIMBAH B3

Yang dimaksud dengan limbah B3 adalah

sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung

B3, dimana B3 merupakan singkatan dari bahan

berbahaya dan beracun. Bahan berbahaya dan

beracun ini berupa zat, energi, dan/atau komponen

lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau

jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak

langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak

lingkungan hidup, dan/atau membahayakan

lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan

hidup manusia dan makhluk hidup lain (amanat

Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun).

Limbah B3 wajib dikelola agar tidak

menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan dan

kesehatan. Pengelolaan limbah B3 ini merupakan

suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengurangan,

penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan,

pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.

Melalui pengelolaan limbah B3 rantai siklus perjalanan

limbah B3 sejak dihasilkan oleh penghasil limbah B3

sampai penimbunan akhir oleh pengolah limbah B3

dapat diawasi.

Ketentuan pengelolaan limbah B3 ini diatur

dalam peraturan perundang-undangan lingkungan

hidup dan setiap pengelolaan limbah B3 yang

dilakukan wajib mendapat izin dari Menteri, Gubernur

atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

3.10.1 Sumber Tekanan

3.10.1.1 Perusahaan Yang Mendapat Izin

Mengelola Limbah B3

Umumnya pengelolaan limbah B3 di

Provinsi Sumatera Barat berupa penyimpanan

sementara oleh penghasil, sedangkan rangkaian

pengelolaan (pengumpulan, pengangkutan,

pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan) lainnya

dilakukan oleh pihak ketiga di luar Provinsi Sumatera

Barat. Penghasil limbah B3 di Provinsi Sumatera Barat

berasal dari rumah tangga, perkantoran, pasar, rumah

sakit, industri, perhotelan, dan dari kegiatan lainnya.

Namun limbah B3 yang dihasilkan dominan berasal

dari industri dan rumah sakit. Penghasil limbah B3

yang berupa badan usaha (seperti industri, rumah

sakit dan perhotelan) wajib memiliki izin penyimpanan

sementara limbah B3 yang di keluarkan oleh

kebupaten/kota terkait.

Page 197: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-66

Pada izin penyimpanan sementara

dicantumkan kewajiban-kewajiban penghasil dalam

pengelolaan limbah B3. Diantaranya adalah

melakukan pencatatan keluar masuknya limbah B3 ke

TPS limbah B3, memenuhi ketentuan teknis TPS

limbah B3 dan melakukan pelaporan pengelolaan

limbah B3 secara rutin ke instansi terkait.

Gambar 3.94 Jenis Kegiatan/Usaha yang memiliki Izin Penyimpanan Sementara Limbah B3

Sumber : Olahan Tabel SP-11 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Kegiatan/usaha dibidang agroindustri

merupakan kegiatan/usaha yang paling banyak

memiliki Izin penyimpanan sementara limbah B3 yaitu

sebanyak 29 kegiatan. Selanjutnya diikuti oleh

kegiatan pertambangan sebanyak 6 kegiatan. Izin

penyimpanan sementara limbah B3 untuk kegiatan

pertambangan didominasi oleh industri semen

sebanyak 5 izin. Kegiatan yang paling sedikit memiliki

izin penyimpanan sementara adalah kegiatan dibidang

energi dan migas sebanyak 2 kegiatan. Untuk lebih

jelas dapat dilihat pada Gambar 3.94.

3.10.1.2 Jumlah Limbah B3 Medis Rumah Sakit

Industri yang ada di Provinsi Sumatera Barat

sebagian besar dibidang agroindustri yaitu industri

pengolahan minyak sawit dan industri pengolahan

karet (crumb rubber). Limbah B3 yang dihasilkan

berupa aki bekas, oli bekas, filter oli bekas, kain majun

dan lampu TL bekas. Institusi lainnya yang banyak

menghasilkan limbah B3 adalah rumah sakit. Limbah

B3 yang dihasilkan berupa limbah medis infeksius,

produk farmasi kadaluarsa, limbah laboratorium, dan

residu insinerator. Limbah B3 rumah sakit ini dikelola

dengan menggunakan insinerator.

Provinsi Sumatera Barat tidak hanya memiliki

rumah sakit pemerintah namun juga memiliki rumah

sakit swasta yang jumlahnya cukup banyak. Rumah

sakit swasta ini juga menghasilkan limbah medis yang

harus segera dikelola agar tidak menimbulkan efek

negatif bagi kesehatan maupun lingkungan. Jumlah

limbah medis yang berasal dari rumah sakit

pemerintah diperkirakan sebanyak 5.815 kg,

sedangkan yang berasal dari rumah sakit swasta

sebanyak 1.810 kg. Perbandingan timbulan limbah B3

medis rumah sakit pemerintah dengan rumah sakit

swasta dapat dilihat pada Gambar 3.95.

Page 198: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Tekanan Terhadap Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat III-67

Gambar 3.95 Perbandingan Timbulan Limbah Medis RS Pemerintah dan RS Swasta di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel SP-11C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

3.10.2 Bentuk Tekanan Dampak Terhadap

Lingkungan

Setiap limbah B3 yang dihasilkan baik dari

kegiatan industri ataupun rumah sakit, jika tidak

dikelola dengan baik akan menimbulkan dampak

negatif. Dampak negatif ini dapat mengganggu

keseimbangan lingkungan yang nantinya akan

berdampak terhadap kesehatan manusia.

Untuk mencegah terjadinya dampak negatif

limbah B3 terhadap lingkungan, maka perlu dilakukan

pengelolaan mulai dari penghasil limbah B3 sampai

penimbun limbah B3. Pengelolaan limbah B3 yang

berasal dari rumah sakit perlu penanganan khusus

karena limbah B3 yang dihasilkan merupakan limbah

B3 medis yang berasal dari jaringan tubuh sisa

operasi, darah, jarum suntik dan peralatan medis

bekas lainnya yang terindikasi mengandung

mikroorganisme patogen. Pengelolaan limbah B3

medis ini dilakukan melalui pembakaran dengan

insinerator. Hal ini dilakukan untuk memusnahkan

kuman penyakit pada limbah tersebut dan untuk

mereduksi volume limbah B3 yang dihasilkan.

Page 199: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

BAB IVBAB IVU PAYA P E N G E L O L A A N L I N G K U N G A NU PAYA P E N G E L O L A A N L I N G K U N G A N

Berbagai upaya untuk mengendalikan kerusakan dan pencemaran dilakukan melalui penghijauan, reboisasi, perbaikan fisik lainnya, pembinaan dan pengawasan AMDAL, UKL UPL Disamping itu, meningkatnya jumlah Sekolah Adiwiyata maupun partisipasi dunia usaha melalui program CSR

bidang lingkungan serta Gerakan Sumbar Bersih yang melibatkan kelurahan/kecamatan, juga turut andil dalam upaya pengelolaan lingkungan di Sumatera Barat.

Page 200: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-1

4.1. REHABILITASI LINGKUNGAN

Dalam pelaksanaan pembangunan dan

upaya pertumbuhan ekonomi, hutan kerap

mengalami tekanan dimana eksploitasi dan

konversi lahan hutan sebagai salah satu sumber

daya alam menjadi tumpuan untuk mengejar target

pertumbuhan ekonomi. Tekanan terhadap

sumberdaya hutan juga semakin berat yang

diakibatkan oleh aktivitas illegal logging, over

cutting, serta adanya bencana alam seperti

kebakaran hutan dan lain-lain.

Dari segi biofisik, pengelolaan hutan

dipengaruhi oleh kondisi iklim. Kawasan hutan yang

terdapat di daerah tropis memiliki kepekaan

terhadap degradasi dan memiliki keanekaragaman

jenis yang tinggi. Kondisi iklim di daerah tropis lebih

“keras”, curah hujan dan intensitas cahaya matahari

di daerah tropis sangat tinggisehingga membuat

kondisi lebih panas dan kering. Faktor-faktor

tersebut membuat daerahtropis amat peka terhadap

erosi dan peka terhadap kebakaran. Daerahtropis

juga jauh lebih rapuh dibandingkan dengan tanah

empat musim dan pada umumnya kurang subur.

Penebangan, kebakaran, penggembalaan,

dan budidaya pertanian dan perladangan yang

berlebihan membuat vegetasi asli sulit untuk pulih

kembali. Perambahan hutan dan model-model

pertanian yang tidak berkelanjutan telah

mempercepat degradasi lahan dan penurunan

kesuburan tanah sangat cepat. Lapisan tanah telah

hilang, tanah menjadi keras sehingga vegetasi

apapun sulit untuk tumbuh, jika hutan hujan tropis

rusak maka tidak akan pernah pulih kembali dengan

komposisi dan struktur yang sama seperti semula.

Penutupan vegetasi memegang peranan

penting dalam pengaturan sistem hirologi, terutama

"efek spons" yang dapat menyekap air hujan dan

mengatur pengalirannya sehingga mengurangi

kecenderungan banjir dan menjaga aliran air di

musim kemarau. Fungsi tersebut akan hilang jika

vegetasi di daerah DAS yang lebih tinggi hilang

atau rusak. Hutan juga sangat berperan dalam

menyerap emisi karbon yang merupakan penyebab

terjadinya pemanasan global. Di Indonesia sektor

hutan dan lahan merupakan sektor yang memiliki

potensi besar untuk upaya reduksi emisi karbon

mengingat kontribusi emisi sektor ini mencapai 60%

dari total emisi karbon yang ada. Oleh karena itu,

upaya rehabilitasi hutan dan lahan perlu dipadukan

dalam upaya pengembangan pertanian, kehutanan,

pertambangan dan pemukiman.

Secara umum kawasan hutan di Provinsi

Sumatera Barat masih cukup baik dan perlu untuk

tetap dipertahankan sebagai penyerap karbon.

Kawasan hutan di Sumatera Barat dibedakan

menurut fungsinya yaitu hutan konservasi, hutan

lindung dan hutan produksi. Total luas kawasan

hutan di Provinsi Sumatera Barat mencapai

2.342.650 Ha atau 55,38 % dari luas wilayah

Provinsi Sumatera Barat.

Pembangunan kehutanan diharapkan

menjadikan kondisi hutan lebih baik dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Upaya lain

yang dilakukan dengan melaksanakan

pengamanan dan perlindungan hutan, optimalisasi

pemanfaatan hasil hutan serta meningkatkan

sinergi perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan kehutanan antara Pemerintah Pusat,

Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan

dapat memberikan dampak yang cukup signifikan

dalam mengurangi angka kemiskinan dan

memberikan kontribusi bagi keseimbangan alam

serta kesejahteraan masyarakat

Page 201: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-2

4.1.1 Bentuk Upaya Rehabilitasi Lingkungan

4.1.1.1 Realisasi Kegiatan Penghijauan dan

Reboisasi

Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

(RHL) merupakan salah satu upaya untuk

mengatasi degradasi hutan dan lahan yang

dampaknya semakin luas bagi masyarakat. Guna

mendukung RHL ini Pemerintah Provinsi Sumatera

Barat beserta Pemerintah Kabupaten/Kota telah

melaksanakan sejumlah program dan kegiatan

seperti pengembangan hutan rakyat, Gerakan

Menanam Indonesia, pengamanan dan

perlindungan hutan, pengendalian kebakaran hutan

dan pengembangan sarana penyuluhan.

Pada tahun 2014 luas areal kegiatan

penghijauan di Sumatera Barat mencapai 1.980,7

Ha dengan realisasi jumlah pohon sebanyak

889.835 batang. Daerah dengan areal realisasi

penghijauan terluas adalah Kota Payakumbuh

dengan luas 776 Ha, selanjutnya Kota Padang

dengan luas 300 Ha, dan Kabupaten Agam dengan

luas 297 Ha. Dilihat berdasarkan realisasi jumlah

pohon, maka yang terbanyak jumlahnya adalah

Kota Payakumbuh dengan jumlah 462.600 batang,

diikuti oleh Kabupaten Agam dengan jumlah

130.680 batang dan Kabupaten Padang Pariaman

dengan jumlah 90.000 batang pohon. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah

ini.

Gambar 4.1 Realisasi Kegiatan Penghijauan di Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel UP-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Untuk kegiatan reboisasi, pada tahun 2014

luas areal reboisasi di Sumatera Barat mencapai

1.072.497,26 Ha dengan jumlah realisasi pohon

yang ditanam mencapai 1.067.510 batang. Daerah

dengan areal terluas terdapat di Kabupaten Solok

Selatan dengan luas 2.250 Ha, selanjutnya adalah

Kabupaten Pasaman dengan luas 1.736,25 Ha dan

Kabupaten Sijunjung dengan luas 400 Ha.

Sedangkan realisasi jumlah pohon yang ditanam

terbanyak adalah Kabupaten Pasaman dengan

jumlah 694.500 batang, selanjutnya Kota

Payakumbuh dengan jumlah 167.714 batang, dan

Kabupaten Pasaman Barat dengan jumlah 112.800

batang.

Page 202: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-3

Gambar 4.2 Realisasi Kegiatan Reboisasi di Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel UP-1 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dibandingkan dengan tahun lalu,

maka terjadi penurunan kegiatan penghijauan dan

reboisasi pada tahun 2014. Untuk kegiatan

penghijauan pada tahun 2013 luas areal

penghijauan mencapai 982.422 Ha turun menjadi

1.958,70 Ha pada tahun 2014. Sedangkan kegiatan

reboisasi juga justru mengalami kenaikan, pada

tahun 2013 areal lahan yang direboisasi mencapai

51.158 Ha meningkat menjadi 1.072.497,26 Ha

pada tahun 2014.

Gambar 4.3 Perbandingan Luas Areal Penghijauan Tahun 2013 – 2014

Sumber: Olahan Tabel UP-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 4.4 Perbandingan Luas Areal Reboisasi Tahun 2013 – 2014

Sumber: Olahan Tabel UP-1A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 203: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-4

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat

bahwa untuk kegiatan penghijauan yang mengalami

peningkatan areal penghijauan cukup besar

terdapat di Kota Payakumbuh, dimana pada tahun

2013 tidak ada areal penghijauan meningkat

menjadi 776 Ha pada tahun 2014. Sedangkan

kegiatan reboisasi yang mengalami peningkatan

areal terbesar terdapat di Kabupaten Pasaman,

dimana pada tahun 2013 tidak ada areal reboisasi

dan pada tahun 2014 menjadi 1.736,25 Ha.

Berdasarkan data Dinas Kehutanan

Provinsi Sumatera Barat, pada tahun 2014 jumlah

penanaman pohon yang dilakukan baik oleh

Pemerintah dan masyarakat mencapai 36.833.468

batang pohon.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Penanaman Pohon oleh Masyarakat dan Pemerintah Tahun 2014

No Jenis Kegiatan Jumlah (Batang)

1. Penanaman oleh Kabupaten/Kota 26.528.102

2. Penanaman oleh Sektor Swasta dan Badan Usaha 4.987.038

3. Penanaman oleh Instansi Provinsi 5.104.028

4. Reklamasi oleh Pihak Ketiga 1.200

5. Rehabilitasi DAS oleh Pemegang IPPKH 213.100

Total 36.833.468

Sumber: Tabel UP-1C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dilihat dari tabel di atas, jumlah

penanaman pohon terbesar di Sumatera Barat

dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dengan

26.528.102 batang dan Pemerintah Provinsi dengan

jumlah 5.104.028 batang.

Upaya yang dilakukan untuk menjaga

kawasan hutan dan rehabilitasi lahan kritis yang

ada perlu untuk terus dilanjutkan. Setiap kegiatan

yang ditujukan untuk meningkatkan ekonomi perlu

memperhatikan keberlanjutan lingkungan agar

dapat juga dimanfaatkan oleh generasi yang akan

datang.

4.1.1.2 Kegiatan Fisik Lainnya oleh Instansi

dan Masyarakat

Kegiatan normalisasi dan perkuatan tebing

tersebar hampir di seluruh Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat, ini disebabkan kondisi

iklim dengan tingginya curah hujan menyebabkan

jumlah sedimen yang terbawa arus sungai

mengakibatkan terjadinya pendangkalan dasar

sungai. Untuk itu perlu dilakukan normalisasi agar

disaat kondisi curah hujan tinggi, tidak

mengakibatkan meluapnya aliran sungai yang

mengakibatkan banjir di daerah aliran sungai.

Kondisi geografis Provinsi Sumatera Barat yang

merupakan dataran pada umumnya memiliki elevasi

kurang dari 100 m dengan kemiringan lereng

kurang dari 15%, kondisi perbukitan pada umumnya

memiliki elevasi antara 200-500 m dengan

kemiringan lereng antara 15%-30%, dan kondisi

pegunungan lebih dari 1.000 m dengan kemiringan

lereng lebih dari 30%. Hal ini menyebabkan

Sumatera Barat sangat rentan terhadap terjadinya

erosi dan bencana tanah longsor. Oleh sebab itu,

kegiatan fisik berupa perkuatan tebing juga tersebar

dilaksanakan pada Kabupaten/Kota di Sumatera

Barat seperti yang terlihat pada Tabel 4.2 berikut.

Page 204: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-5

Tabel 4.2 Kegiatan Fisik Lainnya Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

No Nama Kegiatan Lokasi Kegiatan

1 Normalisasi dan PerkuatanTebing

Kab. Pesisir Selatan (Batang Surantih, Batang Painan, Batang Ampiang, Batang Bayang), Kab. Padang Pariaman (Kalampaian, Batang Aur Malintang, Batang Kasai), Kab. Sijunjung (Batang Patikin), Kab. Pasaman (Sei. Batang Sumpur, Batang Ulu Masang), Kab. Agam (Batang Aia Katik), Kota Padang (Batang Jirak-Ampalu, Batang Balimbiang), Kota Payakumbuh (Batang Pulau Kota, Batang Lampasi), Kab. Solok (Batang Lembang, Batang Ateh Banda Bawah 5 Ninik Koto Sani), Kab. Pasaman Barat (Batang Batahan, Batang Pasaman Aia Gadang)

2 Pengendalian Banjir Kab. Agam (Batang Antokan), Kab. Padang Pariaman, Kab. Solok (Batang Lembang), Kota Padang (Batang Lurus).

3 Rehabilitasi JIAT di Sumatera Barat Tersebar di Sumatera Barat

4 Rehabilitasi Jaringan Rawa Silaut - Lanjutan (295 Ha)

Kabupaten Pesisir Selatan

5 River Impromentof Lower Reaches Of Anai River di Kabupaten Padang Pariaman

Kabupaten Padang Pariaman

6 Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pasca Bencana Gempa Bumi dan Tsunami

Kabupaten Kepulauan Mentawai

7 Pembangunan Shelter Kota Padang

Sumber : Olahan Tabel UP-2 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat

bahwa kegiatan normalisasi dan perkuatan tebing

tersebar di hampir seluruh Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat. Hal disebabkan kondisi iklim

dengan tingginya curah hujan menyebabkan jumlah

sedimen yang terbawa arus sungai mengakibatkan

terjadinya pendangkalan dasar-dasar sungai. Untuk

itulah perlu dilakukannya normalisasi agar disaat

kondisi curah hujan tinggi melanda tidak

mengakibatkan meluapnya aliran sungai sehingga

dapat mengakibatkan banjir yang dapat merugikan

masyarakat di sekitar daerah aliran sungai.

Selain itu, kondisi geografis daerah di Sumatera

Barat dimana kondisi dataran pada umumnya

memiliki elevasi kurang dari 100 m dengan

kemiringan lereng kurang dari 15%, kondisi

perbukitan pada umumnya memiliki elevasi antara

200-500 m dengan kemiringan lereng antara 15%-

30%, dan kondisi pegunungan lebih dari 1.000 m

dengan kemiringan lereng lebih dari 30%. Hal ini

menyebabkan wilayah yang ada di Sumatera Barat

sangat rentan terhadap terjadinya erosi dan

bencana tanah longsor. Oleh sebab itu, kegiatan

fisik berupa perkuatan tebing juga tersebar

dilaksanakan pada Kabupaten/Kota di Sumatera

Barat seperti yang terlihat pada tabel di atas.

Untuk kegiatan jaringan irigasi air tanah

(JIAT) juga tersebar di Sumatera Barat, kegiatan ini

sangat penting dilakukan mengingat berbagai

jaringan sudah banyak yang rusak bahkan

tidakberfungsi sebagaimana mestinya terutama

jaringan irigasi.

Bentuk kegiatan fisik lain yang dilakukan

adalah bantuan penyebaran bibit perkebunan.

Berdasarkan data Dinas Perkebunan Prov. Sumbar,

bibit yang disebarkan terdiri dari bibit kelapa sawit,

karet, dan bibit kakao. Jumlah bantuan bibit

terbesar yang disebarkan adalah bibit kakao

Page 205: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-6

dengan jumlah 650.000 bibit, kemudian bibit karet

dengan jumlah 209.500 bibit, dan bibit kelapa sawit

dengan jumlah 81.000 bibit. Untuk bibit kakao

bantuan terbesar yang diberikan terdapat di

Kabupaten Padang Pariaman 100.000 bibit,

sedangkan bibit karet jumlah terbesar terdapat di

Kabupaten Pesisir Selatan dengan jumlah 49.000

bibit, dan untuk kelapa sawit jumlah bibit terbesar

terdapat di Kabupaten Dharmasraya dengan jumlah

14.375 bibit. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 4.5 Penyebaran Bantuan Bibit Perkebunan

Sumber : Olahan Tabel UP-2B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Untuk pengamanan wilayah pantai di

Sumatera Barat, Pemerintah juga berupaya dengan

melakukan penanaman pohon di wilayah pesisir

laut. Pohon yang paling banyak ditanam untuk

perlindungan pantai adalah cemara laut. Cemara

laut dipilih selain untuk melindungi kawasan pesisir

juga dapat dimanfaatkan sebagai pohon pelindung

dan dijadikan tempat wisata oleh masyarakat.

Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan

Perikanan Prov. Sumbar, pada tahun 2014 jumlah

cemara laut yang ditanam berjumlah 1.600 pohon

dan lokasinya terdapat di Kabupaten Padang

Pariaman.

Tabel 4.3 Penanaman Pohon Pelindung Pantai Sumatera Barat

No Jenis Tanaman Kabupaten/Kota Tahun Jumlah

(Batang) 1 Cemara laut, Waru dan Ketaping Kab. Padang Pariaman 2006 3.000

2 Cemara laut Kab. Padang Pariaman 2007 1.500

3 Cemara laut Kab. Pesisir selatan 2008 1.100

4 Cemara laut Kab. Agam 2009 800

5 Cemara laut Kab. Pesisir Selatan 2012 800

6 Cemara laut Kab. Pesisir Selatan dan Kab. Padang Pariaman

2012 1.000

7 Cemara laut Kab. Agam 2012 1.000

8 Cemara laut Kab. Pesisir Selatan dan Kab. Agam 2013 2.600

9 Cemara laut Kab. Agam, Kab. Pasaman Barat dan Kota Pariaman

2013 1.800

10 Cemara laut Kab. Padang Pariaman 2014 1.600

Total 14.200

Sumber: Tabel UP-2C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 206: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-7

Pada tabel di atas dapat dilihat

perkembangan penanaman pohon pelindung pantai

dari tahun 2006 sampai tahun 2014. Jumlah pohon

yang telah ditanam sampai tahun 2014 mencapai

14.200 pohon dan tersebar di kawasan pesisir

pantai di Sumatera Barat.

Kegiatan lainnya yang dilakukan adalah

CSR (Corporate Social Responsibility) bidang

lingkungan yang dilakukan oleh berbagai

perusahaan yang ada di Sumatera Barat. Pada

tahun 2014, Bapedalda Prov. Sumbar mencatat ada

6 (enam) perusahaan yang melakukan kegiatan

CSR bidang lingkungan. Keenam perusahaan

tersebut antara lain, PT. Coca Cola Bottling

Indonesia, PT. Gersindo Minang Plantation, PT.

Pertamina DPPU BIM, PT. Semen Padang, PT.

Tidar Kerinci Agung (TKA), dan PT. AMP

Plantation. Kegiatan CSR yang dilakukan adalah

kegiatan yang langsung memberikan dampak pada

masyarakat, mulai dari penanaman pohon,

konservasi sempadan sungai, pelestarian flora dan

fauna langka, pembuatan pupuk kompos, sampai

dengan pembangunan pembangkit tenaga listrik

dengan energi terbarukan (PLTMH). Kegiatan CSR

tersebut perlu terus untuk dilanjutkan dan

Pemerintah Daerah juga harus turut serta

mendorong perusahan-perusahaan yang ada di

Sumatera Barat agar mengarahkan kegiatan CSR-

nya lebih bermanfaat bagi masyarakat banyak

khususnya masyarakat terdampak langsung

dengan adanya perusahaan tersebut.

Jumlah bank sampah yang tercatat pada

tahun 2014 di Sumatera Barat adalah sebanyak 89

unit. Jumlah bank sampah terbesar adalah bank

sampah yang dikelola oleh sekolah dengan jumlah

60 unit, selanjutnya bank sampah yang dikelola

masyakat dengan jumlah 27 unit dan dikelola

Perguruan Tinggi dengan jumlah 2 unit. Pada

gambar di bawah ini terlihat bahwa jumlah bank

sampah yang dikelola sekolah paling banyak

terdapat di Kota Padang, Kota Bukittinggi, dan Kota

Payakumbuh dengan jumlah bank sampah 11 unit.

Sementara itu, bank sampah yang dikelola

masyarakat paling banyak terdapat di Kota Padang

Panjang dan Kota Solok dengan jumlah 6 unit, dan

bank sampah yang dikelola oleh Perguruan Tinggi

terdapat di Kota Padang yakni Universitas Andalas

dengan jumlah 1 unit dan Universitas Bung Hatta

yang berjumlah 1 unit. Untk lebih jelasnya dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.6 Jumlah Bank Sampah di Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan tabel UP-2E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 207: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-8

4.2. AMDAL

Membaiknya iklim investasi di Indonesia

akhir-akhir ini memberikan kontribusi terhadap

pesatnya perkembangan usaha dan/atau kegiatan

di berbagai daerah namun di sisi lain kondisi ini

perlu dikendalikan secara wajar karena akan

membawa pengaruh terhadap aspek-aspek

kehidupan manusia, salah satunya adalah

lingkungan hidup. Mengingat usaha dan/atau

kegiatan pada dasarnya merupakan wujud dan

manifestasi dari suatu aktivitas pembangunan,

maka melalui mekanisme dan implementasi Izin

Lingkungan diharapkan dapat mengakomodir

prinsip pembangunan berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan. Dengan demikian,

dampak terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh

berbagai aktivitas pembangunan tersebut dapat

dianalisis sejak awal perencanaannya.

Jika dikaitkan dengan penerapan dan

implementasi Izin Lingkungan, terdapat 2 cara

pendekatan yang digunakan dalam melakukan

upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup, yakni pada tingkatan perencanaan melalui

upaya pengendalian dengan melengkapi dokumen

lingkungan hidup (Amdal atau UKL-UPL), dan pada

tingkatan pelaksanaan melalui pengawasan

pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan

Hidup dan Rencana Pemantauan Lingkungan

Hidup/RKL-RPL serta UKL-UPL.

Selain AMDAL dan UKL-UPL, terdapat Surat

Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan

Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) yang

diwajibkan bagi setiap usaha dan/atau kegiatan

yang tidak wajib Amdal maupun UKL-UPL. Untuk

rencana usaha dan/atau kegiatan yang terkategori

wajib memiliki SPPL, terhadapnya tidak diwajibkan

memiliki Izin Lingkungan, namun tetap diperlukan

pengawasan dalam implementasinya.

4.2.1. Bentuk Upaya Pengawasan Izin

Lingkungan

4.2.1.1. Dokumen Izin Lingkungan

Pada tahun 2014, jumlah dokumen

lingkungan yang dinilai melalui Komisi Penilai

Amdal Provinsi Sumatera Barat dan diterbitkan

persetujuan/pengesahannya oleh Gubernur

Sumatera Barat/Kepala Bapedalda Provinsi

Sumatera Barat adalah sebanyak 5 (lima) dokumen

yang kesemuanya berjenis Amdal. Menindaklanjuti

amanat Peraturan Gubernur Sumatera Barat No. 87

Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Barat dan

Surat Keputusan Gubernur Sumatera Barat No.

570–8–2013 tentang Pendelegasian Wewenang

Penandatanganan Perizinan Dalam Rangka

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Provinsi Sumatera Barat, maka penandatangan

Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dan Izin

Lingkungan kelima rencana usaha dan/atau

kegiatan dimaksud didelegasikan kepada Kepala

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

Provinsi Sumatera Barat yang menaungi lembaga

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Sumatera

Barat.

Selain itu pada tahun 2014 juga terdapat 5

dokumen Kerangka Acuan yang telah diterbitkan

persetujuannya oleh Ketua Komisi Penilai Amdal

Provinsi Sumatera Barat. Satu diantaranya sudah

dapat diterbitkan Keputusan Kelayakan Lingkungan

Hidup dan Izin Lingkungannya pada tahun 2014,

yakni rencana operasi produksi tambang bijih

tembaga di Kabupaten Solok dan Kota Sawahlunto

seluas 6.745 Ha oleh PT. Intan Borneo

Page 208: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-9

Internasional. Sedangkan untuk 4 dokumen

Kerangka Acuan lainnya merupakan kegiatan yang

belum dapat ditetapkan persetujuan Kelayakan

Lingkungan dan Izin Lingkungannya pada tahun

2014, karena hingga akhir tahun penilaian Amdal

keempat rencana usaha dan/atau kegiatan

dimaksud masih dalam proses penilaian Andal dan

RKL-RPL.

Pada tahun 2014 terdapat 2 dokumen

Amdal lainnya yang diajukan proses penilaiannya

ke Komisi Penilai Amdal Provinsi Sumatera Barat,

namun belum dapat diterbitkan persetujuan

Kerangka Acuan maupun Kelayakan Lingkungan

Hidup dan Izin Lingkungannya karena masih dalam

proses penilaian dokumen Kerangka Acuan. Kedua

dokumen dimaksud adalah untuk rencana usaha

dan/atau kegiatan:

1. Usaha pertambangan batu bara di Kabupaten

Dharmasraya oleh PT. Indo Mining Resources

(Amdal baru).

2. Operasi produksi tambang emas aluvial di

Nagari Cubadak dan Simpang Tonang,

Kecamatan Duo Koto, Kabupaten Pasaman

oleh PT. Inexco Jaya Makmur.

Selain itu, terdapat 1 dokumen Andal dan

RKL-RPL dan 1 dokumen Adendum Andal dan

RKL-RPL yang diajukan penilaiannya pada akhir

tahun 2014. Kedua dokumen dimaksud belum

dapat diterbitkan pengesahan/persetujuannya

karena masih dalam proses penilaian. Untuk 1

dokumen Andal dan RKL-RPL dimaksud

persetujuan Kerangka Acuannya telah dikeluarkan

oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Pasaman

(selaku Ketua Komisi Penilai Amdal Kabupaten

Pasaman), namun dikarenakan pada saat

pengajuan draft dokumen Andal dan RKL-RPL

masa berlaku lisensi Komisi Penilai Amdal

Kabupaten Pasaman telah habis, sehingga

penilaiannya dilimpahkan ke Komisi Penilai Amdal

Provinsi Sumatera Barat.

Selama tahun 2014, terdapat 1 dokumen

UKL-UPL yang diajukan pemeriksaannya ke

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, yakni UKL-

UPL Rencana Eksplorasi Gas Metana Batu Bara di

Kota Sawahlunto dan Kabupaten Sijunjung oleh PT.

Inti Gas Energi, namun Rekomendasi UKL-UPL dan

Izin Lingkungan untuk rencana kegiatan ini belum

dapat diterbitkan pada tahun 2014 karena hingga

akhir tahun 2014 masih terdapat beberapa item

perbaikan dokumen yang belum dipenuhi oleh

pemrakarsa rencana kegiatan. Untuk SPPL, selama

tahun 2014 tidak satu pun yang diajukan ke

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat.

Dilihat dari sisi kewenangannya, maka dari

kelima rencana usaha dan/atau kegiatan yang

diterbitkan persetujuan Amdalnya hanya 1 yang

penilaian Amdalnya memang merupakan

kewenangan Komisi Penilai Amdal Provinsi

Sumatera Barat, yakni rencana operasi produksi

tambang bijih tembaga di Kabupaten Solok dan

Kota Sawahlunto seluas 6.745 Ha oleh PT. Intan

Borneo Internasional. Untuk keempat rencana

usaha dan/atau kegiatan yang lain karena lokasi

kegiatan berada parsial di wilayah kabupaten/kota

terkait, kewenangan penilaian Amdalnya

seharusnya berada pada Pemerintah

Kabupaten/Kota yang bersangkutan, namun

karena belum memiliki Komisi Penilai Amdal yang

berlisensi maka dilakukan oleh Komisi Penilai

Amdal Provinsi Sumatera Barat.

Tidak ada perbedaan jumlah dokumen

lingkungan yang dapat disahkan/diterbitkan

persetujuannya pada tahun 2014 dengan tahun

2013. Pada tahun 2013 terdapat 5 dokumen Amdal

Page 209: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-10

yang dapat diterbitkan Keputusan Kelayakan

Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungannya. Namun

jika dibandingkan dengan tahun 2012 terdapat 4

empat dokumen lingkungan yang disahkan (1

Amdal dan 3 UKL-UPL), maka untuk tahun 2013

dan tahun 2014 adanya peningkatan. Tren

peningkatan jumlah dokumen lingkungan dalam

periode 2012–2014 mengindikasikan keadaan iklim

investasi pembangunan di Provinsi Sumatera Barat

yang mulai membaik terutama pasca bencana

gempa bumi tahun 2009. Untuk lebih jelasnya

jumlah dan jenis dokumen lingkungan yang dapat

disahkan/diterbitkan persetujuannya dalam periode

2012 – 2014 dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7 Jumlah Dokumen Lingkungan yang Dinilai Pada Komisi Penilai Amdal Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 – 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Perlu menjadi catatan terkait jumlah

dokumen lingkungan yang dapat disahkan pada

suatu tahun tertentu adalah bahwasanya jumlah

tersebut tidak serta merta dapat menggambarkan

jumlah sebenarnya dari dokumen lingkungan yang

dinilai/dibahas pada tahun tersebut, dan

kecenderungan yang terjadi adalah jumlah

dokumen lingkungan yang dapat disahkan dengan

jumlah dokumen lingkungan yang dinilai pada suatu

tahun tertentu tidaklah sama. Penerbitan

pengesahan/persetujuan sebuah dokumen

lingkungan sangat tergantung lamanya perbaikan

dokumen tersebut oleh pemrakarsa/konsultan

setelah dilakukan uji administrasi dan dilaksanakan

rapat-rapat penilaian/pemeriksaan, sehingga

kondisi ini juga mempengaruhi jangka waktu

penilaian/pemeriksaan dokumen dan penerbitan

pengesahan/ persetujuannya. Selain itu,

waktu/periode masuk/diajukannya dokumen pada

suatu tahun tertentu juga cukup mempengaruhi

waktu penerbitan pengesahan/persetujuan

dokumen lingkungan suatu rencana usaha dan/atau

kegiatan. Jika suatu dokumen lingkungan

masuk/disampaikan ke Komisi Penilai Amdal

Provinsi Sumatera Barat/Bapedalda Provinsi

Sumatera Barat pada triwulan IV tahun 2014,

tentunya akan kecil kemungkinan

persetujuan/pengesahan dokumen dimaksud dapat

diterbitkan pada akhir tahun 2014, karena tidak

mungkin tahapan proses penilaian/pemeriksaan

dilakukan dalam waktu yang singkat.

Kelima rencana usaha dan/atau kegiatan

yang telah mendapatkan Izin Lingkungan dan

diterbitkan Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup

untuk dokumen Amdalnya dapat diklasifikasikan ke

dalam 3 (tiga) sektor/bidang usaha dan/atau

kegiatan meliputi sektor/bidang pertambangan,

pekerjaan umum dan pembangunan sarana/fasilitas

pendidikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 4.8.

Page 210: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-11

Gambar 4.8 Persentase Perbandingan Jumlah Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan Persetujuan/ Pengesahannya oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat

pada Tahun 2014 per Sektor/Bidang Usaha dan/atau Kegiatan

Sumber: Olahan Tabel UP-3C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Persentase terbesar jumlah dokumen

lingkungan yang dapat diterbitkan persetujuannya

pada tahun 2014 adalah untuk sektor kegiatan

pertambangan dan pekerjaan umum, dengan

rincian:

Sektor kegiatan pertambangan 2 dokumen

(40%).

Sektor kegiatan pekerjaan umum 2 dokumen

(40%).

Sektor pembangunan dan sarana/fasilitas

pendidikan hanya 1 dokumen (20%).

Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1. Rencana usaha dan/atau kegiatan yang

termasuk ke dalam sektor/bidang

pertambangan, meliputi rencana operasi

produksi tambang bijih tembaga di Kabupaten

Solok dan Kota Sawahlunto seluas 6.745 Ha

oleh PT. Intan Borneo Internasional dan

rencana pertambangan batu bara seluas 2.365

Ha di Nagari IV Koto Mudiak, Kecamatan

Batang Kapas, Kabupaten Pesisir Selatan oleh

PT. Karya Denai Barito.

2. Rencana usaha dan/atau kegiatan yang

termasuk ke dalam sektor/bidang pekerjaan

umum, meliputi rencana peningkatan ruas jalan

Painan – Kambang – Inderapura – Tapan di

Kabupaten Pesisir Selatan oleh Direktorat

Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan

Umum dan rencana pembangunan jalan tol

Padang – Sicincin sepanjang 28,8 Km di

Kabupaten Padang Pariaman oleh PT. Jasa

Marga Persero (Tbk).

3. Rencana usaha dan/atau kegiatan yang

termasuk ke dalam sektor/bidang

pembangunan sarana/fasilitas pendidikan,

yakni rencana pembangunan Balai Pendidikan

dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Sumatera Barat

di Korong Tiram Tapakis, Kecamatan Ulakan

Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman oleh

Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Perhubungan Kementerian Perhubungan.

Jika ditinjau dari pemrakarsa kegiatannya,

maka dari kelima dokumen lingkungan yang dapat

diterbitkan pengesahan/persetujuannya ini, 3 (tiga)

diantaranya adalah dokumen lingkungan yang

diprakarsai oleh Pemerintah/BUMN, yaitu oleh

Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian

Pekerjaan Umum, PT. Jasa Marga Persero (Tbk)

Page 211: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-12

dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia

Perhubungan Kementerian Perhubungan.

Sedangkan untuk 2 (dua) lainnya merupakan

dokumen lingkungan rencana usaha dan/atau

kegiatan yang diprakarsai oleh pihak swasta, yaitu

oleh PT. Intan Borneo Internasional dan PT. Karya

Denai Barito.

Pada tahun 2014 Kabupaten Lima Puluh

Kota tercatat sebagai daerah yang menerbitkan

persetujuan dokumen lingkungan terbanyak sama

seperti tahun 2013, yakni sebanyak 286 dokumen

lingkungan dengan rincian 29 UKL-UPL dan 257

SPPL, disusul oleh Kota Payakumbuh dengan 82

dokumen lingkungan dengan rincian 22 UKL-UPL

dan 60 SPPL, serta Kota Padang dengan 77

dokumen lingkungan dengan rincian 6 Amdal, 64

UKL-UPL dan 7 SPPL). Sementara untuk

kabupaten/kota yang tercatat paling sedikit

menerbitkan pengesahan/persetujuan dokumen

lingkungan adalah Kota Solok dan Kabupaten

Kepulauan Mentawai yang masing-masing hanya

menerbitkan persetujuan untuk 1 dokumen UKL-

UPL.

Tabel 4.4 Rekapitulasi Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan Pengesahan/Persetujuannya oleh Pemerintah Kabupaten/Kota se-Sumatera Barat Tahun 2014

No. Kabupaten/Kota Dokumen Lingkungan

Jumlah Amdal* UKL-UPL** SPPL

1. Kab. Agam 2 11 - 13

2. Kab. Dharmasraya - 6 41 47

3. Kab. Kepulauan Mentawai - 1 - 1

4. Kab. Lima Puluh Kota - 29 257 286

5. Kab. Padang Pariaman 1 11 - 12

6. Kab. Pasaman - 3 45 48

7. Kab. Pasaman Barat 3 5 49 57

8. Kab. Pesisir Selatan - 36 - 36

9. Kab. Sijunjung - 15 - 15

10. Kab. Solok 4 12 16 32

11. Kab. Solok Selatan 3 5 - 8

12. Kota Bukittinggi - 12 50 62

13. Kota Padang 6 64 7 77

14. Kota Padang Panjang - 1 59 60

15. Kota Pariaman - 162 - 162

16. Kota Payakumbuh - 22 60 82

17. Kota Sawahlunto - 5 - 5

18. Kota Solok - 1 - 1

Jumlah 1008

Keterangan:**) Termasuk yang Setara/Setingkat dengan Amdal **) Termasuk yang Setara/Setingkat dengan UKL-UPL Sumber : Olahan Tabel UP-3 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Untuk dokumen lingkungan yang berskala

wajib Amdal atau UKL-UPL, pada tahun 2014

diketahui Kota Padang paling mendominasi

dibanding kabupaten/kota lainnya, yaitu dengan 6

Amdal dan 64 UKL-UPL. Dan diikuti Kabupaten

Solok 4 Amdal dan 12 UKL-UPL, Kabupaten

Pasaman Barat 3 Amdal dan 5 UKL-UPL,

Kabupaten Solok Selatan 3 Amdal dan 5 UKL-UPL

Page 212: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-13

dan Kabupaten Agam 2 Amdal dan 11 UKL-UPL.

Dengan kondisi ini maka terindikasi bahwa pada

kabupaten/kota tersebut tingkat investasi rencana

usaha dan/atau kegiatan cukup tinggi.

Kabupaten Padang Pariaman terdapat 1

dokumen Amdal yang disahkan ini memang

berlokasi parsial di wilayah Kabupaten Padang

Pariaman, namun karena Pemerintah Kabupaten

Padang Pariaman belum memiliki Komisi Penilai

Amdal berlisensi maka penilaian Amdal dimaksud

dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal Provinsi

Sumatera Barat, dan penerbitan

pengesahan/persetujuannya dilakukan oleh

Gubernur cq. Kepala BKPM Provinsi Sumatera

Barat, sehingga data 1 dokumen Amdal di

Kabupaten Padang Pariaman ini menjadi data

dokumen lingkungan yang diterbitkan

pengesahan/persetujuannya oleh Pemerintah

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.

Beberapa kabupaten/kota lainnya cukup

banyak menerbitkan pengesahan/persetujuan

dokumen lingkungan UKL-UPL, seperti Kota

Pariaman 162 UKL-UPL, Kabupaten Pesisir Selatan

36 UKL-UPL dan Kabupaten Lima Puluh Kota 29

UKL-UPL. Sementara untuk kabupaten/kota lainnya

lebih didominasi oleh usaha dan/atau kegiatan

berskala kecil/mikro yang hanya mempersyaratkan

kewajiban memiliki SPPL.

Jika ditotalkan untuk usaha dan/atau

kegiatan berskala sedang/besar di Provinsi

Sumatera Barat yang dapat diterbitkan

persetujuannya pada tahun 2014 lebih didominasi

oleh usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL.

Dari 64 usaha dan/atau kegiatan yang menjadi

objek kegiatan PROPER/PROPELIKE 36

diantaranya memiliki dokumen UKL-UPL

(selebihnya adalah untuk Amdal dan beberapa

dokumen lingkungan lain yang setingkat/setara

Amdal/UKL-UPL), 15 kegiatan diantaranya

berlokasi di Kota Padang, 9 kegiatan berlokasi di

Kabupaten Pasaman Barat, dan selebihnya

tersebar di kabupaten/kota lainnya. Lebih jelasnya

terkait perbandingan jenis dokumen lingkungan dan

persebaran lokasi objek kegiatan PROPER/

PROPELIKE tahun 2014 ini dapat dilihat pada

Gambar 4.9 dan Gambar 4.9.

Gambar 4. 9 Perbandingan Jumlah/Jenis Dokumen Lingkungan Usaha dan/atau Kegiatan yang Menjadi Objek PROPER/PROPELIKE Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-3D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 213: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-14

Gambar 4.10 Jumlah Usaha dan/atau Kegiatan yang Menjadi Objek PROPER/ PROPELIKE Tahun 2014 Berdasarkan Lokasi Usaha dan/atau Kegiatan

Sumber : Olahan Tabel UP-3D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Ditinjau dari jenis usaha dan/atau kegiatan

yang dapat diterbitkan pengesahan/persetujuan

dokumen lingkungannya di kabupaten/kota terlihat

cukup bervariasi di Kota Padang terdapat 3 jenis

usaha dan/atau kegiatan yaitu pembangunan

sarana kesehatan (rumah sakit), perhotelan dan

perbengkelan/showroom. Di Kabupaten Solok lebih

didominasi oleh usaha dan/atau kegiatan sektor

pembangunan jalan dan pertambangan rakyat

(galian C dan batuan). Sementara di Kabupaten

Pasaman Barat, kegiatan terkait pengolahan kelapa

sawit masih mendominasi, disamping beberapa

kegiatan penambangan galian C. Untuk Kabupaten

Lima Puluh Kota yang merupakan daerah terbanyak

yang menerbitkan pengesahan/persetujuan

dokumen lingkungan kegiatan yang mendominasi

adalah dari sektor pertambangan batu kapur,

peternakan ayam dan kegiatan-kegiatan industri

rumahan/kecil.

Kondisi dapat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, seperti terbatasnya eksistensi sumber daya

alam yang disebabkan oleh alokasi kawasan

budidaya yang juga terbatas pada rencana tata

ruang wilayah dan rendahnya tingkat investasi pada

suatu daerah. Khusus untuk Amdal, sebagian dari

kabupaten/kota tersebut sebenarnya memiliki

potensi/peluang investasi yang cukup tinggi tetapi

masih banyaknya Pemerintah Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat yang belum memiliki Komisi Penilai

Amdal yang berlisensi, sehingga proses penilaian

Amdal dilimpahkan ke Komisi Penilai Amdal

Provinsi, maka secara otomatis pengesahan/

persetujuan Amdal yang berlokasi di

kabupaten/kota yang tidak berlisensi tercatat

sebagai data dokumen lingkungan yang disahkan

oleh provinsi. Dengan dikeluarkannya PermenLH

N0. 08 tahun 2013, maka kedepan terhadap

dokumen Amdal yang dinilai oleh KPA Provinsi

(yang dikarenakan di kabupaten/kota yang

bersangkutan belum memiliki KPA berlisensi) tidak

lagi tercatat sebagai data jumlah dokumen

lingkungan yang diterbitkan pengesahan/

persetujuan oleh provinsi, karena sesuai dengan

ketentuan dalam pasal 19 PermenLH No. 08 Tahun

2013 terhadap hal ini , Surat Keputusan Kelayakan

Lingkungan Hidup (SKKL) dan Izin Lingkungannya

akan diterbitkan oleh Bupati/Walikota yang

bersangkutan sesuai kewenanangan atas dasar

rekomendasi hasil penilaian Amdal dimaksud dari

Ketua KPA Provinsi.

Page 214: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-15

Dengan mengakumulasi data jumlah

dokumen lingkungan yang diterbitkan

pengesahan/persetujuannya oleh Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat, maka dari Gambar 4.11 dapat

diketahui pula bahwa jenis dokumen lingkungan

yang paling banyak diterbitkan persetujuannya pada

tahun 2014 di Sumatera Barat adalah SPPL, yakni

sebanyak 584 dokumen untuk UKL-UPL sebanyak

401 dokumen dan untuk Amdal sebanyak 23

dokumen. Jumlah dokumen lingkungan yang

diterbitkan pengesahan/persetujuannya pada tahun

2014 adalah sebanyak 1.008 dokumen. Jumlah ini

mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari

jumlah dokumen lingkungan yang dapat diterbitkan

pengesahan/persetujuannya pada tahun 2013 yang

hanya mencapai 800 dokumen.

Gambar 4.11 Perbandingan Jumlah dan Jenis Dokumen Lingkungan yang Diterbitkan Pengesahan/Persetujuannya di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber: Olahan Tabel UP-3 dan UP-3B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Sementara dari 23 dokumen Amdal yang

diterbitkan pengesahan/persetujuannya pada tahun

2014, 5 (lima) diantaranya merupakan dokumen

lingkungan yang dinilai pada Komisi Penilai Amdal

Provinsi Sumatera Barat dan diterbitkan

persetujuannya oleh Pemerintah Provinsi Sumatera

Barat. Sedangkan untuk 18 dokumen Amdal yang

dinilai oleh Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota

persetujuannya di terbitkan oleh Bupati/Walikota

yang bersangkutan. Dari kondisi ini dapat

disimpulkan bahwa sebagian Komisi Penilai Amdal

Kabupaten/Kota sudah dapat menjalankan

fungsinya dengan optimal, walaupun beberapa

Komisi Penilai Amdal Kabupaten/Kota terindikasi

juga ada yang belum dapat menjalankan fungsinya

secara optimal, seperti Kabupaten Tanah Datar dan

Kota Padang Panjang yang sama sekali tidak

pernah menilai dokumen Amdal pada tahun 2014

bahkan diketahui kedua komisi ini belum pernah

menilai Amdal sejak lisensi komisinya diterbitkan.

Kondisi ini merupakan cerminan rendahnya tingkat

investasi di daerah tersebut disamping juga memiliki

instansi lingkungan hidup berbentuk Kantor, seperti

Kota Padang Panjang. Sedangkan di sisi lain, ada

kabupaten/kota yang cukup tinggi tingkat

investasinya dan sudah memiliki instansi lingkungan

hidup berbentuk Badan malah belum memiliki

Komisi Penilai Amdal yang berlisensi, seperti

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kabupaten

Dharmasraya.

Selain itu hingga akhir tahun 2014 hanya 5

(lima) kabupaten/kota yang lisensi Komisi Penilai

Amdal-nya masih berlaku, yakni Kota Padang,

Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Solok

Page 215: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-16

Selatan, Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten

Lima Puluh Kota. Tiga kabupaten diantaranya juga

akan habis lisensi komisinya pada awal tahun 2015

(Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar

dan Kabupaten Lima Puluh Kota). Ironisnya,

kabupaten/kota yang lisensi Komisi Penilai

Amdalnya telah habis pada tahun 2014 adalah

kabupaten/kota yang cukup tinggi tingkat investasi,

seperti Kabupaten Solok dan Kabupaten Solok

Selatan. Kedua kabupaten ini terkendala beberapa

persyaratan dalam upaya memperpanjang lisensi

komisinya tersebut, salah satunya terkait

status/kapasitas kelembagaan instansi lingkungan

hidup yang masih berbentuk Kantor (setingkat

eselon III).

4.2.1.2. Pengawasan Izin Lingkungan (AMDAL,

UKL/UPL, Surat Pernyataan

Pengelolaan Lingkungan (SPPL)

Pengawasan terhadap pelaksanaan izin

lingkungan dilakukan oleh Provinsi Sumatera Barat,

dan kabupten/kota di Provinsi Sumatera Barat

terhadap beberapa aspek yang terdiri dari

pelaksanaan dokumen lingkungan, pengendalian

pencemaran air, pengendalian pencemaran udara

dan pengelolaan limbah berbahaya dan beracun.

Pengawasan terbanyak dilakukan Kota Padang

yaitu 80 objek/kegiatan. Adapun jumlah

pengawasan yang dilakukan oleh Provinsi dan

Kabupaten/Kota secara lengkap dapat dilihat dalam

Gambar 4.12 berikut.

Gambar 4.12 Pengawasan Yang dilakukan Provinsi dan Kab/Kota di Sumatera Barat

0102030405060708090

Sumber : OlahanTabel UP-4 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

4.3. PENEGAKAN HUKUM

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup merupakan upaya sistematis dan terpadu

yang dilakukan untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup dan mencegah terjadinya

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,

pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan

penegakan hukum.

Salah satu instrument pencegahan

dan/atau kerusakan lingkungan hidup adalah

perizinan yang meliputi Izin Lingkungan dan Izin

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dari perizinan tersebut dapat diketahui kewajiban

yang harus dipenuhi oleh pemilik usaha dan/atau

Page 216: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-17

kegiatan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan di bidang lingkungan hidup. Implementasi

dari kewajiban sebagaimana tertuang pada

perizinan sebagai pedoman dalam melakukan

pengawasan maupun verifikasi pengaduan

lingkungan hidup terhadap ketaatan penanggung

jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang

telah ditetapkan dalam peraturan perundang-

undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup.

Hasil dari pengawasan maupun verifikasi

lapangan terhadap pengaduan yang masuk adalah

ada tidaknya pelanggaran terhadap peraturan

perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.

Apabila ditemukan adanya pelanggaran, maka

dilakukan upaya penegakan hukum baik sanksi

administrasi, penegakan hukum perdata maupun

penegakan hukum pidana. Pemberian sanksi

administrasi tidak membebaskan penanggungjawab

usaha dan/atau kegiatan dari tanggungjawab

pemulihan dan pidana.

4.3.1. Bentuk Upaya Penegakan Hukum

4.3.1.1. Pengaduan Masalah Lingkungan

Menurut Jenis Masalah

Hak masyarakat untuk mendapatkan

lingkungan hidup yang bersih dan sehat yang

merupakan hak asasi manusia dan setiap orang

berhak melakukan pengaduan akibat dugaan

pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.

Pengaduan dapat disampaikan secara lisan

dan/atau tertulis.

Setiap pengaduan yang masuk akan

dilakukan klasifikasi berdasarkan jenis pengaduan

(pengaduan lingkungan atau bukan pengaduan

lingkungan) dan kewenangan penanganan

pengaduan (kewenangan pemerintah atau

pemerintah provinsi atau pemerintah

kabupaten/kota). Sekaitan dengan pengaduan,

aparat pengelola lingkungan hidup mempunyai

peran penting dalam penanganan terhadap

informasi yang mengindikasikan terjadinya

pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup,

karena merupakan tugas dan wewenang yang

terkait dengan upaya-upaya dalam mengantisipasi

penyebaran dampak dari kasus-kasus lingkungan,

antara lain mengembangkan dan melaksanakan

kebijakan pengelolaan pengaduan masyarakat,

melakukan penegakan hukum dan memfasilitasi

penyelesaian sengketa.

A. Pengaduan yang ditangani/difasilitasi oleh

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

Pengaduan yang difasilitasi pada tahun

2014 sebanyak 13 pengaduan baik pengaduan

ditujukan ke Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

atau tembusan, pelimpahan dari Kementerian

Lingkungan Hidup maupun sengketa lingkungan

hidup lanjutan dari tahun sebelumnya dan sebagian

besar merupakan kewenangan kabupaten/kota

yaitu sebanyak 10 pengaduan sehingga

ditindaklanjuti dengan penyampaian surat ke

Bupati/Walikota terkait tanpa dilakukan verifikasi

lapangan karena setelah dilakukan koordinasi,

didapatkan informasi bahwa verifikasi lapangan

sudah dilakukan oleh instansi lingkungan

kabupaten/kota yang bersangkutan. Pengaduan

yang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi

sebanyak 3 pengaduan dan ditindaklanjuti dengan

melakukan verifikasi lapangan. Secara umum

persentase penanganan pengaduan yang masuk

berdasarkan kewenangan seperti terlihat pada

Gambar 4.13.

Page 217: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-18

Gambar 4.13 Persentase Penanganan Pengaduan Tahun 2014 yang Difasilitasi oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat Berdasarkan Kewenangan

Sumber : Olahan Tabel UP-5 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dibandingkan dengan pengaduan

tahun 2011 sebanyak 7 pengaduan, tahun 2012

sebanyak 6 pengaduan, tahun 2013 sebanyak 14

pengaduan dan tahun 2014 sebanyak 13

pengaduan, terjadi fluktuasi jumlah pengaduan. Hal

ini disebabkan karena permasalahan pengaduan

lingkungan setiap tahunnya tidak dapat diprediksi.

Berdasarkan sektor kegiatan dan/atau

usaha yang penanganan pengaduannya difasilitasi

oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dapat

digolongkan menjadi 6 (enam) sektor yaitu :

1. Sektor Agroindustri 5 pengaduan.

2. Sektor industri 1 pengaduan.

3. industri semen 1 (satu) kasus (sengketa

lingkungan hidup).

4. Sektor rumah sakit 1 (satu) pengaduan.

5. Sektor pertambangan 2 (dua) pengaduan dan

1 (satu) sengketa lingkungan hidup.

6. Sektor peternakan 1 (satu) pengaduan.

7. Sektor lainnya (ruko) 1 (satu) pengaduan.

Pengaduan/kasus lingkungan hidup yang

difasilitasi penanganannya oleh Bapedalda Provinsi

Sumatera Barat periode 2011 sampai dengan 2014

berdasarkan sektor kegiatan dapat dilihat pada

Gambar 4.14 dibawah ini.

Gambar 4.14 Pengaduan/Kasus Lingkungan Hidup Berdasarkan Sektor Kegiatan Yang Penanganannya Difasilitasi oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan data Tabel UP 5 Buku data SLHD Provinsi Sumbar Tahun 2014

Page 218: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-19

B. Pengaduan yang ditangani oleh Instansi

Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat.

Selama Tahun 2014 pengaduan yang

paling banyak diterima oleh Kota Padang yaitu

sebanyak 20 pengaduan disusul Kota Parimanan

sebanyak 9 (sembilan) pengaduan, Kabupaten

Agam sebanyak 8 (delapan) pengaduan dan

Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 7 (tujuh)

pengaduan. Sementara itu jumlah pengaduan yang

sedikit terdapat pada Kota Solok sebanyak 1 (satu)

pengaduan, Kabupaten Solok Selatan sebanyak 2

(dua) pengaduan. Hasil pengaduan masing-masing

kabupaten/kota terlihat pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15 Jumlah Pengaduan Lingkungan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2014.

Sumber : Olahan Tabel UP-5A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat,2014

Kota Padang sebagai Ibukota Provinsi

Sumatera Barat, merupakan kabupaten/kota

dengan jumlah pengaduan terbanyak yang

dikarenakan memiliki jumlah penduduk dan pemilik

kegiatan dan/atau usaha paling banyak jika

dibandingkan dengan kabupaten/kota yang ada di

Provinsi Sumatera Barat. Hal ini berdampak pada

kompleksnya permasalahan yang dihadapi dan

ditangani oleh Pemerintah Kota Padang. Jumlah

pengaduannya di Kota Pariaman cukup banyak

setelah Kota Padang dimana pengaduan yang

masuk didominasi oleh sektor kesehatan dan

peternakan.

Tidak semua kabupaten/kota memiliki pos

pengaduan. Salah satu kabupaten/kota yang

memiliki pos pengaduan yaitu Badan Pengelolaan

Lingkungan Hidup Kabupaten Agam. Komitmen

Kabupaten Agam dalam penanganan pengaduan

yang masuk di tindaklanjuti dengan baik.

Berdasarkan sumber kegiatan dan/atau usaha

yang diadukan di kabupaten/kota, dapat

digolongkan menjadi 11 sektor yaitu :

1. Agroindustri sebanyak 8 pengaduan.

2. Industri kecil sebanyak 9 pengaduan.

3. Perumahan dan Ruko sebanyak 9 pengaduan.

4. Industri menengah sebanyak 3 pengaduan.

5. Kesehatan (RS) sebanyak 9 pengaduan.

Page 219: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-20

6. Pertambangan sebanyak 15 pengaduan.

7. Peternakan sebanyak 15 pengaduan.

8. Energi sebanyak 2 pengaduan.

9. Pariwisata/Perhotelan sebanyak 3 pengaduan.

10. Telekomunikasi/tower sebanyak 2 pengaduan.

11. Lainnya yang meliputi fenomena alam,

pembebasan lahan, perizinan, show room

mobil.

4.3.1.2. Status Pengaduan Masyarakat

Penanganan pengaduan yang difasilitasi

oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat berasal

dari :

1. Pengaduan yang masuk ke Bapedalda

Provinsi Sumatera Barat secara tertulis baik

ditujukan langsung ke Kepala Bapedalda

Provinsi Sumatera Barat maupun sebagai

tembusan.

2. Pengaduan secara langsung ke Bapedalda

Provinsi Sumatera Barat.

3. Pelimpahan penanganan pengaduan dari

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan.

4. Pelimpahan penanganan pengaduan dari

Pemerintahan kabupaten/kota.

5. Pengaduan yang ditujukan kepada

Pemerintahan kabupaten/kota tetapi

pelaksanaan verifikasi lapangan dilaksanakan

secara terkoordinasi dengan Pemerintahan

kabupaten/kota terkait.

6. Data hasil inventarisasi terhadap pengaduan

yang ditangani oleh Pemerintah

kabupaten/kota.

Dalam melakukan fasilitasi penanganan pengaduan

dilaksanakan dengan mekanisme sebagai berikut: :

1. Apabila bukan pengaduan lingkungan, maka

pengaduan tersebut diteruskan kepada

instansi terkait dengan tembusan kepada

pengadu.

2. Apabila termasuk pengaduan lingkungan dan

merupakan kewenangan pemerintah, maka

dilakukan verifikasi awal secara terkoordinasi

dengan pemerintah kabupaten/kota terkait

pada sumber dampak atau penerima dampak

yang berada di Provinsi Sumatera Barat.

3. Apabila termasuk pengaduan lingkungan dan

merupakan kewenangan kabupaten/kota,

maka penanganan pengaduan diserahkan

kepada instansi kabupaten/kota yang

bertangungjawab, jika tidak ditindaklanjuti

pemerintah kabupaten/kota dalam jangka

waktu tertentu maka dilakukan verifikasi

lapangan secara terkoordinasi dan terintegrasi

bersama-sama dengan pemerintah

kabupaten/kota.

4. Apabila termasuk pengaduan lingkungan dan

merupakan kewenangan pemerintah provinsi,

maka dilakukan verifikasi lapangan secara

terkoordinasi dan terintegrasi bersama-sama

dengan pemerintah kabupaten/kota.

Status pengaduan yang difasilitasi

penanganannya oleh Bapedalda Provinsi Sumatera

Barat seperti terlihat pada Tabel 4.5 dibawah ini.

Page 220: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-21

Tabel 4.5 Status Penanganan Pengaduan yang Difasilitasi oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat Selama Tahun 2014

No Masalah Yang Diadukan Status

1. Pelimpahan penanganan pengaduan dari Kementerian Lingkungan Hidup ke Bapedalda Provinsi Sumatera Barat. Keberatan warga Jorong Simpang Nagari Parik, Kecamatan Koto Balingka Kabupaten Pasaman Barat terhadap Rencana pembangunan pabrik kelapa sawit PT. Usaha Sawit Mandiri karena lokasinya dekat dengan pemukiman.

Selesai Catatan : Penyerahan penanganan pengaduan ke Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat. Telah ditindak lanjuti oleh Pemkab Pasaman Barat dan hasilnya disampaikan ke Bapedalda Provinsi Sumatera Barat.

2. Penolakan rencana pembangunan pabrik kelapa sawit oleh PT. Wira Inno Mas yang berlokasi di daerah Teluk Bungus Kecamatan Teluk Kabung Kota Padang.

Selesai Catatan : Penyerahan penanganan pengaduan ke Pemerintah Kota Padang. Dari hasil koordinasi dan inventarisasi diperoleh informasi bahwa lokasi rencana kegiatan pembangunan Pabrik Kelapa Sawit tersebut dibatalkan.

3. Pelimpahan penanganan pengaduan dari Kementerian Lingkungan Hidup ke Bapedalda Provinsi Sumatera Barat. Dugaan pencemaran Sungai Batang Anai akibat limbah kegiatan oleh PT. Bumi Sarimas Indonesia di Kabupaten Padang Pariaman sebagaimana Pemberitaan surat kabar Minang News edisi 16 Tahun 1 Oktober 2013.

Masih menunggu tindaklanjut dari Kementerian Lingkungan Hidup terkait penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Catatan : Sudah ditindaklanjuti oleh Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dan Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Padang Pariaman dengan memberikan penjelasan pada pihak surat kabar Minang News. PT. Bumi Sarimas Indonesia sejak Tahun 2013 sudah menjadi objek penyelesaian sengketa lingkungan hidup oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

4. Gangguan kebersihan dan kesehatan lingkungan masyarakat Kelurahan Simpang Rumbio Kota Solok terhadap limbah domestik yang berasal dari ruko yang berlokasi Simpang Pulai Jorong Subarang Nagari Koto Baru Kabupaten Solok.

Selesai Catatan : Verifikasi lapangan secara terkoordinasi antara Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kabupaten Solok dan Pemerintah Kota Solok.

5. Bau tidak sedap yang berasal dari peternakan ayam petelur dan ayam potong CV. Gunung Nago yang berlokasi di Gaduik Gadang Koto Baru Kecamatan Pauh Kota.

Selesai Catatan : Penyerahan penanganan pengaduan ke Pemerintah Kota Padang. Dari hasil koordinasi dan inventarisasi diperoleh informasi bahwa pengaduan tersebut telah ditindaklanjuti oleh Bapedalda Kota Padang.

6. Pencemaran pada sumber air bersih masyarakat dan kerusakan pada sawah disekitar lokasi kegiatan penambangan PT. Bintang Utama Persada di Nagari Lolo Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Solok.

Selesai Catatan : Penyerahan penanganan pengaduan ke Pemerintah Kabupaten Solok. Dari hasil koordinasi yang telah dilakukan bahwa pengaduan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Pemkab Solok dengan melakukan pertemuan antara masyarakat yang terkena dampak dengan pihak perusahaan dan telah ada kesepakatan.

7. Permintaan klarifikasi dari Ombudsman berkenaan dengan dugaan pencemaran lingkungan akibat galian C di Nagari Aia Dingin Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok terhadap Pemberitaan media cetak Koran Padang terbitan hari Selasa tanggal 18 Februari 2014.

Selesai Catatan : Penyerahan penanganan pengaduan ke Pemerintah Kabupaten Solok.

Page 221: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-22

1 2 3

8. Sengketa Lingkungan Hidup akibat kerusakan perkebunan masyarakat oleh kegiatan penambangan batuan di Sungai Batang Timah oleh PT. Hariyona

Masih menunggu tindaklanjut dari Kementerian Lingkungan Hidup terkait penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Catatan : Verifikasi lapangan secara terkoordinasi antara Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Pemerintah Kabupaten Pasaman dan Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat. Penyampaian hasil verifikasi lapangan ke Kementerian Lingkungan Hidup karena PT. Hariyona menjadi objek penyelesaian sengketa lingkungan hidup oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

9. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup antara PT. Semen Padang dengan Masyarakat HO Ranah Cubadak RW V, VI VII Kelurahan Indarung Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang akibat debu dari aktifitas grate cooler yang menyebabkan kerusakan pada atap rumah masyarakat komplek HO yang berada disekitar lokasi Pabrik PT. Semen Padang dan debu dari aktifitas stock pile batubara.

Masih dalam proses Inventarisasi dan Indentifikasi perumahan masyarakat HO Ranah Cubadak RW V, VI VII yang terkena dampak. Catatan : Verifikasi secara terkoordinasi antara Tim Kementerian Lingkungan Hidup, Tim Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dengan Bapedalda Kota Padang. Hasil verifikasi lapangan dilakukan klarifikasi kepada para pihak yang bersengketa oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan sudah ada beberapa kesepakatan serta dibentuknya Tim Inventarisasi dan Indentifikasi terhadap kerusakan perumahan masyarakat HO Ranah Cubadak RW V, VI VII.

10. Dugaan pencemaran udara yang berasal dari cerbong insinerator Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi yang mengakibatkan keresahan masyarakat dan menimbulkan bau yang tidak sedap

Selesai Catatan : Verifikasi lapangan secara terkoordinasi antara Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dengan Kantor Lingkungan Hidup Kota Bukittinggi. Hasil verifikasi lapangan telah disampaikan melalui surat follow up.

11. Pembakaran tandan kosong kelapa sawit yang dilakukan oleh PT. Sari Buah Sawit di Kabupaten Pasaman Barat dengan menggunakan tungku bakar yang mengakibatkan gangguan kepada masyarakat di sekitar lokasi kegiatan akibat asap

Selesai Catatan : Verifikasi lapangan dilakukan secara terkoordinasi antara Tim Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dengan Badan Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Pasaman Barat dengan disaksikan oleh pihak pengadu. Hasil verifikasi lapangan telah disampaikan melalui surat follow up.

12. Dugaan pencemaran Limbah dan Janjangan kosong dari kegiatan PT. Berkat Sawit Sejahtera di Kabupaten Pasaman Barat

Selesai Catatan : Verifikasi lapangan dilakukan secara terkoordinasi antara Tim Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dengan Tim Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat. Hasil verifikasi lapangan telah disampaikan melalui surat follow up.

13. Dugaan pencemaran udara dan air akibat kegiatan penyulingan minyak pala dan usaha tahu di Kabupaten Pesisir Selatan.

Selesai Catatan : Verifikasi lapangan secara terkoordinasi antara Tim Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten Pesisir Selatan dengan melibatkan masyarakat pengadu. Hasil verifikasi lapangan telah disampaikan melalui surat follow up.

Sumber: Olahan Tabel UP-5 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014

Page 222: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-23

Pengaduan yang masuk ke kabupaten/kota

sebagian besar telah ditindaklanjuti, namun masih

belum semua disebabkan karena :

1. Masih terbatasnya PPLHD pada instansi

lingkungan hidup di kabupaten/kota, bahkan

ada yang belum memiliki PPLHD, sedangkan

penanganan pengaduan/kasus lingkungan

hidup harus ditangani oleh PPLHD.

2. Masih terdapat beberapa penanganan

pengaduan/kasus lingkungan hidup yang

masih dalam proses penyelesaian sampai

akhir tahun.

3. Ada beberapa pengaduan/kasus lingkungan

hidup yang telah dilakukan verifikasi lapangan

dan penyelesaiannya diserahkan ke

Kementerian Lingkungan Hidup.

Perbandingan jumlah pengaduan yang

masuk dengan jumlah pengaduan yang

terselesaikan penanganannya pada beberapa

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat dapat

dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Perbandingan Jumlah Pengaduan/Kasus Lingkungan Hidup yang Masuk dengan yang

diselesaikan pada Beberapa Kabupaten/Kota Tahun 2014

No Kabupaten/Kota Jumlah Pengaduan

yang Masuk/Dilaporkan Tahun 2014

Jumlah Pengaduan yang Belum Selesai

Penanganannya Tahun 2014

1 Kota Padang 20 -

2 Kota Bukittinggi 5 1

3 Kota Padang Panjang 4 4

4 Kota Payakumbuh 5 5

5 Kota Pariaman 9 3

6 Kabupaten Solok Selatan 2 2

7 Kabupaten Padang Pariaman 5 4

8 Kabupaten Pesisir Selatan 4 1

9 Kabupaten Sijunjung 3 -

10 Kabupaten Solok 4 -

11 Kabupaten Dharmasraya 5 -

12 Kabupaten Agam 8 -

13 Kabupaten Lima Puluh Kota 9 -

14 Kabupaten Pasaman 5 1

Sumber : Olahan Tabel UP-5 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014

4.3.2. Tingkat Keberhasilan

Setiap pengaduan yang masuk ke

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat baik

kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi

maupun pemerintah kabupaten/kota akan

ditindaklanjuti dengan mempedomani Peraturan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun

2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan

Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan

Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan

Hidup. Fasilitasi penanganan pengaduan tersebut

baik dilakukan secara administrasi maupun

verifikasi lapangan secara terkoordinasi dengan

Kementerian Lingkungan Hidup, Instansi terkait di

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat maupun

Instansi Lingkungan Hidup dan Instansi teknis

terkait Pemerintah Kabupaten/Kota terkait.

Page 223: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-24

Dari 13 fasilitasi pengaduan yang telah

dilakukan 10 pengaduan telah selesai

penanganannya, namun masih terdapat 3 sengketa

lingkungan yang masih dalam proses penyelesaian

yaitu :

1. 1 (satu) sengketa telah diselesaikan dengan

melakukan verifikasi lapangan secara

terkoordinasi antara Tim Bapedalda Provinsi

Sumatera Barat dengan Pemerintah

Kabupaten Pasaman dan Pemerintah

Kabupaten Pasaman Barat, hasilnya telah

disampaikan ke Kementerian Lingkungan

Hidup, sampai saat ini masih menunggu

tindaklanjut dari Kementerian Lingkungan

Hidup dan Kehutanan.

2. 1 (satu) sengketa telah diselesaikan dengan

melakukan verifikasi lapangan secara

terkoordinasi antara Kementerian Lingkungan

Hidup dengan Tim Bapedalda Provinsi

Sumatera Barat dan Pemerintah Kabupaten

Padang Pariaman yang merupakan

pengaduan yang berulang dan sampai saat ini

masih menunggu tindaklanjut dari

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan.

3. 1 (satu) sengketa telah dilakukan verifikasi

lapangan secara terkoordinasi antara Tim

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat, Tim

Kementerian Lingkungan Hidup dan

Pemerintah Kota Padang dan telah ada

kesepakatan antara para pihak, sampai saat

ini masih dalam proses inventarisasi terhadap

perumahan yang terkena dampak.

Terdapat beberapa faktor penunjang yang

menyebabkan tingkat penyelesaian pengaduan

lingkungan hidup cukup tinggi antara lain :

1. Kegiatan pembinaan oleh Bapedalda Provinsi

Sumatera Barat terhadap instansi lingkungan

hidup kabupaten/kota dalam rangka

meningkatkan koordinasi dan pemahaman

dalam penyelesaian kasus-kasus lingkungan.

2. Kegiatan inventarisasi kasus/pengaduan

terhadap Kabupaten/Kota guna melengkapi

data-data kasus yang terdapat di

Kabupaten/Kota, sehingga dapat diketahui

objek kasus/pengaduan yang perlu

ditindaklanjuti dengan melaksanakan verifikasi

secara terkoordinasi.

3. Pada tahun 2014 sumber pendanaan untuk

penanganan kasus/pengaduan berasal dari

dana APBN dan APBD.

4. Pada beberapa kasus/pengaduan dilakukan

verifikasi pengaduan secara terkoordinasi

antara Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

dan Pemerintah kabupaten/kota sehingga

pengaduan yang belum dilakukan verifikasi

lapangan karena instansi lingkungan hidup

tidak memiliki PPLHD dapat terselesaikan.

5. Peningkatan kapasitas PPLHD se-Sumatera

Barat melalui kegiatan Bimbingan Teknis yang

diselenggarakan oleh Bapedalda Provinsi

Sumatera Barat.

4.4. PERANSERTA MASYARAKAT

Dengan memperhatikan permasalahan

sumber daya alam dan lingkungan hidup dewasa

ini, usaha pelestarian akan selalu merupakan suatu

usaha yang dinamis, baik dari segi tantangan yang

dihadapi maupun jalan keluarnya.

Kondisi lingkungan yang semakin hari

semakin parah dengan semakin banyaknya

pelanggaran masalah lingkungan misalnya

pencemaran, perusakan hutan dan lahan, illegal

Page 224: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-25

logging, illegal fishing, semakin membutuhkan

perhatian berbagai pihak .

4.4.1. Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) Lingkungan Hidup

Keikutsertaan masyarakat dalam

mengawal kelestarian lingkungan setidaknya

memberikan gambaran positif untuk kepeduliannya

terhadap lingkungan. Sehubungan dengan

permasalahan tersebut TAP MPR No. IV/MPR/2002

antara lain merekomendasikan untuk menerapkan

prinsip-prinsip Good Governmental Governance

secara konsisten dengan menegakkan prinsip-

prinsip Rule of Law. Tranparansi, akuntabilitas dan

partisipasi masyarakat. Dalam hubungan ini , perlu

diusahakan agar masyarakat umum sadar dan

mempunyai informasi yang cukup tentang masalah

yang dihadapi dan mempunyai keberdayaan dalam

berperan serta pada proses pengambilan

keputusan demi kepentingan orang banyak. Hal ini

dapat dilihat dari berkembangnya jumlah LSM

Lingkungan yang ada pada Kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat sebagai berikut.

Gambar 4.16 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup

Sumber : Olahan Tabel UP-6 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Permasalahan lingkungan hidup dan

kaitannya dengan kepedulian masyarakat masing-

masing kabupaten/kota berbeda, hampir signifikan

dengan tingkat pendidikan dan sebaran

penduduknya. Kabupaten Solok Selatan,

Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten

Dharmasraya yang merupakan kabupaten

pemekaran, masyarakat yang peduli lingkungan

yang terhimpun dalam LSM juga baru muncul.

Sejalan dengan otonomi daerah, pelimpahan

wewenang kepada pemerintahan daerah di bidang

pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian

lingkungan mengandung maksud untuk

meningkatkan peran masyarakat lokal dalam

pengelolaan lingkungan hidup. Pada beberapa

kabupaten/kota seperti Kota Padang Panjang, Kota

Bukittinggi, Kota Pariaman dan Kota Sawahlunto

tidak tercatat LSM lingkungan yang resmi terdaftar,

hal ini disebabkan kepedulian yang muncul masih

bersifat temporer, dalam bentuk aksi spontan

pembelaan masyarakat terhadap kondisi lingkungan

yang sedang mengalami krisis.

Page 225: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-26

Gambar 4.17 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup per Kabupaten/Kota

Sumber : Olahan Tabel UP-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Dalam upaya meningkatkan keberdayaan

pedesaan dan perkotaan serta adat terhadap

lingklungan hidup, memerlukan upaya

pemberdayaan dan pemihakan kepada masyarakat

dalam menghadapi berbagai masalah struktural

yang tidak dapat dipecahkan oleh masyarakat

sendiri yang bersentuhan dengan pengelolaan dan

pelestarian lingkungan hidup.

Salah satu upaya yang diperlukan adalah

melalui peningkatan kapasitas organisasi sosial dan

ekonomi masyarakat yang dibentuk oleh

masyarakat setempat sebagai wadah bagi

pengembangan interaksi sosial, penguatan

ketahanan sosial, pengelolaan potensi masyarakat

setempat dan sumber daya dari pemerintah, serta

wadah partisipasi dalam pengambilan keputusan

publik. Upaya ini diharapkan dapat

mengembangkan organisasi sosial masyarakat

setempat.

Persoalan-persoalan lingkungan yang

mengemuka yang menyebabkan disharmoni dan

ketidakseimbangan lingkungan meningkatkan

aspirasi masyarakat setempat, setidaknya ini

tergambar dari peningkatan penambahan jumlah

LSM yang tersebar pada kabupaten/kota yang ada

di Provinsi Sumatera Barat.

Gambar 4.18 Perbandingan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup

per Kabupaten/Kota Tahun 2013 - 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-6A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 226: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-27

4.4.2. Penerima Penghargaan Lingkungan

Hidup

4.4.2.1. Penerima Penghargaan Program

Adiwiyata

Sejalan dengan pertumbuhan

pembangunan yang semakin pesat baik

pembangunan fisik maupun pembangunan sumber

daya manusia, maka arah kebijakan pembangunan

kedepan mengacu pada pola pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Salah

satu kebijakan yang sekarang sedang digalakkan

untuk dikembangkan dalam rangka mengantisipasi

hal tersebut adalah pengembangan program

Adiwiyata.

Sebagai bentuk apresiasi dari pemerintah

kepada sekolah-sekolah yang berpartisipasi

terhadap program Adiwiyata, maka pemerintah

memberikan penghargaan dalam 4 kategori yakni

penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat

Kabupaten/Kota, Penghargaan Sekolah Adiwiyata

Tingkat Provinsi, Penghargaan Sekolah Adiwiyata

Tingkat Nasional dan Penghargaan Sekolah

Adiwiyata Mandiri.

Penghargaan Adiwiyata Tingkat

Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota,

Penghargaan Adiwiyata Tingkat Provinsi ditetapkan

oleh Gubernur sedangkan Penghargaan Sekolah

Adiwiyata Nasional dan Mandiri ditetapkan oleh

Menteri Lingkungan Hidup. Penghargaan Sekolah

Adiwiyata Tingkat Provinsi Sumatera Barat tahun

2014 ditetapkan melalui Keputusan Gubernur

Sumatera Barat Nomor 668-865-2014 tanggal 9

Desember 2014.

Peserta Program Adiwiyata tahun 2014 di

Provinsi Sumatera Barat diikuti oleh 14

kabupaten/kota sedangkan 5 (lima) kabupaten/kota

lainnya tidak mengikuti. Kota Padang terbanyak

memperoleh penghargaan sekolah Adiwiyata tahun

2014 yaitu dengan 14 penghargaan yang terdiri dari

7 (tujuh) penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional

dan 7 (tujuh) penghargaan Sekolah Adiwiyata

Tingkat Provinsi, disusul kemudian oleh Kota Solok

dengan 8 penghargaan yang terdiri dari 3 (tiga)

penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional dan 5

(lima) penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat

Provinsi. Kota yang paling sedikit menerima

penghargaan Sekolah Adiwiyata tahun 2014 adalah

Kota Padang Panjang yakni 1 (satu) penghargaan

Adiwiyata Nasional. Kabupaten yang terbanyak

memperoleh penghargaan Sekolah Adiwiyata tahun

2014 adalah Kabupaten Pasaman dan Kabupaten

Padang Pariaman dengan masing-masing 6 (enam)

penghargaan. Kabupaten Pasaman dengan 3 (tiga)

Program Adiwiyata adalah program pemerintah dari Kementerian Lingkungan Hidup yang

bertujuan untuk menciptakan sekolah yang berwawasan lingkungan dengan melakukan

kegiatan-kegiatan pengelolaan dan pelestarian lingkungan yang berorientasi pada upaya

peningkatan pengetahuan lingkungan terhadap anak-anak terutama anak-anak yang

berada pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk membentuk watak dan

karakter anak sejak dini agar cinta dan peduli terhadap upaya pelestarian lingkungan

hidup. Hal prinsip dalam program Adiwiyata adalah edukasi, partisipasi dan berkelanjutan,

sehingga diharapkan dari program ini akan lahir generasi penerus yang cinta dan peduli

lingkungan dimasa datang.

Page 227: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-28

penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional dan 3

(tiga) penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat

Provinsi, sedangkan Kabupaten Padang Pariaman

dengan 1(satu) penghargaan Sekolah Adiwiyata

Nasional dan 5 (lima) penghargaan Sekolah

Adiwiyata Tingkat Provinsi. Disusul kemudian oleh

Kabupaten Agam dengan 4 (empat) penghargaan

yang terdiri dari 1 (satu) penghargaan Sekolah

Adiwiyata Nasional dan 3 (tiga) penghargaan

Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi. Kabupaten

yang paling sedikit memperoleh penghargaan

Sekolah Adiwiyata tahun 2014 adalah Kabupaten

Solok, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten

Lima Puluh Kota masing-masing dengan 1 (satu)

penghargaan. Kabupaten/Kota yang sampai tahun

2014 ini belum memperoleh penghargaan Sekolah

Adiwiyata adalah Kabupaten Solok Selatan,

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Pesisir

Selatan, Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten

Kepulauan Mentawai. Keberhasilan Kota Padang

mendapatkan penghargaan Sekolah Adiwiyata

tahun 2014 diprediksi karena komitmen Pemerintah

Kota Padang terutama instansi terkait yang sangat

konsen terhadap pengembangan program

Adiwiyata, hal ini juga tidak terlepas dari komitmen

kesadaran sekolah untuk berpartisipasi dalam

pengembangan program Adiwiyata di Kota Padang.

Pada tahun 2014 dari 7 (tujuh) pemerintahan kota di

Provinsi Sumatera Barat semuannya berhasil

mendapatkan penghargaan Sekolah Adiwiyata,

sedangkan 12 (dua belas) pemerintahan kabupaten

di Provinsi Sumatera Barat, hanya 7 (tujuh)

kabupaten yang berhasil mendapatkan

penghargaan Sekolah Adiwiyata yakni Kabupaten

Pasaman, Kabupaten Padang Pariaman,

Kabupaten Agam, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten

Solok, Kabupaten Dharmasraya dan Kabupaten 50

Kota, sedangkan 5 (lima) kabupaten lainnya yakni

Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten Tanah Datar,

Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupeten Pasaman

Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai belum

satupun mendapatkan penghargaan Sekolah

Adiwiyata tahun ini. Berdasarkan analisa masih

banyaknya daerah kabupaten pada tahun 2014 ini

yang belum mendapatkan penghargaan Sekolah

Adiwiyata lebih disebabkan belum sepenuhnya

dukungan dari pemerintah kabupaten yang

bersangkutan dan perhatian instansi terkait dalam

pengembangan program Adiwiyata sehingga 5

(lima) Kabupaten tersebut tahun 2014 ini tidak

mengirimkan usulan calon untuk seleksi Sekolah

Adiwiyata ke provinsi. Khusus untuk Kabupaten

Kepulauan Mentawai walaupun tahun ini belum

megirimkan usulan calon sekolah Adiwiyata ke

provinsi, tetapi komitmen pemerintah daerah sudah

terlihat cukup tinggi untuk melaksanakan program

Adiwiyata, hal ini dibuktikan dengan telah

dilakukannya pembinaan-pembinaan terhadap

sekolah-sekolah dibeberapa kecamatan di

beberapa pulau di Kabupaten Mentawai dengan

juga melibatkan Tim Adiwiyata Provinsi, namun

karena keterbatasan SDM untuk melakukan

penilaian, maka tahun ini belum dapat mengirimkan

usulan calon ke provinsi, disamping itu kendala

geografis dan transportasi juga merupakan

tantangan cukup berat bagi Kabupaten Kepulauan

Mentawai dalam pelaksanaan pengembangan

program Adiwiyata.

Jumlah keseluruhan penghargaan

Adiwiyata tahun 2014 yang diproleh Provinsi

Sumatera Barat dari semua kategori adalah 1 (satu)

penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri, 25

penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional dan 35

penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi.

Page 228: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-29

Sedikitnya perolehan penghargaan Adiwiyata

Mandiri yang diterima tahun 2014 dikarenakan dari

12 calon yang usulkan, 10 (sepuluh) calon belum

memenuhi syarat karena melaksanakan pembinaan

kurang dari satu tahun, sedangkan 2 (dua) calon

yang tercatat sebagai Sekolah Adiwiyata Nasional

tahun 2012 dan sudah melaksanakan pembinaan

sebagaimana mestinya, namun hanya satu yang

memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai Sekoah

Adiwiyata Mandiri tahun 2014 yakni SMAN 2

Payakumbuh. Hal ini disebabkan penyerahan

penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional tahun

2013 baru diserahkan KLH pada bulan Desember

2013 sehingga sebagian besar calon terkendala

memenuhi syarat untuk melakukan pembinaan

minimal satu tahun tersebut. Namun untuk

Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional,

dari 26 yang dinominasikan, 25 sekolah berhasil

ditetapkan sebagai Sekolah Adiwiyata Tingkat

Nasional tahun 2014. Sedangkan penghargaan

Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi tahun 2014

berhasil ditetapkan sebanyak 35 sekolah yang

memenuhi syarat dan berhak mendapatkan

penghargaan sebagai Sekolah Adiwiyata tingkat

Provinsi tahun 2014. Perbandingan jumlah

perolehan penghargaan Sekolah Adiwiyata di

Sumatera Barat untuk semua kategori tahun 2014

dapat dilihat pada Gambar 4.19.

Gambar 4.19 Perbandingan Jumlah Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tahun 2014 per Kabupaten/Kota Untuk Semua Kategori

Sumber : Olahan Tabel UP-7C Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014

Berdasarkan jenjang pendidikan

menunjukan SD mendominasi perolehan

penghargaan sebanyak 17 sekolah, disusul

kemudian tingkat SLTP sebanyak 10 (sepuluh)

sekolah dan SLTA sebanyak 8 (delapan) sekolah.

Banyaknya perolehan penghargaan untuk sekolah

dasar diprediksi karena komitmen sekolah pada

tatanan pendidikan dasar lebih baik dan

organisasinya juga lebih kecil dan sederhana

sehingga lebih mudah mengelolanya dan program

Adiwiyata dapat dilaksanakan dengan baik.

Perbandingan perolehan penghargaan Sekolah

Page 229: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-30

Adiwiyata Tingkat Provinsi Sumatera Barat Tahun

2014 sebagaimana tertera pada Gambar 4.20.

.

Gambar 4.20 Perbandingan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014

Seleksi Sekolah Adiwiyata Tingkat

Nasional Tahun 2014 diikuti oleh 12

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat, antara lain Kota

Padang, Kota Bukittinggi, Kota Payakumbuh, Kota

Pariaman, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kota

Padang Panjang, Kabupaten Agam, Kabupaten

Padang Pariaman, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten

Pasaman dan Kabupaten Solok. Perolehan

penghargaan Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional

Tahun 2014 per jenjang pendidikan masih

didominasi oleh Kota Padang dengan 7 (tujuh)

sekolah yang terdiri dari 2 (dua) SD, 3 (tiga) SLTP

dan 2 SLTA, disusul kemudian oleh Kota

Payakumbuh, Kota Solok, Kabupaten Pasaman

masing-masing dengan dengan 3 (tiga) sekolah.

Kabupaten/Kota yang paling sedikit mendapatkan

penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional

tahun 2014 adalah Kota Pariaman, Kabupaten

Sijunjung, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten

Agam, Kota Padang Panjang dan Kota Sawahlunto,

masing-masing 1 (satu) sekolah. Total penerima

penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional

Tahun 2014 adalah 25 sekolah yang terdiri dari 14

SD, 6 (enam) SLTP dan 5 (lima) SLTA. Perolehan

penghargaan terbanyak untuk penghargaan

Sekolah Adiwiyata Nasional masih didominasi oleh

SD, hal ini diperkirakan karena jumlah sekolah

dasar yang diusulkan memang lebih banyak dari

SLTA dan SLTP, tetapi tingkat kesadaran dan

partisipasi sekolah dasar dalam pengembangan

program Adiwiyata juga sangat baik, sehingga

banyak calon yang berpotensi untuk diusulkan.

Page 230: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-31

Gambar 4.21 Perbandingan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Nasional Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014

Perolehan penghargaan Sekolah Adiwiyata

Mandiri tahun 2014 hanya mendapatkan 1 (satu)

penghargaan. Pada tahun 2014 Provinsi Sumatera

Barat mengirimkan calon Sekolah Adiwiyata Mandiri

sebanyak 12 sekolah, 2 (dua) sekolah berhasil

masuk nominasi Sekolah Adiwiyata Mandiri, akan

tetapi hanya 1 (satu) yang berhasil mendapatkan

predikat sebagai Sekolah Adiwiyata Mandiri yakni

SMAN 2 Payakumbuh. 11 sekolah lainnya belum

berhasil karena belum terpenuhinya syarat harus

melakukan pembinaan terhadap sekolah imbas

minimal satu tahun. Hal ini disebabkan oleh

keterlambatan KLH dalam penyerahan

Penghargaan Sekolah Adiwiyata Nasional Tahun

2013, sehingga pelaksanaan pembinanaan

terhadap sekolah imbas juga telat dilakukan.

Sejak tahun 2007 pertama kali Provinsi

mengikuti Program Adiwiyata sampai tahun 2011

perkembangan program Adiwiyata di Sumatera

Barat masih menunjukan hasil yang tidak

memuaskan, pada tahun 2011 Provinsi Sumatera

Barat baru mendapatkan 6 (enam) penghargaan

Sekolah Adiwiyata. Tahun 2012 merupakan awal

kebangkitan program Adiwiyata di Sumatera Barat.

Sebagai perbandingan tentang perkembangan

perolehan penghargaan Adiwiyata di Sumatera

Barat maka pada tahun 2012 Provinsi Sumatera

Barat berhasil mendapatkan Penghargaan Sekolah

Adiwiyata sebanyak 46 penghargaan, kemudian

tahun 2013 meningkat sebanyak 77 penghargaan

dan pada tahun 2014 sebanyak 61 penghargaan.

Sampai tahun 2014 untuk semua kategori, Provinsi

Sumatera Barat telah berhasil mendapatkan

penghargaan Sekolah Adiwiyata sebanyak 199

penghargaan yang terdiri dari Penghargaan

Sekolah Adiwiyata Mandiri sebanyak 14

penghargaan, Penghargaan Sekolah Adiwiyata

Nasional sebanyak 80 penghargaan dan

Penghargaan Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi

sebanyak 105 penghargaan. Keberhasilan ini tidak

terlepas peran Pemerintah Provinsi yang sangat

konsen terhadap perkembangan program

Adiwiyata, dukungan penuh dari Tim Pembina dan

Penilai Sekolah Adiwiyata Provinsi Sumatera Barat

Page 231: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-32

dan instansi teknis terkait dan swasta yang telah

berperan dalam pengembangan program Adiwiyata

di Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan dengan

dikeluarkannya surat Edaran Gubernur Sumatera

Barat Nomor 667/197/PKIL/BPDL-2012 tanggal 14

Maret 2012, agar kepala daerah masing-masing

kabupaten/kota melalui SKPD terkait mengusulkan

sekolah Adiwiyata dari jenjang pendidikan SD

sampai SLTA. Edaran ini mendapat respon positif

dari beberapa pemerintah kabupaten/kota sehingga

semakin banyaknya sekolah yang ikut program

Adiwiyata di Sumatera Barat. Bentuk lain dukungan

pemerintah Provinsi Sumatera Barat adalah

apresiasi yang tinggi terhadap peraih penghargaan

sekolah Adiwiyata berupa pemberian piagam

penghargaan dan bantuan stimulan. Pada tahun

2013 bantuan stimulan yang diberikan Pemerintah

Provinsi Sumatera Barat adalah berupa pin emas

baik untuk peraih penghargaan Sekolah Adiwiyata

Mandiri, Sekolah Adiwiyata Nasional maupun

Sekolah Adiwiyata Tingkat Provinsi. Tahun 2014

pemerintah juga memberikan piagam penghargaan

dan bantuan stimulan berupa uang tunai untuk

semua sekolah Adiwiyata yang berhasil meraih

penghargaan sekolah Adiwiyata. Perbandingan

jumlah perolehan penghagaan Sekolah Adiwiyata

dari tahun 2007 sampai dengan 2014 sebagaimana

dapat dilihat pada Gambar 4.22.

Gambar 4.22 Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata

dari Tahun 2007 s/d 2014 per Kategori

Sumber : Olahan Tabel UP.3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014

Perolehan penghargaan Sekolah Adiwiyata

dari tahun 2007 s/d 2014 berdasarkan jenjang

pendidikan, maka sekolah dasar memperoleh

sebanyak 90 penghargaan, SLTP sebanyak 54

penghargaan dan SLTA sebanyak 55 penghargaan.

Secara umum tingkat perolehan

penghargaan Sekolah Adiwiyata mulai tahun 2011

sampai tahun 2014 berkembang pesat. Tahun 2011

penghargan yang diperoleh 6 (enam) penghargaan,

tetapi pada 2012 perolehan meningkat 46

penghargaan, seterusnya tahun 2013 mendapatkan

77 penghargaan dan tahun 2014 diperoleh 61

penghargaan. Perbandingan jumlah penghargaan

Sekolah Adiwiyata yang diterima sejak tahun 2007

sampai 2014 sebagaimana terlihat pada Gambar

4.23, Gambar 4.24 dan Gambar 4.25.

Page 232: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-33

Gambar 4.23 Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata dari Tahun 2007 s/d 2014 per Tingkat Pendidikan per Tahun

Sumber : Olahan Tabel UP-3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014

Gambar 4.24 Perbandingan Perolehan Penghargaan Adiwiyata dari Tahun 2017-2014

Sumber : Olahan Tabel UP.3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014

Gambar 4.25 Perkembangan Perolehan Penghargaan Sekolah Adiwiyata Sejak Tahun 2012-2014

Sumber : Olahan Tabel UP.3 Buku Data SLHD Sumatera Barat, 2014

Page 233: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-34

4.4.2.2. Penerima Penghargaan Program

PROPER

Program Penilaian Peringkat Kinerja

Perusahaan (PROPER) adalah salah satu kegiatan

Kementerian Negara Lingkungan Hidup yang

bertujuan untuk mendorong penaatan perusahaan

dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui

instrumen informasi.

Penghargaan PROPER yang diraih

Provinsi Sumatera Barat tahun 2014 terdiri dari

peringkat hijau yang diperoleh oleh PT. Pertamina

S&D Reg I Terminal Transit Teluk Kabung.

Peringkat Biru diterima oleh 26 perusahaan lainnya

yang tersebar di kabupaten/kota se-Sumatera

Barat.

Program Penilaian Peringkat Kinerja

Lingkungan Kegiatan (PROPELIKE) merupakan

program strategis Provinsi Sumatera Barat untuk

menilai tingkat ketaatan perusahaan/kegiatan dalam

pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup akibat

kegiatan dibidang perkebunan, makanan dan

minuman, sektor kesehatan (rumah sakit), industri

pakan ternak, serta perhotelan.

Penentuan peringkat PROPELIKE

dikelompokkan dalam 5 warna dengan kategori

yaitu: Emas, Hijau, Biru, Merah dan Hitam yang

menggambarkan tingkat ketaatannya terhadap

aspek pengendalian pencemaran air, aspek

pengendalian pencemaran udara, aspek

pengelolaan limbah B3 dan aspek ketaatan

terhadap dokumen kelola lingkungan. Sedangkan

untuk peringkat Hijau dan Emas, di samping

evaluasi penilaian terhadap tingkat ketaatan

perusahaan, juga dilakukan penilaian terhadap

Sistem Manajemen Lingkungan (SML), upaya

meminimalisasi limbah, konservasi energi dan

pemanfaatan sumber daya air (termasuk kegiatan

Community Development) dan Coorporate Social

Responsibility (CSR).

Melalui Keputusan Gubernur Sumatera

Barat No.660–20–2015 telah ditetapkan peringkat

akhir dari 12 objek usaha/kegiatan yang mengikuti

PROPELIKE tahun 2014 dengan hasil 6 (enam)

objek mendapat peringkat BIRU yang diperoleh

oleh RSUD Pariaman di Kota Pariaman, RSUD

Solok di Kota Solok, RSAM di Kota Bukittinggi, PT.

Japfa Comfeed Indonesia di Kabupaten Padang

Pariaman, PT. Tirta Investama (AQUA) di

Kabupaten Solok, PT. Batang Hari Barisan di Kota

Padang.

Gambar 4.26 Perkembangan peringkat PROPER Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2012 s/d 2014

0

5

10

15

20

25

30

2012 2013 2014

HIJAU

BIRU

Sumber : Olahan Tabel UP-7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 234: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-35

Gambar 4.27 Perkembangan peringkat PROPELIKE Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2011 s/d 2014

0

1

2

3

4

5

6

2011 2012 2013 2014

HIJAU

BIRU

Sumber : Olahan Tabel UP-7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

4.4.2.3. Penerima Penghargaan Program

Adipura

Program Adipura merupakan program

kerja Kementerian Lingkungan Hidup yang

bertujuan untuk mendorong Pemerintah

Kabupaten/Kota dan membangun pertisipasi aktif

masyarakat melalui penghargaan Adipura untuk

mewujudkan kota yang berkelanjutan, baik secara

ekologis, sosial, dan ekonomi melalui penerapan

prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik di

bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup demi terciptanya lingkungan yang baik. Kota-

Kota peserta program Adipura 2012/2013 yang lalu

adalah Kota Payakumbuh, Bukittinggi, Solok,

Sawahlunto, Batusangkar, Pariaman, Padang

Panjang, Lubuk Sikaping, Simpang IV Painan,

Muaro Sijunjung dan Lubuk Basung. Sedangkan

yang lolos ke penilaian tahap II hanya 4 Kota yaitu

Kota Payakumbuh, Solok, Pariaman dan Padang

Panjang dengan capaian nilai >74,00, sedangkan 8

kota lainnya tidak berhasil lolos untuk pemantauan

tahap II karena nilai <74,00.

Dari penilaian tahap II yang dilakukan ke 4

(empat) kota tersebut 3 (tiga) Kota diantaranya

berhasil meraih penghargaan Adipura yaitu Kota

Payakumbuh, Solok dan Padang Panjang dan Kota

Lubuk Basung meraih sertifikat Adipura. Kondisi ini

meningkat dari tahun lalu yang hanya 1 (satu) kota

yang meraih penghargaan Adipura yaitu Kota

Solok. Hasil dari pemantauan tahap 1 program

Adipura tahun 2013/2014, sebanyak 8 (Delapan)

Kota berhasil meraih nilai >71,00 yaitu Kota

Payakumbuh (kategori Kota sedang) , sedangkan

untuk kategori Kota kecil yaitu Lubuk Sikaping,

Padang Panjang, Solok, Sawahlunto, Batusangkar,

Pariaman dan Kota Painan. Sedangkan 4 (empat)

Kota lainnya yaitu Bukittinggi, Sijunjung, Simpang

IV dan Lubuk Basung dengan nilai < 71,00 tidak

berhasil lolos ke tahap PII.

Untuk tahun 2014 yang berhasil meraih

penghargaan piala Adipura hanya 1 kota yaitu Kota

Lubuk Sikaping. Kondisi ini sama dengan periode

2012/2013 dimana hanya Kota Solok yang berhasil

meraih piala Adipura dan Kota Pariaman

mendapatkan sertifikat Adipura. Diharapkan hal ini

dapat menjadi pemicu semangat kota lain agar

dapat meningkatkan kebersihan dan keteduhan

kota. Fluktuasi kota-kota penerima penghargaan

Adipura di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat

pada Gambar 4.28 berikut.

Page 235: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-36

Gambar 4.28 Perbandingan Kota-Kota Penerima Penghargaan Adipura di Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel UP-7 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Permasalahan utama yang dihadapi dalam

meraih Adipura adalah kurangnya partisipasi

masyarakat dalam menjaga kebersihan dan

keteduhan kota, sarana dan prasarana kebersihan

yang telah disediakan seringkali tidak dijaga atau

bahkan jadi sasaran pencurian sehingga tidak

berfungsi sebagaimana mestinya. Masalah kedua

dan paling banyak ditemukan pada waktu penilaian

adalah masyarakat belum familiar dengan proses

pemilahan sampah, sehingga kalaupun ada tempat

sampah yang sudah bertuliskan “sampah organik/

sampah non organik” sampah yang dibuang

kedalam tempat sampah masih bercampur

sehingga belum berfungsi secara optimal.

4.4.2.4. Penerima Penghargaan Program

Kalpataru

Dalam rangka memotivasi masyarakat

dalam mendorong upaya meningkatkan peran serta

masyarakat untuk mewujudkan kelestarian fungsi

lingkungan hidup, pemerintah memberikan

penghargaan baik kepada individu maupun

kelompok masyarakat yang dinilai telah berjasa

dalam menyelamatkan lingkungan hidup dengan

Penghargaan Kalpataru.

Pada tahun 2014 diusulkan 4 calon

Penerima Penghargaan Kalpataru Tingkat Nasional

dan berhasil menempatkan 4 calon tersebut

sebagai Nominasi Calon Penerima Penghargaan

Kalpataru Tingkat Nasional yaitu:

1. PT. Tidar Kerinci Agung di Kabupaten

Dharmasraya dan Kabupaten Solok Selatan

kategori Pembina Lingkungan.

2. Zulkifli, SH di Kanagarian Koto Kaciak,

Kecamatan Bonjol Kabupaten Pasaman untuk

kategori Perintis Lingkungan.

3. Kelompok Masyarakat Pengawas

(Pokmaswas) SOSA di Kenagarian Koto

Bangun Kecamatan Kapur IX Kabupaten Lima

Puluh Kota) untuk kategori Penyelamat

Lingkungan.

4. Aiptu Al Aswandi di Kenagarian Batu Payuang

Kecamatan Lareh Sago Halaban Kabupaten

Lima Puluh Kota untuk kategori Pengabdi

Lingkungan.

Dari 4 calon yang diusulkan, 3 calon

berhasil memperoleh Penghargaan Kalpataru

Tingkat Nasional Tahun 2014 yaitu:

1. PT. Tidar Kerinci Agung

2. Zulkifli, SH

3. Aiptu. Al Aswandi

Page 236: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-37

4.4.2.5. Penerima Penghargaan Program

Menuju Indonesia Hijau (MIH)

Program MIH adalah salah satu program

penilaian untuk evaluasi kinerja pemerintah daerah

dalam rangka peningkatan tutupan vegetasi lahan

di kabupaten masing-masing. Pada tahun 2014 dari

12 kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Barat

yang menyampaikan profil MIH hanya 9 kabupaten

yaitu Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten

Padang Pariaman, Kabupaten Agam, Kabupaten

Pasaman, Kabupaten Sijunjung, Kabupaten Solok

Selatan, Kabupaten Solok, Kabupaten Pasaman

Barat dan Kabupaten Lima Puluh Kota sedangkan

Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Dharmasraya,

dan Kabupaten Kepulauan Mentawai tidak

menyampaikan profil MIHnya.

Berdasarkan evaluasi oleh Kementerian

Lingkungan Hidup dan Kehutanan dari 9 kabupaten

tersebut hanya 1 (satu) kabupaten yang nilai

profilnya memenuhi syarat untuk diverifikasi di

tingkat nasional yaitu Kabupaten Pesisir Selatan.

Hasil akhir penilaian terhadap profil MIH Kabupaten

Pesisir Selatan berhasil meraih penghargaan

Piagam Raksaniyata tahun 2014 seperti juga pada

tahun 2013 yang lalu.

4.4.2.6. Penerima Penghargaan SLHD

Untuk penghargaan penyusunan buku

SLHD, Provinsi Sumatera Barat sudah berturut-turut

sejak tahun 2008-2013 mendapatkan penghargaan

terbaik di tingkat nasional. Pada tahun 2013 SLHD

Provinsi Sumatera Barat menerima penghargaan

sebagai terbaik 2 tingkat nasional dan pada tahun

2014 sebagai terbaik 1 tingkat nasional. Untuk

penyusunan SLHD Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Barat juga memiliki prestasi yang baik

dimana setiap tahunnya beberapa kabupaten/kota

juga mendapatkan penghargaan buku SLHD

Kabupaten/Kota terbaik tingkat nasional. Dari tahun

2011 sampai tahun 2013 peringkat 1 dan 2 SLHD

Kabupaten/Kota terbaik tingkat nasional diraih oleh

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel. 4.7.

dibawah ini.Adapun perbandingan perolehan

penghargaan nasional yang telah diraih Provinsi

Sumatera Barat di bidang lingkungan hidup dari

tahun 2011 – 2014 dapat dilihat dari Gambar 4.30

dibawah ini.

Tabel 4.7 Peringkat SLHD Kabupaten/Kota Terbaik Tingkat Nasional

di Provinsi Sumatera Barat

No.

Tahun 2011 Tahun 2012 Tahun 2013

Kab/Kota Peringkat Nasional

Kab/Kota Peringkat Nasional

Kab/Kota Peringkat Nasional

1. Kab. Pesisir Selatan 1 Kota Padang 1 Kab. Dharmasraya 1

2. Kota Padang 2 Kab. Agam 2 Kota Padang 2

3. Kab. Agam 4 Kab. Dharmasraya 8 Kab. Agam 4

Sumber : Olahan Tabel UP-7B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 237: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-38

Gambar 4.29 Perbandingan Perolehan Penghargaan Nasional Lingkungan Tahun 2011-2014

Sumber : Olahan Tabel UP-7B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

4.4.3. Kegiatan Sosialisasi Lingkungan

Melalui kegiatan sosialisasi lingkungan,

penyuluhan dan peningkatan kepedulian

masyarakat terhadap perbaikan lingkungan

diharapkan mampu berjalan maksimal sehingga

berkorelasi dengan penghargaan lingkungan yang

diperoleh. Jumlah sosialisasi lingkungan yang

dilaksanakan Bapedalda Provinsi Sumatera Barat

dan Instansi Lingkungan Hidup di Kabupaten/Kota

dapat dilihat pada Gambar 4.31 dibawah ini.

Gambar 4.30 Jumlah Kegiatan Sosialisasi Lingkungan di Provinsi Sumatera Barat

Sumber : Olahan Tabel UP-8A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 238: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-39

LINGKUP KEGIATAN GERAKAN SUMBAR BERSIH (GSB)

Lingkup kegiatan Gerakan Sumbar Bersih (GSB) adalah mencakup berbagai aspek yang

dilaksanakan secara totalitas baik oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat yang meliputi:

Peningkatan partisipasi semua pihak melalui kampanye publik dan edukasi.

Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah dan sanitasi.

Operasionalisasi pelaksanaan pengelolaan sampah dan sanitasi.

Pemenuhan standar Pelayanan Minimum (SPM) dalam bidang pengelolaan sampah dan

sanitasi.

Pengembangan produk 3R dan penegakan hukum.

Menumbuhkembangkan bank sampah serta inovasi baru lainnya.

Pemantauan dan evaluasi kinerja pengelolaan sampah dan sanitasi.

BENTUK KEGIATAN GERAKAN SUMBAR BERSIH (GSB)

Melaksanakan lomba bersih dan hijau tingkat kecamatan dan kelurahan/desa, baik tingkat

kabupaten dan kota maupun di tingkat provinsi.

Melaksanakan sosialisasi secara berkelanjutan kepada berbagai pihak untuk mewujudkan

Sumbar yang lebih bersih dan hijau dengan memanfaatkan potensi formal maupun

informal.

Memanfaatkan berbagai media baik media cetak maupun media elektronik, sebagai media

kampanye.

Penyerahan alat-alat kebersihan dalam

rangka Safari Gerakan Sumbar Bersih

Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno

melakukan penanaman Bibit Pohon dalam

rangka Safari Gerakan Sumbar Bersih

Page 239: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-40

4.5. KELEMBAGAAN

4.5.1. Produk Hukum Bidang Pengelolaan

Lingkungan Hidup

Dalam melaksanakan pengelolaan

lingkungan hidup agar dapat sinergis dengan

kebijakan-kebijakan antara pusat dan daerah perlu

didukung dengan produk hukum yang bersifat

menguatkan kebijakan atau peraturan yang telah

dikeluarkan oleh Pemerintah sesuai dengan kondisi

dan tingkat urgensi pada masing-masing daerah.

Produk hukum ini menjadi acuan bagi aparat

pemerintahan di daerah dalam pengelolaan

lingkungan serta untuk kepentingan penegakan

hukum di lapangan.

Produk hukum bidang pengelolaan

lingkungan yang diterbitkan oleh Pemerintah

Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota pada

tahun 2014 tercatat sebanyak 263 buah. Terjadi

peningkatan produk hukum jika dibandingkan

dengan produk hukum yang dikeluarkan pada tahun

2013. Pada tahun 2013 yang lalu produk hukum

yang dihasilkan adalah sebanyak 216 buah atau

meningkat sebesar ±17 persen.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada tahun

2014 mengeluarkan sebanyak 20 buah produk

hukum yang berbentuk Keputusan Gubernur

Sumatera Barat. Keputusan Gubernur yang

dikeluarkan ini 10 (sepuluh) buah diantaranya

adalah kategori dokumen lingkungan berbagai

usaha dan/atau kegiatan 1 (satu) Keputusan

Gubernur mengenai Penetapan Hasil Penilaian

Program Penilaian Peringkat Kinerja Pengelolaan

Lingkungan Agro Industri Bidang Pelayanan

Kesehatan dan Bidang Pelayanan Jasa Hotel, 1

(satu) Keputusan Gubernur mengenai Penetapan

Sekolah Adiwiyata, dan 8 (delapan) Keputusan

Gubernur lainnya adalah mengenai pembentukan

tim dalam mendukung upaya pengelolaan

lingkungan hidup di Provinsi Sumatera Barat.

Sedangkan produk hukum bidang pengelolaan

lingkungan yang dikeluarkan oleh Kabupaten/Kota

pada tahun 2014 terlihat pada gambar ...bahwa

Kabupaten Dharmasraya merupakan daerah yang

membuat produk hukum terbanyak dibandingkan

daerah lainnya yakni tercatat sebanyak 125 buah.

Produk hukum yang dihasilkan ini berbentuk

Peraturan daerah sebanyak 1 (satu) buah,

Peraturan Bupati sebanyak 11(sebelas) buah, dan

113 (seratus tiga belas) buah dalam bentuk

Keputusan Bupati.

Gambar 4.31 Produk Hukum Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Barat Tahun 2014

Sumber : Olahan tabel UP-9 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 240: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-41

4.5.2. Anggaran Pengelolaan Lingkungan

Hidup

Ditengah tekanan terhadap lingkungan

hidup yang semakin berat, Pemerintah perlu

menyediakan anggaran yang memadai untuk

membiayai perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup serta program pembangunan

yang berwawasan lingkungan. Anggaran dalam

pelaksanaan program pengelolaan lingkungan ini

dapat bersumber dari APBN maupun APBD.

Pada tahun 2014 anggaran Bapedalda

Provinsi Sumatera Barat yang bersumber dari

APBD untuk memenuhi Standar Pelayanan Minimal

(SPM) bidang lingkungan hidup adalah sebesar Rp.

5.560.770.489,-. Jika dibandingkan dengan

anggaran pada tahun 2013 sebesar Rp.

4.697.830.485,- menunjukkan bahwa terjadi

peningkatan sebesar 15,52 %. Anggaran APBD

tahun 2014 ini digunakan untuk mendukung

pelaksansaan SPM Provinsi, diantaranya

Pelayanan Informasi Status Mutu Air sebesar Rp.

385.000.000,-, Pelayanan Informasi Status Mutu

Udara Ambien sebesar Rp. 130.000.000,-,

Pelayanan Tindak Lanjut Pengaduan Masyarakat

sebesar Rp. 168.490.000,-, dan Kegiatan untuk

penunjang SPM lainnya sebesar Rp.

2.983.516.400,-.

Sedangkan anggaran yang bersumber dari APBN

pada tahun 2014 sebesar Rp. 4.139.755.000,-

mengalami penurunan jika dibandingkan dengan

anggaran pada tahun 2013 sebesar Rp.

5.400.000.000,- atau turun sebesar 23,34 persen.

Anggaran APBN tahun 2014 ini digunakan untuk

mendukung pelaksanaan SPM palayanan informasi

status mutu air sebesar 724.999.999,-, pelayanan

informasi mutu udara sebesar Rp. 378.990.000,-,

pelayanan tindak lanjut pengaduan masyarakat

sebesar Rp. 227.485.000,-, dan kegiatan lain

penunjang SPM sebesar Rp. 2.808.281.000,-

Adapun anggaran APBD pengelolaan

lingkungan hidup Kabupaten/Kota tahun 2014 yang

terbesar terdapat di Kota Pariaman yakni sebesar

Rp. 60.923.960.886,- diikuti oleh Kota Padang

sebesar Rp. 14.117.554.681,- dan Kota Sawahlunto

sebesar Rp. 10.215.272.679,-. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Gambar 4.32 di bawah ini.

Gambar 4.32 Anggaran APBD Instansi Lingkungan Hidup di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2013 dan 2014

Sumber : Olahan tabel UP-10 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 241: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-42

Sedangkan anggaran pengelolaan

lingkungan hidup yang berasal dari APBN terbesar

terdapat di Bapedalda Provinsi sebesar Rp.

4.139.755.000,-. Untuk anggaran APBN 2014

instansi lingkungan hidup Kabupaten/Kota yang

terbesar terdapat di Kabupaten Solok sebesar Rp.

1.872.687.340,- diikuti oleh Kota Sawahlunto

sebesar Rp. 1.377.486.000,- dan Kabupaten Agam

sebesar Rp. 1.261.238.000,-.

4.5.3. Jumlah Personil Lembaga Pengelola

Lingkungan Hidup Menurut Tingkat

Pendidikan Salah satu faktor penentu keberhasilan

pengelolaan lingkungan adalah sumber daya

manusia yang berkualitas (SDM). Pada tahun 2014

jumlah personil pengelolaan lingkungan yang ada di

Bapedalda Provinsi Sumatera Barat sebanyak 66

orang. Tingkat pendidikan yang dominan adalah

Sarjana (S1) yang berjumlah sebanyak 40 orang

yang terdiri atas 21 orang laki-laki dan 19 orang

perempuan.

Gambar 4.33 Jumlah Personil BapedaldaProvinsi Sumatera Barat

Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-11 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Jika dibandingkan dengan jumlah personil

tahun 2013 tidak terjadi perubahan yang signifikan,

dimana jumlah personil dari 67 orang menjadi 66

orang. Peningkatan terjadi pada personil

perempuan dengan tingkat pendidikan SLTA

menjadi Sarjana (S1)sebanyak 3 (tiga) orang dan

penurunan terjadi pada personil laki-laki dengan

tingkat pendidikan Master (S2) sebanyak 1 (satu)

orang disebabkan oleh mutasi ke daerah atau

instansi lain. Lebih jelas dapat terlihat pada Gambar

4.34.

Page 242: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-43

Gambar 4.34 Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2013 dan 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-11A Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Secara umum dapat dilihat jumlah sumber

daya pengelola lingkungan terbanyak berada pada

Kota Sawahlunto dan Kota Pariaman yaitu masing-

masing berjumlah 44 orang. Kota Pariaman

mempunyai personil dengan tingkat pendidikan

yang lebih baik dibandingkan dengan Kota

Sawahlunto yaitu sebanyak 25 orang merupakan

Sarjana (S1). Sementara pada Kota Sawahlunto

tingkat pendidikan terbanyak adalah SLTA/SLTP

dan Sarjana (S1) hanya berjumlah 15 orang.

Jumlah personil pengelola lingkungan paling sedikit

dimiliki oleh Kota Payakumbuh yang hanya

berjumlah 13 orang.

Gambar 4.35 Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Menurut

Tingkat Pendidikan tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-11B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 243: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-44

Secara keseluruhan sumber daya manusia

pengelola lingkungan di lingkungan Kabupaten dan

Kota di Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2014

sudah baik. Hal ini terlihat bahwa lebih banyak

personil dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu

Sarjana (S1). Diploma (D3/D4) dan Doktor (S3)

yaitu mencapai 62 % dibandingkan dengan personil

dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah yaitu

SLTA/SLTP maupun SD sederajat yang hanya

berjumlah 38 % dari semua personil. Hal ini dapat

dengan jelas terlihat pada Gambar 4.37 berikut

Tingkat pendidikan personil pengelola

lingkungan tahun 2014 mengalami perubahan yang

cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2013.

Hal ini disebabkan oleh karena pada tahun 2013

personil yang terdata pada Kota Payakumbuh dan

Kota Sawahlunto masing-masing sebanyak 184

orang dan 120 orang adalah semua personil yang

bidang pekerjaan berhubungan dengan

pengelolaan lingkungan, dan pada tahun 2014

personil yang terdata hanyalah personil yang

bekerja pada Badan Lingkungan Hidup saja yang

masing-masing berjumlah 13 orang dan 44 orang.

Untuk lebih jelasnya terlihat pada Gambar 4.36.

Gambar 4.36 Perbandingan Jumlah Personil Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota

Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Tahun 2013-2014

Sumber : Olahan Tabel UP-11C Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Gambar 4.37 Perbandingan Jumlah Personil Kabupaten/Kota Tahun 2013 - 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-11D Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 244: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-45

Pada grafik diatas dapat dilihat bahwa

pada tahun 2014 terjadi perubahan bentuk

kelembagaan bidang lingkungan hidup di

kabupaten/kota Provinsi Sumatera Barat. Dimana

Jumlah Badan Lingkungan Hidup bertambah

menjadi 9 (sembilan) instansi dari sebelumnya

berjumlah 7 (tujuh) instansi pada tahun 2013. Hal ini

terjadi karena 2 (dua) yang sebelumnya masih

berbentuk kantor menjadi Badan sehingga jumlah

Kantor berkurang menjadi 10 (sepuluh) instansi dari

sebelumnya berjumlah 12 (dua belas) instansi.

Instansi dimaksud adalah Kantor Lingkungan Hidup

Kabupaten Pesisir Selatan dan Kantor Lingkungan

Hidup Kabupaten Pasaman masing-masing telah

berubah menjadi Badan Lingkungan Hidup.

Gambar 4.38 Perbandingan Bentuk Kelembagaan Instansi Bidang Lingkungan Hidup Kabupaten/Kota Tahun 2013-2014

Sumber : Olahan Tabel UP-11E Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

4.5.4. Jumlah Staf Fungsional Bidang

Lingkungan dan Staf yang telah

mengikuti Diklat

Upaya peningkatan kualitas sumber daya

pengelola lingkungan pada pemerintah Provinsi

Sumatera Barat selalu dilakukan. Salah satunya

adalah dengan memberikan bekal pelatihan kepada

personil baik pelatihan yang dilakukan di dalam

daerah maupun di luar daerah. Pada gambar 4.50.

berikut dapat dilihat jumlah staf fungsional yang

telah melakukan pelatihan berjumlah7 (tujuh) orang

dan 5 (lima) orang diantaranya sudah dilantik.

Gambar 4.39 Jumlah Staf Fungsional Bapedalda Provinsi Sumatera Barat dan Staf yang telah mengikuti Diklat tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-12 Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 245: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat IV-46

Upaya peningkatan kualitas sumber daya

manusia pengelola lingkungan juga terus dilakukan

oleh semua kabupaten/kota yang berada di

Sumatera Barat. Selama tahun 2014 jumlah staf

fungsional yang telah mengikuti diklat berjumlah 44

orang dan 8 orang diantaranya telah dilantik.

Selain pelatihan PPNS, PPLH, dan

Arsiparis juga terdapat beberapa diklat teknis dan

diklat umum yang telah diikuti personil Bapedalda

Provinsi Sumatera Barat sampai tahun 2014. Diklat

teknis yang paling banyak diikuti adalah Diklat

teknis Amdal A (dasar-dasar Amdal) yaitu sebanyak

15 peserta dan Diklat teknis Amdal C (Penilai)

diikuti oleh 6 orang peserta. Sementara Diklat

umum yang telah diikuti sampai tahun 2014 paling

banyak adalah PIM IV yang diikuti oleh 9 orang

peserta dan Diklat Bendahara diikuti oleh 7 orang

peserta.

Gambar 4.40 Jumlah Peserta Diklat Teknis yang diikuti Pegawai Bapedalda Provinsi Sumatera Barat sampai Tahun 2014

Sumber : Olahan Tabel UP-12B Buku Data SLHD Provinsi Sumatera Barat, 2014

Page 246: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

BAB VBAB VA G E N D A P E N G E L O L A A N L I N G K U N G A NA G E N D A P E N G E L O L A A N L I N G K U N G A N

Permasalahan lingkungan hidup semakin lama semakin kompleks yang membutuhkan kerjasama bersifat multi sektor. Agenda Pengelolaan Lingkungan Provinsi Sumatera Barat ke

depannya didasarkan pada Prioritas Pembangunan 2010 - 2015 berbasis isu lingkungan hidup terkait pemulihan dan pengendalian pencemaran sungai dan danau, pengendalian limbah

domestik dan limbah B3 dan serta program kesiap-siagaan menghadapi bencana.

Page 247: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Agenda Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat V-1

5.1. PRIORITAS PEMBANGUNAN

DAERAH PROVINSI

SUMATERA BARAT

5.1.1. Visi dan Misi Pemerintah Daerah

Provinsi Sumatera Barat

Visi Pemerintah Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2010 – 2015 adalah :

“Terwujudnya Masyarakat Sumatera Barat

Madani yang Adil, Sejahtera dan

Bermartabat”. Yang dimaksud kondisi

Sejahtera dalam visi tersebut di atas adalah

suatu kondisi masyarakat yang sudah cukup

makmur yang ditandai oleh pendapatan

masyarakat yang sudah dapat memenuhi

kebutuhan yang diperlukan, tingkat

pengangguran dan kemiskinan sudah sangat

rendah, pendidikan yang cukup tinggi, dan

berbadan sehat dan kuat, disamping itu pada

masyarakat ini prasarana dan sarana

pembangunan sudah mencukupi, lingkungan

pemukiman tertata baik serta terdapat

kualitas lingkungan hidup yang baik, hijau,

lestari dengan pengelolaan sumber daya

alam berkelanjutan. Dalam mencapai visi

tersebut, telah ditetapkan misi Pembangunan

Jangka Menengah Daerah dimana pada butir

ke 5 nya dinyatakan misi untuk mewujudkan

pembangunan yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan.

Dalam rangka mewujudkan visi, misi

serta tujuan pembangunan daerah yang telah

dirumuskan serta mempedomani agenda

pembangunan nasional, maka ditetapkan 5

(lima) agenda pembangunan daerah Provinsi

Sumatera Barat Tahun 2010 - 2015. Adapun

agenda butir ke-5 adalah Perbaikan Kualitas

Lingkungan Hidup.

5.1.2. Prioritas Pembangunan Daerah

Provinsi Sumatera Barat

Prioritas pembangunan adalah

kumpulan program prioritas yang bersifat lintas

sektoral sebagai penjabaran operasional dari

masing-masing agenda pembangunan.

Agenda pembangunan Sumatera Barat tahun

2010 - 2015 dijabarkan ke dalam 10 (sepuluh)

prioritas pembangunan, dimana yang terkait

dengan lingkungan tercantum dalam butir ke-

10 yaitu: Penanggulangan Bencana Alam

dan Pelestarian Lingkungan Hidup

Permasalahan lingkungan hidup

semakin lama semakin kompleks,

membutuhkan kerjasama bersifat multi sektor.

Di Provinsi Sumatera Barat, pengelolaan

lingkungan dilakukan oleh beberapa instansi

terkait antara lain:

- Dinas Kehutanan,

- Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan

Hortikultura,

- Dinas Perkebunan,

- Dinas Kelautan dan Perikanan,

- Dinas Prasarana Jalan Tata Ruang dan

Permukiman,

- Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air,

- Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral,

- Dinas Kesehatan,

- Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

Daerah

- Badan Penanggulan Bencana Daerah

- Balai Konservasi Sumber Daya Alam

Page 248: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Agenda Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat V-2

- BP DAS Agam Kuantan dan

- Balai Wilayah Sungai Sumatera V.

5.2. Agenda Pengelolaan

Lingkungan Ke Depannya

Untuk bidang lingkungan hidup,

keberhasilan Pemerintah Daerah diukur salah

satunya dari kemampuannya untuk

memberikan pelayanan informasi bidang

lingkungan yang lengkap dan mudah diakses

sehingga mempermudah bagi pengambil

kebijakan untuk mengambil kesimpulan

tentang ketepatan arah pembangunan

berwawasan lingkungan hidup.

Terjadinya perubahan kualitas

lingkungan hidup dapat dijadikan salah satu

indikator untuk mengevaluasi ketepatan arah

kebijakan serta program pembangunan yang

telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.

Kesalahan dalam membuat/menyusun

program/kebijakan dapat disebabkan oleh

tidak tersedianya data yang akurat terkait

kondisi kerusakan dan pencemaran

lingkungan.

Buku SLHD yang berisikan status,

tekanan dan upaya pengelolaan lingkungan,

telah menggambarkan bagaimana

sesungguhnya kondisi lingkungan hidup

Sumatera Barat sepanjang tahun 2014 yang

selanjutnya dianalis melalui tekanan yang

menyebabkan terjadinya perubahan kualitas

lingkungan.

Pada sub bab ini akan digambarkan

agenda pengelolaan lingkungan hidup 2015

dan kedepannya guna menyelesaikan

permasalahan lingkungan yang masih menjadi

isu prioritas di tahun 2014 yang perlu

dilakukan oleh Pemerintah Provinsi maupun

Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka

meningkatkan kualitas lingkungan yang sudah

rusak dan/atau tercemar.

5.2.1. Agenda Penurunan Beban

Pencemaran dan Peningkatan

Kualitas Sungai

Sungai yang banyak di Sumatera Barat

tidak memungkinkan penanganan secara

sekaligus tetapi diperlukan penetapan skala

prioritas dalam penanganannya. Berdasarkan

indeks pencemaran air, Sungai Batang Agam

merupakan sungai yang prioritas untuk

ditangani terutama pada segmen perkotaan.

Karekteristik dan penyebab penurunan

kualitas air sungai mempunyai pola yang

hampir sama antara sungai satu dengan

sungai lain sehingga yang paling dibutuhkan

saat ini adalah pengembangan program

kerjasama antar daerah dan antar sektor

dalam pemulihan dan pengendalian

pencemaran sungai perkotaan. Dalam hal ini

Batang Agam dipilih sebagai model dari

program kerjasama tersebut.

Selain sungai Batang Agam, Sungai

Batang Hari juga merupakan sungai lintas

provinsi yang prioritas untuk ditangani. Multi

faktor penyebab kerusakan DAS dan

keterbatasan yang ada, menuntut bahwa

hendaknya program yang direncanakan benar-

benar tepat dan effektif dalam mengatasi

permasalahan tersebut. Oleh sebab itu

Page 249: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Agenda Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat V-3

program pengkajian pemulihan kerusakan

DAS dan morfologi Sungai Batang Hari masih

dibutuhkan, selain pemantauan kualitas air

yang selama ini sudah dilakukan. Berikut ini

gambaran lebih jauh tentang agenda

penurunan beban pencemaran dan pemulihan

sungai :

1. Program Pengembangan Kerjasama

Antar Daerah dalam Pemulihan dan

Pengendalian Pencemaran Sungai

Batang Agam.

Program ini dilaksanakan multi years

dengan target pencapaian pada tahun 2020

beban pencemaran dapat diturunkan

sebanyak 15 %. Pada tahun 2015 dan 2016

target lebih kepada penanggulangan sampah

dan penyadaran masyarakat melalui publikasi

lingkungan serta pembentukan

klaster/pemukiman percontohan dalam

mengatasi limbah domestik.

Pada tahun berikutnya akan

dikembangkan model penganggulan limbah

cair antara lain pengembangan teknologi

sederhana untuk kegiatan skala kecil dan

mikro seperti rumah potong hewan,

hotel/losmen dan rumah sakit/klinik.

2. Pengkajian pemulihan kerusakan DAS

dan morfologi Sungai Batang Hari

Pengkajian pemulihan kerusakan DAS

dan morfologi Sungai Batang Hari ini

merupakan salah satu dari keseluruhan

program pemulihan Sungai Batang Hari yang

dicanangkan hingga tahun 2020. Program

tersebut dituangkan dalam rencana aksi yang

disepakati antara Pemerintah Provinsi Jambi

dan Sumatera Barat serta Kabupaten/Kota

yang dilintasinya. Pelaksanaan program ini

sudah diagendakan pada tahun 2015 dan

akan dilaksanakan pada tahun 2016. Program

selanjutnya akan dilaksanakan bertahap

sesuai kesepakatan dan rekomendasi dari

hasil kajian tersebut.

5.2.2. Agenda Pemulihan Kualitas Air

Danau Maninjau

Dengan ditetapkannya Peraturan

Daerah Kabupaten Agam Nomor 5 Tahun

2014 tentang Pengelolaan Kelestarian

Kawasan Danau Maninjau, maka telah

disusun beberapa upaya pengelolaan Danau

Maninjau antara lain:

a. Daya dukung dan daya tampung untuk

jumlah Keramba Jaring Apung (KJA) di

kawasan danau mengacu kepada

kemampuan perairan Danau Maninjau

mencerna limbah organik dari kegiatan

perikanan yang setara dengan 1.500

(seribu lima ratus) unit dan/atau 6.000

(enam ribu) petak dengan ukuran 5 x 5

meter persegi per petak keramba.

b. Untuk mencapai angka batasan jumlah

unit KJA sebanyak 1.500 unit dan/atau

6.000 petak sebagaimana dimaksud

point a, akan dilakukan upaya

pengurangan secara bertahap dalam

jangka waktu paling lama 10 tahun, 5

(lima) tahun pertama mencapai angka

11.760 petak dan 5 (lima) tahun kedua

6.000 petak.

Disamping pengurangan jumlah KJA,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIP)

juga telah melakukan kajian dan menyarankan

Page 250: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Agenda Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat V-4

beberapa upaya pengelolaan di Kawasan

Danau Maninjau antara lain :

a. Menahan penebaran bibit, mewaspadai

adanya anomali cuaca yang biasanya

terjadi di akhir tahun dan awal tahun,

dengan mengurangi jumlah padat tebar

bibit ikan ± 5.000 ekor (mengurangi

tingkat persaingan oksigen terlarut).

b. Penurunan jumlah tebar ikan/biomas,

jumlah KJA sesuai dengan daya dukung,

dan pengaturan jadwal penebaran di

sesuaikan dengan tinggi muka air danau

dan kondisi musim.

c. Melakukan panen dini dan mengurangi

waktu dan proporsi pemberian pakan.

d. Pemasangan pompa udara (Aerasi) dan

atau pompa air sirkulasi (Waterpump).

5.2.3. Agenda Penanganan Limbah

Agenda pengelolaan terkait limbah

diarahkan kepada pemerintah daerah

karena merupakan kewenangan

kabupaten/kota dengan kegiatan

sebagai berikut :

a. Limbah padat (sampah)

- Mengembangkan IPAL komunal

domestik percontohan dan

pengolaan sampah pada main

drainase perkotaan, pengembangan

peralatan sederhana untuk

pengelolaan limbah cair dan padat

domestik serta kegiatan skala kecil.

- Pembinaan pengelolaan sampah

pada masyarakat sempadan sungai

dan danau melalui bank sampah

- Pembentukan klaster percontohan

pengelolaan sampah pemukiman

sempadan sungai.

- Pembentukan bank sampah, rumah

kompos dan pemanfaatan

biodigester.

- Pemberian peralatan bank sampah,

biodigister dan komposter.

- Penyediaan TPA yang berwawasan

lingkungan.

b. Limbah B3 dan limbah cair Rumah

Sakit serta Hotel.

- Memfasilitasi kerjasama dan TPS

klaster pengelolaan limbah B3

medis di kabupaten/kota.

- Menyiapkan SDM untuk mengetahui

aturan teknis tentang pengelolaan

limbah cair, land apllication dan

Pengelolaan Limbah B3

- Pembentukan jaringan pengelolaan

RS berizin (klaster LB3)

- Pembinaan teknis dan penerbitan Izin

TPS Rumah Sakit dan Hotel.

5.2.4. Agenda Penanganan Dampak

Kebencanaan

Agenda pengelolaan lingkungan terkait

isu kebencanaan adalah dengan

melaksanakan Program peningkatan

kesiap-siagaan menghadapi bencana

yang meliputi :

a. Pemantauan dan Evaluasi Bencana

Alam Geologi

b. Evaluasi Potensi Bencana Alam

Geologi di Sumatera Barat

c. Identifikasi Bencana Alam Geologi

Sumatera Barat.

Page 251: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Agenda Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat V-5

d. Sosialisasi kesiap–siagaan

menghadapi Bencana Alam Geologi

bagi aparatur di Sumatera Barat .

5.2.5. Agenda Penguatan Kapasitas

Kelembangaan Lingkungan

Disamping program tersebut di atas,

Bapeldalda Provinsi Sumatera Barat memiliki

agenda pengelolaan lingkungan ke depannya

yaitu peningkatan/penguatan kapasitas pada :

1. Instansi pengelolaan lingkungan hidup

kabupaten/kota yaitu :

a. Pelaksanaan Pembahasan Dokumen

Pengawasan AMDAL

Membentuk Komisi Penilai AMDAL

(KPA) berlisensi di kabupaten/kota

yang belum berlisensi.

- Peningkatan kapasitas

kelembagaan instansi lingkungan

hidupnya masih berbentuk Kantor

(setingkat eselon III) untuk

meningkatkannya menjadi

setingkat eselon II (berbentuk

Badan), sebagai salah satu

persyaratan lisensi KPA.

- Peningkatan kapasitas SDM

aparat Pemkab/kota, terutama

untuk pemenuhan persyaratan

lisensi KPA.

b. Optimalisasi Laboratorium

Lingkungan Kabupaten/Kota

Setiap laboratorium lingkungan

kabupaten/kota sudah mendapat

Dana Alokasi Khusus (DAK) yang

telah dimanfaatkan untuk :

- Pengujian sampel keperluan

sendiri bagi kabupaten/kota yang

kapasitas laboratoriumnya belum

memadai untuk membentuk Unit

Pelaksana Teknis Daerah

(UPTD).

- Penyediaan jasa pengujian

sampel untuk pihak luar

(eksternal) seperti perusahaan.

Strategi pembinaan yaitu dengan

penetapan laboratorium klaster

yang diarahkan sebagai

percepatan menuju laboratorium

lingkungan terakreditasi.

2. Masyarakat dan Dunia Usaha

a. Adiwiyata

Target jumlah keikutsertaan sekolah

dalam program Adiwiyata pada tahun

2015 sebanyak 250 sekolah dan

pada tahun 2015 sebanyak 300

sekolah.

b. Adipura dan Gerakan Sumbar Bersih

(GSB)

- Adanya komitmen pemerintah

daerah (kabupaten/kota) untuk

mendukung pelaksanaan program

Adipura dan memacu partisipasi

aktif masyarakat dan dunia usaha

dalam pelaksanaan Program

Adipura

- Melakukan koordinasi dengan

instansi terkait, sosialisasi di

Kecamatan/Kelurahan dan

pembinaan titik pantau dalam

mendukung kegiatan GSB.

Page 252: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Agenda Pengelolaan Lingkungan

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat V-6

c. Coorporate Social Responsibility

(CSR) Bidang Lingkungan Hidup

- Mendorong secara intensif

partisipasi dunia usaha dalam

pelaksanaan CSR Lingkungan

yang didukung dengan peraturan

pelaksanaan CSR baik di

provinsi maupun di Kab/Kota.

- Target jumlah perusahaan yang

telah melaksanakan program

CSR Bidang LH pada tahun 2015

adalah 10 perusahaan.

Demikian Agenda Pengelolaan

Lingkungan Provinsi Sumatera Barat ke

depannya yang didasarkan pada Prioritas

Pembangunan 2010 – 2015 berbasis isu

lingkungan hidup yang dianalisis pada buku

SLHD 2014 ini.

Page 253: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Sumatera Barat

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Pesisir Selatan.

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Agam

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Padang Pariaman

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Limapuluh Kota

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Dharmasraya

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Solok

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Solok Selatan

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Padang Pariaman

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Pasaman

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Pasaman Barat

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Padang

_________.2014. Buku Analisis dan Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Pariaman

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Solok

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Bukittinggi

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Sawahlunto

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Payakumbuh

_________.2014. Buku Data Status Lingkungan Hidup Daerah Kota Padang Panjang

_________. 2014.Berita Resmi Statistik, BPS Provinsi Sumatera Barat

_________. 2014.Statistik Potensi Desa ( PODES ), BPS Provinsi Sumatera Barat

_________. 2014.Laporan Profil Menuju Indonesia Hijau Provinsi Sumatera Barat

_________. 2010 Draft Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat

(2010-2015)

Page 254: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN
Page 255: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Isu Pencemaran Sungai Dan Danau

Pencemaran Sungai Batang Agam Akibat Limbah Domestik

Pencemaran Danau Maninjau Dan Matinya Ikan Secara Masal

Pencemaran & Kerusakan Sungai Batang Hari Akibat Penambangan Emas

Page 256: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Isu Lahan Dan Udara

Penambangan Rakyat Illegal Di Kab. Limapuluh Kota Dan Penebangan Hutan Illegal Di Kab. Pasaman Barat

Pencemaran Udara Pabrik Dan Kendaraan Bermotor

Kabut Asap Akibat Kebakaran Hutan Di Sumatera Barat Dan “Impor” Asap Dari Provinsi Tetangga

Page 257: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Upaya Pengawasan Pengendalian Pencemaran Dan Kerusakan Lingkungan

Pemantauan Kualitas Air Dan Kerusakan Lahan

Pengujian Kualitas Emisi Gas Buang Kendaraan Dan Limbah Cair Sumber Pencemar

Pengawasan Sampah Domestik Dan Limbah B3

Page 258: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Gerakan Lingkungan

Gerakan Pencanangan Sejuta Biopori Kerjasama Dengan TNI

Tour De Singkarak Dan Gerakan Car Free Day Di Kabupaten/Kota Sumatera Barat

Penggiatan “Gerakan Sumbar Bersih” Dan Pelestarian Penyu Oleh Gubernur Sumatera Barat

Gerakan Lingkungan

Page 259: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

Peran Serta Masyarakat Dan Stackholder

Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Adiwiyata “Membentuk Karakter Siswa Cinta Lingkungan”

CSR-LH Wujud “Perusahaan Peduli Lingkungan”

Peran Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Melalui Goro Dan Bank Sampah

Page 260: BUKU LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP DAERAH TAHUN

BAPEDALDA PROVINSI SUMATERA BARATBAPEDALDA PROVINSI SUMATERA BARATJl. Khatib Sulaiman No. 22 PadangTelp. 0751 - 7055231 Fax. 0751 70445232http://bapedalda.sumbarprov.go.id