37
BAB 1 PENDAHULUAN Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen. Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat peradangan saluran cerna seperti kolit usus kronis, tergolong berisiko tinggi untuk berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga dengan mereka yang memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko terkena penyakit ini bisa menyerang pada kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun. 1

CA Recti

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen

Citation preview

BAB 1

PENDAHULUAN

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas

saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu

kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolah raga. Kanker rektal

merupakan salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling

mematikan di dunia. Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan

rektum. Namun, penyakit ini bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita

telah terdeteksi secara dini, maka kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50

persen.

Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang. Risikonya akan terus

meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan

Inggris memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko

tiga kali lipat dari kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat

peradangan saluran cerna seperti kolit usus kronis, tergolong berisiko tinggi untuk

berkembang menjadi kanker kolorektal. Demikian juga dengan mereka yang

memiliki riwayat penyakit kanker tersebut, risiko terkena penyakit ini bisa

menyerang pada kelompok usia mana pun di bawah 60 tahun.

Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor

ganas lainnya; 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok

dubur. Sampai saat ini pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI REKTUM

Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis

anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian

ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis,

dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian

ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi muskulus

levator ani. Panjang rrektum berkisa 10-15 cm, dengan keliling 15 cm pada

rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang terluas. Pada orang

dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan : mukosa, submukosa, muskularis

(sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa.

Gambar 1. Anatomi Anus dan Rektum.

2

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis

superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan

kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.

Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis

inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal dari 2

plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika

inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta. Vena ini tidak berkatup

sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma

rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke dalam hati. Vena hemoroidalis

inferior mengalirkan darah ke v. pudenda interna, v. iliaka interna dan sistem vena

kava.

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang

mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke

kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat

mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis anorektum

berjalan seiring dengan v. hemoroidalis seuperior dan melanjut ke kelenjar limfe

mesenterika inferior dan aorta.

Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut

simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2,

3,dan 4. Serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut

parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi

penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan.

2.2 Karsinoma Rectum

2.2.1 Definisi

Kanker rektum adalah penyakit di mana sel-sel kanker terbentuk pada jaringan

rektum, kanker rektal terjadi pada usus besar atau rektum. Adenokarsinoma

mencakup sebagian besar (98%) dari kanker kolon dan rektum, kanker rektum

3

yang lebih jarang terjadi termasuk limfoma (1,3%), karsinoid (0,4%), dan sarcoma

(0,3%).

2.2.2 Etiologi dan Faktor Resiko

1. Polip

Kepentingan utama dari polip bahwa telah diketahui potensial untuk

menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari kanker itu sendiri merupakan sebuah

proses yang bertahap,dimana proses dimulai dari hiperplasia sel mukosa, adenoma

formation, perkembangandari displasia menuju transformasi maligna dan invasif

kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasitumor supresi gen, dan kromosomal deletion

memungkinkan perkembangan dari formasiadenoma, perkembangan dan

peningkatan displasia dan invasif karsinoma.

2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease

2.1 Ulseratif Kolitis

Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon

sekitar 1%dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko

perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena

kolitis dan berbanding lurus denganketerlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis.

Risiko kumulatif adalah 2% pada 10 tahun,8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30

tahun. Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi

dari kanker kolorektal pada ulseratif kolitis denganmengunakan kolonoskopi

untuk menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan

kolitis yang durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan

asumsi bahwa lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker.

Sebuah studi prospektif menyimpulkan bahwa kolektomi yang dilakukan

dengansegera sangat esensial untuk semua pasien yang didiagnosa dengan

displasia yang berhubungan dengan massa atau lesi, yang paling penting dari

analisa mendemonstrasikan bahwa diagnosis displasia tidak menyingkirkan

4

adanya invasif kanker. Diagnosis daridisplasia mempunyai masalah tersendiri

pada pengumpulan sampling spesimen dan variasi perbedaan pendapat antara para

ahli patologi anatomi.

2.2 Penyakit Crohn’s

 Pasien yang menderita penyakit crohn’s mempunyai risiko tinggi untuk

menderitakanker kolorektal tetapi masih kurang jika dibandingkan dengan

ulseratif kolitis.Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit

crohn’s sekitar 20%. Pasiendengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi

dari adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma

meningkat pada tempat strikturoplasty menjadikansebuah biopsy dari dinding

intestinal harus dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty.Telah dilaporkan

juga bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat padafistula

kronik pasien dengan crohn’s disease.

3. Faktor Genetik 

3.1 Riwayat Keluarga

Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat kanker

kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang

mempunyaikanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker

kolorektal dua kalilebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak

memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.

3.2 Herediter Kanker Kolorektal

Abnormalitas genetik terlihat mampu memediasi progresi dari normal

menuju mukosa kolon yang maligna. Sekitar setengah dari seluruh karsinoma dan

adenokarsinoma yang besar berhubungan dengan mutasi. Langkah yang paling

penting dalam menegakkan diagnosa dari sindrom kanker herediter yaitu riwayat

kanker pada keluarga. Mutasi sangat jarang terlihat pada adenoma yang lebih

5

kecil dari 1 cm. Allelic deletion dari 17p ditunjukkan pada ¾ dari seluruh kanker

kolon, dan deletion dari 5q ditunjukkan lebih dari 1/3 dari karsinoma kolon dan

adenoma yang besar. Dua sindrom yang utama dan beberapa varian yang utama

dari sindrom ini menyebabkan kanker kolorektal telah dikenali karakternya. Dua

sindrom ini, dimana mempunyai predisposisi menuju kanker kolorektal memiliki

mekanisme yang berbeda, yaitu familial adenomatous polyposis (FAP) dan

hereditary non polyposis colorectal cancer (HNPCC).

3.3 FAP (Familial Adenomatous Polyposis)

Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi

pada kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat

menggiring kepada kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur 40

sampai 50 tahun. Pada FAP yang telah berlangsung cukup lama, didapatkan polip

yang sangat banyak untuk dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang

aman dan adekuat; ketika hal ini terjadi,direkomendasikan untuk melakukan

prophylactic subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi pada bagian yang

tersisa. Idealnya prophylactic colectomy harus ditunda kecuali terdapat terlalu

banyak polip yang dapat ditangani dengan aman. Prosedur pembedahan elektif

harus sedapat mungkin dihindari ketika memungkinkan. Screening untuk polip

harus dimulai pada saat usia muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg

celecoxib, dua kali sehari selama enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip

sebesar 28%. Tumor lainyang mungkin muncul pada sindrom FAP adalah

karsinoma papillary thyroid, sarcoma,hepatoblastomas, pancreatic carcinomas,

dan medulloblastomas otak. Varian dari FAPtermasuk gardner’s syndrom dan

turcot’s syndrom.

6

3.4 HNPCC (Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)

Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan II.

Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur

yangmuda (±45 tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon kanan.

Abnormalitasgenetik ini terdapat pada mekanisme mismatch repair yang

bertanggung jawab pada defek eksisi dari abnormal repeating sequences dari

DNA, yang dikenal sebagai mikrosatellite(mikrosatellite instability). Retensi dari

squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang

dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+ phenotype), dimana

predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki multitudedari malignansi

primer. Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenomasebaceous,

carcinoma sebaceous, dan multipel keratocanthoma, Termasuk kanker

dariendometrium, ovarium, kandung kemih, ureter, lambung dan traktus biliaris.

Jikadibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal, tumor pada HNPCC

seringkali poorlydifferentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-cell, reaksi

yang mirip crohn’s (nodullymphoid, germinal centers, yang berlokasi pada perifer

inflitrasi kanker kolorektal),kehadiran infiltrasi lymphocytes diantara tumor.

Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini

adenoma kolon yang berukuran kecil dapat menjadikarsinoma dalam 2-3 tahun,

bila dibandingkan dengan proses pada rata-rata kanker kolorektal yang

membutuhkan waktu 8-10 tahun.

Pasien dengan HNPCC mempunyai kecenderungan untuk menderita

kanker kolorektal pada umur yang sangat muda, dan screening harus dimulai pada

umur 20 tahunatau lebih dini 5 tahun dari umur anggota keluarga yang pertama

kali terdiagnosa kanker kolorektal yang berhubungan HNPCC. Angka rata-rata

pasien dengan HNPCC yangdidiagnosa menderita kanker kolorektal pada umur

44 tahun, dibandingkan dengan pasienkontrol yang menderita kanker kolorektal

pada umur 68 tahun. Prognosis dari pasienHNPCC terlihat lebih baik daripada

pasien dengan sporadic kanker kolon. Dari penelitianmenunjukkan bahwa pasien

7

dengan HNPCC kurang mendapat manfaat dari adjuvantkemoterapi berdasarkan

kombinasi fluorourasil daripada pasien tanpa kelainan ini.

4. Diet

Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah

serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan

penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya

hubungan antara seratdan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan

mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama

adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi

insulin dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah

menkonsumsi diet yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi

insulin diikuti dengan peningkatan level insulin, trigliserida danasam lemak tak

jenuh pada sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolonuntuk

menstimulus proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif.

Pemaparan jangka panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker

kolorektal. Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang

secarasignifikan menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari

pengamatantersebut dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi

pertahanan lokal epiteldisebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah

akibat terpapar toksin yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal,

karakteristik ini didapat dari buktiteraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif

dengan lepasnya mediator oksigen reaktif.Hasil dari proliferasi fokal dan

mutagenesis dapat meningkatkan resiko terjadinya adenomadan aberrant crypt

foci. Proses ini dapat dihambat dengan (a) demulsi yang dapatmemperbaiki

permukaan lumen kolon; (b) agen anti-inflamasi; atau (c) anti-oksidan.Kedua

mekanisme tersebut, misalnya resistensi insulin yang berperan melalui tubuh dan7

8

kegagalan pertahanan fokal epitel yang berperan secara lokal, dapat menjelaskan

hubunganantara diet dan resiko kanker kolorektal.

5. Gaya Hidup

Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga

kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.

Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua setengah

kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar. Diperkirakan 5000-7000

kematian karena kanker kolorektal di Amerika dihubungkan dengan pemakaian

rokok. Pemakaian alkohol juga menunjukkan hubungan dengan meningkatnya

risiko kanker kolorektal. Pada berbagai penelitian telah menunjukkan hubungan

antara aktifitas, obesitas danasupan energi dengan kanker kolorektal. Pada

percobaan terhadap hewan, pembatasan asupan energi telah menurunkan

perkembangan dari kanker. Interaksi antara obesitas dan aktifitas fisik

menunjukkan penekanan pada aktifitas prostaglandin intestinal, yang

berhubungan dengan risiko kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah

menunjukkan hubungan yang berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya

adenoma, yang dapat diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan

meningkatkan risiko terjadinya adenoma.

6. Usia

Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan

wanita adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7

kali (2158 per 100.000orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4

kali (1192 per 100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang

berusia lebih muda (30-64 thn). Sekitar setengah dari kanker yang terdiagnosa

pada pria yang berusia lanjut adalah kanker prostat (451 per 100.000), kanker

paru-paru (118 per 100.000) dan kanker kolon (176 per 100.000). Sekitar 48%

kanker yang terdiagnosa pada wanita yang berusia lanjut adalah kanker payudara

(248 per 100.000), kanker kolon (133 per 100.000), kanker paru paru (118 per

9

100.000) dan kanker lambung (75 per 100.000).Usia merupakan faktor paling

relevan yang mempengaruhi risiko kanker kolorektal pada sebagian besar

populasi. Risiko dari kanker kolorektal meningkat bersamaan dengan usia,

terutama pada pria dan wanita berusia 50 tahun atau lebih, dan hanya 3% dari

kanker kolorektal muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Lima puluh

lima persen kanker terdapat pada usia ≥ 65 tahun, angka insiden 19 per 100.000

populasi yang berumur kurang dari 65 tahun, dan 337 per 100.000 pada orang

yang berusia lebih dari 65 tahun. Di Amerika seseorang mempunyai risiko untuk

terkena kanker kolorektal sebesar 5%. Sedangkan kelompok terbesar dengan

peningkatan risiko kanker kolorektal adalah pada usia diatas 40 tahun. Seseorang

dengan usia dibawah empat puluh tahun hanya memiliki kemungkinan menderita

kanker kolorektal kurang dari 10%.

Dari tahun 2000-2003, rata-rata usia saat terdiagnosa menderita kanker

kolorektal pada usia 71 tahun.Insidensi berdasarkan usia dibawah 20 tahun

sebesar 0,0%, 20-34 tahun sebesar 0,9%, 35-44 tahun sebesar 3,5%, 45-54 tahun

sebesar 10,9%, 55-64 tahun sebesar 17,6%, 65-74 tahun sebesar 25,9%, 75-84

tahun sebesar 28,8%, dan > 85 sebesar 12,3%.

2.2.3 Patofisiologi Karsinoma rectum

Mukosa rektum yang normal sel-sel epitelnya beregenerasi setiap 6 hari.

Pada adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu proses diferensiasi

dan maturasi sel-sel tersebut, yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous

polyposis coli (APC) yang menyebabkan replikasi yang tidak terkontrol. Dengan

peningkatan jumlah sel tersebut menyebabkan terjadi mutasi yang mengaktivasi

K-ras onkogen dan mutasi gen p53, hal ini akan mencegah apoptosis dan

memperpanjang hidup sel.

Tumor kanker rektum menyebar dengan menginvasi dinding usus. Setelah

melintasi menembus lapisan otot dalam dinding usus, memasuki pembuluh

limfatik, menyebar ke kelenjar getah bening lokal dan kemudian regional.

Kadang-kadang kanker rektum menyebar melalui aliran darah ke hati, yang

10

merupakan daerah yang paling umum dari metastasis dari tumor ini. Organ lain

yang dapat dipengaruhi oleh penyebaran darah adalah paru-paru, lebih jarang

tulang, dan bahkan lebih jarang otak.

Jika banyak sel-sel tumor masuk melalui dinding usus, mereka cenderung

berapung sebagai sejumlah kecil cairan di dalam perut dan dapat membenih pada

pembungkus dari usus (peritoneum). Jenis penyemaian ini menghasilkan nodul

kecil di seluruh perut yang mengganggu jaringan dan menyebabkan produksi

asites (cairan) dalam jumlah besar. Penyebaran langsung dari rektum dapat

menyebabkan perlengketan tumor ke kandung kemih pada laki-laki dan

menyebabkan fistula. Pada wanita mungkin menyerang vagina atau organ panggul

yang berdekatan.

2.2.4 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah :

Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu

darah segar maupun yang berwarna hitam.

Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong

saat BAB

Feses yang lebih kecil dari biasanya

Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa

penuh pada perut atau nyeri.

Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya

Nyeri punggung dan munculnya urinary symptoms

Mual dan muntah.

Rasa letih dan lesu

2.2.5 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa

I. Anamnesis

11

Meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi,baik berupa diare ataupun

konstipasi (change of bowel habit), pendarahan per anum (darah segar) ,

penurunan berat badan, faktor predisposisi ,riwayat kanker dalam keluarga,

riwayat polip usus, riwayat kanker payudara/ovarium, ureterosigmoidostomi,serta

kebiasaan makan (rendah serat,banyak lemah).

II. Pemeriksaan Pemunjang

Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker

rektal, diantaranya ialah :

Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik

Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat

perdarahan di jaringan

Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan

skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada

pemeriksaan rektal pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang

terletak sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan

menggaung.

Gambar 3. Pemeriksaan colok dubur pada Ca Rekti

Dapat pula dengan Barium Enema,. yaitu Cairan yang mengandung

barium dimasukkan melalui rektum kemudian dilakukan seri foto x-rays

pada traktus gastrointestinal bawah.

12

Gambar 4. Pemeriksaan Barium Enema

Sigmoidoscopy, yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum

dan sigmoid apakah terdapat polip kakner atau kelainan lainnya. Alat

sigmoidoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip

atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

Gambar 5. sigmoidoscopy

Colonoscopy yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum

dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat

colonoscope dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau

sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi.

13

Gambar 6. Colonoscopy

Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan diatas, biopsi harus

dilakukan.Secara patologi anatomi,adenocarcinoma merupakan jenis yang paling

sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker usus besar.Jenis lainnya ialah

karsinoma sel skuamosa,carcinoid btumors,adenosquamous carcinomas,dan

undifferentiated tumors.

Staging

The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM

staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium

(Stadium I-IV). 1,2,5

1. Stadium 0

Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam

rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.

2. Stadium I

Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan

muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak

14

menyebar kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum.

Disebut juga Dukes A rectal cancer.

3. Stadium II

Pada stadium II, kanker telah menyebar keluar rektum kejaringan terdekat

namun tidak menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.

4. Stadium III

Pada stadium III, kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tedak

menyebar kebagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.

5. Stadium IV

Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati,

paru, atau ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer

Gambar 7. Stadium Ca Recti I-IV

Tabel 1. CT Staging System for Rectal Cancer*(koreksi staging to new one)

Stadium Deskripsi

T1 Massa polypoid Intraluminal ; tidak ada penebalan pada dinding

rectum

15

T2 Penebalan dinding rectum > 6 mm ; tidak ada perluasan ke perirectal

T3a Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang

berdekatan

T3b Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding

abdominal

T4 Metastasis jauh ,biasanya ke liver atau adrenal

*Modified from Thoeni (Radiology, 1981)

Tabel 2. TNM/Modified Dukes Classification System*

TNM Stadium Modified Dukes Stadium Deskripsi

T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa

T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis

propria

T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural

T2 N1 M0 C1 T2,pembesaran kelenjar

mesenteric

T3 N1 M0 C2 T3,pembesaran kelenjar

mesenteric

T4 C2 Penyebaran ke organ yang

berdekatan

Any T, M1 D Metastasis jauh

*Modified from the American Joint Committee on Cancer (1997)

2.2.6 Diagnosis Banding

Tumor rectum yang dapat dipalpasi harus dibedakan dari :

1. Tumor yang benigma.

16

2. Kanker dari sigmoid yang prolaps ke rongga Douglasi sehingga dapat di

raba melalui dinding mukosa.

3. Sekunder deposit di daerah pelvis.

4. Tumor dari uterus atau tumor dari ovarium.

5. Kanker dari prostat atau serviks yang menembus

6. Endometriosis

7. Limfogranuloma inguinale

8. Granuloma dari amuba

9. Kelainan – kelainan yang disebabkan divertikel

10. Tumor maligna yang jarang dijumpai di rectum

11. Feses

2.2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan dan prognosis kanker rektum tergantung pada stadium kanker,

yang ditentukan oleh 3 pertimbangan sebagai berikut:

a) Seberapa dalam tumor telah menginvasi dinding rektum

b) Apakah kelenjar getah bening mempunyai kanker

c) Apakah kanker telah menyebar ke lokasi lain di dalam tubuh (kanker

rektum biasanya menyebar ke organ seperti hati dan paru-paru)

Kanker rektum lokal termasuk stadium I – III semetara kanker rektum

metastatik termasuk stadium IV. Tujuan mengobati kanker rektum lokal adalah

untuk memastikan pengangkatan semua kanker dan mencegah kekambuhan

kanker, baik dekat dubur atau di tempat lain dalam tubuh. Jika stadium I kanker

rektum didiagnosis, maka operasi mungkin menjadi satu-satunya langkah yang

diperlukan dalam pengobatan. Resiko kanker kambuh setelah operasi rendah, dan

oleh karena itu, kemoterapi biasanya tidak ditawarkan.

Kadang-kadang, setelah pengangkatan tumor, dokter menemukan bahwa

tumor menginvasi ke mesorectum (stadium II) atau kelenjar getah bening yang

mengandung sel-sel kanker (stadium III). Dalam kasus ini, kemoterapi dan terapi

radiasi yang ditawarkan setelah sembuh dari operasi untuk mengurangi

17

kemungkinan dari kekambuhan.Kemoterapi kanker dan terapi radiasi diberikan

setelah operasi disebut terapi adjuvant.

Jika pemeriksaan awal menunjukkan seseorang memiliki kanker rektum

stadium II atau III, maka kemoterapi dan terapi radiasi harus dipertimbangkan

sebelum operasi. Kemoterapi dan radiasi yang diberikan sebelum operasi disebut

terapi neoadjuvant. Terapi ini berlangsung sekitar 6 minggu. Terapi neoadjuvant

dilakukan untuk mengecilkan tumor sehingga dapat diangkat sepenuhnya dengan

operasi.

Jika kanker rektum telah bermetastasis, maka operasi dan terapi radiasi hanya

akan dilakukan jika perdarahan yang persisten atau obstruksi usus dari massa

rektum terjadi. Jika tidak, kemoterapi saja adalah pengobatan standar metastasis

kanker rektum. Pada saat ini, kanker rektum metastatik tidak dapat sembuh, tetapi

waktu kelangsungan hidup rata-rata untuk orang-orang dengan kanker rektum

metastatik telah diperpanjang selama beberapa tahun terakhir karena pengenalan

obat-obatan baru.

Operasi

Operasi pengangkatan tumor adalah landasan terapi kuratif untuk kanker

rektum lokal . Selain mengangkat tumor rektal , pengangkatan lemak dan kelenjar

getah bening di daerah tumor rektal juga diperlukan untuk meminimalkan

kemungkinan bahwa sel-sel kanker yang mungkin ditinggalkan .

Empat jenis operasi yang mungkin dapat dilakukan, tergantung pada lokasi

tumor dalam kaitannya dengan anus.

a) Eksisi transanal: Jika tumor kecil, terletak dekat dengan anus, dan terbatas

hanya pada mukosa (lapisan terdalam), melakukan eksisi transanal, di

mana tumor tersebut diangkat melalui anus, dapat dibuat. Tidak ada

kelenjar getah bening diangkat dengan prosedur ini. Tidak ada sayatan

dibuat di kulit.

b) Operasi mesorektal: Prosedur bedah melibatkan pengangkatan tumor dari

jaringan sehat.

18

c) Reseksi anterior rendah: Ketika kanker pada bagian atas rektum, maka

reseksi anterior rendah dilakukan . Prosedur bedah memerlukan sayatan

perut, dan kelenjar getah bening biasanya diangkat bersama dengan

segmen rektum yang mengandung tumor. Kedua ujung dari usus besar dan

rektum yang tertinggal dapat digabungkan, dan fungsi normal usus dapat

dilanjutkan setelah operasi.

d) Reseksi abdominoperineal: Jika tumor ini terletak dekat dengan anus

(biasanya dalam waktu 5 cm), melakukan reseksi abdominoperineal dan

pengangkatan sfingter anal mungkin diperlukan. Kelenjar getah bening

juga diangkat dalam prosedur ini. Pada reseksi abdominoperineal,

kolostomi diperlukan.

Obat-obatan

Obat-obatan kemoterapi berikut dapat digunakan selama terapi:

a) 5 - Fluorouracil (5 - FU): Obat ini diberikan secara intravena baik sebagai

infus kontinu menggunakan pompa obat atau sebagai suntikan cepat pada

jadwal rutin.

b) Capecitabine: Obat ini diberikan secara oral dan dikonversi oleh tubuh

untuk senyawa yang mirip dengan 5 - FU.

c) Oxaliplatin: Obat ini diberikan secara intravena sekali setiap 2 atau 3

minggu.

d) Irinotecan: Obat ini diberikan secara intravena sekali setiap 1 - 2 minggu

e) Bevacizumab: Obat ini diberikan secara intravena sekali setiap 2 - 3

minggu

f) Cetuximab: Obat ini diberikan secara intravena sekali setiap minggu.

Terapi Radiasi

Terapi radiasi menggunakan sinar energi tinggi yang ditujukan pada sel-sel

kanker untuk membunuh atau mengecilkan mereka. Untuk kanker rektum , terapi

radiasi dapat digunakan baik sebelum operasi (terapi neoadjuvant) atau setelah

pembedahan (terapi adjuvant), biasanya bersamaan dengan kemoterapi.

19

Tujuan dari terapi radiasi adalah sebagai berikut:

a) Kecilkan tumor membuat operasi pengangkatan lebih mudah (jika

diberikan sebelum operasi).

b) Membunuh sel-sel kanker yang masih tersisa setelah operasi untuk

mengurangi risiko kanker kambuh atau menyebar.

c) Mengobati setiap kekambuhan lokal yang menyebabkan gejala, seperti

sakit perut atau obstruksi usus .

Biasanya, perawatan radiasi diberikan setiap hari, 5 hari seminggu, selama 6

minggu. Setiap pengobatan hanya berlangsung beberapa menit dan benar-benar

tidak menyakitkan. Efek samping utama dari terapi radiasi untuk kanker rektum

termasuk iritasi ringan kulit, diare, iritasi rektum atau kandung kemih, dan

kelelahan. Efek samping ini biasanya membaik segera setelah pengobatan selesai.

2.2.8 Komplikasi

Pasien yang menjalani reseksi kanker rektum bisa mengalami sejumlah

komplikasi dan risiko kematian perioperatif dan infeksi. Terdiri dari infeksi luka,

abses intra-abdomen, dan / atau kebocoran anastomosis. Kebocoran anastomotik

menyebabkan morbiditas dan mortalitas. Di luar risiko pasca-operasi, pasien juga

berisiko mengalami gangguan fungsional terutama inkontinensia, setelah radiasi

praoperasi. Fungsi seksual dan kandung kemih juga dapat terpengaruh, mungkin

karena cedera pada saraf otonom.

2.2.9 Prognosis

Karsinoma recti dini memiliki prognosis yang sangat baik. Jika penyakit

ini tidak menyerang melalui dinding otot, sebagian besar dapat disembuhkan

dengan operasi. Setelah tumor telah menembus dinding otot dan kelenjar getah

bening regional, lebih dari 60% pasien karsinoma recti akan bertahan minimal 5

tahun. Jika tumor kanker rektum telah menyebar ke organ lain seperti hati atau

paru-paru, maka 5 year survival rate adalah sekitar 10%.

5 year survival rate yang bertahap adalah:

20

Dukes A: 90% 5 YS

Dukes B: 70% 5 YS

Dukes C: 50% 5 YS

Dukes D: 10% 5 YS

Ada juga upaya untuk lebih mengklasifikasikan setiap tahap dengan lebih

lanjut, terutama Dukes B dan C menggunakan klasifikasi TNM. Hal ini

memberikan Tahapan I sampai IV (yang kira-kira setara dengan Tahapan Dukes,

tapi memberi Stadium IIA dan B, Tahap IIIA dan B).

Munculnya agen kemoterapi baru telah membuat dampak yang signifikan

terhadap prognosis kanker rektum. Irinotecan dan oxaliplatin dikombinasikan

dengan 5FU menawarkan manfaat yang signifikan atas standar emas lama dari 5

hari dosis bolus 5FU - rezim Mayo. Agen baru, terutama agen biologi

bevacizumab dan cetuximab terlihat seperti akan secara signifikan meningkatkan

prognosis dari tumor kanker rektum.

21

BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama Pasien : Lismuardi

Umur : 44 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Alamat : Jl. Tangki Desa Naga Pita Kec S

Status : Menikah

Pekerjaan : Pedagang

Tanggal Masuk : 27 Agustus 2013

Anamnesis

Keluhan Utama : Sulit buang air besar

Telaah :Dialami pasien sejak 3 bulan yang lalu dengan

frekuensi 4 kali dalam seminggu, namun volumenya sedikit. Riwayat BAB seperti

kotoran kambing (+), Riwayat BAB berdarah dan lendir (+). BAK (+) normal.

Riwayat keluarga mengalami hal yang sama (-). Riwayat kurang mengkonsumsi

makanan berserat dan buah-buahan (+). Riwayat penurunan berat badan (+)

dijumpai + 2kg dalam 3 bulan ini.

RPT : Tidak Jelas

RPO : Tidak Jelas

Status Presens

Sensorium : compos mentis Keadaan Umum : Sedang

22

Tekanan Darah : 110/70mmHg Keadaan Gizi : Buruk

Nadi : 80 x/i

Pernafasan : 16 x/i

Suhu : 37,2 ˚C

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Mata RC (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebra inferior pucat (-),

sklera ikterik (-), Telinga/hidung/mulut: tidak ada kelainan.

Leher : Pembesaran KGB (-)

Toraks:

Inspeksi: simetris

Palpasi: SF ka=ki

Perkusi: sonor ka=ki

Auskultasi: SP: vesikuler, ST: -

Abdomen:

Inspeksi: simetris

Palpasi: soepel

Perkusi: timpani

Auskultasi: peristaltik (+) N

Genital: dalam batas normal

Ekstremitas : pols 86x/i,reg, T/V cukup, akral hangat, CRT <3’’, TD: 140/80

mmHg, Temp:36,7 oC

Inguinal : teraba KGB multiple di ingunal kanan dan single KGB di inguinal kiri

Perianal : dalam batas normal

Digital Rectal Exammination (DRE)

23

Perineum : dalam batas normal

Sfingter ani : longgar

Ampula Rekti : teraba massa berukuran 4cm, keras, immobile dan berbenjol-benjol

Mukosa : Permukaan tidak rata

Sarung tangan : Feces (+), lendir (+), darah (-)

Diagnosa Kerja

Karsinoma Rekti T4N1MX

Tatalaksana

IVFD RL 20gtt/i

Inj Ceftriaxon 1gr/12 jam

Inj Ketorolac 30mg/8jam

Inj Ranitidin 50mg/8jam

Rencana

Periksa tumor marker CEA

Kolonoskopi

CT scan whole abdomen IV kontras untuk menentukan staging dan pilihan

terapi

Miles Procedure (15/9/2013)

BAB 4

KESIMPULAN

24

Kanker rektum adalah penyakit di mana sel-sel kanker terbentuk pada

jaringan rektum, kanker rektal terjadi pada usus besar atau rektum.

Adenokarsinoma mencakup sebagian besar (98%) dari kanker kolon dan rektum.

Faktor resiko terjadinya kanker rektum bias saja akibat polip, idiopatik inflamatori

bowel disease, genetic, diet, gaya hidup serta usia.. Gejala yang biasa dijumpai

pada pasien kanker rectum ini adalah perubahan pada kebiasaan buang air besar

atau adanya darah pada feses, baik itu darah segar maupun yang berwarna hitam,

bias juga terjadi diare atau konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar

benar kosong saat buang air besar, feses yang lebih kecil dari biasanya serta

keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh pada

perut atau nyeri dan penurunan berat badan. Pasien dengan kanker rectum bias

didiagnosis dengan anamnesis yang lengkap, pemeriksaan digital rectal

examination (DRE) serta CTscan abdomen dapat dilakukan untuk melihat

pogesifitas penyakit dan menentukan staging penyakit. Pasien kanker rektum

secara umum diterapi berdasarkan staging dimana stadium I dan II dapat

dilakukan operasi serta stadium III dan IV diterapi dengan kemoterapi dan

radioterapi. Prognosis pasien secara umum ditentukan berdasarkan stadium

menurut Dukes.

DAFTAR PUSTAKA

25

26