25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang keduanya harus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya dalam menyimpan (storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas mukosa, otot polos detrusor, dan serosa. Pada perbatasan antara buli-buli dan uretra, terdapat sfingter uretra interna yang terdiri atas otot polos. Sfingter uretra interna ini selalu tertutup pada saat pengisian (filling) atau penyimpanan, dan terbuka pada saat isi buli-buli penuh dan saat miksi atau pengeluaran (evacuating). Di sebelah distal dari uretra posterior terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot bergaris dari otot dasar panggul. Sfingter ini 2

Buli-Buli Neurogenik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinjauan pustaka

Citation preview

Page 1: Buli-Buli Neurogenik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius

Sistem urinaria bagian bawah terdiri atas buli-buli dan uretra yang

keduanya harus bekerja secara sinergis untuk dapat menjalankan fungsinya

dalam menyimpan (storage) dan mengeluarkan (voiding) urine. Buli-buli

merupakan organ berongga yang terdiri atas mukosa, otot polos detrusor,

dan serosa. Pada perbatasan antara buli-buli dan uretra, terdapat sfingter

uretra interna yang terdiri atas otot polos. Sfingter uretra interna ini selalu

tertutup pada saat pengisian (filling) atau penyimpanan, dan terbuka pada

saat isi buli-buli penuh dan saat miksi atau pengeluaran (evacuating). Di

sebelah distal dari uretra posterior terdapat sfingter uretra eksterna yang

terdiri atas otot bergaris dari otot dasar panggul. Sfingter ini membuka pada

saat miksi sesuai dengan perintah dari korteks serebri.3

2.1.1 Struktur Otot Detrusor dan Sfingter

Susunan sebagian besar otot polos vesica urinaria apabila berkontraksi

akan menyebabkan pengosongan pada vesica urinaria. Pengaturan serabut

detrusor pada daerah leher vesica urinaria berbeda antara pria dan wanita

dimana pria mempunyai distribusi yang sirkuler dan serabut-serabut tersebut

membentuk suatu sfingter leher vesica urinaria yang efektif untuk mencegah

terjadinya ejakulasi retrograd sfingter interna yang ekivalen. Sfingter uretra

(rhabdosfingter) terdiri dari serabut otot lurik berbentuk sirkuler. Pada pria,

rhabdosfingter terletak tepat di distal dari prostat sementara pada wanita

2

Page 2: Buli-Buli Neurogenik

mengelilingi hampir seluruh uretra. Rhabdosfingter secara anatomis berbeda

dari otot-otot yang membentuk dasar pelvis. Pada pemeriksaan elektromiografi

otot ini menunjukkan suatu discharge tonik konstan yang akan menurun bila

terjadi relaksasi sfingter pada awal proses miksi.4,5

2.1.2 Persyarafan dari Vesica Urinaria dan Sfingter

Persarafan parasimpatis (N. Pelvikus)

Pengaturan fungsi motorik dari otot detrusor utama berasal dari

serabut preganglion parasimpatis dengan badan sel terletak pada

kolumna intermediolateral medula spinalis antara S2 dan S4.5

Persyarafan simpatis (N.hipogastrik dan rantai simpatis sakral)

Vesica urinaria menerima inervasi simpatis dari rantai simpatis

thorakolumbal melalui N.hipogastrik.4,5,6

Persyarafan somatik (N.pudendus)

Otot lurik dari sfingter uretra merupakan satu-satunya bagian dari

traktus urinarius yang mendapat persarafan somatik. 4,5

Persyarafan sensorik traktus urinarius bagian bawah

Sebagian besar saraf aferen adalah tidak bermyelin dan berakhir

pada pleksus suburotelial dimana tidak terdapat ujung sensorik

khusus.5,6

2.1.3 Hubungan dengan Susunan Saraf Pusat

Pusat Miksi Pons

Pons merupakan pusat yang mengatur miksi melalui refleks spinal-

bulbospinal atau long loop refleks.4-7

3

Page 3: Buli-Buli Neurogenik

Daerah kortikal yang mempengaruhi pusat miksi pons

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lesi pada bagian

anteromedial dari lobus frontal dapat menimbulkan gangguan miksi

berupa urgensi, inkontinensi, hilangnya sensibilitas kandung kemih atau

retensi urine. Pemeriksaan urodinamis menunjukkan adanya vesica

urinaria yang hiperrefleksi.5-7

2.1.4 Fisiologi Pengaturan Sfingter Vesica Urinaria

Pengisian urine

Pada pengisian vesica urinaria, distensi yang timbul ditandai

dengan adanya aktivitas sensor regang pada dinding vesica urinaria. 4-6,8

Pengaliran Urin

Pada orang yang normal, rangsangan untuk miksi timbul dari

distensi vesica urinaria yang sinyalnya diperoleh dari aferen yang

bersifat sensitif terhadap regangan. Pengosongan kandung kemih yang

lengkap tergantung dari refleks yang menghambat aktifitas sfingter dan

mempertahankan kontraksi detrusor selama miksi.3-5,7

Gambar 2.1. Persarafan sistem urinarius4,8

2.2 Fisiologi Miksi

4

Page 4: Buli-Buli Neurogenik

Kandung kemih adalah organ penampung urin; disamping itu berfungsi

pula mengatur pengeluarannya. Proses miksi dimulai oleh tekanan

intramural oleh otot detrusor. Tekanan ini dahulu dianggap semata-mata

akibat persarafan; akan tetapi bukti-bukti menunjukkan bahwa tekanan

intramural otot detrusor lebih ditentukan oleh keadaaan fisik kandung kemih

(berisi penuh atau tidak). Jika kandung kemih terisi, karena sifatnya ia

mampu mengembang; sementara tekanan intravesika tetap, sehingga sesuai

dengan hukum Laplace, tekanan intramural otot detrusor akan meningkat.

Peningkatan ini sampai titik tertentu akan merangsang stretch receptor.

Timbullah impuls kearah pusat reflex miksi di medulla spinalis sakrum 2-

4.3,6

Dalam keadaan normal impuls tidak akan segera terjawab. Impuls

diteruskan ke pusat-pusat yang lebih tinggi, yakni inti-inti dalam talamus

yang bertindak sebagai relay untuk girus sentral belakang, tempat keinginan

untuk miksi disadari. Selain ke arah kortikal, impuls juga dikirim ke daerah-

daerah lain yang berkaitan seperti ganglia basal, serebelum, pons serta

hipotalamus. Daerah ini masing-masing mempengaruhi pusat refleks miksi,

baik bersifat inhibisi maupun aktivasi. Berarti proses miksi belum terlaksana

bila belum ada perintah dari pusat-pusat lebih tinggi tersebut. Walaupun

reflek miksi terutama diatur oleh susunan saraf otonom, miksi adalah proses

yang dapat diatur oleh kemauan. Jika pusat-pusat mengizinkan miksi

terlaksana maka impuls aktivasi akan disalurkan secara descenden melalui

berkas-berkas parasimpatik splanknikus. Miksi dimulai oleh kontraksi

5

Page 5: Buli-Buli Neurogenik

detrusor, diikuti oleh pembukaan bladder neck dan relaksasi sfingter

uretra.3,6

Diketahui pula bahwa kontraki otot detrusor secara reflektoris

mengakibatkan inhibisi impuls tonik ke arah sfingter uretra sehingga sfingter

uretra menjadi kendur. Sebaliknya, kontraksi tonik sfingter uretra secara

reflektoris akan menghambat kontraksi otot detrusor. Disamping itu

kontraksi otot detrusor akan menambah rangsangan terhadap stretch

receptor sehingga menambah kekuatan kontraksi otot detrusor. Jadi suatu

proses miksi normal secara keseluruhan berlangsung sekunder terhadap

kontraksi otot detrusor.3,6

2.3 Definisi Buli-Buli Neurogenik

Buli-buli neurogenik adalah suatu disfungsi kandung kemih akibat

kerusakan sistem saraf pusat atau saraf tepi yang terlibat dalam pengendalian

berkemih. Keadaan ini bisa berupa kandung kemih tidak mampu

berkontraksi dengan baik untuk miksi (underactive bladder) maupun

kandung kemih terlalu aktif dan melakukan pengosongan kandung kemih

berdasarkan refleks yang tak terkendali (overactive bladder).4-6

2.4 Nama Lain Buli-Buli Neurogenik

Buli-buli neurogenik memiliki nama lain, yaitu:9

Neuromuscular dysfunction of the lower urinary tract

Neurologic bladder dysfunction

Neuropathic bladder

2.5 Etiologi Buli-Buli Neurogenik

6

Page 6: Buli-Buli Neurogenik

Gangguan neurologis sering merusak dan mengganggu jalur saraf

perifer maupun sistem saraf pusat termasuk pusat kontrol di traktus urinarius

bawah. Kerusakan di sistem saraf berakibat overactivity otot detrusor

dengan atau tanpa dissinergi sfingter, underactivity, arefleks otot detrusor

dan gangguan kontraktilitas.11,12

Penyebab keadaaan neurologis yang menyebabkan buli-buli

neurogenik yaitu: supraspinal, spinal, perifer atau campuran.Gangguan

supraspinal melibatkan lesi pada sistem saraf pusat yang terjadi dibagian

atas pusat miksi pons. Gangguan tersebut seperti penyakit Parkinson,

sindrom Shy-Dragger, cerebral palsy, lesi di lobus frontalis, stroke, trauma

serebri.10,12

Kelainan neurologis spinal suprasakral seperti cedera spinal cord,

stenosis spinal, infark, sklerosis multipel, mielitis transversa, spondilosis

servikal dan penyakit diskus intravertebra. Lesi pada sakral spinal

diantaranya pada pasien dengan spina bifida, diabetes mellitus, herpes zoster

dan herniasi diskus lumbal.10,12

Sedangkan pada anak penyebab tersering adalah mielomeningokel

(spina bifida) dan occult spinal dysrapishm.9 Mielomeningokel terjadi

hampir 1 per 1000 kelahiran.13

7

Page 7: Buli-Buli Neurogenik

Gambar 2.2 Letak kelainan yang dapat menyebabkan buli-buli neurogenik12

2.6 Epidemiologi Buli-Buli Neurogenik

Salah satu penelitian pertama prevalensi buli-buli neurogenik di Asia

adalah sebuah survey oleh APCAB (Asia Pacific Continence Advisory

Board) pada tahun 1998 yang mencakup 7875 laki-laki dan perempuan

(sekitar 70% perempuan) dari 11 negara (termasuk 499 dari Indonesia);

didapatkan bahwa prevalensi buli-buli neurogenik secara umum pada

orang Asia adalah sekitar 50,6%.6

2.7 Patofisiologi Buli-Buli Neurogenik

8

Page 8: Buli-Buli Neurogenik

Gangguan vesica urinaria dapat terjadi pada bagian tingkatan lesi.

Tergantung jaras yang terkena, secara garis besar terdapat tiga jenis utama

gangguan. 9,14

1. Lesi supra pons

Kerusakan pada umumnya akan berakibat hilangnya inhibisi dan

menimbulkan keadaan hiperrefleksi. Retensi urine dapat ditemukan

secara jarang yaitu bila terdapat kegagalan dalam memulai proses

miksi secara volunter.10,14

2. Lesi antara pusat miksi pons dan sakral medula spinalis

Lesi medula spinalis yang terletak antara pusat miksi pons dan bagian

sakrum medula spinalis akan mengganggu jaras yang menginhibisi

kontraksi detrusor dan pengaturan fungsi sfingter detrusor. Beberapa

keadaan yang mungkin terjadi antara lain adalah:5,10,14

a) Vesica urinaria yang hiperrefleksi

b) Disinergia detrusor-sfingter (DDS)

c) Kontraksi detrusor yang lemah

d) Peningkatan volume residu paska miksi

3. Lesi Lower Motor Neuron (LMN)

Kerusakan pada radiks S2-S4 baik dalam kanalis spinalis

maupun ekstradural akan menimbulkan gangguan LMN dari fungsi

vesica urinaria dan hilangnya sensibilitas vesica urinaria.9,14

2.8 Klasifikasi Buli-Buli Neurogenik

9

Page 9: Buli-Buli Neurogenik

Banyak klasifikasi yang digunakan untuk mengelompokan buli-buli

neurogenik. Tiap pembagian tersebut memiliki karakteristik dan klinis

tersendiri. Berikut ini klasifikasi berdasarkan urodinamik, kriteria

neurologi atau berdasarkan fungsi uretra dan vesika urinaria.4

Klasifikasi yang banyak digunakan berdasarkan lokasi terjadinya lesi

dapat membantu terapi farmakologi dan pembedahan. Buli-buli

neurogenik terbagi atas:4

1. Lesi dibagian atas pons (stroke atau tumor) menghasilkan

uninhibited bladder

2. Lesi diantara pons dan saraf medulla spinalis (trauma medulla

spinalis atau sklerosis multipel) memperlihatkan gejala upper

motor neuron

3. Lesi di saraf sakrum yang merusak inti otot detrusor tanpa

kelainan nervus pudendus menghasilkan vesika urinaria tipe A

campuran.

4. Lesi inti saraf sakrum tanpa merusak inti otot detrusor tapi

merusak nervus pudendus menghasilkan vesika urinaria tipe B

campuran.

5. Kelainan lower motor neuron berasal dari cedera pada inti sakrum

atau cabang nervus sakralis.

Untuk menjelaskan perbedaan tipe disfungsi berkemih, beberapa

klasifikasi telah dijabarkan berdasarkan tempat lesi neurologis yang

terjadi, temuan urodinamik dan berdasarkan fungsi buli-buli. Metode yang

10

Page 10: Buli-Buli Neurogenik

paling banyak membantu adalah kegagalan dalam menyimpan dan

kegagalan dalan pengosongan. 15

Gambar 2.3 Klasifikasi berdasarkan Madersbacher16,17

2.9 Gejala Klinis Buli-Buli Neurogenik

Gejala-gejala disfungsi buli-buli neurogenik terdiri dari urgensi,

frekuensi, retensi dan inkontinensia. Inkontenensia urine dapat timbul

akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini

sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh,

akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan

sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan

ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi

kronik dengan overflow.3-6

11

Page 11: Buli-Buli Neurogenik

Menurut Huang, gejala buli-buli neurogenik bervariasi antara

hipoaktivitas dan hiperaktivitas otot detrusor tergantung dari letak

gangguan neurologis yang terjadi. Sfingter pada buli-buli juga terlibat

menghasilkan sfingter hipoaktivitas atau hiperaktivitas dan hilangnya

koordinasi pada aktivitas buli-buli.18

2.10 Diagnosis Buli-Buli Neurogenik

Diagnosis meliputi riwayat medis dan miksi, pemeriksaaan fisik,

pemeriksaan laboratorium, CT-urogram atau USG, pemeriksaan

endoskopi dan urodinamik.10

Pada anak-anak dengan buli-buli neurogenik dimulai dari anamnesis

riwayat berkemih dan buang air besar. Pertanyaan yang diberikan untuk

menilai adanya gangguan frekuensi, urgensi, intermiten, dan inkontinesi.

Pertanyaan lain mengenai bukti adanya sulit berkemih, kebiasaan

menahan kemih dan adanya infeksi saluran kemih. Inkontinesi harus

dikarakteristikan sebagai episode kegawatan atau berhubungan dengan

stress. Juga perlu menilai apakah evakuasi buli lengkap saat berkemih dan

apakah anak hanya berkemih saja tanpa terjadi pengosongan buli yang

lengkap. Untuk riwayat gangguan buang air besar ditanyakan mengenai

karakteristik feses, nyeri atau keluar darah saat defekasi.4

Pemeriksaan fisik yang dilakukan berupa pemeriksaan abdomen,

mempalpasi adanya massa seperti skibala atau buli yang penuh.

Pemeriksaan traktus genitourinaria harus mengkonfirmasi anatomi

normal seperti adanya kulit kemerahan atau iritasi yang menandakan

12

Page 12: Buli-Buli Neurogenik

kebocoran urin yang kronis. Pemeriksaan tulang belakang menilai

anomali pada medulla spinalis (hemangioma, nevus, rambut, atau tahi

lalat). Lihat kemungkinan adanya dan kesimetrisan dari katup gluteal.

Anus diperikasa hati-hati menilai tonus sfingter dan adanya fisura, kulit

berlebih atau hemoroid.4

Gambar 2.4 Status neurologis pada pasien buli-buli neurologik16,19

Evaluasi laboratorium psda pasien diantaranya traktus urinarius,

fungsi kandung kemih, kultur urine dan sensitifitas, ureum dan kreatinin

dan klirens kreatinin. Volume urine post residu melibatkan katerisasi

transuretral untuk mengukur volume residual urine pada buli-buli setelah

berkemih untuk mengetahui kemampuan pengosongan kandung kemih.3

Evaluasi urodinamik harus lengkap untuk mengukur fungsi traktus

urinarius termasuk diantaranya flowmeter urine, sistometrogam buli-

buli/elektromiogram, pengukuran titik puncak tekanan valsava dan profil

tekanan uretra. Pemeriksaan urodinamik merupakan pemeriksaan penting

13

Page 13: Buli-Buli Neurogenik

untuk mengetahui abnormalitas pada buli-buli dan uretra pada fase

pengisian sebagaimana pada fase berkemih disfungsi buli-buli

neurogenik.4,9

Tabel 2.2 Diagnosis buli-buli neurogenik.11,12

Anamnesis dan pemeriksaaan fisik Urologi Neurologis: S2-4; reflex bulbokavernosus Fungsi usus Disrefleksia otonom Disfungsi ereksi

Pemeriksaan NeurologisUrinalisis dengan atau tanpa kultur urineFungsi ginjal (kreatinin serum)CT-Scan urologi atau USG urologiPemeriksaan endoskopi (sesuai indikasi)Pemeriksaan urodinamik

Uroflow Volume residual setelah berkemih Sistometrogram dengan atau tanpa uretrogram Tekanan-aliran Pemeriksaan videourodinamik (berbagai macam dengan

fluoroskopi)

2.11 Tatalaksana Buli-Buli Neurogenik

Tatalaksana buli-buli neurogenik tipe penyakit yang

mendasarinya, disfungsi buli-buli dan juga berdasarkan keadaan umum

masing-masing pasien dan sumber daya yang dimiliki.20

Menurut Dorsher 2012, mengatakan managemen buli-buli

neurogenik memerlukan edukasi kepada pasien dan memerlukan

intervensi seperti waktu berkemih, ekpresi manual, obat-obatan, katerisasi

intermiten, kateter indwelling, atau pembedahan buli-buli atau uretra.3

Tatalaksana pada buli-buli neurogenik menurut Dorscher terbagi

atas:4

14

Page 14: Buli-Buli Neurogenik

1. Terapi non bedah, terbagi atas intervensi nonfarmakologis dan

intervensi farmakologis

2. Terapi bedah

Tujuan tatalaksana terapi buli-buli neurogenik adalah4,11

1. Mempertahankan fungsi saluran kemih bagian atas

2. Mempertahankan kapasitas buli-buli yang adekuat

3. Memberikan proses berkemih dengan tekanan rendah

4. Menghindari overdistensi buli-buli.

5. Menghindari terjadinya komplikasi seperi infeksi saluran kemih.

Masalah dari gangguan buli-buli neurogenik sangat tergantung

dari masing-masing pasien. Beberapa tujuan jangka panjang untuk semua

tipe buli-buli neurogenik termasuk diantaranya mencegah distensi

berlebihan vesika urinaria, pengeluaran urine regular dan lengkap,

mempertahankan sterilitas urine tanpa terbentuknya batu saluran kemih

dan mempertahankan kapasitas buli-buli tanpa adanya refluks.21

2.11.1 Intervensi Non-Farmakologis

Intervensi non-farmakologis termasuk diantaranya perubahan

gaya hidup, penggunaan aplikasi dari luar seperti pad, urinalisis

portable, CIC (Clean Intermittent Catheterization) atau kondom

serta penggunaan kateter.4,11

Intervensi gaya hidup seperti pengaturan waktu berkemih,

pembatasan cairan, latihan lantai otot-otot pelvis, biofeedback.

Toilet assistance, edukasi bladder. 11

15

Page 15: Buli-Buli Neurogenik

Diversi urine menggunakan kateter merupakan terapi anti

inkontinensia. Terbagi atas 2 yaitu:11, 22

Pemasangan indwelling cathether (IDC) = dauer cathether

Kateterisasi berkala

2.11.2 Intervensi farmakologis

Banyak variasi dan berbagai macam obat yang dapat

digunakan untuk mengobati buli-buli neurogenik sebagai bagian

dalam program tatalaksana. Jenis-jenis obat yang digunakan:4,6,11

a) Antidepresan trisiklik

b) Antikolinergik

Obat ini banyak digunakan karena efeknya mengurangi refleks

involunter aktivitas otot detrusor dengan menghambat transmisi

kolinergik pada reseptor muskarinik dan merupakan lini

pertama dalam mengobati aktivitas berlebihan detrusor

neurogenik.4,11

Obat golongan ini adalah non-selektif diantaranya oksibutinin,

tolterodin, dan trospium klorida. Oksibutinin merupakan obat

pertama kali yang disetujui mengobati aktivitas berlebihan otot

detrusor. Akan tetapi, efek samping yang terjadi juga sering

terjadi seperti mulut kering, konstipasi, nyeri kepala.23-25

c) Agonis kolinergik

d) Agonis adrenergik alfa-2

e) Antagonis adrenergik alfa-1

16

Page 16: Buli-Buli Neurogenik

f) Benzodiazepine

g) Agonis GABA-B

h) Toksin botulinum

i) Opioids

j) vanilloids

2.12 Komplikasi Buli-Buli Neurogenik

Pada bayi yang lahir dengan spina bifida komplikasi utama yang

terjadi adalah gagal ginjal yang diakibatkan buli-buli neurogenik

(dissinergis sfingter/otot detrusor).26

Komplikasi yang sering terjadi akibat buli-buli neurogenik pada

dewasa adalah:27

Hidronefrosis

Gagal ginjal

Infeksi saluran kemih

Penyakit kalkulus

Kanker buli

Disfungsi seksual seperti infertilitas

Kerusakan pada buli dan uretra

Sedangkan komplikasi yang sering terjadi pada anak maupun bayi

adalah gagal ginjal dan infeksi saluran kemih.4,28

17