26
BUPATI BUNGO PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menentukan urusan kesehatan merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkatian dengan pelayanan dasar yang harus dilaksanakan melalui kewenangan konkuren oleh Pemerintah Daerah; b. bahwa dalam rangka memberikan arahan, landasan dan dasar hukum dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan serta mendorong terwujudnya pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat, perlu didukung dengan adanya regulasi daerah yang dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, maka perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan; Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang pembentukan Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Daerah Tingkat II Tanjung Jabung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 50 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2755); 3. Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4. Undang-Undang..........2

BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

  • Upload
    others

  • View
    12

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

BUPATI BUNGO

PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO

NOMOR 1 TAHUN 2018

TENTANG

PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BUNGO,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah menentukan urusan kesehatan

merupakan urusan pemerintahan wajib yang berkatian dengan pelayanan dasar yang harus dilaksanakan melalui

kewenangan konkuren oleh Pemerintah Daerah;

b. bahwa dalam rangka memberikan arahan, landasan dan

dasar hukum dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan

serta mendorong terwujudnya pelayanan kesehatan yang

berkualitas kepada masyarakat, perlu didukung dengan adanya regulasi daerah yang dijadikan pedoman dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dan huruf b, maka perlu menetapkan

Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan;

Mengingat : 1. Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang

Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1965

tentang pembentukan Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Daerah Tingkat II Tanjung Jabung (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 50 Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2755);

3. Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5063);

4. Undang-Undang..........2

Page 2: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-2-

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5587) Sebagaimana telah beberapa

kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5607);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BUNGO

dan

BUPATI BUNGO

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN

PELAYANAN KESEHATAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Bungo.

2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan

yang menjadi kewenangan daerah otonom.

3. Bupati adalah Bupati Bungo.

4. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Bungo.

5. Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat PD adalah Satuan Kerja

Perangkat Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Bungo.

6. Kepala Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat Kepala PD adalah Kepala

Perangkat Daerah di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bungo.

7. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan adalah serangkaian kegiatan yang

terencana, terpadu dan terintegrasi dalam rangka mewujudkan upaya

kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

8. Pelayanan Kesehatan adalah bentuk pelayanan kesehatan kepada

masyarakat dalam upaya pencegahan, penyembuhan dan pemulihan

kesehatan akibat penyakit, peningkatan derajat kesehatan masyarakat serta

pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka kemandirian di bidang

kesehatan.

9. Fasilitas.........3

Page 3: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-3-

9. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik

promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilakukan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan atau Masyarakat.

10. Fasilitas Pelayanan Medik adalah tempat yang digunakan untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan yang meliputi Klinik, Klinik Dialisis,

Rumah Sakit Umum, Rumah Sakit Khusus, serta fasilitas pelayanan

kesehatan lainnya sesuai peraturan perundang-undangan.

11. Pelayanan Medik Dasar adalah pelayanan kesehatan individual yang dilandasi

ilmu klinik (clinical science), merupakan upaya kesehatan perorangan yang

meliputi aspek pencegahan primer (health promotion dan specific protection),

pencegahan sekunder meliputi deteksi dini dan pengobatan, serta

pembatasan cacat dan pencegahan tersier berupa rehabilitas medik yang

secara maksimal dilakukan oleh dokter, dokter gigi termasuk dokter keluarga.

12. Pelayanan Medik Spesialis adalah pelayanan medic terhadap individu atau

keluarga dalam masyarakat yang dilaksanakan oleh Dokter Spesialis atau

Dokter Gigi Spesialis.

13. Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan, yang menyediakan pelayanan medis dasar

dan/ atau spesialistik, diselenggarakan lebih dari satu jenis tenaga kesehatan

dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.

14. Klinik Pratama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar.

15. Klinik Utama adalah klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik

spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.

16. Klinik Dialisis adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan dialysis kronik di luar rumah sakit secara rawat jalan dan

mempunyai kerja sama dengan rumah sakit yang menyelenggarakan

pelayanan dialisis sebagai sarana pelayanan kesehatan rujukan.

17. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan

pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan rawat gawat darurat.

18. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.

19. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama

pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,

golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

20. Fasilitas pelayanan penunjangan kesehatan adalah semua fasilitas atau

kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan sesuai peraturan perundang-

undangan.

21. Apoteker adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

kefarmasian oleh Apoteker.

22. Laboratorium Klinik adalah laboratorium yang melaksanakan pelayanan

pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi tentang

kesehatan perorangan terutama untuk menunjang upaya diagnosis penyakit,

penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.

23. Laboratorium..........4

Page 4: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-4-

23. Laboratorium klinik umum pratama adal-ah laboratorium yang melaksanakan

pelayanan pemeriksaan specimen klinik di bidang hematologi, kimia klinik,

mikrobiologi klinik, parasitologi klinik, parasitologi klinik, dan imunologi

klinik dengan kemampuan pemeriksaan terbatas dengan teknik sederhana.

24. Unit Transfusi Darah yang selanjutnya disingkat UTD, adalah fasilitas

pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah,

dan pendistribusian darah.

25. Pelayanan Radiologi Diagnostik adalah pelayanan penunjang dan/ atau terapi

yang menggunakan radiasi pengion dan atau radiasi non pengion yang terdiri

dari pelayanan radiodiagnostik, imaging diagnostik dan radiologi

intervensional untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit.

26. Optikal adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan pemeriksaan mata dasar, pemeriksaan refraksi serta pelayanan

kacamata koreksi dan atau lensa kontak.

27. Toko Obat adalah sarana yang memiliki izin untuk menyimpan obat-obat

bebas dan obat-obat bebas terbatas untuk dijual secara eceran.

28. Toko alat kesehatan adalah unit usaha yang diselenggarakan oleh perorangan

atau badan untuk melakukan kegiatan pengadaan, penyimpanan, penyaluran

alat kesehatan tertentu secara eceran sesuai ketentuan peraturan perundang-

undangan.

29. Usaha Kecil Obat Tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha

yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional, kecuali bentuk

sediaan tablet dan efervesen.

30. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang

kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan

di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan

untuk melakukan upaya kesehatan.

31. Dokter dan Dokter Gigi adalah lulusan pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi baik di dalam maupun diluar negeri yang diakui oleh

Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

32. Dokter dengan kewenangan tambahan adalah dokter dan dokter gigi dengan

kewenangan klinis tambahan yang diperoleh melalui pendidikan dan

pelatihan yang diakui organisasi profesi untuk melakukan praktik

kedokteran tertentu secara mandiri.

33. Dokter Internsip adalah dokter yang baru lulus program studi pendidikan

dokter berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan/

atau mengikuti dokter spesialis.

34. Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam

maupun di luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

35. Perawat gigi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan perawat gigi

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

36. Perawat Anestesi adalah setiap orang yang lulus pendidikan Perawat Anestesi

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

37. Bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari pendidikan bidan yang

telah teregistrasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

38. Apoteker..........5

Page 5: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-5-

38. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.

39. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam

menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli

Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten

Apoteker.

40. Fisioterapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan fisioterapi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

41. Terapis Wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan terapis wicara

baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

42. Okupulasi Terapis adalah seseorang yang telah lulus pendidikan okupulasi

terapi minimal setingkat diploma III sesuai peraturan perundang-undangan.

43. Refraksionis Optisien adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan

refraksi optisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

44. Optometris adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan optometri sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

45. Radiografer adalah tenaga kesehatan lulusan Akademi Penata Rontgen

Diploma III Radiologi, Pendidikan Ahli Madya/ Akademi/ Diploma III Teknik

Radiodiagnostik dan Radioterapi yang telah memiliki ijasah sesuai ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

46. Ortotis Prostetis adalah setiap orang yang telah lulus program pendidikan

ortotik prostetik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

47. Teknisi Gigi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan teknik gigi

sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

48. Tenaga Gizi adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang gizi

sesuai ketentuan perundang-undangan.

49. Tenaga Sanitarian adalah setiap orang yang telah lulus pendidikan di bidang

kesehatan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

50. Pengobatan Komplementer-alternatif adalah pengobatan non konvensional

yang ditujukan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat meliputi upaya

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diperoleh melalui

pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan, dan efektifitas yang

tinggi berlandasan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam

kedokteran konvensional.

51. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis

yang diberikan oleh pemerintah tenaga kesehatan yang telah memiliki

sertifikat kompetensi.

52. Surat Izin Praktik Dokter yang selanjutnnya disingkat SIP adalah bukti

tertulis yang diberikan kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan

praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.

53. Surat Izin Kerja Perawat yang selanjutnya disingkat SIKP adalah bukti

tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan di

fasilitasi pelayanan kesehatan di luar praktik mandiri.

54. Surat Izin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti

tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keperawatan di

fasilitasi pelayanan kesehatan berupa praktik mandiri.

55. Alat..........6

Page 6: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-6-

55. Alat Kesehatan adalah bahan, instrument, apparatus, mesin, implant yang

tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,

menyerahkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta

memulihkan kesehatan pada manusia dan atau untuk membentuk dan

memperbaiki fungsi tubuh.

56. Laboratorium Klinik Umum Madya adalah laboratorium yang melaksanakan

pelayanan pemeriksaan specimen klinik dengan kemampuan pemeriksaan

tingkat laboratorium klinik umum pratama dan pemeriksaan imunologi

dengan teknik sederhana.

BAB II

TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu

Tujuan

Pasal 2

Peraturan Daerah ini bertujuan untuk:

a. Pedoman dan perlindungan hukum bagi pemberi pelayanan kesehatan dan

pihak yang dilayani;

b. Memberikan kepastian kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan

kesehatan yang adil, berkualitas, aman, terjangkau dan berkesinambungan;

c. Terlaksananya upaya kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan

Bagian Kedua

Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang lingkup pengaturan penyelenggaraan pelayanan kesehatan meliputi:

a. Kewenangan dan Tanggungjawab Pemerintah Daerah dalam Penyelenggaraan

Pelayanan Kesehatan

b. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan yang meliputi:

(1) Penyelengara Pelayanan Kesehatan

(2) Upaya Kesehatan

(3) Tenaga Kesehatan

(4) Fasilitas Pelayanan Kesehatan

(5) Tata Cara Pelayanan Kesehatan

(6) Administrasi dan Pencatatan

(7) Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

(8) Sistem Informasi Pelayanan Kesehatan

c. Koordinasi Penyelenggeraan Pelayanan Kesehatan

d. Hak dan Kewajiban Masyarakat

e. Peran Serta Masyarakat

BAB III..........7

Page 7: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-7-

BAB III

KEWENANGAN DAN TANGGUNGJAWAB PEMERINTAH DAERAH DALAM

PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

Bagian Kesatu

Kewenangan Pemerintah Daerah

Pasal 4

(1) Pemerintah daerah berwenang melaksanakan penyelenggaraan pelayanan

kesehatan berdasarkan urusan wajib pemerintah daerah.

(2) Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Bagian Kedua

Kewajiban Pemerintah Daerah

Pasal 5

(1) Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan pemerintah daerah

berkewajiban:

a. menjamin ketersediaan lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan bagi

masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

b. menjamin ketersediaan sumber daya manusia di bidang kesehatan yang

adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya;

c. menjamin ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi dan fasilitas

pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya;

d. melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan kejadian yang dapat

menimbulkan gangguan dan atau bahaya terhadap kesehatan akibat

pelayanan yang tidak sesuai standar;

e. memberikan kemudahan dalam pelayanan izin penyelenggaraan pelayanan

di bidang kesehatan;

f. melakukan pengaturan jumlah dan kepadatan fasilitas pelayanan

kesehatan di suatu wilayah untuk menjamin pemerataan dan mutu

pelayanan kesehatan; dan

g. memberikan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap

penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang ada di Daerah.

h. Pemerintah Daerah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran

aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.

i. memberikan pembinaan, pengawasan dan pengendalian terhadap

penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang ada di Daerah.

BAB IV..........8

Page 8: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-8-

BAB IV

PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN

Bagian Kesatu

Penyelenggara Pelayanan Kesehatan

Pasal 6

(1) Pelayanan kesehatan atau kegiatan yang terkait dengan kesehatan

diselenggarakan oleh:

a. Pemerintah daerah;

b. Perorangan; atau

c. Swasta.

(2) Penyelengggara pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

berkewajiban:

a. memiliki Izin;

b. memiliki surat tanda daftar;

c. memiliki sertifikasi dan/ataurekomendasi.

d. melakukan kegiatan pelayanan kesehatan sesuai standar teknis kesehatan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. melaksanakan fungsi sosial penyelenggaraan pelayanan kesehatan;

f. menciptakan rasa nyaman, aman dan membina hubungan harmonis

dengan lingkungan tempat melakukan kegiatannya;

g. memasang papan nama pada tempat yang mudah dibaca dan diketahui

oleh umum;

h. melaporkan kegiatan pelayanan kesehatan secara berkala kepada Kepala

SKPD;

i. menyimpan rahasia kedokteran bagi semua pihak yang terlibat dalam

pelayanan kedokteran dan/atau menggunakan data dan informasi tentang

pasien;

j. melaksanakan sistem rujukan sesuai ketentuan perundang-undangan;

k. melaksanakan peningkatan dan penerapan mutu pelayanan; dan

l. melaksanakan audit mutu pelayanan oleh lembaga independen yang

berkompeten di bidang mutu pelayanan kesehatan secara berkala

m. Menjamin mutu pelayanan dengan cara:

1. melaksanakan peningkatan dan penerapan mutu pelayanan; dan

2. melaksanakan audit mutu pelayanan oleh lembaga independen yang

berkompeten di bidang mutu pelayanan kesehatan secara berkala.

(3) Izin, surat tanda daftar atau sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a, huruf b, dan huruf c dikeluarkan dan diterbitkan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh Bupati atau pejabat yang

ditunjuk

(4) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dikeluarkan dan

diterbitkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku oleh

Kepala PD yang membidangi kesehatan.

(5) Ketentuan..........9

Page 9: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-9-

(5) Ketentuan lebih lanjut tentang tatacara memperoleh izin, surat tanda daftar,

sertifikasi dan/atau rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan

ayat (4) diatur dengan Peraturan Daerah.

Bagian Kedua

Pelayanan Kesehatan

Paragraf 1

Bentuk dan pendekatan

Pasal 7

(1) Pelayanan Kesehatan diselenggarakan secara terpadu, berkesinambungan,

dan paripurna melalui sistem rujukan.

(2) Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan

dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

(3) Sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara

terstruktur dan berjenjang, meliputi:

a. pelayanan kesehatan primer, merupakan pelayanan kesehatan dasar yang

terdiri dari pelayanan kesehatan perseorangan dan masyarakat, yang

diarahkan pada kegiatan promotif dan preventif serta pelayanan kuratif

yang dikembangkan melalui upaya kesehatan keluarga:

b. pelayanan kesehatan sekunder, merupakan pelaynan kesehatan rujukan

dasar dan spesialistik, terdiri dari pelayanan kesehatan rujukan

perorangan, masyarakat dan upaya kesehatan penunjang:

c. pelayanan kesehatan tersier, merupakan kesehatan rujukan sub-

spesialistik yang terdiri dari pelayanan kesehatan perorangan tersier,

masyarakat dan pelayanan kesehatan penunjang.

Paragraf 2 Cakupan Pelayanan Kesehatan

Pasal 8

(1) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)

mencakup kesehatan fisik, mental, termasuk intelegensia dan sosial serta

dilaksanakan dalam tingkatan penyelenggaraan upaya sesuai dengan

kebutuhan medik dan kesehatan.

(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. upaya kesehatan perseorangan: dan

b. upaya kesehatan masyarakat.

Paragraf 3 Upaya Kesehatan Perseorangan

Pasal 9

(1) Upaya kesehatan perseorangan (UKP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ayat (2) huruf a merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah,

swasta, dan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah, dan menyembuhkan penyakit, pengurangan penderitaan akibat

penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan.

(2) UKP..........10

Page 10: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-10-

(2) UKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan pelayanan

kesehatan yang aman, efektif dan efisien serta didukung pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kesehatan.

(3) UKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. UKP tingkat pertama; dan

b. UKP tingkat kedua.

Pasal 10

(1) UKP tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a

merupakan upaya kesehatan berupa kontak pertama secara perorangan

sebagai proses awal pelayanan kesehatan.

(2) UKP tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan

pelayanan pengobatan dan pemulihan termasuk pelayanan kebugaran dan

gaya hidup sehat tanpa mengabaikan upaya peningkatan dan pencegahan.

(3) Pemerintah Daerah, swasta, dan masyarakat menyelenggarakan UKP tingkat

pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kebijakan

pelayanan kesehatan dengan memperhatikan masukan dari organisasi profesi

dan/atau masyarakat.

(4) UKP tingkat pertama diselenggarakan oleh Tenaga Kesehatan yang

mempunyai kompetensi sesuai ketentuan berlaku.

(5) UKP tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan di

fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah Daerah, swasta, dan

masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) UKP dilaksanakan dengan dukungan pelayanan kesehatan perseorangan

tingkat kedua dalam sistem rujuk balik.

(7) Bupati melalui Dinas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

pelaksanaan standar UKP tingkat pertama.

(8) Standar UKP tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai

dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 11

(1) UKP tingkat kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) huruf b,

merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang menerima rujukan dari

UKP tingkat pertama, yang meliputi rujukan kasus, spesimen, dan ilmu

pengetahuan serta dapat merujuk kembali ke UKP yang merujuk.

(2) UKP tingkat kedua diselenggarakan berdasarkan kebijakan pelayanan

kesehatan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan masukan

dari Pemerintah Daerah, organisasi profesi, dan/atau masyarakat.

(3) UKP tingkat kedua dilaksanakan oleh dokter spesialis atau dokter yang sudah

mendapatkan pendidikan khusus dan mempunyai izin praktik serta didukung

tenaga kesehatan lainnya yang diperlukan.

(4) UKP tingkat kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan di

fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah,

masyarakat, maupun swasta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Paragraf 3..........11

Page 11: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-11-

Paragraf 3

Upaya Kesehatan Masyarakat

Pasal 12

(1) Upaya kesehatan masyarakat (UKM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

ayat (2) huruf b, merupakan setiap kegiatan memelihara dan meningkatkan

kesehatan, serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan

dengan sasaran individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

(2) UKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari:

a. UKM tingkat pertama;

b. UKM tingkat kedua.

Pasal 13

(1) Upaya kesehatan masyarakat tingkat pertama sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 12 ayat (2) huruf a, adalah pelayanan peningkatan dan pencegahan

tanpa mengabaikan pengobatan dan pemulihan, dengan sasaran individu,

keluarga, kelompok, dan masyarakat.

(2) Penyelenggaraan UKM tingkat pertama menjadi tanggung jawab Dinas dengan

pelaksanaan operasionalnya dapat didelegasikan kepada Puskesmas,

dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan primer lainnya yang diselenggarakan

oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat.

(3) Bupati melalui Dinas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

pelaksanaan UKM tingkat pertama.

Pasal 14

(1) UKM tingkat kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf b

menerima rujukan dari UKM tingkat pertama dan memberikan fasilitasi

dalam bentuk sarana, teknologi, dan sumber daya manusia kesehatan yang

dilaksanakan oleh Dinas.

(2) Penyelenggaraan UKM tingkat kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan pelayanan kesehatan yang tidak mampu dilakukan pada UKM

tingkat pertama.

(3) Bupati melalui Dinas melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap

pelaksanaan UKM tingkat kedua.

Bagian Ketiga Tenaga Kesehatan

Paragraf 1 Umum

Pasal 15

(1) Pemerintah Daerah melaksanakan perencanaan, pengadaan, pendayagunaan,

penempatan, pembinaan dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam

rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan sesuai dengan kewenangan

daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Perancanaan..........12

Page 12: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-12-

(2) perencanaan, pengadaan dan pendayagunaan serta penempatan tenaga

kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

memperhatikan:

a. jumlah fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah daerah:

b. jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan masyarakat:

c. standar ketenagaan menurut jenis fasilitas pelayanan kesehatan:

d. jumlah penduduk:

e. kemampuan pembiayaan:

f. kebutuhan masyarakat:

g. jumlah tenaga kesehatan sesuai dengan beban kerja pelayanan kesehatan

yang ada.

(3) Ketentuan Lebih lanjut mengenai Perencanaan, pengadaan dan

pendayagunaan serta penempatan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 2

Jenis, Kewajiban dan Hak

Pasal 16

(1) Tenaga kesehatan terdiri atas:

a. tenaga medis meliputi dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi

spesialis;

b. tenaga psikologi klinis meliputi psikolog klinis;

c. tenaga keperawatan meliputi berbagai jenis perawat;

d. tenaga kebidanan meliputi bidan;

e. tenaga kefarmasian meliputi apoteker dan tenaga teknis kefarmasian;

f. tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, tenaga

promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, tenaga

administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan

kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga;

g. tenaga kesehatan lingkungan meliputi tenaga sanitasi lingkungan,

entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan;

h. tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien;

i. tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasi terapis, terapis

wicara, dan akupunktur;

j. tenaga keteknisian medis meliputi perekam medis dan informasi

kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis

optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut,

dan audiologis;

k. tenaga teknik biomedika meliputi radiografer, elektromedis, ahli teknologi

laboratorium medis, fisikawan medis, radioterapis, dan ortotik prostetik;

l. tenaga kesehatan tradisional meliputi tenaga kesehatan tradisional

ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan;

m. tenaga kesehatan lain.

(2) Tenaga..........13

Page 13: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-13-

(2) Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dalam memberikan pelayanan kesehatan atau praktik wajib:

a. Wajib memiliki Surat Tanda Register.

b. memiliki kualifikasi minimum sesuai dengan ketentuan perundang

undangan untuk

c. memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan

kesehatan, standar pelayanan kesehatan, standar pelayanan dan standar

prosedur operasional sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pasal 17

(1) Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin berhak menjalankan upaya

kesehatan atau praktik sesuai dengan bidang keahliannya yang

pelaksanaannya sesuai dengan peraturan-perundangan.

(2) Tenaga kesehatan dalam menjalankan upaya kesehatan atau praktik berhak

mendapatkan pelindungan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Bagian Keempat

Fasilitas Kesehatan

Paragraf 1

Umum

Pasal 18

(1) Penyelenggara Pelayanan Kesehatan berkewajiban menyediakan fasilitas

kesehatan yang aman, nyaman, memadai serta memenuhi kebutuhan

masyarakat atas pelayanan kesehatan yang optimal dan sesuai dengan

standar yang diatur dalam peraturan perundang-undang yang berlaku.

(2) Dalam rangka memenuhi fasilitas kesehatan sebagaiamana dimaksud pada

ayat (1), Pemerintah Daerah dapat mengatur penyebaran fasilitas pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan:

a. Luas wilayah:

b. Kebutuhan kesehatan:

c. Jumlah dan persebaran penduduk:

d. Pola penyakit:

e. Pemanfaatannya:

f. Fungsi sosial: dan

(3) Penyelenggara Pelayanan Kesehatan berkewajiban menyediakan fasilitas

kesehatan yang aman, nyaman, memadai serta memenuhi kebutuhan

masyarakat atas pelayanan kesehatan yang optimal dan sesuai dengan

standar yang diatur dalam peraturan perundang-undang yang berlaku.

(4) Tata cara penyebaran fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 2..........14

Page 14: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-14-

Paragraf 2 Jenis

Pasal 19

(1) Fasilitas Pelayanan kesehatan terdiri atas:

a. Fasilitas pelayanan medik yang meliputi:

1. Puskesmas;

2. Rumah sakit;

3. Klinik:

4. Klinik dialysis; dan

5. Fasilitas pelayanan medik lain sesuai peraturan perundang-undangan

b. Fasilitas pelayanan penunjang kesehatan yangmeliputi:

1. Apotek;

2. Laboratorium klinik umum pratama;

3. Unit tranfusi darah tingkat kabupaten (UTD);

4. Pelayanan radiologi diagnostic;

5. Optikal;

6. Toko obat;

7. Toko alat kesehatan;

8. Pelayanan sehat pakai air (SPA);

9. Perusahaan pemberantas hama;

10. Usaha mikro obat tradisional (UMOT); dan

11. Fasilitas Pelayanan Pengobatan Tradisional.

12. Pelayanan penunjang kesehatan lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

(2) Fasilitas pelayanan kesehatan harus berbentuk badan hukum untuk:

a. Rumah sakit; dan

b. Laboratorium klinik umum pratama.

(3) Fasilitas pelayanan kesehatan harus berbentuk badan usaha untuk:

a. Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap; dan

b. Klinik utama

Paragraf 3

Ketentuan Penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Medik

Pasal 20

(1) penyelenggaraan puskesmas sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)

huruf a angka 1 diselenggarakan untuk melaksanakan:

a. pelayanan atau upaya kesehatan esensial yang meliputi:

1. promoso kesehatan:

2. kesehatan lingkungan:

3. kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana:

4. perbaikan gizi masyarakat:

5. pencegahan dan pemberantasan penyakit: dan

6. pengobatan.

b. pelayanan..........15

Page 15: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-15-

b. pelayanan atau upaya kesehatan pengembangan yang meliputi:

1. kesehatan sekolah:

2. kesehatan olah raga:

3. perawatan kesehatan masyarakat:

4. kesehatan kerja:

5. kesehatan gigi dan mulut:

6. kesehatan jiwa:

7. kesehatan indera:

8. kesehatan usia lanjut:

9. pembinaan pengobatan tradisional: dan

10. kesehatan pengembangan lainnya.

(2) untuk melaksanakan pelayanan atau upaya kesehatan esensial sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a dan pelayanan atau upaya kesehatan

pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, puskesmas

harus menyelenggarakan:

a. managemen puskesmas:

b. pelayanan kefarmasian:

c. pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat:

d. pelayanan laboratorium.

(3) penyelenggaraan rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2)

huruf a angka 1 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. dipimpin oleh seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan

keahlian di bidang perumah sakitan:

b. pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit:

c. rumah sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana,

sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan sesuai ketentuan

perundang-undangan yang berlaku: dan

d. setiap rumah sakit telah memiliki izin penyelenggaraan dan beroperasi

sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun wajib mengikuti akreditasi nasional.

(4) penyelenggaraan klinik sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (3) huruf

a angka 2 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. dipimpin oleh seorang tenaga medis sesuai jenis klinik yang mempunyai

surat izin praktik sebagai penanggungjawab sekaligus sebagai pelaksana:

b. klinik dapat menyelenggarakan pelayanan rawat jalan dan/ atau rawat

inap:

c. klinik harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber

daya manusia, kefarmasian, dan peralatan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan yang berlaku: dan

d. kewenangan dokter spesialis atau dokter gigi spesialis pada klinik pratama

terbatas sebagai konsultan.

(5) penyelenggaraan klinik dialysis sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat

(1) huruf a angka 4 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. penyelenggara klinik dialisis wajib memenuhi persyaratan sarana dan

prasarana, peralatan dan ketenagaan: dan

b. setiap klinik dialisis wajib memiliki sistem pengelolahan limbah yang baik.

Paragraf..........16

Page 16: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-16-

Paragraf 4

Ketentuan Penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Penunjang Kesehatan

Pasal 21

(1) penyelenggaraan apotek sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)

huruf b angka 1 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. selama pelayanan apotek harus ada apoteker:

b. wajib membuat laporan obat-obatan narkotika, psikotropika dan obat

generic berlogo:

c. menyelenggarakan pelayanan sesuai kompetensi dan kewenangan

tenaga kefarmasian;

d. apotek diperbolehkan menjual alat kesehatan, cukup dengan

melaporkan ke bupati bahwa pihaknya menjual alat kesehatan:

e. dilarang menditribusikan obat dan alat kesehatan yang tidak

memiliki izin edar: dan

f. melayani sediaan farmasi sesuai dengan ketentuan perundang-

undangan.

(2) penyelenggaraan laboratorium klinik umum pratama sebagaimana

dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) huruf b angka 2 diselenggarakan

dengan ketentuan:

a. melaksanakan pemantapan mutu internal dan mengikuti kegiatan

pemantapan mutu eksternal yang diakui oleh pemerintah:

b. mengikuti akreditasi laboratorium yang diselenggarakan oleh komite

akreditasi laboratorium kesehatan (KALK) setiap 5 (lima) tahun:

c. laboratorium klinik hanya dapat melakukan pelayanan pemeriksaan

specimen klinik atas permintaan tertulis dari:

1. fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau swasta:

2. dokter:

3. dokter gigi untuk pemeriksaan keperluan kesehatan gigi dan

mulut:

4. bidan untuk pemeriksaan kehamilan dan kesehatan ibu: atau

5. instansi pemerintah untuk kepentingan penegakan hukum.

d. laboratorium klinik dilarang mendirikan pos sampel atau

laboratorium pembantu.

(3) penyelenggaraan unit tranfusi darah sebagaimana dimaksud dalam pasal

19 ayat (1) huruf b angka 3 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. melaksanakan pemantapan mutu internal dan mengikuti kegiatan

pemantapan:

b. utd dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah atau organisasi

sosial yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kepalangmerahan:

c. utd yang diselenggarakan pemerintah daerah sebagaimana dimaksud

pada huruf (a) dapat berbentuk lembaga teknis daerah atau unit

pelaksana teknis daerah:

d. penyelenggaraan utd oleh organisasi sosial yang tugas pokok dan

fungsinya di bidang kepalangmerahan sebagaimana dimaksud pada

huruf (a) merupakan penugasan pemerintah:

e. Setiap..........17

Page 17: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-17-

e. setiap UTD harus menyusun rencana kebutuhan daerah untuk

kepentingan pelayanan darah:

f. UTD melaksanakan kegiatan pengambilan, darah, uji saring,

pengolahan, penyimpanan, pemusnahan, pendistribusian darah dan

pelayanan apheresis sesuai dengan standard dan dilaksanakan oleh

tenaga kesehatan yang berwenang:

g. tenaga kesehatan yang melaksanakan pengambilan darah harus

memberikan label pada setiap kantong darah pendonor sesuai dengan

standar:

h. setiap UTD harus melakukan pendataan pendonor darah melalui

system informasi dan menjaga kerahasiaan catatan setiap pendonor:

dan

i. darah transfuse harus disalurkan dan diserahkan oleh UTD kepada

UTD lain, UTD kepala Bank Darah Rumah Sakit (BDRS), UTD atau

BDRDS kepada fasilitas pelayanan kesehatan lain sesuai kebutuhan.

(4) penyelenggaraan Radiologi Diagnostik sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 19 ayat (1) huruf b angka 4 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. melaksanakan pemantapan mutu internal dan mengikuti kegiatan

pemantapan:

b. untuk dapat menyelenggarakan pelayanan radiodiagnostik dan

radiologi intervensional, fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki

izin penggunaan alat dari BAPETEN sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku:

c. fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

imejing diagnostic selain USG harus memiliki izin penggunaan alat

dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi: dan

d. pelayanan radiologi diagnostik hanya dapat diselenggarakan di

fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang

meliputi :

1. rumah Sakit:

2. puskesmas (hanya untuk yang menggunakan USG):

3. puskesmas dengan perawatan:

4. BP4/ Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan Balai Besar

Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM):

5. praktik perorangan dokter atau praktik perorangan dokter

spesialis:

6. praktik perorangan dokter gigi atau praktik perorangan dokter

gigi spesialis:

7. klinik:

8. Balai Besar Laboratorium Kesehatan/ balai Laboratorium

Kesehatan:

9. sarana kesehatan pemeriksa calon tenaga kerja Indonesia (Clinic

Medical Check UP):

10. laboratorium kesehatan swasta: dan

11. fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang ditetapkan oleh

Menteri.

(5) penyelenggaraan..........18

Page 18: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-18-

(5) penyelenggaraan optikal sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)

huruf b angka 5 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. penanggungjawab optikal minimal seorang refraksionis optisien

lulusan D III refraksionis optisien yang memiliki sik refraksionis

optisien yang berkerja penuh waktu:

b. penyelenggara optikal dilarang mengiklankan kacamata dan lensa

kontak untuk koreksi anomali refraksi, serta menggunakan optikal

untuk kegiatan usaha lainnya: dan

c. penyelenggara optikal wajib meletakan papan nama yang

mencantumkan papan nama-nama refraksionis optisien yang

berkerja berikut nomor surat izin kerjanya.

(6) penyelenggaraan toko obat sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat

(1) huruf b angka 6 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. penanggungjawab teknisi kefarmasian minimal seorang asisten

apoteker:

b. menjual obat-obatan bebas dan obat-obatan bebas terbatas dalam

bungkusan pabrik yang membuatnya secara eceran:

c. hanya menjual obatan-obatan yang memilki izin edar: dan

d. toko obat diperbolehkan menjual alat kesehatan, cukup dengan

melaporkan ke bupati bahwa pihaknya menjual lat kesehatan.

(7) penyelenggaraan toko alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 19 ayat (1) huruf b angka 7 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. hanya dapat menyalurkan alat kesehatan tertentu dan daalam

jumlah terbatas: dan

b. hanya menjual alat kesehatan yang memilki izin edar.

(8) penyelenggaraan spa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1)

huruf b angka 8 diselenggarakan dengan ketentuan:

a. penyelenggara spa harus memenuhi persyaratan bangunan,

lingkungan, peralatan bahan dan ketenagaan:

b. peralatan dan bahan yang dipergunakan harus memadai serta

terjamin mutu, mamfaat dan keamanannya:

c. alat perawatan yang digunakan dalam perawatan spa harus

memenuhi persyaratan dan izin edar alat kesehatan:

d. air yang digunakan sehari-hari harus memenuhi persyaratan air

bersih: dan

e. air untuk pool therapy baik yang menggunakan sumber air panas

atau pemendian alam, kualitas airnya harus memenuhi persyaratan

kesehatan kolam renang dan pemandian umum.

(9) penyelenggaraan perusahaan pemberantasan hama sebagaimana

dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) huruf b angka 9 diselenggarakan

dengan ketentuan:

a. setiap perusahaan pemberantasan hama harus memenuhi

persyaratan bangunan peralatan, perlindungan, fasilitas dan

ketenagaan:

b. setiap..........19

Page 19: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-19-

b. Setiap perusahaan pemberantasan hama dan atau vektor penyakit

sharus mempunyai seorang tenaga penanggung jawab teknis atau

supervisor di samping tenaga penjamah atau operator atau teknisi

pestisida:

c. penanggung jawab teknis dan penjamah pestisida sebagaimana

dimaksud pada huruf (b) harus memenuhi persyaratan kesehatan

dan memiliki kemampuan khusus dalam pengelolaan pestisida:

d. supervisor dan teknisi atau operator sebagaimana pada huruf (b)

harus memiliki kemampuan khusus dalam pengelolaan pestisida

secara tepat dan aman: dan

e. tenaga penjamah, teknisi atau opertor pestisida harus memenuhi

persyaratan kesehatan dan dalam melaksanakan tugasnya harus

42menggunakan perlindungan yang aman.

(10) Penyelenggaraan Usaha Mikro Obat Tradisional sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (10) huruf b angka 10 diselenggarakan dengan

ketentuan:

a. penyelenggara UMOT wajib menjamin keamanan, khasiat / mamfaat

dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan: dan

b. setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang membuat :

1. segala jenis obat tradisional yang menggunakan bahan kimia hasil

isolasi atau sintetik yang berkhasiat obat:

2. obat tradisional dalam bentuk intravaginal tetes mata, sedian

parenteral, supositoria kecuali untuk wasir: dan / atau

3. obat tradisional dalam bentuk cairan obat dalam yang

mengandung etanol dengan kadar lebih dari 1% (satu persen).

(11) Penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Pengobatan Tradisional

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (11) huruf b angka 11

diselenggarakan dengan ketentuan:

a. hanya dapat menggunakan peralatan yang aman bagi kesehatan dan

sesuai dengan metode/keilmuannya:

b. dilarang menggunakan peralatan kedokteran dan penunjang

diagnostik kedokteran:

c. dilarang memberikan dan/atau menggunakan obat medern, obat

keras, narkotika dan psikotrofika serta bahan berbahaya: dan

d. dilarang menggunakan obat tradisional yang diproduksi oleh industri

obat tradisional (pabrikan) yang tidak terdaftar dan obat tradisional

racikan yang bahan bakunya tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

(12) Setiap penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat

(7), ayat (8), ayat (9) dan ayat (10) berkewajiban:

a. mendukung keberhasilan program pemberian air susu ibu (ASI)

eksklusif:

b. menerapkan kawasan tanpa rokok di lingkungan fasilitas pelayanan

kesehatan.

(13) Ketentuan tentang tata cara penyelenggaraan dan persyaratan

penyelenggaraan fasilitas pelayanan kesehatan diatur lebih lanjut dalam

Peraturan Bupati.

Bagian..........20

Page 20: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-20-

Bagian Kelima

Tata Cara Pelayanan

Paragraf 1 Umum

Pasal 22

(1) Setiap orang yang membutuhkan pelayanan kesehatan pada fasilitas

pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) wajib

dilayani oleh petugas dan/atau tenaga medis yang bekerja pada fasilitas

pelayanan kesehatan.

(2) Petugas dan/atau tenaga medis yang bekerja pada fasilitas pelayanan

kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melayani dengan:

a. sikap ramah dan santun:

b. profesional: dan

c. tidak diskriminatif.

(3) Fasilitas Pelayanan kesehatan berkewajiban mengawasi penerapan pelayanan

kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

Paragraf 2

Persetujuan Tindakan Kedokteran

Pasal 23

(1) Setiap tindakan medik kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan

oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien, harus mendapat persetujuan

dari pasien atau dalam kondisi tertentu dapat disetujui oleh keluarga pasien.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien

atau keluarga pasien mendapat penjelasan secara cukup dan patut.

(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya

mencakup:

a. tata cara tindakan pelayanan;

b. tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan;

c. alternatif tindakan lain;

d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan

e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan, baik

secara tertulis maupun lisan.

(5) Setiap tindakan Tenaga Kesehatan yang mengandung risiko tinggi harus

diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak

memberikan persetujuan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara persetujuan tindakan Tenaga

Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5)

diatur dengan PeraturanBupati.

Paragraf..........21

Page 21: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-21-

Paragraf 3 Rekam Medis

Pasal 24

(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, wajib

membuat rekam medis.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi

setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.

(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu dan tandatangan

petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 25

(1) Dokumen rekam medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26, merupakan

milik dokter, dokter gigi atau fasilitas pelayanan kesehatan, sedangkan isi

rekam medis merupakan milik pasien.

(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan

dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan fasilitas

pelayanan kesehatan.

(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan

ayat (2),sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 4 Rahasia Kedokteran

Pasal 26

(1) Setiap dokter, dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib

menyimpan rahasia kedokteran.

(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan

pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka

penegakan hukum, permintaan pasien sendiri atau berdasarkan ketentuan

peraturan perundangundangan.

Bagian Keenam

Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan

Pasal 27

(1) Wewenang dan tanggungjawab fasilitas pelayanan kesehatan dapat

dilimpahkan kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu

secara berkesinambungan, terpadu dan paripurna, melalui mekanisme

sistem rujukan.

(2) Pelaksanaan sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara

terstruktur dan berjenjang sesuai kebutuhan medis dan kesehatan dalam

suatu sistem dan saling berhubungan, yaitu dari fasilitas pelayanan

kesehatan tingkat pertama kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang

lebih tinggi.

(3) Rujukan..........22

Page 22: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-22-

(3) Rujukan upaya kesehatan perorangan diselenggarakan menggunakan

prinsip efektif dan efisien melalui pendekatan kewilayahan dan

diutamakan untuk kemudahan akses terhadap pelayanan medik dasar,

spesialistik dan subspesialistik yang bermutu.

(4) Rujukan upaya kesehatan masyarakat diselenggarakan untuk mengatasi

permasalahan kesehatan yang timbul akibat kondisi sarana, tenaga, ilmu

pengetahuan dan teknologi serta operasional yang tidak memadai dari

fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama kepada fasilitas pelayanan

kesehatan yang lebih tinggi.

Bagian Ketujuh

Sistem Informasi Pelayanan Kesehatan

Pasal 28

(1) Penyelenggara Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada

Pasal 19 ayat (1) huruf a berkewajiban memberikan informasi pelayanan

kesehatan kepada masyarakat penerima manfaat pelayanan kesehatan.

(2) Kewajiban penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyelenggarakan sistem

informasi elektroni dan/atau non elektronik secara terbuka dan mudah

diakses.

(3) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berisi seluruh data

dan informasi pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang sekurang-kurangnya meliputi:

a. profil penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan:

b. profil pelaksana:

c. standar pelayanan kesehatan:

d. prosedur kerja:

e. maklumat pelayanan kesehatan:

f. pengelolaan pengaduan: dan

g. penilaian kinerja.

(4) Tata cara penyelenggaraan sistem informasi sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.

BAB V

KOORDINASI PENYELENGGARAN PELAYANAN KESEHATAN

Pasal 29

(1) Penyelengaraan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh

Pemerintah daerah, Perorangan atau Swasta dikoordinasikan oleh Dinas

Kesehatan.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang bentuk dan tata cara koordinasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Bupati.

BAB VI..........23

Page 23: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-23-

BAB VI

HAK, KEWAJIBAN MASYARAKAT DAN PERAN SERTA MASA

Bagian Kesatu

Hak dan Kewajiban

Pasal 30

(1) Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat berhak:

a. Memperoleh pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan dan

ketentuan peraturan perundang-undangan:

b. mengetahui kebenaran isi Standar Pelayanan Kesehatan dan Maklumat

Pelayanan Kesehatan:

c. mengawasi pelaksanaan Standar Pelayanan Kesehatan dan Maklumat

Pelayanan Kesehatan:

d. mendapat advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan pelayanan:

e. melaporkan kepada penanggung jawab penyelenggara fasilitas pelayanan

kesehatan dan meminta perbaikan pelaksanaan penyelenggaraan

pelayanan kesehatan apabila pelayanan yang diberikan tidaksesuai dengan

Standar Pelayanan Kesehatan: dan

f. mendapat tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan.

(2) Masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan berkewajiban untuk

memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam peraturan

perundang-undangan.

Bagian Kedua

Peran Serta Masyarakat

Pasal 31

(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam membantu upaya pengawasan dan

pengendalian terhadap kegiatan penyelenggaraan pelayanan kesehatan di

Daerah.

(2) Masyarakat dapat melaporkan kepada instansi yang berwenang apabila

mengetahui adanya pelanggaran kegiatan penyelenggaraan pelayanan

kesehatan di Daerah.

(3) Pemerintah Daerah dan atau instansi lain yang berwenang wajib memberikan

jaminan keamanan dan perlindungan kepada pelapor sebagaimana dimaksud

pada ayat (2).

BAB VII

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 32

(1) Setiap Penyelenggara Pelayanan Kesehatan yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 28 ayat (1) dikenai

sanksi administratif.

(2) Setiap..........24

Page 24: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-24-

(2) Setiap Penyelenggara Fasilitas Pelayanan Medik yang melanggar ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) dikenai

sanksi administratif.

(3) Setiap Penyelenggara Fasilitas Penunjnag Pelayanan Ksehatan yang

melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), ayat

(2), ayat (3), ayat (4) ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), ayat (9), ayat (10),

ayat (11) dan ayat (12)dikenai sanksi administratif.

(4) Setiap Tenaga Kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16 ayat (2) dikenai sanksi administratif.

(5) Setiap dokter dan/atau dokter yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 26 ayat (1) dikenai

sanksi administratif.

(6) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),

ayat (4) dan ayat (5) berupa:

a. Teguran

b. peringatan tertulis

c. pembekuan izin dan kegiatan; dan

d. pencabutan izin.

(7) Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dilaksanakan

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah diberikan peringatan tertulis

sebanyak 3 (tiga) kali.

(8) Pemberian peringatan tertulis atau pencabutan perizinan dilaksanakan oleh

Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan tahapan penerapan sanksi

administratif sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),

ayat (4) dan ayat (5) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati

BAB VIII

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 33

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Lingkungan Pemerintah Daerah

diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan

tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang

berlaku.

(2) Wewenang penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan

berkenaan dengan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan

perizinan di bidang kesehatan agar keterangan atau laporan tersebut

menjadi lebih lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi

atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan

dengan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang

kesehatan;

c. meminta..........25

Page 25: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-25-

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan

sehubungan dengan tindak pidana di bidang penyelenggaraan pelayanan

dan perizinan di bidang kesehatan;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain

berkenaan dengan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan

perizinan di bidang kesehatan;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan,

pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan

terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan

tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di bidang

kesehatan;

g. menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan

tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa

identitas orang dan atau dokumen yang dibawa, sebagaimana dimaksud

pada huruf e;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana penyelenggaraan

pelayanan dan perizinan di bidang kesehatan;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan

k. melakukan tindakan lain yang dianggap perlu untuk kelancaran

penyidikan tindak pidana penyelenggaraan pelayanan dan perizinan di

bidang kesehatan menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya

penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum

sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara

Pidana yang berlaku.

BAB IX

KETENTUAN PIDANA

Pasal 34

(1) Setiap orang dan/atau badan yang dengan sengaja menyelenggarakan

pelayanan kesehatan atau kegiatan yang terkait dengan kesehatan tanpa izin

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a, huruf b dan huruf c,

diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling

banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

Pasal 35..........26

Page 26: BUPATI BUNGO - jdihn.go.id

-26-

Pasal 35

Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1)

penyelenggara pelayanan kesehatan yang melakukan tindak pidana sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-

Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan atau peraturan

perundang-undangan lainnya dikenakan pidana sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 36

Orang atau Badan yang telah memiliki izin penyelenggarakan pelayanan dan

perizinan di bidang kesehatan yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan

Daerah ini, tetap berlaku dan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun

harus menyesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan

Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bungo

Ditetapkan di Muara Bungo pada tanggal 15 Maret 2018

BUPATI BUNGO,

ttd

H. MASHURI

Diundangkan di Muara Bungo

pada tanggal 15 Maret 2018 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BUNGO,

ttd

H. RIDWAN. IS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUNGO TAHUN 2018 NOMOR 1

NOREG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI

NOMOR 1/1/2018