11
PORTOFOLIO KASUS BEDAH IDENTITAS PASIEN Nama : Tn. S Usia : 24 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Sikka Pekerjaan : Tukang batu Agama : Katolik Pembiayaan : BPJS Tanggal MRS : 25 Maret 2015 ANAMNESIS (Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan orang tua pasien) Keluhan Utama Nyeri hebat pada seluruh lapangan perut. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak 1 hari SMRS pasien merasakan nyeri perut hebat di seluruh lapangan perut yang mendadak timbul saat sedang bekerja. Nyeri perut dirasakan hingga pasien sulit untuk bergerak, lebih nyaman dengan posisi tiduran dan bersandar. Saat dibawa ke UGD RS TC Hillers pasien merasa mual dan sempat muntah sekali. Muntah berisi cairan dengan sedikit ampas makanan, tidak kehijauan dan tidak ada darah. Pasien mengalami demam. Pasien juga mengeluhkan tidak bisa berkemih sejak dirasakannya nyeri perut hebat tersebut. 2 minggu SMRS pasien mengeluhkan adanya demam, sulit BAB dan kembung selama 3 hari, pasien tidak minum obat namun pergi ke dukun dan mengaku diurut di bagian perut, sesudahnya BAB pasien encer, banyak dan disertai darah segar yang bercampur dengan kotoran warna kuning. BAB tidak disertai lendir.

Case Bedah illeostomy

Embed Size (px)

DESCRIPTION

case bedah dr internship

Citation preview

Page 1: Case Bedah illeostomy

PORTOFOLIO KASUS BEDAH

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. SUsia : 24 tahunJenis Kelamin : Laki-lakiAlamat : SikkaPekerjaan : Tukang batuAgama : KatolikPembiayaan : BPJSTanggal MRS : 25 Maret 2015

ANAMNESIS(Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan orang tua pasien)

Keluhan UtamaNyeri hebat pada seluruh lapangan perut.

Riwayat Penyakit SekarangSejak 1 hari SMRS pasien merasakan nyeri perut hebat di seluruh lapangan perut yang mendadak timbul saat sedang bekerja. Nyeri perut dirasakan hingga pasien sulit untuk bergerak, lebih nyaman dengan posisi tiduran dan bersandar. Saat dibawa ke UGD RS TC Hillers pasien merasa mual dan sempat muntah sekali. Muntah berisi cairan dengan sedikit ampas makanan, tidak kehijauan dan tidak ada darah. Pasien mengalami demam.

Pasien juga mengeluhkan tidak bisa berkemih sejak dirasakannya nyeri perut hebat tersebut.

2 minggu SMRS pasien mengeluhkan adanya demam, sulit BAB dan kembung selama 3 hari, pasien tidak minum obat namun pergi ke dukun dan mengaku diurut di bagian perut, sesudahnya BAB pasien encer, banyak dan disertai darah segar yang bercampur dengan kotoran warna kuning. BAB tidak disertai lendir.

Riwayat Penyakit DahuluRiwayat batuk-batuk lama disangkal. Tidak ada riwayat nyeri perut berulang, diare kronis, kencing manis, alergi, alergi obat, dan asma.

Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat keluarga dengan keluhan serupa, kencing manis, dan batuk-batuk lama disangkal.

Riwayat Kebiasaan

Page 2: Case Bedah illeostomy

Pasien memiliki kebiasaan merokok ±12 batang/ hari, mengonsumsi kopi 2 cangkir/ hari. Konsumsi minuman beralkohol ±2 botol/ minggu, jarang minum air putih. Sering mengonsumsi makanan di luar rumah.

PEMERIKSAAN FISIS

Tanda VitalKesadaran : compos mentisTekanan darah : 140/90 mmHgFrek. Nadi : 100x/menit, regular, isi kuatFrek. Napas : 24x/menitSuhu : 370C

Status GeneralisBerat badan : 55 kg, tinggi badan : 170 cm, IMT : 19,03 kg/m2Kulit : turgor baikKepala : normocephali, tidak didapatkan deformitas

Mata : isokor, Ø 3mm/3mm, r. cahaya +/+, anemis -/-, sklera ikterik -/-

Telinga : MAE D/S lapang, serumen -/-, pendengaran baikHidung : septum nasal di tengah, darah -/-, sekret -/-Mulut : mukosa oral kering, merah muda, coated tongue +Tenggorokan : T1/T1, hiperemis (-) Paru :

▫ Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis ▫ Palpasi : stem fremitus kanan = kiri ▫ Perkusi : sonor pada kedua lapang paru▫ Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung : ▫ Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat ▫ Palpasi : ictus cordis tdi ICS V linea midklavikularis sin▫ Perkusi

Batas atas : ICS II linea midclavivularis sinistra Batas kiri : ICS IV linea midclavicularis sinistra Batas kanan : ICS V linea sternalis dextra

▫ Auskultasi : BJ I & II normal rythm, murmur (-), gallop (–)Punggung

▫ I : pergerakan simetris dalam keadaan statis dan dinamis▫ P : stem fremitus kanan = kiri▫ P : sonor pada seluruh lapangan paru, nyeri ketok CVA +/+▫ A : bunyi nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Abdomen : ▫ I : cembung, lesi (-)▫ A : bising usus (+), 1-2 x/ menit pada semua regio▫ P : tegang; defans muskular dan nyeri tekan pada seluruh regio▫ P : pekak di seluruh kuadran

Page 3: Case Bedah illeostomy

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2”, tidak ditemukan edema pada keempat ekstremitas

Genitalo Penis: hiperemis (-), hipospadia (-), phimosis (-), meatus stenosis (-),

ulserasi (-), terpasang kateter no.18 dan urine bag, urine pekat kecoklatan.

o Skrotum: hiperemis (-), swelling -/-, testis +/+

DIAGNOSIS SEMENTARA

Peritonitis generalisata e.c typhoid ileal perforation

Diagnosis banding :Peritonitis generalisata e.c -perforasi ulkus gaster-perforasi tuberkel TB-perforasi appendicitis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan HasilDarah Perifer LengkapHemoglobin (gr/dL) 12Hematokrit (%) 33,2Leukosit (/uL) 8230Diff. Count (%) Basofil Eosinofil Neutrofil Limfosit Monosit

0,1081,814,53,6

Trombosit (/uL) 217.000Kimia DarahGula Darah Sewaktu (mg/dL) 119Ureum (mg/dL) 82Kreatinin (mg/dL) 2,81Elektrolit R/TAPHemostasisBT (det) 1’00’’CT (det) 7’00’’

UrinalisisWarna kuning dan keruhBJ 1,030pH 6

Page 4: Case Bedah illeostomy

Protein +2Leukosit 10-15/ LPBBakteri +Eritrosit 5-8/ LPBSedimen eritrosit dan leukosit, kristal dan silinder

SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANGFoto polos abdomen 3 posisiIgM Salmonella

DIAGNOSISPeritonitis generalisata e.c typhoid ileal perforation (TIP)

USULAN PENATALAKSANAAN Pro laparotomi eksplorasi IVFD RL 2000 mL/ 24 jam Cefotaxime 1g IV preoperasi Ketorolac 30 mg IV Paracetamol 1 g IV Pasien dipuasakan dan dipasang NGT dekompresi Kateter ukuran 18 Observasi TTV, UO, dan balance cairan

PROGNOSISAd vitam : dubia ad malamAd fungsionam : dubia ad bonamAd sanationam : dubia ad bonam

Manheim Peritonitis IndexFAKTOR RISIKO SKOR

Usia > 50 tahun 5Wanita 5Gagal organ 7Keganasan 4Durasi peritonitis preoperatif >24 jam 4Organ sepsis nonkolon 4Peritonitis difus generalisata 6 Eksudat Jernih 0 Berkabut, purulen 6 Fecal 12

Skor > 26 = mortalitas tinggi

Page 5: Case Bedah illeostomy

FOLLOW-UPTemuan saat operasi

Tampak rongga abdomen terisi cairan pus dan perlekatan pus pada ileum dan jejunum. Permukaan tampak hiperemis. Omentum berlokalisasi di daerah ileum terminal pada antimesenterika yang berjarak ± 20 cm dari distal ileum, tampak perforasi 0,5 cm dengan tepi rata dan hiperemis, daerah indurasi di sekitarnya. Pada proksimal daerah perforasi tampak dua cincin hiperemis batas tegas sirkumferensial ileum.

Dilakukan lavage rongga abdomen dan ileostomi merupakan eksteriorasi bagian perforasi pada abdomen regio lumbal dextra. Pemasangan peritoneal drain.

Instruksi postoperasi Bedrest IVFD RL 28 tpm Metronidazole 2 x 500 mg IV Cefotaxime 3x1 g IV è Levofloxacin 1 x 500 mg IV Analgetik pethidine drip sesuai anestesi Cek Widal O 1/640 / H 1/640

DASAR TEORI

Keseluruhan usus halus memiliki panjang 270-290 cm dengan panjang ileum antara 150-160 cm atau lebih kurang tiga per lima bagian dari usus halus. Ileum memiliki dinding yang lebih tipis dan diameter yang lebih kecil dibandingkan jejunum. Berbeda dengan jejunum, vaskularisasi ileum memiliki 3-4 arkus dengan vasa recta yang lebih pendek yang bersumber dari arteri mesenterika superior dan masuk ke vena yang paralel dengan arterinya untuk menyatu dengan vena mesenterika di belakang pankreas untuk membentuk vena porta. Secara keseluruhan, usus halus merupakan salah satu organ yang kaya akan deposit jaringan limfatik, terutama plak Peyer di bagian distalnya. 1

Page 6: Case Bedah illeostomy

Demam typhoid masih menjadi masalah yang signifikan di negara berkembang, terutama karena kontaminasi suplai air dan kurang baiknya sistem pembuangan. Anak-anak dan dewasa muda merupakan tingkatan usia yang sering mengalaminya. Enteritis typhoid merupakan infeksi akut sistemik dengan durasi beberapa minggu dan disebabkan oleh Salmonella typhi. Rangkaian gangguan pada demam typhoid berawal dari traktus gastrointestinal setelah tertelannya basil typhoid yang kemudian melakukan penetrasi terhadap mukosa usus halus, mencapai jaringan limfatik dengan cepat sehingga menyebar secara sistemik. Pada infeksi oleh Salmonella typhi dapat dijumpai hiperplasia sistem retikuloendotelial. Plak Peyer pada usus halus akan mengalami perubahan hiperplastik, menjadi ulkus, dan dapat berakhir dengan komplikasi ulkus, perdarahan atau perforasi. 1

Diagnosis ditegakkan dengan mengisolasi organisme dari darah (positif pada 90% pasien pada minggu pertama), sumsum tulang, dan kultur feses. Terapi pada demam typhoid dan enteritis typhoid nonkomplikata adalah dengan pemberian chloramphenicol, ampicillin, amoxicillin, dan trimethoprim-sulfamethoxazol. Sebagai tambahan, terapi jangka pendek cephalosporins golongan tiga telah terbukti efektif. 1

Komplikasi yang sering terjadi di negara berkembang adalah perforasi usus yang didahului pembentukan ulkus dan nekrosis plak Peyer. Perforasi usus terkait dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas yang dapat mencapai 80% pada keterlambatan penanganan2,3, disebabkan oleh kurangnya air minum bersih, sanitasi, dan kurangnya fasilitas medis di daerah terpencil atau terlambatnya hospitalisasi.5,6,7,8,9 Perforasi pada demam typhoid merupakan penyebab terbanyak dari perforasi usus nontraumatik di negara berkembang dan paling banyak didapati pada laki-laki usia muda hingga dewasa muda5,7,8,11,12

Manifestasi klinisnya meliputi demam sangat tinggi, nyeri abdomen, ileus, dan perforasi. Seringkali manifestasi klinisnya menyerupai kasus akut abdomen pada gangguan appendiks dan demam hemoragik Dengue.7 Perforasi seringkali terjadi pada minggu kedua hingga tiga demam typhoid.5,8 Kebanyakan kasus merupakan kasus perforasi tunggal pada ileum terminal pada area antemesenterika3, rata-rata 20 cm dari katup ileocaecal sehingga dikenal sebagai typhoid ileal perforation/ TIP.6,10

Tatalaksana terpilihnya adalah simple closure, dapat pula dilakukan eksteriorasi perforasi sebagai ileostomi (terutama pada pasien dengan peritoneum yang sangat terkontaminasi)4,7. Reseksi dan anastomosis dengan atau tanpa stoma yang menutupi dapat pula dilakukan, namun pada literatur ditemukan dapat meningkatkan angka morbiditas.2,7 Pada perforasi ganda, reseksi dan anastomosis atau eksteriorasi loop usus dapat dibutuhkan.1,5 Sesudah menjalani operasi pasien dipuasakan dan diberikan cairan dengan larutan glukosa dan elektrolit, sementara NGT dipertahankan hingga kanalisasi feses dapat tercapai.2

Terapi antibiotik yang dapat diberikan berupa metronidazole dengan cephalosporins golongan tiga. Terapi ini diberikan gingga resolusi dari peritonitis dan hilangnya demam.2,10

Komplikasi pascaoperasi yang paling sering didapati adalah infeksi luka operasi

Page 7: Case Bedah illeostomy

atau SSI (surgical site infection) yang didefinisikan sebagai rekahan pada membran mukosa disebabkan operasi yang kemudian mengeluarkan pus. 5,6,8,11,12

Salah satu usaha untuk mengurangi tingginya angka infeksi ini adalah dengan pemasangan drain atau menciptakan tekanan negatif, diharapkan dengan adanya drainase yang baik dari cairan serosa akan mengurangi infeksi luka dan komplikasi yang terkait dengan luka operasi.6 Selain infeksi dapat terjadi komplikasi berupa fistula faecal atau dehisensi. 2,7,12

Page 8: Case Bedah illeostomy

DAFTAR PUSTAKA

1. Townsend, et al. Sabiston Textbook of Surgery, Ed ke-18. USA: Saunders; 2007. Bab 48: Small Intestines.

2. Caronna et al. Comparative analysis of primary repair vs resection and anastomosis, with laparostomy, in management of typhoid intestinal perforation: results of a rural hospital in northwestern Benin. BMC Gastroenterology 2013, 13:102.

3. Ansari G A, et al. Management Of Typhoid Ileal Perforation: A Surgical Experience Of 44 Cases. Gomal Journal of Medical Sciences 2009; 7(1):27-30

4. Ibrahim, et al. Single-layer closure of typhoid enteric perforation: Our experience. African Journal of Paediatric Surgery 2013; 10 (2): 167-171

5. Shaikh S H, et al. Typhoid ileal perforation: a surgical audit. Rawal Med J 2011;36:22-25

6. Ambivakathy M, et al. Nontraumatic ileal perforation : Surgical experience in rural population in indian scenario. IJBAR 2013; 04: 01.

7. Shrivarasta D, et al. Typhoid intestinal perforation in Central India – A surgical experience of 155 cases in resource limited setting. IJBAR 2014; 05: 12

8. Vaghani Y, et al. A Study of subcutaneous negative pressure closure versus simple closure in laparotomy wound of Ileal Perforation. Int J Med Sci Public Health 2014; 3 (1):24-26 13:102

9. Yadav, D dan Puneet K. Garg. Spectrum of Perforation Peritonitis in Delhi: 77 Cases Experience. Indian J Surg (March–April 2013) 75(2):133–137

10. Srihari V, et al. A Clinical Study of Ileal Perforation and Complications. PARIPEX 2015: 1 (4)

11. Tahir M, Uddin QT, Ahmed F, Paracha SA, Batool N. Role of ileostomy in the management of late cases of typhoid intestinal perforation. Khyber Med Univ J 2012;4(3):110-114

12. Khalid S, et al. Non traumatic-spontaneus ileal perforation: Experience with 125 cases. J Ayub Med Coll Abbottabad 2014;26(4):526–9