58
1 PENDAHULUAN Pemetaan geologi di Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat. Sulawesi Selatan, di laksanakan dalam rangka Proyek Pemetaan Geologi dan interpretasi Foto Udara, Pelita 1, oleh Subdirektorat Perpetaan, Direktorat Geologi (sekarang Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi). Semula pemetaan dilaksanakan secara tinjau dengan tujuan untuk melengkapi data geologi guna kompilasi Peta Geologi Regional sekala 1:1000.000 yang sekarang sudah terbit (Sukamto, 1975). Pemetaan tinjau dilakukan selama Agustus dan September 1971 oleh R. Sakamto. H. Sumadirdja, TS. Suriatmadja. KA. Astadiredja, dan dibantu oleh S. Hardoprawiro. D. Sudana, N. Ratman dan E. Titersole Data geologi tinjau yang dihasilkan pada 1971 kemudian dilengkapi sejumlah lintasan geologi yang lebih rapat, yang dilakukan dari September disusun menjadi peta geologi ber sistem Luar Jawa, sekala 1:250.000. Pemetaan selama dilakukan oleh R Sukamto, S. Supriatna. A Yasin, Sukardi, dan dibantu oleh Y. Noya. I. Umar. R. L. Situmorang, A. Koswara dan Sahardjo. Selama 1978 dan 1979 juga diperoleh data geologi setempat oleh R. Sukamto dan S. Santosa yang dipakai untuk memperbaiki beberapa bagian dari peta geologi ini. Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat terletak antara kordiniat 119 o 05‘ - 120 o 45‘ BT dan 4 o 5 o LS; meliputi Daerah Tk. II Kabupaten Maros, Pangkep, Barru Watansoppeng, Wajo, Watampone, Sinjai dan Kotamadya Parepare: semuanya termasuk Daerah Tk. 1 Propinsi Sulawesi Selatan. Lembar peta berbatasan dengan Lembar Majene-Palopo di utara, Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai di selatan, Selat Makasar d barat dan, Teluk Bone di timur. Daerah ini mempunyai penduduk yang relatif lebih padat daripada bagian lain Sulawesi Selatan bertempat tinggal di kota kabupaten dan kecamatan, penduduk terdapat di desa dan kampung di sepanjang semua jalan utama yang menuju ke daerah pedalaman. Sebagian besar penduduk bertani sawan sehingga membuat daerah ini penghasil padi yang utama di Sulawesi. Penduduk di sepanjang pantai kebanyakan nelayan yang di kota kebanyakan berniaga atau jadi karyawan. Kehidupan sosial di daerah ini mencerminkan kehidupan asli Sulawesi Selatan. Seperti Bugis, Makassar, dan Bajo. Penduduk kebanyakan beragama Islam, tetapi tetapi yang beragama Katoilik dan Protestan serta yang beragama lain hanya sedikit. Fisiografi lengan selatan sulawesi yang berarah utara-selatan mempengaruhi keadaan iklimnya. Seperti di daerah lndonesia yang lain, di sini pun ada dun musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Di bagian barat musim berbeda waktunya dengan di bagian timur. Musim hujan di bagian barat berlangsung dari Nopember sampai April, dan di bagian timur dan Mei sampai Oktober. Hutan lebat hanya ditemukan di daerah berdongak tinggi, yaitu di pegunungan sebelah barat dan timur. Daerah berdongak rendah sebagian besar daerah pertanian. Binatang liar sudah jarang ditemui di daerah ini; yang terlihat hanya ular, kijang, anoang dan kera. Daerah pemetaan sangat mudah dicapai. Hubungan udara yang pada 1971 antara Jakarta dan Makassar (sekarang Ujung Pandang) hanya berlagsung beberapa kali dalam seminggu. sekarang telah berubah jadi beberapa kali dalam satu hari Lapangan udara Ujung Pandang, Mandai, terletak di bagian baratlaut Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai. Hampir seluruh daerah pemetaan dapat dengan mudah dicapai dengan mobil. Semua kota kabupaten dan sebagian dari kota kecamatan mempunyai hubungan jalan yang dapar dilalui kendaraan mobil, jalan desa dan setapak dapat ditemukan hampir di seluruh daerah ini. Peta dasar yang dipakai dalam pemetaan ini adalah peta topografi bersekala 1 :250.000. AMS Seri T-503, 1965, No SB 50-4 dan 51-1 Geologi Regional Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi Selatan (Oleh Rab. Sukamto dan Supriatna S. Tahun 1982) 1

Buku_ Lembar - Lembar Geologi Regional

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas

Citation preview

1

PENDAHULUAN

Pemetaan geologi di Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat. Sulawesi Selatan,

di laksanakan dalam rangka Proyek Pemetaan

Geologi dan interpretasi Foto Udara, Pelita 1, oleh Subdirektorat Perpetaan, Direktorat Geologi (sekarang Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi). Semula pemetaan dilaksanakan secara tinjau dengan tujuan untuk melengkapi data geologi guna kompilasi

Peta Geologi Regional sekala 1:1000.000 yang sekarang sudah terbit (Sukamto, 1975). Pemetaan tinjau dilakukan selama Agustus dan September 1971 oleh R. Sakamto. H. Sumadirdja, TS. Suriatmadja. KA. Astadiredja, dan dibantu oleh S. Hardoprawiro. D. Sudana, N. Ratman dan E. Titersole

Data geologi tinjau yang dihasilkan pada 1971 kemudian dilengkapi sejumlah lintasan geologi

yang lebih rapat, yang dilakukan dari September disusun menjadi peta geologi ber sistem Luar Jawa, sekala 1:250.000.

Pemetaan selama dilakukan oleh R Sukamto,

S. Supriatna. A Yasin, Sukardi, dan dibantu oleh Y. Noya. I. Umar. R. L. Situmorang, A. Koswara dan Sahardjo. Selama 1978 dan 1979 juga diperoleh data geologi setempat oleh R. Sukamto dan S. Santosa yang dipakai

untuk memperbaiki beberapa bagian dari peta geologi ini.

Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian

Barat terletak antara kordiniat 119o 05‘ - 120o 45‘ BT dan 4o – 5o LS; meliputi Daerah Tk. II Kabupaten Maros, Pangkep, Barru Watansoppeng, Wajo, Watampone, Sinjai dan Kotamadya Parepare: semuanya termasuk Daerah Tk. 1 Propinsi Sulawesi Selatan.

Lembar peta berbatasan dengan Lembar Majene-Palopo di utara, Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai di selatan, Selat Makasar d barat dan, Teluk Bone di timur.

Daerah ini mempunyai penduduk yang relatif lebih padat daripada bagian lain Sulawesi Selatan bertempat tinggal di kota kabupaten

dan kecamatan, penduduk terdapat di desa dan kampung di sepanjang semua jalan utama yang menuju ke daerah pedalaman. Sebagian besar penduduk bertani sawan

sehingga membuat daerah ini penghasil padi yang utama di Sulawesi. Penduduk di

sepanjang pantai kebanyakan nelayan yang di kota kebanyakan berniaga atau jadi karyawan. Kehidupan sosial di daerah ini mencerminkan kehidupan asli Sulawesi Selatan. Seperti Bugis, Makassar, dan Bajo. Penduduk kebanyakan beragama Islam, tetapi tetapi yang beragama Katoilik dan Protestan

serta yang beragama lain hanya sedikit.

Fisiografi lengan selatan sulawesi yang

berarah utara-selatan mempengaruhi keadaan iklimnya. Seperti di daerah lndonesia yang lain, di sini pun ada dun musim, yaitu musim

hujan dan musim kemarau. Di bagian barat musim berbeda waktunya dengan di bagian timur. Musim hujan di bagian barat berlangsung dari Nopember sampai April, dan

di bagian timur dan Mei sampai Oktober. Hutan lebat hanya ditemukan di daerah berdongak tinggi, yaitu di pegunungan sebelah barat dan timur. Daerah berdongak rendah sebagian besar daerah pertanian. Binatang liar sudah jarang ditemui di daerah

ini; yang terlihat hanya ular, kijang, anoang dan kera.

Daerah pemetaan sangat mudah dicapai.

Hubungan udara yang pada 1971 antara Jakarta dan Makassar (sekarang Ujung Pandang) hanya berlagsung beberapa kali dalam seminggu. sekarang telah berubah jadi beberapa kali dalam satu hari Lapangan udara Ujung Pandang, Mandai, terletak di bagian

baratlaut Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai. Hampir seluruh daerah pemetaan dapat dengan mudah dicapai dengan mobil. Semua kota kabupaten dan sebagian dari kota kecamatan mempunyai hubungan jalan yang dapar dilalui kendaraan mobil, jalan desa dan setapak dapat ditemukan hampir di seluruh

daerah ini.

Peta dasar yang dipakai dalam pemetaan ini

adalah peta topografi bersekala 1 :250.000. AMS Seri T-503, 1965, No SB 50-4 dan 51-1

Geologi Regional Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat,

Sulawesi Selatan

(Oleh Rab. Sukamto dan Supriatna S. Tahun 1982)

1

2

yang juga dipakai sebagai peta dasar Kompilasi. Untuk lapangan dipakai peta topografi bersekala 1 : 50.000. Di samping itu dipakai potret udara yang melingkupi bagian

barat lembar, dan sebagian dari bagian timur. Potret ini sebagiar besar bersekala 1 : 50.000. selain yang bersekala 1: 10.000.

Penyelidikan geologi sebelumnya di lembar ini

dilakukan oleh Steiger (1915), t‘Hoen & Ziegler (1917). Sung (1948). Hooijer (1949) dan Patty & Wiryosujono (1962); yang terbaru di lakukan oleh van Leeuwen (1974).

GEOMORFOLOGI

Di daerah Lembar Pangkajene dan

Watampone Bagian Barat terdapat dua baris pegunungan yang memanjang hampir sejajar pada arah utara-barat laut dan terpisahkan

oleh lembah Sungai Walanae. Pegunungan yang barat menempati hampir setengah luas daerah, melebar di bagian selatan (50 km) dan menyempit di bagian utara (22 km). Puncak tertingginya 1694 m, sedangkan ketinggian rata-ratanya 1500 m. Pembentuknya sebagian besar batuan

gunungapi. Di lereng barat dan di beberapa tempat di lereng timur terdapat topografi

kras, penceminan adanya batugamping. Di antara topografi kras di lereng barat terdapat daerah pebukitan yang dibentuk oleh batuan Pra-Tersier. Pegunungan ini di baratdaya dibatasi oleh dataran Pangkaiene-Maros yang

luas sebagai lanjutan dari dataran di selatannya.

Pegunungan yang di timur relatif lebih sempit

dan lebih rerdah, dengan puncaknya rata-rata setinggi 700 m, dan yang tertinggi 787 m. Juga pegunungan ini sebagian besar berbatuan gunungapi. Bagian selatannya selebar 20 km dan lebih tinggi, tetapi ke utara

meyempit dan merendah, dan akhirnya

menunjam ke bawah batas antara Lembah Walanae dan dataran Bone. Bagian utara pegunungan ini bertopografi kras yang permukaannya sebagian berkerucut. Batasnya di timurlaut adalah dataran Bone yang sangat luas, yang menempati hampir sepertiga

bagian timur.

Lembah Walanae yang memisahkan kedua

pegunungan tersebut di bagian utara selebar 35 Km. tetapi di bagian selatan hanya 10 km. Di tengah tendapat Sungai Walanae yang mengalir ke utara Bagian selatan berupa perbukitan rendah dan di bagian utara

terdapat dataran aluvium yang sangat luas mengelilingi D. Tempe.

STRATIGRAFI

Kelompok batuan tua yang umurnya belum diketahui terdiri dari batuan ularabasa, batuan

malihan dan batuan melange. Batuannya terbreksikan dan tergerus dan mendaun, dan sentuhannya dengan formasi dl sekitarnya berupa sesar atau ketidselarasan. Penarikhan radiometri pada sekis yang menghasilkan 111 juta tanun Kemungkinan menunjukkan peristiwa malihan akhir pada tektonik Zaman

Kapur. Batuan tua ini tertindih tak selaras oleh endapan flysch Formasi Balangbaru dan Formasi Marada yang tebalnya lebih dari 2000

m dan berumur Kapur Akhir. Kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu dengan bukti adanya sisipan lava dalam flysch.

Batuan gunungapi berumur Paleosen (58,5- 63,0 it), dan diendapkan

dalam lingkungan laut, menindih tak selaras batuan flysch yang berumur Kapur Akhir. Batuan sedimen Formasi Malawa yang sebagian besar dicirikan oleh endapan darat dengan sisipan batubara, menindih tak selaras

batuan gunangai Paleosen dan batuan flysch Kapur Akhir. Ke atas Formasi Malawa ini secara berangsur beralih ke endapan karbonat Formasi Tonasa yang terbentuk secara

menerus dari Eosen Awal sampai bagian bawah Miosen Tengah. Tebal Formasi Tonasa lebih kurang 3000 m, dan melampar cukup

luas mengalasi batuan gunungapi Miosen Tengah di barat. Sedimen klastika Formasi Salo Kalupang yang Eosen sampai Oligosen bersisipan batugamping dan mengalasi batuan gunungapi Kalamiseng Miosen Awal di timur.

Sebagian besar pegunungan, baik yang di

barat maupun yang di timur, berbatuan gunungapi. Di pegunungan yang timur, batuan itu diduga berumur Miosen Awal bagian atas yang membentuk batuan Gunungapi Kalamiseng Di lereng timur bagian utara pegunungan yang barat, terdapat

batuan Gunungapi Soppeng yang diduga juga

berumur Miosen Awal. batuan sedimen berumur Miosen Tengah sampai Pliosen Awal berselingan dengan batuan gunungapi yang berumur antara 8,93-9,29 juta tahun. Secara bersama batuan itu menyusun Formasi Camba yang tebalnya sekitar 5000 m. Sebagian besar pegunungan yang barat terbentuk dari

Formasi Camba ini yang menindih tak selaras Formasi Tonasa.

Selama Miosen akhir sampai Pliosen, di daerah yang sekarang jadi Lembah Walanae di endapkan sedimen klastika Formasi Walanae. Batuan itu tebalnya sekitar 4500 m,

dengan bioherm batugamping koral tumbuh di beberapa tempat (batugamping Anggota Taccipi). Formasi, Walanae berhubungan menjemari dengan bagian atas Formasi

4

3

Camba. Kegiatan gunungapi selama Miosen Akhir sampai Pliosen Awal merupakan sumber bahan bagi Formasi Walanae. Kegiatan gunungapi yang masih terjadi di beberapa

tempat selama Pliosen, dan menghasilkan batuan gunungapi Parepare (4,25-4,95 juta tahan) dan Baturape-Cindako, juga merupakan sumber bagi formasi itu.

Terobosan batuan beku yang terjadi di daerah itu semuanya berkaitan erat dengan kegiatan

gunungapi tersebut. Bentuknya berupa stok, sill dan retas, bersusunan beraneka dari basal, andesit, trakit, diorit dan granodiorit. dan berumur berkisar dari 8.3 sampai 19 ± 2

juta tahun. Setelah Pliosen Akhir, rupanya tidak terjadi

pengendapan yang berarti di daerah ini, dan juga tidak ada kegiatan gunungapi. Endapan undak di utara Pangkajene dan di beberapa tempat di tepi Sungai Walanae, rupanya terjadi selama Pliosen. Endapan Holosen yang luas berupa aluvium terdapat di sekitar D. Tempe,

di dataran Pangkajene-Maros dan di bagian utara dataran Bone.

Endapan Permukaan

Qpt ENDAPAN UNDAK: kerikil, pasir dan lempung, membentuk dataran rendah bergelombang di sebelah utara Pangkajene. Terutama berasal dari batua pra-tersier di sebelah timur Pangkajene. Satuan ini dapat dibedakan secara morfologi dari endapan aluvium yang lebih muda. Satuan ini

barangkali dapat dinasabahkan dengan endapan undak di dekat sungai Walanae yang mengandung tulang gajah purba yang berumur Plistosen; tidak terpetakan.

Lempung, pasir dan kerikil yang tidak terpetakan di daerah tata-sungai Walanae mungkin termasuk satuan ini.

Qc TERUMBU KORAL : batugamping terumbu, dibeberapa tempat di sepanjang pantai terangkat membentuk singkapan kecil. Yang dipetakan hanya ditemukan di selatan Marek. Di dangkalan Spermonde terumbuh

koral muncul ke atas muka laut, melampar kira-kira 60 km di lepas pantai ke arah barat, dan kira-kira 50 km di lepas pantai ke arah timur di bagian selatan Lembar.

Qac ENDAPAN ALUVIUM, DANAU DAN

PANTAI: lempung, lanau. lumpur pasir dan kerikil di sepanjang sungai besar, di sekitar lekuk Danau Tempe, dan di sepanjang pantai.

Endapan pantai setempat mengandung sisa

kerang dan batugamping koral (Qc). Sisipan lempung laut yang mengandung moluska (Arca,. Trocbus dan Cypraea) dan buncak besi

terdapat di sekitar Danau Tempe (t‘Hoen & Ziegler, 1915). Undak sungai yang berumur Plistosen (tak terpetakan) di Kampung Sompoh, dekat Sungai Walanae, mengandung tulang gajah purba yang dikenali sebagai Archidiscodon celebensis (Hooijer, 1949).

Batuan Sedimen dan Bautan Gunungapi Kb FORMASI BALANGBARU : sedimen tipe flysch; batupasir berselingan dengan

batulanau, batulempung dan serpih bersispan konglomerat, batupasir konglomeratan. tufa dan Lava; batupasirnya bersusunan grewake

dan arkosa. sebagian tufaan dan gampingan: pada umumnva menunjukkan struktur turbidit; di beberapa tempat di temukan konglomerat dengan susunan basal, andesit, diorit. serpih, tufa terkersikkan, sekis, kuarsa, dan bersemen batupasir; pada umumnya padat dan sebagian serpih terkersikkan. Di

bawah mikroskop, batupasir dan batulanau terlihat mengandung pecahan batuan beku.

metasedimen dan rijang radiolaria. Daerah

baratlaut mengandung banyak batupasir dan ke arah tenggara, lebih banyak batulempung dan serpih.

Baru-baru ini Labaratorium Total CTF mengenali Globotruncana pada serpih -lanauan dari sebelah timur Bantimala, dan pada grewake dari jalan antara Padaelo Tanetteriaja yang berumur Kapur Akhir (P.F Burollet, hubungan tertulis, 1979).

Formasi ini tebalnya sekitar 2000 m; tertindih

tak selaras batuan Formasi Mallawa dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan, dan

menindih tak selaras Kompleks Tektonik Bantimala.

Km FORMASI MARADA (van Leeuwen. 1974): sedimen bersifat flysch; perselingan batupasir, batulanau, arkosa, grewake. serpih dan konglomerat; bersisipan batupasir dan

batulanau gampingan, tufa. lava dan breksi yang tersusun oleh basal, andesit dan trakit.

Batupasir dan batulanau berwarna kelabu muda sampai kehitaman; serpih berwarna kelabu tua sampai coklat tua: konglomerat

tersusun oleh kerikil andesit dan basal: lava dan breksi terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder berupa karbonat, silikat, serisit, klorit dan epidot. Fosil Globotruncana dari

5

6

4

batupasir gampingan yang dikenali oleh PT Shell menunjukkan umur Kapur Akhir dan diendapkan di lingkungan neritik dalam (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis. 1978). Formasi ini tebalnya lebih dari 1000 m.

Teos FORMASI SALO KALUPANG: batupasir, serpih dan batulempung. berselingan dengan konglomerat gunungapi, breksi dan tufa bersisipan lava, batugamping dan napal, batulempung. serpih dan batupasir di beberara tempat tercirikan oleh warna merah, coklat, kelabu dan hitam; setempat

mengandung fosil moluska dan foraminifera,

terutama di dalam lapisan batugamping dan napal pada umumnya gampingan. padat dan sebagian dengan urat kalsit, sebagian serpihnya sabakan; kebanyakan lapisan terlipat kuat dengan kemiringan antara 20° -

57°. penampang di Salo Kalupang memperlihatkan lebih banyak konglomerat di bagian barat, dengan komponen andesit dan basal. Di sebelah timur Palatae tersingkap lebih banyak tufa dan batupasir daripada di SaLo Kalupang. Di timur Samaenre terdapat lebih banyak singkapan serpih daripada di

tempat lain; batuannya berwarna coklat kemerahan dan kelabu berselingan dengan batugamping berlapis (Teol) dan batupasir.

Fosil foraminifera yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1971 dan 1974). dan lokasi A.29.b. Tc.239.b dan Tc.239.d yang, di

antaranya Discocyclina javana (VERBEEK),

Nummulites sp. , N. gizehensis FORSKAL. V pengaronensis (VERBEEK), Heterostegina sp, Catapsydrax unicavus BOLLI-LOEBLICH-TAPPAN, Globorotalia opima BOLLI.

Globigerina binaensis KOCH, Gn. tripartita BOLLI. Gn. tapuriensis BLOW & BANNER, Gn. venezuelana HEDBERG, ganggang dan lithothamnium. menunjukkan kisaran umur

Eosen Awal - Oligosen Akhir. Tebal satuan ini diperkirakan tidak kurang dari 4500 m.

Tem FORMASI MALAWA: batupasir, konglomerat, batulanau. batulempung. dan

napal, dengan sisipan lapisan atau lensa batubara dan batulempung;

Batupasirnya sebagian besar batupasir kuarsa, ada pula yang arkosa, grewake. dan tufaan, umumnya berwarna kelabu muda dan coklat muda; pada umumnya bersifat rapuh, kurang padat; konglomeratnya sebagian

kompak; batulempung. batugamping dan napal umumnya mengandung moluska yang

belum diperiksa, dan berwarna kelabu muda sampai kelabu tua; batubara berupa lensa

setebal beberapa sentimeter dan berupa lapisan sampai 1,5 m.

Penelitian palinologi terhadap sisipan batubara telah dilakukan oleh Asrar Khan (M.E - Scrutton, Robertson

Research, hubungan tertulis, 1974) dan oleh Robert H. Tschudy (Don E. Wolcort, USGS, hubungan tertulis, 1973). Sepuluh buah

contoh dari singkapan B.32 (a-f) dan B.54 (a-c, dan RR.10), daerah Tanetteriaja, dan sebuah dari dekat galian lempung di Tonasa mengandung fosil mikroflora sbb.: Acritarchs sp., Anacolosidites sp., Anno daceae sp.

Barringtonia sp, Betulaceae pollen, Bombacaceae sp., Compositae sp. Cyatbidites

sp., Dicolpopollis cf , D. kalewesis, D. verrucate, D. smooth, Dinoflagellates sp., Florscbuetzia trilobata, Gunnera sp., Intratriporopollenites, Leotriletes sp., Monosulcate pollen, Monosulites sp., Myricaceae pollen, Olacacea sp., Palmea pollen, Psilamonoletes sp,.

Retitricolpitesantonii. Retikutcbensis (VENKATCHALA & KAR. 1968), Sapotaceoidacpollenites sp., Sterculiaceae sp., Syncolporate pollen, Tetraporina sp., Tricolpate pollen, Tricolpate verrucate pollen,

Triporate pollen. Verrucatosporites sp.,

Verrustriletesmajor. dan Verrutricolporites sp. Berdarsarkan fosil tersebut A . Khan dan R.H. Tschudy memperkirakan umur Paleogen dengan lingkungan paralas sampai dangkal.

Berdasarkan fosil Ostrakoda dari contoh batuan B.45/e. E. Hazel memperkirakan, umur Eosen (DL. Wolcort. USGS, hubungan tertulis. 1973). Fosil Ostracoda yang dikenali adalah: Bairdiiac sp,. Cytberella sp,.

Cytberelloidea sp,.1 Cytberelloidea sp.2 Cytboropteron sp.1

Cytboropteron sp.2, Kritbinids sp,.

Loxoconcba sp,. Paijenborcbella sp,. Pokornyella sp,. Traciryleberis sp,. Dan xestoberis sp,.Tebal formasi ini tidak kurang dari 400 m; tertindih selaras oleh batugamping Temt. dan menindih tak Selaras batuan sedimen Kb dan batuan gunungapi Tpv.

Temt FORMAST TONASA : batugamping koral pejal sebagian terhablurkan. Berwarna putih dan kelabu muda; batugamping bioklastika dan kalkarenit. Berwarna putih coklat muda dan kelabu muda. sebagian

berlapis baik, berselingan dengan napal globigerina tufaan; bagian bawahnya

mengandung batugamping berbitumen, setempat bersisipan breksi batugamping dan

7

5

batugamping pasiran; di dekat, Malawa, daerah Camba terdapat batugamping yang mengandung glaukonit, dan di beberapa tempat di daerah Ralla ditemukan

batugamping yang mengandung banyak sepaian sekis dan batuan ultramafik; batugamping berlapis sebagian mengandung banyak foraminifera besar, napalnya banyak mengandung foraminifera kecil dan beberapa lapisan napal pasiran mengandung banyak kerang (pelecypoda) dan siput (gastropoda) besar.

Batugamping pejal pada umumnya

terkekarkan kuat; di daerah Tanetteriaja

terdapat tiga jalur napal yang berselingan dengan jalur barugamping berlapis.

Fosil dari batuan Formasi Tonasa telah dikenali oleh D. Kadar (Hubungan tertulis 1971, 1973), Reed & Malicoat (M.W. Konts, hubungan tertulis, 1972), Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1973, 1974), dan oleh Sudiyono (hubungan tertulis, : 1973). Contoh

batuan yang dianalisa dari lokasi: A.46, A.112, B.28.b. B.29. B30. B.33, P.58, B. 129, C.8, C51, D.30, Ta.72, Ta.79. Ta.81, Ta.90. Ta.131, Ta.134.d, Ta.186.a. Ta.452, Ta.506. Tb.2. Tc.65.a. Tc.94, Tc.100, Tc.134, Td.6,

Td.20. Td.63, Td.70. Td.101, Td.112, Td.116,

Te.121, Te.216.a, Ti.1, Ti.3, dan Ti.9. Fosil yang dikenali termasuk: Dictyoconus sp., Asterocydina sp., An. matanzensis COLE, Biplanispira sp., Discocyclina sp., Nummulites sp., N. atacicus LEYMERIE. N. pangaronensis (VERBEEK), Fasciolites sp., F. oblonga D‘ORBIGNY, Alveolinella sp., Orbitolites sp.,

Pellatispira sp., P. madaraszi HANTKEN, P. orbitoidae PROVALE. P. provaleae YABE, Spiroclypeus sp., S. tidoenganensis VAN DER VLERK. S. verinicularis TAN, Globorotalia sp., Gl. centralis CUSHMAN & BERMUDEZ, Gl, mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. obesa BOLLI, Gl preamenardii CUSHMAN &

STAINFORTH. Gl. siakensis (LE ROY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. dehiscens (CHAPMAN-PARR COLLINS) Hantkenina alabamensis CUSHMAN, Heterostegina sp., H. bornensis VAN DER VLERK, Austrotrillina bowcbini

(SCHLUMBERGER), Lepidocyclina sp.,

L. cf. Omphalus TAN, L. Ephippioides JONES,

L, sumatrensis (BRADY), L. parva OPPENOORTH, Iniogypsina sp., Globigerina sp., G. venezuelana HEDBERG, Globigerinoides sp., Gd. altiaperturus BOLLI, Gd. immaturus LE ROY, Gd. Subquadratus

BRONNI- MANN, Gd. trilobus (REUSS),

Orbulina bilobata (D‘ORBIGNY). O. suturalis BRONNIMANN, O. universa D‘ORBIGNY,

Opercuna sp., Amphistegina sp. dan Cycloclypeus sp. Gabungan fosil ini menunjukkan kisaran umur dari Eosen Awal (Ta.2) sampai Miosen Tengah (Tf), dan

lingkungan neritik dangkal hingga dalam dan laguna. Tambahan pulah ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain. ganggang, koral dan moluska dalam formasi ini.

Tebal formasi ini diperkirakan tidak kurang dari 3000 m; menindih selaras batuan Formasi Malawa, dan tertindih tak selaras batuan Formasi Camba; diterobos oleh sill, retas, ban stok batuan beku yang bensusunan basal, trakit, dan diorit.

Tmc FORMASI CAMBA : batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi; batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir, batulanau dan batulempung; bersisipan dengan napal, batugamping konglomerat dan breksi gunungapi, dan setempat dengan batubara, berwarna

beraneka, putih , coklat, merah, kuning, kelabu muda sampai kehitaman: umumnya mengeras kuat dan sebagian kurang padat; berlapisan dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufanya berbutir halus hingga lapili; tufa

lempungan berwarna, merah mengandung

banyak mineral biotit; konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antan 2 cm dan 40 cm; batugamping pasiran dan batupasir gampingan mengandung pecahan koral dan moluska: batulempung gampingan kelabu tua dan napal mengandung foram kecil dan

moluska; sisipan batubara setebal 40 cm ditemukan di S. Maros. Pada umumnya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan sampai 30°.

Fosil dari Formasi Camba telah dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis. 1971, 1973,

1974). A.F Malicoat (M.W. Kontz, hubungan tertulis, 1972), dan oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1974), dari contoh

batuan: B.27, B.73, B.134. C.43, C.44. Ta.57. Ta.153. Ta.243. Ta.275, Ta.276, Tc.48. Tc.416. Td.46, Td.182. Td.332, dan Ti.15. Fosil-fosil yang dikenali termasuk: Lepidocyclina cf. borneensis PROVALE. Lephippioides JONES & CHAPMAN. L. sumatrensis (BRADY) Iniogypsina sp.,

Globigerina venezuelana HEDBERG , Globorotalia baroemoenensis LEROY. Gl. mayeri CUSHMAN & ELISOR, Gl menardii (DORBIGNY. Gl lenguaensis BOLLI. Gl. lobata BERMUDEZ. G.l obesa BOLLI, Gl.

peripheroacuta BLOW &

9

6

BANNER. Gl. praemenardii CUSHMANN &

STAINFORTH. Gl. siakensis (LEROY) Globoqudrina altispira (CUSHMAN JARVIS,, Gn dehiscens (CHAPMAN PARR-COLLINS)

Globerinaoides immaturus LEROY. Gd. obliquas BOLLI, Gd. Sacculifer (BRADY, Gd. Subquadratus BRONNIMANN. Gd. Trilobus (REUSS), Orbulina universa D‘ORBIGNY, Biorbulina bilobata (D‘ORBIGNY), Operculina sp., Cycloclypeus sp., Hastigerina Praesiphonifera BLOW, Sphaeroidinellopsis

seminulina (SCEWAGER), Sp. kochi (CAUDRIE), dan Sp. subdehiscens BLOW. Gabungan fosil ini menunjukkan umur berkisar dari Miosen Tengah sampai Miosen Akhir (N.9—N.15), dan lingkungan neritik.

Lagi pula ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain, ganggang dan koral dalam formasi ini. Kemungkinan sebagian dari Formasi

Camba diendapkan dekat daerah pantai. Secara setempat ditemukan pula fosil berumur Pliosen Awal, seperti yang di sebelah utara Ujung Pandang.

Satuan ini tebalnya sekitar 5000 m, menindih tak selaras batugamping dari Formasi Tonasa (Temt) dan batuan dari Formasi Malawa (Tem), mendatar berangsur berubah jadi

bagian bawah dari pada Formasi Walanae

(Tmpw); diterobos oleh retas, Sil dan stok bersusunan basal piroksen, andesit dan diorit.

Tmcv, Anggota Batuan Gunungapi; batuan

gunungapi bersisipan batuan sedimen laut; breksi gunungapi, lava, konglomerat gunungapi, dan tufa berbutir halus hingga lapili; bersisipan batupasir tufaan, batupasir gampingan, batulempung mengandung sisa tumbuhan, batugamping dan napal.

Batuannya bersusunan andesit dan basal; umumnya sedikit terpropilitkan, sebagian terkersikkan, amigdaloidal dan berlubang-lubang diterobos oleh retas, sill dan stok

bersusunan basal dan diorit; berwarna kelabu muda, kelabu tua dan coklat.

Pemeriksaan petrografi menunjukkan fonolit nefelin, porfiri sienit nefelin, diabas hipersten, tufa batuan basa andesit, andesit, andesit

trakit dan basal leusit (Subroto dan Saefuddin, hubungan tertulis, 1972): dan tefrit leusit basanit leusit, leusitit dan dasit (von Steiger, 1913).

Penarikan Kalium Argon pada batuan basal dari lokasi 7 menghasilkan 17,7 juta tahun (Indonesia Gulf Oil, hubungan tertulis, 1972),

dasit dan andesit dari lokasi 1 dan 2 masing-masing menghasilkan umur 8,93 dan 9,29

juta tahun (ET.D. Obradovich, hubungan tertulis, 1974), dan basal dari Birru

menghasilkan 6,2 juta tahun (T.M. vaan Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Beberapa lapisan batupasir dan batugamping pasiran mengandung moluska dan sepaian

koral. Sisipan tufa gampingan, batupasir tufa gampingan, batupasir gampingan, batupasir lempungan, napal dan batugamping mengandung fosil foraminifera.

Fosil yang dikenali oleh Sudiyono dan Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1973, 1974) dari lokasi Td.7 dan Td.338 adalah Globigerina venezuelana (HEDBERG),

Globorotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl.

menardii (D‘ORBIGNY), Gl. siakensis (LEROY). Gl. acostaensis BLOW, Gl. Cf. dutertrei, Globoquadrin.a altispira (CUSHMAN & JARVIS), Globigerinoides extremus BOLLI. Gd immaturus LEROY, Gd. obliqus BOLLI. Gd.

ruber (D‘ORBIGNY) Gd. sacculifer (BRADY), Gd. trilobus (REUSS), Hastigerina aequilateralis (BRADY), dan Sphaerodinellopsis subdehiscens (BLOW). Baik gabungan fosil maupun data radiometri menunjukkan jangka umur Miosen Tengah - Miosen Akhir.

Batuannya sebagian besar diendapkan dalam

lingkungan laut neritik sebagai fasies

gunungapi Formasi Camba, menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa dan batuan Formasi Malawa; sebagian terbentuk dalam lingkungan darat, setempat breksi gunungapi mengandung sepaian batugamping seperti yang ditemukan di S. Paremba; tebal diperkirakan tidak kurang dari 4000 m.

Tmca : Basal di sekatar G. Gatarang yang dikelilingi tebing melingkar menyerupai

kaldera, dan juga di beberapa tempat yang lain, tercirikan oleh limpahan kandungan leusit.

Tmcl, Anggota Batugamping, batugamping, batugamping tufaan, batugamping pasiran, setempat dengan sisipan tufa; sebagian kalkarenit, pejal dan sarang, berbutir halus sampat kasar; putih, kelabu, kelabu kecoklatan, coklat muda dan coklat; sebagian

mengandung glaukonit: fosil terutama foraminifera, dan sedikit moluska dan koral.

Fosil yang dikenali oleh D. Radar (hubungan tertulis, 1973) dan contoh batuan Ta.37, Ta.52, Ta.58.a, Td.104 dan Td.105, adalah: Lepidocyclina sp., L. cf) omphalus TAN, L. sumtrensis (BRADY), B. Verbeeki (NEWTON &

HOLLAND), Mogypsina sp., M. thecidaeforinis (RUTTEN), M. cf. cupulaeforinis (ZUFFARDI-

COMERCY), Globorotalia sp., Gl. Mayeri CUSHMANN & ELLISOR, Gl. lobata

7

BERMUDEZ, Gl. praemenardii CUSHMANN & STAINFORTH. Gl praescitula BLOW, Gl. siakensis (LEROY), Globorotaloides variabilis BOLLI, Globoquadrina altispira (CUSHMAN &

JARVIS), Gn. globosa BOLLI, Globigerinoides sp., Gd. immaturus LEROY. Gd. sacculifer (BRADY) Gd. subquadratus BRONNIMANN, Biorbulina bilobata (D‘ORBIGNY), Orbulina suturalis BRONNIHANN, O. universa D‘ORBIGNY, Hastigerina siphonifera

(D‘ORBIGNY), Sphaeroidinellopsis kochi

(GAUDRIE), Sp. Seminulina (SGHWAGER), Operculina sp., Amphistegina sp., Cyclocypeus

sp., dan ganggang. Gabungan fosil tersebut

menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf; N.9 - N. 13).

Tmpw FORMAS1 WALANAE : batupasir berselingan dengan batulanau, tufa, napal, batulempung. konglomerat dan batugamping:

Sebagian memakas dan sebagian repih; umumnya berwarna muda, putih keabuan, kecoklatan dan kelabu muda. Batupasir berbutir halus sampai kasar, umumnya tufaan

dan gampingan, terdiri terutama dari sepaian batuan beku dan sebagian mengandung

banyak kuarsa. Komponen batuan gunungapi jumlahnya bertambah secara berangsur ke arah barat dan selatan, terdiri dari butiran abu hingga lapili, tufa kristal, setempat mengandung banyak batuapung dan biotit.

Konglomerat ditemukan lebih banyak di bagian selatan dan barat, tersusun terutama dari kerikil dan kerakal andesit, trakit dan basal. Ke arah utara dan timur jumlah karbonat dan klastika bertambah; di sekitar Tacipi batugamping berkembang jadi anggota

Tacipi; di daerah sekitar Watampone ditemukan lebih banyak batugamping pasiran berlapis yang berselingan dengan napal. batulempung, batupasir dan tufa.

Fosil foram kecil banyak ditemukan di dalam napal dan sebagian batugamping; setempat moluska ditemukan melimpah di dalam batupasir, napal dan batugamping; di daerah selatan setempat ditemukan ada tumbuhan di

dalam batupasir silangsiur dan beberapa lensa batubara di dalam batulempung; batutahu ditemukan di dalam batupasir dekat Pampanua dan Sengkang, daerah utara.

Fosil foraminifera yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1973. 1974), oleh Pumarnaningsih dan M. Karmini (hubungan

tertulis, 1974) dan contoh batuan Ta.150. Ta.157, Ta.168. Ta.192. Ta.219. Ta.

24O Ta.389, Tc.296.a, Td.43, dan Te.75, adalah: Lepidocyclina sp., Katacyclocypeus

sp., Miogypsina sp.. Globigerina bulloides DORBIGNY, G. nephentes DODD, Globorotalia obesa BOLLI. Gl. dutertrei (D‘ORBIGNY), Gl. lobata BERMUDEZ, Gl. Scitula (BRADY), Gl.

acostaensis BLOW. Gl. crassula CUSHMAN & STEWART, Gl. merotumida BLOW & BANNER Gl. Tumida (BRADY;, Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Globigerinoides conglobatus, BRADY. Gd. Extremus BOLLI, Gd. immaturus LEROY. Gd. ruber (D‘ORBINY) Gd. sacculifer (BRADY). Gd. obliquus BOLLI,

Gd. trilobus (REUSS). Orbulina universa D‘ORBIGNY, Hastigerina aequilateralis (BRADY), Sphaeroidinellopsizs seminulina (SCHWACER), Ep. subdehiscens BLOW,

Pulleniatina obiquiloculata

(PARKER & JONES), Amphistegina sp., dan

Operculina sp. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah - Pliosen

(N.9-N.20). Lagi pula ditemukan fosil-fosil foraminifera yang lain, moluska, ganggang dan koral dalam formasi ini.

Satuan batuan ini tersebar luas di sepanjang lembah S. Walanae, di timur D. Tempe dan sekitar Watampone; pada umumnya terlipat lemah, dengan kemiringan lapisan kurang dan 15°, pelipatan kuat terjadi di sepanjang lajur

sesar, dengan kemiringan sampai 60°. Bagian

bawah formasi ini diperkirakan menjemari dengan Formasi Camba, dan bagian atasnya menjemari dengan Batuan Gunungapi Parepare; telal diperkirakan tidak kurang dari 4.500 m.

Tmpt, Anggota Tacipi: batugamping koral

dengan sisipan batugamping berlapis, napal, batulempung, batupasir, dan tufa: putih, kelabu muda, dan kelabu kecoklatan;

sebagian sarang dan sebagian pejal. setempat berstruktur breksi dan konglomerat; setempat mengandung banyak moluska.

Fosil foram yang dikenali oleh D. Kadar

(hubungan tertulis, 1974), dan lokasi E.755 dan Ta. 157 adalah : Amphistegina sp., Operculina sp., Orbulina sp., Rotalia sp., dan Gastropoda. Satuan ini di banyak tempat membentuk pebukitan kerucut, dan beberapa

membentuk punggungan yang sejajar dengan pantai timur, yaitu di barat Watampone; di lembah S. Walanae, dan di utara Tacipi, batugamping Anggota Tacipi tarsingkap di sana-sini di dalam batuan Formasi Walanae; tebal satuan ini dperkirakan tidak kurang dan 1700 m.

13

8

Batuan Gunungapi

Tpv BATUAN GUNUNGAPI

TERPROPILITKAN : breksi, lava dan tufa. di bagian atas lebih banyak tufa, sedangkan di

bagian bawah lebih banyak lava: umumnya bersifat andesit, sebagian trakit dan basal; bagian atas bersisipan serpih merah dan batugamping; komponen breksi beraneka, dari beberapa cm sampai melebihi 50 cm, terekat tufa yang jumlahnya kurang dari 50%; lava dan breksi berwarna kelabu tua

sampai kelabu kehijauan, sangat terbreksikan dan terpropilitkan, mengandung banyak

karbonat dan silikat.

Penarikhan Kalium/Argon pada basal dan

timur Bantimala (lokasi 5)- menghasilkan umur 58,5 juta tahun (J.D. Obradovich, hubungan tertulis. 1974), dan penarikhan jejak belah pada tufa dari bagian bawah Batuan Gunungapi Langi menghasilkan umur

63 + 2 juta tahun (T.M. van Leeuwen. hubungan tertulis 1978).

Satuan ini tebalnya sekitar 400 m; sebagai

lanjutan dan yang tersingkap di Birru, di lembar Ujung Pandang, Benteng & Sinjai,

yang oleh van Leeuwen (1974) disebut batuan Gunungapi Langi; ditindih takselaras oleh batuan Eosen Formasi Tonasa dan Formasi Malawa; diterobos oleh batuan granodiorit dan

basal.

Tmkv BATUAN GUNUNGAPI KALAMISENG : lava dan breksi, dengan sisipan tufa, batupasir, batulempung dan napal; kebanyakan bersusunan basal dan sebagian andesit; kelabu tua hingga kelabu kehitaman, umumnya tansatmata, kebanyakan terubah, amidaloid dengan

mineral sekunder karbonat dan silikat;

sebagian lavanya menunjukkan struktur bantal.

Satuan batuan ini tersingkap di sepanjang

daerah pegunungan di timur lembah Walanae, terpisahkan oleh lajur sesar dari batuan sedimen dan karbonat yang berumur Eosen di bagian baratnya diterobos oleh retas dan stok basal, ansdesit dan diorit.

Satuan batuan ini berumur lebih muda dari batugamping Eosen dan lebih tua dari Formasi

Camba Miosen Tengah, mungkin Miosen Bawah; dan tebalnya tidak kurang dari 4.250

m.

Tmsv BATUAN GUNUNGAPI SOPPENG : breksi gunungapi dan lava, dengan sisipan tufa berbutir pasir sampai lapili, dan

batulempung; di bagian utara lebih banyak tufa dan breksi, sedangkan di bagian selatan lebih banyak lavanya; sebagian bersusunan basal piroksen dan sebagian basal leusit, kandungan leusitnya makin banyak ke arah selatan: sebagian lavanya berstuktur bantal dan sebagian terbreksikan; breksinya

berkomponen antara 5 cm - 50 cm; warnanya kebanyakan kelabu tua sampai kelabu kehijauan.

Batuan gunungapi ini pada umumnya terubah

sangat kuat, amigdaloid dengan mineral sekunder berupa urat karbonat dan silikat; diterobos oleh retas (0,5 m - 1 m) dan sil trakit dan andesit, dengan arah umum retas

timurlaut-baratdaya. Satuan ini ditaksir setebal 4.000 m, menindih takselaras batugamping Formasi Tonasa dan ditindih; selaras batuan Formasi Camba; diperkirakan berumur Miosen Bawah.

Tpbv BATUAN GUNUNGAPI BATURAPE CINDAKO : lava dan breksi, dengan sisipan

sedikit tufa dan konglomerat; bersusunan basal, sebagian besar ponfiri dengan fenokris

piroksen sampai 1 cm panjangnya, dan sebagian tansatmata; kelabu tua kehijauan hingga hitam; lava sebagian berkekar meniang dan sebagian berkekar lapis; pada umumnva breksi berkomponen kasar, 15 cm -

60 cm, terutama basal dan sedikit andesit, terekat oleh tufa, Dasit pasir sampai lapili, mengandung

banyak sepaian piroksen. Satuan batuan ini

tebalnya tidak kurang dari 1250 m di lembar Ujungpandang, Benteng & Sinjai setelah selatan daerah lembar ini menindih takselaras batuan gunungapi Formasi Camba (Tmcv);

mungkin berumur Pliosen Akhir

Tppv SATUAN GUNUNGAPI PAREPARE :

tufa, berbutir halus sampai lapili, breksi dan konglomerat gunungapi , setempat dengan sisipan lava dan batupasir tufaan: terutama bersusunan trakit dan andesit, pemeriksaan petrografi menunjukan andesit trakit, beberapa lapisan tufa mengandung banyak biotit; umumnya memakas lemah dan

sebagian repih; berwarna putih keabuan hingga kelabu; setempat terlihat lapisan silang-siur dan sisa tumbuhan. Sebagian dari batuan, gunungapi ini di daerah timur terdiri

terutama dari lava (Tppl), bersusunan trakit, mengandung banyak biotit. Satuan ini ditaksir

setebal 500 m, menindih batuan Formasi

9

Camba dan kemungkinan menjemari dengan bagian atas Formasi Walanae. Umurnya Pliosen, berdasarkan penarikhan radiometri pada trakit dan tufa dari timurlaut Parepare

(Lembar Majene-Palopo), yang masing-masing menghasilkan 4,25 dan 4,95 juta tahun (J.D. Obradovich, hubungan tertulis, 1974)

Batuan Terobosan

gd GRANODIORIT : terobosan granodiorit,

berwarna kelabu muda, dengan miksoskop batuannya terlihat mengandung felspar. kuarsa, biotit, sedikit piroksen dan

horenblenda, dengan mineral ikutan zirkon,

apatit dan magnetit; mengandung senolit bersusunan diorit dan diterobos oleh aplit; beberapa bagian yang bersusunan diorit terkaolinkan.

Batuan terobosan ini terdapat dibagian

tenggara Lembar, tersingkap luas di sekitar Birru, di lembar Ujungpandang, Benteng & Sinjai. menerobros batuan Formasi Marada (Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan

(Tpv), tetapi tidak ada santuhan dengan batugamping Formasi Tonasa Temt).

Penarikhan jejak belah percontoh granodiorit

menghasilkan umur 19 + 2 juta tahun, dan memberikan dugaan batuan terobosan ini ditempatkan selama Miosen (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis. 1978).

d DIORIT – GRANODIORIT : terobosan

diorit dan granodiorit, terutama berupa stok dan sebagian berupa retas, kebanyakan bertekstur porfir, berwarna kelabu muda sampai kelabu. Diorit yang tersingkap di sebelah utara Bantimala dan di sebelah timur Birru menerobos batu pasir Formasi Balangbaru dan batuan

ultramafik; terobosan yang terjadi di sekitar Camba sebagian terdiri dari granodiorit porfir,

dengan banyak fenokris berupa biotit dan amfibol, dan menerobos batugamping Formasi Tonasa dan batuan Formasi Camba.

Penarikhan Kalium/Argon granodiorit dari

timur Camba (lokasi 8) pada biotit menghasiikan 9.03 juta tahun (J.D. Obradovich, hubungan tertulis 1974).

t TRAKIT: terobosan trakit berupa stok, sil

dan retas; bertekstur porfir kasar dengan fenokris sanidin sampai 3 cm panjangnya; berwarna putih keabuan sampai kelabu muda.

Di sekitar Bantimala dan Tanetteriaja trakit menerobos batugamping Formasi Tonasa, dan di utara Soppeng menerobos batuan gunungapi Soppeng (Tmsv).

Penarikhan Kalium/Argon trakit; dari barat Bantimala (lokasi 3 dan 4 menghasilkan :

pada felspar 8,3 juta tahun, dan pada biotit 10.9 juta tahun (Indonesia Gulf Oil, hubungan tertulis. 1972).

b BASAL : terobosan basal berupa sil, stok dan retas, kebanyakan bertekstur porfir dengan fenokris piroksen kasar mencapai

ukuran lebih dari 1 cm, dan sebagian putih tansatmata; berwarna kelabu tua kehitaman

sampai kehijauan, sabagian dicirikan oleh srtuktur kekar meniang bersegi enam, beberapa di antaranya bertekstur gabro.

Terobosan basal di sekitar Tonasa membentuk

sil di dalam batugamping Formasi Tonasa dan terobosan yang terjadi di sekitar Malawa kebanyakan membentuk retas dalam batuan Formasi Malawa.

Penarikhan Kalium/Argon pada batuan basal

dari lokasi 7, di timur Tonasa 1, menunjukkan

umur 17,7 juta tahun (Indonesia Gulf Oil,

hubungan tertulis. 1972).

Kompleks Tektonika Bantimala

Ub BATUAN ULTRABASA : peridotit, sebagian besar terserpentinkan, berwarna hijau tua sampai hijau kehitaman; kebanyakan terbreksikan dan tergerus melalui

sesai naik ke arah baratdaya; pada bagian yang pejal terlihat struktur berlapis, dan di beberapa tempat mengandung buncak dan

lensa kromit; satuan ini tebalnya tidak kurang dan 2500 m, dan mempunyai sentuhan sesar dengan satuan batuan di sekitarnya.

s BATUAN MALIHAN : sebagian besar sekis dan sedikit genes; secara megaskopik terlihat mineral di antaranya glaukofan, garnet, epidot,

mika dan klorit; di bawah mikroskop t‘Hoent &

Ziegler (1915) dan Subroto & Saefudin (hubungan tertuis. 1972) mengenali sekis glaukofan, eklogit, sekis garnet, sekis amfibol, sekis kiorit, sekis muskovit, sekis muskovit-

tremoilit-aktinolit, sekis muskovit-aktinolit, genes albit-ortoklas, dan genes kuarsa-felspar; eklogit tidak ditemukan berupa

10

singkanan, melainkan berupa sejumlah bongkah besar di daerah batuan malihan; di lokasi Te. 149.a sekisnya mengandung grafit;, berwarna kelabu, hijau, coklat dan biru.

Baruan malihan ini umumnya berpendaunan miring ke arah timurlaut, sebagian

terbreksikan, dan tersesarkan naik ke arah baratdaya. Satuan ini tebalnya tidak kurang dari 2000 m dan bersentuhan sesar dengan satuan batuan di sekitarnya. Penarikhan Kalium/Argon pada sekis di timur Bantimala (lokasi 5) menghasilkan umur 111 juta tahun (J.D. Obradovich. hubungan tertulis, 1974).

m KOMPLEK MELANGE : batuan campur

aduk secara tektonik terdiri dari grewake, breksi, kongomerat, batupasir; terkersikkan, serpih kelabu, serpih merah, rijang radiolaria merah, batusabak, sekis, ultramafik, basal, diorit dan lempung; himpunan batuan ini mendaun, kebanyakan miring ke arah timurlaut dan tersesarkan naik ke arah

baratdaya; satuan ini tebalnya tidak kurang dari 1750 m, dan mempunyai sentuhan sesar dengan satuan batuan di sekitarnya.

TEKTONIKA

Batuan tua yang masih dapat diketahui

kedudukan stratigrafi dan tektonikanya adalah sedimen flych Formasi Balangbaru dan Formasi Marada; bagian bawah takselaras menindih satuan yang lebih tua, dan bagian atasnya ditindih takselaras oleh batuan yang lebih muda. Batuan yang lebih tua merupakan

masa yang terimbrikasi melalui sejumlah sesar sungkup, terbreksikan, tergerus, terdaunkan dan sebagian tercampur menjadi

melange. Oleh karena itu komplek batuan ini dinamakan Komplek Tektonik Bantimala. Berdasarkan himpunan batuannya diduga Formasi Balangbaru dan Formasi Marada itu

merupakan endapan lereng di dalam sistem busur-palung pada zaman Kapur Akhir. Gejala ini menunjukkan, bahwa melange di Daerah Bantimala terjadi sebelum Kapur Akhir.

Kegiatan gunungapi bawah laut dimulai pada Kala Paleosen, yang hasil erupsinya terlihat di

timur Bantimala dan di daerah Birru (lembar Ujungpandang, Benteng & Sinjai). Pada Kala Eosen Awal, rupanya daerah di barat berupa tepi

daratan yang dicirikan oleh endapan darat

serta batubara di dalam Formasi Malawa; sedangkan di daerah timur, berupa cekungan

laut dangkal tempat pengendapan batuan klastika bersisipan karbonat Formasi Salo Kalupang. Pengendapan Formasi Malawa kemungkinan hanya berlangsung selama awal

Eosen, sedangkan Formasi Salo Kalupang berlangsung sampai Oligosen Akhir.

Di barat diendapkan batuan karbonat yang

sangat tebal dan luas sejak Eosen Akhir sampai Miosen Awal. Gejala ini menandakan bahwa selama waktu itu terjadi paparan laut dangkal yang luas, yang berangsur-angsur menurun sejalan dengan adanya pengendapan. Proses tektonik di bagian barat

ini berlangsung sampai Miosen Awal,

sedangkan di bagian timur kegiatan gunungapi sudah mulai lagi selama Miosen Awal, yang diwakili oleh Batuan Gunungapi Kalamiseng dan Soppeng (Tmkv dan Tmsv).

Akhir kegiatan ganungapi Miosen Awal itu

diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae yang kemudian menjadi cekungan tempat

pembentukan Formasi Walanae. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai Kala Pliosen. Menurunnya Terban Walanae dibatasi oleh

dua sistem sesar normal, yaitu sesar Walanae

yang seluruhnya nampak hingga sekarang di sebelah timur, dan sesar Soppeng yang hanya tersingkap tidak menerus di sebelah barat.

Selama terbentuknya terban Walanae, di

timur kegiatan gunungapi terjadi hanya di bagian selatan sedangkan di barat terjadi kegiatan gunungapi yang hampir merata dari selatan ke utara, berlangsung dari Miosen Tengah sampai Pliosen. Bentuk kerucut

gunungapi masih dapat diamati di daerah sebelah barat ini, di antaranya Puncak Maros dan G. Tondongkarambu. Suatu tebing melingkar mengelilingi G. Benrong, di utara G.

Tondongkarambu, mungkn. merupakan sisa suatu kaldera.

Sesar utama yang berarah utara-baratlaut

terjadi sejak Miosen Tengah, dan tumbuh sampai setelah Pliosen. Pelipatan besar yang

berarah hampir sejajar dengan sesar utama diperkirakan terbentuk sehubungan dengan adanya, tekanan mendatar berarah kira-kira timut-barat pada waktu sebelum akhir Pliosen. Tekanan ini mengakibatkan pula adanya sesar sungkup lokal yang menyesarkan batuan pra-kapur Akhir di

Daerah Bantimala yang kemudian tertekan

melawati batua tersier.

Penyesaran yang relarif lebih kecil di bagian timur Lembar Walanae dan di bagian barat

17

11

pegunungan barat yang berarah baratlaut - tenggara dan merencong, kemungkinan besar terjadi oleh gerakan mendatar ke kanan sepanjang sesar besar.

SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI

Gejala mineralisasi yang didapatkan di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian

Barat ialah sebagai berikut:

Sebuah urat kuarsa yang mengandung sulfida tembaga dan malakit tersingkap pada

sentuhan retas diorit di dalam batuan klastika Teos kira-kira 30 km sebelah timurlaut Camba. Hasil analisis oleh Direktorat Geologi (197) memperlihatkan kandungan Cu, 11,19% dan Zn 1,58%. Ketul mangan dengan kandungan MnO2, 20,39% yang berserakan di

dekat sentuhan antara batugamping Temt dan batuan gunungapi Tpv di daerah Birru, menurut hasil penelitian PT Riotinto Bethlehen Indonesia (1974) ternyata tudung besi petunjuk mineral logam dasar.

Kromit ditemukan dalam batuan ultrabasa di

timur Barru dan di timurlaut Pangkajene, terutama pada bagian yang berlapis berupa

lensa atau buncak. Tanah palapukannya

mengandung apungan kromit. Analisis kimia apungan kromit dari baratlaut Tanetteriaja memperlihatkan kadar Cr2O3, 24.70% dan Fe, 13.47%. Di beberapa tempat kromit ditambang oleh perusahaan daerah.

Batugamping Formasi Tonasa dan lempung.

Formasi Malawa digali di tenggara dan di timur laut Pangkajene, sebagian bahan dasar bagi pabrik semen Tonasa I dan Tonasa II.

Batuan terobosan basal, trakit, diorit dan granodiorit yang ditemukan di beberapa tempat baik sebagai bahan bangunan fondasi.

Lapisan batubara ditemukan di beberapa

tempat di dalam Formasi Malawa. Beberapa di antaranya telah ditambang selama dan sebelum perang dunia kedua. Eksplorasi minyak dan gas telah dilakukan oleh Gulf Oil Indonesian sejak tahun 1967 baik di daerah

pantai maupun di lepas pantai. Tes pemboran di Singkang telah membuktikan adanya gasbumi di daerah itu.

Mataair panas dan mineral ditemukan di

beberapa tempat, yang di antaranya mencapai temperatur 40o C. Analisis kimia air mineral percontoh dari utara Tanettariaja

menunjukkan susunan utama dalam mg/liter: Ca2+, 206,5; CO2 bebas, 238,1; HCO3, 697,8;

dan Cl, 116,0.

DAFTAR REFERENSI/REFERENCES

Hooijer, DA. 1949. Plistocene vertebrates

from Celebes. IV Archideskodon celebensit nov. Spec.; Zool. Meded. , DeelXX, No. 14, Leiden 1949.

Patty, E.J. and S. Wiryosujono, 1962. The raw

materials for cement plant in the Tonasa - Baloci area on South Sulawesi; unpubl.

rept GSI, No. 20/do.

Steiger, von H., 1915. Petrografische beschrijying van eenege gesteenten uit

de onderafdeeling Pangkadjene en het landscap Tanette v/h Govt. Celebes dan Onderhorighede; jaarb. Mijnw. Verh., pp. 171-227.

Sukamto. R, 1975. Geologic map of

Indonesia, Sheet VIII Ujungpandang, scale 1 : 1,000.000; Geological Survey of Indonesia.

Sung, G.L., 1948. Samenvatting van belangrijkere geologische gegevens over Celebes; GL. A. Raport No. 22575;

unpubl. rent. PERTAMINA.

t‘Hoent, C. and K. Ziegler, 1917. Verslag

ovede resultaten van geologisch - Mijnbouwkundige verkenningen in Z.W. Celebes; jaarb. Mijnw. Verb. II, pp. 235-363.

van Leeuwen, T.M., 1974 . The geology of

Birru area, South Sulawesi; PT Riotinto Bethlehem Indonesia, unpubl. rept.

PENDAHULUAN

Pemetaan geologi daerah Lembar Ujung Pandang. Benteng dan Sinjai, Sulawesi

Selatan, dilaksanakan dalam rangka Proyek Pemetaan Geologi dan interpretasi Foto

Udara. Pelita I, oleh Subdirektorat Perpetaan, Direktorat Geologi (skarang Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi). Semula

19

Keterangan dan Peta Geologi Lembar

Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, Sulawesi

(Oleh Rab. Sukamto dan Supriatna S.

Tahun 1982)

12

pemetaan dilaksanakan secara tinjau dengan tujuan untuk melengkapi data geologi di daerah selatan garis 5° LS (termasuk Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat)

guna kompilasi Peta Geologi Regional sekala 1 :1.000.000, yang sekarang sudah terbit (Sukamto 1975) Pemetaan tinjau dilakukan selama Agustus dan September 1971 oleh R. Sukamto H. Sumadirdja. T.S Suria Admadja. K.A Astadiredja, dan dibantu oleh S. Hardjprawiro. D. Sudana N. Ratman dan E.

Titersole.

Data geologi tinjau yang dihasilkan pada 1971

Kemudian dilengkapi dengan berbagai lintasan

geologi yang lebih rapat yang dilakukan selama April sampai dengan Juli 1974, dan Agustus sampai dengan Nopember 1974. Hasilnya disusun menjadi peta geologi bersistem luar Jawa sekala 1 : 250.000.

Pemetaan selama 1974 dilakukan oleh R. Sukamto,. S. Supriatna. I. Umar, A. Koswara dan dibantu oleh Sanardjo.

Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai

dibatasi oleh kordinat: 119o -120° 30‘ BT dan 5o – 6o LS. Untuk mudahnya seluruh Pulau Salayar yang memanjang sampai 6° 30‘ LS dimasukkan ke dalam lembar ini. Oleh karena

itu lembar ini sebenarnya di selatan dibatasi

oleh lintang 6° 35‘.

Daerah ini meliputi Daerah Tk II Kabupaten Maros, Sungguminasa, Takalar. Jeneponto,

Benteng, Bulukumba, Sinjai dan Salayar; termasuk Daerah Tk. I Propinsi Sulawesi Selatan. Lembar peta berbatasan dengan Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat di utara Selat Makassar di barat, Teluk Bone di timur dan Laut Flores di selatan.

Penduduk di daerah lembar ini relatif. padat daripada daerah lain di

Sulawesi. Kebanyakan penduduk betempat

tinggal di kota-kota Kabupaten dan Kecamatan. Yang tersebar di sepanjang pesisir, dan juga di desa-desa yang besar di pedalaman. Sebagian besar penduduknya bertani sawah dan ladang, dan ada pula yang bekerja sebagai nelayan. Penduduk di kota-

kota. sebagian berniaga dan sebagian karyawan. Kehidupan sosiai di daerah ini mencerminkan kebudayaan asli Sulawesi Selatan yang diantaranya Bugis, Makassar, Bajo, dll. Kebanyakan masyarakatnya beragama islam ada pula beragama; Katolik dan protestan sedikit yang beragama lain.

Fisiografi lengan selatan Sulawesi yang membentang dengan arah utara-selatan

mempengaruhi keadaan iklim di daerah ini.

Seperti di daerah Indonesia yang lain di daerah ini pun ada dua musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim di daerah di bagian barat berbeda waktunya dengan

daerah bagian timur. Musim hujan di bagian barat biasanya berlangsung dan Nopember s/d April, dan di bagian timur biasanya berlangsung dari Mei s/d Oktober.

Hutan lebat hanya ditemukan di daerah

dongak yang tinggi, yaitu di sekitar G. Lompobatang dan G. Cindako. Daerah berdongak rendah sebagian besar berupa daeah pertanian. Binatang hutan sudah jarang

ditemui di daerah ini, yang terlihat hanya ular,

kijang, anoang dan kera.

Daerah pemetaan umumnya mudah dicapai.

Perhubungan udara yang pada tahun 1971 hanya ada penenbangan dan Jakarta ke Makassar (sekarang Ujung Pandang) beberapa kali dalam seminggu, sekarang telah berubah menjadi beberapa kali dalam satu hari. Lapangan Udara Mandai terletak di

bagian baratlaut lembar peta. di antara Ujung Pandang dan Maros. Dari Mandai atau dan Ujung Pandang hampir seluruh daerah pemetaan dapat dicapai dengan kendaraan mobil. Semua kota Kabupaten dan sebagian

dari kota-kota Kecamatan mempunyai

hubungan jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan mobil. Jalan-jalan desa dan setapak dapat datemukan hampir di seluruh daerah ini. Pulau Salayar sekarang mempunyai hubungan laut teratur dengan Bulukumba di daratan Sulawesi, dan baru-baru ini juga hubungan udara yang disebut

perintis.

Peta dasar yang dipakai dalam pemetaan ini adalah peta topografi bersekala 1 : 250.000, AMS seri T-503, 1962, SB 50-5 dan SB 51-5 ± 9. Peta sekala ini dipakai sebagai peta dasar kompilasi. Di lapangan dipakai pula peta

topografi bersekala 1 : 100.000. Di samping

itu dipakai pula potret udara yang melengkapi sebagian besar daerah, dengan sekala sebagian besar 1:50.000, dan

beberapa bersekala 1:10:000. Hanya 2

daerah sempit yang memanjang utara-selatan. satu melewati bagian timur Puncak G. Lompobatang dan yang lain melewati Sinjai yang tidak terlingkupi potret udara.

Laporan penyelidikan geologi sebelumnya

yang dipakai sebagai referensi dalam penusunan peta Lembar Ujung Pandang.

Benteng dan Sinjai ini adalah yang disusun t‗Hoen dan Ziegler (1915), Korte (1924), Sung (1942), Purbo-Hadiwidjoyo (1970) dan van Leeuwen (1974).

13

GEOMORFOLOGI

Bentuk morfologi yang menonjol di daerah

lembar ini adalah kerucut gunungapi Lompobatang. yang menjulang mencapai ketinggian 2876 m di atas muka laut. Kerucut gunungapi dari kejauhan masih memperlihatkan bentuk aslinya. dan

menempati lebih kurang 1/3 daerah lembar. Pada potret udara terlihat dengan jelas adanya beberapa kerucut parasit, yang kelihatannya lebih muda dan kerucut induknya bersebaran di sepanjang jalur utara-

selatan melewati puncak G. Lompobatang. Kerucut gunungapi Lompobatang ini tersusun

oleh batuan gunungapi berumur Plistosen.

Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih

sempit sebarannya terdapat di sebelah barat dan sebelah utara G. Lompobatang. Di sebelah barat terdapat G. Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di sebelah utara terdapat G. Cindako, mencapai ketinggian 1500 m. Kedua bentuk kerucut tererosi ini disusun oleh bawan gunungapi berumur

Pliosen.

Di bagian utara lembar tendapat 2 daerah

yang tercirikan oleh topografi kras yang di bentuk oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi kras ini dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen sampai Pliosen.

Daerah sebelah barat G. Cindako dan sebelah

utara G. Baturape merupakan daerah berbukit. kasar di bagian timur dan halus di bagian barat. Bagian timur mencapai

ketinggian. kina-kira 500 m, sedangkan bagian barat kurang, dan 50 m di atas muka laut dan hampir merupakan suatu datanan.

Bentuk morfologi ini disusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen. Bukit-bukit memanjang yang tersebar di daerah ini mengarah ke G. Cindako dan G. Baturape

berupa retas-retas basal.

Pesisir barat merupakan daratan rendah yang sebagian besar terdiri dari daerah rawa dan daerah pasang-surut. Beberapa sungai besar membentuk daerah banjir di dataran ini. Bagian timurnya terdapat buki

bukit terisolir yang tersusun oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen dan

Pliosen. Pesisir baratdaya ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah dengan arah umum kirar-kira baratlaut-tenggara. Pantainya berliku - liku membentuk beberapa

teluk, yang mudah dibedakan dari pantai di daerah lain pada lembar ini. Daerah ini disusun oleh batuan karbonat dari Formasi Tonasa.

Secara fisiografi pesisir timur merupakan penghubung antara Lembah Walanae di utara,

dan Pulau Salayar di selatan. Di bagian utara, daerah berbukit rendah dari Lembah Walanae menjadi lebih sempit dibanding yang di (Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat) dan menerus di sepanjang pesisir timur Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai ini. Pegunungan sebelah timur dan Lembar

Pangkajene dan Watampone Bagian Barat

berakhir di bagian utara pesisir timur lembar ini.

Bagian selatan pesisir timur membentuk suatu

tanjung yang ditempati sebagian besar oleh daerah berbukit kerucut dan sedikit topografi kras. Bentuk morfologi semacam ini ditemukan pula di bagian baratlaut P. Salayar. Teras pantai dapat diamati di daerah ini

sejumlah antara 3 dan 5 buah. Bentuk morfologi ini disusun oleh batugamping berumur Miosen Akhir-Pliosen.

Pulau Salayar mempunyai bentuk memanjang

utara-selatan, yang secara fisiografi merupakan lanjutan dari pegunungan sebelah timur di Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat. Bagian timur rata-rata berdongak lebih tinggi dengan puncak

tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih rendah. Pantai timur rata-rata terjal dan pantai barat landai secara garis besar membentuk morfologi lereng-miring ke anah barat.

STRATIGRAFI

Tatanan Stratigrafi

Satuan batuan tertua yang telah diketahui

umurnya adalah batuan sedimen flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km) Batuan malihan (s) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda

dari pada Formasi Marada; yang jelas diterobos oleh granodiorit yang diduga berumur Miosen (19 ± 2 juta tahun). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda, yaitu Formasi Salo Kalupang dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan tidak begitu jelas, kemungkinan

tak selaras.

Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal -Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan

23

14

setara dalam umur dengan bagian bawah Formasi

Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi

di sebelah timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi di sebelah baratnya.

Satuan batuan berumun Eosen Akhir sampai

Miosen Tengah menindih takselaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah

singkapannya, diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi Tonasa (Temt) tenjadi pada daerah yang luas di lembah ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen Akhir berlangsung hingga Miosen

Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang tebalnya tidak kurang dan 1750 m. Pada

kala Miosen Awal rupanya terjadi endapan batuan gunungapi di daerah timur yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng (Tmkv).

Satuan batuan berumur Miosen Tengah

sampai Pliosen menyusun Formasi Camba (Tmc) yang tebalnya mencapai 4.250 m dan menindih tak selaras batuan-batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan

sedimen laut berselingan dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi

dominan batuan gunungapi (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae, daerah timur, dan menyusun Formasi Walanae (Tmpw) dan

Anggota Salayar (Tmps).

Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi

secara setempat, dan menyusun Batuan Gunungapi Baturape - Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang termuda adalah yang menyusun Batuan Gunungapi Lompobatang (Qlv), berumur Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai

(Qac).

Perian Satuan Peta

Endapan Permukaan

Qac ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN

PANTAI: kerikil. pasir, lempung, lumpur dan batugamping koral.

Terbentuk dalam lingkungan sungai, rawa,

pantai dan delta. Di sekitar Bantaeng, Bulukumba dan S. Berang endapan

aluviumnya terutama terdiri dari rombakan batuan gunungapi G. Lompobatang: di

dataran pantai barat terdapat endapan rawa yang sangat luas.

Batuan Sedimen dan Batuan Gunungapi

Km FORMASI MARADA (TM. VAN LEEUWEN, 1974): batuan sedimen bersifat flysch: perselingan. batupasir, batulanau, arkose. Grewake, serpih dan konglomerat;

berisipan batupasir dan batulanau gampingan. tufa, lava dan breksi yang bersusunan basal.

andesit dan trakit.

Batupasir dan batulanau berwarna kelabu muda sampai kehitaman; serpih berwarna

kelabu tua sampa coklat tua; konglomerat tersusun oleh andesit dan basal; lava dan breksi terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder berupa karbonat, silikat, serisit. klorit dan epidot.

Fosil globotruncana, dari batupasir gampingan

yang dikenal oleh PT Shell menunjukKan umur Kapur Akhir, dan diendapkan di lingkungan neritik dalam (T.M. van Leeuwen, hubungan

tertulis, 1975 . Formasi ini diduga tebalnya tidak kurang dari 1000 m.

Teos FORMASI SALO KALUPANG:

batupasir, serpih dan batulempung berselingan. dengan konglomerat gunungapi, breksi dan tufa. bersisipan lava. batugamping dan napal: batulempung. serpih dan batupasirnya di beberapa tempat dicirikan oleh warna merah, coklat, kelabu dan hitam;

setempat mengandung fosil moluska dan foraminifera di dalam sisipan batugamping dan napal; pada umumnya gampingan, padat, dan sebagian dengan urat kalsit, sebagian dari serpihnya sabakan; kebanyakan lapisannya terlipat kuat dengan kemiringan

antara 20o - 75o.

Fosil dari Formasi Salo Kalupang yang dikenali

oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1974) pada contoh batuan Td. 140, terdiri dari: Asterocyclina matanzensis COLE, Discocyclina dispansa (SOWERBY), D. javana (VERBEEK), Nummulites sp., Pellatispira madaraszi (HANTKEN), Heterostegina saipanensis COLE, . dan Globigerina sp. Gabungan fosil ini

menunjukkan umur Eosen Akhir (Tb). Formasi Salo Kalupang yang tersingkap di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat mengandung fosil yang berumur Eosen Awal sampai Oligosen Akhir. Formasi ini

tebalnya tidak kurang dari 1500 m, sebagai lanjutan dari daerah lembar Pangkajene dan

Watampone Bagian Barat sebelah utaranya ; ditindih tak selaras oleh batuan dari Formasi

25

15

Walanae dan dibatasi oleh sesar dan batuan gunungapi Tmkv.

Temt FORMASl TONASA: batugamping,

sebagian berlapis dan sebagian Pejal; koral, bioklastika, dan kalkarenit. dengan sisipan napal globigerina.

Batugamping kaya foram besar, batugamping

pasiran, setempat dengan moluska: kebanyakan putih dan kelabu muda. sebagian kelabu

tua dan coklat. Perlapisan baik setebal antara

10 cm dan 30 cm, terlipat lemah dengan kemiringan lapisan rata-rata kurang dari 25o; di daerah Jeneponto banugamping berlapis berselingan dengan napal globigerina.

Fosil dari Formasi Tonasa dikenal: oleh D.

Kadar (hubungan tertulis. 1973, 1974, 1975;. dan oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis,

1974). Contoh-contoh yang dianalisa fosilnya adalah: La.8, La.35, Lb.1, Lb.49, Lb83, Lc.44, Lc.97, Lc. 114, Td.37, Td.161, dan Td.167. Fosil fosil yang dikenali termasuk: Discocyclina sp., Nummuliites sp. .

Heterostegina sp.. Flosculineilla sp., Spirochypues sp., S. Orbitoides DOUVILLE,

Lepidocyclina sp., L. ephippiodes JONES & CHAPMAN. L. verbeeki NEWTON & HOLLAND, L. cf. Sumatrensis JONES & CHAPMAN, Miogypsina sp., Globigerina sp, Gn. triprtita COCH, Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Amphistegina sp.,Cycloclypeus sp.. dan Operculina sp. Gabungan fosil tersebut

menunjukkan umur berkisar dari Eosen sampai Miosen Tengah (Ta - Tf). dan lingkungan pengendapan neritik dangkal sampai dalam dan sebagian laguna.

Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1750

m, tak selaras menindih batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv) dan ditindih oleh Formasi Camba (Tmc); di beberapa tempat diterobos oleh retas, sil dan stok bersusunan basal dan

diorit; berkembang baik di sekitar Tonasa di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, sebelah utaranya.

Tmc FORMASI CAMBA : batuan sedimen laut berselingan dengan batuan gunungapi,

batupasir tufaan benselingan dengan tufa batupasir dan batulempung ; bersisipan napal, batugamping , konglomerat dan breksi

gunungapi. dan batubara.

Warna beraneka dari putih, coklat, merah.

kelabu muda sampai kehitaman umumnya mengeras kuat; berlapis-lapis dengan tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufa berbutir halus

hingga lapili; tufa lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit; konglomenat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan ukuran antara 2 cm dan 30 cm; batugamping pasiran mengandung koral dan moluska; batulempung kelabu tua dan napal

mengandung fosil foram kecil; sisipan batubara setebal 40 cm ditemukan di S. Maros.

Fosil dari Formasi Camba yang dikenal oleh D. Kadar (hubungan tertulis 1974, 1975) dan Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975).

pada contoh batuan La.3. L.a.24, La.125, dan La.448/4, terdiri dari: Globorotalia mayeri CUSHMAN & ELLISOR,. Gl. praefoksi BLOW & MANNER, Gl. siakensis (LEROY), Flosculinella bontangensis (RUTTEN).

Globigerina venezuelana HEDBERG,.

Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARWS). Orbulina universa D‘ORBIGNY, O. suturalis BROWNIMANN Cellantbus cratuculatus

FICHTEL & MOLL, dan Elphidium advenum (CUSHMAN) Gabungan fosil tersebut

menunjukkan umur Miosen Tengah (Tf). Lagi pula ditemukan fosil foraminifera jenis yang lain, ostrakoda dan moluska dalam Formasi ini. Kemungkinan Formasi Camba di daerah ini berumur sama dengan yang di Lembar

Pangkajene dan Watampone Bagian Barat, yaitu Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.

Formasi ini adalah lanjutan dari Formasi

Camba yang terletak di Lembar Pangkajene dan Bagian Barat Watampone sebelah utaranya kira-kira 4.250 m tebalnya, diterobos oleh retas basal piroksen setebal antara ½ - 30 m, dan membentuk bukit-bukit

memanjang Lapisan batupasir kompak (10 -

75 cm) dengan sisipan batupasir tufa (1 - 2 cm) dan konglomerat berkomponen basal dan andesit, yang tersingkap di P. Salayar diperkirakan termasuk satuan Tmc.

Tmcv Batuan Gunungapi Formasi Camba: breksi gunungapi, lava konglomerat dan tufa

berbutir halus hingga lapili bersisipan batuan sedimen laut berupa barupasir tufaan, batupasir gampingan dan batulempung yang mengandung sisa tumbuhan. Bagian bawahnya lebih banyak mengandung breksi gunungapi dari lava yang berkomposisi andesit ban basal; konglomerat juga

berkomponen andesit dan basal dengan ukuran 3 - 50 cm; tufa berlapis baik, terdiri dari tufa litik, tufa kristal dan tufa vitrik. Bagian atasnya mengandung ignimbrit

27

28

16

bersifat trakit dan tefrit leusit; ignimbrit berstruktur kekar meniang, berwarna kelabu kecoklatan dan coklat tua, tefrit leusit berstruktur aliran dengan permukaan

berkerak roti, berwarna hitam. Satuan Tmcv ini termasuk yang dipetakan oleh T.M. van Leeuwen (hubungan tertulis, 1978) sebagai Batuan Gunungapi Sopo, Batuan Gunungapi Pamusureng dan Baruan Gunungapi Lemo. Breksi gunungapi yang tersingkap di P. Salayar mungkin termasuk formasi ini;

breksinya sangat kompak, sebagian gampingan; berkomponen basal amfibol, basal piroksen dan andesit (0,5 — 30 cm), bermassa dasar tufa yang mengandung biotit

dan piroksen.

Fosil yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan rertulis, 1971) dari lokasi A.75 dan A.76.b termasuk: Amphistegina sp., Globigerinides, Operculina sp., Orbulina universa D‘ORBIGNY, Rotaila sp., dan Gastropoda. Penarikhan jejak belah dan contoh ignimbrit menghasilkan umur 13 ± 2 juta tahun dan K-Ar dan contoh

lava menghasilkan umur 6,2 juta tahun (TM. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Data paleontologi dan radiometri tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.

Satuan ini mempunyai tebal sekitar 2.500 m

dan merupakan fasies gunungapi dari pada Formasi Camba yang berkembang baik di daerah sebelah utaranva Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat); lapisannya kebanyakan terlipat lemah, dengan kemiringan kurang dari 20o; menindih tak

selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan batuan yang lebih tua.

Tmpw FORMASI WALANAE : penselingan batupasir, konglomerat, dan tufa. dngan sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit;

Batupasir berbutir sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan agak kompak, berkomposisi sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak mengandung kuarsa; tufanya benkisar dari tufa breksi, tufa lapili dan tufa kristal yang banyak mengandung biotit;

konglomerat berkomponen andesit, trakit dan basal, dengan ukuran ½ - 70 cm. rata-rata 10 cm.

Formasi ini terdapat di bagian timur, sebagai lanjutan dari lembah S. Walanae di lembar

Pangkajene dan Watampone Bagian Barat

sebelah utaranya. Di daerah urara banyak mengandung tufa, di bagian tengah banyak mengandung batupasir, dan di bagian selatan sampai di P. Salayar batuannya merjemari

dengan batugamping Anggota Salayar (Tmps); kebanyakan batuannya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan antara 10o – 20o, dan membentuk perbukitan dengan

ketinggian rata-rata 250 m di atas muka laut; tebal Formasi ini sekitar 2500 m. Di P. Salayar Formasi ini terutama terdiri dari lapisan-lapisan batupasir tufaan (10 - 65 cm) dengan sisipan. napal; batupasirnya mengandung kuarsa, biotit, amfibol dan piroksen.

Fosil dari Formasi Walanae yang dikenali oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.457 dan La,468, terdiri dari: Globigerina sp., Globorotalia menardi

(D‘ORBIGN‘Y), Gl. tumida (BRADY). Globoquadrina altispira (CUTSHMAN &

JARVIS), Globigerinoides immaturus LEROY, Gl. obliquus BOLLI dan Orbulina universa D‘ORBIGNY. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari Miosen Akhir sampai Pliosen, (N18 – N20). Lagi pula ditemukan jenis foraminifera yang lain, ganggang, dan koral dalam Formasi ini.

Tmps Anggota Salayar Formasi Walanae: batugamping pejal, batugamping koral dan kalkarenit, dengan sisipan napal dan batupasir

gampingan; umumnya putih,

bagian coklat dan merah; setempat

mengandung moluska.

Di sebelah timur Bulukumba dan di P. Salayar terlihat batugampmg ini relatif lebih muda dan pada batupasir Formasi Walanae, tetapi di beberapa tempat terlihat adanya hubungan

menjemari. Fosil dari Anggota Salayar yang di kenali oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.437, La.438 dan La.479, terdiri dari: Globigerinanaphentes TODD, Globorotalia

acostaensis BLOW, Gl. dutertrei (D’ORBIGNY),Gl. margaritae BOLLI &

BERMUDEZ, Gl. menardii (D‘ORBIGNY), GL scitaes (BRADY), Gl. tumiida (BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn. Dehiscens (CHAPMANN-PARRCOLLINS), Globigerinoides extremus BOLLI & BERMUDEZ, Gd. immaturus LEROY, Gd. obliquus BOLLI, Gd. ruber: (D‘ORBIGNY), Gd.

sacculifer (BRADY), Gd. trilobus (REUSS), Biorbulina bilobata (D‘ORBIGNY), Orbulina universa (D‘ORBIGNY), Hasdgerina aequiiateralis (BRADY), Pulleniatina primalis BANNER & BLOW, Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGER dan Sp. subdehiscens

BLOW. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dan Miosen Akhir sampai Pliosen Awal (N16-N19).

29

17

Tebal satuan diperkirakan sekitar 2000 m. Di Kp. Ara dan di ujung utara P. Salayar ditemukan undak-undak pantai pada

batugamping; paling sedikit ada 3 atau 4 undak pantai. Daerah batugamping ini membentuk pebukitan rendah dengan ketinggian rata-rata 150 m, dan yang paling tinggi 400 m di P. Salayar.

Batuan Gunungapi

Tpv BATUAN GUNUNGAPI TERPRO

PILITKAN : breksi, lava dan tufa.

Mengandung lebih banyak tufa di bagian atasnya dan lebih banyak lava di bagian bawahnya, kebanyakan bersifat andesit dan sebagian trakit; bersisipan serpih dan batugamping di bagian atasnya; koponen breksi beraneka ukuran dari beberapa cm sampai lebih dan 50 cm, tersemen oleh tufa

yang kurang dan 50%; lava dan breksi berwarna kelabu tua sampai kelabu kehijauan, sangat terbreksikan dan terpropilitkan, mengandung bank-bank karbonat dan silikat.

Satuan ini tebalnya sekitar 400 m, ditindih tak selaras oleh batugamping Eosen Formasi Tonasa, dan diterobos oleh batuan granodiorit (gd); disebut Batuan Gunungapi Langi oleh van Leeuwen (1974). Penarikhan jejak belah sebuah contoh tufa dari bagian bawah satuan menghasilkan umur - 63 juta tahun atau

Paleosen (T.M.van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978).

Tmkv BATUAN GUNUNGAPI KALIMISENG : lava dan breksi, dengan sisipan tufa; batupasir, batulempung dan napal.

Kebanyakan bensusunan basal dan sebagian andesit, kelabu tua hingga kelabu kehijauan, umumnya tansatmata, kebanyakan terubah. amigdaloidal dengan mineral sekunder karbonat dan silikat; sebagian lavanya

menunjukkan struktur bantal.

Satuan batuan ini tersingkap di sapanjang daerah pegunungan sebelah timur Lembah Walanae. sebagai lanjutan dan Tmkv yang tersingkap bagus di daerah sebelah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone Bagian

Barat); terpisahkan oleh jalur sesar dari

batuan sedimen dan karbonat Formasi Salo Kalupang (Eosen — Oligosen) di bagian baratnya; diterobos oleh retas dan stok

bensusunan basal, andesit dan diorit. Satuan batuan ini diperkirakan beramur Miosen Awal; tebal satuan di lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat tidak kurang dari

4250 m.

Tpbv BATUAN GUNUNGAPI BATURAPE CINDAKO : lava dan breksi, dengan sisipan sedikit tufa dan konglomerat.

Bersusunan basal, sebagian besar porfiri

dengan fenokris piroksen besar-besar sampai 1 cm dan sebagian kecil tansatmata, kelabu tua kehijauan hingga hitam warnanya; lava

sebagian berkekar maniang dan sebagian

berkekar lapis, pada umumnya breksi berkomponen kasar, dari 15 cm sampai 60 cm, terutama basal dan sedikit andesit, dengan semen tufa berbutir kasar sampai lapili, banyak mengandung pecahan piroksen.

Komplek terobosan diorit berupa stok dan retas di Baturape dan Cindako diperkirakan merupakan bekas pusat erupsi (Tpbc); batuan

di sekitarnya terubah kuat, amigdaloidal dengan mineral sekunder zeolit dan kalsit: mineral galena di Baturape kemungkinan berhubungan dengan terobosan diorit ini; daerah sekitar Baturape dan Cindako

batuannya didominasi oleh lava Tpbl. Satuan

ini tidak kurang dari 1250 m tebalnya dan berdasarkan posisi stratigrafinya kira-kira berumur Pliosen Akhir.

Qlv BATUAN GUNUNGAPI

LOMPOBATANG : aglomerat, lava. breksi, endapan lahar dan tufa.

Membentuk kerucut gunungapi strato dengan puncak tertinggi 2950 m di atas muka laut; batuannya sebagian besar berkomposisi

andesit dan sebagian basal, lavanya ada yang berlubang - lubang seperti yang disebelah

barat Sinjai dan ada yang berlapis; lava yang terdapat kira-kira 2½ km sebelah utara Bantaeng berstruktur bantal; setempat breksi dan tufanya mengandung banyak biotit.

Bentuk morfologi tubuh gunungapi masih jelas

dapat dilihat pada potret udara: (Qlvc) adalah pusat erupsi yang memperlihatkan bentuk

kubah lava; bentuk kerucut parasit memperlihatkan paling sedikit ada 2 perioda kegiatan erupsi, yaitu Qlvpl dan Qlvp2. Di daerah sekitar pusat erupsi batuannya terutama terdiri dari lava dan aglomerat (Qlv), dan di daerah yang agak jauh terdiri terutama dan breksi, endapan lahar dan tufa

(Qlvb). Berdasarkan posisi stratigrafinya diperkirakan batuan gunungapi ini berumur Plistosen.

30

18

Batuan Terobosan

gd GRANODIORIT : terobosan granodiorit,

batuannya berwarna kelabu muda, di bawah mikroskop terlihat adanya felspar, kuarsa, biotit, sedikit piroksen dan hornblende,

dengan mineral pengiring zirkon, apatit dan magnetit; mengandung senolit bersifat diorit, diterobos retas aplit, sebagian yang lebih bersifat diorit mengalami kaolinisasi.

Batuan terobosan ini tersingkap di sekitar

Birru, menerobos batuan dari Formasi Marada (Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv), tetapi tidak ada kontak dengan

batugamping Formasi Tonasa (Temt).

Penarikan jelak belah dari contoh granodiorit yang menghasilkan umur 19 ± 2 juta tahun memberikan dugaan bahwa penerobosan batuan ini berlagsung di Kala Miosen Awal (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978).

d DIORIT: terobosan diorit, kebanyakan berupa stok dan sebagian retas atau sill; Singkapannya ditemukan di sebelah timur

Maros, menenobos batugamping Formasi Tonasa (Temt); umumnya berwarna kelabu, bertekstur porfiri, dengan fenokris amfibol dan

biotit, sebagian berkekar meniang.

Penarikhan Kalium Argon pada biotit dan aplit

(lokasi 2) dan diorit (lokasi 3) menunjukkan umur masing- masing 9.21 dan 7,74 juta tahun atau Miosen. Akhir. (J.D. Obradovich hubungan tertulis. 1974).

t/a TRAKIT DAN ANDESIT : terobosan trakit dan andesit berupa retas dan stok.

Trakit berwarna putih, bertekstur porfiri dengan fenokris sanidin sampai sepanjang 1 cm; andesit berwarna kelabu tua, bertekstur

porfiri dengan fenokris amfibol dan biotit. Batuan ini tersingkap di daerah sebelah baratdaya Sinjai, dan menerobos batuan

gunungapi Formasi Camba (Tmcv).

BASAL : terobosan basal berupa retas, sill dan stok, bertekstur porfir dengan fenokris piroksen kasar mencapai ukuran lebih dan 1

cm, berwarna kelabu tua kehitaman dan kehijauan; sebagian dicirikan oleh struktur kekar meniang, beberapa di antaranya mempunyai tekstur gabro. Terobosan basal di sekitar Jene Berang berupa kelompok retas yang mempunyai arah kira- kira radier memusat ke Baturape dan Cindako ;

sedangkan yang di sebelah utara Jeneponto

berupa stok.

Semua terobosan basal menerobos batuan dan Formasi Camba (Tmc). Penarikan

Kalium/Argon pada batuan basal dari lokasi 1 dan 4, dan gabro dari lokasi 5 menunjukkan umur masing-masing 7,5. 6,99 dan 7,36 juta tahun, atau Miosen Akhir (Indonesia Gulf Oil

Co., hubungan tertulis, 1972; J.D. Obradovich, hubungan tertulis, 1974). lni menandakan bahwa kemungkinan besar penerobosan basal berlangsung sejak Miosen Akhir sampai Pliosen Akhir.

Batuan Malihan

s BATUAN MALIHAN KONTAK : batutanduk yang berkomposisi mineral-mineral antofilit. kordiorit, epidot, garnet, kuarsa, felspar,

muskovit dan karbonat.

Berwarna kelabu kehiauan sampai hijau tua, tersingkap daerah yang sempit (±2 km2), pada kontak dengan granodiorit (gd) dan dibatasi oleh sesar dari batuan gunungapi

Tmcv. Batutanduk ini mengandung banyak lensa magnetit.

TEKTONIKA

Batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu endapan lereng bawah laut, ketika Kegiatan magma

berkembang menjadi suatu gunungapi pada waktu kira-kira 63 juta tahun, dan menghasilkan Batuan Gunungapi Terpropilitkan.

Lembah Walanae di lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat sebelah utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, melalui Sinjai di pesisir timur

Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen. yaitu sedimen klastika Formasi Salo Kalupang di sebelah timur dan sedimen karbonat Formasi Tonasa di sebelah baratnya.

Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah

barat Lembah Walanae menapakan suatu paparan laut dangkal, dan daerah sebelah timurnya merupaKan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan.

Paparan laut dangkal Eosen meluas hampir ke seluruh daerah lembar peta, yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di

sebelah barat Birru, sebelah timur Maros dan

di sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika di sebelah timur

32

19

Lembah Walanae rupanya berhenti pada Akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi yang menghasilkan Formasi Kalamiseng.

Akhir dari pada kegiatan gunungapi Eosen Awal diikuti oleh tektonik yang menyebabkan terjadinya pemulaan terban Walanae. yang

kemudian menjadi cekungan di mana Formasi Walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar berlangsung sejak awal Miosen Tengah dan menurun perlahan selama sedimentasi sampai kala Pliosen.

Menurunnya cekungan Walanae dibarengi oleh kegiatan gunungapi yang terjadi secara luas

di sebelah baratnya dan mungkin secara lokal di sebelah timurnya. Peristiwa ini terjadi

selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya terjadi di bawah muka laut, dan kemungkinan sebagian muncul di permukaan pada kala Pliosen. Kegiatan gunungapi selama Miosen meghasilkan Formasi Camba, dan selama Pliosen menghasilkan Batuan Gunungapi Baturape-Cindako.

Kelompok retas basal berbentuk radier

memusat ke G. Cindako dan G. Baturape, terjadinya mungkin berhubungan dengan gerakan mengkubah pada kala Pliosen.

Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai dengan kala Plistosen, meghasilkan Batuan Gunungapi Lompobatang. Berhentinya kegiatan magma pada akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-sesar en echelon

(merencong) yang melalui G. Lompobatang berarah utara-selatan. Sesar-sesar en echelon mungkin sebagai akibat dari suatu gerakan mendatar dekstral dari pada batuan alas di bawah Lembah Walanae. Sejak kala Pliosen pesisir- barat ujung lengan Sulawesi Selatan

ini merupakan dataran stabil, yang pada kala

Holosen hanya terjadi endapan aluvium dari rawa-rawa.

SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI Gejala mineralisasi didapatkan di daerah Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai. Gosan mangan ditemukan berserakan di atas tanah lapukan dari Batuan Gunungapi

Terpropilitkan (Tpv), dekat sentuhan dengan terobosan granodiorit (gd). Hasil penyelidikan yang diiakukan oleh PT Riotinto Bethlehen Indonesia menunjukkan bahwa gosan mangan

itu berasal dari prospek endapan bijih logam dasar (van Leeuwen, 1974). Endapan timbal terjadi di daerah pinggiran komplek terobosan

diorit (Tpbc) pada Batuan Gunungapi

Baturape-Cindako (Tpbv), yang oleh perusahaan setempat telah ditambang sejak sebelum Perang Dunia ke-II.

Batugamping dari Formasi Tonasa yang

berlimpah memberikan cadangan bahan galian industri yang cukup besar.

Batugamping ini telah digunakan sebagai bahan baku untuk Pabrik Semen Tonasa yang terletak di Pangkajene di sudut baratdaya lembar Pangkajene dan Watampone Bagian Barat. Batuan beku berupa terobosan dan lava (basal, trakit, andesit, diorit, granodorit) yang

ditemukan di berbagai tempat baik sebagai bahan bangunan fondasi.

Mataair panas dan mineral ditemukan di beberapa tempat. Beberapa airpanas di sebelah baratdaya dan selatan Sinjai, di antaranya ada yang bersuhu sampai 40oC (Purbo-Hadiwidjoyo, 1970). Eksplorasi minyak dan gasbumi dilakukan oleh Gulf Oil Indonesia sejak 1967 di beberapa tempat di darat dan di

lepas pantai. Pemboran uji telah dilakukan baik di pantai maupun di lepas pantai.

ACUAN

Korte, P.. 2924. Geologische verkenning in

Saleier; unpubl. rept. GSI

Purbo-Hadiwidioyo 1970, Tentang

pemeriksaan gerakan tanah di Kp. Salohe, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan unpubl. rept GSI, IS/Gth/165,

Sukamto, K., 1975, Geologic Map of

Indonesia, sheet VIII Ujung Pandang, scale 1,000,000; Geological Survey of Indonesia.

t‘Hoen, C. & K. Ziegler, 1917, Verslag over he

resultaten van geologisch-mijnhouv-kundige verkenninger in Z.W. Celebesc

jaarb. Mijnw. Verb. II, pp. 235—361,

van Leeuwen. TM., 1974, The geology of Birru area, South Sulawesi PT Riotinto

Eethlehem Indonesia, unpubl. rept.

34

Geologi Lembar Majene dan Bagian

Barat Lembar Palopo, Sulawesi

(Oleh : Djuri, Sudjatmiko, S. Bachri dan Sukido, 1998)

Edisi Kedua

20

PENDAHULUAN

Peta dasar dibuat oleh Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi, berdasarkan peta dari U.S. Army Map Service, seri T-503, Lembar SA 50-16 dan SA 51-13, 1965.

Peta geologi dibuat berdasarkan pemetaan

pada tahun 1912 oleh Sudjatmiko, Djuri, Budi Santoso, Memed dan Yop Yusuf, serta kompilasi oleh S. Bachri pada tahun 1997.

Edisi pertama (1974), oleh Djuri dan

Sudjatmiko

Edisi kedua (1997), digambar dan dicetak ulang dengan beberapa perbaikan oleh :

S. Bachri dan Sukido Disunting oleh D. Sukarna, N Ratman dan (and) T.C. Amil

Tatanan Stratigrafi

Daerah Lembar Majene dan Bagian Barat

Lembar Palopo terbentuk oleh beraneka macam batuan seperti, batuan sedimen, malihan, gunungapi dan terobosan. Umurnya berkisar dari Mesozoikum sampai Kuarter.

Satuan tertua di Lembar ini adalah Batuan

Malihan (TR w) yang terdiri dari sekis, genes, filit dan batusabak. Satuan ini mungkin dapat disamakan dengan Kompleks Wana di Lembar

Pasangkayu yang diduga berumur lebih tua dan Kapur dan tertindih takselaras oleh Formasi Latimojong (Kls). Formasi tersusun oleh filit, kuarsit, batulempung malih dan pualam, berumur Kapur.

Satuan berikutnya adalah Formasi Toraja (Tet) terdiri dari batupasir kuarsa,

konglomerat kuarsa, kuarsit, serpih dan batulempung yang umumnya berwarna merah alau ungu. Formasi ini mempunyai Anggota Rantepao (Tetr) yang terdiri dari batugamping numulit berumur

Eosen Tengah Eosen Akhir. Formasi Toraja

menindih takselaras Formasi Latimojong, dan tertindih takselaras oleh Batuan Gunungapi Lamasi (Toml) yang terdiri dari batuan

gunungapi, sedimen gunungapi dan batugamping yang berumur Oligo-Miosen atau

Oligosen Akhir - Miosen Awal. Batuan gunungapi ini mempunyai Anggota Batugamping (Tomc), tertindih selaras oleh Formasi Riu (Tmr) yang terdiri dari

batugamping dan napal. Formasi Riu berumur Miosen Awal - Miosen Tengah, tertindih takselaras oleh Formasi Sekala (Tmps) dan Batuan Gunungapi Talaya (Tmtv). Formasi

Sekala terdiri dari grewake, batupasir hijau, napal dan batugamping bersisipan tuf dan lava bersusunan andesit-basal; berumur Miosen Tengah - Pliosen; berhubungan men-jemari dengan Batuan Gunungapi Talaya. Batuan Gunungapi Talaya terdiri dari breksi, lava dan tuf yang bersusunan andesit-basal

dan mempunyai Anggota Tuf Beropa (Tmb). Batuan Gununapi Talaya menjemari dengan Batuan Gunungapi Adang (Tma) yang terutama bersusunan leusit basal.

Pemerian Satuan

Qa ALUVIUM : Lempung lanau, pasir, dan kerikil

Qpbt TUF BARUPU : Tuf, putih hingga kelabu muda, mengandung biotit dan batuapung, bersusunan dasit; setempat dijumpai breksi, batuapung Umurnya diduga Plistosen dan tebalnya sekitar 300 m. Nama satuan ini pertamakali digunakan oleh

Abendanon (1915).

Qphs ENDAPAN ANTAR GUNUNG : Konglomerat mengandung komponen granit, batupasir tufaan, batulanau dan serpih, setempat mengandung fosil moluaka;

termampatkan lemah.

Qpps NAPAL PAMBAUANG : Napal tufa,

serpih napalan meagandung nodul, batupasir tufaan, dan lensa-lensa konglomerat; mengandung fosil foraminifera yang menunjukkan umur Plistosen. Tebal satuan sekitar 300 m, dan kemungkinan terendapkan

di lingkungan laut dangkal.

Tmpi BATUAN TEROBOSAN : Umumnya batuan beku bersusunan asam sampai menengah seperti granit, granodiorit, diorit, senit, monzonit kuarsa den riolit; setempat dijumpai gabro di G. Pangi. Singkapan terbeser di daerah G. Paroreang yang

menerus sampai daerah G. Gandadiwata di Lembar Mamuju (Ratman dan Atmawinata, 1993). Umumya diduga Pliosen karena menerobos Batuan Gunungapi Walimbong yang berumur Mio-Pliosen, serta berdasarkan kesebandingan dengan granit di Lembar

Pasangkayu yang berumur 3,35 juta tahun (Sukamto, I975a)

21

Tppv BATUAN GUMINGAPI PAREPARE :

Breksi gunungapi berkomponen trakit dan andesit; batuapung, batupasir tufaan, konglomerat dan breksi tufaan; diterobos

oleh, retas-retas trakit-andesit. Umur satuan adalah Pliosen berdasarkan penarikhan radiometri pada trakit dan tufa di Parepare yang menghasilkan umur 4,25 dan 4,95 juta tahun (S.D. Obradovich, dalam Sukamto, 1982).

Tppl ANGGOTA LAVA BATUAN GUNUNGAPI PAREPARE : Lava trakit, kelabu muda hingga putih, berkekar-tiang.

Tmpm FORMASI MAPI : Batupasir tufan,

batulanau, batulempung, batugamping pasiran dan kanglomerat. Berdasarkan kandungan fosil foraminiferanya umur formasi

ini Miosen Tengah - Pliosen. Formasi ini tersingkap di daerah S. Mapi, tebalnya sekitar 100 m.

Tpw FORMASI WALANAE : Konglametat, sedikit batupasir glaokonit dan serpih; mengandung kokuina, moluska dan

foraminifera yang menunjukkan umur Pliosen,

sedang lingkungan pengendapannya darat hingga laut dangkal. Ke arah Selatan, di Lembar Pangkajene dan Watampone bagian barat (Sukamto. 1982), batupasir semakin menguasai dan berselingan dengan batulanau, tuf, napal, konglomerat dan

batugamping. Batugamping di Tacipi disebut Anggota Tacipi. Tebal formasi tidak kurang dari 1700 m. Tpl ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI

WALANAE : Batugamping terumbu, tebalnya kurang dari 100 m, dijumpai menumpangi

atau sebagai lensa pada bagian atas Batuan Gunungapi Walimbong (Tmpv). umurya sekitar Mio-Pliosen. dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batuan serupa dan seumur di Lembar Pangkajene dan bagian

barat Watampone (Sukamto, 1982) disebut Anggota Tacipi Formasi Walanae, di Lembar Enrekang (Sukido. 1997) disebut Formasi Tacipi. Tmpv BATUAN GUNUNGAPI WALIMBONG

: Lava berausunsn basal sampai andesit, sebagian lava bantal; breksi andesit piroksin, breksi andsit trakit; mengandung feldspatoid

di beberspa tempat; diendapkan di lingkungan laut. diduga berumur Mio-Pliosen karena menjemari dengan Formasi Sekala yang

berumur Miosen Tengah - Pliosen; tebalnya ratusan meter.

Tmm FORMASI MANDAR : Batupasair, batulanau dan serpih, berlapis baik, mengandung lensa lignit, mengandung foraminifera berumur Miosen Akhir, tebal mencapai 400 m, mungkin diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai deltaik; di Lembar Mamuju formasi ini

dikuasai oleh napal dan batugamping dengan sisipan tuf, batupasir dan konglomerat, serta disebut Formasi Mamuju (Ratman dan Atmawinata, 1993).

Tmps FORMASI SEKALA : Batupasir, konglomerat, serpih, tuf, sisipan lava andesit – basalan,; mengandung foraminifera berumur Miosen Tengah – Pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal; tebalnya sekitar 500 m. Di Lembar Mamuju (Ratman dan Atmawinata, 1993) formasi ini

juga disusun oleh batupasir hijau, napal dan lava bantal, dan sebagian batuan bercirikan endapan turbidit. Tomd FORMASI DATE : Napal diselingi

batulanau gampingan dan batupasir

gampingan; tebal endapan mencapai 500 - 1000 m; kandungan foraminifera menunjukkan umur Oligosen Tengah - Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Di Lembar Mamuju (Ratman dan Atmawinata. 1993) formasi ini disebut

Formasi Rio. Tomm FORMASI MAKALE : Batugamping terumbu, terbentuk di laut dangkal. Umurnya diduga Miosen Awal - Miosen Tengah. Tms PORMASI SALOWAJO : Napal dan

batugamping yang tersisip, setempat

mengandung batupasir gampingan berwarna abu-abu biru sampai hitam, konglomerat dan breksi, Foraminifera umurnya berjangka dari Miosen Awal hingga Miosen Tengah termuda.

Tml FORMASI LOKA : Batuan epiklastik gunungapi terdiri dari batupasir andesitan batulanau, konglomeerat dan breksi. Berlapis hingga masif terutama sebagai endapan darat hingga delta dan laut dangkal. Fosil foraminifera menunjukkan umur Miosen

Tengah - Miosen Akhir. Tebalnya mencapai ratusan meter.

Tolv BATUAN GUNUNGAPI LAMASI : Lava andesit, basal, breksi gunungapi, batupasir

39

22

dan batulanau; setempat mengandung feldspatoid; umumnya terkloritkan dan terkersikan; umurnya diduga Oligosen karena menindih Formasi Toraja (Tets) yang berumur

Eosen, sedang Formasi Toraja menurut Simandjuntak, drr. (1991) berumur Paleosen. Tebal satuan tidak kurang dari 500 m. Tets FORMAS1 TORAJA : Serpih coklat kemerahan, serpih napalan kelabu, batugamping, batupasir kuarsa, konglomerat,

batugamping, dan setempat batubara. Tebal formasi diduga tidak kurang dan 1000 m. Fosil foraminifera besar pada batugamping menunjukkan umur Eosen - Miosen (Budiman,

1981. dalam Simandjuntak, drr., 1993). Sedang lingkungan pengendapannya laut

dangkal. Formasi ini menindih tidak selaras Formasi Latimojong dan ditindih tidak selaras oleh Batuan Gunungapi Lamasi. Tetl ANGGOTA BATUGAMPING FORMASI TORAJA : Batugamping kelabu hingga putih,

bebeepa lensa-lensa besar, mengandung numulites berumur Eosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal, tebalnya sekitar 500 m; di Lembar Mamuju disebut Anggota Rantepao Formasi Toraja (Ratman dan Atmawinata, 1993).

Kls FORMASI LATIMOJONG : Secara umum formasi ini mengalami pemalihan lemah - sedang; terdiri atas serpih, filit, rijang, marmer, kuarsit dan breksi terkersikkan; diterobos oleh batuan beku menengah sampai

basa; di Lembar Mamuju (Ratman dan Atmawinata, 1993) juga dijumpai batulempung mengandung fosil Globotruncana berumur Kapur Akhir, dengan lingkungan pengendapan laut dalam. Tabal formasi lebih dari 1000 m.

TEKTONIKA DAN STRUKTUR Lembar Majene dan bagian barat Palopo terletak di Mendala Geologi Sulawesi Barat (Sukamto, 1975 b, lihat gambar). Mendala ini dicirikan oleh batuan sedimen laut dalam

berumur Kapur - Paleogen yang kemudian berkembang menjadi batuan gunungapi bawah laut dan akhirnya gunungapi darat di akhir Tersier. Batuan terobosan granitan berumur Miosen-Pliosen juga mencirikan mendale ini. Sejarah tektoniknya dapat

diuraikan mulai dari jaman Kapur, yaitu, saat Mendala Geologi Sulawesi Timur bergerak ke barat mengikuti gerakan tunjaman landai ke

barat di bagian timur Mendala Gaologi Sulawesi Barat. Penunjaman ini berlangsug hingga Miosen Tengah, saat kedua mendala

tersebut bersatu. Pada akhir Miosen - Tengah sampai Pliosen terjadi pengendapan sedimen molasa secara tak selaras di atas seluruh mendala geologi di Sulawesi, serta terjadi

terobosan batuan granitan di Mendala Geologi Sulawesi Barat, Pada Plio-Pliosen seluruh daerah Sulawesi tercenangga. Didaerah pemetaan, percenanggaan ini diduga telah mengakibatkan terbentuknya lipatan dengan sumbu berarah baratlaut - tenggara, serta sesar naik dengan bidang sesar miring ke

timur. Setelah itu seluruh daerah Sulawesi terangkat dan membentuk bentangalam seperti sekarang ini.

SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI

Secara setempat, yaitu di daerah utara G. Gandang dijumpai mineralisasi tembaga, timbal, seng dan besi, yaitu pada batuan gunungapi dan pada batuan terobosan. Karena sebaran batuan gununapi cukup luas,

disertai penerobosan batuan granitoid yang cukap luas pula, maka kemungkinan di daerah ini mempunyai potensi mineral logam yang tinggi. Adanya alterasi seperti kloritisasi dan silisifikasi pada Batuan Gunungapi Lamasi juga merupakan petunjuk adanya

mineralisasi. Berbagai macam batuan beku

terobosan yang ada menpunyai potensi sangat besar untuk keperluan bahan bangunan. Adapun sumber energi yang ada adalah batubara yang tersingkap dibeberapa tempat pada Formasi Toraja.

DAFTAR ACUAN

Abendanon, E.C., 1915. Geologische en

geographische doorkruisingen van Midden-Celebes (1909-1910): Leiden,

E.J. Brill, v.I, 451 p

Ratman, N. Dan S. Atmawinata, 1993. Geologi

Lembar Mamuju, Sulawesi, Sekala 1 : 250.000. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi.

Reyzer. E.C., 1915. Geologische aanteekeningen betreffende de

Zuidelijke Toraja Landen, verzameld uit de Verslagen der mijnbouwkundige onder-zoekingen In Midden Celebes: Jaarboek v.h Mijnwezen in Nederlandsch Oost-Indie, 1918, Weltevreden (now

Jatinegara), Gov”t. Printing Office p,

154 – 209. pl.14

42

23

Simandjuntak, TO, E. Rusmana, Surono dan

Supandjono, 250.000. Penelitian dan Pengembangan, Geologi.

Sukamto, R., 1915 a. Geologic Map of

Sulawesi Sheet VIII Ujung Pandang Scale 1:1000.000 Geological Survey of

Indonesia.

------1975 b. The Structure of Sulawesi in the

light of plate tectonics, Proc. Reg, on the Geol, and Min Resources of Southeast Asia. Jakarta: Indonesian Association of Geologist.

------R., 1982. Geologi Lembar Pangkajene

dan Watampone Bagian Barat, Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.

Sukido, D. Satria dan S Koesoemadinata, 1997, Peta geologi Lembar Enrekang

Sulawesi, skala 1 : 100.000, Puslitbang Geologi.

PENDAHULUAN

Pemetaan geologi bersistim Lembar Mamuju,

sekala I : 250.000 dilakukan dalam rangka pelaksanaan Pelita IV tahun kedua, Proyek Pemetaan Geologi dan Interpretasi foto citra di lingkungan Puslitbang Geologi.

Pekerjaan lapangan berlangsung selama 4 bulan yang dibagi dalam dua tahap. Yang

pertama dari Juni sampai Juli 1985 dan kedua dan Oktober sampai November 1985.

Proyek yang sama pada 1972 telah dilakukan

pemctaan geologi tinjau di Lembar ini dan hasilnya berupa laporan terbuka (Apandi drr., 1982). Lembar Mamuju dibatasi oleh kordinat 118°30‘ - 1200 BT dan 2° - 3° LS, yang luas daratannya 11.305 km2. Di utara batasnya adalah Lembar Pasangkayu; di umur Lembar

Malili; di selatan Lembar Majene dan di barat Selat Makassar. Secara kepamongprajaan, Lembar ini termasuk dalam Kabupaten Mamuju, Kabupaten Majene, Kabupaten Polmas (Polewali-Mamasa), Kabupaten Tator (Tana Toraja) dan Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan (Gb. 2). Sebagaimana

daerah lainnya di Indonesia.

GEOMORFOLOGI

Lembar Mamuju sebagian besar berupa pegunungan, hanya sebagian kecil berupa pebukitan menggelombang dan dataran rendah. Topografi kras terdapat sempit di sekitar Rantepao, di bagian tenggara Lembar (Gb. 4). Daerah pegunungan Morfologi ini menempati hampir dua pertiga luas daerah

yang dipetakan yaitu di bagian tengah, utara, timurlaut dan selatan. Daerah ini umumnya

berlereng terjal dan curam, puncak bukitnya berkisar dari 800 sampai 3.000 m. Puncak tertinggi adalah Bulu Gandadiwata ( 3.074

m) dan Bulu Potali ( 3.008 m). Halaan

tertentu tidak terdapat pada sebaran gunung tersebut, akibatnya pola aliran berkembang tidak mengikuti aliran tertentu, melainkan menyesuaikan dengan keadaan tanah

bawahnya. Di banyak tempat terdapat air terjun, yang menunjukkan ciri kemudaan daerah. Ciri lain berupa lembah yang sempit dan curam. Di sekitar Barupu dan Panggala, terdapat suatu morfologi , yang berpola saliran memancar. Lereng bukit umumnya terjal dan membentuk ngarai, dindingnya

digali untuk pemakaman. Di daerah pegunungan terdapat sedikit topografi krast dan dataran aluvium sempit, yaitu di sekitar Rantepao. Gua alamiah pada batugamping di

43

Geologi Lembar Mamuju,

Sulawesi Geology of the Mamuju Quadrangle

, Sulawesi

Oleh (By): N. Ratman dan (and) S. Atmawinata

Geologi dipetakan pada 1985 oleh:

Geology mapped in 1985 by: N. Ratman dan (and) S. Atmawinata

Ditelaah dan disunting oleh: Reviewed and edited by: T.O. Simandjuntak, S. Gafoer & K. Sukamto

DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN

ENERGI

DIREKTORAT JENDERAL GEOLOGI DAN

SUMBERDAYA MINERAL

PUSAT PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN GEOLOGI

DEPARTMENT OF MINES AND ENERGY

DIRECTORATE GENERAL OF GEOLOGY

AND MINERAL RESOURCES

GEOLOGICAL RESEARCH AND

DEVELOPMENT CENTRE 1993

24

daerah ini digunakan penduduk setempat sebagai lokasi pemakaman. Daerah pebukitan meng-gelombang

Morfologi ini terdapat di bagian baratdaya Lembar, yaitu daerah antara Teluk Lebani dan

Teluk Mamuju. Tinggi pebukitan berkisar dan 500 sampai 600 mdpl atas muka laut. Daerah ini berpola aliran meranting.

Daerah dataran rendah

Dataran rendah menempati bagianbarat

Lembar, yaitu sepanjang pantai mulai dan

Kaluku sampai Babana (daerah S. Budong-budong). Umumnya berpolah aliran meranting (dendritik) dan beberapa sungal bermeander.

Tataan Stratigrafi

Daerah Lembar Mamuju terbentuk oleh

beraneka macam batuan seperti, batuan sedimen, malihan, gunungapi dan terobosan.

Umurnya berkisar dan Mesozoikum sampai Kuarter.

Satuan tertua di Lembar ini adalah Batuan

Malihan (TR w) yang terdiri dari sekis, genes,

filit dan batusabak. Satuan ini mungkin dapat disamakan dengan Kompleks Wana di Lembar Pasangkayu yang diduga berumur lebih tua dan Kapur dan tertindih takselaras oleh Formasi Latimojong (Kls). Formasi tersusun

oleh filit, kuarsit, batulempung malih dan pualam, berumur Kapur.

Satuan berikutnya adalah Formasi Toraja

(Tet) terdiri dari batupasir kuarsa, konglomerat kuarsa, kuarsit, serpih dan batulempung yang umumnya berwarna merah atau ungu. Formasi ini mempunyai Anggota Rantepao (Tetr) yang terdiri dari batugamping

numulit berumur Eosen Tengah Eosen Akhir.

Formasi Toraja menindih takselaras Formasi Latimojong, dan tertindih takselaras oleh Batuan Gunungapi Lamasi (Toml) yang terdiri dari batuan gunungapi, sedimen gunungapi dan batugamping yang berumur Oligo-Miosen atau Oligosen Akhir - Miosen Awal. Batuan gunungapi ini mempunyai Anggota

Batugamping (Tomc), tertindi selaras oleh Formasi Riu (Tmr) yang terdiri dari batugamping dan napal. Formasi Riu berumur Miosen Awal - Miosen Tengah, tertindih takselaras oleh Formasi Sekala (Tmps) dan Batuan Gunungapi Talaya (Tmtv). Formasi Sekala terdiri dari grewake, batupasir hijau,

napal dan batugamping bersisipan tuf dan lava bersusunan andesit-basal; berumur Miosen Tengah - Pliosen; berhubungan menjemari dengan Batuan Gunungapi Talaya.

Batuan Gunungapi Talaya terdiri dari breksi, lava dan tuf yang bersusunan andesit-basal dan mempunyai Anggota Tuf Beropa (Tmb). Batuan Gununapi Talaya menjemari dengan

Batuan Gunungapi Adang (Tma) yang terutama bersusunan leusit basal.

Batuan Gunungapi Adang berhubungan

menjemari dengan Formasi Mamuju (Tmm) yang berumur Miosen Akhir. Formasi Mamuju terdiri atas napal, batupasir gampingan, napal tufan dan batugamping pasiran bersisipan tuf Formasi ini mempunyai Anggota Tapalang

(Tmmt) yang terdiri dari batugamping koral, batugamping biokiastika dan napal yang banyak mengandung moluska. Formasi Lariang terdiri dari batupasir gampingan dan mikaan, batulempung, bersisipan kalkarenit, konglomerat dan tuf; umumya Miosen Akhir-

Pliosen Awal.

Di bagian tenggara Lembar, tersingkap Tuf Barupu (Qbt) yang terdiri dari tuf, tuf lapili

dan lava, yang umumnya bersusunan dasit, dan diduga berumur Plistosen. Sedangkan di bagian baratlaut tersingkap Formasi Budong-budong (Qb) yang terdiri dari konglomerat,

batupasir, batulempung; dan batugamping koral (Ql).

Endapan termuda di Lembar ini adalah endapan kipas aluvium (Qt) dan aluvium (Qa) yang terdiri dari endapan-endapan sungai,

pantai dan antar gunung.

Perian satuan peta

ENDAPAN PERMUKAAN

Qf ENDAPAN KIPAS ALUVIUM ; Breksi, batupasir sedang-kasar, lempung danpasir.

Satuan ini umumnya terdapat pada lereng bukit yang berbatuan gunungapi dan batuan beku (andesit, basal dan granit) Singkapannya terdapat di bagian tenggara

Lembar di daerah Tandung dan Litke. Komponen batuan umumnya ber bentuk menyudut tanggung-menyudut, berukuran pasir-bongkah, terpilah buruk. Breksi dan batupasirnya berlapis buruk, dengan massadasar pasir lempungan; kurang mampat

sampai lepas. Satuan ini diduga berumur Plistosen sampai Holosen

25

Qa ALUVIUM ; Bongkah, kerakal, kerikil, pasir, lanau, lempung dan lumpur; setempat mengandung sisa-sisa tumbuhan.

Satuan ini terhampar luas di daerah muara sungai besar, yaitu S. Budong budong S. Lumu, S. Karama, dan S. Kaluku serta

terdapat di sepanjang pantai. Tebalnya berkisar antara I dan 5 m. Satuan ini menindih takselaras satuan yang ada di bawahnya. Umumya adalah Holosen Setempat berupa endapan antar gunung yang terdiri dari breksi,

konglomerat batupasir, batulempung yang

belum padat, dan sisa tumbuhan.

BATUAN SEDIMEN

Kls FORMASI LATIMOJONG : batusabak,

kuarsit, filit, batupasir kuarsa malih, batulanau malih dan pualam; setempat

batulempung gampingan.

Batusabak, berwarna kelabu kehitaman sampai hitam, berlapis baik dengan tebal dan

2 cm sampai 10 cm; mampat; setempat mengandung urat kuarsa. Kuarsit, berwarna

putih kehijauan; berlapis baik dengan tebal 1 sampai 3 cm; mampat. Filit, berwarna merah kecoklatan perdaunan searah dengan bidang perlapisan. Batupasir kuarsa malih dan

batulempung malih, umumnya berwarna putih kelabu sampai kecoklatan; berlapis baik dengan tebal dan beberapa cm sampai 25 cm; terutama tersusun dan kuarsa dan lempung; perdaunan searah dengan bidang perlapisan. Pualam, berwarna putih kelabu, berbutir halus dan mampat. Batuan ini hanya tersingkap di

daerah hulu S. Mariri sebelah timur Galumpang.

Batulempung gampingan, berwarna kelabu

muda, cukup keras; berlapis dengan tebal dan beberapa cm sampai 20 cm. Batuan ini mengandung fosil Globotruncana formicata formicata PLUMMER, Gbobotruncana stuartiformis DOLBIER, Globotruncana sp. Kumpulan fosil ini menunjukkan umur Kapur

Akhir dengan lingkungan pengendapan laut dalam (Purnamaningsih, hubungan tertulis, 1985). Satuan ini diterobos oleh Granit Mamasa dan Granit Kambuno, tertindih takselaras oleh Formasi Toraja dan batuan yang lebih muda lainnya.

Sebarannya terdapat di bagian tengah,

selatan dan timurlaut Lembar, serta sedikit di bagian timur. Di bagian timurlaut, menerus ke

Lembar Pasangkayu di utara, dan ke Lembar

Malili di timur. Tebalnya lebih dan 1.000 m. Singkapan batusabak di S. Karataun daerah Galumpang banyak mengandung urat kuarsa yang disertai cebakan bijih sulfida tembaga,

besi, seng dan sedikit emas. Tebal unit kuarsa beraneka dan beberapa cm sampai 50 cm. Nama Formasi Latimojong pertama kali digunakan oleh Brouwer (1934) dengan lokasi tipenya di Pegunungan Latimojong, Lembar Majene. (Djuri dan Sudjatmiko, 1979).

Tet FORMASI TORAJA perselingan batupasir kuarsa, serpih dan batulanau, ber

sisipa konglomerat kuarsa, batulempung

karbonat, batugamping, napal, batupasir hijau, batupasir gampingan dan batubara, setempat dengan

lapisan tipis resin dalam batulempung.

Umumnya berlapis baik, dengan tebal lapisan

berkisar dan beberapa cm sampai lebih dari 1 m. Setempat berstruktur perarian sejajar, lapisan bersusun dan silang-siur.

Satuan ini umumnya terlipat, setempat

mempunyai kemiringan hampir tegak. Secara keseluruhan, satuan ini mempunyai warna

yang khas yaitu merah kecoklatan sampai

ungu, dan beberapa berwarna kelabu kehitaman. Batupasir kuarsa, berwarna putih-kelabu muda, coklat kemerahan sampai ungu; berukuran sedang sampai kasar; terpilah baik, butiran membundar tanggung sampai membundar benar; terdiri dari 90% - 95% kuarsa dan sisanya adalah kepingan mineral

rutil dan zirkon; berperekat kuarsa halus.

Konglomerat kuarsa, berwarna putih kelabu;

sangat pejal; ukuran butir dari 5 mm sampai 3 cm, membundar tanggung sampai membundar baik, terpilah baik, beberapa

lapisan membentuk lapisan bersusun dengan tebal berkisar dan 2 cm sampai 15 cm. Komponen utamanya terdiri dari kuarsa dan sedikit batuan sedimen malih, dengan perekat

atau massa dasar pasir kuarsa.

Serpih, berwarna kelabu kecoklatan; pasiran;

mudah hancur; berlapis baik dengan tebal dan 2 cm sampai 1 m, setempat bersisipan batugamping kelabu yang keras setebal 1 sampai 5 cm dan tak berfosil.

Batubara umumnya terdapat sebagai sisipan

dalam batupasir kuarsa, tebalnya 40 - 75 cm, tersingkap di utara Tamalea dan sebelah barat

Galumpang. Batulanau, berwarna kelabu muda sampai kelabu tua; mudah hancur;

agak gampingan; berlapis baik dengan tebal

49

26

dari 2 cm sampai 15 cm; yang lapuk berwarna merah kecoklatan. Batuan ini disisipi oleh lapisan tipis napal, berwarna putih; cukup keras; tak berfosil. Umumnya terdapat pada

bagian bawah formasi.

Batulempung karbonan, berwarna kelabu tua

sampai coklat kemerahan; agak lunak dan mengandung sedikit kerikil batuan sedimen malih yang membundar tanggung. Batuan ini setempat disisipi lapisan tipis (2 cm) resin. Di daerah sentuhan dengan tubuh granit, batuan ini menjadi sangat keras.

Batugamping bioklastika, berwarna putih

kehijauan sampai kelabu; pejal; berlapis baik dengan tebal 2 sampai 10 cm; terdapat sebagai sisipan; lapukannya berwarna merah. Fosil yang ditemukan dalam batugamping bioklastika adalah Pelatispira orbitoides PROVALE, Amphistegina sp., Fabiania sp.,

Discocyclina sp., Asterocyclina sp., Nummulites sp., Globorotalia gulbrooki BOLLI dan

Operculina sp. Kumpulan fosil ini

menunjukkan umur Eosen Tengah-Eosen Akhir (Sudiyono, hubungan tertulis, 1985).

Lingkungan pengendapannya adalah laut dangkal sampai darat.

Formasi ini tersebar di sudut tenggara Lembar, yaitu di daerah Rantepao dan di bagian tengah Lembar, yaitu di daerah S. Hau

dan S. Karataun. Tebalnya diperkirakan lebih dari 1.000 m. Formasi ini mempunyai Anggota Rantepao yang berhubungan menjemari. Formasi Toraja diduga menindih takselaras Formasi Latimojong dan tertindih takselaras oleh satuan batuan gunungapi Oligosen -

Miosen.

Satuan ini pertama kali dikenal sebagai

Formasi Serpih Tembaga (de Koning Knif, 1914). Nama Formasi Tonja dimunculkan oleh Djuri dan Sudjatmiko (1974) yang dibagi atas dua bagian yaitu batuan sedimen (serpih, batugamping, batupasir kuarsa, dan konglomerat kuarsa) dan batugamping. Dalam laporan ini batugampingnya disebut

Anggota Rantepao. Nama Formasi ini berasal dari daerah Toraja yang merupakan lokasi tipenya.

Tetr ANGGOTA RANTEPAO, FORMASI

TORAJA : batugamping numulit dan batugamping terhablur ulang, sebagian

tergerus.

Batugamping numulit, berwarna putih sampai

coklat muda berlapis baik, setempat

tergeruskan sehingga fosil numulit tampak mengkilat dan menjadi terpipihkan searah bidang lapisan. Batugamping terhablur ulang, berwarna putih kelabu sampai coklat terang;

sebagian berlapis; setempat berkepingan.

Selain Nummulit sp., batuan ini mengandung

pula fosil Discocyclina sp., Pelatispira sp., Ascocyclina sp., Quinqueloculina sp., Asterocyclina sp., ekinoid, koral dan ganggang yang menunjukkan umur Eosen dengan lingkungan pengendapannya laut dangkal (Purnamaningsih, hubungan tertulis, 1985).

Batugamping numulit ini sebagian berupa

lensa di dalam Formasi Toraja. Anggota Rantepao dan Formasi Toraja tertindih takselaras oleh satuan batuan gunungapi Oligosen-Miosen dan diduga menindih takselaras Formasi Latimojong. Satuan ini tersingkap di bagian Tenggara Lembar, yaitu

di daerah Rantepao, dan sedikit di bagian tengah Lembar, yaitu di dekat Galumpang. Tebalnya ± 500 m. Satuan ini pertama kali dikenal sebagai satuan Batugamping Formasi Toraja (Djuri dan Sudjatmiko, 1974). Nama Anggota Rantepao adalah nama baru yang diusulkan, lokasi tipenya terdapat di sekitar

Rantepao

Tomc ANGGOTA BATUGAMPING, BATUAN

GUNUNGAPI LAMASI; batugamping dan napal.

Batugamping, berwarna putih; pejal;

terhablur ulang; miskin fosil; sebagian berupa terumbu. Napal, berwarna kelabu kecoklatan; berlapis baik dengan tebal dari beberapa cm sampai 25 cm. Satuan ini di banyak tempat merupakan lensa di dalam Batuan Gunungapi

Lamasi (Toml). Napal ini mengandung fosil Globigerina angulisuturalis BOLLI Catapsydrax dissimilis CUSHMAN dan BERMUDEZ,

Globorotalia cf G. seakensis LEROY, Globorotaloides suteri BOLLI, dan Globigerina cf, G. selli BORzETU. Kumpulan fosil ini menunjukkan umur Oligosen Akhir-Miosen

Awal (P-2 1) atau bagian bawah N4, diendapkan dalam lingkungan litoral sampai neritik (Purnamaningsih, hubungan tertulis, 1985).

Satuan ini tersingkap baik, terutama di daerah

aliran S. Lamasi sebelah utara Rantepao, berhubungan menjemari dengan seri batuan gunungapi Oligosen Miosen (Tomc). Tebalnya diduga 100 m.

Tmr FORMASI RIU; napal, batugamping, serpih, batupasir gampingan bersisipan

batulempung dan tuf.

51

27

Napal, berwarna putih sampai coklat muda

dan kelabu; tebal dan beberapa cm sampai 1 m; berlapis baik dengan lapisan hampir mendatar agak keras; dan banyak

mengandung fosil.

Batugamping pasiran, berwarna putih sampai

coklat muda; sebagian berlapis; setempat terhablurkan; beberapa berupa terumbu. Serpih, berwarna kelabu; tebal lapisan mencapai 1 m lebih; bersisipan batugamping pasiran setebal 5 cm sampai 20 cm.

Batupasir gampingan, berwarna kelabu

kecoklatan agak keras sampai lunak; berlapis

baik dengan tebal dari beberapa cm sampai 15 cm; biasanya berselingan dengan

batulempung, bersisipan batugamping pasiran dan tuf.

Batulempung dan tuf, berwarna putih coklat

agak lunak; umumnya merupakan sisipan tipis di dalam batugamping pasiran dan sedikit dalam serpih. Formasi ini mengandung fosil, di antaranya adalah: Lepidocyclina martini SCHLUMBERGER, Lepidocyclina omphalus TAN SIN HOK, Mioqypsina sp., dan Heterostegina

sp., yang menunjukkan umur Miosen Awal-Miosen Tengah dan berlingkungan

pengendapan laut dangkal (Purnamaningsih, hubungan tertulis, 1985). Sebarannya terutama di sekitar Rantepao dan menerus ke Lembar Majene dan Palopo di bagian selatan dan timur.

Formasi ini tertindih takselaras oleh Formasi Sekala. Satuan ini diduga menindih selaras

Batuan Gunungapi Lamasi dan menindih takselaras Formasi Toraja. Tebalnya diperkirakan 500 m - 700 m.

Nama Formasi ini adalah nama baru yang diusulkan dan singkapan terbaik terdapat di S.

Riu. Satuan ini di Lembar Majene dan bagian barat Palopo disebut satuan napal (Djuri dan Sudjatmiko, 1974).

Tmps FORMASI SEKALA : batupasir hijau, grewake, napal, batulempung. batupasir

mikaan, tuf, serpih dan batupasir gampingan. dengan sisipan breksi, lava dan konglomerat.

Umumya berlapis baik, setempat berstruktur perlapisan bersusun. Batupasir hijau, tufan; keras; berlapis dengan tebal dan 10 cm sampai 1 m, berselingan dengan batulempung, berwarna coklat kehitaman; keras, dan tuf berwarna coklat muda.

Grewake, berwarna kelabu kehijauan berlapis baik dengan tebal dan 25 cm sampai lebih dan 1 m; berbutir sedang sampai kasar; setempat konglomeratan dan membentuk perlapisan

bersusun dan “slump’. Komponennya terdiri dari mika, felspar, hornblenda dan sedikit kuarsa.

Batulempung, berwarna coklat merah; keras; tufaan; belapis baik dengan tebal dari beberapa cm sampai 20 cm. batuan ini berselang- seling dengan graiwake berbutir halus sampai sedang, batulempung lunak dan serpih. Batupasir mikaan, berwarna kelabu;

keras; tufaan; berlapis dengan tebal 10 cm- 15 cm.

Napal, berwarna putih; agak keras; berlapis dengan tebal mencapai 25 cm. Batuan ini setempat berselingan dengan tuf halus dan lunak. Serpihnya, berwarna hitam sampai ungu dan agak lunak.

Batupasir gampingan, berwarna kelabu; mengandung fosil foraminifera; berstruktur perarian sejajar; bersisipan tuf, breksi gunungapi, tuf pasiran dan konglomerat. Di

dalam konglomerat tendapat komponen batugamping foram yang berumur Eosen.

Breksi gunungapi, berkomponen andesit-basal; berukuran dari kerikil sampai bongkah menyudut sampai menyudut tanggung; bermassa dasar tuf pasiran.

Lava, bersusunan andesit-basal; berstruktur bantal; berongga (amigdaloid) dan terisi kalsit, beberapa termineralkan dengan pirit. Lava dan breksi tersebut berupa trakit-andesit; porfirit; hypokristalin, tersusun oleh

plagioklas, piroksen, felspar, gelas dan bijih. Beberapa

berupa trakit-basal; bertekstur porfirit; trakit;

kristalnya berbentuk euhedral-anhedral; berukuran sedang sampai halus; tersusun oleh plagioklas, klinopiroksen, biotit, felspar dan gelas. Felspar piroksen sebagian besar terubah menjadi serisit dan kiorit.

Napal dan batugamping pasirannya mengandung fosil Orbulina universa D‗ORBIGNY, Globigerina venezuelana

HEDBERG, Globigerinoides immaturus LEROY, Globoguadrina altispira CUSHMAN & JARVIS, Globorotalia menardii D‗ORBIGY, Globigerinoides trilobus REUSS, Sphaeroidinellopsis subdehiscens BLOW,

Globoguadrina sp., Bulimina sp., dan Nodosaria sp. Kumpulan fosil ini menunjukkan

umur Miosen Tengah - Pliosen dan

52

53

28

berlingkungan pengendapan “inner-outer sublitoral” (Purnamaningsih, hubungan tertulis, 1985). Dengan adanya struktur perlapisan bersusun dan “slump’, mungkin

sebagian dan formasi ini diendapkan dalam keadaan arus pekat (turbidit).

Formasi ini tersebar di bagian tenggara Lembar, yaitu di sebelah barat Rantepao, dan di bagian tengah Lembar. Menindih takselaras Formasi Riu, berhubungan menjemari dengan Batuan Gunungapi Talaya. Tebal satuan diperkirakan 1.000 m. Nama formasi ini adalah nama baru yang diusulkan, diambil

dari nama S. Sekala yang merupakan tempat

singkapan terbaik. Ke arah timur di Lembar Malili, formasi ini disebut Tuf Rampi (Simandjuntak drr., 1991).

Tmm FORMASI MAMUJU : napal, kalkarenit dan batugamping koral bersisipan tuf dan batupasir, setempat dijumpai konglomerat di bagian bawah.

Napal, berwarna putih sampai kelabu; berlapis baik dengan tebal dan beberapa cm sampai

20 cm; agak keras; setempat tufan banyak mengandung globigerina dan sedikit cangkang moluska.

Kalkarenit, berwarna putih sampai kelabu; berlapis baik dengan tebal 10 cm sampai 50 cm; agak keras; banyak mengandung globigerina. Batugamping koral, tak berlapis; berongga; biasanya membentuk bukit kecil-kecil yang menonjol dan lebih terjal dibandingkan dengan daerah sekitarnya.

Tuf berwarna putih kecoktatan lunak; terlapis

tipis (1 - 5 cm); merupakan sisipan di dalam kalkarenit dan napal; setempat berselang-seling. Batupasir halus dan batulempung,

mikaan; tufan; agak keras sampai lunak; umumnya terdapat sebagai sisipan di dalam kalkarenit, sedikit dalam napal.

Konglomerat, lapuk, berwarna hitam; komponen berukuran kerikil sampai kerakal dengan bentuk membundar tanggung sampai

membundar baik.

Batuan ini hanya tersingkap di satu tempat,

yaitu di tepi jalan Mamuju - Tapalang dan terletak di bawah kalkarenit, diperkirakan menjemari dengan tuf leusit (Tma).

Fosil yang dapat dikenali, baik dari napal maupun batugamping pasirannya adalah Orbulina universa D‘ORBIGNY, Globorotalia menardii D ‗ORBIGNY, Globigerinoides

immaturus LEROY, Globigerinoides lobulus REUSS, Globigerina venezuelana HEDBERG, Globigerinoides sicanus DE STEPHANI, Orbulina suturalis BRONIMAN,

Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGNER dan fosil bentosnya adalah Dentalina sp., dan Planulina sp. Kumpulan fosil plangton tersebut menunjukkan umur Miosen Akhir dan diendapkan pada lingkungan inner - outer sublitoral (Sudiyono, hubungan tertulis, 1985).

Formasi ini tersebar di sekitar Mamuju dan Tapalang di bagian baratdaya Lembar,

berhubungan menjemari dengan Batuan

Gunungapi Adang Tebalnya ± 500 m. Formasi ini mempunyai Anggota Tapalang (Tmmt). Nama formasi ini adalah nama baru yang diusulkan, singkapan terbaiknya terletak di sebelah baratdaya Mamuju.

Tmmt ANGGOTA TAPALANG, FORMASI MAMUJU ; batugamping terumbu mengandung moluska melimpah,

batugamping kepingan dan napal; sebagian berlapis.

Batugamping terumbu, berwarna kelabu sampai coklat; mengandung moluska dan

koral. Batugamping kepingan, berwarna kelabu kecoklatan; berlapis baik dengan tebal 30- 100 cm; terdiri dari koral dan cangkang moluska. Sedangkan napal, berwarna coklat; berlapis baik; mengandung foraminifera kecil dan cangkang moluska.

Anggota ini tersingkap di sekitar Tapalang dan

berhubungan menjemari dengan batuan leusit-basal dari Batuan Gunungapi Adang. Tebalnya ± 50 m. Berdasarkan kedudukannya yang menjemari dengan Formasi Mamuju, maka anggota ini diduga berumur Miosen Atas.

Satuan ini merupakan nama anggota baru yang diusulkan, diambil dari nama daerah Tapalang yang merupakan tempat singkapan terbaik.

Tmpl FORMASI LARIANG batupasir

gampingan, mikaan, batulempung bersisipan kalkarenit, konglomerat dan tuf.

Batupasir gampingan, mikaan, berwarna kelabu; berbutir sedang - kasar, mampat; setempat konglomeratan. Batuan ini berlapis baik, dengan tebal dan beberapa cm sampai 10 cm.

Batulempung, berwarna kelabu; berlapis tipis sampai masif;

54

55

29

menunjukkan struktur silang-siur. Kalkarenit,

berwarna kelabu; tak berlapis; sebagian terhablurkan; banyak mengandung fosil foraminifera, gastropoda dan braciopoda, setempat berupa terumbu koral.

Konglomerat, berwarna coklat kemerahan;

aneka bahan; berlapis baik dan berselang-seling dengan batupasir setebal 2 cm sampai 6 cm; komponen berukuran 2 cm sampai 4 cm, terdiri dari batuan sedimen, basal, andesit, granit, genes dan sekis, berbentuk membundar tanggung sampai membundar yang direkat oleh batupasir kuarsa yang juga sebagai massadasar.

Tuf, berwarna putih kelabu; mengandung

biotit dan kuarsa; mudah hancur; merupakan sisipan dalam batupasir gampingan dan batulempung. Batupasir gampingan dan kalkarenit, mengandung fosil, antara lain Globigerinoides ruber D‘ORBIGNY, Globigeinoides triloba REUSS, Globorotalia menardii D‘ORBIGNY, Globigerinoides

elongatus D ‗ORBIGNY, Pulleniatina primalis BLOW dan BANNER, Gloguadrina altispira CUSHMAN dan JARVIS, Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGER, Globigerinoides obliguus BOLLI, Globigerinoides immaturus

LEROY, Globigerina venezuelana HEDBERG,

Globorotalia acostaensis BLOW, Globorotalia cf. Globorotalia margaritae BOLLI dan BERMUDEZ, Frazilus sp., Neoeponides sp., Siphogenerina sp. (terdapat melimpah, Cancris sp., Ammonia sp., Hastigerina siphonfera D‘ORBIGNY, Orbulina universa D‘ORBIGNY dan Bullimina sp. Kumpulan fosil

plangton ini menunjukkan umur Miosen Akhir-Pliosen Awal dan terendapkan dalam lingkungan laut dangkal (Sudiyono, hubungan tertulis, 1985). Formasi ini tersebar di bagian baratlaut Lembar yaitu di bagian tengah aliran S. Lumu dan S. Budong-budong, menerus ke utara ke Lembar Pasangkayu. Satuan ini

menindih takselaras Batuan Gunungapi Adang. Batuan Gunungapi Talaya, dan Batuan Malihan; tertindih takselaras oleh Formasi Budong - Budong dan endapan Kuarter. Tebal satuan ini ± 500 m.

Nama formasi ini adalah nama baru yang diusulkan, berasal dan nama S. Lariang di Lembar Pasangkayu yang merupakan daerah lokasi tipenya (Sukido, drr., dalam persiapan, 1987).

Qb FORMASI BUDONG - BUDONG:

konglomerat dan batupasir, bersisipan tipis batugamping koral dan batulempung.

Konglomerat, berwarna coklat kelabu; aneka bahan; mampat; sebagian mudah lepas; berlapis baik, dengan tebal lapisan dan beberapa cm sampai 35 cm.

Komponen utamanya adalah leusit, dasit, granit, dan diorit; berbentuk membundar

tanggung sampai membundar, tertanam dalam massadasar batupasir berbutir halus sampai sedang.

Batupasir, berwarna kelabu kecoklatan agak lunak; berlapis dengan tebal dan beberapa cm sampai 20 cm; butiran berukuran halus sampai sedang, terdiri dari kuarsa dan batuan

beku, dengan massa dasar lempung. Setempat ditemukan struktur perlapisan bersusun, dan berselingan dengan grewake.

Batugamping koral, berwarna kecoklatan;

tersusun dan pecahan koral; berlapis tipis (2 - 5 cm); terdapat sebagai sisipan dalam konglomerat dan batupasir. Batulempung, berwarna coklat; agak lunak; berlapis tipis; mengandung sisa tumbuhan. Batuan ini terdapat sebagai sisipan dalam batupasir dan konglomerat.

Berdasarkan kedudukan stratigrafinya, dan

masih belum kompak, maka formasi ini

diduga berumur Plistosen-Holosen, dan berlingkungan pengendapan laut dangkal sampai darat. Satuan ini tersebar di bagian baratlaut Lembar, terutama di bagian hilir S. Budong-budong.

Formasi Budong-budong menindih takselaras Formasi Lariang, Batuan Gunungapi Lamasi, Batuan Gunungapi Talaya dan Batuan malihan, dan diduga berhubungan menjemari

dengan batugamping koral. Tebal satuan seluruhnya ± 200 m. Formasi Budong-budong adalah nama baru yang diusulkan, berasal

dari nama S. Budong-budong, yang merupakan tempat singkapan yang terbaik.

Ql BATUGAMPING KORAL : batugamping terumbu dan batugamping bioklastika, setempat dengan cangkang moluska; berongga.

Batuan ini terutama tersusun dari koral,

ganggang dan sedikit pecahan cangkang moluska. Sebarannya terutama terdapat di pantai baratlaut Lembar dan diduga menjemari dengan Formasi Budong-budong yang berumur Plistosen Holosen, Tebal satuan ± 25 m.

56

57

30

BATUAN GUNUNGAPI

Toml BATUAN GUNUNGAPI LAMASI:

aneka tuf, lava dan breksi gunungapi bensusunan andesit dasit, setempat sisipan batupasir gampingan dan serpih

Batuan ini umumnya mengandung urat

kuarsa bermineral sulfida,terutama pirit, setempat tembaga; terubah dan terkersikkan; bersusunan andesit, dasit dan trakit serta sedikit basal.

Aneka tuf terdiri dari tuf hijau, tuf sela dan tuf

lapili. Tuf hijau, berbutir sangat halus;

berhablur renik; terdiri dari klorit (60%), felspar (10%), serisit (5%), lempung (15%), kuarsa (5%) dan bijih (1%). Batuan ini agak

keras sampai lunak; berlapis buruk antara 0,5 - 2 cm sampai tak berlapis. Setempat berwarna putih kehijauan; keras; terkersikkan termineralkan, terutama pirit; berkepingan tuf putih bersifat dasit atau trakit, terdiri dari mineral kuarsa dan felspar.

Tuf sela, berwarna kuning-kehijauan,

berkepingan dasit dan andesit yang tertanam dalam massa dasar mineral kuarsa dan

felspar, mengandung sedikit tembaga dan

pirit.

Tuf lapili, berupa tuf dengan pecahan dasit

berukuran 1 - 3 cm, berbentuk menyudut sampai menyudut tanggung; keras; berlapis baik.

Lava, berwarna kelabu muda; pejal;

bersusunan dasit-trakit; umumnya terubah dan termineralkan berupa pirit. Lava bersusunan dasit, kristalnya berbentuk anhedral sampai euhedral; porfirit; berbutir

kasar sampai halus; tersusun oleh plagioklas (An20, 20%), kuarsa (15%), biotit (15%),

mikrolit felspar dan gelas (35%), sedikit dan piroksen. Andesitnya berukuran halus sampai sedang; pejal; porfirit; hipokristalin; tersusun oleh fenokris plagioklas (35%), piroksen (25%), bijih (20%), sedikit kuarsa dan gelas

dengan massa dasar felspar (35%).

Breksi, berwarna putih kelabu; bersusunan

sama dengan lava; komponennya berukuran dari beberapa cm sampai 5 cm dengan bentuk menyudut tanggung sampai menyudut dengan massa dasar tuf. Di beberapa tempat, batuan ini termineralkan yang tersebar di dalam komponen maupun massa dasarnya; setempat mengandung sulfida tembaga.

Batulempung hitam, menyerpih; terdapat secara setempat, berupa selingan dalam tuf

breksi. Batuan ini biasanya mengandung sisipan tipis tuf lapili bersusunan andesit.

Satuan batuan ini diterobos oleh retas diorit, andesit dan Granit Kambuno, yang

menyebabkan terjadinya pemineralan dari pengubahan (pengersikan, pengepidotan, dan pengkloritan), terutama pada bidang kontaknya. Pemineralan yang terjadi berupa bijih “massive”, “fragmental” “stockwark” dan “network” dan sisin urat. Bijih sulfidanya adalah sfalerit, pirit, galena dan kalkopirit;

ditemukan di daerah Sangkaropi, Pompangeo dan Rumanga (semuanya telah diselidiki oleh PT Aneka Tambang dan tim dari

Direktorat Sumberdaya Mineral. Di Bilolo ditemukan cebakan barit di atas bijih sulfida “massive”. Cebakan ini telah diselidiki dan

ditambang oleh PT Aneka Tambang, Pemineralan sulfida dan barit akan dibahas lebih lanjut dalam bab Sumberdaya Mineral dan Energi. Batuan gunungapi ini mempunyai Anggota Batugamping, sehingga umurnya diperkirakan sama dengan anggota tersebut yaitu Oligosen - Miosen.

Satuan ini tersebar di bagian tengah, utara dan timur Lembar, menindih takselaras

Formasi Toraja dan tertindih selaras oleh Formasi Sekala.

Lokasi tipenya terdapat di S. Lamasi antara Palopo dan Sabang, Lembar Malili (Simandjuntak drr., 1982) dibagian tenggara Lembar.

Tmrt TUF RAMPI : batupasir tufan dan tuf

kristal.

Batupasir tufan, putih hingga kekuningan,

berbutir halus hingga sedang, terpilah buruk, mengandung kaca gunungapi, felspar dan

kuarsa. Memperlihatkan perlapisan sejajar yang disebabkan oleh perubahan warna atas susunan butiran batuan, dan berlapis dengan

ketebalan berkisar antara 10-30 cm. Umumnya pejal dan telah mengalami ubahan.

Tuf kristal, putih, pejal dan padat, berbutir

halus terdiri dari kristal kuarsa dan feldspar yang berbentuk anhedral dan lempung terdapat sebagai hasil dari mineral ubahan.

Tuf kristal ini umumnya terdapat berelingan dengan batupasir tufan dengan tebal lapisannya mencapai 5 m

Batuan ini terdapat di bagian timurlaut

Lembar, menyebar ke arah timur di Lembar Malili yang diperkirakan berumur Oligosen-

Miosen Awal, dan takselaras menindih Formasi Latimojong (Simandjuntak drr., 1991).

58

31

Tmt BATUAN GUNUNGAPI TALAYA :

breksi, lava, breksi tuf, tuf lapili, bersisipan tuff dan batupasir (grewake), rijang, serpih, napal, setempat batupasir karbonan dan

batubara.

Breksi, lava dan breksi tuf, umumnya

bersusunan andesit sampai basal; setempat mengandung leusit Batuan ini sebagian besar telah terpropilitkan dan termineralkan, sehingga warnanya kelabu kehijauan sampai hijau; banyak mengandung urat kalsit dan setempat urat kuarsa

Breksi, berwarna kelabu; komponen

berukuran kerikil sampai bongkah, dengan bentuk menyudut tanggung sampai menyudut, tertanam dalam massa dasar tuf pasiran; mampat; tidak berlapis.

Lava, berwarna kelabu; terkekarkan dengan

sturktur kekar meniang; beberapa berstuktur bantal; pejal. Berdasarkan penelitian petrologi, batuan ini umumnya bersusunan andesit, andesit piroksen, diabas dan basal;

beberapa contoh bersusunan trakit basal, dasit, andesit horenblenda, andesit biotit dan basal leusit. Umumnya terhablur penuh, porfirit, berbutir halus sampai sedang dengan

bentuk anhedral sampai euhedrali; beberapa bertekstur afanit.

Andesit piroksen tersusun dari plagioklas An 40-50 (40% - 60%), piroksen (10% - 20%), sedikit lempung, kuarsa, horenblenda, biotit,

bijih dan gelas. Piroksen dan plagioklas, sebagian telah terubah menjadi kalsit, serisit dan beberapa epidot. Massadasarnya terdiri dari mikrolit atau kristal renik felspar dan sedikit piroksen atau horenblenda, yang umumnya telah tembah menjadi kalsit dan

beberapa karbonat. Beberapa mineral menunjukkan retak-retak, yang diisi oleh kuarsa sekunder. Bijih berwarna hitam,

berbutir halus (0,4 mm), kedap, anhedral, terdapat menyebar pada massadasar.

Basal dan breksi basal, umumnya terdiri dari

plagioklas (An3o - Ab70), klinopiroksen, olivin, gelas, mineral gelap dan bijih. Batuan ini menunjukkan tekstur porfirit, dengan penokris

terdiri dari felspar dan piroksen; umumnya telah terubah menjadi serisit, klorit dan epidot.

Tuf lapili, berwarna kelabu kehijauan

berkepingan andesit. Andesit, berbutir halus (0,3 mm - 1 mm), anhedral euhedral,

tersusun dan plagioklas (40%), piroksen (15%), kripto kristalin (20%), kuarsa (2%), ortoklas (1%), karbonat (5%), klorit (8%),

dan bijih (1%).

Batupasir karbonan, berwarna kelabu tua;

berbutir halus-sedang; sebagian konglomeratan yang banyak mengandung kepingan batulanau sangat keras; berlapis

dan menunjukkan stuktur silang-siur. Batubara dengan tebal lebih dari 2 m ditemukan berselingan dengan batupasir karbonan.

Batupasir wake sebagai sisipan, berwarna

kelabu kehijauan; berlapis baik dengan tebal 0,5 - 1 m; berstuktur perlapisan bersusun; setempat ‗slump‘ dan konglomeratan. Batuan ini biasanya tendapat berselingan dengan lava

atau breksi.

Rijang, merupakan sisipan tipis dalam saluan ini, berwarna putih kelabu sampai kelabu kemerahan. Serpih. berwarna kelabu kecoklatan; getas; berlapis tipis. Napal, berwarna putih; berlapis tipis (1 - 5 cm);

keras dan mampat. Napal ini mengandung fosil ganggang, pecahan ekinoid, Lepidocyclina sp., Miogypsina sp. dan Gypsina sp., yang mungkin menunjukkan umur Miosen Awal - Miosen Tengah.

Berdasarkan umur itu dan kedudukan

stratigrafinya yang menjemari dengan

Formasi Sekala, maka dapat disimpulkan bahwa umur satuan ini berkisar dan Miosen

Tengah sampai Pliosen. Lingkungan pengendapan satuan ini adalah laut dalam sampai dangkal dan sebagian darat.

Satuan ini tersebar luas di Lembar Mamuju

dan hampir tersingkap di semua tempat. Di bagain selatan Lembar, menerus ke Lembar Majene; ke utara ke Lembar Pasangkayu dan ke timur ke Lembar Malili dan sebelah barat Poso. Nama satuan diambil dari nama Gunung

(Bulu) Talaya, di bagian barat Lembar, tempat ditemukan singkapan yang baik. Tebal satuan ini ±750 m,

Tmb TUF BEROPA : perselingan tuf dan

batupasir tufan, bersisipan breksi gunungapi dan batupasir wake.

Tuf, berwarna putih kemerahan sampai

kehijauan; berbutir halus- sedang; mengandung biotit, felspar dan kuarsa. Batupasir tufan, berwarna kelabu kecoklatan; berlapis baik dan pejal.

Batupasir wake, berwarna kelabu kehijauan; berlapis baik tersusun dari plagioklas, mineral mafik, kuarsa dan oksida besi, berbutir

sedang sampai kasar.

61

32

Breksi gunungapi, berwarna kelabu

kekuningan; pejal; sebagian berlapis; komponen berukuran dan 5 sampa 30 cm dengan bentuk menyudut tanggung sampai

menyudut. Tersusun oleh kepingan andesit sampai basal, porfirit, tersusun dari plagioklas, horenblenda, piroksen dan gelas yang tertanam dalam massadasar mikrolit felspar.

Batupasir wake sebagai sisipan berwarna

kelabu muda, berlapis cukup baik dengan tebal dan 0,5 sampai 0,75 m.

Satuan ini diduga merupakan anggota di

bagian bawah dani Batuan Gunungapi Talaya sehingga umurnya diduga Miosen Tengah.

Tebalnya ± 500 m. Satuan ini tersingkap di tengah bagian timur Lembar, terutama di sekitar desa Belopa; menjemari dengan Batuan Gunungapi Talaya dan menindih takselaras Formasi Latimojong.

Tma BATUAN GUNUNGAPI ADANG : tuf lapili, breksi bersisipan lava, batupasir dan batulempung tufan.

Tuf lapili, berwarna putih kehijauan; berbutir

kasar; mengandung mineral leusit, berukuran dan beberapa cm sampai 3 cm, terhablur sempurna, dengan massadasar tuf halus bersusunan leusit. Batuan ini berlapis kurang baik sampai tak berlapis.

Breksi, berwarna kelabu; komponen berukuran kerikil sampai bongkah, terutama

tersusun oleh basal leusit dan massadasarnya tuf yang bersusunan leusit. Basal leusit, berbutir kasar; terhablur sempurna; porfirit, tersusun dan mineral leusit (50%), piroksen (5%), gelas dan felspar (40%), mineral kedap cahaya (5%) dan biotit (1%).

Lava basal lausit, porfirit dengan bentuk mineral subhederal sampai anhedral, terdiri dari leusit (45%), kalium felspar (20%),

piroksen (10%) dan biotit (8%). Beberapa contoh batuan menunjukkan struktur trakit.

Batupasir dan batulempung tufaan, berwarna kelabu muda; terdapat sebagai sisipan dalam tufa berlapis cukup baik dengan tebal 1 - 5 cm agak keras; mengandung mineral leusit berbutir halus sedang dan batuapung. Setempat dalam satuan ini ditemukan batuan biotit andesit dengan kristal biotit berukuran 2 cm.

Satuan ini tersebar luas di bagian baratdaya

Lembar, yaitu daerah di antara Tapalang dan

Mamuju; menjemari dengan Formasi Mamuju dan Anggota Tapalang; dan diduga menjemari pula dengan Batuan (gunungapi Talaya. Berdasarkan kedudukan stratigrafi tersebut,

maka umumya diduga sama dengan Formasi Mamuju, yaitu Miosen Tengah - Miosen Akhir. Umur ini sama dengan umur leusit yang ada di Lembar Pangkajene (Silitonga, 1982). Tebal satuan ± 400 m.

Qbt TUF BARUPU : tuf, tuf lapili, tuf hablur, bersusunan dasit dan sedikit breksi lava bersusunan andesit dan dasit.

Tuf, berwarna putih sampai kelabu; agak

mampat, sebagian mudah hancur; setempat berlapis (10 - 25 cm). Sedangkan tuf hablur,

berwarna patih kelabu; berbutir sedang sampai kasar; terdapat sebagai sisipan tipis dalam tuf. Batuan ini umumnya bersusunan dasit; biotit, sanidin, dan banyak dijumpai oksida besi.

Breksi lava, berwarna kelabu; mampat keras; komponen berukuran kerikil sampai bongkah dengan bentuk menyudut tanggung sampai menyudut; bersusunan andesit.

Tuf Barupu diduga berumur Plistosen dan

tebalnya ± 300 m. Sebarannya terdapat di

bagian tenggara Lembar yaitu di daerah Kawalean, sebelah selatan Bulu Malimongan dan di sebelah barat Rantepao. Satuan ini menindih takselaras batuan gunungapi Oligosen - Miosen.

Penamaan Tuf Barupu pertama kali diberikan oleh Abendanon (1915), kemudian digunakan pula oleh Reyzer (1920). Namanya berasal dan Barupu, nama kampung di setelah barat

Rantepao yang merupakan tempat singkapan terbaik.

BATUAN TEROBOSAN Tmpi BATUAN TEROBOSAN : granit, granodiorit, riolit.

Granit, berwarna kelabu, putih kemerahan sampai kehitaman, berbutir sedang sampai

sangat kasar, terhablur sempurna dengan bentuk sub-euhedral, beberapa panidiomorfik. Mineral utamanya terdiri dari kuarsa, kalium felspar, plagioklas, horenblenda, biotit dan setempat klorit, apatit dan bijih. Kuarsa dan felspar umumnya tumbuh bersama (intergrowth), dan setempat serisitisasi dan

karbonatisasi. Pada beberapa mineral terlihat

retak-retak sebagai akibat pengaruh dari tekanan. Di beberapa tempat mengandun emas.

62

33

Granodiorit, berwarna putih kotor berbintik

hitam hingga kelabu kehitaman, berbutir sedang-kasar, porfiritik dengan fenokris terdiri dari plagioklas, horenblenda, kuarsa dan

biotit; sedikit piroksen, bijih; setempat terlihat klorit, apatit, sirkon dan epidot; serisit, magnetit dan lempung terdapat sebagai hasil ubahan.

Riolit, putih kelabu, butir halus-sedang dan

berbentuk sub-anhedral. Mineral penyusun utarnanya terdiri dari piroksen, biotit dan plagioklas dengan sedikit kuarsa dan felspar.

Diorit, berwarna kelabu kehitaman sampai

kehijauan, umumnya berbutir sedang-halus, terhablur sempurna setempat mengandung

butiran kuarsa hingga terbentuk batuan diorit kuarsa dan terdapat sebagal retas-retas di beberapa tempat.

Apatit, umumnya berbentuk reta-retas

berwarna kelabu kemerahan, berbutir sangat kasar dengan mineral felspar dan kuarsa mencapai ukuran 3 cm. Granit mempunyai penyebaran yang luas terutama di bagian selatan Lembar, beberapa tempat di baglan

timur. Batuan ini ada yang menamakan Granit Mamasa atau Granit Kambuno di Lembar Malili

dan Lembar Poso; Umurnya diperkirakan pada Miosen Akhir - Pliosen Awal.

Di beberapa tempat, terutama yang terdapat

di bagian selatan Lembar telah mengalami pelapukan yang cukup kuat, hingga lepas - lepas seperti pasir kuarsa. Penerobosan terhadap Batuan Gunungapi

Lamasi menunjukkan adanya pemineralan bijih sulfida dan membentuk cebakan tembaga, seperti yang terdapat di Sangkaropi, Penasuang dan Bilolo di bagian utara Tana Toraja.

BATUAN MALIHAN

TR w BATUAN MALIHAN : sekis mika, genes

mika, dan sedikit filit serla batusabak.

Sekis mika dan genes mika, berwarna kelabu;

umumnya tersusun oleh biotit, muskovit, dan kuarsa; berbutir sedang sampai kasar. Batuan telah mengalami deformasi dan pada

singkapannya terlihat paling sedikit ada tiga arah pendaunan.

Filit, berwarna kelabu; tersusun dari lempung,

karbonat dan kuarsa, beberapa granit dan sedikit hornblende.

Batusabak, berwarna kelabu kehitaman

dengan susunan hampir sama dengan filit. Satuan ini diduga berumur lebih tua dari pada umur Formasi Latimojong, berdasarkan

kenyataan bahwa batuannya telah mengalami beberapa kali pencenanggaan (deformasi) yang dicirikan oleh adanya lebih dari dua arah pendaunan, sedangkan Formasi Latimojong kurang menunjukkan arah pendaunan. Kenyataan ini membuktikan bahwa Komplek Wana terbentuk sebelum Kapur dan diduga

Trias, tetapi sebelum Formasi Latimojong terbentuk. Tebal satuan ini tidak diketahui dengan pasti, diduga lebih dari 1.000 m.

Satuan ini dapat disebandingkan dengan sekis

glaukofan atau Komplek Pompangeo (Simandjuntak, drr., 1991) atau Komplek Wana (Sukido, drr., 1987, dalam persiapan). Satuan ini tersingkap di daerah Budong-

budong, sudut baratlaut Lembar. Singkapan yang cukup luas terdapat di sebelah utara Lembar yaitu di Lembar Pasangkayu. Satuan ini tertindih takselaras oleh Formasi Lariang, Formasi Budong-budong aluvium.

STRUKTUR DAN TEKTONIKA

Struktur utama di Lembar Mamuju adalah

sesar normal dan sesar naik yang mempunyai arah umum utara timurlaut-selatan baratdaya. Beberapa sesar berarah hampir barat - timur dan utara baratlaut - selatan tenggara. Struktur lipatan di Lembar ini

berkembang cukup baik.

Daerah Lembar termasuk dalam Mandala

Geologi Sulawesi Barat (Sukamto, 1973a), terutama terdiri dari batuan malihan, batuan sedimen, batuan gunungapi dan batuan terobosan bersifat granit.

Di daerah ini paling sedikit telah terjadi empat kali gejala tektonik. Tektonik awal yang dapat

diamati mungkin terjadi pada Kala Kapur Tengah yang bersamaan dengan gejala tektonik di Daerah Sulawesi

baratdaya (Leeuwen, 1981). Gejala ini

mengakibatkan perlipatan, persesaran dan pemalihan regional derajat rendah pada Satuan Batuan Malihan.

Pada Kapur Akhir terbentuk Formasi Latimojong dalam lingkungan laut dalam, terutama terbentuk di bagian timur dan tengah Lembar. Tektonika selanjutnya terjadi pada Paleosen, yang mengakibatkan satuan

Batuan Malihan terlipat dan termalih lagi serta Formasi Latimojong termailih regional derajat rendah.

34

Pada Kala Eosen sampai Oligosen terjadi genang laut yang membentuk sedimen laut Formasi Toraja dan Anggota Rantepao. Pada Kala Oligosen sampai Miosen Awal terjadi lagi

kegiatan tektonik yang disertai dengan kegiatan gunungapi dalam bentuk busur kepulauan gunungapi, dan membentuk Batuan Gunungapi Lamasi, yang di beberapa tempat terbentuk pula batugamping. Setelah kegiatan gunungapinya terhenti, pengendapan batuan karbonat terus berlangsung sampai

awal Miosen Tengah sehingga terbentuk Formasi Riu.

Pada Kala Miosen Tengah bagian tengah

sampai Awal Miosen Akhir terjadi lagi kegiatan tektonik yang disertai dengan kegiatan gunungapi yang menghasilkan Batuan Gunungapi Talaya, Tuf Beropa dan batuan sedimen gunungapi Formasi Sekala. Batuan

Gunungapi Talaya bersusunan andesit-basal yang makin ke arah atas susunannya berubah menjadi leusit-basal, sehingga terbentuk Batuan Gunungapi Adang. Di bagian barat, pada waktu yang bersamaan terendapkan batuan karbonat Formasi Mamuju dan batugamping terumbu Anggota Tapalang.

Pada Kala akhir Miosen Tengah, kegiatan

gunungapi tersebut disertai dengan terobosan

batun granit yang menerobos semua satuan yang lebih tua. Terobosan ini membawa larutan hidrotermal yang kaya akan bijih sulfida dan membentuk endapan bijih sulfida terutama suffida tembaga, seperti di daerah Sangkaropi, Penasuang dan Bilolo.

Terobosan ini disertai dengan pengangkatan dan penyesaran, sehingga terbentuk sesar turun dan sesar naik yang berarah utara

timurlaut - selatan baratdaya. Pengangkatan yang terjadi di bagian barat Lembar mungkin berlangsung sampai Miosen Akhir yang dilanjutkan dengan penurunan sehingga terbentuk Formasi Lariang.

Kegiatan tektonik terakhir mungkin terjadi pada Kala Pliosen, sehingga bagian timur Lembar terangkat, sedangkan pengangkatan di bagian barat Lembar disusul oleh

penurunan yang menghasilkan Formasi Budong-budong dan Batugamping Koral.

Sejak Pliosen Akhir daerah ini diduga sudah berupa daratan, dan pada Kala Plistosen (?) terjadi kegiatan gunungapi yang menghasilkan Tuf Barupu,

Pengangkatan daerah ini masih berlangsung terus sampai sekarang. dicirikan dengan tumbuhnya terumbu koral di sepanjang pantai barat.

SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI

Daerah Lembar Mamuju mengandung bahan galian logam dan non logam serta sumberdaya energi yang diperkirakan mempunyai prospek cukup baik.

Bahan galian logam

Bahan galian logam yang ditemukan di daerah pemetaan adalah emas, perak, tembaga, besi dan seng; di antaranya berupa kalkopirit, kalkosit, kovelit, sfalerit, malakit, bornit, magnetit, galena dan pirit. Cebakannya antara

lain berupa letakan, urat, porfiri, impregnasi dan kantong-kantong.

Sebarannya terdapat di bagian tengah dan tenggara Lembar, dekat dengan batuan terobosan Granit. Batuan terobosan itu sangat erat hubungannya dengan pemineralan di daerah ini. Pemineralan terjadi pada batuan malihan, sedimen, gunungapi dan pluton.

Penelitian mineral logam di daerah ini telah dilakukan oleh Djumhani dan Pudjowalujo (1976), Seksi Mineral Vulkanogenik Direktorat

Sumberdaya Mineral (1980) dan Deddi, drr. (1984).

Djumhani dan Pudjowalujo (1976), mendapatkan beberapa daerah yang mengandung mineral logam, yaitu Batuisi - Salole, Huna - Lelupa, Paniwangan - Salipaku dan Talimbangan - Sangkaropi.

Daerah Batuisi –Salole

Mineral logam yang ditemukan di daerah ini adalah pirit, kalkopirit, dan kovelit; terdapat dalam urat kuarsa yang menerobos batusabak, berupa urat-urat berisi pirit dan malakit. Ditemukan juga bongkah diorit yang

mengandung pirit, sfalerit dan kalkopirit. Genesa pemineralannya diduga metasomatisma kontak dan mungkin pula impregnasi. Analisa geokimia contoh tanah di S. Belimbing menghasilkan kadar tembaga dari 50 sampai 193 ppm dan di S. Belopa dan 60 sampai 426 ppm.

Di daerah ini, Deddi, drr. (1984) menemukan tembaga dengan kadar 2 sampai 130 ppm,

timbal dengan kadar 11 sampai 46 ppm dan seng dengan kadar 7 sampai 84 ppm.

Mineralisasi emas terdapat dalam urat-urat

kuarsa halus di S. Taroto anak sungai Lebutang.

65

66

35

Daerah Hune-Lelupa

Pemineralan di daerah ini terjadi pada rekahan halus batuan pluton dan pada retas andesit. Mineral yang ditemukan adalah pirit, kalkopirit dan galena yang terdapat secara tersebar (porfiri). Analisa geokimia dari

contoh sedimen dari S. Kasomang menunjukkan kadar tembaga 24 - 28 ppm, timbal 6 - 59 ppm, dan seng 30 - 90 ppm. Analisa contoh tanahnya menunjukkan kadar tembaga 41 - 477 ppm.

Daerah Paniwangan-Salupaku

Mineral yang ditemukan di Paniwangan adalah bongkah magnetit; sedangkan di Salapaku adalah butir-butir halus kalkopirit di dalam batuan malihan.

Daerah Talimbangan-Sangkaropi-Bilolo

Mineral yang ditemukan di daerah Talimbangan adalah pirit dan kalkopirit yang terkurung dalam massa dasar magnetit pejal di dalam batusabak. Selain itu ditemukan juga

urat berisi pirit, kalkopirit, galena dan sfalerit yang menerobos breksi andesit dan

granodiorit. Analisa geokimia contoh sedimen sungai dan S. Talimbangan menunjukkan kadar tembaga dari 1,4 sampai 836 ppm, timbal dari 31 sampai 295 ppm dan seng dan 31 sampai 125 ppm.

Di daerah Sangkaropi, mineral yang ditemukan adalah pirit, galena, sfalerit,

kalkopirit, bornit dan kovelit. Endapan berupa kantong-kantong terdapat di dalam breksi gunungapi. Di daerah ini ditemukan pula urat-urat yang mengandung gabungan galena-pirit-kuarsa di dalam batuan granit. Analisa geokimia contoh tanah, menghasilkan kadar

tembaga 124 - 150 ppm.

Di daerah Bilolo, cebakan tembaga diikuti oleh

barit. Barit ini diusahakan secara kecil-kecilan oleh PT. Aneka Tambang. Cebakan tembaga dengan barit sebagai penutupnya diduga merupakan cebakan bijih tipe Kuroko (Seksi Mineral Vulkanogenik, 1980, 1981).

Eksplorasi tembaga oleh PT. Aneka Tambang bekerjasama dengan Seksi Mineral Vulkanogenik, SDM, di daerah Sangkaropi-Bilolo berlangsung dan 1976 - 1981. Selama

kegiatan pemetaan geologi Lembar Mamuju

ini, kegiatan yang dilakukan PT. Aneka Tambang, adalah mengusahakan barit secara kecil-kecilan, sedangkan tembaganya tidak, mungkin kurang menguntungkan.

Bahan galian non logam

Bahan galian non logam yang terdapat di daerah ini antara lain adalah batugamping, granit, andesit, basal, dasit, pasir dan kerikil yang cukup melimpah. Sebagian bahan galian ini telah dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan pengeras jalan.

Sumber energi

Sumber energi yang terdapat di daerah mi

adalah batubara dan mataair panas. Batubara terdapat sebagai sisipan dalam batuan Formasi Toraja dengan tebal berkisar dan 40

sampai 75 cm. Singkapannya terdapat di 5 km baratdaya Penasuang, 4 km baratlaut Galumpang dan di daerah Galumpang sendiri, serta 1,5 km utara Tamalea.

Mataair panas di daerah ini terdapat cukup banyak tersebar di bagian tengah dan timur Lembar; suhunya berkisar dari 60 sampai 90° C, mungkin dapat digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik berkekuatan sekitar 40 mega Watt (Apandi drr., 1982).

Sumber energi lainnya adalah air terjun yang

mungkin bisa dimanfaatkan sebagal pembangkit tenaga listrik dengan sistem mikro-hidro. Air terjun ini terdapat di daerah aliran cabang S. Mamasa di bagian tenggara Lembar.

Sumberdaya alam lainnya

Di Lembar Mamuju, selain bahan galian logam dan non logam yang ditemukan, Juga hasil

hutannya cukup melimpah untuk dimanfaatkan, terutama rotan dan kayu hitam.

Tana Toraja sebagai obyek pariwisata, sebarusnya bisa dikembangkan lagi, dengan dan menjaga kelestarian lingkungan, adat

istiadat dan kebudayaannya yang khas, serta menyediakan sarana dan prasarana angkutan dan fasilitas lainnya yang lebih baik.

Daerah lainnya dapat pula dijadikan obyek pariwisata, mengingat daerah inii mempunyai keadaan alam dan panorama yang indah dengan binatang langka yang hanya ada di

Sulawesi, yaita anoa, babirusa, tapir dan burung maleo. Untuk perlu diadakan suatu

hutan suaka nasional yang dapat dijadikan

67

36

obyek pariwisata sambil melindungi binatang tersebut dan kepunahan yang disebabkan oleh peburuan liar.

Daerah pantai barat, mulai dan Mamuju

selatan sampai Belang- belang di utara cukup baik untuk tempat hiburan dan pariwisata. Di

daerah lautnya kaya akan berbagai jenis karang, tumbuhan, dan ikan karang dengan lingkungan yang masih bersih dan indah.

A C U A N

Abendanon, E.C., 1915, Geologische en geographische door kruisingen van

Midden Celebes (1905-1910). Leiden, E.J. Brill, v.1,451 p.

Apandi, T., N. Ratman dan Yusup, 1982,

Laporan Geologi Lembar Mamuju, Sulawesi, sekala 1: 250.000. Pro.

P.G.I.F., Bid. Geo. Reg. Puslitbang Geologi.

Brouwer, HA., 1934, Geologische

onderzoekingen op het eiland Celebes, Verh. Geol. Mynb. Gen. Ned. en Kol., Geola Serie Vol. x.

Deddi, T. Sutisna, Sukmana dan Zulkifli,

1984, Peyelidikan Pendahuluan Geologi, Pendulangan dan Geokimia Daerah Kecamatan Budong-budong, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Selatan.

Seksi Mineral Vulkanogenik, Sub. Dit.Mift Log. SDM.

De Koning Knijff. J., 1914, Geologische

gegevens omtrent gedeelten der afdelingen Loewoe, Parepait en Boni van het Government Celebes en Onder hoorigheden. Jaarb. v.h. Mijnwezen in Nederlandsek Oost indie

1912, Batavia Staatsdrukkerij Deel I,

p.227 -295.

Djumhani dan H. Pudjowalujo, 1976, Laporan

5 tahun Peta tahap I, Bagian Pemetaan dan Penyelidikan Mineral daerah Sulawesi Selatan Blok 5, 1969-1979, Direktorat Geologi.

Djuri dan Sudjatmiko, 1979, Peta Geologi

Bersistem, Lembar Majene-Palopo, Sulawesi Selatan, sekala 1 250.000. Direktorat Geologi.

Leeuwen Th.M. van, 1981, The Geology of

Southwest Sulawesi with Special Reference to the Biru Area. In: Bather Al. & Wiryosujono, S. The Geology and

Tectonics of Eastern Indonesia, GRDC, Spec. Publ. No. 2, 1981, pp.177-304.

Reyzer, J., 1920, Geologische ann tekeningen

betreffende de zuidelijke Toraja-Landen, vetzaineld uit de vuslagen der mijnbouwkundige onderzoekingen in

Midden Celebes Jaarb. V.h. Mijw. in Ned. Qast Indie, 1918, p. 154-209, p1. 14.

Sarasin F. & P. Sarasin, 1901, Entwurf einer geografische, geologisehe Beschreibung der

insel Celebes, Weisbaden. Arsip Perpustakaan

Puslitbang Geologi.

Seksi Mineral Vulkanogenik, 1980, Laporan

penyelidikan geologi dan geokimia tinjau regional daerah basin S. Lamasi

dan S. Sadari, Kecamatan Sesean dan Kecamatan Walenrang, Kabupaten Tana Toraja dan Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, Sub. Dit. Eksp. Min. Log. DSM,

Simandjuntak, TO., B. Rusmana, Surono dan

LB. Supandjono, 1991, Peta Geologi

Bersistem Lembar Malili, Puslitbang Geologi.

Sukamto, R., 1978, The structure of Sulawesi in the light of plate tectonics. Proc.

Rag. Conf. Geol. Min. Res. S.E. Asia, 1975, Jakarta.

Sukido, D. Sukarna dan K. Sutisna, 1987,

Peta Geologi Lembar Pasangkayu, Sulawesi, sekala 1: 250.000, Puslitbang Geologi.

69

37

PENDAHULUAN

Pemetaan gcologi bersistem Lembar Malili (2113) dilakukan oleh Bidang Geologi Regional (sekarang Bidang Pemetaan Geologi), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, dalam rangka kegiatan Proyek

Pemetaan Geologi dan Interpretasi Foto udara, tahun anggaran 1979/1980, PELITA III tahun ke 1. Tujuannya ialah penyelidikan geologi serta sumberdaya mineral dan energi yang akan rnenghasilkan data dasar untuk menunjang inventarisasi sumberdaya mineral dan energi wilayah tersebut.

Pekerjaan lapangan berlangsung dalam dua

tahap:

tahap pertama dan Juni sampai Agustus 1979, dan tahap kedua dan Nopember 1979 sampai Januari 1980.

Lembar Malili terletak diantara kordinat 120° -

121°30‘ BT dan 2°00‘ - 3°00‘ LS, dan meliputi daerah seluas 21.000 Km2. Lembar ini di utara dibatasi oleh Lembar Poso, di timur oleh

Lembar Bungku, di selatan oleh Lembar Kendari, Teluk Bone dan Lembar Majene, dan di barat oleh Lembar Mamuju. Bagian selatan lembar termasuk Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan, sedangkan bagian utara termasuk Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah.

Musim kemarau di daerah ini berlangsung dan Mei sampai Oktober, dan musim hujan dan

Nopember sampai April. Curah hujan di

bagian selatan antara 2500 - 3000 mm, dan di bagian utara antara 3500 - 4000 mm per tahun.

Penduduknya terdiri dari beberapa suku. Suku

Bugis dan Bajo‘e yang menempati daerah pantai bermata pencarian menangkap ikan dan berdagang. Suku Mori, Tolaki, Toraja dan Pamona yang hidup di pedalaman umumnya

bertani dan mencari hasil hutan. Sejak adanya tambang nikel di Soroako banyak diantara penduduk asli yang menjadi karyawan perusahaan. Orang Bugis dan Bajo‘e pada umumnya beragama Islam; orang Mori dan

Toraja beragama Kristen, sedangkan orang

Tolaki ada yang Islam dan ada yang Kristen.

Daerah yang dipetakan dapat dicapai dan Ujung Pandang melalui udara, darat dan laut. Penerbangan perintis Ujung Pandang - Soroako berlangsung dua kali seminggu, dan Ujung Pandang - Masamba sekali seminggu, menggunakan pesawat kecil Twin otter,

Cessna atau Cassa. Jalan darat dan Ujung Pandang ke Palopo sudah beraspal dan dapat dilalui segala jenis kendaraan bermotor pada setiap musim. Jalan ini merupakan ruas jalan Trans Sulawesi. Antara kota Malili dan Soroako terentang jalan raya yang dibangun

dan dikelola oleh PT Inco. Palopo dan Malili

selain jalan darat juga dihubungkan dengan perahu atau kapal laut.

Peta dasar yang dipakai bersekala 1:250.000,

seri Sc yang berasal dan US Army Service. Potret Udara yang terscdia hanya meliputi bagian timur dan tengah daerah pemetaan, dibuat otch Angkatan Udara Australia. Citra Landsat meliputi seluruh daerah.

Laporan terdahulu mengenai daerah ini ditulis

oleh Koolhoven (1930), Brouwer (1934), Loczy (1934), Rulten (1927), Umbgrove

(1935), Hetzel (1936), Bothc (1927), Hopper (1941), Soeria - Atmadja dkk.(1972), Sukamto (1975), Achmad (1975) dan Sophaheluwakan & Suparka (1978). Laporan -

Geologi Lembar Malili, Sulawesi Geology of the Malili Quadrangle, Sulawesi

0leh (By):

TO. Simandjuntak, E. Rusmana, Surono

dan (and) J. B Supandjono

Geologi dipetakan pada 1979/1980 oleh:

Geology mapped in 1979/1980 by:

TO. Simandjuntak, E. Rusmana, Surono,

J. R Supandjono, A. Koswar, R.L.

Situmorang, T. Turkandi, K. Sutisna, A.

Azis dan (and) M. Endharto

Ditelaah dan disunting oleh

Reviewed and edited by:

Rab. Sukamto dan (and) T. Soeradi

DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN

ENERGI

DIREKTORAT JENDERAL GEOLOGI DAN

SUMBERDAYA MINERAL

PUSAT PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN GEOLOGI

DEPARTMENT OF MINES AND ENERGY

DIRECTORATE GENERAL OF GEOLOGY

AND MINERAL RESOURCES

GEOLOGICAL RESEARCH AND

DEVELOPMENT CENTRE 1991

72

38

laporan tersebut terutama menyangkut daerah yang berbatuan ultrabasa. Bagian barat Lembar telah ada peta geologi yang bersifat kompilasi.

FISIOGRAFI

Secara morfologi daerah ini dapat dibagi atas 4 satuan : Daerah Pegunungan, Daerah

Pebukitan, Daerah Kras dan Daerah Pedataran. Daerah Pegunungan menempati bagian barat dan tenggara lembar peta. Di bagian barat terdapat 2 rangkaian pegunungan:

Pegunungan Tineba dan Pegunungan Koro-Ue yang memanjang dan baratlaut - tenggara,

dengan ketinggian antara 700-3016 m di atas permukaan laut dan dibentuk oleh batuan granit dan malihan. Sedangkan di bagian tenggara lembar peta terda pat Pegunungan Verbeek dengan ketinggian antara 800 - 1346 m di atas permukaan laut, dibentuk oleh batuan ultramafik dan batugamping. Puncak-

puncaknya antara lain G. Baliase (3016 m), G. Tambake (1838 m), Bulu Nowinokel (1700 m), G. Kaungabu (1760 m), Buhi Taipa (1346 m), Bulu Ladu (1274 m), BuLu Burangga (1032 m) dan Bulu Lingke (1209 m). Sungai-

sungai yang mengalir di daerah ini yaitu S.

Kataena, S. Pincara, S. Rongkong. S. Larona dan S. Malili merupakan sungai utama. Pola aliran sungai umumnya dendrit.

Daerah Pebukitan menempati bagian tengah

dan timurtaut lembar peta dengan ketinggian antara 200 - 700 m di atas permukaan laut dan merupakan pebukitan yang agak landai yang terletak di antara daerah pegunungan dan daerah pedataran. Pebukitan ini dibentuk

oleh batuan vulkanik, ultramafik dan batupasir. Puncak-puncak bukit yang terdapat di daerah ini di antaranya Bulu Tiruan ((630 m), Bulu Tambunana (477 m) dan Bulu Bukila

(645 m).

Sungai-sungai yang bersumber di daerah

pegunungan mengalir melewati daerah ini terus ke daerah pedataran dan bermuara di Teluk Bone. Pola alirannya dendrit.

Daerah Kras menempati bagian timurlaut lembar peta dengan ketinggian antara 800 - 1700 m dari permukaan laut dan dibentuk oleh batugamping. Daerah ini dicirikan oleh adanya dolina, ―Sinkhole‖ dan sungai bawah permukaan. Puncak yang tinggi di daerah m di antaranya Butu Wasopute (1768 m) dan

Pegunungan Toruke Empenai (1185 m).

Daerah Pedataran menempati daerah selatan

lembar peta, melampar mulai dan utara

Palopo, Sabbang, Masamba sampai Bone-Bone. Daerah ini mempunyai ketinggian hanya beberapa meter di atas permukaan laut dan dibentuk oleh endapan aluvium. Pada

umumnya merupakan daerah pemukiman dan pertanian yang baik. Sungai yang mengaliri di daerah ini diantaranya S. Pampengan, S. Rongkong dan S. Kebu, menunjukkan proses berkelok.

Terdapatnya pola aliran subdendrit dengan air

terjun di beberapa tempat, terutama di daerah pegunungan, aliran sungai yang deras, serta dengan memperhatikan dataran yang

agak luas di bagian selatan peta dan adanya

perkelokan sungai utama, semuanya menunjukkan morfologi dewasa.

STRATIGRAFI

Tatanan Stratigrafi

Berdasarkan himpunan batuan, struktur dan

biostratigrafi, secara regional Lembar Malili termasuk Mendala Geologi Sulawesi Timur dan Mendala Geologi Sulawesi Barat, dengan batas Sesar Palu Koro yang membujur hampir utara-selatan. Mendala Geologi Sulawesi Timur dapat dibagi menjadi dua lajur (Telt):

lajur batuah malihan dan lajur ofiolit Sulawesi

Timur yang terdiri dari batuan ultramafik dan batuan sedimen petagos Mesozoikum.

Mendala Geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh

lajur gunungapi Paleogen dan Neogen, intrusi Neogen dan sedimen flysch Mesozoikum yang diendapkan di pinggiran benua (Paparan Sunda).

Di Mendala Geologi Sulawesi Timur, batuan

tertua adalah batuan ofiolit yang terdiri dari ultramafik termasuk harzburgit, dunit, piroksenit, wehrlit dan serpentinit, setempat

batuan mafik termasuk gabro dan basal. Umurnya belum dapat dipastikan, tetapi diperkirakan sama dengan ofiolit di lengan timur Sulawesi yang berumur Kapur – Awal Tersier (Simandjuntak, 1986).

Di bagian barat mendala ini terdapat lajur metamorfik, komplek Pompangeo yang terdiri

dari berbagai jenis sekis hijau di antaranya sekis mika, sekis hornblenda, sekis glaukofan, filit, batusabak, batugamping terdaunkan atau pualam dan setempat breksi. Umurnya diduga tidak lebih tua dari Kapur. Di atas ofiolit diendapkan tak selaras Formasi Matano: bagian atas berupa batugamping kalsilutit,

rijang radiolaria, argilit dan batulempung napalan, sedangkan bagian bawah terdiri dari rijang radiolaria dengan sisipan kalsilutit yang semakin banyak ke bagian atas. Berdasarkan

71

73

39

kandungan fosilnya Formasi ini menunjukkan umur Kapur.

Pada mendala ini dijumpai pula komplek

bawah bancuh (Melange Wasuponda), terdiri dari bongkahan asing batuan mafik, serpentinit, pikrik, rijang, batugamping

terdaunkan, sekis, amfibolt dan eklogit (?) berbagai ukuran yang tertanam di dalam masa dasar lempung merah bersisik.

Batuan tekonika ini tersingkap baik di daerah

Wasuponda serta di daerah Ensa, Koro Mudi dan Petumbea, diduga terbentuk sebelum Tersier (Simandjuntak, 1980). Pada Kala

Miosen Akhir batuan sedimen pasca orogenesa Neogen (Kelompok Molasa

Sulawesi) diendapkan tak selaras di atas batuan yang lebih tua. Kelompok ini termasuk Formasi Tomata yang terdiri dari klastika halus sampai kasar, dan Formasi Larona yang umumnya terdiri dari klastika kasar yang diendapkan dalam lingkungan laut dangkal sampai darat. Pengendapan ini terus

berlangsung sampai Kala Pliosen.

Di Mendala Geologi Sulawesi Barat batuan

tentua adalah Formasi Latimojong yang diduga berumur Kapur Akhir. Batuan ini terdiri

dari deret flysch, perselingan antara argilit, filit, batusabak dan wake dengan sisipan rijang radiolaria dan konglomerat. Batuan ini diduga telah diendapkan di pinggiran benua Sunda. Tak selaras di atasnya di-endapkan

Formasi Toraja yang terdiri dari serpih, batugamping, batupasir dan konglomerat. Umurnya berjangka dari Eosen - Miosen Tengah (Djuri dan Sudjatmiko, 1974).

Pada Kala Oligosen terjadi kegiatan gunungapi

bawah laut yang menghasilkan lava bantal dan breksi yang bersusunan basa sampai menengah. Batuan itu membentuk Batuan

Gunungapi Lamasi. Kegiatan ini berlangsung

terus sampai Kala Miosen Tengah (Batuan Gunungapi Tineba dan Tufa Rampi), yang sebagian sudah muncul ke atas permukaan laut.

Di atasnya secara tak selaras diendapkan

Formasi Bone-bone yang terdiri dari endapan turbidit dan perselingan antara konglomerat dan klastika halus. Formasi ini banyak

mengandung fosil foram kecil yang menunjukkan umur Miosen Akhir - Pliosen. Kegiatan gunungapi terjadi lagi pada Plio-Plistosen bahkan sampai Holosen yang menghasilkan lava dan bahan piroklastika

yang bersusunan andesit (Batuan Gunungapi Masamba).

Terdapat dua bauan terobosan granit yang

berbeda umurnya; yang pertama berumur Miosen Akhir dan yang kedua Pliosen. Yang terakhir lamparannya cukup luas di bagian

baratlaut lembar peta. Di daerah Palopo granit berumur Miosen Akhir menerobos Formasi Latimojong dan Formasi Toraja dan menghasilkan mineralisasi hidrotermal. Batuan termuda di daerah ini adalah aluvium yang terdiri dari endapan sungai, danau dan pantai. Sebarannya luas di utara Teluk Bone

dan di selatan Danau Poso.

Perian Satuan Peta

ENDAPAN PERMUKAAN

Ql ENDAPAN DANAU : Lempung, pasir dan

kerikil.

Lempung menunjukkan penlapisan karena

perbedaan warna dan agak mengeras, tebal lapisan antara beberapa sampai 100 mm. Pasir dan kerikil, kelabu hingga hitam, kurang padat, mengandung banyak sisa tumbuhan. Perlapisan cukup baik, dengan

tebal lapisan antara beberapa hingga 20 cm.

Sebaran satuan meliputi daerah di selatan Danau Poso, sekitar Danau Matano, Danau Mahalona dan Danau Towuti. Tebal satuan diperkirakan puluhan meter.

Oal ALUVIUM : lumpur, lempung, pasir,

kerikil dan kerakal.

Satuan ini merupakan endapan sungai, rawa

dan pantai. Sebarannya meliputi dataran di utara Teluk Bone, Rampi dan Leboni yang terletak di bagian baratlaut lembar, daerah

Somba Limu di timur Danau Poso, sepanjang lembah S. Laa di bagian timurlaut lembar,

serta daerah Bungku yang terletak di sebelah barat Danau Matano.

Mendala Geologi Sulawesi Barat

BATUAN SEDIMEN

Kls FORMASI LATIMOJONG : perselingan batusabak, filit, wake, kuarsit, batugamping

dan batulanau dengan sisipan konglomerat dan rijang, umumnya termalih sangat lemah.

Batusabak, hitam sampai kelabu kehitaman

padat dan keras, tebal lapisan an tar 10-20 m. Filit, merah kecoklatan; belahan

73

76

40

berkembang baik dan persekisan sudah tampak agak keras dan kompak.

Wake, kelabu kehijauan sampai kelabu; padat, keras; berukuran sedang; kepingan

(fragmen) membulat sampai membulat tanggung, terdiri atas rombakan batuan gunungapi, hornblenda dan felspar; berlapis baik dengan tebal lapisan sekitar 60 cm. Perarian sejajar berkembang baik; kontak atas dan bawah lapisan sangat jelas.

Kuarsit, hijau cerah sampai merah keputihan;

padat, sangat keras; berlapis baik; tebal lapisan sampai 1 m.

Batugamping, hitam; padat, menghablur dan sangat keras; berlapis baik dengan tebal

lapisan 30 - 50 cm.

Batulanau, kelabu sampai kelabu kemerahan;

perarian; berbutir halus padat dan keras. Konglomerat, kelabu; bersifat padat, dengan komponen andesit dan batupasir, berukuran 2- 5 cm, kemas terbuka, perekat batupasir.

Rijang, putih sampai merah; padat, pejal,

sangat keras; berfosi radiolaria. Fosil untuk penentuan umur batuan tidak ditemukan,

tetapi Brouwer (1934) di Pegunungan Latimojong dan Reyzer (1920) di Babakan di

bagian tenggara lembar, menemukan fosil yang berumur Kapur. Himpunan batuan dan struktur sedimen memperlihatkan bahwa Formasi Latimojong adalah endapan flysch yang diendapkan di pinggiran benua yang aktif Tanah Sunda (Sundaland). Formasi Latimojong melampar di pojok baratdaya

daerah penyelidikan, mulai dan Palopo sampai anak sungai Rongkong. Tebal satuan ini diperkirakan melebihi 1000 m, di atasnya tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Toraja dan batuan gunungapi Lamasi. Satuan ini merupakan kelanjutan dan Formasi

Latimojong di Lembar Majene Palopo (Djuri & Sudjatmiko, 1974) di tenggara lembar peta.

Tets FORMASI TORAJA : serpih,

batugamping dan batupasir dengan sisipan konglomerat.

Serpih, merah tua sampai merah hati; padat

dan keras; perlapisan cukup baik dengan tebal lapisan antara 5-30 cm; memperlihatkan ―reticulate cleavage‖.

Batugamping, putih kekuningan sampai

kelabu kehitaman; berupa batugamping koral,

padat dan sangat keras, tidak berlapis; tebal mencapai 50 m.

Batupasir, kelabu kehijauan sampai coklat;

padat, keras, berkomponen kepingan batuan, kuarsa dan felspar berbutir sedang, membulat sampai membulat tanggung; berlapis baik,

tebal tiap lapisan antara 3 - 15 cm.

Konglomerat, kelabu kehitaman; padat dan

keras, berkomponen kuarsit, kuarsaan baturijang; berukuran 0,5-3 cm, membulat tanggung sampai membulat, terekat oleh batupasir kasar dan berkemas terbuka

Formasi Toraja didominasi oleh serpih, batugamping dan batupasir

berselingan dengan serpih, dengan sisipan

konglomerat. Fosil foraminifera besar yang ditemukan dalam batugamping: Muniditcs sp,

Discocyclina Sp, Bordis S Lepidocyclina sp. Operculina sp, Cydoclypcus sp dan Miogypsina sp menunjukkan umur Eosen-Miosen (Budiman, 1981). Satuan ini diendapkan pada lingkungan dangkal sampai air payau.

Sebarannya dari sekitar desa Maro,

memanjang ke barat dan selatan melewati desa Tondon hingga di Lembar Majene yang berdampingan (Djuri & Sudjatmiko, 1975).

Ketebalan seluruhnya melebihi 1000 m.

Satuan ini menindih secara tidak selaras Formasi Latimojong dan ditindih secara tidak selaras oleh satuan batuan gunungapi Lamasi.

BATUAN GUNUNGAPI

Tplv BATUAN GUJNUNGAPI LAMASI: lava,

breksi dan tufa.

Lava, bersusunan andesit sampai basal;

memperlihatkan struktur aliran dan amigdaloid, padu dan pejal; tebal 1 - 10 m. Lava andesit berwarna kelabu;.bentekstur porfirit dengan fenokris plagioklas dan

piroksen serta masa dasar, berbutir halus,

Lava basal berwarna kelabu kehitaman, bertekstur porfirit dangan fenokris plagioklas, piroksen dan horenblenda, serta masa dasar berbutir halus yang terdiri dari mineral plagioklas dan piroksin. Kedua jenis lava itu terpropilitkan dan terubah dengan mineral ubahnya berupa lempung dan kiorit.

Breksi, kelabu sampai kelabu kehitman; berkomponen batuan andesit, basal dan

batuapung; menyudut sampai menyudut tanggung berukuran antra 10- 40 cm; perekatnya tufa halus sampai kasar, Padat dan keras. Di beberapa tempat mengalami

proses hidrotermal, hingga termineralisasikan membentuk endapan pirit dan perak.

78

41

Tufa, putih sampai kelabu; mengandung

mineral hornblenda dan kaca volkanik, berukuran sampai 0,1 cm. Perlapisan cukup baik; merupakan perselingan antara tufa

halus dan tufa kasar; tebal tiap lapisan antara 5-45 cm. Tebal seluruh lapisan tufa mencapai 10 m.

Batuan gunungapi Lamasi berupa perselingan lava, breksi dan tufa, dengan lava dan breksi merupakan batuan penyusun utamanya. Berdasarkan penarikhan pada batuan basal di

daerah Palopo (Sukamto, 1975) dan korelasi dengan batuan gunungapi di daerah Biru (van Leeuwen, 1979) dan daerah Bantimala

(Sukamto, 1982), satuan ini diperkirakan berumur Paleogen. Batuan gunungapi ini merupakan hasil kegiatan gunungapi bawah

laut. Sebarannya mulai dari Palopo, melampar ke utara sampai Sabbang. Tebal satuan diperkirakan mencapai 500 m. Satuan ini menindih secara tak selaras Formasi Toraja dan Formasi Latimojong.

Batuan gunungapi Lamasi dapat dikorelasikan

dengan batuan gunungapi Miosen di Lembar Majene (Djuri & Sudjatmiko, 1975; Sunarya & Surawinata, 1980).

Tmrt TUFA RAMPI: Batupasir Tufaan, tufa ubu dan tufa kristal.

Batupasir tufaan, putih kekuningan; berbutir

halus sampai sedang agak padat, mengandung kaca vulkanik, felspar dan kuarsa. Perlapisan sejajar disebabkan oleh perubahan warna susunan batuan. Secara keseluruhan batuan ini berselingan dengan

batupasir tufaan; tebal tiap lapisan antara 10 - 30 cm. Batuan ini umumnya telah mengalami ubahan.

Tufa kristal, putih; pejal, padat; terdiri dari

kristal anhedron bersusunan felspar, kuarsa dan lempung. Felspar dan kuarsa berbutir halus; lempung hasil ubahan felspar. Batuan telah mengalami ubahan kuat.

Tufa Rampi tersusun terutama oleh

perselingan batupasir tufaan dengan tufa yang mengandung lapisan tufa kristal, tebal

sampai 5 m. Batuan ini diterobos oleh batuan granit berumur Miosen Akhir-Plistosen, dan karena itu diperkirakan berumur Oligosen-Miosen Awal; berupa endapan gunungapi bawah laut. Sebarannya dari barat desa Rampi di bagian barat laut Lembar Malili

meluas ke arah barat Lembar Mamuju. Tebal

satuan diperkirakan sekitar 600 m. Satuan ini menindih tidak selaras Formasi Latimojong

dan menjemari dengan Batuan Gunungapi Tineba.

Tmtv BATUAN GUNUNGAPI TINEBA: lava

andesit horenblenda, basal, Latit kuarsa dan breksi.

Lava andesit horenblenda, kelabu berbintik

putih; porfiritik dengan fenokris mineral plagioklas dan hornblenda; berbutir sedang masa dasar sangat halus, terdiri dari mineral felspar, horenblenda, kaca dan lempung. Horenblenda sebagian terubah menjadi biotit, sedangkan lempung berupa hasil ubahan

plagioklas; pejal dan padat.

Lava basal, umumnya mengalami ubahan;

kelabu sampai kehitaman berbintik putih berbutir halus yang terdiri dari mineral plagioklas, serisit, stibik, kaca dan lempung.

Lava latit kuarsa, kelabu berbintik putih; pejal; porfiritik dengan fenokris berbutir sedang; terdiri atas mineral kuarsa, felspar kalium, plagioklas dan biotit; masa dasar

berbutir halus, terdiri atas mineral felspar, biotit, kiorit, lempung dan serisit; felspar kalium dan plagioklas terubah menjadi

lempung dan serisit; klorit berupa ubahan dan mineral mafik.

Sebaran ke atas berupa lava andesit

horenblenda; basal terubah dan latit kuarsa sulit diperikan. Batuan gunungapi Tineba berupa hasil peleleran batuan gunungapi

bawah laut yang diduga berumur Oligosen-Miosen Awal, karena satuan ini diterobos oleh batuan bersifat granit yang berumur Miosen Akhir-Plistosen. Satuan ini menempati tinggian Tineba, terus melampar ke arah utara daerah Rampi di bagian baratlaut

Lembar Malili. Ketebalan satuan diperhitungkan dan penampang geologi,

diperkirakan tidak kurang dan 500 m.

QTpmv BATUAN GUNUNGAPI MASAMBA: batuan piroklastika dan lava.

Batuan piroklastika, merupakan rempah

gunungapi bersusunan andesit dan dasit; menunjukkan kemas terbuka.

Lava, bersusunan andesit dan basal. Lava

andesit, kclabu; bertekstur porfiritik; berbutir halus sampai menengah; mengandung fenokris plagioklas, piroksen dan sedikit

ortoklas, dengan masa dasar mikrolit

plagioklas, kaca dan lempung.

79

80

42

Lava basal, hitam; amigdaloid, afanitik;

berstruktur aliran, mengandung mikrolit felspar; massa dasar sangat halus dari kaca dan klorit. Sebagian terubah menjadi mineral

lempung. Batuan ini berongga yang diisi oleh kalsit Batuan gunungapi Masamba diperkirakan hasil kegiatan gunungapi Plio-Plistosen dalam lingkungan daratan. Penarikhan Kalium/Argon atas batuan trakit yang terdapat di beberapa tempat di sepanjang jalur sesar Palu-Koro

menunjukkan umur 4,25 juta tahun (Sukamto, 1975a). Sebaran satuan batuan ini meliputi daerah di bagian utara Masamba. Batuan ini menindih tak selaras granit

Kambuno dan Formasi Bone-Bone. Berdasarkan kesamaan litologi dinasabahkan

dengan batuan Gunungapi (Qtv) yang terdapat di daerah Lembar Ujung Pandang (Sukamto, 1975).

BATUAN BEKU/TEROBOSAN

Tmpg GRANIT PALOPO : granit dan

granodiorit.

Granit, putih koton benbintik hitam; berhablur penuh; berbudaran sama besar; berbutir

menengah; fanerik dengan mineral utama kuarsa, ortoklas, plagioklas dan sedikit

horenblenda. Umumnya mengalami

pelapukan, terbreksikan dan terkekarkan.

Granodiorit, putih kehitaman; pejal; fanerik

dan porfiritik; berbutir menengah sampai kasar fenokris plagioklas dengan masadasar

kuarsa, hornblenda, biotit dan mineral ubahan kloril. Mineral mafik umumnya telah terkloritisasikan. Batuan yang bertekstur porfiritik tersebut telah terkekarkan dan terbreksikan.

Di dalam satuan batuan ini kedudukan granit

terhadap granodiorit sulit ditentukan, baik ke arah atas maupun mendatar. Berdasarkan hasil penarikhan pada retas granit di daerah

Palopo, batuan itu berumur 8,10 juta tahun (Sukamto, 1975) atau Akhir Miosen. Satuan ini menempati daerah pegunungan antara desa Tojambu dan Tondon, yang terletak di bagian baratdaya Lembar Malili. Satuan batuan ini menerobos Formasi Toraja dan

Formasi Latimojong.

Tpkg GRANIT KAMBUNO : granit dan

granodiorit.

Granit, putih berbintik hitam kebiruan;

berbutir sedang sampai kasar; berhablur penuh (holokristalin); umumnya bertekstur porfiritik. Fenokris terdiri atas ortoklas,

plagioklas, kuarsa, horenblenda dan biotit, yang tersebar di atas masa dasar kuarsa, hornblenda, biotit dan mineral lempung. Umumnya batuan ini masih segar. Ditemukan berbagai jenis granit, di antaranya mikrolit horenblenda-biotit, mikrogranit biotit, genes-mikrogranit biotit, dan mikro-leukogranit

(Hartono S, 1980).

Granodiorit, putih berbintik hitam; pejal dan

bertekstur porfiritik dan sedikit fanerik;

berhablur penuh; hipidiomorf; butiran berukuran sedang. Susunan mineral berupa fenokris plagioklas dan jenis oligoklas, ortoklas, kuarsa dan horenblenda, serta masa dasar epidot, serisit, magnetit, kuarsa dan

mineral ternpung. Bauan ini umumnya terdapat dalam keadaan segar. Setempat telah terkekarkan dan menunjukkan kekar tiang.

Berdasarkan kesamaan litologi dengan granit

di Lembar Pasangkayu yang hasil penarikhan granit menunjukkun umur 3,35 juta tahun (Sukamto, 1975), granit Kambuno diduga

berumur Pliosen. Sebaran sauan ini meliputi

pegunungan di sekitar Bulu Kambuno di bagian barat Lembar Malili. Di baratlaut desa Sabbang tampak gejala peruntuhan tektonik dengan batuan dan Formasi Latimojong di daerah Rampi satuan ini menerobos satuan gunungapi Tinemba yang menunjukkan gejala alterasi dan pemineralan.

Mendala Geologi Sulawesi Timur

BATUAN SEDIMEN

Kml FORMASI MATANO: batugamping

hablur dan kalsilutit, napal, serpih, dengan sisipan rijang dan batusabak.

Formasi Matano bagian bawah ditempati oleh

batugamping kalsilutit berlapis dengan lensa rijang, sedang bagian atas merupakan perselingan antara batugamping pejal dan terhablur ulang, napal dan srrpih dengan lensa batusabak dan rijang.

Batugamping, putih kotor sampaii kelabu; berupa endapan kalsilutit yang telah menghablur ulang dan berbutir halus (lutit);

perlapisán sangat baik dengan ketebalan lapisan antara 10 - 15 cm; di beberapa tempat dolomitan; di tempat lain

80

43

mengandung lensa rijang setempat perdaunan.

Napal, kelabu sampai kecoklatan; padat dan

pejal; terlipat kuat; berlapis baik dengan tebal lapisan sampai 15 cm. Di beberapa tempat terdapat lensa rijang dan sisipan batusabak.

Serpih, kelabu; pejal dan padat berlapis baik dengan ketebaan lapisan sampai 5 cm;

terkadang gampingan atau napalan.

Rijang. kelabu sampai kebiruan dan coklat kemerahan; pejal dan padat. berupa lensa

atau sisipan dalam batugamping dan napal; ketebatan sampai 10 cm.

Batusabak, coklat kemerahan; padat dan

setempat gampingan; berupa sisipan dalam serpih dan napal, ketebalan sampai 10 cm. Berdasarkan kandungan fosil batugamping, yaitu Globotruncana sp dan Heterohelix sp, serta Radiolaria dalam rijang (Budiman,

1980), Formasi Matano diduga berumur Kapur Atas.

Satuan ini diendapkan dalam lingkungan laut

dalam. Sebaran formasi antara daerah Ulu Uwoi dan Balu Wasopute, memanjang pada

arah baratdaya-timurlaut dan S. Bantai Hulu sampai Pegunungan Tometindo. Ketebalan seluruh lapisan mencapai 550 m. Hubungan dengan Komplek Ultramafik berupa sesar

naik; biasanya berupa suatu lajur termilonitkan atau terserpentinkan yang bisa mencapai puluhan meter tebalnya. Satuan ini menindih secara selaras Formasi Lamusa, serta tertindih secara tidak selaras oleh Formasi Tomata dan Formasi Larona. Koolhoven (1930) menamakan satuan ini

―Lapisan Matano Atas‖.

LAJUR OFIOLIT SULAWESI TIMUR

BATUAN BEKU

MTosu BATUAN ULTRAMAFIK: harzburgit,

lherzolit, wehrlit, websterit, serpentinit dan dunit.

Harzburgit, hijau sampai kehitaman;

holokristalin, padu dan pejal. Mineralnya halus sampai kasar, terdiri atas olivin (60%) dan piroksen (40%). Di beberapa tempat menunjukkan struktur perdaunan. Hasil penghabluran ulang pada mineral piroksen

dan olivin mencirikan batas masing-masing kristal bergerigi.

Lherzolit, hijau kehitaman; hotokristalin, padu

dan pejal. Mineral penyusunnya ialah olivin (45%), piroksen (25%), dan sisanya epidot, yakut, klorit dan bijih dengan mineral

berukuran halus sampai kasar.

Wehrlit, bersifat padu dan pejal; kehitaman;

bertekstur afanitik. Batuan ini tersusun oleh mineral olivin, serpentin, piroksen dan iddingsit. Serpentin dan iddingsit berupa mineral hasil ubahan olivin.

Websterit, hijau kehitaman; holokristalin,

padu dan pejal. Batuan ini terutama tersusun oleh mineral olivin dan piroksenkilno

berukuran halus sampai sedang. Juga ditemukan mineral serpentin, klorit, serisit

dan mineral kedap cahaya. Batuan ini telah mengalami penggerusan, hingga di beberapa tempat terdapat pemilonitan dalam ukuran sangat halus yang memperlihalkan struktur kataklas.

Serpentinit, kelabu tua sampai kehitaman;

padu dan pejal. Batuannya bentekstur afanitik dengan susunan mineral antigorit, lempung dan magnetit. Umumnya memperlihatkan

struktur kekar dan cermin sesar yang berukuran megaskopis. Dunit, kehitaman;

padu dan pejal, berteksur afanitik. Mineral penyusunnya ialah olivin, piroksen. plagioklas, sedikit serpentin dan magnetit; berbutir halus sampai sedang. Mineral utama Olivin berjumlah sekitar 90%: Tampak adanya

penyimpangan dan pelengkugan kembaran yang dijumpai pada piroksen. mencirikan adanya gejala deformasi yang dialami oleh batuan ini. Di beberapa tempat dunit terserpentinkan kuat yang ditunjukkan dari struktur sisa seperti jaring dan barik-barik

mineral olivin dan piroksen; serpentin dan talkum sebagai mineral pengganti.

MTosm BATUAN MAFIK : gabro, diabas.

Gabro, sebagai retas di dalam batuan ultramafik; kelabu berbintik hitam; bersifat padu dan pejat. Batuan ini

bertekstur faneritik dengan susunan mineral

plagioklas, olivin, antigorit, serta sedikit magnetit dan serisit. Tebal retas gabro sampai 2 m.

Diabas, kelabu sampai hitam; pejal dan

bertekstur afanitik atau membutir; hipidiomorf dengan butiran halus sampai sedang. Mineral penyusunnya ortoklas atau piroksen, klorit,

lempung, oksida besi, dan sedikit kuarsa. Plagioklas dan ortoklas urnumnya terubah menjadi lempung kelabu. Piroksen sebagian terubah menjadi kiorit dan oksida besi. Klorit

82

83

44

berwarna hijau muda; umumnya bercampur dengan oksida besi, sehingga warnanya menjadi kekuningan serta sering terdapat mengisi rongga di antara mineral. Batuan ini

terdapat di dalam Komplek Ultramafik sebagal bagian daripada ofiolit.

Batuan Ultramafik dan Mafik ini diperkirakan

merupakan batuan tertua di Lembar Malili dan diduga berumur Kapur. Sebarannya meluas di sekitar Danau Matano dan Danau Towuti di timur dan tenggara Lembar peta, meliputi pegunungan Verbeek, Bulu Salura, Pegunungan Tometindo, Bulu Bukia, Bulu

Tambuhuna, Bulu Tampara Masapi dan Butu

Lingke. Satuan ini secara tektonik bersentuhan dengan batuan Mesozoikum dan Paleogen, dan secara tak selaras tertindih batuan sedimen Neogen dan Kuarter.

BATUAN TEKTONIK

MTwm BANCUH (MELANGE) WASUPONDA: Terdiri dari bongkahan asing, sekis, genes, batuan mafik, amfiboilt, diabas malih, batuan

ultramafik (pikrit), batugamping terdaunkan dan eklogit; berukuran dari beberpa sentimeter sampai puluhan meter, bahkan ratusan meter; terutama dalam masa dasar

lempung merah bersisik yang sering menunjuktan perdaunan, s tempat juga masa

dasar serpentinit terdaunkan (pikrit). Satuan ini diduga merupakan bancuh tektonik (Simandjuntak, 1980), berdasarkan bentuk bodin yang menunjukkan kesan penekukan dan lempung bersisik yang terdaunkan. Berdasarkan ketiadaan bongkah asing yang berumur Tersier, diperkirakan satuan ini

terbentuk datam lajur penunjaman Zaman Kapur. Ketebalan sulit ditentukan; hubungannya dengan batuan ultramafik dan Formasi Matano berupa persentuhan tektonik. Singkapan baik terdapat di daerah Wasuponda di baratdaya Danau Matano.

MTs BATUAN SERPENTIN: serpentin (pikrit, dikuasai oleh mineral antigorit, sedikit talkurn, lempung dan magnetit; hitam kehijauan; permukaan mengkilap; tergeruskan, dengan cermin sesar dan kekar yang tak beraturan; umumnya memperlihatkan persekisan yang

setempat terlipat, dan dapat

dilihat dengan mata bugil. Talkum

menyerabut, menempati retakan di antara serpentin; lempung, kelabu, sangat halus, terdapat secara berkelompok di beberapa tempat dalam batuan. Magnetit, hitam kedap;

biasanya mengisi retakan dalam batuan.

Batuan serpentin merupakan hasil ubahan

batuan ultramafik yang terbentuk dalam kerak samudera pada Paleozoikum Akhir diperkirakan dialih mampatkan pada

Mesozoikum. Singkapan di daerah selatan D. Poso, dan sebagai bongkahan dalam Bancuh (Melange) Wasuponda. Ketebalan sulit diperkirakan, berdasarkan penampang melebihi 1000 m. Hubungan dengan batuan sekitarnya berupa persentuhan tektonik.

BATUAN MALIHAN

LAJUR METAMORFIC SULAWESI TENGAH

MTpm KOMPLEK POMPANGEO : sekis, genes, pualam, serpentinit dan meta kuarsit,

batusabak, filit dan setempat breksi.

Sekis, putih, kuning kecoklatan, kehijauan

kelabu; kurang padat sampai sangat padat serta memperlihatkan perdaunan. Setempat menunjukkan struktur chevron, lajur tekuk (kink banding) dan augen, dan di beberapa tempat perdaunan terlipat.

Batuan terdiri atas sekis mika, sekis mika

yakut (garnet, sekis klorit-amfibolit dan sekis

klorit-zoisit. amfibolit dan fasies sekis hijau-glaukofan-lawsonit. Tekstur batuan

heteroblas; terdiri dari mineral lepidoblas dan granoblas berbutir halus sampai sedang; kuarsa, muskovit horenblende, klinozoisit, felspar, yakut (garnet), klorit, serisit; apatit dan titanit sebagai mineral tambahan.

Genes, kelabu sampai kelabu kehijauan;

bertekstur heteroblas, xenomorf sama butiran, terdiri dari mineral granoblas berbutir halus sampai sedang. Jenis batuan ini terdiri

atas genes kuarsa biotit dan genes pumpelit-muskovit-yakut. Bersifat kurang padat sampai

padat.

Genes kuarsa-biotit tersusun oleh mineral

kuarsa, plagioklas dan biotit. Genes pumpelit-muskovit-yakut, berbutir halus sampai sedang setempat ditemukan blastomilonit yang berupa hancuran felspar, muskovit dan kuarsa. Batuan terutama terdiri

atas plagioklas, kuarsa, muskovit dan pumpelit; yakut terdapat dalam bentuk granoblas.

Pualam (MTmm), kehijauan, kelabu sampai kelabu gelap, coklat sampai merah coklat, dan hitam bergaris putih; sangat padat

dengan

45

persekisan, tekstur umumnya nematoblas

yang memperlihatkan pengarahan. Persekisan dalam batuan ini didukung oleh adanya pengarahan kalsit hablur yaag tergabung

dengan mineral lempung dan mineral kedap (opak). Batuan terutama tersusun oleh kalsit, dolomit dan piroksen; mineral lempung dan mineral bijih dalam bentuk garis. Wolastonit dan apatit terdapat dalam jumlah sangat kecil. Plagioklas jenis albit mengalami penghabluran ulang dengan piroksen.

Serpentinit (MTsp), kehijauan sampai kehitaman; terdaunkan, menunjukkan kesan

cermin sesar yang mengkilap pada

permukaannya. Setempat mengandung asbes dan rodingit. Batuan ini ditemukan dalam lajur sesar dengan ketebalan kurang dari satu meter sampai beberapa meter, dan dalam lajur sesar besar melebihi ratusan meter. Di

beberapa tempat perdaunan yang telah terlipat (kink banding). Serpentin terdapat di sebelah utara Masamba, diantara sesar Palu-Koro dan sesar naik Masamba.

Kuarsit, putih sampai coklat muda; pejal dan

keras; berbutir (granular), terdiri atas mineral granoblas, senoblas, dengan butiran dan halus sampai sedang. Batuan sebagian besar

terdini dari kuarsa, jumlahnya sekitar 97%.

Oksida besi bercelah diantara kuarsa, jumlahnya sekitar 3%. Batuan ditemukan sebagai lensa di dalam batuan malihan; tebal mencapai 10 cm.

Batusabak, kelabu sampai coklat; agak padat

sampai padat, setempat tampak struktur perlapisan halus (perarian).

Filit, coklat muda sampai coklat tua; padat,

belahan berkembang baik, setempat terdaunkan; lensa atau pisahan kuarsa (quartz segregation) berwarna putih sampai

coklat setebal beberapa mm sampai 1 cm.

Breksi aneka bahan, coklat kemerahan; padat, terkërsikkan dan termalihkan lemah.

Komponen terdiri dari batugamping, rijang dan argilit; sebagian terdaunkan; berukuran sampai 15 cm; bentuk menyudut; masa dasar kalsit. Urat kuarsa dan kalsit memotong breksi ini secara tidak beraturan.

Secara umum, Komplek Pompangeo

didominasi oleh sekis dan genes. Serpentinit umumnya ditemukan dalam lajur sesar. Pualam, kuarsit, batusabak dan filit terdapat

berupa lensa atau perselingan dengan

srkis.Umur satuan ini belum dapat dipastikan, tetapi diduga tidak lebih tua dari Kapur.

Sebaran satuan batuan ini meliputi daerah Pegunungan Pompangeo, Koro-Ue dan Bakase yang terletak di sebelah utara pebukitan Bone-Bone, serta di utara, barat dan selatan

Danau Poso, di barat desa Mangkutana, dan di utara Masamba.

Pualam terdapat cukup luas di barat Mangkutana yang merupakan lereng timur

Pegunungan Bakase, serta dalam lensa-lensa kecil dengan ketebalan kurang dari satu meter sampai beberapa meter sering dijumpai dalam sekis dan genes. Setempat ditemukan perselingan dengan sekis seperti tersingkap di

Kodina, selatan D. Poso.

Satuan ini tertindih tak selaras oleh Formasi

Tomata dan Formasi Bone-Bone; persentuhan tektonik berupa sesar-naik dengan batuan

granit di barat dan batuan ofiolit di sebelah Timurnya.

Mendala Geologi Lajur Banggai-Sula

BATUAN SEDIMEN

KJml FORMASI MASIKU: batusabak, serpih, filit, batupasir, batugamping dengan buncah

gamping rijangan.

Batusabak, kelabu hingga kelabu tua; berlapis

baik, tebal lapisan sampai 5 cm; padat; belahan berkembang baik.

Serpih, kelabu kehitaman; padat; berlapis

baik dengan tebal lapisan mencapai 5 cm. Setempat mengandung lensa tipis batupasir kelabu, berbutir sedang - kasar; padat. Tebal lensa mencapai 0,5 cm.

Filit, kelabu gelap; berbutir halus, padat

berlapis baik dengan tebal lapisan mencapai 5 cm; belahan berkembang baik setempat mengandung urat kuarsa sampai setebal 1

cm.

Batupasir, kelabu kecoklatan; berbutir halus sampai kasar komponen terdiri dari kuarsa,

mika, felspar dan kepingan batuan; padat; lapisan cukup baik dengan tebal sampai 10 cm.

Batugamping, putih kotor, kelabu muda

sampai coklat; berbutir halus; berlapis baik

dengan tebal lapisan mencapai 15 cm; di beberapa tempat mengandung urat-urat kalsit; setempat mengandung buncah rijang.

86

46

Rijang, coklat kemerahan; berupa lensa dan

buncah berbentuk lonjong dan memanjang. Tebal mencapai 5 cm; mengandung fosil mikro.

Batuan ini terlipat kuat dan tersesarkan; rekahan dan kekar sangat umum dijumpai.

Fosil penunjuk umur tidak ditemukan. Diduga

Formasi Masiku berumur Jura Akhir-Kapur Awal dan diendapkan dalam llngkungan laut dalam.

Satuan ini tersingkap di selatan Kolonodale,

dan meluas ke utara di Lembar Poso. Tebal satuan sekitar 500 m. Diduga satuan ini

menindih selaras Formasi Tetambahu dan bersentuhan secara tektonik dengan batuan

ofiolit dan Formasi Matano.

Sedimen Klastika Pasca Orogenesa Neogen

KELOMPOK MOLASA SULAWESI : Kelompok ini terdiri dari batuan klastika

kasar, termasuk Formasi Tomata, Formasi Bone-bone dan Formasi Larona.

Tmpt FORMASI TOMATA : perselingan

serpih, batupasir, batupasir dan konglomerat dengan sisipan napal dan lignit.

Serpih, kelabu sampai kecoklatan; berlapis

baik dan padat; tebal lapisan sampai 40 cm; di beberapa tempat gampingan dan mengandung konkresi oksida besi berukuran sampai 10 cm atau berupa lensa setebal 5 cm.

Batupasir, kelabu sampai kuning kecoklatan;

berbutir halus sampai kasar; setempat kerikilan; terdiri dari rombakan kuarsa,

kuarsit, mika dan rijang perlapisan cukup baik; tebat tiap lapisan 30 cm; tidak padat kecuali setempat.

Konglomerat, berkomponen kuarsit, kuarsa,

batugamping terdaunkan; terekat pasir berlumpur secara kurang padat sampai padat; membulat tanggung sampai membulat, dengan ukuran sampai 10 cm; tebal lapisan sampai 40 cm.

Napat, kelabu; agak padat; berupa sisipan dalam serpih dan batupasir dengan ketebalan

sampai 10 cm.

Lignit, kehitaman; kurang padat, sebagai

sisipan dalam serpih di bagian atas satuan;

tebal sampai 200 m.

Ke arah atas serpih dan batupasir lebih

dominan dibandingkan dengan konglomerat.

Kandungan fosil dalam batupasir halus:

Globigerinoides immaturus LEROY, Globigerinoides trilobus REUSS, G. ruber D‘ORBIGNY, G. obliquus BOLLI, Globorotalia

acostacusis BRADY, Globoquadrina altispira USHMAN & JARVIS, G. dehiscens CHAPMAN, PARR, COLLINS dan Sphacroidinella seminulia SCHWAGER, yang menunjukkan umur Miosen Akhir - Pliosen serta lingkungan pengendapan laut dangkal dan setempat payau.

Sebaran satuan batuan ini meliputi daerah

lembah S. Kadata di antara desa Sombu Limu dan Koro Lemo, daerah antara desa Tomata dan Gontara, serta pebukitan antara Bulu Ponteoa dan Bulu Paangkombe, di bagian timurlaut daerah Malili.

Tebal satuan ini sekitar 1000 m. Hubungan

antara Formasi Tomata dan Formasi Larona mungkin menjemari. Berdasarkan kesamaan litologi, Formasi Tomata dapat dikorelasikan

dengan molasa Sulawesi Sarasin dan Sarasin (1901).

Tmpb FORMASI BONE-BONE: Perselingan

antara konglomerat, batupasir, napal dan lempung tufaan.

Konglomerat, kelabu kecoklatan; kurang padat hingga padat; pilahan dan kemas buruk, komponen terutama didominasi oleh batuan malihan, juga terdapat batuan gunungapi andesit, batugamping terdaunkan,

kuarsit dan kuarsa. Bentuk komponen membundar sampai membundar tanggung, umumnya berukuran sampai 10 cm, tetapi ada juga yang sampai 30 cm. Perekatnya batupasir berbutir sedang sampai kasar, di beberapa tempat gampingan; setempat

perlapisan bersusun dengan bidang lapisan sulit dikenali. Tebal lapisan berkisar 1 - 6 m. Lapisan bergabung umum terdapat, sehingga lapisan menjadi sangat tebal, mencapai belasan meter.

Batupasir, kelabu sampai kecoklatan; padat dan keras, kadang - kadang gampingan; berbutir halus sampai kasar, setempat kerikilan; menyudut tanggung sampai

membulat tanggung, terpilah baik; kompone berupa kepingan batuan malihan, gunungapi, mika, imineral mafik, dan kuarsa membentuk perselingan dengan napal dan lempung

tufaan; tebal lapisan antara 25 cm - 1 m. Struktur permukaan erosi, kesan beban. dan perlapisan bersusun dalam beberapa lapisan

87

47

batupasir secara berangsur beralih ke konglomerat di bawahnya.

Napal, kelabu tua sampai kelabu muda; kurang padat, berlapis baik dengan ketebalan tiap lapisan antara 1 - 15 cm.

Lempung tufaan, kelabu kecoklatan sampai coklat; kurang padat, berlapis baik; setempat struktur perarian. Tebal tiap lapisan 1 - 20 cm, tidak jarang sampai 200 mm.

Bagian bawah formasi terutama terdiri dari perselingan napal, batupasir dan lempung

tufaan, sedangkan bagian atas didominasi oleh konglomerat dan batupasir sela (litos). Napal mengandung fosil foraminifera kecil diantaranya: Globoquadiin dehiscens CHAPMAN, PARR, COLLINS, Globorotalia acostacizsis BLOW dan G. plesiotumida BLOW

& BANNER, yang menunjukkan umur Miosen

Akhir-Pliosen (N16-N19). Satuan ini

diendapkan pada lingkungan laut dangkal dan terbuka (neritik). Tersebar di utara Masamba, Bone-Bone sampai Mangkutana. Ketebalannya diduga melebihi 750 m; terletak tak selaras di atas Komplek Malihan Pompangeo.

Tpls FORMASI LARONA : Konglomerat, batupasir, batulempung dengari sisipan tufa.

Konglomerat, kelabu sampai kelabu hitam; komponen berupa batuan ultramafik, batugamping terdaunkan, kuarsit, rijang berukuran 10-30 cm, membulat tanggung sampai membulat; terekat padat oleh

batupasir kasar kecoklatan, setempat gampingan; pilahan dan kemas kurang baik, tebal tiap lapisan minimum 25 cm; memperlihatkan perlapisan bersusun.

Batupasir, kelabu sampai coklat; berbutir kasar, komponen berupa kepingan batuan, juga kuarsa dan piroksen; cukup padat; perlapisan baik, di beberapa tempat menunjukkan perlapisan bersusun; tebal tiap lapisan sampai 20 cm.

Juga terdapat. batupasir hijau, berbutir kasar

dengan komponen hampir seluruhnya terdiri dari rombakan batuan ultramafik, tebal lapisan antara 3-10 cm; padat dan berlapis baik.

Lempung, kelabu; berlapis baik, berupa sisipan dalam konglomerat atau dalarn batupasir; padat, setempat gampingan dan

mengandung fosil Gastropoda, setempat jejak daun; tebal tiap lapisan sampai 10 cm.

Tufa, kelabu; berbutir halus dan kompak; berupa sisipan dalam batupasir, ketebalan mencapai 10 cm.

Berdasarkan kesamaan litologi dengan Formasi Bone-Bone (Tmpb), Formasi Larona berumur Miosen Akhir-Pliosen. Satuan batuan

ini. diendapkan dalarn lingkungan laut dangkal sampai darat. Sebarannya meliputi pebukitan di utara S. Waki sampai desa Lerea, di bagian selatan Lembar Bungku; tebal sekitar 1000 m; perlipatan lemah yang

menyebabkan sudut kemiringan sampai 350. Formasi Laorana dan Formasi Tomata

tertindih secara tidak selaras oleh endapan danau dan aluvium.

STRUKTUR DAN TEKTONIKA

Struktur dan geologi Lembar Malili

memperlihatkan ciri Komplek tubrukan dan pinggiran benua yang aktif. Berdasarkan struktur,

himpunan batuan, biostratigrafi dan umur,

daerah ini dapat dibagi menjadi 2 domain yang sangat berbeda, yakni :

1) alohton: ofiolit dan malihan, dan 2) autohton: batuan gunungapi dan pluton Tersier dan pinggiran benua Sundaland, serta kelompok molasa Sulawesi. Lembar Malili, sebagaimana halnya daerah Sulawesi bagian timur, memperlihatkan struktur yang sangat

rumit. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pergerakan tektonik yang telah berulangkali terjadi di daerah ini.

Struktur penting di daerah ini adalah sesar lipatan, selain itu terdapat kekar dan

perdaunan. Secara umum kelurusan sesar berarah baratlaut-tenggara. Yang terdapat di daerah ini berupa sesar naik, sesar sungkup,

sesar geser dan sesar turun, yang diperkirakan sudah mulai terbentuk sejak Mesozoikum. Beberapa sesar utama tampaknya aktif kembali. Sesar Matano dan sesar Palu-Koro merupakan sesar utama berarah baratlaut-tenggara, dan menunjukkan gerak mengiri. Diduga kedua sesar itu masih

aktif sampai sekarang (Tjia 1973; Ahmad, 1975), keduanya bersatu di bagian baratlaut Lembar. Diduga pula kedua sesar terscbut terbentuk sejak Oligosen, dan bersambungan dengan sesar Sorong sehingga merupakan

satu sistem sesar ―transform‖. Sesar lain yang lebih kecil berupa tingkat pertama dan/atau

kedua yang terbentuk bersamaan atau setelah

90

91

48

sesar utama tersebut. Dengan demikian sesar-sesar ini dapat dinamakan Sistem Sesar Matano-Palu-Koro.

Lipatan yang terdapat di daerah ini dapat digolongkan dalam lipatan lemah, lipatan tertutup dan lipatan tumpang tindih. Pada

yang pertama kemiringan lapisannya landai biasanya tidak melebihi 3O° yang dapat digolongkan dalam jenis lipatan terbuka. Lipatan ini berkembang dalam batuan yang berumur Miosen hingga Plistosen; biasanya sumbu lipatannya bergelombang dan berarah baratdaya-timurlaut. Pada yang kedua, baik

yang simetris maupun yang tidak, kemiringan

lapisannya antara 500 dan tegak, ada juga yang terbalik. Lipatan ini biasanya terdapat dalam batuan sedimen Mesozoikum. Sumbu lipatan pada umumnya berarah utara-selatan, mungkin golongan ini terbentuk pada Kala Oligosen atau lebih tua.

Adapun yang ketiga berkembang dalam batuan sedimen Mesozoikum, batuan malihan

dan di beberapa tempat dalam serpentin yang terdaunkan. Lipatan dalam batuan sedimen Mesozoikum berimpit dan/atau memotong lipatan terdahulu, sehingga ada sumbu lipatan pertama (f1) yang berimpit dengan yang

kemudian (f2), di samping f1 terpotong oleh

f2. Lipatan kedua (f2) ini diperkirakan terbentuk pada Miosen Tengah. Kedua lipatan ini tampaknya mengalami deformasi lagi pada Plio-Plistosen, dan membentuk lipatan fasa ketiga (f3) dengan sumbu lipatan yang berarah baratlaut-tenggara, sama dengan lipatan pada batuan sedimen muda. Jenis

lipatan ini dalam ukuran megaskopis berkembang dataran batuan malihan dan serpentin yang terdaunkan.

Kekar terdapat dalam hampir scmua jenis

batuan dan tampaknya terjadi dalam beberapa perioda. Pola dan arah kekar ini sesuai dengan jenisnya, ac; b atau diagonal.

Perkembangan tektonik dan sejarah pengendapan batuan sedimcn di daerah ini tampaknya sangat erat hubungannya dengan perkembangan Mendala Banggai-Sula yang sudah terkeratonkan pada akhir Paleozoikum.

Pada Zaman Trias Formasi Tokala diendapkan

di datam paparan tepi lereng benua. Pada akhir Trias terjadi pemekaran pinggiran benua yang kemudian disusul pengendapan Formasi Batebeta secara selaras di atasnya pada awal Jura.

Pada Zaman Jura Formasi Nanaka diendapkan secara tidak selaras di atas batuan yang lebih tua, dalam lingkungan darat hingga laut

dangkal. Di bagian neritik luar diendapkan Formasi Tetambahu dan Formasi Masiku pada akhir Jura hingga permulaan Kapur. Ketiga satuan ini terbentuk di pinggiran benua yang

saat ini menjadi Mendala Banggai-Sula. Semuanya tersingkap di Lembar Bungku (Simandjuntak drr., 1981) di sebelah timur lembar ini.

Pada Zaman Kapur, dibagian lain dalam cekungan laut dalam di sebelah barat terjadi pemekaran dasar samudera, dan membentuk kerak samudera yang sebagian menjadi Lajur Ofiolit Sulawesi Timur.

Pengendapan bahan-bahan pelagos di atas kerak samudera ini berlangsung hingga Zaman Kapur Akhir (Formasi Matano).

Pada Zaman Kapur Akhir, lempeng samudera

yang bergerak ke arah barat menunjam di bawab pinggiran benua dan/atau di daerah busur gunungapi. Jalur penunjaman ini sekarang ditandai oleh batuan bancuh di Wasuponda (Simandjuntak, 1980). Di cekungan rumpang parit busur di pinggiran yang aktif di sebelah barat, diendapkan

batuan sedimen jenis ―flysch, Formasi Latimojong pada Kapur Atas. Pengendapan

batuan ini disusul oleh Formasi Toraja pada Kala Eosen dan kegiatan gunungapi bawah laut pada Kala Oligosen (Vulkanik Lamasi) yang berlangsung terus hingga Mioscn (Volkanik Rampi dan Tineba). Satuan batuan

ini sekarang merupakan bagian dan Mendala Sulawesi Barat.

Pada Zaman Paleogen pengendapan batuan karbonat (Formasi Larca) berlangsung dalam busur laut yang semakin mendangkal, yang disusul pengendapan Formasi Takaluku pada Kala Miosca Tengah.

Pada Kala Oligoson, sesar Sorong yang menerus ke sesar Matano dan Palu-Koro mulai aktif dalam bentuk sesar transcurrent. Akibatnya minikontinen Banggai-Sula

bergerak ke arah barat dan memisahkan diri dari benua Australia.

Pada Kala Miosen Tengah bagian timur kerak

samudera di Mendala Sulawesi Timur menumpang tindih (obducted) platform Banggai-Sula yang bergerak ke arah barat. Dalam pada itu, di bagian barat lajur penunjaman dan busur luar tersesarsungkupkan di atas rumpang parit

busur dan busur

gunungapi, dan mengakibatkan ketiga mendala geologi tersebut saling berhimpitan.

92

49

Pada Akhir Miosen hingga Pliosen, batuan

kiastika halus sampai kasar Kelompok Molasa Sulawesi (Formasi Tomata, Bone-Bone) diendapkan dalam lingkungan taut dangkal

dan terbuka dan sebagian berupa endapan darat yang bersamaan dengan intrusi yang bersifat granit di bagian barat.

Pada Kala Plio-Plistosen keseluruhan daerah

mengalami deformasi. Intrusi yang bersifat granit menerus di Mendala Sulawesi Barat, yang dibarengi oleh perlipatan dan penyesaran bongkah yang mengakibatkan terbentuknya berbagai cekungan kecil,

dangkal dan sebagian tertutup. Di dalamnya

diendapkan batuan kiastika kasar dan keseluruhan daerah terangkat. Pada bagian tertentu, endapan aluvium, danau, sungai dan pantai berlangsung terus hingga sekarang.

SUMBERDAYA MINERAL DAN ENERGI

Bahan galian yang terdapat di daerah yang

dipetakan di antaranya nikel, bijih besi, kromit, emas, batugamping, granit, basal, andesit, batubara, pasir dan kerikil Bijih nikel pada saat ini sedang ditambang oleh PT. Inco

di daerah Soroako. Bijih tersebut biasanya terdapat dalam endapan laterit berasal dari

batuan ultramalik yang melapuk. Di samping itu bijih besi yang potensial terdapat pada bagian atasnya (sebagai penudung) yang biasanya berupa daerah-daerah datar (PT Inco, 1972, Sukamto, 1975).

Kromit dijumpai sebagai endapan primer dan sekunder yang pertama berupa lensa, lapisan tipis, bentuk pod atau sebagai butiran yang menyebar dalam batuan ultramafik dan erat hubungannya dongan harzburgit dan dunit yang telah terserpentinkan

(Sophaheluwakan dan Suparka, 1978). Kromit sekunder tipe sedimenter terdapat sebagai komponen dalam konglomerat. Endapan

tersebut terdapat di sekitar Karebe dan S. Larona, sebelah baratdaya Malili.

Emas tipe sedimenter (placer deposit)

terdapat di S. Lamasi, daerah Palopo, diusahakan oleh penduduk dengan cara mendulang.

Batubara dan lignit tidak banyak terdapa, berupa lensa-lensa dalam Formasi Toraja dan

Formasi Tomata.

Batugamping pejal terdapat di bagian selatan D. Matano, sebagian sudah dimanfaatkan oleh

PT. Inco untuk bahan bangunan. Pualam terdapat di daerah pegunungan Balcase.

Granit, basal dan andesit terdapat mulai dan

Palopo hingga Sabbang dan Masamba, bisa dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan pengeras jalan. Pasir dan kerikil terdapat di

daerah aluvium, sangat halus, di utara Teluk Bone.

PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH

Untuk pengembangan wilayah yang

menunjukkan prospek baik ialah daerah dataran rendah yang membentang mulai dan Palopo sampai daerah Wotu. Di daerah ini selain sarana angkutan sudah ada, juga tanahnya cukup subur dan baik sekali untuk

pesawahan, sehingga sangat tepat untuk pemukiman transmigrasi. Pada saat ini proyek

transmigrasi sudah dilaksanakan di daerah Bone-bone dan Wotu yang terakhir sudah dimulai sejek zaman Belanda (1930). Daerah lain yang sedang dikembangkan ialah daerah Wowondula dan Wasuponda, yang sepenuhnya dibiayai dan dikelola oleh PT Inco.

Di S. Larona pembangkit listrik tenaga air telah dibangun oleh PT. Inco yang

menghasilkan tenaga listrik paling besar di Sulawesi.

D. Poso, D. Towuti dan D. Matano sangat

untuk dikembangkan menjadi industri pariwisata disamping untuk perikanan.

DAFFAR PUSTAKA/REFERENCES

Ahmad, W., 1975, Geology along the Matano

Fault Zone, East Sulawesi, Indonesia, Proc. Regional conference on the

Geology and Mineral Resources of

Southeast Asia, pp. 143- 150.

Bemmelen, R.W.van, 1949, The Geology of

Indonesia, Maninus Nijh off The Hague.

Brouwer, H.A., 1974, Geological Exploration in the Island of Celebes: Amsterdam, Nort, Holland Pith. Co

Djuri and Sudjatmiko, 1974, Geologic Map of

the Majene and Western part of

Palopo Quadrangles, South Sulawesi : Geol. Survey of Indonesian.

Francken, C. & Jones, D., 1971, Report on a

Photo Geological Study of South

93

50

Eastern Sulawesi, Prepared by KLM.:Acrocanofor PT. INCO, Unpub.

Hamilton, Warren, 19Th Preliminary Tectonic

Map of the Indonesian Region: US Geol. Open file report.

—--, 1973, Tectonic of the Indonesian Region

: Proc. Regional Conference on the Geology of Southeast Asia: Geol. Soc. Malaysia. Bull. No.6.

Hopper, R.H., 1941. A Geology

Reconnaissance in the East Arm of Celebes and Island Peleng: Unpub.

rep. May 23, 1947,: Nederlandsche Pacific Petroleum Maatschappij.

Koothoven, W.C.B.,1932, The Geology of the

Malili Field, Central Celebes (Dutch): JB Mijnw.Ned.Indic. Verh.III.

—, 1923, Report on the Investigation of Nickel

Ore and Chromite in the Lasolo Area

(Subscct.: Kendari) : Arsip Pus. Jaw. Geologi No. 20/br.

PT International Nickel Indonesia, 1972, Laterite Deposits in the Southeast Arm of Sulawesi: Unpub. Rep. Presented at Regional Conference on the Geology

of Southeast Asia, Kualalumpur,

March 1972. Sarasin, F, 1901, Entwurf drier Geografische,

Geologischen Beschrcibung der Inset Celebes: Wiesbaden.

Simandjuntak, T.O., 1980, Wasuponda Melange PIT lAGI VIII, Jakarta.

-------,1981, Some Sedimentological Aspects of Mesozoic rocks in Eastern Sulawesi : PIT IAGI IX, Yogyakarta.

Simandjuntak, T.O., 1986, Sedimentology and Teetontcs of the Collision Complex in

the East Arm of Sulawesi, Unpub. PhD thesis RHBNC University of London,

374 pp.

Sukamto, Rab., 1973, Reconnaissance Geologic Map

of Palu Area, Central Sulawesi : Gcot. Survey

of Indonesia.

-------1975a, Geologic Map of Indonesia,

Sheet VIII, UjungPandang, Scale 1:1.000.000 Geol. Survey of Indonesia.

-------,1975b, The Structure of Sulawesi in the light of Plate Tectonics: Proc. Reg. Conf. on the Geol. and Min. Resources

of South cast Asia, Jakarta: Indonesian Association of Geologists.

Sophaheluwakan, Jan & Suparka, 1978, Geologi dan Asosiasi Cebakan Kromit

daerah Malili dan sekitarnya, Sulawesi Selatan : Laporan Penelitian, LGPN LIPI.

Sunarya,Y., Yudawinata, K. &

Herman,D,Z.,1980, Penelitian Stratigrafi dan Studi Geokimia Endapan Bijih Tipe Kuroko di daerah Sangkaropi, Kecamatan Sesean, Tanah Toraja, Sulawesi Selatan : PIT

(AGI IX, Yogyakarta.

Socria Atmadja, R., Golightly, J.P. & Wahju,

BK, 1972, Mafic and Ultramafic Rock Association in the East Arm of Sulawesi: Unpub. Rep. Presented at Reg. Conf on the Geol, of SE Asia, Kualalumpur, March 1972.

Tjetje Apandi, 1980, Geologic Map of Mamuju

Quadrangle, Sulawesi, Scale 1:250.000: Geol. Survey of Indonesia.

Tjia, M.D. & Zakaria, T., 1974, Palu-Koro

Strike Slip Fault Zone, Central Sulawesi, Indonesia: Sains

Malaysiana.

Umbgrove, J.H.F., 1935, Dc Pretertiare

Historic van de Indischen Archipel : Leidsche GeoL Medal. 7.

Leeuwen, Th.M. van, 1979, The Geology of

Southeast Sulawesi with Special Reference to the Biru Area: CCOP-IOC/SEATAR, Bandung, July 1979.

95

96

51

PENDAHULUAN

Pemetaan geologi dan penyelidikan mineral Lembar Bungku merupakan tindak lanjut

Proyek Pemetaan Geologi dan Interpretasi Foto Udara (sekarang Proyek Pemetaan Geologi dan Geofisika), Bidang Geologi Regional (sekarang Bidang Pemetaan Geologi), Puslitbang Geologi. Hasilnya diperlukan untuk menunjang penginventarisan sumberdaya mineral dan program

pengembangan wilayah dacrah tersebut.

Pekerjaan lapangan dilaksanakan dalam dua

tahap, yang pertama pada Juni-Juli 1979, tahun anggaran 1979/1980, dan yang kedua

pada Juni-Juli 1980, tahun anggaran 1980/1981. Tahap pertama menyangkut bagian barat dan tahap kedua bagian timur Lembar, masing-masing dibatasi pemisah air

Bulu Karoni (Gb. 1).

Lembar Bungku secara geografi dibatasi oleh

121°30‘ - 123°00‘ BT, dan 2°00‘ - 3°00‘ LS, yang meliputi daerah seluas 4.500 km2. Bagian selatan berbatasan dengan Lembar Kendari; barat, Lembar Malili; utara, Lembar Poso dan Lembar Batui; dan timur, Lembar Kep. Sula. Peta dasar yang digunakan adalah peta topografi Lembar Bungku SA 51-10, seri

T 503, buatan U.S. Army Map Service, dengan

sekala 1 : 250.000. Selain itu digunakan pula potret udara dan citraan satelit yang melingkupi daerah ini.

Laporan yang ada mengenai daerah ini

berasal dan Dieckmann, (1918), yang meneliti pemineralan nikel di sekitar Teluk Tomoni sampai Kolaka dan Kendari. PT. Inco Indonesia, sejak 1968 Selama beberapa tahun

menyelidiki keadaan geologi daerah ini dalam rangka pencarian bijih nikel. Sukamto (1975a), menyusun peta geologi Lembar Ujungpandang, 1: 1.000.000, yang juga meliputi daerah Bungku.

Secara kepamongprajaan bagian barat

Lembar ini termasuk Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan; sedangkan bagian timurnya termasuk

Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Poso, Propinsi Sulawesi Tengah.

Penduduk di daerah pemetaan terdiri dari suku Pamona, Mori, Bugis dan Bajoe. Suku Pamona umumnya menempati daerah pebukitan. Tempat tinggal dan tanah

pertaniannya selalu berpindah-pindah tempat. Suku ini terkenal pula senang berburu. Suku Mori umumnya menempati daerah

pedalaman. Mereka bertani, mendamar, merotan serta beternak ayam, kambing dan kerbau. Suku Pamona dan suku Mori umumnya beragama Kristen. Suku Bugis

umumnya bertempat tinggal di daerah pantai; mereka berdagang dan mencari ikan. Suku Bajoe tinggal

di pantai sebagai nelayan. Suku Bugis dan

Bajoe umumnya beragama Islam, Penduduk di daerah pemetaan sangat jarang, dengan kepadatan kurang dan 5 jiwa setiap km2.

Musim hujan di daerah ini berlangsung antara

Mei - Oktober, dan musim kemarau antara Nopember - April. Curah hujan rata-rata sekitar 3000 mm/tahun.

Geologi Lembar Bungku,

Sulawesi

Geology of the Bungku

Quadrangle,Sulawesi

Oleh (By):

T.O. Simandjuntak, E. Rusmana &

J.B. Supandjono

Geologi dipetakan pada 1980 oleh:

Geology mapped in 1980 by:

T.O. Simandjuntak, E. Rusmana &

J.B. Supandjono

Ditelaah dan disunting oleh:

Reviewed and edited by:

M.M. Purbo-Hadiwidjojo dan (and)

R. Sukamto

DEPARTEMEN PERTAMBANGAN DAN

ENERGI

DIREKTORAT JENDERAL GEOLOGI DAN

SUMBERDAYA MINERAL

PUSAT PENELITIAN DAN

PENGEMBANGAN GEOLOGI

DEPARTMENT OF MINES AND ENERGY

DIRECTORATE GENERAL OF GEOLOGY

AND MINERAL RESOURCES

GEOLOGICAL RESEARCH AND

DEVELOPMENT CENTRE

1 9 9 4

98

52

Daerah pegunungan umumnya masih tertutup

hutan tropika. Daerah pebukitan menggelombang banyak yang tertutup oleh alang-alang dan semak belukar, akibat

perladangan yang berpindah-pindah. Sedangkan daerah pantai umumnya ditumbuhi oleh bakau. Ular besar dan kecil, babi hutan, babi rusa, rusa serta anoa masih terdapat di daerah ini. Anoa yang. hanya terdapat di Sulawesi termasuk fauna yang dilindungi.

Lalulintas udara secara teratur terdapat antara Ujungpandang dan Soroako serta

Ujungpandang dan Kendari. Selanjutnya

dapat diteruskan dengan kendaraan darat dan perahu bermotor langsung ke daerah pemetaan.

FISIOGRAFI

Morfologi di daerah Lembar Bungku dapat

dibagi menjadi lima satuan, yakni dataran rendah, dataran menengah, pebukitan menggelombang, kras dan pegunungan.

Morfologi dataran randah umumnya

mempunyai ketinggian antara 0 dan 50 m di

atas muka laut. Dataran ini menempati

daerah sepanjang pantai timur Lembar, kecuali pantai dekat desa Todua, Tabo dan Lalompe. Batuan penyusunnya terdiri atas endapan sungai, pantai dan rawa.

Morfologi dataran menengah menempati

daerah sekitar Desa Tokolimbu dan Tosea yang terletak di pantai timur Danau Towuti, serta daerah yang terletak antara Danau Mahalona dan Bulu Biniu. Dataran ini tersusun

oleh endapan danau, dan memiliki ketinggian sekitar 300 mdpl atas muka laut.

Morfologi pebukitan menggelombang,

berketinggian antara 100 dan 400 m di atas muka laut. Pebukitan ini menempati daerah antara S. Ongkaya dan S. Bulu Mbelu, sebelah utara Peg. Verbeek, sekitar daerah Lamona, sekitar daerah Bahu Mahoni, sekitar Kampung Tabo serta di sekitar Bulu Talowa. Batuan

penyusun pebukitan ini ialah batuan sedimen dan Formasi Tomata.

Morfologi kras, memiliki ketinggian antara 400 dan 800 m di atas muka laut, dicirikan oleh adanya pebukitan kasar, sungai bawah tanah dan dolina. Pebukitan kras meliputi daerah S. Ongkaya, S. Tetambahu,

antara S. Bahu Mbelu dan S, Wata, antara S. Ambuno ke arah tenggara sampai sekitar G.

Wahombaja, serta daerah pebukitan selatan membentang dan Peg. Wawoombu di barat sampai Peg. Lalompa di timur. Daerah pebukitan kras ditempati oleh batuan

karbonat dan Formasi-formasi Tokala, Matano dan Salodik.

Morfologi Pegunungan, umumnya ditempati

oleh batuan ultramafik, berketinggian lebih dan 700 m di atas muka laut. Daerah pegunungan ini menempati lebih dan separoh daerah Lembar, yakni pegunungan sekitar punggungan pemisah air Bulu Karoni yang ke arah baratlaut-tenggara, serta punggungan

pemisah air Wawoombu yang arahnya

baratdaya-timurlaut. Puncak-puncaknya antara lain Bulu Lampesu (1068) dan Bulu Karoni (1422).

Pola aliran sungai umumnya meranting.

Beberapa sungai memiliki pola hampir sejajar, yaitu S. Bahudopi, S. Bahumahoni dan S. Wosu. Sungai sungai yang terletak di sebelah timur punggungan pemisah air Bum Karoni,

mengalir ke amh timur dan bermuara di Teluk Tolo; yang terletak di sebelah barat punggungan pemisah air Bulu Karoni dan Wawoombu mengalir ke arah barat dan bermuara di Danau Towuti. Sedangkan sungai

yang terletak antara punggungan pemisah air

Wawoombu dan Bulu Karoni mengalir ke arah selatan dan bermuara di Teluk Tolo dekat Kendari di luar Lembar Bungku.

STRATIGRAFI

Tatanan Stratigrafi

Satuan batuan di Lembar Bungku dapat dikelompokkan dan ditempatkan dalam dua mendala, yaitu Mendala Banggai-Sula dan

Mendala Sulawesi Timur (Sukamto, 1975a). Mendala Banggai-Sula meliputi Formasi Tokala (TR Jt) terdiri atas batugamping klastika dengan sisipan batupasir sela, diduga berumur Trias - Jura Awal. Formasi Tokala ditindih secara selaras oleh Formasi Nanaka

(Jn) yang terdiri atas konglomerat, batupasir kuarsa mikaan, serpih dan lensa batubara yang diperkirakan berumur Jura Akhir. Formasi Masiku (KJn) terdiri dari batusabak, filit, batupasir, batugamping, berumur Jura Akhir - Kapur Awal. Formasi Salodik (Tems) diendapkan pada Eosen Akhir - Miosen Awal

terdiri atas kalsilutit, batugamping pasiran dan batupasir.

Mendala Sulawesi Timur meliputi Kompleks Ultramafik (Ku) yang sampai saat ini umumya masih dianggap yang paling tua. Batuannya

100

53

terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterlit, serpentinit, dunit dan gabro. Secara tektonik Kompleks Ultramafik menindih satuan batuan yang berumur

Mesozoikum, baik dari Mendala Banggai-Sula ataupun Mendala Sulawesi Timur. Formasi Matano (Km) terdiri atas kalsilutit hablur bersisipan napal, serpih dan rijang diduga berumur Kapur Akhir. Formasi Matano secara tak selaras tertindih oleh Formasi Tomata (Tmpt) yang terdiri dari atas batupasir,

lempung, tuf, dan konglomerat dengan sisipan lignit, yang diperkirakan berumur Miosen Akhir - Pliosen. Di beberapa tempat terdapat aluvium (Qa) yang menindih secara tak

selaras Formasi Tomata. Aluvium berupa endapan sungai, pantai rawa dan danau,

terdiri dari atas kerikil, kerakal, pasir lempung dan sisa tumbuhan. Endapan muda tersebut diduga berumur Plistosen - Holosen.

Perian Satuan Peta

ENDAPAN PERMUKAAN

Qa ALUVIUM : lumpur, lempung, pasir, kerikil, dan kerakal.

Lempung, berwarna coklat muda sampai

coklat tua; kelabu tua sampai kehitaman

berselingan dengan pasir, kerikil dan kerakal. Sebagian endapan danau agak padat. Tebal lapisannya beberapa cm sampai puluhan cm. Pasir, berwarna coklat, berbutir halus sampai kasar, perlapisan buruk dan tidak padat. Tebalnya dari beberapa cm sampai puluhan cm. Setempat membentuk struktur perlapisan

bersusun, mengandung sisa tumbuhan.

Kerikil dan kerakal, bersifat lepas dan kemas

terbuka; komponennya berukuran sampai 5 cm, membulat-tanggung sampai membulat, terdiri atas kepingan batuan ultramafik,

sedimen malih, kuarsit, batugamping terdaunkan dan rijang.

Aluvium berupa endapan sungai, rawa, danau

dan pantai; diperkirakan berumur Plistosen - Holosen. Sebarannya terdapat di sepanjang tepi danau dan pantai timur Lembar Bungku.

BATUAN SEDIMEN

Mendala Banggai- Sula

TRJt FORMASI TOKALA : perselingan

batugamping klastika, batupasir sela, wake, serpih, napal dan lempung pasiran dengan sisipan argilit.

Batugamping klastika, berwarna kelabu muda, kelabu sampai merah jambu, berbutir halus, sangat padu, serta memiliki perlapisan yang baik, dengan kekar yang diisi urat kalsit putih

kotor. Umumnya telah mengalami pelipatan kuat; tidak jarang ditemukan sinklin dan antiklin, serta lapisan yang hampir tegak (melebihi 80o). Setempat terdaunkan.

Batupasir sela, berukuran halus sampai kasar,

berwarna kelabu kehijauan sampai merah kecoklatan terakat lempung dan oksida besi lunak, setempat padat, mengandung sedikit kuarsa, berlapis baik.

Wake, berwarna kelabu kehijauan sampai kecoklatan, berbutir sedang sampai kasar,

terekat lempung. Perlapisan berkisar dari tidak jelas sampai baik. Di beberapa tempat tampak perlapisan bensusun; tebal lapisan mencapai 50 cm.

Serpih dan napal, berwarna kelabu sampai

kekbu tua, memiliki perlapisan baik, tebal lapisan antara 10 - 20 cm. Lempung pasiran, berwarna kelabu sampai kecoklatan, perlapisan baik, tebal lapisan antara 1 - 10 cm

berselingan dengan batuan yang disebutkan terdahulu.

Argilit, menunjukkan kesan rijang, berwarna

kelabu, bebepa sisipan. Batugamping, mengandung fosil Halobia, Amonit dan belemnit yang diperkirakan berumur Trias - Jura Awal dan lingkungan laut dangkal (neritik).

Formasi Tokala tersingkap di bagian selatan

dan tenggara Lembar. Sedang nama formasi berdasarkan pada tempat singkapan yang

baik di G. Tokala, Lembar Batui (Surono, drr., 1984).

Satuan batuan ini berketebalan melebihi 1000

m, secara selaras tertindih Formasi Nanaka dan secara tektonik bersentuhan dengan batuan ultramafik.

Jn FORMASI NANAKA : konglomerat, batupasir mikaan, serpih dan lensa batubam.

Konglomerat, berkomponen batuan

gunungapi, granit merah, batuan malihan, kuarsa, serta sedikit rijang. Komponennya membulat tanggung sampai membulat

berdiameter sampai 10 cm terekat padu oleh

batupasir kecoklatan; berselingan dengan batupasir dan serpih tebal lapisan dapat melebihi satu meter.

54

Batupasir mikaan, berwarna merah

kecoklatan, berbutir halus sampai kasar, setempat kerikilan, berlapis baik terekat lempung dan oksida besi, padat, tebal lapisan

berkisar antara 3 - 30 cm.

Serpih, berbutir halus, berwarna kelabu sampai kecoklatan, berlapis baik, padat, tebal lapisan mencapai 5 cm.

Batubara, berwarna kelabu tua sam-pai kehitaman, berupa sisipan atau lensa dalam serpih ketebalan sampai 30 cm.

Umur satuan batuan ini diperkirakan Jura,

berdasarkan korelasi dengan batuan yang sama di Lembar Poso. Keterdapatan batubara

menunjukkan bahwa lingkungan pengendapannya darat hingga laut dangkal.

Formasi Nanaka menyebar di daerah selatan

Desa Sawaitole; dibatasi Sesar Matano dan bersentuhan tektonik dengan batuan ultramafik.

Tebal seluruh lapisan sulit ditentukan; tetapi

di P. Banggai dan Sula dapat mencapai 2000 m (Sukamto, 1975b).

JKm FORMASI MASIKU : batusabak, serpih, flit, batupasir, batugamping dengan buncak rijang.

Batusabak, berwarna kelabu sampai coklat kehitaman, berlapis baik, padat. Tebal tiap lapisannya sampai 5 cm.

Serpih, berwarna kelabu kehitaman, berlapis baik, padat. Tebal tiap lapisannya mencapai 5

cm. Setempat ditemukan lensa tipis dan sisipan batupasir, berwarna kelabu, berbutir

kasar, padat. Tebal lensa sampai 0,5 cm.

Filit, berwarna kelabu tua, berbutir halus,

padat, berlapis baik, perdaunan Sebagai ciri khusus, setempat berurat kuarsa sampai 1 cm, yang sejajar arah perdaunan; tebal filit mencapai 5 cm.

Batupasir, berwarna kelabu kecoklatan,

berbutir halus sampai kasar, padat, lapisan cukup baik, ketebalan sampai 10 cm.

Batugamping, berwarna putih kotor, kelabu muda sampai coklat kemerahan, berbutir

halus, berlapis baik. Di beberapa tempat rekahan terisi kalsit, tebal lapisan sampai 1

cm. Tebal lapisan batugamping sekitar 15 cm. Setempat ditemukan buncak rijang.

Rijang, berwarna coklat kemerahan,

mengandung radiolaria, berupa lensa setebal 5 cm, dan berupa buncak dalam batugamping, membulat-tanggung sampai

membulat; ukurun mencapai 5 cm, perlapisan cukup baik.

Berdasarkan kandungan fosil Globotruncana

sp di dalam batugamping dan Radiolaria di dalam rijang, Formasi Masiku diduga berumur Jura Akhir Kapur Awal, dan lingkungan pengendapannya laut dalam. Hubungannya

dengan Formasi Nanaka tidak diketahui.

Sebaran satuan ini meliputi daerah hulu S.

Ongkaya dan Peg. Wawoombu di bagian utara dan baratdaya Lembar. Singkapan yang baik

terdapat dekat Kampung Masiku di Peg.

Wawoombo.

Tebal satuan sekitar 500 m. Formasi Masiku

tertindih secara selaras oleh Formasi Matano.

Tems FORMASI SALODIK : kalsilutit,

batugamping pasiran, napal, batupasir dan rijang.

Kalsilutit, berwarna putih kelabu sampai

kelabu, berbutir halus, padat, perlapisan baik, dengan tebal tiap lapisan antara 10 dan 30 cm.

Batugamping pasiran, berwarna kelabu

kecoklatan, berbutir halus sampai sedang; padat; berlapis baik, dengan tebal tiap lapisan sampai 20 cm.

Napal, berwarna kuning kecoklatan; berlapis baik, dengan tebal tiap lapisan sampai 15 cm.

Batupasir, berwarna kekuningan sampai kelabu, berbutir halus, padat, di beberapa

tempat karbonatan; ditemukan bempa sisipan di dalam batugamping kalsilutit; tebal tiap lapisan sampai 10 cm.

Rijang, berwarna kecoklatan sampai

kemerahan; berupa lensa atau sisipan dalam batugamping kalsilutit; tebal tiap lapisan sampai 7 cm.

Berdasarkan kandungan fosil Globorotalia

spp., Globigerina sp., Chilogueinbelina sp., Discocyclina spp., Nummulites sp., Operculina sp., Globigerinoides altiapertura BOLLI,

103

55

Globigerinoides trilobus (REUSS), Globigerinoides immaturus LE ROY, Gbobigerinoides sacculiferus (BRADY), Globigerina Spp., Globorotalia sp.,

Praeorbulina sp., Lepidocyclina sp., dan Spiroclypeus sp.; dan napal Gboboquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Sphaeroidinellopsis seminulina (SCHWAGER), Gbobigerinoides immaturus LE ROY, Globigerinoides altiaperturus BOLLI, Globigerinoides trilobus REUSS), Globigerina

binaensis KOCH, Gbobigerina sp. dan Globigerinita sp. (Budiman, 1980; hubungan tertulis), di dalam batugamping kalsilutit, Formasi Salodik diduga berumur Eosen Akhir -

Miosen Awal; lingkungan pengendapannya diperkirakan laut dangkal dan terbuka.

Sebaran satuanbatuan ini terdapat di sebelah timur Peg. Wawoombu, di bagian selatan

Lembar. Tebalnya sekitar 250 m.

Mendala Sulawesi Timur

Km FORMASI MATANO : kalsilutit, napal,

serpih dan rijang.

Kalsilutit, berbutir halus, berwarna kelabu,

padat dan keras, lapisannya

baik, tebal lapisan berkisar antara 10 - 15 cm.

Napal, berwarna, kelabu, berlapis baik, padat

dan keras. Tebal masing-masing lapisan mencapai 15 cm. Setempat sisipan rijang setebal 10 cm.

Serpih, benvama kelabu, berlapis baik, padat. Tebal tiap lapisannya sampai

5 cm.

Rijang, berupa sisipan dalam batugamping

dan napal. Tebal sisipan sampai 10 cm,

berwarna merah sampai coklat kemerahan.

Berdasarkan kandungan fosil Heterohelix sp.,

dalam batugamping, dan Radiolaria dalam rijang, Formasi Matano diduga berumur Kapur Akhir (Budiman, 1980, hubungan tertulis); berlingkungan pengendapan laut dalam.

Sebaran satuan meliputi daerah antara hulu

S. Ongkaya dan Peg. Verbeek, Peg. Wawoombu dan Bulu Warungkelewatu, di bagian utara dan selatan Lembar. Tebalnya sekitar 550 m. Formasi Matano tertindih

secara selaras oleh Formasi Salodik. Di beberapa tempat persentuhan tektonik dengan batuan ultramafik; hubungan dengan batuan sedimen yang lebih tua tidak jelas.

Koolhoven (1932) menyebutnya ―lapisan Matano Atas‖.

Tmpt FORMASI TOMATA : perselingan

batupasir konglomerat, batulempung dan tuf dengan sisipan lignit.

Batupasir, berwarna kelabu kuning

kecoklatan, kelabu sampai coklat, berbutir halus sampai kasar kerikilan, berlapis baik, di

beberapa tempat terdapat lapisan bersusun tebal lapisan mencapai 30 cm, kurang padat sampai padat, komponen kepingan batuan, kuarsa dan mineral hitam; setempat gampingan. Juga ditemukan batupasir hijau

berbutir kasar, hampir seluruhnya terdiri dari batuan ultramafik.

Konglomerat, berkomponen sampai 10 cm, sesekali 30 cm; membulat- tanggung sampai

membulat; terekat padu oleh batupasir kasar berwarna kecoklatan; setempat gampingan; komponen berupa batuan ultramafik, batugamping terdaunkan, kuarsit, dan rijang. Pilahan dan kemas umumnya kurang baik. Tebal lapisan minimum 40 cm; ditemukan perlapisan bersusun.

Batulempung, bewarna kelabu, kecoklatan

sampai coklat kemerahan; setempat bersifat gampingan; mengandung fosil moluska. Setempat ada jejak daun, sering ada kongkresi oksida besi, berukuran mencapai 10 cm, atau berupa sisipan setebal 3 cm. Perlapisan kurang baik sampai cukup baik,

umumnya kurang padu, kecuali di beberapa tempat. Tebal tiap lapisan sampai 400 cm.

Tuf, berbutir halus sampai sedang, berwarna

kelabu muda sampai kelabu tua, kurang padu sampai padu, perlapisan cukup baik, dengan tebal masing-masing lapisan sampai 15 cm.

Lignit, berwarna kelabu kehitaman; kurang

padat; berupa sisipan dalam batulempung dengan tebal sampai 200 cm.

Batupasir halus mengandung fosil: Bolivia sp.,

Pullenia sp., Robulus sp., Globigerinoides trilobus (REUSS), Globigerinoides immaturus LB ROY, Globigerinoides ruber (D ‗ORB IGNY),

Globigerinoides obliquus BOLLI, Globorotalia menardil (D‘ORBIGNY), Globorotalia acostaensis BLOW, Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVI S), Sphaeroidinella seminulina SCHWAGER, Globorotalia plesiotumida BLOW & BANNER, dan Hastigerma aequilaterabis (BRADY);

menunjukkan umur Miosen Awal hingga Pliosen; lingkungan pengendapannya laut dangkal, setempat payau.

56

Satuan ini di bagian atas lebih dikuasai oleh

batuan klastika kasar, di bagian bawah dikuasai oleh klastika halus. Sebarannya meliputi daerah selatan Desa Tanoa, Bahu

Mbelu dan dekat Desa Sawogi, Lamona, Bahu Mahoni, sepanjang S. Bahodopi, dan daerah sebelah barat Bulu Warungkelewatu. Tebal satuan sekitar 1000 m. Ciri litologi satuan sama dengan Molasa Sulawesi Sarasin dan Sarasin (1901). Nama Formasi Tomata berasal dari Desa Tomata (Lembar Malili)

tempat diketemukannya singkapan yang baik.

BATUAN BEKU

Ku KOMPLEKS ULTRAMAFIK : harzburgit, lherzolit, wehrlit, websterit, serpentinit, dunit, diabas dan gabro.

Harzburgit, berwana hijau sampai kehitaman,

padat dan pejal setempat ada perhaluan mineral; tersusun dan mineral halus sampai kasar, terdiri atas olivin (sekitar 55%), dan piroksen (sekitar 35%), serta mineral serpentin sebagai hasil ubahan piroksen dan

olivin (sekitar 10%). Setempat dijumpai blastomilonit dan porfiroblas dengan megakris

piroksen yang tumbuh dengan massadasar minolit.

Lherzolit, berwarna hijau kehitaman, pejal dan padat, berbutir sedang sampai kasar hipidiomorf. Di beberapa tempat terdapat

tekstur ofit dan poikilitik. Batuan terutama terdiri dari mosaik olivin dan piroksen-klino atau piroksenorto; yakut dan epidot merupakan mineral ikutan.

Nampaknya batuan ini telah mengalami gejala

penggerusan yang dicirikan oleh pelengkungan pada kembaran polisintesis dan pada mineral piroksen.

Werhlit berwarna kehitaman, pejal dan padat, berbutir halus sampai kasar, alotriomoif. Batuan terutama terdiri atas olivin, dan

kadang-kadang piroksen klino. Mineral olivin, dan piroksen hampir seluruhnya memperlihatkan retakan dalam jalur memanjang yang umumnya terisi serpentin dan talkum, strukturnya menyerupai jala. Gejala deformasi telah terjadi dalam batuan

ini dengan diperlihatkannya penyimpangan dan pelengkungan kembaran yang dijumpai pada mineral piroksen klino. Setempat mineral olivin selain terubah jadi

serpentin dan talkum, juga jadi igningsit coklat kemerahan.

Websterit, berwarna hijau kehitaman, padat

dan pejal. Terutama tersusun oleh mineral olivin dan piroksen klino, berukuran halus sampai sedang, serta hampir seluruh

kristalnya berbentuk anhedron. Serpentin hasil ubahan olivin dan piroksen terutama mengisi rekahan kristal tembah, dan membentuk struktur jala. Batuan mengalami penggerusan, hingga setempat terdapat pemilonitan dalam ukuran sangat halus dan memperlihatkan struktur kataklastik. Klorit,

zoisit dan mineral gelap, terdapat terutama pada lajur milonit, kecuali itu mineral ini terdapat pula di seluruh bagian batuan.

Serpentinit, berwarna kelabu tua sampai hijau

kehitaman, pejal dan padat. Mineral penyusunnya terdiri dari antigont, lempung dan magnetit, berbutir halus, dengan retakan tidak teratur, yang umumnya terisi magnetit

hitam kedap. Mineral lempung berwarna kelabu, sangat halus, berkelompok pada beberapa tempat. Batuan ini umumnya memperlihatkan struktur kekar dan cermin sesar (slickenside) yang dapat dilihat dengan mata telanjang.

Diabas, berwarna kelabu, kelabu kehijauan

sampai hitam kehijauan, padat dan pejal,

berbutir halus sampai sedang, setempat

hablur penuh. Mineral penyusunnya terdiri atas plagioklas, ortoklas, piroksen dan bijih, jenis plagioklasnya labradorit. Di beberapa tempat batuan terubah kuat.

Dunit, berbutir halus sampai kasar, berwarna kehijauan, kelabu kehijauan sampai kehitaman, pejal dan padat. Setempat tampak

porfiroblastik. Susunan mineral terdiri atas olivin (sekitar 90%), piroksen, plagiokias, dan bijih; mineral ubahan terdiri dari serpentin, talkum, dan klorit, masing-masing hasil ubahan olivin dan piroksen. Di beberapa tempat batuan terubah kuat; memperlihatkan

struktur sarang, bank-bank, bentuk sisa, dan

bentuk semu dengan

serpentin dan talkum sebagai mineral

pengganti.

Gabro, berbintik hitam, berbutir Sedang

sampai kasar, padat dan pejal. Mineral penyusunnya terdiri atas plagioklas, dan olivin jenis plagioklas yakni labradorit-bitaonit. Sebagian olivin terubah jadi antigorit, dan bijih, plagioklas jadi serisit. Batuan ini ditemukan berupa retas menerobos batuan ulatramafik.

STRUKTUR DAN TEKTONIKA

105

107

57

Struktur utama di daerah ini berupa sesar dan

lipatan. Sesar meliputi sesar turun, sesar geser, sesar naik dan sesar sungkup. Penyesaran diduga berlangsung sejak

Mesozoikum. Sesar Matano merupakan sesar utama dengan arah baratlaut-tenggara. Sesar ini menunjukkan gerakan mengiri, diduga bersambung dengan Sesar Sorong. Keduanya merupakan satu sistem sesar jurus yang mungkin telah terbentuk sejak Oligosen. Kelanjutannya diperkirakan pada Sesar Palu-

Koro yang juga menunjukkan gerakan mengiri (di luar Lembar Bungku; diperkirakan masih aktif).

Sesar yang lain di daerah ini lebih kecil dan

merupakan sesar tingkat kedua atau mungkin tingkat ketiga.

Lipatan yang terdapat di Lembar ini tergolong

lipatan terbuka, tertutup, dan pergentengan.

1. Lipatan terbuka berupa lipatan lemah yang

mengakibatkan kemiringan lapisan tidak melebihi 35°. Lipatan ini terdapat dalam batuan yang berumur Miosen hingga Plistosen. Biasanya sumbu lipatannya

menggelombang dan berarah barat-timur sampai baratlaut-tenggara.

2. Lipatan tertutup berupa lipatan sedang

sampai kuat yang mengakibatkan kemiringan lapisan dan 50° sampai tegak. Setempat, lapisan itu hingga terbalik. Lipatan ini terdapat dalam batuan sedimen Mesozoikum, dengan sumbu lipatan yang umunmya berarah baratlaut-

tenggara. Diduga, lipatan ini terbentuk pada Oligosen atau lebih tua.

3. Lipatan pergentengan (superimposed

fold) terdapat dalam satuan batuan Mesozoikum, pada Mendala Sulawesi

Timur dan Mendala Banggai-Sula. Sumbu lipatannya berarah baratlaut-tenggara.

Kekar terdapat dalam hampir semua satuan batuan, tetapi terutama dalam batuan beku

dan batuan sedimen Mesozoikum. Terjadinya mungkin dalam beberapa perioda, sejalan

dengan perkembangan tektonik di daerah ini.

Sejarah pengendapan batuan sedimen dan

perkembangan tektonik di Lembar Bungku diduga sangat erat hubungannya dengan perkembangan Mendala Banggai-Sula yang

sudah terkratonkan pada akhir Paleozoikum. Pada Zaman Trias, terjadi pengendapan

Formasi Tokala yang berlangsung sampai Jura Awal.

Kemudian pada Jura Akhir menyusul

pengendapan Formasi Nanaka secara selaras di atasnya. Pada Eosen Akhir-Miosen Awal, Formasi Salodik diendapkan secara tidak

selaras di atasnya; lingkungannya laut dangkal sampai darat. Ketiga satuan ini terbentuk di tepian benua yang saat ini berupa Mendala Banggai - Sula.

Di bagian lain, dalam cekungan laut-dalam di

barat Banggai-Sula, pada Zaman Jura terendapkan bahan pelagos Formasi Masiku.

Pengendapan ini terus berlangsung hingga awal Zaman Kapur. Formasi Matano secara

selaras terendapkan di atas Formasi Masiku. Kedua satuan ini terendapkan di laut dalam.

Pada Zaman Paleogen Akhir pengendapan

batuan karbonat Formasi Salodik berlangsung dalam busur luar yang semakin mendangkal. Proses ini berlangsung sampai awal Kala Miosen.

Pada Kala Oligosen, Sesar Sorong yang

menerus ke Sesar Matano dan Palu-Koro mulai aktif dalam bentuk sesarjurus

mendatar, sehingga benua mini Banggai-Sula

bergerak ke arah barat dan memisahkan diri dan Benua Australia.

Pada Kala Miosen Tengah, bagian timur kerak

samudra di Mendala Sulawesi Timur menumpang tindih (obducted) benua mini Banggai - Sula yang bergerak ke arah barat lajur penunjaman dan busur luar tersungkupkan (overthrusted) di atas rumpang parit busur gunungapi, yang

mengakibatkan ketiga mendala geologi tersebut saling berdempetan.

Pada akhir Miosen hingga Pliosen batuan

klastika halus sampai kasar dan bagian bawah Formasi Tomata mulai terendapkan dalam lingkungan laut-dangkal dan terbuka.

Pada Kala Pliosen keseluruhan daerah

mengalami orogenesa yang dibarengi oleh lipatan dan sesar bongkah, mengakibatkan terbentuknya cekungan kecil dan dangkal. Batuan klastika kasar dan bagian atas Formasi

Tomata terendapkan di dalamnya, kemudian seluruh daerah terangkat.

Pada bagian tertentu, endapan aluvium,

danau, sungai dan pantai berlangsung terus hingga sekarang.

SUMBERDAYA MINERAL

58

Bahan galian yang ditemukan di daerah

Bungku di antaranya nikel, bijih besi, pasir besi, minyak bumi, batugamping, batuan beku, pasir dan kerikil.

Bijih nikel sudah dieksplorasi oleh PT. Inco tetapi tidak dilanjutkan karena secara

ekonomi tidak menguntungkan. Bijih tersebut biasanya terdapat dalam endapan laterit berasal dan batuan ultramafik yang melapuk. Bijih nikel ini biasanya berasosiasi dengan bijih besi, yang merupakan lapisan penutup endapan laterit yang biasanya berupa daerah datar (PT. Inco, 1972; Sukamto, 1 975b).

Pasir besi berupa endapan pantai setebal 1 - 2 m, ditemukan disepanjang pantai mulai dan

Wata sampai Wosu, di bagian timurlaut Lembar. Endapan tersebut pernah diteliti oleh PT. Indochrom pada tahun 1978/1979, tetapi tidak dilanjutkan, mungkin secara ekonomi kurang menguntungkan.

Rembesan minyak bumi merupakan petunjuk

adanya sumber minyak bumi, yang banyak dijumpai terutama di sepanjang S. Wosu, di bagian timurlaut Lembar; diduga berasal dari

satuan batuan sedimen Mendala Banggai-Sula. Dengan diketemukannya rembesan

minyak bumi tersebut, diperkirakan daerah Bungku memiliki potensi penting di masa mendatang.

Batugamping bersifat pejal, terdapat di

beberapa tempat seperti di Peg. Wawoombu, dan sekitar Kampung Kuluri di bagian selatan dan tenggara Lembar. Penduduk setempat

telah memanfaatkan sebagai bahan pengeras jalan dan secara kecil-kecilan sebagai bahan bangunan, Singkapan batuan cukup luas dan tebal, diduga memiliki mutu yang baik, sehingga sebagai bahan bangunan batugamping ini memiliki prospek cukup baik.

Batuan beku terdiri atas batuan ultramafik, gabro dan diorit; terdapat di sekitar D. Towuti dan bagian tengah Lembar. Batuan ini bersifat

pejal dan padat, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengeras jalan dan balian bangunan.

Pasir dan kerikil merupakan bahan baku untuk

pembuatan jalan dan bahan bangunan. Di daerah ini ditemukan sebagai endapan pantai yang terletak antara Tanjung Lingkobu dan Tanjung Lalompa; dan dalam satuan batuan dan Formasi Tomata, di sekitar Bulu Talowa,

hulu S. Ongkaya dan S. Bahu Mbelu, di bagian

tenggara dan utara Lembar.

ACUAN

Dieckmann, W., 1918, Over het

verbeekgebergte in Celebes en deszelps Ertsafzettingen.

Koolhoven, W.B.C., 1923, Report on the

investigation of nickel ore and chromite in the Lasolo area (subsection : Kendari), Arsip Pusat Jawatan Geologi, No. 20/br.

--------, 1932, The geology of the Malili field,

Centrul Celebes (Dutch), Jb. Mijnw. Ned. Indie. Verh. III.

PT. International Nickel Indonesia, 1972, Laterite deposits in the Southeast

arm, Sulawesi unpubl. report presented at Regional Conference on the Geology of Southeast Asia, Kuala Lumpur, March, 1972.

Sarasin, F. & P. Sarasin, 1901, Enwurfeinergeografische, geologischen beschreib ung der Insel Celebes: Wiesbaden.

Sukamto, R., 1975a, Geologic Map of Indonesia, sheet VIII, Ujungpandang, scale 1 1.000.000, Geol. Survey of Indonesia.

--------1975b, The structure of Sulawesi in

light of plate tectonics, Proc. Reg. conf on the Geol. and Min. Res. of Southeast Asia, Jakarta 4 - 7 August, 1975 : Indonesian Association of Geologists.

Surono, R.L. Situmorang & T.O. Simandjuntak, 1984, Laporun Geologi Lembar Batui, Sulawesi, Laporan terbuka, Puslitbang Geologi.

110

2