Upload
tantri-ddes-kriegers
View
282
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 1/35
PROPOSAL PENELITIAN
HUBUNGAN ANTARA KURANGNYA AKTIVITAS FISIK TUBUH
TERHADAP RESIKO OSTEOPOROSIS PADA WANITA USIA 45-65 TAHUN
DI RUMAH SAKIT UNDATA PALU
BYZANTINE WULANDARI PARUBAK
G 501 08 040
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2011
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 2/35
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Osteoporosis adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh proses penuaan
dimana tulang melemah dan kehilangan massanya, menjadi tipis, rapuh, dan
mudah patah (Budisantoro dan Pradana, 1994). Secara statistik, osteoporosis
didefinisikan sebagai keadaan dimana Densitas Mineral Tulang (DMT) berada di
bawah nilai rujukan menurut umur atau standar deviasi berada di bawah nilai rata-
rata rujukan pada usia dewasa muda (Depkes, 2002).
Sebelum terjadi osteoporosis, seseorang terlebih dahulu mengalami proses
osteopenia, yaitu suatu kondisi hilangnya sejumlah massa tulang akibat berbagai
keadaan. Penyakit ini dijuluki sebagai Silent Epidemic Disease, karena menyerang
secara diam-diam, tanpa adanya tanda-tanda khusus, sampai si pasien mengalami
patah tulang.(Rebecca,dr, 2007)
Hasil analisa data risiko osteoporosis pada tahun 2005 dengan jumlah
sampel 65.727 orang ( 22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan) yang dilakukan
oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi pada 16 wilayah di
Indonesia menunjukkan angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) sebesar
41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk
Indonesia memiliki risiko untuk terkena osteoporosis. Jumlah itu lebih tinggi dari
pada prevalensi dunia, yakni satu dari tiga orang (International Osteoporosis
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 3/35
Foundation, 2010). Juga diperoleh data bahwa prevalensi osteopenia dan
osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibanding wanita,
sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar
dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria.
Tingginya angka kejadian osteoporosis pada wanita lansia disebabkan oleh
penurunan kadar estrogen akibat proses penuaan pada saat mendekati masa
menopause. Penurunan produksi hormon estrogen akan diikuti dengan
meningkatnya kalsium yang terbuang dari tubuh seorang wanita (Perry and
O’Hanlan, 2003). Hal ini secara berangsur akan menyebabkan penurunan
kepadatan tulang atau terjadi pengurangan dalam massa jaringan tulang per unit
volume (g/cm2), sehingga tulang menjadi tipis, lebih rapuh, dan mengandung
sedikit kalsium (Hartono,dr, 2001)
Osteoporosis tidak hanya berhubungan dengan menopause tetapi juga
berhubungan dengan faktor-faktor lain seperti merokok, postur tubuh kecil,
kurang aktifitas tubuh, kurangnya paparan sinar matahari, obat-obatan yang
menurunkan massa tulang, asupan kalsium yang rendah, konsumsi kafein,
alkohol, serta penyakit diabetes mellitus tipe I dan II (Hartono,dr, 2001)
Pencegahan osteoporosis harus dilakukan sejak dini sampai usia dewasa
muda agar mencapai kondisi puncak massa tulang ( peak bone mass). Bila tercapai
kondisi puncak massa tulang pada usia dewasa muda, kemungkinan terjadi
osteoporosis pada usia lanjut akan kecil atau paling sedikit ditunda kejadiannya
dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi
makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 4/35
kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari),
berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol karena
rokok dan alkohol meningkatkan risiko osteoporosis dua kali lipat (Hartono,dr,
2001)
Pada penelitian ini, penulis lebih memfokuskan untuk meneliti pengaruh
aktivitas fisik terhadap resiko osteoporosis, dimana aktivitas fisik sangat
mempengaruhi pembentukan masa tulang. Beberapa hasil penelitian
menununjukkan aktivitas fisik seperti berjalan kaki, berenang, dan naik sepeda
pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan
demineralisasi tulang karena pertambahan umur.(Recker et.al, 2000).
Berdasarkan penelitian-penelitian yang ada di atas Osteoporosis
merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius dan perlu perhatian
yang serius sejak dini. Atas dasar inilah peneliti berusaha menganalisa hubungan
kedua variabel, agar kedepannya penelitian ini dapat lebih bermanfaat untuk
pengetahuan dalam bidang preventif penyakit osteoporosis.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, masalah dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Apakah ada hubungan yang signifikan antara kurangnya aktivitas fisik
tubuh terhadap resiko terjadinya penyakit osteoporosis? Bagaimana pengaruhnya?
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 5/35
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kurangnya aktivitas fisik tubuh
terhadap resiko osteoporosis.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mendiskripsikan osteoporosis
2. Mendiskripsikan aktifitas fisik
3. Menganalisis hubungan aktifitas fisik dengan kepadatan tulang
pada wanita usia 45-65 tahun
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk dapat memberikan informasi tentang efek dari kurangnya
aktivitas fisik tubuh terhadap resiko penyakit osteoporosis
2. Sebagai tambahan informasi tentang manfaat aktivitas fisik tubuh
pengaruhnya terhadap kepadatan tulang, sehingga dapat
dilakukan upaya pencegahan terjadinya osteoporosis pada
kelompok risiko
3. Untuk memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti
dalam menambah wawasan ilmiah dan pengembangan diri
khususnya dalam bidang penelitian
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 6/35
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Osteoporosis
2.1.1 Definisi Osteoporosis
Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti
berlubang atau dalam istilah populer adalah tulang keropos. Kelompok
kerja WHO dan konsensus ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai
penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan
memburuknya mikrostruktural jaringan tulang menyebabkan kerapuhan
tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Keadaan
tersebut tidak memberikan keluhan klinis kecuali apabila telah terjadi
fraktur (Thief in the night ). (Lane, 2003)
Menurut American Association of Clinical Endocrinologists
(AACE) puncak pembentukan massa tulang (Peak Bone Mass) terjadi
pada usia 10-35 tahun dan sangat tergantung pada asupan kalsium dan
aktivitas fisik.
Gambar 2.a menunjukkan perbedaan kepadatan tulang normal
dengan yang keropos.
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 7/35
Normal Keropos
Gambar 2.a Konstruksi Tulang Normal dan Keropos (Rebecca,dr, 2007)
2.1.2 Faktor - Faktor Risiko Osteoporosis
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktor-faktor
yang berisiko terkena osteoporosis, antara lain:
a) Riwayat Keluarga
Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga
menderita osteoporosis. Faktor genetik ini terutama berpengaruh
pada ukuran dan densitas tulang. Wanita yang mempunyai ibu
pernah mengalami patah tulang panggul, dalam usia tua akan dua
kali lebih mudah terkena patah tulang yang sama.
b) Usia
Kehilangan massa tulang meningkat seiring dengan
meningkatnya usia. Semakin bertambah usia, semakin besar risiko
mengalami osteoporosis karena tulang menjadi berkurang kekuatan
dan kepadatannya. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah
usia antara 30 sampai 35 tahun. Patah tulang meningkat pada wanita
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 8/35
usia >45 tahun, sedangkan pada laki-laki patah tulang baru
meningkat pada usia >75 tahun. Penyusutan massa tulang sampai 3-
6% pertahun terjadi pada 5-10 tahun pertama pascamenopause. Pada
usia lanjut penyusutan terjadi sebanyak 1% per tahun. Namun, pada
wanita yang memiliki faktor risiko penyusutan dapat terjadi hingga
3% per tahun. Selain itu, pada usia lanjut juga terjadi penurunan
kadar 1,25 (OH)2D yang disebabkan oleh kurangnya masukan
vitamin D dalam diet, gangguan absorpsi vitamin D, dan
berkurangnya vitamin D dalam kulit.
c) Aktifitas Fisik
Kurang kegiatan fisik menyebabkan sekresi Ca yang tinggi
dan pembentukan tulang tidak maksimum. Namun aktifitas fisik
yang terlalu berat pada usia menjelang menopause justru dapat
menyebabkan penyusutan tulang. Kurang berolahraga juga dapat
menghambat proses pembentukan tulang sehingga kepadatan massa
tulang akan berkurang. Semakin banyak bergerak dan olah raga,
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 9/35
maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa akivitas fisik seperti berjalan
kaki pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan
menurunkan demineralisasi tulang karena pertambahan umur. Hasil
penelitian Recker et.al dalam Groff dan Gropper (2000),
membuktikan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan penambahan
kepadatan tulang spinal. Aktivitas fisik harus mempunyai unsur
pembebanan pada tubuh atau anggota gerak dan penekanan pada
aksis tulang untuk meningkatkan respon osteogenik dari estrogen.
d) Status Gizi
Zat gizi dan gaya hidup juga mempengaruhi kondisi tulang,
meskipun hal ini mungkin lebih berhubungan dengan variabel luar
seperti zat gizi dan aktifitas fisik yang tidak teratur. Perawakan kurus
dan memiliki bobot tubuh cenderung ringan merupakan faktor risiko
terjadinya kepadatan tulang yang rendah. Hubungan positif terjadi
bila berat badan meningkat dan kepadatan tulang juga meningkat.
(Lane, 2003)
2.1.3 Etiologi
Menurut etiologinya osteoporosis dapat dikelompokkan dalam
osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer
terjadi akibat kekurangan massa tulang yang terjadi karena faktor usia
secara alami. Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian:
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 10/35
1) Tipe I (Post Menopausal)
Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (usia 53-75 tahun).
Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’fracture, dan
berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan
trabekular pada tempat tersebut, dimana jaringan trabekular lebih
responsif terhadap defisiensi estrogen.
2) Tipe II (Senile)
Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh
fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa
tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.
Osteoporosis sekunder dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang
disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau dapat pula akibat
pemberian obat yang mempercepat pengeroposan tulang. Contoh
penyebab osteoporosis sekunder antara lain gagal ginjal kronis,
hiperparatiroidisme (hormon paratiroid yang meningkat), hipertirodisme
(kelebihan horman gondok), hipogonadisme (kekurangan horman seks),
multiple mieloma, malnutrisi, faktor genetik, dan obat-obatan. (Yatim,
Faisal dr, 2003)
2.1.4 Patogenesis
Tulang manusia terdiri atas 15% tulang trabekular dan 85% tulang
kortikular. Tulang tidak hanya berfungsi sebagai stabilitator, tetapi juga
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 11/35
sebagai cadangan kalsium, fosfat, magnesium, natrium, kalium, laktat,
dan sitrat. Kalsium merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh.
Bila terjadi kekurangan kalsium tubuh, kadar kalsium dapat
dipertahankan stabil melalui mobilisasi kalsium dari tulang. Tulang
mengalami proses resorbsi dan formasi secara terus menerus yang
disebut sebagai remodelling tulang. Proses remodeling tulang
merupakan proses mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali
dengan resorbsi atau penyerapan tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh
formasi atau pembentukan tulang oleh osteoblas. Proses remodelling
diawali dengan pengaktifan osteoklast oleh sitokin tertentu. Sitokin yang
berasal dari monosit-monosit dan yang berasal sel-sel osteoblast (sel
induk) itu sendiri sangat berperan pada aktivitas osteoklas. Estrogen
mengurangi aktivitas osteoklas, sedangkan bila kekurangan estrogen,
dapat meningkatkan aktivitas osteoklas. Enzim proteolitik, seperti
kolagen membantu osteoklas dalam proses pembentukkan tulang. Pada
tahap resorpsi, osteoklas bekerja mengikis permukaan daerah tulang
yang perlu diganti. Proses resorbsi ini ditandai dengan pelepasan
berbagai metabolit yang sebagian dapat dipergunakan sebagai pertanda
(marker) untuk melihat tingkat proses dinamisasi tulang. Pada proses
pembentukkan, osteoblast mulai bekerja. Sel yang berasal dari sel
mesenkim ini menyusun diri pada daerah permukaan berongga dan
membentuk matriks baru (osteosit) yang kelak akan mengalami proses
mineralisasi melalui pembentukkan kalsium hidroksiapetit dan jaringan
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 12/35
matriks kolagen. Dalam proses pembentukan tulang, hal yang sangat
penting adalah koordinasi yang baik antara osteoklas, osteoblas, dan sel-
sel endotel. Selama sistem ini berada dalam keseimbangan, pembentukan
dan penghancuran tulang akan selalu seimbang.
Pada usia reproduksi, dimana fungsi ovarium masih baik, terdapat
keseimbangan antara proses pembentukkan tulang (osteoblas) dan proses
laju pergantian tulang (osteoklas) sehingga tidak timbul pengeroposan
tulang. Namun, ketika memasuki usia klimakterium, keseimbangan
antara osteoklas dan osteobals mulai mengalami gangguan, fungsi
osteoblas mulai menurun dan pembentukkan tulang baru pun berkurang,
sedangkan osteoklas menjadi hiperaktif dan dengan sendirinya
penggantian tulang berlangsung sangat cepat (high turnover ). Aktivitas
osteoklas ditandai dengan terjadinya pengeluaran hidroksiprolin dan
piridinolincrosslink melalui urin, serta asam fosfat dalam plasma. (Lane,
2003)
2.1.5 Diagnosis
Pengukuran densitas tulang merupakan kriteria utama untuk
menegakkan diagnosis dan monitoring osteoporosis dengan
densitometri, computed tomography scan (CT Scan), atau ultrasound.
Diagnosis osteoporosis dapat dilakukan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada saat ini bakuan
untuk diagnosis osteoporosis diperoleh dengan menggunakan teknik
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 13/35
Dual Energy X-ray Absorpsiometry (DEXA) yang mengukur kepadatan
tulang sentral. Kelangkaan dan mahalnya DEXA untuk sementara dapat
digantikan dengan alat Ultrasound Densitometry atau Quantitative
Ultrasound (QUS) yang lebih murah, mudah dipindahkan dan tidak
terdapat efek radiasi tetapi tidak dapat mengukur secara langsung BMD
( Bone Mineral Density). Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk
mengukur kepadatan mineral tulang adalah sebagai berikut :
a) Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA), menggunakan dua
sinar – X berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan
tulang belakang dan pangkal paha. Alat ini berbentuk seperti tandu
rumah sakit dengan bagian bawahnya yang ditutup. Alat ini
mempunyai meja beralas tipis, lengan bisa digerakkan diatasnya,
dan disambungkan ke komputer. Bagian bawah meja dipasangi
peralatan sinar-X. Seorang yang menjalani pengukuran kepadatan
tulang dapat menggunakan pakaian lengkap namun tidak
mengandung besi seperti resleting. Sejumlah sinar-X dipancarkan
pada bagian tulang dan jaringan lunak yang dibandingkan dengan
bagian yang lain. Tulang yang mempunyai kepadatan tulang
tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang melewatinya.
DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur
kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2%
mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat
cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 14/35
tetapi lebih mahal dibandingkan dengan metode ultrasounds.
Satuan: gr/cm2.
b) Peripheral Dual-Energy X-ray Absorptiometry dan Single-Energy
Xray Absorptiometry (P-DXA dan P-SXA), merupakan hasil
modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota
badan bagian perifer/bagian tepi tubuh seperti pergelangan tangan
atau tumit tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang
berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha.
Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur
maka pengukuran dengan P-DEXA tidak diperlukan. Mesin P-
DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan dosis
yang sangat kecil dan hasilnya lebih cepat dan konvensional
dibandingkan DEXA. Satuan:gr/cm2.
c) Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan
(screening). Dalam mengukur massa tulang, teknik ini
menggunakan ultrasound yaitu mengukur gelombang suara, tidak
menggunakan sinar X sebagai dasar pengukuran. Teknik ini tidak
membuat orang terpapar radiasi karena menggunakan suara bukan
sinar X, dan tidak membutuhkan ahli radiologi untuk melakukan
prosedurnya. Alat ini mudah dibawa dan mempunyai keuntungan
yang sama dengan alat peripheral diatas. Alat ini biasanya
mengukur tulang tumit lengan bawah dan tulang kering. Teknik ini
tidak memiliki kemampuan memprediksi patah tulang pinggul
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 15/35
seperti pada DEXA. Jika hasilnya mengindikasikan kepadatan
mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes menggunakan
DEXA. Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak
menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan
ultrasounds adalah tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral
tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis. Pengukuran
ini memiliki kelemahan dalam kepekaan karena yang diukur adalah
bagian tumit. Perubahan kepadatan pada tulang tumit lebih lambat
dibandingkan tulang belakang atau pinggul. Jadi dapat saja terjadi
kasus kepadatan tulang tumitnya normal, namu bagian pusat seperti
tulang belakang atau pinggul tidak normal. Penggunaan ultrasounds
juga lebih terbatas dibadingkan DEXA. Satuan : gr/cm2.
d) Quantitative Computed Tomography (QCT), adalah suatu model
dari CT-scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang.
Salah satu model dari QCT disebut peripheral QCT (pQCT) yang
dapat mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti
pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT
jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi
dengan dosis tinggi dan kurang akurat dibandingkan dengan DEXA
atau P-DEXA. Satuan : gr/cm2. (Yatim, Faisal dr, 2003)
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 16/35
Hasil pengukuran kepadatan tulang dapat disajikan dalam beberapa
bentuk, yaitu :
a) T-score
T-score hasil pengukuran kepadatan tulang dibandingkan dengan nilai
rata-rata kepadatan tulang sehat pada umur 30 tahun. Nilai kepadatan mineral
tulang selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok
yang direferensikan.
1) Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat
pada usia 30 tahun.
2) Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat
pada usia 30 tahun. Tabel 2.a menunjukkan kepadatan tulang berdasarkan
T-score menurut World Health Organization (WHO).
Tabel 2.a Kepadatan Tulang Berdasarkan T-Score
Kategori Nilai T-Score
Normal
OsteopeniaOsteoporosis
Osteoporosis parah
-1 ≤ SD < 2.5
-2.5 ≤ SD <-1< -2.5
<-2.5 dan adanya satu atau lebih fraktur
b) Z-score
Nilai kepadatan tulang yang diperoleh dibandingkan dengan hasil yang
lain dari kelompok orang yang mempunyai umur, jenis kelamin dan ras yang
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 17/35
sama. Nilai Z-score hasil pengukuran kepadatan tulang diberikan dalam
standar deviasi (SD) dari nilai rata-rata kelompoknya. Nilai kepadatan mineral
tulang selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok
yang direferensikan.
1) Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang yang lain
dalam kelompoknya.
2) Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang yang
lain dalam kelompoknya. Z-score direkomendasikan bagi pria dan wanita
yang berusia muda serta anak-anak. Penilaian kepadatan tulang dengan
menggunakan Z-Score disajikan menurut International Society for
Clinical Densitometry (ISCD) sebagaimana pada tabel 2.b. (WHO)
Tabel 2.b Kepadatan Tulang Berdasarkan Z-Score
Kategori Z-Score
Normal
Kepadatan tulang rendah
≥ -2 SD
< -2 SD
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 18/35
2.2 Aktivitas Fisik
2.2.1 Pengertian Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-
otot skeletal yang mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik terdiri
dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Setiap orang
melakukan aktivitas fisik yang bervariasi antara individu satu dengan yang
lain bergantung gaya hidup perorangan dan faktor lainnya seperti jenis
kelamin, umur, pekerjaan, dan lain-lain. Aktivitas fisik sangat disarankan
kepada semua individu untuk menjaga kesehatan. Berbagai tipe dan jumlah
aktivitas fisik sangat diperlukan untuk hasil kesehatan yang berbeda
(Kristanti, 2002).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana
disebut latihan jasmani, sedangkan aktivitas fisik yang tidak dilakukan
secara terstruktur dan terencana disebut aktivitas fisik sehari-hari. Untuk
menilai aktivitas fisik, 4 dimensi utama yang menjadi fokus yaitu tipe,
frekuensi, durasi, dan intensitas aktivitas fisik. Tipe adalah jenis aktivitas
fisik seperti berjalan, bersepeda, olahraga, dan lain-lain; frekuensi aktivitas
fisik mengacu kepada jumlah sesi aktivitas fisik per satuan waktu tertentu;
durasi aktivitas fisik merupakan lamanya waktu yang dihabiskan ketika
melakukan aktivitas fisik; dan intensitas aktivitas fisik sering dinyatakan
dengan istilah ringan, sedang, atau berat (Gibney, 2009).
Secara teoritis, tipe, frekuensi, dan durasi dari aktivitas fisik lebih
mudah dinilai daripada intensitas, karena sebagian besar subjek penelitian
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 19/35
dapat mengingat jenis, jumlah sesi, dan lamanya aktivitas fisik yang mereka
lakukan. Untuk itu, dalam menilai intensitas aktivitas fisik, kita dapat
menjadikan pedoman pengeluaran energi dari berbagai bentuk ativitas fisik
yang dinyatakan dalam Metabolic Energy Turnover (METs) dan Kilo kalori
(Kkal). Dalam hal ini, kita akan menggunakan METs yang berarti kebutuhan
energi pada saat istirahat yang dinyatakan dalam volume oksigen saat
istirahat yaitu setara dengan 3,5 ml Oksigen/KgBB/menit atau 1 kilo
kalori/KgBB/jam. Jadi, 1 Mets sama dengan pengeluaran energi pada saat
istirahat, yaitu sekitar 1 kilo kalori/KgBB/jam (Gibney, 2009).
Aktivitas fisik dapat pula dinilai dalam bentuk total volume aktivitas
fisik atau pengeluaran energi yang berkaitan dengan aktivitas fisik. Sebagian
instrumen pengkajian yang ada dapat menangkap frekuensi, durasi, dan
intensitas di samping total volume aktivitas fisik. Ketika mengkaji aktivitas
fisik bagi kesehatan masyarakat, total volume aktivitas fisik dapat sangat
penting karena dimensi ini tampaknya memberikan dampak yang sangat
signifikan pada status kesehatan. Total volume aktivitas fisik dapat
ditentukan kuantitasnya dengan satuan METs per hari atau per minggu.
Yaitu, intensitas semua aktivitas yang berbeda selama periode pengkajian
dinyatakan ekuivalen MET yang dikalikan dengan waktu yang digunakan
bagi semua aktivitas. Cara ini sering dilakukan untuk menyatakan total
volume aktivitas fisik ketika menggunakan metode kuesioner (Gibney,
2009).
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 20/35
Dalam mengukur aktivitas fisik, terdapat berberapa metode
pengukuran, seperti:
1) Kalorimeter
Keuntungannya adalah :
- pengukuran akurat keluaran energi, konsumsi oksigen, dan
produksi karbondioksida
- kelompok kecil atau perorangan
Kerugiannya adalah :
- prosedur rumit dan biaya mahal
2) Keadaan fisiologi
Contohnya : pemantauan kecepatan denyut jantung
Keuntungannya adalah :
- mudah digunakan
- intensitas, frekuensi, durasi tergambar jelas
- perekaman data cepat dan sederhana
Kerugiannya adalah :
- sulit digunakan secara massal karena sampelnya banyak dan biaya
menjadi mahal
3) Instrumen survei waktu bekerja dan waktu luang
a. klasifikasi pekerjaan
b. rekaman atau catatan aktivitas fisik
c. kuesioner phsical activity recall
d. laporan pribadi seperti : wawancara, diary
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 21/35
Keuntungan :
- cocok bagi individu, kelompok kecil atau masyarakat banyak
- mudah dilakukan dan praktis
- dapat memberikan informasi aktivitas fisik yang terinci
- biaya murah
Kerugian :
- pengisian sepanjang hari dan kepatuhan rendah (McArdle, 2005)
2.2.2 Global Physical Activity Questionnairre (GPAQ)
Peran aktivitas fisik untuk mencegah penyakit tidak menular yang
kronik sangat penting, namun data yang berguna untuk menginformasikan
hal tersebut masih kurang. Oleh karena itu, WHO mengembangkan Global
Physical Activity Questionnaairre (GPAQ) untuk pengawasan aktivitas fisik
di negara-negara terutama negara yang sedang berkembang. GPAQ
merupakan instrumen yang mutakhir dan terbaik yang dirancang untuk
menyediakan data valid tentang pola aktivitas yang dapat digunakan untuk
pengumpulan data nasional (Kristanti, 2002).
GPAQ telah mengalami sebuah program penelitian yang
menunjukkan bahwa GPAQ adalah valid dan reliabel, tetapi juga mudah
beradaptasi dengan perbedaan budaya yang ada di negara-negara
berkembang (WHO, 2010).
GPAQ mencakup 4 area aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik pada hari-
hari kerja, aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olahraga, transportasi,
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 22/35
pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orangtua (Kristanti,2002).
Berikut ini adalah paparan cakupan 4 area dari aktivitas fisik tersebut :
1) Aktivitas fisik pada hari-hari kerja membutuhkan energi lebih banyak
daripada energi yang dikeluarkan dalam kehidupan sehari-hari.
2) Aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olahraga. Istilah waktu senggang
dapat diartikan berbeda oleh masyarakat dan sering diartikan sebagai
tidak aktif/tidak melakukan kegiatan/bermalas-malasan, maka lebih tepat
disebut sebagai kegiatan di luar pekerjaan.
3) Transportasi, sebagai tambahan dari pekerjaan, kegiatan dalam
perjalanan, seperti bersepeda/berjalan kaki juga membutuhkan banyak
energi.
4) Pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orangtua. Ini juga merupakan
pekerjaan yang mengeluarkan energi. Terutama dijumpai pada ibu rumah
tangga dan keluarga dari kondisi ekonomi menengah ke bawah.
GPAQ tidak terpaku pada aktivitas minggu lalu, melainkan minggu
minggu pada saat bekerja penuh. Hal ini untuk menghindari kemungkinan
kegiatan di luar secara rutin, misalnya tidak beraktivitas karena mengalami
luka. Secara teori, jangka waktu yang lebih panjang lebih baik, namun perlu
dipikirkan kemungkinan recal bias (Kristanti, 2002).
GPAQ merupakan kuesioner terstruktur yang didesain untuk diisi
sendiri atau ditanyakan melalui interview. Semua pengukuran dikumpulkan
dalam kategori yang terpisah. Pengukuran dibagi menjadi 3 bagian. Bagian
pertama, yaitu aktivitas fisik yang berhubungan dengan pekerjaan;
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 23/35
menanyakan tentang aktivitas fisik pada hari-hari kerja (aktivitas yang
berat). Bagian kedua, yaitu aktivitas fisik di luar pekerjaan (aktivitas yang
sedang). Bagian ketiga, yaitu aktivitas fisik yang berhubungan dengan
perjalanan; menanyakan tentang macam transportasi yang digunakan untuk
pergi dan kembali dari tempat kerja, pasar, mesjid/gereja, dan lainnya
(Kristanti, 2002)
Tabel 2.c Nilai MET ( Metabolic Energy Turnover ) dari sejumlah aktivitas fisik
yang sering dilakukan.
Aktivitas Nilai MET
Konstruksi Umum di luar gedung 5,5
Tukang kayu, umum 3,5
Membawa barang berat 8,0
Duduk, pekerjaan kantor yang ringan,
pertemuan, perbaikan yang ringan
1,5
Berdiri, ringan (penjaga took, piñata rambut,
dll)
2,5
Berdiri, sedang (pedagang, mengangkat
barang yang ringan)
3,5
Membersihkan, umum (sambil berdiri) 3,5
Mencuci piring sambil berdiri 2,3
Memasak sambil berdiri 2,5
Menyetrika 2,3
Menggosok lantai 5,5
Lebih dari satu pekerjaan rumah tangga 3,5
Bermain musik, umum 2,5
Merawat anak 2,5
Berbaring atau duduk diam (sambil menonton
TV, mendengarkan music)
1,0
Memperbaiki rumah, mereparasi kendaraan 3,0
Mereparasi rumah, mengecat 4,5
Mereparasi rumah, mencuci, dan memoles
mobil
4,5
Memotong rumput dengan alat potong 6,0
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 24/35
manual
Memetik buah dari pohon 3,0
Berkebun, umum 6,5
Menanam tanaman 4,0
Mengemudikan kendaraan 2,0
Mengendarai bus, kereta api 1,5
Mengemudikan sepeda motor 2,5
Menarik becak 6,5
Bersepeda umum, pergi-pulang tempat kerja
(< 16 km/ jam)
4,0
Bersepeda (16 – 22 km / jam) 6,5
Bersepeda (< 22 km / jam) 10,0
Berjalan, perlahan (<3,2 km / jam) 2,0
Berjalan, sedang (4,8 km/jam) 3,5
Berjalan,cepat (6,4 km/jam) 4,0
Bola basket, umum 6,0
Bola basket, pertandingan 8,0
Bowling 3,0
Golf,umum 4,5
Berkuda, umum 4,5
Bermain skateboard 5,0
Sepakbola, pertandingan 10,0
Sepakbola,umum 7,0
Tenis meja 4,0
Bola voli, pertandingan 8,0
Bola voli pantai 8,0
Berlari (8-10 km/jam) 8,0 – 10,5
Berlari (11-13 km/jam) 11,5 – 14,0
Berlari (14-16 km/jam) 14,5 – 17,0
Berenang, umum 4,0
(WHO, 2010).
Untuk menilai intensitas aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden,
GPAQ mengelompokkan intensitas menjadi 3 tingkatan menurut nilai METs,
yaitu :
• Intensitas Ringan : < 3 Mets
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 25/35
• Intensitas Sedang : 3-6 Mets
• Intensitas Berat : > 6 Mets
Pengelompokkan intensitas aktivitas fisik ini mempermudah kita
mengklasifikasikan setiap aktivitas fisik yang dilakukan responden sesuai dengan
intensitasnya (ringan, sedang, atau berat) pada saat menilai kuesioner GPAQ yang
telah diisi oleh responden.
Dalam menganalisis data-data pada kuesioner GPAQ yang akan diberikan
kepada responden, digunakan indikator kategori berdasarkan perhitungan total
volume aktivitas fisik yang disajikan dalam MET menit/minggu (independen
terhadap berat badan) dan dinyatakan dengan perhitungan ekuivalen MET yang
dikalikan dengan waktu yang digunakan bagi semua aktivitas fisik (WHO, 2010).
Untuk perhitungan indikator kategori, digunakan kriteria GPAQ WHO
2010 yaitu total waktu yang dihabiskan dalam melakukan aktivitas fisik selama 1
minggu. Tiga tingkat aktivitas fisik yang disarankan untuk mengklasifikasikan
populasi tinggi, sedang, dan rendah adalah melalui kriteria-kriteria berikut:
• Tinggi
Seseorang yang memiliki salah satu kriteria berikut ini sudah
diklasifikasikan dalam kategori tinggi, yaitu :
- melakukan aktivitas yang berat minimal 3 hari dengan intensitas
minimal 1500 MET-menit/minggu, atau
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 26/35
- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan
berjalan dalam 7 hari dengan intensitas minimal 3000 MET-
menit/minggu
• Sedang
Seseorang yang tidak memenuhi kriteria untuk tingkat tinggi dan memiliki
salah satu kriteria yang diklasifikasikan sebagai berikut :
- intensitas aktivitas kuat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau
lebih, atau
- melakukan aktivitas sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan
paling sedikit 30 menit/hari, atau
- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan
berjalan dalam 5 hari atau lebih dengan intensitas minimal 600
MET-menit/minggu
• Rendah
Orang yang tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang telah
disebutkan dalam kategori kuat maupun kategori sedang.
tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 27/35
2.3 Kerangka Teori
2.4 Hipotesis
Ho : Tidak terdapat hubungan kurangnya aktifitas fisik tubuh dengan
peningkatan resiko osteoporosis.
Ha : Terdapat hubungan kurangnya aktifitas fisik tubuh dengan peningkatan
resiko osteoporosis.
Aktivitas Fisik
Resiko
Osteoporosi
Kepadatan Tulang
Tipe
Frekuensi
Durasi
Intensitas
+
-
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 28/35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah studi cross
sectional dimana variabel bebas dan variabel terikat diukur dalam waktu yang
bersamaan, untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih.
3.2 Lokasi dan Waktu penelitian
3.2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit
Undata Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah.
1.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November tahun 2011.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
berkunjung ke Rumah Sakit Undata Palu bagian Poli Lansia pada
tahun 2011.
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 29/35
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang berkunjung
ke Rumah Sakit Undata Palu bagian Poli Lansia yang memeriksakan
kepadatan tulang.
Penentuan sampel dengan menggunakan metode Consecutive
sampling dimana sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan
eksklusi.
a) Kriteria inklusi :
wanita berusia 45 – 65 tahun
bersedia mengikuti penelitian
telah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan kepadatan tulang
di Rumah Sakit Undata Palu
dapat membaca, mendengar, dan berbicara
b) Kriteria eksklusi :
mengalami patah tulang
mengkonsumsi alcohol
merokok
menderita DM, diare kronis, penyakit ginjal atau hati
menggunakan kontrasepsi hormonal
menggunakan obat kortikosteroid
Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus :
2
)(1d N
N n
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 30/35
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = derajat kepercayaan (dipakai 0,05)
3.4 Variabel dan Definisi Operasional
3.4.1 Variabel
a. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aktifitas fisik.
b. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah resiko osteoporosis.
3.4.2 Definisi Operasional
a. Resiko Osteoporosis
Didefinisikan sebagai suatu kondisi fisik yang beresiko terkena
penyakit osteoporosis. WHO menyatakan osteoporosis adalah
keadaan dimana kepadatan mineral tulang dibawah -2,5 SD,
osteopenia adalah keadaan dimana kepadatan mineral -1 sampai -2,5
SD sedangkan dinyatakan normal adalah bila kepadatan mineral
tulang diatas -1 SD.
Skala : interval
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 31/35
b. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik adalah suatu bentuk aktifitas responden yang diukur
melalui tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas aktivitas yang dilakukan
oleh responden.
Skala : interval
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Sumber Data
a. Data primer
Diperoleh secara langsung dari responden dengan cara
wawancara menggunakan kuesioner meliputi berbagai pertanyaan
tentang aktivitas fisik.
b. Data sekunder
Diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit mengenai data
karakteristik responden dan status kesehatan yaitu kepadatan
tulang.
3.5.2 Instrumen
Alat untuk mengukur kepadatan tulang menggunakan Ultrasound
Bone Densitometry satuan gr/cm2. Alat ini adalah salah satu teknik/ metode
pengukuran densitas tulang dengan menggunakan gelombang suara
(ultrasound). Pada umumnya digunakan sebagai tes pendahuluan (screening).
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 32/35
Teknik ini karena menggunakan suara bukan menggunakan sinar-X sebagai
dasar pengukuran sehingga tidak membuat orang terpapar radiasi dan tidak
membutuhkan ahli radiologi untuk melakukan prosedurnya. Alat ini mudah
dibawa, penggunaannya cepat, murah dibandingkan DEXA dan mempunyai
keuntungan yang sama dengan alat X-ray peripheral. Alat ini biasanya
mengukur tulang tumit, lengan bawah dan tulang kering. Satuan : gr/cm2
Alat untuk memperoleh data aktifitas fisik menggunakan kuesioner.
Kuisioner yang dimaksud adalah Global Physical Activity Questionnaairre
(GPAQ) yang dikembangkan oleh WHO untuk pengawasan aktivitas fisik di
negara-negara terutama negara yang sedang berkembang. GPAQ merupakan
instrumen yang mutakhir dan terbaik yang dirancang untuk menyediakan data
valid tentang pola aktivitas.
3.5.3 Alur penelitian
Penelitian ini dilakukan pada wanita usia 45 tahun sampai 65 tahun
yang memeriksa kepadatan tulang atau osteoporosis di RS Undata Palu,
dimulai dari:
a. pemilihan subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi
b. pelaksanaan wawancara menggunakan kuesioner untuk
mendapatkan data primer.
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 33/35
c. melakukan analisis data secara univariat dan bivariat dengan
menggunakan uji statistik berdasarkan pengaruh variabel-variabel
yang diteliti
3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1 Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh dilakukan pengolahan dengan langkah langkah
sebagai berikut :
a. Editing (penyuntingan)
Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua isian pada
item pertanyaan dalam kuesioner, untuk mengetahui kelengkapan
dalam pengisian, konsisten dan relevansi serta kejelasan jawaban.
b. Koding (penyandian)
Kegiatan tahap ini adalah mengubah informasi dengan
menggunakan kode-kode tertentu sebagai kunci jawaban yang telah
disusun dalam bentuk angka untuk mempermudah proses
pengolahan selanjutnya.
1) Pekerjaan
Kriteria yang ditetapkan adalah :
a) Bekerja, kode : 1
b) Tidak bekerja, kode : 0
2) Aktifitas fisik
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 34/35
Kategori yang ditetapkan adalah :
a) Baik, bila jumlah skor 3. Kode : 1
b) Kurang, bila jumlah skor ≤ 2. Kode : 2
c. Entry
Memasukkan data pada program komputer.
d. Tabulating
Meringkas dan menyajikan data yang telah diperoleh dalam bentuk
tabel dan narasi.
e. Skoring
Memberikan skor pada variabel yang digunakan untuk analisis data.
1) Aktifitas fisik
Pertanyaan pada variabel aktifitas fisik meliputi pertanyaan
rutinitas berolahraga dalam seminggu, frekuensi berolahraga
dalam seminggu dan durasi dalam satu kali olahraga. Skor yang
ditetapkan pada tiap-tiap pertanyaan adalah :
a) pertanyaan 1
(1) skor 1 bila pertanyaan dijawab rutin berolahraga dalam
seminggu.
(2) skor 0 bila pertanyaan dijawab tidak rutin berolahraga
dalam seminggu.
b) pertanyaan 2
(1) skor 1 bila pertanyaan dijawab frekuensi berolahraga
dilakukan ≥ 3 kali dalam seminggu
5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 35/35
(2) skor 0 bila pertanyaan dijawab frekuensi berolahraga
dilakukan ≤ 2 kali dalam seminggu
c) pertanyaan 3
(1) skor 1 bila pertanyaan dijawab durasi berolahraga
dilakukan ≥ 30 menit dalam 1 kali berolahraga
(2) skor 0 bila pertanyaan dijawab durasi berolahraga
dilakukan < 30 menit dalam 1 kali berolahraga.
3.6.2 Analisis data
a. Analisis Univariat
Analisis deskriptif untuk menggambarkan nilai minimum,
maksimum, mean dan rata-rata dari tiap-tiap variabel yang diteliti
yang dijabarkan dengan menggunakan tabel frekuensi atau grafik
dan narasi.
b. Analisis Bivariat
Uji kenormalan data dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov
untuk variabel yang berskala interval yaitu aktifitas fisik dan
kepadatan tulang.