Case Dr. Purwanto

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN KASUS

PEMBIMBING Dr. Purwanto,Sp.PD

Penyusun Anindiah MK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

2007 STATUS MEDIS PASIENI. IDENTITAS PASIEN No. Rekam Medis Nama Jenis Kelamin Tempat, tanggal lahir Usia Alamat Agama Suku bangsa Status Pekerjaan Tanggal masuk RS II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis pada tanggal 25 Agt 2007 a. b. c. Keluhan Utama Demam 3 hari sebelum masuk RS Keluhan Tambahan Nyeri perut kanan atas,perut buncit, lemas Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan demam 3 hari sebelum masuk RS. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan tidak terus menerus. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut kanan atas yang dirasakan terus menerus, kadangkala berat dan disaat yang lain berkurang. Nyeri ini dirasakan bersamaan dengan perut pasien yang makin lama semakin membesar, kadang timbul sesak karena perutnya yang membesar tersebut. Kadang pasien merasa kembung, kadang terasa penuh. Merasa mual tapi tidak muntah. Hal ini kadang menyebabkan pasien tidak mau makan, selera makan menurun sehingga berat badan pasien menurun dan pasien semakin lemah. Pasien juga mengaku lututnya sering sakit dan terasa ngilu. : 158369 : Ny.S : Wanita : Medan, 30 Juni 1945 : 62 tahun : JL. Krisdoren II Rt.08/10 No.45B Jakarta Barat : Islam : Melayu : Pasien Umum : Ibu Rumah Tangga : 17 Juli 2007

2

Pasien juga mengeluh kakinya bengkak dan sulit berjalan. Bengkak muncul perlahan, tapi pasien tidak ingat apakah bengkaknya sebelum, saat atau sesudah perutnya membesar. Pasien menyangkal pernah mengalami trauma di daerah perut. Dengan kondisinya ini pasien cepat merasa lelah dan lemas. BAB pasien normal, frekuensinya 1x perhari, warna kuning kecoklatan, tidak ada lendir dan darah, tidak keras dan bau khas feses. BAK pasien normal, warna kuning jernih, bau khas urin. Pasien menyangkal BAKnya pernah berwarna seperti air teh, tapi jumlahnya berkurang dari biasanya sejak perutnya membesar. Pasien pernah dirawat sebelumnya karena sakit kuning dan muntah darah yang warnanya hitam dan BABnya hitam, waktu itu datang karena badannya kuning dan bengkak seluruh tubuh. Pasien mengaku sering minum jamu sejak muda untuk mengobati sakit kepala dan reumatiknya. Pasien tidak pernah menderita flek paru atau mengkonsumsi obat-obat TBC. Riwayat transfusi saat dirawat 6 bulan yang lalu karena saat diperiksa ternyata kurang darah. Riwayat minum alkohol disangkal. d. Riwayat penyakit dahulu. Riwayat trauma di perut disangkal Riwayat penyakit ginjal disangkal Riwayat penyakit hepatitis C yang baru diketahui saat dirawat 1 tahun yang lalu. Riwayat sakit reumatik Riwayat sakit kepala Riwayat patah tulang kaki kiri e. Riwayat Penyakit Keluarga. Pasien menyangkal adanya anggota keluarga yang menderita penyakit Hepatitis. f. Riwayat Hidup Pasien adalah seorang nenek, tinggal dengan anak, menantu dan cucunya. Pasien memiliki kebiasaan minum jamu untuk sakit kepala dan reumatik sejak muda. Pasien juga senang makan-makanan berlemak sejak waktu muda. Pasien tidak punya kebiasaan minum alkohol.

3

III.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, Pasien tampak pasif, non kooperatif, posisi supine dgn 1 bantal, terpasang infus Aminoleban 8 tts/ mnt. Kesadaran Berat Badan Tinggi Badan IMT Tanda Vital Nadi Suhu Pernafasan Kulit : : : : : apatis E4M5V4 65 Kg dgn asites 155 cm 27, 06 Kg/m2 dengan status gizi lebih

Tekanan darah : 120/70 mmHg : 80 x / menit, reguler, isi cukup, equal kanan dan kiri : 360 C (axilla) : 24x / menit, thorakoabdominal

: Sawo mateng, tidak ikterik, turgor baik

Status Generalis Kepala : Normacephali, rambut hitam beruban, distribusi tidak merata. Wajah Mata : Muka simetris, raut wajah ekspesif, tidak terdapat tekan pada daerah sinus frontalis dan maksilaris. : Kelopak mata tidak edema dan tidak cekung, alis mata hitam, distribusi normal, bulu mata hitam, distribusi normal, konjungtiva anemis, sklera subikterik, pupil bulat, isokor, RCL dan RCTL. +/+, arcus senilis -/-, injeksi conjungtiva -/-, lensa tidak keruh, gerakan bola mata baik Hidung : bentuk normal, septum nasi tidak deviasi, mukosa konka tidak hiperemis, tidak edema, nafas cuping hidung -/-, sekret -/Mulut : Bibir kering, tidak pucat, tidak sianotik, lidah bersih, tidak deviasi, papil tidak atrofi, pada gigi terdapat calculus, tonsil T1-T1, tidak hiperemis, uvula letak ditengah, fetor hepatik (-), mukosa faring tidak hiperemis, mukosa pipi dan rongga mulut lainnya normal Telingga : Normotia, nyeri tarik daun telingga -/-, nyeri tekan tragus /-, nyeri tekan mastoid -/-, serumen +/+, membrana timpani intak, tidak hiperemis Leher : Simetris normal, trakea lurus ditengah, kelenjar tiroid tidak teraba

4

membesar, JVP 5 + 0 cmH2O, KGB retroaurikuler, submental submandibular, supraclavikular, intraclavikular, dan axial tidak teraba membesar. Thorak : Inspeksi Paru-paru : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi suprasternal, Intercostales (-), tidak ada bagian yang tertinggal saat bernafas. Palpasi : Gerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamis, vokal fremitus paru kiri dan kanan sama, nyeri tekan (-) pada seluruh lapangan paru. Perkusi : Sonor pada kedua hemithoraks, batas paru hepar (redup) pada ICS V pada garis midclavikularis dextra, batas paru lambung pada ICS VI pada garis axilaris anterior sinistra, batas paru belakang kanan sejajar Thoracal IX, batas paru belakang kiri sejajar Thorakal X Auskultasi : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/- wheezing -/ Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis tidak teraba : Batas kanan jantung pada ICS V garis sternalis dextra, batas atas jantung pada sela iga III garis sternalis sinistra, batas kiri jantung pada sela iga IV garis midclavicularis sinistra Auskultasi : S1S2 reguler, murmur (-) gallop (-) Abdomen Inspeksi Palpasi : : Abdomen buncit, tidak terdapat pelebaran vena kolateral, smiling umbilikus (-), spider nevi(-), caput medusa(-) : agak tegang, tugor cukup, defans musculer (-), nyeri tekan (+) pada seluruh lapangan abdomen, Hepar dan lien sulit dinilai, tes undulasi (+) : Tympani pada seluruh lapang abdomen, nyeri ketok CVA(-), shifting dullness (+)

Perkusi

Auskulasi : Bising usus (+) normal Ekstremitas: Akral hangat, tidak pucat, perfusi baik, edema (-), palmar eritem (+).

5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan darah 18/8/07 Hb 9,3 g/dl; Ht 28,3%; Trombosit 50.000; albumin 2,7 g/dl; globulin 3,4 g/dl; ureum 91 mg/dl; kreatinin 1,4 mg/dl; SGOT 57 u/l; SGPT 33 u/l; bilirubin total 2,06 mg/ dl; bilirubin direk 0,39 mg/dl; bilirubin indirek 1,67 mg/dl, asam urat 9.0 mg/dl 20/8/07 Kolesterol 50 mg/dl; HDL 14 mg/dl; Na 146 mEq/l; K 3,0 mEq/l; Cl 115 mEq/l; Hb 9,0 g/dl; Ht 28,1%; Trombosit 49.000, LED 52 mm/jam; Diff B/ E/ Bt/ S/ L/ M = -/ -/-/ 88/ 12/-; Protrombine time 18,6 detik. Urine lengkap : protein (+), urobilinogen (+), Eritrosit/ LPB 5-7; Leukosit/LPB +++(penuh), kristal amorf(+) 23/8/07 bilirubin total 3,12 mg/dl; bilirubin direk 1, 11; bilirubin indirek 2,01 mg/dl; SGOT 61 u/l; SGPT 31 u/l; ureum 171 mg/dl; kreatinin 2,1 mg/dl, Na 152 mEq/l; 117 mEq/l. Urin lengkap : protein (+); urobilinogen (+), eritrosit/ LPB 3-4; leukosit/ LPB 7-8; epitel (+), kristal amorf (+). V. PEMERIKSAAN KHUSUS 15/ 6/ 07 USG abdomen : splenomegali dgn gambaran sirosis hepatis dan iskemik renal sinistra 21/ 8/ 07 Endoskopi : varises esofagus grade I di jam 6, 12. gambaran chronic liver disease suspek sirosis hepatis. Hydrops vesica fellea dengan pelebaran ginjal kanan kiri. VI. RESUME Pasien seorang wanita berusia 62 tahun, datang dengan keluhan demam 3 hari sebelum masuk RS. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan tidak terus menerus. Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut kanan atas yang dirasakan terus menerus, kadangkala berat dan disaat yang lain berkurang. Nyeri ini dirasakan bersamaan dengan perut pasien yang makin lama semakin membesar, kadang timbul sesak karena perutnya yang membesar tersebut. Kadang pasien merasa kembung, kadang terasa penuh. Merasa mual tapi tidak muntah. Hal ini kadang menyebabkan pasien tidak mau makan, selera makan menurun sehingga berat badan pasien menurun dan pasien semakin lemah. Pasien juga mengaku lututnya sering sakit dan terasa ngilu.

6

Pasien juga mengeluh kakinya bengkak dan sulit berjalan. Bengkak muncul perlahan, tapi pasien tidak ingat apakah bengkaknya sebelum, saat atau sesudah perutnya membesar. Dengan kondisinya ini pasien cepat merasa lelah dan lemas. BAB pasien normal, frekuensinya 1x perhari, warna kuning kecoklatan, tidak ada lendir dan darah, tidak keras dan bau khas feses. BAK pasien normal, warna kuning jernih, bau khas urin. Pasien menyangkal BAKnya pernah berwarna seperti air teh, tapi jumlahnya berkurang dari biasanya sejak perutnya membesar. Pasien pernah dirawat sebelumnya karena sakit kuning dan muntah darah yang warnanya hitam dan BABnya hitam, waktu itu datang karena badannya kuning dan bengkak seluruh tubuh. Pasien mengaku sering minum jamu sejak muda untuk mengobati sakit kepala dan reumatiknya. Pasien tidak pernah menderita flek paru atau mengkonsumsi obat-obat TBC. Riwayat transfusi saat dirawat 6 bulan yang lalu karena saat diperiksa ternyata kurang darah. Riwayat hepatitis C yang baru diketahui 1 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien tampak sakit sedang, Pasien tampak pasif, non koperatif, posisi supine dgn 1 bantal, terpasang infus Aminoleban 8 tts/ mnt. Kesadaran apatis E4M5V4. Mata: conjungtiva anemis, sklera subikterik. Abdomen buncit, smiling umbilikus (+), agak tegang, tugor cukup, nyeri tekan (+) pada seluruh lapangan abdomen, Hepar dan lien sulit dinilai, tes undulasi (+), tympani pada seluruh lapang abdomen, shifting dullness (+). Pada pemeriksaan penunjang didapatkan tgl Pemeriksaan darah tgl 18/8/07 Hb 9,3 g/dl; Ht 28,3%; Trombosit 50.000; albumin 2,7 g/dl; globulin 3,4 g/dl; ureum 91 mg/dl; kreatinin 1,4 mg/dl; SGOT 57 u/l; SGPT 33 u/l; bilirubin total 2, 06 mg/ dl; bilirubin direk 0,39 mg/dl; bilirubin indirek 1,67 mg/dl, asam urat 9,0 md/dl 20/8/07 Kolesterol 50 mg/dl; HDL 14 mg/dl; Na 146 mEq/l; K 3,0 mEq/l; Cl 115 mEq/l; Hb 9,0 g/dl; Ht 28,1%; Trombosit 49.000, LED 52 mm/jam; Diff B/ E/ Bt/ S/ L/ M = -/ -/-/ 88/ 12/-; Protrombine time 18,6 detik. Urine lengkap : protein (+), urobilinogen (+), Eritrosit/ LPB 5-7; Leukosit/LPB +++(penuh), kristal amorf(+) 23/8/07 bilirubin total 3,12 mg/dl; bilirubin direk 1, 11; bilirubin indirek 2,01 mg/dl; SGOT 61 u/l; SGPT 31 u/l; ureum 171 mg/dl; kreatinin 2,1 mg/dl, Na 152 mEq/l; 117 mEq/l. Urin lengkap : protein (+); urobilinogen (+), eritrosit/ LPB 3-4; leukosit/ LPB 7-8; epitel (+), kristal amorf (+).

7

Pemeriksaan khusus :15/ 6/ 07 USG abdomen : splenomegali dgn gambaran sirosis hepatis dan iskemik renal sinistra. 21/ 8/ 07 Endoskopi : varises esofagus grade I di jam 6, 12. gambaran chronic liver disease suspek sirosis hepatis. Hydrops vesica fellea dengan pelebaran ginjal kanan kiri. VI. DIAGNOSIS KERJA Sirosis hepatis dengan Child C Ensefalopati hepatik DD/ demensia Renal insufisiensi DD/ sindrom hepatorenal Varises esofagus VII. PENATALAKSANAAN Terapi suportif lemak pasang cateter untuk menilai balance cairan Terapi medikamentosa: IVFD aminoleban 8 tts/ mnt Lasix 2 x 1 amp Letonal 100 mg 1-1-0 Propanolol 2 x 300 mg Allopurinol 2 x 100 mg Hp Pro 3 x 1 Lesichol 300 mg 2 x 1 Duphalac syr 4 x C1 Acran 2 x 1 Musin syr 2 x C1 : Bed rest Diet Hati 2, rendah protein 50 mg, rendah purin dan

VII. PROGNOSIS Ad Vitam

Saran : konsul dokter spesialis saraf Cek alkali fosfatase, gamma GT, HBsAg, anti HCV, CCT

: Dubia ad malam : Dubia ad malam ; Dubia ad malam

Ad Funcitionan Ad sanationam

8

ANALISA KASUS Pada pasien Ny. S, wanita berusia 62 tahun memiliki riwayat Hepatitis C merupakan salah satu dari faktor etiologi dari sirosis hati yang disebabkan oleh penyakit infeksi. Pasien juga punya riwayat mengkonsumsi jamu-jamuan yang sifatnya toksik terhadap hati. Pada anamnesis, didapatkan pasien dengan keluhan demam yang tidak terlalu tinggi, perut kembung, mual, selera makan menurun, berat badan menurun, mudah lelah dan lemas, susah tidur merupakan gejala dari sirosis hepatis. Pemeriksaan fisik ditemukan pasien conjungtiva anemis, sklera subikterik, abdomen buncit, smiling umbilikus (+), nyeri tekan (+) pada seluruh lapangan abdomen, hepar dan lien sulit dinilai, balotemen (+), tes undulasi (+), shifting dullness(+), palmar eritema (+). Hal ini termasuk dalam tanda-tanda klinis pada sirosis hepatis. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan. Laboratorium : kadar Hb yang rendah ( 9,3 g/dl dan 9,0 g/dl), trombositopenia, bilirubin yang meningkat (2,06 mg/dl dan 3,12 mg/dl), albumin menurun, globulin meningkat, kadar aminotransferase yang meningkat (SGOT 57 u/l, SGPT 33 u/l dan SGOT 61 u/l), protrombin time yang memanjang merupakan gambaran laboratoris dari sirosis hepatis. USG abdomen menunjukkan splenomegali dan gambaran sirosis hepatis. Endoskopi menunjukkan varises esofagus yang berarti sudah ada komplikasi dari sirosis hepatis. Komplikasi yang terdapat pada pasien ini yaitu varises esofagus (dari endoskopi) dan ensefalopati hepatik (gangguan tidur /insomnia dan sikap apatis pasien). Klasifikasi Child Pugh C yaitu kadar bilirubin >3 (3); kadar albumin >3 (3); asites mudah dikontrol (2); ensefalopati minimal (2); nutrisi baik (2) dan protrombin time 4-6 (2), total 14 (C). Insufisiensi renal tampak dari hasil lab dimana kadar ureum meningkat dan kreatinin meningkat. Penatalaksanaan yang dilakukan adalah bed rest total. Pemasangan kateter untuk menilai urin. Diet hati 2 diberikan sesuai dengan terapi untuk sirosis hepatis. Rendah garam dan diuretik (lasix dan letonal) untuk mengontrol asites. Duphalac yang mengandung laktulose untuk mengeluarkan amonia dan mengatasi ensefalpoati hepatik. Propanolol yaitu penyekat beta yang digunakan untuk mencegah pecahnya varises esofagus. Pemasangan IVFD untuk terapi yang diberikan secara intravena. Infus aminoleban untuk memberikan nutrisi parenteral yang berisi asam-asam amino yang

9

diindikasikan untuk mengatasi ensefalopati hepatik. Allopurinol untuk mengatasi hiperuresemia. pasien ini. Lesichol dan Hp Pro merupakan suplemen yang sifatnya hepatoprotektor. Musin sirup yang berisi sukralfat untuk mengatasi kembung pada

10

TINJAUAN PUSTAKA PENDAHULUAN Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati. Sirosis hati secara klinik dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui pemeriksaan biopsi hati. KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar nodul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan. Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi : 1). Alkoholik, 2). Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis), 3). Biliaris, 4). Kardiak, 5). Metabolik, keturunan, dan terkait obat. Etiologi dan sirosis hati disajikan dalam table 1. Di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30-40%, sedangkan 10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus non B-non C. Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekunsinya kecil sekali karena belum ada datanya. EPIDEMIOLOGI Lebih dari 40 % pasien asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik.

11

Di rumah sakit besar di Indonesia, 5% pasien yang dirawat adalah dengan penyakit hati dimana 72,7% adalah sirosis. Pria lebih banyak daripada wanita dengan perbandingan (2 4,5) : 1. usia terbanyak antara 31-50 tahun, terutama pada decade ke-5, kadang-kadang ditemukan pada usia 10-20 tahun. Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan/ atau Penyakit Hati KronikPenyakit Infeksi Bruselosis Ekinokokus Skistosomiasis Toksoplamosis Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus) Penyakit Keturunan dan Metabolik Defisiensi 1-antitripsin Sindrom fanconi Galaktosemia Penyakit Gaucher Penyakit simpanan glikogen Hematokromatosis Intoleransi fruktosa herediter Tirosinemia herediter Penyakit wilson Obat dan Toksin Alkohol Amiodaron Arsenik Obstruksi bilier Penyakit perlemakan hati non alkoholik Sirosis bilier primer Kolangitis sklerosis primer Penyebab lain atau tidak terbukti Penyakit usus inflamasi kronik Fibrosis kistik Pintas jejunoileal Sarkoidosis

PATOLOGI DAN PATOGENESIS Sirosis hati pasca nekrosis, gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan

12

lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar factor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal : hepatitis virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat. MANIFESTASI KLINIS Gejala-gejala sirosis Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak terlalu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/ atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma. Temuan klinis Temuan klinis sirosis meliputi, spider angioma-spiderangiomata (atau spider teleangiektasi), suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/ testosterone bebas. Tanda ini juga bias ditemukan selama hamil, malnutrisi berat, bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.

13

Eritema palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipotenar telapak tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi. Perubahan kuku-kuku Muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bias ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertrofi seperti periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri. Kontraktur Depuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitang dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bias ditemukan pada pasien DM, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alcohol. Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan kearah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus, pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh. Asterixis-bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan. Tanda-tanda lain yang menyertai di antaranya : Demam yang tak tinggi akibat nekrosis hepar

14

Batu pada vesika fellea akibat hemolisi Pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis, dan edema. Diabetes mellitus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Gambaran laboratories Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu protrombin. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bias ditemukan pada pasien kolangitis sclerosis primer dan sirosis bilier primer. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alcohol selain mereduksi GGT mikrosomal hepatic, juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari system porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin. Waktu protrombin mencerminkan derajat/ tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan ketidakmampuan sekresi air bebas.

15

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal. Magnetic resonance imaging (MRI), peranannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis, selain biayanya mahal. DIAGNOSIS Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisik, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata, diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi. KOMPLIKASI Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu suatu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya bukti infeksi sekunder

16

intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. Duapuluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula adanya gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada portopulmonal. PENGOBATAN Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1 g/ kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/ hari. Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk menghilangkan etiologi, diantaranya alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi

17

hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. Pada hepatitis C kronik; kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan. Pada pengobatan fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang, menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian. PENGOBATAN SIROSIS DEKOMPENSATA Asites; tirah abaring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90 mmol/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet rendah protein dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB per hari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat

18

somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Peritonitis bakterial spontan, diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal;mengatasi perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air. Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. PROGNOSIS Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh, juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B dan C. klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A, B dan C berturut-turut 100%, 80% dan 45%. Penilaian prognosis yang terbaru adalah Model for End Stage Liver Disease (MELD) digunakan untuk pasien yang akan dilakukan transplantasi hati. Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan Fungsi Hati Derajat kerusakan Bilirubin serum(mmol/dl)

Minimal 35

Sedang 35-50 30-35

Berat >50