20
Wahana Kalimantan Media Informasi dan Komunikasi Walhi se-Kalimantan Konversi Hutan Untuk Perkebunan Sawit dan Tambang Melegalkan Kekuasaan Modal di Kalimantan” Edisi Januari-April 2010 Opini : Kue Kalimantan Untuk Siapa ?

Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kami hadir kembali di tahun 2010. Kali ini, Wahana Kalimantan mengetengahkan liputan dan tinjauannya tentang keadaan kekinian yang dilamai hutan, ekosistem dan masyarakatnya.kita memahami. Bahwa hingga saat ini industri yang bergerak di usaha hutan dengan hsil kayu seperti HPH berjumlah 174 unit, HTI berjumlah 201 unit sementara pertambangan hingga saat ini setidaknya terdapat 21 perusahaan tambang skala besar di Kalsel dan 15 unit di Kaltim.Juga ada 154 konsesi pertambangan skala menengah dan 13 perusahaan tambang batu bara skala raksasa di Kalimantan Tengah.Terakhir ijin perkebunan sawit masing masing propinsi di kalteng luasannya mencapai 4.5 juta ha ( 104 unit operasional seluas 1,7 juta ha dan 196 unit belum operasional seluas 2,8 juta ha),Di Kalsel luasanya adalah 1,1 juta ha (400 ribu ha operasional dan alokasi baru seluas 700 ribu ha) di kaltim ijin pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan 2,6 juta ha dari total 4,09 juta ha untuk 186 unit, tetapi hanya 34 unit yang aktif.Dan terakhir di Kalbar ijin lokasi kelapa sawit seluas 1.5 juta ha untuk 79 unit [ 127.100 ha adalah kawasan hutan yang dialihfungsikan]. Prediksi kedepan di Kalimantan hingga tahun 2016 akan dibangun perkebunan seluas hampir ± 10 juta hektare. Investasi diatas merupakan investasi yang memiliki syarat untuk penguasaan wilayah dengan monopoli tanah sebagai basis produksinya sudah dipastikan konflik sumberdaya alam akan berkepanjangan dan selalu menyertai setiap bentuk investasi di bumi Kalimantan.Produksi berbasis tanah dan sumber agraria tersebut di jalankan dengan dasar eksstensifikasi. Perluasan area kelola perusahaan pada gilirannya menjadi penyebab mayor atas kerusakan hutan dan perubahan peruntukannya untuk perkebunan monokultur dan pertambangan.Perluasan kelola perusahaan pada hakektnya adalah land-grabbing (perampasan tanah). Hutan dan sumber agraria yang dinikmati oleh komunitas masyarakat lokal telah diubah menjadi area kelola perusahaan besar swasta. Hal ini telah menghancurkan nilai-dan tradisi lokal yang berbasikan kerja kolektif dan untuk kebutuhan sendiri. Praktek pengelolaan secara lokal ini sesunguhnya sudah membuktikan mampu menjaga wilayahnya dari kerusakan ekologi karena tidak bersifat masif serta tidak ekploitatif namun memiliki nilai-nilai konservasi yang mereka pahami secara lokal sangat beda dengan investasi untuk kepentingan komsumsi dan eksport kenegara-negara maju.Kondisi ini adalah satu cerminan perjalan panjang eksploitasi sumber daya alam sejak jaman kolonial yang hingga hari ini masih berlangsung dalam pola yang sama walaupun berbeda komoditasnya saja. Wahana Kalimantan dalam edisi ini menyajikan inisiatif dan aktivitas yang dilakukan oleh Walhi di regional kalimantan. Agar pembaca memahami besarnya bahaya perluasan perusahaan swasta besar perkebunan/pertambangan. Yang pada akhirnya merusak hutan, ekosistem dan masyarakatnya.Selamat membaca.

Citation preview

Page 1: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Wahana KalimantanMedia Informasi dan Komunikasi Walhi se-Kalimantan

“Konversi Hutan Untuk Perkebunan Sawit dan Tambang

Melegalkan Kekuasaan Modal di Kalimantan”

Edisi Januari-April 2010

Opini : Kue Kalimantan Untuk Siapa ?

Page 2: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

2

Daftar Isi

Penanggungjawab : Arie Rompas - Direktur Eksekutif Walhi KaltengDewan Redaksi : Arie Rompas, Afandi, Anang. J

Foto : Rio, Afandi, YuliantoLayout : Rio , Jean Nito

Walhi Kalteng Jl. Virgo IV, No. 129 - Palangkaraya 73112 Kalimantan TengahTelp.: (0536)-3229202 Fax. (0536) 3238382 email : [email protected] web : http://www.walhikalteng.org

Wahana KalimantanMedia Informasi dan Komunikasi Walhi se-Kalimantan

04 WARTA KALTENG : Ijin Rekomendasi Gubernur untuk Pelepasan Kawasan Hutan di Kalimantan Tengah

adalah. Tundukknya Pemerintah Atas Kuasa Modal ... Konversi hutan untuk perkebunan sawit dan pertambangan jelas-jelas menghancurkan tatanan ekonomi masyarakat kalimantan tengah ...

06OPINI : Kue Kalim-antan Kue Kalimantan

telah habis dibagi. Semut-semut itu menguasai potongan-potongan kue dengan politik monopoli tanah dan menjadikan tanah/sumber agrarian lainnya sebagai bagian dari alat produksi ...

08WARTA KALBAR : Untuk memperoleh dukungan dari legislator Pihak Walhi

Kalbar beserta anggota Jaringanya menyambangi kantor Rakyat DPRD Kalbar untuk menghentikan ekpansi sawit di danau sentarum

10WARTA KALTIM : Tangkap Bupati Yang Memberi-kan Ijin Tambang Dan Ijin Pembangunan Di Dalam

Kawasan Hutan Lindung ... dalam kasus pemakaian kawasan hutan lindung adalah yang memberikan ijin, dalam hal ini adalah Bupati ...

03 SALAM REDAKSI: Land-Grabbing dan monopoli tanah mengubah

hutan dan menyingkirkan masyarakat. Kekuatan modal untuk memperoleh keuntungan dalam mengeruk sumberdaya alam dikalimantan dengan berkoloborasi dengan birokrasi mengkonversi hutan untuk mempertahankan monopoli atas tanah.

12 WARTA KALSEL : Pegunungan

Meratus & Masyarakat Adat Hu-tan bagi Masyarakat Adat Dayak Meratus

adalah merupakan bagian dari napas hidupnya. Pemanfaatannya dikelola secara

bersama ...

15 INFO CLIMATE JUSTICE : Menagih Komitmen SBY untuk Menurunkan Emisi Menuntut

Keadilan Iklim Atas Solusi Perubahan Iklim Global ... akibat dari perubahan iklim akan berdampak pada penghidu-pan masyarakat terutama negara-negara selatan ...

17 Catatan Perjalanan : Hidup Di Air Hitam

... hutan bukan hanya memiliki nilai ekonomi, namun menempati kedudukan yang lebih utama dengan harapan tinggi pada keberlanjutan ekosistem.

Cover Story

Page 3: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Kami hadir kembali di ta-hun 2010. Kali ini, Wahana Kalimantan mengetengah-

kan liputan dan tinjauannya tentang keadaan kekinian yang dilamai hu-tan, ekosistem dan masyarakatnya.kita memahami. Bahwa hingga saat ini industri yang bergerak di usaha hutan dengan hsil kayu seperti HPH berjumlah 174 unit, HTI berjum-lah 201 unit sementara pertamban-gan hingga saat ini setidaknya ter-dapat 21 perusahaan tambang skala besar di Kalsel dan 15 unit di Kaltim.Juga ada 154 konsesi pertambangan skala menengah dan 13 perusahaan tambang batu bara skala raksasa di Kalimantan Tengah.Terakhir ijin perkebunan sawit masing masing propinsi di kalteng lua-sannya mencapai 4.5 juta ha ( 104 unit operasional seluas 1,7 juta ha dan 196 unit belum operasional seluas 2,8 juta ha),Di Kalsel luasanya adalah 1,1 juta ha (400 ribu ha operasional dan alokasi baru sel-uas 700 ribu ha) di kaltim ijin pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan 2,6 juta ha dari total 4,09 juta ha untuk 186 unit, tetapi hanya 34 unit yang aktif.Dan terakhir di Kalbar ijin lokasi ke-lapa sawit seluas 1.5 juta ha untuk 79 unit [ 127.100 ha adalah kawasan hu-tan yang dialihfungsikan]. Prediksi kedepan di Kalimantan hingga ta-hun 2016 akan dibangun perkebu-nan seluas hampir ± 10 juta hektare. Investasi diatas merupakan investasi yang memiliki syarat untuk penguasaan wilayah dengan monopoli tanah seba-gai basis produksinya sudah dipastikan konflik sumberdaya alam akan berkepan-jangan dan selalu menyertai setiap ben-tuk investasi di bumi Kalimantan.Produksi berbasis tanah dan sumber agraria tersebut di jalankan dengan dasar

eksstensifikasi. Perluasan area kelola pe-rusahaan pada gilirannya menjadi pe-nyebab mayor atas kerusakan hutan dan perubahan peruntukannya untuk perke-bunan monokultur dan pertambangan.Perluasan kelola perusahaan pada hakektnya adalah land-grabbing (per-ampasan tanah). Hutan dan sumber agraria yang dinikmati oleh komunitas masyarakat lokal telah diubah menjadi area kelola perusahaan besar swasta. Hal ini telah menghancurkan nilai-dan tradisi lokal yang berbasikan kerja kolektif dan untuk kebutuhan sendiri. Praktek pengelolaan secara lokal ini se-sunguhnya sudah membuktikan mam-pu menjaga wilayahnya dari kerusa-kan ekologi karena tidak bersifat masif serta tidak ekploitatif namun memiliki nilai-nilai konservasi yang mereka pa-hami secara lokal sangat beda dengan investasi untuk kepentingan komsumsi dan eksport kenegara-negara maju.Kondisi ini adalah satu cerminan perjalan panjang eksploitasi sumber daya alam se-jak jaman kolonial yang hingga hari ini masih berlangsung dalam pola yang sama walaupun berbeda komoditasnya saja. Wahana Kalimantan dalam edisi ini menyajikan inisiatif dan aktivitas yang dilakukan oleh Walhi di regional ka-limantan. Agar pembaca memahami besarnya bahaya perluasan perusahaan swasta besar perkebunan/pertamban-gan. Yang pada akhirnya merusak hu-tan, ekosistem dan masyarakatnya.

Selamat membaca.

Hari ini masih berlang-sung model penjajahan atas kontrol dan pen-gusaan sumber daya alam di negeri ini, mo-nopoli atas tanah dengan penguasaan tanah oleh investasi yang dektruktif dan masif menyebabkan kerusakan ekologi yang begitu parah di pulau ka-limantan dimana hampir setiap tahun terjadi ban-jir, kebkaran hutan, tanah longsor dan konflik tanah akibat prilaku korporasi yang berkolaborasi den-gan aparatur pemerin-tah dalam menerbitkan ijin sawit dan tambang di kawasan hutan.

Salam Redaksi

LAND-GRABBING & MONOPOLI TANAHMENGUBAH HUTAN DAN MENYINGKIRKAN

MASYARAKAT

3Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 4: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Warta Kalteng

Palangkaraya, WALHI Kalimantan Tengah meyakini bahwa Ijin Re-

komendasi yang diajukan oleh gubernur kalimantan tengah ke menteri kehutanan untuk ijin pinjam pakai kawasan hu-tan dan ijin pelepasan kawasaan hutan sangat dilandasi oleh ke-pentingan pengusaha untuk penguasaan kawasan (hutan dan non-hutan) untuk kepent-ingan monopili tanah di sek-tor perkebunan dan pertam-bangan di kalimantan tengah.

Sangat disayangkan seorang gu-bernur yang seharusnya memili-ki komitmen yang penuh untuk kesejahteraan rakyat di kalim-antan tengah justru tidak mam-pu memposisikan diri secara te-gas kepada para pengusaha yang jelas-jelas menggunakan mo-ment politik untuk mendorong-kan motif ekonomi dalam men-cari keuntungan atas kisruhnya tata ruang dan moment pilka-da di Kalimantan Tengah.

Seharusnya RTRWP di jadi-kan untuk perbaikan tata kelola

ruang dan sektor kehutanan di kalimantan tengah bukan justru mengikuti ambisi kepentingan pengusaha yang akhirnya akan merugikan masyarakat dan lingkungan di kalimantan ten-gah dimana esensi dari penataan ruang, merujuk pada UU No. 26/2007 tentang Penataan Ru-ang adalah proses alokasi ruang yang merupakan pencerminan dari upaya optimalisasi Pengelo-laan Sumberdaya Alam (PSDA) sehingga dapat mendukung pembangunan berkelanjutan un-tuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat.

Konversi hutan untuk perke-bunan sawit dan pertamban-gan jelas-jelas menghancurkan tatanan ekonomi masyarakat kalimantan tengah yang bukan mengandalkan sektor ini se-bagai mata pencaharian untuk memenuhi kebutuhan hidup-nya, justru sektor perkebunan dan pertambangan mengancam mata pencaharian masyarakat dengan merampas, mencemari lingkungan dan membodohkan masyarakat di sekitar konsensi

perkebunan dan pertambangan.

Daya rusak tambang dan perke-bunan sawit bukan saja merusak ekologi tetapi juga mengancam keselamatan warga dan mencip-takan kemiskinan dimana ban-yak fakta menunjukan bahwa wilayah-wilayah yang memiliki konsensi perkebunan dan per-tambangan di situ juga terjadi konflik sosial karena perampasan lahan dan kesengangan ekono-mi antar pendatang dengan masyarakat lokal dan kosentrasi kemiskinan bagi masyarakat lokal disekitar kawasan karena tertutupnya akses masyarakat terhadap sumberdaya alamnya.

Walhi Kalimantan Tengah mencatat bahwa perijinan di Kalimantan tengah di sektor pertambangan ( KK, PKP2B, KP, Ijin Pertambangan Rakyat Daerah dan Ijin Pertambangan Daerah) telah mencapai 466 ijin dengan luasan mencapai 4.716.444,96 ha. Dimana Ijin KP yang di dominasi ijin per-tambangan batubara merupa-kan ijin yang paling masif yang

Ijin Rekomendasi Gubernur Untuk Pelepasan Ka-wasan Hutan di Kalimantan Tengah Adalah Tun-

duknya Pemerintah Atas Kekuasaan Modal

4 Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 5: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

dikeluarkan oleh Bupati dan me-langgar ruang karena tanpa di-lengkapi ijin memasuki kawasan hutan dan ijin pinjam pakai ka-wasan hutan. Dari 466 perusa-haan di sektor pertambangan hanya 20 perusahan yang telah mengantongi ijin pinjam pakai kawasan hutan yang masuk di departemen kehutanan. Sedan-gkan disektor perkebunan ijin yang dikeluarkan telah menca-pai total luasan 4.254.804,773 ha dari 340 unit PBS dimana hanya 17 perusahaan seluas 203,675,9 ha yang telah menda-pat ijin pelepasan kawasan hu-tan, sedangkan Ijin perkebunan tanpa pelepasan kawasan hutan adalah seluas ± 2.844.311 Ha. Diantaranya seluas ± 600.209 Ha tumpang tindih dengan IUPHHK- HA / HT. Ijin-ijin tersebut sebagian telah berop-erasi dan telah berstatus HGU yang jelas-jelas melanggar UU kehutanan No. 41. Tahun 1999.

Rekomendasi ijin pelepasan kawasan hutan dan ijin pin-jam pakai kawasan hutan ini jelas-jelas bertentangan den-gan komitmen gubernur terkait dengan isu perubahan iklim pasca COP 15 di Copenhagen dimana gubernur sendiri ikut serta dalam rombongan presi-den yang berkomitmen untuk

menurunkan emisi dari degra-dasi dan deforestasi hutan se-bagai upaya pengurangan emisi dalam solusi perubahan iklim, selain itu perseden ini akan menjadi batu sandungan terkait dengan Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ru-ang dimana pelaksanaan pen-etapan revisi tata ruang propinsi maupun kabupaten/kota, tidak diperbolehkan adanya pemuti-han atas pelanggaran tata ru-ang yang telah terjadi sebelum-nya. Apabila yang dimaksud pemutihan adalah melegal-kan pelanggaran-pelanggaran prosedur hukum perubahan pe-runtukan/status kawasan hutan yang terjadi sebelumnya, berarti seluruh pelanggaran di atas harus diselesaikan terlebih da-hulu, dalam arti diproses secara hukum. Dan apabila hal terse-but diabaikan pejabat pemberi ijinya bisa dikenakan pidana.

Dengan melihat kondisi di atas maka WALHI Kalimantan Tengah menyatakan meno-lak ijin rekomendasi pelepasan kawasan hutan karena hal ini merupakan agenda investasi sebagai wujud motif mencari keuntungan untuk mengeruk sumberdaya alam di kalimantan tengah dan memanfaatkan mo-ment politik dalam kesempatan

PILKADA. Selanjutnya Walhi meminta kepada Gubernur Ka-limantan Tengah bersikap te-gas dan lebih mengedepankan kepetingan rakyat dan kesela-matan warga di kalimantan ten-gah dari bencana ekologi yang diakibatkan oleh penghancuran lingkungan, pencemaran, pe-langgaran HAM yang dip-raktekan oleh investasi dalam mengkonsolidasikan modalnya melalui monopoli tanah dengan modus perijinan. Walhi kalim-antan tengah meminta seluruh perijinan yang jelas melanggar tata ruang selama ini harus di cabut terlebih dahulu terutama perusahaan perkebunan yang mencaplok kawasan hutan dan konsensi tambang yang berop-erasi tanpa ijin memasuki ka-wasan hutan dan ijin pinjam ka-wasan hutan karena merupakan ketegori pidana dan korupsi di bidang kehutanan. Jalan satu-satunya adalah melakukan mor-atorium semua perijinan untuk memperbaiki kondisi lingkun-gan dan menata pemanfaatan ruang untuk kepentingan rakyat dan keseimbangan ekologi

###

5Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 6: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

dalam perut bumi, Minyak dan gas di lepas pan-tai, Hutan tanaman industry, perkebunan kelapa sawit dan karet serta hutan alam di atas tanahnya.Dari balik rimbunnya hutan Kalimantan, mer-eka mengejar kayu-kayu industri, rotan, damar, dan tengkawang. Juga kayu gaharu, ramin, dan cendana yang kini sudah sulit dijumpai.Dalam bukunya yang berjudul Indigenes and Colo-nizers: Dutch Forest Policy in South and East Borneo (Kalimantan) 1900 to 1950 yang terbit tahun 1988,

L Potter mengemukakan bahwa eksploitasi kayu te-lah berlangsung lama semenjak penjajahan Belanda. Mulai tahun 1904 sejumlah konsesi penebagan hutan telah diberikan di bagian hulu Sungai Barito dan daer-ah-daerah Swapraja di pantai timur, khususnya Kutai.Kayu dari suku meranti-merantian atau Dipterocar-paceae merupakan sekelompok tumbuhan tropis yang anggota-anggotanya banyak dimanfaatkan dalam bi-dang perkayuan dan laku di pasaran dunia. Suku ini praktis semuanya berupa pohon yang sangat besar, dengan ketinggian dapat mencapai 70-85 m. Hutan Kalimantan merupakan satu pusat keragaman suku ini. Karena banyak dieksploitasi, beberapa anggota penting suku ini terancam punah. Adalah International Union for Conservation of Nature IUCN telah mencatatkan-nya dalam Red List sebagai spesies terancam punah.Bila kayu ekonomis sudah habis tak tersisia, mer-eka mengubah hutan yang rusak menjadi perke-bunan kelapa sawit, kelapa, karet, tebu dan perke-bunan tanaman pangan. Usaha perkebunan ini sering diincar oleh semut dari negari Jiran.Mineral dan bahan tambangpun tak luput dilirik. Sejak dahulu kala pengolahan biji besi, pengumpulan emas dan intan telah dikenal. Konon kabarnya justru bukan suku bangsa asli yang menikmatinya. Melaink-an para pendatang berketurunan pedagang Cina dan Hindu. Tradisi masyarakat Dayak, selaku suku bangsa pendiam Kalimantan, justru tidak pernah membuat dan mengenakan perhiasan yang terbuat dari emas.Batubara juga menjadi favorit. Pada tahun 1903, dengan penanaman modal Belanda, tambang batu-bara terbesar di Pulau Laut mulai berproduksi dan

PULAU inisama sekali tak mirip dengan kue.

Tapi ia memiliki rasa gurihuntuk kekayaan alam

dan sumber agrariayang dikandungnya.

Mereka telah menikmatinya

Oleh : Jean Nito - Volunteer Walhi Kalteng

O p i n i

Siapa yang tak kenal dengan Kalimantan? Semua orang pasti tahu. Kalau Borneo? Sekiranya belum tentu semua orang akrab dengan sebutan ini. Pa-dahal ada fakta yang menyebut bahwa Borneo ada-lah gugus pulau terbesar ketiga di dunia setelah Greenland dan Seluruh P. Papua. Luar biasa besar.Kalimantan yang kita kenal adalah bagian wilayah In-donesia. Ia adalah bagian dari P Borneo Besar. Semen-tara bagian P. Borneo yang di luar wilayah Indonesia adalah negeri Malaysia (negara bagian Serawak dan Sabah) dan Kesultanan Brunei Darusallam. Adalah 3000 Km. Panjang perbatasan antara Kalimantan den-gan sebagian wilyah Malaysia itu. Membelah P Bor-neo dari Kalimantan Barat sampai Kalimantan Timur.Kalimantan meliputi hamper 73 % massa daratan Bor-neo dengan luas keseluruhan mencapai 549.032 km2. Luasan ini merupakan 28 % seluruh daratan Indonesia.Kalimantan kini sudah ramai. Kalau ada yang men-gatakan bahwa seantero Kalimantan hari ini hanyalah hutan rimba perawan lebat nan gelap gulita yang tak terjamah, maka ia sudah pasti keliru. Lihatlah. Dari luasan 56.876.800 hektar, menurut Walhi dan Jatam 2006, semuanya sudah habis terbagi bak kue. Gula di pulau ini telah membuat ratusan semut mendatanginya. Kue Kalimantan telah habis dibagi. Semut-semut itu menguasai potongan-potongan kue dengan poli-tik monopoli tanah dan menjadikan tanah/sumber agrarian lainnya sebagai bagian dari alat produksi. Usaha produksi berbasis tanah/sumber agrarian terse-but menghasilkan bahan makanan dan bahan men-tah guna tujuan pasar luar negeri. Sebagai komodi-tas yang memiliki nilai tukar dan harga. Yang pada gilirannya, mereka digunakan sebagai bahan dasar industry besar guna menciptakan barang dengan nilai baru. Industri milik tuan imperialis skala dunia.Secara umum klas para semut akan meluaskan pen-guasaan tanah melalui perampasan tanah (Land grabbing) untuk meningkatkan produksi, tenaga kerja yang murah dan alat kerja yang terbelakangApa yang menarik dari Kalimantan?

Para semut itu mencari gula kekayaan alam yang dikandungnya. Mineral dan batubara

Kue Kalimantan

6 Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 7: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

menjelang tahun 1910 telah menghasilkan kira-kira 25 % dari semua keluaran Indonesia. Demiki-an salah satu fakta penelitian yang dikemukakan oleh Thomas Lindblad Between pada tahun 1988 dalam bukunya Dayak and Dutch: the econom-ic history of Southeast Kalimantan 1880-1942.Tercatat oleh Save Our Borneo, lembaga nirlaba yang peduli terhadap Kalimantan, bahwa pertambangan mineral (emas dan biji besi) berbasis investasi as-ing di mulai dengan kontrak kerja perusahaan Indo Muro Kencana di Kalimantan Tengah dan Kelian Equatorial Mining di Kalimantan Timur. Semen-tara Pertambangan Batu Bara di mulai oleh Perusa-haan Adaro dan Arutmin. Di Kalimantan Selatan dan di Kalimantan Timur oleh Berau Coal, In-dominco Mandiri, Kaltim Prima Coal, Kideco Jaya Agung, Multi Harapan Utama dan Tanito Harum.Dan saat ini terdapat lebih dari 21 perusahaan besar pertambangan di Kalsel, 15 perusahaan besar per-tambangan di Kaltim dan154 KP dan 13 PKP2B perusahan pertambangan di Kalimantan TengahMengapa negeri ini tak bisa mengelolanya secara mandiri? Karena ia dihambat kemajuannya oleh imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokra-si yang berbasiskan monopoli tanah. Kekuatan produktif di negeri ini di-belakangkan dan dibuat menjadi miskin. Keadaan demikian menjadikan In-donesia tetap menjadi negeri agraris, pra-industrial dan terbelakang yang menggantungkan diri pada import kapital melalui investasi asing dan hutang. Bahan mentah yang dimiliki Kalimantan dan pu-lau lainnya di nusantara nyaris tidak ada gunan-nya bagi rakyat karena ketiadaan industri nasional di negeri ini. Industry yang berkembang hari ini adalah Industri milik imperialis. Sebutlah per-tambangan besar. Sementara industri dan pabrik olahan layaknya CPO dan karet nyata-nyata ada-lah bertujuan ekspor. Semua industri tersebut bergantung pada mesin impor dari negeri impe-rialis. Tidak ada alih teknologi bagi negeri ini.Bila kita mendengar kata ‘imperialis’ maka kita akan membayangkan pada sejarah masa lalu, jaman penjajahan atau kolonialisme Belanda dan Jepang. Ingatan itu tidak salah. Imperialisme memang identik dengan penjajahan Belanda dan Jepang. Namun imperialisme tidak selamanya berwujud dalam bentuk penjajahan secara langsung seper-ti yang dulu dilakukan oleh Belanda dan Jepang.Penjajahan yang dialami saat ini berbeda dengan penjajahan yang dialami pada masa dulu. Penja-jahan saat ini kita sebut “penjajahan gaya baru” atau bila menggunakan istilah bung Karno dike-nal dengan sebutan “Nekolim”, singkatan dari “Neo-Kolonialisme dan Neo-Imperialisme”.Mengapa disebut “penjajahan gaya baru” atau

“kolonialisme baru”? Apakah terdapat persa-maan antara “kolonialisme lama” dengan “ko-lonialisme baru”? jawabnya, YA. Secara hakikat tiada yang berbeda antara kolonialisme lama dengan kolonialisme baru. Yang berbeda hany-alah pada bentuknya. Dengan kata lain, kolonial-isme lama dengan kolonialisme baru hanya ber-beda dalam bungkusnya, tapi sama dalam isinya.Penjajahan pada masa kini adalah penjajahan tidak langsung, yakni penjajahan yang dilaku-kan oleh negara-negara imperialis dengan meng-gunakan kekuasaan politik dari kaki tangannya di dalam negeri. Kaki-tangan imperialis inilah yang menjalankan politik penjajahan gaya baru melalui instrument Negara, sebutlah diantaranya adalah aturan hukum dan perundang-undangan. Mengapa demikian? Karena foundasi hidup im-perialism di negeri ini adalah penguasaan atas tanah, kekayaan alam dan sumber-sumber agrar-

ianya. Perusahaan besar swasta dan Negara ber-bentuk perkebunan dan pertambangan adalah faktanya. Dengan beragam komoditinya. Mer-eka berkeinginan untuk menjamin pasokan ba-han baku, berupa bahan mentah dan pangan guna menopang keberlangsungan industrinya.Tipikal perusahaan besar yang demikian ada-lah tuan tanah tipe baru. Tipe yang demikian se-lalu berorientasi untuk mendapatkan kekuasaan monopoli atas tanah melalui beragam cara. Baik dengan jalan jual-beli ataupun dengan cara yang lebih primitif, perampasan tanah (land grabbing).Dengan adanya kekuasaan kaki tangan im-perialis dan keberadaan tuan tanah tipe baru yang melakukan monopoli tanah adalah ciri penting untuk menyebut Indonesia seba-gai negeri setengah jajahan – setengah feudal.Tentu Kita patut merubah keadaan.

‘ ... dihambat kemajuan-nya oleh imperialisme, feo-dalisme dan kapitalisme birokrasi yang berbasiskan monopoli tanah. ... men-jadikan Indonesia tetap menjadi negeri agraris, pra-industrial dan terbelakang ...’

7Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 8: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Penyelamatan hutan di Kalimantan Barat harus di-lakukan dan dikawal dengan serius oleh semua pihak, kar-ena ancaman nyata semakin terlihat intensitasnya dimana kawasan-kawasan genting pun mulai disasar untuk perkebu-nan sawit. Bahkan Taman Na-sional Danau sentarum tidak terhindar dari ancaman pem-bukaan perkebuan sawit yang begitu rakus akan tanah kar-ena salah satu syaratnya adalah pembukaan perkebunan skala

besar membutuhkan ham-

paran tanah yang luas, selain menghancurkan ekositem kar-ena sifatnya yang monokultur.

Kondisi ini tentunya me-merlukan dukungan dari ber-bagai pihak terutama pihak legislator yang duduk di DPR sebagai wakli rakyat dan fung-si kontrol atas kebijakan eksek-tutif yang merupakan peran sentral dalam memberikan ijin perkebunan diwilayah kalbar termasuk di kawasan taman Nasioanal Danau Sentarum.

Untuk itu pihak Walhi kal-bar bersama salah satu anggota

jaringanya melakukan dengar pendapat dengan Komisi C DPRD Kalbar untuk menyam-paikan persoalan ini. Dalam kesempatan itu pihak Walhi Kalbar melalui kordinator riset dan divisi kampanye hen-drikus Adam mengajak pihak DPRD Kalbar untuk mem-perjuangkan penyelamatan ka-wasan hutan Taman Nasional Danau Sentarum di Kabupat-en Kapuas Hulu. Walhi Kalbar sangat berharap agara DPRD Kalbar memposisikan keber-pihakanya kepada masyarakat local karena perkebunan sawit akan mengancam perkonomi-an masyarakat dan akan meru-sak tatanan social masyarakat local yang selama ini sudah terjaga secara turun temurun tanpa konflik yang berarti.

Ketika perkebunan masuk pihak perkebunan dan pe-merintah selalu menyampai-kan slogan yang menyatakan pembukaan lahan sawit akan membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat hingga saat ini da-lam kenyataanya sangat tidak relevan, dimana dengan pem-bukaan lahan sawit masyarakat setempat yang terbiasa dengan pekerjaan berkebun, berla-dang, nelayan dan peman-faatan hasil hutan lainnya justru akan kehilangan lapan-gan pekerjaannya,” ulasnya.

Ancaman nyata atas kehilan-gan pekerjaan bagi masyarakat local adalah kemampuan untuk bertahan hidup bagi 10.000 jiwa nelayan dan masyarakat disekitar danau sentarum

Warta Kalbar

Penyelamatan Danau Sentarum Dari Ekspansi Perkebunan Sawit

8 Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 9: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

yang mengandalkan sungai dan danau sebagai sumber penghidupanya semakin teran-cam dimana ikan-ikan sun-gai dan kawasan danau yang akan menyempit dan dipasti-kan akan terjadi pencemaran aki-bat bahan-bahan kimia, pupuk dan pestisida yang di-gunakan untuk perkebunan akan mengalir ke da-nau dan sungai. Selain itu mer-eka akan teran-cam kehilangan sumber mata pencaharian lainya yaitu madu hutan yang dijadikan peker-jaan masyarakat selain di sek-tor nelayan. Seharunya hutan di lindungi untuk kebutuhan rakyat karena mereka sudah mampu memproduksi madu dari hutan sebanyak 30 ton pertahun ungkap Vincentius Heri dari Yayasan Riak Bumi.

Menanggapi hal ini, Sekre-taris Komisi C DPRD Kalbar Andi Aswad yang didampingi anggota Komisi C lainnya sep-erti Ali Akbar, Mohamad Isa, Gusti Effendy dan Tapanus Tapat, mengatakan sepaham dengan apa yang disampaikan Walhi dan akan memperjuang-kan hal tersebut karena data-da-ta yang ada sangat meyakinkan.

“Salah satu bentuk dukungan kita adalah menyetujui program ecotourism yang dicanangkan oleh Bapedalda Kalbar, dima-na dalam program yang men-jual keindahan kawasan hutan

tersebut tentunya akan men-jaga kelestarian hutan sebagai daya tarik utama,” ujar Andi.

Ia mengatakan untuk ta-hap awal sudah dicanang-kan pembangunan pelabu-

han di Jongkong dan di Lanjak dengan anggaran masing-masing Rp 500 juta.

Dari total 132.000 hektar luas kawasan TNDS ditambah ka-wasan penyangga (bufferzone) seluas 65.000 hektar, diper-kirakan 141.290 hektar hutan primer dan sekumder ditebang dan dialihfungsikan menjadi kebun sawit, oleh karenanya 965,2 juta hektar lahan gambut akan hilang. Alih fungsi lahan gambut ini akan mengakibat-kan gambut teroksidasi dan melepaskan 128 juta ton kar-bon ke udara dalam reaksi yang makin lama makin membesar.

Perubahan kualitas air ka-wasan danau dan sungai aki-bat pestisida juga mengancam keberadaan industry ikan Ar-wana yang sensitive terhadap perubahan kualitas air. Ini artinya, hilangnya penda-patan Rp 70-140 milyar per-tahun dari sektor tersebut

Selain itu tangapan legisla-tor lainya menytakan bahwa Bupati seharusnya meninjau kembali perijinan perkebunan sawit di wilayah Kapuas Hulu.

Hal ini salah satu antisipasi ter-jadinya bentrok dan konflik so-cial di tingkat masyarakat. Di temukan dilapangan juga ban-yak sekali ijin yang tumpang tindih yang juga menambah carut marutnya pengeloalaan hutan untuk perkebunan di ka-lbar menyambung pernyataan Muhamad Isya. Disisi lain masih banyak perusahaan yang belum memilki dokumen AM-DAL, kalaupun ada itu AM-DAL yang tidak kompeten karena di keluarkan oleh orang yang tidak memiliki sertifkasi AMDAL, sudah dipastikan pelaksannya pasti amburadul.

Untuk itu pihak DPRD akan segera memangil BLHD dan pihak-pihak terkait ter-masuk pihak perusahan pem-liak lahan di sekitar kawas ta-man nasional danau sentarum untuk memperjelas persoalan.

9Wahana Kalimantan | Januari- April 2010

Page 10: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Samarinda, Kaltim – Ja-jaran POLDA Kaltim harus berani menangkap

dan mengusut secara tuntas terkait penggunaan kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Bulungan (Pulau Bunyu) un-tuk kegiatan Pertambangan Batu Bara dan di Kabupaten Nunukan terkait pemban-gunan jalan jika kedua kasus tersebut terbukti melanggar peraturan perundang-undan-gan yang berlaku. Pihak pal-ing bertanggung jawab dalam kasus pemakaian kawasan hutan lindung adalah yang

memberikan ijin, dalam hal ini adalah Bupati dikedua daerah.

Kedua aktifitas di dalam ka-wasan Hutan Lindung dikedua Kabupaten tersebut telah jelas melanggar Pasal 38 dan Pasal 50 dalam UU No. 41 Tentang Kehutanan Tahun 1999. Ijin pinjam pakai di dalam kawasan Hutan Lindung pun harus dilakukan oleh Menteri Ke-hutanan dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Pelanggaran atas kedua pasal ini merupakan tindakan pidana dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda pal-

ing banyak Rp 5 Milyar sampai Rp 10 Milyar. Seyogyanya ked-ua aktivitas di dalam kawasan Hutan Lindung yang meresah-kan tersebut juga harus dihen-tikan sampai adanya kepastian penyidikan dan penyelidikan dari POLDA Kaltim termasuk status hukum jika kasus terse-but sampai keranah peradilan.

Aktivitas penambangan di Pu-lau Bunyu sebelumnya sudah diketahui oleh WALHI Ka-limantan Timur pada tahun 2007 melalui investigasi yang dilakukan dengan dasar pen-gaduan dari masyarakat Ke-

Warta Kaltim

Tangkap Bupati Yang Memberikan Izin TambangDan Izin Pembangunan Di Dalam Kawasan Hutan

Siaran Pers Untuk disiarkan segeraTanggal : 24 Maret 2010Oleh Walhi Katim

Terancamnya Hutan Lindung KaltimAkibat Ijin Tambang dan

Pembangunan Infrastruktur Daerah

10 Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 11: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

camatan Bunyu. Ekosisitem Pulau Bunyu saat ini terancam oleh eksploitasi pertamban-gan batubara oleh tiga peru-sahaan dengan menggunakan ijin Kuasa Penambangan (KP) yang dikeluarkan oleh Bupati Bulungan. Tiga perusahaan tersebut adalah; PT. Garda Tu-

juh Buana seluas: + 1.995 ha, PT. Lamindo Inter Multikon seluas: + 1.000 ha, dan PT. Mi-tra Niaga Mulya / PT. Adani Gelobal seluas: + 1.900 ha den-gan total keseluruhan ijin kons-esi + 4.928 ha. Artinya; hampir 50 % Pulau Bunyu dikepung oleh eksploitasi pertambangan batubara dengan total luasan Pulau Bunyu sebesar + 198,32 km persegi. Dan tentu saja ini akan berdampak semakin bu-ruknya kualitas Lingkungan Hidup dan terancamnya ka-wasan Hutan yang ada di Pulau Bunyu, Kabupaten Bulungan.

Sementara pembangunan in-frastruktur di dalam kawasan

Hutan Lindung di Pulau Nunu-kan telah dimulai semenjak ta-hun 2005 melalui dana Ang-garan Belanja Tahunan (ABT), sementara Pemkab Nunukan mengeluarkan surat ke Men-teri Kehutanan dan Dinas Ke-hutanan Propinsi Kalimantan Timur pada tahun 2007 untuk

permohonan pinjam pakai ka-wasan hutan. Artinya pembu-kaan Hutan Lindung untuk pembangunan infrastruktur telah dikerjakan terlebih da-hulu. Dari hasil pemantauan WALHI Kaltim tahun 2008, Hutan Lindung Pulau Nunu-kan sudah berubah fungsinya. Jika ini dibiarkan maka keru-sakan dan tinga deforestarsi di Hutan Lindung tersebut akan semakin meluas dan parah se-mentara Hutan Lindung ini juga berfungsi sebagai “buf-fer zone” untuk keseimban-gan ekologi Pulau Nunukan.

Seperti diketahui terdapat 13 perusahaan tambang di Indo-

nesia yang mendapatkan ijin dari pemerintah untuk melaku-kan kegiatan pertambangan sesuai dengan Kepres No. 41 Tahun 2004, termasuk 2 di Kalimantan Timur yaitu; PT. Interex Sacra Raya (PT. ISR) dan PT. Indominco Mandiri. Artinya sudah bisa dipastikan

perusahaan lain yang berop-erasi di dalam kawasan Hutan Lindung di Kalimantan Timur adalah illegal. Pembukaan Hu-tan Lindung untuk eksploitasi industri ekstraktif seperti Batu bara dan perluasan infrastruk-tur daerah merupakan preseden buruk bagi pengelolaan hutan di Kalimantan Timur, diten-gah provinsi ini mencanang-kan Kaltim Green yang telah ramai dikampanyekan dimedia Lokal, Nasional bahkan sam-pai Internasional oleh Guber-nur Kaltim. Fungsi kontrol dari Pemerintah Provinsi melalui Gubernur juga menjadi penting untuk dilakukan sesuai den-gan PP No. 19 Tahun 2010.

11Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 12: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Hutan pegunungan meratus merupakan kawasan hutan

asli (native forest) yang masih tersisa di Propinsi Kaliman-tan Selatan, letaknya memben-tang dari arah Tenggara sam-pai kesebelah Utara berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Timur. Kawasan Meratus mem-punyai peran yang sangat vital sebagai sistem penyangga ke-hidupan serta penyedia sum-ber yang bermanfaat. Posisi kawasan hutan yang terletak di wilayah hulu beberapa DAS (Daerah Aliran Sungai) mem-

buat wilayah ini berperan pent-ing sebagai kawasan resapan air.Hutan kawasan Meratus meru-pakan kawasan hulu bagi be-berapa sungai penting yang ada di Kalimantan Selatan yaitu sungai Amandi, Sungai Bara-bai, Sungai Batang Alai, dan Sungai Sampanahan serta Sun-gai Balangan. Bisa dibayangkan betapa besar dan pentingnya peranan kawasan hulu ini bagi sistem hidrologi di propinsi ini. Kelestarian kawasan Meratus adalah satu satunya jaminan kelangsungan kondisi pasokan

Warta Kalsel

Pegunungan Meratus & Masyarakat Adat

SUKU bangsa Dayak Meratus dalam pakaian adat. mereka mendiami seputuar Pegunungan Meratus di Kalimantan Sela-

tan. gambar diambil dari http://dwipratama86.blogspot.com/

air bagi daerah aliran sungai sungai tersebut. Di lain pihak kondisi kelerengan lahan yang cukup terjal dan jenis tanah peka erosi membuat wilayah tersebut memiliki nilai keren-tanan (fraglity) yang tinggi seh-ingga penutupan hutan merupa-kan satu-satunya pilihan terbaik yang perlu dipertahankan dan dijauhkan dari kerusakan. Hutan bagi Masyarakat Adat Dayak Meratus adalah merupa-kan bagian dari napas hidupnya. Pemanfaatannya dikelola secara bersama, diatur berdasarkan ke-biasaan-kebiasan mereka (adat). Umumnya model pengelolaan-nya berbasis pada nilai ekono-mis, ekologis dan keberlanju-tan sebuah sistem pengelolaan. Sumberdaya alam adalah sumber pendapatan untuk memenuhi hidupnya sehari-hari sekaligus sebagai tabungan masa depan-nya untuk anak cucu mereka. Mata pencaharian mereka men-gandalkan sumberdaya alam se-tempat (resources based activity) yang memiliki rotasi ekonomi sepanjang tahun sesuai musim yang berlaku, mulai usaha per-tanian berupa padi tugalan, ke-bun rotan, kebun karet dan hasil hutan non kayu seperti : kulit kayu, getah jelutung, obat-oba-tan tradisional dan buah-buahan lokal musiman. Proses pengelo-laanya (pemanfaatan dan pele-stariannya) diatur oleh aturan adat yang disepakati bersama oleh msyarakat Dayak Meratus melalui musyawarah yang dip-impin oleh kepala Balai (adat). Sumberdaya alam yang dimak-sud antara lain : hutan, kebun, sungai-sungai dan makhluk

12 Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 13: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

‘ ... yang umumnya dilaksanakan melalui pembuatan kebijakan yang bersifat sentral-istik sehingga dalam pelaksanaannya telah menimbulkan berba-gai masalah terutama yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat adat (lokal) ...’

hidup di dalamnya (termasuk manusia) tidak dapat dipisah-kan antara satu dengan lainnya. Dengan kearifan lokal yang mereka miliki terbukti bahwa hingga saat ini wilayah hutan yang selama ini menjadi sum-ber penyangga kehidupan mer-eka mampu dijaga dengan baik dan dengan pengelolaan ladang gilir-balik yang mereka terap-kan, memiliki kebijaksanaan tersendiri dalam memandang alam dan hutan sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat ter-pisah dari kehidupan mereka. Hal ini tentu saja mementahkan pendapat segilintir pihak yang mangatakan bahwa masyarakat adat di sekitar meratus lah yang justru merusak hutan mer-eka sendiri, padahal jelas-jelas Pengelolaan sumberdaya lam dilakukan oleh negara melalui pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah mulai dari tingkat pusat sampai tingkat daerah dengan melibatkan investor baik dalam maupun luar negeri. Kebijakan pembangunan yang menekankan pada pertumbu-han ekonomi terutama sekali pasca bomming minyak telah menjadikan sumberdaya alam non migas sebagai sector an-dalan. Pada model pengelolaan yang diusahakan lebih mengejar pertumbuhan ekonomi sehingga berbagai kebijakan yang dike-luarkan lebih menekankan pada pendapatan keuntungan yang sebesar-besarnya. Mulailah ek-sploitasi secara besar-besaran terjadi melalui berbagai perusa-haan berskala besar. Kondisi ini telah mengabaikan kepentingan dan kedaulatan rakyat atas pen-gelolaan SDA serta aspek kele-starian dan keberlanjutannya. Beberapa contoh kasus kebijakan yang bersifat sektoral telah turut

memperparah kondisi pengelo-laan SDA oleh negara., misal-nya pemberian konsesi HPH, perkebunan besar melalui PIR-BUN dan sector pertambangan yang umumnya dilaksanakan melalui pembuatan kebijakan yang bersifat sentralistik sehing-ga dalam pelaksanaannya telah menimbulkan berbagai masalah terutama yang b e r k a i t a n d e n g a n h a k - h a k mas ya ra k at adat (lokal). Hal ini um-umnya terjadi karena dalam k e ny a t a a n-nya wilayah-wilayah ek-sploitasi itu telah dikuasai mas ya ra k at secara tu-run temurun. Namun mela-lui “Hak M e n g u a -sai Negara” k e d au l a t a n rakyat atas SDA diabaikan. Hutan dan Pen-gakuan Terhadap Masyarakat Adat Dalam beberapa peraturan perundang-undangan di negeri ini diakui adanya keberadaan masyarakat adat sebagai sebuah bagian dari keberagaman yang ada. Dimulai dengan Undang-undang Dasar 1945 (hasil amandemen), pengakuan dan peng-hormatan terhadap komu-nitas adat, sangat gamblang dis-ebutkan pada pasal 18B ayat (2), bahwa: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepan-jang masih hidup dan sesuai den-gan perkembangan masyarakat

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang dia-tur dalam undang-undang”. Pasal ini memberikan po-sisi konstitusional kepada masyarakat adat dalam hubun-gannya dengan negara, serta menjadi landasan konstitusional bagi penyeleng-gara negara ba-

gaimana seharusnya komuni-tas adat diperlakukan. Lalu di dalam undang-undang kehu-tanan sendiri pun mengakui keberadaan masyarakat adat. Dalam Undang-undang 41 Ta-hun 2009 tentang Kehutanan sendiri pun mengakui adanya wilayah masyarakat hukum adat, seperti dinyatakan dalam pasal 1 angka 6: “Hutan adat adalah hutan negara yang be-rada dalam wilayah masyarakat hukum adat”. pengakuan hak masyarakat hukum adat untuk melakukan pengelolaan hutan adatnya dipertegas dalam pasal 67 ayat (1) bahwa : “Masyarakat hukum adat sepanjang menu-

13Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 14: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Warta Kalsel

rut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, berhak: a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebu-tuhan sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan; b. melakukan kegiatan pengelo-laan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang; dan c. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya”. Dengan diakuinya keberadaan masyarakat adat didalam be-berapa peraturan perundang-undangan tersebut, seharusnya para pengambil kebijakan dit-ingkat propinsi dan kabupaten di Kalimantan Selatan mengeluar-kan suatu kebijakan yang mem-berikan perlindungan terhadap keberadaan hutan pegunungan meratus dan masyarakat adat yang selama ini masih belum mendapatkan pengakuan yang legal dari pemerintah daerah. Pengakuan yang legal ini adalah salah satu cara untuk melind-ungi keberadaan kawasan pegu-nungan meratus dari berbagai macam potensi ancamannya. Melindungi Meratus, Melind-ungi Kalimantan Selatan Saat ini kawasan Pegunungan Meratus sedang mengalami proses per-cepatan degradasi lingkungan. Pada periode tahun 1985-1997 saja telah terjadi pengurangan hutan seluas 796.718 Ha (44,4%) atau 66.559,83 (3,7%) pertahun-nya. Dimana prosentasi laju kerusakan hutan ini lebih besar dari angka rata-rata nasional. Semua ini akibat terjadinya pe-rubahan tata guna lahan, izn HPH/HTI, maraknya pem-balakan liar dan ancaman ins-dutri ekstraktif seperti pertam-bangan batubara dan bijih besi. Kesemua ancaman itu tentu saja

menjadi sebuah ancaman bagi kelestarian hutan pegunungan meratus dan juga masyara-ka adat tentunya, belum lagi dampak yang ditimbulkan yang dapat berakibat terhadap kondisi lingkungan Kalimantan Selatan lain karena Kawasan Meratus mempunyai peran yang sangat vital sebagai sistem penyangga kehidupan serta penyedia sum-ber yang bermanfaat. Posisi kawasan hutan yang terletak di wilayah hulu beberapa DAS (Daerah Aliran Sungai) mem-buat wilayah ini berperan pent-ing sebagai kawasan resapan air. Hutan kawasan Meratus meru-pakan kawasan hulu bagi be-berapa sungai penting yang ada di Kalimantan Selatan yaitu sungai Amandi, Sungai Bara-bai, Sungai Batang Alai, dan Sungai Sampanahan serta Sun-gai Balangan. Bisa dibayangkan betapa besar dan pentingnya peranan kawasan hulu ini bagi sistem hidrologi di propinsi ini. Kelestarian kawasan Meratus adalah satu satunya jaminan ke-langsungan kondisi pasokan air bagi daerah aliran sungai sun-gai tersebut. Di lain pihak kon-disi kelerengan lahan yang cu-kup terjal dan jenis tanah peka erosi membuat wilayah terse-but memiliki nilai kerentanan (fraglity) yang tinggi sehingga penutupan hutan merupakan satu-satunya pilihan terbaik yang perlu dipertahankan dan dijauhkan dari kerusakan. Sebuah Tindakan dan Hara-pan Dengan fakta ancaman dan Dengan adanya pengakuan le-gal yang bisa dapat dituangkan dalam sebuah perda yang men-cakup tentang perlindungan dan pengakuan terhadap kawasan hutan pegunungan meratus dan hutan adat, setidaknya ada dua sasaran besar yang dapat dicapai.

Pertama, adalah dengan adanya sebuah peraturan perundang-undangan yang mencakup kedua hal tersebut diatas maka perlindungan terhadap kondisi pegunungan meratus sebagai penyangga kondisi lingkun-gan hidup di Kalimantan Se-latan dapat terus dilindungi dari berbagai ancaman yang saat ini terus berdatangan dan bersiap-siap mengeskploitasi habis pegunungan meratus. Kedua, dengan adanya per-lindungan kawasan hutan adat yang ada dan dengan disertai niat baik dari pemerintah maka diharapkan akses terhadap pe-manfaatan sumber daya hutan yang ada lebih bermanfaat bagi masyarakat adat sekitar untuk meningkatkan perekonomian mereka. Dengan begitu hara-pan-harapan bersama muncul untuk menyelamatkan SDA Kalimantan Selatan, khususnya kawasan Pegunungan Meratus agar memberi manfaat sebe-sar-besarnya bagi kehidupan masyarakat, sehingga hari esok yang lebih damai, adil dan se-jahtera akan dapat diwujudkan melalui proses yang demokra-tis dalam setiap mengambil keputusan pengelolaan SDA.

Oleh : Dwitho Feristadi Manager Kampanye Walhi kalsel

14 Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 15: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Palangkaraya, 1 Desember 2009

Perubahan iklim merupakan keniscayaan, bukti nyata atas terjadinya perubahan

iklim yang saat tidak bisa dita-war lagi karena mulai dirasa-kan oleh umat manusia dibumi.Bukti nyata adalah mencairnya es dikutub utara dan selatan, meningkatnya suhu permukaan bumi, siklus cuaca yang tidak menentu dan sering terjadinya badai yang tidak bisa diperkira-kan. Hal tersebut menandakan bahwa perubahan iklim glob-al sedang menujukan kondisi bumi yang sedang bermasalah dan planet yang kita huni sudah mulai memasuki ambang ke-hancuran. Penyebab utama dari pemanasan global ini adalah

meningkatnya efek rumah kaca dimana merupakan fenomen alam akibat meningkatnya ko-sentrasi Gas rumah kaca ( CO2, Metan, dan CFC) di atmosfer.Akibat dari perubahan iklim akan berdampak pada penghidu-pan masyarakat terutama nega-ra-negara selatan yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan dan pesisir, Indonesia memi-liki resiko tinggi dan ancaman berupa tengelamnya pulau-pulau kecil, erosi di wilayah-wilyah rentan, dan ancaman atas wilayah kesatuan republik Indo-nesia yang akan berkurang; se-lain itu juga pengungsi internal akan meningkat, wabah penya-kit muncul dimana-mana, ban-jir dan longsor, perubahan masa

tanam, rawan pangan dan raw-an air besih akibat keringan dan badai tropis semakin meningkat yang akan mencekik kehidupan. Parahnya situasi itu akan mem-pengaruhi penduduk miskin di-mana jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan) di Indone-sia masih sangat tinggi yaitu 34,96 juta jiwa (15,42%) dan se-bagian besar penduduk miskin berada di daerah pedesaan dan pesisir yang rentan terhadap dampak perubahan iklim terse-but. Tentunya angka kemiski-nan dan penyakit akan menin-gkat dari tahun ketahun akibat dampak dari perubahan iklim dan ditambah dengan makin sempitnya akses masyarakat terhadap sumber daya alam.

Info climate justice

Menagih Komitmen SBY Untuk Menurunkan Emisi, Menuntut Keadilan Iklim Atas Solusi Perubahan

Iklim Global

Oleh : Arie Rompas

15Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 16: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Akar persoalan dari peruba-han iklim adalah paradigma pembagunan global yang rakus akan energi dan cenderung mengekploitasi sumberdaya alam untuk pemenuhan energi dan komsumsi negara-negara maju. Hampir 80 % penyum-bang emisi adalah dari negara-negara maju (anex 1) atas emisi dari aktivitas industri yang mengunakan bahan bakar fosil kemudian negara-negara sela-tan yang memiliki hutan tropis juga ikut menyumbang atas pelepasan emisi karena ting-ginya degradasi dan deforestasi hutan akibat pengundulan dan kebakaran hutan. Indonesia merupakan penyumbang nomor 3 terbesar setelah amerika dan china akibat dari rusaknya hu-tan karena ekpolitasi sumber-daya yang masif dan merusak diberbagai wilayah di Indonesia yang mengakibatkan deforesta-si dan degradasi hutannya.Kalimantan tengah merupakan salah satu wilayah yang men-jadi penyumbang emisi akibat deforestasi hutan dan rusaknya lahan gambut dan sering ter-

jadinya kebakaran hutan yang banyak melepaskan karbon. Kerusakan hutan akibat ek-ploitasi sumberdaya alam seper-ti konsensi kehutanan, konversi hutan ke perkebunan sawit dan hutan tanam industri dan aktiv-itas pertambangan di kawasan hutan menjadi penyebab utama kerusakan hutan di kalimantan tengah, bahkan angka lahan kritis di kalimantan pada tahun 2009 mencapi 9, 595 juta ha. Di sisi lain Kalimantan tengah memiliki luasan gambut sebesar 3,101 juta ha merupakan 53,75 % dari keseluruhan kawasan gambut yang tersisa dipulau kalimantan yang diprediksikan memiliki simpanan karbon se-banyak 6,351.52 giga ton. Na-mun sayangnya hampir 35 % kawasan gambut di kalteng su-dah rusak karena pembukaan kawasan eks PLG 1 juta ha, dan konversi untuk perkebunan sawit dan aktivitas ekonomi lainya. Menagih Komitmen SBY untuk menurunkan emi-si dan intervensi kebi-jakan pemerintahan daerah Indonesai menjadi salah satu

ujung tombak dari penyela-matan iklim dimana indonesai masih memiliki peluang untuk menyelamatkan hutanya den-gan menekan deforestasi hutan tropis dan perlindungan ka-wasan gambut. Sejak dari per-temanuan COP 13 di Bali pada tahun 2007 yang menghasil-kan Bali Action Plan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki posisi yang strategis dari solusi perubahan iklim. Ini juga diperkuat oleh pidato SBY dalam forum G 20 di Pitsburgh yang menyatakan komitmen indonesai untuk menurunkan emisi dari 21 persen menjadi 41 persen pada tahun 2020. Tentu-nya hal ini bukan hanya men-jadi retorika belaka dan harus menjadi komitemen yang jelas dan rencana aksi secara nasioa-nal terhadap penurunan emisi tersebut. Pemerintah harus mulai memperbaiki tata kel-ola pengelolaan kehutan den-gan memastikan keterlibatan masyarakat dalam pegelolaan sumberdaya alam dan mengh-entikan investasi yang merusak yang mangeksploitasi sumbera-daya alam terutama menghen-tikan perijinan konversi hutan untuk perkebunan sawit, per-tambangan dan hutan tatanam industri yang merupakan pe-nyebab deforestasi dan degra-dasi hutan di indonesia. Selain itu yang paling penting adalah penyelamatan kawasan gam-but sebagai penyimpan karbon (karbon sink) terbesar. Isue ini harus menjadi salah satu isue yang seharusnya dibahas dalam rakernas Asosiasi Pemerintah-an Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Palangkaraya pada tanggal 1- 3 Desember 2009. Dimana pemerintahan provinsi harus memiliki komitmen un-tuk manjaga hutan karena salah satu penyebab deforestasi dan degradasi hutan disebakan oleh

Info climate justice

‘Tujuan utamadari kaum kapitalis birokrat

adalah mempertahankan basis social-feudalisticyang berupa monopoli atas tanah

.......’

16 Wahana Kalimantan | Januari-April 2010Wahana Kalimantan | Januari- April 2010

Page 17: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

pelaksanaan otonomi daerah yang mengejar anggaran den-gan mengekploitasi sumber-daya alam yang mengakibatkan hancurnya hutan dan kawasan gambut. Para gubernur yang berkumpul dalam pertemuan ini juga harus bertanggung jawab penuh atas kebijakan pengeru-kan Sumberdaya alam yang di-akibatkanya dan segera mem-perbaiki kebijakan yang lebih pro lingkungan dan pro rakyat. Salah satu moment yang pal-ing menentukan adalah momen COP 15 di Copenhagen di-mana salah satu titik krusial yang akan menentukan solusi perubahan iklim karena me-kanisme protokol kyoto yang akan habis pada tahun 2012 dan butuh komitmen baru atas solusi perubahan iklim. Para pemimpin dunia harus mengambil peran nyata atas solusi perubahan iklim termasuk Indonesia harus menentukan sikapnya atas komitmen SBY terkait penurunan emisi dengan kerangka kerja yang jelas dan terinternalisasi hingga daerah dan menghargai hak-hak warga atas keselamatan sebagai bagian dari solusi perubahan iklim. Solusi perubahan iklim tanpa komitmen negara maju untuk menurukan emisi dan meng-hargai hak warga atas keber-lanjutan penghidupan adalah solusi yang tidak berkeadilan.

Kerangka kerja PBB tentang perubahan iklim sudah lama memikirkan tentang solusi dari perubahan iklim, namun sayangnya argumen-argumen yang disampaikan tidak be-rangkat dari kesadaran dan pengakuan gagalnya model pembangunan yang berorien-tasi pada pertumbuhan dimana ketimpangan negara utara dan negara selatan merupakan ha-sil sampingan proporsi dari produksi yang tidak seimbang dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh oleh sebagian warga dunia. Solusi-solusi yang dikeluarakan lebih mengun-tungkan negara maju sehingga penting melihat konteks keadi-lan iklim dalam upaya pencar-ian solusinya dan tidak pernah mengarah kepada penyebab utama meningkatnya emisi gas rumah kaca di atmosfer. Dua agenda pokok yang selalu dibi-carakan adalah upaya-upaya penyelesaian lewat teknologi dan pengaturan kembali lahan-lahan (terutama wilayah hutan) agar terus dapat menjaga stabili-tas atmosfer pada tingkat yang tidak membahayakan bagi ke-hidupan manusia hasilnya ‘tidak menegosiasikan reduksi emisi gas rumah kaca sebagai hal uta-ma’ tetapi lebih sebagai ‘bagian dari tawar menawar yang lebih luas antara negara-negara utara dan selatan, yang berkompetisi pada kepentingan atas energi dan kepemerintahan yang di-

hadapkan dengan masalah-masalah ekonomi yang bertum-buh, mengembangkan investasi di masa datang akan semakin penting tetapi menjadi lebih sulit.Negara maju kemudian juga melemparkan tanggung jawab kepada negara selatan untuk bertanggung jawab atas keru-sakan hutan, padahal apabila di tilik lebih jauh dari sejak ja-man kolonialisme negara se-latan termasuk indonesia ada-lah negara yang telah di hisap sumberdaya untuk pemenu-han industri negara maju. Padahal Target penurunan emisi hingga saat ini belum per-nah dicapai oleh negara-negara Annex 1. Negara-negara non-Annex yang merupakan sum-ber bahan-bahan mentah alami masih berkutat pada upaya mer-aup dana-dana bantuan dan in-vestasi menggunakan kerangka kerja perubahan iklim. Semen-tara itu, upaya penurunan den-gan target tertentu di negara selatan yang dijanjikan sejum-lah dana memiliki implikasi-implikasi serius bagi warga setempat karena mengingat sebagian besar negara tersebut memiliki karakter pemerin-tahan yang sentralistik, otoriter dan korup termasuk indonesia. Pada banyak kasus di Indo-nesia, upaya-upaya mengejar target pembangunan mulai dari industri ekstraktif hingga

‘Tujuan utamadari kaum kapitalis birokrat

adalah mempertahankan basis social-feudalisticyang berupa monopoli atas tanah

.......’

Info climate justice

17Wahana Kalimantan | Januari-April 2010Wahana Kalimantan | Januari- April 2010

Page 18: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

perluasan kawasan konservasi memiliki nuansa pelanggaran pengorbanan kehidupan warga setempat. Bahkan upaya-upaya penyelesaian teknologik pun dapat menghasilkan pelangga-

ran hak atas warga untuk hidup selamat dalam satu wilayah. Solusi perubahan iklim salah satunya adalah REDD (Re-ducing Emision From Forest Degradation and Deforesta-tion) juga menjadi hangat dibi-carakan padahal sangat rentan terhadap pelanggaran hak-hak rakyat atas sumberdaya alam dimana tata kelola kehutanan di Indonesai masih bermasalah karena pengakuan hak atas ka-wasan oleh masyarakat lokal/ adat masih belum diakui se-cara penuh oleh pemerintah. Dana REDD kemudian men-jadi momok yang menakutkan sekaligus mengiurkan kar-ena dana yang ditawarkan oleh negara maju yang begitu besar akan menjadi daya tarik yang didalamnya terkandung bom waktu yang mengancam konf-lik baru dan keselamatan warga. Solusi perubahan iklim sehar-unya menghargai hak untuk mendapatkan keadilan antar

generasi atas prinsip-prinsip keselamatan rakyat, pemulihan keberlanjutan layanan alam, dan perlindungan produkti-fitas rakyat dimana semua generasi baik sekarang mau-

pun mendatang berhak terse-lamatkan akibat dampak pe-rubahan iklim dan mampu beradaptasi terhadap peruba-han iklim secara berkeadilan. Negara anex 1 pimpinan amer-ika serikat harus menunjukan komitmen yang luas untuk menurunkan emisi mereka dalam pembicaraan UNFC-CC di Copenhagen pada 7-18 desember tahun 2009 ini den-gan mendorong untuk menca-pai kesepakatan internasional tentang perubahan iklim yang adil dan memadai, yang akan menjamin masa depan kita dan generasi yang akan datang. Kes-epakatan tersebut selayaknya mengakui bahwa negara-negara kaya telah membuat kerusakan iklim terbesar dan mereka se-harusnya melakukan tindakan terlebih dahulu. Selain itu, kes-epakatan tersebut selayaknya:(1). Komitmen Negara-negara industry maju (terdaftar dalam “Annex I”) untuk sekurang-kurangnya mengurangi 40%

emisi dalam negeri mereka pada 2020, dengan menggu-nakan energi ramah lingkun-gan, transportasi lestari and mengurangi kebutuhan energi.(2).Pengurangan tidak boleh dicapai dengan pembelian kredit karbon dari Nega-ra-negara berkembang atau dengan pembelian hutan di Negara-negara berkem-bang untuk “mengganti keru-gian” pembuangan emisi yang berkelanjutan di dunia industri. (3).Negara-negara maju harus menyediakan tambahan uang kepada negara-negara berkem-bang untuk tumbuh dengan cara yang bersih, dan untuk mengatasi banjir, kekeringan dan kelaparan yang disebabkan oleh perubahan iklim. Kesepak-atan tersebut selayaknya men-jamin bahwa uang ini dibagi-kan secara adil dan transparan. Tanpa ketiganya, kesepaka-tan dan solusi perubahan iklim akan menjadi monster baru yang menakutkan dan mel-egalkan penjajahan ekologis di negara-negara berkembang dan akan mengancam keselamatan warga yang tidak mampu ber-daptasi akibat perubahan iklim.

Info climate justice

“... solusi perubahan iklim seharunya menghargai hak

untuk mendapatkan keadilan antar generasi atas prinsip-prinsip keselamatan rakyat,

pemulihan keberlanjutan layanan alam, dan perlindun-gan produktifitas rakyat ...”

18 Wahana Kalimantan | Januari-April 2010

Page 19: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Bisakah kita hidup dengan mengkonsumsi air yang tak bening? Jangankan

meminumnya. Membayang-kan diguyur air yang seperti itu saja akan membuat kita beraksi dengan sangat aktif. Tapi mereka tidak demikian. Sebagian besar suku bangsa Dayak Ngaju tinggal di sekitar air berwarna itu. Bahkan da-lam satu decade terakhir, suku Banjar dan Jawa pun berda-tangan. Sebagai transmigran. Mereka semuanya bersaha-bat dengan air yang hitam.Hitamnya air di kawasan ini dis-ebabkan beraneka ragamnya ekosistem hayati yang tumbuh sangat endemic di atas lahan gambut. Partikel organisme yang sangat kecil dan ber-jumlah jutaan telah merubah warna air dari bening menjadi hitam. Dan sebagian besar lahan gambut di sini adalah lantai dasar rawa dan danau yang maha luas. Memanjang hingga ke aliran Sungai Mang-katip, bagian dari Daerah aliran Sungai (DAS) Mang-katip – Sungai Puning yang bermuara di Sungai Kapuas.Ya. Komunitas masyarakat itu hidup di atas rawa. Banyak orang menyebutnya komu-nitas masyarakat air hitam.Suku bangsa Dayak Ngaju mendiami kawasan terse-but jauh sebelum Indonesia merdeka. Mereka berkehidu-pan dengan mengelola sum-ber daya alam di sekitarnya. Bagi mereka hutan adalah bagian penting dalam kehidu-pan social, baik secara mate-rial maupun spiritual. Hutan bukan hanya memiliki nilai ekonomi, namun menempati kedudukan yang lebih utama dengan harapan tinggi pada keberlanjutan ekosistem.Pertanian lahan berpindah adalah salah satu faktanya. Hutan dibuka secukupnya un-tuk pemenuhan bahan pan-gan komunitas sekali dalam setahun. Jika panen padi telah habis, mereka menanaminya dengan rotan alam yang ban-yak tumbuh di situ. Agar tanah tak gundul dan memiliki naun-gan. Dan kembali menjadi hu-

Hidup Di Air Hitamoleh : Jean Nito - Volunteer Walhi Kalteng

Komunitas masyarakat Air Hitam hidup di atas rawa. Membangun rumah-nya di atas rawa. Dan berkehidupan mengandalkan sumber agraria di

sekitarnya. Dengan arif.

tan. Smenetara untuk musim tanam tahun berikutnya, mer-eka membuka sebagian hutan yang lain untuk berladang. Ber-gantian menanam padi ladang dan rotan alam. Hingga datang masa tanam yang baru untuk ladang yang baru. Demikian seterusnya proses berlang-sung. Hingga dalam tiga atau empat tahun selanjutnya, mer-eka kembali ke areal ladang yang pertama kali dibuka. Inilah rotasi tanam usaha pertanian.Pada hakekatnya mereka adalah kaum tani. Berproduk-si dengan menggunakan peralatan sederhana dan mengambil secukupnya dari hutan. Memunggut hasil hutan non-kayu seperti damar dan madu adalah bagian kegiatan produksi yang diselenggara-kan selain bercocok tanam.Suku bangsa ini sedemikian sadar bahwa gambut memi-liki peranan yang besar da-lam tata kehidupan. Oleh karenanya, mereka sangat menjaga keberlanjutan sirku-

lasi dan tata air di dalam ka-wasan gambut. Rawa gambut dimanfaatkan sebagai tem-pat pengembangan tanaman purun, sebagai bahan dasar pembuatan alat rumah tangga.Rawa juga dimanfaatkan ikan-nya. Dengan cara produksi ‘beje’, kolam ikan tradisioanal yang sekaligus berfungsi se-bagai sumber cadangan air.Bila kemarau tiba maka be-berapa danau menjadi ker-ing. Maka tibalah saat ‘meng-galau’, menangkap ikan dalam bahasa dayak. Bersama pola ini dibuatlah kolam kecil yang digali tak terlalu dalam guna mengumpulkan ikan.Bolehlah disebut bahwa gam-but berikut ekosistem pen-dukungnya adalah mata rantai kehidupan bagi komu-nitas yang hidup di atasnya.

###

Catatan perjalanan

Wahana Kalimantan | Januari-April 2010 19

Page 20: Buletin Kalimantan Januari- April 2010_small

Walhi Kalimantan TengahJl. Virgo IV, No. 129 - Palangkaraya 72112 Kalimantan Tengah

Telp.: (0536)-3222202 Fax. (0536) 3238382email : [email protected]

web : http://www.walhikalteng.org