11
13 BAB 3 3.1 Cara Membuat Biogas dari Kotoran Hewan Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Pepatah itu dilaksanakan oleh Kelompok Alam Lestari Cangkola, Sumatera Barat yang jauh-jauh melakukan studi banding ke Yogyakarta, Magelang, dan Banjarnegara. Keinginan peserta musyarawah Jurong Gantiang Koto Tuo yang ingin melepaskan diri dari ketergantungan pada bahan bakar minyak dan kayu bakar makin menguat. Sementara para petani Jorong Gantiang Koto Tuo yang sudah lama mempraktikkan pertanian organik belum puas melihat hasilnya. Beberapa petani di Jorong Gantiang Koto Tuo melakukan studi banding ke lahan Institut Pertanian Organik (IPO) di Aia Angek yang dibangun oleh Kepala Dinas Pertanian Tingkat I Sumatera Barat. Lalu pada 11 Februari 2007, beberapa orang petani mengikatkan diri dalam sebuah kelompok yang akan menerapkan pertanian alami di Jorong. Mereka memberi nama kelompok itu Alam Lestari. Kemudian kelompok melakukan studi banding pertanian organik ke Banjarnegara, dan belajar teknologi Biogas di Yogyakarta. Lembaga Ekonomi Jorong memilih tiga orangn petani, Bulkanedi Sati Batuah, Yotri St. Batuah, dan Analis untuk mengikuti studi banding tersebut. Belajar Teknologi Biogas dan Pertanian Alami. Di kampung halaman, Pak Tuah, Pak Jorong, dan Tek Malih pernah membuat gas sederhana menggunakan drum. Tapi

Cara Membuat Biogas Dari Kotoran Hewan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Cara Membuat Biogas dari Kotoran Hewan

Citation preview

BAB 33.1 Cara Membuat Biogas dari Kotoran HewanTuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Pepatah itu dilaksanakan oleh

Kelompok Alam Lestari Cangkola, Sumatera Barat yang jauh-jauh melakukan studi banding

ke Yogyakarta, Magelang, dan Banjarnegara. Keinginan peserta musyarawah Jurong Gantiang Koto Tuo yang ingin

melepaskan diri dari ketergantungan pada bahan bakar minyak dan kayu bakar makin menguat. Sementara para petani

Jorong Gantiang Koto Tuo yang sudah lama mempraktikkan pertanian organik belum puas melihat hasilnya. Beberapa

petani di Jorong Gantiang Koto Tuo melakukan studi banding ke lahan Institut Pertanian Organik (IPO) di Aia Angek

yang dibangun oleh Kepala Dinas Pertanian Tingkat I Sumatera Barat. Lalu pada 11 Februari 2007, beberapa orang

petani mengikatkan diri dalam sebuah kelompok yang akan menerapkan pertanian alami di Jorong. Mereka memberi

nama kelompok itu Alam Lestari. Kemudian kelompok melakukan studi banding pertanian organik ke Banjarnegara, dan

belajar teknologi Biogas di Yogyakarta. Lembaga Ekonomi Jorong memilih tiga orangn petani, Bulkanedi Sati Batuah,

Yotri St. Batuah, dan Analis untuk mengikuti studi banding tersebut.

Belajar Teknologi Biogas dan Pertanian Alami.

Di kampung halaman, Pak Tuah, Pak Jorong, dan Tek Malih pernah membuat gas sederhana menggunakan drum. Tapi

di Lembaga Pengembangan Teknologi Berbasis Masyarakat (LPTP) Kayen, Yogyakarta, mereka menyaksikan instalasi

gas permanen yang sangat menarik. LPTP mengembangkan tiga jenis biogas berdasarkan sumber penghasil gas, yaitu

biogas dari kotoran manusia, kotoran ternak, dan limbah tahu. Di kantor LPTP telah terpasang sebuah instalasi biogas

dari kotoran manusia. Mereka memanfaatkannya untuk memasak, kulkas, penerangan dan pemanas air. Risiko

kebakaran dan ledakan juga rendah.

"Pada prinsipnya pembangunan instalasi biogas untuk segala jenis kotoran sama, yang membedakan hanya jenis

pembuangannya saja," jelas Nining Community Organizer yang mendampingi Jorong Gantiang Koto Tuo, Sumatera

Barat. Instalasi biogas dari kotoran manusia lebih rumit dibandingkan bangunan biogas dari limbah lainnya. "Kotoran

manusia mengandung unsur-unsur yang berbahaya bagi kesehatan dan lingkungan. Sehingga dibutuhkan bak-bak

penyaringan untuk menyaring ampas buangan tersebut sebelum di salurkan ke sungai".

Untuk membangun sebuah instalasi biogas (Biodigester) yang bisa memenuhi kebutuhan energi rumah tangga, sebuah

rumah tangga harus memiliki minimal 3 ekor sapi. Energi dari tiga ekor sapi ini bisa dimanfaatkan untuk memasak,

memanaskan air, penerangan (lampu petromaks) dan untuk lemari pendingin.

Di Banjarnegara, para peserta menimba ilmu pertanian alami dari Setyastuti Orbaningsih, Technical Assistant (TA) Bina

Desa. Mereka mempelajari pembuatan pupuk, nutrisi, mikroba, teknis penerapannya, lahan pertanian (sawah kering,

kolam), ternak, pertanian konvensional, pertanian kimia, pertanian organik, semi organik, pertanian alami, menejemen

pertanian alami, kunjungan lapangan, dan industri rumah. Selain itu, mereka mempelajari pengelolaan limbah pertanian,

seperti limbah ternak sapi, kerbau, ayam, kambing, limbah hijauan sisa tanaman.

"Kotoran Ayam yang dipelihara secara konvensional, tidak baik digunakan sebagai pupuk," ujar Nining. "Karena

makanan ayam ini mengandung bahan kimia sehingga sulit terurai dengan proses apapun".

Nah, semakin kuatlah tekad para petani untuk mempraktikkan teknik pertanian alami di kampung nanti.

3.2 Teknik Pembuatan Biogas Sederhana Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi langka oksigen (anaerob). Komponen biogas antara lain sebagai berikut : 60 % CH4 (metana), 38 % CO2 (karbon dioksida) dan 2 % N2, O2, H2, & H2S. Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Sumber energi Biogas yang utama yaitu kotoran ternak Sapi, Kerbau, Babi dan Kuda. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain 1 m3 Biogas setara dengan :

Tabel kesetaraan biogas dengan sumber bahan bakar lain

Di negara Cina Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, 5 juta rumah tangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak & manusia serta limbah pertanian. Kemudian di negara India Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999, 3 juta rumah tangga menggunakan biogasReaktor biogas yang digunakan model sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Dan yang terakhir negara Indonesia Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, pada tahun 1981 melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumah tangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik secara siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah. Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman / budidaya pertanian. Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda, yaitu 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau dan 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2 m3 biogas per hari. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula.

Di negara Cina Sejak tahun 1975 "biogas for every household". Pada tahun 1992, 5 juta rumah tangga di China menggunakan biogas. Reaktor biogas yang banyak digunakan adalah model sumur tembok dengan bahan baku kotoran ternak & manusia serta limbah pertanian. Kemudian di negara India Dikembangkan sejak tahun 1981 melalui "The National Project on Biogas Development" oleh Departemen Sumber Energi non-Konvensional. Tahun 1999, 3 juta rumah tangga menggunakan biogasReaktor biogas yang digunakan model sumur tembok dan dengan drum serta dengan bahan baku kotoran ternak dan limbah pertanian. Dan yang terakhir negara Indonesia Mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an, pada tahun 1981 melalui Proyek Pengembangan Biogas dengan dukungan dana dari FAO dibangun contoh instalasi biogas di beberapa provinsi. Penggunaan biogas belum cukup berkembang luas antara lain disebabkan oleh karena masih relatif murahnya harga BBM yang disubsidi, sementara teknologi yang diperkenalkan selama ini masih memerlukan biaya yang cukup tinggi karena berupa konstruksi beton dengan ukuran yang cukup besar. Mulai tahun 2000-an telah dikembangkan reaktor biogas skala kecil (rumah tangga) dengan konstruksi sederhana, terbuat dari plastik secara siap pasang (knockdown) dan dengan harga yang relatif murah.

Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar khususnya minyak tanah dan dipergunakan untuk memasak kemudian sebagai bahan pengganti bahan bakar minyak (bensin, solar). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman / budidaya pertanian. Potensi pengembangan Biogas di Indonesia masih cukup besar. Hal tersebut mengingat cukup banyaknya populasi sapi, kerbau dan kuda, yaitu 11 juta ekor sapi, 3 juta ekor kerbau dan 500 ribu ekor kuda pada tahun 2005. Setiap 1 ekor ternak sapi/kerbau dapat dihasilkan + 2 m3 biogas per hari. Potensi ekonomis Biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil pula.Jika kita berjalan-jalan ke pasar tradisional, pastilah akan kita jumpai sampah sayur-sayuran dan buah-buahan yang berton-ton jumlahnya. Sebagaimana sampah-sampah organik lainnya seperti kotoran ternak, ampas tebu, dan lain-lain, umumnya sampah organik tersebut tidak banyak dimanfaatkan, tetapi dibiarkan menumpuk dan membusuk, sehingga dapat menggangu pemandangan dan mencemari lingkungan. Salah satu cara penanggulangan sampah organik yang potensial untuk dikembangkan di Indonesia adalah dengan menerapkan teknologi anerobik untuk menghasilkan biogas.

Secara ilmiah, biogas yang dihasilkan dari sampah organik adalah gas yang mudah terbakar (flammable). Gas ini dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi tanpa udara). Umumnya, semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas. Tetapi hanya bahan organik homogen, baik padat maupun cair yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Bila sampah-sampah organik tersebut membusuk, akan dihasilkan gas metana (CH4) dan karbondioksida (CO2). Tapi, hanya CH4 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar. Umumnya kandungan metana dalam reaktor sampah organik berbeda-beda. Zhang et al. 1997 dalam penelitiannya, menghasilkan metana sebesar 50-80% dan karbondioksida 20-50%. Sedangkan Hansen (2001) , dalam reaktor biogasnya mengandung sekitar 60-70% metana, 30-40% karbon dioksida, dan gas-gas lain, meliputi amonia, hidrogen sulfida, merkaptan (tio alkohol) dan gas lainnya. Tetapi secara umum rentang komposisi biogas adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Komposisi Biogas

Komponen%

Metana (CH4)Karbon dioksida (CO2)Nitrogen (N2)Hidrogen (H2)Hidrogen sulfida (H2S)Oksigen (O2)55-75 25-450-0.31-50-30.1-0.5

Dalam skala laboratorium, penelitian di bidang biogas tidak membutuhkan biaya yang besar tetapi harus ditunjang dengan peralatan yang memadai. Perangkat utama yang digunakan terutama adalah tabung digester, tabung penampung gas, pipa penyambung, katup, dan alat untuk identifikasi gas. Untuk mengetahui terbentuk atau tidaknya biogas dari reaktor, salah satu uji sederhana yang dapat dilakukan adalah dengan uji nyala. Biogas dapat terbakar apabila mengandung kadar metana minimal 57% yang menghasilkan api biru (Hammad et al., 1999). Sedangkan menurut Hessami (1996), biogas dapat terbakar dengan baik jika kandungan metana telah mencapai minimal 60%. Pembakaran gas metana ini selanjutnya menghasilkan api biru dan tidak mengeluarkan asap.

3.3 Mekanisme Pembentukan Biogas

Sampah organik sayur-sayuran dan buah-buahan seperti layaknya kotoran ternak adalah substrat terbaik untuk menghasilkan biogas (Hammad et al, 1999). Proses pembentukan biogas melalui pencernaan anaerobik merupakan proses bertahap, dengan tiga tahap utama, yakni hidrolisis, asidogenesis, dan metanogenesis. Tahap pertama adalah hidrolisis, dimana pada tahap ini bahan-bahan organik seperti karbohidrat, lipid, dan protein didegradasi oleh mikroorganisme hidrolitik menjadi senyawa terlarut seperti asam karboksilat, asam keto, asam hidroksi, keton, alkohol, gula sederhana, asam-asam amino, H2 dan CO2. Pada tahap selanjutnya yaitu tahap asidogenesis senyawa terlarut tersebut diubah menjadi asam-asam lemak rantai pendek, yang umumnya asam asetat dan asam format oleh mikroorganisme asidogenik. Tahap terakhir adalah metanogenesis, dimana pada tahap ini asam-asam lemak rantai pendek diubah menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).

Pada dasarnya efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi : suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam lemak volatil, nutrisi (terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrolik, kecepatan bahan organik, dan konsentrasi amonia. Dari berbagai penelitian yang penulis peroleh, dapat dirangkum beberapa kondisi optimum proses produksi biogas yaitu :

Tabel 2. Kondisi Optimum Produksi BiogasParameterKondisi Optimum

SuhuDerajat KeasamanNutrien UtamaNisbah Karbon dan NitrogenSulfida Logam-logam Berat TerlarutSodium Kalsium Magnesium Amonia35oC7 7,2Karbon dan Nitrogen 20/1 sampai 30/1< 200 mg/L < 1 mg/L< 5000 mg/L < 2000 mg/L < 1200 mg/L< 1700 mg/L

Parameter-parameter ini harus dikontrol dengan cermat supaya proses pencernaan anaerobik dapat berlangsung secara optimal. Sebagai contoh pada derajat keasaman (pH), pH harus dijaga pada kondisi optimum yaitu antara 7 7,2. Hal ini disebabkan apabila pH turun akan menyebabkan pengubahan substrat menjadi biogas terhambat sehingga mengakibatkan penurunan kuantitas biogas. Nilai pH yang terlalu tinggipun harus dihindari, karena akan menyebabkan produk akhir yang dihasilkan adalah CO2 sebagai produk utama. Begitupun dengan nutrien, apabila rasio C/N tidak dikontrol dengan cermat, maka terdapat kemungkinan adanya nitrogen berlebih (terutama dalam bentuk amonia) yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas bakteri.

3.4 Nilai Potensial Biogas

Biogas yang bebas pengotor (H2O, H2S, CO2, dan partikulat lainnya) dan telah mencapai kualitas pipeline adalah setara dengan gas alam. Dalam bentuk ini, gas tersebut dapat digunakan sama seperti penggunaan gas alam. Pemanfaatannya pun telah layak sebagai bahan baku pembangkit listrik, pemanas ruangan, dan pemanas air. Jika dikompresi, biogas dapat menggantikan gas alam terkompresi yang digunakan pada kendaraan. Di Indonesia nilai potensial pemanfaatan biogas ini akan terus meningkat karena adanya jumlah bahan baku biogas yang melimpah dan rasio antara energi biogas dan energi minyak bumi yang menjanjikan. Berdasarkan sumber Departemen Pertanian, nilai kesetaraan biogas dengan sumber energi lain adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain

Bahan BakarJumlah

Biogas ElpijiMinyak tanahMinyak solarBensinGas kotaKayu bakar1 m30,46 kg0,62 liter0,52 liter0,80 liter1,50 m33,50 kg