28
Presentasi Kasus Kepada Yth Indra Ihsan Bapak/Ibu dr………………… Rabu, 23 maret 2011 TB PARU POST PRIMER PADA ANAK PENDAHULUAN Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua didunia yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan global dan Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah India dan Cina. Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira- kira 1.7 juta kematian karena TB pada tahun 2006 1.2 . TB masih merupakan penyakit yang sering menyebabkan kesakitan dan kematian pada anak. Selama tahun 2000 diperkirakan 884.000 (10.7%) kasus terjadi pada anak usia < 15 tahun 2 . Tuberkulosis anak merupakan penyakit penting di negara berkembang karena jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah populasi. 3 TB paru post primer atau dikenal juga dengan adult type tuberculosis jarang dijumpai pada anak, insiden berkisar antara 5-10% dari kasus TB pada anak. 4 TB paru jenis ini berkembang dari reaktivasi fokus dorman pada TB paru primer atau melalui proses reinfeksi. Proses reaktivasi dan reinfeksi dapat dipicu oleh menurunnya sistem imunitas tubuh seperti adanya malnutrisi, keganasan , HIV, diabetes ataupun gagal ginjal. 5.6 TB paru post primer tergolong TB paru berat, ditandai dengan adanya nekrosis kaseosa dan pembentukan kavitas. 7 Adanya kavitas menandakan terdapatnya populasi basil Mycobacterium Tuberculosa yang tinggi dan beresiko sebagai sumber penularan 6 . 1

Case Komplit

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fvcdf

Citation preview

Page 1: Case Komplit

Presentasi Kasus Kepada Yth

Indra Ihsan Bapak/Ibu dr…………………

Rabu, 23 maret 2011

TB PARU POST PRIMER PADA ANAK

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua didunia yang sampai saat ini

masih menjadi masalah kesehatan global dan Indonesia menduduki peringkat ketiga setelah

India dan Cina. Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira-kira 1.7 juta kematian karena

TB pada tahun 2006 1.2. TB masih merupakan penyakit yang sering menyebabkan kesakitan

dan kematian pada anak. Selama tahun 2000 diperkirakan 884.000 (10.7%) kasus terjadi pada

anak usia < 15 tahun2. Tuberkulosis anak merupakan penyakit penting di negara berkembang

karena jumlah anak berusia dibawah 15 tahun adalah 40-50% dari seluruh jumlah populasi. 3

TB paru post primer atau dikenal juga dengan adult type tuberculosis jarang dijumpai

pada anak, insiden berkisar antara 5-10% dari kasus TB pada anak.4 TB paru jenis ini

berkembang dari reaktivasi fokus dorman pada TB paru primer atau melalui proses reinfeksi.

Proses reaktivasi dan reinfeksi dapat dipicu oleh menurunnya sistem imunitas tubuh seperti

adanya malnutrisi, keganasan , HIV, diabetes ataupun gagal ginjal. 5.6

TB paru post primer tergolong TB paru berat, ditandai dengan adanya nekrosis

kaseosa dan pembentukan kavitas.7 Adanya kavitas menandakan terdapatnya populasi basil

Mycobacterium Tuberculosa yang tinggi dan beresiko sebagai sumber penularan 6. TB paru

post primer pada anak harus segera diberi pengobatan untuk memberantas mata rantai

penularan , mengurangi tingkat keparahan penyakit dan kematian. 8

Kasus

Seorang anak perempuan, MF, berumur 8 tahun 1 bulan, dirawat di bangsal anak

RSUP Dr. M. Djamil selama 15 hari (16-30 Desember 2010). Alloanamnesis didapatkan dari

ayah dan ibu kandung. Keluhan utama, demam sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang, nafsu makan berkurang sejak 6 bulan sebelum masuk

rumah sakit, anak makan nasi 1x sehari dan hanya mampu menghabiskan ½ porsi, anak lebih

suka makan mie instant (hampir setiap hari). Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit anak

sama sekali tidak mau makan dan hanya mau minum teh manis. Berat badan semakin turun

1

Page 2: Case Komplit

sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit, berat badan tertinggi 18 kg ditimbang 6 bulan

yang lalu. Batuk sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit, berdahak, warna kuning

kehijauan, tidak berdarah. Berkeringat malam sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Demam sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit, setiap hari, tidak tinggi, hilang timbul,

tidak berkeringat, tidak menggigil. Mual muntah tidak ada, sesak nafas tidak ada, kejang

tidak ada. Riwayat kontak dengan penderita batuk lama ada ( nenek dari pihak ibu), tidak ada

riwayat bepergian ke daerah endemis malaria. Tidak ada riwayat nyeri dan pembengkakan

sendi. Buang air kecil (BAK) jumlah, frekuensi, dan warna biasa, tidak ada riwayat nyeri saat

BAK, tidak ada riwayat keluar batu saat BAK. Buang air besar konsistensi dan warna biasa

terakhir 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Anak dirawat di RSUD Kerinci 14 hari sebelum masuk rumah sakit selama 6 hari

karena demam dan berat badan makin turun. Anak pulang paksa, saat pulang anak diberi obat

puyer penurun panas, obat batuk dan antibiotik. Selama dirumah anak masih demam dan

tidak mau makan, akhirnya keluarga memutuskan untuk mambawa anak ke RSUP Dr. M.

Djamil Padang.

Nenek menderita batuk lama, meninggal satu tahun yang lalu, baru diketauhi

menderita TB paru saat dirawat satu tahun yang lalu, mempunyai riwayat batuk berdarah,

tidak pernah mendapat pengobatan TB sering berkontak dengan pasien sejak lahir. Tidak ada

anggota keluarga lain atau tetangga yang menderita batuk lama.

Pasien merupakan anak tunggal, kehamilan cukup bulan, selama hamil ibu tidak

pernah menderita penyakit berat. Lahir spontan, ditolong dukun, berat badan lahir tidak

ditimbang, panjang badan tidak diukur, langsung menangis. Anak pernah mendapat imunisasi

usia 2 bulan , didaerah lengan atas, bekas suntikan bengkak dan memerah, anak demam,

anak tidak pernah lagi di imunisasi karena orang tua takut anak akan demam setelah di

imunisasi.

Gigi pertama tumbuh pada umur 8 bulan, anak sudah bisa tengkurap pada umur 4

bulan, duduk umur 8 bulan, berdiri umur 10 bulan, berjalan umur 11 bulan, bicara 13 bulan,

membaca dan menulis usia 5,5 tahun. Saat ini anak duduk dibangku kelas III Sekolah Dasar.

Pasien mendapat air susu ibu (ASI) sejak lahir sampai umur 2 tahun, buah biskuit

sejak umur 4 bulan, bubur susu sejak umur 6 bulan, nasi tim sejak umur 9 bulan. Anak

mendapat nasi biasa sejak umur 12 bulan, sebelum sakit anak makan 3x sehari ½-1 porsi

2

Page 3: Case Komplit

dengan ikan 3-4x seminggu, tempe 1x seminggu dan telur 2x seminggu, daging 1-2x

sebulan, jarang mengkonsumsi buah, sayur dan susu. Kesan kualitas dan kuantitas makanan

kurang.

Riwayat sosial ekonomi dan kondisi lingkungan

Ayah pasien berumur 34 tahun, pendidikan SLTA, pekerjaan pegawai negri dengan

penghasilan ± Rp. 800 ribu perbulan, tinggi badan 141 cm. Ibu berumur 30 tahun, pendidikan

tamat SLTP, pekerjaan ibu rumah tangga, tinggi badan 145 cm. Rumah semipermanen,

berlantai semen, dinding terbuat dari papan dan atap dari seng. Ruang tamu menyatu dengan

ruang keluarga dan ruang makan, memiliki 2 kamar tidur. Ventilasi dan sirkulasi udara

kurang, didalam kamar hanya ada 1 jendela berukuran 50x50cm. Sumber air minum dari

sumur gali dibelakang rumah. Keluarga pasien belum mempunyai kamar mandi sendiri,

aktivitas MCK dilakukan disungai dekat rumah. Pekarangan rumah sempit, sampah dibakar.

Kesan higiene dan sanitasi lingkungan kurang.

PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit berat, kesadaran

apatis, tekanan darah 100/70 mmHg, laju denyut nadi 140x/menit, laju nafas 26 x/menit, suhu

tubuh 36,80C. Tidak ada oedem. Tinggi badan (TB) 109 cm dan berat badan (BB) 12 kg,

berat badan menurut umur (BB/U) 46.15%, tinggi badan menurut umur (TB/U) 84.5%, berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB) 63.15%, kesan status gizi buruk. Kulit teraba hangat,

keriput, lemak subkutis tipis, turgor kembali lambat. Teraba pembesaran kelenjar getah

bening regio koli dextra dan sinistra, multipel, ukuran bervariasi mulai 2x1x1cm sampai

0,5x0,5x0,5, mobile, tidak nyeri tekan, tidak konfluen. Mata cekung, konjungtiva sub anemis,

sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 2 mm, reflek cahaya +/+ normal. Tonsil T1-T1

tidak hiperemis, faring tidak hiperemis. Mukosa mulut dan bibir kering, lidah tidak kotor,

pinggir tidak hiperemis. Kaku kuduk tidak ada. Bentuk dada normal, gerakan dada simetris,

fremitus kiri sama dengan kanan, perkusi sonor, suara nafas vesikuler, ronki dan whizing

tidak ada, suara amforis tidak ada. Jantung irama teratur, bising tidak ada. Perut tidak

distensi, hepar dan lien tidak teraba, tidak ditemukan sudamina, perkusi timpani, bising usus

(+) normal. Tidak ditemukan gibbus pada punggung. Anggota gerak akral hangat, refilling

kapiler baik, oedem pretibia -/-, reflek fisiologis +/+ normal, reflek patologis Babinski -/-,

Chaddok -/-, Gordon -/-, Scafer -/-, Oppenheim -/- dan tanda rangsang meningeal Brudzinski

I, II dan Kerniq tidak ada.

3

Page 4: Case Komplit

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN

Darah :Hemoglobin 10.2 gr/dl, leukosit 7.600/mm3, hitung jenis 0/0/3/72/18/7, LED: 60

mm/jam1, hematokrit : 32%, eritrosit : 4.46 juta/mm3, trombosit : 501.000/mm3.

Gambaran darah tepi normositik, normokrom.

Urin dan feses dalam batas normal

DAFTAR MASALAH

1. Demam Lama

2. Gizi Buruk Tipe Marasmik dengan dehidrasi

3. Imunisasi Tidak Lengkap

4. Anemia

DIAGNOSIS KERJA

1. Tersangka TB Paru

DD/: Demam Tifoid

2. Gizi buruk tipe marasmik (kondisi III)

3. Anemia normositik normokrom ec penyakit kronik

TATALAKSANA

1. Observasi demam lama

Diagnostik

- Tersangka TB Paru

o Mountoux test

o Rontgen Thorax AP dan lateral

o BTA Sputum

o Biakan Sputum

- Demam Tifoid

o Pemeriksaan Widal

o Kultur Empedu

2. Gizi buruk tipe marasmik (kondisi III)

Diagnostik

- Protein total, albumin, globulin

4

Page 5: Case Komplit

- Elektrolit, GDR

- Kholesterol

Terapeutik

- Larutan gula pasir 10% 50 ml

- Resomal 60 cc tiap 30 menit selama 2 jam I. Dilanjutkan dengan resomal

60 cc , selang seling dengan F75 125 cc untuk 10 jam berikutnya

- Ampisilin 4x600 mg IV

- Gentamisin 1x80 mg IV

- Vitamin A 200.000 IU

- Vitamin B complex 2x1 tablet

- Zink 1x20 mg

3. Anemia normositik normokrom

Diagnostik : Pemeriksaan darah lengkap

4. Imunisasi tidak lengkap

Terapeutik : Melengkapi imunisasi

Edukasi : Pentingnya imunisasi dan jadwal pemberianya

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan protein total : 6,2 mg/dl, albumin 2,3 mg/dl, globulin 3,9 mg/dl kesan

Hipo albuminemia

Gula darah sewaktu : 95 mg/dl, kesan dalam batas normal

Kadar natrium: 135 mmol/l, kalium 4,5 mmol/l, kesan dalam batas normal

Widal: STO: 1/160 STH 1/160

Pemantauan

Pada 12 jam rawatan

Selama 2 jam pertama setelah anak di rawat, dilakukan pemberian resomal 60 cc per

NGT tiap setengah jam dan dilakukan pemantaun ketat. Kondisi anak selama pemberian

resomal cukup stabil, toleransi minum baik, tidak ada muntah atuapun diare , laju nadi rata-

rata 134-128 x/menit, nafas 22-24 x / menit. Selanjutnya diberikan formula 75 sebanyak 125

cc selang seling dengan resomal 60 cc tiap setengah jam sampai 10 jam berikutnya. Anak

toleran terhadap formula 75, tidak ada muntah dan diare dan vital sign dalam batas normal.

5

Page 6: Case Komplit

Setelah 12 jam rawatan rehidrasi tercapai, anak sadar, tidak ada diare dan muntah,

BAK ada, laju nadi 114x/mnt, nafas 26x/mnt, TD 100/60 MmHg, BB: 12,5 kg, mata tidak

cekung, air mata ada, turgor kembali cepat. Selanjutnya F75 diberikan setiap 4 jam.

Rawatan hari ke-2

Anak demam, tidak tinggi, batuk masih ada, makanan cair masuk personde, toleransi

minum baik (tidak ada muntah dan diare), sesak nafas tidak ada, BAB sudah keluar. Keadaan

umum sedang, anak sadar, laju nadi 112 kali permenit, laju nafas 26 kali permenit, suhu

37,8ºC, tekanan darah 100/60 MmHg, berat badan 12.5 kg. Mata konjungtiva sub anemis,

sklera tidak ikterik. Jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising

usus + normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Kesan perbaikan.

Anak diberi terapi F75 8x150 cc, Ampisilin 4x600 mg IV, gentamisin 1x80 mg IV,

asam folat 1x5 mg PO, Vitamin B complex 2x1 tablet , Vitamin C 2x1 tablet, Zink 1x20 mg

PO, dan Paracetamol 125 mg PO (T>38,5oC). Berdasarkan perhitungan pediatric nutrional

care (PNC), saat ini anak mendapat kalori 900 kkal dan baru memenuhi 80% RDA

berdasarkan berat badan absolut atau 52.6% dari RDA berdasarkan berat badan ideal.

Saat ini dilakukan matoux test .Pemeriksaan kholesterol total 106 mg/dl. Expertise

rontgen thorax AP dan Lateral, Tampak infiltrat di perihiler dan parakardial dikedua lapangan

paru, kalsifikasi (-), konsolidasi (+), Kavitas (+). Cor dalam batas normal, Sinus dan

diafragma baik. Kesan suspek TB paru.

Rawatan hari ke-4

Demam tidak ada, batuk masih ada, makanan cair masuk personde, toleransi baik

(tidak ada muntah dan diare), sesak nafas tidak ada, Keadaan umum sedang, anak sadar, laju

nadi 108 kali permenit, laju nafas 26 kali permenit, suhu 36.80C, tekanan darah 100/60

mmHg, berat badan 12.8 kg. Mata konjungtiva subanemis, sklera tidak ikterik. Jantung dan

paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising usus + normal. Ekstremitas

akral hangat, perfusi baik. Kesan peningkatan berat badan. Anak diberi terapi F75 6x220 cc

per oral jika bersisa berikan personde , terapi lain dilanjutkan. Saat ini anak mendapat kalori

990 kkal dan memenuhi 86% RDA berdasarkan berat badan absolut atau 57.89 % dari RDA

berdasarkan berat badan ideal

6

Page 7: Case Komplit

Rawatan hati ke-5

Demam tidak ada, batuk masih ada berkurang dari sebelumnya. Anak mengatakan

bosan dengan formula 75 dan minta makan nasi biasa, orangtua memberi anak makan sate

dan bisa dihabiskan setengah porsi, toleransi baik (tidak ada muntah ataupun diare). Keadaan

umum sedang, anak sadar, laju nadi 110 kali permenit, laju nafas 26 kali permenit, suhu

370C, tekanan darah 100/60 mmHg, berat badan 13.2 kg. Mata konjungtiva tidak anemis,

sklera tidak ikterik. Jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising

usus + normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Anak dicoba diberikan diet makanan

lunak tinggi kalori tinggi protein (ML TKTP) 1500 kkal, memenuhi 86% RDA berdasarkan

berat badan absolut atau 57.89 % dari RDA berdasarkan berat badan ideal, terapi lain

dilanjutkan.

Hasil tes mantoux didapatkan indurasi 18 mm. BTA sputum I (+), BTA sputum II (-),

BTA sputum III (-), saat ini ditegakan diagnosis TB paru dan. Anak diberikan obat anti

tuberkulosis yaitu INH 1 X 125 mg, Rifampisin 1 X 175 mg, Pyrazinamid 1 x 300 mg,

Etambutol 1 X 250 mg, dan vitamin B6 1 x 10 mg.

Rawatan hari ke-7

Demam tidak ada, batuk masih ada, nafsu makan baik, anak bisa menghabiskan

makanan sesuai porsi yang diberikan, muntah tidak ada. Keadaan umum tampak sakit ringan,

anak sadar, laju nadi 106 kali permenit, laju nafas 24 kali permenit, suhu 370C, tekanan darah

100/60 mmHg, berat badan 13.5 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.

Jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising usus + normal.

Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Anak diberikan diet ML TKTP dengan kalori dinaikan

menjadi 1700 kkal (99% dari RDA), gentamisin stop, terapi lain dilanjutkan.

Rawatan hari ke 14

Demam tidak ada, batuk tidak ada, anak sudah aktif, nafsu makan baik. Keadaan

umum baik, anak sadar, laju nadi 110 kali permenit, laju nafas 24 kali permenit, suhu 36.8 0C,

tekanan darah 100/60 mmHg, berat badan 14 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik. Jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen distensi tidak ada, bising usus +

normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. kesan perbaikan. Saat ini anak mendapat

terapi MLTKTP 1700 kkal dan OAT hari ke 10.

7

Page 8: Case Komplit

Orang tua minta anak dibawa pulang karena bapak harus kembali masuk kerja.

Diberikan penjelasan dan edukasi kepada keluarga tentang penyakit anak dan keharusan

minum obat secara teratur serta efek samping pengobatan. Anak dianjurkan kontrol ke

poliklinik IKA RSUP Dr. M. Djamil dan diberikan OAT untuk 20 hari kedepan.

Kontrol ulang ( setelah 1 bulan pemberian OAT)

Anak terlihat aktif, demam tidak ada, batuk tidak ada, nafsu makan membaik (anak

makan 3x sehari, bisa menghabiskan 1 piring nasi perkali), orangtua memberikan obat secara

teratur 1x sehari sebelum anak makan pagi, mual muntah tidak ada, BAB biasa, BAK

berwarna orange, jumlah biasa. Anak sudah kembali belajar di sekolah. Keadaan umum baik,

laju nadi 100 kali permenit, laju nafas 24 kali permenit, suhu 36.80C, tekanan darah 100/60

mmHg, berat badan 15 kg. Mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik. Masih

terdapat pembesaran kelenjar getah bening regio koli dextra dan sinistra. Jantung dan paru

tidak ditemukan kelainan. Abdomen distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, bising

usus + normal. Ekstremitas akral hangat, perfusi baik. Diberikan terapi OAT, INH 1 X 125

mg, Rifampisin 1 X 175 mg, Pirazinamid 1 x 300 mg, Etambutol 1 X 250 mg, dan vitamin

B6 1 x 10 mg untuk 1 bulan kedepan.

Kontrol ulang ( setelah 2 bulan pemberian OAT)

Anak terlihat aktif, demam tidak ada, batuk tidak ada, nafsu makan makin membaik

mual muntah tidak ada. Keadaan umum baik, laju nadi 96 kali permenit, laju nafas 24 kali

permenit, suhu 370C, tekanan darah 100/60 mmHg, berat badan 15,5 kg. Mata konjungtiva

tidak anemis, sklera tidak ikterik. Jantung dan paru tidak ditemukan kelainan. Abdomen

distensi tidak ada, hepar dan lien tidak teraba, bising usus + normal. Ekstremitas akral hangat,

perfusi baik. Dilakukan pemeriksaan darah ulang dengan hasil LED 20 mm/jam, hemoglobin

12,6 gr/dl , leukosit 8200/mm3, hitung jenis 0/1/2/66/23/8, SGOT 18 IU , SGPT 26 IU.

Pemeriksaan foto thorak ulangan (AP dan lateral) didapatkan fibroinfiltrat dan

multikavitas kecil-kecil di regio perihiler kiri dan para kardial, perpadatan (+), kalsifikasi

(-). Jantung dalam batas normal, sinus dan difagma baik. Kesan proses spesifik dengan

perbaikan dibanding foto sebelumnya, dideferensial diagnosis dengan Bronkiektasis dan

dianjurkan untuk CT-Scan thorak. Terapi INH dan Rifamfisin dilanjutkan, pirazinamid dan

etambutol dihentikan.

8

Page 9: Case Komplit

TINJAUAN PUSTAKA

EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis telah dikenal sejak tahun 5.000 SM. Tuberkulosis masih merupakan

maslah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang, termasuk indonesia. Indonesia

merupakan nomor tiga tertinggi jumlah kasus TB di dunia setelah India dan Cina. Pada tahun

1993 WHO mencanangkan kedaruratan global untuk penyakit tuberkulosis akibat munculnya

kembali ( re-emergence) pada beberapa negara yang dahulunya sudah hampir terberantas.

Insiden tuberkulosis diperkirakan meningkat dari 8,8 juta pada tahun 1995 menjadi 10,2 juta

pada tahun 2000 dan 11,9 juta pada tahun 2005. 1-3

Berdasarkan Global Tuberculosis control tahun 2009 (data tahun 2007), di Indonesia

prevalensi semua tipe TB sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus,

insiden kasus baru TB BTA positif sebesar 102 per 100.000 penduduk, sedangkan kematian

TB 39 per 100.000 penduduk atau 250 orang perhari. 9

Angka insiden tuberkulosis anak jarang didapatkan, karena belum semua kasus TB

anak terlaporkan. Diperkirakan jumlah kasus TB anak pertahun adalah 5-6% dari total kasus

tuberkulosis.2.9 Pada tahun 2010 triwulan 1 proporsi pasien TB anak sebesar 9%.9 Di Bagian

Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang didapatkan 31,5% penderita TB

anak berusia lebih dari 5 tahun pada 2002.10

ETIOLOGI

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman mycobacterium

tuberkulosis. Organisme ini termasuk ordo Actinomycetalis, famili mycobactericeae. Basil

tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus, tapi kadang agak melengkung dengan ukuran 2-

4 um dan lebar 0.2-0,5 um. Organisme ini tidak bergerak, tidak membentuk spora dan tidak

berkapsul. Kuman ini bersifat obligat aerob dan pertumbuhanya lambat. Dibutuhkan waktu

18 jam untuk mengganda dan pertumbuhan pada media kultur membutuhkan waktu 6-8

minggu. 11

9

Page 10: Case Komplit

Suhu optimal untuk tumbuh adalah pada suhu 37 OC. Jika dipanaskan akan mati pada

suhu 60 OC dalam waktu15-20 menit. Kuman dapat tahan hidup dan tetap virulen beberapa

minggu dalam keadaan udara kering maupun dalam keadaan dingin, hal ini terjadi karena

kuman berada dalam sifat dormant . Kuman ini sangat rentan terhadap sinar matahari dan

radiasi sinar ultraviolet dan tahan terhadap pengeringan, sehingga memungkinkan untuk tetap

hidup dalam periode yang panjang didalam ruangan. Dinding selnya 60% terdiri dari

komplek lemak seperti mycolic acid yang menyebabkan kuman bersifat tahan asam dan

merupakan factor penyebab terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.

Basil tuberkulosis sulit untuk diwarnai tetapi sekali diwarnai akan mengikat zat warna dengan

kuat. Selain itu kuman terdiri dari protein yang menyebabkan nekrosis jaringan. Di dalam

jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag.

Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenangi karena banyak

mengandung lipid.11

FAKTOR RESIKO KEJADIAN TB PARU

Faktor resiko utama infeksi TB pada anak adalah adanya kontak dengan penderita TB

dewasa yang mempunyai BTA sputum positif, terdapat infiltrat luas pada lobus atas atau

kavitas. Sekitar 50-60% anak yang tinggal dengan penderita TB paru dewasa dengan BTA

sputum positif akan terinfeksi TB. Kira-kira 10% dari jumlah tersebut akan mengalami sakit

TB. Usia juga merupakan faktor resiko TB paru. Infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara

bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia

dewasa muda. 2.3

Malnutrisi atau penurunan berat badan telah menjadi faktor penting peningkatan

resiko TB menjadi aktif. Berat badan yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal akan

menderita TB 14 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal. Adanya penyakit

penyerta atau penurunan sisitem imunitas juga merupakan faktor yang memudahkan

terjadinya sakit TB. Pada infeksi HIV, Tuberkulosis diketauhi merupakan infeksi oportunistik

yang paling sering ditemukan. Apabila seseorang dengan seropositif tertular kuman ini, maka

karena sistem kekebalanya rendah, besar kemungkinan akan langsung menderita

tuberkulosis. Hal ini berbeda dengan orang normal atau mereka dengan seronegatif, karena

kuman yang masuk akan dihambat oleh reaksi imunitas. 2.7

10

Page 11: Case Komplit

PATOGENESIS TB PARU

Paru merupakan port d´entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Ukuran kuman TB

sangat kecil (<5µm), sehingga kuman yang terhirup dalam percik renik (droplet nuclei) dapat

mencapai alveolus. Didalam alveolus terjadi reaksi inflamasi non spesifik, makrofag dalam

alveolus akan memfagositosis sebahagian besar kuman TB akan tetapi sebagian kecil kuman

TB tidak dapat dihancurkan dan berkembang biak dalam makrofag, akhirnya makrofag akan

mengalami lisis dan kuman TB akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama

koloni kuman TB dijaringan paru disebut fokus primer Ghon. 3,12

Kuman TB akan menuju kelenjar limfe melalui saluran limfe, menyebabkan

terjadinya reaksi inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) .

Gabungan antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis di namakan kompleks primer

(primary complex). Pada saat terbenyuk komplek primer inilah dinyatakan infeksi primer TB

telah terjadi. Waktu yang di perlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya

kompleks primer secara lengkap di sebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi TB

berlangsung selama 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi , kuman tumbuh hingga mencapai

103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang imunitas seluler. Hal ini ditandai dengan

timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. 3

Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatif, setelah komplek primer tebentuk,

imunitas seluler tubuh terhadap kuman TB sudah terbentuk. Apa yang terjadi kemudian

tergantung pada kemampuan anak untuk melawan perkembangbiakan kuman dan membatasi

proses perkijuan yang terjadi. Kemampuan tersebut berbeda-beda tergantung usia,

kemampuan protektif paling lemah dijumpai pada anak dengan usia kurang dari 3 tahun

disebabkan belum optimalnya fungsi sistem imunitas. Kemampuan tersebut juga dipengaruhi

oleh keadaan gizi, keadaan gizi yang buruk akan menurunkan sistem imunitas tubuh. Pada

sebahagian besar anak dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler

terbentuk, proliferasi kuman TB terhenti. Namun sejumlah kuman TB dapat tetap hidup

dalam granuloma.

Setelah imunitas seluler terbentuk fokus primer dijaringan paru biasanya akan

mengalami resulosi sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami

nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Fibrosis dan enkapsulasi juga terjadi pada kelenjar limfe

regional tapi penyembuhan biasanya tidak sesempurna fokus primer dijaringan paru. Kuman

11

Page 12: Case Komplit

TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini atau disebut juga

dalam keadaan dormant.

Komplek primer dapat mengalami komplikasi, komplikasi yang terjadi dapat

disebabkan oleh fokus di paru atau dikelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat

membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis lokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan

yang berat , bahagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga

meninggalkan rongga dijaringan paru (kavitas). kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang

semula berukuran normal pada awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang

berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi partial pada bronkus akibat tekanan eksternal

menimbulkan hiperinflasi disegmen distal paru. Atelektasis dapat terjadi jika obstruksi total.

Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan

erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.

Massa perkijuan dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan

gabungan pneumonitis dan atelektasis. 3.5.7

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi

penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke

kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan penyebaran hematogen,

kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya

penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 3.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran

hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar

secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman

TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju

adalah organ yang mempunyai vaskularisasi yang baik, misalnya otak, tulang, ginjal dan

paru, terutama apeks paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB bereplikasi dan

membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi

pertumbuhannya. 3.12

Didalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhanya oleh

imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak

langsung menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus potensial

12

Page 13: Case Komplit

Gambar 1. Bagan Patogenesis Tuberkulosis

ini disebut sebagai fokus simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh penjamu

menurun, fokus simon ini dapat mengalami reaktivasi.

PERJALANAN ALAMIAH PENYAKIT TB

Ketika kuman Mycobacterium Tuberculosa menginfeksi jaringan paru, maka ada beberapa

proses yang dapat berkembang sesuai jumlah kuman, virulensi dan daya tahan host.

1. TB paru primer

TB paru primer adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosis pada

tubuh penderita yang belum pernah mempunyai kekebalan spesifik tehadap basil tersebut.

Proses TB paru primer diawali setelah masuknya kuman kedalam alveolus. Pembagian

tuberkulosis paru primer5

a. Tuberkulosis paru primer yang potensial

yaitu bila sudah terjadi kontak dengan kasus terbuka , tetapi uji tuberkulin masih

negatif

13

Page 14: Case Komplit

b. Tuberkulosis primer laten

Ditemukan tanda-tanda infeksi , tetapi luas dan aktivitas penyakit tidak diketauhi.

Uji tuberkulin masih negatif dan tidak dijumpai kelainan radiologis

c. Tuberkulosis primer yang manifest

Ditemukan uji tuberkulin positif dan terlihat kelainan radiologis

Tuberkulosisi primer cendrung sembuh sendiri, tetapi sebahagian akan menyebar

lebih lanjut dan dapat menimbulkan komplikasi. Tuberkulosis dapat meluas dalam

jaringan paru sendiri atau meluas ke organ lain. Selain itu tuberkulosisi primer

dapat berkembang menjadi bentuk dormant yang dapat menjadi tenang untuk

sementara atau dapat pula tidak pernah menimbulkan penyakit sama sekali

2. TB paru primer progresif

Merupakan komplikasi dari TB paru primer dimana terjadi perjalan dan

gambaran TB yang progresif. Terjadi pada usia < 2 tahun atau pada keadaan

imunokompromise seperti pada infeksi HIV. Hal ini berhubungan dengan gangguan

sistem imun. Anak biasanya menderita sakit yang berat. Kavitas terbentuk sebagai

akibat pembesaran fokus Ghon dengan nekrosis kaseosa pada tengah focus. Ketika

fokus ini pecah, akan terjadi kavitas dan penyebaran endobronkial dan dapat terjadi

konsolidasi bronkopneumoni pada bagian distal 5.14.15.

3. TB paru post primer

Dikenal juga sebagai TB paru sekunder, adult type tuberkulosis (TB paru tipe

dewasa), atau TB paru kronik. Insiden TB paru post primer pada anak sangat jarang,

berkisar antara 5-10% dari semua kasus TB anak. Proses TB paru post primer

sebahagian besar merupakan proses reaktivasi TB focus dormant dari infeksi TB

primer sebelumnya (endogen) atau dapat juga dari proses reinfeksi dari luar

(exogen).4.5

Reaktivasi lebih cendrung berkembang dari fokus simon didaerah apex dan

segmen superior lobus inferior . Hal ini dikarenakan karena daerah apex memiliki

tekanan oksigen yang tinggi, sehingga cocok untuk pertumbuhan kuman TB,

sedangkan segmen atas lobus inferior merupakan area dengan pembuluh limfe yang

sedikit dan pembersihan limfatik disegmen ini kurang sehingga kuman TB sukar

14

Page 15: Case Komplit

dieliminasi didaerah tersebut. Resiko reaktivasi terbesar adalah dalam 2 tahun

pertama setelah infeksi primer atau pada keadaaan dimana terjadi imunosupresi

seperti pada malnutrisi, keganasan, infeksi HIV, diabetes dan gagal ginjal.4.5.6

Proliferasi dari mikrobakteria menghasilkan nekrosis yang cepat karena

adanya hipersensintivitas sebelumnya dari infeksi primer. Hal ini dapat berhenti

spontan tapi umumnya cendrung menjadi progresif. Tergantung dari jumlah kuman,

virulensi dan imunitas. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang

menghancurkan jaringan ikat disekitarnya, bahagian tengah mengalami nekrosis,

menjadi lembek sehingga terbentuk jaringan kaseosa. Bila jaringan ini pecah dan

dibatukkan keluar akan terjadi kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis , lama-

lama didndingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar,

sehingga menjadi kavitas sklerotik. Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena

hidrolis protein, lipid, dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi makrofag dan

produksi yang berlebihan dari sitokin dan TNF. 7

Karakteristik umum TB post primer adalah adanya nekrosis kaseosa dengan

gambaran caviats, fibrosis dan destruksi parenkim paru. Kavitas merupakan hallmark

pemeriksaan radiologi pada TB post primer. Kavitas dijumpai sekitar 45% pada kasus

TB post primer. Adanya kavitas menandakan tingginya populasi basil dan merupakan

resiko tinggi penularan infeksi. Selain itu pada 41% kasus dijumpai penebalan pleura,

biasanya pada daerah apex. Efusi pleura ditemukan pada 6-18% kasus, lebih jarang

dari TB primer sedangkan limadenophaty lebih jarang yaitu 5%. Pada 63% kasus TB

post primer dapat dijumpai gambaran radiologis infeksi TB primer sebelumnya yaitu

klasifikasi fokus pada daerah parenkim, klasifikasi KGB hilus dan mediastinum,

penebalan atau kalsifikasi pleura, dan skar retikular. 4.5.14.15

DIAGNOSIS

Diagnosis pasti TB ditegakan dengan ditemukanya M. tuberculosis pada pemeriksaan

sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan.

Pada anak, kesulitan menegakan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya

jumlah kuman dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Jumlah kuman TB disekret

bronkus pasien anak lebih sedikit dari pada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru

15

Page 16: Case Komplit

primer terletak dikelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat

kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. 3.13

Kesiulitan kedua, pengambilan spesimen/sputum sulit dilakukan pada anak, walaupun

batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang

diambil melalui nasogastrik tube (NGT). Dahak yang representatif untuk pemeriksaan

mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulent, berwarna hijau kekuningan dengan

volume 3-5 ml.3.8

Karena alasan diatas, diagnosis TB anak tergantung pada penemuan klinis dan

radiologis, yang sering kali tidak spesifik. Kadang-kadang, TB anak ditemukan karena

ditemukanya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran

klinis dan pemeriksaan penunjangseperti uji tuberkulin, pemeriksaan laboratorium dan foto

rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin

positif, dan foto paru yang mengarah pada TB merupakan bukti kuat yang menyatakan anak

telah sakit TB. 4.14

Sebahagian besar anak dengan TB tidak memperlihatkan gejala dan tanda selama

beberapa waktu tertentu. Sesuai dengan sifat kuman TB yang lambat membelah. Manifestasi

klinis TB umumnya berlangsung bertahap dan perlahan, kecuali TB diseminata yang dapat

berlangsung dengan cepat dan progresif. Seringkali orang tua tidak bisa menyebutkan secara

pasti kapan gejala klinis tersebut timbul. 11,14

Gejala sistemik yang sering timbul adalah demam, berkisar antara 40%-80% kasus.

Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama.

Manifestasi sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia, berat badan tidak naik dan

malaise. Pada sebahagian kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi respiratorik yang

menonjol. Fokus primer TB paru pada anak umumnya tedapat didaerah parenkim yang tidak

mempunyai reseptor batuk. Gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis

regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor batuk secara kronik. Batuk

berulang dapat timbul karena anak mengalami penurunan sistem imunitas. Gejala sesak

jarang dijumpai, kecuali pada keadaan sakit berat yang berlangsung akut, misalnya pada TB

milier dan efusi pleura. 3.5.7

16

Page 17: Case Komplit

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama pengobatan TB adalah :

1. Mengobati penyakit TB itu sendiri

2. Mencegah kematian dari TB aktif atau komplikasi TB

3. Mencegah TB relaps

4. Mencegah resistensi obat karena pemakaian kombinasi obat

5. Mengurangi (menurunkan) penularan TB terhadap oang lain

Pengobatan anti tuberkulosis di kelompokkan menjadi dua fase: fase yang pertama adalah

fase intensif (awal) yang bertujuan membunuh dengan cepat sebagian besar kuman dan

mencegah resistensi obat, dan fase yang kedua adalah fase lanjutan, yang bertujuan

membunuh kuman yang dormant (tidak aktif). Pada fase intensif di berikan 4 macam obat

(rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan ethambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan di

berikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan sesuai dengan perkembangan klinis.

17

Page 18: Case Komplit

ANALISA KASUS

Kasus TB Paru pada pasien ini tergolong TB berat dimana dijumpai infiltrat yang luas

dan kavitas pada gambaran foto thorak. Gambaran kavitas jarang dijumpai pada TB anak,

insidenya berkisar 5-10% dari semua TB anak. Kavitas pada TB anak dapat dijumpai pada

TB paru primer progresif atau pada TB paru post primer. Pada pasien ini sulit untuk

menentukan apakah kavitas berkembang dari TB paru primer atau reaktivasi ataupun

reinfeksi TB paru post primer dikarenakan tidak ada bukti riwayat anak menderita TB paru

sebelumnya. Tetapi melihat usia anak , adanya faktor mallnutrisi dan lokasi kavitas pada

daerah apek lobus inferior dapat dikatakan TB paru pada anak ini adalah TB paru post

primer.

Kasus gizi buruk sering ditemukan pada TB paru, hal ini merupakan suatu lingkaran

setan yang harus diputus. Pada pasien ini gizi buruk diduga sebagai faktor pencetus reaktivasi

ataupun reinfeksi karena menyebabkan penurunan sistem imunitas tubuh sehingga

menyebabkan aktifnya kembali kuman TB yang sebelumnya dalam keadaan dorman ataupun

dapat memudahkan reinfeksi dari TB dewasa disekitarnya.

Dijumpainy gambaran kavitas dan pemeriksaan BTA sputum positif merupakan tanda

bahwa anak berisiko besar sebagai sumber penularan bagi orang disekitarnya sehingga harus

diberikan pengobatan yang adekuat. Penatalaksanaan TB pada kasus ini menggunakan 4

macam obat seperti pada kasus TB dewasa. INH dan Rifamfisin diberikan selama 10 bulan,

sedangkan Pirazinamid dan Etambutol diberikan selama 2 bulan pertama.

Anak pulang pada hari ke 14 rawatan. Prognostik pasien ini cukup baik, selama

rawatan di dapatkan respon pengobatan yang baik, gejala klinis berkurang dan didapatkan

peningkatan berat badan yang signifikan (> 10% dari berat badan awal) , penurunan LED,

dan perbaikan dari foto thorak.

18