35
 PROPOSAL PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KURANGNYA AKTIVITAS FISIK TUBUH TERHADAP RESIKO OSTEOPOROSIS PADA WANITA USIA 45-65 TAHUN DI RUMAH SAKIT UNDATA PALU BYZANTINE WULANDARI PARUBAK G 501 08 040 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2011

Byzantine g50108040

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 1/35

 

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KURANGNYA AKTIVITAS FISIK TUBUH

TERHADAP RESIKO OSTEOPOROSIS PADA WANITA USIA 45-65 TAHUN

DI RUMAH SAKIT UNDATA PALU

BYZANTINE WULANDARI PARUBAK

G 501 08 040

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2011

Page 2: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 2/35

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Osteoporosis adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh proses penuaan

dimana tulang melemah dan kehilangan massanya, menjadi tipis, rapuh, dan

mudah patah (Budisantoro dan Pradana, 1994). Secara statistik, osteoporosis

didefinisikan sebagai keadaan dimana Densitas Mineral Tulang (DMT) berada di

bawah nilai rujukan menurut umur atau standar deviasi berada di bawah nilai rata-

rata rujukan pada usia dewasa muda (Depkes, 2002).

Sebelum terjadi osteoporosis, seseorang terlebih dahulu mengalami proses

osteopenia, yaitu suatu kondisi hilangnya sejumlah massa tulang akibat berbagai

keadaan. Penyakit ini dijuluki sebagai Silent Epidemic Disease, karena menyerang

secara diam-diam, tanpa adanya tanda-tanda khusus, sampai si pasien mengalami

patah tulang.(Rebecca,dr, 2007)

Hasil analisa data risiko osteoporosis pada tahun 2005 dengan jumlah

sampel 65.727 orang ( 22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan) yang dilakukan

oleh Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi pada 16 wilayah di

Indonesia menunjukkan angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) sebesar

41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk 

Indonesia memiliki risiko untuk terkena osteoporosis. Jumlah itu lebih tinggi dari

pada prevalensi dunia, yakni satu dari tiga orang (International Osteoporosis

Page 3: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 3/35

 

Foundation, 2010). Juga diperoleh data bahwa prevalensi osteopenia dan

osteoporosis usia < 55 tahun pada pria cenderung lebih tinggi dibanding wanita,

sedangkan >55 tahun peningkatan osteopenia pada wanita enam kali lebih besar

dari pria dan peningkatan osteoporosis pada wanita dua kali lebih besar dari pria.

Tingginya angka kejadian osteoporosis pada wanita lansia disebabkan oleh

penurunan kadar estrogen akibat proses penuaan pada saat mendekati masa

menopause. Penurunan produksi hormon estrogen akan diikuti dengan

meningkatnya kalsium yang terbuang dari tubuh seorang wanita (Perry and

O’Hanlan, 2003). Hal ini secara berangsur akan menyebabkan penurunan

kepadatan tulang atau terjadi pengurangan dalam massa jaringan tulang per unit

volume (g/cm2), sehingga tulang menjadi tipis, lebih rapuh, dan mengandung

sedikit kalsium (Hartono,dr, 2001)

Osteoporosis tidak hanya berhubungan dengan menopause tetapi juga

berhubungan dengan faktor-faktor lain seperti merokok, postur tubuh kecil,

kurang aktifitas tubuh, kurangnya paparan sinar matahari, obat-obatan yang

menurunkan massa tulang, asupan kalsium yang rendah, konsumsi kafein,

alkohol, serta penyakit diabetes mellitus tipe I dan II (Hartono,dr, 2001)

Pencegahan osteoporosis harus dilakukan sejak dini sampai usia dewasa

muda agar mencapai kondisi puncak massa tulang ( peak bone mass). Bila tercapai

kondisi puncak massa tulang pada usia dewasa muda, kemungkinan terjadi

osteoporosis pada usia lanjut akan kecil atau paling sedikit ditunda kejadiannya

dengan membudayakan perilaku hidup sehat yang intinya mengkonsumsi

makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi dengan unsur

Page 4: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 4/35

 

kaya serat, rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg kalsium per hari),

berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol karena

rokok dan alkohol meningkatkan risiko osteoporosis dua kali lipat (Hartono,dr,

2001)

Pada penelitian ini, penulis lebih memfokuskan untuk meneliti pengaruh

aktivitas fisik terhadap resiko osteoporosis, dimana aktivitas fisik sangat

mempengaruhi pembentukan masa tulang. Beberapa hasil penelitian

menununjukkan aktivitas fisik seperti berjalan kaki, berenang, dan naik sepeda

pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan

demineralisasi tulang karena pertambahan umur.(Recker et.al, 2000).

Berdasarkan penelitian-penelitian yang ada di atas Osteoporosis

merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup serius dan perlu perhatian

yang serius sejak dini. Atas dasar inilah peneliti berusaha menganalisa hubungan

kedua variabel, agar kedepannya penelitian ini dapat lebih bermanfaat untuk 

pengetahuan dalam bidang preventif penyakit osteoporosis.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, masalah dapat

dirumuskan sebagai berikut:

Apakah ada hubungan yang signifikan antara kurangnya aktivitas fisik 

tubuh terhadap resiko terjadinya penyakit osteoporosis? Bagaimana pengaruhnya?

Page 5: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 5/35

 

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kurangnya aktivitas fisik tubuh

terhadap resiko osteoporosis.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.  Mendiskripsikan osteoporosis

2.  Mendiskripsikan aktifitas fisik 

3.  Menganalisis hubungan aktifitas fisik dengan kepadatan tulang

pada wanita usia 45-65 tahun

1.4 Manfaat Penelitian

1. Untuk dapat memberikan informasi tentang efek dari kurangnya

aktivitas fisik tubuh terhadap resiko penyakit osteoporosis

2. Sebagai tambahan informasi tentang manfaat aktivitas fisik tubuh

pengaruhnya terhadap kepadatan tulang, sehingga dapat

dilakukan upaya pencegahan terjadinya osteoporosis pada

kelompok risiko

3. Untuk memberikan pengalaman yang berharga bagi peneliti

dalam menambah wawasan ilmiah dan pengembangan diri

khususnya dalam bidang penelitian

Page 6: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 6/35

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Osteoporosis

2.1.1 Definisi Osteoporosis

Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata  porosis berarti

berlubang atau dalam istilah populer adalah tulang keropos. Kelompok 

kerja WHO dan konsensus ahli mendefinisikan osteoporosis sebagai

penyakit yang ditandai dengan rendahnya massa tulang dan

memburuknya mikrostruktural jaringan tulang menyebabkan kerapuhan

tulang sehingga meningkatkan risiko terjadinya fraktur. Keadaan

tersebut tidak memberikan keluhan klinis kecuali apabila telah terjadi

fraktur (Thief in the night ). (Lane, 2003)

Menurut  American Association of Clinical Endocrinologists

(AACE) puncak pembentukan massa tulang (Peak Bone Mass) terjadi

pada usia 10-35 tahun dan sangat tergantung pada asupan kalsium dan

aktivitas fisik.

Gambar 2.a menunjukkan perbedaan kepadatan tulang normal

dengan yang keropos.

Page 7: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 7/35

 

 

Normal Keropos

Gambar 2.a Konstruksi Tulang Normal dan Keropos (Rebecca,dr, 2007)

2.1.2 Faktor - Faktor Risiko Osteoporosis

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktor-faktor

yang berisiko terkena osteoporosis, antara lain:

a)  Riwayat Keluarga

Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga

menderita osteoporosis. Faktor genetik ini terutama berpengaruh

pada ukuran dan densitas tulang. Wanita yang mempunyai ibu

pernah mengalami patah tulang panggul, dalam usia tua akan dua

kali lebih mudah terkena patah tulang yang sama.

b)  Usia

Kehilangan massa tulang meningkat seiring dengan

meningkatnya usia. Semakin bertambah usia, semakin besar risiko

mengalami osteoporosis karena tulang menjadi berkurang kekuatan

dan kepadatannya. Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah

usia antara 30 sampai 35 tahun. Patah tulang meningkat pada wanita

Page 8: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 8/35

 

usia >45 tahun, sedangkan pada laki-laki patah tulang baru

meningkat pada usia >75 tahun. Penyusutan massa tulang sampai 3-

6% pertahun terjadi pada 5-10 tahun pertama pascamenopause. Pada

usia lanjut penyusutan terjadi sebanyak 1% per tahun. Namun, pada

wanita yang memiliki faktor risiko penyusutan dapat terjadi hingga

3% per tahun. Selain itu, pada usia lanjut juga terjadi penurunan

kadar 1,25 (OH)2D yang disebabkan oleh kurangnya masukan

vitamin D dalam diet, gangguan absorpsi vitamin D, dan

berkurangnya vitamin D dalam kulit.

c)  Aktifitas Fisik 

Kurang kegiatan fisik menyebabkan sekresi Ca yang tinggi

dan pembentukan tulang tidak maksimum. Namun aktifitas fisik 

yang terlalu berat pada usia menjelang menopause justru dapat

menyebabkan penyusutan tulang. Kurang berolahraga juga dapat

menghambat proses pembentukan tulang sehingga kepadatan massa

tulang akan berkurang. Semakin banyak bergerak dan olah raga,

Page 9: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 9/35

 

maka otot akan memacu tulang untuk membentuk massa. Beberapa

hasil penelitian menunjukkan bahwa akivitas fisik seperti berjalan

kaki pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan

menurunkan demineralisasi tulang karena pertambahan umur. Hasil

penelitian Recker et.al dalam Groff dan Gropper (2000),

membuktikan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan penambahan

kepadatan tulang spinal. Aktivitas fisik harus mempunyai unsur

pembebanan pada tubuh atau anggota gerak dan penekanan pada

aksis tulang untuk meningkatkan respon osteogenik dari estrogen.

d)  Status Gizi

Zat gizi dan gaya hidup juga mempengaruhi kondisi tulang,

meskipun hal ini mungkin lebih berhubungan dengan variabel luar

seperti zat gizi dan aktifitas fisik yang tidak teratur. Perawakan kurus

dan memiliki bobot tubuh cenderung ringan merupakan faktor risiko

terjadinya kepadatan tulang yang rendah. Hubungan positif terjadi

bila berat badan meningkat dan kepadatan tulang juga meningkat.

(Lane, 2003)

2.1.3 Etiologi

Menurut etiologinya osteoporosis dapat dikelompokkan dalam

osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer

terjadi akibat kekurangan massa tulang yang terjadi karena faktor usia

secara alami. Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian:

Page 10: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 10/35

 

1)  Tipe I (Post Menopausal)

Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (usia 53-75 tahun).

Ditandai oleh fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’fracture, dan

berkurangnya gigi geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan

trabekular pada tempat tersebut, dimana jaringan trabekular lebih

responsif terhadap defisiensi estrogen.

2)  Tipe II (Senile)

Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh 

fraktur panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa

tulang kortikal terbesar terjadi pada usia tersebut.

Osteoporosis sekunder dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang

disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau dapat pula akibat

pemberian obat yang mempercepat pengeroposan tulang. Contoh

penyebab osteoporosis sekunder antara lain gagal ginjal kronis,

hiperparatiroidisme (hormon paratiroid yang meningkat), hipertirodisme

(kelebihan horman gondok), hipogonadisme (kekurangan horman seks),

multiple mieloma, malnutrisi, faktor genetik, dan obat-obatan. (Yatim,

Faisal dr, 2003)

2.1.4 Patogenesis

Tulang manusia terdiri atas 15% tulang trabekular dan 85% tulang

kortikular. Tulang tidak hanya berfungsi sebagai stabilitator, tetapi juga

Page 11: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 11/35

 

sebagai cadangan kalsium, fosfat, magnesium, natrium, kalium, laktat,

dan sitrat. Kalsium merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh.

Bila terjadi kekurangan kalsium tubuh, kadar kalsium dapat

dipertahankan stabil melalui mobilisasi kalsium dari tulang. Tulang

mengalami proses resorbsi dan formasi secara terus menerus yang

disebut sebagai remodelling tulang. Proses remodeling tulang

merupakan proses mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali

dengan resorbsi atau penyerapan tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh

formasi atau pembentukan tulang oleh osteoblas. Proses remodelling

diawali dengan pengaktifan osteoklast oleh sitokin tertentu. Sitokin yang

berasal dari monosit-monosit dan yang berasal sel-sel osteoblast (sel

induk) itu sendiri sangat berperan pada aktivitas osteoklas. Estrogen

mengurangi aktivitas osteoklas, sedangkan bila kekurangan estrogen,

dapat meningkatkan aktivitas osteoklas. Enzim proteolitik, seperti

kolagen membantu osteoklas dalam proses pembentukkan tulang. Pada

tahap resorpsi, osteoklas bekerja mengikis permukaan daerah tulang

yang perlu diganti. Proses resorbsi ini ditandai dengan pelepasan

berbagai metabolit yang sebagian dapat dipergunakan sebagai pertanda

(marker) untuk melihat tingkat proses dinamisasi tulang. Pada proses

pembentukkan, osteoblast mulai bekerja. Sel yang berasal dari sel

mesenkim ini menyusun diri pada daerah permukaan berongga dan

membentuk matriks baru (osteosit) yang kelak akan mengalami proses

mineralisasi melalui pembentukkan kalsium hidroksiapetit dan jaringan

Page 12: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 12/35

 

matriks kolagen. Dalam proses pembentukan tulang, hal yang sangat

penting adalah koordinasi yang baik antara osteoklas, osteoblas, dan sel-

sel endotel. Selama sistem ini berada dalam keseimbangan, pembentukan

dan penghancuran tulang akan selalu seimbang.

Pada usia reproduksi, dimana fungsi ovarium masih baik, terdapat

keseimbangan antara proses pembentukkan tulang (osteoblas) dan proses

laju pergantian tulang (osteoklas) sehingga tidak timbul pengeroposan

tulang. Namun, ketika memasuki usia klimakterium, keseimbangan

antara osteoklas dan osteobals mulai mengalami gangguan, fungsi

osteoblas mulai menurun dan pembentukkan tulang baru pun berkurang,

sedangkan osteoklas menjadi hiperaktif dan dengan sendirinya

penggantian tulang berlangsung sangat cepat (high turnover ). Aktivitas

osteoklas ditandai dengan terjadinya pengeluaran hidroksiprolin dan

piridinolincrosslink melalui urin, serta asam fosfat dalam plasma. (Lane,

2003)

2.1.5  Diagnosis

Pengukuran densitas tulang merupakan kriteria utama untuk 

menegakkan diagnosis dan monitoring osteoporosis dengan

densitometri, computed tomography scan (CT Scan), atau ultrasound.

Diagnosis osteoporosis dapat dilakukan dengan cara anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada saat ini bakuan

untuk diagnosis osteoporosis diperoleh dengan menggunakan teknik 

Page 13: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 13/35

 

Dual Energy X-ray Absorpsiometry (DEXA) yang mengukur kepadatan

tulang sentral. Kelangkaan dan mahalnya DEXA untuk sementara dapat

digantikan dengan alat Ultrasound Densitometry atau Quantitative

Ultrasound (QUS) yang lebih murah, mudah dipindahkan dan tidak 

terdapat efek radiasi tetapi tidak dapat mengukur secara langsung BMD

( Bone Mineral Density). Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk 

mengukur kepadatan mineral tulang adalah sebagai berikut :

a) Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA), menggunakan dua

sinar – X berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan

tulang belakang dan pangkal paha. Alat ini berbentuk seperti tandu

rumah sakit dengan bagian bawahnya yang ditutup. Alat ini

mempunyai meja beralas tipis, lengan bisa digerakkan diatasnya,

dan disambungkan ke komputer. Bagian bawah meja dipasangi

peralatan sinar-X. Seorang yang menjalani pengukuran kepadatan

tulang dapat menggunakan pakaian lengkap namun tidak 

mengandung besi seperti resleting. Sejumlah sinar-X dipancarkan

pada bagian tulang dan jaringan lunak yang dibandingkan dengan

bagian yang lain. Tulang yang mempunyai kepadatan tulang

tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-X yang melewatinya.

DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk mengukur

kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2%

mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat

cepat dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah

Page 14: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 14/35

 

tetapi lebih mahal dibandingkan dengan metode ultrasounds.

Satuan: gr/cm2.

b) Peripheral Dual-Energy X-ray Absorptiometry dan Single-Energy

Xray Absorptiometry (P-DXA dan P-SXA), merupakan hasil

modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota

badan bagian perifer/bagian tepi tubuh seperti pergelangan tangan

atau tumit tetapi tidak dapat mengukur kepadatan tulang yang

berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal paha.

Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur

maka pengukuran dengan P-DEXA tidak diperlukan. Mesin P-

DEXA mudah dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan dosis

yang sangat kecil dan hasilnya lebih cepat dan konvensional

dibandingkan DEXA. Satuan:gr/cm2.

c) Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan

(screening). Dalam mengukur massa tulang, teknik ini

menggunakan ultrasound yaitu mengukur gelombang suara, tidak 

menggunakan sinar X sebagai dasar pengukuran. Teknik ini tidak 

membuat orang terpapar radiasi karena menggunakan suara bukan

sinar X, dan tidak membutuhkan ahli radiologi untuk melakukan

prosedurnya. Alat ini mudah dibawa dan mempunyai keuntungan

yang sama dengan alat peripheral diatas. Alat ini biasanya

mengukur tulang tumit lengan bawah dan tulang kering. Teknik ini

tidak memiliki kemampuan memprediksi patah tulang pinggul

Page 15: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 15/35

 

seperti pada DEXA. Jika hasilnya mengindikasikan kepadatan

mineral tulang rendah maka dianjurkan untuk tes menggunakan

DEXA. Ultrasounds dalam penggunaannya cepat, mudah dan tidak 

menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu kelemahan

ultrasounds adalah tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral

tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis. Pengukuran

ini memiliki kelemahan dalam kepekaan karena yang diukur adalah

bagian tumit. Perubahan kepadatan pada tulang tumit lebih lambat

dibandingkan tulang belakang atau pinggul. Jadi dapat saja terjadi

kasus kepadatan tulang tumitnya normal, namu bagian pusat seperti

tulang belakang atau pinggul tidak normal. Penggunaan ultrasounds

 juga lebih terbatas dibadingkan DEXA. Satuan : gr/cm2.

d) Quantitative Computed Tomography (QCT), adalah suatu model

dari CT-scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang.

Salah satu model dari QCT disebut peripheral QCT (pQCT) yang

dapat mengukur kepadatan tulang anggota badan seperti

pergelangan tangan. Pada umumnya pengukuran dengan QCT

 jarang dianjurkan karena sangat mahal, menggunakan radiasi

dengan dosis tinggi dan kurang akurat dibandingkan dengan DEXA

atau P-DEXA. Satuan : gr/cm2. (Yatim, Faisal dr, 2003)

Page 16: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 16/35

 

Hasil pengukuran kepadatan tulang dapat disajikan dalam beberapa

bentuk, yaitu :

a)  T-score

T-score hasil pengukuran kepadatan tulang dibandingkan dengan nilai

rata-rata kepadatan tulang sehat pada umur 30 tahun. Nilai kepadatan mineral

tulang selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok 

yang direferensikan.

1)  Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan

yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat

pada usia 30 tahun.

2)  Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan

mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat

pada usia 30 tahun. Tabel 2.a menunjukkan kepadatan tulang berdasarkan

T-score menurut World Health Organization (WHO).

Tabel 2.a Kepadatan Tulang Berdasarkan T-Score

Kategori Nilai T-Score

Normal

OsteopeniaOsteoporosis

Osteoporosis parah

-1 ≤ SD < 2.5 

-2.5 ≤ SD <-1< -2.5

<-2.5 dan adanya satu atau lebih fraktur

b)  Z-score

Nilai kepadatan tulang yang diperoleh dibandingkan dengan hasil yang

lain dari kelompok orang yang mempunyai umur, jenis kelamin dan ras yang

Page 17: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 17/35

 

sama. Nilai Z-score hasil pengukuran kepadatan tulang diberikan dalam

standar deviasi (SD) dari nilai rata-rata kelompoknya. Nilai kepadatan mineral

tulang selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok 

yang direferensikan.

1)  Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan

yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang yang lain

dalam kelompoknya.

2)  Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan

mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang yang

lain dalam kelompoknya. Z-score direkomendasikan bagi pria dan wanita

yang berusia muda serta anak-anak. Penilaian kepadatan tulang dengan

menggunakan Z-Score disajikan menurut  International Society for 

Clinical Densitometry (ISCD) sebagaimana pada tabel 2.b. (WHO)

Tabel 2.b Kepadatan Tulang Berdasarkan Z-Score

Kategori Z-Score

Normal

Kepadatan tulang rendah

≥ -2 SD

< -2 SD

Page 18: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 18/35

 

2.2  Aktivitas Fisik 

2.2.1 Pengertian Aktivitas Fisik 

Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-

otot skeletal yang mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik terdiri

dari aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Setiap orang

melakukan aktivitas fisik yang bervariasi antara individu satu dengan yang

lain bergantung gaya hidup perorangan dan faktor lainnya seperti jenis

kelamin, umur, pekerjaan, dan lain-lain. Aktivitas fisik sangat disarankan

kepada semua individu untuk menjaga kesehatan. Berbagai tipe dan jumlah

aktivitas fisik sangat diperlukan untuk hasil kesehatan yang berbeda

(Kristanti, 2002).

Aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana

disebut latihan jasmani, sedangkan aktivitas fisik yang tidak dilakukan

secara terstruktur dan terencana disebut aktivitas fisik sehari-hari. Untuk 

menilai aktivitas fisik, 4 dimensi utama yang menjadi fokus yaitu tipe,

frekuensi, durasi, dan intensitas aktivitas fisik. Tipe adalah jenis aktivitas

fisik seperti berjalan, bersepeda, olahraga, dan lain-lain; frekuensi aktivitas

fisik mengacu kepada jumlah sesi aktivitas fisik per satuan waktu tertentu;

durasi aktivitas fisik merupakan lamanya waktu yang dihabiskan ketika

melakukan aktivitas fisik; dan intensitas aktivitas fisik sering dinyatakan

dengan istilah ringan, sedang, atau berat (Gibney, 2009).

Secara teoritis, tipe, frekuensi, dan durasi dari aktivitas fisik lebih

mudah dinilai daripada intensitas, karena sebagian besar subjek penelitian

Page 19: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 19/35

 

dapat mengingat jenis, jumlah sesi, dan lamanya aktivitas fisik yang mereka

lakukan. Untuk itu, dalam menilai intensitas aktivitas fisik, kita dapat

menjadikan pedoman pengeluaran energi dari berbagai bentuk ativitas fisik 

yang dinyatakan dalam Metabolic Energy Turnover (METs) dan Kilo kalori

(Kkal). Dalam hal ini, kita akan menggunakan METs yang berarti kebutuhan

energi pada saat istirahat yang dinyatakan dalam volume oksigen saat

istirahat yaitu setara dengan 3,5 ml Oksigen/KgBB/menit atau 1 kilo

kalori/KgBB/jam. Jadi, 1 Mets sama dengan pengeluaran energi pada saat

istirahat, yaitu sekitar 1 kilo kalori/KgBB/jam (Gibney, 2009).

Aktivitas fisik dapat pula dinilai dalam bentuk total volume aktivitas

fisik atau pengeluaran energi yang berkaitan dengan aktivitas fisik. Sebagian

instrumen pengkajian yang ada dapat menangkap frekuensi, durasi, dan

intensitas di samping total volume aktivitas fisik. Ketika mengkaji aktivitas

fisik bagi kesehatan masyarakat, total volume aktivitas fisik dapat sangat

penting karena dimensi ini tampaknya memberikan dampak yang sangat

signifikan pada status kesehatan. Total volume aktivitas fisik dapat

ditentukan kuantitasnya dengan satuan METs per hari atau per minggu.

Yaitu, intensitas semua aktivitas yang berbeda selama periode pengkajian

dinyatakan ekuivalen MET yang dikalikan dengan waktu yang digunakan

bagi semua aktivitas. Cara ini sering dilakukan untuk menyatakan total

volume aktivitas fisik ketika menggunakan metode kuesioner (Gibney,

2009).

Page 20: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 20/35

 

Dalam mengukur aktivitas fisik, terdapat berberapa metode

pengukuran, seperti:

1)  Kalorimeter

Keuntungannya adalah :

- pengukuran akurat keluaran energi, konsumsi oksigen, dan

produksi karbondioksida

- kelompok kecil atau perorangan

Kerugiannya adalah :

- prosedur rumit dan biaya mahal

2)  Keadaan fisiologi

Contohnya : pemantauan kecepatan denyut jantung

Keuntungannya adalah :

- mudah digunakan

- intensitas, frekuensi, durasi tergambar jelas

- perekaman data cepat dan sederhana

Kerugiannya adalah :

- sulit digunakan secara massal karena sampelnya banyak dan biaya

menjadi mahal

3)  Instrumen survei waktu bekerja dan waktu luang

a.  klasifikasi pekerjaan

b.  rekaman atau catatan aktivitas fisik 

c.  kuesioner phsical activity recall 

d.  laporan pribadi seperti : wawancara, diary

Page 21: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 21/35

 

Keuntungan :

- cocok bagi individu, kelompok kecil atau masyarakat banyak 

- mudah dilakukan dan praktis

- dapat memberikan informasi aktivitas fisik yang terinci

- biaya murah

Kerugian :

- pengisian sepanjang hari dan kepatuhan rendah (McArdle, 2005)

2.2.2 Global Physical Activity Questionnairre (GPAQ)

Peran aktivitas fisik untuk mencegah penyakit tidak menular yang

kronik sangat penting, namun data yang berguna untuk menginformasikan

hal tersebut masih kurang. Oleh karena itu, WHO mengembangkan Global

Physical Activity Questionnaairre (GPAQ) untuk pengawasan aktivitas fisik 

di negara-negara terutama negara yang sedang berkembang. GPAQ

merupakan instrumen yang mutakhir dan terbaik yang dirancang untuk 

menyediakan data valid tentang pola aktivitas yang dapat digunakan untuk 

pengumpulan data nasional (Kristanti, 2002).

GPAQ telah mengalami sebuah program penelitian yang

menunjukkan bahwa GPAQ adalah valid dan reliabel, tetapi juga mudah

beradaptasi dengan perbedaan budaya yang ada di negara-negara

berkembang (WHO, 2010).

GPAQ mencakup 4 area aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik pada hari-

hari kerja, aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olahraga, transportasi,

Page 22: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 22/35

 

pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orangtua (Kristanti,2002).

Berikut ini adalah paparan cakupan 4 area dari aktivitas fisik tersebut :

1) Aktivitas fisik pada hari-hari kerja membutuhkan energi lebih banyak 

daripada energi yang dikeluarkan dalam kehidupan sehari-hari.

2) Aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olahraga. Istilah waktu senggang

dapat diartikan berbeda oleh masyarakat dan sering diartikan sebagai

tidak aktif/tidak melakukan kegiatan/bermalas-malasan, maka lebih tepat

disebut sebagai kegiatan di luar pekerjaan.

3) Transportasi, sebagai tambahan dari pekerjaan, kegiatan dalam

perjalanan, seperti bersepeda/berjalan kaki juga membutuhkan banyak 

energi.

4) Pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orangtua. Ini juga merupakan

pekerjaan yang mengeluarkan energi. Terutama dijumpai pada ibu rumah

tangga dan keluarga dari kondisi ekonomi menengah ke bawah.

GPAQ tidak terpaku pada aktivitas minggu lalu, melainkan minggu

minggu pada saat bekerja penuh. Hal ini untuk menghindari kemungkinan

kegiatan di luar secara rutin, misalnya tidak beraktivitas karena mengalami

luka. Secara teori, jangka waktu yang lebih panjang lebih baik, namun perlu

dipikirkan kemungkinan recal bias (Kristanti, 2002).

GPAQ merupakan kuesioner terstruktur yang didesain untuk diisi

sendiri atau ditanyakan melalui interview. Semua pengukuran dikumpulkan

dalam kategori yang terpisah. Pengukuran dibagi menjadi 3 bagian. Bagian

pertama, yaitu aktivitas fisik yang berhubungan dengan pekerjaan;

Page 23: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 23/35

 

menanyakan tentang aktivitas fisik pada hari-hari kerja (aktivitas yang

berat). Bagian kedua, yaitu aktivitas fisik di luar pekerjaan (aktivitas yang

sedang). Bagian ketiga, yaitu aktivitas fisik yang berhubungan dengan

perjalanan; menanyakan tentang macam transportasi yang digunakan untuk 

pergi dan kembali dari tempat kerja, pasar, mesjid/gereja, dan lainnya

(Kristanti, 2002)

Tabel 2.c Nilai MET ( Metabolic Energy Turnover ) dari sejumlah aktivitas fisik 

yang sering dilakukan.

Aktivitas Nilai MET

Konstruksi Umum di luar gedung 5,5

Tukang kayu, umum 3,5

Membawa barang berat 8,0

Duduk, pekerjaan kantor yang ringan,

pertemuan, perbaikan yang ringan

1,5

Berdiri, ringan (penjaga took, piñata rambut,

dll)

2,5

Berdiri, sedang (pedagang, mengangkat

barang yang ringan)

3,5

Membersihkan, umum (sambil berdiri) 3,5

Mencuci piring sambil berdiri 2,3

Memasak sambil berdiri 2,5

Menyetrika 2,3

Menggosok lantai 5,5

Lebih dari satu pekerjaan rumah tangga 3,5

Bermain musik, umum 2,5

Merawat anak 2,5

Berbaring atau duduk diam (sambil menonton

TV, mendengarkan music)

1,0

Memperbaiki rumah, mereparasi kendaraan 3,0

Mereparasi rumah, mengecat 4,5

Mereparasi rumah, mencuci, dan memoles

mobil

4,5

Memotong rumput dengan alat potong 6,0

Page 24: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 24/35

 

manual

Memetik buah dari pohon 3,0

Berkebun, umum 6,5

Menanam tanaman 4,0

Mengemudikan kendaraan 2,0

Mengendarai bus, kereta api 1,5

Mengemudikan sepeda motor 2,5

Menarik becak 6,5

Bersepeda umum, pergi-pulang tempat kerja

(< 16 km/ jam)

4,0

Bersepeda (16 – 22 km / jam) 6,5

Bersepeda (< 22 km / jam) 10,0

Berjalan, perlahan (<3,2 km / jam) 2,0

Berjalan, sedang (4,8 km/jam) 3,5

Berjalan,cepat (6,4 km/jam) 4,0

Bola basket, umum 6,0

Bola basket, pertandingan 8,0

Bowling 3,0

Golf,umum 4,5

Berkuda, umum 4,5

Bermain skateboard 5,0

Sepakbola, pertandingan 10,0

Sepakbola,umum 7,0

Tenis meja 4,0

Bola voli, pertandingan 8,0

Bola voli pantai 8,0

Berlari (8-10 km/jam) 8,0 – 10,5

Berlari (11-13 km/jam) 11,5 – 14,0

Berlari (14-16 km/jam) 14,5 – 17,0

Berenang, umum 4,0

(WHO, 2010).

Untuk menilai intensitas aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden,

GPAQ mengelompokkan intensitas menjadi 3 tingkatan menurut nilai METs,

yaitu :

• Intensitas Ringan : < 3 Mets

Page 25: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 25/35

 

• Intensitas Sedang : 3-6 Mets

• Intensitas Berat : > 6 Mets

Pengelompokkan intensitas aktivitas fisik ini mempermudah kita

mengklasifikasikan setiap aktivitas fisik yang dilakukan responden sesuai dengan

intensitasnya (ringan, sedang, atau berat) pada saat menilai kuesioner GPAQ yang

telah diisi oleh responden.

Dalam menganalisis data-data pada kuesioner GPAQ yang akan diberikan

kepada responden, digunakan indikator kategori berdasarkan perhitungan total

volume aktivitas fisik yang disajikan dalam MET menit/minggu (independen

terhadap berat badan) dan dinyatakan dengan perhitungan ekuivalen MET yang

dikalikan dengan waktu yang digunakan bagi semua aktivitas fisik (WHO, 2010).

Untuk perhitungan indikator kategori, digunakan kriteria GPAQ WHO

2010 yaitu total waktu yang dihabiskan dalam melakukan aktivitas fisik selama 1

minggu. Tiga tingkat aktivitas fisik yang disarankan untuk mengklasifikasikan

populasi tinggi, sedang, dan rendah adalah melalui kriteria-kriteria berikut:

• Tinggi 

Seseorang yang memiliki salah satu kriteria berikut ini sudah

diklasifikasikan dalam kategori tinggi, yaitu :

- melakukan aktivitas yang berat minimal 3 hari dengan intensitas

minimal 1500 MET-menit/minggu, atau

Page 26: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 26/35

 

- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan

berjalan dalam 7 hari dengan intensitas minimal 3000 MET-

menit/minggu

• Sedang 

Seseorang yang tidak memenuhi kriteria untuk tingkat tinggi dan memiliki

salah satu kriteria yang diklasifikasikan sebagai berikut :

- intensitas aktivitas kuat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau

lebih, atau

- melakukan aktivitas sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan

paling sedikit 30 menit/hari, atau

- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan

berjalan dalam 5 hari atau lebih dengan intensitas minimal 600

MET-menit/minggu

• Rendah 

Orang yang tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang telah

disebutkan dalam kategori kuat maupun kategori sedang.

tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas

Page 27: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 27/35

 

2.3  Kerangka Teori

2.4  Hipotesis

Ho : Tidak terdapat hubungan kurangnya aktifitas fisik tubuh dengan

peningkatan resiko osteoporosis.

Ha : Terdapat hubungan kurangnya aktifitas fisik tubuh dengan peningkatan

resiko osteoporosis.

Aktivitas Fisik 

Resiko

Osteoporosi

 

Kepadatan Tulang

Tipe

Frekuensi

Durasi

Intensitas

+

-

Page 28: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 28/35

 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah studi cross

sectional dimana variabel bebas dan variabel terikat diukur dalam waktu yang

bersamaan, untuk menjelaskan hubungan dua variabel atau lebih.

3.2 Lokasi dan Waktu penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit

Undata Kota Palu Propinsi Sulawesi Tengah.

1.2.2  Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan November tahun 2011.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang

berkunjung ke Rumah Sakit Undata Palu bagian Poli Lansia pada

tahun 2011.

Page 29: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 29/35

 

3.3.2  Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang berkunjung

ke Rumah Sakit Undata Palu bagian Poli Lansia yang memeriksakan

kepadatan tulang.

Penentuan sampel dengan menggunakan metode Consecutive

sampling dimana sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan

eksklusi.

a)  Kriteria inklusi :

  wanita berusia 45 – 65 tahun

  bersedia mengikuti penelitian

  telah dilakukan anamnesa dan pemeriksaan kepadatan tulang

di Rumah Sakit Undata Palu

  dapat membaca, mendengar, dan berbicara

b)  Kriteria eksklusi :

  mengalami patah tulang

  mengkonsumsi alcohol

  merokok 

  menderita DM, diare kronis, penyakit ginjal atau hati

  menggunakan kontrasepsi hormonal

  menggunakan obat kortikosteroid

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus :

2

)(1d  N 

 N n

 

Page 30: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 30/35

 

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi

d = derajat kepercayaan (dipakai 0,05)

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel

a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aktifitas fisik.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah resiko osteoporosis.

3.4.2  Definisi Operasional

a. Resiko Osteoporosis

Didefinisikan sebagai suatu kondisi fisik yang beresiko terkena

penyakit osteoporosis. WHO menyatakan osteoporosis adalah

keadaan dimana kepadatan mineral tulang dibawah -2,5 SD,

osteopenia adalah keadaan dimana kepadatan mineral -1 sampai -2,5

SD sedangkan dinyatakan normal adalah bila kepadatan mineral

tulang diatas -1 SD.

Skala : interval

Page 31: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 31/35

 

b. Aktifitas fisik 

Aktifitas fisik adalah suatu bentuk aktifitas responden yang diukur

melalui tipe, frekuensi, durasi, dan intensitas aktivitas yang dilakukan

oleh responden.

Skala : interval

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1  Sumber Data

a.  Data primer

Diperoleh secara langsung dari responden dengan cara

wawancara menggunakan kuesioner meliputi berbagai pertanyaan

tentang aktivitas fisik.

b.  Data sekunder

Diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit mengenai data

karakteristik responden dan status kesehatan yaitu kepadatan

tulang. 

3.5.2 Instrumen 

Alat untuk mengukur kepadatan tulang menggunakan Ultrasound 

 Bone  Densitometry satuan gr/cm2. Alat ini adalah salah satu teknik/ metode

pengukuran densitas tulang dengan menggunakan gelombang suara

(ultrasound). Pada umumnya digunakan sebagai tes pendahuluan (screening).

Page 32: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 32/35

 

Teknik ini karena menggunakan suara bukan menggunakan sinar-X sebagai

dasar pengukuran sehingga tidak membuat orang terpapar radiasi dan tidak 

membutuhkan ahli radiologi untuk melakukan prosedurnya. Alat ini mudah

dibawa, penggunaannya cepat, murah dibandingkan DEXA dan mempunyai

keuntungan yang sama dengan alat X-ray peripheral. Alat ini biasanya

mengukur tulang tumit, lengan bawah dan tulang kering. Satuan : gr/cm2 

Alat untuk memperoleh data aktifitas fisik menggunakan kuesioner.

Kuisioner yang dimaksud adalah Global Physical Activity Questionnaairre 

(GPAQ) yang dikembangkan oleh WHO untuk pengawasan aktivitas fisik di

negara-negara terutama negara yang sedang berkembang. GPAQ merupakan

instrumen yang mutakhir dan terbaik yang dirancang untuk menyediakan data

valid tentang pola aktivitas.

3.5.3 Alur penelitian

Penelitian ini dilakukan pada wanita usia 45 tahun sampai 65 tahun

yang memeriksa kepadatan tulang atau osteoporosis di RS Undata Palu,

dimulai dari:

a.  pemilihan subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi

b.  pelaksanaan wawancara menggunakan kuesioner untuk 

mendapatkan data primer.

Page 33: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 33/35

 

c.  melakukan analisis data secara univariat dan bivariat dengan

menggunakan uji statistik berdasarkan pengaruh variabel-variabel

yang diteliti

3.6 Metode Pengolahan dan Analisis Data

3.6.1  Metode Pengolahan Data

Data yang diperoleh dilakukan pengolahan dengan langkah langkah

sebagai berikut :

a. Editing (penyuntingan)

Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan terhadap semua isian pada

item pertanyaan dalam kuesioner, untuk mengetahui kelengkapan

dalam pengisian, konsisten dan relevansi serta kejelasan jawaban.

b. Koding (penyandian)

Kegiatan tahap ini adalah mengubah informasi dengan

menggunakan kode-kode tertentu sebagai kunci jawaban yang telah

disusun dalam bentuk angka untuk mempermudah proses

pengolahan selanjutnya.

1) Pekerjaan

Kriteria yang ditetapkan adalah :

a)  Bekerja, kode : 1

b)  Tidak bekerja, kode : 0

2) Aktifitas fisik 

Page 34: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 34/35

 

Kategori yang ditetapkan adalah :

a)  Baik, bila jumlah skor 3. Kode : 1

b)  Kurang, bila jumlah skor ≤ 2. Kode : 2 

c. Entry

Memasukkan data pada program komputer.

d. Tabulating

Meringkas dan menyajikan data yang telah diperoleh dalam bentuk 

tabel dan narasi.

e. Skoring

Memberikan skor pada variabel yang digunakan untuk analisis data.

1) Aktifitas fisik 

Pertanyaan pada variabel aktifitas fisik meliputi pertanyaan

rutinitas berolahraga dalam seminggu, frekuensi berolahraga

dalam seminggu dan durasi dalam satu kali olahraga. Skor yang

ditetapkan pada tiap-tiap pertanyaan adalah :

a) pertanyaan 1

(1)  skor 1 bila pertanyaan dijawab rutin berolahraga dalam

seminggu.

(2)  skor 0 bila pertanyaan dijawab tidak rutin berolahraga

dalam seminggu.

b) pertanyaan 2

(1) skor 1 bila pertanyaan dijawab frekuensi berolahraga

dilakukan ≥ 3 kali dalam seminggu 

Page 35: Byzantine g50108040

5/17/2018 Byzantine g50108040 - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/byzantine-g50108040 35/35

 

(2) skor 0 bila pertanyaan dijawab frekuensi berolahraga

dilakukan ≤ 2 kali dalam seminggu 

c) pertanyaan 3

(1) skor 1 bila pertanyaan dijawab durasi berolahraga

dilakukan ≥ 30 menit dalam 1 kali berolahraga

(2) skor 0 bila pertanyaan dijawab durasi berolahraga

dilakukan < 30 menit dalam 1 kali berolahraga.

3.6.2 Analisis data

a. Analisis Univariat

Analisis deskriptif untuk menggambarkan nilai minimum,

maksimum, mean dan rata-rata dari tiap-tiap variabel yang diteliti

yang dijabarkan dengan menggunakan tabel frekuensi atau grafik 

dan narasi.

b. Analisis Bivariat

Uji kenormalan data dengan menggunakan uji Kolmogorov  Smirnov

untuk variabel yang berskala interval yaitu aktifitas fisik dan

kepadatan tulang.