Upload
iwayansuparthanaya
View
29
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
trichuris trichura
Citation preview
Trichuriasis
A. Parasit penyebabnya adalah Trichuris trichiura
b. Toxonomi Sub kingdom : Metazoa.
Phylum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Aphasmidia
Ordo : Enoplida
Super famili : Trichinellidea
Genus : Trichuris
Spesies : T. trichuira
(Jeffrey dan Leach, 1993)
Pengertian.
Trichuriasis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh T. trichiura (cacing
cambuk) yang hidup di usus besar manusia khususnya caecum yang penularannya
melalui tanah. Cacing ini tersebar di seluruh dunia, prevalensinya paling tinggi berada
di daerah panas dan lembab seperti di negara tropis dan juga di daerah- daerah dengan
sanitasi yang buruk, cacing ini jarang dijumpai di daerah yang gersang, sangat panas
atau sangat dingin. Cacing ini merupakan penyebab infeksi cacing kedua terbanyak
pada manusia di daerah tropis
(http://www.scielo.br/pdf/mioc/v110n1/0074-0276-mioc-0140367.pdf)
Epidemiologi
lokasi yang cocok untuk berkembang cacing ini berada pada daerah tropis ataupun
subtropics, dikarenakan sauna lingkungan dan suhu yang optimum untuk cacing iini
berkemmbang biak, berikut peta penyebaran cacingnya
http://www.who.int/intestinal_worms/epidemiology/en/
Siklus hidup
Siklus hidup cacing ini langsung dan menjadi dewasa pada satu inang. Cacing dewasa
masuk ke mukosa caecum dan colon proximal manusia dan dapat hidup di saluran
pencernaan selama bertahun-tahun. Cacing betina diperkirakan memproduksi lebih
dari 1000 telur perhari. Telur yang keluar melalui tinja menjadi infektif dalam waktu
10-14 hari (lebih kurang tiga minggu) di tanah yang hangat dan lembab. Manusia
mendapat infeksi karena menelan telur infektif dari tanah yang mengkontaminasi
tangan, makanan, dan sayuran segar. Selanjutnya larva cacing tumbuh dan
berkembang menjadi dewasa dalam waktu 1-3 bulan setelah infeksi. Telur ditemukan
dalam tinja setelah 70-90 hari sejak terinfeksi Infeksi ringan pada manusia biasanya
tanpa gejala. Kelainan patologi disebabkan oleh cacing dewasa. Bila jumlah cacing
cukup banyak dapat menyebabkan colitis dan apendisitis akibat blokade lumen
appendics. Infeksi yang berat menyebabkan nyeri perut, tenesmus, diare berisi darah
dan lender (disentri), anemia, prolapsus rektum, dan hipoproteinemia. Pada anak,
cacing ini dapat menyebabkan jari tabuh (clubbing fingers) akibat anemia dan
gangguan pertumbuhan
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38282/4/Chapter%20II.pdf
Morfologi
Cacing jantan mempunyai panjang ± 4 cm, bagian, anteriornya halus seperti cambuk,
dengan bagian ekor melingkar. Sedangkan cacing betina panjangnya ± 5 cm, bagian
anteriornya pun halus seperti cambuk, tetapi bagian ekor lurus berujung tumpul.
Telurnya mempunyai ukuran ± 50 x 22 mikron, bentuk seperti tempayan dengan
ujung menonjol, berdinding tebal dan berisi larva.
http://www.researchgate.net/profile/Dong_Hee_Whang/publication/
26784067_Trichuris_trichiura_infection_diagnosed_by_colonoscopy_case_reports_a
nd_review_of_literature/links/0deec531faccecee7c000000.pdf
Patologi dan Gejala Klinis
Cacing Trichuris trichuira pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat
juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini
tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rectum yang
mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini
memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang
menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannnya dapat
terjadi perdarahan. Disamping itu rupanya cacing ini mengisap darah hospesnya,
sehingga dapat menyebabkan anemia.
Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris trichuira yang berat dan menahun,
menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom
disentri, anemia, berat badan turun, dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum.
Infeksi berat Trichuris trichuira sering disertai infeksi cacing lainnya atau protozoa.
Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali
tanpa gejala. Parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja rutin.
http://ukneqasmicro.org.uk/parasitology/images/pdf/FaecalParasitology/Helminths/
Nematodes/Trichuris_trichiura.pdf
Diagnosa
Laboratorium, dengan menemukan telur di dalam tinja Pemeriksaan yang
direkomendasikan adalah pemeriksaan sampel tinja dengan tehnik hapusan tebal cara
Kato-Katz. Metode ini dapat mengukur intensitas infeksi secara tidak langsung
dengan menunjukkan jumlah telur per gram tinja. Dengan metode Kato-Katz,
penghitungan egg per gram (Epg) didapat dengan mengalikan jumlah telur yang
dihitung dengan faktor multiplikasi. Faktor ini bervariasi bergantung dari berat tinja
yang digunakan. WHO merekomendasikan hapusan yang menampung 41,7 mg tinja
, di mana dengan faktor multiplikasinya 24
WHO menetapkan derajat intensitas infeksi sebagai:
a. Derajat ringan : 1 – 999 Epg
b. Derajat sedang : 1.000 – 9.999 Epg
c. Derajat berat : > 10.000 Epg
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/38282/4/Chapter%20II.pdf
(http://www.scielo.br/pdf/mioc/v110n1/0074-0276-mioc-0140367.pdf)
http://www.who.int/intestinal_worms/epidemiology/en/
PENCEGAHAN
T.trichura termasuk kelompok cacing yang ditularkan melalui tanah berarti
bentukin"ekti", dalam hal ini telur matang, ditemukan di tanah. 'engan kebiasaan
yangtidak baik yaitu buang air besar di sekitar rumah, di kebun atau
pekaranganseorang penderita trikuriasus akan mengkontaminasi tanah dengan telur
yangkeluar bersama tin$a. Telur terebut akan matang dalam aktu % ampai 6
minggudan mungkin se$ali akan menempel pada sayuran yang ditanam di sekitar
rumahpenderita keadaan eperti ini menyebabkan perlu dilakukan penyuluhan
dengannasehat untuk membersihkan sayuran mentah lalap7 atau buah dengan air
bersihmengalir selama %0 detik, $angan sayuran hanya dicuci di dalam adah yang
beriiair. Tangan dapat terkontaminasi dengan telur bilamana seorang beker$a
mengolahtanah atau anal bermain-main dengan air bersih, sebaiknya dengan sabun
untukmemberihhkan tangan dari telur yang lengket. berbagai daerah tin$a
masihdigunakan sebagai upuk, sehingga dalam hal ini perlu disampaikan baha
tinhatersebut harus diolah dahulu dengan berbagai cara sebelum digunakan atau
janganlagi memakai tinja sebagai pupuk.
TERAPI
WHO memberikan empat daftar anthelmintik esesial yang aman dalam
penanganan dan kontrol STH, yaitu albendazole, mebendazole, levamisole dan
pirantel pamoat. Jika diberikan secara regular pada komunitas yang terinfeksi, obat-
obat ini efektif dalam mengontrol morbiditas yang berhubungan dengan infeksi
cacing yang endemis. Albendazole merupakan anthelmintik golongan benzidazole
dengan nama kimia methyl [5-(propylthio)-1 H-benzimidazol-2-yl] carbamate.
Albendazole termasuk anthelmintik dengan spektrum luas, yang efektif terhadap
berbagai cacing intestinal dan infeksi cacing jaringan. Albendazole mempunyai
mekanisme kerja mengganggu biokimia dari nematoda yang rentan. Efek metabolit
albendazole sulfoxide diperkirakan menghambat sintesis mikrotubulus dalam
nematoda secara selektif dan irreversible dalam menurunkan atau menghambat
pengambilan glikogen nematoda, nematoda usus akan dilumpuhkan secara pelahan-
lahan, sehingga mengganggu berbagai stadium pada perkembangan parasit tersebut.
Akibatnya cadangan glikogen menjadi habis, sehingga terjadi penurunan atau
gangguan dalam produksi adenosine triphosphate (ATP) dan mencapai tahap dimana
kadar energi inadekuat, menyebabkan parasit
tidak dapat hidup (Katzung, 2004).
Albendazole memiliki efek larvasidal (pembunuh larva) dan efek ovisidal
(pembunuh telur). Albendazole tersedia dalam bentuk tablet dan cairan, sediaan
200 mg dan 400 mg (http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs366/en/)
.
Albendazole tersedia dalam berbagai bentuk dan dagang seperti :
a. Helben ( PT. MECOSIN INDONESIA ) kaplet 400 mg dan suspensi 200
mg / 5 ml.
b. Albendazole (PT.INDOFARMA) kaplet 400 mg.
c. Albendazole (GlaxoSmithKline – WHO OMS) 400 mg.
Albendazole diindikasikan untuk mengobati infeksi cacing usus baik infeksi
tunggal maupun infeksi campuran (Bennett & Brown, 2008) :
a. Ascaris lumbicoides
b. Trichuris trichiura
c. Necator americanus
d. Ancylostoma duodenale
e. Enterobius vermicularis
f. Strongyloides stercolaris
g. Taenia Spp
2.3.1 Dosis Albendazole (Katzung, 2004; Tan & Rahardja, 2008)
a. Untuk dewasa dan anak-anak > 2 tahun diberikan 1 kaplet 400 mg atau
10 ml suspensi yang mengandung 400 mg sebagai dosis tunggal. :
b. Pada kasus Strongyloidiasis dan Taeniasis diberikan dosis tunggal
albendazole 400 mg atau dosis tunggal 10 ml suspensi yang mengandung
400 mg selama 3 hari berturut – turut.
c. Pengobatan tidak memerlukan puasa atau pemakaian obat pencahar.