105
i BUKU PANDUAN PENYIAPAN RENCANA STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN / KOTA (Renstra SKPD) Decentralized Basic Education 1 Management and Governance DRAFT Versi: 25 Januari 2008 Renstra SKPD Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Renstra Depdiknas Renstra SKPD Provinsi Informasi dan Data Pendidikan

Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

i

BUKU PANDUAN

PENYIAPAN RENCANA STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN / KOTA

(Renstra SKPD)

Decentralized Basic Education 1 Management and Governance

DRAFT

Versi: 25 Januari 2008

RenstraSKPD

RencanaPembangunanJangka PanjangDaerah

RPJPD

RencanaPembangunanJangka MenengahDaerah

RPJMD

RenstraDepdiknas

RenstraSKPDProvinsi

Informasi dan Data Pendidikan

Page 2: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

ii

Panduan ini dikembangkan oleh DBE1 dengan arahan dari Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Departemen Pendidikan Nasional, dan Departemen Agama serta merupakan perwujudan kerja sama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan USAID.

Page 3: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

iii

Panduan ini telah diuji coba dan digunakan oleh pemangku kepentingan terkait di 50 kabupaten/kota mitra DBE1

Page 4: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

iv

DAFTAR ISI

1. Pengantar .............................................................................................................. 0 2. Gambaran Umum .................................................................................................. 3 3. Tahap I: Analisis Layanan Pendidikan .................................................................. 9

o Langkah Pertama: Menyiapkan Profil Layanan Pendidikan ......................... 9 o Langkah Kedua: Identifikasi Program yang Berhasil Pada Periode

Perencanaan Sebelumnya ......................................................................... 42 o Langkah Ketiga: Merumuskan Isu Strategis ............................................... 50

4. Tahap II: Menyiapkan Visi, Misi, dan Tata Nilai ................................................. 54 o Langkah Pertama: Merumuskan Visi ......................................................... 54 o Langkah Kedua: Merumuskan Misi ............................................................ 55 o Langkah Ketiga: Merumuskan Tata Nilai ................................................... 56

5. Tahap III: Merumuskan Tujuan dan sasaran, Strategi dan Kebijakan ............... 57 o Langkah Pertama: Merumuskan Tujuan dan Sasaran ............................... 57 o Langkah Kedua: Merumuskan Strategi ...................................................... 62 o Langkah Ketiga: Menetapkan Kebijakan .................................................... 67

6. Tahap IV: Merumuskan Program dan Kegiatan ................................................. 70 7. Tahap V: Penyusunan Rencana Biaya dan Pendanaan .................................... 80

Page 5: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

1. Pengantar

1.1 Perubahan yang Besar di Sektor Pendidikan Dalam dua tahun terakhir ini, terdapat sejumlah perkembangan yang berdampak sangat besar pada perencanaan pendidikan di tingkat kabupaten/kota.

Perkembangan pertama, adalah diterbitkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, yang mensyaratkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dalam hal ini Dinas Pendidikan, untuk menyusun Rencana Strategis berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Undang-undang ini diikuti terbitnya Surat Edaran Departemen Dalam Negeri No. 050/2002/SJ tanggal 11 Agustus 2005 sambil menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur tata cara penyusunan dokumen perencanaan.

Dinas Pendidikan adalah perangkat daerah yang memiliki tingkat kompleksitas paling tinggi. Dibandingkan dengan SKPD lainnya, jumlah sasaran, sumberdaya manusia (lebih dari 60% dari jumlah PNS), maupun aset, dan anggaran yang dikelola Dinas Pendidikan sangatlah besar. Hal ini berdampak pada sistem perencanaan yang diperlukan.

Selain itu, kabupaten/kota menangani banyak urusan wajib di bidang pendidikan, mulai dari mengembangkan silabus / kurikulum tingkat satuan pendidikan, sarana pembelajaran, aspek pedagogik (kegiatan belajar mengajar), penilaian pembelajaran, sistem informasi manajemen pendidikan, sampai dengan mengembangkan sumberdaya manusia. Dilihat dari jenjang pendidikan, berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, urusan wajib daerah kabupaten/kota dalam bidang pendidikan mencakup Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, dan Pendidikan Non-formal.

Sebagian dari kabupaten dan kota telah menyusun Renstra SKPD berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 dan Surat Edaran Departemen Dalam Negeri No. 050/2002/SJ, sebagian hanya berdasarkan Undang-Undang No. 25 Tahun 2004, dan sebagian besar belum menyusun renstranya berdasarkan salah satu dari ketentuan tersebut.

Perkembangan kedua, Departemen Pendidikan Nasional telah menyiapkan Renstra berkualitas tinggi. Rencana ini menyediakan panduan yang jelas tentang pembangunan pendidikan, yang akan membantu daerah menyelaraskan perencanaan mereka dengan prioritas nasional.

Perkembangan ketiga, dalam bidang pembiayaan pendidikan, Program BOS diperkenalkan sejak Agustus 2005 serta adanya niat Pemerintah dan DPR untuk – secara bertahap – memenuhi UUD 1945 untuk mengalokasikan 20% dari anggaran di bidang pendidikan. Hal ini diperkuat lagi dengan adanya komitmen untuk membiayai kebutuhan pendidikan di daerah secara patungan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.

Page 6: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

1

Pada tahun-tahun sebelumnya, APBD adalah sumber dana utama bagi pembangunan pendidikan. Di bawah sistem lama itu, sekolah-sekolah memiliki anggaran yang sangat terbatas untuk menutupi pengeluaran operasional, dan sebagai konsekuensinya, mereka jadi sangat bergantung pada program-program yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan. Program BOS telah menghasilkan perubahan besar. Lewat program ini, jumlah dana di tingkat kabupaten/kota meningkat pesat dengan penambahan sekitar 25 miliar rupiah. Sedangkan anggaran di tingkat sekolah meningkat dari 5 juta rupiah menjadi antara 30-40 juta rupiah per sekolah. Untuk mengelola dana ini secara efektif, DBE membantu sekolah dalam mempersiapkan Rencana Pengembangan/Kerja Sekolah (RPS/RKS).

Program BOS berdampak besar bagi perencanaan di tingkat daerah. Sebelumnya, para perencana pendidikan di daerah hanya berfokus pada bagaimana mengalokasikan dana APBD ke berbagai program. Setelah dijalankannya Program BOS, tugas para perencana menjadi lebih rumit karena mereka harus mensejajarkan dan menggabungkan antara rencana pembangunan pendidikan daerah dengan rencana yang disiapkan oleh sekolah-sekolah dan mereka juga harus memastikan bahwa rencana yang disusun daerah akan menjadi pelengkap dari usaha yang akan dilakukan di tingkat sekolah. Peningkatan anggaran di tingkat sekolah menuntut mekanisme akuntabilitas yang kuat, dan sekolah harus menjadi akuntabel dalam penggunaan anggaran dan hasil yang dicapai. Komite Sekolah akan menjalankan peran penting dalam hal ini.

Kebijakan baru lainnya yang berpengaruh signifikan terhadap perencanaan pendidikan adalah Program DAK untuk rehab gedung / ruang kelas, khusus untuk kabupaten/kota yang memiliki sumberdaya terbatas.

Perkembangan keempat, adalah diterbitkannya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yang mengubah persyaratan minimal kualifikasi akademik guru SD dari D2 ke D4/S1. Berdasarkan undang-undang ini, kualifikasi guru SD yang semula sudah mencapai 70%, kini hanya mencapai kurang dari 8%. Secara nasional jumlah guru yang belum memenuhi kualifikasi mencapai 1,7 juta orang. Besarnya jumlah guru yang belum memenuhi kualifikasi mengajar berdampak pada penetapan prioritas kebijakan pembangunan pendidikan di tingkat kabupaten/kota.

Perkembangan kelima, dengan terbitnya PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, layanan dan output pendidikan hendaknya lebih terarah, sistematik, dan komprehensif. Standar tersebut meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Perkembangan keenam, Inpres No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Perencanaan mensyaratkan:

a. APM sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah/pendidikan yang sederajat sekurang-kurangnya menjadi 95 % pada akhir tahun 2008;

b. APK sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah/pendidikan yang sederajat sekurang-kurangnya menjadi 95 % pada akhir tahun 2008;

Page 7: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

2

c. Persentase penduduk buta aksara usia 15 tahun ke atas maksimal menjadi 5% pada akhir tahun 2008.

Selain besar dan luasnya bidang pendidikan, kondisi pendidikan juga masih jauh di bawah standar yang telah ditetapkan. Untuk itu, diperlukan suatu sistem perencanaan pendidikan yang dapat mengatasi berbagai permasalahan tersebut.

1.2 Tujuan dan Sistematika Buku Panduan

1.2.1 Tujuan Menimbang kompleksitas pekerjaan yang harus digarap oleh Tim Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan (TPR), maka diperlukan sebuah panduan yang memuat metodologi, termasuk tahap dan langkah, untuk penyusunan rencana. Dengan adanya buku panduan ini, diharapkan semua pihak yang berkepentingan dalam perencanaan pendidikan kabupaten/kota akan mempunyai persepsi yang sama.

1.2.2 Sistematika Buku Panduan Sistematika Buku Panduan Renstra Dinas Pendidikan adalah:

• Pengantar: memaparkan latar belakang perlunya Renstra SKPD kabupaten/kota.

• Gambaran Umum: menjelaskan prinsip-prinsip perencanaan pendidikan, kerangka pengembangan Renstra SKPD, dan pendekatan perencanaan pendidikan kabupaten/kota.

• Tahap I Analisis Layanan Pendidikan: menggambarkan kondisi pendidikan saat ini untuk aspek perluasan akses, pemerataan dan peningkatan mutu, relevansi dan daya saing bangsa, analisis tentang program yang berhasil pada periode perencanaan sebelumnya, serta kondisi internal dan eksternal.

• Tahap II Menyiapkan Visi, Misi, dan Tata Nilai.

• Tahap III Merumuskan Tujuan/Sasaran, Strategi dan Kebijakan.

• Tahap IV Merumuskan Program dan Kegiatan: penetapan program dan perumusan kegiatan.

• Tahap V Menyiapkan Rencana Pembiayaan Indikatif (perkiraan sumber-sumber pembiayaan: APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, Dekonsentrasi, Perbantuan, Block Grant, dan sumber lainnya).

• Tahap VI Menyiapkan Rencana Monitoring dan Evaluasi Implementasi Renstra SKPD secara sistemik.

Diharapkan panduan ini akan membantu mempersiapkan Renstra Dinas Pendidikan secara penuh, memutakhirkan Renstra yang sudah ada atau merevisi sebagian rencana.

Suatu software pendukung, District Planning Information Support System, telah dikembangkan yang akan mendukung proses penyusunan tabel-tabel yang ada dalam buku panduan ini. Juga telah disusun suatu buku panduan khusus tentang cara penggunaan aplikasi ini.

Page 8: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

3

2. GAMBARAN UMUM

Bagian ini memberikan gambaran umum tentang ruang lingkup perencanaan, struktur rencana, prinsip-prinsip perencanaan, dan proses perencanaan.

2.1 Ruang Lingkup Ruang lingkup perencanaan sesuai dengan urusan wajib kabupaten/kota yang tertuang pada PP No. 38 Tahun 2007 meliputi:

• Pendidikan Anak Usia Dini, karena pendidikan ini merupakan landasan bagi jenjang pendidikan dasar dan mempersiapkan anak untuk bersekolah. Fokusnya adalah pada pendidikan tingkat taman kanak-kanak, yaitu TK dan RA;

• Pendidikan dasar 9 tahun: SD/MI, dan SMP/MTs;

• Pendidikan menengah: SMA, SMK, dan MA;

• Pendidikan nonformal, keaksaraan, kesetaraan, dan keterampilan hidup;

• Bidang lainnya yang menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

2.2 Struktur Rencana Garis besar tahapan perencanaan dalam buku panduan ini adalah rumusan rencana untuk setiap jenjang pendidikan yang disusun berdasarkan pilar-pilar kebijakan Renstra Departemen Pendidikan Nasional, yaitu:

• Peningkatan akses dan pemerataan pendidikan.

• Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing bangsa.

• Tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik.

Peningkatan Akses Perencanaan yang berkaitan dengan peningkatan akses berfokus pada identifikasi wilayah-wilayah dengan banyak anak usia sekolah yang tidak bersekolah. Setelah wilayah-wilayah ini teridentifikasi, kita akan melihat alasan yang menyebabkan rendahnya angka partisipasi pendidikan. Pertanyaan kunci adalah: “Apakah rendahnya partisipasi disebabkan oleh kurangnya fasilitas untuk bersekolah (masalah penyediaan/supply), atau tidak adanya kemampuan untuk bersekolah karena kemiskinan dan keterpencilan (masalah kebutuhan/demand)?”

Peningkatan Mutu Perencanaan yang berkaitan dengan peningkatan mutu harus memperhatikan bahwa setiap sekolah mempunyai tingkat perkembangan yang berbeda-beda dalam kualitas, sehingga dukungan yang dibutuhkan juga berbeda-beda. Misalnya sekolah dengan kinerja rendah membutuhkan dukungan yang berbeda dari sekolah yang sudah bagus. Oleh sebab itu, sekolah akan dikelompokkan ke dalam 4 kelompok mutu dan untuk setiap kelompok akan disusun strategi dukungan yang khusus.

Page 9: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

4

Selain itu, akan berfokus pada isu ketidakmerataan layanan pendidikan antar wilayah atau antar kelompok gender. Selain itu, perhatian juga akan diberikan pada isu keadilan dalam penyelenggaraan pendidikan, atau dengan lain kata: “Apakah anak-anak yang bersekolah mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu?” Di sini perhatian terutama ditujukan pada ketidaksetaraan kondisi belajar, seperti kualitas gedung, ketersediaan buku, serta jumlah dan kompetensi guru, atau dengan lain kata, apakah penyelenggaraan pendidikan sudah memenuhi standar pelayanan minimum.

Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik Sebuah buku panduan khusus telah disusun untuk mempersiapkan Rencana Pengembangan Kapasitas (RPK) Dinas Pendidikan. Rencana tersebut akan mengindikasikan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengelola pendidikan secara efektif dan sesuai dengan prinsip-prinsip tata layanan pendidikan yang baik. Hasil dari proses penyusunan RPK ini akan diintegrasikan dalam Renstra Dinas Pendidikan.

2.3 Prinsip-prinsip Perencanaan

Perubahan dari pendekatan Input kepada Output / Outcome Selama ini, perencanaan pendidikan daerah telah berfokus pada peningkatan masukan (input) untuk pengembangan pendidikan (rehabilitasi sekolah, pengadaan buku, pelatihan guru). Pada umumnya program-program ini merupakan program tunggal (single input), yang mempunyai sekolah sasaran berbeda. Dan pada akhir tahun, hanya dapat dilaporkan bahwa sekian banyak ruang kelas telah direhabilitasi, sekian banyak buku telah disediakan, dan sekian banyak guru sudah dilatih. Namun demikian kita tidak dapat mengetahui dengan pasti output/outcome yang telah dicapai, misalnya dalam peningkatan mutu pendidikan.

Buku Panduan ini akan memperkenalkan metodologi baru yang lebih berfokus pada output/outcome. Perubahan ini akan dicapai melalui penentuan sasaran yang lebih tepat. Untuk Peningkatan Akses, desa akan dikelompokkan dalam kelompok: desa dengan “Anak Usia Sekolah (AUS) yang tidak bersekolah” tinggi (APK-nya rendah) sampai desa dengan “AUS yang tidak bersekolah” rendah (APK-nya tinggi). Sedangkan untuk pemerataan akses pendidikan berkualitas, sekolah akan dikelompokkan dalam kelompok mulai dari sekolah dengan kondisi layanan bagus sampai ke tingkat yang sangat rendah. Untuk peningkatan mutu, sekolah akan dikelompokkan dalam kelompok sekolah dengan kinerja yang tinggi ke sekolah dengan kinerja yang rendah. Kemudian sasaran spesifik akan disusun untuk setiap kelompok desa atau sekolah. Dengan cara ini, pada akhir tahun, dapat diukur apakah sasaran telah dicapai; misalnya pengurangan jumlah sekolah yang berkinerja sangat rendah.

Dalam metodologi ini, fokus perencanaan berpusat pada sekolah. Karena sekolah dan komunitasnya memainkan peran utama dalam peningkatan mutu pendidikan, penting kiranya dibentuk sinergi antara perencanaan di tingkat sekolah dengan perencanaan di tingkat kabupaten/kota. Metodologi ini membantu tercapainya sinergi tersebut.

Page 10: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

5

Pemberian Perhatian pada Program yang Berhasil pada Periode Perencanaan Sebelumnya Metodologi perencanaan ini juga memberikan perhatian yang lebih luas pada identifikasi “program yang berhasil” pada periode perencanaan sebelumnya, yaitu program-program yang sebaiknya dilanjutkan.

Pemberian Perhatian pada Sasaran Khusus Analisis situasi harus dapat mengidentifikasi sasaran khusus (tidak membedakan sekolah umum - keagamaan, negeri - swasta, perkotaan - perdesaan) tetapi mengarah pada sekolah dengan kinerja paling lemah, dalam hal mata pelajaran yang paling rendah pencapaian hasil belajarnya, kelompok siswa yang berasal dari keluarga miskin, kelompok guru yang paling rendah kualifikasinya, dan lain-lain. Dengan teridentifikasinya sasaran khusus tersebut maka program pembangunan pendidikan akan lebih tepat sasaran.

Keterkaitan secara Sinergi antara Renstra SKPD dengan Rencana-rencana dari Instansi Pemerintah Lebih Tinggi Karena Renstra SKPD adalah perencanaan pengembangan pendidikan multi-sumber, maka menjadi penting bahwa rencana ini dikaitkan dengan rencana-rencana pengembangan pendidikan di tingkat provinsi dan nasional (perhatikan Bagan 1 di akhir bab ini). Dengan cara ini, sinergi antara berbagai sumber pembiayaan akan dapat diwujudkan.

Tanggap terhadap Rencana Pengembangan/Kerja Sekolah Renstra SKPD harus tanggap terhadap kondisi eksternal yang berubah dan kebutuhan sekolah yang diidentifikasi dalam Rencana Pengembangan/Kerja Sekolah (RPS/RKS), yaitu rencana yang disusun oleh sekolah. Program-program sekolah yang tidak mampu dilaksanakan oleh sekolah dan tidak efisien jika dilaksanakan oleh sekolah maka program tersebut harus menjadi program dinas pendidikan.

2.4 Proses Perencanaan Proses penyiapan Renstra SKPD terdiri dari tahap-tahap berikut (perhatikan Bagan 2 di akhir bab ini):

1. Analisis Layanan Pendidikan Tahap ini dibagi dalam dua bagian, yaitu 1). analisis eksternal dan 2). analisis internal.

Analisis Eksternal Analisis eksternal meliputi perkembangan penduduk usia sekolah, kebutuhan masyarakat akan pendidikan, dalam hal ini dilihat indeks kemiskinan penduduk, kebijakan yang berpengaruh terhadap pendidikan, dan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat yang berhubungan dengan pendidikan.

Analisis Internal Analisis ini berkaitan dengan profil pendidikan kabupaten/kota yang dapat memberikan gambaran yang jelas tentang penyelenggaraan pendidikan di tingkat daerah. Karena gambaran ini akan menjadi landasan rancangan program, maka gambaran ini harus sejelas mungkin, sehingga program yang

Page 11: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

6

akan disusun benar-benar mengarah pada kebutuhan-kebutuhan bidang pendidikan.

2. Menyiapkan Visi, Misi, dan Tata Nilai Visi, Misi, dan Tata Nilai dirumuskan berdasarkan visi dan misi kepala daerah terpilih, RPJMD serta visi, misi, dan tata nilai yang merupakan budaya luhur yang dianut dan berkembang di daerah. Profil layanan pendidikan juga perlu dipakai sebagai landasan dalam merumuskannya.

3. Merumuskan Tujuan dan Sasaran, Strategi dan Kebijakan Tujuan dan sasaran dirumuskan agar visi dan misi dapat diwujudkan dan dirumuskan dengan memperhatikan profil layanan pendidikan. Strategi dirumuskan agar program dan kegiatan yang dirumuskan dapat benar-benar terarah untuk mencapai tujuan. Sedangkan kebijakan ditetapkan agar program dan kegiatan tidak menyimpang dari koridor aturan-aturan yang ada.

4. Merumuskan Program dan Kegiatan Tujuan tahap ini adalah merancang program-program dan kegiatan-kegiatan terkait. Proses ini dimulai dengan memformulasikan prioritas kebijakan yang akan menjadi panduan penyusunan target/sasaran. Kalau target sudah tersusun, program dan kegiatan terkait akan segera teridentifikasi untuk memenuhi target yang diinginkan. Sebagai langkah terakhir dari proses ini, program akan dirinci lebih jauh dalam rencana-rencana kerja.

5. Menyiapkan Rencana Pembiayaan

Tujuan tahap ini adalah mempersiapkan rencana kebutuhan dana setiap program dan kegiatan, serta dari sumber mana kebutuhan tersebut akan dibiayai.

6. Menyiapkan Rencana Monitoring dan Evaluasi Implementasi Renstra Tujuan tahap ini adalah memberikan umpan balik terhadap implementasi perencanaan, karena perencanaan dipandang sebagi suatu siklus yang berkelanjutan dan dinamis sesuai dengan perkembangan kondisi situasi baik secara internal maupun eksternal. Perubahan tersebut akan berdampak pada sasaran-sasaran yang diharapkan dicapai. Oleh sebab itu, pada implementasi Resntra harus dilakukan monitoring dan evaluasi secara periodik dan berkelanjutan.

Page 12: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

7

Bagan 1

Keterkaitan antara Renstra SKPD dengan Visi/Misi bupati/walikota terpilih dan Rencana-rencana dari Instansi Pemerintah yang lebih tinggi

Page 13: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

8

Bagan 2

Langkah-langkah Penyusunan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota

Monitoring dan Evaluasi

1

2

3

4 5

6

Page 14: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

9

3. Tahap I: Analisis Layanan Pendidikan Tahap ini bertujuan memberikan gambaran tentang layanan pendidikan saat ini di kabupaten/kota. Gambaran tersebut akan membentuk dasar bagi langkah berikutnya dalam proses perencanaan, sehingga lebih mudah untuk menyiapkan program khusus bagi desa-desa dan sekolah yang memerlukan dukungan khusus. Analisis ini akan dilaksanakan dalam tiga langkah:

1. Menyiapkan Profil Layanan Pendidikan. Profil ini akan menunjukkan kondisi layanan pendidikan saat ini berdasarkan indikator kunci pendidikan seperti angka partisipasi, angka transisi, angka putus sekolah, angka mengulang kelas, hasil ujian, dan lain-lain.

2. Identifikasi Program yang Berhasil pada Periode Perencanaan Sebelumnya. Proses perencanaan tidak mulai dari nol, tetapi harus berdasarkan pencapaian yang diperoleh selama periode perencanaan sebelumnya. Disini fokusnya adalah mengidentifikasi program yang telah berhasil dilaksanakan dalam periode perencanaan yang lalu, dan karena telah terbukti keefektifannya, maka sebaiknya dilanjutkan pada periode perencanaan yang akan datang.

3. Merumuskan Isu Strategis. Berdasarkan profil pendidikan dan dengan mempertimbangkan perubahan-perubahan yang terjadi dalam lingkungan perencanaan, maka isu akan teridentifikasi.

3.1 Langkah Pertama, Menyiapkan Profil Layanan Pendidikan Penyusunan struktur profil layanan pendidikan terdiri dari 8 (delapan) bagian : Bagian pertama adalah data-data pendukung yang penting untuk perencanaan pendidikan. Bagian kedua berkenaan dengan pendidikan anak usia dini (TK/RA), ketiga sekolah dasar, keempat sekolah menengah pertama, kelima sekolah menengah atas, keenam pendidikan nonformal, ketujuh pendidik dan tenaga kependidikan, dan kedelapan manajemen layanan pendidikan. Sejalan dengan pilar-pilar kebijakan nasional, maka kita akan memfokuskan kupasan kita pada akses, pemerataan, dan mutu untuk setiap jenjang. Walau demikian, karena beratnya beban dari sektor pendidikan bagi sumber-sumber keuangan daerah, kita juga akan fokus pada efisiensi penyelenggaraan pendidikan.

Profil layanan pendidikan akan disusun sebagai berikut:

1. Kita akan melihat apakah keadaan telah membaik, tetap sama atau merosot selama tiga tahun terakhir. Inilah yang disebut dengan analisis kecenderungan. Dengan bantuan informasi ini kita memperoleh gambaran pertama tentang tingkat keseriusan masalah. Misalnya, apakah tingkat transisi menjadi lebih baik, tetap sama, atau merosot.

2. Begitu kita mengetahui kecenderungan umum selama tiga tahun terakhir, maka kita mulai melihat situasi pada tingkat sekolah: berapa sekolah yang tingkat transisinya rendah, berapa yang agak rendah, berapa yang tinggi, dan berapa pula yang tingkat transisinya sangat tinggi. Dengan demikian kita mengetahui jumlah sekolah yang mempunyai masalah besar dalam transisi dari SD ke SMP.

3. Untuk menyampaikan masalah di sekolah-sekolah yang tingkat transisinya rendah, kita ingin mengetahui lebih banyak tentang sekolah-sekolah tersebut:

Page 15: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

10

• Di mana sekolah-sekolah ini berada: di daerah perkotaan, perdesaan atau di daerah terpencil?

• Bagaimanakah tingkat kemiskinan di desa yang memiliki sekolah dengan tingkat transisi rendah?

Nah sekarang kita mempunyai sebuah gambaran tentang masalah tingkat transisi rendah yang mendesak: di daerah perkotaan, perdesaan, atau di daerah terpencil. Lebih jauh, kita akan mempunyai sebuah gambaran mengenai hubungan antara tingkat transisi rendah dengan kemiskinan.

4. Untuk merancang program-program yang efektif kita masih perlu mengetahui lebih banyak lagi. Tingkat transisi rendah terutama dijumpai pada jenis sekolah apa:

• Sekolah umum atau sekolah agama?

• Sekolah negeri atau sekolah swasta?

5. Langkah terakhir dalam proses analisis adalah menyiapkan sebuah daftar sekolah-sekolah yang memiliki tingkat transisi rendah. Daftar itu akan menunjukkan: kecamatan, desa, nama sekolah, jenis, status, dan tingkat transisi yang nyata. Melalui kelima langkah itu, maka sekarang para perencana telah mempunyai informasi yang dibutuhkan untuk menyampaikan isu transisi rendah.

Page 16: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

11

Bagian Pertama. Data Pendukung Untuk Perencanaan Pendidikan

Ada dua jenis data yang sangat penting bagi perencanaan pendidikan yang efektif. Pertama adalah data penduduk, khususnya anak usia pra sekolah. Kunci pertanyaannya di sini adalah: “Apakah dalam enam tahun ke depan jumlah murid akan meningkat, tetap, atau menurun?” Kedua adalah data yang berkaitan dengan kemiskinan, yang berperan untuk menentukan tindakan lebih lanjut bagi peningkatan penyelenggaraan pendidikan secara umum (akses, pemerataan, dan mutu).

Data Penduduk

Dalam bagian ini, kita akan mencari data perbandingan kelompok penduduk usia 0-6 tahun dengan kelompok 7-12 tahun, apakah kelompok penduduk usia 0-6 lebih besar dari kelompok usia 7-12; kemudian melakukan identifikasi menurut kecamatan, kecamatan mana yang perbandingan kedua kelompok tersebut lebih besar dan mana yang perbandingannya lebih kecil.

Jika kelompok penduduk usia 0-6 tahun lebih besar dari kelompok usia 7-12 tahun, maka kecamatan tersebut akan mengalami penambahan anak usia sekolah dalam 6 tahun mendatang. Tetapi jika lebih kecil, maka akan mengalami penurunan jumlah anak usia sekolah 7-12 tahun.

Tabel 1: Proyeksi Jumlah Murid

Kecamatan

Anak 7-12 tahun yang

sedang bersekolah

Anak usia 0-6 Tahun

Proyeksi(+/- ) Rasio

Kecamatan A Kecamatan B Kecamatan C … Total

Catatan: Harus disadari bahwa usia anak pra sekolah yang dipakai di sini adalah antara 0-6 tahun. Karena sebagian anak usia 6 tahun sudah bersekolah, jumlah kelompok ini akan lebih besar dari perkiraan jumlah populasi anak bersekolah.

Indeks Kemiskinan Ada beberapa alternatif cara untuk menghitung indeks kemiskinan. Dalam panduan ini kita memakai data BKKBN untuk menghitung indeks kemiskinan, cara perhitungannya adalah berikut ini:

KKJumlah Miskin KKJumlah Kemiskinan Indeks =

dengan

I SejahteraKK Jumlah Sejahtera-Pra KK Jumlah Miskin KKJumlah +=

Page 17: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

12

Tabel 2: Indeks Kemiskinan Menurut Desa

Desa KKPra-

Sejahtera

KKSejahtera

1

Jumlah KK

Miskin

Jumlah KK

Indeks Kemiskinan

Desa A

Desa B

Desa ….

Total

Tabel 3: Distribusi Desa menurut Indeks Kemiskinan

Indeks Kemiskinan (%) Jumlah Desa Persen

< 10

10 - 20

21 - 30

31 - 40

> 40

Catatan: Kelas interval terdiri atas 5 kelas dan nilai rata-rata data berada pada kelas interval ketiga agar terlihat sebaran kelompok di atas rata-rata seimbang dengan kelompok di bawah rata-rata.

Identifikasi nama-nama desa yang masuk kategori termiskin, termasuk di kecamatan mana dan apakah status desa tersebut termasuk dalam kategori IDT.

Page 18: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

13

Bagian Kedua. Jenjang Pendidikan Anak Usia Dini Pendidikan anak usia dini (PAUD) termasuk kategori pra sekolah yang berfungsi meningkatkan kesiapan anak dalam memasuki belajar pada jenjang SD. Pada bagian ini akan dilihat tingkat layanan pemerintah dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan PAUD. Tabel berikut menujukkan seberapa besar tingkat layanan pemerintah dan peranan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan anak usia dini.

Tabel 4: Jumlah Lembaga Satuan Pendidikan Anak Usia Dini

Tiga Tahun Terakhir

Satuan Pendidikan

2005 2006 2007Neg Swasta Neg Swasta Neg Swasta

TK/RA KB/TPA Total

Untuk melihat perkembangan PAUD, gambarkan perkembangan APK PAUD dalam tiga tahun terakhir, seperti tampak pada tabel berikut:

Tabel 5: APK Pendidikan Anak Usia Dini menurut Jenis Satuan Pendidikan Tiga Tahun Terakhir

Satuan Pendidikan APK PAUD 2005 2006 2007

TK/RA KB/TPA Total

Gambarkan keadaan APK PAUD menurut tingkat desa/kecamatan, yang berguna untuk melihat penyebaran PAUD dan keterkaitannya dengan keseimbangan antara PAUD dengan SD/MI. Contoh tabel berikut menunjukkan distribusi APK PAUD pada tingkat desa:

Tabel 6: Distribusi APK PAUD di Tingkat Desa

APK PAUD Jumlah Desa Persen

< 20

20 - 30

31 - 40

41 - 50

>50

Identifikasi nama-nama desa dengan APK PAUD kategori rendah, apakah rendahnya APK PAUD tersebut ada kaitannya dengan kemiskinan masyarakat?

Page 19: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

14

Tabel 7: Daftar Desa dengan APK PAUD Terendah

Kecamatan Desa APK PAUD < .20

Indeks Kemiskinan

Kec A Desa…. Desa ….. …………..

Kec B Desa ….. Desa …… …………..

…………..

…………..

Page 20: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

15

Bagian Ketiga. Jenjang Pendidikan Dasar Bagian ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran kinerja kabupaten/kota dalam memberikan layanan pendidikan sekolah dasar dan dirancang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan akses, pemerataan, dan mutu pendidikan.

Gambaran Umum Sekolah Dasar

Tabel 8: Keadaan Lembaga Satuan Pendidikan Dasar SD/MI dan Paket A Tiga Tahun Terakhir

Satuan Pendidikan

2005 2006 2007 Neg Swasta Neg Swasta Neg Swasta

SD MI Paket A Total

Selain gambaran kelembagaan, perlu disajikan partisipasi pendidikan pada tingkat SD. Selama ini yang banyak digunakan adalah Angka Partisipasi Murni (APM) dan Angka Partisipasi Kasar (APK). Penggunaan APK sebagai indikator partisipasi pendidikan tidak dapat menggambarkan kondisi yang sesungguhnya, karena semua anak yang ada di jenjang SD, yaitu yang berusia 7-12 tahun, ditambah anak yang berusia di bawah 7 tahun maupun di atas 12 tahun juga ikut dihitung, sehingga angkanya lebih besar dari 100 persen. Demikian juga dengan APM, saat ini cenderung menurun, karena banyak peserta didik kelas 1 SD berusia 6 tahun atau bahkan lebih muda lagi. Karena itu mereka tidak dapat dihitung dalam APM.

Untuk mengatasi hal tersebut, suatu indikator yang perlu dipertimbangkan, yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS) 7-12 tahun yang mengukur apakah anak sedang bersekolah tanpa membedakan apakah ia bersekolah di tingkat SD atau SMP; hal ini penting khususnya untuk anak usia 11 – 12 tahun, karena sebagian masih bersekolah di SD, sedangkan sebagian telah bersekolah di tingkat SMP. Indikator ini tidak pernah melebihi 100%.

Tabel 9: Angka Partisipasi Tingkat Sekolah Dasar (7-12 Tahun)

Indikator 2005 2006 2007

APM APS APK

Catatan: APS posisinya berada antara APM dan APK

Untuk melihat lebih jelas perkembangan indikator akses pendidikan dasar tiga tahun terakhir, sebaiknya menggunakan grafik seperti contoh berikut:

Page 21: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

16

Contoh grafik perkembangan APM, APS, dan APK 3 tahun terakhir.

Akses Pada saat menyampaikan isu akses, sebaiknya berfokus pada anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan bukan pada mereka yang sudah bersekolah. Pada dasarnya, kita ingin melihat seberapa jauhkah Pemda memenuhi kewajibannya dalam memberikan layanan pendidikan kepada semua anak. Berikutnya fokus kita adalah untuk menjawab tiga pertanyaan kunci :

a. Apakah anak-anak siap bersekolah? b. Apakah anak-anak bersekolah? c. Apakah anak-anak melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang SMP?

1. Apakah anak-anak siap bersekolah? Kesiapan sekolah dapat dilihat dari tiga hal : 1) usia masuk SD; 2) apakah mereka melalui TK/RA; 3) apakah angka mengulang kelas pada kelas awal cukup tinggi.

• Berapa tahun rata-rata usia masuk SD kelas 1 ?

Untuk itu kita akan melihat berapa persen anak kelas 1 SD yang berusia kurang dari 7 tahun dilihat dari jenis kelamin.

Tabel 10: Usia Masuk SD menurut Jenis Kelamin

Jenis kelamin Usia Masuk Kelas 1 SD

Total ≤ 6 tahun 7 tahun ≥ 8 Tahun

Laki-laki

Perempuan

Total

Contoh1: Perkembangan APM, APS, dan APK

2005 sd 2007

0 20406080

100120140

2005 2006 2007

APM APSAPK

Page 22: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

17

Dari tabel di atas dapat dihitung berapa persen anak kelas 1 SD yang kurang dari 7 tahun. Persentase ini akan mempengaruhi pencapaian angka partisipasi murni (APM) tingkat SD. Makin tinggi persentase usia masuk SD kurang dari 7 tahun, makin rendah angka partisipasi murni.

• Berapa persen anak kelas 1 SD yang berasal dari TK/RA?

Untuk itu kita akan melihat berapa persen anak kelas 1 SD yang berasal dari TK/RA berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 11: Latar Belakang Masukan Kelas 1 SD Menurut Jenis Kelamin

Jenis kelamin

Masukan Kelas 1 SD Total

TK/RA Non TK/RA

Laki-laki

Perempuan

Total

Dari tabel di atas dapat dihitung berapa persen siswa kelas 1 SD yang berasal dari TK/RA, makin tinggi persentase yang berasal dari TK/RA makin tinggi kesiapan memasuki SD.

• Apakah ada keterkaitan antara kesiapan memasuki SD dengan angka mengulang kelas pada kelas awal?

Bagan 3 Kesiapan Siswa Memasuki SD Kelas 1

Alur ini menunjukkan keterkaitan antara kesiapan belajar yang ditunjukkan oleh APK PAUD, siswa kelas 1 SD melalui PAUD, dan besarnya siswa kelas 1 SD yang berusia < 7 tahun. Contoh hasil analisis keterkaitan kesiapan belajar dengan angka mengulang kelas (AMK) pada kelas awal disajikan sebagai berikut:

SISWA KLS 1 < 7 TAHUN

APK PAUD

AMK PADA KELAS AWAL

SISWA KLS 1 MELALUI PAUD

Page 23: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

18

2. Apakah anak-anak bersekolah? Pertanyaan ini akan dijawab dengan cara berikut:

• Pertama kita akan melihat bagaimana perkembangan tingkat partisipasi selama tiga tahun terakhir. Pertanyaan kunci disini adalah apakah tingkat partisipasi menjadi lebih baik, tetap stabil, atau merosot?

Tabel 12: Perkembangan Angka Partisipasi Sekolah pada Tingkat Kabupaten Menurut Jender Tahun 2005 sd. 2007

Jenis Kelamin APS Tahun ke Trend (+/- %) 2005 2006 2007

Laki Perempuan

Total

Catatan: APM cenderung menurun sejalan adanya kecenderungan jumlah murid masuk SD lebih dini (kurang dari 7 tahun). Dalam perencanaan tidak cukup dengan menggunakan persentase, tetapi juga dalam bentuk nominal. Dengan menggunakan APM kita tidak bisa menghitung berapa siswa 7-12 tahun yang belum/tidak bersekolah, hal ini disebabkan anak usia 12 tahun sudah banyak yang bersekolah di SMP. Jika tersedia data di kabupaten/kota, sebaiknya menggunakan APS (Angka Partisipasi Sekolah).

Untuk melihat perkembangan APS 7-12 tahun tiga tahun terakhir secara mudah dapat menggunakan grafik yang memberikan ilustrasi secara jelas, apakah stabil, menurun atau meningkat, seperti pada grafik di bawah ini.

Contoh gambar di samping adalah ilustrasi di salah satu kabupaten yang angka mengulang kelasnya pada kelas awal cukup tinggi. Data menunjukkan bahwa 90% murid SD kelas 1 berusia kurang dari 7 tahun, sedangkan jumlah murid kelas 1 SD yang berasal dari TK/RA berjumlah kurang dari 30%. Ini menunjukkan bahwa kurangnya kesiapan belajar mengakibatkan tingginya angka mengulang kelas di kelas 1 SD.

7.4

4.5 5.1

3

4.5

2.8 3.8

1.8 2.11.2

0.30.30

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV V VI

Kelas

Contoh 2: Angka Mengulang Kelas SD/MI Tahun 2006

Laki-laki Perempuan

Page 24: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

19

• Kemudian, identifikasi desa-desa dengan banyak anak usia sekolah, yang tidak bersekolah. Artinya APS menjadi rendah.

Tabel 13: APS di Tingkat Desa

APS (%) Jumlah Desa Persen

< 80 80 - 85 86 – 90 91 - 95

> 95 Total 100%

• Fokuskanlah terhadap desa yang mempunyai APS rendah. Hal ini dapat dilihat dari dua hal yaitu ketersediaan layanan (supply side) dan kemampuan masyarakat (demand side):

• Identifikasi ketersediaan layanan pendidikan pada jenjang SD/MI dengan mengetahui apakah sekolah-sekolah memiliki daya tampung yang rendah atau sudah terlalu tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 14: Jumlah Siswa Per Sekolah SD/MI

Jumlah siswa per sekolah Jumlah Sekolah Persen

< 90

90 sd. 140

141 sd. 190

191 sd. 240

> 240

Total

Page 25: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

20

• Lakukan identifikasi sekolah-sekolah yang jumlah muridnya sangat kecil:

o di mana sekolah itu berada, apa nama desa dan kecamatannya?

o berapa jarak terdekat ke sekolah lainnya?

o apakah sekolah tersebut terletak di daerah terpencil?

o apakah jumlah penduduk usia 0-6 tahun cukup besar?

Hasil identifikasi tersebut merupakan dasar pertimbangan apakah sekolah-sekolah tersebut harus digabung (regrouping) atau tetap dipertahankan.

• Identifikasi kemampuan masyarakat dalam menyekolahkan anaknya melalui indeks kemiskinan desa dan kecamatan, terutama pada desa dan kecamatan dengan APM rendah.

3. Apakah anak-anak melanjutkan ke jenjang pendidikan SMP ? • Pertama-tama kita akan melihat bagaimana perkembangan tingkat transisi atau

angka melanjutkan (AM) selama tiga tahun terakhir. Pertanyaan kunci adalah: apakah transisi dari SD ke SMP bertambah baik, tetap stabil atau memburuk ?

Tabel 15: Perkembangan AM pada Tingkat Kabupaten

Jenis Pendidikan AM Tahun ke

2005 2006 2007 SD MI

Total

Untuk melihat tingkat perkembangan dengan mudah, sebaiknya menggunakan grafik, dimana trend peningkatan atau penurunannya tampak lebih jelas, seperti terlihat pada gambar berikut:

Dari contoh di atas tampak bahwa perkembangan AM di SD relatif stabil, sedangkan pada MI terdapat peningkatan cukup signifikan.

Contoh 4: Angka Melanjutkan SD/MI

0

20

40

60

80

100

2005 2006 2007

A M

SDMITotal

Page 26: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

21

Rendahnya AM disebabkan dua faktor yaitu supply dan demand. Faktor supply berkaitan dengan ketersediaan layanan pendidikan pada jenjang SMP/MTs dan faktor demand berkaitan dengan tingkat kemiskinan masyarakat.

Tabel 16: Distribusi Angka Melanjutkan Menurut Kecamatan

Angka Melanjutkan (%) Jumlah Kecamatan Persen

<81 81 - 85 86 - 90 91 - 95

>95 Total 100%

• Identifikasilah tingkat kemiskinan kecamatan dengan AM rendah dan sajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 17: Daftar Kecamatan dengan AM Rendah

Kecamatan Tingkat Kemiskinan AM

Identifikasilah ketersediaan layanan pendidikan pada jenjang SMP/MTs dan sajikan pada tabel berikut:

Tabel 18: Gambaran Layanan Pendidikan Jenjang SMP di Tingkat Kecamatan

Kecamatan Jumlah Rombel Kelas 6 SD/MI

Jumlah Rombel Kelas 1 SMP/MTs

Kec A Kec B Dst.

Mutu Pendidikan

Hal ini akan dilakukan dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

• Seberapa tinggikah angka mengulang kelas (AMK)?

• Seberapa tinggi angka putus sekolah (APTS)?

• Apakah berbagai input pendidikan bermutu dan merata?

• Seberapa tinggi mutu lulusan ?

Page 27: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

22

1. Angka Mengulang Kelas • Pertama kita akan melihat bagaimana perkembangan tingkat mengulang kelas

selama tiga tahun terakhir.

Tabel 19: Perkembangan AMK pada Tingkat Kabupaten

Jenis SekolahAMK Tahun ke

2005 2006 2007 SD MI

Total

Untuk melihat perkembangan dengan mudah, gambarkan dengan grafik seperti gambar berikut:

Dari contoh di atas, tampak bahwa AMK di MI tidak menurun pada periode tahun 2004/2005 dan 2005/2006, sedangkan di SD menurun secara signifikan.

Selanjutnya, pada kelas berapakah tingkat AMK paling tinggi atau apakah ada kecenderungan peningkatan AMK seiring dengan makin tingginya tingkatan kelas pada SD/MI.

Tabel 20: AMK Menurut Tingkat Kelas dan Jenis Pendidikan

Tingkat Kelas AMK menurut Jenis

Pendidikan Total SD MI

Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Total

Salah satu contoh angka mengulang kelas jenjang SD/MI pada kabupaten X dapat digambarkan sebagai berikut:

Contoh 5: Angka Mengulang Kelas Menurut Jenis Pendidikan

00.010.020.030.040.050.060.070.08

2003/04 2004/05 2005/06

Tahun

AM

K SD

MITotal

Page 28: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

23

Dari contoh di atas tampak bahwa semakin tinggi tingkatan kelas di SD/MI, semakin rendah AMKnya.

• Nilailah / ukurlah tingkat keseriusan putus sekolah di tingkat sekolah.

Tabel 21: AMK di Tingkat Sekolah

AMK Jumlah Sekolah Persen

> 4.0 3.0 – 4.0 2.0 – 3.0 1.0 – 2.0

< 1.0 Total 100%

Lakukan identifikasi sekolah dengan AMK tinggi, meliputi nama sekolah, di mana sekolah tersebut berada, nama desa dan kecamatan, berapa AMK rillnya, dan kaitannya dengan indeks kemiskinan desa atau kecamatan.

Tabel 22 : Daftar Sekolah dengan AMK Tinggi

Kecamatan Desa Tingkat Kemiskinan Nama Sekolah AMK

0 1 2 3 4 5 6 7 8

AM

K (%

)

Kls1 Kls2 Kls3 Kls4 Kls5 Kls6

Tingkatan Kelas

Contoh 6: Angka Mengulang Kelas

Laki - lakiPerempuan

Page 29: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

24

2. Angka Putus Sekolah (APTS) • Pertama kita akan melihat bagaimana perkembangan tingkat putus sekolah selama

tiga tahun terakhir.

Tabel 23: Pertumbuhan APTS pada Tingkat Kabupaten

Jenis Sekolah APTS Tahun ke

2005 2006 2007 SD MI

Total

Untuk melihat perkembangan dengan mudah, gambarkan dengan contoh berikut:

Dari contoh di atas, tampak bahwa pada periode tahun tahun 2004/05 dan 2005/06 jenjang MI tidak mengalami perbaikan APTS, sedangkan pada jenjang SD cukup signifikan.

Selanjutnya, pada kelas berapakah APTS paling tinggi atau apakah ada kecenderungan peningkatan APTS dengan tingkat kelas pada SD/MI.

Tabel 24: Angka Putus Sekolah Menurut Jenis Pendidikan dan Jenjang Kelas

Jenjang Kelas

APTS menurut Jenis Pendidikan Total

SD MI Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5Kelas 6 Total

Agar lebih ilustratif, penyajian data dapat menggunakan grafik seperti pada contoh berikut:

Contoh 7: Angka Putus Sekolah Menurut Jenis Pendidikan

00.010.020.030.040.050.060.070.08

2003/04 2004/05 2005/06

Tahun

APT

S SDMI

Total

Page 30: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

25

Dari contoh di atas tampak bahwa makin tinggi tingkatan kelas SD/MI, makin tinggi pula APTSnya. Selanjutnya kita lakukan identifikasi sekolah mana saja yang angka putus sekolahnya tergolong tinggi. Contoh tabel berikut menunjukkan distribusi APTS pada jenjang SD.

Tabel 25: APTS di Tingkat Sekolah

Distribusi APTS (%) Jumlah Sekolah Persen

> 4.0 3.1 – 4.0 2.1 - 3.0 1.0 – 2.0

< 1.0 Total 100%

• Fokuskanlah terhadap sekolah dengan tingkat putus sekolah yang tinggi dan jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini: a. Di manakah sekolah-sekolah ini berada: di daerah perkotaan, perdesaan, atau di

daerah terpencil? b. Bagaimanakah tingkat kemiskinan di desa dimana sekolah itu berada?

• Identifikasilah sekolah-sekolah dengan APTS tinggi dan sajikan hasil-hasilnya dalam tabel berikut ini:

Tabel 26: Daftar Sekolah dengan APTS Tinggi

Kecamatan Desa Tingkat Kemiskinan Nama Sekolah Jenis Status APTS

Contoh 8: Angka Putus Sekolah Menurut Jenjang Kelas

0

0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06

Kela

s 1

Kela

s 2

Kela

s 3

Kela

s 4

Kela

s 5

Kela

s 6

Rat

a-ra

ta

APT

S SD MI

Rata-rata

Page 31: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

26

3. Mutu Input Pendidikan Hingga saat ini masih merupakan suatu kenyataan di Indonesia, bahwa variansi dalam kabupaten lebih tinggi dibandingkan dengan variansi antara kabupaten. Ini menunjukkan bahwa pemerataan dalam kabupaten masih merupakan masalah yang serius karena anak-anak belajar di dalam kondisi yang sangat beragam. Sejumlah anak bersekolah di sekolah yang bagus dengan guru yang banyak dan persediaan buku-buku yang memadai, sementara itu anak-anak lainnya belajar di sekolah yang bangunannya tidak layak dengan jumlah guru terbatas serta menghadapi masalah kekurangan buku yang serius. Pemerataan dalam panduan ini menyampaikan isu tersebut dan ukuran-ukuran mengenai sejauh mana anak-anak mempunyai peluang yang sama untuk belajar di sekolah yang memenuhi standar pelayanan minimum (SPM). Hal ini akan dilakukan dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

a. Kecukupan Ruang kelas • Berapa banyak sekolah yang telah mempunyai jumlah ruang kelas yang

diperlukan (rasio ruang kelas terhadap rombongan belajar)? Gambarkan kecukupan ruang kelas semalam tiga tahun terakhir, apakah meningkat, stabil atau bahkan menurun? Untuk itu melihat perkembangan kecukupan ruang kelas disajikan pada tabel berikut:

Tabel 27: Perkembangan Rasio Ruang Kelas terhadap Rombongan Belajar Tiga Tahun Terakhir

Jenis Sekolah Rasio R. Kelas thd Rombel

2005 2006 2007 SD MI

Total

Tabel di atas menggambarkan keadaan kecukupan ruang kelas pada tingkat kabupaten, untuk perencanaan yang menggunakan pendekatan sasaran khusus, data tersebut belum cukup, untuk itu perlu dilengkapi dengan data dalam bentuk distribusi sekolah menurut kecukupan ruang kelas (rasio ruang kelas terhadap rombongan belajar). Melalui tabel ini dapat dilihat berapa sekolah yang memiliki rasio sangat kurang, kurang, cukup, lebih, dan sangat berlebih, seperti tampak pada tabel berikut:

Tabel 28: Distribusi Rasio Ruang Kelas terhadap Rombongan Belajar

Rasio R. Kelas terhadap Rombongan Belajar

Jumlah Sekolah Persen

<.4 .4 - .6 .6 - .8

.8 – 1.0 ≥ 1

Total 100%

Page 32: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

27

Sebagai ilustrasi rasio ruang kelas terhadap rombongan belajar, ternyata di beberapa sekolah menunjukkan kelebihan dan di beberapa sekolah menunjukkan kekurangan, seperti tampak pada diagram berikut:

Catatan: Kondisi sekolah dengan jumlah ruang kelas yang berlebih tidak efisien, artinya terdapat sejumlah ruang kelas yang tidak dimanfaatkan secara optimal. Namun di sisi lain kekurangan ruang kelas terlihat cukup tinggi, ini menunjukan bahwa di beberapa sekolah masih menggunakan sistem double shift, dilihat dari efektivitas pengajaran kelas dengan double shift jam belajarnya tidak optimal.

b. Kelayakan Ruang kelas Berapa banyak sekolah yang telah mempunyai ruang kelas dengan kondisi yang memadai?

Kerusakan ruang kelas mestinya tidak semasif seperti sekarang ini, jika manajemen asset diterapkan secara konsisten baik di tingkat dinas pendidikan kabupaten/kota maupun di tingkat satuan pendidikan (sekolah). Langkah awal untuk menata kondisi ruang kelas adalah pendataan yang akurat, terutama menetapkan kriteria rusak ringan dan rusak berat, karena kondisi tingkat kerusakan berdampak pada besarnya anggaran yang akan direncanakan. Gambarkanlah tingkat kerusakan ruang kelas berdasarkan jenis pendidikan seperti tabel di bawah ini.

Tabel 29: Distribusi Kondisi Ruang Kelas Menurut Jenis Pendidikan

Satuan Pendidikan Kondisi Ruang Kelas (%)

Baik Rusak ringan Rusak berat SD MI

Total

Di manakah sekolah-sekolah yang mengalami kerusakan ruang kelas yang cukup banyak? Salah satu contoh hasil analisis menunjukkan bahwa distribusi kondisi ruang kelas (baik, rusak ringan, rusak berat) ditunjukkan pada tabel berikut:

-60 -40 -20 0 20 40

Sangat Kurang

Kurang

Sesuai

Lebih

Sangat Lebih

Jumlah sekolah

Contoh 9: Rasio Rombel terhadap Ruang Kelas

Page 33: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

28

Contoh 10: Kondisi Ruang Kelas

Satuan Pendidikan

Ruang Kelas Baik

Ruang Kelas Rusak Ringan

Ruang Kelas Rusak Berat

Jumlah Ruang Kelas

SD Rata-rata 5.1 3.09 3.49 6.26

Jumlah sekolah 220 79 72 258

MI Rata-rata 3.7 2.83 3.43 4.50

Jumlah sekolah 13 6 7 20

Total Rata-rata 5.1 3.07 3.48 6.13

Jumlah sekolah 233 85 79 278

Contoh hasil analisis kondisi ruang kelas di salah satu kabupaten menunjukkan bahwa pada jenjang SD rata-rata jumlah ruang kelas sebesar 6,26; sedangkan pada MI sebesar 4,50 untuk 6 rombel yang ada. Terdapat 72 sekolah (28% dari jumlah SD) yang lebih dari setengah jumlah ruang kelasnya rusak berat.

Fokuskan pada ruang kelas yang kondisinya rusak berat, hal ini harus menjadi prioritas dalam penanganan pembangunan pendidikan, selain aspek keselamatan insan pembelajar, juga dalam rangka kenyamanan dalam belajar.

Tabel 30: Distribusi Ruang Kelas yang Rusak Berat

Ruang Kelas yang Rusak Berat (%) Jumlah Sekolah Persen

< 20 20 - 40 40 - 60 60 - 80

> 80 Total 100%

c. Kecukupan Guru Kelas • Berapa banyak sekolah telah mempunyai jumlah guru yang diperlukan (rasio

guru terhadap rombongan belajar)? Gambarkan kecukupan guru SD/MI secara nominal pada tingkat kabupaten/kota tiga tahun terakhir.

Tabel 31: Rasio Guru Kelas Terhadap Rombongan Belajar

Satuan Pendidikan Rasio guru kelas terhadap rombel

2005 2006 2007 SD MI

Total

Page 34: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

29

Secara nasional, jumlah guru SD/MI sudah memadai, namun masalahnya adalah pendistribusian yang tidak merata. Untuk itu, selain rata-rata rasio guru kelas terhadap rombongan belajar secara keseluruhan (tingkat kabupaten/kota), perlu dilihat juga rasio guru kelas terhadap rombongan belajar menurut sekolah, seperti tampak pada tabel berikut:

Tabel 32: Distribusi Rasio Guru Kelas terhadap Rombongan Belajar

Rasio Guru Kelas terhadap Rombongan Belajar

Jumlah Sekolah Persen

<.5 .5 - .9

.9 – 1.1 1.1 – 1.5

>1.5 Total 100%

Sebagai ilustrasi rasio guru kelas terhadap rombongan belajar, ternyata di beberapa tempat menunjukkan kelebihan seperti tampak pada grafik berikut:

d. Kecukupan Buku Pelajaran Pokok

• Berapa banyak jumlah sekolah yang murid-muridnya mempunyai buku-buku yang diperlukan dalam setiap mata pelajaran pokok (rasio buku terhadap murid)?

Gambarkan perkembangan keadaan buku mata pelajaran selama tiga tahun terakhir. Hal ini untuk melihat sejauh mana perkembangan ketersediaan buku di tingkat sekolah.

Tabel 33: Perkembangan Rasio Buku Terhadap Siswa

Satuan Pendidikan Rasio Buku Terhadap Siswa

2005 2006 2007 SD MI

Total

Contoh 11: Rasio Guru terhadap Rombel

-100 -50 0 50 100 150 200

Sangat Kurang

Kurang

Sesuai

Lebih

Sangat Lebih

Sekolah

Page 35: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

30

• Lakukan analisis buku menurut mata pelajaran pokok di SD/MI. Hal ini digunakan untuk melihat buku mata pelajaran apa yang masih kurang dan mata pelajaran apa yang sudah cukup, bahkan yang kelebihan buku. Tabel berikut menggambarkan kecukupan buku menurut mata pelajaran pokok di SD/MI.

Tabel 34: Rasio Buku Mata Pelajaran Pokok Terhadap Siswa

Satuan Pendidikan

Rasio Buku Mata Pelajaran terhadap Siswa

PPKn Bahasa Indonesia

Mate-matika IPA IPS Lainnya

SD MI

Total

• Berikut ini contoh hasil analisis rasio buku mata pelajaran pokok dengan siswa pada jenjang SD.

Contoh 12: Rasio Buku Mata Pelajaran Pokok dengan Siswa

Buku Mata Pelajaran Rasio Buku- Siswa

PPKn .88

Bahasa Indonesia 1.24

Matematika 1.04

IPA .81

IPS .65

Dari tabel di atas tampak bahwa buku pelajaran PPKn, IPA, dan IPS masih kurang dari standar yang ditetapkan (SPM, Kepmen No. 129a tahun 2004), yaitu setiap siswa memperoleh satu buku untuk setiap mata pelajaran.

Langkah selanjutnya adalah membuat distribusi sekolah berdasarkan rasio buku siswa, terutama yang termasuk kategori kurang. Contoh berikut adalah distribusi sekolah dilihat dari rasio buku PPKn terhadap siswa:

Contoh 13: Rasio Buku PPKn terhadap Siswa

Rentangan Jumlah Sekolah Persen

< .5 104 39.4 .5 sd. .9 53 20.1 .9 sd. 1.1 28 10.6 1.1 sd. 1.5 35 13.3 > 1.5 44 16.7 Total 264 100.0

Data di atas menunjukkan bahwa pada lebih dari sepertiga jumlah sekolah, satu buku PPKn dipakai oleh lebih dari dua orang murid.

Lakukan langkah yang sama untuk buku mata pelajaran lainnya.

Page 36: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

31

• Setelah menjawab tiga pertanyaan di atas, sebuah indikator gabungan akan

disusun. Indikator gabungan tersebut akan menunjukkan disparitas dalam peluang untuk belajar di sekolah-sekolah yang memenuhi standar pelayanan minimal belajar/pendidikan.

• Identifikasilah sekolah-sekolah tersebut dan sajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 35: Daftar Sekolah dengan Kondisi Sangat Kurang

Kecamatan Desa Tingkat Kemiskinan Nama Sekolah Jenis Status Skor

4. Mutu Lulusan Sekolah Mutu lulusan dapat dilihat dari dua aspek yaitu rata-rata nilai ujian sekolah (US) dan tingkat kelulusan.

Seberapa Tinggikah Nilai Ujian Sekolah (US)?

Tabel 36: Nilai Ujian Sekolah

Satuan Pendidikan Rata-rata nilai US tahun ke Trend (+/- ) 2005 2006 2007

SD MI

Total

Selain rata-rata US dari seluruh mata pelajaran, lakukan analisis untuk setiap mata pelajaran. Hal ini berguna untuk melihat pelajaran apa yang memiliki kinerja rendah. Tabel berikut merupakan contoh analisis dari salah satu kabupaten:

Contoh 14: Nilai Ujian Sekolah Menurut Mata Pelajaran Pokok

Jenis Pendidikan

Nilai Ujian Sekolah Mata Pelajaran

Agama PPKn Bahasa Indonesia Matematika IPA IPS Rata-

rata SD 7.84 7.63 7.54 6.96 7.36 6.92 7.65 MI 7.17 6.92 6.99 6.47 6.59 6.47 6.97

Total 7.80 7.58 7.51 6.93 7.32 6.89 7.61

Tabel di atas dapat memilah tinggi rendahnya mutu pendidikan dalam setiap bidang studi. Hal ini sangat penting berkaitan dengan program pelatihan dan penyediaan sarana belajar bagi bidang studi tertentu.

Page 37: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

32

Nilai US pada tahun terakhir sekolah dapat dikelompokkan berdasarkan distribusi kelompok nilai UN seperti tampak pada tabel berikut:

Tabel 37: Distribusi Rata-rata Nilai Ujian Sekolah SD

Rata-rata Nilai US Jumlah Sekolah Persen

< 6.0 6.0 – 7.0 7.1 – 8.0 8.1 – 9.0

> 9.0 Total 100%

Dari tabel di atas dapat ditelusuri, sekolah mana yang memperoleh rata-rata US < 6, serta dapat ditelusuri kaitannya dengan berbagai input pendidikan seperti tampak pada tabel berikut:

Tabel 38: Daftar Sekolah dengan Capaian US Sangat Rendah

dan Kualitas Layanannya

Sekolah Rata-Rata US Rasio Guru

Kelas terhadap Rombel

Rasio Buku terhadap

Siswa

Indeks Kerusakan

Ruang Kelas

• Seberapa tinggikah keberhasilan para murid dalam menyelesaikan ujian akhir?

Selain rata-rata US, mutu pendidikan juga dapat dilihat dari tingkat kelulusan, yang ditunjukkan oleh tingkat presentasi kelulusan. Tabel berikut menunjukkan distribusi sekolah berdasarkan kelompok tingkat kelulusan US.

Tabel 39: Distribusi Tingkat Kelulusan Ujian Sekolah SD

Tingkat Kelulusan (%) Jumlah Sekolah Persen

< 81 81 - 85 86 – 90 91 - 95

> 95 Total 100%

Page 38: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

33

Lakukan identifikasi sekolah-sekolah dengan tingkat kelulusan paling rendah, di mana sekolah tersebut berada, mencakup nama desa dan kecamatan, indeks kemiskinan, dan tingkat kelulusan. Sajikan hasilnya dalam tabel berikut ini:

Tabel 40: Daftar Sekolah dengan Tingkat Kelulusan Rendah dan Indeks Kemiskinan Desa

Nama Sekolah

Tingkat Kelulusan Kecamatan Desa Indeks

Kemiskinan

Analisis Lebih Jauh terhadap Sekolah dengan Mutu Pendidikan Sangat Rendah

Analisis di bawah ini bertujuan untuk membantu identifikasi sebab-sebab rendahnya kinerja serta akan berfokus pada proses dan input pendidikan.

1. Proses Pendidikan

Tabel 41: Tingkat Kehadiran Guru di Sekolah

Tingkat Kehadiran Guru Jumlah Sekolah %

Sangat Rendah < 80% Rendah 80 – 84% Agak Rendah 85 - 89% Cukup Tinggi 90 – 94% Tinggi >95%

Total 100%

Penilaian Murid Secara Periodik Para guru memonitor dan mengevaluasi perkembangan belajar murid berdasarkan ukuran yang hampir permanen. Dinas pendidikan, lembaga yang paling bertanggung jawab atas kualitas penyelenggaraan pendidikan, seharusnya tidak secara eksklusif bergantung pada data yang disediakan sekolah tentang perkembangan belajar murid, tetapi seharusnya juga memiliki perangkat uji sendiri untuk memeriksa apakah murid telah mencapai kompetensi-kompetensi yang ditetapkan. Ini sebaiknya dilakukan secara periodik sepanjang berlangsungnya tahun ajaran dan tidak hanya pada saat ujian akhir (Ujian Sekolah). SPM terkait menuntut penilaian dilakukan pada murid kelas tiga dan kelas lima. Untuk menilai apakah murid telah mencapai kompetensi yang dituntut, tidak perlu dilakukan pada semua murid karena tes berdasarkan sampel sudah mencukupi. Keuntungan menggunakan tes berbasis sampel adalah efektifitas pembiayaannya, selain itu lebih cermat dan berhati-hati karena jumlah murid yang dinilai tidak banyak. Lebih spesifik lagi, SPM menuntut agar 90 persen dari murid yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan”

Page 39: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

34

dalam mata pelajaran membaca, menulis, dan berhitung untuk kelas III serta mata pelajaran bahasa, matematika, IPA, dan IPS untuk kelas V.

Tabel 42: Hasil Uji Sampel Mutu Pendidikan

Hasil Memuaskan Uji Sampel Mutu Pendidikan

Jumlah Sekolah %

Sangat Rendah < 70% murid

Rendah 70 – 80% murid

Agak Rendah 81 – 90% murid

Tinggi > 90% murid

Total 100%

Page 40: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

35

Efisiensi Sektor pendidikan sejauh ini adalah sektor terbesar yang menyedot antara 30-40 % APBD. Karena besarnya sektor ini, maka menjadi sangat mendasar bahwa selama proses perencanaan strategis, diberikan perhatian yang memadai pada indentifikasi pengukuran untuk meningkatkan efisiensi dalam pelayanan pendidikan. Secara mendasar pertanyaan-pertanyaan berikut perlu dijawab. Apakah ada peluang untuk meningkatkan efisiensi sistem pelayanan pendidikan dengan:

a. pengelompokan sekolah atau memperkenalkan pola pengajaran multi-kelas di sekolah-sekolah dengan jumlah murid yang sedikit?

b. Meningkatkan rasio murid-guru? Kalau jawabannya ada, ini berarti bahwa jumlah guru yang dibutuhkan lebih sedikit, yang pada gilirannya akan meluangkan dana yang dapat digunakan untuk pengeluaran pendidikan yang lain.

Apakah ada kemungkinan pengelompokan sekolah atau memperkenalkan pengajaran multi-kelas?

• Apakah ada sekolah dengan jumlah murid yang sedikit?

Dari Tabel 14 (distribusi siswa per sekolah) dapat dilihat bahwa terdapat sekolah dengan jumlah murid sangat sedikit, tentu saja sekolah tersebut tidak efisien. Dari sekolah-sekolah tersebut perlu dicari data tambahan, yaitu jarak dengan sekolah lainnya. Jika jaraknya tidak terlalu jauh bahkan ada yang satu halaman, sebaiknya dilakukan penggabungan (regrouping).

• Apakah ada sekolah dengan kelebihan jumlah guru kelas?

Dari Tabel 32 (distribusi rasio guru kelas terhadap rombel) terdapat y sekolah dengan jumlah guru berlebih, tentu saja sekolah ini tidak efisien karena kewajiban mengajar guru tidak akan terpenuhi. Untuk itu perlu direncanakan bagaimana pemecahannya, apakah melakukan redistribusi, atau pengajaran multi-kelas, pengalihan fungsi sebagai guru bidang studi, dan lainnya.

Page 41: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

36

Bagian Keempat. Jenjang Pendidikan Menengah Pertama (SMP/MTs)

Pada prinsipnya penyiapan profil pendidikan untuk jenjang pendidikan SMP/MTs sama seperti jenjang pendidikan SD/MI. Kinerja yang berkaitan dengan ”pemberian layanan pendidikan tingkat SMP/MTs” juga akan diukur berdasarkan kinerja yang berkaitan dengan tema pengembangan pendidikan, yaitu ”Peningkatan Akses Pendidikan, Pemerataan Pendidikan, Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing Bangsa”. Namun demikian ada beberapa hal yang spesifik untuk SMP/MTs.

Berikut adalah perbandingan antara Profil Pendidikan Dasar Formal dengan Profil Pendidikan Menengah Pertama Formal.

Contoh 15: Perbedaan Profil Pendidikan Dasar dengan Pendidikan Menengah Pertama Formal

Sekolah Dasar Perbedaan pada Profil Sekolah Menengah Pertama

1. Akses • APM • APK

• APTS (distribusi 6 kelas) • APTS (distribusi 3 kelas)

• AM • -

2. Pemerataan • Rasio Jumlah Ruang Kelas dan

Jumlah Rombel • Sama

• Rasio Jumlah Guru dengan Jumlah Kelas • Sama

• Rasio Jumlah Buku dengan Jumlah Murid • Sama

3. Peningkatan Mutu • Nilai US • Nilai UN

• Persentase Kelulusan • Sama

• Angka Mengulang Kelas • Sama

4. Analisis Lanjutan • Input Pendidikan

• Tingkat Pendidikan Guru • Sama

• Kelengkapan Buku • Sama

• Sarana Prasarana • Sama

• Proses Pendidikan

• Pelaksanaan PTK • Sama

• Partisipasi Guru pada KKG • Partisipasi Guru pada MGMP

• Tingkat kehadiran guru • Sama

Page 42: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

37

Perubahan utama adalah interval-interval kelas yang digunakan akan menyesuaikan dengan keadaan di tingkat SMP, yang memiliki batasan berbeda untuk semua kategori. Perbedaan yang cukup siginifikan adalah analisis kebutuhan guru antara SD dengan SMP.

Pada jenjang SD guru mengajar berdasarkan guru kelas, sehingga kebutuhannya sama dengan jumlah rombongan belajar yang ada. Sedangkan pada jenjang SMP guru mengajar berdasarkan mata pelajaran. Oleh sebab itu kebutuhan guru dihitung berdasarkan jumlah rombongan belajar dan jumlah jam pada masing-masing mata pelajaran, sehingga guru yang dibutuhkan pada satu sekolah untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia akan berbeda dengan guru PPKn, karena jumlah jam Bahasa Indonesia sebanyak 4 jam, sedangkan PPKn sebanyak 2 jam.

Setiap guru pada jenjang SMP memiliki kewajiban mengajar sebanyak 24 jam pelajaran per minggu. Dengan demikian jumlah guru yang dibutuhkan pada suatu sekolah menggunakan rumus:

24Belajar JamJumlah XBelajar Rombongan Jumlah Guru Kebutuhan =

Data yang tersedia pada profil pendidikan adalah jumlah guru mata pelajaran per sekolah, sehingga kita dapat menghitung rasio guru mata pelajaran per rombongan belajar. Rasio ini dapat mengidentifikasi apakah di kabupaten/kota tertentu mengalami kekurangan atau kelebihan guru mata pelajaran tertentu.

Analisis selanjutnya adalah mengidentifikasi sekolah mana saja yang mengalami kekurangan atau kelebihan guru mata pelajaran tertentu. Analisis ini sangat penting bila dikaitkan dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dimana seorang guru wajib mengajar sekurang-kurangnya 24 jam pelajaran.

Hasil analisis berikut menunjukkan rasio guru terhadap rombongan belajar pada suatu kabupaten.

Contoh 16: Rasio Guru Mata Pelajaran terhadap Rombel

Guru Mata Pelajaran Rasio Guru terhadap Rombel

PPKn .18 Bahasa Indonesia .29

Bahasa Inggris .20

Matematika .29

Fisika .18

Biologi .21

Ekonomi .16

Geografi .15 Teknologi Informasi dan Komputer .11

BP .15

Mulok .20

KTK .19

Page 43: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

38

Data di atas menunjukkan bahwa guru mata pelajaran Bahasa Inggris memiliki rasio guru terhadap rombongan belajar sebesar 0,20 berarti guru Bahasa Inggris rata-rata mengajar di 5 rombongan belajar atau rata-rata mengajar 20 jam pelajaran.

Tabel distribusi berikut merupakan contoh sebaran guru Bahasa Inggris pada suatu kabupaten:

Contoh 17: Distribusi Rasio Guru Inggris terhadap Rombongan Belajar

Rentangan Rasio Guru Bahasa Inggris terhadap Rombel

Jumlah Sekolah Persen

< .10 3 8.6 .10 sd. .15 5 14.3 .15 sd .20 9 25.7 .20 sd. .25 7 20.0 > .25 11 31.4 Total 35 100.0

Contoh di atas menunjukkan bahwa walaupun secara rata-rata jumlah guru Bahasa Inggris lebih dari yang dibutuhkan, namun ternyata terdapat 8 sekolah yang kekurangan guru Bahasa Inggris dan ada 18 sekolah yang kelebihan guru Bahasa Inggris.

Analisis selanjutnya adalah mengidentifikasi sekolah-sekolah baik yang mengalami kekurangan maupun kelebihan guru, seperti pada contoh berikut ini:

Tabel 43: Daftar Sekolah yang Kekurangan Guru Bahasa Inggris

Nama Kecamatan Nama Sekolah Rasio Guru Bahasa Inggris

terhadap Rombel Kec A SMP S ....

MTs .......

.09

.11

Kec B SMP S .....

MTs .....

MTs ......

SMP 6 .........

.08

.09

.11

.14

Kec C SMP S.....

SMPN 4 ...

.11

.13

Page 44: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

39

Bagian Kelima. Jenjang Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA / MA / SMK)

1. SMA / MA

Analisis situasi pada jenjang SMA hampir sama dengan SMP, hanya beberapa indikotor harus dirinci menurut jurusan/bidang keilmuan yang ada di SMA, khususnya pada kelas 2, yaitu jurusan IPA, IPS, dan Bahasa. Kebutuhan guru akan bervariasi sesuai dengan variasi jumlah rombongan belajar pada masing-masing jurusan/bidang keilmuan. Sebagai ilustrasi, jumlah jam belajar matematika berbeda antara jurusan IPA dan Bahasa, demikian pula jam belajar Bahasa Indonesia berbeda pada masing-masing jurusan. Selain berbeda jumlah jam pelajaran pada bidang ilmu dasar, juga beragam dalam jenis mata pelajarannya, seperti berikut:

Contoh 18: Sebaran Mata Pelajaran menurut Jurusan di SMA/MA

Mata Pelajaran Jurusan

IPA IPS Bahasa

1. Pendidikan Agama 2 2 2

2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2

3. Bahasa Indonesia 4 4 5

4. Bahasa Inggris 4 4 5

5. Matematika 4 4 3

6. Fisika 4

7. Kimia 4

8. Biologi 4

9. Geografi 3

10. Ekonomi 4

11. Sosiologi 3

12. Sastra Indonesia 4

13. Bahasa Asing 4

14. Antropologi 2

15. Sejarah 1 3 2

16. Seni Budaya 2 2 2

17. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2

18. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2

19. Keterampilan/ Bahasa Asing 2 2 2

Muatan Lokal 2 2 2

Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*)

Catatan : Untuk MA ditambah dengan mata pelajaran keagamaan

Page 45: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

40

Indikator lain seperti AMK, APTS, dan mutu lulusan harus dirinci menurut jurusan, seperti tampak pada tabel berikut:

Tabel 44: Berbagai Indikator berdasarkan Jurusan di SMA/MA

Indikator Jurusan

IPA IPS Bahasa

APK

APM

AMK

APS

Rasio Guru-Rombel

Rasio Buku-Siswa

Rasio Siswa-Rombel

Rata-Rata UN

2. SMK Analisis situasi untuk SMK lebih rumit karena jumlah bidang keahliannya lebih banyak dan unit analisis yang paling memungkinkan hanya pada tingkat kelompok bidang keahlian seperti SMK Teknologi, SMK Bisnis, dan SMK Pariwisata. Semua indikator pendidikan dirinci menurut kelompok keahlian tersebut, seperti:

Tabel 45: Berbagai Indikator berdasarkan Kelompok Keahlian di SMK

Indikator Kelompok Keahlian pada SMK

Teknologi Bisnis Pariwisata

APK

APM

AMK

APS

Rasio Guru-Rombel

Rasio Buku-Siswa

Rasio Siswa-Rombel

Rata-Rata UN

Jika masing-masing kelompok keahlian pada SMK jumlahnya sangat sedikit, maka sebaiknya menggunakan RPS/RKS pada masing-masing SMK, tinggal memilah program mana yang dapat dilakukan langsung oleh sekolah dan program mana yang lebih efisien dan efektif jika dilakukan pada tingkat kabupaten/kota.

Analisis kebutuhan pengembangan SMK harus dikaitkan dengan potensi daerah masing-masing, bahkan SMK dapat dikembangkan menjadi sekolah berkeunggulan lokal.

Page 46: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

41

Bagian Keenam. Pendidikan Luar Sekolah

6.1. Pendidikan Keaksaraan Profil pendidikan juga difokuskan pada Peningkatan Akses Pendidikan Keaksaraan. Peningkatan Akses Pendidikan pada tingkat ini adalah untuk menjawab pertanyaan: bagaimana angka melek aksara penduduk usia 15 - 44 tahun?

1. Peningkatan Akses • Pertama-tama kita akan melihat bagaimana perkembangan tingkat buta aksara

selama tiga tahun terakhir. Pertanyaan kuncinya adalah apakah tingkat buta aksara menjadi lebih kecil, tetap stabil, atau bertambah selama tiga tahun terakhir.

Tabel 46: Tingkat Buta Aksara Kabupaten/Kota

Angka Buta Aksara (ABA) 2005 2006 2007 Trend

(+/- %) Laki_laki

Perempuan Total

• Identifikasi desa-desa yang tingkat buta aksara (ABA)-nya tinggi

Tabel 47: ABA pada Tingkat Desa

ABA (%) Jumlah Desa Persen

> 9.0

8.0 -9.0

7.0 – 8.0

6.0 – 7.0

< 5

Total 100%

• Fokuslah terhadap desa yang ABA-nya tinggi dan jawablah pertanyaan berikut ini: a. Di manakah sekolah-sekolah ini berada ? b. Bagaimanakah tingkat kemiskinan di desa/daerah ini ?

Tabel 48: Desa dengan ABA Tinggi menurut Lokasi dan Tingkat Kemiskinan

Desa Kecamatan Angka Penyandang Buta Aksara

Indeks Kemiskinan

Page 47: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

42

• Identifikasi layanan penyelengaraan pendidikan keaksaraan.

Layanan pendidikan keaksaraan dapat dilihat dari ketersediaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Taman Bacaan Masyarakat (TBM), dan tutor keaksaraan. Jumlah dan jenis layanan keaksaraan ini dapat dirinci menurut kecamatan sebagai berikut:

Tabel 49: Jenis Layanan Pendidikan Keaksaraan

Kecamatan Jumlah Penyandang Buta Aksara PKBM TBM Tutor

Keaksaraan

6.2. Pendidikan Kesetaraan Pada bagian ini perlu disajikan perkembangan jumlah peserta didik tiga tahun terakhir menurut jenjang dan sumber pendanaan. Sumber pendanaan penting disajikan untuk melihat kontribusi kabupaten/kota pada program pendidikan non-formal. Tabel berikut memberikan gambaran tentang perkembangan jumlah peserta didik program kesetaraan.

Tabel 50: Perkembangan Jumlah Peserta Didik Program Kesetaraan

Program

Jumlah Peserta Didik menurut Sumber Dana

2005 2006 2007

APBN APBD APBN APBD APBN APBD

Paket A

Paket B

Paket C

Selain perkembangan jumlah peserta didik program pendidikan kesetaraan menurut jenjang pendidikan, informasi lain yang dibutuhkan adalah jumlah sasaran program pada masing-masing jenjang pendidikan. Informasi ini penting untuk menetapkan target/sasaran program lima tahun ke depan.

Tabel 51: Jumlah Sasaran Pendidikan Kesetaraan menurut Jenis Kelamin

Sasaran menurut Jenis kelamin

Jenjang Program Pendidikan Kesetaraan

Paket A Paket B Paket C

Laki-laki

Perempuan

Jumlah

Page 48: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

43

6.3. Pendidikan Keterampilan Hidup Pada bagian ini disajikan informasi tentang perkembangan jumlah peserta didik program pendidikan keterampilan hidup menurut sumber dana, apakah berasal dari pemerintah, APBN/APBD, atau dari masyarakat.

Jumlah dan jenis program keterampilan hidup di kabupaten/kota sangat bervariasi, namun dapat dikelompokkan menurut kelompok program, seperti tampak pada tabel berikut:

Tabel 52: Perkembangan Jumlah Peserta Pendidik Keterampilan Hidup menurut Sumber Dana tahun 2005 sd. 2007

Program Keterampilan Hidup

(Kursus)

Jumlah Peserta Didik menurut Sumber Dana

2005 2006 2007

APBN/D Masy APBN/D Masy APBN/D Masy

Otomotif/Perbengkelan

Pertukangan

Tata rias

Akuntansi/Bisnis

Elektronik/Komputer

Lainnya ...... sebutkan

Jumlah

Selain perkembangan jumlah peserta didik program pendidikan keterampilan hidup, informasi lain yang dibutuhkan adalah jumlah sasaran program pada masing-masing minat. Informasi ini penting untuk menetapkan target/sasaran program lima tahun ke depan, seperti tampak pada tabel berikut:

Tabel 53: Jumlah Sasaran Program Keterampilan Hidup Menurut Minat

Jumlah Sasaran menurut minat

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

Otomotif/Perbengkelan

Pertukangan

Tata rias

Akuntansi/Bisnis

Elektronik/Komputer

Lainnya ...... sebutkan

Jumlah

Page 49: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

44

Bagian Ketujuh. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Penerapan Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen berdampak besar pada pengelolaan SDM di tingkat daerah. Untuk mengelola sumber daya manusianya secara efektif, daerah membutuhkan data guru yang terperinci . Hal ini menuntut adanya sistem informasi berbasis guru. Belakangan ini sistem informasi tersebut sedang diperkenalkan di tingkat daerah. Sistem ini disebut Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Karena data ini sedang dalam penyusunan, para perencana di tingkat daerah harus mempersiapkan perencanaan untuk SDM sebagai bagian dari Renstra Dinas Pendidikan berdasarkan tabel di bawah ini. Pada saat sistem baru tersebut sudah diterapkan di tingkat daerah, para perencana di daerah akan memiliki informasi yang jauh lebih rinci untuk menentukan rencana pengembangan SDM.

Tabel di bawah ini akan membantu menjawab pertanyaan berikut:

• Berapa jumlah guru yang dimiliki daerah dan berapa dari mereka yang perempuan?

Tabel 54: Jumlah Guru Menurut Jenjang Pendidikan, Status Guru, dan Jenis Kelamin

Jenjang Pend

Status guru

SD SMP SMA / SMK Jumlah

L P L P L P L P

PNS

Non PNS

Jumlah

• Berapa guru yang harus ditingkatkan kualifikasinya menjadi D4/S1?

Sebagai implikasi dari UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru SD sampai dengan SMA/SMK harus berkualifikasi S1/D4, untuk itu tingkat pendidikan guru harus dirinci agar perencanaan peningkatan kualifikasi guru lebih jelas.

Tabel 55: Distribusi Tingkat Pendidikan Guru

Pendidikan Guru Jumlah guru Persen

SLTA

D1

D2

D3/SM

S1/D4

Pascasarjana (S2)

Total

Page 50: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

45

• Bagaimana distribusi usia guru dan kapan mereka akan memasuki pensiun? Mengetahui umur guru berkaitan dengan proyeksi pemenuhan kebutuhan guru yang diakibatkan oleh masa pensiun.

Tabel 56: Distribusi Usia Guru

Usia Guru Jumlah guru Persen

<40 40 – 45 46 – 50 51 – 55

>55 Total

Guru yang berusia lebih dari 55 tahun adalah guru yang akan pensiun empat tahun ke depan. Adanya data proyeksi jumlah guru yang akan pensiun sangat penting untuk mengantisipasi kekosongan guru secara mendadak. Guru yang berada dalam kelompok ini perlu didaftar menurut sekolah, masa kerja, golongan, status kepegawaian, dan alamat lengkap.

Tabel 57: Daftar Guru dengan Usia > 55 Tahun

Usia Guru > 55 tahun Masa Pensiun Jumlah

Guru 60 tahun Pensiun tahun ini

59 tahun Pensiun satu tahun ke depan

58 tahun Pensiun dua tahun ke depan

57 tahun Pensiun tiga tahun ke depan

56 tahun Pensiun empat tahun ke depan

Total

Catatan: lakukan identifikasi guru-guru tersebut bertugas di sekolah mana, lengkap dengan alamat sekolahnya.

• Sudah berapa lamakah mereka mengajar? Masa kerja guru perlu diindentifikasi berkaitan dengan program pengembangan staf, terutama dengan peluang kesempatan untuk mengikuti berbagai pelatihan dan pengembangan profesi lainnya.

Page 51: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

46

Tabel 58: Distribusi Masa Kerja Guru

Masa Kerja sebagai Guru Jumlah Guru Persen

<5 5 – 9

10 – 14 15 – 19 20 – 24

>24 Jumlah

Biasanya pangkat/golongan guru SD tertinggi sampai dengan golongan IVa, karena untuk naik pangkat dari IVa ke IVb mereka harus membuat karya tulis. Untuk itu diperlukan perencanaan yang matang bagaimana mempersiapkan mereka, dengan cara mengidentifikasi golongan mereka.

Tabel 59: Distribusi Pangkat/Golongan Guru

Masa Kerja sebagai Guru

Rata-rata Masa Kerja

Jumlah Guru Persen

IIa - IIb IIc - IId IIIa- IIIb IIIc - IIId IVa - IVb Jumlah

Untuk menetapkan prioritas dan kelayakan peningkatan kualifikasi diperlukan daftar guru yang belum D4/S1 dilengkapi dengan usia dan tempat tugas. Hal ini penting karena berkaitan dengan nilai tambah bagi sekolah.

Tabel 60: Daftar Guru dengan Pendidikan < D4/S1

Nama Guru Pendidikan Usia Tempat Tugas Golongan

Catatan : Daftar lengkap jadikan lampiran

Pada jenjang SMP/SMA/SMK, selain tingkat pendidikan, perlu diidentifikasi kesesuaian antara latar belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diajarkan sekarang. Hal ini penting mengingat masih ada banyak guru yang mengajar mata pelajaran yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Untuk menjaring situasi tentang masalah tersebut perlu dibuat instrumen khusus, karena melalui kuesioner yang ada selama ini kondisi tersebut tidak dapat diketahui.

Page 52: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

47

Tabel 61: Kesesuaian Latar Pendidikan Guru dengan Bidang yang Diajarkan

Guru Mata Pelajaran Jumlah Guru Guru yang tidak sesuai

Rasio guru yang tidak sesuai

Agama

PPKn

Bahasa Indonesia

Bahasa Inggris

Matematika

Fisika

Biologi

Kimia

Geografi

Sejarah Budaya

Ekonomi

Sosialogi

Seni

Penjaskes

ICT

Muatan Lokal

Pada contoh di bawah, perbandingan tingkat pendidikan guru SD/MI dengan guru SMP/MTs seperti yang tampak pada contoh jenjang pendidikan guru di salah satu kabupaten, menunjukkan bahwa pada jenjang SD/MI, guru yang berpendidikan S1/D4 baru mencapai 20,6%; sedangkan pada jenjang SMP/MTs mencapai 67%. Kesenjangan pendidikan guru SD/MI dan SMP/MTs dengan persyaratan minimal pendidikan guru S1/D4 cukup besar.

Contoh 19: Perbandingan Jenjang Pendidikan Guru SD/MI dengan Guru SMP/MTs

Jenjang Pendidikan Guru SD/MI

Jenjang Pendidikan

Jumlah Guru

Persen

SMA 507 22.9 D1 29 1.3 D2 1172 52.5 D3 50 2.2 S1 459 20.6 S2 1 .0

Total 2218 100.0

Jenjang Pendidikan Guru SMP/MTs

Tingkat Pendidikan

Jumlah Guru Persen

D1 101 11.5 D2 79 9.0 D3 78 8.8 S1 590 66.9 S2 10 1.1

Total 882 100.0

Page 53: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

48

Bagian Kedelapan. Manajemen Pelayanan Pendidikan Untuk meningkatkan penyelenggaraan pendidikan, dibutuhkan perubahan besar yang mendasar dalam pengelolaan pendidikan baik di tingkat daerah maupun di tingkat sekolah. Di tingkat daerah, birokrasi pendidikan harus melakukan reorientasi diri sehingga lebih berorientasi pada mereka yang dilayani (client) dan harus memahami bahwa tugas mereka dalam memberikan layanan pendidikan dibiayai oleh uang pembayar pajak. Hal ini menuntut perubahan dari praktik-praktik manajemen otoriter menjadi manajemen yang berorientasi pada klien dengan kesempatan yang cukup bagi partisipasi komunitas, praktik manajemen yang transparan, dan mekanisme akuntabilitas yang efektif.

Hal yang sama berlaku di tingkat sekolah. Kepala sekolah harus lebih terbuka dalam praktik manajemennya, membuka kemungkinan keterlibatan komunitas dan menghitung pencapaian sekolah. Untuk mencapai hal-hal di atas, pemerintah memperkenalkan pembentukan komite sekolah dan dewan pendidikan yang akan menjadi badan perwakilan dimana komunitas dapat menyuarakan aspirasi mereka serta berpartisipasi dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan.

1. Komite Sekolah Apakah komite sekolah secara aktif terlibat dalam pembangunan sekolah?

Komite Sekolah: a. terbentuk 2 poin b. bertemu setidaknya 4 kali setahun 2 poin c. terlibat aktif dalam perencanaan sekolah (RPS/RKS dan/atau RAPBS) 4 poin d. terlibat aktif dalam pengawasan implementasi perencanaan 4 poin

Tabel 62: Kinerja Komite Sekolah

Kinerja Komite Sekolah Jumlah Sekolah %

Sangat Rendah 2

Rendah 4

Cukup 6

Tinggi 8

Sangat Tinggi >10

Total 100%

2. Dewan Pendidikan Pertanyaan kunci yang harus dijawab: Apakah daerah telah memiliki dewan pendidikan yang efektif?

a. terbentuk 2 poin

b. bertemu paling tidak 6 kali setahun 2 poin

c. terlibat aktif dalam perencanaan pendidikan (Renstra SKPD) 4 poin

d. terlibat aktif dalam pengawasan implementasi perencanaan 4 poin

e. terlibat aktif dalam persiapan kebijakan pendidikan 2 poin

Page 54: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

49

Tabel 63: Kinerja Dewan Pendidikan

Kinerja Dewan Pendidikan

Sangat Rendah 4

Rendah 6

Cukup 8

Tinggi 10

Sangat Tinggi >10

3.2. Langkah Kedua: Identifikasi Program pada RKS dan RPK Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi program-program pada RPS/RKS dan RPK yang dapat diagregat ke dalam program Renstra. Program-program yang ada di bawah SKPD dalam hal ini Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota harus termuat dalam Renstra. Integrasi RPS/RKS dan RPK tampak pada Bagan 2 tentang langkah-langkah penyusunan rencara strategis Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

Identifikasi program pada RPS/RKS Lakukan identifikasi program-program pada RPS/RKS baik yang dikembangkan oleh DBE1 maupun oleh agensi lain, termasuk Ditjen Dikdasmen, dengan kriteria sebagai berikut:

• Program tersebut menjadi program bersama atau program yang paling banyak muncul.

• Program yang tidak efisien jika dilakukan pada tingkat satuan pendidikan (sekolah), misalnya pelatihan guru bidang studi.

• Program strategis sekolah, tetapi sekolah tidak mampu membiayai secara mandiri, seperti pengadaan laboratorium, harus menjadi program dinas pendidikan kabupaten/kota.

Identifikasi program pada RPK Lakukan identifikasi program-program yang ada pada rencana pengembangan kapasitas (RPK) kabupaten/kota, yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas dinas pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas personil dan kelembagaan.

Program-program yang telah teridentifikasi melalui proses analisis tersebut harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari program-program Renstra, khususnya yang mendukung pilar ketiga, yaitu pilar tata kelola dan pencitraan publik.

Page 55: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

50

3.3. Langkah Ketiga: Identifikasi Program yang Berhasil pada Periode Perencanaan Sebelumnya Langkah ini bertujuan untuk mengidentifikasi program yang berhasil pada periode perencanaan sebelumnya (good practices) dan mampu meningkatkan kinerja pendidikan pada indikator tertentu, seperti peningkatan angka partisipasi pendidikan (APS), menurunkan AMK dan APTS, meningkatkan mutu lulusan, dan lain-lain. Program-program tersebut harus dilanjutkan pada periode perencanaan yang akan datang agar ada kesinambungan. Analisis akan berfokus pada:

• Keberhasilan program yang telah dilakukan: program untuk peningkatan akses, pemerataan, dan mutu pendidikan untuk semua jenjang pendidikan.

• Keefektifan biaya dengan membandingkan jumlah biaya dengan peningkatan yang telah dicapai.

• Pengambilan keputusan apakah program akan dilanjutkan secara utuh, dilanjutkan dengan modifikasi, atau tidak dilanjutkan.

Lihat contoh sebagai berikut:

Program untuk meningkatkan APK

♦ Nama program: .....................................................................................

• Kontribusi pada kenaikan: ...............................................................

• Biaya yang telah dikeluarkan: .........................................................

• Status Program:

a) perlu diperkuat/dilanjutkan secara utuh.

b) dilanjutkan dengan modifikasi.

c) tidak dilanjutkan.

d) lain-lain.

• Sebutkan alasan utama keputusan tersebut: ...................................

3.4 Langkah Keempat: Merumuskan Isu Strategis

Pada dasarnya terdapat dua jenis isu strategis, internal dan eksternal. Isu internal berkaitan dengan kondisi mutakhir penyelenggaraan pendidikan. Berdasarkan profil pendidikan kita akan mengidentifikasi area-area dimana kinerja penyelenggaraan pendidikan masih belum memuaskan (misalnya partisipasi yang rendah, angka mengulang kelas yang tinggi, rendahnya transisi dari pendidikan dasar ke pendidikan menengah, kondisi sekolah yang buruk, dan kualitas pendidikan yang rendah). Kemudian kita akan mengidentifikasi penyebab dari rendahnya kinerja tersebut dan langkah terakhir adalah memutuskan apakah kinerja yang tidak efisien tersebut begitu serius sehingga perlu dijadikan isu strategis yang akan disampaikan dalam proses perencanaan.

Page 56: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

51

Bagan 4 Identifikasi Isu Strategis

Isu eksternal berkaitan dengan perubahan pada karakter perencanaan yang berdampak langsung pada sektor pendidikan. Seringkali perubahan ini berbentuk undang-undang atau peraturan pemerintah baru, maupun kebijakan di tingkat pusat atau daerah yang baru. Perubahan pada karakter kebijakan akan menyediakan kesempatan untuk memperkuat atau memberikan ancaman baru pada penyelenggaraan pendidikan. Contoh pertama adalah diperkenalkannya program BOS, yang secara signifikan meningkatkan pendanaan di tingkat sekolah untuk membiayai pengeluaran operasional. Sedangkan krisis ekonomi akhir tahun 1990-an lalu adalah contoh ancaman bagai penyelenggaraan pendidikan.

1. Isu Strategis Internal Pertanyaan-pertanyaan berikut dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi isu-isu strategis internal.

Akses • Apakah partisipasi bersekolah berada di bawah tingkat yang diharapkan (lihat

Inpres no. 5)? Jika ya, apakah hal itu disebabkan oleh anak yang tidak masuk sekolah, putus sekolah, atau tidak melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi.

• Kalau anak tidak bersekolah atau tidak melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, apakah hal ini disebabkan oleh tidak adanya kesempatan bersekolah, atau dengan kata lain kurangnya fasilitas sekolah? Hal ini disebut masalah di sisi penyediaan pendidikan. Atau sebaliknya, ada kesempatan bersekolah tapi anak-anak tidak bersekolah karena kemiskinan. Ini adalah masalah di sisi permintaan pendidikan.

Kodisi nyata Kodisi Ideal

Masalah

Analisis Penyebab Masalah

Page 57: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

52

• Kalau masalahnya adalah penyediaan pendidikan, apakah hal itu berkaitan dengan kurangnya fasilitas bersekolah secara umum, distribusi yang lemah, atau kurangnya infrastruktur transportasi?

• Kalau masalahnya adalah permintaan pendidikan, apakah hal itu berkaitan dengan biaya di sekolah lanjutan atau pengeluaran sekolah lainnya, kesulitan orang tua membayar biaya sekolah anak-anak mereka (transportasi atau pengeluaran anak sekolah lainnya), atau kurangnya kesadaran akan pendidikan.

Pemerataan • Apakah masih ada perbedaan yang lebar berkaitan dengan kondisi belajar antar

sekolah? Jika ya, apakah hal itu berkaitan dengan bangunan sekolah dan ruang kelas, jumlah guru, buku, atau kombinasi antara hal-hal tersebut?

• Apakah sekolah dengan kondisi belajar yang buruk terletak di wilayah yang spesifik? Jika ya, di mana: (i) pedesaan terpencil, (ii) pedesaan biasa, (iii) perkotaan, (iv) tersebar merata di semua lokasi?

• Apakah sekolah dengan kondisi belajar yang buruk itu adalah: (i) sekolah negeri, (ii) sekolah swasta, (iii) sekolah swasta dan negeri, (iv) sekolah umum, (v) madrasah, (vi) sekolah umum maupun madrasah?

• Apakah penyebab kondisi belajar yang buruk tersebut? Misalnya, karena sedikitnya jumlah murid, lokasi, atau bencana alam.

Peningkatan Mutu • Identifikasi apakah kualitas pendidikan termasuk isu strategis atau bukan dengan

membuat perbandingan dengan kualitas pendidikan di daerah lain dalam satu provinsi. Apakah rendahnya kualitas berkaitan dengan rendahnya hasil ujian akhir atau tingginya angka mengulang. Apabila kualitas pendidikan tidak memuaskan, identifikasi sebab-sebab rendahnya kualitas pendidikan dengan berfokus secara berurutan pada hambatan input dan proses.

Hambatan Input • Faktor guru, misalnya: (i) keterbatasan guru, (ii) kualifikasi guru.

• Faktor sarana, misalnya: (i) imbangan jumlah buku dengan jumlah murid, (ii) sarana belajar (alat peraga) yang kurang baik – kuantitas maupun kualitas.

• Faktor murid, misalnya (i) ketidaksiapan murid; kalau ya, apakah diakibatkan oleh situasi ekonomis (kurang gizi, tidak sarapan, sakit, tidak dapat masuk setiap hari), (ii) banyak murid berasal dari keluarga miskin.

Hambatan PBM • Faktor proses pembelajaran, misalnya (i) kurikulum, (ii) materi yang diajarkan dan

metode mengajar, (iii) daya serap kurikulum, (iv) perbedaan antara materi yang diberikan dengan materi ujian, (v) metode mengajar guru, (vi) persiapan guru.

• KKG/MGMP yang tidak efektif.

• Tidak terpenuhinya waktu tugas karena guru tidak hadir dan sebagainya.

• Tidak ada ujian periodik terhadap siswa sebagai alat/instrumen evaluasi dan penyesuaian.

Dukungan Dinas/UPTD

Page 58: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

53

• Pada tingkat Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dukungan yang diberikan dapat berupa: implementasi desentralisasi pendidikan melalui penyusunan Renstra SKPD secara partisipatif dan pengelolaan SDM (tenaga pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah maupun non sekolah).

• Pada tingkat sekolah berupa : implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), penyusunan RPS/RKS secara partisipatif, kualitas RPS/RKS, pengelolaan personal, dan pengelolaan fasilitas termasuk lingkungan sekolah.

2. Isu Strategis Eksternal

Identifikasi perubahan-perubahan pada kerangka kerja kebijakan dan peraturan yang akan berdampak besar pada penyelenggaraan pendidikan di tingkat daerah. Analisa secara detil kebijakan-kebijakan pemerintah yang ada, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, baik yang diperkirakan akan diberlakukan, maupun yang sudah ada tetapi belum mulai diimplementasikan. Kebijakan tersebut dapat berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan/peraturan presiden, perda atau keputusan-keputusan menteri maupun bupati/walikota. Misalnya, Undang-undang Guru dan Dosen serta Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Guru dapat memberikan dampak-dampak berikut ini bagi Pemda / Dinas Pendidikan: (i) pengalokasian dana untuk menutup pembiayaan pengembangan guru; (ii) pengembangan kebijakan seleksi guru yang akan berpartisipasi dalam program (siapa yang terlibat, bagaimana dengan guru di daerah terpencil, dan lain-lain); (iii) pengembangan pendekatan yang paling menguntungkan dari investasi pada guru; (iv) pengembangan sistem evaluasi untuk menilai efektifitas program.

Program BOS adalah contoh yang lain lagi. Dengan program ini, sekolah mendapat dana yang signifikan untuk menutup pengeluaran operasional, namun pada saat yang sama program ini membatasi mobilisasi sumber-sumber dari komunitas. Program BOS juga berdampak pada perencanaan pendidikan di tingkat daerah, karena pengembangan perencanaan pendidikan daerah harus disesuaikan dengan rencana-rencana kegiatan yang akan dilakukan di tingkat sekolah.

Di samping analisis terhadap kerangka kerja kebijakan dan peraturan, perhatian juga harus diberikan pada perkembangan-perkembangan lain seperti ekonomi, peran sektor swasta, termasuk investasi.

Page 59: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

54

4. TAHAP II : MENYIAPKAN VISI, MISI, DAN TATA NILAI Setelah pemilihan bupati/walikota baru, semua dinas harus menyesuaikan visi, misi, dan tata nilai dengan visi, misi, dan tata nilai dari bupati/walikota baru terpilih. Bagian ini akan menjelaskan bagaimana cara merumuskan atau menyesuaikan visi, misi, dan tata nilai tersebut. Proses ini akan dilakukan dalam tiga langkah: (1) merumuskan Visi, (2) merumuskan Misi, dan (3) merumuskan Tata Nilai Dinas Pendidikan.

4.1 Langkah Pertama: Merumuskan Visi Untuk menjadi organisasi yang efektif, Dinas Pendidikan harus memiliki haluan yang jelas. Visi memberikan haluan dan menjelaskan apa yang ingin dicapai oleh Dinas Pendidikan. Visi sebaiknya menjawab pertanyaan : “Apa yang akan terjadi di dunia kalau organisasi ini berhasil?” Dengan kata lain, ”visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan untuk mewujudkan satu sasaran yang mungkin dicapai dalam jangka waktu tertentu”.1 Para jajaran organisasi harus secara langsung dapat menarik kaitan antara pekerjaan mereka dengan visi organisasi. Visi tidak dipakai untuk menjelaskan bagaimana organisasi ini menampilkan dirinya di depan publik dan juga tidak merupakan jargon maupun moto.

Elemen kunci visi dari organisasi pemerintah yang sukses adalah komitmen organisasi dan jajarannya untuk melayani masyarakat.

Contoh 20: Visi Dinas Pendidikan

Langkah-langkah mempersiapkan / memperbaharui visi Dinas Pendidikan: 1. Pelajari visi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Ini penting

untuk menjaga kesinambungan perspektif jangka panjang. 2. Pelajari secara seksama visi kepala daerah terpilih dan tentukan: (i) seberapa

jauh visi itu berbeda dengan visi jangka panjang kabupaten/kota, dan (ii) apa dampak perbedaan ini pada Dinas Pendidikan.

3. Pelajari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-Daerah). 4. Pelajari Visi Renstra Departemen Pendidikan Nasional untuk meyakinkan

bahwa visi kabupaten/kota berada satu jalur dengan visi nasional pendidikan. 5. Pelajari kemajuan dalam penyediaan layanan pendidikan berkualitas. Dengan

menimbang perkembangan terakhir ini, visi menjadi lebih realistis, sehingga lebih efektif sebagai panduan bagi Dinas Pendidikan.

6. Konsultasikan sebanyak mungkin dengan jajaran Dinas Pendidikan dan para pemangku kepentingan di luar organisasi. Pemangku kepentingan bisa berasal

1 Definisi ini adalah kutipan langsung dari SE Mendagri No. 50 tentang Petunjuk Penyusunan Dokumen RPJP Daerah dan RPJM Daerah (Agustus 2005). Biasanya visi tidak mencakup periode waktu yang harus dipenuhi untuk mencapainya, tetapi lebih sebagai panduan organisasi untuk jangka waktu yang lama. Definisi di atas secara jelas menunjukkan bahwa Departemen Dalam Negeri ingin memastikan bahwa semua dinas akan mensejajarkan visi mereka (dan misi) dengan visi (dan misi) Kepala Daerah yang baru terpilih.

Terwujudnya Pendidikan yang Merata, Berkualitas, Kompetitif, dan Dilandasi oleh Nilai-Nilai Keunggulan Lokal.

Page 60: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

55

dari perwakilan Dewan Pendidikan, masyarakat madani, kepala sekolah, guru, dan komite sekolah.

7. Apabila diperlukan, sesuaikan visi Dinas Pendidikan berdasarkan langkah 1 sampai 6, sehingga sejalan dengan visi bupati/ walikota baru.

Walau demikian, saat merevisi visi Dinas Pendidikan, satu hal yang harus selalu diingat sebagai prinsip: lakukan perubahan visi sesedikit mungkin. Sebab, organisasi yang terlalu sering mengubah tujuan-tujuan strategisnya, sebagaimana diformulasikan dalam visi, selain akan kehilangan kredibilitas, juga akan gagal meraih tujuan-tujuannya. Singkatnya, sedapat mungkin pertahankan visi yang sudah ada.

4.2 Langkah Kedua: Merumuskan Misi Misi menjawab pertanyaan ini: Mengapa organisasi ini ada? Misi adalah garis besar dari apa yang hendak dicapai oleh organisasi. Dengan kata lain, misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi.

Contoh 21: Misi Dinas Pendidikan

1. Mewujudkan pendidikan yang berpihak kepada kelompok sasaran (satuan pendidikan / masyarakat) yang memerlukan perhatian khusus.

2. Mewujudkan pendidikan yang merata bagi semua anak usia sekolah 3. Mewujudkan pendidikan yang efektif untuk mempersiapkan peserta didik yang

memiliki ketrampilan tinggi dalam menghadapi era globalisasi. 4. Menata Sistem Manajemen Pendidikan yang transparan, efektifitas, efisien, dan

akuntabel.

Berikut ini adalah langkah-langkah mempersiapkan misi Dinas:

1. Pelajari misi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Ini penting untuk menjaga kesinambungan perspektif jangka panjang.

2. Pelajari secara terperinci misi kepala daerah terpilih dan tentukan: (i) sampai di mana misi itu berbeda dengan misi jangka panjang kabupaten/kota, (ii) apa dampak perubahan ini pada Dinas Pendidikan.

3. Pelajari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM-Daerah).

4. Pelajari pencapaian-pencapaian terakhir dalam penyediaan layanan pendidikan berkualitas.

5. Konsultasikan sebanyak mungkin dengan jajaran Dinas Pendidikan dan para pemangku kepentingan di luar organisasi. Pemangku kepentingan bisa berasal dari perwakilan Dewan Pendidikan, masyarakat madani, kepala sekolah, guru, dan komite sekolah.

6. Apabila diperlukan, sesuaikan misi Dinas Pendidikan berdasarkan langkah 1 sampai 5, sehingga sejalan dengan misi bupati/ walikota yang baru terpilih.

Prinsip panduan pada formulasi visi juga berlaku pada formulasi misi: lakukan perubahan sesedikit mungkin. Sebab organisasi yang terlalu sering mengubah tujuan-tujuan strategisnya, selain akan kehilangan kredibilitas, juga akan gagal meraih tujuan-tujuannya. Singkatnya, sedapat mungkin pertahankan misi yang sudah ada.

Page 61: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

56

4.3 Langkah Ketiga: Merumuskan Tata Nilai Selain visi dan misi, organisasi dengan kinerja yang tinggi sering kali juga merumuskan tata nilai organisasi, yang akan membentuk karakter organisasi serta memberikan acuan untuk organisasi dan jajarannya.

Contoh 22: Tata Nilai Dinas Pendidikan

Dinas Pendidikan akan menyediakan kesempatan yang setara dalam mengakses pendidikan tanpa memandang ras, jenis kelamin, daerah, dan agama. Dinas Pendidikan akan melaksanakan misinya berdasarkan prinsip-prinsip tata pelayanan yang baik, dalam artian seluruh jajaran Dinas Pendidikan baik di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, serta kepala sekolah dan guru, akan menjalankan kewenangannya secara transparan, partisipatif, dan akuntabel. Daya tanggap terhadap kebutuhan sekolah akan menjadi panduan dalam perencanaan di tingkat kota/kabupaten. Akhirnya, Dinas Pendidikan akan mempromosikan bentuk organisasi yang ramping agar sebagian besar sumber daya keuangan berada di tingkat sekolah untuk kepentingan murid.

Berikut ini adalah langkah-langkah mempersiapkan / memperbaharui tata nilai Dinas Pendidikan:

1. Pelajari visi dan misi Dinas Pendidikan dan periksa apakah visi dan misi tersebut telah mencakup tata nilai. Apabila ya, keluarkan tata nilai dari rumusan visi/misi dan buatlah tata nilai secara terpisah.

2. Pelajari Renstra Departemen Pendidikan Nasional karena dokumen ini mencantumkan bagian khusus tentang nilai dari departemen dan juga mengidentifikasi relevansi nilai itu untuk tingkat kabupaten/kota.

3. Konsultasikan dengan jajaran Dinas Pendidikan untuk mencari konsensus tata nilai organisasi. Batasi jumlah nilai ini, misalnya sampai 6 buah, sebab bila sebuah organisasi memiliki terlalu banyak nilai-nilai, staf akan menghadapi kesulitan dalam membedakan antara mana nilai yang utama dan yang bukan.

Apabila organisasi telah memiliki tata nilai, jangan diubah atau minimalkan perubahan karena organisasi membutuhkan tata nilai yang stabil.

Page 62: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

57

5. TAHAP III: MERUMUSKAN TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

Pada tahap sebelumnya kita telah memfokuskan pada bagaimana mempersiapkan visi, misi, dan tata nilai. Fokus tahap ini adalah bagaimana:

• Merumuskan tujuan dan sasaran.

• Menyusun strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran di atas.

• Menentukan kebijakan-kebijakan sebagai panduan pengembangan program.

5.1 Langkah Pertama: Merumuskan Tujuan dan Sasaran Langkah pertama dalam proses perencanaan adalah menerjemahkan visi dan misi ke dalam tujuan yang merupakan penjabaran visi SKPD sebagai upaya mewujudkan visi dan misi pembangunan jangka menengah dan dilengkapi dengan rencana sasaran yang hendak dicapai.

Tujuan Tujuan dalam renstra SKPD harus lebih tajam dari pada misi, tetapi masih cukup luas untuk dapat mendorong lahirnya kreatifitas dan inovasi bagi semua unit kerja yang ada di bawah SKPD, termasuk satuan pendidikan (sekolah). Tujuan diartikan sebagai kondisi jangka panjang yang diinginkan, yang dinyatakan dalam istilah yang umum dan kualitatif.

Tujuan merupakan instrumen yang paling praktis dalam mengarahkan semua usaha menuju perubahan yang dikehendaki. Oleh sebab itu rumusan tujuan harus dapat memberikan arahan pada perumusan sasaran, satu rumusan tujuan (bersifat kualitatif) dapat dicapai oleh beberapa sasaran (bersifat kuantitatif).

.

Contoh tujuan:

1. Meningkatkan partisipasi pendidikan jenjang SMP/MTs, khususnya anak perempuan pada daerah perdesaan.

2. Mengurangi angka mengulang kelas pada jenjang SD, khususnya pada anak laki-laki.

Sasaran Sasaran merupakan ukuran kuantitatif yang terukur pada jangka waktu tertentu. Saasaran yang jelas akan memandu Dinas Pendidikan pada jalur pencapaian visinya dan akan menunjukkan apakah telah terjadi peningkatan atau tidak.

Selain dari itu, untuk melaksanakan urusan wajib kabupaten/kota berdasarkan PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, pasal 8, ayat (1) menyatakan bahwa ”Penyelenggaraan urusan wajib berpedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan Pemerintah dan dilaksanakan secara bertahap”.

Berikut ini adalah langkah-langkah menyusun sasaran:

1. Pelajari profil layanan pendidikan. Ini penting karena sasaran yang dapat tercapai hanya bisa dirumuskan dengan mempertimbangkan kemajuan layanan pendidikan pada saat ini, yang disajikan pada profil layanan pendidikan.

Page 63: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

58

2. Pelajari Standar Pelayanan Minimum (SPM) bidang Pendidikan. Depdiknas telah memiliki SPM bidang Pendidikan, yaitu Kepmen Diknas No. 129a Tahun 2004. Walaupun Kepmen tersebut perlu direvisi, karena ada beberapa indikator yang sudah tidak relevan lagi sehubungan dengan terbitnya perundana-undangan baru, seperti UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Dalam Kepmen Diknas No. 129a Tahun 2004, kualifikasi akademik minimal guru SD/MI adalah D2, sedangkan dalam UU No. 14 ditetapkan kualifikasi akademik minimal guru SD/MI adalah D4 atau S1. Indikator lainnya dipandang masih relevan.

3. Pelajari sasaran yang ada di dalam Renstra Diknas dan Renstra Dinas Pendidikan Provinsi. Penyelenggaraan pendidikan adalah tanggung jawab bersama berbagai tingkat pemerintahan. Oleh karena itu, penting bagi kabupaten/kota untuk mensinergikan rencana strategisnya dengan rencana strategis nasional dan provinsi.

4. Pelajari kemajuan yang dihasilkan pada periode perencanaan sebelumnya. Informasi ini dapat diperoleh dari analisis kondisi nyata layanan pendidikan. Hasil ini akan membantu dalam mengidentifikasi program-program yang efektif.

5. Pelajari perubahan-perubahan yang sudah terjadi dan mungkin akan terjadi dalam kondisi eksternal. Informasi ini dapat diperoleh dari analisis kondisi nyata layanan pendidikan. Perubahan-perubahan ini akan membantu dalam mengidentifikasi tantangan yang seharusnya dipertimbangkan ketika mempersiapkan rencana strategis.

6. Pelajari Visi, Misi, dan Tata Nilai Dinas. Ini adalah langkah penting karena sasaran harus terkait erat dengan visi, misi, dan tujuan serta sebaiknya secara mendasar mengindikasikan cara bagaimana organisasi akan mencapai visi, misi, dan tujuannya.

7. Formulasikan sasaran yang ingin dicapai. Lakukan ini berdasarkan hasil dari langkah 1 sampai 5. Rumuskan untuk setiap jenjang pendidikan, dan pada setiap jenjang pendidikan rumuskanlah sasaran untuk setiap Pilar Kebijakan. Pastikan bahwa sasaran dijabarkan dalam indikator-indikator output/outcome. Umpamanya untuk pilar Peningkatan Akses Pendidikan, rumuskan sasaran APK, Angka Putus Sekolah, dan Angka Melanjutkan. Saat memformulasikan sasaran, pastikan bahwa kriteria di bawah ini telah terpenuhi:

• Spesifik: secara jelas mengidentifikasikan apa yang harus dicapai.

• Terukur: kita dapat melihat apakah sasaran sudah tercapai atau belum.

• Dapat Tercapai: realistis, dalam arti memungkinkan untuk dicapai.

• Relevan: berkaitan dengan kepentingan publik dan publik memang betul-betul menginginkannya.

• Berjangka waktu: tercapai dalam jangka waktu tertentu.

Melihat lima kriteria di atas, perlu dipahami bahwa kelimanya tidaklah sama, karena empat diantaranya adalah kriteria teknis, yaitu: spesifik, terukur, dapat tercapai, dan berjangka waktu. Sedangkan kriteria relevan, berbeda dari yang lain karena langsung berkaitan dengan harapan publik. Kriteria ini dapat membantu para perencana untuk berfokus pada keinginan publik dalam layanan pendidikan.

Page 64: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

59

Bagan 5 Hubungan antara Visi, Misi, Tujuan & Sasaran

1. Contoh tujuan dan sasaran yang berkaitan dengan AKSES: Visi Bupati menyatakan: “…setiap anak setelah menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun akan memiliki kemampuan dasar …”

Tujuan & sasaran yang berkaitan dengan visi Bupati dapat disusun seperti di bawah ini:

Bagan 6

Hubungan antara tujuan & sasaran yang berkaitan dengan AKSES

VISI MISI TUJUAN SASARAN

Terwujudnya pendidikan yang merata, berkualitas, kompetitif, dan dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal.

Mewujudkan pendidikan yang merata bagi semua anak usia sekolah.

Meningkatkan akses pendidikan pada tingkat SD/MI.

APS 7-12 tahun akan meningkat dari 90% pada tahun 2006 menjadi 100% pada tahun 2010.

Pada 2010, angka transisi dari SD ke SMP akan meningkat dari 80% menjadi lebih dari 90%.

Profil Pendidikan

APS 7-12 tahun : 90%

Angka melanjutkan dari SD ke SMP : 80%

2. Contoh tujuan & sasaran yang berkaitan dengan Pemerataan: Salah satu elemen kunci dari visi dan misi Bupati yang dirumuskan sebagai visi/misi Renstra SKPD adalah keadilan dalam pelayanan pendidikan: “setiap anak akan mendapat kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan bermutu…” Tujuan & sasaran yang berkaitan dengannya dapat disusun seperti di bawah ini:

VISI SASARAN MISI TUJUAN

PROFIL

Page 65: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

60

Bagan 7

Hubungan antara tujuan & sasaran yang berkaitan dengan Pemerataan

VISI MISI TUJUAN SASARAN

Terwujudnya pendidikan yang merata, berkualitas, kompetitif, dan dilandasi oleh kilai-nilai kearifan lokal.

Mewujudkan pendidikan yang berpihak kepada kelompok sasaran yang memerlukan perhatian khusus.

Meningkatkan kualitas layanan pendidikan.

Pada 2010, jumlah SD yang masuk dalam kelompok tidak layak dapat ditekan menjadi 25 SD.

Profil Pendidikan

150 SD masuk dalam kelompok tidak layak layanan. Sebagian besar dari sekolah tersebut belum memiliki ruang kelas dengan kondisi yang layak dan jumlah yang mencukupi.

3. Contoh tujuan & sasaran yang berkaitan dengan MUTU:

1. Mempromosikan Sekolah Berkeunggulan Lokal Selain menyediakan kesempatan yang setara dalam mengakses pendidikan berkualitas, Bupati ingin mempromosikan penyediaan layanan pendidikan berkualitas tinggi di beberapa sekolah untuk menciptakan calon-calon pemimpin di masa depan. Hal tersebut juga dinyatakan secara eksplisit di dalam RPJMD. Tujuan & sasaran yang berkaitan dengannya dapat disusun seperti di bawah ini:

Bagan 8

Hubungan antara Tujuan & Sasaran yang Berkaitan dengan Keunggulan Lokal

VISI MISI TUJUAN SASARAN

Terwujudnya pendidikan yang merata, berkualitas, kompetitif, dan dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal.

Penyelenggaraan proses pendidikan yang efektif untuk mempersiapkan peserta didik yang memiliki ketrampilan tinggi dalam menghadapi era globalisasi.

Mengembangkan sekolah unggulan pada jenjang SD dan SMP.

Pada 2010 daerah akan memiliki satu SD dan dua SMP berkeunggulan lokal

Profil PendidikanDaerah belum memiliki SD maupun SMP berkeunggulan lokal

Page 66: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

61

2. Menurunkan Angka Mengulang Kelas Profil pendidikan menunjukkan tingginya angka mengulang pada kelas 1 SD, yang merupakan indikasi kurangnya kesiapan anak untuk bersekolah. Terutama anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah mengalami kesulitan dalam transisi dari keluarga ke sekolah. Karena eratnya hubungan antara mengulang di kelas awal dengan putus sekolah pada tahun-tahun selanjutnya, Bupati memberikan perhatian khusus untuk membantu anak menjalani transisi dari keluarga ke sekolah. Tujuan & sasaran yang berkaitan dengannya dapat disusun seperti di bawah ini:

Bagan 9

Hubungan antara Tujuan & Sasaran yang Berkaitan dengan Pengurangan Angka Mengulang Kelas

VISI MISI TUJUAN SASARAN

Terwujudnya pendidikan yang merata, berkualitas, kompetitif, dan dilandasi oleh nilai-nilai kearifan lokal.

Meningkatkan proses pendidikan yang efektif untuk mempersiapkan peserta didik yang berkualitas.

Menurunkan angka mengulang kelas, khususnya pada kelas awal.

Pada 2010, angka mengulang kelas di kelas 1 SD akan menjadi kurang dari 1%.

3. Peningkatan Hasil Belajar di SMP Profil pendidikan SMP menunjukkan kinerja pendidikan yang rendah, terutama pada mata pelajaran bahasa Inggris dan matematika. Faktanya, kabupaten mempunyai kinerja terendah di provinsi. Tujuan & sasaran dapat disusun sebagai berikut:

Bagan 10

Hubungan antara Tujuan & Sasaran yang Berkaitan dengan Hasil Belajar

VISI MISI TUJUAN SASARAN

Terwujudnya pendidikan yang merata, berkualitas, kompetitif, dan dilandasi oleh kilai-nilai kearifan lokal.

Meningkatkan proses pendidikan yang efektif untuk mempersiapkan peserta didik.

Meningkatkan mutu proses pembelajaran yang mampu meningkatkan mutu lulusan.

Pada 2010, hasil belajar untuk mata pelajaran bahasa Inggris dan matematika murid seluruh kabupaten/kota paling tidak sama dengan rata-rata di tingkat provinsi.

Profil PendidikanDi 50 SD angka mengulang kelas di kelas 1 begitu tinggi, lebih dari 8%.

Profil PendidikanKabupaten/kota berada di peringkat daerah berkinerja rendah di provinsi, terutama di bidang matematika dan bahasa Inggris

Page 67: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

62

5.2 Langkah Kedua: Merumuskan Strategi Perumusan strategi berkaitan dengan pemakaian sumber daya untuk mencapai tujuan. Atau dengan kata lain, dengan menggunakan sumber daya kegiatan akan diimplementasikan untuk mencapai tujuan. S.E Mendagri No. 50 mendefinisikan strategi sebagai berikut: “Strategi adalah cara untuk mewujudkan tujuan yang dirancang secara konseptual, analitis, realistik, rasional, dan komprehensif. Strategi diwujudkan dalam kebijakan dan program.”

Strategi yang efektif mencakup hal-hal berikut:

• Fokus pada elemen-elemen kunci.

• Saling berkaitan satu sama lain.

• Saling mendukung satu sama lain.

Sangat penting bahwa strategi dikembangkan berdasarkan analisis menyeluruh terhadap kondisi nyata layanan pendidikan karena kegiatan yang diusulkan harus mengatasi kelemahan dalam pelayanan pendidikan atau dibangun di atas kekuatannya. Oleh karena itu, meskipun masih harus mendasarkan pada indikator output, strategi juga ditentukan berdasarkan indikator-indikator input serta proses.

Renstra Diknas mencakup detil strategi untuk mencapai tujuan nasional. Karena sebagian dari rencana strategis daerah akan bersejajar dengan strategi nasional dalam pengembangan pendidikan, Renstra Diknas sebaiknya dipakai sebagai acuan di daerah.

Tabel pada halaman berikut menunjukkan keterkaitan antara profil layanan pendidikan, sasaran, dan strategi untuk program pendidikan dasar 9 tahun. Saat mempelajari tabel ini, perlu diingat bahwa:

• Tabel ini hanyalah menunjukkan contoh-contoh strategi dan perlu disadari bahwa masih banyak strategi lain yang dapat dilakukan untuk mencapai sasaran.

• Tujuan utama tabel ini untuk menunjukkan logika proses perencanaan dari profil layanan pendidikan ke sasaran dan lalu ke strategi. Pada dasarnya, setiap tahap yang berbeda dalam proses perencanaan seharusnya dihubungkan dengan benang merah.

• Dalam perumusan, sebaiknya jangan mencantumkan terlalu banyak strategi, dan jangan terlalu memperinci strategi yang ada.

Page 68: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

63

Contoh 23: Kemungkinan Strategi Program Wajar 9 tahun pada aspek AKSES

Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Kemungkinan Strategi

APS 7-12 tahun sebesar 90%.

20 desa dengan APS ≤80%, 15 desa di antaranya dengan rata-rata kemiskinan di atas 50%.

Meningkatkan angka partisipasi pendidikan pada jenjang SD/MI.

Meningkatkan APS 7-12 tahun dari 90% pada tahun 2006 menjadi 95% pada 2010

• Fokuskanlah program dan kegiatan pada 20 desa dengan APM sangat rendah (≤ 80%), terutama di desa-desa dengan tingkat kemiskinan tinggi.

• Mengurangi hambatan biaya untuk bersekolah pada daerah dengan indeks kemiskinan tinggi.

• Meningkatkan fasilitas sekolah di daerah terpencil dan miskin.

Angka putus sekolah pada jenjang SD/MI sebesar 5%.

30 sekolah memiliki angka putus sekolah lebih dari 9% dan 24 diantaranya berada di desa dengan rata-rata kemiskinan di atas 50% (demand side).

Menurunkan angka putus sekolah pada jenjang SD/MI.

Menurunkan angka putus sekolah dari 5% pada tahun 2006 menjadi kurang dari 1% pada tahun 2010.

• Fokuskanlah program dan kegiatan pada 30 sekolah dengan angka putus sekolah yang sangat tinggi (≥ 5%).

• Menurunkan hambatan biaya untuk bersekolah.

Angka melanjutkan dari SD ke SMP sebesar 80%.

Angka melanjutkan untuk 100 sekolah sangat rendah, hanya 60% yang melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. 65 dari 100

Meningkatkan angka melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTs.

Pada 2010, angka transisi dari SD ke SMP akan meningkat dari 80% menjadi lebih dari 90%.

• Fokuskanlah program dan kegiatan pada 100 sekolah dengan angka transisi sangat rendah.

• Menangani secara terintegrasi perbaikan SD/MI dan SMP/MTs di wilayah yang sama.

• Menurunkan hambatan biaya untuk bersekolah.

• Memperkuat SMP swasta dan/atau MTs di daerah-

Page 69: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

64

Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Kemungkinan Strategi

sekolah tersebut berada di desa dengan rata-rata kemiskinan di atas 50% (demand side) dan 25 diantaranya terletak di desa terpencil (demand side). Sedangkan pada 35 SD rendahnya angka transisi disebabkan oleh kurangnya kesempatan bersekolah (supply side).

daerah terpencil.

• Fokuskanlah pada penambahan daya tampung murid untuk SMP dan yang sederajat.

• Mengembangkan program SMP Terbuka.

• Mengembangkan pendidikan non-formal untuk memperluas daya tampung bagi anak-anak yang tidak bisa bersekolah karena harus membantu orang tua.

Angka putus sekolah pada jenjang SMP/MTs sebesar 3%.

Menurunkan angka putus sekolah pada jenjang SMP/MTs

Pada 2010, angka putus sekolah di SMP akan ditekan dari 3% menjadi kurang dari 1%.

• Fokuskanlah pada anak-anak yang rawan putus sekolah pada kelas-kelas tertentu, terutama putus sekolah yang disebabkan oleh alasan ekonomi.

Page 70: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

65

Contoh 24: Kemungkinan Strategi pada Aspek Pemerataan Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Kemungkinan Strategi

150 SD masuk dalam kelompok tidak layak layanan. Sebagian besar dari sekolah tersebut belum memenuhi jumlah dan kondisi ruang kelas.

Meningkatkan pemerataan kualitas layanan pendidikan pada jenjang SD/MI.

Pada 2010, jumlah SD yang masuk dalam kelompok tidak layak dapat ditekan menjadi 25 SD.

• Fokuskanlah pada daerah terpencil dan daerah dengan tingkat kemiskinan tinggi.

• Menggunakan pendekatan komprehensif dalam melakukan peningkatan kondisi sekolah (dukungan multi input).

• Fokuskanlah pada sekolah-sekolah dimana masyarakat bersedia bersama-sama menanggung segala konsekuensi untuk peningkatan kondisi sekolah.

Contoh 25: Kemungkinan Strategi pada Aspek Mutu

Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Kemungkinan Strategi

Daerah memiliki 120 SD dengan kinerja sangat rendah.

50 SD masih menggunakan metode pembelajaran yang “ketinggalan jaman”.

Peningkatan kualitas laynan bagi proses pembelajaran.

Pada 2010, jumlah SD dengan kinerja sangat rendah akan dikurangi dari 120 menjadi 20 SD.

• Fokuskanlah pada upaya untuk peningkatan proses pembelajaran melalui pembelajaran yang berpusat pada siswa.

• Fokus pada dengan kinerja rendah melalui pendekatan multi-input, yaitu pendekatan sekolah secara keseluruhan.

• Fokuskanlah pada sekolah dengan partisipasi masyarakat yang tinggi.

Daerah belum memiliki SD maupun SMP

Meningkatkan daya saing lulusan pada

Pada 2010 daerah akan memiliki satu SD dan dua

• Pemberian prioritas pada sekolah terakreditasi A dan kelompok “sangat baik”.

Page 71: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

66

Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Kemungkinan Strategi

berkeunggulan lokal. jenjang pendidikan dasar.

SMP berkeunggulan lokal. • Pemberian prioritas pada sekolah dengan komitmen

masyarakat yang tinggi untuk mendukung sekolah berkeunggulan lokal.

Di 50 SD angka mengulang kelas di kelas 1 begitu tinggi, lebih dari 8%.

Menurunkan angka mengulang kelas pada jenjang SD/MI, khususnya pada kelas awal.

Pada 2010, angka mengulang kelas di kelas 1 SD akan menjadi kurang dari 1%.

• Untuk mengurangi sebagian besar angka mengulang kelas di awal SD, dukungan akan difokuskan pada sekolah-sekolah dengan angka mengulang kelas yang tinggi.

• Menyelenggarakan pembelajaran tambahan bagi murid yang beresiko mengulang kelas.

• Sinergikan dengan instansi lain (seperti dinas kesehatan) untuk membantu sekolah meningkatkan status gizi anak.

Mutu lulusan pada jenjang SMP/MTs berada di bawah rata-rata provinsi. Terutama di bidang Matematika dan bahasa Inggris .

Meningkatkan mutu lulusan pada jenjang SMP/MTs.

Pada 2010, hasil belajar untuk mata pelajaran bahasa Inggris dan matematika di seluruh kabupaten/kota paling tidak sama dengan rata-rata di tingkat provinsi.

• Fokuskanlah pada sekolah dengan hasil belajar matematika dan bahasa Inggris yang rendah di semua kelas.

• Melakukan perbaikan secara bertahap dan awali dengan menggunakan SDM eksternal sekolah untuk meningkatkan kompetensi murid dan guru.

Page 72: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

67

Berikut ini adalah elemen kunci dari strategi-strategi sebagaimana diusulkan di atas:

• Fokus yang kuat dalam penentuan target pada: (i) desa dengan banyak AUS tidak bersekolah untuk meningkatkan partisipasi dan (ii) sekolah berkinerja rendah untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

• Siapkan strategi khusus untuk menghadapi demand-side problems dan strategi yang lain untuk supply-side problems.

• Promosikan penyelenggaraan wajib belajar 9 tahun dengan mempermudah transisi dari SD ke SMP.

• Tingkatkan integrasi antar jenjang pendidikan yang setara untuk lokasi-lokasi tertentu.

Dari contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwa strategi-strategi tersebut memiliki fokus yang kuat pada arah penggunaan sumber daya. Strategi menyebutkan bagaimana menerjemahkan sumber menjadi kegiatan, yang kemudian akan membantu pencapaian tujuan.

5.3 Langkah Ketiga: Menetapkan Kebijakan Kebijakan menetapkan arah dan batasan semua perencanaan dan kegiatan yang akan dilakukan di masa depan. S.E. Mendagri No. 50 mendefinisikan kebijakan sebagai berikut: “Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh SKPD untuk mencapai tujuan atau arah yang diambil oleh SKPD dalam menentukan bentuk konfigurasi program dan kegiatan. Menurut targetnya, kebijakan terdiri atas: (i) kebijakan internal, yaitu kebijakan SKPD dalam mengelola pelaksanaan program-program pembangunan, dan (ii) kebijakan eksternal, yaitu kebijakan yang diterbitkan oleh SKPD dalam rangka mengatur, mendorong, dan memfasilitasi kegiatan masyarakat.”

5.3.1 Kebijakan Internal Kebijakan internal untuk Dinas Pendidikan berkaitan dengan bagaimana Dinas Pendidikan menjalankan fungsi-fungsi atau kewenangannya. Kebijakan internal juga memandu jajaran Dinas dalam menjalankan tugas-tugas mereka. Berikut ini adalah contoh dari kebijakan internal:

Contoh 26: Jenis Kebijakan Internal dan Implementasi

No. Jenis Kebijakan Implementasi

1. Kebijakan tentang akuntabilitas sekolah.

Sekolah-sekolah yang belum menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas akan diberi prioritas rendah dalam pengalokasian dana.

2. Kebijakan tentang manajemen berbasis sekolah.

Semua intervensi Dinas Pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar akan berpegang pada prinsip diterapkannya manajemen berbasis sekolah.

3. Kebijakan mengenai daya tanggap terhadap kebutuhan sekolah.

Intervensi Dinas Pendidikan akan didasarkan pada Rencana Pengembangan/Kerja Sekolah (RPS/RKS).

Page 73: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

68

4. Kebijakan tentang pengembangan guru (UU No. 14/2005).

Kebijakan ini akan, misalnya, mengklarifikasi hal-hal seperti : (i) prioritas penyediaan dukungan (misalnya guru SD, SMP, atau SMA/K), (ii) bagaimana dengan para guru yang berada di daerah terpencil yang tidak bisa mengikuti program pendidikan di LPTK tanpa meninggalkan sekolah mereka dalam jangka waktu yang cukup lama, dan (iii) batas usia guru (relatif terhadap tingkat pendidikan yang sudah dimiliki sekarang) yang masih dapat dibiayai pemerintah (khususnya Pemda).

5. Kebijakan tentang informasi publik.

(i) jenis informasi yang dapat diberikan pada publik secara proaktif dan (ii) aturan-aturan tentang bagaimana merespon permintaan informasi dari publik.

5.3.2 Kebijakan Eksternal Kebijakan eksternal berkaitan dengan bagaimana Dinas Pendidikan berurusan dengan dukungan dari dan/atau untuk komunitas.

Contoh 27: Jenis Kebijakan Eksternal dan Implementasi

No. Jenis Kebijakan Implementasi

1. Kebijakan tentang pembiayaan pendidikan.

Apakah pemerintah memberikan dukungan terhadap pendidikan ”gratis” atau subsidi silang?

2. Kebijakan tentang sekolah negeri dan sekolah swasta.

Apakah pemerintah daerah juga memberikan dukungan pada sekolah swasta yang menyelenggarakan pendidikan (madrasah dan sekolah swasta)? Jika ya, dukungan dalam bentuk apa dan tingkat yang mana? Apakah ada perbedaan antara tingkat yang berbeda; misalnya dukungan diberikan pada TK swasta tapi tidak pada SD dan SMP swasta.

3. Kebijakan tentang partisipasi masyarakat dan di bidang mana.

Misalnya rehabilitasi sekolah.

4. Kebijakan tentang partisipasi publik dalam persiapan dan implementasi kebijakan.

Di tahap proses persiapan kebijakan yang mana Dinas melibatkan publik dalam memformulasikan kebijakan dan bagaimana hal ini dilakukan? Apakah Dinas melibatkan publik dalam implementasi kebijakan? Dengan cara bagaimana?

Kebijakan internal dan eksternal menjadi jembatan antara pencapaian tujuan dan perancangan program. Pada dasarnya kebijakan menetapkan batasan-batasan atau koridor dimana program dirancang atau dengan lain kata kebijakan ‘mewarnai’ program dan kegiatan yang berkaitan dengannya. Perhatikan contoh di bawah ini:

Page 74: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

69

1. Contoh hubungan antara kebijakan internal dan perancangan kegiatan

Ketika kabupaten/kota mempunyai kebijakan untuk mendorong otonomi sekolah, ini berarti dukungan yang diberikan pada sekolah akan berupa dana, bukan barang; sebab otonomi sekolah berarti sekolah dan komunitasnya mengatur sendiri urusan mereka. Dengan kata lain, pengadaan buku di tingkat kota/kabupaten akan bertentangan dengan kebijakan mendorong otonomi.

Kebijakan pengembangan guru akan mewarnai kegiatan yang berkaitan dengannya. Misalnya, kebijakan untuk memberikan prioritas pada guru yang telah memiliki kualifikasi akademis (S1) akan menghasilkan kegiatan yang berbeda, dibandingkan apabila pemerintah kabupaten/kota memprioritaskan guru SD untuk meningkatkan kemampuan akademis dan kompetensi mereka. Sekali lagi, kebijakan akan mewarnai perancangan program.

2. Contoh hubungan antara kebijakan eksternal dan perancangan program

Kebijakan tentang dukungan untuk sekolah negeri dan swasta akan menentukan lingkup kegiatan. Pada dasarnya, ada dua opsi kebijakan, yaitu pemerintah kabupaten/kota tidak membedakan atau membedakan antara sekolah negeri dengan madrasah. Pada opsi pertama madrasah mendapat bantuan yang sama dengan sekolah negeri. Pada opsi kedua, dukungan untuk madrasah dan sekolah swasta hanya bersifat bantuan.

Kebijakan tentang partisipasi komunitas dalam rehabilitasi sekolah akan memandu rancangan kegiatan. Apabila pemerintah kabupaten/kota mensyaratkan peran aktif komunitas dalam rehabilitasi sekolah, ini akan mewarnai lingkup program dan kegiatan. Misalnya, pelaksanaan rehabilitasi oleh masyarakat tidak membutuhkan kegiatan tender tetapi membutuhkan bantuan teknis kepada komunitas sekolah dan mungkin kegiatan pelatihan bagi tukang setempat agar bisa melaksanakan konstruksi yang lebih rumit.

Page 75: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

70

6. TAHAP IV: MERUMUSKAN PROGRAM DAN KEGIATAN

Strategi memberikan arah dan memandu cara bagaimana menggunakan sumber daya untuk mencapai tujuan. Karena itu strategi selalu lebih umum dan hanya menyediakan “game-plan” tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya untuk mencapai tujuan. Kebijakan memberikan batas-batas mengenai apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan dalam mengupayakan pencapaian sasaran. Program dan kegiatan adalah hakikat dari perencanaan dan menunjukkan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.

Untuk mencapai sinergi antara upaya-upaya yang dilakukan di berbagai tingkat pemerintahan, telah dilakukan penyeragaman program-program pengembangan pendidikan. Berdasarkan sasaran dan arah kebijakan, RPJM Nasional 2004-2009 menetapkan 10 program pengembangan pendidikan. Diknas juga memiliki program-program yang sama (lihat Renstra Diknas), ditambah dengan beberapa program khusus untuk Diknas. Provinsi dan kabupaten/kota pada gilirannya juga harus mengimplementasikan program-program yang sama walaupun kegiatan yang dilakukan berbeda dengan kegiatan yang dilakukan oleh tingkat pemerintahan yang lebih tinggi. Program-program yang dirumuskan harus sesuai dengan program-program yang tercantum dalam Permendagri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah agar dapat dianggarkan dalam APBD Kabupaten/Kota. Program-program yang relevan bagi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

2. Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun.

3. Program pendidikan menengah.

4. Program pendidikan non formal.

5. Program peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan.

6. Program manajemen pelayanan pendidikan.

7. Program pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan.

8. Program penguatan kelembagaan dan pengarus-utamaan gender dan anak.

9. Program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara.

10. Program pengelolaan sumber daya manusia/aparatur.

11. Program lainnya sesuai dengan tupoksi masing-masing SKPD/Dinas Pendidikan, misalnya di suatu SKPD ada subdin kebudayaan, maka program kebudayaan harus masuk.

Page 76: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

71

Contoh program

Pendidikan Dasar 9 Tahun

Tabel di halaman berikut menunjukkan hubungan dan keterkaitan antara profil pendidikan, sasaran, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan. Profil, sasaran, dan strategi sama seperti pada formulasi strategi, namun dengan tambahan program dan kegiatan, tabel ini akan menunjukkan proses perencanaan yang lengkap.

Sekali lagi, harus selalu diingat bahwa tabel ini hanyalah contoh dan terdapat berbagai alternatif lain. Tujuan utama dari tabel ini adalah untuk menunjukkan proses perencanaan, mulai dari profil pendidikan, sasaran, strategi, kebijakan, sampai program dan kegiatan. Atau sebaliknya, menunjukkan bagaimana program dan kegiatan berkontribusi pada pencapaian tujuan.

Page 77: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

72

Contoh 28: Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun

Sub Program 1. Meningkatkan Akses Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Kegiatan

• SD: APM 90%.

• 20 desa dengan APM < 80%, 15 desa di antaranya memiliki rata-rata kemiskinan di atas 50%.

Meningkatkan angka partisipasi pendidikan pada jenjang SD/MI.

Pada 2010, APM SD akan meningkat dari 90% pada tahun 2006 menjadi 96%.

1. Fokus pada 20 desa dengan anak usia sekolah yang tidak bersekolah dalam jumlah besar.

2. Menghilangkan hambatan beban biaya untuk bersekolah.

3. Peningkatan fasilitas sekolah di daerah terpencil dan miskin.

Menyediakan dukungan finansial untuk semua sekolah dan bukan hanya sekolah negeri.

1. Pemberian beasiswa untuk 500 anak SD dan 150 anak MI.

2. Pemberian uang transportasi kepada 250 anak SD.

3. Bantuan tambahan operasional sekolah untuk 30 SD dan 25 MI.

4. Pembangunan 5 sekolah kecil.

5. Rehabilitasi 25 ruang kelas untuk 5 SD dan 10 MI.

Page 78: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

73

Sub Program 2. Mengurangi angka putus sekolah

Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Kegiatan

• Angka putus sekolah pada jenjang SD/MI: 5%.

• 30 sekolah memiliki angka putus sekolah lebih dari 9% dan 24 diantaranya berada di desa dengan rata-rata kemiskinan di atas 50% (demand side)

Menurunkan angka putus sekolah pada jenjang SD/MI.

Pada 2010, angka putus sekolah akan ditekan dari 5% menjadi kurang dari 1%.

1. Fokus pada 30 sekolah dengan angka putus sekolah yang tinggi.

2. Turunkan hambatan biaya untuk bersekolah.

Menyediakan dukungan finansial untuk semua sekolah, dan bukan hanya sekolah negeri.

1. Bantuan tambahan operasional sekolah untuk 25 SD dan 5 MI.

2. Pemberian beasiswa untuk 250 anak SD dan 150 anak MI.

3. Pemberian uang transportasi kepada 300 anak SD.

.

Page 79: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

74

Sub Program 3. Meningkatkan Angka Melanjutkan Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Kegiatan

Angka melanjutkan dari SD ke SMP: 80%

Angka melanjutkan untuk 100 sekolah sangat rendah, hanya 60% yang melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

65 dari 100 sekolah tersebut berada di desa dengan rata-rata indeks kemiskinan di atas 50% (demand side) dan 25 diantaranya adalah sekolah di desa terpencil (demand side). Sedangkan pada 35 SD lainnya, rendahnya angka melanjutkan disebabkan oleh kurangnya kesempatan bersekolah (supply side)

Meningkatkan angka melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTs.

Pada 2010, angka transisi dari SD ke SMP akan meningkat dari 80% menjadi lebih dari 95%.

1. Fokus pada 100 sekolah dengan angka transisi rendah.

2. Perlu penanganan terintegrasi antara SD/MI dengan SMP/MTs di wilayah penanganan yang sama.

3. Perkuat SMP swasta dan/ atau MTs di daerah-daerah terpencil.

4. Menambah daya tampung murid.

5. Mengembangkan program SMP Terbuka.

6. Membangun SD-SMP satu atap bagi daerah terpencil.

7. Mengembangkan pendidikan nonformal untuk memperluas daya tampung bagi anak-anak yang tidak bisa bersekolah karena harus membantu orang tua.

Menyediakan dukungan finansial untuk menurunkan hambatan biaya untuk memasuki SPM/MTs (biaya pendaftaran siswa baru dan kebutuhan bersekolah bagi masyarakat miskin ditanggung pemerintah).

1. Bantuan operasional sekolah untuk penerimaan siswa baru pada 20 SMP.

2. Pemberian beasiswa melanjutkan untuk 500 anak.

3. Pembangunan 30 ruang kelas baru pada SMP.

4. Pembentukan 10 SD-SMP Satu Atap.

Page 80: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

75

Sub Program 4. Pemerataan Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Kegiatan

150 SD masuk dalam kelompok tidak layak layanan. Sebagian besar dari sekolah tersebut belum memenuhi jumlah dan kondisi ruang kelas.

Meningkatkan pemerataan kualitas layanan pendidikan pada jenjang SD/MI.

Pada 2010, jumlah SD yang masuk dalam kelompok tidak layak dapat ditekan menjadi 25 SD.

1. Fokus pada daerah terpencil dan daerah yang tingkat kemiskinannya tinggi.

2. Menggunakan pendekatan komprehensif dalam melakukan peningkatan kondisi sekolah (dukungan multi input).

3. Fokuskan pada daerah-daerah di mana masyarakat bersedia untuk berpartisipasi dalam peningkatan kondisi sekolah.

Penerapan sistem swakelola oleh dan pengerahan potensi lokal dalam pembangunan rehabilitasi ruang kelas.

1. Rehabilitasi berat di 100 sekolah.

2. Rehabilitasi sedang di 65 sekolah.

3. Rehabilitasi ringan di 35 sekolah.

4. Pengadaan mebeler 1.300 set (meja & kursi siswa).

5. Pengadaan alat peraga pembelajaran 40 set.

Page 81: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

76

Sub Program 5. Program Mutu Pendidikan Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Kegiatan

1. Daerah memiliki 120 SD dengan kinerja sangat rendah.

2. 50 SD masih menggunakan metode pembelajaran yang tidak tepat.

Peningkatan kualitas layanan bagi proses pembelajaran.

Pada 2010, jumlah SD dengan kinerja sangat rendah akan dikurangi dari 120 menjadi 20 SD.

1. Fokus pada 120 SD dengan kinerja sangat rendah.

2. Fokus pada peningkatan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa.

3. Fokus pada kelas-kelas tertentu dengan kinerja rendah.

4. Fokus pada jumlah sekolah terbatas yang akan menerima dukungan multi-input (pendekatan sekolah secara keseluruhan).

5. Fokus pada sekolah dengan partisipasi masyarakat yang tinggi.

1. Pengembangan kompetensi guru secara berkelanjutan.

2. Penilaian kinerja kepala sekolah dikaitkan dengan kemajuan sekolahnya.

3. Evaluasi siswa berbasis penilaian sampel.

1. Pelatihan 300 guru untuk meningkatkan kompetensi pedagogik.

2. Dukungan untuk kegiatan/ pengembangan 15 KKG dan 5 KKKS.

Page 82: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

77

Sub Program 6. Mengurangi angka mengulang kelas

Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Kegiatan

Di 50 SD angka mengulang kelas di kelas 1 begitu tinggi, lebih dari 8%.

Menurunkan angka mengulang kelas pada jenjang SD/MI, khususnya di kelas awal.

Pada 2010, angka mengulang kelas di kelas 1 SD akan ditekan menjadi kurang dari 1%.

1. Untuk mengurangi sebagian besar angka mengulang kelas di awal SD, dukungan akan difokuskan pada sekolah-sekolah dengan angka mengulang kelas yang tinggi.

2. Sediakan jam belajar tambahan bagi murid yang beresiko mengulang kelas.

3. Fokuskan untuk membantu sekolah meningkatkan gizi anak.

Menyediakan dukungan finansial untuk semua sekolah, dan bukan hanya sekolah negeri.

1. Pengajaran remedial bagi anak yang lambat belajar pada sekolah dengan angka mengulang kelas > 7% (20 SD/MI).

2. Pemberian layanan

khusus (tambahan jam belajar) pada anak yang kurang siap belajar di 12 sekolah.

3. Pengadaan alat bantu

pembelajaran pada kelas awal sebanyak 200 set.

Untuk jenjang pendidikan lainnya (SMP/MTS dan SMA/MA/SMK) disesuaikan dengan karakteristik pada masing-masing jenjang,

Contoh program lainnya adalah pada program Pendidikan Non-formal serta program Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Page 83: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

78

Contoh 29: Program Pendidikan Non-formal Subprogram: Penuntasan Buta Aksara

Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Kegiatan

Angka buta aksara penduduk usia 14-45 tahun mencapai 7,8%, dengan proporsi > 70% kaum perempuan dan berada di perdesaan.

Penuntasan dan pemeliharaan keaksaraan secara paripurna.

Pada tahun 2010 penyandang buta aksara menurun hingga < 3 %.

• Bersinergi dengan pembina penggerak PKK pada semua tingkat, mulai tingkat kabupaten/kota, kecamatan, hingga kelurahan/desa.

• Fokus pada kaum perempuan produktif di perdesaan.

• Integrasikan keaksaraan fungsional (KF) dengan kelompok belajar usaha (KBU).

• Perkuat kelembagaan PKBM dan TBM.

• Intensifikasi dan pemeliharaan program keaksaraan.

Pencanangan dan implementasi gerakan penuntasan buta aksara secara menyeluruh.

• Pendataan penyandang buta aksara berbasis masyarakat.

• Penyelenggaraan pemberantasan buta aksara secara tuntas mulai tingkat dasar (Sukma 1) dan tingkat lanjut (Sukma 2).

• Pemeliharaan melek aksara melalui gerakan gemar membaca di TBM.

Page 84: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

79

Contoh 30: Program Pendidik dan Tenaga Kependidikan Subprogram: Peningkatan Kualifikasi Pendidik

Profil Pendidikan Tujuan Sasaran Strategi Kebijakan Kegiatan

Guru yang belum memiliki kualifikasi akademik setara S1/D4 secara keseluruhan sebesar 45%, khususnya pada jenjang SD sebesar 75%.

Meningkatkan kualifikasi akademik guru sesuai dengan tuntutan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Pada tahun 2010, guru yang memiliki kualifikasi pendidikan S1/D4 menjadi 75%.

• Bekerjasama dengan LPMP dan LPTK setempat untuk melaksanakan program kesetaraan berbasis in service.

• Fokus pada guru SD yang ada di daerah perdesaan dan terpencil.

• Fokus pada guru yang berusia < 50 tahun.

• Penggunaan waktu libur untuk penataran bersertifikasi.

• Peningkatan anggaran pendidikan untuk biaya personal guru yang mengikuti pendidikan kesetaraan S1/D4.

• Mendorong/ memfasilitasi guru yang berinisiatif melanjutkan pendidikan dengan pola swadana.

• Pendidikan kesetaraan S1/D4 melalui sistem belajar jarak jauh

• Penyelenggaraan pendidikan kelas jauh bagi kabupaten/kota yang tidak berdekatan dengan LPTK.

• Penyelenggaraan penataran bersertifikasi secara berkesinambungan.

• Pemberian bantuan biaya pendidikan bagi guru yang melanjutkan studi.

Page 85: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

80

7. TAHAP V: PENYUSUNAN RENCANA BIAYA DAN RENCANA PENDANAAN

Setelah bab sebelumnya berfokus pada identifikasi program dan kegiatan-kegiatannya, maka bab ini akan memfokuskan pada perhitungan biaya untuk setiap program dan kegiatan-kegiatan terkait, serta biaya operasional penyelenggaraan pelayanan pendidikan dan rencana pendanaannya. Berikut ini adalah langkah-langkah pada Tahap V – Penyusunan Rencana Biaya dan Rencana Pendanaan:

1. Membuat estimasi biaya pelaksanaan setiap program serta kegiatan-kegiatannya (program costing), termasuk biaya operasional penyelenggaraan pelayanan pendidikan.

2. Membuat proyeksi ketersediaan dana dari setiap sumber untuk setiap tahun dalam periode rencana.

3. Mengalokasikan dana yang diproyeksikan pada setiap program serta kegiatan-kegiatannya, termasuk biaya operasional penyelenggaraan pelayanan pendidikan.

Untuk memudahkan pelaksanaan langkah-langkah penyusunan rencana biaya dan rencana pendanaan, sebelumnya perlu dilakukan analisis keuangan pendidikan Kabupaten/Kota/AKPK2. AKPK dilakukan antara lain untuk mempelajari pola belanja sektor pendidikan serta menghitung dan menganalisis pendanaan sektor pendidikan di Kabupaten/Kota dari berbagai sumber: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota (termasuk Dana Alokasi Khusus dari APBN), APBD Provinsi, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Dana Dekonsentrasi, termasuk Bantuan Operasional Sekolah/BOS). Dana sektor pendidikan yang dihitung dan dianalisis mencakup dana dalam bentuk tunai maupun natura (misalnya, pelatihan guru kab/kota yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi), serta mencakup dana yang disalurkan ke Pemda Kab/Kota (biasanya melalui Dinas Pendidikan) maupun yang disalurkan langsung ke sekolah-sekolah (misalnya dana BOS dan pembagian buku teks ke sekolah-sekolah).

7.1 Langkah Pertama Membuat Estimasi Biaya Pelaksanaan Program Karena rencana strategik yang sedang disusun belum merupakan dokumen operasional anggaran dan bersifat multi tahun, maka estimasi biaya pelaksanaan masing-masing program di dalam renstra strategik tidak perlu dibuat terlalu rinci.

Setiap tahun, pemerintah kab/kota biasanya mengeluarkan daftar harga satuan untuk berbagai jenis kegiatan rinci. Misalnya, uang transpor perjalanan dinas untuk masing-masing golongan pegawai atau honor instruktur program pelatihan untuk masing-masing jumlah tahun pengalaman kerja.

Dalam pembuatan estimasi biaya, harga satuan dibutuhkan lebih pada tingkat agregat; misalnya, harga satuan per guru untuk penyelenggaraan program pelatihan PAKEM (sudah termasuk biaya honor pelatih, biaya sewa ruang pelatihan, biaya bahan pelatihan, biaya transpor peserta, biaya makan dan minum peserta, dan lain-lain); harga satuan per ruangan untuk pembangunan ruang kelas baru (sudah

2 Cara melakukan analisa keuangan pendidikan Kabupaten/Kota ditulis dalam buku panduan terpisah.

Page 86: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

81

termasuk biaya perencanaan dan pengawasan, biaya pembelian semen, biaya pembelian batu bata, dan seterusnya).

Harga satuan yang lebih teragregasi dihitung dengan cara berikut ini:

1. Tentukan terlebih dahulu unit-unit yang akan dipakai.

2. Hitung harga satuan.

7.2 Langkah Kedua Membuat Proyeksi Ketersediaan Dana

1. Sumber Pendanaan Sektor Pendidikan di Kabupaten/Kota Berikut ini adalah sumber-sumber dana yang biasanya tersedia untuk pembiayaan sektor pendidikan di kabupaten/kota:

• APBD Kabupaten/Kota (termasuk Dana Alokasi Khusus dari APBN) • APBD Provinsi • APBN (Dana Dekonsenrasi, termasuk dana BOS)

Anggaran dari APBN untuk sektor pendidikan di kabupaten/kota yang tidak dianalisis disini adalah anggaran Departemen Agama (Depag). Anggaran Depag tidak disertakan karena diperuntukkan bagi pembiayaan madrasah-madrasah negeri, yang penyelenggaraannya bukan merupakan tanggung jawab pemerintah kab/kota.

APBD Kabupaten/Kota Pada kenyataannya, dana-dana yang tersedia bagi sektor pendidikan di dalam APBD kab/kota mencakup tidak hanya yang ditetapkan pada dokumen anggaran dari satuan-satuan kerja yang termasuk di dalam bidang pendidikan, tetapi juga pada dokumen anggaran dari beberapa satuan kerja lainnya di luar bidang pendidikan. Dana-dana sektor pendidikan pada anggaran satuan-satuan kerja di luar bidang pendidikan ini disertakan dalam menghitung anggaran sektor pendidikan dari APBD kab/kota. Demikian juga sebaliknya. Ada beberapa satuan kerja yang termasuk di dalam bidang pendidikan pada APBD kab/kota, namun anggarannya tidak disertakan di dalam penghitungan anggaran sektor pendidikan dari APBD kab/kota. Hal ini didasari pemikiran bahwa tugas dan program satuan-satuan kerja tersebut tidak merupakan kewenangan wajib Pemda kab/kota dalam sektor pendidikan. Contohnya antara lain anggaran untuk Kantor Arsip Daerah atau pendidikan tinggi.

Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 50, Ayat 5 menetapkan bahwa pengelolaan penyelenggaraan pendidikan dasar dan menengah merupakan kewenangan wajib Pemerintah Daerah Kab/Kota. Dengan demikian, biaya penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar dan menengah di SD, SMP, SMA, dan SMK ditanggung terutama oleh Pemda kab/kota dengan pendanaan dari APBD kab/kota. Biaya penyelenggaraan pelayanan dimaksud mencakup biaya operasional dan biaya investasi, yang dikeluarkan baik di level sekolah maupun di level Dinas Pendidikan dan Kantor Cabang Dinas Pendidikan.

Page 87: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

82

1. Biaya Operasional mencakup antara lain: • Biaya pegawai: gaji personil sekolah yang PNS (kepala sekolah, guru,

tenaga administrasi, dan penjaga sekolah).

• Biaya barang dan jasa: pembelian ATK, bahan habis pakai, langganan daya dan jasa, serta kegiatan belajar-mengajar di sekolah.

• Biaya operasional & pemeliharaan.

• Biaya perjalanan dinas.

• Biaya lain-lain, misalnya biaya pelaksanaan rapat-rapat KKG dan biaya pelatihan PAKEM.

Namun, setelah dana BOS disalurkan langsung ke sekolah-sekolah sejak periode tengah tahun kedua di tahun 2005, pada beberapa kab/kota, kontribusi APBD kab/kota untuk biaya operasional sekolah dikurangi atau bahkan ditiadakan.

2. Biaya Investasi mencakup:

• Biaya rehabilitasi ruang kelas.

• Biaya pembangunan gedung sekolah baru.

• Biaya pengadaan buku teks dan buku perpustakaan.

• Biaya pengadaan peralatan laboratorium, dan lain-lain.

Dari analisa keuangan pendidikan Kabupaten/Kota3 dapat diketahui komponen-komponen biaya mana yang biasanya dibiayai oleh APBD Kab/Kota, baik komponen-komponen biaya yang dikeluarkan di level kab/kota maupun di level sekolah. Disamping itu, bila DPRD serta Pemda Kab/Kota akan menaikkan porsi anggaran sektor pendidikan (di luar gaji pendidik) guna memenuhi amanat UU No. 20 Tahun 2003, maka terbuka kemungkinan bahwa komponen-komponen biaya atau program/kegiatan yang biasanya tidak dibiayai oleh APBD Kab/Kota, sekarang dan di tahun-tahun mendatang akan dibiayai.

3. Dana Alokasi Khusus / DAK

Dana sektor pendidikan pada APBD Kab/Kota mencakup juga Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan yang diterima dari pemerintah pusat (APBN) dan harus dicatat dalam APBD Kab/Kota. Biasanya, DAK bidang pendidikan dicatat dalam dokumen anggaran Dinas Pendidikan.

DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Kabupaten/Kota tertentu – yang memenuhi kriteria yang ditetapkan – dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah kab/kota dan mendukung prioritas nasional.

Dalam bidang pendidikan, DAK digunakan untuk menunjang pelaksanaan wajib belajar pendidikan dasar 9 (sembilan) tahun, dimana program/kegiatannya diarahkan khusus untuk membiayai rehabilitasi gedung/ruang kelas SD/SDLB, MI/Salafiyah termasuk sekolah-sekolah setara SD yang berbasis keagamaan yang merupakan pelaksana program wajib belajar, baik negeri maupun swasta.

3 Analisa keuangan pendidikan Kabupaten/Kota merupakan analisa yang dilakukan untuk menghitung dan menganalisis pendanaan sektor pendidikan di kabupaten/kota dari berbagai sumber: APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi, dan APBN (Dana Dekonsentrasi, BOS, dan dana-dana lainnya). Dana sektor pendidikan yang dihitung mencakup dana dalam bentuk tunai maupun natura, serta mencakup dana yang disalurkan ke Pemda Kabupaten/Kota (biasanya melalui Dinas Pendidikan) maupun yang disalurkan ke sekolah-sekolah.

Page 88: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

83

Pemerintah kabupaten/kota diwajibkan menyediakan dana pendamping sekurang-kurangnya 10% dan juga dana untuk biaya umum seperti perencanaan, sosialisasi, dan pengawasan sekurang-kurangnya 3% (tiga persen) dari nilai DAK pendidikan yang diterima.

APBD Provinsi Peran provinsi dalam penyelenggaraan pendidikan jauh lebih kecil dari pada peran kabupaten/kota, dan sebagai konsekuensinya dana untuk pembangunan sektor pendidikan juga jauh lebih kecil pada tingkat pemerintahan ini. Karena dukungan dana dari APBD Kab/Kota lebih terfokus pada jenjang pendidikan SD, maka dukungan pemerintah tingkat provinsi sering lebih terfokus pada pelayanan pendidikan di jenjang SMP, SMA, SMK, serta pendidikan non formal & informal dan pendidikan luar biasa.

Analisis terhadap APBD Provinsi mencakup anggaran bidang pendidikan maupun bukan bidang pendidikan (jika ada) pada APBD Provinsi yang manfaatnya — baik dalam bentuk dana hibah ke pemerintah kabupaten/kota dan/atau ke sekolah maupun dalam bentuk natura — diperuntukkan bagi sektor pendidikan. Langkah ini menyangkut identifikasi semua anggaran program/kegiatan yang diperuntukkan bagi kepentingan sektor pendidikan di kabupaten/kota.

APBN Anggaran untuk sektor pendidikan di kabupaten/kota dari APBN yang dianalisis disini mencakup:

a. Dana Dekonsentrasi

Dekonsentrasi merupakan pelaksanaan kewenangan Pemerintah Pusat di daerah provinsi yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Kewenangan tersebut di bidang pendidikan biasanya dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Provinsi sebagai perangkat Daerah Provinsi. Penyelenggaraan dekonsentrasi dimaksud dibiayai oleh APBN, dimana pencatatan dan pengelolaan keuangan dalam penyelenggaraan dekonsentrasi dilakukan secara terpisah dari APBD Provinsi.

Di tingkat Pemerintah Pusat, anggaran dana dekonsentrasi dimaksud tercakup di dalam anggaran Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Pada praktiknya, Pemerintah Pusat (melalui Depdiknas) mengadakan dan mendanai program-program untuk bidang pendidikan yang merupakan kewenangan Pemerintah Kab/Kota melalui mekanisme dekonsentrasi.

Dana BOS untuk semua jenis sekolah dasar dan menengah pertama (SDN, SDS, MIN, MIS, SMPN, SMPS, MTsN, MTsS) yang telah disalurkan langsung ke sekolah-sekolah sejak periode tengah tahun kedua di tahun 2005, juga termasuk di dalam dana dekonsentrasi Depdiknas.

2. Langkah - langkah Pembuatan Proyeksi Ketersediaan Dana Untuk menyusun rencana strategik sektor pendidikan kabupaten/kota yang multi tahun dan multi sumber, proyeksi ketersediaan dana harus dibuat untuk semua sumber dana dan untuk setiap tahun periode rencana. Proyeksi tersebut disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:

Page 89: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

84

• Melakukan analisis belanja sektor pendidikan

• Melakukan analisis kebijakan sektor pendidikan

• Membuat proyeksi ketersediaan dana sektor pendidikan

1. Analisis Belanja Sektor Pendidikan Berikut ini adalah langkah-langkah pembuatan analisis belanja sektor pendidikan dari semua sumber dana4:

• menghitung total anggaran belanja sektor pendidikan dalam dua tahun terakhir (tahun berjalan dan tahun sebelumnya) dan kenaikan/penurunan di tahun berjalan dari tahun sebelumnya dengan menggunakan Tabel 1, 2, 3: Komposisi Belanja Sektor Pendidikan – APBD Kab/Kota, Dana Sektor Pendidikan dari APBD Provinsi, Dana Sektor Pendidikan dari APBN;

• membuat analisis belanja sektor pendidikan dari APBD Kab/Kota untuk dua tahun terakhir guna mengetahui prioritas dan pola belanja dengan langkah-langkah berikut:

• memilah anggaran belanja sektor pendidikan menjadi belanja gaji (dipilah menjadi gaji pendidikan dan bukan pendidik), belanja modal (dipilah menjadi untuk sekolah dan bukan untuk sekolah), dan belanja operasional (dipilah menjadi untuk sekolah dan bukan untuk sekolah), dengan menggunakan Tabel 4 - Porsi Belanja Gaji, Modal, Operasional Sektor Pendidikan dari APBD Kab/Kota)

Komponen-komponen yang dimasukkan dalam perhitungan gaji guru mencakup gaji serta semua tunjangan yang dicatat di account belanja gaji pada belanja administrasi umum, maupun pembayaran lainnya yang dicatat pada account lainnya namun bersifat menambah gaji, misalnya insentif, uang makan, uang transport, dan lain-lain.

• menghitung pencapaian pemerintah Kab/Kota terhadap amanat UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 49, ayat (1), yang menetapkan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam hal ini, karena peraturan pemerintah yang mengimplementasi pasal ini belum terbit, maka diasumsikan bahwa yang dimaksud didalam UU sebagai 20% dari APBD adalah 20% dari belanja APBD. Untuk penghitungan ini, gunakan Tabel 5 – Porsi Belanja Sektor Pendidikan dalam APBD Kab/Kota.

• membuat analisis belanja sektor pendidikan dari APBN (Dana Dekonsentrasi) dan APBD Provinsi untuk dua tahun terakhir guna mengetahui prioritas dan pola belanja, antara lain dengan:

• Menentukan prioritas-prioritas dalam belanja dengan membuat analisis penggunaan anggaran belanja:

• Berdasarkan jenjang pendidikan/program: TK, SD, SMP, SMA/K, pelatihan pemberantasan buta huruf.

• Berdasarkan fokus dukungan: peningkatan kesempatan, pengembangan dukungan kualitas atau operasional.

4 Langkah-langkah ini merupakan bagian dari langkah-langkah pada analisa keuangan pendidikan Kabupaten/Kota yang ditulis dalam suatu buku panduan terpisah.

Page 90: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

85

• Mengidentifikasi kriteria yang digunakan untuk memilih daerah yang perlu didukung/dibantu; misalnya kinerja rendah, angka kemiskinan tinggi, daerah terpencil atau kriteria lain.

Tabel 64: Komposisi Belanja Sektor Pendidikan - APBD Kab/Kota - Tahun …. Dan Tahun.….

Uraian Tahun: …. Tahun: …. Naik (Turun)

Rp % Rp % Rp %

Satuan Kerja di dalam Bidang Pendidikan:

Dinas Pendidikan Non DAK DAK

Kantor Cabang Dinas Pendidikan TKN (…) SMPN (…) SMAN (…) SMKN (…) .................................................. .............................................dst.nya

Total Bidang Pendidikan 100.00 100.00

Satuan Kerja di luar Bidang Pendidikan:

Dinas/Badan …………………….. Dinas/Badan …………………….. Dinas/Badan …………………….. dst.nya

Total Non-Bidang Pendidikan 100.00 100.00 Total Sektor Pendidikan

Tabel 65: Dana Sektor Pendidikan dari APBD Provinsi - Tahun …. & ….

Uraian Tahun: .... Tahun: .... Naik (Turun)

Rp % Rp % Rp % 1. Program/Kegiatan …………..…….. 2. Program/Kegiatan …………..…….. 3. Program/Kegiatan ……..…..dst.nya

Total Dana 100.00 100.00

Tabel 66: Dana Sektor Pendidikan dari APBN - Tahun …. & ….

Uraian Tahun: .... Tahun: .... Naik (Turun)

Rp % Rp % Rp % A. Dana Dekonsentrasi 1. Program/Kegiatan …………..…….. 2. Program/Kegiatan …………..…….. 3. Program/Kegiatan ……..…..dst.nya

Total Dana Dekonsentrasi 100.00 100.00

Tabel 67: Porsi Belanja Gaji, Modal, Operasional Sektor Pddkan dari APBD Kab/Kota – Tahun ... & ....

Uraian Tahun: …. Tahun: …. Naik (Turun)

Rp % % Rp % % Rp % Belanja Gaji : 100.00 ...... 100.00 ...... a. Gaji Pendidik ...... ...... b. Gaji Bukan Pendidik ...... ...... Belanja Modal : 100.00 ...... 100.00 ...... a. Sekolah ...... ...... b. Non-Sekolah ...... ...... Belanja Operasional : 100.00 ...... 100.00 ...... a. Sekolah ...... ...... b. Non-Sekolah ...... ......

Total 100.00 100.00

Page 91: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

86

Tabel 68: Porsi Belanja Sektor Pendidikan dalam APBD Kab/Kota - Tahun …. Dan Tahun.….

Uraian Tahun: .... Tahun: .... Naik (Turun)

Rp % Rp % Rp % Total Belanja APBD Kab/Kota 100.00 100.00 Total Belanja Sektor Pendidikan (termasuk gaji pendidik)

Gaji pendidik Total Belanja Sektor Pendidikan (di luar gaji pendidik)

2. Analisis Kebijakan Sektor Pendidikan Analisis kebijakan sektor pendidikan mencakup analisis terhadap kebijakan pembiayaan pendidikan yang saat ini berlaku dan mengidentifikasi kebijakan-kebijakan baru yang dapat berdampak pada jenis program/kegiatan yang dapat didanai dan besarnya nilai pendanaan di masa mendatang. Di berbagai tingkat pemerintahan, hal ini berarti menganalisis dokumen-dokumen berikut: • Pemerintah Pusat

Strategi Pembiayaan Program Prioritas (Rencana Strategis/Renstra Departemen Pendidikan Nasional/Depdiknas), termasuk Proyeksi Anggaran Depdiknas berdasarkan program tahun 2005-2009 dan dokumen-dokumen renstra lain yang sejenis (jika ada).

• Pemerintah Provinsi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi dan Renstra Dinas Pendidikan Provinsi.

• Pemerintah Kabupaten/Kota Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten/Kota.

3. Membuat Proyeksi Ketersediaan Dana Berdasarkan analisis belanja dan analisis kebijakan sektor pendidikan, dibuat estimasi jumlah dana yang direncanakan akan dialokasikan pada sektor pendidikan selama periode rencana. Apabila estimasi dana tersebut tidak tersedia dalam dokumen-dokumen yang dianalisis, maka interpretasi dibuat berdasarkan uraian-uraian yang ada.

Format-format contoh berikut ini dapat digunakan:

Tabel 69: Proyeksi Ketersediaan Dana dari APBD Kabupaten/Kota

Uraian Analisis Tahun: 2007 Tahun: 2008 Tahun: 2009

Kebijakan (Naik/Turun) Rp % Rp % Rp % Total Belanja APBD Kab/Kota ....%/tahun 100.00 100.00

Total Belanja Sektor Pendidikan (termasuk gaji pendidik)

...%/tahun

Gaji pendidik ...%/tahun Total Belanja Sektor Pendidikan (di luar gaji pendidik)

...%/tahun

Page 92: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

87

Tabel 70: Proyeksi Penggunaan Dana Per Jenis Belanja dari APBD Kabupaten/Kota

Uraian Analisis Tahun: 2007 Tahun: 2008

Kebijakan (Naik/Turun) Rp % % Rp % % Belanja Gaji: 100.00 ...... 100.00 ...... a. Gaji Pendidik ....%/tahun ...... ...... b. Gaji Bukan Pendidik ...%/tahun ...... ...... Belanja Modal: 100.00 ...... 100.00 ...... a. Sekolah ....%/tahun ...... ...... b. Non-Sekolah ...%/tahun ...... ...... Belanja Operasional: 100.00 ...... 100.00 ...... a. Sekolah ....%/tahun ...... ...... b. Non-Sekolah ...%/tahun ...... ......

Total Belanja Sektor Pendidikan 100.00 100.00

Tabel 71: Proyeksi Ketersediaan Dana dari APBD Provinsi

Uraian

Analisis Tahun: 2007 Tahun: 2008 Tahun: 2009 Kebijakan (Naik/Turun) Rp % Rp % Rp %

1. Program/Kegiatan …………..…… ....%/tahun 2. Program/Kegiatan …………..…… ....%/tahun 3. Program/Kegiatan ……....dst.nya ....%/tahun

Total Dana ....%/tahun 100.00 100.00

Tabe 72: Proyeksi Ketersediaan Dana Dari APBN (Dana Dekonsentrasi)

Uraian

Analisis Tahun: 2007 Tahun: 2008 Tahun: 2009 Kebijakan (Naik/Turun) Rp % Rp % Rp %

1. Program/Kegiatan …………..… ....%/tahun 2. Program/Kegiatan …………..… ....%/tahun 3. Program/Kegiatan …….dst.nya ....%/tahun

Total Dana ....%/tahun 100.00 100.00

7.3 Langkah Ketiga: Mengalokasikan Proyeksi Ketersediaan Dana pada Kebutuhan Dana dan Menyeimbangkan (Matching) Tahap ini adalah tahap yang sangat penting dan berikut ini adalah prinsip-prinsip panduan yang dapat diterapkan:

a. Program-program dengan prioritas tinggi akan didanai dari APBD Kabupaten/Kota karena pemerintah kab/kota memiliki kewenangan penuh atas dana ini;

b. Program dengan prioritas lebih rendah akan diusulkan untuk didanai dari sumber yang kurang “pasti” atau, dengan lain kata, dari sumber di bawah kewenangan administrasi pemerintahan yang lebih tinggi (APBD Provinsi dan APBN);

c. Sumber dana dicocokkan dengan program dengan mempertimbangkan prioritas pengeluaran setiap sumber dana (jenjang pendidikan dan jenis dukungan). Misalnya, jika APBD Provinsi selama beberapa tahun terakhir mendukung pembangunan ruang kelas baru pada jenjang SMP, maka usulan pendanaan untuk rencana pembangunan kelas baru SMP dapat diajukan kepada Pemerintah Provinsi (Dinas Pendidikan).

Page 93: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

88

Bila kebutuhan dana lebih besar dibandingkan dengan dana yang sudah/akan tersedia (terjadi defisit dana), maka untuk menyeimbangkannya, besaran ataupun lingkup satu atau beberapa program dapat dikurangi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berikut:

a. Perkecil sasaran program; misalnya, dengan mengurangi jumlah sekolah yang akan direhabilitasi atau ruang kelas baru yang akan dibangun, atau dengan mengurangi jumlah guru yang akan ditingkatkan kemampuannya.

b. Perpanjang periode pencapaian sasaran; misalnya, sebuah program yang direncanakan dalam jangka waktu 3 tahun, diperpanjang menjadi 5 tahun.

c. Tinjau ulang rancangan program untuk menerapkan solusi-solusi yang lebih murah; misalnya, pembangunan unit sekolah baru (USB) diganti dengan penambahan ruang kelas baru (RKB), SD/SMP satu atap, atau rehabilitasi ruang kelas sekolah-sekolah swasta.

d. Batalkan satu atau beberapa program dari rencana. Keputusan seperti ini seharusnya merupakan alternatif terakhir dan hanya diambil dalam kondisi-kondisi ekstrem.

Proses penyeimbangan di atas dapat dilakukan berulang-ulang hingga kebutuhan dana seimbang dengan proyeksi dana.

Page 94: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

89

8. TAHAP VI: PENYUSUNAN RENCANA MONITORING DAN EVALUASI

8.1. Langkah Pertama: Menyiapkan Rancangan Monitoring dan Evaluasi

Tujuan tahap ini adalah untuk menetapkan rancangan model monitoring dan evaluasi (Monev) yang akan digunakan. Monitoring dan evaluasi merupakan serangkaian kegiatan yang sistematik dan teratur untuk mendapatkan dan menggunakan data dan informasi sebagai dasar perbaikan implementasi program.

Tujuan monev adalah untuk menilai sejauh mana rencana program/kegiatan telah dilaksanakan dan sejauh mana dampak kegiatan tersebut terhadap perubahan kelompok sasaran.

Manfaat dari Monev adalah untuk mengenali masalah pelaksanaan program, melakukan koreksi/perbaikan pelaksanaan program, mengukur pencapaian sasaran program, dan menilai tren perubahan yang diharapkan. Monitoring lebih menekankan pada pelaksanaan program, sedangkan evaluasi lebih menekankan pada perubahan yang terkait dengan hasil dan dampak program. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi diharapkan dapat menjamin apakah program tetap berorientasi terhadap manfaat bagi kelompok sasaran, dan dapat menilai apakah program yang dijalankan tersebut efisien, produktif, dan efektif.

Bagan 11 Model Monitoring dan Evaluasi

Model monev yang dipakai hendaknya mencakup semua komponen sistem, seperti input (berkaitan dengan sumberdaya yang digunakan), proses (bagaimana program diimplementasikan), dan hasil (baik berupa output maupun outcome), serta menilai apakah hasil tersebut dapat mencapai tujuan berdasarkan indikator yang dikembangkan.

PRODUKTIVITAS EFISIENSI

INDIKATOR EFEKTIVITAS

TUJUAN

PROSES INPUT OUTPUT/ OUTCOME

Page 95: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

90

8.2. Langkah kedua: Menyiapkan Indikator Pencapaian Kinerja Renstra

Tujuan tahap ini adalah menetapkan indikator kinerja pencapaian program berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan. Program pada hakekatnya adalah intervensi yang dilakukan untuk mengubah dari satu ‘situasi yang tidak diharapkan’ menuju ke ‘situasi yang diharapkan’. Perubahan situasi yang dimonitor dan dievaluasi dari waktu ke waktu, diukur melalui indikator-indikator. Perubahan ini memerlukan waktu dan sifat perubahan bertahap, mulai perubahan awal pada tingkat ‘input’ dan ‘proses’ (kegiatan program), perubahan pada tingkat ‘output’ (cakupan program), tingkatan ‘outcome’ (biasanya pengetahuan dan perilaku kelompok sasaran), dan sampai perubahan lanjut di tingkat ‘dampak’.

Isu penting pada bagian ini adalah menetapkan indikator kinerja yang akan digunakan utntuk mengukur keberhasilan program. Oleh sebab itu, indikator yang digunakan harus disesuaikan dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan pada masing-masing program, seperti tercatum pada Bab IV, yaitu sesuai dengan pilar kebijakan pendidikan, meliputi:

o Pemerataan dan perluasan akses pendidikan Suatu petunjuk atau keterangan yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan pendidikan dilihat dari segi peningkatan dan pemerataan partisipasi/akses pendidikan. Indikator kunci yang dapat digunakan antara lain:

Angka Melanjutkan (AM) Angka Partisipasi Kasar (APK) Angka Partisipasi Murni (APM) Angka Partisipasi Sekolah (APS)

o Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing Suatu petunjuk atau keterangan yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan pendidikan untuk mewujudkan pendidikan masyarakat yang bermutu, berdaya saing, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Indikator kunci yang dapat digunakan antara lain:

Persentase Kepala Sekolah dan Guru menurut Ijazah Tertinggi (% GI) Persentase Kelayakan Mengajar Kepala Sekolah dan Guru (% GL) Persentase Ruang Kelas Menurut Kondisi (% RK) Persentase Fasilitas Terhadap Jumlah Sekolah (% FS) Angka Lulusan (AL) Angka Mengulang Kelas (AMK) Angka Putus Sekolah (APTS)

o Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik Suatu petunjuk atau keterangan yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan pendidikan dengan mewujudkan sistem pengelolaan pendidikan yang efisien, efektif, dan akuntabel dengan menekankan pada peranan desentralisasi dan otonomi pendidikan di setiap jenjang pendidikan dan masyarakat, serta meningkatkan citra publik. Indikator kunci yang dapat digunakan antara lain:

Page 96: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

91

Rata-rata Lama Belajar Rasio sekolah yang telah memiliki RPS/RKS Kinerja Komite Sekolah (lihat tabel 62) Rasio sekolah yang melakukan laporan keuangan tahunan Laporan tahunan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang dipublikasikan Kinerja Dewan Pendidikan (Lihat Tabel 63)

Sebagai bahan rujukan contoh indikator kinerja bidang pendidikan, khususnya berkaitan dengan pencapaian kinerja Renstra dapat dilihat pada lampiran 1. Keterkaitan antara program, indicator, dan unit kerja yang bertanggung jawab dalam implementasi program dapat dilihat pada bagan berikut:

Bagan 12

Hubungan antara Program, Indikator Kinerja, dan Unit Kerja

Beberapa acuan untuk menetapkan indikator kinerja pencapaian Renstra Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, meliputi:

• Indikator kinerja pada RPJMD kabupaten/kota

• Indikator pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pendidikan, Kepmen Diknas No. 129a Tahun 2004

• Ukuran kinerja kunci Renstra Depdiknas 2005-2009

• Indikator pencapaian kinerja pada Renstra Dinas Pendidikan Propinsi

PROGRAM/ KEGIATAN KUA PENDANAAN

RPJMD

RENSTRA SKPD

I N D I K A T O R K I N E R J A SKPD

SUBDIN UPTD

SATUAN PENDIDIKAN

Page 97: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

92

8.3. Langkah Ketiga: Mengidentifikasi Unit Kerja yang Dapat Melakukan Monitoring dan Evaluasi Tujuan pada tahap ini ádalah untuk mengidentifikasi unit kerja mana yang dapat melakukan monitoring dan evaluasi implementasi Renstra. Unsur-unsur yang dapat melakukan monitoring dan evaluasi implementasi Renstra meliputi:

1. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota 2. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) bidang Pendidikan 3. Satuan Pendidikan 4. Dewan Pendidikan, dan 5. Komite Sekolah

Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Secara fungsional, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota memiliki unit kerja yang bertanggungjawab terhadap monitoring dan evaluasi, yang berada di bawah bagian perencanaan. Eselonisasi Bagian Perencanaan bervariasi antar kabupaten/kota; di beberapa kabupaten, Bagian Perencanaan berbentuk Subdin atau setingkat dengan eselon 3, tetapi di kabupaten lainnya bagian ini berbentuk Subbag, di bawah Bagian Tata Usaha atau setingkat eselon 4. Tupoksi pada unit ini mencakup monitoring dan evalusi.

Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) UPTD pada dinas pendidikan kabupaten/kota meliputi Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan dan Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Kedua jenis UPTD tersebut memiliki fungsi monitoring dan evaluasi sesuai dengan ruang lingkup tugas dan kewenangan yang tertuang dalam tupoksi masing-masing.

Satuan Pendidikan (Sekolah) Pencapaian indikator kinerja pendidikan sesungguhnya berada pada satuan pendidikan / sekolah, yang dapat diagregat ke tingkat KCD pendidikan dan dinas pendidikan kabupaten/kota. Selain menggunakan indikator yang dapat diagregat ke tingkat kabupaten/kota, seperti indikator dalam Standar Pelayanan Minimum (SPM), pada tingkat sekolah dapat juga digunakan indikator yang dipakai pada ”School Report Card”.

Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota dan Komite Sekolah Dewan Pendidikan, telah dilibatkan secara aktif pada proses penyusunan Renstra; dengan demikian, diharapkan terlibat dalam melakukan monitoring dan evaluasi renstra. Hal ini sesuai dengan fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, yang antara lain adalah melakukan monitoring terhadap program-program dinas pendidikan kabupaten/kota bagi Dewan Pendidikan dan program-program sekolah bagi komite sekolah.

Unit lain yang relevan

Beberapa program, seperti BOS, DAK bidang Pendidikan, dan lainnya telah mendesain kegiatan Monev sebagai suatu tahapan kegiatan yang harus dilakukan baik dilakukan secara internal oleh pelaksana program maupun oleh pihak eksternal.

Page 98: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

93

8.4. Langkah Keempat: Melakukan Analisis Hasil Monitoring dan Evaluasi Tujuan tahap ini adalah untuk memberikan gambaran bagaimana data dan informasi yang diperoleh melalui Monev dinalisis. Analisis yang digunakan sesuai dengan tujuan dari monev , yaitu untuk: 1) mengukur tingkat ketercapaian sasaran berdasarkan periodik waktu tertentu (tahunan), 2) memprediksi keberhasilan di akhir program, jika evaluasi dilakukan pada tengah masa, dan 3) mengukur tingkat keberhasilan program, pada akhir masa Renstra.

• Mengukur Tingkat Ketercapaian Sasaran Program Untuk mengukur tingkat ketercapaian sasaran diperlukan seperangkat data pada setiap indikator keberhasilan, pertama adalah data baseline yang menggambarkan kondisi awal sebelum program/kegiatan dilaksanakan. Berikutnya adalah data hasil monitoring ke-i (i = 1,2,3,… ke-n) yang dapat memberikan gambaran perkembangan pencapaian indikator kinerja yang telah ditetapkan, seperti tampak pada tabel 73.

• Memprediksi keberhasilan program Salah satu lingkup evaluasi adalah evaluasi tengah masa (midterm evaluation) atau dikenal juga dengan on going evaluation. Hasil evaluasi ini dapat dijadikan bahan untuk melakukan prediksi, apakah sasaran program akan tercapai sesuai dengan rencana, lebih rendah atau lebih tinggi.

Jika hasil proyeksi menunjukkan adanya kecenderungan tingkat pencapaian indikator kinerja lebih rendah dari rencana, maka perlu dicari kendala-kendala yang menyebabkan rendahnya tingkat pencapaian tersebut. Selain itu, alternatif-alternatif kebijakan perlu diformulasikan agar sasaran program dapat tercapai sesuai rencana. Alternatif-alternatif kebijakan yang disarankan dapat mencakup perubahan sumberdaya yang dibutuhkan, strategi yang digunakan, serta kebijakan yang diterapkan.

• Mengukur Tingkat Keberhasilan Program Indikator keberhasilan program berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan perlu diukur tingkat pencapaiannya melalui pelaksanaan monitoring dan evaluasi. Data baseline diisi sesuai dengan data yang ada pada profil pendidikan, data monitoring ke-i disesuaikan dengan hasil monitoring yang dilakukan pada tahun ke berapa ( i = 1, 2, 3, … dst.) seperti tampak pada tabel berikut:

Page 99: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

94

Tabel 73: Perkembangan Pencapaian Indikator Kinerja berdasarkan Hasil Monitoring dan Evaluasi ke-i

Contoh Indikator Kinerja

Baseline Monitoring ke-1

Monitoring ke-2

Monitoring ke-n

Angka Partisipasi Sekolah 7-12 tahun

Angka melanjutkan SD ke SMP

Angka Putus Sekolah SD

Angka Mengulang Kelas SD

….

Dst

Data dan informasi hasil monitoring yang berupa capaian kinerja selanjutnya dapat dianalisis untuk bahan evaluasi, yaitu untuk melihat apakah program/kegiatan yang dijalankan tersebut efisien dan efektif.

Laporan evaluasi, selain melaporkan kendala-kendala yang dihadapi dalam pencapaikan sasaran secara kuantitatif, juga mendokumentasikan keberhasilan-keberhasilan program yang melampaui sasaran. Dokumentasi keberhasilan ini dijadikan sebagai good practices agar dapat dipelajari dan dilanjutkan pada periode perencanaan berikutnya.

Page 100: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

95

Lampiran 1: Pencapaian Ukuran Kinerja Kunci Ditjen Mandikdasmen (Renstra Depdiknas 2005-2009) PERIODE

PEMBANGUNAN 2005 – 2009 2010 - 2015 2015 - 2020 2020 - 2025 TEMA

PEMBANGUNAN Peningkatan Kapasitas & Modernisasi Penguatan Pelayanan Daya Saing Regional Daya Saing Internasional

VISI PEMBANGUNAN INSAN INDONESIA CERDAS & KOMPETITIF

UKURAN KINERJA

KUNCI

Akses

• APM SD/MI mencapai 95% dan APM SMP/MTs mencapai 90%.

• APK pendidikan menengah mencapai 80%.

• APK TK atau sederajat mencapai 35%.

• APK pendidikan luar biasa meningkat

dari 5% menjadi 10%.

• Disparitas APK SD/MI/SDLB antara

kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Disparitas APK SMP/MTs/SMPLB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 13%.

• Disparitas APK SMA/SMK/MA/SMALB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Program rehabilitasi sekolah selesai 100%.

• Program BOS mencakup pendidikan dasar wajar 9 tahun dan pendidikan menengah, yang membebaskan semua siswa miskin dari pungutan.

• Pendidikan layanan khusus berbasis ICT atau TV edukasi pada minimal 30% kabupaten terpencil, perbatasan, atau terbelakang infrastrukturnya sudah beroperasi dengan baik.

Akses

• APM SD/MI mencapai 97% dan APM SMP/MTs mencapai 92%.

• APK pendidikan menengah mencapai 85%.

• APK TK atau sederajat mencapai 50%.

• APK pendidikan luar biasa meningkat dari 10% menjadi 30%.

• Disparitas APK SD/MI/SDLB

antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Disparitas APK SMP/MTs/SMPLB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Disparitas APK SMA/SMK/MA/SMALB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Program BOS mencakup pendidikan dasar wajar 9 tahun, pendidikan menengah, dan PAUD.

• Pendidikan layanan khusus berbasis ICT atau TV edukasi pada minimal 75% kabupaten terpencil, perbatasan, atau terbelakang infrastrukturnya sudah beroperasi dengan baik.

Akses

• APM SD/MI mencapai 98% dan APM SMP/MTs mencapai 96%.

• APM pendidikan menengah mencapai 90%.

• APK TK atau sederajat mencapai 70%.

• APK pendidikan luar biasa meningkat dari 30% menjadi 75%.

• Disparitas APK SD/MI/SDLB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Disparitas APK SMP/MTs/SMPLB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Disparitas APK SMA/SMK/MA/SMALB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Pendidikan layanan khusus

berbasis ICT atau TV edukasi pada 100% kabupaten terpencil, perbatasan, atau terbelakang infrastrukturnya sudah beroperasi dengan baik.

Akses

• APM SD/MI mencapai 98% dan APM SMP/MTs mencapai 98%.

• APM pendidikan menengah mencapai 95%.

• APK TK atau sederajat mencapai 95%.

• APK pendidikan luar biasa meningkat dari 75% menjadi 95%.

• Disparitas APK SD/MI/SDLB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Disparitas APK SMP/MTs/SMPLB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

• Disparitas APK SMA/SMK/MA/SMALB antara kota dan kabupaten tidak melebihi 2%.

Page 101: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

96

PERIODE

PEMBANGUNAN 2005 – 2009 2010 - 2015 2015 - 2020 2020 - 2025

TEMA PEMBANGUNAN Peningkatan Kapasitas & Modernisasi Penguatan Pelayanan Daya Saing Regional Daya Saing Internasional

VISI PEMBANGUNAN INSAN INDONESIA CERDAS & KOMPETITIF

UKURAN KINERJA KUNCI

Mutu/Relevansi/Daya Saing

• 40% sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki perpustakaan.

• Rasio buku perpustakaan dengan murid mencapai 1 : 1,3

• 50% sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki sarana dan prasarana yang memenuhi SMP.

• 80% kabupaten/kota memiliki minimal satu SMK berbasis keunggulan lokal.

• Minimal 80% provinsi memiliki minimal

satu SMA dan satu SMK yang merintis untuk bertaraf internasional.

• Sekolah terakreditasi mencapai 80% untuk negeri dan 50% untuk swasta.

• Sekolah yang memperoleh terakreditasi A mencapai 8% untuk negeri dan 5% untuk swasta.

• 95% sekolah sudah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi.

• Rata-rata nilai ujian nasional SD/MI mencapai 5.50.

Mutu/Relevansi/Daya Saing

• 50% sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki perpustakaan.

• Rasio buku perpustakaan dengan murid mencapai 1 : 0,7

• 100% sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki sarana dan prasarana yang memenuhi SMP.

• 100% kabupaten/kota memiliki

minimal satu SMK berbasis keunggulan lokal.

• 100% provinsi memiliki minimal satu SMA dan satu SMK yang merintis untuk bertaraf internasional, dan minimal 30% darinya telah bertaraf internasional.

• Sekolah terakreditasi mencapai 100%.

• Sekolah yang memperoleh

terakreditasi A mencapai 20% untuk negeri dan 12% untuk swasta.

• 100% sekolah sudah menerapkan kurikulum berbasis kompetensi.

• Rata-rata nilai ujian nasional SD/MI mencapai 7.00.

Mutu/Relevansi/Daya Saing

• 60% sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki perpustakaan berstandar regional.

• Rasio buku perpustakaan dengan murid mencapai 1 : 0,3

• 60% sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki sarana dan prasarana yang memenuhi standar regional.

• 100% kabupaten/kota memiliki minimal tiga SMK berbasis keunggulan lokal.

• 100% provinsi memiliki minimal satu SMA dan satu SMK yang bertaraf mutu regional.

• Sekolah yang memperoleh terakreditasi A mencapai 50% untuk negeri dan 40% untuk swasta.

• Sekolah terakreditasi regional mencapai 30%.

Mutu/Relevansi/Daya Saing

• 95% sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki perpustakaan berstandar regional, dan 50% berstandar OECD.

• Rasio buku perpustakaan dengan murid mencapai 1 : 0,1

• 95% sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memiliki sarana dan prasarana yang memenuhi standar regional, dan 50% berstandar OECD

• 100% provinsi memiliki minimal 10% SMA dan 10% SMK yang bertaraf mutu regional, dan minimal 50% dari yang bertaraf regional tersebut juga bertaraf OECD.

• Sekolah yang memperoleh terakreditasi A mencapai 70% untuk negeri dan 60% untuk swasta.

• Sekolah terakreditasi regional

mencapai 50%, dan akreditasi OECD mencapai 25%.

Page 102: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

97

• Rata-rata ujian nasional SMP/MTs dan SMA/SMK/MA mencapai 7.00.

• Indonesia masuk dalam 5 besar olimpiade matematika atau sains internasional tingkat SLTP minimal 3 kali dalam 5 tahun.

• Indonesia masuk dalam 3 besar olimpiade matematika atau sains Asia tingkat SLTA minimal 3 kali dalam 5 tahun.

• Indonesia masuk dalam 5 besar olimpiade matematika atau sains internasional tingkat SLTA minimal 3 kali dalam 5 tahun.

• 5% siswa SMA meraih score TOEFL ≥ 400

• 5% siswa SMK meraih score TOIEC ≥ 400

• 80% SMP memiliki akses ke TV-based learning.

• 80% SMA/SMK memiliki akses ke ICT-based learning.

• 30% siswa berkecerdasan/berbakat luar biasa mendapat bantuan beasiswa

• Rasio jumlah SMA : SMK berubah dari 70% : 30% menjadi 60% : 40%

• Rata-rata ujian nasional SMP/MTs dan SMA/SMK/MA mencapai 7.00.

• Indonesia masuk dalam 5 besar olimpiade matematika atau sains internasional tingkat SLTP setiap tahun.

• Indonesia masuk dalam 3 besar olimpiade matematika atau sains Asia tingkat SLTA setiap tahun.

• Indonesia masuk dalam 5 besar

olimpiade matematika atau sains internasional tingkat SLTA setiap tahun.

• 20% siswa SMA meraih score TOEFL ≥ 400

• 20% siswa SMK meraih score TOIEC ≥ 400

• 100% SMP memiliki akses ke ICT/TV-based learning.

• 100% SMA/SMKmemiliki akses ke ICT/TV-based learning.

• 100% siswa berkecerdasan/berbakat luar biasa dan 50% siswa dengan peringkat tiga terbaik pada setiap satuan pendidikan mendapat bantuan beasiswa.

• Rasio jumlah SMA : SMK berubah dari 60% : 40% menjadi 50% : 50%

• Indonesia masuk dalam 4 besar

olimpiade matematika atau sains internasional tingkat SLTP setiap tahun.

• Indonesia masuk dalam 2 besar olimpiade matematika atau sains Asia tingkat SLTA setiap tahun.

• Indonesia masuk dalam 4 besar

olimpiade matematika atau sains internasional tingkat SLTA setiap tahun.

• 40% siswa SMA meraih score TOEFL ≥ 400

• 40% siswa SMK meraih score TOIEC ≥ 400

• 100% siswa berkecerdasan/ berbakat luar biasa dan 75% siswa dengan peringkat tiga terbaik pada setiap satuan pendidikan mendapat bantuan beasiswa.

• Rasio jumlah SMA : SMK berubah dari 50% : 50% menjadi 40% : 60%

• Indonesia masuk dalam 3 besar olimpiade matematika atau sains internasional tingkat SLTP setiap tahun.

• Indonesia masuk dalam 2 besar olimpiade matematika atau sains Asia tingkat SLTA setiap tahun.

• Indonesia masuk dalam 3 besar olimpiade matematika atau sains internasional tingkat SLTA setiap tahun.

• 50% siswa SMA meraih score TOEFL ≥ 400

• 50% siswa SMK meraih score TOIEC ≥ 400

• 100% siswa berkecerdasan/berbakat luar biasa dan 100% siswa dengan peringkat tiga terbaik pada setiap satuan pendidikan mendapat bantuan beasiswa.

• Rasio jumlah SMA : SMK berubah dari 40% : 60% menjadi 30% : 70%

Page 103: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

98

Lampiran 2: Standar Pelayanan Minimal bidang Pendidikan (Kepmen No. 129a Tahun 2004)

Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) terdiri atas:

• 95 persen anak dalam kelompok usia 7-12 tahun bersekolah di SD/MI.

• Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang bersekolah.

• 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional.

• 90 persen dari jumlah guru SD yang diperlukan terpenuhi.

• 90 persen guru SD/MI memiliki kualifikasi sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional.

• 95 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap untuk setiap mata pelajaran.

• Jumlah siswa SD/MI per kelas antara 30 - 40 siswa.

• 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran membaca, menulis, dan berhitung untuk kelas III serta mata pelajaran bahasa, matematika, IPA, dan IPS untuk kelas V.

• 95 persen dari lulusan SD melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs).

SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas:

• 90 persen anak dalam kelompok usia 13 -15 tahun bersekolah di SMP/MTs.

• Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang bersekolah.

• 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional.

• 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya.

• 90 persen dari jumlah guru SMP yang diperlukan terpenuhi.

• 90 persen guru SMP/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional.

• 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap untuk setiap mata pelajaran.

• Jumlah siswa SMP/MTs per kelas antara 30 – 40 siswa.

• 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan, IPS di kelas I dan II.

• 70 persen dari lulusan SMP/MTs melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA) / Madrasah Aliyah (MA) / Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

Page 104: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

99

SPM Pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) terdiri atas:

• 60 persen anak dalam kelompok usia 16 -18 tahun bersekolah di SMA/MA dan SMK.

• Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang bersekolah.

• 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional.

• 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non-guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non-mengajar lainnya.

• 90 persen dari jumlah guru SMA/MA yang diperlukan terpenuhi.

• 90 persen guru SMA/MA memiliki kualifikasi sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional.

• 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap untuk setiap mata pelajaran.

• Jumlah siswa SMA/MA per kelas antara 30 – 40 siswa.

• 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu standar nasional mencapai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran bahasa Inggris, Geografi, dan Matematika Dasar untuk kelas I dan II.

• 25 persen dari lulusan SMA/MA melanjutkan ke Perguruan Tinggi yang terakreditasi.

SPM pendidikan keaksaraan terdiri atas:

• Semua penduduk usia produktif (15-44 tahun) bisa membaca dan menulis.

• Jumlah orang buta aksara dalam kelompok usia 15-44 tahun tidak melebihi 7 persen.

• Jumlah orang buta aksara dalam kelompok usia di atas 44 tahun tidak melebihi 30 persen.

• Tersedianya data dasar keaksaraan yang diperbaharui secara terus menerus.

Page 105: Buku Panduan Penyiapan Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten-Kota (DRAFT)

100

DAFTAR SINGKATAN

ABA AM AMK APK APM APS APTS BOS DAK KCD KKG KUA MGMP MONEV NUPTK PAKEM PAUD PKBM RKB RPJPD RPJMD RPS RKS RPK SKB SKPD UN UPTD US USB TBM

Angka Buta Aksara

Angka Melanjutkan

Angka Mengulang Kelas

Angka Partisipasi Kasar

Angka Partisipasi Murni

Angka Partisipasi Sekolah

Angka Putus Sekolah

Bantuan Operasional Sekolah

Dana Alokasi Khusus

Kantor Cabang Dinas

Kelompok Kerja Guru

Kebijakan Umum APBD

Musyawarah Guru Mata Pelajaran

Monitoring dan Evaluasi

Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Pengajaran Aktif, Kreatif, Efektif, & Menyenangkan

Pendidikan Anak Usia Dini

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

Ruang Kelas Baru

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

Rencana Pengembangan Sekolah

Rencana Kerja Sekolah

Rencana Pengembangan Kapasitas

Sanggar Kegiatan Belajar

Satuan Kerja Perangkat Daerah

Ujian Nasional

Unit Pelaksana Teknis Daerah

Ujian Sekolah

Unit Sekolah Baru

Taman Bacaan Masyarakat