Upload
nurlailifalasifa
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
1/61
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
2/61
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
3/61
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164
i
J u r n a l I l m i a h F a r m a s i
Susunan Redaksi
Pelindung : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAK
Pimpinan Redaksi : Ketua Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK
Redaksi Pelaksana : Dra. Bina Lohita Sari, MPd. Apt.
:Mira Miranti, STP, M.Si.
:Dr. S.Y. SrieRahayu, M.Si.
Dewan Redaksi : Dr. Tri Panji
: drh. Min Rachminiwati, PhD.
:Dr. drh.Hera Maheshwari, M.Sc.
:Siti Sadiah, MSi. Apt.
Alamat Redaksi : Program Studi Farmasi FMIPA, Universitas Pakuan
:Jln. Pakuan PO Box 452 Bogor
: Telp : (0251) 8349324: Fax : (0251) 8375547
:Email : [email protected]
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
4/61
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
5/61
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Fitofarmaka Mengucapkan terima kasih kepada
Mitra Bestariyang telah memberikan kontribusi atas terbitnyaJurnal Fitofarmaka Vol. 2 No 1 Juni 2012
Berikut ini adalah nama Mitra Bestari Vol. 2 No 1 Juni 2012:
Prof. Dr. Ibnu Gholib Ganjar, DEA, Apt. (Universitas Gadjah Mada)
Prof. Maksum Radji, M.Biomed (Universitas Indonesia)
Dr. A.A. Harmita, Apt. (Universitas Indonesia)
Dr. Ajeng Diantini, M.Si., Apt. (Universitas Padjadjaran)
Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si (Istitut Pertanian Bogor)
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
6/61
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
7/61
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164
iii
PENGANTAR REDAKSI
Fitofarmaka adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan untuk mengakomodasi
tulisan hasil penelitian bagi sivitasakademika farmasi Universitas Pakuan
khususnya dan instansilain di luar Universitas Pakuan pada umumnya. Jurnal ini
memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian Ilmu
Farmasi.
Fitofarmaka diterbitkan dua kali dalam setahunya itu pada bulan Juni dan
Desember oleh Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam,Universitas Pakuan.
Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi perkembangan hasanah ilmu
pengetahuan.
Bogor, Juni 2012
Redaksi
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
8/61
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
9/61
Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164
iv
J u r n a l I l m i a h F a r m a s i
DAFTAR ISI
SusunanRedaksi .....................................
Ucapan Terima Kasih.....................................
Pengantar Redaksi .........
Daftar Isi ............
i
ii
iii
iv1 IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL
ASETAT KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy)
Bustanussalam, Haryanto Susilo,Endang Nurhidayati
67 - 76
2 HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI
KEPEL (Stelechocarpus burahol) SECARA INTRA-GASTRIK
SELAMA 14 HARI .
Eva Harlina, Siti Sadiah,Huda S Darusman, Gita Alvernita
77 - 82
3 POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN
(Ageratum conyzoidesL.)TERHADAPEscherichia coli DANStaphylococcus aureusDAN IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK
DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI
MASSA (GC-MS) ........................................................................................
Tri Aminingsih, Husain Nashrianto, AjiSyaifulRohman
83 - 90
4 KIJING TAIWAN (Anodontawoodiana) SEBAGAI SUMBER
KALSIUM TINGGI DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS
Sata Yoshida Srie Rahayu91 -98
5. UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica
charantiaL) SEBAGAI ANTIBAKTERI Salmonella typhi.......................OomKomala, BinaLohitaSari, Nina Sakinah
99-104
6. ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA BETA GLUKAN DARI SERAT
JAMUR SHIITAKE (Lentinus edodes Berk.) YANG LARUT DALAM
AIR MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI .
Bambang Mursitodan Rayung Sari
105-113
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
10/61
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
11/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
67
IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT
KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy)
Bustanussalam1), Haryanto Susilo
2, Endang Nurhidayati
2
1
Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian BioteknologiLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) - Cibinong
2Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Pakuan
ABSTRAK
Massoi (Cryptocarpa massoy) merupakan jenis tumbuhan yang selama ini sudah
digunakan oleh masyarakat lokal Papua sebagai obat tradisional. Bagian yang dimanfaatkan
dari tumbuhan ini adalah kulit kayu yang diekstraksi untuk menghasilkan minyak.
Pemanfaatan kulit kayu Massoi oleh masyarakat lokal selama ini masih dirasakan kurang
optimal, oleh karena belum banyaknya penelitian terkait kandungan senyawa kimia dankhasiat pengunaan kulit kayu Massoi secara farmakologis. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi senyawa bioaktif ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi serta menguji
aktivitasnya sebagai antibakteri, antioksidan dan mengetahui tingkat toksisitasnya.Kulit
kayu Massoi diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan
dipartisi dengan pelarut air - etil asetat (1:1). Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diuji
fitokimia, aktivitas antibakteri, toksisitas dan antioksidan. Selanjutnya untuk
mengidentifikasi adanya senyawa tertentu dilakukan pemisahan, pemurnian dan identifikasi
secara kromatografi. Pengujian fitokimia ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diketahui
mengandung senyawa tertentu golongan minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid, triterpenoid
dan kumarin. Hasil uji aktivitas diketahui bahwa ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
memiliki aktivitas positif sebagai senyawa sitotoksik dengan LC50 sebesar 12,12 ppm (sangat
toksik) dan sebagai antioksidan dengan IC50 sebesar 44,02 ppm (aktif). Hasil pemisahansenyawanya yang dilakukan dengan kromatografi kolom didapat 7 fraksi yang
dikelompokkan berdasarkan profil kromatogram KLT hasil kromatografi kolom yang
meliputi bentuk noda, warna, dan waktu retensinya. Hasil analisis KCKT didapatkan fraksi
dengan area terbesar terdapat pada fraksi 4 sebesar 95042975 pada waktu retensi 10,050
menit. Fraksi 4 dianalisis dengan menggunakan GC-MS untuk mengetahui komponen
senyawa yang terdapat di dalamnya, hasil analisisnya didapatkan 13 senyawa terbesar yang
mempunyai persen kemiripan antara 95-99 % dari dataLibrary program GC-MS.
Kata kunci: Cryptocarpa Massoy, toksisitas, antibakteri, antioksidan dan analisis kromatografi.
PENDAHULUAN
Kecenderungan kembali ke alamatau lebih dikenal dengan istilah back to
nature, memberikan arahan baru di
Indonesia untuk mengembangkan potensi
keanekaragaman hayati yang dimilikinya.
Tidak kurang dari 1260 jenis tumbuhan
yang terdapat di hutan hujan tropika
merupakan kekayaan Sumber Daya Alam
yang dapat digunakan sebagai bahan obat,
baik untuk obat tradisional maupun sebagai
bahan baku obat modern (Zuhud, et al.
1994 dalam Zuhud dan Yuniarsih 1995).
Menurut Jafarsidik (1987) dalam
Komaryati, et al. (1995), di Indonesia
terdapat kurang lebih 85 jenis pohon hutanyang berguna sebagai bahan baku obat.
Salah satu tumbuhan hutan di Indonesia
yang berkhasiat obat adalah tumbuhan
Massoi yang berasal dari famili Lauraceae.
Massoi (Cryptocarpa massoy)
merupakan jenis tumbuhan yang selama ini
sudah digunakan oleh masyarakat lokal
Papua sebagai obat tradisional. Bagian
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
12/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
68
yang dimanfaatkan dari tumbuhan ini
adalah kulit kayu yang diekstraksi untuk
menghasilkan minyak. Beberapa penelitian
Etnobotani pada masyarak
at lokal Papua memberikan informasibahwa minyak kulit massoi digunakan
sebagai bahan jamu, obat cacing dan obat
untuk kejang perut (Komaryati, et al.
1995). Batang pohon Cryptocarpa massoy
mengandung minyak yang mudah
menguap sebanding dengan kayu manis. Di
pulau Jawa, tumbuhan ini digunakan
sebagai bahan rempah utama bagi berbagai
obat tradisional dengan serangkaian
manfaat, selain itu Massoi juga digunakan
sebagai bahan campuran pewarna untukpembuatan batik Jawa.
Pemanfaatan kulit kayu Massoi
oleh masyarakat lokal selama ini masih
dirasakan kurang optimal, oleh karena
belum banyaknya penelitian terkait
kandungan senyawa kimia dan khasiat
pengunaan kulit kayu Massoi secara
farmakologis, sehingga penggunaanya
sampai saat ini hanya berdasarkan pada
data-data empiris dan belum dapat
digunakan secara meluas oleh masyarakat
pada umumnya. Untuk itu penelitian lebih
lanjut mengenai tumbuhan ini diharapkan
dapat memberikan tambahan informasi
yang dapat dipergunakan untuk
memaksimalkan penggunaannya dalam
bidang kesehatan sebagai obat tradisional.
Didasarkan pada permasalahan tersebut,
maka penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi senyawa bioaktif ekstrak
etil asetat kulit kayu Massoi serta mengujiaktivitasnya sebagai antibakteri,
antioksidan dan mengetahui tingkat
toksisitasnya.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan adalah
serbuk simplisia kulit kayu massoi
(Cryptocarpa massoy), metanol, etil asetat,
aquades, kloroform, DPPH, serium sulfat,
kloramfenikol, bakteri (Escherichia
coliATCC 25922 dan StaphylococcusaureusATCC 25923), pereaksi (Meyer,
Dragendorf, Buchardad, Lieberman, dan
FeCl3), telur Artemia salina L, dan garam
laut. Alat-alat yang digunakan antara lain:
mesin penyerbuk simplisia (Fort Waine,
Indiana), rotavapor, neraca analitik, corongpisah, seperangkat alat Kromatografi Lapis
Tipis (KLT), lampu UV 254 nm dan 365
nm, cawan petri, sonicator, hot plate,
kolom kromatografi, autoklaf, Laminar Air
Flow, pipet mikro, shaker, oven, TLC plate
Alumunium silika gel GF254,
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
(Shimadzu Series), Spektrofotometer
(Beckman DU-650), Gas Chromatograhy-
Mass Spectro (Agilent 5975) serta alat-alat
gelas dan alat-alat umum lainnya yanglazim digunakan di dalam laboratorium
kimia.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama dilakukan analisis
pendahuluan terhadap sampel untuk
mengetahui identitas dan gambaran umum
sampel uji, yaitu berupa: determinasi
tumbuhan (sampel), preparasi sampel
(pembuatan serbuk simplisia dan ekstrak)
dan uji fitokimia. Tahap kedua dilakukan
analisis kimia lanjutan, yaitu uji aktivitas
antibakteri dengan metode difusi cakram,
uji aktivitas antioksidan dengan metode
Penangkapan Radikal Bebas, serta uji
toksisitas dengan metode Brine Shrimp
Lethality Test (BSLT). Kemudian
dilakukan pemisahan, pemurnian dan
identifikasi senyawa dengan menggunakan
analisis KLT, kromatografi kolom, KCKT
dan GC-MS.
Preparasi SampelSimplisia yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan koleksi Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong,
yang diperoleh dari Lembah Baliem,
Wamena, Irian Jaya.Pembuatan ekstrak
dilakukan dengan cara maserasi dengan
menggunakan pelarut metanol.Maserat
metanol yang didapat kemudian
dievaporasi dengan menggunakan
rotavapor, hingga didapat ekstrak kental.
Ekstrak kental dipartisi menggunakanpelarut etil asetat : air (1:1) sebanyak 600
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
13/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76
69
ml yang dilakukan sebanyak tiga kali. Fase
etil asetat yang sudah terpisah dari fase air
diambil, kemudian dievaporasi
mengggunakan rotavapor sampai didapat
ekstrak hampir kental, kemudian diangin-anginkan hingga pekat/kental.
Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan terhadap
senyawa alkaloid, flavonoid, tanin,
polifenol, uji steroid/terpenoid, saponin,
kuinon, kumarin dan minyak atsiri.
Uji Antibakteri
Ekstrak etil asetat sebelum difraksinasi
dengan kromatografi kolom, dilakukan ujiaktivitas antibakteri dengan metode difusi
cakram. Bakteri uji yang digunakan adalah
Escherichia coliATCC 25922 dan
Staphilococcus aureus ATCC
25923.Sebagai kontrol positif digunakan
kloramfenikol dan etil asetat sebagai
kontrol negatif.
Larutan uji dibuat dalam tiga
konsentrasi yang berbeda yaitu 500, 1000,
1500 ppm. Kontrol positifdibuat dalam
konsentrasi 500 ppm. Kertas cakram yangtelah disterilkan dicelupkan ke dalam
larutan kontrol positif dan ke dalam
masing-masing larutan uji yang terdiri dari
tiga konsentrasi (500, 100, 1500 ppm),
diletakkan di atas media inokulum.
Dilakukan pengamatan selama tiga hari
dengan menghitung luas Diameter Daerah
Hambat (mm).
Uji Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan denganmetode Panangkapan Radikal Bebas
dengan pereaksi DPPH, dilakukan dengan
menggunakan Vitamin C sebagai kontrol
positif. Larutan blanko dibuat dari larutan
DPPH 1 mMol dipipet 1 ml kedalam
tabung reaksi yang telah ditera 5 ml, lalu
ditambahkan metanol hingga 5 ml dan
dihomogenkan.Laruatan uji dibuat dalam
konsentrasi sampel masing-masing 5, 10,
25, 50, 100 ppm.
Kontrol positif dibuat dalam konsentrasimasing-masing 3, 6, 9, 12 dan 15
ppm.Larutan blanko, larutan uji dan larutan
kontrol positif segera diinkubasi selama 30
menit pada suhu 37oC, kemudian serapan
dibaca pada panjang gelombang 515 nm.
Uji Toksisitas
Larutan ekstrak dibuat dalam
konsentrasi masing-masing 1000, 100, dan
10 ppm. Sebagai pembanding disiapkan
larutan blanko yang sama namun tidak
disertai penambahan ekstrak.Uji toksisitas
BSLT dilakukan dengan cara memasukkan
10 ekor larva udangArtemia salinaLeach.
untuk tiap-tiap perlakuan ke dalam botol
vial yang telah berisi air laut salinitas 12%
dan larutan blanko. Setelah 24 jam,dilakukan pengamatan dengan menghitung
jumlah larva udang yang mati. Dari data
yang diperoleh, dihitung nilai LC50 dengan
menggunakan analisis probit dengan selang
kepercayaan 95%.
Analisis Kromatografi Lapis Tipis
(KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dilakukan bertujuan untuk mengetahui pola
kromatogram yang dihasilkan daripemisahan senyawa yang terdapat pada
sampel. Eluen yang digunakan merupakan
kombinasi dari beberapa pelarut (heksan,
etil asetat, kloroform, aseton, metanol dan
air) dengan perbandingan tertentu, dan
telah dijenuhkan terlebih dahulu.
Kemudian lempeng diamati di bawah sinar
UV 254 nm dan 366 nm, di semprot
menggunakan penampak bercak serium
sulfat, dan dikeringkan diatas pemanas.
Hasil yang didapat tersebut diamati, daneluen yang menghasilkan pemisahan
terbaik selanjutnya digunakan sebagai
eluen pada kromatografi kolom dan HPLC.
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Fraksinasi dilakukan dengan
menggunakan cairan eluasi pada KLT
yang sesuai sebagai fasa gerak dan silika
gel sebagai fasa diam. Sebanyak 4 g
ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
dimasukkan ke dalam kolom kaca yangtelah berisi silika gel. Ditambahkan cairan
eluasi secara gradient menggunakan n-
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
14/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
70
heksan : etilasetat (10:1 ~ 1:1) dilanjutkan
kloroform : metanol (5:1 ~ 1:1) dan
dibiarkan mengalir melalui kolom. Adanya
senyawa dalam fraksi-fraksi tersebut
dideteksi dengan KLT, fraksi yangmempunyai pola yang sama selanjutnya
digabungkan menjadi satu sehingga
diperoleh fraksi yang mempunyai sifat
hampir sama. Setelah itu dilakukan analisis
KLT kembali dengan eluen yang sesuai,
kemudian noda pada KLT divisualisasi
dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm,
dan disemprot dengan penampak bercak
serium sulfat. Fraksi-fraksi yang dihasilkan
ini kemudian akan diuji aktivitas kembali
(hasil yang positif) dan digunakan untukanalisis KCKT dan GC-MS.
Analisis Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT)
Alat KCKT yang digunakan adalah
Shimadzu Liquid Chromatograph LC-6AD.
Fase gerak yang digunakan adalah
campuran palarut heksan-etil asetat (2:1)
dan fase diam menggunakan Shperisorb
S5W (untuk senyawa non polar). Kondisi
alat diatur dengan flow rate 1 ml/menit,tekanan 121-141 kg/cm2dan pada panjang
gelombang 230 nm. Fraksi-fraksi yang
didapat dari hasil pemisahan kromatografi
kolom dilarutkan dengan metanol sampai
larut, kemudian disaring dengan kertas
saring Millipore 0,45 m, masing-masing
fraksi diinjeksikan 20 l menggunakan
syringe.
Analisis Kromatografi Gas-
Spektrometri Massa (GC-MS)Sampel fraksi 4 ekstrak etil asetat
kulit kayu Massoi di analisis dengan
instrumen GC-MS Agilent 5975 untuk
mengetahui senyawa organik yang terdapat
di dalamnya. Sebelumya fraksi 4 yang
telah difraksinasi pada kromatografi
kolom, dimurnikan dengan menggunakan
KLT Preparatif. KLT preparatif yang
dilakukan menggunakan fase gerak
heksan-etil asetat (2:1) dan fase diam silika
yang dilapisi pada lempeng kaca. HasilKLT dikerok dan dilarutkan dengan
kloroform. KLT preparatif dilakukan
sebanyak dua kali pengulangan hingga
didapatkan pola bercak tunggal, untuk
kemudian siap dianalisis dengan GC-MS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi Sampel
Serbuk kulit kayu Massoi diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut
metanol, maserasi bertujuan untuk
menghindari terjadinya kerusakan terhadap
komponen organik penyusunnya. Maserat
yang diperoleh dari proses maserasi,
dipartisi dengan ekstraksi cair-cair
menggunakan pelarut etil asetat - air (1:1).
Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dari
hasil pemisahan yang didapat kemudian
digunakan sebagai sampel dalam penelitian
ini.
Tabel 1.Hasil Rendemen PartisiKeterangan : Rendemen didasarkan pada
perbandingan bobot awal serbuk simplisia denganbobot akhir ekstrak etil astat.
Uji Fitokimia
Hasil uji fitokimia ekstrak etil asetat
kulit kayu Massoi menunjukkan hasil
positif pada senyawa golongan minyak
atsiri, flavonoid, tanin, steroid, terpenoid,
dan kumarin.
Sampel
Bobot
awal(gr)
Fase Berat (gr)Rendemen (%)
kulitkayu
Massoi200
Etilas
etat 6,2931 3,1465
Air 8,2206 4,1103
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
15/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76
71
Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak etil
asetat kulit kayu massoi
Uji Fitokimia Hasil Keterangan
Minyak Atsiri +++ (+) berbau aromatik(-) tidak berbau aromatik
Flavonoid ++ (+) terbentuk warna kuning/merah/jingga
(-) tidak terbentuk warna kuningmerah/jingga
Tanin + (+) terbentuk warna biru tua/
hijau kehitaman(-) tidak terbentuk warna biru
tua/hijau kehitaman
Steroid/
Terpenoid
+ (+) terbentuk warna merah
(-) tidak terbentuk warna merah
Kumarin + (+) berfluoresensi hijau/biru
(-) tidak berfluoresensi hijau/biru
Alkaloid - (+) terbentuk endapat merah bata/putih
(-) tidak terbentuk endapat merahbata/putih
Saponin - (+) terbentuk busa
(-) tidak terbentuk busa
Kuinon - (+) terbentuk warne merah(-) tidak tyerbentuk warna merah
Uji AntibakteriHasil pengukuran Diameter Daerah
Hambat ekstrak etil asetat kulit kayu
Massoi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Diameter
Daerah Hambat (DDH)
Pengujian antibakteri ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi menunjukkan
hasil negatif, dimana dari ketiga
konsentrasi larutan yang dibuat 500 ppm,
1000 ppm, dan 1500 ppm menghasilkan
DDH 0 mm, yang berarti larutan ekstrak
kulit kayu Massoi tidak menunjukkan
aktivitas sebagai antibakteri. Kontrol
positif menggunakan larutan kloramfenikol500 ppm yang menghasilkan DDH 1600
mm, dan kontrol negatif dengan
menggunakan larutan etil asetat
menunjukkan DDH 0 cm.
Uji Toksisitas Larva Udang (BrineShrimp Lethality Test)
Hasil uji toksisitas ekstrak etil
asetat terhadap larva udang dapat diketahui
dengan menghitung jumlah larva udang
yang mati.
Tabel 4.Hasil Uji Toksisitas ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi terhadap
larva udang
Tabel di atas merupakan rekapitulasi nilai
persen kematian larva udang dari masing-
masing konsentrasi tiap sampel pada uji
toksisitas, dari hasil ini kemudian dapat
dihitung nilai LC50 menggunakan analisis
probit. LC50 merupakan konsentrasi yang
mematikan 50% dari populasi hewan uji.
Dari percobaan ini, nilai LC50 ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi adalah 12,12 ppm.
Nilai LC5012,12 ppm menunjukkan tingkat
toksisitas yang sangat toksik, senyawa
dikatakan sangat toksik apabila nilai LC50
lebih kecil atau sama dengan 30 ppm.Menurut Meyer (1982), hasil toksisitas
yang tinggi ditunjukkkan dengan nilai
konsentrasi yang menyebabkan kematian
50% larva udang, semakin kecil nilai yang
dimiliki ekstrak tanaman maka akan
semakin toksik. Meyer (1982) juga
memaparkan, senyawa kimia berpotensi
bioaktif jika memiliki nilai LC50 kurang
dari 1000 ppm. Oleh karena itu ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi dapat dikatakan
mempunyai potensi bioaktivitas.
Konsentrasi
Populasi
larva
udang
(ekor)
Letal
(kematian)Rata-
rataUlangan
1 2 3
Blanko 10 - - - 0
10 ppm 10 2 4 2 2.67
100 ppm 10 10 10 10 10
1000 ppm 10 10 10 10 10
Keterangan
Konsentrasi
Larutan
(ppm)
Diameter Daerah
Hambat (mm)
E. coli S. aureus
Larutan Uji500 0 0
1000 0 0
1500 0 0
Kontrol Positif 500 1600 1400
Kontrol
Negatif
500 0 0
1000 0 0
1500 0 0
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
16/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
72
Antioksidan
Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diuji
aktivitas antioksidan dengan pereaksi
DPPH dan vitamin C sebagai kontrol
positif.
Tabel 5. Hasil uji antioksidan ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi
Ekstrak Etil asetat kulit kayu
Massoi dibuat dalam deret konsentrasi
yang berbeda dimaksudkan untuk
menentukan IC50. Dari tabel diatas dapat
diketahui nilai IC50ekstrak etil asetat kulit
kayu Massoi adalah sebesar 44,02 ppm.
Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat
dikatakan aktif sebagai antioksidan karena
nilai IC50 < 100 ppm. Menurut Dewi, et al.
(2001), suatu senyawa sebagai antioksidan
dikatakan aktif apabila IC50 < 100 ppm,
lemah jika IC50 < 100-200 ppm dan tidak
aktif bila IC50 > 200 ppm. Nilai
penghambatannya dapat dilihat dengan
menghubungkan persen hambatan dengan
konsentrasi larutan, seperti yang teterapada Gambar 7 dan 8.
Gambar 7.Kurva konsentrasi inhibisi 50
(IC50) ekstrak etil asetat kulitkayu Massoi
Gambar 8.Kurva konsentrasi inhibisi 50
(IC50) Vitamin C
Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Ekstrak etil asetat kulit kayu
Massoi dianalisis KLT denganmenggunakan beberapa pelarut, tujuannya
untuk memperoleh profil kromatogram
senyawa dengan beberapa perbandingan
komposisi. Hasil kromatogram KLT
ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat
dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9.Kromatogram KLT ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi
Keterangan:
Fase gerak
(a): Heksan-Etil asetat (2:1)
(b): Heksan-kloroform-etil asetat (2:1:1)
(c): Heksan-kloroform-metanol (1:1:2)Fase diam: Silika Gel GF254
Penampak bercak: serium sulfat
Pengamatan:* noda tampak dibawah sinar UV254 nm** noda tampak dibawah sinar UV 365 nm*** noda tampak dengan penampak bercak
Gambar di atas merupakan profil
komposisi eluen terbaik dalam analisis
KLT yang dilakukan pada penelitian ini.
Hasil analisis KLT ekstrak kulit kayuMassoi dapat dilihat pada Tabel 6.
y = 0.8028x + 14.657
r = 0.9943
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0 20 40 60 80 100 120
Konsentrasi Larutan
PersenHambatan
LarutanKonsentrasi
(ppm)Absorbansi
Hambatan
(%)
IC50
(ppm)
Blanko 0 2,3377 0
44, 02Larutan Uji
5 1,9973 14,56
10 1,8137 22,41
25 1,4472 38,09
50 0,9803 58,06
100 0,1706 92,70
Kontrol
Positif
3 1,9215 17,80
5,956 0,9770 58,21
9 0,4506 80,72
12 0,0746 96,80
a b c
*
*****
y = 8.6503x - 1.495
r = 0.9778
0
20
40
60
80
100
120
0 2 4 6 8 10 12 14
Konsentrasi Larutan
Persenn
Ham
batan
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
17/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76
73
Tabel 6. Hasil analisis KLT ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi
Perbedaan nilai Rf dalam hal ini
dapat dipengaruhi oleh komposisi senyawa
dalam sampel. Dari hasil analisis ini
diperoleh hasil eluen terbaik untuk elusi
KLT ekstrak etilasetat kulit kayu Massoi
adalah campuran pelarut heksan - etil
asetat dengan perbandingan 2:1. Pemilihaneluen tersebut berdasarkan nilai Rf, bentuk
dan jumlah spot yang dihasilkan serta pola
pemisahan senyawanya.
Kromatografi Kolom
Pemilihan pelarut sebelumnya telah
dilakukan pada saat KLT dengan pelarut
heksan-etil asetat (2:1), sehingga dengan
metode gradien komposisi pelarut yang
digunakan dimulai dari perbandingan 10:1
sampai dengan 1:1 (untuk pelarut yangsifatnya nonpolar) dan untuk pelarut yang
lebih polar digunakan pelarut kloroform-
metanol perbandingan 5:1 sampai dengan
1:1. Fraksi-fraksi hasil tampungan eluen
yang dikumpulkan didapat sebanyak 203
vial dengan volume rata-rata 14 ml. Fraksi-
fraksi ini kemudian dikelompokkan
berdasarkan profil kromatogram KLT.
Tabel 7. Fraksi-fraksi hasil Kromatografi
kolom ekstrak etil asetat kulit
kayu Massoi
Fraks
i Keterangan
Bobot
(mg)
1 gabungan vial 1-4 47,9
2 gabungan vial 5-14 84,9
3 gabungan vial 15-44 403,4
4 gabungan vial 45-69 49,3
5 gabungan vial 70-89 7,7
6 gabungan vial 90-130 40,2
7gabungan vial 131-
203 844,8
Pola kromatogram ketujuh fraksi hasil
kromatografi kolom ekstrak etil asetat kulit
kayu Massoi dapat dilihat pada Gambar 10.
Masing-masing fraksi yang didapat
selanjutnya akan dianalisis menggunakan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
Gambar 10. Kromatogram Fraksi Kroma-
tografi Kolom ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi
Keterangan:
Fase gerak : heksan-kloroform-metanol
(5:2:1)
Fase diam: Silika Gel GF254
Penampak bercak: serium sulfatPengamatan:* noda tampak dibawah sinar UV254 nm** noda tampak dibawah sinar UV 365 nm*** noda tampak dengan penampak bercak
Uji Aktivitas Positif
Aktivitas positif ini dimaksudkan untuk
menguji kembali senyawa yang terdapat
pada fraksi etil asetat kulit kayu Massoi
yang sebelumnya telah difraksinasi dengan
kromatografi kolom. Fraksi-fraksi yang didapat diuji aktivitas antioksidan dengan
PelarutKeterangan Hasil
Jumlah Noda Warna Rf
Heksan-Etilasetat
(2:1)
6
coklat 0,3
coklat 0,46
coklat muda 0,66
coklat muda 0,7
coklat 0,78
coklat 0,88
Heksan-
kloroform-etilasetat (2:1:1)
6
putih kecoklatan 0,14
kuning
kecoklatan0,38
coklat muda 0,56
putih kecoklatan 0,62
putih kecolatan 0.67
coklat muda 0,76
Heksan-Kloroform-
metanol (1:1:2)
3
coklat muda 0,69
coklat 0,82
coklat muda 0,93
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
18/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
74
menggunakan metode penangkapan radikal
bebas dengan pereaksi DPPH yang sama
dengan pengujian awal. Hasil uji aktivitas
antioksidan metode penangkapan radikal
bebas dengan peraksi DPPH padakonsentrasi sampel 100 ppm dengan cara
spekrofotometri dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Aktivitas Positif
Antioksidan Fraksi etil asetat
kulit kayu Massoi
Jika hasil uji ini dibandingkan dengan
uji antioksidan di awal, hasil uji aktivitas
antioksidan pertama lebih besarhambatannya dibandingkan dengan hasil
uji aktivitas positif kedua. Ini berarti
senyawa yang berpotensi sebagai
antioksidan dalam ekstrak etil asetat kulit
kayu Massoi akan lebih aktif jika dalam
bentuk sebelum dipisahkan (fraksinasi).
Analisis KCKT
Dengan membandingkan waktu retensi
dan area sampel pada hasil analisis KCKT
terdapat tiga senyawa yang kemungkinan
berada pada beberapa fraksi, senyawa-senyawa tersebut dapat dilihat pada Tabel.
9 di bawah ini.
Tabel 9. Kemungkinan senyawa yang
terdapat dalam fraksi hasil
analisis KCKT
Analisis GC-MS
Analisis GC-MS fraksi 4 (F4)
ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
merupakan tahap lanjutan untuk
mengidentifikasi senyawa yang terdapat di
dalam sampel.
Senyawa-senyawa yang terdapat di
dalam Tabel 10. adalah senyawa-senyawa
yang mempunyai persen kemiripanberkisar antara 95-99 %. Hasil uji aktivitas
positif terhadap ekstrak dan fraksi etil
asetat kulit kayu Massoi adalah
aktivitasnya sebagai antioksidan. Menurut
Hary Winarsi (2007), senyawa antioksidan
non-enzimatis dapat berupa tokoferol,
karotenoid, flavonoid, quinon, bilirubin,
asam askorbat, asam urat, dan protein
lainnya. Berdasarkan hasil uji fitokiamia
yang telah dilakukan sebelumnya
kemungkinan senyawa yang tedapat dalamsampel adalah senyawa golongan
flavonoid. Namun demikian dari ketiga
belas senyawa diatas, tidak terdapat adanya
senyawa golongan flavonoid hal ini diduga
karena keberadaan senyawa tersebut dalam
sampel ada dalam konsentrasi kecil
sehingga perlu dilakukan pemurnian
senyawa (isolasi) lanjutan dan analisis
pada fraksi yang lainnya selain fraksi 4
(F4).
FraksiKonsentrasi
(ppm)Absorbansi % Inhibisi
Blanko 0 2,3377 0
1 100 1,7776 24,25
2 100 1,7659 24,46
3 100 2,1063 9,90
4 100 1,8369 21,42
5 100 1,6643 28,81
6 100 1,4094 39,82
7 100 0,7375 68,45
Senyawa Fraksi
Waktu
Retensi(menit)
Luas Area
1
F1 3.733 38468387
F2 3.925 9393627
F6 3.467 2359848
F7 3.708 11982655
2F2 6.025 3852263
F3 6.233 49981059
3
F4 10.05 95042975
F5 10.1 52415311
F6 10.083 8882340
F7 10.125 11338392
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
19/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76
75
Tabel 10. Tiga belas senyawa terbesar
hasil analisis GC-MS
KESIMPULAN DAN SARAN
Ekstrak etilasetat kulit kayu Massoi
(Cryptocarpa Massoy) mengandung
minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid,triterpenoid dan kumarin. Nilai
LC50diperoleh sebesar 12,12 ppm yang
menunjukkan tingkat toksisitas yang sangat
tinggi dannilai IC50 sebesar 44,02 ppm
yaituaktif sebagai antioksida
Hasil analisis KCKT ketujuh fraksi
hasil kromatografi kolom, didapatkan
fraksi dengan waktu retensi dan area
terbesar pada fraksi 4, yaitu pada Rt=
10.050 menit dan area 95042975. Aktivitas
antioksidan senyawa yang terdapat pada
ekstrak etil asetat lebih besar dibandingkan
dengan fraksi hasil pemisahan dengan
kromatografi kolom, dimana % hambatan
ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
dengan konsentrasi 100 ppm lebih aktif
dibandingkan hasil fraksinasi. Analisis GC-
MS senyawa pada fraksi 4, terdapat 13
senyawa terbesar yang mempunyai persen
kemiripan antara 95-99 % dari 72 senyawa
yang teridentifikasi.
Saran
1. Perlu dilakukan pengeringan ekstrak
kental etil asetat kulit kayu Massoi
dengan freezedryer agar diperoleh
ekstrak kering.2. Perlu dilakukan isolasi senyawa aktif
dengan menggunakan pelarut yang
sesuai dengan tingkat kepolaran yang
lebih.
3. Perlu dilakukan penelusuran senyawa
aktif dan uji aktivitas secara kuantitatif
untuk mengidentifikasi senyawa kimia
yang terdapat pada ekstrak etil asetat
kulit kayu Massoi yang mempunyai
aktivitas positif sebagai antioksidan dan
senyawa sitotoksik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan
kepada:
1. Laboratorium Biofarmaka IV,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) - Cibinong.
2. Program Studi Farmasi, Universitas
Pakuan, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, G. 2002. Brine Shrimp Lethality
(BSLT) Sebagai Bioassay dalam
Isolasi senyawa Bioaktif dari
Bahan Alam. Majalah Farmasi dan
Farmakologi. hal-6.
Departemen Kesehatan RI. 1979.
Farmakope Indonesia, Edisi III.
Direktorat Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
1985. Cara Pembuatan Simplisia..
Jakarta.
Direktorat Pengawasan Obat dan
Makanan. 1995. Farmakope
Indonesia, Edisi IV.. Jakarta.
Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
2000. Parameter standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat.. Jakarta.
No Library/ ID (senyawa) RT % Kemiripan
1 (1-methylene-prophenyl)benzene
4,73 95
21,3-cyclohexadien, 1-
phenyl6,18 96
33-phenyl-1,4-
cyclohexadien6,60 96
4 1,1-biphenyl 6,81 95
5
3-hydroxy-4-
methoxybenzaldehyde
(isovanillin)
6,97 96
61,3-cyclohexadien, 1-
phenyl7,26 95
76-pentyltetrahydro-2H-
pyran-2-one7,76 96
8 dodecanoic acid 8,18 999 benzoic acid 9,86 97
10 n-hexadecanoid acid 11,11 99
11 9,12-octadecanoid acid 12,20 99
12
1,2-benzenedicarboxylic
acid, butyl phenylmethyl
ester31,54 97
13 icosane 15,24 96
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
20/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76
76
Gariswara, G.S. 1995. Farmakologi dan
Terapi, Edisi IV. Fakultas
Kedokteran, UI Press. Jakarta.
Gritter, R.J. Bobbit JM. Schwarting AE.
1991. Pengantar Kromatografi,
Edisi kedua (Penerjemah:
Padmawinata K. Soediro I). ITB.
Bandung, hal. 23-32.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia:
Penentuan Cara Modern
Menganalisis Tumbuhan
(Padmawinata K, penerjemah).
ITB. Bandung. hal.84-94.
Jawets, E., J.L. Melnick dan E.A.
Adelberg. 1986. Mikrobiologi
Kedokteran Edisi 20
(penerjemah:Nugroho E, Maulany
RF). Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta. hal. 143-177.
Lemmens. 1995. Plant Resources of
South-East Asia No.5(2). Timber
Trees:Minor Commercial Timbers.
Blackhuys Publisher. Leiden. 152-
161.
Mulyati, A.H. 2007. Dasar-dasar
Kromatografi. Jurusan Kimia,
FMIPA, Universitas Pakuan.
Bogor. hal.3-42.
Nugroho, R.G., Triantoro dan C.M.E.
Susanti. 2007. Kandungan Bahan
Aktif Kayu Kulilawang
(Cinnamomum culilawane Bl.) dan
Masoi (Cryptocaria massoia).Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Papua
Maluku. Manokwari.
Pujianti, S. Ningsih dan Triwidodo. 2002.
Uji Toksisitas terhadap Larva
Artemia Salina dari Fraksi n-
Heksana, Kloroform, Etil asetat
dan Air Eksstrak Etanol Rimpang
Temu Mangga (Curcuma magga
Val). Fakultas Farmasi, UniversitasSurabaya. hal.109.
Rali, T., S.W. Wossa dan D.N. Leach.
2007. Comparative Chamical
Analysis of the Essential Oil
Constituens in Bark, Heartwood
and Fruits of Cryptocarya massoy
(Oken) Kostrem. (Lauraceae) from
Papua New Guinea. Molecules
12(1); 149-154.
Soerbito, S. 1991. Analisis Senyawa Obat.Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayati. ITB. Bandung. hal 131-
152.
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
21/61
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
77
HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI KEPEL
(Stelechocarpus burahol) SECARA INTRAGASTRIK SELAMA 14 HARI
The Histopathology of Mice Liver Treated by Kepel (Stelechocarpus burahol)
Suspension Intragastrically for 14 days
Eva Harlina1), Siti Sadiah
2), Huda S Darusman
2)dan Gita Alvernita
3)
1)Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH IPB,
2)Bagian Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi,
Farmakologi dan Fisiologi, FKH IPB,3)
Program Sarjana, FKH IPB
ABSTRACTThis aim of this study was to examine the effect of Kepel (Stelechocarpusburahol) to the
mice hepatocytes. Thirty male mice of 4 week aged were divided into three groups; control group
was treated by aquadest, Dose1x group was treated by 2.6 mg/g BW/day kepel powder (0.5 mlkepel suspension/day), and Dose 5x group was treated by 13 mg/g BW/day kepel powder (1.0 ml
kepel suspension/day). The treatment was intragastrically for 14 days. The mice were euthanized
and necropsy followed by the liver collection for histopathology assay. The histopathological
examination of liver showed hydropic degeneration, cell death and extramedullary
hematopoietic observed on mice hepatocytes. The ANOVA analysis showed that kepel caused
increase significantly (p
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
22/61
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
78
dapat memberikan efek wangi pada produk
ekskresi manusia seperti keringat, urin dan
feses. Hasil penelitian sebelumnya dengan
pemberian intragastrik pada hewan tikus
dan mesncit terbukti secara signifikanmampu menurunkan kadar amonia, fenol
dan trimetilamin pada feses hewan. Untuk
keamanan penggunaan kepel dalam jangka
waktu panjang perlu dilakukan pengamatan
salah satunya pada organ hati. Penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari gambaran
histopatologi organ hati mencit terhadap
pemberian suspensi daging buah kepel
karena hati merupakan organ interna
pertama yang terkena efek toksik dari suatu
substansi yang masuk ke dalam tubuh.
BAHAN DAN METODE
Sebanyak 30 ekor mencit dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan Dosis 1x
dan Dosis 5x. Kelompok kontrol hanya
dicekok akuades 0.5 ml/hari, sedangkan
kelompok perlakuan Dosis 1x dan Dosis 5x
masing-masing dicekok serbuk daging
buah kepel yang dilarutkan dalam akuades
(selanjutnya disebut suspensi kepel)
sebanyak 2.6 mg/kg BB/hari dan 13 mg/kg
BB/hari selama 14 hari. Penentuan dosis
pada mencit berdasarkan hasil konversi
dosis empiris pada manusia (2 buah kepel
sehari) terhadap mencit, dengan faktor
konversi 0.0026 (bacharah, ). Pada akhir
perlakuan mencit dieuthanasi kemudian
diambil hatinya untuk dibuat sediaan
histopatologi dan diwarnai dengan
Haematoxillin-Eosin.Evaluasi histopatologi hati
dilakukan dengan menghitung jumlah
hepatosit yang mengalami degenerasi
hidropis dan kematian sel pada 20 lapang
pandang foto. Foto histopatologi hati
menggunakan lensa kamera Webcamdan
lensa objektif mikroskop 40x, sedangkan
penghitungan hepatosit menggunakan
software ImageJ. Selain itu dilakukan pulapenghitungan jumlah fokus extramedullary
hematopoiesis (EMH) pada seluruh lapang
pandang hati. Hasil penghitungan hepatosit
dianalisis menggunakan analisis sidik
ragam acak lengkap (ANOVA) dengan uji
lanjutan Duncan (= 0.05).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian Suspensi Kepel
(Stelechocarpus burahol) TerhadapGambaran Histopatologi HatiPada pengamatan seluruh sediaan
histopatologi hati mencit perlakuan
umumnya ditemukan kelainan hepatosit
berupa degenerasi hidropis (Gambar 1a)
dan kematian sel (Gambar 1b). Selain itu
ditemukan pula fokus-fokus sel radang
myeloblast dan eristroblast di sinusoid, di
daerah segitiga Kiernan maupun di tepi-
tepi vena sentralis yang disebut
extramedullary hematopoiesis (Gambar 1a)(Marchiori et al. 2007). Degenerasi
hidropis ditandai dengan pembengkakan
dan adanya ruang-ruang kosong di
sitoplasma sehingga sitoplasma tampak
seolah robek-robek, sedangkan inti tampak
normal. Kematian sel dicirikan oleh
sitoplasma hepatosit yang berwarna lebih
merah sedangkan inti mengecil dan
memadat sehingga berwana lebih gelap.
Hasil analisis statistik persentase hepatosit
mencit yang mengalami degenerasihidropis dan kematian sel disajikan pada
Tabel 1.
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
23/61
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
79
20m20m
Tabel 1. Persentase perubahan hepatosit mencit pasca pemberian suspensi kepel
(Stelechocarpus burahol)
Persentase (%) Hepatosit
Kelompok Hepatosit Normal Degenerasi Hidropis Hepatosit mati
Kontrol 38.79 15.00a 36.05 12.50a 25.16 13.57a
Dosis 1x 36.89 12.67a 41.45 13.07b 21.66 7.757b
Dosis 5x 30.17 11.73b 57.70 12.57c 12.13 6.47cKeterangan: Huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0.05
(a) (b)
Gambar 1. Seluruh hepatosit mengalami degenerasi hidropis disertai adanya fokus
extramedullary hematopoiesis (panah)pada hati kelompok Dosis 5x (a);
Kematian hepatosit yang dicirikan oleh sitoplasma berwarna lebih merah daninti yang mengecil (panah) (b). Pewarnaan HE, bar:20 m.
Hasil analisis statistik persentase
hepatosit yang mengalami degenerasi
hidropis pada kelompok perlakuan (Dosis
5x dan 1x) lebih tinggi dan berbeda nyata
(p< 0,05) dibandingkan dengan kelompok
kontrol, dan kelompok Dosis 5x lebih
tinggi dan berbeda nyata (p< 0,05)
dibandingkan dengan kelompok Dosis 1x.
Peningkatan persentase degenerasi hidropis
sejalan dengan meningkatnya dosis
pemberian suspensi kepel, sehingga
degenerasi hidropis hepatosit disebabkan
oleh pemberian suspensi kepel.
Degenerasi hidropis merupakan
kerusakan sel yang disebabkan oleh
iskemia yang menyebabkan kerusakan
membran sel. Iskemia juga menyebabkan
penurunan fosforilasi oksidatif yang
berakibat menurunkan ATP sehinggamenurunkan kerja pompa Na. Adanya
kerusakan membran sel menyebabkan ion
K+ keluar dari sel sedangkan air, ion Na+
dan ion Ca2+ masuk ke dalam sel secara
berlebihan sehingga mengakibatkan
pembengkakan sel. Penurunan ATP juga
mengakibatkan peningkatan glikolisis
sehingga pH sel akan mengalami
penurunan. Penurunan pH mengakibatkan
benang khromatin pada inti sel menjadi
menebal dan pada akhirnya menjadi rusak.
Hal ini dapat menyebabkan hilangnya
benang khromatin dan protein sel sehingga
apabila berlanjut akan berujung pada
nekrosis sel (Hanna 2011). Degenerasi
hidropis merupakan repson awal sel
terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik
yang masuk ke hati melalui aliran darah.
Oleh karena itu degenerasi hidropis
biasanya dimulai dari hepatosit yangberada di tepi lobuler yang kemudian
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
24/61
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
80
menyebar ke sentra lobuler (Talukder
2001). Selain itu, degenerasi hidropis juga
dapat terjadi pada hewan yang mengalami
hipoksia. Pemberian oksigen yang cukup
serta penghentian paparan bahan toksikdapat memulihkan sel yang mengalami
degenerasi hidropis.
Kepel termasuk kedalam famili
Annonaceae yang memiliki satu metabolit
yang khas yaitu acetogennin atau sering
disebut Annonaceous acetogennin (ACGs)
(Alali et al. 1999). Menurut Liang et al.
(2009) derivat ACGs yang paling
berbahaya adalah bullatacin. Kandungan
ACGs dalam daging buah kepel diduga
penyebab degenerasi hidropis hepatosit.Hasil analisis statistik persentase
hepatosit yang mengalami kematian sel
berbanding terbalik dengan degenerasi
hidropis. Persentase kematian sel pada
kelompok perlakuan (Dosis 5x dan 1x)
lebih rendah dan berbeda nyata (p< 0,05)
dibandingkan kelompok kontrol, dan
kelompok Dosis5x lebih rendah dan
berbeda nyata (p
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
25/61
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
81
al. 2006). Persentase sel mati yang lebih
rendah pada kelompok perlakuan (Dosis 5x
dan 1x) dibandingkan kelompok kontrol
diduga disebabkan oleh aktivitas senyawa
antioksidan yang terkandung pada buahkepel. Secara umum antioksidan akan
bekerja pada membran sel yang rusak
akibat peroksidasi lemak membran oleh
radikal bebas (Cheville, 2006).
Di tepi-tepi vena sentralis, vena
porta dan di sinusoid ditemukan fokus-
fokus sel-sel mononuklear yang disebut
extramedullary hematopoiesis(EMH)
(Gambar 1a). EMH terbentuk terutama bila
hewan mengalami anemia, sehingga untuk
mengatasinya sel basofilik maupunmyelosit yang belum matang dilepaskan
dari sumsum tulang ke dalam darah. EMH
biasanya ditemukan di organ hati, limpa
dan limfonodus. Fokus EMH terdiri atas
sel basofilik dan sel-sel mielosit yang
belum matang maupun yang matang
(NIEHS 2010).
Anemia pada mencit percobaan
dapat dikaitkan dengan kandungan tanin
pada kepel. Menurut Darusman (2010),
daging buah kepel mengandung senyawa
tanin, walaupun jenis dan kadarnya belum
diketahui. Menurut Makkar (2003) dan
Herlina (2007) tanin tidak bersifat toksik
namun bersifat antinutrisi.Adanya senyawa
tersebut dapat mengikat protein pakan
sehingga mencit mengalami
hipoproteinemia yang pada akhirnya
berujung pada anemia. Fokus-fokus EMH
ditemukan di seluruh kelompok perlakuan,
dan terbanyak pada kelompok Dosis 5x.Hal ini dikarenakan semakin tinggi dosis
suspensi kepel yang diberikan maka
semakin tinggi kadar tanin yang
dikonsumsi sehingga mencit semakin
menderita anemia.
KESIMPULAN
Pemberian suspensi kepel
(Stelechocarpus burahol) menginduksi
terjadinya degenerasi hidropis, kematian
sel dan extramedullary hematopoiesispada
hati mencit.
SARAN
Perlu dilakukan uji toksisitasbertingkat hingga uji LD50dengan variabel
pengujian yang lebih banyak untuk
mengetahui dosis aman hingga dosis lethal
dari suspensi Kepel (Stelechocarpus
burahol).
DAFTAR PUSTAKA
Alali FQ, Liu XX, McLaughlin JL. 1999.
Annonaceous acetogennins: recent
progress. J. Nat. Prod.62:504-540.Dash P. 2011. Kematian sel.Basic Medical
Sciences, St. Georges University of
London. [terhubung berkala].
www.sgul.ac.uk/dept/immunology/
~dash. [2 Oktober 2011].
Cheville, NF.2006. introduction to
Veterinary Pathology. 3th edition.
2006. Wiley-Blackwell.
Darusman HS. 2010. Aktivitas
Farmakologis Tanaman Kepel(Stelechocarpus burahol (Blume)
Hook & Thomson) Sebagai
Deodoran Topikal dan Oral.
[Thesis]. Bogor: Fakultas
Kedokteran Hewan Institut
Pertanian Bogor.
Fleury C, Mignotte B, Vayssiere JL. 2002.
Mitochondrial reactive oxygen
species in signaling cell death.
Biochim 84: 2-3. [abstrak].http://www.sciencedirect.com/scien
ce/article/pii/S030090840201369X
. [2Oktober 2011].
Hanna P. 2011. Cellular pathology.
[terhubung berkala]. http://people.
upei.ca/hanna/. [2 Oktober 2011]
Harlina, E. 2007. Toksikopatologi dan
Biotransformasi Senyawa Toksik
lamtoro merah (Acacia villosa)
pada Tikus. (Disertasi). Bogor.
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
26/61
Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82
82
Institiu Pertanian Bogor, Fakultas
kedokteran Hewan.
Kresno SB. 2001. Ilmu Onkologi Dasar.
Bagian Patologi Klinik FK UI:
Indonesia. hlm 13-15.
Kusuma FR, Zaky MB. 2005. Tumbuhan
Liar Berkhasiat Obat. Jakarta :
Agromedia Pustaka.
Liang YJ, Zhang X, Dai CL, Zhang JY,
Yan YY, Zeng MS, Chen LM, Fu
LW. 2009. Bullatacin ABCB1-
overexpressing cell kematian sel via
the mitochondrial dependent
pathways. J Biomed Biotechnol
[terhubung berkala].
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/a
rticles/PMC2715821/. [12
September 2011].
Makkar HPS.2003. Effect and Fate of
Tannins in Ruminant Animals,
Adaptation to tannins, and
strategies to overcome detrimental
effect of feeding tannin-rich feeds.
Small Ruminant Res 49:241-256
Marcheix JJ, Fleuriel A, Billiot J. 1990.
Fruit Phenolics. Boca Raton: CRC
Press.
Marchiori E, Escuisato DL, Irion KL,
Zanetti G, Rodrigues RS, Meirelles
GS, Hochhegger B. 2007.
Extramedullary hematopoiesis:
findings on computed tomography
scans of the chest in 6 patients.Jor.
Bras. Pneum. [terhubung berkala].
http://www.scielo.br/scielo. [12September 2011].
[NIEHS]. National Institute of
Environmental Health Sciences.
2011. The Digitized Atlas of Mouse
Liver Lesions: Extramedullary
Hematopoiesis.[terhubung berkala].
http://www.niehs.nih.gov/research/
atniehs/ labs/lep/path-support/core-
support/lverpath/miscellaneous.cfm
[6Oktober 2011].
Norbury CJ, Hickson ID. 2001. ( dalam
Elmore 2007) Cellular responses to
DNA damage. Annu Rev
Pharmacol Toxicol 41:367401.
Renehan AG, Booth C, Potten CS. 2001.
What is kematian sel, and why is it
important?.BMJ322:15368.
Sunardi CSA, Padmawinata K, Kardono
LBS, Gana A. 2007. Isolasi dan
Identifikasi Kulit Batang Burahol
(Stelechocarpus burahol) Terhadap
sel Leukimia [disertasi]. Bandung :
Institut Teknologi Bandung,
Sunarni T, Pramono S, Asmah R. 2007.
Flavonoid antioksidan penangkap
radikal dari daun kepel
(Stelechocarpus burahol). Majalah
Farmasi Indonesia ; 18(3).
Talukder SI. 2001. Lecture notes on
pathology of hepatobiliary system.
[terhubung berkala].
http://www.talukderbd.com/lectures/hepatobiliary_system_note.pdf [6
September 2011].
Tisnadjaja D, Saliman E, Silvia,
Simanjuntak P. 2006. Pengkajian
Burahol (Stelechocarpus burahol
(Blume) Hook & Thomson) sebagai
buah yang memiliki kandungan
senyawa antioksidan. Biodiv 7 (2):
199-202.
Warningsih. 1995. Uji fitokimia dan efekantiimplantasi ekstrak etanol bunga
hibiscus rosa-sinensis, buah Piper
nigrum, dan buah Stelechocarpus
burahol[abstrak]
Wiart C. 2007. Goniothalamus species: A
source of drugs for the treatment of
cancers and bacterial infections.
eCAM 4 (23) 299-311.
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
27/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
83
POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN
(Ageratum conyzoidesL.) TERHADAPEscherichia coli DAN Staphylococcus
aureusDAN IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK DENGAN METODE
KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS)
Tri Aminingsih1), Husain Nashrianto
2), Aji Syaiful Rohman
3)
1,2,3)Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan
ABSTRAK
Bandotan (Ageratum conyzoides Linn) merupakan tanaman gulma yang sering
dimusnahkan, namun sekelompok masyarakat ada yang memanfaatkan tanaman ini sebagai
obat tradisional yang dapat menyembuhkan beberapa macam penyakit diantaranya luka
koreng di kulit, malaria, influenza, radang paru-paru, tumor, obat rematik . Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa yang ada dalam ekstrak heksana bandotan serta
menguji aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureusdanEscherichia coli. Herba
bandotan diekstraksi dengan heksana menggunakan metode maserasi. Maserasi dilakukan
dalam bejana tertutup selama 24 jam dan sesekali diaduk. Proses maserasi dilakukan
sebanyak tiga kalivolume 500 mL.Ekstrak heksana dipekatkan dengan rotary evaporatordan
dilakukan pengujian fitokimia meliputi golongansenyawa alkaloid, saponin, tanin,
triterpenoid steroid dan flavonoid. Ekstrak heksan herba bandotan diuji aktivitas
antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode kertas
cakram dan dianalisis senyawa kimianya dengan Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa
(GC-MS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar rendemen ekstrak sebesar 10,01%,
kadar air 8,41%,dan ekstrak heksana herba bandotan mengandung senyawa
golonganalkaloid, triterpenoid-steroid dan flavonoid. Ekstrak heksana herba bandotan
memiliki aktivitas antibakteri dengan diameter daya hambat (DDH) terhadap S. aureus 29,6
mm dan diameter daya hambat (DDH) terhadapE. coli 12,4m sehingga lebih peka terhadapS. aureus (gram positif)dibandingkan denganE.coli (gram negatif).Komponen senyawa yang
terdapat dalam ekstrak heksana herba bandotan yang dianalisis dengan Kromatografi Gas
Spektrometri Massa (GC-MS) antara lain kariofilen, isokariofilen, ageratokromen,
demetoksiageratokromen, 6-vinil-7-metoksi-2,2-dimetilkromen, kumarin, asam
dikloroasetat, 1-heptadekanol, 7-etil-6-metil-5-metiltiopirazolo[1,5-a]pirimidin.Senyawa-
senyawa tersebut diduga merupakan senyawa yang berperan sebagai zat antibakteri.
Kata kunci : Bandotan, heksana, antibakteri,Escherichia coli dan Staphylococcus aureus,GC-MS.
PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia sudah biasa
menggunakan obat-obatan tradisional yangumumnya berasal dari tumbuhan untuk
mencegah dari serangan penyakit atau
mengobati penyakit. Aplikasi dari obat-
obatan ini bisa dengan cara meminum
ekstrak air dari tanaman tersebut atau
meletakkan simplisia yang sudah ditumbuk
halus pada daerah di tubuh yang sakit atau
yang terkena infeksi. Penyakit infeksi
merupakan salah satu permasalahan dalam
bidang kesehatan yang dari waktu ke
waktu terus berkembang. Infeksimerupakan penyakit yang dapat ditularkan
dari satu orang ke orang lain atau dari
hewan ke manusia. Infeksi dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganismeseperti virus, bakteri, jamur, riketsia, dan
protozoa. Organisme-organisme tersebut
dapat menyerang seluruh tubuh manusia
atau sebagian daripadanya.
lnfeksi juga bisa disebabkan oleh
munculnya strain bakteri yang resisten
terhadap antibiotik. Bagi negara-negara
berkembang, timbulnya strain bakteri yang
resisten terhadap antibiotik pada penyakit
infeksi merupakan masalah penting.
Kekebalan bakteri terhadap antibiotikmenyebabkan angka kematian semakin
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
28/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
84
meningkat, sedangkan penurunan infeksi
oleh bakteri-bakteri patogen yang dapat
menyebabkan kematian sulit dicapai.
Selain itu, cara pengobatan yang
menggunakan kombinasi berbagaiantibiotik juga dapat menimbulkan
masalah resistensi.Berkembangnya
resistensi bakteri terhadap obatobatan
hanyalah salah satu contoh proses alamiah
yang dilakukan oleh organisme-organisme
untuk mengembangkan toleransi terhadap
keadaan lingkungan yang baru. Resistensi
bakteri terhadap obat pada suatu
mikroorganisme dapat disebabkan oleh
suatu faktor yang memang sudah ada pada
mikroorganisme sebelumnya atau mungkinjuga faktor itu diperoleh kemudian.
Resistensi antibiotik merupakan masalah
besar bagi orang-orang yang bekerja di
klinik dan kini telah dilakukan banyak
usaha untuk mencegah terjadinya resistensi
antibiotik (Pelczar dan Chan,
1988).Pemakaian antibiotika yang tidak
tepat untuk pengobatan infeksi bakteri
memunculkan berbagai masalah setelah
puluhan tahun pemakaiannya yaitu
menimbulkan bakteri yang resisten
terhadap antibiotika Keamanan bahan
makanan sehubungan dengan residu
antibiotika merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di berbagai
negara. Selain itu, kurangnya informasi
ilmiah mengenai komponen-kompenen
kimia yang terdapat dalam tanaman untuk
obat tradisional ini mengakibatkan nilai
ekonomi dari tanaman-tanaman ini sangat
rendah. Penggunaannya yang biasanyamenggunakan dosis sembarang bisa
mengakibatkan efek yang tidak diinginkan.
Salah satu tanaman yang telah digunakan
sebagai obat tradisional adalah Ageratum
conyzoides Linn., yang memiliki nama
daerah bandotan, babandotan (Sunda),
badotan dan wedusan (Jawa). Di
Indonesia, tanaman ini digolongkan
sebagai gulma sehingga sering
dimusnahkan,namun beberapa kelompok
masyarakat menggunakan tanaman inisebagai obat tradisional untuk
menyembuhkan berbagai macam penyakit:
luka koreng di kulit, malaria, influenza,
radang paruparu dan tumor. Di negara lain
di Asia, Afrika dan Amerika Latin ,
tanaman ini juga digunakan sebagai obattradisional dengan beragam aplikasi,
seperti obat demam, rematik, sakit kepala,
dan sakit perut, obat pneumonia, obat
diarhea, diabetes, HIV/AIDS.
Penyelidikan farmakologi telah dilakukan
oleh beberapa peneliti. Misalnya, ekstrak
eter dan kloroform memiliki efek inhibitor
terhadap perkembangan in
vitroStaphylococcus aureus, ekstrak
metanol dari seluruh bagian tanaman
menunjukkan aksi inhibitor tehadapperkembangan Staphylococus aureus,
Bacillus subtilis, Eschericichia coli, and
Pseudomonas aeruginosa. Selain itu,
ekstrak air dari tanaman ini memiliki aksi
analgesik yang efektif pada tikus dan
antispasmotik (Ming, 1999).Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui potensi antibakteri dari ekstrak
heksana herba bandotan terhadap bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus serta mengetahui komponen
senyawa yang terdapat dalam ekstrak
heksana herba bandotan menggunakan
metode Kromatografi Gas Spektrometri
Massa (GC-MS).
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain herbabandotan
(Ageratum conyzoides Linn.),aquadest,
alkohol 70%, larutanpengekstrakheksana,media NA(Nutrient
Agar), eritromisin,
kloramfenikol,aluminium foil, kertas
cakram, suspensi bakteri Staphylococcus
aureus, suspensibakteri Escherichia coli,
dan dan pereaksi-pereaksi uji fitokimia:
HCl 10%, HCl 2%,HCl 2N, pereaksi
Mayer, etanol 95%,serbuk Zn, HCl(p),
FeCl3, dietil eter, pereaksi Lieberman-
Buchard. Peralatan yang digunakan
Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, gelaspiala, gelas ukur, rotavapor, neraca
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
29/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
85
analitik, corong, pipa kapiler, tabung
reaksi, pipet tetes, pipet serologi steril,
cawan petri steril, jangka sorong, kapas,
batang pengaduk, spatula, hot plate,
spirtus, ose, dan peralatan GC-MS.
METODE PENELITIAN
Pembuatan Simplisia dan Ekstraksi
Herba bandotan dicuci, ditiriskan,
dikeringkan, dihaluskan, diayak dan
dianalisis kadar airnya. Ekstraksi herba
bandotan dengan maserasi menggunakan
pelarut heksana di dalam bejana tertutup
selama 24 jam dan sesekali diaduk. Ekstrak
heksana dipekatkan dengan rotavapor,
kemudian ditentukan kadar rendemennya.Ekstrak heksana lalu diuji fitokimia, diuji
potensi antibakterinya, dan dianalisis
senyawa kimianya menggunakan GC-MS.
Pengujian Fitokimia
Pengujian fitokimia ekstrak herba
bandotan dilakukan berdasarkan metode
analisis tanaman obat meliputi uji alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid
steroid.
Uji Potensi Antibakteri
Bakteri uji yang digunakan adalah
Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli. Kertas cakram steril dengan diameter
6 mm ditetesi 15 l ekstrak heksana herba
bandotan, kemudian diletakkan pada media
agar yang telah diberi bakteri uji dan
diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam.
Sebagai pembanding/kontrol digunakan
antibiotika Eritromisin 15 g danKloramfenikol 30 g sebagai kontrol
positif danpelarut heksana sebagai kontrol
negatif masing-masing sebanyak 15 l.
Analisis Kandungan Senyawa Kimia
Hasil ekstrak heksana herba
bandotan diidentifikasi komponen
senyawanya menggunakan metode
Kromatografi Gas Spektrometri Massa
dengan alat GC-MS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen dan Kadar Air Ekstrak
Herba Bandotan
Dari ekstraksi herba bandotan
menggunakan heksana, diperoleh ekstrakkental heksana herba bandotan yang
berwarna hijau. Hasil penimbangan ekstrak
kental bandotan yaitu 50,07 gram. Dari
hasil tersebut diperoleh rendemen ekstrak
sebesar 10,00%.
Kadar air pada simplisia
menunjukkan ketahanan dalam
penyimpanan, biasanya kadar air yang
dipersyaratkan untuk bahan ekstrak adalah
tidak lebih dari 10%. Hal ini untuk
menghindari tumbuhnya jamur ataumikroba pada hasil ekstraksi. Jumlah air
yang terkandung dipengaruhi dari
perlakuan yang telah dialami bahan, seperti
kelembaban udara, tempat penyimpanan,
dan lain-lain. Kadar air yang didapatkan
pada penelitian ini adalah sebesar 8,41%
dan diperoleh rendemen hasil ekstrak
sebesar 10,00%.
Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Heksana
Herba Bandotan
Hasil penapisan senyawa fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak heksana herba
bandotan mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, dan triterpenoid-steroid.
Senyawa alkaloid mempunyai aktivitas
sebagai antibakteri, senyawa flavonoid
sebagai antioksidan, senyawa tanin dapat
berfungsi untuk melapisi lapisan mukosa
pada organ agar terlindungi dari infeksi
bakteri. Senyawa saponin dapatmeningkatkan permeabilitas dinding usus,
memperbaiki penyerapan nutrien, dan
menghambat aktivitas enzim urease (Erika,
2000).
Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak
Heksana Herba Bandotan
Potensi antibakteri ekstrak heksana
herbabandotan terhadap bakteri S. aureusdan E. coli dapat ditentukan dengan
mengukur Diameter Daya Hambat (DDH)petumbuhan bakteri di sekitar kertas
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
30/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
86
cakram yang terlihat jernih. Dari hasil uji
terhadap ekstrak kental herba bandotan
(Tabel 1) didapatkan bahwa terdapat zona
hambat yang masih lebih kecil
dibandingkan dengan kontrol positif(Kloramfenikol 30g dan Eritromisin
15g). Hasil pengukuran DDH ekstrak
heksana herba bandotan terhadap bakteri S.
aureus adalah sebesar 29,6 mm, sedangkan
terhadap bakteriE. coli adalah sebesar 12,4
mm.Dari hasil di atas terlihat bahwa
pengukuran DDH terhadap bakteriS.
aureus lebih luas dibandingkan dengan
DDH terhadap bakteri E. coli.Uji daya
hambat terhadap ekstrak metanol herba
bandotan yang telah dilakukan pada
penelitian sebelumnya didapatkan hasil
pengukuran diameter daya hambat
terhadap bakteri S. aureus adalah sebesar
12 mm, sedangkan terhadap bakteri E. coli
adalah sebesar 10 mm (Gunawan, 2008).Jika dibandingkan dengan hasil diameter
daya hambat yang diperoleh terhadap
ekstrak heksana herba bandotan, potensi
daya hambat ekstrak heksana herba
bandotan masih lebih besar dari ekstrak
metanol herba bandotan. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak heksana herba
bandotan memiliki efektifitas daya hambat
yang lebih baik.
Tabel 1. Hasil Uji PotensiAntibakteri (DDH) Ekstrak Heksana Herba Bandotan
Ekstrak Ulangan
DDH pada
Staphylococcus
aureus (mm)
DDH pada
Escherichia
coli(mm)
Bandotan
1 30,2 12,4
2 29,6 12,4
3 29,1 12,5
rata-rata 29,6 12,4
Kontrol - (Heksana)
1 Negatif Negatif
2 Negatif Negatif
3 Negatif Negatif
rata-rata - -
Kontrol +
(Kloramfenikol 30g)
1 31,4 21,5
2 31,9 21,5
3 31,6 23,4
rata-rata 31,6 22,1
Kontrol +
(Eritromisin 15g)
1 30 22,6
2 30,9 21,6
3 31 22,3
rata-rata 30,6 22,2
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
31/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
87
(a) (b)
Gambar 1. Hasil uji aktivitas antibakteri Kloramfenikol terhadap bakteri
Staphylococcus aureus(a) danEscherichia coli(b)
(a) (b)
Gambar 2. Hasil uji aktivitas antibakteri Eritromisin terhadap bakteri
Staphylococcus aureus(a) danEscherichia coli(b)
.
(a) (b)
Gambar 3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak heksana bandotan terhadap
bakteri Staphylococcus aureus(a) danEscherichia coli(b)
Secara in vitro, ekstrak heksana
herba bandotan memiliki daya antibakteri
terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coliyang ditandai dengan terbentuknya zona
hambat berupa zona bening di sekitar
kertas cakram. Potensi antibakteri ekstrak
herbabandotan terhadap bakteri S. aureus
lebih besar dibandingkan terhadap bakteriE. coli. Pada ekstrak heksana herba
bandotan didapatkan DDH 29,6 mm untuk
bakteri uji S. aureus dan 12,4 mm untuk
bakteri uji E. Coli. Perbedaan tersebut
terjadi karena kedua bakteri uji tersebut
memiliki komposisi dinding sel yang
berbeda. S. aureusyang merupakan bakteri
gram positif mempunyai sruktur dinding
sel yang sederhana (kandungan lipidrendah) dibandingkan dengan E. coli yang
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
32/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
88
merupakan bakteri gram negatif yang
memiliki struktur dinding sel yang lebih
rumit (kandungan lipid tinggi yang
kompleks), sehingga dinding bakteri gram
negatif lebih sulit ditembus oleh zatantibakteri.
Kontrol positif kloramfenikol 30 g
dan eritromisin 15 g memiliki diameter
daya hambat yang hampir sama terhadap
bakteri uji S. aureus dan E. Coli. Fungsi
dari kontrol positif kloramfenikol dan
eritromisin ini sebagai
pembandingterhadap potensi antibakteri
ekstrak heksana herba bandotan. Hasil
menunjukkan ekstrak heksana herba
bandotan memiliki diameter daya hambat
yang hampir sama dengan kontrol positif
kloramfenikol dan eritromisin. Dari hasil
ini dapat diketahui bahwa herba bandotan
memiliki daya hambat yang baik terhadap
bakteri S. aureusdanE. Coli.
Hasil Uji Identifikasi Senyawa Ekstrak
Heksana Herba Bandotan dengan
Metode Kromatografi Gas Spektrometri
Massa.
Senyawa yang diduga terkandung
didalamekstrak heksana herba
bandotantertera pada Tabel 2 dan
kromatogram senyawaanekstrak heksana
bandotan pada Gambar 4.
Gambar 2.Kromatogram senyawaan ekstrak heksana herba bandotan hasil analisis dengan
GC-MS.
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
33/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
89
Tabel 4.DugaanSenyawa yang Terkandung dalam Ekstrak Heksana Herba Bandotan
NoRT
(menit)
Nama Senyawa
(Prosentase
dugaan)
Struktur
SenyawaGolongan Senyawa
1 22,891 Kariofilen (99) Seskuiterpenoid
2 22,650 Isokariofilen (90)
3 23,433 Demetoksiageratok
romen (91)
Fenilpropanoid
4 26,709 6-vinil-7-metoksi-
2,2-dimetilkromen
(91)
5 26,362 Ageratokromen
(86)
6 23,627 Kumarin (60)
7 40,879 7-etil-6-metil-5-
metiltiopirazolo[1,5
-a]pirimidin (56)
Alkaloid
8 25,138 Asam dikloroasetat
(81)
Asam karboksilat
9 28,285 1-heptadekanol
(81)
C17H35OH Alkohol
Senyawa-senyawa tersebut di atas
merupakandugaan senyawa yang
terkandung dalam ekstrak heksana herba
bandotan. Menurut literatur, bandotan
mengandung senyawa kimia antara lain
kumarin dan ageratokromen, dari hasil uji
identifikasi senyawa menggunakanKromatografi Gas Spektrometri Massa
terhadap ekstrak heksana herba bandotan,
diperoleh hasil bahwa benar herba
bandotan mengandung kumarin dan
ageratokromen (Tabel 6.). Senyawa-
senyawa kumarin, ageratokromen,dan
turunan kromen dalam bandotan
merupakan zat yang dapat menghambat
bakteri.
Dengan diketahuinya efektivitas
ekstrak herba bandotan sebagai antibakteri
terhadap bakteri S. aureus dan bakteri E.
Coli, dan hasil identifikasi senyawa
menggunakanKromatografi Gas
Spektrometri Massa telah memberikan
hasil bahwa herba bandotan mengandung
senyawa kimia yang dapat digunakan
sebagai bahan obat,diharapkan herba
bandotan ini dapat menjadi salah satualternatif obat tradisional untuk pengobatan
dan pencegahan penyakit pada manusia
terutama sebagai obat luka, antiinflamasi,
dan antikanker.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian
terhadap ekstrak heksana herba bandotan,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Jenis senyawa fitokimia yangterkandung dalam ekstrak heksana
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
34/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90
90
herba bandotan antara lain
alkaloid,flavonoid,dan triterpenoid-
steroid.
2. Ekstrak heksana herba bandotan
memiliki aktivitas antibakteri dengandiameter daya hambat (DDH) terhadap
S. aureus 29,6 mm dan diameter daya
hambat (DDH) terhadap E. coli12,4mm
3. Secara keseluruhan zat antibakteriherba bandotan lebih peka terhadap S.
aureus(gram positif)dibandingkan
denganE.coli (gram negatif).4. Dari hasil uji potensi antibakteri dapat
diketahui bahwa ekstrak heksana herba
bandotan memiliki potensi antibakteriterhadap jenis bakteri gram positif dan
gram negatif.5. Komponen senyawa yang terdapat
dalam ekstrak heksana herba bandotan
yang dianalisis dengan Kromatografi
Gas Spektrometri Massa (GC-MS)
antara lain kariofilen, isokariofilen,
ageratokromen,
demetoksiageratokromen, 6-vinil-7-
metoksi-2,2-dimetilkromen, kumarin,
asam dikloroasetat, 1-heptadekanol, 7-
etil-6-metil-5-metiltiopirazolo[1,5-
a]pirimidin. Senyawa-senyawa
tersebut merupakan senyawa yang
berperan sebagai zat antibakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, S. 1983. Mikrobiologi Keamanan
Pangan. Bogor: PAU Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor.Dalimarta, S. 1999. Atlas Tumbuhan
Indonesia. Jilid ke-1. Jakarta:
Trubus Agriwidya.
DepKes RI. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: DirJen POM.
Erika, B.l. 2000. Aromex 510, Pemacu
Pertumbuhan dan Efeknya
Terhadap Kinerja Ayam Broiler.
Laporan Penelitian Fakultas
Peternakan Institut Pertanian
Bogor.
Ganiswara, S.G., et.al. 1995. Farmakologi
dan Terapi. Edisi 4. Jakarta:
Bagian Farmakologi FakultasKedokteran Universitas Indonesia.
Gunawan, W.G. 2008. Identifikasi
Senyawa Aktif Antibakteri pada
Herba Bandotan (Ageratum
Conyzoides. Linn).Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Udayana,
Bukit Jimbaran.
Gunawan, P.W. Yulinah, E. Sukrasno
Adayana, I.K. (2006). Telaah
Antimikroba Daun Babadotan
(Ageratum Conyzoides. Linn).African Journal of Pharmaceutica
Indonesia.31, (2).
Harbone, J.B. 1975. The Flavonoid. Edisi
ke-1. London: Chapman and Hall.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia.
Diterjemahkan oleh Padmawinata
K., Soediro I. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Hutapea J.R. dan Syamsuhidayat S.S.
1991. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Lenny, Sovia .2006. Senyawa Flavonoid,
Fenil Propanoida dan Alkaloida.
USU Repository.
Ming, L.C., 1999. Ageratum conyzoides :
A Tropical Source of Medicinal
and Agricultural Products. In
Janic J. (Ed.). Perspective on New
Crops and New Uses. ASHSPress. Virginia, USA.
Pelczar, M.J.Jr. dan Chan, E.C.S. 1986.
Dasar-dasar Mikrobiologi.
Diterjemahkan oleh Hadioetomo
RS, dkk. Jakarta: UI Press.
Suradikusumah, E. 1989. Kimia
Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati, Institut
Pertanian Bogor.
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
35/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
91
KIJING TAIWAN(Anodonta woodiana) SEBAGAI SUMBER KALSIUM TINGGI
DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS
Sata Yoshida Srie Rahayu
Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan
ABSTRAK
Kalsium merupakan mineral yang sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia. Apabila
kekurangan kalsium dapat menyebabkan riketsia pada anak, osteomalasia (tulang lunak)
dan osteoporosis (tulang keropos) pada orang dewasa. Untuk mencegah hal tersebut maka
dibutuhkan asupan kalsium yang cukup. Kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya
kalsium bagi tubuh mengakibatkan dua dari lima orang Indonesia terkena osteoporosis.
Masyarakat Indonesia umumnya mengetahui sumber kalsium bagi tubuh manusia adalah
susu serta produk olahannya. Kandungan kalsium pada susu sapi sebesar 143 mg
padahalterdapat sumber kalsium lain yang berpotensi yaitu memiliki kandungan kalsiumlebih besar daripada susu yaitu kerang. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji komposisi
kimia pada Kijing Taiwan dan merumuskan metode sosialisasi Kijing Taiwan sebagai
sumber kalsium dalam upaya pencegahan osteoporosis. Manfaat penelitian adalah untuk
memperkenalkan Kijing Taiwan sebagai menu makanan keluarga. Penentuan komposisi
kimia proksimat, yang meliputi analisis kadar air, analisis kadar abu, analisis kadar protein,
analisis kadar lemak dan analisis kadar karbohidrat dan kadar mineral Ca, Cu, Fe dan Zn.
Dalam penelitian ini kita dapat mengetahui kandungan kalsium pada Kijing Taiwan, yaitu
366 mg kalsium serta mengetahui berapa gram Kijing Taiwan yang harus dikonsumsi untuk
memenuhi asupan kalsium per hari per orangnya, yaitu sebanyak 273 gr. Diharapkan dari
lingkup yang kecil ini dapat mengurangi kasus osteoporosis di Indonesia.
Kata kunci : Kijing, Anodonta woodiana, sumber kalsium, osteoporosis
PENDAHULUAN
Kalsium merupakan mineral yang
sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia.
Kalsium berperan penting dalam proses
metabolisme tubuh, penghantar isyarat
saraf, mengatur denyut jantung,
pertumbuhan otot dan lain-lain. Kebutuhan
kalsium pada manusia berbeda-beda
tergantung tingkat usianya. Untuk
memenuhi kebutuhan kalsium tersebutmanusia harus mengkonsumsi makanan
yang mengandung kalsium. Kekurangan
kalsium pada tubuh manusia dalam jangka
panjang akan mengakibatkan pengeroposan
dan pengapuran pada tulang, kerusakan
pada gigi, dan lain-lain(Deearyana 2006).
Masyarakat umumnya mengetahui
bahwa sumber kalsium utama berasal dari
susu. Kandungan kalsium pada susu sapi
per 100% Berat Dapat Dimakan (BDD)
sebesar 143 mg. Padahal ada sumberkalsium lain yang berpotensi yaitu
memiliki kandungan kalsium lebih besar
daripada susu yaitu kerang(Nasoetion et al.
2009).
Indonesia sebagai negara kepulauan
mempunyai perikanan laut yang cukup
besar. Potensi sumber daya ikan di laut
Indonesia diperkirakan mencapai 6,7 juta
ton per tahun. Salah satu potensi perikanan
laut tersebut adalah kerang. Data Dirjen
Perikanan menunjukkan adanya kenaikanproduksi kerangsebesar 11,73% selama
tahun 1990-1993 (Direktorat Jenderal
Perikanan, 1995). Melihat potensi sumber
daya kerangyang melimpah di perairan
Indonesia dan kandungan kalsiumnya yang
tinggi maka kerangsangat bermanfaat
untuk dijadikan sebagai sumber kalsium
lain selain susu.
Saat ini banyak orang yang terkena
osteoporosis. Puslitbang Gizi Depkes
bekerja sama dengan Fonterra BrandsIndonesia mempublikasikan bahwa 2 dari 5
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
36/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
92
orang Indonesia memiliki risiko
mengalami osteoporosis. Hal ini
disebabkan kurangnya kesadaran
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
kalsiumnya secara optimal. Misalnyadalam mengkonsumsi susu, masyarakat
tidak mengkonsumsinya sesuai dengan
kebutuhan kalsiumnya yaitu sebanyak 3
gelas per hari. Oleh karena itu diperlukan
sosialisasi mengenai pentingnya memenuhi
kebutuhan kalsium dengan memberikan
alternatif menu makanan olahan berbahan
dasar kerang(Departemen Kesehatan RI,
2009).
Tubuh manusia memerlukan
mineral kalsium yang cukup bagi tubuh.Masyarakat umumnya memenuhi
kebutuhan kalsiumnya hanya dengan
mengkonsumsi susu. Banyak masyarakat
yang belum memahami bahwa ada bahan
makanan yang mengandung mineral
kalsium paling tinggi yaitu kerang. Dalam
penelitian ini akan dilakukan penentuan
komposisi kimia proksimat kerangsebagai
sumber kalsium.
Dokter dan ahli gizi pada umumnya
menyarankan pasiennya yang menderita
osteoporosis untuk mengkonsumsi lebih
banyak susu sapi karena mengandung
kalsium tinggi. Kedengarannya cukup
masuk diakal, tetapi tidak akan berhasil.
Orang Amerika dan Eropa Utara
mengonsumsi 800 mg - 1200 mg kalsium
sehari, tapi tetap saja mereka lebih
menderita osteoporosis daripada orang
Asia dan Afrika yang mengonsumsi 300
mg - 500 mg kalsium per hari.Penyebab utama osteoporosis
adalah terlalu banyak mengonsumsi acidic
yang berasal dari daging, gula dan bahan-
bahan yang mengandung kimia. Untuk
menetralisir aciditas tersebut, tubuh
mengambil kalsium (alkalin) dari tulang.
Sehingga masalah osteoporosis bukanlah
bahwa seseorang itu tidak cukup memakan
kalsium. Kebutuhan hidup yang semakin
meningkat menyebabkan pengurangan
alokasi dana terhadap makanan tambahanseperti susu. Kasus osteoporosis yang telah
ramai dipergunjingkan merupakan efek
dari kurangnya asupan kalsium sementara
sumber kalsium yang saat ini dikenal
masyarakat adalah susu. Berdasarkan data
dari Puslitbang Gizi Depkes, dua dari limaorang Indonesia berpeluang untuk terkena
osteoporosis. Hal ini mengindikasikan
kurangnya asupan kalsium pada masing-
masing individu(Departemen Kesehatan RI
2009).
Pemenuhan kebutuhan kalsium
setiap harinya menjadi pilihan sulit bagi
setiap ibu rumah tangga selaku pemegang
kendali dalam keuangan rumah tangga dan
pengatur menu makanan untuk
keluarganya. Kesulitan pemenuhankebutuhan kalsium dikarenakan harga susu
yang beredar di pasaran terus meningkat
tidak sebanding dengan kenaikan
pengahasilan yang didapatkan. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu alternatif sumber
kalsium baru yang dapat mensubtitusi susu
dengan kandungan kalsium yang tinggi
dengan harga yang terjangkau. Sumber
kalsium yang dapat dikembangkan adalah
kerang.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengkaji komposisi kimia
proksimat, yang meliputi analisis kadar air,
analisis kadar abu, analisis kadar protein,
analisis kadar lemak dan analisis kadar
karbohidrat dan mineral Cu, Fe dan Zn
pada daging kerang air tawar yaitu Kijing
Taiwanserta merumuskan metode
sosialisasinya sebagai sumber kalsium
dalam upaya pencegahan ospteoporosis.
Penelitian ini bermanfaat sebagaipeluang untuk memperkenalkan Kijing
Taiwan kepada masyarakat khususnya ibu
rumah tangga dalam pengolahan menu
makanan olahan yang berbahan dasar
kerang.
Kalsium dan Osteoporosis
Asupan kalsium yang memadai
adalah penting untuk mencapai massa
tulang yang optimal (optimal peak bone
mass/PBM) dan mengatur laju kehilangankalsium dari tulang dengan bertambahnya
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
37/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
93
usia. Secara umum, fungsi kalsium adalah
membangun tulang dan gigi, mengatur
proses-proses tubuh dalam darah dan
jaringan, dan membantu proses
penggumpalan darah. (Nasoetion et al.2009)
Tabel 1.Angka Kecukupan Gizi Kalsium
Rata-rata yang Dianjurkan (per
orang per hari) 2004.
Anak
Umur Kalsium (mg)
0-6 bln 200
7-12 bln 400
1-3 thn 5004-6 thn 500
7-9 thn 600
Pria dan Wanita
Umur Kalsium (mg)
10-12 thn 1000
13-15 thn 1000
16-18 thn 1000
19-29 thn 800
30-49 thn 800
50-64 thn 80065 thn + 800
Sumber :Nasoetion et al. 2009.
Dari tabel di atas dapat diketahui
bahwa kebutuhan kalsium setiap orang
berbeda tergantung dari usia. Pada masa
kanak-kanak asupan kalsium yang
dibutuhkan per harinya masih sedikit
sedangkan pada umur 10-18 tahun asupan
kalsium sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan. Ketika memasuki usia
produktif (19-49 tahun) hingga non
produktif, asupan kalsium yang dibutuhkan
sedikit berkurang namun harus tetap
dipenuhi untuk menunjang aktifitas mereka
dan menjaga kekuatan tulang mereka.
Kekurangan kalsium dapat
menyebabkan riketsia pada anak,
osteomalasia atau tulang lunak dan
osteoporosis atau tulang keropos pada
orang dewasa. Osteoporosis adalahgangguan yang menyebabkan penurunan
secara bertahap jumlah dan kekuatan
jaringan tulang. Penurunan tersebut
disebabkan oleh terjadinya demineralisasi
tulang, yaitu tubuh yang kekurangan
kalsium akan mengambilnya dari tulang
dan gigi. (Departemen Kesehatan RI 2007).International Osteoporosis Foundation
(IOF) memperkirakan, 150 juta orang di
seluruh dunia terdeteksi menderita
osteoporosis dan berisiko mengalami patah
tulang yang dapat melumpuhkan dan
menurunkan kualitas hidup.
Kebutuhan tubuh akan kalsium bisa
dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan
sumber kalsium. Bahan makanan yang
mengandung sumber kalsium paling tinggi
terdapat pada kerang(Koral AUP/STPPapua2008).
Kijing Taiwan (Anodonta woodiana)
Di Indonesia, Anodonta woodiana
merupakan alien spesies dari Taiwan sejak
tahun 1971 dan sudah lama dikenal
penduduk serta memiliki potensi ekonomi
dan ekologi yang besar. A. woodiana
merupakan salah satu sumber protein
hewani, dengan kandungan nutrisi yang
baik. Bagian tubuh kijing ini juga
digunakan sebagai bahan pakan ternak dan
obat penyakit kuning. Cangkangnya
sebagai bahan industri kancing dan
penghasil mutiara air tawar (Rahayu,
2011).
Pemanfaatan A. woodiana yang
dilakukan selama ini hanya sebagai pakan
ternak, industri kancing, dan biofilter,
sementara kemampuan biologisnya untuk
memproduksi mutiara belum banyakdiketahui. Jika melihat lebih detil anatomi
dan proses biokimia jaringan tubuhnya,
ternyata Anodonta sp. mampu mendeposit
crystaline calcium carbonat (CaCO3)
dalam bentuk kristal aragonit yang dikenal
sebagai nacre, dan komponen pembentuk
lapisan prismatik yaitu kristal hexagonal
calsite conchiolin (C32
H48N
2O
11) pada
lapisan cangkang bagian dalam.
Di bawah ini diperlihatkan daftar
komposisi bahan makanan kerang(Tabel
2).Tabel Berdasarkan data di atas dapat
7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf
38/61
Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98
94
dilihat kandungan protein, lemak,
karbohidrat pada kerangdalam bentuk
kerangsegar dan kerangrebus.
Tabel di bawah ini menyajikan
daftar komposisi bahan makanan yang
terkandung pada susu serta produk
olahannya. Berdasarkan data di atas dapat
dilihat kandungan protein, lemak,
karbohidrat pada komposisi bahan
makanan susu serta produk olahannya.
Tabel 2. Daftar Komposisi Bahan Makanan Kerang
No Gol Nama Pangan BDD Protein Lemak Karbohidrat
% % % %
1 5Kijing Taiwan
segar100 23,23 7,01 3,55
2 5Kijing Taiwan
rebus100 19,48 2,50 3,75
Tabel 3.Daftar Komposisi Bahan Makanan Susu dan Olahannya
No Gol Nama Pangan BDD Energi Protein Lemak KH
% Kal G g g
1 8 Es krim 100 207 4 12.5 20.6
2 8 Keju 100 326 22.8 20.3 13.1
3 8 Kelapa susu 100 204 2.6 20 4
4 8 Mentega 100 725 0.5 81.6 1.4
5 8 Susu Ibu (ASI) 100 65 1.1 3.5 7.7
6 8 Susu Kambing 100 64 4.3 2.3 6.6
7 8 Susu Kental Manis 100 336 8.2 10 55
8 8 Susu Kental Tak Manis 100 138 7 7.9 9.9
9 8 Susu Kerbau 100 160 6.3 12 7.1
10 8 Susu Sapi 100 61 3.2 3.5 4.3
11 8 Susu Skim(tak berlemak) 100 36 3.5 0.1 5.1
12 8 Tepung Susu 100 509 24.6 30 36.2
13 8Tepung Susu Asam, untukbayi
100 418 19 9 65.5
14 8 Tepung Susu Skim 100 362 35.6 1 52
15 8 Yoghurt 100 52 3.3 2.5 4
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Dept. Gizi Masy. FEMA IPB 2009)
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di
laboratorium nutrisi BBPBAT Sukabumi
dari bulan April hingga Agustus 2010.
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan pada
tahap persiapan sampel adalah pisau,
talenan, timbangan digital dan kertas label.
Alat untuk analisis proksimat dan AASyang dilengkapi dengan AC lampu Ca, Cu,
Fe, Zn dan gas O2 dan NO2 yang
digunakan untuk analisis mineral.
Bahan yang digunakan sebagai