Buku Pedoman Efisiensi Energi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pedoman efisiensi energi untuk pengembang dan pemilik bangunan gedung

Citation preview

  • Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    1

    Energy Efficiency and ConservationClearing House Indonesia

    Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia

  • 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    Edisi Pertama 2012

    Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia

  • Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    Edisi Pertama 2012

    1

    Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia

    Energy Efficiency and ConservationClearing House Indonesia

    Kementerian Energidan Sumber Daya Mineral

  • Penulis: Billy Gunawan, ASHRAE Indonesia Chapter, PT. GLWCA Budihardjo, Departemen Teknik Mesin, Universitas Indonesia Jimmy S. Juwana, Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN) Jimmy Priatman, Universitas Petra Surabaya, Archi Metric, Surabaya Wahyu Sujatmiko, Kementerian Pekerjaan Umum, Kandidat PhD di Institut Teknologi Bandung Totok Sulistiyanto, Konsultan Teknik Mesin, Listrik, dan Energi, (EINCOPS) - koordinator tim editor

    Ucapan Terima Kasih: Ibu Maryam Ayuni yang telah memberikan dukungan bagi dokumen ini atas nama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia. Jesper Vauvert dari Danish Energy Management A/S yang telah menjadi ketua tim ESP2 component 2 (EINCOPS) untuk proyek ini dan memberikan

    komentar bagi versi akhir buku pedoman ini. Mogens Krighaar dari Danish Energy Management A/S yang telah menjadi ketua tim ESP2 component 2 (EINCOPS) proyek ini. Floris Van der Walt yang telah menyiapkan daftar isi serta meninjau berbagai versi dokumen yang telah dikeluarkan. Kirsten Mariager yang telah meninjau dan memberikan komentar selama penyusunan buku pedoman ini. Totok Sulistiyanto yang telah memimpin kelompok penulis buku pedoman ini, dan didukung oleh Lestari Suryandari dan Yodi Danusastro dari

    GBCI, syang menyiapkan Studi Kasus. Billy Gunawan yang telah menulis sebagian besar Bab 6 dalam Bagian 1 dan Bab 6 dan 8 dalam Bagian 2, Budihardjo yang telah menulis Bab 3

    dalam Bagian 1 dan Bab 5 dan 9 dalam Bagian 2, Jimmy S. Juwana yang telah menulis sebagian besar Bab 1, 2, 5, 8 dalam Bagian 1 dan Bab 2, 7, 9 dalam Bagian 2, Jimmy Priatman yang telah menulis sebagian besar Bab 7 dalam Bagian 1 dan Bab 3, 4 6 dalam Bagian 2, serta seluruh penulis yang telah memberikan komentar berguna pada bab-bab lain. Jatmika Adi Suryabrata, Herman Endro, M. Idrus Alhamid, Ignesjz Kemalawarta, dan Rana Yusuf Nasir yang telah menjadi panelis ahli yang telah berbagi ide, keahlian, serta pemahanman teori efisiensi energi dalam bidang masing-masing.

    Wahyu Sujatmiko yang telah menyiapkan lampiran laporan iklim. Sinarmas Land Plaza, ITSB Deltamas, Kementerian Pekerjaan Umum, PT. Dahana, and BCA Tower Grand Indonesia yang telah memberikan materi

    untuk Studi Kasus. Steven Ellis (EINCOPS) yang telah melakukan proof-read untuk versi Bahasa Inggris. Ivan Ismed (EINCOPS) yang telah meninjau terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia.

    Satuan Tugas (Task Force) yang mewakili pemangku kepentingan, selain penulis, telah meninjau berbagai draft dari Buku Pedoman seiring penyusunannya dan juga membantu proses penyusunan. Berikut adalah anggota-anggota dari Satuan Tugas ini:

    Jatmika Adi Suryabrata, Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, UGM, Yogyakarta; Herman Endro, HTII ALKI (Asosiasi Industri Luminer dan Kelistrikan Indonesia); M. Idrus Alhamid, Departemen Teknik Mesin, Universitas Indonesia; Ignesjz Kemalawarta, Sinarmas Land - BSD City; Rana Yusuf Nasir, GBCI - Direktur Teknologi dan Rating; Jimmy S. Juwana, LPJKN - Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN); Jesper Vauvert - Danish Energy Management A/S; Totok Sulistiyanto - (EINCOPS); Floris Van Der Walt - Stategic Environmental Focus S. A. ; Kirsten Mariager - Danish Energy Mangement A/S.

    Tim untuk proyek ini: Energy Efficiency in Industrial, Commercial and Public Sector (EINCOPS) dan staf Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia telah memberikan dukungan dan dorongan penuh dalam penyusunan dokumen ini. DANIDA telah mendanai proyek ini. (kontrak no.: 104.INDO.1.MFS.4).

    Komentar dan rekomendasi untuk perbaikan dapat dikirim ke:

    Direktorat Konservasi Energi, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia. Annex Building Lt. 5, Jl. H. R. Rasuna Said Blok X-2, Kav 07-08. Kuningan, Jakarta 12950. Tel: +62 21 5225180 ext. 2514, Tel/Fax: +62 21 5224483, email: [email protected] atau [email protected], website: www.konservasienergi.info

    atau kepada koordinator tim editor:Totok Sulistiyanto email: [email protected]

    Edisi Pertama diterbitkan oleh Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia di bawah Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia

    Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Danish Energy Management A/S, dan seluruh penulis. All rights reserved, 2012

    ISBN: 978-602-17264-0-2 (no.jil.lengkap) 978-602-17264-1-9 (jil 1).jpg

    Desain Grafis dan Produksi: Kira Kariakin, Danish Energy Management A/S Box Breaker. Fotografi: istockphoto.com (content); GBCI (cover).

    Dicetak di Jakarta, Indonesia

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 5

    PrakataBuku Pedoman Efisiensi Energi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia merupakan output dari program Efisiensi Energi di Sektor Industri, Komersial, dan Publik (EINCOPS/Energy Efficiency in Industrial, Commercial and Public Sector). Program ini didukung oleh Pemerintahan Denmark kepada Pemerintahan Indonesia dalam bidang Efisiensi Energi melalui program pendanaan yang disebut dengan Danish International Development Assistance Environmental Support Programme II (DANIDA ESP II), Component 2. Tujuan dari aktivitas EINCOPS ini adalah untuk mempromosikan efisiensi energi di seluruh Indonesia melalui berbagai aktivitas, yang sejalan dengan upaya-upaya internasional dan nasional dalam rangka meningkatkan upaya-upaya efisiensi energi dan mengurangi dampak perubahan iklim.

    Buku Pedoman Efisiensi Energi ini menyajikan gambaran umum yang menyeluruh, saran dan referensi yang mutakhir, serta panduan praktis yang ditujukan kepada pemilik/pengembang bangunan mengenai cara-cara mendesain bangunan untuk meminimalisasi penggunaan energi dan pada saat yang bersamaan masih memenuhi kebutuhan kenyamanan, kesehatan, dan keamanan di dalam bangunan.

    Program efisiensi dan konservasi energi di tingkat nasional bertujuan untuk mengurangi subsidi energi, mengurangi kesenjangan antara persediaan dan permintaan energi, mengurangi emisi gas rumah kaca yang mempengaruhi pemanasan global dan perubahan iklim, serta meningkatkan daya saing energi nasional. Konservasi energi harus menjadi bagian dari seluruh tahap manajemen energi, mulai dari energi berkelanjutan hulu (eksplorasi, eksploitasi, pengilangan, tenaga listrik, dan lain-lain) hingga penggunaan energi hilir di seluruh sektor seperti yang ditetapkan dalam UU No. 30/2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah No. 70/2009 yang mengatur pelaksanaan konservasi energi. Pada saat ini, persentase konsumsi energi di sektor komersial dan bangunan hanya berkisar 4% dari keseluruhan konsumsi energi nasional (industri 39,4%; transportasi 32,2%; penggunaan non-energi 10,5%; rumah tangga 10,2%; lain-lain 3,4%), namun dalam 20 tahun terakhir pertumbuhan konsumsi energi dalam sektor komersial dan bangunan mencapai persentase tertinggi pada 8,58% (industri 5,1%; transportasi 6,4%; penggunaan non-energi 5,4%; rumah tangga 3,1%, lain-lain 0,03%).

    Buku Pedoman Efisiensi Energi ini terbagi dalam tiga bagian: 1) untuk pemilik, pengembang, dan investor bangunan; 2) untuk desainer profesional; dan 3) studi kasus efisiensi energi. Bagian 1 dapat digunakan oleh pemilik, pengembang, dan investor bangunan untuk memandu tim pengembangan proyek dalam mempertimbangkan analisis biaya untuk memastikan target konsumsi energi yang rendah, dan pada saat yang bersamaan menuntut konsep desain yang lebih baik dan membangun secara lebih efisien dengan cara-cara yang lebih ramah lingkungan. Bagian 2 ditujukan untuk para desainer profesional, arsitek, dan insinyur di bidang mekanik, listrik, struktur, dan lansekap untuk memandu desain mereka agar memaksimalkan pencapaian efisiensi energi baik untuk bangunan baru maupun untuk me-retrofit bangunan yang sudah ada. Sebagai panduan tambahan, Bagian 2 juga berisikan pedoman teknis yang komprehensif yang dapat digunakan sebagai persiapan untuk pengembangan standar (SNI) dan kode untuk bangunan di masa depan. Standar-standar serta kode-kode ini akan menjadi dasar acuan mendesain bangunan dengan mempertimbangkan masalah biaya, efisiensi, lingkungan, serta kesehatan.

    Akhir kata, kami menyampaikan rasa terima kasih kepada para penulis, tim ahli, pemangku kepentingan, dan seluruh pihak yang terlibat dalam persiapan dan pengembangan Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia.

    Maryam AyuniDirektor Konservasi Energi. Direktorat Jenderal Energi Baru Terbakuran dan Konservasi EnergiKementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

  • 6 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    Daftar Isi

    Prakata 5

    1. Pendahuluan 91.1 Latar Belakang 9

    1.2 Gambaran Umum 9

    1.2.1 Tujuan Buku Pedoman 9

    1.2.2 Untuk siapa buku pedoman ini ditujukan? 10

    1.2.3 Struktur Buku Pedoman 11

    1.2.4 Klasifikasi bangunan 11

    1.2 5 Standar, kode, dan regulasi 12

    2. Motivasi untuk Pengembang dan Pemilik Bangunan 132.1 Tren Efisiensi Energi di Indonesia 14

    2.2 Prinsip-Prinsip Dasar 15

    2.3 Manfaat 16

    2.4 Kendala 16

    2.4.1 Beberapa alasan mengapa bangunan tidak hemat energi 17

    2.5 Argumen Pendukung Efisiensi Energi 17

    3. Brief Desain 193.1 Latar Belakang Proyek 20

    3.2 Tujuan Proyek 20

    3.3 Syarat-Syarat Proyek 20

    3.3.1 Perencanaan spasial 20

    3.3.2 Spesifikasi lingkungan dalam ruangan 20

    3.3.3 Syarat pencahayaan 21

    3.3.4 Pertimbangan estetika 22

    3.4 Peluang dan Kendala 22

    3.4.1 Situs 22

    3.4.2 Iklim 22

    3.4.3 Anggaran 22

    3.4.4 Waktu 23

    3.5 Target Kinerja 23

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 7

    3.5.1 Keuangan 23

    3.5.2 Energi 23

    3.5.3 Target kinerja lingkungan 23

    3.5.4 Target pemeliharaan dan siklus hidup 24

    3.6 Skema Rating Bangunan Hijan 24

    3.7 Pendekatan Desain 24

    3.7.1 Strategi pengadaan 24

    3.7.2 Pendekatan desain terintegrasi 25

    3.7.3 Perencanaan dan lansekap 25

    3.7.4 Desain struktural dan selubung 26

    3.7.5 Desain pencahayaan dan listrik 26

    3.7.6 Desain HVAC 26

    3.7.7 Program simulasi komputer 27

    3.8 Operasi dan Pemeliharaan 28

    3.9 Materi Referensi 28

    4. Proses Desain Terintegrasi (Integrated Design Process/IDP) 294.1 Definisi Proses Desain Terintegrasi 29

    4.2 Manfaat IDP 29

    4.3 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam IDP 30

    4.4 Ciri Khas IDP 30

    5. Analisis Biaya Siklus Hidup 325.1 Gambaran Umum 32

    5.2 Keuntungan dan Penggunaan Analisis Biaya Siklus Hidup 32

    5.3 Elemen-Elemen Analisis Biaya Siklus Hidup 33

    5.3.1 Biaya Awal 33

    5.3.2 Biaya masa depan 33

    5.4 Biaya vs. Penghematan dalam Upaya Efisiensi Energi 35

    5.5 Kesimpulan 38

    5.5.1 Rangkuman 38

    5.5.2 Tren Efisiensi Energi internasional 38

    6. Operasi dan Pemeliharaan 396.1 Tanda-Tanda Peringatan Inefisiensi Energi dalam Bangunan yang Sudah Berdiri 39

    6.2 Memahani Bangunan yang Sudah Berdiri 39

  • 8 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    6.2.1 Modelling Bangunan yang Sudah Berdiri 40

    6.2.3 Sistem manajemen energi 41

    6.2.4 Perilaku manusia 43

    6.3 Commissioning dan Tuning Bangunan 44

    6.3.1 Mengapa commissioning dan tuning yang layak penting untuk dilakukan? 44

    6.4 Apakah Commissioning? 44

    6.4.1 Percobaan 46

    6.4.2 Commissioning 46

    6.4.3 Pelatihan 46

    6.4.4 Pengawasan 46

    6.4.5 Tuning 46

    6.5 Retro-commissioning, Retrofit & Pembaharuan (Refurbishment) 46

    6.5.1 Biaya vs. penghematan 47

    6.5.2 Keuntungan retrofit dan pembaharuan (refurbishment) untuk efisiensi energi 47

    6.5.3 Pemeliharaan dan tuning sistem 47

    6.6 Peralatan Hemat Energi 47

    7. Rangkuman Panduan Teknis 48

    8. Kesimpulan 508.1 Rangkuman 50

    8.2 Standar, Regulasi, dan Kode Indonesia 51

    8.3 Tren Efisiensi Energi Internasional 51

    9. Referensi 52

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 9

    1. Pendahuluan1.1 Latar BelakangProgram Efisiensi Energi di Sektor Industri, Komersial, dan Publik (Energy Efficiency in Industrial, Commercial, and Public Sectors/EINCOPS) merupakan hasil kerja sama antara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia dengan DANIDA (Danish International Development Assistance/Bantuan Pembangunan Internasional Denmark), yang dimulai pada tahun 2008 untuk mendukung kebijakan pemerintahan Indonesia dalam mencapai tujuan berikut:

    Langkah-langkah efisiensi energi mulai diadopsi secara berangsur-angsur oleh pengguna energi di sektor industri, komersial, dan publik dimulai dari kelas yang besar. Cara ini ditempuh agar dapat mencapai tujuan pembangunan dalam rangka mendukung Manajemen Lingkungan Berkelanjutan untuk Kebutuhan Penghidupan di Indonesia.

    Salah satu aktivitas dalam proyek ini adalah menyusun Buku Pedoman Efisiensi Energi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia. Hal ini dilakukan melalui proses konsultasi dengan para pemangku kepentingan utama serta pihak-pihak yang berkompeten, yang terdiri dari ahli-ahli bangunan dari berbagai disiplin yang relevan melalui diskusi panel dan workshop.

    Buku pedoman ini diharapkan akan selalu direvisi secara berkala pada tahun-tahun mendatang untuk memastikan kemutakhiran, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan regulasi di sektor bangunan. Buku pedoman ini dan revisi-

    revisi berikutnya akan tersedia dalam bentuk PDF di situs web Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia (EECCHI) di alamat http://www.konservasienergiindonesia.info.

    1.2 Gambaran UmumBuku Pedoman Efisiensi Energi untuk Sektor Bangunan di Indonesia ini disusun untuk menyediakan informasi mengenai desain bangunan hemat energi di Indonesia berdasarkan pengalaman dan metode internasional yang disesuaikan dengan kondisi iklim fisik, sosial, dan ekonomi di Indonesia. Tujuan dari penyusunan Buku Pedoman ini adalah untuk menginformasikan serta menyediakan panduan-panduan praktis dan teknis mengenai cara-cara mengembangkan, mendesain, mengoperasikan, dan memelihara bangunan yang hemat energi. Buku Pedoman ini secara spesifik ditargetkan untuk dimanfaatkan oleh para pemain kunci yang berperan dalam pengembangan berbagai bangunan: pertama, pemilik/pengembang bangunan sebagai penggerak dan pengambil keputusan dalam proyek; dan kedua, konsultan sebagai desainer dan pelaksana ide-ide pengembangan konsep bangunan.

    1.2.1 Tujuan Buku Pedoman

    Tujuan dari penyusunan Buku Pedoman ini adalah menginformasikan, mendidik, membantu, dan menciptakan kesadaran mengenai segala isu yang berhubungan dengan desain bangunan hemat energi baik bagi para pemilik/

    Buku Pedoman Efisiensi Energi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia ini disusun untuk menyediakan informasi mengenai desain bangunan hemat energi di Indonesia berdasarkan pengalaman dan metode internasional yang disesuaikan dengan kondisi iklim fisik, sosial, dan ekonomi di Indonesia.

  • 10 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    Pemilik dan pengembang bangunan

    dapat menggunakan panduan-panduan

    yang terdapat dalam Buku Pedoman

    untuk menambah informasi mengenai isu-isu, keuntungan,

    serta kendala yang berhubungan dengan desain hemat energi,

    serta untuk memastikan bahwa mereka dapat

    menginstruksikan kepada tim proyeknya

    untuk mendesain bangunan hemat energi.

    Buku Pedoman untukDesain Bangunan

    Gedung di Indonesia

    Part 1

    Untuk Pengemang dan Pemilik Bangunan

    Part 2

    Paduan Desain Teknis

    Part 3

    Studi Kasus dan Informasi Tambahan

    pengembang bangunan, maupun konsultan, desainer, dan specifier dalam proyek bangunan.

    Selain itu, Buku Pedoman ini juga diharapkan dapat membuat seluruh pihak yang terlibat dalam proses pendirian bangunan sadar akan tanggung jawab dan dampak potensial dari tingkat efisiensi energi suatu bangunan, baik dalam tahap desain maupun konstruksi.

    Pemilik dan pengembang bangunan dapat menggunakan panduan-panduan yang terdapat dalam Buku Pedoman untuk menambah informasi mengenai isu-isu, keuntungan, serta kendala yang berhubungan dengan desain hemat energi, serta untuk memastikan bahwa mereka dapat menginstruksikan kepada tim proyeknya untuk mendesain bangunan hemat energi.

    Tim konsultan dapat menggunakan Buku Pedoman ini sebagai materi inspirasi dan edukasi untuk meyakinkan klien mereka akan manfaat dan pentingnya desain hemat energi serta sebagai sumber referensi untuk isu-isu dan pengetahuan yang diperlukan dalam mendesain bangunan hemat energi. Oleh karena itu, Buku Pedoman ini dapat memastikan, memahami, dan berpartisipasi dalam diskusi dengan desainer dan/atau konsultan teknik untuk mencapai bangunan hemat energi, baik untuk konstruksi baru maupun retrofit.

    Terakhir, Buku Pedoman ini bertujuan untuk memastikan seluruh pihak yang berperan dalam desain dan konstruksi bangunan maupun retrofit bangunan yang sudah berdiri dapat memiliki pemahaman dan sudut pandang yang sama akan efisiensi energi.

    1.2.2 Untuk siapa buku pedoman ini ditujukan?

    Buku Pedoman ini terdiri dari tiga (3) bagian.

    Bagian pertama ditujukan untuk para pemilik/

    pengembang bangunan dan operator dan difokuskan pada kebijakan dan informasi umum mengenai biaya dan keuntungan (cost-benefit) dari bangunan hemat energi. Dalam bagian ini juga terdapat rangkuman dari aspek-aspek utama yang mempengaruhi desain bangunan hemat energi. Tujuan dari bagian ini adalah untuk memandu pemilik dan pengembang bangunan dalam mengambil suatu keputusan yang tepat, terutama yang berkaitan dengan manfaat dari implementasi bangunan yang hemat energi.

    Bagian kedua, yang ditujukan untuk tim proyek, desainer dan specifier, memberikan informasi teknis yang lebih rinci mengenai prosedur desain untuk mencapai efisiensi energi yang optimal dalam bangunan sehingga akan mempengaruhi modal dan biaya operasional secara postiif.

    Bagian ketiga ditujukan untuk seluruh pihak yang terlibat dalam proyek sehingga dapat memahami implikasi dari desain efisiensi energi melalui contoh-contoh nyata. Studi kasus yang ditampilkan di sini bertujuan untuk memotivasi dan menginspirasi baik pemilik/pengembang bangunan maupun tim konsultan untuk

    BRIEF DESAIN

    PROSESDESAINTERINTEGRASI

    OPERASI DANPEMELIHARAAN

    ANALISISBIAYA SIKLUS

    HIDUP

    Gambar 2. Empat aspek utama dalam desain hemat energi yang dikontrol oleh pengembang.

    Gambar 1. Struktur Buku Pedoman

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 11

    Terakhir, Buku Pedoman ini bertujuan untuk memastikan seluruh pihak yang berperan dalam desain dan konstruksi bangunan maupun retrofit bangunan yang sudah berdiri dapat memiliki pemahaman dan sudut pandang yang sama akan efisiensi energi.

    energi bangunan serta bagaimana integrasi sistem dapat menghasilkan keuntungan utama dari sudut pandang efisiensi energi.

    g. Terakhir, pentingnya memastikan imple-mentasi desain yang sebaik mungkin melalui proses pengadaan yang efektif, kontrol kualitas, serta pengujian, pengukuran, dan verifikasi parameter pada bangunan yang sudah didirikan.

    1.2.4 Klasifikasi bangunan

    B Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, fungsi bangunan diklasifikasikan ke dalam lima kelompok. Selain itu, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, setiap fungsi bangunan diklasifikasikan sebagai berikut:

    hunian, sebagai tempat tinggal manusia, yang meliputi rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah tinggal susun, atau rumah tinggal sementara.

    keagamaan, sebagai tempat melakukan ibadah, yang meliputi masjid, gereja, biara, sinagoga, dan kuil.

    usaha, sebagai tempat melakukan kegiatan usaha, yang meliputi bangunan perkantoran, perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, terminal, dan bangunan tempat penyimpanan.

    sosialdanbudaya, sebagai tempat melakukan kegiatan sosial dan budaya yang

    mencapai konservasi energi yang optimal melalui desain yang efektif.

    1.2.3 Struktur Buku Pedoman

    Bagian 1. Efisiensi energi untuk pengembang dan pemilik bangunan

    Bagian 1 khusus ditujukan untuk pemilik dan pengembang bangunan dalam rangka memandu mereka untuk mempertimbangkan:

    a. Pentingnya menyusun brief desain yang layak dan komprehensif untuk memandu tim proyek dalam mendirikan bangunan yang paling hemat energi dengan menggunakan anggaran yang tersedia.

    b. Pentingnya implementasi Proses Desain Te-rintegrasi (Integrated Design Process) untuk memastikan optimalisasi efisiensi energi melalui kolaborasi desain yang efektif.

    c. Dampak investasi modal dan biaya berjalan suatu proyek dan hubungannya dengan biaya siklus hidup keseluruhan suatu proyek (jangka panjang).

    d. Pentingnya pemeliharaan serta manaje-men bangunan hemat energi yang layak sehingga operasinya tetap dijalankan sesuai parameter desain yang ada.

    Bagian 2. Panduan desain teknis efisiensi energi

    Bagian 2 terdiri dari panduan praktis dan strategi desain untuk mencapai desain bangunan yang hemat energi dengan fokus spesifik untuk membantu tim desain memahami prinsip serta pengaruh dari:

    a. Pentingnya pemahaman akan dampak iklim pada strategi desain yang hemat energi.

    b. Pentingnya pengaruh kenyamanan ma-nusia dan lingkungan dalam ruangan yang nyaman untuk mencapai efisiensi energi yang maksimal.

    c. Pentingnya aplikasi prinsip desain solar pasif dasar dalam mengoptimalkan desain untuk efisiensi energi yang maksimal.

    d. Pentingnya peran desain selubung ban-gunan yang efektif bagi efisiensi energi keseluruhan bangunan.

    e. Pemahaman akan kinerja bangunan mela-lui berbagai jenis simulasi dan modelling.

    f. Dampak sistem bangunan terhadap efisiensi

    INDONESIAIKLIM

    KENYAMANANMANUSIA

    DESAIN SOLAR PASIF

    SELUBUNGBANGUNAN

    SISTEMBANGUNAN

    PENGADAAN DANKONSTRUKSI

    DESAINHEMATENERGI

    KINERGAENERGI

    Gambar 3. Tujuh aspek utama dalam desain hemat energi yang dikontrol oleh tim desain.

  • 12 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28

    Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,

    fungsi bangunan diklasifikasikan ke

    dalam lima kelompok:hunian, keagamaan,

    usaha, sosial dan budaya, fungsi khusus

    meliputi bangunan pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan dan rumah sakit, laboratorium, dan bangunan pelayanan umum.

    fungsi khusus, sebagai tempat melakukan kegiatan khusus seperti fasilitas reaktor nuklir, fasilitas pertahanan dan kemanan, dan bangunan lain yang dirahasiakan.

    Meskipun klasifikasi bangunan ini tidak tampak berhubungan langsung dengan konsumsi energi, perlu dipahami bahwa penggunaan atau fungsi bangunan memiliki pengaruh langsung terhadap desain, sistem, dan operasi bangunan. Aspek-aspek ini kemudian akan mempengaruhi konsumsi energi dan efisiensi energi potensial suatu bangunan secara signifikan.

    1.2 5 Standar, kode, dan regulasi

    Berikut adalah sejumlah standar, kode, dan regulasi untuk mendukung efisiensi energi pada bangunan:

    a.StandarStandar Nasional Indonesia (SNI) secara umum digunakan sebagai referensi untuk desain bangunan. Daftar standar yang secara umum digunakan dilampirkan pada Lampiran 1.

    b.KodesPada saat ini masih terdapat sedikit kode yang dapat digunakan untuk desain bangunan dan kebanyakan terkait dengan aspek keselamatan dan keamanan; belum ada yang terkait secara spesifik dengan efisiensi energi dalam bangunan

    c.RegulasiRegulasi yang berkaitan dengan desain bangunan dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum (PERMEN PU). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (PERMEN ESDM) juga telah mengeluarkan regulasi mengenai efisiensi energi. Regulasi-regulasi ini dicantumkan dalam Bagian 3.

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 13

    2. Motivasi untuk Pengembang dan Pemilik BangunanSejumlah Ilmuwan telah memprediksi bahwa dalam beberapa tahun mendatang, sumber-sumber tak terbarukan, seperti minyak, gas alam, dan batu bara, akan semakin langka dan tidak dapat diakses.

    Hal ini akan memiliki dampak yang sangat besar terhadap penggunaan energi di masa depan, sehingga dua langkah dasar harus dijalankan:

    Pengembangan sumber-sumber energi terbarukan alternatif oleh Pemerintah, dan.

    Implementasi konservasi energi berskala besar di sektor publik dan privat (swasta). Seluruh area industri harus mengimplementasikan kebijakan efisiensi energi.

    Bangunan tentunya menjadi bagian dari beban lingkungan hidup yang besar. Hal ini dibuktikan oleh data bahwa bangunan menghasilkan 50 persen total pengeluaran energi di Indonesia dan lebih dari 70 persen konsumsi listrik keseluruhan. Bangunan juga bertanggung jawab bagi 30 persen emisi gas rumah kaca, serta menggunakan 30 persen bahan baku yang diproduksi.

    Sekitar 50 persen penggunaan energi pada bangunan disebabkan oleh proses-proses yang diperlukan untuk menciptakan iklim dalam ruangan buatan melalui pemanasan, pendinginan, ventilasi, dan pencahayaan. Konsumsi energi bangunan pada umumnya memakan sekitar 25 persen dari total biaya

    operasi bangunan. Perkiraan menunjukan bahwa desain yang ramah lingkungan dengan menggunakan teknologi yang tersedia di dalam bangunan dapat mengurangi konsumsi energi ventilasi dan pendinginan hingga 30 persen dan keperluan energi pencahayaan hingga setidaknya 50 persen.

    Pemilik dan pengembang bangunan dapat memulai inisiatif konservasi energi dengan merencanakan desain bangunan yang hemat energi dari awal. Bangunan hemat energi yang didesain secara layak akan menghasilkan tagihan utilitas yang lebih rendah dibandingkan bangunan konvensional (bangunan tanpa strategi efisiensi energi). Efisiensi energi juga merupakan bagian dari gerakan yang lebih besar menuju kehidupan berkelanjutan dan oleh sebab itu, harus meliputi isu sumber daya lainnya, seperti konservasi air.

    Meningkatkan efisiensi energi dalam desain bangunan tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial selama siklus hidup bangunan, namun juga dapat berkontribusi bagi kehidupan orang banyak dalam hal lingkungan hidup (keberlanjutan keseluruhan) dan keuntungan yang berkaitan dengan infrastruktur, contohnya:

    a. Pemerintah dapat mengalokasikan sumber daya energi dan keuangan untuk keperluan lain.b. Penggunaan energi yang lebih rendah membutuhkan produksi energi yang lebih rendah pula sehingga terjadi pengurangan

    Bangunan tentunya menjadi bagian dari beban lingkungan hidup yang besar. Hal ini dibuktikan oleh data bahwa bangunan menghasilkan 50 persen total pengeluaran energi di Indonesia dan lebih dari 70 persen konsumsi listrik keseluruhan. Bangunan juga bertanggung jawab bagi 30 persen emisi gas rumah kaca, serta menggunakan 30 persen bahan baku yang diproduksi.

  • 14 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    Meningkatkan efisiensi energi dalam desain

    bangunan tidak hanya menghasilkan keuntungan finansial

    selama siklus hidup bangunan, namun juga

    dapat berkontribusi bagi kehidupan orang banyak

    dalam hal lingkungan hidup (keberlanjutan

    keseluruhan) dan keuntungan yang berkaitan dengan

    infrastruktur

    Mall, Toko dan Jasa = 350 - 500 kWh/m2/y

    Ruman Sakit = 320 - 450 kWh/m2/y

    Apartemen = 300 - 400 kWh/m2/y

    Hotel = 290 - 400 kWh/m2/y

    Perkantoran = 210 - 285 kWh/m2/y

    Pendidikan = 165 - 295 kWh/m2/y

    keperluan untuk pembangunan infrastruktur secara keseluruhan serta pengurangan CO2 dan gas rumah kaca lainnya.

    c. Bangunan yang didesain secara berkelanjutan cenderung lebih user-friendly dan dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas penghuninya.

    Pada saat ini, data yang tersedia di Indonesia mengenai konsumsi energi di tipe-tipe bangunan yang berbeda masih terbatas, namun berdasarkan pengalaman lokal dan penelitian internasional, diperkirakan bahwa konsumsi tipe-tipe bangunan yang berbeda adalah seperti yang digambarkan di Gambar 4. Angka-angka ini juga digunakan dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang Bangunan Gedung Hijau untuk menghitung Indeks Efisiensi Energi (Energy Efficiency Index/EEI) yang didasarkan pada patokan jam operasional sepanjang 2.080 jam/tahun (untuk pendidikan), 2.600 jam/tahun (untuk perkantoran), 4.386 jam/tahun (untuk mall, toko, dan jasa), dan 8.736 jam/tahun (untuk hotel, apartemen, dan rumah sakit).

    2.1 Tren Efisiensi Energi di Indonesia

    Indonesia memiliki banyak potensi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan energi, termasuk di sektor bangunan, dan kini sedang menjalani kemajuan yang signifikan dalam bidang efisiensi energi. Jakarta baru saja meluncurkan Peraturan Gubernur Nomor 38 Tahun 2012 Tentang Bangunan Gedung Hijau yang memberikan landasan wajib mengenai syarat-syarat efisiensi energi bagi bangunan besar. Pergub No. 38 Tahun 2012 ini juga mensyaratkan penggunan energi wajib (W/m2) yang dapat digunakan untuk menetapkan patokan (benchmark) penggunaan energi untuk bangunan di Jakarta.

    Terdapat pula rencana-rencana serupa dalam peraturan bangunan hijau di kota besar dan provinsi lainnya. Sampai sekarang, belum ada persyaratan kepadatan daya maksimal (W/2 ) maupun kepadatan energi maksimal (kWh/m2).

    Pergub No. 38 Tahun 2012 ini tidak hanya mengatur masalah energi, namun juga hal terkait lainnnya, seperti lingkungan dalam ruangan, air, dan aspek lain. Oleh karena itu, Pergub ini tidak

    Gambar 4. .Tipe-Tipe Bangunan dan Indeks Efisiensi Energi

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 15

    hanya sekedar mengatur tentang bangunan hijau namun juga energi bangunan.

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menghasilkan label energi untuk lampu, dan kini sedang merumuskan label energi untuk peralatan lain seperti AC (split unit) dan lemari es. Empat (4) bintang menunjukan peralatan yang sangat hemat energi. Indonesia juga telah menghasilkan rating untuk menilai bangunan komersial di Indonesia yang diprakarsai oleh Dewan Bangunan Hijau Indonesia (Green Building Council of Indonesia/GBCI). Rating ini akan digunakan untuk menjadikan bangunan lebih hijau dan hemat energi, serta memberikan insentif bagi pemilik bangunan karena bangunan dengan rate yang lebih tinggi dapat dipasarkan dengan lebih baik.

    Pada saat ini, cadangan energi sedang berada di bawah tekanan dan Indonesia telah menjadi importir net minyak. Oleh karena itu, terdapat kemungkinan bahwa harga yang disubsidi tidak dapat bertahan lama karena telah menjadi beban fiskal bagi negara serta membatasi potensi pertumbuhan. Afrika Selatan, contohnya, memiliki sejarah harga listrik yang rendah seperti Indonesia. Namun sejak 2008, harga listrik secara bertahap naik hingga lebih dari 20% per tahun seiring kebijakan pemerintah untuk mengurangi dan meniadakan subsidi energi karena cadangan energi yang rendah (kenaikan maksimal adalah sebesar 31,3% pada periode 2009-2010).

    2.2 Prinsip-Prinsip DasarDalam mengantisipasi kelangkaan energi di masa depan, tidak hanya diperlukan upaya Pemerintah dalam mengembangkan energi terbarukan, namun sektor industri juga harus menjalankan kebijakan konservasi energi. Penting bagi pemilik dan pengembang bangunan untuk mengintegrasikan strategi efisiensi energi pada tahap desain awal untuk diimplementasikan pada tahap-tahap konstruksi, pengadaan, dan operasional bangunan.

    Untuk dapat mempersiapkan serta memandu desain dan proses konstruksi yang hemat energi yang diperlukan dalam rangka mencapai hasil akhir yang hemat energi, pengembang bangunan harus memahami elemen-elemen utama efisiensi energi, yaitu:

    a. Proses Desain Terintegrasi (Integrated Design Process). Proses desain terintegrasi mencakupi karakteristik lokasi dan desain bangunan, yang meliputi pilihan-pilihan arsitektur,

    struktural, mekanik, dan listrik dengan tujuan untuk meminimalisasi konsumsi energi. Untuk mencapai tujuaannya, pendekatan terintegrasi ini membutuhkan kolaborasi erat antara arsitek dengan insinyur mekanik, struktural, dan listrik, serta kontraktor dalam fase desain dan konstruksi.

    b. Pilihan Material dan Teknologi. Seluruh material dan teknologi yang digunakan pada muka dan lapisan luar dari selubung bangunan, untuk konservasi air, pemasangan listrik (lampu, dan sebagainya), dan sistem AC, harus didesain secara akurat untuk meminimalisasi konsumsi energi yang dihasilkan, dan pada saat yang bersamaan juga memenuhi syarat fungsional dan lainnya dari bangunan tersebut.

    c. Iklim. Karena kebanyakan energi dalam bangunan digunakan untuk memastikan kenyamanan manusia, jelas bahwa iklim sekeliling serta kondisi dalam ruangan yang ditargetkan memiliki dampak yang besar bagi kinerja energi bangunan:

    Radiasi sinar matahari (panas dan cahaya) mempengaruhi persyaratan beban pendinginan dan desain pencahayan bangunan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh orientasi muka bangunan dan material yang digunakan pada selubung bangunan.

    Suhu udara dengan kelembaban relatif merupakan parameter dominan untuk mempertimbangkan desain AC untuk mencapai kenyamanan manusia dan lingkungan dalam ruangan yang diinginkan.

    Kelembaban relatif memiliki dampak yang besar terhadap lingkungan dalam ruangan dan kenyamanan manusia sehingga menjadi faktor penting dalam menentukan desain AC dan pencapaian iklim dalam ruangan yang baik.

    Arah angin utama dapat digunakan dalam beberapa kasus untuk mengurangi kebutuhan pendinginan dan ventilasi sehingga perlu untuk dipertimbangkan.

    d. Operasi. Panduan operasional dan pemeli-haraan bangunan yang difokuskan pada langkah-langkah efisiensi energi esensial untuk mencapai dan memelihara kinerja energi yang ditargetkan melalui desain bangunan. Lebih lanjut lagi, Building Automation System dan Building Energy Management System (BAS & BEMS) merupakan sistem yang tepat untuk mencapai dan memelihara operasi bangunan yang efisien, terutama pada bangunan besar.

    Untuk dapat mempersiapkan serta memandu desain dan proses konstruksi yang hemat energi yang diperlukan dalam rangka mencapai hasil akhir yang hemat energi, pengembang bangunan harus memahami elemen-elemen utama efisiensi energi.

  • 16 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    e. Behavior. Kesadaran dan kepedulian akan pemakaian energi serta lingkungan dalam ruangan dari seluruh orang yang menggunakan bangunan sangatlah penting. Pendidikan dan pelatihan dapat meningkatkan pemahaman penghuni bangunan akan pentingnya upaya-upaya pengelolaan bangunan dalam memelihara dan meningkatkan efisiensi energi bangunan serta bentuk-bentuk kontribusi yang mereka dapat lakukan.

    2.3 ManfaatSebagai respon terhadap perubahan iklim, sumber daya energi global yang semakin berkurang, serta kaitannya dengan peningkatan harga energi, pemilik dan pengembang bangunan perlu mencari cara untuk mendirikan bangunan hemat energi melalui desain yang lebih baik dan teliti. Manfaat utama yang dapat diperoleh pemilik dan penghuni secara umum adalah:

    Tagihan utilitas yang lebih rendah, Nilai properti yang lebih tinggi, Kondisi teknis struktur dan peralatan yang

    lebih baik, Lingkungan dalam ruangan serta kinerja

    penghuni yang lebih baik, dan Emisi gas rumah kaca yang berkurang.

    Namun secara umum, pemilik dan pengembang bangunan cenderung lebih peduli akan pengeluaran modal dan laba atas investasi bagi proyek bangunan mereka.

    Oleh karena itu, untuk memanfaatkan manfaat substansial yang dapat diperoleh melalui desain

    Bangunan Bersertifikasi Greenship Pencapaian Penghematan

    Energi (*)

    Indeks Konsumsi Energi

    (kWh/m2/tahun)

    Gedung Kementerian Pekerjaan Umum (Penghargaan Platinum-Design)

    38% 155

    Gedung ITSB Deltamas (Penghargaan Gold-Design)

    19% 202

    Gedung Dahana (Platinum-Final)

    32% 131

    Gedung BCA Tower - Grand Indonesia (Emas-Final)

    30% 174

    Gedung Rasuna Tower (Penghargaan Gold-Design)

    18% 205

    Tabel 1. (*) Persentase penghematan di atas dibandingkan dengan bangunan konvesional yang dihitung berdasarkan persyaratan sesuai SNI 2000 dan 2001 (untuk bangunan perkantoran EEI=240 kwh/m2/tahun). Energy Conservation Technical Guide Book for Energy Audit, 2000.

    yang hemat energi dan ramah lingkungan, penting untuk memahami perbedaan antara bangunan konvensional dan bangunan hemat energi. Panduan ini bertujuan untuk menyediakan dasar untuk mengambil keputusan yang baik dan memilih strategi implementasi efektif ketika memulai proyek konstruksi yang baru.

    Green Building Council of Indonesia, melalui sistem rating Greenship-nya, juga menyediakan panduan mengenai tahap-tahap desain, konstruksi, dan operasional bangunan. Selain itu, mereka juga menyediakan perbandingan penghematan energi antara bangunan hemat energi dan bangunan konvensional (atau juga disebut sebagai baseline building). Jumlah poin yang tersedia untuk efisiensi dan konservasi energi dalam Greenship Rating Tools adalah sekitar 26% dari poin-poin yang tersedia dalam penilaian mereka.

    Tabel 1 menampilkan sejumlah contoh bangunan yang telah mencapai keuntungan substansial dari upaya desain hemat energi.

    2.4 KendalaKendala utama bagi pengembang bangunan adalah kesalahpahaman bahwa pengeluaran modal lebih penting dibandingkan biaya siklus hidup bangunan. Mayoritas pemilik dan pengembang bangunan lebih peduli akan biaya awal tanpa menyadari bahwa biaya awal berhubungan erat dengan biaya operasional bangunan. Penggunaan desainer yang berpengalaman dalam proyek bangunan hemat energi serta material konstruksi dan peralatan mekanik/listrik yang tidak layak dan tidak tahan lama akan berdampak terhadap biaya operasional dan pemeliharaan bangunan seiring waktu, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.

    Gambar 5. Biaya Siklus Hidup Bangunan

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 17

    Selain itu, sangat penting untuk memahami bahwa keputusan yang diambil pada masa awal persiapan brief desain memiliki pengaruh kuat terhadap efisiensi energi dan pada akhirnya biaya modal dan siklus hidup dari keseluruhan proyek bangunan. Keputusan yang baik diambil pada awal proses desain dan akan menghasilkan manfaat yang lebih besar dibandingkan keputusan baik yang diambil di tengah-tengah proses.

    Dampak dari keputusan desain terhadap biaya proyek ditunjukkan pada Gambar 6 di bawah ini.

    Keputusan baik yang diambil pada tahap-tahap awal proses desain bangunan dengan menggunakan proses desain terintegrasi untuk mencapai efisiensi energi akan menyediakan manfaat dalam hal biaya investasi modal serta biaya operasional.

    2.4.1 Beberapa alasan mengapa bangunan tidak hemat energi

    Oversizing

    Oversizing dimulai dengan asumsi desain aman yang berkaitan dengan hal-hal seperti beban pendinginan, yang sebenarnya dapat dikurangi hingga 30% melalui simulasi yang mendetail. Bahkan setelah menggunakan asumsi desain yang aman, kebanyakan insinyur akan tetap mempertimbangkan faktor keselamatan. Selain asumsi desain aman dan faktor keselamatan ini, terdapat saat-saat di mana ketersediaan peralatan menciptakan masalah sehingga ukuran peralatan meningkat.

    Kurangnya perhatian terhadap prosedur pengawasan, commissioning, dan serah terima

    Pelaksanaan prosedur pengawasan, commis-sioning, dan serah terima yang akurat sangatlah

    penting bagi pengembang bangunan sebagai alat untuk memastikan target dalam brief desain tercapai (dan juga untuk memastikan bahwa kontraktor mengikuti spesifikasi dalam memasang peralatan, melakukan finishing, dan lain-lain). Prosedur commissioning yang benar juga penting untuk menjaga dan mengklaim jaminan nantinya.

    Untuk alasan-alasan ini, maka commissioning dan pengawasan konstruksi yang tidak baik dan lalai akan berakibat buruk terhadap kualitas pada umumnya dan kinerja energi pada khususnya. Oleh karena itu, pengawasan situs dan commissioning peralatan sangatlah diperlukan, dan bagian-bagian konstruksi yang tidak dapat melalui proses commissioning dan dicek pada proses serah terima telah selesai selama konstruksi. Commissioning merupakan proses yang terus-menerus; serah terima dilakukan ketika terdapat kebutuhan akan upaya yang sangat detail untuk memastikan seluruh konstruksi telah dijalankan sesuai spesifikasi. Bila kontraktor telah mengetahui dari awal bahwa hal ini akan dicek secara detail, baik pada saat serah terima maupun selama konstruksi, dirinya akan menghasilkan produk yang jauh lebih baik. Hal ini mungkin akan memakan lebih banyak biaya, namun biaya tambahan ini akan tertutupi dengan berkurangnya kebutuhan untuk perbaikan yang diakibatkan kurangnya kinerja.

    Operasi dan Pemeliharaan yang Tidak Baik.

    Pemeliharaan operasional merupakan bagian penting dari efisiensi energi pada bangunan. Beberapa langkah sederhana seperti membersihkan/mengkalibrasi sensor atau memelihara motor peralatan dapat menghemat energi dan memperpanjang umur dari peralatan.

    2.5 Argumen Pendukung Efisiensi EnergiMendirikan bangunan yang hemat energi memerlukan biaya siklus hidup yang lebih rendah yang dapat dicapai dengan investasi modal awal tambahan yang terbatas:

    Dalam banyak kasus, mendesain bangunan yang hemat energi umumnya memakan biaya yang lebih mahal dibandingkan bangunan konvensional; namun biaya-biaya ini dapat dibatasi dengan proses desain terintegrasi serta perencanaan yang teliti. Biaya tambahan yang terkait dengan bangunan hemat energi dapat diperoleh kembali dalam waktu yang singkat di kebanyakan kasus karena sewa yang lebih tinggi dapat dikenakan pada ruangan yang hemat

    Oleh karena itu, pengawasan situs dan commissioning peralatan sangatlah diperlukan, dan bagian-bagian konstruksi yang tidak dapat melalui proses commissioning dan dicek pada proses serah terima telah selesai selama konstruksi

    Gambar 6. Pengaruh Biaya untuk Tahapan-Tahapan Pendirian Bangunan

  • 18 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    energi dan biaya operasional bangunan secara keseluruhan akan lebih rendah.

    Sebagai contoh, bangunan konvensional dengan muka bangunan berlapis kaca tunggal memiliki biaya investasi yang rendah, namun biaya energi yang tinggi karena hal ini membutuhkan upaya pendinginan yang lebih tinggi dalam rangka mencapai iklim dalam ruangan yang lebih nyaman bagi pengguna bangunan. Di sisi lain, sebuah bangunan hemat energi dengan selubung bangunan yang menggunakan muka kaca alternatif, seperti double-glazed atau panel kaca low e akan menyebabkan biaya investasi awal yang lebih tinggi namun karena transfer panas ke dalam bangunan yang berkurang, maka upaya pendinginan yang dibutuhkan akan lebih rendah. Hal ini mengakibatkan biaya operasional dan energi yang lebih rendah seumur hidup bangunan.

    Seorang pemilik atau pengembang bangunan yang memiliki informasi tidak akan terlalu khawatir akan peningkatan marjinal dalam biaya awal, karena dirinya dapat memahami dan menghitung bahwa keuntungan yang lebih tinggi dari sewa bangunan serta biaya operasional yang lebih rendah akan membayar

    Kategori Greenmark Peningkatan biaya investasi (%) Investasi tambahan yang dibayar kembali dengan penghematan tahunan dari operasi

    Platinum Hingga 8 % Hingga 8 tahun

    Gold plus Hingga 3 % Hingga 6 tahun

    Gold Hingga 2 % Hingga 6 tahun

    Certified Hingga 1 % Hingga 5 tahun

    Tabel 2. Biaya Investasi Tambahan untuk Bangunan Hijau di Singapura

    kembali seluruh investasi awal yang lebih tinggi. Secara lebih sederhana, penghematan energi akan menutupi seluruh biaya tambahan yang dikeluarkan di awal.

    Singapura telah mengimplementasikan Bangunan Hijau secara efektif sejak 1993 dan memiliki lebih dari 1.000 bangunan yang bersertifikasi Greenmark. BCA Singapore telah menerbitkan data berkaitan dengan investasi yang meningkat dan payback tahunan untuk bangunan berkategori Greenmark tertentu.

    Umumnya argumen yang tidak menyetujui desain hemat energi berhubungan dengan biaya investasi tambahan yang terdapat pada proses implementasi. Meskipun demikian, karena investasi tambahan sebenarnya dapat membantu mengurangi biaya operasional tambahan, penghematan tahunan dari biaya operasional yang berkurang dapat digunakan untuk menutupi biaya investasi awal yang lebih tinggi.

    Gambar 7. Kenaikan panas melalui muka kaca tunggal jelas dari bangunan konvensional

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 19

    3. Brief DesainBrief desain merupakan lini pertahanan pertama bagi pemilk/pengembang bangunan terhadap biaya investasi modal yang meningkat maupun memastikan bahwa dirinya akan mendapatkan keuntungan secara menyeluruh dari biaya operasional yang lebih rendah melalui bangunan hemat energi yang didesain dengan baik.

    Brief desain pada dasarnya terdiri dari deskripsi pilihan-pilihan proyek yang telah disetujui dan berisi rincian mengenai tujuan dan parameter untuk dipertimbangkan oleh konsultan proyek ketika mendesain proyek tersebut. Brief desain harus disusun untuk konsultan proyek sebagai Kerangka Acuan (Terms of Reference) dalam rangka menetapkan tujuan, persyaratan, batasan, target, dan pendekatan desain klien untuk diimplementasikan pada bangunan baru atau proyek renovasi bangunan berskala besar.

    Sebagai persyaratan minimal, brief desain harus dapat membantu klien dan konsultan untuk memahami peluang dan manfaat potensial terkait dalam proyek yang dapat meningkatkan efisiensi bangunan. Selain itu, brief juga harus dapat memberikan latar belakang akan isu-isu kunci untuk diatasi selama desain dan implementasi bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proyek.

    Brief desain yang dipersiapkan dengan baik dapat digunakan selama proyek sebagai referensi untuk memastikan bahwa persyaratan awal dan tujuan pengembang dapat tercapai. Juga harus dipahami bahwa brief desain merupakan

    dokumen yang selalu dapat direvisi bila dibutuhkan agar dapat merefleksikan segala perubahan dalam kriteria, persyaratan, dan/atau tujuan desain.

    Bila proses pengadaan bagi konsultan, kontraktor, dan penyedia material makin kompetitif, maka tekanan bagi mereka untuk mengurangi biaya menjadi semakin besar, sehingga diperlukan

    STRUKTURBRIEF DESAINUMUM

    LatarBelakangProyekdanInformasiFisikTujuanProyekPersyaratanProyek

    Jadwal akomodasi Persyaratan lingkungan dalam ruangan Pertimbangan estetika

    PeluangdanKendala Situs Iklim Keuangan Waktu

    TargetKinerj Keuangan Energi

    PendekatanDesaindanKonstruksi Strategi pengadaan Pendekatan desain terintegrasi Perencanaan dan lansekap Desain selubung dan struktural Desain pencahayaan dan listrik Desain HVAC Persyaratan operasi dan pemeliharaan Pertimbangan decommissioning

  • 20 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    verifikasi kinerja terhadap cakupan kerja yang telah disetujui. Brief desain yang telah disiapkan dengan baik dan mendetail merupakan komponen bernilai dari kontrak antara klien dan konsultannya.

    Persyaratan proyek pemilik (Owners Project Requirements/OPR) menyediakan dasar untuk implementasi proyek yang sukses. Hal ini ditentukan oleh pemilik dan pengguna, yang mengemukakan misi mereka melalui proyek yang telah diselesaikan. Seperti didefinisikan dalam ASHRAE/NIBS Guideline 0 2005 The Commissioning Process,

    OPR menjadi dasar evaluasi seluruh aktivitas dan produk selama proses pra-desain, desain, konstruksi, penerimaan, dan ketika keputusan operasional dibuat... Proses commissioning merupakan metode berdasarkan kualitas yang dijalankan oleh pemilik bangunan untuk mencapai proyek konstruksi yang sukses. Proses ini bukan merupakan lapisan tambahan dari konstruksi atau pengelolaan proyek, namun bertujuan untuk mengurangi biaya menjalankan proyek konstruksi dan meningkatkan nilai untuk pemilik, penyewa, dan pengguna bangunan.

    OPR meliputi seluruh aspek umum dari proyek tanpa memasukkan detail.

    3.1 Latar Belakang Proyek

    Brief desain harus dimulai dengan penjelasan mengenai informasi latar belakang proyek yang difokuskan pada deskripsi visi klien untuk proyeknya. Selain itu, bagian ini harus menjelaskan informasi fisik mengenai proyek seperti lokasi, ukuran properti, zoning (termasuk pembatasan tinggi), rasio ruang lantai yang diperbolekan, cakupan, dan lain-lain

    3.2 Tujuan ProyekBrief desain yang baik harus memiliki seperangkat tujuan yang jelas. Deskripsi latar belakang untuk proyek harus diikuti dengan pernyataan umum mengenai tujuan proyek untuk menandakan apa yang diperlukan dari proyek, dan apa yang penting bagi klien.

    Hal ini akan meliputi tujuan langsung yang memotivasi klien memulai proyek, contohnya kebutuhan akan ruang perkantoran tambahan, atau bangunan untuk mengimplementasikan rencana bisnis tertentu.

    Bagian ini juga dapat mengandung tujuan tidak langsung atau sekunder yang berhubungan dengan filosofi keseluruhan atau pernyataan misi klien. Hal-hal ini dapat meliputi keberlanjutan lingkungan, keinginan untuk mendukung ekonomi lokal, atau keinginan untuk mengkomunikasikan identitas perusahaan tertentu.

    Pernyataan umum dapat dimasukkan di sini yang berhubungan dengan efisiensi energi bangunan seperti:

    Bangunan harus didesain untuk mencapai level efisiensi energi yang tepat, dengan mempertimbangkan biaya siklus hidup dan juga mempertimbangkan peningkatan biaya energi dan hubungannnya terhadap biaya lain selama masa hidup desain bangunan.

    Pernyataan serupa juga dapat dimasukkan untuk pertimbangan lingkungan lain, seperti manajemen air dan manajemen sampah.

    3.3 Syarat-Syarat ProyekBagian ini berisikan spesifikasi untuk bangunan dan pembangunan lain. Struktur dan konten sebenarnya akan bervariasi tergantung pada tipe pembangunan yang diperlukan.

    3.3.1 Perencanaan spasial

    Perencanaan spasial mempertimbangkan tipe-tipe utama ruang yang diperlukan, ukuran, dan segala persyaratan tertentu lain yang berhubungan dengan penggunaan ruang. Hal ini juga menguntungkan untuk menetapkan bagaimana ruang-ruang yang berbeda dapat berhubungan dengan satu sama lain secara fungsi maupun organisasi.

    3.3.2 Spesifikasi lingkungan dalam ruangan

    Spesifikasi untuk kondisi yang nyaman akan dijelaskan lebih detail dalam Bagian 2 Bab 4, Level Kenyamanan Manusia & Lingkungan Dalam Ruangan. Meskipun demikian, penting untuk dipahami bahwa spesifikasi yang dijelaskan dalam bagian ini akan berdampak secara signifikan terhadap efisiensi energi dan biaya bangunan.

    Untuk menginstruksikan tim desain agar mencapai kesuksesan dalam menentukan lingkungan dalam ruangan, harus dipahami terlebih dahulu bahwa kondisi kenyamanan suhu bergantung pada beberapa faktor,

    Untuk menginstruksikan tim desain agar

    mencapai kesuksesan dalam menentukan

    lingkungan dalam ruangan, harus dipahami

    terlebih dahulu bahwa kondisi kenyamanan

    suhu bergantung pada beberapa faktor, termasuk temperatur

    udara, kelembaban relatif, pergerakan

    udara, dan suhu dari permukaan yang

    mengelilingi.

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 21

    termasuk temperatur udara, kelembaban relatif, pergerakan udara, dan suhu dari permukaan yang mengelilingi. Oleh karena itu, beberapa metode untuk menjaga kenyamanan suhu dimungkinkan, dan hal ini harus disetujui selama fase desain. Pilihan energi terendah (ventilasi alami) harus selalu ditargetkan untuk pertama kali sebelum mempertimbangkan HVAC dan sistem mekanis lain. Spesifikasi ini harus selalu mempertimbangkan tipe aktivitas yang menjadi tujuan penggunaan dari ruang dan bangunan.

    Dengan pertimbangan efisiensi energi, penting bahwa spesifikasi sejalan dengan kebutuhan sebenarnya dari bangunan. Spesifikasi persyaratan yang membatasi dapat menghasilkan biaya modal dan lanjutan yang lebih tinggi serta konsumsi energi yang meningkat. Dari perspektif efisiensi energi dan kualitas udara, ventilasi udara umumnya merupakan pilihan terbaik. Ventilasi alami harus dipertimbangkan di seluruh ruang tanpa adanya batasan lingkungan dalam ruangan khusus. Meskipun demikian, kemungkinan ventilasi alami sangat bergantung pada kondisi iklim, fungsi bangunan, dan lokasi bangunan. Juga harus dipahami bahwa pemenuhan persyaratan kode SNI tidak serta merta akan menghasilkan bangunan yang hemat energi. Dalam kebanyakan kasus, hal ini akan menghasilkan keuntungan paling besar bagi pengembang bila mereka berusaha menjalankan praktik terbaik internasional dalam menentukan kriteria desain.

    Spesifikasi juga dapat menunjukkan periode waktu di mana spesifikasi dapat dilebihkan. Contohnya, bila dengan desain HVAC tertentu,

    suhu temperatur melebihi zona kenyamanan selama satu minggu dalam satu tahun, hal ini mungkin tidak akan menjadi masalah untuk penyewa. Namun dapat kapasitas yang lebih kecil sebenarnya dapat dipasang pada sistem HVAC, sehingga konsumsi energi serta biaya modal dan lanjutan dapat dihemat. Persyaratan untuk kualitas udara juga harus dipertimbangkan, karena hal ini akan berdampak pada kebutuhan ventilasi. Sekali lagi, spesifikasi yang tidak diperlukan hanya akan meningkatkan biaya dan konsumsi energi.

    Bola lampu kering 25.5 oC 1.5 oC (1)Kelembaban relatif 60 % 5 % (1)Tingkat ventilasi minimalPerkantoran 0.15 m3/min/orang(2) Hotel 0.21 m3/min/orang (2)

    1) SNI 6390_20112) SNI 03_6572_2001

    Tabel 3. Spesifikasi Lingkungan Dalam Ruangan Umum

    3.3.3 Syarat pencahayaan

    Pencahayaan harus dispesifikasikan dan dijelaskan dalam brief desain bersama dengan sejumlah penjelasan mengenai pendekatan yang akan dilakukan dalam mendesain pencahayaan.

    Level pencahayaan di area atau ruangan yang berbeda harus didasarkan pada penggunaan ruang yang dimaksud. Lihat Bagian 2 Bab 8.1, Pencahayaan Listrik. Pencahayaan buatan dan sinar matahari harus berhubungan dengan

    Pijar LinearFluorescent

    CompactFluorescent

    LED Mercuri MetalHalide

    Sodium Tekanan Tinggi

    Sodium Tekanan Rendah

    Watt 25-150 18-95 13-26 2-10 50-1000 70-1500 35-1000 18-180

    Output (Lumens) 210-2700 1000-7500 1000-3200 200-1000 1000-45000 7000-150000 2000-140000 1800-40000

    Efisiensi (lm/watt) 8-18 5-79 75-81 40-60 30-35 60-95 60-125 80-180

    Lumen Pemeliharaan 90% (85%) 85% (80%) 85% (80%) 75% (65%) 90% (70%) 100% (100%)

    Umur Lampu 750-2000 10000-20000 10000 35000-50000 18000-24000 10000-20000 18000-24000 16000

    CRI 80-95 30-90 30-90 40-90 30-80 80-90 20-39

  • 22 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    spesifikasi untuk level pencahayaan untuk aktivitas-aktivitas yang berbeda, serta merujuk pada standar dan kode yang menyediakan informasi yang lebih detail.

    Kantor, ruang kerja 350 luxHotel, kamar tidur 150 luxFasilitas pendidikan, ruang menggambar 750 luxIndustri, tempat penyimpanan 100 luxMall, toko pakaian 500 lux

    SNI_6197_2011

    Tabel 4. Indoor Lighting Recommendation by SNI

    Tabel 5 dapat digunakan untuk mempertim-bangkan tipe pencahayaan yang akan digunakan berdasarkan tingkat watt, lumen, masa hidup, dan biaya awal. Sekali lagi, harus dipahami bahwa memenuhi persyaratan kode SNI tidak serta merta akan menghasilkan efisiensi.

    3.3.4 Pertimbangan estetika

    Tantangan terbesar dalam meningkatkan efisiensi energi pada bangunan umum dan komersial adalah membangun arsitektur yang memuaskan secara estetika dan pada saat yang bersamaan memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan oleh iklim lokal dan pilihan material yang tersedia.

    Penting untuk menentukan tujuan yang jelas mengenai tampak bangunan, dan memahami implikasi dari kinerja energi, biaya awal, dan biaya siklus hidup terhadap estetika keseluruhan proyek. Selain itu, juga penting bagi pengembang bangunan untuk menentukan prioritas kepentingan bagi aspek-aspek yang berbeda dalam brief desain.

    3.4 Peluang dan Kendala

    3.4.1 Situs

    Bila klien telah memiliki situs/lokasi untuk proyek, penilaian harus dilakukan terhadap peluang dan kendala situs yang relevan bagi proyek dan efisiensi energi. Hal ini akan didiskusikan lebih lanjut dalam Bagian 2 Bab 5 Prinsip Desain Solar Pasif. Pertimbangan ini akan meliputi orientasi situs dan hubungannya dengan arah sinar matahari dan arah angin pada umumnya, fitur peneduh seperti pohon, bukit bangunan lain, dan faktor lain yang mempengaruhi iklim lokal seperti arah angin utama, dll.

    Bila klien belum memiliki situs maka dianjurkan bagi dirinya untuk melibatkan tim desain dalam menentukan kriteria untuk memilih situs karena

    hal ini dapat memiliki pengaruh fundamental terhadap desain keseluruhan dan potensi efisiensi energi dari proyek.

    3.4.2 Iklim

    Kinerja energi bangunan juga sangat ditentukan oleh seberapa baik adaptasi desain terhadap iklim lokal. Maka dari itu, sangat penting bagi pengembang dan tim desain untuk memiliki pemahaman yang jelas akan iklim lokal, variasi harian dan musimannya, serta pengaruhnya terhadap potensi efisiensi energi dari desain.

    Indonesia memiliki iklim tropis yang dicirikan oleh curah hujan yang tinggi, tingkat kelembaban tinggi, suhu tinggi, dan angin yang rendah. Musim hujan terjadi dari November hingga Maret, sementara musim kering dari April hingga Oktober. Curah hujan di area dataran rendah rata-rata 180320 cm (70125 in) per tahun, dan meningkat seiring tinggi permukaan hingga rata-rata 610 cm (240 in) di beberapa area pegunungan. Di dataran rendah Sumatra dan Kalimantan, kisaran curah hujan adalah 305370 cm (120145 in); jumlah ini makin berkurang ke arah selatan, yang lebih dekat dengan gurun di barat laut Australia. Kelembaban rata-rata sebesar 82%. Detail lebih lanjut terdapat dalam Bagian 2 Bab 3 Iklim Indonesia.

    3.4.3 Anggaran

    Peluang dan kendala mengenai pembiayaan proyek harus dipertimbangkan dalam tahap ini. Trade-off antara biaya awal dan siklus hidup yang dimungkinkan dapat berpengaruh pada pembiayaan proyek. Penting bagi pengembang untuk menetapkan batasan anggaran serta tingkat kepentingan elemen-elemen yang harus dimasukkan dalam desain pada anggaran yang ada.

    Analisis biaya siklus hidup yang dilakukan pada tahap desain awal secara efektif memungkinkan peluang untuk memperhalus desain untuk memastikan pengurangan pada biaya siklus hidup keseluruhan. Lihat Bagian 1 Bab 5 Analisis Biaya Siklus Hidup.

    Biaya energi juga bisa sulit diprediksi secara akurat dalam fase desain. Asumsi harus dibuat mengenai profil pengguna dan tingkat penghunian, yang akan berdampak pada konsumsi energi. Namun data mengenai jumlah konsumsi energi untuk bangunan dapat diambil dari analisis teknik atau dari program perangkat lunak efisiensi energi.

    Analisis biaya siklus hidup yang dilakukan

    pada tahap desain awal secara efektif

    memungkinkan peluang untuk

    memperhalus desain untuk memastikan pengurangan pada

    biaya siklus hidup keseluruhan.

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 23

    3.4.4 Waktu

    Jumlah waktu yang tersedia untuk proses desain harus ditetapkan bersamaan dengan penentuan waktu spesifik yang berkaitan dengan persyaratan proyek.

    Analisis mendetail dari pendekatan-pendekatan berbeda mengenai efisiensi energi memerlukan waktu untuk dilaksanakan. Biaya, baik dalam biaya konsultan dan pemilihan waktu proyek, harus dipertimbangkan dan dievaluasi dalam hubungannya dengan peluang untuk mencapai proyek yang lebih efektif secara biaya dan dengan kualitas yang lebih baik. Sebagai bagian dari brief desain, pengembang dapat menentukan jangka waktu tertentu yang harus dicapai oleh tim desain dan konstruksi. Dianjurkan untuk melibatkan pemangku kepentingan berbeda dalam proses ini untuk memastikan bahwa jangka waktu yang ditetapkan relevan dan dapat dicapai. Jangka waktu yang tidak realistis dapat berdampak buruk pada anggaran maupun kualitas proyek.

    3.4.5 Ketersediaan material/teknologi

    Untuk mendirikan bangunan hemat energi, material bangunan harus dipilih dengan pertimbangan spesifikasi seperti kinerja, harga, ketersediaan, estetika, dan keberlanjutan.

    Sebagai bagian dari brief desain, pengembang harus mengindikasikan secara jelas kualitas pembangunan dan material konstruksi terkait. Hal ini dapat menjadi pernyataan umum mengenai maksud yang berkaitan dengan kualitas pembangunan. Hal ini juga dapat dilanjutkan dan mengindikasikan keingingan pengembang untuk hanya menggunakan material lokal atau material yang berasal dari area tertentu.

    Penting bagi desainer untuk memastikan bahwa material yang digunakan untuk proyek memenuhi persyaratan klien. Pemilihan penyedia material didasarkan pada informasi rinci mengenai kinerja produk mereka.

    Lembar Data Keamanan Material (Material Safety Data Sheets/MSDS) merupakan alat yang berguna untuk mengeliminasi material bangunan yang dapat berbahaya bagi lingkungan dan kemudian mendukung produk yang lebih ramah lingkungan.

    3.5 Target Kinerja

    3.5.1 Keuangan

    Konstruksi bangunan memakan biaya dan merupakan investasi jangka panjang. Pemilik bangunan harus memiliki target kapan investasi akan menghasilkan laba dan memiliki aliran dana perkiraan untuk proyeknya.

    Langkah pertama adalah menetapkan target keuangan yang meliputi rencanan pengeluaran dan pendapatan mendetail. Hal ini berhubungan erat dengan jangka waktu proyek. Baru setelah itu, perubahan dalam biaya yang akan terjadi dalam tahap desain sehingga konstruksi dapat diperkirakan dan dimasukkan. Kinerja keuangan harus dikategorisasikan ke dalam biaya modal, pengeluaran, dan pemasukan. Metode ini berguna untuk mengembangkan model kinerja biaya siklus hidup.

    3.5.2 Energi

    Biaya energi merupakan elemen yang penting dalam kinerja keuangan bangunan. Menetapkan target kinerja energi yang realistis dan dapat dicapai akan meningkatkan efisiensi energi bangunan secara signifikan selama operasi. Selain itu, perkiraan konsumsi energi harus dipersiapkan seteliti mungkin dengan mempertimbangkan tarif unit energi yang ditentukan oleh pemerintah. Pedoman ini mengasumsikan bahwa listrik merupakan sumber energi utama dalam bangunan.

    Biaya unit tarif listrik yang disesuasikan ditetapkan oleh PLN dan dibagi ke dalam dua klasifikasi: bisnis dan industri.

    Angka untuk konsumsi energi spesifik (konsumsi energi per area unit) seperti ditunjukkan pada Gambar 3 dapat digunakan untuk perbandingan. Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi berusaha terus untuk memperbarui dan mengembangkan patokan (benchmark) untuk Indonesia.

    3.5.3 Target kinerja lingkungan

    Dalam tahap-tahap awal desain bangunan, tujuan dan target untuk kinerja lingkungan harus didirikan dan disetujui di awal oleh pemangku kepentingan bangunan bersama dengan konsultan.

    Tujuan dari kinerja lingkungan ini adalah untuk meningkatkan keberlanjutan lingkungan dari

    Untuk mendirikan bangunan hemat energi, material bangunan harus dipilih dengan pertimbangan spesifikasi seperti kinerja, harga, ketersediaan, estetika, dan keberlanjutan.

  • 24 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    bangunan melalui pengurangan emisi gas rumah kaca bangunan, pengurangan volume air minum yang dikonsumsi, dan pengurangan penggunaan sumber daya dan sampah.

    Isu-isu seperti persyaratan legal, ketersediaan teknologi, dan peluang/kendala keuangan harus dipertimbangkan untuk setiap aspek lingkungan.

    3.5.4 Target pemeliharaan dan siklus hidup

    Tujuan dari pemeliharaan bangunan adalah untuk memelihara kondisi fisik bangunan dan juga kinerja sistemnya agar tetap dapat berfungsi secara efektif selama siklus hidupnya. Umumnya, terdapat korelasi yang kuat antara pemeliharaan efektif dan efisiensi energi, karena pemeliharaan yang buruk cenderung menghasilkan efisiensi yang lebih rendah, dan karenanya biaya lebih tinggi dalam hubungannya dengan kinerja dan operasi.

    Untuk mengelola bangunan secara efektif selama masa hidupnya, penting untuk memasukkan peluang desain dalam pengawasan peralatan untuk seluruh kriteria kinerja yang berbeda. Hal ini harus meliputi meter untuk penggunaan listrik dan air, namun juga dapat meliputi suhu, kelembaban, dan monitor CO2. Penggunaan sistem Manajemen Bangunan terintegrasi sangat disarankan untuk memastikan bahwa kinerja sistem bangunan terintegrasi sangat mudah untuk dikelola dari sistem sentral.

    3.6 Skema Rating Bangunan HijanAlat rating bangunan hijau menetapkan standar dan patokan (benchmark) untuk bangunan hijau, dan memungkinkan penilaian objektif akan tingkat hijau sebuah bangunan. Sistem rating menetapkan menu dari seluruh langkah-langkah yang dapat dilakukan pada bangunan untuk membuatnya lebih hijau. Dalam menilai bangunan, poin-poin desain diberikan sesuai dengan langkah-langkah keberlanjutan yang telah dimasukkan dalam desain. Setelah penimbangan yang tepat, skor total dicapai, yang menentukan rating akhir untuk bangunan atau desain. Di kebanyakan kasus, alat rating bangunan hijau memiliki sertifikasi untuk desain maupun bangunan yang sudah diselesaikan.

    Pengembang yang menginginkan bangunan hemat energi perlu mempertimbangkan alat-alat ini karena, secara rata-rata, sekitar sepertiga dari penilaiain alat rating didasarkan pada kinerja energi bangunan. Alat rating yang lumrah dipakai adalah BREEAM (Building Research Establishment

    Environmental Assessment Method), LEED (Leadership in Energy and Environmental Design) and Green Star. Sistem rating BREEAM berasal dari Inggris dan terdiri dari 9 kategori, yaitu: manajemen; penggunaan energi; kesehatan dan kesejah-teraan; polusi; transportasi; penggunaan lahan; ekologi; material; dan air.

    Program LEED dari Dewan Bangunan Hijau Amerika Serikat (U.S. Green Building Council) merupakan sistem rating untuk bangunan yang menilai kinerja energi dan lingkungan. LEED terdiri dari 6 kategori, yaitu: situs berkelanjutan; efisiensi air; energi dan atmosfer; material dan sumber daya; kualitas lingkungan dalam ruangan; dan inovasi dalam desain.

    Sistem LEED Green Building Rating merupakan program berbasis konsensus dan digerakkan oleh pasar yang dapat dilakukan secara sukarela. Green Star adalah sistem rating lingkungan sukarela untuk bangunan di Australia yang dibagi ke dalam sembilan kategori, yaitu: manajemen; kualitas lingkungan dalam ruangan; energi; transportasi; air; material; penggunaan lahan dan ekologi; emisi; dan inovasi.

    Sistem rating GREENSHIP merupakan alat rating Indonesia yang digunakan dalam industri bangunan oleh pengusaha, insinyur, dan pemangku kepentingan lain untuk mengimplementasikan praktik terbaik dan mencapai standar yang dapat diukur yang dapat dimengerti oleh masyarakat umum, terutama penyewa dan pengguna bangunan. Standar peniliaian GREENSHIP meliputi area perencanaan, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan harian. Kriteria peniliaian dikelompokkan ke dalam kategori-kategori berikut:

    1. Tepat Guna Lahan (ASD - Appropriate site development)2. Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC - Energy efficiency and conservation)3. Konservasi Air (WAC - Water conservation)4. Sumber dan Siklus Material (MRC - Material resources and cycling)5. Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan (IHC - Indoor air health and comfort)6. Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM - Building and environment management)

    3.7 Pendekatan Desain

    3.7.1 Strategi pengadaan

    Terdapat sejumlah strategi pengadaan yang dapat digunakan dalam memilih tim profesional

    Sistem rating GREENSHIP merupakan alat rating Indonesia yang digunakan dalam

    industri bangunan oleh pengusaha,

    insinyur, dan pemangku kepentingan lain untuk mengimplementasikan

    praktik terbaik dan mencapai standar yang

    dapat diukur yang dapat dimengerti oleh

    masyarakat umum, terutama penyewa dan

    pengguna bangunan.

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 25

    dan kontraktor untuk proyek bangunan. Hal ini dapat memiliki implikasi bagi kinerja energi bangunan, yang didiskusikan secara mendetail dalam Bagian 2 Bab 9.2 Proses Konstruksi. Pendekatan paling tepat untuk proyek tertentu harus ditentukan berdasarkan prioritas dan sumber daya pemilik.

    3.7.2 Pendekatan desain terintegrasi

    Berbeda dengan Proses Desain Terintegrasi, desain konvensional dapat dipahami sebagai proses yang linear. Kekurangan dari pendekatan tradisional ini adalah rutinitas pekerjaan yang terus-menerus yang mungkin tidak bisa mendukung desain yang cukup untuk mengoptimalisasi upaya-upaya selama fase pemisahan individual. Contohnya, arsitek dan klien setuju akan konsep desain yang terdiri dari skema massa umum, orientasi, fenestrasi, dan (umumnya) penampilan eksterior umum, dan material umum, di aman insinyur mekanik dan listrik diminta untuk mengimplementasikan desain dan menganjurkan sistem bangunan yang tepat. Hal ini umumnya membuat insinyur harus melakukan retrofit teknologi untuk membuat desain yang ada bekerja.

    Pendekatan desain terintegrasi menekankan pengulangan konsep desain awal dalam proses dengan melibatkan tim spesialis penuh. Hasilnya adalah peserta memberikan ide dan pengetahuan teknis mereka sangat awal dan secara kolektif. Penting bahwa dalam fase desain awal, seluruh isu konsep dan desain diselesaikan secara bersama. Dalam pendekatan ini, konsep energi dan peralatan bangunan tidak didesain sebagai pelengkap bagi desain arsitektur tapi sebagai bagian yang integral bagi bangunan dari awal.

    Pendekatan desain terintegrasi memastikan bahwa area keahlian berbeda, termasuk teknik mekanikal dan listrik, dikenalkan dan diintegrasikan pada tahap proyek awal dan mempertimbangkan variasi peluang dan pilihan yang lebar dari awal proses desain.

    Umumnya, efisiensi energi tidak menjadi pertimbangan utama dalam desain bangunan, dan sebagai hasilnya, persyaratan tambahan untuk memastikan bahwa aspek desain yang berbeda saling bekerja untuk mencapai efisiensi energi optimal yang cenderung tidak diperhatikan.

    Dengan sengaja mengadopsi pendekatan terintegrasi untuk desain hemat energi, tim desain dapat didorong untuk mengambil peluang dalam mencapai kinerja energi yang ditingkatkan.

    Oleh karena itu, akan membantu bila pendekatan sistematis terhadap koordinasi pendekatan-pendekatan ini dilakukan, dan brief desain merupakan peluang yang baik untuk menyediakan hal ini. Dianjurkan bahwa kerangka kerja untuk proses yang diinginkan dapat dimasukkan dalam brief desain pada tahap awal proyek, dan konsultan dapat mengubah dan memperbarui hal ini seiring perkembangan desain. Untuk pembahasan mendetail, lihat Bagian 1 Bab 4 Proses Desain Terintegrasi (Integrated Design Process/IDP)

    3.7.3 Perencanaan dan lansekap

    Terdapat banyak peluang untuk peningkatan efisiensi energi bangunan yang ditentukan oleh situs proyek. Peluang-peluang ini dapat ditemukan dengan memahami peluang dan kendala situs dan mengikutsertakan mereka ke dalam desain.

    Selain situs dan orientasi bangunan, tipe, bentuk, dan tujuan bangunan seperti bangunan perkantoran, hotel, rumah sakit, atau mall akan menentukan tipe sistem AC. Untuk mencapai

    Pendehatan Esiensi Energi

    Manager Bangunan

    Arsitek

    Strukture

    M&E

    Gambar 9. Pendekatan Desain Terintegrasi

    Pendekatan desain terintegrasi menekankan pengulangan konsep desain awal dalam proses dengan melibatkan tim spesialis penuh.

    Desain Awal

    Perhitungan Struktur

    Desain Sistem Mekanikal Elektrikal

    Operasional dan Perawatan

    Gambar 8. Pendekatan Desain Konvensional

  • 26 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    kondisi suhu yang nyaman, kebanyakan bangunan di Indonesia menggunakan sistem pendinginan suhu atau mekanis.

    Bentuk keseluruhan bangunan penting untuk mencapai efisiensi energi. Ditemukan bahwa dinding memainkan peran yang penting dalam memindahkan panas dari bangunan, yang berarti rasio area permukaan terhadap volume yang tinggi sangat berguna. Hal ini juga memungkinkan penggunaan sinar matahari yang maksimal, mengurangi energi yang diperlukan untuk pencahayaan, dan secara tidak langsung menjaga kesejukan bangunan karena pencahayaan buatan juga menghasilkan panas.

    Kondisi lingkungan di sekitar bangunan seperti lansekap dan jumlah pohon dapat mengurangi suhu yang mengelilingi bangunan secara langsung karena hal-hal tersebut merefleksikan sinar matahari dan menyediakan peneduh di sekitar dasar bangunan. Bangunan-bangunan yang bersebelahan yang menciptakan bayangan juga dapat meningkatkan kinerja energi bangunan.

    3.7.4 Desain struktural dan selubung

    Material konstruksi bangunan, seperti dinding, lantai, langit-langit, jendela, dan atap memiliki peran yang signifikan dalam kinerja suhu bangunan. Perilaku panas dan kelembaban dari selubung bangunan merupakan aspek penting dalam kinerja bangunan secara keseluruhan.

    Kode dan standar energi untuk bangunan biasanya menspesifikasi persyaratan kinerja untuk selubung bangunan dalam hal nilai transfer suhu keseluruhan (Overall Thermal Transfer Value/OTTV) untuk menandai jumlah panas yang mengalir antara bangunan dan lingkungan sekitarnya. Dalam beberapa kasus tertentu, standar menetapkan persyaratan untuk properti suhu dari elemen-elemen bangunan yang berbeda.

    Selubung bangunan memiliki OTTV dan nilai transfer suhu atap (Roof Thermal Transfer Value/RTTV). Untuk mengurangi konsumsi energi, Badan Standardisasi Nasional Indonesia telah menetapkan nilai standar OTTV. OTTV dapat dihitung secara manual maupun menggunakan perangkat lunak dengan menggabungkan OTTV di setiap sisi bangunan.

    Penetapan kinerja yang diinginkan dari selubung bangunan beserta standar minimal dan maksimal untuk aspek ini diperlukan. Harus dipahami

    pula bahwa hanya memenuhi persyaratan kode SNI tidak serta-merta akan menghasilkan bangunan yang hemat energi. Pengembang direkomendasikan untuk menargetkan praktik terbaik internasional ketika menspesifikasikan kinerja yang diinginkan dan kriteria desain.

    3.7.5 Desain pencahayaan dan listrik

    Terpaan sinar matahari dapat disediakan melalui bukaan di dinding, atap, atau langit-langit melalui panel yang transparan atau tembus cahaya seperti jendela, pintu berglasur, jendela loteng, atau sumber lain. Bukaan berglasur ini disebut sebagai fenestrasi.

    Kebutuhan untuk pencahayaan listrik, terutama ketika siang hari, akan tergantung pada ukuran dan penempatan jendela bangunan, lokasi dan orientasi bangunan, serta penggunaan ruang tertentu. Prioritas utama dalam desain adalah memaksimalkan penggunaan sinar matahari alami sebelum pencahayaan listrik digunakan. Kebutuhan untuk pencahayaan listrik dan konsumsi energi berkaitan dapat dikurangi dengan menggunakan kontrol otomatis, seperti automatic louvres, sensor sinar matahari, kenop siang-malam, dll. Penggunaan dan kesuksesan alat-alat ini bergantung pada faktor-faktor seperti orientasi ruang dan jendela, ketersediaan sinar matahari, serta penggunaan dan penghunian ruangan.

    Sistem pencahayaan listrik yang efisien juga mengurangi peningkatan panas internal, yang dapat menghemat konsumsi energi AC, meningkatkan potensi ventilasi alami, dan meningkatkan kenyamanan suhu. Untuk mencapai penghematan energi di ruang yang mendapat sinar matahari, pencahayaan listrik harus diintegrasikan dengan sinar matahari.Spesifikasi teknologi pencahayaan tertentu dapat memiliki efek yang besar bagi efisiensi energi dan harus dipertimbangkan secara teliti. Strategi desain efisien, sistem distribusi daya, dan peralatan listrik dapat meningkatkan efisiensi energi bangunan dan mengurangi konsumsi energi serta biaya terkait.

    3.7.6 Desain HVAC

    Sistem AC dimaksudkan untuk menyediakan kenyamanan pendinginan yang cukup, mengurangi kelembaban, dan ventilasi bagi ruang yang dihuni. Pengukuran AC, bersama dengan zoning dan peletakan sistem, merupakan aspek yang penting bagi desain AC. Pengukuran AC merupakan isu yang kompleks yang

    Strategi desain efisien, sistem

    distribusi daya, dan peralatan listrik dapat

    meningkatkan efisiensi energi bangunan dan mengurangi konsumsi energi

    serta biaya terkait.

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 27

    membutuhkan pendekatan secara sistematis. Ukuran yang tepat bergantung pada berbagai faktor, termasuk iklim, konfigurasi bangunan, penggunaan ruang, zoning sistem, dan peletakan (layout). Banyak faktor dapat menyebabkan oversizing sistem AC dan komponennya. Ketika dilaksanakan, hal ini menjadi kontributor yang signifikan bagi pengguna energi.

    Penghitungan beban pendinginan biasanya ditentukan berdasarkan hari terpanas (hari desain). Hasil penghitungan hanya menyediakan beban puncak selama profil 24 jam. Ketika beban pendinginan desain cukup untuk menentukan kapasitas pendinginan total dari peralatan AC, pemilihan peralatan AC yang optimal mungkin membutuhkan profil beban pendinginan tahunan, yang dapat menentukan angka dan jumlah pendingin yang perlu dipilih untuk mencapai operasi yang paling hemat energi.

    3.7.7 Program simulasi komputer

    Program simulasi komputer merupakan alat yang efektif dalam desain bangunan hemat energi. Program simulasi komputer ini dapat digunakan:

    Untuk bangunan yang sudah berdiri: untuk memahami kinerja energinya dan bagaimana untuk meningkatkannya.

    Untuk bangunan baru pada tahap desain: untuk mencari desain terbaik yang mengeksplor seluruh potensi untuk menciptakan bangunan berkelanjutan (energi rendah).

    Pemilihan menggunakan program simulasi komputer akan, dibandingkan dengan pendekatan desain yang lebih tradisional, menghasilkan:

    1. Biaya tenaga kerja relatif rendah (untuk operator komputer dan analis hasil)

    2. Biaya alat yang relatif rendah (untuk perangkat lunak dan komputer)

    3. Penghitungan yang lebih cepat (seperti untuk mensimulasi profil beban separuh (partial load) dan untuk mensimulasi konfigurasi kapasitas pendingin)

    4. Lebih mudah untuk memodifikasi/memanipulasi desain.

    5. Lebih aman (tidak melibatkan bahan yang berbahaya)

    6. Ruangan yang diperlukan lebih sedikit (hanya membutuhkan ruang untuk bekerja dengan laptop)

    7. Tidak ada ketergantungan skala (model dapat dibuat dengan skala penuh)

    Gambar 10. Ventilasi dan Radiasi Sinar Matahari Urban

    Gambar 11. Terpaan Sinar Matahari Hasil Simulasi

    8. Tidak tergantung cuaca (kecuali data cuaca)

    Output dari contoh program simulasi komputer digambarkan pada diagram-diagram di bawah:

    Gambar 10 menunjukkan kemungkinan untuk menentukan velositas dan arah angin yang mengelilingi bangunan baru.

    Gambar 11 dan Gambar 12 menunjukkan radiasi sinar matahari rata-rata harian dan peningkatan panas yang akan digunakan untuk memperkirakan beban pendinginan bangunan.

    Gambar 13 merupakan contoh dari kebutuhan terpaan pencahayaan.

  • 28 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    3.8 Operasi dan PemeliharaanTujuan dari operasi dan pemeliharaan (Operations and Maintenance/O&M) adalah untuk merencanakan, mendesain, memelihara, dan memperbaiki fasilitas bangunan sehingga kinerja fasilitas yang handal, aman, sehat, hemat energi, dan efektif untuk mencapai tujuan yang ditetapkan selama siklus hidupnya dapat disediakan.

    Dalam tahap perencanaan dan desain, staf O&M harus terlibat dan dapat mengidentifikasi persyaratan pemeliharaan untuk penyertaan dalam desain, seperti akses peralatan, monitor kondisi built-in, koneksi sensor, dan sebagainya.Pendekatan O&M keseluruhan harus dijelaskan secara spesifik dalam Brief Desain, untuk mempengaruhi keputusan yang diambil dalam proses desain.

    Gambar 13. Terpaan pencahayaan

    Gambar 12. Breakdown Kenaikan Panas

    Brief Desain harus menjelaskan persyaratan bagi tim desain dalam menyiapkan draf Manual Operasi dan Pemeliharaan yang menjadi salah satu tugas mereka. Hal ini harus disusun seiring proses desain untuk memastikan bahwa persyaratan O&M dipertimbangkan. Draf manual O&M lalu akan direvisi dan diselesaikan selama dan setelah proses commissioning bangunan.

    3.9 Materi Referensi

    1. Aroth, Agas; Energy Efficiency Building Design Guidelines for Botswana. Danish Energy Management A/S and the Government of Botswana. Botswana, 2007.

    2. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 03-6572-2001 Tata Cara Perancangan Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara Pada Bangunan Gedung.

    3. SNI (Indonesia National Standardization Agency) 6389: 2011: Konservasi Energi Selubung Bangunan Pada Bangunan Gedung.

    4. International Energy Agency: Task 23 Integrated Design Process. Germany, 2003.

    5. International Energy Agency: Energy Efficiency Requirements In Building Codes, Energy Efficiency Policies For New Buildings, OECD/IEA. France, 2008.

    6. Hawaii Commercial Building Guidelines for Energy Efficiency. USA, 2004.

  • Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung 29

    4. Proses Desain Terintegrasi (Integrated Design Process/IDP)4.1 Definisi Proses Desain TerintegrasiProses Desain Terintegrasi (Integrated Design Process/IDP) merupakan suatu pendekatan desain baru yang berbeda dari cara lama yang konvensional (atau desain linear). Proses desain terintegrasi memperlakukan bangunan dan sekelilingnya sebagai satu entitas penuh, yang terdiri dari berbagai sistem berbeda yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai kinerja optimal di berbagai hal. Pada dasarnya, IDP merupakan pendekatan holistik terhadap desain, konstruksi, operasi, dan penonaktifan bangunan.

    IDP membutuhkan kolaborasi antara para pemangku kepentingan inti dan profesional desain dari perencanaan hingga penyelesaian proyek. Pendekatan kolaboratif ini me-

    mungkinkan adanya pengambllan keputusan lintas disiplin yang berhubungan dengan orientasi bangunan, konfigurasi, selubung bangunan, dan keseluruhan sistem.

    Komunikasi lintas disiplni ini sangat penting dan harus dimulai seawal mungkin dalam proses desain. Makin awal interaksi antara perencanaan sistem dan efisiensi energi dimulai, makin sedikit biaya yang akan dikeluarkan dalam proyek memungkinkan pencapaian sasaran-sasaran proyek.

    4.2 Manfaat IDPIDP menumbuhkan pemahaman bahwa suatu bangunan merupakan seperangkat sistem yang saling berkaitan dan saling bergantung satu sama lain (interdependen) di mana sebuah solusi

    Proses Desain Terintegrasi Proses Desain KonvensionalInklusif dari awal Melibatkan anggota tim hanya bila dianggap pentingFront-loaded - waktu dan energi ang diinvestasikan dari awal

    Kurang waktu, energi, dan kolaborasi dipamerkan di tahap awal

    Keputusan dipengaruhi oleh tim yang melibatkan banyak orang

    Keputusan dibuat oleh beberapah orag saja

    Proses holistik secara berulang-ulang Proses sekuensialKonsep pemikiran yang menyeluruh Sistem sering dipertimbangkan dalam

    tim yang terkotak-kotakMemungkinkan untuk optimasi secara penuh Terbatas untuk melakukan optimasi Mencari sinergi Berkurang kesempatan untuk melakukan sinergiBiaya siklus hidup Penekanan pada biaya awalProses berlanjut melalui evaluasi hunian Biasanya selesai ketika konstruksi selesai

    Tabel 6. Perbandingan Proses Desain Terintegrasi dan Konvensional

  • 30 Buku Pedoman Energi Efisiensi untuk Desain Bangunan Gedung di Indonesia - 1 Pengembang dan Pemilik Bangunan Gedung

    tunggal dapat mendorong perbaikan di beberapa sistem bangunan pada saat yang bersamaan.

    Pada tahap dimulainya pendekatan terintegrasi ini dalam tahap desain awal, sasaran spesifik (yang dapat diukur dan divalidasi) disetujui dan ditetapkan di antara disiplin-disiplin desain yang berbeda. Sebelum ada desain yang dicoba atau konsep yang dibangun, strategi desain lintas disiplin ini dikembangkan dan didesain untuk mencapai sasaran-sasaran ini. Hal ini akan

    menghasilkan proses desain di mana seluruh aspek bangunan dioptimalkan demi kinerja terbaik selama proses desain, serta memiliki seperangkat parameter yang dapat digunakan untuk mengukur desain selama siklus hidup bangunan.

    Bila dijalankan secara layak, maka proses ini akan menggunakan sinergi yang dihasilkan dari kinerja bangunan yang meningkat.

    4.3 Pihak-Pihak yang Terlibat dalam IDPIDP secara langsung berpengaruh pada pemilik dan pengelola bangunan, penyewa utama, penghuni bangunan, serta seluruh tim desain dan konstruksi.

    Penting untuk melibatkan sebanyak mungkin seluruh anggota tim desain dalam IDP dari awal proyek. Profesional desain dan konstruksi, seperti arsitek; insinyur struktural, mekanik, dan listrik; desainer interior; arsitek lansekap; desainer pencahayaan; konsultan energi; spesialis muka bangunan (faade specialist); manajer proyek; dan kontraktor umum dan spesialis, semuanya memiliki pengaruh terhadap efisiensi energi bangunan. Setidaknya disiplin-disiplin desain bangunan utama harus dilibatkan dari hari pertama (Arsitek; Insinyur Mekanik, Listrik, Sipil, dan Struktural).

    4.4 Ciri Khas IDPCara desain yang konvensional mengikuti proses yang linear: desain proyek, rencana konstruksi, proses penawaran (bidding), konstruksi, commissioning, serah terima, dan operasi. Arsitek mengembangkan konsep desain keseluruhan, insinyur mengambil konsep tersebut, mengerjakannya, dan memastikan bahwa hal ini dimungkinkan secara str