56
BAB I I. Identitas a. Nama : Tn. A b. Jenis kelamin : Laki-laki c. Umur : 65 tahun d. Agama : Islam e. Kebangsaan : Indonesia f. Alamat : g. Status perkawinan : Sudah menikah h. Tanggal MRS : 07 Januari 2012 II. Anamnesis Keluhan Utama : Sulit buang air kecil (BAK) Riwayat Perjalanan Penyakit: ± 4 bulan SMRS, Pasien mengeluh sulit BAK, sulit untuk memulai BAK, BAK mengejan, pancaran saat BAK lemah (+) dan terputus (+), dan menjadi lancar kembali setelah berubah posisi. Rasa tidak puas setelah BAK (+), BAK menetes (-).Pasien mengeluh BAK ± 9-10 x/hari dan sering terbangun saat malam hari untuk BAK ± 4-5 kali. Pasien juga mengaku tidak bisa menahan BAK dalam waktu yang lama (+). Pasien mengeluh nyeri pada akhir BAK. 1

Case Bph+Batu Buli

Embed Size (px)

DESCRIPTION

benign prostat hyperplasia + vesicolithiasis

Citation preview

Page 1: Case Bph+Batu Buli

BAB I

I. Identitas

a. Nama : Tn. A

b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Umur : 65 tahun

d. Agama : Islam

e. Kebangsaan : Indonesia

f. Alamat :

g. Status perkawinan : Sudah menikah

h. Tanggal MRS : 07 Januari 2012

II. Anamnesis

Keluhan Utama : Sulit buang air kecil (BAK)

Riwayat Perjalanan Penyakit:

± 4 bulan SMRS, Pasien mengeluh sulit BAK, sulit untuk memulai

BAK, BAK mengejan, pancaran saat BAK lemah (+) dan terputus (+), dan

menjadi lancar kembali setelah berubah posisi. Rasa tidak puas setelah BAK

(+), BAK menetes (-).Pasien mengeluh BAK ± 9-10 x/hari dan sering

terbangun saat malam hari untuk BAK ± 4-5 kali. Pasien juga mengaku tidak

bisa menahan BAK dalam waktu yang lama (+). Pasien mengeluh nyeri pada

akhir BAK.

± 2 bulan SMRS, Pasien mengeluh BAK berdarah (+), nyeri saat BAK

(+), perasaan tidak enak saat kencing (+), kencing tiba-tiba terhenti lalu

lancar kembali setelah berubah posisi (+), BAK berpasir (-), BAK keluar

batu (-). Nyeri pada pinggang (-), demam (-). Pasien kemudian memutuskan

untuk berobat ke RS Muhammadiyah dan dirujuk ke poli RSMH.

± 4 tahun SMRS, Pasien mengeluh sulit BAK, sulit untuk memulai

BAK, BAK mengejan, pancaran saat BAK lemah (+) dan terputus (+). Rasa

1

Page 2: Case Bph+Batu Buli

tidak puas setelah BAK (+), BAK menetes (-).Pasien mengeluh BAK ± 5-6

x/hari dan sering terbangun saat malam hari untuk BAK ± 2-3 x/hari. Pasien

juga mengaku tidak bisa menahan BAK dalam waktu yang lama (+). Nyeri

saat BAK (-). BAK berdarah (-). BAK berpasir (-). BAK keluar batu (-).

Nyeri pada pinggang (-). Demam (-). Pasien berobat ke RS Muhammadiyah,

diberi terapi obat (pasien lupa apa obatnya) dan gejala tidak dirasakan lagi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat kencing manis disangkal

Riwayat trauma (-)

Riwayat tumor buli-buli atau ginjal(-)

Riwayat batu ginjal(-)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.

III. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis (01 Februari 2012)

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Pernapasan : 20 x/menit

Nadi : 82 x/menit

Tekanan : 160/90 mmHg

Suhu : 36,8 oC

Kepala : Konjungtiva pucat (-), Sklera ikterik (-)

Pupil : Isokor, refleks cahaya (+)

Leher : tidak ada kelainan

KGB : tidak ada kelainan

Thoraks : tidak ada kelainan

Abdomen : Lihat status urologikus

2

Page 3: Case Bph+Batu Buli

Genitalia Eksterna : Lihat status urologikus

Ekstremitas superior : tidak ada kelainan

Ekstremitas inferior : tidak ada kelainan

Status Urologis (01 Februari 2012)

Regio CVA

Regio CVA Dextra Sinistra

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Bulging (-)

Ballotement (-)

Nyeri ketok (-)

Bulging (-)

Ballotement (-)

Nyeri ketok (-)

Regio Suprapubic

Inspeksi : Bulging (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-)

Regio Genitalia Eksterna :

Inspeksi : Tidak ada kelainan

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada

Rectal Toucher

Tonus sphincter ani baik, reflex bulbocavernosus (+), mukosa licin,

prostat teraba membesar, konsistensi kenyal, permukaan rata, simetris,

nyeri tekan (-), feses (+), darah (-).

IV. Pemeriksaan Penunjang (09 Januari 2012)

3

Page 4: Case Bph+Batu Buli

Pemeriksaan Laboratorium

Darah Rutin

Hb : 14.1 g/dl

Ht : 40 %

Leukosit : 9700 /mm3

LED : 2 mm/jam

Trombosit : 291.000 /mm3

Hitung jenis : 0/2/1/67/23/7

Kimia Darah

BSS : 106 mg/dl

Ureum : 28 mg/dl

Kreatinin : 1.5 mg/dl

Protein Total : 6.7 mg/dl

Albumin : 3.8 mg/dl

Globulin : 2.9 mg/dl

Natrium : 150 mmol/l

Kalium : 4,6 mmol/l

Pemeriksaan radiologi

4

Page 5: Case Bph+Batu Buli

Gambar 1. Foto Polos Abdomen

Kesan : Tampak bayangan radio opaq pada kavum pelvis

USG TUG (10 Desember 2011)

5

Page 6: Case Bph+Batu Buli

Gambar 2. USG

Hasil :

6

Page 7: Case Bph+Batu Buli

VU : dinding tampak menebal, intensitas eko parenkim meningkat,

tampak batu 2 buah diameter 11.4 mm dan 10.9 mm.

Prostat : ukuran tidak tampak membesar, ukuran 34.8 mm x 35.1 mm

x 32.7 mm, berat 21.9 gram, parenkim homogen, tidak

tampak kalsifikasi

Kesan : Cystitis dengan batu multiple

V. Diagnosis Kerja

Retensi urin e.c susp BPH + batu buli

VI. Penatalaksanaan

Rencana tindakan TuR-P dan Lithotripsi

VII. Prognosis

Quo ad vitam : Bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam

BAB II

7

Page 8: Case Bph+Batu Buli

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi buli-buli

Gambar 3. Anatomi Buli-Buli

Buli merupakan suatu organ berongga yang terletak dibelakang tulang simfisis

pubis dan menempati sebagian besar rongga pelvic. Dalam keadaan buli penuh,

letaknya lebih tinggi dari tulang simpisis pubis sehingga dapat diraba atau diperkusi

dari luar. Bila isi buli melebihi kapasitas buli over distensi, baik akut maupun kronis,

maka usus akan terdorong ke atas dan benjolan dapat terlihat dari luar. Berdasarkan

topografinya pada laki-laki di bagian posterior buli terdapat vesika seminalis,

vasdeferen, ureter dan rectum. Daerah fundus dan posterior dilapisi oleh peritoneum.

Secara garis besar dibagi atas dua komponen yaitu : korpus yang terletak diatas

orifisium ureter, dan dasar buli yang terdiri dari trigonum posterior deep destrusor

dan dinding anterior buli. Secara histologis otot longitudinal dari dasar buli meluas

kearah distal kedalam uretra membentuk lapisan longitudinal yang melingkari leher

buli.

8

Page 9: Case Bph+Batu Buli

Dinding buli terdiri dari 3 lapis yaitu: lapisan mukosa,lapisan otot dan lapisan

lemak.Pada bagian tengah,lapisan muscular dibentuk oleh otot polos yang disebut

detrusor. Otot detrusor yang arah seratnya saling menyilang sedemikian rupa

sehingga kontraksi otot-otot tersebut menyebabkan buli mengkerut, dengan demikian

terjadi pengosongan isi rongga. Ureter bermuara pada trigonum buli dengan

menembus otot detrusor secara oblig. Perjalanan ureter yang seperti ini dapat

memberikan suatu mekanisme katup untuk mencegah kembalinya urin dari buli ke

ginjal.

Ada tiga fungsi utama buli yaitu : sebagai reservoir urin, fungsi ekpulsi urin,

dan anti refluk. Sebagai reservoir buli-buli berkapasitas 400-500 cc. Fase pengisian

buli ditandai dengan penyesuaian volume buli-buli terhadap peningkatan jumlah urin

pada suatu tekanan yang rendah, kurang 20 cm H2O.Menjelang fase pengisian, otot

detrusor mengalami relaksasi untuk mengakomodasikan peningkatan volume.

Dengan penuhnya volume buli-buli akan menyebabkan peregangan dinding yang

dapat merangsang reseptor sehingga otot buli berkontraksi, tekanan dalam buli

meningkat dan uretra posterior membuka. Keadaan ini dirasakan sebagai perasaan

ingin kemih, namun masih dapat diatur secara volunter oleh spingter eksterna.Pada

kondisi ini kedudukan kandung kemih dipertahankan oleh kelompok otot-otot levator

ani terutama otot pubokoksigeus.

Sistem Persarafan Kandung Kemih

Fungsi dari sistem urinaria bagian bawah adalah bergantung dari fungsi sistem

persarafan dari otak.Sistem persarafan dibagi menjadi system saraf pusat dan system

saraf tepi.Sistem saraf pusat mencakup otak dan medulla spinalis.Sistem saraf tepi

mencakup saraf autonomic dan somatik. Sistem saraf autonom tidak dibawah control

kesadaran dan disebut system involunter.

Sistem saraf involunter mencakup, system saraf simpatis dan

parasimpatis.Sistem saraf simpatis yang berasal dari segmen thorakolumbal (T11-L2)

dan sacral pada medulla spinalis yang berjalan menuju ke ganglia mesentarika

9

Page 10: Case Bph+Batu Buli

inferior (pleksus mesentarika inferior) lalu menuju ke nervus hipogastrik atau nervus

pelvikus yang berjalan pada rantai paravertebral yang berada pada kandung kemih

dan uretra.,Sistem saraf ini mengatur pengisian kandung kemih melalui (1)

merelaksasi otot kandung kemih sehingga dapat diisi oleh urin, dan (2)

mengkontraksikan sfingter uretra internal dalam mecegah urin memasuki uretra.

Sistem saraf parasimpatis yang berasal dari S2-S4 yang berjalan dari akral sacral dan

nervus pelvikus yang mnuju keganglia yang berada pada pleksus pelvikus dan

dinding kandung kemih.Saraf parasimpatis dapat menimbulkan keinginan untuk

berkemih atau pengosongan kandung kemih malalui (1) stimulasi otot kandung kemih

untuk berkontraksi sehingga menyebabkan sensasi berkemih dan (2) merelaksasi

sfingter uretra internal yang menyebabkan urin masuk uretra.

Sistem saraf somatic mengirim signal ke sfingter uretra eksternal untuk

mencegah kebocoran urin atau untuk berelaksasi sehingga urin dapat keluar. Fungsi

sistem persarafan bergantung pada pelepasan zat kimiawi yang kita kenal dengan

neurotransmitter.Zat yang peling penting mempengaruhi kandung kemih adalah

asetilkolin (ACH) yang dilepaskan oleh akson parasimpatis postganglionic..Ketika

ACH dilepas ia akan menyebabkan otot-otot kandung kemih mengalami

kontraksi.Pelepasan ACH ini diakibatkan adanya stimulasi dari M3 reseptor

muskarinik yang terdapat pada otot polos kandung kemih.Pelepasan zat kimiawi ini

mengatur respon dari sistem persarafan pada kandung kemih.Selain asetilkolin,

system saraf simpatis postganglionic juga melepaskan noradrenalin yang diaktivasi

oleh reseptor adrenergik yang merelaksasikan otot polos kandung kemih dan adanya

aktivasi dari a1 adrenergik yang mengkontraksikan otot polos uretra.Akson somatic

dari nervu pudendus akan melepaskan ACH yang diakibatkan kontraksi oleh otot

spinchter eksterna yang diaktivasi oleh reseptor kolinergik nikotinik.

Sistem Perdarahan Kadung Kemih

10

Page 11: Case Bph+Batu Buli

Suplai arteri pada kandung kemih bagian superior,media, dan inferior vesika

berasal dari anterior trunkus hipogastrik.Obturator dan arteri gluteal inferior yang

juga memberikan suplai pada cabang kecil visceral kandung kemih.Pada

wanita ,cabang ini juga berasal dari arteri uterin dan vagina. vena berasal dari pleksus

yang berada dipermukaan inferior dan fundus dekat prostat.

Mekanisme Miksi

Dalam keadaan normal kandung kemih dan uretra berhubungan secara

simultan dalam penyimpanan dan pengeluaran urin.Selam penyimpanan, leher

kandung kemih dan uretra proksimal menutup, dan tekanan intra uretra berkisar

antara 20-50 cmH2O.Sementara itu otot detrusor berelaksasisehingga tekanan

kandung kemih tetap rendah.

Mekanisme berkemih terdiri dari 2 fase, yaitu fase pengisian dan fase

pengosongan kandung kemih

1. Fase pengisian (filling phase)

Untuk mempertahankan kontinensia urin, tekanan intra uretra selamanya

harus melebihi tekanan intra vesikal kecuali pada saat miksi.Selama masa pengisian,

ternyata hanya terjadi sedikit peningkatan tekanan intra vesika, hal ini disebabkan

oleh kelenturan dinding vesikal dan mekanisme neural yang diaktifkan pada saat

pengisian vesika urinaria.Mekanisme neural ini termasuk refelk simpatis spinal yang

mengatifkan reseptor pada vesika urinaria dan menghambat aktifitas parasimpatis.

Selama masa pengisian vesika urinaria tidak ada aktivitas kontraktil involunter pada

detrusor. Tekanan normal intra vesika maksimal adalah 50 cm H2O sedangkan

tekanan intrauretra dalam keadaan istirahat antar 50-100 cm H2O. Selama pengisian

vesika urinaria,tekanan uretra perlahan meningkat. Peningkatan pada saat pengisian

vesika urinaria cenderung kerah peningkatan aktifitas otot lurik spinchter.Refelek

simpatis juga meningkatkan stimulasi reseptor a pada otot polos uretra dan

meningkatkan kontraksi uretra pada saat pengisian vesika urinaria.

11

Page 12: Case Bph+Batu Buli

2. Fase miksi (Voiding phase)

Selama fase miksi terjadi penurunan tekanan uretra yang mendahului

kontraksi otot detrusor. Terjadi peningkatan intravesika selama peningkatan sensasi

distensi untuk miksi.Pusat miksi terletak pada batang otak.Reflek simpatis dihambat,

aktifitas efferent somatic pada oto lurik spinchter dihambat dan aktifitas parasimpatis

pada otot detrusor ditingkatkan.Semua ini menghasilkan kontraksi yang terkoordinasi

dari otot detrusor bersamaan dengan penurunan resistensi yang melibatkan otot lurik

dan polos uretra.Terjadi penurunan leher vesika urinaria dan terjadi aliran urin.

Ketika miksi secara volunter, dasar panggul berkontraksi untuk meninggikan leher

vesika urinaria kearah simfisis pubis,leher vesika tertutup dan tekanan detrusor

menurun.

Pengeluaran urin secara volunter biasanya dimulai dengan cara sebagai

berikut : Mula-mula, orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya,

yang akan meningkatkan tekanan di dalam kandung kemih dan memunkinkan urin

tambahan memasuki leher kandung kemih dan uretra posterior dalam keadaan di

bawah tekanan, sehingga meregangkan dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang,

yang mencetuskan reflex mikturisi dan secara bersamaan menghambat sfingter uretra

eksterna. Biasanya, seluruh urin akan dikeluarkan, dan menyisakan tidak lebih dari 5-

10 milimeter urin di dalam kandung kemih.

2.2 Anatomi Prostat

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah

inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid

terbalik dan merupakan organ kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars

prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini menekan uretra pars prostatika dan

menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat merupakan

kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan

lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan

ditembus di bagian posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius.

12

Page 13: Case Bph+Batu Buli

Secara histologi prostat terdiri atas 30-50 kelenjar tubulo alveolar yang

mencurahkan sekretnya ke dalam 15-25 saluran keluar yang terpisah. Saluran ini

bermuara ke uretra pada kedua sisi kolikulus seminalis. Kelenjar ini terbenam dalam

stroma yang terutama terdiri dari otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat

kolagen dan serat elastis. Otot membentuk masa padat dan dibungkus oleh kapsula

yang tipis dan kuat serta melekat erat pada stroma. Alveoli dan tubuli kelenjar sangat

tidak teratur dan sangat beragam bentuk ukurannya, alveoli dan tubuli bercabang

berkali-kali dan keduanya mempunyai lumen yang lebar, lamina basal kurang jelas

dan epitel sangat berlipat-lipat. Jenis epitelnya berlapis atau bertingkat dan bervariasi

dari silindris sampai kubus rendah tergantung pada status endokrin dan kegiatan

kelenjar. Sitoplasma mengandung sekret yang berbutir-butir halus, lisosom dan butir

lipid. Nukleus biasanya satu, bulat dan biasanya terletak basal. Nukleoli biasanya

terlihat ditengah, bulat dan kecil.

Batas-batas prostat

1. Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,

otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.

2. Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma

urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan

anterior.

3. Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,

dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada

cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan

dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.

Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi

vascia pelvis.

4. Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan

anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia

13

Page 14: Case Bph+Batu Buli

Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung

bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah

menuju corpus perinealis.

5. Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator

ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis. Ductus ejaculatorius

menembus bagisan atas permukaan prostat untuk bermuara pada uretra pars

prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus prostaticus.

Kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :

1. Zona Anterior atau Ventral

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma

fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

2. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar

prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal

karsinoma terbanyak.

3. Zona Sentralis

Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan lobus tengah

meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

4. Zona Transisional

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai

kelenjar preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang

14

Page 15: Case Bph+Batu Buli

lebih 5% tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior

menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH)

5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif

tersebar sepanjang segmen uretra proksimal. Aliran darah prostat merupakan

percabangan dari arteri pudenda interna, arteri vesikalis inferior dan arteri

rektalis media. Pembuluh ini bercabang-cabang dalam kapsula dan stroma,

dan berakhir sebagai jala-jala kapiler yang berkembang

2.3 Hiperplasia Prostat

Bila prostat mengalami pembesaran, maka organ ini akan membuntu uretra

pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli.

Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

hyperplasia prostat. Tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat

erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT), ketidak

seimbangan estrogen-testosteron, interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat,

berkurannya kematian sel, teori stem sel.

1. Teori dihidrotestosteron

Didalam sel kelenjar prostat hormone testosteron akan dirubah menjadi

metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α-reduktase.

Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-

sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu

pertumbuhan kelenjar prostat.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak

jauh bebeda dengan kadar normal pada prostat normal, hanya saja pada BPH

15

Page 16: Case Bph+Batu Buli

aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada

BPH

2. Ketidak seimbangan estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun sedangkan kadar

estrogen relative tetap sehingga perbandingan antara estrogen testosterone

relative meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya

proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-

sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah

reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel

prostat(apoptosis). Meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat

rangsangan testosterone menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada

mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.

3. Interaksi Stroma-epitel

Cunha membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sek epitel

prostat secara tidak langsung di control oleh sel-sel stroma melalui mediator

(growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan

estradiol, sel-sel stroma mensintesis growth factoryang selanjutnya

mempengaruhi sel stroma itu sendiri. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya

proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

4. Berkurangnya kematian sel prostat

16

Page 17: Case Bph+Batu Buli

Berkurannya jumlah sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan

jumlah se-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga

menyebabkan pertambahan massa prostat.

5. Teori stem sel.

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk

sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang

mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Sel ini tergantung

pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya

menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya

apoptosis. Terjadinya apoptosis sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai

ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan

sel stroma maupun sel epitel.

Patofisiologi

Pembasaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan

intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi kuat guna

melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan

anatomik pada buli-buli berupa hipertropi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya

selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut,

oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower

Urinary Tract Sympton (LUTS) yang dulu dikenal dengan gejala prostatismus.

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-

ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,

hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

17

Page 18: Case Bph+Batu Buli

Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikal

Buli-buli Ginjal dan ureter

- Hipertropi otot detrusor - Refluks vesiko ureter

- Trabekulasi - Hidroureter

- Selula - Hidronefrosis

- Divertikel buli-buli - Pionefrosis Pilonefritis

- Gagal Ginjal

Gambaran Klinis

Pembesaran kelenjar prostat bisa menyebabkan suatu sumbatan pada uretra

pars prostatika dan menyebabkan hambatan keluarnya urin keluar dari buli-buli.

Sehingga obstruksi akibat pembesaran prostat dapat menimbulkan keluhan pada

saluran kemih bawah yang bila terjadi proses lanjut dapat juga mengenai saluran

kemih atas dan bisa juga ditemukan adanya keluhan di luar saluran kemih.

Keluhan saluran kemih bawah, yang lebih dikenal dengan LUTS (Lower

Urinary Tract Symptoms) berupa gejala obstruksi den gejala iritatif. Gejala iritatif

berupa sering kencing (frequency), tergesa-gesa jika ingin kencing (urgency), kencing

malam lebih dari satu kali (nocturia) dan nyeri pada saat kencing (dysuria), kadang-

kadang juga kencing yang susah ditahan (urge incontinence). Sedangkan gejala

obstruktif berupa menunggu di awal kencing (hesitancy), harus mengedan (straining),

pancaran yang melemah, kencing terputus-putus (intermiten) tidak lampias setelah

kencing dan juga waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan

inkotinensia akibat overflow.

18

Page 19: Case Bph+Batu Buli

Keluhan bila sudah terdapat adanya gangguan pada saluran kemih atas berupa

gejala obstruktif antara lain nyeri pinggang, benjolan di pingggang (yang merupakan

tanda hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

Sedangkan gejala di luar saluran kencing berupa adanya keluhan benjolan

pada lipat paha atau kemaluan yang merupakan hernia inguinalis atau adanya keluhan

berdarah pada duburnya yang merupakan hemorroid. Timbulnya penyakit ini karena

sering mengedan ketika akan miksi sehingga mengakibatkan peninggian tekanan

abdominal. Selain gejala tsb, pada pemeriksaan fisik dapat juga ditemukan buli-buli

yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra simpisis akibat retensi urin.

Kadang-kadang didapatkan urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu

merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Colok dubur atau Digital Rectal

Examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH. Dari

pemeriksaan ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat, konsistensi prostat

dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. Yang

perlu diperhatikan pada DRE ini adalah: tonus spingter ani/ refleks bulbokavernosus

untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, mukosa rectum dan

keadan prostat seperti adanya nodul, krepitasi, batas prostat dan konsistensi prostat.

DRE pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal

seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan

nodul, sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/ teraba nodul dan

mungkin di antara lobus prostat tidak simetri.

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya

gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom

Score (IPSS) yang telah distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau

keadaan pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing

memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Keadaan pasien BPH dapat

digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh yaitu; bergejala ringan dengan skor 0-7,

bergejala bsedang dengan skor 8-19, dan bergejala berat dengan skor 20-35. Selain 7

pertanyaan diatas, didalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal

19

Page 20: Case Bph+Batu Buli

mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7

kemungkinan jawaban.

Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi Transabdominal (TAUS)

Pemeriksaan volume prostat dengan menggunakan TAUS sangat

mudah dikerjakan, karena tanpa persiapan khusus dan tidak invasif,

mempunyai angka ketepatan yang baik, memberikan informasi tambahan

(seperti protrusi prostat intravesikal, residu urine, kelainan buli seperti

divertikel) tanpa biaya tambahan dan tidak memakan waktu.

2. Ultrasonografi Transrektal (TRUS)

Meskipun mengurangi rasa kenyamanan dibandingkan dengan

pemeriksaan transabdominal, pemeriksaan ultrasonografi transrektal

masih bisa diterima karena letak prostat yang dekat dengan rektum

sehingga lebih besar kemungkinan untuk mendapatkan gambaran prostat

yang baik. Selain untuk mengukur volume prostat, TRUS juga dapat

mendeteksi kemungkinan keganasan dengan memperlihatkan adanya

gambaran hypoechoic. Selain itu TRUS dapat menjadi alat bantu untuk

melakukan biopsi bila dicurigai adanya tanda-tanda keganasan, baik

berdasarkan pemeriksaan colok dubur, kadar PSA, maupun USG.

3. Uroflometri

Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses

miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi

gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasif. Dari

uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran

maksimum (Qmax), pancaran rata-rata, waktu yang dibutuhkan untuk

mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini

sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai untuk mengevaluasi gejala

obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi.

20

Page 21: Case Bph+Batu Buli

Qmax > 15 ml/detik Normal

Qmax 10-15 ml/detik Obstruksi sedang

Qmax < 10 ml/detik Obstruksi berat

4. Volume Residual Urin

Merupakan metode penghitungan sisa urin yang masih tertinggal di

buli-buli. Bisa dilakukan dengan cara invasif yaitu memasukan kateter

setelah miksi atau dengan menggunakan USG Transabdominal (tidak

invasif).

5. Pemeriksaan laboratorium

Sedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses

infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Faal ginjal diperiksa untuk

mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih

bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari

kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan

kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik). Jika dicurigai

keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA.

Diagnosa

Untuk menegakan diagnosa perlu anamnesis yang terarah, pemeriksaan fisik

yang teliti dan pemeriksaan penunjang (pencintraan dan laboratorium) yang tepat.

Secara klinis diagnosis sudah dapat ditegakkan dengan ditemukan gejala LUTS yaitu

gejala Obstruktif dan Iritatif yang dapat dibuat score menurut IPSS atau Madsen

Iversen.

Penatalaksanaan

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien.

Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung derajat keluhan, keadaan pasien,

maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya.Tidak

semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang

21

Page 22: Case Bph+Batu Buli

mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi

apapun atau hanya dengan nasihat dan konsultasi saja. Namun diantara mereka

akhirnya ada yang membutuhkan tindakan terapi medikamentosa atau tindakan medik

yang lain karena keluhannya semakin parah. Pilihan terapinya meliputi watchful

waiting (tanpa terapi), medikamentosa dan terapi intervensi. Di Indonesia, tindakan

reseksi prostat transuretra atau TURP (Transurethral Resection of The Prostate)

masih merupakan pengobatan terpilih untuk pasien BPH.

Tabel 1. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Jinak (BPH)

Observasi Medikamentosa

Terapi Intervensi

Pembedahan Invasif Minimal

Watchful waiting Antagonis adrenergik-α

Inhibitor reduktase-5 α

Fitoterapi

Prostatektomi terbuka

Endourologi:

TURP

TUIP

TULP

Elektrovaporisasi

TUMT

TUBD

Stent Urethra

TUNA

1. Observasi (Watchfull waiting)

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS

dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari.

Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai

sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya jangan

banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,

kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-

buli (kopi atau cokelat), batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung

22

Page 23: Case Bph+Batu Buli

fenilpropanolamin, kurangi makanan pedas dan asin, dan jangan menahan

kencing terlalu lama.

Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya dan

diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju

pancaran urin, maupun volume residual urin. Jika keluhan miksi bertambah jelek

daripada sebelumnya mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.

2. Medikamentosa

Pemberian medikamentosa direkomendasikan pada saat BPH mulai

menyebabkan perasaan yang mengganggu, apalagi yang membahayakan

kesehatan. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil skoring IPSS dengan skor >7.

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi

otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume prostat

sebagai komponen statik. Jenis obat yang digunakan adalah:

a. Penghambat reseptor adrenergik α (Prazosin, terazosin, afluzosin dan

doksazozsin)

Pengobatan dengan penghambat reseptor adrenergik α bertujuan

menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi

tonus leher buli-buli dan uretra. Obat-obatan golongan ini dilaporkan

dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin.

b. Penghambat 5 α reduktase (Finasterid)

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan

dihidrotestosteron (DHT) dari testosteron yang dikaltalis oleh enzim 5 α-

reduktase di dalam sel-sel prostat, sehingga mampu menyebabkan

penurunan berat prostat hingga 20-30%. Finasteride digunakan bila

volume prostat >40 cm3.

23

Page 24: Case Bph+Batu Buli

c. Fitofarmaka

Beberapa ekstrak tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk mempernaiki

gejala akibat obstruksi prostat. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai

anti-estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone binding

globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan

epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin,

efek anti inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil

volume prostat.

3. Terapi bedah

Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala

dan komplikasi. Indikasi absolut untuk terpai bedah yaitu:

- retensio urine berulang

- hematuria

- tanda penurunan fungsi ginjal

- infeksi saluran kemih berulang

- tanda-tanda obstruksi berat yaitu: divertikel, hidroureter, dan

hidronefrosis

- ada batu saluran kemih

Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah yang dapat

dilakukan meliputi Transurethral Resection of the Prostate (TURP),

Transurethral Insision of the Prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan

prostatektomi dengan laser Nd-YAG atau Ho-YAG.

TURP (Reseksi Prostat Transuretra)

Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan

irigasi agar daerah yang direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah.

Cairan yang dipergunakan adalah H2O steril (aquades). Salah satu kerugian dari

aquades adalah sifatnya hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi

24

Page 25: Case Bph+Batu Buli

sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan

H2O dapat menyebabkan hiponatremia relative dikenal dengan sindroma TURP.

Sindroma ini ditandai dengan pasien yang gelisah, somnolen, tekanan darah

meningkat, bradikardi. Untuk mengurangi resiko sindroma TURP operator harus

membatasi untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam.

4. Terapi invasif minimal

Terapi ini meliputi:

- Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

- Transurethral Baloon Dilatation (TUBD)

- Transurethral Needle Ablation (TUNA)

- Stent Uretra

2.4 Batu saluran kemih

Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu

yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri,

perdarahan,penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam

ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses

pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk pada :

- Ginjal (Nefrolithiasis)

- Ureter (Ureterolithiasis)

- Vesica urinaria (Vesicolithiasis)

- Uretra (Urethrolithiasis)

Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita

gangguan miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Vesikolitiasis merupakan batu

yang menghalangi aliran air kemih akibat penutupan leher kandung kemih, maka

aliran yang mula-mula lancar secara tiba-tiba akan berhenti dan menetes disertai

dengan rasa nyeri.

25

Page 26: Case Bph+Batu Buli

Gejala khas batu buli-buli adalah berupa gejala iritasi antara lain : nyeri

kencing/ disuria, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti

kemudian menjadi lancer kembali dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat

miksi seringkali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum,

pinggang, sampai kaki.

Seringkali komposisi batu buli-buli terdiri atas asam urat atau struvit (jika

penyebabnya adalah infeksi) sehingga tidak jarang pada pemeriksaan foto polos

abdomen tidak tampak sebagai bayangan opak pada kavum pelvis. Dalam hal ini

pemeriksaan PIV pada fase sistogram memberikan gambaran sebagai bayangan

negatif. Ultrasonografi dapat mendeteksi batu radiolusen pada buli-buli.

Batu buli-buli dapat dipecahkan dengan litotripsi ataupun jika terlalu besar

memerlukan pembedahan terbuka (vesikolitotomi)

Etiologi

o Kelenjar prostat yang membesar

o Striktur uretra

o Neurogenik bladder

o Divertikel buli-buli

o Kateter yang terpasang pada buli-buli dalam waktu yang lama

Faktor Predisposisi

a. Riwayat pribadi tentang batu kandung kemih dan saluran kemih

b. Usia dan jenis kelamin

c. Kelainan morfologi

d. Pernah mengalami infeksi saluran kemih

e. Makanan yang dapat meningkatkan kalsium dan asam urat

f. Adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih

g. Masukan cairan kurang dari pengeluaran

h. Profesi sebagai pekerja keras

i. Penggunaan obat antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama.

26

Page 27: Case Bph+Batu Buli

Patogenesis Pembentukan Batu Saluran Kemih

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada

tempat tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urin), yaitu pada

sistem kalises ginjal atau buli-buli. Banyak teori yang menerangkan proses

pembentukan batu di saluran kemih; tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana

yang paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah :

- Teori Nukleasi

Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus).

Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang terlalu jenuh

(supersaturated) akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya

membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran

kemih.

- Teori Matriks

Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin, dan

mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.

- Penghambatan kristalisasi

Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal, antara

lain : magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika

kadar salah satu atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan

terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Ion magnesium (Mg2+) dikenal

dapat menghambat pembentukan batu karena jika berikatan dengan oksalat,

membentuk garam magnesium oksalat sehingga jumlah oksalat yang akan

berikatan dengan kalsium (Ca2+) untuk membentuk kalsium oksalat menurun.

Beberapa protein atau senyawa organik lain mampu bertindak sebagai

inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi

kristal, maupun menghambat retensi kristal.

27

Page 28: Case Bph+Batu Buli

Jenis-Jenis Batu Pada Saluran Kemih

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur : kalsium oksalat atau

kalsium fosfat (75%), asam urat (8%), magnesium-amonium-fosfat (MAP) (15%),

xanthyn dan sistin, silikat dan senyawa lain (1%).

- Batu Kalsium

Batu jenis ini dijumpai lebih dari 80% batu saluran kemih, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun fosfat. Batu ini dibagi menjadi hiperkalsiuri,

hiperoksaluri, hiperorikosuria dan hipomagnesuria.

Hiperkalsiuri absorptive, terjadi karena peningkatan absorpsi kalsium melalui

usus; Hiperkalsiuri renal, terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorpsi

kalsium melalui tubulus ginjal; Hiperkalsiuri resorptif, terjadi karena adanya

peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada

hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid.

Hiperoksaluri, adalah ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram per hari.

Keadaan ini banyak dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan usus

passca operatif usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya

akan oksalat, seperti: teh, kopi instan, minuman soft drink, arbei, jeruk sitrun,

dan sayuran hijau terutama bayam.

Hiperorikosuria, yaitu kadar asam urat dalam urine melebihi 850 mg/24 jam.

Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk

kalsium sitrat yang bersifat lebih mudah larut, sehingga menghalangi kalsium

berikatan dengan oksalat atau fosfat. Hipositraturia dapat terjadi pada penyakit

asidosis tubulus ginjal, sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan

thiazid dalam waktu lama.

Hipomagnesuria. Sama seperi sitrat, magnesium bertindak sebagai inhibitor

timbulnya batu kalsium, karena di dalam urine magnesium bereaksi dengan

28

Page 29: Case Bph+Batu Buli

oksalat membentuk magnesium oksalat, sehingga mencegah ikatan kalsium

oksalat.

- Batu Struvit

Batu ini disebut juga batu infeksi karena pembentukannya disebabkan oleh

adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab adalah kuman golongan

pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan

mengubah pH urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak,

seperi pada reaksi :

CO(NH2)2 + H2O → 2NH3 + CO2

- Batu asam urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Di antara

75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan

campuran kalsium oksalat. Batu asam urat menampakan gambaran radioluscen.

Tipe ini biasa terjadi pada pria dengan angka kekambuhan yang tinggi. Batu

asam urat dapat diatasi secara medis dengan peningkatan pH urin menjadi 6.0-

6.5 melalui pemberian potassium citrate atau potassium bicarbonate.

- Batu jenis lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang

dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu

kelainan absorpsi sistin di mukosa usus. Batu xantin terbentuk karena penyakit

bawaan berupa defisiensi enzim xanthin oksidase.

Diagnosis

Anamnesis

Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa

keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria, retensio urin,

anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan penyulit berupa demam, tanda-tanda gagal

ginjal.

29

Page 30: Case Bph+Batu Buli

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik

sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang

ditimbulkan.

- Pemeriksaan fisik umum :

hipertensi, febris, anemia, syok

- Pemeriksan fisik khusus urologi

Sudut kosto vertebra : nyeri tekan, nyeri ketok, pembesaran ginjal

Supra simfisis : nyeri tekan, teraba batu, buli-buli penuh

Genitalia eksterna : teraba batu di uretra

Colok dubur : teraba batu pada buli-buli (palpasi bimanual)

Pemeriksaan laboratorium

1. Urinalisa

Warna kuning, coklat, atau gelap

pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat

berbentuk batu magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan

pengendapan batu asam urat.

Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan

batu, bila terjadi infeksi maka sel darah putih akan meningkat.

Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam

proses pembentukan batu saluran kemih.

Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi

hiperekskresi.

30

Page 31: Case Bph+Batu Buli

2. Darah

Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.

Lekosit terjadi karena infeksi.

Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

Kalsium, fosfat dan asam urat.

3. Radiologis

Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi

bendungan atau tidak.

Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan

ini dapat dilakukan retrogad pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad

pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.

Sistoskopi : Untuk menegakkan diagnosis batu kandung kencing.

Diagnosis klinis sebaiknya didukung oleh prosedur pencitraan yang tepat.

Pemeriksaan rutin meliputi foto polos perut (KUB) dengan pemeriksaan

ultrasonografi atau intravenous pyelography (IVP) atau spiral CT.

Pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut:

- Dengan alergi kontras media

- Dengan level kreatinin serum > 200μmol/L (>2mg/dl)

- Dalam pengobatan metformin

- Dengan myelomatosis

Temuan gambaran:

- Batu radioopak : kalsium oksalat, kalsium fosfat,

31

Page 32: Case Bph+Batu Buli

- Semiopak : magnesium ammonium phosphate (struvit), cystine.

- Batu radiolucent : asam urat, xanthine, triamterene

- IVP : batu radiolucen, kelainan anatomi

Terapi Batu Saluran Kemih

Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,

karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk

mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan

minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih.

Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy

pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu

kandung kemih tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah

menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri

kolik dan menyebabkan hematuria.

Endourologi

Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan

BSK yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih

melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan

melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu

dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang

suara atau energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah :

1. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : yaitu mengeluarkan batu yang

berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke

32

Page 33: Case Bph+Batu Buli

sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau

dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

2. Litotripsi : yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan

alat pemecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan

dengan evakuator Ellik. Litotriptor adalah alat yang digunakan untuk

memecahkan batu tersebut, tetapi alat ini hanya dapat memecahkan batu

dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Bila batu di atas ukuran ini dapat

ditangani dengan gelombang kejut atau sistolitotomi melalui sayatan

prannenstiel. Setelah batu itu pecah menjadi bagian yang terkecil seperti pasir,

sisa batu tersebut dikeluarkan secara spontan.

3. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : yaitu memasukkan alat uteroskopi

peruretram guna melihat keadaan ureter atau system pielo-kaliks ginjal.

Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun

system pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan

ureteroskopi/ureteronoskopi ini.

4. Ekstraksi Dormia : yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya

melalui alat keranjang dormia.

Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil BSK saat ini sedang berkembang.

Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.

Bedah Terbuka

Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk

tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih

dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah:

pielolitomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan

ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan

33

Page 34: Case Bph+Batu Buli

nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi

nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan

akibat BSK yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun.

Komplikasi

a. Hidronefrosis

Adalah pelebaran pada ginjal serta pengisutan jaringan ginjal, sehingga ginjal

menyerupai sebuah kantong yang berisi kemih, kondisi ini terjadi karena tekanan

dan aliran balik ureter dan urine ke ginjal akibat kandung kemih tidak mampu

lagi menampung urine. Sementara urine terus-menerus bertambah dan tidak bisa

dikeluarkan. Bila hal ini terjadi maka, akan timbul nyeri pinggang, teraba

benjolan basar didaerah ginjal dan secara progresif dapat terjadi gagal ginjal.

b. Uremia

Adalah peningkatan ureum didalam darah akibat ketidak mampuan ginjal

menyaring hasil metabolisme ureum, sehingga akan terjadi gejala mual muntah,

sakit kepala, penglihatan kabur, kejang, koma, nafas dan keringat berbau urine.

c. Pyelonefritis

Adalah infeksi ginjal yang disebabkan oleh bakteri yang naik secara assenden ke

ginjal dan kandung kemih. Bila hal ini terjadi maka akan timbul panas yang

tinggi disertai mengigil, sakit pinggang, disuria, poliuria, dan nyeri ketok kosta

vertebra.

d. Gagal ginjal akut sampai kronis

e. Obstruksi pada kandung kamih

f. Perforasi pada kandung kemih

g. Hematuria atau kencing darah

h. Nyeri pingang kronis

i. Infeksi pada saluran ureter dan vesika urinaria oleh batu.

Prognosis

34

Page 35: Case Bph+Batu Buli

Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau kurang lebih

50% dalam 10 tahun.

BAB III35

Page 36: Case Bph+Batu Buli

ANALISIS KASUS

Dari kasus di atas, Tn. A usia 65 tahun tinggal dalam kota palembang datang

dengan keluhan sulit buang air kecil sejak 4 bulan yang lalu. Keadaan ini dapat

disebabkan oleh sumbatan mekanis pada uretra atau kandung kemih. Dari anamnesa

didapatkan keluhan berupa sulit BAK, sulit untuk memulai BAK (hesistansi), BAK

mengejan, pancaran saat BAK lemah (+) dan terputus (+), dan menjadi lancar

kembali setelah berubah posisi. Rasa tidak puas setelah BAK (+), BAK menetes (-).

Pasien mengeluh BAK ± 9-10 x/hari (frekuensi) dan sering terbangun saat malam

hari untuk BAK ±4-5 kali (nokturi). Pasien juga mengaku tidak bisa menahan BAK

dalam waktu yang lama (+). Pasien mengeluh nyeri pada akhir BAK. Berdasarkan

kondisi faktual diatas pasien ini mengalami gejala obstruktif dan gejala iritatif saluran

kemih yang dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract Symptoms).

Dari keluhan utama dan anamnesis pada pasien ini terjadi suatu retentio urine

yang disebabkan adanya sumbatan pada saluran kemih bagian bawah yang bisa

disebabkan oleh gangguan pada vesika urinaria atau infravesika. Gangguan pada

vesika urinaria bisa berupa batu vesika. Sedangkan gangguan infravesika berupa

pembesaran prostat (Ca prostat dan BPH).

Berdasarkan pemeriksaan fisik pada status generalis didapatkan vital sign

dalam batas normal, konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak ikterik. Pada inspeksi

regio CVA dan regio supra pubik didapatkan dalam keadaan normal, regio genitalia

externa tidak ditemukan bloody discharge. Pada pemeriksaan rectal toucher

didapatkan tonus spingter ani dalam keadaan baik sehingga hal ini dapat

menyingkirkan diagnosis bahwa retentio urine yang terjadi diakibatkan oleh

neurogenic bladder. Selain itu juga didapatkan prostat yang teraba membesar,

konsistensi kenyal. Hal ini merupakan tanda-tanda adanya pembesaran prostat jinak.

Perbedaannya dengan karsinoma prostat, konsistensi prostat lebih keras dari

sekitarnya. Pada pemeriksaan darah rutin yang dilakukan didapatkan kadar Hb,

36

Page 37: Case Bph+Batu Buli

hitung jenis,leukosit dan trombosit dalam keadaan normal. Pada pemeriksaan kimia

klinik juga dalam batas normal.

Pada pemeriksaan penunjang berupa foto polos abdomen tampak bayangan

radio opaq pada kavum pelvis. Pada pemeriksaan USG Tractus Urogenitalia

didapatkan kesan cystitis dengan batu multiple.

Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka pasien

ini didiagnosa dengan retensi urin akibat hiperplasia prostat dan batu buli. Prognosis

pada pasien ini secara vitam dubia ad bonam dan fungsionam juga dubia ad bonam.

DAFTAR PUSTAKA

37

Page 38: Case Bph+Batu Buli

1. Lina N, 2008, Faktor-Faktor Risiko Kejadian Batu Saluran Kemih Pada Laki-

Laki, Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia.

2. Purnomo, B, Basuki. 2009. Dasar-dasar Urologi. Ed-2. Jakarta : CV.Sagung Seto,

Halaman 57-84

3. Shires Schwartz. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed-6. Jakarta : EGC,

588-589.

4. Wahyu. 2011. Batu saluran Kemih. Universitas Abulyatama, Acheh. halaman 5-

21

5. Sastrowordoyo Sumarsono, 1997. Urologi Penuntun Praktis. FKUI, Jakarta

6. Anatomy urinary tract.Juni 2005. Available from: http://urology.ucsf.edu.

7. Kumar and Clark 2005.Clinical surgery, second edition.Philadelphia: Elsevier

Saunders.

38