bustanussalam (11,13).pdf

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    1/61

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    2/61

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    3/61

    Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164

    i

    J u r n a l I l m i a h F a r m a s i

    Susunan Redaksi

    Pelindung : Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAK

    Pimpinan Redaksi : Ketua Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK

    Redaksi Pelaksana : Dra. Bina Lohita Sari, MPd. Apt.

    :Mira Miranti, STP, M.Si.

    :Dr. S.Y. SrieRahayu, M.Si.

    Dewan Redaksi : Dr. Tri Panji

    : drh. Min Rachminiwati, PhD.

    :Dr. drh.Hera Maheshwari, M.Sc.

    :Siti Sadiah, MSi. Apt.

    Alamat Redaksi : Program Studi Farmasi FMIPA, Universitas Pakuan

    :Jln. Pakuan PO Box 452 Bogor

    : Telp : (0251) 8349324: Fax : (0251) 8375547

    :Email : [email protected]

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    4/61

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    5/61

    Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164

    ii

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Fitofarmaka Mengucapkan terima kasih kepada

    Mitra Bestariyang telah memberikan kontribusi atas terbitnyaJurnal Fitofarmaka Vol. 2 No 1 Juni 2012

    Berikut ini adalah nama Mitra Bestari Vol. 2 No 1 Juni 2012:

    Prof. Dr. Ibnu Gholib Ganjar, DEA, Apt. (Universitas Gadjah Mada)

    Prof. Maksum Radji, M.Biomed (Universitas Indonesia)

    Dr. A.A. Harmita, Apt. (Universitas Indonesia)

    Dr. Ajeng Diantini, M.Si., Apt. (Universitas Padjadjaran)

    Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si (Istitut Pertanian Bogor)

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    6/61

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    7/61

    Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164

    iii

    PENGANTAR REDAKSI

    Fitofarmaka adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan untuk mengakomodasi

    tulisan hasil penelitian bagi sivitasakademika farmasi Universitas Pakuan

    khususnya dan instansilain di luar Universitas Pakuan pada umumnya. Jurnal ini

    memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian Ilmu

    Farmasi.

    Fitofarmaka diterbitkan dua kali dalam setahunya itu pada bulan Juni dan

    Desember oleh Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam,Universitas Pakuan.

    Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi perkembangan hasanah ilmu

    pengetahuan.

    Bogor, Juni 2012

    Redaksi

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    8/61

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    9/61

    Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164

    iv

    J u r n a l I l m i a h F a r m a s i

    DAFTAR ISI

    SusunanRedaksi .....................................

    Ucapan Terima Kasih.....................................

    Pengantar Redaksi .........

    Daftar Isi ............

    i

    ii

    iii

    iv1 IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL

    ASETAT KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy)

    Bustanussalam, Haryanto Susilo,Endang Nurhidayati

    67 - 76

    2 HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI

    KEPEL (Stelechocarpus burahol) SECARA INTRA-GASTRIK

    SELAMA 14 HARI .

    Eva Harlina, Siti Sadiah,Huda S Darusman, Gita Alvernita

    77 - 82

    3 POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN

    (Ageratum conyzoidesL.)TERHADAPEscherichia coli DANStaphylococcus aureusDAN IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK

    DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI

    MASSA (GC-MS) ........................................................................................

    Tri Aminingsih, Husain Nashrianto, AjiSyaifulRohman

    83 - 90

    4 KIJING TAIWAN (Anodontawoodiana) SEBAGAI SUMBER

    KALSIUM TINGGI DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS

    Sata Yoshida Srie Rahayu91 -98

    5. UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica

    charantiaL) SEBAGAI ANTIBAKTERI Salmonella typhi.......................OomKomala, BinaLohitaSari, Nina Sakinah

    99-104

    6. ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA BETA GLUKAN DARI SERAT

    JAMUR SHIITAKE (Lentinus edodes Berk.) YANG LARUT DALAM

    AIR MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI .

    Bambang Mursitodan Rayung Sari

    105-113

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    10/61

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    11/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

    67

    IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT

    KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy)

    Bustanussalam1), Haryanto Susilo

    2, Endang Nurhidayati

    2

    1

    Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian BioteknologiLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) - Cibinong

    2Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

    Universitas Pakuan

    ABSTRAK

    Massoi (Cryptocarpa massoy) merupakan jenis tumbuhan yang selama ini sudah

    digunakan oleh masyarakat lokal Papua sebagai obat tradisional. Bagian yang dimanfaatkan

    dari tumbuhan ini adalah kulit kayu yang diekstraksi untuk menghasilkan minyak.

    Pemanfaatan kulit kayu Massoi oleh masyarakat lokal selama ini masih dirasakan kurang

    optimal, oleh karena belum banyaknya penelitian terkait kandungan senyawa kimia dankhasiat pengunaan kulit kayu Massoi secara farmakologis. Penelitian ini dilakukan untuk

    mengidentifikasi senyawa bioaktif ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi serta menguji

    aktivitasnya sebagai antibakteri, antioksidan dan mengetahui tingkat toksisitasnya.Kulit

    kayu Massoi diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan

    dipartisi dengan pelarut air - etil asetat (1:1). Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diuji

    fitokimia, aktivitas antibakteri, toksisitas dan antioksidan. Selanjutnya untuk

    mengidentifikasi adanya senyawa tertentu dilakukan pemisahan, pemurnian dan identifikasi

    secara kromatografi. Pengujian fitokimia ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diketahui

    mengandung senyawa tertentu golongan minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid, triterpenoid

    dan kumarin. Hasil uji aktivitas diketahui bahwa ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi

    memiliki aktivitas positif sebagai senyawa sitotoksik dengan LC50 sebesar 12,12 ppm (sangat

    toksik) dan sebagai antioksidan dengan IC50 sebesar 44,02 ppm (aktif). Hasil pemisahansenyawanya yang dilakukan dengan kromatografi kolom didapat 7 fraksi yang

    dikelompokkan berdasarkan profil kromatogram KLT hasil kromatografi kolom yang

    meliputi bentuk noda, warna, dan waktu retensinya. Hasil analisis KCKT didapatkan fraksi

    dengan area terbesar terdapat pada fraksi 4 sebesar 95042975 pada waktu retensi 10,050

    menit. Fraksi 4 dianalisis dengan menggunakan GC-MS untuk mengetahui komponen

    senyawa yang terdapat di dalamnya, hasil analisisnya didapatkan 13 senyawa terbesar yang

    mempunyai persen kemiripan antara 95-99 % dari dataLibrary program GC-MS.

    Kata kunci: Cryptocarpa Massoy, toksisitas, antibakteri, antioksidan dan analisis kromatografi.

    PENDAHULUAN

    Kecenderungan kembali ke alamatau lebih dikenal dengan istilah back to

    nature, memberikan arahan baru di

    Indonesia untuk mengembangkan potensi

    keanekaragaman hayati yang dimilikinya.

    Tidak kurang dari 1260 jenis tumbuhan

    yang terdapat di hutan hujan tropika

    merupakan kekayaan Sumber Daya Alam

    yang dapat digunakan sebagai bahan obat,

    baik untuk obat tradisional maupun sebagai

    bahan baku obat modern (Zuhud, et al.

    1994 dalam Zuhud dan Yuniarsih 1995).

    Menurut Jafarsidik (1987) dalam

    Komaryati, et al. (1995), di Indonesia

    terdapat kurang lebih 85 jenis pohon hutanyang berguna sebagai bahan baku obat.

    Salah satu tumbuhan hutan di Indonesia

    yang berkhasiat obat adalah tumbuhan

    Massoi yang berasal dari famili Lauraceae.

    Massoi (Cryptocarpa massoy)

    merupakan jenis tumbuhan yang selama ini

    sudah digunakan oleh masyarakat lokal

    Papua sebagai obat tradisional. Bagian

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    12/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

    68

    yang dimanfaatkan dari tumbuhan ini

    adalah kulit kayu yang diekstraksi untuk

    menghasilkan minyak. Beberapa penelitian

    Etnobotani pada masyarak

    at lokal Papua memberikan informasibahwa minyak kulit massoi digunakan

    sebagai bahan jamu, obat cacing dan obat

    untuk kejang perut (Komaryati, et al.

    1995). Batang pohon Cryptocarpa massoy

    mengandung minyak yang mudah

    menguap sebanding dengan kayu manis. Di

    pulau Jawa, tumbuhan ini digunakan

    sebagai bahan rempah utama bagi berbagai

    obat tradisional dengan serangkaian

    manfaat, selain itu Massoi juga digunakan

    sebagai bahan campuran pewarna untukpembuatan batik Jawa.

    Pemanfaatan kulit kayu Massoi

    oleh masyarakat lokal selama ini masih

    dirasakan kurang optimal, oleh karena

    belum banyaknya penelitian terkait

    kandungan senyawa kimia dan khasiat

    pengunaan kulit kayu Massoi secara

    farmakologis, sehingga penggunaanya

    sampai saat ini hanya berdasarkan pada

    data-data empiris dan belum dapat

    digunakan secara meluas oleh masyarakat

    pada umumnya. Untuk itu penelitian lebih

    lanjut mengenai tumbuhan ini diharapkan

    dapat memberikan tambahan informasi

    yang dapat dipergunakan untuk

    memaksimalkan penggunaannya dalam

    bidang kesehatan sebagai obat tradisional.

    Didasarkan pada permasalahan tersebut,

    maka penelitian ini dilakukan untuk

    mengidentifikasi senyawa bioaktif ekstrak

    etil asetat kulit kayu Massoi serta mengujiaktivitasnya sebagai antibakteri,

    antioksidan dan mengetahui tingkat

    toksisitasnya.

    BAHAN DAN METODE

    Bahan yang digunakan adalah

    serbuk simplisia kulit kayu massoi

    (Cryptocarpa massoy), metanol, etil asetat,

    aquades, kloroform, DPPH, serium sulfat,

    kloramfenikol, bakteri (Escherichia

    coliATCC 25922 dan StaphylococcusaureusATCC 25923), pereaksi (Meyer,

    Dragendorf, Buchardad, Lieberman, dan

    FeCl3), telur Artemia salina L, dan garam

    laut. Alat-alat yang digunakan antara lain:

    mesin penyerbuk simplisia (Fort Waine,

    Indiana), rotavapor, neraca analitik, corongpisah, seperangkat alat Kromatografi Lapis

    Tipis (KLT), lampu UV 254 nm dan 365

    nm, cawan petri, sonicator, hot plate,

    kolom kromatografi, autoklaf, Laminar Air

    Flow, pipet mikro, shaker, oven, TLC plate

    Alumunium silika gel GF254,

    Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

    (Shimadzu Series), Spektrofotometer

    (Beckman DU-650), Gas Chromatograhy-

    Mass Spectro (Agilent 5975) serta alat-alat

    gelas dan alat-alat umum lainnya yanglazim digunakan di dalam laboratorium

    kimia.

    Penelitian dilakukan dalam dua tahap.

    Tahap pertama dilakukan analisis

    pendahuluan terhadap sampel untuk

    mengetahui identitas dan gambaran umum

    sampel uji, yaitu berupa: determinasi

    tumbuhan (sampel), preparasi sampel

    (pembuatan serbuk simplisia dan ekstrak)

    dan uji fitokimia. Tahap kedua dilakukan

    analisis kimia lanjutan, yaitu uji aktivitas

    antibakteri dengan metode difusi cakram,

    uji aktivitas antioksidan dengan metode

    Penangkapan Radikal Bebas, serta uji

    toksisitas dengan metode Brine Shrimp

    Lethality Test (BSLT). Kemudian

    dilakukan pemisahan, pemurnian dan

    identifikasi senyawa dengan menggunakan

    analisis KLT, kromatografi kolom, KCKT

    dan GC-MS.

    Preparasi SampelSimplisia yang digunakan dalam

    penelitian ini merupakan koleksi Pusat

    Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong,

    yang diperoleh dari Lembah Baliem,

    Wamena, Irian Jaya.Pembuatan ekstrak

    dilakukan dengan cara maserasi dengan

    menggunakan pelarut metanol.Maserat

    metanol yang didapat kemudian

    dievaporasi dengan menggunakan

    rotavapor, hingga didapat ekstrak kental.

    Ekstrak kental dipartisi menggunakanpelarut etil asetat : air (1:1) sebanyak 600

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    13/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76

    69

    ml yang dilakukan sebanyak tiga kali. Fase

    etil asetat yang sudah terpisah dari fase air

    diambil, kemudian dievaporasi

    mengggunakan rotavapor sampai didapat

    ekstrak hampir kental, kemudian diangin-anginkan hingga pekat/kental.

    Uji Fitokimia

    Uji fitokimia dilakukan terhadap

    senyawa alkaloid, flavonoid, tanin,

    polifenol, uji steroid/terpenoid, saponin,

    kuinon, kumarin dan minyak atsiri.

    Uji Antibakteri

    Ekstrak etil asetat sebelum difraksinasi

    dengan kromatografi kolom, dilakukan ujiaktivitas antibakteri dengan metode difusi

    cakram. Bakteri uji yang digunakan adalah

    Escherichia coliATCC 25922 dan

    Staphilococcus aureus ATCC

    25923.Sebagai kontrol positif digunakan

    kloramfenikol dan etil asetat sebagai

    kontrol negatif.

    Larutan uji dibuat dalam tiga

    konsentrasi yang berbeda yaitu 500, 1000,

    1500 ppm. Kontrol positifdibuat dalam

    konsentrasi 500 ppm. Kertas cakram yangtelah disterilkan dicelupkan ke dalam

    larutan kontrol positif dan ke dalam

    masing-masing larutan uji yang terdiri dari

    tiga konsentrasi (500, 100, 1500 ppm),

    diletakkan di atas media inokulum.

    Dilakukan pengamatan selama tiga hari

    dengan menghitung luas Diameter Daerah

    Hambat (mm).

    Uji Antioksidan

    Uji aktivitas antioksidan denganmetode Panangkapan Radikal Bebas

    dengan pereaksi DPPH, dilakukan dengan

    menggunakan Vitamin C sebagai kontrol

    positif. Larutan blanko dibuat dari larutan

    DPPH 1 mMol dipipet 1 ml kedalam

    tabung reaksi yang telah ditera 5 ml, lalu

    ditambahkan metanol hingga 5 ml dan

    dihomogenkan.Laruatan uji dibuat dalam

    konsentrasi sampel masing-masing 5, 10,

    25, 50, 100 ppm.

    Kontrol positif dibuat dalam konsentrasimasing-masing 3, 6, 9, 12 dan 15

    ppm.Larutan blanko, larutan uji dan larutan

    kontrol positif segera diinkubasi selama 30

    menit pada suhu 37oC, kemudian serapan

    dibaca pada panjang gelombang 515 nm.

    Uji Toksisitas

    Larutan ekstrak dibuat dalam

    konsentrasi masing-masing 1000, 100, dan

    10 ppm. Sebagai pembanding disiapkan

    larutan blanko yang sama namun tidak

    disertai penambahan ekstrak.Uji toksisitas

    BSLT dilakukan dengan cara memasukkan

    10 ekor larva udangArtemia salinaLeach.

    untuk tiap-tiap perlakuan ke dalam botol

    vial yang telah berisi air laut salinitas 12%

    dan larutan blanko. Setelah 24 jam,dilakukan pengamatan dengan menghitung

    jumlah larva udang yang mati. Dari data

    yang diperoleh, dihitung nilai LC50 dengan

    menggunakan analisis probit dengan selang

    kepercayaan 95%.

    Analisis Kromatografi Lapis Tipis

    (KLT)

    Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

    dilakukan bertujuan untuk mengetahui pola

    kromatogram yang dihasilkan daripemisahan senyawa yang terdapat pada

    sampel. Eluen yang digunakan merupakan

    kombinasi dari beberapa pelarut (heksan,

    etil asetat, kloroform, aseton, metanol dan

    air) dengan perbandingan tertentu, dan

    telah dijenuhkan terlebih dahulu.

    Kemudian lempeng diamati di bawah sinar

    UV 254 nm dan 366 nm, di semprot

    menggunakan penampak bercak serium

    sulfat, dan dikeringkan diatas pemanas.

    Hasil yang didapat tersebut diamati, daneluen yang menghasilkan pemisahan

    terbaik selanjutnya digunakan sebagai

    eluen pada kromatografi kolom dan HPLC.

    Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom

    Fraksinasi dilakukan dengan

    menggunakan cairan eluasi pada KLT

    yang sesuai sebagai fasa gerak dan silika

    gel sebagai fasa diam. Sebanyak 4 g

    ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi

    dimasukkan ke dalam kolom kaca yangtelah berisi silika gel. Ditambahkan cairan

    eluasi secara gradient menggunakan n-

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    14/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

    70

    heksan : etilasetat (10:1 ~ 1:1) dilanjutkan

    kloroform : metanol (5:1 ~ 1:1) dan

    dibiarkan mengalir melalui kolom. Adanya

    senyawa dalam fraksi-fraksi tersebut

    dideteksi dengan KLT, fraksi yangmempunyai pola yang sama selanjutnya

    digabungkan menjadi satu sehingga

    diperoleh fraksi yang mempunyai sifat

    hampir sama. Setelah itu dilakukan analisis

    KLT kembali dengan eluen yang sesuai,

    kemudian noda pada KLT divisualisasi

    dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm,

    dan disemprot dengan penampak bercak

    serium sulfat. Fraksi-fraksi yang dihasilkan

    ini kemudian akan diuji aktivitas kembali

    (hasil yang positif) dan digunakan untukanalisis KCKT dan GC-MS.

    Analisis Kromatografi Cair Kinerja

    Tinggi (KCKT)

    Alat KCKT yang digunakan adalah

    Shimadzu Liquid Chromatograph LC-6AD.

    Fase gerak yang digunakan adalah

    campuran palarut heksan-etil asetat (2:1)

    dan fase diam menggunakan Shperisorb

    S5W (untuk senyawa non polar). Kondisi

    alat diatur dengan flow rate 1 ml/menit,tekanan 121-141 kg/cm2dan pada panjang

    gelombang 230 nm. Fraksi-fraksi yang

    didapat dari hasil pemisahan kromatografi

    kolom dilarutkan dengan metanol sampai

    larut, kemudian disaring dengan kertas

    saring Millipore 0,45 m, masing-masing

    fraksi diinjeksikan 20 l menggunakan

    syringe.

    Analisis Kromatografi Gas-

    Spektrometri Massa (GC-MS)Sampel fraksi 4 ekstrak etil asetat

    kulit kayu Massoi di analisis dengan

    instrumen GC-MS Agilent 5975 untuk

    mengetahui senyawa organik yang terdapat

    di dalamnya. Sebelumya fraksi 4 yang

    telah difraksinasi pada kromatografi

    kolom, dimurnikan dengan menggunakan

    KLT Preparatif. KLT preparatif yang

    dilakukan menggunakan fase gerak

    heksan-etil asetat (2:1) dan fase diam silika

    yang dilapisi pada lempeng kaca. HasilKLT dikerok dan dilarutkan dengan

    kloroform. KLT preparatif dilakukan

    sebanyak dua kali pengulangan hingga

    didapatkan pola bercak tunggal, untuk

    kemudian siap dianalisis dengan GC-MS.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Preparasi Sampel

    Serbuk kulit kayu Massoi diekstraksi

    dengan cara maserasi menggunakan pelarut

    metanol, maserasi bertujuan untuk

    menghindari terjadinya kerusakan terhadap

    komponen organik penyusunnya. Maserat

    yang diperoleh dari proses maserasi,

    dipartisi dengan ekstraksi cair-cair

    menggunakan pelarut etil asetat - air (1:1).

    Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dari

    hasil pemisahan yang didapat kemudian

    digunakan sebagai sampel dalam penelitian

    ini.

    Tabel 1.Hasil Rendemen PartisiKeterangan : Rendemen didasarkan pada

    perbandingan bobot awal serbuk simplisia denganbobot akhir ekstrak etil astat.

    Uji Fitokimia

    Hasil uji fitokimia ekstrak etil asetat

    kulit kayu Massoi menunjukkan hasil

    positif pada senyawa golongan minyak

    atsiri, flavonoid, tanin, steroid, terpenoid,

    dan kumarin.

    Sampel

    Bobot

    awal(gr)

    Fase Berat (gr)Rendemen (%)

    kulitkayu

    Massoi200

    Etilas

    etat 6,2931 3,1465

    Air 8,2206 4,1103

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    15/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76

    71

    Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak etil

    asetat kulit kayu massoi

    Uji Fitokimia Hasil Keterangan

    Minyak Atsiri +++ (+) berbau aromatik(-) tidak berbau aromatik

    Flavonoid ++ (+) terbentuk warna kuning/merah/jingga

    (-) tidak terbentuk warna kuningmerah/jingga

    Tanin + (+) terbentuk warna biru tua/

    hijau kehitaman(-) tidak terbentuk warna biru

    tua/hijau kehitaman

    Steroid/

    Terpenoid

    + (+) terbentuk warna merah

    (-) tidak terbentuk warna merah

    Kumarin + (+) berfluoresensi hijau/biru

    (-) tidak berfluoresensi hijau/biru

    Alkaloid - (+) terbentuk endapat merah bata/putih

    (-) tidak terbentuk endapat merahbata/putih

    Saponin - (+) terbentuk busa

    (-) tidak terbentuk busa

    Kuinon - (+) terbentuk warne merah(-) tidak tyerbentuk warna merah

    Uji AntibakteriHasil pengukuran Diameter Daerah

    Hambat ekstrak etil asetat kulit kayu

    Massoi dapat dilihat pada Tabel 3.

    Tabel 3. Hasil Pengamatan Diameter

    Daerah Hambat (DDH)

    Pengujian antibakteri ekstrak etil

    asetat kulit kayu Massoi menunjukkan

    hasil negatif, dimana dari ketiga

    konsentrasi larutan yang dibuat 500 ppm,

    1000 ppm, dan 1500 ppm menghasilkan

    DDH 0 mm, yang berarti larutan ekstrak

    kulit kayu Massoi tidak menunjukkan

    aktivitas sebagai antibakteri. Kontrol

    positif menggunakan larutan kloramfenikol500 ppm yang menghasilkan DDH 1600

    mm, dan kontrol negatif dengan

    menggunakan larutan etil asetat

    menunjukkan DDH 0 cm.

    Uji Toksisitas Larva Udang (BrineShrimp Lethality Test)

    Hasil uji toksisitas ekstrak etil

    asetat terhadap larva udang dapat diketahui

    dengan menghitung jumlah larva udang

    yang mati.

    Tabel 4.Hasil Uji Toksisitas ekstrak etil

    asetat kulit kayu Massoi terhadap

    larva udang

    Tabel di atas merupakan rekapitulasi nilai

    persen kematian larva udang dari masing-

    masing konsentrasi tiap sampel pada uji

    toksisitas, dari hasil ini kemudian dapat

    dihitung nilai LC50 menggunakan analisis

    probit. LC50 merupakan konsentrasi yang

    mematikan 50% dari populasi hewan uji.

    Dari percobaan ini, nilai LC50 ekstrak etil

    asetat kulit kayu Massoi adalah 12,12 ppm.

    Nilai LC5012,12 ppm menunjukkan tingkat

    toksisitas yang sangat toksik, senyawa

    dikatakan sangat toksik apabila nilai LC50

    lebih kecil atau sama dengan 30 ppm.Menurut Meyer (1982), hasil toksisitas

    yang tinggi ditunjukkkan dengan nilai

    konsentrasi yang menyebabkan kematian

    50% larva udang, semakin kecil nilai yang

    dimiliki ekstrak tanaman maka akan

    semakin toksik. Meyer (1982) juga

    memaparkan, senyawa kimia berpotensi

    bioaktif jika memiliki nilai LC50 kurang

    dari 1000 ppm. Oleh karena itu ekstrak etil

    asetat kulit kayu Massoi dapat dikatakan

    mempunyai potensi bioaktivitas.

    Konsentrasi

    Populasi

    larva

    udang

    (ekor)

    Letal

    (kematian)Rata-

    rataUlangan

    1 2 3

    Blanko 10 - - - 0

    10 ppm 10 2 4 2 2.67

    100 ppm 10 10 10 10 10

    1000 ppm 10 10 10 10 10

    Keterangan

    Konsentrasi

    Larutan

    (ppm)

    Diameter Daerah

    Hambat (mm)

    E. coli S. aureus

    Larutan Uji500 0 0

    1000 0 0

    1500 0 0

    Kontrol Positif 500 1600 1400

    Kontrol

    Negatif

    500 0 0

    1000 0 0

    1500 0 0

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    16/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

    72

    Antioksidan

    Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diuji

    aktivitas antioksidan dengan pereaksi

    DPPH dan vitamin C sebagai kontrol

    positif.

    Tabel 5. Hasil uji antioksidan ekstrak etil

    asetat kulit kayu Massoi

    Ekstrak Etil asetat kulit kayu

    Massoi dibuat dalam deret konsentrasi

    yang berbeda dimaksudkan untuk

    menentukan IC50. Dari tabel diatas dapat

    diketahui nilai IC50ekstrak etil asetat kulit

    kayu Massoi adalah sebesar 44,02 ppm.

    Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat

    dikatakan aktif sebagai antioksidan karena

    nilai IC50 < 100 ppm. Menurut Dewi, et al.

    (2001), suatu senyawa sebagai antioksidan

    dikatakan aktif apabila IC50 < 100 ppm,

    lemah jika IC50 < 100-200 ppm dan tidak

    aktif bila IC50 > 200 ppm. Nilai

    penghambatannya dapat dilihat dengan

    menghubungkan persen hambatan dengan

    konsentrasi larutan, seperti yang teterapada Gambar 7 dan 8.

    Gambar 7.Kurva konsentrasi inhibisi 50

    (IC50) ekstrak etil asetat kulitkayu Massoi

    Gambar 8.Kurva konsentrasi inhibisi 50

    (IC50) Vitamin C

    Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

    Ekstrak etil asetat kulit kayu

    Massoi dianalisis KLT denganmenggunakan beberapa pelarut, tujuannya

    untuk memperoleh profil kromatogram

    senyawa dengan beberapa perbandingan

    komposisi. Hasil kromatogram KLT

    ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat

    dilihat pada Gambar 9.

    Gambar 9.Kromatogram KLT ekstrak etil

    asetat kulit kayu Massoi

    Keterangan:

    Fase gerak

    (a): Heksan-Etil asetat (2:1)

    (b): Heksan-kloroform-etil asetat (2:1:1)

    (c): Heksan-kloroform-metanol (1:1:2)Fase diam: Silika Gel GF254

    Penampak bercak: serium sulfat

    Pengamatan:* noda tampak dibawah sinar UV254 nm** noda tampak dibawah sinar UV 365 nm*** noda tampak dengan penampak bercak

    Gambar di atas merupakan profil

    komposisi eluen terbaik dalam analisis

    KLT yang dilakukan pada penelitian ini.

    Hasil analisis KLT ekstrak kulit kayuMassoi dapat dilihat pada Tabel 6.

    y = 0.8028x + 14.657

    r = 0.9943

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    90

    100

    0 20 40 60 80 100 120

    Konsentrasi Larutan

    PersenHambatan

    LarutanKonsentrasi

    (ppm)Absorbansi

    Hambatan

    (%)

    IC50

    (ppm)

    Blanko 0 2,3377 0

    44, 02Larutan Uji

    5 1,9973 14,56

    10 1,8137 22,41

    25 1,4472 38,09

    50 0,9803 58,06

    100 0,1706 92,70

    Kontrol

    Positif

    3 1,9215 17,80

    5,956 0,9770 58,21

    9 0,4506 80,72

    12 0,0746 96,80

    a b c

    *

    *****

    y = 8.6503x - 1.495

    r = 0.9778

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    0 2 4 6 8 10 12 14

    Konsentrasi Larutan

    Persenn

    Ham

    batan

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    17/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76

    73

    Tabel 6. Hasil analisis KLT ekstrak etil

    asetat kulit kayu Massoi

    Perbedaan nilai Rf dalam hal ini

    dapat dipengaruhi oleh komposisi senyawa

    dalam sampel. Dari hasil analisis ini

    diperoleh hasil eluen terbaik untuk elusi

    KLT ekstrak etilasetat kulit kayu Massoi

    adalah campuran pelarut heksan - etil

    asetat dengan perbandingan 2:1. Pemilihaneluen tersebut berdasarkan nilai Rf, bentuk

    dan jumlah spot yang dihasilkan serta pola

    pemisahan senyawanya.

    Kromatografi Kolom

    Pemilihan pelarut sebelumnya telah

    dilakukan pada saat KLT dengan pelarut

    heksan-etil asetat (2:1), sehingga dengan

    metode gradien komposisi pelarut yang

    digunakan dimulai dari perbandingan 10:1

    sampai dengan 1:1 (untuk pelarut yangsifatnya nonpolar) dan untuk pelarut yang

    lebih polar digunakan pelarut kloroform-

    metanol perbandingan 5:1 sampai dengan

    1:1. Fraksi-fraksi hasil tampungan eluen

    yang dikumpulkan didapat sebanyak 203

    vial dengan volume rata-rata 14 ml. Fraksi-

    fraksi ini kemudian dikelompokkan

    berdasarkan profil kromatogram KLT.

    Tabel 7. Fraksi-fraksi hasil Kromatografi

    kolom ekstrak etil asetat kulit

    kayu Massoi

    Fraks

    i Keterangan

    Bobot

    (mg)

    1 gabungan vial 1-4 47,9

    2 gabungan vial 5-14 84,9

    3 gabungan vial 15-44 403,4

    4 gabungan vial 45-69 49,3

    5 gabungan vial 70-89 7,7

    6 gabungan vial 90-130 40,2

    7gabungan vial 131-

    203 844,8

    Pola kromatogram ketujuh fraksi hasil

    kromatografi kolom ekstrak etil asetat kulit

    kayu Massoi dapat dilihat pada Gambar 10.

    Masing-masing fraksi yang didapat

    selanjutnya akan dianalisis menggunakan

    kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

    Gambar 10. Kromatogram Fraksi Kroma-

    tografi Kolom ekstrak etil

    asetat kulit kayu Massoi

    Keterangan:

    Fase gerak : heksan-kloroform-metanol

    (5:2:1)

    Fase diam: Silika Gel GF254

    Penampak bercak: serium sulfatPengamatan:* noda tampak dibawah sinar UV254 nm** noda tampak dibawah sinar UV 365 nm*** noda tampak dengan penampak bercak

    Uji Aktivitas Positif

    Aktivitas positif ini dimaksudkan untuk

    menguji kembali senyawa yang terdapat

    pada fraksi etil asetat kulit kayu Massoi

    yang sebelumnya telah difraksinasi dengan

    kromatografi kolom. Fraksi-fraksi yang didapat diuji aktivitas antioksidan dengan

    PelarutKeterangan Hasil

    Jumlah Noda Warna Rf

    Heksan-Etilasetat

    (2:1)

    6

    coklat 0,3

    coklat 0,46

    coklat muda 0,66

    coklat muda 0,7

    coklat 0,78

    coklat 0,88

    Heksan-

    kloroform-etilasetat (2:1:1)

    6

    putih kecoklatan 0,14

    kuning

    kecoklatan0,38

    coklat muda 0,56

    putih kecoklatan 0,62

    putih kecolatan 0.67

    coklat muda 0,76

    Heksan-Kloroform-

    metanol (1:1:2)

    3

    coklat muda 0,69

    coklat 0,82

    coklat muda 0,93

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    18/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

    74

    menggunakan metode penangkapan radikal

    bebas dengan pereaksi DPPH yang sama

    dengan pengujian awal. Hasil uji aktivitas

    antioksidan metode penangkapan radikal

    bebas dengan peraksi DPPH padakonsentrasi sampel 100 ppm dengan cara

    spekrofotometri dapat dilihat pada Tabel 8.

    Tabel 8. Hasil Uji Aktivitas Positif

    Antioksidan Fraksi etil asetat

    kulit kayu Massoi

    Jika hasil uji ini dibandingkan dengan

    uji antioksidan di awal, hasil uji aktivitas

    antioksidan pertama lebih besarhambatannya dibandingkan dengan hasil

    uji aktivitas positif kedua. Ini berarti

    senyawa yang berpotensi sebagai

    antioksidan dalam ekstrak etil asetat kulit

    kayu Massoi akan lebih aktif jika dalam

    bentuk sebelum dipisahkan (fraksinasi).

    Analisis KCKT

    Dengan membandingkan waktu retensi

    dan area sampel pada hasil analisis KCKT

    terdapat tiga senyawa yang kemungkinan

    berada pada beberapa fraksi, senyawa-senyawa tersebut dapat dilihat pada Tabel.

    9 di bawah ini.

    Tabel 9. Kemungkinan senyawa yang

    terdapat dalam fraksi hasil

    analisis KCKT

    Analisis GC-MS

    Analisis GC-MS fraksi 4 (F4)

    ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi

    merupakan tahap lanjutan untuk

    mengidentifikasi senyawa yang terdapat di

    dalam sampel.

    Senyawa-senyawa yang terdapat di

    dalam Tabel 10. adalah senyawa-senyawa

    yang mempunyai persen kemiripanberkisar antara 95-99 %. Hasil uji aktivitas

    positif terhadap ekstrak dan fraksi etil

    asetat kulit kayu Massoi adalah

    aktivitasnya sebagai antioksidan. Menurut

    Hary Winarsi (2007), senyawa antioksidan

    non-enzimatis dapat berupa tokoferol,

    karotenoid, flavonoid, quinon, bilirubin,

    asam askorbat, asam urat, dan protein

    lainnya. Berdasarkan hasil uji fitokiamia

    yang telah dilakukan sebelumnya

    kemungkinan senyawa yang tedapat dalamsampel adalah senyawa golongan

    flavonoid. Namun demikian dari ketiga

    belas senyawa diatas, tidak terdapat adanya

    senyawa golongan flavonoid hal ini diduga

    karena keberadaan senyawa tersebut dalam

    sampel ada dalam konsentrasi kecil

    sehingga perlu dilakukan pemurnian

    senyawa (isolasi) lanjutan dan analisis

    pada fraksi yang lainnya selain fraksi 4

    (F4).

    FraksiKonsentrasi

    (ppm)Absorbansi % Inhibisi

    Blanko 0 2,3377 0

    1 100 1,7776 24,25

    2 100 1,7659 24,46

    3 100 2,1063 9,90

    4 100 1,8369 21,42

    5 100 1,6643 28,81

    6 100 1,4094 39,82

    7 100 0,7375 68,45

    Senyawa Fraksi

    Waktu

    Retensi(menit)

    Luas Area

    1

    F1 3.733 38468387

    F2 3.925 9393627

    F6 3.467 2359848

    F7 3.708 11982655

    2F2 6.025 3852263

    F3 6.233 49981059

    3

    F4 10.05 95042975

    F5 10.1 52415311

    F6 10.083 8882340

    F7 10.125 11338392

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    19/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76

    75

    Tabel 10. Tiga belas senyawa terbesar

    hasil analisis GC-MS

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Ekstrak etilasetat kulit kayu Massoi

    (Cryptocarpa Massoy) mengandung

    minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid,triterpenoid dan kumarin. Nilai

    LC50diperoleh sebesar 12,12 ppm yang

    menunjukkan tingkat toksisitas yang sangat

    tinggi dannilai IC50 sebesar 44,02 ppm

    yaituaktif sebagai antioksida

    Hasil analisis KCKT ketujuh fraksi

    hasil kromatografi kolom, didapatkan

    fraksi dengan waktu retensi dan area

    terbesar pada fraksi 4, yaitu pada Rt=

    10.050 menit dan area 95042975. Aktivitas

    antioksidan senyawa yang terdapat pada

    ekstrak etil asetat lebih besar dibandingkan

    dengan fraksi hasil pemisahan dengan

    kromatografi kolom, dimana % hambatan

    ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi

    dengan konsentrasi 100 ppm lebih aktif

    dibandingkan hasil fraksinasi. Analisis GC-

    MS senyawa pada fraksi 4, terdapat 13

    senyawa terbesar yang mempunyai persen

    kemiripan antara 95-99 % dari 72 senyawa

    yang teridentifikasi.

    Saran

    1. Perlu dilakukan pengeringan ekstrak

    kental etil asetat kulit kayu Massoi

    dengan freezedryer agar diperoleh

    ekstrak kering.2. Perlu dilakukan isolasi senyawa aktif

    dengan menggunakan pelarut yang

    sesuai dengan tingkat kepolaran yang

    lebih.

    3. Perlu dilakukan penelusuran senyawa

    aktif dan uji aktivitas secara kuantitatif

    untuk mengidentifikasi senyawa kimia

    yang terdapat pada ekstrak etil asetat

    kulit kayu Massoi yang mempunyai

    aktivitas positif sebagai antioksidan dan

    senyawa sitotoksik.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Ucapan terimakasih kami sampaikan

    kepada:

    1. Laboratorium Biofarmaka IV,

    Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

    (LIPI) - Cibinong.

    2. Program Studi Farmasi, Universitas

    Pakuan, Bogor.

    DAFTAR PUSTAKA

    Alam, G. 2002. Brine Shrimp Lethality

    (BSLT) Sebagai Bioassay dalam

    Isolasi senyawa Bioaktif dari

    Bahan Alam. Majalah Farmasi dan

    Farmakologi. hal-6.

    Departemen Kesehatan RI. 1979.

    Farmakope Indonesia, Edisi III.

    Direktorat Pengawasan Obat dan

    Makanan. Jakarta.

    Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.

    1985. Cara Pembuatan Simplisia..

    Jakarta.

    Direktorat Pengawasan Obat dan

    Makanan. 1995. Farmakope

    Indonesia, Edisi IV.. Jakarta.

    Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.

    2000. Parameter standar Umum

    Ekstrak Tumbuhan Obat.. Jakarta.

    No Library/ ID (senyawa) RT % Kemiripan

    1 (1-methylene-prophenyl)benzene

    4,73 95

    21,3-cyclohexadien, 1-

    phenyl6,18 96

    33-phenyl-1,4-

    cyclohexadien6,60 96

    4 1,1-biphenyl 6,81 95

    5

    3-hydroxy-4-

    methoxybenzaldehyde

    (isovanillin)

    6,97 96

    61,3-cyclohexadien, 1-

    phenyl7,26 95

    76-pentyltetrahydro-2H-

    pyran-2-one7,76 96

    8 dodecanoic acid 8,18 999 benzoic acid 9,86 97

    10 n-hexadecanoid acid 11,11 99

    11 9,12-octadecanoid acid 12,20 99

    12

    1,2-benzenedicarboxylic

    acid, butyl phenylmethyl

    ester31,54 97

    13 icosane 15,24 96

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    20/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

    76

    Gariswara, G.S. 1995. Farmakologi dan

    Terapi, Edisi IV. Fakultas

    Kedokteran, UI Press. Jakarta.

    Gritter, R.J. Bobbit JM. Schwarting AE.

    1991. Pengantar Kromatografi,

    Edisi kedua (Penerjemah:

    Padmawinata K. Soediro I). ITB.

    Bandung, hal. 23-32.

    Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia:

    Penentuan Cara Modern

    Menganalisis Tumbuhan

    (Padmawinata K, penerjemah).

    ITB. Bandung. hal.84-94.

    Jawets, E., J.L. Melnick dan E.A.

    Adelberg. 1986. Mikrobiologi

    Kedokteran Edisi 20

    (penerjemah:Nugroho E, Maulany

    RF). Penerbit Buku Kedokteran.

    Jakarta. hal. 143-177.

    Lemmens. 1995. Plant Resources of

    South-East Asia No.5(2). Timber

    Trees:Minor Commercial Timbers.

    Blackhuys Publisher. Leiden. 152-

    161.

    Mulyati, A.H. 2007. Dasar-dasar

    Kromatografi. Jurusan Kimia,

    FMIPA, Universitas Pakuan.

    Bogor. hal.3-42.

    Nugroho, R.G., Triantoro dan C.M.E.

    Susanti. 2007. Kandungan Bahan

    Aktif Kayu Kulilawang

    (Cinnamomum culilawane Bl.) dan

    Masoi (Cryptocaria massoia).Balai Penelitian dan

    Pengembangan Kehutanan Papua

    Maluku. Manokwari.

    Pujianti, S. Ningsih dan Triwidodo. 2002.

    Uji Toksisitas terhadap Larva

    Artemia Salina dari Fraksi n-

    Heksana, Kloroform, Etil asetat

    dan Air Eksstrak Etanol Rimpang

    Temu Mangga (Curcuma magga

    Val). Fakultas Farmasi, UniversitasSurabaya. hal.109.

    Rali, T., S.W. Wossa dan D.N. Leach.

    2007. Comparative Chamical

    Analysis of the Essential Oil

    Constituens in Bark, Heartwood

    and Fruits of Cryptocarya massoy

    (Oken) Kostrem. (Lauraceae) from

    Papua New Guinea. Molecules

    12(1); 149-154.

    Soerbito, S. 1991. Analisis Senyawa Obat.Pusat Antar Universitas Ilmu

    Hayati. ITB. Bandung. hal 131-

    152.

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    21/61

    Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

    77

    HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI KEPEL

    (Stelechocarpus burahol) SECARA INTRAGASTRIK SELAMA 14 HARI

    The Histopathology of Mice Liver Treated by Kepel (Stelechocarpus burahol)

    Suspension Intragastrically for 14 days

    Eva Harlina1), Siti Sadiah

    2), Huda S Darusman

    2)dan Gita Alvernita

    3)

    1)Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH IPB,

    2)Bagian Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi,

    Farmakologi dan Fisiologi, FKH IPB,3)

    Program Sarjana, FKH IPB

    ABSTRACTThis aim of this study was to examine the effect of Kepel (Stelechocarpusburahol) to the

    mice hepatocytes. Thirty male mice of 4 week aged were divided into three groups; control group

    was treated by aquadest, Dose1x group was treated by 2.6 mg/g BW/day kepel powder (0.5 mlkepel suspension/day), and Dose 5x group was treated by 13 mg/g BW/day kepel powder (1.0 ml

    kepel suspension/day). The treatment was intragastrically for 14 days. The mice were euthanized

    and necropsy followed by the liver collection for histopathology assay. The histopathological

    examination of liver showed hydropic degeneration, cell death and extramedullary

    hematopoietic observed on mice hepatocytes. The ANOVA analysis showed that kepel caused

    increase significantly (p

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    22/61

    Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

    78

    dapat memberikan efek wangi pada produk

    ekskresi manusia seperti keringat, urin dan

    feses. Hasil penelitian sebelumnya dengan

    pemberian intragastrik pada hewan tikus

    dan mesncit terbukti secara signifikanmampu menurunkan kadar amonia, fenol

    dan trimetilamin pada feses hewan. Untuk

    keamanan penggunaan kepel dalam jangka

    waktu panjang perlu dilakukan pengamatan

    salah satunya pada organ hati. Penelitian

    ini bertujuan untuk mempelajari gambaran

    histopatologi organ hati mencit terhadap

    pemberian suspensi daging buah kepel

    karena hati merupakan organ interna

    pertama yang terkena efek toksik dari suatu

    substansi yang masuk ke dalam tubuh.

    BAHAN DAN METODE

    Sebanyak 30 ekor mencit dibagi

    menjadi tiga kelompok yaitu kelompok

    kontrol dan kelompok perlakuan Dosis 1x

    dan Dosis 5x. Kelompok kontrol hanya

    dicekok akuades 0.5 ml/hari, sedangkan

    kelompok perlakuan Dosis 1x dan Dosis 5x

    masing-masing dicekok serbuk daging

    buah kepel yang dilarutkan dalam akuades

    (selanjutnya disebut suspensi kepel)

    sebanyak 2.6 mg/kg BB/hari dan 13 mg/kg

    BB/hari selama 14 hari. Penentuan dosis

    pada mencit berdasarkan hasil konversi

    dosis empiris pada manusia (2 buah kepel

    sehari) terhadap mencit, dengan faktor

    konversi 0.0026 (bacharah, ). Pada akhir

    perlakuan mencit dieuthanasi kemudian

    diambil hatinya untuk dibuat sediaan

    histopatologi dan diwarnai dengan

    Haematoxillin-Eosin.Evaluasi histopatologi hati

    dilakukan dengan menghitung jumlah

    hepatosit yang mengalami degenerasi

    hidropis dan kematian sel pada 20 lapang

    pandang foto. Foto histopatologi hati

    menggunakan lensa kamera Webcamdan

    lensa objektif mikroskop 40x, sedangkan

    penghitungan hepatosit menggunakan

    software ImageJ. Selain itu dilakukan pulapenghitungan jumlah fokus extramedullary

    hematopoiesis (EMH) pada seluruh lapang

    pandang hati. Hasil penghitungan hepatosit

    dianalisis menggunakan analisis sidik

    ragam acak lengkap (ANOVA) dengan uji

    lanjutan Duncan (= 0.05).

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Pengaruh Pemberian Suspensi Kepel

    (Stelechocarpus burahol) TerhadapGambaran Histopatologi HatiPada pengamatan seluruh sediaan

    histopatologi hati mencit perlakuan

    umumnya ditemukan kelainan hepatosit

    berupa degenerasi hidropis (Gambar 1a)

    dan kematian sel (Gambar 1b). Selain itu

    ditemukan pula fokus-fokus sel radang

    myeloblast dan eristroblast di sinusoid, di

    daerah segitiga Kiernan maupun di tepi-

    tepi vena sentralis yang disebut

    extramedullary hematopoiesis (Gambar 1a)(Marchiori et al. 2007). Degenerasi

    hidropis ditandai dengan pembengkakan

    dan adanya ruang-ruang kosong di

    sitoplasma sehingga sitoplasma tampak

    seolah robek-robek, sedangkan inti tampak

    normal. Kematian sel dicirikan oleh

    sitoplasma hepatosit yang berwarna lebih

    merah sedangkan inti mengecil dan

    memadat sehingga berwana lebih gelap.

    Hasil analisis statistik persentase hepatosit

    mencit yang mengalami degenerasihidropis dan kematian sel disajikan pada

    Tabel 1.

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    23/61

    Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

    79

    20m20m

    Tabel 1. Persentase perubahan hepatosit mencit pasca pemberian suspensi kepel

    (Stelechocarpus burahol)

    Persentase (%) Hepatosit

    Kelompok Hepatosit Normal Degenerasi Hidropis Hepatosit mati

    Kontrol 38.79 15.00a 36.05 12.50a 25.16 13.57a

    Dosis 1x 36.89 12.67a 41.45 13.07b 21.66 7.757b

    Dosis 5x 30.17 11.73b 57.70 12.57c 12.13 6.47cKeterangan: Huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0.05

    (a) (b)

    Gambar 1. Seluruh hepatosit mengalami degenerasi hidropis disertai adanya fokus

    extramedullary hematopoiesis (panah)pada hati kelompok Dosis 5x (a);

    Kematian hepatosit yang dicirikan oleh sitoplasma berwarna lebih merah daninti yang mengecil (panah) (b). Pewarnaan HE, bar:20 m.

    Hasil analisis statistik persentase

    hepatosit yang mengalami degenerasi

    hidropis pada kelompok perlakuan (Dosis

    5x dan 1x) lebih tinggi dan berbeda nyata

    (p< 0,05) dibandingkan dengan kelompok

    kontrol, dan kelompok Dosis 5x lebih

    tinggi dan berbeda nyata (p< 0,05)

    dibandingkan dengan kelompok Dosis 1x.

    Peningkatan persentase degenerasi hidropis

    sejalan dengan meningkatnya dosis

    pemberian suspensi kepel, sehingga

    degenerasi hidropis hepatosit disebabkan

    oleh pemberian suspensi kepel.

    Degenerasi hidropis merupakan

    kerusakan sel yang disebabkan oleh

    iskemia yang menyebabkan kerusakan

    membran sel. Iskemia juga menyebabkan

    penurunan fosforilasi oksidatif yang

    berakibat menurunkan ATP sehinggamenurunkan kerja pompa Na. Adanya

    kerusakan membran sel menyebabkan ion

    K+ keluar dari sel sedangkan air, ion Na+

    dan ion Ca2+ masuk ke dalam sel secara

    berlebihan sehingga mengakibatkan

    pembengkakan sel. Penurunan ATP juga

    mengakibatkan peningkatan glikolisis

    sehingga pH sel akan mengalami

    penurunan. Penurunan pH mengakibatkan

    benang khromatin pada inti sel menjadi

    menebal dan pada akhirnya menjadi rusak.

    Hal ini dapat menyebabkan hilangnya

    benang khromatin dan protein sel sehingga

    apabila berlanjut akan berujung pada

    nekrosis sel (Hanna 2011). Degenerasi

    hidropis merupakan repson awal sel

    terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik

    yang masuk ke hati melalui aliran darah.

    Oleh karena itu degenerasi hidropis

    biasanya dimulai dari hepatosit yangberada di tepi lobuler yang kemudian

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    24/61

    Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

    80

    menyebar ke sentra lobuler (Talukder

    2001). Selain itu, degenerasi hidropis juga

    dapat terjadi pada hewan yang mengalami

    hipoksia. Pemberian oksigen yang cukup

    serta penghentian paparan bahan toksikdapat memulihkan sel yang mengalami

    degenerasi hidropis.

    Kepel termasuk kedalam famili

    Annonaceae yang memiliki satu metabolit

    yang khas yaitu acetogennin atau sering

    disebut Annonaceous acetogennin (ACGs)

    (Alali et al. 1999). Menurut Liang et al.

    (2009) derivat ACGs yang paling

    berbahaya adalah bullatacin. Kandungan

    ACGs dalam daging buah kepel diduga

    penyebab degenerasi hidropis hepatosit.Hasil analisis statistik persentase

    hepatosit yang mengalami kematian sel

    berbanding terbalik dengan degenerasi

    hidropis. Persentase kematian sel pada

    kelompok perlakuan (Dosis 5x dan 1x)

    lebih rendah dan berbeda nyata (p< 0,05)

    dibandingkan kelompok kontrol, dan

    kelompok Dosis5x lebih rendah dan

    berbeda nyata (p

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    25/61

    Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

    81

    al. 2006). Persentase sel mati yang lebih

    rendah pada kelompok perlakuan (Dosis 5x

    dan 1x) dibandingkan kelompok kontrol

    diduga disebabkan oleh aktivitas senyawa

    antioksidan yang terkandung pada buahkepel. Secara umum antioksidan akan

    bekerja pada membran sel yang rusak

    akibat peroksidasi lemak membran oleh

    radikal bebas (Cheville, 2006).

    Di tepi-tepi vena sentralis, vena

    porta dan di sinusoid ditemukan fokus-

    fokus sel-sel mononuklear yang disebut

    extramedullary hematopoiesis(EMH)

    (Gambar 1a). EMH terbentuk terutama bila

    hewan mengalami anemia, sehingga untuk

    mengatasinya sel basofilik maupunmyelosit yang belum matang dilepaskan

    dari sumsum tulang ke dalam darah. EMH

    biasanya ditemukan di organ hati, limpa

    dan limfonodus. Fokus EMH terdiri atas

    sel basofilik dan sel-sel mielosit yang

    belum matang maupun yang matang

    (NIEHS 2010).

    Anemia pada mencit percobaan

    dapat dikaitkan dengan kandungan tanin

    pada kepel. Menurut Darusman (2010),

    daging buah kepel mengandung senyawa

    tanin, walaupun jenis dan kadarnya belum

    diketahui. Menurut Makkar (2003) dan

    Herlina (2007) tanin tidak bersifat toksik

    namun bersifat antinutrisi.Adanya senyawa

    tersebut dapat mengikat protein pakan

    sehingga mencit mengalami

    hipoproteinemia yang pada akhirnya

    berujung pada anemia. Fokus-fokus EMH

    ditemukan di seluruh kelompok perlakuan,

    dan terbanyak pada kelompok Dosis 5x.Hal ini dikarenakan semakin tinggi dosis

    suspensi kepel yang diberikan maka

    semakin tinggi kadar tanin yang

    dikonsumsi sehingga mencit semakin

    menderita anemia.

    KESIMPULAN

    Pemberian suspensi kepel

    (Stelechocarpus burahol) menginduksi

    terjadinya degenerasi hidropis, kematian

    sel dan extramedullary hematopoiesispada

    hati mencit.

    SARAN

    Perlu dilakukan uji toksisitasbertingkat hingga uji LD50dengan variabel

    pengujian yang lebih banyak untuk

    mengetahui dosis aman hingga dosis lethal

    dari suspensi Kepel (Stelechocarpus

    burahol).

    DAFTAR PUSTAKA

    Alali FQ, Liu XX, McLaughlin JL. 1999.

    Annonaceous acetogennins: recent

    progress. J. Nat. Prod.62:504-540.Dash P. 2011. Kematian sel.Basic Medical

    Sciences, St. Georges University of

    London. [terhubung berkala].

    www.sgul.ac.uk/dept/immunology/

    ~dash. [2 Oktober 2011].

    Cheville, NF.2006. introduction to

    Veterinary Pathology. 3th edition.

    2006. Wiley-Blackwell.

    Darusman HS. 2010. Aktivitas

    Farmakologis Tanaman Kepel(Stelechocarpus burahol (Blume)

    Hook & Thomson) Sebagai

    Deodoran Topikal dan Oral.

    [Thesis]. Bogor: Fakultas

    Kedokteran Hewan Institut

    Pertanian Bogor.

    Fleury C, Mignotte B, Vayssiere JL. 2002.

    Mitochondrial reactive oxygen

    species in signaling cell death.

    Biochim 84: 2-3. [abstrak].http://www.sciencedirect.com/scien

    ce/article/pii/S030090840201369X

    . [2Oktober 2011].

    Hanna P. 2011. Cellular pathology.

    [terhubung berkala]. http://people.

    upei.ca/hanna/. [2 Oktober 2011]

    Harlina, E. 2007. Toksikopatologi dan

    Biotransformasi Senyawa Toksik

    lamtoro merah (Acacia villosa)

    pada Tikus. (Disertasi). Bogor.

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    26/61

    Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

    82

    Institiu Pertanian Bogor, Fakultas

    kedokteran Hewan.

    Kresno SB. 2001. Ilmu Onkologi Dasar.

    Bagian Patologi Klinik FK UI:

    Indonesia. hlm 13-15.

    Kusuma FR, Zaky MB. 2005. Tumbuhan

    Liar Berkhasiat Obat. Jakarta :

    Agromedia Pustaka.

    Liang YJ, Zhang X, Dai CL, Zhang JY,

    Yan YY, Zeng MS, Chen LM, Fu

    LW. 2009. Bullatacin ABCB1-

    overexpressing cell kematian sel via

    the mitochondrial dependent

    pathways. J Biomed Biotechnol

    [terhubung berkala].

    http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/a

    rticles/PMC2715821/. [12

    September 2011].

    Makkar HPS.2003. Effect and Fate of

    Tannins in Ruminant Animals,

    Adaptation to tannins, and

    strategies to overcome detrimental

    effect of feeding tannin-rich feeds.

    Small Ruminant Res 49:241-256

    Marcheix JJ, Fleuriel A, Billiot J. 1990.

    Fruit Phenolics. Boca Raton: CRC

    Press.

    Marchiori E, Escuisato DL, Irion KL,

    Zanetti G, Rodrigues RS, Meirelles

    GS, Hochhegger B. 2007.

    Extramedullary hematopoiesis:

    findings on computed tomography

    scans of the chest in 6 patients.Jor.

    Bras. Pneum. [terhubung berkala].

    http://www.scielo.br/scielo. [12September 2011].

    [NIEHS]. National Institute of

    Environmental Health Sciences.

    2011. The Digitized Atlas of Mouse

    Liver Lesions: Extramedullary

    Hematopoiesis.[terhubung berkala].

    http://www.niehs.nih.gov/research/

    atniehs/ labs/lep/path-support/core-

    support/lverpath/miscellaneous.cfm

    [6Oktober 2011].

    Norbury CJ, Hickson ID. 2001. ( dalam

    Elmore 2007) Cellular responses to

    DNA damage. Annu Rev

    Pharmacol Toxicol 41:367401.

    Renehan AG, Booth C, Potten CS. 2001.

    What is kematian sel, and why is it

    important?.BMJ322:15368.

    Sunardi CSA, Padmawinata K, Kardono

    LBS, Gana A. 2007. Isolasi dan

    Identifikasi Kulit Batang Burahol

    (Stelechocarpus burahol) Terhadap

    sel Leukimia [disertasi]. Bandung :

    Institut Teknologi Bandung,

    Sunarni T, Pramono S, Asmah R. 2007.

    Flavonoid antioksidan penangkap

    radikal dari daun kepel

    (Stelechocarpus burahol). Majalah

    Farmasi Indonesia ; 18(3).

    Talukder SI. 2001. Lecture notes on

    pathology of hepatobiliary system.

    [terhubung berkala].

    http://www.talukderbd.com/lectures/hepatobiliary_system_note.pdf [6

    September 2011].

    Tisnadjaja D, Saliman E, Silvia,

    Simanjuntak P. 2006. Pengkajian

    Burahol (Stelechocarpus burahol

    (Blume) Hook & Thomson) sebagai

    buah yang memiliki kandungan

    senyawa antioksidan. Biodiv 7 (2):

    199-202.

    Warningsih. 1995. Uji fitokimia dan efekantiimplantasi ekstrak etanol bunga

    hibiscus rosa-sinensis, buah Piper

    nigrum, dan buah Stelechocarpus

    burahol[abstrak]

    Wiart C. 2007. Goniothalamus species: A

    source of drugs for the treatment of

    cancers and bacterial infections.

    eCAM 4 (23) 299-311.

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    27/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

    83

    POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN

    (Ageratum conyzoidesL.) TERHADAPEscherichia coli DAN Staphylococcus

    aureusDAN IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK DENGAN METODE

    KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS)

    Tri Aminingsih1), Husain Nashrianto

    2), Aji Syaiful Rohman

    3)

    1,2,3)Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan

    ABSTRAK

    Bandotan (Ageratum conyzoides Linn) merupakan tanaman gulma yang sering

    dimusnahkan, namun sekelompok masyarakat ada yang memanfaatkan tanaman ini sebagai

    obat tradisional yang dapat menyembuhkan beberapa macam penyakit diantaranya luka

    koreng di kulit, malaria, influenza, radang paru-paru, tumor, obat rematik . Penelitian ini

    bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa yang ada dalam ekstrak heksana bandotan serta

    menguji aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureusdanEscherichia coli. Herba

    bandotan diekstraksi dengan heksana menggunakan metode maserasi. Maserasi dilakukan

    dalam bejana tertutup selama 24 jam dan sesekali diaduk. Proses maserasi dilakukan

    sebanyak tiga kalivolume 500 mL.Ekstrak heksana dipekatkan dengan rotary evaporatordan

    dilakukan pengujian fitokimia meliputi golongansenyawa alkaloid, saponin, tanin,

    triterpenoid steroid dan flavonoid. Ekstrak heksan herba bandotan diuji aktivitas

    antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode kertas

    cakram dan dianalisis senyawa kimianya dengan Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa

    (GC-MS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar rendemen ekstrak sebesar 10,01%,

    kadar air 8,41%,dan ekstrak heksana herba bandotan mengandung senyawa

    golonganalkaloid, triterpenoid-steroid dan flavonoid. Ekstrak heksana herba bandotan

    memiliki aktivitas antibakteri dengan diameter daya hambat (DDH) terhadap S. aureus 29,6

    mm dan diameter daya hambat (DDH) terhadapE. coli 12,4m sehingga lebih peka terhadapS. aureus (gram positif)dibandingkan denganE.coli (gram negatif).Komponen senyawa yang

    terdapat dalam ekstrak heksana herba bandotan yang dianalisis dengan Kromatografi Gas

    Spektrometri Massa (GC-MS) antara lain kariofilen, isokariofilen, ageratokromen,

    demetoksiageratokromen, 6-vinil-7-metoksi-2,2-dimetilkromen, kumarin, asam

    dikloroasetat, 1-heptadekanol, 7-etil-6-metil-5-metiltiopirazolo[1,5-a]pirimidin.Senyawa-

    senyawa tersebut diduga merupakan senyawa yang berperan sebagai zat antibakteri.

    Kata kunci : Bandotan, heksana, antibakteri,Escherichia coli dan Staphylococcus aureus,GC-MS.

    PENDAHULUAN

    Masyarakat Indonesia sudah biasa

    menggunakan obat-obatan tradisional yangumumnya berasal dari tumbuhan untuk

    mencegah dari serangan penyakit atau

    mengobati penyakit. Aplikasi dari obat-

    obatan ini bisa dengan cara meminum

    ekstrak air dari tanaman tersebut atau

    meletakkan simplisia yang sudah ditumbuk

    halus pada daerah di tubuh yang sakit atau

    yang terkena infeksi. Penyakit infeksi

    merupakan salah satu permasalahan dalam

    bidang kesehatan yang dari waktu ke

    waktu terus berkembang. Infeksimerupakan penyakit yang dapat ditularkan

    dari satu orang ke orang lain atau dari

    hewan ke manusia. Infeksi dapat

    disebabkan oleh berbagai mikroorganismeseperti virus, bakteri, jamur, riketsia, dan

    protozoa. Organisme-organisme tersebut

    dapat menyerang seluruh tubuh manusia

    atau sebagian daripadanya.

    lnfeksi juga bisa disebabkan oleh

    munculnya strain bakteri yang resisten

    terhadap antibiotik. Bagi negara-negara

    berkembang, timbulnya strain bakteri yang

    resisten terhadap antibiotik pada penyakit

    infeksi merupakan masalah penting.

    Kekebalan bakteri terhadap antibiotikmenyebabkan angka kematian semakin

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    28/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

    84

    meningkat, sedangkan penurunan infeksi

    oleh bakteri-bakteri patogen yang dapat

    menyebabkan kematian sulit dicapai.

    Selain itu, cara pengobatan yang

    menggunakan kombinasi berbagaiantibiotik juga dapat menimbulkan

    masalah resistensi.Berkembangnya

    resistensi bakteri terhadap obatobatan

    hanyalah salah satu contoh proses alamiah

    yang dilakukan oleh organisme-organisme

    untuk mengembangkan toleransi terhadap

    keadaan lingkungan yang baru. Resistensi

    bakteri terhadap obat pada suatu

    mikroorganisme dapat disebabkan oleh

    suatu faktor yang memang sudah ada pada

    mikroorganisme sebelumnya atau mungkinjuga faktor itu diperoleh kemudian.

    Resistensi antibiotik merupakan masalah

    besar bagi orang-orang yang bekerja di

    klinik dan kini telah dilakukan banyak

    usaha untuk mencegah terjadinya resistensi

    antibiotik (Pelczar dan Chan,

    1988).Pemakaian antibiotika yang tidak

    tepat untuk pengobatan infeksi bakteri

    memunculkan berbagai masalah setelah

    puluhan tahun pemakaiannya yaitu

    menimbulkan bakteri yang resisten

    terhadap antibiotika Keamanan bahan

    makanan sehubungan dengan residu

    antibiotika merupakan masalah kesehatan

    masyarakat yang penting di berbagai

    negara. Selain itu, kurangnya informasi

    ilmiah mengenai komponen-kompenen

    kimia yang terdapat dalam tanaman untuk

    obat tradisional ini mengakibatkan nilai

    ekonomi dari tanaman-tanaman ini sangat

    rendah. Penggunaannya yang biasanyamenggunakan dosis sembarang bisa

    mengakibatkan efek yang tidak diinginkan.

    Salah satu tanaman yang telah digunakan

    sebagai obat tradisional adalah Ageratum

    conyzoides Linn., yang memiliki nama

    daerah bandotan, babandotan (Sunda),

    badotan dan wedusan (Jawa). Di

    Indonesia, tanaman ini digolongkan

    sebagai gulma sehingga sering

    dimusnahkan,namun beberapa kelompok

    masyarakat menggunakan tanaman inisebagai obat tradisional untuk

    menyembuhkan berbagai macam penyakit:

    luka koreng di kulit, malaria, influenza,

    radang paruparu dan tumor. Di negara lain

    di Asia, Afrika dan Amerika Latin ,

    tanaman ini juga digunakan sebagai obattradisional dengan beragam aplikasi,

    seperti obat demam, rematik, sakit kepala,

    dan sakit perut, obat pneumonia, obat

    diarhea, diabetes, HIV/AIDS.

    Penyelidikan farmakologi telah dilakukan

    oleh beberapa peneliti. Misalnya, ekstrak

    eter dan kloroform memiliki efek inhibitor

    terhadap perkembangan in

    vitroStaphylococcus aureus, ekstrak

    metanol dari seluruh bagian tanaman

    menunjukkan aksi inhibitor tehadapperkembangan Staphylococus aureus,

    Bacillus subtilis, Eschericichia coli, and

    Pseudomonas aeruginosa. Selain itu,

    ekstrak air dari tanaman ini memiliki aksi

    analgesik yang efektif pada tikus dan

    antispasmotik (Ming, 1999).Penelitian ini bertujuan untuk

    mengetahui potensi antibakteri dari ekstrak

    heksana herba bandotan terhadap bakteri

    Escherichia coli dan Staphylococcus

    aureus serta mengetahui komponen

    senyawa yang terdapat dalam ekstrak

    heksana herba bandotan menggunakan

    metode Kromatografi Gas Spektrometri

    Massa (GC-MS).

    BAHAN DAN METODE

    Bahan yang digunakan dalam

    penelitian ini antara lain herbabandotan

    (Ageratum conyzoides Linn.),aquadest,

    alkohol 70%, larutanpengekstrakheksana,media NA(Nutrient

    Agar), eritromisin,

    kloramfenikol,aluminium foil, kertas

    cakram, suspensi bakteri Staphylococcus

    aureus, suspensibakteri Escherichia coli,

    dan dan pereaksi-pereaksi uji fitokimia:

    HCl 10%, HCl 2%,HCl 2N, pereaksi

    Mayer, etanol 95%,serbuk Zn, HCl(p),

    FeCl3, dietil eter, pereaksi Lieberman-

    Buchard. Peralatan yang digunakan

    Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, gelaspiala, gelas ukur, rotavapor, neraca

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    29/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

    85

    analitik, corong, pipa kapiler, tabung

    reaksi, pipet tetes, pipet serologi steril,

    cawan petri steril, jangka sorong, kapas,

    batang pengaduk, spatula, hot plate,

    spirtus, ose, dan peralatan GC-MS.

    METODE PENELITIAN

    Pembuatan Simplisia dan Ekstraksi

    Herba bandotan dicuci, ditiriskan,

    dikeringkan, dihaluskan, diayak dan

    dianalisis kadar airnya. Ekstraksi herba

    bandotan dengan maserasi menggunakan

    pelarut heksana di dalam bejana tertutup

    selama 24 jam dan sesekali diaduk. Ekstrak

    heksana dipekatkan dengan rotavapor,

    kemudian ditentukan kadar rendemennya.Ekstrak heksana lalu diuji fitokimia, diuji

    potensi antibakterinya, dan dianalisis

    senyawa kimianya menggunakan GC-MS.

    Pengujian Fitokimia

    Pengujian fitokimia ekstrak herba

    bandotan dilakukan berdasarkan metode

    analisis tanaman obat meliputi uji alkaloid,

    flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid

    steroid.

    Uji Potensi Antibakteri

    Bakteri uji yang digunakan adalah

    Staphylococcus aureus dan Escherichia

    coli. Kertas cakram steril dengan diameter

    6 mm ditetesi 15 l ekstrak heksana herba

    bandotan, kemudian diletakkan pada media

    agar yang telah diberi bakteri uji dan

    diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam.

    Sebagai pembanding/kontrol digunakan

    antibiotika Eritromisin 15 g danKloramfenikol 30 g sebagai kontrol

    positif danpelarut heksana sebagai kontrol

    negatif masing-masing sebanyak 15 l.

    Analisis Kandungan Senyawa Kimia

    Hasil ekstrak heksana herba

    bandotan diidentifikasi komponen

    senyawanya menggunakan metode

    Kromatografi Gas Spektrometri Massa

    dengan alat GC-MS.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Rendemen dan Kadar Air Ekstrak

    Herba Bandotan

    Dari ekstraksi herba bandotan

    menggunakan heksana, diperoleh ekstrakkental heksana herba bandotan yang

    berwarna hijau. Hasil penimbangan ekstrak

    kental bandotan yaitu 50,07 gram. Dari

    hasil tersebut diperoleh rendemen ekstrak

    sebesar 10,00%.

    Kadar air pada simplisia

    menunjukkan ketahanan dalam

    penyimpanan, biasanya kadar air yang

    dipersyaratkan untuk bahan ekstrak adalah

    tidak lebih dari 10%. Hal ini untuk

    menghindari tumbuhnya jamur ataumikroba pada hasil ekstraksi. Jumlah air

    yang terkandung dipengaruhi dari

    perlakuan yang telah dialami bahan, seperti

    kelembaban udara, tempat penyimpanan,

    dan lain-lain. Kadar air yang didapatkan

    pada penelitian ini adalah sebesar 8,41%

    dan diperoleh rendemen hasil ekstrak

    sebesar 10,00%.

    Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Heksana

    Herba Bandotan

    Hasil penapisan senyawa fitokimia

    menunjukkan bahwa ekstrak heksana herba

    bandotan mengandung senyawa alkaloid,

    flavonoid, dan triterpenoid-steroid.

    Senyawa alkaloid mempunyai aktivitas

    sebagai antibakteri, senyawa flavonoid

    sebagai antioksidan, senyawa tanin dapat

    berfungsi untuk melapisi lapisan mukosa

    pada organ agar terlindungi dari infeksi

    bakteri. Senyawa saponin dapatmeningkatkan permeabilitas dinding usus,

    memperbaiki penyerapan nutrien, dan

    menghambat aktivitas enzim urease (Erika,

    2000).

    Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak

    Heksana Herba Bandotan

    Potensi antibakteri ekstrak heksana

    herbabandotan terhadap bakteri S. aureusdan E. coli dapat ditentukan dengan

    mengukur Diameter Daya Hambat (DDH)petumbuhan bakteri di sekitar kertas

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    30/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

    86

    cakram yang terlihat jernih. Dari hasil uji

    terhadap ekstrak kental herba bandotan

    (Tabel 1) didapatkan bahwa terdapat zona

    hambat yang masih lebih kecil

    dibandingkan dengan kontrol positif(Kloramfenikol 30g dan Eritromisin

    15g). Hasil pengukuran DDH ekstrak

    heksana herba bandotan terhadap bakteri S.

    aureus adalah sebesar 29,6 mm, sedangkan

    terhadap bakteriE. coli adalah sebesar 12,4

    mm.Dari hasil di atas terlihat bahwa

    pengukuran DDH terhadap bakteriS.

    aureus lebih luas dibandingkan dengan

    DDH terhadap bakteri E. coli.Uji daya

    hambat terhadap ekstrak metanol herba

    bandotan yang telah dilakukan pada

    penelitian sebelumnya didapatkan hasil

    pengukuran diameter daya hambat

    terhadap bakteri S. aureus adalah sebesar

    12 mm, sedangkan terhadap bakteri E. coli

    adalah sebesar 10 mm (Gunawan, 2008).Jika dibandingkan dengan hasil diameter

    daya hambat yang diperoleh terhadap

    ekstrak heksana herba bandotan, potensi

    daya hambat ekstrak heksana herba

    bandotan masih lebih besar dari ekstrak

    metanol herba bandotan. Hal ini

    menunjukkan bahwa ekstrak heksana herba

    bandotan memiliki efektifitas daya hambat

    yang lebih baik.

    Tabel 1. Hasil Uji PotensiAntibakteri (DDH) Ekstrak Heksana Herba Bandotan

    Ekstrak Ulangan

    DDH pada

    Staphylococcus

    aureus (mm)

    DDH pada

    Escherichia

    coli(mm)

    Bandotan

    1 30,2 12,4

    2 29,6 12,4

    3 29,1 12,5

    rata-rata 29,6 12,4

    Kontrol - (Heksana)

    1 Negatif Negatif

    2 Negatif Negatif

    3 Negatif Negatif

    rata-rata - -

    Kontrol +

    (Kloramfenikol 30g)

    1 31,4 21,5

    2 31,9 21,5

    3 31,6 23,4

    rata-rata 31,6 22,1

    Kontrol +

    (Eritromisin 15g)

    1 30 22,6

    2 30,9 21,6

    3 31 22,3

    rata-rata 30,6 22,2

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    31/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

    87

    (a) (b)

    Gambar 1. Hasil uji aktivitas antibakteri Kloramfenikol terhadap bakteri

    Staphylococcus aureus(a) danEscherichia coli(b)

    (a) (b)

    Gambar 2. Hasil uji aktivitas antibakteri Eritromisin terhadap bakteri

    Staphylococcus aureus(a) danEscherichia coli(b)

    .

    (a) (b)

    Gambar 3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak heksana bandotan terhadap

    bakteri Staphylococcus aureus(a) danEscherichia coli(b)

    Secara in vitro, ekstrak heksana

    herba bandotan memiliki daya antibakteri

    terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coliyang ditandai dengan terbentuknya zona

    hambat berupa zona bening di sekitar

    kertas cakram. Potensi antibakteri ekstrak

    herbabandotan terhadap bakteri S. aureus

    lebih besar dibandingkan terhadap bakteriE. coli. Pada ekstrak heksana herba

    bandotan didapatkan DDH 29,6 mm untuk

    bakteri uji S. aureus dan 12,4 mm untuk

    bakteri uji E. Coli. Perbedaan tersebut

    terjadi karena kedua bakteri uji tersebut

    memiliki komposisi dinding sel yang

    berbeda. S. aureusyang merupakan bakteri

    gram positif mempunyai sruktur dinding

    sel yang sederhana (kandungan lipidrendah) dibandingkan dengan E. coli yang

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    32/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

    88

    merupakan bakteri gram negatif yang

    memiliki struktur dinding sel yang lebih

    rumit (kandungan lipid tinggi yang

    kompleks), sehingga dinding bakteri gram

    negatif lebih sulit ditembus oleh zatantibakteri.

    Kontrol positif kloramfenikol 30 g

    dan eritromisin 15 g memiliki diameter

    daya hambat yang hampir sama terhadap

    bakteri uji S. aureus dan E. Coli. Fungsi

    dari kontrol positif kloramfenikol dan

    eritromisin ini sebagai

    pembandingterhadap potensi antibakteri

    ekstrak heksana herba bandotan. Hasil

    menunjukkan ekstrak heksana herba

    bandotan memiliki diameter daya hambat

    yang hampir sama dengan kontrol positif

    kloramfenikol dan eritromisin. Dari hasil

    ini dapat diketahui bahwa herba bandotan

    memiliki daya hambat yang baik terhadap

    bakteri S. aureusdanE. Coli.

    Hasil Uji Identifikasi Senyawa Ekstrak

    Heksana Herba Bandotan dengan

    Metode Kromatografi Gas Spektrometri

    Massa.

    Senyawa yang diduga terkandung

    didalamekstrak heksana herba

    bandotantertera pada Tabel 2 dan

    kromatogram senyawaanekstrak heksana

    bandotan pada Gambar 4.

    Gambar 2.Kromatogram senyawaan ekstrak heksana herba bandotan hasil analisis dengan

    GC-MS.

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    33/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

    89

    Tabel 4.DugaanSenyawa yang Terkandung dalam Ekstrak Heksana Herba Bandotan

    NoRT

    (menit)

    Nama Senyawa

    (Prosentase

    dugaan)

    Struktur

    SenyawaGolongan Senyawa

    1 22,891 Kariofilen (99) Seskuiterpenoid

    2 22,650 Isokariofilen (90)

    3 23,433 Demetoksiageratok

    romen (91)

    Fenilpropanoid

    4 26,709 6-vinil-7-metoksi-

    2,2-dimetilkromen

    (91)

    5 26,362 Ageratokromen

    (86)

    6 23,627 Kumarin (60)

    7 40,879 7-etil-6-metil-5-

    metiltiopirazolo[1,5

    -a]pirimidin (56)

    Alkaloid

    8 25,138 Asam dikloroasetat

    (81)

    Asam karboksilat

    9 28,285 1-heptadekanol

    (81)

    C17H35OH Alkohol

    Senyawa-senyawa tersebut di atas

    merupakandugaan senyawa yang

    terkandung dalam ekstrak heksana herba

    bandotan. Menurut literatur, bandotan

    mengandung senyawa kimia antara lain

    kumarin dan ageratokromen, dari hasil uji

    identifikasi senyawa menggunakanKromatografi Gas Spektrometri Massa

    terhadap ekstrak heksana herba bandotan,

    diperoleh hasil bahwa benar herba

    bandotan mengandung kumarin dan

    ageratokromen (Tabel 6.). Senyawa-

    senyawa kumarin, ageratokromen,dan

    turunan kromen dalam bandotan

    merupakan zat yang dapat menghambat

    bakteri.

    Dengan diketahuinya efektivitas

    ekstrak herba bandotan sebagai antibakteri

    terhadap bakteri S. aureus dan bakteri E.

    Coli, dan hasil identifikasi senyawa

    menggunakanKromatografi Gas

    Spektrometri Massa telah memberikan

    hasil bahwa herba bandotan mengandung

    senyawa kimia yang dapat digunakan

    sebagai bahan obat,diharapkan herba

    bandotan ini dapat menjadi salah satualternatif obat tradisional untuk pengobatan

    dan pencegahan penyakit pada manusia

    terutama sebagai obat luka, antiinflamasi,

    dan antikanker.

    KESIMPULAN DAN SARAN

    Berdasarkan hasil penelitian

    terhadap ekstrak heksana herba bandotan,

    maka dapat disimpulkan bahwa:

    1. Jenis senyawa fitokimia yangterkandung dalam ekstrak heksana

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    34/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

    90

    herba bandotan antara lain

    alkaloid,flavonoid,dan triterpenoid-

    steroid.

    2. Ekstrak heksana herba bandotan

    memiliki aktivitas antibakteri dengandiameter daya hambat (DDH) terhadap

    S. aureus 29,6 mm dan diameter daya

    hambat (DDH) terhadap E. coli12,4mm

    3. Secara keseluruhan zat antibakteriherba bandotan lebih peka terhadap S.

    aureus(gram positif)dibandingkan

    denganE.coli (gram negatif).4. Dari hasil uji potensi antibakteri dapat

    diketahui bahwa ekstrak heksana herba

    bandotan memiliki potensi antibakteriterhadap jenis bakteri gram positif dan

    gram negatif.5. Komponen senyawa yang terdapat

    dalam ekstrak heksana herba bandotan

    yang dianalisis dengan Kromatografi

    Gas Spektrometri Massa (GC-MS)

    antara lain kariofilen, isokariofilen,

    ageratokromen,

    demetoksiageratokromen, 6-vinil-7-

    metoksi-2,2-dimetilkromen, kumarin,

    asam dikloroasetat, 1-heptadekanol, 7-

    etil-6-metil-5-metiltiopirazolo[1,5-

    a]pirimidin. Senyawa-senyawa

    tersebut merupakan senyawa yang

    berperan sebagai zat antibakteri.

    DAFTAR PUSTAKA

    Fardiaz, S. 1983. Mikrobiologi Keamanan

    Pangan. Bogor: PAU Pangan dan

    Gizi, Institut Pertanian Bogor.Dalimarta, S. 1999. Atlas Tumbuhan

    Indonesia. Jilid ke-1. Jakarta:

    Trubus Agriwidya.

    DepKes RI. 2000. Parameter Standar

    Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.

    Jakarta: DirJen POM.

    Erika, B.l. 2000. Aromex 510, Pemacu

    Pertumbuhan dan Efeknya

    Terhadap Kinerja Ayam Broiler.

    Laporan Penelitian Fakultas

    Peternakan Institut Pertanian

    Bogor.

    Ganiswara, S.G., et.al. 1995. Farmakologi

    dan Terapi. Edisi 4. Jakarta:

    Bagian Farmakologi FakultasKedokteran Universitas Indonesia.

    Gunawan, W.G. 2008. Identifikasi

    Senyawa Aktif Antibakteri pada

    Herba Bandotan (Ageratum

    Conyzoides. Linn).Jurusan Kimia

    FMIPA Universitas Udayana,

    Bukit Jimbaran.

    Gunawan, P.W. Yulinah, E. Sukrasno

    Adayana, I.K. (2006). Telaah

    Antimikroba Daun Babadotan

    (Ageratum Conyzoides. Linn).African Journal of Pharmaceutica

    Indonesia.31, (2).

    Harbone, J.B. 1975. The Flavonoid. Edisi

    ke-1. London: Chapman and Hall.

    Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia.

    Diterjemahkan oleh Padmawinata

    K., Soediro I. Bandung: Institut

    Teknologi Bandung.

    Hutapea J.R. dan Syamsuhidayat S.S.

    1991. Inventaris Tanaman Obat

    Indonesia. Jakarta: Badan

    Penelitian dan Pengembangan

    Kesehatan.

    Lenny, Sovia .2006. Senyawa Flavonoid,

    Fenil Propanoida dan Alkaloida.

    USU Repository.

    Ming, L.C., 1999. Ageratum conyzoides :

    A Tropical Source of Medicinal

    and Agricultural Products. In

    Janic J. (Ed.). Perspective on New

    Crops and New Uses. ASHSPress. Virginia, USA.

    Pelczar, M.J.Jr. dan Chan, E.C.S. 1986.

    Dasar-dasar Mikrobiologi.

    Diterjemahkan oleh Hadioetomo

    RS, dkk. Jakarta: UI Press.

    Suradikusumah, E. 1989. Kimia

    Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar

    Universitas Ilmu Hayati, Institut

    Pertanian Bogor.

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    35/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

    91

    KIJING TAIWAN(Anodonta woodiana) SEBAGAI SUMBER KALSIUM TINGGI

    DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS

    Sata Yoshida Srie Rahayu

    Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan

    ABSTRAK

    Kalsium merupakan mineral yang sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia. Apabila

    kekurangan kalsium dapat menyebabkan riketsia pada anak, osteomalasia (tulang lunak)

    dan osteoporosis (tulang keropos) pada orang dewasa. Untuk mencegah hal tersebut maka

    dibutuhkan asupan kalsium yang cukup. Kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya

    kalsium bagi tubuh mengakibatkan dua dari lima orang Indonesia terkena osteoporosis.

    Masyarakat Indonesia umumnya mengetahui sumber kalsium bagi tubuh manusia adalah

    susu serta produk olahannya. Kandungan kalsium pada susu sapi sebesar 143 mg

    padahalterdapat sumber kalsium lain yang berpotensi yaitu memiliki kandungan kalsiumlebih besar daripada susu yaitu kerang. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji komposisi

    kimia pada Kijing Taiwan dan merumuskan metode sosialisasi Kijing Taiwan sebagai

    sumber kalsium dalam upaya pencegahan osteoporosis. Manfaat penelitian adalah untuk

    memperkenalkan Kijing Taiwan sebagai menu makanan keluarga. Penentuan komposisi

    kimia proksimat, yang meliputi analisis kadar air, analisis kadar abu, analisis kadar protein,

    analisis kadar lemak dan analisis kadar karbohidrat dan kadar mineral Ca, Cu, Fe dan Zn.

    Dalam penelitian ini kita dapat mengetahui kandungan kalsium pada Kijing Taiwan, yaitu

    366 mg kalsium serta mengetahui berapa gram Kijing Taiwan yang harus dikonsumsi untuk

    memenuhi asupan kalsium per hari per orangnya, yaitu sebanyak 273 gr. Diharapkan dari

    lingkup yang kecil ini dapat mengurangi kasus osteoporosis di Indonesia.

    Kata kunci : Kijing, Anodonta woodiana, sumber kalsium, osteoporosis

    PENDAHULUAN

    Kalsium merupakan mineral yang

    sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia.

    Kalsium berperan penting dalam proses

    metabolisme tubuh, penghantar isyarat

    saraf, mengatur denyut jantung,

    pertumbuhan otot dan lain-lain. Kebutuhan

    kalsium pada manusia berbeda-beda

    tergantung tingkat usianya. Untuk

    memenuhi kebutuhan kalsium tersebutmanusia harus mengkonsumsi makanan

    yang mengandung kalsium. Kekurangan

    kalsium pada tubuh manusia dalam jangka

    panjang akan mengakibatkan pengeroposan

    dan pengapuran pada tulang, kerusakan

    pada gigi, dan lain-lain(Deearyana 2006).

    Masyarakat umumnya mengetahui

    bahwa sumber kalsium utama berasal dari

    susu. Kandungan kalsium pada susu sapi

    per 100% Berat Dapat Dimakan (BDD)

    sebesar 143 mg. Padahal ada sumberkalsium lain yang berpotensi yaitu

    memiliki kandungan kalsium lebih besar

    daripada susu yaitu kerang(Nasoetion et al.

    2009).

    Indonesia sebagai negara kepulauan

    mempunyai perikanan laut yang cukup

    besar. Potensi sumber daya ikan di laut

    Indonesia diperkirakan mencapai 6,7 juta

    ton per tahun. Salah satu potensi perikanan

    laut tersebut adalah kerang. Data Dirjen

    Perikanan menunjukkan adanya kenaikanproduksi kerangsebesar 11,73% selama

    tahun 1990-1993 (Direktorat Jenderal

    Perikanan, 1995). Melihat potensi sumber

    daya kerangyang melimpah di perairan

    Indonesia dan kandungan kalsiumnya yang

    tinggi maka kerangsangat bermanfaat

    untuk dijadikan sebagai sumber kalsium

    lain selain susu.

    Saat ini banyak orang yang terkena

    osteoporosis. Puslitbang Gizi Depkes

    bekerja sama dengan Fonterra BrandsIndonesia mempublikasikan bahwa 2 dari 5

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    36/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

    92

    orang Indonesia memiliki risiko

    mengalami osteoporosis. Hal ini

    disebabkan kurangnya kesadaran

    masyarakat dalam memenuhi kebutuhan

    kalsiumnya secara optimal. Misalnyadalam mengkonsumsi susu, masyarakat

    tidak mengkonsumsinya sesuai dengan

    kebutuhan kalsiumnya yaitu sebanyak 3

    gelas per hari. Oleh karena itu diperlukan

    sosialisasi mengenai pentingnya memenuhi

    kebutuhan kalsium dengan memberikan

    alternatif menu makanan olahan berbahan

    dasar kerang(Departemen Kesehatan RI,

    2009).

    Tubuh manusia memerlukan

    mineral kalsium yang cukup bagi tubuh.Masyarakat umumnya memenuhi

    kebutuhan kalsiumnya hanya dengan

    mengkonsumsi susu. Banyak masyarakat

    yang belum memahami bahwa ada bahan

    makanan yang mengandung mineral

    kalsium paling tinggi yaitu kerang. Dalam

    penelitian ini akan dilakukan penentuan

    komposisi kimia proksimat kerangsebagai

    sumber kalsium.

    Dokter dan ahli gizi pada umumnya

    menyarankan pasiennya yang menderita

    osteoporosis untuk mengkonsumsi lebih

    banyak susu sapi karena mengandung

    kalsium tinggi. Kedengarannya cukup

    masuk diakal, tetapi tidak akan berhasil.

    Orang Amerika dan Eropa Utara

    mengonsumsi 800 mg - 1200 mg kalsium

    sehari, tapi tetap saja mereka lebih

    menderita osteoporosis daripada orang

    Asia dan Afrika yang mengonsumsi 300

    mg - 500 mg kalsium per hari.Penyebab utama osteoporosis

    adalah terlalu banyak mengonsumsi acidic

    yang berasal dari daging, gula dan bahan-

    bahan yang mengandung kimia. Untuk

    menetralisir aciditas tersebut, tubuh

    mengambil kalsium (alkalin) dari tulang.

    Sehingga masalah osteoporosis bukanlah

    bahwa seseorang itu tidak cukup memakan

    kalsium. Kebutuhan hidup yang semakin

    meningkat menyebabkan pengurangan

    alokasi dana terhadap makanan tambahanseperti susu. Kasus osteoporosis yang telah

    ramai dipergunjingkan merupakan efek

    dari kurangnya asupan kalsium sementara

    sumber kalsium yang saat ini dikenal

    masyarakat adalah susu. Berdasarkan data

    dari Puslitbang Gizi Depkes, dua dari limaorang Indonesia berpeluang untuk terkena

    osteoporosis. Hal ini mengindikasikan

    kurangnya asupan kalsium pada masing-

    masing individu(Departemen Kesehatan RI

    2009).

    Pemenuhan kebutuhan kalsium

    setiap harinya menjadi pilihan sulit bagi

    setiap ibu rumah tangga selaku pemegang

    kendali dalam keuangan rumah tangga dan

    pengatur menu makanan untuk

    keluarganya. Kesulitan pemenuhankebutuhan kalsium dikarenakan harga susu

    yang beredar di pasaran terus meningkat

    tidak sebanding dengan kenaikan

    pengahasilan yang didapatkan. Oleh karena

    itu dibutuhkan suatu alternatif sumber

    kalsium baru yang dapat mensubtitusi susu

    dengan kandungan kalsium yang tinggi

    dengan harga yang terjangkau. Sumber

    kalsium yang dapat dikembangkan adalah

    kerang.

    Tujuan dari penelitian ini adalah

    untuk mengkaji komposisi kimia

    proksimat, yang meliputi analisis kadar air,

    analisis kadar abu, analisis kadar protein,

    analisis kadar lemak dan analisis kadar

    karbohidrat dan mineral Cu, Fe dan Zn

    pada daging kerang air tawar yaitu Kijing

    Taiwanserta merumuskan metode

    sosialisasinya sebagai sumber kalsium

    dalam upaya pencegahan ospteoporosis.

    Penelitian ini bermanfaat sebagaipeluang untuk memperkenalkan Kijing

    Taiwan kepada masyarakat khususnya ibu

    rumah tangga dalam pengolahan menu

    makanan olahan yang berbahan dasar

    kerang.

    Kalsium dan Osteoporosis

    Asupan kalsium yang memadai

    adalah penting untuk mencapai massa

    tulang yang optimal (optimal peak bone

    mass/PBM) dan mengatur laju kehilangankalsium dari tulang dengan bertambahnya

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    37/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

    93

    usia. Secara umum, fungsi kalsium adalah

    membangun tulang dan gigi, mengatur

    proses-proses tubuh dalam darah dan

    jaringan, dan membantu proses

    penggumpalan darah. (Nasoetion et al.2009)

    Tabel 1.Angka Kecukupan Gizi Kalsium

    Rata-rata yang Dianjurkan (per

    orang per hari) 2004.

    Anak

    Umur Kalsium (mg)

    0-6 bln 200

    7-12 bln 400

    1-3 thn 5004-6 thn 500

    7-9 thn 600

    Pria dan Wanita

    Umur Kalsium (mg)

    10-12 thn 1000

    13-15 thn 1000

    16-18 thn 1000

    19-29 thn 800

    30-49 thn 800

    50-64 thn 80065 thn + 800

    Sumber :Nasoetion et al. 2009.

    Dari tabel di atas dapat diketahui

    bahwa kebutuhan kalsium setiap orang

    berbeda tergantung dari usia. Pada masa

    kanak-kanak asupan kalsium yang

    dibutuhkan per harinya masih sedikit

    sedangkan pada umur 10-18 tahun asupan

    kalsium sangat dibutuhkan untuk

    pertumbuhan. Ketika memasuki usia

    produktif (19-49 tahun) hingga non

    produktif, asupan kalsium yang dibutuhkan

    sedikit berkurang namun harus tetap

    dipenuhi untuk menunjang aktifitas mereka

    dan menjaga kekuatan tulang mereka.

    Kekurangan kalsium dapat

    menyebabkan riketsia pada anak,

    osteomalasia atau tulang lunak dan

    osteoporosis atau tulang keropos pada

    orang dewasa. Osteoporosis adalahgangguan yang menyebabkan penurunan

    secara bertahap jumlah dan kekuatan

    jaringan tulang. Penurunan tersebut

    disebabkan oleh terjadinya demineralisasi

    tulang, yaitu tubuh yang kekurangan

    kalsium akan mengambilnya dari tulang

    dan gigi. (Departemen Kesehatan RI 2007).International Osteoporosis Foundation

    (IOF) memperkirakan, 150 juta orang di

    seluruh dunia terdeteksi menderita

    osteoporosis dan berisiko mengalami patah

    tulang yang dapat melumpuhkan dan

    menurunkan kualitas hidup.

    Kebutuhan tubuh akan kalsium bisa

    dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan

    sumber kalsium. Bahan makanan yang

    mengandung sumber kalsium paling tinggi

    terdapat pada kerang(Koral AUP/STPPapua2008).

    Kijing Taiwan (Anodonta woodiana)

    Di Indonesia, Anodonta woodiana

    merupakan alien spesies dari Taiwan sejak

    tahun 1971 dan sudah lama dikenal

    penduduk serta memiliki potensi ekonomi

    dan ekologi yang besar. A. woodiana

    merupakan salah satu sumber protein

    hewani, dengan kandungan nutrisi yang

    baik. Bagian tubuh kijing ini juga

    digunakan sebagai bahan pakan ternak dan

    obat penyakit kuning. Cangkangnya

    sebagai bahan industri kancing dan

    penghasil mutiara air tawar (Rahayu,

    2011).

    Pemanfaatan A. woodiana yang

    dilakukan selama ini hanya sebagai pakan

    ternak, industri kancing, dan biofilter,

    sementara kemampuan biologisnya untuk

    memproduksi mutiara belum banyakdiketahui. Jika melihat lebih detil anatomi

    dan proses biokimia jaringan tubuhnya,

    ternyata Anodonta sp. mampu mendeposit

    crystaline calcium carbonat (CaCO3)

    dalam bentuk kristal aragonit yang dikenal

    sebagai nacre, dan komponen pembentuk

    lapisan prismatik yaitu kristal hexagonal

    calsite conchiolin (C32

    H48N

    2O

    11) pada

    lapisan cangkang bagian dalam.

    Di bawah ini diperlihatkan daftar

    komposisi bahan makanan kerang(Tabel

    2).Tabel Berdasarkan data di atas dapat

  • 7/23/2019 bustanussalam (11,13).pdf

    38/61

    Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

    94

    dilihat kandungan protein, lemak,

    karbohidrat pada kerangdalam bentuk

    kerangsegar dan kerangrebus.

    Tabel di bawah ini menyajikan

    daftar komposisi bahan makanan yang

    terkandung pada susu serta produk

    olahannya. Berdasarkan data di atas dapat

    dilihat kandungan protein, lemak,

    karbohidrat pada komposisi bahan

    makanan susu serta produk olahannya.

    Tabel 2. Daftar Komposisi Bahan Makanan Kerang

    No Gol Nama Pangan BDD Protein Lemak Karbohidrat

    % % % %

    1 5Kijing Taiwan

    segar100 23,23 7,01 3,55

    2 5Kijing Taiwan

    rebus100 19,48 2,50 3,75

    Tabel 3.Daftar Komposisi Bahan Makanan Susu dan Olahannya

    No Gol Nama Pangan BDD Energi Protein Lemak KH

    % Kal G g g

    1 8 Es krim 100 207 4 12.5 20.6

    2 8 Keju 100 326 22.8 20.3 13.1

    3 8 Kelapa susu 100 204 2.6 20 4

    4 8 Mentega 100 725 0.5 81.6 1.4

    5 8 Susu Ibu (ASI) 100 65 1.1 3.5 7.7

    6 8 Susu Kambing 100 64 4.3 2.3 6.6

    7 8 Susu Kental Manis 100 336 8.2 10 55

    8 8 Susu Kental Tak Manis 100 138 7 7.9 9.9

    9 8 Susu Kerbau 100 160 6.3 12 7.1

    10 8 Susu Sapi 100 61 3.2 3.5 4.3

    11 8 Susu Skim(tak berlemak) 100 36 3.5 0.1 5.1

    12 8 Tepung Susu 100 509 24.6 30 36.2

    13 8Tepung Susu Asam, untukbayi

    100 418 19 9 65.5

    14 8 Tepung Susu Skim 100 362 35.6 1 52

    15 8 Yoghurt 100 52 3.3 2.5 4

    Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Dept. Gizi Masy. FEMA IPB 2009)

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini dilaksanakan di

    laboratorium nutrisi BBPBAT Sukabumi

    dari bulan April hingga Agustus 2010.

    Bahan dan Alat

    Alat-alat yang digunakan pada

    tahap persiapan sampel adalah pisau,

    talenan, timbangan digital dan kertas label.

    Alat untuk analisis proksimat dan AASyang dilengkapi dengan AC lampu Ca, Cu,

    Fe, Zn dan gas O2 dan NO2 yang

    digunakan untuk analisis mineral.

    Bahan yang digunakan sebagai