Upload
hannifah-fitriani
View
352
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan dan fungsi dari kelenjar tiroid paling sedikit dikendalikan
empat mekanisme: yaitu sumbu hipotalamus – hipofisis – tiroid klasik, di mana
hormon pelepas-tirotropin hipotalamus (TRH) merangsang sintesis dan pelepasan
dari hormon perangsang-tiroid hipofisis anterior (TSH), yang kemudian pada
gilirannya merangsang sekresi hormone dan pertumbuhan oleh kelenjar tiroid;
kemudian deiodininase hipofisis dan perifer, yang memodifikasi efek dari T4 dan
T3; autoregulasi dari sintesis hormon oleh kelenjar tiroid sendiri dalam
hubungannya dengan suplai iodinnya; dan stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid
oleh autoantibodi reseptor TSH.
Pengelolaan kelainan kelenjar tiroid dilakukan dengan melakukan uji
kadar hormon TSH dan tiroksin bebas, didasari atas patofisiologi yang terjadi,
sehingga akan didapatkan pengelolaan menyeluruh.
Diagnosis dari penyakit tiroid telah banyak disederhanakan dengan
dikembangkannya assay yang peka untuk TSH dan tiroksin bebas. Suatu
peningkatan TSH dan tiroksin bebas yang rendah menetapkan diagnosis dari
hipotiroidisme, dan TSH yang tersupresi dan FT4 yang meningkat menetapkan
diagnosis dari hipertiroidisme.
1 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
BAB II
KASUS PEMICU
Ny. UJ, umur 33 tahun datang ke Poli Endokrin tanggal 15 Nov 2009.
Pasien kontrol rutin Poli Endokrin sejak satu tahun lalu (dirujuk dari Poli Penyakit
Dalam). Keluhan saat awal terdapat pembesaran leher sejak 2 bulan terakhir,
keluhan lain: keringat banyak (+), gemetar (+), berdebar-debar (+). Selama
Kontrol di Poli Endokrin mendapat terapi PTU 3 x 200 mg kemudian diturunkan
sampai terkahir 2 x 50 mg. Saat ini kadang masih ada gemetar atau keringat
banyak (+).
TB 161 cm, BB 60 kg, Kes CM, TD 110/80 mmHg, N 100 x/ menit, RR
20 x/ menit. Suhu afebris.
Kepala dan leher:
Mata : eksoftalmus +/+
Kelenjar tiroid: teraba dufus, lingkar leher 33,5 cm.
USG tiroid:
1. Tiroid kiri : membesar dengan ukuran 3,33 x 2,82 x 6,56 cm.
Echoparenkim homogen normal. Tak tampak nodul/ kalsifikasi. Pada
doppler tampak vaskuler meningkat intratiroid.
2. Tiroid kanan: 3,43 x 2,55 x 4,31 cm tampak nodul hipoechoik dengan
batas tegas (halo) dengan ukuran 0,96 x 0,85 x 1,11 cm dan lesi heterogen
hipo dan hiperechoik dengan ukuran 1,06 x 1,01 x 1,08. Pada doppler
tampak vaskuler pada tepi lesi.
Kesan: struma difusa bilateral dengan nodul multipel di lobus kanan sugestif lesi
benigna.
STEP 11. PTU (Sherly)
Jawab: Obat untuk mengahambat sekresi hormone tiroid (Agustian)
2. Suhu afebris (Ansar)
Jawab: Suhu afebris, suhu yang lebih rendah dari suhu normal (Hannifah)
2 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
3. Eksoftalmus (Lilis)
Jawab: -
4. Struma difusa bilateral (Hannifah)
Jawab: -
5. Ekoparenkim homogen (Wiwi)
Jawab: -
6. Nodul hiper dan hipoechoik (Mentari)
Jawab: -
7. Sugestif lesi benigna (Azmi)
Jawab: Dicurigai lesi tumor jinak (Hannifah)
STEP 21. Apakah penyebab utama dari penyakit ini? (Hannifah)
2. Apakah penyebab keluar keringatnya banyak, gemetar dan berdebar? (Nisa)
3. Apakah penyebab dari eksoftalmus? (Sherly)
4. Mekanisme berdebar? (Lilis)
5. Diagnosa medis? (Putri)
6. Normalnya ukuran dari hasil USG tiroid? (Azmi)
7. Indikasi pemberian PTU dan kenapa di turunkan? (Mentari)
8. Ukuran tiroid kiri dan kanan mengindikasikan keparahan atau bagaimana?
(Ansar)
9. Manifestasi lain dari penyakit ini? (Maryam)
10. Kelainan penyakit ini terletak dimana? (Lilis)
11. Kelainan pada kelenjar tiroid kanan apakah berpengaruh dengan tiroid kiri?
(Hannifah)
12. Apakah sugestif lesi begnigna merupakan komplikasi penyakit ini? (Nisa)
13. Apakah penyakit ini ada kecendrungan untuk menimbulkan tumor? (Maryam)
14. Kenapa ada perbedaan antara tiroid kiri dan kanan? (Hannifah)
15. Adakah terapi lain pada penyakit ini? (Nisa)
16. Faktor resiko penyakit? (Azmi)
17. Kenapa bisa timbul nodul hipoechoik dan hiperechoik? (Putri)
18. Prognosis penyakit? Dan berapa lama proses penyembuhan? (Sherly)
19. Penyakit ini ada pengaruh dengan ttv atau tidak? (Mentari)
3 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
20. Aspek psikologis dari Ny UJ? (Agustian)
21. Apa yang menyebabkan vaskular meningkat pada tiroid? (Lilis)
22. Bagaimana stadium penyakit ini? (Ansar)
23. Pemeriksaan lain? (Azmi)
24. Gejala awal dari penyakit ini? (Mentari)
25. Tindakan awal pada saat klien datang? (Wiwi)
26. Penyebab lesi? (Hannifah)
27. Apakah ada hubungan bilateral difusa stroma dengan kelainan ini? (Nisa)
28. Pengkajian yang harus dilakukan? (Agustian)
29. Penyebab dari suhu afebris? (Ansar)
30. Normal lingkar leher? (Nisa)
31. Apakah ada gangguan pada proses menelan? (Sherly)
32. Apakah pembesaran tiroid karena tidak ada bahan baku pada saat ia
mendapatkan yodium? (Hannifah)
STEP 3 & 4
1. Kekurangan garam/ yodium, karena ada tumor, gangguan fungsi TSH
sehingga tiroid memproduksi terus menerus (Nisa, Azmi, Sherly)
Kelebihan garam yodium, karena yodium membantu pengeluaran hormon
tiroid, sehingga terjadi hipertiroid (Mentari).
2. Metabolisme meningkat sehingga keringat banyak, dan berdebar debar
pada jantung (Ansar)
3. Sekresi dari kelenjar tiroid menumpuk di belakang bola mata sehingga
menyebabkan keluar (Azmi)
4. – (Learning Objective)
5. Hipertiroidisme (Nisa)
6. – (Learning Objective)
7. Karena prognosisnya makin membaik sehingga bisa diturunkan (Agustian)
8. Bisa mengindikasikan penyakit jika ukuran pada leher meningkat atau
abnormal (Ansar)
9. Adanya penurunan kesadaran, penurunan fungsi seksualitas, nafsu makan
yang meningkat dan berat badan yang menurun. (Hannifah)
10. Kelenjar tiroid, di area leher (Lilis)
4 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
11. Ada, karena adanya kompensasi ke daerah sebelahnya (Nisa)
12. Tumor bisa menjadi komplikasi (Sherly)
13. Kemungkinan ada (Azmi)
14. – (Learning Objective)
15. Ada, terapi radioaktif iodine, diet juga pengaturan aktifitas. (Maryam)
16. – (Learning Objective)
17. – (Learning Objective)
18. Tidak menimbulkan kelainan tetapi dapat menyebabkan neoplasma, proses
nya tergantung bagaimana perawatan terhadap klien juga prognosis dapat
membaik (Nisa, Mentari)
19. Ada pengaruh ke TTV, karena ada peningkatan metabolisme dari fungsi
hormone (Sherly)
20. Mengalami gangguan body image (Putri)
21. Pekerjaan tiroid meningkat sehingga semua pembuluh darah berada di
intratiroid, sehingga dapat menigkatkan vaskuler, keabnormalan
perkembangan kelenjar tiroid (Agustian, Sherly)
22. – (Learning Objective)
23. Pemeriksaan T3 dan T4, apabila T3 lebih kecil dari T4 maka hipertiroid,
pemeriksaan fungi tiroid (Putri, Lilis)
24. Keringat banyak, bergetar, dan berdebar-debar. (Maryam)
25. Istirahatkan, observasi status kesehatan, dan selalu kontrol klien (Maryam)
26. Pembesaran nodul menyebabkan lesi (Sherly)
27. Ada, yaitu peningkatan TSI yang berikatan dengan reseptor TSH (Wiwi)
28. Pengkajian status kesehatan klien, juga pengkajian pada mata, leher dan
peningkatan pengeluaran keringat yang banyak akan nampak jelas ada
kelainan. (Wiwi)
29. Hipermetabolisme menyebabkan aliran darah meningkat melewati
hypothalamus, dan mengkode pusat pengaturan suhu tubuh, sehingga suhu
menjadi afebris. (Wiwi)
30. Normalnya lingkar leher sama dengan lingkar pinggang dan bahu
(Agustian)
5 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
31. Tidak ada pengaruh oleh proses menelan karena kelenjar bersifat lembek
(Nisa)
32. Kelebihan yodium, peningkatan sekresi tiroid dan peningkatan kerja tiroid
sehingga menyebabkan pembengkakan tiroid (Mentari)
STEP 5
Anfis Kelenjar Tiroid(gambar, mekanisme, kondisi sehat)
↓Hipertiroid
Definisi Etiologi Komplikasi Pem. DiagnostikFaktor Resiko Patofisiologi Manifestasi klinis
Diagnosa keperawan
Asuhan keperawatan Penatalaksanaan
Kolaborasi Mandiri
6 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
BAB III
PEMBAHASAN
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
1.1. Anatomi Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan kelenjar berwarna merah kecoklatan
dan sangat vascular. Terletak di anterior cartilago thyroidea di bawah
laring setinggi vertebra cervicalis 5 sampai vertebra thorakalis 1.
Kelenjar ini terselubungi lapisan pretracheal dari fascia cervicalis dan
terdiri atas 2 lobus, lobus dextra dan sinistra, yang dihubungkan oleh
isthmus. Beratnya kira2 25 gr tetapi bervariasi pada tiap individu.
Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada wanita terutama saat menstruasi
dan hamil. Lobus kelenjar tiroid seperti kerucut. Ujung apikalnya
menyimpang ke lateral ke garis oblique pada lamina cartilago thyroidea
dan basisnya setinggi cartilago trachea 4-5. Setiap lobus berukutan 5x3x2
cm. Isthmus menghubungkan bagian bawah kedua lobus, walaupun
terkadang pada beberapa orang tidak ada. Panjang dan lebarnya kira2
1,25 cm dan biasanya anterior dari cartilgo trachea walaupun terkadang
lebih tinggi atau rendah karena kedudukan dan ukurannya berubah.
Secara embriologi, tahap pembentukan kelenjar tiroid adalah:
7 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Kelenjar tiroid mulanya merupakan dua buah tonjolan dari dinding
depan bagian tengah farings, yang terbentuk pada usia kelahiran 4
minggu. Tonjolan pertama disebut pharyngeal pouch, yaitu antara
arcus brachialis 1 dan 2. Tonjolan kedua pada foramen ceacum, yang
berada ventral di bawah cabang farings I.
Pada minggu ke-7, tonjolan dari foramen caecum akan menuju
pharyngeal pouch melalui saluran yang disebut ductus thyroglossus.
Kelenjar tiroid akan mencapai kematangan pada akhir bulan ke-3,
dan ductus thyroglossus akan menghilang. Posisi akhir kelenjar
tiroid terletak di depan vertebra cervicalis 5, 6, dan 7.
Namun pada kelainan klinis, sisa kelenjar tiroid ini juga masih sering
ditemukan di pangkal lidah (ductus thyroglossus/lingua thyroid) dan
pada bagian leher yang lain.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1) A. thyroidea superior (arteri utama).
2) A. thyroidea inferior (arteri utama).
3) Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung
dari aorta atau A. anonyma.
Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1) V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2) V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3) V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Aliran limfe terdiri dari 2 jalinan:
1) Jalinan kelenjar getah bening intraglandularis
2) Jalinan kelenjar getah bening extraglandularis
Kedua jalinan ini akan mengeluarkan isinya ke limfonoduli
pretracheal lalu menuju ke kelenjar limfe yang dalam sekitar V.
jugularis. Dari sekitar V. jugularis ini diteruskan ke limfonoduli
mediastinum superior.
Persarafan kelenjar tiroid:
1) Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan
inferior
8 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
2) Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens
(cabang N.vagus)
N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu
operasi, akibatnya pita suara terganggu (stridor/serak).
Vaskularisasi
Kelenjar tiroid disuplai oleh arteri tiroid superior, inferior, dan
terkadang juga arteri tiroidea ima dari a. brachiocephalica atau cabang
aorta. Arterinya banyak dan cabangnya beranastomose pada permukaan
dan dalam kelenjar, baik ipsilateral maupun kontralateral.
Tiroid superior menembus fascia tiroid dan kemudian bercabang
menjadi cabang anterior dan posterior. Cabang anterior mensuplai
permukaan anterior kelenjar dan cabang posterior mensuplai permukaan
lateral dan medial. tiroid inferior mensuplai basis kelenjar dan bercabang
ke superior (ascenden) dan inferior yang mensuplai permukaan inferior
dan posterior kelenjar.Sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular
yang menyatu di permukaan membentuk vena tiroidea superior, lateral
dan inferior.
Sistem Limfatik
Pembuluh limfe tiroid terhubung dengan plexus tracheal dan
menjalar sampai nodus prelaringeal di atas isthmus tiroid dan ke nodus
pretracheal serta paratracheal. Beberapa bahkan juga mengalir ke nodus
brachiocephal yang terhubung dengan tymus pada mediastinum superior.
1.2. Histologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar ini tersusun dari bentukan-bentukan bulat dengan ukuran
yang bervariasi yang disebut thyroid follicle.
Setiap thyroid follicle terdiri dari sel-sel selapis kubis pada tepinya
yang disebut SEL FOLIKEL dan mengelilingi koloid di dalamnya.
Folikel ini dikelilingi jaringan ikat tipis yang kaya dengan pembuluh
darah.
Sel folikel yang mengelilingi thyroid folikel ini dapat berubah sesuai
dengan aktivitas kelenjar thyroid tersebut.
9 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Ada kelenjar thyroid yang hipoaktif, sel foikel menjadi kubis rendah,
bahkan dapat menjadi pipih. Tetapi bila aktivitas kelenjar ini tinggi,
sel folikel dapat berubah menjadi silindris, dengan warna koloid
yang dapat berbeda pada setiap thyroid folikel dan sering kali
terdapat Vacuola Resorbsi pada koloid tersebut.
SEL PARAFOLIKULER
Diantara thyroid folikel terdapat sel parafolikuler yang bisa berupa
kelompok-kelompok sel ataupun hanya satu sel yang menempel pada
basal membran dari thyroid folikel. Sel ini mempunyai ukuran lebih
besar dan warna lebih pucat dari sel folikel.
Fungsi sel parafolikuler ini menghasilkan Hormon Thyricacitonin
yang dapat menurunkan kadar kalsium darah.
1.3. Fisiologi Kelenjar Tiroid
Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid
memiliki dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago
krokoidea di leher pada cincin trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid
berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat metabolisme. Kelenjar
tiroid menghasilkan dua hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan
triiodotironin (T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih
sedikit dalam serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein
pengikat plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak
resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak reseptor pada protein
10 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
pengikat plasma di serum yang mengakibatkan banyaknya jumlah
hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat berikatan pada jaringan karena
jumlah reseptornya sedikit.
1.3.1. Proses pembentukan hormon tiroid
1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida.
Pompa ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali
konsentrasinya di dalam darah.
2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah
glikoprotein besar yang nantinya akan mensekresi hormon
tiroid.
3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini
dibantu oleh enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase.
4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I)
akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin.
Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O)
pada cincin benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini
dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat.
5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah
teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan
monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi diiodotirosin).
6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi).
Jika monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka
akan menjadi triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung
akan menjadi tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut
tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk
diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain,
dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut
protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan
hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama
keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah
dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)
11 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
1.3.2. Efek hormon tiroid
Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein
adalah:
1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria
2) Meningkatkan kecepatan pembentukan ATP
1.3.2.1. Efek tiroid dalam transpor aktif
Meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase yang akan
menaikkan kecepatan transpor aktif dan tiroid dapat
mempermudah ion kalium masuk membran sel.
1.3.2.2. Efek pada metabolisme karbohidrat
Menaikkan aktivitas seluruh enzim
1.3.2.3. Efek pada metabolisme lemak
Mempercepat proses oksidasi dari asam lemak.
Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan
kolesterol, fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak
bebas.
1.3.2.4. Efek tiroid pada metabolisme vitamin
Menaikkan kebutuhan tubuh akan vitamin karena
vitamin bekerja sebagai koenzim dari metabolisme.Oleh karena
metabolisme sebagian besar sel meningkat akibat efek dari
tiroid, maka laju metabolisme basal akan meningkat. Dan
peningkatan laju basal setinggi 60 sampai 100 persen diatas
normal.
1.3.2.5. Efek pada berat badan
Bila hormone tiroid meningkat, maka hampir selalu
menurunkan berat badan, dan bila produksinya sangat
berkurang, maka hampir selalu menaikkan berat badan. Efek ini
terjadi karena hormone tiroid meningkatkan nafu makan.
1.3.2.6. Efek terhadap cardiovaskuler
Aliran darah, curah jantung, frekuensi denyut jantung,
dan volume darah meningkat karena meningkatnya metabolisme
dalam jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan
12 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
memperbanyak produk akhir yang dilepas dari jaringan. Efek ini
menyebabkan vasodilatasi pada sebagian besar jaringan tubuh,
sehingga meningkatkan aliran darah.
1.3.2.7. Efek pada respirasi
Meningkatnya kecepatan metabolisme akan
meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan
karbondioksida.
1.3.2.8. Efek pada saluran cerna
Meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan. Tiroid
dapat meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan
pergerakan saluran cerna.
1.3.3. Pengaturan sekresi hormon tiroid
Regulasi hormon tiroid diprakarsai oleh hormon TSH (Tiroid
Stimulating Hormone) yang dilepas hipotalamus.
TSH berfungsi untuk:
1) Meningkatkan proteolisis tiroglobulin
2) Meningkatkan aktivitas pompa iodium
3) Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan kecepatan
proses coupling
4) Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sekretorik sel
tiroid
5) Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai perubahan sel
kuboid jadi kolumner. Hormon TSH dirangsang oleh TRH
(Tirotropin Releasing Hormone). (Guyton. 1997).
1.4. Tiroid-Hormon T3-T4
Kebutuhan iodium untuk pembentukan tiroksin. Untuk
membentuk jumlah normal tiroksin, setiap tahunnya dibutuhkan kira-
kira50 mg iodium yang ditelan dalam bentuk iodide, atau kira-kira 1mg
perminggu. Iodida yang ditelan secara oral akan diabsorbsi dari saluran
cerna kedalam darah denga pola yang kira-kira mirip dengan klorida.
Biasanya, sebagian besar dari iodide tersebut dengan cepat dikeluarkan
13 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
oleh ginjal, tetapi hanya setelah kira-kira satu perlimanya dipindahkan
dari sirkulasi darah oleh sel-sel kelenjar tiroid secara selektif dan
dipergunakan untuk sintesis hormone tiroid.
Kemudian, agar dapat digunakan untuk pembentukan hormone
tiroksin maka pertama-tama harus terjadi pengangkutan iodide dari darah
kedalam sel-sel dan folikel kelenjar tiroid. Membran basal tiroid
mempunyai kemampuan yang spesifik untuk memompakan iodide secara
aktif ke bagian dalam sel. Kemampuan ini disebut penjeratan iodide
(iodide trapping).
1.4.1. Sintesis tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
Sintesis tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) terdiri dari:
1) Thyroglobulin (Tg) and protein synthesis in the rough
endoplasmic reticulum.
2) Coupling of the Tg carbohydrate units in the smooth
endoplasmic reticulum and Golgi apparatus.
3) Formation of exocytotic vesicles.
4) Transport of exocytotic vesicles with noniodinated Tg to the
apical surface of the follicle cell and into the follicular lumen.
5) Iodide transport at the basal cell membrane.
6) Iodide oxidation, Tg iodination, and coupling of iodotyrosyl to
iodothyronyl residues.
7) Storage of iodinated Tg in the follicular lumen.
8) Endocytosis by micropinocytosis.
9) Endocytosis by macropinocytosis (pseudopods).
10) Colloid droplets.
11) Lysosome migrating to the apical pole.
12) Fusion of lysosomes with colloid droplets.
13) Phagolysosomes with Tg hydrolysis.
14) Triiodothyronine (T3) and thyroxine (T4) secretion.
15) Monoidotyrosine (MIT) and diiodotyrosine (DIT) deiodination.
14 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
1.4.1.1. Pembentukan dan sekresi non-iodinated Tiroglobulin (non-
iodinated Tg)
1) Proses di Retikulum endoplasma kasar.
Tiroglobulin merupakan suatu glikoprotein dimer.
Sebagaimana protein lain, sintesis tiroglobulin diawali
dengan protein sintesis yang terjadi pada reticulum
endoplasma kasar untuk menghasilkan unit karbohidrat Tg.
2) Coupling unit karbohidrat Tg di RE halus dan apparatus
golgi dan menghasilkan Tg yang belum teriodinasi (non-
iodinated Tg).
3) Pembentukan vesikula yang berisi non-iodinated Tg.
4) Transport vesikel dan eksositosis non-iodinated Tg ke
dalam lumen folikel tiroid melalui membran apikal sel.
1.4.1.2. Uptake dan pengangkutan iodida oleh tiroid
Iodida dari darah dijerat dan diangkut ke dalam sel-sel
dan folikel kelenjar tiroid. Penjeratan iodida dari darah ke sel
terjadi pada membran basal sel tiroid melalui NIS (Natrium-
Iodide Symport).
1.4.1.3. Pembentukan T3 dan T4 dari Iodida dan Tg
Oksidasi iodide, Iodinasi Tg, dan coupling iodotyrosyl
menjadi residu iodothyronyl.
1) Oksidasi iodide
Proses oksidasi iodide melibatkan peran enzim
peroksidase. Reaksi tersebut dirangsang oleh TSH, dan
dihambat oleh tiourea, amino benzen dan imidazol. Enzim
peroksidase ini terletak di bagian apical membrane sel atau
bahkan melekat pada membrane apical sel, tempat dimana
vesikula berisi non-iodinated Tg dieksositosis ke dalam
folikel.
2) “Proses Organifikasi” TiroglobulinàIodinasi gugus tirosil.
15 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Yang dimaksud proses organisasi Tg adalah
pengikatan iodium dengan molekul non-iodinated Tg.
Iodium yang teroksidasi akan berikatan langsung dengan
gugus tirosil yang ada di dalam Tg dengan dipercepat oleh
enzim iodinase. mula-mula terbentuk monoiodotirosin
(MIT), kemudian diiodotirosin (DIT).
3) Coupling (penggandengan) MIT dan DIT
Baik MIT maupun DIT sama-sama bergandengan
satu sama lainnya dan membentuk Tiroksin (T4) dan triiodo
tironin (T3).
4) Penyimpanan T3 dan T4 di dalam folikel
Hormon tiroid disimpan dalam folikel dalam bentuk
molekul tiroglobulin yang mengandung 1-3 molekul
tiroksin dan 1 molekul triiodotironin untuk tiap 14 molekul
tiroksin.
1.4.2. Sekresi tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
1) Pembentukan vesikula pinositik
Mula-mula bagian apical sel membentuk pseudopodia
yang menjulur ke dalam folikel dan mengitari koloid di dalam
folikel.
2) Pinositosis
Vesikula pinositik yang berisi koloid terbentuk dan
‘menelan’ cairan koloid ke dalam sel.
3) Pembentukan droplet koloid
4) Migrasi lisosom ke bagian apical sel proteaseà
Lisosom berisi enzim-enzim digestif, yang terpenting.
5) Fusi lisosom dengan koloid droplet
Lisosom bergabung dengan droplet koloid membentuk
suatu vesikula digestif. Enzim-enzim digestif yang ada di dalam
lisosom memncerna koloid untuk melepaskan T3 dan T4 dari Tg
6) Hidrolisis tiroglobulin
16 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Di dalam vesikula digestif, terjadi proses digestif oleh
protease yang melepaskan molekul molekul T3 dan T4 dari Tg.
7) Sekresi T3 dan T4 ke dalam darah
8) Deiodinasi MIT dan DIT
Pelepasan iodium dari gugus tirosin untuk bahan
pembentukan hormone tiroid tambahan.
1.4.3. Transport tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
1.4.3.1. Pengangkutan T3 dan T4 ke jaringan
Baik tiroksin dan triiodo tironin, hampir seluruhnya
segera berikatan dengan protein plasma, yakni:
1) Tiroksin –banding globulin (TBG)
2) Prealbumin –banding globulin (pABG)
3) Albumin
1.4.3.2. Pelepasan Lambat Tiroksin ke jaringan
Pelepasan hormone dari protein plasma membutuhkan
waktu yang lama, mengingat besarnya afinitas protein pengikat
terhadap hormon.
2. KONSEP PENYAKIT HIPERTIROIDISME
2.1. Definisi Hipertiroidisme
Hipertiroid adalah respon jaringan-jaringan tubuh terhadap
pengaruh metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Bentuk yang umum
dari masalah ini adalah penyakit graves,sedangkan bentuk yang lain
adalah toksik adenoma, tumor kelenjar hipofisis yang menimbulkan
sekresi TSH meningkat, tiroditis subkutan dan berbagai bentuk kenker
tiroid. Hipertiroid adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh produksi
yang berlebihan darihormon tiroid teriodinasi. Jumlah penderita penyakit
ini kini terus meningkat.
Hipertiroid merupakan penyakit hormon yang menempati urutan
kedua terbesar di Indonesia setelahdiabetes. Posisi ini serupa dengan
17 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
kasus di dunia. Mengingat bahwa apa yang terjadi dalam tubuh kita
merupakan hubungan timbalbalik antara organ maupun sistem kerja
organ, maka faktor yang memungkinkan terjadinyakelebihan hormon
tiroid tidak hanya terdiri dari satu macam saja (hipertiroid bisa
terjadikarena infeksi ataupun tumor, dan bisa karena yang lainnya.
Hipertiroidisme adalah kadar TH yang bersirkulasi berlebihan.
Gangguan ini dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus.
Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin yang dapat
dicegah, seperti kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan
kelainan yang sangat menonjol pada wanita. Kelainan ini menyerang
wanita empat kali lebih banyak daripada pada pria, terutama wanita muda
yang berusia antara 20 dan 40 tahun. Disini dapat dikarenakan karena
dari proses menstruasi, kehamilan dan menyusui itu sendiri menyebabkan
hipermetabolisme sebagai akibat peningkatan kerja daripada hormone
tiroid .(Hotma R, 2006).
Jumlah penderita hipertiroid terus meningkat. Hipertiroid
merupakan penyakit hormon yang menempati urutan kedua terbesar di
Indonesia setelah diabetes. Posisi ini serupa dengan kasus di dunia.
Lebih dari 90 % hipertiroidisme adalah akibat penyakit graves dan nodul
tiroid toksik.
2.2. Etiologi Hipertiroidisme
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit
graves,suatu penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-
sel untuk menghasilkan hormon yang berlebihan.
Penyebab hipertiroid lainnya yang jarang selain penyakit graves
adalah:
1) Toksisitas pada strauma multinudular
2) Adenoma folikular fungsional ,atau karsinoma(jarang)
3) Adema hipofisis penyekresi-torotropin (hipertiroid hipofisis)
18 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
4) Tomor sel benih,missal karsinoma (yang kadang dapat menghasilkan
bahan mirip-TSH) atau teratoma (yang mengandung jarian tiroid
fungsional)
5) Tiroiditis (baik tipe subkutan maupun hashimato)yang keduanya
dapat berhubungan dengan hipertiroid sementara pada fase awal
6) Functioning adenoma ("hot nodule") dan Toxic Multinodular Goiter
(TMNG)
7) Pemasukkan yang berlebihan dari hormon-hormo tiroid
8) Pengeluaran yang abnormal dari TSH
9) Pemasukkan yodium yang berlebihan
10) Toxic multinodular goiter
11) “Solitary toxic adenoma”
12) Penyakit troboblastis
13) Ambilan hormone tiroid secara berlebihan
14) Kanker pituitary
15) Obat-obatan seperti Amiodarone
2.3. Faktor Resiko Hipertiroidisme
Kelainan hipertiroid sangat menonjol pada wanita, Hipertiroid
menyerang wanita lima kali lebih sering dibandingkan laki laki.
Insidensinya akan memuncak dalam decade usia ketiga serta keempat.
(Schimke, 1992).
2.4. Manifestasi Klinis Hipertiroidisme
1) Penderita sering secara emosional mudah terangsang
(hipereksitabel), iritabel dan terus merasa khawatir dan klien tidak
dapat duduk diam
2) Denyut nadi yang abnormal yang ditemukan pada saat istirahat dan
beraktivitas; yang diakibatkan peningkatan dari serum T3 dan T4
yang merangsang epinefrin dan mengakibatkan kinerja jantung
meningkat hingga mengakibatkan HR meningkat. Peningkatan
denyut nadi berkisar secara konstan antara 90 dan 160 kali per menit,
tekanan darah sistolik akan meningkat.
19 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
3) Tidak tahan panas dan berkeringat banyak diakibatkan karena
peningkatan metabolisme tubuh yang meningkat maka akan
menghasilkan panas yang tinngi dari dalam tubuh sehingga apabila
terkena matahari lebih, klien tidak akan tahan akan panas.
4) Kulit penderita akan sering kemerahan (flusing) dengan warna ikan
salmon yang khas dan cenderung terasa hangat, lunak dan basah.
5) Adanya Tremor
6) Eksoftalmus yang diakibatkan dari penyakit graves, dimana penyakit
ini otot-otot yang menggerakkan mata tidak mampu berfungsi
sebagaimana mesti, sehingga sulit atau tidak mungkin menggerakkan
mata secara normal atau sulit mengkordinir gerakan mata akibatnya
terjadi pandangan ganda, kelopak mata tidak dapat menutup secara
sempurna sehingga menghasilkan ekspresi wajah seperti wajah
terkejut.
7) Peningkatan selera makan namun mengalami penurunan berat badan
yang progresif dan mudah lelah.
8) Perubahan defekasi dengan konstipasi dan diare
9) Insomnia
10) Penurunan BB walaupun penderita selalu merasa lapar
11) Rambut tipis
12) Penglihatan kabur
13) Gondok
14) Peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
15) Amenorea dan infertilitas
16) Osteoporosis disertai nyeri tulang
17) Letargi
2.5. Klasifikasi Hipertiroidisme
2.5.1. Goiter Toksik Difusa (Graves’ Disease)
Kondisi yang disebabkan, oleh adanya gangguan pada sistem
kekebalan tubuh dimana zat antibodi menyerang kelenjar tiroid,
sehingga menstimulasi kelenjar tiroid untuk memproduksi hormon
tiroid terus menerus.
20 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Graves’ disease lebih banyak ditemukan pada wanita
daripada pria, gejalanya dapat timbul pada berbagai usia, terutama
pada usia 20 – 40 tahun. Faktor keturunan juga dapat mempengaruhi
terjadinya gangguan pada sistem kekebalan tubuh, yaitu dimana zat
antibodi menyerang sel dalam tubuh itu sendiri.
2.5.2. Nodular Thyroid Disease
Pada kondisi ini biasanya ditandai dengan kelenjar tiroid
membesar dan tidak disertai dengan rasa nyeri. Penyebabnya pasti
belum diketahui. Tetapi umumnya timbul seiring dengan
bertambahnya usia.
2.5.3. Subacute Thyroiditis
Ditandai dengan rasa nyeri, pembesaran kelenjar tiroid dan
inflamasi, dan mengakibatkan produksi hormon tiroid dalam jumlah
besar ke dalam darah. Umumnya gejala menghilang setelah beberapa
bulan, tetapi bisa timbul lagi pada beberapa orang.
2.5.4. Postpartum Thyroiditis
Timbul pada 5 – 10% wanita pada 3 – 6 bulan pertama
setelah melahirkan dan terjadi selama 1 -2 bulan. Umumnya kelenjar
akan kembali normal secara perlahanlahan.
2.6. Komplikasi Hipertiroidisme
Badai tiroid adalah suatu aktivitas yang sangat berlebihan dari
kelenjar tiroid, yang terjadi secara tiba-tiba.
Badai tiroid bisa menyebakan:
1) Ulkus Kornea
Ulkus kornea terjadi oleh karena pembengkakan kelenjar
retroorbita dan perubahan degenaratif otot occuler menyebabkan
mata sulit di tutup sehingga terjadi iritasi mata, lalu infeksi yang
menyebabkan ulkus kornea.
2) Gagal Jantung
21 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Gagal jantung bisa terjadi karena disritmia yang disebabkan
hipertiroid.
3) Krisis Tiroid
4) Osteoporosis premature pada wanita
5) Demam
6) Kelemahan dan pengkisutan otot yang luar biasa
7) Kegelisahan
8) Perubahan suasana hati
9) Kebingungan
10) Perubahan kesadaran (bahkan sampai terjadi koma)
11) Pembesaran hati disertai penyakit kuning yang ringan.
Badai tiroid merupakan suatu keadaan darurat yang sangat
berbahaya dan memerlukan tindakan segera. Tekanan yang berat pada
jantung bisa menyebabkan ketidakteraturan irama jantung yang bisa
berakibat fatal (aritmia) dan syok.
Badai tiroid biasanya terjadi karena hipertiroidisme tidak diobati
atau karena pengobatan yang tidak adekuat, dan bisa dipicu oleh:
infeksi
trauma
pembedahan
diabetes yang kurang terkendali
ketakutan
kehamilan atau persalinan
tidak melanjutkan pengobatan tiroid
stres lainnya.
2.7. Pemeriksaan Penunjang
2.7.1. T4 Serum
Tes yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum
dengan teknik radioimmunoassay atau peningkatan kompetitif.
Kisaran T4 dalam serum yang normal berada diantara 4,5 dan 11,5
mg/dl (58,5 hingga 150 nmol/L). T4 terikat terutama dengan TBG
dan prealbumin : T3 terikat lebih longgar. T4 normalnya terikat
22 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
dengan protein. Setiap faktor yang mengubah protein pangikat ini
juga akan mengubah kadar T4.
2.7.2. T3 Serum
T3 serum mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau
total T3 total, dalam serum. Sekresinya terjadi sebagai respon
terhadap sekresi TSH dan T4. Meskipun kadar T3 dan T4 serum
umumnya meningkat atau menurun secara bersama-sama, namun
kadar T4 tampaknya merupakan tanda yang akurat untuk
menunjukan adanya hipertiroidisme, yang menyebabkan kenaikan
kadar T4 lebih besar daripada kadar T3. Batas-batas normal untuk T3
serum adalah 70 hingga 220 mg/dl (1,15 hingga 3,10 nmol/L).
2.7.3. Tes T3 Ambilan Resin
Tes T3 ambilan resin merupakan pemeriksaan untuk
mengukur secara tidak langsung kaar TBG tidak-jenuh. Tujuannya
adalah untuk menentukan jumlah hormone tiroid yang terikat dengan
TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Pemeriksaan ini,
menghasilkan indeks jumlah hormone tiroid yang sudah ada dalam
sirkulasi darah pasien. Normalnya, TBG tidak sepenuhnya jenuh
dengan hormone tiroid dan masih terdapat tempat-tempat kosong
untuk mengikat T3 berlabel-radioiodium, yang ditambahkan ke
dalam specimen darah pasien. Nilai ambilan T3 yang normal adalah
25% hingga 35% yang menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga
dari tempat yang ada paa TBG sudah ditempati oleh hormone tiroid.
Jika jumlah tempat kosong rendah, seperti pada hipertiroidisme,
maka ambilan T3 lebih besar dari 35%.
2.7.4. Tes TSH (Thyroid Stimulating Hormone)
Sekresi T3 dan T4 oleh kelenjar tiroid dikendalikan hormone
stimulasi tiroid (TSH atau tirotropin) dari kelenjar hipofisis anterior.
Pengukuran konsentrasi TSH serum sangat penting artinya dalam
menegakkan diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan
untuk membedakan kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada
23 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh
penyakit pada hipofisis atau hipotalamus.kadar TSH dapat diukur
dengan assay radioimunometrik, nilai normal dengan assay generasi
ketiga, berkisar dari 0,02 hingga 5,0 μU/ml.
Kadar TSH sensitif dan dapat dipercaya sebagai indikator
fungsi tiroid. Kadar akan berada dibawah normal pada pasien dengan
peningkatan autonom pada fungsi tiroid (penyakit graves,
hiperfungsi nodul tiroid).
2.7.5. Tes Thyrotropin Releasing Hormone
Tes Stimulasi TRH merupakan cara langsung untuk
memeriksa cadangan TSH di hipofisis dan akan sangat berguna
apabila hasil tes T3 dan T4 tidak dapat dianalisa. Pasien diminta
berpuasa pada malam harinya. Tiga puluh menit sebelum dan
sesudah penyuntikan TRH secara intravena, sampel darah diambil
untuk mengukur kadar TSH. Sebelum tes dilakukan, kepada pasien
harus diingatkan bahwa penyuntikan TRH secara intravena dapat
menyebabkan kemerahan pasa wajah yang bersifat temporer, mual,
atau keinginan untuk buang air kecil.
2.7.6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat
diukur kadarnya dalam serum dengan hasil yang bisa diandalkan
melalui pemeriksaaan radioimmunoassay. Faktor-faktor yang
meningkatkan atau menurunkan aktivitas kelenjar tiroid dan sekresi
T3 serta T4 memiliki efek yang serupa terhadap sintesis dan sekresi
tiroglobulin. Kadar tiroglobulin meningkat pada karsinoma tiroid,
hipertiroidisme dan tiroiditis subakut. Kadar tiroglobulin juga dapat
akan meningkat pada keadaan fisiologik normal seperti kehamilan.
2.7.7. Ambilan Iodium Radioaktif
Tes ambilan iodium radioaktif dilakukan untuk mengukur
kecepatan pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid. Kepada pasien
disuntikan atau radionuklida lainnya dengan dosis tracer, dan
24 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
pengukuran pada tiroid dilakukan dengan alat pencacah skintilas
(scintillation counter) yang akan mendeteksi serta menghitung sinar
gamma yang dilepaskan dari hasil penguraian dalam kelenjar tiroid.
Tes ini mengukur proporsi dosis iodium radioaktif yang
diberikan yang terdapat dalam kelenjar tiroid pada waktu tertentu
sesudah pemberiannya. Tes ambilan iodium-radioaktif merupakan
pemeriksaan sederhana dan memberikan hasil yang dapat
diandalkan. Penderita hipertiroidisme akan mengalami penumpukan
dalam proporsi yang tinggi (mencapai 90% pada sebagian pasien).
2.7.8. Pemindai Radio atau Pemindai Skintilasi Tiroid
Serupa dengan tes ambilan iodium radioaktif dalam
pemindaian tiroid digunakan alat detektor skintilasi dengan fokus
kuat yang digerakkan maju mundur dalam suatu rangkaian jalur
parallel dan secara progresif kemudian digerakkan kebawah. Pada
saat yang bersamaan, alat pencetak merekam suatu tanda ketika telah
tercapai suatu jumlah hitungan yang ditentukan sebelumnya.
Teknik ini akan menghasilkan gambar visual yang
menentukan lokasi radioaktivitas di daerah yang dipindai. Meskipun
I131 merupakan isotop yang paling sering digunakan, beberapa isotop
iodium lainnya yang mencakup Tc9m (sodium pertechnetate) dan
isotop radioaktif lainnya (thalium serta americum) digunakan di
beberapa laboratorium karena sifat-sifat fisik dan biokimianya
memungkinkan untuk pemberian radiasi dengan dosis rendah.
Pemindaian sangat membantu dalam menemukan lokasi,
ukuran, bentuk dan fungsi anatomic kelenjar tiroid. Khususnya
jaringan tiroid tersebut terletak substernal atau berukuran besar.
Identifikasi daerah yang mengalami peningkatn fungsi (hot area)
atau penurunan fungsi (cold area) dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis. Meskipun sebagian besar daerah yang
mengalami penurunan fungsi tidak menunjukkan kelainan
malignitas, defisiensi fungsi akan meningkatknya kemungkinan
25 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
terjadinya keganasan terutama jika hanya terdapat satu daerah yang
tidak berfungsi.
Pemindaian terhadap keseluruhan tubuh (whole body CT
scan) yang diperlukan untuk memperoleh profil seluruh tubuh dapat
dilakukan untuk mencari metastasis malignitas pada kelenjar tiroid
yang masih berfungsi.
2.7.9. Bentuk cold area
Bentuk cold area yang berupa moth eaten appearance
mencurigakan keganasan.
2.7.9.1. Hubungan cold area dengan daerah sekitarnya.
Cold area dengan distribusi jodium yang tidak merata
lebih cenderung untuk kelainan metabolik, terutama bila lobus
tiroid yang kontralateral untuk membesar.
2.7.9.2. Hubungan cold area dengan unsur jenis kelamin
Cold area pada laki-laki usia tua dan anak-anak lebih
menambah kecurigaan akan keganasan.
2.7.9.3. Hal-hal yang dapat menyebabkan cold area:
1) Kista
2) Hematom
3) Struma adenomatosa
4) Perdarahan
5) Radang
6) Keganasan
7) Defek kongenital
2.7.9.4. Hal-hal yang dpat menyebabkan hot area :
1) Struma adenomatosa
2) Adenoma toksik
3) Radang
4) Keganasan
26 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
2.7.10. Ultrasonografi
Pemeriksaan ini dapat membantu membedakan kelainan
kistik atau solid pada tiroid. Kelainan solid lebih sering disebabkan
keganasan dibanding dengan kelainan kistik. Tetapi kelainan
kistikpun dapat disebabkan keganasan meskipun kemungkinannya
lebih kecil.
2.7.11. Pemeriksaan radiologik di daerah leher
Karsinoma tiroid kadang-kadang disertai perkapuran. Ini
sebagai tanda yang boleh dipegang.
2.7.12. Pemeriksaan kadar kalsitonin (untuk pasien dengan kecurigaan
karsinoma medula
2.7.13. Biopsi jarum halus
2.7.14. Pemeriksaan sidik tiroid
Dengan penggunaan yodium bila nodul menangkap yodium
tersebut kurang dari tiroid normal disebut nodul dingin. Bila sama
afinitasnya disebut nodul hangat. Kalau lebih banyak menangkap
yodium disebut nodul panas. Sebagian besar karsinoma tiroid
termasuk nodul dingin.
2.7.15. Radiologis untuk mencari metastasis
2.7.16. Histopatologi
Masih merupakan pemeriksaan diagnostik utama. Untuk kasus
inoperable, jaringan diambil dengan biopsi insisi.
2.8. Penatalaksanaan Hipertiroidisme
2.8.1. Farmakologi
Penatalaksanaan hipertiroidisme secara farmakologi
menggunakan empat kelompok obat ini yaitu: obat antitiroid,
penghambat transport iodida, iodida dalam dosis besar menekan
fungsi kelenjar tiroid, yodium radioaktif yang merusak sel-sel
kelenjar tiroid. Obat antitiroid bekerja dengan cara menghambat
pengikatan (inkorporasi) yodium pada TBG (thyroxine binding
27 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
globulin) sehingga akan menghambat sekresi TSH (Thyreoid
Stimulating Hormone) sehingga mengakibatkan berkurang produksi
atau sekresi hormon tiroid.
2.8.1.1. Obat-obatan anti tiroid (OAT)
Obat antitiroid dianjurkan sebagai terapi awal untuk
toksikosis pada semua pasien dengan grave disease serta
digunakan selama 1-2 tahun dan kemudian dikurangi secara
perlahan-lahan. Indikasi pemberian OAT adalah:
1) Sebagai terapi yang bertujuan memperpanjang remisi atau
mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien – pasien
muda dengan struma ringan sampai sedang dan
tirotoksikosis
2) Sebagai obat untuk kontrol tirotoksikosis pada fase sebelum
pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang
mendapat yodium radioaktif.
3) Sebagai persiapan untuk tiroidektomi
4) Untuk pengobatan pada pasien hamil
5) Pasien dengan krisis tiroid
Obat antitiroid tersebut berfungsi menghambat
organifikasi iodida dan proses berpasangan iodotirosin untuk
membentuk T3 dan T4. PTU juga menghambat perubahan T4
menjadi T3 di perifer dengan dosis 300-600 mg/hari secara oral
dalam 3 – 4 dosis terbagi. Efek samping pengobatan yang utama
adalah agranulositosis, yang terjadi sebagai suatu reaksi
idiosinkrasi pada 0,2-0,5% pasien yang diterapi. Komplikasi ini
terjadi dengan awitan yang cepat, tidak dapat diramalkan dengan
lewat pemantauan hitung darah putih, dan bersifat reversibel bila
obat dihentikan. Adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid
adalah Propiltiourasil, Methimazole, Karbimazol.
2.8.1.1.1. Propiltiourasil (PTU)
Nama generik: Propiltiourasil
28 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Nama dagang di Indonesia: Propiltiouracil (generik)
Indikasi: Hipertiroidisme
Kontraindikasi: Hipersensisitif terhadap
Propiltiourasil, blocking replacement regimen tidak
boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan: Tablet 50 mg dan 100 mg
Dosis dan aturan pakai: Untuk anak-anak 5-7
mg/kg/hari atau 150-200 mg/ m2/hari, dosis terbagi
setiap 8 jam. Dosis dewasa 3000 mg/hari, dosis
terbagi setiap 8 jam. Untuk hipertiroidisme berat 450
mg/hari, untuk hipertiroidisme ocasional memerlukan
600-900 mg/hari; dosis pelihara 100-150
mg/haridalam dosis terbagi setiap 8-12 jam. Dosis
untuk orangtua 150-300 mg/hari (Lacy, et al, 2006)
Efek samping: Ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri
tenggorokan, sakit kepala, ada kecendrungan
pendarahan, mual muntah, hepatitis.
Mekanisme Obat: Menghambat sintesis hormon tiroid
dengan memhambatoksidasi dari iodin dan
menghambat sintesistiroksin dan triodothyronin
(Lacy, et al, 2006)
Resiko khusus: Hati-hati penggunaan pada pasien
lebih dari 40 tahun karena PTU bisa menyebabkan
hipoprotrombinnemia dan pendarahan, kehamilan dan
menyusui, penyakit hati (Lee, 2006).
2.8.1.1.2. Methimazole
Nama generik: Methimazole
Nama dagang: Tapazole
Indikasi: Agent antitiroid
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap methimazole
dan wanita hamil.
Bentuk sediaan: Tablet 5 mg, 10 mg, 20 mg
29 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Dosis dan aturan pakai: Untuk anak 0,4 mg/kg/hari (3
x sehari); dosis pelihara 0,2 mg/kg/hari (3 x sehari),
maksimum 30 mg dalam sehari. Untuk dewasa;
hipertiroidisme ringan 15 mg/hari, sedang 30-40
mg/hari; hipertiroid berat 60 mg/ hari, dosis pelihara
5-15 mg/hari.
Efek samping: Sakit kepala, vertigo, mual muntah,
konstipasi, nyeri lambung, edema.
Resiko khusus: Pada pasien diatas 40 tahun hati-hati
bisa meningkatkan myelosupression, kehamilan
(Lacy, et al, 2006).
2.8.1.1.3. Karbimazole
Nama generik: Karbimazole
Nama dagang di Indonesia: Neo mecarzole (nicholas).
Indikasi: Hipertiroidisme
Kontraindikasi: Blocking replacement regimen tidak
boleh diberikan pada kehamilan dan masa menyusui.
Bentuk sediaan: Tablet 5 mg
Dosis dan aturan pakai: 30-60 mg/hari sampai dicapai
eutiroid, lalu dosis diturunkan menjadi 5-20 mg/hari;
biasanya terapi berlangsung 18 bulan. Sebagai
blocking replacement regimen, karbamizole 20 – 60
mg dikombinasikan dengan tiroksin 50 -150 mg.
Untuk dosis anak mulai dengan 15 mg/hari kemudian
disesuaikan dengan respon.
Efek samping: Ruam kulit, nyeri sendi, demam, nyeri
tenggorokan, sakit kepala, ada kecendrungan
pendarahan, mual muntah, leukopenia.
Resiko khusus: Penggunaan pada pasien lebih dari 40
tahun karena PTU bisa menyebabkan
hipoprotrombinemia dan pendarahan, kehamilan dan
menyusui (Lacy, et al, 2006).
30 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
2.8.1.1.4. Tiamazole
Nama generik: Tiamazole
Nama dagang di Indonesia: Thyrozol (Merck).
Indikasi: Hipertiroidisme terutama untuk pasien
muda, persiapan operasi.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas
Bentuk sediaan: Tablet 5 mg, 10 mg
Dosis dan aturan pakai: Untuk pemblokiran total
produksi hormon tiroid 25-40 mg/hari; kasus ringan
10 mg (2 x sehari); kasus berat 20 mg (2 x sehari);
setelah fungsi tiroid normal (3-8 minggu) dosis
perlahan-lahan diturunkanhingga dosis pemelihara 5 –
10 mg/hari.
Efek samping: Alergi kulit, perubahan pada sel darah,
pembengkakan pada kelenjar ludah.
Resiko khusus: Jangan diberikan pada saat kehamilan
dan menyusui, hepatitis.
2.8.1.2. Pengobatan dengan Yodium Radioaktif
Dianjurkan sebagai terapi definitif pada pasien usia
lanjut. Indikasi:
1) Pasien umur 35 tahun atau lebih
2) Hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi
3) Gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid
4) Adenoma toksik, goiter multinodular toksik
Pengobatan yodium radioaktif merupakan suatu
pemancar-beta yang terperangkap oleh sel folikular tiroid dan
berada dalam tirosin beryodium dan tironin. Pemancar-beta ini
memancarkan radiasi local dan melakukan ablassi jaringan
tirois. Dosis yang diberikan bervariasi dari 40 sampai 200
mikroCi/g dari berat tiroid yang diperkirakan.
Komplikasi utama dari terapi ini adalah munculnya
hipotiroidisme yang bergantung pada dosis. Biasanya 30 %
31 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
pasien menjadi hipotiroid dalam tahun pertama setelah terapi
dan sebagian kecil mengalami hipotiroid dalam tahun
berikutnya.
2.8.1.3. Obat-obatan lain
2.8.1.3.1. Antagonis adrenergik-beta
Digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda dan
gejala hipermetabolik (takikardi, tremor, palpitasi).
Antagonis-beta yang paling sering digunakan adalah
propranolol, yang biasanya diberikan secara oral dengan
dosis 80 – 180 mg per hari dalam 3-4 dosis terbagi.
2.8.1.3.2. Kalium Iodida (SSKI: 1 tetes = 50 mg iodida anorganik)
Tiga tetes secara oral 3 kali sehari, sering
digunakan sebagai pengganti tionamid.
2.8.1.3.3. (PTU dan metimazol) setelah terapi radioiodin.
2.8.2. Pembedahan Tiroidektomi
Tiroidektomi subtotal efektif untuk terapi hipertiroidisme
tetapi disertai dengan beberapa komplikasi potensial, termasuk
cedera pada nervus laringeus rekurens dan hipoparatiroidisme.
Iodium biasanya diberikan sebelum operasi untuk mengendalikan
tirotoksikosis dan untuk mengurangi vaskularitas kelenjar itu.
Pengangkatan sekitar 5/6 jaringan tiroid praktis menjamin
kesembuhan dalam waktu lama bagi sebagian besar penderita
penyakit goiter eksoftalmik. Sebelum pembedahan, preparat
propiltiourasil diberikan sampai tanda-tanda hipertiroidisme
menghilang.
Indikasi :
1) Pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons
terhadap obat antitiroid
2) Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat
antitiroid dosis besar
32 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
3) Alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima
yodium radioaktif
4) Adenoma toksik atau struma multinodular toksik
5) Pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih
nodul
2.8.3. Nonfarmakologi
1) Diet yang diberikan harus tinggi kalori 2600 – 3000 kalori
perhari
2) Konsumsi protein yang tinggi yaitu 100 – 125 gr (2,5 gr/kgBB)
per hari seperti susu dan telur
3) Olahraga secara teratur
4) Mengurangi rokok, alcohol dan kafein yang dapat meningkatkan
metabolisme
2.9. Pencegahan Hipertiroidisme
2.9.1. Primer
Tujuannya untuk menghindari diri dari faktor resiko.
1) Berikan edukasi
2) Konsumsi makanan sumber iodium (ikan laut, garam
beryodium)
3) Iodisasi air minum untuk wilayah dengan resiko tinggi
4) Berikan kapsul minyak beriodium pada penduduk di daerah
endemik berat dansedang
2.9.2. Sekunder
1) Deteksi dini penyakit
2) Upayakan orang yang sakit agar sembuh
3) Hambat progresivitas penyakit
2.9.3. Tersier
Tujuannya untuk mengembalikan fungsi mental, fisik, dan
sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan.
33 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
1) Kontrol berkala untuk memastikan dan mendeteksi
adanyakekambuhan/penyebaran
2) Lakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya
diri, fisik sehat bugar dan keluarga serta masyarakat daopet
menerima kehadirannya melaluifisioterapi
3) Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
2.10. Prognosis Hipertiroidisme
Hipertiroid yang disebabkan oleh goiter multinodular toksik dan
toksik adenoma bersifat permanen dan biasanya terjadi pada orang
dewasa. Setelah kenormalan fungsi tiroid tercapai dengan obat-obat
antitiroid, direkomendasikan untuk menggunakan iodin radioaktif
sebagai terapi definitifnya2,3. Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan
akan terus bertambah perlahan-lahan selama diterapi dengan obat-obat
antitiroid. Namun prognosisnya akan jauh lebih baik setelah diterapi
dengan iodin radioaktif.
34 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
3. Fyu
35 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
4. ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTIROIDISME PADA KLIEN NY.
UJ
4.1. Pengkajian
4.1.1. Identitas Klien
Nama : Ny.UJ
Usia : 33 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pekerjaan : -
TB : 161 cm
BB : 60 kg
Diagnosa Medis : Hipertiroid
4.1.2. Keluhan Utama
Klien mengeluh terdapat pembesaran leher sejak dua bulan terakhir.
Provoking Incident ( P )
Apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi pembesaran leher, seperti kemungkinan adanya
gangguan hormon kelenjar tiroid, gangguan autoimun (Teori)
Quality ( Q )
Menanyakan kepada klien seperti apa pembesaran leher yang
dirasakan atau digambarkan klien. Apakah ada keluhan nyeri
tekan atau nyeri saat menelan (Teori)
Region: Radiation ( R )
Pada kasus, klien merasakan pembesaran pada lehernya
Severity (Scale) ( S )
Kaji seberapa jauh pembesaran yang dirasakan atau
menerangkan seberapa jauh pembesaran leher ini mempengaruhi
kemampuan fungsinya, pada kasus lingkar leher klien 33,5cm
Time ( T )
Kaji sejak kapan pembesaran leher pada klien berlangsung, dan
apakah pembesarannya bertambah buruk (semakin besar) dari
waktu ke waktu. (Teori)
Pembesaran leher sudah terjadi sejak 2 bulan terakhir. (Kasus)
36 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
4.1.3. Riwayat Keperawatan Saat ini
Keluhan saat ini tidak ada (gemetar atau keringat banyak (-) setelah
minum obat)
4.1.4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Dalam kasus tidak disebutkan, tetapi bila ada biasanya adanya
riwayat adenoma tiroid atau grave’s disease
4.1.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Menanyakan apakah ada anggota keluarga yang memiliki
penyakit yang sama
Kaji pada klien atau keluarga, apakah ada riwayat penyakit
grave, gondok multinoduler toksik, dan adenoma toksik
4.1.6. Riwayat Penggunaan Obat
Pengobatan atau tindakan apa sajakah yang klien lakukan
selama proses penyembuhan dan obat – obatan apa saja yang di
konsumsi klien
Selama kontrol di Poli Endokrin mendapat terapi PTU (obat
antitiroid; propiltiourasil) 3 x 200 kemudian diturunkan sampai
terakhir 2 x 50 mg
4.1.7. Pola-pola Fungsi Kesehatan
4.1.7.1. Pola Gaya Hidup
Menanyakan bagaimana kebiasaan klien dalam
mengonsumsi makanan (frekuensi makanan, jenis makanan,
porsi makan, jenis dan kuantitas minum).
Menanyakan bagaimana asupan iodium pada klien
Bagaimana pengetahuan klien tentang makanan tinggi
kalori, tinggi protein dan makanan atau minuman yang
harus dihindari (alkohol dan minuman stimulant lain).
(Teori)
4.1.7.2. Kebutuhan Nutrisi
37 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Penderita hipertiroidisme biasanya mengeluh nafsu makan
meningkat dan sering merasa lapar tetapi terjadi penurunan
berat badan akibat metabolisme tubuh yang meningkat.
(Teori)
4.1.7.3. Kebutuhan Eliminasi
Hipertiroidisme juga mempengaruhi pola eliminasi klien.
Biasanya klien sering mengalami diare, karena gerakan
makanan yang cepat melalui gastrointestinal (peningkatan
peristaltis). (Teori)
4.1.7.4. Kebutuhan Istirahat dan Tidur
Klien mungkin akan mengalami gangguan tidur karena
merasa tidak nyaman seperti berkeringat, ansietas,
berdebar-debar, dan mengeluhkan suhu ruangan (intoleran
terhadap panas). Oleh karena itu, kamar klien harus dijaga
agar suhunya selalu sejuk serta nyaman. (Teori)
4.1.7.5. Mempertahankan suhu tubuh
Klien dengan hipertiroidisme intoleran terhadap panas. Hal
ini akibat laju metabolic dan produksi panas yang
berlebihan. (Teori)
4.1.8. Pengkajian psikososial
Stress emosional.
Pada pengkajian ini, mencakup laporan pasien atau keluarga
mengenai keadaan pasien yang mudah tersinggung (iritabel),
serta peningkatan reaksi emosionalnya. Status mental,
emosional dan perubahan penampilan
Kekhawatiran penderita hipertiroidisme harus diredakan dengan
penjelasan bahwa reaksi emosional yang dialaminya merupakan
akibat dari penyakit dan dengan bantuan terapi akan
mengendalikan gejala tersebut.
38 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Karena efek negative (reaksi emosional) yang ditimbulkan oleh
gejala ini akan berpengaruh terhadap keluarga dan sahabatnya
maka mereka perlu diberikan penjelasan tentang gejala penyakit
ini.
4.1.9. Pengkajian spiritual
Apakah klien secara teratur melakukan ibadah sesuai
keyakinannnya.
Apakah klien secara teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam
kegiatan keagamaan.
4.1.10. Pemeriksaan Fisik
4.1.10.1.Antropometri
TB : 161 cm
BB : 60 kg
4.1.10.2.Tanda-tanda Vital (TTV)
TD : 110/80 mmHg (N = 90-130 / 70-90 mmHg)
RR : 20 x/menit (N = 12-20 x/menit)
T : Afebris (N = 36,5 - 37,50 C)
HR : 100 x/menit (N = 60-100 x/menit)
4.1.10.3.Pemeriksaan Head to Toe
1) Kulit dan Rambut
Rambut
- Inspeksi: warna rambut, jumlah rambut (biasanya
menipis)
- Palpasi: konsentrasi dan tekstur rambut
Kulit: DBN (dalam kasus)
- Inspeksi: warna, adanya miksedema pratibial/
dermofati (penebalan dan hiperfigmentasi kulit
lokal di aspek anterior kaki dan tungkai bawah)
39 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
- Palpasi kulit: biasanya diaporesis, hangat, dan
lembab, serta intoleran terhadap panas
2) Kepala
- Inspeksi bentuk simetris antara kanan dan kiri, bentuk
lonjong, tidak ada lesi
- Palpasi ada/ tidaknya nyeri tekan
3) Mata
- Inspeksi: eksoftalmus +/+ (bola mata terdorong ke
depan dan mata menonjol dari tulang orbita), mata
berair, dan tidak dapat menutup dengan sempurna,
konjungtiva pucat (-), ikterik (-), penglihatan kabur,
adanya globe lag, ulkus pada kornea, dan sensitive
cahaya
- Palpasi: kelopak mata (ada bagian yang menonjol)
4) Telinga
- Inspeksi: ukuran, simetris antara kanan dan kiri, tidak
ada serumen pada lubang telinga, tidak ada benjolan
5) Hidung
- Inspeksi: simetris, tidak ada secret, tidak ada lesi, tidak
ada benjolan
6) Mulut
- Inspeksi: bentuk mulut simetris, kebersihan lidah dan
gigi
7) Leher
- Inspeksi: terdapat pembesaran leher, pada tiroid kanan
tampak nodul hipoechoik dengan batas tegas (halo) dan
lesi hipo dan hiperechoik
- Palpasi: kelenjar tiroid (teraba difus); lingkar leher 33,5
cm (diukur); tiroid kiri membesar dengan ukuran 3,33 x
2,82 x 6,56 cm; tiroid kanan 3,43 x 2,55 x 4,31 cm
tampak nodul hipoechoik dengan batas tegas (halo)
dengan ukuran 0,96 x 0,85 x 1,11 cm dan lesi heterogen
40 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
hipo dan hiperechoik dengan ukuran 1,06 x 1,01 x 1,08
cm (diukur)
8) Dada dan thorax
- Inspeksi: dada simetris kanan dan kiri, ukuran, dan
bentuk dada, nafas dangkal dan cepat
- Palpasi: adanya masa, berdebar, getaran focal femitus
sama antara kanan dan kiri, ada/ tidaknya nyeri dada
- Perkusi: pada semua bagian dada, dengarkan adanya
bunyi abnormal pada paru-paru dan jantung
- Auskultasi: bunyi jantung dan paru (biasanya denyut
jantung meningkat, bunyi nafas cepat dengan irama
tidak beraturan), dengarkan pula suara abnormal dari
jantung dan paru-paru (gallop, murmur, crackle, dll)
9) Abdomen
- Inspeksi: bentuk, kesimetrisaan, warna, adanya lesi
- Palpasi: turgor, adanya masa, ada/ tidaknya nyeri tekan
- Perkusi: di keempat kuadran
- Auskultasi: bunyi bising usus (peningkatan bisa
mengindikasikan terjadinya diare)
10) Ekstremitas
- Inspeksi: bentuk, ukuran, warna ekstremitas atas dan
bawah, pengeluaran keringat dan gemetar
- Palpasi: suhu pada kulit ekstremitas atas dan bawah,
masa otot, refleks tendon (biasanya hiperaktif).
4.1.11. Pengaruh Penyakit Hipertiroidisme Terhadap Sistem Lain
4.1.11.1.Sistem Gastrointestinal
1) Poliphagia → nafsu makan meningkat.
2) Diare → bising usus hyperaktif (hiperdefekasi)
3) Muntah
4) Berat badan turun
5) Disfagia
41 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
6) Splenomegali
4.1.11.2.Sistem Muskular
1) Kekuatan otot menurun
2) Kurus
3) Atrofi
4) Tremor
5) Cepat lelah
6) Hyperaktif refleks tendon
4.1.11.3.Sistem Integumen (Teori)
1) Rambut kulit rontok, berkeringat, kulit basah, panas,
lembab, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
2) Erythema, pigmentasi, mixedema local.
3) Kuku → terjadi onycholosi → terlepas, rusak.
4) Ujung kuku/jari → terjadi Aerophacy, yaitu perubahan
ujung jari → tabuh/ clubbing finger disebut plumer nail
5) Kalau ada peningkatan suhu → lebih dari 37,8 C →
indikasi Krisis Tyroid.
4.1.11.4.Mata
1) Retraksi kelopak mata atas → mata membelalak
2) Proptosis (eksoptalmus: penonjolan ke depan), karena
jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh limposit.
3) Iritasi Conjunctiva
4) Lakrimasi (sekresi dan pengeluaran air mata)
5) Tanda Jefrey: kulit tidak dapat mengkerut pada waktu
kepala sedikit menunduk dan mata melihat objek yang
digerakkan ke atas.
6) Tanda Rosenbach: tremor pada kelopak mata pada waktu
mata menutup.
7) Tanda stelwag: mata jarang berkedip.
8) Tanda Dalrymple: retraksi kelopak mata bagian atas
sehingga memberi kesan mata membelalak.
42 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
9) Tanda Van Graefe: kelopak mata terlambat turun
dibandingkan boa mata.
10) Tanda Molbius: kelemahan dalam akomodasi/ konvergensi
mata/ gagal konvergensi.
4.1.11.5.Sistem Psikis dan Saraf (Teori)
1) Iritabiltas → gelisah
2) Tidak dapat berkonsentrasi
3) Pelupa
4) Mudah pindah perhatian
5) Insomnia
6) Gemetar
7) Labil
4.1.11.6.Sistem Kardiovaskuler
1) Hipertensi
2) Aritmia
3) Palpitasi
4) gagal jantung
5) Berdebar-debar
6) takikardia
4.1.11.7.Sistem Hematologi dan Limfatik Skelet (Teori)
1) Anemia
2) Splenomegali
3) Leher membesar
4) Osteoporosis
5) Epifisis cepat menutup
6) Nyeri tulang
4.1.11.8.Sistem Respirasi (Teori)
1) Perubahan pola nafas
2) Dyspnea
3) Pernafasan dalam
4) Respirasi rate meningkat
43 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
4.1.11.9.Ginjal (Teori)
1) Polyuri (banyak dan sering kencing)
2) Polidipsi (rasa haus berlebihan → banyak minum
4.1.11.10. Status reproduksi (Teori)
1) Pada Wanita
Hypomenorrhoe (perdarahan yang berlebihan pada saat
menstruasi)
Amenorrhoe (tidak ada/terhentinya haid secara
abnormal)
Karena kelenjar tyroid mempengaruhi LH (laterizing
hormon)
2) Pada Laki-laki
Kehilangan libido (keinginan seks)
Penurunan potensi
4.1.12. Hasil USG Tiroid
Tiroid kiri: membesar dengan ukuran 3,33x2,82x6,56cm.
Echoparenkim homogen normal. Tak tampak nodul/kalsifikasi.
Pada doppler tampak vaskuler meningkat intratiroid.
Tiroid kanan: membesar dengan ukuran 3,43x2,55x4,31cm.
Tampak nodul hipoechoik dengan batas tegas (halo) dengan
ukuran 0,96x0,85x1,11cm dan lesi heterogen hipo dan
hiperechoik dengan ukuran 1,06x1,01x1,08cm. Pada doppler
tampak vaskuler pada tepi lesi
Kesan: struma difusa bilateral dengan nodul multipel di lobus kanan
sugestif lesi benigna
Saran: skintigrafi tiroid
4.1.13. Hasil Scanning Tiroid
Kesan:
1) Bilateral difusa struma
2) Fungsi uptake : tinggi, aspect hyperthyroidea dengan
exopthalmic goiter sesuai grave’s disease
44 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
4.2. Analisa Data
N
ODATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS: Berdebar
DO: Nadi 100x/menit
Hipertiroid
Hipersekresi T3&T4,
TSI, TSH menurun
Stimulasi medula
adrenal
Jumlah reseptor
adrenergik
Respon terhadap
adrenergik berlebih
biosentesis
kalekolamin oleh
T3
Reseptor β1
Kerja otot jantung
meningkat
CO menurun
Penurunan cardiac
output
berhubungan
dengan
peningkatan kerja
jantung ditandai
oleh takikardi
2. DS: -
DO: Pada pemeriksaan fisik
(inspeksi) mata terlihat
eksolfalmus
Predisposisi
Autoimun
Penyakit Grave
Resiko tinggi
gangguan
integritas jaringan
mata berhubungan
dengan perubahan
45 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Produksi autoimun
mirip kerja TSH
TSH-R meningkat
Merangsang
limfosit
Jaringan orbital dan
otot mata membesar
Eksoftalmus
Kelopak mata tidak
mampu menutup
sempurna
Perlindungan mata
berubah
Iritasi
Resiko tinggi
gangguan
integritas jaringan
mata
mekanisme
perlindungan dari
mata; kerusakan
penutupan kelopak
mata ditandai
dengan
eksolfalmus
3. DS: -
DO: Tiroid kiri membesar
dengan ukuran 3,33 x 2,82 x
6,56 cm.
Tiroid kanan membesar dengan
ukuran 3,42 x 2,55 x 4,31cm
Hipertiroid
Sekresi TSH oleh
hipotalamus
Permeabilitas
Gangguan body
image
berhubungan
dengan hiperplasia
tiroid ditandai
dengan
46 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
membran folikel
untuk minsintesis
iodiom meningkat
Bahan sintesa
T3&T4 dalam darah
meningkat
Pompa iodida
meningkat
hiperplasia
Leher bengkak
Gangguan body
image
pembesaran ukuran
kelenjar tiroid kiri
3,33 x 2,82 x 6,56
cm dan tiroid
kanan 3,43 x 2,55
x 4,31 cm.
4.3. Diagnosa Keperawatan
1) Penurunan cardiak output berhubungan dengan peningkatan kerja
jantung ditandai oleh takikardi
2) Resiko tinggi gangguan integritas jaringan mata berhubungan
dengan perubahan mekanisme perlindungan dari mata; kerusakan
penutupan kelopak mata ditandai dengan eksolfalmus
3) Gangguan body image berhubungan dengan hiperplasia tiroid
ditandai dengan pembesaran ukuran kelenjar tiroid kiri 3,33 x 2,82 x
6,56 cm dan tiroid kanan 3,43 x 2,55 x 4,31 cm
4.4. Rencana Asuhan Keperawatan
NoDiagnosa
KeperawatanTujuan Intervensi Rasional
1 Penurunan Tupen: dalam Mandiri
47 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
cardiak output
berhubungan
dengan
peningkatan
kerja jantung
ditandai oleh
takikardi
1x24 jam
tanda-tanda
vital dalam
batas normal
Tupan:
mempertahak
an curah
jantung yang
adekuat
sesuai dengan
kebutuhan
tubuh yang
ditandai
dengan tanda-
tanda vital
stabil, denyut
nadi perifer
normal,
pengisian
kapiler
normal,
pengisian
kapiler
normal, status
mental baik,
dan tidak ada
distritmia
1. Pantau
tekanan darah
pada posisi
tidur, duduk,
dan berdiri
jika
memungkinan
2. Periksa
kemungkinan
adanya nyeri
dada atau
angina yang
dikeluhkan
pasien
3. Auskultasi
suara jantung.
Perhatikan
adanya bunyi
jantung
tambahan,
adanya irama
gallop dan
murmur
sistolik
4. Pantau EKG
1. Hipotensi
ortostatik dapat
terjadi akibat dari
vasodilatasi perifer
yang berlebihan
dan penurunan
volume sirkulasi
2. Merupakan tanda
adanya
peningkatan
kebutuhan oksigen
oleh otot jantung
atau iskemia
3. S1 dan murmur
berhubungan
dengan curah
jantung yang
meningkat pada
keadaan
hipermetabolik.
Adanya S3
kemungkinan
terjadi gagal
jantung
4. Takikadia
merupakan
cerminan stimulasi
otot jantung oleh
48 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
5. Auskultasi
suara nafas.
Perhatikan
adanya suara
tidak normal
6. Catat adanya
riwayat asma/
bronkokonstri
ksi, kehamilan
sinus
bradikardia/
blok jantung
yang berlanjut
menjadi gagal
jantung
7. Observasi efek
samping dari
antagonis
adrenergik
Kolaborasi
1. Berikan cairan
IV sesuai
indikasi
hormon tiroid
5. Tanda awal adanya
kongesti paru yang
berhubungan
dengan timbulnya
gagal jantung
6. Kondisi ini
mempengaruhi
pilihan terapi
7. Satu indikasi untuk
menurunkan atau
menghrntikan
terapi
1. Memperbaiki
volume sirkulasi,
tetapi harus
diperhatikan
terhadap tanda
gagal jantung/
kebutuhan
49 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
2. Berikan obat-
obatan sesuai
indikasi:
Penyekat
beta
(pronolol,
atenolol)
Hormon
tiroid
antagonis
(PTU,
metimazol)
Natrium
iodida
(lugol) atau
saturasi
kalium
iodide
RAI
Kortikoster
oid seperti
deksametas
on
(dekaron)
pemberian zat
inotropik
2. Rasional
pemberian obat:
Menurunkan
frekuensi kerja
jantung
Memblok
sintesis hormon
tiroid dan
menghalangi
perubahan T4
ke T3
Mencegah
pengeluaran
hormon ke
sirkulasi dengan
menyimpan
hormon tersebut
dalam kelenjar
tiroid
Menghancurkan
fungsi jaringan
tiroid
Menurunkan
hipertermia,
menghilangkan
kekurangan
adrenal secara
50 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
Furosemid/
lasix
Asetaminof
en
Sedatif,
barbiturate
Relaksan
3. Pantau hasil
laboratorium
sesuai
indikasi:
Kalium
relatif,
menghalangi
absorpsi Ca,
menurunkan
perubahan T4
menjadi T3
Diuresis
mungkin
diperlukan jika
terjadi GJK
Menurunkan
suhu tubuh
berhubungan
dengan
metabolisme
Meningkatkan
istirahat
sehingga
menurunkan
beban jantung
Menurunkan
proses mengigil
yang
berhubungan
dengan
hipertermia
3. Rasional
pemberian obat:
Hipokalemia
51 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
serum
Kalsium
serum
Kultur
sputum
Sinar-X
dada
4. Berikan
oksigen sesuai
indikasi
5. Berikan terapi
transfusi/
plasmaferesis,
hemoperfusi,
dialisis
sebagai akibat
dari kehilangan
melalui GI
Terjadinya
peningkatan
dapat mengubah
kontraksi
jantung
Infeksi paru
merupakan
faktor pencetus
kritis yang
paling sering
Pembesaran
jantung
mungkin terjadi
sebagai respon
peningkatan
kebutuhan
sirkulasi
4. Mendukung
peningkatan
kebutuhan
metabolisme
5. Menangani
penurunan
cadangan hormon
ekstratiroid pada
penyakit berat/
koma
52 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
6. Siapkan untuk
pembedahan
6. Tiroidektomi
parsial mungkin
cara penanganan
pilihan terhadap
hipertiroid jika
keadaan hipertiroid
ini membahayakan
2 Resiko tinggi
gangguan
integritas
jaringan mata
berhubungan
dengan
perubahan
mekanisme
perlindungan
dari mata;
kerusakan
penutupan
kelopak mata
ditandai dengan
eksolfalmus
Tupen:
Setelah
mendapat
perawatan
klien:
Klien
menyatakan
nyeri pada
orbita
berkurang,
Klien
maampu
mempertah
ankan
kelembaban
mata
Tupan :
Setelah
mendapat
perawatan
selama 5 hari:
mekanisme
proteksi
Mandiri
1. Observasi
edema peri-
orbital, lapang
pandang
penglihatan
yang sempit,
air mata yang
berlebih, catat
adanya
fotofobia, rasa
adanya benda
di luar mata
dan nyeri pada
mata.
2. Evaluasi
ketajaman
mata, laporkan
adanya
pandangan
yang kabur
atau
pandangan
1. Manifestasi umum
dari stimulasi
adrenergik yang
berlebih
berhubungan
dengan
tirotoksikosis yang
memerlukan
intervensi
pendukung sampai
resolusi krisis
dapat
menghilangkan
simtomatologis
2. Oftalmopati
infiltratif (p.
Graves) adalah
akibat dari
peningkatan
jaringan retro-
orbita, yang
menciptakan
53 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
mata
adekuat
otot okuler
dapat
berfungsi
kembali
dan
kenyamana
n
meningkat
terbebas
dari ulkus
ganda
(diplopia).
3. Anjurkan
pasien
menggunakan
kaca mata
gelap ketika
terbangun dan
tertutup
dengan
penutup mata
selama tidur
sesuai
kebutuhan.
4. Bagian kepala
tempat tidur
ditinggikan
dan dibatasi
eksoftalmus dan
infiltrasi limfosit
dari otot
ekstraokuler yang
menyebabkan
kelelahan.
Munculnya
gangguan
penglihatan dapat
memperburuk atau
memperbaiki
kemandirian terapi
dan perjalanan
klinis penyakit.
3. Melindungi
kerusakan kornea
jika pasien tidak
dapat menutup
mata dengan
sempurna karena
edema atau karena
fibrosis bantalan
lemak
4. Menurunkan
edema jaringan
bila ada
komplikasi yang
54 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
pemasukan
garam, jika
ada indikasi.
5. Instruksikan
agar pasien
melatih otot
mata
ekstraokuler
jika
memungkinka
n.
6. Berikan
kesempatan
pasien untuk
mendiskusikan
perasaannya
tentang
perubahan
gambaran atau
bentuk ukuran
tubuh untuk
meningkatkan
gambaran diri.
Kolaborasi
1. Berikan obat
sesuai
indikasi:Obat
tetes mata
metil selulosa
dapat memperberat
eksoftalmus
5. Memperbaiki
sirkulasi dan
mempertahankan
gerakan mata.
6. Bola mata yang
agak menonjol
menyebabkan
seseorang tidak
menarik, hal ini
dapat dikurangi
dengan
menggunakan tata
rias, menggunakan
kaca mata.
1. Sebagai lubrikasi
mata
55 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
2. ACTH,
Prednison
3. Obat antitiroid
4. Dieuretik
2. Diberikan untuk
menurunkan radang
yang berkembang
dengan cepat
3. Dapat menurunkan
tanda/ gejala atau
mencegah keadaan
semakin memburuk
4. Dapat menurunkan
edema pada
keadaan ringan
3 Gangguan body
image
berhubungan
dengan
hiperplasia
tiroid ditandai
dengan
pembesaran
ukuran kelenjar
tiroid kiri 3,33 x
2,82 x 6,56 cm
dan tiroid kanan
3,43 x 2,55 x
4,31 cm.
Tupen:
Klien mampu
mengungkapk
an perubahan
dalam gaya
hidup tentang
dirinya
(perasaan
tidak berdaya,
putus asa, dan
tidak mampu
beraktivitas)
Tupan:
Klien mampu
mengungkapk
an tentang
perubahan
Mandiri
1. Kontak
dengan klien
secara sering,
mempertahank
an kontak
mata, dan
perlakukan
klien dengan
hangat, beri
penghargaan
yang positif
2. Berikan
1. Kontak yang sering
oleh pemberi
perawatan
menunjukkan
penerimaan dan
dapat
mempermudah rasa
percaya. Klien
dapat enggan untuk
mendekati staf
karena konsep diri
yang negatif;
perawat yang harus
mendekati pasien
(Dudas, 1993)
2. Mengekspresikan
56 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
tubuh,
penerimaan
diri dalam
situasi dan
mulai
mengembang
kan
mekanisme
koping untuk
menghadapi
maslah secara
efektif (Klien
mampu
menerima
kondisi diri)
dorongan
kepada klien
untuk
mengungkapk
an
perasaannya
tentang
penampilan
dan persepsi
dampak gaya
hidup
3. Bantu klien
dalam
mengidentifik
asi atribut dan
kekuatan
pribadi.
Berikan
kemudahan
penyesuaian
melalui
mendengar
secara aktif.
perasaan dan
persepsi
meningkatkan
kewaspadaan diri
klien dan
membantu perawat
merencanakan
intervensi yang
efektif untuk
memenuhi
kebutuhannya.
Memvalidasi
persepsi klien
memberikan
keyakinan dan
dapat menurunkan
kecemasan.
(Dudas, 1993)
3. Hal ini dapat
membantu klien
berfokus pada
karakteristik yang
positif yang
menunjang konsep
diri secara
keseluruhan
daripada hanya
pada perubahan
citra tubuh.
Perawat harus
menguatkan aspek
57 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
4. Siapkan orang
terdekat
terhadap
perubahan
fisik dan
emosional.
5. Diskusikan
dengan sistem
pendukung
klien
pentingnya
mengkomunik
asikan nilai
dan
kepentingan
klien
Kolaborasi
1. Rujuk klien
yang beresiko
tinggi pada
konseling
profesional
bila
positif ini dan
mendorong klien
untuk memadukan
ke dalam konsep
dirinya yang baru.
(Dudas, 1993)
4. Dukungan dapat
diberikan lebih
bebas dan lebih
realistik jika orang
lain disiapkan
(Dudas, 1993)
5. Hal ini
meningkatkan
harga diri dan
meningkatkan
penyesuaian.
(Dudas, 1993)
1. Konseling
profesional
diindikasikan
untuk klien dengan
kekuatan ego yang
buruk dan sumber
58 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
diindikasikan koping yang tidak
adekuat
59 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
BAB III
KESIMPULAN
Istilah hipertiroidisme dan tirotoksikosis sering dipertukarkan.
Tirotoksikosis berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi
yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan,
sedangkan hipertiroidisme adalah tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid
itu sendiri.
Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakir Greves, goiter
multi nodular toksik dan monodular toksik.
Kadar hormon bebas yang rendah kan meningkatkan sekresi TSH yang
akan meningkatkan produksi T4 dan T3. Bila kadar T4 dan T3 dalam darah
meningkat maka gejala-gejala hipertiroid timbul.
Kebanyakan penderita memberikan gambaran klinis yangjelas sehingga
tidak ada kesulitan dalam menegakkan diagnosa.
Tujuan pengobatan pada hipertiroidi adalah membatasi produksi hormon
tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat-obat anti tiroid) atau
merusak jaringan tiroid atau merusak jaringan tiroid (Yodium radioaktif.
Tiroidektomi subtotal).
60 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )
DAFTAR PUSTAKA
Baradero Mary, 2005. Klien Gangguan Endokrin Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Brunner, suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah E/8. Jakarta:
EGC.
Doengoes , M.E, Et All. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:
EGC.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2006, Drug
Information Handbook, 14th edition, AphA. Lexi-Comp’s.
Long C, Barbara. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Alumni
Padjadjaran
Mutaqin, Halim. 2001. Ilmu Penyaakit Dalam Diagnosis dan Terapi. Jakarta:
EGC.
Price, S.A. dkk. 2005. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Robinns. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C dan Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah E/8
Vol.2. Jakarta: EGC.
Stein, MD, Jay. H. 2001. Panduan Klinik lmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Sylvia A. Price. 2006. Patologi. Jakarta: EGC.
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/05/fungsi_dan_kelainan_
kelenjar.pdf [di akses tgl 16 Mei 2012 pukul 19.00].
61 | H i p e r t i r o i d i s m e ( K e l o m p o k T u t o r i a l 5 )