Upload
angelo-doniho
View
106
Download
15
Embed Size (px)
DESCRIPTION
a
Citation preview
LAPORAN KASUS
MIOMA UTERI
Pembimbing:
dr. Vincentia Merry, SpOG.
dr. A. Sri Widayanto, SpOG
dr. Bharoto Wiradi, SpOG.
dr. Danny Wiguna, SpOG.
Penyaji:
Margareth Gracia NIM: 2010-061-132
Anthony Gunawan NIM: 2010-061-136
KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT KEBIDANAN DAN KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA
ATMA JAYA, JAKARTA
Periode 7 Januari 2013 –3 Februari 2013
RUMAH SAKIT PANTI RAPIH, YOGYAKARTA
2013
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama Pasien : Ny. SA
Usia : 51 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SLTP
Alamat : Gemawang, Sleman
Tanggal Masuk : 17 Januari 2013
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien mengeluh perasaan tidak tuntas buang air kecil sejak 1 tahun SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada awalnya pasien mengeluhkan adanya nyeri pada saat menstruasi yang menjalar
ke punggung dan dirasakan sejak 20 tahun yang lalu. Jumlah darah menstruasi tidak
terlalu banyak yaitu 3 pembalut setiap hari. Pasien juga mengeluhkan adanya muntah
pada saat menstruasi. Kurang lebih 1 tahun yang lalu pasien tidak dapat buang air
kecil, pasien kemudian dibawa ke UGD, dan telah dilakukan USG. Hasil USG
menyatakan terdapat mioma uteri. Sejak saat itu pasien seringkali mengalami keluhan
anyang-anyangan.
Tanggal 17 Januari 2013, pasien datang ke poliklinik kebidanan dan kandungan
dengan keluhan sering anyang-anyangan atau tidak tuntas saat berkemih, pasien ini
berkemih, namun saat berkemih hanya sedikit keluar kencing, dan pasien
membutuhkan usaha lebih keras untuk dapat mengeluarkan urin. Hal ini sering terjadi
sejak 1 tahun SMRS. Pasien sudah dilakukan USG dan didapatkan mioma uteri
dengan ukuran uterus 11,11 cm x 10,26 cm x 10,59 cm, sehingga direncanakan untuk
dilakukan histerektomi dan salfingooforektomi bilateral.
Riwayat Penyakit Dahulu
o Riwayat darah tinggi disangkal
o Riwayat penyakit jantung disangkal
o Riwayat penyakit ginjal disangkal
o Riwayat kencing manis disangkal
o Riwayat alergi disangkal
o Riwayat Retensio urine pada tahun 2012 .
Riwayat Operasi Sebelumnya
disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi disangkal
Riwayat kencing manis disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat sakit ginjal disangkal
Riwayat sakit jantung disangkal
Riwayat kontrasepsi
Pasien pernah menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan, terakhir pada tahun 1991.
Setelah melahirkan anak terakhir, pasien menjalani prosedur sterilisasi.
Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus Haid : Teratur
Lamanya : 30 hari
Panjang Siklus: 5 hari
Jumlah : 3 pembalut/hari
Warna : Merah Tua
HPHT : 19 Desember 2012
Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 1 kali dengan suami yang sekarang sudah 30 tahun
Riwayat Kehamilan
Tahun Jenis
Persalinan
Jenis Kelamin
1982 Abortus
1983 Abortus
1984 PSP Perempuan
1986 PSP Perempuan
1988 PSP Laki-laki
1991 PSP Perempuan
III. PEMERIKSAAN FISIK (17 Januari 2013)
Status Umum:
Keadaan umum : tampak tenang
Kesadaran : kompos mentis
Tanda-tanda vital
Tekanan darah :120/80 mmHg
Suhu : 36,1°C
Nadi : 88 x per menit
Laju Nafas : 24 x per menit
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 160 cm
Mata : konjungtiva anemis +/+, sclera anikterik
Telinga, hidung, mulut : dalam batas normal
Thoraks
1. Jantung
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
o Perkusi :
Batas atas : ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri : ICS 4 linea midklavikularis sinistra
Batas kanan : ICS 4 linea sternalis dekstra
o Auskultasi : bunyi jantung I dan II regular, murmur -, gallop –
2. Paru
o Inspeksi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis
o Palpasi : stem fremitus kanan sama dengan kiri
o Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
o Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
3. Abdomen
o Inspeksi : tampak datar
o Palpasi : supel, nyeri tekan -, teraba massa
dua jari di bawah pusat, konsistensi keras,
permukaan tidak rata.
o Perkusi : timpani di seluruh kuadran
o Auskultasi : bising usus +, 3-4x/menit
4. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-
5. Pemeriksaan genitalia
o Inspeksi : dalam batas normal
o Pemeriksaan dalam : Tidak dilakukan
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
USG:
Vesika urinaria terisi
Uterus : antefleksi
Tampak bayangan massa berukuran 9,45 cm x 6,33 cm x 6,12 cm dengan densitas
hiperekoik di dalam uterus yang dengan ukuran 11,11 cm x 10,26 cm x 10,59 cm.
Kesan : DD/ hyperplasia endometrium, malignancy uterus
USG Uterus
USG massa abdomen
Hasil Laboratorium (14 Januari 2013)
Darah Rutin
o Hemoglobin 9,9 g/dL
o Leukosit 5.000 sel/µL
o Eritrosit 4,69 juta sel/µL
o Hematokrit 32,5%
o Trombosit 273.000 sel/µL
Hitung Jenis
o Eosinofil 1,7%
o Basofil 0%
o Neutrofil 60,6%
o Limfosit 33.4%
o Monosit 4.25
MCV 69,2 fL
MCH 21,1 pg
MCHC 30,5 g/dL
RDW-CV 16,2%
Golongan darah O Rhesus +
Protrombin time
o kontrol 14.0 detik
o hasil 12.9 detik
APTT
o kontrol 35.0 detik
o hasil 30.6 detik
Fungsi Hati
o SGOT 15,9 IU/L
o SGPT 6 IU/L
Fungsi Ginjal
o Ureum 14 mg/dL
Glukosa Darah
o Gula Darah Sewaktu 92mg/dL
o Reduksi -
Elektrolit
o Natrium 142 mEq/L
o Kalium 4,2 mEq/L
o Chloride 108 mmol/L
o Magnesium 2.03 mEq/L
HbsAg nonreaktif
Ro thorax PA:
pulmo tidak ada kelainan
tidak ada cardiomegali
V. RESUME
Pasien wanita usia 51 tahun datang dengan keluhan utama incomplete voiding.
Sejak 1 tahun SMRS.Pasien juga mengalami dysmenorrhea sejak 20 tahun SMRS.
Pasien memiliki riwayat retensio urine 1 tahun SMRS. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan:
Pemeriksaan Fisik:
Mata : konjungtiva anemis +/+
Abdomen : teraba massa 2 cm di bawah pusat,konsistensi keras,
permukaan ridak rata nyeri tekan -, mobile
Dari pemeriksaan penunjang:
USG : Kesan mioma uteri
Laboratorium : Hb 9,9 g/dL
VI. DIAGNOSIS
P4 A2 wanita 51 tahun dengan mioma uteri DD/ hyperplasia endometrium,
malignancy uterus dan anemia.
VII. TATALAKSANA
Ceftriaxone 2 x 1 gram IV (skin test terlebih dahulu) sebelum operasi
Lavament
Tampon Vagina
Pro Histerektomi serta salfingooforektomi bilateral
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sananctionam : dubia ad malam
IX. LAPORAN OPERASI:
Nama Operasi : Histerektomi dan salfingoovorektomi bilateral
Langkah-langkah operasi:
Setelah perut dibuka, tampak massa yang berasal dari uteri sebesar
kehamilan 16 minggu.
Dilakukan eksplorasi, tampak perlekatan dengan usus, kemudian
dilakukan adhesiolisis.
Dilakukan histerektomi totalis dan salfingoovorektomi bilateral
Kavum abdomen dibersihkan, kontrol perdarahan aktif
Ligamentum saling diikat satu dengan yang lain
Dinding abdomen dijahit lapis demi lapis, dan kulit dijahit subkutikuler
Hasil histology anatomi
Diagnosis Klinik : mioma uteri
Makroskopik : uterus dengan kedua adnexa, korpus berbenjol-bejol ukuran 11
cm x 9 cm c 8 cm; cervix 4 cm x 3 cm x 2 cm, adnexa yang satu dengan ovarium ukuran
5 cm x 2 cm x 3 cm dan yang lain hanya didapatkan tuba. Pada pembelahan massa korpus
pada lumen (endometrium menebal?) tebal sampai 2 cm, dinding korpus dengan bergaris-
garis 5-6 cm
Dari massa pada korpus -1 kupe (A) dari dinding korpus yang menebal -2 kupe (B) dari
adnexa yang satu -1 kupe (C) dan dari cervix -1 kupe (D)
Mikroskopik : Sediaan menunjukkan:
A. Tonjolan jaringan endometrium dengan kelenjar yang hyperplasia
B. Dinding korpus uteri dengan endometrium yang menebal disertai dengan
hyperplasia kelenjar
C. Jaringan adnexa dalam batas normal
D. Jaringan endometrium dalam batas normal
Tidak mendapatkan tanda-tanda keganasan
Kesimpulan :
polip endometrial
hyperplasia kelenjar endometrium
X. FOLLOW UP
Tangga
l
S O A P
17/08/2
013
Anyang-
anyangan
dan panas
pada saat
buang air
kecil
Status Generalis:
KU: tampak
sakit ringan
Kesadaran:
kompos
mentis
TD: 120/80
mmHg
Nadi: 88
x/menit
Pernafasan:
24 x/menit
Suhu: 36,1°C
Wanita usia
51 tahun
dengan
mioma uteri
dan anemia
Pemasangan catheter
urin
Kalmetason 1 amp
Transfusi PRC 1 Bag
(Hb: 9,9 mg/dL)
18/01/2
013
Pasien
tampak
tenang
sebelum
Tekanan
Darah :120/8
0
Nadi :88x
Wanita usia
51 tahun
dengan
mioma uteri
Pro histerektomi
salfingoovorektomi
bilateral
Ceftriaxone 2 x 1 gram
operasi /menit
Suhu :36,
3
Laju
respirasi:20
Hasil
Laboratorium
(18.01.13) 6 jam
setelah operasi
Hb :9,8
g/dL
Ht :30,9
%
IV
Instruksi post operasi:
Puasa sampai 24
jam post operasi
Ceftriaxone 2 x 1
gr IV
Kalmethasone 1
amp IV
Metronidazole 1 x
1.500 mg IV
Ranitidine 2 x 40
mg IV
Asam Tranexamat
3 x 250 mg IV
Ketorolac 2 x 30
mg IV
19/01/2
013
Nyeri pada
daerah luka
operasi VAS
2
perdarahan post
op tidak ada
TD:110/70
mmHg
Suhu: 37°C
Nadi : 88x
per menit
Wanita usia
51 tahun post
histerektomi
dan
salfingooovor
ektomi
bilateral atas
indikasi
mioma uteri
hari pertama
Diet biasa
Mobilisasi miring
kanan kiri
Ceftriaxone 2 x 1
gr IV
Kalmethasone 1
amp IV
Metronidazole 1 x
1.500 mg IV
Ranitidine 2 x 40
mg IV
Asam Tranexamat
3 x 250 mg IV
Ketorolac 2 x 30
mg IV
Bladder training
dan aff catheter
20/01/2
013
Nyeri pada
bekas operasi
VAS 2
Keadaan
umum: tampak
tegang
Kesadaran:
compos mentis
TD:140/90
mmHg
Suhu: 36,8
Nadi: 80 kali
per menit
Laju Nafas: 24
kali per menit
Wanita usia
51 tahun post
histerektomi
dan
salfingooovor
ektomi
bilateral atas
indikasi
mioma uteri
hari kedua
Diet biasa
Mobilisasi miring
kanan kiri
Amoxicillin 3 x
500 mg PO
Asam Mefenamat
3 x 500 mg PO
Sangobion 2 x 1
tab PO
21/01/2
013
Nyeri pada
bekas
operasi, VAS
2
Keadaan
umum: tampak
tegang
Kesadaran:
compos mentis
TD:130/90
mmHg
Suhu: 36,5
Nadi: 88 kali
per menit
Laju Nafas: 20
kali per menit
Wanita usia
51 tahun post
histerektomi
dan
salfingooovor
ektomi
bilateral atas
indikasi
mioma uteri
hari ketiga
Diet biasa
Mobilisasi miring
kanan kiri
Amoxicillin 3 x
500 mg PO
Asam Mefenamat
3 x 500 mg PO
Sangobion 2 x 1
tab PO
Boleh Pulang
Kontrol ke
poliklinik
kandungan dan
kebidanan setelah
1 minggu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DISMENORRHEA
Merupakan nyeri yang berhubungan dengan siklus menstruasi. Nyeri yang
dirasakan bersifat seperti keram, nyeri hingga punggung bawah, disertai mual dan
muntah, sakit kepala, maupun diare. Dismenorrhea dibagi menjadi primer, yaitu nyeri
siklik yang berhubungan dengan siklus menstruasi tanpa proses patologis lain, dimulai
sesaat setelah menarche, dan sekunder apabila nyeri siklis tersebut diakibatkan oleh
mioma, pelvic inflammatory disease, adenomiosis, polip endometrium, dan obsruksi jalur
keluar menstruasi. Dismenorrhea sekunder seringkali disertai gejala lain seperti
dispareunia, disuria, perdarahan abnormal, atau infertilitas.1
2.1.1 Faktor Risiko
Dismenorrhea primer dapat mengenai wanita tanpa memandang ras, usia, dan
status sosioekonomi, namun peningkata durasi dan berat nyeri dipengaruhi oleh onset
menarche yang semakin dini, periode menstruasi yang panjang, merokok, dan
peningkatan BMI. Paritas justru akan menurangi gejala. 1
2.1.2 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya disenorrhea primer adalah pada saat peluruhan
endometrium, sel endometrium melepaskan prostaglandin saat menstruasi
dimulai.Prostaglandin ini akan menstimulasi kontraksi miometrium dan iskemia. Wanita
dengan dismenorrhea yang hebat mempunyai kadar prostaglandin yang lebih tinggi pada
cairan menstruasinya, dan paling tinggi pada hari ke-2 menstruasi. 1
Dismenorrhea sekunder juga diakibatkan oleh adanya prostaglandin ini, namun
juga dapat disertai gangguan anatomis, tergantung pada penyebab dismenorrhea
sekunder. 1
2.1.3 Diagnosis
Dismenorrhea primer seringkali merupakan diagnosis eksklusi apabila tidak
ditemukan kelainan ataupun gejala lainnya. Terapi empiris dapat diberikan. Pada wanita
dengan risiko PID, dapat dilakukan kultur terhadap chlamidya atau neisseria Gonorrhea.
Untuk menilai dismenorrhea sekunder dapat dilakukan evaluasi pelvis, baik dengan
pemeriksaan fisik, maupun ultrasonografi 1
2.1.4 Tatalaksana
Terapi yang dapat diberikan antara lain dengan antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
kontrasepsi oral kombinasi, kontrasepsi progestin, medroxyprogesterone acetate injeksi,
GnRH agonis dan antagonis, androgen telah terbukti efektif mengurangi gejala
dismenorrhea. Terapi komplementer dengan vitamin E, vitamin B1, magnesium, dan
serat juga dapat mengurangi dismenorrhea. 1
Tatalaksana pembedahan pada kasus yang refrakter dengan terapi medikamentosa
sangat jarang. Tatalaksana pembedahan yang dapat dilakukan antara lain histerektomi
pada wanita yang tidak menginginkan kehamilan. Pada wanita yang menginginkan
kehamilan, dapat dilakukan presacral neurectomi (neurolisis). 1
2.2 LEIOMYOMA
1.Definisi
Leiomyoma atau biasa disebut mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang
berasal dari otot polos miometrium. Insidensi pada wanita dapat mencapai 70-80% pada
penelitian dengan menggunakan pemeriksaan histologi dan pemeriksaan sonografi. 1
Secara makroskopis, mioma tampak bundar, putih, keras, dan memiliki
konsistensi seperti karet. Dalam uterus dapat ditemukan hingga 6-7 mioma dengan
berbagai ukuran. Mioma terpisah dari miometrium di sekitarnya karena mioma
terbungkus lapisan luar berupa jaringan ikat, hal ini memudahkan pengangkatan mioma
pada pembedahan. Terdapat variasi normal mioma, dimana mioma akan mengalami
degenerasi menjadi nekrosis atau perdarahan. Degenerasi ini timbul akibat terbatasnya
suplai darah ke mioma, dibandingkan ke miometrium lain. Nyeri akut dapat menyertai
proses degenerasi ini. 1
Secara histologis, mioma terdiri dari sel otot polos yang memanjang yang
tersusun dalam kumparan yang menyilang satu dengan yang lain pada sudut tertentu.
Aktivitas mitosis pada mioma rendah, dan hal ini yang membedakan mioma dengan
leiomiosarkoma. 1
2.Patogenesis
Setiap mioma berasal dari satu miosit progenitor.Adanya beberapa tumor dalam
satu uterus mempunyai asal sel yang berbeda pula. Mutasi gen yang memulai
tumorigenesis belum diketahui, namun pada 40% dari mioma mempunyai defek
kariotipik. Defek yang terjadi meliputi kromosom 6,7,12, dan 14 dan berhubungan
dengan kecepatan dan arah pertumbuhan tumor. 1
Mioma merupakan tumor yang sensitif terhadap estrogen dan progesteron. Mioma
seringkali muncul pada usia reproduktif dan berkurang baik dari segi insidensi dan
ukuran pada periode menopause. Hal ini menjadi dasar pemahaman berbagai faktor risiko
mioma, dan diduga hal ini disebabkan karena hormon steroid sex dapat menstimulasi atau
menginhibisi produksi dari faktor pertumbuhan sel. 1
Mioma berkembang dalam kondisi yang hiperestrogenik, hal ini disebabkan oleh
tiga hal. Pertama, dibandingkan dengan miometrium normal, mioma memiliki reseptor
estrogen yang lebih banyak. Kedua, mioma tidak banyak mengkonversi estradiol menjadi
estrone yang memiliki potensi lebih lemah. Ketiga, mioma memiliki kandungan sitokrom
p450 aromatase yang lebih banyak. Sitokrom ini akan mengkatalisasi konversi androgen
menjadi estrogen di berbagai jaringan. 1
Tidak seperti efek estrogen, peran progesteron dalam pertumbuhan mioma belum
terlalu jelas, dan didapatkan adanya efek stimulasi maupun inhibisi yang telah
dilaporkan. 1
Hanya 0,4 % mioma yang tumbuh di serviks, dan juga dapat ditemukan pada
ovarium, tuba fallopi, broad ligament, vagina dan vulva. 1
3. Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko mioma, antara lain: 1
Menarche awal
Menarche awal akan memperpanjang paparan estrogen, dan meningkatkan
risiko timbulnya mioma.
Usia reproduktif
Berhubungan dengan paparan estrogen dan progesteron yang banyak.
BMI yang tinggi
Jaringan adiposa dapat mengkonversi pembentukan estrogen dari proses
aromatisasi androgen, dan menurunkan produksi sex homone binding globulin,
sehingga kadar estrogen bebas yang berada dalam sirkulasi akan meningkat.
Terapi pengganti hormon
Penggunaan medroxyprogesterone acetat sebagai terapi pengganti hormon
dapat meningkatkan risiko mioma.
Ras
Mioma lebih sering mengenai wanita afrika-amerika dibandingkan dengan
kaukasia, asia, atau hispanik
Riwayat keluarga
Mutasi awal yang memulai tumorigenesis berhubungan dengan adanya
efek herediter. Adanya riayat mioma pada kembar atau keluarga meningkatkan
risiko dua kali lipat.
Faktor yang menurunkan risiko mioma: 1
Kehamilan
Karena kehamilan adalah keadaan dimana hormon yang dominan adalah
progesteron, maka hal ini dapat menyebabkan pengurangan paparan terhadap
estrogen. Wanita dengan paritas yang semakin banyak, melahirkan pada usia dini,
dapat menurunkan insidensi mioma.
Merokok
Merokok dapat mengganggu metabolisme estrogen dan dapat menurunkan
kadar serum estrogen secara fisiologis.
Menopause
Tabel 1:mekanisme faktor risiko terhadap timbulnya mioma uteri1
4. Klasifikasi
Mioma diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan arah pertumbuhan, menjadi: 1
a. Mioma Subserosa
Berasal dari miosit di dekat lapisan serosa uterus, dan arah
pertumbuhannya ke arah luar. Jika mioma jenis ini hanya dihubungkan dengan
tangkai ke miometrium progenitornya, maka disebut pedunculated
leiomyoma.Terdapat variasi lain yang disebut parasitic leiomyoma dimana
mioma ini menempel terhadap struktur pelvis lain dan mendapat suplai pembuluh
darah dari tempat perlekatan tersebut. Hubungan dengan miometrium
progenitornya dapat tetap terjaga ataupun tidak. 1
b. Mioma Intramural
Mioma dengan pertumbuhan intramural di dinding uterus. 1
c. Mioma Submukosa
Mioma dengan pertumbuhan di dekat endometrium dan tumbuh dan
menonjol ke ke endometrium dan rongga uterus. 1
Gambar1:Klasifikasi mioma uteri1
Pada beberapa kondisi, dapat ditemukan mioma uteri bersamaan dengan tumor otot polos
ekstrauterine lain, dan hal ini disebut leiomiomatosis. Pada kasus seperti ini harus
disingkirkan kemungkinan metastasis dari leiomiosarkoma. Terdapat beberapa kategori
dari leiomiomatosis, antara lain : 1
Leiomiomatosis intravena
Merupakan tumor otot polos jinak yang menginvasi dan menyebar secara
serpiginosa ke uterus, vena pelvis, vena cava, dan bahkan ruang jantung.
Walaupun secara histologis jinak, dapat bersifat fatal akibat obstruksi vena atau
keterlibatan jantung. 1
Leiomioma mentastasis jinak
Berasal dari mioma uteri jinak yang menyebar secara hematogen. Lesi
dapat ditemukan di paru, intestinal, otak, dan tulang punggung. Sering terjjadi
pada pasien dengan riwayat pembedahan pelvis. 1
Leiomioma peritoneal diseminata
Tampak berupa nodul multipel intraperitoneal atau pada organ abdomen. 1
5. Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita dengan leiomioma asimptomatik,namun dapat
ditemukan dapat juga ditemukan gejala. Semakin besar mioma, maka semakin sering
menimbulkan gejala, antara lain: 1
Perdarahan
Merupakan gejala yang paling sering, dan biasanya berupa menorrhagia.
Patofisiologinya berhubungan dengan dilatasi venula. Tumor yang besar akan
menekan dan menjepit sistem vena uterus, sehingga menyebabkan dilatasi vena
dalam miometrium dan endometrium. Tumor intramural dan subserosa
mempunyai kecenderungan yang sama untuk menyebabkan menorrhagia
dibandingkan dengan tumor submukosa. Adanya disregulasi dari faktor
pertumbuhan vasoaktif juga dapat memacu vasodilatasi. Saat vena yang melebar
tersebut terganggu pada saat peluruhan menstruasi, perdarahan dari vena yang
sangat terdilatasi tersebut dapat melebihi mekanisme homeostasis, dan
menyebabkan menorrhagia. 1
Gambar 2 :Patofisiologi perdarahan pada mioma1
Nyeri pelvis dan dismenorrhea
Uterus yang membesar dapat menimbulkan sensasi penekanan, frekuensi,
inkontinensia, dan konstipasi. Kadangkala mioma dapat menekan lateral,
menekan ureter, dan menyebabkan hidronefrosis.Dapat juga terjadi dispareunia,
nyeri pelvis yang nonsiklis, dan dismenorrhea. 1
Infertilitas dan abortus
Mioma dapat menyebabkan infertilitas, namun mekanismenya belum
jelas. 2-3 % kasus infertilitas berhubungan dengan hanya mioma uteri.
Mekanisme yang diduga berhubungan dengan oklusi dari ostium tuba, gangguan
dari kontraksi uterus yang mendorong sperma atau ovum, distorsi dari rongga
endometrium yang dapat mengurangi transport sperma, dan adanya inflamasi
endometrium dan perubahan vaskular yang mengganggu implantasi. 1
Subfertilitas ini terutama berhubungan dengan mioma tipe submukosa,
dan miomektomi meningkatkan kemungkinan hamil sebanyak 50% pada kasus
dengan mioma sebagai penyebab tunggal inertilitas. 1
Hubungan antara mioma dengan aborsi masih belum jelas, dan hubungan
antara jeduanya terbatas oleh penelitian yang menyatakan penurunan insidensi
aborsi setelah reseksi. 1
Sindrom miomatous eritrositosis
Terjadi pada <0,5% kasus. Hal ini akibat produksi eritropoetin berlebih ,
baik dari mioma sendiri, maupun dari ginjal. 1
Sindrom pseude Meig
Sindrom meig terdiri dari asites dan efusi pleura yang berhubungan
dengan fibroma ovarium jinak,namun kondisi tumor pelvis lain, seperti mioma
kistik atau kista ovarium lain dapat menyebabkan hal serupa. Etiologi
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai darah arteri dengan
drainase oleh vena dan sistem limfatik akibat mioma. 1
6. Diagnosis
Anamnesis
Dicari mengenai faktor risiko timbulnya mioma, serta gejala yang
menyertainya. 1
Pemeriksaan Fisik
Dapat dicari mengenai tanda-tanda massa pelvis, asites, maupu efusi
pleura. 1
Pencitraan
Sonografi dapat digunakan untuk melihat anatomi pelvis. Gambaran
mioma dapat berupa pembesaran uterus dengan gambaran hipo atau hiperekoik,
tergantung dari rasio otot polos terhadap jaringan ikat, dan adanya degenerasi.
Perubahan sonografi yang jelas terjadi jika ada degenerasi kistik ataupun
kalsifikasi. Kalsifikasi tampak hiperekoik dan tepi tumor tidak nampak jelas.
Degenerasi kistik atau myxoid dapat menunjukan gambaran mioma dengan area
hipoekoik multipel, berdinding bulat dan halus, dengan ukuran ireguler namun
kecil. Mioma mempunyai gambaran karakteristik vaskular jika diperiksa dengan
doppler. Terdapat vaskularisasi perifer di tepi dimana beberapa pembuluh darah
muncul dan melakukan ppenetrasi ke arah sentral. Doppler dapat membedakan
mioma ekstrauterin dengan massa pelvis lain, dan antara mioma submukosa
dengan polip atau adenomiosis. 1
Gambar 3 :Transvaginal sonografi mnunjukan adanya mioma dngan kalsifikasi1
Jika menorrhagia, dismenorrhea atau infertilitas disertai dengan adanya
massa pelvis,maka rongga endometrium harus dievaluasi untuk timbulnya mioma
submukosa, polip endometrium,sinekia atau anomali kongenital. Hal ini dapat
dilakukan dengan saline infusion sonografi, histeroskopi, atau
histerosalpingografi. 1
MRI dapat dilakukan jika sonografi terhalang oleh habitus ataupun distorsi
anatomi. 1
7. Tatalaksana
a. Observasi
Mioma asimptomatik dapat ditatalaksana dengan observasi dan
pemeriksaan pelvis tahunan, tanpa melihat ukuran mioma. Jika penilaian adnexa
terganggu oleh ukuran uterus, dapat dibantu dengan pemeriksaan sonografi
tahunan. Pada penderita dengan infertilitas, dan mioma, dapat juga dilakukan
terapi ekpektansi. 1
b. Terapi Medikamentosa
Tabel 2 :Pilihan terapi medikamentosa berdasarkan gejala mioma
Anti inflamasi non steroid (Non-steroidal anti-inflammation drug / NSAID )
Wanita dengan dismenorrhea memiliki kadar postaglanin F2alfa dan E2
yang lebih tinggi dibanding wanita asimptomatik. Penatalaksanaan
disenorrhea dan menorrhagia yang berhubungan dengan leiomioma
didasarkan atas peran prostaglandin sebagai mediator gejala ini.Terdapat
beberapa obat NSAID yang disetujiu sebagai pengobatan dismenorrhea. 1
Tabel 3 : NSAID untuk pengobatan dismenorrhea
Nama Generik Dosis Efek Samping
Ibuprofen 400 mg setiap 4-6 jam Mual, nyeri epigaster,
anoreksia, konstipasi,
GI bleeding
Naproxen 500 mg di awal, dilanjutkan 250
mg tiap 6-8 jam
Mual, nyeri epigaster,
anoreksia, konstipasi,
GI bleeding
Asam
Mefenamat
500 mg di awal, dilanjutkan 250
mg tiap 6 jam, dimulai saat mens,
hingga 3 hari
Mual, nyeri epigaster,
anoreksia, konstipasi,
GI bleeding
Ketoprofen 50 mg setiap 6-8 jam Mual, nyeri epigaster,
anoreksia, konstipasi,
GI bleeding
Terapi Hormonal
Kontrasepsi oral kombinasi dan progestin telah digunakan untuk
menginduksi atrofi endometrium dan menurunkan produksi prostaglandin.
Friedman (1995) menyatakan bahwa pada wanita yang menggunakan
kontrasepsi oral kombinasi dosis rendah menunjukkan adanya durasi mens
yang lebih pendek dan tidak adanya pembesaran uterus. Namun karena
efeknya yang sulit diprediksi, maka American Society of Reproductive
Medicine tidak merekomendasikan baik progestin maupun kontrasepsi oral
kombinasi untuk pengobatan gejala mioma. 1
Androgen
Danazol dan gestrinone dapat mengecilkan mioma dan mengurangi gejala
perdarahan, namun efek sampingnya seperti acne dan hirsutism membatasi
penggunaannya sebagai agen lini pertama. 1
GnRH agonis
Merupakan derivat sintetik dari GnRH dekapeptida. Adanya substitusi
asam amino menyebabkan resistensi erhadap degradasi, sehingga
memperlama waktu paruh dan memperlama pengikatan reseptor. GnRH
agonis akan menjadi tidak aktif jika diberikan secara oral, namun dapat
digunakan secara intramuskular, subkutan, dan intranasal. 1
Indikasi pemberian GnRH agonis antara lain :2
Pada wanita yang masih menginginkan kehamilan
Pengobatan preoperatif sebelum terapi pembedahan
Mengobati anemia, sebelum tatalaksana pembedahan
Pada wanita yang mendekati menopause
Tatalaksana pada penderita yang dikontraindikasikan untuk pembedahan.
Obat ini dapat mengecilkan mioma dengan menekan efek pertumbuhan
dari estroen dan progesteron. Pada awlnya, GnRH agonis akan menstimulasi
reseptor di pituitari untuk melakukan produksi suprafisiologi dari FSH dan
LH, dan disebut flarre.Hal ini terjadi selama kurang lebih 1 minggu. Namun
efek jangka panjang dari stimulasi berlebih ini akan menyebabkan
downregulasi dari reseptor di gonadotrope pituitari, menyebabkan
desensitisasi dari stimulasi GnRH. Hal ini akan menyebabkan penurunan
produksi gonadotropin, dan juga penurunan produksi estrogen dan
progesteron 1-2 mingu setelah awal pemberian GnRH. Mekanisme lain adalah
mioma sendiri mempunyai reseptor GnRH, dam agonis dapat memperkecil
ukuran mioma secara langsung. 1
Pengobatan dengan GnRH agonis akan menyebabkan mengecilnya ukuran
uterus dan dan mioma yang signifikan, bahkan dapat mengurangi ukuran
mioma hingga 40-50%. Pengecilan ukuran mioma ini terjadi terutama pada 3
bulan pertama setelah terapi. Secara klinis, pengecilan ukuran ini akan
menyebabkan berkurangnya rasa sakit, dan mengurangi jumlah menorrhagia,
bahkan dapat menyebabkan amenorrhea. Pada periode ini dapat ditambah
terapi zat besi oral, terutama untuk wanita dengan anemia untuk memulihkan
cadangan besi dalam tubuh. Durasi tatalaksana adalah sekitar 3-6 bulan.
Setelah terapi dihentikan, terjadi menstruasi normal kembali setelah 4-10
minggu. Mioma kemudian dapat tumbuh kembali hingga ukuran sebelum
terapi dalam 3-4 bulan, namun ada penelitian yang menyatakan bahwa pada
wanita dengan pengobatan GnRH agonis ini, dapat meredakan gejala mioma
hingga 1 tahun .
Tabel 4 :Regimen terapi dengan GnRH agonis1
GnRH agonis mempunyai beberapa efek samping, dan efek samping ini
terutama disebabkan oleh rendahnya kadar estrogen. Efek samping yang dapat
ditemukan adalah gejala vasomotor, perubahan libido, dan keringnya epitel
vagina yang menyebabkan dispareunia. Pada penderita yang menjalani terapi
lebih dari 6 bulan akan mengalami kehilangan tulang trabekular sebanyak 6
%, dan setelah terapi dihentikan tidak seluruhnya dapat kembali seperti
semula. Hal ini menyebabkan GnRH agonis tidak disarankan diberikan selama
lebih dari 6 bulan. Untuk mengurangi efek samping ini, ada beberapa
pengobatan yang dapat digunakan, hal ini disebut terapi pengganti. Terapi
pengganti ini dapat diberikan 1-3 bulan setelah pemberian awal GnRH agonis.
Regimen pengobaan pengganti yang dapat digunakan adalah
medoxyprogesterone acetate (MPA) 10 mg (hari ke 16-25 dari tiap siklus),
dikombinasikan dengan estrogen equine 0, 625 mg (hari 1-25), atau regimen
MPA 2,5 mg dan estrogen equina 0,625 setiap hari. Terapi pengganti dengan
selective estrogen receptor modulator (SERMs) seperti tibolone dan raloxifene
dapat juga digunakan untuk mengurangi osteoporosis. Keuntungan dari
SERMs adalah dapat diberikan bersamaan dengan awal pemberian GnRH
agonis tanpa mengganggu efek pengecilan mioma, namun kekurangannya
adalah sebagian besar mengalami gejala vasomotor. 1
American College of Obstetrician and Gynecologyst hanya
merekomendasikan penggunaan GnRH agonis sebagai pengobatan sementara
pada wanita yang mendekati menopause atau pengobatan sebelum
pembedahan pada wanita tertentu. Penggunaan GnRH agonis sebelum
pembedahan memiliki beberapa keuntungan, antara lain dapat mengurangi
menorrhagia, sehinggan dapat dilakukan koreksi terhadap anemia.
Pengurangan ukuran uterus juga dapat mempermudah prosedur pembedahan,
misalnya dengan insisi laparotomi yang lebih kecil, laparoskopi, histeroskopi,
maupun dengan transvaginal histerktomi. 1
GnRH Antagonis
Walaupun efek hipoestrogeniknya menyerupai pemberian GnRH agonis,
namun GnRH antagonis tidak menyebabkan flare dan onset kerja yang lebih
cepat. Injeksi subkutan per hari dapat memperkecil mioma, sebanding dengan
pemberian GnRH agonis. 1
Antiprogestin
Mifeperisone merupakan antiprogestin yang terbukti efektif dalam
menurunkan ukuran mioma maupun mengurangi gejala klinis. Progesteron
akan berikatan dengan reseptor progesteron A atau B (PR-A, PR-B).
Mifeperistone bekerja terutama pada reseptor PR-A, dimana terdapat lebih
banyak pada kasus mioma. Mifeperiston dapat menurunkan mioma hingga
50%, dosis yang digunakan bervariasi, termasuk 5, 10, 25, atau 50 mg
diberikan secara oral selama 12 minggu. Mifeperiston juga berhubungan
dengan pengurangan gejala secara klinis. 1
Beberapa efek samping dari mifeperistone adalah gejala vasomotor,
hiperplasi dan peningkatan serum transaminase, namun dapat kembali normal
setelah terapi dhentikan. 1
c. Embolisasi arteri uterina
Merupakan prosedur intervensi angiografi yang menghantarkan polyvinyil
alkohol (PVA) mikrosfer atau partikel emboli lain ke kedua arteri uterina. Aliran
darah akan terganggu dan menyebabkan iskemia dan nekrosis. Karena pembuluh
darah yang mensupai mioma cenderung memiliki kaliber lebih besar, mikrosfer
ini akan cenderung diarahkan ke tumor, dan tidak mengganggu miometrium lain. 1
Gambar 4 :Embolisasi arteri uterina
Kateter angiografi akan ditempatkan pada arteri femoral dan dengan
bimbingan fluoroskopi akan diarahkan ke kedua arteri uterina. Setelah nekrosis
dari mioma, dapat timbul gejala postprosedural berupa sindrom post embolisasi
yang muncul 2-7 hari setelah prosedur dan ditandai dengan nyeri pelvis, keram,
mual dan muntah, demam dan malaise. Intensitas gejala bervariasi, dan seringkali
membutuhkan analgesia. 1
Terdapat beberapa komplikasi dari embolisasi arteri uterina ini, antara lain
pengeluaran jaringan nekrosis dari vagina, amenorrhea, maupun nekrosis dari
struktur lain, seperti kandung kemih, adneksa, dan jaringan lain. 1
American College of Obstetrician and Gynecologyst merekomendasikan
embolisasi arteri uterina sebagai terapi sementara untuk mengurangi gejala
perdarahan dan penekanan. Embolisasi ini mempunyai risiko untuk timbulnya
perdarahan ulang yang lebih besar. 1
d. Pembedahan
Terapi pembedahan yang dapat dilakukan antara lain histerektomi,
miomektomi, dan miolisis. 1
Indikasi untuk terapi pembedahan antara lain:2
1. Perdarahan abnormal yang menyebabkan anemia, dan resisten terhadap
terapi konservatif
2. Nyeri kronis seperti dismenorrhea, dispareunia, atau nyeri abdomen bawah
yang hebat.
3. Nyeri akut, seperti torsi dari mioma pedunculated
4. Gejala traktus urinarius, seperti hidronefrosis
5. Infertilitas, dengan mioma sebagai satu-satunya penyebab.
6. Abortus berulang dengan distorsi rongga endometrium
7. Pembesaran uterus hebat hingga gejala penekanan.
Macam-macam terapi pembedahan:
Histerektomi
Merupakan terapi definitif dan terapi pembedahan paling sering untuk
mioma. Histerektomi dapat dilakukan secara transvaginal, trans abdominal,
ataupun laparoskopi. Histerektomi berhubungan dengan pengurangan gejala
seperti nyeri pelvis, gejala urinari, kelemahan, gejala psikologis, maupun
disfungsi seksual.
Pengangkatan ovarium tidak selalu dibutuhkan, dan pengambilan
keputusan mengenai ooforektomi didasarkan pada faktor. Pertimbangan
dilakukannya histerektomi mencakup ukuran uterus dan hematokrit
preoperatif. Pada beberapa keadaan, penggunaan GnRH agonis sebelum
pembedahan dapat menguntungkan. 1
Myomektomi
Reseksi tumor pada mioma yang bergejala dapat dilakukan pada wanita
yang masih ingin mempunyai anak, atau pada wanita yang menolak
histerektomi. Miomektomi juga terbukti dapat mengurangi gejala seperti
nyeri, perdarahan dan infertilitas. 1
Pada umumnya pada wanita yang tidak menginginkan kehamilan,
histerektomi lebih direkomendasikan dibandingkan miomektomi, karena
miomektomi menimbulkan morbiditas preoperatif yang lebih tinggi. Pada
miomektomi didapatkan adhesi intraabdominal postoperatif, dan rekurensi
mioma yang lebih tinggi. 1
Miolisis
Terdapat beberapa teknik yang dapat menginduksi nekrosis dan
pengecilan mioma, antara lain kauterisasi mono atau bipolar, vaporisasi laser,
dan krioterapi. Seluruh teknik ini menggunakan lapaorskopi, dan dapat
menyebabkan nyeri postoperatif yang signifikan. Penggunaannya masih dalam
tahap penelitian. 1
Daftar Pustaka
1. Berek, Jonathan S. Berek & Novak's Gynecology.,Edisi ke 14. Philadelphia :
Lippincott Williams & Wilkins. 2007.
2. John O. Schorge, Joseph I. Schaffer, Lisa M. Halvorson, Barbara L. Hoffman,
Karen D. Bradshaw, F. Gary Cunningham. William’s Gynecology. Amerika:
McGraw-Hill Companies, Inc. 2008.