54
BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dalam pengelolaaan sumber daya air tanah perlu diarahkan untuk kesinergiandan keterpaduan yang harmonis antar sektor, dan antar generasi dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup serta kepentingan pembangunan yang berkelanjutan, sehingga dapat mengatasi ketidakseimbangan antara ketersediaan air tanah yang cenderung menurun dengan kebutuhan air yang semakin meningkat; b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pemanfaatan Air Tanah yang baik sehingga perlu diganti; c. bahwa untuk mengoptimalkan pemanfaatan air tanah dan dalam rangka menjamin kepentingan pembangunan yang berkelanjutan, sehingga dapat mengatasi ketidakseimbangan antara ketersediaan Air Tanah, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (5), Pasal 16 ayat (3), Pasal 26 ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (2), Pasal 49 ayat (4), Pasal 50 ayat (5), Pasal 54 ayat (4), dan Pasal 59 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Air Tanah; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang–Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950); 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran NegaraRepublik IndonesiaNomor 4010); 4. Undang-Undang…

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

NOMOR 8 TAHUN 2014

TENTANG

AIR TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG,

Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat dalam pengelolaaan sumber daya air tanah perlu diarahkan untuk kesinergiandan keterpaduan yang harmonis antar sektor, dan antar generasi dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup serta kepentingan pembangunan yang berkelanjutan, sehingga dapat mengatasi ketidakseimbangan antara ketersediaan air tanah yang cenderung menurun dengan kebutuhan air yang semakin meningkat;

b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, masih terdapat kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan pemanfaatan Air Tanah yang baik sehingga perlu diganti;

c. bahwa untuk mengoptimalkan pemanfaatan air tanah dan dalam rangka menjamin kepentingan pembangunan yang berkelanjutan, sehingga dapat mengatasi ketidakseimbangan antara ketersediaan Air Tanah, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (5), Pasal 16 ayat (3), Pasal 26 ayat (3), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (2), Pasal 49 ayat (4), Pasal 50 ayat (5), Pasal 54 ayat (4), dan Pasal 59 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Air Tanah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang–Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2000 Nomor 182, Tambahan Lembaran NegaraRepublik IndonesiaNomor 4010);

4. Undang-Undang…

Page 2: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-2-

4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4377);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5059);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2011 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4389);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4737);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4833);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);

12. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Tahun 2010 Nomor 08, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 0810);

13. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten Tangerang (Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Tahun 2011 Nomor 13, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 1311);

Dengan…

Page 3: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-3-

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TANGERANG dan

BUPATI TANGERANG

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kabupaten Tangerang.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan Daerah di Kabupaten Tangerang.

3. Bupati adalah Bupati Tangerang.

4. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi tugas dan fungsi pengelolaan Air Tanah.

5. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat Kepala SKPD adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi tugas dan fungsi pengelolaan Air Tanah.

6. Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait yang selanjutnya disingkat SKPD terkait adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah yang mempunyai hubungan kerja dalam pengelolaan Air Tanah.

7. Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah termasuk didalamnya adalah air yang tertampung pada eks galian pasir akibat terpotongnya lapisan akuifer.

8. Akuifer adalah lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat menyimpan dan meneruskan Air Tanah dalam jumlah cukup dan ekonomis.

9. Cekungan Air Tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran dan pelepasan Air Tanah berlangsung.

10. Daerah Imbuhan Air Tanah adalah daerah resapan air yang mampu menambah Air Tanah secara alamiah pada cekungan Air Tanah.

11. Daerah Lepasan Air Tanah adalah daerah keluaran Air Tanahyang berlangsung secara alamiah pada cekungan Air Tanah.

12. Pengelolaan…

Page 4: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-4-

12. Pengelolaan Air Tanah adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, mengevaluasi penyelenggaraan konservasi Air Tanah, pendayagunaan Air Tanah, dan pengendalian daya rusak Air Tanah.

13. Inventarisasi Air Tanah adalah kegiatan untuk memperoleh data dan informasi Air Tanah.

14. Konservasi Air Tanah adalah upaya memelihara keberadaan, serta keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi Air Tanah agar senantias tersedia dalan kualias dan kuantitas yang memadai, untuk kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

15. Perlindungan Air Tanah adalah kegiatan pengamanan kondisi dan ingkungan Air Tanah dari kerusakan yang ditimbulkan oleh ulah manusia maupun alam.

16. Pemantauan Air Tanah adalah kegiatan pengamatan dan pencatatan secara terus menerus mengenai perubahan kuantitas, kualitas dan lingkungan Air Tanah.

17. Pemeliharaan Air Tanah adalah kegiatan perawatan Air Tanahuntuk menjamin kelestarian fungsi Air Tanah.

18. Pengawasan Air Tanah adalah pengawasan terhadap kegiatan administrasi dan teknis pengelolaan Air Tanah agar sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

19. Pemulihan Air Tanah adalah kegiatan untuk memperbaiki atau merehabilitasi kondisi dan lingkungan Air Tanah agar lebih baik atau kembali seperti semula.

20. Pendayagunaan Air Tanah adalah upaya penatagunaan, penggunaan, penyediaan, pengembangan dan pengusahaan Air Tanah secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.

21. Penatagunaan Air Tanah adalah upaya menetukan zona penggunaan Air Tanah.

22. Penggunaan Air Tanah adalah setiap kegiatan pemanfaatan Air Tanah untuk berbagai keperluan.

23. Pengendalian Daya Rusak Air Tanah adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak Air Tanah.

24. Pengambilan Air Tanah adalah setiap kegiatan untuk mengeluarkan Air Tanah melalui sumur dan bangunan penurap atau dengan cara lain.

25. Pengeboran Air Tanah adalah kegiatan membuat sumur bor Air Tanah yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis sebagai sarana eksplorasi, pengambilan, pemanfaatan dan pengusahaan, pemantauan atau imbuhan Air Tanah.

26. Penggalian Air Tanah adalah kegiatan membuat sumur gali, saluran air, dan terowongan air untuk mendapatkan Air Tanah yang dilaksanakan sesuai dengan pedoman teknis sebagai sarana eksplorasi, pengambilan, pemanfaatan dan pengusahaan, pemantauan atau imbuhan Air Tanah.

27. Rehabilitasi…

Page 5: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-5-

27. Rehabilitasi Air Tanah adalah upaya memulihkan kembali serta memperbaiki dan meningkatkan kondisi lingkungan Air Tanah yang sudah rawan dan kritis, agar dapat berfungsi kembali secara optimal sebagai media pengatur tata air dan unsur perlindungan lingkungan.

28. Pengembangan Air Tanah adalah upaya peningkatan kemanfaatan fungsi Air Tanah sesuai dengan daya dukungnya.

29. Rekomendasi Teknis adalah persyaratan teknis yang bersifat mengikat dalam pemberian izin pemanfaatan, pendayagunaan Air Tanah atau izin pengusahaan Air Tanah.

30. Sumur Bor adalah sumur yang pembuatannya dilakukan secara mekanis atau manual dengan menggunakan konstruksi pipa ≥ 2 inchi (≥ ± 5 cm) yang ditujukan untuk memanfaatkan Air Tanah dari lapisan akuifer Air Tanah dalam pada kedalaman tertentu dengan mempergunakan pompa submersible.

31. Sumur Pantek adalah sumur yang pembuatannya dilakukan secara mekanis atau manual dengan menggunakan konstruksi pipa < 2 inchi (< ± 5 cm) yang ditujukan untuk memanfaatkan Air Tanah dari lapisan akuifer Air Tanah dangkal pada kedalaman tertentu dengan mempergunakan jenis pompa jetpump.

32. Sumur Gali adalah sumur yang dibuat dengan cara menggali tanah untuk mendapatkan air.

33. Sumur Resapan adalah sumur yang dibuat dengan spesifiksi tertentu untuk konservasi Air Tanah.

34. Sumur Pantau adalah sumur yang dibuat untuk memantau muka dan/atau mutu Air Tanahpada akuifer tertentu.

35. Mata Air adalah Air Tanah yang mengalir keluar dari permukaan tanah pada suatu tempat atau dimana permukaan muka Air Tanah (akuifer) bertemu dengan permukaan tanah.

36. Jaringan Sumur Pantau adalah kumpulan sumur pantau yang tertata berdasarkan kebutuhan pemantauan Air Tanah pada cekungan Air Tanah.

37. Hak Guna Air dari pemanfaatan Air Tanah adalah hak guna air untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan Air Tanah untuk berbagai keperluan.

38. Hak Guna Pakai Air dari pemanfaatan Air Tanah adalah hak untuk memperoleh dan memakai Air Tanah.

39. Hak guna usaha air dari pemanfaatan Air Tanah adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan Air Tanah.

40. Izin Pemanfaatan Air Tanah adalah izin untuk memperoleh hak guna pakai air dari pemanfaatan Air Tanah.

41. Izin Pengusahaan Air Tanah adalah izin untuk memperoleh hak guna usaha air dari pemanfaatan Air Tanah.

42. Debit adalah volume air yang melalui suatu penampang tertentu dalam satuan waktu.

43. Pemohon adalah badan usaha, baik berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum (perseorangan).

44. Zona Rawan…

Page 6: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-6-

44. Zona Rawan adalah daerah yang mengalami penurunan muka Air Tanah 40% - 60%, zat padat terlarut (TDS) < 1.000 - 10.000 mg/l, daya hantar listrik (DHL) 1.000 – 1.500 µ S/cm.

45. Zona Kritis adalah daerah yang mengalami penurunan muka Air Tanah> 60% - 80%, zat padat terlarut (TDS) >10.000 – 100.000 mg/l, daya hantar listrik (DHL) 1.500 – 5.000 µ S/cm atau telah terjadi amblesan tanah.

46. Zona Rusak adalah daerah yang mengalami penurunan muka Air Tanah>80%, zat padat terlarut (TDS) >10.000 mg/l, daya hantar listrik (DHL)>5.000 µ S/cm, mengandung logam berat dan B3.

47. Eksplorasi adalah melakukan penyelidikan, penelitian Air Tanah termasuk melakukan pengeboran.

48. Eksploitasi adalah pengambilan dan pemanfaatan Air Tanah yang dilakukan dengan penggalian, pemboran dan/atau penurapan mata air.

49. Upaya Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya disingkat UKL adalah dokumen yang mengandung upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan pengambilan Air Tanah.

50. Upaya Pemantauan Lingkungan yang selanjutnya disingkat UPL adalah dokumen yang mengandung upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan pengambilan Air Tanah.

51. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang selanjutnya disingkat AMDAL, adalah kejian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan pengambilan Air Tanah yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan serta penyelenggaraan uasaha dan/atau kegiatan.

52. Badan usaha adalah badan usaha berbadan hukum maupun perorangan.

Pasal 2

(1) Sumber daya Air Tanah dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan air yang berkelanjutan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

(2) Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikelola dengan prinsip keterpaduan dengan air permukaan.

BAB II

ASAS, MAKSUD DAN TUJUAN, RUANG LINGKUP

Bagian Kesatu Asas

Pasal 3

Air Tanah dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, berwawasan lingkungan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian serta transparansi dan akuntabilitas.

Bagian Kedua…

Page 7: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-7-

Bagian Kedua Maksud dan Tujuan

Pasal 4

(1) Maksud Pengelolaan Air Tanah adalah untuk:

a. tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam pemanfaatan sumber daya air berdasarkan batasan Cekungan Air Tanah;

b. terwujudnya masyarakat yang memiliki sikap dan tindakan melindungi sumber daya air;

c. terjaminnya pemenuhan kebutuhan air bagi generasi masa kini dan generasi masa depan;

d. tercapainya kelestarian sumber daya air dari sisi kualitas dan kuantitas;

e. terkendalinya pemanfaatan sumber daya air secara bijaksana sesuai dengan daya suplainya.

(2) Pengelolaan Air Tanah bertujuan untuk mewujudkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam pendayagunaan Air Tanah sehingga pemanfaatan sumber daya air dapat dilakukan secara bijaksana sesuai dengan rencana peruntukannya yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Bagian Ketiga Ruang Lingkup

Pasal 5

Ruang lingkup Pengelolaan Air Tanah meliputi:

a. kebijakan Pengelolaan Air Tanah;

b. strategi Pengelolaan Air Tanah;

c. Pengelolaan Air Tanah mencakup perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak;

d. perizinan yang mencakup bagian tata cara memperoleh izin, hak dan kewajiban pemegang izin, dan berakhirnya izin;

e. sistem informasi Air Tanah;

f. pembiayaan;

g. pemberdayaan, pengendalian dan pengawasan;

h. peran serta masyarakat; dan

i. sanksi yang mencakup sanksi administrasi dan sanksi pidana.

BAB III…

Page 8: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-8-

BAB III

LANDASAN PENGELOLAAN AIR TANAH

Bagian Kesatu Umum

Pasal 6

Pengelolaan Air Tanah didasarkan pada Cekungan Air Tanah yang diselenggarakan berlandaskan pada kebijakan Pengelolaan Air Tanah dan strategi Pengelolaan Air Tanah.

Bagian Kedua Kebijakan Pengelolaan Air Tanah

Pasal 7

(1) Kebijakan Pengelolaan Air Tanah ditujukan sebagai arahan dalam penyelenggaraan Konservasi Air Tanah, Pendayagunaan Air Tanah, Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, dan Sistem Informasi Air Tanah yang disusun dengan memperhatikan kondisi Air Tanah setempat.

(2) Kebijakan Pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan dasar:

a. Pengelolaan Air Tanah merujuk kepada zona konservasi Air Tanah;

b. Pemanfaatan Air Tanah merupakan alternatif terakhir apabila sumber air lainnya (air sungai dan air hujan) tidak memungkinkan untuk dimanfaatkan; dan

c. prioritas peruntukan Air Tanah ditentukan dengan memperhatikan:

1. daya dukung Akuifer mencakup kuantitas dan kualitas Air Tanah;

2. jumlah dan sebaran penduduk serta laju pertambahannya;

3. proyeksi kebutuhan air dan proyeksi suplai dari sumber air permukaan, air hujan dan Air Tanah; dan

4. Pemanfaatan Air Tanah yang sudah ada sebelumnya.

Bagian Ketiga Strategi Pengelolaan Air Tanah

Pasal 8

(1) Strategi Pengelolaan Air Tanah merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, pemantauan, dan mengevaluasi kegiatan Konservasi Air Tanah, Pendayagunaan Air Tanah, dan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah pada Cekungan Air Tanah.

(2) Strategi Pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan ditetapkan secara terintegrasi dalam pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai.

(3) Strategi…

Page 9: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-9-

(3) Strategi pelaksanaan pengelolaan Air Tanah disusun berdasarkan data dan informasi mengenai:

a. potensi Air Tanah dan karakteristik hidrogeologis Cekungan Air Tanah yang bersangkutan;

b. proyeksi kebutuhan air untuk berbagai keperluan pada Cekungan Air Tanah yang bersangkutan; dan

c. perubahan kondisi dan lingkungan Air Tanah.

(4) Strategi pelaksanaan Pengelolaan Air Tanah memuat:

a. tujuan dan sasaran pengelolaan Air Tanah pada cekungan Air Tanah yang bersangkutan;

b. skenario yang dipilih untuk mencapai tujuan dan sasaran Pengelolaan Air Tanah;

c. dasar pertimbangan yang digunakan dalam memilih dan menetapkan skenario sebagaimana dimaksud pada huruf b; dan

d. tindakan atau langkah-langkah operasional untuk melaksanakan skenario Pengelolaan Air Tanah.

Pasal 9

Strategi pelaksanaan pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ditetapkan dalam rencana jangka panjang, rencana jangka menengah dan rencana jangka pendek.

BAB IV

PENGELOLAAN AIR TANAH

Bagian Kesatu Umum

Pasal 10

(1) Pengelolaan Air Tanah didasarkan pada Cekungan Air Tanah yang diselenggarakan berlandaskan pada kebijakan dan strategi pelaksanaan pengelolaan Air Tanah dengan prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan Pendayagunaan Air Tanah.

(2) Pengelolaan Air Tanah ditujukan untuk memperbaiki zona rusak, kritis dan rawan serta membatasi penggunaan Air Tanah dan mengarahkan penggunaan air permukaan serta air hujan.

Bagian Kedua Perencanaan

Paragraf 1 Umum

Pasal 11

(1) Perencanaan Pengelolaan Air Tanah disusun untuk menghasilkan rencana Pengelolaan Air Tanah yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam kegiatan konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak Air Tanah.

(2) Rencana…

Page 10: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-10-

(2) Rencana pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara terkoordinasi dengan pengelolaan sumber daya air yang berbasis Cekungan Air Tanah dan menjadi dasar dalam penyusunan program Pengelolaan Air Tanah.

(3) Program pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dijabarkan lebih lanjut dalam rencana kegiatan Pengelolaan Air Tanah yang memuat rencana pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan parasarana dan sarana pada Cekungan Air Tanah.

(4) Rencana Pengelolaan Air Tanah disusun melalui tahapan:

a. Inventarisasi Air Tanah;

b. penetapan zona Konservasi Air Tanah; dan

c. penyusunan dan penetapan rencana Pengelolaan Air Tanah.

Paragraf 2 Inventarisasi

Pasal 12

(1) Inventarisasi Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dilaksanakan untuk memperoleh data dan informasi Air Tanah.

(2) Data dan informasi Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. kuantitas dan kualitas Air Tanah;

b. kondisi lingkungan hidup dan potensi yang terkait dengan Air Tanah;

c. Cekungan Air Tanah dan prasarana pada Cekungan Air Tanah;

d. kelembagaan Pengelolaan Air Tanah; dan

e. kondisi sosial ekonomi masyarakat yang terkait dengan Air Tanah.

(3) Inventarisasi Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan:

a. pemetaan;

b. penyelidikan;

c. penelitian;

d. eksplorasi; dan/atau

e. evaluasi data.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Inventarisasi Air Tanah diatur dengan Peraturan Bupati.

Paragraf 3…

Page 11: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-11-

Paragraf 3 Penetapan Zona Konservasi

Pasal 13

(1) Penetapan zona Konservasi Air Tanah dilakukan berdasarkan data dan informasi hasil kegiatan inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3).

(2) Zona Konservasi Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh tim teknis dan ditetapkan oleh Bupati setelah melalui konsultasi publik dengan mengikutsertakan SKPD terkait dan unsur masyarakat terkait.

(3) Zona Konservasi Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat ketentuan mengenai konservasi dan pendayagunaan Air Tanah pada Cekungan Air Tanah.

(4) Zona Konservasi Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disajikan dalam bentuk peta yang diklasifikasikan menjadi:

a. zona Perlindungan Air Tanah yang meliputi daerah Imbuhan Air Tanah;

b. zona pemanfaatan Air Tanah yang meliputi zona aman, Zona Rawan, Zona Kritis dan Zona Rusak;

c. zona peruntukan Air Tanah.

(5) Zona Perlindungan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a ditetapkan untuk menjaga kelestarian fungsi imbuhan Air Tanah dan dilakukan dengan cara memelihara kawasan imbuhan/resapan Air Tanah

(6) Zona pemanfaatan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b ditetapkan dengan mempertimbangkan:

a. sebaran dan karakteristik Akuifer;

b. kondisi hidrogeologis;

c. kondisi dan lingkungan Air Tanah;

d. kawasan lindung Air Tanah;

e. kebutuhan air bagi masyarakat dan pembangunan;

f. data dan informasi hasil inventarisasi pada Cekungan Air Tanah; dan

g. ketersediaan air permukaan.

(7) Zona peruntukan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, ditetapkan dengan mempertimbangkan:

a. kuantitas dan kualitas Air Tanah;

b. daya dukung Akuifer terhadap pengambilan Air Tanah;

c. jumlah dan sebaran penduduk serta laju pertambahannya;

d. proyeksi kebutuhan Air Tanah; dan

e. pemanfaatan Air Tanah yang sudah ada.

(8) Zona Konservasi…

Page 12: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-12-

(8) Zona konservasi Air Tanah yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali apabila terjadi perubahan kuantitas, kualitas, dan/atau lingkungan Air Tanah pada Cekungan Air Tanah yang bersangkutan atau adanya peraturan perundang-undangan yang baru.

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan zona Konservasi Air Tanah diatur dengan Peraturan Bupati.

Pasal 14

(1) Pemerintah Daerah melalui SKPD berkewajiban untuk selalu melakukan penelitian dan memetakan zona Konservasi Air Tanah secara berkala setiap 3 (tiga) tahun sekali dengan penganggaran yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.

(2) Hasil Penetapan zona Konservasi Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 menjadi dasar dalam pemberian perizinan pemanfaatan dan pengusahaan Air Tanah.

Paragraf 4

Penyusunan dan Penetapan Rencana Pengelolaan Air Tanah

Pasal 15

(1) Rencana Pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, memuat pokok-pokok program Konservasi Air Tanah, Pendayagunaan Air Tanah, dan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah.

(2) Rencana Pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan:

a. mengutamakan penggunaan air permukaan pada wilayah sungai yang bersangkutan; dan

b. berdasarkan pada kondisi dan lingkungan Air Tanah pada zona Konservasi Air Tanah.

(3) Zona Konservasi Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan dasar bagi penerbitan perizinan dan evalusi pemanfatan ruang yang meliputi:

a. zona Perlindungan Air Tanah yang meliputi daerah imbuhan Air Tanah; dan

b. zona pemanfaatan Air Tanah yang meliputi zona aman, Zona Rawan, Zona Kritis dan Zona Rusak.

(4) Penyusunan dan penetapan rencana Pengelolaan Air Tanah dalam zona Konservasi Air Tanah dituangkan dalam bentuk peta skala 1 : 10.000 yang secara rinci diatur oleh Peraturan Bupati.

(5) Rencana Pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas rencana jangka panjang, rencana jangka menengah dan rencana jangka pendek dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga…

Page 13: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-13-

Bagian Ketiga

Pelaksanaan

Pasal 16

(1) Pelaksanaan rencana Pengelolaan Air Tanah meliput kegiatan pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan dalam kegiatan Konservasi Air Tanah, Pendayagunaan Air Tanah, dan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah.

(2) Pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada zona Konservasi Air Tanah, Akuifer dan lapisan batuan lainnya yang berpengaruh terhadap ketersediaan Air Tanah pada Cekungan Air Tanah yang bersangkutan.

(3) Pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pemegang izin, perorangan dan masyarakat pengguna Air Tanah untuk kepentingan sendiri.

(4) Bupati dalam melaksanakan konstruksi, operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat membentuk tim teknis yang ditetapkan dengan keputusan Bupati atau bekerjasama dengan pihak lain.

(5) Pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada zona konservasi Air Tanah, akuifer dan lapisan batuan lainnya yang berpengaruh terhadapketersediaan Air Tanah pada Cekungan Air Tanah.

Pasal 17

(1) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) ditujukan untuk mengoptimalkan upaya Konservasi Air Tanah, Pendayagunaan Air Tanah, dan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, dan prasarana pada cekungan Air Tanah.

(2) Pelaksanaan operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

a. pemeliharaan Cekungan Air Tanah; dan

b. operasi dan pemeliharaan prasarana pada cekungan Air Tanah.

(3) Pemeliharaan cekungan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui kegiatan pencegahan dan/atau perbaikan kerusakan akuifer dan Air Tanah.

(4) Operasi dan pemeliharaan prasarana pada Cekungan AirTanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:

a. operasi prasarana pada Cekungan Air Tanah yang terdiri atas kegiatan pengaturan, pengalokasian serta penyediaan Air Tanah; dan

b. pemeliharaan prasarana pada cekungan Air Tanah yang terdiri atas kegiatan pencegahan kerusakan dan/atau penurunan fungsi prasarana Air Tanah.

Bagian Keempat…

Page 14: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-14-

Bagian Keempat

Pemantauan dan Evaluasi

Pasal 18

(1) Bupati sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan pelaksanaan pengelolaan Air Tanah dapat membentuk tim teknis yang ditetapkan dengan keputusan Bupati atau bekerjasama dengan pihak lain.

(2) Pemantauan pelaksanaan Pengelolaan Air Tanah dilakukan melalui:

a. pengamatan;

b. pencatatan;

c. perekaman;

d. pemeriksaan laporan; dan/atau

e. peninjauan secara langsung.

(3) Pemantauan pelaksanaan Pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara berkala sesuai dengan kebutuhan.

Pasal 19

(1) Evaluasi pelaksanaan Pengelolaan Air Tanah dilakukan melalui kegiatan analisis dan penilaian terhadap hasil pemantauan.

(2) Hasil evalusi pelaksanaan Pengelolaan Air Tanah digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam peningkatan kinerja dan/atau melakukan peninjauan atas rencana Pengelolaan Air Tanah.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemantauan dan evaluasi pelaksanaan Pengelolaan Air Tanah diatur dengan peraturan Bupati.

Bagian Kelima Konservasi

Paragraf 1

Umum

Pasal 20

(1) Konservasi Air Tanah ditujukan untuk menjaga kelangsungan, keberadaan, daya dukung, dan fungsi Air Tanah.

(2) Konservasi Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan rencana Pengelolaan Air Tanah.

(3) Konservasi air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara menyeluruh pada Cekungan Air Tanah, melalui:

a. perlindungan dan pelestarian Air Tanah;

b. pengawetan Air Tanah; dan

c. pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran Air Tanah.

(4) Bupati…

Page 15: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-15-

(4) Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui SKPD wajib menyelenggarakan kegiatan Konservasi Air Tanah.

Pasal 21

(1) Untuk mendukung kegiatan Konservasi Air Tanah dilakukan Pemantauan Air Tanah.

(2) Pemantauan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk mengetahui perubahan kuantitas, kualitas, dan/atau lingkungan Air Tanah.

(3) Pemantauan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada Sumur Pantau dan/atau sumur produksi dengan cara:

a. mengukur dan merekam kedudukan muka Air Tanah;

b. memeriksa sifat fisika, kandungan unsur kimia, biologi atau radioaktif dalam Air Tanah;

c. mencatat jumlah volume Air Tanah yang dipakai atau diusahakan;dan/atau

d. mengukur dan merekam perubahan lingkungan Air Tanah seperti amblesan tanah.

(4) Hasil Pemantauan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa rekaman data yang merupakan bagian dari sistem informasi Air Tanah.

(5) Hasil Pemantauan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai bahan evaluasi pelaksanaan Konservasi Air Tanah, Pendayagunaan Air Tanah, dan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah.

(6) Sumur Pantau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib disediakan oleh badan usaha atau perorangan sebanyak satu buah untuk setiap empat titik Sumur Bor Air Tanah yang dimiliki.

(7) Bupati menetapkan jaringan sumur pantau pada cekungan Air Tanah berdasarkan saran dan rekomendasi tim teknis dengan mengacu pada:

a. kondisi geologis danhidrogeologis Cekungan Air Tanah;

b. sebaran sumur produksi dan intensitas pengambilan Air Tanah; dan

c. kebutuhan pengendalian penggunaan Air Tanah

(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembangunan dan penetapan Jaringan Sumur Pantau diatur dengan peraturan Bupati.

Paragraf 2 Perlindungan dan Pelestarian Air Tanah

Pasal 22

(1) Perlindungan dan pelestarian Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf a ditujukan untuk melindungi dan melestarikan kondisi lingkungan daerah imbuhan Air Tanah yang ditetapkan dalam kawasan lindung Air Tanah.

(2) Pelaksanaan…

Page 16: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-16-

(2) Pelaksanaan perlindungan dan pelestarian Air Tanah dilakukan dengan:

a. menjaga daya dukung dan fungsi daerah imbuhan Air Tanah;

b. menjaga daya dukung Akuifer; dan

c. memulihkan kondisi dan lingkungan Air Tanah pada zona kritis dan zona rusak.

(3) Untuk menjaga daya dukung dan fungsi air daerah imbuhan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengancara:

a. mempertahankan kemampuan imbuhan Air Tanah melalui penghijauan, pembangunan waduk imbuhan air di daerah imbuhan Air Tanah, atau pengaturan lahan yang boleh dibangun, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. melarang melakukan kegiatan pemboran, penggalian atau kegiatan lain dalam radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi pemunculan mata air yang ditentukan berdasarkan penelitian yang cukup;

c. membatasi penggunaan Air Tanah, kecuali untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari; dan

d. mengendalikan kegiatan yang dapat mengganggu sistem Akuifer.

(4) Untuk memulihkan kondisi dan lingkungan Air Tanah pada Zona Kritis dan Zona Rusak dilakukan dengan cara:

a. melarang pengambilan Air Tanah baru dan mengurangi secara bertahap pengambilan Air Tanah baru pada Zona Kritis Air Tanah;

b. melarang pengambilan Air Tanah pada Zona Rusak Air Tanah; dan

c. menciptakan imbuhan baru.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai perlindungan dan pelestarian Air Tanah diatur dalam Peraturan Bupati.

Paragraf 3 Pengawetan Air Tanah

Pasal 23

(1) Pengawetan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf b ditujukan untuk menjaga keberadaan dan kesinambungan ketersediaan Air Tanah, dilaksanakan dengan cara:

a. menghemat Penggunaan Air Tanah;

b. meningkatkan kapasitas imbuhan Air Tanah;

c. mengendalikan Penggunaan Air Tanah;

d. membudayakan pelaksanaan daur ulang; dan

e. memprioritaskan penggunaan air permukaan dan air hujan.

(2) Pengawetan…

Page 17: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-17-

(2) Pengawetan Air Tanah juga dapat dilakukan dengan pengendalian penggunaan Air Tanah terutama pada:

a. bagian Cekungan Air Tanah yang pengambilan Air Tanahnya intensif;

b. daerah lepasan Air Tanah yang mengalami degradasi; dan

c. Akuifer yang Air Tanahnya banyak dieksploitasi.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengawetan Air Tanah diatur dalam Peraturan Bupati.

Pasal 24

Penghematan Penggunaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a, dilakukan dengan cara:

a. menggunakan Air Tanah secara efektif dan efisien untuk berbagai macam kebutuhan;

b. mengurangi penggunaan,menggunakan kembali, dan mendaur ulang Air Tanah;

c. mengambil Air Tanah sesuai dengan kebutuhan;

d. menggunakan Air Tanah sebagai alternatif terakhir;

e. mengembangkan dan menerapkan teknologi hemat air; dan

f. memberikan insentif dan disinsentif bagi pengguna Air Tanah

Pasal 25

Peningkatan kapasitas imbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara memperbanyak jumlah air permukaan menjadi air resapan melalu imbuhan buatan.

Pasal 26

Pengendalian Penggunaan Air Tanah sebagaimana dimakud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c, dilakukan dengan cara:

a. menjaga keseimbangan antara pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan Air Tanah;

b. menerapkan perizinan dalam penggunaan Air Tanah;

c. membatasi penggunaan Air Tanah dengan tetap mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari;

d. mengatur lokasi dan kedalaman penyadapan akuifer yangmasih aman untuk dimanfaatkan;

e. melarang pengambilan Air Tanah pada Akuifer yang sudah kritis dan rusak, tanpa ada kajian secara khusus;

f. mengatur jarak antar sumur pemboran atau pengambilan Air Tanah;

g. mengatur kedalaman pengeboran dan/atau penggalian Air Tanah;

h. membuat sistem pengelolaan air terpadu dalam suatu kawasan permukiman; dan

i. menerapkan tarip progresif dalam penggunaan Air Tanah sesuai dengan tingkat konsumsi.

Page 18: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-18-

Paragraf 4…

Paragraf 4 Pengelolaan Kualitas dan Pengendalian Pencemaran

Pasal 27

(1) Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) huruf c, ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas Air Tanah sesuai dengan kondisi alaminya.

(2) Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran Air Tanah sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dengan cara:

a. mencegah pencemaran Air Tanah;

b. menanggulangi pencemaran Air Tanah; dan

c. memulihkan kualitas Air Tanah yang telah tercemar.

(3) Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Bupati sesuai dengan kewenangannya melalui SKPD terkait wajib melakukan pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran Air Tanah.

Pasal 28

Pengguna Air Tanah harus menutup setiap sumur yang kualitas Air Tanahnya telah tercemar untuk menghindari pencemaran Air Tanah.

Bagian Keenam

Pendayagunaan

Pasal 29

(1) Pendayagunaan Air Tanah ditujukan untuk memanfaatkan Air Tanah dengan mengutamakan pemenuhan kebutuhan pokok sehari-harimasyarakat secara adil dan berkelanjutan yang dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan Air Tanah.

(2) Pendayagunaan Air Tanah dilakukan melalui:

a. penatagunaan;

b. penyediaan;

c. penggunaan;

d. pengembangan; dan

e. pengusahaan

Pasal 30…

Page 19: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-19-

Pasal 30

(1) Penatagunaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a ditujukan:

a. menetapkan zona Pemanfatan Air Tanah; dan

b. peruntukan Air Tanah pada Cekungan Air Tanah.

(2) Penetapan zona Pemanfaatan Air Tanahsebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan mempertimbangkan:

a. sebaran dan karakteristik Akuifer;

b. kondisi hidrogeologis;

c. kondisi dan lingkungan Air Tanah;

d. kawasan lindung Air Tanah;

e. kebutuhan air bagi masyarakat dan pembangunan; data dan informasi hasil inventarisasi pada Cekungan Air Tanah; dan

f. ketersediaan Air Tanah.

(3) Zona Pemanfaatan Air Tanah merupakan acuan dalam penyusunan rencana pengeboran, penggalian, pemakian, pengusahaan dan pengembangan Air Tanah, serta penyusunan rencana tata ruang wilayah.

(4) Penetapan peruntukan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan mempertimbangkan:

a. kuantitas dan kualitas Air Tanah;

b. daya dukung Akuifer terhadap pengambilanAir Tanah;

c. jumlah dan sebaran penduduk serta laju pertambahannya; dan

d. proyeksi kebutuhan Air Tanah dan pemanfaatan Air Tanah.

Pasal 31

(1) Penyediaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dari pemanfaatan Air Tanah untuk berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya dengan memperhatikan kelangsungan penyediaan Air Tanah.

(2) Rencana penyediaan Air Tanah disusun dengan memperhatikan rencana penyediaan air permukaan yang diatur sesuai dengan kewenangan.

(3) Penyediaan Air Tanah pada setiap Cekungan dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan Air Tanah paling sedikit memenuhi:

a. kebutuhan pokok sehari-hari;

b. pertanian rakyat;

c. sanitasi lingkungan;

d. industri;

e. pariwisata; dan

f. perumahan dan permukiman

Pasal 32…

Page 20: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-20-

Pasal 32

(1) Penggunaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c, merupakan pemanfaatan Air Tanah dan prasarana pada cekungan Air Tanah yang terdiri atas pemanfaatan Air Tanah dan pengusahaan Air Tanah dilakukan dengan mengutamakan pemanfaatan Air Tanah pada Akuifer yang pengambilannya tidak melebihi daya dukung Akuifer terhadap pengambilan Air Tanah.

(2) Penggunaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk memenuhi:

a. kebutuhan pokok sehari hari bagi perseorangan dan atau masyarakat; dan

b. kegiatan pertanian dan bukan usaha.

(3) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah sebagai berikut :

a. penggunaan kurang dari 50 m3 (lima puluh meter kubik) per bulan per kepala keluarga dengan tidak menggunakan sistem distribusi terpusat;

b. penggunaan Air Tanah dengan menggunakan sumur gali yang dibuat dengan menggunakan tenaga manusia; dan

c. penggunaan Air Tanah dengan pemboran berdiamater 2 (dua) inchi dari akuifer bebas.

(4) Kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah sebagai berikut:

a. debit pengambilan Air Tanah tidak mengganggu kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat setempat;

b. sumur diletakan pada lokasi areal pertanian yang jauh dari permukiman penduduk;

c. penggunaan air tidak lebih dari 2 (dua) liter perdetik per Ha; dan

d. penentuan debit Air Tanah yang dipergunakan untuk kebutuhan pertanian harus dikonsultasikan dengan SKPD terkait.

(5) Penggunaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak memerlukan izin

Pasal 33

(1) Penggunaan Air Tanah di kawasan perumahan dan permukiman tertata harus dilakukan secara terencana dan komunal dengan sistem terpusat.

(2) Penggunaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh pengembang perumahan dan permukiman.

(3) Dalam hal penyediaan penggunaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pengembang harus mendapat izin dari SKPD terkait yang menangani perizinan.

(4) Dalam hal penggunaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh kelompok pemberdayaan masyarakat.

Pasal 34…

Page 21: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-21-

Pasal 34

(1) Pengembangan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf d, ditujukan untuk meningkatkan kemanfaatan fungsi Air Tanah guna memenuhi penyediaan Air Tanah yang diutamakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

(2) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilaksanakan selama potensi Air Tanah masih memungkinkan diambil secara aman serta tidak menimbulkan kerusakan Air Tanah dan lingkungan hidup.

(3) Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan Air Tanah dan rencana tata ruang wilayah wajib mempertimbangkan:

a. daya dukung Akuifer terhadap pengambilan Air Tanah;

b. kondisi dan lingkunganAir Tanah;

c. kawasan lindung Air Tanah;

d. proyeksi kebutuhan Air Tanah;

e. pemanfaatan Air Tanah yang sudah ada;

f. data dan informasi hasil inventarisasi pada Cekungan Air Tanah; dan

g. ketersediaan air permukaan

(4) Pengembangan Air Tanah sebagaiman dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui tahapan:

a. survey hidrogeologi;

b. eksplorasi Air Tanah melalui penyelidikan geofisika, pengeboran, atau penggalian eksplorasi;

c. pengeboran atau penggalian eksploitasi; dan/atau

d. pembangunan kelengkapan sarana pemanfaatan Air Tanah

Pasal 35

(1) Pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf e merupakan kegiatan penggunaan Air Tanah bagi usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan:

a. bahan baku produksi;

b. pemanfaatan potensi;

c. kebutuhan air bersih bagi karyawan/pekerja;

d. media usaha; dan

e. bahan pembantu atau proses produksi.

(2) Pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang penyediaan Air Tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat masyarakat setempat terpenuhi.

(3) Pengusahaan…

Page 22: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-22-

(3) Pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk:

a. penggunaan Air Tanah pada suatu lokasi tertentu;

b. penyadapan Akuifer pada kedalaman tertentu; dan

c. pemanfaatan daya Air Tanah pada suatu lokasi tertentu.

(4) Pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memperhatikan:

a. rencana pengelolaan Air Tanah;

b. kelayakan teknis dan ekonomi;

c. fungsi sosial Air Tanah;

d. kelestarian kondisi dan lingkungan Air Tanah; dan

e. ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pengusahaan Air Tanah untuk memenuhi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan memanfaatkan sumber air dari lapisan Akuifer dalam yang dilakukan dengan konstruksi Sumur Bor (deep well).

(6) Pengusahaan Air Tanah untuk memenuhi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperolehkan memanfaatkan sumber air dari lapisan Akuifer dalam yang dilakukan dengan konstruksi Sumur Pantek (jetpump).

(7) Pengusahaan Air Tanah untuk memenuhi kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memanfaatkan sumber air dari lapisan Akuifer dalam yang dilakukan dengan konstruksi Sumur Pantek (jetpump) harus segera melakukan menutupan sumur dan beralih kepada Sumur Bor (deep well).

Pasal 36

(1) Pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) dilakukan setelah memiliki Hak Guna Usaha Air dari pemanfaatan Air Tanah yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan usaha baik sebagai bahan baku produksi, pemanfaatan potensi, media usaha maupun penggunaan Air Tanah untuk bahan pembantu.

(2) Hak Guna Usaha Air dari pemanfaatan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui Izin Pengusahaan Air Tanah yang diberikan oleh Bupati.

(3) Izin Pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan kepada perseorangan atau Badan Usaha.

Pasal 37

(1) Izin Pengusahaan Air Tanah tidak diperlukan terhadap air ikutan dan/atau pengeringan (dewatering) untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di bidang pertambangan dan energi.

Page 23: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-23-

(2) Dalam hal…

(2) Dalam hal pengeringan (dewatering) untuk kegiatan fisik konstruksi harus mendapatkan persetujan dari SKPD yang membidangi pengelolaan Air Tanah.

(3) Tata cara permohonan persetujuan kegiatan pengeringan (dewatering) untuk kegiatan fisik konstruksi diatur dengan peraturan Bupati.

Bagian Ketujuh Pengendalian Daya Rusak

Pasal 38

(1) Pengendalian Daya Rusak Air Tanah ditujukan untuk mencegah, menanggulangi intrusi air asin, dan memulihkan kondisi Air Tanah akibat intrusi air asin, serta mencegah, menghentikan, atau mengurangi terjadinya amblesan tanah.

(2) Pengendalian Daya Rusak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengendalikan pengambilan Air Tanah dan meningkatkan jumlah imbuhan Air Tanah untuk menghambat atau mengurangi laju penurunan muka Air Tanah.

(3) Untuk mencegah terjadinya intrusi air asin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melarang pengambilan Air Tanah di daerah pantai yang mengakibatkan terganggunya kesimbangan antara muka Air Tanah tawar dan muka Air Tanah asin.

(4) Untuk memulihkan kondisi Air Tanah akibat intrusi air asin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara menciptakan Sumur Resapan buatan atau membuat sumur injeksi di daerah yang Air Tanahnya telah tercemar air asin.

(5) Untuk mencegah terjadinya amblesan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengurangi pengembilan Air Tanah bagi pemegang izin pemanfaatan Air Tanah atau izin pengusahaan Air Tanah pada zona konservasi.

(6) Untuk menghentikan terjadinya amblesan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menghentikan pengambilan Air Tanah.

(7) Untuk mengurangi terjadinya amblesan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membuat imbuhan buatan.

Pasal 39

(1) Dalam keadaan yang membahayakan lingkungan, Bupati dapat mengambil tindakan darurat sebagai upaya pengendalian Daya Rusak Air Tanah.

(2) Tindakan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain, menghentikan pengeboran atau penggalian yang dapat menimbulkan keadaan yang membahayakan lingkungan tersebut

Pasal 40…

Page 24: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-24-

Pasal 40

Setiap pengguna Air Tanah wajib memperbaiki kondisi dan lingkungan Air Tanah yang rusak akibat penggunaan Air Tanah yang dilakukannya dengan tindakan perbaikan kerusakan lingkungan akibat kegiatan pengeboran atau penggalian tanah, penanggulangan intrusi air asin dan pemulihan akibat intrusi air asin dan/atau melakukan tindakan penghentian dan pengurangan terjadinya amblesan tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1).

BAB V

PERIZINAN

BagianKesatu Umum

Pasal 41

(1) Izin pemanfaatan dan pengusahaan Air Tanah yang diberikan oleh Bupati merupakan izin yang mencakup kegiatan pengadaan sarana, prasarana dan/atau pengambilan Air Tanah.

(2) Izin pemanfaatan dan pengusahaan Air Tanah dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan antara lain:

a. air untuk kebutuhan pokok masyarakat di kawasan perumahan dan permukiman tertata;

b. air untuk kegiatan industri;

c. air untuk kegiatan usaha penunjang;

d. air untuk usaha perdagangan; dan

e. air untuk usaha perkotaan non industri.

Bagian Kedua Jenis Izin

Pasal 42

(1) Setiap badan atau perorangan yang melakukan pengeboran, pemanfaatan dan pengusahaan eksplorasi serta eksploitasi Air Tanah untuk berbagai keperluan dapat dilaksanakan setelah mendapat izin dari SKPD yang menangani masalah perizinan.

(2) Jenis izin pengelolaan Air Tanah terdiri dari:

a. Izin Usaha Pengeboran Air Tanah (IUPAT)

b. Izin Juru Bor (IJB)

c. Izin Tanda Instalasi Peralatan Pemboran (ITIPP)

d. Izin Pemboran Air Tanah (IPAT)

e. Izin Eksplorasi Air Tanah (IEAT)

f. Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah (IPPAT)

g. Izin Pengusahaan Air Tanah (IPAT)

Bagian Ketiga…

Page 25: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-25-

Bagian Ketiga

Pemberian Izin

Pasal 43

(1) Untuk memperoleh izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah, pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Bupati dengan tembusan kepada Gubernur.

(2) Setiap pemohon izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah yang mengambil Air Tanah dalam wajib melakukan Eksplorasi Air Tanah.

(3) Setiap pemohon izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah yang disetujui, wajib membuat 4 (empat) buah lubang biopori dan/atau 1 (satu) buah sumur resapan untuk setiap 1 (satu) titik sumur yang disetujui.

(4) Setiap pemohon izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah yang memiliki sumur bor ≥ 4 (empat) titik sumur wajib membuat 1 (satu) Sumur Pantau.

(5) Pemanfaatan dan/atau pengusahaan Air Tanah< 50 (lima puluh) liter per detik wajib dilengkapi dengan Dokumen UKL/UPL.

(6) Pemanfaatan dan/atau pengusahaan Air Tanah ≥ 50 (lima puluh) liter per detik dari 1 (satu) sumur dan/atau dari 5 (lima) sumur dalam area kurang dari 10 (sepuluh) Ha wajib dilengkapi dengan Analisis Dampak Lingkungan.

(7) Setiap pemohon izin pemanfaatan Air Tanah atau izin pengusahaan Air Tanah untuk sumur ke 5 (lima) dan seterusnya yang belum mempunyai Sumur Pantau, permohonan izinnya ditolak.

(8) Pemegang izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah hanya dapat melakukan pengeboran atau penggalian Air Tanah di lokasi yang telah ditetapkan.

(9) Pemanfaatan dan pengusahaan Air Tanah adalah merupakan alternatif terakhir yang diperuntukan bagi wilayah yang belum terlayani jaringan perpipaan air bersih/air minum.

(10) Tata cara pemberian izin secara rinci akan diatur dalam peraturan Bupati.

Bagian Keempat Jangka Waktu Izin

Pasal 44

(1) Jangka waktu izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah dapat diberikan paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang.

(2) Jangka waktu izin pemanfaatanAir Tanahdan/atau izin pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk Sumur Bor (deep well) dengan pompa submersible.

(3) Pemegang…

Page 26: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-26-

(3) Pemegang izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah dengan menggunakan Sumur Bor jetpump diberi jangka waktu 1 (satu) tahun setelah peraturan daerah ini disahkan dan diwajibkan untuk melakukan penutupan Sumur Bor jetpump dan beralih menggunakan Sumur Bor deep well atau memanfaatkan ketersediaan sumber daya air permukaan yang ada diwilayah tersebut.

(4) Izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah hanya berlaku untuk satu titik sumur dan tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan ke titik sumur yang lain.

(5) Setiap permohon perpanjangan izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah untuk sumur ke 5 (lima) dan seterusnya yang belum mempunyai sumur pantau, maka permohonan perpanjangan izinnya ditolak.

Bagian Kelima

Evaluasi Perizinan

Pasal 45

(1) Bupati melakukan evaluasi terhadap izin pemanfaatan air tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah yang telah diterbitkan melalui SKPDyang membidangi Air Tanah.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan mulai dari kegiatan pengeboran atau penggalian, pemasangan konstruksi, uji pemompaan, eksploitasi, dan terhadap dampak lingkungan.

(3) Evaluasi terhadap dampak lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersama-sama dengan SKPD yang membidangi pengelolaan Air Tanah.

Pasal 46

(1) Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dilakukan terhadap debit dan kualitas Air Tanah yang dihasilkan guna menetapkan kembali debit yang akan dipakai atau diusahakan sebagaimana tercantum dalam izin.

(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan laporan hasil pelaksanaan pengeboran atau penggalian Air Tanah, pemasangan konstruksi, uji pemompaan, eksploitasi dan dampak lingkungan.

(3) Laporan hasil pelaksanaan pengeboran atau penggalian Air Tanah, pemasangan konstruksi, uji pemompaan, eksploitasi dan dampak lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat:

a. gambar penampang litologi dan penampangan sumur;

b. hasil analisis fisika dan kimia Air Tanah;

c. hasil analisis uji pemompaan terhadap akuifer yang disadap; dan

d. gambar konstruksi sumur berikut bangunan di atasnya.

Bagian Keenam…

Page 27: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-27-

Bagian Keenam

Hak dan Kewajiban Pemegang Izin

Pasal 47

Setiap pemegang izin pemanfaatan Air Tanah atau izin pengusahaan Air Tanah berhak untuk memperoleh dan menggunakan air tanah sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin.

Pasal 48

Setiap pemegang izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau pemegang izin pengusahaan Air Tanah wajib:

a. menyampaikan pemberitahuan/laporan secara tertulis kepada Bupati melalui SKPD paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum masing-masing tahapan pengeboran/penggalian, pemasangan konstruksi dan uji pemompaan dilakukan;

b. menyampaikan laporan hasil kegiatan pengeboran atau penggalian Air Tanah kepada Bupati melalui SKPD;

c. menyampaikan laporan volume pemanfaatan atau pengusahaan Air Tanah setiap bulan kepada Bupati melalui SKPD terkait;

d. memasang meter air yang telah diuji kelayakannya oleh badan/lembaga terakreditasi pada setiap sumur produksi untuk pemanfaatan dan/atau pengusahaan Air Tanah serta membuat rumah pengaman meter air;

e. memastikan meteran air yang dipasang telah disegel oleh SKPD sebelum menggunakan Air Tanah yang dibuktikan dengan adanya Berita Acara Pemasangan Meter Air;

f. menguji kelaikan operasi meter air setiap tahunnya sesuai periode/jangka waktu tera di badan/lembaga yang terakreditasi berkoordinasi dengan SKPD;

g. membangun sumur resapan dan lubang biopori di lokasi yang ditentukan oleh SKPD;

h. berperan serta dalam penyediaan sumur pantau Air Tanah;

i. melaporkan kepada Bupati melalui SKPD Teknis apabila dalam pelaksanaan pengeboran atau penggalian Air Tanah, serta pemanfaatan dan pengusahaan Air Tanah ditemukan hal-hal yang dapat membahayakan lingkungan; dan

j. membayar pajak air tanah.

Pasal 49

(1) Pemegang izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau pemegang izin pengusahaan Air Tanah diwajibkan membayar pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf j yang ditentukan secara progresif berdasarkan:

a. posisi dan lokasi pemegang izin;

b. zona konservasi; dan

c. daya dukung sumber daya Air Tanah pada area tersebut.

(2) Pemegang…

Page 28: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-28-

(2) Pemegang izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau pemegang izin pengusahaan Air Tanah yang tidak memasang meter air dan/atau melakukan pengambilan volume Air Tanah melebihi dari izin yang diberikan dikenakan pajak 2 (dua) kali lipat.

(3) Tata cara mengenai pajak air tanah diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.

Pasal 50

(1) Setiap pemegang izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau pemegang izin pengusahaan Air Tanah dilarang:

a. melakukan pendistribusian Air Tanah sebelum meter air;

b. melakukan pengambilan dan pemanfaatan Air Tanah melebihi debit yang ditentukan dalam izin;

c. melakukan aktifitas pengeboran/penggalian, pemasangan konstruksi dan uji pemompaan tanpa diawasi dan tidak berkoordinasi dengan SKPD;

d. memindahtangankan izin yang dimiliki kecuali dengan terlebih dahulumendapat persetujuan Bupati;

e. mencabut/memperbaiki meter air tanpa melakukan koordinasi dan pemberitahuan dengan SKPD;

f. memindahkan izin yang dimiliki dari satu titik sumur ke titik sumur yang lain.

(2) Setiap orang atau Badan usaha dilarang untuk:

a. melakukan pengeboran atau penggalian untuk mendapatkan Air Tanah tanpa dilengkapi izin, kecuali untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat sesuai batasan;

b. melakukan kegatan pengeboran dan penggalian Air Tanah dalam radius 200 (dua ratus) meter dari lokasi pemunculan Mata Air;

c. melakukan pengeboran, penggalian dan pengambilan Air Tanah pada zona perlindungan Air Tanah; dan

d. memanfaatakan Air Tanah di daerah pantai yang dapat menyebabkan intrusi air laut kedalam Air Tanah.

Pasal 51

Setiap pemegang izin pemanfaatan Air Tanah dan atau izin pengusahaan Air Tanah wajib memberikan air paling sedikit10% (sepuluhpersen) dari batasan debit pemanfaatan dan/atau pengusahaan Air Tanah yang ditetapkan dalam izin bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat setempat.

Pasal 52…

Page 29: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-29-

Pasal 52

(1) Setiap pemegang izin pengusahaan Air Tanah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44, Pasal 48 dan Pasal 49 maka permohonan perpanjangan izin tidak akan diproses.

(2) Setiap pemegang izin pengusahaan Air Tanah sebagaimana ayat (1) diberi jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan untuk melaksanakan kewajibannya.

Bagian Ketujuh

Berakhirnya Izin

Pasal 53

(1) Izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah berakhir karena: a. habis masa berlakunya dan tidak diajukan perpanjangan; b. izin dikembalikan; c. izin dicabut; dan d. sumur ditutup.

(2) Berakhirnya izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskan kewajiban pemegang izin untuk memenuhi kewajiban yang belum terpenuhi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c apabila: a. pemegang izin tidak memenuhi dan/atau mentaati ketentuan

yang telah ditetapkan dalam surat izin;

b. bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan;

c. pemegang izin terlambat melakukan daftar ulang melebihi dari 6 (enam) bulan setelah masa berlakunya izin habis; atau

d. badan usaha milik daerah/mitra kerjasama badan usaha milik daerah dan/atau mitra kerjasama daerah sudah mampu menyediakan layanan jaringan perpipaan air bersih/air minum.

(4) Izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d apabila:

a. pemengan izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah mengajukan permohonan penutupan sumur dan disetujui oleh Bupati melalui SKPD;

b. kegiatan penutupan sumur dilakukan dengan Berita Acara Penutupan Sumur oleh SKPD Teknis; atau

c. segala biaya dan material yang dibutuhkan dalam kegiatan penutupan sumur sepenuhnya menjadi tanggungjawab pemegang izin.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai berakhirnya izin diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

BAB VI…

Page 30: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-30-

BAB VI

SISTEM INFORMASI AIR TANAH

Pasal 54

(1) Sistem informasi Air Tanah merupakan bagian jaringan informasi sumber daya air dalam suatu pusat pengelolaan data, yang dikelola oleh SKPD.

(2) Informasi Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data dan informasi mengenai:

a. konfigurasi cekungan Air Tanah;

b. hidrogeologi

c. potensi Air Tanah;

d. konservasi Air Tanah;

e. pendayagunaan Air Tanah;

f. kondisi dan lingkungan Air Tanah;

g. pengendalian dan pengawasan Air Tanah;

h. kebijakan dan pengaturan di bidang Air Tanah; dan

i. kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan Air Tanah.

(3) Data dan informasi hasil kegiatan inventarisasi, konservasi dan pendayagunaan Air Tanah wajib disampaikan kepada Bupati melalui SKPD.

Pasal 55

Pengelolaan sistem informasi Air Tanah dilakukan melalui tahapan:

a. pengambilan dan pengumpulan data;

b. penyimpanan dan pengolahan data;

c. pembaharuan data; dan

d. penerbitan serta penyebarluasan data dan informasi.

Pasal 56

(1) Untuk melaksanakan kegiatan penyediaan informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 seluruh instansi pemerintah, organisasi, lembaga, perseorangan dan badan usaha yang melaksanakan kegiatan berkaitan dengan Air Tanah wajib menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada Bupati melalui SKPD.

(2) Instansi pemerintah, organisasi, lembaga, perseorangan dan badan usaha yang melaksanakan kegiatan berkaitan dengan Air Tanah wajib menjamin keakuratan, kebenaran, dan ketepatan waktu atas informasi yang disampaikan.

BAB VII…

Page 31: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-31-

BAB VII

PEMBIAYAAN

Pasal 57

(1) Pembiayaan pengelolaan air tanah ditetapkan berdasarkan kebutuhan nyata pengelolaan Air Tanah.

(2) Jenis pembiayaan pengelolaan Air Tanah meliputi:

a. biaya sistem informasi;

b. biaya perencanaan;

c. biaya pelaksanaan konstruksi;

d. biaya operasi dan pemeliharaan; dan

e. biaya pemantauan, evaluasi, dan pemberdayaan masyarakat.

(3) Biaya sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a merupakan biaya yang dibutuhkan untuk pengambilan dan pengumpulan, penyimpanan dan pengolahan, pembaharuan, penerbitan, serta penyebarluasan data dan informasi Air Tanah.

(4) Biaya perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b merupakan biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan penyusunan kebijakan teknis, strategi pelaksanaan, dan rencana pengelolaan Air Tanah.

(5) Biaya pelaksanaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan biaya untuk penyediaan sarana dan prasarana pada cekungan Air Tanah dalam kegiatan Konservasi Air Tanah, Pendayagunaan Air Tanah, dan Pengendalian Daya Rusak Air Tanah.

(6) Biaya operasi dan pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d merupakan biaya untuk pemeliharaan cekungan air tanah serta operasi dan pemeliharaan prasarana pada cekungan Air Tanah.

(7) Biaya pemantauan, evaluasi, dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e merupakan biaya yang dibutuhkan untuk memantau dan mengevaluasi pengelolaan Air Tanah serta pembiayaan untuk pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan Air Tanah.

Pasal 58

(1) Sumber dana untuk membiayai kegiatan Pengelolaan Air Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dapat berasal dari:

a. anggaran pemerintah;

b. pihak lain; dan/atau

c. hasil penerimaan biaya jasa pengelolaan Air Tanah.

(2) Anggaran swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bersumber dari anggaran swasta atas peran sertanya dalam pengelolaan Air Tanah.

BAB VIII...

Page 32: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-32-

BAB VIII

PEMBERDAYAAN, PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

Bagian Kesatu Pemberdayaan

Pasal 59

(1) Bupati menyelenggarakan pemberdayaan kepada para pemilik kepentingan untuk meningkatkan kinerja dalam Pengelolaan Air Tanah.

(2) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan dalam bentuk penyuluhan, pendidikan, pelatihan, pembimbingan, dan pendampingan.

(3) Kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat melaksanakan upaya pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing.

(4) Pemberdayaan dapat diselenggarakan dalam bentuk kerjasama yang terkoordinasi antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Bagian Kedua

Pengendalian

Pasal 60

(1) Bupati melakukan pengendalian penggunaan Air Tanah.

(2) Bupati dapat menghentikan seluruh kegiatan dan menutup sarana prasarana pengambilan Air Tanah bagi perseorangan, badan usaha, yang melakukan pemanfaatan atau pengusahaan Air Tanah tanpa izin.

Bagian Ketiga Pengawasan dan Pembinaan

Pasal 61

(1) Pengawasan pengelolaan Air Tanah ditujukan untuk menjamin kesesuaianantara penyelenggaraan pengelolaan Air Tanah dengan peraturanperundang-undangan yang berlaku terutama menyangkut ketentuan administratif dan teknis pengelolaan Air Tanah.

(2) Bupati melakukan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pengelolaan Air Tanah melalui SKPD Teknis, terutama berkaitan dengan ketentuan dalam izin pemanfaatan Air Tanah dan/atau izin pengusahaan Air Tanah.

(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap:

a. pelaksanaan pengeboran atau penggalian Air Tanah, pemasangan konstruksi, uji pemompaan serta pemanfaatan dan/atau pengusahaan Air Tanah;

b. kegiatan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan Air Tanah; dan

c. pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan.

Page 33: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-33-

BAB IX

PERANSERTA MASYARAKAT

Pasal 62

(1) Masyarakat dalam hal pengelolaan Air Tanah dapat berpartisipasi melalui:

a. pengawasan sosial dan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan Air Tanah;

b. memberikan saran, pendapat, usul, keberatan terhadap pelaksanaan pengelolaan Air Tanah, pemboran Air Tanah disertai data-data dan bukti yang kuat; dan

c. menyampaikan informasi dan laporan tentang pengelolaan Air Tanah yang mencakup kegiatan eksplorasi, pemboran dan atau pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan Air Tanah.

(2) Ketentuan lebih lanjut terkait dengan tata cara peran serta masyarakat diatur dengan peraturan Bupati.

BAB X

PENYIDIKAN

Pasal 63

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan Air Tanah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang.

(3) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pengelolaan Air Tanah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;

b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Pengelolaan Air Tanah tersebut;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Pengelolaan Air Tanah;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pengelolaan Air Tanah;

e. melakukan…

Page 34: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-34-

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pengelolaan Air Tanah;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang Pengelolaan Air Tanah;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

j. menghentikan penyidikan; dan/atau

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Pengelolaan Air Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XI

SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 64

(1) Bupati dapat mengenakan sanksi administratif kepada pemegang izin yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 51 dan Pasal 52.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara seluruh kegiatan; dan

c. pencabutan izin.

(3) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sebanyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut masing-masing untuk jangka waktu 1 (satu) bulan.

(4) Pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dikenakan sanksi penghentian sementara seluruh kegiatan.

(5) Sanksi…

Page 35: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-35-

(5) Sanksi administratif berupa penghentian sementara seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenakan untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan.

(6) Pemegang izin yang tidak melaksanakan kewajibannya setelah berakhirnya jangka waktu penghentian sementara seluruh kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dikenakan sanksi pencabutan izin dan/atau penutupan/penyegelan sumur.

BAB XII

SANKSI PIDANA

Pasal 65

(1) Setiap orang dan/atau badan usaha pemegang ijin pemanfaatan dan pengusahaan Air Tanah yang melanggar ketentuan dalam Pasal 22 ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 26 huruf a, huruf e dan huruf h, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, Pasal 33, Pasal 40, Pasal 43 ayat (2), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6), Pasal 44 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 50, dan Pasal 54 ayat (3) diancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluhjuta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.

(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan pada kas daerah.

(4) Selain pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap orang dan/atau badan usaha pemegang ijin yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lingkungan hidup dan/atau kerusakan kondisi dan lingkungan sumber daya Air Tanah dapat dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

BAB XIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 66

Semua perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan Air Tanah yang telah diterbitkan sebelum ditetapkannya Peraturan Daerah ini dinyatakan tetap berlaku sampai dengan masa berlakunya berakhir atau saat pendaftaran ulang.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 67

Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, maka Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian Air Bawah Tanah dan Air Permukaan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Peraturan…

Page 36: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-36-

Pasal 68

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2015.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tangerang.

Ditetapkan di Tigarakasa pada tanggal 19 September 2014 BUPATI TANGERANG,

Ttd.

A. ZAKI ISKANDAR

Diundangkan di Tigarakasa pada tanggal 19 September 2014 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TANGERANG,

Ttd.

ISKANDAR MIRSAD

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG TAHUN 2014NOMOR 08

Page 37: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-37-

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

NOMOR 8 TAHUN 2014

TENTANG

AIR TANAH

I. UMUM

Air beserta sumber-sumbernya termasuk kekayaan alam yang terkandung

didalamnya adalah Karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai manfaat dan mutlak di butuhkan sepanjang masa terutama sekali oleh manusia baik di bidang ekonomi, sosial maupun budaya. Oleh karena itu air beserta sumber-sumbernya di kuasai negara dan di pergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat secara adil dan merata yang pemanfaatannya harus pula ditunjukan kepada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan pesatnya pembangunan di berbagai sektor, tentunya akan diikuti pula dengan peningkatan pemakain dan penggunaan air, khususnya air tanah karena dipandang lebih mudah dan murah. Agar kebutuhan masyarakat akan air di maksud dapat dicukupi, maka air beserta sumber-sumbernya harus di lindungi dan dijaga kelestariannya, sehingga antara persediaan dan pengambilan air harus tetap seimbang, bila perlu persediaan air diupayakan tersedia dalam jumlah yang tidak terbatas. Perlunya menyadari dampak negatif sebagai akibat peningkatan pembangunan di berbagai sektor khususnya yang menyangkut kebutuhan air, maka Pemerintah Daerah dituntut untuk segera meningkatkan usaha-usaha, pembinaan, pengendalian dan pengawasan secara seksama dan berkesinambungan terhadap kelestarian sumber-sumber air dengan memberi landasan hukum yang tegas, jelas, lengkap, tepat dan menyeluruh serta dapat menjangkau masa depan guna menjamin adanya kepastian hukum bagi pengambilan, pemakaian, pemanfaatan dan/atau pengusahaan air tanah.

Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan masyarakat di Kabupaten Tangerang, karena fungsinya sebagai salah satu sumber air bersih bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Keberadaan air tanah di Kabupaten Tangerang harus dimanfaatkan secara oftimal dengan memperhatikan kemampuan daya dukung sumber daya air tanah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang utama sebelum dimanfaatkan bagi kebutuhan usaha, sektor industri dan pengembang. Suatu daerah dapat disebut sebagai cekungan air tanah hanya apabila memenuhi kriteria teknis yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, cekungan air tanah ditetapkan sebagai dasar pengelolaan air tanah yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evalusi kegiatan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian kerusakan air tanah, ditujukan untuk mewujudkan kelestarian, kesinambungan ketersediaan serta kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan.

Pengelolaan air tanah berdasarkan pada cekungan air tanah, yang diselenggarakan berdasarkan pada kebijakan pengelolaan air tanah dan strategi pengelolaan air tanah, disusun dan ditetapkan secara terintegrasi dalam

Page 38: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-38-

kebijakan pengelolaan sumber daya air baik ditingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota. Pengelolaan air tanah meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air tanah. Kegiatan tersebut ditujukan untuk mewujudkan kelestarian, kesinambungan ketersediaan serta kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan

Pengaturan pengelolaan air tanah diarahkan untuk mewujudkan keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan air tanah yang harus disesuaikan dengan prilaku air tanah yang meliputi keterdapatan, penyebaran, potensi mencakup kuantitas dan kualitas air tanah serta lingkungan air tanah. Namun karena keberadaannya dalam batuan yang pembentukannya erat kaitannya dengan proses geologi, maka dalam pengelolaan air tanah diperlukan pengaturan yang mendasarkan pada kaidah-kaidah geologi dan hidrogeologi.

Pengaturan konservasi air tanah diarahkan untuk mendukung upaya menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung, dan fungsi air tanah melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian air tanah, pengawetan air tanah, dan pengelolaan kualitas dan pengendlaian pencemaran air tanah. Pengaturan konservasi air tanah diarahkan untuk mendukung upaya menjaga kelangsungan keberadaan, daya dukung, dan fungsi air tanah melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian air tanah, pengawetan air tanah, dan pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah. Upaya konservasi air tanah dilakukan untuk mencegah kerusakan kondisi dan lingkungan air tanah yang dapat terjadi karena penyusutan ketersediaan air tanah yang diikuti penurunan muka air tanah yang tajam dan apabila terus berlanjut dapat menimbulkan dampak negatif berupa pencemaran air tanah, intrusi air asin, kekeringan, dan amblesan tanah

Pengaturan pendayagunaan air tanah diarahkan untuk mendukung upaya mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan air tanah yang terus menerus dan berkelanjutan, terutama untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, meskipun tidak tertutup kemungkinan juga untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti pertanian, sanitasi lingkungan, perindustrian, pertambangan, dan pariwisata. Pendayagunaan air tanah dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan air tanah. Akan tetapi, karena terletak di bawah permukaan tanah, pengambilan atau eksploitasi air tanah dalam upaya pemanfaatan atau penggunaannya memerlukan proses sebagaimana dilakukan pada kegiatan pertambangan yang mencakup kegiatan penggalian atau pengeboran, pemasangan konstruksi sumur, dan sebagainya.

Pada dasarnya air tanah tidak mempunyai potensi merusak sebagaimana pada air permukaan, namun, daya rusak air tanah akan muncul apabila kondisi dan lingkungan air tanah terganggu, baik akibat pengambilan air tanah yang melebihi daya dukungnya, pencemaran, maupun akibat kegiatan alam. Mengingat air tanah berada di bawah permukaan tanah maka kerusakan yang terjadi pada air tanah tidak terlihat secara langsung, sehingga apabila dieksploitasi tidak terkendali dapat mengakibatkan dampak negatif yang luas, sehingga rehabilitasi atau pemulihannya sulit dilakukan.

Pengaturan perizinan air tanah diarahkan untuk menata penerapan hak guna air dari pemanfaatan air tanah. Pada prinsipnya izin di bidang air tanah

Page 39: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-39-

berfungsi sebagai legalisasi atas kepemilikan hak guna air dari pemanfaatan air tanah dan sebagai alat pengendali dalam penggunaan air tanah. Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah, sepanjang untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan atau bagi pertanian rakyat berdasarkan persyaratan tertentu, diperoleh tanpa izin. Hak guna pakai air yang pemanfaatan air tanahnya dilakukan dengan cara mengebor, menggali air tanah atau penggunaannya mengubah kondisi dan lingkungan air tanah dan dalam jumlah besar, diperoleh harus dengan izin. Demikian pula dengan hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah harus diperoleh dengan izin.

Dalam perizinan air tanah diterapkan rekomendasi teknis untuk menata penggunaannya sebagai upaya konservasi air tanah berdasarkan kondisi dan lingkungan air tanah pada zona konservasi air tanah. Rekomendasi teknis merupakan persyaratan teknis yang bersifat mengikat yang diberikan kepada bupati dalam menerbitkan izin pemanfaatan air tanah dan/atau izin pengusahaan air tanah. Izin yang diterbitkan pada cekungan air tanah dalam satu wilayah kabupaten harus memperoleh rekomendasi teknis dari instansi setempat yang membidangi air tanah. Mengingat berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah menyatakan Kabupaten Tangerang termasuk dalam Cekungan Air Tanah Serang – Tangerang dan Jakarta yang meliputi Provinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat, yang merupakan cekungan air tanah lintas provinsi, sehingga rekomendasi teknis terkait dengan pemakaian dan pengusahaan air tanah di Wilayah Kabupaten Tangerang harus berdasarkan Rekomendasi dari Pusat.

Pengaturan sistem informasi air tanah ditujukan untuk menyimpan, mengolah, menyediakan, dan menyebarluaskan data dan informasi air tanah dalam upaya mendukung pengelolaan air tanah. Data dan informasi tersebut terdiri atas konfigurasi cekungan air tanah, hidrogeologi, potensi air tanah, konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, kondisi dan lingkungan air tanah, pengendalian dan pengawasan air tanah, kebijakan dan pengaturan di bidang air tanah, dan kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan air tanah. Data dan informasi tersebut diperoleh dari kegiatan inventarisasi, baik melalui pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksplorasi, maupun evaluasi data.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 3

Page 40: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-40-

Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 5

Cukup jelas

Pasal 6

Cukup jelas

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kebijakan pengelolaan air tanah daerah ditujukan sebagai arahan dalam penyelenggaraan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, pengendalian daya rusak air tanah, dan system informasi air tanah yang disusun dengan memperhatikan kondisi air tanah setempat. Kebijakan pengelolaan air tanah daerah disusun dan ditetapkan secara terintegrasi dalam kebijakan pengelolaan sumber daya air daerah. Kebijakan pengelolaan air tanah merupakan keputusan yang bersifat mendasar untuk mencapai tujuan, melakukan kegiatan atau mengatasi masalah tertentu dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan air tanah. Strategi pengelolaan air tanah daerah merupakan kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengendalian daya rusak air tanah pada cekungan air tanah yang terdapat di daerah. Strategi pengelolaan air tanah daerah disusun dan ditetapkan secara terintegrasi dalam pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai di daerah. Strategi pengelolaan air tanah merupakan pemikiran-pemikiran yang konseptual tentang skenario dan langkah-langkah untuk mencapai atau mempercepat pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam pengelolaan air tanah.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 9

Page 41: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-41-

Yang dimaksud dengan rencana jangka pendek adalah perencanaan untuk jangka satu tahun, rencana jangka menengah adalah perencanaan untuk jangka waktu lima tahun sedangkan rencana jangka panjang adalah perencanaan untuk jangka waktu dua puluh lima tahun.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Page 42: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-42-

Cukup jelas

Ayat (6)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “karakteristik akuifer”, antara lain, meliputi kesarangan, kelulusan dan keterusan air

Huruf b

Yang dimaksud dengan “kondisi hidrogeologis”, antara lain, meliputi sistem akuifer, pola aliran tanah.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “kondisi dan lingkungan air tanah”, antara lain, adalah kuantitas, kualitas, lapisan batuan yang mengandung air tanah.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “kawasan lindung air tanah”, antara lain, daerah imbuhan air tanah (recharge area), zona kritis dan zona rusak.

Huruf e

Cukup jelas

Huruf f

Cukup jelas

Huruf g

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Page 43: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-43-

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan rencana pengelolaan air tanah yang terdiri atas rencana jangka pendek adalah perencanaan pengelolaan air tanah untuk jangka satu tahun, rencana jangka menengah adalah perencanaan pengelolaan air tanah untuk jangka waktu lima tahun sedangkan rencana jangka panjang adalah perencanaan pengelolaan air tanah untuk jangka waktu dua puluh lima tahun

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Page 44: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-44-

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Huruf a

Pelaksanaan perlindungan dan pelestarian air tanah dilakukan dengan:

a. menjaga daya dukung dan fungsi daerah imbuhan air tanah;

b. menjaga daya dukung akuifer; dan/atau

c. memulihkan kondisi dan lingkungan air tanah pada zona kritis dan zona rusak.

Huruf b

Pengawetan air tanah dilaksanakan dengan cara:

a. menghemat penggunaan air tanah;

b. meningkatkan kapasitas imbuhan air tanah; dan/atau

c. mengendalikan penggunaan air tanah.

Huruf c

Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah ditujukan untuk mempertahankan dan memulihkan kualitas air tanah sesuai dengan kondisi alaminya. Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah dilaksanakan dengan cara:

a. mencegah pencemaran air tanah;

b. menanggulangi pencemaran air tanah; dan/atau

c. memulihkan kualitas air tanah yang telah tercemar.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Page 45: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-45-

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup Jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas Pasal 23

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 24

Cukup jelas

Pasal 25

Cukup jelas

Pasal 26

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas

Page 46: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-46-

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 28

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Page 47: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-47-

Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Page 48: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-48-

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 37

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “air ikutan” adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di bidang pertambangan dan energi. Yang dimaksud dengan “pengeringan (dewatering)” adalah proses penurunan muka air tanah untuk kegiatan tertentu, seperti pengusahaan gas metana batu bara (Coalbed Methane). Pengusahaan gas metana batu bara pada tahap awal perlu dilakukan kegiatan pengeringan (dewatering) terhadap lapisan batu bara di bawah permukaan tanah yang tujuannya adalah agar lapisan batubara tersebut dapat merekah (permeable) sehingga gas metana dapat mengalir. Lapisan batubara dimaksud tidak dapat dilepaskan dari kegiatan pengeringan (dewatering) yang akan sangat menentukan terhadap volume gas metana batu bara yang dapat diproduksi. Penggunaan dan pemanfaatan air ikutan dan/atau pengeringan (dewatering) untuk kegiatan yang terkait langsung dengan ekplorasi dan eksploitasi pertambangan, minyak dan gas bumi, serta panas bumi tidak memerlukan izin.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 39

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Page 49: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-49-

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 42

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Pemanfaatan air tanah pada lokasi yang sudah terdapat jaringan perpipaan air bersih/air minum hanya dapat diberikan untuk sumur cadangan yang dipergunakan sewaktu-waktu apabila terjadi permasalahan terhadap kualitas dan kuantitas dari jaringan yang telah tersedia, dengan debit maksimal sebesar 10 m3/hr.

Ayat (10)

Cukup jelas

Pasal 44

Page 50: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-50-

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 45

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 46

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas

Pasal 48

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Page 51: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-51-

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Ayat (9)

Cukup jelas

Ayat (10)

Cukup jelas

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 50

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 51

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Page 52: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-52-

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 55

Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Pasal 58

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 59

Page 53: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-53-

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 63

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 64

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Page 54: BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH

-54-

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 65

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 66

Cukup jelas

Pasal 67

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 0814