4
Buletin BUK Edisi II 1 Buletin DIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN Edisi II, April 2012 BUK P elayanan Rumah Sakit dinilai belum dapat memenuhi tuntutan dan ke- butuhan pasien, sehingga tidak jarang memunculkan masalah hubun- gan antara rumah sakit dengan pasien, atau tenaga kesehatan dengan pasien/keluarga. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, Ke- menterian Kesehatan telah telah melakukan berbagai upaya diantaranya melalui akreditasi rumah sakit. Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, dr. Chairul Radjab Nasution menyampaikan akreditasi RS merupakan pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan terhadap rumah sakit yang telah memenuhi standar yang ditentukan. ”Sejak tahun 2012, akreditasi RS mulai beralih dan berorientasi pada para- digma baru dimana penilaian akreditasi didasarkan pada pelayanan ber- fokus pada pasien. Keselamatan pasien menjadi indikator standar utama penilaian akreditasi baru yang dikenal dengan Akreditasi RS versi 2012 ini. Dalam standar Akreditasi RS versi 2012 mencakup standar pelayanan ber- fokus pada pasien, standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien di rumah sakit dan standar program MDGs,”ungkap dr. Chairul saat acara Workshop Bimbingan Teknis Akreditasi Rumah Sakit dengan Standar Internasional (05/03). Workshop Bimbingan Teknis Akreditasi Rumah Sakit dengan Standar In- ternasional ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan komitmen Rumah Sakit dalam mencapai akreditasi International den- gan narasumber/konsultan yang didatangkan langsung dari JCI. Kementerian Kesehatan telah melakukan sosialisasi standar Akreditasi versi 2012 di berbagai daerah. Workshop dan bimbingan teknis akreditasi dilakukan kepada Dinkes Provinsi, Dinkes Kab/Kota dan Rumah Sakit Umum Daerah. Diharapkan dengan sosialisasi, workshop dam bimtek ini yang berkepentingan dapat memiliki pemahaman yang baik tentang akreditasi yang baru dan secara teknis dapat mengisi self assestment instrument. Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS menambahkan Kementerian Kesehatan juga memotivasi dan menfasilitasi beberapa Rumah Sakit Indonesia terakreditasi internasional. Melalui badan akreditasi JCI (Joint Commission International). Pada proses bimbingan teknis tahap I sebanyak 7 rumah sakit yaitu RS Cipto Mangunkusumo, RS Sanglah Denpasar, RSUP dr. Sard- jito Yogyakarta, RSUP Fatmawati Jakarta, RSUP H. Adam Malik Medan, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dan RS- PAD Gatot Subroto. Selanjutnya tahap II, yaitu RSUP Kari- adi Semarang, RSUP Hasan Sadikin, RS Jantung Harapan Kita, RSAB Harapan Kita, RSUP Persahabatan, dan RSUP dr. Mo- hammad Hoesin Palembang. Secara singkat beberapa upaya Kementerian Kesehatan dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yaitu pen- andatanganan Pakta Integritas 7 RS Model untuk melaksana- kan akreditasi internasional, penyusunan Standar Akredi- tasi Rumah Sakit, penyusunan Instrumen Akreditasi RS versi 2012, bimbingan teknis Akreditasi Internasional 7 RS model tahap I dan 6 RS model tahap II. Juga melakukan sosialisasi standar dan instrument akreditasi, traning SDM rumah sakit oleh konsultan JCI untuk 7 RS model tahap I pada Maret 2012 serta launching Standar Akreditasi versi 2012 pada Rakor Direktorat Jenderal BUK dan Rapat Kerja Kesehatan Na- sional 2012 kemarin. Diharapkan 2 RS Pemerintah dapat meraih akreditasi In- ternational dari JCI pada akhir tahun 2012 dan berikutnya 5 RS Pemerintah pada tahun 2013. Sebagai rencana tindak lan- jut dilakukan sosialisasi standar dan instrumen Akreditasi versi 2012, bimbingan teknis akreditasi 2012 dan bimbingan teknis akreditasi international (JCI). Lebih lanjut akan dikem- bangkan pula akreditasi Fasyankes lain diantaranya Puskes- mas dan Balai Kesehatan. Buletin BUK Edisi II 1 STANDAR INTERNASIONAL RUMAH SAKIT Akreditasi Bimbingan Teknis Penyerahan Pelakat Apresiasi Workshop Bimbingan Teknis Akreditasi Rumah Sakit Standar Internasional (05/03)

Buletin II 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

buletin akreditasi RS

Citation preview

Buletin BUK Edisi II 1

BuletinDIREKTORAT JENDERAL BINA UPAYA KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN

Edisi II, April 2012

BUK

BUK

Pelayanan Rumah Sakit dinilai belum dapat memenuhi tuntutan dan ke-butuhan pasien, sehingga tidak jarang memunculkan masalah hubun-

gan antara rumah sakit dengan pasien, atau tenaga kesehatan dengan pasien/keluarga. Untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit, Ke-menterian Kesehatan telah telah melakukan berbagai upaya diantaranya melalui akreditasi rumah sakit.

Direktur Bina Upaya Kesehatan Rujukan, dr. Chairul Radjab Nasution menyampaikan akreditasi RS merupakan pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan terhadap rumah sakit yang telah memenuhi standar yang ditentukan.

”Sejak tahun 2012, akreditasi RS mulai beralih dan berorientasi pada para-digma baru dimana penilaian akreditasi didasarkan pada pelayanan ber-fokus pada pasien. Keselamatan pasien menjadi indikator standar utama penilaian akreditasi baru yang dikenal dengan Akreditasi RS versi 2012 ini. Dalam standar Akreditasi RS versi 2012 mencakup standar pelayanan ber-fokus pada pasien, standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien di rumah sakit dan standar program MDGs,”ungkap dr. Chairul saat acara Workshop Bimbingan Teknis Akreditasi Rumah Sakit dengan Standar Internasional (05/03).

Workshop Bimbingan Teknis Akreditasi Rumah Sakit dengan Standar In-ternasional ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan komitmen Rumah Sakit dalam mencapai akreditasi International den-gan narasumber/konsultan yang didatangkan langsung dari JCI.

Kementerian Kesehatan telah melakukan sosialisasi standar Akreditasi versi 2012 di berbagai daerah. Workshop dan bimbingan teknis akreditasi dilakukan kepada Dinkes Provinsi, Dinkes Kab/Kota dan Rumah Sakit Umum Daerah. Diharapkan dengan sosialisasi, workshop dam bimtek ini yang berkepentingan dapat memiliki pemahaman yang baik tentang akreditasi yang baru dan secara teknis dapat mengisi self assestment instrument.

Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS menambahkan Kementerian Kesehatan juga memotivasi dan menfasilitasi beberapa Rumah Sakit Indonesia terakreditasi internasional. Melalui badan

akreditasi JCI (Joint Commission International). Pada proses bimbingan teknis tahap I sebanyak 7 rumah sakit yaitu RS Cipto Mangunkusumo, RS Sanglah Denpasar, RSUP dr. Sard-jito Yogyakarta, RSUP Fatmawati Jakarta, RSUP H. Adam Malik Medan, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dan RS-PAD Gatot Subroto. Selanjutnya tahap II, yaitu RSUP Kari-adi Semarang, RSUP Hasan Sadikin, RS Jantung Harapan Kita, RSAB Harapan Kita, RSUP Persahabatan, dan RSUP dr. Mo-hammad Hoesin Palembang.

Secara singkat beberapa upaya Kementerian Kesehatan dalam peningkatan mutu pelayanan rumah sakit yaitu pen-andatanganan Pakta Integritas 7 RS Model untuk melaksana-kan akreditasi internasional, penyusunan Standar Akredi-tasi Rumah Sakit, penyusunan Instrumen Akreditasi RS versi 2012, bimbingan teknis Akreditasi Internasional 7 RS model tahap I dan 6 RS model tahap II. Juga melakukan sosialisasi standar dan instrument akreditasi, traning SDM rumah sakit oleh konsultan JCI untuk 7 RS model tahap I pada Maret 2012 serta launching Standar Akreditasi versi 2012 pada Rakor Direktorat Jenderal BUK dan Rapat Kerja Kesehatan Na-sional 2012 kemarin.

Diharapkan 2 RS Pemerintah dapat meraih akreditasi In-ternational dari JCI pada akhir tahun 2012 dan berikutnya 5 RS Pemerintah pada tahun 2013. Sebagai rencana tindak lan-jut dilakukan sosialisasi standar dan instrumen Akreditasi versi 2012, bimbingan teknis akreditasi 2012 dan bimbingan teknis akreditasi international (JCI). Lebih lanjut akan dikem-bangkan pula akreditasi Fasyankes lain diantaranya Puskes-mas dan Balai Kesehatan.

Buletin BUK Edisi II 1

STANDAR INTERNASIONALRUMAH SAKIT

AkreditasiBimbingan

T e k n i s

Penyerahan Pelakat Apresiasi Workshop Bimbingan Teknis Akreditasi Rumah Sakit Standar Internasional (05/03)

Buletin BUK Edisi II2

Tingkatkan Pelayanan Rumah Sakit

dengan Akreditasi

emenkes Sidak Rumah Sakit Terkait Limbah MedisK

Bandung - Daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK) menjadi prioritas nasional, mengingat berbagai masalah seperti adanya disparitas antar wilayah yang disebabkan kondisi geografis, iklim, luas wilayah. Hal ini berpengaruh pada masalah perekonomian, ketersediaan sumber daya manusia, pelaksanaan pelayanan keseha-tan yang bermutu dan terjangkau, dll. Di sisi lain adanya masalah kedaulatan negara khususnya di wilayah per-batasan dengan negara tetangga, demikian sambutan yang disampaikan oleh Dirjen Bina Upaya Kesehatan, dr. Supriyantro, Sp.P, MARS pada acara Rapat Koordinasi Teknis (Rakontek) Pusat Daerah Pelayanan Kesehatan DTPK yang diselenggarakan tanggal 19 - 22 Maret 2012 di Bandung.

Masalah kesehatan masyarakat di DTPK sampai saat ini masih memerlukan perhatian khusus agar masyarakat di wilayah tersebut dapat lebih mudah dijangkau dan menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas. Oleh karena itu, peningkatan pelayanan kesehatan pada masyarakat di DTPK merupakan salah satu program uta-ma Kementerian Kesehatan yang tercantum dalam Ren-cana Strategi Kementerian Kesehatan 2010 – 2014.

Beberapa program Kementerian Kesehatan yang te-lah dilaksanakan untuk mendukung kebijakan terkait dengan pelayanan kesehatan di DTPK antara lain : Jam-kesmas, penempatan tenaga PTT, Desa Diaga, dukun-gan sarana prasarana, pengadaan obat, dll. Sedangkan program terobosan pada tahun 2010-2014 antara lain Jampersal, BOK, peningkatan akses pelayanan keseha-tan / flying health care melalui Tim Pelayanan Kesehatan Bergerak, RS bergerak, Pengadaan Pusling Perairan dan Kendaraan Roda 4 Double Gardan, dll.

Reorganisasi Kementerian Kesehatan tahun 2010 mengamanatkan pembi-naan sarana pelayanan kesehatan berada di Ditjen Bina Upaya Kesehatan. Den-gan adanya RS dan puskesmas dibawah naungan Ditjen Bina Upaya Kesehatan, perencanaan pelayanan di Kabupaten/Kota hendaknya dapat disinkronisasikan dengan baik oleh Dinkes Kabupaten/Kota, sehingga pelayanan kesehatan pada masyarakat dapat dilaksanakan secara optimal. Propinsi sebagai perpanjangan tangan Pemerintah Pusat dan koordinator wilayah hendaknya dapat berfungsi dengan baik terlebih dengan adanya Surat Edaran Bersama 3 Menteri tentang Peningkatan Efektifitas Penyelenggaraan Program dan Kegiatan Kementerian/Lembaga di daerah serta Peningkatan Peran Aktif Gubernur selaku Wakil Pemer-intah Pusat.

Diakhir sambutannya, dr. Supriyantoro, Sp.P,MARS berharap semua peren-canaan terkait pembangunan sarana pelayanan kesehatan di Kabupaten/Kota harus dikoordinasikan dengan Dinas Kesehatan Propinsi dan diusulkan kepada Kementerian Kesehatan mealui aplikasi e-planning. Sehingga perencanaan pengembangan pelayanan kesehatan di Propinsi dan Kabupaten/Kota dapat terjalin dengan baik

JAKARTA – Kemenkes melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke RSUD Pasar Rebo dan RS Mitra Keluarga Depok (07/05) terkait pemberitaan di media massa atas dugaan jual beli sampah medis. Saat sidak di RSUD Pasar Rebo, Dirjen BUK dr. Supriyantoro didampingi Kadinkes DKI Ja-karta memeriksa tempat penghancuran limbah medis dengan menggunakan incinerator untuk membakar limbah medis seperti jarum suntik, sampah residu kasa dan sarung tangan yang dibakar hingga menjadi abu.

Menurut Dirjen BUK, meskipun RSUD Pasar Rebo telah memiliki sistem pengolahan limbah, namun tidak menghilangkan kemungkinan dugaan terjadinya penyimpangan pengolahan lim-bah medis oleh oknum yang tidak bertanggungjawab "Sebenarnya sudah ada aturan yang jelas mengenai pengolahan limbah tertuang dalam Kepmenkes No. 1204/2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit. Selain itu perlu ditingkatkan pengendalian di internal RS dan juga pengawasan dan pembinaan Dinkes DKI Jakarta harus lebih ditingkatkan,”ungkap dr. Supriyantoro. Dinkes DKI Jakarta mengakui meskipun sudah meraih ISO, namun masih terdapat kekurangan pada wadah kotak sampah sehingga akan dilakukan perbaikan sebagaimana mesti-nya terutama alur dan prosedurnya.

Pemerintah akan melakukan teguran lisan, tertulis dan sanksi jika dalam pendalaman dan pemeriksaan lanjutan Dinkes DKI Jakarta, Rumah Sakit terbukti lalai dalam pengolahan limbah dan sampah medis.

Sementara itu, Direktur RS Mitra Keluarga Depok menyampaikan bahwa Rumah Sakit telah memiliki sistem pengolahan limbah cair, sedan-gkan pengolahan limbah padat dilakukan oleh pihak ketiga. Untuk sampah non infeksius Rumah Sakit bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Pertamanan Kota Depok. Kemudian secara bersamaan dengan sidak Kemenkes, Balai Lingkungan Hidup telah melakukan pemeriksaan sampah pada setiap lantai dan kotak-kotak sampah di cek satu persatu. Dalam pemeriksaan itu, tidak ditemukan limbah medis bercampur dengan limbah domestik. Jadi limbah medis sejak awal hingga akhir sudah terpisah dari limbah domestik. RS Mitra Keluarga Depok meru-pakan rumah sakit pertama yang mendapat izin Walikota Depok dalam sistem penyimpanan sampah sementara.

”Urusan limbah rumah sakit tidak saja diawasi dan menjadi tanggung jawab jajaran kesehatan namun juga Kementerian Lingkungan Hidup beserta jajarannya dan instansi lain terkait. Kementerian Kesehatan menginstruksikan Dinas Kesehatan Kota Depok untuk melakukan pemeriksaan, pendalaman dan pembinaan terhadap pengolahan limbah medis rumah sakit,”kata Dirjen BUK.

KesehatanPelayanan RAKONTEK upaya peningkatan

Pusat Daerah

DTPK

Rumah sakit Terapung

Buletin BUK Edisi II 3

Tingkatkan Pelayanan Rumah Sakit

dengan Akreditasi

JAKARTA – Tujuh RS Pemerintah ditargetkan akhir tahun 2012 mencapai akreditasi Internasional oleh badan akreditasi JCI (Joint Commission Interna-tional), diantaranya RSUP dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP Sanglah Denpasar, RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Fatmawati Jakarta, RSUP H. Adam Malik Medan, RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, dan RSPAD Ga-tot Subroto.

Akreditasi internasional penting dilakukan untuk meningkatkan mutu pe-layanan rumah sakit sesuai dengan standar International, sekaligus sebagai penyelamat devisa negara.

Berdasarkan data dari Bank Dunia tahun 2004, bahwa devisa Indonesia yang keluar untuk pasien yang berobat ke luar negeri sekitar Rp 70 triliun. Jumlah devisa itu diperkirakan bertambah hingga lebih dari Rp 100 triliun per tahun.

”Jumlah yang cukup signifikan, sehingga pemerintah merasa perlu untuk melakukan tindakan, oleh karena itu kita memotivasi tujuh RS Pemerintah un-tuk segera terakreditasi secara internasional agar pelayanannya sesuai dengan standar internasional sehingga dapat menekan laju pasien yang berobat ke luar negeri,” ungkap Dirjen BUK, dr. Supriyantoro.

dr. Supriyantoro mengungkapkan bahwa pasien yang berobat ke luar negeri bukan mencari rumah sakit yang memiliki gedung yang bagus tetapi karena pelayanan rumah sakit yang lebih bagus, seperti komunikasi hubungan dokter

BLITAR - Bersamaan dengan kunjungan kerja Wakil Presiden Budiono ke Blitar (21/2), Wakil Men-teri Kesehatan Prof. Ali Gufron Mukti menyerahkan bantuan ambulan dan alat kesehatan kepada rumah sakit daerah di Blitar. Bantuan dari APBN itu berupa 1 ambulan dan paket alat kesehatan senilai Rp 16 milyar untuk RSUD Mardi Waluyo Blitar. Bantuan paket alat kesehatan sebesar Rp 6,5 milyar untuk RSUD Ngudi Waluyo dan 1 ambulan puskesmas keliling untuk Puskesmas Sutojayan Kabupaten Blitar.

Dalam kesempatan itu, Wamenkes juga mengingatkan peran Pemerintah Daerah khususnya Rumah Sakit Daerah dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Se-lain menggunakan mekanisme Jamkesmas dan Jampersal yang merupakan anggaran Kemen-terian Kesehatan, harus dialokasikan juga anggaran daerah untuk sektor kesehatan sebesar 10

dengan pasien yang baik. Saat ini Kemenkes sedang beru-paya meningkatkan pelayanan rumah sakit sesuai dengan standar internasional melalui akreditasi internasional.

Direktur BUK Rujukan, dr. Chairul Radjab Nasution me-nambahkan akreditasi ini menambah keuntungan bagi peningkatan pelayanan rumah sakit. Sebagai contoh, standar cuci tangan bagi para dokter, pemakaian masker bedah harus sesuai dengan ketentuan.

“Jadi jangan anggap enteng untuk cuci tangan tidak cukup untuk membasuh tangan dengan air dan sabun, tetapi sudah ada mekanisme yang mengatur cara men-cuci tangan. Dengan akreditasi ini maka semua harus memenuhi standar ketentuan internasional,”tambah dr. Chairul.

Dirjen BUK menegaskan pemerintah menjamin akreditasi Internasional rumah sakit sebagai upaya pening-katan pelayanan rumah sakit kepada pasien dan tidak akan menaikkan tarif pelayanan.

Bantuan Ambulan dan Alat Kesehatan

RSUD Blitar

persen dari APBD sebagaimana diamanat-kan Undang-Undang Kesehatan.

Bantuan Kementerian Kesehatan mela-lui dana Tugas Pembantuan dikhususkan untuk mengurangi angka kematian ibu bayi dengan program PONEK dan mem-perbaiki fasilitas peralatan ICU, PICU dan NICU. Juga peningkatan fasilitas gawat darurat dan tersedianya tempat tidur kelas III bagi pasien tidak mampu.

Dalam kesempatan itu, Wakil Presiden beserta Ibu selain Wamenkes juga di-dampingi oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Saefullah Yusuf, Mendiknas Muhammad Nuh, dan dari Kementerian Kesehatan hadir pula Direktur Bina Upaya Kesehatan Ruju-kan dr Chairul Radjab Nasution. Pak Budi-ono rombongan berkeliling di lingkungan rumah sakit dan mendapat penjelasan mengenai pelayanan kesehatan RSUD Mardi Waluyo.

Bantuan Ambulan Kementerian Kesehatan

Kunjungan Ruang VIP anak RSUP Soeradji Tirtonegoro Kelaten

Buletin BUK Edisi II4

Perkembangan ilmu dan teknologi bidang kesehatan yang maju pesat maka dikem-

bangkanlah Sel Punca, sedangkan yang di-maksud Sel Punca adalah sel tubuh manusia dengan kemampuan istimewa memperba-harui atau meregenerasi dirinya sendiri (self regenerate/self renewal) dan mampu ber-diferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Kegunaan Sel Punca bagi umat manusia un-tuk masa yang akan datang sangat menjan-jikan karena dapat menyembuhan penyakit serta memulihkan kesehatan melalui upaya transpalasi. Transpalasi yang dimaksud ada-lah transpalasi jaringan biologi atau jaringan tubuh manusia. Jaringan biologi - berasal dari jaringan manusia yang didermakan oleh donor hidup maupun jenazah yang bebas dari berbagai penyakit dan virus seperti HIV, Hepatitis B atau C, Tuberkolosis, Syphilis dan penyakit menular lain agar tidak menularkan kepada pasien yang menerimanya (respien), contoh jaringan biologi ialah jaringan tulang, kulit, tendon, katup jantung, kornea mata, jantung, lever, otak, jaringan amnion dll.

Bank jaringan adalah suatu organisasi atau usaha non profit yang bertujuan un-tuk menggumpulkan, memproses, men-gawetkan, menyimpan, mensterilkan serta mendistribusikan jaringan biologi seperti tu-lang, kulit, tendon dan jaringan amnion guna keperluan klinik. Dinamakan bank jaringan karena jaringan selalu tersedia jika diperlu-kan. Pelayanan Bank Jaringan merupakan pelayanan multi disiplin yang melibatkan multi profesi karena itu harus dikelolah ses-uai standard dan pedoman untuk mendap-atkan pelayanan yang bermutu, aman dan bertanggung jawab. Keberadaan Bank Jarin-gan di Indonesia terutama di RS Pendidikan Rujukan Kelas A dan B yang memiliki dokter spesialis keahlian di jaringan.. Sudah banyak pihak yang berminat mendirikan Bank jarin-gan Sel Punca kearah komersial di Indonesia, tidak masalah tetapi harus sesuai standar yang ditentukan dan sesuai ke ilmuan.

Pokja telah menyusun standar bank sel punca darah tali pusat. Pengaturan Bank Sel punca Darah Tali Pusat ini sangat mendesak

dalam rangka perlindungan bagi pasien yang akan me-nyimpan darah tali pusatnya pada bank-bank tersebut. Standar ini lebih dispesifikan pada Bank Sel Punca Darah Tali Pusat (Umbillical Cord Blood Bank). Di dunia interna-sional, hal ini baru dimulai selama 13 tahun. Tetapi Belum ada evidence bahwa penyimpanan sel punca darah tali pusat ini akan efektif dalam jangka waktu lama. Dalam standar ini mengatur 10 (sepuluh) hal teknis mengenai bank sel punca seperti tercantum dalam ruang ling-kup. Aspek keperdataan yang penting adalah mengenai pasien, fasilitas pelayanan dan bank. Bahwa setiap klien yang menyimpan darah tali pusat ini harus menyetujui setelah diberi penjelasan mengenai efektifitas penyim-panan dan resiko yang mungkin terjadi.

Komite Nasional sel Punca menyatakan bahwa Bank Sel Darah Tali Pusat tidak bisa mengikuti ketentuan da-lam Permenkes 833 Tahun 2009 (tentang Pedoman Pe-nyelenggaraan Medis Sel Punca) karena ada beberapa hal khusus yang berbeda dengan penyelenggaraan bank sel punca secara umum. Aspek hukum yang pent-ing adalah mengenai pemanfaatan sel punca. Pihak yang akan menandatangani informed consent adalah ibu, sebagai pemilik darah tali pusat. Mengenai peman-faatan juga harus ada persetujuan dari ibu. Untuk resip-ien harus dijelaskan mengenai prosedur pemanfaatan.

Jika suatu bank sel punca sudah mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan, maka sebagai institusi pemberi izin Kementerian Kesehatan akan turut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pelayanan dalam bank yang telah diberikan izin. Bank sel Punca darah tali pusat yang sudah mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan, dalam hal penyimpanannya dilakukan di in-donesia, tidak boleh dibawa ke luar negeri.

SELPUNCAWorkshop

Pembina Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Pemimpin Redaksi Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Wakil Pemimpin Redaksi Kepala Bagian Hukum, Organisasi dan Humas Redaktur Pelaksana Anjari (Kepala Sub Bagian Humas) Kontributor Eti Ekawati SH MH, Ani Mindo Ch. SE, Auliyana Zahrawani SKM, Pelita Apriany SKM, Sufermi Sofyan, Desi Syetiani S.Sos, Inu Wisnujati. S.Kom, Sekretariat Drs. Ahmad Haryanto, Denny Sugarna, Meidina Terianawati,ST, Layout Rachmat Fathoni S,Sos

Bagian Hukormas, Sekretariat Direktorat Jenderal

Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Tlp/Fax : 021-5277734 e-mail : [email protected]

Redaksi