Upload
tiara-bunga-indiarsih
View
155
Download
23
Embed Size (px)
DESCRIPTION
benign prostat hyperplasia + vesicolithiasis
Citation preview
BAB I
I. Identitas
a. Nama : Tn. A
b. Jenis kelamin : Laki-laki
c. Umur : 65 tahun
d. Agama : Islam
e. Kebangsaan : Indonesia
f. Alamat :
g. Status perkawinan : Sudah menikah
h. Tanggal MRS : 07 Januari 2012
II. Anamnesis
Keluhan Utama : Sulit buang air kecil (BAK)
Riwayat Perjalanan Penyakit:
± 4 bulan SMRS, Pasien mengeluh sulit BAK, sulit untuk memulai
BAK, BAK mengejan, pancaran saat BAK lemah (+) dan terputus (+), dan
menjadi lancar kembali setelah berubah posisi. Rasa tidak puas setelah BAK
(+), BAK menetes (-).Pasien mengeluh BAK ± 9-10 x/hari dan sering
terbangun saat malam hari untuk BAK ± 4-5 kali. Pasien juga mengaku tidak
bisa menahan BAK dalam waktu yang lama (+). Pasien mengeluh nyeri pada
akhir BAK.
± 2 bulan SMRS, Pasien mengeluh BAK berdarah (+), nyeri saat BAK
(+), perasaan tidak enak saat kencing (+), kencing tiba-tiba terhenti lalu
lancar kembali setelah berubah posisi (+), BAK berpasir (-), BAK keluar
batu (-). Nyeri pada pinggang (-), demam (-). Pasien kemudian memutuskan
untuk berobat ke RS Muhammadiyah dan dirujuk ke poli RSMH.
± 4 tahun SMRS, Pasien mengeluh sulit BAK, sulit untuk memulai
BAK, BAK mengejan, pancaran saat BAK lemah (+) dan terputus (+). Rasa
1
tidak puas setelah BAK (+), BAK menetes (-).Pasien mengeluh BAK ± 5-6
x/hari dan sering terbangun saat malam hari untuk BAK ± 2-3 x/hari. Pasien
juga mengaku tidak bisa menahan BAK dalam waktu yang lama (+). Nyeri
saat BAK (-). BAK berdarah (-). BAK berpasir (-). BAK keluar batu (-).
Nyeri pada pinggang (-). Demam (-). Pasien berobat ke RS Muhammadiyah,
diberi terapi obat (pasien lupa apa obatnya) dan gejala tidak dirasakan lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat trauma (-)
Riwayat tumor buli-buli atau ginjal(-)
Riwayat batu ginjal(-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga:
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis (01 Februari 2012)
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Pernapasan : 20 x/menit
Nadi : 82 x/menit
Tekanan : 160/90 mmHg
Suhu : 36,8 oC
Kepala : Konjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)
Pupil : Isokor, refleks cahaya (+)
Leher : tidak ada kelainan
KGB : tidak ada kelainan
Thoraks : tidak ada kelainan
Abdomen : Lihat status urologikus
2
Genitalia Eksterna : Lihat status urologikus
Ekstremitas superior : tidak ada kelainan
Ekstremitas inferior : tidak ada kelainan
Status Urologis (01 Februari 2012)
Regio CVA
Regio CVA Dextra Sinistra
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Bulging (-)
Ballotement (-)
Nyeri ketok (-)
Bulging (-)
Ballotement (-)
Nyeri ketok (-)
Regio Suprapubic
Inspeksi : Bulging (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Regio Genitalia Eksterna :
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada
Rectal Toucher
Tonus sphincter ani baik, reflex bulbocavernosus (+), mukosa licin,
prostat teraba membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, simetris,
nyeri tekan (-), feses (+), darah (-).
IV. Pemeriksaan Penunjang (09 Januari 2012)
3
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
Hb : 14.1 g/dl
Ht : 40 %
Leukosit : 9700 /mm3
LED : 2 mm/jam
Trombosit : 291.000 /mm3
Hitung jenis : 0/2/1/67/23/7
Kimia Darah
BSS : 106 mg/dl
Ureum : 28 mg/dl
Kreatinin : 1.5 mg/dl
Protein Total : 6.7 mg/dl
Albumin : 3.8 mg/dl
Globulin : 2.9 mg/dl
Natrium : 150 mmol/l
Kalium : 4,6 mmol/l
Pemeriksaan radiologi
4
Gambar 1. Foto Polos Abdomen
Kesan : Tampak bayangan radio opaq pada kavum pelvis
USG TUG (10 Desember 2011)
5
Gambar 2. USG
Hasil :
6
VU : dinding tampak menebal, intensitas eko parenkim meningkat,
tampak batu 2 buah diameter 11.4 mm dan 10.9 mm.
Prostat : ukuran tidak tampak membesar, ukuran 34.8 mm x 35.1 mm
x 32.7 mm, berat 21.9 gram, parenkim homogen, tidak
tampak kalsifikasi
Kesan : Cystitis dengan batu multiple
V. Diagnosis Kerja
Retensi urin e.c susp BPH + batu buli
VI. Penatalaksanaan
Rencana tindakan TuR-P dan Lithotripsi
VII. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
BAB II
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi buli-buli
Gambar 3. Anatomi Buli-Buli
Buli merupakan suatu organ berongga yang terletak dibelakang tulang simfisis
pubis dan menempati sebagian besar rongga pelvic. Dalam keadaan buli penuh,
letaknya lebih tinggi dari tulang simpisis pubis sehingga dapat diraba atau diperkusi
dari luar. Bila isi buli melebihi kapasitas buli over distensi, baik akut maupun kronis,
maka usus akan terdorong ke atas dan benjolan dapat terlihat dari luar. Berdasarkan
topografinya pada laki-laki di bagian posterior buli terdapat vesika seminalis,
vasdeferen, ureter dan rectum. Daerah fundus dan posterior dilapisi oleh peritoneum.
Secara garis besar dibagi atas dua komponen yaitu : korpus yang terletak diatas
orifisium ureter, dan dasar buli yang terdiri dari trigonum posterior deep destrusor
dan dinding anterior buli. Secara histologis otot longitudinal dari dasar buli meluas
kearah distal kedalam uretra membentuk lapisan longitudinal yang melingkari leher
buli.
8
Dinding buli terdiri dari 3 lapis yaitu: lapisan mukosa,lapisan otot dan lapisan
lemak.Pada bagian tengah,lapisan muscular dibentuk oleh otot polos yang disebut
detrusor. Otot detrusor yang arah seratnya saling menyilang sedemikian rupa
sehingga kontraksi otot-otot tersebut menyebabkan buli mengkerut, dengan demikian
terjadi pengosongan isi rongga. Ureter bermuara pada trigonum buli dengan
menembus otot detrusor secara oblig. Perjalanan ureter yang seperti ini dapat
memberikan suatu mekanisme katup untuk mencegah kembalinya urin dari buli ke
ginjal.
Ada tiga fungsi utama buli yaitu : sebagai reservoir urin, fungsi ekpulsi urin,
dan anti refluk. Sebagai reservoir buli-buli berkapasitas 400-500 cc. Fase pengisian
buli ditandai dengan penyesuaian volume buli-buli terhadap peningkatan jumlah urin
pada suatu tekanan yang rendah, kurang 20 cm H2O.Menjelang fase pengisian, otot
detrusor mengalami relaksasi untuk mengakomodasikan peningkatan volume.
Dengan penuhnya volume buli-buli akan menyebabkan peregangan dinding yang
dapat merangsang reseptor sehingga otot buli berkontraksi, tekanan dalam buli
meningkat dan uretra posterior membuka. Keadaan ini dirasakan sebagai perasaan
ingin kemih, namun masih dapat diatur secara volunter oleh spingter eksterna.Pada
kondisi ini kedudukan kandung kemih dipertahankan oleh kelompok otot-otot levator
ani terutama otot pubokoksigeus.
Sistem Persarafan Kandung Kemih
Fungsi dari sistem urinaria bagian bawah adalah bergantung dari fungsi sistem
persarafan dari otak.Sistem persarafan dibagi menjadi system saraf pusat dan system
saraf tepi.Sistem saraf pusat mencakup otak dan medulla spinalis.Sistem saraf tepi
mencakup saraf autonomic dan somatik. Sistem saraf autonom tidak dibawah control
kesadaran dan disebut system involunter.
Sistem saraf involunter mencakup, system saraf simpatis dan
parasimpatis.Sistem saraf simpatis yang berasal dari segmen thorakolumbal (T11-L2)
dan sacral pada medulla spinalis yang berjalan menuju ke ganglia mesentarika
9
inferior (pleksus mesentarika inferior) lalu menuju ke nervus hipogastrik atau nervus
pelvikus yang berjalan pada rantai paravertebral yang berada pada kandung kemih
dan uretra.,Sistem saraf ini mengatur pengisian kandung kemih melalui (1)
merelaksasi otot kandung kemih sehingga dapat diisi oleh urin, dan (2)
mengkontraksikan sfingter uretra internal dalam mecegah urin memasuki uretra.
Sistem saraf parasimpatis yang berasal dari S2-S4 yang berjalan dari akral sacral dan
nervus pelvikus yang mnuju keganglia yang berada pada pleksus pelvikus dan
dinding kandung kemih.Saraf parasimpatis dapat menimbulkan keinginan untuk
berkemih atau pengosongan kandung kemih malalui (1) stimulasi otot kandung kemih
untuk berkontraksi sehingga menyebabkan sensasi berkemih dan (2) merelaksasi
sfingter uretra internal yang menyebabkan urin masuk uretra.
Sistem saraf somatic mengirim signal ke sfingter uretra eksternal untuk
mencegah kebocoran urin atau untuk berelaksasi sehingga urin dapat keluar. Fungsi
sistem persarafan bergantung pada pelepasan zat kimiawi yang kita kenal dengan
neurotransmitter.Zat yang peling penting mempengaruhi kandung kemih adalah
asetilkolin (ACH) yang dilepaskan oleh akson parasimpatis postganglionic..Ketika
ACH dilepas ia akan menyebabkan otot-otot kandung kemih mengalami
kontraksi.Pelepasan ACH ini diakibatkan adanya stimulasi dari M3 reseptor
muskarinik yang terdapat pada otot polos kandung kemih.Pelepasan zat kimiawi ini
mengatur respon dari sistem persarafan pada kandung kemih.Selain asetilkolin,
system saraf simpatis postganglionic juga melepaskan noradrenalin yang diaktivasi
oleh reseptor adrenergik yang merelaksasikan otot polos kandung kemih dan adanya
aktivasi dari a1 adrenergik yang mengkontraksikan otot polos uretra.Akson somatic
dari nervu pudendus akan melepaskan ACH yang diakibatkan kontraksi oleh otot
spinchter eksterna yang diaktivasi oleh reseptor kolinergik nikotinik.
Sistem Perdarahan Kadung Kemih
10
Suplai arteri pada kandung kemih bagian superior,media, dan inferior vesika
berasal dari anterior trunkus hipogastrik.Obturator dan arteri gluteal inferior yang
juga memberikan suplai pada cabang kecil visceral kandung kemih.Pada
wanita ,cabang ini juga berasal dari arteri uterin dan vagina. vena berasal dari pleksus
yang berada dipermukaan inferior dan fundus dekat prostat.
Mekanisme Miksi
Dalam keadaan normal kandung kemih dan uretra berhubungan secara
simultan dalam penyimpanan dan pengeluaran urin.Selam penyimpanan, leher
kandung kemih dan uretra proksimal menutup, dan tekanan intra uretra berkisar
antara 20-50 cmH2O.Sementara itu otot detrusor berelaksasisehingga tekanan
kandung kemih tetap rendah.
Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase, yaitu fase pengisian dan fase
pengosongan kandung kemih
1. Fase pengisian (filling phase)
Untuk mempertahankan kontinensia urin, tekanan intra uretra selamanya
harus melebihi tekanan intra vesikal kecuali pada saat miksi.Selama masa pengisian,
ternyata hanya terjadi sedikit peningkatan tekanan intra vesika, hal ini disebabkan
oleh kelenturan dinding vesikal dan mekanisme neural yang diaktifkan pada saat
pengisian vesika urinaria.Mekanisme neural ini termasuk refelk simpatis spinal yang
mengatifkan reseptor pada vesika urinaria dan menghambat aktifitas parasimpatis.
Selama masa pengisian vesika urinaria tidak ada aktivitas kontraktil involunter pada
detrusor. Tekanan normal intra vesika maksimal adalah 50 cm H2O sedangkan
tekanan intrauretra dalam keadaan istirahat antar 50-100 cm H2O. Selama pengisian
vesika urinaria,tekanan uretra perlahan meningkat. Peningkatan pada saat pengisian
vesika urinaria cenderung kerah peningkatan aktifitas otot lurik spinchter.Refelek
simpatis juga meningkatkan stimulasi reseptor a pada otot polos uretra dan
meningkatkan kontraksi uretra pada saat pengisian vesika urinaria.
11
2. Fase miksi (Voiding phase)
Selama fase miksi terjadi penurunan tekanan uretra yang mendahului
kontraksi otot detrusor. Terjadi peningkatan intravesika selama peningkatan sensasi
distensi untuk miksi.Pusat miksi terletak pada batang otak.Reflek simpatis dihambat,
aktifitas efferent somatic pada oto lurik spinchter dihambat dan aktifitas parasimpatis
pada otot detrusor ditingkatkan.Semua ini menghasilkan kontraksi yang terkoordinasi
dari otot detrusor bersamaan dengan penurunan resistensi yang melibatkan otot lurik
dan polos uretra.Terjadi penurunan leher vesika urinaria dan terjadi aliran urin.
Ketika miksi secara volunter, dasar panggul berkontraksi untuk meninggikan leher
vesika urinaria kearah simfisis pubis,leher vesika tertutup dan tekanan detrusor
menurun.
Pengeluaran urin secara volunter biasanya dimulai dengan cara sebagai
berikut : Mula-mula, orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya,
yang akan meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan memunkinkan urin
tambahan memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior dalam keadaan di
bawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang,
yang mencetuskan reflex mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter uretra
eksterna. Biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari 5-
10 milimeter urin di dalam kandung kemih.
2.2 Anatomi Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah
inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid
terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars
prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan
menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan
kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan
lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan
ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.
12
Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang
mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini
bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam
stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat
kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula
yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat
tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang
berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas
dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi
dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan
kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir
lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya
terlihat ditengah, bulat dan kecil.
Batas-batas prostat
1. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
2. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
anterior.
3. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi
vascia pelvis.
4. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
13
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
menuju corpus perinealis.
5. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator
ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius
menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars
prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.
Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Zona Anterior atau Ventral
Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar
prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal
karsinoma terbanyak.
3. Zona Sentralis
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah
meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.
4. Zona Transisional
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai
kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang
14
lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior
menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH)
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Aliran darah prostat merupakan
percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri
rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma,
dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang
2.3 Hiperplasia Prostat
Bila prostat mengalami pembesaran, maka organ ini akan membuntu uretra
pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.
Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hyperplasia prostat. Tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT), ketidak
seimbangan estrogen-testosteron, interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat,
berkurannya kematian sel, teori stem sel.
1. Teori dihidrotestosteron
Didalam sel kelenjar prostat hormone testosteron akan dirubah menjadi
metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α-reduktase.
Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-
sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu
pertumbuhan kelenjar prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak
jauh bebeda dengan kadar normal pada prostat normal, hanya saja pada BPH
15
aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH
2. Ketidak seimbangan estrogen-testosteron
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar
estrogen relative tetap sehingga perbandingan antara estrogen testosterone
relative meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya
proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-
sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah
reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel
prostat(apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi Stroma-epitel
Cunha membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sek epitel
prostat secara tidak langsung di control oleh sel-sel stroma melalui mediator
(growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis growth factoryang selanjutnya
mempengaruhi sel stroma itu sendiri. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya
proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
16
Berkurannya jumlah sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah se-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga
menyebabkan pertambahan massa prostat.
5. Teori stem sel.
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Sel ini tergantung
pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya
apoptosis. Terjadinya apoptosis sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai
ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan
sel stroma maupun sel epitel.
Patofisiologi
Pembasaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik pada buli-buli berupa hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut,
oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower
Urinary Tract Sympton (LUTS) yang dulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-
ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
17
Hiperplasia prostat
Penyempitan lumen uretra posterior
Tekanan intravesikal
Buli-buli Ginjal dan ureter
- Hipertropi otot detrusor - Refluks vesiko ureter
- Trabekulasi - Hidroureter
- Selula - Hidronefrosis
- Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis
- Gagal Ginjal
Gambaran Klinis
Pembesaran kelenjar prostat bisa menyebabkan suatu sumbatan pada uretra
pars prostatika dan menyebabkan hambatan keluarnya urin keluar dari buli-buli.
Sehingga obstruksi akibat pembesaran prostat dapat menimbulkan keluhan pada
saluran kemih bawah yang bila terjadi proses lanjut dapat juga mengenai saluran
kemih atas dan bisa juga ditemukan adanya keluhan di luar saluran kemih.
Keluhan saluran kemih bawah, yang lebih dikenal dengan LUTS (Lower
Urinary Tract Symptoms) berupa gejala obstruksi den gejala iritatif. Gejala iritatif
berupa sering kencing (frequency), tergesa-gesa jika ingin kencing (urgency), kencing
malam lebih dari satu kali (nocturia) dan nyeri pada saat kencing (dysuria), kadang-
kadang juga kencing yang susah ditahan (urge incontinence). Sedangkan gejala
obstruktif berupa menunggu di awal kencing (hesitancy), harus mengedan (straining),
pancaran yang melemah, kencing terputus-putus (intermiten) tidak lampias setelah
kencing dan juga waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkotinensia akibat overflow.
18
Keluhan bila sudah terdapat adanya gangguan pada saluran kemih atas berupa
gejala obstruktif antara lain nyeri pinggang, benjolan di pingggang (yang merupakan
tanda hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
Sedangkan gejala di luar saluran kencing berupa adanya keluhan benjolan
pada lipat paha atau kemaluan yang merupakan hernia inguinalis atau adanya keluhan
berdarah pada duburnya yang merupakan hemorroid. Timbulnya penyakit ini karena
sering mengedan ketika akan miksi sehingga mengakibatkan peninggian tekanan
abdominal. Selain gejala tsb, pada pemeriksaan fisik dapat juga ditemukan buli-buli
yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simpisis akibat retensi urin.
Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu
merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Colok dubur atau Digital Rectal
Examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH. Dari
pemeriksaan ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat
dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Yang
perlu diperhatikan pada DRE ini adalah: tonus spingter ani/ refleks bulbokavernosus
untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rectum dan
keadan prostat seperti adanya nodul, krepitasi, batas prostat dan konsistensi prostat.
DRE pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal
seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan
nodul, sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/ teraba nodul dan
mungkin di antara lobus prostat tidak simetri.
Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya
gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom
Score (IPSS) yang telah distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau
keadaan pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing
memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Keadaan pasien BPH dapat
digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh yaitu; bergejala ringan dengan skor 0-7,
bergejala bsedang dengan skor 8-19, dan bergejala berat dengan skor 20-35. Selain 7
pertanyaan diatas, didalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal
19
mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7
kemungkinan jawaban.
Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi Transabdominal (TAUS)
Pemeriksaan volume prostat dengan menggunakan TAUS sangat
mudah dikerjakan, karena tanpa persiapan khusus dan tidak invasif,
mempunyai angka ketepatan yang baik, memberikan informasi tambahan
(seperti protrusi prostat intravesikal, residu urine, kelainan buli seperti
divertikel) tanpa biaya tambahan dan tidak memakan waktu.
2. Ultrasonografi Transrektal (TRUS)
Meskipun mengurangi rasa kenyamanan dibandingkan dengan
pemeriksaan transabdominal, pemeriksaan ultrasonografi transrektal
masih bisa diterima karena letak prostat yang dekat dengan rektum
sehingga lebih besar kemungkinan untuk mendapatkan gambaran prostat
yang baik. Selain untuk mengukur volume prostat, TRUS juga dapat
mendeteksi kemungkinan keganasan dengan memperlihatkan adanya
gambaran hypoechoic. Selain itu TRUS dapat menjadi alat bantu untuk
melakukan biopsi bila dicurigai adanya tanda-tanda keganasan, baik
berdasarkan pemeriksaan colok dubur, kadar PSA, maupun USG.
3. Uroflometri
Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses
miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi
gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari
uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran
maksimum (Qmax), pancaran rata-rata, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini
sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk mengevaluasi gejala
obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi.
20
Qmax > 15 ml/detik Normal
Qmax 10-15 ml/detik Obstruksi sedang
Qmax < 10 ml/detik Obstruksi berat
4. Volume Residual Urin
Merupakan metode penghitungan sisa urin yang masih tertinggal di
buli-buli. Bisa dilakukan dengan cara invasif yaitu memasukan kateter
setelah miksi atau dengan menggunakan USG Transabdominal (tidak
invasif).
5. Pemeriksaan laboratorium
Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses
infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Faal ginjal diperiksa untuk
mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih
bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan
kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika dicurigai
keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA.
Diagnosa
Untuk menegakan diagnosa perlu anamnesis yang terarah, pemeriksaan fisik
yang teliti dan pemeriksaan penunjang (pencintraan dan laboratorium) yang tepat.
Secara klinis diagnosis sudah dapat ditegakkan dengan ditemukan gejala LUTS yaitu
gejala Obstruktif dan Iritatif yang dapat dibuat score menurut IPSS atau Madsen
Iversen.
Penatalaksanaan
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung derajat keluhan, keadaan pasien,
maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya.Tidak
semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang
21
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi
apapun atau hanya dengan nasihat dan konsultasi saja. Namun diantara mereka
akhirnya ada yang membutuhkan tindakan terapi medikamentosa atau tindakan medik
yang lain karena keluhannya semakin parah. Pilihan terapinya meliputi watchful
waiting (tanpa terapi), medikamentosa dan terapi intervensi. Di Indonesia, tindakan
reseksi prostat transuretra atau TURP (Transurethral Resection of The Prostate)
masih merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH.
Tabel 1. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Jinak (BPH)
Observasi Medikamentosa
Terapi Intervensi
Pembedahan Invasif Minimal
Watchful waiting Antagonis adrenergik-α
Inhibitor reduktase-5 α
Fitoterapi
Prostatektomi terbuka
Endourologi:
TURP
TUIP
TULP
Elektrovaporisasi
TUMT
TUBD
Stent Urethra
TUNA
1. Observasi (Watchfull waiting)
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai
sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan
banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-
buli (kopi atau cokelat), batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
22
fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan
kencing terlalu lama.
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan
diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju
pancaran urin, maupun volume residual urin. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
2. Medikamentosa
Pemberian medikamentosa direkomendasikan pada saat BPH mulai
menyebabkan perasaan yang mengganggu, apalagi yang membahayakan
kesehatan. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil skoring IPSS dengan skor >7.
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi
otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah:
a. Penghambat reseptor adrenergik α (Prazosin, terazosin, afluzosin dan
doksazozsin)
Pengobatan dengan penghambat reseptor adrenergik α bertujuan
menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi
tonus leher buli-buli dan uretra. Obat-obatan golongan ini dilaporkan
dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.
b. Penghambat 5 α reduktase (Finasterid)
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikaltalis oleh enzim 5 α-
reduktase di dalam sel-sel prostat, sehingga mampu menyebabkan
penurunan berat prostat hingga 20-30%. Finasteride digunakan bila
volume prostat >40 cm3.
23
c. Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk mempernaiki
gejala akibat obstruksi prostat. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai
anti-estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone binding
globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan
epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,
efek anti inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil
volume prostat.
3. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala
dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terpai bedah yaitu:
- retensio urine berulang
- hematuria
- tanda penurunan fungsi ginjal
- infeksi saluran kemih berulang
- tanda-tanda obstruksi berat yaitu: divertikel, hidroureter, dan
hidronefrosis
- ada batu saluran kemih
Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah yang dapat
dilakukan meliputi Transurethral Resection of the Prostate (TURP),
Transurethral Insision of the Prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan
prostatektomi dengan laser Nd-YAG atau Ho-YAG.
TURP (Reseksi Prostat Transuretra)
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigasi agar daerah yang direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.
Cairan yang dipergunakan adalah H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari
aquades adalah sifatnya hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi
24
sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan
H2O dapat menyebabkan hiponatremia relative dikenal dengan sindroma TURP.
Sindroma ini ditandai dengan pasien yang gelisah, somnolen, tekanan darah
meningkat, bradikardi. Untuk mengurangi resiko sindroma TURP operator harus
membatasi untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.
4. Terapi invasif minimal
Terapi ini meliputi:
- Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT)
- Transurethral Baloon Dilatation (TUBD)
- Transurethral Needle Ablation (TUNA)
- Stent Uretra
2.4 Batu saluran kemih
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu
yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,
perdarahan,penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam
ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses
pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada :
- Ginjal (Nefrolithiasis)
- Ureter (Ureterolithiasis)
- Vesica urinaria (Vesicolithiasis)
- Uretra (Urethrolithiasis)
Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita
gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Vesikolitiasis merupakan batu
yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka
aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai
dengan rasa nyeri.
25
Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain : nyeri
kencing/ disuria, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti
kemudian menjadi lancer kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat
miksi seringkali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum,
pinggang, sampai kaki.
Seringkali komposisi batu buli-buli terdiri atas asam urat atau struvit (jika
penyebabnya adalah infeksi) sehingga tidak jarang pada pemeriksaan foto polos
abdomen tidak tampak sebagai bayangan opak pada kavum pelvis. Dalam hal ini
pemeriksaan PIV pada fase sistogram memberikan gambaran sebagai bayangan
negatif. Ultrasonografi dapat mendeteksi batu radiolusen pada buli-buli.
Batu buli-buli dapat dipecahkan dengan litotripsi ataupun jika terlalu besar
memerlukan pembedahan terbuka (vesikolitotomi)
Etiologi
o Kelenjar prostat yang membesar
o Striktur uretra
o Neurogenik bladder
o Divertikel buli-buli
o Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama
Faktor Predisposisi
a. Riwayat pribadi tentang batu kandung kemih dan saluran kemih
b. Usia dan jenis kelamin
c. Kelainan morfologi
d. Pernah mengalami infeksi saluran kemih
e. Makanan yang dapat meningkatkan kalsium dan asam urat
f. Adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih
g. Masukan cairan kurang dari pengeluaran
h. Profesi sebagai pekerja keras
i. Penggunaan obat antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama.
26
Patogenesis Pembentukan Batu Saluran Kemih
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urin), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang menerangkan proses
pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana
yang paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah :
- Teori Nukleasi
Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus).
Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh
(supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya
membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran
kemih.
- Teori Matriks
Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan
mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.
- Penghambatan kristalisasi
Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara
lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika
kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan
terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal
dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat,
membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan
berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.
Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai
inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi
kristal, maupun menghambat retensi kristal.
27
Jenis-Jenis Batu Pada Saluran Kemih
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau
kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amonium-fosfat (MAP) (15%),
xanthyn dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%).
- Batu Kalsium
Batu jenis ini dijumpai lebih dari 80% batu saluran kemih, baik yang
berikatan dengan oksalat maupun fosfat. Batu ini dibagi menjadi hiperkalsiuri,
hiperoksaluri, hiperorikosuria dan hipomagnesuria.
Hiperkalsiuri absorptive, terjadi karena peningkatan absorpsi kalsium melalui
usus; Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorpsi
kalsium melalui tubulus ginjal; Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya
peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada
hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid.
Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram per hari.
Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan usus
passca operatif usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya
akan oksalat, seperti: teh, kopi instan, minuman soft drink, arbei, jeruk sitrun,
dan sayuran hijau terutama bayam.
Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urine melebihi 850 mg/24 jam.
Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk
kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga menghalangi kalsium
berikatan dengan oksalat atau fosfat. Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit
asidosis tubulus ginjal, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan
thiazid dalam waktu lama.
Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai inhibitor
timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi dengan
28
oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga mencegah ikatan kalsium
oksalat.
- Batu Struvit
Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukannya disebabkan oleh
adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab adalah kuman golongan
pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan
mengubah pH urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak,
seperi pada reaksi :
CO(NH2)2 + H2O → 2NH3 + CO2
- Batu asam urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara
75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksalat. Batu asam urat menampakan gambaran radioluscen.
Tipe ini biasa terjadi pada pria dengan angka kekambuhan yang tinggi. Batu
asam urat dapat diatasi secara medis dengan peningkatan pH urin menjadi 6.0-
6.5 melalui pemberian potassium citrate atau potassium bicarbonate.
- Batu jenis lain
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu
kelainan absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin terbentuk karena penyakit
bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase.
Diagnosis
Anamnesis
Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa
keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria, retensio urin,
anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan penyulit berupa demam, tanda-tanda gagal
ginjal.
29
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik
sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan.
- Pemeriksaan fisik umum :
hipertensi, febris, anemia, syok
- Pemeriksan fisik khusus urologi
Sudut kosto vertebra : nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal
Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh
Genitalia eksterna : teraba batu di uretra
Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)
Pemeriksaan laboratorium
1. Urinalisa
Warna kuning, coklat, atau gelap
pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat
berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan
pengendapan batu asam urat.
Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan
batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.
Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam
proses pembentukan batu saluran kemih.
Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi
hiperekskresi.
30
2. Darah
Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.
Lekosit terjadi karena infeksi.
Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
Kalsium, fosfat dan asam urat.
3. Radiologis
Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak.
Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan
ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad
pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.
Sistoskopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.
Diagnosis klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat.
Pemeriksaan rutin meliputi foto polos perut (KUB) dengan pemeriksaan
ultrasonografi atau intravenous pyelography (IVP) atau spiral CT.
Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut:
- Dengan alergi kontras media
- Dengan level kreatinin serum > 200μmol/L (>2mg/dl)
- Dalam pengobatan metformin
- Dengan myelomatosis
Temuan gambaran:
- Batu radioopak : kalsium oksalat, kalsium fosfat,
31
- Semiopak : magnesium ammonium phosphate (struvit), cystine.
- Batu radiolucent : asam urat, xanthine, triamterene
- IVP : batu radiolucen, kelainan anatomi
Terapi Batu Saluran Kemih
Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan
minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy
pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu
kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah
menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.
Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri
kolik dan menyebabkan hematuria.
Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan
BSK yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih
melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu
dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang
suara atau energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah :
1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : yaitu mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
32
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
2. Litotripsi : yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan
alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan
dengan evakuator Ellik. Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk
memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu
dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat
ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan
prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir,
sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.
3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : yaitu memasukkan alat uteroskopi
peruretram guna melihat keadaan ureter atau system pielo-kaliks ginjal.
Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun
system pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan
ureteroskopi/ureteronoskopi ini.
4. Ekstraksi Dormia : yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya
melalui alat keranjang dormia.
Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang berkembang.
Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk
tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih
dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah:
pielolitomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan
33
nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi
nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan
akibat BSK yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.
Komplikasi
a. Hidronefrosis
Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga ginjal
menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan
dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak mampu
lagi menampung urine. Sementara urine terus-menerus bertambah dan tidak bisa
dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba
benjolan basar didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.
b. Uremia
Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal
menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual muntah,
sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.
c. Pyelonefritis
Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke
ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul panas yang
tinggi disertai mengigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan nyeri ketok kosta
vertebra.
d. Gagal ginjal akut sampai kronis
e. Obstruksi pada kandung kamih
f. Perforasi pada kandung kemih
g. Hematuria atau kencing darah
h. Nyeri pingang kronis
i. Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu.
Prognosis
34
Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih
50% dalam 10 tahun.
BAB III35
ANALISIS KASUS
Dari kasus di atas, Tn. A usia 65 tahun tinggal dalam kota palembang datang
dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 4 bulan yang lalu. Keadaan ini dapat
disebabkan oleh sumbatan mekanis pada uretra atau kandung kemih. Dari anamnesa
didapatkan keluhan berupa sulit BAK, sulit untuk memulai BAK (hesistansi), BAK
mengejan, pancaran saat BAK lemah (+) dan terputus (+), dan menjadi lancar
kembali setelah berubah posisi. Rasa tidak puas setelah BAK (+), BAK menetes (-).
Pasien mengeluh BAK ± 9-10 x/hari (frekuensi) dan sering terbangun saat malam
hari untuk BAK ±4-5 kali (nokturi). Pasien juga mengaku tidak bisa menahan BAK
dalam waktu yang lama (+). Pasien mengeluh nyeri pada akhir BAK. Berdasarkan
kondisi faktual diatas pasien ini mengalami gejala obstruktif dan gejala iritatif saluran
kemih yang dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms).
Dari keluhan utama dan anamnesis pada pasien ini terjadi suatu retentio urine
yang disebabkan adanya sumbatan pada saluran kemih bagian bawah yang bisa
disebabkan oleh gangguan pada vesika urinaria atau infravesika. Gangguan pada
vesika urinaria bisa berupa batu vesika. Sedangkan gangguan infravesika berupa
pembesaran prostat (Ca prostat dan BPH).
Berdasarkan pemeriksaan fisik pada status generalis didapatkan vital sign
dalam batas normal, konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak ikterik. Pada inspeksi
regio CVA dan regio supra pubik didapatkan dalam keadaan normal, regio genitalia
externa tidak ditemukan bloody discharge. Pada pemeriksaan rectal toucher
didapatkan tonus spingter ani dalam keadaan baik sehingga hal ini dapat
menyingkirkan diagnosis bahwa retentio urine yang terjadi diakibatkan oleh
neurogenic bladder. Selain itu juga didapatkan prostat yang teraba membesar,
konsistensi kenyal. Hal ini merupakan tanda-tanda adanya pembesaran prostat jinak.
Perbedaannya dengan karsinoma prostat, konsistensi prostat lebih keras dari
sekitarnya. Pada pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan kadar Hb,
36
hitung jenis,leukosit dan trombosit dalam keadaan normal. Pada pemeriksaan kimia
klinik juga dalam batas normal.
Pada pemeriksaan penunjang berupa foto polos abdomen tampak bayangan
radio opaq pada kavum pelvis. Pada pemeriksaan USG Tractus Urogenitalia
didapatkan kesan cystitis dengan batu multiple.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka pasien
ini didiagnosa dengan retensi urin akibat hiperplasia prostat dan batu buli. Prognosis
pada pasien ini secara vitam dubia ad bonam dan fungsionam juga dubia ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA
37
1. Lina N, 2008, Faktor-Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki-
Laki, Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia.
2. Purnomo, B, Basuki. 2009. Dasar-dasar Urologi. Ed-2. Jakarta : CV.Sagung Seto,
Halaman 57-84
3. Shires Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed-6. Jakarta : EGC,
588-589.
4. Wahyu. 2011. Batu saluran Kemih. Universitas Abulyatama, Acheh. halaman 5-
21
5. Sastrowordoyo Sumarsono, 1997. Urologi Penuntun Praktis. FKUI, Jakarta
6. Anatomy urinary tract.Juni 2005. Available from: http://urology.ucsf.edu.
7. Kumar and Clark 2005.Clinical surgery, second edition.Philadelphia: Elsevier
Saunders.
38